analisis perilaku kurs rupiah terhadap dollar amerika pada sistem kurs mengambang bebas di indonesia
TRANSCRIPT
SKRIPSI
ANALISIS PERILAKU KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA
PADA SISTEM KURS MENGAMBANG BEBAS DI INDONESIA
Diajukan Oleh :
NOVELINA JUNIARTI SITANGGANG
10501082
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPERTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
ABSTRAK “ANALISIS PERILAKU KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PADA SISTEM KURS MENGAMBANG BEBAS DI
INDONESIA”
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi antara inflasi, BI rate, ekspor dan impor di Indonesia dengan fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika selama periode kurs mengambang bebas yakni tahun 1997-2012. Penelitian ini menggunakan metode Cointegration test dan Granger Causality test dengan bantuan program Eviews 6.
Hasil penelitian dengan Cointegration Test menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antara variabel Kurs Rupiah dengan Inflasi maupun Kurs Rupiah dengan BI Rate, sedangkan untuk variabel Kurs Rupiah dengan Ekspor serta variabel Kurs Rupiah dengan Impor tidak memiliki hubungan kointegrasi selama periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012. Dari Granger Causality test ditemukan terdapat hubungan kausalitas satu arah antara variabel Kurs Rupiah dengan Inflasi (Inflasi mempengaruhi Kurs Rupiah), antara variabel Kurs Rupiah dengan BI Rate (BI Rate mempengaruhi Kurs Rupiah) serta antara variabel Kurs Rupiah dengan Ekspor (Ekspor mempengaruhi Kurs Rupiah). Akan tetapi, terdapat hubungan kausalitas dua arah antara variabel Kurs Rupiah dengan Impor (Kurs Rupiah dan Impor saling mempengaruhi satu dengan yang lain).
Kata Kunci : Kurs Rupiah, Inflasi, BI Rate, Ekspor, dan Impor.
ABSTRACT
“ANALYSIS OF RUPIAH EXCHANGE RATE AGAINST US.DOLLAR DURING THE PERIOD OF FREE FLOATING EXCHANGE
RATE SYSTEM IN INDONESIA. The purpose of this study is to identify and analyze the existence of
relationship causality and cointegration between Inflation, BI rate, Export and Import in Indonesia with the fluctuations of Rupiah exchange rate against U.S. Dollar during the period of free floating exchange rates in 1997-2012. This study uses Cointegration test and Granger Causality test by using Eviews 6.
The result showed that by using Cointegration test, there are long-term equilibrium relationship between Rupiah Exchange Rate with Inflation and Rupiah Exchange Rate with BI Rate, meanwhile for Rupiah Exchange Rate with Export and Rupiah Exchange Rate with Import, there are not long-term equilibrium relationship during the period free floating exchange rate system in 1997-2012. From Granger Causality test that showed there are unidirectional causality between Rupiah Exchange Rate with Infation (Inflation affects Rupiah Exchange Rate), Rupiah Exchange with BI Rate (BI Rate affects Rupiah Exchange Rate) and Rupiah Exchange Rate with Export (Export affects Rupiah Exchange Rate). Meanwhile, there is bilateral causality between Rupiah Exchange Rate with Import (both Rupiah Exchange Rate and Import affect one to the other)
Keywords : Rupiah Exchange Rate, Inflation, BI Rate, Export, and Import.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat dan berkat Tuhan Yang
Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Perilaku Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika pada Sistem Kurs Mengambang
Bebas di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis keberadaan hubungan hubungan kausalitas dan kointegrasi antara
variabel inflasi, BI rate, ekspor dan impor terhadap kurs Rupiah terhadap Dollar
Amerika selama periode kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dalam meyelesaikan penelitian ini
sehingga tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Ayah tercinta Sahat Sitanggang dan Almarhumah Ibu tersayang Tiarlin
Sihombing atas kasih dan sayangnya serta dukungan baik moril maupun
materil serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dan
semangat selama ini.
2. Bapak Prof.Dr.Azhar Maksum,SE.,M.Ec.,Ac Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE., M.Ec selaku Ketua DepartemenEkonomi
Pembangunan danBapak Drs. Syahrir Hakim Nasution,M.Si selaku
Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE.,M.Soc. Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si selaku
Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan sekaligus Dosen
Pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Dosen Wali penulis yang
telah membantu dan membimbing penulis selama perkuliahan.
6. Bapak Wahyu Ario Pratomo,SE., M.Ec dan Ibu Dra. Raina Linda Sari,
M.Si selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran
yang baik kepada penulis.
7. Seluruh Staf pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
SemogaTuhan Allah yang membalas segala budi dan pengorbanan yang
diberikan.
Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat
membantu semua pihak yang memerlukan terutama rekan mahasiswa Ekonomi
Pembangunan.
Medan, Mei 2014 Penulis
Novelina Juniarti Sitanggang
NIM : 100501082
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK................................................................................................ i ABSTRACT............................................................................................. ii KATA PENGANTAR............................................................................. iv DAFTAR ISI............................................................................................ v DAFTAR TABEL.................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR............................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………... x BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah....................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian........................................................ 4 1.4 Manfaat Penelitian...................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kurs atau Nilai Tukar....................................... 6 2.2 Kebijakan dan Sistem Kurs di Dunia......................... 7 2.2.1 Sistem Kurs Tetap (Absoutely Fixed Exchange Rate Regime).................................. 8 2.2.2 Sistem Kurs Mengambang Penuh (Pure Floating Exchange rate regime)..................... 10
2.2.3 Sistem Kurs Tetap tetapi Dapat Dikendalikan (Fixed But Adjustable Rate Regime – Sistem FBAR)............................................................. 11
2.3 Pendekatan Nilai Tukar (Pendekatan Kurs)............... 11 2.3.1 Pendekatan Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity).................................................. 13 2.3.2 Pendekatan Moneter (Monetary Approach)... 14
2.3.2.1 Versi Harga Fleksibel (Flexible Price Version).................................. 14 2.3.2.2 Versi Harga kaku (Stiky Price Version)............................................ 15
2.4 Hubungan Variabel Makro Ekonomi terhadap Kurs.. 17 2.4.1 Hubungan Tingkat Inflasi (Tingkat Harga Umum) terhadap Kurs..................................... 18 2.4.2 Hubungan BI rate terhadap Kurs.................... 18 2.4.3 Hubungan Nilai Ekspor terhadap Kurs........... 19 2.4.4 Hubungan Nilai Impor terhadap Kurs............ 20
2.5 Penelitian Terdahulu................................................... 20 2.6 Kerangka Konseptual................................................. 23 2.7 Hipotesis Penelitian.................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup dan Jenis Penelitian........................... 25 3.2 Jenis dan Sumber Data................................................ 25
3.3 Batasan Operasional.................................................... 25 3.4 Defenisi Operasional Variabel.................................... 25
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan data....................... 26 3.6 Pengolahan Data......................................................... 26 3.7 Model Analisis Data.................................................... 26 3.7.1 Uji Stasioneritas.............................................. 26 3.7.2 Penentuan Lag Lenght..................................... 29 3.7.3 Uji Kointegrasi................................................ 29 3.7.4 Uji Kausalitas Granger................................... 30
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Periodisasi Sistem Kurs di Indonesia.......................... 32 4.1.1 Penerapan Sistem Kurs Tetap……………… 33
4.1.2 Penerapan Sistem Kurs Mengambang Terkendali………………………………….. 34 4.1.3 Penerapan Sistem Kurs Mengambang
Bebas ………………………………………. 36 4.2 Kondisi Perkembangan Kurs Rupiah terhadap
Dollar AS…………………………………………… 39 4.3 Pergerakan Tingkat Inflasi terhadap Kurs Rupiah
Pada Periode 1997-2012…………………………… 42 4.4 Pergerakan BI Rate terhadap Kurs Rupiah Pada
Periode 1997-2012 ………………………………… 44 4.5 Pergerakan Ekspor dengan Kurs Rupiah Pada
Periode 1997 – 2102……………………………....... 48 4.6 Pergerakan Impor dengan Kurs Rupiah Pada Periode
1997 – 2102……………………………………..….. 51 4.7 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data……………….. 53
4.7.1 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test)………. 53 4.7.2 Penentuan Lag Lenght…………………….... 55 4.7.3 Hasil Uji Kointegrasi………………………. 55
4.7.3.1 Uji Kointegrasi Kurs dengan Inflasi …………………………….. 56
4.7.3.2 Uji Kointegrasi Kurs dengan BI Rate……………………………….. 57 4.7.3.3 Uji Kointegrasi Kurs dengan Ekspor……………………………. 58 4.7.3.4 Uji Kointegrasi Kurs dengan Impor................................................ 59
4.7.4 Uji Kausalitas Granger..…………………… 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……………………………………….... 63
5.2 Saran…………………………………………….…. 64
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 65 DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 67
DAFTAR TABEL
No.Tabel Judul Halaman
4.1 Perkembangan Sistem Kurs di Indonesia………..……... 31 4.2 Tahap Devaluasi Kurs Rupiah selama Sistem Kurs Tetap……………………………………………..……... 33 4.3 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Periode Sistem Kurs MengambangTerkendali………… 35 4.4 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Periode Kurs Mengambang Bebas…………………....... 37 4.5 Hasil Augmented Dickey-Fuller (ADF)…………..……. 54 4.6 Penentuan Lag Lenght……………….…………………. 55 4.7 Hasil Uji Kointegrasi Kurs dan Inflasi dengan Metode Johansen………………………….…..………… 56 4.8 Hasil Uji Kointegrasi Kurs dan BI Rate dengan Metode Johansen……………….………………………. 57 4.9 Hasil Uji Kointegrasi Kurs dan Ekspor dengan Metode Johansen……………….………………………. 58 4.10 Hasil Uji Kointegrasi Kurs dan Impor dengan Metode Johansen….…………….……………………… 59 4.11 Hasil Uji Granger Causality…………………………… 60
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual...................................................... 23 4.1 Perkembangan Nilai Kurs Rupiah/US Dollar.....……... 42 4.2 Persentase Perubahan tingkat Inflasi dengan Kurs
Rupiah…………………..……………………………. 45 4.3 Persentase Perubahan tingkat BI Rate dengan Kurs Rupiah………………………………………………… 47 4.4 Persentase Perubahan tingkat Ekspor dengan Kurs Rupiah………………………………………………… 48 4.3 Persentase Perubahan tingkat Impor dengan Kurs Rupiah………………………………………….……... 52
DAFTAR LAMPIRAN No.Lampiran Judul Halaman I Data Perkembangan Kurs Rupiah terhadap USD, Inflasi, BI rate, Ekspor dan Impor Indonesia Periode 1997 Q3-2012 Q4………………………………..…… 67 II Data Persentase Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika, Inflasi, BI rate, Ekspor dan Impor Indonesia Periode 1997 Q3 – 2012 Q4……………...... 69 III Uji Akar Unit ………………………………………….….. 72 IV Uji Kausalitas Granger…………………….………..….... 78 V Uji Kointegrasi……………………………………….. 79
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Liberalisasi dan globalisasi sangat membawa perubahan terhadap laju
perekonomian serta berdampak pada terganggunya kondisi fundamental atau
makro perekonomian suatu negara dimana arus liberalisasi mampu merusak
perekonomian secara menyeluruh dan berdampak pada sebagian aspek kehidupan.
Seperti yang terjadi beberapa periode yang lalu, dimana awalnya krisis ekonomi
hanya terjadi di Thailand pada awal tahun 1997, namun pertengahan tahun 1997
berhasil mengguncangkan perekonomian Indonesia dan mengganggu kestabilan
ekonomi serta penurunan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD). Hal ini
bisa dibuktikan dari data yang menunjukkan bahwa kurs Rupiah terhadap Dollar
Amerika sebelum krisis masih di level Rp 4.650/US Dollar, yang merangkak ke
level Rp 8.025/US Dollar saat krisis serta berhasil mengguncangkan sendi-sendi
perekonomian negara kita. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan semakin
menipisnya cadangan devisa dan tingginya arus modal ke luar sehingga
mengakibatkan Bank Indonesia mengambil kebijakan mengambangkan Rupiah
dengan diberlakukannya sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange
rate system) dan dihapuskannya sistem kurs mengambang terkendali (managed
floating exchange rate system). Namun, dengan diberlakukannya sistem ini
mengakibatkan Rupiah justru kian melemah hingga selalu berada di kisaran Rp
8.000/US Dollar sampai dengan Rp 10.000/US Dollar. Dari data Badan Pusat
Statistik dan Bank Indonesia ditemukan bahwa di awal tahun 2011, kurs Rupiah
terhadap Dollar Amerika yang semula berada pada posisi di Rp 8.400/US Dollar
naik ke level Rp 8.700/US Dollar di Agustus 2011. Kondisi tersebut semakin
diperparah dengan gejolak makro ekonomi (meningkatnya suku bunga, impor,
jumlah mata uang Rupiah yang beredar di masyarakat, dan lainnya) serta naiknya
harga minyak dunia yang mengakibatkan kurs Rupiah semakin berfluktuasi
sepanjang tahun 2012, dimana di awal tahun 2012 nilai Rupiah terhadap Dollar
masih berada di level Rp 9.200-an di awal tahun harus ditutup lebih tinggi hingga
Rp 9.660 per 1 US Dollar di akhir tahun 2012.
Dari kondisi di atas, dapat dikatakan bahwa kurs Rupiah mulai melemah
dengan ditinggalkannya sistem kurs mengambang terkendali serta
diberlakukannya sistem kurs mengambang bebas di Indonesia. Dalam catatan
periode fluktuasi kurs Rupiah, terdapat 3 sistem yang digunakan dalam kebijakan
kurs, yakni antara tahun 1964 sampai dengan 1978 dianut sistem kurs tetap (fixed
exchange rate system) dimana nilai Rupiah secara langsung dikaitkan dengan
Dollar Amerika Serikat (US Dollar). Selanjutnya sejak tanggal 15 November
1978 sistem kurs tetap kemudian diubah menjadi sistem kurs mengambang
terkendali (managed floating exchange rate system), yakni antara tahun 1978 –
1997. Pada periode tersebut, nilai Rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan
Dollar Amerika (US Dollar), namun sudah dikaitkan juga terhadap beberapa
ketetapan yang diatur dalam perdagangan antarnegara. Sejak tanggal 14 Agustus
1997 dan sampai sekarang, sistem kurs diubah lagi menjadi sistem kurs
mengambang bebas (free floating exchange rate system ).
Pembicaraan mengenai kurs saat ini semakin sering diperdebatkan. Jika
dilihat lebih spesifik lagi, kurs sangat dipengaruhi oleh faktor fundamental
ekonomi, antara lain inflasi, jumlah uang beredar, SBI, dan impor (Triyono,
2008). Di samping itu, ada pula penelitian yang dilakukan oleh Jae-Kwang
Hwang (2013), yakni dengan menggunakan model pendekatan moneter Sticky
Price yang menemukan hubungan fundamental ekonomi dengan nilai tukar Dollar
US Dollar dan Dollar Kanada. Berbeda dengan hal itu, Adwin Surya Atmadja
(2002) menemukan adanya hubungan faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi
terhadap pergerakan nilai tukar setelah diterapkannya sistem nilai tukar (kurs)
mengambang bebas di Indonesia, yakni dengan menggunakan data kurs bulanan
dari tahun bulan Agustus 1997 sampai dengan Desember 2001.
Berdasarkan hubungan antara faktor ekonomi (inflasi, BI rate, ekspor dan
impor) dengan pergerakan nilai tukar (kurs) Rupiah di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Analisis Perilaku Kurs Rupiah Terhadap Dollar
Amerika Pada Sistem Kurs Mengambang Bebas Di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel
inflasi Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
pada periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012 ?
b. Apakah terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel BI
rate dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode
sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012 ?
c. Apakah terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel ekspor
Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada
periode sistem kurs mengambang bebas tersebut, yakni tahun 1997-2012 ?
d. Apakah terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel impor
Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada
periode sistem kurs mengambang bebas tersebut, yakni tahun 1997-2012 ?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi
antara variabel inflasi Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat pada periode sistem kurs mengambang bebas, yakni
tahun 1997-2012.
b. Untuk menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi
antara variabel BI rate dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat pada periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-
2012.
c. Untuk menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi
variabel ekspor Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat pada periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-
2012 tersebut.
d. Untuk menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan kointegrasi
variabel impor Indonesia dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat pada periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-
2012 tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi .
b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan masyarakat dalam melakukan
penelitian dan pengembangan yang lebih baik dan bervariasi ke depan.
c. Sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam hal
masalah keuangan yang secara khususnya dihadapkan pada nilai tukar atau
kurs.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kurs atau Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga
satu unit mata uang asing dalam domestik atau dapat juga dikatakan harga mata
uang domestik terhadap mata uang asing. Sedangkan dalam pengertian yang lain,
kurs adalah harga sebuah mata uang di suatu negara yang diukur atau dinyatakan
dalam mata uang lain. Mata uang yang digunakan tersebut memiliki harga tertentu
dalam mata uang negara lain. Harga tersebut menggambarkan berapa banyak
suatu mata uang yang harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang
lain. Kurs memungkinkan kita untuk membandingkan harga-harga segenap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.
Jadi dapat dikatakan bahwa kurs merupakan nilai satu mata uang terhadap
mata uang lain. Dalam hal ini, apabila kurs meningkat maka berarti Rupiah
mengalami depresiasi, sedangkan apabila kurs menurun maka Rupiah mengalami
apresiasi. Sementara misalnya untuk sesuatu negara menerapkan sistem nilai
tukar tetap, perubahan kurs dilakukan secara resmi oleh pemerintah. Kebijakan
suatu negara secara resmi menaikkan nilai mata uangnya terhadap mata uang
asing disebut revaluasi, sementara kebijakan menurunkan nilai mata uang
terhadap mata uang asing disebut kebijakan devaluasi.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian tersebut
Simorangkir, dkk (2004) memberikan contoh sebagai berikut. Misalnya kurs satu
Dollar Amerika (US Dollar) terhadap mata uang Rupiah sebesar Rp 8.500.
Apabila kurs US Dollar berubah menjadi Rp 9.000, maka kurs Rupiah mengalami
penurunan atau depresiasi. Sebaliknya apabila kurs 1 US Dollar berubah menjadi
sebesar Rp 8.000, maka kurs Rupiah mengalami peningkatan atau apresiasi.
Apabila kurs didefenisikan sebagai nilai Rupiah terhadap valuta asing :
Kurs Rp/USD= Rupiah yang diperlukan untuk membeli satu Dollar USD
Dengan menggunakan konsep ini, apabia kurs meningkat, maka Rupiah
mengalami apresiasi untuk sistem kurs mengambang bebas atau revaluasi untuk
sistem kurs tetap, sedangkan apabila kurs menurun, maka Rupiah mengalami
depresiasi untuk sistem kurs mengambang bebas atau devaluasi untuk sistem kurs
tetap.
Dari contoh di atas, maka dalam pengertian ini, satu Dollar Amerika dinilai
1/8.500 atau 0,000117 per US Dollar. Kurs Rupiah mengalami depresiasi jika
menurun atau dengan contoh di atas sebesar 1/9.000 atau 0,000111, dan
mengalami apresiasi apabila kurs berada pada 1/8.000 per US Dollar = 0,000125.
Kurs yang kita kenal dalam pengertian sehari-hari sebagaimana diuraikan di
atas dalam pengertian nominal adalah nilai tukar atau kurs nomial. Dalam
menganalisis kurs, kita juga mengenal apa yang disebut sebagai kurs riil. Kurs riil
adalah kurs nominal yang sudah dikoreksi di dalam negeri dibanding dengan
harga-harga di luar negeri.
2.2 Kebijakan dan Sistem Kurs di Dunia
Pada umumnya, kebijakan kurs suatu negara diarahkan untuk mendukung
neraca pembiayaan dan membantu efektivitas kebijakan moneter. Penetapan kurs
yang overvalued dapat mengakibatkan harga barang-barang ekspor menjadi lebih
mahal di luar negeri dan barang-barang impor menjadi lebih murah dan akhirnya
neraca perdagangan menjadi memburuk. Dalam kaitannya dengan kebijakan
moneter, depresiasi kurs yang berlebihan dapat mengakibatkan tingginya laju
inflasi sehingga dapat mengganggu tujuan akhir kebijakan moneter untuk
memelihara stabilitas harga. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kebijakan
kurs yang tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pembangunan suatu negara.
Sejalan dengan tujuan kebijakan kurs, maka dikenal beberapa jenis sistem
kurs yang digunakan oleh suatu negara khususnya setelah runtuhnya sistem kurs
atau nilai tukar Bretton Woods. Berdasarkan perkembangan terakhir, terdapat
kecenderungan negara-negara dunia menggunakan sistem nilai kurs mengambang.
Namun, masih terdapat beberapa negara yang menggunakan sistem kurs
mengambang dengan kurs tetap. Corden, dalam Simorangkir, dkk (2004)
mengklasifikasikan sistem kurs ke dalam 3 kelompok yaitu ; 1) sistem kurs tetap
murni (Absolutely fixed rate regime), 2) sistem kurs mengambang murni / bebas
(Pure floating regime) , dan 3) sistem kurs tetap tetapi dapat disesuaikan atau kurs
mengambang terkendali (Fixed But Adjustable rate / FBAR) yang merupakan
kombinasi sistem kurs mengambang tetap dan mengambang penuh.
2.2.1 Sistem Kurs Tetap (Absolutely Fixed Exchange Rate Regime)
Pada awalnya sistem moneter internasional, sistem kurs tetap harus dijamin
dengan cadangan emas yang dimiliki oleh suatu negara. Penjaminan mata uang
tersebut dimaksudkan agar pemegang mata uang merasa terjamin memegang uang
yang dimiliki. Pada perkembangan terakhir, tidak ada kewajiban untuk menjamin
jumlah uang beredar dengan cadangan emas negara, seperti pada era gold
standard. Pada sistem kurs tetap ini, mata uang suatu negara ditetapkan secara
tetap dengan mata uang asing tertentu, misalnya mata uang Rupiah ditetapkan
secara tetap terhadap Dollar Amerika Serikat (US Dollar). Dengan penetapan kurs
tetap, terdapat kemungkinan kurs yang ditetapkan terlalu tinggi (over-valued) atau
terlalu rendah (under-valued) dari nilai sebenarnya.
Setelah era sistem Bretton Woods, banyak negara meninggalkan sistem kurs
tetap sehingga sebagian kecil negara yang menerapkan sistem ini. Terdapat 2
penyebab utama suatu negara meninggalkan sistem ini. Pertama, dapat
mengganggu neraca perdagangan. Dengan menerapkan sistem kurs tetap, maka
nilai tukar mata uang domestik akan dapat lebih mahal dibandingkan dengan nilai
sebenarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan barang-barang ekspor suatu negara
lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya kompetisi dan selanjutnya
akan menurunkan volume ekspor. Di sisi impor, kurs yang over-valued
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan impor dapat meningkat.
Secara keseluruhan kurs yang over-valued akan memperburuk neraca
perdagangan suatu negara. Kedua, ketidakcukupan cadangan devisa untuk
mempertahankan sistem ini. Negara – negara yang mempunyai cadangan devisa
sedikit akan rentan terhadap serangan kurs karena negara tidak mempunyai
cadangan devisa yang cukup untuk intervensi ke pasar valas dalam
mempertahankan nilai tukar atau kurs.
Sementara itu, masih terdapatnya beberapa negara yang menggunakan
sistem kurs tetap disebabkan sistem kurs ini dapat digunakan sebagai jangkar
nominal, yakni kurs tetap digunakan sebagai alat pengendali inflasi. Dengan
dipatoknya kurs tetap, maka harga barang impor dapat dikendalikan. Dalam
rangka menjamin kesuksesan kebijakan kurs tetap, kebijakan ini umumnya
diimbangi dengan sistem devisa kontrol. Dengan pengontrolan devisa, maka
ruang gerak pelaku pasar untuk menyerang kurs dapat dibatasi.
2.2.2 Sistem Kurs Mengambang Bebas / Penuh (Pure Floating Exchange Rate
Regime)
Dalam sistem kurs mengambang penuh, mekanisme penetapan nilai mata
uang domestik terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar.
Dengan demikian, pada sistem ini nilai kurs akan dapat berubah setiap saat
tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap
mata uang asing dan perilaku spekulan.
Adapun alasan beberapa negara menggunakan sistem kurs mengambang
yakni karena sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasikan kebijakan
ekonomi makronya dari dampak kebijakan dari luar sehingga suatu negara
mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan. Namun ada kelemahan
dari sistem ini, yakni penetapan kurs berdasarkan pasar dapat mengakibatkan kurs
berfluktuasi. Depresiasi kurs dapat mengakibatkan peningkatan harga barang –
barang impor dan pada lanjutannya memicu inflasi di dalam negeri.
2.2.3 Sistem Kurs Tetap tetapi dapat Dikendalikan atau Sistem Kurs
Mengambang Terkendali (Fixed but Adjustable Rate Regime – Sistem
FBAR)
Sistem kurs ini merupakan kombinasi dari sistem kurs tetap dan sistem
mengambang bebas. Sistem kurs FBAR ini memegang peranan penting pada masa
sistem Bretton Woods. Bahkan, sistem ini digunakan di sebagian besar negara –
negara berkembang setelah runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1973
hingga awal tahun 1990-an. Beberapa negara, seperti China, masih menggunakan
sistem ini atau modifikasinya.
Dalam sistem ini, besarnya nilai kurs ditetapkan oleh pembuat kebijakan,
bank sentral dan dipertahankan melalui intervensi langsung di pasar valuta asing
atau bank sentral mengarahkan pasar dengan jalan menjual dan membeli valuta
asing dengan harga tetap. Sistem ini dicirikan dengan adanya komitmen dari bank
sentral / pemerintah untuk mempertahankan nilai kurs tertentu. Nilai kurs dapat
berubah, tetapi penyesuaiannya jarang dilakukan untuk menjaga kredibilitas.
Perubahan kurs mencerminkan persepsi resmi dari pemerintah mengenai
perubahan fundamental ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai kurs atau
terdapatnya tekanan pasar yang kuat yang mempengaruhi cadangan devisa
sehingga memaksa perlu penyesuaian nilai kurs.
2.3 Pendekatan Nilai Tukar (Pendekatan Kurs)
Harvey dalam Tara Eka Pratiwi (2012), menyebutkan bahwa teori ortodox
(neo-klasik) telah gagal menjelaskan perilaku kurs sejak meningkatnya dan
dominannya pasar modal mulai perang dunia kedua. Kegagalan ini telah
mendorong para ekonom untuk menjelaskan perilaku kurs dengan berbagai model
matematis yang relatif canggih. Akan tetapi hal itu membuahkan hasil yang
kurang memuaskan, sebab semua itu tidak cukup sukses untuk menjelaskannya.
Pandangan lain yang muncul dengan penjelasan bahwa kurs tidak lagi dipengaruhi
oleh variabel-variabel fundamental. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasar yang
tidak dapat bergerak secara ideal. Namun pada kenyataannya, variabel non
fundamental memberikan pengaruh jangka pendek terhadap perilaku kurs,
sementara beberapa ekonom berpandangan seharusnya analisis dipusatkan pada
perilaku kurs jangka panjang. Hal ini dikarenakan pengaruh variabel non
fundamental bergerak tidak rasional. Oleh karena itu, hal tersebut bukanlah
sebuah objek yang lebih baik untuk dianalisis. Analisis jangka panjang dalam
penentuan kurs mata uang adalah analisis yang berbasis pada Teori Paritas Daya
Beli (Purchasing Power Parity, PPP Theory).
Analisis jangka panjang mengasumsikan bahwa output telah mencapai full
employment dan harga berada pada keadaan keseimbangan. Pada jangka panjang,
uang bersifat netral (neutrality of money). Hal ini memberikan arti bahwa uang
tidak mempunyai pengaruh terhadap output dan tingkat bunga. Dengan demikian,
perubahan stok uang akan menyebabkan perubahan tingkat harga pada proporsi
yang sama. Meningkatnya stok uang akan menyebabkan uang domestik
terdepresiasi pada proporsi yang sama, sebaliknya berkurangnya stok uang akan
menyebabkan uang domestik terapresiasi pada proporsi yang sama pula.
Penentuan kurs jangka panjang berawal dari teori kurs yang dikenal dengan
dalil satu harga (the law of one price). Dalil satu harga ini menyatakan bahwa
barang-barang yang identik akan dijual pada tingkat harga yang sama di negara
yang berbeda. Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pasar produk
bersaing secara sempurna, biaya transportasi nol dan tidak ada hambatan (tarif)
dalam perdagangan antar negara. Sebagai sebuah ilustrasi, bila kurs Dollar
Amerika / Poundsterling adalah US Dollar 1,50 per Pound, maka sebuah jaket
yang dijual di New York seharga 45 US Dollar, tentunya akan dijual di London
seharga £ 30. Harga Dollar Amerika jaket tersebut dijual di London adalah (US
Dollar 1,50 per Pound) x (£ 30 per jaket) = US Dollar 45 jaket, jadi hampir sama
dengan harganya di New York, atau sering disebut sebagai dalil satu harga.
2.3.1 Pendekatan Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)
Teori Paritas Daya Beli ini lahir dari gagasan tulisan para ekonom Inggris
di abad kesembilanbelas, antara lain David Ricardo. Pada perkembangan
selanjutnya, Gustav Cassel yang merupakan seorang ekonom dari Swedia yang
aktif di abad keduapuluh mempopulerkan Teori Paritas Daya Beli dengan
menjadikannya sebagai intisari dari teori kurs. Jika dihubungkan dengan dalil satu
harga, Teori Paritas Daya Beli ini hampir mirip, tetapi jika ditelaah lebih spesifik
terdapat perbedaan penting. Pada dalil satu harga (law of one price) berlaku untuk
komoditi secara individual. Sedangkan pada Teori Paritas Daya Beli (Purchasing
Power Parity, PPP Theory) berlaku untuk tingkat harga secara keseluruhan yang
merupakan gabungan dari harga semua komoditi yang dijadikan acuan.
Doktrin paritas daya beli menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang dari
suatu negara sama dengan nisbah (rasio perbandingan) tingkat harga di kedua
negara yang bersangkutan. Hal ini memberikan arti bahwa daya beli domestik dari
mata uang suatu negara tercermin sepenuhnya pada tingkat harga yang berlaku
pada negara itu sendiri. Dengan demikian, Teori Paritas Daya Beli
memprediksikan bahwa penurunan daya beli mata uang domestik yang
ditunjukkan oleh kenaikan tingkat harga domestik atau diikuti depresiasi mata
uangnya secara proporsional dalam pasar valuta asing. Sebaliknya, kenaikan daya
beli mata uang domestik akan diikuti apresiasi mata uangnya secara proporsional.
Dalam pengertian lain, Teori Paritas Daya Beli menunjukkan bahwa hubungan
antara perubahan kurs sama dengan perubahan rasio harga antar dua negara.
2.3.2 Pendekatan Moneter (Monetary Approach)
Pendekatan moneter menyatakan bahwa kurs devisa sebagai harga relatif
dua jenis mata uang, yang ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan
penawaran uang. Pendekatan Keynesian merupakan salah satu dari dua versi
dalam pendekatan moneter, selain model pendekatan harga fleksibel (flexible
price version). Kedua versi ini akan dijabarkan lebih lanjut pada bagian berikut:
2.3.2.1 Versi Harga Fleksibel (Flexible Price Version)
Faktor utama yang menjadi dasar dari versi harga fleksibel, yaitu teori
kuantitas, fleksibilitas harga dan Konsep Paritas Daya Beli (Mudrajad dalam Tara
Eka Pratiwi, 2012). Model ini mengasumsikan terjadinya kondisi keseimbangan
pasar, yaitu permintaan uang sama dengan penawaran uang. Permintaan uang
dipengaruhi oleh pendapatan riil, tingkat harga dan tingkat bunga, sedangkan
penawaran uang adalah given.
Dampak dari perubahan masing-masing variabel penjelas terhadap kurs
valuta asing, yaitu : Pertama, kenaikan penawaran uang domestik akan
menyebabkan kenaikan harga domestik secara proporsional, dan melalui Paritas
Daya Beli Atau Purchasing Power Parity (PPP), akan mendorong terjadinya
depresiasi mata uang domestik. Kedua, hubungan antara pendapatan riil relatif
adalah negatif (sesuai dengan pendekatan neraca pembayaran), dengan alasan
bahwa kenaikan pendapatan riil domestik akan menyebabkan kelebihan
permintaan akan keseimbangan uang, jika tidak diikuti oleh perubahan penawaran
uang, tetapi hanya diikuti oleh penurunan tingkat harga, tentunya akan
menyebabkan apresiasi mata uang domestik. Ketiga, semakin tinggi perbedaan
tingkat bunga, akan menyebabkan menurunnya permintaan uang domestik, pada
gilirannya akan menyebabkan terjadinya depresiasi mata uang domestik.
2.3.2.2 Versi Harga Kaku (Sticky Price Version)
Pendekatan moneter versi harga kaku (sticky price version) muncul akibat
adanya kritik terhadap anggapan adanya fleksibilitas harga. Berdasarkan versi
harga kaku, anggapan adanya kekakuan harga lebih realistis bila menyangkut
jangka waktu yang pendek. Pendekatan moneter versi harga kaku sering disebut
pendekatan Keynesian karena adanya anggapan : Pertama, variabel jumlah uang
beredar yang endogen; Kedua, anggapan tersebut tidak mengakui efektifitas
mekanisme pasar dalam menyelesaikan ketidakseimbangan pasar uang yang
terjadi dalam jangka pendek.
Adapun perubahan kurs yang diharapkan berdasarkan versi harga kaku
(sticky price version), adalah sebagai berikut :
Set+1 – St = Ø (S’t – St) + (πet – πe*t) .......................... (2.1)
Keterangan : Set+1 : kurs yang diharapkan pada periode t+1 berdasarkan informasi yang tersedia
pada periode t. (S’t – St) : penawaran uang dalam dan luar negeri (πet – πe*t) : perbedaan laju inflasi yang diharapkan antara dalam dan luar negeri.
Persamaan (2.1), menyatakan bahwa apabila kurs spot berada di bawah
tingkat keseimbangan jangka panjang, kurs valuta asing akan mengalami
depresiasi, tetapi jika kurs spot berada di atas tingkat keseimbangan jangka
panjang kurs valuta asing mengalami apresiasi. Harapan perbedaan inflasi (πet –
πe*t), akan mendorong terjadinya depresiasi mata uang. Dengan demikian, versi
harga kaku memperhitungkan adanya peranan harapan-harapan pasar dengan
memasukkan informasi dari keseimbangan pasar dan dampak dari inflasi.
St – S’t = -1/Ø [(rt – πet) – (r*t – πe*t)] ....................... (2.2)
Keterangan : rt dan r*t : tingkat bunga riil dalam dan luar negeri Persamaan (2.2), menyatakan bahwa penyimpangan kurs dari posisi
keseimbangan jangka panjang tergantung pada perbedaan tingkat bunga riil
diantara dua negara. Sebagai sebuah contoh; diberlakukannya kebijakan uang
ketat, tentunya akan meningkatkan perbedaan tingkat bunga riil, sehingga akan
menarik aliran modal masuk (capital inflow) dan menyebabkan apresiasi mata
uang domestik di atas tingkat keseimbangan.
Berdasarkan versi harga kaku, koefisien laju inflasi yang diharapkan adalah
bertanda positif, sedangkan koefisien tingkat bunga memiliki dua tanda
(ambiguous sign). Koefisien perbedaan tingkat bunga terdiri dari tiga komponen
berbeda yang masing-masing mewakili cara yang berbeda bagaimana tingkat
bunga mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing.
Kenaikan tingkat bunga domestik akan mendorong lembaga keuangan untuk
menyalurkan dana ke pasar uang, dan pada saat yang sama, tingkat bunga yang
relatif tinggi tersebut, tidak akan mendorong masyarakat untuk memegang uang,
sehingga mengakibatkan kelebihan keseimbangan uang yang ada di pasar uang
domestik dan mendorong terjadinya depresiasi mata uang domestik. Koefisien
-1/Ø menggambarkan dampak pergerakan modal terhadap kurs valuta asing.
Kenaikan tingkat bunga domestik akan sangat berarti bagi investor untuk
memindahkan ke negara dengan tingkat bunga yang relatif tinggi atau kenaikan
tingkat bunga domestik akan menarik masuknya modal asing dan menimbulkan
apresiasi mata uang domestik.
Pendekatan moneter versi harga kaku (sticky price version) menunjukkan
bahwa paritas daya beli akan mendorong terjadinya depresiasi mata uang
domestik. Sedangkan untuk menciptakan apresiasi mata uang domestik,
diupayakan tercipta penurunan harga. Sehingga dalam hal ini, jika suatu negara
mengalami tingkat inflasi dan perbedaan tingkat bunga semakin tinggi, maka akan
menyebabkan menurunnya permintaan uang domestik. Namun, jika tingkat inflasi
yang terjadi rendah dan pasar modal sangat sensitif terhadap perubahan tingkat
bunga, maka dampak tingkat bunga riil menjadi begitu dominan terhadap
pergerakan kurs.
2.4 Hubungan Variabel Makro Ekonomi terhadap Kurs
Menurut Madura dalam Adwin Surya Atmadja (2002), terdapat hubungan
antara tingkat inflasi dan BI rate terhadap perilaku kurs, yakni :
2.4.1 Hubungan Tingkat Inflasi (Tingkat Harga Umum) terhadap Kurs
Kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan
menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai
barangdan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing
untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar valuta asing. Inflasi yang
meningkat secara mendadak tersebut, juga memungkinkan tereduksinya
kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan, sehingga akan
mengurangi supply terhadap valuta asing di dalam negerinya. Menurut teori
tersebut, tingkat inflasi domestik yang melebihi tingkat inflasi di luar negeri akan
mengakibatkan meningkatnya kurs mata uang domestik.
2.4.2 Hubungan BI Rate terhadap Kurs
Berbeda dengan hal di atas, BI rate yang mencerminkan kondisi
perekonomian di Indonesia dimana ketika terjadi perubahan kondisi
perekonomian di Indonesia, Bank Indonesia meresponnya dengan menaikkan/
menurunkan BI rate. Bank Indonesia akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke
depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan sebaliknya Bank
Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada
di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Adapun hubungan BI rate dengan kurs adalah positif dimana bila BI rate
naik, maka Bunga Bank juga naik (bunga kredit dan bunga tabungan). Bila bunga
kredit naik maka pengusaha akan mengurangi pinjaman kredit dan bila bunga
investasi naik, maka investor akan menyimpan uang di bank. Keputusan investasi
pengusaha dan investor membuat jumlah uang Rupiah yang beredar di masyarakat
akan turun. Bila jumlah uang Rupiah turun maka nilai kurs Rupiah akan naik.
Perubahan BI rate akan berdampak pada perubahan jumlah investasi dan
perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Apabila
suatu negara menganut sistem kurs mengambang bebas bebas, maka hal tersebut
juga memungkinkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital inflow)
dari luar negeri yang akan menyebabkan terjadinya perubahan kurs mata uang
negara tersebut terhadap mata uang asing di pasar valuta asing.
2.4.3 Hubungan Nilai Ekspor terhadap Kurs
Dalam Imam Mukhlis (2011) dinyatakan bahwa pergerakan kurs uang
mencerminkan harga relatif kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain.
Fluktuasi dalam perkembangan kurs mata uang akan mengakibatkan perubahan
perilaku ekspor dan impor dalam perekonomian suatu negara. Adapun,
pergerakan kurs yang overvalued akan berimplikasi pada semakin mahalnya harga
barang impor dalam persepsi kurs mata uang domestik. Hal ini akan berdampak
pada semakin berkurangnya daya beli importir dalam pemenuhan kebutuhan
produknya. Sebaliknya, jika terjadi undervalued, maka bagi eksportir hal tersebut
akan dapat mengurangi laba yang diterimanya dari produk yang laku di pasar
internasional.
Di samping itu, tingkat ekspor akan meningkatkan jumlah barang dan jasa
yang diinginkan oleh masyarakat di dalam negeri (permintaan masyarakat) dan
sebaliknya impor akan menurunkan permintaan masyarakat di dalam negeri.
Misalnya saja, jika terjadi penurunan kurs Rupiah terhadap Dollar AS maka harga
barang ekspor lebih murah di AS sehingga ekspor Indonesia akan cenderung
meningkat dan sebaliknya harga barang dari AS relatif lebih mahal dan impor
Indonesia akan cenderung menurun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
besarnya ekspor sangat ditentukan oleh kurs mata uang suatu negara yang
bersangkutan. Oleh karena itu, penurunan kurs mata uang domestik (Indonesia)
akan cenderung meningkatkan ekspor Indonesia, demikian sebaliknya. Hal inilah
yang menandakan bahwa terdapat hubungan antara ekspor terhadap pergerakan
kurs mata uang suatu negara.
2.4.4 Hubungan Nilai Impor terhadap Kurs
Menurut Nopirin dalam Triyono (2008) di dalam pasar bebas perubahan
kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing dimana valuta asing diperlukan guna melakukan impor.
Makin tinggi pertumbuhan pendapatan makin besar pula kemampuan untuk impor
makin besar pula permintaan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat
dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan
impor naik dan ekspor turun kemudian akan menyebabkan kurs naik.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian dari Imam Mukhlis (2011) yang meneliti bagaimana volalitas
kurs Rupiah terhadap US Dollar , dimana hasil studinya menemukan bahwa kurs
Rupiah sebelum krisis ekonomi tahun 1997/1998 masih relatif stabil karena sistem
kurs yang dianut masih sistem kurs mengambang terkendali (managed floating
exchange rate system). Dalam konteks ini intervensi dari otoritas moneter sangat
dominan dalam menjaga pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar
Amerika (US Dollar) agar tidak terlalu volatil. Namun demikian periode setelah
krisis ekonomi menunjukkan adanya pergerakan nilai tukar mata uang Rupiah
terhadap Dollar Amerika yang semakin volatil. Kondisi nilai tukar mata uang
setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998 menunjukkan nilai tukar mata uang
Rupiah yang mengalami depresiasi terhadap mata uang Dollar Amerika (US
Dollar) dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi.
Hal yang sama juga disimpulkan oleh Almizan Ulfa (2003) yang meneliti
volalitas kurs Rupiah pada periode krisis dan pasca krisis, yakni tahun 1997-2003.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor fundamental
yang mempengaruhi puncak depresiasi kurs Rupiah saat krisis yakni suku bunga,
jumlah uang beredar dan neraca pembayaran. Selama periode penelitian, kurs
mengalami kenaikan dan penurunan, dan kondisi kurs pasca krisis kembali
menguat sebesar 62 persen pada masa kepemimpinan presiden Habibie.
Kondisi tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Adek Laksmi Oktavia,
dkk (2013). Hasil empirisnya menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar,
pendapatan Indonesia, suku bunga domestik, inflasi dan neraca perdagangan
secara bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap volalitas kurs Rupiah.
Sementara itu, secara parsial jumlah uang beredar berpengaruh signifikan dan
positif terhadap kurs di Indonesia. Pendapatan Indonesia dan inflasi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kurs di Indonesia, suku bunga domestik
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kurs di Indonesia, sedangkan Neraca
perdagangan tidak berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif
terhadap kurs di Indonesia.
Di samping itu, Adwin Surja Atmadja (2002) juga meneliti dan
menganalisis tentang hubungan nilai tukar (kurs) Rupiah dengan berbagai variabel
faktor non-ekonomi dan ekonomi (seperti tingkat inflasi, suku bunga, jumlah uang
beredar; pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika Serikat, serta posisi
neraca pembayaran internasional Indonesia) yakni setelah diterapkannya sistem
kurs mengambang bebas (free floating exchange rate system)di Indonesia. Hasil
kajiannya menunjukkan bahwa hanya variabel jumlah uang beredar yang
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika, sedangkan variabel – variabel yang lainnya tidak
memiliki pengaruh terhadap nilai tukar Rupiah setelah berlakunya sistem kurs
mengambang bebas di Indonesia.
Sementara itu dengan metode ECM, Triyono (2008) menemukan bahwa
inflasi, SBI dan impor mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kurs,
sedangkan jumlah uang beredar mempunyai arah negatif terhadap kurs pada α = 5
persen. Di samping itu,dari hasil studinya juga ditemukan bahwa inflasi, impor,
SBI, dan jumlah uang beredar tidak berkointegrasi terhadap kurs selama kurun
waktu penelitian. Berbeda dengan hal di atas, penelitian yang dilakukan oleh Jae-
Kwang Hwang (2013), yakni dengan menggunakan model pendekatan moneter
Sticky Price, menemukan adanya hubungan fundamental ekonomi dengan nilai
tukar Dollar US Dollar dan Dollar Kanada dan mencoba meramalkan secara
dinamis laju pergerakan kurs Dollar tersebut.
Bertolak dari uraian di atas, maka perlu dilakukan kajian tentang perilaku
kurs pada kurs mengambang bebas dengan memasukkan variabel fundamental
ekonomi yang mempengaruhi laju pergerakan kurs, seperti variabel inflasi, BI
rate, ekspor dan impor Indonesia dengan menggunakan uji kausalitas dan
kointegrasi.
2.6 Kerangka Konseptual
Perkembangan nilai tukar atau kurs sangat terkait dengan sisi makro
ekonomi maupun kondisi politik dan keamanan di dalam negeri. Ada beberapa
faktor fundamental atau makro ekonomi yang sangat mempengaruhi volalitas
pergerakan nilai tukar tersebut, diantaranya adalah inflasi, BI rate, ekspor dan
impor Indonesia yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 :
Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menemukan hipotesis
sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel inflasi Indonesia
dengan fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode
sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
Inflasi Indonesia
BI
Rate
Ekpor Indonesia
Nilai Tukar (Kurs) Rupiah terhadap USD
Apresiasi
Depresiasi
Impor Indonesia
2. Terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel BI rate dengan
fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode sistem
kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
3. Terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel ekspor Indonesia
dengan fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode
sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
4. Terdapat hubungan kausalitas dan kointegrasi antara variabel impor Indonesia
dengan fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada periode
sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup dan Jenis Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan
kausalitas dan kointegrasi antara variabel inflasi, BI rate, ekspor dan impor
dengan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat selama periode kurs
mengambang bebas, yakni data kuartalan selama periode 1997-2012. Sedangkan
jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data time series (kuartalan) yang bersifat
kuantitatif yaitu data-data yang berbentuk angka-angka dan sumber datanya
diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), World Bank dan
International Financial Statistic.
3.3 Batasan Operasional
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hanya berfokus
mengidentifikasi dan menganalisis keberadaan hubungan kausalitas dan
kointegrasi antara variabel inflasi, BI rate, ekspor dan impor dengan variabel kurs
pada tahun 1997-2012
3.4 Defenisi Operasional Variabel
1. Kurs adalah harga mata uang Indonesia (Rupiah) terhadap mata uang Amerika
Serikat (US Dollar) yang dinyatakan dalam satuan Rp/US Dollar.
2. Inflasi adalah inflasi yang terjadi di Indonesia yang didasarkan pada Consumer
Price Index (CPI) dalam bentuk persen (%).
3. BI rate adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia yang dijadikan acuan dalam
perbankan Indonesia yang dinyatakan dalam bentuk persen (%).
4. Ekspor adalah total barang dan jasa yang keluar negeri dan dinyatakan dalam
Dollar Amerika Serikat (US Dollar).
5. Impor adalah total barang dan jasa yang masuk ke dalam negeri (Indonesia)
dan dinyatakan dalam Dollar Amerika Serikat (US Dollar).
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan
(Library Research) yaitu tulisan-tulisan kepustakaan berupa tulisan ilmiah, jurnal,
buku referensi dan yang lainnya yang ada berkaitan dengan topik. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan pencatatan langsung.
3.6 Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer eviews 6.0 untuk mengolah data
dalam penulisan skripsi ini. Selain itu juga digunakan software Microsoft Excel
sebagai software pembantu dalam mengkonversi data.
3.7 Model Analisis Data
Model analisis data yang digunakan dalam menganalisis data adalah model
ekonometrika, dengan beberapa uji yang dilakukan, yakni :
3.7.1 Uji Stasioneritas
Dalam berbagai studi ekonometrika, data time series sangat banyak
digunakan. Namun dibalik begitu pentingnya data tersebut, ternyata data time
series ‘menyimpan’ berbagai permasalahan. Salah satunya adalah autokorelasi,
yang merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner,
sehingga bila distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya,
karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner
menjadi stasioner sama dengan tansformasi data untuk menghilangkan
autokorelasi.
Dengan kondisi seperti di atas, maka dapat diduga bahwa sangat banyak
metode dalam membuat model–model ekonometrika dengan data time series yang
mengharuskan kita menggunakan data yang stasioner. Jadi, dapatlah dimengerti
mengapa stasioneritas menjadi masalah pentingnya dalam analisis data time
series.
Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata – rata dan varian dari
data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang
waktu, atau sebagian ahli menyatakan rata – rata dan variannya konstan. Adapun
data stasioner disebabkan oleh metode estimasi yang digunakan. Misalnya regresi,
yang dapat memberikan dampak kurang baiknya model yang diestimasi akibat
autokorelasi dan heterokedastisitas. Mengingat tidak stasionernya data
mempunyai sifat seperti salah satu atau kedua hal tersebut, maka tentunya tidak
stasionernya data akan mengakibatkan pula kurang baiknya model yang
diestimasi.
Dalam menguji stasioneritas data, penulis menggunakan uji akar unit yang
diperkenalkan David Dickey dan Wayne Fuller. Untuk lebih mempermudah
pemahaman dari pengujian akar unit, dimulai dari persamaan berikut :
Yt = 𝜌 Y t-1 + µt -1≤ 𝜌 ≤ 1 …………………………… (1)
Dimana µt adalah white noise error term. Jika nilai 𝜌= 1, dalam kasus uji
akar unit, persamaan di atas menjadi random walk yang artinya data tidak
stasioner. Selanjutnya dalam proses pengujian akar unit, dilakukan manipulasi
yaitu dengan mengurangkan masing-masing sisi (kiri dan kanan) dari persamaan
di atas dengan Yt-1 sehingga diperoleh persamaan :
Yt – Yt-1 = 𝜌Yt-1 - Yt-1 + µt................................................. (2)
Yt – Yt-1 = (𝜌 − 1) Yt-1 +µt................................................ (3)
Secara alternatif juga dapat ditulis sebagai berikut :
∆𝑌t = 𝛿Yt-1 + µt................................................................. (4)
Dimana 𝛿 (𝜌 − 1) dan tanda ‘∆’ menunjukkan simbol pembedaan pertama
(first difference).
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis:
H0 : 𝛿 = 0
H1 : 𝛿 ≠ 1
Jika tidak menolak hipotesis nol, berarti 𝛿 = 0, berarti 𝛿 = 0, maka nilai 𝜌 = 1.
Artinya data yang dianalisis memiliki unit root. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
data runtun waktu Yt adalah tidak stasioner. Dalam menganalisis menggunakan
hipotesis seperti di atas, Dickey Fuller menggunakan uji t terhadap hipotesisnya,
yang mengikuti statistik 𝜏(tau). Statistik ini kemudian dikembangkan lebih lanjut
oleh Mckinnon.
3.7.2 Penentuan Lag Lenght
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah
penentuan lag optimal. Haris dalam Shochrul Ajija, dkk (2011) menjelaskan
bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka
residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model
tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Namun, jika memasukkan
terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena
tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas.
3.7.3 Uji Kointegrasi
Kadang kala dijumpai dua variabel random yang masing –masing
merupakan tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara dua variabel tersebut
merupakan time series yang stasioner. Misalkan : Xt dan Yt masing – masing
tidak stasioner, tetapi Zt = Xi – 𝛼𝑌𝑡, merupakan time series yang stasioner. Pada
kondisi seperti ini, Xt dan Yt dikatakan berkointegrasi dan 𝛼 disebut parameter
kointegrasi. Dalam ekonometrika, variabel yang saling berkointegrasi
menggambarkan keadaan keseimbangan jangka panjang. Variabel bebas dan
variabel terikat dapat berkointegrasi pada derajat integrasi nol atau I(0) dan dapat
juga berkointegrasi pada derajat integrasi satu atau I(1). Oleh karena itu, suatu
regresi yang variabel-variabelnya tidak stasioner pada level (derajat nol) bukan
berarti regresi yang dihasilkan adalah regresi lancung (spurious regression).
Dapat saja terjadi ketika masing-masing variabel dilakukan pembedaan pertama
(first difference), kedua variabel sudah stasioner dan keduanya dapat saja saling
berkointegrasi.
3.7.4 Uji Kausalitas Granger
Uji ini pada intinya mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai
hubungan dua arah atau hanya satu arah saja. Tetapi perlu diingat bahwa pada uji
Granger yang dilihat adalah pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang
sehingga data yang digunakan adalah data time series. Sebagai contoh sering
terjadi perdebatan apakah fluktuasi kurs yang menyebabkan terjadinya inflasi
yang tinggi atau sebaliknya, inflasi yang menyebabkan fluktuasi kurs dalam kurun
waktu tertentu. Untuk melihat arah hubungan dari kedua variabel tersebut, maka
perlu dilakukan Uji Kausalitas Granger. Model yang dapat dibentuk dari keadaan
di atas adalah :
Kurs t = ∑ αi It-i + ∑βj Kurst-j +µit..................................... (5)
It = ∑ ∅i It-1 + ∑𝛾j Kurst-j + µ2t............................................... (6)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa Inflasi sekarang berhubungan
dengan nilai-nilai masa lalu Inflasi itu sendiri dan juga oleh nilai-nilai masa lalu
dari Kurs. Sementara itu, pada persamaan yang kedua, bahwa Kurs saat ini
berhubungan dengan nilainya di masa lalu, dan juga Inflasi. Dari kedua
persamaan tersebut, kita dapat membedakan 4 keadaan hubungan, yakni :
1. Kausalitas searah antara Inflasi ke Kurs, jika
∑αi ≠ 0 dan ∑𝛾i = 0
2. Kausalitas searah antara Kurs ke Inflasi, jika
∑𝛾i ≠ 0 dan ∑αi = 0
3. Kausalitas bilateral (dua arah) antara Inflasi dan Kurs, jika
∑αi ≠ 0 dan ∑𝛾i ≠ 0
4. Tidak saling berhubungan (independen), jika
∑αi = 0 dan ∑𝛾i = 0
Langkah – langkah yang perlu dilakukan untuk menjalankan uji Kausalitas
Granger adalah :
1. Rumuskan hipotesis nol untuk regresi pertama, yaitu H0 = Inflasi tidak
menyebabkan fluktuasi kurs atau ∑αi = 0
2. Lakukan regresi penuh (unrestricted), inflasi terhadap lag kurs dan juga
variabel-variabel lain. Dari regresi tersebut akan diperoleh Sum Square of
Error (SSE) penuh.
Kurs t = ∑ αi It-i + ∑βj Kurst-j +µit………………………. (7)
3. Lakukan juga regresi terbatas (restricted), kurs terhadap semua lag kurs saja.
Dari regresi ini akan diperoleh Sum Square of Error terbatas.
Kurs t = ∑βj Kurst-j +µit………………………………… (8)
4. Lakukan uji F :
F =(𝑆𝑆𝐸𝑟−𝑆𝑆𝐸 𝑢𝑟 )/𝑚𝑆𝑆𝐸 𝑢𝑟/ (𝑛−𝑘)
Dimana m adalah jumlah parameter model terbatas dan k adalah jumlah
parameter pada regresi penuh dan n adalah jumlah data (observasi).
5. Bila nilai Fhitung > Ftabel berarti H0 ditolak yang artinya bahwa variabel Inflasi
mempengaruhi Kurs serta dengan cara yang sama juga akan ditemukan apakah
BI rate, Ekspor dan Impor berpengaruh terhadap Kurs.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Periodisasi Sistem Kurs di Indonesia
Sejak tahun 1970 sampai dengan sekarang, negara Indonesia telah
menerapkan tiga sistem nilai tukar (kurs), yaitu sistem kurs tetap, sistem kurs
mengambang terkendali, dan sistem kurs mengambang bebas, yang dapat dilihat
periodisasinya dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Perkembangan Sistem Kurs di Indonesia
Periode Sistem kurs yang dianut
Tahun 1964- 14 November 1978 Kurs tetap (fixed exchange rate) 15 November 1978 – 13 Agustus 1997
Kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
14 Agustus 1997 s/d sekarang Kurs mengambang bebas (free floating exchange rate)
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel di atas dapat ditunjukkan bahwa sistem kurs tetap berlaku sejak
tahun 1964 sampai dengan tahun 14 November 1978 dimana pemerintah melalui
Bank Indonesia menetapkan secara resmi kurs agar tetap konstan walaupun dapat
berfluktuasi dalam batasan yang sempit. Namun, jika dalam sistem kurs tetap ini
terjadi fluktuasi kurs yang tajam dan signifikan, maka Bank Indonesia akan
melakukan intervensi untuk mengendalikan kurs. Sistem kurs yang kedua adalah
sistem kurs mengambang terkendali yang berlaku sejak 15 November 1978
sampai dengan 13 Agustus 1997 dimana pada sistem ini kurs ditentukan oleh
mekanisme pasar dan intervensi Bank Indonesia untuk mengendalikan fluktuasi
kurs apabila kurs melampaui batas atas dan bawah dari yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia. Sistem yang terakhir adalah sistem kurs mengambang bebas
yang dimulai dari tanggal 14 Agustus 1997 sampai dengan sekarang dimana di
dalam sistem ini kurs bebas bergerak tanpa ada campur tangan pemerintah atau
Bank Indonesia. Adapun ketiga periode sistem kurs tersebut dapat dijelaskan lebih
lanjut dalam keterangan di bawah ini :
4.1.1 Penerapan Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Sistem nilai tukar (kurs) tetap berlaku di Indonesia dengan diberlakukannya
Undang – Undang No.32 tahun 1964 yang menetapkan kurs Rupiah menjadi
sebesar Rp250/US Dollar. Dalam sistem ini, kurs Rupiah ditetapkan berdasarkan
nilai kurs mata uang asing seperti Dollar AS (USD) di pasar internasional. Pada
sistem ini terdapat sistem kontrol devisa yang dilakukan pemerintah untuk
menjamin para eksportir untuk menjual valuta asing yang dimilikinya ke Bank
Indonesia. Namun, sistem ini membawa dampak bagi negara kita, yakni bahwa
Bank Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pasar valuta asing bagi bank
komersial maupun masyarakat. Berbicara tentang sistem ini, Indonesia pernah
melakukan devaluasi kurs tetapnya pada saat kurs mengalami overvalued yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Tahap Devaluasi Kurs Rupiah selama Sistem Kurs Tetap
Sumber : Bank Indonesia
Tahap Devaluasi Sistem Kurs Tetap Periode
Kurs Awal (Rp/US Dollar)
Kurs Akhir (Rp/US Dollar)
Devaluasi I 17 April 1970 250 378 Devaluasi II 23 Agustus 1971 378 415 Devaluasi III 15November 1978 415 625
Dari tabel dapat dilihat bahwa devaluasi pertama saat kurs tetap dilakukan
oleh pemerintah yakni pada tanggal 17 April 1970 dimana Indonesia mengubah
kurs tetapnya dari posisi Rp 250/US Dollar menjadi Rp 378/US Dollar. Namun,
pada tanggal 23 Agustus 1971 dilakukan devaluasi kedua yakni nilai kurs berubah
menjadi Rp 415/US Dollar serta pada tanggal 15 November 1978 devaluasi
ketiga dilakukan dengan menaikkan kurs Rupiah ke level Rp 625/US Dollar.
Adapun tindakan devaluasi kurs Rupiah terhadap Dollar AS tersebut biasanya
dilakukan karena impor barang dari Amerika Serikat yang meningkat sehingga
permintaan terhadap Dollar Amerika Serikat (US Dollar) juga meningkat. Di
sinilah diperlukan intervensi pemerintah dalam mengatasi agar nilai kurs Rupiah
terhadap Dollar tetap sehingga pemerintah melalui Bank Indonesia menjual
cadangan Dollar Amerika Serikat dan dengan demikian kurs akan kembali stabil.
Intervensi yang dilakukan pemerintah itulah yang kemudian dikatakan sebagai
tindakan meredam kurs dalam menghadapi perubahan kurs yang disebabkan
kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing. Oleh karena itu, pemerintah
perlu menjual persediaan mata uangnya ketika terjadi kelebihan permintaan dan
membeli kelebihan penawaran jika terjadi kelebihan penawaran.
4.2.2 Penerapan Sistem Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating
Exchange Rate System)
Sistem ini dimulai dengan ditetapkannya kebijakan devaluasi Rupiah pada
tahun 1978 sebesar 33 persen dimana kurs Rupiah diambangkan terhadap
beberapa mata uang negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Pada sistem ini,
Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan melakukan intervensi bila kurs
Rupiah mengalami fluktuasi yang tajam (di atas atau di bawah level yang telah
ditetapkan). Adapun intervensi pemerintah pada sistem ini dilakukan secara
langsung (misalnya menjual atau membeli valuta asing) dan tidak langsung
(menaikkan atau menurunkan suku bunga) sehingga mengakibatkan fluktuasi kurs
Rupiah selama periode sistem kurs mengambang terkendali yang dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika periode Sistem
Kurs Mengambang Terkendali
Periode Kurs
Periode Kurs
(Rp/US Dollar) (Rp/US Dollar)
1978 Q4 625 1988 Q2 1688
1979 Q1 623.5 1988 Q3 1706
1979 Q2 625.75 1988 Q4 1731
1979 Q3 625.5 1989 Q1 1756
1979 Q4 627 1989 Q2 1773
1980 Q1 629 1989 Q3 1783
1980 Q2 625.25 1989 Q4 1797
1980 Q3 625.75 1990 Q1 1823
1980 Q4 626.75 1990 Q2 1844
1981 Q1 628 1990 Q3 1864
1981 Q2 631.25 1990 Q4 1901
1981 Q3 633.75 1991 Q1 1932
1981 Q4 644 1991 Q2 1954
1982 Q1 651.75 1991 Q3 1968
1982 Q2 657.25 1991 Q4 1992
1982 Q3 671.25 1992 Q1 2017
1982 Q4 692.5 1992 Q2 2033
1983 Q1 702.5 1992 Q3 2038
1983 Q2 974 1992 Q4 2062
1983 Q3 982 1993 Q1 2071
1983 Q4 994 1993 Q2 2088
1984 Q1 1000 1993 Q3 2108
1984 Q2 1014 1993 Q4 2110
1984 Q3 1059 1994 Q1 2143
1984 Q4 1074 1994 Q2 2160
1985 Q1 1102 1994 Q3 2181
1985 Q2 1118 1994 Q4 2200
1985 Q3 1121 1995 Q1 2219
1985 Q4 1125 1995 Q2 2246
1986 Q1 1125 1995 Q3 2275
1986 Q2 1131 1995 Q4 2308
1986 Q3 1633 1996 Q1 2337
1986 Q4 1641 1996 Q2 2342
1987 Q1 1644 1996 Q3 2340
1987 Q2 1648 1996 Q4 2383
1987 Q3 1650 1997 Q1 2419
1987 Q4 1650 1997 Q2 2450
1988 Q1 1660 Sumber :International Financial Statistic
Dari tabel dapat dilihat bahwa setelah dianutnya sistem kurs tersebut, kurs
mengalami depresiasi di setiap tahunnya walaupun pergerakan kurs tersebut
masih tergolong stabil karena masih berada di level Rp 625/US Dollar sampai
dengan Rp 2.450/US Dollar. Namun, dari kondisi perkembangan kurs tersebut
saat tersebut masih tergolong stabil karena masih dikendalikan oleh Bank
Indonesia dan memakai devisa untuk menutupi depresiasi kurs Rupiah supaya
nilai kurs Rupiah bergerak tidak merosot terlalu jauh di pasar valuta.
4.1.3 Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Exchange
Rate System)
Sistem ini mulai diberlakukan sejak tanggal 14 Agustus 1997 sampai dengan
saat ini. Sistem ini diberlakukan karena semakin melemahnya kurs Rupiah
terhadap US Dollar sejak krisis ekonomi Indonesia di pertengahan Juli 1997
sehingga mengakibatkan pemerintah melakukan intervensi untuk mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang pada saat krisis tersebut dengan
mengambangkan nilai Rupiah. Dengan diberlakukannya sisitem ini,
dihapuskanlah rentang intervensi oleh Bank Indonesia sehingga kurs Rupiah
dibiarkan mengikuti mekanisme (kekuatan) pasar. Adapun laju pergerakan kurs
Rupiah terhadap Dollar Amerika dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 4.4 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika periode Kurs
Mengambang Bebas
Periode Kurs
Periode Kurs
(Rp/US Dollar) (Rp/US Dollar)
1997 Q3 3275 2005 Q2 9713
1997 Q4 4650 2005 Q3 10310
1998 Q1 8325 2005 Q4 9830
1998 Q2 14900 2006 Q1 9075
1998 Q3 10700 2006 Q2 9300
1998 Q4 8025 2006 Q3 9235
1999 Q1 8685 2006 Q4 9020
1999 Q2 6726 2007 Q1 9118
1999 Q3 8386 2007 Q2 9054
1999 Q4 7085 2007 Q3 9137
2000 Q1 7590 2007 Q4 9419
2000 Q2 8735 2008 Q1 9217
2000 Q3 8780 2008 Q2 9225
2000 Q4 9595 2008 Q3 9378
2001 Q1 10400 2008 Q4 10950
2001 Q2 11440 2009 Q1 11575
2001 Q3 9675 2009 Q2 10225
2001 Q4 10400 2009 Q3 9681
2002 Q1 9655 2009 Q4 9400
2002 Q2 8730 2010 Q1 9115
2002 Q3 9015 2010 Q2 9083
2002 Q4 8940 2010 Q3 8924
2003 Q1 8908 2010 Q4 8991
2003 Q2 8285 2011 Q1 8709
2003 Q3 8389 2011 Q2 8597
2003 Q4 8465 2011 Q3 8823
2004 Q1 8587 2011 Q4 9068
2004 Q2 9415 2012 Q1 9180
2004 Q3 9170 2012 Q2 9480
2004 Q4 9290 2012 Q3 9588
2005 Q1 9480 2012 Q4 9670 Sumber :International Financial Statistic
Dari tabel dapat dilihat bahwa sejak berlakunya sistem kurs ini, nilai kurs
bergerak sangat tajam dimana di awal tahun 1997, yakni kuartil pertama Rupiah
masih berada pada level Rp 2.419/US Dollar namun kemudian melonjak setelah
berlakunya sistem kurs mengambang bebas, yakni kuartil ketiga tahun 1997
dimana kurs Rupiah berubah menjadi Rp 3.275/US Dollar. Puncak depresiasi kurs
Rupiah berada pada level Rp 14.900/US Dollar, yakni pada periode kuartil kedua
tahun 1998 dimana krisis moneter masih merajalela di Indonesia. Kurs Rupiah
mulai stabil pada periode kuartil kedua tahun 1999, yakni pada level Rp 6.726/US
Dollar dan kemudian bergerak pada level Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000-an
hingga ke tahun 2007. Namun, akibat krisis global di Eropa tahun 2008 nilai kurs
Rupiah kembali bergejolak, yakni di kuartil ketiga di tahun tersebut Rupiah dinilai
sebesar Rp 10.950/US Dollar yang kemudian bergerak di kuartil pertama tahun
2009 ke level Rp 11.575/US Dollar dan kuartil kedua Rupiah kembali menguat
menjadi Rp 10.225/ US Dollar yang kemudian kembali stabil ke level Rp 8.000
sampai dengan Rp 9.000-an per 1 US Dollar hingga ke akhir tahun 2012.
Adapun dalam sistem ini, pemerintah tidak perlu menyediakan devisa untuk
mengendalikan kurs Rupiah serta pada saat ini tidak akan terjadi surplus atau
defisit neraca pembayaran karena mekanisme pasar akan segera menyeimbangkan
surplus atau defisit neraca pembayaran tersebut. Namun, sejak diberlakukan
sistem kurs ini, kurs Rupiah terhadap US Dollar mudah sekali berubah – ubah
sehingga menimbulkan ketidakpastiaan transaksi perdagangan internasional
sehingga sangat mempengaruhi nilai ekspor dan impor di Indonesia.
4.2 Kondisi Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar AS
Pada tahun 1997 kurs Bath Thailand terhadap Dollar AS mengalami
goncangan akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”, karena tidak
percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik negara
Thailand. Untuk mempertahankan nilai kurs Bath agar tidak jatuh terus, Thailand
melakukan intervensi yang didukung oleh Bank Sentral Singapura dan
membebaskan kurs Bath dari ikatan Dollar AS sehingga mengakibatkan nilai Bath
terdepresiasi sekitar 15 – 20 persen hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20
Bath per Dollar AS. Pada 1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak
jauh dari krisis dan saat itu tingkat inflasi Indonesia lebih rendah serta nilai kurs
Rupiah terhadap Dollar AS menguat sehingga banyak perusahaan di Indonesia
meminjam uang dalam bentuk Dollar AS.
Namun, krisis moneter yang terjadi di Thailand ini, ternyata mampu
mengakibatkan Indonesia dan beberapa negara Asia, seperti Filipina, Korea dan
Malaysia yang mengalami krisis keuangan. Di Indonesia sendiri, yakni sekitar
bulan Agustus 1997 terjadi depresiasi kurs Rupiah dimana kurs Rupiah terhadap
Dollar AS melemah dari Rp 2.450 menjadi Rp 3.725/US Dollar. Sejak saat itu,
posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil, tatanan perbankan nasional kacau
dan cadangan devisa semakin menipis. Perusahaan yang tadinya banyak
meminjam Dollar Amerika (ketika nilai tukar Rupiah kuat terhadap US Dollar),
kini sibuk memburu atau membeli Dollar Amerika untuk membayar bunga
pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, dan harus dibayar dengan Dollar
Amerika sehingga nilai kurs Rupiah pun semakin mengalami fluktuasi.
Menanggapi fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika tersebut, pada
bulan Juli 1997 Bank Indonesia melakukan empat kali intervensi dengan
memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak karena nilai
Rupiah dalam Dollar Amerika terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 Rupiah
mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp 2.655 menjadi Rp 2.682/
US Dollar. Bank Indonesia akhirnya menghapuskan rentang intervensi sehingga
Rupiah turun ke Rp 2.755/ US Dollar. Tetapi terkadang nilai Rupiah juga
mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988, nilai
Rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu Dollar AS, walaupun sebelumnya, antara
bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp 11.000 Rupiah/US Dollar.
Selama periode Agustus 1997-1998, nilai kurs Rupiah terhadap US
Dollarterendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000
dan Rp 15.000 per US Dollar. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei
1999, perkembangan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika berada pada nilai
antara Rp 8.000 dan Rp 11.000 per US Dollar. Selama periode 1 Januari 1998
hingga 5 Agustus 1998, depresiasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah
yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya
yang juga mengalami depresiasi terhadap Dollar Amerika selama periode tersebut.
Sebagai konsekuensinya, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa
membebaskan kurs Rupiah terhadap valuta asing atau diberlakukannya sistem
kurs mengambang bebas. Dengan demikian dalam sistem ini, Bank Indonesia
tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar
ditentukan oleh kekuatan pasar.
Namun, dengan berlakunya sistem kurs tersebut, ternyata tidak dapat
menghindari krisis moneter yang mengganggu stabilitas perekonomian dan
bahkan mampu melumpuhkan seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia
serta mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat yang kemudian membuat
sehingga Bank Indonesia tak mampu bekerja untuk menstabilkan kurs Rupiah.
Kondisi tersebut akhirnya mengakibatkan meningkatnya permintaan Dollar
Amerika untuk membayar utang dan kerapuhan faktor fundamental ekonomi
seperti inflasi, BI rate, ekspor dan impor di Indonesia. Dari data Badan Pusat
Statistik menunjukkan laju inflasi hingga kuartil ke-2 tahun 1998 sudah mencapai
4,64 persen, BI rate yang pada awal sistem kurs mengambang bebas atau di
kuartil ke-3 tahun 1997 masih berada pada level 44,50 persen kemudian naik
menjadi 66,31 persen dan merangkak naik lagi sekitar 74,18 persen pada kuartil
ke-3 tahun 1998. Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi
penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu
memanfaatkan momentum depresiasi Rupiah, akibat beban utang, ketergantungan
besar pada komponen impor, dan persaingan ketat di pasar global. Adapun selama
akhir periode 1997 hingga awal 1998, ekspor anjlok sekitar 93,63 persen
sementara impor barang dari luar negeri ke Indonesia meningkat tajam hingga
72,29 persen.
Bertolak dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa nilai kurs Rupiah
terhadap US Dollar periode sebelum krisis 1997/1998 relatif stabil pada kisaran
Rp 2.000/US Dollar – Rp 3.000/US Dollar karena saat itu kita masih menganut
sistemkurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system).
Namun akibat krisis ekonomi tahun 1997-1998, depresiasi kurs Rupiah, serta
semakin menipisnya cadangan devisa kita, akhirnya Indonesia kemudian
menganut sistem sistem kurs mengambang bebas (free floating exchange rate
system), dimana selama periode kurs mengambang bebas tersebut (tahun 1997-
2012), terjadi pergerakan yang cukup signifikan dari volalitas kurs Rupiah
terhadap US Dollar, yang dapat diperhatikan dari gambar laju pergerakan kurs
Rupiah di bawah ini :
Sumber : International Financial Statistic, diolah
Gambar 4.1 Perkembangan Nilai Kurs Rupiah/US Dollar
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
Perio
de19
97 Q
319
98 Q
219
99 Q
119
99 Q
420
00 Q
320
01 Q
220
02 Q
120
02 Q
420
03 Q
320
04 Q
220
05 Q
120
05 Q
420
06 Q
320
07 Q
220
08 Q
120
08 Q
420
09 Q
320
10 Q
220
11 Q
120
11 Q
420
12 Q
3
Dari data dapat dilihat bahwa semenjak berlakunya sistem kurs mengambang
bebas, yakni Agustus 1997 (1997 Q3), nilai Rupiah mengalami naik turun yang
signifikan dan selalu berada di level Rp 2.000 sampai Rp dengan 10.000-an untuk
1 US Dollar. Dari data juga dapat dilihat bahwa level terendah selama periode
penelitian adalah pada tahun 1997 Q3 dengan nilai kurs Rupiah Rp 2.419/US
Dollar dan level tertinggi berada pada tahun 1998 Q2 dengan nilai Rp 14.700/US
Dollar dengan persentase kenaikannya 78,97 persen dari kuartil sebelumnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa memang di periode 1998 Q2 merupakan periode
dengan situasi perekonomian Indonesia yang sangat kacau - balau ditambah
dengan gangguan stabilitas politik dan keamanan yang cukup parah.
Dari fluktuasi kurs Rupiah di atas juga menunjukkan bahwa adanya
ketidakpastian di sektor moneter dalam perekonomian Indonesia selama periode
tersebut. Ketidakpastian di sektor moneter ini dapat berdampak pada depresiasi
kurs dimana dalam terdapat gejolak eksternal yang terjadi yang membuat Bank
Indonesia harus segera merespon sesuai dengan kondisi pasar. Jika gejolak
eksternal yang ada tidak mendapatkan respon dari Bank Indonesia, maka hal
tersebut dapat berdampak pada kegiatan perekonomian domestik. Hal tersebut
dapat dilihat dari kondisi krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang memberikan
gambaran nyata akan gejolak eksternal yang terjadi dapat dengan cepat
mempengaruhi fundamental perekonomian melalui jalur kurs, tingkat bunga dan
inflasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya intervensi Bank Indonesia dalam
menjaga nilai kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (Rp/US Dollar) agar
tidak keluar dari interval kurs yang telah ditetapkannya. Hal tersebutlah yang
selalu dilakukan oleh Bank Indonesia sehingga kurs Rupiah setelah krisis tahun
1997/1998 yang walaupun berfluktuasi, namun masih berada di level Rp 8.000-
9.000-an untuk 1 US Dollar hingga akhir tahun 2012.
4.3 Pergerakan Tingkat Inflasi terhadap Kurs Rupiah pada Periode 1997-
2012
Berikut adalah grafik persentase perubahan inflasi dengan kurs Rupiah selama
periode penelitian :
Sumber : International Financial Statistic, diolah dengan Eviews 6
Gambar 4.2
Persentase Perubahan tingkat Inflasi dengan Kurs Rupiah
Dari grafik dapat dilihat bahwa pergerakan inflasi diiringi dengan
pergerakan Rupiah. Berdasarkan grafik tersebut ditunjukkan bahwa sejak pada
kenaikan di 1997 Q4 kenaikan inflasi masih sekitar 41,67 persen dan meningkat
sangat tajam sekitar 858,82 persen di periode 1998 kuartil ke-3, yang
mengakibatkan di sepanjang tahun 1997 – 1998 terjadi fluktuasi kenaikan kurs
yang sangat tajam pula. Sejak diberlakukan sistem kurs mengambang bebas, nilai
kurs Rupiah kemudian diambangkan dan terjadi fluktuasi inflasi pada level 2,04
This image cannot currently be displayed.
persen pada periode tahun 1997 kuartil ke-4, yang naik tajam ke level 5,18 persen
di tahun 1998 kuartil pertama. Di samping itu, pada periode tersebut terjadi
depresiasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika yang cukup tajam. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak membutuhkan waktu yang lama sejak diberlakukannya
sistem kurs mengambang bebas ini, maka tingkat inflasi meningkat tajam yang
kemudian disusul dengan penurunan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika hingga
ke level Rp 14.900/ US Dollar. Walaupun, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun
2012 tingkat inflasi kembali stabil hanya bergerak di level 0,5 persen - 1,91
persen, walaupun di tahun 2008 terjadi kenaikan inflasi ke level 2,46 persen
akibat terjadi krisis Global Eropa yang juga mempengaruhi kondisi makro
ekonomi di Indonesia, termasuk peningkatan inflasi di saat itu. Namun, hal
tersebut tidak membuat gejolak yang hebat pada tingkat inflasi Indonesia karena
inflasi masih berada di level 1 digit.
4.4 Pergerakan BI Rate terhadap Kurs Rupiah pada Periode 1997-2012
Berikut adalah grafik persentase perubahan BI rate dengan kurs Rupiah
selama periode penelitian :
Sumber : International Financial Statistic, diolah dengan Eviews 6
Gambar 4.3 Persentase Perubahan BI rate dengan Kurs Rupiah
Di samping itu juga, BI rate juga memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap fluktuasi kurs Rupiah dimana persentase perubahan BI rate yang berubah
akan membuat depresiasi atau apresiasi kurs Rupiah. Dari data dapat dilihat
bahwa setelah berlakunya sistem kurs mengambang bebas di Indonesia BI rate
dan kurs Rupiah mengalami fluktuasi yang cukup tajam. Dari grafik tersebut
This image cannot currently be displayed.
dapat dilihat bahwa pada saat krisis tahun 1997, BI rate masih berada di level 2,04
persen namun kemudian di tahun 1998 terjadi kenaikan dengan persentase
perubahan BI rate adalah 41,07 persen yang membuat BI rate berada pada level
57,92 persen dan bergerak lagi hingga tahun 1998 Q3, mencapai titik BI rate
tertinggi sepanjang periode sistem kurs mengambang bebas yakni 78,18 persen.
Kondisi tersebut merupakan persentase peningkatan terbesar dari BI rate dan
merupakan kondisi saat krisis moneter terjadi sehingga mengakibatkan nilai kurs
mengalami depresiasi yakni kurs Rupiah yang awalnya Rp 3225/US Dollar
menurun menjadi Rp 14.900/US Dollar di tahun 1998 dengan persentase
depresiasi sebesar 78,97 persen. Oleh karena itu, peranan Bank Indonesia sangat
diperlukan untuk mengatasi keadaan tersebut sehingga Bank Indonesia kemudian
memberlakukan sistem kurs mengambang bebas. Namun, dengan
diberlakukannya sistem tersebut, justru membuat nilai kurs Rupiah semakin
anjlok dan terdepresiasi pada level Rp 8.000 sampai dengan Rp 9.000-an untuk 1
US Dollar. Adapun pemberlakuan sistem kurs mengambang bebas tersebut juga
dilatarbelakangi oleh semakin menipisnya cadangan devisa dan meningkatnya
utang luar negeri Indonesia. Kemudian dalam periode selanjutnya, seperti tahun
2008 nilai kurs dan BI rate kembali stabil dan malah membaik dengan persentase
kenaikan kurs Rupiah hanya sebesar 0,086 persen, yang merupakan persentase
terendah dari kenaikan kurs Rupiah sejak berlakunya sistem kurs mengambang
bebas tersebut.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa inflasi dan BI rate memiliki
dampak pada nilai kurs dan stabillitas perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,
untuk menjaga stabiltas perekonomian Indonesia maka diperlukan instrumen
moneter (suku bunga domestik) yakni dengan menggunakan jalur nilai tukar
(kurs). Adapun dalam jalur kurs tersebut, pengetatan moneter dapat mendorong
peningkatan suku bunga yang kemudian akan mengakibatkan apresiasi kurs
Rupiah karena meningkatnya pemasukan modal dan luar negeri dengan
diadakannnya pengetatan moneter tersebut. Sehingga dalam hal ini, pada kondisi
ceteris paribus, perubahan inflasi dan BI rate akan menyebabkan apresiasi atau
depresiasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika (Rp/US Dollar.).
4.5 Pergerakan Ekspor dengan Kurs Rupiah Periode 1997 - 2102
Dalam periode penelitian yakni tahun 1997 Q3 – 2012 Q4, dapat dilihat
bagaimana laju pergerakan bank dan jasa, baik dari segi ekspor yang selalu
mengalami perubahan di tiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik
perubahan ekspor terhadap perubahan kurs di bawah ini :
Sumber : International Financial Statistic, diolah dengan Eviews 6
Gambar 4.4 Persentase Perubahan tingkat Ekspor dengan Kurs Rupiah
Dari grafik dapat ditunjukan bahwa pergerakan ekspor diiringi dengan pergerakan
kurs rupiah dimana persentase perkembangan ekspor di tahun 1998 tepatnya
kuartil pertama sudah mencapai 93,63 persen yang merupakan angka tertinggi
dari persentase ekspor dan diiringi dengan persentase despresiasi kurs yang
terbesar yakni 79,03 persen. Adapun kondisi tersebut masih tetap berlangsung
hingga akhir 2008 dimana persentase ekspor sekitar 42,37 persen yang diikuti
dengan persentase kurs 25 persen. Kemudian laju ekspor dan kurs makin
membaik sejak tahun 2000 kuartil pertama dimana terjadi ekspor yang awalnya
This image cannot currently be displayed.
sudah bernilai negatif menjadi 12,99 persen yang kemudian naik menjadi 20,73
persen sedangkan kurs merangkak naik sekitar 7 - 15 persen di tahun tersebut.
Pada tahun berikutnya kurs dan ekspor mengalami fluktuasi disetiap periodenya
dan ditahun 2008 terjadi krisis global yang membuat kenaikan ekspor sekitar 8,94
persen dengan kenaikan kurs 0,08 persen di kuartil kedua, namun di kuartil
keempat terjadi penurunan ekspor sekitar 4,68 persen sedangkan kurs rupiah
mengalami apresiasi 16,76 persen. Demikian di periode berikutnya terjadi
kenaikan dan penurunan kurs dan ekspor Indonesia yang berdampak pada kondisi
perekonomian secara menyeluruh.
4.6 Pergerakan Impor dengan Kurs Rupiah Periode 1997 – 2102
Dalam periode penelitian yakni tahun 1997 Q3 – 2012 Q4, dapat dilihat
bagaimana laju pergerakan bank dan jasa, baik dari segi impor yang selalu
mengalami perubahan di tiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat dari grafik
perubahan impor terhadap perubahan kurs di bawah ini :
Sumber : International Financial Statistic, diolah dengan Eviews 6
Gambar 4.5 Persentase Perubahan tingkat Impor dengan Kurs Rupiah
Dari grafik dapat ditunjukkan bahwa pada saat terjadi krisis tahun 1997
sampai dengan tahun 1998 terjadi depresiasi kurs dan fluktuasi laju impor yang
sangat tajam yakni terjadi depresiasi kurs 79,03 persen dan kenaikan impor 72,29
persen. Keadaan kurs dan impor mulai membaik di tahun 2003 dengan persentase
perubahan kurs dan impor yang cukup stabil dan demikian di periode selanjutnya
terjadi fluktuasi kurs impor hingga periode atau tahun 2008-2009 dimana impor
mengalami penurunan cukup tajam sekitar 9-24 persen (yang mungkin
dipengaruhi oleh krisis global Eropa) sedangkan kurs mengalami depresiasi
This image cannot currently be displayed.
hingga pada level Rp 10.950 – Rp 11.575 untuk 1 US Dollar, dan pada tahun
2009-2012 impor mengalami kenaikan yang diikuti oleh fluktuasi kurs disetiap
kuartilnya.
Jika dikaitkan dengan periode sistem kurs mengambang bebas, depresiasi
atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan keatas bagi ekspor
maupun impor dimana jika ekspor meningkat dan impor menurun maka akan
menyebabkan kurs mengalami apresiasi, dan sebaliknya jika ekspor menurun dan
impor meningkat maka kurs mengalami depresiasi. Apabila nilai Rupiah menguat
maka volume ekspor juga akan meningkat. Menguatnya mata uang Rupiah
dibandingkan Dollar Amerika Serikat akan menurunkan minat eksportir memburu
mata uang asing sehingga ekspor turun dan impor cenderung meningkat. Jadi kurs
Rupiah mempunyai hubungan yang searah dengan volume impor dan berlawanan
arah dengan ekspor. Di samping itu juga, dengan menguatnya nilai Rupiah akan
menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya dikarenakan semakin
tinggi investasi akan menyebabkan harga saham jadi naik yang juga akan
menyebabkan semakin tinggi permintaan uang dengan tingkat bunga yang
semakin tinggi pula.
4.7 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data
4.7.1 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji stasioneritas ini digunakan untuk mengetahui apakah masing – masing
data kurs, inflasi, BI rate, ekspor dan impor stasioner atau tidak. Pengujian yang
dikembangkan oleh Dickey Fuller ini, dilakukan untuk menghindari regresi model
yang lancung (tidak efisien). Uji akar unit ini menggunakan Augmented Dickey
Fuller (ADF) statistik untuk kurun waktu 1997 – 2012. Berikut ini hasil dari uji
ADF pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.5 Hasil Augmented Dickey-Fuller (ADF)
Variabel Uji Akar Unit
Nilai Statistik ADF Critical Value Derajat Integrasi Kurs -6.493007 -4.118444** Integrasi 0 atau I(0)
Inflasi -6.816739 -3.485218** Integrasi 0 atau I(0) BI rate -5.271325 -3.487845** Integrasi 1 atau I(1) Ekspor -7.474817 -3.487845** Integrasi 0 atau I(0) Impor -5.966264 -3.487845** Integrasi 0 atau I(0)
Sumber : Data Olahan Eviews 6
Catatan : * = signifikan pada α = 1 % * * = signifikan pada α = 5 %
*** = signifikan pada α = 10 %
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil uji akar unit untuk variabel kurs,
inflasi,ekspor dan impor stasioner pada derajat integrasi 0 atau level (α =1%, 5%
dan 10%), sedangkan variabel BI rate stasioner pada derajat integrasi 1 (α = 1%,
5% dan 10%). Adapun variabel kurs stasioner pada derajat level dengan nilai ADF
statistic 6.493007 lebih besar dari nilai kritis pada tingkat signifikansi α =5%
adalah sebesar 4.118444 dan untuk variabel inflasi dengan nilai ADF statistic
=6.816739 lebih besar dari nilai kritis yaitu 3.485218 sehingga menunjukkan
variabel inflasi telah stasioner. Di samping itu, dari data variabel ekspor yakni
dengan nilai ADF statistic 7.474817 yang lebih besar dari nilai kritisnya yaitu
3.487845 dan variabel impor dengan nilai ADF statistic 5.966264 lebih besar dari
nilai kritisnya yakni 3.487845, yang terbukti telah stasioner pada derajat 0 (level).
Adapun keempat variabel tersebut tidak perlu dilakukan uji derajat integrasi 1
dan 2. Sedangkan untuk variabel BI rate perlu dilakukan uji derajat integrasi
dimana variabel BI rate stasioner pada 1st Difference tingkat signifikansi α =1%,
5% dan 10%. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan angka ADF statistic yang
diperoleh pada data BI rate sebesar 5.271325 sedangkan nilai kritis untuk tingkat
signikansi 5% sebesar 3.487845. Hasil ini menunjukkan nilai ADF statistic lebih
besar dari nilai kritisnya sehingga data dikatakan stasioner.
4.7.2 Penentuan Lag Lenght
Tabel 4.6 Penentuan Lag Lenght:
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -58.07044 NA 5.84e-06 2.137981 2.314044 2.206709
1 130.4579 338.7120 2.29e-08 -3.405353 -2.348978* -2.992987* 2 162.7377 52.52307* 1.82e-08* -3.652126* -1.715439 -2.896122 3 177.9328 22.14869 2.67e-08 -3.319755 -0.502755 -2.220112 Sumber :Data Olahan Eviews 6
Dari hasil uji lag lenght dapat dilihat bahwa semua tanda bintang berada
pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal yang direkomendasikan
Eviews adalah lag 2.
4.7.3 Hasil Uji Kointegrasi
Setelah diketahui bahwa data baik data kurs, inflasi, BI rate, ekspor, dan
impor adalah stasioner, maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah ada
hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel yakni inflasi, BI rate,
ekspor dan importir terhadap variabel kurs Rupiah terhadap US Dollar. Adapun
uji kointegrasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka
panjang dengan menggunakan Johansen Test pada lag lenght yang telah
ditentukan sebelumnya. Berikut adalah hasil uji kointegrasi dari masing-masing
variabel.
4.7.3.1 Kurs dengan Inflasi Indonesia
Tabel 4.7 Hasil Uji Kointegrasi Dengan Metode Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.495856 58.59540 15.49471 0.0000
At most 1 * 0.265268 18.18670 3.841466 0.0000 Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.495856 40.40870 14.26460 0.0000
At most 1 * 0.265268 18.18670 3.841466 0.0000 Sumber : Data Olahan Eviews 6
Dari hasil uji kointegrasi antara kurs dan inflasi Indonesia di atas dapat
dilihat bahwa nilai trace statistic =18.18670 lebih besar dari critical value =
3.841466 untuk Hypothesized 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs dan
inflasi Indonesia memiliki hubungan jangka panjang (kointegrasi). Hal tersebut
dapat pula dibuktikan dari nilai Max- Eigen Statistic = 18.18670 lebih besar dari
critical value = 3.841466 sehingga semakin membuktikan adanya hubungan
kointegrasi kedua variabel pada α = 5%.
4.7.3.2 Uji Kointegrasi Kurs dengan BI rate
Tabel 4.8 Hasil Uji Kointegrasi Dengan Metode Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.484776 50.32668 15.49471 0.0000
At most 1 * 0.172909 11.20058 3.841466 0.0008 Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.484776 39.12610 14.26460 0.0000
At most 1 * 0.172909 11.20058 3.841466 0.0008 Sumber :Data Olahan Eviews 6
Dari hasil uji kointegrasi antara kurs dan BI rate di atas dapat dilihat bahwa
nilai trace statistic = 11.20058 lebih besar dari critical value =3.841466
Hypothesized 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs dan BI rate Indonesia
memiliki hubungan jangka panjang (kointegrasi). Hal tersebut dapat pula
dibuktikan dari nilai Max- Eigen Statistic =11.20058 lebih besar dari critical
value = 3.841466 sehingga semakin membuktikan adanya hubungan kointegrasi
kedua variabel pada α = 5%.
4.7.3.3 Uji Kointegrasi Kurs dengan Ekspor Indonesia
Tabel 4.9 Hasil Uji Kointegrasi Dengan Metode Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.551038 47.24882 15.49471 0.0000
At most 1 1.04E-05 0.000611 3.841466 0.9819 Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.551038 47.24821 14.26460 0.0000
At most 1 1.04E-05 0.000611 3.841466 0.9819 Sumber :Data Olahan Eviews 6
Dari hasil uji kointegrasi antara kurs dan ekspor Indonesia di atas dapat dilihat
bahwa nilai trace statistic = 0.000611 lebih kecil dari critical value = 3.841466
Hypothesized 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs dan ekspor Indonesia
tidak memiliki hubungan jangka panjang (kointegrasi). Hal tersebut dapat pula
dibuktikan dari nilai Max- Eigen Statistic =0.000611 lebih kecil dari critical value
= 3.841466 sehingga semakin membuktikan tidak terdapat hubungan kointegrasi
kedua variabel pada α = 5%.
4.7.3.4 Uji Kointegrasi Kurs dengan Impor Indonesia
Tabel 4.10 Hasil Uji Kointegrasi Dengan Metode Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.550203 47.28601 15.49471 0.0000
At most 1 0.002496 0.147474 3.841466 0.7010 Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.550203 47.13854 14.26460 0.0000
At most 1 0.002496 0.147474 3.841466 0.7010 Sumber :Data Olahan Eviews 6
Dari hasil uji kointegrasi antara kurs dan impor Indonesia di atas dapat
dilihat bahwa nilai trace statistic = 0.147474 lebih kecil dari critical value =
3.841466 Hypothesized 1. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs dan impor
Indonesia tidak memiliki hubungan jangka panjang (kointegrasi). Hal tersebut
dapat pula dibuktikan dari nilai Max- Eigen Statistic = 0.147474 lebih kecil dari
critical value = 3.841466 sehingga semakin membuktikan tidak adanya hubungan
kointegrasi kedua variabel pada α = 5%.
4.7.4 Uji KausalitasGranger
Uji Granger Causality digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara
variabel – variabel yang diteliti yakni kurs Rupiah, inflasi, BI rate, ekspor dan
impor Melalui uji ini dapat dilihat apakah masing - masing variabel eksogen
memiliki hubungan yang saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki
hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling
mempengaruhi). Hasil pengujian Granger Causality dapat dilihat pada tabel 4.8 di
bawah ini :
Tabel 4.11 Hasil Uji Granger Causality
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLASI does not Granger Cause KURS 60 0.15562 0.8563
KURS does not Granger Cause INFLASI 3.31216 0.0438 BI_RATE does not Granger Cause KURS 60 0.55411 0.5778
KURS does not Granger Cause BI_RATE 9.56032 0.0003 EKSPOR does not Granger Cause KURS 60 2.03408 0.1405
KURS does not Granger Cause EKSPOR 18.7124 0.000006 IMPOR does not Granger Cause KURS 60 3.41241 0.0401
KURS does not Granger Cause IMPOR 9.05118 0.0004 Sumber :Data Olahan Eviews 6
Dengan pengujian kausalitas di atas dapat dikatakan bahwa variabel kurs
dan inflasi Indonesia hanya memiliki hubungan satu arah yakni inflasi yang
mempengaruhi kurs Rupiah terhadap Dollar. Hal ini disebabkan oleh nilai
probabilitasnya yakni 0.8563 lebih besar dari nilai kritis atau signifikan pada α =
5% dan 10% (menunjukkan kurs tidak mempengaruhi inflasi) serta 0.0438 lebih
kecil dari nilai kritis atau signifikan pada α = 5% dan 10% (inflasi mempengaruhi
kurs). Dari tabel juga dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang satu arah yaitu
variabel BI rate mempengaruhi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika. Hal ini
ditunjukkan dari nilai probabilitas 0.5778 lebih besar dari tingkat signifikansi α =
5% dan 10% (menandakan kurs tidak mempengaruhi BI rate) serta 0.0003 yang
lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% dan 10% (menandakan BI rate
mempengaruhi kurs).
Selanjutnya dari variabel kurs dan ekspor Indonesia, dapat dilihat bahwa
ada hubungan searah karena nilai probabilitasnya, yakni 0.1405 lebih besar dari
tingkat signifikansi 5% dan 10% serta 0.000006 lebih kecil dari tingkat
signifikansi 5% dan 10% sehingga menunjukkan bahwa kurs Rupiah terhadap
Dollar Amerika tidak mempengaruhi ekspor Indonesia namun ekspor Indonesia
mempengaruhi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika. Artinya kenaikan dan
penurunan dari ekspor Indonesia menyebabkan perubahan pada kurs Rupiah
terhadap Dollar Amerika. Terakhir, dapat dilihat bahwa variabel kurs Rupiah dan
impor Indonesia memiliki hubungan dua arah (kausalitas bilateral / timbal balik)
diantara keduanya pada tingkat signifikansi 5% dan 10% karena nilai
probabilitasnya (0.0401 dan 0.0004) lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%
dan 10% sehingga kurs mempengaruhi kurs dan sebaliknya impor Indonesia
mempengaruhi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika.
Dari analisis kausalitas tersebut ditunjukkan bahwa selama periode
penelitian, terdapat hubungan satu arah antara variabel kurs dengan inflasi
Indonesia dimana inflasi mempengaruhi kurs serta hubungan satu arah pula antara
variabel kurs dengan BI rate dimana BI rate juga dapat mempengaruhi kurs.
Namun untuk variabel kurs dengan ekspor ditunjukkan bahwa terdapat hubungan
(kausalitas) satu arah / searah antara kedua variabel tersebut atau dengan kata lain
kedua variabel memiliki hubungan satu arah dari variabel ekspor Indonesia
terhadap fluktuasi kurs Rupiah, sedangkan untuk variabel kurs dengan impor
Indonesia ditemukan adanya hubungan kausalitas yang dua arah dimana kurs dan
impor sama-sama saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya selama periode
sistem kurs mengambang bebas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari uraian dan analisis dalam bab - bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji kointegrasi menunjukkan bahwa variabel kurs Rupiah dengan
inflasi dan kurs dengan BI rate memiliki hubungan kointegrasi selama periode
kurs mengambang bebas. Sedangkan variabel kurs Rupiah dengan ekspor dan
variabel kurs Rupiah dengan impor tidak memiliki hubungan kointegrasi
selama periode sistem kurs mengambang bebas, yakni tahun 1997-2012.
2. Pada uji Granger Causality ditemukan bahwa selama periode penelitian,
terdapat hubungan kausalitas satu arah antara variabel kurs Rupiah dengan
inflasi dimana inflasi mempengaruhi kurs Rupiah, hubungan kausalitas satu
arah antara variabel kurs Rupiah dengan BI rate dimana BI rate
mempengaruhi kurs Rupiah serta hubungan kausalitas satu arah antara variabel
kurs Rupiah dengan ekspor dimana ekspor mempengaruhi kurs Rupiah.
3. Disamping itu, dari variabel kurs Rupiah dengan impor ditemukan adanya
hubungan kausalitas yang dua arah dimana kurs Rupiah dan impor sama-sama
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
5.2 Saran
Sehubungan dengan uraian dan analisis dalam bab sebelumnya penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter perlu mengendalikan laju
pergerakan inflasi, BI rate dan impor Indonesia karena ketiga variabel
tersebut terbukti memiliki hubungan kausalitas dan memiliki hubungan
keseimbangan jangka panjang atau kointegrasi.
2. Pemerintah Indonesia perlu memfokuskan kebijakannya pada stabilitas nilai
kurs Rupiah mengingat negara kita masih menganut sistem kurs
mengambang bebas yang mengakibatkan arus globalisasi dan liberalisasi
perekonomian dunia sangat mudah untuk masuk – keluar sehingga dapat
mengganggu perekonomian Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shocrul, dkk, 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews, Salemba Empat,
Jakarta.
Atmadja, Adwin, 2002. Analisa Pergerakan Nilai Tukar Rupiahterhadap Dolar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Di Indonesia.http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15691/153(3 November 2013)
Erlina, 2011. Metodologi Penelitian, USU Press, Medan.
Gujarati, Damodar dan Dawn Porter, 2012. Dasar – Dasar Ekonometrika, Edisi
V, Salemba Empat, Jakarta.
Hwang, Jae Kwang, 2013. Dynamic Forecasting of Monetary Exchange Rate Models: Evidence from Cointegration.http://216-230-72-154.client.cypress com.net/journal2/ iaer/feb_01/hwang_pdf.pdf. (2 November 2013).
Mukhlis, Imam, 2011. Analisis Volatilitas Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar. http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/download/98/132. (10 November 2013).
Nachrowi, Nachrowi D. dan Hardius Usman, 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisa Ekonomi dan Keuangan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Oktavia, Adek, dkk, 2013. Analisis Kurs dan Money Supply Di Indonesia. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/ekonomi/article/download/746/615. (2 Novemeber 2013).
Pratiwi, Tara, 2012. Analisis Perilaku Kurs Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) pada Sistem Kurs Mengambang Bebas di Indonesia Periode 1997.3 – 2011.4 (Aplikasi Pendekatan Keynesian Sticky Price Model).http://eprints. undip.ac.id/36804/1/PRATIWI.pdf. (4 November 2013).
Pratomo, Wahyu dan Paidi Hidayat.2010. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika. USU Press, Medan.
Rosadi, Dedi, 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R, Andi Ofset, Yogyakarta.
Simorangkir,Iskandar dan Suseno, 2005. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, Jakarta.
Triyono, 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika.http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/152/3.%0Triyono%20(Analisis%20Perubahan%20Kurs%20Rupiah).pdf?sequence=1.(12 November 2013).
Ulfa, Almizan, 2003. Indonesia Satu dan Stabilitas Kurs Rupiah: Analisis Stabilitas Exchange Rates Indonesia Pasca Krisis 1997 .http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2.Almizan-2.pdf. (10 November 2013).
Wimanda, Rizki, 2011. Dampak Depresiasi Nilai Tukar dan Pertumbuhan Uang Beredar terhadap Inflasi: Aplikasi Threshold Model.http://www.bi.go.id/id/publikasi/ jurnalekonomi/Documents/5d22d8b42be54745b0ca174e16ebd954RizkiEWimanda.pdf. (10 November 2013).
Sumber Internet
www.bi.go.id
www.bps.go.id
www.worldbank.org.id.
www.ifs.org.id
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : DATA PERKEMBANGAN KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR
AMERIKA, INFLASI, BI RATE, EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA PERIODE 1997 Q3 -2012 Q4
Periode Kurs Inflasi BI Rate Ekspor Impor 1997 Q3 3275 1.29 44.50 4.34E+13 4.1991E+13 1997 Q4 4650 2.04 41.05 6.13E+13 5.6841E+13 1998 Q1 8325 5.18 57.92 1.19E+14 9.7937E+13 1998 Q2 14900 4.64 66.31 1.26E+14 1.0332E+14 1998 Q3 10700 3.75 74.18 1.66E+14 1.27498E+14 1998 Q4 8025 1.42 52.76 9.54E+13 8.4302E+13 1999 Q1 8685 0.18 39.96 9.34E+13 7.5131E+13 1999 Q2 6726 -0.34 28.95 9.54E+13 7.9623E+13 1999 Q3 8386 -0.68 13.21 1.02E+14 7.9011E+13 1999 Q4 7085 1.73 12.22 9.97E+13 7.9955E+13 2000 Q1 7590 -0.45 9.46 1.13E+14 7.88947E+13 2000 Q2 8735 0.5 10.16 1.36E+14 9.0241E+13 2000 Q3 8780 -0.06 10.55 1.59E+14 1.12798E+14 2000 Q4 9595 1.94 11.11 1.62E+14 1.41384E+14 2001 Q1 10400 0.89 15.55 1.63E+14 1.38248E+14 2001 Q2 11440 1.67 13.69 1.79E+14 1.45627E+14 2001 Q3 9675 0.64 15.31 1.55E+14 1.13949E+14 2001 Q4 10400 1.62 15.56 1.46E+14 1.08603E+14 2002 Q1 9655 -0.02 17.06 1.49E+14 1.16394E+14 2002 Q2 8730 0.36 14.96 1.47E+14 1.14941E+14 2002 Q3 9015 0.53 12.63 1.53E+14 1.2182E+14 2002 Q4 8940 1.2 9.49 1.46E+14 1.2766E+14 2003 Q1 8908 -0.23 11.50 1.56E+14 1.1821E+14 2003 Q2 8285 0.09 8.29 1.56E+14 1.10422E+14 2003 Q3 8389 0.36 5.97 1.52E+14 1.16008E+14 2003 Q4 8465 0.94 5.27 1.51E+14 1.213E+14 2004 Q1 8587 0.36 6.13 1.56E+14 1.38578E+14 2004 Q2 9415 0.48 4.49 1.74E+14 1.48395E+14 2004 Q3 9170 0.02 4.61 2.03E+14 1.681E+14 2004 Q4 9290 1.04 6.28 2.06E+14 1.77303E+14 2005 Q1 9480 1.91 5.45 2.09E+14 1.8867E+14 2005 Q2 9713 0.5 6.41 2.26E+14 1.96609E+14 2005 Q3 10310 0.69 6.92 2.51E+14 2.24746E+14 2005 Q4 9830 -0.04 8.32 2.6E+14 2.20059E+14 2006 Q1 9075 0.03 9.90 2.37E+14 1.94796E+14 2006 Q2 9300 0.45 10.39 2.5E+14 2.14642E+14 2006 Q3 9235 0.38 10.28 2.7E+14 2.26844E+14 2006 Q4 9020 1.21 6.15 2.79E+14 2.19306E+14
2007 Q1 9118 0.24 5.88 2.63E+14 2.19535E+14 2007 Q2 9054 0.23 7.01 2.82E+14 2.41766E+14 2007 Q3 9137 0.8 5.84 3E+14 2.65798E+14 2007 Q4 9419 1.1 5.33 3.18E+14 2.76173E+14 2008 Q1 9217 0.95 7.12 3.47E+14 3.08773E+14 2008 Q2 9225 2.46 8.01 3.78E+14 3.71321E+14 2008 Q3 9378 0.97 9.16 3.84E+14 3.88936E+14 2008 Q4 10950 -0.04 9.61 3.66E+14 3.53872E+14 2009 Q1 11575 0.22 8.48 3.08E+14 2.67335E+14 2009 Q2 10225 0.11 7.40 3.23E+14 2.8302E+14 2009 Q3 9681 1.05 6.45 3.42E+14 3.22856E+14 2009 Q4 9400 0.33 6.30 3.81E+14 3.23882E+14 2010 Q1 9115 -0.14 6.20 3.63E+14 3.29682E+14 2010 Q2 9083 0.97 6.01 3.75E+14 3.55528E+14 2010 Q3 8924 0.44 6.15 3.85E+14 3.78269E+14 2010 Q4 8991 0.92 5.68 4.62E+14 4.13141E+14 2011 Q1 8709 -0.32 6.01 4.42E+14 4.05909E+14 2011 Q2 8597 0.55 5.95 4.95E+14 4.54984E+14 2011 Q3 8823 0.27 5.72 5.06E+14 4.79872E+14 2011 Q4 9068 0.57 4.80 5.12E+14 5.10306E+14 2012 Q1 9180 0.07 3.98 4.91E+14 4.88155E+14 2012 Q2 9480 0.62 3.83 5.02E+14 5.46353E+14 2012 Q3 9588 0.01 4.09 4.92E+14 5.05943E+14 2012 Q4 9670 0.54 4.15 5.14E+14 5.87093E+14
LAMPIRAN II : DATA PERSENTASE PERKEMBANGAN KURS RUPIAH TERHADAP
USD, INFLASI, BI RATE , EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA PERIODE 1997 Q3 – 2012 Q4
Periode Perkembangan
Kurs (%) Perkembangan
Inflasi (%) Perkembangan
BI Rate (%) Perkembangan
Ekspor (%) Perkembangan
Impor(%) 1997 Q3
1997 Q4
41.98473282 58.13953488 -7.745318352 41.497901 35.36472101
1998 Q1
79.03225806 153.9215686 41.07664826 93.63599315 72.29992435
1998 Q2
78.97897898 -10.42471042 14.49208633 6.380381526 5.496390537
1998 Q3
-28.18791946 -19.18103448 11.86849646 31.08455664 23.40108401
1998 Q4
-25 -62.13333333 -28.8757077 -42.3773733 -33.87974713
1999 Q1
8.224299065 -87.32394366 -24.2671215 -2.09850286 -10.87874546
1999 Q2
-22.55613126 -288.8888889 -27.5465087 2.130642296 5.978890205
1999 Q3
24.68034493 100 -54.3696027 6.846401291 -0.768622132
1999 Q4
-15.51395182 -354.4117647 -7.49432248 -2.22023908 1.194770348
2000 Q1
7.127734651 -126.0115607 -22.5586470 12.99915653 -1.326059659
2000 Q2
15.085639 -211.1111111 7.396970764 20.73745668 14.38145522
2000 Q3
0.515168861 -112 3.771728436 16.54329584 24.99641238
2000 Q4
9.282460137 -3333.333333 5.341340076 2.343940522 25.3428854
2001 Q1
8.389786347 -54.12371134 39.9339934 0.181260927 -2.218438459
2001 Q2
10 87.64044944 -11.9210977 10.33154731 5.337503549
2001 Q3
-15.42832168 -61.67664671 11.83057449 -13.4697643 -21.75256789
2001 Q4
7.493540052 153.125 1.610796691 -6.22513996 -4.691931144
2002 Q1
-7.163461538 -101.2345679 9.618680377 2.697151891 7.173718972
2002 Q2
-9.580528224 -1900 -12.3119015 -1.39700943 -1.247895341
2002 Q3
3.264604811 47.22222222 -15.5337642 3.854816011 5.984913752
2002 Q4
-0.831946755 126.4150943 -24.8548812 -4.82031902 4.794138011
2003 Q1
-0.357941834 -119.1666667 21.17275281 6.811241593 -7.402780725
2003 Q2
-6.993713516 -139.1304348 -27.9049550 -0.00557571 -6.588019256
2003 Q3
1.255280628 300 -28.0546623 -2.50473147 5.058529055
2003 Q4
0.905948266 161.1111111 -11.6201117 -0.52852433 4.562081247
2004 Q1
1.441228588 -61.70212766 16.24525917 3.653998665 14.24337768
2004 Q2
9.642482823 33.33333333 -26.6992930 11.12748328 7.084132868
2004 Q3
-2.602230483 -95.83333333 2.522255193 16.79947729 13.27900713
2004 Q4
1.308615049 5100 36.32416787 1.71098444 5.474919815
2005 Q1
2.045209903 83.65384615 -13.1634819 1.049134856 6.41051221
2005 Q2
2.457805907 -73.82198953 17.54278729 8.134099841 4.208263735
2005 Q3
6.14640173 38 7.956318253 11.16358409 14.31089389
2005 Q4
-4.655674103 -105.7971014 20.23121387 3.717488468 -2.085445887
2006 Q1
-7.680569685 -175 18.95032051 -8.75446871 -11.48003339
2006 Q2
2.479338843 1400 4.984843382 5.280262426 10.18797679
2006 Q3
-0.698924731 -15.55555556 -1.02662816 8.039568108 5.684989861
2006 Q4
-2.328099621 218.4210526 -40.1620745 3.406953018 -3.323109221
2007 Q1
1.086474501 -80.16528926 -4.38786565 -5.92621163 0.104598201
2007 Q2
-0.701908313 -4.166666667 19.20679887 7.536470293 10.12623963
2007 Q3
0.916721891 247.826087 -16.7300380 6.107875777 9.940046888
2007 3.086352194 37.5 -8.78995433 6.226368373 3.903329007
Q4 2008 Q1
-2.144601338 -13.63636364 33.72966208 8.886779128 11.80427786
2008 Q2
0.086796138 158.9473684 12.49415068 8.946174251 20.25709373
2008 Q3
1.658536585 -60.56910569 14.26788686 1.818019069 4.743850586
2008 Q4
16.76263596 -104.1237113 4.987258828 -4.6861613 -9.015287862
2009 Q1
5.707762557 -650 -11.7891816 -15.9063657 -24.45435825
2009 Q2
-11.66306695 -50 -12.7358490 4.881700325 5.867055991
2009 Q3
-5.320293399 854.5454545 -12.7927927 5.771482609 14.07523431
2009 Q4
-2.902592707 -68.57142857 -2.42768595 11.50237014 0.318037017
2010 Q1
-3.031914894 -142.4242424 -1.53520381 -4.74230405 1.79080487
2010 Q2
-0.351069665 -792.8571429 -3.06005816 3.156884734 7.839635965
2010 Q3
-1.750522955 -54.63917526 2.398263593 2.765135052 6.396227811
2010 Q4
0.750784402 109.0909091 -7.70858614 20.04328637 9.218896515
2011 Q1
-3.136469803 -134.7826087 5.809859155 -4.314155773 -1.750419772
2011 Q2
-1.28602595 -271.875 -0.99833610 11.96432909 12.08999451
2011 Q3
2.628824008 -50.90909091 -3.92156862 2.301445274 5.470131231
2011 Q4
2.776833277 111.1111111 -15.9766763 1.139279298 6.342110539
2012 Q1
1.235112483 -87.71929825 -17.2102706 -4.107616127 -4.340652213
2012 Q2
3.267973856 785.7142857 -3.68818105 2.108024779 11.92202808
2012 Q3
1.139240506 -98.38709677 6.701479547 -1.858336603 -7.396350932
2012 Q4
0.855235711 5300 1.63132137 4.530692393 16.03943527
LAMPIRAN III : UJI AKAR UNIT KURS PADA INTEGRASI LEVEL DENGAN TREND
DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.493007 0.0000
Test critical values: 1% level -4.118444 5% level -3.486509 10% level -3.171541 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 04/02/14 Time: 22:19 Sample (adjusted): 1998Q1 2012Q4 Included observations: 60 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. KURS(-1) -0.394530 0.060762 -6.493007 0.0000
D(KURS(-1)) 0.264302 0.098037 2.695954 0.0093 C 3.578369 0.541879 6.603636 0.0000
@TREND(1997Q3) 0.000634 0.000922 0.688448 0.4940 R-squared 0.491647 Mean dependent var 0.022667
Adjusted R-squared 0.464414 S.D. dependent var 0.153069 S.E. of regression 0.112021 Akaike info criterion -1.475912 Sum squared resid 0.702733 Schwarz criterion -1.336289 Log likelihood 48.27737 Hannan-Quinn criter. -1.421298 F-statistic 18.05325 Durbin-Watson stat 2.323905 Prob(F-statistic) 0.000000
UJI AKAR UNIT INFLASI PADA INTEGRASI LEVEL DENGAN TREND DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.816739 0.0000
Test critical values: 1% level -4.115684 5% level -3.485218 10% level -3.170793 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 04/02/14 Time: 22:21 Sample (adjusted): 1997Q4 2012Q4 Included observations: 61 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INFLASI(-1) -0.891859 0.130834 -6.816739 0.0000
C 0.220206 0.260304 0.845957 0.4011 @TREND(1997Q3) -0.018719 0.007763 -2.411336 0.0191
R-squared 0.444832 Mean dependent var -0.007869
Adjusted R-squared 0.425689 S.D. dependent var 1.312309 S.E. of regression 0.994511 Akaike info criterion 2.874799 Sum squared resid 57.36504 Schwarz criterion 2.978612 Log likelihood -84.68137 Hannan-Quinn criter. 2.915484 F-statistic 23.23647 Durbin-Watson stat 1.986909 Prob(F-statistic) 0.000000
UJI AKAR UNIT BI RATE PADA INTEGRASI LEVEL DENGAN TREND DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: BI_RATE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.335590 0.0705
Test critical values: 1% level -4.121303 5% level -3.487845 10% level -3.172314 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(BI_RATE) Method: Least Squares Date: 05/15/14 Time: 00:24 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. BI_RATE(-1) -0.194706 0.058372 -3.335590 0.0015
D(BI_RATE(-1)) 0.157442 0.097412 1.616250 0.1119 D(BI_RATE(-2)) 0.302183 0.099836 3.026791 0.0038
C 0.575123 0.202321 2.842629 0.0063 @TREND(1997Q3) -0.004927 0.002349 -2.097387 0.0407
R-squared 0.244733 Mean dependent var -0.041695
Adjusted R-squared 0.188787 S.D. dependent var 0.208493 S.E. of regression 0.187784 Akaike info criterion -0.426106 Sum squared resid 1.904202 Schwarz criterion -0.250043 Log likelihood 17.57012 Hannan-Quinn criter. -0.357378 F-statistic 4.374474 Durbin-Watson stat 2.100155 Prob(F-statistic) 0.003890
UJI AKAR UNIT BI RATE PADA 1st DIFFERENCE DENGAN TREND DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: D(BI_RATE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.271325 0.0003
Test critical values: 1% level -4.121303 5% level -3.487845 10% level -3.172314 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(BI_RATE,2) Method: Least Squares Date: 05/15/14 Time: 00:26 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(BI_RATE(-1)) -0.713642 0.135382 -5.271325 0.0000
D(BI_RATE(-1),2) -0.200938 0.103496 -1.941508 0.0573 C -0.076991 0.056676 -1.358453 0.1799
@TREND(1997Q3) 0.001258 0.001569 0.801361 0.4264 R-squared 0.594226 Mean dependent var -0.020847
Adjusted R-squared 0.572092 S.D. dependent var 0.312378 S.E. of regression 0.204341 Akaike info criterion -0.272662 Sum squared resid 2.296544 Schwarz criterion -0.131812 Log likelihood 12.04352 Hannan-Quinn criter. -0.217680 F-statistic 26.84777 Durbin-Watson stat 1.896878 Prob(F-statistic) 0.000000
UJI AKAR UNIT EKSPOR PADA INTEGRASI LEVEL DENGAN TREND DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: EKSPOR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.474817 0.0000
Test critical values: 1% level -4.121303 5% level -3.487845 10% level -3.172314 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EKSPOR) Method: Least Squares Date: 04/02/14 Time: 22:23 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. EKSPOR(-1) -0.612336 0.081920 -7.474817 0.0000
D(EKSPOR(-1)) 0.223194 0.095209 2.344253 0.0228 D(EKSPOR(-2)) 0.355986 0.098075 3.629727 0.0006
C 19.61949 2.617071 7.496734 0.0000 @TREND(1997Q3) 0.018301 0.002686 6.812655 0.0000
R-squared 0.538897 Mean dependent var 0.041525
Adjusted R-squared 0.504741 S.D. dependent var 0.142197 S.E. of regression 0.100071 Akaike info criterion -1.684941 Sum squared resid 0.540764 Schwarz criterion -1.508878 Log likelihood 54.70575 Hannan-Quinn criter. -1.616213 F-statistic 15.77763 Durbin-Watson stat 2.105247 Prob(F-statistic) 0.000000
UJI AKAR UNIT IMPOR INTEGRASI LEVEL DENGAN TREND DAN INTERCEPT
Null Hypothesis: IMPOR has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on AIC, MAXLAG=2)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.966264 0.0000
Test critical values: 1% level -4.121303 5% level -3.487845 10% level -3.172314 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IMPOR) Method: Least Squares Date: 04/02/14 Time: 22:23 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IMPOR(-1) -0.573538 0.096130 -5.966264 0.0000
D(IMPOR(-1)) 0.391889 0.109216 3.588193 0.0007 D(IMPOR(-2)) 0.265166 0.119538 2.218268 0.0308
C 18.21587 3.044603 5.983002 0.0000 @TREND(1997Q3) 0.019270 0.003408 5.653505 0.0000
R-squared 0.432291 Mean dependent var 0.043390
Adjusted R-squared 0.390238 S.D. dependent var 0.134133 S.E. of regression 0.104741 Akaike info criterion -1.593713 Sum squared resid 0.592417 Schwarz criterion -1.417650 Log likelihood 52.01453 Hannan-Quinn criter. -1.524985 F-statistic 10.27977 Durbin-Watson stat 2.051793 Prob(F-statistic) 0.000003
LAMPIRAN IV:
UJI KAUSALITAS
Pairwise Granger Causality Tests Date: 05/15/14 Time: 00:20 Sample: 1997Q3 2012Q4 Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. INFLASI does not Granger Cause KURS 60 0.15562 0.8563
KURS does not Granger Cause INFLASI 3.31216 0.0438 BI_RATE does not Granger Cause KURS 60 0.55411 0.5778
KURS does not Granger Cause BI_RATE 9.56032 0.0003 EKSPOR does not Granger Cause KURS 60 2.03408 0.1405
KURS does not Granger Cause EKSPOR 18.7124 6.E-07 IMPOR does not Granger Cause KURS 60 3.41241 0.0401
KURS does not Granger Cause IMPOR 9.05118 0.0004
LAMPIRAN V:
UJI KOINTEGRASI
UJI KOINTEGRASI KURS DAN INFLASI
Date: 04/26/14 Time: 08:17 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KURS INFLASI Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.495856 58.59540 15.49471 0.0000
At most 1 * 0.265268 18.18670 3.841466 0.0000 Trace test indicates 2 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.495856 40.40870 14.26460 0.0000
At most 1 * 0.265268 18.18670 3.841466 0.0000 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): KURS INFLASI
-5.160659 -0.292627 0.782340 -1.535600
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(KURS) 0.097675 -0.015253
D(INFLASI) 0.298624 0.537790 1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -38.13992 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
KURS INFLASI
1.000000 0.056703 (0.04192)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KURS) -0.504069
(0.07290) D(INFLASI) -1.541094
(0.77034)
UJI KOINTEGRASI KURS DENGAN BI RATE
Date: 04/26/14 Time: 08:27 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KURS BI_RATE Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.484776 50.32668 15.49471 0.0000
At most 1 * 0.172909 11.20058 3.841466 0.0008 Trace test indicates 2 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.484776 39.12610 14.26460 0.0000
At most 1 * 0.172909 11.20058 3.841466 0.0008 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): KURS BI_RATE
-5.568881 -0.101071 -1.208430 -1.600334
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(KURS) 0.092422 0.012069
D(BI_RATE) -0.029977 0.075078
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 69.26401 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
KURS BI_RATE 1.000000 0.018149
(0.03922)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KURS) -0.514685
(0.07619) D(BI_RATE) 0.166939
(0.14012)
UJI KOINTEGRASI KURS DAN EKSPOR
Date: 04/26/14 Time: 08:27 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KURS EKSPOR Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.551038 47.24882 15.49471 0.0000
At most 1 1.04E-05 0.000611 3.841466 0.9819 Trace test indicates 1 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.551038 47.24821 14.26460 0.0000
At most 1 1.04E-05 0.000611 3.841466 0.9819 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): KURS EKSPOR
-5.965926 0.342574 2.849241 -2.253518
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):
D(KURS) 0.088229 0.000163 D(EKSPOR) 0.072090 -0.000225
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 111.2568 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
KURS EKSPOR 1.000000 -0.057422
(0.03919)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KURS) -0.526368
(0.07738) D(EKSPOR) -0.430084
(0.07837)
UJI KOINTEGRASI KURS DAN IMPOR
Date: 04/26/14 Time: 08:28 Sample (adjusted): 1998Q2 2012Q4 Included observations: 59 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: KURS IMPOR Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.550203 47.28601 15.49471 0.0000
At most 1 0.002496 0.147474 3.841466 0.7010 Trace test indicates 1 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.550203 47.13854 14.26460 0.0000
At most 1 0.002496 0.147474 3.841466 0.7010 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegratingeqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): KURS IMPOR
-5.716366 0.272729
2.182523 -1.976120 Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(KURS) 0.094375 0.001963
D(IMPOR) 0.052726 -0.004522 1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 106.7019 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
KURS IMPOR 1.000000 -0.047710
(0.03800)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(KURS) -0.539483
(0.07376) D(IMPOR) -0.301404
(0.08032)