analisis pendapatan usahatani gula tumbu (kasus kecamatan dawe
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI GULA TUMBU (KASUS KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
DEVI PERMATASARI
NIM. C2B007011
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : Devi Permatasari
NIM : C2B 007 011
Fakultas/ Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan
Judul Skripsi : ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI GULA TUMBU
(KASUS KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS)
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S.
Semarang, 18 Agustus 2014
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S.
NIP : 19580927 198603 1019
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun : Devi Permatasari
NIM : C2B007011
Fakultas/ Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Judul Skripsi : ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI GULA TUMBU
(KASUS KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS)
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S.
Telah dinyatakan lulus ujian skripsi pada tanggal 27 Agustus 2014
Tim Penguji :
1) Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S. ( ...........................................)
2) Drs. Y. Bagio Mudakir, M.S.P. ( ...........................................)
3) Fitrie Arianti, S.E., M.Si. ( ...........................................)
Mengetahui,
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Anis Chariri, S.E., MCom., Akt., Ph.D
NIP : 19600627 199001 1001
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Devi Permatasari, menyatakan
bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu
(Kasus Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus), adalah hasil tulisan saya sendiri.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara
menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang
menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya
akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan atau tidak terdapat bagian atau
keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang
lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti
bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-
olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan
oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 18 Agustus 2014
Yang membuat pernyataan,
Devi Permatasari
NIM : C2B 007 011
v
ABSTRACT
Sugar importing policy done by Indonesian government affected the price
of domestic sugar, therefore also affected the industrial of domestic sugar, include
industrial of tumbu sugar in Dawe District of Kudus Regency. The purposes of
this research are to know the cost, revenue, profit, and feasibility of tumbu sugar
farming in Dawe District of Kudus Regency for a year.
Basic method in this research is analitic descriptive with survey method.
Data analysis method that used is income analysis, Break Even Point (BEP)
analysis, and R/C ratio analysis in tumbu sugar farming. The data that used is
primary data which obtained from direct observation and interview. Secondary
dataare obtained from books and other literatures.
The research result indicating that the total cost of tumbu sugar farming in
a year is Rp 1.233.823.142,60, which consist of fixed cost is Rp 32.494.392,60
and variable cost is Rp 1.201.328.750,00. Revenue of tumbu sugar farming in a
year is Rp 1.335.470.617,28 and the profit of tumbu sugar farming in a year is Rp
101.647.474,68. BEP value of production volume is 190,3 tons and BEP value of
price is Rp 5.989.432,73/ton, indicating that tumbu sugar production doesn’t got
any profit and doesn’t got any loss in production level of 190,3 tons and in selling
price of Rp 5.989.432,73/ton. R/C ratio value of tumbu sugar farming is 1,08
which is R/C > 1. Based on income analysis, BEP calculation, R/C ratio, it can
told that tumbu sugar farming in Dawe District of Kudus Regency is profitable
and feasibly to be carried out.
Keywords: Income, Tumbu Sugar, Farming
vi
ABSTRAK
Kebijakan impor gula yang dilakukan pemerintah Indonesia
mempengaruhi harga gula dalam negeri, sehingga berdampak pada industri gula
dalam negeri termasuk pada usaha gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan,
keuntungan, serta kelayakan usahatani gula tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus selama satu tahun.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis dengan menggunakan metode survey. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Pendapatan, Analisis Break Event
Point (BEP), dan Analisis R/C Ratio pada usahatani gula tumbu. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil
pengamatan langsung serta wawancara dengan pihak terkait, dan data sekunder
diperoleh dari buku-buku dan literatur-literatur dari berbagai sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya usahatani gula tumbu
selama satu tahun sebesar Rp 1.233.823.142,60 yang terdiri dari biaya tetap
sebesar Rp 32.494.392,60 dan biaya tidak tetap sebesar Rp 1.201.328.750,00.
Penerimaan usahatani gula tumbu selama satu tahun sebesar Rp 1.335.470.617,28
dan keuntungan usahatani gula tumbu selama satu tahun sebesar Rp
101.647.474,68. Nilai BEP volume produksi sebesar 190,3 ton dan nilai BEP
harga sebesar Rp 5.989.432,73 per ton menunjukkan bahwa produksi gula tumbu
tidak mengalami untung dan tidak mengalami kerugian pada tingkat produksi
190,3 ton dan pada harga jual Rp 5.989.432,73 per ton. Nilai R/C ratio usahatani
gula tumbu sebesar 1,08 di mana nilai R/C > 1. Berdasarkan analisis pendapatan,
perhitungan BEP, dan R/C ratio maka dapat dikatakan bahwa usahatani gula
tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus menguntungkan dan layak untuk
dijalankan.
Kata Kunci: Pendapatan, Gula Tumbu, Usahatani
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah” (Lessing)
“Sesuatu уаnɡ bеƖυm dikerjakan, seringkali tampak mustahil,
kita baru уаkіn kalau kita telah berhasil melakukannya ԁеnɡаn bаіk”
(Evelyn Underhill)
“Sukses berjalan ԁаrі satu kegagalan kе kegagalan уаnɡ lain, tanpa kita kehilangan semangat”
(Abraham Lincoln)
“Manusia merencanakan, namun Tuhan уаnɡ menentukan” (Thomas A. Kempis)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
semua orang terdekatku
yang telah mencurahkan kasih sayang,
perhatian, serta semangat yang tiada habisnya
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia
yang diberikanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani Gula Tumbu (Kasus Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Sarjana
Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
dengan baik dan lancar.
Skripsi ini ditujukan untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan
keuntungan usahatani gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus serta
mengetahui keberlanjutan usaha tersebut
Dalam penyusunan skripsi ini terdapat berbagai pihak yang turut
membantu sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan hidayahNya sehingga atas
ijin-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;
2. Bapak Prof. Drs. H. M. Nasir, M.Si., Akt,, Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro;
3. Bapak Dr. Hadi Sasana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan atas segala ilmu pengetahuan, dan bantuan akademik
selama di kampus FE UNDIP;
4. Bapak Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing
atas perhatian dan kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan, dan
memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
ix
5. Ibu Dra. Tri Wahyu Rejekiningsih, M.Si. selaku dosen wali yang telah
membantu dalam perkuliahan dan aktivitas akademik penulis selama di
kampus Fakultas Ekonomika dan Bisnis Uniersitas Diponegoro;
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang telah
memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis;
7. Keluargaku tercinta; Bapak (Wiyanto), Ibu (Sri Wahyuni), serta Adik-
adikku (Bagasworo Bagus Aji dan Aditya Fajar Pamungkas), yang selalu
menegur ketika penulis mulai malas dan selalu mempertanyakan kelulusan
penulis;
8. Keluarga Besar Padmo Widodo dan Sutanto, Mbah Kakung, Mbah Uti,
Mbah Gentan, Om-om, Bulik-bulik, Adik-adik sepupu, serta semuanya
yang selalu mempertanyakan kelulusan penulis, terima kasih atas
perhatian, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan pada penulis;
9. Fathul Huda Nur Susilo yang selalu ada di saat penulis membutuhkan,
selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis, serta selalu memberikan
dukungan, bantuan, waktu, dan perhatiannya;
10. Budhe Yusmin Suprihatiningsih yang selalu memotivasi dan memberi
masukan kepada penulis dalam hal apa pun;
11. Novita Dinaryanti, Minawati Widiastuti, serta Happy Yuliana yang
mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
12. “Dirasa Teman Tapi Sahabat”, Pinyo, Danti, Minul, Bunban, Encip yang
selalu memberi warna selama masa perkuliahan dan selalu saling
x
membantu tanpa pamrih. Di mana pun kalian sekarang, kalian tidak akan
terlupakan;
13. Teman-teman IESP FEB UNDIP angkatan 2007 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas momen-momen suka duka
bersama selama ini;
14. Keluarga besar Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) yang telah
memberikan pembelajaran dan pengalaman yang sangat berarti selama ini;
15. Teman-teman IESP angkatan 2005, 2006 dan adik-adik angkatan 2008,
2009 atas semua hal yang dilalui bersama, semoga pertemanan ini dapat
terus terjaga sampai kapanpun;
16. Ayunda Nadia yang sudah mau menjadi teman bercerita penulis dalam hal
apa pun;
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan diridhoi oleh Allah
SWT sehingga dapat diambil berkah dan manfaat untuk kegiatan akademik.
Semarang, 18 Agustus 2014
Penulis,
Devi Permatasari
NIM. C2B007011
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................. 11
BAB II TELAAH PUSTAKA ......................................................................... 13
2.1 Landasan Teori ............................................................................. 13
2.1.1 Pengertian Usahatani ........................................................... 13
2.1.2 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................ 17
2.1.2.1 Biaya …....…….......……………….............…...... 17
2.1.2.2 Penerimaan ………............……………………..... 18
2.1.2.3 Keuntungan ............................................................ 18
2.1.2.4 BEP (Break Even Point) dan R /C Ratio............... 19
2.1.3 Tanaman Tebu .................................................................... 20
2.1.4 Sektor Industri .................................................................... 23
2.1.4.1 Pengertian Industri ................................................ 23
2.1.4.2 Klasifikasi Industri ................................................. 24
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................... 30
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 37
3.1 Populasi dan Sampel ..................................................................... 37
xii
3.2 Metode Dasar Penelitian ............................................................... 39
3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 40
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 40
3.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu. ...................... 41
3.4.2 Analisis Break Even Point (BEP).. ...................................... 42
3.4.3 Analisis R/C Ratio ............................................................... 42
3.5 Definisi Operasional...................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 45
4.1 Gambaran Umum .......................................................................... 45
4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kudus .................................. 45
4.1.2 Kondisi Geografis Kecamatan Dawe .................................. 45
4.1.3 Keadaan Demografis Kabupaten Kudus .............................. 47
4.1.4 Keadaan Demografis Kecamatan Dawe .............................. 47
4.1.5 Kondisi Usahatani Gula Tumbu ........................................... 49
4.2 Karakteristik Responden Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan
Dawe ............................................................................................ 50
4.3 Bahan-bahan dalam Proses Produksi Gula Tumbu ...................... 53
4.3.1 Bahan Baku .......................................................................... 53
4.3.2 Bahan Penolong ................................................................... 54
4.4 Peralatan yang Digunakan dalam Produksi Gula Tumbu .......... 55
4.5 Proses Pembuatan Gula Tumbu .................................................. 57
4.6 Pemasaran Gula Tumbu .............................................................. 59
4.7 Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus ............................................................... 60
4.7.1 Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan Usahatani
Gula Tumbu ......................................................................... 60
4.7.2 Beak Even Point dan R/C Ratio ........................................... 67
4.8 Perbedaan dengan Penelitihan Terdahulu ................................... 69
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 73
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 73
5.2 Keterbatasan ................................................................................. 74
5.2 Saran .............................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 75
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Luas Areal (Ha) dan Produksi (Ton) Tebu Perkebunan Rakyat
di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2010-2011 ................... 3
Tabel 1.2 Luas Areal (Ha) dan Produksi (Ton) Tebu Gula Tumbu/Gula
Merah Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2011 ............................................................................................ 6
Tabel 1.3 Luas Tanam Tanaman Tebu Dirinci Menurut Wujud
Produksinya dan Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun
2011 (Ha) .................................................................................. 7
Tabel 2.1 Kriteria Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah Menurut Aset
dan Omset ................................................................................. 30
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................. 33
Tabel 3.1 Proporsi Responden Penelitian .................................................. 39
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Usahatani Gula Tumbu di
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2013 ..................... 50
Tabel 4.2 Biaya Tetap Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus Selama Satu Tahun pada Tahun 2013 .......... 61
Tabel 4.3 Biaya Tidak Tetap Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus Selama Satu Tahun pada Tahun
2013 .......................................................................................... 63
Tabel 4.4 Biaya Total Usahatani Gula Tumbu Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus Selama Satu Tahun pada Tahun 2013 .......... 65
Tabel 4.5 Penerimaan Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus Selama Satu Tahun pada Tahun 2013 ........... 66
Tabel 4.6 Keuntungan Usahatani Gula Tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus Selama Satu Tahun pada Tahun 2013 ........... 67
Tabel 4.7 Hasil Analisis Break Even Point (BEP) pada Usahatani Gula
Tumbu Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2013 ........ 68
Tabel 4.8 Hasil Analisis R/C Ratio pada Usahatani Gula Tumbu
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 2013 ..................... 69
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Luas Areal Tebu Gula Tumbu/Gula Merah di Jawa Tengah (Ha)
Tahun 2007-20011 ...................................................................... . 4
Gambar 1.2 Produksi Tebu Gula Tumbu di Jawa Tengah (Ton)
Tahun 2007-2011 ........................................................................ . 5
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 36
Gambar 4.1 Peta Kabuaten Kudus ................................................................... 46
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Dawe .................................................................. 46
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A KUESIONER ...................................................................... 78
LAMPIRAN B KARAKTERISTIK RESPONDEN ..................................... 82
LAMPIRAN C JUMLAH PRODUKSI GULA TUMBU ..................... ....... 84
LAMPIRAN D BIAYA TIDAK TETAP MENURUT MUSIM .................. 87
LAMPIRAN E BIAYA PRODUKSI SELAMA SATU TAHUN.............. .. 90
LAMPIRAN F PENDAPATAN USAHATANI GULA TUMBU .............. 93
LAMPIRAN G DOKUMENTASI ............................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di daerah pedesaan dan hingga
saat ini masih menyandarkan mata pencaharian pada sektor pertanian. Hal ini
yang menyebabkan sektor pertanian memiliki peran penting terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor pertanian sendiri memiliki beberapa
subsektor, antara lain subsektor tanaman pangan atau tanaman bahan makanan
(lebih dikenal dengan pertanian rakyat), subsektor perkebunan, subsektor
peternakan, subsektor kehutanan, serta subsektor perikanan. Indonesia merupakan
salah satu negara yang cocok untuk subsektor perkebunan, karena pada umumnya
perkebunan berada di daerah bermusim panas atau di daerah sekitar khatulistiwa.
Menurut Hafsah (dalam Kartikaningsih, 2009), subsektor perkebunan di
Indonesia memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan
ekologi. Pada aspek ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber
devisa negara, sumber ekonomi wilayah, serta sebagai sumber pendapatan
masyarakat. Pada aspek sosial, subsektor perkebunan mampu menyerap tenaga
kerja yang besar baik sebagai petani maupun tenaga kerja. Sedangkan pada aspek
ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor perkebunan dapat
mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti
sumberdaya air, penyedia oksigen, dan mengurangi degradasi lahan.
2
Subsektor perkebunan memiliki karakteristik tanaman yang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanaman tahunan dan tanaman semusim.
Tanaman tahunan merupakan tanaman yang membutuhkan waktu yang panjang
untuk berproduksi. Biasanya jangka waktu produksi tanaman tahunan hingga
mencapai puluhan tahun dan bisa dipanen lebih dari satu kali. Contoh tanaman
tahunan misalnya kelapa, kelapa sawit, karet, kakao, cengkeh, kopi dan lada, pala,
kemiri, cengkeh, kayu manis, panili, teh, kapuk, dan lain sebagainya. Sedangkan
tanaman semusim merupakan tanaman yang hanya bisa dipanen satu kali dengan
siklus hidup satu tahun sekali. Contoh tanaman semusim misalnya tebu, sereh
wangi, nilam, dan tembakau.
Tebu termasuk dalam salah satu tanaman perkebunan semusim, karena
siklus hidupnya hanya satu tahun sekali. Tidak semua daerah di Indonesia cocok
untuk ditanami tebu, karena tanaman tebu tumbuh didaerah tropika dan sub
tropika sampai batas garis isoterm 200C yaitu antara 19
0 LU 35
0 LS. Kondisi
tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak
terlalu basah. Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah
hujan berkisar antara 1.000-1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3
bulan kering. Biasanya musim tanam tebu adalah saat musim penghujan, karena
dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan
pada saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan
terhenti.
3
Tabel 1.1
Luas Areal (Ha) dan Produksi (Ton) Tebu Perkebunan Rakyat di Indonesia
Menurut Provinsi Tahun 2010-2011
No. Provinsi Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
2010 2011 2010 2011
1 Aceh - - - -
2 Sumatera Utara 1.324 1.592 4.508 6.523
3 Sumatera Barat - - - -
4 Riau - - - -
5 Kep. Riau - - - -
6 Jambi - - - -
7 Sumatera Selatan 495 436 1.684 1.410
8 Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu - - - -
10 Lampung 13.480 12.058 74.350 63.172
11 D.K.I Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.819 9.297 31.994 47.198
13 Banten - - - -
14 Jawa Tengah 54.765 49.252 213.935 173.529
15 D.I Yogyakarta 6.598 6.682 23.715 27.108
16 Jawa Timur 159.861 162.455 857.253 964.198
17 Bali - - - -
18 Nusa Tenggara Barat - - - -
19 Nusa Tenggara Timur - - - -
20 Kalimantan Barat - - - -
21 Kalimantan Tengah - - - -
22 Kalimantan Selatan - - - -
23 Kalimantan timur - - - -
24 Sulawesi Utara - - - -
25 Gorontalo - - - -
26 Sulawesi Tengah - - - -
27 Sulawesi Selatan 618 701 1.458 1.091
28 Sulawesi Barat - - - -
29 Sulawesi Tenggara - - - -
30 Maluku - - - -
31 Maluku Utara - - - -
32 Papua - - - -
33 Papua Barat - - - -
Indonesia 247.960 242.473 1.208.897 1.284.229
Sumber: BPS, Statistik Tebu Indonesia 2012
Berdasarkan Tabel 1.1, areal perkebunan tebu rakyat di Indonesia hanya
terdapat di beberapa provinsi saja, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
4
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan. Luas areal perkebunan tebu rakyat di Provinsi Jawa Tengah menurun
pada tahun 2011 yaitu sebesar 5.513 ha dari tahun sebelumnya. Begitu pula
dengan jumlah produksinya. Produksi tebu di Jawa Tengah turun sebesar 40.406
ton. Hal ini dikarenakan rendahnya rendemen tebu akibat curah hujan di beberapa
daerah masih sangat tinggi.
Pada batang tebu terdapat zat gula. Zat gula dalam batang tebu ini dapat
diolah menjadi gula. Berdasarkan wujud produksinya, tebu dibagi menjadi dua
macam, yaitu tebu untuk gula putih dan tebu untuk gula merah. Sebagaimana kita
ketahui, bahwa gula merupakan salah satu dari kebutuhan pokok. Gula merupakan
bahan pemanis alami yang biasa digunakan dalam rumah tangga maupun dalam
industri makanan dan minuman baik yang berskala kecil maupun yang berskala
besar. Gula yang berasal dari olahan tebu ada dua macam yaitu gula putih atau
biasa dikenal dengan gula pasir dan gula merah.
Gambar 1.1
Luas Areal Tebu Gula Tumbu/Gula Merah di Jawa Tengah (Ha)
Tahun 2007-2011
Sumber: BPS Jawa Tengah 2012
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2007 2008 2009 2010 2011
(ha) Luas Areal
2007
2008
2009
2010
2011
5
Gambar 1.1 menunjukkan luas tanam tanaman tebu gula tumbu di Jawa
Tengah dari tahun 2007 sampai 2011. Pada tahun 2007 luas tanam tanaman tebu
gula tumbu di Jawa Tengah mencapai 2.574,52 ha dan berangsur-angsur naik dari
tahun ke tahun yaitu pada tahun 2008 seluas 2.635 ha, pada tahun 2009 seluas
5.862,72 ha, dan pada tahun 2010 seluas 6.666 ha. Namun, pada tahun 2011 turun
menjadi 4.954 ha.
Gambar 1.2
Produksi Tebu Gula Tumbu/Gula Merah di Jawa Tengah (Ton)
Tahun 2007-2011
Sumber: BPS Jawa Tengah 2012
Gambar 1.2 menunjukkan produksi tebu gula merah/gula tumbu di Jawa
Tengah dari tahun 2007 sampai 2011. Pada tahun 2007 produksi tebu gula
merah/gula tumbu di Jawa Tengah sebesar 1.6039,46 ton, pada tahun 2008
produksi tebu gula merah turun menjadi 15.025,45 ton, tetapi pada tahun 2009
produksi tebu gula merah kembali meningkat menjadi 30.787,42 ton, dan pada
tahun 2010 meningkat lgi menjadi 3.5034 ton. Namun, pada tahun 2011 turun
kembali menjadi 23.320,7 ton.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
2007 2008 2009 2010 2011
Ton
Produksi
Produksi
6
Tabel 1.2
Luas Areal (Ha) dan Produksi (Ton) Tebu Gula Tumbu/Gula Merah
Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011
No. Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton)
1. Kab. Cilacap - -
2. Kab. Banyumas - -
3. Kab. Purbalingga - -
4. Kab.Banjarnegara - -
5. Kab. Kebumen - -
6. Kab. Purworejo - -
7. Kab. Wonosobo - -
8. Kab./Kota Magelang - -
9. Kab. Boyolali - -
10. Kab. Klaten - -
11. Kab. Sukoharjo - -
12. Kab. Wonogiri - -
13. Kab. Karanganyar - -
14. Kab. Sragen - -
15. Kab. Grobogan - -
16. Kab. Blora 84,00 363,00
17. Kab. Rembang 1.903,00 7.993,00
18. Kab. Pati - -
19. Kab. Kudus 2.874,00 14.546,00
20. Kab. Jepara 93,00 419,40
21. Kab. Demak - -
22. Kab. Semarang - -
23. Kota Salatiga - -
24. Kab. Temanggung - -
25. Kab. Kendal - -
26. Kab. Batang - -
27. Kab./Kota Pekalongan - -
28. Kab. Pemalang - -
29. Kab./Kota Tegal - -
30. Kab. Brebes - -
31. Kota Surakarta - -
32. Kota semarang - -
Jumlah/Total
2011 4.954,00 23.321,40
2010 6.666,06 35.034,00
2009 5.862,72 30.787,42
2008 2.635,00 15.025,45
2007 2.574,20 16.039,49
Sumber: BPS Jawa Tengah 2012
7
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa produksi gula merah/gula
tumbu terbesar pada tahun 2011 berada Kabupaten Kudus. Hal ini karena terdapat
sentra industri gula merah atau biasa dikenal dengan gula tumbu di Kabupaten
Kudus, lebih tepatnya berada di Kecamatan Dawe.
Tabel 1.3
Luas Tanam Tanaman Tebu Dirinci Menurut Wujud Produksinya
dan Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2011 (Ha)
No Kecamatan
Wujud Produksi
Gula
Putih
Gula
Merah Jumlah
1. Kaliwungu 145.00 183.00 328.00
2. Kota 87.00 0.00 87.00
3. Jati 236.00 65.00 301.00
4. Undaan 0.00 0.00 0.00
5. Mejobo 422.50 27.00 449.50
6. Jekulo 1542.10 114.00 1656.10
7. Bae 475.00 492.00 967.00
8. Gebog 300.00 830.00 1130.00
9. Dawe 520.00 1163.00 1683.00
Jumlah
Total
2011 3727.60 2874.00 6601.60
2010 2875.00 3844.00 6719.00
Sumber : Kudus dalam Angka (2012)
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa terdapat dua macam wujud
produksi tebu yaitu tebu gula putih dan tebu gula merah atau lebih dikenal dengan
gula tumbu. Wujud Produksi tebu menjadi gula merah paling banyak terdapat di
Kecamatan Dawe. Hal ini dikarenakan banyak terdapat sentra industri gula tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Adanya sentra usahatani gula tumbu di
Kecamatan Dawe menyebabkan terdapat dua jenis pengolahan tanaman tebu di
Kabupaten Kudus, khususnya di Kecamatan Dawe. Dua jenis pengolahan tersebut
yaitu pengolahan tanaman tebu menjadi gula pasir yang dilakukan di pabrik gula
8
dan pengolahan tanaman tebu menjadi gula tumbu yang dilakukan oleh produsen
gula tumbu, sehingga petani tebu dapat menjual hasil perkebunan tebunya ke
industri gula tumbu ketika nilai rendemen di pabrik gula pasir lebih rendah.
Usahatani gula tumbu hingga saat ini masih dikerjakan oleh industri-
industri kecil di Kecamatan Dawe. Kebijakan pemerintah mengenai impor gula
yang dilakukan dirasa merugikan para produsen gula dalam negeri termasuk
produsen gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Hal ini dikarenakan
kebijakan impor gula yang dilakukan pemerintah membuat harga gula tidak stabil
bahkan cenderung turun. Harga gula yang terus turun akan berdampak pada
pendapatan produsen gula tumbu sehingga diperlukan adanya penelitian untuk
membantu produsen dalam membuat analisis pendapatan dalam satu tahun, agar
dapat dilihat pengeluaran, penerimaan, serta keuntungan usahatani gula tumbu
dalam satu satu. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian
dengan judul: “Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu (Kasus
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus)”.
1.2 Rumusan Masalah
Gula tumbu atau lebih dikenal sebagai gula merah dapat digunakan
sebagai campuran bumbu masakan, pemanis masakan, bahkan sebagai bahan baku
industri kecap baik pada industri berskala rumah tangga maupun pabrik-pabrik
besar. Rasa gula tumbu yang khas menjadikan gula tumbu sebagai salah satu
bahan pemanis yang diminati baik oleh rumah tangga maupun industri.
Produsen gula tumbu dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan
agar kegiatan usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan dengan
9
menggunakan sumber daya yang dimiliki. Produsen gula tumbu berusaha untuk
mengalokasikan penggunaan sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya
agar diperoleh keuntungan yang besar. Namun, keuntungan yang besar belum
tentu berarti bahwa industri gula tumbu sudah efisien untuk diusahakan, karena
terdapat kemungkinan bahwa produsen gula jawa mengeluarkan biaya yang besar
dalam memperoleh keuntungan yang besar tersebut.
Harga gula tumbu juga dapat berfluktuatif, antara Rp. 5.000,- hingga Rp.
8.000,- per kilo. Adanya kebijakan impor gula, menyebabkan harga gula di dalam
negeri menjadi turun. Hal ini juga berimbas pada harga gula tumbu. Harga gula
tumbu yang rendah tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga
ditakutkan akan mendapatkan sedikit keuntungan.
Analisis pendapatan pada industri gula tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus sangat penting bagi produsen gula tumbu dalam melaksanakan
usahanya guna peningkatan keuntungan serta pengembangan usaha. Dalam
kenyataannya, seringkali produsen gula tumbu kurang memperhatikan manajemen
usaha berkaitan dengan besarnya biaya, penerimaan, maupun keuntungan usaha
mereka. Oleh karena itu, diperlukan analisis pendapatan dari industri gula tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus ini sehingga produsen dapat melihat
perkembangan dari usahanya.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disusun beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan usahatani gula tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus pada satu tahun?
10
2. Bagaimana kelayakan usahatani gula tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus dengan melihat Break Even Point (BEP) dan R/C Ratio?
1.3 Tujuan Penelitian
Melalui permasalahan penelitian yang ada, maka tujuan peneltian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan usahatani gula
tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus pada satu tahun.
2. Menganalisis kelayakan usahatani gula tumbu di Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang gula tumbu.
2. Bagi produsen gula tumbu, diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan dan bahan informasi agar lebih baik lagi dalam
pengembangan dan pengelolaan usahanya.
3. Bagi pemerintah daerah setempat, diharapkan dapat menjadi bahan
informasi dan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
kebijakan yang lebih baik lagi.
4. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan, menambah informasi, serta dapat menjadi bahan referensi
untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
11
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam menyusun penulisan ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang perlunya menganalisis biaya dan
pendapatan usahatani yang dilakukan produsen gula tumbu di
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Latar belakang ini yang
menjadi masukan untuk perumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, serta manfaat penelitian.
BAB II TELAAH PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori mengenai pengertian usahatani,
pengertian industri, biaya-biaya, penerimaan, dan keuntungan/laba
usahatani gula tumbu. Dalam bab ini juga terdapat penelitian-
penelitian terdahulu yang menjadi pendukung dalam penelitian ini
serta terdapat kerangka pemikiran yang menjadi gambaran dalam
penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang penentuan populasi dan sampel dalam
penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan, metode
pengumpulan data, serta metode analisisnya. Bab ini juga berisi
definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan,
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum obyek yang diteliti dan
karakteristik produsen gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus, serta analisis mengenai biaya, penerimaan, dan keuntungan
yang diperoleh dari hasil perhitungan dan pengolahan data.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya,
keterbatasan yang merupakan kekurangan pada penelitian, serta
saran baik untuk pemerintah maupun penelitian berikutnya.
13
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Usahatani
Menurut Soekartawi (Shinta, 2011; 1) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Menurut Adiwilaga (Shinta, 2011; 1), ilmu usahatani adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan
pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan
pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang
petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan
perusahaan itu.
Sedangkan menurut Kadarsan (Shinta, 2011; 1), usahatani adalah suatu
tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur
produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan
berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang
membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien
14
dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber
daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.
Menurut Hernanto (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani
yaitu:
1. Kondisi fisik: faktor teknis topografi, ketinggian, iklim, tanah, air, dan
irigasi
2. Kondisi biologis: hama, penyakit, dan gulma
3. Kondisi ekonomis: akses pasar, ketersediaan sarana produksi, kredit,
sarana/prasarana transportasi
4. Kondisi sosial: norma, kaidah, adat, kebiasaan, kelembagaan
5. Kebijakaan pemerintah
6. Teknologi
Selain itu, Hernanto juga mengelompokkan ada empat unsur pokok dalam
produksi usahatani yaitu:
1. Tanah
Pada umumnya di Indnesia tanah merupakan faktor produksi yang relatif
langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, selain itu distribusi
penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah memiliki sifat luas relatif
tetap atau diangap tetap, ecara fisik tanah tidak dapat berpindah tempat
tetapi hak kepemilikannya dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan.
Karena sifatya yang khusus tersebut, tanah kemudian dinaggap sebagai salah
satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi
15
sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. Pada dasarnya petani
berdasarkan luas tanahnya dapat dibedakan menjadi empat golongan:
a. Golongan petani luas (>2 ha)
b. Golongan petani sedang (0,5-2 ha)
c. Golongan petani sempit (0,5 ha)
d. Golongan buruh tani tidak bertanah
2. Tenaga
Hernanto menggolongkan jenis tenaga kerja manusia, ternak, dan mekanik.
Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan
anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan
usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi
oleh umur, pendidikan, ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat
kesehatan, faktor alam seperti iklim, dan kondisi lahan usahatani. Menurut
Rukasah dalam Hernanto (1991) untuk mengetahui potensi tenaga kerja
harus dilipatkan atau diklikn pencurhannya dalam satu tahun. Sedangkan
konversi tenaga dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku,
yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK
ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak-anak = 0,5 HKP.
3. Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian
ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lainnya menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian.
16
Pada usahatani, yang disebut modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-
alat pertanian, tanaman, ternak dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian,
piutang di bank, serta uang tunai. Sementara menurut sifatnya, modal dibagi
menjadi dua:
a. Modal tetap, meliputi tanah dan bangunan. Modal tetap diartikan modal
yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini
memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka
waktu yang lama. Jenis modal ini pun mengalami penyusutan, artinya
nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu.
b. Modal bergerak, meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank,
tanaman, ternak, ikan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam
satu periode produksi.
Berdasarkan sumbernya dapat dibedakan sumber modal yaitu milik sendiri,
pinjaman atau kredit, hadiah atau warisan, dari usaha lain, serta kontrak
sewa.
4. Manajemen pengelolaan
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yabg
dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi
pertanian sebagaimana yang telah diharapkan. Ukuran keberhasilan dari
setiap pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun
produktivitas dari usahanya. Dengan demikian pengenalan secara utuh
17
faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat
menentukan keberhasilan pengelolaan.
2.1.2 Analisis Pendapatan Usaha
2.1.2.1 Biaya
Menurut Soekartawi (2001), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor
produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses
produksi berlangsung.
Secara umum, biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh
produsen dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap dalam
jangka pendek mengakibatkan munculnya dua kategori biaya, yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Menurut Suparmoko (2001), biaya tetap adalah biaya produksi yang
timbul karena penggunaan faktor produksi yang tetap, sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai faktor produksi juga tetap, tidak berubah walaupun
jumlah barang yang dihasilkan berubah-ubah. Sedangkan biaya tidak tetap
merupakan biaya yang dikeluarkan oleh produsen sebagai akibat penggunaan
faktor produksi variabel, sehingga biaya ini jumlahnya berubah-ubah sesuai
dengan kuantitas produk yang dihasilkan.
Menurut Firdaus (2008), biaya total merupakan keseluruhan jumlah biaya
produksi yang dikeluarkan. Biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC ……………………………………...........…… (2.1)
18
Dimana:
TC (Total Cost) = Biaya total
TFC (Total Fixed Cost) = Biaya tetap
TVC (Total Variable Cost) = Biaya tidak tetap
2.1.2.2 Penerimaan
Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara
volume produksi yang diperoleh dengan harga jual. Harga jual adalah harga
transaksi antara produsen dan pembeli untuk setiap komoditas. Satuan yang
digunakan seperti satuan yang lazim digunakan antara penjual/pembeli secara
partai besar, misalnya: kilogram (kg), kuintal (kw), ton, ikat, dan sebagainya.
Penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = Q x P ………………………………………………….. (2.2)
Dimana:
TR (Total Revenue) = Penerimaan usaha
Q (Quantity) = Produk yang dihasilkan
P (Price) = Harga jual produk yang dihasilkan
2.1.2.3 Keuntungan
Menurut Sunaryo (2001), keuntungan merupakan selisih dari penerimaan
dan total biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi. Keuntungan merupakan
tujuan dari setiap usaha, sehingga semakin besar keuntungan yang diperoleh,
maka semakin layak usaha tersebut dijalankan. Keuntungan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
19
𝜋 = TR – TC ……………………………………….........……….. (2.3)
Dimana:
𝜋 = Pendapatan usaha
TR = Penerimaan usaha
TC = Biaya total
2.1.2.4 BEP (Break Even Point) dan R/C Ratio
Menurut Wiryanta (dalam Marissa,2010), BEP (Break Event Poin)
merupakan titik impas dari suatu usaha. Dari nilai BEP dapat diketahui pada
tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak mendapatkan keuntungan dan
tidak pula mengalami kerugian. Ada dua macam jenis perhitungan BEP yaitu BEP
volume produksi dan BEP harga produksi.
Menurut Harmono dan Andoko (dalam Marissa, 2010), rasio penerimaan
atas biaya (R/C ratio) menunjukkan berapa besar penerimaan yang akan diperoleh
dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha, sehingga dapat
digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha. Dari angka
rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut
menguntungkan atau tidak. Tingkat pendapatan atas usaha dapat diukur dengan
menggunakan analisis penerimaan atas biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan
pada perhitungan secara finansial.
Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usaha yang akan diperoleh
pengusaha untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan usahanya.
Jika R/C ratio meningkat menunjukkan adanya peningkatan penerimaan. Usaha
20
dikatakan layak apabila R/C ratio bernilai lebih besar dari satu (R/C > 1) yang
berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambaha biaya yang dikeluarkan, atau
secara sederhana kegiatan usaha ini meguntungkan. Apabila R/C ratio bernilai
kurang dari 1 (R/C < 1), artinya setiap tambahan yang dikeluarkan dalam produksi
akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang
dikeluarkan, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa kegiatan usaha ini
mengalami kerugian.
2.1.3 Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia
rumput-rumputan (Graminae). Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan sub
tropika sampai batas garis isoterm 200
C yaitu antara 190
LU 350
LS. Kondisi
tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak
terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan
udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan.
Drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar
tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga
pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase yang baik
dan dalam juga dapat manyalurkan kelebihan air pada musim penghujan sehingga
tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena
berkurangnya oksigen dalam tanah.
Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian
21
antara 0-1.400 m di atas permukaan laut. Akan tetapi lahan yang paling sesuai
adalah kurang dari 500 m di atas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian
>1.200 m di atas permukaan laut pertumbuhan tanaman relatif lambat.
Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai
10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik
untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila
tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat.
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat
besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,
sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar
pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus
terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen
menjadi rendah.
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan
berkisar antara 1.000-1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan
kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah pada
periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per
bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan
125 mm dan 4-5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang
merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif
dan pemasakan tebu.
22
Morfologi tanaman tebu antara lain sebagai berikut:
1. Batang
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-
buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal
dari mata tunas yang berada di bawah tanah yang tumbuh keluar dan
berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan
tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang.
2. Akar
Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang tumbuh dari
cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar
dibagian yang lebih atas akibatpemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
3. Daun
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,
berpelepah seperti daun jagung dan tidak bertangkai. Tulang daun sejajar,
ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu
keras.
4. Bunga
Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga
pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa
tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik
dengan dua kepala putik dan bakal biji.
23
5. Buah
Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang
biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis
baru hasil persilangan yang lebih unggul.
Pemilihan varietas harus memperhatikan sifat-sifat varietas unggul yaitu,
memliki potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot tebu dan rendemen yang
tinggi, memiliki produktivitas yang stabil dan mantap, memiliki ketahanan yang
tinggi untuk keprasan dan kekeringan, serta tahan terhadap hama dan penyakit.
Varietas tebu berdasarkan masa kemasakannya dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1. Varietas Genjah (masak awal), mencapai masak optimal ± 8-10 bulan.
2. Varietas Sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal pada umur ± 10-
12 bulan.
3. Varietas Dalam (masaklambat), mencapai masak optimal pada umur lebih dari
12 bulan.
2.1.4 Sektor Industri
2.1.4.1 Pengertian Industri
Istilah industri sering diartikan dengan semua kegiatan ekonomi manusia
yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau
barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan
manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu
menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial.
24
Secara sederhana dalam kamus besar ekonomi (Sigit Winarno dan Sujana
Ismaya, 2007: 252) dijelaskan bahwa definisi industri adalah kegiatan ekonomi
dengan memproses atau mengolah bahan-bahan atau barang dengan menggunakan
sarana dan peralatan, seperti mesin, untuk menghasilkan barang (jadi) atau jasa.
2.1.4.2 Klasifikasi Industri
Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri berbeda-beda. Namun,
pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria antara lain
bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang
digunakan.
Menurut Siahaan (1996), klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-
masing adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
25
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui
uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test).
2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha:
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry),
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk,
terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu
industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan. Misalnya:
industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping),
industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak),
dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di
tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
26
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry),
yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas.
Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja,
dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya:
industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
3. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi:
a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku
untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri
alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri
konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.
4. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian:
a. Industri Kimia Dasar (IKD), merupakan industri yang memerlukan modal
yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun
industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1) Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri
bahan kimia tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam
sulfat, dan industri kaca.
27
3) Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri
pestisida.
4) Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan
industri ban.
b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMLD), merupakan industri
yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau
rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah
sebagai berikut:
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin
traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu,
buldozer, excavator, dan motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin
gergaji, dan mesin pres.
4) Industri elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
6) Industri kereta api, misalnya: lokomotif dan gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan
suku cadang kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri
alumunium, dan industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya: pembuatan kapal dan reparasi kapal.
28
11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya: mesin produksi,
peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.
c. Aneka Industri (AI), merupakan industri yang tujuannya menghasilkan
bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang
termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan
mesin jahit, televisi, dan radio.
3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik,
obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi,
garam dan makanan kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian,
kayu lapis, dan marmer.
d. Industri Kecil (IK), merupakan industri yang bergerak dengan jumlah
pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri
rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-alat rumah
tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
e. Industri Pariwisata, merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis
dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni dan budaya
(misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya :
peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi),
wisata alam (misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan,
29
perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat
pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan
tempat hiburan).
Menurut UU No. 20 Tahun 2008, industri dikelompokkan dalam tiga
kategori yaitu:
1. Industri mikro, yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00.
2. Industri kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00
sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.
3. Industri menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan
30
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00.
Berdasarkan penjelasan di atas, kriteria industri secara ringkas dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Asset dan Omset
Sumber: www.dinkop.com, diakses 30 Agustus 2014
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan dari penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan dalam kaitannya dengan analisis pendapatan usaha serta
kelayakan usaha yang dijalankan. Analisis pendapatan disasarkan pada biaya,
penerimaan, serta keuntungan yang didapat.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Diah Apriliani, et.al. (2013) yang
berjudul “Analisis Komparatif Usahatani Tebu untuk Pembuatan Gula Pasir dan
Gula Tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus” menunjukkan bahwa
analisis komparatif yang dilakukan antara usahatani tebu untuk pembuatan gula
pasir dan usahatani tebu untuk pembuatan gula tumbu berdasarkan perhitungan
biaya alat-alat luar, biaya menghasilkan gula, penerimaan, pendapatan,
No. Usaha Kriteria
Asset Omset
1. Industri
Mikro
Maksimal
Rp 50.000.000,00
Maksimal
Rp 300.000.000,00
2. Industri
Kecil
> Rp 50.000.000,00 sampai
Rp 500.000.000,00
> Rp 300.000.000,00 sampai
Rp 2.500.000.000,00
3. Industri
Menengah
> Rp 500.000.000,00 sampai
Rp 10.000.000.000,00
> Rp 2.500.000.000,00 sampai
Rp 50.000.000.000,00
31
keuntungan, efisiensi, dan profitabilitas usaha. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir, besar biaya alat-alat luar Rp
29.081.663,95/ha/musim tanam, biaya menghasilkan Rp 30.826.563,79/ha/musim
tanam, dan penerimaan Rp 40.419.117,61/ha/musim tanam. Sedangkan usahatani
tebu untuk pembuatan gula tumbu besar biaya alat-alat luar Rp
29.692.842,66/ha/musim tanam, biaya menghasilkan Rp 31.474.413,22/ha/musim
tanam, dan penerimaan Rp 41.755.250,89/ha/musim tanam. Besar pendapatan
untuk usahatani tebu pembuatan gula pasir Rp 11.337.453,65/ha/musim tanam
dan keuntungan Rp 9.592.553,82/ha/musim tanam, sedangkan besar pendapatan
untuk usahatani tebu pembuatan gula tumbu Rp 12.062.408,23/ha/musim tanam
dan keuntungan Rp 10.280.837,67/ha/musim. Jadi biaya alat-alat luar, biaya
menghasilkan, penerimaan, pendapatan, serta keuntungan petani gula tumbu lebih
tinggi daripada petani gula pasir. Usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan
gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus sudah efisien dan memberikan
keuntungan. Nilai R/C rasio berturut-turut 1,39 dan 1,41 sedangkan nilai
profitabilitas berturut-turut 0,31 dan 0,33. Setelah diuji secara statistik dengan uji t
(t-test) maka pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas usahatani tebu
untuk pembuatan gula pasir dengan usahatani tebu untuk pembuatan gula tumbu
tidak ada beda nyata.
Pada penelitian yang dilakukan Marissa (2010) yang berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani Tebu (Studi Kasus PT PG Rajawali II Unit PG Tersana
Baru, Babakan, Cirebon, Jawa Barat)” menunjukkan bahwa pendapatan petani
tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru sebesar Rp 27.923.500,00 untuk
32
satu kali musim tanam per ha. Nilai R/C ratio sebesar 1,69, nilai B/C ratio sebesar
0,69, BEP produksi 41.360,51 kg, BEP harga Rp 576,09/kg, serta nilai payback
periode 2,77. Berarti usahatani tebu di Kasus PT PG Rajawali II Unit PG Tersana
Baru, Babakan, Cirebon, Jawa Barat menguntungkan dan layak untuk dijalankan.
Penelitian yang dilakukan Dita Y. Saskia (2012) yang berjudul “Biaya dan
Pendapatan Usahatani Tebu Menurut Status Kontrak (Studi Kasus di PT IGN
Cepiring, Kab. Kendal)” menunjukkan bahwa biaya usahatani petani tebu yang
memiliki kontrak penggilingan ternyata lebih besar dibandingkan dengan petani tebu
yang memiliki kontrak kredit. Kedua, penerimaan petani tebu dengan kontrak kredit lebih
besar dibandingkan dengan petani tebu yang memiliki kontrak penggilingan, begitupula
pendapatannya. Ketiga, terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan atau laba
bersih yang diperoleh petani tebu yang memiliki kontrak kredit dengan petani tebu yang
memiliki kontrak penggilingan. Keempat, kemitraan antara petani tebu dengan PT IGN
Cepiring lebih menguntungkan apabila membuat kontrak kredit.
Penelitian yang dilakukan Maninggar Praditya (2010) yang berjudul “Analisis
Usaha Industri Gula Jawa Skala Rumah Tangga di Kabupaten Wonogiri”
menunjukkan bahwa biaya total rata-rata sebesar Rp 34.120,02 per hari,
penerimaan rata-rata sebesar Rp 39.151,56 per hari, keuntungan rata-rata sebesar
Rp 5.031,55 per hari, profitabilitas sebesar 14,75% berarti industri gula jawa
menguntungkan. Nilai CV 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan (L) Rp
1.894,91, dan R/C ratio 1,15, berarti Industri gula jawa skala rumah tangga di
Kabupaten Wonogiri yang dijalankan sudah efisien.
33
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No. Judul Peneliti dan
Tahun Tujuan Metode Penelitian Hasil
1. Analisis Komparatif
Usahatani Tebu untuk
Pembuatan Gula
Pasir dan Gula
Tumbu di Kecamatan
Dawe Kabupaten
Kudus
Diah
Apriliani,
Suwarto, dan
RR. Aulia
Qonita. 2013
Penelitian ini
bertujuan untuk
membandingkan
biaya, penerimaan,
pendapatan,
keuntungan, efisiensi,
dan profitabilitas dari
usahatani tebu untuk
pembuatan gula asir
dan gula tumbu.
Analisis dalam
penelitian ini
menggunakan Analisis
deskriptif. Analisis
kuantitatif yang
digunakan adalah
analisis biaya,
penerimaan, pendapatan,
keuntungan, efisiensi
(R/C ratio),
profitabilitas, dan
analisis komparatif
(uji t)
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
biaya alat-alat luar, biaya menghasilkan
gula, penerimaan, pendapatan,
keuntungan, efisiensi, dan profitabilitas
usahatani tebu untuk pembuatan gula
tumbu lebih tinggi dari pembuatan gula
pasir
2. Analisis Pendapatan
Usahatani Tebu
(Studi Kasus PT PG
Rajawali II Unit PG
Tersana Baru,
Babakan, Cirebon,
Jawa Barat)
Marissa. 2010 Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui
keberlanjutan
usahatani tebu di PG
Tersana Baru
Analisis yang digunakan
adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif dengan
menggunakan analisis
Pendapatan, R/C ratio,
B/C ratio, BEP, dan
Payback Periode
Hasil dari Penelitian ini adalah
berdasarkan analisis pendapatan dan
perhitungan R/C ratio, B/C ratio, BEP,
serta Payback Periode maka dapat
diketahui usahatani tebu pada PG Tersana
Baru layak untuk dijalankan dan memiliki
prospek usaha yang bagus
34
(tabel 2.1 penelitian terdahulu lanjutan)
No. Judul Peneliti dan
Tahun Tujuan Metode Penelitian Hasil
3. Biaya dan Pendapatan
Usahatani Tebu
Menurut Status
Kontrak (Studi Kasus
di PT IGN Cepiring,
Kab. Kendal)
Dita Y. Saskia.
2012
Penelitian ini
bertujuan agar dapat
mengetahui gambaran
secara umum kontrak
antara petani dan PT
IGN Cepiring,
mengetahui alokasi
biaya dan penerimaan,
serta membandingkan
pendapatan petani
tebu menurut status
kontrak
Analisis yang digunakan
adlah Analisis Statistik
Deskriptif dan Uji t
Hasil penelitian ini adalah biaya
usahatani petani tebu yang memiliki
kontrak penggilingan lebih besar
daripada yang memiliki kontrak kredit,
sedangkan penerimaan dan pendapatan
usahatani petani tebu dengan kontrak
kredit lebih besar daripada usahatani
petani tebu dengan kontrak penggilingan
dan terdapat perbedaan yang signifikan
antara pendapatan atau laba bersih dari
petani tebu dengan kontrak kredit dan
petani tebu dengan kontrak
penggilingan, sehingga kemitraan petani
tebu dengan PT IGN Cepiring akan lebih
menguntungkan apabila membuat
kontrak kredit.
4. Analisis Usaha
Industri Gula Jawa
Skala Rumah Tangga
di Kabupaten
Wonogiri
Maninggar
Praditya. 2010
Penelitian ini betujuan
untuk mengetahui
besarnya biaya,
penerimaan,
keuntungan dan
profitabilitas, risiko,
serta efisiensi usaha
pada industri gula
jawa skala rumah
tangga di Kabupaten
Wonogiri
Analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif
dengan menggunakan
analisis pendapatan
berupa biaya,
penerimaan, dan
keuntungan, profitabilitas,
risiko usaha (koefisien
variasi), serta efisiensi
(R/C ratio)
Hasil penelitian menunjukkan biaya total
rata-rata sebesar Rp 34.120,02 per hari,
penerimaan rata-rata sebesar Rp
39.151,56 per hari, keuntungan rata-rata
sebesar Rp 5.031,55 per hari,
profitabilitas sebesar 14,75% berarti
industri gula jawa menguntungkan. Nilai
CV 0,31 dengan nilai batas bawah
keuntungan (L) Rp 1.894,91, dan R/C
ratio 1,15, berarti Industri gula jawa
skala rumah tangga di Kabupaten
Wonogiri yang dijalankan sudah efisien.
35
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan alur penelitian yang dipakai oleh seorang
peneliti. Pada kerangka pemikiran ini berisi gambaran mengenai penelitian yang
akan dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani
gula tumbu. Pendapatan merupakan penerimaan yang didapatkan seseorang atas
usaha yang dijalankannya. Biaya produksi diperoleh dari jumlah antara total biaya
tetap dan total biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan
peralatan dan bunga modal, sedangkan biaya tidak tetap terdiri dari biaya bahan
baku, bahan penolong, tenaga kerja, kemasan, bahan bakar dan pelumas mesin,
bahan bakar memasak, serta biaya transportasi. Keuntungan produksi diperoleh
dari total penerimaan yang didapat dari produksi dikurangi total biaya produksi
yang dikeluarkan selama proses produksi. Analisis usaha pada usahatani gula
tumbu ini terdiri atasa analisis pendapatan dan menggunakan indikator Break
Even Point (BEP) dan R/C rasio. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
36
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Usahatani Gula Tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
Input:
Peralatan Produksi
Bahan Baku (nira tebu)
Bahan Penolong (kapur
sirih/gamping)
Tenaga Kerja
Kemasan (tumbu)
Bahan Bakar dan
Pelumas Mesin
Bahan Bakar Memasak
Transportasi
Proses
Produksi
Output:
Gula Tumbu
Biaya Tetap:
Penyusutan peralatan
Bunga Modal
Biaya Tidak Tetap:
Bahan Baku
Bahan Penolong
Tenaga Kerja
Kemasan
Bahan Bakar dan
Pelumas Mesin
Bahan Bakar Memasak
Transportasi
Biaya Total Penerimaan
Analisis Usaha:
Aanalisis Pendapatan
BEP
R/C Ratio
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (dalam Indriani, 2013) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya, sedangkan sampel adalah sebagian dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus. Kecamatan Dawe dipilih karena merupakan daerah dengan luas lahan dan
produksi tebu terbesar di Kabupaten Kudus serta merupakan daerah sentra industri
gula tumbu.
Penentuan desa sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
dengan dibantu petugas penyuluh pertanian di Kabupaten Kudus. Mula-mula
wilayah Kecamatan Dawe dibagi menjadi dua bagian wilayah, yaitu wilayah
dataran tinggi dan wilayah dataran rendah. Wilayah dataran tinggi di Kecamatan
Dawe terdiri dari 12 desa sedangkan wilayah dataran rendah terdiri dari 6 desa.
Dengan mempertimbangkan desa-desa yang memiliki unit usaha gula tumbu
terbanyak dan pembagian wilayah Kecamatan Dawe, maka ditentukan 2 desa
sampel dari wilayah dataran tinggi yaitu Desa Cranggang dan desa Soco, serta 1
desa di wilayah dataran rendah yaitu Desa Kandangmas. Ketiga desa dipilih atas
rekomendasi dari petugas penyuluh pertanian Kabupaten Kudus, selain karena
terdapat banyak unit usaha gula tumbu di desa-desa tersebut, ketiga desa tersebut
juga dirasa dapat mewakili Kecamatan Dawe secara keseluruhan.
38
Responden dalam penelitian ini adalah produsen gula tumbu yang
berstatus pemilik pengolah. Berdasarkan tiga desa yang telah dipilih, terdapat 116
produsen gula tumbu dengan rincian di Desa Kandangmas terdapat 64 produsen
gula tumbu, di Desa Cranggang terdapat 32 produsen gula tumbu, dan di Desa
Soco terdapat 20 produsen gula tumbu (berdasarkan survei lapangan). Penentuan
banyaknya sampel yang diambil salah satu caranya dapat menggunakan Rumus
Slovin (Sevilla et. al., 1960:182).
Rumus Slovin :
n =N
1+Ne 2 …………………………...……………………………….. (3.1)
Dimana:
n = banyaknya sampel pada daerah penelitian
N = banyaknya populasi pada daerah penelitian
e = batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Berdasarkan jumlah populasi dari ketiga desa tersebut dan dengan
toleransi kesalahan 10%, dapat ditentukan sampel sebagai berikut:
n =116
1 + (116) 0,1 2= 53,7 = 54 orang
Dari perhitungan menggunakan Rumus Slovin, sampel yang didapatkan
sebanyak 54 produsen dengan pembulatan ke atas. Selanjutnya, dipilih sampel
responden secara proporsional dari masing-masing desa sampel. Penentuan
sampel responden pada masing-masing desa sampel menggunakan Proportionate
Stratified Random Sampling. Rumus Proportionate Stratified Random Sampling
adalah sebagai berikut:
39
ni = Ni
N x n .................................................................................................... (3.2)
Dimana:
ni = Ukuran Tiap Strata Sampel
Ni = Ukuran Tiap Strata Populasi
N = Ukuran Total Populasi
n = Ukuran Total Sampel
Tabel 3.1
Proporsi Responden Penelitian
Nama Desa Populasi Perhitungan
Proporsi Sampel
Kandangmas 64 64
116 x54
30
Cranggang 32 32
116 x54
15
Soco 20 20
116 x54
9
Jumlah 116 54
Berdasarkan rumus Proportionate Stratified Random Sampling,
didapatkan sampel dari Desa Kandangmas sebanyak 30 produsen, Desa
Cranggang sebanyak 15 produsen, dan Desa Soco sebanyak 9 produsen gula
tumbu.
3.2 Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis dengan menggunakan metode survei, yaitu pengambilan sampel
dalam jangka waktu yang sama dengan menggunakan daftar pertanyaan atau
questionnaire sebagai pengumpulan data.
40
Menurut Whitney (1960:160), metode deskriptif adalah pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan menurut Nazir (2005:54), metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Metode deskriptif analitis akan memberikan gambaran atau
mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena sosial yang terjadi serta hubungan-
hubungan yang terdapat di dalamnya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi, pengamatan langsung, serta
wawancara dengan pihak terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku-
buku dan literatur-literatur dari berbagai sumber serta dari penelitian-penelitian
terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif
disajikan secara narasi, sedangkan data kuantitatif diolah menggunakan Microsoft
Excel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis
Pendapatan, Analisis R/C Ratio, dan Analisis Break Event Point (BEP dari
usahatani gula tumbu.
41
3.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu
Analisis pendapatan dilakukan terhadap biaya, penerimaan, serta
keuntungan kegiatan produksi dari awal pembuatan hingga pengemasan yang
dilakukan dalam satu tahun (satu musim giling). Analisis pendapatan digunkan
untuk mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh dan besarnya keuntungan
yang diperoleh.
Perhitungan penerimaan sebagai berikut:
TR = Q x P …………………………………………………………………… (3.3)
Dimana:
TR (Total Revenue) = Penerimaan total
Q (Quantity) = Produk yang dihasilkan
P (Price) = Harga jual produk yang dihasilkan
Perhitungan pengeluaran sebagai berikut:
TC = TFC + TVC ………………………………………...………………….. (3.4)
Dimana:
TC (Total Cost) = Biaya total
TFC (Total Fixed Cost) = Biaya tetap
TVC (Total Variable Cost) = Biaya biaya tidak tetap
Perhitungan keuntungan adalah sebagai berikut:
𝝅 = TR – TC …………………………………………………………...……. (3.5)
42
Dimana:
𝝅 = Keuntungan
TR (Total Revenue) = Penerimaan total
TC (Total Cost) = Biaya total
3.4.2 Analisis Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) merupakan titik impas dalam suatu usaha. Dari
nilai BEP dapat diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha
tidak mendapatkan keuntungan dan kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP,
yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi yang dirumuskan sebagai
berikut:
BEP Volume Produksi (ton) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 ……………. (3.7)
BEP Harga Produksi (Rp/ton) = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ……...…….. (3.8)
3.4.3 Analisis R/C Ratio
Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat perbandingan total
penerimaan dengan total pengeluaran atau biaya usaha. Secara matematis, R/C
ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C ratio = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 …………..………….….. (3.6)
Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan usahatani.
Usaha tersebut dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C ratio lebih besar dari 1
(R/C ratio > 1). Hal ini menunjukkan setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam
produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh.
43
3.5 Definisi Operasional
1. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya dalam proses
produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap) selama
satu tahun, dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan,
dinyatakan dalam satuan rupiah. Biaya tetap dalam penelitian ini
merupakan biaya penyusutan peralatan dan gudang serta bunga modal
pinjaman.
3. Biaya penyusutan peralatan merupakan pengurangan nilai barang-
barang modal karena terpakai dalam proses produksi/karena faktor
waktu yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi bangunan gudang, kendaraan (truk), alat
giling dan mesin diesel, timbangan gula, timbangan tebu, kuali/kawah,
irus/pengaduk, jubung, timba, ember, serta selang dan pralon.
Biaya penyusutan peralatan ini dihitung menggunakan metode garis
lurus (Straight Line method) dengan rumus sebagai berikut:
Penyusutan: 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑎𝑙𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑈𝑚𝑢𝑟 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠 …………………………………. (3.9)
4. Biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi yang besarnya berubah-ubah secara porposional
terhadap jumlah produksi yang dihasilkan, dinyatakan dalam satuan
rupiah. Yang termasuk dalam biaya variabel antaralain biaya bahan
baku (tebu), biaya tumbu, biaya bahan penolong (gamping/kapur sirih),
44
biaya bahan bakar dan pelumas, biaya tenaga kerja, biaya
transportasi/biaya angkut, serta biaya lain-lain (makan dan rokok).
5. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual,
dinyatakan dalam satuan rupiah.
6. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan biaya total
dalam suatu produksi, yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
7. BEP (Break Even Point) adalah titik pertemuan antara biaya dan
penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.
8. R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya
produksi selama satu tahun, dinyatakan dalam angka. Kriteria yang
digunakan adalah jika R/C>1 maka industri gula tumbu layak untuk
diusahakan dan menguntungkan. Sedangkan jika R/C<1 maka usaha
gula tumbu ini belum menguntungkan.