analisis peran pemerintah kota makassar dalam … · suatu analisis yang berusaha mencari hubungan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
PADA PROGRAM UEP DAN KUBE
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Untuk mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh
ANDI FITRAH PERDANA PUTRA
E121 12 262
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilalamin puji syukur atas nikmat yang telah diberikan
oleh Allah SWT. Dzat pemilik alam semesta serta segala kehidupan dan
kematian didalamnya. Pantaslah kita untuk senantiasa memuja dan memuji
kebesaran serta keagungan-Nya. Semoga kita selalu berada dalam
lindungan Ilahi ditiap aktivitas keseharian kita.
Allahumma Shalli Alasayyidina Muhammad Waala Alihi Wasahbihi
Wasallim, shalawat dan salam teriring kehadirat Rasulullah SAW. Pemimpin
terbaik yang menginsipirasi peradaban manusia, sosok revolusioner sejati
yang telah mengantarkan kita dari zaman jahiliyah ke kehidupan yang
bernafaskan Islami dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Semoga beliau,
para sahabat dan pengikutnya senantiasa mendapat tempat istimewa disisi
Allah SWT. Amin.
Rasa syukur yang mendalam penulis sampaikan atas selesainya
penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Peran Pemerintah Kota
Makassar dalam Pengentasan Kemiskinan pada Program
UEP dan KUBE” sebagai salah satu syarat penyelesaian studi guna
memperoleh gelar sarjana (S1) pada jurusan Ilmu Politik Pemerintahan,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Penulis
v
berharap skripsi ini senantiasa memenuhi hakikatnya, yaitu memberikan
sumbangsih pemikiran khususnya dalam pengembangan Ilmu Pemerintahan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidaklah mudah dan
tidak dalam waktu yang singkat. Selama penyusunan skripsi ini, penulis
menemukan berbagai hambatan dan tantangan, namun hambatan dan
tantangan tersebut dapat teratasi berkat semangat, upaya dan usaha yang
keras yang dilakukan penulis serta tentunya bantuan tenaga, pikiran dan doa
dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang tak
terhingga kepada orang tua, Ayahanda Andi Muhammad Anshar S.Pd.MM
dan Ibunda Andi Herawati SE. Terimakasih telah berkorban sedemikian
banyak untuk penulis, yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik
penulis hingga sampai seperti saat ini. Juga karena telah memberikan segala
dukungan yang luar biasa kepada penulis. Baik berupa kasih sayang,
dukungan moral dan materi, semangat serta doa yang tiada hentinya selalu
diberikan dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu
melindungi, memberikan kesehatan, melimpahkan rezeki serta kebahagiaan
yang tak henti kepada beliau. Rabbighfirli waliwalidayya warhamhumakama
rabbayana saghira, Amin.
vi
Kemudian pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis
menyampaikan penghargaan setinggi- tingginya serta rasa terimakasih
kepada :
1. Ibu Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk belajar banyak hal hingga mampu
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) di kampus terbesar di
Indonesia Timur.
2. Bapak Prof. Dr. Alimuddin Unde, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh
stafnya.
3. Bapak Dr. H. Andi Syamsu Alam, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu
Politik Pemerintahan FISIP UNHAS beserta seluruh stafnya.
4. Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku ketua prodi ilmu pemerintahan
fakultas ilmu sosial dan Ilmu politik beserta seluruh stafnya.
5. Kepada Prof. Dr. H. Juanda Nawawi, M.Si selaku pembimbing I
dan kepada Rahmatullah, S.IP, M.Si selaku pembimbing II, yang
tiada jenuh- jenuhnya memberikan bimbingan, memotivasi,
membantu, dan mendorong penulis hingga mampu
menyelesaikan skripsi ini.
vii
6. Pemerintah Kota Makassar terhusus untuk Dinas Sosial Kota
Makassar, Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Kepala Bidang
pengendalian bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial, Kepala
Seksi Pemberdayaan Keluarga Fakir Miskin serta seluruh elemen
yang telah banyak memberikan informasi dan data kepada
penulis sehingga memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Adinda penulis, Andi Anugrah Dwi Chandra Putra, Andi Nur Aulia
Anshar, Andi Hardianti Ayu Pratiwi, dan Andi Nur Fath Annisa.
Terimakasih telah ikhlas berbagi kasih sayang dengan penulis,
senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan serta
semangat yang tiada hentinya kepada penulis selama ini. Terima
kasih telah menjadi saudara sekaligus kawan terbaik bagi penulis.
Mari kita berusaha lebih baik lagi agar mampu membanggakan
dan membahagiakan kedua orang tua kita kelak.
8. Kawan Seperjuangan Abugar Group, Exact 2. Terima kasih telah
memberi dukungan, motivasi, serta doanya semenjak penulis
belum melangkahkan kaki di kampus merah ini hingga sekarang.
Semoga kita segera menemukan pintu kesuksesan dan
berkumpul kembali dengan sejuta cerita dari pengalaman masing-
masing. “I hope our ideals can be realized”.
9. Keluarga kecil mahasiswa Ilmu Pemerintahan angkatan 2012
saudara- saudara seperjuangan Fraternity: Latippa, Opik, Indra,
viii
Erwin, Randi, Alif, Hadi, Ammang, Ipul, Wahyu, Patung, Chaidir,
Ardi, Nurhaq, ferdinand, Afdal, Aji, Marwan, JS, Urlick, Mety, Eva,
Sari, Rewo, Defi, Uci, Willy, Tari, Syita, Lifia, Yuyun, Irma, Eka,
Pera, Nida, Aan, Cali, Ruri, Tirto, Dio, Eky, Dedi, Ilham dan
Muchlis. Terima kasih atas segala kenangan, pengalaman dan
pengetahuan yang kalian bagikan selama ini. Segala suka, duka,
canda, tawa, dan berbagai hal yang telah kita lalui telah menjadi
sebuah kisah yang terukir jelas dalam sejarah hidup penulis.
Otonomi 2012: Lahir dalam Keberagaman, Satu Dalam
Perjuangan! Salam Merdeka Militan. Semoga kesuksesan dan
kebahagiaan menghampiri KITA kelak. Amin.
10. Generasi kebanggaan Universitas Hasanuddin, para Pejuang
Merdeka Militan, keluarga besar Himapem FISIP Unhas.
memupuk kisah mulai dari kisah hitam putih menjadi yang penuh
warna di Bumi Orange Himapem, ruang penuh makna terima
kasih atas setiap pengalaman dan kenangan serta pembelajaran
yang saya dapatkan dari setiap proses yang telah saya jalani
selama mengenal Himapem. Kepada kanda- kanda Respublika
2006, Renessaince 2007, Glasnost 2008, Aufklarung 2009,
Volksgeist 2010, dan Enlightment 2011 serta saudara seangkatan
Fraternity 2012. terimakasih atas berbagai pembelajaran dan
kepercayaan yang diberikan kepada penulis. Selanjutnya kepada
ix
kalian Adinda Lebensraum 2013, Fidelitas 2014 dan Federasi
2015. Penulis mengucapkan terimakasih atas kebersamaan dan
keberanian kalian melanjutkan perjuangan ini, dan maafkan
penulis karena tak bisa bersama lebih lama lagi di Rumah Jingga,
Bumi Orange Himapem. Salam merdeka militan, Jayalah
Himapem ku Jayalah Himapem kita !
11. Keluarga besar UKM Catur Unhas. Terima kasih atas ilmu,
pengalaman, kebersamaan beserta rasa kekeluargaan yang
pernah saya rasakan bersama kalian.
12. KKN Regular Unhas Gel.90 Desa Mattirowalie Kec. Kindang Kab.
Bulukumba. chris (Sekretaris Posko Mattirowalie), Eka
(Bendahara Posko Mattirowalie), Vina, Ika, dan Dina Serta teman-
teman posko lain di kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
Terima kasih sudah membantu dalam menyukseskan semua
program kerja yang telah di usung bersama dan menjadi saudara
baru selama menjalani KKN kurang lebih 2 bulan. Tak lupa juga
buat Bapak Nasruddin sekeluarga selaku tuan rumah yang telah
menerima kami dan menjadi keluarga selama KKN di Desa
Mattirowalie. Kepala Desa Mattirowalie, Bapak Abri, S.Pd dan
istrinya beserta jajaran dan staf kantor desa Mattirowalie terima
kasih atas dukungan serta kerjasamanya selama kami
melaksanakan kegiatan KKN.
x
13. Kepada seluruh informan terima kasih atas kesediaan dan
waktunya memberikan informasi kepada penulis untuk
kepentingan penelitian skripsi ini.
14. Serta kepada seluruh pihak yang tak kuasa penulis sebutkan satu
persatu, yang telah banyak membantu penulis sejak, selama, dan
hingga penulis menyelesaikan studi Strata Satu di Universitas
Hasanuddin.
Selain itu, penulis mengucapkan permohonan maaf sedalam-dalamnya atas
segala khilaf yang penulis lakukan saat berucap dan bertindak semenjak
pertama kali penulis menginjakkan kaki di Universitas Hasanuddin hingga
saat ini. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan dukungan,
penulis doakan semoga Allah Swt membalasnya dengan pahala yang
setimpal serta senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita semua. Amin
ya Rabbal Alamin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 11 Mei 2016
Penulis
Andi Fitrah Perdana Putra
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
INTISARI ................................................................................................ xviii
ABSTRACT ............................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.4 Manfaat penelitian ........................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10
2.1 Tinjauan Tentang Peran .................................................................. 10
2.2 Tinjauan Tentang Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kota......... 14
2.3 Tinjauan tentang Kemiskinan .......................................................... 28
2.3.1 Indikator Kemiskinan ............................................................ 29
xii
2.3.2 Ukuran Kemiskinan .............................................................. 31
2.3.3 Faktor Penyebab Kemiskinan ............................................... 33
2.4 Tinjauan tentang faktor- faktor yang Mempengaruhi Implementasi
kebijakan/ Program ......................................................................... 35
2.4.1 Komunikasi ........................................................................... 38
2.4.2 Sumber daya ......................................................................... 41
2.4.3 Disposisi ................................................................................ 42
2.4.4 Struktur birokrasi ................................................................... 44
2.5 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 47
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 49
3.1 Lokasi Penelitian .............................................................................. 49
3.2 Dasar Penelitian, Informan dan Tipe Penelitian .............................. 50
3.3 Sumber Pengumpulan Data ............................................................ 51
3.3.1 Data Primer ........................................................................... 51
3.3.2 Data Sekunder ...................................................................... 52
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 52
3.4.1 Penelitian Lapangan (field research) .................................... 52
3.4.2 Studi Kepustakaan (library research) ................................... 53
3.5 Definisi Operasional......................................................................... 54
3.6 Analisis Data..................................................................................... 55
3.6.1 Reduksi data ........................................................................... 56
3.6.2 Sajian Data ........................................................................... 57
xiii
3.6.3 Penarikan Kesimpulan .......................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 58
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 58
4.1.1 Keadaan Wilayah Kota Makassar ........................................... 58
4.1.1.1 Kecamatan Mariso ...................................................... 61
4.1.1.2 Kecamatan Makassar ................................................. 62
4.1.1.3 Kecamatan Tallo ......................................................... 63
4.1.2 Dinas sosial kota Makassar ..................................................... 64
4.1.2.1 Visi dan misi dinas sosial kota Makassar .................... 65
4.1.2.2 Struktur organisasi dinas sosial kota Makassar .......... 67
4.1.2.3 Tugas pokok dan fungsi dinas sosial kota Makassar... 71
4.2 Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota Makassar... 75
4.2.1 Program bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) .................. 78
4.2.2 Program bantuan kelompok usaha besama (KUBE) ............... 101
4.3 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan di Kota Makassar ........................................................... 135
4.3.1 Faktor Penghambat ................................................................ 137
4.3.1.1 Komunikasi ................................................................. 137
4.3.1.2 Sumber daya .............................................................. 141
4.3.2 Faktor Pendukung ................................................................... 145
4.3.2.1 Disposisi ...................................................................... 145
4.3.2.2 Struktur birokrasi ......................................................... 147
xiv
BAB V PENUTUP .................................................................................... 150
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 150
5.2 Saran ............................................................................................. ... 152
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 154
LAMPIRAN ............................................................................................ 156
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Jumlah Penduduk Miskin menurut kabupaten/ kota di Sulawesi
Selatan Tahun 2008-2013 .............................................................. 3
4.1 Persentase keluarga Fakir Miskin berdasarkan kecamatan di Kota
Makassar Tahun 2015 .................................................................... 60
4.2 Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di
kecamatan Mariso ......................................................................... 81
4.3 Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di
kecamatan Makassar...................................................................... 83
4.4 Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di
kecamatan Tallo ............................................................................. 84
4.5 Daftar penerima bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di
kota Makassar ................................................................................ 105
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Peran Pemerintah dan masyarakat dalam mengentaskan
Kemiskinan .................................................................................... 13
2.2 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse ,................................... 34
2.3 Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................ 48
4.1 Peta Kota Makassar ........................................................................ 59
4.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar ............................ 70
4.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program
Pengentasan Kemiskinan di Kota Makassar ................................... 136
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Bukti Penelitian ...................................................... 156
Lampiran 2. Foto penelitian .................................................................. 158
Lampiran 3. Peraturan walikota nomor 34 tahun 2009.......................... 164
xviii
INTISARI
ANDI FITRAH PERDANA PUTRA, Nomor Induk Mahasiswa E 121 12 262, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Hasanuddin, menyusun skripsi dengan judul “ANALISIS PERAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN PADA PROGRAM UEP DAN KUBE”, dibawah bimbingan Prof. Dr. H. Juanda Nawawi, M.Si dan
Rahmatullah, S.IP, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintah kota Makassar dalam pengentasan kemiskinan yang berupa program serta mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu analisis yang berusaha mencari hubungan dan makna dari data yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, tafsiran-tafsiran setelah menggali informasi dari para informan yang selanjutkan dideskripsikan dan diinterpretasi serta disimpulkan sebagai jawaban dari masalah pokok yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelusuran data secara online.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peran pemerintah kota Makassar dalam pengentasan kemiskinan pada dasarnya telah dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi sampel dalam penelitian yaitu Dinas Sosial Kota Makassar. Adapun program pengentasan kemiskinan yang dimaksud adalah program pemberdayaan fakir miskin yakni program bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) dan program bantuan kelompok usaha bersama (KUBE). Kemudian yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaan program tersebut yaitu adanya beberapa target pada indikator sasaran yang tidak dicapai sepenuhnya. Namun secara keseluruhan kedua program ini telah terlaksana dengan cukup baik. Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program tersebut terbagi atas dua yakni : faktor penghambat dan faktor pendukung. Pertama, faktor penghambat pelaksanaan program tersebut adalah faktor komunikasi dan faktor sumber daya. Kedua, faktor pendukung pelaksanaan program tersebut adalah faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi.
Kata Kunci : Analisis, Peran Pemerintah, Pengentasan Kemiskinan
xix
ABSTRACT
ANDI FITRAH PERDANA PUTRA, Student Identification Number E 121 12 262, Study program of Governance Science, Department of Political and Governance Science, Faculty of Social and Political Science, Hasanuddin University, writing her thesis with the title “ANALYSIS ROLE OF MAKASSAR CITY GOVERNMENT IN POVERTY ALLEVIATION, ON THE PROGRAMS UEP AND KUBE”, under the guidance of Prof. Dr. H. Juanda Nawawi, M.Si and Bapak Rahmatullah, S.IP, M.Si.
This research aims to determine and analysis the role of Makassar city government in poverty alleviation, in the form of programs determine and analysis the factors that affect implementation of the program.
The method used is a qualitative research method, which is an analysis that seeks relationships and the meaning of the data expressed in the form of statements, interpretations after digging for information from informants, which then described, interpreted and inferred in answer to main problem researched. Data is collected using interview, observation, documentation, and search data online.
Based on the research that has been done, the government's role in poverty alleviation in the city of Makassar has been basically implemented by the regional work units into the sample in the research, namely the Social Department of Makassar. The poverty alleviation program in question is poor empowerment program which productive economic business assistance program (UEP) and program of assistance business groups (KUBE). Then that becomes the short comings in the implementation of the program, namely the existence of several targets at the target indicators were not fully achieved. But overall these two programs have been implemented quite well. The factors that affect the implementation of the program is divided into two namely: the inhibiting factors and supporting factors. First, factors inhibiting the implementation of the program is the factor of communication and resource factors. Second, the factors supporting the implementation of the program is the disposition of factors and factor structure of the bureaucracy.
Keywords: analysis, Role of Government, Poverty Alleviation
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pemerintah Merupakan salah satu syarat penting dalam teori
pembentukan negara. Pemerintah dalam suatu wilayah berperan sebagai
organisasi yang memiliki kekuasaan membuat dan menerapkan hukum serta
undang-undang di wilayah tertentu yang menjadi kekuasaannya. Pemerintah
mempunyai kekuasaan dan berperan sebagai lembaga yang mengurus
masalah kenegaraan dan memajukan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu
pemerintah juga memiliki bertanggung jawab besar atas kemajuan
kesejahteraan rakyat termasuk dalam pengentasan kemiskinan.
Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Negara
berkewajiban mensejahterakan seluruh warga negaranya dari kondisi
kefakiran dan kemiskinan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewajiban
negara dalam hal ini pemerintah baik itu di pusat maupun di daerah dalam
membebaskannya dari kondisi tersebut dilakukan melalui upaya
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kebutuhan dasar.
Upaya tersebut harus dilakukan sebagai prioritas utama dalam pembangunan
2
nasional termasuk untuk menyejahterakan fakir miskin. Hal serupa juga
terdapat dalam undang- undang no. 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir
miskin bagian ke empat paragraf 1 sampai 7 telah dijelaskan bahwa
pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi diri, bantuan pangan dan sandang, penyediaan
pelayanan perumahan, penyediaan pelayanan kesehatan, penyediaan
pelayanan pendidikan, penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha,
dan pelayanan sosial bagi fakir miskin.
Jumlah penduduk miskin di Kota Makassar pada tahun 2013 kembali
mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2012. Secara absolut jumlah
penurunan penduduk miskin pada periode 2013 adalah sebesar 3,5 ribu jiwa,
yaitu dari 69,9 ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 66,4 ribu jiwa pada tahun
2013. Hal ini merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah untuk
terus menekan angka kemiskinan ke level terendah dan tentunya akan
semakin sulit. Walaupun penduduk miskin di Kota Makassar sudah menurun
namun jumlahnya masih cukup besar jika dibandingkan dengan daerah lain di
Sulawesi selatan. Berikut dapat dilihat pada tabel (1.1) :
3
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin menurut kabupaten/ kota Di Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013
Kabupaten/ Kota
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Selayar 22.1 19.8 18.3 16.7 16.2 18.2
Bulukumba 47.7 41.1 35.6 32.4 31.5 36.7
Bantaeng 18.8 17.2 18.1 16.5 16.0 18.9
Jeneponto 74.3 68.2 65.4 59.6 58.0 58.1
Takalar 32.2 28.3 30.1 27.4 26.7 29.3
Gowa 77.2 67.0 62.1 56.6 55.3 61.0
Sinjai 28.6 25.8 24.5 22.3 21.7 24.3
Maros 56.0 49.8 46.6 42.4 41.3 43.1
Pangkep 62.8 57.4 59.0 53.7 52.3 56.4
Barru 21.7 18.5 17.7 16.1 15.7 17.5
Bone 121.9 107.3 101.0 92.1 89.5 87.7
Soppeng 25.6 22.8 23.3 21.2 20.6 21.3
Wajo 38.3 33.8 34.5 31.4 30.5 31.9
Sidrap 19.1 16.9 19.0 17.3 16.9 17.9
Pinrang 33.3 30.3 31.7 28.9 28.1 32.1
Enrekang 38.4 34.2 32.0 29.2 28.2 29.7
Luwu 62.8 55.2 51.4 46.9 45.5 52.0
Tator 85.3 75.2 32.4 29.6 28.7 31.3
Lutra 57.5 52.5 46.8 42.6 41.4 46.2
Lutim 25.3 21.0 22.4 20.4 19.9 22.2
Toraja utara 0.0 0.0 41.1 37.4 36.0 36.8
Makassar 66.9 69.7 78.7 71.7 69.9 66.4
Pare 8.3 7.7 8.5 7.7 7.5 8.6
Palopo 18.2 17.3 16.7 15.3 14.9 15.5
SULSEL 1042.2 936.9 916.9 835.5 812.3 863.2
Sumber : BPS Sulawesi Selatan, Hasil Susenas 2008-2013
Melihat tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
Provinsi Sulawesi selatan kembali meningkat di tahun 2013 yakni dari 812,3
4
ribu jiwa pada tahun 2012 menjadi 863,2 rubu jiwa pada tahun 2013. Kota
Makassar merupakan kabupaten/ kota yang menempati peringkat kedua
jumlah terbanyak penduduk miskinnya setelah kabupaten Bone. Jumlah
penduduk miskin kota Makassar mencapai 7,70 persen dari total penduduk
miskin yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini menujukkan bahwa
masih tingginya jumlah kemiskinan di kota Makassar dan perlu upaya yang
lebih dalam pengentasan kemiskinan oleh masyarakat maupun pemerintah.
Sejalan dengan perkembangan kota Makassar, khususnya tujuan
Makassar yang menuju kota dunia, menjadi sebuah daya tarik yang kuat
yang dapat menjanjikan berbagai harapan dan berbagai macam tujuan.
Sehingga akibatnya muncul berbagai fenomena sosial diantaranya adalah
urbanisasi. Urbanisasi dapat memacu pertumbuhan populasi komunitas
masyarakat marginal yang semakin pesat, maka kota Makassar mau tidak
mau akan diperhadapkan pada permasalahan kesejahteraan sosial yang
semakin kompleks, di antaranya adalah permasalahan kemiskinan. Semakin
pesatnya pertumbuhan populasi masyarakat di Makassar merupakan salah
satu faktor yang harus di perhatikan pemerintah kota Makassar dalam
mencari solusi dalam upaya pengentasan kemiskinan hingga ke level
terendah, sehingga masalah kemiskinan bukan lagi menjadi hal yang
mustahil untuk di tuntaskan.
5
Kemiskinan secara konseptual di bedakan menurut kemiskinan relatif
dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak pada standar
penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan standar
kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subjektif oleh masyarakat
setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada dibawah standar
penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif . sedangkan
standar penilaian kemiskinan secara absolut merupakan standar kehidupan
minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
diperlukan, baik itu makanan maupun non makanan. (Indikator Kesejahteraan
Rakyat Kota Makassar, 2014)
Menurut World Bank (2004), salah satu penyebab kemiskinan adalah
karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan
tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di
samping itu kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan
pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak
memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan
mereka pada umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak
dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran,
pendidikan, kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit
berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Dengan kata lain,
6
pendekatannya harus dilakukan lintas sektor, lintas pelaku secara terpadu
dan terkoordinasi dan terintegrasi (Bappenas, 2011).
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat serius yang harus
dituntaskan seefektif dan seefisien mungkin. Dalam hal mencari solusi yang
efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan kemiskinan ini, terlebih
dahulu perlu dipahami sebab musabab dan menelusuri akar permasalahan
kemiskinan itu. Kemiskinan pada hakekatnya merupakan persoalan klasik
yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan pada umumnya di
defenisikan dari segi ekonomi, Khususnya pendapatan dalam bentuk uang
ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang di terima oleh
seseorang. Namun demikian, secara luas kemiskinan juga sering
didefenisikan sebagai situasi serba kekurangan : kekurangan pendidikan,
kondisi kesehatan yang buruk, dan kekurangan ekonomi (konsumsi/kapita).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah tentunya dalam hal
mengentaskan kemiskinan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menterpadukan
dan mempercepat langka-langkah nyata pengentasan kemiskinan di kota
Makassar. Dinas Sosial Kota Makassar merupakan salah satu instansi yang
mengambil andil yang cukup besar dalam pengentasan kemiskinan di kota
Makassar. Berdasarkan peraturan walikota Makassar Nomor 34 Tahun 2009
tentang uraian tugas jabatan struktural dinas sosial kota Makassar telah
7
dijelaskan bahwa dinas sosial juga memiliki tugas dalam penuntasan
masalah kemiskinan.
Salah satu faktor yang mengakibatkan masih tingginya jumlah
kemiskinan adalah karakter sebagian warga kota Makassar yang kurang baik
yakni pengakuannya sebagai orang miskin. Terutama ketika ada program
dari pemerintah, sehingga tak jarang orang miskin yang membutuhkan
bantuan itu tidak dapat bagian dalam program tersebut. Hal ini terjadi karena
masih belum optimalnya koordinasi antara unsur- unsur yang terlibat dalam
pengentasan kemiskinan, baik itu dari kalangan masyarakat maupun
pemerintah.
Memperhatikan uraian di atas terlihat bahwa kemiskinan merupakan
persoalan yang patut bagi pemerintah daerah kota Makassar untuk segera
memaksimalkan peran yang dimilikinya terutama dalam pembuatan
perencanaan strategis dalam pengentasan kemiskinan yang saat ini masih
meresahkan masyarakat. Bilamana telah terjadi penurunan angka
kemiskinan, maka patut pula untuk mengetahui upaya apa yang telah
dilakukan sebagai bahan evaluasi kebijakan ke depannya. Sehingga penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ANALISIS PERAN
PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
PADA PROGRAM UEP DAN KUBE”
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang menjadi fokus
perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota
Makassar ?
2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan program
pengentasan kemiskinan di Kota Makassar ?
1.3 Tujuan penelitian
Mengacu pada rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan
pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui dan menggambarkan faktor- faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di
Kota Makassar.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Dari segi teoritis, memberikan informasi mengenai peran pemerintah
kota Makassar dalam pengentasan kemiskinan. Selain itu juga
memberikan gambaran mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi
9
program pengentasan kemiskinan. Kemudian dengan adanya
penelitian ini pula diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya, khususnya dalam perkembangan ilmu
pemerintahan. Terutama kajian strategis tentang peran pemerintah
dalam penanganan kasus tertentu.
2. Dari segi metodologis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberi nilai
tambah yang selanjutnya dapat dikomparasikan dengan penelitian-
penelitian ilmiah lainnya, khususnya yang mengkaji masalah peran
strategis pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
3. Dari segi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi
bagi masyarakat tentang peran pemerintah kota Makassar dalam
pengentasan kemiskinan. Khususnya Pemerintah kota Makassar,
hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam
perumusan kebijakan selanjutnya dalam pengentasan kemiskinan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Peran
Setiap manusia dalam kehidupannya masing-masing memiliki peran dan
fungsi dalam menjalankan kehidupan. Dalam melaksanakan perannya, setiap
manusia memiliki cara atau sikap yang berbeda-beda. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan sosialnya. Individu tersebut
kemudian membentuk sub sistem sebagai fondasi dari sistem yang ada.
Individu dalam masyarakat tentunya memiliki peran yang berbeda-beda antar
satu sama lain tergantung dari tuntutan sistem yang memaksa individu
tersebut bertindak dan menunjukkan peran. Dalam kehidupan manusia dan
hubungannya dalam kelompok tertentu sering kali dibarengi dengan tindakan
interaksi yang berpola, baik resmi maupun yang tidak resmi. Sistem pola
resmi yang dianut warga suatu masyarakat untuk berinteraksi dalam sosiologi
dan antropologi disebut pranata.
Orang yang bertindak dalam pranata tersebut biasanya menganggap
dirinya menempati suatu kedudukan sosial tertentu, tindakan tersebut
dibentuk oleh norma-norma yang mengatur. Kedudukan (status) menjadi
bagian penting dalam setiap upaya untuk menganalisa masyarakat. Tingkah
11
laku seseorang yang memainkan suatu kedudukan tertentu itulah yang
disebut sebagai peranan sosial .
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.L.S
Poerwadarminta disebutkan bahwa Peran merupakan sesuatu yang menjadi
bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu
hal atau peristiwa. Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan dapat
dirumuskan kedalam beberapa pengertian, sebagai berikut: a) aspek dinamis
dari kedudukan, b) perangkat hak-hak dan kewajiban, c) perilaku aktual dari
pemegang kedudukan, dan d) bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh
sesorang. Menurut Komaruddin (1994:768) konsep peran (role) sebagai
berikut:
“1) Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen; 2) Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status; 3) Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata; 4) Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya; 5) Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.”
Berdasarkan pengertian peran menurut Komaruddin ini, dapat ditarik
sebuah pengertian bahwa peran adalah segala sesuatu tentang fungsi
individu atau badan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku
yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status. Soerjono Soekanto
(2002:243) menerangkan bahwa:
12
“Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.”
Menurut Miftah Thoha dalam Perilaku Organisasi (263:2004) Menerangkan
bahwa :
“Peranan timbul karena seseorang memahami bahwa ia tak bekerja sendirian dan mempunyai lingkungan yang setiap saat ia perlukan untuk berinteraksi. Peran terkadang pula diikuti oleh tuntutan masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada individu yang menempati status tertentu. Pengharapan masyarakat pada status tertentu langsung maupun tidak memberikan beban bagi pelaksana peran yang dimaksud.”
Mengutip J.J Rosseau dengan teori kontrak sosialnya (1986) yakni :
“Tugas dari peran yang diemban oleh individu merupakan hasil kontrak dengan masyarakat yang telah memberikan wewenang itu dengan kontrak yang telah disepakati melalui mekanisme yang telah disepakati pula.”
Oleh karena itu, perlu dipahami bagaimanakah masyarakat menentukan
harapan-harapannya terhadap para pemegang peran tersebut. Peranan
dapat mencakup tiga hal menurut Sooerjono Soekanto dalam buku “Role,
Personality and Social Structure” karya Levinson, antara lain sebagai berikut:
“1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan; 2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; 3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.”
Melekatnya peran pada individu dalam kondisi sebuah masyarakat
kadang menimbulkan ketidaksesuaian yang diakibatkan tidak dijalankannya
13
peran tersebut oleh individu yang bersangkutan. Inilah yang disebut dengan
role distance. Keterpisahan antara individu dengan perannya kadang
ditimbulkan dengan ketidakmampuan individu dalam melaksanakan peran
yang dimilikinya. Cenderung menyembunyikan diri dan akhirnya peran yang
dibebankan tidak berjalan atau berjalan dengan tidak sempurna. Oleh karena
itu individu yang diberikan peran seharusnya memahami pentingnya peran
yang dimilikinya sehingga mampu melaksanakan perannya masing-masing.
Perhatikan gambar 2.1 :
Gambar 2.1 Peran Pemerintah dan masyarakat dalam
Mengentaskan Kemiskinan
Memperhatikan gambar diatas pemerintah maupun masyarakat memiliki
perannya masing- masing dalam mengentaskan kemiskinan. Jika pemerintah
dan masyarakat saling bekerja sama dan mampu menjalankan perannya
Permasalahan Sosial
Peran Pemerintah
Kota Makassar
Peran Masyarakat
KEMISKINAN
1. Peraturan- peraturan / kebijakan
pengentasan kemiskinan.
2. Program- program pengentasan
kemiskinan.
3. Kegiatan- kegiatan pengentasan
kemiskinan.
14
masing- masing maka mengentaskan kemiskinan bukanlah hal yang sulit
untuk diwujudkan.
Peran dan defenisinya memberikan pahaman bahwa dalam setiap
kelompok masyarakat setiap individu dituntut untuk menjalankan perannya
masing-masing. Kesinambungan sistem sosial tentunya dipengaruhi oleh
berjalannya peran- peran dari individu. Tersendaknya sistem peran akan
sangat berpengaruh pada sistem sosial sebuah masyarakat. Jika mengacu
pada teori sistem ketika salah satu peran tidak berjalan sebagaimana
mestinya maka peran yang lain akan dipengaruhi oleh peran yang tidak
berjalan tersebut. Maka tak jarang menimbulkan persoalan sosial dalam
masyarakat. Maka dari itu peran dari tiap sistem yang harus berjalan
sebagaimana mestinya karena peran akan menjawab pertanyaan mengenai
apa yang sebenarnya dilakukan seseorang dalam menjalankan kewajiban-
kewajibannya.
2.2 Tinjauan Tentang Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kota
Pemerintah merupakan organisasi yang memiliki kekuasaan untuk
membuat dan menerapkan undang-undang diwilayah tertentu. Menurut
Suradinata, pemerintah adalah organisasi yang mempunyai kekuatan besar
dalam suatu negara, mencakup urusan masyarakat, teritorial, dan urusan
kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara. Menurut Inu Kencana
Syafi„e (2005:18) :
15
“istilah pemerintahan berasal dari akar kata perintah yang kemudian mendapat imbuhan (pe- dan -an).”
Jika kata perintah mendapat awalan pe- maka kata pemerintah tidak lain
adalah suatu badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan
mengurus dalam suatu negara. Kemudian jika kata pemerintah mendapat
akhiran -an maka kata pemerintahan berarti perihal, cara, perbuatan, atau
urusan dari badan yang berkuasa dan terlegitimasi yang dalam kata dasar
perintah terdapat beberapa unsur yaitu:
a. Terdapat pihak yang memerintah (Pemerintah) dan pihak yang
diperintah (Rakyat).
b. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan legitimasi untuk
mengatur dan mengurus rakyat.
c. Pihak yang diperintah wajib untuk taat kepada pemerintah yang
terlegitimasi.
d. Terdapat hubungan timbal balik antara pihak yang memerintah
dengan yang diperintah terdapat hubungan timbal balik secara
vertikal maupun horizontal.
Menurut W.S Sayre dalam Inu Kencana (2005), pemerintah adalah
organisasi dari negara, yang memperlihatkan dan menjalankan
kekuasaannya. Sedangkan Wilson menyebutkan bahwa pemerintah adalah
suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan
16
organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang
dari sekian banyak kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi
untuk mewujudkan maksud dan tujuan mereka, dengan hal-hal yang
memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.
Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia terdiri atas Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal ini termaktub dalam amandemen ke
empat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa
Republik Indonesia berbentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi
daerah yang luas.
Pada Bab I Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah
Daerah, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa :
“Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Kemudian diayat (2) disebutkan bahwa :
“Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”.
Masih pada Bab I Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
menyebutkan bahwa :
“Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom”.
17
Dalam UUD 1945 hasil amandemen pada Bab VI pasal 18 ayat 3
dikatakan, PDewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang anggota-anggotanya
dipilih melalui pememerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki ilihan umum. Selanjutnya tentang pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dikatakan pula bahwa, Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota. Dengan kata lain, pemerintahan daerah adalah perangkat pemerintah di
daerah beserta DPR Daerah. Jadi, Pemerintah Daerah tingkat provinsi
adalah Gubernur beserta DPRD Provinsi. Sedangkan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota adalah bupati/ walikota beserta DPRD Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemberian otonomi luas kepada daerah ditujukan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat luas. Melalui otonomi luas ini
pula daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan tetap
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
18
Sesuai amanat Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014, bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kemudian dalam rangka efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat dengan
daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta
peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Urusan pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian
negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Sebagaimana
yang di jelaskan pada Bab IV UU No. 23 Tahun 2014 pasal 9 yakni :
“(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. (2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. (3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. (4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi
19
dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. (5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.”
Kewenangan pemerintah daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014, ada
urusan pemerintah yang bersifat wajib dan adapula yang bersifat pilihan.
Urusan pemerintah yang bersifat wajib maksudnya adalah urusan pemerintah
yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintah yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar. Sementara urusan pemerintah yang
bersifat pilihan adalah meliputi segala urusan pemerintahan yang secara
nyata ada serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah
setempat sesuai dengan kondisi dan kekhasan masing-masing.
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
meliputi:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan
f. Sosial.
Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar meliputi:
a. Tenaga kerja;
20
b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
e. Lingkungan hidup;
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. Pemberdayaan masyarakat dan desa;
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan informatika;
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. Penanaman modal;
m. Kepemudaan dan olah raga;
n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.
Urusan pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
21
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi.
Pemerintah kemudian dijadikan sebagai pedoman bagi masyarakat
dalam menjalankan kegiatan bekerja sama maupun kegiatan pemenuhan
kebutuhan. Lalu bagaimana sebuah kelompok kontrol tersebut dibentuk ?
Mengutip Jean Jacques Rousseau dalam buku Kontrak Sosial (1986:15)
“Membentuk institusi-institusi tersebut, masyarakat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka.”
Kesepakatan inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan kontrak
sosial (social contract) tersebut kemudian diberikan kekuasaan legal dengan
mekanisme beragam seperti yang kita kenal sekarang misalnya dalam
pemilihan umum yang selanjutnya melahirkan institusi pemerintahan dan
kekuasan.
Kebutuhan terhadap pemerintahan pada beberapa kondisi selain untuk
membantu pemenuhan kebutuhan juga dijadikan sebagai institusi yang
diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan sosial secara maksimal,
sehingga masyarakat terhindar dari masalah masalah sosial yang lebih
22
kompleks. Meningkatnya kebutuhan masyarakat membuat peran pemerintah
perlahan juga meningkat untuk menjadi pelayan masyarakat.
Pelayanan oleh pemerintah tentunya memerlukan metode yang tepat
untuk menyalurkan pelayanan tersebut, karenanya pemerintah juga
sepatutnya memahami cara pendekatan kepada masyarakat dalam proses
distribusi pelayanan. Psikologi masyarakat pada sebuah wilayah tentunya
berbeda dan secara sosiologis pola pergaulan yang dicetak dalam kehidupan
sehari- hari masyarakat tidak lepas pula dari corak psikis tersebut yang
tentunya berangkat dari budaya daerah setempat, misalnya dalam hal
kemiskinan ada yang disebut kemiskinan kultural yang dimana kemiskinan itu
lahir akibat kebiasaan malas-malasan oleh individu itu sendiri.
Penggambaran diatas yang diawali dengan konsepsi pemerintahan ala
Rosseau menjelaskan peran dan posisi masyarakat yang sebetulnya
memegang penuh posisi yang telah dimandatkan kepada institusi
pemerintahan, yang mana bangunan komitmen tersebut hanya dapat
dipegang apabila rakyat dapat merasa bahwa pemerintah itu memang
diperlukan untuk melindungi, memberdayakan dan mensejahterakan rakyat.
Ndraha mengatakan bahwa pemerintah memegang pertanggungjawaban
atas kepentingan rakyat. Dalam bukunya kybernology 1 Ndraha juga
mengatakan bahwa : pemerintah adalah semua beban yang memproduksi,
23
mendistribusikan, atau menjual alat pemenuhan kebutuhan masyarakat
berbentuk jasa publik dan layanan civil .
Pendahuluan kepentingan umum yang telah ditekankan pada paragraf
sebelumnya tak lain sebagai upaya untuk memberikan kepuasan kepada
publik, melalui kekuasaan yang telah dimandatkan maka tugas mengatur bagi
pemerintah seyogyanya telah dijalankan.
Ryaas Rasyid mengemukakan tugas-tugas pokok pemerintahan:
“(1) Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial: membantu keluarga fakir miskin dan memelihara orang cacat, jompo dan anak terlantar: menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya; (2) Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintahan, atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah; (3) Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat; (4) Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan; (5) Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontokgontokan diantara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai; (6) Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka; (7) Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup hidup, seperti air, tanah dan hutan.”
24
Singkatnya tugas-tugas pokok tersebut diringkas menjadi 3 (tiga) fungsi
yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan
pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam
masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan
pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.
Pandangan yang berbeda dan memasukkan variabel birokrasi yang datang
pada masa modern era Max Weber, oleh Ndraha fungsi pemerintahan
tersebut kemudian dibagi menjadi 2 (dua) macam fungsi, yaitu: Pertama,
pemerintah mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan (service),
sebagai provider jasa publik yang baik diprivatisasikan dan layanan civil
termasuk layanan birokrasi. Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder
atau fungsi pemberdayaan (empowerment), sebagai penyelenggara
pembangunan dan melakukan program pemberdayaan.
Pendekatan dalam sebuah keputusan yang dibuat oleh pemerintah
karena didasarkan pada pemberian mandat oleh rakyat tadi, maka dalam
prosesnya semua harus dimulai dengan pertanyaan apa yang diinginkan oleh
masyarakat dan pertanyaan tersebut ditujukan kepada masyarakat.
Kemudian bila muncul pertanyaan mengenai apakah sebuah masyarakat
mampu hidup dan mengatur dirinya sendiri tanpa ada sebuah institusi yang
sengaja dibuat untuk mengatur pola interaksi dalam masyarakat. Tingkat
partisipasi dan kemudahan dalam pengambilan keputusan memang sangat
25
bergantung pada populasi penduduk dalam sebuah wilayah. Semakin sedikit
jumlah penduduk maka semakin cepat pula proses pengambilan keputusan
dan semakin mudah pula regulasi dijalankan. Namun menurut Inu kencana
(2005) :
“Tetapi, walaupun demikian dalam kelompok masyarakat itu bagaimanapun kecilnya, ada sekelompok yang inti yang menjadi elit pemerintahan yang memerintah di satu pihak, sedangkan kelompok yang lebih banyak jumlahnya adalah masyarakat biasa yang diperintah. Karena walaupun partisipasi masih mudah dibangkitkan, karena kesibukan sehari-hari manusia yang paling sederhana sekalipun tidak seluruhnya berkecimpung dalam bidang pengaturan serta pengurusan negara.”
Apa yang dikatakan oleh Inu Kencana dalam bukunya tersebut
setidaknya memberikan gambaran bahwa dalam sebuah masyarakat dengan
tingkat persoalan yang belum terlalu kompleks setidaknya juga membutuhkan
elit atau minimal akan ada elit dalam masyarakat yang muncul dengan
sendirinya untuk memimpin kelompok mayoritas dengan elit yang minimal
tadi. Pola keseharian masyarakat dengan tingkat kesibukan terendah
sekalipun belum cukup untuk memberikan luang waktu tersendiri dalam
mengatur hubungan antar individu, melainkan membutuhkan individu ataupun
kelompok khusus yang mengatur hubungan tadi.
Melawati perdebatan tentang kebutuhan pemerintah atau tidak, maka
masuk pada defenisi pemerintah dengan meminjam defenisi pemerintah dari
Bayu Suryaningrat bahwa pemerintah bisa diartikan sebagai badan tertinggi
26
yang memerintah suatu wilayah. Kemudian untuk mencari apa yang
dimaksud dengan pemerintah kota maka beralih menuju pengertian kota itu
sendiri, Sebuah kota seperti yang diketahui bersama adalah relatif besar dan
bersifat permanen pada pemukiman penduduknya. Penentuan kota bisa
dilihat dari kompleksitas mata pencaharian penduduknya selain itu bisa pula
dilihat dari tingkat pembangunan dan bahkan bisa dilihat dari pola interaksi
masyarakatnya.
Pengertian kota menurut beberapa ahli secara sosio kultural dalam buku
manajemen kota yang dikarang oleh Hadi Sabari Yunus diantaranya:
Pertama, menurut Sujarto (1970), beliau menyatakan bahwa :
“kota merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen dan masyarakat kota memiliki tingkat kebutuhan yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan penduduk pedesaan.”
Kemudian menurut Bintarto (1977), beliau menyatakan bahwa :
“kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.”
Jadi bila mengurai dua penjelasan mengenai pemerintah dan kota, maka
bisa disimpulkan bahwa pemerintah kota adalah institusi yang telah
dipercayakan untuk memerintah pada sebuah wilayah kota yang telah
ditentukan batasan-batasannya dengan corak penduduk yang bersifat
heterogen. Dalam melaksanakan tugasnya pemerintah kota yang masuk
27
dalam jajaran pemerintahan di daerah tentunya memilki tugas sesuai apa
yang menjadi embanan tugas pemerintah daerah. Pembagian urusan
pemerintahan sesuai dengan yang termaktub dalam UU 23 tahun 2014
tentang pemerintahan daerah , tentunya pemerintah kota tidak lagi mengurusi
tentang: Politik luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yusitisi , Moneter dan
Fiskal nasional, serta urusan agama.
Ada pula hubungan yang menuntut pemerintah pusat dan pemerintah
kota untuk melaksanakan tugas secara bersama-sama baik dengan pola
desentralisasi, maupun dekonsentrasi. Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/ kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang tersebut.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi serta kepentingan strategis nasional
dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang
diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan. Mengingat bahwa dalam penelitian ini, yang menjadi lokusnya
28
yakni pemerintah kota oleh karena itu urusan wajib yang menjadi
kewenangannya ialah urusan wajib yang terdapat dalam undang- undang
pemerintahan daerah untuk pemerintahan daerah kabupaten atau daerah
kota. Selain itu urusan pemerintah kota yang bersifat pilihan tidak menutup
kemungkinan untuk dilaksanakan ketika secara nyata terdapat dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah/kota yang bersangkutan.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan pemerintah kota
menjalankan tugasnya berdasarkan asas otonomi daerah dengan hak untuk
mengurusi urusan daerah dengan kewenangan yang seluas-luasnya. Namun
walaupun demikian ada pula urusan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat, juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari
sebuah negara kesatuan. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya
pemerintah perlu menjamin kesejahteraan umum bagi setiap warganya.
Sejalan dengan paparan tersebut, maka pemerintah daerah yang merupakan
perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mensejahterakan masyarakat
layaknya memiliki program yang mengarah pada pencapaian perwujudan
kesejahteraan sosial.
2.3 Tinjauan Tentang Kemiskinan
Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan
sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta
29
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Bappenas (2004)
mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok
orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Kemiskinan menurut PBB didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang
tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan,
standar hidup, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti orang lain.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang
disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan
sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan,
terancamnya penegakan hak dan keadilan, terancamnya posisi tawar dalam
pergaulan dunia, hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa
dan negara. Negara-negara maju yang lebih menekankan pada “kualitas
hidup” yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa
laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah tingkat
polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan
mengurangi kualitas lingkungan.
2.3.1 Indikator Kemiskinan
Indikator kemiskinan ada bermacam-macam yakni konsumsi beras
perkapita pertahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi,
30
kebutuhan fisik minimum dan tingkat kesejahteraan (Arsyad, 2004).
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase
penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan
(antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi),
ketenagakerjaan, dan ekonomi (konsumsi/kapita). Indikator-indikator
utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas yang di kutip dari
Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
(1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan, (2) Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi), (3) Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga), (4) Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun kelompok, (5) Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam, (6) Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat, (7) Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan, (8) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental, dan (9) Ketidakmampuan dan ketergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda–
beda, ini disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar
kebutuhan hidup. Dalam penelitian ini indikator kemiskinan yang
digunakan yaitu indikator yang sama dengan BPS, yaitu menggunakan
batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita sebulan
31
untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 2002).
2.3.2 Ukuran Kemiskinan
Ukuran menurut World Bank (2008) menetapkan standar
kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang
pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan
perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan
menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari. Menurut Badan
Pusat Statistik kota Makassar (2013), penetapan perhitungan garis
kemiskinan dalam masyarakat adalah sebesar Rp. 273.231 perkapita per
bulan yang berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang mencakup
kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum
makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Untuk
pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam buku indikator kesejahteraan rakyat kota Makassar tahun
2014 dijelaskan bahwa kemiskinan secara asal penyebabnya terbagi
menjadi 2 macam yakni : Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor faktor adat atau budaya
suatu daerah atau lingkungan tertentu yang membelenggu seseorang
atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap
32
melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau
sedikitnya dikurangi dengan mengabaikan faktor faktor yang
menghalanginya untuk melakukan perubahan kearah tingkat
kehidupanyang lebih baik.
Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi
sebagai akibat ketidak berdayaan seseorang atau sekelompok
masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil,
karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan
tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebankan diri
mereka sendiri dari perangkap kemiskinan atau dengan perkataan lain
“seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin karena mereka
miskin”.
Kemiskinan secara konseptual di bedakan menurut kemiskinan
relatif dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak pada
standar penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan
standar kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subjektif oleh
masyarakat setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada
dibawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara
relatif. Sedangkan standar penilaian kemiskinan secara absolut
merupakan standar kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, baik itu makanan maupun
33
non makanan. Standar kehidupan minimum untuk memenuhi kebutuhan
dasar ini disebut sebagai garis kemiskinan.
BPS mendefenisikan garis kemiskinan sebagai nilai rupiah yang
harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar asupan kalori sebesar 2100 kkal/hari per kapita (garis
kemiskinan makanan) ditambah kebutuhan minimum non makanan yang
merupakan kebutuhan dasar seseorang, yaitu :sandang, papan, sekolah
dan transportasi serta kebutuhan individu dan rumahtangga dasar lainnya
(garis kemiskinan non makanan).
2.3.3 Faktor penyebab Kemiskinan
Menurut Sharp (Mudrajad Kuncoro, 2001) terdapat tiga faktor
penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi. Pertama,
kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya yang terbatas dan
kualitasnya rendah. Kedua kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam
kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang
rendah berarti produktifitanya rendah, yang pada gilirannya upahnya
rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya
pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau
34
keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam
modal. Perhatikan gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse
Sumber : Mudjarad Kuncoro (2006)
Nurkse menjelaskan dua lingkaran perangkap kemiskinan dari segi
penawaran (supply) dan permintaan (demand). Segi penawaran
menjelaskan bahwa tingkat pendapatan masyarakat yang rendah akibat
tingkat produktivitas rendah menyebabkan kemampuan masyarakat
untuk menabung rendah. Rendahnya kemampuan menabung
masyarakat menyebabkan tingkat pembentukan modal (investasi) yang
rendah, sehingga terjadi kekurangan modal dan dengan demikian tingkat
produktivitas juga akan rendah. Begitu seterusnya.
Sedangkan dari segi permintaan menjelaskan di negara-negara
yang miskin rangsangan untuk menanamkan modal sangat rendah
karena keterbatasan luas pasar untuk berbagai jenis barang. Hal ini
Produktifitas Rendah
Pendapatan Rendah
Permintaan Barang Rendah
Investasi Rendah
Pembentukan modal Rendah
Produktifitas Rendah
Pendapatan Rendah
Permintaan Barang Rendah
Investasi Rendah
Pembentukan modal Rendah
DEMAND SUPPLY
35
disebabkan pendapatan masyarakat yang sangat rendah karena tingkat
produktivitasnya yang juga rendah, sebagai akibat dari tingkat
pembentukan modal yang terbatas di masa lalu. Pembentukan modal
yang terbatas ini disebabkan kekurangan rangsangan untuk
menanamkan modal. Begitu seterusnya (Mudjarad Kuncoro, 2006).
2.4 Tinjauan Tentang Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
kebijakan/ Program
Implementasi sesungguhnya bukan sekedar berhubungan dengan
penerjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) kedalam aksi
kebijakan (policy action). Secara umum faktor-faktor yang memepengaruhi
implementasi/ pelaksanaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli.
Menurut Meter dan Horn terdapat enam variabel yang memberikan
pengaruh terhadap implementasi kebijakan, yakni: Pertama, standar dan
sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan menurut kedua pakar ini
harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan
sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah
menimbulkan konflik diantara agen pelaksana; Kedua, Sumber daya,
implementasi kebijakan memerlukan sumber daya baik sumber daya manusia
(human resources) maupun sumber daya non manusia (non-human
36
resources); Ketiga, hubungan antar organisasi. Dalam banyak program,
implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi
lain agar sasaran kebijakan/ program tercapai; Keempat, karakteristik agen
pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi dari suatu kebijakan; Kelima, kondisi sosial
politik dan ekonomi yang mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan
implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, bagaimana sifat opini
publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
implementasi kebijakan; dan Keenam, Disposisi implementor yang mencakup
tiga hal yang penting yaitu: 1).Respon implementor terhadap kebijakan yang
akan mempengaruhi kemauan untuk melaksanakan kebijakan; 2). Kognisi,
yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan 3).Intensitas disposisi
implementor.
Menurut Cheema dan Rondinelli, ada empat kelompok variabel yang
mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program yaitu: 1). Kondisi
lingkungan; 2). Hubungan antar organisasi; 3). Sumber daya organisasi untuk
implementasi program; dan 4). Karakteristik dan kemampuan agen
pelaksana.
37
Sedangkan Weimer dan Vining menegaskan ada tiga kelompok variabel
besar yang dapat mempengaruhi implementasi suatu program yaitu: 1).
Logika kebijakan; 2). Lingkungan kebijakan; dan 3). Kemampuan
implementor kebijakan.
Menurut Grindle implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel
besar yaitu isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi
(conteks of policy). Variabel isi kebijakan mencakup 1).Sejauh mana
kepentingan kelompok sasaran atautarget groups termuat dalam isi
kebijakan; 2).Jenis manfaat yang diterima oleh target group;3).Sejauh mana
perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan; 4).Apakah letak dari sebuah
program sudah tepat; 5).Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan
impelmentornya dengan rinci; dan 6).Apakah sebuah program di dukung oleh
sumber daya manusia. Variabel lingkungan kebijakan mencakup: 1).
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki para aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan; 2). Karakteristik institusi dan
rejim yang sedang berkuasa; dan 3). Tingkat kepatuhan dan responsivitas
sasaran.
Implementasi/ pelaksanaan kebijakan merupakan kegiatan yang
kompleks dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan
38
suatu implementasi kebijakan. Edward III mulai dengan mengajukan dua
pertanyaan untuk mengkaji implementasi, yakni:
1) What is the precondition for successful policy implementation?
2) What are the primary obstacles to successful policy implementation?
George C. Edward III berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut
dengan mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu komunikasi,
sumber daya ,disposisi, struktur birokrasi.
2.4.1 Komunikasi
komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan
publik. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat
keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan.
Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat
melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat
digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III
mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu:
a. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali
terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya
salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya
tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses
39
komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di
tengah jalan.
b. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan
(street- level- bureaucrats) harus jelas dan tidak
membingungkan atau tidak ambigu/mendua.
c. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau
dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,
maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan.
Menurut Edward III Terdapat beberapa hambatan umum yang
biasa terjadi dalam transmisi komunikasi yaitu:
”Pertama, terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan dengan perintah yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti ini akan mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi kebijakan. Kedua, informasi yang disampaikan melalui berlapis-lapis hierarki birokrasi. Distorsi komunikasi dapat terjadi karena panjangnya rantai informasi yang dapat mengakibatkan bias informasi. Ketiga, masalah penangkapan informasi juga diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para pelaksana dalam memahami persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.”
Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan informasi dalam
implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas kebijakan,
kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya
40
masalah-masalah dalam memulai kebijakan yang baru serta adanya
kecenderungan menghindari pertanggungjawaban kebijakan.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjabarkan distori atau
hambatan komunikasi? Proses pelaksanaan program terdiri dari berbagai
aktor yang terlibat mulai dari manajemen puncak sampai pada birokrasi
tingkat bawah. Komunikasi yang efektif menuntut proses
pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua tahap tadi. Jika
terdapat pertentangan dari pelaksana, maka kebijakan tersebut akan
diabaikan dan terdistorsi.
Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan
dikembangkan saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik
pengembangan saluran-saluran komunikasi yang dibangun, maka
semakin tinggi probabilitas perintah-perintah tersebut diteruskan secara
benar. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan
untuk mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas
dasar kepentingan sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi
berdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk mengantisipasi
tindakan tersebut adalah dengan membuat prosedur melalui pernyataan
yang jelas mengenai persyaratan, tujuan, menghilangkan pilihan dari
multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hati-hati dan
mekanisme pelaporan secara terinci.
41
Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan
kebijakan oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan
mempengaruhi dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan
publik. Dengan demikian, penyebaran isi kebijakan melalui proses
komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap implementasi
kebijakan. Dalam hal ini, media komunikasi yang digunakan untuk
menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat
berperan.
2.4.2 Sumber Daya
Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap
sumberdaya (resources). Seorang ahli dalam bidang sumberdaya,
Schermerchorn, Jr mengelompokkan sumberdaya ke dalam:
“Information, Material, Equipment, Facilities, Money, People”.
Sementara Hodge mengelompokkan sumberdaya ke dalam:
”Human resources, Material resources, Financial resources and Information resources”. Pengelompokkan ini diturunkan pada pengkategorikan yang lebih
spesifik yaitu sumberdaya manusia ke dalam:
“Human resources- can be classified in a variety of ways; labors, engineers, accountants, faculty, nurses, etc”.
Sumberdaya material dikategorikan ke dalam:
“Material resources-equipment, building, facilities, material, office, supplies, etc.
42
Sumberdaya finansial digolongkan menjadi:
”Financial resources- cash on hand, debt financing, owner`s investment, sale reveue, etc”. Serta sumber daya informasi dibagi menjadi: “Data resources-historical, projective, cost, revenue, manpower data etc”.
Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri
dari :
“Staff, information, authority, facilities; building, equipment, land and supplies Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided and reasonable regulation will not be developed“.
Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai
suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan
teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau
pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang
merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke
dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya berhubungan
dengan kemampuan transformasi dari organisasi.
2.4.3 Disposisi
Menurut Edward III kecenderungan-kecenderungan atau disposisi
merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi
implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai
kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap
43
implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar
implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal.
Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak
terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka
implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.
Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang
dikemukakan Edward III tentang ”zona ketidakacuhan” dimana para
pelaksana kebijakan melalui keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang
halus menghambat implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan,
menunda dan tindakan penghambatan lainnya.
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal
betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi
kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para
pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh
kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai
disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:
1) Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak
44
melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. 2) Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.
2.4.4 Struktur birokrasi
Memahami struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental
untuk mengkaji implementasi kebijakan ataupun program. Menurut
Edwards III terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni:
Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi. Standard
operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan
internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan
penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Ukuran
dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi
keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang
tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan
pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga
45
dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar
dalam penerapan peraturan.
Menurut Edward III tentang Standard operational procedure (SOP)
bahwa:
”SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi.” Namun demikian, di samping bisa menghambat implementasi
kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi-organisasi dengan
prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas
program yang bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan
tanggung jawab yang baru daripada birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai
ciri-ciri seperti ini.
Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam
pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Edward III menjelaskan
bahwa :
”fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi”.
Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan
program atau kebijakan.
46
Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit
dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi
pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut
hambatan-hambatan yang terjadi dalam fregmentasi birokrasi
berhubungan dengan implementasi kebijakan publik, yakni :
Pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi
kebijakan karena terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga
atau badan yang berbeda-beda. Di samping itu, masing-masing badan
mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas
yang penting mungkin akan terlantarkan dalam berbagai agenda birokrasi
yang menumpuk.
Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga
akan menghambat perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas
yang rendah dalam misi-misinya, maka badan itu akan berusaha
mempertahankan esensinya dan besar kemumgkinan akan menentang
kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan.
Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya
kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap
implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan
ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan/
program.
47
2.5 Kerangka Pemikiran
Indonesia saat ini masih menghadapi masalah kemiskinan yang cukup
serius dan harus ditangani bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Saat
ini peneliti memfokuskan pada peran pemerintah dalam pengentasan
kemiskinan di kota Makassar. Dalam penelitian ini, peneliti akan memulai
dengan mencari informasi dari para ahli, serta masyarakat mengenai
penyebab kemiskinan itu sulit di tangani, kemudian mencari informasi dari
pemerintah kota Makassar sebagai badan negara di daerah yang
bertanggung jawab dalam mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial,
terkhusus dalam penangganan masalah kemiskinan. Sekaligus mencari tahu
apakah pemerintah telah mengadakan upaya penanganan secara terarah
dan merata di wilayah tersebut dalam penanggulangan kemiskinan sehingga
hasilnya dapat sesuai target yang diharapkan.
Banyaknya institusi yang dekat pada persoalan kemiskinan ini, namun
dinas sosial kota Makassar merupakan institusi yang paling dekat dengan
permasalahan- permasalahan sosial termasuk masalah kemiskinan untuk
menggali tentang peran apa saja yang telah dilakukan. Kemudian
menganalisis upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah kota
Makassar dalam hal ini bagaimana pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan berjalan di kota makassar. Selain itu penelitian ini juga berupaya
mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dari program UEP
48
dan KUBE dengan menggunakan teori George C. Edwards III (1980), faktor-
faktor yang dimaksud meliputi empat variabel, yaitu: 1).Komunikasi;
2).Sumber daya; 3).Disposisi; dan 4).Struktur birokrasi.
Berikut Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini:
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial
Kota Makassar
Program Pemberdayaan Keluarga
Fakir Miskin
1. Program bantuan Usaha
Ekonomi Produktif (UEP)
2. program bantuan Kelompok
Usaha Bersama (KUBE)
.
Faktor - faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan
program :
Faktor penghambat
1. Komunikasi
2. Sumber daya
Faktor pendukung
1. Disposisi
2. Struktur birokrasi
PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 34 TAHUN 2009
TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL DINAS
SOSIAL KOTA MAKASSAR
49
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berfokus pada peran pemerintah kota dalam pengentasan
kemiskinan di kota Makassar. Pada bagian ini dijelaskan gambaran metode
penulis yang digunakan sebagai acuan penelitian selama mengadakan
penelitian. Penulis membaginya menjadi enam bagian. Pertama adalah
gambaran lokasi penelitian serta alasan mengapa lokasi ini menarik untuk
diteliti, kemudian yang kedua adalah dasar penelitian, informan dan tipe
penelitian yang digunakan. Ketiga adalah sumber-sumber data yang akan
dikumpulkan dalam penulisan, Keempat adalah teknik yang digunakan untuk
pengumpulan data. Kemudian yang kelima adalah defenisi operasional.
Kemudian yang terakhir, yakni teknik analisis data yang digunakan. Berikut
adalah penjabaran lebih lanjut:
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kota Makassar. Kota Makassar memiliki
jumlah penduduk miskin yang cukup banyak walaupun telah mengalami
penurunan dibandingkan dengan daerah lain di selawesi selatan. Sehingga
penulis beranggapan bahwa penelitian ini bisa sangat berguna untuk
dijadikan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan terkhusus di kota Makassar. Kemudian sampel wilayah yang di
50
ambil adalah tiga kecamatan yang memiliki persentase jumlah keluarga fakir
miskin terbanyak. Kecamatan yang dimaksudkan antara lain kecamatan
Mariso, kecamatan Makassar, dan kecamatan Tallo.
Menekankan lokus penelitian pada pemerintah kota sebagai perwujudan
negara di daerah yang berkewajiban menyejahterakan masyarakatnya.
Penelitian ini dilakukan di kantor pemerintah kota Makassar terkhusus di
kantor dinas sosial kota Makassar sebagai institusi yang mengurusi masalah-
masalah sosial termasuk masalah kemiskinan. Dinas sosial kota Makassar
mengambil andil yang cukup besar dalam pengentasan kemiskinan.
3.2 Dasar Penelitian, Informan dan Tipe Penelitian
Dasar penelitian yang dilakukan adalah observasi melalui wawancara
dengan pertanyaan terbuka yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dari
informan atau menemukan ruang lingkup dan fokus persoalan tertentu
sebagai sampel yang dianggap representatif.
Informan adalah orang - orang yang berada dalam lingkup penelitian atau
orang yang paham betul atau pelaku yang terlibat lansung dengan
permasalahan penelitian. Informan dari penelitian ini terdiri dari seluruh
komponen yang terlibat langsung dalam pengentasan kemiskinan di kota
Makassar seperti :
1) Kepala bidang pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan
sosial dinas sosial kota Makassar;
51
2) Kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota makassar;
3) Kepala seksi jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial kota
makassar;
4) Tenaga kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK);
5) pegawai kelurahan;
6) Masyarakat miskin penerima program bantuan UEP dan KUBE.
Tipe Penelitian adalah tipe penelitian deskriptif analisis yaitu suatu tipe
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau lukisan situasi
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai objek yang diselidiki di mana
hasil eksplorasi merupakan jawaban dari pertanyaan yang telah dirumuskan
dilanjutkan dengan penjelasan secara rinci dan mendetail tentang bagaimana
peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Selanjutnya menganalisa
dan menafsirkan fakta-fakta dari hasil eksplorasi, kemudian mengambil
kesimpulannya.
3.3 Sumber Pengumpulan Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah:
3.3.1 Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
asalnya, data primer diperoleh melalui :
a. Observasi yaitu pengumpulan data dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan dengan mengamati kondisi yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
52
b. Interview atau wawancara mendalam yaitu mengadakan
wawancara dengan informan yang bertujuan untuk menggali
informasi yang lebih mendalam tentang berbagai aspek yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian.
3.3.2 Data Sekunder, yaitu data yang telah diolah sebelumnya yang
diperoleh dari studi kepustakaan, maupun studi dokumentasi.
Adapun data sekunder diperoleh :
a. Studi pustaka yaitu bersumber dari hasil bacaan literatur atau
buku - buku atau data terkait dengan topik penelitian.
Ditambah penelusuran data online, dengan pencarian data
melalui fasilitas internet.
b. Dokumentasi yaitu arsip - arsip atau laporan tertulis atau daftar
inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
3.4.1 Penelitian Lapangan (field research)
Studi lapang ini dimaksudkan bahwa penulis langsung
melakukan penelitian pada lokasi atau objek yang telah ditentukan
yang hasilnya merupakan data primer. Studi lapang ditempuh
dengan cara sebagai berikut:
53
a. Observasi
Dilakukan dengan cara melihat secara langsung tentang
permasalahan yang berhubungan dengan variabel penelitian
dan melakukan pencatatan atas hasil observasi. Sesuai
dengan jenisnya, peneliti memilih observasi dengan partisipasi
terbatas, yaitu peneliti hanya terbatas pada aktivitas objek
yang mendukung data penelitian.
b. Interview atau Wawancara Mendalam
Penulis akan melakukan pengumpulan data dengan cara
wawancara mendalam, yaitu menggali informasi sebanyak-
banyaknya semua informasi yang berkaitan dengan peran
pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan di kota
Makassar dari informan yang telah ditentukan. Proses
wawancara ini menggunakan pedoman wawancara (interview
guide) sebagai alat penelitian, agar wawancara tetap berada
pada fokus penelitian.
3.4.2 Studi Kepustakaan (library research)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca literatur-
literatur yang berhubungan tentang buku/artikel terkait peran
pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan, serta
dokumen-dokumen yang ada relevansinya dengan topik yang
54
dibahas dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari kepustakaan
ini merupakan data sekunder.
3.5 Defenisi Operasional
Peran adalah segala sesuatu tentang fungsi individu atau badan dalam
usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peran.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah daerah telah
dijelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom. Pemerintahan daerah terbagi
atas wilayah provinsi, kabupaten, dan kota. Dalam melaksanakan tugasnya
pemerintah kota yang masuk dalam jajaran pemerintahan di daerah tentunya
memilki tugas sesuai apa yang menjadi tugas pemerintah daerah.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat serius yang harus
dituntaskan seefektif dan seefisien mungkin. Dalam hal mencari solusi yang
efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan kemiskinan ini. Maka
dari itu di perlukan peran pemerintah dalam menterpadukan dan
55
mempercepat langka-langkah nyata penganggulangan kemiskinan di kota
Makassar, sehingga kemiskinan dapat di atasi secara efisien dan efektif
hingga ke level terendah. Satuan kerja perangkat daerah yang menangani
masalah kemiskinan antara lain adalah Dinas Sosial Kota Makassar. Adapun
program pengentasan kemiskinannya antara lain adalah program
pemberdayaan fakir miskin yakni: 1. Program bantuan usaha ekonomis
produktif (UEP); 2. Program bantuan kelompok usaha bersama (KUBE).
Faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program- program
pengentasan kemiskinan dalam hal ini bantuan UEP dan KUBE perlu juga di
perhatikan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan kedepannya. Faktor yang dimaksudkan antara lain menurut
George C. Edwards III (1980) ada empat faktor yang mempengaruhi
implementasi yakni faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi. Hal tersebut agar program yang disusun kedepannya dapat lebih
optimal dan tepat sasaran sesuai dengan yang telah direncanakan
sebelumnya.
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan teknik kualitatif. Hal ini
dimaksudkan agar tetap berada dalam fokus penelitian, penulis
menggambarkan masalah yang terjadi menggunakan argumen yang jelas
dan memfokuskan perhatian pada pengumpulan data serta informasi melalui
56
observasi dan wawancara mendalam. Selanjutnya data dan informasi
tersebut dianalisa secara kualitatif. Proses analisa data dimulai dengan
menelaah terlebih dahulu seluruh data yang tersedia, kemudian akan
dilakukan penarikan kesimpulan secara induktif.
Karena analisa penelitian ini bersifat deskriptif, maka penyajian data
disajikan dalam bentuk narasi yaitu berusaha mendeskripsikan atau
menggambarkan masalah kemiskinan kota Makassar kemudian menjelaskan
penyebab terjadinya, namun memfokuskan pembahasan pada peran
pemerintah kota dalam pengentasannya.
Proses analisa data dilakukan pada waktu bersamaan dengan proses
pengumpulan data berlangsung. Analisa data dilakukan melalui tiga alur,
yakni: (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan kesimpulan ataupun
verifikasi.
3.6.1 Reduksi data
Pada tahap ini dilakukan proses penyeleksian, pemfokusan,
penyederhanaan pengabstraksian data dari catatan lapangan (field note).
Proses ini berlangsung sepanjang penelitian yang dilakukan sekitar
sebulan, dimulai dengan membuat singkatan, kategorisasi, memusatkan
tema, menentukan batas-batas permasalahan dan menulis memo.
57
Proses reduksi ini berlangsung terus sampai laporan akhir
penelitian ini selesai ditulis. Reduksi data merupakan bentuk analisis
yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal
yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sampai kesimpulan
akhir didapatkan.
3.6.2 Sajian data
Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data,
penulis mencoba lebih memahami berbagai hal yang terjadi dan
memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau pun
tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data yang baik
dan jelas sistematikanya tentunya akan banyak membantu.
3.6.3 Penarikan Kesimpulan
Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah mencoba memahami
apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan mulai melakukan
pencatatan pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi,
alur sebab-akibat dan berbagai proposisi. Hal itu diverifikasi dengan
temuan-temuan data selanjutnya dan akhirnya sampai pada penarikan
kesimpulan akhir.
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Wilayah Kota Makassar
Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam provinsi
di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur
Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan
kata lain, wilayah kota Makassar berada dikoordinat 119 derajat bujur
timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi
antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan
daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat,
diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian
utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas
wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2
daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah
perairan kurang lebih 100 Km². (sumber :http://makassarkota.go.id)
Kota Makassar sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan
Kabupaten Maros, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa,
dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar. Berikut gambar
4.1 peta kota Makassar :
59
Gambar 4.1 Peta Kota Makassar
Sumber : http://makassarkota.go.id
Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan
memiliki 143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada tujuh
kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate,
Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya.
Kecamatan yang memiliki wilayah terbesar yaitu Kecamatan
Biringkanaya dengan luas wilayah 48,22 km2, atau 27,43%, sedangkan
untuk wilayah terkecil yaitu Kecamatan Mariso dengan luas wilayah 1,82
60
km2, atau 1,04%. Kemudian terkait masalah kemiskinan berikut
gambaran kemiskinan di Kota Makassar, perhatikan tabel 4.1:
Tabel 4.1 Persentase keluarga Fakir Miskin berdasarkan kecamatan di Kota
Makassar Tahun 2015
No. Nama Kecamatan Jumlah
Keluarga Keluarga
Fakir Miskin Persentase
(%)
1 Mariso 13122 5639 46,44
2 Makassar 18501 7838 42,36
3 Tallo 29758 11211 40,39
4 Ujung Tanah 10188 3778 37,08
5 Panakkukang 36643 8259 33,36
6 Bontoala 12013 3010 25,05
7 Manggala 28699 5750 20,03
8 Mamajang 14077 2525 17,93
9 Ujung Pandang 6100 1050 17,21
10 Tamalate 46120 7427 16,10
11 Rappocini 37337 5632 15,08
12 Wajo 6447 825 12,79
13 Biringkanaya 44720 5206 11,64
14 Tamalanrea 34012 3279 9,64
Sumber : diolah berdasarkan data dari BPS dan Dinas Sosial Kota Makassar
Memperhatikan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tiga kecamatan yang
memiliki jumlah keluarga fakir miskin terbanyak adalah kecamatan Mariso,
kecamatan Makassar, dan kecamatan Tallo. Berdasarkan data dari BPS dan
dinas sosial kota Makassar ketiga kecamatan ini memiliki persentase
keluarga fakir miskin melebihi 40% dari jumlah keluarga di masing- masing
61
kecamatan tersebut. Hal tersebutlah yang mendasari penulis untuk
mengambil ketiga wilayah tersebut sebagai lokasi penelitian untuk melihat
pelaksanaan program pemberdayaan fakir miskin yakni program usaha
ekonomi produktif dan program kelompok usaha bersama.
4.1.1.1 Kecamatan Mariso
Kecamatan Mariso merupakan salah satu dari 14
Kecamatan di Kota Makassar yang berbatasan di sebelah utara
dengan Kecamatan Ujung Pandang, di sebelah timur Kecamatan
Mamajang, di sebelah selatan Kecamatan Tamalate dan di
sebelah barat dengan Selat Makassar.
Kecamatan Mariso merupakan daerah bukan pantai
dengan topografi ketinggian wilayah sampai dengan 500 meter
dari permukaan laut. Menurut jaraknya, letak masing-masing
kelurahan ke Ibukota Kecamatan berkisar 1-2 km.
Tingkat klasifikasi desa/kelurahan di Kecamatan Mariso
tahun 2013 terdiri dari 9 kelurahan, 217 RT, 47 RW dan
lingkungan, dengan kategori kelurahan swasembada. Dengan
demikian tidak ada lagi kelurahan yang termasuk Swadaya dan
Swakarya.
Kecamatan Mariso terdiri dari 9 kelurahan dengan luas
wilayah 1,82 km². Dari luas wilayah tersebut pada Tabel 1.2,
tampak bahwa kelurahan Panambungan memiliki wilayah terluas
62
yaitu 0,31 km², terluas kedua adalah kelurahan Mariso dengan
luas wilayah 0,28 km², sedangkan yang paling kecil luas
wilayahnya adalah kelurahan Tamarumang dengan luas 012 km².
4.1.1.2 Kecamatan Makassar
Kecamatan Makassar adalah merupakan salah satu dari
14 Kecamatan di Wilayah Kota Makassar yang terletak di pusat
Kota Makassar Kecamatan Makassar berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Bontoala
b. Sebelah Timur : Kecamatan Panakkukang dan
Kecamatan Rappocini
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Mamajang
d. Sebelah Barat : Kecamatan Ujung Pandang
Dari 14 kelurahan yang berada di Wilayah Kecamatan
Makassar semuanya terletak di daerah bukan pantai dengan
ketinggian dari permukaan laut kurang dari 500 m.
Kecamatan Makassar yang terdiri dari 14 kelurahan
memiliki 369 RT dan 69 RW, dimana jumlah RT terbesar (12,82%)
berada di Kelurahan Maccini yaitu 44 RT dengan 5 RW.
Tingkat klasifikasi desa/kelurahan di Kecamatan
Makassar tahun 2014 terdiri atas 9 kelurahan dengan klasifikasi
swakarya dan 5 kelurahan yang temasuk klasifikasi swasembada.
63
Dengan luas wilayah 2,52 km² maka jarak dari kelurahan
kepusat kecamatan Makassar maupun pusat kota Makassar relatif
dekat sekitar 1-2 km. Luas wilayah terbesar berada di kelurahan
Maricaya dan Macini yaitu 0,26 km² yang paling kecil adalah di
Kelurahan Maradekaya Selatan dan Bara-Baraya Utara dengan
luas 0,11 km².
4.1.1.3 Kecamatan Tallo
Kecamatan Tallo merupakan salah satu dari 14
Kecamatan di Kota Makassar yang berbatasan di sebelah utara
dengan Selat Makassar, di sebelah timur Kecamatan Tamalanrea,
di sebelah selatan Kecamatan Bontoala dan Kecamatan
Panakukang dan di sebelah barat dengan Kecamatan Bontoala
dan Kecamatan Ujung Tanah.
Sebanyak 3 kelurahan di Kecamatan Tallo merupakan
daerah pantai dan 12 kelurahan lainnya merupakan daerah bukan
pantai dengan topografi ketinggian antara permukaan laut.
Menurut jaraknya, letak masing-masing kelurahan dari kecamatan
ke ibukota kabupaten/kota berkisar 1-2 Km.Jarak kelurahan
lakkang adalah kelurahan terjauh jaraknya yaitu 3-4 Km dari
ibukota kecamatan.
Tingkat klasifikasi desa/kelurahan di Kecamatan Tallo
terdiri dari 15 kelurahan, dengan kategori kelurahan swasembada.
64
Dengan demikian tidak ada lagi kelurahan yang termasuk
Swadaya dan Swakarya.
Kecamatan Tallo terdiri dari 15 kelurahan dengan luas
wilayah 8,75 km². Dari luas wilayah tersebut, kelurahan Lakkang
memiliki wilayah terluas yaitu 1,65 km², terluas kedua adalah
kelurahan Tammua dengan luas wilayah 0,98 km², sedangkan
yang paling kecil luas wilayahnya adalah kelurahan Wala-walaya
dengan luas 0,11 km².
4.1.2 Dinas Sosial Kota Makassar
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah yang ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
dimana memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah baik
provinsi, kabupaten dan kota untuk menyusun dan menetapkan
organisasi perangkat daerahnya sesuai kebutuhan.
Dinas Sosial Kota Makassar yang sebelumnya adalah Kantor
Departemen Sosial Kota Makassar didirikan berdasarkan Keputusan
Presiden No. 44 Tahun 1974 Tentang Susunan Organisasi Departemen
beserta lampiran lampirannya sebagaimana beberapa kali diubah,
terakhir dengan Keputusan Presiden No. 49 Tahun 1983.
65
Khusus di Indonesia Timur didirikan Departemen Sosial Daerah
Sulawesi Selatan yang kemudian berubah menjadi Jawatan Sosial lalu
diubah lagi menjadi kantor Departemen Sosial berdasarkan keputusan
Menteri Sosial RI No. 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Departemen Sosial di Provinsi maupun di kabupaten/Kotamadya.
Akhirnya menjadi Dinas Sosial Kota Makassar pada tanggal 10 April 2000
yang ditandai dengan pengangkatan dan pelantikan Kepala Dinas Sosial
Kota Makassar berdasarkan Keputusan Walikota Makassar, Nomor:
821.22:24.2000 tanggal 8 Maret 2000.
Dinas Sosial Kota Makassar terletak di Jalan Arif Rahman Hakim
No. 50, Kelurahan Ujung pandang Baru, kecamatan Tallo Kota Makassar,
berada pada tanah seluas 499 m2, dengan bangunan fisik gedung
berlantai 2 dan berbatasan dengan
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kantor Kecamatan Tallo
Kota Makassar.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Perumahan Rakyat.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Ujung Pandang Baru
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Perumahan Rakyat
4.1.2.1 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Makassar
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Dinas Sosial, Maka
Visi Dinas Sosial Kota Makassar adalah sebagai berikut :
Pengendalian permasalahan sosial berbasis masyarakat.
66
Maknanya adalah manusia membutuhkan kepercayaan diri yang
dilandasi oleh nilai-nilai kultur lokal yang diarahkan kepada aspek
tatanan kehidupan dan penghidupan untuk menciptakan
kemandirian lokal sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar,
peningkatan keterampilan kerja, ketentraman, kedamaian, dan
keadilan sosial bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan sosial
masyarakatnya, serta mendorong tingkat partisipasi sosial
masyarakat dalam ikut melaksanakan proses pelayanan
kesejahteraan sosial masyarakat.
Misi Dinas Sosial Sebagai berikut :
a. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat melalui
pendekatan kemitraan dan pemberdayaan sosial masyarakat
dengan semangat kesetiakawanan sosial masyarakat
b. Memperkuat ketahan sosial dalam mewujudkan keadilan sosial
melalui upaya memperkecil kesenjangan sosial dengan
memberikan pehatian kepada warga masyarakat yang rentan
dan tidak beruntung
c. Mengembangkan sistem perlindungan sosial
d. Melakukan jaminan sosial
e. Pelayanan rehabilitasi sosial secara optimal
f. Mengembangkan pemberdayaan sosial.
67
Adapun tujuannya sebagai berikut :
a. Meningkatkan Kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang
bermartabat sehingga tercipta kemandirian lokal penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
b. Meningkatkan pendayagunaan sumber daya dan potensi
aparatur (Struktural dan Fungsional) dengan dukungan sarana
dan prasarana yang memadai untuk mampu memberikan
pelayanan di bidang kesejahteraan sosial yang cepat,
berkualitas dan memuaskan
c. Meningkatkan koordinasi dan partisipasi sosial masyarakat/
stakeholders khususnya Lembaga Sosial Masyarakat dan
Organisasi sosial Serta pemerhati di bidang kesejahteraan
sosial masyarakat.
4.1.2.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar
Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 34 Tahun 2009
tentang uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Sosial Kota
Makassar, maka jabatan struktural pada Dinas Sosial Kota
Makassar sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris
a. Sub Bagian Kepegawaian
68
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Perlengkapan
3. Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial
a. Seksi Penyuluhan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial
b. Seksi Pembinaan Keluarga dan penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
c. Seksi Bimbingan Karang Taruna dan Potensi Sumber
Kesejahteraan Sosial
4. Bidang Rehabilitasi Sosial
a. Seksi Rehabilitasi Penyandang Cacat
b. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial
c. Seksi Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis,
Pengamen dan pemulung.
5. Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan
Sosial
a. Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin
b. Seksi Penanganan Korban Bencana Sosial
c. Seksi Jaminan Kesejahteraan Sosial
6. Bidang Bimbingan Organisasi Sosial
a. Seksi Bimbingan Sumbangan Sosial
69
b. Seksi Bimbingan Organisasi Sosial dan Anak Terlantar
c. Seksi Pelestarian Nilai Kepahalawanan, Keperintisan dan
perjuangan
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Unit Pelaksana Teknis Dinas ini sebagai unsur pelaksana
operasional dinas pada Dinas Sosial Kota Makassar
Berikut gambar struktur organisasi dinas sosial kota Makassar
berdasarkan peraturan walikota Makassar Nomor 34 tahun 2009 tentang
uraian tugas jabatan struktural pada dinas sosial kota Makassar. Perhatikan
gambar 4.2 berikut :
70
GAMBAR 4.2 STRUKTUR ORGANISASI
DINAS SOSIAL KOTA MAKASSAR
KEPALA DINAS Drs. H. Yunus Said, M.Si
NIP. 19600111 198103 1 010
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIS Drs. Haseng DM,MM
NIP. 19643112 199203 1 137
KEPALA SUB BAGIAN UMUM & KEPEGAWAIAN
Dra. Sri Sosiawati Latief NIP. 19600315 198303 2 011
KEPALA SUB BAGIAN KEUANGAN
Dra. St. Amirah Sambe,M.Si NIP. 19610414 199003 2 002
KEPALA SUB BAGIAN PERENGKAPAN
Muhammad Darwis Yunus, SE NIP. 19581222 198203 1 006
KEPALA BIDANG REHABILITASI SOSIAL
Drs. Mas‟ ud, S. MM NIP. 19580313 1985031 014
KASI REHABILITASI PENYANDANG CACAT Hasnah A. S.Sos, M. Si
NIP. 1970111231 199203 2 029
KASI REHABILITASI TUNA SOSIAL
M. Arsyad Thamal, S.Sos NIP. 19610101 199003 1 021
KASI PEMBINAAN ANAK JALANAN DAN PENGAMEN
Haidar Hamzah, S.S.T.P NIP. 19811115 200112 2 001
KABID PENGENDALIAN BANTUAN & JAMINAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL
Burhanuddin Ghalib, SE,MM NIP. 19671231 199803 1 059
KASI PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN
Sitti Hajar, S.Sos NIP. 19591231 199003 2 025
KASI PENANGANAN KORBAN BENCANA SOSIAL
Drs. Abd. Rahman, M. Si NIP. 19630504 199003 1 010
KASI JAMINAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
La Heru S.Sos, M.Si NIP. 19711231 199401 1 006
KABID BIMBINGAN ORGANISASI SOSIAL Dra. Eny Adriyani, M.Si
NIP. 19670505 199303 2 009
KASI BIMBINGAN SUMBANGAN SOSIAL
Dra. ST. Rosdiana B, M.Si NIP. 19580516 198302 2 001
KASI BIMBINGAN ORGANISASI SOSIAL & ANAK TERLANTAR
Danial Laisouw, SE NIP. 19630403 198612 1 001
KASI PELESTARIAN NILAI KEPAHLAWANAN KEPERINTISAN
& KEJUANGAN
Sitti Farida S.Sos NIP. 19630108 1992022003
KEPALA BIDANG USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL
Drs. M. Ihsan Idrus, MM NIP. 19581004 198303 1 017
KASI PENYULUHAN DAN PENELITIAN KESEJATERAAN SOSIAL
Hatma, S. Sos
NIP. 19680529 199102 2 002
KASI PEMBINAAN KELUARGA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN
Dra. Hartati AS, M. Si NIP. 19641114 199203 2 005
KASI BIMBINGAN KARANG TARUNA POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nuharsyah, SH
NIP. 19630410 198907 1 002
KEPALA UPT
Drs.Yuyun Yuliawati, M.Si 19600111.198103.1.010
71
4.1.2.3 Tugas pokok dan fungsi dinas sosial kota Makassar
1) Kepala Dinas
Dinas Sosial Kota Makassar mempunyai tugas yang
berlaku, merumuskan kebijaksanaan,
mengkoordinasikan, dan mengendalikan tugas-tugas
dinas.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pada
point 1, Kepala Dinas menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang usaha
kesejahteraan sosial, yang meliputi partisipan sosial
masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta
pembinaan organisasi sosial.
b. Perencanaan program di bidang usaha
kesejahteraan sosial, yang meliputi partisipan sosial
masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial,
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta
pembinaan organisasi sosial.
c. Pembinaan pemberian perizinan dan pelayanan
umum di bidang usaha kesejahteraan sosial, yang
meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial,
72
rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta
pembinaan organisasi sosial.
d. Pengendalian dan pengamanan teknis oprerasional
di bidang usaha kesejahteraan sosial, jaminan
sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial
serta bimbingan organisasi sosial
e. Melakukan pembinaan Unit Pelaksanaan Teknis
Dinas (UPTD)
2) Sekretaris
Sekretaris mempunyai tugas pemberian, pelayanan
administrasi bagi seluruh satuan kerja di lingkup Dinas
Sosial Kota Makassar.
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub Bagian umum dan Kepegawaian mempunyai
tugas menyusun rencana kerja, melaksanakan
tugas teknis ketatausahaan, mengelola administrasi
kepegawaian serta melaksanakan urusan kerumah
tanggaan dinas.
b. Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas
menuyusun rencana kerja, melaksanakan tugas
teknis keuangan.
73
c. Sub Bagian Perlengkapan
Sub Bagian Perlengkapan mempunyai tugas
menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas
teknis perlengkapan, membuat laporan serta
mengevaluasi semua pengadaan barang.
3) Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial
Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial mempunyai
tugas melaksanakan pembinaan, kegiatan dibidang
penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan keluarga
penyandang masalah kesejahteraaan sosial (PMKS)
dan potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS),
pembinaan karang taruna dan pelaksanaan penelitian/
pendataan PMKS dan PSKS.
4) Bidang Rehabilitasi Sosial
Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas
melaksanakan rehabilitasi sosial penyandang cacat,
rehabilitasi tuna sosial, dan pembinaan anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen, korban tindak
kekerasan pekerja migran.
74
5) Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan
Kesejahteraan Sosial
Bidang pengendalian Bantuan dan Jaminan
Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan pengendalian bantuan, pemberian bantuan
dan jaminan kesejahteraan sosial termasuk
pengendalian daerah rawan bencana dan daerah
kumuh, bantuan kepada masyarakat fakir miskin serta
bantuan kepada korban bencana alam dan sosial serta
pelayanan kepada orang terlantar.
6) Bidang Bimbingan Organisasi Sosial
Bidang Bimbingan Organisasi Sosial mempunyai
tugas melaksanakan bimbingan dan pelayanan
terhadap organisasi sosial/LSM dan anak terlantar,
pengendalian dan penertiban usaha pengumpulan
sumbangan sosial dan undian berhadiah serta
melaksanakan pembinaan dan pemahaman pelestarian
nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan serta
kesetiakawanan.
75
4.2 Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Kota Makassar
Kemiskinan di kota Makassar merupakan masalah yang sangat penting
untuk di atasi dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan, maka
dari itu peran pemerintah kota Makassar sangat di perlukan. Menurut
Soerjono soekanto peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Kemudian hal serupa
juga di tambahkan dari pendapat Horton dan Hunt mengemukakan bahwa
peran adalah perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai
status.
Dinas Sosial dalam hal ini sebagai bagian dari lembaga pemerintah kota
Makassar yang berfokus pada pembangunan kesejahteraan sosial harusnya
sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan, antara lain melaksanakan
kegiatan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat fakir miskin.
Pemberdayaan fakir miskin merupakan salah satu upaya strategis nasional
dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dan
melindungi hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia.
Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti, maka dalam pembahasan ini dapat secara rinci
dijabarkan sebagai berikut: Terkait bagaimana pelaksanaan program
76
pemberdayaan fakir miskin yakni program bantuan Usaha Ekonomi
Produktif (UEP) dan program bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE),
program ini awalnya merupakan program yang dikeluarkan oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia untuk selanjutnya dilaksanakan oleh
Dinas Sosial yang ada di seluruh daerah di Indonesia. Dinas Sosial sebagai
bagian dari pemerintah kota Makassar menyelenggarakan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin yakni program bantuan Usaha Ekonomi
Produktif (UEP) dan program bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
dengan pemberian bantuan berupa peralatan dan bahan sesuai dengan
usaha yang diinginkan.
Program bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Program
bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan program- program
andalan Dinas Sosial kota Makassar dalam rangka pemberdayaan keluarga
miskin. Dengan adanya program ini, diharapkan dapat memberikan dampak
yang positif yakni membantu keluarga miskin dalam meningkatkan taraf
hidupnya. Selain itu, pelaksanaan program ini juga merupakan salah satu
upaya pemerintah dalam meningkatkan dan memajukan pembangunan
nasional, khususnya pada sektor ekonomi dan kesejahteraan sosial
masyarakat. Hal serupa juga diungkapkan oleh bapak Burhanuddin Ghalib
selaku kepala bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan
sosial dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa:
77
“Program Pemberdayaan Fakir Miskin atau program bantuan UEP dan KUBE ini adalah bantuan modal usaha kepada Keluarga fakir miskin atau kurang mampu oleh pemerintah kota Makassar dalam hal ini dinas sosial kota Makassar. Bantuannya adalah bantuan berupa alat dan bahan sebagai modal untuk usaha yang akan dijalankan.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Selanjutnya beliau menambahkan bahwa : “Tujuan program- program ini adalah untuk percepatan pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia secara umum, dan di kota Makassar secara khusus. Dengan adanya program- program ini kami harap mampu membantu keluarga yang kurang mampu untuk meningkatkan pendapatannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari sehingga mampu bangkit dari bayang- bayang kemiskinan.” (Wawancara 7 Maret 2016)
Kemudian ibu Sitti Hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin menambahkan bahwa :
“Program UEP dan KUBE ini merupakan program yang sudah ada sejak lama di Dinas Sosial ini dan memang kenyataannya program ini sangat di butuhkan untuk mengurangi kemiskinan di kota Makassar. Memang banyak program yang sasarannya keluarga fakir miskin atau masyarakat kurang mampu namun itu belum cukup untuk menaikkan tingkatan ekonomi keluarga tersebut.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Selanjutnya beliau menambahkan bahwa : “Program UEP dan KUBE memang sama-sama ditujukan untuk keluarga fakir miskin namun perbedaannya terdapat di jumlah keluarga penerima bantuan. Program UEP ditujukan kepada tiap keluarga fakir miskin sementara program KUBE ditujukan kepada keluarga fakir miskin yang tergabung dalam kelompok usaha bersama.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Berdasarkan informasi yang diungkapkan oleh informan diatas dapat
diketahui bahwa program pemberdayaan fakir miskin yakni program
bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) dan program bantuan kelompok
usaha bersama (KUBE) ini merupakan program pemerintah kota Makassar
dalam hal ini adalah dinas sosial kota Makassar yang sasarannya adalah
keluarga fakir miskin atau kurang mampu. Tujuan program tersebut adalah
78
berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial
keluarga miskin dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan di
Indonesia secara umum dan di kota Makassar secara khusus.
4.2.1 Program bantuan usaha ekonomi produktif (UEP)
Usaha Ekonomi Produktif (UEP) adalah kegiatan di bidang
ekonomi yang dilaksanakan oleh Rumah Tangga untuk meningkatkan
pendapatan, menciptakan lapangan kerja dan ketahanan pangan
masyarakat berbasis sumberdaya lokal. Program bantuan Usaha
Ekonomi Produktif (UEP) merupakan salah satu kegiatan program
pemberdayaan fakir miskin oleh dinas sosial kota Makassar dengan
memberikan bantuan modal usaha untuk kegiatan usaha ekonomi
produktif atau memberikan bantuan modal berupa alat dan bahan
untuk usaha yang akan di geluti, sehingga diharapkan mampu
meningkatkan ketersediaan pangan bagi keluarga fakir miskin
sehingga mampu bangkit dari keterpurukan.
Program bantuan UEP merupakan media yang strategis,
efektif dan efisien dalam upaya pemberdayaan masyarakat,
khususnya bagi keluarga fakir miskin sebagai bentuk perwujudan dari
amanat UUD 1945 pasal 34 ayat (1) dan (2), serta Undang- undang
no. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Program UEP
diharapkan mampu menjadi sarana yang efektif dan efisien untuk
79
mendorong pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat
khususnya bagi keluarga fakir miskin untuk berkembang. Sasaran
penerima bantuan UEP diprioritaskan kepada keluarga fakir miskin
yang terdaftar pada kantor kecamatan atau kelurahan. Sasaran Out
Come dari kegiatan UEP adalah meningkatnya kegiatan usaha
masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi
masyarakat, meningkatnya pendapatan serta berkurangnya tingkat
kerawanan pangan dan gizi. Hal tersebut juga dibenarkan oleh bapak
La heru selaku Kepala seksi Jaminan Kesejahteraan Sosial Dinas
Sosial Kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“UEP merupakan program dinas sosial untuk memberdayakan keluarga miskin dalam bentuk bantuan modal usaha. Modal usaha ini berupa peralatan dan bahan untuk usaha mereka nantinya.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Beliau juga menambahkan bahwa :
“usaha yang akan mereka jalankan nantinya disesuaikan dengan kemampuan si penerima bantuan ini misalnya masyarakat ini bisa memasak gorengan maka nantinya bantuannya berupa peralatan dan bahan untuk membuat gorengan.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh informan lainnya yaitu ibu Sitti
hajar selaku Kepala Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin Dinas Sosial
Kota Makassar, beliau menyatakan bahwa:
“Program bantuan UEP merupakan salah satu program kami untuk membantu keluarga fakir miskin untuk meningkatkan perekonomian keluarganya supaya mampu melengkapi kebutuhan sehari- harinya.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
80
Beliau juga menambahkan bahwa:
“sasaran dari program ini adalah keluarga fakir miskin yang memenuhi kriteria miskin kami salah satunya tidak memiliki kemampuan untuk melengkapi kebutuhan sehari- harinya. Bantuan ini berupa permodalan usaha berupa barang tujuannya agar masyarakat bisa mandiri setelah menerima bantuan ini jika di ibaratkan kami memberikan pancing bukannya ikan, agar masyarakat ini bisa berusaha mencari ikan sendiri.” (Wawancara, 7 Maret 2016) Dari pernyataan para informan diatas, dapat dikatakan bahwa
program bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) merupakan bagian
tak terpisahkan dari upaya pengentasan kemiskinan yakni
pelaksanaan program pemberdayaan fakir miskin. Tujuan dari
program ini secara umum adalah meciptakan media pemberdayaan
masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial. Adapun sasaran program ini
adalah keluarga fakir miskin yang tidak mempunyai sumber
pencaharian atau memiliki mata pencaharian tetapi sangat tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari.
Pada pelaksanaan program usaha ekonomi produktif tahun
2015, masyarakat miskin yang menjadi penerima sesuai dengan
perencanaan sebelumnya yakni 200 keluarga fakir miskin. Keluarga
tersebut antara lain keluarga fakir miskin yang dipilih dari tiap
kecamatan di kota Makassar. Dalam penelitian ini penulis mengambil
sampel wilayah kecamatan mariso, kecamatan makassar dan
81
kecamatan Tallo. Jumlah penerima bantuan UEP di kecamatan
Mariso adalah 36 keluarga, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut ini :
Tabel 4.2 Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di kecamatan
Mariso
No. Nama Alamat Kelurahan Jenis Usaha
1 2 3 4 5
1 Nursiah Rosyadi Jl. Nuri Lr. 300 No. 81 Mariso Campuran
2 Harlina Jl. Nuri Lr. 300 No. 38 Mariso Campuran
3 Rahmatia Jl. Nuri Lr. 300 No. 29 Mariso Gorengan
4 Halimah Jl. Nuri Lr. 300 Stp. 3 No. 1
Mariso Gorengan
5 Hasriani Dg. Kontu Jl. Nuri Lr. 300 Stp. 3 No. 12
Mariso Makanan Jadi
6 Bonda Jl. Nuri Lr. 300 No. 10 Mariso Nasi Kuning
7 Nurmala Tarring Jl. Nuri Lr. 300 No. 11A
Mariso Campuran
8 Sumba Hasmila Jl. Nuri Lr. 300 Stp. 3 No. 3
Mariso Campuran
9 St. Khadijah Hamzah Jl. Nuri Lr. 303 No. 26 Mariso Campuran
10 Idawati Yusuf Jl. Nuri Lr. 303 No. 41 Mariso Gorengan
11 Ramlah Johan Jl. Gagak Kompleks PU No. 6
Mariso Campuran
12 Mardiana Jl. Gagak No. 20A Mariso Campuran
13 Ilhamsyah Jl. Nuri Lr. 302 No. 19 Mariso Masakan Jadi
14 Rachmawati Jl. Nuri Lr. 300. Stp. 2/5
Mariso Jual Kue
15 Ilhawati Hamra N. Jl. Seroja No. 5 Mariso Campuran
16 Muliyati Jl. Flamboyan Barat No. 39B
Mariso Campuran
17 Amsiarni M Jl. Nuri Lr. 300 No. 38 Panambungan
Gorengan
18 Agus Tamang Jl. Rajawali Lr. 13B No. 37B
Lette Gorengan
19 Kristina Banne Jl. Cendrawasih V No. 79
Lette Campuran
82
1 2 3 4 5
20 Juliatri Amir Jl. Cendrawasih V
No. 30B
Lette Campuran
21 Andriani Jl. Cendrawasih V
No. 75
Lette Gorengan
22 Lenni Jl. Cendrawasih V
No. 23
Lette Gorengan
23 Rosmawati Jl. Rajawali I Lr. 13A
No. 158A
Lette Campuran
24 Rabidah Jl. Rajawali I Lr. 13A
No. 157A
Lette Gorengan
25 Rusnani Adam Jl. Rajawali I Lr. 9
RT. 02 RW 05
Lette Campuran
26 Basmawati Jl. Cendrawasih V
No. 5A
Lette Campuran
27 Dwi Sri Cahyaningsih Jl. Cendrawasih V
No. 28
Lette Gorengan
28 Hendrik Jl. Cendrawasih V
No. 30C
Lette Campuran
29 Marwana Jl. Cendrawasih V
No. 79
Lette Campuran
30 Ati Dg. Ngatte Jl. Dahlia Lr. 312 RT
01 RW 01
Bontorannu Gorengan
31 Rosmini Jl. Nusa Indah Lr.
306/ 7
Kampung
Buyang
Nasi Kuning
32 Abd. Kahar Dg. Kulle Jl. Flamboyan Barat
No. 12
Kampung
Buyang
Gorengan
33 Ratna Dg. Ngaga Jl. Flamboyan No. 16 Kampung
Buyang
Campuran
34 Syaharuddin Jl. Seroja No. 16 Kampung
Buyang
Campuran
35 Rahmatia Dg.
Nurung
Jl. Seroja Lr. 307
No.7
Kampung
Buyang
Campuran
36 Alimin Jl. Dahlia Lr. 312 No.
50
Mattoanging Campuran
Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar
83
Kemudian wilayah yang kedua adalah kecamatan Makassar yang
jumlah keluarga penerima bantuan UEPnya adalah sebanyak 10 keluarga,
hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3
Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di kecamatan
Makassar
No. Nama Alamat Kelurahan Jenis Usaha
1 2 3 4 5
1 Anwar Jl. Abu Bakar Lambogo 3 Lr.5/5
Baraya Selatan
Campuran
2 Salma Jl. Abu Bakar Lambogo I No.9
Baraya Selatan
Jual Kue
3 S. Dg. Bella/ Saruni Jl. Abu Bakar Lambogo I No.31
Baraya Selatan
Gorengan
4 Nur Intan Jl. Abu Bakar Lambogo I No.32
Baraya Selatan
Jual Kue
5 Erna Jl. Abu Bakar Lambogo I No.18
Baraya Selatan
Masakan Jadi
6 Joharia Jl. Sungai Saddang Baru Lr. 4 No. 93
Baraya Selatan
Campuran
7 Suleha S./ syabil Jl. Abu Bakar Lambogo III No.18D
Baraya Selatan
Gorengan
8 Arian/ St. Aminah Jl. Abu Bakar Lambogo I No.6
Baraya Selatan
Gorengan
9 M. Tahir Jl. Abu Bakar Lambogo I No. 31
Baraya Selatan
Gorengan
10 Mahmud/ Kartini Jl. Monginsidi Baru No. 22C
Maricaya Baru
Campuran
Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar
Kemudian untuk kecamatan Tallo sebagai wilayah yang menempati
urutan ketiga dalam presentase keluarga miskin kota Makassar, jumlah
penerima bantuan UEPnya adalah sebanyak 30 keluarga, hal tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
84
Tabel 4.4
Daftar penerima bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di kecamatan
Tallo
No. Nama Alamat Kelurahan Jenis Usaha
1 2 3 4 5
1 Syahrul Jl. Indah Raya Pannampu Jual Kue
2 Muhayang Jl. Mesjid Al- Jihad RT.01 RW.01 Tammua Campuran
3 Hawiah Jl. Rappokalling timur RT.01/ RW.01
Tammua Campuran
4 Hasnah Jl. U. Pandang Baru Lr. 29 No. 21 RT.5/ 3
La‟latang Campuran
5 Anwar Tasrief Jl. Pongtiku Lr. 28A No. 2 La‟latang Campuran
6 Aswar/ Berlian Jl. Sinassara Komp. Yuka A.23 Kaluku budoa Campuran
7 Dahlia Jl. Indah 7 RT.06/ RW.05 Pannampu Campuran
8 Dedy Akbar Jl. Teuku Umar 12 Lr. 4 No.19 Kaluku budoa Campuran
9 Saparuddin Jl. Galangan Kapal RT.11/ RW.05 Kaluku budoa Campuran
10 Katmi Jl. Teuku Umar 14 Lr. 4 No. 3 Buloa Campuran
11 Djohari Jl. Sunu 2 No. 33 Suangga Campuran
12 Bollo Jl. Pongtiku I Lr 8 No. 30 Suangga Campuran
13 Nurhaeda Jl. Pongtiku I Lr 7 No. 208 Suangga Campuran
14 Mariama Jl. Pongtiku I Lr 8 No. 34 Suangga Campuran
15 Salma Jl. Sunu 3 Lr I No. 21C Suangga Campuran
16 Andi Sukmawati Jl. Sunu IV No. 8 D Suangga Campuran
17 Diana malle Jl. Sunu 3 Lr I No. 21B Suangga Jual Kue
18 Sampara Dg. Alle Jl. Sunu 3 Lr I No. 19 D Suangga Campuran
19 Mardiana Jl. Sunu 3 Lr I No. 19 D Suangga Jual Kue
20 Risma Jl. Sunu III Lr I No. 19 E Suangga Campuran
21 Harlina A. Jl. Pannampu Lr 2 No. 314A Suangga Jual Kue
22 Amal Sanusi Jl. Pannampu Lr 2 No. 9B Suangga Campuran
23 Abd. Asis Majid Jl. Pongtiku Lr 15 No. 9 Kalukuang Campuran
24 Fitriani Jl. Sunu Raya No. 186 Suangga Jual Kue
25 Hajrah Jl. Pongtiku No. 211A Kalukuang Campuran
26 Zainuddin Jl. Gatot Subroto V U. Pandang Baru Campuran
27 Lukman Jl. Indah 7 RT 07/ RW 05 Pannampu Campuran
28 Sari Bulan Jl. Indah Raya RT 07/ RW 05 Pannampu Campuran
29 St. Norma Jl. Muh. Jufri 3 No. 8 Rappojawa Jual Kue
30 Firman Renaldi Jl. Indah III RT 08/ RW 05 Pannampu Campuran
Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar
85
Memperhatikan tabel 4.2, 4.3, dan 4.4 daftar penerima
bantuan usaha ekonomi produktif (UEP) di kecamatan Mariso,
kecamatan Makassar, dan kecamatan Tallo menjadi rujukan penulis
untuk meneliti langsung ke penerima bantuan guna melihat efektifitas
pelaksanaan program UEP di kota Makassar.
Terkait mekanisme untuk menjadi penerima bantuan UEP
antara lain: masyarakat yang berasal dari keluarga miskin terdaftar di
kelurahan sebagai keluarga miskin, kemudian Dinas Sosial Kota
Makassar melakukan observasi berdasarkan data masyarakat miskin
dari kelurahan, kemudian pihak Dinas Sosial akan menyeleksi
beberapa keluarga yang dianggap sangat membutuhkan bantuan ini.
Lalu selanjutnya keluarga yang di anggap layak menerima bantuan
akan diberikan bantuan modal usaha berupa alat dan bahan untuk
menjalankan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
hidup keluarga tersebut. Hal ini juga di benarkan oleh bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang jaminan bantuan dan
pengendalian kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa:
“terkait prosedurnya pertama kami melakukan koordinasi dengan SKPD di kota Makassar kemudian diketahuilah dari hasil musrembang bahwa masyarakat miskin di kota Makassar itu berjumlah sekian lalu kami mencocokkan dengan anggaran kemudian kami tentukan berapa keluarga yang mampu kami berikan bantuan UEP ini setelah itu kami mengutus TKSK melakukan observasi ke lokasi untuk menentukan keluarga
86
mana saja yang layak untuk mendapatkan bantuan UEP ini, selanjutnya kami mencari tau usaha apa yang bisa dikerjakan keluarga ini dan terakhir kami salurkan bantuannya sesuai usaha yang mereka akan jalankan.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
kemudian informan lainnya, Harmawati Rusly yang merupakan salah
satu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) juga
membenarkan pendapat- pendapat diatas, beliau mengungkapkan
bahwa:
“untuk menjadi penerima bantuan ini sebelumnya kami selaku petugas lapangan dinas sosial melakukan penelusuran ke tempat keluarga miskin sesuai dengan data dari kelurahan masing- masing untuk memastikan bahwa masyarakat itu berhak menerima bantuan tersebut atau tidak.” (Wawancara, 22 Maret 2016)
kemudian bapak Syamsuddin selaku pihak kelurahan juga
membenarkan pendapat- pendapat diatas, beliau mengungkapkan
bahwa:
“kami juga turut membantu dinas sosial dalam hal pendataan keluarga miskin yang membutuhkan, namun tujuan kami awalnya hanya untuk membantu masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan haknya dari negara.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Berdasarkan penyataan beberapa informan di atas, bahwa prosedur
pendaftaran yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk menjadi
penerima program bantuan ini antara lain:
a. Terdaftar sebagai keluarga fakir miskin di kelurahan
masing- masing.
b. Dinas sosial dalam hal ini TKSK melakukan proses seleksi
dengan pendataan kembali dan penulusuran di lapangan
disesuaikan dengan data dari kelurahan untuk menilai
87
layak atau tidaknya keluarga tersebut dalam menerima
bantuan.
c. Keluarga yang dinyatakan layak selanjutnya akan
diberikan bantuan modal usaha berupa alat dan bahan
usaha di sesuaikan dengan usaha yang akan dijalankan.
d. Setelah menerima bantuan UEP keluarga tersebut
memulai usahanya didampingi oleh petugas dari dinas
sosial kota Makassar.
Memperhatikan prosedur pendaftaran di atas dapat dikatakan
mudah untuk dilakukan oleh masyarakat miskin yang ingin menerima
bantuan UEP karena hanya dengan mendaftarkan diri sebagai
keluarga miskin di kantor kelurahan. Terkait tingkat kesulitan dalam
mengikuti prosedur pendaftaran serta kendala-kendala yang dihadapi
sebelum dan setelah menerima bantuan UEP. Berikut pernyataan ibu
Halimah yang merupakan salah satu masyarakat penerima bantuan
UEP, beliau menyatakan bahwa :
“sebenarnya kalau kendala tidak adaji karena saya sering bertanya ke kantor lurah baru nakasih tau meka bilang ada program pemerintah untuk dibikinkan usaha keluarga kecil jadi saya langsung pergi mendaftar di dinas sosial.” (Wawancara, 27 Maret 2016)
Kemudian ibu Suleha yang merupakan salah satu masyarakat
penerima bantuan UEP menambahkan, beliau menyatakan bahwa :
88
“tidak adaji kendalaku selama ini untuk menjadi penerima bantuan ini. Saya kira bantuan ini bagus karena tidak susahji caranya mendaftar.” (Wawancara, 22 Maret 2016)
Kemudian bapak Saparuddin yang merupakan salah satu masyarakat
penerima bantuan UEP menambahkan, beliau menyatakan bahwa :
“masalah pendaftaran sebenarnya mudahji tapi yang mungkin jadi kendala disini masih kurang sosialisasinya pemerintah tentang bantuan ini jadi banyak masyarakat miskin yang kurang paham alurnya, saya saja kalau tidak bertanya di kantor kelurahan tidak saya tau juga mungkin.” (Wawancara, 20 Maret 2016) Berdasarkan pernyataan dari masyarakat penerima bantuan
program UEP diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hal pendaftaran
untuk penerimaan bantuan pemerintah telah memberikan kemudahan
bagi masyarakat namun yang kurang itu terdapat dalam proses
penyebaran informasinya yang tidak merata.
Kemudian untuk mengetahui bagaimana proses seleksi untuk
menyatakan kelayakan kelompok tersebut untuk mendapatkan
bantuan atau tidak, penulis mewawancarai pihak-pihak terkait di
kantor dinas sosial kota Makassar. Berikut pernyataan dari bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang jaminan bantuan dan
jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa:
“kalau proses seleksi penerima bantuan UEP, kami telah mengirim tim petugas lapangan atau biasa disebut TKSK untuk mendata dan menelusuri bahwa keluarga tersebut memang berhak dan telah memenuhi kriteria penerima bantuan UEP ini.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
89
Kemudian ibu Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir
miskin dinas sosial kota Makassar juga menambahkan bahwa:
“setelah kami menerima daftar nama keluarga miskin dari tiap kelurahan kami menurunkan tim untuk melakukan peninjauan dan penelusuran di lapangan kemudian jika dinyatakan telah memenuhi syarat maka keluarga tersebut akan mendapat bantuan UEP.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Berdasarkan pernyataan para informan, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa proses seleksi untuk menyatakan keluarga
pengusul penerima bantuan UEP tersebut layak atau tidak untuk
mendapatkan bantuan dilakukan oleh dinas sosial, yakni dengan
melakukan peninjauan dan penelusuran ke lokasi calon penerima
bantuan dengan bantuan dari Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) yang tersebar di masing- masing kecamatan
yang ada di kota Makassar. Setelah dinyatakan layak untuk
menerima bantuan, keluarga tersebut menunggu penyerahan
bantuan alat dan bahan usaha yang disesuaikan dengan usaha yang
akan dijalankannya dan alokasi penggunaan dana yang sudah
ditentukan oleh dinas sosial yakni dua juta untuk tiap keluarga.
Ketepatan sasaran dalam program pemberdayaan fakir miskin
seperti program UEP ini merupakan hal penting dalam menentukan
keberhasilan program. Sesuai dengan kebijakan dari pemerintah kota
Makassar yang bisa mendapatkan bantuan untuk usaha ini hanya
yang memenuhi kriteria penerima bantuan. Berdasarkan hasil
90
wawancara penulis dengan ibu Sitti hajar selaku kepala seksi
pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota Makassar terkait kriteria
yang harus di penuhi untuk menjadi penerima bantuan, yakni sebagai
berikut:
“kriteria untuk menerima bantuan program UEP hampir sama dengan program KUBE yakni sama- sama berasal dari keluarga yang tergolong keluarga miskin yakni tidak punya pekerjaan/ penghasilan tetap atau memiliki pekerjaan tetapi sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, kemudian kondisi rumah yang tidak layak huni juga menjadi pertimbangan. Cuma yang jadi pembeda untuk program UEP ini diberikan langsung kepada keluarga fakir miskin tanpa harus membentuk kelompok lagi.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Memperhatikan kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi
penerima bantuan program UEP, yang menarik perhatian penulis
kemudian adalah ketepatan sasaran dari program ini, apakah
program ini sudah tepat sasaran atau tidak. Kemudian berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan beberapa narasumber ditemukan
bahwa program ini sudah tepat sasaran hal itu dibuktikan dengan
dalam proses mendapatkan bantuannya masyarakat miskin harus
terdaftar terlebih dahulu di kantor lurah kemudian setelah itu tim
TKSK dari dinas sosial kota Makassar kembali turun untuk
memastikan data tersebut agar penerima bantuan benar- benar
orang yang membutuhkan dan berhak menerima bantuan tersebut.
Hal tersebut juga sejalan dengan hasil wawancara dengan ibu Sitti
91
Hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin, beliau
menyatakan bahwa :
“program ini tepat sasaran karena keluarga yang dinyatakan sebagai penerima sudah dilihat juga dari data kemiskinan kelurahan, terlebih lagi prosesnya yang menurutku sudah ketat mulai dari peninjauan data sampai penelusuran kembali keluarga tersebut.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Hal tersebut diperkuat lagi dengan hasil penelusuran penulis dengan
ibu Harmawati rusly selaku TKSK, beliau menyatakan bahwa :
“saya yakin ini program sudah tepat sasaran karena saya sendiri yang turun ke lapangan untuk melihat kondisi tiap keluarga calon penerima bantuan UEP ini, seandainya banyak banyak kuota penerima bantuannya masih banyak keluarga yang membutuhkan bantuan ini.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Kemudian diperkuat lagi dengan hasil wawancara penulis dengan ibu
Hamriah selaku pihak dari kantor kelurahan, beliau menyatakan
bahwa :
“iye ini program sudah tepatmi dengan sasarannya kalau di wilayah sini karena saya ji yang juga usulkan beberapa penerima yang kondisinya memang layak untuk menerima bantuan.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Kemudian di jelaskan juga oleh ibu Rosmawati salah satu
masyarakat penerima bantuan UEP, beliau menyatakan bahwa :
“saya rasa yang di tujukan untuk program ini adalah keluarga kecil kayak saya, supaya membantu masyarakat meningkatkan ekonominya dan saya berterimakasih dengan adanya bantuan ini saya bisa menambah penghasilan keluarga juga.” (Wawancara, 27 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan di atas,
penulis bisa mengatakan bahwa program Usaha ekonomi produktif
(UEP) yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Makassar ini sudah
92
tergolong tepat sasaran. Hal ini terlihat ketika penulis juga menulusuri
proses pelaksanaan program ini sampai mengunjungi beberapa
penerima bantuan UEP di beberapa kecamatan. Melalui proses
seleksi yang sangat ketat oleh pihak dinas sosial sehingga akhirnya
dapat menentukan keluarga yang berhak menjadi penerima bantuan
adalah yang benar- benar keluarga miskin. Hal ini juga tidak terlepas
dari kerjasama pemerintah di tingkat kelurahan yang kemudian
memperhatikan warganya yang termasuk kategori miskin yang
memenuhi kriteria tersebut sampai mendapatkan bantuan.
Kemudian terkait mekanisme pemberian bantuan yang
diberikan oleh dinas sosial kota Makassar, bantuan diberikan
langsung ke masing-masing keluarga berupa alat dan bahan sesuai
dengan kebutuhan usaha yang akan dijalankan. Untuk mengetahui
bagaimana metode yang digunakan dalam penyaluran bantuan dari
pemerintah kota Makassar dalam hal ini pelaksanaan program UEP
yaitu dinas sosial kota Makassar, penulis kemudian mencari informasi
melalui proses wawancara dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku
kepala bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan
sosial dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“terkait penyaluran bantuan program UEP pihak dinas sosial membelikan peralatan dan bahan sesuai kebutuhan usaha keluarga yang telah disetujui sebagai penerima bantuan. Kemudian pihak dinas sosial langsung mengirimkan bantuan
93
tersebut ke rumah keluarga yang bersangkutan” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Kemudian tambahan pernyataan oleh ibu Sitti hajar selaku Kepala
Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin di Dinas Sosial Kota Makassar,
beliau menyatakan bahwa :
“untuk metode pemberian bantuan itu ya langsung dibawakan ke masing-masing keluarga miskin yang disetujui. Akan tetapi dalam pelaksanaan usaha yang dilakukan itu tetap diawasi oleh pendamping yang telah diutus sebelumnya oleh dinas sosial. Karena itu bantuan bukan dalam bentuk uang langsung tapi dalam bentuk barang. Makanya perlu pengawasan agar bantuan tersebut digunakan sebagaimana mestinya”. (Wawancara, 21 Maret 2016)
Kemudian beliau menambahkan kembali bahwa :
“pemberian bantuan ini berupa bantuan alat dan bahan bukan uang ataupun kebutuhan dasar karena pemerintah berupaya untuk memandirikan masyarakat. Jika di ibaratkan pemerintah memberikan pancing bukannya ikan, kenapa pemerintah memberikan pancing karena jika pemerintah memberikan ikan maka setelah ikannya habis mereka akan kebingungan lagi untuk cari makan, tapi kalau pemerintah kasih pancing mereka akan berusaha sendiri mencari ikan tanpa perlu berharap bantuan dari orang lain lagi.” (Wawancara, 21 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa mekanisme pemberian bantuan yang digunakan oleh
pemerintah kota Makassar dalam hal ini dinas sosial kota Makassar
yaitu dengan membelikan peralatan dan bahan usaha yang akan di
jalankan keluarga penerima bantuan tersebut. Setelah itu pihak dinas
sosial kota Makassar langsung memberikan bantuan tersebut ke
lokasi masing- masing penerima bantuan UEP.
94
Hal serupa dengan pernyataan dari kepala bidang
pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial
kota Makassar dan kepala seksi pemberdayaan fakir miskin oleh ibu
Suleha salah seorang anggota UEP, beliau menyatakan bahwa :
“kalau kami dibawakan langsung kerumah kami bantuannya sehingga besoknya kami langsung memulai usaha gorengan ini, bantuan yang kami dapat seperti minyak, wajan, kompor, terigu dsb intinya kebutuhan untuk bikin gorengan.” (Wawancara, 22 Maret 2016)
Kemudian ibu Harmawati rusly sebagai TKSK yang juga bertugas
sebagai pendamping menambahkan, beliau menyatakan bahwa :
“kalau untuk pemberian bantuan itu memang langsung di bawa ke tempat masing- masing UEP, kami selaku pendamping selalu mendampingi tiap penerima UEP ini. Mulai dari pemberian bantuan sampai pada pelaksanaan usaha yang di jalankan.” (Wawancara, 22 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara diatas mekanisme pemberian
bantuan UEP dari Dinas sosial Kota Makassar membelikaan
peralatan dan bahan usaha sesuai kebutuhan usaha keluarga
penerima bantuan tersebut.
Dalam pemberian bantuan modal usaha kepada keluarga
penerima bantuan UEP, besaran dana bantuan dari pemerintah kota
Makassar dalam hal ini Dinas Sosial Kota Makassar itu sama yakni
senilai Rp 2.000.000,- per keluarga dan tahun 2015 penerima UEP
sebanyak 200 keluarga jadi total anggaran bantuan UEP tahun 2015
sebesar Rp 400.000.000,-. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara
95
penulis dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang
jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan sosial dinas sosial
kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“bantuan UEP di berikan berupa peralatan dan bahan usaha yang kemudian di sesuaikan dengan alokasi dana untuk tiap keluarga yang kami sudah tentukan. Jadi barang yang di berikan itu semuanya senilai 2 juta rupiah perkeluarga” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Pernyataan tersebut ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan
ibu Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin, beliau
menyatakan bahwa :
“besaran jumlah anggaran bantuan tiap penerima bantuan UEP itu sama karena sesuai dengan rapat anggarannnya pemerintah kota Makassar dengan DPRD kota makassar. Yakni sebesar 2 juta rupiah per keluarga kemudian untuk anggaran tahun 2015 keluarga miskin yang menerima bantuan UEP ini sebanyak 200 keluarga. Jadi total anggarannya kurang lebih 400 jutaan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa besaran
bantuan yang dianggarkan untuk pembelian peralatan dan bahan
usaha yang kemudian diberikan ke tiap keluarga masing-masing itu
sebesar 2 juta.
Kemudian hal lain juga yang perlu diperhatikan dalam program
ini adalah kesesuaian bentuk bantuan modal usaha yang disalurkan
dengan jenis usaha. Hal tersebut menjadi salah satu aspek yang
penting untuk diperhatikan oleh pemerintah agar proses penyaluran
bantuan kepada masyarakat penerima program benar-benar sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
96
Hal ini bertujuan agar penerima bantuan program UEP dapat
menjalankan usaha mereka secara optimal. Untuk mengetahui
berapa jumlah bantuan modal usaha yang disalurkan kepada masing-
masing keluarga penerima bantuan dan apakah bantuan ini
disesuaikan dengan jenis usaha yang akan dijalankan oleh penerima
bantuan tersebut, penulis kemudian melakukan observasi dan
wawancara kepada pihak Dinas Sosial serta masyarakat penerima
bantuan UEP. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala pengendalian bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar yang menyatakan
bahwa :
“bantuan yang kami berikan disesuaikan dengan usaha yang akan keluarga tersebut jalankan nantinya sehingga menurut saya dalam program ini kesesuaian bantuan dengan keinginan penerima bantuan sudah sesuai.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Pernyataan dari bapak kepala pengendalian bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar dibenarkan oleh
pernyataan dari penerima bantuan UEP yaitu bapak Syabil , beliau
menyatakan bahwa :
“sesuaiji tawwa barang yang kami butuhkan dengan yang di kasih buktinya kami mau buat usaha gorengan bantuan yang dikasih seperti wajan, minyak goreng, terigu dan lainnya pokoknya sesuaiji dengan usahaku ini” (Wawancara, 22 Maret 2016)
berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diperoleh informasi
bahwa kesesuaian barang dengan kebutuhan usaha yang akan
97
dilakukan penerima bantuan sesuai dengan yang dibutuhkan karena
pembelian barang merujuk kepada jenis usaha yang ingin di buat
oleh penerima bantuan UEP.
Kemudian terkait dengan proses pendampingan, tentu saja ini
masih menjadi hal yang penting dilakukan dalam pengembangan
masyarakat miskin yang belum mandiri dalam pengembangan diri
untuk menjalankan suatu usaha. Program UEP ada banyak
tantangan yang akan dihadapi di lapangan oleh para penerima
bantuan UEP sehingga perlu dilakukan kegiatan pendampingan
terhadap tiap penerima bantuan UEP tersebut. Pendampingan
dilakukan agar upaya penumbuh kembangan UEP terlaksana dengan
baik dan berkesinambungan. Pendampingan dalam hal ini dipahami
sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping
dengan para penerima bantuan UEP dalam rangka memperkuat
dukungan, memecahkan masalah, memotivasi, memfasilitasi dan
menjembatani kebutuhan keluarga penerima bantuan dalam
menjalankan usahanya.
Program Usaha Ekonomi Produktif dilaksanakan pada tahun
2015 menyentuh 200 keluarga fakir miskin yang tersebar di 14
kecamatan di Kota Makassar. Untuk membina dan memonitor
perkembangannya dilakukan kegiatan pendampingan oleh pihak
dinas sosial kota Makassar. Maka dari itu proses pendampingan bagi
98
keluarga penerima bantuan UEP menjadi salah satu aspek yang
berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan program ini
untuk mencapai keefektifan dalam pelaksanaanya. Pendampingan
dari pihak-pihak yang berkompeten merupakan salah satu kebutuhan
mendasar dari program UEP ini.
Terkait masalah pendampingan yang dilakukan oleh dinas
sosial kota Makassar pada penerima bantuan UEP, penulis telah
melakukan penelusuran di lapangan dan mendapatkan informasi
melalui wawancara. Berikut hasil wawancara dengan bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang pengendalian bantuan dan
jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa:
“Sebenarnya untuk pendampingan yang di khususkan untuk program UEP itu tidak ada seperti halnya program dinas sosial lainnya, tim pendamping yang kami miliki adalah TKSK. TKSK itu merupakan perpanjangan tangan dari dinas sosial kota Makassar yang tersebar di setiap kecamatan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Hasil wawancara tersebut dibenarkan oleh ibu Sitti hajar selaku
kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota Makassar
melalui wawancara yang penulis lakukan, yang menyatakan bahwa:
“pendamping untuk program UEP adalah TKSK yang tersebar di tiap kecamatan. TKSK ini fungsinya sebagai tenaga kerja lapangan dinas sosial yang membantu kami di setiap program yang kami akan jalankan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
99
Dalam rangka untuk membantu dinas sosial kota Makassar
dalam melakukan tugas di lapangan dinas sosial memiliki Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Fungsi dari TKSK ini
adalah sebagai perpanjangan tangan terhadap semua kegiatan dinas
sosial di setiap kecamatan tanpa terkecuali, termasuk dalam
pendampingan program UEP. Tim ini juga bertugas untuk mengawasi
jalannya usaha yang dilakukan oleh keluarga penerima UEP dan
bentuk pengawasan yang dilakukan oleh dinas sosial kota Makassar
yaitu melakukan sidak atau inspeksi mendadak dalam waktu yang
tidak ditentukan. Adapun bentuk pengawasan langsung yang
dilakukan oleh dinas sosial itu melalui pendamping/ TKSK adalah
sesekali meninjau pelaksanaan di lokasi UEP. Hal ini diperkuat
dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu pendamping
(TKSK) yaitu ibu Harmawati rusly, beliau menyatakan bahwa :
“tugas pendamping/ TKSK itu adalah sebagai utusan dinas sosial yang bertugas di setiap kecamatan yang ada di Makassar yang memberikan arahan, pendampingan sekaligus melakukan pengawasan selain itu kami juga memberikan motivasi dan dorongan kepada penerima bantuan UEP, supaya usahanya tersebut dapat terus berjalan” (Wawancara, 22 Maret 2016)
Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara penulis
dengan salah seorang masyarakat yang merupakan anggota
penerima bantuan UEP yaitu ibu Halimah, beliau menyatakan bahwa:
“pihak dinas biasanya datang mengawasi jalannya ini usahaku biasanya dua kali dalam sebulan, kemudian dia kasih meki
100
saran- saran supaya lebih baguski jalannya ini usaha.” (Wawancara, 27 Maret 2016)
Hal terkait pendamping kecamatan juga di jelaskan oleh salah
seorang penerima bantuan UEP yaitu ibu Suleha, beliau menyatakan
bahwa :
“pendamping dari dinas biasaji datang untuk kunjungan melihat perkembangan usaha kami jadi menurutku bagusmi ini caranya dinas dampingi kami. ” (Wawancara, 22 Maret 2016)
Kemudian terkait pengawasan dinas sosial juga di jelaskan oleh
salah seorang penerima bantuan UEP yaitu bapak Syabil, beliau
menyatakan bahwa:
“dalam proses pengawasannya dinas sosial datang
mengawasi usaha ini kurang lebih sekali dalam sebulan tapi
waktunya tidak ditentukan kapan jadi usaha ini harus berjalan
tiap saat karena bisa saja mereka datang tiba- tiba untuk
memantau perkembangan usaha kami.” (Wawancara, 22
Maret 2016)
Berdasarkan dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa proses pendampingan untuk program UEP itu sudah efektif
sesuai yang diharapkan. Karena peran pendamping itu sendiri
berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang
pendamping dapat disimpulkan bahwa kecenderungan peran
pendamping yaitu pada tataran pendampingan, pengawasan serta
pemberian arahan ketika usaha yang dilakukan mendapatkan
permasalahan.
Kemudian dalam proses pendampingan usaha dalam program
UEP sebenarnya tetap di awasi oleh Dinas Sosial Kota Makassar,
101
baik dari Pejabat Dinas Sosial maupun pihak dinas sosial yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program ini terkhusus
pada bidang pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial
baik itu pengawasan dalam bentuk kordinasi dengan petugas
lapangan bahkan terkadang turun langsung dalam proses
pengawasannya.
4.2.2 Program bantuan kelompok usaha besama (KUBE)
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah himpunan dari
keluarga yang tergolong miskin dengan keinginan dan kesepakatan
bersama membentuk suatu wadah kegiatan, tumbuh dan
berkembang atas dasar prakarsa sendiri, saling berinteraksi antara
satu dengan yang lain, dan tinggal dalam satuan wilayah tertentu
dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas anggotanya,
meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan
anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi
wadah pengembangan usaha bersama (Kemensos RI, 2011).
Program bantuan KUBE merupakan media yang strategis,
efektif dan efisien dalam upaya pemberdayaan masyarakat,
khususnya bagi masyarakat miskin sebagai bentuk perwujudan dari
amanat UUD 1945 pasal 34 ayat (1) dan (2), serta Undang- undang
no. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Program KUBE fakir
102
miskin dapat menjadi sarana yang efektif dan efisien untuk
mendorong transformasi peran pemerintah dari (yang saat ini masih
menjadi) “provider” (penyedia) ke arah terwujudnya peran sebagai
“enabler” (fasilitator) dalam pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Burhanuddin Ghalib selaku kepala
bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan sosial
dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa:
“KUBE adalah kelompok usaha bersama yang dimaksudkan yakni kumpulan keluarga miskin yang membentuk suatu kelompok usaha untuk tumbuh, berkembang dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain serta tinggal di wilayah yang sama. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas anggotanya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya masing- masing. Kemudian dalam bidang kami ada yang disebut seksi pemberdayaan fakir miskin yang mengurusi masalah- masalah keluarga miskin melalui program- program kami inilah yang menjadi solusi untuk masalah tersebut salah satunya adalah program KUBE ini.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Beliau juga menambahkan bahwa:
“Tujuan diadakannya program ini adalah untuk memberdayakan keluarga yang tergolong fakir miskin, sehingga harapan kami program ini dapat membantu keluarga tersebut untuk bisa merubah nasib hidupnya menjadi layak dan dapat memenuhi kehidupan sehari- harinya.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh informan lainnya yaitu ibu
Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial
kota Makassar, beliau menyatakan bahwa:
103
“Program KUBE adalah program dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu, harapannya penerima bantuan program KUBE mereka dapat menaikkan taraf hidupnya dengan bantuan usaha yang di berikan. Kemudian tujuan adanya program ini adalah membantu masyarakat kurang mampu untuk meningkat.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Beliau juga menambahkan bahwa:
“Adapun sasaran dari program bantuan KUBE ini adalah keluarga fakir miskin diutamakan yang tidak mempunyai sumber pencaharian atau memiliki mata pencaharian tetapi sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, air bersih, kesehatan dan pendidikan).” (Wawancara, 18 Maret 2016)
kemudian informan lainnya, Harmawati rusly yang merupakan salah
satu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) juga
membenarkan pendapat-pendapat diatas, beliau menyatakan bahwa:
“Program KUBE itu kelompok usaha bersama yang terdiri dari beberapa anggota yang kebanyakan berjumlah 10 orang. Sasarannya adalah keluarga fakir miskin. Menurut saya program KUBE ini adalah program yang bagus untuk pengentasan kemiskinan karena melalui KUBE ini diharapkan mampu membangun sumberdaya manusia yakni kemandirian dan kemampuan kerja masyarakat miskin supaya bisa memperbaiki taraf hidupnya.” (Wawancara, 23 Maret 2016) Dari penuturan para informan diatas, dapat dikatakan bahwa
program bantuan kelompok usaha bersama (KUBE) merupakan
sarana koordinasi dan kolaborasi yang produktif sebagai bagian tak
terpisahkan dari upaya pengentasan kemiskinan yakni pelaksanaan
program pemberdayaan fakir miskin. Adapun sasaran program ini
adalah keluarga fakir miskin yang tidak mempunyai sumber
pencaharian atau memiliki mata pencaharian tetapi sangat tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, air
104
bersih, kesehatan dan pendidikan). Tujuan dari program ini secara
umum adalah meciptakan media pemberdayaan dalam rangka
pengentasan kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
dan keberfungsian sosial keluarga miskin.
Pada pelaksanaan program kelompok usaha bersama (KUBE)
dinas sosial kota makassar tahun 2015, kelompok masyarakat miskin
yang menjadi penerima bantuan KUBE sesuai dengan perencanaan
sebelumnya yakni 20 KUBE fakir miskin. Kemudian peneliti memilih
beberapa penerima bantuan KUBE untuk dijadikan informan guna
melihat efektifitas pelaksanaan program KUBE di kota Makassar.
Kelompok usaha bersama tersebut antara lain kelompok
keluarga fakir miskin yang dipilih dari tiap kecamatan di kota
Makassar. Berikut dapat dilihat daftar penerima bantuan Kelompok
Usaha Bersama (KUBE) pada tabel 4.5 berikut ini :
105
Tabel 4.5
Daftar penerima bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di kota
Makassar
No. Nama KUBE Alamat Kelurahan Kecamatan Jenis Usaha
1 2 3 4 5 6
1 KUBE Batua Jl. Inspeksi Pam Batua Manggala Menjahit Pakaian
2 KUBE Menjahit Zakinah
Jl. Baiturrahman RT.04/ RW.16
Bangkala Manggala Menjahit Pakaian
3 KUBE Mujur Jl. Muh. Jufri Tammua Tallo Campuran
4 KUBE Nusa Indah V
Jl. Indah 3 RT.03/ RW.03
Pannampu Tallo Pembuatan Kue
5 KUBE Sipakatau Jl. Abu Bakar Lambogo No. 197
Bara-baraya Timur
Makassar Pembuatan Kue
6 KUBE Tagana Makassar
Jl. Kapasa Raya No. 16
Daya Biringkanaya Pencucian Motor
7 KUBE Hati Mulya Jl. Bayam Lr.3 Wajo Baru Bontoala Pembuatan Kue
8 KUBE R.K. Cakrawala
Jl. Kandea 3 Lr. 4 No.15
Bunga Eja Beru
Tallo Percatakan dan sablon
9 KUBE Billbon Print
Jl. Kandea 3 Lr. 7 No. 27
Bunga Eja Beru
Tallo Percatakan dan sablon
10 KUBE Gardenia Jl. Kandea 3 Lr. 7 No. 34
Bunga Eja Beru
Tallo Perbengkel-an/ Las
11 KUBE Chabel Cell
Jl. Kandea 3 Lr. 6 No. 22
Bunga Eja Beru
Tallo Service Handphone
12 KUBE Bunga Merah
Jl. Kandea 3 Lr. 16A
Bunga Eja Beru
Tallo Menjahit Pakaian
13 KUBE Reli Jl. Gagak No. 12 Mariso Mariso Pembuatan Kue
14 KUBE Berkah Jl. Kesatuan 4 No. 42
Maccini Parang
Makassar Pembuatan Kue
15 KUBE Penjahit Ammar
BTP Blok AE No. 43
Tamalanrea Tamalanrea Menjahit Pakaian
16 KUBE Satu Delapan Puluh
Jl. Kodingaren G Lr. 180
Mampu Wajo Pembuatan Kue
17 KUBE Mandiri Jl. Pampang 4 RT. 04/ RW 02
Pampang Panakkukang Usaha Ternak Ayam
18 KUBE Menjahit Wulan
Jl. Manynyikoaya RT 04/ RW.04
Sudiang Biringkanaya Menjahit Pakaian
19 KUBE Penjahit “An Nur”
Jl. Muh. Tahir RT 04/ RW. 02
Maccini Sombala
Tamalate Menjahit Pakaian
20 KUBE Abadi Jl. Naja Dg.Nai RT. 03/ RW. 01
Rappokalling Tallo Menjahit Pakaian
Sumber : Dinas Sosial Kota Makassar
106
Kemudian mekanisme untuk menjadi penerima bantuaan
KUBE antara lain : masyarakat yang berasal dari keluarga miskin
membentuk kelompok, kemudian melakukan pendaftaran dan
pengajuan proposal kepada Dinas Sosial Kota Makassar untuk
selanjutnya diseleksi, kemudian pihak Dinas Sosial akan melakukan
verifikasi atau proses seleksi terhadap proposal yang diajukan. KUBE
fakir miskin yang pengajuan proposalnya dinyatakan lolos seleksi
selanjutnya akan diberikan bantuan modal usaha berupa alat dan
bahan untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama dengan
tujuan untuk meningkatkan taraf hidup anggota KUBE tersebut. Hal
tersebut juga di benarkan oleh bapak Burhanuddin ghalib selaku
kepala bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan
sosial dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa:
“berbicara mengenai prosedurnya awalnya dilakukan pendataan terlebih dahulu untuk mengetahui data kemiskinan yang ada di Kota Makassar, yang dibantu oleh pihak kantor kelurahan. Kemudian pihak dinas sosial membuka pendaftaran penerima bantuan KUBE dengan pengajuan proposal usaha. Setelah itu pihak dinas sosial melakukan verifikasi berkas terkait proposal yang diajukan oleh masyarakat tersebut. Jika disetujui baru diberikan bantuan KUBE. Adapun tahapan pemberian bantuan antara lain pembentukan kelompok yang terdiri dari 10 orang, pengajuan proposal sesuai usaha yang diinginkan dari masing- masing kelompok yang ditujukan kepada dinas sosial Kota Makassar, seleksi oleh pihak dinas sosial, pemberian bantuan berupa alat dan bahan sesuai kebutuhan usaha dalam proposal KUBE yang diusulkan. Kemudian pembelian alat dan bahan bantuan usaha disesuaikan dengan alokasi dana yang sudah ditentukan oleh
107
dinas sosial, dan yang terakhir adalah menjalankan kelompok usaha bersama tersebut.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Selanjutnya informan lainnya juga menambahkan yaitu ibu Sitti Hajar
selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota
Makassar, beliau menyatakan bahwa:
“dalam hal prosedur untuk menjadi penerima KUBE. KUBE terbentuk dari keluarga miskin, lalu membuat proposal, kemudian dikumpulkan ke dinas sosial untuk selanjutnya di seleksi oleh dinas sosial, kalau dinyatakan dalam proses seleksi itu hasilnya layak, maka mereka akan menjadi penerima bantuan KUBE dan bantuannya disesuaikan dengan proposal yang diusulkannya lalu sebelum menjalankan usahanya dinas sosial mengadakan pelatihan untuk penerima bantuan KUBE.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
kemudian informan lainnya, Harmawati Rusly yang merupakan salah
satu Tenaga kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) juga
membenarkan pendapat- pendapat diatas, beliau mengungkapkan
bahwa:
“untuk menjadi penerima bantuan ini sebelumnya harus mengajukankan proposal usahanya terlebih dahulu, lalu kami selaku petugas lapangan dinas sosial melakukan penelusuran ke tempat pengusul proposal tersebut untuk memastikan bahwa masyarakat itu berhak menerima bantuan tersebut memperhatikan bantuan ini peruntukannya kepada masyarakat miskin saja.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Berdasarkan penyataan beberapa informan di atas, bahwa prosedur
pendaftaran yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk menjadi
penerima program bantuan ini antara lain:
a. Pengajuan proposal usaha oleh masyarakat yang tergabung
dalam kelompok kepada Dinas Sosial Kota Makassar.
108
b. Dinas sosial melakukan proses seleksi dengan pendataan dan
penulusuran di lapangan untuk menilai kelayakan kelompok
tersebut dalam menerima bantuan.
c. Kelompok yang lolos seleksi selanjutnya akan diberikan
bantuan modal usaha berupa alat dan bahan usaha di
sesuaikan dengan proposal usaha yang di usulkan.
d. Kemudian setelah lolos seleksi kelompok tersebut harus
mengikuti pelatihan terkait Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
yang di adakan oleh dinas sosial kota Makassar.
e. Terakhir, setelah menerima bantuan KUBE kelompok memulai
usahanya sesuai dengan proposal dan didampingi oleh
petugas dari dinas sosial kota Makassar.
Memperhatikan prosedur pendaftaran di atas dapat dikatakan
cukup mudah untuk dilakukan oleh masyarakat miskin yang ingin
menerima bantuan KUBE. Selain karena langkah- langkah
pendaftaran yang tergolong lumayan mudah dan tidak berbelit- belit,
pihak dinas sosial dibantu oleh pihak kantor kelurahan juga selalu
mendampingi kelompok tersebut dan memberikan pengarahan yang
dibutuhkan oleh kelompok dalam mengurus pendaftarannya, mulai
dari pengajuan proposal hingga pelaksanaan usaha nantinya.
109
Kemudian dalam hal pembuktian data penulis kemudian
mencoba mewawancarai salah seorang masyarakat penerima
bantuan program KUBE, terkait tingkat kesulitan dalam mengikuti
prosedur pendaftaran serta kendala-kendala yang dihadapi sebelum
dan setelah menerima bantuan KUBE. Berikut pernyataan Mukbil
(KUBE Billbon Print) yang merupakan salah satu masyarakat
penerima bantuan KUBE:
“dalam proses pendaftaran tidak adaji kendala- kendala yang kuhadapi, cuman selama masa pengurusan pendaftaran saya selalu ke dinas sosial kota Makassar untuk memastikan kembali proposal yang saya ajukan di terima atau tidak.” (Wawancara, 19 Maret 2016)
Kemudian syamsudin (KUBE Berkah) yang merupakan salah satu
masyarakat penerima bantuan KUBE menambahkan, beliau
menyatakan bahwa :
“kami belum mengalami kendala baik itu dalam hal pendaftaran sampai sekarang karena jika terdapat hal yang tidak kami ketahui kami langsung menanyakan kepada petugas dari dinas sosial atau orang kelurahan.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Berdasarkan pernyataan dari masyarakat penerima bantuan
program KUBE tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam hal
pendaftaran untuk penerimaan bantuan pemerintah telah
memberikan kemudahan bagi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat
dari besarnya peran yang ditunjukkan oleh dinas sosial Kota
Makassar selaku pelaksana dan penanggung jawab program KUBE
110
di Kota Makassar, dalam membantu dan mendampingi masyarakat
selama melakukan pengurusan pendaftaran, mulai dari pembuatan
proposal yang sesuai dengan keahlian masing-masing kelompok,
hingga proses pelaksanaan usaha yang dijalankan oleh masing-
masing kelompok.
Kemudian untuk mengetahui bagaimana proses seleksi untuk
menyatakan kelayakan kelompok tersebut untuk mendapatkan
bantuan atau tidak, penulis mewawancarai pihak-pihak terkait di
kantor dinas sosial. Berikut pernyataan dari bapak Burhanuddin
ghalib selaku kepala bidang jaminan bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial, beliau menyatakan bahwa:
“berbicara terkait proses seleksi penerima bantuan KUBE, kami telah mengirim tim petugas lapangan untuk memverifikasi bahwa kelompok tersebut benar- benar layak dan memenuhi kriteria penerima bantuan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Kemudian ibu Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir
miskin, beliau menambahkan bahwa:
“setelah tim melakukan peninjauan dan penelusuran di lapangan untuk melihat apakah benar dalam kelompok itu anggotanya adalah keluarga fakir miskin dan dinyatakan memenuhi syarat maka kelompok tersebut akan mendapat bantuan KUBE.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Berdasarkan peryataan para informan, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa proses seleksi untuk menyatakan kelompok
pengusul penerima bantuan KUBE tersebut layak atau tidak untuk
mendapatkan bantuan dilakukan oleh dinas sosial, yakni dengan
111
melakukan peninjauan dan penelusuran ke lokasi pengusul dengan
bantuan dari Tim Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang
tersebar di masing- masing kecamatan yang ada di kota Makassar.
Setelah dinyatakan layak untuk menerima bantuan, kelompok-
kelompok usaha bersama (KUBE) tersebut menunggu penyerahan
bantuan alat dan bahan usaha yang disesuaikan dengan proposal
yang diusulkan dan alokasi penggunaan dana yang sudah ditentukan
oleh dinas sosial.
Ketepatan sasaran program pemberdayaan fakir miskin seperti
program KUBE merupakan poin penting dalam menentukan
keberhasilan program. Sesuai dengan kebijakan dari pemerintah kota
Makassar yang bisa mendapatkan bantuan untuk usaha ini hanya
yang memenuhi kriteria penerima bantuan. Berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku kepala
bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan sosial
dinas sosial kota Makassar terkait kriteria yang harus di penuhi untuk
menjadi penerima bantuan, yakni sebagai berikut:
“Kriteria yang harus di penuhi untuk menjadi penerima bantuan program KUBE adalah yang pertama kelompok harus terdiri dari 10 orang yang berasal dari keluarga miskin yang pendapatannya rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, kemudian kedua tidak ada pekerjaan tetapnya dan punya banyak tanggungan keluarga, kemudian ketiga ada usaha yang akan dikelola, dan juga sudah ada lokasi/tempat usaha yang di tentukan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
112
Kemudian diperjelas lagi dari hasil wawancara penulis dengan kepala
seksi pemberdayaan fakir miskin Dinas Sosial Kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa :
“kriteria untuk menerima bantuan program KUBE sudah di buat oleh dinas sosial antara lain anggota kelompok tersebut tergolong keluarga miskin dipastikan melalui hasil verifikasi oleh petugas lapangan dinas sosial kota Makassar. Kemudian anggota tidak punya pekerjaan/ penghasilan tetap atau memiliki pekerjaan tetapi sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, kemudian kondisi rumah yang tidak layak huni juga menjadi pertimbangan kami, lalu proposal yang diajukan harus masuk akal dan sesuai dengan keahlian, kemudian kelompok harus memiliki struktur kepengurusannya sendiri.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Memperhatikan kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi
penerima bantuan program KUBE, yang menarik perhatian penulis
kemudian adalah ketapatan sasaran dari program ini, apakah
program ini sudah tepat sasaran atau tidak. Kemudian berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan beberapa narasumber ditemukan
bahwa program ini sudah tepat sasaran hal itu dibuktikan dengan
dalam proses mendapatkan bantuannya masyarakat miskin harus
memasukkan proposal mengenai usaha apa yang akan dilakukan.
Setelah itu di masukkan dalam data oleh pihak dinas sosial,
kemudian dari data tersebut ditinjau langsung oleh dinas sosial di
cocokan juga dengan data kemiskinan dari tiap kelurahan. Proses
penyeleksian proposal dari dinas sosial benar- benar sangat ketat,
karena ketika tim peninjau yang diutus menemukan sesuatu yang
113
tidak sesuai kriteria maka kelompok pengusul tidak akan disetujui
menjadi penerima bantuan. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil
wawancara dengan bapak Burhanuddin Ghalib selaku kepala bidang
pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial, beliau
menyatakan bahwa :
“untuk mengetahui ketepatan sasaran dari program ini dapat dilihat dan ditanyakan langsung kepada penerima bantuan karena kami yakin bahwa program ini telah terlaksana sebagaimana mestinya. Karena dalam proses penyeleksian proposal sampai pada tahap peninjauan oleh tim itu menurut kami sudah sangat ketat dan sesuai dengan prosedur yang ada.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Pernyataan dari kepala dinas diperkuat lagi dengan hasil wawancara
penulis terhadap ibu Sitti Hajar selaku Kepala Seksi Pemberdayaan
fakir Miskin, yang menyatakan bahwa :
“jelas mi program ini tepat sasaran karena kelompok yang dinyatakan layak sudah dilihat juga dari data kemiskinan kelurahan, terlebih lagi prosesnya sudah sangat ketat mulai dari peninjauan proposal sampai penelusuran data anggota kelompok tersebut.” (Wawancara, 7 Maret 2016)
Hal tersebut diperkuat lagi dengan hasil penelusuran penulis ke
beberapa lokasi KUBE dan kemudian mewawancarai Ibu Salmah
(KUBE bunga merah) salah satu masyarakat penerima bantuan
KUBE, yang menyatakan bahwa :
“KUBEku ini anggotanya 10 orang termasuk saya mereka semua tidak punya kerja kasian jadi saya ajakmi bikin usaha menjahit biar kecil yang penting bisalah tambah- tambah. Saya pi pastikanki anggotanya ini dari keluarga miskin ji semua. ” (Wawancara, 19 Maret 2016)
Kemudian hal serupa juga di jelaskan oleh bapak Syamsuddin (KUBE
Berkah) salah satu masyarakat penerima bantuan KUBE, yang
menyatakan bahwa :
114
“iye ini KUBE saya bentuk sama teman- teman yang kurang mampuji semua karena tidak ada kerjanya semua, menunggu penghasilan suaminyaji yang pas-pas an untuk kebutuhan sehari-hari jadi saya inisiatif bikin usaha kue karena ibu- ibu ini pintar semuaji bikin kue.” (Wawancara, 23 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan di atas,
penulis bisa mengatakan bahwa program bantuan Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota
Makassar ini sudah tergolong tepat sasaran. Hal ini terlihat ketika
penulis juga menulusuri proses pelaksanaan program ini sampai
mengunjungi beberapa penerima bantuan KUBE di beberapa
kecamatan. Melalui proses seleksi yang sangat ketat oleh pihak dinas
sosial sehingga akhirnya dapat menentukan kelompok yang berhak
menjadi penerima bantuan adalah yang berasal dari keluarga miskin
yang memiliki kesamaan tujuan atau keterampilan untuk bersama-
sama membentuk sebuah kelompok usaha yang akan diberikan
bantuan modal usaha dari pemerintah.
Hal ini juga tidak terlepas dari kerjasama pemerintah di tingkat
kelurahan yang kemudian memperhatikan warganya yang termasuk
kategori miskin sekaligus memberikan arahan atau bantuan untuk
pengajuan proposal bantuan KUBE bagi warganya yang memenuhi
kriteria tersebut sampai mendapatkan bantuan.
Kemudian terkait mekanisme pemberian bantuan yang
diberikan oleh dinas sosial kota Makassar, bantuan diberikan
115
langsung ke masing-masing kelompok berupa alat dan bahan sesuai
dengan proposal yang di ajukan. Untuk mengetahui bagaimana
metode yang digunakan dalam penyaluran bantuan dari pemerintah
kota Makassar dalam hal ini pelaksanaan program KUBE yaitu dinas
sosial kota Makassar, penulis kemudian mencari informasi melalui
proses wawancara dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku kepala
bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan sosial
dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“dalam penyaluran bantuan program KUBE kelompok yang telah disetujui proposal bantuannya di berikan pelatihan. Kemudian pihak dinas sosial membelikan peralatan dan bahan sesuai kebutuhan usaha yang tertera dalam proposal usahanya. Setelah itu pihak dinas sosial langsung mengirimkan bantuan tersebut kepada KUBE yang bersangkutan” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Kemudian tambahan pernyataan oleh ibu Sitti hajar selaku Kepala
Seksi Pemberdayaan Fakir Miskin di Dinas Sosial Kota Makassar,
beliau menyatakan bahwa :
“untuk metode pemberian bantuan itu ya langsung dibawakan ke masing-masing KUBE yang disetujui. Akan tetapi dalam pelaksanaan usaha yang dilakukan itu tetap diawasi oleh pendamping yang telah diutus sebelumnya oleh dinas sosial. Karena itu bantuan bukan dalam bentuk uang langsung tapi dalam bentuk barang. Makanya perlu pengawasan agar bantuan tersebut digunakan sebagaimana mestinya”. (Wawancara, 21 Maret 2016)
Kemudian beliau menambahkan kembali bahwa :
“pemberian bantuan ini berupa bantuan alat dan bahan bukan uang ataupun kebutuhan dasar karena pemerintah berupaya untuk memandirikan masyarakat. Jika di ibaratkan pemerintah memberikan pancing bukannya ikan, kenapa pemerintah
116
memberikan pancing karena jika pemerintah memberikan ikan maka setelah ikannya habis mereka akan kebingungan lagi untuk cari makan, tapi kalau pemerintah kasih pancing mereka akan berusaha sendiri mencari ikan tanpa perlu berharap bantuan dari orang lain lagi.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa mekanisme pemberian bantuan yang digunakan oleh
pemerintah kota Makassar dalam hal ini dinas sosial kota Makassar
yaitu dengan membelikan peralatan dan bahan usaha sesuai dengan
usulan proposal masing- masing KUBE. Setelah itu pihak Dinas
Sosial Kota Makassar langsung memberikan bantuan tersebut ke
lokasi masing- masing penerima bantuan KUBE. Ketika proses
penerimaan bantuan usaha telah selesai anggota KUBE harus
membuat laporan pertanggung jawaban pelaksanaan usahanya
bersama pendamping yang kemudian diserahkan kepada Dinas
Sosial Kota Makassar.
Hal serupa dengan pernyataan dari kepala bidang
pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial
kota Makassar dan kepala seksi pemberdayaan fakir miskin oleh
Mukbil (KUBE Billbon Print) salah seorang anggota KUBE, yang
menyatakan bahwa :
“Metode pemberian bantuannya itu sudah baik karena bantuannya langsung diberikan ke KUBE kami tanpa proses yang berbelit-belit, walaupun ada alat yang tidak sesuai dengan merk yang kami usulkan di proposal tapi kami tetap berterima kasih ji karena sudah di beri bantuan mengingat juga mungkin dinas sesuaikan dengan total anggaran maksimal
117
yang diberikan kepada masing- masing KUBE.” (Wawancara, 19 Maret 2016)
Kemudian ibu Harmawati rusly sebagai TKSK yang juga bertugas
sebagai pendamping menambahkan, beliau menyatakan bahwa :
“kalau untuk pemberian bantuan itu memang langsung di bawa ke tempat masing- masing KUBE, kami selaku pendamping selalu mendampingi tiap KUBE ini. Mulai dari pemberian bantuan sampai pada pelaksanaan usaha yang di jalankan.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara mekanisme pemberian bantuan
KUBE dari Dinas sosial Kota Makassar membelikaan peralatan dan
bahan usaha sesuai kebutuhan yang tertera dalam proposal
kemudian secara langsung memberikannya kepada masing-masing
KUBE.
Dalam pemberian bantuan modal usaha kepada KUBE yang
telah disetujui proposal bantuan usahanya, besaran bantuan yang
diberikan tiap kelompok itu sama, dalam artian tidak ada
pengurangan anggaran baik dari pemerintah kota Makassar dalam
hal ini Dinas Sosial Kota Makassar maupun dari pendamping yang
ditugaskan untuk mendampingi KUBE. Hal ini diperkuat dengan hasil
wawancara penulis dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku kepala
bidang jaminan bantuan dan pengendalian kesejahteraan sosial
dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“dalam hal pemberian bantuan KUBE itu tidak ada pengurangan atau pun perbedaan besaran bantuan yang diberikan kepada KUBE. Karena dalam pemberian bantuan ini kami menerapkan transparansi kepada semua pihak. Akan
118
berbahaya ketika ada pihak yang mau maini ini dana karena sudah jelas aturan mainnya, bahwa besaran bantuan tiap KUBE itu sama yaitu sebesar 22 juta. Proses pemberiannya pun itu langsung kepada kelompok bersangkutan dengan menunjukkan bukti transparansi pembelian jadi dapat di yakinkan bahwa tidak ada pengurangan dana bantuan yang diberikan” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Pernyataan tersebut ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan
ibu Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin, beliau
menyatakan bahwa :
“besaran jumlah anggaran bantuan tiap KUBE itu sama karena sesuai dengan rapat anggarannnya pemerintah kota Makassar dengan DPRD kota makassar. Setelah dana itu di alokasikan ke pembelian alat dan bahan akan ada laporan yang kami buat sebagai bukti bahwa besaran dana yang diberikan itu sama. Jadi dapat dilihat murninya itu dana, tidak adami pengurangan sedikit pun” (Wawancara, 29 Maret 2016) Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
besaran bantuan yang dianggarkan untuk pembelian peralatan dan
bahan usaha yang kemudian diberikan ke tiap kelompok masing-
masing itu sebesar 22 juta. Kemudian dalam proses pembelian
barangnya tidak ada pemotongan yang dilakukan oleh pemerintah
kota Makassar dalam hal ini dinas sosial kota Makassar maupun
petugas yang terkait pada program KUBE ini.
Kemudian hal lain juga yang perlu diperhatikan dalam program
ini adalah kesesuaian bentuk bantuan modal usaha yang disalurkan
dengan jenis usaha. Hal tersebut menjadi salah satu aspek yang
penting untuk diperhatikan oleh pemerintah agar proses penyaluran
119
bantuan kepada masyarakat penerima program benar-benar sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
Hal ini bertujuan agar kelompok- kelompok penerima bantuan
program KUBE yang dinyatakan layak akan dapat menjalankan
usaha mereka secara optimal. Untuk mengetahui berapa jumlah
bantuan modal usaha yang disalurkan kepada masing-masing
kelompok KUBE dan apakah bantuan ini disesuaikan dengan jenis
usaha yang dijalankan oleh kelompok-kelompok tersebut, penulis
kemudian melakukan observasi dan wawancara kepada pihak Dinas
Sosial serta masyarakat anggota KUBE. Berdasarkan hasil
wawancara dengan bapak Burhanuddin ghalib selaku kepala
pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial
kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“terkait masalah kesesuaian bentuk bantuan modal usaha yang disalurkan dengan jenis usaha yang di usulkan, untuk tiap KUBE itu bantuan barang yang diberikan disesuaikan dengan proposal yang diajukan. Kemudian besaran anggaran untuk pembelanjaan alat dan bahan usaha disesuaikan kembali dengan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kota sendiri yakni sebesar 22 juta untuk tiap penerima bantuan KUBE, jadi untuk besaran dana bantuan pasti sama.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Pernyataan dari bapak kepala pengendalian bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar dibenarkan oleh
pernyataan dari penerima bantuan KUBE yaitu bapak Machmud
(KUBE Chabel cell) , beliau menyatakan bahwa :
120
“kalau ditanya soal kesesuaian barang yang kami terima dengan usaha kami ini menurut saya sesuai ji karena mungkin mereka melihat proposal yang kami usulkan cuman merknya ji ada yang berbeda dengan yang kami usulkan tapi tidak masalahji karena sama ji gunanya, terus tentang total bantuannya katanya senilai 22 juta itu semua bantuanya” (Wawancara, 20 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diperoleh
informasi bahwa besaran bantuan yang diberikan pada program
KUBE ini sama jumlahnya yaitu sebesar 22 juta. Kemudian terkait
kesesuaian barang dengan usaha yang dilakukan oleh KUBE semua
disesuaikan dengan kebutuhan usaha yang tertera pada proposal
yang di ajukan.
Kemudian dalam pelaksanaan program KUBE pada Dinas
Sosial Kota Makassar, hal yang perlu juga di perhatikan adalah
bagaimana penyaluran bantuan modal usaha kepada masyarakat
penerima bantuan KUBE. Penyaluran bantuan modal usaha kepada
masyarakat penerima bantuan program seharusnya dilakukan secara
jelas, transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika
penyaluran bantuan tersebut kepada penerima bantuan KUBE sudah
dilakukan sesuai dengan ketentuan- ketentuan tersebut, maka
pencapaian tujuan yang diharapkan melalui program Kelompok
Usaha Bersama (KUBE) ini akan lebih mudah diwujudkan.
Sebagaimana yang diketahui bahwa tujuan dari program KUBE
adalah membantu masyarakat yang berasal dari keluarga fakir
121
miskin/ kurang mampu untuk mendapatkan kesempatan berusaha
sehingga dengan begitu mereka mampu mandiri dan meningkatkan
taraf hidupnya serta memperbaiki kondisi ekonomi mereka ke arah
yang lebih baik.
Adapun mengenai bentuk bantuan modal usaha yang
disalurkan oleh pihak pemerintah dalam program bantuan KUBE
berdasarkan hasil wawancara penulis, didapatkan hasil bahwa
bentuk bantuan modal usaha yang diberikan oleh dinas sosial Kota
Makassar berbeda dengan bantuan modal usaha yang diberikan oleh
dinas- dinas sosial di daerah lain. Jika daerah lain diberikan bantuan
modal berupa sejumlah uang tunai yang langsung diserahkan oleh
pemerintah kepada masyarakat penerima bantuan KUBE, maka di
Kota Makassar, pemerintah dalam hal ini dinas sosial kota Makassar
menyalurkan bantuan modal usaha berupa penyediaan barang/
peralatan yang disesuaikan dengan jenis usaha dan keahlian dari tiap
KUBE yang terbentuk serta disesuaikan dengan jumlah bantuan yang
akan diberikan.
Dari informasi yang didapatkan oleh penulis, penyaluran
bantuan dalam bentuk penyediaan barang / peralatan usaha yang
nantinya diserahkan langsung kepada tiap-tiap KUBE untuk
dimanfaatkan sesuai keterampilan yang dimiliki, alasan mengapa
bentuk bantuan dinas sosial kota Makassar berbeda karena adanya
122
kekhawatiran tersendiri dari pihak dinas sosial selaku pelaksana
bahwa jika bantuan yang diberikan dalam bentuk uang tunai, ada
kemungkinan masyarakat penerima bantuan tidak mengelola dana
tersebut sebagaimana mestinya tetapi malah disalahgunakan untuk
kepentingan yang lain. Sesuai dengan hasil wawancara yang
dilakukan penulis dengan salah satu informan yaitu ibu Sitti hajar
selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin, beliau menyatakan
bahwa :
“terkait bentuk bantuan yang diberikan oleh dinas sosial kepada KUBE sesuai dengan kebijakan dari pemerintah yaitu berupa barang. Misalnya kepada KUBE bidang usaha percetakan bantuan yang pemerintah berikan itu berupa peralatan dan bahan untuk usaha percetakannya akan tetapi total nilai barangnya ya disesuaikan dengan dana bantuan yang dianggarkan untuk tiap penerima bantuan KUBE itu.” (Wawancara, 18 Maret 2016)
Kemudian pendapat serupa juga disampaikan oleh salah seorang
penerima KUBE yaitu ibu Hasrawati (KUBE Berkah), beliau
menyatakan bahwa :
“bantuan yang kasihka itu berupa barang bukan uang, jadi langsung bisa kami pakai. Untung bantuannya langsungji pemerintah belikanki barang karena kalau dikasih uang pasti banyak lagi embel-embelna manami mauki pergi beli itu barang mau lagi dibikinkan laporan bede. Bagusmi begini karena kalau beginikan langsung mi bisa dimulaiki usahata.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Kemudian ditambahkan lagi oleh salah seorang penerima KUBE yaitu
ibu Rahma (KUBE Berkah), beliau menyatakan bahwa :
“iye menurutku bagusmi ini caranya pemerintah kasih ki kodong bantuan karena langsung mi nabelikanki barang kayak
123
oven, kompor dan lain- lainlah intina cukupmi untuk bisa kasih jalanki ini usaha. Jadi pasna sudah dikasihki ini bantuan langsungmi dimulai ini usaha.” (Wawancara, 23 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan
diatas, dapat disimpulkan bahwa bantuan yang diberikan itu langsung
berupa barang yang jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan usaha
yang akan dilakukan oleh KUBE penerima bantuan. Hal tersebut
cukup meringankan masyarakat karena tidak perlu lagi untuk melalui
mekanisme yang panjang dari penarikan uang, pembelanjaan barang
hingga ke pembuatan laporan. Sehingga setelah menerima bantuan
tersebut KUBE bisa langsung beroperasi dan pemberdayaan
masyarakat fakir miskin bisa lebih efisien.
Pelatihan keterampilan usaha dilaksanakan oleh pihak dinas
sosial kota Makassar untuk masyarakat yang menjadi penerima
program bantuan KUBE, pelatihan keterampilan usaha tersebut juga
turut berperan dalam mengefektivkan pelaksanaan program KUBE.
Kemudian dalam pelatihan keterampilan usaha ini, masyarakat itu
dilatih untuk lebih mengembangkan keterampilan kewirausahaan
yang mereka miliki. Hal ini penting agar masyarakat lebih matang dan
siap untuk mengelola usaha yang akan mereka jalankan nantinya.
Terkait pelatihan keterampilan usaha yang dilakukan oleh dinas
sosial kota Makassar pada penerima bantuan KUBE, penulis telah
melakukan penulusuran di lapangan dan mendapatkan informasi
124
melalui wawancara. Berikut hasil wawancara dengan bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang pengendalian bantuan dan
jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa :
“dinas sosial menyediakan pelatihan keterampilan usaha bagi penerima bantuan KUBE, pelatihan ini berupa pemberian pemahaman terkait dengan bagaimana program KUBE ini kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi terkait kewirausahaan oleh pemateri yang kami anggap paham betul dengan materi yang kami usulkan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Berkaitan dengan pelatihan keterampilan usaha yang diberikan dinas
sosial, bapak Syamsudin (KUBE Berkah) juga menyatakan bahwa :
“pelatihan memang ada, dinas sosial mengundang kami anggota KUBE berkah setelah kami telah lolos menjadi penerima bantuan. Baru setelah itu kami datang ke dinas sosial, disana kami dikasih pengetahuan tentang program KUBE lalu tentang bagaimana kelolaki ini KUBEta‟ masing- masing. Tapi masalahnya satu kali ji itu dilakukan kami merasa masih perlu materi untuk memperdalam pengetahuan kami tentang pengelolaan usaha supaya bisa meningkatkan keuntungan.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
kemudian penerima bantuan KUBE lainnya juga menyampaikan
pendapatnya yaitu bapak Mukbil (KUBE Billbon print), beliau
menyatakan bahwa :
“Kalau dinas sosialkan cuman memberikan peralatan tidak ada bimbingan seperti manajemen karena kami juga terkendala disitu. Memang sih ada bimbingan sebelumnya namun yang dibahas disitu hanya bagaimana teknis pelaksanaan KUBE, bagaimana peruntukan alatnya, arah dan manfaat bantuan program itu” (Wawancara, 19 Maret 2016)
125
Dari hasil wawancara di atas, penulis menyimpulkan bahwa
terkait pelatihan keterampilan usaha yang dilakukan oleh Dinas
Sosial adalah dengan mendatangkan orang-orang yang berkompeten
dibidangnya dan biasanya didapatkan dari internal Dinas Sosial dan
Pemerintah Kota Makassar. Pihak dinas sosial biasanya terjun
langsung ke lokasi KUBE untuk memantau dan memberi pengarahan
kewirausahaan kepada anggota KUBE, bahkan terkadang pihak
dinas sosial mendatangkan pihak berkompeten dan mengumpulkan
kelompok KUBE untuk diberikan arahan secara keseluruhan namun
hanya terlakasana di beberapa lokasi saja.
Jadi dinas sosial membuatkan sebuah kegiatan pelatihan di
dinas sosial agar semua penerima KUBE bisa mendapatkan
pemahaman yang sama akan tetapi pelatihan ini masih dianggap
belum efektif karena pelaksanaannya yang tidak berkelanjutan
karena minimnya dana yang disiapkan untuk kegiatan pelatihan ini.
Terkait permasalahan keterbatasan anggaran pelatihan ini kemudian
diperjelas melalui hasil wawancara penulis dengan beberapa
informan dari pihak dinas sosial, yaitu bapak Burhanuddin ghalib
selaku kepala bidang pengendalian bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan
bahwa :
126
“berkaitan dengan pelatihan yang kami buatkan untuk penerima KUBE ini hanya 1 kali hal ini karena keterbatasan anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan pelatihan ini selain itu masih banyak program yang akan di jalankan jadi untuk proses pemahaman lebih lanjutnya di berikan kepada TKSK yang ada di tiap kecamatan” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Kemudian ditambahkan dari hasil wawancara dengan ibu Siti hajar
selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota
Makassar, beliau mengatakan bahwa :
“pelatihan yang dinas sosial adakan untuk penerima bantuan KUBE tahun lalu hanya 1 kali untuk pemahaman lebih lajutnya pihak dinas sosial langsung turun ke lokasi KUBE untuk memberikan arahan dan tips-tips usaha, kegiatan ini biasanya dirangkaikan dengan agenda monitoring dan evaluasi untuk melihat bagaimana perkembangan KUBE setelah menerima bantuan dari dinas sosial” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Bardasarkan dari hasil wawancara di atas penulis
menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan usaha bagi penerima
bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dilakukan oleh
Dinas Sosial selama ini memang masih tergolong minim.
Keterbatasan anggaran/dana menjadi faktor utama permasalahan
tersebut, walaupun dalam pelaksanaannya pihak dinas sosial selaku
pelaksana harus diberi apresiasi atas segala yang telah dilakukan
dan penulis anggap telah berusaha semaksimal mungkin dalam
memberikan pemahaman mengenai keterampilan berusaha. Hal ini
ditandai dengan dilakukannya kerjasama dengan pihak-pihak tertentu
yang merupakan orang- orang berkompeten atau ahli dibidangnya
bagi masyarakat penerima bantuan KUBE walaupun kerjasama yang
127
dilakukan tidak berkelanjutan karena permasalahan anggaran yang
telah dijelaskan sebelumnya. Selain mendatangkan orang dari luar
dinas sosial ataupun pemerintah kota Makassar, pihak dinas sosial
juga terkadang menggunakan tenaga dari internal pemerintah kota
Makassar yang dianggap memiliki kemampuan khusus terkait
pengembangan KUBE. Terlepas dari permasalahan anggaran yang
dikeluhkan oleh pihak dinas sosial, akan tetapi selaku pelaksana dan
penanggung jawab program mestinya mengupayakan agar kegiatan
kegiatan seperti itu dapat lebih sering lagi dilakukan, karena ketika
membangun sebuah usaha apalagi dalam konteks pengembangan
KUBE yang anggotanya adalah adalah masyarakat miskin sangat
penting agar proses pemahaman yang dilakukan secara
berkelanjutan demi menjaga semangat dari penerima bantuan untuk
menjalankan dan mengembangkan usahanya.
Kemudian terkait dengan proses pendampingan, tentu saja ini
masih menjadi hal yang penting dilakukan dalam pengembangan
kelompok yang belum mandiri dalam pengembangan diri anggota
maupun kelompoknya. Program KUBE ada banyak tantangan yang
akan dihadapi di lapangan oleh para penerima bantuan KUBE
sehingga perlu dilakukan kegiatan pendampingan terhadap tiap
penerima bantuan KUBE tersebut. Pendampingan dilakukan agar
upaya penumbuh kembangan KUBE terlaksana dengan baik dan
128
berkesinambungan. Pendampingan dalam hal ini dipahami sebagai
suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan para
anggota KUBE dalam rangka memperkuat dukungan, memecahkan
masalah, memotivasi, memfasilitasi dan menjembatani kebutuhan
anggota KUBE dalam menjalankan usahanya.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kegiatan
pendampingan, para pendamping dapat menjalankan peran berikut
ini:
a. Perencana. Perencanaan memerlukan visi berorientasi ke
depan sebagai kekuatan pendorong dalam mengembangkan
potensi dan peningkatan kemampuan. Pendamping sosial
sebagai perencana bertugas membantu penerima bantuan
KUBE menetapkan tujuan dan merumuskan perencanaan
yang efektif.
b. Pemberi informasi. Petugas pendamping memberikan
penjelasan tentang gambaran umum program pengentasan
kemiskinan, manfaat melakukan aktivitas dengan pendekatan
KUBE, cara mengembangkan kegiatan sosial, ekonomi, dan
kelembagaan KUBE.
c. Motivator. Petugas pendamping memberikan rangsangan dan
dorongan semangat kepada anggota KUBE sehingga mereka
dapat mengenali masalah dan kekuatan yang dimilikinya.
129
Melalui kesadaran tersebut, pendamping dapat memunculkan
partisipasi dari anggota KUBE sehingga diharapkan dapat
merubah sikap, pola pikir dan mengembangkan potensinya
melalui upaya pemberdayaan yang dilaksanakan.
d. Pembimbing. Sebagai pembimbing, pendamping dituntut
kemampuan dan keterampilannya untuk mengajak,
mengarahkan dan membina penerima bantuan KUBE
sehingga mereka dapat mengerti, memahami dan
melaksanakan hasil bimbingan secara aktif dan kreatif.
e. Penghubung. Sebagai penghubung, petugas pendamping
diharapkan mampu menghubungkan penerima bantuan KUBE
dengan sumber- sumber yang dibutuhkan. Pendamping
bertugas menentukan dan memanfaatkan serta melestarikan
sumber- sumber tersebut.
f. Peneliti. Pendamping mempunyai kepentingan untuk
melakukan penelitian sederhana, guna mengumpulkan dan
menginterpretasikan data baru yang terkait, sehingga dapat
memperkaya wawasan dan memberikan sumbangan bagi
pengembangan model pemberdayaan KUBE di masa
mendatang.
g. Fasilitator. Pendamping memberikan berbagai kemudahan,
baik berupa barang, peralatan, sehingga membantu kelompok
130
KUBE meningkatkan kemampuan melaksanakan berbagai
aktivitas sosial, ekonomi dan kelembagaan, serta mengatasi
berbagai kendala dan masalah.
h. Mobilisator dan alokator. Sebagai mobilisator dan alokator,
petugas pendamping menghimpun, mendayagunakan,
mengembangkan, mempertanggung jawabkan seluruh sumber
dan pengalokasiannya untuk kualitas pemberdayaan yang
optimal.
i. Advokat. Pendamping sebagai advokat bertugas membantu
penerima bantuan KUBE untuk memperjuangkan kepentingan,
hak dan tanggung jawab sosialnya kepada pihak lain.
j. Evaluator. Pendamping dapat memberikan penilaian, saran
dan masukan kepada penerima bantuan KUBE tentang pilihan
mana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Disamping itu,
pendamping juga dapat memberikan penilaian terhadap
keseluruhan program guna meningkatkan kualitas program
pendampingan.
Proses pendampingan bagi KUBE menjadi salah satu aspek
yang berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan program ini
untuk mencapai keefektifan dalam pelaksanaanya. Pendampingan
dari pihak-pihak yang berkompeten merupakan salah satu kebutuhan
131
mendasar dari kelompok - kelompok KUBE yang terbentuk. Dengan
adanya pendampingan, anggota anggota kelompok dapat terbantu
dalam mendapatkan akses informasi tentang program KUBE,
prosedur pendaftaran, penjalanan usaha hingga membantu kelompok
dalam hal memecahkan masalah dan kendala yang dihadapi selama
menjalankan usaha.
Terkait masalah pendampingan yang dilakukan oleh dinas
sosial kota Makassar pada penerima bantuan KUBE, penulis telah
melakukan penulusuran di lapangan dan mendapatkan informasi
melalui wawancara. Berikut hasil wawancara dengan bapak
Burhanuddin ghalib selaku kepala bidang pengendalian bantuan dan
jaminan kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau
menyatakan bahwa:
“Sebenarnya untuk pendampingan yang di khususkan untuk program KUBE itu tidak ada, tim pendamping yang kami miliki adalah TKSK. TKSK itu adalah pendamping untuk semua program Dinas Sosial yang ada di setiap kecamatan di Kota Makassar dengan kata lain TKSK merupakan perpanjangan tangan dari dinas sosial kota Makassar yang tersebar di setiap kecamatan.” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Hasil wawancara tersebut dibenarkan oleh ibu Sitti hajar selaku
kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota Makassar
melalui wawancara yang penulis lakukan, beliau menyatakan bahwa:
“Kami tidak menyediakan pendamping khusus untuk program KUBE, melainkan kami hanya menyediakan pendamping untuk keseluruhan program dinas sosial dan pendamping ini ada 1 orang di setiap kecamatan.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
132
Dalam rangka untuk membantu dinas sosial kota Makassar
dalam melakukan tugas di lapangan dinas sosial memiliki Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Fungsi dari TKSK ini
adalah sebagai perpanjangan tangan terhadap semua kegiatan dinas
sosial di setiap kecamatan tanpa terkecuali, termasuk dalam
pendampingan program KUBE. TKSK ini juga bertugas untuk
mengawasi jalannya usaha yang dilakukan oleh KUBE dan bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh dinas sosial kota Makassar yaitu
melakukan sidak atau inspeksi mendadak dalam waktu yang tidak
ditentukan.
Adapun bentuk pengawasan langsung yang dilakukan oleh
dinas sosial itu melalui pendamping/ TKSK adalah sesekali meninjau
pelaksanaan di lokasi KUBE. Hal ini diperkuat dengan hasil
wawancara penulis dengan salah satu pendamping (TKSK) yaitu ibu
Harmawati rusly, beliau menyatakan bahwa :
“tugas pendamping/ TKSK itu adalah sebagai utusan dinas sosial yang bertugas di setiap kecamatan yang ada di Makassar yang memberikan arahan, pendampingan sekaligus melakukan pengawasan selain itu kami juga memberikan motivasi dan dorongan kepada penerima bantuan KUBE, supaya usahanya tersebut dapat terus berjalan” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Kemudian beliau menambahkan kembali bahwa :
133
“selaku TKSK saya biasanya turun ke lapangan paling sedikit tiga bulan sekali untuk melakukan pemeriksaan administrasi pembukuan KUBE mereka dan terkadang lebih jika perlu.” (Wawancara, 23 Maret 2016)
Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara penulis
dengan salah seorang masyarakat yang merupakan anggota
penerima bantuan KUBE yaitu pak machmud (KUBE Chabel cell)
yang menyatakan bahwa:
“kalau pengawasan dari dinas sosial iya ada tim dari dinas sosial yang biasa datang, katanya tim itu tersebar ditiap kecamatan yang bertugas untuk mendampingi KUBE kami dan datang kalau tidak salah sudah datang dua kali dalam tiga bulan terakhir ini.” (Wawancara, 20 Maret 2016)
Hal terkait pendamping kecamatan juga di jelaskan oleh salah
seorang penerima bantuan KUBE yaitu pak Surya (KUBE Remaja
Kreatif Cakrawala), beliau menyatakan bahwa:
“pendamping KUBE kecamatan atau TKSK biasa datang untuk pantau pelaksaannnya ini usaha. Pernah juga pegawai dinas sendiri datang ke lokasi tempat usaha yang kami lakukan. Tapi baru satu kali semua datang selama jalannya ini KUBE” (Wawancara, 20 Maret 2016)
Kemudian terkait pengawasan dinas sosial juga di jelaskan oleh
salah seorang penerima bantuan KUBE yaitu pak Mukbil (KUBE
Billbon print), beliau menyatakan bahwa:
“Ada monitoring dan evaluasi. Tujuannya untuk melihat juga
perkembangan KUBE yang sudah di buat. Kalau saya punya
KUBE ini sering juga di kunjungi, jadi kalau ada kayak
pelatihan dari dinas sosial atau kementerian disini biasa
datang kunjungan lapangan. Kalau bicara kapan tim dinas
datang tidak juga sih tiap bulan tapi perkembangannya tetap
mereka pantau jadi memang KUBE ini harus berjalan tiap saat
karena bisa saja mereka datang tiba- tiba” (Wawancara, 19
Maret 2016)
134
Berdasarkan dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa proses pendampingan yang dilakukan untuk KUBE itu belum
begitu efektif sesuai yang diharapkan. Hal ini terjadi karena beberapa
faktor, yaitu kurangnya sumber daya manusia (pendamping) untuk
mendampingi pelaksanaan program KUBE serta kurangnya anggaran
untuk membentuk tim pendamping yang lebih banyak. Oleh karena
itu efek yang dirasakan tentu sangat berdampak terhadap
perkembangan KUBE yang terbentuk, karena sebagaimana yang kita
tahu bahwa keanggotaan KUBE ini adalah mereka yang tergolong
fakir miskin yang masih kurang pengetahuannya dalam
memanajemen usahanya. Jadi untuk membuat usaha tersebut
berkembang tanpa adanya pendampingan yang berkelanjutan maka
perkembangan usaha KUBE sangat jauh dari kata memungkinkan.
Terlebih lagi dalam hal ini, dinas sosial kota Makassar tidak
menyediakan pendamping yang khusus mendampingi program KUBE
akan tetapi pendamping yang disediakan adalah pendamping untuk
setiap kerja lapangan program dinas sosial di tiap kecamatan.
Tentunya ketika kita bisa memahami lebih dalam, bahwa
pendampingan terhadap sebuah program (usaha) adalah hal yang
penting dilakukan terlebih lagi ketika yang akan didampingi memang
belum memiliki kemandirian dalam menjalankan usahanya.
135
Peran pendamping itu sendiri berdasarkan hasil wawancara
penulis dengan salah seorang pendamping dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan peran pendamping yaitu hanya pada tataran
pengawasan serta pemberian arahan maupun bantuan ketika usaha
yang dilakukan mendapatkan permasalahan.
Kemudian dalam proses pendampingan usaha dalam program
KUBE sebenarnya tetap di awasi oleh dinas sosial kota Makassar,
baik dari pejabat dinas sosial maupun pihak dinas sosial yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program ini terkhusus
pada bidang pengendalian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial
akan tetapi ini masih dianggap kurang efektif karena pengawasan itu
tidak dilakukan secara berkala.
4.3 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan di Kota Makassar
Faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program- program
pengentasan kemiskinan dalam hal ini bantuan UEP dan KUBE juga perlu di
perhatikan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan kedepannya. Menurut George C. Edwards III (1980) faktor-
faktor tersebut meliputi empat variabel, yaitu: 1).Komunikasi; 2).Sumber
daya; 3).Disposisi; dan 4).Struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut tidak
hanya secara langsung mempengaruhi pelaksanaan program, akan tetapi
136
secara tidak langsung masing-masing faktor berpengaruh terhadap faktor
lainnya. Seperti pada gambar 4.3 berikut ini :
Gambar 4.3
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan di Kota Makassar
Dijelaskan oleh Edward III secara singkat bahwa pedoman yang tidak
akurat, tidak jelas atau tidak konsisten akan memberikan kesempatan
kepada pelaksana program membuat diskresi. Diskresi ini bisa langsung
dilaksanakan dengan jalan membuat petunjuk lebih lanjut yang ditujukan
kepada pelaksana tingkat bawahnya. Jika komunikasi tidak baik maka
diskresi ini akan memunculkan disposisi. Namun Komunikasi yang
terlampau detail akan mempengaruhi moral dan independensi implementor,
bergesernya tujuan dan terjadinya pemborosan sumber daya seperti
keterampilan, kreatifitas, dan kemampuan adaptasi. Sumber daya saling
berkaitan dengan komunikasi dan mempengaruhi disposisi dalam
Komunikasi
Sumber Daya
Struktur birokrasi
Disposisi
Pelaksanaan
Program
137
implementasi. Demikian juga disposisi dari implementor akan
mempengaruhi bagaimana mereka menginterpertasikan komunikasi baik
dalam menerima maupun dalam mengelaborasi lebih lanjut ke bawah rantai
komando.
4.3.1 Faktor Penghambat
4.3.1.1 Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program pengentasan kemiskinan, keberhasilan
kebijakan mensyaratkan agar pelaksana mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan (target
group) sehingga akan mengurangi distorsi pelaksanaan. Apabila
tujuan dan sasaran suatu program tidak jelas atau bahkan tidak
diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan
akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti, maka dalam pembahasan ini dapat
secara rinci dijabarkan sebagai berikut: Terkait bagaimana
komunikasi dalam pelaksanaan program pemberdayaan fakir miskin
yakni pada program bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan
program bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau implementasi
138
suatu program. Demikian halnya dengan program usaha ekonomi
produktif (UEP) dan program kelompok usaha bersama (KUBE) pada
Dinas Sosial Kota Makassar yang tentunya akan terlaksana secara
efektif apabila komunikasi antara pihak-pihak yang terkait berjalan
dengan baik. Komunikasi yang terjalin dengan baik antara pihak
Dinas Sosial selaku pelaksana program dengan masyarakat selaku
sasaran utama dari program UEP dan KUBE menjadi hal yang mutlak
diperlukan demi tercapainya keefektifan pelaksanaan program UEP
dan KUBE ini. Bentuk komunikasi disini tentunya dapat
diinterpretasikan melalui proses sosialisasi program kepada
masyarakat yang merupakan sasaran dari program yang
bersangkutan.
Sosialisasi menjadi kunci utama keberhasilan suatu program
dalam mencapai tujuan serta sasaran yang diharapkan. Melalui
proses sosialisasi yang efektif kepada masyarakat, suatu program
akan dengan mudah mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya.
Hal ini dapat terjadi karena semakin baik proses sosialisasi dari suatu
program maka akan semakin baik pula pemahaman masyarakat akan
konsep dan tujuan dari program tersebut. Dengan begitu masyarakat
akan semakin terdorong untuk mengakses informasi lebih jauh
mengenai program ini serta ambil bagian dalam program yang
dilaksanakan oleh pemerintah tersebut.
139
Terkait proses sosialisasi program UEP dan KUBE yang di
lakukan oleh Dinas Sosial Kota Makassar, setelah penulis melakukan
penulusuran melalui wawancara ditemukan bahwa proses sosialisasi
yang dilakukan oleh pemerintah sendiri kurang maksimal. Hal ini
tampak jelas dari hasil wawancara dengan bapak Burhanuddin
Ghalib selaku kepala bidang pengendalian bantuan dan jaminan
kesejahteraan sosial, beliau menyatakan bahwa :
“dalam proses penyebarluasan informasi atau bentuk sosialisasi untuk program UEP dan KUBE saya akui memang belum begitu maksimal karena kami hanya melaksanakannya sekali setahun hal tersebut dikarenakan kurangnya dana yang dianggarkan untuk proses sosialisasi tersebut jadi masyarakatlah yang harusnya lebih aktif untuk mencari informasi.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Kemudian pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara
dengan ibu Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin
dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“kami melakukan sosialisasi ke masyarakat itu hanya sekali dan saya pikir itu sudah cukup karena masyarakat sudah tau dengan program UEP dan KUBE yang kami laksanakan ini” (Wawancara, 21 Maret 2016)
Untuk mencari informasi yang lebih lanjut untuk mengukur
kesuksesan dari program sosialisasi ini, penulis kemudian menggali
informasi dari beberapa masyarakat yang menerima bantuan KUBE
yaitu bapak Mukbil (KUBE Billbon print), beliau menyatakan bahwa :
“saya dapat info ini dari dinas sosial berhubung saya punya kenalan disana jadi saya lumayan sering berkunjung ke kantor namun teman- teman saya yang juga kurang mampu katanya baru dapat info waktu saya bertanya ke mereka. Jadi bisa saya
140
simpulkan informasinya belum tersebar secara menyeluruh, saya harap kedepannya kalau ada program seperti ini bisa menyentuh semua masyarakat terutama masyarakat kurang mampu.” (Wawancara, 19 Maret 2016)
Masyarakat lain yang penulis wawancarai juga berpendapat serupa,
yakni bapak syabil selaku penerima bantuan UEP, beliau
menyatakan bahwa :
“sebelum ka‟ dapat program ini, sebelumnya sudah lamami di kasih tauka tetanggaku, tapi waktu pendaftarannya yang tidak jelas infonya untung ada pegawai kelurahan kasihka‟ info bilang bukami pendaftaran program bantuan orang miskin ini” (Wawancara, 22 Maret 2016)
Berdasarkan kondisi di lapangan terkait metode
peninformasian yang digunakan oleh pihak pelaksana program dalam
mensosialisasikan program UEP dan KUBE ini, penulis
menyimpulkan bahwa bentuk penginformasian atau sosialisasi
program ini masih kurang efektif, karena hanya disampaikan melalui
forum pertemuan dengan pihak tertentu saja, itupun informasi akan
bantuan ini lebih banyak tersebar dari masyarakat itu sendiri. Pihak
dinas sosial masih tergolong jarang melakukan sosialisasi langsung
kepada masyarakat, ataupun memasang publikasi terkait program
UEP dan KUBE.
Hal ini diakui oleh pihak dinas sosial disebabkan oleh adanya
keterbatasan dana untuk membiayai proses sosialisasi tersebut.
Media komunikasi yang cukup sederhana ini menghambat
kelancaran penyampaian informasi kepada masyarakat yang pada
141
akhirnya berdampak pada sulitnya masyarakat untuk mengakses
program ini. Selain itu, masih kurangnya respon masyarakat terhadap
program ini lebih dikarenakan belum adanya pemahaman yang
memadai tentang konsep program UEP dan KUBE yang diberikan
oleh dinas sosial kepada masyarakat. Hal ini terjadi karena proses
sosialisasi program yang dilakukan oleh dinas sosial masih tergolong
sangat kurang. Sebelum program ini terlaksana, pihak dinas sosial
memang sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait
program ini namun hanya sekali sehingga masih banyak masyarakat
yang sebenarnya membutuhkan program ini, menjadi tidak
mendapatkan informasi dan akses yang baik untuk ambil bagian
dalam program ini. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari
pemerintah dalam hal ini dinas sosial agar lebih bisa menjalin
komunikasi yang baik dengan masyarakat miskin selaku sasaran dari
program KUBE.
4.3.1.2 Sumber daya
Sumber daya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.
Walaupun isi program sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila penyelenggara kekurangan sumber daya
untuk melaksanakan, pelaksanaan program tidak akan berjalan
142
efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia
dan sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor penting untuk
implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan
hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
Sumber daya manusia merupakan hal penting dalam
pelaksanaan program antara lain staf atau pegawai (street-level
bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam pelaksanaan
program, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak
cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam
bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak
cukup menyelesaikan persoalan pelaksanaan program, tetapi
diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan
yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam melaksanakan
program. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan ibu
Sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial
kota Makassar, beliau menyatakan bahwa :
“pegawai dinas sosial menurut saya sudah kompeten baik itu jika dilihat dari pengalaman kerja maupun pendidikan yang pernah dijalaninya. Kemudian penempatan posisi mereka dengan memperhatikan keahliannya masing- masing.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Kemudian beliau menambahkan kembali bahwa:
“untuk tugas lapangan dinas sosial memiliki TKSK yang di tempatkan ditiap kecamatan mereka diangkat berdasarkan kemampuan dan pengalaman kerja mereka sebelumnya,
143
walaupun jumlah mereka yang kurang banyak untuk menjalankan semua program yang dimiliki dinas sosial kota Makassar.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa
pegawai dinas sosial sudah cukup kompeten dibidangnya sehingga
dalam proses pelaksanaan program hal tersebut bukan menjadi
hambatan namun jika dilihat petugas lapangan dinas sosial dari segi
kuantitasnya masih sangat kurang salah satu hal yang
mempengaruhinya antara lain adalah minimnya anggaran yang
dikeluarkan untuk honor tim TKSK tersebut.
Kemudian terkait sumber daya financial dalam pelaksanaan
program UEP dan KUBE, masalah anggaran tentu merupakan salah
satu hal mendasar yang menentukan jalannya suatu program agar
mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Tanpa adanya
sumber pendanaan dan penganggaran yang baik, pelaksanaan suatu
program akan mengalami hambatan serta tidak akan berjalan dengan
lancar. Oleh karena itu, salah satu aspek pendukung dalam
keberhasilan pelaksanaan program UEP dan KUBE yang dijalankan
selama ini adalah anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk
pelaksanaan program UEP dan KUBE ini. Adapun jumlah anggaran
yang dialokasikan oleh pemerintah pada tahun 2015 dalam hal
pendanaan program UEP adalah 2 juta/ keluarga miskin kemudian
dalam hal pendanaan program KUBE adalah 22 juta/ kelompok. Hal
144
ini di dukung dengan hasil wawancara dengan bapak Burhanuddin
ghalib selaku kepala dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan
bahwa :
“anggaran tahun 2015 untuk KUBE yaitu 22 juta/ kelompok untuk 20 kelompok dan untuk UEP 2 juta/ keluarga untuk 200 keluarga miskin sesuai dengan hasil keputusan pemerintah kota Makassar dengan DPRD.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Permasalahan jumlah bantuan dana yang diberikan ini juga
berbanding lurus dengan hasil wawancara penulis bersama salah
satu anggota KUBE yaitu bapak mukbil (Billbon print), beliau
menyatakan bahwa :
“bantuan yang kami terima itu sekitar 22 juta, dan itu dalam bentuk barang baik itu berupa alat maupun bahan usaha. Menurut saya bantuan ini sudah cukup sisanya tinggal kami yang kembangkan lagi” (Wawancara, 19 Maret 2016) Sesuai hasil wawancara dengan beberapa informan diatas
dapat disimpulkan bahwa jumlah bantuan dana yang dialokasikan
oleh pemerintah untuk setiap penerima bantuan UEP sebesar
Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah). Pada tahun 2015. total anggaran
yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pendanaan program UEP
adalah sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk 200
keluarga fakir miskin. Sedangkan total anggaran yang dialokasikan
oleh pemerintah untuk pendanaan program KUBE pada tahun 2015
adalah sebesar Rp.440.000.000,00 (empat ratus empat puluh juta
rupiah) untuk 20 kelompok. Jumlah bantuan dana yang dialokasikan
145
oleh pemerintah kota makassar untuk setiap kelompok KUBE
sebesar Rp.22.000.000,- (dua puluh dua juta rupiah).
Berdasarkan hal tersebut peneliti juga melihat hasil wawancara
dengan penerima bantuan UEP dan KUBE yang menyatakan
bantuannya sudah cukup untuk menjalankan usahanya walaupun
harapannya masih ada bantuan untuk pengembangan usaha.
4.3.2 Faktor Pendukung
4.3.2.1 Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik atau sikap yang
dimiliki oleh pihak penyelenggara program dalam hal ini pihak dinas
sosial seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila pihak
dinas sosial memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan program dengan baik seperti apa yang diinginkan.
Berkaitan dengan disposisi yang dimiliki oleh penyelenggara program
dalam hal ini dinas sosial kota Makassar sudah cukup baik. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan bapak Burhanuddin
ghalib selaku kepala bidang jaminan bantuan dan pengendalian
kesejahteraan sosial dinas sosial kota Makassar, beliau menyatakan
bahwa :
“tentang sikap kami dalam melaksanakan program UEP dan KUBE ini, kami terbukaji kepada semua masyarakat jika ada yang ingin bertanya ataupun meminta arahan terkait program UEP dan KUBE ini, dan kami berusaha yang terbaik untuk
146
memperbaiki kesalahan jika ada keluhan dari masyarakat kemudian kejujuran dan transparansi dari pelaksanaan program ini sangat kami tekankan baik itu untuk pihak penyelenggara maupun pihak penerima bantuan.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Kemudian ditambahkan oleh ibu Sitti hajar selaku kepala seksi
pemberdayaan masyarakat miskin, beliau menyatakan bahwa :
“kalau masalah kendala disposisi, itu tidak ada masalah karena kami melakukan pekerjaan kami secara professional dengan standar pelayanan yang baik sehingga semestinya hal ini tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Kemudian ditambahkan kembali dari bapak bapak Mukbil (KUBE
Billbon print), beliau menyatakan bahwa :
“tidak ada ji masalah sama karakter ataupun wataknya pegawai dinas sosial, mereka malah mendukung dan membantu kami dalam bentuk pengarahan tentang program bantuan masyarakat miskin seperti UEP (bantuan usaha untuk keluarga fakir miskin) dan KUBE(bantuan kepada kelompok usaha bersama fakir miskin) jadi menurutku itu tidak menghambatji.” (Wawancara, 19 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan
diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau sikap yang dimiliki
oleh pihak dinas sosial bukan menjadi hal yang menghambat
pelaksanaan program UEP dan KUBE.
147
4.3.3 Struktur birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas menjalankan program
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan program.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi
adalah adanya Standard operational procedure (SOP). SOP
merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian
waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam
organisasi kerja yang kompleks dan luas. SOP menjadi pedoman
bagi setiap pelaksana tugas dalam bertindak. Organisasi yang
dimaksud adalah organisasi pemerintahan yakni dinas sosial kota
Makassar. SOP yang dimaksukan sebagai pedoman dalam
menjalankan setiap program dinas sosial ini sudah baik dan terarah.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari ibu Sitti hajar selaku
kepala seksi pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota Makassar,
beliau menyatakan bahwa :
“SOP yang kami terapkan saat ini tidak ada masalah karena dalam pelaksanaan setiap program kami selalu beracu pada SOPji juga dan saya rasa tidak menjadi hambatanji itu dalam pelaksanaan program kami termasuk UEP dan KUBE.” (Wawancara, 29 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa SOP
tidak menghambat pelaksanaan program bahkan mendukung
jalannya tiap program kerja dinas sosial kota Makassar. Organisasi-
organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan
148
kontrol yang besar atas program yang bersifat fleksibel mungkin lebih
dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru dari pada birokrasi-
birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan
aktivitas organisasi tidak fleksibel. Namun jika dikontekskan dengan
dinas sosial kota Makassar, struktur organisasi dinas sosial bisa
dikatakan tidak panjang karena dinas sosial memiliki unit pelaksana
teknisnya sendiri sehingga dalam pelaksanaan programnya tidak
berbelit- belit. Hal tersebut di dapatkan dari hasil wawancara peneliti
dengan ibu sitti hajar selaku kepala seksi pemberdayaan fakir miskin,
beliau menyatakan bahwa:
“bicara tentang struktur organisasi sudah di atur dalam peraturan walikota Makassar nomor 34 tahun 2009 tentang uraian tugas jabatan struktural dinas sosial kota Makassar dan disitu sudah diatur juga tentang tugas dari tiap posisi dan jelas bahwa dalam struktur organisasinya kami tidak begitu panjangji sehingga pengawasan kebawah tidak sulit dan dalam pelaksanaan program terkhusus program UEP dan KUBE tidak ada prosedur yang panjang dan berbelit-belit.” (Wawancara, 29 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
struktur organisasi maupun Standard operational Procedure (SOP)-
nya sudah cukup baik sehingga masih diterapkan hingga saat ini dan
149
jelas bahwa struktur organisasi bukan merupakan faktor penghambat
pelaksanaan program melainkan faktor yang menjadi pendukung
terlaksananya program- program tersebut.
150
BAB V
P E N U T U P
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan penelitian, maka
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1) Peran pemerintah kota Makassar dalam pelaksanaan program
pengentaskan kemiskinan dapat dilihat dari bagaimana upaya- upaya
yang dilakukannya. Dinas sosial kota Makassar sebagai bagian dari
pemerintah memiliki peran penting dalam pengentasan kemiskinan.
Salah satu peranannya dapat dilihat melalui program pemberdayaan
fakir miskin seperti program bantuan usaha ekonomi produktif (UEP)
dan program bantuan Kelompok usaha bersama (KUBE). Program
bantuan UEP dan program bantuan KUBE merupakan program yang
sasarannya adalah keluarga fakir miskin atau kurang mampu. Tujuan
program tersebut adalah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup
dan kesejahteraan sosial keluarga miskin dalam rangka percepatan
pengentasan kemiskinan di Indonesia secara umum dan di kota
Makassar secara khusus. Adapun efektifitas pelaksanaan program-
program ini berdasarkan penelitian yang dilakukakan oleh penulis,
didapatkan hasil bahwa dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hal
yang kurang maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun secara
151
keseluruhan pelaksanaan program bantuan UEP dan program bantuan
KUBE ini sudah cukup efektif dilihat dari terlaksananya program-
program tersebut, tersalurkannya bantuan sesuai dengan rencana dan
ketepatan sasaran serta anggaran untuk pelaksanaan program-program
tersebut.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dari program UEP dan
KUBE dengan menggunakan teori George C. Edwards III (1980), faktor-
faktor yang dimaksud yaitu: 1).Komunikasi; 2).Sumber daya;
3).Disposisi; dan 4).Struktur birokrasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan penulis faktor- faktor tersebut kemudian terbagi menjadi dua
yakni : faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor penghambat
pelaksanaan program bantuan UEP dan program bantuan KUBE antara
lain faktor komunikasi dan sumber daya. Faktor komunikasi dan faktor
sumber daya baik itu sumber daya manusia dan sumber daya finansial
dapat dikatakan masih kurang dalam pelaksanaan program ini.
Kemudian faktor pendukung pelaksanaan program bantuan UEP dan
program bantuan KUBE antara lain faktor disposisi dan faktor struktur
birokrasi. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa
disposisi dari pihak dinas sosial dan struktur birokrasinya tidak
menghambat masyarakat untuk menjadi penerima bantuan malahan
mempermudah pelaksanaan program bantuan UEP dan Program
bantuan KUBE.
152
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan peran
pemerintah kota Makassar dalam pengentasan kemiskinan dengan melihat
pelaksanaan program pemberdayaan fakir miskin dinas sosial kota
Makassar serta dengan memperhatikan kesimpulan diatas adalah sebagai
berikut :
1) Kepada dinas sosial terkhusus pada bidang pengendalian bantuan
dan kesejahteraan sosial untuk lebih mengefektifkan setiap
programnya, terkhusus untuk program bantuan UEP dan KUBE agar
kiranya kedepannya mampu meningkatkan kualitas komunikasinya
dalam hal ini penyebarluasan informasi atau sosialisasi program.
Dengan demikian informasi dapat tersebar merata di kalangan
masyarakat dan membantu kelancaran pelaksanaan setiap program
dinas sosial.
2) Dalam hal penganggaran program seharusnya juga memperhatikan
kebutuhan untuk efektifitas pelaksanaan program seperti dalam
program bantuan UEP dan KUBE, kegiatan pelatihan, pembekalan,
maupun penyuluhan yang merupakan penunjang tercapainya tujuan
program tersebut sekiranya perlu dioptimalkan.
3) Dalam hal pendampingan dan pengawasan terhadap program
bantuan UEP dan KUBE ini masih perlu ditingkatkan lagi melihat
153
masyarakat masih sangat membutuhkan arahan dan bimbingan dari
pihak dinas sosial untuk membangun sebuah usaha. Kemudian
peningkatan yang dimaksudkan seperti kuantitas dan kualitas dari
tenaga kesejahteran sosial kecamatan (TKSK) dinas sosial untuk
mendampingi dan mengawasi setiap program dinas sosial,
khususnya.
154
Daftar Pustaka Buku : Agussalim. 2009. Mereduksi Kemiskinan, Sebuah Proposal Baru untuk
Indonesia. Makassar: Nala Cipta Litera. Arief, Hasrat, dkk. 2014. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi.
Makassar:Universitas Hasanuddin. BPS (Badan Pusat Statistik). 2014. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota
Makassar 2014. Makassar: Badan Pusat Statistik. Edwards III, George C. 1980.Implementing Public Policy.Washington DC:
Congressional Quarterly Press. Jacques, Jean Rousseau. 1986. Kontrak Sosial, Terjemahan Sumarjo.
Jakarta: Erlangga. Komaruddin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Semarang: PT. Raja Grafindo
Persada. Ndraha, Talidziduhu. 2003, Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru).
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Ndraha, Talidziduhu. 2003. Kybernology 2 (Ilmu Pemerintahan Baru).
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Rasyid, Ryas. 1997. Makna Pemerintahan (tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan). Jakarta: PT. Yasrif Watampone. Soekanto, Soerjono. 2002. Pemerintah: Tugas Pokok dan Fungsi. Jakarta:
Bumi Aksara. Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan
Aplikasi. Yogjakarata: Pustaka Pelajar. Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung: PT. Refika Aditama. Suryaningrat, Bayu. 1992. Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT.rineka
Cipta.
155
Syafi„ie, Inu Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT Refika Aditama.
Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Perundang- undangan :
1. Undang- Undang Dasar Tahun 1945. 2. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah. 3. Undang- undang no. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. 4. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir
miskin. 5. Peraturan walikota Makassar Nomor 34 Tahun 2009 tentang uraian
tugas jabatan struktural dinas sosial kota Makassar.
Referensi lain :
1. http://makassarkota.go.id
2. http://bps.go.id
156
LAMPIRAN 1
SURAT BUKTI PENELITIAN
157
158
LAMPIRAN 2
FOTO PENELITIAN
159
DINAS SOSIAL
Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
160
Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
161
162
\
163