analisis penerapan cara produksi dan penanganan daging di

18
Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun 2013 Amelia Hanis, Ratu Ayu Dewi Sartika Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dengan pendekatan prinsip HACCP di RPA modern PT. X, RPA semi modern Y, dan RPA tradisional Z. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat analitik deskriptif dengan metode studi kasus. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang, yaitu supervisor di RPA PT. X yang berasal dari divisi Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Produksi, dan Warehouse, pemilik, pekerja di RPA Y, pemilik, dan pekerja di RPA Z. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam, observasi, dan telusur dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPA PT. X sudah menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP pada seluruh tahapan proses pemotongan ayam mulai dari penerimaan, penyembelihan, pengeluaran jeroan, pencucian, pendinginan, pemotongan karkas, penyimpanan, hingga pendistribusian. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP. Saran dari peneliti, diharapkan RPA PT. X melakukan evaluasi terutama pada tindakan pencegahan. Sedangkan RPA Y dan Z sebaiknya berusaha menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP dalam proses pemotongan ayam. Kata Kunci : cara produksi yang baik, cara penanganan yang baik, HACCP, pemotongan ayam, Rumah Potong Ayam Abstract The purpose of this study is to analyze the implementation of Good Manufacturing and Handling Practices with HACCP Principles Aproach in Modern Chicken Slaughterhouse PT. X, Semi Modern Chicken Slaughterhouse Y, and Traditional Chicken Slaughterhouse Y. This study was conducted in April and May 2013. The design of this study is descriptive analitic qualitative design with case study method. The informants of this study are 8 persons, which are supervisors of Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Production, and Warehouse Division in PT. X, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Y, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Z. Data was collected by conducting in depth interview, observation, and document review. The result of this study shows that PT. X has implemented Good Manufacturing and Handling Practices and 7 principles of HACCP in all stages of chicken slaughtering process, including receiving, slaughtering, evisceration, washing and chilling, cutting, storing, and distribution. Chicken Slaughterhouse Y and Z has not implemented Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles. The author suggest that PT. X should evaluate the system, especially the preventive actions. Slaughterhouse Y and Z should try to implement Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles in chicken slaughtering process. Key Words : Good Manufacturing Practices, Good Handling Practices, HACCP, food safety, chicken slaughter, chicken slaughterhouse Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun

2013

Amelia Hanis, Ratu Ayu Dewi Sartika Fakultas Kesehatan Masyarakat

Program Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan cara produksi dan

penanganan daging ayam yang baik dengan pendekatan prinsip HACCP di RPA modern PT. X, RPA semi modern Y, dan RPA tradisional Z. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat analitik deskriptif dengan metode studi kasus. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang, yaitu supervisor di RPA PT. X yang berasal dari divisi Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Produksi, dan Warehouse, pemilik, pekerja di RPA Y, pemilik, dan pekerja di RPA Z. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam, observasi, dan telusur dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPA PT. X sudah menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP pada seluruh tahapan proses pemotongan ayam mulai dari penerimaan, penyembelihan, pengeluaran jeroan, pencucian, pendinginan, pemotongan karkas, penyimpanan, hingga pendistribusian. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP. Saran dari peneliti, diharapkan RPA PT. X melakukan evaluasi terutama pada tindakan pencegahan. Sedangkan RPA Y dan Z sebaiknya berusaha menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP dalam proses pemotongan ayam. Kata Kunci : cara produksi yang baik, cara penanganan yang baik, HACCP, pemotongan ayam, Rumah Potong Ayam

Abstract

The purpose of this study is to analyze the implementation of Good Manufacturing and Handling Practices with HACCP Principles Aproach in Modern Chicken Slaughterhouse PT. X, Semi Modern Chicken Slaughterhouse Y, and Traditional Chicken Slaughterhouse Y. This study was conducted in April and May 2013. The design of this study is descriptive analitic qualitative design with case study method. The informants of this study are 8 persons, which are supervisors of Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Production, and Warehouse Division in PT. X, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Y, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Z. Data was collected by conducting in depth interview, observation, and document review. The result of this study shows that PT. X has implemented Good Manufacturing and Handling Practices and 7 principles of HACCP in all stages of chicken slaughtering process, including receiving, slaughtering, evisceration, washing and chilling, cutting, storing, and distribution. Chicken Slaughterhouse Y and Z has not implemented Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles. The author suggest that PT. X should evaluate the system, especially the preventive actions. Slaughterhouse Y and Z should try to implement Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles in chicken slaughtering process. Key Words : Good Manufacturing Practices, Good Handling Practices, HACCP, food safety, chicken slaughter, chicken slaughterhouse

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 2: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Pendahuluan

Konsumsi daging unggas, terutama ayam telah meningkat tajam dalam dekade

terakhir karena harganya yang relatif lebih murah, bergizi tinggi dan rendah lemak, serta

mudah dan cepat dipersiapkan (FAO, 2010; Mulder, 1999). Namun demikian, daging ayam

rentan untuk menjadi pembawa bakteri patogen seperti serotipe Salmonella, Campylobacter

jejuni, Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens, dan Staphylococcus aureus yang

dapat menyebabkan demam typhoid, demam paratyphoid, dan penyakit gastroenteritis (Sams,

2001).

Proses pemotongan ayam merupakan proses yang berisiko tinggi terjadinya

kontaminasi, terutama oleh bakteri patogen (Sams, 2001). Tingginya kebutuhan akan daging

ayam mendorong berkembangnya bisnis komoditi daging ayam. Namun sayangnya, hal ini

tidak dibarengi dengan penerapan aspek higiene sanitasi pada proses pemotongan sehingga

daging ayam yang beredar di masyarakat tidak terjamin mutu dan keamanannya (Kementan,

2010). Untuk meminimalisir kasus keracunan dan penyakit bawaan makanan terutama yang

disebabkan oleh daging ayam, maka penting bagi Rumah Potong Ayam untuk menerapkan

higiene sanitasi dan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik (Kementan, 2010)

dengan pendekatan prinsip HACCP karena sistem HACCP merupakan pendekatan ilmiah dan

sistematis yang dapat mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya untuk menjamin keamanan

pangan (Winarno, 2004).

RPA PT. X merupakan RPA yang modern, sudah menerapkan GMP, SSOP, dan

HACCP. RPA Y merupakan RPA semi modern yang prosesnya dibantu dengan mesin, namun

masih banyak yang dilakukan secara manual, namun belum menerapkan GMP, SSOP, dan

HACCP. Sedangkan RPA Z merupakan RPA tradisional yang prosesnya masih banyak

dilakukan secara manual, serta belum menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. Oleh karena

itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan penerapan cara produksi dan penanganan

daging ayam yang baik dengan pendekatan prinsip HACCP di RPA modern PT. X, RPA semi

modern Y, dan RPA tradisional Z.

Tinjauan Teoritis

Proses pemotongan ayam secara umum terdiri dari proses penerimaan dan

penampungan ayam hidup, penyembelihan, pengeluaran jeroan, pencucian dan pendinginan,

pemotongan karkas, penyimpanan produk jadi, dan pendistribusian (Sams, 2001).

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 3: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Setelah tiba di rumah potong ayam, ayam diturunkan dari truk pengangkut, dihitung

dan ditimbang untuk mengetahui tingkat susut ayam selama di perjalanan. Setelah itu ayam

diistirahatkan minimal 2 jam agar ayam tidak stress. Ayam juga diperiksa oleh dokter hewan

atau paramedik kesehatan hewan. Ayam yang sakit tidak boleh dipotong dan harus dipisahkan

dari ayam yang sehat (Kementan, 2010).

Sebelum disembelih, ayam dapat dipingsankan terlebih dahulu agar kesadarannya

menurun (Kementan, 2010). Penyembelihan harus dilakukan dengan pisau yang tajam dan

bersih dan memotong 3 saluran sekaligus, yaitu saluran makanan, saluran pernafasan, dan urat

nadi (Kementan, 2010). Penggunaan pisau untuk menyembelih secara bergantian dapat

menyebabkan kontaminasi silang dan bakteri dapat masuk ke aliran darah (Barbut, 2002;

Mead, 2004). Kontaminasi silang ini dapat dicegah dengan cara mensterilkan pisau dengan

menggunakan panas atau dengan mengalirkan air berklorinasi ke mesin penyembelih secara

terus-menerus (Mead, 2004). Setelah leher teriris, ayam dibiarkan tuntas darahnya selama 3-5

menit (Kementan, 2010). Selanjutnya dilakukan pencabutan bulu. Pencelupan dengan air

panas menyingkirkan sebagian tanah, feses, dan kontaminan lain yang menempel di bulu.

Tetapi, kontaminan ini dapat menyebar ke karkas lain melalui air pencelup (Sams, 2001).

Pencabutan bulu memang mengurangi jumlah bakteri pada ayam, terutama bakteri yang

menempel pada bulu. Tetapi penggunaan mesin pencabut bulu secara bergantian dan

pencabutan sisa bulu secara manual dapat menimbulkan kontaminasi silang (Sams, 2001).

Menurut Kementan (2010), pengeluaran jeroan dapat dilakukan secara manual

maupun dengan mesin. Apabila secara manual, pekerja harus sering mencuci tangan untuk

mengurangi peluang kontaminasi dari tangan pekerja ke karkas yang dipegang (Sams, 2001).

Pengeluaran jeroan yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan robeknya usus sehingga

menyebabkan kontaminasi feses dan bakteri menempel pada karkas (Sams, 2001). Setelah

pengeluaran jeroan, harus dilakukan pemeriksaan postmortem untuk mengeliminasi karkas

dan jeroan yang tidak aman dan layak untuk dikonsumsi (Kementan, 2010).

Pencucian karkas sebelum pendinginan dimaksudkan untuk menghilangkan materi

organik dan feses yang mungkin menempel pada karkas (Sams, 2001). Pendinginan karkas

bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mencapai batas yang aman bagi

kesehatan manusia dan memperpanjang masa simpan karkas (Kementan, 2010). Segera

setelah pengeluaran jeroan, kurang lebih 1-2 jam setelah disembelih, suhu karkas harus

diturunkan hingga 4°C atau kurang.

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 4: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Setelah pendinginan, karkas dinilai mutunya. Penilaian mutu, penimbangan, dan

pengemasan harus dilakukan secepatnya dan tanpa penundaan agar tidak terjadi pertumbuhan

mikroba yang berarti yang akan merusak mutu karkas (Mead et al., 1993 dalam Mead, 2004).

Pemotongan karkas dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin. Kontaminasi

silang dapat terjadi karena bakteri dapat berpindah melalui permukaan yang kontak dengan

karkas, peralatan atau pisau yang digunakan, maupun pekerja (Sams, 2001). Oleh karena itu,

peralatan harus sering dibersihkan dan didesinfeksi, peralatan dan permukaan juga harus

dijaga agar kering (Mead, 2004). Selama proses pemotongan karkas, suhu karkas dijaga agar

tidak melebihi 10°C dan dilakukan dalam waktu yang seminimal mungkin untuk menghambat

pertumbuhan bakteri pada karkas ayam (Sams, 2001). Suhu ruangan juga harus dijaga agar

tetap sejuk untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri perusak (Mead, 2004).

Produk jadi sebaiknya dikemas untuk melindungi dari mikroorganisme, tikus, debu,

kontaminan luar, cahaya, oksigen, dan menjaga kelembaban (Sams, 2001). Produk ayam

segar harus disimpan pada suhu maksimal 4°C sedangkan produk ayam beku harus disimpan

pada suhu maksimal -18°C. Pada proses ini terdapat bakteri patogen L. monocytogenes yang

mampu bertahan hidup pada suhu yang dingin (Sams, 2001).

Proses yang terakhir adalah proses pendistribusian ke distributor maupun konsumen.

Karkas dan daging ayam yang sebelumnya sudah dikemas, sebaiknya dimasukkan ke dalam

kemasan sekunder untuk melindungi dari kerusakan, kebocoran, tanah, dan debu selama

pendistribusian. Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba

sehingga dapat mempengaruhi masa simpan produk. Produk jadi harus didistribusikan dengan

menggunakan truk berpendingin yang mampu menjaga suhu produk hingga maksimal 4°C

untuk produk segar dan -18°C untuk produk beku (Mead, 2004) atau menggunakan boks yang

ditambah pecahan es pada bagian teratas karkas (Kementan, 2010).

Sistem HACCP merupakan pendekatan ilmiah dan sistematis dalam mengidentifikasi

dan mengendalikan bahaya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat

untuk menilai bahaya dan membuat suatu sistem pengendalian yang berfokus pada upaya

pencegahan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan, mulai dari produk primer

hingga konsumsi akhir (SNI 001-4852-1998).

Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu melaksanakan analisa bahaya,

menentukan Titik Kendali Kritis (Critical Control Points-CCPs), menetapkan batas kritis,

menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP), menetapkan tindakan

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 5: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

perbaikan apabila hasil pemantauan menunjukkan bahwa terdapat titik kendali kritis yang

menyimpang, menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP

bekerja secara efektif, dan menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan

yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya (SNI 001-4852-1998).

Metode Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat analitik deskriptif

dengan metode studi kasus. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di RPA modern

PT. X yang terletak di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, RPA semi

modern Y yang terletak di Kampung Kedaung, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, dan RPA

tradisional Z yang terletak di Pamulang, Tangerang Selatan. Informan penelitian ini di RPA

modern PT. X adalah 4 orang supervisor yang masing-masing berasal dari divisi Quality

Assurance (QA), Quality Control (QC), Produksi, dan Warehouse. Di RPA semi modern Y,

informan penelitian berjumlah 2 orang, yaitu pemilik RPA dan pekerja. Sedangkan di RPA

tradisional Z, informan berjumlah 2 orang yaitu pemilik RPA dan pekerja. Data primer

diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan hasil observasi di RPA.

Sedangkan data sekunder berupa prosedur, instruksi kerja, formulir, dokumen, surat, foto, dan

sertifikat. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri dengan cara

melakukan wawancara mendalam, observasi, dan telusur dokumen. Untuk menjaga validitas

data dalam penelitian ini, maka dilakukan triangulasi sumber dan metode. Hasil wawancara

mendalam, observasi, dan dokumen yang ditelusur kemudian disajikan dalam bentuk narasi,

dianalisis, dibandingkan dengan teori dan ditarik kesimpulan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

- Proses Penerimaan

Di RPA PT. X, dilakukan pemeriksaan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan) atau

walaupun tidak semua peternak sudah memiliki SKKH sedangkan di RPA Y dan Z tidak

diperiksa. Padahal sebaiknya ayam yang diterima disertai SKKH, karena surat tersebut

menerangkan kesehatan ayam yang akan dipotong.

Di RPA PT. X, ayam ditimbang lalu diistirahatkan 1-2 jam, setelah itu digantung di

shackle sambil dihitung. Di RPA Y, setelah sampai, ayam ditimbang, lalu langsung

dipotong, tidak diistirahatkan, kecuali apabila persiapan potong belum selesai, maka

ditunggu dulu dan ayam disiram air agar tidak kepanasan dan mati. Di RPA Z, ayam

sudah ditimbang dan dihitung di peternakan, setelah sampai, ayam langsung dilepas dan

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 6: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

diistirahatkan sampai pagi. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui tingkat susut

selama di perjalanan. Sedangkan pengistirahatan sebaiknya dilakukan untuk memulihkan

kondisi ayam dan mengurangi stres (Kementan, 2010).

Di RPA PT. X, sambil diistirahatkan, dilakukan pemeriksaan antemortem. Staf Quality

Control (QC) yang juga merupakan paramedik kesehatan hewan, memeriksa kenampakan,

memarnya, dan kesehatan ayam. Di RPA Y dan Z, tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan

dan tidak ada tenaga dokter hewan atau paramedik veteriner yang bertanggung jawab

memeriksa kesehatan ayam, tapi pada saat menangkap ayam, diusahakan hanya dipilih

ayam yang sehat. Padahal sebaiknya dilakukan pemeriksaan antemortem oleh dokter

hewan atau paramedik veteriner sebelum menyembelih agar ayam yang sakit tidak sampai

disembelih karena ayam yang sakit dapat menimbulkan pencemaran pada peralatan,

pekerja, dan tempat pemotongan (Kementan, 2010). Tabel 6.1 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penerimaan

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Bakteri Patogen Ayam sakit dan carrier Melakukan pemeriksaan kesehatan ayam

Y Bakteri Patogen Ayam sakit dan carrier Memilih ayam yang sehat Z Bakteri Patogen Ayam sakit dan carrier Memilih ayam yang sehat

Tabel 6.2 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penerimaan

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Pemeriksaan antemortem

Ayam sehat tidak

menunjukkan tanda-tanda

sakit

Pemeriksaan antemortem

Membuat Berita Acara Penolakan

Audit

SKKH, Laporan harian

pemeriksaan ayam hidup, Berita acara penolakan

ayam hidup

Y Tidak ada

Ayam tidak menunjukkan

tanda sakit seperti ngorok,

bulu leher berdiri, malas

jalan.

Pada saat memilih ayam, dilihat tanda-

tanda sakit

Tidak ada, ayam sakit

tetap dipotong. Tidak ada Tidak ada

Z Tidak ada

Ayam tidak menunjukkan

tanda sakit seperti ngorok,

bulu leher berdiri, malas

jalan.

Pada saat memilih ayam, dilihat tanda-

tanda sakit

Apabila saat memilih ayam banyak yang sakit, maka pindah ke peternakan

lain.

Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya dan

tindakan pencegahan, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis,

penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 7: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

dokumentasi. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada

proses ini.

- Proses Penyembelihan

Di RPA PT. X, ayam dipingsankan dulu sebelum disembelih dengan stunner, yaitu bak

berisi air yang dialiri listrik sekitar 70 volt selama 1-2 detik. Sedangkan di RPA Y dan Z

ayam tidak dipingsankan sebelum disembelih. Namun RPA Y berencana untuk memasang

shackle dan stunner. Pemingsanan ini bertujuan untuk menurunkan kesadaran ayam dan

mengurangi rasa sakit. Pemingsanan harus cukup, karena apabila kurang dapat

menyulitkan proses penyembelihan, sedangkan apabila berlebihan, ayam dapat mati

sebelum disembelih sehingga tidak halal dan penirisan darahnya menjadi tidak sempurna

(Kementan, 2010).

Di RPA PT. X, Y, dan Z, penyembelihan dilakukan secara manual, yaitu dengan pisau

yang tajam, sambil membaca doa, dan harus mengenai saluran pernafasan, pencernaan,

dan pembuluh darah. karena untuk menjaga kehalalannya. Di RPA PT. X, penyembelih

sudah mendapat sertifikat dari MUI dan ayam digantung pada shackle. Sedangkan di RPA

Y dan Z, ayam tidak digantung, tetapi dipegang dengan tangan. Hal yang penting dalam

penyembelihan adalah pisau yang digunakan harus steril karena pisau yang kotor dapat

menyebabkan kontaminasi bakteri (Barbut, 2002; Mead, 2004). Di RPA PT. X, pisau rutin

dibersihkan dan diasah setiap 15 menit sekali. Namun di RPA Y dan Z, pisau hanya

dibersihkan setelah selesai produksi.

Di RPA PT. X, setelah ayam disembelih, ayam dibiarkan tergantung pada shackle yang

bergerak selama rata-rata 3 menit untuk meniriskan darah. Sedangkan di RPA Y dan Z,

penirisan darah dilakukan di dalam bak atau tong, ayam dibiarkan selama kira-kira 5

hingga 10 menit, agak lebih lama karena tidak menggunakan shackle. Darah harus

ditiriskan sempurna karena akan mempengaruhi kualitas daging ayam yang dihasilkan dan

warna daging menjadi merah (Kementan, 2010). Di RPA PT. X, Y, dan Z, penirisan darah

sudah dilakukan dengan baik karena berdasarkan observasi peneliti, tidak ditemukan

ayam yang dagingnya merah.

Di RPA PT. X, ayam lalu dimasukkan ke mesin scalder 1 yang bersuhu 48-50°C selama 1

menit lalu ke scalder 2 yang bersuhu 58-60°C selama 1 menit. Di RPA Y, ayam yang

sudah ditiriskan darahnya lalu dimasukkan ke mesin rebus yang bersuhu sekitar 60-62°C

selama kurang lebih 1 menit. Sedangkan di RPA Z, ayam dimasukkan ke dalam panci

berisi air panas selama 3-5 menit hingga kulit di bagian ceker ayam mengelupas.

Perebusan dilakukan untuk mempermudah pencabutan bulu dan mengurangi jumlah

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 8: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

bakteri yang menempel pada ayam. Suhu dan lama perendaman sebaiknya dikendalikan

dan air di dalam scalder harus diganti secara berkala untuk mengurangi cemaran

(Kementan, 2010; Sams, 2001). Di ketiga RPA, air scalder sudah diganti berkala, yaitu

setiap sehabis produksi.

Di RPA PT. X, Y, dan Z, setelah keluar dari tangki scalding, pencabutan bulu dilakukan

dengan mesin plucker. Bedanya adalah di RPA PT. X, ayam masih tergantung pada

shackle lalu shackle bergerak melalui mesin pencabut bulu. Sedangkan di RPA Y dan Z,

ayam dimasukkan ke mesin pencabut bulu yang berbentuk seperti drum. Di RPA Y, ayam

dipindahkan ke mesin pencabut bulu dengan conveyor, sedangkan di RPA Z, ayam

diangkat dari panci, lalu diletakkan di lantai, baru dimasukkan ke mesin pencabut bulu.

Hal ini kurang baik karena dapat menyebabkan kontaminasi dari bakteri yang ada di

lantai.

Di RPA PT. X, setelah keluar dari mesin plucker, ayam dipotong kepala lehernya secara

manual, lalu melewati mesin pemotong kaki, ayam dijatuhkan ke ruang pengeluaran

jeroan, lalu digantung kembali secara manual. Di RPA Y, ayam keluar dari mesin

pencabut bulu langsung masuk ke bak stainless, dimuat ke keranjang, lalu diangkat ke

meja untuk dikeluarkan jeroannya. Di RPA Z, ayam yang keluar dari mesin pencabut bulu

kemudian dimasukkan ke bak untuk kemudian dikeluarkan jeroannya. Hal ini sudah baik

karena tidak ada kontak langsung dengan lantai. Namun berdasarkan observasi peneliti, di

ketiga RPA, karkas dipegang langsung dengan tangan sehingga dapat meningkatkan

kontaminasi bakteri dari tangan pekerja (Sams, 2001). Apalagi di RPA Y dan Z tidak

terdapat fasilitas cuci tangan sehingga kemungkinan untuk membawa kontaminan lebih

besar. Tabel 6.3 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penyembelihan

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri

Pisau yang tidak bersih, kontaminasi tangan pekerja, air scalder

Pencucian pisau pemotong, cuci tangan, mengganti air scalder

Benda asing Bulu yang tidak tercabut Melakukan perawatan plucker, mengatur suhu air scalder

Y Bakteri Kontaminasi dari pisau, tangan pekerja, air scalder,

Membersihkan pisau setelah produksi, mengganti air scalder

Z Bakteri Kontaminasi dari pisau,

tangan pekerja, air rebusan, lantai,

Membersihkan pisau setelah produksi, mengganti air scalder

Tabel 6.4 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penyembelihan

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Penyembelihan halal

Terpotong 3 saluran (nafas,

Mengontrol terpotongnya

Ayam merah dimusnahkan Audit Checklist

killling-

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 9: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

darah, pencernaan)

3 saluran eviscerating

Y Penyembelihan

Terpotong sempurna dan

penirisan darah tuntas

Melihat warna daging ayam tidak merah

Ayam merah dimusnahkan Tidak ada Tidak ada

Z Tidak ada Warna daging tidak merah

Melihat warna daging ayam tidak merah

Ayam merah dimusnahkan Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya,

penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan

monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y

dan Z hanya menerapkan tindakan perbaikan pada proses ini. Sedangkan prinsip lainnya

belum dilakukan.

- Proses Pengeluaran Jeroan

Di RPA PT. X, ayam disayat di bagian dekat kloaka, jeroan dikeluarkan dengan

menggunakan spoon, setelah itu ada operator yang menarik jeroan satu per satu, mulai

dari hati ampela, empedu, usus, tembolok. Di RPA Y dan Z, ayam dilubangi di bagian

dekat kloaka lalu dibuka dan jeroan diambil langsung dengan tangan. Hal ini kurang baik

karena kontak dengan tangan pekerja dapat meningkatkan peluang kontaminasi bakteri

(Sams, 2001). Agar usus dan tembolok tidak robek, ditempatkan pekerja yang terlatih.

Tapi menurut informan di RPA Y, usus dan tembolok robek tidak menjadi masalah karena

akan direndam di bak pencucian dan di bak berisi air es. Padahal robeknya usus dan

tembolok akan menyebabkan karkas ayam tercemar bakteri dari kotoran dan sisa makanan

ayam (Sams, 2001).

Di RPA PT. X, setelah jeroan dikeluarkan, dilakukan pemeriksaan postmortem. QC

memeriksa kualitas jeroan secara visual atau organoleptik dan melihat apakah hati, usus

dan jantung menunjukkan kelainan seperti berwarna pucat, berbintik-bintik, abnormal,

hipermi atau tidak. QC yang memeriksa jeroan merupakan paramedik veteriner sehingga

benar-benar mengerti jeroan dan karkas yang jelek. Di RPA Y dan Z, hati ampela dipilih

dan disortir oleh pekerja sendiri, tidak ada dokter hewan ataupun paramedik veteriner.

Jeroan yang jelek misalnya hati yang hancur, terbungkus jaringan putih apabila terkena

gumboro, berbintik merah bercampur putih, atau usus ada bulat-bulat putih akan dibuang.

Pemeriksaan postmortem ini berguna untuk mengantisipasi ayam sakit yang tidak

terdeteksi sebelum disembelih, mendeteksi kelainan pada karkas maupun jeroan dan

memisahkan jeroan dan karkas yang aman untuk dikonsumsi (Kementan, 2010).

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 10: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Tabel 6.5 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pengeluaran Jeroan

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri

Kontaminasi dari karyawan, pisau, spoon,

kotoran ayam, ayam sakit yang tidak terdeteksi saat pemeriksaan antemortem

Sanitasi pisau, spoon saat produksi, cuci tangan karyawan

Y Bakteri Kontaminasi tangan

pekerja, pisau, kotoran ayam

Membersihkan pisau setelah produksi, memisahkan pisau untuk menyembelih dan untuk

mengeluarkan jeroan

Z Bakteri

Kontaminasi tangan pekerja, pisau yang jugadipakai untuk

menyembelih, lantai

Tidak ada

Tabel 6.6 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pengeluaran Jeroan

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X

Pemeriksaan postmortem Jeroan normal Mengecek

secara visual Jeroan jelek

dimusnahkan Audit Checklist killling-

eviscerating Pengecekan

terakhir karkas sebelum

masuk area bersih

Tidak ada jeroan dan bulu yang

tertinggal di karkas

Mengecek secara visual

Jeroan dikeluarkan

dan bulu dicabuti

Audit Checklist killling-

eviscerating

Y Tidak ada Jeroan normal Pekerja

memeriksa jeroan

Jeroan jelek dibuang Tidak ada

Catatan berat jeroan, kaki,

kepala

Z Tidak ada Jeroan normal Pekerja

memeriksa jeroan

Jeroan jelek dibuang Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya,

penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan

monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y

dan Z hanya menerapkan tindakan perbaikan pada proses ini. Sedangkan prinsip lainnya

belum dilakukan.

- Proses Pencucian dan Pendinginan

Di RPA PT. X, ayam dimasukkan ke chilling tank 1 untuk pencucian dengan air yang

bersuhu 10°C dan mengalir berlawanan arah dengan masuknya karkas, serta ditambahkan

klorin dioksida secara otomatis dengan dosing pump. Pemberian klorin dioksida ini sudah

baik karena dapat membunuh kuman yang ada di air dan di karkas (Kemenkes, 2010). Di

RPA Y, ayam yang sudah dikeluarkan jeroannya dicuci dan diperiksa apabila masih ada

bulu maupun maras yang tertinggal. Maras dan bulu ini dapat mempercepat pembusukan

dan dapat menimbulkan bau tidak sedap. Di RPA Z, ayam dicuci dengan air biasa di

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 11: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

dalam bak. Ketiga RPA sudah melakukan pencucian. Pencucian bertujuan untuk

menghilangkan materi organik dan kotoran yang menempel pada karkas (Sams, 2001).

Di RPA PT. X, setelah keluar dari chilling tank 1, karkas masuk ke chilling tank 2 untuk

didinginkan dengan air mengalir yang bersuhu maksimal 2°C. Karkas yang keluar

diharapkan bersuhu maksimal 4°C. Di RPA Y, setelah dicuci, karkas dimasukkan ke bak

pendinginan yang diisi air yang ditambah 10 balok es dan direndam selama 1-2 jam.

Menurut informan, suhu air kurang lebih 5°C tetapi suhu karkas tidak dicek. Terdapat 2

bak pendinginan, setiap selesai merendam, ayam diangkat, lalu airnya dibuang dan

diganti. Sedangkan di RPA Z, ayam tidak didinginkan. Padahal pendinginan harus

dilakukan untuk menghambat pertumbuuhan mikroba dan segera setelah jeroan

dikeluarkan, suhu karkas harus diturunkan hingga maksimal 4°C (Sams, 2001) atau akan

segera terjadi pembusukan (Murtidjo, 2003). Tabel 6.7 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pencucian dan Pendinginan

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri Kontaminasi dari air dan es

Mengecek kualitas air dan es setiap 2 minggu sekali

Residu klorin Kerusakan dosing pump Mengecek residu klorin

Y Bakteri Maras yang menempel, tidak ada sirkulasi air di

bak Mencuci karkas, menambahkan klorin, es

Z Bakteri Bakteri yang menempel di karkas, kenaikan suhu Melakukan pencucian

Tabel 6.8 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pencucian dan Pendinginan

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Pendinginan

Suhu karkas keluar chilling

tank ≤4°C, residu klorin 0,8-3 ppm,

Mengecek suhu karkas

keluar chilling tank dan

residu klorin

Menambahkan es ke chilling tank, koreksi kadar klorin

Audit

Laporan inspeksi chilling grading

Y Pendinginan Bak diberi 10 balok es Tidak ada

Apabila karkas rusak,

dibuang Tidak ada Tidak ada

Z Pencucian Tidak ada Tidak ada Apabila

karkas rusak, dibuang

Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya,

penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan

monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi.

Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan prinsip HACCP pada proses ini, kecuali

tindakan perbaikan.

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 12: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

- Proses Pemotongan Karkas

Di RPA PT. X, ayam keluar dari chilling tank langsung digantung kembali dan ditiriskan

pada shackle yang berjalan. Suhu di area chilling-grading merupakan suhu ruang,

sehingga walaupun suhu karkas keluar dari chilling tank ≤4°C, dapat terjadi kenaikan

suhu. Setelah itu, operator produksi memilah karkas menjadi grade A dan B, setelah itu

baru dipisahkan berdasarkan ukuran karkas. Penilaian mutu dan penimbangan ini

seharusnya dilakukan secepat mungkin untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Namun,

berdasarkan observasi peneliti, proses ini cukup memakan waktu dan suhu ruang yang

tidak dikontol menyebabkan munculnya potensi pertumbuhan bakteri. Di RPA Y dan Z

tidak dilakukan grading menjadi grade A dan B karena di RPA Y khusus memproduksi

boneless, sedangkan RPA Z biasanya menjual daging ayam sebagai parting.

Di RPA PT. X, setelah grading, karkas dipindahkan secepat mungkin ke chiller, lalu

karkas diambil sesuai jumlah pesanan dan dipotong di ruang cut up (pemotongan) sesuai

keinginan customer. Pemotongan karkas menjadi boneless dilakukan secara manual

dengan pisau sedangkan parting dilakukan dengan mesin parting. Suhu di ruang cut up

dijaga agar ≤10°C dan karkas ditambah es agar tetap dingin. Hal ini dilakukan untuk

mencegah pertumbuhan bakteri. Di RPA Y, ayam dipotong dulu sayapnya, lalu pahanya.

Setelah itu, bagian dada dan paha diproses menjadi boneless dengan pisau, dibuang

kulitnya sesuai permintaan pelanggan, setelah itu dibungkus, ditumpuk, dan ditutup es.

Sayangnya, suhu di ruang pemotongan adalah suhu ruang, tidak ada pendingin ruangan.

Walaupun selama menunggu dipotong, karkas ditutupi taburan es, masih ada

kemungkinan suhu karkas naik sehingga lebih rentan terhadap berkembangnya bakteri. Di

RPA Z, ayam dipotong dengan golok di talenan yang diletakkan di atas lantai, dicuci, lalu

ditiriskan di keranjang yang juga diletakkan di atas lantai. Padahal kontak dengan lantai

sebaiknya dihindari karena di lantai terdapat banyak bakteri. Seharusnya pemotongan

dilakukan di atas meja yang tidak terbuat dari kayu, tidak toksik, dan mudah dibersihkan

(SNI 01-6160-1999). RPA Z juga tidak memiliki pendingin ruangan dan ayam juga tidak

ditutupi taburan es sehingga sangat mendukung tumbuhnya bakteri.

Di RPA PT. X, produk ada yang dikemas dengan menggunakan plastik, tray, dikemas

secara vakum, hot seal, lalu diberi label, maupun dengan keranjang untuk produk curah.

Di RPA Y, produk dikemas secara manual per 2 kg dengan kantong plastik PP.

Sedangkan di RPA Z, ayam dikemas dengan kantong plastik kresek bening. Ketiga RPA

sudah melakukan pengemasan. Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi produk dari

cemaran (Sams, 2001).

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 13: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Tabel 6.9 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pemotongan Karkas

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri

Kontaminasi pekerja, pisau, talenan, kenaikan

suhu

Mencuci peralatan setiap 4 jam sekali, menjaga suhu ruang maks 10°C, mengadakan cuci tangan

keliling Sisa plastik dan seal

tape Sisa plastik dan seal tape

belum dirapikan Menyediakan wadah untuk sisa plastik

Y Bakteri Kontaminasi tangan

pekerja, pisau, kenaikan suhu,

Memberi es pada karkas, membersihkan pisau setelah produksi

Z Bakteri

Pisau untuk menyembelih juga dipakai untuk memotong karkas

Mencuci pisau setelah produksi

Cemaran logam Pisau berkarat masih digunakan Tidak ada

Tabel 6.10 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pemotongan Karkas

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Pembekuan cepat

Suhu karkas keluar dari

blast freezer maks. -18°C

Mengecek suhu produk,

suhu blast freezer

Pembekuan ulang Audit

Form pengecekan area packing

frozen, laporan in-out blast freezer

Y Pemberian es Tidak ada Tidak ada

Apabila daging

kebiruan, dipotong

Tidak ada Catatan berat dan jumlah

daging

Z Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Apabila daging merah,

memar dibuang

Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya,

penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan

monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi.

Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini.

- Proses Penyimpanan

Di RPA PT. X, produk segar disimpan di chiller dengan suhu maksimal 4°C selama

maksimal 3 hari, sedangkan produk frozen dibekukan dahulu di blast freezer dengan suhu

sekitar -40°C selama 4 jam agar suhu karkas bisa mencapai ≤-18°C, setelah itu dikemas

dengan karung, lalu disimpan di cold storage dengan suhu maksimal -18°C selama

maksimal 1 tahun. Suhu penyimpanan harus diperhatikan karena kenaikan suhu dapat

mempercepat pertumbuhan bakteri. Standar suhu di anteroom dan loading dock adalah

7°C agar kenaikan suhu produk tidak signifikan.

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 14: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Di RPA Y, produk beku dibekukan dulu di blast freezer dengan suhu -40°C selama 4-8

jam, setelah itu dikeluarkan, dikemas dalam karung per 20 ekor, lalu disimpan di cold

storage dengan suhu -20°C maksimal selama 6 bulan. Tetapi menurut informan, biasanya

1-2 bulan sudah habis barangnya. Sedangkan produk segar ditaburi es dan langsung

diangkut atau disimpan di dalam ruang es apabila harus menunggu.

Di RPA Z, ayam tidak pernah disimpan karena apabila ada pesanan baru dipotong.

Seharusnya suhu penyimpanan harus dijaga 1-4°C untuk produk segar dan ≤-18°C untuk

produk beku agar bakteri tidak tumbuh (Murtidjo, 2003). Tabel 6.11 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penyimpanan

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri Kenaikan suhu chiller dan cold storage

Mengecek suhu chiller dan cold storage, membersihkan chiller dan cold storage

Y Bakteri

Kenaikan suhu ruang es dan cold storage,

akumulasi kotoran di ruang es dan cold storage

Tidak dilakukan pengecekan suhu. Cold storage dibersihkan tetapi tidak rutin

Z Bakteri Kenaikan suhu produk Tidak ada

Tabel 6.12 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penyimpanan

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Tidak ada

Standar suhu chiller ≤4°C, cold

storage maksimal -

18°C

Mengecek suhu chiller

dan cold storage.

Memperbaiki mesin

pendingin, evakuasi produk

Audit

Laporan Pengecekan Suhu Ruang

Penyimpanan FGWH.

Y Penyimpanan dingin

Suhu cold storage dapat

mencapai -40°C

Tidak ada Memperbaiki

mesin pendingin

Tidak ada Catatan keluar masuk barang

Z Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya,

penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan

monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y

hanya menerapkan tindakan perbaikan. Sedangkan RPA Z belum menerapkan seluruh

prinsip HACCP pada proses ini.

- Proses Pendistribusian

Di RPA PT. X, produk yang akan dikirim telah dikemas dengan kemasan sekunder berupa

kardus, karung untuk produk beku, dan keranjang untuk produk curah. Di RPA Y,

kemasan yang digunakan untuk produk fresh adalah plastik, sedangkan produk frozen

dikemas dengan karung. Sedangkan di RPA Z, kemasan yang digunakan adalah kantong

plastik. Ketiga RPA sudah melakukan pengemasan. Pengemasan sekunder ini penting

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 15: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

untuk melindungi produk dari kerusakan, kebocoran, cemaran, dan debu selama

pendistribusian (Sams, 2001). Kemasan harus cukup kuat, dapat melindungi produk dari

cemaran tapi tidak mengandung bahan yang dapat mempengaruhi isi kemasan (Murtidjo,

2003).

Di RPA PT. X, sebelum mobil diberangkatkan, mobil harus didinginkan terlebih dahulu.

Standar di PT. X adalah suhu mobil untuk produk fresh harus mencapai 0-4°C sedangkan

untuk produk beku suhunya maksimal -12°C. Hal ini sudah baik, yaitu agar tidak terjadi

lonjakan suhu saat produk dimasukkan ke mobil. Barang dikeluarkan dari chiller dan cold

storage secara FIFO (First in First Out) untuk produk fresh dan FEFO (First Expired

First Out) untuk produk frozen. Hal ini sudah baik, produk yang dihasilkan lebih dulu

didistribusikan lebih dulu untuk menjaga kualitas produk. Persiapan dilakukan di dalam

chiller untuk produk fresh, di anteroom untuk produk dalam jumlah besar dan di cold

storage untuk produk frozen dalam jumlah kecil. Namun sayangnya, suhu di anteroom 1

dan 2, yang berdekatan dengan loading dock selalu di atas standar (standarnya adalah

≤7°C) karena pendingin di loading dock rusak. Hal ini dapat menyebabkan suhu produk

naik saat persiapan kirim, sehingga terdapat kemungkinan terjadi pertumbuhan mikroba.

Di RPA Y, produk segar dikeluarkan dari ruang es, lalu ditimbang dan dikemas ulang

sesuai pesanan. Suhu saat menimbang dan mengemas ulang adalah suhu ruang sehingga

terdapat kemungkinan bakteri dapat tumbuh. Produk segar yang akan dikirim dimasukkan

ke boks plastik lalu ditaburi es, ditutup dan dimasukkan ke mobil biasa. Hal ini kurang

baik, karena tidak ada pendingin, maka es bisa meleleh di perjalanan dan bakteri rentan

tumbuh. Produk beku dikeluarkan dari cold storage lalu ditimbang dan dimasukkan ke

mobil berpendingin yang dapat mencapai suhu -20°C. Pengeluaran produk belum

dilakukan secara FIFO, tetapi diambil secara acak. Hal ini kurang baik untuk kualitas

produk karena produk yang lebih dulu diproduksi dapat menumpuk di cold storage dan

apabila rusak, dapat terjadi kontaminasi ke produk yang masih baik.

Sedangkan di RPA Z, apabila barang harus diantarkan, maka diantar dengan motor dan

produk tidak didinginkan dengan es. Padahal suhu merupakan faktor penting karena

mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan masa simpan produk (Sams, 2001).

Tabel 6.13 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pendistribusian

RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan

PT. X Bakteri Kenaikan suhu anteroom, loading dock, dan mobil Mengecek suhu anteroom dan mobil

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 16: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Y Bakteri Kenaikan suhu saat pendistribusian

Pengiriman produk beku dengan mobil berpendingin. Tapi produk segar hanya ditaburi

es. Z Bakteri Kenaikan suhu Tidak ada

Tabel 6.14 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pendistribusian  

RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen

PT. X Tidak ada

Standar suhu anteroom ≤7°C, standar suhu mobil saat precooling 0-4°C untuk produk fresh dan ≤-12°C untuk

produk frozen.

QC mengecek suhu

anteroom, suhu mobil

saat precooling,

dan suhu selama di perjalanan terekam

Apabila sudah jelek, maka

dimusnahkan. Audit

Catatan data logger (suhu mobil selama di perjalanan)

dan catatan komplain dari

customer.

Y Pengiriman dingin Tidak ada

Tidak dilakukan

pengecekan suhu

Apabila rusak dibuang. Tidak ada

Catatan jumlah, berat

barang, alamat pengiriman

Z Tidak ada Tidak ada Tidak ada Apabila rusak dibuang. Tidak ada Tidak ada

RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan

Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan

tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y hanya melakukan tindakan

perbaikan. Sedangkan RPA Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini.

Kesimpulan

RPA PT. X sudah menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik, kecuali

bak celup tangan kurang efektif dan pendingin di loading dock rusak. RPA PT. X sudah

memiliki sarana prasarana yang cukup memenuhi SNI RPA, kecuali lantai licin, tergenang,

berlubang dan masih ada lalat. RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP.

RPA Y belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik karena

tidak melakukan pemeriksaan antemortem, tidak membersihkan pisau pada saat produksi,

tidak melakukan pemeriksaan postmortem, meletakkan jeroan di atas lantai, tidak memasang

pendingin di ruang pemotongan karkas, belum melakukan pembersihan cold storage secara

rutin, dan tidak mendistribusikan produk segar dengan mobil berpendingin. RPA Y belum

memiliki sarana prasarana yang memenuhi SNI RPA, karena tidak ada tempat cuci tangan,

foot bath, dinding yang kurang tinggi, lantai yang licin dan tergenang, dan sarana

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 17: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

pengendalian hama. RPA Y juga belum menerapkan prinsip HACCP, kecuali tindakan

perbaikan.

RPA Z belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik karena

tidak melakukan pemeriksaan antemortem, tidak membersihkan pisau pada saat produksi,

tidak melakukan pemeriksaan postmortem, menggunakan pisau yang sudah berkarat,

meletakkan karkas maupun jeroan di atas lantai, tidak mendinginkan karkas dengan es, dan

mencampur antara peralatan yang digunakan untuk menyembelih dengan peralatan untuk

memotong karkas. RPA Z belum memiliki sarana prasarana yang memenuhi SNI RPA karena

tidak dipisahkan area kotor dan bersih, tidak ada sarana cuci tangan, pencegahan serangga,

dan konstruksi bangunan belum memenuhi SNI RPA. RPA Z juga belum menerapkan prinsip

HACCP, kecuali tindakan perbaikan.

Saran

RPA Y dan Z sebaiknya menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik,

memperbaiki dan menyediakan sarana prasarana yang belum sesuai dengan SNI, dan mulai

berusaha menerapkan prinsip-prinsip HACCP setelah GMP dan SSOP terpenuhi. RPA PT. X

sebaiknya melakukan evaluasi terhadap prinsip-prinsip HACCP yang telah diterapkan,

memperbaiki sarana prasarana yang rusak.

Kepustakaan

Barbut, Shai. 2002. Poultry Product Processing An Industry Guide. Boca Raton: CRC Press.

Buzby, Jean C. 2003. International Trade and Food Safety: Economic Theory and Case

Studies. USDA.

FAO. 2010. Agribusiness Handbook Poultry Meat & Eggs.

FAO dan WHO. 2009. Salmonella and Campylobacter in Chicken Meat.

Guerrero-Legarreta, Isabel. 2009. Handbook of Poultry Science and Technology. Hoboken:

John Wiley & Sons Inc.

Kementrian Pertanian. 2010. Pedoman Produksi dan Penanganan Daging Ayam yang

Higienis. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Direktorat Jenderal

Peternakan dan Pertanian.

Mead, G.C. 2004. Poultry Meat Processing and Quality. Boca Raton: CRC Press.

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013

Page 18: Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di

Mulder, R.W.A.W. 1999. Safety of Poultry Meat: From Farm to Table. International

Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI)

Murtidjo, Bambang Agus. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Sams, Alan R. 2001. Poultry Meat Processing. Boca Raton: CRC Press.

Standar Nasional Indonesia 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian

Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.

Standar Nasional Indonesia 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas.

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Winarno, F.G. dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan. Bogor:

M-BRIO PRESS, Cetakan 2.

Analisis Penerapan..., Amelia Hanis, FKM UI, 2013