analisis peranan dan dampak investasi sektor … · meningkatkan pembangunan pertanian, ... sub...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR
PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI
JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT
OLEH
TRIYANTO WIBOWO
H14053207
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
TRIYANTO WIBOWO. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Sektor
Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-Output
(dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun
perekonomian, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi
lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Dalam upaya
meningkatkan pembangunan pertanian, diperlukan pemanfaatan potensi semua
sumber daya baik alam maupun manusia yang ada terutama dari daerah-daerah
sentra produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.
Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu
di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu
provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan
dengan provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa.
Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut
mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu mengundang penanaman
investasi yang besar juga. Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang
memberikan keuntungan baik bagi pemerintah maupun swasta domestik dan
asing. Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih
beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan
perekonomian daerah sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi
mereka. Padahal investasi diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi
maupun perluasan tenaga kerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana indeks keterkaitan
ke depan dan belakang, dampak penyebaran, dan efek multiplier dari sektor
pertanian di Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga untuk menganalisis bagaimana
peranan investasi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian terhadap perekonomian
di Provinsi Jawa Timur.
Analisis Input-Output pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis
bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dampak multiplier dari sektor
pertanian digunakan Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Tabel
Input-Output Provinsi Jawa Timur tahun 2006. Untuk analisis kebijakan investasi
digunakan data dari nilai anggaran yang dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi
Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2006.
Hasil penelitian menunjukkan nilai keterkaitan ke depan terbesar ada pada
sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan nilai keterkaitan ke depan
sektor pertanian berada di urutan ketujuh dari sembilan sektor. Nilai keterkaitan
ke belakang terbesar ada pada sektor listrik, gas, dan air minum, sedangkan nilai
keterkaitan ke belakang sektor pertanian berada di urutan terakhir.
Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor perdagangan,
hotel, dan restoran mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai
input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya lebih dari satu,
sedangkan sektor pertanian tidak mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang
memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya kurang dari
satu. Sektor listrik, gas, dan air minum mampu mendorong pertumbuhan industri
hulunya karena nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor
pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai
koefisien penyebarannya kurang dari satu.
Sesuai dengan analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor listrik, gas,
dan air minum memiliki nilai multiplier output dan tenaga kerja terbesar. Sektor
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan memiliki nilai
multiplier pendapatan terbesar, sedangkan sektor pertanian nilai multiplier output
dan tenaga kerjanya berada di urutan terakhir, dan multiplier pendapatannya
berada di urutan ke delapan dari sembilan sektor.
Hasil analisis kebijakan investasi menunjukkan bahwa sub sektor tanaman
perkebunan memiliki dampak terhadap pendapatan dan tenaga kerja tertinggi,
sedangkan sub sektor perikanan memilki dampak terhadap output tertinggi di
seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian, sesuai dengan hasil
perhitungan dalam analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat
diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil peranannya dalam peningkatan
output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi
Jawa Timur.
Sesuai analisis kebijakan investasi dapat diketahui bahwa dengan adanya
investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan
outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan. Sub sektor tanaman perkebunan
dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi di seluruh sektor
perekonomian.
Saran yang didapat berdasarkan penelitian ini, yaitu diperlukan peran
pemerintah untuk mendorong produksi output dan penyediaan input sektor
pertanian untuk menjadikannya sebagai sektor unggulan. Jika pemerintah ingin
meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor
pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan. Apabila tujuan
pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di
seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya
dialokasikan pada sub sektor tanaman perkebunan.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Triyanto Wibowo
H14053207
Judul Skripsi : Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Dampak Investasinya
terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Analisis
Input-Output)
Nama : Triyanto Wibowo
NIM : H14053207
Menyetujui :
Dosen Pembimbing,
(Alla Asmara, S.Pt, M.Si)
NIP. 19730113 199702 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
(Rina Oktaviani, Ph.D)
NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Lulus :
ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR
PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI
JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh
TRIYANTO WIBOWO
H14053207
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Triyanto Wibowo lahir pada tanggal 30 Desember 1986 di
Mojokerto, sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Jawa Timur. Penulis
merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Soekarno, SH (alm)
dan Susetyowati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kranggan I pada
tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Mojokerto dan lulus pada tahun
2002. Penulis diterima di SMAN I Sooko pada tahun yang sama dan lulus pada
tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi
pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, yang nantinya dapat berguna dalam pembangunan
kota Mojokerto tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LAWALATA Institut
Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 7
1.3. Tujuan .................................................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..................... 10
2.1. Tinjauan Teori ...................................................................................... 10
2.1.1. Definisi Pertanian ....................................................................... 10
2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian .................................................... 11
2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian .................. 12
2.1.4. Investasi Sektor Pertanian .......................................................... 14
2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ............................... 16
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................... 20
2.3. Analisis Input-Output ........................................................................... 22
2.3.1. Struktur Tabel Input-Output ....................................................... 23
2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output ..... 28
2.3.3. Analisis Keterkaitan ................................................................... 30
2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran ..................................................... 30
2.3.5. Analisis Multiplier ...................................................................... 31
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 34
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 36
3.1. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 36
3.2. Metode Analisis ................................................................................. 36
3.2.1. Analisis Keterkaitan ................................................................. 37
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran .................................................. 37
3.2.3. Analisis Multiplier ................................................................... 39
3.2.4. Koefisien Pendapatan............................................................... 42
3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja ........................................................... 43
3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi .................................................... 43
IV. GAMBARAN UMUM .............................................................................. 45
4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur ......................... 45
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur .............. 47
4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur ......................... 49
4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ..................................... 50
4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ............................................ 51
4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya .............................. 52
4.3.4. Sub Sektor Kehutanan.............................................................. 53
4.3.5. Sub Sektor Perikanan ............................................................... 54
4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur ........... 55
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 58
5.1 Analisis Keterkaitan .............................................................................. 58
5.1.1 Keterkaitan ke Depan .................................................................... 58
5.1.2 Keterkaitan ke Belakang ................................................................ 61
5.2 Analisis Dampak Penyebaran ................................................................ 64
5.2.1 Kepekaan Penyebaran .................................................................... 65
5.2.2 Koefisien Penyebaran .................................................................... 67
5.3 Analisis Multiplier ................................................................................. 70
5.3.1 Multiplier Output ........................................................................... 70
5.3.2 Multiplier Pendapatan .................................................................... 72
5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja ................................................................ 74
5.4 Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa
Timur.......................................................................................................... 76
5.4.1 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan.............. 77
5.4.2 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan ..................... 79
5.4.3 Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ....... 81
5.4.4 Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan ...................................... 83
5.5.5 Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan........................................ 85
VI. PENUTUP ................................................................................................. 88
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 88
6.2 Saran ................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91
LAMPIRAN ..................................................................................................... 94
i
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) ................................................... 2
1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur
Tahun 2004-2007 (dalam jutaan) .............................................................. 3
1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa) ............................................. 4
1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2004-2007 (ribu US$) ................................................ 5
1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2004-2007 (juta Rp) ................................................... 6
2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output ...................................................................... 24
4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi
Jawa Timur ................................................................................................ 46
4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur
Tahun 2004-2007 (orang) ......................................................................... 48
4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) .. 49
4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) ......... 57
5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 59
5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ............................................................. 62
5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi
Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor.............................. 65
5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi
Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ......................................... 68
5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 71
5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 73
5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor .................................................. 75
ii
5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar
Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan
(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang).................................................... 78
5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100
trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta
rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ............................................................ 80
5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar
Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan
(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ................................................. 82
5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun
terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),
dan Tenaga Kerja (orang) ....................................................................... 84
5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun
terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),
dan Tenaga Kerja (orang) ....................................................................... 86
5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa
Timur ...................................................................................................... 87
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Fungsi Investasi ......................................................................................... 17
2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang
Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil ........................................... 18
2.3. Bagan Kerangka Pemikiran....................................................................... 35
5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor ......................................................... 60
5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor .................................................................... 64
5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor........................................... 66
5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor ...................................................... 69
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2006 ................. 94
2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 95
3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 96
4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur 2006 97
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan
potensi alam yang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian. Kegiatan di sektor
pertanian ini sangat berpeluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi
nasional, karena pada dasarnya pembangunan di sektor pertanian tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Prinsip yang melandasinya
adalah pembangunan berkesinambungan yang mampu memberikan kehidupan
yang layak bagi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dimana jumlah
penduduk miskinnya lebih dominan daripada di perkotaan.
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun
perekonomian nasional, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan
komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Disamping
itu juga, sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan
tenaga kerja di Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian
lainnya. Hal ini karena pertanian merupakan sektor yang tidak memerlukan
keahlian dan keterampilan khusus seperti di sektor-sektor yang lain seperti
industri atau pertambangan.
Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian nasional, diperlukan
pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada di
seluruh Indonesia terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan
2
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi
pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian cukup tinggi dibandingkan dengan
provinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur
dari tahun 2004 sampai tahun 2007 selalu mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 17 persen setiap tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) Provinsi 2004 2005 2006 2007
Jawa Timur 43.331,49 44.700,98 46.486,28 47.942,97
Jawa Tengah 28.606,24 29.924,64 31.002,20 31.862,70
Jawa Barat 34.457,72 34.942,02 34.822,02 35.687,49
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008
Seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Timur dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai
tahun 2007. Sektor pertanian sendiri memiliki sumbangan yang cukup besar
terhadap perekonomian karena berada pada urutan keempat dari semua sektor
yang ada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun cukup besar sumbangannya dan
selalu meningkat dari tahun ke tahun, tapi secara persentase mengalami penurunan
dari tahun 2004 sebesar 17,8 persen turun menjadi 16,6 persen pada tahun 2007.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur terutama karena
disokong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dari tahun 2004 sebesar 28
persen naik menjadi 31 persen pada tahun 2007. Sektor industri pengolahan juga
berperan cukup besar dengan persentase 27 persen pada tahun 2004 tapi turun
menjadi 26 persen pada tahun 2007.
3
Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur Tahun
2004-2007 (dalam juta rupiah) Sektor 2004 2005
*) 2006
*) 2007
**)
Pertanian 43.331.493,13 44.700.984,17 46.486.277,6 47.942.973,38
Pertambangan dan
Penggalian 4.595.921,87 5.024.241,99 5.455.159,57 6.024.793,19
Industri
Pengolahan
67.520.434,83 70.635.868,95 72.786.972,17 76.163.917,97
Listrik, Gas, dan
Air Bersih 4.171.615,5 4.429.541,76 4.610.041,67 5.154.634,88
Konstruksi 8.604.401,3 8.903.497,41 9.030.294,53 9.139.600,65
Perdagangan,
Hotel, dan
Restoran 68.295.968,36 74.546.735,68 81.715.963,35 88.570.614,49
Pengangkutan dan
Komunikasi 13.830.439,67 14.521.814,32 15.504.939,79 16.710.214,85
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa Perusahaan 11.783.343,03 12.666.393,27 13.611.228,97 14.763.619,88
Jasa-Jasa 20.095.274,48 20.945.649,24 22.048.439,04 23.343.814,62
Produk Domestik
Regional Bruto 242.200.892,17 256.374.726,78 271.237.674,31 287.814.183,92
Catatan: *) Angka diperbaiki, **) Angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008
Meskipun sektor pertanian mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti
yang terlihat pada Tabel 1.3, tetapi investasi ke pertanian cenderung menurun
dibandingkan ke industri dan jasa. Tambunan (2003) menjelaskan ada beberapa
alasan yang menyebabkan investasi ke sektor pertanian rendah yaitu, Pertama,
sebagai pemasok makanan (khususnya beras) sehingga kurang usaha-usaha
diversifikasi produksi dengan juga memberikan perhatian kepada pengembangan
komoditi-komoditi non-makanan, atau yang mempunyai nilai komersial yang
tinggi. Rendahnya tingkat diversifikasi produksi di sektor pertanian membuat
kecil atau tidak adanya keterkaitan produksi ke depan maupun ke belakang
dengan sektor-sektor lain.
4
Tabel 1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa)
Sektor 2004 2005 2006 2007
Pertanian 7.833.593 8.114.651 7.918.615 8.391.655
Pertambangan dan Penggalian 91.696 102.230 120.142 124.791
Industri Pengolahan 2.088.033 2.335.700 2.404.589 2.458.401
Listrik, Gas, dan Air Minum 32.106 37.661 33.837 22.785
Bangunan 687.660 815.108 893.881 955.072
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.044.239 3.324.089 3.498.271 3.718.384
Pengangkutan dan Komunikasi 831.990 789.341 770.032 865.652
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan
Jasa Perusahaan 178.845 161.491 182.309 191.047
Jasa-jasa 1.890.906 1.828.832 1.847.984 2.023.634
Jumlah 16.679.068 17.509.103 17.669.660 18.751.421
Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
Alasan kedua, kebijakan yang ada selama ini lebih mendorong atau
merangsang sektor pertanian untuk melakukan ekspor langsung, bukan diolah
terlebih dahulu di dalam negeri menjadi produk jadi atau setengah jadi. Ketiga,
secara implisit pemerintah selama ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan
kesempatan kerja daripada aspek penciptaan nilai tambah dari pembangunan
sektor pertanian. Sama halnya dengan Provinsi Jawa Timur, meskipun sektor
pertanian berperan penting dalam peningkatan PDRB tetapi investasi di sektor
pertanian cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain.
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa investasi sektor pertanian
(pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) cenderung
kecil apabila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini bisa diketahui dari
nilai investasi pada Penanaman Modal Asing (PMA) yang hanya sebesar US$
34,6 juta, lebih kecil apabila dibandingkan dengan sektor bangunan, industri
kimia, dan industri makanan, yang masing-masing nilai investasinya US$ 1,04
milyar, US$ 426,7 juta, dan US$ 378,9 juta. Apabila dilihat dari segi investasinya,
dapat diketahui bahwa investasi sektor pertanian dari PMA saja terbatas pada sub
5
sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, yang
terbesar terdapat pada sektor bangunan.
Tabel 1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2004-2007
Sektor1 2004 2005 2006 2007
Proyek
(unit)
Investasi
(ribu US$)
Proyek
(unit)
Investasi
(ribu US$)
Proyek
(unit)
Investasi
(ribu US$)
Proyek
(unit)
Investasi
(ribu US$)
1 - - 1 1.264 1 3.342 1 13.177
2 1 1.153 - - - - 2 2.400
3 1 1.900 - - 2 2.056 - 4.492
4 - - 1 300 1 860 1 3.698
5 7 5.847 4 5.500 - - 3 21.500
6 2 16.963 6 104.177 3 64.603 5 193.162
7 4 4.606 2 1.790 4 9.681 2 19.763
8 4 4.328 5 62.105 3 5.870 12 26.196
9 - - - - 2 6.000 - -
10 1 40.923 - - - - 13 9.554
11 4 3.159 9 176.293 7 77.945 1 169.388
12 5 43.897 1 3.340 3 69.345 4 244.736
13 - 16.257 4 16.023 4 52.270 - 15.891
14 - 61 6 6.480 5 84.284 9 51.722
15 - - - 1.000 - - - -
16 8 1.810 2 3.442 5 1.013.256 - 18.817
17 - - 2 3.032 1 250 1 9.165
18 1 250 - - - - - -
19 2 125.600 2 132.570 - - - -
20 - - - 17.380 - - - -
21 22 34.872 23 4.402 35 41.215 27 27.204
22 3 3.715 10 - 7 36.569 4 24.362
Jumlah 62 354.056 78 539.098 83 1.467.546 85 855.227
Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak
karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan
Berdasarkan Tabel 1.5, pada nilai investasi Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) menunjukkan bahwa sektor pertanian (peternakan) juga kurang
diminati para investor yang terlihat pada kecilnya nilai investasi pada sektor
1 1. Pertanian Tanaman Pangan, 2. Perkebunan, 3. Peternakan, 4. Perikanan, 5. Pertambangan, 6.
Industri Makanan, 7. Industri Tekstil 8. Industri Kayu, 9. Industri Kertas, 10. Industri Farmasi, 11.
Industri Kimia, 12. Industri Mineral, 13. Industri Logam Dasar, 14. Industri Barang Logam, 15.
Industri Lainnya, 16. Bangunan, 17. Hotel dan Restoran, 18. Perkantoran, 19. Perumahan, 20.
Listrik dan Air, 21. Perdagangan, 22. Jasa Lainnya
6
tersebut sebesar Rp. 54,5 milyar, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri
kimia, industri mineral, dan industri kertas, yang masing-masing nilai investasinya
Rp. 176,51 trilyun, Rp. 6,84 trilyun, dan Rp. 6,64 trilyun
Tabel 1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2004-2007
Sektor2 2004 2005 2006 2007
Proyek
(unit)
Investasi
(juta Rp)
Proyek
(unit)
Investasi
(juta Rp)
Proyek
(unit)
Investasi
(juta Rp)
Proyek
(unit)
Investasi
(juta Rp)
1 - - - 49.000 - 5.542 - -
2 - - - - 1 11580 - 175.000
3 3 2.044.759 8 830.811 5 39.314 1 347.390
4 1 30.074 - 35.000 1 22.155 3 131.591
5 - 1.190 - 65.000 1 15.307 - 19.050
6 - 46.800 2 686.872 2 813.843 2 5.094.259
7 - - - - - 57.000 - -
8 5 709.380 3 325.826 11 165.137.191 7 10.338.097
9 - 509.156 - 173.164 1 1.066.505 2 5.094.259
10 1 89.786 3 28.700 5 146.828 2 242.198
11 4 78.510 2 231.162 1 1.714 2 106.856
12 - - - - - - 1 110.000
13 - - 1 1.996.000 - - - -
14 1 115.000 - - 1 38.500 - -
15 1 9.060 3 967.600 1 2.500 - -
16 - - - - - - 1 38.000
17 - 350 - 815 2 91.050 1 3.500
Jumlah 11 4.055.625 22 5.389.950 32 167.449.029 22 16.705.091
Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak
karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan
.
Investasi di sektor pertanian hanya terdapat pada sub sektor pertanian
tanaman pangan dan peternakan, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri
kimia. Hal ini menunjukkan bahwa, para investor dalam negeri masih belum
2 1. Peternakan, 2. Pertambangan, 3. Industri Makanan, 4. Industri Tekstil, 5. Industri Kayu, 6.
Industri Kertas, 7. Industri Farmasi, 8. Industri Kimia, 9. Industri Mineral, 10. Industri Logam
Dasar, 11. Industri Barang Logam, 12. Industri Lainnya, 13. Hotel dan Restoran, 14. Perumahan,
15. Jasa Lainnya, 16.Listrik dan Air, 17. Perdagangan.
7
tertarik dengan sektor pertanian untuk dijadikan sebagai salah satu penunjang
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur.
1.2. Perumusan Masalah
Investasi merupakan penentu laju pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga
sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
khususnya sektor pertanian, karena investasi akan mendorong kenaikan output,
meningkatkan permintaan input, yang nantinya akan meningkatkan kesempatan
kerja dan pendapatan masyarakat.
Investasi sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur termasuk yang terendah
hal ini bisa dilihat pada banyaknya sektor dan nilai investasi pada PMA dan
PMDN yang masih kecil bila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih belum mampu menarik minat
investor untuk menanamkan investasinya kesana. Meskipun sektor pertanian
mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Provinsi Jawa
Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga
mampu menyerap investasi yang besar juga.
Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih
beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan
perekonomian daerah dan juga resikonya juga cukup besar, sehingga belum
memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka, disamping itu juga sektor
pertanian masih kecil keterkaitannya dengan sektor lain, sehingga belum mampu
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah.
8
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di
Provinsi Jawa Timur?
2. Bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di
Provinsi Jawa Timur?
3. Bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi
Jawa Timur?
4. Bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di
Provinsi Jawa Timur?
1.3. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka didapat
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor
pertanian di Provinsi Jawa Timur.
2. Menganalisis bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor
pertanian di Provinsi Jawa Timur.
3. Menganalisis bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor
pertanian di Provinsi Jawa Timur.
4. Menganalisis bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap
perekonomian di Provinsi Jawa Timur.
9
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai masukan dalam membuat
kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan untuk
memaksimumkan potensi sektor perekonomiannya terutama di sektor pertanian
sehingga mampu memberi kontribusi yang besar terhadap PDRB.
2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya
lebih lanjut, khususnya untuk penelitian di Provinsi Jawa Timur dan umumnya
untuk seluruh wilayah di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Definisi Pertanian
Pertanian dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem
buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya
pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan
sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut
pertanian gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005).
Pertanian merupakan suatu macam produksi khusus yang didasarkan atas
proses pertumbuhan tanaman dan ternak. Dapat dikatakan bahwa pertanian
merupakan suatu industri biologi, oleh karena pertanian berproduksi dengan
menggunakan sumber daya alam secara langsung, pertanian juga disebut industri
primer. Tanaman merupakan pabrik primer pertanian, sedangkan ternak
merupakan pabrik sekunder pertanian (Notohadiprawiro, 2006). Pertanian juga
adalah suatu kegiatan biologis untuk menghasilkan berbagai kebutuhan manusia
termasuk sandang, pangan, papan. Produksi tersebut dapat dikonsumsi langsung
maupun jadi bahan antara untuk diproses lebih lanjut (Syahyuti, 2006).
Pertanian yaitu semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman
bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua
kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara sederhana, yaitu masih
menggunakan peralatan tradisional yang termasuk pula di dalamnya (BPS, 2003
11
dalam Ramanto, 2008). Bisa juga pertanian disebut sebagai upaya pengolahan
tanaman dan lingkungan agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1990).
Pertanian merupakan suatu proses produksi yang khas didasarkan atas proses-
proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian merupakan
suatu proses perubahan kondisi yang kurang baik menjadi kondisi yang lebih baik
di sektor pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh unsur-
unsur produksi seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal, tetapi juga
dipengaruhi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik (Mosher, 1966 dalam
Santoso, 2005).
2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian
Multifungsi pertanian merupakan suatu konsep yang menjabarkan berbagai
fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya sebagai penghasil pangan dan
serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan. Multifungsi pertanian
mencakup fungsi pertanian bagi lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, dan
ketahanan pangan. Sebagai barang yang tidak tampak nyata dan tidak dipasarkan,
jasa atau multifungsi yang dihasilkan pertanian sering tidak disadari walaupun
selama ini manfaatnya telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa
contoh multifungsi pertanian berikut ini merupakan rangkuman dari hasil
penelitian Balai Penelitian Tanah bersama mitranya di DAS Citarum, Jawa Barat,
dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah (Balai Penelitian Tanah, 2006).
1. Mengurangi risiko banjir di daerah hilir
2. Mengendalikan erosi dan pendangkalan badan air
3. Memelihara sumber daya air
12
4. Memperbaiki iklim lokal
5. Mengurangi penumpukan sampah organik
6. Menjadi habitat flora dan fauna
7. Memelihara nilai sosial-budaya dan daya tarik pedesaan
8. Menyediakan lapangan kerja
2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang
mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negara-
negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara
berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila
sektor pertanian berfungsi sebagai penunjang terhadap pembangunan
ekonominya.
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas
pertanian dan ketenagakerjaan minimal memerlukan tiga unsur pelengkap dasar,
yakni (Todaro, 2003):
1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi,
institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan
produktivitas para petani kecil.
2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan
dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya
pembinaan ketenagakerjaan.
13
3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat
karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan
menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.
Pertanian1 di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi
yang sangat potensial kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut (Kuznets, 1964 dalam Tambunan, 2003).
1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada
produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku
untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut,
terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman,
tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets
menyebut ini sebagai kontribusi produk.
2. Karena kuatnya bias agraris dari sektor ekonomi selama tahap-tahap awal
pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan)
membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik
terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri,
baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen. Kuznets
menyebutnya kontribusi pasar.
3. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan andilnya terhadap
penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan
1 Pertanian disini merupakan pertanian dalam arti luas yakni mencakup juga perkebunan,
perikanan (atau kelautan), peternakan, dan kehutanan.
14
atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat
sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi,
pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian
ke sektor-sektor nonpertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran
tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis (1954), dalam proses pembangunan
ekonomi jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian
(pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan).
Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.
4. Sektor pertanian mampu berperan sabagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik
lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-
komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets
menyebutnya kontribusi devisa.
Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian cukup layak untuk
dijadikan sebagai sektor andalan ekonomi terutama sebagai sektor andalan dalam
pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada
sektor pertanian, hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai keunggulan
kompetitif yang terbukti mampu menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan
kompetitifnya didapat dari input yang berbasis sumber daya lokal.
2.1.4. Investasi Sektor Pertanian
Investasi sektor pertanian adalah kegiatan penggunaan modal untuk
menciptakan nilai tambah dari dana yang ditanamkan, baik melalui kegiatan yang
menghasilkan pendapatan atau kegiatan lain yang mengandung resiko pada usaha
15
tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan atau perkebunan yang dimulai dari
hulu, budidaya dan hilir (Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian,
2008). Sesuai dengan arahan GBHN, investasi sektor pertanian2 mencakup upaya
yang tujuannya untuk meningkatkan produksi dan memperluas
penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan
kebutuhan industri dalam negeri dan untuk memperbesar ekspor; meningkatkan
taraf hidup dan pendapatan petani, peternak, dan nelayan; mendorong perluasan
dan pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; serta mendukung
pembangunan daerah dan mengintensifkan kegiatan transmigrasi (Muljana,
1995).
Dalam rangka peningkatan investasi di sektor pertanian, pemerintah
disarankan melakukan beberapa komitmen yang nantinya dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan pertanian. Adapun komitmen tersebut sebagai
berikut (Jaringan Kebijakan Publik Indonesia, 2005):
1. Meningkatkan produktivitas sektor pertanian untuk ketahanan pangan dan
pembangunan agroindustri.
2. Membangun agroindustri berbasis sumberdaya untuk mempercepat
pembangunan pedesaan.
3. Memperkokoh ketahanan pangan yang terkait dengan pembangunan pedesaan.
4. Menciptakan kelembagaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas dan
pemerataan dengan pertumbuhan.
2 Sektor pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan,
peternakan, dan kehutanan.
16
2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Semua kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, merupakan investasi. Sebagaimana diketahui bahwa
investasi setidaknya ada dua jenis, yaitu bersifat mengganti yang susut dan yang
bersifat menambah kapasitas. Selain investasi dalam bidang infrastruktur fisik
(jalan raya, pabrik), pemerintah juga membangun infrastruktur bukan fisik yang
disebut infrastruktur kelembagaan. Dalam infrastruktur bukan fisik antara lain
termasuk penetapan berbagai kebijakan, baik yang bersifat umum seperti
kebijakan moneter, maupun bersifat khusus seperti kebijakan di bidang
perdagangan ataupun ketenagakerjaan (Muljana, 1995).
Investasi secara umum di sektor perekonomian sangat dibutuhkan untuk
mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang
karena mereka belum mampu membentuk modal sendiri sehingga harus ada
bantuan dari luar negeri. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat
dari pertambahan investasi akan meningkatkatkan pendapatan dengan jumlah
yang berlipat. Peningkatan pendapatan ini khususnya dalam bentuk uang yang
akan meningkatkan permintaan barang secara agregat atau Agregat Demand yang
mana berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal
sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan
meningkatkan investasi.
Perubahan dalam persediaan modal, yang disebut investasi bersih (net
investment) ditentukan oleh tingkat suku bunga, karena suku bunga sama dengan
biaya modal yang nantinya akan mengurangi produksi marjinal modal. Jika
17
Sumber: Mankiw, 2000
Gambar 2.1. Fungsi Investasi
produk marjinal modal melebihi biaya modal, maka investor menganggap akan
menguntungkan bila mereka menambah persediaan modal, sedangkan jika produk
marjinal modal kurang dari biaya modal, maka investor membiarkan persediaan
modal mengecil. Karena itu, hubungan yang mengaitkan antara investasi dengan
tingkat suku bunga miring ke bawah, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1
berikut:
a. Fungsi Investasi
b. Pergeseran dalam Fungsi Investasi
Fungsi Investasi bagian (a) menunjukkan investasi naik ketika tingkat bunga
turun, ini karena tingkat bunga yang lebih rendah menurunkan biaya modal
sehingga memiliki modal lebih menguntungkan. Pada bagian (b) menunjukkan
pergeseran keluar pada fungsi investasi, yang bisa disebabkan oleh kenaikan
dalam produk marjinal modal.
Adanya penurunan pada tingkat bunga (r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah
investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I1 ke I2), sehingga akan
mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE1 ke AE2). Peningkatan
pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan juga mengalami
Tingkat suku
bunga riil (r)
Investasi (I)
Tingkat suku
bunga riil (r)
Investasi (I)
18
peningkatan (Y1 ke Y2). Berdasarkan rumusan tersebut dapat dibuat suatu
kesimpulan, bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan
pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan nilai investasi. Hubungan
antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan
interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva
perpotongan Keynesian diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada
Gambar 2.2 berikut:
(b) Perpotongan Keynesian
(a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS
Sumber: Mankiw, 2000
Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran
yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil
AE2
AE1
Pendapatan (Y)
Pendapatan (Y)
I(r)
IS
r1
r2
I(r1) I(r2) Y1 Y2
Y1 Y2
Tingkat Bunga (r)
Pengeluaran Agregat (AE)
Tingkat Bunga (r)
Investasi (I)
r1
r2
19
Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau
pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur
yaitu sebagai berikut (Tambunan, 2003).
1. Lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang berarti juga penambahan output
atau produk domestik bruto, total ekspor, dan kesempatan kerja. Ini adalah
suatu dampak langsung. Pertumbuhan ekspor berarti penambahan cadangan
devisa yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk
membayar utang luar negeri dan impor.
2. Masih dari sisi penawaran, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai
berikut: adanya pembangunan pabrik-pabrik baru berarti ada penambahan
permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang
setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini
sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri (tidak ada yang
diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan
produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-
sektor domestik lainnya; jadi output di sektor-sektor lain tersebut mengalami
pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek multiplier dari keberadaan
PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin
besar komponen impor dari sebuah proyek PMA, atau semakin besar
”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMA dengan ekonomi domestik,
semakin kecil efek penggandaan tersebut.
3. Peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut
berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan:
20
peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan
selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti
kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta
merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di
sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan
konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya
nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan
ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca
perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif
daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah.
4. Peran PMA sebagai sumber penting peralihan teknologi dan pengetahuannya.
Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat pekerja-pekerja lokal yang
bekerja di perusahaan-perusahaan PMA. Saat pekerja-pekerja tersebut pindah
ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau
keahlian baru dari perusahaan PMA ke perusahaan domestik. Kedua, lewat
keterkaitan produksi atau subcontracting antara PMA dan perusahaan-
perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra
Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah.
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Sudah banyak penelitian dengan menggunakan analisis Input-Output yang
pada umumnya menganalisis bagaimana keterkaitan antarsektor, dampak
penyebaran, serta multiplier efek yang ditimbulkan sektor-sektor perekonomian
dalam suatu wilayah. Berdasarkan dari referensi lima penelitian terdahulu yaitu:
21
Putri (2008), Yusri (2007), Handari (2006), Febrina (2005), dan Kartinah (2004)
didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan.
Berdasarkan analisis keterkaitan, menunjukkan bahwa sektor pertanian
dibutuhkan oleh sektor lain, hal ini ditunjukkan dengan nilai keterkaitan ke depan
baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,1832 sampai
3,1092, keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun tidak langsung
berkisar antara 0,0933 sampai 1,6266 yang artinya bahwa ketika terjadi kenaikan
permintaan akhir sebesar satu juta satuan maka output sektor pertanian yang
secara langsung maupun tidak langsung dijual ke sektor lainnya naik sebesar
0,1832 juta sampai 3,1092 juta, dan akan meningkatkan permintaan input terhadap
sektor lain sacara langsung dan tidak langsung sebesar 0,0933 juta sampai 1,6266
juta.
Apabila dilihat dari analisis penyebaran, maka secara umum kemampuan
sektor pertanian untuk menarik pertumbuhan sektor hulu rendah yang berarti
bahwa output sektor pertanian yang digunakan oleh sektor lain masih rendah,
nilainya di bawah satu dengan nilai rata-rata 0,83246, tetapi kemampuan sektor
pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir tinggi, yang artinya sektor
pertanian membutuhkan input dari sektor lain cukup tinggi, nilainya di atas satu
dengan nilai rata-rata 1,20384.
Berdasarkan analisis efek multiplier, dapat terlihat bahwa dampak dari
permintaan akhir output sektor pertanian terhadap output, pendapatan, dan tenaga
kerja rumah tangga didapat nilai rata-rata untuk output 2,83314, pendapatan
2,93422, dan tenaga kerja 2,61272, yang berarti apabila permintaan akhir output
22
sektor pertanian meningkat sebesar satu juta satuan maka akan meningkatkan
output sebesar 2,83314 juta, pendapatan 2,93422 juta, dan penyerapan tenaga
kerja rumah tangga sebesar 2 orang.
Pada penelitian ini selain menganalisis keterkaitan antar sektor, dampak
penyebaran, dan efek mulitplier, juga akan dilakukan analisis mengenai kebijakan
investasi terhadap sektor pertanian. Analisis kebijakan investasi ini dipergunakan
untuk mengetahui sub sektor pertanian manakah yang nantinya akan dijadikan
prioritas dalam peningkatan pertumbuhan output, pendapatan, dan tenaga kerja di
Provinsi Jawa Timur.
2.3. Analisis Input-Output
Semenjak dirintis oleh W. W. Leontief pada tahun 1930an, Input-Output
telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak
hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi
juga untuk memprediksikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson,
1977).
Sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output
yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan
permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi
penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan
struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi,
baik yang berupa input antara maupun input primer.
Sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output dapat memberikan
gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:
23
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah
masing-masing sektor.
2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-
sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai
sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.
2.3.1. Struktur Tabel Input-Output
Tabel Input-Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran “n x n”
dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan
suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang
mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input) (Glasson, 1977). Adapun
gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1 berikut:
24
Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output
Alokasi Output Permintaan Antara
Total Output Sektor Produksi
Permintaan
Akhir
Susunan Input 1 2 … N
Input
antara
Sektor
produksi
x11 x12 … x1n C1 X1
x21 x22 … x2n C2 X2
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
xn1 xn2 … Xnn Cn Xn
Upah dan Gaji RT W1 W2 … Wn
Surplus Usaha S1 S2 … Sn
Input Primer
lainnya P1 P2 … Pn
Total Input X1 X2 … Xn
Sumber: Miller and Blair, 1985 dalam Priyarsono, D. S, et al, 2007
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-
Output. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut.
1. Kuadran I (Intermediate Quadrant)
Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa
yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi
mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian.
Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor
ekonomi dalam melakukan proses produksinya.
2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)
Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh
sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir
adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga,
pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.
25
3. Kuadran III (Primary Input Quadrant)
Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem
produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas
pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak
langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk
domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)
Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi
langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui
sistem produksi atau kuadran antara.
Berdasarkan Tabel 2.1 sepanjang baris (horisontal) memperlihatkan
bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi
permintaan antara (intermediate demand) sebagian lagi untuk memenuhi
permintaan akhir (final demand). Sepanjang kolom (vertikal) menunjukkan
pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor
lain untuk kegiatan produsi suatu sektor.
Apabila konsumsi rumah tangga + konsumsi pemerintah + pembentukan
modal tetap + perubahan stok + ekspor = F maka Tabel 2.1 dilihat secara
horisontal maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
26
x11 + x12 + + x1n + F1 = X1
x21 + x22 + + x2n + F2 = X2
xn1 + xn2 + + xnn + Fn = Xn ……………………………………….……..(1)
secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh
sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah
output sektor i.
Sedangkan jika upah dan gaji rumah tangga + surplus usaha + input primer
lainnya = V maka Tabel 2.1 dilihat secara vertikal maka itu menunjukkan susunan
input suatu sektor dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut.
x11 + x12 + + x1n + V1 = X1
x21 + x22 + + x2n + V2 = X2
xn1 + xn2 + + xnn + Vn = Xn ......................................................................(2)
secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.
Berdasarkan persamaan (1) diatas, jika diketahui matriks koefisien
teknologi, aij sebagai berikut:
27
aij = ........................................................................................................(3)
dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat sebagai
berikut:
a11X1 + a12X2 + + a1nXn + F1 = X1
a21X1 + a22X2 + + a2nXn + F2 = X2
an1X1 + an2X2 + + annXn + Fn = Xn ………………………..…………….(4)
Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh
sebagai berikut:
a11 a12 a1n X1 F1 X1
a21 a22 a2n X2 F2 X2
+ =
an1 an2 ann Xn Fn Xn
A X + F = X
AX + F = X atau (I – A)X = F
X = (I – A)-1
F …………………………………………………………..…(5)
Dimana:
I = Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada
diagonalnya dan nol pada selainnya
F = Permintaan akhir
X = Jumlah output
28
(I – A) = Matriks Leontief
(I – A)-1
= Matriks kebalikan Leontief
2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output
Data dalam Tabel Input-Output mampu menggambarkan keterkaitan antar
sektor dalam kegiatan perekonomian secara rinci mengenai input dan output
sektoralnya. Karena bersifat statis dan terbuka, maka ada beberapa asumsi dasar
yang harus dipenuhi agar memberikan hasil yang akurat (Priyarsono, D. S, et al,
2007), yaitu:
1. Keseragaman (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya
memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal
(seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor
yang berbeda.
2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input
dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya
kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding
dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut.
3. Penjumlahan (Aditivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi
di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing
kegiatan produksi tersebut.
Metode Input-Output telah banyak dikembangkan untuk keperluan yang
lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output
antara lain sebagai berikut:
29
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah,
impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga di berbagai sektor produksi.
2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa
terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
substitusinya.
3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan
perekonomian.
4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi
karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
Meskipun banyak kegunaan dari metode Input-Output ini tapi tetap terdapat
beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan metode Input-Output (Febriana,
2005) yaitu sebagai berikut:
1. Koefisien Input-Output yang konstan selama periode analisis, sehingga
perubahan-perubahan seperti teknologi atau perubahan relatif yang mungkin
terjadi selama periode analisis diabaikan. Hal ini menyebabkan harus
dilakukannya penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap
hasil produksi.
2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan
menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi
homogenitas dan semakin banyak informasi ekonomi yang lebih terperinci
tidak terlingkup dalam analisisnya.
30
3. Keterbatasan yang disebabkan oleh besarnya dana atau biaya dalam
penyusunan Tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei.
2.3.3. Analisis Keterkaitan
Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi
pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu
sistem perekonomian. Konsep ini meliputi keterkaitan ke belakang (backward
linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor / industri dalam
pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi
dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan
keterkitan antar sektor / industri dalam penjualan terhadap total penjualan output
yang dihasilkannya.
1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat dari
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi
sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan
permintaan total.
2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat
dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara
bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan
permintaan total.
2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran
Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke
belakang belum cukup memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan
31
sektor kunci, sehingga harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata
dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh
sektor. Analisis dampak penyebaran yang terdiri atas kepekaan penyebaran dan
koefisien penyebaran digunakan untuk membandingkan antara keterkaitan
langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang.
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)
Konsep ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari
pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui
mekanisme transaksi pasar input, biasanya sering juga diartikan sebagai
kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya.
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)
Konsep ini digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor
terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, biasanya sering
juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan
produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini.
2.3.5. Analisis Multiplier
Analisis ini terdiri atas multiplier output, multiplier pendapatan, multiplier
tenaga kerja, dan multiplier tipe I dan II.
1. Multiplier output, dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal
(initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan
moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α
menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari
sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i
32
sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers
dirumuskan sebagai berikut.
α = (I – A)-1
= [αij]
Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang
dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam
perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij]
menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan
mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.
2. Multiplier pendapatan, mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya
perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan yang dimaksud dalam
Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga.
3. Multiplier tenaga kerja, menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan
oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh
dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output, seperti pada multiplier output
dan pendapatan karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen-
elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja, sehingga untuk
memperolehnya harus ditambahkan dalam Tabel Input-Output baris yang
menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam
perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk
mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei).
4. Multiplier tipe I dan II, digunakan untuk mengukur efek dari output,
pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang
disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan
33
tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output,
pendapatan, dan tenaga kerja dapat dibagi sebagai berikut.
a. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus perekonomian yang
diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit
satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai
peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter.
Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan
oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi
tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).
b. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari
pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu
unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh
koefisien langsung (koefisien input output / aij), sedangkan efek putaran
pertama dari sisi pendapatan (∑iaij hi) menunjukkan adanya peningaktan
pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi
output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑iaij ei) menunjukkan
peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari
sisi output.
c. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output
menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya
akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek
dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan
34
penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya
dukungan industri yang menghasilkan output.
d. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output
menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah
tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan
dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dari masing-masing dengan
mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah
tangga dan koefisien tenaga kerja.
e. Efek lanjutan (flow on effect), merupakan efek (dari output, pendapatan, dan
tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara
atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek
lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional
Perekonomian di Provinsi Jawa Timur ditunjang oleh berbagai sektor yang
salah satunya adalah di sektor pertanian. Sektor pertanian sangat potensial untuk
ditingkatkan pertumbuhannya karena perannya dalam menyerap tenaga kerja yang
cukup besar sehingga nantinya bisa diharapkan mengurangi angka pengangguran.
Selain itu juga kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur juga cukup
tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain, sehingga untuk meningkatkan
potensi pertanian maka diperlukan suatu investasi agar mampu bersaing dengan
sektor yang lain diharapkan menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur.
Akan tetapi masih rendahnya tingkat investasi di sektor pertanian
menyebabkan belum begitu maksimal dalam pemanfaatan potensi pertaniannya,
35
sehingga diperlukan peran pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur untuk
mendorong dan menarik para investor agar bersedia berinvestasi di sektor
pertanian. Adanya investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan
output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dari rumah tangga sehingga
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal inilah yang akan menentukan bagaimana tindakan yang akan diambil
pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan investasi di sektor pertanian, yang
nantinya diharapkan dengan adanya tambahan investasi akan mampu
meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa
Timur. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Sektor Pertanian Sektor NonPertanian
Potensi Sektor Pertanian
Investasi Sektor Pertanian Rendah
Analisis Input-Output
Kontribusi terhadap PDRB
Penyerapan Tenaga Kerja
Analisis
Keterkaitan
Analisis
Penyebaran
Analisis
Multiplier
Peranan Investasi dalam
Sektor Pertanian
Kebijakan Investasi Sektor Pertanian
Keterangan hal yang dianalisis
hal yang tidak dianalisis
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam analisis ini menggunakan data sekunder
yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat
Statistik Indonesia, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
serta Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Timur. Data
yang diambil adalah data Tabel Transaksi Input-Output atas harga dasar produsen
Provinsi Jawa Timur tahun 2006 klasifikasi 19 sektor yang di agregasi menjadi 13
sektor dan sembilan sektor (Lampiran 1-4), karena merupakan Tabel Input-Output
terbaru dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data pendukung yang
lainnya diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti perpustakaan IPB maupun
sumber di luar IPB.
3.2. Metode Analisis
Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan
investasi pada sektor pertanian terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya
dalam suatu wilayah adalah Input-Output. Dengan menggunakan model Input-
Output ini, peranan investasi pada sektor pertanian terhadap output, pendapatan,
kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat diketahui berdasarkan matriks
permintaan akhir, sedangkan dampak penyebaran terhadap sektor perekonomian
lainnya dikaji berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang
dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka sebagai berikut
(Priyarsono, D. S, et al, 2007):
37
3.2.1. Analisis Keterkaitan
1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i
= Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i
= Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka
3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran
1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
38
Dimana:
= Koefisien penyebaran sektor j
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
= Jumlah sektor
Apabila:
> 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi
< 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang rendah
2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
Dimana:
= Kepekaan penyebaran sektor i
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
= Jumlah sektor
Apabila:
> 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi
< 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah
39
3.2.3. Analisis Multiplier
Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit
pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan
menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:
1. Multiplier Output Tipe I (sederhana)
Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan
permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau
negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Multiplier output tipe I sektor ke-j
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
2. Multiplier Output Tipe II (total)
Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan
permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau
negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun induksi.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
40
MI =
MII =
Dimana:
= Multiplier output tipe II sektor ke-j
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
3. Multiplier Pendapatan Tipe I
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung
pengaruh langsung
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
=
Dimana:
= Multiplier pendapatan tipe I sektor ke-j
= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
= Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j
4. Multiplier Pendapatan Tipe II
Selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung
pengaruh induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung + induksi konsumsi
pengaruh langsung
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
=
41
Dimana:
= Multiplier pendapatan tipe II sektor ke-j
= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
= Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j
5. Multiplier Tenaga Kerja Tipe I
Berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut lainnya akibat
penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara
langsung dan tidak langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=
Dimana:
= Multiplier tenaga kerja tipe I sektor ke-j
= Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
= Wn=1,1,Wn+1,2,…,Wn=1,n
= Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah)
= Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah)
= Total input (satuan rupiah)
= Komponen tenaga kerja sektor ke-i
Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
6. Multiplier Tenaga Kerja Tipe II
Pada bagian ini sudah diperhitungkan pengaruh dari efek induksi.
42
=
Dimana:
= Multiplier tenaga kerja tipe II sektor ke-j
= Koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah)
= Koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah)
= Total input (satuan rupiah) sektor i
= Komponen tenaga kerja sektor ke-i
Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
3.2.4. Koefisien Pendapatan ( )
Koefisien pendapatan yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya
jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk
menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari
dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Koefisien pendapatan sektor i
= Jumlah upah dan gaji sektor i
= Jumlah input total sektor i
43
3.2.5. Koefisien Tenaga Kerja (Wn+1)
Koefisien tenaga kerja yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya
jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output.
Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer
terhadap pembentukan tenaga kerja. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dimana:
= Koefisien tenaga kerja sektor i
= Jumlah tenaga kerja sektor i
= Jumlah input total sektor i
3.2.6. Analisis Kebijakan Investasi
Untuk menganalisis investasi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut
(Miller dan Blair, 1985 dalam Maryadi, 2007):
a. Dampak terhadap pembentukan output.
b. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga.
c. Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja .
44
Dimana:
= Dampak terhadap pembentukan output
= Dampak terhadap pendapatan rumah tangga
= Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja
= Investasi sektoral
= Matriks kebalikan Leontief tertutup
= Koefisien pendapatan
= Koefisien tenaga kerja
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa
selain Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,00
hingga 114,40 Bujur Timur dan 7,12
0 hingga 8,48
0 Lintang Selatan. Batas daerah,
di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan atau tepatnya dengan
Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan
perairan terbuka yaitu Samudera Indonesia. Sebelah Timur berbatasan dengan
Pulau Bali, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
(BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi dua bagian besar, yaitu
Jawa Timur daratan dan Pulau Madura. Dimana luas wilayah Jawa Timur daratan
hampir mencakup 90 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur,
sedangkan luas Pulau Madura hanya sekitar 10 persen. Luas wilayah Provinsi
Jawa Timur yang mencapai 46.428 km2 habis terbagi menjadi 38 Kabupaten /
Kota, 29 Kabupaten, dan 9 Kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008). Luas perairan
208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, dan Samudera
Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km (Lukito, 2008).
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat adanya lima daerah dengan wilayah
terluas, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember,
Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Tuban. Daerah dengan luas wilayah terkecil
46
diantaranya, yaitu Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Madiun, Kota Pasuruan, dan
Kota Probolinggo (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
Tabel 4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi
Jawa Timur Kabupaten / Kota Tinggi Rata-rata Ibukota dari
Permukaan Laut (m)
Luas Daerah (km2)
01. Kab. Pacitan 7 1.342
02. Kab. Ponorogo 49 1.372
03. Kab. Trenggalek 110 1.205
04. Kab. Tulungagung 85 1.046
05. Kab. Blitar 167 1.589
06. Kab. Kediri 60 1.386
07. Kab. Malang 556 2.979
08. Kab. Lumajang 54 1.791
09. Kab. Jember 83 2.478
10. Kab. Banyuwangi 25 5.783
11. Kab. Bondowoso 255 1.560
12. Kab. Situbondo 5 1.639
13. Kab. Probolinggo 10 1.599
14. Kab. Pasuruan 5 1.151
15. Kab. Sidoarjo 3 634
16. Kab. Mojokerto 30 692
17. Kab. Jombang 44 904
18. Kab. Nganjuk 56 1.224
19. Kab. Madiun 60 1.011
20. Kab. Magetan 394 689
21. Kab. Ngawi 47 1.296
22. Kab. Bojonegoro 19 2.307
23. Kab. Tuban 4 1.840
24. Kab. Lamongan 6 1.670
25. Kab. Gresik 3 1.191
26. Kab. Bangkalan 47 1.260
27. Kab. Sampang 15 1.233
28. Kab. Pamekasan 8 792
29. Kab. Sumenep 13 1.999
01. Kota Kediri 60 63
02. Kota Blitar 167 33
03. Kota Malang 445 110
04. Kota Probolinggo 10 57
05. Kota Pasuruan 5 35
06. Kota Mojokerto 30 16
07. Kota Madiun 60 33
08. Kota Surabaya 2 326
09. Kota Batu 871 93
Jawa Timur 46.428
Sumber: BPN Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
47
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga dataran: tinggi, sedang,
dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas
100 meter diatas permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Magetan, Kota Blitar, Kota Malang, dan Kota Batu (BPS Provinsi Jawa Timur,
2008).
Dataran sedang mempunyai ketinggian antara 45-100 meter diatas
permukaan laut. Daerah ini meliputi Kabupaten Ponorogo, Tulungagung, Kediri,
Lumajang, Jember, Nganjuk, Ngawi, Bangkalan, dan dua kota yaitu Kota Kediri
dan Madiun, sedangkan kabupaten dan kota lainnya merupakan dataran rendah,
dengan ketinggian di bawah 45 meter diatas permukaan laut yang terdiri atas 16
kabupaten dan empat kota (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur
Data jumlah penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu
sebesar 37.795.297 pada tahun 2007. Kota Surabaya mempunyai jumlah
penduduk yang paling besar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten Malang
2.442.422 jiwa dan Kabupaten Jember 2.293.740 jiwa. Seperti terlihat pada Tabel
4.2, daerah yang memiliki penduduk paling sedikit, yaitu Kota Mojokerto, Kota
Blitar, dan Kota Madiun dengan masing-masing jumlah penduduknya 119.051
jiwa, 127.338 jiwa, dan 173.447 jiwa. Banyak sedikitnya jumlah penduduk di
suatu daerah biasanya dikarenakan luas atau sempitnya daerah tersebut, akses ke
bidang pendidikan, dan banyaknya lapangan kerja yang tersedia (BPS Provinsi
Jawa Timur, 2008).
48
Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur
Tahun 2004-2007 (orang)
No. Uraian 2004 2005 2006 2007
Kabupaten:
1 Pacitan 542.556 546.150 549.768 553.865
2 Ponorogo 875.448 880.701 885.986 892.527
3 Trenggalek 677.185 682.465 687.786 691.207
4 Tulungagung 968.983 976.691 984.460 992.248
5 Blitar 1.121.716 1.131.222 1.140.809 1.145.822
6 Kediri 1.493.209 1.509.132 1.525.231 1.531.187
7 Malang 2.368.372 2.393.959 2.419.822 2.442.422
8 Lumajang 1.009.349 1.017.839 1.026.400 1.034.334
9 Jember 2.248.968 2.263.794 2.278.718 2.293.740
10 Banyuwangi 1.552.867 1.564.026 1.575.265 1.580.441
11 Bondowoso 714.835 720.183 725.571 727.790
12 Situbondo 626.600 631.382 636.200 638.537
13 Probolinggo 1.048.616 1.059.322 1.070.137 1.081.063
14 Pasuruan 1.443.550 1.464.297 1.485.342 1.496.474
15 Sidoarjo 1.738.285 1.787.771 1.838.666 1.869.350
16 Mojokerto 989.965 1.008.740 1.027.871 1.041.269
17 Jombang 1.187.178 1.199.958 1.212.876 1.233.279
18 Nganjuk 1.041.812 1.053.569 1.065.459 1.073.126
19 Madiun 660.873 664.282 667.709 667.841
20 Magetan 621.160 621.511 621.862 622.966
21 Ngawi 846.355 851.884 857.449 860.029
22 Bojonegoro 1.226.691 1.238.811 1.251.051 1.263.411
23 Tuban 1.087.121 1.095.795 1.104.538 1.107.691
24 Lamongan 1.249.867 1.261.972 1.274.194 1.281.176
25 Gresik 1.081.800 1.101.000 1.120.541 1.142.817
26 Bangkalan 907.651 926.560 945.863 965.568
27 Sampang 855.405 874.512 894.046 914.016
28 Pamekasan 755.331 768.587 782.076 795.801
29 Sumenep 1.045.501 1.056.985 1.068.595 1.076.592
Kota:
30 Kediri 253.287 254.367 255.452 258.734
31 Blitar 124.203 124.944 125.689 127.338
32 Malang 773.703 779.002 784.337 791.970
33 Probolinggo 203.056 205.490 207.953 210.446
34 Pasuruan 179.587 182.072 184.591 185.507
35 Mojokerto 114.339 116.383 118.464 185.507
36 Madiun 170.260 170.931 171.605 173.447
37 Surabaya 2.681.092 2.698.972 2.716.971 2.720.156
38 Batu 181.631 185.467 186.384 192.059
Jumlah 36.668.407 37.070.728 37.475.737 37.861.753
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat terlihat perkembangan tenaga kerja yang ada di
Provinsi Jawa Timur. Dapat terlihat bahwa jumlah pencari kerja pada tahun 2007
49
sebesar 1.142.351 orang, meningkat apabila dibandingkan tahun 2006 yang
berjumlah 1.051.295 dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
mengindikasikan kalau jumlah lapangan kerja lebih sedikit apabila dibandingkan
dengan para pencari kerja disamping pertumbuhan penduduk yang tinggi, yang
mana penawaran tenaga kerja lebih tinggi daripada permintaannya (BPS Provinsi
Jawa Timur, 2008).
Tabel 4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) No. Uraian 2004 2005 2006 2007
1 Angkatan Kerja 18.386.125 18.771.371 18.720.955 20.118.000
2 Angkatan Kerja Tertampung 17.374.955 17.689.834 17.669.660 18.975.649
3 Penganggur 1.011.170 1.081.897 1.051.295 1.142.351
4 Penduduk Usia Kerja 27.402.533 27.973.485 28.572.533 29.160.338
Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008
4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur
Potensi sumber daya alam sangat bervariasi, seperti pertanian, kehutanan,
kelautan dan perikanan, peternakan serta perkebunan. Luas lahan sawah adalah
1.178.283 ha, terdiri atas lahan beririgasi seluas 907.274 ha, sawah tadah hujan
seluas 243.899 ha, dan sawah lainnya atau irigasi lodesa seluas 27.110 ha. Luas
lahan palawija, hortikultura dan sayur mayur seluas 4.046.971 ha. Panjang saluran
irigasi teknis primer 3.633.093 km, dan panjang saluran teknis sekunder
3.445.093 km. Panjang saluran irigasi semi teknis primer adalah 446.848 km dan
panjang saluran semi teknis sekunder 47.151 km. Panjang saluran irigasi
sederhana primer 216.636 km dan panjang saluran sederhana sekunder 75.749 km
(Indonesia Tanah Airku, 2007). Gambaran umum mengenai sub sektor pertanian
di Provinsi Jawa Timur dijelaskan sebagai berikut:
50
4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Lahan persawahan yang ada, areal panen rata rata seluas 1.692.729 ha
dengan rata rata produktivitas 53,17 kuintal/ha, jumlah produksi padi kering giling
yang diperoleh sebanyak 900.215 ton/tahun atau beras sebanyak 5.688.510
ton/tahun. Tanaman jagung dengan luas areal produksi mencapai 1.144.349 ha,
dapat memproduksi sebanyak 4.240.308 ton. Tanaman kedelai dengan luas areal
produksi mencapai 257.170 ha, dapat memproduksi sebanyak 343.150 ton.
Jumlah produksi untuk padi tahun 2007 adalah 9.007.265 ton, jagung 4.390.850
ton, ubi kayu 4.023.614 ton, dan kacang 950.527 ton (Indonesia Tanah Airku,
2007).
Keadaan ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2004 yaitu produksi
padi 9.002.618 ton, jagung 4.134.762 ton, ubi kayu 3.961.662 ton, kacang hijau
212.325 ton. Ketersediaan pangan beras sebesar 1.745.841 ton, jagung 3.444.480
ton, ubi kayu 2.615,42 ton, ubi jalar 23.009 ton, kacang tanah 160.658 ton, kacang
hijau 66.137 ton, daging 83.508 ton, telur 19.841 ton, susu 77.633 ton, dan ikan
6.302 ton. Ketersediaan pangan di Jawa Timur merupakan keberhasilan teknologi
pertanian, perluasan lahan panen meningkatkan intensifikasi petani (Indonesia
Tanah Airku, 2007).
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output
sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak dijadikan input oleh sektor
industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan
tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan.
51
Permintaan input untuk sub sektor tanaman bahan makanan paling banyak
diperoleh dari sektor itu sendiri artinya tidak membutuhkan input dari sektor yang
lain, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sub sektor perikanan,
serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Luas seluruh perkebunan di Provinsi Jawa Timur seluas 952.933 ha dengan
jumlah total seluruh produksi perkebunan sebanyak 1.658.528,71 ton/tahun. Jenis-
jenis perkebunan yang ada yaitu sebagai berikut (Indonesia Tanah Airku, 2007):
1. Perkebunan teh dengan luas areal 2.711 ha dapat memproduksi sebanyak
16.695,46 ton/tahun.
2. Perkebunan tembakau dengan luas areal 109.918 ha dapat memproduksi
sebanyak 77.421 ton/tahun.
3. Perkebunan kakao dengan luas areal 35.328 ha dapat memproduksi sebanyak
19.880,81 ton/tahun.
4. Perkebunan vanili dengan areal 535 ha dapat memproduksi sebanyak 15,50
ton/tahun.
5. Perkebunan tebu dengan luas areal 169.317 ha dapat memproduksi sebanyak
1.048.734,83 ton/tahun.
6. Perkebuanan jambu mete dengan luas areal 52.995 ha dapat memproduksi
sebanyak 12.213 ton/tahun.
7. Perkebunan kelapa dengan luas areal 285.180 ha dapat memproduksi sebanyak
265.452,56 ton/tahun.
52
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output
sub sektor tanaman perkebunan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri
pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan tidak
digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor
bangunan. Permintaan input untuk sub sektor tanaman perkebunan paling banyak
diperoleh dari sektor industri pengolahan yaitu industri pupuk dan pestisida,
sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari sektor pertambangan dan
penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya
Sektor peternakan dibagi dalam dua jenis yaitu sektor peternakan produksi
utama ternak dan sektor peternakan produksi untama unggas. Jenis-jenis
peternakan yang ada pada sektor dengan produksi utama ternak antara lain
peternakan sapi potong dengan populasi 2.524.476 ekor setiap tahunnya dapat
memotong sebanyak 336.595 ekor, peternakan sapi perah dengan populasi
134.043 ekor, setiap tahunnya dapat menghasilkan susu sebanyak 239.908 liter.
Peternakan kambing dengan populasi 2.400.750 ekor, dapat memproduksi daging
sebanyak 7.772 ton/tahun, peternakan domba demgam populasi 1.407.116 ekor,
dapat memproduksi daging sebanyak 4.334 ton/tahun, dan peternakan babi dengan
populasi 35.958 ekor, dapat memproduksi daging sebanyak 398 ton/tahun
(Indonesia Tanah Airku, 2007).
Sektor peternakan dengan produksi utama unggas adalah peternakan ayam
buras dengan jumlah populasi 39.673.982 ekor dapat memproduksi 13.734
53
ton/tahun, peternakan ayam petelur dengan jumlah populasi sebanyak 30.051.763
ekor dapat memproduksi telur sebanyak 139.786 ton/tahun, peternakan ayam
pedaging dengan jumlah populasi 29.377.200 ekor dapat memproduksi daging
sebanyak 71.301.200 ton/tahun, dan peternakan itik dengan jumlah populasi
sebanyak 2.425.129 ekor dapat memproduksi telur sebanyak 8.512 ton/tahun
(Indonesia Tanah Airku, 2007).
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output
sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak dijadikan input oleh sektor
industri pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau, sedangkan
tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor kehutanan, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor bangunan.
Permintaan input untuk sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya paling banyak
diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di
sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal dari
sub sektor perikanan (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
4.3.4. Sub Sektor Kehutanan
Luas kawasan hutan sekitar 1.357.206,36 ha atau 28 persen dari luas dararan
Provinsi Jawa Timur, terdiri atas beberapa jenis hutan. Hutan-hutan yang ada
menurut jenisnya antara lain hutan produksi seluas 811.452,70 ha (59,79 persen),
hutan lindung seluas 312.636,50 ha (23,04 persen), hutan konservasi seluas
233.117,16 ha (17,18 persen). Hasil produksi yang didapat dari hutan non HPH
antara lain kayu bulat sebanyak 265.844 m³, kayu gergagian 1.237 m³, kayu
54
olahan jati yang terdiri atas veneer sayat (3.079.321 m²), TOP (7.656 m³), dan
penempelan veneer (444.790 m²) (Indonesia Tanah Airku, 2007).
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output
sub sektor kehutanan paling banyak dijadikan input oleh sektor industri
pengolahan yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu,
kayu, dan rotan, sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sektor
pengangkutan dan komunikasi. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan
paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang
terbanyak di sub sektor perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang
berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan,
sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor perikanan, serta sektor
pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi Jawa Timur, 2008).
4.3.5. Sub Sektor Perikanan
Kegiatan perikanan dapat dibedakan atas sektor perikanan laut dan
perikanan darat. Sektor perikanan laut, jumlah kapal penangkap ikan yang
beroperasi sebanyak 53.889 unit dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak
91.979 kepala keluarga, jumlah tempat pelelangan ikan sebanyak 45 buah. Jumlah
produksi ikan yang dihasilkan setiap tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Kegiatan
perikanan pada sektor perikanan darat dibagi atas beberapa jenis, yaitu (Indonesia
Tanah Airku, 2007):
1. Tambak, dengan luas areal 54.812,42 ha dapat memproduksi sebanyak
81.228,10 ton setiap tahunnya.
55
2. Kolam, dengan luas areal 1.980,65 ha dapat memproduksi sebanyak 31.025,60
ton setiap tahunnya.
3. Keramba, dengan jumlah sebanyak 23,7 unit dapat memproduksi sebanyak
2.797,70 ton setiap tahunnya.
4. Mina padi, dengan luas areal 498,95 ha dapat memproduksi sebanyak 175,03
ton setiap tahunnya.
5. Sawah tambak, dengan luas areal 33.577,36 ha dapat memproduksi sebanyak
51.103,40 ton setiap tahunnya.
Berdasarkan Tabel Input-Output (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa output
sub sektor perikanan paling banyak dijadikan input oleh sektor perdagangan,
restoran, dan hotel, dengan yang terbanyak di sub sektor restoran dan hotel,
sedangkan tidak digunakan sebagai input oleh sub sektor tanaman bahan
makanan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sub sektor kehutanan, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air minum, serta sektor
bangunan. Permintaan input untuk sub sektor perikanan paling banyak diperoleh
dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang terbanyak di sub sektor
perdagangan, sedangkan tidak membutuhkan input yang berasal sub sektor
tanaman perkebunan serta sektor pertambangan dan penggalian (BPS Provinsi
Jawa Timur, 2008).
4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur
Banyaknya industri besar dan sedang yang mengolah hasil pertanian di
Provinsi Jawa Timur seperti yang terlihat di Tabel 4.4, tentunya akan lebih
mempermudah akses para petani dalam menjual hasil output mereka. Industri
56
yang tersebar tersebut tidak hanya industri pengolahan untuk tanaman bahan
makanan saja, tetapi juga tersedia untuk sub sektor pertanian yang lain juga.
Sektor industri pengolahan dan sektor pertanian merupakan sektor yang saling
menguntungkan, karena dengan adanya industri pengolahan maka output sektor
pertanian akan memiliki daya jual yang lebih tinggi. Bagi industri pengolahan
sendiri, dengan adanya output dari sektor pertanian, tentunya akan menentukan
kelangsungan berjalannya produksi pada industri tersebut.
Sektor industri pengolahan sangat dibutuhkan terutama dari sektor
pertanian, hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah dari output yang
dihasilkan dari sektor pertanian tersebut. Pengolahan lebih lanjut tentunya akan
menambah nilai jual dari produk pertanian tersebut, daripada langsung
dikonsumsi atau dijual dalam bentuk mentah. Peningkatan nilai tambah ini
tentunya sangat diharapkan agar pendapatan yang diterima oleh para petani akan
mengalami kenaikan, sehingga akan mampu mengurangi angka kemiskinan
terutama di Provinsi Jawa Timur.
Dapat dilihat bahwa industri besar tiga terbanyak terdapat pada industri
rokok kretek (108), industri gula pasir (31), serta industri Pembekuan Ikan dan
Biota Perairan lainnya (24). Industri sedang tiga terbanyak yaitu, industri kerupuk
dan sejenisnya (252), industri penggilingan padi dan penyosohan beras (162),
serta industri pengeringan dan pengolahan tembakau (141), seperti terlihat pada
Tabel 4.4.
57
Tabel 4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) Jenis Industri Besar Sedang
Industri Gula Pasir 31 0
Industri Pembekuan Ikan dan Biota Perairan lainnya 24 22
Industri Roti dan sejenisnya 19 96
Industri Pengupasan dan Pembersihan Kopi 17 17
Industri Makaroni, Mie, Spagheti, Bihun, So'un dan sejenisnya 15 60
Industri Pengalengan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 1
Industri Penggaraman serta Pengeringan Ikan dan Biota Perairan lainnya 13 57
Industri Kerupuk dan sejenisnya 11 252
Industri Minuman Ringan (Soft Drink) 11 50
Industri Ransum Pakan Ternak serta Ikan 10 9
Industri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Cokelat (Cacao) 9 5
Industri Bumbu Masak dan Penyedap Masakan 8 7
Industri Makanan yang belum termasuk kelompok manapun 8 33
Industri Makanan dari Coklat dan Kembang Gula 6 22
Industri Pengolahan Teh dan Kopi 5 13
Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras 5 162
Industri Pengolahan dan Pengawetan lainnya untuk Ikan dan Biota Perairan
lainnya 5 5
Industri Pemotongan Hewan 4 3
Industri Berbagai Macam Tepung dari Padi-padian, Biji-bijian, Kacang-kacangan,
Umbi-umbian, dan sejenisnya 4 11
Industri Pemindangan Ikan dan Biota Perairan Lainnya 1 69
Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau 21 141
Industri Rokok Kretek 108 92
Industri Rokok lainnya 10 9
Industri Hasil lainnya dari Tembakau, Bumbu Rokok dan Klobot serta Kawung 3 7
Industri Panel Kayu lainnya 11 7
Industri Penggergajian Kayu 10 38
Industri Kayu Lapis Laminasi, termasuk Decorative Plywood 4 2
Industri Pengawetan Kayu 3 29
Industri Alat-alat Dapur dari Kayu, Rotan dan Bambu 3 11
Industri Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu 2 12
Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu kecuali Furnitur 2 7
Industri Barang dari Kayu, Rotan, Gabus yang belum tercakup sebelumnya 2 5
Industri Pengolahan Rotan 1 2
Industri Kayu Lapis 1 6
Industri Peti Kemas dari Kayu kecuali Peti Mati 1 21
Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton 19 29
Industri Kertas Budaya 10 3
Industri Kertas Industri 4 5
Industri Kertas Tissue 4 5
Industri Barang dari Kertas dan Karton yang tidak termasuk dalam sub golongan
manapun 4 4
Industri Kertas lainnya 3 6
Industri Kertas khusus 2 5
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan yang akan dibahas dalam penelitian ini terdiri atas
keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward
linkage). Nilai keterkaitan langsung ke depan maupun ke belakang sektor-sektor
perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks koefisien teknis. Nilai
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang sektor-
sektor perekonomian pada suatu wilayah diperoleh dari matriks kebalikan
Leontief terbuka.
5.1.1. Keterkaitan Ke Depan
Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sesuai dengan Tabel
5.1 berada pada urutan ketujuh untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke depan yaitu sebesar 1,288. Nilai keterkaitan ini menunjukkan apabila
terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp. 1 juta, maka output sektor pertanian
yang dijual ke sektor lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan
meningkat sebesar Rp. 1,288 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian
lebih banyak yang langsung dijadikan konsumsi akhir daripada diolah lebih lanjut.
Sektor perekonomian yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke depan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu
sebesar 2,037. Nilai yang sangat tinggi dari sektor ini menunjukkan bahwa output
sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat dibutuhkan oleh sektor-sektor
perekonomian yang lain baik langsung maupun tidak langsung.
59
Tabel 5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun
2006 Klasifikasi Sembilan Sektor
Sektor
Keterkaitan Langsung dan
Tidak Langsung Ke
Depan
Keterkaitan Langsung dan
Tidak Langsung Ke
Belakang
Pertanian 1,288 1,197
Pertambangan dan Penggalian 1,057 1,207
Industri Pengolahan 1,822 1,604
Listrik, Gas, dan Air Minum 1,465 1,880
Bangunan 1,202 1,517
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,037 1,394
Pengangkutan dan Komunikasi 1,519 1,548
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 1,945 1,869
Jasa-jasa 1,408 1,527
Total 13,743 13,743
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke
depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang
terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi
keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor
tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan
sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki
keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang
tinggi. Posisi dari sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat
pada Gambar 5.1.
60
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Ke
terk
aita
n k
e B
ela
kan
g
Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan Sembilan Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
RKTD
RKTB
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Keterangan:
RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang
RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan
Gambar 5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor
Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor
tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan terbesar yaitu 1,183. Hal ini disebabkan jumlah permintaan antara sub
sektor tanaman bahan makanan paling besar diantara sub sektor pertanian yang
lain, yang artinya output sub sektor ini paling banyak dibutuhkan sektor lain.
Penyerapan output sub sektor tanaman bahan makanan terbesar dari sektor
industri pengolahan yaitu sektor industri makanan, minuman, dan tembakau.
Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan terkecil yaitu 1,006. Hal tersebut disebabkan, jumlah permintaan antara sub
sektor kehutanan paling kecil dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain,
IV III
II I
61
yang artinya output sub sektor ini paling sedikit dibutuhkan sektor lain.
Penyerapan output sub sektor kehutanan terbesar dari sektor industri pengolahan
yaitu industri lainnya dengan nilai paling besar pada industri bambu, kayu, dan
rotan.
5.1.2. Keterkaitan Ke Belakang
Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 berdasarkan Tabel 5.1
memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sebesar 1,197.
Nilai keterkaitan ini menunjukkan bahwa jika ada kenaikan permintaan akhir
sebesar Rp. 1 juta, maka sektor pertanian akan secara langsung maupun tidak
langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya sebesar Rp.
1,197 juta. Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor
pertanian berada pada urutan kesembilan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor
pertanian tidak terlalu membutuhkan input baik secara langsung maupun tidak
langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain. Kecilnya nilai keterkaitan ini
disebabkan sektor pertanian masih mengandalkan penggunaan input produksi dari
sektornya sendiri untuk meningkatkan outputnya, misalnya pupuk organik
(terbuat dari kotoran hewan ternak dan sampah dedaunan), bibit, serta benih.
Sektor yang memiliki keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke
belakang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 1,880.
Nilai menunjukkan bahwa sektor ini sangat membutuhkan input baik secara
langsung maupun tidak langsung dari sektor-sektor perekonomian yang lain.
Berdasarkan Tabel 5.2, dari lima sub sektor pertanian yang ada, sub sektor
perikanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar
62
yaitu 1,462. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor perikanan paling
besar diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini sangat
membutuhkan input dari sektor yang lain. Permintaan input untuk sub sektor
perikanan paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel
dengan yang terbanyak di sub sektor perdagangan. Mengingat luasnya perairan di
Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut Jawa,
Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km
(Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi seperti kapal
laut, peralatan melaut (pancing, jaring), peti kemas ikan yang di dapat melalui
mekanisme perdagangan.
Tabel 5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun
2006 Klasifikasi 13 Sektor
Sektor
Keterkaitan Langsung dan
Tidak Langsung Ke
Depan
Keterkaitan Langsung dan
Tidak Langsung Ke
Belakang
Tanaman Bahan Makanan 1,183 1,126
Tanaman Perkebunan 1,063 1,191
Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,086 1,195
Kehutanan 1,006 1,110
Perikanan 1,067 1,462
Pertambangan dan Penggalian 1,060 1,207
Industri Pengolahan 2,007 1,598
Listrik, Gas, dan Air Minum 1,486 1,879
Bangunan 1,248 1,516
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,307 1,394
Pengangkutan dan Komunikasi 1,595 1,547
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 2,063 1,868
Jasa-jasa 1,447 1,527
Total 18,620 18,620
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Sub sektor kehutanan memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung
terkecil yaitu 1,110. Hal ini disebabkan jumlah input antara sub sektor kehutanan
63
paling kecil diantara sub sektor pertanian yang lain, yang artinya sub sektor ini
tidak terlalu membutuhkan input dari sektor yang lain. Sedikitnya input yang
dipakai karena untuk mengembangkan sub sektor ini cukup dengan penyediaan
lahan dan bibit tanaman kayu. Permintaan input untuk sub sektor kehutanan
paling banyak diperoleh dari sektor perdagangan, restoran, dan hotel dengan yang
terbanyak di sub sektor perdagangan. Adapun input yang dibutuhkan yaitu bibit
tanaman kayu yang diperoleh dari mekanisme perdagangan.
Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan total ke
depan dan ke belakang yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang
terletak pada kuadran II memiliki keterkaitan total ke belakang yang tinggi tetapi
keterkaitan total ke depan yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor
tersebut memiliki keterkaitan total ke depan dan ke belakang yang rendah dengan
sektor-sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki
keterkaitan total ke belakang yang rendah tetapi keterkaitan total ke depan yang
tinggi. Posisi dari 13 sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada
Gambar 5.2.
64
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Ke
terk
aita
n k
e B
ela
kan
g
Keterkaitan ke Depan
Keterkaitan 13 Sektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Hasil-hasilnya
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
RKTD
RKTB
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Keterangan:
RKTB = garis rata-rata keterkaitan total ke belakang
RKTD = garis rata-rata keterkaitan total ke depan
Gambar 5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor
5.2. Analisis Dampak Penyebaran
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana sektor pertanian
memiliki distribusi manfaat terhadap sektor perekonomian lainnya melalui
mekanisme transaksi pasar output yang dapat diketahui dari kepekaan penyebaran.
Koefisien penyebaran dapat digunakan untuk mengetahui manfaat distribusi
I II
III IV
65
sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lainnya melalui mekanisme pasar
input.
5.2.1. Kepekaan Penyebaran
Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 memiliki nilai
kepekaan penyebaran sebesar 0,884. Nilainya yang kurang dari satu menunjukkan
bahwa kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan produksi
sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini masih kecil. Hal ini
menunjukkan kalau output dari sektor pertanian yang digunakan sebagai input
oleh sektor lain masih kecil, lebih banyak langsung dijadikan konsumsi akhir.
Selain sektor pertanian masih ada lima sektor lain yang memiliki nilai kepekaan
kurang dari satu yang dapat diketahui berdasarkan Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi
Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor Sektor Kepekaan Penyebaran Koefisien Penyebaran
Pertanian 0,844 0,784
Pertambangan dan Penggalian 0,692 0,790
Industri Pengolahan 1,193 1,051
Listrik, Gas, dan Air Minum 0,959 1,231
Bangunan 0,787 0,994
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,334 0,913
Pengangkutan dan Komunikasi 0,995 1,014
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 1,274 1,224
Jasa-jasa 0,922 1,000
Total 9,000 9,000
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai kepekaan penyebaran
lebih dari satu berarti sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong
pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini
(industri hilir). Berdasarkan Tabel 5.3 dapat terlihat bahwa sektor yang
66
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
0.0 0.5 1.0 1.5
Ko
efi
sie
n P
en
yeb
aran
Kepekaan Penyebaran
Dampak Penyebaran Sembilan Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
RKEP
RKOP
mempunyai nilai lebih dari satu yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran
(1,334), sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan (1,274),
serta sektor industri pengolahan (1,193).
Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan
koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang
terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi
kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor
tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektor-
sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien
penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari
sembilan sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Keterangan:
RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran
RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran
Gambar 5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor
I II
III IV
67
Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, tidak ada
satupun yang mampu mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan
output dari sektor ini. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan antara dari lima sub
sektor pertanian ini lebih rendah dari sektor yang lain, selain itu semua nilai
kepekaan penyebarannya kurang dari satu. Tidak mampunya sub sektor pertanian
mendorong pertumbuhan sektor lain yang menggunakan output dari sektor ini
disebabkan ouput dari sub sektor ini lebih banyak yang langsung dijadikan
konsumsi akhir tanpa diolah terlebih dahulu.
5.2.2. Koefisien Penyebaran
Sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006 sesuai dengan
Tabel 5.3 memiliki nilai koefisien penyebaran sebesar 0,784. Nilai koefisien
penyebaran yang kurang dari satu, menunjukkan bahwa kemampuan sektor
pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal ini
dikarenakan masih sedikitnya output dari sektor industri hulunya yang digunakan
sebagai input untuk sektor pertanian. Sektor pertanian sebagian besar masih
banyak menggunakan input produksi dari sektornya sendiri untuk meningkatkan
outputnya, misalnya pupuk organik (terbuat dari kotoran hewan ternak dan
sampah dedaunan), bibit, serta benih.
Apabila suatu sektor perekonomian memiliki nilai koefisien penyebaran
lebih dari satu, maka sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan industri
hulunya. Beberapa sektor perekonomian sesuai dengan Tabel 5.3 yang memiliki
nilai koefisien penyebaran lebih dari satu, yaitu sektor listrik, gas, dan air minum
68
(1,231), sektor industri pengolahan (1,051), serta sektor pengangkutan dan
komunikasi (1,014).
Berdasarkan Tabel 5.4, dari lima sub sektor pertanian yang ada, hanya sub
sektor perikanan yang mampu meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Hal
ini dikarenakan nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu yaitu sebesar 1,021.
Sub sektor perikanan mampu meningkatkan industri hulunya disebabkan luasnya
perairan di Provinsi Jawa Timur yaitu seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura,
Laut Jawa, Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600
km (Lukito, 2008) sehingga perlu dukungan input dan faktor produksi dari sektor
hulunya seperti kapal laut, peralatan melaut (pancing, jaring), dan peti kemas ikan.
Tabel 5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi
Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor
Sektor Kepekaan penyebaran Koefisien penyebaran
Tanaman Bahan Makanan 0,826 0,786
Tanaman Perkebunan 0,742 0,831
Peternakan dan Hasil-hasilnya 0,759 0,834
Kehutanan 0,703 0,775
Perikanan 0,745 1,021
Pertambangan dan Penggalian 0,740 0,842
Industri Pengolahan 1,401 1,116
Listrik, Gas, dan Air Minum 1,038 1,312
Bangunan 0,871 1,059
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,611 0,973
Pengangkutan dan Komunikasi 1,114 1,080
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 1,440 1,304
Jasa-jasa 1,010 1,066
Total 13,000 13,000
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Kuadran I menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kepekaan dan
koefisien penyebaran yang tinggi dengan sektor-sektor yang lain. Sektor yang
terletak pada kuadran II memiliki koefisien penyebaran yang tinggi tetapi
69
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000
Ko
efi
sie
n P
eye
bar
an
Kepekaan Penyebaran
Dampak Penyebaran 13 Sektor
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Hasil-hasilnya
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
RKEP
RKOP
I II
III IV
kepekaan penyebaran yang rendah. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor
tersebut memiliki kepekaan dan koefisien penyebaran yang rendah dengan sektor-
sektor yang lain. Sektor yang terletak pada kuadran IV memiliki koefisien
penyebaran yang rendah tetapi kepekaan penyebaran yang tinggi. Posisi dari 13
sektor dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Keterangan:
RKOP = garis rata-rata koefisien penyebaran
RKEP = garis rata-rata kepekaan penyebaran
Gambar 5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor
70
5.3. Analisis Multiplier
Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak perubahan atau
peningkatan permintaan akhir sektor pertanian terhadap semua sektor yang ada di
tiap satu-satuan perubahan jenis pengganda. Ada dua jenis multiplier yang akan
dianalisis yaitu multiplier Tipe I dan Tipe II. Multiplier ini digunakan untuk
menganalisis multiplier output, multiplier pendapatan, dan multiplier tenaga kerja.
Nilai multiplier Tipe I diperoleh dari pengolahan lanjut matriks kebalikan
Leontief terbuka, sedangkan nilai multiplier Tipe II diperoleh dari pengolahan
lanjut matriks kebalikan Leontief tertutup dengan memasukkan rumah tangga
sebagai variabel endogenous. Dapat dilihat pada Tabel 5.5 bahwa nilai multiplier
tipe II selalu lebih besar daripada multiplier tipe I, hal ini dikarenakan pada
multiplier tipe II sudah memasukkan konsumsi rumah tangga.
5.3.1. Multiplier Output
Nilai yang terdapat pada analisis multiplier output tipe I dan tipe II
menunjukkan adanya peningkatan output di seluruh sektor perekonomian yang
disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu sektor
tertentu. Berdasarkan Tabel 5.5, sektor pertanian nilai multiplier ouput tipe I
sebesar 1,197. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi peningkatan pada
permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka output di seluruh sektor
perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,197 juta. Multiplier output tipe II,
sektor pertanian memiliki nilai sebesar 1,555 yang artinya apabila terjadi
peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar
71
Rp. 1 juta maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian
sebesar Rp. 1,555 juta.
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat terlihat bahwa nilai multiplier output tipe I
terbesar di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor listrik, gas, dan air
minum dengan nilai 1,880. Nilai multiplier output tipe II yang tertinggi juga ada
pada sektor listrik, gas, dan air minum yaitu sebesar 2,487.
Tabel 5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Tahun
2006 Klasifikasi Sembilan Sektor
Sektor Efek
awal
Efek
Putaran
Pertama
Efek
Dukungan
Industri
Efek
Induksi
Konsumsi
Efek
Total Tipe I Tipe II
Pertanian 1 0,135 0,062 0,358 1,555 1,197 1,555
Tanaman Bahan
Makanan 1 0,091 0,035 0,294 1,420 1,126 1,420
Tanaman
Perkebunan 1 0,123 0,068 0,528 1,719 1,191 1,719
Peternakan dan
Hasil-hasilnya 1 0,133 0,061 0,261 1,455 1,195 1,455
Kehutanan 1 0,071 0,039 0,391 1,501 1,110 1,501
Perikanan 1 0,310 0,152 0,525 1,987 1,462 1,987
Pertambangan dan
Penggalian 1 0,134 0,073 0,600 1,806 1,207 1,806
Industri Pengolahan 1 0,410 0,195 0,422 2,026 1,605 2,026
Listrik, Gas, dan Air
Minum 1 0,525 0,355 0,608 2,487 1,880 2,487
Bangunan 1 0,338 0,179 0,660 2,178 1,518 2,178
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 1 0,250 0,144 0,573 1,967 1,394 1,967
Pengangkutan dan
Komunikasi 1 0,347 0,201 0,682 2,230 1,548 2,230
Lembaga Keuangan,
Usaha Bangunan, dan
Jasa Perusahaan 1 0,513 0,355 0,516 2,384 1,869 2,384
Jasa-jasa 1 0,335 0,193 0,750 2,277 1,527 2,277
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Berdasarkan Tabel 5.5, sub sektor perikanan memiliki multiplier output
Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,462 dan 1,987. Hal tersebut disebabkan luasnya
perairan di Provinsi Jawa Timur seluas 208.138 km2 meliputi Selat Madura, Laut
Jawa, Selat Bali, dan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai 1.600 km
72
(Lukito, 2008) mampu menghasilkan produksi ikan di sektor perikanan laut setiap
tahunnya berkisar 334.162,50 ton. Ditambah hasil dari sektor perikanan darat
sebesar 166.329,83 ton setiap tahun. Apabila ditambah dengan budidaya air payau
produksinya dapat mencapai 1,5 ton/ha per musim tanam, air tawar 16 ton/ha per
musim tanam dan budidaya laut 7,5 kg/m3 per musim tanam (Indonesia Tanah
Airku, 2007).
Sub sektor kehutanan multiplier output Tipe I terendah yaitu 1,110. Hal
tersebut disebabkan luas kawasan hutan hanya sekitar 1.357.206,36 ha atau 28
persen dari luas dararan Provinsi Jawa Timur, dengan luas hutan produksi
811.452,70 ha. Hasil produksi yang didapat juga tidak terlalu besar yaitu sebesar
274.737 m3 saja (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor tanaman bahan
makanan memiliki multiplier output Tipe II terendah yaitu 1,420. Hal tersebut
disebabkan luas lahan sub sektor tanaman bahan makanan hanya 1.178.283 ha,
sehingga output yang dihasilkan juga cukup sedikit yaitu 13.566.256 ton per tahun
(Indonesia Tanah Airku, 2007).
5.3.2. Multiplier Pendapatan
Nilai yang terdapat dalam multiplier pendapatan tipe I dan tipe II
menunjukkan adanya peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian
yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan di suatu
sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.6, nilai multiplier pendapatan sektor
pertanian tipe I sebesar 1,230. Arti dari nilai tersebut yaitu apabila terjadi
peningkatan pada permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka
pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp. 1,230
73
juta. Nilai multiplier tipe II sektor pertanian adalah sebesar 1,659 yang artinya
apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor
pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh
sektor perekonomian sebesar Rp. 1,659 juta. Nilai multiplier pendapatan yang
masih rendah ini dikarenakan karena kurangnya pemberian nilai tambah terhadap
output sektor pertanian sehingga harga jualnya juga kecil yang mengakibatkan
pendapatan yang diterima oleh para petani juga kecil.
Tabel 5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor
Sektor Efek
awal
Efek
Putaran
Pertama
Efek
Dukungan
Industri
Efek
Induksi
Konsumsi
Efek
Total Tipe I Tipe II
Pertanian 0,145 0,023 0,011 0,062 0,240 1,230 1,659
Tanaman Bahan
Makanan 0,125 0,014 0,006 0,051 0,196 1,155 1,561
Tanaman Perkebunan 0,228 0,021 0,012 0,092 0,352 1,141 1,542
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 0,096 0,022 0,010 0,045 0,174 1,342 1,814
Kehutanan 0,172 0,015 0,007 0,068 0,261 1,123 1,518
Perikanan 0,175 0,058 0,026 0,091 0,350 1,480 2,001
Pertambangan dan
Penggalian 0,258 0,028 0,012 0,104 0,402 1,157 1,560
Industri Pengolahan 0,110 0,067 0,033 0,073 0,283 1,912 2,579
Listrik, Gas, dan Air Minum 0,149 0,092 0,061 0,105 0,407 2,030 2,738
Bangunan 0,244 0,053 0,030 0,114 0,442 1,342 1,810
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 0,219 0,041 0,025 0,099 0,384 1,299 1,752
Pengangkutan dan
Komunikasi 0,231 0,072 0,036 0,118 0,457 1,466 1,977
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 0,108 0,087 0,062 0,089 0,346 2,380 3,209
Jasa-jasa 0,278 0,062 0,033 0,130 0,502 1,342 1,810
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Dapat terlihat pada Tabel 5.6 bahwa nilai multiplier pendapatan tipe I yang
tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun 2006 adalah sektor lembaga keuangan,
usaha bangunan, dan jasa perusahaan sebesar 2,380. Nilai multiplier pendapatan
74
tipe II tertinggi juga terdapat pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan
jasa perusahaan sebesar 3,209.
Berdasarkan Tabel 5.6, sub sektor perikanan memiliki multiplier pendapatan
Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,480 dan 2,001. Hal ini disebabkan sudah
diberikannya nilai tambah terhadap output sub sektor perikanan. Peningkatan nilai
tambah ini dapat terlihat sudah semakin banyaknya industri pengolahan baik yang
berskala besar maupun sedang untuk hasil-hasil output perikanan di Provinsi Jawa
Timur yaitu sekitar 51 unit (industri besar) dan 149 unit (industri sedang) (Badan
Pusat Statistik, 2005). Sub sektor kehutanan multiplier pendapatan Tipe I dan
Tipe II terendah yaitu 1,123 dan 1,518. Hal ini disebabkan masih sedikitnya
industri pengolahan untuk hasil-hasil kehutanan di Provinsi Jawa Timur yaitu
sekitar 40 unit (industri besar) dan 140 unit (industri sedang) sehingga
peningkatan nilai tambahnya masih kecil yang menyebabkan tingkat pendapatan
juga kecil.
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja
Nilai yang terdapat dalam multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II
menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor
perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir sebesar satu
satuan di suatu sektor tertentu. Berdasarkan Tabel 5.7, sektor pertanian memiliki
nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar 1,070 yang berarti apabila terjadi
peningkatan pada permintaan akhir yang bekerja pada sektor pertanian sebesar
Rp. 1 juta maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor
perekonomian sebesar 1 orang. Nilai multiplier tenaga kerja tipe II sektor
75
pertanian yaitu sebesar 1,176, hal ini berarti apabila terjadi peningkatan konsumsi
rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian sebesar Rp. 1 juta maka akan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 1
orang. Dapat terlihat bahwa nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II di
Provinsi Jawa Timur yang tertinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum
dengan nilai masing-masing sebesar 10,215 dan 23,120.
Tabel 5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur
Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor
Sektor Efek
awal
Efek
Putaran
Pertama
Efek
Dukungan
Industri
Efek
Induksi
Konsumsi
Efek
Total Tipe I Tipe II
Pertanian 0,089 0,005 0,002 0,009 0,104 1,070 1,176
Tanaman Bahan
Makanan 0,077 0,004 0,001 0,008 0,089 1,059 1,159
Tanaman Perkebunan 0,140 0,004 0,002 0,014 0,159 1,039 1,138
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 0,059 0,004 0,002 0,007 0,071 1,090 1,206
Kehutanan 0,105 0,002 0,001 0,010 0,118 1,023 1,120
Perikanan 0,107 0,010 0,004 0,014 0,135 1,128 1,257
Pertambangan dan
Penggalian 0,011 0,003 0,002 0,016 0,032 1,433 2,860
Industri Pengolahan 0,011 0,013 0,005 0,011 0,040 2,678 3,718
Listrik, Gas, dan Air Minum 0,001 0,006 0,006 0,016 0,029 10,215 23,120
Bangunan 0,039 0,005 0,005 0,017 0,066 1,244 1,695
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 0,021 0,006 0,003 0,015 0,045 1,412 2,126
Pengangkutan dan
Komunikasi 0,022 0,007 0,004 0,018 0,051 1,536 2,373
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 0,004 0,008 0,007 0,014 0,032 4,346 7,488
Jasa-jasa 0,037 0,007 0,004 0,020 0,068 1,301 1,837
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi sembilan sektor (diolah) dalam BPS
Provinsi Jawa Timur, 2006
Berdasarkan Tabel 5.7, sub sektor perikanan memiliki multiplier tenaga
kerja Tipe I dan Tipe II terbesar yaitu 1,128 dan 1,257. Hal ini disebabkan luas
perairan Provinsi Jawa Timur yang lebih luas yaitu 208.138 km2 daripada luas
daratannya yaitu 46.428 km2, sehingga dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja di
sub sektor tersebut dengan jumlah rumah tangga perikanan sebanyak 91.979
76
kepala keluarga (Indonesia Tanah Airku, 2007). Sub sektor kehutanan multiplier
tenaga kerja Tipe I dan Tipe II terendah yaitu 1,023 dan 1,120. Hal ini disebabkan
pemeliharaan tanaman ataupun tumbuhan hasil kehutanan tidak terlalu rumit
apabila dibandingkan dengan sub sektor pertanian yang lain. Hal lain yang
menyebabkan sedikitnya tenaga kerja yang terserap disebabkan lebih banyak
peran pemerintah dalam menangani masalah di sub sektor kehutanan dalam hal ini
petugas Perhutani dan Polisi Hutan terutama untuk perlindungan hutan konservasi
dan hutan lindung yang persentasenya mencapai 40,22 persen dari total luas lahan
kehutanan (Indonesia Tanah Airku, 2007).
Sesuai dengan hasil perhitungan, dalam analisis multiplier output,
pendapatan, dan tenaga kerja dapat diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil
peranannya dalam peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-
sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Sektor yang memiliki peran cukup
besar adalah sektor listrik, gas, dan air minum terutama dalam peningkatan output
dan penyerapan tenaga kerja. Peran besar dalam peningkatan pendapatan terdapat
pada sektor lembaga keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan.
5.4. Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa
Timur
Analisis investasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur karena adanya
pertumbuhan investasi sektor pertanian. Untuk memberikan gambaran mengenai
dampak investasi sektor pertanian terhadap perekonomian, terutama pembentukan
terhadap nilai output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja, maka dalam
77
penelitian ini diasumsikan terdapat penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun
pada setiap sub sektor pertanian, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan,
tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, serta perikanan.
Penanaman investasi diasumsikan berada pada kondisi perekonomian
berlangsung normal. Nilai investasi ini berdasarkan nilai anggaran yang
dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah 2006. Nilai tersebut digunakan untuk shock sektor pertanian
sehingga dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan output, pendapatan, dan
tenaga kerja di setiap sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur (Badan
Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur, 2007).
5.4.1. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman bahan
makanan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh
sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 142,01 trilyun.
Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 105,18 trilyun atau sebesar 74,10 persen
merupakan dampak langsung dan Rp. 36,83 trilyun atau sebesar 25,90 persen
merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa
dengan investasi di sub sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun
akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 105,18 trilyun.
Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi
sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan akan
meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 36,83
trilyun.
78
Dilihat dari sisi pendapatan, dapat diketahui bahwa jika ada tambahan
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman bahan makanan, maka
akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian
sebesar Rp. 19,57 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 13,19
trilyun atau 67,40 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub
sektor tanaman bahan makanan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang
diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 13,19 trilyun. Dampak
tidak langsung sebesar Rp. 6,38 trilyun atau sebesar 32,60 persen, nilai tersebut
merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian
yang lain.
Tabel 5.8. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sebesar Rp.
100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan
(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)
Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen
Tanaman Bahan Makanan 105.180.500 74,1 13.189.400 67,4 8.096.400 90,8
Tanaman Perkebunan 390.900 0,3 89.200 0,5 54.700 0,6
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 1.317.400 0,9 126.100 0,6 77.400 0,9
Kehutanan 26.700 0,0 4.600 0,0 2.800 0,0
Perikanan 1.310.200 0,9 228.900 1,2 140.500 1,6
Pertambangan dan
Penggalian 146.000 0,1 37.600 0,2 1.600 0,0
Industri Pengolahan 9.849.200 6,9 1.083.700 5,5 105.700 1,2
Listrik, Gas, dan Air
Minum 2.289.100 1,6 340.600 1,7 2.800 0,0
Bangunan 771.300 0,5 188.500 1,0 29.800 0,3
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 11.005.300 7,7 2.411.300 12,3 232.800 2,6
Pengangkutan dan
Komunikasi 3.611.000 2,5 835.200 4,3 77.600 0,9
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 3.886.300 2,7 418.400 2,1 16.800 0,2
Jasa-jasa 2.228.900 1,6 618.600 3,2 82.200 0,9
Total 142.012.800 100,0 19.572.300 100,0 8.921.400 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
79
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman
bahan makanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor
perekonomian sebesar 8,92 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu
sebesar 8,10 juta orang atau 90,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga
kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya.
Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 825 ribu orang atau 9,20
persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di
sub sektor tanaman bahan makanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu
diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 825 ribu orang.
5.4.2. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor tanaman
perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh
sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 171,93 trilyun.
Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 102,20 trilyun atau sebesar 59,40 persen
merupakan dampak langsung dan Rp. 69,73 trilyun atau sebesar 40,60 persen
merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa
dengan investasi di sub sektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun akan
menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 102,20 trilyun. Dampak
tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp.
100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan akan meningkatkan output di
sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp. 69,73 trilyun.
Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman perkebunan, maka akan
80
mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar
Rp. 35,19 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 23,32 trilyun
atau 66,30 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor
tanaman perkebunan sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh
tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 23,32 trilyun. Dampak tidak langsung
sebesar Rp. 11,87 trilyun atau sebesar 33,70 persen, nilai tersebut merupakan
pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.
Tabel 5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100
trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta
rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)
Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen
Tanaman Bahan Makanan 3.434.900 2,0 430.700 1,2 264.400 1,7
Tanaman Perkebunan 102.204.300 59,4 23.319.000 66,3 14.314.400 89,8
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 1.644.600 1,0 157.400 0,4 96.600 0,6
Kehutanan 46.700 0,0 8.000 0,0 4.900 0,0
Perikanan 2.349.000 1,4 410.400 1,2 251.900 1,6
Pertambangan dan
Penggalian 279.600 0,2 72.000 0,2 3.100 0,0
Industri Pengolahan 17.020.300 9,9 1.872.800 5,3 182.700 1,1
Listrik, Gas, dan Air
Minum 4.148.700 2,4 617.300 1,8 5.200 0,0
Bangunan 2.465.500 1,4 602.600 1,7 95.400 0,6
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 18.683.200 10,9 4.093.600 11,6 395.300 2,5
Pengangkutan dan
Komunikasi 6.566.000 3,8 1.518.600 4,3 141.200 0,9
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 9.120.200 5,3 982.000 2,8 39.500 0,2
Jasa-jasa 3.965.800 2,3 1.100.700 3,1 146.300 0,9
Total 171.928.800 100,0 35.185.300 100,0 15.940.800 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor tanaman
perkebunan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian
sebesar 15,94 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 14,31
81
juta orang atau 89,80 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak
tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,63 juta orang atau 10,20 persen. Hal
ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor
tanaman perkebunan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor
perekonomian yang lain sebesar 1,63 juta orang.
5.4.3. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor peternakan dan
hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh
sektor perekonomian Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 145,54 trilyun.
Berdasarkan total tersebut, terdapat Rp. 101,02 trilyun atau sebesar 69,40 persen
merupakan dampak langsung dan Rp. 44,52 trilyun atau sebesar 30,60 persen
merupakan dampak tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa
dengan investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100
trilyun akan menghasilkan output di sub sektor tersebut sebesar Rp. 101,02
trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan bahwa dengan penanaman
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya
akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya sebesar Rp.
44,52 trilyun.
Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya,
maka akan mampu meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor
perekonomian sebesar Rp. 17,37 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan
82
sebesar Rp. 9,67 trilyun atau 55,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan
investasi di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar Rp. 100 trilyun maka
pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor tersebut sebesar Rp. 9,67
trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 7,70 trilyun atau sebesar 44,30
persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di
sektor perekonomian yang lain.
Tabel 5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar
Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah),
Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)
Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen
Tanaman Bahan Makanan 3.624.700 2,5 454.500 2,6 279.000 3,9
Tanaman Perkebunan 823.700 0,6 187.900 1,1 115.400 1,6
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 101.015.200 69,4 9.669.600 55,7 5.935.700 83,7
Kehutanan 29.900 0,0 5.100 0,0 3.100 0,0
Perikanan 1.186.800 0,8 207.300 1,2 127.300 1,8
Pertambangan dan
Penggalian 159.600 0,1 41.100 0,2 1.800 0,0
Industri Pengolahan 11.172.800 7,7 1.229.400 7,1 119.900 1,7
Listrik, Gas, dan Air
Minum 2.529.500 1,7 376.400 2,2 3.100 0,0
Bangunan 555.700 0,4 135.800 0,8 21.500 0,3
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 13.783.600 9,5 3.020.100 17,4 291.600 4,1
Pengangkutan dan
Komunikasi 4.127.900 2,8 954.700 5,5 88.700 1,3
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 4.282.700 2,9 461.100 2,7 18.500 0,3
Jasa-jasa 2.248.100 1,5 624.000 3,6 82.900 1,2
Total 145.540.000 100,0 17.367.100 100,0 7.088.600 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor
peternakan dan hasil-hasilnya akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh
sektor perekonomian sebesar 7,09 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan
yaitu sebesar 5,94 juta orang atau 83,70 persen, nilai ini menunjukkan jumlah
83
tenaga kerja yang mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah
outputnya. Dampak tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,15 juta orang
atau 16,30 persen. Hal ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100
trilyun di sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka jumlah tenaga kerja
yang mampu diserap oleh sektor perekonomian yang lain sebesar 1,15 juta orang.
5.4.4. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor kehutanan sebesar
Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian
Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 150,09 trilyun. Berdasarkan total
tersebut, terdapat Rp. 100,06 trilyun atau sebesar 66,70 persen merupakan dampak
langsung dan Rp. 50,03 trilyun atau sebesar 33,30 persen merupakan dampak
tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub
sektor kehutanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor
tersebut sebesar Rp. 100,06 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan
bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor
kehutanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya
sebesar Rp. 50,03 trilyun.
Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor kehutanan, maka akan mampu
meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp.
26,05 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 17,17 trilyun atau
65,90 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor kehutanan
sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor
84
tersebut sebesar Rp. 17,17 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 8,88
trilyun atau sebesar 34,10 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang
diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.
Tabel 5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun
terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),
dan Tenaga Kerja (orang)
Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen
Tanaman Bahan Makanan 2.438.100 1,6 305.700 1,2 187.700 1,6
Tanaman Perkebunan 456.600 0,3 104.200 0,4 63.900 0,5
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 1.063.000 0,7 101.800 0,4 62.500 0,5
Kehutanan 100.063.900 66,7 17.171.800 65,9 10.541.000 89,3
Perikanan 1.739.700 1,2 303.900 1,2 186.600 1,6
Pertambangan dan
Penggalian 173.000 0,1 44.600 0,2 1.900 0,0
Industri Pengolahan 10.191.100 6,8 1.121.400 4,3 109.400 0,9
Listrik, Gas, dan Air
Minum 3.049.200 2,0 453.700 1,7 3.800 0,0
Bangunan 1.648.700 1,1 403.000 1,5 63.800 0,5
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 14.758.800 9,8 3.233.800 12,4 312.200 2,6
Pengangkutan dan
Komunikasi 5.395.800 3,6 1.248.000 4,8 116.000 1,0
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 5.703.600 3,8 614.100 2,4 24.700 0,2
Jasa-jasa 3.409.100 2,3 946.200 3,6 125.800 1,1
Total 150.090.500 100,0 26.052.100 100,0 11.799.200 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor
kehutanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian
sebesar 11,80 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 10,54
juta orang atau 89,30 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak
tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,26 juta orang atau 10,70 persen. Hal
ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor
85
kehutanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor
perekonomian yang lain sebesar 1,26 juta orang.
5.4.5. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa investasi pada sub sektor perikanan sebesar
Rp. 100 trilyun dapat menghasilkan output total di seluruh sektor perekonomian
Provinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp. 198,68 trilyun. Berdasarkan total
tersebut, terdapat Rp. 107,52 trilyun atau sebesar 54,10 persen merupakan dampak
langsung dan Rp. 91,16 trilyun atau sebesar 45,90 persen merupakan dampak
tidak langsung. Dampak langsung menunjukkan bahwa dengan investasi di sub
sektor perikanan sebesar Rp. 100 trilyun akan menghasilkan output di sub sektor
tersebut sebesar Rp. 107,52 trilyun. Dampak tidak langsung memperlihatkan
bahwa dengan penanaman investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor
perikanan akan meningkatkan output di sektor-sektor perekonomian lainnya
sebesar Rp. 91,16 trilyun.
Dilihat dari sisi pendapatan dapat diketahui bahwa jika ada tambahan
investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor perikanan, maka akan mampu
meningkatkan pendapatan di semua sektor-sektor perekonomian sebesar Rp.
34,96 trilyun. Dampak langsung yang ditimbulkan sebesar Rp. 18,79 trilyun atau
53,70 persen, yang artinya apabila ada tambahan investasi di sub sektor perikanan
sebesar Rp. 100 trilyun maka pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor
tersebut sebesar Rp. 18,79 trilyun. Dampak tidak langsung sebesar Rp. 16,17
trilyun atau sebesar 46,30 persen, nilai tersebut merupakan pendapatan yang
diterima oleh tenaga kerja di sektor perekonomian yang lain.
86
Tabel 5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun
terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah),
dan Tenaga Kerja (orang)
Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen
Tanaman Bahan Makanan 4.069.700 2,0 510.300 1,5 313.300 2,3
Tanaman Perkebunan 750.100 0,4 171.100 0,5 105.100 0,8
Peternakan dan Hasil-
hasilnya 1.742.100 0,9 166.800 0,5 102.400 0,8
Kehutanan 82.100 0,0 14.100 0,0 8.600 0,1
Perikanan 107.524.700 54,1 18.786.300 53,7 11.532.000 85,6
Pertambangan dan
Penggalian 307.700 0,2 79.300 0,2 3.400 0,0
Industri Pengolahan 19.707.500 9,9 2.168.500 6,2 211.500 1,6
Listrik, Gas, dan Air
Minum 5.090.300 2,6 757.400 2,2 6.300 0,0
Bangunan 2.149.000 1,1 525.300 1,5 83.100 0,6
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 33.505.000 16,9 7.341.200 21,0 708.800 5,3
Pengangkutan dan
Komunikasi 9.342.800 4,7 2.160.900 6,2 200.800 1,5
Lembaga Keuangan, Usaha
Bangunan, dan Jasa
Perusahaan 10.125.000 5,1 1.090.200 3,1 43.800 0,3
Jasa-jasa 4.287.500 2,2 1.190.000 3,4 158.200 1,2
Total 198.683.700 100,0 34.961.300 100,0 13.477.400 100,0
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, klasifikasi 13 sektor (diolah) dalam BPS Provinsi
Jawa Timur, 2006
Adanya tambahan investasi sebesar Rp. 100 trilyun pada sub sektor
perikanan akan mampu menyerap tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian
sebesar 13,48 juta orang. Dampak langsung yang ditimbulkan yaitu sebesar 11,53
juta orang atau 85,60 persen, nilai ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap oleh sub sektor tersebut untuk menambah outputnya. Dampak
tidak langsung menunjukkan nilai sebesar 1,95 juta orang atau 14,40 persen. Hal
ini menunjukkan jika terdapat tambahan investasi Rp. 100 trilyun di sub sektor
perikanan, maka jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor
perekonomian yang lain sebesar 1,95 juta orang.
87
Berdasarkan Tabel 5.13 dapat diketahui secara umum bahwa dengan
penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa
Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp.
161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga kerja
sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Adanya penambahan
investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan
outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan sebesar Rp. 198,68 trilyun. Sub
sektor tanaman perkebunan dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja
tertinggi masing-masing sebesar Rp. 35,19 trilyun dan 15,94 juta orang di seluruh
sektor perekonomian.
Tabel 5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa
Timur
Shock Investasi Sub Sektor
Dampak terhadap
Output Total
(juta rupiah)
Dampak terhadap
Pendapatan Total
(juta rupiah)
Dampak terhadap
Tenaga Kerja Total
(orang)
Tanaman Bahan Makanan 142.012.800 19.572.300 8.921.400
Tanaman Perkebunan 171.928.800 35.185.300 15.940.800
Peternakan dan Hasil-hasilnya 145.540.000 17.367.100 7.088.600
Kehutanan 150.090.500 26.052.100 11.799.200
Perikanan 198.683.700 34.961.300 13.477.400
Rata-rata 161.651.160 26.627.620 11.445.480
Sumber: Tabel IO Jawa Timur, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
Berdasarkan hasil Tabel 5.13, jika pemerintah ingin meningkatkan output
seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya
dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara sub
sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan
pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka
dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub sektor tanaman
perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor pertanian yang lain.
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil analisis pertumbuhan investasi sektor
pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun 2006, dapat
disimpulkan:
1. Hasil analisis keterkaitan menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif rendah dibandingkan dengan
sektor lainnya yakni berada pada urutan ke tujuh dan ke delapan dari sembilan
sektor. Hal ini berarti output sektor pertanian lebih banyak digunakan untuk
konsumsi langsung dan lebih kecil dalam menggunakan input dari sektor
perekonomian yang lain.
2. Berdasarkan analisis dampak penyebaran memperlihatkan bahwa kemampuan
sektor pertanian baik dalam mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor
lain yang memakai input dari sektor ini maupun kemampuan untuk
meningkatkan pertumbuhan industri hulunya masih kecil. Hal tersebut
dikarenakan nilai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebarannya kurang
dari satu, yaitu masing-masing 0,844 dan 0,784.
3. Analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki nilai
multiplier output dan multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II paling rendah
dibandingkan sektor perekonomian yang lain. Untuk nilai multiplier
pendapatan tipe I dan tipe II berada pada urutan ke delapan dari sembilan
sektor.
89
4. Dalam analisis investasi secara umum menunjukkan bahwa dengan
penambahan investasi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa
Timur sebesar Rp 100 trilyun mampu menciptakan output total sebesar Rp.
161,65 trilyun, pendapatan sebesar Rp. 26,63 trilyun, dan penyerapan tenaga
kerja sebesar 11,45 juta orang di seluruh sektor perekonomian. Dampak paling
besar pada sub sektor perikanan terhadap pembentukan output. Sub sektor
tanaman perkebunan memiliki pendapatan dan penyerapan tenaga kerja
tertinggi dari penambahan investasi ini.
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan sehingga nantinya
akan mampu mengundang para investor untuk berinvestasi, maka pemerintah
hendaknya berusaha mendorong produksi output dan penyediaan inputnya
dengan cara menciptakan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian tersebut. Hal
ini dilakukan agar sektor pertanian mampu mendorong pertumbuhan produksi
sektor-sektor lain dan juga mampu untuk meningkatkan pertumbuhan industri
hulunya.
2 Berdasarkan hasil analisis investasi, jika pemerintah ingin meningkatkan output
seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya
dialokasikan pada sub sektor perikanan, karena nilainya paling besar diantara
sub sektor pertanian yang lainnya. Apabila tujuan pemerintah ingin
meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor
perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub
90
sektor tanaman perkebunan, karena nilainya paling besar diantara sub sektor
pertanian yang lain.
3. Para investor tidak perlu khawatir untuk menanamkan investasinya di sektor
pertanian, hal ini dikarenakan tingkat multiplier pendapatannya yang cukup
tinggi terutama di sub sektor perikanan, hal ini menunjukkan bahwa sub sektor
ini nantinya dapat memberikan return yang tinggi juga.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat
Statistik: Jakarta.
__________. 2008. Statistik Indonesia 2008. Badan Pusat Statistik: Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2006. Tabel Input-Output Provinsi
Jawa Timur Tahun 2006. Badan Pusat Statistik: Provinsi Jawa Timur.
__________. 2008. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2008. Badan Pusat
Statistik: Provinsi Jawa Timur.
Balai Penelitian Tanah. 2006. Konsep Multifungsi untuk Revitalisasi Pertanian.
http://pustaka-deptan.go.id [6 Maret 2009].
Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur. 2007. APBD Sektor
Pertanian Provinsi Jawa Timur. http://bappeprop-jatim.go.id [6 Maret
2009].
Febrina, W. D. 2005. Peranan Sektor Agribisnis terhadap Perekonomian
Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi [skripsi]. Departemen
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian
Bogor.
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Paul Sitohang [penerjemah].
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Handari, D. A. M. 2006. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian di Indonesia (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Indonesia Tanah Airku. 2007. Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur.
http://indonesia.go.id [12 Agustus 2009].
Jaringan Kebijakan Publik Indonesia. 2005. Membangun Pertanian Membangun
Kemakmuran Bersama. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Kartinah, N. Y. 2004. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap
Perekonomian Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Analisis Input
Output) [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
92
Lukito, O. 2008. Jawa Timur Abaikan Potensi Maritim. http://bappeprop-
jatim.go.id [12 Agustus 2009].
Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi edisi ke-4. Imam Nurmawan
[penerjemah]. Erlangga: Jakarta.
Mardjuki, A. 1990. Pertanian dan Masalahnya. Andi Offset: Yogyakarta.
Maryadi, M. 2007. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-
Output [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Muljana, B. S. 1995. Perencanaan Pembangunan Nasional. Universitas Indonesia
Press: Jakarta.
Nasoetion, A. H. 2005. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. PT. Pustaka Litera
AntarNusa: Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 2006. Pertanian dan Lingkungan. http://soil-
faperta.ugm.ac.id [19 Maret 2009].
Priyarsono, D. S., Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Universitas
Terbuka: Jakarta.
Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian. 2008. Bantuan Langsung
Masyarakat untuk Keringan Investasi Pertanian. http://deptan.go.id [16
Maret 2009].
Putri, S. A. C. 2008. Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi
Bangka Belitung (Analisis Input Output) [skripsi]. Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Ramanto, D. A. 2008. Analisis Dampak Sektor Padi, Melinjo, dan Pertanian
Lainnya Terhadap Perekonomian Kabupaten Pandeglang: Analisis Input
Output [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Santoso, J. 2005. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah
Kabupaten Boyolali [skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Pedesaan dan
Pertanian (Penjelasan tentang konsep, istilah, teori, indikator, serta
variabel). Bina Rahma: Jakarta.
93
Tambunan, T. H. T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Ghalia
Indonesia: Jakarta.
Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga: Jakarta.
Yusri, M. 2007. Dampak Perubahan Permintaan Akhir pada Sektor
Perekonomian Provinsi Sumatera Barat: Analisis Input-Output [skripsi].
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya, Fakultas Pertanian:
Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input Output Jawa Timur 2006
Sembilan
Sektor Sektor
Agregasi
13 Sektor Sektor
Kode IO
19 Sektor Sektor
1 Pertanian
1 Tanaman bahan
makanan
1 Padi
2 Tanaman bahan
makanan
2 Tanaman
perkebunan 3
Tanaman
pertanian
lainnya
3 Peternakan dan
hasil-hasilnya 4
Peternakan dan
hasil-hasilnya
4 Kehutanan 5 Kehutanan
5 Perikanan 6 Perikanan
2 Pertambangan
dan Penggalian 6
Pertambangan
dan Penggalian 7
Pertambangan
dan Penggalian
3 Industri
Pengolahan 7
Industri
Pengolahan
8
Industri
makanan,
minuman, dan
tembakau
9 Industri lainnya
10
Industri barang
hasil
pengilangan
minyak bumi
4 Listrik, gas, dan
air minum 8
Listrik, gas, dan
air minum 11
Listrik, gas, dan
air minum
5 Bangunan /
konstruksi 9
Bangunan /
konstruksi 12
Bangunan /
konstruksi
6
Perdagangan,
Restoran, dan
Hotel
10
Perdagangan,
Restoran, dan
Hotel
13 Perdagangan
14 Restoran dan
Hotel
7 Pengangkutan
dan Komunikasi 11
Pengangkutan
dan Komunikasi 15
Pengangkutan
dan Komunikasi
8
Lembaga
keuangan, usaha
bangunan, dan
jasa perusahaan
12
Lembaga
keuangan, usaha
bangunan, dan
jasa perusahaan
16
Lembaga
keuangan, usaha
bangunan, dan
jasa perusahaan
9 Jasa-jasa 13 Jasa-jasa
17
Pemerintahan
umum dan
pertahanan
18 Jasa-jasa
19
Kegiatan yang
tak jelas
batasannya
180
Jumlah
permintaan
antara
180
Jumlah
permintaan
antara
180
Jumlah
permintaan
antara
190 Jumlah input
antara 190
Jumlah input
antara 190
Jumlah input
antara
Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur 2006
Lampiran 2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 180
1 915478 0 0 124551 0 0 0 9494931 116222 0 0 0 768 0 0 0 1277 3152 0 10656379
2 5 598567 304 149459 0 49494 0 817268 8970 0 0 0 6407 1564241 849 1 268857 171479 0 3635901
3 106 1370 226068 67977 0 0 0 4165323 224535 0 0 0 1340 236044 283 12 4326 15615 0 4942999
4 100019 117223 21215 23003 0 391 0 5638237 1295 0 0 0 0 2055691 1116 25 23409 37677 0 8019301
5 76 157 95 135 412 3937 291 389 538899 0 1 12521 224 2390 0 194 92 7093 0 566906
6 0 0 8 0 0 680043 0 383423 9228 0 0 0 0 810005 971 4799 18929 25618 0 1933024
7 0 0 0 271 0 0 27717 411620 2385066 33999 40741 582745 1903 289 0 0 6740 2555 0 3493646
8 0 30 1847 629063 0 380389 0 2699622 258793 0 0 0 14157 6684213 69119 20871 182017 299940 0 11240061
9 655018 526765 554500 25182 7036 286252 156763 4407953 19674097 708 125542 4410122 2330740 482778 918950 1547386 1923579 1139486 0 39172857
10 25 138 1651 508 481 33996 6227 20595 96547 5 131042 10658 31894 2450 124748 8089 9619 1288 0 479961
11 0 41 2446 43087 387 64719 4766 325706 3679856 226 4266324 4682 1889588 224439 284748 753714 325034 514038 0 12383801
12 106767 68093 251826 15690 12684 153158 417386 16929 233999 216 290274 11121 1683720 22640 365328 1324749 1267377 171970 0 6413927
13 303036 447516 263929 777130 27526 1929051 268445 7293994 11620577 534 3173088 2258935 1581556 5764678 2272859 1352952 1235511 1692846 0 42264163
14 0 20164 3414 1594 790 102611 121926 775206 825598 216 23823 89362 1517103 88674 549372 792.85 1185776 167147 0 6265161
15 53717 99030 82085 136406 11669 327324 88899 2621746 4642197 334 499759 393778 4474673 881762 3574033 3034192 1280903 817388 0 23019895
16 156110 78047 383651 106645 12621 292804 203289 2963711 3973382 2863 1007534 517993 9237023 768385 2430.908 10508239 1122863 2006322 0 35772390
17 0 283 5418 2529 0 18749 1772 29043 245238 11 11426 4400 0 37434 70088 906226 177528 65829 0 1575974
18 115679 26847 48264 48250 9054 8553 213697 1593775 1152691 750 49270 55272 1358822 98634 3313741 2392728 1347906 830147 0 12664080
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
190 2406036 1984271 1846721 2151480 82660 4331471 1511178 43659471 49687190 39862 9618824 8351589 24129918 19724747 13977113 22646562 10381743 7969590 0 224500606
Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
Lampiran 3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 180
1 1514050 304 274010 0 49494 0 10437391 0 0 1571416 849 1 444765 14292280
2 1476 226068 67977 0 0 0 4389858 0 0 237384 283 12 19941 4942999
3 217242 21215 23003 0 391 0 5639532 0 0 2055691 1116 25 61086 8019301
4 233 95 135 412 3937 291 539288 1 12521 2614 0 194 7185 566906
5 0 8 0 0 680043 0 392651 0 0 810005 971 4799 44547 1933024
6 0 0 271 0 0 27717 2830685 40741 582745 2192 0 0 9295 3493646
7 1181976 557998 654753 7517 700637 162990 27158320 256584 4420780 9546232 1112817 1576346 3555929 50892879
8 41 2446 43087 387 64719 4766 4005788 4266324 4682 2114027 284748 753714 839072 12383801
9 174860 251826 15690 12684 153158 417386 251144 290274 11121 1706360 365328 1324749 1439347 6413927
10 770716 267343 778724 28316 2031662 390371 20516125 3196911 2348297 8952011 2822231 2145337 4281280 48529324
11 152747 82085 136406 11669 327324 88899 7264277 499759 393778 5356435 3574033 3034192 2098291 23019895
12 234157 383651 106645 12621 292804 203289 6939956 1007534 517993 10005408 2430908 10508239 3129185 35772390
13 142809 53682 50779 9054 27302 215469 3021508 60696 59672 1494890 3383829 3298954 2421410 14240054
190 4390307 1846721 2151480 82660 4331471 1511178 93386523 9618824 8351589 43854665 13977113 22646562 18351333 224500606
Sumber: Tabel IO Jatim, 2006 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2006
Lampiran 4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input Output Propinsi Jawa Timur 2006
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 180
1 3080093 291 22239413 1 12521 4677110 3219 5031 577524 30595203
2 271 27717 2830685 40741 582745 2192 0 0 9295 3493646
3 3102881 162990 27158320 256584 4420780 9546232 1112817 1576346 3555929 50892879
4 110680 4766 4005788 4266324 4682 2114027 284748 753714 839072 12383801
5 608218 417386 251144 290274 11121 1706360 365328 1324749 1439347 6413927
6 3876761 390371 20516125 3196911 2348297 8952011 2822231 2145337 4281280 48529324
7 710231 88899 7264277 499759 393778 5356435 3574033 3034192 2098291 23019895
8 1029878 203289 6939956 1007534 517993 10005408 2430908 10508239 3129185 35772390
9 283626 215469 3021508 60696 59672 1494890 3383829 3298954 2421410 14240054
190 12802639 1511178 94227216 9618824 8351589 43854665 13977113 22646562 18351333 225341299
Sumber: Tabel IO Jatim (2006) dalam BPS Provinsi Jawa Timur (2006)