analisis partisipasi masyarakat dalam …
TRANSCRIPT
ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM MUSRENBANGDES
(Studi Kasus Gampong Alue Wakie Kecamatan
Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Sosial
OLEH
IBNU ABBAS
NIM : 07C20201058
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2013
iii
ABSTRAK
Ibnu Abbas 2012. Analisis Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa di Gampong Alue Wakie Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya. Di bawah bimbingan Sudarman dan Andi
Sayumitra.
Musrenbangdes adalah Musyawarah Rencana Pembangunan Desa yaitu
forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (Stakeholders) Desa
yaitu pemerintah Gampong untuk menyepakati rencana kerja pembangunan Desa
(RKP Desa) tahun anggaran yang di rencanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes di
Alue Wakie, serta hambatan dalam pelaksanaan Musrenbang di Gampong Alue
Wakie. Berdasarkan tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan jenis metode
penelitian kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian bertempat di Gampong Alue
Wakie, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Berdasarkan jenis
penelitian, yang dijadikan sumber data adalah informan dan dokumen. Sedangkan
dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan 3 cara/metode, yaitu: (1)
wawancara, (2) observasi, dan (3) dokumentasi. Analisis data dilakukan meliputi
reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan atau verifikasi data.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa: Tingkat partisipasi
masyarakat dalam Musrenbangdes sangat kurang, sehingga kegiatan
penyelengaraan Musrenbangdes di Gampong hanya sebagai formalitas. Kendala
dalam pelaksanaan Musrenbangdes di Gampong Alue Wakie adalah sulitnya
mengambil keputusan mengenai Program yang akan diprioritaskan, penyampaian
aspirasi, dikarenakan masyarakat kurang bisa menyampaikan apa yang menjadi
kebutuhan mereka, masyarakat cenderung masih memiliki daya analisis yang
lemah terhadap kebutuhan pembangunan di Gampong dikarenakan masih rendah
nya factor sumber daya masyarakat yang ada di Gampong, belum adanya sinergi
berbagai sumber dana pembangunan yang dimiliki Gampong, program pemerintah
banyak yang tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan Daerah sehingga
potensi di Gampong menjadi tidak efektif.
Kata Kunci: Partisipasi Masyarakat, Musrenbang Desa
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Aceh merupakan provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum
yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945. Salah satu misi yang diusung oleh
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional adalah membangun harmonisasi antara berbagai aspek
perencanaan yang ada, yaitu perencanaan teknokratis, perencanaan politis,
perencanaan partisipatif. Akhir dari upaya tersebut adalah terakomodirnya (terjadi
proses penyesuaian) aspirasi dan kebutuhan berbagai stakeholders dalam
penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Realitas yang ada menunjukkan bahwa aspek perencanaan teknokratis
(menyangkut pengelolaan organisasi dan manajemen sumber daya pada Negara
industri oleh kelompok teknis) dan perencanaan politis masih mendominasi
alokasi anggaran pembangunan Daerah. Sementara dilain pihak, hasil-hasil
perencanaan partisipatif yang merupakan representasi (mewakili) aspirasi
masyarakat masih kurang mendapat tempat dalam pembagian alokasi anggaran
pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya memunculkan persoalan
manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu, telah muncul anggapan
bahwa pengalokasian anggaran pembangunan Daerah kurang mampu
2
mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat. Permasalahan yang
mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai aspek perencanaan tersebut
adalah rendahnya mutu proses dan mutu hasil Musrenbangdes. Disamping itu,
hasil-hasil penyelenggaraan Musrenbangdes belum mampu menempatkan aspirasi
masyarakat sebagai prioritas utama.
Pengaturan khusus pemerintahan Gampong merupakan langkah penting
yang patut didukung guna tertatanya sistem politik dan mekanisme kekuasaan di
Gampong secara lebih baik, agar Gampong dapat menjadi pioner bagi pemantapan
demokrasi, kemandirian dan kesejahteraan secara lokal maupun nasional.
Mengingat pemerintahan Gampong merupakan suatu organisasi, maka organisasi
itu haruslah sederhana dan efektif serta memperhatikan dan mengingat masyarakat
setempat, oleh sebab itu pemerintahan Gampong harus memiliki struktur
kepemerintahan yang didalamnya terdapat pula lembaga-lembaga kemasyarakatan
serta program-program perencanaan pembangunan Gampong disegala aspek demi
kemajuan Gampong, hal ini sangat bergantung pada partisipasi dan motivasi
masyarakat Gampong itu sendiri.
Untuk melahirkan perencanaan pembangunan yang betul-betul dibutuhkan
masyarakat didalamnya baik itu kemampuan juga kemauan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain partisipasi masyarakat merupakan kata
kunci agar suatu pembangunan bisa sukses (Arif, 2006, h. 149-150)
Dalam pembangunan masyarakat diharapkan dapat ikut aktif berperan
serta mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta tahap evaluasi
pembangunan. Dalam peleksanaan pembangunan kita perlu mengetahui dan
paham bagaimana melakukan pendekatan pembangunan dengan semangat
3
lokalitas, karena dengan melibatkan masyarakat lokal akan sangat efektif, ini
disebabkan dalam pelaksanaannya masyarakat lokal lebih mengetahui masalah
serta kendala yang dihadapi di Daerahnya. Pada masa orde baru (1966-1998),
system pembangunan yang ada di Indonesia menggunakan system perencanaan
yang bersifat sentalistik (terpusat), pemerintah yang menentukan program-
program pembangunan baik itu di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan
hingga Desa. Dari perencanaan yang bersifat sentralistik inilah ahirnya
menimbulkan masalah didalam masyarakat karena tidak disertakanya partisipasi
dari masyarakat setempat.
Medgley et.al (1986, h. 21-23) menyatakan partisipasi bukan hanya salah
satu tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam
proses pembanguan social. Lebih lanjut Menurut Midgley, gagasan partisipasi
rakyat dan peran serta masyarakat yang saling terkait. Yang pertama berkaitan
dengan isu-isu yang luas dari pembangunan sosial dan penciptaan peluang bagi
keterlibatan orang dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu bangsa,
"berkonotasi yang terakhir keterlibatan langsung orang-orang biasa dalam urusan
lokal.
Satu dokumen PBB (1981, h. 5) mendefinisikan partisipasi masyarakat
sebagai: Penciptaan kesempatan untuk memungkinkan semua anggota komunitas
untuk secara aktif berpartisipasi dan mempengaruhi proses pembangunan dan
untuk berbagi secara adil dalam hasil pembangunan.
Dilihat dari model pembangunan yang kita jalani selama ini tidak
memberikan kesempatan pada lahirnya partisipasi masyarakat, padahal yang
4
paling utama ialah memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat dapat
memgang andil dalam pembangunan secara langsung.
Partisipasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu
menyelesaikan sendiri masalah yang mereka hadapi melalui kemitraan,
transparansi, kesetaraan dan tanggung jawab, diwujudkan melalui proses
musyawarah, dalam musyawarah ini rancangan dari rencana akan dibahas dan
dikembangkan bersama oleh semua pelaku pembangunan (stakeholders).
Pelaku pembangunan ini berasal dari masyarakat dalam segala srata sosial.
FAO (1991) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat adalah hak asasi manusia,
sehingga harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
pembangunan, karena tujuan dari pembangunan adalah untuk menigkatkan hidup
masyarakat sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dan masyarakat sendiri
yang merasakan dan menilai apakah pembangunan itu berhasil atau tidak. Selama
ini pada umumnya dapat dilihat partisipasi masyarakat desa tergolong lemah, baik
dalam proses pembuatan kebijakan maupun mengatur aktivitasnya sendiri.
Dilihat dari proses Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa) dan Musrenbangkec (Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan) lalu ketingkat koordinasi ditingkat Kabupaten hingga
Provinsi dengan pola berjenjang ini dari bawah ke atas tidak banyak menjanjikan
aspirasi murni dari warga Desa. Dari keterlibatan masyarakat Desa dalam proses
perencanaan selesai hanya pada tingkat Kecamatan saja, mekanisme dari
perencanaan Musrenbangdes hanya bersifat memenuhi kebutuhan masyarakat
yang mana proses tersebut menjadi proses yang birokratis yang lama dan sangat
panjang sehingga masyarakat tidak mendapat kepastian tentang kapan dan
5
bagaimana selanjutnya, sehingga pada akhirnya nanti lahirlah pembangunan yang
bersifat tidak aspiratif.
Salah satu Gampong yang ada di Provinsi Aceh, yaitu Gampong Alue
Wakie, tepatnya pada Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya juga
setiap tahunnya menyelenggarakan Musrenbangdes, Namun dalam pelaksanaanya
masyarakat banyak kecewa ketika hasil perencanaan mereka selalu ditolak
ditingkat Kabupaten dengan alasan bahwa perencanaan Gampong adalah daftar
usulan kepala Desa atau Keuchik. Padahal beberapa Gampong telah bersusah
payah mengumpulkan warga dimulai dari tingkat Dusun hingga Gampong agar
dapat menyusun rencana tersebut. Sehingga apa yang menjadi aspirasi dari
masyarakat Gampong tidak terealisasikan. Hal ini terjadi tentu disebabkan oleh
banyak faktor, salah satunya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
Musrenbangdes dalam mewujudkan pembangunan Gampong.
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi latar belakang masalah maka
penulis akan melakukan suatu penelitian dengan judul ”Analisis Partisipasi
masyarakat dalam Musrenbangdes di Gampong Alue Wakie Kecamatan Darul
Makmur Kabupaten Nagan Raya”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi pertanyaan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat Gampong Alue Wakie, Kecamatan
Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya dalam Musrenbangdes?
2. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan Musrenbangdes di Gampong
Alue Wakie, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya?
6
1.3 Tujuan penelitian
Sesuai dengan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Gampong Alue
Wakie, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya dalam
Musrenbangdes.
2. Untuk mengetahui kendala dalam penyelenggaraan Musrenbangdes di
Gampong Alue Wakie, Kecamatan Darul Makmur ,Kabupaten Nagan
Raya
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini selesai, peneliti berharap dapat mengambil beberapa
manfaat yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis dan Akademis
Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
berfikir ilmiah dengan sistematis dan metodologis sebagai wacana baru guna
memperkaya aspek kognitif, akademisnya, Agar menjadi masukan secara
langsung maupun tidak bagi perpustakaan Depatemen Ilmu Administrasi
Negara mengingat minimnya wacana sepert ini, dan juga sebagai referensi
bagi penulis dan bagi pihak-pihak lain yang ingin melakukan penelitian ini
lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
Dapat memberikan konstribusi mengenai data dan informasi yang
dapat membantu peneliatan labih lanjut dari peneliti-peneliti lainnya
terutama mengenai analisis partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes,
7
juga bagi masyarakat Desa agar dapat terus berperan aktif dalam
pembangunan Desa.
1.5 Sistematika Pembahasan
Bab I : Pendahuluan.
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
pembahasan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas mengenai landasan teori sebagai pijakan dasar
untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan acuan teori teori
yang relevansi dengan hal yang diteliti.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta
jadwal penelitian.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang ditemui
dilapangan, yang menyangkut dengan penelitian serta relevansi
dengan landasan teori sebagai pijakan serta pembahasan
mengenai hasil penelitian keseluruhan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dari hasil
penelitian secara keseluruhan dan berisi saran-saran untuk
kedepan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai landasan atau pijakan berfikir dalam memecahkan masalah
diperlukan landasan teori agar bisa dijadikan dasar dari berbagai perspektif
permasalahan yang dikaji. Sugiyono (2011, h. 52) menyimpulkan suatu teori
adalah suatu konseptual yang umum, konseptualisasi atau system pengertian ini
diperoleh melalui, jalan yang sistematis. Suatu teori harus diuji kebenarannya, bila
tidak diuji bukan suatu teori. Selanjutnya Sitirahayu Haditono (1999), menyatakan
bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting, bila ia lebih banyak dapat
melukisksn, menerangkan dan meramalkan gejala yang ada. Maka dalam
penelitian ini peneliti menusun beberapa kerangka teori guna sebagai landasan
berfikir dari perspektif kajian masalah yang dipilih. Berikut beberapa teori yang
digunakan dalam penelitian ini:
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan hasil
penelitian terdahulu oleh peneliti lainnya yang berkenaan dengan penelitian ini
yang pernah penulis baca di antaranya :
Pandangan hasil kajian Andi Sayumitra (2009), menyebutkan Partisipasi
merupakan bagian penting dari budaya bangsa kita, yang senantiasa menempuh
pendekatan musyawarah untuk mufakat untuk mencari jalan keluar serta
pengambilan keputusan bersama. Dengan kata lain apapun yang menjadi hasil
ataupun keputusan musyawarah mufakat tersebut sudah menjadi tanggung jawab
bagi semua peserta musyawarah dalam konteks ini adalah masyarakat. Sehingga
9
keikutsertaan masyarakat tersebut menumbuhkan rasa memiliki terhadap proses
pembangunan khususnya pelaksanaan program pembangunan di Desa.
2.2 Partisipasi Masyarakat
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999, h. 29) partisipasi bisa diartikan
sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan
dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan
orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan
tanggungjawab bersama.
Keterlibatan masyarakat akan menjamin bagi proses perencanaan
pembangunan yang baik dan benar (Abe, 2005, h. 91). Untuk dapat mewujudkan
partisipasi masyarakat agar dapat berdaya, dibutuhkan kebebasan kesempatan dan
ruang gerak yang tersusun dalam empat tingkatan yaitu:
1. Partisipasi akan mengandung arti keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan kebijakan dalam pembangunan.
2. Partisipasi hendaknya mengarah pada pembangunan program
penduduk yang ditempatkan sebagai konsumen pertama dalam
program-program infrastruktur fisik daerah. Oleh sebab itu
kapantingan dan saran dari mereka harus didengar oleh mereka yang
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan-pelayanan
pembangunan daerah.
3. Partisipasi yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen perlu
memperoleh stimulan dan dukungan sebagai reaksi terhadap birokrasi
10
pembangunan yang kurang memiliki kepekaan terhadap kepentingan
masyarakat.
4. Partisipasi diadakan dalam rangka keadilan sosial tersedianya
kelonggaran memperoleh pekerjaan yang produktif bagi seluruh
lapisan masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kramer
dalam Arif (2006, h.150-151).
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: h. 27) adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999, h.64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian,
yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
11
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-
dampak sosial.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat
dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela
dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
2.3 Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991, h. 154-155)
sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal. kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. ketiga,
bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya
kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun
12
tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan
mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan
untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut,
sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang
disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique
Sumampouw, 2004, h.106-107) adalah:
a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang
terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek
pembangunan.
b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap
orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta
mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam
setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan
struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan
komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga
menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai
pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan
dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak
mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya
kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses
pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
13
f) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas
dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga
melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses
saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat
untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang
ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat
dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu
keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat
keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
Angell (dalam Ross, 1967, h.130) mengatakan partisipasi yang tumbuh
dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai
dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang
berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
14
2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa
mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur”
yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang
terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai
peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan
emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang
terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan
seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan
diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi
kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang
mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan
berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam
15
lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan
cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap
kegiatan lingkungan tersebut.
Sedangkan menurut Holil (1980, h. 9-10), unsur-unsur dasar partisipasi
sosial yang juga dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah:
1. Kepercayaan diri masyarakat.
2. Solidaritas dan integritas sosial masyarakat.
3. Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat.
4. Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan
dan membangun atas kekuatan sendiri.
5. Prakarsa masyarakat atau prakarsa perseorangan yang diterima dan diakui
sebagai/menjadi milik masyarakat.
6. Kepentingan umum murni, setidak-tidaknya umum dalam lingkungan
masyarakat yang bersangkutan, dalam pengertian bukan kepentingan
umum yang semu karena penunggangan oleh kepentingan perseorangan
atau sebagian kecil dari masyarakat.
7. Organisasi, keputusan rasional dan efisiensi usaha.
8. Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan.
9. Kepekaan dan ketanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan-
kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program
juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: h.10) ada 4
poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari
luar/lingkungan, yaitu:
16
1. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara
warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di
dalam masyarakat dengan sistem di luarnya.
2. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan
keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan
bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat.
3. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan
struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan
mendorong terjadinya partisipasi sosial.
4. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam
keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang
memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa,
gagasan, perseorangan atau kelompok.
2.5 Musrenbangdes
Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Desa adalah forum
musywarah tahunan para pemangku kepentingan (Stakeholders) Desa untuk
menyepakati rencana kerja pembangunan Desa (RKP Desa) tahun anggaran yang
di rencanakan. Musrenbang Desa dilakukan setiap bulan januari dengan mengacu
kepada dokumen rencana pembangunan jangka menengah Desa (RPJM Desa).
Setiap Desa di amanatkan untuk menyusun dokumen rencana lima tahunan yaitu
RPJM Desa dan dokumen rencana tahunab Desa yaitu RKP Desa. (Peraturan
Perundangan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa)
17
Musrenbang adalah forum perencanaan (program) yang diselenggarakan
oleh lembaga publik, yaitu pemerintah Desa, bekerjasama dengan warga dan
parapemangku kepentingan lainnya. Musrenbang yang bermakna akan mampu
membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan Desa, dengan cara
memotret potensi dan sumber-sumber pembangunan yang tersedia baik dari dalam
maupun luar Desa. Pembangunan t idak akan bergerak maju apabila salah
satu saja dari t iga komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat,
swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, Musrenbang juga merupakan
forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan
pembangunan. (Peraturan rmentri dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan
Desa).
Salah satu misi yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional adalah membangun
harmonisasi antara berbagai kutub perencanaan yang ada, yaitu perencanaan
teknokratis, perencanaan politis, perencanaan partisipatif. Muara akhir dari upaya
tersebut adalah terakomodirnya aspirasi dan kebutuhan berbagai stakeholders
dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Realitas yang ada menunjukkan bahwa kutub perencanaan teknokratis dan
perencanaan politis masih mendominasi alokasi anggaran pembangunan daerah.
Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan partisipatif yang merupakan
representasi aspirasi masyarakat masih kurang mendapat tempat dalam pembagian
alokasi anggaran pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya memunculkan
persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu, telah muncul
anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah kurang mampu
18
mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat. Permasalahan yang
mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai kutub perencanaan tersebut
adalah rendahnya mutu proses dan mutu hasil perencanaan partisipatif.
2.5.1 Tujuan Musrenbang Desa adalah:
Masyarakat dan seluruh Stakeholders di tingkat desa dapat menyepakati
hal-hal sebagai berikut :
a. Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPD Desa) selama satu tahun.
b. Kegiatan yang akan didanai melalui Swadaya Desa dan alokasi dana Desa
(ADD)
c. Kegiatan yang akan diajukan untuk memperoleh pendanaan dari Program
yang masuk ke Desa, seperti PNPM Mandiri Perdesaan, dan
Program/Proyek lainnya.
d. Prioritas kegiatan yang akan diajukan dalam Musrenbang Kecamatan.
e. Masyarakat dapat menentukan delegasi Desa yang akan berpartisipasi
pada Musrenbang kecamatan.
2.5.2 Hasil Diharapkan
1. Adanya rumusan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).
2. Adanya daftar kegiatan yang akan didanai oleh melalui swadaya desa
dan ADD.
3. Ditetapkannya daftar kegiatan yang akan diusulkan untuk didanai oleh
PNPM Mandiri Perdesaan, atau program lainnya.
4. Adanya Daftar Usulan Rencana Kerja Pembangunan Desa (DURKP
Desa) yang diajukan dalam Musrenbang Kecamatan.
19
5. Adanya daftar Delegasi Desa yang akan berpartisipasi dalam
Musrenbang Kecamatan.
6. Adanya berita acara Musrenbang Desa.
2.5.3 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa
1. Pengorganisasian Pelaku
Untuk menjamin mutu proses dan mutu hasil Musrenbang Desa, maka
perlu dilakukan persiapan-persiapan, sebagai berikut :
Pembentukan dan konsolidasi Tim Fasilitator Musrenbang Desa. Tim ini
berkedudukan di tingkat kecamatan, tim terdiri dari : Setrawan Kecamatan,
Fasilitator Kecamatan (FK) PNPM Mandiri Perdesaan, Pengurus BKAD
dan Pendamping Lokal PNPM Mandiri Perdesaan.
Pembentukan Tim Penyusun Draft RKPD Desa. Tim ini berkedudukan di
tingkat desa, terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai
Sekretaris dan beranggotakan : KPMD, Tokoh Masyarakat dan Wakil
Perempuan. Pemilihan anggota Tim Penyusun RKP Desa sebaiknya
diprioritaskan kepada mantan anggota Tim Penyusun RPJM Desa.
Pelatihan Tim Penyusun Draft RKPD Desa
2. Penyusunan Draf RKP Desa
Tim Penyusun Draft RKP Desa melakukan penyusunan rancangan RKP
Desa sesuai dengan sistimatika yang telah ditetapkan. Pedoman utama yang akan
digunakan sebagai dasar adalah RPJM Desa. Dengan demikian, maka RKP Desa
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari RPJM Desa.
20
3. Persiapan Pra Pelaksanaan
Beberapa persiapan yang diperlukan agar kegiatan Musrenbang Desa
dapat berjalan dengan baik adalah sebagai berikut :
a. Penentuan Jadwal dan tempat pelaksanaan Musrenbang Desa.
b. Identifikasi peserta Musrenbang Desa yang merepresentasikan keterwakilan
kelompok-kelompok kepentingan, termasuk kelompok perempuan.
c. Menyiapkan dan mendistribusikan undangan kepada seluruh peserta
Musrenbang Desa.
d. Penyiapan data/informasi tentang realisasi RKP Desa Tahun 2010 dan
Tahun 2011.
e. Menyiapkan data/informasi tentang program/proyek/kegiatan yang akan
masuk ke desa pada tahun 2011.
f. Menyiapkan bahan-bahan dan alat bantu fasilitasi lainnya.
4.Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa dilaksanakan dengan tahapan proses
sebagai berikut :
1. Pembukaan oleh Kepala Desa.
2. Penjelasan tujuan dan agenda Musrenbang Desa, oleh Sekretaris Desa.
3. Pemaparan – Pemaparan (secara panel) dan diskusi pleno :
a. Pemaparan tentang Program/Proyek/Kegiatan yang akan masuk ke
desa pada tahun 2011, oleh Setrawan Kecamatan.
b. Pemaparan tentang Program Prioritas SKPD pada tahun 2012, oleh
wakil SKPD Kecamatan.
c. Pemaparan tentang realisasi pelaksanaan RKP Desa tahun 2010 dan
2011, oleh Kepala Desa.
21
d. Tanya jawab dengan peserta Musrenbang Desa.
4.Pembahasan dan Penetapan RKP Desa
a. Pemaparan Draft RKP Desa, oleh Sekretaris Desa sebagai ketua Tim
Penyusun RKP Desa.
b. Pembahasan Draft RKP Desa oleh peserta Musrenbang Desa.
c. Penetapan RKP Desa tahun 2012.
5. Penentuan Kegiatan yang didanai melalui Swadaya Desa dan ADD 2012.
6. Kepala Desa menjelaskan ancar-ancar besaran ADD dan pola penggunannya.
7. Sekretaris Desa memandu peserta Musrenbang Desa untuk menyepakati
kegiatan yang akan didanai melalui swadaya desa dan ADD tahun 2012.
Kegiatan yang disepakati tersebut bersumber dari RKP Desa tahun 2012.
8. Sekretaris Desa sebagai pemimpin rapat menetapkan kegiatan yang didanai
melalui Swadaya Desa dan ADD 2012.
9. Penentuan Kegiatan yang akan diusulkan untuk didanai melalui PNPM
Mandiri Perdesaan dan PNPM P2SPP Tahun 2012. Berkaitan dengan hal ini,
maka kegiatan yang pilih adalah kegiatan yang telah ditetapkan dalam RKPD
Desa tahun 2012.
10. Penentuan kegiatan yang diajukan pada Musrenbang Kecamatan.
1. Peserta Musrenbang Desa mengidentifikasi kegiatan yang akan
diajukan sebagai usulan desa dalam Musrenbang Kecamatan. Kegiatan
dimaksud adalah kegiatan yang tertuang dalam RKP Desa, tetapi belum
mendapat kepastian pendanaan baik melalui swadaya desa dan ADD.
Sedangkan kegiatan yang diusulkan untuk mendapat pendanaan dari
22
PNPM MPd maupun PNPM P2SPP harus dimasukkan dalam DU RKP
Desa.
2. Peserta Musrenbang Desa berdiskusi untuk menyusun skala prioritas
berbagai kegiatan tersebut berdasarkan bidang-bidang.
3. Peserta menyepakati urutan prioritas kegiatan sesuai dengan bidang-
bidang.
11. Penetapan Delegasi Desa yang akan menghadiri Musrenbang Kecamatan.
Delegasi Desa tersebut hendaknya merepresentasikan kepentingan
kelompok pengusul, termasuk kelompok perempuan. Jumlah Delegasi Desa
minimal 6 orang, terdiri dari Kepala Desa, Ketua LPM dan tokoh
masyarakat. Sebanyak 3 orang dari 6 orang delegasi desa merupakan wakil
perempuan.
2.5.4 Tahapan pasca Musrenbang Desa
Beberapa kegiatan penting yang harus dilakukan setelah Musrenbang Desa
adalah sebagai berikut :
1. Tim Penyusun RKP Desa melakukan finalisasi dokumen RKP Desa
berdasarkan masukan dan penyempurnaan yang telah ditetapkan dalam
Musrenbang Desa. Selanjutnya Dokumen RKP Desa tersebut
disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan sebagai Keputusan
Kepala Desa.
2. Tim Penyusun RKP Desa selanjutnya menyiapkan Daftar Usulan RKP
Desa (DU-RKP Desa) dan mendorong kepala desa untuk
menyampaikannya kepada camat sebelum pelaksanaan Musrenbang
Kecamatan.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 MetodePenelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Penelitian kualitatif adalah penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk membantu menjelaskan karakteristik objek dan subjek penelitian,
untuk mengungkapkan gejala yang ada dalam masyarakat, peneliti menggunakan
tipe penelitian deskriptif yaitu studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi
yang tepat. (Arikunto 1998, h. 88)
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti meneliti suatu
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. (Nazir 1999, h. 63)
Pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif yaitu data yang
dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar yang bersifat uraian atau penjabaran.
Dengan demikian penelitian ini nantinya akan berisi kutipan data dalam bentuk
gambar, teks atau tulisan untuk penyajian laporan dalam mendeskripsikan objek
yang diteliti. Semua data yang dikumpulkan agar menjadi kunci terhadap apa
yang telah diteliti.
24
3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah dari data primer dan data
sekunder. Sumber data primer yang didapat dari hasil observasi, wawancara.
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Sedangkan data sekunder yaitusumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat
dokumen. (Sugiyono 2011, h.225)
Dalam metode penelitian deskriptif kualitatif tidak digunakan istilah
populasi, oleh Spradley menggunakan istilah situasi sosial, yang terdiri dari
tempat, pelaku dan aktivitas yang dilakukan oleh obyek penelitian. Sugiyono
(2011: h.215). Adapun istilah sampel dalam penelitian ini yang digunakan adalah
sebutan informan. Informan dalam penelitian ini adalah sebagai obyek guna
mempelajari dan memperoleh data menyangkut hal yang sedang diteliti.
3.2.1.1 Penentuan Informan
Dalam menentukan informan pada penelitian ini, peneliti menetapkan
beberapa orang informan yang terbagi dalam informan kunci yang terdiri dari
Keuchik Alue Wakie, anggota Tuha Peut Gampong dan tokoh masyarakat
semuanya berjumlah 7 (tujuh) informan dan informan biasa terdiri dari beberapa
anggota masyarakat Gampong Alue Wakie semuanya berjumlah 17 (tujuh belas)
informan. Data yang diperoleh dari informan dikumpulkan dan dihubungkan,
kemudian data tersebut dikelompokkan berdasarkan permasalahan yang mencuat,
jadi penelitian ini bersifat induktif.
25
Sebagai pendukung peneliti menetapkan Informan kunci guna mendapat
informasi lebih dalam dan akurat mengenai hal yang akan dibahas, sedangkan
informan sebagai sampel yang merupakan bagian dari populasi dipilih melalui
Purposive sampling Purposive sampling yaitu Teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini atas dasar
orang tersebut dianggap paling mengetahui dan berhubungan atau orang tersebut
sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajah obyek/situasi sosial
yang diteliti. Sugiyono (2011, h. 218).
Sedangkan stratified sampel yaitu penarikan sampel berstrata yang
dilakukan dengan mengambil sampel acak sederhana dari setiap strata populasi
yang sudah ditentukan lebih dulu. Sugiyono (2010, h. 211).
Pada penelitian ini informan di bagi dalam tingkatan strata yaitu tingkatan
umur, pendidikan dan pekerjaan, kemudian dipilih secara acak dan nantinya
tingkatan yang terpilih satu atau lebih yang nantinya dijadikan sebagai informan
dan menjadi bagian dari populasi yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini besarnya sampel ditentukan oleh pertimbangan
informasi, jika sampel dianggap telah memadai dan data yang diperoleh telah
jenuh dan ditambah sampel lagi tidak memberikan informasi yang baru, artinya
dengan menggunakan informan selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti.
Dalam penelitian ini dipilih beberapa orang sebagai informan kunci, serta
beberapa orang informan biasa hal tersebut bedasarkan pertimbangan atas
jawaban-jawaban informan yang mengarah pada jawaban yang sama dengan kata
lain mencapai pada titik jenuh sehingga dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam
26
penelitian ini menempatkan peneliti sebagai instrumen penelitian.
Untuk kelengkapan data yang menjadi informan kunci pada penelitian ini
adalah:
Keuchik Gampong Alue Wakie, Merupakan pimpinan Gampong yang
wajib mengetahui hal-hal yang terjadi dalam Gampong termasuk
Pelaksanaan Musrenbangdes, sehingga data lebih mudah diperoleh
dikantor keuchik.
Anggota Tuha Peut, juga merupakan pucuk pimpinan dalam gampong
sama halnya dengan dengan Keuchik yang juga berperan penting dalam
setiap pelaksanaan kegiatan dalam Gampong.
Serta tokoh masyarakat, sebagai orang yang juga ikut terlibat dalam
Musrenbangdes, dan mereka juga orang yang dituakan di Gampong, baik
gagasan, ide masyarakat sering dimintai pendapat mereka termasuk setiap
kegiatan dalam Gampong.
Masyarakat, sebagai warga gampong Alue Wakie yang sebagian besar
sangat berpengaruh terhadap pembangunan Desa, juga turut berperan serta
terhadap pelaksanaan Musrenbangdes, dan memanfaatkan fasilitas yang
telah di sepakati dari Musrenbangdes tersebut.
3.2.1.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Gampong Alue Wakie, Kecamatan Darul
Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Peneliti memilih daerah ini sebagai lokasi
penelitian karena melihat fenomena partisipasi masyarakat dalam Musrenbang
Desa yang ada di Gampong Alue Wakie tidak berjalan sebagaimana mestinya.
27
Pengumpulan data mengenai Analisis Partisipasi Masyarakat dalam
Musrenbangdes pada Gampong Alue Wakie dilakukan oleh peneliti pada
Musrenbangdes 2012, yang mana peneliti juga jadi bagian dari masyarakat yang
dalam Musrenbangdes ini. Penelitian dilakukan selama enam bulan atau satu
semester. Berikut jadwal penelitian yang akan dilakukan.
TABEL JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan Bulan
7 8 9 10 11 12
1 Persiapan Kebutuhan untuk proses di lapangan
Perizinan √
Pemilihan beberapa orang sebagai informan √
Pemilihan instrumen yang digunakan dalam
penelitian
√
2 Penelitian
Mengamati struktur lembaga masyarakat
gampong Alue wakie, kecamatan Darul
Makmur. √
Mengamati tahapan-tahapan proses kerja pra
/pasca Musrenbangdes
√
Mengamati tahapan-tahapan partisipatif
masyarakat dalam Musrenbangdes √
3
Pengolahan data dan pengujian kredibilitas
data serta pembuatan laporan hasil penelitian
√
4 Persiapan Ujian √
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu melalui observasi
(pengamatan), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu :
a. Observasi
observasi adalah suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun
28
dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Sutrisno dalam (Sugiyono
2009, h.203)
Dalam penelitian ini peneliti melakukan partisipan observation
participation (observasi partisipan) yaitu peneliti ikut terlibat dalam
kegiatan obyek yang diteliti yang digunakan sebagai sumber data
penelitian, agar peneliti lebih memahami secara keseluruhan dengan
melakukan pengamatan sehingga dapat melihat dengan jelas hal-hal yang
tidak atau kurang diamati oleh orang lain dan juga dapat mengetahui
secara keseluruhan yang tidak terungkap lewat wawancara.
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Esterberg dalam (Sugiyono 2009, h. 317)
mengemukakan bahwa
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara semi terstrukrur.
Wawancara semi terstruktur merupakan jenis wawancara yang termasuk
dalam katagori in depth interview di mana pelaksanaannya lebih bebas
dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuan dari wawancara jenis ini dilakukan yaitu untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide-idenya, dalam melakukan wawancara peneliti
perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh
informan yang merupakan bagian kecil dari populasi yang dimaksudkan
29
untuk memperoleh data tentang permasalahan yang berhubungan dengan
penelitian. (Sugiyono2011, h. 233)
c. Dokumentasi.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan misal, catatan harian, Sejarah kehidupan, biografi, cerita,
peraturan dan kebijakan. Berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,
sketsa dan lain-lain. Atau karya-karya monumental dari seseorang
misalnya film, patung, gambar dan lain-lain. Sugiyono (2011, h. 240).
Dokumentasi digunakan sebagai pelengkap dari penggunaan oservasi dan
wawancara dalam penelitian ini
3.3 Instrumen Penelitian
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alami, maka
peneliti adalah sebagai instrumen kunci. (Moleong, 2002, h. 4).
Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian guna mendapatkan data
yang valid dan realible. Namun untuk membantu kelancaran dalam
pelaksanaannya, peneliti juga didukung oleh instrumen pembantu seperti panduan
wawancara. Adapun langkah-langkah penusunan wawancara yaitu, peneliti
melakukan hal- hal sebagai berikut:
Menetapkan informan yang ingin diwawancarai
Menyiapkan topik-topik masalah yang akan jadi pembicaraan
Membuka atau mengawali wawancara
Melangsungkan wawancara
Mengkonfirmasikan intisari dari wawancara dan mengakhirinya
30
Menuliskan wawancara ke dalam catatan lapangan
Mengindentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah peneliti
peroleh.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisis data
(Miles dan Huberman 1984, h. 21-23), yang terdapat tiga macam kegiatan dalam
analisis data kualitatif, yaitu:
3.4.1 Reduksi Data
Reduksi data berujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan,
abstraksi dan pentranformasian” data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan
tertulis. Reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu proyek yang
diorientasikan secara kualitatif. (Emzir 2010, h.129)
3.4.2 Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, selanjutnya melakukan kegiatan analisis data yaitu
model data. Model sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun ysng
memperbolehkan pendeskrepsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Sedangkan model dalam kehidupan sehari-hari berbeda-beda, dari pengukur
bensin, surat kabar, sampai layar komputer. Melihat sebuah tayangan membantu
kita memahami apa yang terjadi dan melakukan sesautu analisis lanjutan atau
tindakan didasarkan pada pemahaman tersebut. Penyajian data melalui uraian
singkat dalam bentuk teks naratif sehingga memudahkan peneliti untuk
memahami yang sedang terjadi saat ini. (Emzir, 2010, h.131).
3.4.3 Penarikan dan Verifikasi Kesimpulan
Langkah ketiga dari aktivitas analisis data adalah penarikan dan verifikasi
31
kesimpulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai memutuskan
apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi
yang mungkin, alur kusal dan proposisi-proposisi. (Emzir 2010, h.133),
Peneliti melakukan perumusan pada kesimpulan-kesimpulan sebagai
temuan sementara yang dilakukan dengan cara mensintesiskan semua data yang
terkumpul. Data akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, tetapi apabila bukti-bukti
data serta temuan di lapangan yang peneliti temukan pada tahap awal konsisten
serta valid maka kesimpulan yang didapat adalah kredibel, dan kesimpulan itu
berupa temuan yang bersifat deskripsi atau gambaran mengenai analisis partisipasi
masyrakat dalam Musrenbangdes yang masih remang-remang sehingga setelah
diteliti menjadi jelas.
3.5 Pengujian Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau kepercayaan data hasil penelitian kualitatif antara
lain dilakukan dengan, perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam
penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif serta
membercheck. Digunakan uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih
mendalam mengenai subyek penelitian. (Sugiyono 2008, h. 270).
3.5.1 Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan, dirasakan data yang diperoleh
masih kurang memadai. Perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal
dilapangan penelitian sampai titik kejenuhan pengumpulan data tercapai.
(Moleong 2001, h.327).
3.5.2 Peningkatan Ketekunan
32
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan, dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis. (Sugiyono 2011, h.
272), yaitu peneliti membaca referensi baik dari buku atau hasil penelitian yang
lain serta dokumentasi-dokumentasi terkait dengan hal yang diteliti, sehingga
dengan pengetahuan yang peneliti dapat nantinya dari hasil membaca tersebut
berguna untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar atau salah.
3.5.3 Triangulasi
Wiersma dalam (Sugiyono 2011, h. 273), Triangulasi dalam pengujian
kreabilitas data ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dari berbagai sumber, peneliti
mengecek data baik dari informan kunci dan informan biasa, bacaan referensi dan
lain sebagainya, dilakukan dengan berbagi teknik yang berbeda-beda guna
mendapat informasi dan dilakukan pada berbagai waktu yang memungkinkan
jawaban tidak berdasarkan pada keleahan dan lain sebagainya.
3.5.4 Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif menurut (Sugiyono 2011, h. 275) adalah kasus yang tidak
sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Analisis
kasus negatif dilakukan untuk mencari data yang berbeda dan bertentangan, bila
tidak ada yang berbeda berarti data dapat dipercaya.
Peneliti melakukan pengecekan apakah benar Musrenbangdes ada dan
berjalan di Gampong Alue Wakie, benar atau tidak . dengan data positif ada kira-
kira 99% sedangkan data yang mengatakan tidak ada 1%, maka dengan adanya
kasus negatif ini peneliti justru harus mencari tahu secara mendalam mengapa
33
masih ada data yang berbeda. Peneliti harus menemukan kepastian apakah benar
atau tidak data yang mengatakan di Alue Wakie tidak ada Musrenbangdes
(negatif), dan jika pada akhirnya jawaban negatif ini berubah menjadi positif
maka kasus negatifnya tidak ada lagi, dan data temuan penelitian menjadi
kredibsel.
3.5.5 Mengadakan Membercheck
Membercheck menurut (Sugiyono 2011, h. 276) adalah proses pengecekan
data yang diperoleh peneliti kepada penerima data untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Peneliti perlu mengadakan membercheck dalam penelitian ini guna mengetahui
informasi yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan laporan
sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Gampong Alue Wakie merupakan salah satu Gampong yang terdapat di
Kabupaten Nagan Raya tepatnya di Kecamatan Darul Makmur, dengan batas
Gampong sebagai berikut:
- Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Suak Palembang
- Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Alue Pungkie
- Sebelah Timur berbatasan dengan Hutan Negara
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Krueng Alem
Luas Gampong Alue Wakie kurang lebih 20KM/Segi, dan terbagi
beberapa Dusun yaitu Dusun Gunongkong, Dusun Panton Laseh dan Dusun Blang
Tripa. Adapun bahasa yang mereka pergunakan sehari-hari adalah bahasa Aceh,
selain itu mereka juga dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia apabila mereka berhadapan dengan etnis lain.
Tabel 4.I. Data luas wilayah Gampong Alue Wakie.
Gampong Luas wilayah kebun Sawah pemukiman
Alue Wakie
20Km/segi
50Ha
37Ha
37Ha
Sumber: Profil Gampong Alue Wakie, 2012
4.1.2 Penduduk
Gampong Alue Wakie memiliki kepadatan penduduk sebanyak 544 (lima
ratus empat puluh empat) jiwa, dengan banyak jumlah kepala keluarga 173
35
(seratus tujuh puluh tiga) kk. Dengan perincian menurut jenis kelamin dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Klasifikasi penduduk Gampong Alue Wakie berdasarkan jenis
kelamin
No Jenis kelamin Jumlah
1 Laki-laki 280
2 Perempuan 264
Jumlah 544
Sumber: Profil Gampong Alue Wakie, 2012
Untuk jumlah penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut
ini
Tabel 4.1.2.2 Jumlah Penduduk berdasarkan umur
No Golongan Umur Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
0 - 4
5 – 9
10 – 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 49
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 +
6
18
26
39
30
32
93
38
82
95
59
50
100
75
9
Total 544 Jiwa
Sumber: Profil Gampong Alue Wakie, 2012
Jika ditilik dari segi pendidikan, masyarakat Gampong Alue Wakie
sekarang ini secara keseluruhan tampak adanya perkembangan dalam bidang
pendidikan, terlebih lagi dengan adanya sarana pendidikan seperti SD/sederajat,
SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, naiknya antusias masyarakat di bidang
36
pendidikan terlihat dari kenginanan untuk melanjutkan menimba ilmu sampai
pada jenjang Perguruan Tinggi, ini satu hal yang sangat patut diberi apresiasi
positif bagi kelangsungan pembangunan pendidikan di Provinsi Aceh khususnya
Kabupaten Nagan Raya.
Tabel 4.1.2.3 Data Penduduk Gampong Alue Wakie Berdasarkan Pekerjaan
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Tukang Jahit 31
2 Pertanian 308
3 PNS 55
5 Perdagang 40
6 Supir 15
7 Buruh 25
9 Dan lain-lain 70
Total 544
Profil Gampong Alue Wakie, 2012
Dari data tersebut diatas terlihat bahwa masyarakat Gampong Alue Wakie
pada umumnya menggantungkan hidupnya dari mata pencaharian sebagai bertani.
Tabel 4.1.2.4 Data Fasilitas Sosial Gampong
No Jenis Fasilitas Jumlah (Unit) Penggunaan Fasilitas
1 Fasilitas Agama
Mesjid
Meunasah
Bak Wudhu
2 Unit
3 Unit
2 Unit
Aktif
Aktif
Aktif
2
Fasiltas Pendidikan
TK
SD
TPQ
1 Unit
3 Unit 1 Unit
Aktif
Aktif
Aktif
3 Fasilitas Pemerintahan
Balai Gampong
Puskesmas
1 Unit
1 Unit
Aktif
Aktif
5 Fasilitas Olah Raga
Lapangan Bola Kaki
Lapangan Bola Volley
1 Unit
1 Unit
Aktif
Tidak Aktif
Profil Gampong Alue Wakie, 2012
37
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di lapangan bahwa
selain jumlah penduduk, dan mata pencaharian. Di Gampong Alue Wakie juga
dilengkapi oleh beberapa fasilitas atau berupa sarana dan prasarana umum, dan
tentunya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat di Gampong Alue Wakie,
antara lain sarana peribadatan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana pendidikan,
sarana umum lainnya.
4.1.3 Pemerintah Gampong Alue Wakie
Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
yang kemudian diganti menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005
kedudukan Gampong terus menjadi semakin otonom. Dalam kedua Undang
Undang tersebut setidaknya ada hal mendasar yang memperbaiki kedudukan
Gampong.
Dengan perubahan ditingkat regulasi tersebut pada akhirnya membawa
dampak pada tata kelola pemerintahan Gampong. Dimana sekarang Gampong
setidaknya telah memiliki kewenangan yang lebih jelas untuk mengatur dirinya
sendiri ini ditandai telah ditetapkanya perda Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Kewenangan Gampong. Disisi Gampong juga mendapatkan pendanaan yang
cukup memadai untuk mengimplemtasikan kewenangan kewenangan dimilikinya
hal ini dipertegas dengan lahirnya Perda Nomor 3 Tahun 2004 Tentang ADD
sehingga pada saat ini semua Gampong telah mendapatkan Alokasi Dana
Gampong (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Restribus Daerah, Bantuan Keuangan
Dari Kabupaten serta bantuan Keuangan dari Propinsi.
38
4.1.4 Karakteristik Infoman/Partisipan
Dalam karakteristik partisipan tampak pada tabel yang akan diklasifikasi
berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
a. Data tentang jenis kelamin informan
Daftar informan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 18 (delapan
belas) orang sedangkan perempuan sebanyak 6 (enam) orang, tampak ada
perbandingan jumlah, karena pemilihan informan ini di lakukan melalui proposive
sampling melalui pertimbangan karena dalam kegiatan Musrenbangdes terdapat
sedikit dari perempuan yang terlibat.
Tabel 4.1.4.a Data informan berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin Jumlah Informan
1 Laki-laki 18
2 Perempuan 6
Total 24
Sumber: Penelitian 2012
b. Data tentang usia informan
Tabel 4.1.4.b Data informan berdasarkan usia
No Usia Informan Jumlah Informan
1 20 – 25 Tahun 4
2 26 –30 Tahun 3
3 31– 40 Tahun 4
4 41 – 50 Tahun dst 13
Total 24
Sumber: Penelitian 2012
Penulis menetapkan Usia informan dimulai dari usia dua puluh tahun
karena dianggap pada usia ini masa dimana seseorang bisa memberikan
konstribusi yang besar mengenai apa yang dirasakan, gagasan dan fikiran dalam
permasalahan yang terjadi dalam Gampong.
39
c. Data tentang pendidikan informan/Partsipan
Tabel 4.1.4.c Data informan berdasarkan tingkat pendidikan
No Pendidikan Jumlah Informan
1 Tidak Sekolah 1
2 Tamat SD/SR 2
3 Tamat SLTP/Sederajat 4
4 Tamat SLTA/Sederajat 14
5 Akademi/Diploma 1
6 Sarjana/S1 2
Total 24
Sumber: Penelitian 2012
Adapun data mengenai tingkat pendidikan informan menunjukkan Tingkat
pendidikan informan yang beragam, dimulai dari tidak sekolah sebanyak 1 (satu)
orang, Tamat SD/SR sebanyak 2 (dua) orang, Tamat SLTP sebanyak 4 (empat)
orang, Tamat SLTA sebanyak 14 (empat belas) orang Tamat Akademi/Diploma
sebanyak 1 (satu) orang serta Sarjana/S1 sebanyak 2 (dua) orang.
d. Data tentang pekerjaan informan/Partsipan
Tabel 4.1.4.d Data informan berdasarkan pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Informan
1 PNS 5
2 Wiraswasta 9
3 Petani 4
4 Guru 2
5 Buruh 2
6 Mahasiswa 2
Total 24
Sumber: Penelitian 2012
Adapun data mengenai pekerjaan partisipan di klasifikasi informan
berdasarkan pekerjaan dan diperoleh data bahwa informan yang bekerja sebagai
PNS sebanyak 5 (lima) orang sebagai wiraswasta sebanyak 9 (sembilan) orang,
petani sebanyak 4 (empat) orang, buruh 2 (dua) orang, guru 2 (dua) orang dan
mahasiswa sebanyak 2 (dua) orang.
40
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Partisipasi Masyarakat Gampong Alue Wakie kecamatan Darul
Makmur, Kabupaten Nagan Raya Dalam Musrenbangdes
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan
pembangunan Gampong karena tanpa partisipasi dari masyarakat maka
perencanaan pembangunan Gampong hanya sebagai formalitas dan tidak memberi
manfaat bagi masyarakat Gampong.
Partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan
Gampong sangat dibutuhkan mengingat bahwa yang paham dan mengerti
mengenai masalah dan kendala yang dihadapi oleh daerahnya hanya masyarakat
setempatlah yang melihat dan merasakan. Sehingga jika masyarakat ikut serta
dalam perencanaan maka mereka dapat merencanakan, melaksanakan, mengawasi
serta mengevaluasi setiap tahap proses pelaksanaan pembangunan dalam
Gampong. Namun yang terjadi di gampong alue Wakie sebaliknya, partisipasi
pada masyarakat dalam Musrenbangdes masih sangat kurang, hal ini terlihat dari
jumlah kehadiran peserta Musrenbangdes yang makin menurun dari tahun ke
tahun secara signifikan dengan jumlah daftar yang hadir setiap tahunnya selalu
menjadi berkurang.
Hal ini juga diutarakan oleh salah seorang informan laki laki mengenai
ketidakterlibatan masyarakat dalam Musrenbangdes.
“Ketidakterlibatan masyarakat pada setiap pelaksanaan
Musrenbangdes terlihat dari jumlah kuota kehadiran utusan dari
masyarakat itu sendiri, saya peribadi memilih untuk berjualan
mencari uang dari pada harus kesana rapat tapi tidak tahu kapan
usulan kita bisa diwujudkan oleh pemerintah”. (Hasbullah, Ketua
Masyarakat gampong Alue Wakie). Wawancara: 29 Mei 2012
41
Mengenai tingkat kehadiran peserta Musrenbangdes di Gampong Alue
Wakie, penulis deskripsikan dalam bentuk tabel berikut ini:
Tabel. 4.2.1 Tingkat Kehadiran Peserta Musrenbangdes Alue Wakie
No Utusan
Tahun
Ket
2008 2009 2010 2011 2012
1 Delegasi dusun /
Jurong
7 5 3 3 2
2 Pemerintah
Gampong
6 4 4 3 2
3 Tokoh agama dan
tokoh adat
3 1 1 1 -
4 Unsur perempuan 2 - - - -
5 Unsur pemuda 3 - - 2 -
6 Unsur keluarga
miskin
3 - - - -
7 Organisasi
kemasyarakatan
Gampong
- - - - -
8 Pengusaha, koperasi,
kelompok
usaha/pemasaran,
kelompok
tani/nelayan.
3 1 - 2 1
9 Pelaku pendidikan
(kepala sekolah,
komite sekolah,
guru)
2 - - - -
10 Pelaku kesehatan
(bidan desa, petugas
kesehatan)
2 - - 1 1
11 Unsur pejabat
pemerintah
kecamatan
3 4 1 - -
12 Pejabat tingkat
daerah di kecamatan
2 - - - -
Sumber: Penelitian 2012
42
Berikut data relevansi teori dan partisipasi masyarakat yang ada di
Gampong Alue Wakie.
4.2.1.1 Kontribusi Sukarela.
Konstribusi Sukarela merupakan suatu kegiatan yang dilkukan tanpa
paksaan, baik itu ide, gagasan maupun tenaga. Data menunjukkan mengenai
tingkat partisipasi masyarakat Alue Wakie dalam Musrenbangdes masih sangat
kurang, terlihat dari jumlah peserta yang datang pada saat Musrenbangdes yang
diadakan setiap tahunnya, sedikit dari masyarakat yang datang untuk meramaikan
saja, dan pulang tanpa mereka tahu apa yang sudah mereka sepakati. Dalam
wawancara singkat peneliti dengan salah seorang informan mengenai,
bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes jika ditilik dari
konstribusi sukarela.
Terlihat dari jawaban informan diutarakan oleh Ibnu Alwan, ketua Tuha
Peut Gampong Alue Wakie. “Di dalam musyawarah Musrenbangdes diberi
kebebasan dalam mengutarakan ide serta gagasan, tetapi karena sedikit peserta
yang hadir lebih banyak diam saja dan tidak mengutarakan pendapat
mereka”.(Ibnu Alwan, Ketua Tuha Peut Gampong Alue Wakie).
Wawancara: 29 Mei 2012
Hal lainnya di ungkapkan oleh salah seorang informan, “saya peribadi
selalu mengikuti musrenbang ini setiap tahun diadakan, karena di sana saya duduk
mendengarkan saja, asal sudah datang” (Nya’man, tokoh masyarakat Alue Raya).
Wawancara: 29 Mei 2012
43
4.2.1.2 Pemekaan
Pemekaan merupakan suatu bentuk sosialisasi peningkatan kemauan
masyarakat terhadap program-program pembangunan. Dalam wawancara peneliti
dengan salah seorang informan mengenai, bagaimanakah partisipasi masyarakat
dilihat dari tingkat kemauan masyarakat mengenai program pembangunan melalui
Musrenbangdes.
Pada umumnya masyarakat Gampong Alue Wakie tahu tetapi tidak paham
mengenai Musrenbangdes hal ini didukung oleh bapak Raja Sati, selaku kepala
Gampong/keuchik Alue Wakie yang menyatakan
“Sebahagian besar masyarakat Gampong Alue Wakie tahu tetapi
tidak memahami apa itu Musrenbangdes yang ada di Gampong,
masyarakat masih kurang dalam kemauan karena tidak paham serta
tidak mau untuk ikut serta dalam musyawarahnya, di sebabkan
kurangnya sosialisasi dari pemerintah Gampong apa dan bagaimana
musrenbangdes itu” (Raja Sati, Keuchik Alue Wakie). Wawancara: 29 Mei 2012
4.2.1.3 Keterlibatan sukarela
Keterlibatan sukarela merupakan ketentuan yang dibuat oleh masyarakat
dalam menentukan nasib mereka sendiri sebagai sutu perubahan. Berikut ini data
mengenai tingkat partisipasi masyarakat Alue Wakie Dalam Musrenbangdes, yang
dilakukan dengan sukarela oleh masyarakat Alue Wakie.
Hal senada diutarakan oleh salah seorang informan, “Menurut saya
Musrenbangdes yang sudah berjalan saat ini di Alue Wakie bukan
wujud dari partisipasi dari masyarakat karena selama ini tidak
adanya perubahan dalam Gampong, keingginan dan rasa tanggung
jawab untuk kebutuhan bersama kurang ada dalam masyarakat
menyebabkan masyarakat tidak mau ikut serta” (Hafnidar,
Masyarakat Alue Wakie) Wawancara: 30 Mei 2012
Sebagaimana kita ketahui bahwa Partisipasi merupakan proses
pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang
44
mereka hadapi melalui kemitraan, transparansi, kesetaraan dan tanggung jawab.
Partisipasi dapat terlihat dari tingkat kehadiran masyarakat pada Musrenbangdes
dalam menyuarakan aspirasi mereka.
Kebijakan pemerintah terkait pembangunan Gampong selama ini juga
dinilai tidak memperhatikan kondisi faktual infrastruktur yang ada di Gampong,
ketersediaan prasarana ekonomi dan aktivitas ekonomi, pelayanan pendidikan,
kesehatan, kesempatan kerja sehingga diversifikasi usaha di Gampong sangat
terbatas, lebih lanjut, Gampong menjadi tidak mandiri dan hanya
menggantungkan usaha atau pencaharian nafkah kepada sektor pertanian semata.
4.2.1.4 Proses aktif
Proses aktif dalam partisipasi masyarakat mengandung arti bahwa orang atau
kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya
untuk melakukan hal itu.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari salah seorang anggota tuha Peut
Gampong, “Terlaksananya Musrenbangdes bukan wujud partisipasi dari
masyarakat yang berinisiatif membuka wadah guna menampung aspirasi
masyarakat tetapi lebih kepada masyarakat mau tidak mau menerima program
program dari pemerintah” (Ustman Japa, anggota Tuha Peut Gampong Alue
Wakie).
Wawancara: 5 Juni 2012
4.2.1.5 Pemantapan dialog
Pemantapan dialog merupakan musyawarah yang dilakukan antara
masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan,
45
monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal,
dan dampak-dampak sosial.
Berikut ini data jawaban dari partisipan mengenai pemantapan dialog
pelaksanaan Musrenbangdes, di Gampong Alue Wakie. Masyarakat kurang tahu
seperti apa persiapan pasca musrenbang karena faktor rendahnya tingkat
pendidikan sehingga tidak paham apa yang menjadi perioritas dalam
terlaksananya Musrenbangdes, sehingga pemerintah Gampong hanya menunjuk
beberapa orang dalam musyawarah yang dianggap mampu bekerja agar
terlaksananya Musrenbangdes.
Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu tokoh masyarakat di Alue
Wakie, “Masyarakat tidak sepenuhnya ikut berperan serta dalam musyawarah
pasca Musrenbangdes, karena banyak yang tidak paham mungkin ini juga karena
pendidikan rata-rata masyarakat di sini masih rendah” (Ali Basyah, masyarakat
Alue Wakie)
Wawancara: 8 Juni 2012
Hal senada juga di ungkapkan oleh salah seorang informan lainnya
“Sebenarnya tidak semua pihak ikut berperan serta di sini, tidak ada
inisiatif untuk menunjuk diri perlu ditunjuk, pihak pemerintah dan
masyarakat Alue Wakie ini tidak terlihat bekerja sama demi
terwujud apa yang diharapkan, jadi menurut saya musyawarah-
musyawarah ini sebenarnya harus dilandaskan rasa tanggung jawab
untuk kebutuhan bersama” (Syarifuddin, Masyarakat Alue Wakie)
Wawancara: 5 Juni 2012.
Dengan adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya berpartisipasi
dalam pemantapan dialog guna mengetahui apa dan bagaimana Musrenbangdes.
Pentingnya Musrenbangdes dapat kita ketahui dari tujuan diadakannya
Musrebangdes.
46
4.2.1.6 Keterlibatan masyarakat
Keterlibatan masyarakat merupakan suatu kegiatan pelibatan diri baik
pembangunan maupun kehidupan mereka, masyarakat Alue Wakie belum
sepenuhnya melibatkan diri sebagai wujud dari partisipasi dalam pembangunan
melalui Musrenbangdes, hal ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan
serta pemahaman masyarakat.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari salah seorang masyarakat
Gampong, “Dilihat dari kenyataan yang ada, selama ini Musrenbangdes belum
bisa memecahkan permasalahan masyarakat di Gampong, ini di akibatkan
kurangnya keterlibatan masyarakat yang berperan aktif didalamnya”(M. Ridwan,
Masyarakat Alue Wakie)
Wawancara: 6 Juni 2012.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang informan lainnya, “Diharapkan perhatian banyak pihak yang terkait agar dapat lebih
melibatkan masyarakat dengan sosialisasi lebih ditingkatkan agar
mereka paham mengenai pembangunan sehingga mereka mau
melibatkan diri dalam pelaksanaan Musrenbangdes dan dapat
memperjuangkan aspirasi dari masyarakat sehingga nantinya
permasalahan-permasalahan Gampong sedikit demi sedikit dapat
teratasi”(Hasbullah Jailani, Tokoh masyarakat Alue Wakie)
Wawancara: 5 Juni 2012
4.2.2 Kendala Dalam Penyelenggaraan Musrenbangdes di Gampong Alue
Wakie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya.
Adapun dalam pelaksanaan Musrenbangdes terdapat banyak sekali
kendala, Berikut data relevansi teori dan kendala dalam pelaksanaan
Musrenbangdes.
4.2.2.1 Komunikasi intensif
Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat dengan
pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di
47
luarnya. Terkait pembangunan Gampong selama ini dinilai tidak berdasarkan pada
potensi Gampong yang ada, tidak berdasarkan pada tata ruang (yang telah dibuat),
hasil musrenbang tidak implementatif, tidak ada perencanaan yang komprehensif
terhadap pembangunan Gampong, mekanisme dan pembiayaan Gampong tidak
optimal, peran Stakeholders terutama pemerintah Gampong tidak optimal, Hal
tersebut telah menyebabkan pembangunan Gampong hanya menggantungkan
pada bantuan atau program dari pemerintah pusat, Provinsi Kabupaten dan Kota.
Ini disebakan kurangnya komunikasi dan sosialisasi dari pihak pemerintah,
penyelenggara dan masyarakat.
Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat
Alue Wakie, “Saya rasa kendala yang sangat fatal dalam pelaksanaan
Musrenbangdes Alue Wakie ini karena kurangnya komunikasi antara pemerintah
dan masyarakat, baik dari pusat maupun kecamatan, sehingga apa yang berjalan
sekarang jadi tidak sejalan dengan apa yang diharapkan” (Basyahrizal,
Guru/masyarakat Alue Wakie).
Wawancara: 12 Juni 2012
4.2.2.2 Iklim pendorong tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat
Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga,
pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang
menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat, Namun hal ini selalu menjadi yang nomor dua untuk diperhitungkan,
padahal ini menjadi pijakan awal bagi pembangunan dalam Gampong Alue
Wakie.
Hal yang sama diutarakan oleh salah seorang tokoh masyarakat Alue
Wakie, “Masyarakat di sini masih kurang peduli terhadap apa yang
48
menjadi target pembangunan dalam Gampong, karena masyarakat
yang memang berpendidikan rendah, juga tergolong kurang mampu,
juga dari pihak Gampong sendiri tidak membantu karena
pembiayaan Gampong juga tidak optimal, ya mau bagai mana bisa
berjalan kalau banyak kendala yang lain yang lebih harus
diperhatikan terlebih dahulu”(Ferry Novrizal, Tokoh masyarakat
Alue Wakie).
Wawancara: 12 Juni 2012
4.2.2.3 Kesempatan untuk berpartisipasi.
Kesempatan berpartisipasi adalah Keadaan yang memungkinkan untuk
ikut serta. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan
norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial
juga menjadi satu kendala dalam Musrenbangdes.
Hal senada juga di ungkapkan salah seorang anggota masyarakat Desa
Alue Wakie, “Kami di sini kurang mempunyai kesempatan untuk ikut serta seperti
rapat-rapat Desa, karena harus bekerja mencari uang jadi selama ini hanya yang
datang orang-orang yang itu itu saja” (M. Jamal. Buruh/ masyarakat Alue Wakie).
Wawancara: 14 Juni 2012
4.2.2.4 Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi.
Kebebasan untuk berprakarsa dan berkresi merupakan kebebasan dalam
menyuarakan aspirasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan
politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan
berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.
Hal senada diutarakan oleh bapak M. Zir, anggota Tuha Peut Alue
Wakie yang mengemukakan, “Beberapa hal yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan Musrenbangdes di Alue Wakie yaitu Adanya
kesulitan pada saat memutuskan program yang akan diprioritaskan,
dalam penyampaian aspirasinya, masyarakat cenderung tidak tahu
dan lemah terhadap kebutuhan pembangunan di Gampong ini
dikarenakan faktor kurangnya pemahaman dan pengetahuan
masyarakat”. (M. Zir anggota Tuha Peut Gampong Alue Wakie).
Wawancara: 15 Juni 2012
49
4.3 Pembahasan
4.3.1 Partisipasi Masyarakat Gampong Alue Wakie Kecamatan Darul
Makmur, Kabupaten Nagan Raya Dalam Musrenbangdes
Pelaksanaan Musrenbangdes pada gampong Alue Wakie ada sejak tahun
2008 dan sudah berjalan sampai saat ini, pelaksanaan bertempat di meunasah
Alue Wakie, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, namun dalam
partisipasi masyarakatnya Musrenbangdes di gampong Alue Wakie tampak buruk.
Kenyataan ini memang sangat memprihatinkan di saat masyarakat membutuhkan
segala fasilitas pendukung, tetapi hal tersebut tidak dapat terealisasikan karena
pelaksanaan musrembangdes hanya sebagai formalitas saja.
Tingkat partisipasi masyarakat gampong Alue Wakie dalam
Musrenbangdes sangat kurang. Hal ini dilihat dari ketidak hadiran utusan dari
dusun-dusun dalam menyuarakan aspirasi dari mereka. Kehadiran dari masyarakat
atau utusan dalam hal ini sangat dibutuhkan karena dalam partisipasi dimana
masyarakast dapat ikut dan terlibat dalam seluruh perencanaan pembangunan
Gampong, Hal ini senada dengan pendapat Mikkelsen (1999: h.64) mengenai
partisipasi, Mikkelsen membagi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
50
4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-
dampak sosial.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
Oleh karena itu di sini dibutuhkan kesadaran dalam menumbuhkan
hubungan fungsional seluruh pihak yang terkait. Partisipasi merupakan
proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri
masalah yang mereka hadapi melalui kemitraan, transparansi, kesetaraan
dan tanggung jawab.
Hal ini relevan dengan beberapa pendapat para ahli mengenai partisipasi.
Partisipasi didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat
membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka,
pembangunan yang partisipatif (participatory development) adalah proses
yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial
yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Secara harfiah, partisipasi dapat
diartikan sebagai ikut sertanya seseorang atau kelompok dalam suatu kegiatan
tertentu. Sedangkan partisipasi warga adalah suatu bentuk keikutsertaan langsung
warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Suhirman, (2004: h, 50).
51
Musrenbangdes merupakan suatu wadah bagi masyarakat Alue Wakie
menyuarakan aspirasi mereka dalam pembangunan Gampong, tetapi bertolak
belakang dari pihak pemerintah gampong Alue Wakie belum terlihat adanya suatu
pemahaman yang menunjukan bahwa masyarakat sebagai sumber utama
pembangunan gampong, sehingga masyarakat patut menjadi sasaran utama
pembangunan dan harus ditempatkan sebagai prioritas utama dalam perencanaan
pembangunan gampong yaitu dengan memihak pada kebutuhan masyrakat pada
umumnya
Musrenbang gampong Alue Wakie menghasilkan beberapa hasil
musyawarah yang berisikan lima program pembangunan yang bukan merupakan
bentuk partisipasi masyarakat Alue Wakie dalam Musrenbangdes seperti
memberikan ide-ide usulan program pembangunan yang akan dijalankan, prakarsa
penggalangan dana pembangunan, menghadiri rapat Musrenbangdes
(Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), serta melaksanakan gotong royong
dalam melaksanakan pembangunan Desa. Tetapi lebih kepada penetapan oleh
beberapa orang yang ide itu belum tentu direalisasikan oleh pemerintah
4.3.2 Kendala Dalam Penyelenggaraan Musrenbangdes di Gampong Alue
Wakie Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya.
Terkait dengan pelaksanaan Musrenbangdes di gampong Alue Wakie
ternyata belum mampu mengatasi masalah yang ada dalam gampong. Selama ini
kebutuhan masyarakat pada umumnya belum terealisasikan oleh pemerintah
sehingga perlu adanya perhatian dan perbaikan khusus mengenai kinerja dalam
pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan gampong.
52
Belum adanya sinergi berbagai sumber dana pembangunan yang dimiliki
desa. Terkait pembangunan gampong selama ini dinilai tidak berdasarkan pada
potensi gampong yang ada, tidak berdasarkan pada tata ruang (yang telah dibuat),
hasil musrenbang tidak implementatif, tidak ada perencanaan yang komprehensif
terhadap pembangunan gampong, mekanisme dan pembiayaan gampong tidak
optimal, peran Stakeholders terutama pemerintahgGampong tidak optimal.
Hal tersebut telah menyebabkan pembangunan Gampong hanya
menggantungkan pada bantuan atau program dari pemerintah pusat, provinsi
kabupaten dan kota. Dalam hal ini perlu perhatian pihak-pihak yang terkait dalam
hal ini agar kendala-kendala dalam Musrenbangdes dapat teratasi.
Pemerintah gampong Alue Wakie harus lebih memperhatikan aspirasi dari
masyarakat, padahal dengan ikut berpartisipasinya masyarakat dalam
Musrenbangdes dengan menilik permasalahan dalam gampong melalui kendala
yang dialami oleh masyarakat setempat dari segala lapisan sosial, maka
masyarkat sendiri akan dapat mendistribusi ide-ide atau gagasan yang berbeda
serta dapat mewujudkan harapan masyarakat pada umumnya. Ini bisa menjadi
masukan bagi pemerintah gampong Alue Wakie untuk mengubah sistem
pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan Desa serta lebih
mengutamakan harapan banyak orang. Sehingga Musrenbangdes dapat menjadi
satu wadah yang dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat
demi terwujudnya pembangunan gampong Alue Wakie.
Kebijakan pemerintah terkait pembangunan gampong selama ini juga tidak
memperhatikan kondisi faktual infrastruktur yang ada di gampong, ketersediaan
prasarana ekonomi dan aktivitas ekonomi, pelayanan pendidikan, kesehatan,
53
kesempatan kerja sehingga diversifikasi usaha di gampong sangat terbatas, lebih
lanjut, gampong menjadi tidak mandiri dan hanya menggantungkan usaha atau
pencaharian nafkah kepada sektor pertanian semata. Akibat program program
pemerintah yang tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan daerah tersebut
telah menyebabkan banyak potensi yang berada di gampong menjadi tidak
berkembang, disini dibutuhkan keterlibatan masyarakat setempat, karena
masyarakat lebih mengetahui kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh
daerah mereka.
Pembangunan desa secara konkrit harus memperhatikan berbagai faktor,
diantaranya adalah terkait dengan pembangunan ekonomi, pelayanan pendidikan,
pengembangan kapasitas pemerintahan dan penyediaan bernagai infrastruktur
gampong. Semua faktor tersebut diperlukan guna mengimplementasikan dan
mengintegrasikan pembangunan gampong ke dalam suatu rencana yang
terstruktur dalam desain tata ruang dan melibatkan masyarakat di dalamnya.
Hal ini senada dengan pendapat ahli, keterlibatan masyarakat akan
menjamin bagi proses perencanaan pembangunan yang baik dan benar (Abe,
2005, h. 91). Untuk dapat mewujudkan partisipasi masyarakat agar dapat berdaya,
dibutuhkan kebebasan kesempatan dan ruang gerak yang tersusun dalam empat
tingkatan yaitu:
1. Partisipasi akan mengandung arti keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan kebijakan dalam pembangunan.
2. Partisipasi hendaknya mengarah pada pembangunan program
penduduk yang ditempatkan sebagai konsumen pertama dalam
program-program infrastruktur fisik daerah. Oleh sebab itu
54
kapantingan dan saran dari mereka harus didengar oleh mereka yang
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan-pelayanan
pembangunan daerah.
3. Partisipasi yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen perlu
memperoleh stimulan dan dukungan sebagai reaksi terhadap birokrasi
pembangunan yang kurang memiliki kepekaan terhadap kepentingan
masyarakat.
4. Partisipasi diadakan dalam rangka keadilan sosial tersedianya
kelonggaran memperoleh pekerjaan yang produktif bagi seluruh
lapisan masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kramer
dalam (Arif 2006, h. 150-151).
Disisi lain, baik dalam Musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang), musyawarah perenacanaan pembangunan daerah (Musrenbangda),
dan musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan (Musrenbangcam), serta
Musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbangdes), dimana ajang
tersebut sebagai ajang perencanaan pembangunan daerah, selama ini dirasakan
tidak optimal dan hanya bersifat formalitas semata, karena terjadi tarik menarik
kepentingan antara elite di daerah, dengan demikian, ajang Musrenbang,
Musrenbangda, Musrenbangcam pun tidak maksimal untuk menyerap aspirasi
masyarakat dalam pembangunan karena masing masing level (elite birokrasi)
bertahan dengan pendirian atau keputusan keputusan yang telah dibuat
sebelumnya dalam hal penentuan program pembangunan daerah.
Di samping itu, hasil Musrenbangdes gampong Alue Wakie dalam
kenyataannya tidak pernah diaplikasikan dan diimplementasikan dilapangan
55
secara utuh. Kegagalan program-program dimasa lalu dikarenakan tidak
dilibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta
evaluasi dalam setiap pembangunan gampong. Aspirasi masyarakat dijadikan
prioritas kesekian oleh ketidak bijaksanaan pemerintah dalam melaksanakan
perencanaan pembangunan gampong. Hal ini perlu dikaji ulang agar dapat
terlaksananya pembangunan gampong yang berpihak pada masyarakat.
56
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Tingkat partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes sangat kurang,
sehingga kegiatan penyelengaraan Musrenbangdes di Gampong hanya sebagai
formalitas.
5.1.2 Kendala dalam pelaksanaan Musrenbangdes di Gampong Alue Wakie
adalah sulitnya mengambil keputusan mengenai, program yang akan
diprioritaskan belum terealisasi, masyarakat kurang bisa menyampaikan aspirasi
apa yang menjadi kebutuhan mereka karena masih memiliki daya analisis yang
lemah terhadap kebutuhan pembangunan karena lemahnya faktor sumber daya
masyarakat dan belum adanya sinergi berbagai sumber dana pembangunan yang
dimiliki Gampong.
Sebagai konsekuensi dari kendala tersebut maka program pemerintah
banyak yang tidak berdasarkan pada potensi dan kekhasan Daerah sehingga
menyebabkan banyak potensi yang berada di Gampong menjadi tidak secara
efektif.
5.2 Saran
Apabila nantinya ada pihak lain yang ingin melakukan penelitian ini lebih
lanjut diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai perencanaan
pembangunan dalam Musrenbangdes serta implementasi dari kebijakannya
terhadap pembangunan gampong di daerah lainnya agar menjadi masukan bagi
pemerintah Provinsi Aceh dalam menentukan kebijakan untuk menindaklanjuti
57
dan melihat apa sebenarnya yang dihadapi oleh masyarakat dalam perencanaan
pembangunan Gampong yang nantinya akan berujung pada pembangunan Aceh
secara Keseluruhan.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ach. Wazir Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga
Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan
AusAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care
Project.
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta: UGM
Press.
Holil Soelaiman. (1980). Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.
Bandung.
Khairuddin, 1992. Pembangunan masyarakat. Tinjauan aspek: sosiologi, ekonomi
dan perencanaan. Yokyakarta: Liberty
Moloeng,lexy J. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Penerbit
Remaja
Rosdakarya.
Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya
Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nazir. 2005. Metode penelitian.Bogor: Ghalia Indonesia.
Nasution, Prof. Dr. S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung :
Tarsito.s
Pamudji, S. 1992. Kepemeimpinan pemerintahan di Indonesia, Jakarta: Bumi
Aksara
Ross, Murray G., and B.W. Lappin. (1967). Community Organization: theory,
principles and practice. Second Edition. NewYork: Harper & Row
Publishers.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta .
Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan Kebijakan Tentang Partisipasi Warga Di
Indonesia. Laporan Penelitian Independen, The Ford Foundation.
Bandung.
59
Sumampouw, Monique. (2004). “Perencanaan Darat-Laut yang Terintegrasi
dengan Menggunakan Informasi Spasial yang Partisipatif.” Jacub Rais,
et al. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. 91-117.
Talizuduhu, Ndara1982. Dimensi-dimensi pemerintahan desa, Jakarta: PT Bina
Aksara.
Widodo, Slamet. 2008, Partisipasi, pemberdayaan dan pembangunan
www. Learning-of.slamet widodo.com.diakses 12 juni 2012
Sumber lain:
Qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nomor 5 tahun 2003.
Tentang Pemerintahan Gampong.
Undang-Undang Nomor 2005. Tahun 2004. Tentang system
perencanaan pembangunan nasional
Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004. Tentang pemerintah daerah.
Peraturan pemerintah Nomor 72. Tahun 2005. Tentang desa
Permendagri Nomor 29. Tahun 2006.Tentang pedoman pembentukan
dan mekanisme
penyusunan peraturan desa
Http://pnpmbkpg-pidie.blogspot.com PNPM BKPG kabupaten Pidie.
Akses pukul 15.30 WIB. 18 maret 2012.