analisis perb. cerita daerah
DESCRIPTION
dala penulisan laporan diperlukan adanya kesunguhan dalam modal dan tujuan penulisan.maka ada satu contoh yang konkrit dalam pembuatan alporan mengenai bagaimana kita melakukan perbandingan dalam mengungkapkan cerita-cerita daerah yang terkadang mencerminkan kekhususan tertentu dalam penulisannya.TRANSCRIPT
PERBANDINGAN TEKS “KAMBING DAN MONYET” DAN “KEBAIKAN DIBALAS DENGAN KEJAHATAN”
Oleh Wisman Hadi
A. Pendahuluan
Tulisan ini menyajikan masalah perbandingan teks yang berjudul “Kambing dan
Monyet” dengan teks yang berjudul “Kebaikan Dibalas dengan Kejahatan”. Teks yang
berjudul “Kambing dan Monyet” selanjutnya disebut teks I dan teks yang berjudul
“Kebaikan Dibalas dengan Kejahatan” selanjutnya disebut teks II. Teks I diambil dari
salah satu cerita (dongeng) masyarakat Bengkulu Selatan, khususnya masyarakat
Kecamatan Seginim. Sedangkan, teks II diambil dari salah satu cerita mancanegara.
Unsur yang diperbandingkan dari kedua teks tersebut meliputi aspek konteks
linguistik dan konteks sosial. Dalam konteks linguistik hal yang diperbandingkan adalah
unsur transitivitas (yang meliputi partisipan—dengan berbagai jenisnya, proses—dengan
berbagai jenisnya, dan sirkumstan—dengan berbagai jenisnya). Selain itu, diuraikan juga
masalah konjungsi, pronomina, serta kata, grup, dan klausa yang mengisi partisipan.
Sedangkan, dari segi konteks sosial hal yang diperbandingkan meliputi (1) konteks
situasi—isi, pelibat, dan cara, (2) konteks budaya, dan (3) ideologinya.
B. Perbandingan Unsur Transitivitas Teks I dan Teks II
Transitivitas merupakan struktur bahasa untuk merepresentasikan pengalaman
(Saragih, 2002:54). Satu unit pengalaman dipaparkan secara lengkap di dalam klausa.
Klausa terdiri atas tiga unsur, yaitu (1) proses, (2) partisipan, dan (3) sirkumstan. Proses
merupakan inti pengalaman karena ia menentukan jumlah dan jenis partisipan. Dengan
kata lain, peran partisipan terletak pada keterkaitannya dengan proses. Partisipan terbabit
langsung dalam proses karena proses langsung mengenainnya, mewujudkannya,
menceritakannya, dan memanfaatkannya. Sirkumstan berada di sekitar partisipan dan
tidak terbabit langsung kepada proses. Berdasarkan keterbabitannya dengan proses,
partisipan dilabeli berdasarkan jenis proses, sementara itu sirkumstan berlaku untuk
semua jenis proses.
Proses itu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa macam, yakni proses materi,
proses mental, proses verba lingual, proses prilaku, proses relasional, dan proses
metereologikal (Gerrot dan Wignell 1994 dalam Sutjaja, 2005:65). Uraian singkat
tentang proses itu terlihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Jenis Proses
Proses Acuan Makna
Materi tindakan atau pristiwa: bersifat fisik dan materi
Perilaku bersifat fisiologis dan psikologis
Mental penginderaan: berkait dengan emosi, intelek, dan indera (kognisi, afeksi)
Verbal pernyataan: berkaitan dengan pengungkapan atau penyebutan lingual
Relasional kesetaraan atau atribut
Eksistensional keberadaan
Metereolojikal berkaitan dengan keadaan cuaca
Teori di atas dijadikan acuan dalam mengkaji transitivitas yang terdapat dalam
kedua teks: “Kambing ngan Beghuk” yang diambil dari salah satu cerita daerah di
Bengkulu Selatan dan “Kebaikan Dibalas dengan Kejahatan” yang yang diambil dari
salah satu cerita mancanegara.
1. Proses dalam Cerita I dan II
Dalam cerita I dan II terdapat sangat banyak proses. Proses-proses tersebut
terlihat pada uraian di bawah ini.
a. Proses Material
Proses material adalah aktivitas atau kegiatan yang menyangkut fisik dan nyata
dilakukan pelakunya. Karena sifatnya seperti itu, maka proses material dapat diamati
dengan indera. Proses material dalam kedua teks itu terlihat dari pemakaian grup verbal.
Proses itu terlihat dalam tabel 2 dan 3 di bawah ini.
Tabel 2 Proses Material dalam Teks I
Kategori:Tatabahasa
Subjek Predikat Objek
1. klausa 2. klausa 3. klausa
4. klausa 5. klausa 6. klausa 7. klausa 8. klausa 9. klausa 10. klausa 11. klausa 12. klausa
merekamonyetmonyet
kambing kambing kita merekamerekamerekamerekamonyetmonyet
menikmati sangat rakus melalapmenghabisi
telah kembali membawamemberikanmenanammencari banyak menemui sampai menikmati sangat rakus melalap, menghabisi
buah pisang yang sangat lezat pisang-pisang pisang-pisang yang mereka kumpulkan obatobatpisangbibit pisangrintangan *buah pisang yang sangat lezatpisang-pisangpisang-pisang yang mereka
13. klausa 14. klausa
15. klausa 16. klausa 17. klausa 18. klausa 19. klausa 20. klausa 21. klausa 22. klausa 23. klausa
24. klausa 25. klausa 26. klausa 27. klausa 28. klausa 29. klausa 30. klausa 31. klausa
kambingmereka
merekamerekakambingmonyetiaiamonyetmereka punmereka
merekapisang Kambingiaiaiaiakambingkambing
telah kembali membawa menghabisi
pulang sambil membawa membawamembawa berjalan mebawaberjalan sampaitersenyum lega dan sangat senangmenanamkan sudah masakmelalap pergi mencaridapat memanjatmenghubungipergimenyodorkan
kumpulkanobatpisang-pisang yang kita kumpulkan*bibit pisangsebatang saja bibit pisangdua batang*dua bibit pisang**
pisang yang dibawa tadi
pisangobat*monyet*obat yang dibawanya
Kategori:Makna
Partisipan: Aktor
Proses: Materi/Tindak
Partisipan: Goal
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui subjek (aktor), predikat
(materi/tindak), dan partisipan (goal). Subjek dan objek sangat ditentukan oleh predikat
(verba atau group verba). Artinya, keberadaan partisipan, baik aktor maupun goal sangat
ditentukan oleh verba ataugroup verba yang ada. Group verba atau verba itu ada yang
menuntut kehadiran partisipan-goal dan ada yang tidak. Berikut ini dicontohkan verba
yang mewajibkan adanya partisipan-goal itu.
Mereka menikmati buah pisang yang sangat lezat.Partisipan Proses: Partisipan:Aktor Materi Goal
Selain itu, ada juga partisipan medial. Partisipan medial adalah partisipan (aktor)
melakukan perbuatan, dan perbuatan itu ditujukan kepada dirinya sendiri, misalnya
Kambing pergi.
Partisipan: Aktor dalam teks I ada yang berupa nama (kambing, monyet), ada
yang berupa pronomina kedua jamak (kita), ada yang berupa pronomina ketiga tunggal
(ia), dan ada yang berupa milik (pisang kambing). Dari segi Proses, ada yang berupa
verba intrasitif (misalnya, pergi) dan ada yang berupa grup verba (misalnya, telah
kembali membawa). Dari segi Partisipan: Goal, ada yang berupa kata (misalnya,
monyet), ada yang berupa grup (misalnya, dua bibit pisang), dan ada yang berupa
nominalisasi (misalnya, pisang-pisang yang mereka kumpulkan).
Tabel 3 Proses Material dalam Teks II
Kategori:Tatabahasa
Subjek Predikat Objek Sirkumstan
1. klausa2. klausa
3. klausa
4. klausa5. klausa
6. klausa
7. klausa
8. klausa 9. klausa 10. klausa
11. klausa
12. klausa
13. klausa
14. klausa
15. klausa
16. klausa17. klausa
petani itu petani itu
petani itu
ular ituular itu
mereka
petani dan ular itu pun
aku
keduanya
petani itu
mereka
petani itu
mereka
petani itu
petani itu
mereka pundia
meloncat mudur mengangkat
masih sempat meloncat merayap ingin mematuk
bertemu
berjalan bersamaan
selalu meberikan
meneruskan
kemudian kembali berjalan berpapasan
mengusir rubah
kemudian kembali
menindih kembali
telah mengunci erat-eratberjalan lagimenyelinap
*batu yang menjepit tubuh ularmenghindarinya
-nya
*
*
wol
perjalanan
*
*
*
*
si ular
kandang domba, babi, dan itik**
karena takut
ke luar
dengan seekor kuda tua yang melangkah terseok-seok
untuk majikanku mendampingi ular
dengan rubah, tak lama kemudiandengan acungan senapan dan dua ekor anjing galakke tempat batu itu
dengan batu itu
Kategori:Makna
Partisipan: Aktor
Proses: Materi/Tindak
Partisipan: Goal
Proses material dalam teks I tergambar dalam 31 klausa. Dari 31 klausa tersebut,
tujuh klausa yang berupa verba material tanpa objek. Dengan kata laih, klausa-klausa itu
memiliki partisipan yang bersifat medial. Sedangkan 34 klausa memiliki dua partisipan
yakni, partisipan: aktor dan partisipan: goal.
Dalam teks II terdapat 17 klausa yang menyatakan proses material. Dari 17 klausa
itu, sembilan klausa merupakan klausa medial (pelibatnya berbuat untuk dirinya sendiri)
dan delapan klausa merupakan klausa tnrasitif—memiliki dua partisipan, yakni
partisipan:aktor dan partisipan goal.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat asumsi bahwa banyaknya klausa material
pada teks I disebabkan karena teks I lebih banyak menekankan hal yang bersifat fisik.
Sedangkan dalam teks II lebih banyak menekankan hal yang bersifat mental. Aktifitas
yang bersifat mental dalam teks II dituntut karena pelibat (petani) berusaha mengatasi
masalah yang sedang dihadapinya.
Partisipan: Aktor dalam teks II ada yang berupa nama/grup nomina (petani itu,
ular itu), ada yang berupa pronomina pertama (aku), ada yang berupa pronomina ketiga
tunggal (dia), ada yang berupa pronomina ketiga jamak (mereka), dan lain-lain. Dari segi
Proses, ada yang berupa verba intrasitif (misalnya, berjalan) dan ada yang berupa grup
verba (misalnya, masih sempat mundur). Dari segi Partisipan: Goal, ada yang berupa kata
(misalnya, wol) dan ada yang berupa grup (misalnya, batu yang menjepit tubuh ular).
b. Proses Mental
Proses mental menunjukkan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indera,
kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi di dalam diri manusia, seperti melihat,
mengetahui, menyenangi, membenci, menyadari, dan mendengar. Proses mental dalam
kedua teks tersebut terlihat dalam tabel 4 dan 5 di bawah ini.
Tabel 4 Proses Mental dalam Teks I
Kategori:Tatabahasa
Subjek Predikat Objek
1. klausa2. klausa3. klausa4. klausa5. klausa6. klausa7. klausa8. klausa
monyetmonyetkambing pun hati kambingmonyetmomyetIa Monyet
tidak sakitsakit peruttidak berkeberatansangat senangdiam sajatidak menghiraukan sangat kecewa berpikir
***** permohonan si Kambing terhadap perlakuan monyet *
Kategori:Makna
Partisipan: Pengindera
Proses: Mental
Partisipan:Fenomena
Tabel 5 Proses Mental dalam Teks II
Kategori:Tatabahasa
Subjek Predikat Objek Sirkumstan
1. klausa
2. klausa
3. klausa
4. klausa
5. klausa
6. klausa
7. klausa
8. klausa
9. klausa
10. klausa
11. klausa 12. klausa
13. klausa
seorang petani yang bodohdia
ia
dia
aku
ular itu
aku
mereka
ular itu
petani itu pun
rubah
rubah
rubah
mendengar
menoleh
mencari
melihat
tak mengerti
mendengus
tahu
melihat
melihat
melihat
tak percaya
mendengar
kecewa
suara jeritan
*
suara itu
seekor ular yang terjepit
*
*
itu
domba sedang merumput*
seekor rubah
*
bagaimana tadi ular terjepit di antara bebatuan
*
ke sana kemari
dengan lebih telitidi antara batu-batu
ketika sampai di padangsebelum
Kategori:Makna
Partisipan: Pengindera
Proses: Mental
Partisipan:Fenomena
Berdasarkan tabel 4 dan 5 di atas dapat diketahui bahwa proses mental lebih
banyak terdapat pada teks II. Dalam teks I terdapat delapan klausa yang menyatakan
proses mental. Dari delapan klausa itu, tujuh klausa merupakan klausa medial. Klausa
medial adalah klausa yang partisipannya berbuat untuk dirinya sendiri.
Teks II memiliki 13 klausa yang menyatakan proses mental. Proses mental
tersebut ada yang berupa klausa medial dan ada yang berupa klausa transitif. Klausa
medial meliputi klausa 2, 5, 6, 9, 11, dan 13. sedangkan klausa 1, 3, 4, 7, 8, 10, 12,
termasuk klausa transitif.
Secara umum dapat dikatakan bahwa proses mental lebih banyak terdapat pada
teks II. Hal ini dapat saja disebabkan karena teks II lebih banyak menekankan hal yang
bersifat mental. Aktifitas yang bersifat mental dalam teks II dituntut karena pelibat
(petani) berusaha mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu, pelibat dalam
teks II lebih banyak dibandingkan dengan teks I.
c. Proses Verbal
Proses verbal berada antara proses mental dan relasional. Dengan demikian,
proses verbal sebagian memiliki ciri proses mental dan sebagian memiliki ciri proses
relasional. Secara semantis, proses verbal menunjukkan aktivitas atau kegiatan yang
menyangkut informasi, seperti verba berkata, mengatakan, bertanya, memerintah,
meminta, menginstruksikan, mengaku, menjelaskan, menerangkan, mengkritik, menguji,
memberi tahu, menegaskan, menekankan, menceritakan, menolak, berteriak, berseru,
berjanji, bersumpah, dan lain-lain (Saragih, 2002:36). Proses verbal dalam teks I dan II
terlihat dalam tabel 6 dan 7 di bawah ini.
Tabel 6 Proses Verbal I
Kategori:Tatabahasa
Penyampai Proses Verbal Perkataan Penerima
1. klausa
2. klausa
3. klausa
4. klausa
5. klausa
kambing
ia
monyet
kambing
monyet
berkata
mohon
langsung mengiakan
meminta
mengatakan
Nyet, ayo kita menanam pisangmencarikan obatnya
panjatlah pisangku nanti kita bagi duajatuhkan pisangnya
tadi banyak monyet datang kemari
kepada monyet
kepada kambing
tawaran kambing
kepada monyet
kepada kambing
Tabel 7 Proses Verbal II
Kategori:Tatabahasa
Penyampai Proses Verbal Perkataan Penerima
1. klausa
2. klausa
3. klausa
4. klausa
5. klausa
binatng itu
petani
petani
ular
ular
mohon dengan mengiba-iba “
menjawab
berkata
berkata
berkata
Tolonglah aku, Tuan keluarkanlah aku dari himpitan batu ini
aku bisa saja menolongmu
kamu pasti akan mematukku dan menyemburkan racunmu
aku tak akan berbuatsekeji itu
air susu harus dibalas dengan air tuba
kepada petani
ular
ular
petani
6. klausa
7. klausa
8. klausa
9. klausa
10. klausa
11. klausa
12. klausa
13. klausa
14. klausa
15.
16. klausa
17. klausa
18. klausa
petani
petani
petani
kuda
petani
domba
petani
ruba
petani
ruba
ruba
ruba
petani
menyahut dengan cepat
berkata
bertanya
menjawab
bertanya
menjawab
berkata
menjawab
bertanya
menjawab
menagih
berkata
menjawab
tunggu dulu
sebaiknya kita tanyakan dengan yang lain lagi
kebaikan harus dibalas dengan apa
kebaikan harus dibalas dengan kejahatan
kebaikan harus dibalas dengan apa
kebaikan harus dibalas dengan kejahatan
sebentar lagi aku akan menemuimu dengan seekor ular,kalau kutanya, jawablah bahwa budi baik harus dibalas denan budi baik pula. Nati kuberi kau anak domba, anak babi, dan anak itik yang gemuk
boleh juga tawaranmu
hai ruba, bagaimana menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?
budi baik harus dibalas dengan kebaikan pula
janji petani
wah, sekarang kau jadi pintar yah?
Memang benar kata ular itu.
ular
ular
kuda
petani
domba
petani
ruba
petani
ruba
petani
petani
petani
rubah
Dalam teks I hanya terdapat lima klausa yang menyatakan proses verba.
Sedangkan dalam teks II terdapat 18 klausa. Penyebab utama banyaknya proses verba
dalam teks II ini karena pelibat dalam teks II lebih banyak dibandingkan dalam teks I.
d. Proses Prilaku
Proses tingkah laku (behavioural) merupakan aktivitas fisiologis yang
menyatakan tingkah laku fisik manusia. Secara semantis, kategori proses prilaku terletak
antara proses material dan mental. Implikasinya adalah sebagian proses tingkah laku
memiliki sifat proses material dan sebagian lagi memiliki ciri proses mental. Yang
termasuk proses tingkah laku adalah verba bernafas, berbatuk, pingsan, menguap,
sendawa, tidur, tersenyum, mengeluh, tertawa, menggerutu, dan sebagainya.
Secara sintaktis partisipan dalam klausa tingkah laku disebut petingkah laku
(behaver). Biasanya, klausa tingkah laku hanya memiliki satu partisipan, seperti terlihat
dalam klausa berikut ini.
Mariam menangis dengan pilu.Peringkah laku Proses: Tingkah laku Sirkumstan
Tabel 8 Proses Perilaku dalam Teks IKategori:Tata bahasa
Petingkah Laku Proses: Tingkah Laku
klausa monyet manggut-manggut
Terdapat satu klausa yang menyatakan proses perilaku dalam teks I. klausa
tersebut terlihat pada tabel 8. Sedangkan, teks II tidak memiliki jenis proses ini.
e. Proses Wujud
Proses wujud menunjukkan keberadaan satu entitas. Secara semantik proses
wujud terjadi antara proses material dan proses relasional. Dengan letaknya yang
demikian, pada satu sisi proses wujud memiliki ciri proses material dan di sisi lain
memiliki ciri proses relasional. Dalam bahasa Inggris proses wujud lazimnya ditandai
dengan pemarkah klausa there. Berbeda dengan sifat bahasa Inggris yang menuntut
subjek dalam klausa, dalam bahasa Indoensia proses wujud tidak didahului oleh subjek.
Proses wujud ada dapat muncul di dalam klausa, seperti dalam klausa Ada tiiga ekor
anjing di dalam kandang itu. Yang termasuk proses wujud adalah verba ada, berada,
bertahan, muncul, terjadi, bersebar, dan tumbuh. Partisipan dalam verba proses disebut
maujud (existent). Proses wujud dalam teks I dan II terlihat pada tabel 9 dan 10 di bawah
ini.
Tabel 9 Proses Wujud dalam Teks I
Kategori:Tata Bahasa
Proses: Wujud Mauwujud Sirkumstan
1. klausa
2. klausa
3. klausa
4. klausa
ada
ada
mereka
banyak pohon pisang
cerita yang menarik
sepasang Kambing dan Monyet
hidup
yang bagus-bagus
yang telah bersahabat sejak lamasecara berdampingan
di tempat itu
Tabel 10 Proses Wujud dalam Teks IIKategori:Tata Bahasa
Proses: Wujud Mauwujud
klausa ada pendapat yang lain lagi
Dalam teks I terdapat empat klausa yang berisi verba proses: wujud. Klausa
pertama dalam teks I merupakan klausa pembuka yang disampaikan oleh pencerita.
Klausa yang kedua merupakan klausa yang mengawali cerita itu. Proses wujud dalam
klausa ketiga menggunakan pronomina orang ketiga jamak ‘mereka’, sedangkan
mawujudnya adalah hidup berdampingan. Sedangkan proses wujud pada klausa keempat
adaalah banyak pohon pisang.
Secara kuantitas, proses wujud dalam teks I jauh lebih banyak dibandingkan
dengan proses wujud pada teks II. Pada teks II hanya ada satu klausa yang menyatakan
proses wujud.
f. Proses Relasional
Proses relasional berfungsi menghubungkan satu entitas dengan mauwujud atau
lingkungan lain di dalam hubungan intensif, sirkumstan, atau kepemilikan dan dengan
cara (mode) identifikasi atau atribut. Secara semantis, hubungan intensif menunjukkan
hubungan satu entutas dengan entitas lain, seperti Ayahnya dokter. Hubungan sirkumstan
menunjukkan hubungan satu entitas dengan lingkungan yang terdiri atas lokasi (waktu,
tempat, dan urut), sifat, peran atau fungsi, sertaan, dan sudut pandang seperti Saudara
sepupunya di Medan, Pesta itu minggu lalu, Adik bersama kakak, dan Uraian
penembakan itu menurut versi TNI. Hubungan kepemilikan menunjukkan kepunyaan,
seperti Pak Atan mempunyai dua trakor; Kambing itu kepunyaan kami.
Di dalam bahasa Indonesia proses relasional direalisasikan oleh verba, seperti
adalah, menjadi, merupakan, kelihatan, berharga, bernilai, kedengaran, terdengar,
menunjukkan, menandakan, memainkan, mempunyai, memiliki, dan lain-lain (lih.
Saragih, 2002:32). Pemakaian proses relasional dalam klausa I adalah Keduanya
kelihatan sangat kompak dan proses relasional dalam kalusa II adalah Ular (merupakan)
binatang licik.
2. Sirkumstan
Sirkumstan merupakan lingkungan, sifat, atau lokasi (baik tempat maupun waktu)
berlangsungnya proses. Oleh sebab itu, label sirkumstan berlaku untuk sema jenis proses.
Sirkumstan setara dengan keterangan seperti yang lazim digunakan dalam tata bahasa
ttradisional (lih. Saragih, 2002:40).
Sirkumstan terdiri atas rentang (extent) yang dapat berupa jarak atau waktu,
lokasi (location), yang dapat mencakupi tempat atau waktu, cara (manner), sebab
(cause), lingkungan (kontingency), penyerta (accompaniment), peran (role), masalah
(matter), dan sudut pandang (angle). Perlu juga ditambahkan di sini dengan keterangan
tujuan. Konsep sirkumstan setara dengan keterangan (adverb) dalam tata bahasa
tradisional.
Tabel 11 Sirkumstan dalam Teks ISubjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Tempat
mereka mereka monyet pohon pisang yang bagus-bagus
mencari
sampai
berjalan
sangat banyak
bibit pisang
-
-
-
ke daerah yang sangat jauh
di suatu tempat
di belakang kambing
di tempat itu
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Waktusepasang kambing dan monyet
kambing
mereka pun
telah bersahabat
berkata
sampai
kepada monyet
-
sejak lama
suatu hari
setelah menempuh perjalanan sangat jauh
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Rentangmonyet menghabisi pisang-pisang yang
mereka kumpulkanselama kambing mencari obat
mereka pulang sambil membawa
bibit pisang tidak lama kemudian
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Tujuanmereka mencari bibit pisang untuk mewujudkan rencana
tersebut
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Sebabmonyet
kambing
memohon
membantu
kepada kambing untuk mencari obatmonyet mebawa bibit pisang
karena monyet sakit perut
karena melihat temannya yang sakit
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Lingkungan
Mereka banyak menemui rintangan dalam perjalanan
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Caramonyet
monyet
monyet
ia
monyet
ia
membuang
menjawab
mengatakan
berjalan
berjalan
melalap
obat tersebut
-
inilah yang kita cari
sambil membawa bibit pisang
pisang
dengan kepiawaiannya
dengan semangat
sambil manggut-manggut
dengan susah payah
di… sambil merengek-renget kesakitan
dengan rakus
Tabel 12 Sirkumstan dalam Teks I
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Tempat dia
dia
mereka
ia
membiarakan
melihat
kembali
tak melihat
ular itu
seekor ular yang terjepit
siapa pun
ke luar
di antara batu-batu
ke tempat batu itu
di sekitarnya
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Waktumereka
ular itu
ular itu
melihat
mematuk
melihat
seekor domba sedang merumput
-nya
dia
ketika sampai di padang
tiba-tiba
sebelum
aku
mereka
suara
petani itu
petani itu
dia
dia
majikaku
akan menemui
berpapasan
terderngar lagi
telah mengunci erat-erat
mendengar
membiarkan
mencukur
selalu merawat-
-mu
dengan rubah
kandang domba, kandan babi, serta kandang itik
ada jeritan
buluku tumbuh lebat hingga aku pingsan kepanasan
buluku hingga aku menggigil kedinginan
-ku dengan penuh kasih sayang
sebentar lagi, dengan seekor ular
tak lama kemudia
tiba-tiba
ketika malam harinya, waktu rubah menagih janji
ketika sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu kering
di musim panas
di musim dingin
waktu aku masih muda dan kuat
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Sebabpetani itu meloncat mudur karena takut
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Kesertaanaku akan menemui- -mu sebentar lagi dengan seekor
ular
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Alatpetani itu
aku akan
petani itu
menindih kembali
mematuk
mengusir
si ular
kau
rubah
dengan batu
dengan gigiku yang berbisa
dengan acungan senapan dan dua ekor anjing galak
Subjek Predikat Objek/Pel Sirkumstan Cara
ia
petani itu
petani
mencari
telah mengunci
berkata
suara itu
kandang domba, babi, dan itik
dengan lebih teliti
erat-erat
dengan senyum kemenangan
Baik pada Teks I maupun pada teks II sama-sama mempunyai banyak jenis
sirkumstan. Sirkumstan pada teks I terlihat pada tabel 11 yang meliputi sirkumstan
tempat, waktu, rentang, tujuan, sebab, lingkungan dan cara. Sedangkan dalam teks II
terdapat sirkumstan tempat, waktu, sebab, kesertaan, alat, dan cara.
Semua sirkumstan tempat dalam teks I dan II berupa grup. Sedangkan sirkumstan
waktu dalam kedua teks itu sangat variatif. Kebervariasian itu ditunjukan oleh sirkumstan
waktu ada yang berupa kata, ada yang berupa grup, dan ada yang berupa klausa. Dalam
teks I ada tiga sirkumstan waktu, yakni sangat lama (group), suatu hari (group), dan
setelah menempuh perjalanan sangat jauh (klausa); dan dalam teks II ada 10 sirkumstan.
Kesepuluh sirkumstan itu dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni kelompok kata
(sebelum, tiba), kelompok group (sebentar lagi, tidak lama kemudian, di musim panas,
dan di musim dingin), dan kelompok klausa (ketika sampai di padang, ketika malam
harinya waktu rubah menagih janji, ketika sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu
kering, dan waktu aku masih muda dan kuat).
Dalam teks I terdapat satu sirkumstan dua sebab (karena monyet sakit perut,
karena melihat temannya yang sakit) dan dalam teks II terdapat satu sirkumstan sebab
(karena takut). Baik pada teks I maupun pada teks II sirkumstan sebab itu berupa klausa
terikat.
Sirkumstan cara sama-sama ditemui pada kedua teks itu. Dalam teks I terdapat
lima sirkumstan cara, yakni: dengan kepiawaiannya, dengan semangat, dengan susah
payah, sambil merengek-rengek kesakitan, dan dengan rakus. Sedangkan dalam teks II
terdapat tiga sirkumstan cara, yaitu: dengan lebih teliti, (secara) erat-erat, dan dengan
senyum kemenangan.
Ada tiga jenis sirkumstan lagi dalam teks I dan ada satu sirkumstan lagi dalam
teks II (sirkumstan alat, yang meliputi dengan batu, dengan giginya yang berbisa, dan
dengan ancungan senapan dan dua ekor anjing galak). Ketiga jenis sirkumstan dalam teks
I meliputi, sirkumstan rentang, sirkumstan tujuan, dan sirkumstan lingkungan.
Sirkumstan rentang dalam teks I ada dua, ada yang berupa grup (tidak lama kemudian)
dan ada yang berupa klausa (selama kambing mencari obat). Sirkumstan tujuan dalam
teks I ada satu (untuk mewujudkan rencana tersebut) dan sirkumstan lingkungan juga
satu (dalam perjalanan).
C. Perbandingan Konteks Sosial dalam Teks I dan II
Adenan (2006) menyatakan bahwa untuk dapat mencipta makna, perlu diketahui
lebih dahulu di mana makna diperoleh. Makna utuh didapatkan dalam teks, dan teks
terdapat dalam konteks. Di dalam bahasa sebagai sumber segala pilihan makna dikenal
adanya konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (context of situstion).
Teks di dalam konteks disebut genre. Genre mengandung tujuan sosial tertentu, misalnya
menghibur atau mengajarkan kepada masyarakat suatu perilaku. Genre biasanya
berbentuk narrative dan penulisannya dimulai dengan orientasi (pengenalan masalah),
komplikasi, evolusi masalah, dan revolusi (keputusan tentang masalah). Konteks situasi
mengandung teks dengan tujuan sosial di dalam lingkup tertentu. Di dalam konteks
situasi ada tiga fase utama yaitu bidang (field), tenor, dan modus (mode). Bidang adalah
apa yang sedang terjadi—berisi pengertian tentang topik atau isi teks. Bidang juga
merupakan sistem pilihan yang potensial, yaitu tentang pilihan yang diharapkan akan
terjadi dalam konteks sosial. Pilihan-pilihan tersebut dapat jelas dimengerti dari kosa kata
dan tata bahasa teks. Tenor berkaitan dengan sifat hubungan antara pemakai bahasa di
dalam konteks sosial tertentu. Di dalam tulisan, tenor dinyatakan melalui hubungan
pembaca dan penulis. Sedangkan modus berkaitan dengan saluran komunikasi, yaitu
tentang penggunaan bahasa apa untuk suatu konteks situasi tertentu.Seperti di dalam
konteks situasi, di dalam bahasa terdapat tiga jenis makna yaitu makna ide (ideational
meaning), makna antarpartisipan (interpersonal meaning), dan makna teks (textual
meaning) (Halliday, 1979:58). Model bahasa berdasarkan SFL terdapat ikatan yang tidak
eksklusif antara tiap fase situasi – yaitu bidang, tenor, dan modus – serta ketiga jenis
makna tersebut di atas.
1. Konteks Sosial
Konteks sosial merupakan segala sesuatu yang mendampingi pemakaian
bahasa atau teks. Konteks sangat menentukan arti. Dengan kata lain, arti terbentuk dalam
konteks. Pada dasarnya, dalam setiap interaksi arti dapat dinyatakan dengan dua cara.
Pertama, arti dikodekan oleh bentuk bukan bahasa (nonverbal realization), seperti gerak
tangan dan ekspresi wajah ataau langkah. Kedua, arti direalisasikan oleh bahasa. Kedua
realisasi arti itu dapat terjadi pada saat yang sama.
Konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Dalam pandangan LFS arti yang
terrealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteks.
Dengan kata lain, teks wujud dalam konteks sosial tertentu dan tidak ada teks tanpa
konteks. Hubungan antara konteks dan teks adalah hubungan konstrual ssemiotik.
Artinya, konteks dan teks saling menentukan, konteks menentukan teks dan teks pada
gilirannya menuju konteks.
a. Konteks Situasi
Konteks situasi terjadi dari tiga komponen, yaitu bidang atau isi (field), pelibat
(participant), dan cara (mode). Isi menunjukkan apa yang terjadi (Halliday & Hassan,
1985:12). Dengan demikian, isi mencakup peristiwa terjadinya teks dan sifat hakiki
terjadinya teks dengan tumpuan pada kreteria apakah peristiwa itu terikat oleh (aturan)
suatu institusi (Leckie-Tarry, 1995:36). Unsur yang membangun isi terdiri atas tiga
aspek, yaitu arena/kegiatan, ciri partisipan/pelibat, dan ranah semantik (lih. Saragih,
2002:194).
1) Isi
Arena teks I adalah sebuah tempat, kebun pisang, dan hutan belantara. Sifat
situasinya adalah (-) terinstitusi karena cerita seperti itu dapat disampaikan oleh siapa
pun. Ciri pelibat dalam Teks I adalah hewan. Hewan tersebut merupakan partisipan
yang berperilaku seperti manusia. Hewan yang dijadikan partisipan adalah Kambing dan
Monyet. Kambing dan Monyet memerankan dua sifat yang bertentangan. Kambing
memiliki sifat penolong, polos, dan punya inisiatif. Sedangkan, Monyet bersifat culas
atau rakus, licik, dan egois. Ranah semantik dalam Teks I berciri (-) spesialisasi karena
tidak ada pembatasan atau siapa pun dapat menuturkan cerita itu. Dengan kata lain, untuk
menuturkan atau mengikuti cerita itu tidak dibutuhkan keahlian khusus, misalnya para
linguis, dokter, dan akuntan.
Arena teks II adalah sebuah desa, tempat yang bebatuan, dan padang rumput.
Sifat situasinya sama dengan teks I yakni (-) terinstitusi karena cerita seperti ini dapat
disampaikan oleh siapa pun. Ciri pelibat dalam Teks II agak berbeda dengan teks I—
yakni manusia dan hewan. Ada lima pelibat yang terdapat dalam teks II ini, yaitu petani
(+ insan), ular (- insan), kuda tua (-insan), domba (- insan), dan (- rubah). Sekalipun para
pelibatnya berbeda, tetapi mereka memiliki ciri yang sama. Hewan-hewan yang dijadikan
pelibat memerankan perilaku seperti manusia, bisa bicara, misalnya “Tolonglah aku, Tuan.
Keluarkanlah aku dari himpitan batu ini…., kata ular”, bisa meyakinkan “Oh kenapa kau berkata
demikian? Aku tak akan berbuat sekeji’ kata ular.”, bisa memberikan alasan, misalnya “Hai kuda
tua!” sapa petani. “menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?” Dengan kejahatan,”
jawab kuda tua itu. Mengapa kau berkata demikian”, tanya petani dengan kecewa. “Sebab waktu aku
masih muda dan kuat, majikaku selalu merawatku dengan penuh kasih sayan.”, bisa berkolusi,
misalnya”Sebentar lagi aku akan menemuimu dengan seekor ular,” katanya menerangkan. “Kalau
kutanya, jawablah bahwa budi baik harus dibalas denan budi baik pula. Nanti kuberi kau anak domba,
anak babi, dan itik yang gemuk.” “Boleh juga tawaranm”, jawab rubah.”, dan bisa memberi solusi,
misalnya” Mereka kemudian kembali ke tempat batu itu dan atas anjuran rubah, petani itu menindih
kembali si ular dengan batu. Ranah semantik dalam Teks II berciri sama dengan teks I,
yaitu (-) spesialisasi karena tidak ada pembatasan atau siapa pun dapat menuturkan cerita
itu. Dengan kata lain, untuk menuturkan atau mengikuti cerita itu tidak dibutuhkan
keahlian khusus, misalnya para linguis, dokter, dan akuntan.
Jadi, dari segi isi antara teks I dan teks II memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah sama-sama (-) terinstitusi, melibatkan binatang sebagai tokoh-
tokohnya, (-) spesialisasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada kompleksitas para
pelibat, peran, dan ciri-cirinya.
2) Pelibat
Pelibat dalam teks I adalah sepasang Kambing dan Monyet. Kedua pelibat ini
memiliki hubungan kesetaraan atau setingkat. Dengan kata lain, mereka memiliki status
sama. Akan tetapi, hubungan antarpelibat itu berafeksi positif-negatif. Afeksi positif
terjadi ketika dua partisipan itu saling membutuhkan. Afeksi positif dalam cerita I hanya
terjadi pada Kambing sebab Kambing sangat percaya dan menyayangi Monyet. Akan
tetapi, setelah Kambing tahu bahwa Monyet itu merupakan teman (musuh) yang licik,
rakus, dan egois, maka ia mulai menumbuhkan afeksi negatif. Afeksi negatif itu terlihat
pada akhir cerita, ketika Monyet terjatuh sementara Kambing tidak memberikan
pertolongan.
Berdasarka uraian di atas dapat diketahui bahwa pelibat cerita dalam teks I berciri
(-) formal. Ciri (-) formal itu menandakan bahwa pelibat itu tidak memiliki ikatan dengan
suatu institusi. Selain itu, dari segi kontak, hubungan antarpelibat (+) sering. Keseringan
ini ditadai dengan status pelibat sebagai aktor yang telah lama bersahabat dan kedua
pelibat itu mendominasi cerita.
Pelibat dalam teks II adalah seorang petani, seekor ular, seekor kuda tua, seekor
domba, dan seekor rubah. Para pelibat ini memiliki hubungan kesetaraan atau setingkat.
Dengan kata lain, mereka memiliki status sama. Akan tetapi, hubungan antarpelibat itu
berafeksi positif di satu sisi dan berafeksi negatif di sisi lain. Afeksi negatif ditunjukkan
ular kepada petani da petani kepada rubah. Sedangkan afeksi positif ditunjukkan oleh
manusia kepada ular dan rubah kepada manusia. Selain itu afeksi negatif yang
mendudukung cerita ini ditunjukkan oleh kuda dan domba kepada manusia.
Ular dikatakan berafeksi negatif karena ia membalas kebaikan petani dengan
kejahatan, sebab ia ingin mematuk petani. Sedangkan petani dikatakan berafeksi positif
karena ia telah membebaskan ular dari penderitaan. Rubah dikatakan berafeksi positif
karena ia telah membantu petani dalam menyelesaikan kesulitan. Petani dikatakan
berafeksi negatif kepada rubah karena ia telah ingkar janji. Sedangkan kudan dan domba
dikatakan berafeksi negatif kepada manusia karena ia menganggap manusia sangat kejam
dan hanya mementingkan diri manusia itu sendiri.
Pelibat cerita dalam teks II berciri (-) formal. Ciri (-) formal itu menandakan
bahwa pelibat itu tidak memiliki ikatan dengan suatu institusi. Selain itu, dari segi
kontak, hubungan antarpelibat (+) sering. Keseringan ini ditadai dengan status pelibat,
baik antara petani dan ular, petani dan kuda tua, petani dan domba, maupun petani dan
rubah.
Dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara teks I dan teks II dari segi pelibat
terletak pada afeksi yang dimiliki para pelibat. Afeksi pada teks I tidak sekompleks
afeksi pada teks II.
3) Cara
Keterencanaan cerita dalam Teks I dan Teks II berciri (-) terencana dengan jarak
antara penutur cerita dan pendengar (-) jarak waktu/tempat. Keterbabitan teks
menunjukkan tingkat teks dan realitas yang diwakili. Dalam cerita I dan II penggunaan
bahasanya tidak menunjukkan kegiatan yang sedang berlangsung. Dengan kata lain,
keterbabitan bahasa dan realitas menunjukkan bahwa teks ini adalah rekonstruksi.
Medium adalah lisan karena cerita ini biasanya dituturkan.
b. Konteks Budaya
Konteks Budaya dibatasi pada kegiatan sosial yang bertahap dan berorientasi
pada tujuan (Martin, 1986 dalam Saragih, 2002:198-199). Berdasarkan tujuan sosialnya
teks dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu: argumentasi, diskusi, laporan
dan narasi yang masing-masing memilikistruktur tertentu.
Teks argumentasi bertujuan untuk menyatakan ide, pendapat atau gagasan dengan
dukungan sejumlah argumen. Teks ini juga disebut teks eksposisi.Penulis memakai salah
satu dari dua sudut pandang yaitu protagonist atau antagonis. Strukturnya adalah:
(Abstrak) ^ Tesis ^ [argument] n ^ Reiterasi.
Teks diskusi menyatakan ide, pendapat atau gagasan dengan dua sudut pandang
yaitu protagonis dan antagonis dengan dukungan sejumlah argument. Struktur
generiknya adalah (Abstrak) ^ Tesis ^ [argument P ^ Argumen A] n ^ Reiterasi. Teks
laporan berisi paparan mengenai suatu proses atau keadaan. Struktur generiknya adalah
Acuan ^ Prosedur ^ Temuan ^ Simpulan ^ Saran. Teks narasi berisi tuturan suatu
peristiwa yang di dalamnya terdiri dari suatu masalah dan masalah tersebut dicari
penyelesaiannya. Struktur generik dalam teks narasi adalah (Abstrak) ^ Orientasi ^
([Evaluasi]) ^ Komplikasi ^ Resolusi ^ (Koda).
Dalam konteks budaya dalam analisis ini yang perlu dijelaskan adalah struktur
generik dalam teks narasi. Struktur tersebut meliputi: (a) abstrak—membuka cerita;
biasanya abstrak menyatakan isi ringkas atau pembukaan ringkas cerita, (b) orientasi—
memperkenalkan para partisipan, peran mereka, dan tempat terjadinya (setting) peristiwa,
(c) evaluasi—berisi penilaian penutur, (d) komplikasi—menunjukkan masalah utama
cerita, (e) resolusi—mengacu kepada penyelesaian masalah, dan (f) koda—berupa
keterangan tambahan. Berikut ini disajikan struktur generik dalam teks I dan II.
Tabel 13 Struktur Generik Teks I
Abstrak Ada sebuah cerita yang sangat menarik.
Orientas Sepasang Kambing dan Monyet telah bersahabat sejak lama. Mereka hidup berdampingan. Bahkan keduanya sangat kompak. Suatu hari Kambing mengajak monyet mencari bibit pisang dan Monyet pun mengiakan ajakan si Kambing. Untuk mewujudkan rencana itu, mereka mencari bibit pisang ke daerah yang sangat jauh. Dalam perjalanan masuk hutan ke luar hutan, mereka menemukan banyak rintangan, tetapi semuanya dapat mereka atasi bersama. Akhirnya, mereka sampai di suatu tempat. Di tempat itu sangat banyak pohon pisang yang bagus-bagus. “Inilah yang kita cari” kata Monyet sambil manggut-manggut. “Ya” timbal Kambing. Mereka beristirahat sambil menikmati buah pisang yang sangat lezat. Monyet sangat rakus melalap pisang-pisang, akibatnya ia sakit perut. Karena monyet sakit perut, maka ia mohon kepada Kambing untuk mencari obat. Dan Kambing pun tidak berkeberatan, ia pergi mencari obat. Selama kambing pergi mencari obat, Monyet menghabisi pisang-pisang yang mereka kumpulkan. Sebenarnya Monyet tidak sakit.
Kambing telah kembali membawa obat. Lalu, obat itu diberikan kepada Monyet. “Ini obatnya, makanlah” kata Kambing sambil menyodorkan obat yang dibawanya. “Terima kasih” kata Monyet. Dengan kepiawaiannya, obat tersebut dibuang oleh Monyet tanpa sepengetahuan Kambing. “Bagaimana Nyet sudah enak perutnya” tanya Kambing. “Enak Bing, bosku yang baik hati” timpal si Monyet. “Bing, tadi banyak monyet datang kesini, mereka menghabisi pisang—pisang yang kita
kumpulkan. Aku tidak berdaya untuk melawan, maklumlah…” tutur Monyet. “Ya ngak apa-apa, yang penting Engkau selamat” ucap Kambing.
Tidak lama kemudian mereka pulang sambil membawa bibit pisang. Kambing membawa sebatang saja, sedangkan monyet membawa dua batang. Maklumlah monyet lebih kuat daripada kambing. Dalam perjalanan menuju pulang, monyet kembali berpura-pura sakit. Karena melihat temannya yang sakit, kambing membantu monyet membawa sebatang bibit pisang. Dengan susah paya ia berjalan sambil mebawa dua bibit pisang. Monyet berjalan di belakang kambing sambil merengek-rengek kesakitan.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh, akhirnya mereka pun sampai. Mereka tersenyum lega dan sangat senang. Monyet pun sudah sembuh dari kepura-puraanya sakit. Mereka menanamkan pisang yang dibawa tadi.
Pisang yang ditanamkan tumbuh dan terus membesar. Hati Kambing sangat senang. Akan tetapi, ia prihatin terhadap temannya sebab dua pohon pisang milik temannya itu tidak sempat berkembang karena tiap hari dipanjati. ..
Evaluasi 1. Hati kambing sangat senang.2. Ia (Kambing) sangat kecewa terhadap perlakuan Monyet.
Komplikasi Waktu yang ditunggu pun tiba. Pisang Kambing sudah masak. Akan tetapi, karena ia tidak dapat memanjat, maka ia menghubungi monyet. “Pisangku sudah masak, panjatlah! Nanti kita bagi dua” kata si Kambing. Monyet langsung mengiakan. Monyet berpikir ini adalah kesempatan besar. “Nyet, jatuhkanlah pisangnya” pinta si Kambing. Monyet diam saja. Ia tidak menghiraukan permohonan si Kambing. Ia melalap pisang dengan rakus. Kambing meminta hingga beberapa kali, namun tetap saja tidak diberi. Melihat perilaku monyet tersebut dan dilihatnya pisang di tandan tinggal beberapa buah.
Resolusi Kambing pergi dan Monyet terjatuh karena kekenyangan
Koda Itulah akhir cerita.
Ideologi: Dalam cerita ini Kambing dan Monyet berperilaku dan bersifat seperti
manusia. Kambing mewakili golongan yang baik, sedangkan Monyet mewakili golongan
yang jahat. Ideologinya adalah pengisahan tentang akibat dari perbuatan yang jahat
terhadap sesama.
Tabel 14 Struktur Generik Teks II
Abstrak Cerita ini sangat menarik. Cerita seorang petani, ular, kuda, domba, dan ruba. Binatang-binatang itu berperilaku seperti manusia. Inilah ceritanya.
Orientasi Ketika sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu kering, seorang petani
yang bodoh mendengar suara jeritan. Dia menoleh ke sana kemari, tapi tak melihat siapa pun di sekitarnya. Maka diteruskan pekerjaannya mengumpulkan kayu.
Tiba-tiba terderngar lagi suara jeritan itu. Kali ini ia mencari suara itu dengan lebih teliti. Akhirnya, dilihatnya seekor ular yang terjepit di antara batu-batu. Petani itu meloncat mudur karena takut. Ular adalah binatang licik. Tapi, binatng itu mohon dengan mengiba-iba.“Tolonglah aku, Tuan. Keluarkanlah aku dari himpitan batu ini…”. “Aku bisa saja menolongmu,” jawab petani itu, “Tapi, untuk apa. Kamu pasti akan mematukku dan menyemburkan racunmu. Bagaimana pun ular tetap ular yang licik.”“Oh, kenapa kau berkata demikian? Aku tak akan berbuat sekeji itu, “ kata ular.
Evaluasi Akhirnya dengan mengabaikan akal sehat, petani itu mengangkat batu yang menjepit tubuh ular. Betapa gobloknya petani itu. Dia dapat ditipu oleh ular.
Komplikasi Dibiarkannya ular itu merayap ke luar. Dan tiba-tiba ular itu mematuknya. Untung petani itu masih sempat meloncat menghindarinya.
“Nah, benarkan, kamu ular licik. Aku tahu itu. Mengapa kamu membalas budi baik dengan perbuatan keji? Aku tak mengerti”. “Ada alasannya,” jawab ular. “Memang begitulah hukum rimba. Air susu harus dibalas dengan air tuba.”Petani itu tak sependapat dengan ular. “tak semua orang setuju dengan pendapatmu itu,” katanya. “Jika ada orang yang berbuat baik terhadapku, aku akan selalu mengingatnya dan berusaha untuk membalas kebaikannya.”Ular itu mendengus. “Ayo kita bertaruh, “ katanya. Carilah siapa yang setuju dengan pendapatmu, maka kau akan kulepaskan.”
Petani dan ular itu pun berjalan bersamaam. Mereka bertemu dengan seekor kuda tua yang melangkah terseok-seok. Ekornya yang berambut jarang dengan lemah berusaha mengusir lalat yang menggerumuni kakinya.
“Hai kuda tua!” sapa petani. “menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?” Dengan kejahatan,” jawab kuda tua itu. Mengapa kau berkata demikian”, tanya petani dengan kecewa. “Sebab waktu aku masih muda dan kuat, majikaku selalu merawatku dengan penuh kasih sayang,” jawab kuda itu sambil berusaha duduk dengan enak. “Aku diberi kandang yang hangat dan jerami serta padi-padian yang cukup. Boleh makan sekenyang-kenyangnya. Tapi… sekarang aku sudah tua dan lema, aku diusirnya begitu saja.”
“Nah, apa kataku,” dengus ular puas. “Sekarang juga akan kupatuk kau dengan gigiku yang berbisa”. “Tunggu dulu.” Sahut petani dengan cepat. “Sebaiknya kita tanyakan dengan yang lain lagi.” keduanya meneruskan perjalanan.
Ketika sampai di padang mereka melihat seekor domba sedang merumput. Petani bertanya kepadanya.“Hai domba, menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?”“Dengan kejahatan,” sahut domba tanpa menoleh. “Mengapa kau berpendapat begitu?” “Aku selalu meberikan wol untuk majikanku, tapi dia jahat.” Jawab domba. “Di musim panas, dibiarkannya buluku tumbuh lebat hingga aku pingan kepanasan. Tapi di musim dingin, dicukurnya buluku hingga aku menggigil kedinginan. ““Bagus! Sekarang kupatuk kau!”, desis ular.“Sabar…, sabar,” cegah si petani. Pasti ada pendapat yang lain lagi.”
Resolusi Mereka pun berjalan lagi. Sebelum ular itu melihat, petani itu pun melihat seekor rubah. Dia menyelinap berbicara dengan rubah itu. “Sebentar lagi aku akan menemuimu dengan seekor ular,” katanya menerangkan. “Kalau kutanya, jawablah bahwa budi baik harus dibalas denan budi baik pula. Nanti kuberi kau anak domba, anak babi, dan itik yang gemuk.” “Boleh juga tawaranmu” jawab rubah.
Petani itu kemudian kembali berjalan mendampingi ular. Tak lama kemudia mereka berpapasan dengan rubah. “Hai, rubah. Bagaimana menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?” kata petani. “Dengan kebaikan,” jawab rubah tersenyum. Terbayang olehnya daging yang lezat anak domba, anak babi, dan itik yang gemuk.
Kemudian mereka bertiga mengobor, dan rubah mendengar bagaimana tadi ular terjepit di antara bebatuan. Rubah tak percaya. Mereka kemudian kembali ke tempat batu itu dan atas anjuran rubah, petani itu menindih kembali si ular dengan batu. Rubah benar-benar telah menyelamatkannya.
Ketika malam harinya, waktu rubah menagih janji, ternyata petani itu telah mengunci erat-erat kandang domba, kandan babi, serta kandang itik. Bahkan, petani itu mengusir rubah dengan acungan senapan dan dua ekor anjing galak.
“Wah, sekarang kau jadi pintar yah?” seru rubah kecewa.“Memang benar kata ular itu, “ kata petani dengan senyum kemenangan.
Koda Itulah akhir cerita ini.
Ideologi: Dalam cerita ini Petani berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari serangan
ular. Padahal dia sudah berbuat baik pada ular itu. Ular membalas kebaikannya dengan
kejahatan dan petani pun membalas kebaikan rubah dengan kejahatan. Jadi ideologinya
adalah pengisahan tentang perbuatan baik yang dibalas dengan perbuatan jahat.
D. Penutup
Kedua teks yang dibandingkan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan
dan perbedaan itu dapat dilihat pada perbandingan unsur transitivitas dan perbandingan
konteks sosialnya. Dari segi unsur transitivitas, dapat diketahu bahwa teks I memiliki
proses enam ketegori proses dan teks II memiliki enam kategori proses. Proses-proses
yang terdapat dalam kedua teks itu adalah proses materi, proses mental, proses verbal,
proses prilaku (tidak dimiliki teks II), proses wujud, dan proses relasional. Perbandingan
jumlah proses antara kedua teks itu adalah (1) proses materi dalam teks I sebanyak 31,
sedangkan dalam teks II sebanyak 17, (2) proses mental dalam teks I sebanyak 8,
sedangkan dalam teks II sebanyak 13, (3) proses verbal dalam teks I sebanyak 5,
sedangkan dalam teks II sebanyak 18, (4) proses perilaku dalam teks I sebanyak 1,
sedangkan tidak memiliki proses ini, (5) proses wujud dalam teks I sebanyak 4,
sedangkan dalam teks II sebanyak 1, dan (6) kedua teks tersebut sama-sama memiliki
proses relasional.
Dari segi sirkumstan, perbandingan antara teks I dan teks II adalah (1) sirkumstan
tempat, teks I sebanyak 4 dan teks II juga 4, (2) sirkumstan waktu, teks I sebanyak 3 dan
teks II sebanyak 11, (3) sirkumstan rentang, teks I sebanyak 3 dan teks II tidak memiliki
sirkumstan ini, (4) sirkumstan sebab, teks I sebanyak 2 dan teks II sebanyak 1, (5)
sirkumstan lingkungan, teks I sebanyak i dan teks II tidak memiliki sirkumstan ini, (6)
sirkumstan cara, teks I sebanyak 6 dan teks II sebanyak 3, (7) sirkumstan kesertaan, teks
I tidak memiliki sirkumstan ini, sedangkan dan teks II memiliki 1, dan (7) sirkumstan
alat, teks I tidak memiliki sirkumstan ini, sedangkan dan teks II memiliki 3.
Dari segi konteks situasi (yang dirinci ke dalam isi, pelibat, dan cara) kedua teks
ini sama-sama memiliki sifat situasi (-) terinstitusi, sama-sama memiliki ranah semantik
yang berciri (-) spesialisasi. Namun, kedua teks ini berbeda dari segi ciri pelibat. Ciri
pelibat dalam teks I adalah sesama hewan, sedangkan dalam teks II manusia dan hewan.
dari segi pelibat, teks I hanya memiliki dua pelibat, yakni Kambing dan Monyet,
sedangkan teks II memiliki lima pelibat, yakni, petani, ular, kuda, domba, dan rubah.
Dari segi cara, kedua teks ini menggunakan cara yang sama, yakni (-) terencana, (-) jarak
waktu/tempat, dan mediumnya adalah bahasa lisan.
Dari segi konteks budaya (struktur generik teks), khusus bagian abstrak, teks I
hanya menyampaikan bahwa cerita ini sangat menarik, sedangkan teks II di samping
menyampaikan cerita ini menarik, pada bagian ini juga diperkenalkan para pelibat dan
perilaku para pelibat secara umum. Struktur yang lain sama dalam teks ini yaitu oreintasi,
evaluasi, komplikasi, resolusi, dan koda. Khusus pada bagian koda, kedua teks ini sama-
sama diakhiri dengan itulah akhir cerita. Ideologi kedua cerita ini hampir sama yaitu
mengisahkan tentang akibat perbuatan yang jahat.
DAFTAR PUSTAKA
Halliday, M.A.K. dan R. Hasan. 1985. Context and Text: Aspects of Language in Social Semiotic Perspectives. Geelong: DeakinUniversity Press.
Leckie-Tarry, H. 1995. Language and Context: A Functional Linguistic Theory of Regester. London: Pinter.
Saragih, Amrin. 2002. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: FBS Universitas Negeri Medan.
Sinar, T. Silvana, 2004. Pemerolehan Tema pada Genre Pantun Melayu Analisis Linguistik Fungsional Sistemik. Makalah yang dipresentasikan pada Kolokium ke-4 Bahasa dan Pemikiran Melayu/Indonesia yang Diselenggarakan oleh Universitas Negeri Medan bekerja sama dengan Dewan Bahasa Malaysia. Medan, 28-30 Juni 2004.
Sumarlam (ed.). 2003. Teori dan Ppraktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Sumarlam, Agnes, dan Adhani (Eds.). 2004. Analisis Wacana Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, Novel, Drama. Bandung: Intan Sejati.
Sutjaja, I Gusti Made. 2006. Aksara dan Ragam Teks Bahasa Bali. Denpasar: Lotus Widya Suari.
Yudistira, Emha. 2004. Kumpulan Cerita Mancanegara. Jakarta: Pustaka.
C. GENRE
Kita menggunakan berbagai tipe bahasa dalam konteks yang berbeda-beda untuk
tujuan yang berbeda-beda pula. Istilah genre ini digunakan oleh para linguis dengan arti
seluruh struktur teks baik lisan maupun tulisan dimana mencirikan bentuk komunikasi
yang berbeda misalnya urusan pengadilan, pelayanan gereja, pesta atau dalam kelas.
Terdapat banyak variasi bahasa dalam konteks pada berbagai waktu tetapi juga terdapat
elemen-elemen yang dapat diprediksi dan rangkaian kejadian yang berterima. Elemen-
elemen yang dapat diprediksi dan rangkaian tersebut membentuk struktur dasar genre.
Berbagai budayadan masyarakat membangun struktur atau genre yang berbeda untuk
menyelaraskan kebutuhannya. Secara tradisional, istilah genre dulu digunakan dan
sampai sekarang masih digunakan untuk menyatakan berbagai tipe-tipe karyasastra
seperti drama, puisi dan novel dan juga untuk menyatakan genre literaturyang lebih
spesifik misalnya fiksi sejarah dan fiksi ilmiah. Genre juga diaplikasikan untuk berbagai
tipe film dan musik sehingga membuat kebingungan pada konsep genre tersebut). Para
linguis menggunakan istilah genre untuk menyatakan struktur bahasa yang digunakan
untuk tujuan khusus pada konteks social tertentu.
Martin (1985) yang memfokuskan pada teks tertulis membagi genre menjadi dua
yaitu: 1). Ekspresif (imaginasi) dan 2) faktual. Tipe ekspresif terdiri dari recount, narasi
dan puisi satra. Sedangkan tipe factual terdiri dari prosedur, deskripsi, laporan, eksposisi
(eksploratori, informative, scientific) dan eksplanasi.
Cara lain untuk melihat genre adalah dengan memandang proses yang terlibat
dalam teks contohnya mendeskripsikan, menjelaskan, menginstruksikan,
mengargumentasikan dan menarasikan. Untuk melakukan proses ini pengetahuan tentang
struktur dan grammar harus diaplikasikan untuk menghasilkan teks yang tepat. Karena
itu genre dapat dilihat sebagai sebuah produk (tipe teks) dan proses (Knapp & Watkins,
1994).
Teks laporan berisi paparan mengenai suatu proses atau keadaan. Struktur generic
laporannya: Acuan ^ Prosedur ^ Temuan ^ Simpulan ^ Saran. Teks narasi berisi tuturan
suatu peristiwa yang didalamnya terdiri dari suatu masalah dan masalah tersebut dicari
penyelesaiannya. Struktur generik dalaam teks narasi adalah: (Abstrak) ^ Orientasi ^
([Evaluasi]) ^ Komplikasi ^ Resolusi ^ (Koda). Struktur kedua teks tersebut terlihat pada
tabel 13 dan 14 di bawah ini.
pada tiap genre haruslah autentik sehingga pengertian tentang penggunaan genre akan dibatasi.
KAMBING DAN MONYET*
Ada sebuah cerita yang sangat menarik. Sepasang Kambing dan Monyet telah
bersahabat sejak lama. Mereka hidup berdampingan. Bahkan, keduanya terlihat sangat
kompak. Suatu hari Kambing berkata kepada Monyet, “Nyet, ayo kita menanam pisang!”
“Ayo” jawab monyet dengan semangat.
Untuk mewujudkan rencana itu, mereka mencari bibit pisang ke daerah yang
sangat jauh. Dalam perjalanan masuk hutan ke luar hutan, mereka menemukan banyak
rintangan, tebing, tetapi semuanya dapat mereka atasi bersama. Akhirnya, mereka sampai
di suatu tempat. Di tempat itu sangat banyak pohon pisang yang bagus-bagus. “Inilah
yang kita cari” kata Monyet sambil manggut-manggut. “Ya” timbal Kambing.
Mereka beristirahat sambil menikmati buah pisang yang sangat lezat. Monyet
sangat rakus melalap pisang-pisang, akibatnya ia sakit perut. Karena monyet sakit perut,
maka ia mohon kepada Kambing untuk mencari obat. Dan Kambing pun tidak
berkeberatan, ia pergi mencari obat. Selama kambing pergi mencari obat, Monyet
menghabisi pisang-pisang yang mereka kumpulkan. Sebenarnya Monyet tidak sakit.
Kambing telah kembali membawa obat. Lalu, obat itu diberikan kepada Monyet.
“Ini obatnya, makanlah” kata Kambing sambil menyodorkan obat yang dibawanya.
“Terima kasih” kata Monyet. Dengan kepiawaiannya, obat tersebut dibuang oleh Monyet
tanpa sepengetahuan Kambing. “Bagaimana Nyet sudah enak perutnya” tanya Kambing.
“Enak Bing, bosku yang baik hati” timpal si Monyet. “Bing, tadi banyak monyet datang
kesini, mereka menghabisi pisang—pisang yang kita kumpulkan. Aku tidak berdaya
untuk melawan, maklumlah…” tutur Monyet. “Ya ngak apa-apa, yang penting Engkau
selamat” ucap Kambing.
Tidak lama kemudian mereka pulang sambil membawa bibit pisang. Kambing
membawa sebatang saja, sedangkan monyet membawa dua batang. Maklumlah monyet
lebih kuat daripada kambing. Dalam perjalanan menuju pulang, monyet kembali
berpura-pura sakit. Karena melihat temannya yang sakit, kambing membantu monyet
membawa sebatang bibit pisang. Dengan susah paya ia berjalan sambil mebawa dua bibit
pisang. Monyet berjalan di belakang kambing sambil merengek-rengek kesakitan.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh, akhirnya mereka pun sampai. Mereka
tersenyum lega dan sangat senang. Monyet pun sudah sembuh dari kepura-puraanya
sakit. Mereka menanamkan pisang yang dibawa tadi.
Pisang yang ditanamkan tumbuh dan terus membesar. Hati Kambing sangat
senang. Akan tetapi, ia prihatin terhadap temannya sebab dua pohon pisang milik
temannya itu tidak sempat berkembang karena tiap hari dipanjati.
Waktu yang ditunggu pun tiba. Pisang Kambing sudah masak. Akan tetapi,
karena ia tidak dapat memanjat, maka ia menghubungi monyet. “Pisangku sudah masak,
panjatlah! Nanti kita bagi dua” kata si Kambing. Monyet langsung mengiakan. Monyet
berpikir ini adalah kesempatan besar.
“Nyet, jatuhkanlah pisangnya” pinta si Kambing. Monyet diam saja. Ia tidak
menghiraukan permohonan si Kambing. Ia melalap pisang dengan rakus. Kambing
meminta hingga beberapa kali, namun tetap saja tidak diberi. Melihat perilaku monyet
tersebut dan dilihatnya pisang di tandan tinggal beberapa buah, Kambing pergi. Ia sangat
kecewa terhadap perlakuan Monyet. Rek..rek…rek…buuuk, Kambing berhenti
mendengar bunyi itu. Ia kembali. Dilihatnya monyet sedang kesakitan dan tulangnya
banyak yang patah karena ditimpa batang pisang. Monyet terjatuh karena kekenyangan.
Itulah akhir cerita.
*Salah satu cerita (dongeng) dari Bengkulu Selatan
KEBAIKAN DIBALAS KEJAHATAN
Ketika sedang asyik mengumpulkan kayu-kayu kering, seorang petani yang
bodoh mendengar suara jeritan. Dia menoleh ke sana kemari, tapi tak melihat siapa pun
di sekitarnya. Maka diteruskan pekerjaannya mengumpulkan kayu.
Tiba-tiba terderngar lagi suara jeritan itu. Kali ini ia mencari suara itu dengan
lebih teliti. Akhirnya, dilihatnya seekor ular yang terjepit di antara batu-batu. Petani itu
meloncat mudur karena takut. Ular adalah binatang licik. Tapi, binatng itu mohon dengan
mengiba-iba.
“Tolonglah aku, Tuan. Keluarkanlah aku dari himpitan batu ini…”. “Aku bisa saja
menolongmu,” jawab petani itu, “Tapi, untuk apa. Kamu pasti akan mematukku dan
menyemburkan racunmu. Bagaimana pun ular tetap ular yang licik.”
“Oh, kenapa kau berkata demikian? Aku tak akan berbuat sekeji itu, “ kata ular.
Akhirnya dengan mengabaikan akal sehat, petani itu mengangkat batu yang menjepit
tubuh ular. Betapa gobloknya petani itu. Dia dapat ditipu oleh ular.Dibiarkannya ular itu
merayap ke luar. Dan tiba-tiba ular itu mematuknya. Untung petani itu masih sempat
meloncat menghindarinya.
“Nah, benarkan, kamu ular licik. Aku tahu itu. Mengapa kamu mebalas budi baik
dengan perbuatan keji? Aku tak mengerti”. “Ada alasannya,” jawab ular. “Memang
begitulah hukum rimba. Air susu harus dibalas dengan air tuba.”
Petani itu tak sependapat dengan ular. “tak semua orang setuju dengan pendapatmu itu,”
katanya. “Jika ada orang yang berbuat baik terhadapku, aku akan selalu mengingatnya
dan berusaha untuk mebalas kebaikannya.”
Ular itu mendengus. “Ayo kita bertaruh, “ katanya. Carilah siapa yang setuju dengan
pendapatmu, maka kau akan kulepaskan.”
Petani dan ular itu pun berjalan bersamaam. Mereka bertemu dengan seekor kuda
tua yang melangkah terseok-seok. Ekornya yang berambut jarang dengan lemah berusaha
mengusir lalat yang menggerumuni kakinya.
“Hai kuda tua!” sapa petani. “menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?”
Dengan kejahatan,” jawab kuda tua itu. Mengapa kau berkata demikian”, tanya petani
dengan kecewa. “Sebab waktu aku masih muda dan kuat, majikaku selalu merawatku
dengan penuh kasih sayang,” jawab kuda itu sambil berusaha duduk dengan enak. “Aku
diberi kandang yang hangat dan jerami serta padi-padian yang cukup. Boleh makan
sekenyang-kenyangnya. Tapi… sekarang aku sudah tua dan lema, aku diusirnya begitu
saja.”
“Nah, apa kataku,” dengus ular puas. “Sekarang juga akan kupatuk kau dengan gigiku
yang berbisa”. “Tunggu dulu.” Sahut petani dengan cepat. “Sebaiknya kita tanyakan
dengan yang lain lagi.” keduanya meneruskan perjalanan. Ketika sampai di padang
mereka melihat seekor domba sedang merumput. Petani bertanya kepadanya.
“Hai domba, menurut pendapatmu, budi baik harus dibalas dengan apa?”
“Dengan kejahatan,” sahut domba tanpa menoleh. “Mengapa kau berpendapat begitu?”
“Aku selalu meberikan wol untuk majikanku, tapi dia jahat.” Jawab domba. “Di musim
panas, dibiarkannya buluku tumbuh lebat hingga aku pingan kepanasan. Tapi di musim
dingin, dicukurnya buluku hingga aku menggigil kedinginan. “
“Bagus! Sekarang kupatuk kau!”, desis ular.
“Sabar…, sabar,” cegah si petani. Pasti ada pendapat yang lain lagi.”
Mereka pun berjalan lagi. Sebelum ular itu melihat, petani itu pun melihat seekor
rubah. Dia menyelinap berbicara dengan rubah itu. “Sebentar lagi aku akan menemuimu
dengan seekor ular,” katanya menerangkan. “Kalau kutanya, jawablah bahwa budi baik
harus dibalas denan budi baik pula. Nanti kuberi kau anak domba, anak babi, dan itik
yang gemuk.” “Boleh juga tawaranmu” jawab rubah.
Petani itu kemudian kembali berjalan mendampingi ular. Tak lama kemudia
mereka berpapasan dengan rubah. “Hai, rubah. Bagaimana menurut pendapatmu, budi
baik harus dibalas dengan apa?” kata petani. “Dengan kebaikan,” jawab rubah
tersenyum. Terbayang olehnya daging yang lezat anak domba, anak babi, dan itik yang
gemuk.
Kemudian mereka bertiga mengobor, dan rubah mendengar bagaimana tadi ular
terjepit di antara bebatuan. Rubah tak percaya. Mereka kemudian kembali ke tempat batu
itu dan atas anjuran rubah, petani itu menindih kembali si ular dengan batu. Rubah benar-
benar telah menyelamatkannya.
Ketika malam harinya, waktu rubah menagih janji, ternyata petani itu telah
mengunci erat-erat kandang domba, kandan babi, serta kandang itik. Bahkan, petani itu
mengusir rubah dengan acungan senapan dan dua ekor anjing galak.
“Wah, sekarang kau jadi pintar yah?” seru rubah kecewa.
“Memang benar kata ular itu, “ kata petani dengan senyum kemenangan.
1. Wacana Can President SBY become real 'father' of Papuans?
A. Konteks Sosial
a. Konteks Situasi:
i. Isi: Teks ini memiliki dua tingkat, tingkat I adalah teks ini merupakan
bahasa jurnalistik, sedangkan tingkat II teks ini membicarakan tentang
dapatkah Presiden SBY menjadi seorang Bapak yang sesungguhnya bagi
rakyat Papua. Arena teks ini adalah Propinsi Papua.Sifat situasinya adalah
(+) terinstitusi sebab pelaksanaan kunjungan Presiden SBY ke Papua
hanyadapat dilakukan secara institusi kenegaraan. Ciri pelibat adalah
manusia dimana antara seorang Presiden yaitu SBY dengan masyarakat
pribumi Papua. Ranah semantiknya berciri (+) specialisasi sebab hanya
seorang ahli politik yang dapat menceritakan hal ini
ii. Pelibat: Pelibat dalam teks ini adalah terdiri dari dua tingkat yaitu tingkat I
yang mencakup hubungan pembaca dan penulis berita atau wartawan, dan
tingkat II yang mencakup hubungan wartawan yang meliput berita dan
Presiden SBY
iii. Cara: Teks ini memiliki cara yang terdiri dari dua tingkat yaitu cara tingkat
I yang merujuk pada medium bahasa tulis yakni pemakaian bahasa antara
pembaca dan penulis berita dan cara tingkat II yang menunjuk pada
hubungan medium bahasa lisan yakni pemakaian bahasa antara wartawan
dan sumber berita yakni Presiden SBY.
b. Konteks Budaya
Cerita ini adalah dalam bentuk narasi dengan struktur generic teks sebagai
berikut:
Abstrak: membuka cerita dengan menyatakan isi ringkas atau pembukaan ringkas
suatu cerita
- Can President SBY become real 'father' of Papuans?
Orientasi: memperkenalkan para partisipan, peran mereka, dan tempat terjadinya
(setting) peristiwa.
- On Wednesday, President Susilo Bambang Yudhoyono visited the rebellious
province of Papua. The people of Papua are increasingly fed up with the central
government. Many of them now even consider independence from Indonesia to be
possible, and the only feasible way to end Jakarta's oppression and abuse.
Evaluasi: Berisi penilaian penutur.
- However, it must be noted here that settling the Papuan problem will not
depend on how many dialogs are held, but rather whether the President
manages to hear the grievances with his conscience and can prove that their
aspirations really have been heard and really are being responded to.
Komplikasi: menunjukkan masalah utama cerita.
- The President has repeatedly assured Papuans that he fully understands their
grievances and that he will take any necessary measures -- peaceful measures --
to restore the Papuan people's confidence in the central government.
Resolusi: mengacu pada penyelesaian masalah.
- The only news from the talks was emphasis on the importance of genuinely and
immediately implementing the special autonomy status granted to the province.
Koda: berupa keterangan tambahan.
- President Yudhoyono and Vice President Jusuf Kalla have had success in
taming the rebellious Aceh. Can the pair repeat their success in Papua? It should
be remembered that only after the world's worst disaster, the tsunami, was peace
brought to the people there.
c. Konteks Ideologi: Dalam teks ini, ideology yang terkandung adalah figure
seorang presiden sebagai Bapak Negara yang seharusnya mengayomi
rakyatnya, mendengarkan suara rakyat tanpa pilih kasih.
2. Wacana Australian envoy willing to talk with House
A. Konteks Sosial
Konteks sosial merupakan
1. Konteks Situasi
i. Isi Teks ini memiliki dua tingkat, tingkat I adalah teks ini merupakan
bahasa jurnalistik, sedangkan tingkat II teks ini membicarakan tentang
kesediaan pihak Australia untuk membicarakan masalah pemberian VISA
kepada 42 orang Papua.
ii. Pelibat: Pelibat dalam teks ini adalah terdiri dari dua tingkat yaitu tingkat I
yang mencakup hubungan pembaca dan penulis berita atau wartawan, dan
tingkat II yang mencakup hubungan wartawan yang meliput berita dan Duta
Besar Australia untuk Indonesia.
iii. Cara Teks ini memiliki cara yang terdiri dari dua tingkat yaitu cara tingkat I
yang merujuk pada medium bahasa tulis yakni pemakaian bahasa antara
pembaca dan penulis berita dan cara tingkat II yang menunjuk pada
hubungan medium bahasa lisan yakni pemakaian bahasa antara wartawan
dan sumber berita yakni Duta Besar Australia untuk Indonesia.
b. Konteks Budaya:
Cerita ini adalah dalam bentuk narasi dengan struktur generic teks sebagai
berikut:
Abstrak: membuka cerita dengan menyatakan isi ringkas atau pembukaan ringkas
suatu cerita
- Australian envoy willing to talk with House
Orientasi: memperkenalkan para partisipan, peran mereka, dan tempat terjadinya
(setting) peristiwa.
- Australian Ambassador to Indonesia Bill Farmer is willing to meet members of
the House of Representatives to discuss Canberra's controversial decision to
grant 42 Papuans seeking asylum in Australia a temporary visa.
Evaluasi: Berisi penilaian penutur.
- Australia's decision to grant the Papuans a temporary visa while evaluating
their request for political asylum has sparked anger among Indonesians, with
Indonesia recalling its ambassador.
Komplikasi: menunjukkan masalah utama cerita.
- The President has repeatedly assured Papuans that he fully understands their
grievances and that he will take any necessary measures -- peaceful measures --
to restore the Papuan people's confidence in the central government.
Resolusi: mengacu pada penyelesaian masalah.
- Australia's decision to grant the Papuans a temporary visa while evaluating
their request for political asylum has sparked anger among Indonesians, with
Indonesia recalling its ambassador.
Koda: berupa keterangan tambahan.
- "Clearly this has caused, created a strain in the relationship, but I don't regard
it in any way as a fatal strain," Howard said.
c. Konteks Ideologi: Dalam teks ini ideology yang terkandung adalah rasa harga
diri rakyat Indonesia kepada pemerintah Australia karena mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia tentang konflik di Papua.
Dari kedua wacana pada surat kabar The Jakarta Post tersebut, genrenya adalah
factual sebab wacana tersebut membahas tentang fakta (kenyataan) yaitu kondisi politik
dalam negeri Indonesia dan kondisi hubungan politik Indonesia dan Australia.
C. TOP-LEVEL STRUCTURE
Cara lain untuk melihat struktur teks adalah dengan cara menentukan tipe struktur
secara menyeluruh yaitu mendiskripsikan hubungan antara ide dalam teks lisan maupun
tulisan. Struktur ini disebut top-level struktur.