analisis produktivitas dengan metode overall …

125
ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER EXTRUSION Oleh : Randy Feraldo Manik ID No. 004201305051 Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Mencapai Gelar Strata Satu pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri 2018

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE

OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE

MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER

EXTRUSION

Oleh :

Randy Feraldo Manik

ID No. 004201305051

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik

Mencapai Gelar Strata Satu pada Fakultas

Teknik Program Studi Teknik Industri

2018

Page 2: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Analisis Produktivitas Dengan Metode

Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam Penerapan Total

Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin Polymer Extrusion

(Studi Kasus di PT. ACP)” yang disusun dan diajukan oleh Randy

Feraldo Manik sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan

gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik telah ditinjau dan

dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi. Oleh karena itu, saya

merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.

Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018

Ir. Andira, M.T.

Page 3: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Produktivitas

Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin

Polymer Extrusion (Studi Kasus di PT. ACP)” adalah hasil dari

pengamatan terbaik saya dan belum pernah diajukan ke Universitas

manapun diterbitkan baik sebagian maupun secara keseluruhan.

.

Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018

Randy Feraldo Manik

Page 4: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

iii

ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE

OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE

MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER

EXTRUSION

Oleh :

Randy Feraldo Manik

ID No. 004201305051

Disetujui Oleh :

Ir. Andira, MT.

Dosen Pembimbing

Ir. Andira, MT.

Kepala Program Studi Teknik Industri

Page 5: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

iv

ABSTRAK

PT. ACP adalah sebuah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur yang

memproduksi kemasan fleksibel. Saat ini PT. ACP dihadapi permasalahan loss

time mesin yang besar pada mesin Polymer Extrusion yang memproduksi plastik

LLDPE. Loss time mesin yang besar berdampak pada tingkat produktivitas

kegiatan produksi dan jumlah produk yang berkualitas. Untuk dapat

meningkatkan produktivitas mesin/peralatan maka dilakukan penerapan Total

Productive Maintenance (TPM). Langkah yang dilakukan untuk menerapkannya

yaitu melakukan pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta

mengetahui faktor terbesar yang mempengaruhi dengan perhitungan six big losses.

Setelah itu mencari penyebab-penyebab permasalahan yang terjadi dengan

menggunakan fishbone diagram. Standar produktivitas world class yang

dirumuskan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM), yaitu sebesar 85%.

Hasil pengukuran OEE saat ini menunjukkan bahwa produktivitas pada Mesin

Polymer Extrusion sebesar 74,41%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada ruang

yang besar untuk dilakukan improvement agar dapat meningkatkan produktivitas.

Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE pada persentase six big losses

yaitu breakdown losess sebesar 42.75%. Kemudian diikuti dengan idling and

minor stoppage losses sebesar 26.44, speed losses sebesar 18.14%, setup and

adjustment losses sebesar 5.40%, yield losses sebesar 4.78%, dan quality defect

and required losses sebesar 2.49%. Dengan penerapan strategi maintenance dan

rekomendasi perbaikan maka OEE di tahun 2018 dapat meningkat menjadi

85.10% (mencapai standar world class).

Kata kunci : Loss time, Total Productive Maintenance, Overall Equipment

Effectiveness, six big losses, autonomous maintenance.

Page 6: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-

baiknya dan tepat waktu. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan

persyaratan yang harus ditempuh oleh mahasiswa President University jurusan

Teknik Industri untuk mencapai gelar Sarjana Teknik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam

menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada:

1. Ibu Ir. Andira, M.T. selaku dosen pembimbing sekaligus kepala Program

Studi Teknik Industri President University.

2. Seluruh dosen President University yang telah memberikan ilmu, pengalaman,

mengembangkan cara berfikir dan pembelajaran selama proses perkuliahan.

3. Orangtua tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan,

sumber motivasi dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

4. Kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang selalu mendukung saudaranya

untuk menggapai kesuksesan dan memberikan semangat untuk menjadi

panutan bagi mereka.

5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi untuk terus

berkembang dan belajar.

6. Teman-teman Industrial Engineering terutama angkatan 2013 dari semester

satu hingga akhir yang telah bersama-sama berjuang.

7. Keluarga kedua saya di Harapan Indah, kota Bekasi yang secara tidak

langsung telah memberikan doa dan dukungannya.

8. Terimakasih secara khusus saya ucapkan kepada Desi Natalina Harianja yang

selalu sabar menunggu hingga selesai wisuda, memberikan semangat ekstra

selama menjalani perkuliahan.

9. Teman-teman dan atasan di perusahaan, PT. Avesta Continental Pack yang

telah memberikan kesempatan untuk berkuliah dan bekerja.

Page 7: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

vi

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan skripsi

ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

membantu dalam penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Bekasi, 23 Februari 2018

Randy Feraldo Manik

Page 8: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3

1.4. Batasan Masalah .............................................................................................. 3

1.5. Asumsi ............................................................................................................. 4

1.6. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 4

BAB II STUDI LITERATUR ................................................................................. 6

2.1 Pengertian Perawatan ....................................................................................... 6

2.2 Tujuan Perawatan ........................................................................................... 10

2.3 Total Productive Maintenance (TPM) ........................................................... 11

2.3.1 Pendahuluan....................................................................................... 11

2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM) ............................. 11

2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM) ................................. 12

2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................................................... 12

2.5 Six Big Losses ................................................................................................ 14

2.6 Diagram Pareto .............................................................................................. 17

2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) .................................................. 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 20

3.1 Langkah – Langkah Penelitian ....................................................................... 20

3.2 Observasi ........................................................................................................ 21

3.3 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 21

Page 9: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

viii

3.4 Studi Literatur ................................................................................................ 21

3.5 Metode Penelitian .......................................................................................... 22

3.6 Analisis Data .................................................................................................. 22

3.7 Simpulan dan Saran ....................................................................................... 23

BAB IV DATA DAN ANALISIS ........................................................................ 24

4.1. Pengumpulan Data ......................................................................................... 24

4.2. Pengolahan Data ............................................................................................ 30

4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR) ..................................................... 30

4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR) ................................................... 32

4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ) ....................................................... 34

4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................... 36

4.2.5. Perhitungan Six Big Losses ................................................................. 38

4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses ................................... 47

4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram .............................. 56

4.3.1 Analisis Diagram Pareto ...................................................................... 56

4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram ..................................................... 57

4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM ..................... 79

4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses ..................................... 79

4.4.2 Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses .......... 81

4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses .............................................. 83

4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses .................... 90

4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses ............................................... 93

4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses ................................ 93

4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM .................................................. 96

4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM................................................. 99

4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM .................................................. 102

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 105

5.1 Simpulan ...................................................................................................... 105

5.2 Saran ............................................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106

LAMPIRAN ........................................................................................................ 107

Page 10: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Pareto ……………………………………………………..18

Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat ……………………………………………..19

Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian…………………………………………20

Gambar 4.1 Data Output Blown Film 2017 ……………………………………..26

Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel …………………………..28

Gambar 4.3 Diagram Aliran Proses LLDPE Mesin Blown Film ….…………….29

Gambar 4.4 Grafik Availability Rate ……………………………………………32

Gambar 4.5 Grafik Performance Rate ………….………………………………..34

Gambar 4.6 Grafik Rate Of Quality ……………………………………………..36

Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017 ……………………………………………..38

Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses …………………………………….56

Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses ………………………....59

Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling And Minor Stoppages Losses ……..62

Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses ……………………………..65

Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup And Adjustment Losses …………...68

Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses ……………………………...72

Gambar 4.14 Analisis Sebab Aibat Quality Defect Losses ……………………..76

Page 11: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017 ………………………...25

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR) ……………………………31

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR) ……………………………33

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate Of Quality …………………………………..35

Tabel 4.5 Perhitungan Overal Equipment Effectiveness ……..…………………37

Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Six Big Losses ………………………………39

Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup And Adjustment Losses ………………41

Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling And Minor Stoppages Losses ……...…42

Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses ………………………..43

Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses …...............................45

Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses ………………………….…….46

Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses ….……….48

Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup And Adjustment Losses

……………………………………………………………………………………49

Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses …….....50

Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling And Minor Stoppages Losses ….….52

Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses ……………………..53

Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses …………………………..…..54

Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses ……………...…….55

Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses ………………………..………60

Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses …...…………63

Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses ………………………………..…….66

Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup And Adjustment Losses ………...…………69

Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses ……………………………..………..73

Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses …………………………….77

Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses ……….……………….80

Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling And Minor Stoppages Losses …..….82

Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses ……………………….……..84

Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup Adjustment Losses …………………92

Tabel 4.29 Rekomendasi Quality Defect Losses ………………….…………….94

Page 12: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

xi

Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2 ……………………..……………96

Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM ……………...…………98

Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018 …………………………………..100

Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM ………………………101

Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM ………………….…..…103

Tabel 4.35 Hasil Perhitungan OEE Setelah TPM ………………………….104

Page 13: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

PT. ACP merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang

packaging khususnya produk kemasan fleksibel untuk industri farmasi, kosmetik,

makanan dan minuman, dan agroindustri. PT. ACP mulai berdiri pada tanggal 26

November 1976, yang sahamnya dikendalikan oleh pemilik dari Hongkong.

Namun pada awal tahun 2017, saham perusahaan ini diambil alih kepemilikan

oleh Jepang. Beberapa regulasi maupun kebijakan-kebijakan baru banyak

dimunculkan, namun ada juga kebijakan lama yang masih diterapkan di

perusahaan ini. Beberapa terobosan-terobosan yang muncul seperti penerapan

budaya 5S atau lebih dikenal 5R, penerapan lean manufacturing, menjalankan

program conim (Continuous Improvement), serta penerapan TPM (Total

Productive Maintenance) untuk mengevaluasi efektivitas pemakaian

mesin/peralatan produksi. Terobosan-terobosan tersebut telah berhasil diterapkan

yaitu penerapan budaya 5R, penerapan lean manufacturing, dan program conim.

Namun untuk pengukuran efektivitas pemakaian mesin/peralatan produksi baru

mulai dilakukan analisis dengan cara mengambil data output pada seluruh mesin

produksi pada tahun 2017 untuk dibandingkan dengan standar yang berlaku pada

perusahaan-perusahaan internasional pada perumusan JIPM (Japan Institute of

Plant Maintenance).

PT. ACP memiliki beberapa mesin produksi yang diantaranya adalah mesin

polymer extrusion untuk memproduksi plastik Low Linear Density Polyethylene

(LLDPE). Mesin Polymer Extrusion dihadapkan pada masalah yang berkaitan

dengan efektivitas mesin yang diakibatkan oleh kemacetan produksi. Hal ini dapat

dilihat dari tidak tercapainya target produksi karena adanya masalah pada

mesin/peralatan yang menimbulkan losses time. Selain itu dampak dari kemacetan

produksi LLDPE tersebut mengharuskan perusahaan terpaksa membeli plastik

LLDPE dari perusahaan lain, sehingga imbasnya pula dapat menyebabkan

Page 14: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

2

keterlambatan pengiriman finish goods ke customer. Bahkan beberapa kali

operator terpaksa diliburkan dalam beberapa hari karena mesin tidak dapat

beroperasi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan langkah-langkah yang

tepat dalam pemeliharaan mesin/peralatan, salah satunya dengan melakukan

penerapan Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive Maintenance

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan manufaktur

secara menyeluruh. Dengan kata lain tujuan dari TPM adalah untuk mencapai

kinerja yang ideal dan mencapai zero loss, yang artinya tanpa cacat, tanpa

breakdown, tanpa kecelakaan, tanpa kesia-siaan pada proses produksi maupun

proses changeover (Nakajima, 1988).

Pada tahun 2017 mesin polymer extrusion mengalami losses time yang

diakibatkan oleh six big losses mencapai angka paling tinggi yaitu 121,656 menit

(2,028 jam) atau 85 hari. Dengan adanya loss time tersebut maka perlu dilakukan

evaluasi penerapan Total Productive Maintenance (TPM) yang dilakukan dengan

mengukur nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) sebagai indikator, serta

mencari penyebab ketidak efektifan dari mesin tersebut dengan melakukan

perhitungan six big losses untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dari keenam

faktor six big losses yang ada. Selanjutnya menerapkan delapan pilar pendukung

keberhasilan TPM agar mampu menjaga fungsi dari mesin/peralatan pendukung

kegiatan kerja, kemudian memperhatikan bagaimana meningkatkan produktivitas

dari para pekerja atau operator yang nantinya akan memegang kendali secara

langsung pada mesin/peralatan tersebut. Sehingga dengan itu PT. ACP khususnya

di mesin polymer extrusion akan mengetahui titik kelemahan serta bagaimana

strategi perbaikan yang akan dilakukan untuk mendongkrak efektivitas

mesin/peralatan yang akan diukur pada orientasi 3 tahun kedepan. Dan dalam 3

tahun kedepan itu pula perusahaan akan mengambil keputusan apakah mesin

polymer extrusion masih layak beroperasi atau terpaksa dibubarkan jika tidak

meberikan profit yang signifikan.

Page 15: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka ditetapkan

perumusan masalah yang dihadapi pada penelitian ini adalah :

a. Berapa besar tingkat efektivitas mesin polymer extrusion selama tahun

2017.

b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya loss time terjadi dari

perhitungan six big losses.

c. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk meningkatkan performansi

efektivitas di mesin polymer extrusion.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis dalam penerapan TPM di

PT. ACP khususnya di mesin polymer extrusion adalah :

a. Untuk mengetahui nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang

didasarkan pada faktor availability, performance, dan rate of quality.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya

efektivitas melalui pengukuran six big losses dan mengidentifikasikan

faktor-faktor dominan dari enam faktor six big losses.

c. Melakukan analisis terhadap faktor yang menyebabkan terjadinya six big

losses menggunakan cause and effect diagram untuk penentuan strategi

perawatan dan memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan

utama dari keenam faktor six big losses.

1.4. Batasan Masalah

a. Data historis yang digunakan dianggap valid dalam mendukung penelitian

ini.

b. Penelitian dilakukan pada Departemen produksi khususnya di bagian

Blown Film.

c. Penelitian ini dimulai bulan Agustus 2017.

d. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini tidak membahas tentang

biaya yang ditimbulkan akibat losses yang terjadi.

Page 16: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

4

e. Penelitian yang dilakukan hanya sampai pada rekomendasi perbaikan

perawatan mesin dan peralatan berdasarkan dari temuan yang ada

diperusahaan, khususnya departemen Blown Film.

1.5. Asumsi

Beberapa asumsi pada penelitian ini adalah:

a. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai langkah awal dimulainya

progam perbaikan efektivitas mesin dan peralatan, sehingga pengukuran

yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan

dengan efektivitas yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

b. Teknologi, mesin, serta metode kerja yang digunakan masih sama.

c. Selama dilakukan penelitian tidak terjadi perubahan dalam sistem produksi.

d. Semua karyawan sudah mengetahui bagian jobdesnya sesuai dengan SOP

yang telah diberikan.

e. Kualitas plasik LLDPE yang dihasilkan sudah sesuai dengan karakteristik

mutu yang diminta.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari 5 bagian, diantaranya adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan laporan terhadap perkembangan solusi dari

permasalahan. Pada bagian ini juga ditampilkan batasan masalah, asumsi dan

sistematika penulisan laporan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini diberikan beberapa teori dan referensi yang berkaitan dengan total

productive maintenance (TPM) khususnya mengenai analisis overall equipment

effectiveness di mesin polymer extrusion, serta analisis cause and effect diagram

untuk pemecahan masalah yang ada pada saat ini.

Page 17: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

5

BAB III METODOLOGI PENELITAN

Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai langkah-langkah sistematis

yang akan dilakukan dalam penelitian untuk memperoleh pemecahan masalah.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Bagian ini memberikan data-data jam kerja di bagian blown film, output mesin

blown film, dan data-data kerusakan mesin yang terjadi untuk kemudian dianalisis

dan dilakukan perbaikan agar mengetahui seberapa besar perubahan tingkat

efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi untuk memperoleh penyelesaian

dari masalah yang ada.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan akhir pada perubahan produktivitas mesin

polymer extrusion setelah dilakukan TPM berdasarkan analisa yang dilaksanakan.

Dan saran-saran diberikan untuk menunjang keberhasilan penerapan 8 pilar

strategi TPM.

Page 18: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

6

BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Pengertian Perawatan

Menurut Vincent Gaspersz, perawatan (maintenance) merupakan suatu

kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional

suatu sistem produksi sehingga dari sistem itu diharapkan menghasilkan output

sesuai dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai

bayangan dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan

kapasitas yang sangat tinggi maka akan lebih intensif. (Gaspersz, 94, Hal; 513)

Perawatan dapat juga merupakan aktivitas memelihara atau menjaga

fasilitas/ peralatan perusahaan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian serta

penggantian komponen yang diperlukan agar kegiatan produksi dapat berjalan

lancar sesuai dengan yang direncanakan.

Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama dalam sistem perawatan yaitu :

1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (breakdown period) sampai

batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis.

2. Menghindari kerusakan tidak terencana, dan kerusakan secara tiba-tiba.

Dalam sistem perawatan terdapat empat kegiatan pokok yang berkaitan dengan

tindakan perawatan, yaitu :

1. Perawatan yang bersifat preventif

Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum

peralatan itu menjadi rusak. Pada dasarnya yang dilakukan adalah perawatan

yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak

terduga dan menentukan keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi

mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Dengan

demikian semua fasilitas-fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan

preventif akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu dalam kondisi siap

digunakan untuk proses produksi setiap saat. Hal ini memerlukan suatu

rencana dan jadwal perawatan yang sangat cermat dan rencana yang lebih

Page 19: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

7

tepat. Perawatan preventif ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat

efektif didalam fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan

“critical unit“.Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan komponen critical

unit suatu peralatan diantaranya :

- Membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja.

- Mempengaruhi kualitas produksi yang dihasilkan.

- Menghambat seluruh proses produksi.

- Harga dari komponen tersebut cukup mahal.

- Pengadaan (pembelian) komponen delay dari supplier.

Dalam prakteknya perawatan preventif yang dilakukan oleh suatu perusahaan

dapat dibedakan lagi sebagai berikut :

a. Perawatan rutin, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara rutin (setiap hari). Misalnya pembersihan peralatan

pelumasan oli, pengecekan isi bahan bakar dan sebagainya.

b. Perawatan periodik, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya

setiap 100 jam kerja mesin, lalu meningkat setiap 500 jam sekali dan

seterusnya. Misalnya pembongkaran silinder, penyetelan katup-katup,

pemasukan dan pembuangan silindermesin dan sebagainya.

Perawatan preventif akan menguntungkan atau tidak tergantung pada :

a. Distribusi dari kerusakan

Pada penjadwalan dan pelaksanaan perawatan preventif harus

memperlihatkan jenis distribusi dari kerusakan yang ada, karena dengan

mengetahui jenis distribusi kerusakan dapat disusun suatu rencana

perawatan yang benar-benar tepat sesuai dengan latar belakang alat

tersebut.

b. Hubungan antara waktu perawatan preventif terhadap waktu perbaikan

Hendaknya diantara kedua waktu ini diadakan keseimbangan dan

diusahakan dapat dicapai titik maksimal. Jika ternyata jumlah waktu untuk

perawatan preventif lebih lama dari waktu menyelesaikan kerusakan tiba-

Page 20: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

8

tiba, maka tidak ada manfaatnya yang nyata untuk mengadakan perawatan

preventif, lebih baik ditunggu saja sampai terjadi kerusakan.

Walaupun masih ada suatu faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu apabila

ternyata jumlah kerugian akibat rusaknya mesin cukup besar, meliputi biaya-

biaya :

- Pekerja menganggur

- Produksi terhenti

- Biaya penggantian spare part

- Kekecewaan konsumen

Jika waktu untuk menyelesaikan perawatan preventif sama dengan waktu

untuk menyelesaikan kerusakan, perawatan preventif masih dapat

dipertimbangkan untuk dilaksanakan.

2. Perawatan yang bersifat korektif

Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki peralatan yang rusak. Pada

dasarnya aktivitas yang dilakukan adalah pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau

peralatan. Kegiatan ini sering disebut sebagai kegiatan perbaikan atau reparasi.

Perawatan korektif dapat juga didefinisikan sebagai perbaikan yang dilakukan

karena adanya kerusakan yang terjadi akibat tidak dilakukanya perawatan

preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi sampai pada suatu

waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal ini

kegiatan perawatan sifatnya hanya menunggu sampai terjadi kerusakan baru

kemudian diperbaiki atau direparasi.

3. Perawatan yang bersifat prediktif

Tindakan perawatan yang dilakukan pada periode yang telah ditetapkan

berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil,

sebagai contoh data getaran, temperatur, tekanan dan lain-lain. Perencanaan

dari perawatan prediktif ini dapat dilakukan berdasarkan data operator di

lapangan yang diajukan melalui work order ke bagian troubleshooting agar

dilakukan tindakan tepat sehingga tidak merugikan perusahaan.

Page 21: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

9

4. Perawatan mandiri (autonomous maintenance)

Perawatan mandiri adalah kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator

dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia,

mesin, dan tempat kerja yang bermutu. Perawatan mandiri ini juga dirancang

untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri. Kegiatan tersebut

dapat berupa pembersihan, pengencangan baut/mur, pelumasan, pengecekan

fungsi komponen dan alat, serta perbaikan sederhana. Tujuan dari kegiatan

tersebut bukan hanya untuk menciptakan tempat kerja yang rapih dan bersih,

namun juga untuk membekali operator agar mampu mendeteksi berbagai

sinyal dari indikator penyimpangan dari kondisi normal dalam waktu yang

sekejap.

Untuk mencapai autonomous maintenance tersebut ada langkah-langkah

penting yang harus dilakukan, yaitu :

a. Cleaning, machine review, tightening

Kegiatan ini meliputi pembersihan mesin secara keseluruhan,

menyingkirkan item yang tidak perlu atau jarang digunakan yang dapat

menghambat kinerja alat, memperbaiki adanya perubahan setting pada

peralatan, dan mengencangkan baut/mur yang kendor akibat adanya

getaran.

b. Maintenance prevention

Mengurangi waktu untuk pembersihan yang tidak perlu, pengecekan mesin

yang lama, perbaikan dan penyesuaian setting yang lama.

c. Pembuatan standar tetap

Langkah yang dilakukan adalah membuat jadwal perawatan secara berkala

(baik harian, mingguan, bulanan, atau 3 bulanan), dan prosedur melakukan

perawatan yang baku.

d. Inspeksi

Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengecekan mesin sesuai

prosedur manual dan standar mesin, hingga rekomendasi secara teknis.

e. Inspeksi secara otomatis

Page 22: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

10

Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecekan secara

menyeluruh dalam unit kerja degan menggunakan check sheet, agar

perawatan hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja dan ditangani oleh

teknisi maintenance yang sudah terlatih dan kapabel.

f. Organisasi pendukung TPM

Membuat sebuah sistem otomatis yang dapat menunjang aktivitas

maintenance.

g. Fungsional TPM secara masif

Kegiatan yang dilakukan adalah membuat dokumentasi dari setiap hasil

tindakan maintenance untuk memperoleh suatu progres yang nyata,

mengamati dan mengevaluasi setiap kekeliruan secara berkala sehingga

dapat diberikan improvement tambahan.

2.2 Tujuan Perawatan

Secara umum perawatan mempunyai tujuan-tujuan yang menurut A. S. Corder

adalah untuk :

1. Memungkinkan tercapainya mutu produksi dan kepuasan pelanggan

melalui penyesuaian, pelayanan dan pengoperasian peralatan secara tepat.

2. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem.

3. Menjaga agar sistem aman dan mencegah berkembangnya gangguan

keamanan.

4. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat

dihubungkan dengan service dan perbaikan.

5. Memaksimalkan produksi dari sumber-sumber sistem yang ada.

6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan terhadap proses operasi.

7. Menyiapkan personel, fasilitas dan metodenya.

8. Agar mampu mengerjakan tugas-tugas perawatan .

(A. S. Corder, 92, Hal; 81)

Page 23: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

11

2.3 Total Productive Maintenance (TPM)

2.3.1 Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang

disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi

productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat

dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di

Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang

disebut maintenance departement.

Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang kemudian

berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian pada

tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance.

Total Productive Maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an

pada perusahaan di negara Jepang yang merupakan pengembang konsep

maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika

Serikat yang disebut Preventive Maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode

perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa

dikategorikan sebagai periode “breakdown maintenance”.

Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan

proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan

pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive

maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM.

TPM memerlukan partisipasi penuh dari semua pihak, mulai dari top manjemen

hingga ke karyawan lini terdepan. Penugasan operator tidak hanya terfokus untuk

menjalankan mesin saja, akan tetapi operator juga diharapkan mampu untuk merawat

mesin sebelum dan sesudah pemakaian.

2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)

Menurut Nakajima (1984) Vice Chairman of the Japan Institute of Plant

Maintenance mendefinisikan bahwa TPM merupakan suatu pendekatan yang inovatif

dalam maintenance dengan dengan cara meningkatkan kualitas produksi, mengurangi

waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan

pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur.

Page 24: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

12

Secara menyeluruh definisi dari Total Productive Maintenance mencakup

lima elemen yaitu sebagai berikut :

1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance

(PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara

keseluruhan (overall equipment effectiveness).

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering,

bagian produksi, bagian maintenance).

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi

hingga para karyawan/operator lantai produksi.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM

melalui manajemen motivasi.

2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)

Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja

jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :

1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip

TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada

mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa

gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena kerugian dan pekerjaan yang tidak memberi

nilai tambah dapat dikurangi.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Seluruh aktivitas maintenance tentu saja bertujuan untuk meningkatkan

performansi, kualitas, dan kemampuan peralatan. Untuk meningkatkan ketiga hal

tersebut seolah-olah terlihat sangatlah mustahil. Akan tetapi apabila dianalisa

secara logis, jika ketiga hal tersebut diposisikan secara simultan maka proses

Page 25: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

13

produksi akan memperoleh peningkatan yang signifikan, variasi produksi dapat

ditekan, serta biaya produksi pun dapat diminimasi.

Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai

rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari peralatan pada kondisi

kinerja yang terbaik. OEE merupakan suatu cara yang praktis untuk memonitor

dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses maufaktur. Tujuan dari OEE adalah

mengukur performa dari suatu sistem maintenance, yang sering digunakan

sebagai kunci matrik dalam TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah

penerapan TPM yang sudah dilakukan berhasil atau tidak. Dalam pengukuran

OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu

ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan

kualitas output mesin/peralatan (quality). Ketiga faktor inilah yang akan menjadi

tolak ukur efisiensi dan efektivitas dari suatu pabrik. Untuk itu hubungan dari

ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini:

OEE = Availability x Performance x Quality

2.4.1. Availability Ratio

Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan

pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.

Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu

memperhitungkan setiap ada kejadian mesin tidak dapat beroperasi sepanjang

waktu proses produksi yang tersedia. Dengan demikian formula yang digunakan

untuk mengukur availability ratio adalah :

Availability ratio = x 100 % .........................................(1)

Dimana :

Loading time = Waktu kerja yang tersedia

Page 26: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

14

2.4.2. Performance Ratio

Performance ratio merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan

kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance ratio

digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap

faktor yang menyebabkan kehilangan waktu efektif dalam proses produksi seperti

salah mengoperasikan mesin/peralatan, material yang tidak standar (sehingga

sering setting ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada

operator.

Untuk mengukur performance efficiency ada tiga faktor utama yang

dibutuhkan yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah

produk yang diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga

formula pengukuran rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

Performanc Rate = x 100 %............(2)

2.4.3. Quality Ratio (Rate of Quality Product)

Quality ratio atau rate of quality product suatu perbandingan yang

menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang

sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Quality ratio digunakan untuk

menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan tidak

sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework.

Dengan demikian formula pengukuran rasio ini dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Quality Ratio = x 100 % ………….(3)

2.5 Six Big Losses

Proses produksi tentunya mempunyai losses yang mempengaruhi

produktivitasnya. Losses tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai

keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan

Page 27: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

15

dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki

maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan

losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan

menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Downtime losses

Jika output produksinya nol dan sistem tidak memproduksi apapun, maka

segmen waktu yang tidak produktif tersebut dinamakan downtime losses.

Downtime losses ini terdiri dari :

a) Breakdown losses, kerugian ini terjadi dikarenakan mesin/peralatan

mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi untuk menghasilkan

output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian. Kerugian ini diukur

dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan hingga selesai

diperbaiki.

Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut:

Breakdown losses = x 100 % …………………............(4)

b) Setup and adjustment losses, kerugian ini terjadi akibat dari perubahan

kondisi operasi, seperti dimulainya produksi atau dimulainya shift yang

berbeda, pergantian spesifikasi produk dan penyesuaian kondisi operasi.

Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut:

Setup and adjustment losses = x 100 % ………...…………(5)

2. Speed losses

Ketika output lebih rendah dibandingkan output pada kecepatan referensi,

kondisi ini dinamakan speed lossess. Pada speed lossess belum

dipertimbangkan mengenai output yang sesuai dengan spesifikasi kualitas.

Kelompok dari kerugian ini dapat berupa:

Page 28: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

16

a) Idling and minor stoppages losses, merupakan kerugian yang disebabkan

oleh berhentinya mesin/peralatan karena ada permasalahan sementara,

seperti mesin terputus-putus (halting), macet (jamming) serta mesin

menganggur (idling).

Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Idling and stopagge losses = x 100 % ........(6)

b) Reduce speed losses, yaitu kerugian yang disebabkan oleh adanya

pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan desain mesin/peralatan

tersebut. Pengukuran kerugian ini dengan membandingkan kapasitas ideal

dengan beban kerja aktual.

Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Speed losses = x100 %....(7)

3. Defect or quality losses

Ketika ouput produksi yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi standar

kualitas maka jenis kerugian ini disebut quality losses. Kerugian ini dapat

berupa:

a) Rework and quality defect, kerugian ini terjadi pada saat selama proses

produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan. Produk

yang tidak sesuai spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap. Untuk

melakukan proses rework dan material yang diubah menjadi scrap juga

merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan

ongkos untuk mengerjakannya.

Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut:

Quality defect losses = x100 %.......(8)

Page 29: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

17

b) Yield lossess, terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste). Kerugian

terbagi menjadi dua, yaitu kerugian material akibat desain produk dan

metode manufakturing serta kerugian penyesuaian karena cacat kualitas

produk yang diproduksi pada saat awal proses produksi dan saat terjadi

pergantian spesifikasi produk.

Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:

Yield losses = x100 %........(9)

2.6 Diagram Pareto

Seorang ahli ekonomi dari Italia bernama Vilvredo Pareto adalah orang

yang pertama kali memperkenalkan diagram pareto pada tahun 1897, yang

kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran sebagai tools dalam bidang manajemen

kualitas. Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisa suatu fenomena, agar

dapat menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam

menganalisis dan mengatasi fenomena tersebut. Prinsip pareto lebih dikenal

dengan prinsip 80/20, yang artinya 20% masalah memiliki dampak sebesar 80%.

Oleh karena itu untuk mengatasi suatu masalah misalnya dalam kegiatan produksi

maka dengan diagram pareto tidak harus memukul rata untuk membereskan

semua masalahnya secara bersamaan, melainkan perlu mencari faktor dominannya

kemudian meyelesaikan faktor dominan tersebut terlebih dahulu. Dengan

menyelesaikan faktor dominan tersebut maka masalah dapat teratasi dengan

signifikan.

Berikut ini adalah contoh diagram pareto yang dapat dilihat seperti

gambar 2.1 dibawah ini :

Page 30: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

18

Gambar 2.1 Diagram Pareto

2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang

ikan adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk

menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebab-

penyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan

penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi

akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk

mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian

fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram

sering digunakan untuk menyimpilkan penyebab-penyebab variasi dalam proses,

dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang

mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu.

Berikut ini adalah contoh diagram sebab akibat yang dapat dilihat seperti

gambar 2.2 dibawah ini :

Page 31: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

19

Gambar 2.2 Diagram sebab akibat

Untuk mencari faktor-faktor penyebab utama terjadinya masalah dari suatu

kualitas kerja, maka biasanya orang menetapkan bahwa ada 5 faktor penyebab

utama yang perlu dikaji yaitu :

1. Manusia (Man)

2. Metode Kerja (Work Method)

3. Mesin/perlatan kerja (Machine/equipment)

4. Bahan Baku (Raw Material)

5. Lingkungan kerja (Environment)

Page 32: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Langkah – Langkah Penelitian

Berikut adalah rangka pikir dalam melakukan penelitian ini yang

ditunjukkan oleh gambar 3.1.

Masalah AwalMasalah Awal

Observasi

· Interview ke bagian Blown

Film untuk mengumpulkan

informasi mengenai cara kerja

mesin, uraian proses produksi, dan

perawatan yang telah dilakukan

· Mengumpulkan data loss

time yang terjadi akibat kendala

produksi

Observasi

· Interview ke bagian Blown

Film untuk mengumpulkan

informasi mengenai cara kerja

mesin, uraian proses produksi, dan

perawatan yang telah dilakukan

· Mengumpulkan data loss

time yang terjadi akibat kendala

produksi

Identifikasi Masalah

Menetapkan Latar Belakang, Tujuan

dan Sistematika Penulisan

Identifikasi Masalah

Menetapkan Latar Belakang, Tujuan

dan Sistematika Penulisan

Studi Literatur

· Perawatan (Maintenance)

· Total Productive

Maintenance (TPM)

· OEE

· Six Big Losses

· Diagram Pareto

· Cause And Effect Diagram

Studi Literatur

· Perawatan (Maintenance)

· Total Productive

Maintenance (TPM)

· OEE

· Six Big Losses

· Diagram Pareto

· Cause And Effect Diagram

Pengumpulan Data dan AnalisisPengumpulan Data dan Analisis

Data

· Hasil Produksi perusahaan 2016

· Loading time

· Operation Time

· Data Jumlah cacat dan sisa

· Data downtime

Data

· Hasil Produksi perusahaan 2016

· Loading time

· Operation Time

· Data Jumlah cacat dan sisa

· Data downtime

Analisis Data

· Penentuan Availability Rate

· Perhitungan Performance Rate

· Perhitungan Rate of Quality Product

· Perhitungan OEE

· Perhitungann Six Big Losses

· Penentuan strategi perawatan dan

rekomendasi perbaikan

Analisis Data

· Penentuan Availability Rate

· Perhitungan Performance Rate

· Perhitungan Rate of Quality Product

· Perhitungan OEE

· Perhitungann Six Big Losses

· Penentuan strategi perawatan dan

rekomendasi perbaikan

KesimpulanKesimpulan

Penelitian

Selanjutnya

Penelitian

Selanjutnya

SelesaiSelesai

Tidak

Ya

Metode Penelitian

Menentukan Metode Penelitian

Metode Penelitian

Menentukan Metode Penelitian

Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian

Page 33: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

21

3.2 Observasi

Observasi merupakan langkah awal dalam penelitian ini dengan mengamati

proses persiapan alat bantu produksi, setup hingga proses produksi tersebut

berjalan. Selain itu dilakukan interview terhadap karyawan di Blown Film untuk

menggali informasi-informasi terkait cara kerja mesin, uraian proses produksi,

kendala saat produksi, perawatan yang sudah dilakukan. Langkah selanjutnya

adalah mengumpulkan data loss time yang terjadi akibat adanya kendala saat

produksi dari supervisor blown film dan leader bagian troubleshooting.

3.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil observasi tersebut kemudian ditentukan rumusan masalah

yang terjadi di Blown Film. Dari data yang didapatkan, loss time pada tahun 2016

mencapai 153.779,874 menit (2.562,997 jam). Besar loss time tertinggi terjadi

akibat adanya breakdown, dan ini akan diteliti lebih lanjut dengan memunculkan

penyebab-penyebab lain yang turut menimbulkan loss time, serta memberikan

solusi terhadap permasalahan ini. Beberapa batasan-batasan masalah serta asumsi-

asumsi yang digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah loss time yang

terjadi adalah berkaitan dengan departemen blown film di PT. ACP dimana

penelitian ini dilakukan.

3.4 Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk menunjang

penelitian dengan melengkapi teori-teori yang digunakan sebagai landasan

penelitian dan berperan dalam pengumpulan informasi secara lengkap untuk

memecahkan suatu masalah. Landasan teori dapat berasal dari buku-buku atau

referensi-referensi lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahapan ini,

literatur yang digunakan adalah perhitungan overall equipment effectiveness

(OEE), perhitungan six big losses, analisis losses dominan masalah dengan

menggunakan diagram pareto, dan pendefinisian permasalahan yang sebenarnya

serta solusi yang dilakukan dengan menggunakan cause and effect diagram.

Perhitungan OEE mencakup penentuan availability ratio (AR), perhitungan

performance rate (PR), dan perhitungan rate of quality product (RQ). Kemudian

Page 34: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

22

perhitungan six big losses mencakup pendataan dari hasil produksi, loading time,

operation time, data jumlah cacat dan sisa proses, serta data downtime, digunakan

sebagai dasar penentuan faktor penyebab masalah yang harus diselesaikan.

Terakhir adalah analisis permasalahan menggunakan diagram pareto dan diagram

sebab akibat adalah tools yang digunakan untuk mencari solusi dalam pemecahan

permasalahan.

3.5 Metode Penelitian

Menentukan tahapan untuk berpikir secara sistematis menyangkut masalah

loss time yang dihadapi. Tahapan-tahapan penelitian dimunculkan untuk

mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah tersebut, merumuskan tindakan

perbaikan, menerapkan suatu strategi metode perencanaan maintenance sebagai

solusi masalah diatas dan pada akhirnya dapat menarik suatu kesimpulan dari

masalah loss time yang dijadikan objek pengamatan.

3.6 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan adalah mengolah data untuk mengetahui

seberapa besar tingkat efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi. Dan

untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada perlu dilakukan analisis

perhitungan OEE, dan analisis perhitungan six big losses. Kemudian diurutkan

sesuai tingkat prioritas atau dominan dari loss time yang terjadi saat ini

menggunakan diagram pareto. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya loss time dianalisis menggunakan diagram sebab akibat untuk

mencarikan solusi pemecahan masalah loss time yang ada. Hasil dari analisis

tersebut kemudian dijadikan sebagai referensi untuk melakukan strategi penerapan

perawatan sebagai langkah perbaikan terhadap faktor penghambat usaha

peningkatan efektivitas mesin.

Page 35: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

23

3.7 Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis dan uraian hasil pengukuran OEE dapat ditarik

beberapa kesimpulan terhadap penulisan penerapan total productive maintenance

(TPM) pada mesin polymer extrusion ini. Selain itu juga diberikan saran-saran

yang dapat dilakukan sebuah improvement untuk menambah nilai ekonomis bagi

perusahaan.

Page 36: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

24

BAB IV

DATA DAN ANALISIS

4.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan

sekunder yang diperoleh dari pengamatan dan pengambilan data yang sudah ada.

Data primer diambil dengan melakukan interview terhadap operator yang

mengalami kendala-kendala saat produksi, dan troubleshooter yang menangani

masalah-masalah yang terjadi saat produksi, tujuannya untuk mengetahui :

1. Penyebab timbulnya kerusakan pada komponen mesin polymer extrusion.

2. Kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan.

3. Cara penanganan sementara saat kondisi urgent.

4. Tindakan perawatan yang dijalankan saat ini.

5. Komponen yang rawan mengalami kerusakan.

Sedangkan untuk data sekunder diambil dari data output mesin blown film

sepanjang tahun 2016 yang sudah direkap oleh Supervisor blown film di PT. ACP.

Data tersebut memuat informasi hasil produksi setiap bulan pada tahun 2017,

kerusakan komponen mesin polymer extrusion, down time mesin, waste reject

product, idle time, serta setup time mesin.

Pada mesin blown film ini diketahui sistem hari kerjanya yaitu sistem 3-1,

yang artinya adalah 3 hari kerja 1 hari off (libur). Kemudian terbagi atas 4 regu

yang masing-masing regu terdiri dari 3 orang operator, sehingga jumlah operator

adalah 12 operator. Waktu kerja terbagi menjadi 3 shift per hari, sehingga

otomatis dengan adanya 4 regu dengan sistem kerja 3-1 maka idealnya mesin

blown film akan beroperasi setiap hari termasuk hari minggu kecuali bila ada

tanggal merah yaitu hari besar nasional maka operator diliburkan. Namun aktual

total waktu kerja yang tersedia sepanjang tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.1

berikut ini :

Page 37: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

25

Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017

Periode

Jumlah Hari

Kerja

(Hari)

Total

Shift/Hari

Jam

Kerja/shift

(Jam)

Jumlah

Waktu Kerja

(Menit)

Januari 26 3 8 37440

Februari 27 3 8 38880

Maret 30 3 8 43200

April 29 3 8 41760

Mei 24 3 8 34560

Juni 26 3 8 37440

Juli 17 3 8 24480

Agustus 25 3 8 36000

September 23 3 8 33120

Oktober 22 3 8 31680

November 23 3 8 33120

Desember 22 3 8 31680

Jika melihat tabel 4.1 jam kerja mesin produksi mesin blown film tahun

2017 diatas dapat diketahui bahwa actual jam hari kerja setiap bulannya tidak

sama. Hal ini dikarenakan pada setiap bulannya terdapat kerusakan mesin yang

menyababkan adanya down time, juga dikarenakan tidak adanya order yang

menyebabkan adanya idle time. Dan dari masalah tersebut operator terpaksa

diliburkan dengan alasan efisiensi cost transportasi operator dan sebagainya.

Khusus pada bulan Juli adalah jam kerja terendah sepanjang 2017. Hal ini

dikarenakan pada bulan Juli merupakan hari raya idul fitri yang mana pada saat itu

adalah cuti massal selama 7 hari sesuai dengan peraturan pemerintah.

Pada gambar 4.1 dibawah ini adalah data hasil produksi dan data waktu

produktivitas mesin blown film extrusion tahun 2017 yang direkap oleh

Supervisor divisi blown film. Pada gambar tersebut juga memuat data down time

mesin, waste reject product, idle time, serta setup time mesin.

Page 38: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

26

PT. AVESTA CONTINENTAL PACK

JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC

*SETTING 570 465 295 605 815 754 340 580 325 440 683 695

% 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 2

*RUNNING 33,780 37,115 18,195 40,990 31,550 33,906 22,175 26,125 18,940 22,205 25,647 21,995

% 90 95 42 98 91 91 91 73 57 70 77 69

*IDLE 2,835 1,300 450 0 1,040 2,770 1,830 3,710 490 6,975 3,940 6,820

% 8 3 1 0 3 7 7 10 1 22 12 22

*DOWN 255 0 24,260 165 1,155 10 135 5,585 13,365 2,060 2,850 2,170

% 1 0.00 56.16 0.40 3.34 0.03 0.55 15.51 40.35 6.50 8.61 6.85

37,440 38,880 43,200 41,760 34,560 37,440 24,480 36,000 33,120 31,680 33,120 31,680

OUTPUT

*Meter 1,519,000 1,464,500 552,800 1,653,100 1,406,600 1,820,800 868,000 990,400 796,700 929,400 1,316,000 730,100

*KG Proses 60,089 67,750 28,525 73,072 53,952 62,395 38,641 44,324 34,889 40,904 47,681 39,994

*KG Defect 758 478 443 713 631 446 375 427 355 367 227 339

*KG Waste Set 913 786 531 984 1267 1272 583 962 512 684 1024 1148

OUTPUT MESIN BLOWN FILM

Periode : Januari - Desember 2017

MESIN

Blown Film 1

TIME

(Menit)

TOTAL (Menit)

Gambar 4.1 Data Output Mesin Blown Film 2017

Page 39: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

27

Gambar 4.1 diatas adalah data produktivitas output mesin blown film

sepanjang tahun 2017 yang akan dilaporkan kepada direktur PT. ACP. Dari data

tersebut nantinya akan diolah untuk mengukur nilai OEE pada mesin blown film.

Juga diketahui bahwa mesin blown film Alpine ini memiliki ideal cycle time yang

mampu menghasilkan produk sebesar 1,833 Kilogram setiap menitnya.

Jumlah keseluruhan karyawan di PT. ACP ini mencapai 500 orang yang

terbagi ke beberapa bagian. Secara garis besar PT. ACP ini juga hampir sama

dengan perusahaan manufaktur lainnya dalam menjalankan bisnis prosesnya.

Dimana pada perusahaan ini memiliki beberapa divisi baik pada bagian

perkantoran maupun lapangan (workshop). Alur prosesnya dimulai dari bagian

cylinder making unit (CMU) mendesain gambar cetakan yang sesuai dengan

permintaan dari customer. Lalu cylinder yang telah didesain diterima oleh bagian

printing untuk diproses di mesin printing dengan menggunakan bahan film. Lalu

hasil WIP dari printing dilakukan inspeksi sebelum proses coating di mesin

coating. Kemudian WIP dari mesin coating diproses di mesin laminasi untuk

dilakukan proses dry laminating dengan bahan tambahan film LLDPE yang telah

di proses di mesin blown film. Kemudian hasil proses dry laminating dibawa ke

bagian slitting untuk dibentuk menjadi kemasan kantong atau roll sesuai dengan

spesifikasi yang diminta oleh customer. Hasil dari proses slitting ini kemudian

disimpan ke bagian warehouse yang merupakan finish goods untuk siap dilakukan

packing dan dikirim ke customer.

Berikut adalah diagram alir proses kemasan fleksibel yang ada di PT. ACP

yang digambarkan pada gambar 4.2 dibawah ini :

Page 40: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

28

1

Marketing Customer

2

PPIC

Purchasing

3

4

Manufacture

6A

CMU

Printing

Inspection

7

8

Blown Film

6B

WIP

WIP (LLDPE)

Coating

Dry Laminasi

Slitting

Finish Goods

QC

Packaging

Warehouse

Shipping

Inventory

Sales

9

10

11 12

13

14

15

16

17

5

Area Of Research

Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel

Page 41: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

29

1

Weighing Rawmat

2

Extrusion

Proses Blown Film

3

Mixing Rawmat

Blowing PolymerPressing web to

be Layflat

4

5

6

Corona Treatment

7

LLDPE

Gambar 4.3 Diagram Alir Proses LLDPE Mesin Blown Film

Gambar 4.3 diatas adalah alur proses LLDPE dimesin blown film yang

merupakan area pada penelitian ini. Dimulai dari operator menimbang bahan baku

polyethylene (PE) sesuai dengan komposisi yang telah dibuatkan oleh R&D.

Kemudian PE tersebut di mixing menggunakan alat mixer agar PE tersebut

tercampur menjadi homogen. Lalu PE yang telah tercampur tersebut masuk ke

extruder untuk proses ekstrusi. Pada Extruder ini diberikan suhu panas hingga 170

derajat celcius melalui band-heater agar PE dapat meleleh menjadi polymer.

Dengan dorongan screw yang ada pada extruder maka polymer keluar menuju

celah die. Melaui die ini polymer keluar membentuk bubble karena adanya tiupan

dari blower melalui cooling air ring. Kemudian bubble dipress dengan nip roll

untuk membentuk double layflat. Melalui roll penghantar film berjalan menuju

Page 42: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

30

corona treatment. Selanjutnya film dibelah secara lateral menjadi 2 sisi dengan

lateral knives. Melalui roll winder A dan winder B film digulung menjadi 2

jumbo yang disebut LLDPE.

4.2. Pengolahan Data

Setelah dikumpulkan data-data tentang hasil produksi mesin blown film,

down time, idle time, running time, setup time, waste dan reject product, maka

langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data-data tersebut untuk

menghitung besar nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada mesin blown

film selama tahun 2017. Kemudian dari nilai OEE tersebut nantinya dapat

dianalisis kerugian six big losses juga strategi untuk menurunkan losses yang ada

pada mesin blown film extrusion ini.

Untuk mencari nilai OEE pada mesin blown film ini, maka langkah awal

yang perlu dilakukan adalah menghitung nilai availability rate, performance rate,

dan rate of quality berdasarkan sumber data yang dapat dilihat pada gambar 4.1

sebelumnya yaitu output mesin blown film 2017.

4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR)

Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan

pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.

Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu

memperhitungkan setiap ada kejadian berhenti (downtime) dalam rentang waktu

proses produksi. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur

availability rate adalah :

Availability rate (AR) = x 100 % ……………………(1)

Dimana :

Loading time = Waktu kerja yang tersedia

Operating time = Running time + Setting time

Page 43: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

31

Maka,

Availability rate (AR) = x 100 %

Availability rate (AR) = 91.75%

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR)

Periode

Loading

Time

(Menit)

Running

Time

(Menit)

Setting

Time

(Menit)

Operating

Time

(Menit)

AR

(%)

Januari 37440 3090 570 34350 91.75%

Februari 38880 1300 465 37580 96.66%

Maret 43200 24710 295 18490 42.80%

April 41760 165 605 41595 99.60%

Mei 34560 2195 815 32365 93.65%

Juni 37440 2780 754 34660 92.57%

Juli 24480 1965 340 22515 91.97%

Agustus 36000 9295 580 26705 74.18%

September 33120 13855 325 19265 58.17%

Oktober 31680 9035 440 22645 71.48%

November 33120 6790 683 26330 79.50%

Desember 31680 8990 695 22690 71.62%

Rata-rata 80.33%

Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai

availability rate pada tahun 2017 adalah 80.33%, yang menandakan bahwa nilai

AR tersebut belum memenuhi standar JIPM (Japan Institute of Plant

Maintenance) yang bernilai 90%. Namun pada bulan Januari, Februari, April, Mei,

Juni, dan Juli telah memenuhi standar JIPM. Sedangkan pada bulan September

merupakan nilai AR terendah dikarenakan adanya kerusakan beberapa komponen

mesin seperti motor extruder, mixer, corona treatment, dan motor rotary.

Berikut ini adalah gambar 4.4 grafik availability rate sepanjang tahun 2017

di mesin blown film :

Page 44: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

32

Gambar 4.4 Grafik Availability Rate

4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR)

Performance rate merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan

kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance rate

digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap

faktor yang menyebabkan losses time efektif dalam proses produksi seperti salah

mengoperasikan mesin, material yang tidak standar (sehingga sering setting

ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada operator.

Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan

yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang

diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga formula

performance rate (PR) ini dirumuskan sebagai berikut :

Performance rate (PR) = x 100 % …....(2)

Dimana : Operating time = Running time + Setting time

Ideal cycle time pada mesin blown film adalah 1.83 Kg/menit.

Page 45: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

33

Maka,

Performance rate (PR) = x 100 %

Performance rate (PR) = 93.93%

Berikut ini adalah hasil perhitungan performance rate (PR) sepanjang

tahuan 2017 di mesin blown film extrusion yang ditampilkan pada tabel 4.3

dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR)

Periode Input

(Kg)

Cycle time

(Kg/Menit)

Loading

Time

(Menit)

Operating

Time

(Menit)

PR

(%)

Januari 59139 1.833 37440 34350 93.93%

Februari 66808 1.833 38880 37580 96.99%

Maret 28082 1.833 43200 18490 82.86%

April 72261 1.833 41760 41595 94.78%

Mei 52436 1.833 34560 32365 88.39%

Juni 61330 1.833 37440 34660 96.53%

Juli 37788 1.833 24480 22515 91.56%

Agustus 43255 1.833 36000 26705 88.37%

September 34371 1.833 33120 19265 97.33%

Oktober 40121 1.833 31680 22645 96.66%

November 46824 1.833 33120 26330 97.02%

Desember 38871 1.833 31680 22690 93.46%

Rata-rata 93.16%

Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai

performance rate pada tahun 2016 adalah 93.16%, yang mengindikasikan bahwa

nilai performance rate (PR) tersebut belum mencapai standar JIPM (Japan

Institute of Plant Maintenance) yang bernilai 95%. Namun pada bulan Februari,

Page 46: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

34

Juni, September, Oktober, dan November telah memenuhi standar JIPM. Pada

bulan September merupakan pencapaian performance rate tertinggi dengan

persentase 97.33%, dan pencapaian performance rate terendah pada tahun 2017

ada di bulan Maret dengan persentase 82.86%. Pencapaian terendah ini

dikarenakan adanya kerusakan mesin pada motor extruder yang menyebabkan

mesin tidak dapat beroperasi karena harus menunggu perbaikan motor extruder

pada bulan tersebut. Berikut ini ditampilkan gambar 4.5 grafik performance rate

2017 :

Gambar 4.5 Grafik Performance Rate

4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ)

Quality ratio atau rate of quality product adalah suatu perbandingan yang

menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang

sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Rate of quality digunakan

untuk menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan

tidak sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework.

Dengan demikian formula pengukuran rate of quality ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Rate of quality (RQ) = x 100%…….(3)

Page 47: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

35

Maka,

Rate of quality (RQ) = x 100 %

Rate of quality (RQ) = 98.72%

Berikut ini adalah hasil perhitungan rate of quality yang di tampilkan pada

tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate of Quality (RQ)

Periode Input

(Kg)

Produk Cacat

(Kg)

Jumlah

Produk Good

(Kg)

RQ

(%)

Januari 59139 758 58381 98.72%

Februari 66808 478 66330 99.28%

Maret 28082 443 27639 98.42%

April 72261 713 71548 99.01%

Mei 52436 631 51805 98.80%

Juni 61330 446 60884 99.27%

Juli 37788 375 37413 99.01%

Agustus 43255 427 42828 99.01%

September 34371 355 34016 98.97%

Oktober 40121 367 39754 99.09%

November 46824 227 46597 99.52%

Desember 38871 339 38532 99.13%

Rata-rata 99.02%

Dari tabel 4.4 hasil perhitungan rate of quality diatas maka dapat

disimpulkan bahwa rate of quality tahun 2017 telah mencapai standar JIPM

(Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu sebesar 99%. Namun jika dilihat

pada setiap bulannya, maka pada bulan Januari (98.72%), Maret (98.42%), Mei

(98.80%), dan September (98.97%) belum mencapai atau masih nyaris mencapai

standar JIPM. Hal ini dikarenakan adanya produk reject yang terjadi akibat

kesalahan desain, akibat dari material yang tidak bagus, ataupun dikarenakan

Page 48: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

36

faktor lainnya yang menyebabkan kualitas produk not good. Berikut ini disajikan

gambar 4.6 grafik rate of quality tahun 2017 :

Gambar 4.6 Grafik Rate of Quality

4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai

rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari mesin pada kondisi

kinerja yang terbaik. Tujuan dari OEE adalah mengukur performa dari suatu

sistem maintenance, yang sering digunakan sebagai kunci matrik dengan

pendekatan TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah produktivitas mesin

sudah berhasil mencapai standar yang ditetapkan atau tidak. Dalam pengukuran

OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu

ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan

kualitas output mesin/peralatan (quality). Untuk itu hubungan dari ketiga faktor

tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini:

OEE = Availability x Performance x Quality

Atau,

OEE = AR x PR x RQ ………………………………………………………(4)

Maka,

OEE = (91.75% x 93.93% x 98.72%) x 100% = 85.07%

Page 49: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

37

Berikut ini adalah tabel 4.5 hasil perhitungan overall equipment effectiveness

(OEE) pada tahun 2017 :

Tabel 4.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Periode AR

(%)

PR

(%)

RQ

(%)

OEE

(%)

Januari 91.75% 93.93% 98.72% 85.07%

Februari 96.66% 96.99% 99.28% 93.07%

Maret 42.80% 82.86% 98.42% 34.90%

April 99.60% 94.78% 99.01% 93.47%

Mei 93.65% 88.39% 98.80% 81.78%

Juni 92.57% 96.53% 99.27% 88.72%

Juli 91.97% 91.56% 99.01% 83.38%

Agustus 74.18% 88.37% 99.01% 64.90%

September 58.17% 97.33% 98.97% 56.03%

Oktober 71.48% 96.66% 99.09% 68.46%

November 79.50% 97.02% 99.52% 76.75%

Desember 71.62% 93.46% 99.13% 66.36%

Rata-rata 74.41%

Dari tabel 4.5 hasil perhitungan OEE 2016 diatas dapat diketahui bahwa

besar nilai OEE mesin polymer extrusion pada tahun 2017 adalah 74.41% dan

berada dibawah standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu 85%.

Nilai OEE tersebut menunjukkan ada ruang yang besar untuk dilakukan perbaikan

dalam rencana peningkatan efektivitas mesin blown film. Dengan demikian sangat

perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat agar nilai OEE pada mesin ini dapat

ditingkatkan hingga mencapai minimal 85%. Karena jika dilihat ditiap bulannya

khususnya pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni nilai OEE telah mencapai

standar JIPM. Atas indikator inilah maka perlu diupayakan peningkatan nilai OEE

pada mesin blown film.

Berikut ini adalah gambar 4.7 grafik nilai OEE pada mesin polymer

extrusion tahun 2017 :

Page 50: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

38

Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017

Berdasarkan gambar 4.5 grafik nilai OEE diatas dapat diketahui bahwa pada

bulan Maret, Agustus, dan September nilai OEE tidak lebih dari 65% yang berarti

tidak dapat diterima. Untuk bulan Mei, Juli, Oktober, November, dan Desember

cenderung ada peningkatan. Bahkan pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni

nilai OEE sangat bagus dan melanjutkan hingga level world class. Dimana

menurut Hansen (2001) dalam perhitungan nilai OEE terdapat beberapa kategori,

yaitu jika <65% maka nilai tersebut tidak dapat diterima dan harus ditingaktkan,

jika 65%-75% maka dapat dikategorikan cukup baik hanya ada kecenderungan

adanya peningkatan tiap kuartalnya, sedangkan jika 75%-85% maka nilai OEE

tersebut sangat bagus.

4.2.5. Perhitungan Six Big Losses

Proses produksi tentunya mempunyai losses yang mempengaruhi

produktivitasnya. Losses tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai

keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan

dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki

maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan

losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan

menjadi 3 jenis, yaitu downtime losses, speed losses, dan defect or quality losses.

Downtime losses ini mempengaruhi nilai availability rate. Sedangkan speed losses

Page 51: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

39

mempengaruhi nilai performance rate. Dan terakhir, defect or quality losses

mempengaruhi nilai rate of quality.

4.2.5.1. Losses Pada Availability Rate

Losses pada availability rate ini terdapat 2 jenis losses yaitu breakdown

losses dan setup and adjustment losses. Breakdown losses adalah jenis kerugian

yang terjadi akibat mesin megalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi

untuk menghasilkan output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian.

Kerugian ini diukur dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan

hingga selesai diperbaiki. Rumus breakdown losses dapat dituliskan sebagai

berikut :

Breakdown losses = x 100 % ………………………..(4)

Maka,

Breakdown losses = x 100 %

Breakdown losses = 0.68%

Berikut ini ditampilkan tabel 4.6 hasil perhitungan persentase breakdown

losses pada tahun 2017 :

Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Downtime

(Menit)

Breakdown

Losses

(%)

Januari 37440 255 0.68%

Februari 38880 0 0.00%

Maret 43200 24260 56.16%

April 41760 165 0.40%

Mei 34560 1155 3.34%

Juni 37440 10 0.03%

Page 52: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

40

Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses (lanjutan)

Periode Loading Time

(Menit)

Downtime

(Menit)

Breakdown

Losses

(%)

Juli 24480 135 0.55%

Agustus 36000 5585 15.51%

September 33120 13365 40.35%

Oktober 31680 2060 6.50%

November 33120 2850 8.61%

Desember 31680 2170 6.85%

Total 423,360 52,010

Dari tabel 4.6 perhitungan persentase breakdown losses diatas dapat

disimpulkan bahwa breakdown losses tertinggi terjadi pada bulan Maret 2017

yaitu sebesar 56.16%. Kegagalan ini banyak disebabkan karena kerusakan motor

extruder yang merupakan jantung mesin blown film. Yang mana penanganannya

harus diperbaiki menggunakan jasa dari subcont dan mesti menunggu beberapa

hari. Sedangkan persentase breakdown losses terendah ada pada bulan Februari

2017 tidak ada sama sekali (0.00%)

Setup and adjustment losses adalah kerugian yang terjadi dari akibat

perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya proses produksi atau dimulainya

pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan perubahan penyesuaian

(setting). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

Setup and adjustment losses = x 100 % ……………..……(5)

Maka,

Setup and adjustment losses = x 100 %

Setup and adjustment losses = 1.52%

Page 53: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

41

Berikut adalah hasil perhitungan persentase setup and adjustment losses yang

ditampilkan pada tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup & Adjustment Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Setup Time

(Menit)

Setup &

Adjustment

Losses

(%)

Januari 37440 570 1.52%

Februari 38880 465 1.20%

Maret 43200 295 0.68%

April 41760 605 1.45%

Mei 34560 815 2.36%

Juni 37440 754 2.01%

Juli 24480 340 1.39%

Agustus 36000 580 1.61%

September 33120 325 0.98%

Oktober 31680 440 1.39%

November 33120 683 2.06%

Desember 31680 695 2.19%

Total 423,360 6,567

Berdasarkan tabel 4.7 perhitungan persentase setup and adjustment losses

diatas dapat disimpulkan bahwa setup and adjustment tertinggi terjadi pada bulan

Mei 2017 yaitu sebesar 2.36%. Hal ini dikarenakan banyaknya waktu setting

untuk untuk pergantian produk dengan spesifikasi yang berbeda dari produk

sebelumnya. Sedangkan setup and adjustment terendah ada pada bulan Maret

2017 yaitu sebesar 0.68%.

Page 54: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

42

4.2.5.2. Losses Pada Performance Rate

Losses pada performance rate terdiri dari 2 jenis losses yaitu idling and minor

stoppages losses dan reduce speed losses. Idling and minor stoppages losses

disebabkan oleh berhentinya mesin karena adanya permasalahan sementara,

seperti mesin mengalami trouble, atau mesin menganggur (idle). Rumus untuk

menghitung idling and minor stoppages losses adalah sebagai berikut :

Idling and minor stopagges losses = x 100 % …....(6)

Maka,

Idling and minor stopagges losses = x 100 %

Idling and minor stoppages losses = 7,57%

Berikut adalah hasil perhitungan persentase idling and minor stoppages losses

yang ditampilkan pada tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling & Minor Stoppages Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Idle Time

(Menit)

Idling & Minor

Stoppages Losses

(%)

Januari 37440 2835 7.57%

Februari 38880 1300 3.34%

Maret 43200 450 1.04%

April 41760 0 0.00%

Mei 34560 1040 3.01%

Juni 37440 2770 7.40%

Juli 24480 1830 7.48%

Agustus 36000 3710 10.31%

September 33120 490 1.48%

Oktober 31680 6975 22.02%

November 33120 3940 11.90%

Desember 31680 6820 21.53%

Total 423,360 32,160

Page 55: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

43

Berdasarkan tabel 4.8 perhitungan persentase idling and minor stoppages

losses diatas dapat disimpulkan bahwa idling and minor stoppages losses tertinggi

terjadi pada bulan Oktober 2017 yaitu sebesar 22.02%. Hal ini banyak terjadi

dikarenakan pada bulan tersebut banyaknya waktu menganggur akibat tidak

adanya orderan (product request) dari departemen PPIC. Sedangkan idling and

minor stoppages losses terendah sekaligus menjadi pencapaian terbaik ada pada

bulan April 2017 yaitu sebesar 0,00%.

Sedangkan reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena

adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk

mesin tersebut. Untuk mengukur kerugian ini yaitu dengan membandingkan

kapasitas ideal dengan beban kerja aktual. Rumus perhitungannya adalah sebagai

berikut :

Speed losses = x 100 % ....(7)

Maka,

Speed losses = x 100 %

Speed losses = 5,57%

Berikut adalah hasil perhitungan persentase reduce speed losses yang

ditampilkan pada tabel 4.9 berikut ini :

Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses

Periode Input

(Kg)

Loading

Time

(Menit)

Operation

Time

(Menit)

Ideal Cycle

Time

(Menit/Kg)

Speed

Losses

(%)

Januari 59139 37440 34350 0.5455537 5.57%

Februari 66808 38880 37580 0.5455537 2.91%

Maret 28082 43200 18490 0.5455537 7.34%

April 72261 41760 41595 0.5455537 5.20%

Mei 52436 34560 32365 0.5455537 10.87%

Juni 61330 37440 34660 0.5455537 3.21%

Page 56: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

44

Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses (lanjutan)

Periode Input

(Kg)

Loading

Time

(Menit)

Operation

Time

(Menit)

Ideal Cycle

Time

(Menit/Kg)

Speed

Losses

(%)

Juli 37788 24480 22515 0.5455537 7.76%

Agustus 43255 36000 26705 0.5455537 8.63%

September 34371 33120 19265 0.5455537 1.55%

Oktober 40121 31680 22645 0.5455537 2.39%

November 46824 33120 26330 0.5455537 2.37%

Desember 38871 31680 22690 0.5455537 4.68%

Total 581,286 423,360 339,190

Berdasarkan tabel 4.9 hasil perhitungan persentase speed losses diatas dapat

disimpulkan bahwa speed losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017 yaitu

sebesar 10.87%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan spek material properties

yang menyebabkan kecepatan proses produksi pada mesin tidak sesuai dengan

kecepatan yang sudah didesain pada mesin tersebut. Juga dikarenakan film

blocking pada kecepatan tertentu, disebabkan suhu ruangan yang panas atau melt

temperature yang terlalu tinggi. Sedangkan speed losses terendah ada pada bulan

September 2017 yaitu sebesar 1.55%.

4.2.5.3. Losses Pada Rate Of Quality

Losses pada rate of quality juga terdiri dari 2 jenis losses yaitu quality defect

losses dan yield losses. Quality defect losses disebabkan disebabkan karena pada

saat proses produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan.

Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap.

Untuk melakukan proses rework dan membuat material menjadi scrap juga

merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan ongkos

untuk mengerjakannya.

Page 57: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

45

Rumus untuk menghitung quality defect losses ini adalah sebagai berikut :

Quality defect = x 100 % ……….(8)

Maka,

Quality defect losses = x 100 %

Quality defect losses = 1.10%

Berikut adalah hasil perhitungan persentase quality defect losses yang

ditampilkan pada tabel 4.10 dibawah ini :

Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses

Periode Produk Cacat

(Kg)

Loading Time

(Menit)

Ideal Cycle

Time

(Menit)

Quality

Defect Losses

(%)

Januari 758 37440 0.5455537 1.10%

Februari 478 38880 0.5455537 0.67%

Maret 443 43200 0.5455537 0.56%

April 713 41760 0.5455537 0.93%

Mei 631 34560 0.5455537 1.00%

Juni 446 37440 0.5455537 0.65%

Juli 375 24480 0.5455537 0.84%

Agustus 427 36000 0.5455537 0.65%

September 355 33120 0.5455537 0.58%

Oktober 367 31680 0.5455537 0.63%

November 227 33120 0.5455537 0.37%

Desember 339 31680 0.5455537 0.58%

Total 5,559 423,360

Page 58: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

46

Berdasarkan tabel 4.10 hasil perhitungan persentase quality defect losses

diatas dapat disimpulkan bahwa quality defect losses tertinggi terjadi pada bulan

Januari 2017 yaitu sebesar 1.10%. Hal ini disebabkan adanya proses rework pada

satu produk akibat defect pada produk tersebut. Sedangkan quality defect losses

terendah ada pada bulan November 2017 yaitu sebesar 0.37%.

Sedangkan yield losses terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste).

Bentuk dari kerugian ini yaitu kerugian material akibat desain produk dan metode

manufaktur serta kerugian penyesuaian (setting) karena cacat kualitas produk

yang diproduksi pada saat awal proses produksi atau saat terjadi pergantian

spesifikasi produk. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

Yield losses = x 100 %

…....(9)

Maka,

Yield losses = x 100 %

Yield losses = 1.33%

Hasil perhitungan persentase yield losses dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut

ini :

Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses

Periode

Produk Cacat

Saat Setting

(Kg)

Loading Time

(Menit)

Ideal Cyle

Time

(Menit/Kg)

Yield Losses

(%)

Januari 913 37440 0.5455537 1.33%

Februari 786 38880 0.5455537 1.10%

Maret 531 43200 0.5455537 0.67%

April 984 41760 0.5455537 1.29%

Mei 1267 34560 0.5455537 2.00%

Juni 1272 37440 0.5455537 1.85%

Page 59: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

47

Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses (lanjutan)

Periode

Produk Cacat

Saat Setting

(Kg)

Loading Time

(Menit)

Ideal Cyle

Time

(Menit/Kg)

Yield Losses

(%)

Juli 583 24480 0.5455537 1.30%

Agustus 962 36000 0.5455537 1.46%

September 512 33120 0.5455537 0.84%

Oktober 684 31680 0.5455537 1.18%

November 1024 33120 0.5455537 1.69%

Desember 1148 31680 0.5455537 1.98%

Total 10,666 423,360

Berdasarkan tabel 4.11 hasil perhitungan persentase yield losses diatas dapat

disimpulkan bahwa persentase yield losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017

sebesar 2.00%. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut kuantitas dari produk satu

ke produk lainnya pendek-pendek, sehingga seringnya dilakukan setting produk

dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Ditambah saat melakukan adjustment

produk, dilakukan pada saat mesin tetap keadaan jalan.Dan persentase yield losses

terendah ada pada bulan Maret 2017 sebesar 0.67%.

4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses

Rekapitulasi time losses pada six big losses dilakukan untuk mencari tahu

seberapa besar total waktu yang terbuang atau tidak produktif pada mesin blown

film di tahun 2017. Kemudian akan diukur persentase dari masing-masing six big

losses sehingga dapat diketahui jenis losses apa yang memiliki persentase

tertinggi, yang nantinya akan dilakukan langkah-langkah perbaikan yang tepat

untuk menyelesaikan kerugian ini.

4.2.6.1. Total Time Losses Pada Breakdown Losses

Setelah pada sub bab sebelumnya telah menghitung nilai persentase dari

breakdown losses, maka untuk menghitung berapa besar total time losses pada

breakdown losses ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Page 60: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

48

TL breakdown = x Loading time

Maka,

TL breakdown = x 37440

TL breakdown = 255 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada breakdown losses

yang ditunjukkan pada tabel 4.12 dibawah ini :

Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Breakdown

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 0.68% 255

Februari 38880 0.00% 0

Maret 43200 56.16% 24260

April 41760 0.40% 165

Mei 34560 3.34% 1155

Juni 37440 0.03% 10

Juli 24480 0.55% 135

Agustus 36000 15.51% 5585

September 33120 40.35% 13365

Oktober 31680 6.50% 2060

November 33120 8.61% 2850

Desember 31680 6.85% 2170

Total 423,360 52,010

Berdasarkan tabel 4.12 perhitungan total time losses pada breakdown losses

diatas maka dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang

diakibatkan dari breakdown losses sepanjang 2017 adalah sebesar 52,010 menit

atau 867 jam.

Page 61: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

49

4.2.6.2. Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses

Sama halnya dengan menghitung total time losses pada breakdown losses,

bahwa untuk menghitung total time losses pada setup & adjustment losses dapat

dihitung dengan rumus berikut ini :

TL setup & adjustment = x loading time

Maka,

TL setup & adjustment = x 37440

TL setup & adjustment = 570 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada setup & adjustment

losses yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dibawah ini :

Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Setup &

adjustment

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 1.52% 570

Februari 38880 1.20% 465

Maret 43200 0.68% 295

April 41760 1.45% 605

Mei 34560 2.36% 815

Juni 37440 2.01% 754

Juli 24480 1.39% 340

Agustus 36000 1.61% 580

September 33120 0.98% 325

Oktober 31680 1.39% 440

November 33120 2.06% 683

Desember 31680 2.19% 695

Total 423,360 6,567

Page 62: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

50

Berdasarkan tabel 4.13 total time losses pada setup & adjustment losses

diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan

dari setup & adjustment losses sepanjang 2017 sebesar 6,567 menit 110 jam.

4.2.6.3. Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses

Untuk menghitung total time losses pada reduce speed losses dapat dihitung

dengan rumus berikut ini :

TL speed losses = x loading time

Maka,

TL speed losses = x 37440

TL speed losses = 2086 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada reduce speed losses

yang ditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini :

Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Reduce Speed

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 5.57% 2086

Februari 38880 2.91% 1133

Maret 43200 7.34% 3170

April 41760 5.20% 2173

Mei 34560 10.87% 3758

Juni 37440 3.21% 1201

Juli 24480 7.76% 1900

Agustus 36000 8.63% 3107

September 33120 1.55% 514

Page 63: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

51

Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses (lanjutan)

Periode Loading Time

(Menit)

Reduce Speed

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Oktober 31680 2.39% 757

November 33120 2.37% 785

Desember 31680 4.68% 1484

Total 423,360 22,067

Berdasarkan tabel 4.14 total time losses pada reduce speed losses diatas

dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari

reduce speed losses sepanjang 2017 adalah sebesar 22,067 menit atau 368 jam.

4.2.6.4. Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses

Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses

dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

TL Idling & minor stoppages = x loading time

Maka,

TL Idling & minor stoppages = x 37440

TL Idling & minor stoppages = 2835 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada idling & minor

stoppages losses yang ditunjukkan pada tabel 4.15 dibawah ini :

Page 64: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

52

Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Idling&Minor

Stoppages

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 7.57% 2835

Februari 38880 3.34% 1300

Maret 43200 1.04% 450

April 41760 0.00% 0

Mei 34560 3.01% 1040

Juni 37440 7.40% 2770

Juli 24480 7.48% 1830

Agustus 36000 10.31% 3710

September 33120 1.48% 490

Oktober 31680 22.02% 6975

November 33120 11.90% 3940

Desember 31680 21.53% 6820

Total 423,360 32,160

Berdasarkan tabel 4.15 total time losses pada idling & minor stoppages

losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang

diakibatkan dari idling & minor stoppages losses sepanjang 2017 adalah sebesar

32,160 menit atau 536 jam.

4.2.6.5. Total Time Losses Pada Quality Defect Losses

Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses

dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

TL quality defect = x loading time

Page 65: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

53

Maka,

TL quality defect losses = x 37440

TL quality defect losses = 414 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada quality defect losses

yang ditunjukkan pada tabel 4.16 dibawah ini :

Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Quality Defect

Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 1.10% 414

Februari 38880 0.67% 261

Maret 43200 0.56% 242

April 41760 0.93% 389

Mei 34560 1.00% 344

Juni 37440 0.65% 243

Juli 24480 0.84% 205

Agustus 36000 0.65% 233

September 33120 0.58% 194

Oktober 31680 0.63% 200

November 33120 0.37% 124

Desember 31680 0.58% 185

Total 423,360 3,033

Berdasarkan tabel 4.16 total time losses pada quality defect losses diatas

dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari

quality defect losses sepanjang 2017 adalah sebesar 3,033 menit atau 51 jam.

Page 66: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

54

4.2.6.6. Total Time Losses Pada Yield Losses

Terakhir, total time losses dari komponen six big losses yang akan dihitung

yaitu komponen yield losses. Untuk menghitung total time losses pada yield losses

dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

TL yield losses = x loading time

Maka,

TL yield losses = x 37440

TL yield losses = 498,091 menit

Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada yield losses yang

ditunjukkan pada tabel 4.17 dibawah ini :

Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses

Periode Loading Time

(Menit)

Yield Losses

(%)

Total Time

Losses

(Menit)

Januari 37440 1.33% 498

Februari 38880 1.10% 429

Maret 43200 0.67% 290

April 41760 1.29% 537

Mei 34560 2.00% 691

Juni 37440 1.85% 694

Juli 24480 1.30% 318

Agustus 36000 1.46% 525

September 33120 0.84% 279

Oktober 31680 1.18% 373

November 33120 1.69% 559

Desember 31680 1.98% 626

Total 423,360 5,819

Page 67: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

55

Berdasarkan tabel 4.17 total time losses pada yield losses diatas dapat

disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif atau terbuang yang

diakibatkan dari yield losses sepanjang 2017 adalah sebesar 5,819 menit atau 97

jam.

4.2.6.7. Hasil Rekap Total Time Losses Six Big Losses

Setelah menghitung total time losses pada masing-masing komponen six big

losses, maka selanjutnya dilakukan rekap persentase time losses tersebut secara

komulatif untuk mengetahui besar kontribusi masing-masing faktor dalam

mempengaruhi tingkat efektivitas (OEE) pada mesin blown film extrusion 2017.

Hasil rekap persentase komulatif time losses pada komponen six big losses

tahun 2017 ditunjukkan pada tabel 4.18 berikut ini :

Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses

Berdasarkan tabel 4.18 hasil rekap persentase komulatif time losses diatas

dapat disimpulkan bahwa total waktu yang terbuang pada tahun 2017 adalah

sebesar 153,816 menit atau 2,564 jam dari total loading time selama tahun 2017

sebesar 423,360 menit (7.056 jam). Diketahui sistem kerja bagian blown film

adalah sistem 3-1 dan mempunyai regu sebanyak 4 regu. Sebagai faktor

penghambat efektivitas mesin tertinggi diantara keenam komponen six big losses

Six Big

Losses

Total Time

Losses

(Menit)

Persentase

(%)

Persentase

Komulatif

(%)

Breakdown Losses 52,010 42.75% 42.75%

Setup & Adjustment Losses 6,567 5.40% 48.15%

Idling & Minor Stoppages Losses 32,160 26.44% 74.58%

Speed Losses 22,067 18.14% 92.72%

Quality Defect Losses 3,033 2.49% 95.22%

Yield Losses 5,819 4.78% 100.00%

Total 153,816 100.000

Page 68: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

56

yaitu breakdown losses (tanda yang berwarna merah) dengan catatan waktu

52,010 menit atau sebesar 42.75%, diikuti dengan idling and minor stoppages

losses (26.44%), speed losses (18.14%), setup and adjustment losses (5.40%),

yield losses (4,78%), dan terakhir quality defect losses dengan persentase terkecil

yaitu 2.49%.

4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram

Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat OEE mesin

blown fim pada tahun 2017, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi dan

memecahkan masalah yang telah menyebabkan tingginya time losses yang

terdapat pada komponen six big losses tersebut dengan tools diagram pareto dan

cause and effect diagram.

4.3.1 Analisis Diagram Pareto

Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisis six big losses, agar dapat

menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam menganalisis dan

mengatasi time losses tersebut.. Dengan menyelesaikan faktor dominan tersebut

maka masalah dapat teratasi dengan signifikan. Berikut ini adalah gambar 4.8

diagram pareto six big losses yang terjadi pada mesin blown film tahun 2017 :

Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses

Page 69: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

57

Berdasarkan gambar 4.8 diagram pareto six big losses diatas dapat

disimpulkan bahwa losses yang paling dominan yang menghambat produktivitas

mesin blown film adalah breakdown losses. Hal ini berarti masalah breakdown ini

merupakan masalah yang paling prioritas yang harus diatasi untuk mencapai

peningkatan nilai OEE yang signifikan. Akan tetapi keseluruhan dari six big

losses ini tetap harus diatasi untuk menekan time losses seminimum mungkin

sehingga peningkatan produktivitas mesin blown film dapat tercapai.

4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram

Setelah mengetahui masalah-masalah yang menyebabkan adanya time losses

berdasarkan six big losses yang telah dianalisis pada pareto chart, maka langkah

selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor penyebab dari masing-masing six

big losses dengan menggunakan tools diagram sebab akibat.

Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang ikan

adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk

menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebab-

penyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan

penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi

akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk

mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian

fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram

sering digunakan untuk menyimpulkan penyebab-penyebab variasi dalam proses,

dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang

mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu.

Dengan demikian atas penjelasan diatas maka cause and effect diagram ini

akan digunakan untuk menganalisis dan menentukan faktor penyebab utama

terjadinya breakdown losses, idling and minor stoppages losses, speed losses,

setup and adjustment losses, yield losses, serta quality defect losses yang akan

dibahas satu persatu. Faktor penyebab dari adanya six big losses ini bisa saja

memiliki faktor penyebab yang sama, karena secara teknis kegagalan atau

kerusakan yang terjadi pada satu fungsi memiliki keterkaitan antara jenis satu

losses dengan losses lainnya.

Page 70: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

58

Berdasarkan pareto chart sebelumnya bahwa losses tertinggi dari

keseluruhan six big losses adalah breakdown losses sebesar 42.75%. Sehingga

dengan demikian terlebih dahulu akan dicari faktor penyebab dari masalah

breakdown losses ini. Berikut ini adalah gambar 4.9 yaitu analisis cause and effect

diagram untuk masalah pada breakdown losses yang terjadi pada mesin blown

film :

Page 71: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

59

Planning PPIC

Tidak ada perawatan Penjadwalan tidak teratur Stok material existing habis

Umur pakai adanya produk baru

Adanaya produk urgent Trial material pengganti

AC mati Mencari output banyak Komposisi material baru

Supplier

Terkena hujan saat shipping

Temperatur ruangan panas

Penyimpanan tidak aman

Bahan baku lembab

Carbon brush pendek Umur pakai

Umur pakai usang Umur pakai sudah lama

Stok habis Kerusakan mixer bahan baku

Terlambat ganti Kerusakan motor extruder

Gear sudah aus

Tidak dikontrol Gearbox Aus Listrik mati mendadak

Tidak ada jadwal service Overload Over capacity

Tidak ganti oli Kebijakan PLN Tidak ada jadwal perawatan

Troughput melebihi kapasitas Tidak dikontrol

Tidak di kontrol

Ampere tidak stabil Tidak dikontrol

Demotivasi Tidak ada jadwal service Kalibrasi die head

Corona Treatment rusak

Tidak ada pelatihan Power ampere berlebihan Dies kotor

Karet roll bocor Blower mati

Pengetahuan kurang Listrik tidak stabil Tidak ada perawatan Polymer degradasi Dielips tidak presisi

Tidak dikontrol Umur pakai

Human error Electroda kotor Overheating Baut adjuster kendor

Tidak dirawat

Tidak memiliki kesadaran Controller temperatur mati Getaran mesin

Grace/gemuk habis Motor rotary rusak

Tidak ada perawatan Umur pakai

Tidak dikontrol Gear aus Umur pakai Umur pakai lama

BREAKDOWN LOSSES

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

MACHINEMAN

Ketebalan tidak stabil

Kualitas material jelek

Setting throughput melebihi kapasitas

Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses

Page 72: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

60

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

mesin tidak dapat beroperasi (breakdown). Namun faktor-faktor yang paling

dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan mesin breakdown dapat dilihat

pada tabel 4.19 yaitu tabel faktor penyebab breakdown losses dibawah ini :

Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses

No. Masalah Penyebab Masalah Akibat

1.

Kerusakan pada motor

extruder yang tidak

berfungsi

Kerusakan pada komponen

motor (Carbon brush

pendek, kuningan tidak

rata)

Mesin tidak bisa

beroperasi karena

screw (jantung

mesin tidak

berputar Overload (Throughput

melebihi kapasitas) karena

tidak dikontrol

2. Mixer bahan baku tidak

bisa berputar

Gear aus karena pemakaian

sering overload

Tidak bisa running

dengan formula

bahan baku

campuran

3. Corona treatment tidak

berfungsi

Fuse putus, electrode kotor,

exhaust mati

Mesin tidak bisa

running karena

hasil Film tidak ada

corona

4. Kalibrasi diehead

Variation thickness tidak

stabil karena dielips tidak

presisi

Mesin tidak bisa

running karena

menunggu kalibrasi

dies minimal 3 jam

5. Motor rotary tidak

berfungsi

Gear aus karena grace

(gemuk) habis

Mesin tidak bisa

running karena

jumbo (hasil

gulungan) akan

tirus

6. Kualitas material jelek Material lembab

Hasil Film keluar

Gel (Bintik)

Mesin tidak

running karena

Overhaul extruder

dan dies untuk

dibersihkan

Page 73: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

61

Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses (Lanjutan)

No. Masalah Penyebab Masalah Akibat

7. Kualitas material jelek

Adanya material baru

karena stok material

existing habis

Hasil Film keluar

Gel (Bintik)

Mesin tidak

running karena

Overhaul extruder

dan dies untuk

dibersihkan

8. Settingan Throughput

melebihi kapasitas mesin

Mengejar output supaya

banyak, adanya produk

urgent

Motor extruder

overload

9.

Hasil extrusion tidak bagus

karena temperatur ruangan

panas

AC mati

Film bergaris

(dieline)

Mesin harus

berhenti untuk

penurunan

temperatur

Berdasarkan tabel 4.19 diatas diketahui bahwa masalah yang diberi warna

merah adalah masalah yang sering terjadi selama tahun 2017 dan untuk waktu

perbaikannya memiliki waktu yang sangat lama yaitu minimal 1 minggu lama

perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang

sering terjadi namun waktu perbaikan lebih cepat yaitu maksimum 5 jam lama

perbaikan. Dan pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang jarang

terjadi dan jika terjadi harus diperbaiki dengan waktu yang lebih cepat yaitu

maksimal 3 jam lama perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna hijau

adalah masalah yang juga jarang terjadi namun jika terjadi maka waktu

perbaikannya lama yaitu minimal 1 hari lama perbaikan.

Berikutnya adalah analisis cause and effect diagram untuk masalah pada

idling and minor stoppages losses yang terjadi pada mesin blown film yang dapat

dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini :

Page 74: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

62

Supplier

Tidak paham/lupa

LT pengiriman lama

Suhu ruangan panas Tidak konsentrasi

Stok habis

AC split rusak

Umur pakai

Tidak ada perawatan

Tidak ada perawatan

Umur pakai sudah lama Gesekan dengan film

Tidak ada trainning Hidraulic malfungsi Holder pisau tajam

As Macet Film blocking/baret

Tidak paham troubleshooting

Flying knives macet Pisau Lateral tumpul

Tidak konsentrasi Tidak ada perawatan Umur pakai sudah lama

Mesin menganggur

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

Salah pasang jalur film

Human error

Bahan baku kurang

Film bergulung di winder roll

MAN MACHINE

IDLING & MINOR

STOPPAGES LOSSES

Tidak ada order

Demotivasi

Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling and Minor Stoppages Losses

Page 75: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

63

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

mesin tidak dapat beroperasi sebentar atau mesin menganggur. Namun faktor-

faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya

idling and minor stoppages losses dapat dilihat pada tabel 4.20 yaitu tabel faktor

penyebab idling and minor stoppages losses dibawah ini :

Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

1. Film bergulung di winder

roll Flying knives kadang macet

Mesin berhenti

sementara untuk

membuang film

yang tergulung di

winder roll

2. Film blocking atau bergaris

bekas pisau

Pisau lateral sudah tumpul

karena umur pakai

Mesin berhenti

sementara untuk

pergantian pisau

dan meratakan

holder pisau

3. Mesin menganggur Tidak ada order dari PPIC

Mesin tidak

beroperasi sampai

menunggu orderan

dari PPIC

4. Bahan baku kurang (stok

habis) Lead time pengiriman lama

Mesin menganggur

karena menunggu

persediaan bahan

baku

5. Jalur (alur) film salah Lupa/tidak konsentrasi

Mesin berhenti

untuk setup ulang

jalur film

6. Suhu ruangan panas AC mati Bubble tidak stabil

Page 76: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

64

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna

merah yaitu mesin menganggur adalah masalah yang paling sering terjadi dengan

kehilangan waktu yang sangat banyak dan merupakan faktor yang sering

menyebabkan operator diliburkan sepanjang tahun 2017. Sedangkan masalah

yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun bisa diatasi

dalam waktu yang cepat (maksimal 1 jam), dan juga dapat diatasi dalam keadaan

mesin tetap running, namun mengakibatkan adanya waste of material selama

dilakukan problem solving. Untuk masalah yang diberi warna biru adalah masalah

yang sangat jarang terjadi dan apabila terjadi maka waktu yang terbuang akibat

mesin manganggur yaitu maksimal 24 jam untuk menunggu datangnya material,

karena kebanyakan material untuk mesin blown film banyak didatangkan dari

supplier lokal. Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang

juga jarang terjadi dan apabila terjadi dapat diatasi dengan waktu yang tidak lama

yaitu maksimal 20 menit.

Berikutnya adalah menganalisis faktor penyebab pada masalah reduce speed

losses. Yang mana reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena

adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk

mesin tersebut. Sama halnya dengan factor utama penyebab losses sebelumnya

bahwa pengurangan kecepatan atau reduce speed losses ini juga disebabkan oleh

karena beberapa faktor,yaitu faktor mesin, material, metode, lingkungan, dan

manusia.

Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah speed

losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan

pada gambar 4.11 berikut ini :

Page 77: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

65

Operator pilih-pilih urutan

Stok material habis

Suhu ruangan panas adanya produk urgent

Material properties berbeda dengan existing

AC split rusak Urutan produksi berantakan

Umur pakai Adanya material pengganti

Tidak ada perawatan Trial

Contoller temperatur mati

Over melt temperatur

Film blocking Umur pakai sudah lama

Umur pakai sudah lama

Tidak ada trainning Ruangan panas Motor extruder lemah

Rotary aus Tidak ada perawatan

Tidak paham cara kerja mesin Bearing rotary joint tidak presisi Motor trip

Tidak ada perawatan

Human error

Umur pakai sudah lama

AS kopel patah

Tidak ada perawatan

MAN MACHINE

Chiller mati

Tidak ada perawatan

Demotivasi

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

SPEED LOSSES

Belum ada penjadwalan

maintenance

Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses

Page 78: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

66

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

kecepatan mesin berkurang dari kapasitas. Namun faktor-faktor yang paling dominan

dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya speed losses dapat dilihat pada tabel

4.21 yaitu tabel faktor penyebab speed losses dibawah ini :

Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

1. Motor extruder lemah

Terlambat/tidak ada

perawatan pada komponen

motor extruder

Output dikurangi

untuk antisipasi

breakdown motor

extruder

2. Pendingin chiller tidak

berfungsi

Air shaft couple patah Speed dikurangi

mengimbangi

throughput yang

berkurang akibat

proses ekstrusi

tidak stabil

Motor pompa trip

3. Film blocking

Overheating Film sulit dibelah

karena film

blocking Controller temperature

malfunction

4.

Bearing rotary joint pada

press roll tidak berputar

sempurna

Bearing aus Putaran roll press

tersendat

5.

Kualitas material

pengganti berbeda dengan

yang existing

Stok material existing habis

Melt pressure lebih

rendah (tidak sama

dengan yang

biasanya)

6.

Urutan proses untuk

pergantian produk

berantakan

Adanya produk urgent Seringnya terjadi

perubahan spek

produk yang

extreme Operator pilih-pilih urutan

7. Suhu ruangan panas AC rusak karena tidak ada

perawatan

Film sering bloking

Geometry bubble

tidak stabil

Page 79: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

67

Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses (lanjutan)

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

8. Human error

Tidak memahami cara kerja

mesin (operator baru) Kurang responsive

terhadap keadaan

perubahan kondisi

operasi Kurang

konsentrasi/demotivasi

Berdasarkan tabel 4.21 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna

merah adalah masalah yang sering terjadi dan memang cara untuk mengatasinya

ketika mesin sedang running yaitu dengan menurunkan line speed secara mesin secara

manual untuk menghindari terjadinya breakdown pada mesin ataupun untuk

menghindari produk cacat misalanya pada film bloking.

Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang jarang

terjadi, dan bila terjadi maka line speed mesin akan turun secara otomatis seiring

dengan adanya perubahan pada proses ektrusi.

Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang sangat jarang

terjadi, dan bila terjadi maka cara mengatasinya ketika mesin sedang running adalah

dengan menurunkan line speed mesin secara manual untuk menghindari terjadinya

breakdown.

Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya setup and adjustment losses pada

mesin blown film sepnajang tahun 2017. Yang mana setup and adjustment losses ini

adalah kerugian yang terjadi dari akibat perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya

proses produksi atau dimulainya pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan

perubahan penyesuaian (setting).

Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah setup and

adjusment losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang

ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut ini :

Page 80: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

68

Tidak konsentrasi

Kurang Pengetahuan Salah perhitungan

Cara setting tidak efisien

Operator pilih-pilih urutan Material berlebih

Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan Stok material habis

Material properties berbeda dengan existing

AC split rusak Frekuensi pergantian produk banyak

Umur pakai Adanya material pengganti

Tidak ada perawatan Setting manual Trial produk/bahan baru

Umur pakai sudah lama

Heater lama panas

Kondisi kesehatan Settingan sebelumnya rendah Tidak ada perawatan

Operator grogi Melt temp. terlalu rendah

Tidak ada trainning Controller ada yang tidak aktif

Umur pakai sudah lama Temparatur overheat

Tidak paham cara kerja mesin Octagon auto rusak Screw speed RPM tinggi

Tidak ada perawatan Mengejar Throughput 110Kg/jam

Human error Collapsing frame masih manual

Desain mesin masih konvensionalTidak konsentrasi

MAN MACHINE

SETUP & ADJUSTMENT

LOSSES

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

Octagon tidak berfungsi

Perbedaan cuaca

siang malam

Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup and Adjustment Losses

Page 81: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

69

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya setup and adjustment losses. Namun faktor-faktor yang paling dominan

dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya setup and adjustment losses

dapat dilihat pada tabel 4.22 yaitu tabel faktor penyebab setup and adjustment

losses dibawah ini :

Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

1. Collapsing frame masih

manual Desain konvensional

Setting manual

dengan cara

membuka atau

menutup frame

yang berada dilantai

3

2. Octagon auto setting tidak

berfungsi

Tidak ada perawatan Setting line speed

manual

Umur pakai sudah lama

Harus mengecek

secara manual

ketebalan film

sampai sesuai spek

sebelum masspro

3. Temperatur overheat Controller temperature ada

yang tidak aktif

Film bergaris atau

gel karena

temperatur terlalu

panas

Menunggu

penurunan

temperatur

4. Melt temperature terlalu

rendah Heater lama panas

Tampilan film

seperti “kulit jeruk”

5. Material pada satu produk

berlebih Salah perhitungan

Over processing,

karena harus

menunggu sampai

material untuk

produk sebelumnya

habis

Page 82: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

70

Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses (lanjutan)

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

7. Frekuensi pergantian

produk banyak

Urutan produksi berantakan Banyak pergantian

spek produk secara

extreme Operator pilih-pilih

8. Human error Tidak konsentrasi Proses adjustment

terlalu lama Sebatas mengetahui SOP

9. Suhu ruangan berbeda

setiap pergantian shift

Perbedaan cuaca antara

siang hari dan malam hari

Terjadi perubahan

operating condition

setiap pergantian

shift untuk kualitas

produk yang OK

Berdasarkan tabel 4.22 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi

warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan

waktunya dapat dikurangi bila dilakukan dengan cara yang tepat. Misalkan pada

masalah cara setting yang kurang efisisen. Seringkali operator mengerjakan produk

tanpa mempertimbangkan produk untuk proses selanjutnya. Misalkan pada saat

sedang proses produk yang spesifikasinya yang memakai temperatur standar yaitu

175 derajat celcius, kemudian produk selanjutnya biasanya diproses dengan

temperatur yang lebih tinggi yaitu 200 derajat celcius. Seringkali operator

melakukan perubahan setting temperatur pada saat setelah produk mulai diganti.

Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu panas yang diinginkan

menjadi lama. Padahal saat hendak menaikkan temperatur lebih baik dilakukan 30

menit sampai 45 menit sebelum pergantian produk. Sehingga pada saat produk

sudah berganti maka suhu panas yang diinginkan sudah tercapai.

Masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun

waktu yang terbuang tidak terlalu lama. Sedangkan masalah yang diberi warna

hijau adalah masalah yang normalnya tidak dapat dihindari. Dan masalah yang

diberi warna biru adalah masalah yang jarang terjadi.

Page 83: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

71

Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya yield losses pada mesin blown film

sepnajang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect diagram

pada masalah yield losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun

2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.12 dibawah ini :

Page 84: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

72

Kurang Pengetahuan Salah perhitungan

Tidak ada perawatan Cara setting tidak efisien

Umur pakai Operator pilih-pilih urutan Material berlebih

AC split rusak

Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan Stok material habis

Material properties berbeda dengan existing

Pergantian shift Frekuensi pergantian produk banyak

Octagon tidak berfungsi Adanya material pengganti

Setting manual Trial produk/bahan baru

Kondisi kesehatan

Operator grogi Umur pakai sudah lama

Tidak ada trainning

Tidak paham cara kerja mesin Octagon auto rusak

Tidak ada perawatan

Human error Collapsing frame masih manual

Desain mesin masih konvensional

YIELD LOSSES

Tidak konsentrasi

MAN MACHINE

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses

Page 85: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

73

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya quality defect losses. Hampir sama dengan setup and adjustment losses,

namun yield losses ini penekanannya lebih kepada material yang terbuang akibat

penyesuaian untuk setting produk. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan

sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya yield losses dapat dilihat pada tabel

4.23 yaitu tabel faktor penyebab yield losses dibawah ini :

Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

1. Collapsing frame masih

manual

Desain masih

konvensional

Setting manual

dengan cara

membuka atau

menutup frame yang

berada dilantai 3

2. Octagon auto setting tidak

berfungsi

Tidak ada perawatan Setting line speed

manual

Umur pakai sudah lama

Harus mengecek

secara manual

ketebalan film

sampai sesuai spek

sebelum masspro

3. Human error

Kurang konsentrasi Proses adjustment

terlalu lama

sehingga material

banyak terbuang

Kurang diberikan

trainning

4. Adanya material pengganti Stok material habis

Proses setting lama

karena mencari

kondisi operasi yang

terbaik

5. Material pada satu produk

berlebih Salah perhitungan

Over processing,

karena harus

menunggu sampai

material untuk

produk sebelumnya

habis

6. Cara setting kurang efisien Kurang pengetahuan

Waktu setting dan

material banyak

terbuang

Page 86: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

74

Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses (lanjutan)

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

7. Frekuensi pergantian

produk banyak

Urutan produksi berantakan Banyak pergantian

spek produk secara

extreme sehingga

material banyak

terbuang

Operator pilih-pilih

8. Suhu ruangan berbeda

setiap pergantian shift

Perbedaan cuaca antara

siang hari dan malam hari

Terjadi perubahan

operating condition

setiap pergantian

shift untuk kualitas

produk yang OK

Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi

warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan

waktunya dapat dikurangi bila dilakukan langkah kerja dengan cara yang tepat.

Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering

terjadi namun waktu yang terbuang tidak terlalu lama sehingga material yang

terbuang juga tidak banyak, terkecuali pada masalah pada adanya produk pengganti.

Pada masalah ini material yang terbuang terbilang banyak akibat dari waktu setting

yang lama. Dikarenakan material baru ini memiliki properties yang berbeda

dengan material existing, sehingga kondisi operasi yang existing belum tentu sama

bila menggunakan material yang baru. Lamanya waktu untuk menemukan kondisi

operasi yang ideal menjadi penyebab banyaknya material yang terbuang

dikarenakan pada saat setting mesin tetap dalam keadaan running. Sehingga

dianjurkan untuk dilakukan pencatatan yang jelas ketika telah menemukan kondisi

operasi yang ideal tersebut saat menggunakan material pengganti ini.

Pada masalah yang diberikan warna biru adalah masalah yang jarang terjadi

dan bila terjadi juga material yang terbuang tidak begitu signifikan. Dan masalah

yang diberi warna hijau merupakan masalah yang tidak dapat dihilangkan, namun

kerugian dari material yang terbuang juga tidak begitu signifikan.

Page 87: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

75

Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya quality defect losses pada mesin

blown film sepanjang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect

diagram pada masalah quality defect losses yang terjadi pada mesin blown film

sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.13 dibawah ini :

Page 88: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

76

Tidak ambil sample Tidak/salah baca tabel formula

Tidak di check berkala

Tidak sesuai R&D

Suhu ruangan panas Tidak mengikuti SOP Penyimpanan tidak aman

Shipping kena hujan

AC split rusak Settingan temperatur tidak sesuai Resin basah

Umur pakai Kualitas PE jelek

Tidak ada perawatan Kotor

Supplier

Jarak dielips tidak presisi

Bubble diameter berubah-ubah

Thickness Variation Umur pakai sudah lama

Tidak ada trainning Tidak dikontrol Controller temp mati

Power treatment kecil Overheating

Tidak paham Troubleshooting Dyne level corona tidak standar Polymer degradasi

Jarak elektroda dengan film jauh

Human error Tension berlebihan

Film melt fracture

Tidak dikontrol Temp kurang panas

Heater mati

Demotivasi

MAN MACHINE

QUALITY DEFECT

LOSSES

Film gel bintik

ENVIRONMENT METHODE MATERIAL

Film defect

Salah komposisiSettingan power corona

terlalu kecil

Gambar 4.14 Analisis Sebab Akibat Quality Defect Losses

Page 89: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

77

Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya quality defect losses. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan sering

terjadi yang mengakibatkan terjadinya quality defect losses dapat dilihat pada tabel

4.24 yaitu tabel faktor penyebab quality defect losses dibawah ini :

Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

1. Film defect pada tampilan

visual

Controller temperature

tidak berfungsi

Tampilan film ada

bintik gel, atau

tampilan film

seperti kulit jeruk

2. Dyne level corona

treatment tidak standar

Pemberian power terlalu

kecil Hasil film LLDPE

tidak dapar diproses

untuk dry laminator

karena kualitas

bounding strength

yang kecil

Tension roll karet terlalu

tinggi

3. Ketebalan film tidak stabil

(Out of control)

Geometry bubble berubah-

ubah Hasil LLDPE di

reject karena range

ketebalan film jauh

dari toleransi QC Jarak celah dielips tidak

presisi

4. Kualitas material (PE) jelek

Kotor dari tempat

penyimpanan Hasil LLDPE akan

keluar Gel bintik Lembab karena terkena air

hujan

5. Salah komposisi material

Salah baca tabel formula

dari R&D

Film LLDPE tidak

bisa terpakai karena

komposisi material

yang berbeda untuk

tiap-tiap formula Kurang konsentrasi

6. Setting temperatur

salah/tidak sesuai

Kurang pengetahuan Kualitas film

(visually)

bermasalah Tidak mengikuti SOP

Page 90: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

78

Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses (lanjutan)

No. Masalah Penyebab masalah Akibat

7. Suhu ruangan panas

AC tidak dingin Film sering bloking

karena panas

sehingga sulit

dibelah dengan

pisau lateral

Pergantian shift (beda

cuaca siang hari dan

malam hari)

8. Human error

Tidak fokus saat proses Saat ada

kotoran/serangga

bisa menempel di

LLDPE tanpa

diketahui Demotivasi

Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi

warna merah adalah masalah yang sering terjadi, namun biasanya hanya terjadi

defect untuk beberapa menit saja sehingga banyak defect tidak begitu banyak untuk

tiap-tiap produk.

Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang

jarang terjadi namun tidak bisa dihindari. Dikarenakan adanya getaran mesin yang

begitu besar sehingga baut adjuster dielips bisa kendor seiring dengan waktu. Hal

ini yang membuat jarak pada celah dielips sudah tidak presisi yang menyebabkan

variasi ketebalan tidak stabil.

Pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang sangat jarang

terjadi, namun bila terjadi maka waktu untuk mengatasinya memerlukan waktu

yang lama karena berhubungan dengan suhu ruangan yang mengikuti cuaca antara

siang hari dan malam hari.

Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang jarang terjadi.

Bila terjadi kesalahan komposisi formula pada satu formula, maka produk tersebut

masih dapat digunakan untuk produk lain. Akan tetapi, meskipun komposisi

formula tadi sama, biasanya untuk spesifikasi lebar tetap berbeda namun tetap bisa

dipakai asalkan lebar film produk yang salah komposisi tadi harus lebih lebar

dengan produk yang akan dipakai sebagai produk penggannti nanti.

Page 91: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

79

4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM

Penentuan jenis perawatan dengan delapan pilar pendukung keberhasilan

TPM untuk masing-masing penyebab adanya six big losses perlu dilakukan untuk

meningkatkan nilai OEE ditahun berikutnya.

Strategi perawatan dengan rekomendasi delapan pilar TPM tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses

Beberapa masalah yang dapat menyebabkan breakdown losses dan strategi

yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut adalah adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan motor extruder

Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan motor extruder adalah

preventive maintenance. Hal ini dikarenakan penyebab masalah kerusakan motor

extruder ini adalah terlambat mengganti carbon brush, throughput melebihi

kapasitas motor, dan jarang ganti oli pada gearbox. (Rauwendaal, 2013, Hal ; 53)

2. Kerusakan mixer bahan baku

Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan mixer adalah

preventive maintenance. Karena penyebab masalah ini adalah seringnya operator

mencampur bahan baku ke mixer dengan kapasitas over load.

3. Kerusakan Corona Treatment

Jenis strategi yang tepat untuk mengantisipasi kerusakan corona treatment ini

adalah predictive maintenance dan autonomous maintenance. Karena kerusakan ini

disebabkan Fuse putus, motor exhaust rusak. Namun penyebab masalah yang

sering terjadi adalah dikarenakan motor exhaust rusak karena menyedot kotoran

sebagai sisa dari proses ionisasi pada elektroda corona treatment. Seharusnya

operator ataupun bagian engineering dapat memprediksi kapan waktunya

dilakukan perawatan. Dan operator juga seharusnya memiliki kesadaran untuk

membersihkan elektroda corona setiap hendak setting produk berikutnya.

Page 92: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

80

4. Kerusakan motor rotary

Kerusakan motor rotary sering terjadi dikarenakan grace pada gear sering

habis. Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah predictive maintenance.

Karena seharusnya bagian maintenance dapat memprediksi kapan akan dilakukan

pengecekan grace pada gear rotary.

Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang

dapat dilakukan untuk menanggulangi breakdown losses dapat dilihat pada tabel

4.25 berikut ini :

Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses

Faktor What Why Where How Who

Machine

Kerusakan

motor

extruder

Terlambat

mengganti

carbon

brush

Mesin

Alpine

Autonomous

maintenance yang

dapat dilakukan

adalah memonitor

percikan spark

carbon brush pada

motor extruder

Operator

dan

Teknisi

Througput

melebihi

kapasitas

Auto maintenance

yang dilakukan

adalah menurunkan

screw speed RPM

agar main drive

tidak melebihi

100%

Operator

Kerusakan

pada mixer

bahan baku

Over

capacity Mixer

Autonomous

Maintenance yang

dilakukan adalah

mencampur bahan

baku tidak melebihi

kapasitas mixer

(50Kg)

Operator

Kerusakan

pada corona

treatment

Motor

exhaust

tidak

berfungsi

Corona

Treatment

Autonomous

maintenance yang

dilakukan adalah

menjaga kebersihan

elektroda corona

agar exhaust tidak

menyedot kotoran

Operator

Page 93: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

81

Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses (lanjutan)

Faktor What Why Where How Who

Machine Kerusakan

motor rotary

Pelumas

gear (grace)

habis

Motor

rotary

Melakukan

perawatan secara

berkala untuk

memprediksi kapan

waktunya

memberikan

pelumas pada gear

Teknisi

4.4.2 Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses

Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya

kerugian dari idling and minor stoppages adalah sebagai berikut :

1. Mesin menganggur

Mesin menganggur dikarenakan tidak adanya order, atau waktu kerja dengan

sistem 3-1 tidak efisien jika dibandingkan dengan oreder dan kapasitas mesin.

Sebaiknya waktu kerja perlu diubah dengan sistem 5-2 seperti yang pernah

dilakukan pada 3 tahun sebelumnya. Dengan menerapkan sistem kerja 5-2 maka

susunan grup berubah dari 4 grup menjadi 3 grup, yang artinya akan menghemat

labor cost (1 grup terdiri dari 2 orang operator). Disamping itu juga bagian

marketing mengusahakan untuk mencari order dengan menjual LLDPE yang

merupakan hasil dari proses blown film. Sekarang ini LLDPE merupakan WIP

untuk diproses di mesin lainnya yaitu mesin dry laminator.

2. Flying knives macet

Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah corrective maintenance.

Sebaiknya teknisi mengganti sensor pada flying knives agar lebih sensitif. Karena

bila kejadian flying knives ini macet saat motong, maka film juga akan terbuang

sebagai waste.

Page 94: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

82

3. Film blocking

Film blocking terjadi karena pisau lateral sudah tumpul. Sehingga strategi

yang tepat adalah predictive maintenance. Karena seharusnya operator sudah

mengetahui kapan saatnya ganti pisau dengan melihat susunan jadwal produk

untuk melakukan setting produk sebelum terjadinya blocking. Autonomous

maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan membuka keran untuk

menambahkan angin pada pisau lateral.

Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang

dapat dilakukan untuk menanggulangi idling and minor stoppages losses dapat

dilihat pada tabel 4.26 berikut ini :

Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling and Minor Stoppages Losses

Faktor What Why Where How Who

Order Mesin

menganggur

Order

sedikit

Mesin

Alpine

Marketing berusaha

mencari order untk

menjual LLDPE

sebagai finish goods

Marketing

Machine Flying

knives macet

Sensor

kurang

sensitif

Unit

rewinder

Mengganti sensor

dengan spare part

yang baru, dan

autonomous

maintenance yang

dapat dilakukan

adalah dengan

membersihkan sensor

dari kotoran debu

Teknisi

dan

operator

Machine Film

blocking

Pisau

lateral

sudah

tumpul

Part

pisau

Mengganti pisau

dengan yang baru

dilakukan pada saat

setting pergantian

produk. Dan

autonomous

maintenance yang

dapat dilakukan

adalah membuka

keran secara full untuk

menambah

kekencangan angin

pada pisau lateral

Operator

Page 95: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

83

4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses

Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya

kerugian dari speed losses adalah sebagai berikut :

1. Motor extruder lemah

Seperti yang telah dijelaskan pada kasus breakdown losses, bahwa masalah

extruder lemah ini dikarenakan terlambat melakukan perawatan atau mengganti

spare part dari komponen motor seperti carbon brush. Sehingga strategi yang tepat

untuk mengatasi masalah ini adalah dilakukan preventive maintenance. Adapun

autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan menambah

temperature extruder agar lebih panas sehingga proses extrusion lebih ringan

karena polymer jadi lebih meleleh.

2. Film blocking

Kasus ini terjadi karena controller temperature malfungsi sehingga

menyebabkan overheating. Dikarenakan overheating maka film (web) yang keluar

dari dies masih dalam keadaan terlalu panas sehingga ketika di press melalui press

roll maka film akan menempel, yang mana mengakibatkan sulit dibelah dengan

lateral knives. Biasanya solusi yang dilakukan adalah dengan menurunkan line

speed. Hal inilah yang menimbulkan speed berkurang dari kapasitas mesin. Strategi

yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance, yaitu

memperbaiki atau mengganti controller temperature yang sudah tidak berfungsi

dengan spare part yang baru.

3. Kualitas material kurang bagus

Ketika material yang biasa dipakai kehabisan stok ataupun perusahaan

menginginkan material yang harganya lebih murah, maka dicarikan material

pengganti. Biasanya material (resin) pengganti tersebut kualitasnya tidak bagus.

Hal ini dapat dilihat dari operation condition saat mesin running. Seringkali melt

pressure fluktuatif (dari 2800 psi sampai 3300 psi). Ketika melt pressure

menunjukkan angka 2800 psi maka speed akan turun. Sedangkan 3300 psi maka

speed sesuai dengan kapasitas mesin. Dengan demikian sebaiknya strategi yang

Page 96: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

84

dilakukan adalah corrective maintenance, yaitu departemen R&D mengusahakan

mencari material yang lebih bagus agar melt pressure dapat stabil.

4. Urutan proses pergantian produk tidak teratur

Urutan proses pergantian produk juga dapat mengakibat speed losses.

Biasanya ini terjadi karena adanya permintaan produk urgent. Sehingga adanya

penyisipan pergantian produk yang extreme. Strategi yang tepat untuk mengatasi

masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya PPIC dapat memperbaiki

sequence production agar tidak ada permintaan produk urgent yang mengharuskan

operator melakukan pergantian produk berkali-kali secara extreme.

5.Human error

Human error juga dapat menyebabkan timbulnya speed losses. Karena

terkadang operator kurang responsive atau kurang paham jika sewaktu-waktu

terjadi perubahan kondisi operasi pada saat mesin sedang running. Misalkan pada

saat terjadi masalah film blocking. Terkadang operator langsung mengambil solusi

dengan cara menurunkan line speed. Padahal dengan cara menurunkan suhu water

chiller agar press roll lebih dingin dapat mengatasi masalah film blocking tersebut

tanpa menurunkan line speed.

Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang

dapat dilakukan untuk menanggulangi Speed losses dapat dilihat pada tabel 4.27

berikut ini :

Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses

Faktor What Why Where How Who

Machine Film

blocking

Controller

temperature

tidak

berfungsi

Unit dies

Memperbaiki atau

mengganti part

controller yag tidak

berfungi. Autonmous

maintenance yang

dapat dilakukan

adalah menambahkan

kekuatan angin pada

pisa lateral

Teknisi

dan

operator

Page 97: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

90

Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses (lanjutan)

Faktor What Why Where How Who

Methode

Urutan

proses

pergantian

produk

tidak

teratur

Adanya

permintaan

produk

urgent

PPIC

PPIC dapat mengatur

urutan proses lebih

sistematis agar tidak

ada permintaan yang

tiba-tiba urgent,

autonomous

maintenance yang

dilakukan adalah

mengutamakan

spesifikasi yang

lebarnya hampir sama

antar produk

PPIC

Human

error

Salah

penanganan

masaslah

Kurang

pelatihan

Mesin

Alpine

Memberikan

pelatihan kepada

karyawan tentang

troubleshooting

Spv

4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses

Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan

adanya kerugian dari setup and adjustment losses adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan pada unit octagon auto setting

Unit octagon ini sangat membantu ketika hendak melakukan adjustment

pergantian produk. Misalkan pada saat mengganti spesifikasi produk (tebal dan

lebar film), dengan bantuan octagon maka ketebalan film yang disetting akan

disesuaikan secara otomatis mengikuti line speed. Ketika unit octagon ini

mengalami kerusakan, maka operator melakukan adjustment tersebut secara

manual, yaitu dengan cara atur speed lalu ukur thickness dengan alat pengukur.

Sampai thickness yang diinginkan tercapai. Sehingga rata-rata waktu yang

dibutuhkan untuk setiap adjustment secara manual pada satu produk adalah 10

hingga 15 menit. Ketika menggunakan octagon auto setting waktu yang

diperlukan hanya 5 menit untuk adjustment. Untuk itu strategi yang tepat untuk

mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya unit octagon

tersebut segera diperbaikai atau di ganti dengan unit yang baru.

Page 98: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

91

4 Melt temperature terlalu tinggi/rendah

Melt temperature terlalu tinggi atau terlalu rendah dikarenakan heater lama

panas dan controller temperature ada yang tidak aktif. Sehingga pada saat setting

pergantian produk harus menunggu sampai actual temperature mencapai

temperature yang telah disetting. Strategi yang tepat untuk mengantisipasi

masalah ini adalah predictive maintenance dan corrective maintenance. Yaitu

dengan cara memperbaiki atau mengganti heater maupun controller temperature

yang sudah tidak aktif. Dan seharusnya juga operator dapat memprediksi kapan

dilakukannya perubahan setting temperature untuk penyesuaian produk

berikutnya. Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah melakukan

perubahan suhu sesuai dengan kebutuhan hasil film.

5 Frekuensi pergantian produk banyak.

Frekuensi pergantian produk yang tinggi tidak dapat dihindari karena

produk-produk yang didapat dari marketing kuantitasnya tidak banyak sehingga

proses setup and adjustment sering dilakukan. Namun strategi yang tepat untuk

mengatasi hal ini adalah preventive maintenance, yaitu dengan cara menghindari

urutan-urutan proses extreme agar tidak ada pergantian produk yang

spesifikasinya terlalu extreme dari produk yang sedang running. Sehinnga

autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi

lebar yang hampir sama antar produk ketika hendak melakukan setting ke produk

berikutnya.

6 Perhitungan material pada satu produk berlebih.

Perhitungan akurat untuk menyediakan material pada satu produk sangat

diperlukan untuk menghindari over processing. Sehingga waktu tidak terbuang

untuk menghabiskan material sebelumnya saat hendak melakukan pergantian

produk berikutnya. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah

predictive maintenance, yaitu operator seharusnya dapat memperhitungkan

kebutuhan material dengan rumus yang telah diterapkan (demand x tebal x lebar x

0,92) untuk mencegah kelebihan material.

Page 99: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

92

Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang

dapat dilakukan untuk menanggulangi Setup and adjustment losses dapat dilihat

pada tabel 4.28 berikut ini :

Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup And Adjustment Losses

Faktor What Why Where How Who

Machine

Adjusment

spesifikasi

produk dengan

manual

Octagon

auto setting

rusak

Unit

Octagon

Memperbaiki

octagon agar

berfungsi kembali.

Autonomous

maintenance yang

dilakukan adalah

dengan merestart

octagon agar angka

pada display

muncul sementara

sebagai acuan

Teknisi

dan

operator

Machine

Melt

temperature

terlalu

tinggi/rendah

Heater dan

controller

temperature

Unit

Extruder

Memperbaiki atau

mengganti part

heater maupun

komponen

controller yang

telah rusak

Teknisi

Methode

Urutan

adjustment

antar produk

kurang teratur

Kuantitas

antar

produk

sedikit

Mesin

Alpine

Mendahulukan

spesifikasi lebar

film yang hampir

sama antar produk

ketika melakukan

adjustment

spesifikasi ke

produk berikutnya

Operator

Methode Overprocessing

Salah

perhitungan

kebutuhan

material

Mesin

Alpine

Autonomous

maintenance yang

dapat dilakukan

adalah

memperhitungkan

kebutuhan material

dengan rumus yang

telah menjadi

standar, bukan

dengan filling

Operator

Page 100: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

93

4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses

Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan

adanya kerugian dari yield losses adalah sama dengan strategi untuk mengatasi

setup and adjustment losses, karena sama-sama berhubungan dengan setting

spesifikasi produk. Namun yang lebih ditekankan pada yield losses ini adalah

pemborosan menggunakan materialnya saat melakukan penyesuaian pergantian

produk, yang kemudian dikonversikan kedalam hitungan losses timenya.

4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses

Jika melihat perhitungan rate of quality pada bab sebelumnya maka dapat

diketahui bahwa sebenarnya nilai rate of quality ditahun 2016 telah mencapai

standar JIPM 99%. Sehingga pada perhitungan six big losses bahwa losses yang

disebabkan oleh quality defect ini merupakan losses yang persentasenya paling

kecil diantara seluruh six big losses yang ada. Melihat dari penyebab masalah

yang dapat menimbulkan reject produk, maka strategi yang tepat untuk mengatasi

masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

1. Film defect pada tampilan visual

Masalah visual tampilan film defect seperti adanya bintik pada film atau

tampilan film seperti kulit jeruk disebabkan controller temperature maupun

heater tidak berfungsi optimal.Sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi

masalah adalah corrective maintenance, yaitu mengecek bagian heater dan

controller temperature yang tidak berfungsi untuk dilakukan perbaikan atau

pergantian spare part.

2. Kualitas material kurang bagus

Berdasarkan wawancara dengan bagian quality control gudang bahan baku

bahwa resin (PE) yang merupakan bahan baku untuk mesin blown film tidak

pernah dicek fisiknya. Pengecekan dilakukan hanya berdasarkan laporan analisa

yang sudah bertahun-tahun. Sehingga jika properties material tidak standar maka

tidak diketahui oleh gudang bahan baku. Bisa saja material tersebut bermasalah

dalam kelembapan, sehingga ketika diproses dimesin blown film maka hasil

visual film timbul bintik-bintik yang mengakibatkan hasil LLDPEnya direject.

Page 101: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

94

Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah preventive maintenance,

yaitu dengan cara mengecek fisik material dengan alat ukur quality control untuk

mencegah masuknya material-material yang tidak sesuai standar yang ditentukan.

Autonomus maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan cara memegang biji

PE untuk memastikan apakah PE dalam keadaan basah atau lembap.

3. Ketebalan (thickness) film tidak stabil

Thickness film yang rangenya extreme dari satu titik ke titik lainnya dapat

menyebabkan film LLDPE direject. Masalah thickness film diluar kendali

disebabkan karena jarak celah dielips untuk keluarnya polymer sudah tidak presisi

akibat adanya getaran mesin. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini

adalah autonomous maintenance, yaitu dengan cara mengkalibrasi dielips agar

kembali presisi.

Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang

dapat dilakukan untuk menanggulangi quality defect losses dapat dilihat pada

tabel 4.29 berikut ini :

Tabel 4.29 Rekomendasi Perbaikan Quality DefectLosses

Faktor What Why Where How Who

Machine

Tampilan

film

berbintik

dan kulit

jeruk

Heater

maupun

controller

temperature

rusak

Unit

extruder

dan dies

Memperbaiki atau

mengganti komponen

heater dan controller

temperature yang

telah rusak.

Autonomous

maintenance yang

dilakukan adalah

menyesuaikan

temperature dengan

profil suhu yang

dibutuhkan

Teknisi

dan

operator

Material

Kualitas

material

ada yang

tidak bagus

Tidak ada

pengecekan

dari QC

saat

material

dating dari

supplier

Gudang

Bahan

Baku

Material dicek QC

ketika dating.

Autonomous

maintenance yang

dilakukan adalah

operator memegang

dengan tangan untuk

memastikan basah

atau tidak

QC dan

operator

Page 102: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

95

Setelah strategi perawatan dengan 8 pilar keberhasilan TPM dan

rekomendasi perbaikan dapat diterapkan dengan konsisten, diharapkan akan

mampu mengurangi adanya breakdown, idle, speed loss, product reject, yield loss,

dan mempercepat waktu setup, sehingga dengan demikian akan meningkatkan

nilai OEE ditahun 2018.

Berikut ini juga merupakan rekomendasi secara operasional untuk

menunjang keberhasilan melakukan penerapan TPM secara komprehensif dan

konsisten yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Untuk mengurangi idle time dan breakdown, maka sistem waktu kerja

bagian blown film coba diubah dari sistem 3-1 menjadi sistem 5-2 (5

hari kerja yaitu senin sampai jumat, dan sabtu minggu libur), masih

dengan 3 shift, dimulai dari awal tahun 2018.

2. Dengan sistem 5-2, maka setiap hari senin dilakukan pemanasan mesin

(Heat up) sebelum running. Sesuai dengan SOP bahwa pemanasan

mesin memerlukan waktu 3 jam. Sehingga setiap hari senin (pemanasan)

dengan waktu 3 jam tersebut bisa dipakai untuk kegiatan maintenance

ataupun perbaikan untuk mencegah breakdown saat mesin running..

Dengan demikian waktu tersebut diasumsikan sebagai fix downtime.

3. Perubahan susunan regu seiring dengan perubahan sistem kerja, dari 4

regu menjadi 3 regu, yang berarti mampu mengurangi labor cost.

4. Marketing diharapkan mampu mendapatkan order untuk menjual

LLDPE sebagai finish goods, sehingga order blown film stabil (tidak

idle).

Dengan mengaplikasikan beberapa rekomendasi diatas maka diharapkan

pencapaian peningkatan OEE 2018 dapat mencapai 85% sebagai standar

international JIPM, atau minimal mengalami peningkatan dari nilai OEE

sebelumnya.

Selanjutnya yaitu melakukan kajian percobaan perhitungan OEE 2018 yang

dapat dicapai dengan menggunakan metode dan perumusan yang sama untuk

mengukur keberhasilan penerapan TPM dalam usaha meningkatkan nilai OEE

ditahun 2018.

Page 103: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

96

4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM

Untuk menghitung availability rate diperlukan data loading time yang

tersedia pada tahun 2018 yang sesuai dengan rekomendasi bahwa sistem kerja

telah diubah menjadi sistem 5-2. Sistem 5-2 yang dimaksud artinya adalah hari

kerja dimulai dari hari senin hingga jumat (3 shift), sabtu dan minggu merupakan

hari libur. Dengan demikian setiap hari senin akan dilakukan pemanasan mesin

selama 3 jam sebelum running, kemudian dihari jumat pada shift 3 waktu non

produktif dipakai untuk penurunan temperatur selama 1 jam. Berikut ini adalah

waktu kerja yang tersedia dan waktu non produktif ditahun 2018 dengan sistem 5-

2 yang ditunjukkan di tabel 4.29 dibawah ini :

Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2

Periode Week

Jumlah

Hari

Kerja

(Hari)

Loading

Time

(Menit)

Heat Up

Time

(Menit)

Cool

Down

Time

(Menit)

Non

Produktif

Time

(Menit)

Januari 5 22 31680 900 300 1200

Februari 4 19 27360 720 240 960

Maret 4 21 30240 720 240 960

April 5 21 30240 900 300 1200

Mei 4 20 28800 720 240 960

Juni 4 15 21600 720 240 960

Juli 5 22 31680 900 300 1200

Agustus 4 21 30240 720 240 960

September 4 19 27360 720 240 960

Oktober 5 23 33120 900 300 1200

November 4 21 30240 720 240 960

Desember 4 20 28800 720 240 960

Total 244 351,360 9,360 3,120 12,480

Page 104: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

97

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

Loading Time = Jumlah Hari Kerja x 1440 menit

Loading Time = 22 x 1440 = 31680 menit

Heat Up Time = Jumlah week x 180 menit

Heat Up Time = 5 x 180 = 900 menit

Cool Down Time = Jumlah week x 60 menit

Cool Down Time = 5 x 60 = 300 menit

Berdasarkan tabel 4.29 diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu non

produktif akibat dari heat up time dan cool down time adalah 12480 menit. Namun

waktu non produktif tersebut dapat direkomendasikan menjadi waktu untuk

melakukan perawatan (maintenance). Yang mana waktu heat up dapat dipakai

untuk melakukan preventif maintenance seperti mengganti carbon brush motor

extruder, hingga melakukan pengecekan terhadap komponen mesin yang perlu

mendapat perhatian khusus sesuai dengan analisis 4W-1H yang telah dijelaskan

sebelumnya agar mesin tidak breakdown pada saat running. Kemudian waktu

cool down dapat dipakai untuk corrective maintenance atau predictive

maintenance misalnya mengganti pisau lateral yang telah tumpul, ataupun

mengecek komponen mesin lainnya agar pada hari seninnya dapat dilaporkan

untuk dilakukan perbaikan jika diperlukan. Sehinga dengan demikian maka

diasumsikan bahwa waktu heat up dan waktu cool down adalah fix downtime pada

mesin.

Dari penjelasan diatas telah didapatkan fix downtime yang akan terjadi di

2018. Akan tetapi agar kajian perhitungan ini lebih ideal dan hampir mendekati

riil, maka diasumsikan seburuk-buruknya akan terjadi breakdown mesin setiap

hari. Yang mana waktu terjadinya breakdown dan action untuk perbaikannya

menghabiskan waktu 2 jam setiap hari kerja. Dengan demikian waktu akibat

breakdown tersebut disebut dengan ideal downtime. Sehingga perhitungan

availability rate 2018 dapat dilihat pada tabel 4.30 berikut ini :

Page 105: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

98

Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate (AR) Setelah TPM

Periode Week

Hari

Kerja

(Hari)

Loading

Time

(Menit)

Fix

Down

Time

(Menit)

Ideal

Down

Time

(Menit)

Operating

Time

(Menit)

AR

(%)

Januari 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88%

Februari 4 19 27360 960 2280 24120 88.16%

Maret 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%

April 5 21 30240 1200 2520 26520 87.70%

Mei 4 20 28800 960 2400 25440 88.33%

Juni 4 15 21600 960 1800 18840 87.22%

Juli 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88%

Agustus 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%

September 4 19 27360 960 2280 24120 88.16%

Oktober 5 23 33120 1200 2760 29160 88.04%

November 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%

Desember 4 20 28800 960 2400 25440 88.33%

Rata-rata 88.10%

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

Ideal Downtime = Jumlah Hari Kerja x 120 menit

Ideal Downtime = 22 x 120 = 2640 menit

Operating Time = Loading Time – Fix Downtime – Ideal Downtime

Operating Time = 31680 – 1200 – 2640 = 27840 menit

AR = x 100% ……………………………………… (Pers 1)

AR = x 100% = 87.88%

Yang mana jumlah hari kerja, loading time, dan fix downtime telah diketahui.

Page 106: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

99

Berdasarkan tabel 4.30 perhitungan availability rate (AR) pada tahun 2018

setelah dilakukan TPM maka dapat disimpulkan bahwa nilai AR ditahun 2018

dapat mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan nilai AR sebelumnya.

Peningkatannya sebesar 7.77%, yaitu dari 80.33% menjadi 88.10 %. Walaupun

nilai tersebut belum menunjukkan pencapaian standar world class 90%, namun

dapat dikatakan bahwa perubahan sistem kerja menjdi 5-2 yang mempengaruhi

loading time dapat meningkatkan pencapaian nilai availability rate (AR).

4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM

Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan

yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang

diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Menentukan jumlah hasil

produksi untuk tahun 2018 dapat dihitung dengan mengalikan operating time

dengan cycle time pada mesin blown film. Dengan sistem kerja 5-2, maka dapat

dipastikan bahwa pada operating time terdapat didalamnya waktu setup pada saat

hendak dimulainya mesin running (awal proses), dan waktu purging (pengurasan)

sebelum mesin stop diakhir pekan. Waktu setup awal biasanya 20 menit, dan

waktu untuk purging rata-rata 10 menit. Sehingga pada setup dan purging tersebut

dinyatakan ada material yang terbuang sebagai waste. Khusus untuk purging,

material yang dipakai untuk purging ini adalah material khusus yaitu

COSMOTHENE F108-5 yang setiap kali purging memakai 10 Kg. Pada

operating time juga terdapat waktu setting adjustment untuk pergantian spesifikasi

antar produk. Setting adjustment ini juga mengakibatkan adanya meterial yang

terbuang sebagai waste dan tidak dapat dihindari karena proses adjustment

tersebut dilakukan dalam kondisi mesin tetap running. Dan jika melihat laporan

output mesin blown film tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa waste material

akibat dari setting adjustment spesifikasi product selama setahun persentasenya

rata-rata 2% dari operating time. Sehingga dapat diasumsikan bahwa waste of

material sebesar 2% tersebut masih sama dengan tahun 2018 nanti. Sebelum

menghitung nilai performance rate terlebih dahulu perlu diketahui berapa input

(jumlah hasil produksi) yang akan diperoleh ditahun 2018. Kemudian setelah

mengetahui hasil produksi yang diperoleh maka dapat dilakukan perhitungan

Page 107: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

100

performance rate. Dari penjelasan diatas maka hasil produksi yang akan diperoleh

di tahun 2018 nanti dapat dilihat pada tabel 4.31 berikut ini :

Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018

Bulan Week

Cycle

Time

(Kg/Me

nit)

Waktu

Operasi

(Menit)

Target

Hasil

(Kg)

Waste

RM

untuk

Adjust

produk

per 2%

dari

target

(Kg)

Waste

Of

RM

For

Setup

(Kg)

Waste

Of

RM

For

Purge

(Kg)

Input

(Kg)

Jan 5 1.83 27840 51031 1021 183 50 49777

Feb 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141

Mar 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883

Apr 5 1.83 26220 48061 972 183 50 47406

Mei 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512

Jun 4 1.83 18600 34094 691 147 40 33656

Jul 5 1.83 27540 50481 1021 183 50 49777

Ags 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883

Sep 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141

Okt 5 1.83 28860 52900 1069 183 50 52148

Nov 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883

Des 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

Target hasil = Waktu operasi x Cycle time

Target hasil = 27840 menit x 1.83 Kg/menit = 51031 Kg

Waste of RM for adjustment = Target hasil x persentase waste set sebelumnya

Waste of RM for adjustment = 51031 Kg x 2% = 1021 Kg

Page 108: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

101

Waste of RM for setup = Jumlah week x Setup time awal running x Cycle time

Waste of RM for setup = 5 x 20 menit x 1.83 Kg/menit = 183 Kg

Waste of RM for purge = Jumlah week x Kuantitas material setiap kali purging

Waste of RM for purge = 5 x 10 Kg = 50 Kg

Input = Target hasil – Waste RM adjustment – Waste RM setup – Waste purge

Input = 51031 Kg – 1021 Kg – 183 Kg – 50 Kg = 49777 Kg

Dimana :

Waktu rata-rata setup awal running = 30 menit

Pemakaian material setiap sekali purging = 10 Kg

Cycle time mesin Alpine (yang sudah ditentukan perusahaan) = 1.83 Kg/menit

Setelah menghitung input sebagai hasil dari produksi, maka selanjutnya

adalah menghitung performance rate pada tahun 2018 dengan hasil yang

ditunjukkan pada tabel 4.32 berikut ini :

Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM

Periode Cycle Time

(Kg/menit)

Operating Time

(Menit)

Hasil Proses

(Kg)

PR

(%)

Januari 1.83 27840 49777 97.54%

Februari 1.83 23880 43141 97.58%

Maret 1.83 26520 47883 97.62%

April 1.83 26220 47406 97.52%

Mei 1.83 25200 45512 97.60%

Juni 1.83 18600 33656 97.46%

Juli 1.83 27540 49777 97.54%

Agustus 1.83 26520 47883 97.62%

September 1.83 23880 43141 97.58%

Page 109: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

102

Tabel 4.32 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM (lanjutan)

Periode Cycle Time

(Kg/menit)

Operating Time

(Menit)

Hasil Proses

(Kg)

PR

(%)

Oktober 1.83 28860 52900 97.56%

November 1.83 26520 48611 97.62%

Desember 1.83 25200 46192 97.60%

Rata-rata 97.57%

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini :

PR = x 100% …………………….…..(pers 2)

PR = x 100% = 97.54%

Berdasarkan tabel 4.32 perhitungan performance rate setelah TPM diatas

maka dapat disimpulkan bahwa nilai performance rate setelah dilakukan

penerapan TPM akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 93.16%

meningkat menjadi 97.54%, yang mana nilai PR tersebut telah mencapai standar

world class 95%. Pencapaian ini mampu dicapai ketika throughput mesin tidak

mengalami loss dari standar 110Kg/jam.

4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM

Telah diketahui bahwa nilai rate of quality (RQ) sebelumnya sudah baik dan

mencapai standar JIPM 99%. Namun akan lebih baik jika kualitas produk tetap

diperbaiki agar dapat mengurangi reject produk, sehingga waste akibat reject

produk dapat berkurang pula. Akan tetapi dalam kajian perhitungan RQ untuk

tahun 2018 nanti dianggap produk reject masih sama dengan yang sebelumnya

yaitu sebesar 1% dari hasil produk yang didapatkan. Sehingga perhitungan rate of

quality setelah TPM dapat dilihat pada tabel 4.33 berikut ini :

Page 110: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

103

Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality (RQ) Setelah TPM

Periode Input

(Kg)

Persentase

Defect

(%)

Jumlah

Defect

(Kg)

Jumlah Good

Product

(Kg)

RQ

(%)

Januari 50010 1% 500 49510 99.00%

Februari 42897 1% 429 42468 99.00%

Maret 47639 1% 476 47163 99.00%

April 47100 1% 471 46629 99.00%

Mei 45268 1% 453 44815 99.00%

Juni 33412 1% 334 33078 99.00%

Juli 49471 1% 495 48976 99.00%

Agustus 47639 1% 476 47163 99.00%

September 42897 1% 429 42468 99.00%

Oktober 51842 1% 518 51324 99.00%

November 47639 1% 476 47163 99.00%

Desember 45268 1% 453 44815 99.00%

Rata-rata 99.00%

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini :

RQ = x 100%…………...……..(pers 3)

RQ = x 100% = 99.00%

Berdasrkan tabel 4.33 perhitungan rate of quality setelah TPM diatas dapat

disimpulkan bahwa rate of quality masih sama yaitu 99%. Hal ini memang dapat

diprediksikan bahwa memang quality of defect losses merupakan persentase losses

terkecil diantara keenam faktor six big losses.

Page 111: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

104

Setelah menghitung nilai AR, PR, dan RQ maka langkah selanjutnya adalah

menghitung nilai OEE yang akan dicapai ditahun 2018. Berikut ini hasil

perhitungan OEE tahun 2018 yang ditampilkan pada tabel 4.28

Tabel 4.35 Hasil Perhtungan OEE Setelah TPM

Periode AR (%) PR (%) RQ (%) OEE (%)

Jan 87.88% 97.54% 99.00% 84.86%

Feb 88.16% 97.58% 99.00% 85.16%

Mar 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%

Apr 87.70% 97.52% 99.00% 84.67%

Mei 88.33% 97.60% 99.00% 85.35%

Jun 87.22% 97.46% 99.00% 84.16%

Jul 87.88% 97.54% 99.00% 84.86%

Ags 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%

Sept 88.16% 97.58% 99.00% 85.16%

Okt 88.04% 97.56% 99.00% 85.04%

Nov 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%

Des 88.33% 97.60% 99.00% 85.35%

Rata-rata 85.10%

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

OEE = AR x PR x RQ…………………………………………………….(pers 4)

OEE = 87.88% x 97.54% x 99.00% = 84.86%

Berdasarkan tabel 4.28 hasil perhitungan OEE diatas dapat disimpulkan

bahwa nilai OEE 2018 akan mampu mengalami kenaikan yang signifikan, dari

yang sebelumnya 74.41% meningkat menjadi 85.10%. Atau boleh dikatakan

sudah mencapai standar International JIPM, yakni sebesar 85%. Hal ini

mengindikasikan bahwa bila strategi perawatan yakni 8 pilar keberhasilan TPM

mampu diterapkan secara konsisten, maka bukan tidak mungkin target OEE 85%

dapat dicapai.

Page 112: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

105

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Rata-rata tingkat efektivitas (OEE) mesin polymer extrusion ditahun 2017

adalah sebesar 74.41%, masih jauh dibawah world class yaitu 85%.

2. Faktor terbesar time losses yang menghambat pencapaian OEE 2016 dari

seluruh faktor six big losses adalah breakdown losses yaitu sebesar 42.75%

(52,010 menit), kemudian diikuti faktor idling and minor stoppages losses

sebesar 26.44% (32,160 menit), speed losses sebesar 18.14% (22,067 menit),

setup and adjustmen losses sebesar 5.40% (6,567 menit), yield losses sebesar

4.78% (5,819 menit), dan quality defect losses sebesar 2.49% (3,033 menit).

3. Strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan yang sesuai untuk

meningkatkan produktivitas mesin polymer extrusion tertera pada lampiran -1

4. Dengan melakukan strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan secara

konsisten, maka dengan metode dan perhitungan yang sama nilai OEE rata-

rata ditahun 2018 akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar

85.10%. Atau dapat dikatakan telah mencapai standar world class 85%.

5. Dengan berubahnya sistem kerja dari 3-1 menjadi 5-2 maka susunan grup

berubah pula dari 4 grup menjadi 3 grup, yang mana 1 grup terdiri dari 2

orang operator. Dengan demikian labor cost dapat berkurang sebesar Rp.

162,000,000,- per tahun (Rp. 4,500,000 /@).

5.2 Saran

PT. ACP khususnya bagian maintenance sebaiknya membuat jadwal

perawatan secara berkala dengan metode TPM agar strategi perawatan dan

rekomendasi perbaikan yang sudah dibuat dalam penelitian ini dapat terlaksana.

Hal ini untuk menjaga produktivitas disemua mesin yang ada di PT. ACP.

Page 113: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

106

DAFTAR PUSTAKA

Nakajima, Seiichi. (1988), “Introduction to Total Productive Maintenance”, 1st

Edition, Productivity Press, Inc, Cambridge, Massachusetts.

Gaspersz, Vincent.1997. Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Corder, Anthony. 2002. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.

Blanchard, S.Benjamin. (1997), “An Enhanced Approach for Implementing Total

Productive Maintenance in the Manufacturing Environment”, Journal of Quality

in Maintenance Engineering, Volume 3.

Polymer extrusion / Chris Rauwendaal. -- 5th edition. ISBN 978-1-56990-516-6

(hardcover) -- ISBN 978-1-56990-539-5 (e-book) 1. Plastics--Extrusion. I.

Page 114: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

107

LAMPIRAN

Page 115: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

108

Lampiran 1 - Hasil Rekap TPM

NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi

Perbaikan

Jenis

Losses

1. Motor

Extruder

Preventive

Maintenance

Tidak telat mengganti carbon

brush, autonomous maintenance

yang dilakukan adalah

menurunkan throughput

agar tidak melebihi kapasitas

ampere motor, memonitor spark

pada carbon brush.

Breakdown

Losses, speed

losses

2. Mixer Bahan

Baku

Preventive

Maintenance

Operator wajib mengetahui bahwa

mencampur bahan baku hanya

sesuai batas kapasitas mixer

(50Kg)

Breakdown

Losses

3. Corona

Treatment

Predictive

Maintenance

Menentukan waktu servis exhaust

corona secara predictive,

membersihkan elektroda corona

(autonomous maintenance) setiap

hendak setting produk

Breakdown

losses,

quality defect

losses

4. Motor

rotary

Predictive

Maintenance

Tidak telat memberikan pelumas

pada gear

Breakdown

Losses

5. Order Corrective

Maintenance

Marketing berusaha mencarikan

order LLDPE untuk dijual sebagai

finish goods.

Idling and

Minor

Stoppages

Losses

6. Flying knives

macet

Corrective

Maintenance

Mengganti sensor dengan part

yang baru agar lebih responsive,

autonomos maintenance yang

dapat dilakukan adalah

membersihkan kotoran debu yang

menempel pada sensor

Idling and

Minor

Stoppages

Losses

7. Pisau lateral

tumpul

Predictive

Maintenance

Mengganti pisau dengan part baru

dilakukan pada saat setting

pergantian produk, autonomous

maintenance membuka keran

angin secara full untuk menambah

kekuatan angin pada pisau lateral

Idling and

Minor

Stoppages

Losses

Page 116: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

109

NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi

Perbaikan

Jenis

Losses

8

Controller

temperature

tidak berfungsi

Corrective

Maintenance

Memperbaiki atau mengganti part

controller yang tidak berfungsi.

Speed losses,

Setup &

adjustment

losses, Yield

losses,

Quality

defect losses

9. Penjadwalan

tidak teratur

Corrective

Maintenance

PPIC dapat mengatur penjadwalan

menjadi lebih sistematis agar tidak

ada permintaan yang tiba-tiba

urgent, autonomous maintenance

yang dapat dilakukan adalah

mengutamakan spesifikasi yang

lebarnya hampir sama antar

produk ketika hendak setting.

Speed losses,

Setup And

Adjustment

losses, Yield

losses

10. Human error

Preventive

maintenance,

corrective

maintenance

Memberikan pelatihan kepada

operator tentang pemahaman

troubleshooting

Mencakup

seluruh six

big losses

11 Octagon auto

setting rusak

Corrective

Maintenance

Memperbaiki komponen octagon

agar berfungsi kembali,

autonomous maintenance yang

dilakukan adalah dengan merestart

octagon agar angka pada display

muncul sementara sebagai acuan

Setup &

adjustment

losses, yield

losses

12

Frekuensi

pergantian

produk banyak

Preventive

Maintenance

Menghindari urutan-urutan proses

extreme agar tidak ada pergantian

produk yang spesifikasinya terlalu

extreme dari produk yang sedang

running. Autonomous maintenace

yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi lebar

yang hampir sama antar produk

ketika hendak melakukan setting

ke produk berikutnya

Setup &

adjustment

losses, yield

losses

13.

Perhitungan

material pada

satu produk

berlebih

Predictive

Maintenance

Autonomous maintenance yang

dapat dilakukan adalah

memperhitungkan kebutuhan

material dengan rumus yang telah

menjadi standar, bukan dengan

filling

Setup &

adjustment

losses, yield

losses

Page 117: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

110

NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi

Perbaikan

Jenis

Losses

14.

Kualitas

material tidak

bagus

Preventive

Maintenance

Yaitu dengan cara mengecek fisik

material dengan alat ukur quality

control untuk mencegah masuknya

material-material yang tidak sesuai

standar yang ditentukan.

Autonomus maintenance yang

dapat dilakukan adalah dengan

cara memegang biji PE untuk

memastikan apakah PE dalam

keadaan basah atau lembap..

Quality

defect losses

Page 118: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

111

Lampiran 2 - Tabel Data Failure

Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses

4-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

5-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

25-Jan-17 Mixer tidak BB tidak

bisa berputar Gear botak

Mesin stop

menunggu

perbaikan

4:00:00 Breakdown

10-Feb-17 Flying knives macet Sensor mati

Mesin distop

karena film

bergulung di

rewinder

1:00:00 Small stop

15-Feb-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop

untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop

21-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 16:00:00 Idle

22-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 4:30:00 Idle

3-Mar-17 Motor Extruder rusak Rotor terbakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan dari

subcon

168:30:00 Breakdown

16-Mar-17 Kerusakan corona Exhaust brisik

Mesin stop

menunggu

perbaikan

7:00:00 Breakdown

20-Mar-17 Motor extruder rusak Carbon brush

kebakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan

14:00:00 Breakdown

22-Mar-17 Motor extruder rusak Rotor terbakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan dari

subcon

194:00:00 Breakdown

25-Mar-17 Rotary dies Unit

rusak Gear aus

Mesin stop

menunggu

perbaikan

6:30:00 Breakdown

28-Mar-17 Motor extruder rusak Carbon brush

kebakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan

14:00:00 Breakdown

31-Mar-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 8:00:00 Idle

10-Apr-17 Corona trip Electroda kotor

Mesin stop

bersihkan

electrode dan

Housing

3:00:00 Breakdown

11-May-17 Motor extruder rusak Carbon brush

kebakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan

4:00:00 Breakdown

18-May-17 Mixer BB tidak

berputar Gear botak

Mesin stop

menunggu

perbaikan

5:00:00 Breakdown

Page 119: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

112

Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses

22-May-17 Ketebalan film OOC Dielips tidak

presisi

Mesin stop untuk

kalibrasi dielips 3:30:00 Breakdown

25-May-17 Tidak ada proses Tidak ada order Operator

diliburkan 19:00:00 Idle

30-May-17 Mixer BB tidak

berputar Gear botak

Mesin stop

menunggu

perbaikan

6:30:00 Breakdown

09-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

10-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 8:30:00 Idle

13-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop

untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop

14-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop

untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop

15-Jun-17 Film blocking Roda macet

Mesin distop

untuk bersihkan

roda pisau

0:45:00 Small stop

23-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:45:00 Idle

11-Jul-17 Corona Trip Elektroda kotor Mesin stop

Perbaikan 2:20:00 Breakdown

19-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle

20-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle

04-Aug-17 Motor extruder rusak Spark Carbon

brush besar

Mesin stop

menunggu

perbaikan

18:00:00 Breakdown

05-Aug-76 Motor extruder rusak Spark Carbon

brush besar

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

06-Aug-17 Bongkar gearbox Efek dari motor

extruder rusak

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

07-Aug-17 Pemasangan Gearbox

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

08-Aug-17 Pemasangan motor

extruder

Menungu

Perbaikan 03:30:00 Breakdown

28-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 4:00:00 Idle

29-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle

30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle

31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle

01-Sep-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 8:00:00 Idle

13-Sep-17 Motor extruder rusak Rotor kebakar

Mesin stop

menunggu

perbaikan

4:00:00 Breakdown

14-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

Page 120: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

113

Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses

15-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

16-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

17-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

18-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

19-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

20-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

21-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

22-Sep-17 Gulung motor (jasa

subcon)

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

23-Sep-17 Pemasangan motor

extruder

Menungu

Perbaikan 08:00:00 Breakdown

08-Oct-17 Corona Trip Elektroda kotor Mesin stop

Perbaikan 4:00:00 Breakdown

14-Oct-17 Mixer rusak Overload Mesin stop

Perbaikan 6:00:00 Breakdown

17-Oct-17 Overhaul dies Film gel

Mesin Stop

menunggu

overhaul

10:00:00 Breakdown

18-Oct-17 Pemasangan Dies dan

kalibrasi Eks Overhaul

Mesin stop

menunggu

pemasangn

14:00:00 Breakdown

26-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:00:00 Idle

27-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

28-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

29-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

30-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

31-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 9:00:00 Idle

30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle

31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle

10-Nov-17 Mixer rusak Gear botak Mesin stop

perbaikan mixer 6:00:00 Breakdown

17-Nov-17 Motor extruder rusak Spark carbon

brush besar

Mesin stop

perbaikan motor

extruder

12:00:00 Breakdown

18-Nov-17 Motor extruder rusak

Menungu

Perbaikan 11:00:00

Breakdown

Page 121: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

114

Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses

22-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle

23-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

24-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

29-Nov-17 Kerusakan motor

extruder Rotor kebakar

Mesin stop

perbaikan motor

extruder

11:00:00 Breakdown

30-Nov-17 Ganti Unit motor

extruder

Menungu

Perbaikan 8:00:00 Breakdown

13-Dec-17 Rewinder cacat Baret bekas

cutter Mesin stop 12:00:00 Breakdown

14-Dec-17 Ganti rewinder 2 unit Baret bekas

cutter

Menungu

Perbaikan 24:00:00 Breakdown

26-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle

27-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

28-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

29-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

30-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle

Page 122: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

115

Lampiran 3 – Gambar Komponen Mesin Blown Film Yang Failure

Gambar 1. Motor Extruder Gambar 2. Carbon Brush Motor Exxtruder

Gambar 3. Bahan Baku Gambar 4. Bahan Baku

Page 123: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

116

Gambar 5. Flying Knives Gambar 6. Sensor Flying Knives

Gambar 7. Pisau Lateral Gambar 8. Band Heater

Page 124: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

117

Gambar 9. Controller Temperatur Gambar 10. Unit Dies (dielips)

Gambar 11. Gearbox Screw Gambar 12. Press Roll Layflat

Page 125: ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …

118

Gambar 13. Mesin Blown Film