analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor .../analisis... · sektor industri...
TRANSCRIPT
I - 1
Analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor kompetensi industri kecil dan menengah (studi kasus pada industri
kecil dan menengah batik di Surakarta)
Oleh : Dwi Setya Maharani Putri S
I.0302023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang penting
dalam proses perkembangan negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Peran
IKM tersebut yaitu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
kesejahteraan sosial, menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan
mendukung pendapatan rumah tangga. IKM memberikan kontribusi sekitar 99 %
dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan mempunyai andil 99,6 % dalam
penyerapan tenaga kerja (Kompas, 2001). Maka dari itu, Industri Kecil dan
Menengah memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap Pendapatan
Nasional. Di Surakarta, IKM Batik baik yang memproduksi batik cap maupun batik
tulis, memberikan kontribusi sebesar 37 % bagi Pendapatan Daerah (Gianie, Litbang
Kompas, 2005). Definisi IKM menggunakan parameter jumlah tenaga kerja, yaitu
industri yang mempekerjakan kurang dari 100 orang tenaga kerja. Hal ini mengacu
pada pengertian IKM dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2006)
Batik menjadi satu dari tiga simbol identitas Surakarta selain Keraton dan
Pasar Klewer. Batik adalah salah satu kerajinan yang telah lama ada dan makin
mengangkat nama Surakarta dan menjadikan Surakarta sebagai pusat batik terbesar di
Indonesia. Batik di Surakarta sudah memiliki pelanggan baik di dalam maupun di
luar negeri. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali, mutu
batik Solo yang didominasi warna coklat kekuningan lebih baik dari batik China,
I - 2
Madura atau Papua. Di sisi lain, Industri Kecil dan Menengah Batik muncul karena
permintaan atau potensi yang ada seperti bahan baku, potensi maupun jumlah tenaga
kerja (Suara Merdeka, 2006).
Pusat IKM Batik di Surakarta berada di 5 Kecamatan, yaitu Laweyan, Jebres,
Serengan, Banjarsari dan Pasar Kliwon. Pusat IKM Batik juga diperkuat oleh
keberadaan galeri batik kuno terbesar dan terlengkap dalam menyajikan sejarah
perbatikan. Pada tahun 2004, Laweyan dicanangkan menjadi kampung batik oleh
Pemerintah Kota Surakarta. Banyak rumah batik yang membuka dan memajang
produk batiknya untuk pengunjung. Tapi sayangnya, Pemerintah Kota dan warga
kurang bisa memberi perhatian pada pelestarian kampung batik Laweyan (Tempo
Interaktif, 2004). Selain Laweyan, Kawasan batik Kauman yang terletak di
Kecamatan Pasar Kliwon juga merupakan pusat batik yang cukup dikenal. Banyak
penduduknya yang menjadi produsen batik dan pedagang batik seperti di kawasan
Laweyan. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM Batik sering
tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi
yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan dalam akses-akses
jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga menjadi hambatan
untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi teknologi.
Berbeda dengan industri batik berskala besar, IKM Batik tidak memiliki
kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang dihadapinya, baik
dalam hal ketersediaan modal, manajemen maupun jaringan kerjasama. Sedangkan
perkembangan IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih
dari 37 %. Bagi Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan
ekonomi kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai
produksi, investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap. Hal inilah yang
menjadi dasar pertimbangan mengapa perlunya diidentifikasi faktor-faktor
kompetensi yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IKM Batik. Dengan
mengetahui faktor kompetensi tersebut, diharapkan dapat membantu IKM Batik
dalam menumbuh kembangkan industrinya dengan melihat performansi finansialnya.
I - 3
1.2 PERUMUSAN MASALAH.
Bagaimana menganalisa performansi finansial IKM Batik di Surakarta
berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah.
1.3 TUJUAN PENELITIAN.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM
Batik.
2. Mengidentifikasi variabel-variabel kompetensi yang dominan
membedakan kelompok klaster industri.
3. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster industri.
1.4 MANFAAT PENELITIAN.
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta.
Variabel-variabel dominan yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian
ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan sebagai
upaya perbaikan performansi Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta.
2. Bagi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
Dapat memberikan gambaran performansi Industri Kecil dan Menengah
Batik di Surakarta secara menyeluruh. Sehingga dapat dilakukan tindak
lanjut untuk meningkatkan performansi Industri Kecil dan Menengah
Batik di Surakarta. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan untuk
membantu perkembangan Industri Kecil dan Menengah Batik.
3. Bagi penyusun.
Mendapatkan pengalaman langsung mulai dari pengamatan penelitian,
pengolahan, pembahasan dan pengidentifikasian faktor-faktor dominan
apa saja yang berpengaruh terhadap performansi industri.
I - 4
1.5 PEMBATASAN MASALAH.
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa batasan sebagai
berikut.
1. Data Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang dijadikan
penelitian adalah berdasarkan klasifikasi Kelompok Lapangan Usaha
Industri (KLUI) Biro Pusat Statistik yaitu yang berkode KLUI 32116 dan
32117.
2. Berdasarkan data Biro Penelitian Statistik 2002, Indutri Kecil adalah
industri yang mempekerjakan antara 5-19 orang karyawan. Sedangkan
Industri Menengah adalah industri yang mempekerjakan antara 20-99
orang karyawan.
1.1 SISTEMATIKA PEMBAHASAN.
Sistematika pembahasan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian
pada Industri Kecil dan Menengah Batik yang tersebar di 5 kecamatan
di Surakarta yaitu Laweyan, Banjarsari, Jebres, Pasar Kliwon dan
Serengan yang merupakan pusat IKM Batik. Selain itu, bab ini akan
dipaparkan mengenai perumusan masalah penelitian terhadap IKM
Batik, tujuan dilakukan penelitian, manfaat penelitian bagi pemerintah,
Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta dan penyusun yang
dapat dijadikan acuan pertimbangan bagi perkembangan batik,
pembatasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan dan sistematika
pembahasan penelitian IKM Batik di Surakarta .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mejelaskan teori singkat yang menjadi dasar penelitian yang
berkaitan dengan konsep Kompetensi industri, faktor-faktor
pembangun Kompetensi industri, konsep performansi dan ukuran
performansi suatu industri. Pada bab ini juga dipaparkan mengenai
I - 5
pengumpulan data dan pengolahan data yang melibatkan teknik-teknik
multivariat yaitu Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang metodologi yang digunakan dalam
penelitian Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, disertai
penjelasan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini diuraikan tentang langkah-langkah penentuan metode
yang digunakan dalam pengumpulan data, mencakup pemilihan
ukuran-ukuran performansi yang akan digunakan dan variabel
kompetensi, tingkat kepentingan fktor dan variabel kompetensi yang
dihasilkan dari hasil kuesioner, teknik pengumpulan dan pengolahan
data yang digunakan serta penyusunan instrumen yang akan digunakan
dalam penelitian.
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini terdiri dari analisis dan interpretasi hasil pengolahan data.
Analisis dan interpretasi hasil dilakukan masing-masing terhadap hasil
pengelompokan industri (hasil Analisis Klaster) dan variabel-variabel
kompetensi yang membedakan antar kelompok (hasil Analisis
Diskriminan)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini dipaparkan pokok-pokok hasil penelitian dan saran bagi
Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta untuk meningkatkan
performansinya. Serta saran untuk penelitian selanjutnya sehubungan
dengan keterbatasan yang ada pada penelitian ini.
I - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ( IKM).
Definisi IKM sulit untuk dijelaskan secara mutlak. Skala industri tergantung
pada berbagai faktor dan definisinya juga berbeda menurut perkembangan berbagai
negara. Di satu negara sekalipun, definisi tersebut juga berbeda-beda, tergantung
pada kepentingan instansi-instansi yang memberikan definisi. Namun, ukuran suatu
perusahaan mungkin ditentukan oleh kondisi-kondisi berikut :
1. Jumlah modal yang ditanam atau beredar.
2. Jumlah tenaga kerja.
3. Kapasitas produksi.
4. Market share atau kemampuan pemasaran.
5. Teknologi yang digunakan.
6. Kemampuan manajemen dan sebagainya.
Ukuran yang paling mudah untuk mendefinisikan skala industri adalah jumlah
pekerja. Oleh karena itu, IKM khususnya dalam perbandingan internasional adalah
perusahaan yang memperkerjakan sampai 100 karyawan. Industri kecil didefinisikan
dengan berbagai cara tergantung pada status ekonomi dan aspek laninnya, seprti
spesifikasi teknologi dan lainnya. Untuk mempunyai arti yang jelas tentang industri
kecil perlu pertimbangan khusus terhadap definisnya.
Berikut ini beberapa definisi IKM di Indonesia, menurut 3 instansi yang
berbeda.
1. Biro Pusat Statistik.
I - 7
Industri kecil adalah badan usaha yang memeperkerjakan antara 5 sampai 19
karyawan. Sedangkan industri menengah adalah badan usaha yang
memperkerjakan antara 20 sampai 99 orang karyawan.
2. Bank Indonesia.
Industri kecil adalah badan usaha yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Modalnya kurang dari Rp 20 juta,-
b. Untuk satu kali kegiatan produksi memerlukan uang paling banyak Rp 5
juta ,-
3. Departemen Perindustrian.
Definisi industri kecil diregulasi melalui surat keputusan Menteri Perindustrian
No/150/M/SK/7/1995 tentang ” Ketentuan Dan Perijinan Badan Industri ”.
Menurut ketentuan ini, industri kecil adalah :
1. Mempunyai aktiva perusahaan tidak lebih dari 600 juta, tidak termasuk
tanah dan gedung.
2. Pemiliknya adalah warga negara Indonesia ( pribumi ).
Definisi IKM yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter
jumlah tenaga kerja, yakni industri yang memperkerjakan kurang dari 100 tenaga
kerja. Hal ini mengacu pada pengertian IKM (BPS,2006).
2.2 FAKTOR-FAKTOR KOMPETENSI PERUSAHAAN BERDASARKAN
PENELITIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA.
Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi performansi
perusahaan khususnya di lingkungan IKM sektor manufaktur akan diuraikan secara
ringkas berdasarkan beberapa penelitian yang dirujuk. Berikut ini adalah 3 penelitian
yang berhasil merumuskan faktor Kompetensi perusahaan, yang mempengaruhi
performansi perusahaan.
1. Industri Kecil Elektronika ( Atomsa, 1997 ).
I - 8
Pada penelitian mengenai Analisa Performansi Industri Kecil Berdasarkan
Persepsi Pengusaha yang mengidentifikasikan 7 faktor utama yang
mempengaruhi Performansi perusahaan. Faktor-faktor tersebut diuraikan
sebagai berikut.
a. Bahan baku.
b. Sumber Daya Manusia.
c. Program Promosi.
d. Kewirausahaan.
e. Finansial.
f. Teknologi.
g. Pemasaran.
2. Industri Sektor Logam dan Karet ( Tumenggung, 1999 )
Penelitian yang menganalisis hubungan antara Kompetensi dan Performasi
Industri ini mengidentifikasikan faktor-faktor Kompetensi industri sebagai
berikut :
1. Teknologi dan Produksi.
2. Sumber daya manusia
3. Pemasaran.
4. Finansial.
5. Pengadaan bahan baku.
6. Manajeman perusahaan.
Tabel 2.1 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri
No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI
1. Teknologi dan Produksi X1
X2
X3
X4
X5
Teknologi Proses
Teknologi Produk
Manufaktur Adaptif
Dukungan di Bidang Teknologi dan
Produksi
Fasilitas Perawatan
I - 9
2. Sumber Daya Manusia X6
X7
X8
X9
X10
Produktivitas Tenaga Kerja
Aktivitas Pengembangan SDM
Dukungan Di Bidang SDM
Kemampuan Operasional
Fleksibilitas Kemampuan SDM
3. Pemasaran X11
X12
X13
Jaringan Informasi Ke Pasar
Aktivitas Promosi
Dukungan di Bidang Pemasaran
4.
Keuangan
X14
X15
Kekuatan Modal
Dukungan di Bidang Finansial
Tabel 2.2 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri (Lanjutan)
No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI
5. Pengadaan Bahan Baku X16
X17
Pasokan Bahan Baku
Jaringan Pemasok
6. Manajemen Perusahaan X18
X19
X20
Manajemen SDM
Manajemen Finansial
Manajemen Integral
Sumber : Tumenggung (1999)
Penentuan keenam faktor utama Kompetensi tersebut dilakukan atas
pertimbangan sebagai berikut.
a. Teknologi dan Produksi.
Produksi adalah fungsi dasar yang membangun suatu industri. Fungsi
produksi memegang peranan vital dalam mencapai rencana strategis industri
karena aktivitas produksi merupakan aktivitas yang bertanggungjawab dalam
menghasilkan produk yang akan ditawarkan pada pelanggan.
Nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh IKM Batik di Surakarta
bergantung kepada kemampuan untuk memilih dan menggunakan teknologi
yang tepat. Teknologi menentukan sejumlah maksimum output yang
I - 10
dihasilkan dari sejumlah tertentu input yang diberikan. Dalam penelitian ini,
teknologi dikaitkan dengan fasilitas dan elemen produksi yang dimiliki
industri dalam menjalankan aktivitas produksinya. Teknologi yang dimaksud
berhubungan dengan aktivitas yang berkaitan langsung dengan kegiatan
produksi, bukan untuk seluruh aktivitas pendukung lainnya, karena itu aspek
teknologi dikelompokkan bersama dengan aspek produksi. Hal ini
dikarenakan penggunaan teknologi untuk IKM khususnya dan sektor
manufaktur Indonesia secara umum, difokuskan pada aspek produksi dan
belum dianggap penting untuk aspek lain serta adanya keterbatasan modal
dan sumber daya lain untuk mengembangkan teknologi.
b. Sumber Daya Manusia ( SDM ).
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling berharga pada suatu
organisasi. Ketersediaan tenaga kerja dengan kualitas dan kuantitas yang
diharapkan pada waktu yang dibutuhkan memegang peran kunci untuk dapat
melaksanakan aktivitas produksi (Atomsa,1997). Porter (1993)
mengidentifikasikan aspek SDM sebagai aktivitas penunjang yang merupakan
sumber keunggulan bersaing. Pada penelitian ini, aspek SDM lebih
ditekankan pada keterkaitannya dengan aktivitas produksi yang
mengandalkan SDM. Pada obyek yang diamati, konsentrasi tenaga berada
pada aktivitas produksi, sedangkan aktivitas lainnya hanya membutuhkan
sedikit tenaga kerja.
c. Pemasaran.
Aktivitas pemasaran merupakan salah satu fungsi utama pada suatu industri
dan berperan dalam membangun permintaan atas produk yang dihasilkan
industri dan menjaga hubungan yang responsif dengan pelanggan. Porter
(1993) juga mengatakan bahwa aspek pemasaran merupakan aktivitas primer
yang membangun rantai nilai industri. Bagi IKM khususnya, aspek pemasaran
merupakan aspek yang menjadi faktor penentu keberhasilan industri. Hal ini
disebabkan tanpa aktivitas pemasaran yang baik dan faktor kepercayaan pasar
I - 11
yang rendah terhadap IKM menyebabkan rendahnya tingkat penjualan.
Aktivitas pemasaran sangat penting untuk menjaga kontinuitas produksi.
d. Finansial.
Aspek finansial berperan dalam menjamin ketersediaan dana bagi seluruh
aktivitas organisasi dan mengarahkan industri untuk memanfaatkan sumber
daya finansialnya dengan bijak. Finansial juga merupakan salah satu aspek
yang paling berperan dalam lingkungan internal organisasi. Atomsa (1997)
juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling dominan dalam
menentukan keberhasilan industri adalah masalah finansial yaitu ketersediaan
dana dan modal. Hal ini disebabkan lemahnya modal yang dimiliki industri
kecil sedangkan aktivitas produksi tidak mungkin dijalankan tanpa modal
yang cukup.
e. Pengadaan Bahan Baku.
Bahan baku menjadi elemen yang penting pada suatu proses produksi karena
bahan baku merupakan input proses produksi. Tanpa adanya ketersediaan
bahan baku dengan kualitas, kuantitas dan harga yang diharapkan pada waktu
yang dibutuhkan, maka kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Atomsa
(1997) juga menyimpulkan bahwa bahan baku merupakan faktor yang
dominan dalam penelitiannya mengenai faktor penentu dalam keberhasilan
industri kecil elektronika.
f. Manajemen Perusahaan.
Aktivitas manajemen merupakan bagian dari aspek organisasi pada
lingkungan internal. Aktivitas manajemen merupakan aktivitas yang
dilakukan untuk mengelola semua aktivitas dan sumber daya yang dimiliki
IKM Batik di Surakarta agar dapat berfungsi secara optimal. Tanpa
manajemen yang baik, fungsi-fungsi pada suatu IKM Batik di Surakarta akan
berjalan tidak efisien dan pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan pada
fungsi-fungsi tersebut dan bahkan dapat menghentikan seluruh aktivitas IKM
Batik di Surakarta.
I - 12
Variabel-variabel Kompetensi merupakan variabel dari masing-masing faktor
Kompetensi diatas. Dalam penelitian ini, digunakan 20 variabel Kompetensi yang
akan diukur pengaruh dan tingkat kepentingannya terhadap keberhasilan industri.
Pengukuran tersebut dilakukan berdasarkan persepsi pemiliknya.
a. Teknologi dan Produksi.
• Teknologi Proses
Tingkat perkembangan dan kecanggihan metode proses produksi dan
fasilitas produksi yang digunakan oleh IKM Batik di Surakarta.
• Teknologi Produk
Tingkat perkembangan produk yang dihasilkan IKM Batik di Surakarta
meliputi mutu, ciri, keragaman, kandungan bahan, kemudahan proses
produksi dan lain-lain.
• Manufaktur Adaptif
Tingkat kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk melakukan perubahan
pada proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan pasar
didasarkan pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan
perubahan.
• Dukungan di bidang teknologi dan Produksi
Dukungan dari pemerintah dan instansi lainnya sebagai upaya meningkatkan
kemampuan teknologi dan produksi industri, meliputi kebijakan dan
infrastruktur teknologi dan operasi.
• Fasilitas Perawatan
Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk menyediakan fasilitas perawatan
untuk menekan tingkat kegagalan peralatan (fasilitas produksi) yang
dimiliki.
b. Sumber daya Manusia.
• Produktivitas Tenaga Kerja
Kemampuan tenaga kerja menghasilkan output yang diharapkan diukur
dalam nilai output per tenaga kerja.
I - 13
• Aktivitas pengembangan SDM
Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan SDM yang dimilikinya melalui proses pembelajaran dan
latihan di lingkunngan IKM Batik di Surakarta.
• Dukungan di bidang SDM
Dukungan dari pemerintah dan institusi lainnya untuk meningkatkan kualitas
(pengetahuan dan keterampilan) SDM yang dimiliki IKM Batik di Surakarta
berupa kebijakan dan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) yang diperlukan.
• Kemampuan Operasional
Kemampuan tenaga kerja untuk mengoperasikan fasilitas produksi yang
dimiliki IKM Batik di Surakarta.
• Fleksibilitas kemampuan SDM
Tingkat fleksibilitas keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki
IKM Batik di Surakarta.
c. Pemasaran.
• Jaringan informasi ke pasar.
Sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan meraih
peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan.
• Aktivitas Promosi.
Usaha-usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk ke pasar.
• Dukungan di bidang pemasaran.
Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang pemasaran meliputi
kebijakan, informasi dan infrastruktur yang diperlukan.
d. Keuangan.
• Kekuatan Modal.
Ketersediaan modal untuk menjalankan usaha secara berkesinambungan.
• Dukungan di bidang Keuangan.
Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang keuangan seperti
fasilitas kredit, menghimpun dana bantuan, regulasi di bidang finansial dan
lain-lain.
I - 14
e. Pengadaan Bahan Baku.
• Pasokan bahan baku
Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk mendapatkan bahan baku yang
diperlukan sesuai dengan jumlah, harga, kualitas dan waktu yang diperlukan.
• Jaringan pemasok.
Kemudahan untuk mengakses dan menggunakan jaringan pemasok bahan
baku secara efisien.
f. Manajeman IKM Batik di Surakarta.
• Manajemen SDM
Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola SDM yang dimiliki.
• Manajemen Finansial.
Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola finansial.
• Manajemen Integral.
Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola keseluruhan aktivitas
secara integral.
3. Sentra batik di Laweyan, Surakarta. (Aristina W, 2006)
Penelitian ini berhasil merumuskan faktor-faktor yang merupakan kekuatan
dari sentra Batik Laweyan yaitu :
1. Faktor pemasaran dan penjualan,
2. Keterampilan dan teknologi,
3. Bahan baku dan proses produksi,
4. Pertalian dan jaringan,
5. Manajemen finansial dan pembiayaan.
Secara ringkas, faktor Kompetensi yang dirumuskan pada penelitian
sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
I - 16
TAHUN JENIS IKM RUMUSAN FAKTOR
PENELITIAN PENELITIAN KOMPETENSI
1 Atomsa Analisa Performansi Industri Kecil 1997 Elektronika - Bahan Baku
Berdasarkan Persepsi Pengusaha - Sumber Daya Manusia
- Program Promosi
- Kewirausahaan
- Finansial
- Teknologi
- Pemasaran
2 Tumenggung Analisa Hubungan Kompetensi dan 1999 Logam dan Karet - Teknologi dan Produksi
Performansi Industri Kecil Dan - Sumber Daya Manusia
Menengah - Pemasaran
- Finansial
- Pengadaan Bahan Baku
- Manajemen Perusahaan
3 Aristina Identifikasi Potensi Pengembangan 2006 Sentra Batik Laweyan - Pemasaran dan Penjualan
Klaster Industri di Kota Surakarta - Keterampilan dan teknologi- Bahan Baku dan Proses
Produksi
- Pertalian dan Jaringan
- Manajemen Finansial dan
Pembiayaan
NO PENELITI JUDUL PENELITIAN
Sumber : Atomsa (1997), Tumenggung (1999) dan Aristina (2006)
2.2.1 Definisi Kompetensi.
Kompetensi merupakan suatu ukuran dari kombinasi kekuatan dan kelemahan
perusahaan pada area-area performansi tertentu (Tumenggung, 1999). Kompetensi
industri merupakan kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada satu
sektor tertentu yang sejenis. Dalam penelitian ini, kompetensi industri menyangkut
kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada sektor batik. Untuk
mendapatkan gambaran yang baik dalam menentukan variabel-variabel kompetensi
pada penelitian ini, dibutuhkan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi performansi IKM Batik, dimulai dari lingkungan internal dan
eksternalnya, faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan bersaing IKM Batik
I - 17
secara umum dan faktor-faktor penentu keberhasilan pada sektor industri yang
diamati berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.
2.3 PERFORMANSI INDUSTRI.
Pada suatu bisnis terdapat 3 fungsi pembangun utamanya, yaitu fungsi
produksi atau operasi, fungsi finansial atau keuangan dan fungsi Pemasaran
(Dilworth, 1993). Ukuran Performansi produksi merupakan ukuran Performansi yang
berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan dalam memproduksi, menyalurkan
dan menjul produknya. Oleh karena itu, ukuran performansi operasi berkaitan
langsung dengan variaber-variabel Kompetensi perusahaan. Sedangkan ukuran
performansi finansial dan pemasaran merupakan ukuran performansi yang sifatnya
tidak langsung berkaitan dengan aktivitas-aktivitas perusahaan, tetapi kedua ukuran
ini memberikan gambaran secara menyeluruh tentang keefektifan dan keefisienan
seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan. Bahkan kedua jenis ukuran performansi
ini paling banyak dijadikan rujukan dalam menilai keberhasilan perusahaan mencapai
tujuannya. Hanya saja, ukuran performansi finansial dan pemasaran tidak dapat
digunakan secara terpisah dalam menilai Performansi perusahaan, tetapi juga harus
melibatkan analisis performansi yang lain (Kotler, 1995).
Keterkaitan langsung performansi produksi ini didukung oleh perkembangan
inovasi yang menyatakan bahwa performansi dan keunggulan operasi secara
langsung, yaitu biaya, kualitas, fleksibilitas dan ketergantungan yang kemudian
secara tidak langsung akan memperbaiki performansi bisnis seperti profit, pangsa
pasar dan lain-lain.
2.3.1 Performansi Produksi.
Perusahaan menggunakan berbagai masukan untuk memproduksi barang dan
menambah nilai pada produk. Masukan-masukan ini mencakup tanah dan gedung,
mesin yang digunakan, bahan baku yang diubah menjadi produk, dana dan modal
investasi, pengetahuan dan manajemen yang menggunakan ahli dan pekerja
perusahaan. Pada umumnya dari semua fkator yang dapat mempengaruhi
I - 18
Performansi organisasi terdapat 4 ukuran performansi yang umumnya digunakan
suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas produksinya, yaitu :
1. Efisiensi Biaya.
2. Kualitas.
3. Ketergantungan.
4. Fleksibilitas.
2.3.2 Performansi Finansial.
Analisa rasio Finansial digunakan untuk membandingkan status dan
Performansi perusahaan terhadap perusahaan lainnya atau perusahaan itu sendiri dari
waktu ke waktu (Gitman, 1994). Secara umum rasio terbagi atas 4 bagian yaitu rasio
likuiditas, rasio aktivitas, rasio hutang dan rasio profitabilitas.
1. Rasio Likuiditas.
Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jenis rasio likuiditas antara lain :
• Current ratio
• Quick Ratio
2. Rasio Aktivitas.
Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio
hutang adalah :
• Inventory turnover.
• Average Collection Periode
• Average Payment Periode
• Fixed Assets Turnover
• Total Assets Turnover
3. Rasio Hutang.
Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio
hutang antara lain :
I - 19
• Debt rasio
• Debt – Equity rasio
• Time – Interest Earned Ratio
4. Rasio Probabilitas.
Rasio probabilitas adalah ukuran untuk mengetahui efektivitas manajemen
dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan
fungsional manajemen seperti manufaktur, finansial, marketing dan sumber
daya manusia. Jadi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas yang kemudian akan meningkatkan atau menurunkan laba. Rasio
probabilitas memberikan gambaran keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Jenis-jenis rasio probabilitas antara lain :
• Profit margin on Sales.
Profit margin on Sales adalah rasio perbandingan antara pendapatan
sebelum bunga dan pajak dengan penjualan. Rasio ini mengukur
persentase profit yang didapat untuk setiap rupiah penjualan. Rasio ini
berguna untuk mengetahui penyebab keberhasilan perusahaan.
• Return on Total Assets (ROA)
ROA adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan
total aset. Rasio ini disebut juga dengan Return on Investment (ROI).
Rasio ini mengukur keefektifan pengelolaan perusahaan secara
keseluruhan dalam mencapai profit dengan aset-aset yang dimiliki
perusahaan tersebut.
2.3.3 Performansi Pemasaran.
Fungsi pemasaran meliputi pertukaran fasilitas diantara perusahaan dan
pembeli atau pengguna akhir. Tugas penting yang menjadi tanggungjawab bagian
pemasaran adalah merebut dan mempertahankan pembeli dengan tujuan
meningkatkan nilai penjualan atau profit. Performansi di bidang pemasaran dapat
diukur dengan :
• Pangsa pasar, yaitu cakupan pasar yang dikuasai perusahaan.
I - 20
• Tingkat pertumbuhan, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan penetrasi
pasar dalam bentuk pertumbuhan produk yang dapat dijual.
2.4 SAMPLING.
Sampling merupakan proses pemilihan sejumlah obyek yang memadai dan
representatif dari suatu populasi yang diamati. Dibandingkan dengan melakukan
penelitian terhadap keseluruhan obyek dalam populasi, para peneliti lebih memilih
menggunakan sampling karena dapat mengakomodasi keterbatasan waktu, biaya dan
sumber daya manusia.
1. Sampling Probabilitas.
Pada sampling probabilitas, setiap obyek dalam populasi memiliki probabilitas
yang besarnya diketahui untuk menjadi anggota sampel.
a. Sampling random sederhana.
b. Sampling probabilitas kompleks.
• Sampling sistematis.
• Sampling random stratifikasi.
Dimulai dengan melakukan proses stratifikasi (pengelompokan obyek
populasi yang sejenis ke dalam satu kelompok dan seterusnya).
Kemudian dilakukan pemilihan obyek sampel secara random dari setiap
kelompok.
Proporsional
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap unit
sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Keuntungannya
adalah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat
yang membentuk dasar unit-unit yang mengklasifikasikannya, sehingga
mengurangi keanekaragamannya. Karaktersitik-karakteristik masing-
masing serta dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan.
Kerugiannya adalah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi
populasi untuk masing masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka
kesalahan akan muncul.
I - 21
Disproporsional
Strategi pengambilan sampel sama dengan proporsional. Perbedaannya
terletak pada ukuran sampel yang tidak proporsional terhadap ukuran
unit sampling karena untuk kepentingan pertimbangan analisa dan
kesesuaian.
• Sampling kluster.
2. Sampling non-probabilitas.
Pada Sampling non-probabilitas, probabilitas obyek populasi untuk menjadi
anggota sampel tidak diketahui. Metode Sampling non-probabilitas dapat
digunakan jika faktor kecepatan waktu atau faktor kemudahan lainnya yang
menjadi pertimbangan. Beberapa teknik Sampling non-probabilitas adalah
sebagai berikut :
a. Convinience sampling.
b. Judgement sampling.
c. Sampling kuota.
Sampel menurut Simamora (2002) adalah sebagian dari populasi yang
dianggap mewakili populasi. Gay (1976) mendefinisikan populasi sebagai kelompok
dimana peneliti akan menggeneralisasi hasil penelitiaannya (Selvilla, 1993). Proses
yang meliputi pengambilan sebagian populasi, melakukan pengamatan pada populasi
secara keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel.
Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi terdapat bebagai metode antara lain
(Selvilla, 1993) :
1. Rumus Slovin (1960)
Rumus ini dinyatakan dengan :
2.1 eN
Nn
+= [2.1]
Dimana:
n = ukuran sampel
I - 22
e = nilai kritis / batas kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel populasi.
N = ukuran populasi
2. Tabel Pagoso, Garcia dan Guerrero de Leon (1978)
Metode ini memberikan alternatif jumlah sampel dengan melihat tabel yang sudah
ditetapkan berdasarkan jumlah populasi dan batas kesalahan yang diambil.
3. Gay (1976) menawarkan beberapa ukuran sampel minimum yang dapat diterima
berdasarkan tipe penelitian, yaitu :
a. Deskriptif, 10 % dari populasi, bila populasi sangat kecil diperlukan minimum
20%.
b. Korelasi, 30%.
c. Ex Past Facto / Kausal Komparatif, 15 subjek / kelompok.
d. Ekplanatori, 15 subjek kelompok.
2.5 PENGUJIAN DATA KUESIONER.
Kuesioner merupakan salah satu instrumen pengumpulan data yang paling
banyak digunakan, karena mudah dilakukan dan data yang diperoleh dapat diolah
dengan mudah.
Sebelum pengumpulan data dilakukan, sebaiknya diuji terlebih dahulu apakah
rancangan kuesioner yang dibuat dijamin dapat mengukur variabel pengamatan dan
apakah pengukuran yang dilakukan telah akurat. Untuk itu, maka perlu dilakukan
beberapa uji statistik seperti uji validitas dan uji reliabilitas.
2.5.1 Uji Validitas.
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakan peneliti menggunakan
instrumen pengukuran (kuesioener) yang tepat dalam mangukur konsep/obyek yang
I - 23
diamati. Uji validitas dapat dilakukan berdasarkan metode-metode sebagai berikut
(Sekaran, 1992) :
1. Validitas isi.
2. Validitas kriteria yang berhubungan.
• Validitas concurrent.
• Validitas prediktif.
3. Validitas konstruk.
Validitas konstruk digunakan untuk menunjukkan kemampuan alar ukur untuk
mengukur obyek amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan salah satu dari metode berikut.
• Validitas konvergen.
• Validitas diskriminan.
Validitas diskriminan mengacu kepada kemampuan instrumen untuk
memperoleh hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada
sebelumnya. Rumus yang digunakan adalah koefisien Korelasi Pearson
sebagai berikut.
])(][)([
)(2222 YynXn
YXXYnr
∑−∑∑−∑
∑∑−∑= [2.2]
Keterangan : r = korelasi
X = skor setiap item
Y = skor total
N = ukuran sampel
Prinsip utama pemilihan item adalah item dengan koefisien korelasi yang
cukup tinggi yaitu 0.3 – 0.7. Menghilangkan setiap item yang diketahui
memiliki korelasi negatif atau mendekati nol atau mendekati satu.
2.5.2 Uji Reliabilitas.
I - 24
Menurut Singarimbun (1989) langkah-langkah pengujian reliabilitas meliputi:
1. Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut pada responden yang berjumlah
minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini maka distribusi nilai
akan lebih mendekati kurva normal.
2. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
3. Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir,
kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan:
[2.6]
Keterangan:
n = Jumlah sample
X = Nilai skor yang dipilih
4. Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus berikut
ini :
[2.7]
Keterangan:
11r = relibilitas instrumen
k = banyak butir pertanyaan
∑ 2bσ = varians total
2tσ = jumlah varians butir
5. Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r hitung, seperti
pada uji validitas.
2.6 ANALISA MULTIVARIAT.
Analisa multivariat merupakan salah satu alat statistik yang sangat bermanfaat
dalam pengolahan data. Analisis ini ditujukan terhadap pengamatan beberapa
( )
nn
XX∑
∑=
2
2
σ
Σ−
−=
2
2
1111
t
b
k
kr
σ
σ
I - 25
variabel (dua atau lebih) secara bersamaan pada suatu obyek tertentu. Salah satu
konsep yang harus dipahami dalam melakukan analisis multivariat adalah masalah
pengukuran variabel. Pengukuran variabel adalah menunjukkan angka-angka pada
suatu variabel. Prosedur pengukuran dan pemberian angka tersebut diharapkan
bersifat isoformik terhadap realita, artinya adanya persamaan dengan realita. Tingkat
ukuran yang diberikan kepada konsep yang diamati tergantung pada aturan yang
digunakan. Secara garis besar terdapat dua jenis pengukuran.
1. Pengukuran Nonmetrik
Pengukuran nonmetrik meliputi atribut, karateristik atau kategori yang diberikan
untuk mengidentifikasikan atau menjelaskan sebuah obyek.
a. Skala nominal.
Dalam skala ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan kategori-
kategori dalam ukuran. Angka–angka yang digunakan dalam suatu kategori
tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori tersebut terhadap
kategori yang lain, tetapi hanya sekedar label.
Contoh : jenis kelamin, agama, partai politik.
b. Skala ordinal
Skala ordinal mengurutkan responden dari tingkatan paling rendah ke
tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada petunjuk jelas
mengenai berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh masing-masing
responden.
Contoh : level kepuasan konsumen terhadap sebuah produk.
2. Pengukuran metrik ( kuantitatif )
Pengukuran metrik dapat disebut sebagai pengukuran data berupa angka dalam
arti sebenarnya. Jadi, berbagai operasi matematika dapat dilakukan pada data
metrik ini. Pengukuran metrik dapat dibagi menjadi dua bagian .
a. Skala interval.
Skala interval merupakan skala yang tidak semata-mata mengurutkan orang
atau obyek berdasarkan suatu atribut saja, tetapi juga memberikan informasi
I - 26
tentang interval antara satu obyek dengan obyek lainnya. Contoh : skala
temperatur Fahrenheit dan Celcius.
b. Skala rasio.
Jadi ukuran rasio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya tidak dinyatakan
dalam perbedaan dengan angka rata-rata suatu kelompok tetapi dengan titik
nol. Karena adanya titik nol maka perbandingan rasio dapat dilakukan.
Contoh : berat 10 liter beras adalah 2 kali lebih berat dari 5 liter.
2.6.1 Analisis Klaster.
Analisis Klaster adalah satu-satunya teknik multivariat yang tidak
mengestimasi variat (kombinasi linear dari variabel berbobot) secara empirik,
melainkan memanfaatkan variat yang di spesifikasikan oleh peneliti. Fokus dari
Analisis Klaster ini adalah perbandingan antar obyek berdasarkan variat, bukan
terhadap estimasi variat itu sendiri.
Analisis klaster juga dikenal dengan sebutan analsis Q, analisis Klasifikasi
dan Tipologi serta Taksonomi Numerik. Namun demikian Analisis Klaster ini tetap
bermaksud mengadakan pengklasifikasian obyek berdasarkan hubungan alaminya
(bukan pengklasifikasian variabel sebagaimana halnya analisis faktor).
Analisis Klaster sangat bermanfaat jika seorang peneliti yang telah
mengumpulkan banyak data melalui kuesioner merasa bahwa hasil observasi tersebut
tidak memiliki arti kecuali observasi tersebut diklasifikasikan ke dalam kelompok-
kelompok yang teratur. Analisis Klaster sebenarnya merupakan suatu metode yang
sifatnya deskriptif, non teoritis dan non inferensi. Dengan demikian, Analisis Klaster
tidak memiliki dasar statistik mengenai pengambilan kesimpulan tentang populasi
dari sampel yang diobservasi. Selain itu, Analisis Klaster ini sangat tergantung
kepada jenis variabel yang digunakan sebagai dasar ukuran kesamaan.
Pada dasarnya cara kerja analisi klaster adalah sebagai berikut.
a. Mengukur kesamaan.
I - 27
Metode yang umum digunakan adalah jarak Euclidean antar setiap pasangan
observasi. Semakin kecil jaraknya, maka suatu pasangan observasi dikatakan
memiliki kesamaan yang semakin besar.
b. Membentuk kelompok.
Setelah ukuran kesamaan diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
membentuk kelompok/klaster. Salah satu metode yang umum digunakan adalah
metode algomeratif (bagian dari prosedur hirarki). Metode ini dilakukan secara
bertahap (stepwise) dengan jalan pertama-tama mengidentifikasikan dua obyek
yang paling sama dan membentuknya ke dalam satu kelompok. Cara ini
dilakukan terus hingga semua obyek tergabung ke dalam satu kelompok.
c. Menentukan jumlah kelompok.
Salah satu metode yang cukup sederhana dalam pengukuran homogenitas adalah
rataan jarak semua observasi dalam kelompok.
Tahap 1 : tujuan analisis klaster.
Tujuan utama dari Analisis Klaster adalah untuk mempartisi sebuah set obyek
menjadi dua kelompok atau lebih berdasarkan kesamaan karakteristik obyek tersebut.
Dengan membentuk kelompok yang homogen, dapat dilihat tiga hal berikut.
a. Deskripsi Taksonomi.
Dengan Analisis Klaster dapat dipeoleh strukutur pengelompokan sejumlah
obyek dari suatu observasi.
b. Simplifikasi Data.
Dengan menggunakan Analisis Klaster, peneliti dapat dengan lebih mudah
melakukan analisis terhadap data mengingat data yang serupa sudah
dikelompokkan dan direprensentasikan dengan karaktersitik umum dalam
kelompok yang bersangkutan.
c. Identifikasi Hubungan / asosiasi.
Dengan Analisis Klaster memungkinkan peneliti untuk menemukan hubungan
antar observasi yang semula tidak tampak dalam observasi individu.
I - 28
Data yang digunakan dapat berupa data ratio, interval, frekuensi dan biner. Set data
obyek harus memiliki variabel dengan tipe yang sejenis, tidak campur antara tipe satu
dengan tipe lainnya. Variabel yang digunakan adalah variabel yang
mengkarakteristikkan obyek yang akan dikelompokkan. Variabel tersebut harus
relevan dengan tujuan dilakukannya Analisis Klaster.
Tahap 2 : standardisasi data dan pengukuran similaritas.
Antisipasi data ekstrim dan standardisasi data.
Setelah pengumpulan data, harus dideteksi terlebih dahulu apakah terdapat outlier.
Pengukuran Similaritas.
Similaritas inter-obyek dapat diukur dengan tiga metode berikut.
• Pengukuran Korelasi.
Pada pengukuran jarak dengan metode pengukuran korelasi, obyek-obyek
dikelompokkan bersama dalam satu kelompok jika memliki korelasi yang tinggi
diantara variabel-variabel yang diukur. Metode ini jarang digunakan karena
umumnya similaritas didasarkan pada kedekatan jarak antar obyek, bukan
kesamaan pola antar variabel.
• Pengukuran Jarak.
Pengukuran berdasarkan jarak ini adalah yang paling umum digunakan dalam
Analisis Klaster. Semakin kecil jarak antar obyek mengindikasikan semakin
similar obyek-obyek tersebut, begitu juga sebaliknya. Teknik pengukuran jarak
atau similaritas yang digunakan adalah Squared Euclidean Distance. Euclidean
mengukur jarak antara dua item X dan Y dengan rumus :
2ii )YX()Y,X(D −∑= [2.9]
• Pengukuran asosiasi.
Metode ini digunakan untuk membandingkan obyek dengan karateristik data
nonmetrik (nominal atau ordinal). Misalnya, jawaban responden berupa ’ya’ atau
’tidak’ dapat diasosiasikan dengan angka 1 dan 0. Pengukuran asosiasi yang
I - 29
paling sederhana dapat dilakukan dengan melihat persentase kesamaan jawaban
antar responden ( kedua responden menjawab ’ya’ atau keduanya menjawab
’tidak’ terhdapar pertanyaan yang diberikan)
Ketiga metode tersebut dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan tipe data.
Pengukuran korelasi dan pengukuran jarak digunakan untuk tipe data metrik,
sedangkan penukuran asosiasi untuk tipe data nonmetrik.
Tahap 3 : asumsi
Tidak seperti halnya teknik multivariat lainnya yang membutuhkan asumsi mengenai
data berdistribusi normal, linieritas maupun homoscedasticity, Analisis Klaster hanya
membutuhkan asumsi mengenai :
a. Sampel yang representatif.
Sampel yang diamati harus dapat mewakili keseluruhan populasinya. Untuk
mendapatkan sampel yang representatif, harus menggunakan metode sampling
yang sesuai.
b. Tidak ada multikolinieritas.
Berarti masing-masing variabel yang digunakan untuk membentuk kelompok,
harus bebas satu dengan yang lainnya. Artinya variabel yang satu bukan
merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel lainnya.
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen. Tingkat multikolinieritas dapat diukur
dengan:
• Matriks korelasi antara variabel-variabel independen. Korelasi (berpapasan
yang tinggi, sekitar 0.9 atau lebih, menjadi pertanda adanya colinearity yang
substansial (Hair, 1998).
• Nilai ’Tolerance’. Nilai batas yang minimum digunakan adalah 0.10. angka
tersebut bermakna hanya 10 % dari variabilitas ( variansi ) suatu variabel
I - 30
independen yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen
lainnya.
• Nilai ’Variance Infaltion Factor (VIF)’. VIF = 1 / Tolerance. Nilai batas
maksimum yang dipakai adalah 10.
Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah
nilai Tolerance <0.10 atau sama dengan nilai>10.
Tahap 4 : pembentukan kelompok
Terdapat tiga metode pengelompokan, yaitu :
1. Metode Hirarki.
Metode Hirarki adalah metode pengelompokan dengan membentuk konstruksi
hirarki atau berdasarkan tingkatan tertentu seeprti struktur pohon. Jadi proses
pengelompokan dilakukan secara bertingkat dan bertahap. Metode hirarki terbagi
menjadi dua, yaitu metode algomeratif dan metode divisif.
a. Metode Algomeratif.
Metode ini dimulai dengan kenyataan bahwa setiap obyek membentuk
kelompokknya masing-masing. Kemudian, dua obyek dengan jarak terdekat
bergabung. Selanjutnya obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang
ada, atau membentuk obyek yang baru bersama kelompok yang lain.
• Single Linkage.
Metode ini menggunakan prinsip jarak minimum, yang diawali dengan
mencari dua obyek yang memiliki jarak terdekat. Keduanya membentuk
kelompok pertama. Pada langkah selanjutnya terdapat dua kemungkinan,
obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang telah terbentuk atau
dengan dua obyek lain akan membentuk kelompok baru.
• Complete Linkage.
Metode ini merupakan kebalikan dari pendekatan yang digunakan pada
Single Linkage. Prinsip jarak yang digunakan adalah jarak terjauh antar
obyek.
• Average Linkage.
I - 31
Metode ini mengikuti prosedur yang sama dengan kedua metode
sebelumnya. Prisip ukuran jarak yang digunakan adalah jarak rata-rata
antar tiap pasangan obyek yang mungkin.
• Ward’s Method
Ward mengajukan suatu metode pembentukan kelompok yang didasari
oleh hilangnya informasi akibat penggabungan obyek menjadi kelompok.
Hal ini diukur dengan jumlah total dari deviasi kuadrat pada mean
kelompok untuk tiap observasi. Error Sum Of Squares (ESS) digunakan
sebagai fungsi obyektif.
• Centroid Method.
Jarak antar dua kelompok didefinisikan sebagai jarak antara titik tengah
masing-masing kelompok.
b. Metode Divisif
Metode Divisif berlawanan dengan metode Algomeratif., pertama-tama mulai
dengan satu kelompok besar mencakup semua observasi (obyek). Selanjutnya
obyek yang memiliki ketidakmiripan besar dipisahkan sehingga membentuk
kelompok yang lebih kecil. Pemisahan ini dilanjutkan hingga mencapai
sejumlah kelompok yang diinginkan.
2. Metode Nonhirarki.
Pada metode nonhirarki, jumlah kelompok sudah ditentukan terlebih dahulu.
Terdapat dua prosedur pada metode ini, yaitu :
• K-means Clustering.
• Methods Based on the Trace.
3. Kombinasi metode Nonhirarki dan Hirarki.
Tahap 5 : interpretasi hasil
Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah karakteristik yang membedakan
masing-masing kelompok. Kemudian sesuai dengan tujuan penulisan, beri label atau
I - 32
nama yang dapat diberikan kepada masing-masing kelompok tersebut. Dalam hal ini,
perlu dispesifikasikan kriteria-kriteria yang mendasari kelompok-kelompok yang
telah terbentuk. Di samping itu, interpretasi hasil dari pengelompokan dapat dilihat
dari grafik dendogram maupun nilai koefisien aglomerasi.
Tahap 6 : validasi
Tahap validasi dilakukan untuk menjamin bahwa hasil pengelompokan dapat
mempresentasikan populasi dan dapat digeneralisasi untuk obyek lainnya dalam
periode waktu lainnya. Analisis lanjutan adalah mengidentifikasikan karateristik
kelompok dalam rangka menjelaskan alasan perbedaan kelompok berdasarkan
dimensi-dimensi tertentu. Untuk itu dapat digunakan analsis diskriminan.
2.6.2 Analisis Diskriminan
Analisis Diskriminan adalah salah satu teknik multivariat yang digunakan
untuk mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen nonmetrik (kualitatif,
kategorial) dengan satu himpunan variabel independen metrik (kuantitatif). Dengan
Analisis Diskriminan, dapat mengelompokkan setiap obyek pengamatan ke dalam
dua atau lebih kelompok (variabel dependen) berdasarkan kriteria sejumlah variabel
independen. Pengelompokan ini bersifat mutually exclusive, artinya jika sebuah
obyek sudah masuk kelompok 1, maka tidak mungkin obyek tersebut dapat menjadi
anggota kelompok 2.
Model Dasar
Analisis Diskriminan merupakan teknik yang menurunkan kombinasi linier dari dua
atau lebih variabel independen untuk mendiskriminasi kelompok-kelompok obyek
yang telah didefinisikan sebelumnya.
nknkkJK XWXWXWaZ ++++= ........2211 [2.10]
Keterangan :
I - 33
JKZ = skor diskriminan dari fungsi ke-j untuk obyek ke-k
a = konstanta (intercept)
Wi = bobot diskriminan untuk variabel independen ke-i
Xik = variabel independen ke-i untuk obyek ke-k
Tahap 1 : tujuan analisis diskriminan
Tujuan dari Analisis Diskriminan adalah untuk :
• Menentukan apakah terdapat perbedaan yang berarti antar kelompok, artinya
obyek-obyek pengamatan dapat dikelompokkan ke dalam dua atau lebih
kelompok.
• Menentukan variabel independen yang membedakan kelompok-kelompok
obyek. Variabel independen yang bersifat membedakan (diskriminan) ini akan
membentuk sebuah model diskriminan.
• Menentukan prosedur untuk mengklasifikasikan obyek pengamatan
kelompok-kelompok berdasarkan skornya dalam model diskriminan.
Analisis ini sangat bermanfaat bila peneliti memang tertarik untuk memahami
perbedaan yang terjadi antar kelompok dan selanjutnya memprediksi bagaimana
mengelompokkan suatu obyek ke dalam kelompok tersebut.
Tahap 2 : variabel penelitian
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Jumlah variabel
dependen boleh dua atau lebih tetapi harus mutually exclusive (misalnya : sering
dan jarang). Peneliti dapat juga mengikutsertakan variabel dependen perantara
yang biasanya bertindak sebagai peralihan antara variabel antar variabel
dependen yang sifatnya bipolar/ekstrim (misalkan variabel dependennya menjadi
sering, kadang-kadang dan jarang).
b. Menentukan ukuran sampel. Dianjurkan agar menggunakan 20 sampel untuk
setiap kelompok variabel dependen.
I - 34
c. Pemilihan sampel. Sampel biasanya dipilih menjadi dua yaitu sampel analis
(untuk keperluan membangun fungsi diskriminan) dan holdout sample (untuk
keperluan validasi)
Tahap 3 : asumsi
Data-data yang digunakan dalam Analisis Diskriminan harus memenuhi asumsi
sebagai berikut :
1. Variabel independen berdistribusi normal multivariat.
Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul masalah
dalam mengestimasi fungsi diskriminan.
2. Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam masing-
masing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan variansi, maka
akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek.
3. Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel independen
mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi multikolinieritas.
4. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen. Jika ada
data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan
klasifikasi dari fungsi diskriminan.
Outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat
berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai
ekstrim. Penyebab timbulnya outlier adalah kesalahan meng-entry data, gagal
menspesifikasi adanya missing value, outlier bukan merupakan anggota populasi
yang diambil sebagai sampel dan outlier berasal dari populasi tapi memiliki nilai
ekstrim dan tidak terdistribusi normal.
Deteksi terhadap outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai batas
dengan cara mengkonversi nilai data ke dalam skor standardized (z score) yang
memiliki means sama dengan nol dan standar deviasi sama dengan satu.
Menurut Hair (1998), untuk kasus sampel kecil (<80), maka standar skor dengan
nilai + 2.5 dinyatakan outlier.
I - 35
Outlier adalah obyek yang memiliki nilai ekstrim dibandingkan obyek-obyek
lainnya. Adanya outlier dapat mengganggu dalam proses pengelompokan.
Kemudian perhatikan dimensi/satuan pengukuran variabel yang bersangkutan.
Jika terdapat perbedaan dimensi, maka variabel harus distandardisasi terlebih
dahulu. Standardisasi dapat dilakukan dengan menghitung skor standard.
σ
MXiZ
−= [2.8]
Keterangan :
Z = skor standar
Xi = skor data mentah
M = rata-rata data mentah
σ = standar deviasi
Jika sebuah data outlier maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka +2,5
dan lebih kecil dari angka -2,5. Apabila asumsi-asumsi diatas telah diuji dan
terpenuhi, maka analisis dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Tahap 4 : estimasi model diskriminan
Metode Estimasi
Estimasi model diskriminan dilakukan dengan menghitung nilai skor diskriminan
yang merupakan kombinasi linier variabel independen untuk setiap obyek. Metode
yang dapat digunakan adalah estimasi simultan dan estimasi bertahap (stepwise).
1. Estimasi Simulatan.
Pada metode ini, semua variabel independen di input secara bersamaan untuk
membentuk model tanpa mempertimbangkan daya pembeda antar variabel.
2. Estimasi Bertahap.
I - 36
Pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam model
berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis
melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar.
Signifikansi Fungsi Diskriminan
Selanjutnya harus diputuskan apakah fungsi diskriminan yang diperoleh signifikan
dalam menunjukkan perbedaan antar kelompokdilihat dari discriminatory power-nya.
Uji statistik yang dapat dipakai adalah Wilks’s Lambda, Hotteling’s Trace, Pillai’s
Criterion, Mahalanobis D² dan Rao’s V. Meskipun begitu, jika menggunakan metode
Stepwise untuk mengestimasi fungsi diskriminan, ukuran Mahalanobis D² dan Rao’s
V lebih sesuai digunakan.
Setelah fungsi diskriminan diperoleh, (jumlah fungsi diskriminan adalah jumlah
kelompok dikurangi 1)
Menilai Overall Fit
Setelah fungsi diskriminan dipandang signifikan, maka selanjutnya adalah menilai
overall fit dengan cara :
1. Menghitung discriminant Z score untuk setiap observasi.
2. Mengevaluasi group differences on discriminant Z score.
Dengan perbandingan centroid grup untuk memastikan bahwa dengan fungsi
diskriminan yang signifikan, ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing
grup.
3. Menilai keakuratan prediksi.
a. Hit Ratio, ukuran ini analog dengan R² pada regresi.
b. Optimim Cutting Score, merupakan kriteria/nilai dimana masing-masing nilai
diskriminan obyek dibandingkan untuk menentukan obyek dibandingkan untuk
menentukan obyek seharusnya dimasukkan ke grup mana. Rumusnya adalah :
BA
ABBA
NN
ZNZNZct
+
+= [2.11]
dimana :
Zct = critical cutting score value
I - 37
AN = jumlah anggota grup A
BN = jumlah anggota grup B
AZ = centroid grup dari A
BZ = centroid grup dari B
c. Classification Matrices. Untuk kasus dua grup berlaku aturan :
Obyek masuk ke dalam kelompok A jika ctn ZZ < . Obyek masuk ke dalam
kelompok B jika ctn ZZ > .
nZ = nilai diskriminan Z obyek ke-n
ctZ = cutting score
d. Uji T, digunakan untuk menilai signifikansi dari hit ratio (keakuratan
klasifikasi).
e. Press’s Q Statistic. Digunakan untuk membandingkan predictive accuracy dari
fungsi diskriminan dengan predictive accuracy by chance. Hal ini untuk
memperoleh predictive accuracy sebesar yang diperoleh discriminant function
(jadi, sia-sia menggunakan MDA). Rumus Press’s Q adalah :
)1(
]['Pr
2
−
−=
KN
nKNsQess [2.12]
N = jumlah sampel keseluruhan
N = jumlah obyek yang diklasifikasi secara tepat
K = jumlah kelompok
Nilai Press’s Q akan dibandingkan dengan nilai kritis chi-square untuk df = 1
dan α tertentu. Jika nilai Press’s Q lebih besar dari nilai kritis chi-square, maka
disimpulkan bahwa the prediction by discriminant function were significantly
better than chance.
I - 38
Tahap 5 : INTERPRETASI HASIL
Hal-hal yang perlu diinterpretasikan adalah sebagai berikut :
a. Menentukan tingkat kepentingan relatif dari variabel independen dalam
mendiskriminasi antar kelompok.
b. Memahami profil perbedaan antar kelompok.
Metode yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan hasil Analisis Diskriminan
adalah dengan melihat discriminant weight dan Partial F value.
• Discriminant Weight.(Discriminant coefficient)
Lakukan pemeriksaan tanda dan arah dari standardized discriminant weight
setiap variabel independen. Variabel dengan bobot besar berkontribusi lebih
besar terhadap fungsi diskriminan.
• Discriminant Loading
Mengukur korelasi linier sederhana antar setiap variabel independen dengan
setiap fungsi diskriminan yang dapat diinterpretasikan sebagai faktor untuk
menilai kontribusi relatif setiap variabel independen terhadap fungsi
diskriminan. Dianjurkan untuk memilih discriminant loadings karena dipandang
lebih valid daripada discriminant coefficient.
• Partial F Values
Semakin besar nilai F, menunjukkan daya pembeda yang semakin besar.
Jika menggunakan dua atau lebih fungsi diskriminan, maka metode interpretasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Rotasi fungsi diskriminan.
Dilakukan untuk meredistribusi variansi sehingga interpretasi fungsi
diskriminan menjadi lebih mudah.
2. Indeks Potensi.
Merupakan ukuran relatif daya pembeda dari variabel independen. Dihitung
dengan dua step :
Step 1 : menghitung nilai indeks potensi untuk setiap signifikan fungsi.
I - 39
i
i
E
ERE
∑= [2.13]
iRE = relative eigenvalue fungsi diskriminan i
iE = eigenvalue fungsi diskriminan i
ijPV = (discriminant loading ij)² x jRE
= nilai potensi variabel i pada fungsi j
Step 2 : calculate a composite potency index across all significant function
ijPVPI ∑= [2.14]
PV = indeks potensi variabel independen i
3. Display Grafis dari Group Centroid.
Tahap 6 : VALIDASI HASIL
Validasi ini dapat dilakukan dengan jalan menerapkan fungsi diskriminan kedalam
holdout sampel. Matriks klasifikasi dapat dibuat kembali. Selain itu, setelah
ditemukan variabel independen dengan kontribusi besar, maka harus dicirikan
karakteristik kelompok berdasarkan rataan nilai kelompok.
I - 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan
dalam pemecahan masalah. Langkah-langkah penelitian tersebut adalah sebagai
berikut :
3.1 TAHAP I : IDENTIFIKASI MASALAH
Pada tahap pertama yaitu identifikasi masalah, akan dijelaskan mengenai
penelitian pendahuluan yang akan dilakukan penulis. Setelah itu, dijelaskan
mengenai studi pustaka yang akan menunjang penelitian, latar belakang dilakukan
penelitian, perumusan masalah dan tujuan penelitian.
3.1.1 Observasi Pendahuluan
I - 41
Observasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui permasalahan umum
Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Penelitian pendahuluan dilakukan
dengan observasi ke 63 Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Lokasi
observasi yaitu berada bebrapa Kecamatan, yaitu di Laweyan, Banjarsari, Serengan,
Jebres dan Pasar Kliwon. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan lokasi
dan wawancara awal ke Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan
(FPKBL).
Pada observasi, dilakukan wawancara dengan Ketua FPKBL untuk
mendapatkan data awal sebelum melakukan wawancara ke 63 pemilik Industri Kecil
dan Menengah Batik. Data awal tersebut yaitu untuk mengetahui permasalahan yang
sering terjadi di kawasan industri batik Laweyan, sejarah perbatikan, informasi
mengenai masing-masing pemilik industri batik, kemudahan dan kesulitan yang
dialami pemilik indutri batik, kemudahan mendapatkan data untuk pengisian
kuesioner dan perkembangan industri batik sejak mulai didirikan.
3.1.2 Tinjauan Pustaka.
Tinjauan pustaka merupakan dasar yang diperlukan untuk mendapatkan
pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri
kecil dan menengah. Studi pustaka dilakukan dengan merujuk kepada buku-buku
yang terkait dengan konsep kompetensi dan performansi serta jurnal dan tugas akhir
yang sesuai dengan topik penelitian ini.
Untuk menghasilkan gambaran umum mengenai kondisi Industri Kecil dan
Menengah Batik di Surakarta, juga dilakukan kunjungan ke Biro Pusat Statistik. Data
yang ditinjau berupa karakteristik industri batik, sebaran lokasi industri batik serta
masalah-masalah yang dihadapi Industri Kecil dan Menengah Batik umumnya.
Sedangkan untuk pengolahan data, merujuk pada buku-buku, artikel, jurnal dan tugas
akhir yang menjelaskan mengenai Analisis Multivariat.
3.1.3 Latar Belakang Penelitian.
I - 42
Berdasarkan observasi pada penelitian pendahuluan, didapatkan informasi
mengenai sejarah batik dan perkembangan industri batik. Batik adalah salah satu
tradisi yang berlangsung turun temurun dan makin mengangkat nama Surakarta
sehingga menjadikan Surakarta sebagai pusat batik di Indonesia. Tetapi di sisi lain,
pemerintah daerah dan warga sekitar kurang memberi perhatian pada
perkembangannya. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM
Batik sering tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah
volume produksi yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan
dalam akses-akses jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga
menjadi hambatan untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi
teknologi.
Berbeda dengan industri batik berskala besar, Industri Kecil dan Menengah
Batik tidak memiliki kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang
dihadapinya. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan mengapa perlunya
diidentifikasi variabel-variabel dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kinerja IKM Batik. Dengan mengetahui variabel tersebut, diharapkan dapat
membantu IKM Batik dalam menumbuh kembangkan industrinya. Perkembangan
IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih dari 37 %. Bagi
Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan ekonomi
kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai produksi,
investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap.
3.1.4 Perumusan Masalah.
Perumusan masalah adalah langkah dalam proses penelitian untuk
mengidentifikasikan masalah-masalah yang ada berdasarkan keadaan suatu
organisasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab 1.2, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis performansi finanasial IKM Batik di Surakarta
berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah.
3.1.5 Tujuan Penelitian.
I - 43
Setelah merumuskan permasalahan, langkah selanjutnya adalah menetapkan
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM Batik,
mengidentifikasi variabel-variabel kompetensi yang dominan membedakan kelompok
klaster industri dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster
industri.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pemilik Industri Kecil
dan Menengah Batik di Surakarta, pemerintah, badan-badan yang bersangkutan
lainnya untuk meningkatkan kinerja industri batik skala kecil dan menengah tersebut.
3.2 TAHAP II : PERANCANGAN MODEL FAKTOR KOMPETENSI
Model penelitian dimaksudkan untuk membuat batasan yang jelas dari
penelitian yang akan dilakukan dan menetapkan variabel dependen serta independen
yang akan diteliti. Model penelitian yang dipakai merupakan adopsi dari penelitian
sebelumnya. Selain itu, model penelitian yang digunakan juga harus disesuaikan
dengan keadaan dan jenis industri yang akan diteliti.
Rumusan faktor Kompetensi IKM berdasarkan penelitian sebelumnya yang
akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian Tumenggung (1999).
Tumenggung berhasil merumuskan 6 faktor kompetensi dan 20 variabel kompetensi
yang dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini seperti yang dipaparkan pada tabel
3.2. Namun, perlu disadari, bahwa penelitian tersebut mencakup IKM sektor logam
dan karet sehingga perlu ditelaah terlebih dahulu perubahan-perubahan faktor yang
dapat terjadi di lapangan.
I - 44
Tabel 3.2 Model Kompetensi IKM Batik
No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI
1. Teknologi dan Produksi X1
X2
X3
X4
X5
Teknologi Proses
Teknologi Produk
Manufaktur Adaptif
Dukungan di Bidang Teknologi dan
Produksi
Fasilitas Perawatan 2. Sumber Daya Manusia X6
X7
X8
X9
X10
Produktivitas Tenaga Kerja
Aktivitas Pengembangan SDM
Dukungan Di Bidang SDM
Kemampuan Operasional
Fleksibilitas Kemampuan SDM
3. Pemasaran X11 Jaringan Informasi Ke Pasar
I - 45
X12
X13
Aktivitas Promosi
Dukungan di Bidang Pemasaran
4. Keuangan X14
X15
Kekuatan Modal
Dukungan di Bidang Finansial
5. Pengadaan Bahan Baku X16
X17
Pasokan Bahan Baku
Jaringan Pemasok
6. Manajemen Perusahaan X18
X19
X20
Manajemen SDM
Manajemen Finansial
Manajemen Integral
Sumber : Tumenggung (1999)
3.3 TAHAP III : PERANCANGAN KERANGKA PENELITIAN
Perancangan kerangka penelitian ini terdiri dari perancangan sampling dan
perancangan metode pengumpulan data.
3.3.1 Perancangan Sampling.
Salah satu metode sampling yang digunakan adalah sampling Probabilitas
yaitu Sampling Random Stratifikasi yaitu Proporsional. Karena jumlah populasi IKM
Batik di Surakarta diketahui berjumlah 75 (BPS, 2003). Cara pengambilan sampel
dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit
sampling. Hasil pengelompokan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Perancangan sampling dilakukan dengan metode Rumus Slovin (1960). Hal
ini dikarenakan jumlah populasi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta
berjumlah 75 (BPS, 2003), sehingga perlu ditentukan jumlah sampel yang akan
diambil.
Pembagian wilayah administrasi Kota Surakarta yang merupakan kawasan
Industri Kecil dan Menengah Batik dibagi menjadi 5 wilayah (BPS, 2003). Kelima
wilayah tersebut adalah Laweyan, Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres.
Industri Kecil dan Menengah Batik yang diikutsertakan dalam penelitian ini yaitu
I - 46
industri yang termasuk ke dalam sektor Klasifikasi Lapangan Usaha Industri (KLUI)
32006 dan 32117 (BPS, 2006)
Penentuan sampel didasarkan pada Rumus Slovin (1960) pada persamaan 2.1.
Jadi dari ukuran populasi sejumlah 75 Industri Kecil dan Menengah di Surakarta,
didapatkan ukuran sampel sejumlah 63 industri untuk diteliti. Industri Kecil dan
Menengah Batik di Surakarta, terkonsentrasi di 5 wilayah kecamatan yaitu Laweyan,
Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres. Jumlah sampel pada masing-masing
wilayah tersebut dibagi dengan menggunakan sampel Proporsional dengan hasil
sebagai berikut :
Tabel 3.3 Rekapitulasi distribusi lokasi sampel
No. Wilayah Jumlah Populasi % Populasi Jumlah Sampel
1.
2.
3.
4.
5.
Laweyan
Pasar Kliwon
Banjarsari
Serengan
Jebres
54
7
10
3
1
73
9
13
4
1
45
6
8
3
1
75 100 63
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Jumlah sampel ini diasumsikan cukup untuk dilakukan perhitungan terhadap
Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan
3.3.2 Perancangan Metode Pengumpulan Data.
I - 47
Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran
kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik industri batik di Surakarta. Dan data
sekunder berupa data jumlah populasi IKM Batik di Surakarta dari BPS dan data
profil masing-masing IKM Batik Laweyan dari FPKBL. Berikut akan dipaparkan
metode pengumpulan data primer.
Kuesioner.
Kuesioner disebarkan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta dengan cara didampingi oleh penulis. Pemilik industri batik mengisi data
umum industri, tingkat kepentingan faktor Kompetensi dan variabel-variabel
Kompetensi berdasarkan persepsi masing-masing pemilik industri. Kuesioner
dirancang dalam tiga bagian :
• Bagian I ( Data Umum Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta )
Hal-hal yang ingin diketahui pada data umum Industri Kecil dan Menengah
Batik di Surakarta ini adalah nama Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta, alamat Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, tahun berdiri
dan jumlah karyawan. Pada data umum ini juga ditanyakan mengenai
performansi finansial Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang
berupa :
Ø Jumlah asset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
Jumlah aset adalah nilai bangunan atau pabrik, mesin-mesin yang digunakan
untuk aktivitas produksi serta fasilitas Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta lainnya yang menunjang kegiatan operasional, diukur dalam satuan
rupiah.
Ø Rata-rata laba Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta setelah pajak
per tahun (pada tiga tahun terakhir).
Laba bersih adalah penjualan dikurangi biaya produksi dan pajak.
Ø Rata-rata omset penjualan per tahun (pada tiga tahun terakhir).
Penjualan atau omset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta diukur
dalam rupiah per tahun, yang diukur pada tiga tahun terakhir (2004-2006).
I - 48
Pemilihan ketiga ukuran performansi diatas, disesuaikan dengan kondisi Industri
Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Berdasarkan studi pendahuluan,
umumnya industri-industri tersebut memiliki data ketiga ukuran performansi
diatas, walaupun ada beberapa Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta
yang hanya mendatanya secara sederhana.
Jumlah karyawan, umur Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, dan
ketiga data performansi fianansial diatas merupakan variabel yang digunakan
sebagai dasar pengelompokan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta,
yang dilakukan dengan Analisis Klaster.
• Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi).
Dengan didasarkan kepada penelaahan literatur-literatur mengenai faktor-faktor
yang membangun dan menentukan keunggulan dari suatu Industri Kecil dan
Menengah serta hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan, pada penelitian ini
variabel-variabel kompetensi dirangkum dalam enam faktor Kompetensi utama,
yaitu :
1. Teknologi dan Produksi.
2. Sunber Daya Manusia.
3. Pemasaran.
4. Finansial.
5. Pengadaan Bahan Baku.
6. Manajemen Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
Pada kuesioner bagian II ini, responden diminta untuk memberikan persepsinya
terhadap tingkat kepentingan faktor-faktor tersebut. Angka 1 menunjukkan faktor
yang paling penting, angka 6 merupakan faktor yang tidak penting diantara
faktor lainnya yang mempengaruhi perfrormansi IKM Batik .
• Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi)
I - 49
Pada bagian III ini, akan diukur tingkat kepentingan masing-masing variabel
kompetensi berdasarkan persepsi responden. Variabel penelitian yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini merupakan penjabaran dari faktor-faktor
kompetensi. Secara lengkap, variabel-variabel kompetensi teersebut dapat dilihat
pada tabel 2.1. Dengan menggunakan teknik Analisis Diskriminan, dapat
ditentukan variabel-variabel kompetensi yang membedakan antar kelompok
Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang telah terbentuk.
Wawancara.
Wawancara dilakukan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta untuk mendapatkan informasi. Secara lengkap, daftar pertanyaan
ditampilkan di Lampiran. Selain itu, metode wawancara ke 63 pemilik industri batik
dipakai untuk memperkuat jawaban kuesioner dan sebagai basis analisis dan
interpretasi data. Wawancara juga dilakukan melalui telepon
3.4 TAHAP IV : PENGUMPULAN DATA
3.4.1 Penyebaran Kuesioner Dan Wawancara.
Setelah kerangka penelitian tersusun, pengumpulan data dapat dilakukan.
Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan
wawancara ke 63 pemilik IKM Batik di Surakarta. Pengumpulan data dilakukan
selama satu bulan yaitu pada bulan September 2006. Pengisian kuesioner dan
wawancara umumnya dilakukan di rumah pemilik industri yang bersangkutan. Data
lain yang akan dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah data dari BPS
dan IKM Batik yang diwawancara.
Lankah selanjutnya adalah melakukan pengujian kuesioner. Kuesioner yang
telah terkumpul kembali kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas
dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan dalam setiap variabel
dapat mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk
I - 50
mengetahui konsistensi suatu instrumen ukur dalam mengukur konsep yang sama.
Data yang tidak valid dan reliabel, tidak digunakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.4.2 Pengujian Data.
Data kuesioner harus diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum dilakukan
pengolahan data.
• Uji Validitas yang dipakai adalah validitas konstruk, dengan menghitung
koefisisen Korelasi Pearson dengan rumus pada persamaan 2.1. Pertanyaan yang
diuji validitasnya adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III yaitu sebanyak 20
butir pertanyaan. Hasil perhitungan uji validitas dengan Korelasi Pearson yaitu r.
hitung akan dibandingkan dengan r. tabel yang didapatkan dengan perhitungan
interpolasi pada interval kepercayaan 95%. Bila hasil r. hitung tiap pertanyaan
lebih besar daripada r. tabel, maka tiap pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Jika
pertanyaan dinyatakan valid, berarti alat ukur mampu untuk mengukur obyek
amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.
• Uji Reliabilitas diukur dengan menghitung nilai Alpha Cronboach.
Pertanyaan yang diuji reliabilitasnyanya adalah pertanyaan pada kuesioner
bagian III yaitu sebanyak 20 butir pertanyaan. Langkah-langkah pengujian
reliabilitas meliputi:
6. Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir,
kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan adalah rumus
pada persamaan 2.5.
7. Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus pada
persamaan 2.6.
8. Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r. tabel,
seperti pada uji validitas.
I - 51
Hasil pengukuran dikatakan dapat dipercaya apabila mampu memberikan hasil
ukur yang konsisten (reliable). Dalam hal ini, relatif sama berarti dengan tetap
menerima adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil
beberapa kali pengukuran tersebut (Umar, 2002). Hasil perhitungan Reliabilitas
juga dilakukan dengan manggunakan software SPSS.
3.5 TAHAP V : PENGOLAHAN DATA
Hasil kuesioner yang telah valid dan reliabel kemudian diolah dengan Analisis
Multivariat yaitu menggunakan Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.
3.5.1 Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi.
Dari hasil kuesioner bagian II, didapatkan hasil rangking tiap faktor
kompetensi berdasarkan persepsi pemilik industri. Tingkat kepentingan faktor
kompetensi dapat dicari dengan menggunakan rata-rata nilai kepentingan
faktor kompetensi dari 63 IKM Batik sebagai responden. Sehingga dari rata-
rata tersebut, didapatkan nilai rata-rata terkecil sampai terbesar yang
menunjukkan tingkat paling penting sampai tingkat yang paling tidak penting
pengaruhnya terhadap performansi IKM Batik.
3.5.2 Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi.
Tingkat kepentingan variabel kompetensi, didapatkan dari jawaban kuesioner
bagian III. Variabel kompetensi ini digunakan dalam perhitungan analisis
diskriminan untuk mencari variabel dengan daya beda terbesar yang dapat
membedakan kelompok IKM batik dari hasil analisis klaster.
3.5.3 Analisis Klaster.
Tahap-tahap Analisis Klaster adalah sebagai berikut
1. Menentukan Tujuan.
Digunakan untuk mengelompokkan industri ke dalam beberapa kelompok.
Dasar pengelompokannya adalah lima variabel berikut; umur industri, jumlah
I - 52
karyawan, aset industri, penjualan dan laba bersih per tahun yang didapatkan
dari data umum industri pada kuesioner bagian II.:
2. Menyusun Desain Riset.
a. Pendeteksian Outlier. Outlier adalah data ekstrim yang terlihat sangat
jauh ebrbeda dari data yang lainnya. Uji outlier dilakukan dengan
bantuan software SPSS. Dari hasil SPSS dapat terlihat data-data yang
outlier yaitu data yang lebih besar dari 2.5 dan lebih kecil dari -2.5.
Nilai batas + 2.5 didapatkan dari ukuran sampel yang kecil yaitu <80.
(Hair, 1998)
b. Kelima data tersebut diukur dengan skala yang berbeda, maka harus
distandarisasi dahulu. Standarisasi data 63 industri terhadap 5 variabel
ditransformasikan ke skor standar dengan rumus pada persamaan 2.7.
c. Teknik pengukuran jarak.
3. Asumsi.
Dua asumsi yang harus dipenuhi dalam Analisis Klaster adalah sampel yang
representatif dan tidak ada multikolinieritas atau korelasi antar variabel.
Diharapkan dari perhitungan 63 sampel diatas representatif terhadap
keseluruhan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Setelah
didapatkan skor standar, data harus diuji multikolinieritas dengan
menggunakan SPSS. Bila tidak ada multikolinieritas antara data, maka dapat
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
4. Metode pengelompokan.
Metode yang digunakan pada Analisis Klaster adalah K-Means Cluster
dengan jumlah klaster sudah ditetapkan dulu sebanyak dua sampai empat
klaster. Kriteria penentuan jumlah klaster yang tepat adalah dengan melihat
nilai F dan Sig. pada hasil SPSS yaitu nilai F yang semakin besar dan nilai
sig. di bawah 0.05. Dengan SPSS juga didapatkan hasil pengelompokan tiap
klaster.
5. Interpretasi.
I - 53
Interpretasi dilakukan untuk memeriksa setiap kelompok klaster dan memberi
nama kelompok tersebut. Pemberian nama tiap kelompok klaster didasarkan
pada perbandingan tiga kinerja Industri Kecil dan Menengah Batik di
Surakarta yaitu ROA, Profit Margin dan Sales turnover.
6. Validasi.
3.5.4 Analisis Diskriminan.
Dilakukan untuk mengidentifikasikan variabel-variabel kompetensi pembeda
antar kelompok. Langkah –langkah analisis diskriminan adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Analisis Diskriminan.
Yaitu menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai
discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat
kelompok Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.
2. Variabel Penelitian.
Variabel pada Analisis Diskriminan adalah variabel dependen non metrik
yaitu kategori keempat kelompok klaster industri batik. Variabel Independen
metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi dari kuesioner
bagian III.
3. Asumsi.
• Variabel independen berdistribusi normal multivariat.
Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul
masalah dalam mengestimasi fungsi diskriminan.
• Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam
masing-masing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan
variansi, maka akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek. Kesamaan
matrik kovariansi yaitu nilai signifikansi Tex Box’s M harus lebih besar
daripada nilai signifikansi SPSS (0.05). Sehingga asumsi kesamaan
matrik kovariansi dapat diterima.
I - 54
• Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel
independen mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi
multikolinieritas.
• Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen.
Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat
berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan.
Uji outlier pada 20 butir pertanyaan kuesioner bagian III, dilakukan
untuk melihat ada tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata
berbeda dengan data-data lain yang tidak bisa dihindarkan
keberadaanya. Uji outlier ini dilakukan dengan software SPSS.
Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut :
a. Standarisasi Data, yaitu mengubah nilai 20 data pada 63 industri
batik menjadi bentuk z atau disebut z score.
b. Dateksi outlier, jika sebuah data outlier, maka nilai z score didapat
lebih besar dari angka +2.5 atau lebih kecil dari -2.5.
4. Estimasi Fungsi Diskriminan.
Estimasi fungsi diskriminan dengan melihat nilai signifikansi nilai Wilks’s
Lambda, Univariate F Ratio dan Sig. yang didapatkan dari hasil SPSS dengan
menggunakan metode Stepwise. Dari ketiga nilai tersebut dapat ditentukan
variabel-variabel yang akan dimasukkan dalam perhitungan fungsi
diskriminan dengan melihat nilai Wilks’s Lambda minimum dan maksimasi
Mahalanobis Distance. yang kecil. Setelah itu, ditentukan fungsi kanonik
diskriminan yang akan dapat menentukan skor variabel kanonik untuk tiap
Industri batik.
5. Interpretasi.
Interpretasi digunakan untuk menilai kontribusi dari masing-masing variabel
pembeda yang sudah didapatkan dari tahap sebelumnya. Kontribusi tersebut
dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan
Indeks Potensi.
6. Validasi.
I - 55
Validasi disini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi
diskriminan yang dihasilkan adalah prediktor yang valid. Penentuan ini
dilakukan dengan pemeriksaan matriks klasifikasi.
3.6 TAHAP VI : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Setelah didapat hasil pengolahan data, dilakukan analisis dan interpretasi hasil
terhadap pengolahan data sesuai dengan tujuan dan metode yang digunakan. Hasil
dan interpretasi dilakukan masing-masing pada hasil pengelompokan industri (hasil
analisis klaster) dan variabel-variabel Kompetensi pembeda hasil kelompok (hasil
analisis diskriminan). Langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut :
3.6.1 Analisis Kinerja Industri.
Pada tahap ini akan dipaparkan mengenai tiga ukuran performansi finansial
yang akan menjadi indikasi kinerja kelompok industri batik yaitu ROA, Profit
Margin on Sales dan Sales Turnover. Dari ketiga ukuran performansi finansial
tersebut, didapatkan kinerja masing-masing kelompok industri batik mulai dari yang
paling tinggi sampai yang paling rendah.
3.6.2 Analisis Klaster Industri.
Pada tahap ini, dilihat kinerja keempat kelompok klaster industri yang telah
terbentuk, serta karakteristik masing-masing kelompok klaster industri berdasarkan
persepsi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel Kompetensinya.
Pada setiap faktor kompetensi, dijelaskan perbandingan persepsi masing-masing
pemilik industri batik terhadap setiap kepentingan faktor kompetensinya.
3.6.3 Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik.
Untuk menerangkan perbedaan tiap kelompok terhadap kelima variabel
pembeda, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada keempat
kelompok industri. Pada tahap ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan setiap
I - 56
kelompok industri batik berdasarkan variabel pembeda yang dihasilkan dari analisis
diskriminan.
3.7 TAHAP VII : KESIMPULAN DAN SARAN
Dengan berdasar pada hasil analisis, ditarik kesimpulan dari analisis terhadap
faktor kompetensi dan performansi industri dan diberikan saran yang dapat berguna
bagi penelitian selanjutnya.
I - 57
Tahap IIDENTIFIKASI
MASALAH
Observasi Pendahuluan Tinjauan Pustaka
Latar belakang Penelitian
Perumusan Masalah
Penentuan Tujuan
Tahap IIPERANCANGAN
MODELKPMPETENSI
Lapangan Penelitian Sebelumnya
Perancangan ModelKompetensi
Tahap IIIPERANCANGAN
KERANGKAPENELITIAN
Perancangan Metode Pengumpulan Data1. Data Primer 2. Data Sekunder - Kuesioner : Data Jumlah IKM - Wawancara Batik di Surakarta
Perancangan Kuesioner1. Bagian I ( Data Umum IKM Batik di Surakarta)2. Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi)3. Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel(Kompetensi)
Perancangan Sampling
Metode Pengumpulan data- Penyebaran Kuesioner dan Wawancara- Eksplorasi Data BPS dan IKM Batik- Pengujian Data
Tahap IVPENGUMPULAN
DATA
A
I - 58
A
Tahap VPENGOLAHAN DATA
Analisis Multivariat- Analisis Klaster - Analisis Diskriminan 1. Menentukan Tujuan 1. Menentukan Tujuan 2. Menyusun Desain 2. Variabel Penelitian Riset 3. Asumsi 3. Asumsi 4. Estimasi Fungsi 4. Metode Pengelompokkan Diskriminan 5. Interpretasi 5. Interpretasi 6. Validasi 6. Validasi
Tahap VIANALISIS
Analisis Dan Interpretasi Hasil- Analisis Klaster Industri- Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik
Tahap VIIKESIMPULANDAN SARAN
Kesimpulan dan Saran
PertanyaanValid ?
Data TidakDigunakan
Tidak
- Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM Batik- Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi IKM Batik
Ya
Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian
I - 59
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Data dikumpulkan dari 63 IKM Batik di Surakarta. Data yang dikumpulkan
berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik IKM
Batik di Surakarta.
4.1 Data Umum IKM Batik di Surakarta.
Data umum IKM Batik di Surakarta pada kuesioner bagian I berisi tentang
profil IKM Batik di Surakarta secara umum. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan data umum
IKM Batik di setiap wilayah kecamatan Surakarta. Yaitu umur perusahaan, jumlah
karyawan, aset, penjualan dan laba bersih IKM Batik di Surakarta. Sedangkan data
umum IKM Batik di Surakarta selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 4.1 Data Umum IKM Batik di Surakarta
Wilayah Rata-rata Uraian
Laweyan Pasar Kliwon Banjarsari Serengan Jebres
Jumlah IKM 54 7 10 3 1
Umur perusahaan (tahun) 19 22 20 15 32
Jumlah karyawan (orang) 12 10 12 9 30
Asset (Rupiah) 505.340.909 128.681.339 726.250.000 223.333.333 1.700.000.000
Penjualan/tahun (Rupiah) 324.888.889 170.833.333 348.125.000 400.000.000 960.000.000
Laba/tahun (Rupiah) 69.737.778 40.800.000 82.375.000 108.333.333 200.000.000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
4.2 Faktor Kompetensi IKM.
Faktor kompetensi IKM Batik didasarkan pada faktor kompetensi hasil
penelitian Tumenggung yang telah ditentukan pada bab III. Faktor-faktor kompetensi
yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan faktor kompetensi yang lebih
dipentingkan atau paling penting pengaruhnya terhadap performansi IKM Batik
yaitu:
I - 60
7. Teknologi dan Produksi.
8. Sumber daya manusia
9. Pemasaran.
10. Finansial.
11. Pengadaan bahan baku.
12. Manajeman perusahaan.
4.3 Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM.
Tingkat kepentingan faktor Kompetensi pada kuesioner bagian II berupa
urutan rangking faktor Kompetensi yang dianggap paling penting pengaruhnya
terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta berdasarkan persepsi pemilik IKM Batik.
Karena terdapat 6 faktor Kompetensi, maka responden diminta untuk memberikan
rangking 1 sampai 6 terhadap faktor-faktor tersebut. Rekap data hasil rangking 63
responden dapat dilihat di lampiran C.
Hasil rangking yang diberikan masing-masing pemilik IKM batik terhadap
setiap faktor kompetensi berbeda-beda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya
di industri sehingga perlu dicari urutan kepentingan faktor kompetensi dari 63
responden. Untuk mengetahui tingkat kepentingan faktor kompetensi maka data hasil
rangking dapat diurutkan berdasarkan nilai rata-rata rangking setiap responden untuk
keenam faktor kompetensi. Hasil rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi
untuk 63 IKM Batik dipaparkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rata-rata 6 faktor kompetensi
Faktor Kompetensi
Rata-rata Tingkat Kepentingan
TEKNOLOGI PRODUKSI 2,42
SDM 2,34
PEMASARAN 3,03
KEUANGAN 2,20
JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU 3,96
MANAJEMEN 3,84 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 61
Dari hasil perhitungan rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi pada
Tabel 4.2, dapat dilihat urutan faktor kompetensi dari yang paling penting
pengaruhnya sampai yang paling tidak penting penting pengaruhnya menurut
persepsi masing-masing pemilik IKM Batik pada Tabel 4.3 yaitu :
Tabel 4.3 Urutan Fakor Kompetensi
Rata-rata Tingkat Faktor Kompetensi
Kepentingan
KEUANGAN 2,21
SDM 2,35
TEKNOLOGI PRODUKSI 2,43
PEMASARAN 3,03
MANAJEMEN 3,84
JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU 3,97 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
4.4 Variabel Kompetensi IKM.
Variabel kompetensi yang digunakan dalam melakukan penelitian merupakan
penjabaran dari faktor-faktor kompetensi. Variabel-variabel kompetensi digunakan
untuk menentukan variabel mana yang lebih dominan mempengaruhi performansi
IKM Batik dengan menggunakan analisis diskriminan.
I - 62
4.5 Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi Industri.
Data pada kuesioner bagian III berupa skala Interval 1 sampai 10, dari
variabel kompetensi yang paling tidak penting pengaruhnya ke yang paling penting
pengaruhnya terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta. Secara lengkap, data skala
hasil kuesioner dapat dilihat di lampiran C.
4.6 Uji Validitas.
Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur angket tersebut. Jika angket valid
berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) juga valid
sehingga diharapkan data yang diperoleh juga valid.
Uji Validitas dilakukan dengan metode Validitas Konstruk, yang
menunjukkan kemampuan alat ukur untuk mengukur obyek amatan berdasarkan
teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
metode Validitas Diskriminan yang mengacu kepada kemampuan untuk memperoleh
hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada sebelumnya.
Pertanyaan yang diuji adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III sebanyak
20 butir pertanyaan karena pertanyaan tersebut berskala Interval. Uji Validitas
menggunakan teknik Korelasi Pearson pada persamaan 2.2. Hipotesa untuk
pengujian validitas ini adalah bahwa skor jawaban setiap pertanyaan/variabel
berkorelasi positif dengan skor totalnya, angka Korelasi Pearson dihitung dengan
rumus :
Perhitungan interpolasi pada interval kepercayaan 95 % pada tabel 4.4 adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.4 Nilai Kritik Untuk Korelasi r. Tabel
n r. tabel
60
70
0.250
0.232
I - 63
Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris n-2 pada tabel nilai
kritik untuk Korelasi Pearson.
Sehingga untuk n=63 , maka df = 63-2=61.
25.0232.0
25.0
6070
6061
−
−=
−
− x
x = 0.2482
Jadi didapatkan nilai r. tabel sebesar 0.2482.
Dari perhitungan, didapat nilai-nilai seperti dalam Tabel 4.5 untuk ke-20
variabel Kompetensi.
Tabel 4.5. Rekapitulasi perhitungan validitas pertanyaan dengan rumus
Korelasi Pearson
Notasi Variabel
∑XY ∑X ∑Y ∑X² ∑Y² n α r. hitung V1 16532 435 2362 3153 89090 63 0,1 0,7894561 V2 18546 492 2362 3894 89090 63 0,1 0,601331 V3 19240 511 2362 4173 89090 63 0,1 0,6644933 V4 16689 444 2362 3178 89090 63 0,1 0,2633303 V5 18083 480 2362 3694 89090 63 0,1 0,6189267 V6 18564 497 2349 3949 87839 63 0,1 0,3891078 V7 17575 470 2349 3556 87839 63 0,1 0,4508362 V8 16481 441 2349 3105 87839 63 0,1 0,5610466 V9 17394 464 2349 3502 87839 63 0,1 0,6362649 V10 17825 477 2349 3639 87839 63 0,1 0,4750034 V11 7419 383 1186 2483 22806 63 0,1 0,7674841 V12 7747 400 1186 2670 22806 63 0,1 0,8678345 V13 7640 403 1186 2651 22806 63 0,1 0,2852043 V14 7022 491 894 3879 12926 63 0,1 0,486448 V15 5904 403 894 2761 12926 63 0,1 0,8842268 V16 5639 448 789 3208 9937 63 0,1 0,8052313 V17 4298 341 789 1867 9937 63 0,1 0,7953955 V18 8268 406 1262 2684 25714 63 0,1 0,789128 V19 8538 420 1262 2872 25714 63 0,1 0,7052953 V20 8908 436 1262 3116 25714 63 0,1 0,8419508
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 64
Setelah didapatkan angka korelasi masing-masing variabel kompetensi
(r.hitung), dibandingkan dengan r.tabel yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Jika angka korelasi hitung lebih besar daripada angka korelasi tabel maka hipotesa
dapat diterima dan disimpulkan bahwa pernyataan tersebut berkorelasi positif (valid)
dengan skor total. Jika angka korelasi hitung lebih kecil dari angka korelasi tabel,
maka hipotesa ditolak dan disimpulkan pernyataan tidak valid.
Tabel 4.6 Rekapitulasi perbandingan antara nilai r.tabel dan r. hitung
Variabel r hitung r. tabel Keputusan
V1 0,7894561 0,2482 valid
V2 0,601331 0,2482 valid
V3 0,6644933 0,2482 valid
V4 0,2633303 0,2482 valid
V5 0,6189267 0,2482 valid
V6 0,3891078 0,2482 valid
V7 0,4508362 0,2482 valid
V8 0,5610466 0,2482 valid
V9 0,6362649 0,2482 valid
V10 0,4750034 0,2482 valid
V11 0,7674841 0,2482 valid
V12 0,8678345 0,2482 valid
V13 0,2852043 0,2482 valid
V14 0,486448 0,2482 valid
V15 0,8842268 0,2482 valid
V16 0,8052313 0,2482 valid
V17 0,7953955 0,2482 valid
V18 0,789128 0,2482 valid
V19 0,7052953 0,2482 valid
V20 0,8419508 0,2482 valid Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.6, diperoleh hasil bahwa kesemua skor korelasi lebih besar
daripada skor tabel, maka hipotesa dapat diterima dan disimpulkan bahwa skor
masing-masing variabel berkorelasi positif dengan set atribut/variabelnya. Ini berarti
I - 65
data dapat dikatakan telah valid. Setelah melakukan uji validitas, pengolahan data
dilanjutkan dengan uji Reliabilitas.
4.7 Uji reliabilitas.
Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Dengan
kata lain, bila suatu instrumen ukur dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur
konsep yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka
instrumen ukur tersebut dianggap reliabel. Apabila kereliabilitasan suatu instrumen
penelitian tinggi hal ini berarti instrumen penelitian tersebut layak untuk digunakan
dalam penelitian di waktu dan tempat yang berbeda.
Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan konsistensi internal dari
pengukuran yang dilakukan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Tabel hasil perhitungan
reliabilitas variabel Kompetensi dapat dilihat di lampiran D.
Uji reliabilitas dilakukan pada 63 IKM Batik dan pernyataan yang diuji juga
sama dengan pernyataan pada validitas yaitu kuesioner bagian III yang terdiri dari 20
pertanyaan. Uji ini menggunakan metode Cronbach Alpha (α), metode ini adalah
metode untuk mengukur relibilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan
antara beberapa nilai.
Uji reliabilitas ini menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Rumus varians pada persamaan 2.6
2. Koefisien Cronbach’s Alpha pada persamaan 2.7
Perhitungan uji reliabilitas untuk ke 20 variabel Kompetensi dapat dilihat
pada Tabel 4.7 sebagai berikut.
I - 66
Tabel 4.7 Rekapitulasi perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan
metode Cronbach Alpha
V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20Jumlah 435 492 511 444 480 497 470 441 464 477 383 400 403 491 403 448 341 406 420 436
s^2 2,4101382 0,834 0,46 0,788 0,5945 0,4552 0,8 0,3 1,3646 0,4 2,49 2,1 1,18 0,844 2,953 0,358 0,34 1,09 1,161 1,59totals^2 22,548899s^2 total 69,650282
R11 0,7118478
VARIABEL
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dimana :
s² total = ))1(/()()((( 22 −∑−∑ nnxxn
= ))62(63/()8842()1245286(63(( 2−
= 69.650282
R11 = )/.(1)(1var.var/(.( 22 totalsstotaljumjml −−
= )650282.69/548899.22(1)(120/(20( −−
= 0.7118478
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai R11 sebesar 0.7118478. maka
hasil koefisien reliabilitas dapat diterima karena nilainya lebih besar daripada r. tabel
yaitu 0.2482. Maka dari itu, ke 20 variabel dinyatakan reliabel dan dapat dilanjutkan
ke perhitungan selanjutnya. Dari perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan
SPSS juga dapat diketahui nilai Cronbach Alpha sebesar 0.7118478. Hasil uji
reliabilitas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat di Lampiran D.
4.8 Analisis Klaster IKM Batik.
Tujuan dari Analisis Klaster dalam penelitian ini adalah untuk membagi 63
IKM Batik di Surakarta ke dalam beberapa klaster atau kelompok berdasarkan 5
variabel pengelompokan yang didapatkan dari data umum perusahaan pada kuesioner
bagian I, yaitu :
I - 67
1. Umur IKM Batik di Surakarta. (sampai tahun 2006)
2. Jumlah karyawan.
3. Aset IKM Batik di Surakarta.
4. Rata-rata omset/penjualan per tahun
5. Rata-rata laba bersih per tahun
Langkah selanjutnya dalam analisis klaster adalah menyusun desain riset
analisis klaster yang meliputi pendeteksian outlier, pengukuran kemiripan objek dan
penstandarisasian data jika data sangat bervariasi dalam satuan, dalam arti ada
variabel (data) dengan satuan yang berbeda-beda.
a. Mendeteksi outlier, yaitu observasi-observasi ekstrim yang terlihat sangat jauh
berbeda. Data outlier dapat terjadi karena kesalahan dalam pemasukkan data,
kesalahan pada pengambilan sampel atau memang ada data-data ekstrim yang
tidak bisa dihindarkan keberadaannya. Tujuan uji outlier adalah melihat ada
tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata berbeda dengan data-data lain.
Uji outlier ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 10.
Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut:
- Standarisasi data
Deteksi data dengan standarisasi prinsipnya mengubah nilai data semula
menjadi dalam bentuk z, kemudian menafsirkan nilai z tersebut.
- Deteksi outlier
Jika sebuah data outlier, maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka
+2,5 atau lebih kecil dari angka –2,5.
Dari hasil pengolahan SPSS nilai z dapat dilihat di sebelah kanan variabel input
dengan nama diawali z, dan setelah melalui deteksi dapat diketahui bahwa tidak
ada satu data pun yang mengalami outlier. Rekapitulasi uji outlier dapat dilihat
pada lampiran E.
I - 68
b. Standarisasi Data.
Perbedaan satuan ini akan menyebabkan bias dalam analisis klaster sehingga
data asli harus ditransformasi (distandarisasi) sebelum bisa dianalisis. Dengan
demikian, perlu dilakukan transformasi terhadap variabel yang relevan ke
bentuk z score.
Karena variabel-variabel pengelompokan diukur dengan skala yang berbeda,
maka perlu dilakukan standarisasi data. Data mentah untuk 63 responden
terhadap 5 variabel ditransformasikan ke skor standar menggunakan persamaan
2.5. Hasil standarisasi data dapat dilihat di lampiran E.
Analisis klaster tidak termasuk teknik statistik inferensia, di mana parameter
analisis ini adalah seberapa besar sampel dapat mewakili populasi. Analisis klaster
mempunyai sifat matematik dan bukan dasar statistik; syarat kenormalan, linieritas,
dan homogenitas tidak begitu penting karena memberikan pengaruh yang kecil
sehingga tidak perlu diuji.
Adapun hal-hal yang perlu diuji untuk memenuhi asumsi dalam analisis
klaster adalah kerepresentatifan sampel dan multikolonieritas. Dalam
kerepresentatifan sampel, sampel dikumpulkan dan klaster diperoleh dengan harapan
dapat mewakili struktur populasi. Dengan menggunakan metode sampling
proporsional, diharapkan 63 IKM Batik di Surakarta yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini representatif terhadap keseluruhan IKM Batik di Surakarta.
Dalam multikolinieritasan, variabel-variabel yang bersifat multikolinier
secara implisit mempunyai bobot lebih besar. Multikolinieritasan bertindak sebagai
proses pembobotan yang berpengaruh pada analisis, sehingga variabel-variabel yang
digunakan terlebih dahulu harus diuji tingkat multikolinieritasannya. Hasil pada
Tabel 4.8, uji multikolinieritas perhitungan SPSS untuk kelima variabel
pengelompokan, dapat diketahui bahwa tidak ada multikolinieritas pada variabel-
variabel pengelompokan. Yaitu nilai Tolerance untuk kelima variabel lebih dari 0.10
yang merupakan nilai batas Tolerance. Selain itu, nilai VIF kurang dari 10 yang
merupakan nilai batas VIF.
I - 69
Tabel 4.8 Perhitungan Uji Multikolinieritas Variabel Pengelompokan
Coefficientsa
32,018 2,357 13,586 ,000
1,416 2,430 ,077 ,583 ,562 ,956 1,046
,600 3,179 ,033 ,189 ,851 ,558 1,791
3,903 3,814 ,211 1,023 ,310 ,394 2,539
-5,953 5,607 -,325 -1,062 ,293 ,179 5,572
4,699 4,286 ,256 1,096 ,278 ,307 3,255
(Constant)
UMUR
JMLH
ASET
OMSET
LABA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: PERUSAHa.
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dengan melihat hasil besaran korelasi antar variabel pengelompokan pada
tabel 4.9, tampak bahwa hanya variabel Omset yang mempunyai korelasi cukup
tinggi dengan variabel Laba. Tingkat korelasi sebesar 0.723 atau sekitar 72.3%. Oleh
karena korelasi ini masih di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi
multikolinieritas yang serius.
Tabel 4.9 Korelasi antar variabel pada uji Multikolinieritas
Coefficient Correlationsa
1,000 ,153 ,100 ,128 -,723
,153 1,000 -,095 -,008 -,026
,100 -,095 1,000 -,228 -,304
,128 -,008 -,228 1,000 -,510
-,723 -,026 -,304 -,510 1,000
18,371 1,596 1,368 2,086 -17,367
1,596 5,906 -,734 -7,09E-02 -,352
1,368 -,734 10,108 -2,769 -5,417
2,086 -7,09E-02 -2,769 14,546 -10,912
-17,367 -,352 -5,417 -10,912 31,443
LABA
UMUR
JMLH
ASET
OMSET
LABA
UMUR
JMLH
ASET
OMSET
Correlations
Covariances
Model1
LABA UMUR JMLH ASET OMSET
Dependent Variable: PERUSAHa.
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tahap selanjutnya adalah pembentukan Klaster dengan prosedur nonhirarki
karena metode ini memproses semua objek secara sekaligus dengan titik acuan klaster
I - 70
centers sehingga distribusi objek (industri) sebagai anggota masing-masing klaster
lebih merata. Metode ini dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster
yang diinginkan (dua Klaster, tiga Klaster, atau lebih). Metode nonhirarki yang
digunakan adalah metode K-Means Clustering yang dikembangkan oleh MacQueen .
Jumlah Klaster ditetapkan antara 2 hingga 4 Klaster karena apabila jumlah
klaster yang dibentuk terlalu banyak, akan menyulitkan interpretasi. Selanjutnya
jumlah Klaster yang tepat ditentukan berdasar perbandingan analysis of variance
(ANOVA) dari ketiga alternatif, yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.
Tabel 4.10 ANOVA Alternatif Penentuan Jumlah Klaster IKM Batik Solo
Faktor F Sig.
2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster
Umur Perush. 0,264 3,238 21,066 0,609 0,046 0,000
Jumlah Karywn 45,266 28,539 23,804 0,000 0,000 0,000
Asset 74,250 54,708 37,031 0,000 0,000 0,000
Omset 216,775 139,251 78,934 0,000 0,000 0,000
Laba 155,889 138,088 99,990 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah
Pada dasarnya, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan angka
signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan yang disebabkan
oleh faktor tersebut terhadap klaster-klaster yang terbentuk. Berdasar pada hal
tersebut, maka jumlah Klaster dipilih dari alternatif yang ada, dengan kriteria nilai F
besar dan angka signifikansi kecil (sig < 0,05) pada setiap faktornya.
Berdasarkan kriteria nilai F yang paling besar dan signifikansi yang paling
kecil, Jumlah Klaster IKM Batik di Surakarta yang terbentuk sesuai dengan kriteria
adalah 4 Klaster. Berikut adalah rincian jumlah industri setiap Klaster.
Kelompok 1 : 32 industri
Kelompok 2 : 8 industri
Kelompok 3 : 16 industri
Kelompok 4 : 7 industri
I - 71
Adapun tampilan pertama (initial) proses pembentukan klaster dapat dilihat
pada Tabel 4.11. Tabel ini berisi penilaian responden pada masing-masing klaster
yang telah terbentuk. Nilai positif (>0) pada tabel mempunyai arti di atas rata-rata,
yaitu sikap responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah positif/baik.
Sedangkan nilai negatif (<0), mempunyai arti di bawah rata-rata, yaitu sikap
responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah negatif/buruk. Output
pada Tabel 4.12 adalah tampilan pertama proses pembentukan klaster sebelum
dilakukan iterasi.
Tabel 4.11 Initial Klasters Centers
Klaster
1 2 3 4
Zscore(VAR_2), umur -1,6931 -0,3849 2,33197 1,12446
Zscore(VAR_3),jml karywn -0,5657 0,30352 -0,2397 2,15053
Zscore(VAR_4), aset -0,236 -0,76 -0,6552 2,06935
Zscore(VAR_5), omset -0,8285 1,55672 -0,9436 2,21471
Zscore(VAR_6), laba -0,7982 2,46452 -0,7843 -0,4511 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.12 ANOVA di bawah, didapatkan bahwa setiap variabel memiliki
nilai F yang cukup besar dengan nilai signifikansi yang kecil atau di bawah 0.05.
Kolom Klaster menunjukkan besaran between klaster mean dan kolom Error
menunjukkan besaran within klaster mean, sehingga F dapat dihitung menggunakan
persamaan (4.1) sebagai berikut:
sWithinMean
nsBetweenMeaF=
……………………………………(Persamaan 4.1)
Maka dapat disimpulkan bahwa, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan
angka signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan faktor
tersebut pada klaster - klaster yang terbentuk.
I - 72
Tabel 4.12 ANOVA Variabel Pengelompokan
Klaster Error
Mean
Square df
Mean Square
df F Sig.
Zscore (VAR_2), umur 10,68821068 3 0,507379118 59 21,06553126 2,12832E-09
Zscore (VAR_3),jml karywn 11,31673723 3 0,475420141 59 23,80365547 3,20766E-10
Zscore (VAR_4), aset 13,49805246 3 0,364505807 59 37,031104 1,37696E-13
Zscore (VAR_5), omset 16,54452513 3 0,209600417 59 78,93364594 1,23574E-20
Zscore (VAR_6), laba 17,34561046 3 0,168867265 59 102,7174241 2,15433E-23 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Contoh perhitungan F pada variabel umur perusahaan (var_2)
507379118.0
68821068.10=F
F = 21.06553126
Dengan menggunakan software SPSS, dihasilkan kelompok yang dapat
dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini.
I - 73
Tabel 4.13 Hasil Pengelompokan
Kelompok Jumlah Industri Nama Industri
Nugraha
Mahkota
Doyohadi
1
32 Surya Pelangi
Nesa Noer
Gunawan
Amelia
Sidoluhur
Candi Kencana
Multi Sari
Merak Ati
Adityan
Putra Laweyan
Saud Efendi
Marin
Mini Art
Dewi
Perca
Bulan Indah
Brata Jaya
Dedy Qisti
Fatma Batik
Batik Wulan Hadi
Masa Indah Cap Batik
Batik Semi
Batik Abdullah
I - 74
Tabel 4.14 Hasil Pengelompokan (Lanjutan)
Batik Sinung Rejeki
Batik Printing Tujuh Lima
Barum, Batik Printing
Batik Cap Hartono
Batik Nugroho
Batik Agung Lestari
Cahaya Baru
Gress Tenan 2
8 Merak Manis
Cokrosumarto
Gentong Ayu
Putra Mahkota
Batik Cap Supardi
Batik Tulis Halus Zainal
Farhan
Suparso
Puspa Kencana
3
16 Molina
Cempaka
Anna
Mustika
Purworaharjo
Kencana Murni
Cahaya Putra
Rejeki Abadi
Adr Batik
Batik Super
Batik Alwi
Batik Bengawan Solo
Fajar, Batik Printing Santika Knife
4
7 Luar Biasa
Arjuna Batik Pujangga Baru Batik Batik Rembulan Batik Supatno
I - 75
Setelah didapatkan jumlah kelompok yang tepat yaitu 4 kelompok klaster dan
anggota setiap kelompok, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi hasil.
Interpretasi meliputi usaha memeriksa setiap kelompok dengan maksud memberi
nama kelompok tersebut dan kemudian mengidentifikasikan karakteristik alami dari
kelompok yang bersangkutan. Untuk memberi nama pada kelompok yang telah
terbentuk, digunakan perbandingan dari tiga Performansi kinerja IKM Batik di
Surakarta, yaitu Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover.
1. ROA = Laba bersih / Total Aset.
2. Profit Margin = Laba bersih / Penjualan.
3. Sales Turnover = Penjualan / Total Aset
Tabel 4.15 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1
VARIABEL
UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH
KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN
(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)
1 Nugraha 2 9 375000000 150000000 60000000
2 Mahkota 13 8 375000000 150000000 60000000
3 Doyohadi 20 7 100000000 65000000 13000000
4 Surya Pelangi 10 4 40000000 78000000 24000000
5 Nesa Noer 17 2 40000000 300000000 60000000
6 Gunawan 20 4 150000000 90000000 27000000
7 Amelia 19 8 1000000000 480000000 48000000
8 Sidoluhur 20 7 100000000 180000000 24000000
9 Candi Kencana 16 4 100000000 75000000 30000000
10 Multi Sari 16 6 150000000 210000000 42000000
11 Merak Ati 16 8 300000000 300000000 60000000
12 Adityan 16 6 300000000 180000000 36000000
13 Putra Laweyan 0 11 500000000 600000000 120000000
14 Saud Efendi 22 10 700000000 96000000 28800000
15 Marin 3 7 400000000 75000000 15000000
16 Mini Art 15 9 400000000 75000000 15000000
17 Dewi 17 3 175000000 150000000 35000000
18 Perca 18 4 40000000 102000000 40800000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 76
Tabel 4.16 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1 (Lanjutan)
19 Bulan Indah 5 5 100000000 96000000 28800000
20 Brata Jaya 19 6 1000000000 500000000 50000000
21 Dedy Qisti 12 8 500000000 80000000 15000000
22 Fatma Batik 12 4 200000000 360000000 70000000
23 Batik Wulan Hadi 20 5 80000000 80000000 20000000
24 Masa Indah Cap Batik 17 4 500000000 100000000 40800000
25 Batik Semi 19 6 75000000 70000000 22000000
26 Batik Abdullah 16 15 200000000 350000000 72000000
27 Batik Sinung Rejeki 10 16 1000000000 480000000 48000000
28 Batik Printing Tujuh Lima 20 12 360000000 180000000 40000000
29 Barum, Batik Printing 15 11 300000000 180000000 35000000
30 Batik Cap Hartono 18 10 600000000 100000000 25000000
31 Batik Nugroho 16 6 320000000 300000000 22000000
32 Batik Agung Lestari 14 5 200000000 100000000 72000000 TOTAL 10305000000 6332000000 1299200000
ROA 0,126 Profit Margin 0,20223
Sales Turnover 0,593459 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.17 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 2
VARIABEL
UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH
KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN
(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)
1 CAHAYA BARU 2 18 750000000 700000000 200000000
2 GRESS TENAN 12 15 1500000000 800000000 200000000
3 MERAK MANIS 14 35 800000000 800000000 200000000
4 COKROSUMARTO 12 8 800000000 750000000 225000000
5 GENTONG AYU 10 30 1000000000 600000000 240000000
6 PUTRA MAHKOTA 43 10 800000000 800000000 250000000
7 Batik Cap Supardi 5 15 1000000000 640000000 250000000
8 Batuk Tulis Halus Zainal 16 15 150000000 800000000 250000000 TOTAL 6800000000 5890000000 1815000000
ROA 0,266911765 Profit Margin 0,308149406
Sales Turnover 0,866176471 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 77
Tabel 4.18 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 3
VARIABEL
UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH
KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN
(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)
1 FARHAN 30 7 200000000 100000000 20000000
2 SUPARSO 40 7 225000000 100000000 15000000
3 PUSPA KENCANA 26 8 150000000 100000000 40000000
4 MOLINA 31 3 100000000 90000000 27000000
5 CEMPAKA 26 4 40000000 102000000 40800000
6 ANNA 22 24 200000000 360000000 72000000
7 MUSTIKA 30 11 300000000 180000000 36000000
8 PURWORAHARJO 28 10 600000000 96000000 24000000
9 KENCANA MURNI 35 26 200000000 80000000 50000000
10 CAHAYA PUTRA 21 35 500000000 100000000 15000000
11 REJEKI ABADI 43 10 200000000 40000000 16000000
12 ADR BATIK 40 7 300000000 180000000 30000000
13 Batik Super 31 14 450000000 75000000 15000000
14 Batik Alwi 30 17 200000000 350000000 75000000
15 Batik Bengawan Solo 28 5 500000000 95000000 26000000
16 Fajar, Batik Printing 35 8 350000000 160000000 60000000 TOTAL 4515000000 2208000000 561800000
ROA 0,236129679 Profit Margin 0,352038406
Sales Turnover 0,671036545 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 78
Tabel 4.19 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 4
VARIABEL
UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH
KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN
(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)
1 SANTIKA 31 32 1500000000 1000000000 40000000
2 KNIFE 20 25 1700000000 950000000 175000000
3 LUAR BIASA 20 35 500000000 1000000000 100000000
4 ARJUNA BATIK 19 25 1700000000 900000000 170000000
5 PUJANGGA BARU BATIK 14 32 1500000000 400000000 50000000
6 Batik Rembulan 30 18 1700000000 950000000 175000000
7 Batik Supatno 32 30 1700000000 960000000 200000000 TOTAL 10300000000 6160000000 910000000
ROA 0,088349515 Profit Margin 0,147727273
Sales Turnover 0,598058252 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Nilai ROA, Profit Margin dan Sales Turnover untuk masing-masing kelompok dapat
dilihat pada Tabel 4.21 berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.15
sampai Tabel 4. 19 untuk masing-masing kelompok industri.
Tabel 4.20 Variabel kinerja kelompok IKM Batik di Surakarta
Performansi Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
ROA 12% 26,69% 23,61% 8,83%
Profit Margin 20,22% 30,81% 35,20% 14,77%
Sales Turnover 0,593 0,866 0,671 0,598 Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2006
Dari tabel diatas, terlihat adanya perbedaan nilai ketiga variabel untuk ketiga
kelompok.
• Jika dilihat dari ROA, kelompok 2 paling unggul, kemudian disusul oleh
kelompok 3.
I - 79
• Dari Profit Margin, kelompok 3 memiliki nilai paling tinggi, setelah itu
kelompok 2 dan kelompok 1
• Kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang paling tingggi, lalu kelompok
3.
Jadi berdasarkan tiga hal diatas, maka :
• Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi
• Kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi.
• Kelompok 1 adalah kelompok industri dengan kinerja sedang
• Kelompok 4 adalah kelompok industri dengan kinerja rendah
Pada penelitian ini, validasi dilakukan dengan menganalisis variabel lain
berupa tiga Performansi kinerja IKM Batik di Surakarta. Berdasarkan interpretasi
keempat kelompok memiliki perbedaan nilai untuk ketiga Performansi yang diukur
(Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover), sehingga dapat
dikatakan bahwa Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi,
kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi, kelompok 1 adalah
kelompok industri dengan kinerja sedang, kelompok 4 adalah kelompok industri
dengan kinerja rendah. Namun perbedaan kinerja keempat kelompok ini bukan
merupakan kriteria yang cukup signifikan untuk menyatakan bahwa hasil
pengelompokan adalah valid. Untuk menyatakan hasil pengelompokan adalah valid,
dapat dilihat pada matriks klasifikasi dari hasil Analisis Diskriminan.
4.9 Analisis Diskriminan.
Setelah pada bagian sebelumnya dilakukan pengelompokan IKM Batik
berdasarkan beberapa ukuran Performansi IKM Batik dengan analisis klaster, pada
bagian ini akan dilakukan Analisis Diskriminan untuk melihat variabel-variabel yang
dapat membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.
I - 80
Analisis Diskriminan dalam penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan apakah terdapat perbedaan signifikan antara profil skor rata-rata dan
empat kelompok yang telah terbentuk sebelumnya.
2. Menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai
discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat
kelompok IKM Batik di Surakarta.
Analisis Diskriminan adalah teknik statistik yang digunakan untuk
mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen non metrik dengan satu
himpunan variabel independen metrik.
1. Variabel dependen nonmetrik yaitu kategori kelompok masing-masing IKM Batik
di Surakarta ( satu sampai empat)
2. Variabel independen metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi
industri.
Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis diskriminan
adalah sebagai berikut.
1. Variabel independen berdistribusi normal.
2. Kesamaan matriks kovariansi.
Tabel 4.21 Test Result
Box's M 153,985
Approx. 2,53228
df1 45
df2 1608,63 F
Sig. 1,4E-07 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.21, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada hasil Tex Box’s M =
0.000. Nilai signifikansi ini lebih kecil daripada signifikansi SPSS (0.05), maka
hipotesis mengenai asumsi kesamaan matriks kovariansi antar kelompok
memang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi analisis diskriminan. Namun
I - 81
demikian analisis fungsi diskriminan tetap robust walaupun asumsi homogeneity
of variance tidak terpenuhi dengan syarat data tidak memiliki outlier.
Menurut Hair (1998) untuk kasus sampel kecil, (kurang dari 80), maka standar
skor yang dengan nilai + 2.5 dinyatakan outlier. Pada hasil uji outlier Lampiran
F untuk ke 20 variabel kompetensi, didapatkan 4 data yang outlier yaitu var_16
industri ke-24, var_19 industru ke-50, var_17 industri ke-53 dan var_13 industri
ke-63. Setelah outlier teridentifikasi, langkah berikutnya adalah tetap
mempertahankan data outlier atau membuang data outlier. Secara filosofi,
seharusnya outlier tetap dipertahankan jika data outlier memang representasi
dari populasi. Outlier harus dibuang jika data outlier tidak menggambarkan
observasi dalam populasi.
Pada penelitian ini, data tetap harus dipertahankan karena asumsi sampel
representatif terhadap populasi harus terpenuhi sehingga data outlier tetap
dipakai dalam perhitungan analisis diskriminan.
3. Asumsi berikutnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada korelasi antar variabel
independen. Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka
dikatakan terjadi multikolinieritas. Dari hasil uji multikolinieritas dengan
menggunakan SPSS, dapat dilihat bahwa tidak ada multikolinieritas antar
variabel independen. Yaitu nilai Tolerance lebih dari 0.10 dan nilai VIF kurang
dari 10. Selain itu, pada hasil korelasi antar variabel kompetensi, dapat dilihat
bahwa hanya variabel 19 (Manajemen Finansial) mempunyai korelasi cukup
tinggi dengan variabel 10 (Fleksibilitas Kemampuan Operasional) dengan
tingkat korelasi sebesar 0.632 atau sekitar 63 %. Oleh karena korelasi ini masih
dibawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas yang serius.
Secara lengkap disajikan di Lampiran F
Metode estimasi fungsi diskriminan yang dipakai adalah dengan Stepwise
(bertahap) yaitu pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam
model berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis
melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar.
I - 82
Langkah –langkah yang harus dilakukan dalam mengestimasi fungsi diskriminan
adalah sebagai berikut.
1. Signifikansi perbedaan kelompok berdasarkan karakteristik dari masing-
masing variabel.
Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel yang secara individual
(univariat) menentukan perbedaan diantara 4 kelompok industri yang ada.
Tabel 4.22 Test of Quality of Group Means
Variabel Wilks' Lambda F Sig.
VAR_1 Teknologi Proses 0,708 8,111 0,000
VAR_2 Teknologi Produk 0,964 0,742 0,531
VAR_3 Manufaktur Adaptif 0,714 7,882 0,000
VAR_4 Dukungan Di Bidang Tekprod 0,977 0,464 0,709
VAR_5 Fasilitas Perawatan 0,743 6,816 0,001
VAR_6 Produktivitas Tenaga Kerja 0,797 5,002 0,004
VAR_7 Aktivitas Pengembangan SDM 0,879 2,710 0,053
VAR_8 Dukungan Di Bidang SDM 0,983 0,347 0,791
VAR_9 Kemampuan Operasional 0,816 4,443 0,007
VAR_10 Fleksibilitas Kemampuan Operasional 0,776 5,692 0,002
VAR_11 Jaringan Informasi ke Pasar 0,418 27,363 0,000
VAR_12 Aktivitas Promosi 0,574 14,567 0,000
VAR_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0,554 15,824 0,000
VAR_14 Kekuatan Modal 0,936 1,349 0,267
VAR_15 Dukungan di Bidang Keuangan 0,768 5,955 0,001
VAR_16 Pasokan Bahan Baku 0,925 1,592 0,201
VAR_17 Jaringan Pemasok 0,618 12,150 0,000
VAR_18 Manajemen SDM 0,798 4,967 0,004
VAR_19 Manajemen Finansial 0,535 17,061 0,000 VAR_20 Manajemen Integral 0,705 8,230 0,000
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.22 memperlihatkan nilai Wilks’ Lambda dan Univariate F Ratio
untuk keduapuluh variabel yang menyatakan tingkat signifikansi untuk
persamaan rata-rata kelompok setiap variabel. Selain itu, tabel diatas berfungsi
I - 83
untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk
setiap variabel.
• Jika angka Sig. >0.05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.
• Jika angka Sig. < 0.05, berarti ada perbedaan antar kelompok.
Wilks’ Lambda adalah perbandingan antara jumlah kuadrat antar kelompok
dengan total jumlah kuadrat. Angka Wilks’s Lambda berkisar antara 0 sampai 1.
Misalnya pada Tabel 4.23 diperlihatkan perhitungan analisis variansi untuk
variabel 9. Jadi nilai Wilks’ Lambda untuk variabel 9 adalah 69,013 / 84,603 =
0,007. Nilai Lambda yang mendekati nol berarti data tiap kelompok semakin
berbeda. Sedangkan, semakin mendekati 1, data tiap kelompok cenderung sama.
Sehingga kriteria sebuah variabel yang dapat menunjukkan perbedaan antar
kelompok adalah variabel dengan nilai Wilks’ Lambda minimum dengan tingkat
signifikansi kecil. Jika signifikansi kurang dari 0.05, maka hipotesis nol yang
menyatakan rata-rata semua kelompok sama ditolak.
Tabel 4.23 Analisis Variansi Variabel 9
ANOVA
VAR00009
15,590 3 5,197 4,443 ,007
69,013 59 1,170
84,603 62
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari tabel 4.22 dapat dilihat bahwa VAR_1 Teknologi Proses, VAR_3
Manufaktur Adaptif, VAR_5 Fasilitas Perawatan, VAR_6 Produktivitas Tenaga
Kerja, VAR_9 Kemampuan Operasional, VAR_10 Fleksibilitas Kemampuan
Operasional, VAR_11 Jaringan Informasi ke Pasar, VAR_12 Aktivitas Promosi,
VAR_13 Dukungan di Bidang Pemasaran, memiliki nilai Wilks’ Lambda yang
kecil dengan Univariate F ratio yang besar atau nilai signifikansi kecil, sehingga
I - 84
dapat dikatakan bahwa secara individual (univariate) variabel-variabel tersebut
merupakan variabel-variabel yang mempunyai sumbangan terbesar dalam
membedakan keempat kelompok yang ada. Namun demikian, hal ini tidak
menjamin apakah kelima variabel tersebut akan dimasukkan pada fungsi
diskriminan. Untuk itu dilakukan analisis diskriminan dengan tetap menyertakan
seluruh variabel yang ada.
2. Menentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan ke dalam
perhitungan fungsi Diskriminan.
Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel mana yang secara efisien
dapat menerangkan perbedaan antar kelompok yang kemudian akan dimasukkan
ke dalam proses penyusunan fungsi diskriminan. Pemilihan variabel akan
dilakukan dengan menggunakan metode bertahap (stepwise) dengan kriteria
maksimasi angka Mahalanobis Distance dan minimasi Wilks’s Lambda. Metode
bertahap dimulai dengan semua variabel diabaikan dari model dan kemudian
secara bertahap memilih variabel-variabel yang akan meminimasi nilai Wilks’
Lambda dengan kriteria signifikansi F maksimum 0.05.
Dari Tabel 4.22, dapat dilihat Var_11 Jaringan Informasi ke Pasar memiliki
nilai Wilks’ Lambda paling kecil sehingga variabel ini merupakan variabel
pertama yang akan dimasukkan ke dalam model. Setelah variabel Jaringan
Informasi ke Pasar dimasukkan ke model maka variabel-variabel lainnya akan
dipertimbangkan masuk ke dalam model dengan prosedur yang sama, setelah
variansi yang berhubungan dengan Var_11 dihilangkan. Proses akan terus
berlanjut sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dipertimbangkan masuk ke
dalam model atau dengan kata lain tidak ada signifikan F to enter atau signifikan
F to remove yang memenuhi kriteria.
Dari Lampiran F, proses ini terhenti sampai langkah ke 5 atau setelah 5
variabel yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu variabel 11,12,19,13 dan
variabel 9. Pada Tabel 4.24 berikut ini dapat dilihat rangkuman dari metode
Stepwise.
I - 85
Tabel 4.24 Variabel Pembeda Dengan Metode Stepwise
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.25 step 1, jumlah variabel yang dimasukkan ada satu variabel
(variabel Jaringan Informasi ke Pasar) dengan angka Wilks’s Lambda
0.4181789. hal ini berarti 41.8% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan
antar kelompok. Kemudian pada step 2, dengan tambahan variabel Aktivitas
Promosi, angka Wilks’s Lambda turun menjadi 0.3090461. begitu seterusnya
sampai step 5. penurunan angka Wilks’s Lambda tentu baik bagi model
diskriminan, karena varians yang tidak bisa dijelaskan semakin kecil (dari
41.8% menjadi 30.9% dan semakin menurun menjadi 12.2%).
Dari kolom F dan signifikansinya, terlihat baik pada pemasukan variabel
dan semuanya adalah signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa kelima
variabel tersebut memang berbeda untuk keempat kelompok perusahaan.
Tabel 4.25 Wilks’s Lambda untuk Lima Tahapan
Wilks' Lambda
Step Number of Variables
Lambda df1 df2 df3 Exact F Statistic
df1 df2 Sig.
1 1 0,4181789 1 3 59 27,362647 3 59 3,23917E-11 2 2 0,3090461 2 3 59 15,443906 6 116 5,91548E-13
3 3 0,257291 3 3 59
4 4 0,1486725 4 3 59 5 5 0,1225008 5 3 59
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tahap
Variable Entered
Min. D Squared
Sig.
1 Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0,431 0,03608
2 Var_12 Aktivitas Promosi 1,159 0,045
3 Var_19 Manajemen Finansial 1,88 0,00077
4 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 2,073 0,03318
5 Var_9 Kemampuan Operasional 2,357 0,03968
I - 86
Pada tabel variable not in the analysis hasil SPSS yang disajikan di
Lampiran F, dapat diketahui bahwa tabel ini menggambarkan pemasukan
variabel dengan metode Stepwise seperti yang digunakan dalam pengolahan
data. Pedomannya adalah melihat variabel dengan angka Mahalanobis Distance
(D²) yang terbesar, lalu mengevaluasi apakah variabel tersebut mempunyai
angka sig. di bawah 0.05. jika dibawah 0.05, variabel tersebut dimasukkan
dalam model diskriminan. Jika tidak, maka proses dihentikan. Proses ini terhenti
pada step ke lima.
3. Menentukan Fungsi Kanonik Diskriminan.
Pada langkah ini berdasarkan variabel-variabel yang telah diseleksi diatas
akan dicari fungsi komposit linier. Karena pada penelitian ini terdapat 4
kelompok, maka akan terbentuk (n-1) = tiga fungsi diskriminan.
Tabel 4.26 Koefisien Fungsi Diskriminan Kanonik
Variabel Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 3 Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional (Constant)
0,535 0,009 0,817 -0,857 0.200 -4,745
0,268 0,490 -0,236 0,680 -0.586 -3,195
-0,246 -0,373 1,089 0,422 0,236 -7,842
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.26 berisikian koefisien variabel kanonik yaitu koefisien dari fungsi
diskriminan yang dicari. Dengan menggunakan fungsi ini maka dapat dihitung
skor variabel kanonik untuk setiap IKM Batik di Surakarta.
Fungsi 1
Skor industri = (-4.745) + 0.535 Var_11 + 0.009 Var_12 + 0.817 Var_19 - 0.857
Var _13 + 0.200 Var_9
I - 87
Dengan mensubstitusikan nilai dari variabel-variabel, maka didapatkan skor
variabel kanonik untuk masing-masing industri, misalnya skor untuk IKM Batik
Nugraha adalah sebagai berikut.
Skor Nugraha = (-4.745) + 0.535 (5) + 0.009 (6) + 0.817 (6) - 0.857 (5) + 0.200
(6)
= -0,199
Fungsi 2
Skor industri = (-3.195) + 0.268 Var_11 + 0.490 Var_12 – 0.236 Var_19 + 0.680
Var _13 - 0.586 Var_9
Sama halnya dengan fungsi 1 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari
variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing
industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut.
Skor Nugraha = (-3.195) + 0.268 (5) + 0.490 (6) – 0.236 (6) + 0.680 (5) - 0.586
(6)
= -0,447
Fungsi 3
Skor industri = (-7.842) - 0.246 Var_11 - 0.373 Var_12 + 1.089 Var_19 + 0.422
Var _13 + 0.236 Var_9
Sama halnya dengan fungsi 2 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari
variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing
industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut.
Skor Nugraha = (-7.842) - 0.246 (5) - 0.373 (6) + 1.089 (6) + 0.422 (5) - 0.236
(6)
= -1.25
Hasil perhitungan skor diskriminan untuk 63 IKM Batik dengan
perhitungan SPSS tiga fungsi dapat dilihat di Lampiran F.
I - 88
Tabel 4.27 Eigenvalues
Eigenvalues
2,903a 73,2 73,2 ,862
1,037a 26,1 99,3 ,714
,027a ,7 100,0 ,161
Function1
2
3
Eigenvalue % of Variance Cumulative %CanonicalCorrelation
First 3 canonical discriminant functions were used in theanalysis.
a.
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.27, terlihat angka canonical correlation adalah 0.862, yang
jika dikuadratkan akan menjadi (0.862x0.862) = 0,743044. hal ini berarti 74.3%
varians dari variabel kompetensi dapat dijelaskan oleh model diskriminan yang
dibentuk oleh 5 variabel bebas yaitu Jaringan Informasi Ke Pasar, Aktivitas
Promosi, Manajemen Finansial, Dukungan di Bidang Pemasaran dan
Kemampuan Operasional.
Angka canonical correlation pada Tabel 4.27 mengukur keeratan
hubungan antara discriminant score dengan kelompok. Angka 0.862
menunjukkan keeratan yang cukup tinggi dengan ukuran skala asosiasi antara 0
sampai 1. Dan walaupun angka canonical untuk fungsi ketiga dengan kelompok
adalah lemah (0.161), namun ketiga fungsi tetap digunakan untuk interpretasi
selanjutnya.
I - 89
Tabel 4.28 Structure Matrix
Pada Tabel 4.28, terlihat 20 variabel kompetensi dengan koefisien masing-
masing. Koefisien pada tiap variabel disebut juga dengan discriminant loadings
yang menyatakan korelasi tiap variabel bebas dengan fungsi diskriminan yang
terbentuk. Variabel dengan tanda ‘a’ di kanan atas variabel yang menunjukkan
variabel tersebut tidak dipakai dalam model. Variabel yang memiliki nilai
koefisien terbesar (harga mutlaknya) merupakan variabel yang paling penting
atau yang paling membedakan kelompok.
,657 * ,367 -,139 ,362 * ,074 ,204 ,326 * ,210 ,078 ,265 * ,173 -,007 ,227 * ,122 -,148 ,136 * ,017 ,124 ,107 * -,018 -,009 ,279 ,703 * -,291 ,005 -,467 * -,036 ,184 ,218 * ,151
-,096 ,176 * ,117 ,493 ,376 ,742 *
-,382 -,120 -,594 * -,427 ,507 ,566 * ,153 ,211 ,387 *
-,086 -,063 ,354 * ,188 ,285 ,345 *
-,007 ,133 -,345 * ,204 ,032 -,228 *
-,010 ,032 -,206 *
VAR00011 VAR00001 a
VAR00002 a
VAR00018 a
VAR00020 a
VAR00005 a
VAR00007 a
VAR00012 VAR00009 VAR00015 a
VAR00016 a
VAR00019 VAR00010 a
VAR00013 VAR00003 a
VAR00014 a
VAR00017 a
VAR00008 a
VAR00006 a
VAR00004 a
1 2 3 Function
Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions
Variables ordered by absolute size of correlation within function. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function
*.
This variable not used in the analysis. a.
I - 90
Dari kriteria tersebut, ada 5 variabel bebas yang lolos uji yaitu :
Dan jika dilihat dari besar korelasi (abaikan tanda -) :
• Korelasi variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dengan fungsi 1 (0.657)
lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 2 (0.367) dan
fungsi 3 (0.139). Dengan demikian variabel Jaringan Informasi Ke Pasar
masuk ke fungsi diskriminan 1.
• Korelasi variabel Aktivitas Promosi dengan fungsi 2 (0.703) lebih besar
daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.279) dan fungsi 3
(0.291). Dengan demikian variabel Aktivitas Promosi masuk ke fungsi
diskriminan 2.
• Korelasi variabel Manajemen Finansial dengan fungsi 2 (0.467) lebih besar
daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.005) dan fungsi 3
(0.036). dengan demikian variabel Manajemen Finansial masuk ke fungsi
diskriminan 2.
• Korelasi variabel Dukungan di Bidang Pemasaran dengan fungsi 3 (0.742)
lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.493) dan
fungsi 2 (0.376). dengan demikian variabel Dukungan di Bidang
Pemasaran masuk ke fungsi diskriminan 3.
• Korelasi variabel Kemampuan Operasional dengan fungsi 3 (0.566) lebih
besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.427) dan
fungsi 2 (0.507). dengan demikian variabel Kemampuan Operasional
masuk ke fungsi diskriminan 3.
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar
Var_12 Aktivitas Promosi
Var_19 Manajemen Finansial
Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran
Var_9 Kemampuan Operasional
I - 91
4. Menentukan signifikansi dari fungsi diskriminan yang dihasilkan
Pada Tabel 4.29 di bawah ini dapat dilihat nilai signifikansi ketiga fungsi
diskriminan bedasarkan uji Chi Square.
Tabel 4.29 Signifikansi Fungsi Diskriminan
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig. 1 through 3 0.123 120,729 15 0,000 2 through 3 0.478 42,428 8 0,000 3 0.974 1,513 3 0,679
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Pada Tabel 4.29, terlihat angka chi square sebesar 120.729 dengan angka sig.
0.000. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang signifikan (nyata) antara keempat
kelompok IKM Batik pada model diskriminan.
Dari Analisis Diskriminan dihasilkan 5 variabel yang membedakan keempat
kelompok secara signifikan yaitu Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang
Pemasaran, Manajemen Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi.
Untuk menilai kontribusi dari masing–masing variabel prediktor tersebut, dapat
dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan Indeks
Potensi yang dipaparkan pada Tabel 4.30 sampai Tabel 4.32.
Tabel 4.30 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 1
Fungsi Diskriminan 1
Squared Relative Nilai Variabel Loadings
Loadings Eigenvalue Potensi
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.657* 0,431649 0,731787 0,315875 Var_12 Aktivitas Promosi 0.279 0,077841 0,731787 0,056963 Var_19 Manajemen Finansial 0.493 0,243049 0,731787 0,17786 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran -0.427 0,182329 0,731787 0,133426 Var_9 Kemampuan Operasional 0.005 0,000025 0,731787 1,83E-05
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 92
Tabel 4.31 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 2
Fungsi Diskriminan 2 Squared Relative Nilai Variabel
Loadings Loadings Eigenvalue Potensi
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.367 0,134689 0,261407 0,035209 Var_12 Aktivitas Promosi 0.703* 0,494209 0,261407 0,12919 Var_19 Manajemen Finansial 0.376 0,141376 0,261407 0,036957 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0.507 0,257049 0,261407 0,067194 Var_9 Kemampuan Operasional -0.467* 0,218089 0,261407 0,05701
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.32 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 3
Fungsi Diskriminan 3 Squared Relative Nilai Variabel
Loadings Loadings Eigenvalue Potensi
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar -0.139 0,019321 0,006806 0,000131 Var_12 Aktivitas Promosi -0.291 0,084681 0,006806 0,000576 Var_19 Manajemen Finansial 0.742* 0,550564 0,006806 0,003747
Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0.566* 0,320356 0,006806 0,00218 Var_9 Kemampuan Operasional -0,036 0,001296 0,006806 8,82E-06
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tabel 4.33 Eigenvalue
Function Eigenvalue Canonical
Correlation 1 2,903033939 0,86243206
2 1,037196855 0,713533055
3 0,02665812 0,161139436
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Loadings didapatkan dari hasil SPSS yaitu pada structure matrix.
Squared Loadings didapatkan dari hasil kuadrat Loadings.
Relative Eigenvalue didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.13.
Nilai Potensi didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.14.
Contoh perhitungan Relative Eigenvalue fungsi diskriminan 1 :
Ei
EiREi
∑=
I - 93
1
11
E
ERE
∑=
967.3
903.2=REi = 0.731787
Contoh perhitungan Nilai Potensi fungsi diskriminan 1 :
PVij = ( discriminant loading 1)² x RE 1
= 0.431649 x 0.731787
= 0.315875
Nilai Potensi didapatkan dengan rumus
PVij = ( discriminant loading ij)² x RE j
Pvij = nilai potensi variabel I dalam fungsi j
Indeks Potensi didapat dari penjumlahan nilai potensi dari fungsi diskriminan 1, 2
dan 3. Tabel 4.34 berikut ini merupakan rangkuman dari Discriminant Loading,
Rasio F Univariate dan Indeks Potensi untuk 5 variabel pembeda.
Tabel 4.34 Perhitungan Indeks Potensi
Discriminant Loadings Rasio Indeks
Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 3 F Univariate Potensi Variabel
Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.657 0.367 -0.139 27.363 0,351215
Var_12 Aktivitas Promosi 0.279 0.703 -0.291 14.567 0,186729
Var_19 Manajemen Finansial 0.493 0.376 0.742 17.061 0,218564
Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran -0.427 0.507 0.566 15.824 0,202801
Var_9 Kemampuan Operasional 0.005 -0.467 -0,036 4.443 0,057037 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Hasil-hasil ini pada umumnya memperlihatkan Univariate F Ratio dan Indeks
Potensi yang cukup besar terutama untuk variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dan
Manajemen Finansial. Jika ditelaah lagi, banyak variabel lain yang memiliki
Univariate F Ratio dibandingkan dengan variabel 12 dan 13, misalnya variabel 17
(Jaringan Pemasok). Namun variabel ini tidak masuk dalam model artinya bukan
I - 94
variabel pembeda diantara kelompok. Hal ini disebabkan adanya multikolinieritas
yaitu adanya korelasi antara variabel independen.
Jumlah fungsi diskriminan yang terbentuk adalah tiga fungsi diskriminan.
Tabel 4.35 berikut ini meliputi rata-rata kelompok dari tiga fungsi diskriminan.
Tabel 4.35 Fungsi pada Group Centroid.
Fungsi Kelompok
1 2 3
1 1,63 -0,945 0,0345
2 3,514 1,268 -0,13
3 -2,093 1,076 0,0577
4 0,578 0,413 0,438 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Tahap terakhir dari Analisis Diskriminan adalah validasi hasil. Validasi disini
dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi diskriminan yang dihasilkan
adalah prediktor yang valid. Penentuan ini dilakukan dengan pemeriksaan matriks
klasifikasi.
I - 95
Tabel 4.36 Matriks Klasifikasi
Classification Resultsb,c
25 1 1 5 32
0 8 0 0 8
0 0 15 1 16
2 1 1 3 7
78,1 3,1 3,1 15,6 100,0
,0 100,0 ,0 ,0 100,0
,0 ,0 93,8 6,3 100,0
28,6 14,3 14,3 42,9 100,0
24 1 1 6 32
1 7 0 0 8
2 0 13 1 16
3 1 2 1 7
75,0 3,1 3,1 18,8 100,0
12,5 87,5 ,0 ,0 100,0
12,5 ,0 81,3 6,3 100,0
42,9 14,3 28,6 14,3 100,0
KLASTER1,00
2,00
3,00
4,00
1,00
2,00
3,00
4,00
1,00
2,00
3,00
4,00
1,00
2,00
3,00
4,00
Count
%
Count
%
Original
Cross-validated a
1,00 2,00 3,00 4,00
Predicted Group Membership
Total
Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case isclassified by the functions derived from all cases other than that case.
a.
81,0% of original grouped cases correctly classified.b.
71,4% of cross-validated grouped cases correctly classified.c.
Berdasarkan hasil SPSS pada tanda b di bawah Tabel 4.36 diatas, yang
menyatakan bahwa 81% dari data telah terklasifikasi dengan benar. Hal ini berarti
81% dari 63 data yang diolah telah dimasukkan pada kelompok yang sesuai dengan
data semula. Jika dilihat dari validasi silang (cross-validated) yang ada pada kode c,
angka tersebut yaitu 71.4% yang menunjukkan ketepatan fungsi diskriminan yang
terbentuk. Semakin tinggi nilai validasi, termasuk cross validated groups, tentu
semakin bagus karena semakin tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat
kelompok IKM Batik.
Pada Tabel 4.36, bagian Original terlihat bahwa industri pada data awal yang
masuk dalam klaster 1 sejumlah 32 industri dan pada model diskriminan, satu
industri masuk pada klaster 2, satu industri masuk dalam klaster 2 dan lima industri
masuk dalam klaster 3. Begitupun juga untuk industri pada klaster 2,3 dan 4. Dengan
demikian, ketepatan prediksi dari model diskriminan adalah
I - 96
= (25+8+15+3)/63
= 0.809 atau 81%
Oleh karena angka keakuratan prediksinya tinggi (81%), maka model
diskriminan dapat digunakan untuk analisis diskriminan.
Tabel 4.37 Matriks Klasifikasi untuk Empat Kelompok Analisis Diskriminan
Predicted Group Membership Kelompok
Jumlah Industri
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
25 1 1 5 1 32
78.1 3,1 3,1 15.6
0 8 0 0 2 8
0 100 0 0
0 0 15 1 3 16
0 0 93.8 6.3
2 1 1 3 4 7
28.6 14,3 14.3 42,9
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
Dari Tabel 4.37, dapat dilihat fungsi diskriminan mencapai ketepatan
klasifikasi derajat yang cukup tinggi. Elemen-elemen diagonal adalah obyek-obyek
yang diklasifikasikan secara tepat dalam kelompok.
• 25 industri pada kelompok 1 diklasifikasikan secara tepat dan ada 7 industri
yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada
kelompok 1 ini = 78.1 %
• 8 industri diklasifikasikan secara tepat pada kelompok 2, artinya ketepatan
klasifikasi pada kelompok 2 ini = 100%
• 15 industri pada kelompok 3 diklasifikasikan secara tepat dan hanya 1 industri
yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada
kelompok 3 ini = 93.8 %
• 3 industri diklasifikasikan secara tepat di kelompok 4 dengan 4 industri tidak
diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 4 ini =
hanya 42.9 %
I - 97
Jadi secara keseluruhan, ketepatan klasifiksi fungsi diskriminan adalah
sebanyak 63 IKM Batik atau dengan persentase 81 %.
Yaitu (25+8+15+3)/63 = 0.809 atau 81%
Oleh karena angka keakuratan tinggi (81%), maka model diskriminan diatas
sebenarnya dapat digunakan untuk analisis diskriminan. Atau penafsiran tentang
berbagai tabel yang ada valid untuk digunakan.
Pengukuran ketepatan klasifikasi lainnya adalah Press’s Q. Nilai Press’s Q
menguji ketepatan klasifikasi untuk signifikansi statistik daripada yang diharapkan
dengan kebetulan (better than chance)
Press’s Q = )14(63
)]351(63[ 2
−
− x = 42.85
Nilai Press’s Q yaitu 42.85 akan dibandingkan dengan nilai kritis 1 derajat kebebasan
pada level signifikansi 0.05 yaitu 3.84. Nilai Press’s Q ternyata lebih besar daripada
nilai kritis 3.84, maka disimpulkan bahwa analsis diskriminan adalah valid.
Untuk menerangkan perbedaan masing-masing kelompok terhadap kelima
variabel pembeda tersebut, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada
keempat kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 4.38 berikut ini.
Tabel 4.38 Rata-rata dan Std. Deviasi Kelompok.
KELOMPOK1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 Variabel
Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar
7,44 1,52 7,63 2,00 7,00 1,51 7,00 1,41
Var_12 Aktivitas Promosi 7,38 1,52 8,25 0,89 7,19 1,47 7.57 1,27
Var_19 Manajemen Finansial
6,59 1,07 7,75 1,04 7,06 1,18 7,43 1,13
Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran
6,69 1,20 6,63 1,06 6,25 0,93 8.14 1,46
Var_9 Kemampuan Operasional
7,16 1,08 7,13 1,13 7,38 1,20 7,14 0,69
Sumber : data primer yang telah diolah, 2006
I - 98
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5. 1 ANALISIS KINERJA INDUSTRI.
Dari pengolahan data, kinerja sebuah IKM Batik di Surakarta pertama-tama
dilihat dari Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover, dengan
alasan :
• ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total
aset yang dimiliki IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini mengukur
keefektifan pengelolaan perusahaan secara keseluruhan dalam mencapai profit
dengan aset-aset yang dimiliki IKM Batik di Surakarta tersebut. Oleh karena
itu sebuah IKM Batik di Surakarta dengan persentase ROA yang tinggi
mengindikasikan IKM Batik di Surakarta tersebut berkinerja tinggi.
• Profit Margin on Sales adalah rasio antara perbandingan antara laba dengan
penjualan. Rasio ini mengukur persentase profit yang didapat untuk setiap
rupiah penjualan. Rasio ini dapat berguna untuk mengetahui penyebab
keberhasilan IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini bukan indikator utama
sebuah IKM Batik di Surakarta yang kinerja tinggi atau rendah.
• Sales Turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan aset IKM
Batik di Surakarta. Jadi Sales Turnover bukan merupakan rasio profitabilitas
seperti ROA maupun Profit Margin. Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang
bertujuan untuk mengukur efektivitas IKM Batik di Surakarta dalam
mengelola sumber dana IKM Batik di Surakarta.
Dari Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa industri pada kelompok klaster 2
mempunyai nilai ROA sebesar 26,69% yaitu nilai yang lebih besar daripada ketiga
kelompok klaster industri yang lain. Hal ini yang membuat industri pada kelompok 2
termasuk industri yang berkinerja paling tinggi karena industri kelompok 2 dapat
mencapai profit yang maksimal dengan aset-aset yang dimiliki. Dapat dilihat bahwa
I - 99
perusahaan cukup efektif dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk
mendapatkan keuntungan.
Untuk menentukan kinerja suatu industri, selain ROA juga dapat dilihat dari
Profit Margin on Sales. Walaupun indikasi ini bukan indikator utama dalam
menentukan kinerja industri, namun indikasi tersebut dapat digunakan untuk
menentukan penyebab keberhasilan suatu industri. Dari Tabel 4.20, dapat dilihat
bahwa industri pada kelompok 3 memiliki nilai Profit Margin on Sales yang cukup
tinggi dibandingkan dengan ketiga kelompok industri yang lain yaitu sebesar 35,20%.
Penyebab keberhasilan yang telah dicapai industri pada kelompok 3 ini dapat dilihat
pada analisa berikutnya yaitu mengenai karakteristik masing-masing kelompok
industri termasuk kekuatan dan kelemahannya.
Indikasi berikutnya adalah Sales Turnover yaitu suatu rasio yang dapat
mengukur efektivitas industri dalam mengelola sumber dana perusahaan. Dari Tabel
4.20, dapat dilihat bahwa kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang lebih tinggi
daripada ketiga kelompok lainnya yaitu sebesar 0,866. Hal ini dapat dilihat dari
pengelolaan manajemen finansial yang cukup baik yang telah dilakukan industri pada
kelompok 2 yang juga merupakan industri berkinerja paling tinggi.
5. 2 ANALISIS KLASTER INDUSTRI.
Pada pengolahan analisis klaster, 63 industi batik yang menjadi sampel
penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok klaster. Berikut ini adalah kinerja
keempat kelompok yang telah terbentuk serta karakteristik kelompok berdasarkan
persepi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel kompetensinya.
A. KELOMPOK 1
Profil Industri Kelompok 1
Ø 32 industri batik pada kelompok 1 ini berlokasi di Kecamatan Laweyan, 4
industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon, 4 berlokasi di Kecamatan
Banjarsari dan dua industri batik berlokasi di Kecamatan Serengan.
I - 100
Ø Umumnya inustri di kelompok 1 ini umurnya relatif muda dengan yaitu salah
satu diantaranya didirikan pada tahun 2006 dan yang tertua berumur 22 tahun.
Performansi Finansial Kelompok 1
Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan
Sales Turnover untuk industri pada kelompok 1.
Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 1 = 20,22%
Ø Rata-rata ROA = 12%
Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,593
B. KELOMPOK 2
Profil Industri Kelompok 2
Ø Lokasi industri yang tergolong kelompok 2 ini tersebar di tiga lokasi yaitu 6
industri batik berlokasi di Kecamatan Laweyan dan yang lain berlokasi di
Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Serengan.
Ø Umumnya produk yang dihasilkan adalah kain batik tulis dan cap.
Performansi Finansial Kelompok 2
Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan
Sales Turnover untuk industri pada kelompok 2.
Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 2 = 30,81%
Ø Rata-rata ROA = 26.69%
Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,866
C. KELOMPOK 3
Profil Industri Batik Kelompok 3.
Ø Lokasi industri tersebat di tiga Kecamatan yaitu 12 industri berlokasi di
Kecamatan Laweyan, dua industri berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan dua
industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon.
I - 101
Ø Dibandingkan dua kelompok sebelumnya, kelompok 3 adalah industri yang
tergolong sudah lama berdiri yaitu antara 21 sampai 43 tahun.
Ø Jumlah karyawan rata-rata 12 orang.
Performansi Finanasial Kelompok 3
Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales
Turnover dan ROA untuk industri kelompok 3.
Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 3 = 35,20%
Ø Rata-rata ROA = 23,61%
Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,671
D. KELOMPOK 4
Profil industri kelompok 4
Ø Lokasi industri tersebar di Kecamatan Laweyan yang berjumlah 5 industri batik
dan lainnya berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan Kec, Jebres.
Ø Industri kelompok 4 juga termasuk industri yang sudah lama berdiri yaitu antara
14 sampai 32 tahun.
Ø Jumlah karyawan rata-rata adalah 28 orang.
Performansi Finansial Kelompok 4
Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales
Turnover dan ROA untuk industri kelompok 4.
Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 4 = 14,77%
Ø Rata-rata ROA = 8,83%
Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,598
ASPEK TEKNOLOGI DAN PRODUKSI
Sebagian besar konsumen industri pada kelompok 1, datang ke industri
dengan membawa contoh produk yang akan dipesan baik desain dan warnanya.
Teknologi produk cukup penting, sebatas dapat mengembangkan produk sesuai
I - 102
dengan keinginan konsumen, artinya industri tidak banyak melakukan pengembangan
terhadap contoh produk yang dibawa konsumen jika memang tidak ada permintaan
khusus dari konsumen. Pemilik industri menyatakan bahwa tidak banyak terjadi
perubahan proses produksi dari tahun ke tahun artinya masih konvensional.
Sedangkan pemilik industri batik pada kelompok 2 sangat kreatif mendesain
ulang produk yang sudah ada dan selalu berusaha untuk melakukan perubahan pada
proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan permintaan pasar didasarkan
pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Teknologi
produk dianggap cukup penting untuk dapat mengembangkan produk yang didesain
konsumen dan pemilik ingin menonjolkan keunikan dan karakteristik bahan batik dari
industrinya. Selain itu pemilik suka membaca buku dan mengikuti pameran untuk
mengetahui perkembangan batik di Indonesia maupun luar negri. Pemilik merasa
harus aktif dan kreatif untuk lebih bisa mengembangkan wawasan dan usahanya.
Lain halnya dengan industri batik kelompok 3, teknologi proses dan teknologi
produk tidak begitu dipentingkan oleh pemilik. Hal ini dikarenakan produk yang
dihasilkan tidak begitu variatif dan teknologi yang dipakai pun relatif konstan.
Pemilik industri batik kelompok 4 sangat kreatif dalam merancang desain batik dan
pemilik cukup memperhatikan lay out yaitu faktor pencahayaan, kebersihan dan
kebisingan.
Industri kelompok 1 yang berlokasi di Kecamatan Laweyan merasa dukungan
dari pemerintah di bidang Teknologi dan Produksi sangat penting dan mereka selalu
mengikuti pelatihan yang diadakan yaitu dengan cara mendapat undangan dari
FPKBL. Namun sebagian industri dalam kelompok 1 ini tidak menganggap penting
dukungan pemerintah dalam bidang Teknologi dan Produksi karena tidak pernah
merasakan pelatihan tersebut sehingga tidak merasakan manfaatnya. Transfer
teknologi yang paling utama didapat dari informasi konsumen dan dari pemilik
industri sendiri. Konsumen utamamnya yaitu para pengunjung yang langsung datang
baik dari dalam negri maupun luar negri, kolega, toko-toko batik dan industri batik
besar di Solo dan luar Solo.
I - 103
Konsumen utama industri batik kelompok 2 adalah dari industri batik besar
Solo dan luar Solo. Jika dapat melakukan pengembangan atau modifikasi terhadap
produk yang dipesan konsumen, maka pihak industri akan mengkonsultasikannya
kepada konsumen tersebut.
Beberapa industri batik kelompok 3 merasakan dukungan di bidang teknologi
dan produksi dari pemerintah. Namun beberapa industri malah tidak pernah
merasakan sama sekali. Transfer teknologi umumnya didapatkan dari informasi
konsumen.
Sedangkan dukungan di bidang teknologi tidak penting bagi industri batik
kelompok 4 dan tidak pernah merasakan pengaruhnya. Transfer teknologi didapatkan
dari informasi supplier dan konsumen. Konsumen utamanya berasal dari industri
batik ternama, pengunjung domestik maupun luar negri.
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA
Produktivitas tenaga kerja industri kelompok 1 masih dalam kategori rata-rata
yaitu cukup maksimal. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja merupakan hal
yang paling dipentingkan. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga kerja pada industri
kelompok 1 ini tergolong sedikit yaitu berkisar 2 sampai 16 orang. Transfer ilmu dari
pemimpin dalam hal ini adalah pemilik dirasa sangat penting karena umumnya tenaga
kerja pertama kali masuk belum begitu mengerti tentang keterampilan membatik.
Fleksibilitas kemampuan SDM dirasa sangat penting karena industri tidak memiliki
banyak tenaga kerja, jadi setiap tenaga kerja diharapkan mampu mengerjakan
pekerjaan tenaga kerja yang lain saat ada tenaga kerja yang tidak dapat hadir.
Fleksibilitas kemampuan SDM ini merupakan antisipasi dari ketidakhadiran tenaga
kerja.
Sedangkan jumlah karyawan pada industri kelompok 2 ini cukup besar
dibandingkan dengan kelompok 1. Jumlah tenaga karyawan berkisar antara 8 sampai
35 orang dengan rata-rata 18 orang. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja bisa
dikatakan cukup maksimal dan sama dengan pesaing. Aktivitas pengembangan SDM
I - 104
di lingkungan industri dilakukan dengan cara transfer ilmu dari pemimpin dan
learning by doing.
Produktivitas tenaga kerja pada kelompok 3 cukup maksimal. Karena
umumnya mereka telah lama bekerja di industri yang bersangkutan. Fleksibilitas
kemampuan SDM sangat dipentingkan. Umumnya tenaga kerja sangat fleksibel
dalam melakukan pekerjaannya.
Produktivitas tenaga kerja bagi industri batik kelompok 4 dirasa cukup
penting. Aktivitas pengembangan SDM sendiri dilakukan dengan cara transfer ilmu
dari pemilik dan learning by doing sama seperti pada industri kelompok 2. Tenaga
kerja pada industri batik kelompok 4 sudah bekerja cukup lama dan memiliki
pengalaman yang bagus sehingga pemilik sangat mengandalkan kemampuan SDM
untuk membuat keunikan produknya.
ASPEK PEMASARAN
Informasi pasar dirasa sangat penting oleh pemilik industri batik kelompok 1
karena untuk menambah order dan meningkatkan profit dari konsumen yang berbeda.
Jadi industri tidak pasif dalam arti tidak hanya menunggu datangnya order. Aktivitas
promosi sangat penting. Promosi dilakukan melalui pamerann iklan di media cetak
dan situs internet. Dukungan di bidang pemasaran dari pemerintah belum dirasakan
pengaruhnya. Sehingga sebagian dari industri dari kelompok 1 melakukan kegiatan
promosi sendiri dan terkadang bergabung dengan industri batik lainnya.
Sedangkan industri batik kelompok 2 berpendapat bahwa inti berjalannya
industri adalah karena adanya kepercayaan dari konsumen. Tidak ada dukungan dari
pemerintah atau institusi lainnya dalam bidang pemasaran sehingga kegiatan
pemasaran dilakukan sendiri oleh pemiliknya walau. Aktivitas promosi sangat
penting dan dilakukan melalui situs internet serta mendaftarkan ke Yellow Pages.
Situs ini dirasa perlu untuk memperkenalkan industri batik ke dunia internasional
karena memiliki target untuk berorientasi ekspor. Namun ada dua industri batik yang
tidak memandang penting aktivitas promosi karena sudah merasa cukup dengan order
dari konsumen langganannya sekarang.
I - 105
Sedangkan Informasi pasar bagi industri kelompok 3 tidak dirasa penting
karena order selama ini cenderung datang dari konsumen yang sama walaupun
dengan produk yang berbeda. Industri kelompok 3 terlihat pasif dalam hal ini, dalam
arti hanya menunggu datangnya order. Namun aktivitas promosi dirasa sangat
penting walaupun tidak ada dukungan dari pemerintah maupun institusi lain.
Konsumen mengenal industri kelompok 3 hanya dari orang ke orang atau dari
industri tempat pemilik bekerja sebelumnya.
Bagi industri batik kelompok 4, tidak ada dukungan pemasaran dari
pemerintah sehingga kegiatan pemasaran dilakukan sendiri oleh pemilik. Aktivitas
promosi dirasa cukup penting. Sudah terdaftar di Yellow Pages, tapi dirasa masih
belum cukup. Pemilik sedang membuat situs internet sendiri untuk lebih
memperkenalkan ke masyarakat luas.
ASPEK KEUANGAN
Bagi industri batik kelompok 1, kekuatan modal menjadi faktor utama dalam
melakukan aktivitas usaha. Dukungan dari pemerintah dianggap penting, namun
kadang-kadang mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Tujuh diantara 32 industri
batik di kelompok 1 melakukan pinjaman ke Bank untuk memenuhi modal kerjanya
sendiri. Sedangkan, 25 industri batik kelompok 1 lainnya mengandalkan modal kerja
sendiri. Pencatatan uang masuk dan uang keluar masih konvensional dan dilakukan
sendiri oleh pemilik sehingga manajemen finansial cukup penting bagi industi batik
kelompok 1.
Sedangkan bagi industri batik kelompok 2, modal kerja tetap merupakan hal
yang dirasa penting, namun bukan hal yang paling penting. Setengah industri dari
kelompok 2 melakukan pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya dan setengah
lainnya menggunakan modal sendiri.
Kekuatan modal menjadi faktor utama bagi industri batik kelompok 3 dalam
melakukan aktivitas usahanya. Dukungan dari pemerintah dianggap cukup penting
namun beberapa industri mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Dari 16 industri
I - 106
batik yang termasuk dalam kelompok 3 ini, ada 5 industri batik yang menggunakan
pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya.
Modal kerja terdiri dari modal sendiri. Sama halnya dengan industri batik
kelompok 1 dan 3, kekuatan modal dirasa sangat penting untuk menjalankan usaha
sacara berkesinambungan dan menyangkut kepercayaan supplier bahan baku.
Dukungan di bidang keuangan tidak begitu penting karena kondisi modal internal
sudah mencukupi dan pemilik berusaha tidak berurusan dengan Bank karena menyita
banyak waktu dengan prosedur yang rumit. Pencatatan terhadap uang masuk dan
uang keluar hanya dilakukan secara sederhana oleh pemilik.
ASPEK PENGADAAN BAHAN BAKU
proses produksi pada industri batik kelompok 1 tidak pernah terganggu karena
masalah bahan baku. Umumnya industri batik kelompok 1 tidak mengadakan stok
bahan baku, hanya dibeli jika ada order dengan DP dari konsumen.
Kualitas bahan baku sangat diperhatikan oleh industri batik kelompok 2.
Industri ini membeli bahan baku dari toko bahan baku langganan yang telah
memberikan kepercayaan pada industri di kelompok 2 ini sehingga pembayaran dapat
dilakukan dengan cara cash dan giro. Pembelian dilakukan via telepon.
Proses produksi pada industri batik kelompok 3 tidak pernah terganggu karena
masalah bahan baku. Karena belum mendapatkan kepercayaan dari toko bahan baku
maka untuk melakukan pembayaran dilakukan dengan giro namun ada beberapa yang
melakukan pembayaran dengan cash.
Pasokan bahan baku industri batik kelompok 4 didapat di Solo saja dan telah
memiliki kepercayaan dari toko bahan baku sehingga pembayaran dilakukan dengan
cash dan giro. Bagi semua kelompok industri batik, pengadaan bahan baku berupa zat
warna dan kain tidak menjadi masalah karena bahan baku mudah didapatkan di
pasaran.
I - 107
ASPEK MANAJEMEN PERUSAHAAN
Manajemen finansial dirasa cukup penting bagi industri batik kelompok 1,
namun karena keterbatasan pengetahuan, manajemen finansial tidak dilakukan
dengan baik. Umumnya pencatatan uang masuk dan uang keluar dilakukan pada buku
kas. Manajemen integral dirasa penting, terutama dalam hal manejemen sumber daya
manusia. Pendekatan dengan tenaga kerja dilakukan secara kekeluargaan.
Manajemen merupakan hal yang dianggap mempengaruhi kinerja industri
batik kelompok 2. Karena rata-rata jumlah karyawan cukup besar (18 orang), maka
pihak industri memandang perlu manajemen SDM. Manajemen SDM ini meliputi
pengaturan rotasi kerja, gaji tenaga kerja, pengaturan hari libur dan lain-lain. Laporan
laba rugi dan neraca keuangan dijadikan dasar untuk perbandingan kinerja industri
dari tahun ke tahun.
Sedangkan bagi industri batik kelompok 3, manajemen finansial merupakan
hal kedua terpenting setelah keuangan. Pada industri batik kelompok 4, terdapat
pembagian divisi yang jelas pada perusahaan walaupun belum dilakukan dengan
optimal. Manajemen finansial sangat penting untuk mendukung kinerja industri dan
telah memiliki seorang yang khusus mengurus masalah finansial.
5. 3 VARIABEL PEMBEDA KELOMPOK INDUSTRI BATIK.
Berdasarkan pengolahan data dengan analisis diskriminan, terdapat perbedaan
persepsi tingkat kepentingan terhadap variabel kompetensi antara keempat kelompok
industri batik di Surakarta.
A. KELOMPOK 1
Dari Tabel 4.38 dan Tabel 4.30 sampai 4.32, terlihat bahwa kelompok 1
sangat mementingkan keaktifan mencari jaringan informasi ke pasar karena
merupakan sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan
meraih peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan. Selain itu
juga untuk dapat merebut pasar dan menjaga kontinuitas pesanan. Jaringan informasi
ke pasar dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan mendatangi konsumen dan
I - 108
menjaga hubungan yang telah terjalin dengan konsumen secara intensif. Kepentingan
akan variabel ini dijelaskan pada nilai discriminant loading Tabel 4.30 sampai Tabel
4.32 yang terlihat dengan angka bertanda bintang (*). Jaringan Informasi ke Pasar
mempunyai korelasi yang lebih besar terhadap fungsi pertama. Sedangkan fungsi 1
sendiri menjelaskan perbedaan industri batik dalam keaktifan mencari jaringan
informasi ke pasar. Dilihat dari Tabel 4.33, fungsi 1 dengan variabel pembeda
jaringan informasi ke pasar yang membedakan antar kelompok, dapat dijelaskan
sebesar 0,862² atau sebesar 74 % oleh skor diskriminan.
Kelompok 1 juga cukup mementingkan aktivitas promosi karena aktivitas
promosi sangat penting untuk lebih mengenalkan industrinya ke konsumen baik di
dalam negri maupun luar negri. Aktivitas promosi ini dilakukan dengan mengikuti
pameran-pameran yang diadakan di dalam negri maupun di luar negri. Selain itu,
aktivitas promosi juga dilakukan dengan membuat situs internet dimana konsumen
dapat langsung melihat produk batiknya dan mengetahui bagaimana dan dimana cara
memesan. Dukungan di bidang promosi sangat penting yaitu promosi dapat
menambah jumlah order sehingga dapat meningkatkan profit industri serta
mempeluas pangsa pasar.
Industri kelompok 1 mempunyai kelemahan dengan tidak adanya Dukungan
di bidang pemasaran. Dukungan tersebut penting untuk industri batik kelompok 1
karena tanpa adanya dukungan, maka kegiatan pemasaran akan menjadi agak sulit
walaupun industri kelompok 1 bisa melakukan pemasaran sendiri tanpa bantuan dari
pemerintah ataupun institusi lain.
Kelemahan lain pada industri kelompok1 adalah Kemampuan operasional
karyawan lemah menurut pemilik industri batik kelompok 1 karena jumlah
karyawannya tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya.
Umumnya karyawan tidak memiliki kemampuan sebelum masuk ke industri batik
tersebut sehingga kemampuan tersebut didapat dari transfer ilmu pemilik ke
karyawan.
Manajemen finansial bukanlah kekuatan bagi industri kelompok 1, hal ini
terbukti dari pencatatan keuangan yang sangat sederhana (konvensional) yang
I - 109
dilakukan sendiri oleh pemilik secara konvensional, itupun bila pemilik mau dan ada
waktu melakukannya.
Kelompok 1 merupakan kelompok yang berkinerja sedang, artinya lebih
rendah dari kelompok 2 dan 3 serta lebih tinggi dibandingkan kelompok 4. sebaiknya
kelompok 1 lebih bisa memperbaiki keadaan finansial dengan cara melakukan
pencatatan terhadap uang masuk dan uang keluar. Selain itu, industri kelompok 1
lebih memperhatikan analisis keuangannya seperti Neraca Keuangan dan Laporan
Laba Rugi. Manajemen finansial yang baik akan dapat meningkatkan kinerja industri
secara tidak langsung. Industri kelompok 1 tidak melakukan manajemen finansial
dengan baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas dalam hal tersebut.
Untuk itu disarankan agar industri ini menjalin kerjasama dengan industri lain atau
industri batik besar dalam hal transfer ilmu manajemen. Selain itu, juga disarankan
untuk aktif dalam kegiatan pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun
institusi lain dan mencari informasi akan pelatihan tersebut. Diharapakan kedua hal
tersebut dapat membantu industri di kelompok 1 dalam aspek manajemen finansial.
Selain itu, industri kelompok 1 harus lebih aktif dalam mencari dukungan di
bidang pemasaran dengan selalu mengikuti informasi bila ada pameran dan menjalin
kerjasama dengan industri batik lain yang selalu mengadakan pameran. Dukungan
yang lain adalah dengan selalu aktif mencari bantuan pemerintah untuk membantu
dalam pangadaan pameran baik dalam hal perijinan maupun jaringan.
B. KELOMPOK 2
Dari lima variabel pembeda antar kelompok, variabel yang paling
dipentingkan oleh kelompok 2 adalah aktivitas promosi dan manajemen finansial.
Aktivitas promosi sangat penting karena tanpa kegiatan promosi, industri batik tidak
akan dapat dikenal masyarakat didalam maupun luar negri. Keunikan dan
karakteristik yang ditonjolkan oleh produk batik industri kelompok 2 akan dapat
diketahui masyarakat bila dilakukan promosi seperti pameran, membuat situs internet
seperti yang telah dilakukan sekarang dan mendaftarkan ke Yellow Pages. Industri
I - 110
kelompok 2 mempunyai orientasi ekspor sehingga sangat mementingkan kegiatan
promosi.
Manajemen finansial adalah kemampuan industri dalam mengelola finansial.
Jika dibandingkan antara manajemen finansial industri kelompok 2 dengan kelompok
yang lain, kelompok 2 jauh lebih unggul. Manajemen finansial dalan hal ini tidak
terbatas pada pencatatan uang masuk dan uang keluar saja tetapi juga mengenai
analisis keuangannya, seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Beberapa
industri batik telah mengkhususkan seorang yang bertugas dalam hal manajemen
finansial ini yang telah dilengkapi dengan atribut komputer.
Industri pada kelompok 2 memiliki kelemahan dalam hal Jaringan Informasi
ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional Karyawan.
Sebaiknya industri batik pada kelompok 2 aktif dalam mencari jaringan untuk
memperluas pangsa pasar dan aktif mencari dukungan di bidang pemasaran dengan
mencari informasi pameran maupun dari informasi pemerintah. Selain itu, sebaiknya
lebih aktif dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun
institusi lain untuk labih meningkatkan keterampilan karyawannya.
Kelompok 2 adalah kelompok yang memiliki kinerja yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok industri yang lain. Walaupun demikian, perbedaan
ROA dan Profit Margin kelompok 2 dengan kelompok 3 tidak besar (perbedaan ROA
= 3,05% dan perbedaan Profit Margin = 4,39%). Sedangkan untuk Sales Turnover,
kelompok 2 tetap yang tertinggi. Hal ini menunjukkan kelompok 2 cukup efektif
dalam mengelola sumber dana industri.
C. KELOMPOK 3
Industri batik yang termasuk kelompok 3 lebih mementingkan kemampuan
operasional tenaga kerjanya. Pemilik sangat mengandalkan produktivitas dan
fleksibilitas tenaga kerja karena sebagian besar telah bekerja cukup lama yaitu sejak
industri didirikan. Tenaga kerja yang terampil akan dapat meningkatkan kinerja
industri dan dapat mendatangkan profit bagi industri. Tenaga kerja yang telah lama
bekerja terutama sejak industri didirikan akan memiliki pengalaman yang jauh lebih
I - 111
banyak dibandingkan dengan tenaga kerja yang baru masuk. Keterampilan membatik
dan memasarkan produknya serta pengalaman bersaing dengan produk batik industri
pesaing menjadi keunggulan bagi tenaga kerja yang telah lama berkecimpung.
Seperti halnya dengan industri batik kelompok 2, industri kelompok 3 juga
cukup mementingkan aktivitas promosi. Hal ini dikarenakan industri batik kelompok
3 ingin memperluas pangsa pasar dan lebih mengenalkan ciri keunikan produk
industrinya. Namun selama ini dukungan dari pemerintah maupun institusi lainnya di
bidang promosi belum dirasakan pengaruhnya. Sedangkan aktivitas promosi seperti
mengikuti kegiatan pameran sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah selaku
pihak yang berwenang dalam pencarian dana, pengurusan ijin dan jaringan dengan
pengusaha lain yang dapat dijadikan rekan kerjasama. Aktivitas promosi yang baik
dengan dukungan yang kuat akan memperkuat dan memperluas jaringan informasi ke
pasar sehingga dapat lebih memperluas dan merebut pangsa pasar. Hal ini sangat
menguntungkan bagi peningkatan kinerja industri kelompok 3.
Industri kelompok 3 termasuk industri berkinerja tinggi karena memiliki nilai
Profit Margin yang cukup tinggi dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya. Untuk
dapat lebih meningkatkan performansi atau kinerjanya, industri kelompok 3
sebaiknya aktif dalam aspek pemasaran seperti mengadakan pameran-pameran,
menyebarkan brosur, memasang iklan, membuat situs internet dan membuat katalog
produk yang up date agar konsumen selalu mengetahui produk batik yang terbaru dan
sedang trend. Selama ini industri kelompok 3 hanya menunggu datangnya order.
Padahal pasar adalah aspek yang paling utama dari sebuah industri. Jika aktivitas
promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan dan suatu saat konsumen
bisa beralih ke industri lain. Keaktifan di bidang pemasaran ini tentu saja harus
disertai dengan peningkatan kualitas produk.
D. KELOMPOK 4
Industri batik yang termasuk dalam kelompok 4 sangat mementingkan
dukungan di bidang pemasaran. Pemasaran sangat penting bagi kelangsungan hidup
industri namun selama ini industri kelompok 4 tidak pernah merasakan dukungan di
I - 112
bidang pemasaran dari pemerintah maupun institusi lainnya. Kegiatan pemasaran
dilakukan sendiri oleh pemilik walaupun pemilik sering mengalami kesulitan saat
memasarkan produknya tanpa adanya dukungan. Bila industri kelompok 4 ini
mendapatkan dukungan di bidang pemasaran maka industri akan mendapatkan
kesempatan untuk memasarkan produknya dengan menonjolkan keunggulan dan
keunikan dari produk batiknya. Sebaiknya industri kelompok 4 lebih aktif dalam
mencari informasi mengenai pendaftaran pameran-pameran di pemerintahan maupun
institusi lain yang mengadakan pameran. Selain itu, industri kelompok 4 juga bisa
lebih aktif dalam menjalin kerjasama dengan industri lain yang pernah atau sering
melakukan kegiatan pemasaran seperti pameran.
Aktivitas promosi juga cukup dipentingkan dalam industri batik yang
termasuk kelompok 4 ini seperti halnya dengan industri pada kelompok 2. Karena
aktivitas promosi akan berjalan dengan baik bila ada dukungan di bidang pemasaran
dari pemerintah atau institusi lain yang menginginkan industri batik dapat bersaing
dengan sehat dan mendapatkan kesempatan memasarkan produknya. Hal ini tentu
saja dapat menguntungkan pihak industri dan pemerintah. Bila dukunngan aktivitas
promosi ini bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerjasama dengan pihak
internasional maka akan lebih menguntungkan negara dalam hal peingkatan
pendapatan nasional.
Manajemen finansial pada industri kelompok 4 sudah dilakukan dengan baik
karena kekuatan modal menjadi faktor yang utama. Modal tersebut merupakan milik
sendiri 100% (kecuali Rembulan). Menurut hasil observasi, sebenarnya industri
tersebut memiliki keinginan untuk melakukan pinjaman ke Bank, namun prosedur
birokrasi yang terlalu banyak menyita waktu dan terlalu rumit menyebabkan pemilik
mengurungkan niat tersebut.
Sama halnya dengan industri batik kelompok 3, industri batik kelompok 4 ini
tidak gencar melakukan atau mencari jaringan informasi ke pasar, hanya menjalin
hubungan baik dengan pihak konsumen.
Manajemen finansial tidak terkoordinir dengan baik hanya sebatas pencatatan
sederhana. Sebaiknya industri batik yang termasuk kelompok 4 melakukan
I - 113
manajemen finansial dengan lebih baik untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sudah
terbukti pada industri batik pada kelompok 2. Industri kelompok 4 tidak melakukan
manajemen finansial yang baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas
dalam hal tersebut. Untuk itu disarankan agar menjalin kerjasama dengan industri
yang manajemen finansialnya lebih baik dalam hal transfer ilmu manajemen,
melakukan pencatatan setiap ada transaksi dan mengkhususkan seseorang yang
menangani masalah finansial perusahaan.
I - 114
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 KESIMPULAN.
Dari analisis terhadap faktor kompetensi dan performansi industri dapat
disimpulkan beberapa hal berikut.
1. Hasil penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor mempengaruhi kompetensi IKM
batik di Surakarta adalah Keuangan, SDM, Teknologi dan Produksi, Pemasaran,
Manajemen Perusahaan dan Jaringan serta Pasokan Bahan Baku.
2. Berdasarkan analisis, terdapat 5 variabel yang dapat digunakan sebagai pembeda
antar keempat kelompok industri batik di Surakarta. Variabel-variabel tersebut
adalah Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran, Manajemen
Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi.
3. Dengan memperhatikan 5 variabel prediktor tersebut, dapat dijelaskan
karakteristik dari masing-masing kelompok sebagai berikut.
a. Kelompok 1 (kelompok industri berkinerja sedang).
Kelompok 1 mempunyai kekuatan dalam keaktifan mencari Jaringan
Informasi Ke Pasar dan melakukan Aktivitas Promosi. Manajemen Finansial,
Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan
tiga faktor kelemahan pada industri kelompok 1.
b. Kelompok 2 (kelompok industri berkinerja paling tinggi).
Kelompok 2 kekuatan dalam melakukan Aktivitas Promosi dan pengelolaan
Manajemen Finansial. Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang
Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan tiga faktor kelemahan
pada industri kelompok 2.
c. Kelompok 3 (kelompok industri berkinerja tinggi).
Kelompok 3 kekuatan dalam memperhatikan Kemampuan Operasional
karyawan. Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke
I - 115
Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran merupakan empat faktor kelemahan
pada industri kelompok 3.
d. Kelompok 4 (kelompok industri berkinerja rendah).
Kelompok 4 mempunyai kekuatan dalam Dukungan Di Bidang Pemasaran.
Kemampuan Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan
Informasi ke Pasar merupakan empat faktor kelemahan pada industri
kelompok 4.
6. 2 SARAN.
hal-hal yang dapat disarankan untuk industri batik dan penelitian lanjutan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Antar industri batik di Kota Surakarta dapat saling bekerjasama untuk saling
bertukar pengetahuan dan pengalaman agar dapat sama-sama berkembang.
2. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 1 adalah Manajemen Finansial,
Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari itu,
untuk industri batik pada kelompok 1, sebaiknya lebih bisa memperbaiki keadaan
manajemen finansial dengan cara melakukan pencatatan terhadap uang masuk dan
uang keluar atau pembukuan serta lebih memperhatikan analisis keuangannya
seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi sebagai acuan kinerja finansial
setiap tahun. Selain itu, sebaiknya lebih menjalin kerjasama dengan industri batik
lain dalam hal transfer ilmu manajemen serta aktif mengikuti pelatihan-pelatihan
yang diadakan pemerintah.
3. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 2 adalah Jaringan Informasi ke
Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari
itu, untuk industri batik pada kelompok 2, sebaiknya lebih aktif mengikuti
informasi mengenai kegiatan pameran lewat situs internet, industri lain maupun
dari departemen pemerintah untuk mendukung aktivitas promosi sehingga lebih
bisa memperluas pangsa pasar. Selain itu, sebaiknya menjalin kerjasama dengan
industri yang sering melakukan maupun mengikuti kegiatan pameran agar selalu
mendapatkan informasi mengenai aktivitas promosi.
I - 116
4. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 3 adalah Aktivitas Promosi,
Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang
Pemasaran. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 3, sebaiknya lebih
aktif dalam pemasaran seperti mengadakan pameran, bekerjasama dengan industri
batik lain untuk sama-sama mengadakan pameran, menyebarkan brosur, mambuat
situs internet, mendatangi konsumen, tidak hanya menunggu order yang selama
ini datang dari konsumen, karena pasar adalah aspek yang palng utama dari
industri. Jika aktivitas promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan
dan suatu saat konsumen bisa beralih ke industri batik lain.
5. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 4 adalah Kemampuan
Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke
Pasar. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 4, sebaiknya lebih
gencar mencari jaringan informasi ke pasar untuk meningkatkan profit dan
memperluas pangsa pasar serta tidak hanya menjalin hubungan baik dengan pihak
konsumen, tapi lebih ke pendekatan dengan selalu memberi informasi bila ada
pameran, memberi katalog produk yang selalu up date dan memberi pelayanan
spesial seperti discount dan konsultasi desain. Selain itu, sebaiknya lebih
memperbaiki manajemen finansial dengan melakukan pembukuan dan
memperkejakan seseorang yang khusus menangani masalah finansial untuk labih
meningkatkan kinerjanya.
6. Penelitian ini hanya dilakukan di Kotamadya Surakarta. Untuk penelitian
lanjutan, sebaiknya memperluas lingkup wilayah penelitian. Untuk penelitian
lanjutan, disarankan melakukan penelitian pada wilayah se-Eks Karesidenan
Surakarta, karena selain Surakarta, banyak wilayah yang merupakan pusat
industri batik antara lain Sragen, Klaten, Wonogiri dan Sukoharjo.
I - 117
DAFTAR PUSTAKA
Atomsa, Tariku, Analisis Kinerja Industri Kecil Dalam Perspektif Kajian Faktor
Kunci Keberhasilan Pengembangan Industri, Thesis S2, Institut Teknologi
Bandung, 1997.
Cleveland, G., et al., “ A Theory of Production Competence “, Decision Sciences
Vol. 20, 1989.
Dilworth, J.B., Productions and Operations Management: Manufacturing and
Services, McGraw - Hill,1993.
Gitman, L.J., Principles of Managerial Finance-Seventh Edition, Harper Collins,
USA, 1993.
Hair et al., Multivariate Data Analysis – Fifth Edition, Prentice-Hall Inc., New
Jersey, USA, 1998.
Kotler, Philip., Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaa, Implementasi dan
Pengendalian ( Edisi Indonesia ), Salemba Empat, Jakarta, 1995.
Santoso, Singgih.,. Statistik Multivariat dan Aplikasinya. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.2002
Sjaifudian, Hetifah, dkk., Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha
Kecil, Akatiga, Bandung, 1995.
Sekaran, Uma., Research Methods Of Bussines. New York: John Willey
and Sons Inc. 1992
Selvilla., Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press. 1993
Simamora, Bilson.., Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2002
Singarimbun, Masri, & Effendi, Sofian., Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3S.
1989
Tumenggung, D.Y.A., Analisis Kompetensi dan Performansi Industri, Tugas Akhir
Sarjana, Institut Teknologi Bandung,, 1999.
Porter, M.E., Competitive Strategy, Mcmillan Publishing Co., Inc., USA, 1980.
I - 118
Walpole, R.E. and Myers, R.H., Probability and Statistics for Engineering and
Scientists-Fifth Edition, Mcmillan Publishing Company, Inc., New york,
1993.
Wulandari, Aristina., Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Industri di Kota
Surakarta.. Tugas Akhir Jurusan TI-UNS. Surakarta. 2006
_________, Profil Industri Kecil dan Menengah Tahun 2003, Biro Pusat Statistik,
Surakarta, Indonesia, 2003.