analisis perumusan peraturan daerah...

25
ANALISIS PERUMUSAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2016 KOTA TANJUNGPINANG TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PERPARKIRAN NASKAH PUBLIKASI Oleh: NUR HIDAYATI NIM. 120563201091 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Upload: lamcong

Post on 25-May-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PERUMUSAN PERATURAN DAERAH

NOMOR 4 TAHUN 2016 KOTA TANJUNGPINANG

TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PERPARKIRAN

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

NUR HIDAYATI

NIM. 120563201091

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

A B S T R A K

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan peraturan daerah

untuk menjadi acuan masyarakat dan pemerintah untuk menjalankan

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perda perparkiran dibuat untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di Kota Tanjungpinang sendiri

sebelumnya menggunakan Perda Nomor 5 Tahun 2012 sebagai acuan dalam

penyelenggaraan pemungutan retribusi. Namun perda tersebut yang digunakan

sebagai acuan dalam pemungutan retribusi daerah khususnya retribusi parkir di

tepi jalan umum pelaksanaannya tidak sesuai pada perda tersebut dan dalam perda

tersebut masih banyak ditemukan kekurangan-kekurangan sehingga dampak yang

terjadi target penerimaan PAD Kota Tanjungpinang tidak mencapai target yang

telah ditentukan. Akhirnya pada Tahun 2016 Pemerintah Kota (Pemko)

Tajungpinang mengesahkan kebijakan baru yaitu dengan mengeluarkan perda

tentang parkir yang baru yaitu Perda Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016

tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Perparkiran. Dalam proses perumusan

kebijakan ini melalui beberapa tahap mulai dari perumusan masalah kebijakan,

penyusunan agenda kebijakan, perumusan usulan kebijakan dan pengesahan

kebijakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Dinamika Perumusan

Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang

Penyelenggaraan dan Retribusi Perparkiran. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan

hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa munculnya perda parkir Nomor 4

Tahun 2016 ini sudah melalui beberapa tahap proses perumusan kebijakan dan

disahkan perda ini karena masih terdapat kekurangan-kekurangan pada perda

sebelumnya, mulai dari pelaksanaan teknis, tarif dan sanksi-sanksi yang diberikan

kepada pelanggar kebijakan ini kemudian untuk memperjelas acuan pelaksanaan

di lapangan dan untuk meningkatkan PAD Kota Tanjungpinang setiap tahunnya.

Kata kunci : perumusan kebijakan, peraturan daerah, parkir

A B S T R A C T

In the implementation of regional autonomy necessary local regulations to

be the reference community and government to run the regional administration.

By law parking made to increase revenue (PAD). In the city of Tanjungpinang

own before using the law Nomor 5 Tahun 2012 as a reference in the

implementation of the levy charged. However, these regulations are used as a

reference in the collection of levies especially parking fees at the curb public

execution did not correspond to the local regulations and the regulations are still

many shortcomings that impact occurring revenue target PAD Tanjungpinang not

reach the set targets. Finally in 2016 the City Government (City Government)

Tanjungpinang new policies by issuing new regulations concerning parking is

Tanjungpinang City Regulation Nomor 4 Tahun 2016 on Implementation and

parking retribution. In the process of policy formulation through several stages

starting from the formulation of policy issues, policy agenda, the formulation of

policy proposals and policy endorsement.

The purpose of this study was to determine the dynamics of Tanjungpinang

Formulation of Regional Regulation Nomor 4 Tahun 2016 on the Implementation

and parking retribution. Data analysis techniques used in this research is

descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the research results can

be analyzed that the advent of regulations parking lot Nomor 4 Tahun 2016 has

been through several stages of the process of policy formulation and approved

this regulation because there are deficiencies in the regulations before, ranging

from technical implementation, tariffs and sanctions given to offenders this policy

then to clarify the reference implementation in the field and to increase revenue

Tanjungpinang annually.

Keywords: policy formulation, local regulation, parking

A. Latar Belakang

Desentralisasi merupakan pelimpahan wewenang yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.

Dengan kondisi wilayah Indonesia yang luas mengakibatkan sulitnya mengatur

dan mengelola seluruh penyelenggaraan pemerintahan yang hanya bertumpu pada

pemerintah pusat. Oleh karena itu agar penyelenggaraan pemerintah menjadi

efektif dan efisien, pemerintah pusat menerapkan asas desentralisasi. Tujuan

pemerintah pusat menerapkan asas desentralisasi adalah untuk meningkatkan

peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri. Hal ini berkaitan

dengan otonomi daerah.Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Hal ini

terlihat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan peraturan daerah

(Perda) untuk menjadi acuan mayarakat dan pemerintah untuk menjalankan

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itu diperlukan perda yang benar-

benar sesuai dengan fungsinya untuk suatu daerah tersebut. Fungsi perda sebagai

bagian dari peraturan perundang-undangan negara dan pelaksanaan desentralisasi

dan otonomi daerah. Menurut Dephukham & UNDP, 2008:6:

1. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan

tugas pembantuan

2. Sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi;

3. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur

aspirasi masyarakat daerah namun dalam pengturannya tetap dalam

koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan

4. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

Perda yang di bentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

tidak semuanya sudah memenuhi tujuannya, akan ada terdapat kekurangan-

kekurangan didalamnya. Jika masih terdapat kekurangan-kekurangan pada perda

yang telah ada sebelumnya maka kemudian akan dilakukan revisi sehingga

diharapkan dapat memenuhi kekurangan-kekurangan yang ada sebelumnya. Perda

perparkiran dibuat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD) Kota

Tanjungpinang khususnya untuk retribusi daerah. Namun didalam pelaksanaannya

perda tersebut yang digunakan sebagai acuan dalam pemungutan retribusi daerah

khususnya retribusi parkir di tepi jalan umum tidak mencapai target yang telah

ditentukan. Hal tersebut terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel I.1

Penerimaan Retribusi Parkir Kota Tanjungpinang

No. Tahun Retribusi Perparkiran di Tepi

Jalan Umum

Target

Pencapaian

1. 2014 Rp. 406.809.000 Rp. 600.000.000

2. 2015 Rp. 388.766.900 (Januari-

November)

Rp. 750.000.000

Sumber: Kepridays.com/8 Januari 2016

Pada tabel diatas terlihat dampak dari lemahnya pelaksanaan perda

tersebut seperti yang di ungkapkan oleh Syahrial yang merupakan anggota dari

fraksi PDIP pada koran kepridays.com yang menyebutkan salah satu penyebab

minimnya penerimaan retribusi parkir dikarenakan perda tentang perpakiran ini

lemah dan harus direvisi. Selain itu seperti yang di kutip oleh berita

Kepridays.com/19 Januari 2016 Walikota Tanjungpinang Lis Darmansyah juga

mengatakan penyebab stagnannya besaran retribusi parkir setiap tahun yaitu pada

sistem pemungutan parkir yang lebih kepada sistem individual. Hal ini terlihat

karena pada perda sebelumnya belum mengatur tentang sistem pemungutan

retribusi parkir. Tambahnya Lis juga mengatakan lemahnya pengawasan dinas

terkait menjadi faktor lain penyebab rendahnya retribusi parkir yang di setorkan

ke kas daerah.

Perda tentang parkir dibuat untuk menstimulasi pemerintah untuk

membuat suatu strategi agar perda tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan

tujuan yang diinginkan dalam perda tersebut dapat terwujud. Untuk itu, berbagai

daya upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk melaksanakan isi dari perda

tersebut. Pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran yang tertata dengan baik

adalah sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat dalam menunjang aktifitas

perekonomian dan merupakan langkah nyata dan peran serta seluruh komponen

untuk peningkatan pembangunan daerah.

Dengan melihat lemahnya perda tersebut akhirnya Pemerintah Kota

(Pemko) Tanjungpinang melakukan revisi pada perda tersebut yang diharapkan

dapat meningkatkan penerimaan retribusi parkir di tepi jalan umum. Pada tahun

2016 pemko Tajungpinang mengesahkan perda tentang parkir yang baru yaitu

Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi

Perparkiran.Perda Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 tentang

penyelenggaraan dan retribusi perparkiran, resmi diterapkan untuk 45 titik lahan

parkir dengan 120 juru parker dengan wilayah kota lama 75 orang, wilayah tengah

24 orang dan wilayah timur 21 orang seperti yang di kutip dari berita di media

Haluan Kepri/17 Maret 2016. Dengan diberlakukan Perda tersebut, hasil retribusi

tentunya akan berpengaruh pada penghasilan juru parkir dan PAD Tanjungpinang.

Dalam perumusannya kebijakan ini memakan waktu yang lama, sebelum adanya

perda ini, Kota Tanjungpinang menggunakan Perda Nomor 5 Tahun 2012, selama

3 tahun perda ini menjadi payung hukum dalam pengelolaan perparkiran di Kota

Tanjungpinang. Namun beberapa kelemahan yang ada di Perda Nomor 5 Tahun

2012 di jelaskan dalam tabel berikut :

Tabel: Perbandingan Perda Nomor 5 Tahun 2012 dan

perda Nomor 4 Tahun 2016 Kota Tanjungpinang

No. Uraian Perda Nomor 5 Tahun

2012

Perda Nomor 4 Tahun

2016

1. Nama Retribusi Jasa Umum.

Perda sudah terpisah, tidak

tergabung kedalam retribusi

jasa umum dengan judul

penyelenggaraan dan

retribusi perparkiran.

2. Isi

Hanya berisi beberapa bait

pada Bab VI dan tidak

menjelaskan secara detail

pengaturan teknisnya.

Isi perda lebih banyak dan

luas cakupannya yaitu

tentang penyelenggaraan

perparkiran dan retribusi

perparkiran.

Sumber: diolah oleh peneliti Tahun 2016

Pada tabel diatas terlihat beberapa perbedaan pada kedua perda tersebut.

Pada kondisi tersebut terlihat lamanya waktu yang dilakukan Pemko

Tanjungpinang dalam merevisi perda tentang perparkiran, padahal pada tahun

2009 telah ada peraturan tentang pajak dan retribusi yaitu Undang-undang (UU)

Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi yang didalamnya juga terdapat

pengaturan tentang tata cara pemungutan pajak dan retribusi. Seharusnya Perda

Kota Tanjungpinang yang mengatur tentang perparkiran khususnya yang

menyangkut masalah pemungutan tarif retribusi sudah di lama di terapkan karena

mengacu kepada UU tersebut.

Pada tahun 2016 Pemko Tajungpinang mengesahkan perda tentang parkir

yang baru yaitu Perda Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 tentang

Penyelenggaraan dan Retribusi Perparkiran. Untuk target per tahunnya, khususnya

tahun 2016 diharapkan mencapai Rp 750 juta yang akan di setorkan ke kas

daerah, bahkan di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P)

tahun 2016 target di naikkan menjadi sekitar Rp. 1,2 M setahun, seperti yang di

beritakan oleh media Tanjungpinang pos/29 Juli 2016.

Namun dalam penyusunannya, serta pelaksanaan yang baru berjalan tahun

2016, kebijakan parkir ini masih banyak menuai pro kontra termasuk dalam

masalah pembayaran sanksi dan denda. Sanksi adminitrasi yang terdiri dari

kendaraan roda empat denda yang akan diberikan sebesar Rp 500.000, sedangkan

untuk sepeda motor Rp200.000 dan kendaraan seperti becak dan sebagainya

sebesar Rp 50.000. Sanksi secara tegas dijelaskan dalam perda tersebut namun

tidak didukung dengan adanya sarana prasarana di lapangan seperti lahan parkir

sehingga masih ada masyarakat yang mengeluhkan pelaksanaan kebijakan

ini.Tidak hanya itu dalam perda ini juga menjelaskan tentang adanya penggunaan

karcis namun hingga saat ini belum dirasakan optimal karena kurangnya

pengawasan terhadap juru parkir.

B. Konsep Teoritis

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Riant Nugroho (2009:85) adalah keputusan

yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk

merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Menurut Anderson (dalam

Widodo, 2001:190) mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan

yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau

sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Robert Eyestone

sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik

sebagai hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya.

Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan

bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan

masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Salah satu unsur penting dalam siklus

kebijakan publik adalah menyangkut implementasi kebijakan yang memegang

peran penting bagi keberhasilan kebijakan publik.Tugas pokok pemerintah adalah

menciptakan kebijakan melalui berbagai kebijakan publik. Pendapat lain

dikemukakan oleh Klein dan Murphy (Syafarudin 2008:76) “Kebijakan berarti

seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang

membimbing sesuatu organisasi, kebijakan dengan demikian mencakup

keseluruhan petunjuk organisasi.

Kebijakan akan tercapai jika kebijakan yang dibuat dapat

terimplementasikan atau dapat dilaksanakan secara baik. Keberhasilan

implementasi suatu kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, baik

menyangkut isi kebijakan yang diimplementasikan, pelaksanaan kebijakan,

maupun lingkungan di mana kebijakan tersebut diimplementasikan (kelompok

sasaran).

Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan yang dibuat oleh badan-badan

pemerintah dan para aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah

publik. Menurut Dye (Subarsono:2008:2) kebijakan publik adalah apapun pilihan

pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Di sini kebijakan yang

menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan

dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh karenanya tinggi-

rendahnya intensitas keterlibatan berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat,

kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan

berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan.

2. Formulasi Kebijakan

Menurut Winarno (2012:81) mengemukakan bahwa suatu keputusan

kebijakan mencakup tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga resmi untuk

menyetujui, mengubah, atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih.

Winarno (2012:82-84) menuliskan bahwa tahapan-tahapan dalam perumusan

kebijakan terdiri dari perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif

kebijakan untuk memecahkan masalah dan penetapan kebijakan.

Menurut Woll dalam Tangkilisan (2003:8), formulasi kebijakan adalah

pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, yaitu

pada tahap para analis kebijakan publik mulai menerapkan teknik untuk

menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang

terbaik dari yang terbaik dari kebijakan lain.

Formulasi kebijakan sebagai suatu proses, menurut Winarno (2012: 53),

dapat dipandang dalam dua macam kegiatan. Kegiatan pertama memutuskan

secara umum hal-hal yang harus dilakukan atau perumusan diarahkan untuk

memperoleh kesepakatan tentang alternatif kebijakan yang dipilih, suatu

keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Kegiatan

selanjutnya diarahkan pada cara keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu

keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga resmi

yang menyetujui, mengubah atau menolak alternatif kebijakan yang dipilih.

Sejalan dengan pendapat Winarno, (2012: 77) membagi proses formulasi

kebijakan kedalam tahap:

a. Perumusan Masalah Kebijakan

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat kebijakan

adalah mengidentifikasikan masalah yang akan dipecahkan, kemudian

membuat perumusan yang jelas terhadap masalah tersebut.

b. Penyusunan Agenda Pemerintah

Setelah masalah publik yang begitu banyak telah diidentifikasi, maka

pembuat keputusan akan memilih dan menentukan masalah yang

seharusnya memperoleh prioritas utama diperhatikan secara serius dan

aktif sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang

khas, lebih konkret dan jumlahnya terbatas.

c. Perumusan Usulan Kebijakan

Tahap selanjutnya ini merupakan kegiatan menyusun dan

mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan

masalah.

d. Pengesahan Kebijakan

Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan proses

penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-prinsip

yang diakui dan diterima.

Orang atau pelaku yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan akan

meberikan dukungan ataupun tuntutan serta menjadi sasaran dari kebijakan yang

dihasilkan oleh sistem kebijakan. Menurut Howlet dan Ramesh (1995:50-59),

beberapa aktor atau organisasi yang berpengaruh dalam proses pembuatan

kebijakan, antara lain eksekutif dan legislatif yang dihasilkan melalui pemilihan

umum (elected officials), pejabat atau birokrat yang diangkat (appointed officials),

kelompok kepentingan (interest group), organisasi peneliti, dan media massa.

Selain lima hal tersebut, aspek lain yang berpengaruh dalam kebijakan publik

antara lain bentuk organisasi negara, struktur birokrasi, organisasi kemasyarakatan

dan kelompok bisnis.

3. Retribusi Daerah

Menurut Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah adalah pungutan daerah

sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan”.Menurut Rohmat Soemitro, dalam Adrian (2008 : 74), mengatakan bahwa

retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka

yang menggunakan jasa-jasa negara.

Disamping pajak daerah, sumber PAD yang cukup besar peranannya

dalam menyumbang pada terbentuknya PAD adalah retribusi daerah. Menurut

Suparmoko (2001:85), bahwa yang dimaksud retribusi daerah adalah pungutan

daerah sebagai bayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan. Zain (2003:13), mendefinisikan retribusi daerah sebagai

berikut: “Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan”.

Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

retribusi daerah merupakan pungutan daerah atas pembayaran jasa atau pemberian

izin yang diberikan untuk pemerintah daerah kepada setiap orang atau badan yang

mempunyai kepentingan, dan balas jasa dari adanya retribusi daerah tersebut

langsung dapat dirasakan oleh mereka yang membayar retribusi tersebut.Jenis

retribusi dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) macam sesuai dengan objeknya.

Objek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan

oleh pemerintah daerah.

C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka jenis penelitian ini berbentuk

penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2011:11) bahwa penelitian deskriptif

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel

satu dengan variabel yang lain.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Perhubungan komunikasi dan

Informatika (Dishubkominfo) Kota Tanjungpinang dan di Kantor Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang dengan melalui beberapa

pertimbangan adalah bahwa Dishubkominfo merupakan instansi pemerintah yang

berperan dalam masalah perparkiran yang ada di Kota Tanjungpinang dan DPRD

juga merupakan merupakan salah satu instansi yang dimana instasi inilah tempat

dimana perda tersebut dibahas.

3. Informan

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian Moleong

(2000:97). Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2011:96) mendefinisikan purposive sampling

adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

D. Hasil Penelitian

Perda yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

tidak semuanya sudah memenuhi tujuannya, akan ada terdapat kekurangan-

kekurangan didalamnya.Jika masih terdapat kekurangan-kekurangan pada perda

yang telah ada sebelumnya maka kemudian akan dilakukan revisi sehingga

diharapkan dapat memenuhi kekurangan-kekurangan yang ada sebelumnya. Perda

perparkiran dibuat untuk meningkatkan PAD khususnya untuk retribusi daerah

Kota Tanjungpinang. Namun dalam pelaksanaannya, perda yang digunakan

sebagai acuan dalam pemungutan retribusi daerah khususnya retribusi parkir di

tepi jalan umum ini tidak dapat mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun

2016 Pemko Tajungpinang mengesahkan perda tentang parkir yang baru yaitu

Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Perparkiran.

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa responden dari masyarakat

di Kota Tanjungpinang banyak yang belum mengetahui tentang adanya perda baru

tentang perparkiran tersebut, ada yang cuma tahu membayar parkir harus

menggunakan karcis namun diantara responden ada yang merasakan bahwa

kondisi perparkiran di Kota Tanjungpinang ini sudah tertata rapi walaupun

minimnya fasilitas tempat parkir juga di rasakan oleh masyarakat kota

Tanjungpinang.

Dengan demikian setelah mengetahui pendapat dari beberapa responden

dari masyarakat Kota Tanjungpinang, maka penelitian selanjutnya dilakukan pada

tahap-tahap proses perumusan kebijakan dengan menganalisis perumusan

kebijakan publik dalam perda ini. Berikut adalah penelitian pada proses

perumusan kebijakan tersebut:

1. Perumusan Masalah Kebijakan

Suatu kebijakan yang diimplementasikan berawal dari perumusan atau

pengidentifikasian masalah-masalah publik, ini merupakan proses cukup

fundamental dimana kesalahan dalam perumusan kebijakan akan mengakibatkan

kebijakan yang dikeluarkan juga akan salah. Masalah publik yang terjadi di Kota

Tanjungpinang adalah perparkiran. Permasalahan inilah awal dari perumusan

masalah kebijakan. Perumusan masalah merupakan tahap awal dalam proses

kebijakan dan karenanya sangat menentukan proses kebijakan berikutnya.

Merumuskan masalah secara benar penting dilakukan untuk memecahkan

masalah.

Permasalahan parkir yang menjadi permasalahan publik saat ini adalah

masalah sistem penggunaan karcis dalam pemungutan retribusi parkir tersebut,

tarif progresif dan sanksi yang diberikan bagi masyarakat yang melanggar aturan

serta pelaksanaan secara teknis. Dalam proses merumuskan permasalahan ini

aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam

proses perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai

pembuat kebijakan agar dapat disahkan secara legal, namun juga pihak-pihak

berpengaruh ketika perencanaannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden maka dapat dianalisa

bahwa sebelum adanya perda ini maka pemerintah melakukan perumusan masalah

kebijakan, seperti apa permasalahan, apa yang dilakukan dan apa saja yang harus

dirumuskan.

Dalam membahas formula kebijakan yang tepat tersebut, ranperda

menjadi pintu masuk yang ideal karena akan berkaitan dengan kebijakan eksekutif

yang harus diambil. Ranperda menjadi instrumen payung hukum untuk

mengabsahkan tindakan-tindakan pemerintah dalam menegakkan pengaturan

perparkiran. Dalam mengansitipasi pertumbuhan pesat arus lalu lintas di

Tanjungpinang, secara alot pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa di harapkan

pada perda ini nantinya dapat menetapkan baik tarif tetap maupun tarif progresif

serta sistem pemungutan yang menggunakan karcis dan sanksi-sanksi yang akan

diberikan bagi pelanggar aturan berdasarkan ketentuan di dalam ranperda ini.

2. Penyusunan Agenda Kebijakan

Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis

dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai

apa yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan.

Jika sebuah isu telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam

agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan tempat yang lebih daripada

isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu

isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan

(policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem).

Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para

perumus kebijakan. Suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan

harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti misalnya apakah masalah

tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan

penanganan yang harus segera dilakukan. Dari hasil wawancara diketahui

bahwa masalah-masalah tentang perparkiran ini hampir semuanya dijadikan

masalah prioritas karena masalah-masalah tersebut semua akan dibahas dan

sangat penting untuk dilaksanakan agar kedepannya masalah perparkiran di kota

Tanjungpinang ini dapat terselesaikan secara baik dan PAD kota Tanjungpinang

khususnya pada bagian retribusi parkir dapat meningkat. Masalah publik yang

telah masuk ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus

kebijakan. Masalah-masalah tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden maka dapat dianalisa

bahwa proses pembuatan perda parkir di Kota Tanjungpinang sudah melewati

proses pembuatan kebijakan, mulai dari perumusan masalah kebijakan hingga

penyusunan agenda pemerintahan yang menentukan yang mana yang termasuk

kedalam masalah prioritas. Semua dilakukan untuk menyamakan persepsi tentang

pelaksanaannya nanti di lapangan. Perda tentang parkir sangat penting karena

selama ini pemungutan terhadap retribusi daerah tidak selalu berjalan maksimal,

Hal ini tergambar dari praktek lapangan, dimana masih ditemukan beberapa

sumber retribusi daerah dikelola tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Penyusunan agenda kebijakan seharusnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi

dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.

3. Perumusan Usulan Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas

oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian

dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Suatu masalah untuk masuk

dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing

alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk

memecahkan masalah. Sebelum merumuskan usulan masalah kebijakan, maka

dibentuklah pansus yang di bentuk oleh fraksi-fraksi DPRD Kota Tanjungpinang

untuk pembahasan ranperda tersebut.

Membuat atau merumuskan suatu kebijakan, apalagi kebijakan itu berupa

peraturan daerah, bukanlah suatu proses yang sederhana dan mudah. Setiap

membuat keputusan memandang pada keputusan yang lain. Belum tentu suatu

masalah yang dianggap masyarakat perlu dipecahkan oleh pembuat kebijakan

dapat menjadi isu politik yang bisa masuk kedalam agenda pemerintah yang

kemudian diproses menjadi kebijakan. Proses perumusan kebijakan yang begitu

sulit dan rumit dilakukan dan masih dihadang lagi dengan permasalahan apakah

kebijakan itusudah diantisipasikan akan lancar atau akan mudah

diimplementasikan. Dan hasil implementasi kebijakan itu baik yang berdampak

atau yang berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan berikutnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden maka dapat dianalisa

bahwa dalam penyusunan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun

2016 tentang penyelenggaraan dan retribusi perparkiran sudah menjalankan salah

satunya adalah proses Perumusan Usulan Kebijakan, dimana proses perumusan

kebijakan pada intinya adalah suatu tindakan dan interaksi dilingkungan

stakeholder yang menghasilkan output dalam bentuk kebijakan.

4. Pengesahan Kebijakan

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya masyarakat menaruh perhatian yang

cukup besar terhadap masalahperparkiran di Kota Tanjungpinang ini. Adanya

dinamika proses pembahasan ranperda perparkiran diwarnai pula dengan

pemberitaan di media massa. Berbagai kalangan masyarakat ikut memberikan

pandangan maupun aspirasinya terhadap ranperda ini. Itu berarti bahwa

masyarakat pastinya memiliki keinginan yang tidak dapat diabaikan di dalam

pembahasan ranperda ini. Permasalahan parkir sebagaimana yang telah kita sadari

bersama-sama adalah kombinasi dari berbagai faktor yang oleh karena

perkembangannya tidak diantisipasi maka seakan telah menyebabkan

berakumulasinya permasalahan menjadi semakin tidak terkendali. Oleh karena itu,

semua satu pandangan dan kepentingan bahwa problematika perpakiran yang

pastinya berdampak pada kesesakan lalu lintas sehingga merugikan kepentingan

publik ini haruslah segera ditangani.Setelah melalui beberapa tahap dalam proses

perumusan kebijakan sebelumnya, maka hal yang terakhir yang penting adalah

pengesahan kebijakan. Karena pada tahap inilah yang menetapkan sebuah

ranperda akan ditetapkan sebagai perda yang akan dijalankan oleh seluruh

masyarakat.

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pada proses perumusan

kebijakan ini semua proses telah dijalankan sesuai dengan aturannya dengan

melalui beberapa tahap, kemudian dalam pembahasannya juga terdapat beberapa

pandangan dari beberapa fraksi tentang pembuatan perda parkir ini. Berikut

adalah pandangan dari beberapa fraksi tersebut:

Tabel: Ringkasan Pandangan Akhir Fraksi

Terhadap Perda Nomor 4 Tahun 2016 Kota Tanjungpinang

No. Fraksi Sikap Keterangan

1. PDI-P Setuju Ruang parkir

2. Golkar Setuju Ruang parkir

3. Demokrat Plus Tidak Setuju

Perda parkir tidak

termasuk dalam agenda

pembahasan

4. Gerindra Setuju Ruang parkir

5. Hanura Setuju Ruang parkir

6. PKS Setuju

Penataan dan pembenahan

sektor perparkiran

7.

Amanat

Pembangunan

Tidak Setuju

Perda perparkiran dibahas

pada Tri Wulan Pertama

Pengesahan aturan diharapkan dalam pelaksanaan retribusi parkir sudah

ada sebagai standar dalam bekerja. Aturan ini juga bisa menjadi pelaksana teknis

menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam

pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Salah

satu aspek dari struktur birokrasi yang mendukung keberhasilan implementasi

kebijakan pengelolaan parkir tepi jalan umum di kota Tanjungpinang adalah

adanya pelaksan teknis dalam menjalankan tugasnya. Namun demikian, dalam hal

pengesahan kebijakan pasti ada hambatan yang ditemukan, namun hambatan

tersebut tidak serta merta menjadikan perda ini batal untuk di sahkan.

Dengan diterimanya ranperda Penyelenggaraan dan Retribusi Perpakiran

dan di sahkannya perda ini, diharapkan pemko langsung dapat bertindak efektif

dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan program yang berkaitan dengan

Perda Perparkiran ini. Persoalan parkir tentu tidak semata persoalan tarif, namun

juga banyak hal lain yang harus dilihat sehingga tindakan pemerintah mampu

memberikan solusi yang komprehensif. Apalagi dalam hal pemberlakuan tarif

terutama tarif progresif, pemerintah kota baru dapat melaksanakannya secara

efektif jika penyediaan standar pelayanan dan sarana prasarana minimal telah

lebih dahulu dilakukan.

Hal ini dengan tegas disebutkan dalam Pasal 4 dimana pelaksanaan tarif

progresif pun harus pula didahului oleh kebijakan penentuan zonasi yang

dianggap laik untuk ditetapkan dengan tarif progresif. Jadi ringkasnya pemerintah

kota mesti mengkaji secara objektif dan cermat mana saja kawasan yang akan

memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai zona parkir dengan tarif progresif dan

apabila hal tersebut telah dilakukan, baru kemudian pemerintah dapat melanjutkan

dengan penyediaan sarana prasarana minimal dan standar pelayanan untuk

memperkuat penerapan tarif progresif tersebut. Kesepakatan regulatif yang

tertuang dalam perda ini sesungguhnya merupakan buah dari kesempatan

sekaligus syarat yang dapat diterima oleh DPRD apabila penetapan tarif progresif

yang kita anggap efektif dalam pengendalian lalu lintas benar-benar harus

dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kota perlu dengan cermat mempersiapkan

segala sesuatunya agar berjalannya perda ini tidak menimbulkan kontroversi

apalagi resistensi. Ringkasnya, perda ini seharusnya dapat dilihat sebagai potensi

yang luas untuk dieksplorasi oleh pemko sebelum mengambil pilihan dalam solusi

penataaan parkir di Tanjungpinang.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan.

Pancur Siwah.

Adrian Sutedi, 2008. Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Bogor Selatan: Ghalia

Indonesia.

Agustino Leo, 2008, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit BPFE, Universitas Gajah.

Mada, Yogyakarta.

Dwiyanto.2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Analiysis. Gava Media:

Yogyakarta.

Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi

Kebijakan atau Program, Edisi Revisi, PT Rosdakarya, Bandung.

Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.Birokrasi dan Kebijakan Publik. Bandung:

Peradaban

Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,

Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media

Mardiasmo, 2008, Perpajakan Edisi Revisi, CV Andi Offset. Yogyakarta.

Mursyid. 2009. Akuntansi Pemerintahan di Indonesia, Rafika Aditama :Bandung.

Nugroho Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: Gramedia

Prakosa, Kesit Bambang, 2003, Pajak dan Retribusi Daerah, UII

Pres,.Yogyakarta.

Ramesh.2000 .Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy

Subsystem.Oxford : Oxford University Press.

Siahaan, P, Marihot. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Subarsono, AG.2008. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori

dan.Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Suparmoko, 2001, Ekonomi Publik, Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah,

Edisi Pertama, Yogyakarta, Penerbit :Andi

Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijkan Otonomi Daerah.

Jakarta : Citra Utama

Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipt

Tangkilisan,Hesel Nogi S. 2003.Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi

Pemikiran George Edwards.Yogyakarta: Lukman Offset & Yayasan

Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia

Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi

Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo. 2001. Implementasi Kebijakan. Bandung:CV Pustaka Pelajar.

Winarno,Budi. 2012. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Zain, Mohammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat.

Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Retribusi Pelayanan Parkir Di

Tepi Jalan Umum.

Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2016 tentang

Penyelenggaraan dan Retribusi Perparkiran.

Internet:

Batamtoday.com

Kepridays.com

Haluankepri.com

Tanjungpinangpos.co.id