analisis pengaruh injeksi polymer hec am...
TRANSCRIPT
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 1
ANALISIS PENGARUH INJEKSI POLYMER HEC – AM TERHADAP
PEROLEHAN MINYAK
(STUDI LABORATORIUM)
Oleh
Ryanty Sari Yuliana *
Prof.Dr.Ir.Septoratno Siregar **
Sari
Dalam meningkatkan produksi minyak, metode EOR ( Enhanced Oil Recovery ) sangat diperlukan untuk
mendapatkan perolehan minyak yang lebih banyak. Salah satu metode EOR yang dapat digunakan untuk
menambah perolehan minyak adalah injeksi polimer. 2 tipe dasar polimer yang banyak digunakan yaitu
polisakarida (biopolimer) dan poliakrilamid. Polimer membuat perbandingan mobilitas air terhadap minyak
menjadi semakin kecil karena meningkatnya viskositas air, sehingga air dengan viskositas yang lebih besar
dapat mendesak minyak dengan baik.Polimer HEC-AM digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam alternatif
polimer yang dapat digunakan di lapangan karena polimer HEC-AM dibuat dari bahan – bahan yang terdapat di
Indonesia yaitu selulosa ( tandan kosong sawit, kulit pisang, atau kapas ), Etilen oksida, dan akrilamida.
Tujuan dari studi laboratorium ini adalah untuk mengetahui besarnya perolehan minyak dari sebuah core buatan
setelah dilakukan injeksi polimer HEC-AM dan melakukan perbandingan terhadap hasil perolehan minyak yang
didapat setelah injeksi air dan polymer komersil HPAM.
Dari hasil pengukuran reologi yang dilakukan di laboratorium dapat disimpulkan larutan polimer HEC-AM
adalah fluida non-newtonian. Untuk injeksi polimer HEC-AM digunakan larutan yang memiliki konsentrasi
lebih tinggi dibandingkan dengan larutan polimer komersil HPAM untuk mencapai nilai viskositas tertentu. Dari
hasil studi laboratorium dapat disimpulkan bahwa larutan polimer HEC lebih tahan terhadap perubahan salinitas
dibawah 20000 ppm. Untuk core set 1, perolehan minyak dari proses injeksi air sangat rendah, kemungkinan
disebabkan oleh saturasi air yang tinggi sehingga minyak sulit mengalir. Sementara RF dari core yang diinjeksi
HEC-AM sangat tinggi kemungkinan disebabkan oleh keberadaan channel yang tidak dapat disumbat oleh
molekul polimer. Untuk core set 3, RF dari core yang diinjeksi air lebih tinggi dibanding core yang diinjeksi
polimer kemungkinan juga disebabkan oleh adanya channel.
Kata Kunci : Polimer, HEC-AM, RF, HPAM, mobilitas, viskositas, channel
Abstract
Enhanced Oil Recovery is proven to be the most robust method in improving oil production. One of the EOR
methods which is considered to be the most effective in gaining recovery factor is polymer injection. There are
two basic types of polymer used in this method; polysaccharide (biopolymer) and polyacrylamide. The role of
polymer is to produce a lower water to oil mobility ratio. This could happen because of the increase of water
viscosity which better squeeze the oil out. The HEC-AM is an alternative polymer and also considered
applicable to be used in field because of its base material. It is made from variety of materials which available
abundantly in Indonesia; cellulose (empty palm-oil stem, banana skin, and cotton), ethylene oxide, and
acrylamyde.
The objective of this laboratory study is to observe how much oil can be recovered from a synthetic HEC-AM-
injected core and compare the result to the one recovered from water and HPAM commercial polymer.
From the reology measurement in the laboratory, it can be concluded that HEC-AM polymer solution is a non-
newtonian fluid. For the HEC-AM injection, a solution with a higher concentration than a commercial HPAM
polymer solution is used to reach certain value of viscosity. From the observation it is proven that HEC polymer
solution is more resistant to salinity change under 20000 ppm. For core set 1, the amount of recovered oil is very
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 2
low, it is possibly caused by a high water saturation which made the oil more difficult to flow. Meanwhile, the
value of recovery factor from the HEC-AM injected core is very high which possibly caused by the existence of
channel that cannot be corked by the polymer molecule. For core set 3, the recovery factor observed is higher
than the polymer-injected core, this is also most possibly because of the existence of a channel.
Keywords : Polymer, HEC-AM, RF, HPAM, mobility, viscosity, channel.
*Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB
**Pembimbing/Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Untuk mengikuti perkembangan zaman yang
semakin maju maka kebutuhan akan sumber energi
juga semakin bertambah karena hampir semua
kegiatan manusia memerlukan bahan bakar. Untuk
memenuhi permintaan akan bahan bakar maka
produksi bahan bakar juga harus ditingkatkan.
Untuk meningkatkan produksi bahan bakar
terutama minyak bumi, diperlukan metode EOR
(Enhanced Oil Recovery ) terutama untuk lapangan
– lapangan yang produksi airnya sudah sangat
tinggi.
Salah satu metode EOR yang sering digunakan
adalah injeksi polimer. Biasanya injeksi polimer
dilakukan bersamaan dengan injeksi surfactant.
Injeksi surfactant dimaksudkan untuk mengurangi
tegangan permukaan antara minyak dan pori – pori
batuan. Sedangkan injeksi polimer bertujuan untuk
membuat mobilitas air terhadap minyak mengecil.
Pemberian polimer akan membuat viskositas air
menjadi semakin besar. Pada saat injeksi beberapa
hal seperti heterogenitas reservoir, perbandingan
mobilitas air dan minyak, serta perubahan sifat
reologi polimer terhadap salinitas, shear rate, dan
suhu dapat mempengaruhi keberhasilan injeksi
polimer.
1.2 Tujuan
Studi laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya recovery factor setelah diinjeksikan
polimer HEC-AM ke sebuah core buatan. Selain itu
tujuan lainnya adalah untuk membandingkan
recovery factor yang di dapat setelah injeksi air,
polimer HPAM, dan polimer HEC ke dalam
beberapa core artifial yang memiliki karakteristik
batuan yang hampir sama.
1.3 Pembatasan Masalah
Studi laboratorium ini hanya memperhitungkan
faktor porositas pada core buatan, jenis polimer,
dan konsentrasi polimer yang akan diinjeksikan
serta hasil recovery factor yang diperoleh setelah
injeksi air, injeksi polimer HPAM, dan injeksi
polimer HEC-AM satu dimensi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat fisik minyak
Karakteristik minyak di reservoir yang biasanya
cocok untuk penggunaan injeksi polimer adalah
minyak yang tergolong minyak berat. Untuk
percobaan injeksi polimer HEC-AM, digunakan
minyak lapangan X dengan spesifik gravity 19 API
dan viskositas 26 cp. Alasan mengapa biasanya
injeksi polimer dilakukan di lapangan yang
memiliki minyak berat karena biasanya pada saat
produksi, air cenderung untuk mendahului minyak
saat mengalir. Oleh karena itu banyak saturasi
minyak yang tertinggal di dalam reservoir dan yang
terproduksi ke permukaan hanya air dan sebagian
kecil minyak. Apabila minyak yang ada di
reservoir adalah minyak berat, kecenderungan
minyak tersebut untuk mengalir akan jauh lebih
sulit jika dibandingkan dengan minyak ringan.
Oleh karena itu polimer di injeksikan sehingga
viskositas air akan semakin besar dan perbandingan
mobilitas air dan minyak akan semakin kecil.
Dengan membesarnya viskositas air maka air akan
mengalir di belakang minyak dan pada saat
produksi, air tersebut akan membantu mendorong
minyak sehingga minyak akan terproduksi lebih
banyak ke permukaan.
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 3
2.2 Polimer HEC
2.2.1 HEC-AM
HEC ( Hidroxyethylcellulose) adalah polimer yang
terbuat dari akrilamid, selulosa (sumbernya bisa
dari tandan kosong sawit, kulit pisang, kapas atau
batang pohon pisang) kemudian dilakukan proses
hidroksietilasi dengan menambahkan monomer
Etilen Oksida (epoxy). Setelah dicampurkan
selama kurang lebih 12 jam dalam keadaan vakum,
campuran yg terbentuk dibilas dengan aseton
sehingga menjadi butiran-butiran HEC.
Setelah terbentuk HEC untuk membuat polimer yg
kita inginkan (HEC-graft-AM) HEC yg telah
disintesis tadi dilarutkan di air selama setengah jam
kemudian tambahkam polyacrilamida ke dalam
larutan HEC. setelah itu tambahkan inisiator
amonium sulfit dan sodium persulfat agar terjadi
reaksi redok pada sistem tadi. fungsi inisiator
sendiri unutk "menyambungkan" antara gugus-
gugus HEC dengan Acrilamida (AM) sehingga bisa
didapatkan senyawa cangkok (graft) yang
merupakan kombinasi dari kedua senyawa tersebut.
2.2.2 Reologi polimer HEC
Sebelum diinjeksikan maka reologi polimer yang
akan digunakan harus diuji terlebih dahulu di
laboratorium. Hal yang terutama harus diuji adalah
viskositas polimer karena polimer adalah fluida non
newtonian. Yang akan diuji adalah perubahan
viskositas polimer terhadap suhu, salinity, dan
shear rate saat di injeksikan kedalam core. Selain
itu akan diuji juga perbandingan antara banyaknya
konsentrasi HEC dan acrylamide sehingga
didapatkan perbandingan yang tepat untuk
membuat polimer yang memiliki viskositas yang
besar dan lebih tahan terhadap perubahan suhu,
salinity, dan shear rate.
2.3 Karekteristik core buatan
Core yang akan digunakan untuk injeksi polimer
HEC-AM, air, dan HPAM adalah core yang
memiliki nilai porositas yang hampir sama.
2.4 Metode injeksi polimer di laboratorium
Untuk penginjeksian polimer di laboratorium
digunakan alat core flood apparatus. Injeksi
polimer ke dalam core artificial memerlukan
tekanan yang didapat dari pompa. Banyaknya
polimer yang dinjeksikan adalah 0.5 PV (pore
volume ) untuk setiap core setelah itu di injeksikan
air 3 PV.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
a. core flood apparatus
b. Fann VG viscometer
c. Palu
d. Neraca digital
e. Sieve
f. Jangka sorong
g. PVC paralon
h. Pompa vakum
i. Pycnometer
j. Gelas kimia
k. Gelas ukur
l. Penjepit
m. Labu elemeyer dan sumbat
n. Labu elemeyer berisi kapur
o. Oven
3.2 Bahan
a. Pasir dari mesh 35-50
b. Semen
c. Polimer HEC-AM
d. Polimer HPAM
e. Air formasi lapangan X
f. Crude oil lapangan X
IV. PERSIAPAN DAN PROSEDUR
PERCOBAAN
Persiapan yang pertama kali dilakukan pengukuran
properti fluida yaitu mengukur densitas minyak dan
air formasi lapangan X dengan menggunakan
rumus :
. .....(1)
.
berat picnometer fluida berat picnometer
volume picnometer
Didapatkan data sebagai berikut :
Densitas minyak lapangan X = 0.9154 gr/cc
Densitas air formasi lapangan X =0.9970 gr/cc
Pengukuran densitas minyak dan air formasi
dilakukan pada suhu yang sama dengan lapangan X
yaitu 550C.
Sedangkan untuk viskositas minyak dan air formasi
lapangan X dihitung dengan alat Ostwald
Viscometer.
Setelah itu masuk ke tahapan yang kedua yaitu
mengukur reologi polimer HEC dengan alat Fann
VG. Dengan alat Fann VG ini polimer HEC diukur
perubahan viskositasnya terhadap perubahan
salinitas, suhu, dan shear rate. Prosedur
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 4
pengukuran reologi polimer dengan Fann VG
viscometer :
1. Siapkan larutan polimer dengan berbagai
macam perbandingan konsentrasi antara
HEC dan acrylamide.
2. Nyalakan heater sesuai dengan suhu yang
diinginkan.
3. Masukkan larutan polimer kedalam cup
dan nyalakan rotor dengan kecepatan
RPM 600, 300, 200, 100. Pengukuran
dilakukan sebanyak 2 kali supaya
mendapatkan data yang lebih akurat.Catat
dial reading untuk setiap RPM.
4. Viskositas polimer dapat dihitung dengan
rumus :
Keterangan:
μa : apparent viscosity (cp)
θN : dial reading @ N RPM
(derajat)
N : kecepatan rotor (RPM)
…………………( 3 )
Keterangan:
μp : plastic viscosity (cp)
θ600 : dial reading pada 600 RPM
θ300 : dial reading pada 300 RPM
Tahap selanjutnya adalah membuat core artificial.
Pada studi laboratorium ini diperlukan sekitar 15
core artificial yang memiliki karekteristik hampir
sama. Untuk itu digunakan perbandingan pasir dan
semen yang sama untuk pembuatan setiap core.
Perbandingan semen dan pasir yang digunakan
adalah 20:80.
Setelah core buatan selesai dibuat kemudian core
diukur dimensinya untuk mendapatkan volume
bulk, dengan cara :
21. .........................(2)
4Volume bulk d L
Setelah dimensi core diukur kemudian core
dijenuhi dengan crude oil lapangan x, lalu volume
pori dari masing-masing core diukur sehingga
didapatkan porositas dari masing-masing core.
. .ker. ...(3)
. .
.100...................................(4)
.
berat basah berat ingVolume pori
crude oil
Volume pori
Volume bulk
Setelah core terjenuhi 100% oleh air formasi maka
dilakukan injeksi oil hingga diperoleh nilai Swc.
Setelah itu dilakukan injeksi air, polimer HEC-
AM,dan polimer HPAM untuk 3 set core.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil studi laboratorium
5.1.1 Properti core dan fluida
Fluida ρ (gr/ml) µ (cp)
Brine 0.997 0.523
Oil 0.915 15.092
Tabel 5.1 Properti Fluida Pada Temperatur 55° C
Core Porositas(%) Swc Soi
A 0.198 0.787 0.213
1 0.299 0.357 0.643
5 0.322 0.336 0.664
D 0.185 0.375 0.625
2 0.313 0.319 0.681
7 0.316 0.383 0.617
I 0.233 0.358 0.719
10 0.295 0.287 0.688
8 0.321 0.312 0.7135
Tabel 5.2 Properti core buatan
5.1.2 Rheologi polimer
0
5
10
15
20
25
0 500 1000 1500
Vis
kosi
tas
( cp
)
Shear rate (1/s)
78 F
100 F
150 F
180 F
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 5
Gambar 5.1 Gambar shear rate vs viskositas HEC-
AM 7500 ppm pada salinitas 0 ppm
Gambar 5.2 Hubungan shear rate dengan
viskositas HPAM 500 ppm pada salinitas 0 ppm
Gambar 5.3 Hubungan shear rate dengan
viskositas HPAM 1000 ppm pada salinitas 0 ppm
Gambar 5.4 Hubungan shear rate dengan
viskositas HPAM 1500 ppm salinitas 0 ppm
Gambar 5.5 Perbandingan viskositas polimer
terhadap shear rate pada salinitas 0 ppm
Gambar 5.6 Viskositas vs T HEC-AM 7500 ppm
salinitas 0 ppm
0
2
4
6
8
10
12
0 500 1000 1500
Viskositas (cP)
Shear rate (1/s)
72 F 100 F 150 F 180 F
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
0 500 1000 1500Viskositas
(cP)Shear rate (1/s)
73 F 100 F 150 F 180 F
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 500 1000 1500Viskositas
(cP) Shear rate (1/s)
73 F 100 F 150 F 180 F
0
5
10
15
20
25
30
0 500 1000 1500
Vis
kosi
tas
(cp
)
Shear rate (1/s)
HEC-AM 7500 ppmHPAM 500 ppm
HPAM 1000 ppm
HPAM 1500 ppm
0
5
10
15
20
25
0 100 200
Vis
kosi
tas
(cp
)
Temperatur (F)
RPM 100
RPM 200
RPM 300
RPM 600
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 6
Gambar 5.7 Viskositas vs temperatur HPAM 1000
ppm salinitas 0 ppm
Gambar 5.8 Perbandingan viskositas polimer
@RPM 600 vs Temperatur untuk salinitas 0 ppm
5.1.3 Recovery factor setiap core
Core Injeksi Porositas
(%) Swc RF
A Air 3 PV 0.198 0.787 18.75%
1 Air 3 PV 0.299 0.357 35.71%
5 Air 3 PV 0.322 0.336 51.73%
D
HPAM 0.5 PV+ air 3
PV 0.185 0.375 62.00%
2 HPAM 0.5
PV+ 0.313 0.319 50.71%
7 HPAM 0.5
PV 0.316 0.383 28.42%
I HEC 0.5 PV 0.233 0.358 66.67%
8 HEC 0.5 PV 0.321 0.312 64.3%
10 HEC 0.5 PV 0.295 0.287 55.5%
Tabel 5.3 Hasil core flooding
Gambar 5.9 Perbandingan RF dari setiap core
5.2 Pembahasan
Studi laboratorium ini membahas berbagai aspek.
Aspek pertama yang akan dibahas adalah mengenai
perbandingan konsentrasi antara larutan polimer
HEC dan larutan polimer HPAM. Untuk larutan
polimer HEC digunakan perbandingan massa 1:3
antara massa HEC dan massa AM. Pada saat
pengukuran reologi dengan Fann VG digunakan
larutan polimer HEC 1:3 sebanyak 4 larutan
dengan masing – masing larutan memiliki
konsentrasi 2500 ppm, 7500 ppm, 10000 ppm, dan
20000 ppm. Untuk pengukuran dengan Fann VG,
pengukuran dimulai dengan RPM 600, RPM 300,
RPM 200, dan RPM 100 dan pengukuran dilakukan
sebanyak 2 kali agar mendapatkan data yang lebih
akurat. Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan
bahwa larutan polimer HEC tahan terhadap shear
rate yang tinggi. Shear rate dan viskositas selalu
berbanding terbalik. Jika nilai shear rate bertambah
besar maka nilai viskositas akan semakin kecil. Hal
ini disebabkan karena gaya gesekan yang
ditimbulkan oleh rotor membuat larutan polimer
menjadi terdegradasi. Dari grafik antara viskositas
vs shear rate dapat disimpulkan bahwa larutan
polimer HEC lebih tahan terhadap perubahan shear
0
5
10
15
20
25
0 100 200
Vis
kosi
tas
(cp
)
Temperatur (F)
RPM 100
RPM 200
RPM 300
RPM 600
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 100 200
Vis
kosi
tas
(cp
)
Temperatur (F)
HPAM 500 ppm
HPAM 1000 ppm
HPAM 1500 ppm
HEC-AM 7500 ppm
18.75%
35.71%
51.73%
62.00%
50.71%
28.42%
66.67%
55.57%
64.30%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Set core 1 Set core 2 Set core 3
Injeksi air 3 PV
HPAM 0,5 PV diikuti air 3 PV
HEC-AM 0,5 PV diikuti air 3 PV
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 7
rate karena grafik larutan polimer HEC mengalami
penurunan yang lebih landai dibandingkan dengan
grafik larutan polimer HPAM.
Selain perbandingan konsentrasi, studi
laboratorium ini juga meneliti perubahan viskositas
larutan polimer terhadap salinitas. Akan tetapi
karena keterbatasan waktu dan bahan untuk larutan
polimer 1:3 tidak dilakukan pengukuran pengaruh
perubahan salinitas terhadap viskositas.
Pengukuran hanya dilakukan pada larutan polimer
1:2.
Besarnya nilai recovery factor yang didapat dari
hasil injeksi air, polimer HEC, dan polimer HPAM
adalah hal terakhir yang diteliti pada studi
laboratorium ini. Pada saat injeksi dilakukan
digunakan 3 set core artifial yang memiliki
porositas yang hampir sama dan dibuat dengan
bahan pasir, perbandingan pasir dan semen yang
sama,serta ukuran butir yang sama sehingga kita
dapat mengasumsikan bahwa core artificial tersebut
memiliki permeabilitas yang sama juga.Selain itu
dibuat 3 set core agar didapatkan data yang lebih
akurat karena perhitungan yang dilakukan lebih
dari sekali. Secara teori harga recovery factor yang
didapatkan dari hasil injeksi polimer pasti lebih
besar dari injeksi air. Karena fungsi dari polimer
adalah membuat mobilitas antara air dan minyak
menjadi semakin kecil dengan cara memperbesar
viskositas air. Akan tetapi pada saat studi
laboratorium hasil yang didapatkan tidak selalu
demikian. Pada studi laboratorium ini didapatkan
data pada core set 3 bahwa hasil recovery faktor
dari injeksi air lebih besar dari hasil injeksi polimer
HPAM, yaitu pada core 5. Hal ini mungkin
diakibatkan karena perbedaan permeabilitas dan
ukuran pori pada core yang dibuat.Dugaan yang
timbul adalah kemungkinan ukuran pori yang lebih
kecil pada core yang diinjeksi HPAM (core 7)
sehingga molekul polimer justru menyumbat aliran
dalam pori.Sedangkan untuk core set 2 dapat dilihat
bahwa RF yang didapat dari injeksi polimer
komersil HPAM lebih kecil daripada injeksi
polimer HEC-AM,hal ini bisa diakibatkan karena
viskositas HEC-AM lebih tinggi daripada HPAM.
Penyumbatan pada core X jauh lebih baik daripada
core II karena konsentrasi polimer HEC-AM jauh
lebih besar dari polimer HPAM,sehingga molekul –
molekul HEC-AM lebih banyak yang dapat
menyumbat channel daripada polimer HPAM.
Sedangkan pada studi laboratorium ini tidak
dihitung besarnya nilai permeabilitas karena tidak
ada alat yang dapat menghitung nilai permeabilitas
dilaboratorium.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pada saat membuat core artificial komposisi
perbandingan antara semen dan pasir harus
diperhatikan karena semakin banyak semen
yang digunakan porositas core akan semakin
kecil karena semen dapat mengisi pori-pori core
sehingga mengakibatkan porositas mengecil.
2. Polimer HEC merupakan fluida non-newtonian
dimana viskositasnya akan mengecil karena
pengaruh suhu, salinitas, dan shear rate.
3. Heterogenitas reservoir seperti perbedaan
besarnya permeabilitas dan adanya rekahan
berpengaruh sangat penting terhadap hasil
perolehan minyak.
4. Untuk mencapai nilai viskositas tertentu,HEC-
AM memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi
dari pada polimer HPAM.
5. HEC-AAM menunjukkan ketahanan terhadap
perubahan shear rate yang lebih baik dari
polimer HPAM.
6. HEC-AM memiliki ketahanan terhadap
perubahan temperatur yang relatif sama dengan
polimer HPAM
7. Banyaknya channel, besarnya porositas,
besarnya permeabilitas, dan konsentrasi polimer
mempengaruhi nilai RF dari hasil injeksi
polimer.
6.2 Saran
Studi laboratorium lebih lanjut diperlukan untuk
mendapatkan nilai EOR lebih baik. Perhitungan
data permeabilitas sangat diperlukan untuk
menganalisa hasil recovery factor dengan lebih
spesifik. Selain itu pembuatan core yang heterogen
juga perlu dilakukan supaya dapat diketahui kinerja
dari polimer HEC-AM dalam meningkatkan sweep
efisiensi. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian
apakah terjadi reaksi antara polimer dan batuan
serta perlu ditinjau masalah keekonomian dari segi
pembuatan polimer HEC-AM sehingga polimer
HEC-AM dapat digunakan di lapangan dengan
harga yang cukup ekonomis.
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, S. : “Teknik Peningkatan Perolehan”,
DepartemenTeknik Perminyakan ITB, 2000
2. Lake, L.W. : “Enhanced Oil Recovery”,
Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey
(1989)
3. Permadi, A.K : “Diktat Teknik Reservoir I”,
Departemen Teknik Perminyakan ITB, 2004
4. Canbolat, S.; Bagci, S. : “Adsorption of Anionic
Surfactant in Limestone Medium During Oil
Recovery”, Turkey 2004
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 9
Lampiran A Hasil Pengamatan dan Perhitungan Untuk Reologi Polimer
Rumus – rumus yang digunakan selama perhitungan :
Keterangan:
)
A.1 HPAM 500 ppm, salinitas 0 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 11,0 1022,4 55,847 5,4623
300 7,0 511,2 35,539 6,9521
200 5,5 340,8 27,924 8,1935
100 4,0 170,4 20,308 11,9178
T = 100 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 7,5 1022,4 38,078 3,7243
300 5,5 511,2 27,924 5,4623
200 4,5 340,8 22,847 6,7038
100 3,0 170,4 15,231 8,9384
T = 150 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 10
600 6,0 1022,4 30,462 2,9795
300 4,0 511,2 20,308 3,9726
200 3,5 340,8 17,770 5,2141
100 2,5 170,4 12,693 7,4487
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 5,0 1022,4 25,3850 2,4829
300 3,5 511,2 17,7695 3,4760
200 3,0 340,8 15,2310 4,4692
100 2,0 170,4 10,1540 5,9589
A.2 HPAM 1000 ppm, salinitas 0 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 21,0 1022,4 106,617 10,4281
300 15,0 511,2 76,155 14,8973
200 11,0 340,8 55,847 16,3870
100 8,0 170,4 40,616 23,8357
T = 100 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 16,0 1022,4 81,232 7,9452
300 11,5 511,2 58,386 11,4213
200 9,5 340,8 48,232 14,1524
100 7,5 170,4 38,078 22,3460
T = 150 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 12,5 1022,4 63,463 6,2072
300 9,5 511,2 48,232 9,4350
200 8,0 340,8 40,616 11,9178
100 6,0 170,4 30,462 17,8768
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 11
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 10,0 1022,4 50,770 4,9658
300 8,5 511,2 43,155 8,4418
200 7,5 340,8 38,078 11,1730
100 5,5 170,4 27,924 16,3870
A.3 HPAM 1000 ppm, salinitas 15.000 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 8,5 1022,4 43,155 4,2209
300 6,0 511,2 30,462 5,9589
200 5,5 340,8 27,924 8,1935
100 3,5 170,4 17,770 10,4281
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 4,5 1022,4 22,847 2,2346
300 3,0
511,2 15,231 2,9795
200 2,5 340,8 12,693 3,7243
100 2,0 170,4 10,154 5,9589
A.4 HPAM 1000 ppm, salinitas 20.000 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 8,5 1022,4 43,155 4,2209
300 6,0 511,2 30,462 5,9589
200 5,0 340,8 25,385 7,4487
100 3,5 170,4 17,770 10,4281
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 4,0 1022,4 20,308 1,9863
300 2,5 511,2 12,693 2,4829
200 2,0 340,8 10,154 2,9795
100 1,5 170,4 7,616 4,4692
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 12
A.5 HPAM 1000 ppm, salinitas 25.000 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 8,0 1022,4 40,616 3,9726
300 6,0 511,2 30,462 5,9589
200 5,0 340,8 25,385 7,4487
100 3,5 170,4 17,770 10,4281
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 4,5 1022,4 22,847 2,2346
300 3,0 511,2 15,231 2,9795
200 2,5 340,8 12,693 3,7243
100 1,5 170,4 7,616 4,4692
A.6 HPAM 1000 ppm, salinitas 30.000 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 7,5 1022,4 38,078 3,7243
300 6,0 511,2 30,462 5,9589
200 5,0 340,8 25,385 7,4487
100 3,0 170,4 15,231 8,9384
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 4,0 1022,4 20,308 1,9863
300 2,5 511,2 12,693 2,4829
200 2,0 340,8 10,154 2,9795
100 1,5 170,4 7,616 4,4692
A.7 HPAM 1500 ppm, salinitas 0 ppm
T = 72 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 33,0 1022,4 167,541 16,3870
300 23,0 511,2 116,771 22,8425
200 19,0 340,8 96,463 28,3049
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 13
100 12,5 170,4 63,463 37,2433
T = 100 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 27,0 1022,4 137,079 13,4076
300 19,0 511,2 96,463 18,8699
200 16,0 340,8 81,232 23,8357
100 12,0 170,4 60,924 35,7535
T = 150 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 22,0 1022,4 111,694 10,9247
300 15,5 511,2 78,694 15,3939
200 12,5 340,8 63,463 18,6216
100 9,5 170,4 48,232 28,3049
T = 180 °F
Kecepatan rotor
(RPM)
Dial
reading
γ (1/s) ζ(dyne/cm2) μ (cP)
600 20,0 1022,4 101,540 9,9315
300 15,0 511,2 76,155 14,8973
200 13,0 340,8 66,001 19,3665
100 9,5 170,4 48,232 28,3049
A.8 HEC-AM 7500 ppm, salinitas 0 ppm
T 78 °F hi - °F
-
rpm Dial γ ζ(dyne/cm2) μ (cp)
Up Down 1/s Up Down Up Down
600 24.5 24.5 1022.4 124.3865 124.3865 12.16613 12.16613
300 14.5 14.5 511.2 73.6165 73.6165 14.40072 14.40072
200 10.5 10.5 340.8 53.3085 53.3085 15.64217 15.64217
100 6.5 6.5 170.4 33.0005 33.0005 19.36649 19.36649
T 100 °F hi - °F
-
rpm Dial γ ζ(dyne/cm2) μ (cp)
Up Down 1/s Up Down Up Down
600 18.5 18.5 1022.4 93.9245 93.9245 9.186669 9.186669
300 10.5 11 511.2 53.3085 55.847 10.42811 10.92469
200 8 8 340.8 40.616 40.616 11.91784 11.91784
100 5 4.5 170.4 25.385 22.8465 14.8973 13.40757
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 14
T 150 °F hi - °F
-
rpm Dial γ ζ(dyne/cm2) μ (cp)
Up Down 1/s Up Down Up Down
600 14.5 15.5 1022.4 73.6165 78.6935 7.200362 7.696939
300 8 9 511.2 40.616 45.693 7.945227 8.93838
200 6.5 6.5 340.8 33.0005 33.0005 9.683245 9.683245
100 4 4 170.4 20.308 20.308 11.91784 11.91784
T 180 °F hi - °F
-
rpm Dial γ ζ(dyne/cm2) μ (cp)
Up Down 1/s Up Down Up Down
600 12 12.5 1022.4 60.924 63.4625 5.95892 6.207209
300 7.5 7.5 511.2 38.0775 38.0775 7.44865 7.44865
200 6 6 340.8 30.462 30.462 8.93838 8.93838
100 4 4 170.4 20.308 20.308 11.91784 11.91784
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 15
Lampiran B Properti Core
Set Core Diameter
(cm)
Tinggi
(cm)
Berat
kering
(gr)
Berat
basah (gr)
Volume bulk
(cc)
Volume
pori (cc)
Porositas
1 A 2.490 3.880 39.164 42.910 18.894 3.750 0.198
2 1 2.480 4.525 40.225 46.750 21.858 6.532 0.299
3 5 2.582 4.640 42.920 50.740 24.295 7.829 0.322
1 D 2.642 3.952 44.554 48.550 21.658 4.000 0.185
2 2 2.590 3.740 34.300 40.460 19.704 6.167 0.313
3 7 2.600 3.675 34.220 40.370 19.512 6.157 0.316
1 I 2.54 3.5583 34.33 38.53
18.030341
4.20462508 0.23319
2 10 2.61 3.55 33.44 39.04 18.993248 5.6061667
0.29516
3 8 2.572
4.01
37.01
43.69
20.8341689 6.6873560
0.320980
Ryanty Sari Yuliana, 12206004, Semester 2 – 2009/2010 16