analisis praktek klinik keperawatan …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-pr-indryani...

89
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK Y DENGAN MASALAH HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA BHAKTI KARYA ILMIAH AKHIR INDRYANI DEWY NPM: 1006823311 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI DEPOK JULI 2013 Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Upload: truongnga

Post on 16-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK Y

DENGAN MASALAH HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI

WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA

BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR

INDRYANI DEWY

NPM: 1006823311

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI

DEPOK

JULI 2013

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 2: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK Y

DENGAN MASALAH HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI

WISMA BUNGUR SASANA TRESNA WERDHA KARYA

BHAKTI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

INDRYANI DEWY

1006823311

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI

DEPOK

JULI 2013

i

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 3: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah peneliti nyatakan dengan benar.

Nama : Indryani Dewy

NPM : 1006823311

TandaTangan :

Tanggal : 10 Juli 2013

ii

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 4: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Indryani Dewy

NPM : 10068023311

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul :Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan Pada Nenek Y Dengan Masalah

Hambatan Mobilitas Fisik Di Wisma Bungur Sasana

Tresna Werdha Karya Bhakti

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners

pada Program Studi Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing :Widyatuti,S.Kp.,MKes.,Sp.Kom (______________________)

Penguji : Ns. Ibnu Abas,S.Kep (______________________)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 10 Juli 2013

iii

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 5: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah akhir Ners yang berjudul

“Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada

Nenek Y Dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Di Wisma Bungur STW

Karya Bakti RIA Pembangunan Cibubur” dapat dilaksanakan dengan baik. Saya

menyadari dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini terdapat banyak hambatan

dan kesulitan. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya saya dapat

menyelesaikan karya ilmiah akhir ini tepat waktu. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Widyatuti S.Kp.,MKes.,Sp.Kom selaku pembimbing yang tidak

pernah bosan memberikan bimbingan, masukan;

2. Ibu Dwi Nurviyandari, S.Kep., MN selaku dan coordinator peminatan

keperawatan gerontik;

3. Bapak Ns. Ibnu Abas, S.Kep. selaku kepala perawatan dan pembimbing

lapangan di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, dan seluruh staf

dilingkungan Sasana Tresna Werdha yang telah mendukung seluruh

kegiatan yang diadakan mahasiswa;

4. Kedua orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan baik

secara materi maupun motivasi serta mendoakan saya demi kelancaran

penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

5. Sahabat dan teman-teman saya ekstensi 2010 dan rekan satu bimbingan

(Rizky, Aul, Mita, Jusy, P. Naedie seluruh pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu namun sangat membantu penulisan ini.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan

yang harus diperbaiki.Saran dan kritik yang membangun sehingga di masa

yang akan datang dapat membuat penelitian yang lebih baik.

Depok,10 Juli 2013

Penulis

iv

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 6: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di

bawah ini:

Nama : Indryani Dewy

NPM : 10068623311

Program Studi : Profesi Keperawatan

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jeniskarya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Analisis Praktek

Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Nenek Y

Dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Di Wisma Bungur Sasana

Tresna Werdha Karya Bhakti ”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non

eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Padatanggal : 10 Juli 2013

Yang menyatakan

( Indryani Dewy )

v

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 7: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

vi

ABSTRAK

Nama : Indryani Dewy

Program Studi : Profesi Keperawatan

Judul : Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan Pada Nenek Y Dengan Masalah Hambatan Mobilitas

Fisik Di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Perubahan fisik pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan pada berbagai

fungsi tubuh termasuk pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan

penurunan kekuatan otot dan keseimbangan. Penurunan kekuatan otot ini dapat

menghambat mobilitas fisik pada lansia yang menyebabkan ketergantungan

kepada orang lain. Peran perawat sangat penting dalam mencegah terjadinya

komplikasi akibat penurunan kekuatan otot dengan memberikan latihan

pergerakan sendi (ROM). Setelah memberikan asuhan keperawatan selama tujuh

minggu menunjukkan peningkatan kekuatan otot pada klien dan komplikasi dari

imobilisasi dapat dicegah.

Kata Kunci:

Perubahan fisik, hambatan mobilitas fisik, latihan pergerakan rentang sendi /ROM

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 8: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

vii

ABSTRACT

Name : Indryani Dewy

Study Program : Nursing Profession

Title : Clinical Practice Analysis of Urban Problems Health Nursing at

Grandma Y With Impaired Physical Mobility at Bungur’s

homestead Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti

Physical changes in the elderly cause a decrease in the various functions of the

body including the musculoskeletal system that causes a decrease in muscle

strength and balance. This decline in muscle strength can inhibit physical mobility

in the elderly that causes dependence on others. Nurse's role is very important in

preventing complications due to decreased muscle strength by providing training

joint motion (ROM). After providing nursing care for seven weeks showed an

increase in muscle strength in the client and preventable complications of

immobilization.

Keywords: Physical changes, physically impaired mobility, ROM/ Range Of Motion exercises

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 9: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Tujuan ......................................................................................................... 9

1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11

2.1 Lansia ....................................................................................................... 11

2.1.1. Pengertian ............................................................................................. 11

2.1.2.Permasalahan Kesehatan Pada Lansia ................................................... 12

2.1.3. Pelayanan Geriatri Terpadu .................................................................. 14

2.2. Asuhan Keperawatan Klien dengan Hambatan Mobilitas Fisik .............. 15

2.2.1.Pengertian Mobilitas dan Imobilitas .................................................... 15

2.2.2. Penyebab Hambatan Mobilitas Fisik .................................................... 16

2.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas Fisik ............................. 16

2.2.4. Kemandirian Pada Lansia ..................................................................... 20

2.2.5. Aktivitas Sehari-Hari Pada Lansia ....................................................... 21

2.3. ROM (Range Of Motion) ........................................................................ 26

2.3.1. Pengertian ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi) ........................ 26

2.3.2.Tujuan ROM ......................................................................................... 26

2.3.3.Jenis-Jenis ROM .................................................................................... 27

2.3.4. Jenis Gerakan ....................................................................................... 27

2.3.5. Indikasi ROM ....................................................................................... 27

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ....................................... 28

3.1 . Gambaran Kasus ..................................................................................... 28

3.2. Rencana Intervensi Keperawatan ........................................................... 30

3.3. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 31

3.4. Evaluasi Keperawatan dan Rencana Tindak Lanjut .............................. 32

BAB 4 ANALISIS SITUASI ............................................................................... 36

4.1 Profil Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti ............................................ 36

4.2 Analisis Masalah Konsep Penuaan ........................................................... 38

4.3 Analisis Masalah terkait Konsep Lansia di Panti ..................................... 39 4.4. Analisis Tindakan ROM (Range Of Motion) .......................................... 43

4.5. Analisis Tindakan Balance Exercise ....................................................... 44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 47

5.1 Simpulan ................................................................................................... 47

5.2 Saran ......................................................................................................... 48

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 10: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

ix Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

LAMPIRAN .......................................................................................................... x

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 11: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sejak dalam kandungan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan

bertambahnya usia. Masa usia tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya

antara usia 65 dan 75 tahun (Potter & Perry, 2005). Meningkatnya usia harapan

hidup merupakan salah satu indikator dalam keberhasilan pembangunan

khususnya dalam bidang kesehatan. Peningkatan usia harapan hidup mencermin

kan panjangnya masa hidup lanjut usia (BPS,2004). Menurut Depkes RI, (2007)

rata-rata usia harapan hidup tertinggi adalah di Jepang yaitu 80,93 tahun (pria

77,63 tahun dan wanita 84,41 tahun), Amerika serikat 77,14 tahun (pria 74,37

tahun dan wanita 80,05 tahun), sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

perkiraan lansia di Indonesia yang berusia lebih dari 65 tahun sebanyak 7,18%

pada tahun 2000 dan diperkirakan naik menjadi 8,5% pada tahun 2020 penduduk

lansia di Indonesia sebanyak 28,8 juta atau 11,34 %, dan merupakan lansia yang

terbesar didunia (Nurviyandari, 2011)

Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental

yang menimbulkan banyak konsekuensi. Semakin bertambahnya usia, maka

seseorang akan rentan terhadap suat penyakit karena adanya penurunan pada

sistem tubuhnya. Penurunan dan perubahan struktur fungsi, baik fisik maupun

mental pada sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi mobilitas fisik pada

lansia yang mengakibatkan gangguan pada mobilitas fisik pada lansia yang akan

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tetap beraktivitas.

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi

seseorang dan pusat untuk berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Walaupun

jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia, mempertahankan mobilitas

optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia. Lansia

yang mempunyai mobilitas fisik yang tinggi akan meningkatkan kontrol

keseimbangan fisiknya, sehingga resiko jatuh sangat rendah (Guccione, 2000).

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 12: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

2

Universitas Indonesia

Penurunan aktivitas akan menyebabkan kelemahan, atropi sehingga akan

mengakibatkan kesulitan untuk mempertahankan serta menyelesaikan suatu

aktivitas. Selain itu, berbagai kondisi medis yang lebih prevalen di saat usia lanjut

cenderung akan menghambat aktivitas rutin pada individu tersebut (Taslim,

2001).

Hambatan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak

terjadi secara tiba-tiba, bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik

total atau ketidakaktifan, tetapi lebih berkembang secara perlahan dan tanpa

disadari. Intervensi yang dapat dilakukan yaitu dengan diarahkan pada

pencegahan ke arah konsekuensi-konsekuensi imobilisasi dan ketidakaktifan

dapat menurunkan kecepatan penurunannya jika tidak diatasi atau aktivitas tidak

dipertahankan akan menghambat mobilitas fisik.

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan

terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (Wilkinson dan Ahern, 2012).

Hambatan mobilitas fisik yang terjadi pada lansia mempengaruhi perubahan-

perubahan dalam motorik yang meliputi menurunnya kekuatan dan tenaga yang

biasanya menyertai perubahan fisik yang terjadi karena bertambahnya usia,

menurunnya kekerasan otot, kekakuan pada persendian, gemetar pada tangan,

kepala dan rahang bawah. Hambatan mobilitas fisik umumnya disebabkan oleh

adanya gangguan pada muskuloskeletal. Perubahan fisik akan mempengaruhi

tingkat kemandirian lansia.

Kemandirian adalah kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung pada orang lain,

tidak terpengaruh pada orang lain dan bebas mengatur diri sendiri atau aktivitas

seseorang baik individu maupun kelompok dari berbagai kesehatan atau penyakit

(Lerner, 1976). Orem, (2001) menggambarkan lansia sebagai unit yang juga

menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan

kesejahteraannya. Penurunan tingkat kemandirian lansia, salah satunya dapat

disebabkan karena adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 13: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

3

Universitas Indonesia

Kelemahan otot ekstemitas bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

tubuh sehingga mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek,

kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan terlambat mengantisipasi bila

terpeleset atau tersandung (Darmojo, 2004 dalam Nurviyandari, 2011). Kane dan

Ouslander (dalam Siburian, 2007) menjelaskan urutan tiga teratas dari masalah

kesehatan yang sering terjadi pada lansia, yaitu immobility (kurang bergerak),

instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser

buang air kecil dan atau buang air besar). Bahaya fisik yang ada di dalam

komunitas dan tempat pelayanan kesehatan menyebabkan lansia beresiko

mengalami cedera.

Cedera atau jatuh merupakan penyebab utama kematian akibat kecelakaan pada

klien yang berusia 75 tahun atau lebih (Accident Facts,1993 dalam Potter &

Perry,2005). Bahaya fisik khususnya yang mengakibatkan jatuh, dapat

diminimalkan melalui pencahayaan yang adekuat, pengurangan penghalang fisik,

pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan

pengamanan. Bagi lansia, keselamatan dan keamanan merupakan kebutuhan yang

sama pentingnya dengan kebutuhan fisiologis dasar, seperti makanan dan air

(Stockslager & Schaeffer, (2008). Beberapa ahli yaitu Burbank, Butler, Evans,

Nied & Franklin dan Wilmore meresepkan olahraga bagi lansia yang berunsur

memadukan gerak untuk melatih keseimbangan, dengan pembebanan yang

memacu kekuatan otot, peregangan untuk meningkatkan kelenturan badan, dan

kontraksi otot-otot badan (Budiharjo, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Mira Koniyo, (2011) menyimpulkan bahwa 75% tindakan ROM

pasif mampu mengatasi konstipasi pada pasien stroke dan penelitian Wuri yang

menyimpulkan dengan seringnya seseorang melakukan ROM sangat bermanfaat

menjaga kebugaran tubuh pada lansia.

Latihan fisik berupa ROM (Range of Motion) aktif dan pasif perlu diberikan

kepada lansia, karena dianggap memberi pengaruh yang lebih signifikan, antara

lain: fleksibilitas untuk melatih keadekuatan gerakan sendi, dan kekuatan. Pada

klien dengan DM dapat terjadi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 14: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

4

Universitas Indonesia

Resiko ketrebatasan fisik 2-3 lipat pada lansia penderita DM, dan risiko ini lebih

besar pada wanita. Dampak semua ini adalah lebih banyak lansia wanita penderita

DM yang mengalami jatuh dan fraktur Brown, 2007). Mobilitas yang baik dapat

diperoleh dengan melakukan latihan fisik yang berguna untuk menjaga agar

fungsi sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik agar tidak terjadi kekakuan sendi.

Latihan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan lansia

(Siburian, 2006; Martono, 2009).

Aktivitas fisik dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan tubuh pada

lansia salah satunya adalah melatih kemampuan otot sendi pada lansia. Lansia

yang masih terus melakukan latihan fisik, masih mempunyai koordinasi dan

keterampilan fisik yang lebih baik dibanding yang tidak melakukan latihan fisik.

Aktivitas ringan sampai sedang secara teratur dapat meningkatkan kekuatan dan

efisiensi kontraksi jantung serta menaikkan ambilan oksigen oleh otot jantung dan

skeletal serta terbukti menurunkan keletihan, meningkatkan energi sehingga dapat

membantu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan psikologis (Smeltzer,

dan Bare, 2002). Riset menunjukkan bahwa olahraga teratur dapat mencegah

osteoporosis, termasuk patah tulang karena osteoporosis dan jatuh. Olahraga dapat

meningkatkan massa tulang, kepadatan, dan kekuatan pada lansia. Olahraga juga

melindungi melawan patuh tulang panggul (Megan, 2008).

Peningkatan jumlah lansia harus diiringi oleh pembinaan kesejahteraan lanjut usia

yang ditangani oleh Depsos yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan dan

mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam

kehidupan keluarga dan masyakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata

kemasyarakatan, sehingga lansia dapat menikmati sisa hidupnya dengan tenang,

aman dan sejahtera baik lahir maupun batin. Namun masih ditemukan lansia di

Indonesia yang terlantar, dari 18 juta lansia,tercatat sebanyak 2,8 juta orang dan

lansia rawan telantar 4,6 juta orang, hal ini terjadi karena faktor ekonomi, gaya

hidup, ataupun budaya (Salim, 2013 dalam tempo.co, 2013).

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 15: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

5

Universitas Indonesia

Perubahan nilai-nilai keluarga dipengaruhi akibat tehnologi informasi dan

derasnya budaya luar yang masuk ke Indonesia. Perubahan -perubahan yang cepat

akibat modernisasi menyebabkan masalah psikologis yang dihadapi lansia.

Perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri menyebabkan persaingan

kerja yang tinggi dan peningkatan mobilitas penduduk yang cepat. Proses

konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri juga terus meningkat,

hal ini mendorong penduduk usia produktif meninggalkan daerah pertanian

menuju ke pusat-pusat industri. Kondisi ini membuat lansia frustasi karena

perhatian anak merawat lansia berkurang.

Merawat orang tua pada masyarakat pedesaan adalah pekerjaan yang mulia.

Bahkan ada kepercayaan jika orang tua yang dirawat sang anak meninggal, anak

tersebut seperti menerima berkah, masyarakat di pedesaaan tidak mengenal panti

jompo. Pada masa mendatang kecenderungan bentuk extended family berubah

menjadi nuclear family, dengan konsekuensi terjadi perubahan dalam nilai-nilai

keluarga (Kartomo, 1994). Keadaan keluarga pada masyarakat perkotaan yang

kurang kondusif dan ketidakmampuan keluarga mengurus lansia akan memicu

alternatif penitipan lansia pada satu hunian khusus lansia yang banyak terdapat

didaerah perkotaan yaitu panti werdha. Lansia dapat memilih untuk tetap tinggal

bersama keluarga atau tinggal di institusi. Latar belakang dilakukannya pelayanan

dan pembinaan terhadap lansia di PSTW oleh Pemda DKI Jakarta, antara lain

karena semakin tergesernya nilai-nilai pola keluarga kecil yang mengakibatkan

terlantarnya sebagian lansia ( Nataprawira, 2012).

Salah satu satu program pemerintah dalam mengatasi peningkatan jumlah lansia

ialah dengan adanya pembangunan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) dan

merupakan salah satu pemecahan masalah perkotaan yang dilakukan oleh

pemerintah untuk menghadapi masalah lansia yang jumlahnya akan terus

meningkat. Keberadaan panti ditengah masyarakat perkotaan bisa membantu

masyarakat perkotaaan untuk membantu merawat orang tua dan memberi

kesempatan mereka beraktivitas dan bertemu teman baru yang sebaya. Sasana

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 16: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

6

Universitas Indonesia

tresna werdha yang berarti menyayangi atau mencintai orang tua merupakan salah

satu pemecahan masalah yang dihadapi kelompok usia lanjut dalam menapaki hari

akhor kehidupannya (Ihromi, 1999). Panti jompo atau panti werdha adalah

mereka yang terlantar dan tidak mempunyai keluarga yang merawat. Pelayanan

dalam panti selain dalam bentuk makan, minum dan tempat tidur juga pelayanan

kerohanian seperti belajar agama dan rekreasi, sedangkan pelayanan diluar panti

adalah pelayanan lansia dimasyarakat/keluarga (Depsos,2002).

Sasana wredha adalah tempat dimana berkumpulnya orang-orang yang telah

lanjut usia, baik yang secara sukarela maupun diserahkan keluarga untuk diurus

segala keperluannya, yang dikelola baik oleh yayasan maupun dikelola oleh

pemerintah, dan sudah menjadi kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara

setiap warga negaranya seperti tercantum dalam peraturan pemerintah No 43

tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia,

yang mencakup pelayanan keagamaan, mental, spiritual, pelayanan kesehatan dan

pelayanan umum serta kemudahan dalam penggunaaan fasilitas umum bagi lansia

(menkokesra, 2005).

Salah satu contoh panti werdha yang ada didaerah perkotaan yaitu Sasana Tresna

Werdha Karya Bakti RIA Pembangunan sebagai salah satu pilihan hunian lansia

saat ini merupakan suatu institusi milik organisasi RIA Pembangunan yang

sudah mempersiapkan sasana werdha bagi para lansia yang berpendidikan baik

dan masih produktif. Sasana Tresna Werdha Karya Bakti RIA Pembangunan

dilengkapi oleh fasilitas hunian klinik, fasilitas penunjang kesehatan, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan lansia. Dukungan dari berbagai

pihak diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang mandiri dan sejahtera bagi

lansia. Dengan demikian mereka dapat menjalani kehidupan sebagai lansia yang

mandiri, sehat, dan produktif, tanpa membebani atau tergantung pada orang lain.

Hal ini sesuai dengan sasaran Healthy City yaitu terwujudnya tempat yang

mampu menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah daerah dan pihak

swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijaksanaan

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 17: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

7

Universitas Indonesia

pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujudkan sinergi

pembangunan yang baik.,terselenggaranya upaya peningkatan kualitas lingkungan

fisik, sosial dan budaya yang dapat mengikatkan kesehatan dan mencegah

terjadinya resiko penyakit dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di

kota secara mandiri. dan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang adil dan

merata bermutu sesuai dengan standard dan etika profesi.(Barton, . 2000).

Perawat memiliki peranan yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan

keparawatan pada lansia yang memutuskan tinggal di satu tempat/sasana dengan

melakukan pengkajian aspek biopsikososiospiritual. Asuhan keperawatan untuk

mengatasi hambatan mobilitas fisisk adalah megajarkan cara penggunaan alat

bantu jalan, membantu dalam ambulasi klien, mengajarkan cara melakukan

latihan rentang gerak sendi untuk memepertahankan kekuatan dan fleksibilitas

sendi klien, memberikan kompres yang hangat pada area yang nyeri/kaku

(Wilkinson dan Ahern, 2012). Hambatan dalam mobilitas fisik dapat

mengakibatkan tingkat ketergantungan kepada orang lain menjadi tinggi. Salah

satu Pengkajian keperawatan mengenai kemandirian menggunakan indeks katz

atau Barthel indeks. Hal ini sesuai dengan teori Orem yang menyatakan bahwa

lansia juga menghendaki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

sesuai kemampuannya.Namun akibat proses penuaan yang terjadi pada lansia

mengakibatkan tingkat kemandirian lansia menjadi berkurang sehingga lansia

menjadi tergantung kepada orang lain

Hasil pengkajian dan penelitian sebelumnya tentang keterbatasan rentang gerak

sendi di STW Karya Bhakti khususnya di Wisma Bungur, didapatkan delapan dari

14 lansia (44,4 %) memiliki keterbatasan rentang gerak sendi, tujuh diantaranya

memiliki ketergantungan sebagian, sedangkan satu lansia memiliki

ketergantungan total. Masalah keterbatasan sendi dikarenakan rasa nyeri saat

sendi digerakkan, kekakuan sendi, serta penurunan fungsi yang akhirnya

menyebabkan suatu kondisi keterbatasan dalam pergerakan.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 18: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

8

Universitas Indonesia

Observasi yang dilakukan di STW KBRP, Kegiatan untuk melatih kekuatan otot

dan fleksibilitas sendi sudah menjadi kebijakan STW untuk melatih kekuatan otot

werdha sehingga diharapkan tingkat kemandirian juga meningkat. Kegiatan rutin

yang dilakukan setiap hari meliputi senam bugar lansia, senam GLO (Gerak latih

Otak) disebut dengan triloka, senior fitnes, senam bersama, serta senam jantung

yaitu senam pagi, namun tidak semua lansia mengikuti kegiatan senam yang

diadakan dengan optimal, hal ini disebabkan berbagai kondisi seperti lansia yang

memiliki riwayat jatuh sehingga mengikuti senam diatas kursi roda, tidak

seriusnya lansia mengikuti gerakan yang diinstruksikan, keterbatasan sumber daya

manusia yang memantau latihan senam yang dilakukan oleh lansia, akibat

kelemahan organik (impairment), keterbatasan kemampuan (disability), dan

ketidakmampuan melakukan kegiatan (handicap), dan tidak semua lansia

berpartisipasi dalam kegiatan senam tersebut. Sementara pengkajian tingkat

kemandirian melalui indeks katz tidak dilakukan pemantauan secara rutin. Jika

tingkat kemandirian lansia yang tinggal di STW ini terganggu baik karena faktor

penuaan ataupun karena riwayat jatuh sehingga mengakibatkan ketergantungan

lansia menjadi tinggi, maka STW menjadi fasilitator dalam menyediakan tenaga

sosial/caregiver yang membantu lansia memenuhi kebutuhan sehari-hari

Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan dari salah satu penghuni wisma

Bungur STW Bakti RIA Pembangunan adalah hambatan mobilitas fisik, dimana

nenek Y mengalami keterbatasan dalam kemandirian mengurus dirinya sendiri,

sehingga nenek Y sanagat bergantung kepada orang lain (caregiver),

menggunakan alat bantu ambulasi berupa kursi roda, tongkat, atau walker. Nenek

Y juga mengalami penurunan kekuatan otot, hasil penilaian indeks Katz : 1=

gangguan fungsional berat (ketergantungan tinggi)/ skala E, dimana aktivitas

seperti mandi, toileting, kontinen,berpindah tempat masih bergantung terhadap

orang lain sehingga diberikan skor 0, dan aktivitas makan dapat dilakukan secara

mandiri walaupun masih perlu disiapkan oleh orang lain, oleh karena itu

diberikam nilai 1. Nenek Y juga mempunyai riwayat jatuh sebanyak empat kali

serta mengalami masalah neuropati perifer akibat penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan fenomena dan data diatas menjadikan penulis merasa tertarik untuk

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 19: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

9

Universitas Indonesia

mempelajari dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada nenek Y

dengan masalah hambatan mobilitas fisik, disertai dengan penurunan sensasi rasa

kebas karena neuropati perifer akibat komplikasi dari penyakit DM yang dialami.

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Terpaparnya asuhan keperawatan pada nenek Y dengan masalah

hambatan mobilitas fisik di Wisma Bungur STW Karya Bakti RIA

Pembangunan

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan ini adalah teridentifikasinya:

a. Data pengkajian yang mendukung penegakan diagnosa hambatan

mobilitas fisik pada nenek Y

b. Penetapan diagnosa hambatan mobilitas fisik pada nenek Y

c. Rencana intervensi terhadap diagnosa hambatan mobilitas fisik pada

nenek Y

d. Implementasi masalah hambatan mobilitas fisik berupa latihan ROM

(Range Of Motion) dan senam kaki di Wisma Bungur STW Karya

Bakti RIA Pembangunan (KBRP)

e. Evaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan dan mendokumentasikan

asuhan keperawatan pada nenek Y dengan masalah hambatan mobilitas

fisik.

1.3. Manfaat Penulisan

1.3.1. Bagi Pengelola STW Karya Bakti RIA Pembangunan (KBRP)

Penulisan karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan masukan dan data awal

terhadap evaluasi pencapaian kegiatan senam lansia untuk melatih

kekuatan otot werdha yang tinggal di sasana, sehingga kekuatan otot dan

rentang gerak sendi nenek Y dapat meningkat dengan rutin melakukan

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 20: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

10

Universitas Indonesia

ROM. Selain itu dengan terbatasnya sumber daya manusia yang ada di

STW KBRP dapat memanfaatkan caregiver yang membantu nenek Y

dengan memberikan pelatihan dasar latihan gerak sendi ( ROM)

1.3.2. Bagi Institusi Keperawatan.

Hasil penulisan karya ilmiah akhir ini diharapkan bisa menjadi data yang

mendukung bahwa hambatan mobilitas fisik adalah masalah utama yang

banyak ditemukan pada lansia akibat perubahan fisik dan penyakit, selain

itu hasil penulisan ini bisa menjadi data dasar untuk mengembangkan

intervensi dalam mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik pada lansia,

sehingga kekuatan otot lansia dan fleksibilitas sendi meningkat sehingga

diharapkan tingkat kemandirian lansia dapat meningkat dan ketergantung

an kepada orang lain berkurang

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 21: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

11 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Lansia

2.1.1. Pengertian Lansia dan Proses Penuaan

Lanjut Usia (lansia ) adalah seseorang yang telah berumur 60 tahun ke yang

rentan terhadap bermacam masalah kesehatan (Beni, 2001; KKBI, 2010). Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mendefinisikan lansia

adalah seseorang yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya

daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannnya terhadap serangan

berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Prihastuti, 2001). Undang-

Undang no 23 tahun 1992 mendefinisikan lansia adalah seseorang yang karena

usianya mengalami perubahan biologik, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini

akan memberikan pengaruh pada aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Lanjut

usia (lansia) adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batasan

usia 60 tahun ke atas. Berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih, dimana telah

terjadi perubahan biologik, fisik dan mental dan rentan terjadi berbagai penyakit.

Kesejahteraan individu lansia tergantung pada faktor fisik, mental, sosial dan

lingkungan. Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap klien yang bukan

merupakan proses yang patologis. Perubahan ini terjadi pada setiap orang tetapi

dengan kecepatan yang berbeda dan bergantung pada keadaan dalam kehidupan.

Berbagai teori menjelaskan tentang proses penuaan. Teori biologis

mendefinisikan penuaan sebagai akhir suatu proses yang menyebabkan perubahan

di dalam sel dan jaringan tubuh. Salah satu teori biologis adalah wear and tear

theory yang menjelaskan bahwa tubuh akan mengalami kerusakan sesuai jadwal.

Teori ini juga menjelaskan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi

dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan

akhirnya malfungsi fungsi tubuh (Stanley dan Beare, 2007). Proses penuaan

(degeneratif) dapat menyebabkan atrofi. Atrofi dapat terjadi pada otot, kerangka

tulang, kulit, otak, hati, ginjal serta jantung.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 22: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

12

Universitas Indonesia

Atrofi pada sistem muskuloskeletal disebabkan karena kurang aktif dari organ

tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal (osteoporosis wanita

menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot menimbulkan tungkai mengecil

(menjadi lebih kurus) karena berkurangnya massa otot, terutama mengenai serabut

otot tipe II, tenaga berkurang/menurun. Atrofi pada saraf menyebabkan saraf

kehilangan serabut myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta

refleks menjadi lebih lambat (Hanafiah, 2008). Atrofi otot dan saraf bersamaan

menyebabkan gerakan menjadi lebih kaku (seperti robot), dan gangguan

keseimbangan berdiri, kondisi ini akan mengakibatkan resiko terjadinya jatuh.

Atrofi pada kerangka tulang, tulang menjadi lebih rapuh sehingga mudah

mengalami patah tanpa cedera yang berarti, terutama pada wanita dimana terjadi

penurunan kalsium yang berdampak berkurangnya kepadatan tulang sehingga

tinggi badan berkurang karena tulang punggung yang memendek serta hilangnya

cairan pada lempeng (diskus) antar tulang belakang. Tulang punggung juga akan

bertambah bongkok yang mengakibatkan tinggi badan semakin berkurang,

osteoporosis yang lebih lanjut menyebabkan nyeri, deformitas dan fraktur

(Hanafiah, 2008; Pudjiastuti dan Utomo, 2003). Hal ini dapat menyebabkan

penurunan kekuatan otot terutama otot ekstremitas bawah, ketahanan, dan

koordinasi serta terbatasnya range of motion (ROM) (Miller, 2004). Kelemahan

otot ekstemitas bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh

sehingga mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek, kaki

tidak dapat menapak dengan kuat dan terlambat mengantisipasi bila terpeleset

atau tersandung (Darmojo, 2004 dalam Nurviyandari, 2010).

2.1.2. Permasalahan Kesehatan Pada Lansia

Proses menjadi tua adalah proses alamiah, yang berarti seseorang telah melewati

tiga tahap kehidupan yaitu: anak, remaja, dan dewasa. Tahap kehidupan ini

berbeda baik secara biologis maupun secara psikologis. Lansia akan mengalami

berbagai masalah kesehatan. Masalah kesehatan terbagi dalam tiga kategori yaitu:

disease ( aspek pato- fisiologis), illness ( aspek psikologis) dan sicknesss (aspek

sosial). Tribudi & Yudarini, (2001) menggambarkan konseptual menurut Blum,

bahwa status kesehatan lansia dipengaruhi empat kelompok faktor sebagai

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 23: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

13

Universitas Indonesia

berikut: status kesehatan lansia, pengaruh berbagai faktor terhadap kesehatan

lansia, upaya pelayanan kesehatan lansia, dan pembinaan kesehatan usia lanjurt

dimasyarakat.

Faktor pertama yaitu status kesehatan lansia: meskipun secara perorangan terlihat

sebagai kemunduran fisik dan penyakit yang spesifik, namun secara kelompok

perlu dipelajari proporsi dan distribusi kesehatan lansia ditinjau dari berbagai

faktor seperti jenis kelamin, gaya hidup dan lain-lain. Gaya hidup kurang gerak

banyak terjadi pada lansia penghuni panti yang dapat disebabkan oleh faktor

eksternal seperti tingkat mobilitas dan perilaku dari kelompok teman sebaya yang

kurang gerak ataupun anjuran untuk penggunaan kursi roda pada penghuni yang

pasif (Stanley dan Beare, 2007).

Faktor kedua yaitu pengaruh berbagai faktor terhadap status kesehatan lansia:

faktor-faktor yang berpengaruh dalam kejadian penyakit meliputi: pola diet,

kurang olah raga, kebiasaan merokok, dan diabetes mellitus. Lansia sangat rentan

terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis. Lansia yang mengalami

penurunan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan bertumpu

pada keluarganya. Keluarga dapat menjadi support system utama bagi lansia

dalam mempertahankan kesehatannya agar mereka tetap bahagia dan sejahtera.

Peran keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia,

mempertahankan atau meningkatkan status mental mental, mengantisipasi

perubahan sosial dan ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi

kebutuhan spiritual bagi lansia (maryam, 2008).

Upaya pelayanan kesehatan lansia merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi

kesehatan lansia. Upaya pelayanan kesehatan meliputi kegiatan promotif/preventif

seperti penyuluhan gizi dan olahraga, fisioterapi dan tindakan rehabilitatif,

pengobatan, dan pelayanan laboratorium. Pembinaan kesehatan lanjut usia di

masyarakat merupakan faktor ke empat yang mempengaruhi kesehatan lansia.

Departemen kesehatan telah mengeluarkan kebijakan tentang pembinaan

kesehatan lansia dengan harapan agar lansia mampu mandiri selama mungkin dan

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 24: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

14

Universitas Indonesia

keluarga dapat memahami dan berperan serta dalam pembinaan lansia.

Keberadaan panti ditengah masyarakat perkotaan bisa membantu meringankan

tugas keluarga untuk merawat lansia dan memberi kesempatan mereka

beraktivitas dan bertemu teman baru yang sebaya. Sasana tresna werdha yang

berarti tempat menyayangi atau mencintai orang tua merupakan salah satu

pemecahan masalah kelompok usia lanjut dalam menapaki hari akhir

kehidupannya (Ihromi, 1999). Jenis pembinaan mengetahui sedini mungkin proses

penuaaan, pentingnya pemeriksaan berkala, latihan jasmani, diet yang seimbang,

kegiatan sosial, juga perlu diajarkan penggunaan alat bantu sesuai dengan

kebutuhan

Bagan1.Pengaruh Berbagai Faktor Terhadap Status kesehatan Lansia

Sumber: Blum dalam Tribudi & Yudarini, (2001) (telah diolah kembali)

2.1.3. Pelayanan geriatri terpadu

Pelayanan geriatri terpadu dapat dilaksanakan diberbagai tingkat pelayanan

seperti rumah sakit, puskesmas, klinik swasta, panti wredha dan di rumah

pasien/keluarganya. Fasilitas pelayanan untuk pasien geriatri dikategorikan

sebagai berikut: a) pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik), b),

pelayanan sedang (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang (day hospital),

c),pelayanan lengkap (memiliki fasilitas poliklinik dan klinik siang,ruang rawat

Faktor dalam diri lansia: jenis

kelamin, gaya hidup, pendidikan,

pekerjaan, status pekerjaan, status

perkawinan, perumahan, upaya

pengobatan

Faktor Lingkungan: biologis,

fisik, sosial- budaya

Faktor keluarga: jenis

kelamin, jumlah generasi,

sikap dan praktek, kehidupan

beragama, tingkat sosial

Status Kesehatan lansia

Faktor Pelayanan kesehatan

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 25: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

15

Universitas Indonesia

akut dan kronik), d) pelayanan paripurna (merupakan pelayanan lengkap ditambah

fasilitas panti wredha) (Riley, Abeles, Teitelbaum, 1982 dalam Tribudi &

Yudarini, (2001).

2.2. Asuhan keperawatan Klien dengan Hambatan Mobilitas Fisik

2.2.1. Pengertian Mobilitas Fisik Dan Imobilitas Fisik

Mobilitas secara langsung banyak bergantung pada sistem muskuloskeletal, tetapi

mobilitas yang aman dipengaruhi oleh beberapa aspek fungsi tubuh seperti

perubahan kemampuan sensoris dan perubahan akibat perubahan pada sistem

muskuloskeletal, penglihatan, pendengaran terutama bila lansia tidak mengenal

dengan baik lingkungan dipanti (Miller, 2004).

Mobilitas merupakan pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian

bagi seseorang, yang jenisnya berubah-ubah sesuai dengan rentang kehidupan

manusia. Mempertahankan kemampuan mobilisasi optimal sangat penting untuk

kesehatan mental dan fisik semua lanjut usia (Stanley dan Beare, 2007). Mobilitas

fisik merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, dan

immobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan

bebas (Perry & Potter, 2005), sementara menurut NANDA, (2011) menyatakan

hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu

atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah, meliputi tingkat 0: mandiri total;

tingkat 1: memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu; tingkat 2:

memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan atau

pengajaran; tingkat 3: memerlukan bantuan orang lain dan peralatan atau alat

bantu; tingkat 4: ketergantungan: tidak berpartisipasi dalam aktivitas, yang

ditandai dengan penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak balikkan posisi,

dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan gemetar,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus,

keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan

postur, pergerakan lambat, pergerakan tidak terkoordinasi.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 26: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

16

Universitas Indonesia

2.2.2. Penyebab Hambatan Mobilitas Fisik

Keletihan dan kelemahan menjadi penyebab paling umum yang sering terjadi dan

menjadi keluhan bagi lanjut usia. Sekitar 43% lanjut usia telah diidentifikasi

memiliki gaya hidup kurang gerak yang turut berperan terhadap intoleransi

akivitas fisik dan penyakit, sekitar 50% penurunan fungsional pada lanjut usia

dikaitkan dengan kejadian penyakit sehingga mengakibatkan mereka menjadi

ketergantungan kepada orang lain (Stanley dan Beare, 2007). Sementara menurut

Hadiwinoto dan Setiabudi (1999) menyebutkan bahwa depresi merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi penurunan ADL pada lanjut usia.

2.2.3 Faktor -Faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik

Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan lingkungan

internal dan eksternal.

a) Faktor Internal

Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan aktivitas

adalah:

Penurunan fungsi muskuloskeletal: Otot (adanya atrofi, distrofi, atau

cedera), tulang (adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau

osteomalaisa, Sendi (adanya artritis dan tumor)

Perubahan fungsi neurologis: misalnya adanya infeksi atau ensefalitis,

tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler seperti stroke, penyakit

demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit degeneratif, terpajan produk

racun, gangguan metabolik atau gangguan nutrisi.

Nyeri: dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti penyakit

kronis dan trauma.

Defisit perseptual: berkurangnya kemampuan kognitif

Jatuh

Perubahan fungsi sosial

Aspek psikologis

b) Faktor Eksternal

Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut

adalah:

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 27: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

17

Universitas Indonesia

Program terapeutik: Program penanganan medis memiliki pengaruh yang

kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien. Misalnya pada

program pembatasan yang meliputi faktor-faktor mekanis dan

farmakologis, tirah baring, dan restrain.

Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau

bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips

dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan

pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan

pemberian oksigen).

Agens farmakologik seperti sedatif, analgesik, transquilizer, dan

anastesi yang digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien

dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkannya secara

keseluruhan.

Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan

penyakit cedera. Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat

menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja

jantung. Selain itu, istirahat dapat memberikan kesempatan pada sistem

muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah iritasi

yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan meminimalkan efek

gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan akibat dari faktor-faktor

fisiologis atau psikologis.

Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada

lansia yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara

langsung terhadap imobilitas dengan membatasi pergerakan ditempat

tidur dan secara tidak langsung terhadap peningkatan resiko cedera

ketika seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan

mobilitasnya.

Karakteristik tempat tinggal: tingkat mobilitas dan pola perilaku dari

kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi pola mobilitas dan

perilakunya. Dalam suatu studi tentang status mobilitas pada penghuni

panti jompo, mereka yang dapat berjalan dianjurkan untuk

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 28: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

18

Universitas Indonesia

menggunakan kursi roda karena anggapan para staf untuk penghuni

yang pasif.

karakteristik staf: Karakteristik dari staf keperawatan yang

mempengaruhi pola mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan

jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi fisiologis

dari imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan untuk mencegah

atau melawan pengaruh imobilitas penting untuk mengimplementasikan

perawatan untuk memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staf yang

adekuat dengan suatu komitmen untuk menolong lansia

mempertahankan kemandiriannya harus tersedia untuk mencegah

komplikasi imobilitas.

Sistem pemberian asuhan keperawatan: jenis sitem pemberian asuhan

keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat mempengaruhi

status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik fungsional atau tugas

telah menunjukkan dapat meningkatkan ketergantungan dan komplikasi

dari imobilitas.

Hambatan – hambatan: Hambatan fisik dan arsitektur dapat

mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk kurangnya alat bantu

yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat

bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya

sandaran untuk kaki. Sering kali, rancangan arsitektur rumah sakit atau

panti jompo tidak memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan

tetap dapat bergerak.

Kebijakan - kebijakan institusional: faktor lingkungan lain yang

penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur

institusi. Praktik pengaturan yang formal dan informal ini

mengendalikan keseimbangan antara perintah institusional dan

kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan, semakin besar efeknya

pada mobilitas.

Sementara Faktor yang berpengaruh dalam mobilitas fisik menurut Long et al,

(1993 dalam Potter& Perry, 2005) meliputi perubahan metabolik, perubahan

sistem muskuloskeletal. Perubahan metabolik akibat defisiensi kalori dan protein

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 29: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

19

Universitas Indonesia

yang mengalami penurunan selera makan sekunder akibat imobilisasi. Jika terjadi

defisiensi protein menyebabkan pemecahan asam amino yang dieksresikan

daripada yang dimakan, sehingga tubuh mengalami keseimbangan negatif,

kehilangan berat badan, penurunan masa otot terutama pada hati, jantung, paru-

paru, saluran pencernaan dan sistem kekebalan dan kelemahan akibat katabolisme

jaringan Usia lanjut mamiliki risiko malnutrisi yang tinggi karena terjadi

penurunan asupan makanan yang disebabkan oleh perubahan fungsi usus,

metabolisme yang tidak efektif, kegagalan homeostatis dan defek utilisasi nutrien.

( Thomas, 2003)

Perubahan pada sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi imobilisasi melalui

kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, dan penurunan stabilitas. Pengaruh

lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah

gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi (Potter& Perry,

2005).

Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis keperawatan

berdasarkan analisis data, merencanakan intervensi keperawatan, melaksanakan

tindakan keperawatan sesuai intervensi/rencana yang ada, dan melakukan evaluasi

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan. Pengkajian klien

dengan hambatan mobilitas fisik dapat diperoleh baik melalui data subyektif

maupun data obyektif. Data subyektif yang perlu digali antara lain riwayat gejala

seperti kelelahan, nyeri, kelemahanotot, riwayat gangguan sistemik pada

neurologis, muskuloskeletal, riwayat trauma seperti fraktr, cedera kepala, atau

pembedahan abdomen. Sedangkan data obyektif yang perlu dikaji adalah fungsi

motorik pada lengan atau tungkai, kemampuan mobilitas, gaya berjalan, alat bantu

jalan, rentang gerak sendi, tekanan darah pernafasan, sirkulasi perifer, serta

motivasi dari individu itu sendiri (Carpenito, 2009).

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 30: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

20

Universitas Indonesia

Meningkatkan mobilitas pergerakan yang optimal, meningkatkan mobilitas

ektremitas dengan latihan rentang gerak sendi (ROM), memberikan kompres

hangat untuk meredakan nyeri, memposisikan tubuh yang sejajar untuk mencegah

komplikasi, membantu klien dalam berpindah dan mempertahankan kesejajaran

tubuh yang baik saat menggunakan alat bantu adalah intervensi yang dapat

dilakukan dalam mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik (Carpenito, 2009)

2.2.4. Kemandirian Pada Lansia

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang

masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap

sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. (Maryam,2008).

Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus

atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain

(Zulfajri, 1995).

Lansia yang mandiri adalah lansia yang kondisinya sehat dalam arti luas masih

mampu untuk menjalankan kehidupan pribadinya (Partini, 2005). Kemandirian

pada lansia meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari – hari ,

seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat

mengontrol BAK, atau BAB, serta dapat makan sendiri(Ranah,2006). Dorethea

Orem, (1959) mengembangkan teori yang dikenal dengan teori Capable Of Self

Care (mampu merawat diri sendiri) dibidang keperawatan dan menekankan pada

kebutuhan klien tentang keperawatan diri sendiri dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan klien memenuhi kebutuhan secara mandiri. Teori Self

Care mengungkapkan hubungan antara tindakan untuk merawat diri sendiri

dengan perkembangan fungsi individu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Eka, (2012) yang menyimpulkan bahwa sebagian besar lansia

memiliki tingkat kemandirian yang tinggi disebabkan olehh kondisi panti dan

keterbatasan caregiver, walaupun sudah tidak mampu untuk berjalan dengan

normal. Teori Self Care Deficit mengungkapkan ketidakmampuan individu

(lansia) dalam merawat diri (Gallo, 1998). Fokus dari teori ini mempertahankan

kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan klien, dalam hal ini lansia.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 31: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

21

Universitas Indonesia

2.2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Pada Lansia

Kemandirian pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi: usia,

imobilitas dan mudah jatuh (Lueckenotte, 1996). Lansia yang telah memasuki usia

70 tahun memiliki penurunan dalam beberapa hal termasuk dalam penurunan

kemandirian. Penurunan kemandirian pertama disebabkan oleh usia. Badan

Kesehatan Dunia (WHO), 2012 membagi empat batasan umur lansia meliputi usia

perteengahan (Middle age): kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (Elderly):

kelompok usia antara 60-74 tahun, lanjut usia (Old): kelompok usia antara 75- 90

tahun, dan usia sangat tua (Very Old): kelompok usia diatas 90 tahun.

Berdasarkan pembagian usia diatas dikatakan usia lanjut jika seseorang telah

mencapai umur 60 tahun.

Imobilitas adalah faktor kedua yang mempengaruhi kemandirian lansia.

Imobillisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau

beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et all,1995 dalam Potter

&Perry, 2005). Penyebab imobilisasi gangguan pada jantung, pernafasan,

gangguan sendi dan tulang, penyakit rematik seperti pengapuran atau patah

tulang, stroke/ penyalit saraf, parkinson dan gangguan penglihatan.

Jatuh adalah faktor ketiga yang mempengaruhi kemandirian pada lansia. Jatuh

pada lansia adalah masalah yang paling sering terjadi (Stanley, 2006). Jatuh

adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada

di bawah atau lantai tanpa disengaja, dengan atau tanpa saksi (Kobayashi, et. al.

2009, dalam Nurviyandari, 2011). Kemampuan fisik dan mental yang menurun

sering menyebabkan jatuh pada lansia, yang akan mengakibatkan penurunan

aktivitas dalam kemandirian,

2.2.5. Aktifitas Kehidupan sehari - hari pada Lansia (Activity Daily Living)

Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktivitas yang biasa dilakukan

dalam sepanjang hari normal yang mencakup: ambulasi, makan, berpakaian,

mandi, menyikat gigi dan berhias. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan untuk

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 32: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

22

Universitas Indonesia

bantuan dalam AKS dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanen atau

rehabilitatif (Perry & Potter, 2005; Hardywinito & Setiabudi, 2005). AKS adalah

Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas

kehidupan sehari – hari secara mandiri. Maryam.R,Siti, (2008) menyimpulkan

penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan

keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat.

Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya

bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran kemandirian

ADL akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif dengan sistem

skor yang sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar, sering

disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk

merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias.

Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam

kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan

mobilitas (Sugiarto, 2005).

Kemampuan ADL adalah kemampuan dasar yang seharusnya dapat dilakukan

oleh manusia sehat dengan menggunakan indeks kemandirian Katz untuk AKS

yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam

hal makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah ke kamar mandi dan berpakaian

dapat diberi penilaian dalam melakukan aktifitas sehari – hari sebagai berikut

(Toni, 2001) :

a. Makanan: kemampuan untuk menyiapkan makanan untuk dirinya yang

sederhana meliputi kemampuan untuk menyendokkan nasi dalam piring,

memilih lauk, kemandirian dalam menghabiskan makanan serta kebersihan

piring/gelas serta kerapihan meletakan peralatan makanan.

Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan

menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral atau melalui

naso gastrointestinal tube (NGT).

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 33: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

23

Universitas Indonesia

b. Berpakaian: kemampuan untuk mengenakan pakaian dari gantungan baju atau

setelah mandi, mengambil serta baju dari rak, mengenakan serta menancing

atau membuka/melepaskannya

Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,

mengancing / mengikat pakaian.

Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.

c. Berpindah: kemampuan bepergian

Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri.

Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak

melakukan sesuatu atau perpindahan

d. Ke kamar kecil: kemampuan mengatur hajat besardan kecil seperti masuk dan

keluar WC, mencopot serta merapihkan pakaina serta kemampuan untuk cebok

atau membersihkan alat vitalnya

Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia

sendiri.

Bergantung : menerima bantuan untuk masuk kekamar kecil dan menggunakan

pispot.

e. Mandi: kemampuan untuk menyiram tempat yang tertentu, menyabuni serta

menggosok daki ditempat tertentu, menyirami kembali anggota tubuh yang

terkena sabun, menggunakan handuk sampai mengeringkan tubuh.

Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau

ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh , bantuan masuk dan

keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.

f. Kontinen: apakah dalam melakukan hajat kecil atau hajat besar, pasien tersebut

mengalami kesulitan atau masih dapat mengaturnya secara mandiri

Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.

Bergantung : inkontinesia persial atau total : menggunakan kateter dan pispot,

enema dan pembalut / pempers.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 34: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

24

Universitas Indonesia

2.2.5.1. Indeks Katz

Pengkajian kemandirian pada lansia dapat menggunakan indeks katz, yang

meliputi aktivitas mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat, kontinen dan

makan. Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan orang

lain. Pengkajian ini didasarkan pada status aktual dan bukan pada kemampuan.

Alat ini secara luas dapat mengukur kemampuan fungsional lansia di lingkungan

klinis dan rumah (Wallace & Shelkey, 2008).

Indeks Katz membentuk suatu kerangka kerja untuk mengkaji kebutuhan hidup

mandiri lansia atau bila ditemukan suatu penurunan fungsi, maka akan disusun

titik fokus perbaikannnya. Indeks Katz telah menetapkan skala dalam ADL oleh

dua kemandirian yaitu kemandirian tinggi (indeks A,B,C, D ), dan kemandirian

rendah (E, F)

2.2.5.2 Barthel Indeks / Indeks Barthel (IB)

Salah satu alat pengukuran kemandirian lansia yang umum digunakan adalah

menurut Indeks Barthel yang mengukur kemandirian fungsional dalam hal

perawatan diri dan mobilitas. IB tidak mengukur ADL instrumental, komunikasi

dan psikososial. Item-item dalam IB dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat

pelayanan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien. IB merupakan skala yang

diambil dari catatan medik penderita, pengamatan langsung atau dicatat sendiri

oleh pasien. Dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 10 menit (Sugiarto, 2005).

IB versi 10 item terdiri dari 10 item dan mempunyai skor keseluruhan yang

berkisar antara 0-100, dengan kelipatan 5, skor yang lebih besar menunjukkan

lebih mandiri.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 35: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

25

Universitas Indonesia

Tabel 2.1.Indeks Barthel (IB)

No. Item yang dinilai Dibantu Mandiri

1. Makan (bila makanan harus dipotong-potong

dulu = dibantu) 5 10

2. Transfer dari kursi roda ke tempat tidur dan

kembali (termasuk duduk di bed) 5-10 15

3. Hygiene personal (cuci muka, menyisir,

bercukur jenggot, gosok gigi) 0 5

4. Naik & turun kloset/ WC (melepas/memakai

pakaian, cawik, menyiram WC) 5 10

5. Mandi 0 5

6. Berjalan di permukaaan datar

(atau bila tidak dapat berjalan, dapat mengayuh

kursi roda sendiri)

10

0

15

5

7. Naik & turun tangga 5 10

8. Berpakaian(termasuk memakai tali sepatu,

menutup resleting) 5 10

9. Mengontrol anus 5 10

10. Mengontrol kandung kemih 5 10

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 36: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

26

Universitas Indonesia

Tabel 2.2.Penilaian Skor Indeks Barthel (IB)

Penulis Interpretasi

Shah dkk 0-20 Dependen Total

21-60 Dependen Berat

61-90 Dependen Sedang

91-99 Dependen Ringan

100 Independen/Mandiri

Lazar dkk 10-19 Dependen Perawatan

20-59 Perawatan diri, dibantu

60-79 Kursi roda, dibantu

80-89 Kursi roda, independen/mandiri

90-99 Ambulatori, dibantu

100 Independen/Mandiri

Granger 0-20 Dependen Total

21-40 Dependen Berat

41-60 Dependen Sedang

61-90 Dependen Ringan

91-100 Mandiri

Sumber: (Sugiarto, 2005) telah diolah kembali.

2.3. ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)

2.3.1. Pengertian ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)

Latihan gerak (Range of Motion) merupakan terapi latihan untuk memelihara

atau meningkatkan kekuatan otot (Brunner&Sudarth,2002). Pengertian Range Of

Motion (ROM) atau biasa dikenal dengan rentang gerak sendi adalah

latihan/aktivitas fisik untuk meningkatkan kesehatan dan mempertahankan sendi

yang mungkin dilakukan pada salah satu dari potongan tubuh: sagital, frontal dan

transversal (Perry & Potter, 2005)

2.3.2. Tujuan ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)

Meningkatkanataumempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.

Mempertahankan fungsi jantung dan pemapasan.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 37: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

27

Universitas Indonesia

Mencegah kontrakur dankekakuan pada sendi.

2.3.3. Jenis-jenis ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)

RomAktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam

melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi

normal (klien aktif. Kekuatan otot 75%). Sendi yang digerakan pada ROM aktif

yaitu seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara

aktif. Jenis gerakan fleksi, ekstensi,hiper ekstensi,rotasi, sirkumduksi, supinasi

pronasi, abduksi, aduksi

Rom Pasif : Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang

gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %. Sendi yang digerakkan pada

ROM pasif seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu

dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

2.3.4. Jenis gerakan

a. Leher: fleksi, ekstensi, fleksi lateral, hipertekstensi, rotasi

b. Bahu tangan kanan dan kiri: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi,

adduksi, rotasi dalam, rotasi luar.

c. Siku tangan kanan dan kiri:fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi.

d. Pergelangan tangan :fleksi, ekstensi, hiperekstensi,abduksi, adduksi.

e. Jari-jari tangan:fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, oposisi.

f. Pinggul: fleksi,ekstensi,hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi dalam,

rotasi luar. abduksi,adduksi, rotasi internal/ eksternal.

g. Lutut: fleksi, ekstensi

h. Pergelangan kaki:dorsofleksi,plantarfleksi, inversi, eversi.

i. Jari kaki: fleksi,ekstensi, abduksi, adduksi.

2.3.5. Indikasi ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)

a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

b. Kelemahanotot

c. Fase rehabilitasi fisik

d. Klien dengan tirah baring lama

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 38: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

28

Universitas Indonesia

BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini akan menjelaskan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien

kelolaan utama pada nenek Y , yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi.

Data diperoleh melalui data subyektif dan data obyektif diperoleh melalui

pemeriksaan fisik dan data sekunder yang didapat status kesehatan klien. asuhan

keperawatan pada nenek Y telah dilakukan selama 7 minggu dan dituangkan

dalam bentuk laporan.

3.1. Gambaran Kasus

Nenek Y, 81 tahun, lahir di Padang Panjang, 24 Oktober 1932, Islam, status

perkawinan: janda, pendidikan terakhir:SMA, pekerjaan saat ini tidak bekerja,

alamat rumah: Duta Kranji Blok C No 52 Bintara bekasi Barat. Diagnosa

Medis:Hipertensi, katarak, riwayat NIDDM

Alasan nenek Y tinggal di STW pada awalnya dibawa ke STW Karya Bakti RIA

pembangunan oleh anaknya, yang menurutnya anaknya tidak mau dibebani oleh

orang tuanya. Setelah beberapa bulan nenek Y merasa kerasan tinggal di panti dan

tidak mau lagi kembali ke rumah anaknya, kecuali hanya sekedar menginap

beberapa hari, karena ia merasa kesepian anaknya sibuk bekerja sementara

cucunya sibuk sekolah.

Masalah Kesehatan yang pernah dialami adalah nenek Y pernah mengalami jatuh

sebanyak empat kali kali,yaitu sebelum masuk STW KBRP, setelah tinggal di

STW nenek Y mengalami jatuh pada tanggal 15/8/2012, 10/11/12 dan tanggal

5/4/13, mata sebelah kiri tidak bisa melihat karena mengalami katarak sejak tahun

1990,riwayat NIDDM dan dirasakan saat ini nenek Y mengeluh tangan dan kaki

terasa kebas/baal, badan terasa lemas, bila berdiri tidak kuat sehingga harus

dibantu tongkat/ walker, dalam ambulasi lebih banyak menggunakan kursi roda,

dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari ia difasilitasi oleh anak-anaknya

dengan menyediakan dua orang caregiver yang menjaganya secara bergantian. Ia

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 39: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

29

Universitas Indonesia

juga mengikuti kegiatan yang diadakan STW seperti senam dan pengajian yang

diadakan di wisma Bungur. Pada saat kegiatan itu ia lakukan diatas kursi roda

Nenek Y mengatakan selama di STW tidak melakukan sholat 5 berjamaah di

mushola STW, karena ia merasa kesulitan dalam pergerakananya bila

melaksanakan ibadah sholat berjamaah di mushola. Hasil pemeriksaan fisik

didapatkan keadaan umum sedang, postur tubuh nenek Y semampai, kulit putih,

berambut pendek dan beruban. Tingkat kesadaran compos mentis, Suhu 36 0C,

Nadi: 80x/menit, Tekanan darah: 120/80 mmHg, Pernafasan: 20x/menit, Tinggi

badan: 155 cm, Berat badan: 60 kg, IMT: 24,97, LILA: 20 cm

Pemeriksaan sistematik dan kebersihan perorangan pada kepala didapatkan

rambut memiliki rambut yang tebal dan beruban, terdistribusi merata, kebersihan

kepala bersih, tidak mudah tercabut, tidak ada lesi. Pada mata kiri ada katarak,ia

mengatakan kedua kaki dan tangan terasa kebas sejak 1 tahun yang lalu. Oedema

pada tungkai tidak ada, untuk membantu dalam aktivitas sehari-hari nenek Y

menggunakan lebih banyak menggunakan kursi roda. Kekuatan otot 4444 5555

4444 5555

Hasil pengkajian pada lansia: Geriatric Depression Scale (GDS): 12 = depresi

ringan, Mini Mental State Examination (MMSE): 26, Pengkajian Tingkat

Kemandirian Indeks Katz: 1 ( gangguan fungsional berat/ ketergantungan tinggi),

Pengkajian Risiko jatuh: Morse fail Scale (MFS)/ Skala Jatuh dari Morse: 80 =

risiko jatuh tinggi dan hasil pegkajian Berg Balance Test (BBT): 22. Interpretasi:

lansia memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat bantu jalan

seperti tongkat, kruk dan walker.

Hasil laboratorium tanggal 12/10/2012 GD N: 115 mg/dl, GD 2jam PP: 226

Tanggal 14/5/13 GDS: 113 mg/dl, asam Urat: 4,3 mg/dl. Sementara hasil foto

pelvis AP tanggal 14/1/13 disimpulkan tidak tampak fraktur/dislokasi

Terapi Medis yang pernah didapatkan Glukopag 500 mg 1x1, Simvastatin 1 x10

mg (malam) namun saat ini tidak diberikan lagi. Obat yang saat ini masih

dikonsumsi nenek Y Leparson 2 x ½ tablet, Lapibal/methycobalt 1 x 500 mg,

Amplodipine 1x5 mg. Berdasarkan hasil pengkajian langkah selanjutnya adalah

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 40: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

30

Universitas Indonesia

menganalisis data untuk menunjang tegaknya diagnosa keperawatan dapat dilihat

pada lampiran1. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, mahasiswa

menyimpulkan dua prioritas utama masalah keperawatan pada nenek Y yaitu

hambatan mobilitas fisik dan risiko jatuh. Pengkajian lengkap dapat dilihat pada

lampiran 1 langkah selanjutnya adalah menyusun rencana asuhan keperawatan

untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3.2. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pertama yaitu: hambatan mobilitas fisik. Tujuan umumnya

adalah mobilitas fisik meningkat setelah diberikan tindakan keperawatan selama 7

minggu. Adapun tujuan khusus adalah a) klien mampu melakukan ROM, b)

mendemonstrasi ulang sesuai dengan instruksi yang diberikan, c) klien melakukan

latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi secara mandiri 2x sehari, d) klien

mampu melakukan gerakan senam kaki minimal 1x/hari, e) klien mampu melakukan

ADL sesuai kemampuannya secara mandiri dengan pengawasan.f). Kekuatan Otot

meningkat

Intervensi :

Rencana tindakan yang dibuat dalam mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik

meliputi:a) monitor kemampuan mobilitas secara fungsional setiap pagi, b)

motivasi klien dalam mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan

otot, c) diskusikan dengan klien tentang masalah kekakuan sendi dan otot yang

dialami klien, d) diskusikan bersama klien mengenai perawatan yang dilakukan

untuk mengurangi nyeri sendi, e) ajarkan klien dan pantau penggunaan alat bantu

mobilitas misalnya tongkat, walker, kruk atau kursi roda, f) ajarkan dan bantu

klien dalam proses berpindah misalnya dari tempat tidur ke kursi, g) ubah klien

yang imobilisasi minimal setiap dua jam, h) berikan penguatan positif, i) bantu

klien menggunakan alas kaki anti selip yang mendukung untuk berjalan, j) ajarkan

dan latih ROM aktif atau pasif, k) motivasi klien mempraktekkan latihan ROM

yang telah diajarkan bersama-sama, l) motivasi klien melakukan latihan ROM tiap

pagi setelah bangun tidur dan sore hari sebelum mandi, m) ajarkan dan latih klien

senam kaki, n) motivasi klien melakukan latihan senam kaki secara mandiri, 0)

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 41: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

31

Universitas Indonesia

dokumentasikan tingkat kekuatan otot klien dan senam kaki. P) Intervensi

kolaborasi yang penulis buat adalah konsultasikan ke ahli terapi fisik dan okupasi,

q) berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik, kolaborasi untuk melakukan

pemeriksaan gula darah.

Diagnosa keperawatan yang kedua adalah risiko jatuh. Tujuan umumnya adalah

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 minggu, tidak terjadi jatuh.

Adapun tujuan khususnya adalah : a) klien dapat mempertahankan keseimbangan

tubuh, b)klien tidak jatuh ketika berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi atau

sebaliknya, c) klien tidak mengeluh pusing.

Rencana tindakan yang dibuat dalam mengatasi masalah risiko jatuh meliputi: a)

pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital, b) kaji kekuatan otot, c) lakukan

penilaian risiko jatuh dengan FMS, d) kaji kemampuan klien dalam

kegiatan/latihan., e) motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan senam panti sesuai

dengan kemampuan lansia, f) orientasikan lingkungan , g)beri peringatan pada

tempat-tempat berbahaya, h) atur tata letak barang yang mudah dijangkau oleh

klien, i) anjurkan klien menggunakan alas kaki yang tidak licin.

Pada direct care yang dilakukan: j)bantu klien saat ambulasi, k) latih klien

balance exercise, l) latih lansia untuk ROM aktif asistif, m) dokumentasikan

tingkat kekuatan otot klien dan latihan balance exercise. Intervensi kolaborasi

yang penulis rencanakan adalah: n) kolaborasi dengan pihak panti dalam

memodifikasi lingkungan klien, o) pemberian medikasi untuk menunjang

kekuatan tulang. Rencana asuhan klien secara lengkap dapat dilihat pada lampiran

2.

3.3. Implementasi

Implementasi keperawatan dalam hambatan mobilitas fisik yang penulis lakukan

adalah: a) memonitor kemampuan mobilitas secara fungsional setiap pagi, b)

memotivasi klien dalam mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi

dan otot, c) mendiskusikan dengan klien tentang masalah kekakuan sendi dan otot

yang dialami klien, d) mendiskusikan bersama klien mengenai perawatan yang

dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi, e) mengajarkan klien dan memantau

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 42: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

32

Universitas Indonesia

penggunaan alat bantu mobilitas misalnya tongkat, walker, kruk atau kursi roda, f)

mengajarkan dan membantu klien dalam proses berpindah misalnya dari tempat

tidur ke kursi, g) mengubah klien yang imobilisasi minimal setiap dua jam, h)

memberikan penguatan positif, i) membantu klien menggunakan alas kaki anti

selip yang mendukung untuk berjalan, j) mengajarkan dan latih ROM aktif atau

pasif, k) memotivasi klien mempraktekkan latihan ROM yang telah diajarkan

bersama-sama, l) memotivasi klien melakukan latihan ROM tiap pagi setelah

bangun tidur dan sore hari sebelum mandi, m) mengajarkan dan latih klien senam

kaki, n) motivasi klien melakukan latihan senam kaki secara mandiri, 0)

mendokumentasikan tingkat kekuatan otot klien dan senam kaki. P) Intervensi

kolaborasi untuk melakukan pemeriksaan gula darah.

Implementasi keperawatan dalam mencegah risiko jatuh yang penulis lakukan

adalah : a) memonitor keadaan umum dan tanda-tanda vital, b) mengkaji kekuatan

otot, c) melakukan penilaian risiko jatuh dengan FMS, d) mengkaji kemampuan

klien dalam kegiatan/latihan., e) memotivasi lansia untuk mengikuti kegiatan

senam panti sesuai dengan kemampuan lansia, f) mengorientasikan lingkungan,

g)memberi peringatan pada tempat-tempat berbahaya, h) membantu mengatur

tata letak barang yang mudah dijangkau oleh klien, i) memganjurkan klien

menggunakan alas kaki yang tidak licin, j)membantu klien saat ambulasi, k)

melatih klien balance exercise, l) melatih lansia untuk ROM aktif asistif, m)

mendokumentasikan tingkat kekuatan otot klien dan melatih balance exercise,

mengajarkan dan melatih ROM aktif atau pasif.

3.4. Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut

Minggu pertama praktek adalah awal pertemuan dengan klien. Klien terlihat

ramah dan kooperatif menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa

dan tindakan yang dilakukan terhadapnya. Setelah dilakukan kesepakatan tentang

tindakan keperawatan yang akan dilakukan berupa latihan RPS yang bertujuan

untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik yang terjadi. Bentuk latihan

yang dilakukan adalah ROM aktif yang dilakukan selama enam kali dalam

seminggu. Latihan dimulai dari pergerakan daerah kepala dan leher sampai pada

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 43: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

33

Universitas Indonesia

gerakan kaki. Masing-masing gerakan dilakukan pengulangan sebanyak sepuluh

kali. Pada minggu ini juga dilakukan kesepakatan tentang latihan senam kaki

yang bertujuan untuk mengatasi masalah kebas/baal pada daerah kaki, dan klien

setuju untuk melakukan senam kaki.

Minggu kedua praktik, kemampuan klien dalam latihan RPS belum mengalami

perubahan yang berarti. Klien masih terlihat melakukan gerakan dengan duduk

diatas tempat tidur sehingga RPS daerah pinggul tidak bisa dilakukan denagn

optimal. Namun untuk RPS anggota gerak lain dapat dilakukan klien dengan

sesuai instuksi yang diberikan, namun klien perlu dibantu pada saat klien

melakukan fleksi lateral dan rotasi daerah leher. Pada minggu ini latihan senam

kaki juga belum menunjukkan perubahan terhadap rasa kebas yang dialami klien.

Selain melatih ROM dan senam kaki, mahasiswa juga melatih klien menggunakan

alat bantu jalan berupa walker untuk mobilisasi jalan dan memantau penggunaan

alat bantu jalan. Rencana tindak lanjut yaitu melatih klien RPS aktif, memberikan

motivasi agar melakukan RPS dan senam kaki secara mandiri, memantau

kemampuan mobilitas klien secara fungsional.

Minggu ketiga mahasiswa praktik, klien mampu melakukan RPS dengan lebih

baik, gerakan dilakukan klien sesuai dengan instruksi yang diberikan. RPS pada

daerah pinggul masih belum dilakukan oleh karena klien masih merasa cemas bila

dimotivasi berdiri, dan klien melakukan RPS daerah pinggul masih dengan posisi

duduk diatas tempat tidur. Senam kaki masih tetap dilakukan dan di evaluasi pada

minggu ketiga masih mengeluh kebas pada kaki serta masih belum mampu

melakukan gerakan ke sepuluh senam kaki yaitu merobek-robek kertas koran

dengan kaki. Rencana tindak lanjut: pantau kemampuan mobilitas klien secara

fungsional, motivasi klien melakukan latihan RPS dan senam kaki secara mandiri,

kolaborasi untuk melakukan tes gula darah

Minggu keempat mahasiswa praktik, klien mampu melakukan RPS dengan lebih

baik, gerakan dilakukan klien sesuai dengan instruksi yang diberikan, namun klien

mengeluh nyeri saat melakukan gerakan rotasi bahu kanan. Senam kaki dilakukan

sesuai intruksi yang diberikan, klien masih merasa kesulitan dalam merobek-

robek kertas koran. Rencana tindak lanjut: kolaborasi dengan dokter untuk

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 44: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

34

Universitas Indonesia

memberi terapi analgesik, kompres dengan air hangat sebelum melakukan RPS,

motivasi klien untuk latihan RPS dan senam kaki secara mandiri, kolaborasi

untuk melakukan tes gula darah

Minggu kelima mahasiswa praktik, mahasiswa memberikan kompres sebelum

latihan RPS dilakukan. Klien mengatakan enakan setelah dilakukan kompres

hangat, klien mampu melakukan RPS dengan baik, rasa nyeri pada bahu kanan

masih ada. RPS daerah pinggul masih belum maksimal. Senam kaki mampu

dilakukan oleh klien, namun klien tetap mengeluh kebas pada daerah kaki.

Gerakan merobek-robek kertas belum mampu dilakukan oleh klien. Rencana

tindak lanjut: kompres dengan air hangat sebelum melakukan RPS, kolaborasi

dengan dokter untuk pemberian analgetik dan tetap motivasi klien melakukan

RPS dan senam kaki.

Minggu keenam mahasiswa praktik,mahasiswa tetap memberikan kompres

hangat didaerah bahu sebelum latihan RPS dilakukan. Klien mengatakan tidak

rutin melakukan kompres hangat karena tidak nyeri bila tidak digerakkan.

Gerakan ROM pada rotasi bahu dapat klien lakukan lebih baik, RPS daerah

pinggul masih belum maksimal. Senam kaki mampu dilakukan oleh klien, namun

klien tetap mengeluh kebas pada daerah kaki. Gerakan merobek-robek kertas

belum mampu dilakukan oleh klien. Rencana tindak lanjut: motivasi klien

melakukan RPS dan senam kaki

Minggu ketujuh mahasiswa praktik, klien mobilisasi masih dengan bantuan

caregiver, dan kekuatan otot meningkat dengan nilai 5555 5555

5555 5555

Kaki dirasakan klien sudah mulai ada perubahan sedikit. Rencana tindak lanjut:

motivasi terus klien untuk melatih kekuatan otot dan RPS/ rentang pergerakan

sendi 1x/hari selama 30 menit, latih klien senam kaki untuk memperkuat dan

memperlancar aliran darah didaerah kaki 1x/hari/ selang seling dengan latihan

ROM, kolaborasi dengan perawat untuk mengevaluasi kemandirian klien setiap

minggu setelah 2 minggu, kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk meningkatkan

kekuatan otot dan fleksibilitas sendi klien.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 45: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

35

Universitas Indonesia

Evaluasi yang didapatkan setelah melakukan intervensi dalam mengatasi risiko

jatuh adalah dengan melakukan balance exercise, dimulai pada minggu ke empat

praktek. sebelum dilakukan balance exercise klien tidak mampu menahan

tubuhnya, setelah dilakukan latihan balance exercise klien mampu melakukan

berdiri tegak dalam satu garis tangan disamping tubuh mata terbuka pandangan

ke depan, klien mampu menekuk kebelakang kaki kanan menahan 10 detik,

bergantian kaki kiri dengan berpegangan pada kursi selama 5 menit. Klien

mampu melakukan melacak mata dengan meletakkkan ibu jari dengan jarak 10

cm dari wajah oleh mata tanpa menggerakan bagian tubuh lain setelah 2 x latihan,

klien masih terlihat sempoyongan ketika berdiri lama, klien mengatakan lebih

suka menggunakan tongkat dibanding walker bila berjalan didalam

kamarnya,karena dengan menggunakan walker dirasakan terlalu sempit bila

digunakan didalam kamar serta tidak ada kejadian jatuh selama mahasiswa

praktek. Rencana tindak lanjut lakukan modifikasi lingkungan (meletakkan

barang yang rapi, pencahayaan kamar yang terang, memasang pengaman/hand

rail, dan jaga lantai jangan licin dan memasang tanda garis yang berbeda warna

untuk membedakan ketinggian lantai). Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk

mengkaji ulang penilaian FMS tiga bulan mendatang. Kolaborasi dengan perawat

ruangan melakukan latihan keseimbangan tubuh/balance exercise

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 46: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS SITUASI

Bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan hasil asuhan keperawatan terkait

hambatan mobilitas fisik yang telah dilakukan selama tujuh pekan kepada salah

satu nenek yang ada di STW Karya Bhakti RIA Pembangunan. Pembahasan yang

dilakukan berupa pembahasan terkait profil STW dan analisa asuhan keperawatan,

analisa satu intervensi yang telah diimplementasikan. Pembahasan hasil asuhan

keperawatan akan dilakukan sesuai dengan teori yang disampaikan pada Bab 2.

Pada Bab ini juga akan dijelaskan mengenai keterbatasan yang dialami penulis

selama melakukan asuhan keperawatan, serta implikasi hasil implementasi

terhadap profesi keperawatan

4.1. Profil lahan praktek

Sasana Tresna Werdha Karya Bakti RIA Pembangunan (STW KBRP) terletak

diwilayah Kecamatan Cibubur Kotamadya Jakarta Timur. Sasana Tresna Werdha

Karya Bhakti Ria Pembangunan dimiliki dan dikelola oleh Yayasan RIA

Pembangunan yang diprakarsai oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto dan

diresmikan pada tanggal 14 Maret 1984. Kata “RIA” merupakan kepanjangan dari

“Rukun Ibu Ampera”. Sejak diambil alih oleh suatu yayasan yang bernama

Yayasan Karya Bakti perlahan-lahan STW RIA Pembangunan mulai tertata dan

menjadi hunian yang asri dan nyaman bagi lansia.

Sasana Tresna Werdha merupakan sebuah sarana tempat tinggal bagi sekelompok

orang yang berusia lanjut yang dahulu orang lebih mengenalnya dengan sebutan

panti werdha. Awal didirikannya Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti RIA

Pembangunan dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan

aktualisasi diri para lansia sekaligus untuk menghapus paradigma masyarakat

dahulu yang menganggap bahwa wisma atau panti werdha merupakan tempat

pengucilan orang tua yang menjadi beban bagi keluarganya. Mereka pun

menyadari bahwa lansia juga membutuhkan teman sebaya sebagai tempat saling

mengadu dan berbagi cerita, merajut semangat agar tetap saling merasa bermakna

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 47: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

dan bermanfaat bagi kehidupan. Berkurangnya peran sosial kemasyarakatan dan

menurunnya tuntutan tanggung jawab rutin dalam keluarga, kadang membuat

kehidupan lansia menjadi kurang bermakna apabila hanya duduk berdiam diri di

rumah.

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti RIA Pembangunan merupakan institusi yang

bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus kepada generasi lanjut usia.

Pelayanan yang ada di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti RIA Pembangunan

bagi para lansia untuk menjaga kualitas hidup meliputi pelayanan kesehatan

berupa konsultasi ahli, asuhan keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat

inap, rujukan RS dan kegawatdaruratan, pelayanan sosial berupa pembinaan

mental spiritual sesuai keyakinan, senam, seni tradisional (angklung), bernyanyi,

kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, berkebun, dan kegiatan

bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Selain itu, di sasana tresna

werdha ini lansia dapat memanfaatkan hobi yang dapat dilakukan dan ada rekreasi

bersama; pelayanan harian lanjut usia melalui pemeriksaan kesehatan harian

berupa pemeriksaan tanda-tanda vital, pelayanan individu dan pelayanan

kelompok sesuai kebutuhan lansia

Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti RIA Pembangunan memiliki slogan sebagai

hunian pilihan lanjut usia masa kini. Oleh karena itu, terdapat beberapa

persyaratan bagi lansia yang ingin menetap di STW RIA Pembangunan. Adapun

syaratnya antara lain: berusia di atas 60 tahun, sehat jasmani maupun rohani,

mandiri, ingin tinggal di STW atas keinginan sendiri, memiliki penanggung jawab

keluarga, dan yang terpenting adalah tidak ada paksaan. STW RIA Pembangunan

dilengkapi oleh sarana dan prasarana, antara lain fasilitas hunian, klinik werdha,

fasilitas penunjang kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas

hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Bungur kapasitas 25

kamar, Wisma Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma Dahlia kapasitas 8

kamar. Fasilitas klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma kapasitas 3

kamar VIP, bangsal rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan 24 jam. Fasilitas

penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Mawar, Wisma

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 48: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

Kamboja, dan Wisma Kenanga. Fasilitas lain pendukung bagi kehidupan lansia

antara lain dapur, ruang cuci, ruang serba guna, perpustakaan, pendopo, ruang

pemeriksaan kesehatan.

Salah satu wisma yang terdapat di STW KBRP adalah Wisma Bungur yang

memiliki kapasitas 25 tempat tidur yang masing-masing kamar ada kamar

mandinya. Fasilitas yang ada di Wisma Bungur, antara lain: ruang TV yang juga

bisa digunakan sebagai ruang kegiatan lansia di Wisma Bungur, ruang makan

bersama, 2 buah kulkas, dapur, taman yang asri dan teras, serta ada ruang setrika.

Wisma ini diperuntukkan bagi lansia yang sehat dan mampu memenuhi

kebutuhannya secara mandiri. Lansia yang parsial care juga boleh tinggal di

wisma ini, tetapi harus memiliki caregiver pribadi untuk membantu kebutuhan

lansia tersebut.

STW KBRP telah memiliki kebijakan untuk mempertahankan kekuatan dan

mobilitas sendi yang dilakukan kepada para wredha yang tinggal dengan program

aktivitas fisik berupa senam pagi yang dilakukan setiap hari. Pada hari senin

lansia melakukan senam bugar lansia, selasa senam gerak latih otot yang disebut

triloka, rabu senam senior fitnes, dan kamis lansia melakukan senam relaksasi.

4.2 Analisis Masalah Konsep Penuaan

Asuhan keperawatan diberikan selama tujuh pekan ditujukan pada nenek Y

dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik dan resiko jatuh. Klien kelolaan utama

yang diberikan asuhan keperawatan di wisma Bungur selama tujuh pekan ialah

Nenek Y, saat ini berusia 81 tahun. Berdasarkan WHO usianya nenek Y sudah

dikategorikan sebagai lansia dengan usia tua (old). Seiring dengan pertambahan

usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak

konsekuensi. Proses penuaan adalah hal yang alamiah, sebagai akibat dari proses

metabolisme yang terus menerus, sehingga pada suatu saat proses perbaikan tidak

dapat mengimbangi proses kerusakan yang terjadi sehingga akan menyebabkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh yang pada

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 49: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan

serta mengakibatkan penurunan fungsi tubuh secara perlahan, progresif dan

irreversible (Depkes 2000). Hal ini seseuai dengan teori Tear and Wear yang

menyatakan proses penuaan terjadi karena usang dan tidak dapat memperbaiki diri

(Hayflick, 1988 dalam Miller, 2004). Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor

biologik yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase

regresif (Depkes 2000). Fase regresif merupakan mekanisme lebih ke arah

kemunduran yang dimulai dari dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia.

Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran

yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Didalam struktur anatomik

proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran didalam sel. Manifestasi proses

menua antara lain: rambut rontok dan memutih, permukaan kulit keriput, banyak

gigi yang tanggal (ompong), daya penglihatan dan pendengaran berkurang,

perubahan sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan lain-lain (Hanafiah, 2008).

4.3. Analisis Masalah terkait Konsep Lansia di Panti

Perubahan-perubahan yang cepat akibat modernisasi menyebabkan masalah

psikologis yang dihadapi lansia. Perubahan masyarakat agraris ke masyarakat

industri menyebabkan persaingan kerja yang tinggi dan peningkatan mobilitas

penduduk yang cepat. Perubahan masyarakat diperkotaan yang memiliki

kompetisi yang sangat tinggi menjadikan waktu untuk merawat lansia semakin

sedikit, yang menyebabkan lansia merasa kesepian. Hal ini pula yang dialami oleh

nenek Y yang tinggal di STW KBRP, pada awalnya datang ke STW atas saran

anaknya yang memiliki keterbatasan merawat orang tuanya. Nenek Y merasa saat

itu ia di minta tinggal di STW karena anaknya tidak mau dibebani oleh tanggung

jawab merawat dirinya.

Hal ini akibat perubahan nilai-nilai keluarga dan akibat proses industrialisasi

menyebabkan kesempatan mengurus orang tua semakin berkurang dan lansia

merasa kesepian (Wiyono, 1994), dan semakin tergesernya nilai-nilai pola

keluarga kecil yang mengakibatkan terlantarnya sebagian lansia (Nataprawira,

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 50: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

2012). Keberadaan panti werdha ditengah masyarakat perkotaan bisa membantu

masyarakat perkotaaan untuk membantu merawat orang tua dan memberi

kesempatan mereka beraktivitas dan bertemu teman baru yang sebaya. Sasana

tresna werdha yang berarti menyayangi atau mencintai orang tua merupakan salah

satu pemecahan masalah yang dihadapi kelompok usia lanjut dalam menapaki hari

akhir kehidupannya (Ihromi, 1999). Menkokesra, (2005) yang mendefinisikan

sasana wredha adalah tempat dimana berkumpulnya orang-orang yang telah lanjut

usia, baik yang secara sukarela maupun diserahkan keluarga untuk diurus segala

keperluannya, yang dikelola baik oleh yayasan maupun dikelola oleh pemerintah.

Alasan masuk nenek Y ada beberapa yang sesuai dengan konsep STW yaitu

berusia minimal 60 tahun, dapat mengurus sendiri (dalam hal ini karena

keterbatasan fisik nenek Y, keluarga memfasilitasi dengan menyediakan

caregiver), lulus tes kesehatan dan memiliki sponsor/penjamin selama nenek Y

tinggal di STW. Konsep STW merupakan hunian masa kini yang terdapat di

wilayah perkotaan sebagai tempat pelayanan kepada para lansia yang ingin

mengaktualisasikan diri.

Nenek Y telah mengalami klien masalah kesehatan perkotaan yaitu riwayat

menderita penyakit diabetes Mellitus (DM) akibat perubahan dalam sistem

endokrin. Selama di sasana tresna werdha, nenek Y mengalami riwayat terjatuh

sebanyak tiga kali, mata mengalami gangguan penglihatan/ katarak dan kurangnya

kemampuan nenek dalam mengurus dirinya sendiri, hal ini yang mendorong

keluarganya meminta bantuan petugas sosial/social worker untuk membantu

keutuhannya sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Burduli, 2009; Brown,

2007; Sclatter,2003 yang menyatakan DM pada lansia seringkali kelemahan

kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status kognitif atau

kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah

jatuh, dan inkontinensia urin ada perubahan pada kemampuan lansia di dalam

mengurus diri sendiri.

.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 51: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

Dibandingkan dengan lansia lainnnya, resiko keterbatasan fisik 2-3 kali lipat pada

lansia penderita DM, dan risiko ini lebih besar pada wanita. Dampak semua ini

adalah lebih banyak lansia wanita penderita DM yang mengalami jatuh dan

fraktur. Neuropati yang dialami oleh nenek Y yang mengeluh kebas (baal) pada

kaki merupakan komplikasi dari penyakit DM yang dideritanya. Hal ini tidak

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhora, (2007) yang menyimpulkan

pemeriksaan sensorik kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2, didapatkan hasil

sebagian besar (60,87%) responden memiliki sensasi kaki normal.

Hambatan mobilitas fisik yang dialami nenek Y dapat diakibatkan oleh faktor

internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang ada meliputi penurunan

dalam sisem muskuloskeletal, riwayat jatuh, sedangkan faktor ekternal dapat

disebabkan oleh lingkungan STW itu sendiri yang memicu terjadinya imobilisasi

atau akibat agen farmakologik. Mobilisasi nenek Y terbatas di kursi roda.

Penelitian Purwaningsih (2000) dalam Setiyawan (2008) menyimpulkan pada

pasien immobilisasi post operasi fraktur yang mengalami tirah baring menyatakan

bahwa dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat sebanyak 15,8% mengalami

luka dekubitus. Penelitian yang sama pada pasien immobilisasi post operasi

fraktur yang mengalami tirah baring di Rumah Sakit Moewardi Surakarta, dimana

kejadian luka dekubitus sebanyak 38,2% (Setiyajati, 2000 dalam Setiyawan,

2008).

Kemandirian akan menurun bila penurunan imobilitas tidak diatasi dan tingkat

aktivitas tidak ditingkatkan (Stanley dan Beare, 2007). Hal itu sesuai dengan data

yang didapatkan dari nenek Y yang mengalami penurunan tingkat kemandirian

sehingga ketergantungan kepada orang lain/ caregiver menjadi tinggi. Hasil

pengkajian indeks katz nenek Y mengalami gangguan fungsional berat/

ketergantungan tinggi dimana skor yang didapatkan pada saat pengkajian adalah 1

sehingga kebutuhan sehari-hari nenek Y tergantung oleh caregiver. Kemandirian

berarti tanpa pengawan, pengarahan, atau bantuan orang lain. Pengkajian ini

didasarkan pada status aktual dan bukan pada kemampuan. Alat ini secara luas

dapat mengukur kemampuan fungsional lansia di lingkungan klinis dan rumah

(Wallace & Shelkey, 2008). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Kobayashi

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 52: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

(2009) yang menyimpulkan bahwa responden lansia yang tinggal diinstitusi

memiliki tingkat kemandirian yang tinggi dalam ADL, dan penelitian Eka

Ediawati (2012) yang menyimpulkan lansia memiliki kemandirian dalam

aktivitas seperti mandi (96,5%), ke kamar mandi (96,5%), makan (100%),

berpindah tempat/berjalan (95,1%).

Penelitian Marie-Claire menyimpulkan hubungan status gizi dengan tingkat

kemandirian dapat memprediksi lamanya waktu perawatan. Sebanyak 54,2%

penderita yang mengalami malnutrisi dan risiko malnutrisi mempunyai tingkat

kemandirian rendah yang dilihat dari indekz Katz pada skala D-G. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Covinsky et al, (1999) menjelaskan adanya hubungan

antara kajian klinis status gizi dengan tingkat kemandirian dengan nilai p = 0,03

dan dapat digunakan untuk memprediksi angka mortalitas. Sementara penelitian

siti Zulaeha,2009) meyimpulkan bila diketahui status gizinya maka dapat

diprediksikan tingkat kemandirian pada aktifitas kehidupan sehari-hari penderita

Jatuh yang pernah dialami oleh nenek Y karena mengalami gangguan fungsi

tungkai bawah, gangguan keseimbangan, dan kemampuan gerak. Jatuh adalah

sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada di

bawah atau lantai tanpa disengaja, dengan atau tanpa saksi (Kobayashi, et. al.

2009). Berdasarkan survei di masyarakat AS, terdapat sekitar 30% lansia berumur

lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya (Fuller,2007). Separuh dari angka

tersebut mengalami jatuh berulang, lima persen dari penderita jatuh ini mengalami

patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit (Fuller,2007, Kane

Oslander, 2009). Hasil penelitian Eka, (2012) menyimpulkan sebanyak 63 orang

(44%) pada lansia yang tinggal di PTSW Budi Mulya mempunyai resiko jatuh

yang tinggi. Kekuatan otot nenek Y yang kurang dikarenakan adanya penurunan

massa otot, perubahan distribusi darah ke otot, otot menjadi lebih kaku dan ada

penurunan kekuatan otot. Olah raga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa

otot, perfusi otot dan kecepatan konduksi saraf ke otot. Tulang, sendi, dan otot

saling terkait. Jika sendi tidak dapat digerakkan, maka otot yang melintasi sendi

akan memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas sendi dan otot dapat

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 53: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot yang melintasi sendi, sehingga

ROM bisa dipertahankan

4.4. Analisis Tindakan ROM (Range Of Motion)

Satu intervensi yang diterapkan oleh mahasiswa dalam mengatasi masalah

hambatan mobilitas fisik dan masalah neuropati perifer ialah latihan ROM dan

senam kaki. ROM aktif merupakan salah satu latihan / aktifitas fisik yang

dilakukan oleh individu itu sendiri sesuai dengan kemampuan untuk

menggerakkan sendinya. Dengan latihan rutin paling sedikitnya 2-3 kali setiap

minggunya dalam waktu 20-30 menit mampu memberikan manfaat yang berarti

diantaranya dapat meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan keletihan, dalam

hal ini dikhususkan pada lansia yang mengalami penurunan massa otot serta

kekuatannya untuk melakukan mobilisasinya. Latihan/aktifitas fisik dapat

membuat kondisi tubuh lebih baik, meningkatkan kesehatan dan mempertahankan

kesehatan jasmani. Hal ini juga digunakan sebagai terapi membetulkan deformitas

atau mengembalikan seluruh tubuh ke status kesehatan maksimal (Perry & Potter,

2005).

Program latihan bermanfaat bagi lansia yang sehat maupun lansia yang

mempunyai masalah fisik karena dapat meningkatkan tingkat energi,

mempertahankan mobilitas dan meningkatkan kemampuan pulmonal dan

kardiovaskuler (Stanley dan Beare, 2007). Jika seseorang latihan (excercise),

maka akan terjadi perubahan fisiologis dalam sistem tubuh. Dengan demikian

dapat disimpulkan dengan seringnya seseorang melakukan latihan aktifitas fisik

seperti halnya ROM aktif sangat bermanfaat untuk menjaga kebugaran tubuh pada

lansia sehingga otot-otot dalam tubuh tetap terjaga elastisitasnya dan sendi dapat

melakukan pergerakannya dengan baik, terutama dalam kemampuan mobilisasi.

Keuntungan fungsional atas latihan bertahanan (resistance training) berhubungan

dengan hasil yang didapat atas jenis latihan bertahanan, antara lain yang mengenai

kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak sendi (range of motion) dan jenis

kekuatan yang dihasilkannya ( pemendekan atau pemanjangan). Keuntungan yang

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 54: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

didapat akan sangat besar bila kemampuan maksimum atas jenis latihan akan

meningkat sebagai akibat latihan tersebut (Hadi-Martono, 2004). Penelitian yang

dilakukan oleh Wuri, (2009) menyimpulkan bahwa ada pengaruh latihan rom aktif

terhadap kemampuan mobilisasi sebelum dan sesudah latihan rom aktif. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Afifka dan Warsito, (2012) menyimpulkan senam lansia

efektif mengatasi nyeri lutut pada lansia dengan nilai signifikansi p-value 0,001 yang

berarti sig <α=(0,05).

4.5. Analisis Tindakan Balance Exercise

Jatuh terjadi ketika sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan

tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang pada waktu yang

tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kegagalan ini antara lain

disebabkan oleh pergeseran pusat gravitasi tubuh yang besar, cepat, dan tiba-tiba,

gangguan lingkungan, serta faktor intrinsik seperti hilang atau berkurangnya

sistem sensorik yang esensial untuk mendeteksi gerakan pusat gravitasi tubuh,

gangguan sistem saraf pusat untuk mengorganisasikan dan menghantarkan respon

postural yang tidak efektif akibat terganggunya sistem neuromuskular, gaya

berjalan abnormal, refleks postural tidak memadai, instabilitas sendi, dan

kelemahan otot.

Menurunnya sistem muskuloskeletal berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh

lansia karena terjadinya atropi otot yang menyebabkan penurunan kekuatan otot,

terutama otot ekstremitas bawah sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan

keseimbangan seperti kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek, penurunan

irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung mudah goyah, susah

atau terlambat mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung (Tinetti, 1992; Kane,

1994; Reuben, 1996; Campbell & Brocklehurst, 1987 dalam Darmojo, 2004).

Gangguan keseimbangan postural jika tidak dikontrol, maka akan dapat

meningkatkan resiko jatuh Gunarto (2005). Gangguan keseimbangan postural

merupakan hal yang sering terjadi pada lansia (Siburian, 2006). Jatuh merupakan

gangguan keseimbangan yang terjadi pada 31% - 48% lansia (Kane,1994).

Berdasarkan survei di masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan sekitar 30%

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 55: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

lansia yang berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka

tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden di rumah-rumah perawatan (nursing

home) 3 kali lebih banyak.Gerakan ataupun senam untuk melatih meningkatkan

kekuatan otot dan keseimbangan bagi lansia dengan tujuan khusus yang dilakukan

selama waktu yang ditentukan.

Teori yang dikemukakan oleh Nyman (2007) bahwa latihan (balance exercise)

dapat menimbulkan adanya kontraksi otot, hal ini sesuai teori dari Guyton (1997)

menjelaskan ketika otot sedang berkontraksi, sintesa protein kontraktil otot

berlangsung jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurannya, sehingga

menghasilkan filamen aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progresif

di dalam miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan memecah di dalam setiap

serat otot untuk membentuk miofibril yang baru. Peningkatan jumlah miofibril

tambahan yang menyebabkan serat otot menjadi hipertropi. Dalam serat otot yang

mengalami hipertropi terjadi peningkatan komponen sistem metabolisme

fosfagen, termasuk ATP dan fosfokreatin. Hal ini mengakibatkan peningkatan

kemampuan sistem metabolik aerob dan anaerob yang dapat meningkatkan energi

dan kekuatan otot.

Peningkatan kekuatan otot inilah yang membuat lansia semakin kuat dalam

menopang tubuh dan melakukan gerakan, hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh American College of Sport Medicine, latihan yang dapat

meningkatkan kekuatan otot yang pada akhirnya akan meningkatkan

keseimbangan postural lansia dapat dilakukan 3-4 minggu latihan dengan

frekuensi 3 kali seminggu. tentunya hal ini perlu dilakukan secara teratur dan

tidak memaksakan diri. Waktu yang dianjurkan sebagai tahapan awal melakukan

latihan adalah dua kali dalam sepekan dengan durasi 30 menit setiap latihan

(Nurviyandari,2011; Nyman, 2007; Guyton, 2007). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kusnanto,Indarwati, dan Nisfil Mufidah (2007) menyimpulkan

bahwa ada pengaruh latihan balance exercise terhadap peningkatan keseimbangan

postural lansia di UPSTW Bangkalan dan terdapat variasi peningkatan

keseimbangan postural pada tiap-tiap lansia setelah dilakukan intervensi latihan

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 56: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

balance exercise. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena tiap-tiap lansia

berbeda dalam memaksimalkan setiap gerakan dalam balance exercise.

4.6. Keterbatasan

Keterbatasan waktu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

masalah hambatan mobilitas fisik merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat keberhasilan mobilitas fisik klien, dimana mahasiswa

hanya melakukan implementasi pada saat dinas, sementara untuk mencapai hasil

yang optimal latihan rentang gerak sendi sebaiknya dilakukan 2-3x/hari dengan

waktu selama 30 menit,sehingga untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu

meningkatkan mobilitas fisik dengan memberikan penguatan kepada klien agar

melakukan pengulangan latihan secara mandiri agar dapat meningkatkan kekuatan

dan fleksibilitas sendi secara optimal.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 57: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Beranjak dari tujuan khusus yang telah diidentifikasi, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Hambatan mobilitas fisik adalah masalah utama yang banyak ditemui pada

lansia, karena proses penuaan dimana tubuh mengalami penurunan berbagai

fungsi tubuh termasuk dalam sistem muskuloskeletal. Faktor yang

mempengaruhi mobilitas fisik yang perubahan metabolik, perubahan sistem

muskuloskeletal

2. Perubahan milai-nilai dalam keluarga mempengaruhi keluarga dalam

merawat lansia, akibat industrilisasi dan moderinisasi menyebabkan waktu

merawat lansia semakin sempit.

3. Panti adalah salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan lansia. STW

KBRP merupakan hunian masa kini yang terdapat di wilayah perkotaan

sebagai tempat pelayanan kepada para lansia yang ingin mengaktualisasikan

diri, dengan persyaratan lulus tes kesehatan, mandiri, mempunyai penjamin,

yang didukung oleh sarana dan prasarana yang menunjang seperti klinik,

fasilitas penunjang.

4. Panti wredha sebagai community base artinya peranannya tidak terlepas dari

peran serta keluarga dan masyarakat.

5. Hasil pengkajian yang dilakukan terhadap nenek Y, yaitu terdapatnya

hambatan mobilitas fisik didukung oleh ketidakmampuan klien dalam

melakukan kebutuhan sehari-hari sehingga harus dibantu oleh caregiver,

kekuatan otot yang menurun, ketidakmampuan untuk mandi, berpindah,

toileting, kontinen, sehingga tingkat ketergantungan sangat tinggi kepada

orang lain, mengeluh kebas yang dirasakan sudah lama seta gangguan pada

mata yaitu klien mengalami katarak yang mengakibatkan mata kiri sudah

tidak mampu melihat serta menggunakan alat bantu berupa kursi roda,

tongkat dan walker.

6. Rencana asuhan keperawatan disusun sesuai dengan diagnosis yang telah

ditegakkan yaitu, monitor kemampuan mobilitas secara fungsional setiap

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 58: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Universitas Indonesia

pagi, motivasi klien dalam mempertahankan atau mengembalikan mobilitas

sendi dan otot, ajarkan klien dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas

misalnya tongkat, walker, kruk atau kursi roda, ajarkan dan bantu klien dalam

proses berpindah misalnya dari tempat tidur ke kursi, ajarkan dan latih ROM

aktif atau pasif, motivasi klien mempraktekkan latihan ROM yang telah

diajarkan bersama-sama, ajarkan dan latih klien senam kaki, kolaborasi untuk

melakukan pemeriksaan gula darah.

7. Implementasi dilakukan dengan latihan rentang gerak sendi, melatih senam

kaki, melatih penggunaan alat bantu jalan

Evaluasi menunjukkan adanya peningkatan kemandirian lansia, dari nilai 1

menjadi nilai 2,kekuatan otot meningkat dari 4444 5555 menjadi 5555 5555

4444 5555 5555 5555

.

5.2 Saran

1. Latihan ROM sebaiknya dilakukan secara teratur 2-3x/minggu agar kekuatan

otot dan fleksibiltas sendi bertambah.

2. Perlu upaya yang terus menerus untuk mengatasi keluhan neuropati yang

dialami nenek Y dengan melakukan senam kaki agar peredaran darah perfer

dapat lancar

3. Balance exercise perlu dilakukan agar keseimbangan tubuh meningkat

sehingga risiko jatuh dapat diihindari.

4. Modifikasi lingkungan seperti mengatur tata letak kamar dan pencahayaan

yang cukup terang agar klien dapat melakukan mobilisasi dengan alat bantu

yang tepat, serta dapat menghindari risiko jatuh.

5. Kolaborasi dengan perawat agar melakukan pemeriksaan FMS tiga bulan

mendatang

6. Kolaborasi dengan perawat STW agar melakukan observasi yang ketat

terutama pada pada lansia yang mempunyai risiko jatuh yang tinggi

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 59: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

49

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ayu ,Dyah. A., Warsito, Bambang E. ( 2012). Pemberian Intervensi Senam

Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Jurnal Nursing Studies. Volume

1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 60 – 65 . http://ejournal

s1.undip.ac.id/index.php/jnursing diakses tgl 13 /5/13 jam 23.15)

Aristo Farabi. (2007). Hubungan Tes “Time Up and Go” dengan Frekuensi Jatuh

Pasien Lanjut Usia. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran

Universitas Dipenegoro Semarang

Barton, Hugh.( 2000). Healthy Urban Planning. WHO; London.

Budiharjo, dkk. (2005). Pengaruh Senam Aerobic Low Impact Intensitas Sedang

Terhadap Kelenturan Badan Pada Wanita Lanjut Usia Terlatih. Berkala

Ilmu Kedokteran. 37(4:178)

Burduli M. (2009). The Adequate Control of Type 2 Diabetes Mellitus in an

Elderly Age. Available from: http://www.gestosis.ge/Diabetes Melitus

Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 60,

Nomor: 12, Desember 2010

Brian J. Sharkey. (2003). Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada

Brown AF, Mangione CM, Saliba D, Sarkisian CA. (2003) Guidelines for

Improving the Care of the Older Person with Diabetes Mellitus.

JAGS;51:S265-75.http://www.american- geriatrics.org/products/ position

papers/JAGSfinal05.pdf

Carpenito, L.J.(2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinis edisi

9. Jakarta: EGC

Depkes RI. (2000). Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan.

Jakarta

Eka, Ediawati. (2012). Gambaran Tingkat Kemandiorian Dalam Activity Of Daily

Living (ADL) Dan Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna

Wredha Budi Mulya 01 Dan 03 Jakarta Timur. Skripsi. FIK UI

Fuller GF. (2007). Falls in The Elderly. Diakses tanggal 3 Juli 2013:

http://www.aafp.org/afp/20000401/2159.html

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 60: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

50

Universitas Indonesia

Gazotti C. (2000). Clinical Usefulness Of The Mini Nutritional Assessment Scale

In Geriatric Medicine. J Nutr Health aging, 4(3):176-81

Gholamreza V.(2010). Association Between Socio-Demographic Factors and

Diabetes Mellitus in The North Of Iran: A Population-Based Study.

International Journal of Diabetes Mellitus 154–157.

Guccione, A.A. (2000). Geriatric physical therapy. 2nd edition. Philadelpia:

Mosby. Hal: 45, 102, 285, 461

Gunarto, Sigit. 2005. Pengaruh Latihan Four Square Step Terhadap

Keseimbangan Pada Lansia. Tesis. Tidak dipublikasikan. Program

Pendidikan Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik FKUI.

Jakarta.

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal:

104-105, 1346

Hamid, A. (2007). Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia Dan Masalah

Kesejahteraannya.http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&f

ile=print&sid=522 diunduh pada tanggal 24 Juni 2013

Hanafiah, H. (2008).Kelainan Muskulo Skeletal Pada Lanjut Usia. Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bedah pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ihromi, T. (1999). Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Kane RL, Ouslander JG, Abrass RB, Resnick B. (2009). Essentials of Clinical

Geriatrics. 6th ed. New York: McGraw Hill.p.363- 70.

Kobayashi, N.,Nurviyandari,D.,Yammamoto,M., Sugiyama,T., Sugai. (2009).

Severity Of Dementia As A Risk Factor For Repeat Fall Among The

Institutionalized Elderly In Japan. Journal Of Nursing and Health

Sciences

Leli, Mulyati. (2012). Pengaruh Masase Kaki Secara Manual Terhadap Sensasi

Proteksi, Nyeri Dan Ankle Brachial Index (Abi) Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 Di RSUD Curup Bengkulu. Akademi Kesehatan Sapta Bakti

Bengkulu

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 61: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

51

Universitas Indonesia

Lueckenotte. (1996). Pengkajian Gerontologi. Ahli bahasa oleh: Aniek

maryunani. Jakarta: EGC

Martono, Hadi. (2009). Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Martono, Hadi. & Darmojo, Boedhi, R. (2004). Ilmu kesehatan usia lanjut. edisi 3

Jakarta: FIK-UI

Maryam, S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta: Salemba

Medika. 2008.

Mira,A.K. (2011). Efektifitas ROM Pasif Dalam Mengatasi Konstipasi Pada

Pasien Stroke di Ruang Neuro Badan Layanan Umum Daerah Gorontalo

RSU DR.M.M. Dunda Kabupaten Gorontalo. Jurnal Haealth & Sport,

Vol 3,Nomer 1

Miller, A.C. (2004). Nursing care of older adult theory and practices. (2nd

ed).Philadelphia: JB. Lippincott Company

Nataprawira, I. (2012). Strategi Customer Relations Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia V Jelambar Jakarta Barat Melalui Pendekatan Model

Communicative Competence. Universitas Indonesia: Skripsi

Nurhadi, Wiyono. (1994). Lansia Sebagai Modal Permbangunan: Peluang dan

Tantangan. Warta Demografi tahun ke 24 N0 1

Nurviyandari, D. (2010). Modul: Program Pencegahan Jatuh Pada Lanjut Usia.

Hibah Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2010 Iptek

bagi Masyarakat (IbM). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Nyman. 2007. Why Do I Need To Improve My Balance?.

www.balancetraining.org.uk. Diakses tanggal 13 Juni 2013.

Potter,P. A & Perry, A.G. (2005). Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses,

dan Praktik). Edisi 4. Volume 1. Jakarta:EGC.

Pinkstaff SM. (2004) Aging with Diabetes-An Underappreciated Cause of

Progressive Disability and Reduced Quality of Life. http://www.

clinicalgeriatrics. com/article/3441 20

Rahman S, Rahman T, Ismail A, Rashid.(2007). Diabetes-associated

macrovasculopathy: pathophysiology and pathogenesis, Diabetes Obes

Metab9(6): 767–80. 5. Indonesia Keilmuan Keperawatan Komunitas.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 62: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

52

Universitas Indonesia

Rachmah,.L.A Aktivitas Fisik pada Lansia. Staf Pengajar FIK.Universitas Negeri

Jogyakarta. File PDF. Diakses tanggal 27/6/2013

Romanus, Beni. (2001). Kesejahteraan Lansia Masa Depan: Sehat, Produktif dan

Mandiri. Warta Demografi tahun ke 31 no 21, 2001

Rahardjo, Tri.Budi,W., Priyotomo,Y. (1994). Permasalahan Kesehatan Lansia

dan Upaya Pelayanan Melalui Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Warta

Demografi tahun ke 24 N0 1, 1994

Riyadi, Sujono, Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan

Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakart: Graha

Ilmu

Sclatter A. (2003) Diabetes in the Elderly: The Geriatrician’s Perspective. Can J

Diab.;27(2):172-5.http:// www.diabetes.ca/files/ElderlySclaterJune03.pdf

Shoba S.(2005). Preventing Of Falls In Older Patients. Diakses tanggal 3 Juli

2013 di: http://www.aafp.org/afp/20050701/81.html

Siti Zulaekah dan Dyah Widowati (2009) . Hubungan Status Gizi (Mini

Nutritional Assesment) Dengan Tingkat Kemandirian (Indeks Katz)

Penderita Di Divisi Geriatri Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.

jurnal kesehatan, issn 1979-7621, vol. 2, no. 2, Desember 2009 hal 131-

136 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Siburian, P. (2007). Empat Belas Masalah Kesehatan Utama Pada Lansia.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=

article&catid=28:kesehatan&id=3812:empat-belas-masalah-kesehatan-

utama-pada-lansia pada tanggal 24 Juni 2013

Subramaniam I, Gold JL.(2005.) Diabetes Mellitus in Elderly. J Indian Acad

Geri.: http://www.jiag.org/ sept/diabetes.pdf

Stanley, M.& Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C., Bare,B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Brunner & Suddarth (edisi 8). Volume 1. Diterjemahkan oleh Waluyo,

A. Jakarta : EGC

Stocklager, Jaime & Schaeffer, Liz. (2008). Buku Saku Asuhan Keperawatan

Geriatrik Edisi 2. Alih Bahasa: Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 63: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

53

Universitas Indonesia

Taslim, H. (2001). Gangguan Muskuloskeletal pada Usia Lanjut.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072001/pus-1.htm (diakses tgl

13/5/13 jam 23.00)

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/26/173483297/28-Juta-Lansia-

Indonesia-Telantar diakses tagnggal 8 JUli 2013

Wilkinson,J.M; Ahern,N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan:

Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta:

EGC.

Wuri U. (2009). Pengaruh Latihan Rom Aktif Terhadap Kemampuan Mobilisasi

Pada Lansia Dengan Gangguan Muskuloskeletal Di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 03 Ciracas Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Keperawatan, Volume 5, No. 3, Oktober 2009

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 64: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

x Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian dan Analisis Data

Lampiran 2 Rencana Asuhan Keperawatan

Lampiran 3 Hasil Pengkajian MMSE

Lampiran 4 Hasil Pengkajian GDS

Lampiran 5 Hasil Pengkajian FMS

Lampiran 6 Hasil Pengkajian Indeks Katz

Lampiran 7 Hasil pengkajian BBT

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 65: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

LAPORAN PKKMP GERONTIK

NAMA :INDRYANI DEWY

NPM : 1006823311

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI

PENGKAJIAN

Nama Panti : STW Karya Bakti RIA Pembangunan

Alamat Panti : Jl. Karya Bakti No 2 Cibubur Jakarta Timur

Tanggal Masuk: 18 November 2011

No Register :

I. IDENTITAS

a. Nama : Nenek Y

b. Jenis kelamin : Perempuan

c. Umur : 81 tahun/ Padang Panjang, 24 Oktober 1932

d. Agama : Islam

e. Status perkawinan : Janda

f. Pendidikan terakhir : SMA

g. Pekerjaan : Tidak bekerja

h. Alamat rumah : Duta Kranji Blok C No 52 Bintara bekasi Barat

II. ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI

Nenek Y awalnya dibawa ke STW Bakti RIA pembangunan oleh anaknya,

yang menurutnya anaknya tidak mau dibebani oleh orang tuanya. Setelah

beberapa bulan nenek Y merasa kerasan tinggal di panti dan tidak mau lagi

kembali ke rumah anaknya, kecuali hanya sekedar menginap beberapa hari

III. RIWAYAT KESEHATAN

A. Masalah Kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini

Masalah kesehatan yang pernah dialami adalah nenek Y pernah

mengalami jatuh sebanyak 3 kali, mata sebelah kiri tidak bisa melihat

karena mengalami katarak sejak tahun 1990,riwayat NIDDM . saat ini

nenek Y mengeluh tangan dan kaki terasa kebas, badan terasa lemas,

bila berdiri tidak kuat sehingga harus dibantu tongkat/ walker

B. Masalah kesehatan keluarga/keturunan

Nenek Y tidak mampu mengingat penyakit yang diderita oleh anggota

keluarganya

Lamp 1

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 66: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Biologis

1. Pola makan

Nenek Y makan teratur selama di STW3x sehari, yaitu maan pagi,

makan siang dan makan sore. Nenek Y menyukai semua makanan

yang dihidangkan. Porsi makanan yang bisa dihabiskan hanya ½

porsi

2. Pola minum

Nenek Y memiliki kebiasaan minum hanya ketika makan, dalam 1

hari hanya 3-4 gelas (@ 200 cc), selain itu nenek Y hanya sedikit-

sedikit saja.

3. Pola tidur

Nenek Y mengatakan kebiasaan tidur siang tidak menentu, terkadang

nenek Y tertidur siang ketika menonton televisi. Kebiasaan tidur

malam mulai pukul 21-05 pagi

4. Pola eliminasi

Pola eliminasi BAB tidak teratur biasanya 2 hari sekali, sedangkan

pola eliminasi BAK dalam sehari sekitar 3-4 kali/hari karena nenek

Y takut sering BAK. Bila malam hari nenek Y memakai panpres

untuk mencegah ngompol

5. Aktivitas sehari-hari

Kegiatan yang dilakukan nenek Y setelah bangun pagi adalah sholat

subuh, mandi, sarapan, lalu nenek Y mengikuti kegiatan yang ada di

STW seperti senam pagi, pengajian. Sedangkan bila tidak ada

kegiatan nenek Y berdiam diri di kamar. Untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari nenek Y dibantu oleh caregiver

6. Rekreasi

Nenek Y mengatakan kegiatan rekreasi yang dilakukan sehari-hari

adalah menonton televisi, sedangkan kegiatan rekreasi yang

dilakukan diluar STW hanya bila dijemput oleh anak/cucunya

B. Psikologis

1. Keadam emosi

Keadaan emosi nenek Y cukup stabil, nenek Y masih mengenang

suaminya dengan terus mengulang pertemuan pertama dengan alm.

suaminya. Nenek Y sering mengulang pembicaraan tentang lawan

jenis misalnya ingin mencari pria yang mau mengawininya.

C. Sosial

1. Dukungan keluarga

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 67: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Keluarga mendukung nenek Y tinggal di STW, setiap akhir

pekan/hari libur keluarga rutin mengunjungi nenek Y. Keluarga juga

memperhatikan keterbatasan fisik orangtuanya sehingga keluarga

menyiapkan tenaga caregiver untuk membantu kebutuhan

orangtuanya

2. Hubungan antar keluarga

Keluarga nenek Y merupakan keluarga besar. Nenek Y mengatakan

ada seorang anaknya yang sudah menikah dan tinggal di Belanda,

komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga terjalin baik dan

berlangsung dua arah.

3. Hubungan dengan orang lain

Nenek Y cukup akrab dengan penghuni wisma Bungur lain, nenek Y

juga orang yang sangat ramah bahkan terhadap orang yang baru

dikenalnya.

D. Spiritual/kultural

Nenek Y melaksanakan sholat 5 waktu dikamar, karena nenek Y merasa

kesulitan bila melaksanakan ibadah sholat berjamaah di mushola. Nenek

Y juga aktif mengikuti pengajian yang dilaksanakan di panti maupun

yang dilakukan sendiri.

E. Pemeriksaan fisik

1. Tanda vital

a. Keadaan umum : postur tubuh nenek Y semampai, kulit

putih,gaya

berjalan diseret dan agak membungkuk

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Suhu : 36 0C

d. Nadi : 80x/menit

e. Tekanan darah : 120/80 mmHg

f. Pernafasan : 20x/menit

g. Tinggi badan : 155 cm

h. Berat badan : 60 kg

i. IMT : 24,97

j. LILA : 20 cm

2. Pemeriksaan sistematik dan kebersihan perorangan

a. Kepala

Rambut :

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 68: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Nenek Y memiliki rambut yang tebal dan beruban,

terdistribusi merata, kebersihan kepala bersih, tidak mudah

tercabut, tidak ada lesi

Mata :

Keadaan dan penampilan struktur mata: alis mata sejajar dan

simetris. Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pada

mata kiri ada katarak. Nenek Y tidak bisa melihat pada mata

kirinya. Nenek Y masih mampu melihat dengan jarak yang

sangat dekat hanya dengan mata kanannya

Hidung :

Hidung mancung, tidak ada pengeluaran cairan dan

peradangan/polip

Mulut :

Mukosa mulut lembab, lidah dan gigi bersih, gigi banyak

yang tanggal hanya bersisa 8 buah gigi.

Telinga :

Keadaan dan penampilan struktur telinga: telinga sejajar

mata, tidak ada lesi, pengeluaran cairan dan serumen tidak

ada.

b. Leher :

Tidak ada pembesaran KGB dan vena jugolaris dileher

c. Dada/thorax

Dada :

Dada simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada

Paru-paru:

Suara nafas vesikuler, ronkhi - /-, wheezing - / -

Jantung :

Warna kulit sama, penonjolan mata disekitar preiorbital tidak

ada, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugolaris. BJ I-II

normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada

d. Abdomen :

Abdomen lemas, tidak tampak striae, BU (+)

6x/menit,pembesaran hati dan limfa tidak teraba.

e. Muskuloskeletal

Nenek Y mempunyai masalah pada sistem muskuloskelal,

mengeluh kedua kaki dan tangan terasa kebas sejak 1 tahun yang

lalu. Oedema pada tungkai tidak ada, untuk membantu dalam

aktivitas sehari-hari nenek Y menggunakan tongkat/walker.

Kekuatan otot 4444 5555

5555 5555

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 69: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

f. Lain-lain

g. Keadaan lingkungan :

Kamar tertata rapi dan bersih, kamar mandi tidak licin

V. INFORMASI PENUNJANG

a. Diagnosa Medis : Hipertensi, katarak, riwayat NIDDM

b. Laboratorium :

Tanggal 12/10/2012

HB : 11,35 gr/dl (12-14)

Leukosit : 5,75 ribu/uL (5000 -10.000)

Trombosit : 261.000ribu/uL (150-400.000)

Eritrosit : 3,78 juta/uL (4.00 – 5.00)

Hematokrit : 33% (32-37)

Prot total : 7,1 gr/dl (6,6 – 8,7)

Albumin : 4,5 gr/dl (3,2 – 5,2)

Globulin : 2,6 gr/dl (2,3 – 3,5)

Bil. Direk : 0,7 mg/dl ( 0,3- 1,0)

Bil. Indirek : 0,4 mg/dl ( < 0,6)

SGOT : 18 iu/L (6-21)

SGPT : 8 iu /L (4-20)

Gamma GT : 16 iu/L ( < 50)

Ureum : 36 mg/dl (10-50)

Creatinin : 1,3 mg/dl (0,5- 1,5)

Asam urat : 3,3 mg/dl (2,5 -6,6)

GD N : 115 mg/dl ( 60 -100)

GD 2jam PP : 226 mg/dl ( < 140)

Natrium : 133,8 mMol (135-145)

Kalium : 4,1 mMol (3,8-5,3)

Chol. Total : 245

HDL : 48

LDL : 119

Tanggal 14/5/13

GDS : 113 mg/dl

A. Urat : 4,3 mg/dl

Hasil foto pelvis AP tanggal 14//1/13:

Kesan : tidak tampak fraktur / dislokasi (RS Medika BSD)

c. Terapi Medis:

Leparson 2 x ½

Lapibal/methycobalt 1 x 500 mg

Amlodipine 1x5 mg

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 70: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

PENGKAJIAN PADA LANSIA

a. Geriatric Depression Scale (GDS): 12 = depresi ringan

b. Mini Mental State Examination (MMSE): 26

c. Pengkajian Tingkat Kemandirian Indeks Katz: 1 ( gangguan fungsional

berat/ kemandirian tinggi)

d. Pengkajian Resiko Jatuh: Morse fail Scale (MFS)/ Skala Jatuh dari Morse:

80 = resiko jatuh tinggi

e. Berg Balance Test (BBT): 22. Interpretasi: lansia memiliki resiko jatuh

sedang dan perlu menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat, kruk dan

walker.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 71: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

ANALISA DATA

NO DATA FOKUS MASALAH

1. DS:

- Nenek Y mengatakan tidak melakukan

sholat ke mushola karena tidak kuat

berjalan jauh

- Nenek Y mengatakan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari dibantu caregiver

atau menggunakan tongkat/walker

- Nenek Y mengatakan pernah

mengalami riwayat jatuh selama dipanti

sebanyak 3 kali

- Nenek Y mengatakan bila tidak ada

kegiatan lebih suka rebahan dikamar

- Nenek Y mengatakan mata kiri tidak

bisa melihat karena katarak sejak tahun

1990

- Nenek Y mengatakan bila berpindah

dari tempat tidur ke kursi atau

sebaliknya perlu didampingi oleh orang

lain/caregiver

- mempunyai riwayat jatuh sehingga

takut bila melakukan aktivitas sendiri

- kebutuhan sehari hari seperti makan

masih dapat dilakukan sendiri, namun

perlu disiapkan, untuk aktivitas

toileting dan mandi ia dibantu oleh

caregiver,

DO:

- Dalam memenuhi kebutuhan sehari-

hari nenek Y dibantu caregiver

- Hasil BBT (Berg Balance Test): 22

- Hasil indeks Katz: 1: gangguan

fungsional berat

- Untuk ambulasi nenek Y

menggunakan tongkat/walker

- Untuk perubahan posisi nenek Y dari

tidur ke posisi duduk atau berdiri

nenek Y membutuhkan bantuan orang

lain

- klien mengalami penurunan kognitif

(sering lupa)

- klien mendapat terapi leparson 2x ½

tablet

- mata kiri klien tidak mampu melihat

klien dalam melakukan ambulasi

menggunakan kursi roda,

walker/tongkat dan dibantu oleh

caregiver

Hambatan mobilitas fisik

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 72: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

- klien mengalami penurunan sensasi rasa.

- Nenek Y terlihat sempoyongan ketika

ambulasi berjalan

2. DS:

- Nenek Y mengatakan pernah

mengalami riwayat jatuh selama dipanti

sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal

15/8/2012. 10/11/12 dan tanggal 5/4/13

- Nenek Y mengatakan tidak mampu

berdiri lama karena gemetar/

sempoyongan

- Nenek Y mengatakan didalam kamar

selalu menggunakan sandal yang tidak

licin

- Nenek Y mengatakan kaki dan tangan

terasa kebas.

DO

- Nenek Y terlihat sempoyongan ketika

ambulasi berjalan

- Hasil pengkajian MFS: 80= resiko jatuh

tinggi

- Nenek Y sudah memakai sandal karet

didalam maupun di luar kamar

- Cara bejalan nenek Y diseret dan posisi

tubuh agak membungkuk

- Nenek Y mendapat obat Leparson 2 x ½

tab

- Nenek Y menderita katarak dan tidak

bisa melihat pada mata kiri

- Hasil BBT (Berg Balance Test): 22=

lansia memiliki riwayat jatuh sedang

dan perlu menggunakan alat bantu jalan

berupa tongkat, kruk atau walker.

Resiko jatuh

3. DS:

- Nenek Y mengatakan tangan dan kaki

terasa kebas

- Nenek Y mengatakan pernah menderita

kencing manis, tetapi sekarang tidak

minum obat kencing manis lagi

- Nenek Y mengatakan makanan yang

disajikan habis ½ porsi

- Nenek Y mengatakan

DO:

- Nenek Y mendapat terapi Lapibal 1 x

500 mg

- Nenek Y riwayat menderita NIDDM

- Hasil GDS tanggal 14/5/13: 113 mg/dl

dan asam urat 4,3 mg/dl

Resiko ketidakstabilan kadar glukosa

darah

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 73: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

NO Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Hambatan mobilitas

fisik

TUM:

Hambatan mobilitas fisik

meningkat setelah diberikan

tindakan keperawatan dalam

waktu 7 minggu

TUK:

1. Teridentifikasinya tingkat

kekuatan otot dan

kemampuan mobilitas fisik

residen

2. Residen dapat mendemostra

sikan tindakan-tindakan

untuk meningkatkan mobili

tas fisik dan mencegah

kekakuan sendi

3. Residen mampu melakukan

latihan untuk meningkatkan

kekuatan otot dan sendi

secara mandiri

Individu akan:

- Memperlihatkan

penggunaan alat bantu

secara benar dengan

pengawasan

- Meminta bantuan untuk

aktivitas mobilisasi jika

diperlukan

- Berjalan dengan

menggunakan langkah

sejauh 50-100 meter

- Mampu berpindah dari

tempat tidur ke kursi atau

berjalan

MANDIRI

Kaji kemampuan mobilitas

secara fungsional setiap pagi

Evaluasi dan validasi

keadaan residen saat ini

Kaji tingkat motivasi pasien

untuk mempertahankan atau

mengembalikan mobilitas

sendi dan otot

Diskusikan dengan residen

tentang masalah kekakuan

sendi dan otot yang dialami

klien

Diskusikan bersama residen

mengenai perawatan yang

dilakukan untuk mengurangi

nyeri sendi

Ajarkan pasien dan pantau

penggunaan alat bantu

mobilitas misalnya tongkat,

walker, kruk atau kursi roda

Ajarkan dan bantu pasien

dalam proses berpindah

misalnya dari tempat tidur ke

kursi

Ubah pasien yang imobilisa

si minimal setiap dua jam

Berikan penguatan positif

Bantu pasien menggunakan

- Menentukan pilihan intervensi yang tepat

pada residen

- Intervensi yang dilakukan sesuai dengan

keadaan residen saat ini

- Motivasi yang kuat untuk mempertahankan

atau mengembalikan mobilitas sendi dan

otot mempercepat proses penyembuhan dan

meningkatkan partisipasi residen dalam

melakukan aktivitas

- Untuk mengetahui secara jelas penyebab

kekakuan pada sendi dan otot yang dialami

- Mengetahui sejauh mana usaha residen

menyelesaikan masalah

- Mendukung alat mobilitas yang tepat

- Mengajarkan pasien menggunakan postur

tubuh dan mekanika tubuh yang benar

- Mencegah terjadinya penekanan pada kulit

dan mencegah terjadinya dekubitus

- Meningkatkan motivasi dan harga diri

pasien

Lamp 2

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 74: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

alas kaki anti selip yang

mendukung untuk berjalan

Ajarkan dan latih dalam

latihan ROM aktif atau pasif

Motivasi residen memprak

tekkan latihan ROM yang

telah diajarkan bersama-

sama

Motivasi residen melakukan

latihan ROM tiap pagi

setelah bangun tidur dan sore

hari sebelu mandi

Dokumentasikan tingkat

kekuatan otot residen

KOLABORASI

Konsultasikan ke ahli terapi

fisik dan okupasi

Berikan analgesik sebelum

memulai latihan fisik

- Mencegah terjadinya cedera jatuh saat

ambulasi

- Meningkatkan pengetahuan residen dalam

mmpertahankan dan meningkatkan

kekuatan dan ketahanan otot serta

meningkatkan sirkulasi

- Meningkatkan dan mempertahankan

kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan

sirkulasi secara berkelompok

- Meningkatkan dan mempertahankan

kekuatan otot dan sendi serta meningkatkan

sirkulasi secara mandiri

- Melihat perkembangan sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi

- Sumber untuk mengembangkan

perencanaan aktivitas pasien

- Membantu mengurangi nyeri sebelum

melakukan mobilitas

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 75: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

NO Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Resiko jatuh TUM:

Resiko jatuh tidak terjadi

setelah diberikan tindakan

keperawatan dalam waktu

7x24 jam

TUK:

1. Meningkatnya pengetahuan

residen tentang resiko jatuh

2. Meningkatnya kekuatan

otot dan keseimbangan

pada residen

3. Meningkatnya kebersihan

dan kerapihan kamar

4. Meningkatnya kekuatan

otot dan keseimbnagan

pada residen

5. Meningkatnya kewaspada

an resiko jatuh pada residen

Pasien tidak jatuh ketika:

Berdiri tegak

Berjalan

Duduk

Berpindah tempat

Dari tempat tidur

Menaiki anak tangga

Menuruni anak tangga

MANDIRI

Identifikasi karakteristik

lingkungan yang dapat

meningkatkan resiko jatuh

Lakukan pengkajian resiko

jatuh pada pasien yang

masuk panti

Berikan penjelasan pada

residen tentang resiko jatuh

dan kondisi ruangan yang

menyebabkan resiko jatuh

Kaji kemampuan penglihat

an dan ingatkan untuk

menggunakan kacamata

ketika ambulasi

Kaji adanya dan atasi

inkontinensia urin

Pantau cara berjalan,

keseimbangan, dan tingkat

keletihan saat ambulasi

Bantu pasien saat ambulasi

secara aman dengan atau

tanpa alat bantu bila perlu

Sediakan alat bantu berjalan

misalnya tongkat, walker

dan demonstrasikan cara

berpegangan pada handrail

untuk mencegah jatuh

Jauhkan bahaya lingkungan

misalnya menyediakan

- Menentukan dan memantau lingkungan

fisik untuk meningkatkan kewaspadaan

residen terhadap resiko jatuh

- Memberikan pengawasan yang ketat

terhadap pasien yang memiliki resiko

tinggi jatuh

- Meningkatkan pengetahuan tentang resiko

jatuh sehingga meningkatkan kerjasama

klien dalam mencegah jatuh

- Mencegah terjadinya resiko jatuh akibat

gangguan penglihatan

- Peningkatan resiko jatuh meningkat dengan

keadaan inkontinensia urin

- Mengetahui resiko jatuh pada pasien saat

ambulasi

- Menghindari resiko cedera jatuh

- Penggunaan alat bantu jalan membantu

pasien dalam ambulasi dengan menjaga

keseimbangan tubuh

- Lingkungan yang aman menurunkan resiko

jatuh pada pasien

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 76: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

penerangan yang adekuat,

lantai yang tidak licin,

tersdianya handrail dikamar

dan kamar mandi

Bantu pasien menggunakan

alas kaki anti selip yang

mendukung untuk berjalan

Motivasi residen mengikuti

senam lansia untuk

meningkatkan kekuatan otot

dan keseimbangan

Motivasi residen untuk

melakukan ROM dikamar

baik dalam keadaan

berbaring atau duduk

Lakukan kerjasama sama

dengan caregiver/residen

untuk merapikan kamar

Jelaskan pada residen agar

mengganti keset kaki lama

yang telah aus dengan keset

kaki yang memiliki alas

karet dibawahnya

Beri tanda”area licin dan

basah ” dengan warna terang

dan ukuran besar pada lantai

yang sedang dipel atau lantai

yang tergenang air

KOLABORASI

Konsultasikan ke ahli fisio

terapi

- Mencegah terjadinya cedera jatuh saat

mobilitas

- Meningkatkan kekuatan otot dan

keseimbangan

- Meningkatkan kekuatan otot dan

keseimbangan

- Kamar yang rapi memudahkan residen

berjalan dan mengurangi resiko tersandung

- Keset kaki yang telah aus bagian karetnya

cenderung mudah bergeser dan tertekuk

sehingga meningkatkan resiko jatuh

- Menghindari resiko jatuh akibat tergelincir

- Melatih cara berjalan dan latihan fisik

untuk memperbaiki mobilitas, keseimbang

an, dan kekuatan.

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 77: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Mini Mental State Examination (MMSE)

Max Score

Orientation

5 ( 4 ) Sebutkan (tahun) (bulan) (tanggal) (hari) (musim/ jam)?

5 ( 5 ) Dimanakah kita sekarang (kamar) (wisma) (kota)

(provinsi) (negara)?

Registration

3 ( 3 ) Sebutkan 3 ojek benda.: 1 detik utuk menyebutkan masing-

masing. Kemudian tanyakan kepada lansia setelah kita

menyebutkan 3 benda tersebut. Beri nilai 1 untuk masing-

masing jawaban yang benar. Ulangi sampai lansia dapat

menyebutkan semuanya. HItung berapa kali lansia mencoba

menyebutkan. Mencoba __lemari, meja kursi____

Attention and Calculation

5 ( 4 ) Menghitung kelipatan 7 sampai 5 kali, atau jika tidak

mampu dengan hitungan uang. Atau jika tidak bias

memakai angka minta nenek menyebutkan bacaan kebalik

dari satu kata

Recall

3 ( 3 ) Sebutkan kembali 3 benda yang disebutkan di awal. Beri 1

poin untuk jawaban yg benar

Language

2 ( 2 ) Menyebutkan 2 benda yang ada di meja/sekitar

1 ( 1 ) Buat/Ulangi satu kalimat tidak boleh ada penghubung

(jangan lebih dari 5 kata).Contoh matahari terbit dari timur

3 ( 3 ) Ikuti 3 Perintah “ Ambil kertas di tangan mu, lipat menjadi

dua dan letakan diatas lantai”

1 ( 0 ) Baca dan ikuti perintah: Tutup matamu

1 ( 1 ) Tulis kalimat

1 ( 0 ) Gambarkan kembali gambar berikut. (yang dinilai jumlah

sisi dan ada yang beririsan)

Lamp 3

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 78: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Interpretasi Hasil

Nilai hasil: 26

Nilai maksimal 30

Nilai < 23 : gangguan kognitif

Nilai 23-30 : Normal

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 79: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

PENGKAJIAN PADA LANSIA

Geriatric Depression Scale

Beri tanda ceklist (√) antara jawaban ya atau tidak pada tiap pertanyaan.

Beri tanda silang ( √ ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak

1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda? V

2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda? V

3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa? V

4. Apakah anda senantiasa bosan? V

5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan? V

6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat

dilupakan?

V

7. Apakah anda bersemangat setiap waktu? V

8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan

menimpa anda?

V

9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu? V

10. Apakah anda merasa tidak berdaya? V

11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup? V

12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada

berjalan-jalan ke luar dan melakukan sesuatu yang baru?

V

13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda? V

14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan? V

15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan

kehidupan sampai sekarang?

V

16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih? V

17. Apakah anda merasa tidak berguna? V

18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda? V

19. Apakah anda menemukan kehidupan yang menyenangkan? V

20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang

baru?

V

21. Apakah anda memiliki energi maksimal? V

Lamp 4

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 80: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong? V

23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari

anda?

V

24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil? V

25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis? V

26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi? V

27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari? V

28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari

perkumpulan sosial?

V

29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan? V

30. Apakah pikiran anda jernih? V

Total nilai : 5

Interpretasi Hasil

Nilai 0-9 : normal

Nilai 10-19 : depresi ringan

Nilai 20-30 : depresi berat

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 81: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

D. Pengkajian Resiko Jatuh: Morse Fall Scale (MFS) Skala Jatuh dari Morse

Pengkajian Skala Nilai

1. Riwayat jatuh; apakah lansia pernah jatuh dalam

3 bulan terakhir

Tidak 0

Ya 25

0

__________

2. Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki lebih

dari satu penyakit

Tidak 0

Ya 15

15

__________

3. Alat bantu jalan;

- Bed rest/ dibantu perawat

- Kruk/ tongkat/ walker

- Berpegangan pada benda-benda di sekitar

(kursi, lemari, meja)

0

15

30

30

________

4. Terapi intravena; apakah saat ini lansia terpasang

infus?

Tidak 0

Ya 20

0

__________

5. Gaya berjalan/ cara berpindah

- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat

bergerak sendiri)

- Lemah (tidak bertenaga)

- Gangguan/ tidak normal (pincang/

diseret)

0

10

20

10

_________

6. Status Mental

- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri

- Lansia mengalami keterbatasan daya

ingat

0

15

__0_______

Total Nilai 55

Interpretasi Hasil

Nilai 0-24 : Tidak memiliki risiko jatuh

Nilai 25-50: Risiko jatuh rendah

Nilai ≥51 : Risiko jatuh tinggi

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 82: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Pengkajian Resiko Jatuh: Morse Fall Scale (MFS) Skala Jatuh dari Morse

Pengkajian Skala Nilai

1. Riwayat jatuh; apakah lansia pernah jatuh dalam

3 bulan terakhir

Tidak 0

Ya 25

25

__________

2. Diagnosa sekunder; apakah lansia memiliki lebih

dari satu penyakit

Tidak 0

Ya 15

15

__________

3. Alat bantu jalan;

- Bed rest/ dibantu perawat

- Kruk/ tongkat/ walker

- Berpegangan pada benda-benda di sekitar

(kursi, lemari, meja)

0

15

30

15

________

4. Terapi intravena; apakah saat ini lansia terpasang

infus?

Tidak 0

Ya 20

0

__________

5. Gaya berjalan/ cara berpindah

- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat

bergerak sendiri)

- Lemah (tidak bertenaga)

- Gangguan/ tidak normal (pincang/

diseret)

0

10

20

15

_________

6. Status Mental

- Lansia menyadari kondisi dirinya sendiri

- Lansia mengalami keterbatasan daya

ingat

0

15

__15_____

Total Nilai 80

Interpretasi Hasil

Nilai 0-24 : Tidak memiliki risiko jatuh

Nilai 25-50: Risiko jatuh rendah

Nilai ≥51 : Risiko jatuh tinggi

Lamp 5

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 83: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

A. Pengkajian Tingkat Kemandirian: Indeks Katz

Aktivitas

Skor (1 atau 0)

Mandiri

(Skor 1) Tanpa pengawasan,

pengarahan, atau

bantuan orang lain.

Tergantung

(Skor 0) Dengan

Pengawasan, pengarahan,

dan bantuan orang lain.

MANDI

Skor:

_0______

(Skor 1) Melakukan mandi

secara mandiri atau

memerlukan bantuan hanya

untuk bagian tertentu saja

misalnya punggung atau

bagian yang mengalami

gangguan.

(Skor 0) Perlu bantuan lebih

dari satu bagian tubuh, perlu

bantuan total.

BERPAKAIAN

Skor:

__0_______

(Skor 1) Bisa memakai

pakaian sendiri, kadang perlu

bantuan untuk menalikan

sepatu.

(Skor 0) Perlu bantuan lebih

dalam berpakaian atau

bahkan perlu bantuan total.

KE TOILET

Skor:

___0______

(Skor 1) Bisa pergi ke toilet

sendiri , membuka

melakukan BAB BAK

sendiri.

(Skor 0) Perlu bantuan

dalam eliminasi

BERPINDAH

Skor:

____0_____

(Skor 1) Bisa berpindak

tempat sendiri tanpa bantuan,

alat bantu gerak

diperkenankan

(Skor 0) Perlu bantuan

dalam berpindah dari bed ke

kursi roda, bantuan dalam

berjalan.

KONTINEN

Skor:

_____1_____

(Skor 1) Bisa mengontrol

eliminasi

(Skor 0) inkontinensia

sebagian atau total baik

bladder maupun bowel.

MAKAN

Skor:

______1____

(Skor 1) bisa melakukan

makan sendiri. Makanan

dipersiapkan oleh orang lain

diperbolehkan.

(Skor 0) Perlu bantuan

dalam makan, nutrisi

parenteral

Lamp 6

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 84: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

Total Skor:___1__

Interpretasi Hasil

Nilai 6 : Kemandirian penuh

Nilai 4: Gangguan fungsional sebagian (kemandirian sebagian)

Nilai 0-2 : Gangguan fungsional berat (Ketergantungan tinggi)

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 85: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

BERG BALANCE SCALE (BBS)

Perintah dalam Berg Balance Scale

1. Duduk ke berdiri

Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk tidak menggunakan tangan sebagai

sokongan

( ) 4 mampu berdiri tanpa menggunakan tangan

( v ) 3 mampu untuk berdiri namun menggunakan bantuan tangan

( ) 2 mampu berdiri menggunakan tangan setelah beberapa kali

mencoba

( ) 1 membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri

( ) 0 membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri

2. Berdiri tanpa bantuan

Instruksi: berdirilah selama dua menit tanpa berpegangan

( ) 4 mampu berdiri selama dua menit

( v ) 3 mampu berdiri selama dua menit dengan pengawasan

( ) 2 mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan

( ) 1 membutuhkan beberapa kali untuk mencoba berdiri selama 30

detik tanpa bantuan

( ) 0 tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan

3. Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan di lantai

Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda selama dua menit

(v ) 4 mampu duduk dengan aman selama dua menit

( ) 3 mampu duduk selama dua menit di bawah pengawasan

( ) 2 mampu duduk selama 30 detik

( ) 1 mampu duduk selama 10 detik

( ) 0 tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik

4. Berdiri ke duduk

Instruksi: silahkan duduk

( v ) 4 duduk dengan aman dengan pengguanaan minimal tangan

( ) 3 duduk menggunakan bantuan tangan

( ) 2 menggunakan bantuan bagian belakan kaki untuk turun

Lamp 7

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 86: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

( ) 1 duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari berdiri

ke duduk

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk duduk

5. Berpindah

Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk berpindah ke kursi

yang memiliki penyagga tangan kemudian ke arah kursi yang tidak

memiliki penyangga tangan

( ) 4 mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan

( ) 3 mampu berpindah dengan bantuan tangan

( ) 2 mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan

( v ) 1 membutuhkan seseorang untuk membantu

( ) 0 membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi

6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup

Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10 detik

( ) 4 mampu berdiri selama 10 detik dengan aman

( v ) 3 mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan

( ) 2 mampu berdiri selama 3 detik

( ) 1 tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap berdiri

dengan aman

( ) 0 membutuhkan bantuan agar tidak jatuh

7. Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat

Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan

( ) 4 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit

( v ) 3 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan

pengawasan

( ) 2 mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama 30 detik

( ) 1 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang diperintahkan

tetapi mampu berdiri selama 15 detik

( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat

bertahan selama 15 detik

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 87: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

8. Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri

Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda dan raihlah

semampu Anda (penguji meletakkan penggaris untuk mengukur jarak

antara jari dengan tubuh)

( ) 4 mencapai 25 cm (10 inchi)

( ) 3 mencapai 12 cm (5 inchi)

( ) 2 mencapai 5 cm (2 inchi)

( ) 1 dapat meraih tapi memerlukan pengawasan

( v ) 0 kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan bantuan

9. Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri

Instruksi: Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda

( ) 4 mampu mengambil dengan mudah dan aman

( ) 3 mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan

( ) 2 tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari benda dan dapat

menjaga keseimbangan

( ) 1 tidak mampu mengambil dan memerlukan pengawasan ketika

mencoba

( v ) 0 tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk mencegah

hilangnya keseimbangan atau terjatuh

10. Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri

Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan kembali ke

arah kanan

( ) 4 melihat ke belakang dari kedua sisi

( ) 3 melihat ke belakang hanya dari satu sisi

( ) 2 hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga

keseimbangan

( ) 1 membutuhkan pengawasan ketika menengok

(v ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan atau

terjatuh

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 88: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

11. Berputar 360 derajat

Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh, kemudian ulangi lagi dengan

arah yang berlawanan

( ) 4 mampu berputar 360 derajat dengan aman selama 4 detik atau

kurang

( ) 3 mampu berputar 360 derajat hanya dari satu sisi selama empat

detik atau kurang

( ) 2 mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan yang lambat

( ) 1 membutuhkan pengawasan atau isyarat verbal

( v ) 0 membutuhkan bantuan untuk berputar

12. Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan ketika beridiri

tanpa bantuan

Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki pada sebuah pijakan.

Lanjutkan sampai setiap kaki menyentuh pijakan selama 4 kali.

( ) 4 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20 detik

( ) 3 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan > 20 detik

( ) 2 mampu melakukan 4 pijakan tanpa bantuan

( ) 1 mampu melakukan >2 pijakan dengan bantuan minimal

( v ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh/tidak mampu

melakukan

13. Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya

Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan kaki lainnya. Jika merasa

tidak bisa, cobalah melangkah sejauh yang Anda bisa

( ) 4 mampu menempatkan kedua kaki (tandem) dan menahan selama

30 detik

( ) 3 mampu memajukan kaki dan menahan selama 30 detik

( ) 2 mampu membuat langkah kecil dan menahan selama 30 detik

( ) 1 membutuhkan bantuan untuk melangkah dan mampu menahan

selama 15 detik

( v ) 0 kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013

Page 89: ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351571-PR-Indryani Dewy.pdf · pengontrolan bahaya yang mungkin ada di kamar mandi, dan tindakan pengamanan

14. Berdiri dengan satu kaki

Instruksi: berdirilah dengan satu kaki semampu Anda tanpa berpegangan

( ) 4 mampu mengangkat kaki dan menahan >10 detik

( ) 3 mampu mengangkat kaki dan menahan 5-10 detik

( ) 2 mampu mengangkat kaki dan menahan >3 detik

( ) 1 mencoba untuk mengangkat kaki, tidak dapat bertahan selama 3

detik tetapi dapat berdiri mandiri

( v ) 0 tidak mampu mencoba

Total Skor:___22_____

Interpretasi Hasil

Nilai 0-20 : Lansia memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat antu

jalan berupa kursi roda

Nilai 21-40 : Lansia memiliki risiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat

bantu jalan seperti tongkat, kruk dan walker

Nilai 41-56 : Lansia memiliki risiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu

Analisis praktik..., Indryani Dewy, FIK UI, 2013