analisis pola hubungan pemodelan arima curah hujan dengan ... · curah hujan yang terjadi sangat...

7
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Analisis Pola Hubungan Pemodelan ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Maksimum, Lama Waktu Hujan, dan Curah Hujan Rata-Rata Fathin Fahimah – 2206100033 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Email: [email protected] Abstrak Curah hujan sangat berpengaruh pada link komunikasi karena menyebabkan terjadinya redaman hujan yang mengakibatkan penurunan kualitas komunikasi pada perambatan gelombang radio. Di negara-negara tropis seperti Indonesia, hujan terjadi selama hampir setengah tahun atau bahkan lebih dengan curah hujan yang tinggi yang menyebabkan efek dari redaman hujan dalam sistem komunikasi sangat terasa. Pemodelan curah hujan merupakan salah satu metode untuk mengurangi pengaruh redaman hujan. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan curah hujan menggunakan model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Penelitian juga membahas mengenai pemodelan curah hujan dan keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Hal ini dilatarbelakangi oleh curah hujan yang sangat bervariasi setiap saat. Dari penelitian ini diperoleh 238 event hujan dengan 14 model. Ada tiga model yang paling dominan, yaitu ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0). ARIMA (0 1 1) memiliki durasi yang paling panjang yaitu 2000-3000 detik dengan curah hujan maksimum terjadi pada 10-20 % durasinya. Sedangkan ARIMA (1 0 0) berdurasi paling pendek yaitu 400-600 detik, dan ARIMA (2 0 0) berdurasi 1000-1500 detik. Curah hujan maksimum keduanya terjadi pada 30-50 % durasinya. Ketiga model ini memiliki curah hujan rata-rata 0-5 mm/h. Kata Kunci : Curah Hujan, Redaman Hujan, ARIMA I. PENDAHULUAN Curah hujan di Indonesia sangat tinggi, sehingga efek dari redaman hujan dalam sistem komunikasi sangat terasa. Redaman hujan menyebabkan perambatan gelombang radio melalui medium udara mengalami penurunan dalam kualitas komunikasi akibat terjadinya hujan. Besar redaman hujan akan bergantung pada curah hujan untuk frekuensi tertentu [1]. Pada gelombang mikro dan milimeter, curah hujan merupakan faktor utama penyebab kerusakan sinyal dalam bentuk fading [2]. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai model curah hujan yang terjadi setiap saat. Dengan mengetahui model curah hujan, maka dapat ditentukan model redaman hujan [1]. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian curah hujan yang didekati dengan model ARIMA. Penggunakan model ARIMA merupakan suatu solusi yang tepat untuk teknik mitigasi terhadap pengaruh redaman hujan pada gelombang milimeter. Dengan menggunakan model ARIMA ini, curah hujan yang merupakan data nonstasioner, dapat didekati mendekati keadaan yang sebenarnya. Curah hujan yang terjadi sangat bervariasi setiap saat, bahkan pada 1 event hujan pun nilai curah hujannya bisa berbeda. Oleh karena itu pada pemodelan ARIMA curah hujan kita perlu tahu apakah ada keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama hujan, dan curah hujan rata-rata. Penelitian mengenai pemodelan curah hujan dan keterkaitannya dengan lama waktu hujan telah dilakukan pada daerah dengan iklim sedang, namun sangat jarang dilakukan pada daerah dengan iklim tropis [2]. II. METODOLOGI A. Pengukuran Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan Parsivel (Particle Size and Velocity) Disdrometer yang diletakkan di atas atap gedung Jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya dan terhubung dengan perangkat komputer yang berada di Laboratorium Antena dan Propagasi Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Pengambilan data curah hujan dilakukan dari tahun 2007 hingga 2010. Prinsip kerja dari Parsivel Disdrometer menggunakan sensor laser untuk mendeteksi titik hujan dengan cara menghitung partikel-partikel hujan yang melewatinya dengan periode sampling 10 detik. Luas sensor laser dari alat ini adalah 180 mm x 30 mm [3]. Titik hujan yang terdeteksi melalui interface converter berfungsi sebagai konverter serial ke USB kemudian diteruskan ke perangkat komputer dan diolah dengan software ASDO. Data hasil pengukuran ini merupakan data curah hujan dengan satuan mm/h berupa file txt. B. Pengolahan Data Proses pengolahan data dimulai dengan penyeleksian dan pengelompokan data curah hujan tiap event. Setelah data curah hujan dikelompokkan kemudian data diolah menggunakan Matlab agar data yang semula berupa file txt berubah menjadi data numerik yang dapat dibaca Minitab untuk proses pemodelan. C. Pemodelan ARIMA Curah Hujan Berikut ini merupakan diagram alir langkah-langkah pemodelan ARIMA.

Upload: ngokhanh

Post on 27-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Analisis Pola Hubungan Pemodelan ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan

Maksimum, Lama Waktu Hujan, dan Curah Hujan Rata-Rata

Fathin Fahimah – 2206100033

Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Email: [email protected]

Abstrak

Curah hujan sangat berpengaruh pada link komunikasi

karena menyebabkan terjadinya redaman hujan yang

mengakibatkan penurunan kualitas komunikasi pada

perambatan gelombang radio. Di negara-negara tropis seperti

Indonesia, hujan terjadi selama hampir setengah tahun atau

bahkan lebih dengan curah hujan yang tinggi yang

menyebabkan efek dari redaman hujan dalam sistem

komunikasi sangat terasa.

Pemodelan curah hujan merupakan salah satu metode

untuk mengurangi pengaruh redaman hujan. Pada penelitian ini

dilakukan pemodelan curah hujan menggunakan model ARIMA

(Autoregressive Integrated Moving Average). Penelitian juga

membahas mengenai pemodelan curah hujan dan

keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama waktu

hujan, dan curah hujan rata-rata. Hal ini dilatarbelakangi oleh

curah hujan yang sangat bervariasi setiap saat.

Dari penelitian ini diperoleh 238 event hujan dengan 14

model. Ada tiga model yang paling dominan, yaitu ARIMA (0 1

1), (1 0 0), dan (2 0 0). ARIMA (0 1 1) memiliki durasi yang

paling panjang yaitu 2000-3000 detik dengan curah hujan

maksimum terjadi pada 10-20 % durasinya. Sedangkan ARIMA

(1 0 0) berdurasi paling pendek yaitu 400-600 detik, dan ARIMA

(2 0 0) berdurasi 1000-1500 detik. Curah hujan maksimum

keduanya terjadi pada 30-50 % durasinya. Ketiga model ini

memiliki curah hujan rata-rata 0-5 mm/h.

Kata Kunci : Curah Hujan, Redaman Hujan, ARIMA

I. PENDAHULUAN

Curah hujan di Indonesia sangat tinggi, sehingga efek dari redaman hujan dalam sistem komunikasi sangat terasa. Redaman hujan menyebabkan perambatan gelombang radio melalui medium udara mengalami penurunan dalam kualitas komunikasi akibat terjadinya hujan. Besar redaman hujan akan bergantung pada curah hujan untuk frekuensi tertentu [1]. Pada gelombang mikro dan milimeter, curah hujan merupakan faktor utama penyebab kerusakan sinyal dalam bentuk fading [2]. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai model curah hujan yang terjadi setiap saat. Dengan mengetahui model curah hujan, maka dapat ditentukan model redaman hujan [1].

Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian curah hujan yang didekati dengan model ARIMA. Penggunakan model ARIMA merupakan suatu solusi yang tepat untuk teknik mitigasi terhadap pengaruh redaman hujan pada gelombang milimeter. Dengan menggunakan model ARIMA ini, curah hujan yang merupakan data nonstasioner, dapat didekati mendekati keadaan yang sebenarnya.

Curah hujan yang terjadi sangat bervariasi setiap saat,

bahkan pada 1 event hujan pun nilai curah hujannya bisa berbeda. Oleh karena itu pada pemodelan ARIMA curah hujan kita perlu tahu apakah ada keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama hujan, dan curah hujan rata-rata. Penelitian mengenai pemodelan curah hujan dan keterkaitannya dengan lama waktu hujan telah dilakukan pada daerah dengan iklim sedang, namun sangat jarang dilakukan pada daerah dengan iklim tropis [2].

II. METODOLOGI

A. Pengukuran

Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan Parsivel (Particle Size and Velocity) Disdrometer yang diletakkan di atas atap gedung Jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya dan terhubung dengan perangkat komputer yang berada di Laboratorium Antena dan Propagasi Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Pengambilan data curah hujan dilakukan dari tahun 2007 hingga 2010.

Prinsip kerja dari Parsivel Disdrometer menggunakan sensor laser untuk mendeteksi titik hujan dengan cara menghitung partikel-partikel hujan yang melewatinya dengan periode sampling 10 detik. Luas sensor laser dari alat ini adalah 180 mm x 30 mm [3]. Titik hujan yang terdeteksi melalui interface converter berfungsi sebagai konverter serial ke USB kemudian diteruskan ke perangkat komputer dan diolah dengan software ASDO. Data hasil pengukuran ini merupakan data curah hujan dengan satuan mm/h berupa file txt.

B. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dimulai dengan penyeleksian dan pengelompokan data curah hujan tiap event. Setelah data curah hujan dikelompokkan kemudian data diolah menggunakan Matlab agar data yang semula berupa file txt berubah menjadi data numerik yang dapat dibaca Minitab untuk proses pemodelan. C. Pemodelan ARIMA Curah Hujan

Berikut ini merupakan diagram alir langkah-langkah pemodelan ARIMA.

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Start

Data Curah Hujan (Zt)

Apakah Stasionerdalam varians

Cek dengan Box-CoxLambda=1

Apakah Stasionerdalam mean

Cek ACF

Differencing

IdentifikasiCek ACF dan PACF

Transformasi:Lambda = 0 àLn[Zt]

Lambda = 0.5 àZt^0.5Lambda = -0.5 à1/Zt^0.5

Tidak

Tidak“ACFturun lambat”

Ya

Ya

Dugaan ARIMA

Estimasi Parameter :delta & phi

Cek p-value < 0.05Diagnosis

*Uji Ljung-Box :White noise residual

p-value > 0.05

Diagnosis**Uji Normalisasi residual Kolmogorov

Smirnov p-value > 0.05

Model ARIMA terbaik, AIC terkecil

End

Tidak

Ya

Gambar 1. Diagram alir ARIMA 1. Stasioner dalam Varians

Pengecekan kestasioneran dalam varians dilakukan dengan Box-Cox. Data yang sudah stasioner dalam varians, lambda bernilai 1. Jika pada Box-Cox lambda tidak sama dengan 1, maka agar data menjadi stasioner dalam varians digunakan transformasi Box-Cox berdasarkan Gambar 1.

2. Stasioner dalam Mean Pengecekan kestasioneran dalam mean dilakukan dengan plot ACF (Autocorrelation Function). Jika dari pengamatan secara visual ACF menunjukkan pola menurun secara perlahan atau lambat maka dilakukan proses differencing. Proses difference merupakan suatu proses mencari perbedaan antara data satu periode dengan periode yang lainnya [4].

3. Identifikasi Model Tahap ini dilakukan dengan cek ACF dan PACF (Partial Autocorrelation Function) dengan mengamati plotnya kemudian diidentifikasi sesuai Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF ini adalah untuk menentukan model dugaan ARIMA. Dari pengamatan plot ACF akan diperoleh q. Sedangkan dari pengamatan plot PACF akan diperoleh nilai p. Nilai d ditentukan dengan ada tidaknya atau berapa kali dilakukan proses differencing.

Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF [1] Model ACF PACF

AR (p) Turun (dies down) Terpotong (cut-off) setelah lag ke-p

MA (q) Terpotong (cut-off) setelah lag ke-q Turun (dies down)

ARMA (p, q) Turun (dies down) Turun (dies down)

AR (p) atau MA (q)

Terpotong (cut-off) setelah lag ke-q

Terpotong (cut-off) setelah lag ke-p

4. Penetuan Model

Model dugaan ARIMA yang diperoleh dari identifikasi ACF dan PACF bisa terjadi lebih dari 1 (satu) model. Untuk itu tahap selanjutnya adalah estimasi parameter delta & phi dan diagnosis dengan cara uji Ljung-Box. Apabila model dugaan memenuhi parameter-parameter tersebut maka proses selanjutnya adalah diagnosis dengan melakukan uji normalisasi residual Kolmogorov-Smirnov. Setelah semua parameter terpenuhi kemudian ditentukan model ARIMA yang terbaik, yaitu dengan meninjau nilai AIC (Akaike Information Criteria). Model yang terbaik yaitu model dengan AIC terkecil. Nilai AIC diperoleh dengan menggunakan Strategic Analitical Software (SAS).

D. Analisis

Pada tahap analisis ini dilakukan validasi data dan analisis terhadap hasil pemodelan apakah ada keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata.

1. Validasi Model

Tahap validasi model tertera pada Gambar 2. Proses validasi model dilakukan dengan cara membandingkan data curah hujan hasil pembangkitan model dengan data hasil pengukuran. Proses pembangkitan menggunakan nilai residual yang dihasilkan dari pemodelan sebagai nilai error ( a t). Kemudian, sesuai dengan modelnya, data ini akan diolah dalam suatu persamaan sebagai berikut. Model Autoregressive (AR) [5]

tptptt aZZZ ...11 (1)

dengan Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t : Konstanta p : Nilai dari koefisien AR (p) a t : Residual pada waktu t

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Model Moving Average (MA) [5]

qtqttt aaaZ ...11 (2)

dengan

Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t : Konstanta a

t : Residual pada waktu t q : Nilai koefisien dari MA(q)

Model Autoregressive Moving Average (ARMA) [6]

qtqttptptt aaaZZZ ...... 1111 (3)

dengan Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t a

t : Residual pada waktu t

p : Nilai koefisien dari AR (p)

q : Nilai koefisien dari MA(q) : Konstanta

Data hasil pembangkitan model dan data hasil pengukuran selanjutnya diplot dengan kurva CCDF. Dari kurva CCDF ini akan diperoleh suatu analisis mengenai ketepatan model untuk event tertentu secara visual maupun secara matematis dengan menghitung nilai error yang didapatkan dari penjumlahan selisih antara data hasil pembangkitan dan data hasil pengukuran dibandingkan dengan jumlah datanya.

START

STOP

Model

yang telah

diperoleh

Plot Kurva CCDF

Hasil

Pengukuran dan

Pembangkitan

Pembangkitan

Model

Gambar 2. Diagram alir validasi data

2. Analisis Hasil Pemodelan Pada tahap ini semua hasil pemodelan akan direkapitulasi dan dikelompokkan sesuai model masing-masing dengan memuat parameter-parameter yang akan dianalisis, yaitu curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Selanjutnya dari tiap model akan dibuat histogram berdasarkan parameternya, kemudian dianalisis

pola hubungan antara pemodelan ARIMA curah hujan dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata.

III. ANALISIS DATA

A. Hasil Pengukuran

Pada tugas akhir ini data yang digunakan adalah data curah hujan yang diukur dengan Parsivel Disdrometer mulai dari tahun 2007 hingga 2010 dengan rincian berikut:

Untuk tahun 2007 data yang digunakan adalah bulan Januari-Maret, dan November-Desember.

Untuk tahun 2008 data yang digunakan adalah bulan Januari-Februari, dan November-Desember.

Untuk tahun 2009 data yang digunakan adalah bulan Januari-Februari.

Untuk tahun 2010 data yang digunakan adalah bulan Januari-Juni. Data hasil pengukuran tersebut kemudian dibagi

menjadi tiap event dan diperoleh 238 event hujan.

B. Hasil Pemodelan

Berdasarkan hasil pemodelan yang ada, dari 238 event diperoleh 14 macam model yang tertera pada Tabel 2. Dari 238 event tersebut beberapa di antaranya yaitu event dengan beberapa model sehingga untuk menentukan model terbaik dipilih model dengan AIC terkecil.

Tabel 2. Rekapitulasi jumlah model

NO. MODEL ARIMA

JUMLAH EVENT

1. (0,1,1) 69 2. (0,1,2) 6 3. (1,0,0) 84 4. (1,0,1) 6 5. (1,1,0) 7 6. (1,1,1) 2 7. (2,0,0) 42 8. (2,1,0) 4 9. (3,0,0) 9

10. (3,1,0) 2 11. (3,1,1) 1 12. (3,1,2) 1 13. (4,0,0) 2 14. (4,1,0) 3

Total 238 C. Validasi Model

Pada proses validasi model dilakukan pembangkitan sebanyak 295 kali. Kemudian langkah selanjutnya yaitu plot kurva CCDF multi event sesuai dengan hasil pembangkitan.

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Gambar 3. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 4. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 5. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (0 1 1) ARIMA (0 1 2) ARIMA (1 0 0)

Gambar 6. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 7. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 8. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (1 0 1) ARIMA (1 1 0) ARIMA (1 1 1) Gambar 9. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 10. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 11. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (2 0 0) ARIMA (2 1 0) ARIMA (3 0 0) Gambar 12. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 13. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 14. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA(3 1 0) ARIMA (3 1 1) ARIMA (3 1 2)

Gambar 15. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 16. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (4 0 0) ARIMA (4 1 0)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Nilai error pada kurva CCDF dari masing-masing model tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Nilai error pada kurva CCDF dari tiap model

NO. MODEL ARIMA ERROR

1. (0,1,1) 6.8234e-04 2. (0,1,2) 8.0069e-05

3. (1,0,0) 1.2921 4. (1,0,1) 0.1207 5. (1,1,0) 2.8721e-05 6. (1,1,1) 1.5148e-04

7. (2,0,0) 0.4048 8. (2,1,0) 0.0017 9. (3,0,0) 0.2723 10. (3,1,0) 4.3950e-05

11. (3,1,1) 4.4485e-04

12. (3,1,2) 4.8673e-05

13. (4,0,0) 0.1877 14. (4,1,0) 1.1395e-05

D. ANALISIS HASIL PEMODELAN

Tugas Akhir ini meneliti tentang ada tidaknya keterkaitan model ARIMA curah hujan dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Dari 14 model yang diperoleh dari 238 event, hanya model-model yang dominan yang diteliti, yaitu model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0). 1. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan

dengan Curah Hujan Maksimum

520

500

480

460

440

420

400

380

360

340

320

300

280

260

240

220

200

180

160

140

120

100806040200

14

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Maksimum (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 17. Histogram curah hujan maksimum model

ARIMA (0 1 1)

320300280260240220200180160140120100806040200

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Masimum (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 18. Histogram curah hujan maksimum model

ARIMA (1 0 0)

300280260240220200180160140120100806040200

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Maksimum (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 19. Histogram curah hujan maksimum model

ARIMA (2 0 0)

Pada Gambar 17, 18, dan 19 terlihat bahwa ketiga model memiliki curah hujan maksimum dari 0-20 mm/h.

8580757065605550454035302520151050

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Durasi (%)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 20. Histogram waktu terjadinya curah hujan

maksimum model ARIMA (0 1 1)

10095908580757065605550454035302520151050

12

10

8

6

4

2

0

Durasi (%)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 21. Histogram waktu terjadinya curah hujan

maksimum model ARIMA (1 0 0)

1009080706050403020100

7

6

5

4

3

2

1

0

Durasi (%)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 22. Histogram waktu terjadinya curah hujan

maksimum model ARIMA (2 0 0) Pada Gambar 20, 21, dan 22 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1) memiliki curah hujan maksimum yang terjadi pada 10-20 % durasinya, model ARIMA (1 0 0) dan (2 0 0) memiliki curah hujan maksimum yang terjadi pada 30-50 % durasinya.

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

2. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan dengan Lama Waktu Hujan

25000

2400

0

2300

0

2200

0

2100

0

2000

0

1900

0

18000

1700

0

16000

1500

0

14000

13000

12000

11000

1000

090

0080

0070

0060

0050

0040

0030

00200

0100

00

14

12

10

8

6

4

2

0

Lama Waktu Hujan (s)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 23. Histogram lama waktu hujan model

ARIMA (0 1 1)

3600

3400

3200

3000

2800

2600

2400

2200

2000

1800

1600

1400

1200

100080

060

040

020

00

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Lama Waktu Hujan (s)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 24. Histogram lama waktu hujan model

ARIMA (1 0 0)

6500600055005000450040003500300025002000150010005000

14

12

10

8

6

4

2

0

Lama Waktu Hujan (s)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 25. Histogram lama waktu hujan model ARIMA (2 0 0)

Pada Gambar 23, 24, dan 25 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1) memiliki lama waktu hujan 2000-3000 s, model ARIMA (1 0 0) memiliki lama waktu hujan 400-600 s, dan model ARIMA (2 0 0) memiliki memiliki lama waktu hujan 1000-1500 s.

3. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan

dengan Curah Hujan Rata-Rata

605550454035302520151050

26

24

22

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 26. Histogram curah hujan rata-rata model

ARIMA (0 1 1)

10095908580757065605550454035302520151050

24

22

20

18

16

14

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 27. Histogram curah hujan rata-rata model

ARIMA (1 0 0)

105

10095908580757065605550454035302520151050

14

12

10

8

6

4

2

0

Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)

Jum

lah

Ev

en

t

Gambar 28. Histogram curah hujan rata-rata model

ARIMA (2 0 0) Pada Gambar 26, 27, dan 28 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki curah hujan rata-rata 0-5 mm/h.

IV. KESIMPULAN

Setelah melakukan serangkaian proses dan tahapan dalam penelitian tugas akhir yang berjudul Analisis Pola Hubungan Pemodelan ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Maksimum, Lama Waktu Hujan, dan Curah Hujan Rata-Rata diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari data pengukuran curah hujan tahun 2007-2010

diperoleh 238 event dengan 14 model ARIMA dengan 3 model ARIMA yang paling dominan, yaitu: Model ARIMA (1 0 0) sebanyak 84 event Model ARIMA (0 1 1) sebanyak 69 event Model ARIMA (2 0 0) sebanyak 42 event

2. Ada 116 event dengan 1 model, 81 event dengan 2 model, 34 event dengan 3 model, 7 event dengan 4 model atau lebih.

3. 81 event dari model ARIMA (1 0 0) merupakan event dengan 1 model.

4. 60 event dari model ARIMA (0 1 1) merupakan event dengan 2 model atau lebih.

5. 27 event dari model ARIMA (2 0 0) merupakan event dengan 2 model.

6. Untuk model dengan differencing, berdasarkan kurva CCDF, hasil pembangkitan model sangat mendekati hasil pengukuran, dengan nilai error yang sangat kecil.

7. Untuk model tanpa differencing, berdasarkan kurva CCDF, hasil pembangkitan model tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran, namun error yang dihasilkan lebih besar dari model dengan differencing.

8. Model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki curah hujan maksimum 0-20 mm/h.

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

9. Terjadinya curah hujan maksimum pada model ARIMA (0 1 1) di awal hujan atau 10-20 % durasinya. Sedangkan pada model ARIMA (1 0 0) dan (2 0 0) curah hujan maksimum terjadi di pertengahan hujan atau 30-50 % durasinya.

10. Model ARIMA (0 1 1) memiliki lama waktu hujan yang lebih panjang yaitu 2000-3000 s. Sedangkan untuk model ARIMA (2 0 0) durasinya lebih pendek dari model ARIMA (0 1 1) yaitu 1000-1500 s. Model ARIMA (1 0 0) berdurasi paling pendek dibandingkan ketiga model ini yaitu 400-600 s.

11. Model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki tipe hujan gerimis karena rata-rata curah hujan dari tiap eventnya 0-5 mm/h.

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Mauludiyanto, A., Hendrantoro, G., Hery, M.,

Suhartono, “Pemodelan ARIMA dan Deteksi Outlier Data Curah Hujan Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter”, JUTI, Vol.7, No.3, Januari 2009.

[2] Maitra, A., Das, A., Shukla, A.S., “Joint Statistics of Rain Rate and Event Duration for A Tropical Location in India”, Indian Journal of Radio & Space Physics, Vol. 38, Desember 2009.

[3] Hutajulu, P., “Model Statistik Fading Karena Hujan di Surabaya”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2008.

[4] Rudyanto, A., “Pengukuran dan Pemodelan Redaman Hujan pada Radio Teresterial 28 GHz Menggunakan Model ARIMA dan Deteksi Outlier”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2010.

[5] Wei, William W.S., “Time Series Analysis-Univariate and Multivariate Methods”, Second Edition, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 2005.

[6] Siana Halim, “Diktat-Time Series Analysis”, Surabaya, 19 Januari 2006.

VI. RIWAYAT HIDUP PENULIS

Fathin Fahimah, lahir di Gresik pada 26 Agustus 1988 merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Farchan Rosyid dan Hj. Mashfiyah Sholih. Lulus dari MI Assa’adah Bungah Gresik tahun 2000 kemudian melanjutkan ke MTs. Assa’adah II Bungah Gresik. Pada tahun 2006 tercatat sebagai salah satu siswa lulusan SMAN 1 Gresik,

kemudian mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS dan mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, di antaranya ikut aktif dalam PSDM BEM-ITS 2007-2008 dan Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro 2008-2009. Saat ini penulis juga aktif sebagai anggota tim riset milimeter wave propagation di Laboratorium Propagasi dan

Antena Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS. Pada bulan Januari 2011 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1.