analisis pengaruh nilai tukar, tingkat suku bunga, dan
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA,
DAN INVESTASI TERHADAP INFLASI
DI INDONESIA TAHUN 1999-2019
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1
Pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Oleh :
DIAN MEYLINA JOHARIN
NIM B300170131
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
i
ii
iii
1
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, TINGKAT SUKU BUNGA,
DAN INVESTASI TERHADAP INFLASI
DI INDONESIA TAHUN 1999-2019
Abstrak
Objek penelitian ini adalah Inflasi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh nilai tukar, tingkat suku bunga, dan investasi terhadap
inflasi Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1999-
2019 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, Bank Pusat Statistik, dan World
Bank. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat analisis
regresi berganda dengan pendekatan metode Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat suku bunga ( BI Rate)
berpengaruh signifikan terhadap inflasi Indonesia, sedangkan nilai tukar dan
investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi Indonesia.
Kata kunci : inflasi, nilai tukar, tingkat suku bunga, investasi
Abstract
The object of this research is inflation in Indonesia. This study aims to analyze the
effect of exchange rates, interest rates, and investment on inflation in Indonesia.
The data used is time series data from 1999-2019 published by Bank Indonesia,
the Central Bank for Statistics, and the World Bank. The analytical method used
in this research is multiple regression analysis with the Ordinary Least Square
(OLS) method approach. Based on this research, it is concluded that the interest
rate (BI Rate) has a significant effect on inflation in Indonesia, while the exchange
rate and investment have no significant effect on inflation in Indonesia.
Keywords: inflation, exchange rate, interest rate, investment
1. PENDAHULUAN
Perekonomian suatu negara dapat dikatakan stabil apabila negara tersebut
dapat mengendalikan gejolak-gejolak permasalahan perekonomian yang ada,
salah satu permasalahan ekonomi yang sering timbul adalah gejolak tingginya
tingkat inflasi dari tahun ke tahun yang menyebabkan turunnya daya beli
masyarakat dan menyebabkan perlambatan perekonomian suatu negara. Banyak
pendapat para ekonom maupun kajian yang membahas tentang inflasi yang terjadi
pada setiap negara khususnya negara yang sedang berkembang dan negara yang
mengalami kemunduran ekonomi atau negara terbelakang. Inflasi selalu menjadi
fenomena ekonomi yang menarik dibahas terutama berkaitan dengan dampaknya
yang luas terhadap ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, keseimbangan
eksternal, daya saing, tingkat bunga, investasi bahkan distribusi pendapatan.
2
Menurut Astutik (2016) salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan
untuk melihat atau mengukur stabilitas perekonomian suatu Negara adalah inflasi.
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada
umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di
dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang
dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi
dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa
secara umum. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara
umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas
(atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi (www.bi.go.id).
Inflasi sangat mempengaruhi perubahan pendapatan masyarakat,
perubahannya dapat bersifat menguntungkan atau merugikan bagi negara tersebut.
Pada beberapa kondisi inflasi dapat mendorong perkembangan ekonomi dalam
negeri suatu negara. Dikarenakan inflasi dapat mendorong para pengusaha dan
produsen memperluas produksinya, sehingga akan tumbuh kesempatan lapangan
kerja baru sekaligus dapat menyebabkan bertambahnya pendapatan seseorang atau
sekelompok orang (Novita & Herianingrum, 2020).
Peningkatan inflasi yang terlalu tinggi akan selalu berdampak negatif bagi
pertumbuhan ekonomi. Setiap kebijakan untuk mengatasi inflasi telah dilakukan.
Salah satu kebijakan dalam pengendalian inflasi yaitu kebijakan moneter.
Kebijakan moneter pada umumnya dilakukan oleh pihak otoritas moneter untuk
mempengaruhi variabel moneter seperti jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan
nilai tukar. Pada umumnya kebijakan moneter adalah dicapainya keseimbangan
internal dan keseimbangan eksternal. Keseimbangan internal biasanya ditunjukan
dengan terciptanya keseimbangan kerja yang tinggi, tercapainya laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan dipertahankan laju inflasi yang rendah. Di sisi lain
keseimbangan internal biasanya ditunjukan dengan neraca pembayaran yang
seimbang (Azizah, Ismanto, & Sitorus, 2020).
3
Suatu negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
negara lain maka mata uangnya akan cenderung melemah (relative inflation rate).
Hal ini terkait dengan aspek Purchasing Power Parity, dimana ketika inflasi
meningkat maka Purchasing Power Parity akan menurun. Teori Paritas Daya Beli
atau Purchasing Power Parity Theory (PPP) digunakan untuk menganalisa
pengaruh inflasi antara dua negara terhadap kurs (Pangestuti, 2020). Pada Umaru
(2018), “The exchange rate between two currencies is solely determined by the
movement of demand and supply forces”, artinya bahwa nilai tukar antara dua
mata uang semata-mata ditentukan oleh pergerakan kekuatan dari permintaan
serta penawaran
Tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan barang dan jasa menjadi
kurang kompetitif yang menyebabkan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan
dapat menurun. Inflasi dapat menyebabkan kenaikan produksi. Alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah,
sehingga keuntungan perusahaan naik. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi
dapat mempunyai akibat sebaliknya, yaitu penurunan output. Dalam keadaan
inflasi yang tinggi nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak
mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya dengan
turunnya produksi barang, pada akhirnya akan menghambat investasi baru (Dewi
& Cahyono, 2016).
Tingkat bunga yang tinggi akan menjadi masalah yang menyulitkan bagi
investasi di sektor riil. Tetapi tingkat bunga yang tinggi akan merangsang lebih
banyak tabungan masyarakat. Untuk itulah tingkat fluktuasi bunga harus
senantiasa terkontrol agar tetap mendorong kegiatan investasi dan produksi serta
tidak mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung dan tidak mengakibatkan
pelarian modal ke luar negeri (Mahendra, 2016). Menurut Karim (2015) suku
bunga yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah.
Suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang
akan menyebabkan harga saham meningkat (Suriyani & Sudiartha, 2018).
Nilai tukar mata uang merupakan instrumen utama yang dapat
mempengaruhi efektifitas kebijakan moneter yang ditetapkan pemerintah. Nilai
4
tukar mata uang diartikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata
uang lainnya atau harga dari suatu mata uang dalam mata uang lain. Nilai tukar
dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar
nominal adalah harga relatif dari mata uang negara. Sedangkan nilai tukar uang
riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara dimana kita dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang di
negara lain (Widiarsih & Romanda, 2020).
Nilai tukar mata uang dari suatu negara terhadap mata uang asing atau
mata uang negara lain adalah nilai yang terjadi di pasar mata uang asing (foreign
exchange market) melalui mekanisme keseimbangan permintaan dan penawaran
mata uang asing itu diukur atau diperhitungkan terhadap mata uang negara
tersebut (Effendie, 2017). Selain nilai tukar (kurs), ekspor juga dipengaruhi oleh
tingkat inflasi sebagaimana diungkapkan oleh Silviana (2016) bahwa inflasi
merupakan proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus
menerus selama periode tertentu, tingkat inflasi melemahkan neraca perdagangan.
Hal ini disebabkan karena inflasi akan mendorong pelemahan daya asing dan
akhirnya menyebabkan penurunan ekspor (M.F Anshari, 2017).
Tabel 1. Perkembangan Inflasi di Indonesia Tahun 1999-2019
Sumber : Bank Indonesia
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa laju inflasi menunjukkan adanya
penurunan dan peningkatan dari tahun ke tahun, seperti tahun 1999 yang
mengalami inflasi sebesar 20,48% turun sangat drastis menjadi 3,69%. Tingkat
inflasi yang berada di bawah target pemerintah sebesar 3,5 persen tersebut
0
5
10
15
20
25
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Perkembangan Inflasi di Indonesia periode 1999-2019
5
merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir. Sebab pada tahun 2009,
Indonesia juga sempat mengalami tingkat inflasi terendah yaitu sebesar 2,78%.
Adapun untuk inflasi inti di Desember 2019 sebesar 3,02 persen lebih rendah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 3,07 persen. Adapun untuk
harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) mengalami inflasi
sebesar 0,51 persen dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,10 persen.
Rendahnya inflasi di tahun 2019 disebabkan harga-harga barang
bergejolak yang relatif terkendali. Misalnya, harga beras yang umumnya menjadi
penyebab tingginya inflasi cenderung terkendali tahun ini. Selain itu juga
kenaikkan harga BBM dan tarif tiket pesawat yang juga mulai merangkak naik di
akhir 2018 menjadi penyebab inflasi yang cenderung lebih tinggi dibanding 2019.
2. METODE
Penelitian ini akan mengamati pengaruh variabel kurs, Bi Rate, dan
investasi terhadap inflasi di Indonesia. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least
Square (OLS) modifikasi dari jurnal (Kalalo, Rotinsulu, & B. Maramis, 2016) dan
jurnal (Utami & Soebagiyo, 2013) yang formulasi model estimatornya adalah:
= + + + +
Dimana :
= nilai tukar rupiah (rupiah per US$)
= tingkat suku bunga (persen)
= investasi (juta US$)
= error term (faktor kesalahan)
= konstanta
… = koefisien regresi variabel independen t = tahun ke t
Tahapan estimasi model ekonometrik di atas meliputi: uji asumsi klasik
dengan beberapa tahapan uji yakni uji multikolinieritas, uji normalitas residual, uji
autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas, dan uji spesifikasi model. Kemudian
hasil regresi harus di uji kebaikan model, yang meliputi uji eksistensi model (uji
F) dan interpretasi koefisien determinan, dan langkah selanjutnya yaitu uji
validitas pengaruh (uji t).
6
Metode OLS merupakan metode kuadran terkecil memiliki beberapa sifat-
sifat statistik yang menarik dan telah membuat metode OLS dikenal dalam
analisis regresi (Gujarati & Porter, 2015). Model estimasi Ordinary Least Square
(OLS) awalnya dikenalkan oleh seorang matematikawan asal Jerman yang
bernama Carl Fredrich (Gujarati & Porter, 1995). Dalam menghasilkan garis
regresi, OLS mengasumsikan keberadaan suatu model disebut dengan Classical
Linier Regression Model (CLRM). Dimana untuk menghasilkan estimator garis
regresi dengan sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation), ada 10 asumsi yang
terpenuhi. Dari 10 asumsi tersebut ada 5 yang wajib terpenuhi yaitu; tidak ada
multikolinieritas sempurna dari variabel independen, normalitas terpenuhi, tidak
ada masalah autokorelasi, tidak ada masalah heteroskedastisitas, dan model
spesifikasi tepat.
Uji linieritas model atau biasa disebut uji spesifikasi model adalah
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui linieritas model regresi, yakni apakah
model yang digunakan linier atau tidak. Dalam penelitian ini uji linieritas yang
digunakan adalah uji Ramsey Reset yang dikenal dengan sebutan uji umum
kesalahan spesifikasi (general test of specification error).
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model yang dianalisis memiliki
tingkat kelayakan model yang tinggi yaitu variabel-variabel yang digunakan
mampu untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Uji F-statistik dilakukan
untuk melihat secara bersamaan pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Dalam uji F dapat digunakan menerima atau menolak yang bisa
dilihat dari nilai F statistik (Utomo, 2018).
Koefisien determinan menunjukkan besarnya pengaruh proporsi dari total
variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Pada kolom
adjusted R-square dapat dilihat presentase yang menjelaskan variabel-variabel
bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-
varibel di luar penelitian. Koefisien determinan merupakan ukuran ringkas
yang memberi informasi seberapa baik sebuah garis regresi sampel sesuai dengan
datanya (Gujarati & Porter, 2015). Dalam kolom adjusted dapat dilihat berapa
persentase variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.
7
Pengujian validitas pengaruh digunakan untuk menguji signifikansi secara
parsial (masing-masing) variabel independen terhadap variabel dependen untuk
itu digunakan nilai probabilitas (Utomo, 2018). Uji t merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah, yaitu yang menanyakan hubungan antara
dua variabel atau lebih.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder pada
waktu berurutan (time series) tahun 1999-2019. Data yang dipakai bersumber dari
pubikasi Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan World Bank. Data
yang digunakan selama periode Tahun 1999-2019 yang terdiri dari:
1. Kurs adalah nilai tukar Rupiah terhadap US $ (nilai tukar rata-rata) dalam
satuan Rupiah. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik
(BPS).
2. Bi Rate adalah kebijakan nilai suku bunga yang dietapkan oleh Bank
Indonesia yang berkaitan dengan kebijakan moneter yang akan diterapkan
pada masyarat Indonesia. Data yang digunakan bersumber dari Badan
Indonesia (BI).
3. Investasi adalah suatu kegiatan menanamkan modal, baik langsung maupun
tidak, dengan harapan pada waktu nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah
keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Data yang digunakan
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1.HASIL ESTIMASI
Tabel 2. Hasil Estimasi Model Ekonometri
26,0281 – 1,1669 + 0,6867 – 1,2403 (0,8822)
(0,0282)
** (0,4815)
R2 = 0,4477; DW-Stat. = 2,2941; F-Stat. = 4,5945; Prob. F-Stat. = 0,0157
Uji Diagnosis
(1) Multikolinieritas (VIF)
= 2,8264; = 1,3264; = 3,0306
(2) Normalitas
JB(2) = 5,4511; Prob. (JB) = 0,0655
(3) Autokorelasi
2(3) = 5,4696; Prob. (
2) = 0,1405
(4) Heteroskedastisitas
8
2(14) = 7,7623; Prob. (
2) = 0, 0512
(5) Linieritas
F(2,15) = 0,3853; Prob. (F) = 0,6868
Sumber: BPS, BI, World Bank diolah.
Keterangan: *Signifikan pada = 0,01; **Signifikan pada = 0,05;
***Signifikan pada = 0,10. Angka dalam kurung adalah probabilitas empirik (p value) t-statistik.
3.2.UJI STATISTIK
3.2.1 Eksistensi Model
Model eksis apabila seluruh variabel independen secara simultan memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak secara simultan
bernilai nol). Uji eksistensi model adalah uji F. Dalam penelitian ini, formulasi
hipotesis uji eksistensi modelnya adalah : = = = 0, koefisien regresi
secara simultan bernilai nol atau model tidak eksis. : 0 | 0 | 0,
koefisien regresi secara tidak simultan bernilai nol atau model eksis. akan
diterima jika nilai p (p value), probabilitas atau signifikansi empirik statistik F
; akan ditolak jika nilai p (p value), probabilitas atau signifikansi empirik
statistik F .
Tabel 2 terlihat nilai p (p value), probabilitas atau signifikansi empirik
statistik F pada estimasi model memiliki nilai 0,0157 < 0,05; jadi ditolak,
kesimpulannya adalah model yang digunakan dalam penelitian eksis.
Koefisien determinasi ( ) menunjukkan daya ramal dari model
terestimasi. Dari Tabel 2, terlihat nilai sebesar 0,4477, artinya 44,77% variasi
variabel inflasi dapat dijelaskan oleh variabel variasi nilai tukar (kurs), birate, dan
investasi sedangkan sisanya 55,23% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
disertakan dalam model.
3.2.2 Uji Validitas Pengaruh
Tabel 3 Hasil Uji Validitas Pengaruh Variabel Independen
Variabel Prob. t Kriteria Kesimpulan
Log KURS 0,8822 0,10 Tidak Berpengaruh Signifikan
BIRATE 0,0282 0,05 Signifikan ada α = 0,05
Log INV 0,4815 0,10 Tidak Berpengaruh Signifikan
Sumber: Eviews (Diolah)
9
Tabel 3 terlihat bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap inflasi Indonesia tahun 1999-2019 adalah suku bunga (BI Rate)
sedangkan variabel kurs dan investasi tidak memiliki pengaruhyang signifikan
terhadap inflasi Indonesia tahun 1999-2019.
Dari uji validitas pengaruh yang disajikan pada Tabel 3, terlihat bahwa
variabel independen yang terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap Inflasi
adalah variabel suku bunga BI atau BI Rate. Variabel nilai tukar (KURS) dan
variabel investasi (INV) yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Inflasi.
Variabel BI Rate memiliki koefisien regresi sebesar 0,6867. Pola
hubungan variabel Inflasi dan BI Rate adalah linier-linier. Maka, apabila BI Rate
naik satu persen maka Inflasi akan naik sebesar 0,6867 %. Sebaliknya, apabila
Inflasi turun satu persen maka BI Rate akan turun sebesar 0,6867 %.
3.3.INTERPRETASI EKONOMI
3.3.1. Nilai Tukar (Kurs)
Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan bahwa tingkat nilai tukar
(kurs) mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indoensia. Hasil sejalan dengan dasar teoretik dan hipotesis bahwa semakin tinggi
tingkat kurs, maka tingkat inflasi akan semakin tinggi pula. Dengan kata lain
tinggi rendahnya tingkat Inflasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat kurs
yang dihasilkan oleh suatu negara (Langi, Masinambow, & Siwu, 2014). Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Yanti Panjaitan &
Wardoyo, 2016) hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar (kurs) tidak
berpengaruh secara parsial dan tidak signifikan terhadap Inflasi di Indonesia.
Secara teori semakin tinggi tingkat kurs maka akan menaikkan tingkat Inflasi di
Indonesia. Ini tergantung kebijakan pemerintah, jika pemerintah memperhatikan
(menaikkan) ekspor maka kurs (nilai tukar rupiah) yang meningkat akan
menaikkan perekonomian Indonesia.
Ketika nilai tukar rupiah (kurs) mengalami depresiasi maka harga barang
impor akan naik yang menyebabkan biaya bahan baku impor meningkat.
Bertambahnya biaya bahan baku impor menyebabkan hasil produksi menurun.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya kelangkaan barang-barang hasil produksi
10
sehingga bisa menstimulus kenaikkan harga barang domestik secara umum
sehingga inflasi naik.
3.3.2. Tingkat Suku Bunga (BI Rate)
Penelitian ini mendapatkan hasil tingkat suku bunga (BI Rate) memiliki
pengaruh positif signifikan terhadap Inflasi. Secara teori hal ini terjadi karena
kenaikan tingkat suku bunga akan dapat meningkatkan insentif yang diterima
masyarakat yang menyimpan dananya di Bank.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Yanti
Panjaitan & Wardoyo, 2016) hal ini menunjukkan bahwa variabel BI Rate
berpengaruh positif secara parsial dan signifikan terhadap Inflasi di Indonesia.
Secara teori mengatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi akan mengurangi
tekanan inflasi. Menurut gubernur bank Indonesia kenaikkan BI Rate
mengakibatkan melambungnya harga minyak dunia dan harga komoditas pangan
di dunia internasional serta kebijakan pemerintah menaikkan harga bbm. Namun,
kebijakan menaikkan BI Rate ini akan mendorong inflasi dalam jangka pendek
dan dapat mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia khususnya di sektor
riil, sehingga menyulitkan masyarakat kecil.
3.3.3. Investasi
Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan bahwa investasi
mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat inflasi di
Indonesia. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Silvia, Wardi, & Aimon, 2013) bahwa investasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap inflasi di Indonesia. Kenaikan investasi akan memicu kenaikan
pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah terjadinya
kenaikkan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikkan penanaman
modal atau pembentukan modal akan berakibat terhadap peningkatan produksi
barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan produksi barang dan jasa ini
akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,
apabila terjadi penurunan investasi maka PDB juga akan mengalami penurunan
karena penurunan investasi mengindikasikan telah terjadinya penurunan
penanaman modal atau pembentukan modal.
11
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya
mengenai pengaruh nilai tukar (kurs), BI Rate, dan investasi terhadap inflasi di
Indonesia tahun 1999-2019, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Model estimasi yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi uji
asumsi klasik yang menunjukkan bahwa model yang dipakai tidak
menyebabkan multikolinieritas dalam model, distribusi residual normal, tidak
terdapat masalah otokorelasi dalam model, tidak terdapat heterokedastisitas
dalam model, dan spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah
tepat atau linier.
2. Berdasarkan hasil analisis uji kebaikan model (uji F) mendapatkan nilai
0,0157 < 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa variabel nilai tukar (kurs), BI Rate,
dan investasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia
atau model yang digunakan penelitian eksis.
3. Koefisien determinasi (R-Squared atau ) telah menunjukkan daya ramal
dari model terestimasi, bahwa variabel dependen Inflasi dipengaruhi oleh
variabel independen nilai tukar (kurs), BI Rate, dan investasi sebesar 44,77%
sedangkan sisanya 55,23% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak disertakan
dalam model.
4. Dari hasil regresi yang telah dilakukan diketahui bahwa koefisien variabel
nilai tukar (kurs) sebesar -1,1669. Hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai
tukar (kurs) memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Inflasi di Indonesia. Artinya, apabila nilai tukar (kurs) naik satu
rupiah maka Inflasi akan turun sebesar 0,011669. Sebaliknya, apabila Inflasi
turun satu persen maka nilai tukar (kurs) akan naik sebesar 0,011669.
5. Dari hasil regresi yang telah dilakukan diketahui bahwa koefisien variabel BI
Rate sebesar 0,6867. Hal ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga (BI
Rate) memiliki pengaruh positif dan berpengaruh signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia. Artinya, apabila BI Rate naik satu persen maka Inflasi akan turun
sebesar 0,6867 atau 68,67 persen. Sebaliknya, apabila Inflasi turun satu persen
maka BI Rate akan naik sebesar 0,6867 atau 68,67 persen.
12
6. Dari hasil regresi yang telah dilakukan diketahui bahwa koefisien variabel
investasi sebesar -1,2403. Hal ini menunjukkan bahwa variabel investasi
memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap Inflasi di
Indonesia. Artinya, apabila investasi naik 1 juta US$ maka Inflasi akan turun
sebesar 0,012403. Sebaliknya, apabila Inflasi turun 1 juta US$ maka investasi
akan naik sebesar 0,012403.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K., Sari, D. R., & Putri, R. (2019). Pengaruh Inflasi Nilai Tukar Rupiah dan
Harga Emas Dunia terhadap Indeks Harga Saham Pertambangan pada Bursa
Efek Indonesia (Periode Tahun 2016-2018). Jurnal Bisnis Darmajaya, 5,
90-113.
Ali, T. M., Mahmood, M. T., & Bashir, T. (2015). Impact of Interest Rate,
Inflation and Money Supply on Exchange Rate Volatility in Pakistan. World
Applied Sciences Journal, 33, 620-630.
doi:10.5829/idosi.wasj.2015.33.04.82
Aliyu, S., & Yusof, R. M. (2016). Profitability and Cost Efficiency of Islamic
Banks: A Panel Analysis of Some Selected Countries. International Journal
of Economics and Financial Issues, 6, 1736-1743.
Andryas, T. (2015). Analisis Inflasi dengan Pendekatan Panel Dinamis: (Studi
Kasus di Kawasan Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan dan Bali). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 197-209.
Armayanti, & Rizki, C. Z. (2017). Pengaruh Sektor Riil dan Sektor Keuangan
terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 2, 73-83.
Badan Pusat Statistik. (2020). Kurs Tengah Beberapa Mata Uang Asing terhadap
Rupiah di Bank Indonesia dan Harga Emas di Jakarta (rupiah).
Badan Pusat Statistik. (2020). Data BI Rate pada Laporan Perekonomian
Indonesia 2020.
Badan Pusat Statistik. (2020). Realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam
Negeri Menurut Sektor Ekonomi.
Bank Indonesia. (2020). BI-7 Day Reverse Repo Rate.
Bank Indonesia. (2020). Data Inflasi di Indonesia.
Basorudin, M., Maharani, A. F., Ramadhan, F., & Ronaldo, S. (2019). Analisis
Faktor Determinan yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Indonesia dengan
Error Correction Mechanism. Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 4, 120-
131.
Dewi, T. M., & Cahyono, H. (2016). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, BI Rate,
dan Inflasi terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Ekonomi, 4, 1-7.
13
Gujarati, D. N. (1995). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2015). Dasar-Dasar Ekonometrika=basic
econometrics buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Inyiama, O. I., & Ekwe, M. C. (2014). Exchange Rate and Inflationary Rate: Do
They Interact? Evidence from Nigeria. International Journal of Economics
and Finance, 6, ISSN 1916-971XE-ISSN 1916-9728.
Islam, R., Abdul Ghani, A. B., Mahyudin, E., & Manickam, N. (2017).
Determinants of Factors that Affecting Inflation in Malaysia. International
Journal of Economics and Financial Issues, 7, 355-364.
Jannah, M., & Nurfauziah. (2018). Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Tingkat
Suku SBI (BI Rate) dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks LQ45 di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Maranatha, 17, 103-110.
Jaya Chandran, D. G. (2013). Impact of Exchange Rate On Trade and GDP For
India A Study of Last Four Decade. International Journal of Marketing,
Financial Services & Management Research, 2, ISSN 2277-3622.
Jones, C. P. (2019). Investasi: Prinsip dan Konsep . Jakarta: Salemba Empat.
Judith, M. N., & Chijindu, E. H. (2016). Dynamics of Inflation and Manufacturing
Sector Performance in Nigeria: Analysis of Effect and Causality.
International Journal of Economics and Financial Issues, 6, 1400-1406.
Kalalo, H. Y., Rotinsulu, T. O., & Maramis, M. T. (2016). Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 2000-2014. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi, 16, 706-717.
Kasmir. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Khalwaty, M. T. (2000). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Langi, T. M., Masinambow, V., & Siwu, H. (2014). Analisis Pengaruh Suku
Bunga BI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Kurs terhadap Tingkat Inflasi
di Indonesia. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 14, 44-58.
Mahendra, A. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI
dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia. JRAK, 2, 1-12.
Ningsih, S., & Kristiyanti, L. (2018). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar,
Suku Bunga, dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2014-
2016. Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya, 20, 96-102.
Nopirin. (2014). Ekonomi Moneter 2. Yogyakarta: BPFE.
Novita, & Herianingrum, S. (2020). Pengaruh GDP, Ekspor dan Investasi
terhadap Inflasi di Lima Negara Anggota IDB. Jurnal Ekonomi, 81-98.
Nugroho, P. W., & Basuki, M. U. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 2000.1-2011.4. Diponegoro
Journal of Economics, 1, 1-10.
14
Perlambang, H. (2010). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga
SBI, Nilai Tukar terhadap Tingkat Inflasi. Media Ekonomi, 19, 49-67.
Porter, D. C., & Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics . Boston: McGraw-
Hill.
Prasasti, K. B., & Slamet, E. J. (2020). Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap
Inflasi dan Suku Bunga, serta terhadap Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Airlangga, 30, 39-48.
doi:10.20473/jeba.V30I12020.6249
Pratiwi, N. M., AR, M. D., & Azizah, D. F. (2015). Pengaruh Inflasi, Tingkat
Suku Bunga SBI, dan Nilai Tukar terhadap Penanaman Modal Asing dan
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Tahun 2004 sampai dengan Tahun
2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 26, 1-9.
Purnomo, D. (2004). Kausalitas Suku Bunga Domestik dengan Tingkat Inflasi di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 5, 50-56.
Purwanti, E. S., Arsinta, Y., Dwi Arisanti, N. F., & Azizah, I. N. (2014). Dampak
Impor terhadap Inflasi Indonesia Triwulan 1 Tahun 2014. Economics
Development Analysis Journal, 3, 381-392.
Saputra, K., & SBM, N. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Inflasi di Indonesia 2007-2012. Diponegoro Journal of Economics, 3, 1-15.
Setyowati, E., & Soepatini. (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dengan Pendekatan
Neraca Pembayaran (Pendekatan Engle Granger-Error Correction Model).
Jurnal Ekonomi Pembangunan, 5, 147-159.
Silvia, E. D., Wardi, Y., & Aimon, H. (2013). Analisis Pertumbuhan Ekonomi,
Investasi, dan Inflasi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 1, 224-243.
Sukirno. (2013). Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Suriyani, N. K., & Sudiartha, G. M. (2018). Pengaruh Tingkat Suku Bunga,
Inflasi dan Nilai Tukar terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia. E-
Jurnal Manajemen Unud, 7, 3172-3200.
Sutawijaya, A., & Zulfahmi. (2012). Pengaruh Faktor-Faktor Ekonomi terhadap
Inflasi di Indonesia. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 8, 85-101.
Utami, A. T., & Soebagiyo, D. (2013). Penentu Inflasi di Indonesia; Jumlah Uang
Beredar, Nilai Tukar, ataukah Cadangan Devisa? Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan, 14, 144-152.
Utomo, Y. P. (2018). Eksplorasi Data & Analisis Regresi Dengan SPSS.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Widiarsih, D., & Romanda, R. (2020). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Tahun 2015-2019 dengan Pendekatan
15
Error Corection Model (ECM). Jurnal Akuntansi dan Ekonomika, 10, 120-
128.
Wuhan, Suyuan, L., & Khurshid, A. (2015). The Effect of Interest Rate on
Invesment; Empirical Evidence of Jiangsu Province, China. Journal of
International Studies, 8, 81-90. doi:10.14254/2071-8330.2015/8-1/7
Wuyah, Y. T., & Amwe, A. D. (2016). The Implications of Money Supply on
Interest Rate in Nigeria. American Journal of Business and Society, 1, 189-
194.
Yanti Panjaitan, M. N., & Wardoyo. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis, 21, 182-192.