penggunaan analisis kovariansi dalam … · penerapan model pembelajaran creative problem solving...

114
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuwarto dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk bagi penulis Gema Pendidikan). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan sebagainya. Gema Pendidikan diterbitkan sejak 01 Januari 1994 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari DAFTAR ISI Pengantar Redaksi Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta. Izlan Sentryo………………….. 1 Dampak Intervensi Model Penurunan Unmet Need KB dan Peningkatan KB Pria terhadap Pencapaian Sasaran Program DHS-I pada Program KB di Prov. Sultra Kadir Tiya ............................... 12 Kualitas Pengajaran, Sikap :Positif, Self-Efficacy dan Kinerja Akademis Mahasiswa FKIP Unhalu Muliha Halim ………..……… 21 Project-Based Learning for EFL Vocabulary Class Nurnia ………….…..………..31 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya Nilai UN Matapelajaran Ekonomi Koperasi SMA di Kabupaten Buton Tahun 2011 Abdullah Igo B.D ..………… 38 Pengujian Akurasi Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban menggunakan Sensor SHT11 dan Mikrokontroler Atmega 8 Vivi Hastuti ……………..…… 45 Analisis Nilai Ujian Nasional Kimia dan Identifikasi Faktor Penyebab Menurunnya Nilai UN Kimia di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010 La Rudi…………….………….55 Persepsi Mahasiswa Universitas Halu Oleo tentang Latar belakang Demonstrasi Barlian & Muh. Abas .………………..………….….65 Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Penigkatan Hasil Belajar Matematika Nana Sumarna & Eric Roni Hasmudin....................................77 Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Gerak Lurus siswa Kelas X SMAN 1. Kabangka Tahun Ajaran 2012-2013. La Harudu……………………..…………..….84 Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas XII IA SMAN 6 Kendari pada Matapelajaran Biologi Materi Transport Membran M. Sirih, Murni S. Martini …………………….…. 91 Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X 3 SMA Negeri 2 Kendari La Sahara....................... 97 Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kec. Poasia Kota Kendari Asmawati Munir, Lili Darlian, Niluh Sri Buana ………… 105 Penanggung Jawab Dekan FKIP Unhalu Pemimpin Redaksi Pembantu Dekan I FKIP Redaktur Pelaksana Kepala Perpustakaan FKIP Penyunting Ahli H. Zalili Sailan (Unhalu) H. Barlian Usman (Unhalu) H. Hilaluddin Hanafi (Unhalu) La Maronta Galib (Unhalu) Amiruddin (Unhalu) Nurlansi (Unhalu) La Harudu (Unhalu) Moh. Salam (Unhalu) Muh. Yuris (Unhalu) Albert (Unhalu) Darnawati (Unhalu) La Sawali (Unhalu) Aris Munandar (UNM Makassar) Ahmad Tolla (UNM Makassar) Hamsu Gani (UNM Makassar) H. Nurhadi (UNM Malang) Sumadi (UNM Malang) Bambang Yulianto (Unesa) Ratna Sayekti (UNJ) Pelaksana Layout La Rudi Muh. Abas Pendais Haq Rahmat Gema Pendidikan Volume 20 Nomor 2, JUli 2013 Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan konseptual di bidang Pendidikan. ISSN : 0854 9044

Upload: truongtram

Post on 05-Jul-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

i

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuwarto dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk bagi penulis Gema Pendidikan). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan sebagainya.

Gema Pendidikan diterbitkan sejak 01 Januari 1994 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari

DAFTAR ISI Pengantar Redaksi

Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta. Izlan Sentryo………………….. 1

Dampak Intervensi Model Penurunan Unmet Need KB dan Peningkatan KB Pria terhadap Pencapaian Sasaran Program DHS-I pada Program KB di Prov. Sultra

Kadir Tiya ............................... 12 Kualitas Pengajaran, Sikap :Positif, Self-Efficacy dan Kinerja Akademis Mahasiswa FKIP Unhalu

Muliha Halim ………..……… 21

Project-Based Learning for EFL Vocabulary Class Nurnia ………….…..………..31

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya Nilai UN Matapelajaran Ekonomi Koperasi SMA di Kabupaten Buton Tahun 2011

Abdullah Igo B.D ..………… 38

Pengujian Akurasi Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban menggunakan Sensor SHT11 dan Mikrokontroler Atmega 8

Vivi Hastuti ……………..…… 45

Analisis Nilai Ujian Nasional Kimia dan Identifikasi Faktor Penyebab Menurunnya Nilai UN Kimia di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010

La Rudi…………….………….55

Persepsi Mahasiswa Universitas Halu Oleo tentang Latar belakang Demonstrasi Barlian & Muh. Abas .………………..………….….65

Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Penigkatan Hasil Belajar Matematika Nana Sumarna & Eric Roni Hasmudin....................................77

Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Gerak Lurus siswa Kelas X SMAN 1. Kabangka Tahun Ajaran 2012-2013.

La Harudu……………………..…………..….84

Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas XII IA SMAN 6 Kendari pada Matapelajaran Biologi Materi Transport Membran

M. Sirih, Murni S. Martini …………………….…. 91

Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa

Kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari La Sahara....................... 97

Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kec. Poasia Kota Kendari

Asmawati Munir, Lili Darlian, Niluh Sri Buana ………… 105

Penanggung Jawab Dekan FKIP Unhalu

Pemimpin Redaksi

Pembantu Dekan I FKIP

Redaktur Pelaksana Kepala Perpustakaan FKIP

Penyunting Ahli

H. Zalili Sailan (Unhalu) H. Barlian Usman (Unhalu)

H. Hilaluddin Hanafi (Unhalu) La Maronta Galib (Unhalu)

Amiruddin (Unhalu) Nurlansi (Unhalu)

La Harudu (Unhalu) Moh. Salam (Unhalu) Muh. Yuris (Unhalu)

Albert (Unhalu) Darnawati (Unhalu) La Sawali (Unhalu)

Aris Munandar (UNM Makassar) Ahmad Tolla (UNM Makassar) Hamsu Gani (UNM Makassar)

H. Nurhadi (UNM Malang) Sumadi (UNM Malang)

Bambang Yulianto (Unesa) Ratna Sayekti (UNJ)

Pelaksana Layout

La Rudi Muh. Abas

Pendais Haq Rahmat

Gema Pendidikan Volume 20 Nomor 2, JUli 2013

Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan konseptual di bidang Pendidikan. ISSN : 0854 – 9044

Page 2: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

ii

PENGANTAR REDAKSI

Gema Pendidikan Volume 20 Nomor 2, Juli 2013 menampilkan tiga belas artikel yang

merupakan hasil penelitian, yang membahas berbagai permasalahan aktual dan telah

disajikan pada pertemuan-pertemuan ilmiah seperti seminar dan semacamnya.

Para penulis adalah dosen Universitas Haluoleo yang menampilkan karya tulis dengan

bekerja sama Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo dan lembaga-lembaga ilmiah

lainnya. Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi bidang pendidikan

pengajaran dan sains.

Pada terbitan-terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” berusaha tetap tampil dengan

berbagai karya tulis serta mempertahankan eksistensinya pada masalah-masalah yang

berkaitan dengan pendidikan pengajaran dan sains.

Usaha yang dimaksud tidak terlepas dari kesadaran bahwa hanyalah sebagian upaya

dalam rencana yang selalu disertai dengan keterbatasan pihak penyunting dan rekan para

penulis.

Oleh karena itu untuk memperbaiki segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, pihak

penyunting mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi

kesempurnaan untuk terbitan berikutnya yang merupakan harapan kita semua.

Semoga pada terbitan-terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” tampil lebih baik lagi

utamanya dari kualitas keilmuan dan relevansinya dengan pembangunan dalam dunia

pendidikan.

Kendari, Juli 2013

Penyunting

Page 3: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

1

PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN KOMITMEN ORGANISASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN DINAS PENDIDIKAN

PROVINSI DKI JAKARTA1

Oleh:

Izlan Sentryo2

Abstract This research aims to discover the impacts of compensation, motivation, and the

organization’s commitment on the performance of the employees of the Education Agency - the

Province of Jakarta Special Capital Region. The population of this research are 285 employees

of the Education Agency - the Province of Jakarta Special Capital Region in 2010. The population

reached totals 110 people, namely the employees that belong to category III, college graduates,

and have minimal service period of 5 years. Samples of the research are 70 people or 64 percent

of the population reached. Sampling is conducted by means of simple random sampling technique.

The research method employed is survey; the research instrument is questionnaire, and data

analysis is performed by means of descriptive analysis and inferential analysis. The descriptive

analysis is employed to describe the state of data on each variable in the form of average,

median, modus, standard deviation, variance, frequency distribution, and histograms. Whereas

the inferential analysis is employed to test the hypothesis through path analysis.

Based on the results of the hypothesis testing through Path Analysis, this research

discovers that: (1) Compensation has a direct positive impact on performance, (2) Compensation

has a direct positive impact on the organization’s commitment, (3) Motivation has a direct

positive impact on performance, (4) Motivation has a direct positive impact on the organization’s

commitment; and (5) the organization’s commitment has a direct positive impact on

performance.

Keywords: performance, compensation, motivation, and the organization’s commitment.

1 Ringkasan Disertasi di UNJ. Promotor: Prof. Dr. H. Djaali dan Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA. 2 Dosen Luar Biasa Pada Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo

LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan hak bagi setiap

warga negara, sebagaimana dijamin dalam UUD

1945. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan

bahwa setiap warga negara berhak mendapat

pendidikan. Hak warga negara atas pendidikan

juga telah dipertegas dalam UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yakni

dengan penekanan pada pendidikan bermutu.

Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003

menyatakan bahwa setiap warga negara

mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu.

Mutu pendidikan diukur dari kompetensi

lulusannya. Kompetensi lulusan ditentukan oleh

kualitas proses pembelajaran di kelas dan proses

pendidikan di lingkungan sekolah, dan

dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan tenaga

kependidikan, kualitas dan relevansi isi

pendidikan, sistem penilaian, pengelolaan,

sarana dan prasarana, serta pembiayaan (Djaali,

2011: 1). Dengan demikian, tugas tenaga

kependidikan (karyawan Dinas Pendidikan)

cukup strategis dan merupakan salah satu

variabel yang ikut menentukan tinggi rendahnya

mutu pendidikan nasional. Kementerian

Pendidikan Nasional mempertegas bahwa tenaga

kependidikan memegang peranan penting dalam

meningkatkan mutu pendidikan dan akuntabilitas

penyelenggaraan pendidikan di satuan

pendidikan (Rencara Strategis Kemdiknas 2010-

2014: 95).

Tugas tenaga kependidikan adalah

melaksanakan administrasi, pengelolaan,

pengembangan, pembinaan, pengawasan, dan

pelayanan teknis untuk menunjang proses

pendidikan pada satuan pendidikan (Pasal 173

Page 4: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

2

Ayat (2) PP No. 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).

Sebagai bagian dari tenaga kependidikan,

karyawan Dinas Pendidikan harus ditingkatkan

kinerjanya agar semakin optimal dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan.

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

merupakan perangkat daerah yang bertanggung

jawab di bidang pendidikan. Tugas utamanya

adalah menyelenggarakan pendidikan secara

bermutu. Selain itu, lembaga ini berfungsi: (1)

Menyusun dan melaksanakan rencana kerja dan

anggaran Dinas Pendidikan; (2) Merumuskan

kebijakan teknis pelaksanaan urusan pendidikan;

(3) Memberikan pelayanan, pembinaan,

pengembangan, pengawasan, dan pengendalian

pendidikan; serta (4) Melakukan pembinaan dan

pengembangan terhadap tenaga kependidikan

(Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 8

Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Provinsi

DKI Jakarta).

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi

Dinas Pendidikan yang sangat urgen tersebut di

atas, maka berbagai upaya untuk meningkatkan

kinerja karyawan harus terus dilakukan. Kinerja

karyawan Dinas Pendidikan harus ditingkatkan,

karena mereka merupakan bagian dari

penyelenggara pendidikan dan berkontribusi

secara langsung maupun tidak langsung terhadap

peningkatan mutu pendidikan dasar dan

menengah. Artinya, untuk meningkatkan mutu

pendidikan dasar dan menengah selain harus

menyediakan sarana dan prasarana pendidikan

yang memadai, guru yang profesional, dan biaya

pendidikan yang cukup, juga harus menyediakan

karyawan Dinas Pendidikan yang berkinerja

tinggi. Tentu saja, kinerja karyawan Dinas

Pendidikan ini dipengaruhi banyak faktor, baik

faktor internal maupun faktor eksternal, di

antaranya adalah kompensasi, motivasi, dan

komitmen organisasi. Sehubungan dengan uraian di atas,

permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: (1) Apakah kompensasi berpengaruh

langsung terhadap kinerja?; (2) Apakah

kompensasi berpengaruh langsung terhadap

komitmen organisasi?; (3) Apakah motivasi

berpengaruh langsung terhadap kinerja?; (4)

Apakah motivasi berpengaruh langsung terhadap

komitmen organisasi?; (5) Apakah komitmen

organisasi berpengaruh langsung terhadap

kinerja?

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui: (1) pengaruh langsung kompensasi

terhadap kinerja; (2) pengaruh langsung

kompensasi terhadap komitmen organisasi; (3)

pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja; (4)

pengaruh langsung motivasi terhadap komitmen

organisasi; dan (5) pengaruh langsung komitmen

organisasi terhadap kinerja.

TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja

Konsep kinerja didefinisikan sebagai nilai

dari seperangkat perilaku karyawan yang

berkontribusi, baik secara positif atau negatif

terhadap pemenuhan tujuan organisasi (Colquitt,

LePine, dan Wesson, 2009: 37). Mathis dan

Jackson (2006: 114) mengemukakan tiga faktor

utama yang mempengaruhi kinerja individu

dalam organisasi, yaitu kemampuan individu

untuk melakukan pekerjaan, tingkat usaha yang

dicurahkan, dan dukungan organisasi.

Kinerja merupakan terjemahan dari

performance, yang berarti: (1) perbuatan,

prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang

berdaya guna; (2) pencapaian atau prestasi

seseorang berkenan dengan tugas yang diberikan

kepadanya; (3) hasil kerja seorang pekerja,

sebuah proses manajemen atau suatu organisasi

secara keseluruhan, di mana hasil kerja tersebut

harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit

dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar

yang telah ditentukan); (4) cacatan mengenai

out-come yang dihasilkan dari suatu aktivitas

tertentu selama kurun waktu tertentu pula; (5)

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam rangka mencapai tujuan

organisasi (Sedarmayanti, 2009: 259-260).

Penilaian kinerja bertujuan untuk: (1)

mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan

karyawan; (2) mengidentifikasi potensi

perkembangan karyawan; (3) memberikan

informasi bagi perkembangan karyawan; (4)

membuat organisasi lebih produktif; dan (5)

memberikan data bagi penyesuaian kompensasi

karyawan (Neal, 2004: 3-4). Robbins dan Judge

Page 5: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

3

(2009: 629) mengemukakan bahwa penilaian

kinerja dalam organisasi bertujuan untuk

keputusan sumber daya manusia, promosi,

transfer, dan pemutusan hubungan kerja.

Sedangkan Stoner dan Freeman (1992: 392)

berpendapat bahwa penilaian kinerja bertujuan

untuk: (1) memberi tahu karyawan secara formal

bagaimana nilai kinerjanya, (2) menentukan

karyawan yang berhak mendapatkan kenaikan

gaji, (3) menentukan karyawan yang

memerlukan pelatihan tambahan, dan (4)

menentukan calon karyawan yang dapat

dipromosikan.

Ada lima tahapan dalam proses penilaian

kinerja, yaitu: (1) mengidentifikasi sasaran-

saranan kinerja, (2) menetapkan kriteria kinerja

dan mengkomunikasikannya dengan bawahan;

(3) memeriksa pekerjaan yang dilakukan; (4)

menilai kinerja; dan (5) mendiskusikan

penilaian bersama karyawan (Mondy, 2008:

260). Selain itu, Dessler (2010: 327)

mengemukakan tiga tahapan dalam proses

penilaian kinerja, yaitu (1) mendefinisikan

pekerjaan (memastikan bahwa atasan dan

bawahan setuju dengan kewajiban dan standar

pekerjaannya); (2) menilai kinerja

(membandingkan kinerja bawahan dengan

standar yang telah ditetapkan); dan (3)

memberikan umpan balik (atasan dan bawahan

mendiskusikan kinerja dan kemajuan bawahan,

serta membuat rencana untuk pengembangan

yang dibutuhkan).

Berdasarkan kajian teori di atas, yang

dimaksud dengan kinerja dalam penelitian ini

adalah unjuk kerja karyawan dalam organisasi

sesuai dengan wewenang dan tanggung

jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi,

dengan indikator: (1) kuantitas pekerjaan, (2)

kualitas hasil kerja, (3) kemampuan

menyelesaikan pekerjaan, (4) usaha dalam

menyelesaikan pekerjaan, (5) inisiatif, dan (6)

kehadiran di kantor.

Kompensasi

Kompensasi merupakan salah satu fungsi

yang penting dalam manajemen sumber daya

manusia, karena kompensasi merupakan salah

satu aspek yang paling sensitif di dalam

hubungan kerja. Sistem kompensasi yang baik

akan membantu memberikan penguatan terhadap

nilai-nilai organisasi dan mendukung pencapaian

tujuan organisasi.

Kompensasi merupakan bentuk

penghargaan (berupa uang dan bukan uang) yang

diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa

atas kontribusinya kepada organisasi. Menurut

Luthans (2008: 94), organisasi memberi

penghargaan kepada karyawan untuk mencoba

memotivasi kinerja mereka dan mendorong

loyalitas. Penghargaan organisasi memiliki

sejumlah bentuk yang berbeda, meliputi uang

(gaji, bonus, insentif), penghargaan, dan benefit.

Jika sistem gaji dirancang secara tepat untuk

memenuhi strategi, ia dapat memiliki dampak

positif terhadap kinerja individu, tim, dan

organisasi.

Robbins dan Coulter (2007: 369)

mengemukakan bahwa tujuan organisasi

merancang sebuah sistem kompensasi yang

efektif adalah untuk menarik dan

mempertahankan orang-orang yang kompeten

dan berbakat yang dapat membantu organisasi

mencapai misi maupun sasaran-sasarannya.

Selain itu, sistem kompensasi sebuah organisasi

telah terbukti mempunyai dampak terhadap

kinerja. Oleh karena itu, pimpinan organisasi

harus mengembangkan sistem kompensasi yang

mencerminkan sifat pekerjaan dan tempat kerja

agar supaya menjaga karyawan tetap termotivasi.

Kompensasi mencakup semua imbalan

yang diberikan kepada karyawan sebagai timbal

balik atas jasa mereka terhadap organisasi.

Imbalan tersebut dapat berupa salah satu atau

kombinasi dari: (1) kompensasi finansial

langsung, yaitu bayaran yang diterima seseorang

dalam bentuk upah, gaji, komisi, dan bonus;

(2) kompensasi finansial tidak langsung

(tunjangan), yaitu semua imbalan finansial yang

tidak termasuk dalam kompensasi langsung,

seperti cuti dibayar, absen karena sakit, liburan,

dan asuransi pengobatan; serta (3) kompensasi

nonfinansial, yaitu kepuasan yang diperoleh

seseorang dari pekerjaan itu sendiri (Mondy,

2008: 6).

Sistem kompensasi dalam organisasi harus

dihubungkan dengan tujuan dan strategi

organisasi. Program kompensasi yang efektif

dalam organisasi memiliki empat tujuan: (1)

Page 6: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

4

kepatuhan pada hukum dan peraturan yang

berlaku; (2) efektivitas biaya bagi organisasi; (3)

keadilan internal, eksternal, dan individual bagi

para karyawan, dan (4) peningkatan kinerja bagi

organisasi (Mathis dan Jackson, 2006: 419).

Salah satu tujuan dari sistem kompensasi

dalam organisasi adalah memberikan

penghargaan yang memadai dan adil bagi

karyawan agar mereka tetap bertahan bekerja

dalam organisasi, meningkatkan motivasi kerja

dan kinerjanya. Menurut Ivancevich,

Konopaske, dan Matteson (2007: 226), tujuan

utama dari program penghargaan adalah: (1)

menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk

bergabung dengan organisasi; (2)

mempertahankan karyawan agar terus datang

untuk bekerja; dan (3) memotivasi karyawan

untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang

dimaksud dengan kompensasi dalam penelitian

ini adalah penghargaan berupa finansial tidak

langsung yang diberikan kepada karyawan

sebagai balas jasa atas kontribusi mereka

terhadap organisasi, dengan indikator: (1)

promosi, (2) kendaraan dinas, (3) tunjangan

perumahan, (4) jaminan pelayanan kesehatan, (5)

dana pensiun, dan (6) bantuan biaya pendidikan

tugas belajar.

Motivasi

Motivasi adalah kekuatan dorongan untuk

melakukan suatu tindakan (Davis dan Newstrom,

1998: 91). Greenberg dan Baron (1993: 114)

mengemukakan bahwa motivasi adalah

seperangkat proses yang menggerakkan,

mengatur, dan memelihara perilaku manusia

untuk mencapai suatu tujuan. Robbins dan

Judge (2009: 209) mendefinisikan motivasi

sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah,

dan ketekunan seseorang untuk mencapai

tujuannya. Sedangkan Mondy dan Premeaux

(1993: 294) mendefinisikan motivasi sebagai

keinginan menumbuhkan usaha terus-menerus di

dalam pencapaian tujuan organisasi. Dari

beberapa definisi motivasi tersebut, terlihat

dengan jelas bahwa ada tiga unsur utama dalam

motivasi, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan

kebutuhan. Ketiga unsur tersebut merupakan

penyebab timbulnya kekuatan yang mendorong

manusia untuk melakukan tindakan.

Para ahli perilaku organsiasi telah

mengemukakan sejumlah teori motivasi yang

berkaitan dengan kebutuhan individu, di

antaranya adalah teori hierarki kebutuhan

Maslow, teori harapan (expectancy theory), dan

teori keadilan (equity theory). Masing-masing

teori tersebut memiliki dampak terhadap

organisasi.

Teori Maslow mengatakan bahwa dalam

setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima

kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis,

meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual,

dan kebutuhan fisik lainnya; (2) kebutuhan rasa

aman, meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya

fisik dan emosional; (3) kebutuhan sosial,

meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan,

penerimaan, dan persahabatan; (4) kebutuhan

penghargaan, meliputi faktor-faktor penghargaan

internal seperti hormat diri, otonomi, dan

pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan

eksternal seperti status, pengakuan, dan

perhatian; dan (5) kebutuhan aktualisasi diri,

yaitu dorongan untuk menjadi seseorang sesuai

kecakapannya, meliputi pertumbuhan,

pencapaian potensi seseorang, dan pemenuah

diri sendiri (Bateman dan Snell, 1999: 446-447).

Teori harapan (expectancy theory) yang

dikembangkan oleh Victor Vroom, mengatakan

bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor,

yaitu seberapa besar seseorang menginginkan

imbalan (valensi), perkiraan orang itu tentang

kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan

menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan),

dan perkiraan bahwa prestasi itu akan

menghasilkan perolehan imbalan

(instrumentalitas). Hubungan ini dinyatakan

dalam rumus: Motivation = Expectancy (E) x

Valence (V) x Instrumentality (I) (Davis dan

Newtrom, 2003: 90).

Sedangkan teori keadilan (equity theory)

didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama

dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi atas

keadilan yang diterima, yaitu rasio antara input

pekerjaan individu (seperti usaha atau

keterampilan) dan imbalan pekerjaan (seperti

gaji atau promosi). Orang menilai keadilan dari

imbalan yang diterima dan membandingkannya

Page 7: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

5

dengan imbalan yang diterima orang lain untuk

input yang serupa (Stoner, Freeman, dan

Gilbert, 1996: 145).

Newstrom dan Davis (1998: 117-120)

mengemukakan empat pola motivasi yang sangat

penting, yaitu (1) motivasi prestasi (achievement

motivation), yaitu dorongan dalam diri orang-

orang untuk mengatasi segala tantangan dan

hambatan dalam upaya mencapai tujuan; (2)

motivasi afiliasi (affiliation motivation), yaitu

dorongan untuk berhubungan dengan orang lain

atas dasar sosial; (3) motivasi kompetensi

(competence motivation), yaitu dorongan untuk

mencapai keunggulan kerja, meningkatkan

keterampilan pemecahan masalah dan berusaha

keras untuk inovatif; dan (4) motivasi kekuasaan

(power motivation, yaitu dorongan untuk

mempengaruhi orang lain dan mengubah situasi

organisasi.

Berdasarkan analisis dari beberapa teori di

atas, maka yang dimaksud dengan motivasi

dalam penelitian ini adalah kekuatan yang

mendorong karyawan dalam melaksanakan

tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi,

dengan indikator: (1) motivasi berprestasi, (2)

motivasi afiliasi, (3) motivasi kompetensi, (4)

tanggung jawab terhadap pekerjaan, (5)

pengakuan hasil kerja, dan (6) kondisi kerja.

Komitmen Organisasi

Komitmen adalah sebuah rasa yang

diekspresikan karyawan mengenai indentifikasi,

loyalitas, dan keterlibatan melalui organisasi

(Gibson, 2009: 183). Komitmen menjelaskan

hasil di mana seorang karyawan secara internal

menyetujui keputusan dan memberikan

dukungan penuh untuk melaksanakan keputusan

secara efektif (Yukl, 2002: 43). Komitmen

organisasi didefinikan sebagai keinginan

sebagian karyawan untuk tetap menjadi anggota

organisasi (Colquitt, LePine, dan Wesson (2009:

67)

Robbins dan Judge (2009: 113-114)

mendefinisikan komitmen organisasi sebagai

suatu keadaan di mana seorang karyawan

memihak pada tujuan organisasi serta

keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organsiasi. Robbins dan

Judge membagi komitmen organisasi menjadi

tiga macam, yaitu (1) komitmen afektif (affective

commitment), yakni perasaan emosional untuk

organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya;

(2) komitmen berkelanjutan (continuance

commitment), yakni nilai ekonomi yang dirasa

jika bertahan dalam organisasi bila

dibandingkan dengan meninggalkan organisasi

tersebut; dan (3) komitmen normatif (normative

commitment), yakni kewajiban untuk bertahan

dalam organisasi untuk alasan-alasan moral dan

etis. Selanjutnya, Robbins dan Judge

mengemukakan pula bahwa ada hubungan positif

antara komitmen organisasi dengan

produktivitas kerja dan kinerja.

Menurut Mathis dan Jackson (2006: 122),

komitmen organisasi adalah tingkat di mana

karyawan yakin dan menerima tujuan organisasi,

serta berkeinginan untuk tetap tinggal bersama

organisasi. Sejalan dengan itu, Ivancevich,

Konopaske, dan Matteson (2008: 234)

mengemukakan bahwa komitmen terhadap suatu

organisasi melibatkan tiga sikap, yaitu (1) rasa

identifikasi dengan tujuan organisasi; (2)

perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi;

dan (3) perasaan setia terhadap organisasi.

Dengan demikian, salah satu faktor penting

mengenai komitmen organisasi adalah

keterlibatan karyawan dalam tugas-tugas

organisasi.

Komitmen organisasi sering didefinisikan

juga sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap

sebagai anggota organisasi; (2) keinginan untuk

berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan

(3) keyakinan tertentu, penerimaan nilai, dan

tujuan organisasi (Luthans, 2008: 147).

Sters berpendapat bahwa komitmen

organsiasi dapat dilihat dari tiga faktor: (1)

kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas

tujuan dan nilai-nilai organsiasi; (2) kemauan

untuk mengusahakan tercapainya kepentingan

organisasi; dan (3) keinginan yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Sejalan dengan itu, Lincoln dan Bashav

mengemukakan komitmen organisasi memiliki

tiga indikator: (1) kemauan karyawan; (2)

kesetiaan karyawan; dan (3) kebanggaan

karyawan pada organisasi (Sopiah, 2008: 156).

Berdasarkan analisis dari beberapa teori di

atas, maka yang dimaksud dengan komitmen

organisasi dalam penelitian ini adalah suatu

Page 8: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

6

keadaan di mana seseorang karyawan

mendukung tujuan dan nilai-nilai organisasi,

berpihak pada organisasi, dan mempertahankan

keanggotaannya dalam organsiasi, dengan

indikator (1) keterlibatan dalam tugas-tugas

organisasi, (2) keberpihakan pada organisasi; (3)

dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, (4) keinginan untuk bertahan sebagai

anggota organisasi, (5) kebanggaan pada

organisasi, dan (6) kesetiaan pada organisasi.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas,

maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut: (1) Kompensasi berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja; (2) Kompensasi

berpengaruh langsung positif terhadap komitmen

organisasi; (3) Motivasi berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja; (4) Motivasi

berpengaruh langsung positif terhadap komitmen

organsiasi; (5) Komitmen organisasi

berpengaruh langsung positif terhadap kinerja.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Dihitung

sejak penyusunan proposal, disain instrumen, uji

coba instrumen, pengumpulan data, pengolahan

data, sampai pada penyusunan Disertasi,

penelitian ini dilaksanakan selama 1 tahun (Maret

2010 sampai Maret 2011).

Populasi penelitian adalah karyawan Dinas

Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

sebanyak 285 orang. Populasi terjangkau

sebanyak 110 orang, yaitu karyawan golongan

III, berpendidikan sarjana, dan masa kerja

minimal 5 tahun. Sampel penelitian sebanyak 70

orang atau 64 persen dari populasi terjangkau.

Penarikan sampel menggunakan teknik acak

sederhana (simple random sampling) dengan cara

undian.

Metode penelitian adalah survey.

Pengumpulan data penelitian menggunakan

instrumen kuesioner. Pengujian validitas butir

instrumen uji coba menggunakan rumus korelasi

Product Moment (Djaali dan Pudji Muljono,

2008: 49), dan pengujian reliabilitas instrumen

menggunakan rumus Alpha Cronbach (Sugiyono,

2009: 365).

Teknik analisis data menggunakan analisis

deskriptif dan analisis inferensial. Analisis

deskriptif digunakan untuk menggambarkan

keadaan data masing-masing variabel dalam

bentuk rata-rata, median, modus, standar deviasi,

simpangan baku, distribusi frekuensi, dan

histogram. Sedangkan analisis inferensial

digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian

melalui Analisis Jalur (Path Analysis).

HASIL PENELITIAN

Sebelum pengujian hipotesis, maka

terlebih dahulu dilakukan pengujian model.

Pengujian model persamaan struktural dalam

penelitian ini menggambarkan hubungan yang

bersifat kausalitas, yang berarti adanya hubungan

sebab akibat antara variabel eksogen dengan

variabel endogen, yang terdiri dari variabel

kompensasi (X1), motivasi (X2), komitmen

organisasi (X3) dan kinerja (X4). Penyusunan

model persamaan struktural yang dibentuk

didasarkan atas matriks koefisien korelasi

Product Moment (r).

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien

korelasi dengan rumus Product Moment,

diperoleh nilai-nilai koefisien korelasi antar

variabel, yaitu r14 = 0,738; r13 = 0,563; r24 =

0,604; r23 = 0,616; dan r34 = 0,711.

Selanjutnya, dengan menggunakan

program LISREL 8.80 for Windows, dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan besarnya

koefisien jalur (p) dan thitung yang menyatakan

hubungan kausal antar variabel. Besarnya

koefisien jalur (p) dan thitung tersebut dirangkum

pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa semua

koefisien jalur (p) dan thitung pada model yang

dihipotesiskan adalah sangat signifikan pada α =

0,01.

Page 9: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

8

Tabel 1. Hasil Perhitungan dan Pengujian Koefisien Jalur

No. Jalur Koefisien thitung

ttabel

(α = 0,05)

ttabel

(α = 0,01) Keterangan

1 ρ41 0,40 5,33**

1,67 2,39 Sangat signifikan

2 ρ42 0,14 2,54**

1,67 2,39 Sangat signifikan

3 ρ43 0,38 3,91**

1,67 2,39 Sangat signifikan

4 ρ31 0,28 3,16**

1,67 2,39 Sangat signifikan

5 ρ32 0,43 4,22**

1,67 2,39 Sangat signifikan

Keterangan: ** Koefisien jalur sangat signifikan pada α = 0,01

Selanjutnya, hasil pengujian hipotesis

penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai

berikut:

Hipotesis pertama:

Kompensasi (X1) berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja (X4)

Untuk membuktikan bahwa kompensasi

(X1) berpengaruh langsung positif terhadap

kinerja (X4), maka dilakukan pengujian

hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

H0: ρ41 ≤ 0; H1: ρ41 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ41 =

0,40, nilai thitung = 5,33, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka

H0 ditolak, yang berarti bahwa kompensasi (X1)

berpengaruh langsung positif terhadap kinerja

(X4). Artinya, jika kompensasi ditingkatkan,

maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Hipotesis kedua:

Kompensasi (X1) berpengaruh langsung

positif terhadap komitmen organisasi (X3)

Untuk membuktikan bahwa kompensasi

(X1) berpengaruh langsung positif terhadap

komitmen organisasi (X3), maka dilakukan

pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang

diuji adalah: H0: ρ31 ≤ 0; H1: ρ31 > 0.

Berdasakan hasil perhitungan koefisien jalur

diperoleh nilai ρ31 = 0,28, nilai thitung = 3,16

dan nilai ttabel = 2,39 (α = 0,01). Karena nilai

thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti

bahwa kompensasi (X1) berpengaruh langsung

positif terhadap komitmen organisasi (X3).

Artinya, jika kompensasi ditingkatkan, maka

akan mengakibatkan meningkatnya komitmen

organisasi.

Hipotesis ketiga:

Motivasi (X2) berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja (X4)

Untuk membuktikan bahwa motivasi (X2)

berpengaruh langsung positif terhadap kinerja

(X4), maka dilakukan pengujian hipotesis.

Adapun hipotesis yang diuji adalah: H0: ρ42 ≤

0; H1: ρ42 > 0. Berdasakan hasil perhitungan

koefisien jalur diperoleh nilai ρ42 = 0,14, nilai

thitung = 2,54 dan nilai ttabel = 2,39 (α = 0,01).

Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak,

yang berarti bahwa motivasi (X2) berpengaruh

langsung positif terhadap kinerja (X4). Artinya,

jika motivasi ditingkatkan, maka akan

mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Hipotesis keempat:

Motivasi (X2) berpengaruh langsung positif

terhadap komitmen organisasi (X3)

Untuk membuktikan bahwa motivasi (X2)

berpengaruh langsung positif terhadap komitmen

organisasi (X3), maka dilakukan pengujian

hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

H0: ρ32 ≤ 0; H1: ρ32 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ32 =

0,40, nilai thitung = 4,22, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka

H0 ditolak, yang berarti bahwa motivasi (X2)

berpengaruh langsung positif terhadap komitmen

organisasi (X3). Artinya, jika motivasi

ditingkatkan, maka akan mengakibatkan

meningkatnya komitmen organisasi.

Hipotesis kelima:

Komitmen organisasi (X3) berpengaruh

langsung positif terhadap kinerja (X4)

Untuk membuktikan bahwa komitmen

organisasi (X3) berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja (X4), maka dilakukan pengujian

Page 10: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

8

hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

H0: ρ43 ≤ 0; H1: ρ43 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ43 =

0,38, nilai thitung = 3,91, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka

H0 ditolak, yang berarti bahwa komitmen

organisasi (X3) berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja (X4). Artinya, jika komitmen

organisasi ditingkatkan, maka akan

mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis di

atas, maka model hubungan kausal antar variabel

ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Hubungan Kausal Antar Variabel

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini menemukan bahwa

kompensasi berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja, yang ditunjukkan oleh nilai

koefisien jalur ρ41 = 0,40 dan nilai thitung = 5,33

> ttabel = 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh

positif kompensasi terhadap kinerja adalah

16,00 %. Hal ini berarti bahwa kompensasi

merupakan salah satu variabel yang harus

diperhatikan dalam upaya meningkatkan kinerja.

Dengan demikian, indikator-indikator

kompensasi dalam penelitian ini, yaitu promosi,

kendaraan dinas, tunjangan perumahan, jaminan

pelayanan kesehatan, dana pensiun, dan bantuan

biaya pendidikan tugas belajar, merupakan

faktor-faktor yang harus mendapat perhatian

pimpinan organisasi dalam upaya meningkatkan

kinerja karyawan. Untuk itu, harus ada upaya

melakukan perbaikan sistem kompensasi serta

memperhatikan unsur keadilan dalam pemberian

kompensasi kepada karyawan agar dapat

mendorong peningkatan kinerja karyawan

maupun kinerja organsiasi. Temuan tersebut

didukung oleh beberapa teori dari para ahli

perilaku organisasi. Luthans (2008: 179)

mengatakan bahwa penghargaan yang sesuai

dengan kebutuhan karyawan pada akhirnya akan

mengaitkan penghargaan tersebut dengan

peningkatan kinerja karyawan maupun

organisasi. Ivancevich, Konopaske dan

Matteson (2007: 226) mengatakan bahwa salah

satu tujuan utama dari program penghargaan

dalah memotivasi karyawan untuk mencapai

tingkat kinerja yang tinggi.

Selain berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja, kompensasi juga berpengaruh

langsung positif terhadap komitmen organisasi.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ31

= 0,28 dan nilai thitung = 3,16 > ttabel = 2,39 (α =

0,01). Besarnya pengaruh kompensasi terhadap

komitmen organsiasi adalah 7,84 %. Dengan

demikian, indikator-indikator kompensasi

tersebut di atas juga mendapat perhatian dalam

upaya meningkatkan komitmen karyawan

terhadap organsiasi. Temuan ini diperkuat oleh

pendapat Robbins dan Coulter (2007: 369),

yang menyatakan bahwa tujuan merancang

sebuah sistem kompensasi yang efektif adalah

X1

X2

X3 X4

r23= 0,62 ρ32

= 0,43

r34 = 0,71 ρ43 = 0,38

r24 = 0,60

ρ42= 0,14

r14 = 0,74 ρ41 = 0,40

r13 = 0,56

ρ31 = 0,28

Page 11: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

9

menarik dan mempertahankan orang-orang yang

kompeten dan berbakat yang dapat membantu

organisasi mencapai misi maupun sasarannya.

Selain itu, Ivancevich, Konopaske, dan Matteson

(2007: 226) mengatakan bahwa salah satu tujuan

utama dari program penghargaan (kompensasi)

adalah menarik orang yang memiliki kualifikasi

untuk bergabung dengan organisasi, dan

mempertahankan karyawan agar terus datang

untuk bekerja. Kedua hal ini merupakan

indikator-indikator dari komitmen organisasi.

Selanjutnya, penelitian ini menemukan

bahwa motivasi berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

koefisien jalur ρ42 = 0,14 dan nilai thitung = 2,54

> dari ttabel = 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh

motivasi terhadap kinerja adalah 1,96 %. Dengan

demikian, indikator-indikator motivasi dalam

penelitian ini, yaitu motivasi berprestasi,

motivasi afiliasi, motivasi kompetensi, tanggung

jawab terhadap pekerjaan, pengakuan hasil

kerja, dan kondisi kerja harus ditingkatkan

dalam upaya meningkatkan kinerja. Salah satu

teori yang mendukung temuan penelitian ini

adalah model teori harapan (expectancy theory)

dari Victor Vroom. Teori ini menyatakan

bahwa karyawan lebih mungkin termotivasi

ketika mereka mempersepsikan usaha mereka

akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan

pada akhirnya menghasilkan penghargaan dan

hasil yang diinginkan (Ivancevich, Konopaske,

dan Matteson, 2007: 156). Sedangkan model

penghargaan individu dari Ivancevich,

Konopaske, dan Matteson (2005: 227),

menyatakan bahwa motivasi untuk melakukan

usaha berpengaruh langsung terhadap hasil

kinerja individu.

Selain berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja, penelitian ini juga menemukan

bahwa motivasi berpengaruh langsung positif

terhadap komitmen organisasi. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ32 = 0,43

dan nilai thitung = 4,22 > ttabel = 2,39 (α = 0,01).

Besarnya pengaruh motivasi terhadap komitmen

organisasi adalah 16,00 %. Dengan demikian,

indikator-indikator motivasi tersebut di atas juga

harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan

komitmen karyawan terhadap organisasi.

Adanya pengaruh motivasi terhadap komitmen

organisasi mengindikasikan bahwa motivasi

merupakan faktor yang harus ditingkatkan dalam

meningkatkan komitmen karyawan terhadap

organisasi. Temuan ini diperkuat oleh Model

Integratif Perilaku Organisasi dari Colquitt,

LePine, dan Wesson (2009: 8), yang

menggambarkan bahwa mekanisme individu (di

antaranya adalah motivasi, kepuasan kerja, stres,

dan pengambilan keputusan) berpengaruh

langsung terhadap komitmen organisasi.

Selain itu, penelitian ini menemukan

bahwa komitmen organisasi berpengaruh

langsung positif terhadap kinerja. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ43 = 0,38

dan nilai thitung = 3,91 > ttabel = 2,39 (α = 0,01).

Besarnya pengaruh komitmen organisasi

terhadap kinerja adalah 14,44%. Dengan

demikian, komitmen organisasi dengan indikator

keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi,

keberpihakan pada organisasi, dukungan

terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi,

keinginan untuk bertahan sebagai anggota

organisasi, kebanggaan pada organisasi, dan

kesetiaan pada organisasi merupakan factor-

faktor yang harus diperhatikan dalam upaya

meningkatkan kinerja. Temuan ini didukung

oleh teori Robbins dan Judge (2009: 114),

yang mengatakan bahwa ada hubungan positif

antara komitmen organisasi dengan produktivitas

kerja dan kinerja. Selain itu, temuan penelitian

ini juga didukung oleh teori Luthans (2008:

149), yang menyatakan bahwa ada hubungan

positif antara komitmen organsiasi dan hasil

yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat

pergantian karyawan yang rendah, dan tingkat

ketidakhadiran yang rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,

maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Kompensasi berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan kompensasi akan mengakibatkan

peningkatan kinerja.

2. Kompensasi berpengaruh langsung positif

terhadap komitmen organisasi. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan kompensasi

Page 12: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

10

akan mengakibatkan peningkatan komitmen

organisasi.

3. Motivasi berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan motivasi akan mengakibatkan

peningkatan kinerja.

4. Motivasi berpengaruh langsung positif

terhadap komitmen organisasi. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan motivasi

akan mengakibatkan peningkatan komitmen

organisasi.

5. Komitmen organisasi berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan

bahwa peningkatan komitmen organisasi akan

mengakibatkan peningkatan kinerja.

Saran

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan

kesimpulan penelitian ini, maka sebagai upaya

meningkatkan mutu pendidikan, penulis

mengajukan saran sebagai berikut:

1. Dinas Pendidikan diharapkan melakukan

berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja

karyawannya. Kinerja karyawan dapat

ditingkatkan dengan cara: (1) mengerjakan

seluruh tugas-tugas pokok dengan penuh

tanggung jawab dan tepat waktu, (2)

memperbaiki kualitas hasil kerja dengan tekun

dan teliti, (3) sering belajar (membaca) untuk

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

dalam menyelesaikan pekerjaan, (4) berusaha

dengan sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan pekerjaan, (5) berinisiatif

dalam melaksanakan pekerjaan, dan (6) hadir

di kantor dan pulang tepat waktu (disiplin).

2. Dinas Pendidikan diharapkan memperbaiki

kebijakan dan sistem kompensasi agar lebih

dirasakan layak dan adil bagi karyawan,

mendorong karyawan untuk meningkatkan

motivasinya dalam menjalankan tugas, serta

meningkatkan komitmen karyawan terhadap

organisasi, sehingga kinerja dapat

ditingkatkan. Caranya dapat dilakukan sebagai

berikut:

a. Kompensasi dapat ditingkatkan dengan

cara: (i) memperbaiki sistem promosi, (ii)

menyediakan kendaraan dinas bagi

karyawan sesuai dengan aturan yang

berlaku, (iii) menyediakan tunjangan

perumahan, terutama bagi karyawan

golongan rendah, (iv) memperbaiki sistem

pelayanan jaminan kesehatan dan askes di

rumah sakit dan puskesmas, (v)

meningkatkan dana pensiun untuk

menunjang kebutuhan karyawan di masa

tua, dan (vi) menyediakan bantuan biaya

kepada karyawan yang mengikuti

pendidikan tugas belajar.

b. Motivasi dapat ditingkatkan dengan cara:

(i) berusaha dengan sungguh-sungguh

untuk meningkatkan prestasi kerja dengan

mempelajari berbagai sumber bacaan

untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan, (ii) membina hubungan

sosial dan kerja sama yang lebih baik

dengan atasan dan karyawan lain; (iii)

berusaha meningkatkan keahlian dan

kemampuan memecahkan masalah, (iv)

menyelesaikan pekerjaan dengan penuh

tanggung jawab, (v) tidak menunda

pekerjaan, (vi) memperbaiki hasil kerja

agar mendapatkan pengakuan dari atasan

dan karyawan lain, (vii) memberikan

insentif dan penghargaan bagi karyawan

yang berprestasi, dan (viii) membangun

kondisi kerja yang kondusif.

c. Komitmen organisasi ditingkatkan dengan

cara: (i) terlibat dalam penyusunan,

pembahasan, pelaksanaan, pengawasan dan

evaluasi program kerja organisasi, (ii)

berpihak pada organisasi, (iii) memberikan

dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai

yang berlaku dalam organisasi

DAFTAR PUSTAKA

Colquitt, Jason A, Jeffery A. Lepine, and

Michael J. Wesson, Organizational

Behavior: Improving Performance and

Commitment in the Workplace, New

York: McGraw-Hill Companies, 2009.

Davis, Keith dan John W. Newstrom, Perilaku

Dalam Organisasi, Alih Bahasa Agus

Dharma, Jakarta: Erlangga, 2003.

Page 13: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

11

Dessler, Garry, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Alih Bahasa Paramita Rahayu,

Jakarta: Indeks, 2009.

Djaali, Implementasi Standar Nasional

Pendidikan, Makalah Ilmiah yang

Disampaikan pada Seminar Nasional

“Telaah Kritis Pelaksanaan Pendidikan

Nasional”, yang diselenggarakan oleh

Forum Mahasiswa Pascasarjana UNJ, di

Jakarta, 5 April 2011.

Gibson, James L., Organization: Behavior,

Structure, Processes, Singapore:

McGraw-Hill International, 2009.

Ivancevich, John M., Robert Konopaske, and

Michael T. Matteson, Organizational

Behavior Management, New York:

McGraw-Hill, 2008.

Ivancevich, John M., James H. Donnelly, and

James L. Gibson, Management:

Principles and Foundation, India:

Richard D. Irwin Inc., 2004.

Luthans, Fred, Organizational Behavior, New

York: McGraw Hill, 2008.

Mathis, Robert L. Dan John H. Jackson, Human

Resource Management, Terjemahan

Diana Angelica, Jakarta: Salemba

Empat, 2006.

Mondy, R. Wayne and Shane R. Premeaux.

Management: Concepts, Practices and

Skills. New York: A.Division of Simon

& Schuster, 1993.

Mondy, R. Wayne, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Alih Bahasa Bayu Airlangga,

Jakarta: Erlangga, 2008.

Neal, James E., Panduan Evaluasi Kinerja

Karyawan, Alih Bahasa Wawan

Setiawan, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Newstrom, John W. and Keith Davis.

Organizational Behavior: Human

Behavior at Work. New York:

McGraw-Hill, Inc., 1993.

Peraturan Pemerintan No. 17 Tahun 2010

tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan.

Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun

2010-2014.

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 8

Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan

Provinsi DKI Jakarta.

Rencana Strategis (Renstra) Departemen

Pendidikan Nasional 2010-2014

Robbins, Stephen P. and Timothy A. Judge,

Organizational Behavior, New Jersey:

Pearson Prentice Hall, 2009.

Robbins, Stephen P. and Mary Coulter,

Management, New Jersey: Pearson

Pretince Hall, 2007.

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya

Manusia: Reformasi Birokrasi dan

Manejemen Pegawai Negeri Sipil,

Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.

Sopiah, Perilaku Organisasional, Yogyakarta:

ANDI, 2008.

Stoner, James A.F., R. Edward Freeman dan

Daniel R. Gilbert JR, Manajemen, Alih

Bahasa Alexander Sindoro, Jakarta: PT.

Prenhallindo, 1996.

Sutrisno, Edy, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Jakarta: Kencana, 2009.

Undang-Undang Dasar (UUD) Republik

Indonesia 1945.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Yukl, Gary, Leadership in Organiz, New Jersey:

Pretince-Hall, 2002.

Page 14: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

12

DAMPAK INTERVENSI MODEL PENURUNAN Unmet Need KB dan PENINGKATAN

KB PRIA TERHADAP PENCAPAIAN SASARAN PROGRAM DHS-I PADA PROGRAM

KB DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA1

Oleh :

Kadir Tiya2

Abstrak : Studi dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data PUS dan kesertaan KB pria yang

diperoleh dari data sekunder laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan kualitatif untuk menggali

informasi tentang mekanisme operasional intervensi. Kesimpulan yang dapat dikemukakan, antara

lain : PUS Unmet Need memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap user/penggunanya,

terlihat dari tingginya kesadaran bagi pengelola program dalam memberikan pelayanan maupun

peserta KB, sehingga berdampak pada menurunnya angka PUS Unmet Need secara bertahap.

Disamping itu, dukungan yang diberikan oleh stakeholder, cukup memberikan andil dalam

mengadvokasi program PUS Unmet Need terhadap publik. Alat kontrasepsi pria memberikan

dampak yang cukup signifikan terhadap user, inipun terlihat dari tingginya kesadaran bagi

pengelola program dalam memberikan layanan terhadap user. Dengan kondisi ini tentunya

memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada tingginya angka penggunaan alat kontrasepsi

pria, khususnya vasektomi dan kondom. Juga dukungan yang diberikan oleh stakeholder dan media

massa secara bertahap cukup antusias dalam mengadvokasi program KB pria. Berdasarkan

kesimpulan yang diperoleh dari kedua program pada tahap evaluasi program, memberikan

kontribusi yang cukup besar dalam menurunkan angka PUS Unmet Need maupun peningkatan

penggunaan KB Pria. Dengan demikian maka, program tersebut diharapkan dapat dilaksanakan

secara berkesinambungan melalui proyek DHS. Rekomendasi yang dapat dikemukakan

berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, yaitu : Frekuensi penyuluhan kepada publik akan PUS

Unmet Need dan penggunaan alat kontrasepsi pria masih perlu ditingkatkan. Alat kontrasepsi

seyogyanya diberikan secara gratis kepada masyarakat luas, pengelola program diberikan

bimbingan/pelatihan secara kontinu, agar pemberian pelayanan kepada masyarakat lebih optimal,

Kata Kunci : Model penurunan Unmet Need, KB Pria dan program DHS-1

1 Ringkasan hasil Penelitian 2 Dosen Tetap Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Pelaksanaan program KB secara

nasional membuahkan hasil yang sangat

menggembirakan, karena bangsa Indonesia telah

mampu mengendalikan jumlah penduduk secara

signifikan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari

peran serta BKKBN baik ditingkat pusat maupun

daerah, serta antusiasme masyarakat dalam ber-

KB. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak

seperti yang diharapkan, karena banyak peserta

KB yang selama ini setia menggunakan alat

kontrasepsi terpaksa harus drop out (DO) karena

berbagai hal. Angka DO di Sultra tercatat

sebanyak 45.594 atau 18,04 %. Angka Pasangan

Usia Subur (PUS) Unmet Need pun sangat tinggi

sebesar 67.125 atau 22,21 %, angka ini berada

jauh di atas rata-rata nasional sebesar 14,06 %.

Peserta Program Keluarga Berencana

Nasional di Indonesia selama ini lebih

didominasi oleh kaum perempuan (istri).

Kesertaan ber-KB bagi kaum pria masih sangat

rendah, ini terlihat dari hasil temuan Lembaga

Demografi Indonesia dimana peserta vasektomi

hanya 4,4 %, kondom 0,4 %. Sedangkan data

peserta KB pria Provinsi Sulawesi Tenggara

sampai dengan tahun 2002 berada di bawah skala

nasional, yaitu 0,56 % (BKKBN Prov. Sultra,

2004).

Pada tahun 2002 hingga tahun 2006

BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara

bekerjasama dengan Universitas Haluoleo telah

Page 15: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

13

melaksanakan penelitian Operasional Research

(OR) pada tahap identifikasi hingga tahap

intervensi, baik penelitian PUS Unmet Need

maupun penggunaan alkon pria dalam ber-KB.

Beberapa kesimpulan yang diperoleh,

diantaranya kualitas pelayanan perlu

ditingkatkan, mekanisme operasional

pendistribusian alkon masih perlu diperbaiki dan

pemenuhan alkon secara gratis bagi PUS unmet

need miskin perlu ditingkatkan. Sedangkan untuk

OR penggunaan alkon pria disimpulkan bahwa,

terdapat 34 % pria tidak memahami alat

kontrasepsi, pengetahuan pria tentang alat

kontrasepsi kondom 67 %, sedangkan vasektomi

dan senggama terputus relatif masih rendah

(masing-masing 5 % dan 3 %), secara umum

suami/pria masih menghendaki istrinya ber-KB,

alat kontrasepsi pria dianggap kurang nyaman

dan merepotkan serta mengganggu hubungan

seksual.

Dari hasil temuan di Kabupaten Buton

dan Kolaka, diperoleh angka sebanyak 1.766

PUS yang merupakan perwujudan kegiatan

intervensi hasil OR peningkatan pelayanan PUS

Unmet Need tahun 2002. Sehingga total di

Provinsi Sulawesi Tenggara yang berhasil

diturunkan/dikurangi sebanyak 9.965 PUS (15

%) dari jumlah PUS Unmet Need tahun 2002

dari total 67.125. Dari kedua hasil penelitian

tersebut baik pada tahap identifikasi maupun

pada tahap intervensi, ternyata belum dapat

menekan angka PUS unmet need maupun

meningkatkan penggunaan alkon KB pria. Oleh

karena itu, dengan berakhirnya program DHS-I,

diharapkan akan dapat memberikan kontribusi

positif bagi lembaga dalam perencanaan program

pada DHS-II dan seterusnya, maupun

kepentingan masyarakat dalam arti luas baik

melalui sosialisasi maupun advokasi.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penelitian ini akan melihat sejauhmana

dampak Penurunan Unmet Need dan

Peningkatan Peserta KB Pria sebagai variabel

yang berkontribusi terhadap peningkatan Current

Users (CU). Program KB yang dikelola oleh

berbagai sektor terkait, ikut memberikan peranan

terhadap pencapaian CU. Oleh karena itu, perlu

digali informasi sejauhmana peran pengelola

program pelaksana mass media dan stakeholder

dalam peningkatan Current Users (CU)/peserta

KB aktif di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan

adanya dukungan proyek ADB DHS-I.

TINJAUAN PUSTAKA

Unmet Need KB

Pengertian unmet need meliputi

keinginan wanita untuk ber KB yang tidak

terpenuhi. Dalam perhitungan PUS unmet need

melibatkan wanita yang sedang ber KB maupun

yang berkeinginan untuk ber KB yang dirinci

menurut tujuannya, yaitu untuk menjarangkan

ataupun membatasi kelahiran. Keinginan ber KB

yang tidak terpenuhi termasuk kehamilan yang

waktunya tidak diinginkan, wanita yang belum

haid sejak melahirkan anak terakhir dan tidak

memakai alat kontrasepsi tetapi ingin menunngu

2 tahun atau lebih sebelum kelahiran anak

berikutnya, wanita tidak dapat hamil lagi atau

tidak dapat haid, dan wanita yang tidak

menggunakan kontrasepsi tetapi ingin menunggu

2 atau 3 tahun lagi untuk kelahiran anak

berikutnya. Tujuan membatasi kelahiran

termasuk kehamilan yang tidak diinginkan,

wanita yang tidak dapat hamil atau tidak dapat

haid dan wanita yang tidak menggunakan alat

kontrasepsi dan yang tidak ingin anak lagi.

Kategori keinginan ber KB yang tidak terpenuhi

tidak termasuk wanita hamil dan wanita tidak

haid, tetapi menjadi hamil ketika memakai suatu

alat/cara KB (wanita tersebut ingin memilih alat

kontrasepsi yang lebih baik), juga tidak termasuk

wanita yang menopause atau mati haid dan

wanita yang tidak subur.

Unmet Need KB terbagi dua menurut

Rohadi Haryanto, Djarot Santoso dan James

Palmore (1992), yaitu : Manifest Unmet Need

KB dan Latent Unmet Need KB terdiri dari :

a. Manifest Unmet Need KB dikategorikan,

sebagai berikut :

1. Wanita kawin usia subur, tidak hamil,

menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan

tidak memakai kontrasepsi modern seperti

IUD, PIL, suntik, implant, obat vaginal dan

kontrasepsi mantap untuk suami atau dirinya

sendiri.

2. Mereka yang ingin menunda kehamilan

berikutnya tetapi tidak memakai alat

kontrasepsi seperti tersebut di atas.

Page 16: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

14

3. Mereka yang sedang hamil tetapi kehamilan

tersebut tidak dikehendaki lagi pada saat itu

dan pada waktu sebelum hamil tidak memakai

alat kontrasepsi.

4. Mereka yang sedang hamil tetapi saat

terjadinya kehamilan itu belum sesuai dengan

waktu yang dikehendaki dan sebelumnya

tidak memakai alat kontrasepsi.

b. Latent Unmet Need, yaitu mereka yang tidak

memakai alat kontrasepsi di luar kelompok

manifest Unmet Need KB tersebut, yaitu :

1. Mereka yang ingin masih tambah anak lagi,

tetapi jumlah anak yang diinginkan lebih dari

dua orang.

2. Mereka yang menunda untuk anak berikutnya

(anak kedua), tetapi lama waktu penundaan

kurang dari tiga tahun.

3. Mereka yang sedang hamil atau menopause

setelah kelahiran anak kedua, tetapi jarak

antara kehamilan kedua dengan kelahiran

anak pertama kurang dari dua tahun.

Disamping pengertian di atas, terdapat

pembagian unmet need, yaitu : ” unmet need for

spacing ” (untuk menjarangkan) dan ” unmet

need for limiting ” (untuk membatasi atau

mengakhiri kesuburan). Unmet need for spacing,

yaitu mereka yang tidak memakai alat

kontrasepsi, tetapi masih menginginkan

tambahan anak pada masa yang akan datang

(bukan saat ini).

Partisipasi Pria dalam Kesertaan Ber - KB

Dalam rangka mewujudkan keluarga

berkualitas pada tahun 2015, maka salah satu

upaya untuk mewujudkan paradigma tersebut,

adalah melaksanakan program peningkatan

partisipasi pria dalam program KB dan

Kesehatan Reproduksi yang merupakan program

baru dan strategis pada pelayanan keluarga

berencana dimasa yang akan datang. Program

keluarga berencana adalah program yang

dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan

perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi

mereka, mencegah kehamilan yang tidak

diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan

beresiko tinggi, kesakitan dan kematian,

membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau,

diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang

yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat,

komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan

pelayanan, meningkatkan partisipasi dan

tanggung jawab pria dalam ber KB dan

meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan

kehamilan ( ICPD dalam Petunjuk Teknis

BKKBN Prov. Sultra Tahun 2002 ).

Rendahnya penggunaan alat kontrasepsi

oleh pria terutama, karena keterbatasan macam

dan jenis alat kontrasepsi serta rendahnya

pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak

dan kesehatan reproduksi. Faktor-faktor lain

yang turut mempengaruhi rendahnya penggunaan

alat kontrasepsi bagi pria, yaitu : (a) Kondisi

lingkungan sosial, budaya masyarakat dan

keluarga yang masih menganggap kesertaan pria

ber-KB belum atau tidak perlu dilakukan, (b)

Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya

dalam ber-KB masih rendah dan (c)

Keterbatasan penerimaan aksesibilitas pelayanan

kontrasepsi.

Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB

dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung, antara lain :

a. Partisipasi pria/suami secara langsung

dengan menggunakan salah satu cara atau

metode pencegahan kehamilan, yaitu :

1. Kontrasepsi kondom

2. Vasektomi ( kontap pria )

3. Metode Senggama Terputus/ azal

4. Metode Pantang Berkala/ sistem kalender

b. Partisipasi pria/suami secara tidak

langsung, yaitu :

Mendukung dalam Ber – KB

Jika istri ber KB, maka peran suami

adalah mendukung dan memberikan kebebasan

kepada istri untuk menggunakan salah satu

cara/metode kontrasepsi. Dukungan yang

dimaksudkan meliputi :

1. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu

kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan

dan kondisi istrinya.

2. Membantu istrinya dalam menggunakan

kontrasepsi secara benar, seperti

mengingatkan saat minum pil KB dan

mengingatkan istri untuk.

3. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan

kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

4. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang

digunakan saat ini terbukti tidak

memuaskan.

Page 17: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

15

5. Membantu menghitung waktu subur, bila

menggunakan metode pantang berkala

6. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila

keadaan kesehatan istri tidak

Memungkinkan. (Anonim, 2004 : 10-11).

Pelayanan Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi

Pelayanan kontrasepsi dan kesehatan

reproduksi khusus pria dimaksudkan agar

kesertaan pria dalam ber KB dapat ditingkatkan,

serta upaya peningkatan mutu pelayanan KB dan

kesehatan reproduksi. Pelayanan KB dan

Kesehatan Reproduksi mencakup pelayanan

medis dan non medis. Adapun metode/alat yang

dapat dipilih oleh pria/suami dalam

meningkatkan kesertaan dalam program KB dan

Kesehatan Reproduksi, antara lain :

a. Vasektomi

Vasektomi merupakan cara ber KB yang

mantap melalui operasi kecil pada saluran sel

mani dengan mempergunakan pisau operasi atau

tanpa pisau operasi. Pada pelaksanaan vasektomi,

saluran kelamin mani yang berfungsi

menyalurkan sperma ( sel mani ) keluar, diikat

atau dipotong sehingga spermatozoa tidak

dikeluarkan dan tidak dapat bertemu dengan sel

telur, sehingga tidak akan terjadi kehamilan yang

disebabkan karena tidak terjadi pertemuan antara

sperma suami dengan sel telur pada istri.

b. Kondom

Kondom merupakan salah satu alat

kontrasepsi yang paling mudah dipakai dan

diperoleh. Kondom terbuat dari karet/ lateks,

berbentuk tabung dan tidak tembus cairan,

dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan

dilengkapi kantong untuk menampung sperma.

Kondom mempunyai tiga fungsi, yaitu selain

sebagai alat KB juga dapat digunakan untuk

mencegah penyakit menular seksual termasuk

HIV/ AIDS serta dapat membantu pria/ suami

yang mengalami ejakulasi dini.

c. Senggama Terputus

Senggama terputus merupakan metode

pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan

dengan cara menarik penis dari liang senggama

sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan

diluar liang senggama. Metode ini akan sangat

efektif, jika dilaksanakan dengan baik dan benar.

METODE PENELITIAN

Desain Studi

Studi dalam penelitian ini adalah

cross-sectional dengan pendekatan kualitatif

dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah

untuk memperoleh data PUS dan kesertaan

KB pria yang diperoleh dari data sekunder

laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan

kualitatif untuk menggali informasi tentang

mekanisme operasional intervensi. Data

kualitatif diperoleh dari wawancara mendalam

kepada pengelola dan pelaksana program KB

(Widodo JP, 1993 : 14).

Sasaran Penelitian

Adapun yang menjadi sasaran dalam

penelitian ini adalah, responden dilokasi tempat

pelaksanaan penelitian pada tahap identifikasi

dan tahap intervensi program, dengan harapan

untuk mendapatkan informasi menyangkut

dampak dari realisasi pelaksanaan program DHS-

I selama 5 (lima) tahun terakhir.

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai area

penelitian tersebar di empat kabupaten, yaitu :

Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka

dan Kabupaten Muna di Prov. Sulawesi

Tenggara. Sedang waktu pelaksanaan penelitian

dimulai pada bulan Februari s/d Juni 2008.

Distribusi responden menurut wilayah penelitian

Operational Research di 4 (empat) Kabupaten

berjumlah 400 responden.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam pelaksanaan

Operasional Studi pada tahap evaluasi dilakukan

dengan menggunakan wawancara mendalam dan

data sekunder pencapaian PA Tahun 2007

(Irawan Soehartono, 1995 : 65-71).

Page 18: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

16

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden ( PUS Unmet Need )

Tabel-1. Umur Responden dan Jumlah Anak

Umur

( Tahun ) Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

Jumlah Anak

( Orang ) Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

21 – 30

31 – 40

41 – 50

> 50

53

78

33

2

31,93

46,99

19,88

1,20

1

2 – 3

4 – 5

> 5

15

96

50

5

9,04

57,83

30,12

3,01

Jumlah 166 100 Jumlah 166 100

Sumber : Data Lapangan Tahun 2008.

Dari data tersebut diperoleh bahwa

usia termuda responden yang mengikuti program

KB berumur 21-30 tahun sebanyak 31,93% ,

sedaangkan yang tertua berumur > 50 tahun

sebanyak 1,20%. Dari hasil penelitian juga

diperoleh bahwa sebahagian besar responden

menyatakan bahwa, istri ber KB 119 (71,7 %)

dan rata-rata lamanya ber KB berada pada

interval 1-2 tahun (25,9 %) dan di atas 5 tahun

terdapat 17 (10,24 %).

2. Kesertaan PUS Unmet Need

Terdapat 164 responden (98,8 %)

menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang

menjadi sasaran dalam penelitian serta petugas

KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di

daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini juga

terlihat dari besarnya persentase yang mengikuti

penyuluhan, diantaranya 96,39 % mendapatkan

informasi dari petugas KB maupun dari

dokter/bidan/perawat kesehatan dan selebihnya

dari sumber yang lain. Tempat pelaksanaan

penyuluhan masing-masing dilakukan di Balai

Desa dengan 65,66 %, Puskesmas/Klinik 26,51

% dan di Posyandu sebesar 13,25 %. Persentase

responden menyatakan rencana ber KB,

bilamana diberikan pelayanan secara gratis

dengan 88 ( 53,01 % ), setelah mendapatkan

anak sebesar 31,33 % dan baru ikut ber KB

sebesar 0,06 %. Selanjutnya alasan responden

tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan

anak lagi dengan persentase sebesar 28,92 %,

tidak ada alat kontrasepsi sebesar 1,81 % serta

tidak mempunyai uang untuk membeli alat

kontrasepsi dengan persentase sebesar 6,63 %.

Alat kontrasepsi yang banyak

dipergunakan oleh responden adalah PIL dengan

persentase 32,91 %, suntik sebesar 29,75 %,

implant/susuk sebesar 26,58 % sedang

MOW/Tubektomi hanya sebesar 0,63 %.

Responden PUS Unmet Need menyatakan mau

ber KB sebesar 62,5 % dan sebahagian

menyatakan tidak ber KB karena sedang hamil,

ingin menambah anak, suami tidak setuju dan

anak sudah cukup. Stock alat kontrasepsi selalu

tersedia di klinik dengan jumlah yang cukup

tersedia dan pernah mendroping ke PPKBD.

3. Karakteristik Responden ( KB Pria )

Tabel-2. Deskripsi Rentang Umur Responden dan Jumlah Anak

Umur

( Tahun ) Frek

Persentase

(%)

Jumlah Anak

( Orang ) Frek

Persentase

(%)

21 – 30

31 – 40

41 – 50

> 50

19

74

70

7

11,18

43,53

41,18

4,12

1

2 – 3

4 – 5

> 5

6

80

75

9

3,53

47,06

44,12

5,29

Jumlah 170 100 Jumlah 170 100

Sumber : Data Lapangan Tahun 2008

Page 19: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

17

Responden yang berada pada umur 31-

40 tahun dengan %tase sebesar 43,53 %, umur

21-30 tahun sebesar 11,18 %, 41-50 tahun

sebesar 41,18 % dan persentase terkecil berada

pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebesar 4,12 %.

Kemudian responden yang memiliki jumlah 1

orang anak sebesar 3,53 %, 2-3 orang anak

sebesar 47,06 %, 4-5 orang anak sebesar 44,12 %

dan di atas 5 orang anak sebesar 5,29 %.

Responden memiliki jenjang pendidikan tamat

SLTA/Sederajat dengan 50,60 %, tamat SD

25,30 %, tamat SLTP/Sederajat 22,89 % dan

terendah adalah S1 sebesar 1,81 %.

Sebahagian besar responden menyatakan

bahwa, istri ber KB 165 ( 97,06 % ) dan lamanya

ber KB pada interval 1-2 tahun ( 45,40 % ), 3-5

tahun ( 38,65 % ) dan di atas 5 tahun 9,82 %

dan selebihnya tidak memberikan komentar.

4. Kesertaan KB Pria

Sebahagian besar responden sangat

setuju bila pria yang ber KB, hal ini terlihat dari

besarnya persentase yang menyatakan setuju

sebesar 64,50 %. Responden sangat setuju

bilamana menggunakan vasektomi/kondom

dengan persentase sebesar 94,19 % dan tidak

setuju memiliki persentase sebesar 3,49 %. Istri

sangat memberikan dukungan bila suami

menggunakan vasektomi/kondom, dengan

dukungan sebesar 94,12 %. Kemudian alasan

tidak memberikan dukungan, karena istri sudah

ber KB, suami sudah menggunakan kondom dan

takut karena efek samping.

Tabel-3. Alasan Pria Ber KB dan Alat Kontrasepsi yang lebih Cocok/Aman

No. Alasan ber KB Jumlah Persen

(%) Alkon Jumlah

Persen

(%)

1.

2.

3.

4.

5.

Sayang istri

Anak sdh cukup

Pria lebih cocok

Bany. anak repot

Istri tdk ada yg cocok

78

26

5

8

36

50,98

16,99

3,27

5,23

23,53

Kondom

Vasektomi

Sengg. Terputus

Sistem Kalender

-

42

128

7

10

-

22,46

68,45

3,74

5,35

-

Jumlah 153 100 Jumlah 187 100

Sumber : Data Lapangan Tahun 2008

Alasan pria ber KB karena menyayangi

istri dengan persentase sebesar 50,98 %, istri

tidak ada yang cocok dengan salah satu alkon

yang tersedia. Secara umum KB pria yang lebih

aman adalah vasektomi dengan persentase 68,45

%, kondom sebesar 22,46 %, sistem kalender

sebesar 5,35 % dan senggama terputus sebesar

3,74 %. Umumnya responden menyatakan

vasektomi/kondom lebih aman bila dibandingkan

dengan KB pria yang lain serta tidak

mengganggu hubungan seksual suami/istri.

Kalaupun ada keluhan yang terkait disaat

berhubungan, maka keluhan itu disampaikan

kepada petugas ( melalui : dokter, mantri dan

konselor ). Bagi pria yang menggunakan

vasektomi/kondom sering diberikan konseling

oleh petugas KB, dengan pemberian konseling

yang sangat signifikan, yaitu sebesar 98,64 %.

Responden yang menyatakan perlu dilakukan

sosialisasi terdapat 166 atau sebesar 98,81 % dan

penyuluhan sebaiknya dilaksanakan semaksimal

mungkin.

Secara umum responden menyatakan

bahwa, penggunaan alat kontrasepsi

kondom/vasektomi tidak mempunyai kelemahan,

hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase,

yaitu sebesar 61,58 % dan selebihnya

menyatakan bahwa, kondom mudah bocor,

kurang nyaman dan repot. Sedang kelebihan dari

kondom/vasektomi masing-masing adalah

aman/praktis, tidak repot, tidak ada perasaan

khawatir, frekuensi senggama meningkat dan

dapat mencegah kehamilan. Disamping itu ada

beberapa kesan responden tentang penggunaan

KB Pria, diantaranya : frekuensi

penyuluhan/sosialisasi ditingkatkan, tidak ada

efek samping, praktis/tidak repot, pelayanan

sebaiknya diberikan secara gratis. Responden

yang menyatakan bahwa, vasektomi/kondom

adalah KB Pria dengan 82,35 %. Memotivasi

Page 20: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

18

suami untuk ber KB dengan persentase sebesar

92,16 %. Suami tidak ber KB karena ingin cari

anak dan istri sedang hamil sedang kondom

selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di

klinik KB/PPKBD/Sub PPKBD dengan

persentase sebesar 87,04 %, tidak dipungut

bayaran dari petugas KB/PPKBD serta KB Pria

yang sudah terlayani di wilayah masing-masing

adalah sejumlah 50 responden.

PEMBAHASAN

1. PUS Unmet Need

Pada umumnya umur responden

berada pada usia produktif, yaitu 31-40 tahun

dengan persentase sebesar 46,99 % dan pada usia

tidak produktif sebesar 1,20 %, lebih dari

separuhnya atau 57,83 % jumlah anak responden

antara 2-3 orang anak.Sebahagian besar

responden menyatakan bahwa, istri ber KB

dengan 71,7 % dan rata-rata lamanya ber KB

pada interval 1-2 tahun sebesar 25,9 % dan di

atas 5 tahun sebesar 10,24 %. Terdapat 98,8 %

menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang

menjadi sasaran dalam penelitian dan petugas

KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di

daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini

terlihat dari besarnya persentase responden yang

mengikuti penyuluhan, diantaranya 96,39 %

mendapatkan informasi dari petugas KB maupun

dari dokter/bidan/perawat kesehatan. Sedang

pelaksanaan penyuluhan masing-masing

dilakukan di Balai Desa, Puskesmas/Klinik dan

di Posyandu. Responden yang menyatakan

rencana ber KB, bilamana diberikan pelayanan

secara gratis dengan persentase 53,01 % dan

setelah mendapatkan anak. Kemudian responden

tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan

anak dan tidak mempunyai uang untuk membeli

alat kontrasepsi.

Alat kontrasepsi yang banyak

dipergunakan adalah PIL dengan 32,91 %, suntik

29,75 %, implant/susuk sebesar 26,58 % sedang

MOW/Tubektomi sebesar 0,63 %. Besarnya

biaya yang dikeluarkan oleh peserta KB sangat

beragam, tergantung alat kontrasepsi yang

dipergunakan. Pendistribusian alkon yang

diberikan secara gratis kepada masyarakat cukup

besar, dengan 81,33 % dan selebihnya 16,87 %

membayar. Responden yang mempunyai rentang

umur 31-40 tahun adalah 43,53 %, direntang

umur ini merupakan usia produktif. Responden

yang memiliki jumlah 1 orang anak hanya 3,53

% dan pada rentang 2-3 orang anak dengan

persentase sebesar 47,06 %. Sebahagian besar

responden menyatakan bahwa, istri ber KB

sebesar 97,06 % dan lamanya ber KB pada

interval 1-2 tahun adalah 45,40 % dan selebihnya

tidak memberikan komentar. Sehingga

kesimpulan yang dapat dikemukakan

berdasarkan hasil analisis di atas, bahwa

kesertaan ber KB bagi peserta KB sangat

signifikan.

2. Alat Kontrasepsi Pria

Separuhnya responden yang memiliki

jenjang pendidikan tamat SLTA/Sederajat

dengan 50,60 % dan pekerjaan responden masih

dominan petani, yaitu 51,81 %. Responden

sangat setuju bila pria yang ber KB, hal ini

terlihat dari besarnya persentase yang

menyatakan setuju sebesar 64,50 %. Responden

yang menyatakan setuju, bilamana menggunakan

vasektomi/kondom dengan persentase cukup

signifikan, yaitu 94,19 % dan istri sangat

memberikan dukungan bila suami menggunakan

vasektomi/kondom, dengan %tase dukungan

sebesar 94,12 %. Kemudian alasan tidak

memberikan dukungan, karena istri sudah ber

KB, suami sudah menggunakan kondom dan

takut karena efek samping.

Umumnya responden menyatakan

vasektomi/kondom lebih aman, bila

dibandingkan dengan KB pria yang lain serta

tidak mengganggu hubungan seksual suami/istri.

Kalaupun ada keluhan yang terkait disaat

berhubungan, maka keluhan itu disampaikan

kepada petugas ( diantaranya : dokter, mantri dan

konselor ). Bagi pria yang menggunakan

vasektomi/kondom sering diberikan konseling

oleh petugas KB, dengan pemberian konseling

yang sangat signifikan, yaitu 98,64 %.

Responden yang menyatakan perlu dilakukan

sosialisasi terdapat 98,81 % dan penyuluhan

sebaiknya dilaksanakan sesering mungkin.

Petugas yang dominan memberikan konseling

adalah PLKB dengan 66,25 % sedang dokter

hanya sebesar 23,13 %. Sedang institusi yang

banyak memberikan penyuluhan adalah BKKBN

Page 21: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

19

dengan 76,70 %, Dinas Kesehatan sebesar 18,45

% dan selebihnya Departemen Agama, LSM dan

Penyuluhan Terpadu masih relatif rendah.

Secara umum responden menyatakan

bahwa, penggunaan alat kontrasepsi

kondom/vasektomi tidak mempunyai kelemahan,

hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase,

yaitu 61,58 % dan selebihnya menyatakan

bahwa, kondom mudah bocor, kurang nyaman

dan repot, sedangkan vasektomi tidak akan

mempunyai anak lagi. Adapun kelebihan dari

kondom/vasektomi masing-masing adalah

aman/praktis, tidak repot, tidak ada perasaan

khawatir, frekuensi senggama meningkat dan

dapat mencegah kehamilan. Disamping itu ada

beberapa kesan responden tentang penggunaan

KB Pria, diantaranya : frekuensi

penyuluhan/sosialisasi masih perlu ditingkatkan,

tidak adanya efek samping, praktis/tidak repot,

pelayanan sebaiknya diberikan secara gratis dan

frekuensi senggama menjadi lebih meningkat.

3. PUS Unmet Need dan KB Pria

Persentase petugas yang berdomosili

di daerah masing-masing diantaranya,

dokter/bidan 21,05 %, Lurah/Desa 21,05 % dan

Camat 21,05 %. Lamanya bertugas bagi petugas

KB dan stakeholder untuk waktu 5-6 tahun

sebesar 42,11 %, di atas 6 tahun sebesar 31,58

%, sedang 1-2 tahun dan 3-4 tahun mempunyai

persentase masih rendah. Responden yang

menyatakan bahwa, PUS Unmet Need adalah

tidak ber KB dengan 43,75 %, ingin dilayani dan

selebihnya menyatakan tidak tahu. Responden

PUS Unmet Need menyatakan mau ber KB

cukup besar dan sebahagian menyatakan tidak

ber KB karena sedang hamil, ingin menambah

anak, suami tidak setuju dan anak sudah cukup.

Responden yang menyatakan bahwa,

vasektomi/kondom adalah KB Pria cukup

signifikan. Memotivasi suami untuk ber KB

sangat tinggi dengan persentase 92,16 %. Suami

tidak ber KB karena, alasan ingin cari anak dan

istri sedang hamil sedang kondom selalu tersedia

dalam jumlah yang cukup di klinik

KB/PPKBD/Sub PPKBD dengan 87,04 %, tidak

dipungut bayaran dari petugas KB/PPKBD serta

KB Pria yang sudah terlayani di wilayah masing-

masing adalah sejumlah 50 responden.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN

1. PUS Unmet Need memberikan dampak yang

cukup signifikan terhadap user/penggunanya,

hal ini terlihat dari tingginya kesadaran bagi

pengelola program dalam memberikan

pelayanan, sehingga berdampak pada

menurunnya angka PUS Unmet Need secara

bertahap di 4 (empat) kabupaten di Prov.

Sultra. Disamping itu dukungan yang

diberikan oleh stakeholder cukup

memberikan peran dalam

mengadvokasi/mensosialisasikan program

PUS Unmet Need terhadap publik.

2. Alat kontrasepsi pria memberikan dampak

yang cukup signifikan terhadap

user/penggunanya, inipun terlihat dari

tingginya kesadaran bagi pengelola program

dalam memberikan layanan terhadap

user/penggunanya. Dengan kondisi ini

tentunya memberikan kontribusi yang cukup

signifikan pada tingginya angka penggunaan

alat kontrasepsi pria, khususnya vasektomi

dan kondom di 4 (empat) kabupaten.

Dukungan yang diberikan oleh stakeholder

secara bertahap, cukup positif dalam

mengadvokasi/mensosialisasikan program

KB pria terhadap publik..

Program PUS Unmet Need maupun

KB Pria pada tahap evaluasi program,

memberikan kontribusi yang cukup besar dalam

menurunkan angka PUS Unmet Need maupun

peningkatan penggunaan KB Pria. Dengan

demikian maka, program tersebut diharapkan

dapat dilaksanakan secara berkesinambungan

melalui proyek DHS. Hal ini terlihat dari MOP

tertinggi di Konsel dengan persentase sebesar

48,52 % dan terendah di Kolut dan Wakatobi

masing-masing 0,25 % Penggunaan kondom

tertinggi di Kab. Buton dengan persentanse

52,93 % dan terendah di Kab. Konut dengan

persentase 0,10 %. Keempat kabupaten yang

menjadi sasaran program DHS 1, maka hasil

kegiatan program sebelum dan sesudah program

DHS-I, rata-rata mengalami peningkatan yang

sangat signifikan.

Page 22: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

20

REKOMENDASI

Beberapa rekomendasi yang dapat

dikemukakan berdasarkan hasil evaluasi

program, yaitu :

1. Frekuensi penyuluhan/sosialisasi kepada

publik akan PUS Unmet Need dan

penggunaan alat kontrasepsi pria perlu

ditingkatkan,

2. Alat kontrasepsi telah diberikan secara gratis

kepada masyarakat luas, hanya saja beberapa

oknum dari petugas lapangan perlu dihimbau

agar tidak memungut bayaran dari peserta

KB.

3. Pengelola program diberikan

bimbingan/pelatihan secara kontinu, agar

pemberian pelayanan kepada masyarakat

lebih optimal,

4. Proyek DHS-II, DHS-III dst. masih sangat

diharapkan, agar kedua program baik PUS

Unmet Need dan Alkon Pria dapat lebih

ditingkatkan di daerah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ( 1993 ), Kontrasepsi Bagi Pasangan

Yang Baru Menikah, Badan

Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional ( BKBN ), Jakarta

Anonim, (2001), Laporan Pelaksanaan

Program KB Nasional Provinsi

Sulawesi Tenggara, BKKBN Sulawesi

Tenggara.

Anonim, (2006), Buku Pedoman Operasional

Research, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi BKKBN.

Biro Pusat Statistik Indonesia, (1997), Badan

Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional, Departemen Kesehatan, dan

Marco Internasional Inc. ( MI ), Survey

Demografi dan Kesehatan Indonesia,

1997.

Columbia Maryland, BPS dan MI.

Hariyanto, Rohadi, et. al, (1992). Manifest dan

Latent Unmet Need Keluarga

Berencana di Indonesia, 1991. BKKBN,

East-West Population

Institute, East-West Centre, Honolulu.

( 2004 ), Peningkatan Partisipasi Pria

dalam Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi, BKKBN Jakarta.

( 2004 ), Panduan Pelayanan KB dan

Kesehatan Reproduksi Berwawasan

Gender di Tempat Kerja ( Klinik KIAS ),

BKKBN Jakarta.

Soehartono Irawan ( 1995 ), Metode Penelitian

Sosial ( Suatu Teknik

Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial

dan Ilmu Sosial lainnya ), penerbit PT.

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Widodo JP ( 1993 ), Metode Penelitian dan

Statistika Terapan, Airlangga

University Press, Surabaya.

Page 23: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

21

KUALITAS PENGAJARAN, SIKAP POSITIF, Self-Efficacy DAN KINERJA AKADEMIS

MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS HALUOLEO1

Oleh:

Muliha Halim2

e-mail: [email protected]

ABSTRAK. Masalah penelitian adalah Seberapa besar kontribusi: (1) kualitas pengajaran

terhadap sikap positif mahasiswa tentang proses pengajar; (2) kualitas pengajaran terhadap efikasi

diri mahasiswa; (3) kontribusi kualitas pengajaran terhadap kinerja akademis yang dapat dicapai

mahasiswa; (4) sikap positif mahasiswa tentang proses pengajaran terhadap kinerja akademis yang

dapat dicapai mahasiswa; (5) self efficacy terhadap kinerja akademis yang dapat dicapai

mahasiswa; (6) kualitas pengajaran, sikap positif dan efikasi diri secara serempak terhadap kinerja

akademis yang dapat dicapai mahasiswa?.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Semakin tinggi kualitas pengajaran fakultas semakin tinggi pula

kinerja kademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa, begitu pula sebaliknya; (2) Tinggi rendahnya kinerja

akademis yang dicapai oleh mahasiswa dipengaruhi langsung oleh sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran; (3) Self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja akademis yang dicapai oleh mahasiswa.

Artinya semakin tinggi self-efficacy mahasiswa semakin tinggi pula kinerja kademis yang dapat dicapai oleh

mahasiswa, begitu pula sebaliknya; (4) Kualitas pengajaran fakultas, Sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran Self-efficacy secara serempak berpengaruh signifikan terhadap kinerja akademis; (5) Untuk

meningkatkan kinerja akademis mahasiswa diperlukan pemberian stimulus yang mengarah pada

peningkatan efikasi diri mahasiswa. Stimulus yang dimaksud adalah terkait dengan upaya untuk

meningkatkan kemauan diri mahasiswa mengikuti proses perkuliahan dengan baik; dan (6) Pemberian

stimulus yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pengajaran fakultas adalah upaya yang sungguh-

sungguh untuk meningkatkan kualitas materi perkuliahan termasuk keahlian dosen dalam

membawakan materi perkuliahan.

Kata Kunci: Kualias Pengajaran, Sikap Positif, Self-Efficacy dan Kinerja Akademis Mahasiswa

1 Ringkasan hasil Penelitian 2 Dosen Pend. Ekonomi Koperasi FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran merupakan

interaksi edukatif antara peserta didik, dengan

dosen dan lingkungan belajarnya. Dalam proses

pembelajaran terdapat kebebasan untuk memilih

model, strategi, metode, dan teknik-teknik

pembelajaran yang paling efektif sesuai dengan

karakteristik mata kuliah, karakteristik

mahasiswa, karakteristik pengajar serta kondisi

sumberdaya yang tersedia. Adanya kebebasan

tersebut akan memberi peluang dosen untuk

berinovasi dan berkreasi dalam menentukan

model model dan metode pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik dan kemampuan

peserta didik. Namun demikian dalam praksisnya

masih banyak pengajar atau dosen yang belum

mampu memanfaatkan peluang tersebut dan tetap

melaksanakan pembelajaran dengan paradigma

lama yang kurang memperhatikan karakteristik

peserta didiknya. Hal ini disebabkan oleh

berbagai factor, baik dari segi fasilitas kampus

yang belum memadai maupun ketersediaan

bahan dan belum berubahnya wawasan dosen itu

sendiri untuk melaksanakan pembelajaran

inovatif.

Pembelajaran merupakan proses yang

dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

perubahan perilaku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya (Surya, 2004:7). Efikasi diri bagi

seseorang merupakan hal yang sangat penting.

Efikasi diri mendorong seseorang memahami

secara mendalam atas situasi yang dapat

menerangkan tentang mengapa seseorang ada

Page 24: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

22

yang mengalami kegagalan dan atau yang

berhasil.

Sikap merupakan semacam kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-

cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan

yang dimaksudkan merupakan kecenderungan

yang potensial untuk bereaksi dengan cara

tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu

stimulus yang menghendaki adanya respon.

Menurut teori presepsi diri, dari Bem

(1967), dalam Taylor, et.al (2009: 175-176) bahwa

“orang menyimpulkan sikap mereka berdasarkan

perilaku dan presepsinya tentang situasi eksternal,

bukan berdasarkan keadaan internal (bathin)

mereka”. Sedangkan Teori Expectancy Value, dari

Edwards (1954), dalam Taylor, et.al (2009 : 177)

bahwa ”keputusan didasarkan pada nilai-nilai dari

hasil yang mungkin terjadi dan kemungkinan

bahwa hasil itu akan benar-benar terjadi”.

Studi pendahuluan menunjukkan bahwa

kualitas pengajaran akademis (academic

teaching) merupakan isu yang menarik untuk

dikaji, dalam kaitannya dengan upaya

peningkatan kinerja fakultas. Oleh karena itu,

dibutuhkan kajian empiris untuk menguji

keefektifannya melalui penelitian dan pengujian

ilmiah.

Melalui studi ini diharapkan

menghasilkan model dasar pengukuran

instrument yang valid dan reliabel. Dengan

demikian hasil penelitian ini dapat dijadikan

dasar pijakan dalam pengambilan kebijakan bagi

fakultas maupun program studi dalam lingkup

FKIP Unhalu yang dapat dipertanggung

jawabkan secara akademis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui: (1) kontribusi kualitas pengajaran

terhadap sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran; (2) kontribusi kualitas pengajaran

terhadap efikasi diri (self efficacy) mahasiswa;

(3) kontribusi kualitas pengajaran terhadap

kinerja akademis yang dapat dicapai mahasiswa;

(4) kontribusi sikap positif mahasiswa tentang

proses pengajaran terhadap kinerja akademis

yang dapat dicapai mahasiswa; (5) kontribusi

efikasi diri (self efficacy) terhadap kinerja

akademis yang dapat dicapai mahasiswa; (6)

kontribusi kualitas pengajaran dan sikap positif

dan efikasi diri mahasiswa dalam proses

pengajaran terhadap kinerja akademis yang

dapat dicapai mahasiswa.

Pengembangan model dilakukan, mengingat

belum ada insrumen-instrumen yang digunakan

sebagai pegangan untuk meningkatkan kinerja

fakultas (program studi) yang telah teruji

keefektifitasnya secara empiris. Oleh karena itu,

melalui pengembangan model ini akan terlihat

secara nyata bagaimana cara dan strategi yang

ditempuh untuk meningkatkan peran dosen

dalam pengembangan materi perkuliahan,

sehingga mahasiswa terlayani kebutuhannya

secara individual berdasarkan potensi masing-

masing dan meningkatkan prestasi akademis

mahasiswa

Rasionalitas lain tentang pentingnya

penelitian ini adalah perkembangan Program studi

dilingkungan perguruan tinggi FKIP Unhalu, maka

dipandang memiliki keutamaan terutama;

1. Memberikan terobosan baru pembelajaran yang

mampu menumbuhkan semangat dan

kepercayaan diri mahasiswa sehingga tercipta

lingkunga kampus yang harmonis.

2. Menerapkan pendekatan dan strategi

pembelajaran bermakna dalam mengedepankan

proses interaksi sosial antara dosen dan

mahasiswa sehingga tumbuh kecerdasan social.

3. Model pendidikan dan pembelajaran bermakna

membantu dosen dalam mengelola proses

pembelajaran menjadi lebih faktual, efisien dan

efektif, terutama dalam membangun/

mengkonstruksi kemampuan mahasiswa yang

dapat berpikir ekonomis dan ekonom yang

berpikir pendidik.

4. Memberikan kontribusi bagi Indonesia dalam

mengatasi ketimpangan sosial dan memberikan

model instrumen pengukuran yang dapat

dijadikan pilihan dalam mengidentifikasi

indikator-indikator kualitas fakultas.

5. Urgensi lain dari penelitian ini adalah berupa

luaran yang hendak dihasilkan dalam penelitian

ini, yaitu; a. penelitian ini adalah bagian dari

rencana program studi pendidikan ilmu

pengetahuan sosial (Ekonomi) FKIP Unhalu,

dalam rangka pengembangan kemampuan

penelitian Dosen terutama produk atau luaran

dari penelitian ini berupa pemodelan instrumen

kualitas pengajaran fakultas (program studi

pendidikan ekonomi);

Page 25: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

23

TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja diartikan sebagai hasil kerja

yang dapat dicapai dalam priode waktu tertentu.

Menurut Caster dan Gulledge (1999) dalam

Haryanto (2009: 152) bahwa secara akademis,

kinerja diartikan sebagai nilai-nilai akademis

yang dapat dicapai oleh mahasiswa dalam priode

waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu

semester.

Studi mengenai sikap merupakan studi

yang penting dalam bidang psikologi sosial.

Konsep tentang sikap sendiri telah melahirkan

berbagai macam pengertian diantara para ahli

psikologi. Sikap pada awalnya diartikan sebagai

suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan.

Konsep itu kemudian berkembang semakin luas

dan digunakan untuk menggambarkan adanya

suatu niat yang khusus atau umum, berkaitan

dengan kontrol terhadap respon pada keadaan

tertentu.

Sikap sebagai kesediaan yang diarahkan

untuk menilai atau menanggapi sesuatu.

Kesiapan yang dimaksudkan merupakan

kecenderungan yang potensial untuk bereaksi

dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan

pada suatu stimulus yang menghendaki adanya

respon. Dasar pemikiran ini bahwa suatu sikap

merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif

dan konatif yang saling berinteraksi di dalam

memahami, merasakan dan berperilaku terhadap

suatu objek. Sejalan dengan itu menurut Secord dan

Bacman (1964) dalam Mueller (1996) membagi

sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan

sebagai berikut:

a. Komponen kognitif, adalah komponen yang

terdiri dari pengetahuan Pengetahuan inilah

yang akan membentuk keyakinan dan

pendapat tertentu tentang objek sikap.

b. Komponen afektif, adalah komponen yang

berhubungannya dengan perasaan senang

atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif.

Komponen ini erat hubungannya dengan

sistem nilai yang dianut pemilik sikap.

c. Komponen konatif, adalah komponen sikap

yang berupa kesiapan seseorang untuk

berperilaku yang berhubungan dengan objek

sikap.

Menurut teori ekspetasi nilai

menyatakan bahwa pengadopsian sikap, orang

cenderung untuk memaksimalkan penggunaan

subjektif atas berbagai hasil yang diperkirakan,

yang merupakan produk dari (1) nilai hasil

tertentu; dan (2) penghargaan (ekspetasi) bahwa

posisi ini akan menimbulkan hasil yang bagus

pula (Edwards, 1945).

Efikasi diri bagi seseorang merupakan

hal yang sangat penting. Efikasi diri mendorong

seseorang memahami secara mendalam atas

situasi yang dapat menerangkan tentang mengapa

seseorang mengalami kegagalan dan atau

berhasil. Dari pengalaman itu, seseorang akan

mampu mengungkapkan efikasi diri. Efikasi diri

merupakan panduan untuk tindakan yang telah

dikonstruksikan dalam perjalanan pengalaman

interaksi sepanjang hidup individu. Efikasi diri

yang berasal dari pengalaman tersebut akan

digunakan untuk memprediksi perilaku orang

lain dan memandu perilakunya sendiri.

Efikasi diri merupakan cara pandang

seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri, baik

atau buruk, dan keyakinan diri tersebut dapat

dibangun sesuai karakteristik seseorang dan

bersifat khusus (Ratna, 2008). Cara pandang

individu dalam usaha untuk memunculkan

keyakinan dalam diri dapat dipengaruhi oleh

kepercayaan yang ada pada diri individu.

Keyakinan itu merupakan sebuah media tunggal

dan satu-satunya, yang memungkinkan untuk

membangkitkan suatu kekuatan dari sumber

energi tanpa batas di dalam diri dan

mengendalikannya untuk dimanfaatkan demi

kebaikan manusia itu sendiri, serta merupakan

suatu keadaan pikiran, yang bisa dirangsang atau

diciptakan oleh perintah peneguhan secara terus

menerus lewat pikiran dan perkataan positif,

sampai akhirnya meresap ke dalam pikiran

bawah sadar.

Efikasi diri mempengaruhi tingkat

seseorang, yaitu ketahananya terhadap tugas,

pilihan terhadap tugasnya, dan peniruan prilaku.

Aspek-aspek yang terdapat dalam keyakinan diri

(self- efficacy) menurut Bandura dalam

Hambawany (2007) ada tiga aspek dalam efikasi

diri yaitu a. Magnitude, Aspek ini berkaitan

dengan kesulitan tugas. Apabila tugas-tugas yang

dibebankan pada individu disusun menurut

tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri

Page 26: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

24

secara individual mungkin terbatas pada tugas-

tugas yang sederhana, menengah atau tinggi.

Individu akan melakukan tindakan yang

dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan

akan tugas-tugas yang diperkirakan diluar batas

kemampuan yang dimilikinya; b. Generality,

Aspek ini berhubungan dengan bias bidang tugas

atau tingkah laku. Beberapa pengalaman

berangsur-angsur menimbulkan penguasaan

terhadap pengharapan pada bidang tugas atau

tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman

yang lain membangkitkan keyakinan yang

meliputi berbagai tugas; dan c Strength, Aspek

ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau

kemantapan seseorang terhadap keyakinannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desian

korelasional dengan pendekatan kuantitatif,

metode survey. Uni analisis terbatas pada

mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo Jurusan

Pendidikan IPS, yaitu; pendidikan ekonomi,

pendidikan akuntansi; Pendidikan Sejarah;

Pendidikan Geografi; dan pendidikan PKn.

Selanjutnya sampel diambil sebanyak 312 dari

ukuran populasi mahasiswa dengan

menggunakan teknik esidentil, yaitu mahasiswa

sedang berada dikampus.

Proses pengumpulan data dilakukan

dengan kuesioner, dan setiap item pernyataan

menggunakan skala Likert 5 opsi pilihan.

Selanjutnya analisis menggunakan Uji Regresi

Linier Berganda (SPSS v 17).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mahasiswa FKIP Unhalu terdiri atas

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

terdiri atas; (Pendidikan Ekonomi, Pendidikan

Akuntansi, Pendidikan Pariwisata, Pendidikan

Sejarah, Pendidikan Geografi, dan Pendidikan

Kewarganegaraan), Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam, terdiri atas: (Pendidikan

Biologi, Pendidikan Matematika, Pendidikan

Kimia, Pendidikan Fisika) Jurusan Pendidikan

Bahasa (Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris) Jurusan

Psikologi (Bimbingan dan Konseling,

Pendidikan Jasmani dan Rekreasi) dan Jurusan

PGSD.

Penelitian ini dilaksanakan pada

mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial yakni Program Studi

Pendidikan Ekonomi dengan jumlah mahasiswa

kurang lebih 835 orang yang terdiri dari keahlian

akuntansi dan keahlian pariwisata, pendidikan

sejarah sebanyak 425 orang, pendidikan geografi

sebanyak 253 orang dan PKn sebanyak 554

orang.

1. Kontribusi Kualitas Pengajaran Terhadap

Sikap Postif Mahasiswa Tentang Proses

Pengajaran

Hasil pengujian regresi yang dilakukan

menunjukkan hasil yang signifikan dan positif (β

= 0,502; thitung = 5,949; probabilitas 0,000).

Dengan demikian Ho ditolak, artinya semakin

tinggi kualitas pengajaran semakin tinggi sikap

positif mahasiswa tentang proses pengajaran.

Sedangkan kualitas pengajaran fakultas

memberikan kontribusi sebesar 25,2% terhadap

sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran dan sisanya 74,8% dijelaskan oleh

variable lain yang tidak dimodelkan dan

tertampung dalam variable gangguan acak .

Hasil pengujian tersebut

mengindikasikan bahwa kualitas pengajaran

fakultas dalam kaitannya dengan kompetensi

dosen menjadi variansi yang menumbuhkan

beragam presepsi kepada mahasiswa. Sikap

adalah evaluasi terhadap objek, isu atau orang.

Sikap didasarkan pada informasi afektif,

beharvior, dan kognitif. Dengan demikian hasil

studi ini, sejalan dengan Cristes, Fabrigar, dan

Petty (1994) yang meyatakan bahwa komponen

kognitif terdiri dari pemikiran seseorang tentang

objek tertentu seperti fakta, pengetahuan dan

keyakinan. Maksud dari pendapat tersebut adalah

bahwa sikap sebagai variable endogen/ dependen

dipengaruhi oleh ekspetasi nilai artinya

seseorang akan bersikap lebih menguntungkan

dirinya

Juga, sejalan dengan teori belajar dari Carl

(1953) dalam Taylor (2009: 167) bahwa sikap

dapat dipelajari melaluiimitation (peniruan,

imitasi) artinya orang akan meniru orang lain,

khususnya jikanorang lain itu (dosen) adalah

orang yang kuat (cakap, dan cerdas) dn penting

(berkualitas, professional). Presepsi dan sikap

Page 27: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

25

positif mahasiswa tentang proses pengajaran

ditentukan oleh kualitas pengajaran. Hal ini

memberikan pemaknaan bahwa sikap mahasiswa

berkorelasi positif dengan etika profesionalisme

dosen sebagai pengampu mata kuliah

Dengan demikian disimpulkan bahwa

sikap positif adalah suatu bentuk evaluasi

perasaan dan kecenderungan potensial untuk

bereaksi kearah yang dikehendaki sebagai efek

dari hasil interaksi antara komponen kognitif,

afektif dan konatif yang saling bereaksi di dalam

memahami, merasakan dan berperilaku terhadap

suatu objek. Jadi, sikap adalah penjelmaan dari

paradigma yang pada gilirannya akan melahirkan

nilai-nilai yang dianut seseorang. Dan sikap

orang bisa menentukan kualitas nilai perilaku

seseorang.

2. Kontribusi Kualitas Pengajaran Terhadap

Efikasi Diri Mahasiswa

Hasil pengujian regresi yang dilakukan

menunjukkan bahwa mengindikasikan hasil yang

signifikan dan positif (β = 0,412; thitung = 5,949;

probabilitas 0,0170). Dengan demikian Ho

ditolak, artinya semakin tinggi kualitas

pengajaran semakin tinggi pula self efficacy

mahasiswa. Hasil uji tersebut memberikan

pemahaman bahwa kualitas pengajaran

memberikan kontribusi sebesar 17% terhadap

self efficacy mahasiswa dan sisanya 83%

dijelaskan oleh variable lain yang tidak

dimodelkan dan tertampung dalam variable

gangguan acak .

Hasil pengujian menunjukkan bahwa

efikasi diri bagi seseorang merupakan hal yang

sangat penting. Efikasi diri mendorong seseorang

memahami secara mendalam atas situasi yang

dapat menerangkan tentang mengapa seseorang

mengalami kegagalan dan atau berhasil. Dari

pengalaman itu, seseorang akan mampu

mengungkapkan efikasi diri. Efikasi diri

merupakan panduan untuk tindakan yang telah

dikonstruksikan dalam perjalanan pengalaman

interaksi sepanjang hidup individu. Efikasi diri

yang berasal dari pengalaman tersebut akan

digunakan untuk memprediksi perilaku orang

lain dan memandu perilakunya sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

pendapat Crick & Dodge dalam Kurniawan (2004:

6) bahwa efikasi diri adalah skema spesifik,

keyakinan-keyakinan, ekspektasi-ekspektasi yang

terintregrasi dalam sistem keyakinan akan

mempengaruhi intrepretasi individu terhadap

situasi spesifik. Proses intrepretasi individu

terhadap situasi spesifik ini pada gilirannya

diprediksi akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Efikasi diri merupakan cara pandang

seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri, baik

atau buruk, dan keyakinan diri tersebut dapat

dibangun sesuai karakteristik seseorang dan

bersifat khusus (Ratna, 2008). Cara pandang

individu dalam usaha untuk memunculkan

keyakinan dalam diri dapat dipengaruhi oleh

kepercayaan yang ada pada diri individu terkait

dengan kualitas pengajaran fakultas. Keyakinan

itu merupakan sebuah media tunggal dan satu-

satunya, yang memungkinkan untuk

membangkitkan suatu kekuatan dari sumber

energi tanpa batas di dalam diri dan

mengendalikannya untuk dimanfaatkan demi

kebaikan manusia itu sendiri, serta merupakan

suatu keadaan pikiran, yang bisa dirangsang atau

diciptakan oleh perintah peneguhan secara terus

menerus lewat pikiran dan perkataan positif,

sampai akhirnya meresap ke dalam pikiran

bawah sadar.

Menurut Wicaksono (2008) efikasi diri

adalah "sebuah unsur yang bisa mengubah

getaran pemikiran biasa; dari pikiran yang

terbatas, menjadi suatu bentuk padanan yang

masuk ke dalam koridor spiritual; dan

merupakan dasar dari semua "mukjizat", serta

mindset yang tidak bisa dianalisis dengan cara-

cara ilmu pengetahuan".

Lebih jauh, Spears dan Jordon dalam

Ferdyawati (2007: 7) berpendapat efikasi diri

yaitu "kenyakinan seseorang bahwa dirinya akan

mampu melaksanakan tingkah laku yang

dibutuhkan dalam suatu tugas. Pikaran individu

terhadap efikasi diri menentukan seberapa besar

usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama

individu akan tetap bertahan dalam menghadapi

hambatan atau pengalaman yang tidak

menyenangkan."

Dengan demikian disimpulkan bahwa

tinggi rendahnya efikasi diri dipengaruhi

langsung oleh kualitas pengajaran dengan

menggunakan dimensi (1) isi (content) yang

distimulis oleh kompetensi profesionalisme

Page 28: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

26

dosen; (2) pedagogic; (3) interaksi dalam

pembelajaran; (4) pemanfaatan teknologi

pembelajaran; dan penilaian (assessment).

3. Kontribusi Kualitas Pengajaran Terhadap

Kinerja Akademis yang Dapat Dicapai

Mahasiswa

Hasil pengujian regresi yang dilakukan

menunjukkan bahwa mengindikasikan hasil yang

signifikan dan positif (β = 0,2000; thitung = 2,249;

probabilitas 0,027). Dengan demikian Ho

ditolak, artinya kualitas pengajaran berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja akademis

yang dapat diperoleh mahasiswa dengan asumsi

variable (X1 dan X2) diisolasi. Hasil uji tersebut

memberikan pemahaman bahwa semakin tinggi

kualitas pengajaran semakin tinggi kinerja

akademis yang dapat diperoleh mahasiswa.

Kualitas pengajaran memberikan kontribusi

sebedsar 20% terhadap kinerja akademis yang

dapat dicapai oleh mahasiswa, dan sisanya 80%

dijelaskan oleh variable lain yang tidak

dimodelkan dan tertampung dalam variable

gangguan acak .

Hasil pengujian yang diperoleh dalam

penelitian ini, sejalan dengan pendapat

Enggelland (2004); Kidd, dkk (2004); Koul, dkk

(2006) dan Haryanto (2009). Dengan demikian

memperkuat temuan sebelumnya bahwa fakultas

perlunya peningkatan kinerja akademis

mahasiswa melalui peningkatak kualitas materi

perkuliahan, sebab salah satu keahlian dosen

adalah pengampu memperbaiki materi

pembelajaran. Studi ini memberikan pemahaman

tentang peningkatan kompetensi dosen dalam

berkomunikasi, berinterelasi dan memperbaiki

sistem pembimbingan, sistem penilaian yang

bermuara pada etika profesionalisme.

4. Kontribusi Sikap Positif Mahasiswa Tentang

Proses Pengajaran Terhadap Kinerja

Akademis yang Dapat Dicapai Mahasiswa

Hasil pengujian regresi yang dilakukan

menunjukkan bahwa mengindikasikan hasil yang

signifikan dan positif (β = 0,227; thitung = 2,593;

probabilitas 0,011). Dengan demikian Ho

ditolak, artinya sikap positif mahasiswa tentang

proses pengajaran berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja akademis yang dapat

dicapai oleh mahasiswa dengan asumsi variable

(X1 dan X3) diisolasi. Hasil uji tersebut

memberikan pemahaman bahwa semakin tinggi

sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran semakin tinggi kinerja akademis yang

dapat diperoleh mahasiswa. Sikap positif

mahasiswa tentang proses pengajaran

memberikan kontribusi sebedsar 22,7% terhadap

kinerja akademis yang dapat dicapai oleh

mahasiswa, dan sisanya 77,3% dijelaskan oleh

variable lain yang tidak dimodelkan dan

tertampung dalam variable gangguan acak .

Temuan ini sejalan dengan pendapat

Caster & Gulledge (1999); Jacob & Lefren

(2005); Koul, dkk (2006); Galetto (2009) yang

menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif

antara sikap dan prosese pengajaran fakultan,

dan tidak sejalan dengan Haryanto (2009) yang

menyatakan bahwa sikap tidak berpangaruh

positif dengan kinerja akademis yang dapat

dicapai oleh mahasiswa. Dengan demikian

memperkuat temuan sebelumnya, artinya sikap

sebagai pengevaluasian subjektif mahasiswa

terhadap proses pengajaran fakultas selama masa

perkuliahan yang diikuti. Oleh karena itu,

objektivitas pengevaluasian terhadap proses

pengajaran fakultas dapat dilakukan dengan

pengevaluasian mahasiswa terhadap perkuliahan.

Data empiris mengindikasikan bahwa

profesionalisme dosen pengampu mata kuliah

masih rendah.

Gagasan bahwa sikap mungkin

diaktifkan secara otomatis juga menunjukkan

bahwa objek sikap yang ada di lingkungan akan

secara otomatis mengaktifkan sikap kita tanpa

kita sadari. Jadi, banyak perilaku kita dibimbing

oleh sikap kita yang tidak kita sadari atau tanpa

kita niatkan. Menurut Bargh, Chaiken, Guvender

& Petty (1992); Smith, Fazion, & Cejka (1996)

bahwa manusia punya tendensi untuk secara

tidak sadar mengklasifikasikan sebahagian besar

atau mungkin semua, stimuli yang diterima

sebagian baik atau buruk. Salah satu akibatnya

adalah kita hampir secara langsung menciptakan

tendensi beharvioral untuk menghindari stimuli

yang kita labeli negatif dan mendekati stimuli

positif.

Page 29: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

27

5. Kontribusi Efikasi diri (self efficacy)

Terhadap Kinerja Akademis yang dapat

Dicapai oleh Mahasiswa

Hasil pengujian regresi yang dilakukan

menunjukkan bahwa mengindikasikan hasil yang

signifikan dan positif (β = 0,405; thitung = 4,867;

probabilitas 0,000). Dengan demikian Ho

ditolak, artinya tinggi rendahnya kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa

secara positif dipengaruhi oleh self-efficacy

mahasiswa. Hasil uji tersebut memberikan

pemahaman bahwa semakin tinggi self-efficacy

mahasiswa semakin tinggi kinerja akademis yang

dapat dicapai oleh mahasiswa. Self-efficacy

mahasiswa memberikan kontribusi yang paling

dominan yakni sebesar 0, 40,5% terhadap kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa,

dan sisanya 56,3% dijelaskan oleh variable lain

yang tidak dimodelkan dan tertampung dalam

variable gangguan acak .

Temuan ini sejalan dengan pendapat

Koul, dkk (2006); Galetto (2007) dan Haryanto

(2009) yang menyimpulkan bahwa efikasi diri

berpengaruh positif terhadap kinerja akademis.

Studi ini memberikan justifikasi bahwa

peningkatan efikasi diri mahasiswa terhadap

penguasaan materi perkuliahan akan berkorelasi

positif dengan upaya untuk meningkatkan kinerja

akademis yang akan dicapai oleh mahasiswa,

namun hal itu, harus diikuit dengan pembentukan

sikap positif yang akan mestimulus (1)

kemampuan mahasiswa untuk memahami materi

perkuliahan; (2) kemampuan mahasiswa untuk

mendefinisikan materi perkuliahan; (3)

kemampuan mahasiswa untuk menjelaskan

materi perkuliahan; (4) kemampuan mahasiswa

untuk mengingat materi perkuliahan, dan (5)

kemampuan mahasiswa untuk mengkritisi

fenomena berdasarkan pengetahuan yang

diperolehnya.

Menurut Bandura efikasi diri adalah

kepercayaan tentang kemampuan diri yang

dimiliki oleh seseorang yang akan

mempengaruhi perilaku, motivasi, keberhasilan,

dan kegagalan. Individu yang memiliki efikasi

diri yang tinggi akan dapat berperilalcu tertentu

untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan pada

situasi tertentu. Selain itu, individu yang

memiliki efikasi diri yang tinggi dapat lebih giat

dan tekun dalam berusaha. Efikasi diri dianggap

sebagai bagian dad proses kognitif yang

mempengaruhi perilaku atau kinerja dengan

memberikan informasi tentang kemampuan

individu. Berdasarkan informasi tersebut

individu memilih tindakan yang sesuai dengan

tuntutan atau lingkungan tertentu. Apabila

informasi tentang kemampuan dalam

menghadapi tugas cukup positif (merasa cukup

mampu) maka individu akan terdorong untuk

menyelesaikan tsgas tersebut dan bertahan

menghadapi kesulitan. Sebaliknya, apabila

informasi tersebut negatif (merasa kurang

mampu) maka individu cenderung untuk

menghindari tugas yang dianggap sulit. Oleh

karena itu individu yang memiliki efikasi diri

yang tinggi, yakin dapat berperilaku tertentu

untuk dapat mencapai hasil atau dapat

menyelesaikan masalah. Selain itu, individu yang

memiliki efikasi diri yang tinggi juga lebih giat

dan lebih tekun dalam berusaha. Begitu pula

dalam menghadapi kesulitan, orang yang ragu

akan kemampuannya atau dengan kata lain

individu yang memiliki efikasi diri yang rendah

akan mengurangi usahanya dan menyerah,

sedangkan orang yang memiliki efikasi diri yang

kuat akan mengerahkan usaha yang lebih besar

untuk mengatasi tantangan yang dihadapinya.

(Albert Bandura, self-efficacy beliefs In Human

Functioning, p. 1, 1986, http://social

foundation.edu.com )

Berangkat dari berbagai definisi tentang

efikasi diri maka seseorang dengan efikasi diri

dapat mengarahkan tindakan-tindakan bukan

hanya kepada orang lain tetapi juga dengan

lingkungan yang lebih luas. Efikasi diri memiliki

fungsi adaptif yang memungkinkan individu

memenuhi persyaratan-persyaratan sosiokultural

dan tuntutan kognitif. Efikasi diri memungkinkan

individu dapat mengorganisasikan dunianya

dalam cara-cara yang konsisten secara

psikologis, melakukan prediksi, menemukan

kesamaan, dan menghubungkan pengalaman-

pengalaman baru dengan pengalaman-

pengalaman masa lalu, bahkan memunculkan

kekuatan pikiran yang dapat dibawa hingga

kedalam alam bawah sadarnya. Efikasi diri

diyakini dapat mempengaruhi manusia untuk

merasa, berpikir, dan memotivasi dirinya sendiri

untuk bertindak. Seseorang yang memiliki

Page 30: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

28

efikasi diri dapat menyelesaikan masalah dan

merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah

tersebut, mereka juga selalu berusaha untuk

meraih kesuksesan dan berkomitmen untuk

mevvujudkannya. Efikasi diri mempengaruhi

tingkat ketahanan seseorang terhadap tugas,

pilihan terhadap tugasnya, dan peniruan perilaku.

6. Kontribusi Kualitas pengajaran dan sikap

positif secara serempak Terhadap Kinerja

Akademis yang dapat Dicapai oleh

Mahasiswa

Hasil uji statistik diperoleh nilai F-star

sebesar 23.157 dan Koefisien Determinan R2 =

0,308. Selanjutnya dilakukan uji kebermaknaan,

yakni nilai probabilitas (Sig.) = 0,000 < 0,05 atau

dengan membandingkan antara nilai Fhitung

(23,157 > Ftabel 2,82) (ttabel (0,05;312) yang

mendekati 400 = 2,82. Kriteria keputusan adalah

Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel, (df) = n-k-1 = 312-3-

1 = 308, taraf signifikansi 5%. Dengan demikian

Ho ditolak, artinya secara simultan kualitas

pengajaran dan sikap positif mahasiswa

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja akademis yang dapat dicapai oleh

mahasiswa. Hasil uji tersebut memberikan

pemahaman bahwa tinggi rendahnya kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa

dijelaskan secara serempak oleh kualitas

pengajaran melalui sikap positif mahasiswa

tentang proses pengajaran.

Dosen yang profesional diharapkan

memiliki kinerja yang tinggi yang dapat

memuaskan semua pihak yang berkepentingan

(stakeholders), yaitu mahasiswa, orang tua, dan

masyarakat dalam arti luas. Di samping

memuaskan stakeholders, kinerja yang tinggi ini

juga memuaskan diri sendiri. Bagi seorang

profesional, kepuasan rohani merupakan

kompensasi utama yang diharapkan dari

pekerjaan. Sedangkan, kepuasan material

merupakan hal yang sekunder.

Menurut Hall, profesionalisme terdiri

atas lima konsep, yaitu afiliasi komunitas,

kebutuhan untuk mandiri, keyakinan terhadap

peraturan sendiri/profesi, dedikasi pada profesi,

dan kewajiban sosial. Afiliasi komunitas

menuntut seorang profesional menggunakan

ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di

dalamnya organisasi formal dan kelompok-

kelompok kolega informal sebagai sumber ide

utama pekerjaan. Kebutuhan untuk mandiri

menuntut seorang profesional harus mampu

membuat keputusan secara mandiri. Keyakinan

terhadap peraturan sendiri/profesi mengacu pada

keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai

pekerjaan profesional adalah rekan sesama

profesi yang memiliki kompetensi dalam bidang

ilmu dan pekerjaan. Dedikasi pada profesi

mencerminkan pengabdiaan secara total dengan

menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang

dimiliki. Kewajiban sosial menuntut seorang

profesional menyadari pentingnya profesi dan

manfaatnya bagi masyarakat, di samping bagi

diri sendiri.

Profesionalisme ini merupakan elemen

dari motivasi yang berkontribusi terhadap kinerja

tugas yang tinggi (Guntur, Soepomo, dan Gitoyo,

2002). Adanya hubungan kontributif ini

mengimplikasikan perlunya peningkatan

profesionalisme bagi yang menggeluti suatu

bidang profesi, termasuk profesi dosen.

Dengan demikian kompetensi dosen

perlu dievaluasi melalui berbagai instrument

dengan tetap berpijak pada profesionalisme.

Dalam rangka penyelenggaraan Tridharma

Perguruan Tinggi, dosen melaksanakan tiga jenis

kegiatan, yaitu pendidikan dan pengajaran,

penelitian, dan pengabdiaan kepada masyarakat.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bidang

utama kegiatan dosen adalah melaksanakan

pendidikan dan pengajaran. Namun demikian,

kegiatan penelitian dan pengabdiaan masyarakat

juga wajib dilaksanakan oleh seorang dosen.

Kedua kegiatan ini akan sangat menunjang

kegiatan pendidikan dan pengajaran yang lebih

baik (Direktorat Penelitian dan Pengabdiaan

pada Masyarakat, 2002).

7. Kontribusi Kualitas pengajaran dan efikasi

diri secara serempak Terhadap Kinerja

Akademis yang dapat Dicapai oleh

Mahasiswa

Hasil uji statistik diperoleh nilai Fhitung

sebesar 23,157 dan Koefisien Determinan R2 =

0,308. Selanjutnya dilakukan uji kebermaknaan,

yakni nilai probabilitas (Sig.) = 0,000 < 0,05 atau

dengan membandingkan antara nilai Fhitung

Page 31: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

29

(4,867> Ftabel 2,82) tabel distribusi (Ftabel

(0,05;320) yang mendekati 400 = 2,82. Kriteria

keputusan adalah Tolak Ho jika thitung > ttabel, (df)

= n-k-1 = 312-3-1 = 320, taraf signifikansi 5%.

Dengan demikian Ho ditolak, artinya secara

simultan kualitas pengajaran dan efikasi diri

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa.

Hasil uji tersebut memberikan pemahaman

bahwa tinggi rendahnya kinerja akademis yang

dapat dicapai oleh mahasiswa ditentukan oleh

kualitan pengajaran dan self-efficacy mahasiswa.

8. Kontribusi Kualitas pengajaran sikap positif

dan efikasi diri secara serempak Terhadap

Kinerja Akademis yang dapat Dicapai oleh

Mahasiswa

Hasil uji statistik diperoleh nilai F-star

sebesar 23.157 dan Koefisien Determinan R2 =

0,308. Selanjutnya dilakukan uji kebermaknaan,

yakni nilai probabilitas (Sig.) = 0,000 < 0,05 atau

dengan membandingkan antara nilai Fhitung

(23,157 > Ftabel 2,82) (ttabel (0,05;312) yang

mendekati 400 = 2,82. Kriteria keputusan adalah

Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel, (df) = n-k-1 = 312-3-

1 = 308, taraf signifikansi 5%. Dengan demikian

Ho ditolak, artinya secara simultan kualitas

pengajaran, sikap positif dan self efficacy

mahasiswa berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja akademis yang dapat dicapai

oleh mahasiswa. Hasil uji tersebut memberikan

pemahaman bahwa tinggi rendahnya kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa

ditentukan secara bersama-sama oleh kualitan

pengajaran, sikap postif dan self-efficacy

mahasiswa. Atau dengan kata lain kinerja

akademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa

30,8% dijelaskan secara serempak oleh kualitas

pengajaran, sikap positif dan self-efficacy

mahasiswa, dan sisanya 69,2% dijelaskan oleh

variable lain yang tidak dimodelkan dan

tertampung dalam variable gangguan acak .

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian dan

pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

disimpulkan, bahwa: Semakin kualitas pengajaran

fakultas semakin tinggi kinerja akademis yang

dicapai oleh mahasiswa. Artinya semakin tinggi

kualitas pengajaran fakultas semakin tinggi pula

kinerja kademis yang dapat dicapai oleh mahasiswa,

begitu pula sebaliknya; Tinggi rendahnya kinerja

akademis yang dicapai oleh mahasiswa dipengaruhi

langsung oleh sikap positif mahasiswa tentang proses

pengajaran; Self-efficacy berpengaruh positif

terhadap kinerja akademis yang dicapai oleh

mahasiswa. Artinya semakin tinggi self-efficacy

mahasiswa semakin tinggi pula kinerja kademis yang

dapat dicapai oleh mahasiswa, begitu pula

sebaliknya; Kualitas pengajaran fakultas, Sikap

positif mahasiswa tentang proses pengajaran Self-

efficacy secara serempak berpengaruh signifikan

terhadap kinerja akademis; Hasil pengujian secara

umum dapat disimpulkan bahwa untuk

meningkatkan kinerja akademis mahasiswa

diperlukan pemberian stimulus yang mengarah

pada peningkatan efikasi diri mahasiswa. Stimulus

yang dimaksud adalah terkait dengan upaya untuk

meningkatkan kemauan diri mahasiswa mengikuti

proses perkuliahan dengan baik; Pemberian

stimulus yang berkaitan dengan peningkatan kualitas

pengajaran fakultas adalah upaya yang sungguh-

sungguh untuk meningkatkan kualitas materi

perkuliahan termasuk keahlian dosen dalam

membawakan materi perkuliahan. Juga, dapat

diberikan melalui upaya-upaya peningkatan keahlian

dosen dalam berkomunikasi, keahlian berinterelasi,

penguasaan teknologi perigajaran, memperbaiki

pembimbingan, memperbaiki sistem penilaian, dan

meningkatkan etika-profesionalisme.

SARAN- SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan di atas, maka dapat disarankan

kepada;

1. Pihak Fakultas, Pertama, sistem evaluasi

kompetensi dosen sebagai pengampu mata kuliah

perlu ditindak lanjuti, mengingat fakta empiris

memberikan gambaran bahwa tingkat kepuasan

mahasiswa terhadap sistem penilaian masih sangat

rendah

Kedua, dalam pengevaluasian kompetensi

pedagogic dosen, harus diikuti pemberian

sistimulir yang dapat memotivasi kinerja dosen

pengampu matakuliah

2. Untuk Kalangan Pendidik Dosen dan Guru

Rasionalitas tentang pentingnya pendidikan

dalam membangun kualitas pengajaran

fakultas Pertama. Memberikan terobosan

Page 32: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

30

baru pembelajaran, agar mampu

menumbuhkan semangat dan motivasi belajar

bagi mahasiswa sehingga tercipta

kemandirian belajar yang lebih tinggi.

Kedua. Menerapkan pendekatan dan strategi

pembelajaran bermakna dalam

mengedepankan proses interaksi dan

interelasi pembelajaran yang faktual/empirik

dan memiliki kandungan edukasi yang

kekinian.

Ketiga. Model pendidikan dan pembelajaran

bermakna membantu dosen, dalam mengelola

proses pembelajaran menjadi lebih faktual,

efisien dan efektif, terutama dalam

mengkonstruksi kemampuan mahasiswa yang

dapat berperilaku pendidik.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A (1986). Self-Efficacy Belief in

Human Functioning. (Online); Tersedia:

http://social foundation.edocom. diakses

1 Agustus 2010.

Creswell, J.W (2003), Research Design:

Quantitative, Qualitative, and Mixed

Methods Approach, California: Sage

Ferdyawati, D (2007). Hubungan antara Efikasi

Diri dan Efektifitas Kepemimpinan

dengan Toleransi Terhadap Stres pada

Guru SD di Dorejo Pacitan. Skripsi

(tidak diterbitkan). Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hambawany, E (2007). Hubungan antara Self-

Efficacy dan Presepsi Anak terhadap

Perhatian Orang Tua dengan Prestasi

Belajar pada Penyandang Tuna Daksa.

Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta:

Universitas Muhammadiyah.

Haryanto, B (2009). “Effikasi Diri, Kualitas

Pengajaran, Sikap dan Kinerja Akademis

Mahasiswa” dalam Jurnal Ilmu

Pendidikan, Jilid 16: 152. Oktober 2009

Kurniawan, I.H (2004). Hubungan antara

Keyakinan Orang Tua atas Manajemen

Konflik antarsaudara, Jenis Kelamain

Orang Tua dan Status Ekonomi Orang

Tua dan Strategi Manajemen Konflik

dalam Interaksi antarsaudara Kandung.

Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Mueller, D.J (1992). Mengukur Sikap Sosial

Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi.

Jakarta: Bumu Aksara.

Palupiningdyah dan Widiyanto (2011). Strategi

peningkatan kualitas pembelajaran

Melalui pemanfaatan increasing

learning Motivation ( ILMO). Dalam

Jurnal “Ekplanasi Volume 6 Nomor 2

Edisi September 2011 (Online);

Tersedia:

http://www.kopertis6.or.id/journal/index.

php/eks/article//. akses 30/12/12

Ratna ((2008). Rasa Harga Diri dan Keyakinan

Diri. (Online): Tersedia:

http://ratnaz.multiply.com/jurnal/item/36

diakses 1 april 2010.

Suprijono, A (2010). “Cooperative Learning

pada Mata Pelajaran IPS Untuk

Mengembangkan Self- Efficacy dan

Keterampilan Sosial” dalam Prosiding

Makalah Seminar Nasional Pendidikan

IPS. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Surya, M (2004). Psikologi Pembelajaran dan

Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani

Quraisy.

Taylor, SE, Peplau, LA & Sears, DO (2009).

Psikolosi Sosial. Jakarta: Prenada Media

Group.

Wicaksono (2008). Pentingnya Sebuah

Keyakinan Diri. (Online); Tersedia:

Error! Hyperlink reference not valid..

Diakses 1 april 2010.

Page 33: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

31

PROJECT-BASED LEARNING FOR EFL VOCABULARY CLASS1

By:

Nurnia2

Abstract. This study is aimed at investigating the use of Project-Based Learning (PBL) in

promoting students’ vocabulary improvement which is shown from the number of words students

add during the implementation of PBL. The study was conducted with the English Department

freshmen students taking a vocabulary course during the second semester in their first year at

university. A total of 33 students were participating to learn and acquire words in context they

themselves provided through a creative product which they produced in groups and through which

assigned words could be easily learnt or acquired. The study shows that they increase in the

number of words or vocabulary size being, on average, 883 and 532 words respectively for

receptive and productive vocabulary. Even, the students individually could add more words up to

1,435 and 1,296 words for both types. This improvement is found to be much higher comparing to

the one found in another previous study.

Key words: project-based learning, receptive and productive vocabulary size

1 Ringkasan Hasil Penelitian 2 Dosen tetap Pend. Bahasa Inggris FKIP Universitas Halu Oleo

INTRODUCTION

In EFL context, most language teachers

concur that the very first complaint has been for

the lack of vocabulary students have. However,

the improvement of students’ number of words

or vocabulary size has not been a primary issue

to attend to as far as the improvement of English

language competence is concerned. Mainstream

issues have been for improving students’

competence in English skills as a whole. While

this is partly true in order to be successful in

communicating meanings, issues on this

language component deserve a critical attention

either from teachers or learners. Seldom do

students perform well in language skills without

enough knowledge of vocabulary. Hatch and

Cheryl (1995:74) observe, “When our first goal

is communication, when we have little of the

new language at our command, it is the lexicon

that is crucial … the words … will make basic

communication possible.”

At university level, the teaching of

vocabulary is not paid the attention it deserves.

The improvement of students’ vocabulary has

been left on the students’ individual effort or

assumed to be acquired through the process of

learning English skills. In the EFL context, even

at advanced level, the students need to be catered

in finding a systematic way or learning strategies

in order for them to easily learn vocabulary. Let

alone, in previous stages of learning such

concepts have not been specifically introduced

and applied. This might be one reason for the

students to merely use whatever way they know

such as memorization drill, dictionary use or

solely working out on vocabulary exercises.

Such activities do not fully develop the students’

potential to learn.

With abundant learning sources

nowadays, vocabulary learning should have been

easier for students. English context is available

within students’ life through the expansion of

digital technologies. This is particularly true

providing such phenomenon has to be used

properly. Thus, teaching and learning vocabulary

should lead the students to develop different

strategies to learn with the use of this venerable

media. All teachers do is to facilitate them in

such direction and scaffold them to explore their

own creativities in learning vocabulary. For

example, teachers need to let them firstly decide

what words they need to learn and how they

Page 34: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

32

learn them in order to match with their learning

styles and multiple intelligences. Putinseva

(2006) suggests that teachers should be aware of

individual learning styles and learner diversity.

This has been for people are different in

processing information such as by seeing and

hearing, by reflecting and acting, and by

reasoning logically and intuitively.

Project-Based Learning has been an

approach in such a direction. It facilitates the

learning of English so as students can fully

participate and be responsible with their own

learning starting from deciding what words they

need to learn individually, up to choosing the

appropriate way to learn the words through the

making of a project. Here, benefiting from all

learning sources particularly the use digital-age

technologies is highly honored.

A. What is Project-Based Learning

The project-based learning approach or

so-called PBL suggests that students are much

more actively involved in a joint enterprise with

the teacher of constructing new meanings

(Atherton, 2011). It is developed from a

Vygotsky’s constructivism learning theory which

sees students as active makers of meanings and

deems that they construct their own knowledge

through learning environment. This theory is

based on the assumption that the children would

learn better when they were working in

collaboration with adults. Here, the adults do not

necessarily teach them how to perform the task

but the process of engagement with them which

facilitates the students in developing their

thinking or performance.

Through PBL, there is an involvement of

other categories of learners or community to

foster more learning. Accordingly, the emphasis

in PBL also includes team-up with communities

to achieve a certain goal. For example, students

can work with media specialist to analyze events

and artifacts of the pasts-just as real historians do

or learners of English in a family literacy

program can team up with a class at the middle

school to develop a joint project (Gaer, 1998).

Students and their learning communities may

convene to discuss, to debate and to exchange

ideas. It is believed that when students learn by

engaging in real-world projects, nearly every

aspect of their experience changes.

The collaboration between students and

other communities suggests a shift in the part of

teacher’s and students’ roles. In this sense, the

teachers are not the content expert any longer

and the students also change from recipients of

knowledge transfer into trailing their own

question to create their own meaning.

Accordingly, Boss and Krauss (2007:11) assert,

‘project-based learning -powered by

contemporary technologies-is a strategy certain

to turn traditional classrooms upside down.’

While, in the "old school" model, the teacher

masters the tasks but in the "new school" model

he/she facilitates the students to do tasks. In such

a model, some role changes include students as

teachers, teachers as coaches as well as parent

and community involvement. With a change in

their role, the students will increase more in their

learning participation. In classrooms, the

students could be assigned to check and correct

homework or to produce tests (Kavaliauskiene,

2003). By playing as teachers, students are

fostered to be autonomous learners as well.

The learning of new skills can also be

promoted from this change in role. For example,

the students will learn to develop language and

literary skills (Gaer, 1998) and reflective skills

(Stites, in Boss and Krauss, 2007) while playing

as teachers or producing authentic products.

Additionally, through the process of deciding

what and how to learn (the process done in

making a project in PBL), the students made a

lot of reflection such as critical thinking,

problem solving, decision making and other

higher level thoughts (Shermis, 1999). This

reflective thought, a concept introduced by John

Dewey in 1910 in his ‘How We Think”, suggests

that learning improves to the degree that it arises

out of the process of reflection. Through PBL,

those skills known as the 21st century skills are

well catered in order to achieve a project goal.

B. Using a Project in a Vocabulary Course

Using PBL in this course is a way to deal

with how a long list of important vocabulary

could be introduced to and learnt in a more

flexible way by students taken a vocabulary

course. While it is plausible for the students to

Page 35: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

33

simply learn words from a list as applied by most

vocabulary courses, it is not wise enough for

they could be de-motivated, a bit frustrated and

desperate. Thus, the use of Project-Based

Learning is considered as one way to get rid of

the students from this discontented condition

into something as fun by playing as teachers or

observers or creators. By producing some works

showcasing vocabulary through a project, the

students themselves can provide context for

words which they could repeatedly come across

with and go back to anytime later to reinforce

their learning.

Through the project, students decided

on how they would learn a certain number of

words assigned to them. Using learning

strategies they had been exposed to into their

repertoires, they freely chose what strategies

they would appropriately use to make the words

be easily learnt or recalled. They chose

appropriate strategies according to their

preference, learning styles and multiple

intelligences to develop a creative product in

order to work or play with words. By producing

a creative product with words, the students were

not aware of having to learn but doing something

with them in order to complete a project. As a

result, they also acquired the word throughout

the project-making process such as during

finding out words’ meaning/pronunciation/part

of speech, writing them in a sentence or story,

matching them with pictures and so forth. At this

point, abundant contexts to the words were

provided.

The use of PBL in vocabulary class,

additionally, has been for the limited time given

and less emphasis on vocabulary learning within

other English courses in university. With 16

weeks time for the whole lecture, this language

component may not be potentially learnt by

students, let alone examining strategies that will

work best for them. Some teachers, even,, may

simply assign students to work on vocabulary

exercises from ready-made books. Gaer (1998)

asserts that in traditional teacher-centered

classroom, using a textbook, learners are always

dismayed at how little language they learn. A

research done previously (Nurnia, 2001) showed

that during university time, the students of

Haluoleo University did not increase a lot in the

total number of receptive vocabulary. Having

this in mind, it is of necessity for students to

explicitly learn vocabulary particularly those

necessary for them, in addition to indirect

vocabulary learning or extensive reading.

Project-based learning is considered to cater for

both aspects of vocabulary learning ways which

are explicitly and implicitly. By explicitly, it

means that through a project, the students decide

what vocabulary to learn and how to learn it. By

implicitly, it means that they provide context for

words through working on project during which

learning and acquisition are jointly manipulated.

Context here can be found in project products

produced by different groups such as short

stories, games and pictures, in classroom

sharing/discussions and in project exhibition.

Interestingly, this process is provided and

managed by students themselves which makes it

even more meaningful.

RESEARCH METHODOLOGY

Sample of the Study

The data for this pre- and post –design

study were obtained from the English

Department students taking a Vocabulary course

during their first year in their second semester at

university. A number of 33 students participated

in the study. The students were firstly given a

Vocabulary Levels test in the first meeting (pre-

test) and retook the test (post-test) at the end of

semester after about six months.

Research Instruments

The samples in the study were asked to take

vocabulary size tests consisting of two

instruments: the Vocabulary Levels Test (Nation

1983, 1990) and a productive version of the

Levels Test (Laufer and Nation 1995, 1999),

which was used to measure the students’

receptive and productive vocabulary size.

Teaching Procedure

This vocabulary course was aimed to

introduce students with vocabulary learning

strategies and to improve their receptive and

productive vocabulary size. The project was so-

called a vocabulary learning management which

Page 36: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

34

allowed students to improve their vocabulary

through working with group to produce different

ways/products to compensate with vocabulary

learning. Students developed a story or games to

assign vocabulary in context. They also produced

some pictures, mapping, or other activities to

showcase the meaning of vocabulary and wrote

example sentences, parts of speech etc. These

creative works on vocabulary were firstly

presented in the classroom to receive input from

other groups.

The course was conducted for 16 weeks.

In week 1, they watched videos about the use of

PBL and provided their responses to the videos.

In weeks 2 and 3, discussion and sharing were

held among students regarding to issues on

vocabulary learning strategies. Written tasks

were also assigned for them to file it in portfolio.

In week 4, they formed a group of five (a few

six) for working collaboratively for a mid-term

project with English Vocabulary Levels List

(2,000 words from the first and second

thousand). Assigned with a list of 250 words per

group, each group chose and managed the

unfamiliar words from the list in a project. Some

students’ products produced in their project

included short stories, games, trees, origami,

quartet, pictures and others. Some created self-

made resources such as materials for games and

drawings for stories. Some even took their own

photographs or videotaped themselves to

showcase word meanings.

In weeks 5 up to 7, they worked on the

projects. Through the process, they divided roles,

searched for resources (some self-made),

discussed, managed the resources, produced

samples and shared it with other groups to

receive comments and inputs. In week 8, they

submitted the project report and made an

exhibition of their projects visited by not only

university students but also some from

elementary and secondary school students.

During weeks 9 up to 11, they re-learnt the

words from all group products hung in

classroom, wrote a mini summary and their

reflection of what they learnt each week in the

portfolio. In week 12, they planned for individual

project to be submitted in week 14. In week 15,

they took a vocabulary size test.

Data Analysis

Two types of data were obtained and these were

receptive vocabulary size and productive

vocabulary size. Then, the data were statistically

analyzed in two steps. The first step was to

compare the students’ score in pre-test and their

score in post-test using two-tailed t-tests (Hatch

and Lazaraton, 1992). The alpha level was set at

.05 for all t-tests. It was to determine whether the

students’ vocabulary size before and after the

implementation of PBL is significantly different

FINDINGS AND DISCUSSION

Findings

This section presents findings of the study in two

stages. The first stage (4.1) presents the students’

receptive vocabulary size and productive

vocabulary size. The second (4.2) presents

students’ classification in vocabulary size

category. The last (4.3) presents the comparison

between the students’ vocabulary score in pre-

test and theirs in post-test.

Students’ Vocabulary Size

The following is the students’ receptive

vocabulary size based on the result of vocabulary

size tests given in pre-test (prior to the

implementation of PBL- Project-Based Learning)

and post-test.

Table 1. Descriptive Analysis on the Students’

Receptive Vocabulary Size

Pre-Test Post-Test

Means 2027 2910

Min 625 1412

Max 4375 4676

Median 1898 2917

Range 3750 3264

Table 1 shows that in pre-test, the second

semester English major students have on average

2,027 words and in post-test 2910 or almost

3,000. The increase is found to be 883 words

after one semester-time or about six months.

This total is considered much higher than the

increase found in a previously relevant study

which was only about 411 (Nurnia, 2001).

Comparing the minimum and maximum scores,

it shows that the range is found to be smaller in

Page 37: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

35

post-test which suggests that the students who

are at first quite heterogeneous in their

vocabulary size tend to score with a smaller

range afterwards. Having the median score, it

shows that half of the students only score above

2,000 in pre-test but 3,000 in post-test.

Table 2. Descriptive Analysis on the Students’

Productive Vocabulary Size

Pre-Test Post-Test

Means 1164 1696

Min 301 440

Max 3796 4213

median 1065 1667

Range 3459 3773

Table 2 shows that in pre-test the students’

productive vocabulary size is on average 1,164

words and 1,696 words respectively in pre-test

and post-test. The increase is found to be 532

words. The minimum score shows 301 in pre-test

being 440 in post test which suggests that there

are still students with very limited number of

productive vocabulary although a few students

score above 3,000. Having the median score, it

reveals that the half of the students still score

below 1,000 in pre-test and score higher almost

2,000 in post-test.

Table 3. Comparing Students’ Vocabulary Size

Vocabulary

Size

Pre-

Test

Post-

Test t-test

Means Means

Receptive 2027 2910 3.61*

Productive 1164 1696 2.54*

*significant at .05

Table 3 shows that the students’ vocabulary size

either receptive or productive in post-test is

found to be different or higher than that in pre-

test. To examine whether the difference was

statistically significant, a two-tailed test was

used. The t-statistics showed that the mean total

score of students’ post test was significantly

higher than that of the pre-test (t = 3.61, p .05)

for receptive and (t = 2.54, p .05) for

productive. This means that there is a significant

increase in the students’ vocabulary size after the

students being exposed to Project-Based

Learning.

Students’ Categorization in Vocabulary Size

This section presents some classifications of

vocabulary size from below-1,000 category up to

4,000-above category. Such categories are made

in conjunction to vocabulary levels suggested by

Nation (1990) who suggest that students need to

know what vocabulary to learn, where to start

and what learning strategies are required.

Table 4. Students’ Category in Receptive

Vocabulary Size (before & after PBL)

Vocabulary

Size

Category

Receptive Vocabulary Size

Pre-Test Post Test

Sum % Sum % Below-1,000 1 3% - 0% 1,000-above 16 48% 6 18% 2,000-above 12 36% 12 36% 3,000-above 3 9% 11 33% 4,000-above 1 3% 4 12%

Table 3 shows that in pre-test, about half of the

students (51%) are classified in below 2,000

category. Meanwhile, in post test, only 18%

remains with this category whereas 82% is

classified as above 2,000. Even, almost half

(45%) has been classified in 3,000-above

category with only 11% beforehand. This

suggests that these students would have been

easier in decoding academic reading materials

without major obstacles.

Table 5. Students’ Category in Productive

Vocabulary Size (before & after PBL)

Vocabulary

Size

Productive Vocabulary Size

Pre-Test Post Test

Sum % Sum %

Below-1,000 13 39% 6 18%

1,000-above 16 48% 16 48%

2,000-above 3 9% 10 30%

3,000-above 1 3% - 0%

4,000-above - 0% 1 3%

Table 4 shows that before PBL, there were about

39% of the students in below-1,000 category and

only 18% afterwards. Meanwhile, almost half

Page 38: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

36

(48%) of them were in 1,000-above category and

a very limited number of students are in upper

category being only 12%. After PBL, however,

30% have been categorized in 2,000-above

category. Students with below-1,000 category

would hardly find it easy to express themselves

productively either in speaking or writing as they

only have very limited/little knowledge of

English.

DISCUSSION

In summary, the findings of the study

show that the students’ receptive and productive

vocabulary size of the second semester students

of the English Department is on average 2,910

word families for receptive vocabulary and 1,696

for productive vocabulary after the

implementation of Project-Based Learning. The

study also reveals that there is a significant

increase in the students’ vocabulary size being

on average 883 and 532 words for receptive and

productive respectively. While most students

(69%) are classified in 2,000-above and 3,000-

above categories for receptive vocabulary

knowledge, 78% of them are in 1,000-above and

2,000-above categories for the productive one.

The first finding of the study shows that

after the implementation of PBL the students’

receptive vocabulary size of the first year

students of the English Department is on average

2,910 word families. This is just similar to 7 year

old native speaker of English having Nation’s

(1990) summary of L1 vocabulary size

development. Meanwhile, native speakers with

corresponding age to the EFL students in the

present study have about 17.600 words which is

extremely much higher. However, the increase

about 883 within half a year found in the present

study is relatively astonishing providing the

vocabulary development with native speakers

suggested in Nation’s summary is rather linear,

about 1,000 words per year.

Such an increase also extends that found

in a previous study. While before PBL, they have

only about 2,027 which is much fewer than

possessed by the first year students found in

Nurnia’s (2001) study being 2,579 word

families, after PBL their vocabulary size have

been similar to that of the third year students

being 2,990 found in the said study. This shows

that after one semester (half a year) of learning

vocabulary through PBL, the students in the

present study increase the number of their

vocabulary size much higher than those in the

previous study. It is obvious that after one

semester these students add roughly 883 (44%)

word families. In contrast, the students in the

previous study only add about 411 (15.9%) even

after two years. The increase in the present study

is quite similar given the increase observed by

Laufer (1998), which was about 84% (1,600

word families) over one year. Such a difference

might be attributed to different language

classroom contexts such as classroom activities

and methods. In PBL the students learn assigned

words through contexts they themselves

provided through project activities which allow

them to decide what vocabulary to learn and how

to learn them through creative products they

produced. This suggests that the use of PBL to

the students in the present study has been much

more appropriate for the students in learning and

acquiring vocabulary.

As for the students’ productive

vocabulary, it is on average 1,696 words. This

number is similar to the productive vocabulary

size of the third year students (about

1,757words) investigated by Nurnia (2001). Still

in comparison to aforementioned study, the

increase found in this study after one semester is

532 words which is quite similar to increase

made by the third year students in the previous

study being 625 after two semesters. Again, the

present finding shows a much similar increase

with Laufer’s (1998) study. The results of her

study showed that her students added about 850

word families within one year to their productive

vocabulary. Even, the present study shows a

higher increase by being 532 within six months.

Another crucial finding is that the

students in the present study increase on average

about 44% and 46% to their receptive and

productive vocabulary receptively. This increase

is apparently much higher given the findings

from previous study being 23.7% and 55.2%

after two years. One possible explanation is that

the English majors in the present study are more

focused in their learning of words and during

project activities they make use of the words for

Page 39: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

37

productive purposes such as talk about or explain

the words during exhibition activities. This

relates to the nature of vocabulary knowledge as

observed by Faerch, Haastrup and Philipson

(1984), which is defined “as a continuum

between the ability to make sense of a word and

ability to activate the word automatically for

productive purpose.” The second possible

explanation is that it may be unrealistic to expect

L2 lexical development to take place simply

through incidental learning although this works

for L1 acquisition. This is due to the fact that the

quantity of exposure is radically different in both

cases. Laufer (1994) claims that, even at

advanced level, learners have difficulty learning

new vocabulary incidentally.

CONCLUSION AND SUGGESTION

This study apparently shows that after the

implementation of Project-Based learning the

students’ vocabulary size have been promoted to

higher extent particularly when it is compared to

previous studies. This should have been the

nature of PBL which allows students to

participate more in their learning process, to be

responsible for their own learning, to know and

to decide what and how they should learn.

Although some individual students still do not

improve to the most of their vocabulary size,

they mostly do and enjoy the teaching learning

process. In addition, the students should be

aware of different strategies or ways in learning

a lesson so as to be independent learners,

problem solvers and creative thinkers. Thus,

using Project-based learning as a teaching

approach is one of the many ways to consider in

teaching vocabulary.

REFERENCES

Atherton J.S. 2011. Learning and Teaching;

Constructivism in learning. Retrieved 4

October 2011 from

http://www.learningandteaching.info/lea

rning/constructivism.html

Boss, Suzie and Krauss Jane. 2007. Reinventing

Project-Based Learning; Your Field

Guide to Real-World Projects in the

Digital Age. International Society for

Technology in Education: Eugene,

Oregon, Washington DC.

Gaer, Susan. 1998. Less Teaching and More

Learning. Vol. 2, Issue D

Hatch, Evelyn and Brown, Cheryl. 1995. Vocabulary, Semantics and Language Education. Cambridge, New York: Cambridge University Press.

Hatch, Evelyn and Lazaraton, A. 1992. The Research Manual: Design and Statistics for Applied Linguistics. Boston, MA: Heinle & Heinle Publishers.

Kang, Hee-Won and Golden, Anne. 1994.

Vocabulary Learning and Instruction in a

Second or Foreign Language.

International Journal of Applied

Linguistics 4:1, 57-77.

Kavaliauskiene, Galina. 2003. Two Activities for

Fostering Autonomous Learning. The

Internet TESL Journal, Vo. IX, No. 7.

http://iteslj.org/Articles/Putintseva-

Learning Styles.html

Laufer, Batia. 1994. The Lexical Profile of Second Language Writing: Does It Change Over Time? RELC Journal 25:2,21-33.

Laufer, Batia. 1998. The Development of Passive and Active Vocabulary in a Second Language. Applied Linguistics 19:2, 255-271.

Nation, I.S.P. 1990. Teaching and Learning Vocabulary. New York: Newbury House Publishers.

Nurnia, 2001. Students’ Vocabulary Size and

Their Lexical Richness in Composition.

Unpublished Thesis. National University

of Singapore.

Putintseva, Tatyana. 2006. The Importance of

Learning Styles in ESL/EFL. The

Internet TESL Journal,Vol.XII, No. 3.

http://iteslj.org/Articles/Putintseva-

Learning Styles.html

Page 40: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

38

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA NILAI UN

MATA PELAJARAN EKONOMI SMA DI KABUPATEN BUTON

PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 20111

Oleh :

Abdullah Igo B.D2

Abstrak. Mutu UN ekonomi SMA di Kabupaten Buton masih rendah, salah satu indikatornya

adalah hasil Ujian Nasioal (UN) di Kabupaten Buton rata-rata klasifikasi C (sedang), ditinjau dari

perolehan nilai UN SMA Tahun Ajaran 2007/2008 – 2009/2010. Hasil penlitian menunjukan

bahwa nilai UN SMA tahun 2007/2008 sampai 2009/2010 untuk Kabupaten Buton, kemampuan

yang dimiliki peserta didik dari tahun ke tahun semakin menurun atau semakin banyak siswa yang

kemampuannya semakin rendah dalam menguasai kompetensi yang diujikan. Mata pelajaran

ekonomi yang paling rendah dikuasai siswa adalah Pengaruh ekspor impor terhadap

perekonomian dalam negeri dan permasalahan pokok ekonomi hanya 1,05% anak menjawab betul.

Faktor penyebabrendahnya kompetensi yang dimiliki peserta didik SMA di Kabupaten Buton

tahun ajaran 2007/2008 sampai tahun ajaran 2009/2010 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor

yang mempengaruhi adalah faktor guru. SK/KD yang diajarkan guru kurang dipahami anak,

Materi yang kurang dipahami tidak diajarkan/dilewatkan, cara mengajar monoton dan masih

konvensional, Kurang menggunakan media pembelajaran, dan Suka merubah nilai siwa . Faktor

siswa: Siswa, Motivasi belajar rendah, Tidak mau mengikuti les /remedial, Tidak mempunyai

buku, Malas belajar. Faktor Sarana: Buku literatur kurang, 1 buku untuk 3 siswa, Alat Peraga

kurang. Faktor budaya Masyaraka: Motivasi masyarakat rendah, Minat baca kurang, Malas,

Nyontek, lebih baik membantu orang tua daripada sekolah. Faktor Manajemen sekolah: Disiplin

sekolah lemah, kurangnya kegiatan meningkatkan mutu, Supervisi klinis tidak jalan, MGMP

kurang difungsikan dan Pembagian jurusan tidak sesuai bakat dan minat siswa. Serta Faktor

ekonomi: penghasilan orang tua rendah.

Model Peningkatan Mutu Pendidikan Valid dan Siap Diimplementasikan Secara Konkret di

Kabupaten Buton Melalui Kegiatan Pengabdian Kepada masyarakat dapat melalui: penerapan

Model Leson Study berbasis MGMP.

Kata Kunci: Pemetaan Kompetensi, Mutu Pendidikan,Nilai UN, Model pengembangan

mutu.

1 Ringkasan Hasil Penelitian tahun 2011 2 Dosen Pend. Ekonomi Koperasi FKIP Universitas Halu Oleo

LATAR BELAKANG MASALAH

Mutu pendidikan merupakan masalah

yang dijadikan agenda utama untuk diatasi dalam

kebijakan pembangunan pendidikan, karena

hanya dengan pendidikan yang bermutu akan

diperoleh lulusan bermutu yang mampu

membangun diri, keluarga, masyarakat, bangsa

dan negara. Standar Nasional Pendidikan yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 19

Tahun 2005, dan merupakan penjabaran lebih

lanjut dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, telah menggariskan ketentuan

minimum bagi satuan pendidikan formal agar

dapat memenuhi mutu pendidikan.

Masalah yang ada di Kabupaten Buton

yakni rendahnya kualitas pendidikan, dan belum

meratanya peningkatan mutu pendidikan.

Masalah program peningkatan mutu pendidikan

dan tenaga kependidikan yang masih dianggap

paling lemah atau kurang dari delapan program

kerja yang ada. Delapan program kerja itu adalah

pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), wajib

belajar (wajar) 12 tahun, pendidikan menegah,

pendidikan nonformal, peningkatan mutu

pendidikan dan tenaga kependidikan, pendidikan

pembinaan kepemudaan, pembinaan

keolahragaan, dan pembinaan manajemen unit

terpadu. olehnya program utama 2012 dan

Page 41: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

39

tahun tahun mendatang pihaknya akan

meningkatkan mutu pendidikan, sehingga bisa

berdaya saing bukan hanya di daerah sendiri,

tetapi juga dengan daerah-daerah lainnya.

Secara kualitas perkembangan nilai UN SMA

tahun 2007/2008 – 2009/2010 untuk Kabupaten

Buton tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa

kompetensi yang dimiliki peserta didik masih

rendah bahkan cenderung menurun pada tahun

ajaran 2009/2010. Klasifikasi rata-rata

perkembangan tiga tahun terakhir, nilai UN

ekonomi SMA masih rendah atau ≤ 6,0

Sebaran nilai UN mata pelajaran

ekonomi pada 3 tahun terakhir di Kabupaten

Buton ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Sebaran nilai terendah dan persentase

nilai < 6,00 pada mata pelajaran ekonomiyang

UN kan di kabupaten Buton 3 tahun terakhir.

Tahun

Ajaran

Nilai UN

terendah

% nilai

< 6,00

2007/2008 3, 00 15, 28

2008/2009 2,75 15, 62

2009/2010 4, 00 19, 62

Gambaran dalam tabel 1 di atas

memberikan gambaran bahwa masih terdapat

beberapa kompetensi yang dipersyaratkan dalam

UN yang belum dikuasai oleh siswa berdasarkan

nilai UN murni 3 tahun terakhir. Salah satu

realita hasil UN tahun 2007/2008 sampai

2009/2010 memberikan gambaran di Sulawesi

Tenggara wilayah Kabupaten Buton

menunjukkan klasifikasi C. Gambaran data di

atas, adalah sebagian kecil dari realitas UN yang

terjadi dari tahun ke tahun, dimana raihan nilai

tersebut pada dasarnya akan berhubungan

standar kompetensi lulusan (SKL) pada bidang

studi ekonomi yang diajarkan. Dari data tersebut,

dapat diasumsikan bahwa kompetensi dasar yang

dimiliki siswa yang mengikuti UN adaloah masih

memprihatinkan. Sehubungan dengan hal

tersebut, pada konteks ini, salah satu upaya

untuk memotret faktor-faktor penyebab

keberhasilan atau kegagalan pendidikan di

Kabupaten Buton dalam rangka memberikan

suatu alternatif model pemecahan masalah yang

bersifat fungsional, aplikatif yang relevan

dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di

jenjang Sekolah Menengah Atas, maka

penelitian ini yang diberi judul “faktor-faktor

yang mempengaruhi rendahnya nilai UN Mata

pelajaran Ekonomi SMA di Kabupaten Buton

Provinsi Sulawesi TenggaraTahun 2011

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

menghasilkan komponen-komponen:

1. Gambaran pemetaan kompetensi siswa SMA

yang belum memenuhi standar minimal di

Kabupaten Buton pada mata pelajaran

ekonomi yang di UN kan pada tahun

2007/2008 – 2009/2010

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya

penguasaan kompetensi siswa SMA pada

pokok bahasan tertentu di Kabupaten Buton

untuk mata pelajaran ekonomi yang di UN

kan pada tahun 2007/2008 – 2009/2010

3. Rumusan model pengembangan mutu

pendidikan dalam rangka meningkatkan

kompetensi siswa yang belum memenuhi

standar minimal pada mata pelajaran

ekonomi yang di UN kan sebagai alternatif

solusi dalam mengatasi rendahnya

kompetensi dasar siswa SMA di Kabupaten

Buton tahun 2007/2008 – 2009/2010

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk :

1. Menghasilkan suatu dokumen yang

menggambarkan pemetaan kompetensi siswa

SMA di Kabupaten Buton tahun 2007/2008

– 2009/2010 yang dapat digunakan oleh

pihak Pendidikan Nasional untuk upaya

perencanaan peningkatan mutu pendidikan di

wilayah tersebut.

2. Memberikan gambaran mengenai kondisi riil

penguasaan materi ekonomi dan daya serap

siswa yang telah mengikuti kegiatan ujian

nasional di wilayah kabupaten Buton dan

Kabupaten Buton.

3. Memberikan acuan untuk pengembangan

suatu peningakatan mutu pendidikan

berdasarkan temuan-temuan dari penelitian

ini bagi pihak yang peduli, khususnya bagi

FKIP Unhalu sebagai salah satu LTPK yang

ikut bertanggung jawab dengan mutu

pendidikan di wilayah Sulawesi Tenggara

4. Meningkatkan kesadaran dan rasa ikut

Page 42: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

40

bertanggungjawab kepada tenaga pendidik

dan dinas pendidikan, sehingga upaya

meningkatkan kompetensi siswa dapat

dioptimalkan oleh seluruh stake holder.

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Pendidikan

Kualitas dalam pendidikan merupakan

salah satu isu utama di antara masalah-masalah

pokok seperti yang ditegaskan oleh Tilaar (1991)

dalam Achmad Munib (2007) menyatakan bahwa

dunia pendidikan kita mengalami 5 krisis pokok

yaitu : (1) kualitas; (2) relevansi; (3) elitisme; (4)

manajemen; (5) pemerataan pendidikan. Dalam

mengukur rendahnya kualitas pendidikan di

Indonesia sebenarnya sulit.

Peran guru merupakan peran yang penting

yang dilakukan melalui pengelolaan kelas yang

efektif seperti yang dikemukakan Titus Sri

Maryoto (dalam http://staff.blog.unnes.ac.id),

dari hasil penelitiannya diperoleh guru

mempunyai peran yang sentral dalam

peningkatan kualitas layanan pendidikan melalui

pengelolaan kelas yang baik yaitu sebagai

pengajar, pendidik dan manajer. Menurut nurito

(dalam harian media online beritajakarta.com

pada tanggal 18 November 2008), mengatakan

bahwa rendahnya kualitas layanan pendidikan

yang diberikan oleh sekolah-sekolah menengah

di Indonesia ditengarai karena lemahnya

kompetensi aparatur penyelenggara pendidikan.

Lebih lanjut dikatakan, masih terdapat jumlah

guru bidang studi atau mata pelajaran yang tidak

sesuai dengan kebutuhan guru. Belum

optimalnya kualitas pelayanan pendidikan pada

SMP dan SMA juga terungkap dari data

permasalahan sekolah tahun 2007, yang antara

lain menunjukkan belum meratanya distribusi

guru di setiap sekolah serta belum meratanya

pembagian tugas jam mengajar di setiap sekolah.

Selain itu, juga masih banyak guru yang belum

mempunyai kualifikasi S1 sesuai tuntutan UU

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang menyatakan setiap

guru minimal berijazah S1. Disamping itu, juga

masih terdapat ketidaksesuaian antara latar

belakang pendidikan yang dipunyai guru dengan

bidang studi yang diajarkan.

Selanjutnya dalam sebuah artikel yang

dtulis oleh Stevanie Elisabeth (dalam harian sore

online Sinar Harapan, 2008), dikatakan bahwa

peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia

selain tergantung kepada kualitas guru juga harus

ditunjang dengan sarana dan prasarana

pendidikan yang memadai. Tetapi sayangnya,

hingga sekarang ini, sarana dan prasarana

pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah

di Indonesia masih kurang memadai seperti

fasiltas laboratorium dan sebagainya. Sarana dan

prasarana ini merupakan komponen yang sangat

vital dalam kegiatan proses belajar dan mengajar.

“Sebut saja peralatan laboratorium yang di

sebagian daerah masih sangat minim dimiliki

sekolah, apalagi kalau SMA itu milik swasta

sungguh sangat jarang yang memiliki sarana dan

prasarana seperti laboratorium yang memadai.

Peralatan laboratorium sudah menjadi suatu

keharusan bagi siswa SMA untuk memperdalam

ilmunya, menurut Ketua Umum Asosiasi

Pengusaha Sarana Pendidikan Indonesia (APSPI)

Iskandar Zulkarnain pada Deklarasi APSPI.

(www.sinarharapan.com) Pemberdayaan dan

peningkatan kualitas SDM pendidikan menurut

Kisdarto Atmosoeprapto (dalam Prof. Mantja,

2008) menyarankan untuk meningkatkan

efektifitas kepemimpinan dan perlunya efisiensi

manajemen.

Hakekat Mutu Pendidikan

Sebelum membahas tentang mutu

pendidikan terlebih dahulu akan dibahas tentang

mutu dan pendidikan. Banyak ahli yang

mengemukakan tentang mutu, seperti yang

dikemukakan oleh Edward Sallis (2006:33 )

mutu adalahSebuah filsosofis dan metodologis

yang membantu institusi untuk merencanakan

perubahan dan mengatur agenda dalam

menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang

berlebihan. Sudarwan Danim (2007:53 ) mutu

mengandung makna derajat keunggulan suatu

poduk atau hasil kerja, baik berupa barang dan

jasa. Sedangkan dalam dunia pendidikan barang

dan jasa itu bermakna dapat dilihat dan tidak

dapat dilihat, tetapi dan dapat dirasakan.

Selanjutnya Lalu Sumayang (2003:322)

menyatakan quality (mutu) adalah tingkat

dimana rancangan spesifikasi sebuah produk

barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan

Page 43: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

41

penggunannya, disamping itu quality adalah

tingkat di mana sebuah produk barang dan jasa

sesuai dengan rancangan spesifikasinya.

Dalam pandangan Zamroni ( 2007: 2 )

dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah

adalah suatu proses yang sistematis yang terus

menerus meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan

dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target

sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan

efisien. Peningkatan mutu berkaitan dengan

target yang harus dicapai, proses untuk mencapai

dan faktor-faktor yang terkait. Dalam

peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu

mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil

dan aspek proses mencapai hasil tersebut. Aspek

kedua menyangkut cara mencapainya dan

berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM

yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan

(internal & eksternal), (b) berorientasi pada

kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah,

(d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja

sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara

berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan,

(h) menerapkan kebebasan yang terkendali,

( Ety Rochaety,dkk,200 :97 )

Faktor-Faktor Dominan dalam Peningkatan

Mutu Pembelajaran di Sekolah

Untuk meningkatkan mutu sekolah

seperti yang disarankan oleh Sudarwan Danim

(2007: 56), yaitu dengan melibatkan lima faktor

yang dominan :

1. Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala

sekolah harus memiliki dan memahami visi

kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja

keras, mempunyai dorongan kerja yang

tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja,

memberikanlayananyang optimal, dan

disiplin kerja yang kuat.

2. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan

adalah “anak sebagai pusat “ sehingga

kompetensi dan kemampuan siswa dapat

digali sehingga sekolah dapat

menginventarisir kekuatan yang ada pada

siswa

3. Guru; pelibatan guru secara maksimal ,

dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi

kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP,

lokakarya serta pelatihan sehingga hasil dari

kegiatan tersebut diterapkan disekolah.

4. Kurikulum; adanya kurikulum yang dinamis ,

dapat memungkinkan dan memudahkan

standar mutu yang diharapkan

sehingga goals (tujuan ) dapat dicapai secara

maksimal;

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan

observasi ekslopratif dengan menggunakan

desain deskriptif analitis. Proses penelitian

menggunakan tahap (1) pra lapangan yang

bertujuan untuk mendapatkan peta kompetensi

siswa tiap pokok bahasan. (2) pekerjaan

lapangan untuk melakukan identifikasi factor

penyebab dari masalah rendahnya pencapaian

standar kompetensi siswa melalui kegiatan focus

grouf discussion (FGD), Indepth interview,

observasi kelas, wawancara dan observasi

kompetensi guru, analisis dokumen pendukung,

dan kegiatan lain yang mendukung tercapainya

tujuan penelitian, dan tahap (3) pasca lapangan

dengan kegiatan penentuan prioritas masalah dan

pembuatan peta kompetensi siswa tiap pokok

bahasan.

HASIL DAN PEMBEHASAN

Nilai UN SMA tahun 2007/2008 sampai

2009/2010 di Kabupaten Buton menunjukkan

bahwa kompetensi yang dimiliki peserta didik

dari tahun ke tahun semakin rendah dan masih

berklasifikasi C atau sedang.

Peta Kompetensi Mata Pelajaran

ekonomi Yang Paling Rendah Dikuasai Siswa Di

Kabupaten Buton Rendahnya kemampuan yang

diujikan pada UN SMA Kabupaten Buton dapat

dilihat pada SMA kelompok IPS mata pelajaran

ekonomi di Kabupaten Buton tahun 2007/2008

– 2009/2010.

Page 44: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

42

Tabel 2: Pemetaan nilai UN SMA Kabupaten Buton tahun 2009/2010 materi ekonomi ≤ 60,00

KEMAMPUAN YANG DIUJIKAN NILAI UN PER KD

≤ 60,00

Rayon Prov. Nas

Menyelesaikan kasus koperasi sekolah 58,01 49.18 60.07

Menyelesaikan prilaku kewira usahawan memperluas usaha usaha 55,92 67.71 70.99

Memposting kedalam buku besar & buku besar pembantu 53,14 48.29 62.17

Menentukan fungsi fungsi manajemen menurut beberapa ahli 51,92 52.06 69.62

Membedakan pasar input bedasarkan fungsinya 48,43 65.93 75.39

Menyelesaikan kasus-kasus moneter pasca krisis 1997 46,34 68.37 64.41

Menghitung tingkat inflasi 43,38 60.99 60.65

Mencatat transaksi perusahaan jasa dalam jurnal umum 43,20 56.67 85.34

Menjelaskan peran konsumen & produsen dalam kegiatan ekonomi 42,51 59.76 67.85

Menentukan GNP, GDP, PDB, PNB, NNI/PI 38,68 45.36 72.16

Mencatat transaksi kedalam jurnal khusus 32,93 52.28 57.66

Mengidentifikasi mekanisme penjualan/pembelian produk dari bursa

efek

31,53 31.65 42.66

Menentukan surplus/deficit/dampak APBN/APBD terhagap kegiatan

ekonomi

31,18 13.69 52.74

Membandingkan kelebihan dan kekurangan peresoan terbatas dengan

perusahaan perorangan

28,05 53.86 75.22

Menentukan harga dan out put keseimbangan berdasarkan data dalam

bentuk table/fungsi

21,60 24.64 55.03

Menjelaskan cara mengatasi permasalahan pokok ekonomi 2,26 5.40 71.33

Menjelaskan dampak/pengaruh ekspor/impor barang terhadap

perekonomian

1,05 3.13 59.04

Sumber : Program PPMP Kemdiknas tahun 2011

Page 45: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

43

Berdasarkan data daya serap mata pelajaran

Ekonomi Tahun ajaran 2010 dapat diketahui

bahwa dalam kemampuan yang diuji,

ditemukan pencapaian kemampuan siswa sangat

rendah atau hanya 42,50% soal ekonmi yang

memperoleh nilai >60 Sebagai contoh dapat

diuraikan disini sebagai berikut.

Butir soal No. 21 “Menjelaskan

dampak/pengaruh ekspor/impor barang

terhadap perekonomian” jawaban yang benar

Pada tingkat rayon ( Kabupaten Buton) adalah

1,05% hanya ada 1,05% siswa yang menjawab

benar, pada tingkat provinsi 3,13% siswa

menjawab benar, dan pada tingkat nasional

untuk nomor soal ini 59,04% siswa menjawab

benar. Butir soal no. 1 ” menjelaskan cara

mengatasi permasalahan pokok ekonom”, jawaban

yang benar Pada tingkat rayon ( Kabupaten

Buton) hanya 2,26% siswa menjawab benar,

pada tingkat provinsi 5,4% siswa menjawab

benar, dan pada tingkat nasional untuk nomor

soal ini 71,33% siswa menjawab benar.

Pada kasus ini, siswa tersesat dalam

memilih jawaban karena salah memahami

konsep yang ditanyakan. Kesalahan memahami

konsep antara lain dapat disebabkan karena

guru salah menjelaskan konsep tersebut, karena

guru kurang memahami kosep dengan baik,

sehingga salah menjelaskan konsep tersebut

kepada siswa. Berdasarkan informasi ini, guru

dan kepala sekolah perlu mengambil langkah-

langkah kebijakan lebih sistematis, untuk

memperbaiki proses pembelajaran di masa yang

akan datang, supaya siswa dapat memperoleh

pemahaman yang benar tentang yang

kompetensi yang diujikantersebut.

Informasi lain yang dapat dibaca dalam data

daya serap butir soal no. 4,6, 8,10,14,17,

20,21,23, 24, 25, 34, 35, dan 37 juga di bawah

60% siswa menjawab benar sesuai data tabel di

atas. . Hal tersebut bahwa baik pada tingkat

sekolah, rayon (Kabupaten Buton ) maupun

pada tingkat provinsi Sulawesi Tenggara , daya

serap siswa hanya berkisar pada 50-an %. Oleh

karena itu, baik pada tingkat rayon mapun pada

tingkat provinsi, pejabat yang berwenang perlu

mengambil langkah-langkah perbaikan.

Misalnya, dalam pelatihan guru mata pelajaran

perlu diberi penekanan pada materi yang

diujikan. Kompetensi yang diujikan kurang dari

60% yang belum dipahami anak yang perlu

mendapatkan perhatian semua pihak .

Dengan demikian, data hasil analisis

daya serap ini dapat dimanfaatkan sebagai

umpan balik bagi perbaikan proses pembelajaran

dan peningkatan mutu pendidikan secara

sistematis dan berkelanjutan pada semua

peringkat penyelenggaraan pendidikan.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya nilai UN SMA mata pelajaran

Ekonomi

Faktor penyebab rendahnya kompetensi

yang dimilki peserta didik SMA di Kabupaten

Buton tahun ajaran 2007/2008 sampai tahun

ajaran 2009/2010 .

Faktor Guru: 42,5 % SK/KD yang diajarkan

guru kurang dipahami anak, Kurang Memahami

materi yang berkaitan dg matematika ekonomi,

Kurang memahami materi akuntansi, Materi

yang kurang dipahami tidak

diajarkan/dilewatkan, cara mengajar monoton

dan masih konvensional, Kurang menggunakan

media pembelajaran, dan Suka merubah nilai

siwa .

Faktor siswa: Siswa, Motivasi belajar rendah,

Tidak mau mengikuti les /remedial, Tidak punya

buku, Malas belajar.

Faktor Sarana: Buku literatur kurang, 1 buku

untuk 3 siswa, Kurangnya sarana belajar di

rumah , Alat Praga kurang.

Faktor budaya Masyarakat: Motivasi

masyarakat rendah, Minat baca kurang, Malas,

Nyontek, lebih baik membantu orang tua

daripada sekolah.

Faktor Manajemen sekolah: Disiplin sekolah

lemah, kurangnya kegiatan meningkatkan

mutu, Supervisi klinis tidak jalan, MGMP

kurang difungsikan dan Pembagian jurusan

tidak sesuai bakat dan minat siswa.dan

Faktor ekonomi: penghasilan orang tua/keluarga

rendah.

Page 46: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

44

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa :

1. Hasil penlitian menunjukan bahwa nilai UN

SMA tahun 2007/2008 sampai 2009/2010

untuk Kabupaten Buton menunjukkan

bahwa kompetensi yang dimiliki peserta didik

masih berklasifikasi C atau sedang untuk

smata pelajaran ekonomi yang diujikan dalam

UN. Mutu UN setiap tahun semakin menurun

2. Faktor penyebab rendahnya kompetensi yang

dimilki peserta didik SMA di Kabupaten

Buton tahun ajaran 2007/2008 sampai tahun

ajaran 2009/2010 adala, serta faktor ekonomi

keluarga.

3. Model Peningkatan Mutu Pendidikan Valid

dan Siap Diimplementasikan Secara Konkret

di Kabupaten Buton Melalui Kegiatan

Pengabdian Kepada masyarakat Solusi yang

ditawarkan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Meningkatkan pengelolaan musyawarah

guru mata pelajaran (MGMP), melalui

pembinaan-pembinaan program kerja

yang mendukung pencapaian standar

kompetensi lulusan (SKL).

b. Meningkatkan monitoring pembelajaran

di kelas, dengan penyusunan dan

prosedur monitoring dan perangkat

monitoring yang diperlukan.

c. Meningkatkan kompetensi pedagogik

guru, melalui kegiatan worshop

pengembangan dan pengemasan

perangkat pembelajaran berbasis

karakter model PPG ( silabus, RPP,

bahan ajar, LKS, LP, media

pembelajaran dan instrumen penilaian),

agar sesuai standar kompetensi (SK) dan

kompetensi dasar (KD). Meningkatkan

kompetensi guru dalam menguasai materi

pembelajaran melalui pelatihan

pendalaman materi bidang studi yang

mendukung pencapaian standar

kompetensi lulusan (SKL).

Meningkatkan mutu pelaksanaan

pembelajaran melalui Pelatihan model-

model pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Edward Sallis. 2006. Total Quality Management

In Education (alih Bahasa Ahmad Ali

Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSD

Eti Rochaety,dkk.2005 . Sistem Informamsi

Manajemen Pendidikan. Jakarta : bumi

Aksara

Gage & Berliner, 1992, educational psychology

5 th ed, boston; houghtonmifflin

company Horlocki E.B, 1978, psykologi

Perkembangan; suatu pendekatan

sepanjangtentang kehidupan

jakata: erlangga

Indra Djati Sidi.2003. Menuju Masyarakat

Belajar. Jakarta : Logos.

Lalu Sumayang.2003. Manajemen produksi dan

Operasi. Jakarta : Salemba Empat

Republik

Omrod, Jeanne Ellis, 2006, Educational

psychology developing leaners 5 th ed.

Upper saddle River, new yersey.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Kloang klede Putra

Timur

Utami munandar, 1999 Kreatifitas dan

keberbakatan, Jakarta: Gramedia

pustaka utama

Sagala,Syaiful.2005.Administrasi Pendidikan

Kontemporer.Bandung:Alfabeta

______.2004. Manajemen Berbasis Sekolah

&Masyarakat. Bandaung : alfabeta

Sudarwan Danim.2007.Visi Baru Manajemen

Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara

Sukadji S, 2000 Psikologi pendidikan dan

psikologi sekolah, Jakarta; UI Press.

Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu Sekolah .

Jakarta : PSAP Muhamadiyah

Page 47: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

45

PENGUJIAN AKURASI ALAT PENGUKUR SUHU DAN KELEMBABAN MENGUNAKAN

SENSOR SHT11 DAN MIKROKONTROLER ATMEGA 81

Oleh :

Vivi Hastuti2

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkalibrasi pembuatan alat ukur suhu dan kelembaban,

untuk memperoleh alat ukur yang mempunyai presisi yang baik dan tingkat akurasi yang tinggi.

Sensor SHT11 terdiri dari polimer kapasitif yang men-sensing unsur untuk bandgap sensor suhu

dan sensor kelembatan relatif. Sensor SHT11 dikalibrasi disebuah ruang kelembaban presisi.

Koefisien-koefisien kalibrasi diprogram ke dalam memori OTP. Koefisien-koefisien ini digunakan

secara internal selama pengukuran untuk mengkalibrasi sinyal dari sensor. Mikrokontroller AVR

jenis ATMega8 akan berfungsi sebagai otak yang menjalankan instruksi-instruksi yang tersimpan

dalam flash memorinya dengan kapasitas 8 Kbyte. Pembuatan perangkat lunak untuk pembuatan

program yang akan dimasukkan kedalam mikrokontroler ATMega8. Program yang akan

dimasukkan ke mikrokontroler dikembangkan dengan program BASCOM AVR versi 1.11.7.9 full

version, sedangkan untuk proses download program kedalam mikrokontroler digunakan software

Pony prog 2000. Pemrograman sistem akan membahas program pengukuran sensor suhu dan

kelembaban. Pin DATA sensor SHT11 dihubungkan pada Pin-Cl pada mikrokontroler. Pembacaan

sensor yang telah selesai diolah oleh mikrokontroler akan ditampilkan ke LCD. Berdasarkan hasil

analisis menggunakan uji-t diperoleh tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengukuran suhu

menggunakan sensor SHT11 dan thermometer dan kelembaban mengunakan sensor SHT dan

hygrometer. Berdasar pada hasil analisis menggunakan taraf / interval kepercayaan 95% diperoleh

tingkat signifikansi 0,000 baik untuk suhu maupun kelembaban. Hasil ini menujukan bahwa hasil

pengukuran alat ukur sensor SHT11 dan suhu, sensor SHT11 dan hygrometer tidak ada bedanya

dengan interval kepercayaan 95%.

Kata Kunci : Sensor SHTII, Mikrokontroler ATMEGA 8, Suhu dan Kelembaban

1 Ringkasan hasil Penelitian 2 Dosen Pend. Fisika FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Perkembangan peralatan elektronika

pada saat ini sudah cukup pesat. Peralatan rumah

tangga, kantor dan alat ukur sudah menggunakan

perangkat elektornika. Dalam perkembangan

peralatan elektronika semakin mudah

pengoprasiannya dan semakin komplek

kegunaannya. Khusus untuk alat ukur selalu

memaksimalkan akurasi dan presisi alat ukur.

Baik alat ukur analog maupun digital selalu

memperhatikan akurasi dan presisi dari alat ukur.

Walaupun alat ukur digital sudah menunjukan

angaka tetap ada keterbatasannya. Penunjukan

digit angkan merupakan keterbatasan maksimal

yang mampu terbaca alat pada sekala ter besar

dan terkecilnya.

Berbagai peralatan ukur analog pada saat

ini telah diganti dengan peralatan digital.

Pergeseran peralatan dari analog kedigital

diantanya disebabkan oleh:

1. kemudahan pembacaan pengukuran

2. skala terkecilnya lebihkecil disbanding

analog

3. pengoperasiannya mudah

4. berbagai alat ukur dapat dikemas jadi satu

alat ukur sesuai dengan keperluan.

Banyaknya peralatan digital yang ada sekarang

ini perlu suatu bekal kemampuan untuk

memahami. Pemahaman dapat dari segi

hardware dan software. Pemahaman keduanya

hardware dan softwer akan dapat merancang alat

sesuai sang dikehendaki atau dapat mereparasi

alat.

Dalam kehidupan ini tidak lepas dari

pemanfaatan ilmu fisika. Kegiatan dalam

aktifitas kehidupan selalu berkaitan dengan

variabel fisis. Pengaruh langsung dari variabel

Page 48: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

46

fisis biasanya berusaha untuk dikendalikan.

Berbagai penelitian dilakukan untuk melakukan

pengendalian variabel fisis agar sesuai dengan

kondisi yang diharapakan. Pengendalian variabel

fisis bisa dalam skala lab atau sudah aplikasi

dilapangan. Secara kecil-kecilan pengujian ada

di lab kemudian diaplikasikan. Namun, untuk

mengetahuhi ketepatan suatu perlakuan variabel

fisis perlu diuji dilapangan (sesuai kebutuhan)

karena bisa jadi variabel lain berpengaru lebih

besar dibanding yang dikendalikan.

Pengendalian variabel fisis ini tidak

lepas dari peralatan. Baik peralatan analob

maupun digital dapat digunakan. Perkembangan

saat ini lebih banyak ke peralatan digital.

Pengendalian variabel fisis ini yang dikendalikan

adalah besarnya. Untuk mengetahui besarnya

perlu pengukuran dengan alat ukur yang

mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi.

Kualitas alat ukur dapat diketahui dengan

melakukan kalibrasi dengan mengunakan alat

ukur standar. Pengendalian variable fisis bisa

dialakuakan lebih dari satu variabel.

Penggunaan mikrokontroler dapat memerintah

alat ukur secara otomatis melakukan

pengendalian sesuai dengan kondisi yang

diharakan. Ketika detektor variabel fisis yang

satu menunjukan ambang batas bawah atau

tinggi dengan peranan mikrokontroler untuk

memerintah peralatanan bekerja mengembalikan

kondisi sesuai yang diharapkan.

Variabel fisis yang dapat dikendalikan

salah satunya suhu dan kelembaban. Perlu

pungukuran suhu dan kelembaban untung

mengetahui apakah besarnya sesuai yang

diinginkan atau tidak. Pengukuran suhu dan

kelembaban dapat dilakukan dengan alat yang

terpisah atau jadi satu. Penggunaan sensor

SHT11 salah satu sensor yang tergabung

memjadi satu. Sensor SHT11 saja tidak cukup

untuk menampilkan besar dari suhu dan

kelembaban. Perlu komponen elektonika yang

lain agar sinyal dari sensor dapat ditampilkan.

yaitu penambahan rangkaian mikrokontroler dan

LCD.

Pembuatan alat ukur suhu dan

kelembaban dapat dibuat sendiri tanpa harus

dibuat oleh pabrik. Pembuatan alat ukur suhu

dan kelembaban perlu dikalibrasi dan diuji

akurasi dan presisinya. Pada penelitian ini akan

melakukan pengujian akurasi dari alat ukur suhu

dan kelembaban yang menggunakan sensar

SHT11 dan mikrokonroler ATMEGA 8.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakan masalah

diangkat suatu permasalah penelitian yaitu:

apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara

alat ukur suhu dan kelembapan dengan alat ukur

sekunder suhu dan kelembaban.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk

mengkalibrasi pembuatan alat ukur suhu dan

kelembaban, untuk memperoleh alat ukur yang

mempunyai presisi yang baik dan tingkat akurasi

yang tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Sensor Suhu Dan Kelembaban SHTll

SHT11 adalah suatu modul chip multi

sensor suhu dan kelembaban relatif yang

menghasilkan keluaran digital yang terkalibrasi.

Sensor ini handal dan stabil, berupa polimer

kapasitif yang men-sensing unsur untuk bandgap

sensor suhu dan kelembaban relatif. Kedua

sifatnya digabungkan tanpa lapisan dari 14bit

analog pada konverter digital dan suatu

rangkaian antarmuka serial pada chip yang sama.

Sensor ini menggunakan antarmuka serial 2-wire

dan regulasi tegangan internal, sehingga

memudahkan dan mempercepat integrasi sistem.

Sensor ini berukuran yang kecil dan konsumsi

dayanya rendah, sehingga banyak dimanfaatkan

dalam berbagai aplikasi.. Berikut merupakan

gambar blok diagram dari SHT11.

Page 49: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

47

Gambar 1. Blok Diagram Sensor SHT11

Spesifikasi Antarmuka

Gambar 2. Rangkaian aplikasi sensor

dengan mikrokontroler

a. Pin Daya

SHT11 membutuhkan tegangan antara

2,4 hingga 5,5 V. Setelah hidup alat ini

membutuhkan waktu ll ms untuk mencapai

kondisi "tidur". Tidak ada perintah yang harus

dikirim sebelum waktu itu. Pin power suply

(VDD, GND) dapat dipasang dengan suatu

kapasitor l00 nF.

b. Antarmuka Serial 2-wire (Dwiarah)

Antarmuka serial dari SHT11

dioptimalkan untuk keluaran sensor dan

konsumsi daya, SHTl1 tidak kompatibel dengan

antarmuka 12C.

1) Serial Clock Input (SCK)

SCK digunakan untuk mensinkronkan

komunikasi antara mikrokontroller dan

SHT11. Karena alat penghubung ini terdiri

dari logika static sepenuhnya, maka tidak ada

frekuensi SCK yang minimum.

2) Data Serial (DATA)

Pin DATA tristate digunakan untuk transfer

data masuk dan keluar dari alat. DATA

berubah setelah penurunan dan berlaku pada

kenaikan dari serial clock SCK. Selama

transmisi, garis DATA harus tetap stabil saat

SCK pada kondisi high. Untuk menghindari

kekacauan sinyal, mikrokontroller hanya

perlu pengarah DATA low. Sebuah resistor

pull-up eksternal (contoh 10 kohm)

diwajibkan untuk menarik sinyal high. (Lihat

Gambar 2.12) Resistor pull-up biasanya

sudah termasuk dalam rangkaian I/O dari

mikrokontrollers.

3) Pengiriman Perintah

Untuk memulai suatu transmisi, sekuensial

"Transmission Start" harus dikeluarkan, yang

terdiri dari suatu penurunan garis DATA saat

SCK dalam keadaan high (berlogika 1),

kemudian diikuti oleh suatu pulsa rendah

(berlogika 0) di SCK dan mengangkat

DATA kembali saat SCK masih dalam

keadaan high (berlogika 1).

Perintah berikutnya terdiri dari 3 bit alamat

(bit "000") dan 5 bit perintah. SHT11

menunjukkan penerimaan yang tepat dari

setiap perintah dengan menarik pin DATA

low (ACK bit) setelah penurunan dari clock

SCK ke-8. Garis DATA dilepaskan (dan

menjadi high) setelah penurunan dari clock

SCK ke-9.

Tabel 1. Daftar perintah SHT ll

Command Code

Reserved 0000x

Measure Temperature 00011

Measure Humidity 00101

Read Status Register 00111

Write Status Register 00110

Reserved 0101x-1110x

Soft reset, resets the

interface, clears the status

register to default values,

wait minimum 11 ms

before next command

11110

4) Urutan Pengukuran Suhu dan Kelembaban

(T dan RH)

Setelah mengeluarkan perintah pengukuran

('00000101' untuk RH dan '00000011' untuk

Suhu) mikrokontroler harus menunggu untuk

penyelesaian pengukuran. Hal ini

membutuhkan rata-rata 11/55/210 ms untuk

Page 50: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

48

pengukuran 8/12/14 bit. Ketepatan waktu

bervariasi hingga :1:15% dari kecepatan

osilator internal. Untuk penyelesaian sinyal

dari sebuah pengukuran, SHTll menurunkan

garis data dan masuk pada mode idle.

Mikrokontroler harus menunggu hingga

sinyal "data ready" sebelum SCK memulai

kembali untuk mengeluarkan data.

Pengukuran data disimpan hingga

dikeluarkan kembal. Selanjutnya,

mikrokontroler dapat melanjutkan tugas-

tugas berikutnya.

Dua byte dari pengukuran dan satu byte dari

CRC checksum yang kemudian akan

dikirimkan. Mikrokontroler harus menjawab

tiap byte dengan menarik garis DATA

menjadi low. Semua nilai-nilai pertama

adalah MSB (Contohnya SCK kelima adalah

MSB untuk nilai 12bit dan untuk hasil 8bit,

byte pertama tidak dipergunakan).

Komunikasi berakhir setelah menjawab bit

dari CRC data. Jika CRC - 8 checksum tidak

digunakan, maka pengontrol akan

mengakhiri komunikasi setelah pengukuran

data LSB dengan menyimpan ACK high.

Alat secara otomatis kembali pada mode

"sleep" setelah pengukuran dan komunikasi

telah berakhir. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 3. Contoh urutan pengukuran untuk

nilai "0000'1001 '0011 '000'

=2353=75.79%RH

Liquid Crystaldisplay (LCD) SEIKO M1632

Seiko M1632 merupakan LCD dot

matrix yang dapat menampilkan 16 karakter pada

baris atas dan 16 karakter pada baris

dibawahnya. Secara umum model LCD dot

matrix yang dapat menampilkan 2 x 16 karakter

dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. LCD Seiko M1632

Standar pin LCD dot matrix Seiko M1632

beserta fungsinya dijelaskan pada Tabel 2.7. Pin

15 hanya dimiliki tipe khusus yang digunakan

untuk mengatur sorot cahaya dari dalam LCD

(background light).

Tabel 2. Fungsi pin-pin LCD

PIN Nama Fungsi

1 Vss Ground

2 Vcc +5V

3 VEE Contrast

4 RS Register Select 0 =

instruction Register (mode

instruksi);

1 = Data Register (mode

Data)

5 R/W Read/Write 0 = mode tulis

(Write); 1 = mode baca

(Read)

6 E Enable 0 = mulai

mengunci data ke LCD; 1

= disable

7-14 DB7-

DB0

Jalur data MSB-LSB

15 BPL Black Plane Light

16 GND Ground voltage

Arsitektur ATMega8

Mikrokontroler ini adalah generasi AVR

(Alf and Vegard’s Risc Processor) dari keluarga

ATMega yang memiliki fasilitas lengkap dengan

arsitektur RICS (Reduced Instruction Set

Computing) 8 bit yang berdaya rendah (low-

power), dimana semua instruksi dikemas dalam

kode 16-bit (16-bit word) dan sebagian

dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock.

Page 51: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

49

Gambar 5. pin ATMega8

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan

secara fungsional konfigurasi pin ATMega8

sebagai berikut :

1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai

pin masukan catu daya

2. GND merupakan pin ground

3. port B (PB0…PB7)/xtal1/xtal2/tosc1/tosc2

merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi

khusus, yautu timer/counter, konparator

analog. Tergantung pada penggabungan

seting pilihan clock, PB6 dapat digunakan

sebagai input ke penguat osilasi inversi dan

input ke internal clock, PB7 dapat digunakan

sebagai output penguat osilasi inversi.

4. port C (PC0…PC5) merupakan pin I/O dua

arah dan pin masukan ADC

5. port D (PD0…PD7) merupakan pin I/O dua

arah dan pin fungsi khusus, yaitu komparator

analog, interupsi eksternal, dan komunikasi

serial

6. reset merupakan pin yang digunakan untuk

me reset mikrokontroler

7. PortC6/Reset, jika RSTDISBL diprogram,

PC6 digunakan sebagai pin I/O.

8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan

clok eksternal

9. AVCC merupakan pin masukan tegangan

untuk ADC, portC (3..0), dan ADC (7..6).

Note; prtC (5..4) menggunakan suplai

tegangan digital VCC.

10. AREF merupakan pin masukan tegangan

referensi ADC

METODE PENELITIAN

Perancangan Perangkat Keras (Hardware)

Gambar 6. Blok diagram rancangan system

control suhu dan kelembaban

a. Developmen Stystem AVR ATMEGA8

Mikrokontroller AVR jenis ATMega8

akan berfungsi sebagai otak yang menjalankan

instruksi-instruksi yang tersimpan dalam flash

memorinya dengan kapasitas 8 Kbyte.

Kornponen pendukung agar mikrokontroller

bekerja dengan baik maka digunakan juga kristal

dengan kapasitor keramik yang berfungsi sebagai

pembangkit frekuensi (clock generator) dengan

frekuensi 11.0592 MHz dan kaprsitor 22 pF.

Pada pin 20 dan 21 yaitu AVCC dan AREF tidak

dihubungkan ( Not Connected) karena sensor

yang digunakan mempunyai keluaran digital,

sehingga ADC internal yang ada pada

mikrokontroller tidak dipergunakan.

b. Modul Sensor Suhu Dan Kelembaban SHT11 Sensor SHT11 terdiri dari polimer

kapasitif yang men-sensing unsur untuk bandgap

sensor suhu dan sensor kelembatan relatif.

Sensor SHT11 dikalibrasi disebuah ruang

kelembaban presisi. Koefisien-koefisien kalibrasi

diprogram ke dalam memori OTP. Koefisien-

koefisien ini digunakan secara internal selama

pengukuran untuk mengkalibrasi sinyal dari

sensor. Modul sensor suhu dan kelembaban

SHT11 dari Parallax, terdiri dari resistor pull-up

dan resistor pull-down sebagai proteksi. Hal

tersebut dikarenakan sensor SHT11 dapat

berpotensi menjadi output pada saat yang

bersamaan dan pada saat yang berlawanan.

Resistor pull-up dibutuhkan pada garis sinyal

data, yang mana kolektor terbuka dan dapat

dinyatakan oleh salah satu yaitu dari

Modul sensor suhu dan kelembaban SHT11

Mikrokontroler AVR ATMega 8

Display LCD Seiko M1632

Catu Daya 5V

Page 52: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

50

mikrokontroler atau sensor SHT11. Untuk

mikrokontroler AVR ATMega8 dapat

menggunakan resistor pull-up internal dengan

cara men-seing port-C menjadi high. Resistor

pull-down direkomendasikan pada garis sinyal

Clock.

Pin DATA sensor SHT11 dihubungkan pada Pin-

Cl pada mikrokontroler sedangkan pin Clock

dihubungkan pada Pin-C0. Sensor SHT11

membutuhkan catu daya 5 Volt.

Gambar 7. Rangkaian modul SHT11

c. Modul LCD M1632

Pembacaan sensor yang telah selesai

diolah oleh mikrokontroler akan ditampilkan ke

LCD. Data dikirim melalui port D ke pin-pin

data LCD, namun sebelumnya LCD harus

diinisialisasi dengan instruksi tertentu terutama

instruksi untuk menentukan lokasi penampil

karakter. Pada perancangannya LCD yang

dipakai menggunakan metode antarmuka 4 bit.

Berikut merupakan koneksi pin LCD dengan

mikrokontroler. Pada mode 4 bit, kondisi RS

berlogika 0 menunjukkan proses penulisan data

akan dikirim. Nible tinggi (bit 7 sampai bit 4)

terlebih dahulu dikirimkan diawali pulsa logika 1

pada pin E. selanjutnya nible rendah (bit 3

sampai bit 0) dikirimkan diawali pulsa logika 1

pada pin E.

Perancangan Perangkat Lunak (Software)

Pembuatan perangkat lunak berupa

program yang akan dimasukkan kedalam

mikrokontroler ATMega8. Program ini

dikembangkan dengan program BASCOM AVR

versi 1.11.7.9 full version, sedangkan untuk

proses download program kedalam

mikrokontroler digunakan software Pony prog

2000. Pemrograman sistem akan membahas

program pengukuran sensor suhu dan

kelembaban. Komunikasi dua arah antara sensor

dan mikrokontroler harus terlebih dahulu direset,

dengan memberikan sinyal high pada pin DATA

dan memberikan clock pada pin SCK sebanyak 9

kali atau lebih. Reset sensor cukup dilakukan

satu kali pada saat memulai program.

a. Program Pengukuran Sensor Suhu dan

Kelembaban

Sebelum melakukan pengukuran suhu dan

kelembaban maka terlebih dahulu harus

ditentukan resolusi bit pengukuran sensor. Pada

program ini resolusi bit dipilih 14 bit untuk suhu

dan 12 bit untuk kelembaban, yang merupakan

default dari resolusi pengukuran sensor SHT11.

Perintah “mulai” dikirim untuk memulai

program pengukuran suhu. Untuk pengukuran

suhu maka akan dikirim perintah ‘00000011’,

pada pin DATA sensor. Pengukuran suhu dengan

resolusi 14bit membutuhkan waktu 210 ms

hingga pengukuran selesai. Untuk penyelesaian

sinyal dari sebuah pengukuran, SHT11

menurunkan garis DATA dan masuk pada mode

idle. Mikrokontroler harus menunggu sinyal

“data ready” sebelum SCK memulai kembali

untuk mengeluarkan data, selanjutnya data

diterima dari sensor. Dua byte dari pengukuran,

yaitu nilai MSB dan LSB dan satu byte dari CRC

checksum yang kemudian akan dikirim.

Mikrokontroler harus menjawab tiap byte dengan

menarik garis DATA menjadi low, setelah itu

dua byte hasil pengukuran data diolah pada

rumus perhitungan suhu.

Suhu (T0C) = d1 + d2*SOT

Selanjutnya pengukuran kelembaban

dimulai dengan mengirimkan perintah “mulai”

yang disusul dengan perintah untuk mengukur

kelembaban yaitu ‘00000101’. Pengukuran

kelembaban dengan resolusi 12bit membutuhkan

waktu 55 ms hingga pengukuran selesai.

Selanjutnya penerimaan data pada pengukuran

kelembaban sama dengan penerimaan data untuk

pengukuran suhu, hanya saja data hasil

pengukurannya berbeda. Hasil pengukuran data

kemudian diolah pada rumus perhitungan

kelembaban.

RHlinier = c1 + c2*SORH + c3*SORH2

RHtrue = (T0C-25)*(t1 + t2*SORH) + RHlinier

Hasil pengolahan rumus ditampilkan

pada LCD. Sebelum menuju pada program

Page 53: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

51

selanjutnya, diberi delay sekitar 500 ms. Berikut

diagram alir pengukuran suhu dan kelembaban.

b. Diagram alir pengukuran suhu dan kelembaban

Gambar 8. Diagram alir awal program

pengukuran suhu dan kelembaban Mulai

Konfigurasi

Register & Clock

Konfigurasi Lcd &

pin Lcd

Konfigurasi Tipe

data variabel

Konfigurasi data

konstan

Inisialisasi Port

Deklarasi

prosedur

Reset sensor

Subrutin akses

sensor suhu

Kalkulasi hasil

pembacaan data

Konversi karakter

numerik ke string

Subrutin akses

sensor

Kelembaban

Kalkulasi hasil

pembacaan data

Konversi karakter

numerik ke string

Tampilkan di baris

atas

Tampilkan di baris

atas

Gambar 9. Diagram alir utama program

pengukuran suhu dan kelembaban

Data di

terima semua oleh

sensor ?

Mulai

Konfigurasi Tipe

data variabel

Kirim sinyal start

Kirim data akses

sensor

konfigurasi pin

input

Tunda 10

mikrosekon

Kirim sinyal klok

Penunda

Tidak

Ambil data dari

sensor & salin ke

databyte

Ya

Salin databyte ke

datavalue

konfigurasi pin

output

Kirim sinyal

acknowledge

Ambil data dari

sensor & salin ke

databyte

Geser ke kiri 8X

nilai datavalue

Datavalue =

Datavalue

Or databyte

Dataword =

Datavalue

konfigurasi pin

input

konfigurasi pin

output

Kirim sinyal

acknowledge

konfigurasi pin

input

Ambil data dari

sensor & salin ke

databyte

konfigurasi pin

output

Kirim sinyal

acknowledge

Selesai

Gambar 10. Diagram alir sub rutin pengukuran

suhu dan kelembaban

c. Implementasi Rangkaian Berikut ini implementasi rangkaian

mikrokontroler mrngunakan ATMEGA 8:

Gambar 11. Rangkaian Mikrokontroler

Penulisan Program

Program yang dimasukkan ke

mikrokontroler ditulis dalam bahasa basic

dengan menggunakan editor BASCOM AVR

versi 1.11.7.9 full version. BASCOM AVR

adalah program BASIC compiler berbasis

window untuk mikrokontroler keluarga AVR.

BASCOM AVR merupakan pemrograman

dengan bahasa tingkat tinggi BASIC yang

dikembangkan dan dikeluarkan oleh MCS

Electronic. Penggunaan bahasa tingkat tinggi

BASIC memberikan bagi programmer untuk

melakukan pemrograman juga dilengkapi dengan

Start

C1 = -4 C2 = 0.0405

C3 = -0.0000028 T1 = .01

T2 = .00008 Ddrb =225 Portb = 0

Ddra = $B11111111 Cursor LCD Off

Clear Screen LCD

Tampilan Pada LCD

Reset komunikasi 2 arah

Page 54: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

52

simulator yang memudahkan pengguna

mensimulasikan hasil pemrograman.

Gambar 12. Tampilan program BASCOM AVR

Sebelum penulisan program dimulai.

Gambar 13. Konfigurasi chip pada BASCOM

AVR options

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Pengujian Pengukuran Suhu dan

Kelembaban

Tabel 3. Look up table dari pembacaan oleh

ADC mikrokontrler dan pengukuran temperature

menggunakan thermometer.

Pembacaan ADC

Mikrokontroler

Pembacaan

Termometer 49.72 45

47.56 43

45.72 42

44.05 40

42.72 39

41.61 38

40.60 37

39.77 37

39.05 36

38.35 36

37.79 36

37.32 35

36.84 35

36.42 34

36.03 34

Tabel 4. Look Tabel IV.1 Look up table dari

pembacaan oleh ADC mikrokontrler dan

pengukuran temperature menggunakan

thermometer (lanjutan)

Pembacaan ADC

Mikrokontroler

Pembacaan

Termometer 33.91 33

33.70 32

33.54 32

33.34 32

33.17 32

33.04 32

32.86 32

32.70 32

32.60 31

Look up table dari pembacaan (lanjutan).

Pembacaan ADC

mikrokontroler

Pembacaan

Termometer (1) (2)

49.15 48

46.52 42

45.00 40

43.64 39

42.55 38

41.79 37

40.84 36

39.92 36

39.40 36

38.85 35

38.35 35

37.85 34

37.42 34

36.90 34

36.65 34

36.33 34

36.02 33

35.76 33

35.50 33

35.26 33

35.00 33

34.82 33

34.63 32

34.46 32

34.27 32

34.13 32

33.97 32

33.83 32

33.70 32

Tabel 5. Look up table dari pembacaan oleh

ADC mikrokontrler dan pengukuran kelembaban

mennggunakan hygrometer

Page 55: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

53

Pembacaan ADC

Mikrokontroler

Pembacaan

Hygrometer

29.93 43

32.02 43

34.30 44

36.28 44

37.96 45

39.70 46

41.16 46

42.68 47

43.78 47

44.88 49

45.88 50

46.68 50

47.54 51

48.36 52

49.05 52

49.65 53

50.21 54

50.54 54

51.10 54

51.56 55

51.96 56

52.36 56

Tabel 6. Look up table dari pembacaan oleh

ADC mikrokontrler dan pengukuran kelembaban

mennggunakan hygrometer (lanjutan).

Pembacaan ADC

Mikrokontroler

Pembacaan

Hygrometer

52.78 56

53.08 57

53.45 57

53.75 58

54.05 58

54.35 58

54.59 59

54.82 59

55.00 59

Tabel 7. Look up table dari pembacaan oleh

ADC mikrokontrler dan pengukuran kelembaban

mennggunakan hygrometer (lanjutan).

Pembacaan ADC

mikrokontroler

Pembacaan

Hygrometer

29.75 47

32.96 48

34.61 48

36.35 48.5

37.90 49

39.01 49.5

40.31 50.5

41.36 51

Pembacaan ADC

mikrokontroler

Pembacaan

Hygrometer

42.37 51.5

43.25 52

44.09 53

44.87 53.5

45.54 54

46.15 54.5

46.88 55

47.42 55.5

47.88 56

48.33 56

48.76 56.5

49.13 56.5

Pengolahan Data

Pengolahan data dari hasil pengujian alat

ukur dengan menggunakan uji t. Hasil pengujian

sebagaimana pada lampiran 1.

Selain itu untuk pengujian presisi dan tingkat

akurasi alat ukur suhu dan kelembaban yaitu

dengan menggunakan kaleidaGraf.

Grafik hubungan antara suhu, dan kelembaban

pada akibat penyetelan sistem kontrol dan suhu

serta kelembaban akibat pembacaan pada

thermometer serta higrometer.

Grafik 1. hubungan antara temperatur dan

waktu

Page 56: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

54

Grafik 2. hubungan antara kelembaban dan

waktu

PEMBAHASAN

Data yang diperoleh untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan yang signifikan dari kedua

alat ukur sensor SHT11 dan termoeter untuk

suhu, dan sensor SHT11 dan hygrometer

dilakukan uji t. hasli uji t ditunjukan pada

lampiran 1.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan

uji-t diperoleh tidak ada perbedaan yang

signifikan dalam pengukuran suhu

menggunakan sensor SHT11 dan thermometer

dan kelembaban mengunakan sensor SHT dan

hygrometer. Berdasar pada hasil analisis

menggunakan taraf / interval kepercayaan 95%

diperoleh tingkat signifikansi 0,000 baik untuk

suhu maupun kelembaban. Hasil ini menujukan

bahwa hasil pengukuran alat ukur sensor SHT11

dan suhu, sensor SHT11 dan hygrometer tidak

ada bedanya dengan interval kepercayaan 95%.

Grafik 1V.1 menunjukan hubungan antara

temperatur dan waktu dengan alat ukur sensor

SHT11 dan termometer. Grafik ini menunjuk

respon sensor dan termometer terhadap sinyal.

Respon sensor SHT11 lebih baik dibandingkan

dengan termometer . Hal ini dapat ditunjukan

dengan kehalusan grafik/ titik-titik cenderung

mengumpul menbentuk garis. Semakin titik-titik

mengumpul menbentuk garis menunjukan bahwa

simpangan titik-titik data dari nilai sesungguhnya

adalah kecil. Grafik yang sudah titik-titiknya

mengumpul membentuk garis dapat dikatakan

hasil ukurnya akurat atau mendekati nilai

sebenarnya.

Pada grafik IV.1 time respon sensor SHT

dan termometer sama pada suhi yang tinggi yaitu

sekitar 50 0C. Hal ini menunjukan kedua alat

ukur akan sama-sama segera merespon sinyal

yang ada. Pada suhu rendah sensor SHT 11 lebih

cepat merespon yang ditukjukan dengan data

yang segera berubah ketika ada perubahan suhu.

Grafik hubungan antara kelembaban dan

waktu ditunjukan pada grafik IV.2. Perbandingan

time respon antara sensor SHT11 dan

hygrometer lebih baik sensor SHT11. Hal ini

ditunjukan data yangdiperoleh segera berubah

jika ada perubahan kelembaban. Grafik yang

ditunjukan oleh sensor SHT11 lebih cenderung

membentuk garis yang lebih mengumpul

membentuk garis. Bentuk grafik yang cenderung

lebih membentuk garis juga menunjukan hasil

ukurnya lebih akurat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dengan

menggunakan uji t tidak ada perbedaan yang

signifikan antara sensor SHT11 dan

thermometer, serta hasil ukur antara sensor

SHT11 dengan hygrometer.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2008), Temperature and Hummidity

Sensor SHT1x,

http://www.sensirion.com, Akses

tanggal 30 April 2008

Anonim, (2008), Atmel 8bit AVR

Mocrocontroler with 8K Bytes in

System Programmable Flash

ATMega8, http://www.mcs-

electronic.com, Akses tanggal 30 April

2008

Rahmana D R, (2007), Prototipe Sistem Kendali

Suhu dan Kelembaban pada Growth

Chamber, Skripsi Jurusan Fisika UGM

Wardhana L, (2006), Belajar Sendiri

Mikrokontroler AVR Seri

ATMega8535, Penerbit Andi,

Yogyakarta

Page 57: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

55

ANALISIS NILAI UJIAN NASIONAL MATAPELAJARAN KIMIA DAN

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA NILAI UN KIMIA DI

KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 20101

Penelitian Pemetaan dan pengembangan Mutu Pendidikan Sultra (PPMP) tahun 2011.

Oleh:

La Rudi2

Abstrak. Perolehan Nilai Ujian nasional matapelajaran Kimia SMAN di Kabupaten

Konawe Selatan untuk tahun 2008 s.d 2010 cenderung menurun baik rentang perolehan

nilai maupun nilai rata-rata, dimana tahun 2008 yang memperoleh rentang nilai 9.00 -10

sebanyak 14,3%, tahun 2009 sebanyak 57,16% dan pada tahun 2010 tidak ada yang

mendapat nilai > 9. Sama halnya dengan rentang nilai 8.00 - 8,99 persentase jumlah

siswa juga menurun. Persentase yang meningkat adalah yang mendapaatkan nilai < 6.

Pada tahun ajaran 2009, tidak ada ssiswa yang mendapat nilai < 6, namun pada tahun

2010, jumlah siswa yang mendapat nilai < 6 sebanyak 14,1%. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi menurunya nilai UN matapelajaran Kimia berdasarkan hasil

penelitian melalui FGD diantaranya adalah sebagian guru matapelajaran kimia kurang

memperhatikan ketuntasan belajar siswa, materi yang susah dipahami siswa tidak

diperdalam pembahasanya, guru dalam mengajar umumnya menggunakan metode

ceramah dan latihan soal, minat siswa dalam belajar rendah, sangat sedikit siswa yang

mau bertanya pada saat pembelajaran, terbatasnya fasilitas laboratorium sehingga

kegiatan praktikum yang dapat meningkatkan minat siswa tidak terlaksana serta

terbatasnya buku paket yang dimiliki oleh siswa.

Kata Kunci: Nilai UN Kimia Konsel, Faktor penyebab rendahnya UN Kimia, FGD.

1 Ringkasan hasil Penelitian Tahun 2011 2 Dosen Pend. Kimia FKIP Universitas Halu Oleo

Latar Belakang

Hakikat kegiatan evaluasi di dunia

pendidikan (khususnya di sekolah) adalah untuk

mengetahui sejauh mana tujuan pelajaran yang

(dirumuskan) ingin dicapai oleh seorang

pengajar dapat tercapai. Hal tersebut bermanfaat

sebagai in-put kepada pendidik dalam merancang

menu pelajaran berikutnya. Jika peserta didik

belum memahami atau belum menguasai

pelajaran awal maka pengajar tersebut belum

dapat melanjutkan ke materi pelajaran

selanjutnya. Ia juga perlu melakukan refleksi

tentang apa yang kurang atau yang salah dari

proses pembelajaran yang sudah ia lakukan

kepada para pelajar tersebut.

Undang-Undang No. 20/2003 Pasal 57

(1): evaluasi dilakukan dalam rangka

pengendalian mutu pendidikan secara nasional

sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara

pendidikan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

(2) : Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik,

lembaga dan program pendidikan pada jalur

formal dan non formal untuk semua jenjang,

satuan dan jenis pendidikan.

Pasal 58 (1): Evaluasi peserta didik, satuan

pendidikan, dan program pendidikan dilakukan

oleh lembaga mandiri secara berkala,

menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk

menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Tujuan evaluasi adalah untuk Menilai

pencapaian kompetensi lulusan secara nasional

pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok

mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

Page 58: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

56

Dalam perspektif pendidikan

transformative, maka hakikat evaluasi adalah

untuk mengukur sejauh mana seorang pengajar

mampu mengubah wawasan, pengetahuan,

keterampilan dan perilaku peserta didik sesuai

yang ia harapkan. Untuk melakukan perubahan

tersebut, seorang pengajar melakukan dan

menggunkan berbagai trik, alat/tools, media,

strategi, pendekatan, dan metode. Ruang lingkup,

ritme dan tempo perubahan yang terjadi pada

peserta belajar antara lain ditentukan oleh faktor-

faktor tersebut (trik, alat/tools, media, strategi,

pendekatan, dan metode yang digunakan). Oleh

karena itu, kegiatan evaluasi sesungguhnya

adalah proses yang diperuntukkan kepada para

tenaga pengajar/guru/pendidik bahkan kepala

sekolah, bukan sebaliknya untuk pelajar/anak

sekolah. Jika hasil evaluasi menunjukkan hasil

belajar yang rendah, itu merupakan masukan

kepada para guru untuk merancang trik, metode,

dan pendekatan yang berbeda (baru) dalam

memberikan pelajaran, bukan lalu menghukum

atau menyalahkan siswa atau murid.

Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan

pengukuran dan penilaian kompetensi siswa

secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah. Ujian ini bertujuan menilai pencapaian

kompetensi lulusan secara nasional pada mata

pelajaran tertentu yaitu ilmu pengetahuan dan

teknologi. Hasil UN digunakan sebagai salah

satu pertimbangan untuk pemetaan mutu

pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan

berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan

siswa. Salah satu matapelajaran yang diujikan

secara nasional adalah matapelajaran kimia.

Berdasarkan data Nilai UN Murni dalam kurun

waktu pada tahun 2009 s.d tahun 2010 yang

diperoleh dari Data Laporan Hasil UN dari Tahun

Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat

Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendiknas –

BNSP Tahun 2011, nilai UN Kimia di Kabupaten

Konawe Selatan cenderung menurun, dimana

tahun 2009 tidak ada siswa yang mendapat nilai <

6 dengan perolehan nilai tertinggi adalah 9,35.

Namun pada tahun 2010 siswa yang mendapat

nilai terendah adalah 2 dan yang tertinggi 8,31. Hal

ini diperkuat juga dari hasil diskusi dengan

beberapa guru matapelajaran kimia di kabupaten

konawe selatan, didapatkan informasi bahwa

tingkat penguasaan materi kimia masih rendah dan

setiap tahunnya nilai yang diperoleh siswa

berfluktuatif.

Dari data tersebut diatas, maka dilakukan

analisis pemetaan dan identifikasi faktor-faktor

penyebab menurunnya nilai UN Kimia tahun

2010 di Kabupaten Konawe Selatan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Gambaran pemetaan kompetensi dasar

matapelajaran Kimia siswa SMA di

kabupaten Konawe dalam UN tahun 2008 s.d

tahun 2010.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya

nilai UN Kimia dalam UN tahun 2010 di

Kabupaten Konawe Selatan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk :

1. Menghasilkan suatu dokumen untuk

mengidentifikasi penyebab rendahnya nilai

matapelajaran kimia

2. Memberikan acuan untuk pengembangan

suatu kaji tindak lanjut berdasarkan temuan-

temuan dari penelitian ini bagi pihak yang

peduli, khususnya bagi Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo

sebagai salah satu LTPK yang ikut

bertanggung jawab dengan mutu pendidikan

di wilayah Sulawesi Tenggara.

3. Meningkatkan rasa ikut bertanggungjawab

kepada tenaga pendidik dan dinas

pendidikan, sehingga upaya meningkatkan

kompetensi siswa dapat dioptimalkan oleh

seluruh stake holder, utamanya yang

berhubungan secara langsung dengan proses

pembelajaran.

TINJAUAN PUSTAKA

Mutu Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, mutu adalah

agenda utama dan senantiasa menjadi tugas yang

paling penting. Para pakar pendidikan memiliki

kesimpulan yang berbeda tentang bagaimana

cara menciptakan lembaga pendidikan yang

bermutu dengan baik. Menurut Depdiknas,

(2002) Mutu secara umum di definisikan sebagai

gambaran dan karakteristik menyeluruh dari

Page 59: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

57

barang atau jasa yang menunjukkan

kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan

yang di harapkan. Dalam defenisi yang absolut,

sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari

istandar yang sangat tinggi dan tidak dapat

diungguli. Sedangkan mutu yang relatif

dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada

sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan

pelanggan. Untuk itu dalam defenisi relatif ini

produk atau layanan akan dianggap bermutu,

bukan karena ia mahal dan eksklusif, tetapi ia

memiliki nilai misalnya keaslian produk, wajar

dan familiar.

Mutu dalam konteks "hasil pendidikan"

mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah

pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap

akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun,

bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau

hasil pendidikan (student achievement) dapat

berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya

ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula

prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu

cabang olahraga, seni atau keterampilan

tambahan tertentu, misalnya: komputer, beragam

jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat

berupa kondisi yang tidak dapat dipegang

(intangible), seperti: suasana disiplin, keakraban,

saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikan yang

bermutu saling berhubungan. Akan tetapi, agar

proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu

dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan

lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target

yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun

waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus

selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang

ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab

sekolah dalam school based quality improvement

bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab

akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk

mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh

sekolah terutama yang menyangkut aspek

kemampuan akademik atau "kognitif" dapat

dilakukan benchmarking (menggunakan titik

acuan standar, misalnya: NEM oleh PKG atau

MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil

pendidikan pada tiap sekolah, baik yang sudah

ada patokannya (benchmarking) maupun yang

lain (kegiatan ekstrakurikuler) dilakukan oleh

individu sekolah sebagai evaluasi diri dan

dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu

dan proses pendidikan tahun berikutnya.

Sedangkan dalam konteks pendidikan

sebagai suatu sistem, maka pencapaian standar

proses untuk meningkatkan mutu pendidikan

dimulai dari menganalisis setiap komponen yang

dapat membentuk dan mempengaruhi proses

pendidikan tersebut. Terdapat banyak faktor

penentu mutu pendidikan yang dikemukakan

oleh Sanjaya (2006) meliputi:

a) Tujuan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai

sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan

belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan

proses belajar mengajar berpangkal tolak

dari jelas tidaknya perumusan tujuan

pengajaran.

b) Guru

Guru adalah komponen yang sangat

menentukan dalam implementasi suatu

strategi pembelajaran. Keberhasilan

implementasi suatu strategi pembelajaran

akan tergantung pada kepiawaian guru dalam

menggunakan metode, teknik dan strategi

pembelajaran. Dunkin (1974)

mengemukakan beberapa aspek yang dapat

mempengaruhi kualitas proses pembelajaran

dilihat dari faktor guru diantaranya: (1)

Teacher formative experience, meliputi jenis

kelamin serta semua pengalaman hidup guru

yang menjadi latar belakang sosial mereka;

(2) Teacher training experience, meliputi

pengalaman-pengalaman yang berhubungan

dengan aktivitas dan latar belakang

pendidikan guru misalnya pengalaman

latihan profesional, tingkatan pendidikan,

pengalaman jabatan; dan (3) Teacher

properties, adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru

misalnya, kemampuan atau intelegensi guru,

motivasi dan kemampuan dalam penguasaan

materi.

c) Anak Didik (siswa)

Menurut Dunkin (1974), faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pembelajaran dilihat

dari aspek siswa meliputi : (1) Latar

belakang siswa (pupil formative experience);

Page 60: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

58

dan (2) Sifat yang dimiliki siswa (pupil

properties).

d) Sarana dan prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang

mendukung secara langsung terhadap

kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan

prasarana adalah segala sesuatu yang secara

tidak langsung dapat mendukung

keberhasilan proses pembelajaran.

Kelengkapan sarana dan prasarana akan

membantu guru dalam menyelenggarakan

proses pembelajaran.

e) Kegiatan pembelajaran

Pola umum kegiatan pembelajaran adalah

terjadinya interaksi antara guru dan anak

didik dengan bahan sebagai perantaranya.

f) Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua

faktor yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran yaitu: (1) Faktor organisasi

kelas, yang di dalamnya meliputi jumlah

siswa dalam satu kelas merupakan aspek

penting yang bisa mempengaruhi proses

pembelajaran dan (2) Faktor iklim sosial–

psikologis meliputi keharmonisan hubungan

antara orang yang terlibat dalam proses

pembelajaran.

g) Bahan dan alat evaluasi

Bahan dan alat evaluasi adalah suatu bahan

dan alat yang terdapat di dalam kurikulum

yang sudah dipelajari oleh anak didik guna

kepentingan ulangan.

h) Suasana evaluasi

Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan

di dalam kelas. Semua anak didik dibagi

menurut kelas masing-masing dan tingkatan

masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak

didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan

mempengaruhi suasana kelas sekaligus

mempengaruhi suasana evaluasi yang

dilaksanakan.

Lebih lanjut, komitmen pemerintah

dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

telah dituangkan dalam Permendiknas Nomor 63

tahun 2009 berupa suatu model sistem

penjaminan mutu pendidikan (SPMP). Dalam

implementasinya model ini terdiri dari 3 (tiga)

kegiatan inti yang meliputi: pengkajian mutu,

analisis dan pelaporan, serta peningkatan mutu.

Sebagai acuan atau tolok ukur mutu pendidikan

adalah Standar Nasional Pendidikan meliputi: (1)

Standar Isi; (2) Standar Kompetensi Lulusan; (3)

Standar Penilaian; (4) Standar Proses; (5)

Standar Pengelolaan; (6) Standar Sarana dan

Prasarana; (7) Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan; dan (8) Standar Pembiayaan.

Sehingga diharapkan dokumen delapan standar

nasional pendidikan ini menjadi dokumen wajib

bagi setiap sekolah untuk dimiliki, dikaji,

dianalisis dan diimplementasikan di sekolah

masing-masing.

Kompetensi siswa

Kompetensi adalah kemampuan yang

harus dikuasai seseorang. Becker, (1977) dan

Gordon, (1988) mengemukakan bahwa

kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam

dokumen kurikulum (Boediono, 2000:4)

mengemukakan bahwa kemampuan dasar

diartikan sebagai uraian kemampuan atas bahan

dan lingkup ajar secara maju dan berkelanjutan

seiring dengan perjalanan siswa untuk menjadi

mahir dalam bahan dan lingkup ajar yang

bersangkutan. Bahan ajar itu sendiri dapat

berupa : lahan ajar, gugus isi, proses, dan

pengertian konsep”. Kemudian, dokumen

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang

diterbitkan bulan Agustus 2001, Balitbang

mengganti istilah kemampuan dasar dengan

kompetensi. Kompetensi dirumuskan sebagai

berikut: “kompetensi dasar merupakan uraian

kemampuan yang memadai atas pengetahuan,

keterampilan, dan sikap mengenai materi pokok.

Kemampuan itu harus dikembangkan secara

maju dan berkelanjutan seiring dengan

perkembangan siswa”. Selanjutnya dikemukakan

“dalam kurikulum berbasis kompetensi, metode,

penilaian, sarana dan alokasi waktu yang

digunakan tidak dicantumkan agar guru dapat

mengembangkan kurikulum secara optimal

berdasarkan kompetensi yang harus diicapai dan

disesuaikan dengan kondisi setempat.”

(Balitbang, 2001).

Pengertian kompetensi diartikan sebagai

kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta

didik. Dalam pengertian ini berbagai definisi

Page 61: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

59

telah dikemukakan orang. Selanjutnya,

Tucker dan Coding, (1998) standar dirumuskan

sebagai pernyataan mengenai kualitas yang harus

dikuasai dan dapat dilakukan siswa dalam suatu

pelajaran, yang ditentukan sejak awal, disetujui

oleh para akhli pendidikan dan masyarakat,

terukur, dan digunakan untuk mengembangkan

materi, proses belajar serta evaluasi hasil belajar.

Sehubungan dengan kompetensi seorang siswa,

pemerintah telah menyatakan merumuskan

standar kompetensi lulusan (SKL) yang

merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang

mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan

(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I

Pasal 1 butir 4).

Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan

Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan

SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL

Ujian merupakan representasi dari keseluruhan

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi

Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan

menengah digunakan sebagai pedoman penilaian

dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006'

pasal 1 ayat 1).

Dalam proses memberikan analisis SKL

dijelaskan sebagai berikut:

Analisis substansi SKL dan hubungannya dengan

Standar Isi untuk pengembangan KTSP' Silabus

dan RPP; Analisis Pemetaan Pencapaian SKL

untuk membandingkan antara kondisi ideal dan

kondisi riil SMA dalam mencapai pemenuhan

Standar Kompetensi Lulusan' dilanjutkan dengan

identifikasi kesenjangan dan perumusan rencana tindak

lanjut yang harus dilakukan oleh sekolah. Hasil

analisis ini digunakan sebagai bahan dalam

penyusunan rencana jangka menengah (RKJM -

4 tahunan) dan rencana kerja dan anggaran sekolah

(RKAS - tahunan).

METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan

observasi eksploratif dengan menggunakan

teknik wawancara. Kegiatan wawancara

langsung dengan guru matapelajaran kimia untuk

melakukan identifikasi faktor penyebab

rendahnya nilai ujian nasional matapelajaran

kimia melalui kegiatan focus group discussion

(FGD), Indepth interview, observasi kelas,

wawancara dan observasi kompetensi guru,

analisis dokumen pendukung, dan kegiatan lain

yang mendukung tercapainya tujuan penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan

Oktober 2011 dan Bulan November 2012 di

wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten

Konawe Selatan pada sekolah yang dijadikan

sampel.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri

dari :

1. Data sekunder, yaitu hasil UN tahun 2008,

2009, dan 2010 pada sekolah rayon di

Kabupaten Konawe Selatan pada sekolah

yang dijadikan sampel, dan sumber lain yang

dapat dipertanggungjawabkan.

2. Data primer, yaitu hasil kegiatan lapangan

yang diperoleh melalui FGD, angket, indepth

interview, observasi kelas, dan seluruh hasil

pengamatan dari tim peneliti selama

melaksanakan penelitian.

Sampel Penelitian

Untuk keperluan ke lapangan, maka

peneliti menggunakan sampel sekolah dan

sampel guru. Penentuan sampel sekolah dan guru

menggunakan teknik purposive sampling dengan

asumsi bahwa semua sekolah adalah jenjang

yang sama yaitu jenjang SMA dengan

menggunakan kurikulum KTSP. Sampel

penelitian tersebut meliputi 4 sekolah yang ada.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan

metode observasi kelas, studi dokumentasi, FGD,

indept interview, dan kuisioner.

1. Studi dokumentasi

Dokumen yang menadi data adalah

rombongan belajar, tenaga guru, fasilitas,

kurikulum, nilai-nilai siswa dan lainnya.

Page 62: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

60

2. Observasi kelas

Observasi kelas yang dilakukan meliputi

proses belajar mengajar, kondisi sarana

prasarana, dan lainnya.

3. Focus Group Discussion

Kegiatan FGD adalah upaya untuk meminta

konfirmasi dan tanggapan terhadap data yang

berhasil dikumpulkan. Responden yang

terlibat dalam kegiatan FGD adalah guru

matapelajaran Kimia.

4. Kuisioner

Data yang dikumpulkan melalui kuisioner

adalah data tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar

siswa. Responden adalah guru mata

pelajaran kimia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Distribusi Nilai UN Murni Tahun 2008-2011

di kabupaten Konawe Selatan

Distribusi nilai ujian nasional untuk

matapelajaran kimia pada sekolah sampel yang

ada di kabupaten konawe selatan untuk tahun

2008 sampai 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Persentase Rentang Nilai UN Kimia

pada sekolah sampel.

RENTANG TAHUN PELAJARAN

2008 2009 2010

9,00 - 10,00 14.30 57.16 0.00

8,00 - 8,99 52.00 30.79 26.55

7,00 - 7,99 20.70 6.71 41.50

6,00 - 6,99 7.70 0.15 20.87

5,00 - 5,99 3.45 0.00 5.50

4,00 - 4,99 1.55 0.00 3.04

3,00 - 3, 99 0.17 0.00 1.32

2,00 - 2, 99 0.00 0.00 1.55

Sumber Data: Laporan Hasil UN dari Tahun Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendiknas – BNSP Tahun 2011

Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan

bahwa secara kumulatif rerata nilai UN

matapelajaran kimia tergolong kategori baik,

namun perolehan setiap tahunya cenderung

menurun, seperti tampak pada grafik berikut.

Sumber: data penelitian diolah

Grafik 1. Nilai UN Matapelajaran Kimia

di Kabupaten Konawe Selatan tahun ajaran

2008 s.d tahun 2010

Dari data tersebut diatas, diperoleh

bahwa nilai UN matapelajaran Kimia setiap

tahunya berfluktuatif. Rentang nilai pada tahun

ajaran 2009 tergolong tinggi, dimana rentang

nilai 8 – 10 sebanyak 87,95% siswa, sedangkan

nilai terendah rentang nilai 7,00 – 7, 99 sebanyak

0,15 % siswa, artinya tidak ada siswa yang

mendapat nilai < 7. Dengan nilai tertinggi pada

tahun ajaran 2009 adalah 9,35. Namun pada

tahun ajaran 2010 nilai siswa menurun drastis,

dimana nilai tertinggi adalah 8,31. Rentang nilai

yang diperoleh siswa juga menurun dimana yang

memperoleh rentang nilai 8-10 sebanyak

26,55%, rentang 7-7,99 sebanyak 41,50%, dan

rentang 6-6,99 sebanyak 20,87%.

Untuk perolehan nilai tertinggi

matapelajaran kimia setiap tahunnya juga

berfluktuatif disetiap sekolahnya seperti terlihat

pada tabel dan grafik dibawah ini.

05

101520253035404550556065

9,00 -10,00

8,00 -8,99

7,00 -7,99

6,00 -6,99

5,00 -5,99

4,00 -4,99

3,00 -3, 99

2,00 -2, 99

Pe

rse

nta

se

sis

wa

Rentang Nilai

KURVA PERSENTASE RENTANG PEROLEHAN NILAI UN KIMIA

KAB. KONSEL

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Page 63: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

61

Tabel 2. Perolehan nilai tertinggi UN Matapelajaran Kimia di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008

s.d tahun 2010

NO NAMA SEKOLAH NILAI TERTINGGI

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

7.57 8.48 7.57

2 SMA Negeri Angata 5.74 7.98 6.82

3 SMA Negeri Kolono 7.52 8.92 6.91

4 SMA Negeri 1 Konda 7.37 8.47 6.23

5 SMA Negeri 1 Lainea 8.52 9.27 7.2

6 SMA Negeri 1 Landono 8.51 8.89 5.63

7 SMA Negeri 1 Moramo 8.08 9 7.11

8 SMA Negeri 1 Palangga 7.9 8.87 7.15

9 SMA Negeri 1 Ranomeeto 8.46 9.35 8.31

10 SMA Negeri 1 Tinanggea 8.58 8.95 7.96

Sumber Data : Laporan Hasil UN dari Tahun Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendiknas – BNSP Tahun 2011

Grafik 2. Perolehan nilai tertinggi UN Kimia di Kabupaten Konawe Selatan tahun ajaran 2008 s.d tahun 2010

Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai pada Mata Pelajaran UN di Kabupaten Konawe

Selatan Tahun 2008-2010

Tabel 3. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Kimia di

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2008

Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas

Menentukan nama proses pembuatan/pengolahan unsur/senyawa dr

suatu wacana 11.55 15.47 63.42

Memilih kegunaan protein dr beberapa kegunaan makanan dlm tubuh 39.31 39.42 70.59

Menentukan isomer fungsi/posisi dr senyawa alkanol 43.62 40.14 67.51

Menentukan contoh penerapan sifat koloid tertentu 44.14 47.76 66.37

Menentukn diagram sel utk menggbrkan proses sel volta 48.10 65.04 77.28

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Nila

i

Nama Sekolah

Tahun 2008

Tahun 2009

Tahun 2010

Page 64: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

62

Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas

Dari tbl hasil pembakaran, tentukan bhn bakar yg bil oktannya

besar/kecil 53.10 60.45 72.87

Menentukan harga ph air limbah dr tbl uji beberapa air limbah dgn

indicator 59.83 61.26 42.53

Tabel 4. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Kimia di

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009

Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas

Menghitung DH reaksi jk parameternya diket dr proses

pelarutan/pembakaran zat hingga terjadi perubahan 53.74 49.51 49.87

Memilih gbr yg laju reaksinya dipengaruhi oleh faktor tertentu dr

beberapa gbr proses pelarutan 59.85 63.99 71.98

Tabel 5. Kompetensi Dasar Siswa yang Belum Tercapai Jurusan IPA Mata Pelajaran Kimia di

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010

Kemampuan Yang Diuji Rayon Prop Nas

Menentukan sepasang data yg berhub scr tepat dr tabel batuan&unsur yg

dikandung 28.92 35.09 65.16

Menganalisis grafik PT sesuai sifat koligatif larutan dg tepat 30.12 37.64 57.30

Menentukan gbr hasil pergeseran kesetimbangan sesaat jika kondisinya

diketahui 34.04 51.66 78.09

Menghitung ?H reaksi jika parameternya diketahui dlm proses

pelarutan/pembakaran 35.24 41.66 67.25

Menentukan urutan kenaikan/penurunan nomor atom unsur-unsur 40.66 43.35 77.05

Menentukan kegunaan suatu makromolekul berdasarkan informasi yg

diberikan 41.87 52.27 62.12

Menentukan harga pH air limbah berdasarkan tabel hasil uji beberapa air

limbah 43.68 59.84 58.70

Menentukan nama proses pengolahan untuk memperoleh unsur tertentu 49.10 48.06 58.24

Menentukan gbr partikel zat terlarut pd larutan yg sukar menguap

memiliki sifat koligatif 50.30 62.31 66.15

Menentukan korosi yg paling cepat/lambat terjadi sesuai gambar 57.23 80.89 70.87

Menghitung laju reaksi pd konsentrasi dari data eksperimen &

persamaan reaksinya 57.53 78.70 79.10

Sumber Data: Laporan Hasil UN dari Tahun Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendiknas – BNSP Tahun 2011

Page 65: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

63

Faktor-faktor yang mempengaruhi

pencapaian Kompetensi Dasar UN Kimia di

Kabupaten Konawe Selatan.

Pada bagian ini akan disajikan faktor-

faktor yang mempengaruhi menurunya

pencapaian nilai UN Kimia di kabupaten

Konawe Selatan. Data data tentang faktor yang

mempengaruhi menurunya nilai UN Kimia pada

tahun 2010 dan banyaknya kompetensi yang

tidak tercapai, diperoleh dari hasil pengumpulan

data pada sekolah yang menjadi sampel

penelitian. Faktor-faktor yang digali

informasinnya berdasarkan delapan standar

pendidikan yaitu standar isi, standar proses,

standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan

tenaga kependidikan, standar sarana prasarana,

standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan

standar penilaian.

Berdasarkan hasil temuan data lapangan

di SMA sampel dan acuan borang PPMP Dikti

Tahun 2011, Faktor-faktor yang mempengaruhi

menurunya pencapaian nilai UN Kimia di

kabupaten Konawe Selatan diuraikan sebagai

berikut:

Faktor siswa:

Banyak faktor yang menyebabkan

rendahnya nilai UN yang dicapai oleh siswa,

yang bersumber dari siswa sendiri antara lain;

Motivasi siswa untuk belajar rendah, siswa

tidak memiliki buku paket sendiri, Minat baca

siswa sangat kurang, dalam prosees

pembelajarn, siswa cenderung sebagai

pendengar, siswa kurang bertanya. Pada saat

Ujian, siswa kebanyakan mengandalkan

kerjasama dan menyontek. Hal itu disebabkan

oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam

lingkungan keluarga yang kurang mendukung.

Serta merebaknya sikap instan yang melanda

kehidupan kaum remaja.

Faktor orangtua:

Kurangnya pemahaman orang tua

terhadap pendidikan, sehingga para orangtua

tidak memperhatikan kebutuhan penunjang anak

untuk belajar, serta kurangnya kontrol orangtua

terhadap anak dalam mengikuti pendidikan dan

belajar. orangtua yang seharusnya menjadi

kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi

berbagai persoalan sosial yang kurang sehat

cederung bersikap permisif dan masa bodoh.

Faktor Guru:

Dalam mengajar, guru kurang memperhatikan

tingkat pemahaman dan pengetahuan siswa

terhadap materi yang diajarkan, materi yang

kurang dipahami tidak diajarkan/dilewatkan,

dalam mengajar, guru tidak memperhatikan

ketercapaian standar kompetensi yang diajarkan,

Cara mengajar guru masih mengandalkan

metode ceramah dan menyalin. guru dinilai

kurang kreatif dalam melakukan inovasi

pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar,

metode pembelajaran, maupun media

pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung

pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer

pembelajaran di kelas. Model pembelajarn yang

diterapkan adalah model ceramah dan soal-soal

sehingga suasana kelas bagaikan “kerangkeng

penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada

celah “kebebasan” bagi peserta didik untuk

menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik

dan menyenangkan. Pembelajaran 100%

berpusat pada guru. Siswa hanya sebagai

pendengar dan penonton. Dalam mengajar, guru

kurang menggunakan media pembelajaran,

dalam pemberian nilai akhir ssetiap semester,

guru sering menambah-nambah nilai yang

diperoleh siswa.

Faktor Sarana:

Fasilitas yang ada disekolah untuk menunjang

proses pembelajaran sangat kurang, seperti buku

paket yang sesuai yang dapat dipinjam oleh

siswa sangat terbatas jumlahnya, buku paket

yang dimiliki oleh siswa dengan yang dijadikan

bahan pembelajaran utama dikelas berbeda.

Sehingga dalam proses pembelajarn siswa harus

menulis ulang apa yang ditulis oleh guru. Faktor

lain yang mempengaruhi juga adalah tidak

adanya kegiatan praktikum. Hal ini disebabkan

karena kurang/tidak adanya fasilitas

laboratorium untuk proses kegiatan praktikum

Kimia. Kegiatan praktikum ini sangat penting

karena dapat meningkatkan minat dan daya tarik

siswa untuk belajar, serta dapat meningkatkan

pengetahuan siswa dari materi yang diajarkan

dalam konsep-konsep dalam kelas.

Page 66: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

64

Di antara sekian banyak faktor

penyumbang rendahnya kualitas sekolah,

menurut Jalal dan Supriadi (dalam Depdiknas,

2007), guru merupakan faktor sentral atas baik-

buruknya mutu pendidikan. Oleh karena itu,

setiap usaha membenahi pendidikan harus

melibatkan penataan dan pembenahan terhadap

guru. Karier kependidikan seyogianya hanya bisa

ditempati oleh guru yang berprestasi. Jika

demikian halnya, setiap guru akan bekerja secara

optimal atas dasar kemampuan akademik yang

tinggi dan profesionalisme yang teruji. Apabila

keadaan itu terwujud, kualitas pendidikan dapat

dipastikan akan meningkat secara bertahap dan

berkesinambungan. Guru yang tidak memenuhi

standar atau melakukan tindakan yang tidak

terpuji harus diberi sanksi.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu

adanya sebuah rumusan model alternatif kaji

tindak dalam upaya untuk meningkatkan

penguasaan kompetensi dasar mata pelajaran

Kimia siswa SMA di kabupaten Konawe Selatan.

Hal ini sangat penting sebab dengan adanya

model alternatif peningkatan mutu maka

diharapkan penguasaan kompetensi dasar dalam

UN dapat meningkat. Salah satu upaya dilakukan

untuk meningkatkan mutu pendidikan, adalah

melalui pendekatan model serta kompetisi

perbaikan manajemen dan interaksi

pembelajaran, serta perbaikan dan peningkatan

implementasi strategi, metode, dan teknik

pembelajaran, serta inovasi kurikulum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari uraian hasil dan pembahasan yang

telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut.

1. Dalam tiga tahun terakhir ini, nilai UN Kimia

siswa SMA di kabupaten Konawe Selatan

cenderung menurun. Meskipun pada tahun

2009 sedikit mengalami peningkatan, namun

secara keseluruhan adanya kecenderungan

penurunan nilai UN untuk Matapelajaran

kimia.

2. Penurunan nilai UN matapelajaran Kimia

siswa SMAN di Kabupaten konawe selatan

adalah guru dalam mengajar tidak

memperhatikan ketuntasan belajar siswa,

guru dalam mengajar kurang memperhatikan

aktivitas dan tingkat pemahaman siswa

selama proses pe,belajaran, Minat siswa

dalam belajar Kimia menurun dari tahun

ketahun, kurangnya buku penunjang bagi

siswa, serta tidak adanya kegiatan praktikum

yang dapat meningkatkan minat siswa untuk

belajar kimia.

Saran

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka

perlu adanya perhatian terhadap semua stok

holder yang terlibat dalam peningkatan mutu

pendidikan seperti guru bidang studi dalam hal

merencanakan model pembelajaran yang dapat

meningkatkan minat siswa, kepala sekolah serta

pihak diknas dalam hal perlengkapan kebutuhan

penunjang pembelajaran seperti pengadaan alat-

alat laboratorium secara merata untuk setiap

bidang studi, pengadaan buku paket yang sesuai

diperpustakaan sekolah, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang 2011. Laporan Hasil UN dari Tahun

Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat

Penilaian Pendidikan Balitbang

Kemendiknas – BNSP Tahun 2011

Bendell, Tony, and Boulter, Louise, and Kelly,

John, 1993. Benchmarking for

Competitive Advantage, Pitman

Publishing, London, United Kingdom.

Depdiknas. 2007. Kompetensi Guru dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan.

Laporan Kajian. Jakarta: Staf Ahli

Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta : Kencana

Page 67: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

65

PERSEPSI MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS HALU OLEO TENTANG LATAR

BELAKANG DEMONSTRASI

Oleh :

Barlian1

Muhamad Abas2

Abstrak. Tulisan ini merupakan ringkasan salah satu masalah dari tiga fokus masalah

yang dikaji oleh penulis selama tiga bulan pada tahun 2012. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik wawancara mendalam, pengamatan

dan studi dokumentasi. Informan penelitian ini adalah mahasiswa FKIP Unhlau

sebanyak 50 orang yang dianggap mewakili unsur aktivis, pelaku demonstrasi dan

mahasiswa yang tidak terlibat dalam demonstrasi tetapi ikut melihat dan mengamati

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa adalah demonstrasi yang terjadi

dilingkungan kampus Universitas Haluoleo menurut persepsi mahasiswa yang

menjadi informan penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang sangat

beragam dan saling terkait. Pertama, kesadaran yang muncul dari dalam diri

mahasiswa terutama para aktivisnya untuk selalu menjalankan peran-peran sosial

mahasiwa sebagai salah satu kekuatan civil society dalam mendorong tata kelola

kampus yang lebih baik dan bersih sekaligus sebagai wujud dalam menjalankan peran

mereka sebagi social control yang berbasis pada moral force. Kedua, kesadaran untuk

mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman mereka selama berinteraksi di

kampus baik itu kuliah tatap muka degan dosen, interaksi di lembaga kemahasiswa

maupun interkasi eksternal yang telah menata gagasan, pengetahuan dan pengalaman

mereka untuk selalu kritis dalam menyikapi berbagai fenomena maupun fakta sosial

yang terjadi disekitar atau dilingkungan mahasiswa baik itu yang terkait langsung

dengan kepentingan diri mahasiswa maupun kepentingan masyarakat luas yang juga

berdampak terhadap aktivitas kuliah mahasiswa. Ketiga, kesadaran dalam kerangka

aktualisasi diri mahasiswa.

Kata Kunci: Persepsi, Demonstrasi, dan Mahasiswa

1 Dosen Jurusan Ilmu Pendiddikan FKIP Universitas Halu Oleo 2 Dosen Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejarah Indonesia modern telah

menunjukkan bahwa mahasiswa hampir selalu

tampil sebagai penentu perubahan-perubahan

besar yang terjadi dalam kehidupan berbangsa.

George McTurnan Kahin dalam Barlian (2012)

bahkan menggunakan penamaan ‘Revolusi Kaum

Muda’ untuk menyebutkan pergerakan tokoh-

tokoh yang mempelopori terjadinya perubahan

yang melahirkan bangsa dan negara Indonesia

modern. Dalam perjalannya, demonstrasi

mahasiswa saat ini analog dengan perjuangan

intelektual yang terjadi pada awal abad 20, dari

tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.

Perubahan yang terjadi senantiasa ditentukan

oleh kalangan muda kampus atau mahasiswa.

Sejarah mencatat bahwa perubahan-perubahan

besar yang terjadi pada masa Indonesia merdeka,

Page 68: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

66

umumnya berupaya untuk merobohkan

kekuasaan rezim-rezim totaliter dan kediktatoran

yang membawa kehidupan bangsa jatuh pada

kondisi kritis yang dapat membawa kehancuran,

misalnya perubahan besar berupa hancurnya

kekuatan-kekuatan totaliter Soekarno maupun

Soeharto dilakukan oleh kekuatan yang

dipelopori mahasiswa sebagai penentu, namun

sayangnya kemudian diambil alih dalam proses-

proses berikutnya oleh kekuatan pemegang

kekuasaan baru yang berkecenderungan juga

berkembang jadi totaliter dan kediktatoran. Tak

dapat dipungkiri bahwa konsentrasi demonstrasi

di kampus-kampus besar yang menjadi basis

perjuangan mahasiswa di Indonesia umumnya

terdapat di kota-kota besar yang lebih dekat

dengan pusat kekuasaan sekaligus suasana

kehidupan modern sehingga cenderung juga

menjadi titik star munculnya pemikiran dan

gagasan bagi kemajuan kehidupan bangsa

Indonesia modern.

Kenyataan menunjukkan bahwa kampus

sebagai pusat kekuatan modernisasi dan

kemajuan kehidupan bangsa nampaknya harus

selalu bersilang pendapat dengan pemegang

kekuasaan yang senantiasa menempatkan diri

sebagai kekuatan konservatif yang selalu

menolak gagasan pembaharuan untuk

meningkatkan kehidupan serta kesejahteraan

masyarakat bangsa Indonesia. Fenomena ini

menunjukkan bahwa posisi demonstrasi

mahasiswa yang senantiasa menjadi kekuatan

koreksi yang membawakan hati nurani

masyarakat yang ditindas oleh orientasi

kekuasaan pemegang kekuasaan itu yang lebih

mengedepankan kepentingan pribadi dan

kelompoknya dari pada orientasi pada

kepentingan kemajuan bangsa. Bebebrapa hasil

penelitian juga menunjukan bahwa demonstrasi

mahasiswa juga terlahir dari kesadaran bersama

untuk mendorong terjadinya perubahan, tidak

hanya diluar kampus tetapi juga yang terjadi

didalam kampus terutama yang terkait langsung

dengan kepentingan mahasiswa itu sendiri.

Dalam kondisi seperti itulah demonstrasi

mahasiswa di Kampus, khususnya di Kampus

Universitas Haluoleo, menempati posisinya yang

strategis di tengah-tengah pergolakan korektif

terhadap penguasa yang menzalimi rakyatnya

sendiri. Kekuatan demontsrasi dalam bentuk

gerakan mahasiswa pada umumnya terletak pada

posisinya yang apolitis dan tidak bertujuan untuk

mencapai kekuasaan. Demonstrasi yang

dipelopori mahasiswa selalu menjadi pembuka

gagasan guna pemecahan kebekuan,

menimbulkan keberanian dalam melakukan

upaya-upaya koreksi terhadap pengambil

kebijakan. Di samping itu, seringkali gerakan

mahasiswa tidak memunculkan tokoh dan lebih

mengandalkan pada kekuatan gagasan, pemikiran

dan moral. Bahkan, mereka seringkali tidak

memperdulikan apakah gagasan itu diambil alih

oleh gerakan nasional mahasiswa yang kemudian

‘dipelintir’ oleh praktisi-praktisi politik sebagai

amunisi mereka dalam kompetisi kekuasaan

tetapi mehasiswa tetap bergerak dengan

semangat dan tujuan untuk perubahan sosial.

Menarik untuk dicermati, bahwa

demonstrasi mahasiswa yang sering dilakukan

oleh mahasiswa Universitas Haluoleo yang

berlangsung dari generasi ke generasi dalam

situasi dan kondisi berbeda. Dengan tema dan

tokoh yang berbeda-beda pula, namun seolah-

olah memiliki suatu rentang garis benang merah.

Garis benang sendiri selalu dekat dengan hati

dan perasaan umumnya masyarakat dalam era

dan zaman yang berbeda-beda itu, sehingga,

walaupun mungkin secara nyata tidak terjadi

komunikasi fisik langsung, terbuka maupun

tertutup, serta modus demonstrasi yang mungkin

berbeda-beda, tetapi ide dan tujuannya pada

dasarnya adalah kepentingan dan keinginan

masyarakat dan mahasiswa secara umum. Karena

itu, selama demonstrasi mahasiswa berada dalam

jalur benang merah yang sama, betapapun

buruknya kondisi yang dihadapi bangsa

Indonesia, akan selalu dimungkinkan terjadinya

perbaikan atau perubahan yang lebih baik.

Disamping itu mainstream aktivis mahasiswa,

banyak yang dikenal dan tumbuh murni dari

lingkungan intra kampus, tidak terkait dalam

kegiatan-kegiatan organisasi ekstra universitas

secara intensif dan karenanya bobot kegiatan

kemahasiswaannya cenderung lebih bercirikan

mahasiswa intra kampus yang tidak begitu suka

pada jabatan dan kegiatan politik.

Pada umumnya mereka lebih senang

terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian

daripada kegiatan-kegiatan berbau politik apalagi

berorientasi pada jabatan dan kekuasaan.

Page 69: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

67

Berorganisasi dianggap sebagai bagian dari

usaha untuk mengembangkan kepribadian, lebih

mematangkan potensi-potensi kepemimpinan

yang diperlukan bagi penerapan kemampuan

akademik yang dimilikinya, agar dapat lebih

diamalkan setelah menyelesaikan studi dan

terjun kemasyarakat. Mahasiswa juga memiliki

kewajiban untuk memiliki jiwa sosial politik

didalam dirinya karena mahasiswa pada dasarnya

adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi

pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga

merasakannya. Seperti kenaikan BBM, kenaikan

harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya,

akan mempengaruhi aktifitas kuliah. Mahasiswa

memiliki kecerdasan berdasarkan fokus keahlian

yang diambilnya dan mahasiswa juga mampu

menerapkan keilmiahan pendidikan yang

diperolehnya di masyarakat. Maka dengan

membentuk organisasi baik itu dependent

maupun independent, mahasiswa memiliki

kewajiban moral untuk menerapkan apa yang

telah diperolehnya dari bangku perkuliahan itu

dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.

Atau dengan kata lain mampu menciptakan dan

memberi jawaban atas permasalahan-

permasalahan rakyat. Berbagai metode dapat

dilakukan yaitu dari membuat petisi, dengar

pendapat (public hearing), panggung rakyat,

mimbar bebas, sampai pada aksi (demonstrasi).

Biasanya aksi (demonstrasi) akan menjadi

pilihan terakhir, ketika aspirasi mereka

menemukan jalan buntu dan tidak adanya

tanggapan oleh pihak yang dituju.

Demonstrasi umumnya dilatarbelakangi

oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau

buntunya metode dialog. Demonstrasi dilakukan

dalam rangka pembentukan opini atau mencari

dukungan publik. jika aksi demonstrasi yang

dilakukan di dalam kampus, maka pembentukan

opini dan pencarian dukungan public dari

seluruh civitas akademik, yang salah satunya

adalah teman kuliah. Pada posisi ini, akan

menimbulkan gangguan public dalam proses

pembelajaran di kampus. Berdasarkan hal

tersebut, maka penelitian ini di rancang untuk

memperoleh data obyektif mengenai persepsi

mahasiswa pada saat adanya aksi demontrasi

yang dilaksanakan oleh teman-temanya di dalam

kampus, dengan mengambil sampel pada

mahasiswa FKIP Unhalu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran persepsi mahasiswa FKIP

Unhalu tentang latarbelakang demonstrasi yang

dilakukan mahasiswa dari dalam kampus.

Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini berguna

untuk memperkaya khasanah penelitian dan

dapat memperluas cakrawala pengetahuan

peneliti serta mahasiswa mengenai pendapat

mahasiswa FKIP terhadap aksi mahasiswa di

dalam atau diluar kampus Unhalu. Secara

akademis, penelitian ini dapat disumbangkan

kepada Unhalu dalam menambah dan

memperkaya bahan penelitian serta sumber

bacaan dalam rangka pengembangan ilmu

pengetahuan. Secara praktis melalui penelitian

ini dapat memberikan masukkan bagi pimpinan

Universitas dan Fakultas dalam memberikan

respon terhadap demonstrasi yang dilaksanakan

di dalam kampus

TINJAUAN PUSTAKA

Individual Differences Theory, Komunikasi

Massa dan Opini Publik

Individual Differences Theory (Teori

Perbedaan Individual), teori dimotori oleh

Melvin D. Defleur. Menurut teori ini individu-

individu sebagai anggota khalayak sasaran media

massa secara selektif, menaruh perhatian kepada

pesan-pesan, terutama jika berkaitan dengan

kepentingannya konsisten dengan sikap-

sikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang

didukung oleh nilai-nilainya, sehingga

tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut

diubah oleh tatanan psikologisnya. Anggapan

dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat

bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara

pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari

dukungan perbedaan secara biologis, tetapi ini

dikarenakan pengetahuan secara individual yang

berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam

lingkungan yang secara tajam berbeda,

menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda

secara tajam pula. Dari lingkungan yang

dipelajarinya itu, mereka menghendaki

Page 70: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

68

seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang

merupakan tatanan psikologisnya masing-masing

pribadi yang membedakannya dari yang lain.

Teori perbedaan individual ini mengandung

rangsangan-rangsangan khusus yang

menimbulkan interaksi yang berbeda dengan

watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh

karena terdapat perbedaan individual pada setiap

pribadi anggota khalayak itu maka secara

alamiah dapat diduga akan muncul efek yang

bervariasi sesuai dengan perbedaan individual

itu. Individual Differences Theory menyebutkan

bahwa khalayak yang secara selektif

memperhatikan suatu pesan komunikasi,

khususnya jika berkaitan dengan

kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya,

kepercayaannya dan nilai-nilainya.

Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu

akan diubah oleh tatanan psikologisnya

(Effendy, 2003).

Komunikasi pasti terjadi pada setiap

manusia, karena pada dasarnya manusia adalah

makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Hidup dengan makhluk lain otomatis membuat

makhluk hidup harus berkomunikasi.

Komunikasi harus dipandang dari dua sudut

pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian

secara umum dan secara paradigmatik.

Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni

pengertian komunikasi secara etimologis dan

secara terminologis. Secara etimologis atau

menurut asal katanya, komunikasi berasal dari

bahasa latin communicatio yang diambil dari

kata communis yang artinya sama atau dimaksud

dengan sama makna. Maka komunikasi yang

dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada

kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang

berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis

maksudnya adalah komunikasi melibatkan

sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan

sebutan komunikasi manusia atau komunikasi

sosial. Disini hanya akan dibahas tentang

komunikasi yang hanya terjadi pada manusia-

manusia yang bermasyarakat. Komunikasi

secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu

baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun

melalui media. Tujuan disini maksudnya adalah

memberikan informasi, merubah sikap, pendapat,

maupun perilaku dari komunikan. Menurut

Harold Lasswell cara yang baik untuk

menggambarkan komunikasi adalah dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who

Says What In Which Channel To Whom With

What Effect? atau Siapa, Mengatakan Apa,

Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan

Pengaruh Bagaimana? Jadi komunikasi

berlangsung apabila antara orang-orang terlibat

terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal

yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang

mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang

lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung.

Dengan kata lain, hubungan diantara mereka

bersifat komunikatif. Selain komunikasi itu

dilakukan secara langsung atau dikenal dengan

komunikasi tatap muka, komunikasi juga

berlangsung dengan menggunakan media,

dikenal dengan nama komunikasi massa. Yang

dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah

komunikasi yang menggunakan media massa,

baik itu media cetak maupun elektronik. Yang

dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah

komunikasi melalui media massa modern seperti

surat kabar, film, radio, dan televisi. Hal ini perlu

dijelaskan, sebab ada sementara ahli komunikasi,

di antaranya Everett M. Rogers, yang

berpendapat bahwa, selain media massa modern,

ada media massa tradisional yang meliputi teater

rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan

lain-lain. Jadi komunikasi massa ialah

penyebaran pesan dengan menggunakan media

yang ditujukan kepada massa yang abstrak,

yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si

penyampai pesan.

Opini adalah suatu ekspresi tentang

sikap mengenai suatu masalah yang bersifat

kontroversial. Opini tersebut timbul sebagai hasil

pembicaraan tentang masalah yang kontroversial

yang menimbulkan pendapat berbeda-beda.

Sedangkan perkataan publik melukiskan

sekelompok manusia yang berkumpul secara

spontan yang memiliki syarat-syarat : a).

Dihadapi oleh suatu persoalan; b). Berbeda

pendapatnya mengenai persoalan ini dan

berusaha untuk menanggulangi persoalannya; c).

Sebagai akibat keinginan mengadakan diskusi

dengan mencari jalan keluar. Disini publik masih

merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk,

yang tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari

pembentukan publik demikian ini adalah bahwa

mereka menghadapi persoalan, diikat

Page 71: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

69

(sementara) oleh persoalan yang minta

pemecahan (Susanto, 1985). Dengan demikian

dapat dijelaskan bahwa opini publik atau dikenal

dengan pendapat umum adalah kesatuan

pendapat yang muncul dari sekelompok orang

yang berkumpul secara spontan, membicarakan

issue yang kontroversial, mendiskusikannya dan

berusaha untuk mengatasinya. Proses munculnya

opini ini harus melalui beberapa tahap, yaitu ;

efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif. Efek

kognitf berhubungan dengan pikiran atau

penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak

tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi

mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa

jelas. Efek afektif berkaitan dengan perasaan.

Akibat dari pemberitaan di media itu yang

akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada

khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak

didalam hati saja. Dan yang terakhir adalah efek

konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat,

tekad, upaya, usaha yang memiliki

kecenderungan memunculkan sebuah tindakan

atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung

muncul sebagai akibat terpaan media massa,

melainkan harus melalui efek kognitf dan efek

afektif terlebih dulu. (Effendy, 2003). Gaya

penyampaian pesan merupakan cara atau model

seorang komunikator dalam usahanya untuk

menyampaikan pesan atau informasi kepada

komunikasikan. Kefin Hogan menyebutkan

dalam bukunya The Psichology Of Persuasion

bahwa ketika menetapkan gaya komunikasi dasar

seseorang kita harus pikirkan dua faktor.

Pertama adalah menetapkan apakah seseorang

sebagian besar merupakan orang yang logis atau

sebagian besar merupakan orang yang

emosional. Dan yang kedua adalah menetapkan

apakah seseorang sebagian besar merupakan

orang yang suka menampilkan diri atau tidak

suka menampilkan diri. Orang yang analitis

merupakan pekerja yang konsisten, mantap, dan

metodis. Mereka mempersiapkan diri dengan

baik dan sering pintar dengan angka, analisis,

proses, dan sistem. Orang analitis dapat ditandai

dengan sifat-sifatnya yang logis, sensoris,

nonasertif, dan introvert; Dari berbagai

penjelasan di atas, peneliti menarik kesimpulan

bahwa gaya komunikasi para demonstran

merupakan hal yang penting dalam menunjang

keberhasilan penyampaian pesan, apalagi

kemudian manusia mempunyai keinginan untuk

menyampaikan pengalamannya kepada orang

lain dalam jumlah yang besar sehingga unsur

retorika sama dengan unsur manusia.

Demonstrasi

Marbun menyebutkan dalam bukunya

komunikasi politik bahwa arti kata demonstrasi

adalah pernyataan protes yang dikemukakan

secara massal. Kata latin demonstrate berarti

mempertunjukkan. Demonstrasi adalah gerakan

bersama-sama untuk mempertunjukkan kehendak

atau pendapat, unjuk rasa. Biasanya dijalankan

untuk memprotes, menolak atau tidak setuju

terhadap keadaan atau tindakan suatu badan,

golongan atau seseorang. Demonstrasi menurut

kamus bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh

departemen pendidikan dan kebudayaan

memiliki dua pengertian yang salah satunya

adalah pernyataan protes yang dikemukakan

secara masal. Dalam alam demokrasi, rakyat

berhak menilai dan mengkritik pemerintah dan

mengatakan kehendaknya melalui: a) Badan-

badan perwakilan rakyat yang berfungsi antara

lain untuk mengontrol eksekutif atau pemerintah.

B) Pers cetak maupun elektronik yang ikut

menyampaikan pendapat umum dengan

memberikan berita-berita obyektif dari mana

saja, lalu mengeluarkan suara rakyat dan bukan

hanya suara pejabat-pejabat pemerintah. c) Partai

dan golongan lain yang mewakili lapisan

masyarakat dalam badan-badan umum. Jika

dengan jalan biasa itu rakyat tidak berhasil

memperoleh perhatian yang wajar atau bila

pandangan serta masalah suatu masyarakat yang

menuntut didiamkan saja, maka timbul bentuk

kritik yang bercorak luar biasa dan yang

tergolong bentuk ini adalah demonstrasi, rapat

besar, aksi masal dan sebagainya.

Demonstrasi memiliki kedudukan yang

sah dalam demokrasi, melarang atau

menghapuskan hak untuk berdemonstrasi atas

hak untuk mengeluarkan pendapat adalah tidak

sehat dan oleh sebab itu sukar secara obyektif.

Demonstrasi yang dimaksud adalah unjukrasa

yang disertai dengan aksi turun ke jalan, dengan

kata lain, aksi massal yang di gelar dengan turun

ke jalanan dengan tujuan untuk menyampaikan

ketidaksepakatan atau penolakan terhadap

Page 72: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

70

kebijakan-kebijakan para pemegang kekuasaan.

Aksi demonstrasi merupakan ajaran yang di

adopsi dari paham demokratisme yang di impor

dari barat. Demonstrasi dalam wujud aksi massa

yang turun ke jalan dengan membawa poster

serta meneriakkan yelyel tentu bukan bagian dari

sebuah ritual keagamaan. Masalah seperti itu

lebih dekat dimasukkan sebagai bagian dari

dinamika sosial politik yang kaitannya lebih erat

dengan kondisi sosial budaya yang ada di suatu

tempat. Karena bentuk-bentuk aksi massa seperti

itu hanyalah bentuk teknis dari sebuah tindakan

dalam masyarakat yang intinya memberikan

pengawasan kepada penguasa yang diberi amanat

untuk menjalankan roda pemerintahan.

Demokrasi dan Demokratisasi terkait

erat, bahkan mereka tidak dapat dipisahkan,

karena dalam berdemokrasi, haruslah ada

pelampiasan/penyaluran segala uneg-uneg

manusia yang dikuasai, sesuai dengan prinsip

keterbukaan dalam demokrasi. Ia tidak lebih dari

sekedar mekanisme yang sengaja dibiarkan

berkembang untuk membantu penguasa untuk

terus menguasai manusia dan menduduki

wilayah jajahan. Prinsip keterbukaan disodorkan

dalam rangka membangun prinsip lain dari

demokrasi, yaitu pluralisme dan atau

multiculturalisme. Dalam kajian Sosiologi

Komunikasi, Burhan Bunging telah menegaskan

tentang kelompok sosial yang membagi

kelompok sosial dalam dua jenis yaitu kelompok

teratur dan kelompok tidak teratur. Kelompok

teratur adalah kelompok sosial yang mudah

untuk diamati dan memiliki struktur yang jelas.

Persepsi

Teori-teori yang berhubungan dengan

persepsi banyak dikemukakan oleh para ahli

dengan berbagai istilah, namun pada dasarnya

pengertian persepsi adalah sama yakni suatu

proses yang kompleks yang berkaitan dengan

cara pandang individu secara subjektif terhadap

dunia sekitar. Oleh karena sifatnya yang

subjektif maka persepsi setiap individu tidaklah

sama. Persepsi menurut Irwanto, dkk (1997)

adalah proses diterimanya rangsang yang berupa

objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun

peristiwa sampai rangsang tersebut disadari dan

dimengerti. Melalui persepsi stimulus-stimulus

yang diterima menyebabkan individu mempunyai

suatu pengertian terhadap lingkungan.

Indrawijaya (1983) berpendapat bahwa persepsi

merupakan suatu cara pandang individu terhadap

suatu objek. Selanjutnya Irwanto, menjelaskan

bahwa proses diterimanya rangsangan yang

berupa objek, kualitas, hubungan antargejala

maupun peristiwa sampai rangsang tersebut

disadari dan dimengerti. Melalui persepsi

stimulus-stimulus yang diterima menyebabkan

individu mempunyai suatu pengertian terhadap

lingkungan. Persepsi adalah proses individu

dalam memilih, mengorganisasikan dan

menafsirkan masukan-masukan informasi untuk

menciptakan sebuah gambar yang bermakna

tentang dunia. Persepsi tergantung bukan hanya

pada sifat rangsangan fisik tetapi juga pada

hubungan rangsangan medan sekelilingnya dan

kondisi dalam diri individu. Hal tersebut

dapatdijelaskan bahwa persepsi sebagai proses

dimana individu mengorganisasikan dan

menafsirkan pola stimulasi dari lingkungan.

Proses persepsi berkaitan erat dengan proses

kognitif seperti ingatan dan proses berpikir.

Persepsi sebagai suatu proses yang didahului

oleh proses pengindraan terhdap suatu stimulus

yang kemudian diorganisasikan dan

diinterpretasikan oleh individu, sehingga

individu menyadari, mengerti tentang apa yang

diinderakan. Dalamkaitan itu maka persepsi

merupakan respon terhadap suatu stimulus, suatu

tanggapan yang mengintegrasikan informasi

yang berada di luar stimulus itu sendiri.

Informasi ini diperoleh dari stimulus lainnya

yang tersedia atau disimpan dalam respon

emosional, konseptual, atau perilaku

sebelumnya. Karena perasaan, kemampuan

berpikir, pengalaman-pengalaman individu tidak

sama, maka dalam mempersepsi stimulus, hasil

persepsi akan berbeda antara satu individu

dengan lainnya. Berdasarkan pengertian di atas

dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu

proses ketika seseorang mengorganisasikan

informasi dalam pikirannya, mengalami, dan

mengolah pertanda atau segala sesuatu yang

terjadi di lingkungannya.

Page 73: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

71

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian yang

menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif

yang berparadigma konstruktivis. Karena itu

permasalahan dan tujuan penelitian ini

mengharuskan pencarian, analisis, dan penyajian

data informasi secara kualitatif, yakni berupaya

menganalisis dan mengkonstruksikan persepsi

mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo terhadap

latar belakang demonstrasi yang dilakukan oleh

mahasiswa dari dalam lingkungan kampus

Unhalu. Penggunaan pendekatan ini didasarkan

pada beberapa alasan, bahwa (a) menelaah

demonstrasi mahasiswa tidak sekadar

menyangkut pengetahuan yang dapat

dibahasakan (propositional knowledge),

melainkan juga menyangkut pengetahuan yang

tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang

hampir tidak mungkin diperoleh dengan

pendekatan kuantitatif. (b) Studi tentang

demonstrasi mahasiswa sangat kompleks, yang

tidak mungkin direduksi hanya dalam satu sudut

pandang saja. Apa yang hendak dicapai dalam

penelitian ini diwarnai adanya keharusan untuk

mengungkap secara mendalam berbagai

informasi sesuai dengan fakta dan realitas yang

akan diungkapkan oleh para informan yang

memahami substansi penelitian ini. (c)

Penggalian informasi akan dilakukan dengan

berinteraksi langsung dengan para informan

melalui sebuah proses wawancara mendalam

sehingga peneliti mampu merekonstruksi makna

dari setiap informasi yang diperoleh.

Penelitian ini dilaksanakan selama 3

bulan pada akhir tahun 2011 dengan informan

mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo.

Penetapan mahasiswa FKIP sebagai informan

dilakukan secara purposif dengan pertimbangan

bahwa FKIP Unhalu memiliki mahasiswa

terbanyak dan para aktivis mahasiswa sering

ikut serta melakukan demonstrasi baik itu di

lingkungan kampus maupun diluar kampus.

Fokus penelitian ini adalah menganalisis dan

mengkonstruksikan persepsi mahasiswa tentang

latar belakang demonstrasi dilingkungan kampus

Universitas Haluoleo, yang meliputi alasan-

alasan munculnya demonstrasi dalam pandangan

mahasiswa dan isu serta materi yang sering

diusung yang menjadi triger factor munculnya

demonstrasi. Dalam kaitan itu, maka jenis data

dalam penelitian ini meliputi data primer dan

sekunder yang diperoleh melalui wawancara

dengan para informan, studi dokumen baik dari

media masaa maupun hasil-hasil penelitian lain

yang relevan serta kajian pustaka. Sumber data

penelitian ini adalah para mahasiswa FKIP

unhalu baik itu yang terlibat dalam demonstrasi

maupun yang tidak terlibat tetapi pernah

menyaksikan demonstrasi mahasiswa dalam

lingkungan Unhlau. Instrumen penelitian ini

adalah panduan wawancara dan catatan harian

yang befungsi untuk mencatat hal-hal penting

terkait dengan isu atau focus penelitian. Dalam

kaitan itu, maka panduan wawancara dibuat

secara umum dan sangat fleksibel sehingga

peneliti dapat berimprovisasi dalam menggali

informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Analisis data dalam penelitian ini berjalan secara

paralel dengan proses pengumpulan data,

dimana peneliti secara hati-hati melakukan

pemilihan dan pemaknaan setiap informasi yang

diperoleh Setelah tahapan itu dilalui, peneliti

kemudian melakukan proses interpretasi dan

penulisan laporan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Demosntasi dalam Perspektif Mahasiswa.

Latar Belakang Demonstrasi

Demonstrasi yang dilakukan oleh

mahasiswa dilingkungan kampus seringkali

diklaim sebagai suatu cara dan upaya untuk

mendorong proses perubahan termasuk

memperjuangkan aspirasi mahasiswa terkait

dengan penyelenggaran proses-proses akdemik

yang berlangsung di kampus. Dalam banyak

fakta, demonstrasi mahasiswa selalu berhasil

mewujudkan perubahan baik itu perubahan

kebijakan pada tingkat universitas maupun

tingkat fakultas. Dalam persepsi mahasiswa,

faktor yang melatari terjadinya demonstrasi

mahasiswa dilingkungan kampus, yaitu faktor

yang berasal dari dalam diri mahasiswa atau

faktor individual (internal) dan situasi

lingkungan di mana mereka berada atau faktor

eksternal. Faktor yang berasal dari dalam diri

mahasiswa, lebih pada munculnya kesadaran

Page 74: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

72

untuk melakukan perlawanan terhadap tindakan

yang dirasakan tidak adil atas berbagai kebijakan

yang diambil birokrat kampus terkait dengan

proses akademik dan non akademik yang terjadi

dilingkungan kampus. Kesadaran itu muncul

sebagai dampak dari sebuah proses pencerahan

dan proses belajar secara intensif yang dilakukan

mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan di

kampus maupun melalui diskusi atau dialoq

anatar mahasiswa maupun dengan para senior di

lembaga-lembaga internal maupun eksternal

kampus. Kesadaran itu kemudian merangsang

mereka untuk menerapkan apa yang

diketahuinya dalam kehidupan akademiknya

sehingga kemudian melahirkan kesadaran

kolektif untuk melakukan demonstrasi. Dalam

persepsi mahasiswa, ada beberapa hal yang ikut

serta menfasilitasi munculnya kesadaran itu,

diantaranya (1) ingin mempraktekan ilmu dan

pengetahuan yang diperolehnya dari bangku

pendidikan ke dalam kehidupan sehari-hari untuk

semakin memantapkan pengetahuan yang

dimilikinya dengan pengalaman nyata; (2) ingin

menunjukkan kemampuannya kepada khalayak

atau mahasiswa lainnya dan dan para tenaga

pengajar dilingkungan kampus atas apa yang

dimilikinya sebagai bentuk aktualisiasi diri (3)

upaya mengembangkan karir intelektual untuk

menuju masa depan yang lebih baik. Termasuk

sebagai upaya untuk melatih diri dalam

mengembangkan kemampuan dan keterampilan

dalam memperjuangkan aspirasi mahasiswa dan

atau kelompoknya.

Sejalan dengan itu, ada beberapa hal yang

dominan melatari terjadinya demonstrasi

mahasiswa seperti kebijakan kampus yang

kurang menguntungkan mahasiswa seperti

kenaikan SPP. Sehingga kemudian demonstrasi

lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap

kebijakan kampus yang dianggap merugikan atau

tidak adil. Selain itu juga, adanya tindakan

sebagian tenaga akademik yang dianggap

melanggar panduan akademik seperti malas

mengajar, memperlakukan mahasiswa dalam

proses pembelajaran secara diskriminatif dan

pengelolaan administrasi dan keuangan yang

tidak transparan sehingga menghambat proses

perkuliahan mahasiswa seperti keterlambatan

dana praktikum. Selain itu juga, demonstrasi

dilakukan karena sarana dan prasarana

perkuliahan yang sudah tidak memadai seperti

tuntutan perbaikan gedung perkuliahan dan

fasilitas perkuliahan lainnya yang dianggap tidak

memadai lagi. Sikap kritis mahasiswa terhadap

para pengambil kebijakan ditingkat kampus,

biasanya mulai bangkit ketika mereka

menemukan hal-hal menyimpang atau terdapat

kebijakan yang tidak berpihak kepada

kepentingan mahasiswa. Kebijakan itu dianggap

berlangsung secara sistematis sehingga kemudian

merugikan kepentingan mahasiswa. Berbagai

ketimpangan yang selalu menjadi momentum

munculnya demonstrasi mahasiswa sebagaimana

disebutkan diatas ternyata juga menurut persepsi

sebagaian mahasiswa diduga seringkali

ditumpangi oleh kepentingan sekelompok orang

untuk melakukan bargaining baik secara politik

maupun ekonomis dengan pihak-pihak tertentu

pada tingkat pengambil kebijakan. Dalam

konteks ini, demonstrasi mahasiswa dapat

dipahami sebagai bentuk dari perlawanan

mahasiswa terhadap struktur negara yang

dianggap tidak mampu menciptakan keadilan

dilingkungan kampus disatu sisi tetapi disisi lain

juga demonstrasi dianggap sebagai upaya menata

dan melatih kecakapan dalam menyampaikan

aspirasi.

Motivasi mahasiswa melakukan

demonstrasi dalam konteks ini adalah untuk

mendorong terciptanya keadilan dan

kenyamanan dalam mengikuti kegiatan akdemik

di kampus. Demonstrasi mahasiswa seringkali

dilakukan oleh kelompok-kelompok aktivis

mahasiswa kampus baik itu yang berasal dari

BEM, DPM maupun HMPS atau lembaga-

lembaga intra kampus lainnya. Tujuan mereka

antara lain (1) membela mahasiswa atas

tindakan yang dianggap merugikan kepentingan

mahasiswa baik itu secara individual maupun

kelompok. (2) mengoreksi kebijakan pimpinan

universitas atau fakultas dalam rangka untuk

kepentingan mahasiswa; (3) melakukan protes

sebagai wujud dari kemarahan mereka, ketika

para pimpinan atau pengambil kebijakan

dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari

komitmen awal sebagaimana dijanjikan melalui

kampanye mereka pada saat mengajukan diri

sebagai calon pimpinan universitas maupun

fakultas.

Page 75: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

73

Bagi para aktivis mahasiswa di lingkungan

kampus Unhalu, lahirnya kesadaran kritis untuk

terlibat, membangun dan mengembangkan

gerakan dalam bentuk demonstrasi, selalu

diawali dengan peningkatan kapasitas diri dalam

menimba ilmu dan pengetahuan, serta memahami

dan mendalami pemikiran-pemikiran kritis dari

para tokoh kritis yang diidolakan. Pengetahuan

yang diperoleh melalui bacaan dan diskusi yang

berkembang dalam kelompok studi mahasiswa

telah menginspirasi lahirnya gerakan

demonstrasi dan perjuangan mahasiswa untuk

membela kepentingannya. Bahan bacaan atau

pengalaman para tokoh itulah kemudian yang

menginspirasi para mahasiswa di kampus dalam

membangun sebuah kekuatan untuk melakukan

perlawanan terhadap ketidakadilan terutama

yang dilakukan oleh pihak pengambil kebijakan

di kampus. Dengan membaca dan mahami isi

buku dan karya-karya hasil pemikiran tokoh-

tokoh dunia itu diakui dapat meningkatkan

kapasitas intelektualnya. Mereka menjadikan

organisasi yang diikutinya sebagai tempat

berdiskusi, mematangkan diri, mencari

pengalaman, serta belajar mengembangkan

pemikiran kritis dalam mamahami fenomena

lingkungannya. Para mahasiswa menjadikan

organisasi baik intra kampus maupun ekstra

kampus sebagai tempat berkiprah melakukan

aktivitas secara berkelompok. Melalui organisasi

itu para aktivis gerakan mahasiswa menyamakan

visi dan persepsi dalam menelaah isu-isu publik

yang menurut mereka menyimpang dari prinsip-

prinsip keadilan, kejujuran, dan kebenaran.

Kemudian mereka melakukan berbagai upaya

strategis untuk melakukan perubahan tatanan

sosial yang dianggap tidak merugikan

masyarakat yang pada gilirannya berdampak

pada aktivitas perkuliahan mahasiswa.

Dalam hubungan itu, para aktivis

mahasiswa senantiasa mencari atau membentuk

wadah pergerakan sebagai tempat mereka

berkiprah dalam rangka mewadahi aspirasi

mereka apabila wadah internal yang secara

formal tidak mampu memperjuangkan aspirasi

mahasiswa. Pembentukan wadah tersebut

didasari oleh kesamaan visi termasuk isu yang

dibangun. Namun secara formal wadah bagi

mahasiswa untuk mengembangkan gerakan

demonstrasi adalah lembaga kemahasiswaan

yang ada pada tingkat universitas/fakultas atau

organisasi intra kampus seperti MPM, Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM), atau organisasi

kemahasiswaan lainnya. Lembaga

kemahasiswaan itu di nilai telah teruji sangat

efektif bagi para aktivis untuk tempat menempa

diri, tempat berdiskusi, mencurahkan gagasan

dalam menelaah berbagai persoalan yang terkait

dengan kepentingan mahasiswa. Umumnya para

aktivis mahasiswa kampus, senantiasa berupaya

menguasai lembaga kemahasiswaan sebagai

tempat bagi mereka melakukan pengembangan

gerakannya. Diakui bahwa lembaga

kemahasiswaan internal kampus dianggap

sebagai wadah yang cukup independen dan tidak

berada dalam kendali kekuasaan, sehingga

memungkinkan organisasi kemahasiswaan itu

berjuang sebagai oposan atau kelompok yang

kritis yang berada di luar struktur kekuasaan

negara atau kampus. Menurut para informan,

sebagai proses awal untuk mewujudkan

pragmatisasi ide dalam bentuk gerakan, salah

satu ruang yang paling utama untuk direbut

adalah lembaga kemahasiswaan. Perebutan

lembaga kemahasiswaan bukan karena ada

peluang ekonomi tetapi melalui lembaga itulah

mahasiswa berkiprah mengembangkan idealisme,

termasuk sebagai sarana untuk menempa diri

mereka untuk memperjuangkan kepentingan

mahasiswa. Merebut atau menjadi pengurus

lembaga kemahasiswaan dilakukan untuk

menjamin bahwa gerakan demonstrasi dilakukan

terlembagakan secara independen sehingga

dalam mengemban gerakan, mahasiswa memilki

posisi tawar yang kuat.

Gerakan demonstrasi mahasiswa di kampus

selalu dilakukan atas inisiatif mahasiswa sebagai

jawaban atas keresahan yang dirasakan oleh

mahasiswa selama menimbah ilmu dikampus.

Para mahasiswa dalam melakukan gerakan

demonstrasi disamping didorong oleh faktor-

faktor sebagaimana yang telah saya sebutkan

diatas, juga disebabkan oleh adanya fakta bahwa

telah terjadi ketimpangan yang dianggap

merugikan mahasiswa. Proses pembahasan isu

gerakan ridak hanya dilakukan di kampus,

melalui lembaga-lembaga yang telah disebut

diatas tadi tetapi juga pembahasan isu

demonstrasi dilakukan secara fleksibel baik itu di

tempat kost mahasiswa, maupun di warung kopi.

Page 76: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

74

Fenomena seperti itu, dilkaukan untuk

menunjukan bahwa demonstrasi mahasiswa tetap

berbasis pada moral forces, tidak berbasis pada

econimic determenisme sebagaimana yang

diduga oleh sebagaian pihak belakangan ini.

Kemurnian demonstrasi mahasiswa dalam

kampus tersebut nampak dalam setiap gerakan

demonstrasi yang dilakukan, dimana mahasiswa

selalu tegas mendesak pengambil kebijakan

untuk memperhatikan aspirasi yang disampaikan

dan mahasiswa tidak berhenti mengusung satu

isu demonstrasi jika isu belum mendapatkan

tanggapan positif para pengambil kebijakan

dilingkungan kampus seperti halnya demonstrasi

penolakan kenaikan SPP beberapa tahun lalu.

Namun para mahasiswa mengakui bahwa

demonstrasi yang mereka bangun, sebagian

belum dilakukan secara terencana dan sitematis

tetapi mereka berharap dengan demonstrasi itu

ada kesadaran dari mahasiswa untuk melakukan

kontrol terhadap pengambil kebijakan termasuk

kesadaran dari pengambil kebijakan untuk selalu

memperhatikan aspek keadilan dalam setiap

keputusan yang diambil terkait dengan

kepentingan mahasiswa.

Dalam persepsi mahasiswa, keterlibatan para

mahasiswa dalam berbagai aksi demonstrasi

merupakan bagian dari cara mereka

mengembangkan potensi diri sekaligus menimba

pengalaman dalam memperjuangkan aspirasi

mahasiswa. Umumnya para mahasiswa yang

terlibat dalam demonstrasi adalah mereka yang

sudah berpengalaman dalam berorganisasi sejak

mereka masih berada di bangku Sekeloah

Menengah Umum (SMU). Hal itu menunjukan

bahwa tindakan mahasiswa dalam melakukan

demonstrasi, tidak hanya dimotivasi oleh

keinginan untuk mengembangkan potensi diri

tetapi juga merupakan bentuk kepedulian

terhadap permasalahan mahasiswa, terutama

terkait dengan kondisi kebijakan yang dianggap

tidak memihak kepada kepentingan mahasiswa.

Apalagi kemudian mereka sudah memiliki

pengalaman dan bakat untuk berorganisasi

sehingga dengan organisasi para aktivis itu bisa

membangun dan mengembangkan relasi dengan

berbagai pihak dengan tujuan untuk

memperjuangkan kepentingan mahasiswa.

Gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh

mahasiswa merupakan bagian dari upaya yang

diharapkan dapat mewujudkan perubahan

dilingkungan kampus menjadi lebih baik

terutama dalam upaya menciptakan kampus

yang bersih dan akuntabel.

Demonstrasi mahasiswa, secara historis memang

seringkali berhasil dalam mendorong terjadinya

perubahan. Gerakan-gerakan yang dilakukan

mahasiswa sampai saat ini masih dipercaya

sebagai agent of change, dan juga merupakan

kontrol masyarakat sipil dalam penyelenggaraan

pemerintahan terutama lingkungan kampus.

Fenomena itu juga dapat ditemukan dalam

gerakan mahasiswa di Kampus Unhalu. Setiap

ada gerakan demonstrasi yang di kampus, pasti

dimotori oleh para aktivis mahasiswa. Mereka

selalu berada dilini terdepan untuk menyuarakan

kepentingan mahasiswa sekaligus untuk

mendorong perubahan. Sebagian besar

mahasiswa yang menjadi informan penelitian ini

mengakui bahwa demonstrasi mahasiswa yang

dibangun di kampus tidak bisa dilepaskan

dengan isu nasional, meskipun ada juga gerakan-

gerakan mahasiswa di Kampus yang membawa

atau menggandeng isu-isu lokal yang terjadi di

kampus. Dengan mengetahui fenomena yang

terjadi serta memiliki kesadaran dan mempunyai

kapasitas untuk bertindak, mereka dapat

melibatkan diri dalam gerakan mahasiswa.

Umumnya, mahasiswa terlibat dalam suatu

gerakan karena mereka tahu dan sadar bahwa ada

sesuatu yang tidak beres di luar sana (di

lingkunganya) yang terkait dengan sistem dan

praktek tata kepemerintahan di kampus. Aspek-

aspek itulah umumnya yang mendasari atau

melatar belakangi lahirnya gerakan demonstrasi

mahasiswa di kampus. Demonstrasi mahasiswa

yang tergabung dalam kelembagaan mahasiswa

atau gerakan yang dilakukan secara

terkonsolidasi diakui menjadi alat kontrol yang

efektif. Lingkungan kampus yang bebas untuk

mengembangkan demokrasi menjadikan aktivis

dalam lembaga kemahasiswaan juga merasa

bebas dalam mengeluarkan gagasan, pendapat

atau aspirasi untuk kemudian diperjuangkan.

Mereka mau mewujudkan idealismenya, asalkan

sistem dan tatanan yang ada juga tidak

mengkoptasi gerakan mahasiswa. Kalau sistem

yang ada mengekang atau membatasi ruang

gerak mahasiswa, maka untuk memudahkan

pengembangan gerakan, terlebih dahulu

Page 77: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

75

mendorong perubahan sistem yang ada. Untuk

membangun gerakan yang efektif, kondisi

kelembagaan mahasiswa yang tidak netral atau

dikendalikan penguasa kampus harus disterilkan

terlebih dahulu.

Sebagian mahasiswa mengatakan bahwa

para aktivis mahasiswa yang sering terlibat

dalam aksi demonstrasi dilingkungan kampus

pada umumnya adalah mereka yang sering

terlibat dalam gerakan-gerakan demonstrasi

diluar kampus. Proses penguatan kapasitas diri

para mahasiswa dilakukan melalui berbagai cara

seperti sistim kaderisasi, diskusi, kajian,

membaca buku, koran, menulis artikel dimedia

dan lain-lain. Dengan demikian, para mahasiswa

memiliki pemahaman yang cukup mengenai isu-

isu yang berkembang yang terjadi di lingkungan

kampus. Ruang demokrasi telah memberi

kebebasan kepada semua elemen masyarakat

terutama mahasiswa untuk selalu mewujudkan

keresahan mereka terhadap berbagai kebijakan

kampus yang dianggap merugikan mahasiswa

untuk selalu melakukan aksi perlawanan dalam

bentuk demonstrasi. Apalagi mereka

menganggap bahwa demonstrasi merupakan

salah satu cara terampuh untuk memperjuangkan

aspirasi mereka sehingga kemudian mendapatkan

perhatian dari para pengambil kebijkan

dilingkungan universitas maupun fakultas.

Namun sebagian mahasiswa juga menyandari

bahwa dalam setiap demonstrasi, fenomena pro

dan kontra dalam aksi demonstrasi selalu saja

muncul. Dan itu mereka anggap sebagai

dinamika dalam gerakan demonstrasi. Mereka

juga mengakui bahwa konflik kepentingan dalam

demonstrasi selalu mewarnai proses-proses aksi

atau gerakan yang dilakukan. Di satu sisi, ada

demonstrasi yang secara tegas mengoreksi

kebijakan yang dianggap merugikan mahasiswa

tetapi di sisi lain ada sekelompok orang yang

selalu berupaya untuk mempertahankan status

quo dengan melakukan berbagai upaya hingga

mengarah pada tindakan intimidatif. Kelompok

ini selalu beranggapan bahwa gerakan koreksi

yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa

dianggap sebagai upaya merongrong

kewibawaan para pengambil kebijakan di tingkat

kampus. Mereka biasanya berupaya melakukan

upaya-upaya loby untuk meredam demonstrasi

yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Bagi

sebagian informan mengatakan bahwa

pengalaman seperti ini sangat penting bagi

mahasiswa dalam rangka melatih diri dalam

memperjuangkan kepentingan yang lebih besar

untuk kepentingan bersama. Isu-isu yang sering

kali menjadi perhatian mahasiswa untuk

melakukan demonstrasi adalah seperti isu

beasiswa, kenaikan spp, perbaikan gedung

perkuliahan, biaya praktikum dan lain-lain yang

dianggap bersentuhan langsung dengan

lkepentingan mahasiswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat

dijelaskan bahwa menurut persepsi mahasiswa,

faktor yang melatari munculnya demonstrasi

mahasisswa adalah factor dari dalam (internal)

dan dari luar (eksternal). Faktro dari dalam

meliputi ; semangat untuk mempraktekan ilmu

dan pengetahuan yang diperoleh dari bangku

kuliah ke dalam kehidupan sosial sebagai bagian

dari cara memantapkan pengetahuan yang

dimiliki ke dalam pengalaman nyata; keinginan

untuk menunjukkan potensi dan kekuatan yang

dimiliki kepada mahasiswa lain sebagai bentuk

aktualisiasi diri; sebagai upaya mengembangkan

karir dan reputasi intelektual menuju masa depan

yang lebih baik. Faktor ini oleh sebagian

mahasiswa diakui sebagai perwujudan dari

kesadaran mahasiswa atas kapasitas dirinya

sehingga tidak mempersoalkan penilaian

mahasiswa atas tindakan yang dilakukan.

Sedangkan factor eksternal meliputi : semangat

untuk membela kepentingan mahasiswa atas

perlakuan yang dianggap merugikan kepentingan

mahasiswa, melakukan korekasi atas kebijakan

kampus yang dianggap bertentangan dengan

idealisme mahasiswa, dan perilaku dari para

pengambil kebijakan ditingkat kampus yang

dianggap telah menyimpang dari aturan

perundang-undangan seperti tidak transparan,

serta mendorong akuntabilitas dalam tata kelola

kampus.

Page 78: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

76

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. Andriadi, 2007. Mahasiswa Hanya

Bisa Demo; Potret Gerakan

Mahasiswa Pasca Reformasi.

Mimpiku Bukusiana, Jakarta.

Barlian, 2011. Gerakan Mahasiswa di Kendari:

Disertasi program doktor sosiologi.

Universitas Negeri Makasar (tdk

dipublikasikan).

Blumer, Herbert, 1995. Attitude and Social Act:

Simbolic Interaction. Free Press, New

York.

Bogdan, Robert, and Steven J. Taylor.1975.

Introduction to Qualitative Research

Methods: A Phenomenological

Approach to Social Sciences. John

Wiley & Sons, New York.

Chaidar, Al, dan Sahrasad, Herdi, dan, Rahman,

M. Fajroel, 2000. Gerakan

Mahasiswa, Rezim Tirani dan

Ideologi Reformasi. Madani Press,

Jakarta.

Cresswell, John W. 1994. Research Design

Qualitative and Quantitative

Approaches. SAGE Publications,

London, New Delhi.

Culla, Adi Suryadi, 1999. Patah Tumbuh Hilang

Berganti Sketsa Pergolakan

Mahasiswa Dalam Politik Dan

Sejarah Indonesia (1908-1998). PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Denzin, Norman K and Lincoln Yvonna S. 1994.

Handbook of Qualitative Research.

Sage Publications. Internacional

Educational and Professional

Publisher. Thousand Oaks London

New Delhi.

Dody Rudianto, 2010. Gerakan Mahasiswa

Dalam Perspektif Perubahan

Nasional. Golden Terayon Press,

Jakarta.

JA, Deny, 1998. Menjelaskan Gerakan

Mahasiswa dalam Dedy Jamaluddin

Malik, Gejolak Reformasi Menolak

Anarki. Wacana Mulia, Bandung.

Magenda, Burhan D, 1995. Gerakan Mahasiswa

Dan Hubungannya Dengan Sistem

Politik: Suatu Tinjauan”, dalam

Analisis Kekuatan Politik di

Indonesia. Pustaka LP3ES Indonesia-

Jakarta.

Page 79: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

77

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DALAM PENINGKATAN HASIL

BELAJAR MATEMATIKA

(Suatu studi di SDN 01 Poasia) Kota Kendari tahun 2012

Oleh:

Nana Sumarna1

Abstrak. Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode ilmiah yang digunakan

dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan pemecahan masalah adalah cara penyajian

bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis

dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

Studi ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 di SDN 01 Poasia

dengan mengambil sampel kelas V. Prosedur penelitian menggunakan alur penelitian

tindakan kelas. Fokus materi adalah materi pecahan yang sedang dipelajari oleh siswa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa proses keterlaksanaan skenario pembelajaran aktivitas guru

pada siklus I pertemuan 1 sebesar 77,5% dan pada siklus I pertemuan 2 aktivitas guru

mencapai 85%, sedangkan pada siklus II pertemuan 1 sebesar 90% dan pada siklus II

pertemuan 2 meningkat menjadi 97,5%. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 sebesar

76,42% dan pada siklus I pertemuan 2 mencapai 87,85%, sedangkn pada siklus II pertemuan

1 sebesar 95,71% dan pada siklus II pertemuan 2 meningkat menjadi 97,14%. Dari segi hasil

belajar siswa secara klasikal pada siklus I sebesar 52,5% atau sebanyak 21 orang dari 40

siswa yang tuntas memperoleh nilai ≥ 70 dengan nilai rata-rata 79,48, sedangkan pada

siklus II meningkat menjadi 82,5% atau sebanyak 33 orang dari 40 siswa yang tuntas

memperoleh nilai ≥ 70 dengan nilai rata-rata 89,84.

Kata kunci: Pemecahan masalah, hasil belajar, Pecahan

1 Dosen PGSD FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika adalah proses

pemberian pengalaman belajar kepada peserta

didik melalui serangkaian kegiatan yang

terencana sehingga peserta didik memperoleh

kompetensi tentang bahan matematika yang

dipelajari (Muhsetyo, 2008: 1.26). Oleh karena

itu, pembelajaran matematika hendaknya

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar

memperoleh hasil yang maksimal.

Namun pada kenyataannya untuk

pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

belum sesuai dengan harapan. Salah satu

penyebabnya adalah cara pengajaran dari guru

yang kurang mengaktifkan siswa dalam proses

pembelajaran. Hal tersebut membuat siswa

menjadi kurang berminat dan termotivasi dalam

mengikuti proses pembelajaran. Akibatnya nilai

rata-rata hasil belajar siswa menjadi rendah. Hal

ini jelas sangat memperihatinkan mengingat

betapa pentingnya matematika dalam dunia

pendidikan.

Masalah yang sama sebagaimana telah

diungkapkan sebelumnya juga terjadi di SDN 01

Poasia. Berdasarkan data yang diperoleh

menujukkan bahwa nilai rata-rata ulangan harian

matematika pada materi operasi hitung

penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa

kelas V C semester genap tahun pelajaran

2011/2012 hanya sebesar 61,14. Nilai ini berada

dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang ditetapkan di Sekolah tersebut yaitu

minimal ≥ 70. Hal ini menunjukkan bahwa hasil

Page 80: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

78

belajar matematika di kelas V C SDN 01 Poasia

belum optimal dan masih perlu diperbaiki.

Berdasarkan maslah tersebut, upaya

mencari akar penyebab masalah dengan

melakukan beberapa kegiatan antara lain:

1. Melakukan observasi pada saat guru

mengajar. Dari hasil observasi tersebut,

peneliti menemukan bahwa salah satu faktor

yang menyebabkan rendahnya hasil belajar

siswa adalah karena pembelajaran lebih

berpusat pada guru (teacher centered).

Adapun metode pembelajaran yang

digunakan guru lebih didominasi oleh metode

ceramah. Akibatnya siswa cenderung pasif

dalam menerima materi pembelajaran yang

diberikan oleh guru.

2. Melakukan wawancara dengan siswa tentang

pelajaran yang diikuti. Dari hasil wawancara

tersebut, peneliti menemukan bahwa faktor

lain yang menyebabkan rendahnya hasil

belajar siswa adalah karena adanya rasa

jenuh dari siswa dengan pola pembelajaran

dari guru yang sama terus-menerus yakni

guru selalu menggunakan metode ceramah

terus-menerus. Akibatnya siswa menjadi

kurang berminat dan termotivasi dalam

mengikuti proses pembelajaran.

3. Melakukan observasi tentang hasil kerja

siswa pada materi penjumlahan dan

pengurangan pecahan. Tujuan dari kegiatan

ini adalah peneliti ingin mengetahui

penyebab rendahnya nilai rata-rata ulangan

harian matematika pada materi operasi hitung

penjumlahan dan pengurangan pecahan siswa

kelas V C tahun pelajaran 2011/2012.

Dengan mengetahui hal tersebut peneliti

dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan

yang terjadi saat itu untuk tidak terulang lagi

pada kelas V C yang sekarang. Hasil

observasi menujukkan bahwa: (1) Siswa

kurang memahami masalah yang terdapat

pada soal. Hal ini dapat dilihat pada

pekerjaan siswa yang salah dalam

mengidentifikasi hal yang diketahui dalam

soal, (2) Siswa kurang teliti dalam

menyelesaikan soal. Hal ini terlihat dari

jawaban yang diperoleh siswa meskipun

model matematikanya sudah benar namun

masih ada kesalahan pada jawaban akhirnya,

(3) Siswa jarang memeriksa kembali jawaban

yang telah diperolehnya. Hal ini disebabkan

karena kurangnya pemahamanan dari siswa

tentang manfaat dari memeriksa kembali

jawaban yang telah diperolehnya.

Untuk dapat mengatasi masalah

sebagaimana yang telah dikemukakan

sebelumnya guru memerlukan suatu metode yang

tepat. Salah satu metode yang tepat untuk

mengatasi masalah tersebut adalah metode

pemecahan masalah. Metode ini mampu

menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam

belajar matematika. Hal ini disebabkan karena

metode ini memberikan kesempatan yang seluas-

luasnya kepada siswa untuk memecahkan

masalah matematika yang dihadapinya. Guru

hanya perlu membimbing siswa secara bertahap

agar siswa dapat menemukan solusi dari masalah

yang dihadapinya. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan yang dikemukakan oleh Hudojo

(dalam Kaimudin, 2008: 77) bahwa matematika

yang disajikan dalam bentuk masalah-masalah

akan memberikan motivasi bagi siswa untuk

mempelajari matematika dengan baik.

Selain itu, dengan menggunakan metode

pemecahan masalah pembelajaran yang semula

bepusat kepada guru (teacher centered) dapat

berubah menjadi berpusat pada siswa (student

centered). Hal ini disebabkan karena

pembelajaran dengan pemecahan masalah

menekankan pada tiga hal yaitu: (1)

meningkatkan sikap positif siswa terhadap

matematika, (2) mendorong siswa berpartisipasi

lebih aktif, dan (3) menghadapkan siswa pada

keterampilan yang menantang agar siswa terlatih

melakukan pemecahan masalah dan berfikir

analitik ( Chicko dalam Kaimudin, 2008: 79).

Akibatnya siswa akan cenderung berpatisipasi

lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Adapun langkah-langkah untuk

memecahkan masalah adalah sebagai berikut: (1)

pemahaman masalah (understanding the

problem), (2) merencanakan pemecahan atau

penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan

rencana pemecahan atau perhitungan (carrying

out the plan), dan (4) memeriksa proses atau

hasil perhitungan (looking back) (Polya dalam

Kaimudin, 2008: 83). Dengan langkah-langkah

pemecahan masalah tersebut diharapkan siswa

mampu menyelesaikan soal pemecahan masalah

khususnya dalam bentuk soal cerita.

Page 81: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

79

Metode Pemecahan Masalah merupakan

metode mengajar yang lebih tinggi tingkatnya

dari cara belajar lainnya. Untuk memecahkan

masalah diperlukan aturan-aturan tingkat tinggi,

aturan-aturan dan konsep terdefinisi. Untuk

memperoleh aturan-aturan ini sudah harus

belajar konsep konkrit, dan untuk belajar konkret

harus menguasai diskriminasi-diskriminasi

(Dahar, 1989:135). Dalam bidang Pendidikan

Dasar Survey (PDS), pemecahan masalah dapat

berupa penyelesaian soal-soal, yang biasanya

lebih banyak pada soal-soal yang memerlukan

kemampuan pemahaman konsep dan aplikasinya.

Metode pemecahan masalah juga

memiliki beberapa keunggulan. Adapun

keunggulan dari metode pemecahan masalah

adalah sebagai berikut: (a) mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, (b) mengembangkan

kemampuan berpikir kritis, (c) mempelajari

bahan pelajaran yang aktual dengan kebutuhan

dan perkembangan masyarakat, (d) jika

dilaksanakan secara kelompok dapat

mengembangkan kemampuan sosial siswa, (e)

mengoptimalkan kemampuan siswa (dalam

Anitah, 2009: 5.32). Oleh karena itu, metode ini

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa kelas V C di SDN 01 Poasia.

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah

dikemukakan di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah penerapan

metode pemecahan masalah dapat meningkatkan

hasil belajar siswa kelas V C pada materi

pecahan di SDN 01 Poasia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah untuk

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V C pada

materi pecahan melalui penerapan metode

pemecahan masalah di SDN 01 Poasia.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Belajar

Menurut Gagne (dalam Ratna, 2011: 2)

belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses

dimana suatu organisasi berubah perilakunya

sebagai akibat pengalaman. Sedangkan

Witherington (dalam Aunurrahman, 2009: 35)

mengemukakan bahwa belajar adalah suatu

perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari

reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,

kepribadian atau suatu pengertian. Anitah (2009:

2.5) mendefinisikan bahwa belajar merupakan

suatu usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru, secara keseluruhan sebagai pengalaman

individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya.

Hasil Belajar

Gagne (dalam Muhammad dan Arif, 2011:

22) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa

hal-hal sebagai berikut:

1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis.

Kemampuan merespons secara spesifik

terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan

tersebut tidak memerlukan manipulasi

simbol, pemecahan masalah, maupun

penerapan peraturan.

2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan

mempresentasikan konsep dan lambang.

Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengategorisasi, kemampuan

analitis-sintetis fakta-konsep, dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Keterampilan intelektual merupakan

kemampuan melakukan aktivitas kognitif

bersifat khas.

3) Strategi kognitf, yaitu kecakapan

menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya. Kemampuan ini meliputi

penggunaan konsep dan kaidah dalam

memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan

melakukan serangkaian gerak jasmani dalam

urusan urusan dan koordinasi sehingga

terwujud otomatisme gerak.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau

menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut. Sikap berupa

kemampuan menginternalisasi dan

eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai

standar perilaku.

Page 82: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

80

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar

Menurut Purwanto (dalam Muhammad

dan Arif, 2011: 31), hasil belajar dipengaruhi

oleh berbagai macam faktor yang dibedakan

menjadi dua golongan sebagai berikut:

1) Faktor yang ada pada diri organisme tersebut

yang disebut faktor individual. Faktor

individual meliputi hal-hal sebagai berikut:

(a) Faktor kematangan atau pertumbuhan,

(b) Faktor kecerdasan atau intelegensi, (c)

Faktor latihan dan ulangan, (d) Faktor

motivasi, (e) Faktor pribadi.

2) Faktor yang ada di luar individu yang

disebut faktor sosial. Termasuk ke dalam

faktor di luar individual atau faktor sosial

antara lain sebagai berikut: (a) Faktor

keluarga atau keadaan rumah tangga, (b)

Suasana dan keadaan keluarga yang

bermacam-macam turut menentukan

bagaimana dan sampai mana belajar dialami

anak-anak, (c) Faktor guru dan cara

mengajarnya, (d) Faktor alat-alat yang

digunakan dalam belajar mengajar.

Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah merupakan

suatu metode ilmiah yang digunakan dalam

proses pembelajaran (Anitah, 2009: 5.31).

Menurut Sudirman, dkk (Aina Mulyana 2012,

diakses 6 Januari 2013) metode pemecahan

masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran

dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak

pembahasan untuk dianalisis dan disintesis

dalam usaha mencari pemecahan atau

jawabannya oleh siswa.

Anitah (2009: 5.32) mengemukakan

beberapa keunggulan pembelajaran dengan

menggunakan metode pemecahan masalah

diantaranya:

1) Mengembangkan kemampuan berpikir

ilmiah

2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis

3) Mempelajari bahan pelajaran yang aktual

dengan kebutuhan dan perkembangan

masyarakat

4) Jika dilaksanakan secara kelompok dapat

mengembangkan kemampuan sosial siswa

5) Mengoptimalkan kemampuan siswa

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah

penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam

kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan

tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai

guru sehingga hasil belajar siswa meningkat

(Wardhani dalam wina, 2010: 142).

Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

semester genap tahun pelajaran 2012/2013 di

kelas V C SDN 01 Poasia. Penelitian ini

dilakukan sebanyak dua siklus dan setiap siklus

terdiri dari dua kali pertemuan.

Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dalam

penelitian ini adalah siswa kelas V C di SDN 01

Poasia dengan jumlah siswa 40 orang, yang

terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 24 orang

perempuan. Dengan sasaran utama meningkatkan

hasil belajar matematika di kelas tersebut.

Faktor yang Diteliti

Adapun faktor yang diteliti dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor guru, yaitu aktivitas guru pada saat

proses pembelajaran di kelas.

2. Faktor siswa, yaitu (a) aktivitas siswa, dan

(b) hasil pembelajaran siswa dalam

pembelajaran matematika pada materi

pecahan dengan menggunakan metode

pemecahan masalah.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) yang terdiri atas dua siklus. Adapun

langkah-langkah dalam siklus tersebut terdiri

dari perencanaan (planning), tindakan (acting),

pengamatan dan evaluasi (observing and

evaluation), serta refleksi (reflecting).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Siswa

Hasil tes siklus I menunjukan bahwa

pemahaman siswa tentang materi pembelajaran

Page 83: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

81

yang diajarkan masih tergolong rendah karena

belum memenuhi standar ketuntasan minimal

yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 80% siswa

telah mencapai nilai minimal 70. Berdasarkan

hasil evaluasi siklus I ini, diperoleh persentase

ketuntasan belajar klasikal sebesar 52,5%,

dimana dari 40 orang siswa yang menjadi subyek

penelitian hanya 21 orang siswa saja yang

mencapai ketuntasan belajar individual

sedangkan sisanya sebanyak 19 orang atau

sekitar 47,5% siswa belum mencapai ketuntasan

belajar. Berdasarkan dari hasil evaluasi pada

pelaksanaan tindakan siklus I yang belum

mencapai kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan sekolah maka penelitian ini

dilanjutkan pada siklus II. Dengan harapan

pembelajaran dapat ditingkatkan dan mencapai

target ketuntasan belajar pada pelaksanaan

tindakan siklus II.

Selanjutnya, hasil tes siklus II

menunjukan bahwa terjadi peningkatan

ketuntasan hasil belajar klasikal siswa jika

dibandingkan dengan tes siklus I yaitu dari 40

orang siswa, yang dinyatakan tuntas adalah 33

orang siswa atau sekitar 82,5% sedangkan

sisanya sebanyak 7 orang atau sekitar 17,5%

siswa saja yang belum mencapai ketuntasan

belajar . Hal ini menunjukan bahwa ketuntasan

hasil belajar tersebut telah mencapai indikator

yang telah ditentukan yaitu 80% siswa telah

mendapatkan nilai minimal ≥70.

Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap

aktivitas siswa pada pelaksanaan tindakan siklus

I, jumlah skor yang diperoleh pada pertemuan

pertama adalah 107 dari jumlah skor maksimum

140 dengan skor maksimum setiap kelompok

adalah 20. Untuk menentukan persentase

aktivitas siswa pada pertemuan pertama ini

caranya adalah jumlah skor perolehan semua

kelompok dibagi dengan jumlah skor maksimum

semua kelompok dan dikalikan dengan 100%,

sehingga diperoleh persentase aktivitas siswa

pada pertemuan pertama siklus I ini adalah

76,42%.

Pada pertemuan kedua jumlah skor yang

diperoleh adalah 123 dari jumlah skor

maksimum 140 dengan skor maksimum setiap

kelompok adalah 20. Untuk menentukan

persentase aktivitas siswa pada pertemuan kedua

caranya adalah jumlah skor perolehan semua

kelompok dibagi dengan jumlah skor maksimum

semua kelompok dan dikalikan dengan 100%,

sehingga diperoleh persentase aktivitas siswa

pada pertemuan kedua siklus I ini adalah

87,85%. Hal ini jika dibandingkan dengan

pertemuan pertama aktivitas siswa mengalami

peningkatan sebesar 11,43%.

Selanjutnya, berdasarkan hasil

pengamatan terhadap aktivitas siswa pada

pelaksanaan tindakan siklus II, jumlah skor yang

diperoleh pada pertemuan pertama adalah 134

dari jumlah skor maksimum 140 dengan skor

maksimum setiap kelompok adalah 20. Untuk

menentukan persentase aktivitas siswa pada

pertemuan pertama ini caranya adalah jumlah

skor perolehan semua kelompok dibagi dengan

jumlah skor maksimum semua kelompok dan

dikalikan dengan 100%, sehingga diperoleh

persentase aktivitas siswa pada pertemuan

pertama siklus I ini adalah 95,71%.

Pada pertemuan kedua jumlah skor yang

diperoleh adalah 136 dari jumlah skor

maksimum 140 dengan skor maksimum setiap

kelompok adalah 20. Untuk menentukan

persentase aktivitas siswa pada pertemuan kedua

caranya adalah jumlah skor perolehan semua

kelompok dibagi dengan jumlah skor maksimum

semua kelompok dan dikalikan dengan 100%,

sehingga diperoleh persentase aktivitas siswa

pada pertemuan kedua siklus I ini adalah

97,14%. Hal ini jika dibandingkan dengan

pertemuan pertama aktivitas siswa mengalami

peningkatan sebesar 1,43%.

Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap

aktivitas guru pada pelaksanaan tindakan siklus

I, jumlah skor yang diperoleh pada pertemuan

pertama adalah 31 dari jumlah skor maksimum

40 dengan skor maksimum setiap item adalah 4,

jadi diperoleh persentase keterlaksanaan

skenario pembelajaran oleh guru dengan

membagi jumlah skor perolehan dengan jumlah

skor maksimum dan dikalikan 100 % maka,

diperoleh hasil 77,5%.

Pada pertemuan kedua jumlah skor yang

diperoleh adalah 34 dari jumlah skor maksimum

40 dengan skor maksimum setiap item adalah 4,

Page 84: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

82

jadi diperoleh persentase keterlaksanaan

skenario pembelajaran oleh guru dengan

membagi jumlah skor perolehan dengan jumlah

skor maksimum dan dikalikan 100 % maka,

diperoleh hasil 85%. Hal ini jika dibandingkan

dengan pertemuan pertama aktivitas guru

mengalami peningkatan sebesar 7,5%.

Selanjutnya, berdasarkan hasil

pengamatan terhadap aktivitas guru pada

pelaksanaan tindakan siklus II, jumlah skor yang

diperoleh pada pertemuan pertama adalah 36 dari

jumlah skor maksimum 40 dengan skor

maksimum setiap item adalah 4, jadi diperoleh

persentase keterlaksanaan skenario pembelajaran

oleh guru dengan membagi jumlah skor

perolehan dengan jumlah skor maksimum dan

dikalikan 100 % maka, diperoleh hasil 90%.

Pada pertemuan kedua jumlah skor yang

diperoleh adalah 39 dari jumlah skor maksimum

40 dengan skor maksimum setiap item adalah 4,

jadi diperoleh persentase keterlaksanaan

skenario pembelajaran oleh guru dengan

membagi jumlah skor perolehan dengan jumlah

skor maksimum dan dikalikan 100 % maka,

diperoleh hasil 97,5%. Hal ini jika dibandingkan

dengan pertemuan pertama aktivitas guru

mengalami peningkatan sebesar 7,5%.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Hasil belajar siswa kelas V C pada materi

pecahan di SDN 01 Poasia dapat ditingkatkan

melalui metode pemecahan masalah. Hal ini

ditunjukkan dengan hasil belajar siswa pada

siklus I yaitu dari 40 orang siswa yang

menjadi subyek penelitian sebanyak 52,5%

siswa atau sekitar 21 orang siswa yang

mencapai ketuntasan belajar individual, pada

siklus II meningkat menjadi 82,5% atau

sekitar 33 orang siswa yang mencapai

ketuntasan belajar individual, dengan

peningkatan sebesar 30%.

2. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus

I adalah 79,48 sedangkan hasil belajar siswa

pada siklus II adalah 89,84, dengan

peningkatan sebesar 10,36 poin.

3. Persentase aktivitas guru pada pelaksanaan

tindakan siklus I pertemuan pertama sebesar

77,5%, dan pada pertemuan kedua

meningkat menjadi 85%. Untuk persentase

pelaksanaan tindakan siklus II pertemuan

pertama aktivitas guru mengalami

peningkatan keberhasilan yaitu sebesar 90%.

Keberhasilan ini juga meningkat menjadi

97,5% pada pertemuan kedua.

4. Persentase aktivitas siswa pada pelaksanaan

tindakan siklus I pertemuan pertama sebesar

76,42%, dan pada pertemuan kedua

meningkat menjadi 87,85%. Untuk

persentase pelaksanaan tindakan siklus II

pertemuan pertama aktivitas guru mengalami

peningkatan keberhasilan yaitu sebesar

95,71%. Keberhasilan ini juga meningkat

menjadi 97,14% pada pertemuan kedua.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka

peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi guru-guru sekolah dasar, dapat

menerapkan metode pemecahan masalah

dalam pembelajaran matematika karena

dengan menerapkan metode pembelajaran ini

dapat meningkatkan hasil belajar matematika

siswa.

2. Bagi Sekolah, dapat mengadakan pelatihan

metode pembelajaran termasuk metode

pemecahan masalah sehingga dapat

memperkaya pengetahuan guru dalam

memperbaiki kinerjanya.

3. Bagi peneliti lain, yang hendak melaksanakan

penelitian yang relevan dengan judul

penelitian ini, dapat memanfaatkan hasil

penelitian ini dengan mengkaji lebih luas

pembahasan yang ada di dalamnya.

Page 85: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

83

DAFTAR PUSTAKA

Anitah W., Sri. 2009. Strategi Pembelajaran.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Adnan. 2012. Penerapan Metode Problem

Solving (PS) untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika pada Materi Operasi

Hitung Campuran Bilangan Bulat Siswa

Kelas IV B di SDN 01 Poasia Kota Kendari.

Skripsi Mahasiswa Program Studi PGSD

FKIP Universitas Haluoleo Kendari.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran.

Bandung: Alfabeta.

Aina Mulyana. 2012.

http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/m

etode-pemecahan-masalah-problem.html

(diakses 6 Januari 2013)

Idris, Nurfatanah. 2011. Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Siswa pada Materi

Pokok Operasi Hitung Penjumlahan dan

Pengurangan Pecahan Melalui Pendekatan

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

di Kelas V SD Negeri 01 Poasia. Skripsi

Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP

Universitas Haluoleo Kendari.

Kaimudin, L. 2008. Pengantar Dasar

matematika. Kendari: Universitas Haluoleo

Karim, Muchtar A. 2007. Pendidikan

Matematika II. Jakarta: Universitas Terbuka.

Muhsetyo, Gatot, dkk. 2008. Pembelajaran

Matematika SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Musfiqon, HM. 2012. Pengembangan Media dan

Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi

Pustakaraya.

Sanjaya, Wina. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syamrilaode. 2010.

http://id.shvoong.com/writing-and-

speaking/presenting/2063168-konsep-

pecahan-dalam-matematika/ (diakses 6

Januari 2013).

Thobroni, Muhammad & Arif Mustofa. 2011.

Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media.

Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wilis Dahar, Ratna. 2011. Teori-teori Belajar

dan Pembelajaran. Bandung: Gelora

Aksara Pratama.

Page 86: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

84

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH SOLVE CREATE AND SHARE (SSCS) UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI GERAK LURUS

KELAS X2 SMAN 1 KABANGKA TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh:

La Harudu1

Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang pelaksanaannya dibantu dengan

tujuan mendeskripsikan aktivitas hasil belajar IPA Fisika siswa kelas X SMA Negeri I Kabangka

pada materi pokok gerak lurus. Setelah diajarkan dengan model pembelajaran search, solve, create

and share (SSCS) diperoleh data hasil analisis bahwa : (I) aktivitas belajar siswa kelas X.2 SMA

Negeri I Kabangka tahun 2012/2013 meningkat dari kategori cukup berubah menjadi baik melalui

kegiatan proses belajar-mengajar siklus I dan siklus II, (II) hasil belajar IPA Fisika siswa kelas X.2

SMA Negeri I Kabangka yang diajar dengan menggunakan search, solve, create and share (SSCS)

diperoleh sebesar nilai keberhasilan sebagai berikut : pada siklus I skor terendah 42,5 dan tertinggi

82,5 dengan rata-rata 64,4 dimana 5 orang siswa atau 48,4% belum tuntas dan 16 orang siswa atau

51,6% belum tuntas ini berubah setelah proses pembelajaran pada siklus II dengan presentase

keberhasilan 77,4% siswa telah tuntas dan 22,6 % siswa belum tuntas dengan presentase peningkatan

ketuntasan sebesar 29%.

Kata kunci : pembelajaran search, solve, create and share (SSCS) melalui fase pembelajaran, hasil

belajar.

1 Dosen Pend. Fisika FKIP Universitas Halu Oleo

LATAR BELAKANG

Undang-undang republik Indonesia nomor

20 tahun 2003 tentang system pendidikan

nasional telah ditetapkan degan peraturan

pemerintah no 19 tahun 2005 telah digariskan

ketentuan minimum bagi satuan pendidikan

formal harus dapat memenuhi mutu pendidikan

yang dapat diatasi degan kebijakan pemerintah

berdasarkan data-data yang handal dari lembaga

pemerintahan maupun non pemerintahan.

Mutu adalah sebuah peroses struktur untuk

memperbaiki keluaran yang dihasilkan

(Jeromes.arcaro,2007), selajutnya umaedi (1999

mejelaskan bahwa mutu mengandung makna

derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil

kerja/upah) baik berupa barang maupun jasa.

Dalam konteks hasil pendidikan mutu mengacu

pada perstasi yang dicapai oleh sekolah dalam

pada kurun waktu tertentu .

Akan tetapi capaian pendidikan (hasil belajar)

tergantung pada bahan ajaran yang berkulitas

(mohamad nuh , uji publik kurikulum 2013;31

mei 2013) makin baik bahan ajaran yang

digunakan maka capaian pandidikan makin baik

pula. Bahan ajaran sesunguhanya direncanakan

dari model pembelajaran yang dipilih oleh guru

mata pelajaran. Salah satu indikator yang

meyebabkan ketidak capaian kompentensi yang

diajarkan guru fisika dikabupaten muna

khususnya SMAN 1 KABANGKA menunjaukan

bahwa guru kurang kereatif dalam melakukan

inovasi pembelajaran baik dalam pemilihan

materi ajaran, model pembelajaran, metode,

maupun media pembelajaran sehingga siswa

cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi

atmosfer pembelajaran dikelas.suasana kelas

bagaikan penjara yang pengap,tanpa ada alas an

kebebasan bagi peserta didik untuk menikmati

kegiatan pembelajaran yang menarik dan

menyenagkan. (moh.salam dkk,2011). Hal ini di

jumpai oleh hasil penilitian bakwa guru fisika

yang mengajar di kelas 2 SMAN I KABANGKA

yakni sebagai berikut:

1. Siswa selalu ramai pada saat pembelajaran

berlangsung sehingga konsetraksi siswa

tidak terfokus

2. Keberadaan guru di kelas kurang mendapat

perhatian siswa.

3. Siswa kurang tertarik dengan cara guru

menyampaikan materi .

Page 87: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

85

4. Tidak ada keberanian siswa dalam

mengajukaan pertanyaan

5. Proses pembelajaran fisika cenderung

berpusat pada guru ,Partisipasi siswa pada

saat pembelajara cenderung hanya mencacat

dan mendengarkan penjelasan

guru,cenderung diam sehingga intraksi

antara guru dengan siwa berlangsung satu

arah.Inilah yang menyebabkan nilai hasil

belajaran siswa pada kelas 2 SMAN I

KABANGKA .

Berdasarkan uraian di atas maka perluh

di upayakan untuk menerapkan model

pembelajaran agar sedapat mungkin bisa

mengatasi peingkatan hasil belajar siswa .

sehingga penelitian tertarik untuk menerapkan

model pembelajaran Search,Solve,Create,And

Share (SSCS). Di mana model pembelajaran ini

di fokuskan pada siswa dalam menyelidiki

sesuaatu,membangkitkan minat bertanya serta

memecahkan masalah-masalah nyata.

Materi gerak lurus sangat

membuhtuhkan alur proses model pembelajaran

(SSCS). Karena model pembelajaran ini sudah di

rancang mengajarakan sepuluh konsep kepada

siswa untuk berpikir tingkat tinggi. sehingga

terdapat beberapah masalah yang di pandang

sebagai latar belakang penelitian yakni sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran aktifitas belajar fisika

siswa kelas X2 SMAN 1KABANGKA

.Materi gerak lurus di ajarakan dengan

model pembelajaraan

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS).

2. Bagaimana gambara hasil belajar fisika kelas

X2 SMAN 1 KABANGKA materi gerak

lurus setalah di ajara dengan menggunkan

model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS).

3. Bagaimana peningkatan hasil belajaran

fiksika siwa kelas X2 SMAN 1

KABANGKA materi gerak lurus setelah di

ajarkan model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS).

4. Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan

adalah untuk mendeskripsikan aktifitas

belajar siswa ,hasil belajar siswa ,dan

peningkatan hasil belajar siswa kelas X2

SMAN I KABANGKA dengan

menggunkaan model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS).

KAJIAN PUSTAKA

Model pembelajaran Search Solve Create

and Share ( SSCS) adalah model pembelajaran

yang melibatkan siswa dalam meyelidiki sesuatu,

membangkitkan minat bertanya serta

memecahkan masalah-masalah nyata

(Pizzin,Ramos,2010;15-19) yang terdiri dari

empat (4) fase yakni;

1. Fase search terfokus pada ide-ide yang dapat

memudahkan mengidentifikasi serta

mengembangkan pertanyan yang akan

diselidiki.

2. Fase solve berpusat pada masalah spesifik

yang telah diidentifikasi pada search

sehingga siswa dapat menghasilkan dan

menetukan jawaban yang benar . masalah

sepesifik yang sudah terjawab semianya

dihubungkan kedalam suatu sekema

konseptual siswa .

3. Fase create mengharuskan siswa untuk

menghasilkan suatu produk terkait

permasalahan,membandikan data degan

masalah, melakukan generalisasi,

memproduksi data mejadi tingkat paling

sederhana . sehingga dapat mengembangkan

suatu produk invofatif yang

mengkomunikasikan fase search ke fase

solva.

4. Fase share adalah melibatkan siswa dalam

megkomunikasikan jawaban terhadap

masalah / pertanyaan.

Aktifitas siswa pada kegiatan belajar

megajar dapat diamati dari seringnya siswa

bertanya pada guru, berani menjawab pertanyaan

, mau megerjakan tugas, mgemukakan pendapan

dan sebagainya. Sehingga aktifitas siswa

merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk

sikapa, pikiran, dan perhatian, sedangkan guru

sebagai pembimbing dab meyediakan bahwa

pelajaran berperilaku sebagai mediator, dan

faselitator. Arikunto dalam iskandar (2008.128)

Aktifitas belajar siswa berujung pada

hasil belajar merupakan capaian pendidikan

dalam peroses belajar megajar dikelasifikasikan

dalam tiga keyakinan yakni sebagai berikut:

Page 88: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

86

Ranah hasil belajarkongnitif berkenaan

degan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari enama aspek yakni pengetahuan,

pemahaman aplikasi, analisis, sintensis, dan

evalusi.

Ranah hasial belajar efektif berkenaan degan

partisipasi siswa dalam pelajaran, sikap

khusus siswa,respon siswa dalam kegiatan

membaca,meyimak, maupun menulis

(susanto,2009;7).

Ranah hasil belajar psikomotorik berkenaan

degan hasial belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak.menurut

Arikunto(2005) pengukuran ranah

pesikomotorik dilakukan degan hasil – hasil

belajar yang berupa penampilan seperti

keterampilan meyiapkan alat,

memperhatikan kebersihan serta kerja sama.

Hasil belajar menurut ahli psikologi

modern dibagi tiga perinsip ;

1) Belajar selalu di mulai degan suatu masalah

dan berlangsung sebagai usaha untuk

memecahkan masalah .

2) Peroses belajar selalu merupakan usaha

untuk memecahkan atau memahami

hubungan antara bagian –bagian masalah itu.

3) Belajar itu berhasil bila disadari telah

ditemikan hubungan di antara unsur-unsur

dalam masalah itu sehigga diperoleh insting

atau wawasan. (Rusyam ,at.1989;90).

Sedangkan menurut wawan (2009) ada

empat (4) perinsip belajar ;

1) Perinsip kesiapan; tingkat keberhasilan

belajar tergantung pada kemampuan siswa.

2) Prinsip asosi; tingkat keberhasilan

tergantung pada kemampuan siswa

megasosiasikan hubugan – hubugan apa

yang sedang dipelajari .

3) Prinsip latihan; mempelajari sesuatu itu

perlu berulang–ulang baik memepelajari

pengetahuan keterampilan.

4) Prinsip efek (akibat); situasi emosional pada

saat belajar akan memepegaruhi hasil

belajarnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan dalam dua siklus dengan

menerapkan Model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS),siklus 1

dua kali pertemuan dan siklu 2 satu kali

pertemuan dengan indicator ketuntasan minimum

sebesar 64, penelitian ini dilakasanakan pada

semester genap tahun 2012 dikelas x2 SMAN

1KABANGKA tahun ajaran 2011/2012 diikuti

oleh 31 orang siswa terdiri dari 11 siswa laki-laki

dan 15 orang siswi perempuan. Faktor yang

diselidiki yakni sebagai berikut ;

(1) Aktifitas belajar siswa

(2) Hasil belajar siswa dan

(3) Peningkatan hasil belajar siswa

Hasil observasi awal bersama guru bidang studi

fisika ditetapkan tindakan yang digunakan dapat

meningkatkan aktifitas belajar siswa dan hasil

belajar siswa adalah degan mengunakan Model

pembelajaran Search,Solve,Create,And Share (

SSCS) degan tahap-tahap.

1. Perencanan meliputi kegiatan sebagai

berikut ; membuat rencanan prosese

pembelajaran RPP01,lembar kegiatan siswa

(lks),instrument keaktivan siswa, keaktivan

guru, soal tes evaluasi hasil belajar besrta

kuncinya untuk tes siklus 1guru, soal tes

evaluasi hasil belajar besrta kuncinya untuk

tes siklus 1.

2. Pelaksanan tindakan ; meliputi pelaksanan

scenario pembelajaran dalam menerapakan

Model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS)

pada materi gerak lurus model degan

langkah-langkah kegiatan berikut ;

(1) Pendahuluan

(2) Kegiatan inti dan

(3) Kegiatan menutup pembelajaran

3. Observasi meliputu kegiatan ; mengamati

pelaksanaan Model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS)

yang dilakukan guru mengamati aktivitas

belajar siswa

4. Evaluasi ; dilaksaankan pada setiap akhir

siklus pelaksanaan tindakan dagan harapan

untuk ada tidaknya peningkatan hasil belajar

siswa terhadap konsep-konsep gerak lurus

Page 89: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

87

degan meggunakan Model pembelajaran

Search Solve Create And Share ( SSCS)

serta aktivitas belajar siswa.

5. Refleksi ; data yang diperoleh pada tahap

observasi dan evaluasi dianalisis untuk

melihat kelemahan dan keuggulan

pelaksanan Model pembelajaran

Search,Solve,Create,And Share ( SSCS)

materi gerak lurus sehigga dapat menetapkan

langka – langkah lebih lanjut pada siklus

berikutnya. Degan target keberhasilan

penelitian dan ketentuan belajar klasikal

yang ditentukan minimal 75% dan skor hasil

belajar paling rendah kkm yang ditetapkan

sekolah adalah 65.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan

dalam dua siklus dengan menerapkan model

pembelajaran Search, Solve, Create, and Share

(SSCS), siklus I dua kali pertemuan dan siklus

II satu kali pertemuan yang diamati langsung

oleh guru fisika. Dengan indikator ketuntasan

minimum sebesar 64 ,Penelitian ini

dilaksanakan pada semester Genap tahun 2012 di

kelas X2 SMAN kabangka tahun ajaran

2011/2012 di ikuti oleh 3 orang siswa Terdiri

dari 11 siswa laki-laki dan 15 orang siswa

perempuan Faktor yang di diselidiki

yakni Sebagai berikut : (1) aktifitas belajar siswa

(2) hasil blajar siswa dan (3) peningkatan hasil

belajar siswa

Hasil observasi awal bersama guru bidang

studi fisika ditetapkan tindankan yg di gunakan

dapat Menigkatkan aktifitas belajar siswa dan

hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan

model pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) dengan tahap- tahap :

1. Perencanaan meliputi kegiatan berikut;

membuat rencana proses pembelajaran

RPP01, lembar Kegiatan siswa ( LKS),

instrument keaktifan siswa, keaktifan guru,

soal teks efaluasi hasil Belajar besrta

kuncinya untuk teks siklus 1.

2. Pelaksanaan tindakan ; meliputi kegiatan

pelaksannan sekenario pembelajaran dalam

menerapkan model pembelajaran searah:

Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

dilakukan oleh dua orang guru model dengan

langkah-langkah berikut: (a) Pendahualua,

(b) kegiatan inti, dan (c) kegiatan menutup

pembelajaran.

3. Observasi meluputi kegiatan ; mengamati

pelaksanaan model pembelajaran Search,

Solve, Create, and Share (SSCS) yang

dilakukan guru mengamati aktifitas belajar

siswa.

4. Evalusai ; dilaksanakan pada setiap akhir

siklus pembelajaran tindakan dengan

harapan untuk mengetahui ada tidaknya

peningkatan hasil pelajar terhadap konsep-

konsep guru harus dengan menggunakan

model pembelajaran Search, Solve, Create,

and Share (SSCS) serta aktivitas belajar

siswa.

5. Refleksi ; data yang

diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi

di analysis untuk melihat kelemahan dan

keunggulan pelaksanaan model

pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) materi gerak lurus sehingga

dapat menetapkan langkah-langkah lebih

lanjut pada siklus berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas siswa dalam proses belajar-

mengajar dengan menggunakan model

pembelajarn Search, Solve, Create, and Share

(SSCS) diamati disajikan pada tabel I.

Tabel I Rata-rata aktivitas siswa pada setiap

siklus

No Aspek yang dinilai Siklus

I II

1 Mendengarkan dan

memperhatikan pejelasan

guru

3,5 3,7

2 Melakaukan pendidikan

awal tentang suatu masalah

yang diberikan

2,8 3,5

3 Meletakkan ide-ide mereka

dalam sebuah daftar apa

yang diketahui dan apa

yang ditanyakan

3,0 3,4

4 Mencari solusi dan

masalah yang ada

2,7 3,3

5 Mengumpulkan data dan

menganalysis serta

2,7 3,4

Page 90: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

88

No Aspek yang dinilai Siklus

I II

menyelesaikannya

6 Menghasilkan produk yag

berupa solusi masalah yang

di buat dalam daftar benar

atau salah

2,7 3,5

7 Menyusun hasil

penyelidikan

3,0 3,1

8 Memprestasekan hasil

penelitian

2,8 3,5

9 Menanggapi setiap hasil

penyelidika yang di

paparka oleh kelompok

lain

3,0 3,6

No Aspek yang dinilai Siklus

I II

10 Mengajukan pertanyaan

tenteng konsep/ perinsip

yang belum di mengerti

daari materi yang di

ajarkan

2,7 3,1

Rata-rata aktifitas siswa 2,9 3,4

Kategori cuk

up

Bai

k

Selanjutnya data hasil belajar siswa

setelah dianalisis secara deskritis pada materi

gerak lurus yang di laksanakan dua siklus di

sajikan pada tabel 2.

Tabel : 2 hasil belajar siswa dalam setiap siklus.

No Urutan siswa KKM Siklus I Siklus II

Nilai Kategori Nilai Kategori 1 AG 64 77,5 ST 90,9 ST

2 AK 64 70,0 ST 84,1 ST

3 AB 64 60,0 BT 63,6 BT

4 DP 64 62,5 BT 86,4 ST

5 DA 64 72,5 ST 86,4 ST

6 HJ 64 62,5 BT 75,0 ST

7 HN 64 72,5 ST 81,8 ST

8 HS 64 82,5 ST 81,8 ST

9 IP 64 61,0 ST 77,3 ST

10 IF 64 55,0 BT 99,1 BT

11 JA 64 80,0 ST 84,1 ST

12 JS 64 80,0 ST 84,1 ST

13 LS 64 82,5 ST 68,2 ST

14 LF 64 65,0 ST 68,2 ST

15 LD 64 47,5 BT 61,4 BT

16 LT 64 72,5 ST 79,5 ST

17 MU 64 62,5 BT 81,8 ST

18 MM 64 77,5 ST 86,4 ST

19 MB 64 47,5 BT 61,4 BT

20 MH 64 52,5 BT 79,5 ST

21 NR 64 57,5 BT 61,4 BT

22 NT 64 80,0 ST 95,5 ST

23 NA 64 60,0 BT 77,3 ST

24 RN 64 55,0 BT 63,6 BT

25 SR 64 42,5 BT 63,6 BT

26 SS 64 75,0 ST 79,5 ST

27 ST 64 70,0 ST 77,3 ST

28 SN 64 50,0 BT 77,3 ST

29 WE 64 50,0 BT 81,8 ST

30 WH 64 60,0 BT 77,3 ST

31 LI 64 65,0 ST 88,6 ST

Page 91: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

89

Dari data pada tabel tersebut diatas, dapat diringkas sebagai berikut:

Nilai rata-rata 64,4 76,8

Nilai tertinggi 82,5 95,5

Nilai terendah 42,5 59,1

Standar deviasi 11,2 9,9

Jumlah ST 15 24

Jumlah BT 16 7

% sudah tuntas 48,4 77,4

% Belum Tuntas 51,6 22,6

Keterangan ; ST = SUdah Tuntas dan BT = Belum Tuntas

PEMBAHASAN

Analisis deskriptis menunjukkan rata-rata

aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 2,9

berada pada kategori cukup yang didominasi

oleh indikator-indikator berikut: mencari solusi

dari masalah yang ada, mengumpulkan produk,

dan mengajukan pertanyaan.

Selain itu faktor lain yang mempengaruhi

model pembelajaran search, solve, create and

share (SSCS) yang dilaksanakan guru, hal baru

bagi siswa sehingga suasana kelas tidak

kondusif. Untuk mengatasi hal itu peneliti

bersama guru mata pelajaran fisika melakukan

refleksi yaitu sebagai berikut: memberikan

motivasi dan apresepsi, menciptakan situasi

membimbing dan mengarahkan siswa, membantu

siswa dalam mengaitkan pengalaman,

penguasaan kelas semuanya itu masih berada

pada kategori cukup. Indikator-indikator ini yang

diperbaiki pada siklus II menunjukkan adanya

peningkatan dimana dari kategori cukup

meningkat menjadi baik (2,9 berubah menjadi

3,4) ini terlihat indikator aktivitas siswa

semuanya berada dalam kategori baik dan sangat

baik.

Hasil belajar berdasarkan analisis

deskriptif yang ditunjukkan pada setiap siklus

mengalami peningkatan. Pada siklus I skor

capaian yang dicapai siswa bervariasi dengan

rincian skor minimum 42,5 dan skor maksimum

82,5 dan rata-rata skor hasil belajar siswa

sebesar 64,4, dimana 15 orang siswa atau 48,4%

telah mencapai KKM dan 16 orang siswa atau

51,6 % belum mencapai KKN. Pada siklus II,

skor minimum hasil belajar siswa sebesar 59,1,

skor maksimum 95,5 dan rata-rata hasil belajar

sebesar 76,8, dimana 24 orang siswa atau 77,4 %

telah memenuhi KKM dan 7 orang siswa atau

22,6% belum memenuhi KKM. Peningkatan

hasil belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 12,4

ini adalah efek dari model pembelajaran search,

solve, create and share (SSCS) yang dilakukan

peneliti pada pokok bahasan gerak lurus.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis deskriptif terhadap data

penelitian ini maka dapat diungkapkan beberapa

kesimpulan:

1. Aktivitas belajar siswa kelas X.2 SMA

Negeri I Kabangka tahun ajaran 2012/2013

yang diajar dengan model pembbelajaran

search, solve, create and share (SSCS) yang

dilaksanakan melalui siklus I ke siklus II

mengalami peningkatan dari kategori cukup

(2,9) berubah menjadi baik (3,4)

2. Hasi belajar siswa pada siklus I cukup

bervariasi mulai dari skor 42,5 hingga 82,5

dengan skor rata-rata kelas 64,4. Ini

menunjukkan telah mencapai KKM yang

ditentukan sekolah sedang pada siklus II

juga bervariasi dari skor 59, hingga 95,5

dengan rata-rata sebesar 78,8.

3. Hasil belajar siswa setelah diajarkan dengan

model pembelajaran search, solve, create

and share (SSCS) meningkat dimana rata-

rata hasil belajar siswa pada siklus I 64,4

berubah pada siklus II 76,8 dengan

presentase ketuntasan juga meningkat dari

68,4 % menjadi 77,4 %.

Page 92: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

90

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang

system pendidikan nasional. Jakarta.

Muh Salam dkk. 2011. Laporan Penelitian

Pemetaan Kompetensi Dan

Pengembanggan Mutu Pendidikan SMA di

Kota Kendari dan Kabupaten Muna

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Nuh Muhammad. 2013. Seminar Nasional Uji

Publik Kurikulum 2013. Unhalu Kendari.

Jamiludin. 2011. Laporan Penelitian Pemetaan

Kompetensi dan Pengembangan Mutu

Pendidikan SMA Kabupaten Bombana

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ramsan. 2010. Model Pembelajaran search,

solve, create and share (SSCS) untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep dan

Berpikir Kritis Siswa SMP topic Cahaya

Tesis Paada SP Supi Bandung.

Iskandar. 2008. Penelitian Tindak Kelas.

Cipayung Gaurg Persada Pers.

Susanto P. 2006. Pengajaran Mikro berbasis

Kompetensi Malang UPT PPL UM.

Rusyam, AT. Dkk. 1989 Pendekatan dalam

Proses belajar mengajar Bandung Remaja

Rosa Karya.

Page 93: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

91

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA KELAS XII IA SMA

NEGERI 6 KENDARI PADA PELAJARAN BIOLOGI

MATERI TRANSPOR MEMBRAN

Oleh:

M. Sirih, Murni S. Martini,

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan miskonsepsi siswa

kelas XII IA SMA Negeri 6 Kendari pada materi transpor membran. Sampel dalam penelitian ini

yaitu siswa kelas XII IA SMA Negeri 6 Kendari yang berjumlah 122 orang. Metode penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan miskonsepsi siswa pada materi

transpor membran. Pengumpulan data menggunakan tes tertulis berupa tes pilihan ganda beralasan

yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis rerata persentase tingkat pemahaman

siswa menunjukan bahwa siswa memiliki tingkat pemahaman konsep sebesar 16,38%, miskonsepsi

sebesar 39,30% dan salah konsep sebesar 44,78%. Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa siswa

mengalami miskonsepsi terbesar pada konsep krenasi sebesar 63,11% dan terendah pada konsep

isotonik sebesar 8,19%. Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi

mengenai penggunaan istilah-istilah pada transpor membran seperti krenasi, plasmolisis, osmosis,

difusi, hipotonik, hipertonik, isotonik, endositosis, eksositosis, hidrofilik dan hidrofobik. Siswa juga

masih mengalami miskonsepsi dalam menentukan tinggi rendahnya konsentrasi suatu larutan serta

menentukan arah perpindahan molekul pada peristiwa difusi dan osmosis.

Kata Kunci: Miskonsepsi, siswa, transpor membran.

PENDAHULUAN

Dalam suatu kegiatan pembelajaran,

penguasaan dan pemahaman konsep merupakan

salah satu hal yang sangat penting bagi siswa.

Dalam pemahaman konsep ini, siswa terkadang

dapat mengalami miskonsepsi yaitu suatu

keadaan dimana siswa memiliki konsep-konsep

yang tidak tepat karena berbeda dari konsep yang

disajikan oleh para ilmuan (Fisher, 1985 dalam

Tekkaya, 2002: 259).

Menurut Tekkaya (2002: 259) siswa

sebelum datang ke sekolah sebenarnya telah

memiliki pengetahuan awal tentang fenomena

fisik yang diperoleh sebelum belajar, atau dari

interaksi mereka dengan dunia fisik dan sosial.

Menurut Gustone, et.al., dalam Sudiatmika

(1997: 69) konsep yang dimiliki siswa itu masih

bersifat pribadi dan tidak sesuai dengan konsep

ilmiah, sehingga sangat penting bagi guru dalam

memperhatikan konsep-konsep awal yang

dimiliki oleh siswa, kemudian guru

membenarkan konsep tersebut dengan

menanamkan konsep-konsep baru yang bersifat

ilmiah.

Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa guru cenderung kurang memperhatikan

mengenai upaya-upaya pemberian konsep-

konsep ilmiah kepada siswa. Guru hanya

berupaya memperbaiki pola dan metode

pembelajaran yang akan dilakukan di kelas.

Sementara itu Irawan dalam Sidauruk dalam

Kustiyah (2007:24) mengungkapkan bahwa salah

satu kelemahan pendidikan yang amat mencolok

tetapi kurang diperhatikan adalah tingkat

pemahaman siswa terhadap konsep-konsep

pembelajaran yang masih sangat buruk. Hal ini

disebabkan karena adanya miskonsepsi terhadap

materi-materi yang dipelajari. .

Pola pembelajaran yang sangat instan

juga sering diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran, dimana siswa dituntun agar

mampu menghafal materi pembelajaran yang

dipelajari tetapi tidak ada penekanan kepada

siswa agar memahami setiap konsep yang ada.

Pola pembelajaran dengan cara menghafal ini

sering diterapkan pada pelajaran biologi, padahal

pemahaman konsep itu jauh lebih penting dari

sekedar menghafal materi.

Page 94: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

92

Menurut Eckstein & Shemesh dalam

Adisenjaja (2007: 69) konsep awal siswa

merupakan faktor penting yang membantu siswa

memahami konsep-konsep IPA. Konsep awal

yang dimiliki oleh siswa terbentuk dari

pengalaman sehari-hari siswa itu sendiri. Sangat

penting untuk mengungkapkan mengenai

miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga

dapat dilakukan upaya perbaikan pada tahap

selanjutnya.

Banyak peneliti yang telah melakukan

penelitian tentang miskonsepsi yang dialami oleh

siswa, khususnya materi biologi salah satunya

mengenai transpor membran. Transpor membran

merupakan materi dengan konsep abstrak yang

menjelaskan mengenai pengangkutan dan

perpindahan molekul melalui membran plasma.

Siswa memiliki kesulitan dalam membedakan

setiap konsep-konsep mengenai transpor

membran. Konsep-konsep dalam materi transpor

membran ini menjadi dasar dalam penguasaan

konsep-konsep lainnya, sehingga sangat penting

bagi siswa dalam memahami konsep-konsep dari

materi ini.

Sekolah dengan akreditasi baik maupun

sekolah yang memiliki akreditasi kurang, tidak

menjadi patokan dalam menentukan miskonsepsi

siswa. Setiap siswa memiliki kemungkinan yang

sama untuk mengalami miskonsepsi, baik itu

siswa dari tingkatan sekolah dasar maupun

tingkat perguruan tinggi.

SMA Negeri 6 Kendari merupakan salah

satu sekolah di kota Kendari yang memiliki

sistem pengajaran baik dengan guru-guru yang

sudah berpengalaman. Berdasarkan observasi

dengan guru biologi di SMA Negeri 6 Kendari

diketahui bahwa siswa masih memiliki kesulitan

dalam memahami dan membedakan setiap

mekanisme pengangkutan pada transpor

membran. Hal ini terlihat dari kurangnya

kemampuan siswa dalam mengaitkan materi

transpor membran dengan materi selanjutnya

pada jenjang kelas yang lebih tinggi, dimana

siswa mengalami kesulitan dalam memahami

penerapan transpor membran seperti difusi,

osmosis, endositosis dan eksositosis ketika

dihadapkan pada contoh lain selain yang

diterangkan oleh guru. Ini menunjukan

kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-

konsep tersebut.

METODOLOGI

Sampel dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas XII IA SMA Negeri 6

Kendari yang terdafar Tahun Ajaran 2012/2013

yang berjumlah 122 orang. Pengambilan sampel

ini dilakukan dengan teknik sampling jenuh

(sensus), yaitu suatu teknik pengambilan sampel

dimana semua anggota populasi dijadikan

sampel (Ramly, 2008: 61).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif, yang bertujuan untuk

mendeskripsikan mengenai miskonsepsi yang

dialami oleh siswa pada materi transpor

membran. Pada penelitian ini diberikan tes pada

siswa dengan menggunakan soal pilihan ganda

beralasan untuk mengidentifikasi adanya

miskonsepsi pada siswa pada materi transpor

membran.

Tes ini disusun berdasarkan pada silabus

dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

oleh guru. Tes ini diberikan pada siswa yang

telah mempelajari materi transpor membran yaitu

siswa kelas XII IA SMA Negeri 6 Kendari yang

berjumlah 122 orang.

Tiap butir soal pada soal tes pilihan

ganda beralasan ini terdiri atas dua bagian yaitu

bagian pertama berisi pertanyaan dengan lima

alternatif jawaban dan bagian kedua yang berisi

alasan dari jawaban dengan lima alternatif alasan

pula. Berdasarkan hasil tes pilihan ganda

beralasan diperoleh tiga alternatif tingkat

pemahaman konsep siswa yaitu tidak paham

konsep apabila jawaban dan alasan salah,

miskonsepsi apabila jawaban benar alasan salah

maupun jawaban salah alasan benar, dan paham

konsep apabila jawaban dan alasan benar.

Pemberian skor untuk setiap butir soal

pilihan ganda pada tes pilihan ganda beralasan

yaitu 2 jika jawaban pertanyaan benar dan alasan

benar, 1 jika jawaban pertanyaan benar dan

alasan salah atau sebaliknya dan 0 jika jawaban

pertanyaan dan alasan salah.

HASIL PENELITIAN

Tingkat Pemahaman Siswa

Rerata persentase tingkat pemahaman

siswa mengenai konsep-konsep transpor

membran sebesar 16,38% tingkat paham konsep,

39,30% tingkat miskonsepsi dan 44,78% tingkat

Page 95: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

93

belum paham konsep. Analisis tingkat

pemahaman siswa dari hasil penelitian seperti

terlihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Analisis Tingkat Pemahaman Siswa Mengenai Konsep- Konsep Transpor Membran

No

Tingkat pemahaman siswa

Nomor Item

Soal NSP %

Nomor

Item Soal NM % Nomor

Item Soal NBP %

1. 2. 0 0 12. 10 8.19 6. 13 10.65

2. 1. 1 0.81 3. 22 18.03 8. 25 20.49

3. 11. 3 2.45 2. 23 18.85 7. 26 21.31

4. 5. 5 4.09 15. 24 19.67 21. 31 25.40

5. 18. 5 4.09 9. 27 22.13 10. 36 29.50

6. 14. 7 5.73 4. 34 27.86 17. 40 32.78

7. 13. 8 6.55 23. 35 28.68 19. 43 35.24

8. 19. 8 6.55 22. 37 30.32 11. 45 36.88

9. 24. 8 6.55 7. 38 31.14 24. 49 40.16

10. 17. 9 7.37 18. 46 37.70 25. 49 40.16

11. 16. 11 9.01 14. 47 38.52 3. 54 44.26

12. 23. 11 9.01 16. 47 38.52 5. 59 48.36

13. 20. 15 12.29 20. 47 38.52 4. 60 49.18

14. 10. 17 13.93 13. 49 40.16 16. 63 51.63

15. 22. 18 14.75 8. 54 44.26 20. 63 51.63

16. 25. 19 15.57 1. 55 45.08 13. 65 53.27

17. 9. 25 20.49 6. 58 47.54 22. 65 53.27

18. 4. 27 22.13 5. 59 48.36 1. 66 54.09

19. 15. 31 25.40 21. 60 49.18 12. 66 54.09

20. 21. 31 25.40 24. 64 52.45 9. 68 55.73

21. 8. 43 35.24 10. 70 57.37 14. 68 55.73

22. 12. 43 35.24 19. 71 58.19 15. 68 55.73

23. 3. 46 37.70 25. 72 59.01 18. 72 59.01

24. 6. 51 41.80 17. 73 59.83 23. 75 61.47

25. 7. 58 47.54 11. 77 63.11 2. 96 78.68

Rerata 16.38 39.30 44.78

Pengelompokkan Tingkat Kemampuan Siswa

Persentase tingkat pemahaman siswa yang

dibagi dalam tiga tingkatan yaitu 16,39% tingkat

kemampuan tinggi dengan nilai 45,95 keatas,

63,93% tingkat kemampuan sedang dengan nilai

antara 24,44 dan 45,96 serta 19,67% tingkat

kemampuan rendah dengan nilai 24,44 kebawah.

Tabel 2. Analisis Tingkat Kemampuan Siswa

NO. Tingkat kemampuan siswa Jumlah siswa Persentase

(%) Rentang nilai

1. Kemampuan tinggi 20 16,39 >45,95

2. Kemampuan sedang 78 63,93 Antara 24,44 dan 45,96

3. Kemampuan rendah 24 19,67 <24,44

PEMBAHASAN

Berdasarkan data pengamatan diketahui

bahwa siswa mengalami miskonsepsi terhadap

konsep-konsep transpor membran. Dari data

pengamatan terlihat bahwa miskonsepsi terbesar

Page 96: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

94

terdapat pada soal nomor 11 sebesar 63,11%

mengenai sebab terjadinya krenasi sedangkan

miskonsepsi terendah terdapat pada soal nomor

12 sebesar 8,19% mengenai larutan isotonik.

Miskonsepsi juga terjadi pada soal

nomor 17 sebesar 59,83% mengenai osmosis,

soal nomor 25 sebesar 59,01% mengenai contoh

proses eksositosis, soal nomor 19 sebesar

58,19% mengenai arah perpindahan molekul

pada proses osmosis, soal nomor 10 sebesar

57,37% mengenai proses difusi, soal nomor 24

sebesar 52,45% mengenai contoh proses

endositosis, soal nomor 21 sebesar 49,18%

mengenai arah perpindahan pelarut dari

hipotonik ke hipertonik, soal nomor 5 sebesar

48,36% mengenai letak protein perifer, soal

nomor 6 sebesar 47,54% mengenai dari molekul

penyusun membran plasma, soal nomor 1 sebesar

45,08% mengenai jenis molekul yang dapat

melewati membran plasma, soal nomor 8 sebesar

44,26% mengenai transpor aktif, soal nomor 13

sebesar 40,16% mengenai larutan hipotonik, soal

nomor 20 sebesar 38,52% perpindahan molekul

pada peristiwa osmosis, soal nomor 16 sebesar

38,52% mengenai penerapan proses osmosis,

soal nomor 14 sebesar 38,52% mengenai larutan

hipertonik, soal nomor 18 sebesar 37,70%

mengenai pertambahan volume larutan pada

peristiwa osmosis, soal nomor 7 sebesar 31,14%

mengenai transpor pasif, soal nomor 22 sebesar

30,32% mengenai penyebab terjadinya

plasmolisis, soal nomor 23 sebesar 28,68%

mengenai proses endositosis, soal nomor 4

sebesar 27,85% mengenai letak protein integral,

soal nomor 9 sebesar 22,13% mengenai

penentuan arah perpindahan molekul serta

penentuan konsentrasi larutan, soal nomor 15

sebesar 19,67% mengenai penerapan proses

osmosis, soal nomor 2 sebesar 18,85% mengenai

molekul yang dapat langsung melewati membran

sel serta jenis molekul hidrofobik dan hidrofilik,

dan soal nomor 3 sebesar 18,03% mengenai sifat

permeabilitas membran terhadap suatu molekul.

Adanya perbedaan persentase

miskonsepsi pada tiap item soal menunjukkan

adanya perbedaan penguasaan tiap konsep dari

materi transpor membran ini. Secara keseluruhan

siswa masih mengalami miskonsepsi terhadap

konsep-konsep transpor membran, dimana siswa

tidak mampu dalam membedakan setiap konsep

pada transpor membran. Misalnya perbedaan

antara konsep difusi dan osmosis, transpor aktif

dan transpor pasif, plasmolisis dan krenasi,

hidrofobik dan hidrofilik, isotonik, hipotonik dan

hipertonik, serta endositosis dan eksositosis.

Penemuan miskonsepsi yang dialami

siswa terhadap materi transpor membran,

didukung oleh penelitian yang memiliki pokok

masalah hampir sama yang telah dilakukan

Kustiyah (2007) pada siswa MAN Model

Palangkaraya. Hasil penelitian itu menyimpulkan

bahwa sebagian besar siswa MAN Model

Palangkaraya mengalami miskonsepsi terhadap

konsep difusi dan osmosis. Berdasarkan hal

tersebut, maka diketahui bahwa setiap siswa

memiliki kemungkinan yang sama untuk

mengalami miskonsepsi terhadap suatu konsep

yang sama. Hal ini diperjelas dengan pernyataan

Adeniyi (1985) dan Fisher (1985) dalam

Tekkaya (2002: 259), bahwa miskonsepsi

bersifat meluas yaitu dialami oleh individu yang

berbeda.

Berdasarkan hasil tes pilihan ganda

beralasan diketahui bahwa pemahaman

konseptual siswa masih relatif rendah, khususnya

mengenai difusi dan osmosis, arah perpindahan

pelarut selama osmosis, penentuan tinggi dan

rendahnya konsentrasi suatu larutan serta

keadaan sel jika berada pada larutan hipertonik

dan hipotonik. Adanya miskonsepsi yang dialami

oleh siswa kelas XII IA SMA Negeri 6 Kendari

terhadap konsep-konsep transpor membran,

menunjukkan bahwa miskonsepsi itu bersifat

stabil (Adeniyi, 1985 dan Fisher, 1985 dalam

Tekkaya, 2002: 259), sebab materi ini telah

diajarkan pada jenjang kelas XI. Ini

menunjukkan bahwa miskonsepsi yang dialami

oleh siswa akan selalu terbawa oleh siswa

tersebut bahkan ketika siswa itu memasuki

jenjang kelas yang lebih tinggi.

Kegiatan pembelajaran biologi

khususnya pada konsep-konsep yang bersifat

abstrak, misalnya transpor membran lebih

menekankan pada penghafalan materi dari pada

pemahaman terhadap konsep. Ketika menghafal

siswa seringkali menumbuhkan pemahaman

sendiri terhadap konsep yang dipelajarinya.

Siswa juga menggunakan bahasa sehari-hari

yang akan memudahkan dalam memahami

konsep yang dibuat oleh siswa tersebut. Hal ini

Page 97: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

95

dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi

sebab penggunaan bahasa sehari-hari akan

berbeda dari konteks ilmiah (Tekkaya, 2002:

260). Selain itu konsep yang dibangun sendiri

oleh siswa seringkali berbeda dengan konsep

ilmiah.

Miskonsepsi yang berhubungan dengan

transpor membran dapat berasal dari buku teks

dan penjelasan yang diberikan di kelas. Hal-hal

tersebut dapat terjadi mengingat dalam kegiatan

pembelajaran khususnya pelajaran biologi siswa

sangat tergantung pada informasi yang terdapat

pada buku teks, terlebih lagi informasi dari guru

yang diperoleh siswa melalui pembelajaran di

kelas. Guru menjadikan buku teks sebagai satu-

satunya sumber informasi dan pedoman dalam

kegiatan pembelajaran, padahal buku teks masih

banyak mengandung kesalahan dan miskonsepsi

(Adisendjaja, 2007: 9).

Seperti yang dikemukakan oleh Storey

(1990) dalam Adisendjaja (2007: 4) bahwa

terdapat kesalahan dan miskonsepsi pada buku

teks biologi tentang konsep struktur sel,

termasuk di dalamnya transpor membran. Hal ini

diperkuat dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Adisendjaja (2007), menyatakan

bahwa buku teks biologi masih mengalami

kesalahan dan juga mengalami miskonsepsi,

salah satunya tentang struktur dan fungsi sel.

Menurut Tekkaya (2002: 260), buku teks

mengandung banyak kekeliruan dan informasi

yang salah, sedangkan guru cenderung

tergantung pada buku teks dalam mengajar (hasil

penelitian Redhana dan Simamora, 2007). Jika

demikian, maka miskonsepsi yang dialami siswa,

selain berasal dari buku teks dapat juga

dikatakan berasal dari guru, dimana informasi

yang diperoleh guru melalui buku teks akan

diajarkan kepada siswa. Seperti yang

dikemukakan oleh Tekkaya (2002: 260) bahwa

salah satu penyebab terbentuknya miskonsepsi

adalah guru, dimana miskonsepsi diturunkan

oleh guru melalui kesalahan atau ketidak tepatan

dalam mengajar.

Pemberian ilustrasi-ilustrasi yang kurang

tepat mengenai materi transpor membran saat

kegiatan pembelajaran, juga memicu siswa

mengalami miskonsepsi, sebab siswa akan salah

dalam menafsirkan konsep yang sebenarnya.

Penggunaan charta/ gambar tanpa diiringi

penjelasan yang tepat dapat pula membuat siswa

mengalami miskonsepsi, dimana siswa akan

membentuk konsep berdasarkan apa yang

dilihatnya dari gambar. Hal ini dapat terjadi

sebab siswa akan membentuk konsepnya sendiri

hanya dengan memperhatikan aspek-aspek

tertentu dalam suatu situasi (Driver, 1985 dalam

Dahar, 2006: 154).

Selain itu, penyebab lain miskonsepsi

dapat pula berasal dari penggunaan istilah-istilah

selama pembelajaran, misalnya hidrofobik,

hidrofilik, isotonik, hipotonik, hipertonik.

Penjelasan istilah-istilah tersebut berbeda antara

buku teks yang satu dan yang lainnya. Jika

demikian, maka siswa akan mengalami kesulitan

dalam memahami setiap konsep, jika tidak ada

penanaman konsep yang tepat selama kegiatan

pembelajaran. Hal ini dapat terjadi mengingat

miskonsepsi tertanam dalam ekologi kognitif

siswa dan menimbulkan masalah konseptual

dalam pikiran siswa (Tekkaya, 2002: 260).

Guru juga harus memperhatikan

konsepsi awal yang dimiliki siswa mengenai

materi trasnpor membran, sebab salah satu

penyebab miskonsepsi adalah adanya konsepsi

awal siswa yang berbeda dengan konsepsi

ilmiah. Konsepsi awal ini dapat mempengaruhi

pembelajaran, sebab kadang konsepsi awal ini

sesuai dengan konsepsi ilmiah dan kadang pula

tidak sesuai atau bertentangan dengan konsepsi

ilmiah (Chinn, 2011: 66). Siswa terkadang

enggan untuk menerima konsepsi yang

sebenanrnya, sehingga siswa mengembangkan

konsepsi alternatif baru dengan menggabungkan

elemen dari konsepsi awal yang dimiliki siswa

dengan elemen dari konsepsi ilmiah (Chinn,

2011: 85). Maka, hal ini semakin memperbesar

miskonsepsi siswa terhadap suatu topik.

Karena itu sangat penting bagi guru

dalam memberikan konsep-konsep ilmiah kepada

siswa, terlebih lagi mengarahkan konsep yang

dibangun siswa agar sesuai dengan konsep

ilmiah. Guru juga harus memperhatikan

penggunaan buku teks, terutama penggunaan

istilah-istilah karena guru akan menyalurkan

informasi tersebut kepada siswa. Hal ini

dilakukan untuk mencegah terbentuknya

miskonsepsi lebih lanjut.

Page 98: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

96

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa siswa kelas XII IA SMA

Negeri 6 Kendari mengalami miskonsepsi

terhadap konsep-konsep transpor membran.

Siswa mengalami miskonsepsi mengenai

penggunaan istilah-istilah pada transpor

membran seperti krenasi, plasmolisis, osmosis,

difusi, hipotonik, hipertonik, isotonik,

endositosis, eksositosis, hidrofilik dan

hidrofobik. Siswa juga masih mengalami

miskonsepsi dalam menentukan tinggi rendahnya

konsentrasi suatu larutan serta menentukan arah

perpindahan molekul pada peristiwa difusi dan

osmosis.

Saran yang diajukan yaitu: 1) bagi

pemerintah, dalam kegiatan pelatihan guru,

sebaiknya menanamkan pemberian konsep-

konsep ilmiah kepada guru, agar guru memiliki

konsep-konsep ilmiah yang dapat diajarkan

kepada siswa, sehingga dapat mengurangi

miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa, 2) bagi

guru, dalam kegiatan pembelajaran

memperhatikan pemberian kosnep-konsep

terutama yang berhubungan dengan penggunaan

istilah selain bahasa Indonesia, dan 3) bagi

peneliti lain, yang berniat untuk melanjutkan

penelitian ini dengan menggunakan materi yang

sama dan instrument yang sama maka dapat

melakukan validasi kembali, selain itu dapat pula

menelusuri secara lebih lanjut mengenai

miskonsepsi terhadap konsep difusi dan osmosis.

DAFTAR PUSTAKA

Adisenjaja, Y.H., 2007. Identifikasi Kesalahan

dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi

SMU. Jurusan Pendidikan Biologi

FPMIPA. Universitas Pendidikan

Indonesia, 25 –26, Mei.

Chinn, C.A., 2011. Education Psychology:

Understanding Students’ Thinking.

Rutgets University.

Dahar, R.W., 2006. Teori-Teori Belajar dan

Pembelajaran. Erlangga. Jakarta.

Kustiyah, 2007. Miskonsepsi Difusi dan Osmosis

pada Siswa MAN Model Palangkaraya.

Jurnal Ilmiah Guru kanderang Tingang,

Vol.1 NO.1, Desember.

Ramly, 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan.

Program Pasca Sarjana Universitas

Haluoleo. Kendari.

Redhana, I.W.. dan Simamora, M., 2007.

Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia

pada Pembelajaran Konsep Struktur

Atom. Jurusan Pendidikan Kimia

FMIPA. Undiksha, 1(2), 148-160.

Tekkaya, C., 2002. Misconception as Barrier to

Understanding Biology. Hacettepe

Universitesi Egitim Fakultesidergisi, 23,

259-266.

Page 99: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

97

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN

MEDIA SLIDE SHOW ANIMATION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL

BELAJAR FISIKA PADA MATERI POKOK

GERAK LURUS SISWA KELAS X3 SMA NEGERI 2 KENDARI1

Oleh:

La Sahara2

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran aktivitas siswa dan peningkatan

hasil belajar fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari pada materi pokok gerak lurus melalui

penerapan model pembelajaran creative problem solving berbantuan media slide show animation.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa dan hasil belajar fisika siswa pada materi

pokok gerak lurus dapat ditingkatkan dari siklus I sampai siklus II dengan menerapkan model

pembelajaran creative problem solving berbantuan media slide show animation. Hal ini ditunjukkan

dengan skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,56 (kategori cukup) dapat ditingkatkan

pada siklus II sebesar 3, 28 (kategori baik). Selanjutnya hasil belajar fisika siswa juga menunjukkan

peningkatan yang signifikan yakni nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 72,5 dengan standar

deviasi 11,0 meningkat pada siklus II sebesar 79,0 dengan standar deviasi 7,1. Hal ini didukung pula

dengan meningkatnya persentase ketuntasan hasil belajar siswa dimana dari 40 siswa, yang mencapai

ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 65,0% (26 orang), meningkat pada siklus II sebesar 75% (30

orang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas dan hasil belajar fisika siswa kelas X3

SMA Negeri 2 Kendari pada materi pokok gerak lurus dapat ditingkatkan dengan menerapkan model

pembelajaran creative problem solving berbantuan media slide show animation.

Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, model pembelajaran creative problem solving berbantuan media

slide show animation

1 Ringkasan Hasil Penelitian 2 Dosen Pend. Fisika FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Salah satu model pembelajaran yang

dikembangkan dari pendekatan konstruktivisme

adalah model pembelajaran creative problem

solving. Dalam model pembelajaran ini siswa

dihadapkan dengan suatu permasalahan atau

pertanyaan, selanjutnya siswa dapat melakukan

keterampilan memecahkan masalah dengan

memilih dan mengembangkan respon terhadap

masalah yang dihadapi sehingga siswa dapat

memperluas proses berpikirnya.

Fisika sebagai ilmu pengetahuan yang

erat kaitannya berbagai peristiwa dan kejadian di

alam dalam proses pembelajarannya tidak

terlepas dari masalah. Olehnya itu pemahaman

dan keterampilan memecahkan masalah

merupakan hal penting terhadap proses belajar

fisika. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gerace,

W.J & Beatty, I.D, (2005) bahwa pemecahan

masalah (problem solving) merupakan pusat

pembelajaran fisika.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh

siswa dalam mempelajari fisika adalah

kurangnya upaya guru untuk membangkitkan

motivasi siswa dalam mengembangkan atau

mengkonstruksi struktur dan konsep berpikirnya

melalui kegiatan penyajian masalah fisika dalam

materi yang disajikan pada proses pembelajaran

dan penyajian materi fisika di kelas secara

kontekstual (nyata) dengan melalui tampilan

animasi agar pembelajaran fisika lebih bermakna

dan mudah dipahami oleh siswa, sehingga pada

tataran aplikasinya siswa tidak hanya menuliskan

rumus/persamaan fisika tanpa memahami dengan

baik maknanya dan hubungan persamaan/rumus

tersebut dengan kejadian sehari-hari.

Hal tersebut juga dialami oleh siswa-

siswa di SMA Negeri 2 Kendari dalam kegiatan

pembelajarannya, dimana berdasarkan

wawancara dengan guru Fisika kelas X3 bahwa

Page 100: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

98

pembelajaran Fisikakhususnya pada materi

pokok gerak lurus, proses pembelajaran

dilakukan menggunakan metode ceramah dan

sesekali diskusi informasi serta pemberian

pertanyaan atau tugas kepada siswa hanya

berdasarkan soal-soal yang ada di buku panduan

belajar atau buku cetak. Guru kurang menyajikan

permasalahan fisika untuk dipecahkan oleh siswa

dengan memilih dan mengembangkan respon

dari berpikirnya. Selain itu kurangnya inovasi

guru dalam mensimulasikan materi pelajaran

gerak lurus sehingga siswa mengalami kesulitan

dalam memahami materi tersebut dan bahkan

sulit membedakan antara konsep yang satu

dengan konsep lainnya, seperti jarak dan

perpindahan, akibatnya siswa cenderung pasif,

hanya menulis dan menerima apa yang diberikan

oleh guru. Hal ini berimplikasi terhadap

rendahnya nilai ulangan harian pada materi

pokok gerak lurus yang diperoleh siswa kelas X3

pada tahun ajaran 2011/2012 yaitu dengan nilai

rata-rata sebesar 60 dan persentase jumlah siswa

yang mencapai kriteria ketuntasan minimal

(KKM) adalah hanya 55,3% dari 38 orang siswa

dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang

ditetapkan sekolah sebesar 65 dengan persentase

ketuntasan secara klasikal sebesar > 75%

(sumber: guru bidang studi fisika).

Menyingkapi permasalahan yang

dihadapi tersebut, maka diperlukan inovasi

diantaranya dengan menerapkan model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation yang

diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa,

mengembangkan dan mengkostruksi konsep

berpikir siswa, meningkatkan kreativitas siswa

dalam memecahkan masalah fisika dan

memahami konsep fisika melalui simulasi dari

animasi konsep-konsep fisika khususnya pada

materi pokok gerak lurus.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut pandangan teori belajar

konstruktivis, belajar adalah proses untuk

menyesuaikan model mental untuk

mengakomodasi pengalaman. Teori belajar ini

menyatakan bahwa siswa harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi

kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan merevisinya bila aturan

itu tidak lagi sesuai. Siswa benar-benar

memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,

mereka harus bekerja memecahkan masalah,

menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan

berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Menurut teori konstruktivis, guru dapat

memberikan kemudahan untuk membangun

sendiri pengetahuannya dengan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau

menerapkan ide-ide mereka sendiri dan

menanamkan kesadaran menggunakan strategi

mereka sendiri untuk belajar. Teori ini

berpandangan bahwa belajar adalah hasil

konstruksi sendiri untuk belajar (Trianto, 2007).

Model pembelajaran creative problem

solving adalah model pembelajaran yang

memusatkan proses pembelajaran pada

keterampilan memecahkan masalah dengan

penguatan keterampilan. Ketika siswa

dihadapkan dengan masalah/pertanyaan, maka

siswa dapat melakukan keterampilan

memecahkan masalah untuk memilih dan

mengembangkan responnya sehingga dapat

memperluas proses berpikirnya (Pepkin, 2004:1).

Langkah-langkah model pembelajaran

creative problem solving menurut Pepkin (2004:

2) adalah sebagai berikut: Pertama: Klarifikasi

masalah, yakni pemberian penjelasan tentang

masalah yang diajukan sehingga siswa dapat

memahami bagaimana penyelesaian masalah

yang diharapkan. Kedua: Pengungkapan

Pendapat, yakni siswa diberikan kebebasan untuk

mengungkapkan pendapat tentang berbagai

macam strategi penyelesaian masalah. Ketiga:

Evaluasi dan Pemilihan, pada tahap ini siswa

mendiskusikan berbagai pendapat atau strategi-

strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan

masalah.Keempat:Implementasi, yakni siswa

menerapkan strategi yang telah dipilih sampai

menemukan penyelesaian dari masalah yang

diberikan.

Secara Operasional menurut Saminanto

(2010: 106), langkah-langkah menerapkan model

pembelajaran creative problem solving dengan

media video compack disk sebagai berikut: (1)

Guru memberikan apersepsi tentang materi

pokok yang akan diajarkan, (2) Guru

menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) Guru

memutarkan CD Pembelajaran atau animasi

tentang konsep yang dipelajari, (4) Guru

Page 101: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

99

memberikan soal/ masalah tentang konsep yang

dipelajari, (5) Dengan langkah creative problem

solving siswa diminta untuk menyelesaikan

masalah tersebut, (6) Guru memandu siswa

untuk menyamakan persepsi mereka, (7)

menyimpulkan kegiatan pembelajaran, (8) Guru

melakukan tes

Media merupakan wahana penyalur

informasi belajar atau penyalur pesan. Dalam

penggunaannya media harus sejalan dengan

tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan,

karena salah satu fungsi media adalah untuk

memudahkan penyampaian materi pelajaran

yang sulit diajarkn oleh guru sehingga siswa

dapat memahaminya dengan baik. Dengan

demikian media adalah alat bantu apa saja yang

dapat dijadikan sebagai penyalur pesan untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu

pembagian media ditinjau dari jenisnya adalah

media audiovisual yang memiliki unsur suara

dan gambar. Jenis media audiovisual juga terbagi

2 macam yakni (1) audiovisual diam yaitu media

yang menampilkan suara dan gmbar diam seperti

sound slides, film rangkai suara dan cetak suara,

dan (2) audiovisual gerak, yaitu media yang

dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang

bergerak seperti film suara dan video cassette

(Bahri, S.D, 2006).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (1)

Mendeskripsikan aktivitas belajar fisika siswa

kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari pada materi

pokok gerak lurus yang diajar melalui model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation, (2)

Mendekripsikan hasil belajar fisika siswa kelas

X3 SMA Negeri 2 Kendari pada materi pokok

gerak lurus yang diajarkan melalui model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation. (3)

Mendekripsikan peningkatan hasil belajar fisika

siswa kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari pada

materi pokok gerak lurus yang diajarkan melalui

model pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini

dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kendari, dan

dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2012

sampai dengan 29 Oktober 2012 pada semester

ganjil tahun ajaran 2012/2013 pada materi pokok

Gerak lurus.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas

X3 SMA Negeri 2 Kendari, yang berjumlah 40

orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 23

orang perempuan.

Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan tindakan kelas ini

terdiri dari 2 (dua) siklus. Tiap siklus

dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang

ingin dicapai seperti yang dirancang dalam

rumusan masalah. Secara singkat prosedur

penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada

tahap ini meliputi: (a) Merancang

pembelajaran RPP, (b) Membuat Lembar

Kegiatan Siswa, (c) Membuat animasi

tentang konsep gerak lurus di komputer, (d)

Membuat instrumen observasi terhadap

siswa dan guru dalam proses pembelajaran,

(e) Menyusun soal evaluasi hasil belajar tes

siklus I dan II beserta kunci jawabannya.

2. Pelaksanaan Tindakan. Pada tahap ini guru

melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran creative

problem solving berbantuan media slide

show animation pada materi pokok gerak

lurus guru sesuai dengan RPP yang telah

disusun sesuai dengan tahapan dalam model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation

3. Observasi dan Evaluasi. Pada tahap ini

dilakukan observasi terhadap pembelajaran

yang dilaksanakan guru dengan

menggunakan lembar observasi yang telah

dirancang sebelumnya. Selain itu dilakukan

evaluasi hasil belajar pada materi gerak

lurus dengan menggunakan tes hasil belajar.

4. Refleksi. Hasil yang diperoleh dari observasi

dan evaluasi selanjutnya dikumpulkan dan

Page 102: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

100

dianalisis pada tahap ini. Berdasarkan hasil

analisis dan telaah, maka keunggulan-

keunggulan aktivitas guru dipertahankan dan

ditingkatkan, sedangkan kelemahan-

kelemahan yang terjadi diperbaiki pada

siklus berikutnya. Hasil refleksi tersebut

digunakan untuk menetapkan langkah-

langkah kegiatan pembelajaran pada siklus

berikutnya.

Teknik Analisis Data

1. Menentukan nilai rata-rata hasil belajar

siswa ( ) dan standar deviasi (Sd) dengan

rumus:

dan

(Sudjana, 1996)

Dengan :

X = Nilai rata-rata

Xi = Jumlah nilai yang diperoleh setiap siswa

N = Jumlah siswa

2. Menentukan persentase ketuntasan belajar

dengan rumus:

% tuntas = %100xN

TB

(Usman dan Setiawati, 2001)

Dengan:

TB = Jumlah siswa yang tuntas belajar

N = Jumlah siswa secara keseluruhan

3. Menghitung dan mengkategorikan rata-rata

aktivitas siswa dengan rumus:

i = N

XiN

i

1

Keterangan :

i = Rata-rata skor aktivitas siswa

Xi = Total nilai siswa

N = Total item per kelompok dengan kategori

aktivitas siswa sebagai berikut.

Kategori sangat baik : Xi = 4

Kategori baik : 3 ≤ Xi < 4

Kategori cukup : 2 ≤ Xi < 3

Kategori kurang : 1 ≤ Xi < 2

(Ramly, 2006)

Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan pada

penelitian ini meliputi indikator proses dan hasil

belajar selama guru menerapkan model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation, yakni:

(a) dari segi proses pembelajaran keberhasilan

tindakan ditandai oleh adanya rata-rata aktivitas

siswa lebih besar 70% dari rata-rata aktivitas

ideal 4. (b) dari segi hasil belajar, penelitian

tindakan ini berhasil jika persentase ketuntasan

belajar dari siswa yang memperoleh nilai ≥ 74

dari nilai ideal 100 dalam penelitian ini adalah

minimal 75% dengan jumlah subjek 40 orang

siswa.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Aktivitas Belajar Siswa

Sesuai dengan pengamatan aktivitas

belajar siswa dalam model pembelajaran creative

problem solving berbantuan media slide show

animation pada siswa kelas X3 SMA Negeri 2

Kendari ditunjukkan pada Gambar 1 berikut:

Page 103: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

101

Gambar 1(a) Gambaran Skor Rata-rata Tiap Satuan Aktivitas Belajar Siswa pada

Setiap Siklus. (b) Gambaran Rata-rata Aktivitas Belajar Siswa pada

Setiap Siklus

Keterangan : 1: Mendengarkan/memperhatika

n penjelasan awal guru 5: Mengevaluasi dan memilih alternatif pemecahan

masalah. 2: Membaca dan menelaah buku

teks dan LKS. 6: Menerapkan alternatif pemecahan masalah

3: Meklarifikasi Masalah. 7: Mempresentasikan hasil yang diperoleh. 4: Mengungkapkan Pendapat. 8: Memberikan tanggapan terhadap hasil persentasi

dari kelompok lain.

Dari Gambar 1 tersebut dapat dijelaskan

bahwa aktivitas siswa pada siklus I pada

umumnya masih rendah, seperti aspek:

memberikan tanggapan terhadap hasil

persentasi dari kelompok lain dengan skor rata-

rata 2,0 dan aspek mengungkapkan pendapat,

memilih alternatif pemecahan masalah dan

menerapkan alternatif pemecahan masalah

dengan skor rata-rata 2,4 yang semuanya masih

berada pada kategori cukup. Sedang aktivitas

belajar siswa yang tinggi hanya aspek

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

dan membaca dan menelaah buku teks/LKS

dengan skor rata-rata 3,0 (kategori baik) dan

secara keseluruhan skor rata-rata aktivitas belajar

siswa sebesar 2,5 (kategori cukup). Namun,

secara umum semua aktivitas belajar siswa dari

siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan

untuk aktivitas yang diamati dengan skor rata-

rata satuan aktivitas tertinggi pada aspek

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

dan membaca dan menelaah buku teks/LKS

dengan skor rata-rata 3,6 (kategori baik) dan

secara keseluruhan skor rata-rata aktivitas belajar

pada siklus II sebesar 3,2 (kategori baik). atau 80

% dari skor ideal 4.

Pengamatan Aktivitas Guru

Pada pembelajaran yang dilaksanakan

oleh guru yang menerapkan model pembelajaran

creative problem solving berbantuan media slide

show animation pada Siklus I umumnya sudah

cukup baik, hanya ada beberapa aspek yang

belum optimal yakni melakukan refleksi dan

penguatan terhadap hasil pemecahan masalah

dan melakukan evaluasi terhadap pemahaman

siswa serta membimbing siswa untuk

menyimpulkan materi yang dipelajari. Dengan

melalui kegiatan refleksi oleh guru maka pada

Siklus II, maka aktivitas guru yang kurang dan

Page 104: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

102

aktivitas belajar siswa yang belum optimal

menjadi perhatian untuk diperbaiki dan

ditingkatkan pada siklus II, sehingga aktivitas

guru pada siklus II sebagian besar sudah sangat

baik dalam menerapkan model pembelajaran

creative problem solving berbantuan media slide

show animation.

Deskripsi Hasil Belajar Siswa

Deskripsi hasil belajar fisika siswa kelas

X3 SMA Negeri 2 Kendari pada materi pokok

gerak lurus dengan menerapkan model

pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation pada

siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar fisika

sebesar 72, 5 dan standar deviasi 11,0. Setelah

dilakukan analisis sesuai indikator kinerja yang

ditetapkan dengan mengacu nilai KKM sekolah

sebesar 74, maka dari segi ketuntasan belajar

diperoleh bahwa siswa yang tuntas sebanyak 26

orang (65,0 %) dan siswa yang belum tuntas

sebanyak 14 orang (35,0%) dari 40 orang siswa

kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari. Selanjutnya

guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan

pembelajaran dan hasil analisis terhadap hasil

belajar siswa pada siklus I, maka dilakukan

perbaikan dan peningkatan aktivitas guru dan

aktivitas siswa yang belum optimal selama

proses pembelajaran pada siklus II. Upaya ini

berdampak terhadap hasil belajar fisika siswa

pada materi pokok gerak lurus pada siklus II,

dimana rata-rata hasil belajar fisika meningkat

dari 72,5 pada siklus I menjadi menjadi 79,0

pada siklus II dengan standar deviasi 7,1.

Ketuntasan belajar yang juga meningkat yakni

siswa yang tuntas belajar menjadi 30 orang

(75,0%) dan yang belum tuntas menurun menjadi

10 orang (25,0%) dari 40 orang siswa.

Secara lengkap gambaran hasil belajar

dan ketuntasan hasil belajar siswa kelas X3 SMA

Negeri 2 Kendari pada materi pokok gerak lurus

disajikan pada Gambar 2 berikut:

Gambar2 (a) Deskripsi Hasil Belajar Siswa pada Setiap Siklus.

(b) Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Setiap Siklus

PEMBAHASAN

Sesuai dengan temuan hasil penelitian

yang menerapkan model pembelajaran creative

problem solving berbantuan media slide show

animation, menunjukkan bahwa pada siklus I

aktivitas belajar siswa belum optimal,

sebagaimana hasil refleksi yang dilakukan oleh

guru dimana pada siklus I sebagian besar

aktivitas belajar siswa masih rendah. Hal ini

disebabkan karena siswa belum terbiasa

mengikuti pembelajaran seperti model

pembelajaran ini, siswa kesulitan memilih dan

menerapkan alternatif pemecahan masalah yang

mereka pilih, disamping itu animasi konsep

gerak lurus yang di tampilkan belum mereka

optimalkan dan memahami konsep gerak lurus,

sehingga berdampak terhadap hasil belajar siswa

yang belum mencapai indikator kinerja secara

klasikal yakni hanya 65,0% siswa yang mencapai

ketuntasan belajar secara individu ≥ 74 dari yang

Page 105: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

103

ditetapkan sebesar ≥75% dari 40 siswa, dengan

nilai rata-rata hasil belajar sebesar 72,5.

Olehnya itu melalui hasil refleksi pada

siklus I, maka guru berupaya memperbaiki

berbagai kelemahan aspek pembelajaran yang

terjadi pada siklus II dan meningkatkan aspek

pembelajaran lainnya serta mengoptimalkan

animasi konsep fisika dan pemilihan alternatif

pemecahan masalah dalam menyelesaikan

konsep gerak lurus. Hal ini berdampak

meningkatknya setiap satuan aktivitas siswa pada

siklus II dengan skor rata-rata sebesar 3,2. Selain

itu juga berdampak terhadap peningkatan rata-

rata hasil belajar siswa pada siklus II menjadi

79,0 dengan ketuntasan belajar secara klasikal

sebesar 75,0% . Meskipun persentase ketuntasan

belajar siswa hanya mencapai standar ketuntasan

belajar secara klasikal, hal ini terjadi karena

KKM yang ditetapkan sekolah pada materi

pokok gerak lurus adalah tinggi yakni 74

dibandingkan sebelumnya sebesar 65 dari nilai

ideal 100.

Peningkatan rata-rata hasil belajar yang

cukup tinggi sebesar 79 tersebut didukung oleh

aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam

menerapkan pembelajaran model creative

problem solving berbantuan media slide show

animation yang semakin meningkat pada siklus

II dan siswa memiliki motivasi tinggi dalam

belajar dengan senantiasa berlatih menyelesaikan

masalah pada konsep gerak lurus. Hal ini sejalan

dengan pendapat Gerace, J.W. (2005) bahwa

kemampuan untuk memecahkan suatu masalah,

tidak hanya ditentukan oleh pola pikiran

melainkan dipengaruhi oleh kerja maupun

latihan.

Berdasarkan deskripsi data-data tersebut,

menunjukkan bahwa hasil penelitian ini telah

mencapai indikator keberhasilan kinerja baik

dari segi proses maupun dari segi hasil belajar.

Hal berarti bahwa model pembelajaran creative

problem solving berbantuan media slide show

animation yang diterapkan oleh guru menjadi

solusi yang tepat untuk meningkatkan aktivitas

dan hasil belajar fisika siswa kelas X3 SMA

Negeri 2 Kendari pada materi pokok gerak lurus.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Gambaran aktivitas belajar siswa yang diajar

melalui model pembelajaran creative problem

solving berbantuan media slide show

animation dapat ditingkatkan pada setiap

satuan aktivitas belajar dari siklus I ke siklus

II dengan skor rata-rata pada siklus I sebesar

2,5 (kategori cukup) meningkat pada siklus II

menjadi 3,2 ( kategori baik).

2. Gambaran hasil belajar fisika siswa kelas X3

SMA Negeri 2 Kendari pada materi pokok

gerak lurus adalah pada siklus I diperoleh:

nilai maksimum 96,4 dan nilai minimum 51,8

dengan nilai rata-rata 72,5 dan standar deviasi

11,0 ; dan pada siklus II diperoleh: nilai

maksimum 96,0 dan nilai minimum 64,0

dengan nilai rata-rata 79,0 dan standar deviasi

7,1.

3. Model pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation

menjadi solusi yang tepat untuk meningkatkan

hasil belajar fisika materi pokok gerak lurus

pada siswa kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari

dengan persentase ketuntasan belajar klasikal

pada siklus I sebesar 65% meningkat pada

siklus II menjadi 75% dari 40 siswa.

Saran

Agar penerapan model pembelajaran

creative problem solving berbantuan media slide

show animation optimal, maka diharapkan:

1. Model pembelajaran creative problem solving

berbantuan media slide show animation dapat

diterapkan pada materi pokok fisika lainnya

khususnya konsep-konsep yang berkaitan

dengan pemecahan masalah dengan berbagai

alternatif pemecahannya.

2. Dalam menerapkan model pembelajaran

creative problem solving berbantuan media

slide show animation, kiranya media animasi

yang ditampilkan dapat membantu siswa

untuk memahami konsep-konsep fisika

dengan tetap memperhatikan aspek

kontekstual konsep yang dipelajari dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 106: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

104

3. Kepada peneliti lainnya yang akan

menerapkan model pembelajaran creative

problem solving berbantuan media slide show

animation kiranya dapat memahami beberapa

alternatif pemecahan masalah dari suatu

konsep fisika agar dapat membantu siswa

dalam memecahkan masalah dalam konsep

fisika.

DAFTAR PUSTAKA

Gerance, J. W. & Beatty, I.D, 2005. Develop

Problem Solving Skill: The McMaster

Problem Solving Program. Journal

Engineering Education.

Pepkin, K.L, 2004. Creative Problem Solving in

Math. Tersedia di:

http://www.uh.edu/hti/cu/2004/04/htm

[diakses 16 April 2012]

Ramly, 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan.

Kendari Universitas Haluoleo

Saminanto, 2010. Ayo Praktik PTK (Penelitian

Tindakan Kelas). Semarang: RaSAIL

Media Group

Sudjana, 1996. Metoda Statistika. Bandung:

Tarsito.

Usman dan Setiawati, 2001. Upaya Optimalisasi

Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Syaiful Bahri D. dan Aswan Zain., 2006.Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 107: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

105

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU (Pteridophyta) DI KAWASAN HUTAN NANGA-NANGA

PAPALIA KELURAHAN ANDUONOHU KECAMATAN POASIA KOTA KENDARI1

Oleh:

Asmawati Munir2, Lili Darlian

3, Niluh Sri Buana

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan paku yang terdapat di

Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari.

Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi dengan teknik jelajah dimana menjelajahi lokasi

penelitian sambil mengumpulkan sampel. Teknik analisis data secara deskriptif yaitu dengan

mendeskripsikan ciri-ciri morfologi setiap jenis tumbuhan Paku yang ditemukan di lokasi penelitian

dengan mengacu pada buku-buku identifikasi. Berdasarkan hasil penelitian jenis-jenis tumbuhan paku

(Pterydophyta) yang terdapat di lokasi penelitian adalah 12 familia, 20 genus, 27 jenis. Jenis-jenis

tumbuhan paku yang ditemukan yaitu: Adiantum cuneatum Lungs. dan Fisch, Anthrophyum

semicostatum Desv, Asplenium polyodon G. Forster, Amphineuron terminans (Hook.) Holttum,

Bolbitis sp., Ceratopteris thalictroides (L.) Borgn, Christella dentata (Forsk) Browsey & Jermy,

Christensenia aescufolia (Bl.) Maxon, Cyathea contaminans (Hook.) Copel, Davallia denticulata

(Burm.) Mett, Drynaria sparsisora (Desv.) Moore, Elaphoglossum angulatum (Blume),

Elaphoglossum rimbachii J, Gleichenia linearis (Burm.) Clarke, Grammitis sp., Lygodium circinatum

Sw, Lygodium flexuosum (L.) sw, Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott, Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr, Pteris vittata L.spec, Pteris semipinnata L. Spec, Pteris umbrossa L.Spec, Selaginella plana

Hieron, Tectaria branchiata, Tectaria sp., Trichomanes javanicum Blume, Trichomanes sp.

Kata Kunci : Tumbuhan Paku (Pteridophyta), Hutan Nanga-Nanga Papalia

1 Ringkasan Hasil Penelitian 2,3 Dosen Pend. Biologi FKIP Universitas Halu Oleo

PENDAHULUAN

Sulawesi Tenggara merupakan suatu

daerah yang memiliki wilayah hutan yang sangat

luas, dengan beraneka ragam jenis tumbuh-

tumbuhan. Salah satu hutan di Sulawesi

Tenggara adalah Kawasan Hutan Nanga-Nanga

Papalia yang terletak di Kelurahan Anduonohu

Kecamatan Poasia Kota Kendari.

Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia

yang ada di kawasan pegunungan Nanga-Nanga

Kota Kendari merupakan salah satu kawasan

hutan hujan tropis di Sulawesi Tenggara dengan

total luas areal yakni 2.273 ha yang terdiri atas

973 ha hutan lindung dan 1.300 ha hutan

produksi. Kawasan hutan ini membentang dan

melingkari Kota Kendari Provinsi Sulawesi

Tenggara. Keberadaannya tidak hanya menjadi

ciri khas Kota Kendari, namun juga sebagai

daerah tangkapan air. Potensi flora dan fauna

cukup tinggi dengan komposisi flora yang

ditemukan hidup mulai dari lumut, paku-pakuan,

herba, liana, epifit dan tegakan.

Tumbuhan paku (Pterydophyta)

merupakan tumbuhan kormus, memiliki sistem

pembuluh sederhana, sistem transpor internal

dan hidup di tempat yang lembap. Tumbuhan

paku (Pterydophyta) memiliki ciri khas berupa

daun yang menggulung saat muda. Akar berupa

rhizoma, ujung akar dilindungi kaliptra. Sel-sel

akar membentuk epidermis, korteks, dan silinder

pusat (terdapat xilem dan floem).

Secara tidak langsung tumbuhan paku

bermanfaat dalam memelihara ekosistem hutan,

yaitu dalam hal pengamanan tanah terhadap

erosi, serta berperan membantu proses pelapukan

di dalam tanah. Tumbuhan paku (Pteridophyta)

yang mempunyai morfologi tubuh menarik dapat

digunakan sebagai tanaman hias. Selain itu,

beberapa jenis tumbuhan paku dapat pula

dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat-

obatan tradisional, tali dan bahan baku kerajinan

Page 108: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

106

seperti tas, tikar dan lain-lain (Sastrapradja,

1980:11).

Di Kawasan Hutan Nanga-Nanga

kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota

Kendari dijumpai berbagai jenis tumbuhan paku.

Akan tetapi banyak jenis tumbuhan paku yang

belum diketahui secara jelas jenis-jenis

tumbuhan paku apa saja yang tumbuh di daerah

ini. Oleh karena itu, untuk mengetahui jenis

tumbuhan paku (Pteridophyta) yang terdapat di

Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Jenis-Jenis Tumbuhan Paku

(Pteridophyta) di Kawasan Hutan Nanga-Nanga

Papalia Kelurahan Anduonohu Kecamatan

Poasia Kota Kendari”.

Rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Jenis-Jenis Tumbuhan Paku

(Pteridophyta) apa sajakah yang terdapat di

Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan

Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari?”

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui jenis-jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang terdapat di Kawasan Hutan

Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu

Kecamatan Poasia Kota Kendari.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan

Juni-Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan

metode eksplorasi, yakni dengan menjelajahi

lokasi penelitian sambil mengumpulkan sampel

tumbuhan paku (Pteridophyta) yang dapat

mewakili setiap jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang ditemukan dilokasi

penelitian.

Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan

menjelajahi sepanjang kawasan Hutan Nanga-

Nanga Papalia sampai tidak ditemukan lagi

spesies baru, dimana daerah yang dijelajahi yaitu

sebelah kiri dan kanan jalan setapak, dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penjelajahan dimulai dari jarak 5 m dari

jalan raya mengikuti jalan setapak,

pengambilan sampel mulai dilakukan

setelah 1 m kekanan dan 0,5 m kekiri dari

jalan setapak dan masuk ± 1 km ke dalam

kearah kanan dan kearah kiri jalan setapak.

b. Mengumpulkan sampel tumbuhan paku

sambil mengamati ciri-ciri morfologi setiap

jenis sampel dan memberikan etiket gantung

pada setiap sampel yang ditemukan.

c. Melakukan pengukuran parameter

lingkungan (kelembaban udara, intensitas

cahaya dan pH tanah) pada titik awal, tengah

dan akhir tempat pengambilan sampel

dengan mempertimbangkan topografi lokasi

penelitian.

d. Mengoleksi sampel tumbuhan paku dengan

membuat herbarium

e. Selanjutnya sampel tumbuhan paku

diidentifikasi lebih lanjut dengan mengacu

pada buku identifikasi: van Steenis (2005),

Andrews, S. B., (1990), Sastrapradja (1980),

Holttum (1965). Holttum (1988). Holttum

(1991).

A. Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta)

yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

Jenis-jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang ditemukan di Kawasan

Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan

Anduonohu Kecamatan Poasia kota Kendari

dapat dilihat pada Tabel berikut.

Page 109: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

107

Tabel Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Ditemukan di Lokasi Penelitian.

No. Familia Genus Species

1 Cyatheaceae Cyathea Cyathea contaminans (Hook.) Copel.

2 Dryopteridaceae Tectaria 1. Tectaria branchiata

2. Tectaria sp.

3 Gleicheniaceae Gleichenia Gleichenia linearis (Burm.) Clarke.

4 Grammitidaceae Grammitis Grammitis sp.

5 Hymenophyllaceae Trichomanes 1. Trichomanes javanicum Blume.

2. Trichomanes sp.

7 Lomariopsidaceae Bolbitis Bolbitis sp.

8 Parkeriaceae Ceratopteris Ceratopteris thalictroides (L.) Borgn.

9 Polypodiaceae Adiantum Adiantum cuneatum Lungs. dan Fisch.

Anthrophyum Anthrophyum semicostatum Desv.

Asplenium Asplenium polyodon G. Forster.

Davallia Davallia denticulata (Brum.) Mett.

Drynaria 1. Drynaria sparsisora (Desv.) Moore.

Elaphoglossum

2. Elaphoglossum angulatum (Blume).

Elaphoglossum rimbachii J.

Nephrolepis 1. Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott.

2. Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Pteris 1. Pteris vittata L. Spec.

2. Pteris semipinnata L. Spec.

3. Pteris umbrossa L. Spec.

10 Thelypteridaceae Amphineuron Amphineuron terminans (Hook.) Holttum.

Christella Christella dentata (Forssk) Browsey & Jermy

11 Selaginellaceae Selaginella Selaginella plana Hieron.

12 Schizaeaceae Lygodium Lygodium circinatum Sw.

PEMBAHASAN

Kawasan hutan Nanga-Nanga papalia

memiliki kondisi lingkungan yang cukup lembab

sehingga memungkinkan tumbuhan paku

(Pteridophyta) dapat tumbuh dengan baik,

Tjitrosoepomo (1980) mengemukakan bahwa

tumbuhan paku menyukai tempat-tempat yang

teduh dan lembab.

Keberadaan tumbuhan paku di Hutan

Nanga-Nanga disebabkan oleh kemampuan

Page 110: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

108

adaptasi yang baik dari masing-masing spesies

tumbuhan paku tersebut serta kemampuannya

dalam berinteraksi dengan kondisi lingkungan

dan tanah. Berdasarkan hasil penelitian faktor

lingkungan yang diukur adalah suhu udara antara

25-28 0C, kondisi ini sesuai dengan suhu yang

dibutuhkan oleh tumbuhan paku yang ditandai

dengan banyaknya jenis tumbuhan paku yang

dijumpai dilokasi penelitian. Kelembaban udara

47-58 %, suhu tanah 20-27 0C, pH tanah 6,2 -

6,8, intensitas cahaya 10.330-25.300 Lux dan

ketinggian tempat 60-130 m dpl. Syafei (1994:

180) keasaman tanah sangat penting untuk

menunjukkan kehadiran bahan-bahan mineral,

pada pH tanah sekitar 6,5 bahan-bahan mineral

yang terlarut dapat memenuhi kebutuhan

tumbuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa

pH tanah yang terukur di Kawasan Hutan Nanga-

Nanga Papalia sesuai untuk pertumbuhan

tumbuhan paku (Pteridophyta). Selain itu

Menurut Syafei (1994: 168) bertambah tingginya

suatu tempat berasosiasi dengan meningkatnya

keterbukaan, selain mengakibatkan penurunan

suhu juga mempengaruhi kelembaban.

Ketinggian mengakibatkan tumbuhan yang

berada didaerah-daerah pegunungan menerima

hujan lebih banyak daripada daerah rendah,

sehingga memungkinkan tumbuhan paku

(Pteridophyta) dapat tumbuh dengan baik.

Penyebaran habitat tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang ditemukan di Kawasan

Hutan Nanga-Nanga papalia terdiri atas habitat

terestrial, epifit dan paku air. Berdasarkan data

yang diperoleh, tumbuhan paku (Pteridophyta)

yang habitatnya terestrial yakni hidup di tanah

ditemukan 18 jenis, yang habitatnya epifit 3

jenis, yang dapat hidup pada habitat terestrial

dan epifit 5 jenis dan paku air 1 jenis. Dalam

penelitian ini dilakukan 3 titik pengukuran

parameter lingkungan untuk menandai

keberadaan tumbuhan paku. Dari titik awal

ketitik tengah sebelah kanan jalan setapak

ditemukan 11 sampel yakni Amphineuron,

Cyatheaceae, Chirtenssenia, Adiantum,

Asplenium, Davallia, Drynaria, Grammitis,

Elaphoglossum, dan Sellaginella. Selanjutnya

dari titik tengah sampai akhir dijumpai 6 sampel

yang termasuk dalam genus Nephrolepis, Pteris

dan Christella. Dari titik awal hingga tengah

sebelah kiri jalan setapak dijumpai 4 sampel dari

genus Ceratopteris, Gleichenia, dan Lygodium,

selanjutnya dari titik tengah sampai akhir

dijumpai 6 sampel yang termasuk dalam genus

Tectaria, Trichomanes, Anthrophyum dan

Bolbitis.

Familia Cyathaceae merupakan

tumbuhan paku yang berbentuk pohon. Spesies

yang ditemukan adalah Cyathea contaminans

(Hook.) Copel. Menurut Sastrapradja (1980:77),

jenis paku ini bentuknya khusus, hampir

menyerupai bentuk kelapa sehingga mudah

dibedakan dengan jenis paku yang lainnya. Paku

ini tumbuhnya tidak menyendiri, melainkan

bercampur dengan jenis-jenis lain. Kadang-

kadang berkelompok dan dapat dijumpai pada

lereng-lereng pegunungan baik yang terbuka

maupun tempat-tempat yang terlindung.

Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi

lingkungan dengan suhu 27 oC. Pada ketinggian

tempat 90- 120 m dpl. Intensitas cahaya 25.300

lux. Kelembaban udara 50% dan pH tanah yang

terukur 6,7. Sesuai dengan pernyataan

Sastrapradja (1980) tumbuhan ini menyukai

tempat yang tidak begitu kering, dekat dengan

aliran sungai, tanah dengan nutrisi cukup, dan

tumbuh baik di ketinggian 1- 2000 m dpl.

Familia Dryopteridacea yang ditemukan

di lokasi penelitian 2 jenis tumbuhan yaitu

Tectaria branchiata dan Tectaria sp. Tumbuhan

ini merupakan jenis tumbuhan paku yang hidup

didaerah agak terbuka dan tidak terlalu kering.

Jenis ini ditemukan di tepi aliran sungai pada

kondisi lingkungan dengan suhu tanah 25-27 oC.

Intensitas cahaya 10.330-10.800 Lux.

Kelembaban udara 50-58 oC, dengan pH tanah

yang terukur 6,2-6,4 pada ketinggian 60-90 m

dpl. Menurut Holttum (1965), jenis ini dapat

tumbuh berkelompok ditepi sungai hingga

pegunungan, di ketinggian 40- 1500 m dpl.

Familia Gleicheniaceae yang ditemukan

di lokasi penelitian yaitu Gleichenia linearis

(Burm.) Clarke. Jenis paku ini memiliki daun

panjang yang setiap cabangnya akan bercabang

lagi. Gleichenia merupakan tumbuhan paku

yang tempat hidupnya meliputi daerah-daerah di

tepi tebing, di pinggir-pinggir kali atau sungai.

Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi

lingkungan dengan suhu berkisar antara 27- 28 oC. Intensitas cahaya 10.440 - 25.300 lux.

Kelembaban udara 50 – 58% pada pH tanah yang

Page 111: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

109

terukur 6,2 - 6,8 dan ketinggian tempat 60 - 80 m

dpl. Sesuai dengan pernyataan van Steenis

(2005: 76), tumbuhan ini banyak dijumpai di

daerah yang terkena cukup air seperti tepi

sungai, terkena cahaya matahari dan tumbuh

baik pada ketinggian 30 - 2.800 m dpl.

Familia Hymenophyllaceae yang

ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 2 jenis

yaitu Trichomanes javanicum Blume dan

Trichomanes sp. Tumbuhan ini dijumpai di tanah

yang lembab dan ternaung. Jenis tumbuhan ini

ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu

udara 25 - 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 -

25.300 Lux. Kelembaban udara 50 - 58 %

dengan pH tanah yang terukur 6,2 - 6,7 pada

ketinggian 60 - 120 m dpl. Menurut Sastrapradja

(1980), tumbuhan ini hidupnya di tanah, terdapat

di daerah terbuka maupun di daerah lembab,

dapat dijumpai didataran rendah hingga

pegunungan.

Familia Lomariopsidaceae merupakan

tumbuhan paku terestrial yang banyak dijumpai

di daerah ternaung dibawah pepohonan, dengan

intensitas cahaya rendah, kelembaban tinggi dan

berada di tepi sungai serta mengandung unsur

hara yang cukup. Pada familia ini dijumpai 1

spesies yakni Bolbitis sp. Tumbuhan ini

ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu

tanah 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 lux.

Kelembaban udara 58% dengan pH tanah yang

terukur 6,4 pada ketinggian 90 m dpl. Menurut

van Steenis & Holttum (1982) jenis tumbuhan

dari suku Lomariopsidaceae ditemukan pada

ketinggian 50 - 1200 m dpl, hanya beberapa

spesies saja yang ditemukan pada ketinggian di

atas 1500 m dpl. Sangat baik tumbuh pada

daerah berbatu dan di tepi sungai.

Familia Marattiaceae yang ditemukan di

lokasi penelitian adalah jenis Christensenia

aescufolia (Bl) Maxon, merupakan jenis

tumbuhan paku terestrial yang dapat berkembang

di daerah terdedah maupun ternaung dan tanah

agak kering. Tumbuhan ini di temukan pada

kondisi lingkungan dengan suhu udara 27 - 28 oC, kelembaban udara 47 - 50 %, suhu tanah 25 -

27 oC, intensitas cahaya 10.330 - 25.300 Lux

dengan pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 pada

ketinggian 90 - 130 m dpl. Menurut

Tjitrosoepomo (1989), paku ini berupa paku

tanah, tumbuh diatas tanah yang agak kering dan

terkena sinar matahari.

Familia Parkeriaceae yang ditemukan

di lokasi penelitian adalah jenis Ceratopteris

thalictroides (L) Borgn, merupakan tumbuhan

paku air namun tetap mengambil zat makanan

dari dalam tanah. Tumbuhan ini ditemukan di

bagian tepi pada air yang tergenang, pada

kondisi lingkungan dengan suhu udara 27 oC.

Kelembaban udara 50 %. Intensitas cahaya

10.440 Lux pada ketinggian 60 m dpl. Menurut

Sastrapradja (1980), jenis paku ini tumbuh di air

yang tidak mengalir deras, di sawah, di rawa, di

tepi-tepi sungai yang berlumpur dan menyukai

daerah yang kena sinar matahari.

Familia Polypodiaceae merupakan

kelompok tumbuhan paku yang paling banyak

dijumpai jenisnya, karakteristik hidup dari

beberapa jenisnya menempel pada tumbuhan

yang ditumpanginya tetapi tidak bersifat

merugikan, tetapi dapat pula tumbuh diatas tanah

atau serasah. Banyaknya ditemukan jenis suku

ini disebabkan oleh kondisi faktor lingkungan

dilokasi penelitian sesuai bagi perkembangan

tumbuhan suku ini. Familia Polypodiaceae

banyak ditemukan di lokasi penelitian secara

terestrial maupun epifit. Menurut van Steenis

(2005: 84) tumbuhan pada familia ini menyukai

tempat ternaung dan terdedah. Selain itu familia

ini cocok pada struktur tanah dengan topografi

datar dan berbukit dapat dijumpai mulai

ketinggian 0 -1. 300 m dpl, dari daerah mangrove

sampai daerah gunung yang rendah. Selain itu

Holttum (1967) menyatakan bahwa suku

Polypodiaceae mempunyai jumlah anggota

terbesar di Kawasan Malesiana yang sebagian

besar terdapat di kepulauan Indonesia, dan

menyukai tempat ternaung maupun terdedah.

Pada familia Polypodiaceae ditemukan 9 genus

dan 12 spesies, yaitu genus Adiantum,

Anthrophyum, Asplenium, Davallia, Drynaria,

Elaphoglossum, Nephrolepis dan Pteris.

Anthrophyum, Drynaria dan Elaphoglossum

tumbuh sebagai paku epifit yang menempel pada

pohon, Nephrolepis, Asplenium, dan Davallia

tumbuh pada tanah yang lembab, tetapi ada juga

yang tumbuh sebagai epifit, sedangkan Adiantum

dan Pteris tumbuh pada tanah yang lembab,

agak kering dan tanah gembur. Pernyataan ini

didukung oleh Sastrapradja (1980: 44), bahwa

Page 112: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

110

kelompok paku Polypodiaceae biasanya

menumpang pada tumbuhan lain, tetapi dapat

pula tumbuh di tanah cadas atau gembur

berpasir. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi

lingkungan dengan suhu berkisar antara 25 – 28

oC. Intensitas cahaya 10.330 - 13-980 lux.

Kelembaban udara 47 - 50% pada pH tanah

yang terukur 6,2 - 6,8 dan pada ketinggian 90 -

120 m dpl.

Familia Schizaceae yang ditemukan

sebanyak 2 spesies yaitu Lygodium circinatum

Sw., dan Lygodium flexuosum (L.) Sw. Paku ini

merupakan jenis paku yang tumbuh membelit.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrapradja

(1980:81), bahwa Lygodium merupakan

tumbuhan paku yang menjalar dan merambat

pada tumbuhan lain. Hidup di dataran rendah

terutama pada tempat-tempat yang terbuka yang

terkena cahaya matahari dan hujan yang cukup,

dapat tumbuh pada ketinggian 1 - 1.200 m dpl.

Di lokasi penelitian tumbuhan ini ditemukan

pada kondisi lingkungan dengan suhu berkisar

antara 25 – 27 o

C. Intensitas cahaya 10.330 -

25.300 lux. Kelembaban udara 50 - 56% pada pH

tanah yang terukur 6,2 - 6,8 dan ketinggian

tempat 60 - 80 m dpl.

Familia Selaginellaceae merupakan

tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lereng

bukit yang ternaung dan lembab, jenis yang

ditemukan adalah Selaginella plana Hieron.

Tumbuhan ini ditemukan pada kondisis

lingkungan dengan suhu tanah berkisar antara 20

– 27 oC. Intensitas cahaya 13..980 - 25-300 lux.

Kelembaban udara 47 - 50% dengan pH tanah

yang terukur 6,2 - 6,7 pada ketinggian 90 - 120

mdpl. Hal ini sesuai dengan (Sastrapradja,

1980:95) jenis Selaginella sering dijumpai

tumbuh dilereng bukit yang lembab dan teduh di

lereng-lereng bukit pada ketinggian 40 - 1.800 m

dpl.

Familia Thelypteridaceae merupakan

paku terestrial yang hidup pada lereng gunung

(Holttum, 1991: 509) bahwa paku ini, hidupnya

bercampur dengan jenis tumbuhan lain. Jenis

yang ditemukan adalah Christella dentata

(Forst.) Brawsney dan Jermy dan Amphineuron

terminans (Hook). Holttum familia ini

ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu

berkisar antara 20 – 27 oC. Intensitas cahaya

10.330 - 25.300 lux. Kelembaban udara 47 –

50%, pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 pada

ketinggian 90 - 130 m dpl.

Keberadaan tumbuhan paku di kawasan

Hutan Nanga-Nanga didukung berbagai faktor

lingkungan diantaranya adalah suhu udara,

intensitas cahaya, kelembaban udara dan pH

tanah. Menurut Syafei (1994;128) Semua faktor

lingkungan tersebut bervariasi, organisme yang

hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan,

sehingga hubungan yang nyata antara lingkungan

dan organisme hidup akan membentuk

komunitas dan ekosistem tertentu baik

berdasarkan ruang dan waktu. Kandungan

energi yang dibutuhkan tumbuhan di pengaruhi

oleh faktor lingkungan tersebut. Energi cahaya

dari lingkungan yang dapat ditangkap oleh

tumbuhan akan dimanfaatkan untuk proses-

proses metabolisme sedangkan yang tidak dapat

diabsorbsi akan direfleksikan ke lingkungan

sehingga ikut memanaskan lingkungan tersebut.

Hal ini ikut mempengaruhi jenis-jenis tumbuhan

apa saja yang dapat tumbuh pada komunitas

hutan tersebut, salah satunya adalah tumbuhan

paku (Pteridophyta).

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa jenis-jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang terdapat di Kawasan Hutan

Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu

Kecamatan Poasia Kota Kendari ditemukan 12

familia, 20 genus, 27 jenis. Tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang ditemukan tumbuh pada

tanah (terestrial) sebanyak 18 jenis, tumbuh di

air 1 jenis, menempel pada batang tumbuhan lain

(epifit) sebanyak 3 jenis, dan dapat hidup pada

keduanya (epifit maupun terestrial) sebanyak 5

jenis.

A. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan

tentang jenis-jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang bermanfaat bagi kehidupan,

terutama yang dapat dikonsumsi atau paku yang

dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan,

khususnya bagi masyarakat di sekitar lokasi

penelitian dan masyarakat Sulawesi Tenggara

pada umumnya.

Page 113: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

111

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, S. B., 1990. Ferns of Queensland

Departement of Primary. Brisbane.

BPS Kota Kendari, 2010. Kecamatan Poasia

dalam Angka 2009; Katalog BPS

1403.7471.020. Kendari.

Dinas Kehutanan Kota Kendari, 2011. Data

Kawasan Hutan. Kendari.

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara,

2012. Peta Kawasan Hutan Nanga-

Nanga. Kendari.

Hidayat, A., Jurnalitri. Keanekaragaman

Tumbuhan Paku di Sulawesi

Tenggara.12.80.2.

Holttum, R. E., 1965. Flora of Malaya Volume

II. Authority Government Printing

Office. Singapore.

Holttum, R. E., 1988. Ferns of Malaysia in

Colour. Tropical Press. Kuala Lumpur.

Holttum, R. E., 1991. Flora Malesiana Volume

II. Leyden University The Netherlands.

Amsterdams.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara.

Jakarta.

Loveless, A.R., 1989. Prisip-Prinsip Tumbuhan

Untuk Daerah Tropik Jilid II. Gramedia.

Jakarta.

Polunin, N., 1990. Pengantar Geografi

Tumbuhan dan Beberapa Ilmu

Serumpun. Gadjah Mada. University

Press. Yogyakarta.

Sastrapradja, 1980. Jenis Paku Indonesia. Balai

Pustaka. Bogor.

Steenis van C.G.G.J., 2005. Flora Untuk Sekolah

di Indonesia. PT. Pradnya Paramita.

Jakarta.

Syafei, E. S., 1994. Pengantar Ekologi

Tumbuhan. FMIPA. ITB. Bandung.

Yanney, J.E., 1990. Pengantar Ekologi Tropika.

Penerbit ITB. Bandung.

Page 114: PENGGUNAAN ANALISIS KOVARIANSI DALAM … · Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation ... Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi

0

PETUNJUK BAGI PENULIS

GEMA PENDIDIKAN

1. Artikel yang dimuat harus berupa hasil penelitian dan belum pernah dimuat

dijurnal lain

2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia/Bahasa Inggris, kertas ukuran A4,

maksimal 12 halaman dengan spasi 1.5.

3. Format Artikel sebagai berikut :

Judul Penelitian*

Nama Penulis **

(*=catatan Kaki)

Abstrak : maksimal 150 kata (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris)

Kata-kata kunci :

A. PENDAHULUAN

(memuat latar belakang masalah dan tujuan penelitian)

B. KAJIAN PUSTAKA

C. METODE PENELITIAN

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

E. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

(Pustaka yang dimasukkan hanya yang dirujuk dalam uraian)

4. Artikel disetor kepada pengelola dalam bentuk CD dengan file ASII

Microsoft Word dan satu rangkap print out.

5. Artikel yang diusulkan harus sudah diterima oleh Pengelola selambat-

lambatnya satu bulan sebelum penerbitan (terbit : Januari dan Juli setiap

tahun).

6. Artikel yang diproses adalah yang memenuhi persyaratan di atas.

Informasi lain dapat diperoleh di Sekretariat Gema Pendidikan dengan alamat:

Kantor Perpustakaan FKIP Universitas Halu Oleo. Kampus Bumi Tridharma

Anduonohu Kendari KP. 93232 Telp/HP. 081343901405.