analisis permasalahan

17
Pencampuran Bioethanol Terganjal Masalah Harga Logo Pertamina (sumber: Istimewa) Jakarta - Penerapan campuran bahan bakar nabati (BBN) sebesar 0,5 persen pada sektor transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi terganjal harga bioethanol. Ketentuan besaran 0,5 persen itu berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 25 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah saat fokus pada pengembangan biodiesel daripada bioethanol. Hal ini lantaran ketersediaan biodiesel sudah lebih siap. "Saat ini kami sedang fokus pada pengembangan biodiesel yang secara supply sudah lebih siap," kata Dadan di Jakarta, Rabu (18/09). Dadan menjelaskan salah satu kendala penerapan bioethanol ialah masalah formulasi harga. Saat ini menggunakan formulasi harga publikasi Argus untuk Ethanol FOB Thailand dikalikan lima persen. Formula harga ini dinilai para produsen bioethanol lebih rendah dari beban pokok produksi. "Pemerintah masih membahas formulasi harga sambil menyiapkan fasilitas produksi," jelasnya.

Upload: ccc

Post on 17-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nmmm

TRANSCRIPT

Pencampuran Bioethanol Terganjal Masalah Harga

Logo Pertamina (sumber: Istimewa)Jakarta- Penerapan campuran bahan bakar nabati (BBN) sebesar 0,5 persen pada sektor transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi terganjal harga bioethanol.Ketentuan besaran 0,5 persen itu berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 25 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah saat fokus pada pengembangan biodiesel daripada bioethanol. Hal ini lantaran ketersediaan biodiesel sudah lebih siap."Saat ini kami sedang fokus pada pengembangan biodiesel yang secarasupplysudah lebih siap," kata Dadan di Jakarta, Rabu (18/09).Dadan menjelaskan salah satu kendala penerapan bioethanol ialah masalah formulasi harga. Saat ini menggunakan formulasi harga publikasi Argus untuk Ethanol FOB Thailand dikalikan lima persen. Formula harga ini dinilai para produsen bioethanol lebih rendah dari beban pokok produksi."Pemerintah masih membahas formulasi harga sambil menyiapkan fasilitas produksi," jelasnya.Sementara itu, Vice Presdient Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir menyampaikan hal senada. Pihaknya masih menunggu hasil kesepakatan harga antara produsen bioethanol dengan pemerintah. Sedangkan mengenai biodiesel, Ali menuturkan Pertamina sudah meningkatkan campuran dari 7,5 persen menjadi 10 persen pada awal September kemarin. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Permen 25/2013."Sebelum Permen 25, biosolar yang beredar sudah mengandung 7,5 persen komponen Fame," jelasnya.Wakil Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Immanuel Sutarto menuturkan formulasi harga yang diusulkan oleh pihaknya masih digarap oleh tim harga BBM. Tidak hanya formulasi harga, pihaknya pun akan mengajukan usulan kepada pemerintah mengenai biaya transportasi tidak dibebankan kepada produsen atau penjual bioethanol.Penulis: Rangga Prakoso/MUThttp://www.beritasatu.com/ekonomi/138973-pencampuran-bioethanol-terganjal-masalah-harga.htmlBiodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.Secara sederhana biodiesel didefinisikan sebagai bentuk bahan bakar diesel yang berasal dari alam. Biodiesel biasanya dibuat dari minyak nabati melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi.Penggunaan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel standart masih merupakan perdebatan yang masih hangat diperbincangkan akhir akhir ini. Akan tetapi, sesungguhnya terdapat banyak kekurangan dari penggunaan biodiesel tersebut. Bahkan, bila diperhitungkan dampak yang akan ditimbulkan oleh penggunaan biodiesel lebih besar dibanding manfaatnya.Dampak dari penggunaanbiodiesel dapat ditinjau dari 3 sisi, yakni dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi dan masyarakat (social). Dampak penggunaan biodiesel terhadap lingkungan, yakni dapat meningkatkan emisi CO2 akibat penggundulan hutan terutama di negara tropis, naiknya NOx akibat tingginya kandungan O, dan gundulnya hutan-hutan di dunia.Hasil riset pada journal Conservation Biology menemukan bahwa mempertahankan hutan hujan tropis merupakan jalan yang lebih baik dari pada mengkonversikannya menjadi ladang tanaman biofuel. Biofuel merupakan hal yang membahayakan bagi hutan, satwa liar dan iklim itu sendiri apabila ladang biofuel menggantikan hutan tropis, tegas Dr. Neil Burgess dari World Wildlife Fund. Faktanya, hal tersebut dapat memperburuk perubahan iklim karena menggantikan salah satu tempat penyimpanan karbon paling penting di dunia Keseluruhan hutan hujan tropis.Biodiesel lebih mudah melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada pembentukan kabut asap. Hal ini karna Biodiesel memiliki kualitas oksidasi yang buruk. Selain menghasilkan NOx, kualitas oksidasi biodiesel yang buruk juga mengakibatkan berubahnya biodiesel menjadi gel bila didiamkan dalam waktu yang lama. Sehingga dapat menyumbat mesin.Dari sisi ekonomi, dampak biodiesel adalah mengakibatkan kenaikan harga pangan yang cukup besar. Karena adanya kelangkaan pangan akibat dialihkannya tanaman yang biasa dikonsumsi untuk dijadikan bahan bakar. Tanaman seperti tebu, jagung, kelapa sawit dan beberapa jenis komoditas lainnya cenderung dapat mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan akibat dijadikan Bio diesel. Dimana kenaikan harga tersebut juga akan mengakibatkan naiknya harga kebutuhan kebutuhan pokok lainnya.Sedangkan, dari sisi social atau masyarakat biodiesel dapat menyebabkan Akibat penggundulah hutan karena di pakai untuk pembuatan lahan,hutan tropis tidak lagi berperan sesuai tempatnya, sulitnya untuk menghirup oksigen nantinya akan kita alami.Selain itu, biofuel juga mendatangkan masalah perut. Pembukaan lahan dan produksi bahan bakulebih banyak ditujukan untuk biofuel yang lebih bernilai ekonomis sehingga untuk produksi pangan akan sedikit terhambat. Dilain sisi, jumlah penduduk dunia semakin bertambah sehingga akan muncul ketimpangan antara jumlah penduduk dengan makanan yang ada, yang pada akhirnya akan berakibat munculnya banyak kelaparan diberbagai belahan dunia.Dari dampak dampak diatas, tentunya akan lebih baik jika kita tidak memanfaatkan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel standart. Mengingat biodiesel juga mengakibatkan banyak kerusakan pada mesin mobil seperti menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di piston, akibat terkontaminasi air. Karena, biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan diesel konvensional. Selain itu, Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah. Biodiesel juga memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional. Sehingga, mengakibatkan kapasitas pembangkit listrik dari mesin yang digunakan akan menurun jauh ketika menggunakan Bio Diesel.http://ilusismasa.blogspot.com/2012/11/kelemahan-biodiesel.htmlOleh : Asiyah Nurul FadilaMengapa Bioetanol Tidak Berkembang di Indonesia???Posted onNovember 25, 2014|4 CommentsDi saat harga BBM kembali dinaikkan oleh pemerintah, orang-orang kembali ribut untuk mencari solusi alternatif pengganti BBM. Salah satu biofuel pengganti/subtitusi bensin adalah bioetanol. Gaung bioetanol pernah booming kurang lebih 8-10 tahunan yang lalu. Rasanya hampir semua orang berlomba-lomba membuat bioetanol, terutama dari singkong/pati. Kebun-kebun singkong dibangun di mana-mana. Pelatihan-pelatihan bioetanol berjamur dan selalu penuh pesertanya. Namun, ini yang sungguh membuat saya terheran-heran, realisasi bioetanol sebagai energi di Indonesia ternyataNOL. Saya ulangi lagiNOOOOLsodara-sodara.. aliasNIHIL.aliasNGGAAKKK ADA. Data ini saya peroleh dari website/publikasinya Kementrian ESDM dan informasi langsung dari staf ESDM. Sungguh aneh.Saya sudah membahasnya di artikel lain,mengapa bioetanol masih diperlukandi Indonesia. Bioetanol belum bisa digantikan oleh biogas, biosolar/biodiesel atau listrik. Kenapa.????? Karena semua motor dan sebagian besar kendaraan di Indonesia masih minum bensin/premium. Mesin bensin beda dengan mesin diesel apalagi mesin biogas atau mesin listrik. Karenanya mesin bensin tidak bisa disuruh minum biosolar dan biogas. Perlu modifikasi sana-sini atau tambah ini-itu.Pemerintah sudah menaikkan harga premium menjadi Rp. 8.500 pr liter sejak seminggu yang lalu dengan alasan bahwa subsidi BBM sangat membebani anggaran negera. Terlepas dari pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah tersebut, saya hanya berharap agar momentum kenaikan BBM ini bisa menjadi momentum kebangkitan/kesadaran pemerintah dan bangsa ini untuk mengembangkan biofuel, khususnya bioetanol. Hanya saja, perasaan saya euforia bioetanol dan biofuel tidak seperti 8 tahun yang lalu. Program ini pernah tidak berjalan alias gagal, dan sepertinya orang-orang sudah trauma dengan kegagalan ini.

Saya jadi berfikir, kira-kira apa yang menyebabkan bioetanol tidak berkembang di Indonesia. Saya tidak punya banyak informasi. Informasi yang saya punya hanyalan informasi yang saya peroleh secara informal dari teman-teman yang pernah berkecimpung di dunia peretanolan jaman dulu, kenalan dari ESDM, dan teman-teman yang konsern dengan etanol.Saya menduga bahwa salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomis. Bioetanol di Indonesia yang sudah siap untuk diproduksi dalam skala masal adalah bietanol dari molases, nira, dan singkong atau sumber pati-patian yang lain. Bioetanol dari molases dan nira adalah yang paling mudah. Industri ini sudah berdiri sejak dulu kala dengan nama Pabrik Spirtus. Beberapa pabrik spirtus ada di beberapa tempat, terutama yang ada di dekat pabrik gula (PG). Produknya adalah spirtus yang berwarna biru. Spirtus ini adalah bioetanol yang diberi pewarna biru. Jika akan digunakan sebagai bioethanol fuel grade (EFG), perlu ditingkatkan kemurniannya menjadi 99%. Nahproblemnya adalah masalah harga bioetanol itu.Spirtus kalau tidak salah harganya kurang lebih 15 rb per liter, padahal kadar etanolnya sekitar 60%. Ethanol 95% yang dijual di apotik atau toko kimia dijual dengan harga Rp. 25rb Rp. 30rb. Saya biasa menggunakan etanol ini untuk disinfektan di lab. Biofuel yang kadar etanolnya 99%, harganya berapa.????????? Konon, jaman dulu pertamina membelinya dengan harga Rp. 5.500/L. Sekarang mungkin harganya naik, tetapi saya tidak tahu berapa tepatnya.Bagi pengusaha, bagaimana mungkin membuat barang (dalam hal ini bioetanol) yang sangat murni (99%) dengan tahapan yang lebih zulit, rumit, dan biayanya lebih besar, tetapi harganya muurraaahhh. Lebih murah daripada barang yang sama dengan kemurniana cuma 60%. Sungguh-sungguh tidak masuk di akal, bukan.?????!!!!! Itulah Indonesia.Bahan baku bioetanol berikutnya adalah dari singkong atau bahan lain yang mengandung pati tinggi, seperti: sorgum, sagu, ganyong, dan lain-lain. Singkong sudah di tanam besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia. Kabar angin juga, perusahaan-perusahaan besar nasional yang bergerak di bidang energi terbarukan juga sudah menginvestasikan untuk menanam singkong di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, kabarnya mereka juga sudah membangun pabrik bioetanol. Kabar terakhir pabrik ini tidak berjalan.Bioetanol dari singkong atau dari umbi-umbian yang lain membutuhkan langkah proses yang lebih panjang dari pada etanol dari molases atau dari nira. Tambah satu proses lagi, yaitu hidrolisis. Hidrolisis bisa menggunakan asam atau enzime. Kendalanya adalah ketersediaan enzime ini dan harga enzimenya. Gula hasil hidrolisis enzimatik mesti segera difermentasi, kalau tidak akan segera terfermentasi sendiri menjadi asam. Repot, kan. Lebih konyol lagi, harga singkong melonjak hingga 300%nya sejak isu bioetanol dari singkong ini berkembang. Meningkatnya harga bahan baku ini menyebabkan biaya produksinya juga meningkat.Tantangan lainnya adalah bioetanol dari singkong berkompetisi dengan tepung tapioka. Proses pembuatan tempung tapioka jauh lebih sederhana daripada proses pembuatan bioetanol. Gampangnya, cuma diparut, diperes, dicuci, dan diendapkan saja. Semuanya proses fisik dan tidak melibatkan proses kimia. Harga jual tepung tapioka pun juga lumayan tinggi. Pabrik bioetanol dari singkong tidak bisa bersaing dengan pabrik tepung tapioka. Tragis.Alternatif berikutnya adalah bioetanol dari lignoselulosa. Secara teoritik, bioetanol ini sangat menjajikan. Indonesia memiliki biomassa yang sangat melimbah. Kalau dikonversi secara matematik potensinya sangat besar. Ini baru dihitung dari limbah biomassa agroindustri, perkebunan, dan kehutanan. Belum lagi kalau biomassanya memang langsung dari tanaman yang ditanama khusus untuk produksi biomassa, akan semakin besar lagi potensinya.Hanya saja.sayangnyaTeknologi ini belum siap dalam skala besar. Beberapa pilot plan sudah dibagun di negara Eropa dan di Indonesia juga sudah ada pilot plant yang cukup besar. Masalahnya sama, proses produksi bioetanol dari biomassa lignoselulosa jauh lebih panjang dan lebih sulit daripada produksi bioetanol dari singkong. Tentu saja ini akan berakibat pada biaya produksinya. Setahu saya sampai saat ini belum ada teknologi yang murah untuk menghasilkan bioetanol dari lignoselulosa.Dari bahan yang mudah saja masih berat apalagi membuat bioetanol dari bahan-bahan yang lebih sulit, lebih berat lagi menjualnya. Itulah kira-kira analisa saya, mengapa bioetanol belum berkembang di Indonesia.Saya tetap optimis jika bioetanol tetap akan menjadi biofuel yang menjanjikan di masa depan. Namun kapan masa depan itu masih belum jelas. Saya berusaha untuk meneliti dan membuat bioetanol dari biomassa dan mengembangak cara-cara yang bisa lebih murah dari teknologi saat ini. Penelitian semacam ini, meskipun belum terlihat potensi ekonominya dalam jangka pendek, tetapi seyogyanya didukung oleh pemerintah atau industri terkait. Kalau tidak, kemungkinan kita akan tetap dan terus menjadi konsumen teknologi di masa depan. Penelitian-penelitian tentang biofuel/bioetanol dari biomassa sangat gencar di lakukan di luar negeri. Perlahan tetapi pasti mereka akan menemukan teknologi produksi yang murah dan bisa bersaing dengan BBM. Indonesia, kalau tidak mengejar akan tertinggal dan akhirnya menyerah untuk menggunakan teknologi mereka. Semoga ini tidak terjadi.http://isroi.com/2014/11/25/mengapa-bioetanol-tidak-berkembang-di-indonesia/isroi 2014Hambatan-hambatan yang mempengaruhi pengembangan bioetanol

Industri nonenergi juga membutuhkan bioetanolMenurut Kepala Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati, Alhilal Hamdi(dalamMarket Intelligence Report OnPerkembangan Industri Biofuel di Indonesia)menyatakan, keterbatasan salah satu bahan baku utama biofuel, yaitu etanol untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar menjadi kendala utama. Etanol yang tersedia, jadi rebutan dengan dengan industri lain. Etanol di Indonesia juga digunakan untuk industri alkohol atau industri lain seperti rokok, kosmetik dan plastik.

Harga yang Belum BersaingBiaya produksibiofuelseperti biodiesel berkisar antara Rp. 8000 Rp. 10000, sementara biaya produksi bioetanol melebihi biodiesel. Hal ini mengakibatkan bioetanol kalah bersaing dengan BBM bersubsidi. Disamping itu proses pembuatan biodiesel yang menggunakan unit destilasi juga memerlukan energi yang besar sehingga modal yang diperlukan untuk biaya produksi pun meningkat.Terlebih lagi, apabila industri ingin mengekspor bioetanol ke negara lain, pajak impor yang ditetapkan sangat besar, yakni 30%. Hal ini yang menyebabkan pasar bioetanol sepi peminat.

Efisiensi produksi bioetanolMenurut Agus Haryono, Koordinator Proyek Kerja Sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Korea International Cooperation Agency (Koica) dalam pengembangan pabrik bioetanol generasi kedua, meneliti bahwa efisiensi kerja enzim dalam fermentasi bahan baku menjadi bioetanol perlu ditingkatkan, karena enzim hanya mampu menghasilkan kadar bioetanol sebesar 6% saja. Disamping itu, kemurnian bioetanol harus dijaga kualitasnya, hal ini berpengaruh terhadap performa mesin kendaraan dimana kandungan air yang terdapat pada bioetanol dapat menyebabkan korosi pada mesin kendaraan.

Bahan baku bietanol untuk energi atau panganTebu merupakan bahan baku bioetanol yang paling potensial digunakan. Namun, tidak seperti Brazil yang memiliki luas daratan yang besar. Indonesia adalah negra kepulauan, sehingga keterbatasan lahan menjadi kendala. Disamping itu, komoditas tebu di Indonesia lebih cenderung dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan gula pasir sebagai bahan pangan.

Solusi solusi strategis untuk meningkatkan pengembangan bietanolStrategi yang dapat diambil agar bioetanol dapat bertahap digunakan sebagai bahan bakar pengganti bensin antara lain:Menghapus atau mengurangi subsidi premium sampai harga bioetanol dapat bersaing dipasaranMeningkatkan subsidi bioetanol dibarengi dengan pengurangan subsidi premiumMelakukan budidaya tanaman-tanaman sebagai bahan baku bioetanol yang tidak bersaing dengan pangan dan memperluas wilayahnya

Disamping itu, pemerintah harus konsisten melaksanakan kebijakan terkait bioetanol agar pemanfaatan energi terbarukan ini bisa berjalan dengan optimal dan dapat menjaga ketahanan energi Indonesia di masa depan.http://greensingkong.blogspot.com/2014/11/dinamika-pengembangan-industri.htmlDinamika Pengembangan Industri Bioetanol di IndonesiaWendi Anata11Teknologi Bioproses, Depertemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia

Jakarta-Indonesia berada di garis katulistiwa dengan sinar matahari yang cukup banyak untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Tapi kenapa PLTS masih sulit berkembang di Indonesia?

"Memang harga solar cell saat ini cenderung makin murah, namun yang jadi masalah pengembangan listrik tenaga matahari yakni keterbatasan pembebasan lahan dan masih sangat mahalnya harga baterai," kata Dirjen Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Dikatakan Rida, harga baterai penyimpan tenaga matahari 3 kali lipat daripada harga solar cell. Dan celakanya lagi, baterainya hanya bertahan selama 3 tahun.

"Kalau solar cell sekali beli bisa bertahan hingga 25 tahun, tapi baterainya ini sudah harganya 3 kali lipat lebih mahal daripada solar cellnya, juga hanya bertahan selama 3 tahun, tentu ini biayanya masih tinggi sekali," ucap Rida.

Untuk itu, kata Rida, pengembangan PLTS saat ini lebih banyak difokuskan sebagai substitusi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel.

"PLTD-PLTD yang menggunakan BBM ditambahkan back up dengan PLTS namun tidak memakai baterai, jadi pagi-sore hari PLTS beroperasi dan listriknya masuk ke jaringan tanpa pakai baterai, jadi nanti PLTD nya hanya beroperasi pada malam hari saja," katanya.

http://finance.detik.com/read/2013/02/22/192004/2177424/1034/ini-alasan-pembangkit-listrik-matahari-sulit-berkembang-di-riRista Rama Dhany detikfinance 2013Energi Nuklir di Indonesia:Mungkinkah?May 17, 2012Media NuklirLeave a commentGo to commentsBeberapa waktu yang lalu, salah satu anggota Dewan Energi Nasional,Prof.Rinaldy Dalimi, berpendapat bahwapemanfaatan energi nuklir di Indonesia hampir tidak mungkin dilaksanakan. Apakah benar tidak mungkin?Berikut ini adalah tanggapanDr. Sidik Permana, dosen ITB dengan spesialisasi risetnuclear engineering, mengenai pendapat ketidakmungkinan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia.Dimedia-media, nyaris tidak ada nilai positif bagi pembangunan PLTN.Tapi hal ini sudah lumrah, dan khususnya di DEN, kalau setuju semua juga tidak baik, tidak ada kontrol efektif untuk itu.Kedepan, badan regulasi tenaga nuklir akan lebih penting karena akan melakukan kontrol dan licensing.Kita ulas saja pernyataan Prof. Dalimi terkait nuklir di media tersebut.1. Yakni PLTN akan mengharuskan Indonesia mengimpor uranium, karena uranium Indonesia tidak ekonomis[Ulasan]>Mayoritas industri nuklir (PLTN) menggunakan bahan bakar uranium import, kecuali negara nuklir yang mempunyai sumber daya uranium alam yang banyak dan teknologi pengayaannya seperti Amerika, Rusia dan Kanada, Khusus Kanada, dengan teknologi CANDU, tidak perlu pengayaan. Jadi sumber daya alam uranium di negara-negara yg tidak pakai PLTN jauh lebih banyak seperti Australia, Kazakstan, Nigeria, dll. Terkait ekonomis, bukan faktor uraniumnya, meskipun beberapa tipe kandungan uranium memberikan variasi harga, tetapi karena nilai ekonomis kalau kita melakukan enrichment sendiri, kecuali kedepan mau punya industri pengayaan sendiri dan daur ulang, nah itu lain hal. Tapi kalau untuk operasional reaktor yg terbatas cukup dengan import masih lebih murah. Pertanyaannya, bahan energi mana yang tidak import? minyak sudah lama import, batu bara mungkin kedepannya akan import, renewable? teknologinya dari mana bahan2nya? selain faktor ekonomis dan limbah proses olahannya?2. Dunia tidak akan mengizinkan Indonesia melakukan pengayaan uranium, karena Iran saja dilarang, meski pemerintahnya melawan.[Ulasan]>Pernyataan ini kurang lengkap dan tidak menyentuh akan permasalah terkait pengayaan uranium untuk PLTN dan terkait non proliferasi dan juga kasus Iran, Korea Utara, kemudian India dan Pakistan. Teknologi pengayaan dan daur ulang tidak dilarang dan merupakan hak semua negara, tetapi hanyak untuk tujuan damai dan sipil salah satunya PLTN. Jadi aneh apabila pengayaan uranium untuk PLTN dianggap akan dilarang. LEU atau less enriched uranium kurang dari 20% adalah legal digunakan untuk PLTN selain adanya kontrol material dan monitoring dan inspeksi dari regulasi masing2 negara dan juga IAEA. Untuk Iran yang terjadi adanya distrust dan ketakutan berlebih apabila teknologi penyaan dikuasai akan membuat bom, padahal statement resminya tidak akan membuat dan beberapa inspeksi juga tidak ada bukti mengarah kesana dan kalaupun bisa masih terlalu jauh untuk memproduksinya. Jadi pembahasan tersendiri.3. Alasan yang cukup berat adalah Indonesia merupakan kawasan gempa sehingga risikonya tinggi. Kalau pun dibangun dengan tahan gempa, tentu biayanya akan mahal, sehingga harganya nuklir juga tidak akan murah, bahkan perlu subsidi.[Ulasan]>Dari zaman generasi kedua khsusnya 1960an, bangunan reaktor sudah diperhitungkan dampak gempa, bahkan juga dinding untuk tsunami dan begitu pula sekarang dengan standar yg lebih tinggi. Khusus kasus Fukushima daiichi unit 1 yg paling tua dibangun 1965, beroperasi 1971, sudah memperhitungkan gempa dan direvisi kemudian dengan perkembangan gempa Chili 1995 kalau tidak salah yang besarnya 9.5 M dan tsunami kurang dari 6 meter. Dan masih ekonomis. Akan sedikit lebih tinggi harga PLTN, apabila menghitung juga liability atau efek dari kebocoran radiasi, dan itu juga masih bisa diprediksi dengan kasus Fukushima ini berapa harga yang perlu dibayar untuk kejadian2 seperti itu. Negara-negara maju dan industri memilih nuklir karena murah, sustainable dan non-CO2 emission. Untuk teknologi tahan gempa di Jepang sudah bisa diprediksi dengan bagus dan kejadian Fukushima bukan karena faktor gempanya tetapi faktor tsunami. Bahkan ketika gempa Kashiwazaki-kariwa di Niigata, rasio besarnya gempa 2 kalinya dengan desain dasar tahan gempa PLTN tersebut, tetapi mereka tetap merestart ulang dan bisa bertahan.4. Alasan yang juga penting adalah Jepang sudah mematikan 54 unit PLTN pada dua minggu lalu, lalu Jerman juga akan mematikan seluruh PLTN-nya pada tahun 2025.[Ulasan]>Kalau Jerman jelas terlalu banyak alasan politis dan sekarang mulai terasa bagaimana sulitnya mengkonversi seperempat listriknya dari nuklir dengan yang lain. Selain itu Jerman adalah salah satu negara pengimpor gas, minyak dan batubara terbesar dunia. Kalau situasi politik berubah, kondisi ekonomi berubah maka kebijakan akan berubah juga. Untuk Jepang, kebijakan energi jangka panjang sedang dibuatkan. dan berita terbaru, dari 17 reaktor yang sudah mengajukan uji stress test sudah 2 PLTN yang sudah oke dan mendapat approval dari dewan kota. Dan lambat laun akan direstrat kembali PLTN yang ada, karena sudah melewati regulasi safety dan pengecekan dan izin dari daerah yang kemungkinan besar akan diikuti oleh yang lainnya. Disamping itu, pabrik2 di Jepang juga sudah kekurangan energi listrik dan sebagai penggantinya dengan menghidupkan kembali PLTU tua dengan import batu bara dan menambah import gas untuk PLTG mereka yang tenbtunya harga listrik naik (sekitar 17% Tepco) dan emisi CO2 yang bertambah sehingga program pengurangan emisi rumah kaca jadi terkendala.Alasan terakhir ini, masih debatable dan unpredictable secara pasti tapi masih bisa kita amati kecenderungannya. Tapi isu keempat ini akan berbeda dengan kecenderungan negara2 lainnya yang justru akan segera membangun PLTNnya About 64 NPPs currently are under construction mainly in Asia and 6reactors were connected to the grid in 2011 such as Kaiga-4power plant in India, lingao-4 and CEFR (China),Chashma-2(Pakistan),Bushehr-1 (Iran) and Kalinin-4(Russia) [3]. In 2010-2011, 15 reactors in Asia and 3reactors in the rest of the world have started forconstruction process and 11 NPPs are in grid connections.Post Fukushima Accident, in September 2011 Iran hascommissioned its first NPP. Some countries such as UAEand Turkey have ordered their first NPPs from Korea andRussia, respectively, and continue their plans. Belarus oneof the country where contaminated area from Chernobylaccident, signed an intergovernmental agreement inOctober 2011 for its first NPP as well as Bangladesh signedsame agreement on November 2011. In ASEAN countries,Vietnam signed a loan agreement on December 2011 for itsfirst NPP.Referensi : Sidik, 2012, ICAE 2012Maka silahkan opini disini untuk mengklarifikasikan berbagai isu.Berita dari Antara(sumber|arsip)Surabaya (ANTARA News) Dewan Energi Nasional (DEN) menilai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) atau pemanfaatan energi nuklir di Indonesia hampir tidak mungkin dilaksanakan.Secara teknis, nuklir atau PLTN untuk Indonesia itu hampir tidak mungkin, tapi bisa menjadi pilihan terakhir bila ada perkembangan teknologi nuklir ke arah lebih aman, kata anggota DEN Prof Ir Rinaldy Dalimi, PhD di Surabaya, Selasa.Ia mengemukakan hal itu di sela-sela workshop Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju 2050 yang digelar DEN dan LPPM ITS dengan pembicara lain Ir Tumiran M.Eng PhD (DEN/UGM), Prof Mukhtasor PhD (DEN/ITS), unsur ESDM, BP Migas, Kadin Institute Jatim, dan Asosiasi Panas Bumi Indonesia.Menurut dosen UI itu, ada empat hingga lima alasan yang menyebabkan PLTN hampir tidak mungkin di Indonesia, yakni PLTN akan mengharuskan Indonesia mengimpor uranium, karena uranium Indonesia tidak ekonomis.Alasan lain, dunia tidak akan mengizinkan Indonesia melakukan pengayaan uranium, karena Iran saja dilarang, meski pemerintahnya melawan, katanya.Selain itu, alasan yang cukup berat adalah Indonesia merupakan kawasan gempa sehingga risikonya tinggi. Kalau pun dibangun dengan tahan gempa, tentu biayanya akan mahal, sehingga harganya nuklir juga tidak akan murah, bahkan perlu subsidi, katanya.Namun, alasan yang juga penting adalah Jepang sudah mematikan 54 unit PLTN pada dua minggu lalu, lalu Jerman juga akan mematikan seluruh PLTN-nya pada tahun 2025.Jadi, DEN merekomendasikan PLTN sebagai pilihan terakhir. Artinya, nuklir nggak akan dipilih selama energi alternatif (energi baru terbarukan/EBT) masih ada, apalagi energi alternatif di Indonesia paling beragam di dunia, katanya.Senada dengan itu, anggota DEN Prof Mukhtasor PhD menilai PLTN itu membutuhkan dukungan finansial yang mahal untuk antisipasi risiko.Jepang saja memerlukan ratusan triliun untuk bangkit dari risiko nuklir yang dialami, apakah Indonesia punya anggaran sebesar itu? APBN kita saja tidak sampai ratusan triliun, kata dosen ITS Surabaya itu.Oleh karena itu, katanya, pemerintah sebaiknya melirik energi alternatif di Indonesia yang cukup banyak, bahkan dunia juga akan melirik EBT karena harga EBT dengan energi konvensional akan setara pada tahun 2020.Share this: Facebook3Media Nuklir 2012https://medianuklir.wordpress.com/2012/05/17/energi-nuklir-untuk-indonesia-mungkinkah/