analisis nilai ekonomi konservasi dan faktor … · berdasarkan data luas panen, produksi dan...

112
ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG ADOPSI KONSERVASI USAHATANI KENTANG DATARAN TINGGI DI KECAMATAN PASIRWANGI KABUPATEN GARUT DINDA ASYIFA DEVI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: vuhuong

Post on 08-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PELUANG ADOPSI KONSERVASI USAHATANI KENTANG

DATARAN TINGGI DI KECAMATAN PASIRWANGI

KABUPATEN GARUT

DINDA ASYIFA DEVI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Nilai Ekonomi Konservasi

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Adopsi Konservasi Usahatani

Kentang Dataran Tinggi di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut adalah karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 3: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

RINGKASAN

DINDA ASYIFA DEVI. Analisis Nilai Ekonomi Konservasi dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Peluang Adopsi Konservasi Usahatani Kentang Dataran

Tinggi di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. Dibimbing oleh SUTARA

HENDRAKUSUMAATMAJA.

Sektor pertanian memegang peranan yang cukup penting dalam

pembangunan karena merupakan penyedia kebutuhan pangan bagi rakyat

Indonesia yang terus bertambah, penyedia bahan baku industri, penyumbang

devisa, penyerap tenaga kerja atau penciptaan kesempatan kerja dan sebagai

jaminan pendapatan bagi sebagian besar penduduk, serta penunjang utama

kelestarian lingkungan hidup. Besarnya manfaat sektor pertanian membuat

kegiatan pertanian dilakukan di lahan sawah serta lahan kering. Tanaman

semusim yang dominan ditanam di lahan kering adalah jagung, kentang, kubis,

tomat, wortel, tembakau dan berbagai jenis bunga. Beberapa jenis tanaman seperti

kentang, tomat, buncis, wortel, dan lainnya hanya dapat tumbuh dan

menghasilkan dengan baik pada ketinggian tempat tertentu, sehinga terdapat

sentra-sentra produksi untuk tanaman-tanaman tersebut (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005).

Berdasarkan luas tanam per tahun, Kabupaten Bandung dan Garut

merupakan sentra penghasil kentang terbesar di Provinsi Jawa Barat (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2010). Pada tahun 2010 Kabupaten Garut

memiliki produktivitas yang lebih tinggi yaitu 21,74 ton/ha dibandingkan dengan

Kabupaten Bandung yang hanya memiliki produktivitas sebesar 20,48 ton/ha.

Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami

perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan 2010 persentase

penurunan produksi lebih besar dibandingkan dengan persentase penurunan luas

lahan. Penyebab penurunan produktivitas kentang ini diduga oleh terjadinya erosi.

Erosi menyebabkan banyak unsur hara dan bahan organik tanah hilang melalui

sedimen yang terangkut aliran permukaan, pencemaran tanah, air, dan lingkungan.

Oleh karena itu, untuk melestarikan sumberdaya lahan di daerah-daerah sentra

produksi ini perlu dilakukan pengelolaan lahan yang tepat dengan menerapkan

tindakan konservasi tanah (Katharina, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan petani kentang dataran tinggi untuk mengadopsi

konservasi, dan (2) menghitung nilai ekonomi dari usahatani kentang yang

melakukan konservasi. Penelitian dilakukan di Desa Padaawas dan Desa Barusari

Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. Lokasi ini dipilih secara tertuju

(purposive) karena merupakan salah satu sentra penghasil kentang terbesar di

Kabupaten Garut dengan kemiringan lahan yang beragam. Metode pengambilan

contoh yang digunakan adalah simple random sampling. Jenis data yang

digunakan adalah data cross section. Pengambilan data primer dilakukan selama

bulan Juni 2011 – Juli 2011. Data primer dikumpulkan melalui wawancara

langsung kepada petani kentang dataran tinggi, dengan menggunakan kuesioner.

Metode analisis yang digunakan yaitu model logit untuk melihat faktor yang

mempengaruhi adopsi konservasi dan analisis nilai ekonomi konservasi usahatani

kentang. Pengolahan data menggunakan SPSS 16.0.

Page 4: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

iv

Pada penelitian ini petani yang melakukan konservasi adalah petani yang

melakukan sistem penanaman dengan membentuk jalur-jalur tumpukan tanah

yang memanjang menurut kontur atau melintang lereng (guludan searah kontur).

Sebaliknya apabila jalur tersebut dibuat kearah bawah lereng atau searah lereng

maka petani dikatakan tidak melakukan konservasi, karena pada alur-alur diantara

tumpukan tanah akan terkumpul air yang akan mengalir dengan cepat ke bawah

(Arsyad, 2000) sehingga mempercepat degradasi lahan yang menyebabkan lahan

kritis dan usahatani tidak berkelanjutan (Henny, 2012). Berdasarkan hasil

wawancara, petani yang melakukan pola konservasi sebanyak 36 petani (72

persen), dan yang tidak melakukan pola konservasi sebanyak 14 petani (28

persen). Dari 14 petani yang tidak melakukan pola konservasi, diperoleh

informasi bahwa salah satu alasan mereka melakukan sistem penanaman guludan

searah lereng adalah lebih mudah dibuat, jalur-jalur yang dibuat mempermudah

pemeliharaan tanaman, dan dapat menghemat tenaga kerja.

Dilihat dari kriteria ekonomi, hasil analisis regresi logit menunjukkan

umur, pendapatan, tingkat kecuraman lereng, dan status kepemilikan lahan yang

merupakan variabel dummy, mempunyai tanda positif terhadap keputusan petani

dalam mengadopsi konservasi. Artinya, jika umur petani, pendapatan, dan tingkat

kecuraman lereng meningkat, maka peluang petani untuk mengadopsi konservasi

meningkat. Dummy status kepemilikan lahan menunjukkan bahwa petani pemilik

memiliki peluang untuk melakukan adopsi konservasi lebih tinggi dibandingkan

petani penyewa. Pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan

pengalaman memiliki tanda negatif. Artinya, peningkatan pendidikan, luas lahan,

jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman, akan menurunkan peluang petani

melakukan adopsi konservasi. Variabel yang sesuai dengan hipotesis yaitu status

kepemilikan lahan, pendapatan, tingkat kecuraman lereng, dan jumlah tanggungan

keluarga. Selanjutnya berdasarkan kriteria statistik, variabel yang berpengaruh

secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen yaitu status kepemilikan lahan,

luas lahan, pendapatan, tingkat kecuraman lereng, dan pengalaman bertani.

Usahatani dengan konservasi memberikan pendapatan atas biaya tunai dan

atas biaya total yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani tanpa konservasi.

Dilihat dari aspek lingkungan pendapatan total dapat menunjukkan nilai ekonomi

konservasi. Nilai ini didapat dengan menghitung selisih pendapatan atas biaya

total antara petani yang melakukan konservasi dan tidak melakukan konservasi.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai ekonomi konservasi usahatani

kentang sebesar Rp 10.163.428,60.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan saran (1) Perlu dilakukan

penyuluhan yang membahas mengenai konservasi secara lebih mendalam tidak

hanya fokus pada budidaya tanaman. Hal ini perlu dilakukan agar petani lebih

paham mengenai manfaat yang dapat diterima dan biaya yang harus ditanggung

secara lebih jelas sehingga tingkat adopsi konservasi dapat meningkat, (2)

Penyuluhan lebih baik diarahkan pada petani yang menggarap lahan di kecuraman

lahan tinggi karena memiliki peluang adopsi konservasi yang lebih tinggi, dan (3)

Pemerintah perlu memperkecil laju konversi tanah agar mengurangi perambahan

lahan kehutanan sehingga satus penguasalahan menjadi jelas dan adopsi

konservasi dapat dilakukan dengan lebih baik.

Kata kunci: erosi, konservasi, usahatani kentang dataran tinggi

Page 5: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

v

ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PELUANG ADOPSI KONSERVASI USAHATANI KENTANG

DATARAN TINGGI DI KECAMATAN PASIRWANGI

KABUPATEN GARUT

DINDA ASYIFA DEVI

H44070006

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

Judul Penelitian : Analisis Nilai Ekonomi Konservasi dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Peluang Adopsi Konservasi Usahatani

Kentang Dataran Tinggi di Kecamatan Pasirwangi

Kabupaten Garut

Nama : Dinda Asyifa Devi

NRP : H44070006

Disetujui,

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M. Sc

Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 7: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc., selaku Pembimbing yang telah

memberikan banyak ilmu, bimbingan, arahan sistematika berfikir, perhatian,

motivasi dan dukungan semangat untuk terus menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Ujang Sehabudin selaku Dosen Penguji Utama dan Novindra, S.P, M. Si

selaku Dosen Penguji Wakil Departemen pada ujian akhir atas masukan dan

sarannya untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Pimpinan, seluruh Staf Pengajar, dan Staf Administrasi di Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

IPB atas dorongan, motivasi dan perhatian yang diberikan.

4. Sahabat terbaik, Lingga Divika Anggiruling, S.Si, Nuzulia Farhani, SE, dan

Rina Gustiyana serta teman seperjuangan Raisa, SE, Norita Vibrianto, SE,

dan Rizki Amelia atas kerjasama, dukungan dan doa selama penyusunan

skripsi.

5. Teman-teman ESL 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan banyak bantuan dan kenangan terindah.

6. Vera Verisa, Hermud Farhan, Septian Riski Sitompul yang telah banyak

membantu penulis dalam pengumpulan data di lapang.

7. Para petugas penyuluh lapang; Bpk Burhanudin, Ibu Tati Kartini, Ibu Eneng;

terima kasih atas waktu yang diberikan dan atas bantuannya dalam pencarian

informasi di lapangan.

Page 8: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

viii

8. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada para ketua

kelompok tani para petani yang menjadi responden, atas waktu yang

disediakan untuk wawancara dan memberikan informasi serta data lapangan

yang sangat berharga untuk penulisan skripsi ini

9. Kedua orang tua tercinta Drs. Entang Sutarsa, MPd dan Dr. Ir. Wini

Nahraeni, M.Si yang selalu mengalirkan doa dalam setiap detik waktu yang

tiada henti untuk keberhasilan anaknya, dorongan semangat, dan perhatian

yang tulus selama penulis menyelesaikan studi, serta adikku Luthfiansyah

Dwiantara atas dorongan semangat serta perhatiannya.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 9: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena

atas rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul ‘Analisis

Nilai Ekonomi Konservasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang

Adopsi Konservasi Usahatani Kentang Dataran Tinggi di Kecamatan Pasirwangi

Kabupaten Garut’ diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana ekonomi pada Depatemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang sangat baik

diusahakan di dataran tinggi. Namun hal ini banyak mendapat sorotan karena

diduga dapat menyebabkan erosi, terutama untuk tanaman semusim, khususnya

kentang. Data menunjukkan bahwa produktivitas sayuran kentang di Jawa Barat

mengalami penurunan. Salah satu penyebab penurunan produktivitas ini yaitu

karena terjadi erosi yang tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan dilakukannya

tindakan konservasi. Adopsi konservasi merupakan sebuah faktor kunci kearah

keuntungan jangka panjang, sehingga diperlukan sebuah kajian adopsi konservasi

terhadap usahatani kentang dataran tinggi di Kabupaten Garut.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya

ini dapat berguna bagi mereka yang memerlukan.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 10: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...……………………..….……..…..…...…...…..... xii

DAFTAR GAMBAR ..………………………...…...…..……………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………...………………....... xiii

I. PENDAHULUAN ……………..….….…..………...…........…... 1

1.1 Latar Belakang ……...……..……......….....…...………....... 1

1.2 Rumusan Masalah ..…….…….…..…...…..……..……...…. 5

1.3 Tujuan …….……...….…………..….….....……...………... 8

1.4 Manfaat Penelitian ……...……...….....…….....…...………. 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ……………………......…........... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA …………………..………..…..…….... 9

2.1 Lahan Kering …….…..…….....………...………………..... 9

2.1.1 Jenis Lahan Kering ……………….....………............. 9

2.2 Erosi ………………………...….……..……………............. 10

2.3 Biaya Erosi Tanah …….…….…..……………....……...…. 12

2.4 Konservasi …………………………………...……….......... 13

2.5 Konsep Usahatani ....………………………......……….…... 14

2.5.1 Konsep Pendapatan Usahatani ……..……………….. 14

2.5.2 Usahatani Kentang Kabupaten Garut ……………...... 17

2.6 Adopsi Inovasi …....…..………………….……………...… 18

2.7 Pengambilan Keputusan Adopsi Teknologi Baru ................. 19

2.8 Penelitian Terdahulu …………………….……………….... 24

III. KERANGKA PEMIKIRAN ……...…...….....……………….... 30

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ……......………..…………… 30

3.1.1 Model regresi Logit ...……...…………………………. 30

3.1.2 Pengambilan Keputusan adopsi ……………………... 31

3.1.3 Nilai Ekonomi Konservasi …….……………...…....… 36

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional …….………..…..…........ 37

3.3 Hipotesis Penelitian ..…….………….….……………...…... 40

IV. METODE PENELITIAN ……......…………….………………. 41

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …………..……...….............. 41

4.2 Jenis dan Sumber Data .…………………......…………….. 42

4.3 Kerangka Sampling dan Penentuan Responden ……………. 42

4.4 Metode Pengumpulan Data …………………...…….…….. 43

4.5 Metode Analisis Data ...………………...….…………….... 43

4.5.1 Model Regresi Logistik ……………..…………..…… 44

4.5.2 Analisis Nilai Ekonomi …………………………...…. 45

4.5.3 Pengujian Hipotesis ………….…………………...…... 46

4.5.4 Definisi Operasional …………..………………............ 49

Page 11: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

xi

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ……….…….…………... 52

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian .……...…..…..………….......... 52

5.2 Karakteristik Sosial Ekonomi …...……….……......…...…… 53

5.2.1 Petani …………...……..………………………............ 53

5.2.2 Tanaman Kentang ………………...…………............. 54

5.3 Karakteristik Responden ………………….…...…………… 54

5.3.1 Jenis Kelamin dan Usia …………………..……...…… 55

5.3.2 Lama Bertani ……………..………………………...… 56

5.3.3 Pendidikan Formal …………….……………………... 57

5.3.4 Luas dan Status Kepemilikan Lahan ………..…...…… 58

5.3.5 Penyuluhan …………………..……………………...... 61

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………….……….………... 63

6.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi

Konservasi ……………………………………………….…. 65

6.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani dalam

Adopsi Konservasi …………...………........................ 70

6.2 Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang ...….…...…... 75

VII. SIMPULAN DAN SARAN ……………..…….…………..…...... 82

7.1 Simpulan ………………………..……………………...…… 82

7.2 Saran ……………………………..……………………...….. 82

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..…….. 84

LAMPIRAN ............................................................................................ 89

RIWAYAT HIDUP …………………………….…….……...………… 99

Page 12: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produktivitas Kentang di Kabupaten Bandung

dan Garut Tahun 2006-2010 …………..……………………........

4

2. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas

Kentang di Kabupaten Garut Tahun 2006-2010 …………..……...

4

3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Jawa Barat

Tahun 2006-2011 .…………..…………..………….…………......

17

4. Kemiringan Lahan, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Kentang Beberapa Sentra Produksi di Kabupaten Garut, 2009 …..

41

5. Karakteristik Desa Terpilih di Kecamatan Pasirwangi, 2011 ……. 43

6. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data ….... 43

7. Perhitungan Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani

Kentang …………………………………………………………...

45

8. Perhitungan Nilai Ekonomi Adopsi Konservasi ............................. 46

9. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Usia di

Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 …......……………...…...……

56

10. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Lama

Bertani di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 ….……..……..…..

57

11. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan

Pendidikan Formal di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 …........

58

12. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Luas

Lahan di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 …...…...…………...

59

13. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Status

Kepemilikan Lahan di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 ….......

60

14. Kemiringan Lahan Petani Sayuran Kentang Dataran Tinggi di

Kecamatan Pasirwangi, 2011 …..…………………...…………….

63

15. Hasil Analisis Regresi Logit untuk Mengadopsi Konservasi pada

Usahatani Kentang Dataran Tinggi di Kecamatan Pasirwangi,

2011 ……………….……………..……………..…………………

68

16. Rata-rata Luas Garapan Petani Kentang Dataran Tinggi pada

Berbagai Tingkan Kecuraman Lereng di Kecamatan Pasirwangi,

2011 ……………..………………………………………………...

72

17. Struktur Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Kentang

per Hektar Per Musim Tanam di Kecamatan Pasirwangi Tahun

2011 ……………………..…………………………………….......

77

18. Perhitungan Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang di

Kecamatan Pasirwangi, 2011 ……………………………………..

81

Page 13: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ……………..………....... 39

2. Karakteristik Petani Berdasarkan Usia …………….……….…… 55

3. Karakteristik Petani Berdasarkan Lama Bertani …..…………….. 56

4. Karakteristik Petani Berdasarkan Pendidikan Formal …………... 58

5. Karakteristik Petani Berdasarkan Luas Lahan …………...........… 59

6. Lahan dengan Penanaman Searah Kontur (Konservasi) di

Kecamatan Pasirwangi, 2011 ……..……………………………...

64

7. Lahan dengan Penanaman Searah Lereng (Non-Konservasi) di

Kecamatan Pasirwangi, 2011 …………………………………....

64

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas lahan Menurut Penggunaannya di Indonesia Tahun 2003-

2007 ………………………………..…………..……….……......

90

2. Analisis Usahatani Kentang Konservasi dan Non-Konservasi

per Hektar per Musim Tanam di Dua Desa Kecamatan

Pasirwangi Kabupaten Garut, Tahun 2011 …………...……….

91

3. Karakteristik Petani Contoh di Dua Desa Kecamatan Pasirwangi

Kabupaten Garut, Tahun 2011 …………...……………………..

92

4. Hasil Output Regresi Logit dengan SPSS 16.0 ………...…….…. 96

5. Peta Lokasi Penelitian …………………………………………... 98

Page 14: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memegang peranan yang cukup penting dalam

pembangunan. Sektor pertanian merupakan penyedia kebutuhan pangan, penyedia

bahan baku industri, penyumbang devisa, penyerap tenaga kerja, serta penunjang

utama kelestarian lingkungan hidup. Upaya peningkatan sektor pertanian

merupakan langkah strategis dalam pembangunan nasional mengingat peranannya

yang besar dalam mendukung pertumbuhan sektor pertanian khususnya dan

perekonomian nasional pada umumnya.

Pada tahun 2011, perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,5 persen yang

didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,6 persen (Badan Kebijakan

Fiskal Kementrian Keuangan RI, 2011). Dilihat dari sumbangannya terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB), pada tahun 2011 sektor pertanian menyumbang

14,7 persen terhadap PDB nasional (Badan Pusat Statistik (BPS), 2012). Sektor

pertanian berkaitan erat dengan wilayah pedesaan. Berdasarkan data BPS (2012)

sekitar 46 persen masyarakat Indonesia terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan

pertanian seperti pertanian tanaman pangan, non-pangan, peternakan, dan

perikanan air tawar sebagai pekerjaan utama.

Selain sebagai penghasil produk pertanian, sektor pertanian juga

memberikan produk sampingan (multifungsi) antara lain: perlindungan terhadap

lingkungan (penanggulangan erosi, pengendalian banjir, pendaurulangan air,

penambatan karbon, penyangga kenaikan suhu udara, pembersih udara), penyedia

lapangan kerja, sumber pendapatan, penyangga gejolak ekonomi (economic

buffer), serta pelestarian nilai budaya pedesaan. Berbagai fungsi (multifungsi) dari

Page 15: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

2

pertanian memberikan manfaat tidak saja untuk petani sebagai penyedia jasa,

tetapi juga masyarakat luas yang berada di sekitarnya (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005).

Lahan pertanian Indonesia terdiri atas lahan sawah dan lahan kering.

Lahan Kering mendominasi luas lahan di Indonesia. Pada tahun 2007, hampir 82

persen dari luas lahan keseluruhan merupakan lahan kering dan hampir semua

pulau didominasi oleh lahan kering (Lampiran 1). Dengan demikian lahan kering

merupakan salah satu sumberdaya lahan yang mempunyai potensi besar untuk

mendukung pembangunan pertanian di Indonesia, baik ditinjau dari luas areal

maupun peluang produksi komoditas yang diusahakan. Peluang produksi tersebut

tidak hanya untuk tanaman pangan tetapi juga untuk tanaman hortikultura,

tanaman industri, dan tanaman perkebunan.Pada usahatani berbasis lahan kering,

usahatani yang paling berkembang adalah pada usahatani tanaman perkebunan,

usahatani komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi dan peternakan khususnya

unggas.

Berbagai usahatani yang dilakukan pada lahan kering dataran tinggi adalah

tanaman semusim dan tahunan seperti teh, kina, kopi, kayu manis dan lainnya.

Tanaman semusim yang dominan ditanam adalah jagung, kentang, ubi jalar,

kubis, tomat, buncis, wortel, tembakau dan berbagai jenis bunga. Beberapa jenis

tanaman seperti kentang, kubis, tomat, cabe, buncis, wortel, dan lainnya hanya

dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik pada ketinggian tempat tertentu,

sehinga terdapat sentra-sentra produksi untuk tanaman-tanaman tersebut. Selain

itu, kemajuan cenderung spesifik lokal dalam arti perkembangan yang cukup

nyata adalah di sentra-sentra produksi sedangkan di wilayah non sentra produksi

Page 16: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

3

kurang berkembang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,

2005).

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil komoditas sayuran

terbesar di Indonesia (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Jenis sayuran

unggulan di Jawa Barat meliputi bawang merah, cabe merah, kentang, kubis, dan

tomat. Diantara komoditas hortikultura lainnya, kentang merupakan tanaman yang

banyak diusahakan petani. Kentang dipilih karena nilai ekonomis kentang yang

tinggi dan harga yang cenderung stabil. Selain itu, kentang merupakan komoditas

yang memiliki daya tahan simpan cukup lama, yaitu sampai 5 tahun (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2003)

Berdasarkan luas tanam per tahun, Kabupaten Bandung dan Garut

merupakan sentra penghasil kentang terbesar di Provinsi Jawa Barat (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2010). Kontribusi kentang di Kabupaten

Bandung dan Garut masing-masing adalah sebanyak 56,52 persen dan 36,53

persen dari total produksi Jawa Barat. Dari kedua sentra produksi kentang

tersebut, pada tahun 2010 Kabupaten Garut memiliki produktivitas yang lebih

tinggi yaitu 21,74 ton/ha dibandingkan dengan Kabupaten Bandung yang hanya

memiliki produktivitas sebesar 20,48 ton/ha. Namun berdasarkan data luas panen,

produksi dan produktivitas, Kabupaten Garut mengalami perkembangan yang

negatif, bahkan pada tahun 2009 dan 2010, persentase penurunan produksi

kentang lebih besar dibandingkan dengan persentase penurunan luas lahan (Tabel

1).

Page 17: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

4

Tabel 1. Perkembangan Produktivitas Kentang di Kabupaten Bandung dan Garut

Tahun 2006-2010

No

Kabupaten

/Kota

Produktivitas (Ton/Ha)

2006 2007 (%)* 2008 (%)* 2009 (%)* 2010 (%)*

1 Bandung 19,55 19,60 0,03 20,21 0,03 20,34 0,01 20,48 0.01

2 Garut 22,67 22,95 0,01 23,30 0,02 23,25 -0,00 21,74 -0.07

Keterangan : * perkembangan

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat (2006-2010)

Luas area panen di Kabupaten Garut cenderung mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebanyak

12,86 persen. Selain itu, produksi kentang dari tahun ke tahun pun mengalami

peningkatan kecuali pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebanyak 13,05

persen. Penurunan produksi kentang yang lebih tinggi daripada penurunan luas

area tanam berimbas pada menurunnya produktivitas kentang sejak tahun 2009

hingga tahun 2010 (Tabel 2).

Tabel 2. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang

di Kabupaten Garut Tahun 2006-2010

Tahun Luas panen

(Ha) (%)*

Produksi

(Ton) (%)*

Produktivitas

(Ton/Ha) (%)*

2006 4.427 100.378 22,67

2007 5.139 16,08 117.942 17,50 22,95 1,22

2008 5.833 13,50 135.910 15,23 23,30 1,52

2009 5.083 -12,86 118.175 -13,05 23,25 -0,22

2010 6.442 26,74 140.029 18,49 21,74 -6,50

Keterangan : * perkembangan

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat (2006-2010)

Penyebab penurunan produktivitas kentang ini diduga adanya dipengaruhi

beberapa faktor seperti cuaca, perubahan iklim, dan tingkat efisiensi faktor

produksi yang masih kurang efisien, serta degradasi lingkungan. Selain itu, faktor

lain yang diduga sangat berpengaruh adalah karena terjadinya erosi. Erosi

menyebabkan banyak unsur hara dan bahan organik tanah hilang melalui sedimen

yang terangkut aliran permukaan, pencemaran tanah, air, dan lingkungan.

Page 18: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

5

Sehingga untuk mengatasinya petani memberikan pupuk dan pestisida dalam

dosis tinggi (Haryati dan Erfandi, 2011). Oleh karena itu, untuk melestarikan

sumber daya lahan didaerah-daerah sentra produksi ini perlu dilakukan

pengelolaan lahan yang tepat dengan menerapkan tindakan konservasi tanah

(Katharina, 2007a).

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Garut merupakan salah satu tempat yang memanfaatkan lahan

pegunungan untuk pertanian. Jenis tanah andisol yang mendominasi bagian utara

Kabupaten Garut memberikan peluang terhadap potensi usaha sayur mayur.1

Sifat-sifat tanah tersebut cukup baik, namun karena terletak pada lereng yang

curam, disertai curah hujan yang tinggi (>2000 mm th-1

) dan pengusahaan yang

intensif, maka kepekaan tanahnya terhadap erosi sangat tinggi (Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Sehingga walaupun

menguntungkan, namun usahatani tanaman semusim pada lahan pegunungan,

memiliki dampak negatif.

Menurut Abdurrachman dan Sutono dalam Katharina (2007a), di areal

pertanian, proses erosi banyak terjadi pada lahan berlereng yang dikelola untuk

budidaya tanaman semusim yang tidak dilengkapi dengan tindakan-tindakan

konservasi tanah. Hal ini terjadi karena pengelolaan tanah dilakukan pada waktu

sebelum tanam, dan setelah panen, sehingga tanah menjadi terbuka terhadap

pukulan air hujan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,

2005). Akibat langsung dari besarnya erosi adalah produktivitas lahan yang

cenderung turun (Arsyad, 2000), hal ini ditunjukkan oleh produksi yang

1 http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/details/sekilas_geografi_kondisi_tanah

Page 19: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

6

cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, seperti ditunjukkan pada

pertanaman kentang di Kabupaten Garut.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi yang dapat menahan laju

erosi dan memperbaiki produktivitas tanaman kentang. Menurut Dewi dan

Hendayana (2002) keberhasilan penerapan konservasi di lahan kering mampu

menciptakan kondisi lahan yang kondusif untuk menghasilkan produksi secara

lestari dan terpeliharanya produktivitas lahan sehingga pada akhirnya berpengaruh

positif pada peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada tahun 2006 menteri

pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

47/Permentan/Ot.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada

Lahan Pegunungan (Departemen Pertanian, 2006).

Namun pada praktiknya, di Kabupaten Garut, sebagian besar petani belum

menerapkan praktek konservasi tanah. Tidak diterapkannya kaidah-kaidah

konservasi oleh petani sangat dipengaruhi oleh kondisi finansial petani

(Sabarman, 2006) dan faktor sosio-kultural, meliputi kurangnya sumberdaya yang

layak, tenaga kerja, kematangan perencanaan, dan peralatan (Joseph et al, 2012).

Selain itu, rendahnya penerapan teknik konservasi tanah pada usahatani sayuran

dataran tinggi disebabkan berbagai alasan seperti tingginya biaya pembuatan dan

pemeliharaan (Lapar et al, 1999), kekhawatiran akan menurunnya produksi

tanaman sayuran akibat terjadinya peningkatan kelembaban tanah dan

berkurangnya populasi tanaman (Haryati dan Erfandi, 2011). Petani mengggap

bahwa penerapan teknik konservasi hanya memberikan tambahan kerja, tetapi

tidak memberikan tambahan pendapatan (Ladamay, 2010).

Page 20: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

7

Selain erosi, saat ini pertanian sayuran di lahan pegunungan dihadapkan

kepada masalah besarnya pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan

sehingga menyebabkan usahatani relatif tidak efisien. Praktek pemupukan di

tingkat petani sangat bervariasi, mulai dari input rendah, sampai sangat tinggi.

Sering kali suatu jenis unsur diberikan secara berlebihan sedangkan unsur lain

diberikan kurang dari yang semestinya sehingga efisiensi penggunaan pupuk

menjadi rendah. Pemberian satu atau dua unsur yang berlebihan sering disebabkan

oleh pemberian pupuk yang hanya berdasarkan kebiasaan atau berdasarkan

rekomendasi dari produsen pupuk (Haryati dan Erfandi, 2011).

Pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan ini akan menyebabkan

produktivitas lahan menurun dan menambah biaya yang harus dikeluarkan. Hal

lainnya adalah kecilnya kepemilikan lahan usahatani, status kepemilikan,

sehingga sayuran yang dihasilkan menjadi tidak optimal dan efisien. Selain lahan,

faktor sumber daya manusia khususnya dikaitkan dengan kapabilitas manajerial

petani juga menyebabkan inefisiensi produksi. Kapabilitas manajerial petani ini

akan menentukan rasionalitas petani dalam mengambil keputusan dalam

pengelolaan usahataninya (Nahraeni, 2012).

Dari penjabaran di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini, yaitu:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan petani kentang dataran

tinggi untuk mengadopsi konservasi?

2. Bagaimana nilai ekonomi konservasi dari usahatani kentang dataran

tinggi?

Page 21: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

8

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani kentang

dataran tinggi untuk mengadopsi konservasi

2. Menghitung nilai ekonomi konservasi dari usahatani kentang dataran

tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaaat akademik yang

memperkaya penelitian ekonomi pertanian. Selain itu, hasil penelitian diharapkan

dapat memberikan manfaat praktis bagi para pengambil kebijakan dan pemerhati

pertanian dalam pengembangan pertanian di lahan kering, sehingga dapat

dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan petani kentang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

petani untuk mengadopsi pola konservasi dengan komoditas kentang sebagai

obyek penelitian. Analisis hanya dilakukan untuk satu musim tanam kentang

dalam rentang waktu antara Juli 2010 – Juni 2011. Penelitian dilakukan di

Kecamatan Pasirwangi sebagai salah satu sentra produksi kentang terbesar di

Kabupaten Garut.

Page 22: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan kering

Lahan kering dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak

pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun

atau sepanjang tahun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,

2005). Berdasarkan penggunaan lahan untuk pertanian, Badan Pusat Statistik

(BPS) mengelompokkan luas lahan kering menjadi lahan tegal atau kebun, ladang

atau huma, lahan sementara tidak diusahakan, dan rawa yang tidak ditanami.

Kadekoh (2007) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan

kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah

tergenang sepanjang tahun. Sementara menurut Minardi (2009), lahan kering

umumnya selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk-bentuk usahatani bukan

sawah yang dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) sebagai lahan atas (upland) atau lahan yang terdapat di wilayah kering

(kekurangan air) yang tergantung pada air hujan sebagai sumber air.

2.1.1 Jenis Lahan Kering

Berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dan topografi, lahan kering

dibedakan menjadi dataran rendah (elevasi < 700 m dpl.) dan dataran tinggi

(elevasi > 700 m dpl.), dengan luasan masing-masing sebesar 87,3 juta Ha dan

56,7 juta Ha. Lahan kering dataran rendah pada umumnya datar berombak,

berombak bergelombang, dan berbukit, sedangkan lahan kering dataran tinggi

umumnya bergelombang, berbukit, sampai bergunung (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Berdasarkan relief atau bentuk

wilayah, lahan kering dibedakan menjadi lahan datar berombak dengan lereng 3-8

Page 23: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

10

persen, berombak bergelombang dengan lereng 8-15 persen, berbukit dengan

lereng 15-30 persen, dan bergunung dengan lereng 30 persen. Berdasarkan

kondisi iklim, lahan kering dibedakan menjadi lahan iklim basah dan iklim kering.

Lahan kering dataran rendah berada pada kondisi iklim basah pada ketinggian 700

m dpl dengan curah hujan tinggi (> 1500 mm/th) dengan masa hujan relatif

panjang. Sedangkan iklim kering mempunyai curah hujan relatif rendah (< 1500

mm/th) dengan masa curah yang pendek (3,5 bulan) (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005).

2.2. Erosi

Pertanian lahan kering umumnya terdapat di daerah hulu (up land) hingga

daerah-daerah pertengahan dengan keadaan lahan yang berlereng (Harijaya 1995

dalam Ladamay 2010). Keadaan lahan seperti ini merupakan salah satu faktor

penyebab terjadinya erosi dan aliran permukaan yang berlebihan. Erosi adalah

peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu

tempat ke tempat lain oleh media alami (air atau angin). Erosi dapat menyebabkan

terdegradasinya lahan melalui hilang atau terkikisnya lapisan tanah atas, sehingga

dapat berdampak buruk terhadap tanah. Dampak buruk dari erosi ada dua, yaitu

dampak di tempat kejadian erosi (on-site) dan dampak di luar tempat kejadian

erosi (off-site). Dampak langsung erosi on-site antara lain kehilangan lapisan

tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman, kehilangan unsur hara dan

kerusakan struktur tanah, rusaknya bangunan konservasi atau bangunan lainnya,

dan turunnya pendapatan petani. Dampak tidak langsung erosi on-site adalah

berkurangnya alternatif penggunaan tanah, timbulnya dorongan membuka lahan

baru, serta munculnya biaya lain untuk perbaikan lahan dan bangunan yang rusak.

Page 24: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

11

Dampak langsung diluar tempat kejadian erosi (off-site) adalah pelumpuran dan

pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya, tertimbunnya lahan

pertanian, jalan, dan bangunan lainnya, rusaknya mata air dan kualitas air,

rusaknya ekosistem perairan serta meningkatnya frekuensi masa kekeringan.

Dampak tidak langsung erosi off-site yaitu kerugian akibat memendeknya umur

waduk, meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir (Arsyad, 2000).

Erosi yang terbanyak terjadi adalah erosi yang disebabkan oleh air. Erosi

oleh air terjadi dimana tanahnya terbuka terhadap terpaan butir air hujan (erosi

percikan), terhadap aliran air yang meluas sehingga terkikisnya permukaan tanah

secara merata (erosi kulit), atau terhadap aliran air yang terkumpul dalam suatu

alur (erosi alur dan erosi parit). Menurut Rahim (2003) terdapat tiga faktor utama

yang dapat mempengaruhi erosi, yaitu: (1) energi, meliputi hujan, air limpasan,

angin, kemiringan, dan panjang lereng, (2) ketahanan, meliputi erodibilitas tanah

(ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah),dan (3) proteksi yaitu penutupan

tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi.

Selain itu, Arsyad (2000) mengemukakan bahwa pada dasarnya faktor-

faktor penyebab erosi dibedakan atas; (1) faktor-faktor yang dapat diubah oleh

manusia seperti tumbuhan yang tumbuh diatas tanah, sebagai sifat-sifat tanah

seperti kesuburan, ketahanan agregat, kapasitas infiltrasi dan panjang lereng, serta

(2) faktor-faktor yang tidak dapat diubah seperti iklim, tipe tanah dan kecuraman

lereng. Pengendalian erosi sangat bergantung pada pengelolaan yang baik melalui

upaya penutupan lahan atau penanaman tanaman penutup tanah yang baik disertai

dengan penyeleksian tindakan pembajakan atau pengelolaan tanah yang tepat.

Page 25: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

12

2.3. Biaya Erosi Tanah

Dampak erosi tanah di lokasi yang terpenting adalah berkurangnya

kesuburan tanah akibat hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah,

berkurangnya kedalaman lapisan tanah atas (topsoil), dan menurunnnya kapasitas

tanah untuk menahan air yang selanjutnya juga akan menyebabkan penurunan

produktivitas lahan yang terkena erosi. Sedangkan dampak erosi tanah di luar

lokasi adalah merupakan nilai sekarang dari manfaat ekonomi yang hilang akibat

erosi lahan (Katharina, 2007a).

Menurut Barbier (1996), dari persfektif petani, ada dua komponen utama

yang menjadi biaya dari erosi tanah, yaitu biaya langsung dan output yang hilang.

Biaya langsung adalah biaya bagi petani untuk upaya (contohnya tenaga kerja),

material, peralatan, struktur fisik, dan sebagainya yang dibutuhkan untuk

melakukan konservasi tanah. Output yang hilang adalah kehilangan dari output

saat ini karena menggunakan lebih sedikit tanah atau lahan saat ini.

Pendekatan yang umum digunakan untuk menghitung biaya erosi tanah di

lokasi (on site), menurut Barbier (1996) antara lain adalah pendekatan perubahan

produktivitas (productivity change approach) dan pendekatan biaya pengganti

(replacement cost approach). Menurut pendekatan perubahan produktivitas, biaya

erosi tanah di lahan usahatani setara dengan nilai produktivitas yang hilang yang

dinilai sesuai dengan harga pasar. Dengan kata lain, perubahan produktivitas

merupakan perbedaan hasil panen antara lahan yang mempunyai tingkat erosi

tinggi dan erosi rendah. Metode pendugaan biaya erosi tanah dengan pendekatan

biaya pengganti (replacement cost approach) adalah mengukur unsur hara tanah

yang hilang melalui erosi dan menghitung nilai unsur hara tanah yang hilang yang

Page 26: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

13

ditunjukkan dengan penggunaan pupuk. Pendekatan biaya pengganti didasarkan

pada asumsi bahwa erosi tanah dan aliran permukaan menyebabkan terjadinya

pencucian hara dan efektivitas pupuk bagi tanaman lebih rendah yang pada

akhirnya akan menyebabkan penurunan produksi. Pemberian pupuk buatan atau

pupuk organik, pergiliran tanaman dengan tanaman leguminosa dan menghindari

dari pembakaran vegetasi atau sisa-sisa tanaman terus-menerus adalah cara-cara

untuk mencegah kerusakan dan memulihkan kesuburan tanah (Arsyad, 2000).

2.4. Konservasi

Salah satu cara pengendalian erosi yang tepat untuk digunakan yaitu

dengan melakukan konservasi tanah. Konservasi tanah adalah penempatan setiap

bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah

tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar

tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2000). Selain untuk mencegah kerusakan

tanah oleh erosi, usaha konservasi tanah ditujukan untuk memperbaiki tanah yang

rusak, dan memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat

dipergunakan secara lestari. Selanjutnya, menurut Arsyad (2000), konservasi

tanah tidak berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan

tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan

memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah

dapat berfungsi secara lestari.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

(2005), teknik pengendalian erosi dapat dibagi dua, yaitu mekanis dan biologis

atau vegetatif. Namun keduanya sering digabung sehingga lebih efektif.

Pengendalian erosi secara mekanis dapat dilakukan dengan menerapkan teras

Page 27: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

14

baku dan teras gulud. Secara teknis, teras baku merupaka pengendalian erosi yang

efektif. Teras baku memotong panjang lereng dan menghambat laju permukaan

aliran permukaan, sehingga pengangkutan partikel-partikel tanah pun terhambat.

Teknik konservasi menggunakan teras gulud dianggap lebih mudah dan lebih

sederhana dalam pembuatannya dibanding teras baku. Teras gulud merupakan

modifikasi dari guludan untuk bertanam ubi jalar pada lahan-lahan datar yang

diterapkan pada lahan miring. Secara vegetatif, teknik pengendalian erosi yang

dapat digunakan adalah strip rumput, mulsa, tanaman penutup tanah, olah tanah

konservasi, dan pertanaman lorong,

2.5. Konsep Usahatani

Menurut Prof. Tb. Banchtiar Rifai (1960) dalam Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan (1983), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun

(organisasi) dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di

lapangan pertanian. Soekartawi et al. (1985) menyatakan bahwa usahatani

merupakan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan,

kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya.

Pada awalnya manusia mengenal usaha bertani dengan cara-cara yang sederhana

dengan tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga sendiri

(subsisten). Disini, bertani dipandang sebagai suatu cara hidup (way of life)

daripada suatu bisnis (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983).

2.5.1 Konsep Pendapatan Usahatani

Berusahatani akan dinilai pada biaya yang dikeluarkan dan penerimaan

yang diperoleh oleh petani. Selisih antara keduanya merupakan pendapatan yang

akan diperoleh untuk usahanya. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki

Page 28: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

15

nilai positif dan semakin besar nilainya maka semakin baik, meskipun besar

pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan

yang besar mungkin saja diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kewajiban membayar

bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lain

termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga kelestarian

usahanya (Suratiyah, 2011). Beberapa istilah yang biasanya dipergunakan dalam

menganalisis pendapatan usahatani menurut Soekartawi et al. (1985), yaitu:

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan

produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani

dan pengeluaran tunai usahatani

4. Penerimaan kotor usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu

tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

5. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau

dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

6. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani

dengan pengeluaran total usahatani.

Menurut Soekartawi (2002) Biaya usahatani dapat di bedakan atas:

1. Biaya tunai, merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, meliputi

biaya tetap misalnya pajak, dan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk

bibit, obat-obatan dan biaya untuk pembayaran tenaga kerja luar keluarga.

Page 29: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

16

2. Biaya yang diperhitungkan, merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai

dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi

yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti biaya untuk

sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga

kerja keluarga yang dinilai berdasarkan upah yang berlaku, penggunaan benih

dari hasil produksi sebelumnya dan penyusutan dari sarana produksi.

Analisis terhadap pendapatan usahatani juga dapat digunakan untuk

mengukur efisisensi usahatani terhadap penerimaan yang diperoleh untuk setiap

rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Rasio atau R-C Rasio). Analisis R-C rasio

digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan

keuntungan finansial, yang menunjukan besarnya penerimaan yang diperoleh

dengan pengeluaran tertentu dalam satu satuan biaya. Semakin besar nilai R-C

rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap

rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan

usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan.

Kelayakan usahatani berdasarkan besarnya nilai R-C rasio dapat dikatakan

layak apabila nilai R-C rasio lebih besar dari satu, nilai ini berarti setiap tambahan

biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih

besar daripada tambahan biayanya. Secara sederhana kegiatan usahatani tersebut

dapat dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Sebaliknya, apabila nilai

rasio R-C rasio lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan

tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan

tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R-C sama dengan satu, maka

kegiatan usahatani tidak mendapatkan keuntungan atau kerugian

Page 30: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

17

2.5.2 Usahatani Kentang Kabupaten Garut

Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di Jawa

Barat yang banyak ditanam di daerah dataran tinggi karena kentang cocok

ditanam pada ketinggian 500-3000 mdpl. Selain itu, tanaman kentang cocok

ditanam pada jenis tanah Andosol dan Grumosol dengan tekstur sedang dan

struktur gembur, dengan pH tanah 5,0 – 6,5. kondisi iklim yang cocok untuk

tanaman kentang adalah tempat dengan curah hujan 1000 mm/th dan temperatur

15-25°C (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2003) .

Jawa Barat mengalami penurunan luas panen tanaman kentang sejak tahun

2007 hingga tahun 2011. Hal ini diikuti dengan penurunan produksi pada tahun

yang sama. Namun, pada tahun 2009 luas panen dan produksi kentang mengalami

peningkatan, masing-masing 10,60 persen dan 9,84 persen dari jumlah tahun

2008. Berbeda dengan luas panen dan produksi, produktivitas tanaman kentang di

Jawa Barat mengalami peningkatan sejak tahun 2007 hingga tahun 2008, namun

terus mengalami penurunan sejak tahun 2009 hingga tahun 2011. Hal ini terjadi

karena pada tahun 2007 dan 2008, laju penurunan luas panen lebih besar dari laju

penurunan produksi. Sedangkan pada tahun 2009 hingga 2011, laju penurunan

luas panen lebih kecil daripada laju penurunan produksi (Tabel 3).

Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Jawa Barat Tahun

2006-2011

Tahun Luas Panen

(Ha)

Perubahan

(persen)

Produksi

(Ton)

Perubahan

(persen)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Perubahan

(persen)

2006 17.242

349.157

20,25

2007 16.479 - 4,43 337.369 -3,38 20,47 1,10

2008 13.873 -15,81 294.564 -12,69 21,23 3,71

2009 15.344 10,60 323.543 9,84 21,09 -0,69

2010 13.553 -11,67 275.100 -14,97 20,30 -3,74

2011 11.327 -16,42 220.154 -19,97 19,44 -4,25

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat (2010-2011)

Page 31: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

18

Jawa Barat memiliki beberapa sentra produksi kentang, yaitu di Bandung

dan Garut, dengan kecamatan utama yaitu Lembang, Kertasari dan Cimenyan

untuk Kawasan Bandung, dan Pasirwangi, Cikajang, Cisurupan, Samarang, dan

Bayongbong untuk Kawasan Garut. Selain itu, pada tahun 2010 Jawa Barat

sedang mengembangkan Majalengka, Bandung Barat, Kuningan, Cianjur, dan

Sumedang untuk menjadi sentra produksi kentang (Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Jawa Barat, 2010).

Kabupaten Garut merupakan penghasil kentang terbesar kedua di Jawa

Barat setelah Kabupaten Bandung. Namun, dibandingkan dengan Kabupaten

Bandung, Kabupaten Garut memiliki produktivitas yang lebih tinggi sejak tahun

2006 hingga 2010 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2010).

Pada tahun 2010, dengan luas panen 6.442 hektar, produksi kentang yang

dihasilkan di Kabupaten Garut adalah 140,029 ton. Dengan kata lain pada tahun

2010 produktivitas kentang adalah 21,74 Ton/Hektar. Produksi ini masih dapat

dikembangkan, karena Kabupaten Garut masih memiliki 3400 hektar area yang

masih berpotensi untuk ditanami kentang (Dinas Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Garut, 2009).

2.6. Adopsi Inovasi

Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang. Pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental sejak seorang

mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau

menolaknya, dan proses itu memerlukan waktu (Rogers dan Schoemaker, 1986

dalam Nahraeni, 2000). Dalam hal mengambil keputusan, seseorang dapat

menerima atau menolak inovasi. Bila ia menerima inovasi (mengadopsi) artinya ia

Page 32: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

19

menggunakan ide baru, barang baru, dan praktek baru dan menghentikan ide-ide

yang digantikan oleh inovasi itu. Namun, sebelum mengambil keputusan inovasi,

biasanya petani memperoleh keyakinan akan keberhasilan metode itu. Terdapat

lima tahap proses adopsi yaitu (Rogers dan Schoemaker, 1986 dalam Nahraeni,

2000) :

1. Tahap kesadaran; seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi

kekurangan informasi mengenai hal itu.

2. Tahap menaruh minat; seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi dan

mencari informasi lebih banyak mengenai inovasi tersebut.

3. Tahap penilaian; seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru tersebut

dihubungkan dengan situasi dirinya sendiri saat ini dan masa datang

mencobanya atau tidak.

4. Tahap percobaan; seseorang menerapkan ide-ide baru itu dalam skala kecil

untuk menentukan kegunaan apakah sesuai dengan situasi dirinya.

5. Tahap penerimaan (adopsi); seseorang menggunakan ide baru itu secara tetap

dalam skala yang luas.

2.7. Pengambilan Keputusan Adopsi

Penerapan teknik pengendalian erosi pada lahan-lahan pertanian pada

umumnya belum memadai baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga sistem

pertanian yang lestari dan berwawasan lingkungan belum tercapai. Aspek-aspek

sosial dan ekonomi, termasuk peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan

kelembagaan penyuluhan, khususnya penyuluh konservasi tanah, perlu mendapat

perhatian yang lebih besar (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Page 33: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

20

Agroklimat, 2005). Namun, peran yang paling penting tetap dipegang oleh para

petani sebagai pelaku utama di sektor pertanian.

Reijntjes et al. (1992) menyatakan bahwa cara yang ditempuh suatu rumah

tangga petani dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha tani tergantung

pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya jumlah anggota

keluarga, usia, kondisi kesehatan, kemampuan, keinginan, kebutuhan, pengalaman

bertani, pengetahuan, dan keterampilan serta hubungan antaranggota rumah

tangga. Selain itu, pengambilan keputusan dalam rumah tangga petani meliputi

faktor-faktor yang kompleks, termasuk ciri biofisik usahatani, ketersediaan dan

kualitas input luar dan jasa serta proses sosioekonomi dan budaya di dalam

masyarakat. Tujuan suatu rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil

usahatani merupakan pusat sekaligus obyek pengambilan keputusan. Rumah

tangga petani secara bersama memiliki berbagai macam tujuan yang bisa

digolongkan sebagai produktivitas, keamanan, kesinambungan, dan identitas.

Menurut Pattanayak et al. (2003) terdapat lima faktor yang mempengaruhi

adopsi teknologi pertanian dan kehutanan, yaitu:

1. Preferensi petani, secara eksplisit efek dari preferensi petani sulit untuk

diukur, maka digunakan pendekatan berdasarkan faktor sosial demografi

seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial. Masih terdapat

berbagai pertentangan akan pendekatan mana yang terbaik, sebagai contoh

adalah faktor pendidikan digunakan untuk mengukur opportunity cost

terhadap pekerja pada investasi teknologi agroforestri

2. Resources endowment, digunakan untuk mengukur ketersediaan sumberdaya

pada adopsi teknologi untuk diimplementasikan pada teknologi baru. Contoh:

Page 34: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

21

kepemilikan aset, seperti lahan, tenaga kerja, ternak, dan tabungan. Umumnya

resources endowment memiliki korelasi positif dengan adopsi teknologi

3. Insentif pasar, merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya

atau tingginya penerimaan dari adopsi teknologi. Insentif pasar fokus pada

faktor-faktor ekonomi seperti harga, ketersediaan pasar, transportasi dan

pendapatan potensial. Faktor ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan

sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap adopsi teknologi

4. Faktor biofisik, faktor ini diharapkan dapat mempengaruhi proses produksi

yang berhubungan dengan pertanian dan kehutanan. Contohnya kualitas

lahan, kemiringan lahan dan ukuran lahan. Umumnya jika kondisi biofisik

rendah (seperti tingginya tingkat erosi) akan berkorelasi positif dengan

kesediaan untuk menerima adopsi teknologi.

5. Resiko dan ketidakpastian, faktor ini memperlihatkan ketidaktahuan pasar

dan pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat. Dalam jangka pendek contoh

dari resiko dan ketidakpastian adalah fluktuasi harga komoditi, output dan

curah hujan. Pada jangka panjang contohnya adalah hak sewa menyewa yang

tidak aman. Adopsi teknologi akan menurunkan resiko dan ketidakpastian

pada investasi pertanian dan kehutanan selama periode pertumbuhan.

Lionberger (1968) dalam Indraningsih (2010) mengidentifikasikan faktor-

faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi yakni:

1. Umur: petani yang lebih tua kurang menerima perubahan dibandingkan

petani yang lebih muda.

2. Pendidikan: melalui pendidikan meningkatkan pengetahuan tentang teknologi

pertanian yang baru, diasumsikan lembaga pendidikan memfasilitasi

Page 35: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

22

pembelajaran, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung

semakin mudah menerima praktek-praktek baru.

3. Karakteristik psikologis: rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatism,

orientasi pada usahatani dan kemudahan inovasi. Ketika rasionalitas

didefinisikan sebagai keuntungan maksimum dalam usahatani, ini mungkin

dilakukan sebagai peubah antara (intervening variable) antara kontak dengan

penyuluh dan adopsi praktek-praktek baru pertanian. Dengan kata lain,

sumber informasi pertanian yang dapat dipercaya, dapat mempengaruhi

seseorang untuk mengadopsi praktek-praktek baru.

4. Pendapatan usahatani: semakin tinggi pendapatan usahatani, maka petani

cenderung lebih cepat mengadopsi inovasi.

5. Luas usahatani: semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi,

karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.

6. Prestise dalam masyarakat: semakin tinggi prestise seseorang cenderung

semakin cepat mengadopsi praktek-praktek pertanian yang baru (demi

mendapatkan simbol status).

7. Sumber informasi yang digunakan, golongan inovatif cenderung banyak

memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti instansi pemerintah (dinas-

dinas terkait), perguruan tinggi dan lembaga penelitian pertanian. Sebaliknya

masyarakat yang kurang inovatif bergantung pada informasi sesama petani.

8. Sifat-sifat dasar praktek: semakin rumit suatu inovesai maka akan semakin

lambat tingkat adopsinya. Berikut contoh yang paling cepat diterima, hingga

yang paling rumit:

Page 36: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

23

a. Perubahan hanya dibahan dan alat, tanpa perubahan di teknik atau

pelaksanaan (misalkan : varietas baru suatu benih)

b. Perubahan dalam pelaksanaan, dengan atau tanpa perubahan dalam alat

atau bahan (misal: perubahan dalam rotasi tanaman)

c. Perubahan dalam teknik-teknik atau pelaksanaan baru (misal: contour

cropping)

d. Perubahan total kegiatan usaha (misal dari usaha tanaman ke peternakan)

Secara umum kecepatan adopsi juga dipengaruhi oleh penerapan praktek

pertanian, seperti:

a. Praktek baru yang memerlukan modal besar cenderung lebih lambat

diadopsi dibading modal kecil.

b. Lebih sesuai dengan kegiatan yang telah dipraktekan, maka akan lebih

cepat diadopsi.

c. Ciri-ciri atau praktek yang siap dikomunikasikan dengan metode

konvensional yang digunakan oleh petani akan lebih cepat diadopsi

d. Lebih sulit untuk mengambil keputusan dan konsekuensi berikutnya,

lebih lambat diadopsi

e. Praktek yang rumit dan mahal yang dapat dilakukan dalam waktu singkat

akan memungkinkan diadopsi lebih cepat daripada yang tidak mungkin

dilakukan.

9. Interaksi faktor-faktor yang berhubungan: beberapa faktor tersebut diatas

dapat dikombinasikan untuk menjelaskan tingkat kecepatan adopsi suatu

inovasi.

Page 37: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

24

2.8. Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan adopsi teknologi konservasi

telah banyak dilakukan di beberapa lokasi seperti Pangalengan, Garut, dan

Gunung Kidul. Selain itu, topik mengenai adopsi teknologi konservasi pun telah

dilakukan di berbagai Negara seperti Zimbabwe dan Sri Lanka.

Pertanian komunal dihadapkan pada tantangan mengupayakan

peningkatan produksi sebaik seperti melestarikan sumberdaya alam. Produktivitas

yang rendah, degradasi lahan, sumberdaya pertanian yang tidak memenuhi syarat,

dan ketidaklayakan teknik pertanian menandai pertanian komunal di Zimbabwe.

Joseph et al. (2012) melakukan penelitian untuk memastikan faktor apa yang

mempengaruhi adopsi praktik konservasi pertanian di area pertanian komunal

Madziva, Zimbabwe, dan menilai efisiensi ekonomi dan efisiensi teknis dari

praktik konservasi tersebut. Fungsi produksi transidental digunakan untuk

mengestimasi efisiensi ekonomis dan efisiensi teknis, sedangkan untuk menetukan

faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan adopsi konservasi digunakan model

regresi logit.

Berdasarkan data dari 75 petani terpilih, didapat nilai Marginal Physical

Product (MPP) dan Value of Marginal Product (VMP) yang masing-masing

mengindikasi efisiensi teknis dan ekonomis. Teknik konservasi pertanian efisien

secara teknis karena MPP > 0, dan nilai VMP menunjukkan terjadinya efisiensi

ekonomi. Petani dapat menutupi investasi awal mereka dalam satu atau dua tahun,

sehingga investasi dalam konservasi pertanian dikatakan berhasil. Namun, hanya

27 persen petani yang mengadopsi konservasi pertanian. Usia, luas lahan, dan

Page 38: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

25

lama pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan adopsi

teknologi konservasi.

Menurut Lapar dan Pandey (1999) degradasi lahan di dataran tinggi Asia

adalah sebuah masalah yang serius yang menjadi kendala dalam keberlanjutan

dalam pertanian. Meskipun beberapa teknologi konservasi lahan sudah dibangun

dan dipromosikan, namun adopsinya belum tersebar. Sebuah analisis ekonomi

mikro dari adopsi konservasi kontur oleh petani dataran tinggi di Philipina

dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang menentukan adopsi. Hasil empiris

dengan menggunakan model probit menunjukkan bahwa adopsi dipengaruhi oleh

beberapa karakteristik usahatani dan petani dan kepentingan relatif dari faktor

tersebut berbeda untuk setiap daerah. Biaya tinggi saat pembuatan, perawatan dan

kehilangan lahan untuk konservasi dianggap sebagai kendala utama untuk

melakukan adopsi oleh non-adopter.

Komoditas kentang merupakan tanaman yang menarik secara ekonomi,

tetapi menyebabkan erosi tanah di daerah perbukitan di Nuwara Eliya, Sri Lanka.

Untuk mengatasi terjadinya erosi yang serius dibutuhkan program konservasi

tanah. Namun, belum ada penelitian tentang konservasi tanah dan tingkat adopsi

konservasi tanah. Oleh karena itu, Bandara dan Thiruchelvam (2008)

menganalisis faktor yang mempengaruhi pemilihan adopsi praktik konservasi

tanah oleh petani kentang di Nuwara Eliya, Sri Lanka. Tujuan dari penelitian ini

mencari perbedaan tentang konservasi tanah, tingkat adopsi, dan faktor sosial

ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani di Nuwara Eliya. Analisis data

menggunakan multinomial logit. Hasil menyatakan bahwa 30 persen, 52 persen,

dan 18 persen dari petani kentang mengkonservasi tanahnya pada tingkat baik,

Page 39: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

26

rata-rata dan buruk. Tingkat adopsi konservasi lahan yang baik dapat

meningkatkan produksi kentang dan pendapatan petani kentang. Biaya usahatani

dipengaruhi oleh adopsi program konservasi petani. Peluang adopsi dipengaruhi

positif dan signifikan oleh pendidikan, dan luas lahan. Sekitar 60 persen dari

petani kentang mempunyai pendirian yang baik kearah pentingnya meningkatkan

konservasi tanah. Kepemilikan lahan merupakan faktor penting untuk konservasi

lahan. Pendekatan training (pelatihan), penyuluhan, dan subsidi konservasi

direkomendasikan untuk meningkatkan konservasi lahan guna keberlanjutan

pengusahaan kentang.

Katharina (2007a) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan petani kentang untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi di

Pangalengan Jawa Barat. Hasil analisis menggunakan model logit menunjukkan

kecuraman lereng, status lahan dan jumlah anggota keluarga dewasa berpengaruh

secara nyata terhadap keputusan petani sayuran untuk mengadopsi sistem

pertanian konservasi. Kecuraman lereng berpengaruh positif terhadap peluang

adopsi konservasi. Semakin curam lereng lahan yang diusahakan, semakin tinggi

peluang petani mengadopsi teknik konservasi tanah. Status lahan sewa

berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi dan mengurangi peluang

petani untuk melakukan adopsi konservasi tanah. Jumlah anggota keluarga di

Pangalengan berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi. Semakin

besar jumlah angkatan kerja tersedia dalam keluarga, semakin rendah peluang

untuk mengadopsi teknik konservasi tanah.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2006) bertujuan untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk

Page 40: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

27

mengkonservasi atau tidak mengkonservasi lahan dan untuk mengevaluasi secara

simultan pengaruh keputusan mereka terhadap output. Penelitian menggunakan

data petani sawah sekitar Taman Nasional Lore Lindu. Hasil penelitian

menunjukkan hanya 13,5 persen petani yang mengkonservasi lahannya. Hasil dari

spesifikasi logit, faktor yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani

mengkonservasi (atau tidak mengkonservasi) adalah jumlah output yang

dihasilkan, persepsi kualitas lahan, jumlah anggota keluarga petani, dan usia

petani. Dengan menggunakan pendekatan instrument variabel ditemukan bahwa

keputusan untuk mengkonservasi atau tidak, mempengaruhi secara nyata terhadap

jumlah output yang dihasilkan. Output juga dipengaruhi oleh luas areal dan

jumlah kredit. Salah satu saran yang diajukan agar usahatani berkelanjutan adalah

pemerintah memperbaiki akses petani terhadap kredit mikro.

Keuntungan finansial dari konservasi pertanian belum dapat diprediksi.

Walaupun biaya yang dikeluarkan untuk konservasi pertanian lebih kecil

dibandingkan dengan pertanian konvensional, tetapi hasil yang didapatkan sangat

berfluktusi pada wilayah yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Hardjanto

(2010), pendapatan usahatani konservasi di Kecamatan Pangalengan, Jawa Barat

lebih kecil daripada pendapatan usahatani non-konservasi. Hal ini terjadi karena

belum diperhitungkannya nilai jasa lingkungan.

Sabarman (2006) meneliti aspek ekonomi (fungsi produksi) usahatani akar

wangi, yaitu pola petani, introduksi, dan konservasi. Hasil analisis finansial dari

ketiga pola menunjukkan bahwa pola usahtani petani, introduksi, dan konservasi

layak untuk dikembangkan karena B-C rasio > 1, NPV positif dan IRR di atas

bunga bank (15 persen/tahun). Berdasarkan penelitian, dari ketiga pola tersebut,

Page 41: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

28

pola konservasi memeberikan pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp 17.220.000

pertahun diikuti oleh pola usahatani petani dengan pendapatan Rp 13.740.000

pertahun. Sedangkan pola usahatani introduksi menghasilkan pendapatan sebesar

Rp 10.185.000 pertahun dengan luasan satu hektar.

Selain dapat mempengaruhi pendapatan petani, kegiatan konservasi lahan

pun dapat menurunkan tingkat erosi lahan. Dewi dan Handayana (2002)

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui usaha konservasi tanah

dan air sebagai alternatif upaya peningkatan pendapatan petani di agroekosistem

lahan kering. Penelitian dilakukan di Desa Rejosari Kecamatan Semin kabupaten

Gunung Kidul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teknis, tingkat erosi menurun

antara 3,75 persen sampai 86,68 persen dengan rata-rata 75,20 persen. Dalam

kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat, analisis dilakukan berdasarkan

dampak potensial, yaitu perhitungan dilakukan menggunakan proksi-proksi

keberhasilan tanaman yang diusahakan dalam rangka melakukan konservasi tanah

dan air dalam hutan rakyat. Jika tidak dilakukan konservasi, tanah kering marjinal

di lokasi desa ini tidak produktif sama sekali, sehingga dengan dilakukannya

penanaman tanaman tahunan produkstif yang komersial seperti jambu mete, kayu

akasia, jati, sonokeling, dan mahoni, petani mendapatkan nilai tambah dari lahan

tersebut.

Topik penelitian mengenai perhitungan nilai ekonomi pengendalian erosi

telah dilakukan oleh Yana (2010) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna, kabupaten

Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan dari penelitian tersebut adalah

menentukan nilai ekonomi pengendalian hutan terhadap erosi. Analisis dilakukan

Page 42: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

29

dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan harga barang pengganti, yaitu

melalui harga pupuk yang dibutuhkan untuk mengembalikan kandungan unsur

hara yang hilang. Nilai ekonomi pengendalian erosi melalui pendekatan biaya

pengganti di lima lokasi penelitian seluas 8.060,6 ha sebesar Rp 3.596.806.591

per tahun.

Beberapa penelitian mengenai adopsi sistem konservasi telah banyak

diteliti di berbagai tempat. Namun, di Kecamatan Pasirwangi penelitian mengenai

adopsi konservasi pada usahatani kentang belum pernah dilakukan. Selain itu,

faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani untuk mengadopsi konservasi

merupakan aplikasi dari teori dan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian ini

berbeda dengan penelitian yang telah ada karena menghitung nilai ekonomi dari

sistem konservasi usahatani kentang yang dilakukan petani.

Page 43: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

30

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian merupakan struktur

pelaksanaan penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian

dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

3.1.1. Model Regresi Logit

Di sebagian besar survey mengenai perilaku manusia, tanggapan yang

banyak diberikan berbentuk kualitatif, dapat berupa jawaban ya atau tidak sebagai

pilihan. Peubah kualitatif yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai ini

disebut peubah biner. Ketika satu atau lebih explanatory variabel dalam model

regresi adalah binary, hal ini dapat digambarkan sebagai dummy variable. Namun

ketika dependent variable berupa peubah biner, maka penyelesaiannya akan

menjadi lebih kompleks ketika kita membangun model karena binary choice

model mengasumiskan bahwa individu dihadapkan pada pilihan diantara dua

alternatif pilihan yang tergantung pada karakteristik mereka. Untuk

menyelesaikan masalah yang memiliki pilihan biner, terdapat beberapa model

yang dapat digunakan, yaitu: liner probability model, model logit, dan model tobit

(Pindyck and Rubinfeld, 1998).

Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani dalam

menerapkan pola konservasi digunakan model fungsi logit. Model logit digunakan

karena dari sisi matematika merupakan fungsi yang sangat fleksibel dan mudah

digunakan serta parameter koefisiennnya mudah diinterpretasikan (Juanda, 2009).

Alat analisis ini telah banyak digunakan Siregar (2006), Katharina (2007a),

Bandara dan Thiruchelvam (2008), dan Joseph et al. (2012). Secara teoritis,

Page 44: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

31

model Logit didasarkan pada cumulative logistic probability function dan

dispesifikasikan menjadi (Pindyck and Rubinfeld, 1998):

Dari persamaan 7, diperoleh

Selanjutnya, dengan membaginya dengan Pi, diperoleh

Dengan mendefinisikan , maka diperoleh:

Dengan menggunakan logaritma natural dari kedua sisi, diperoleh:

Atau dari persamaan (1) diperoleh

Pi = Peluang melakukan pilihan-1

1-Pi = Peluang tidak melakukan pilihan-1

α,β = Parameter dugaan

Xi = Peubah bebas

3.1.2. Pengambilan Keputusan Adopsi

Rogers dan Schoemaker (1986) dalam Nahraeni (2000) menyatakan

bahwa terdapat empat paradigma proses keputusan inovasi yaitu tahap

pengenalan, persuasi, keputusan, dan konfirmasi. Pada tahap keputusan seseorang

Page 45: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

32

terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima dan

menolak inovasi. Rogers (1983) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang

mempengaruhi adopsi, yaitu karakteristik sosialekonomi, karakteristik diri petani,

dan tingkah laku dalam komunikasi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi umur,

pendidikan, tingkat melek huruf, tingkat status sosial, mobilitas sosial, luas lahan,

orientasi ekonomi, akses terhadap kredit, dan spesialisasi. Variabel yang termasuk

kedalam karakteristik diri petani adalah empati, dogmatis, kemampuan berfikir

abstrak, rasionalitas, intelegensi, perilaku kearah perubahan, kemampuan

mengatasi ketidakpastian, sikap yang lebih terhadap pendidikan, sikap yang lebih

terhadap ilmu pengetahuan, fatalism, aspirasi yang lebih tinggi terhadap

pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Tingkah laku dalam komunikasi

terdiri dari beberapa variabel, yaitu partisipasi sosial, keterkaitan dengan sistem

sosial, wawasan yang luas, hubungan dengan agen pengubah, pemasaran media

massa, komunikasi interpersonal, pencarian informasi secara aktif, pengetahuan

mengenai inovasi, kepemimpinan, kesesuaian dengan sistem yang saling terkait.

Lebih lanjut, Rogers (1983) menyatakan bahwa seluruh variabel diatas

berpengaruh positif terhadap adopsi kecuali umur, dogmatis, dan fatalism.

Berdasarkan penelitian mengenai adopsi, ada hasil penelitian yang mendukung

dan tidak mendukung karakteristik dari kategori adopter tersebut. Adopsi suatu

teknologi petani berkaitan erat dengan perilaku petani sebagai pengelola usahatani

yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Karakteristik pengambilan

keputusan itu meliputi umur, pendidikan, pengalaman, jumlah anggota keluarga,

status sosial, status penguasaan lahan, informasi teknologi yang meliputi frekuensi

penyuluhan dan kontak lembaga. Faktor lain yang mempengaruhi pengambilan

Page 46: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

33

keputusan petani adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja, pendapatan, status lahan,

keanggotaan dalam kelompok tani, resiko, tersedianya kredit, serta kelembagaan.

Menurut Rogers (1983), terjadi ketidakkonsistenan dalam hubungan

antara umur dan inovasi. Pengaruh dari umur petani dalam adopsi konservasi

dapat diangggap merangkum pengaruh dari pengalaman petani dan rencana

jangka panjang. Petani yang lebih tua dianggap memiliki pengalaman bertani

yang lebih baik sehingga mudah menerima adopsi (Lapar dan Pandey, 1999). Hal

ini tampak pada penelitian Siregar (2006), serta Lapar dan Pandey (1999) di Cebu,

Filipina. Namun, dilain pihak petani muda dianggap memiliki pemikiran jangka

panjang yang lebih baik, sehingga adopsi lebih mudah diterima (Lapar dan

Pandey, 1999). Ini sesuai dengan pendapat Lionberger (1968) dalam Indraningsih

(2010), petani yang lebih tua kurang menerima perubahan dibandingkan petani

yang lebih muda, dan terlihat pada hasil peneltian Lapar dan Pandey (1999) di

Claveria, Filipina dan D’Souza, et al. (1993) di Virginia Barat.

Jumlah Tangggungan Keluarga berpengaruh negatif terhadap keputusan

konservasi. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka eksploitasi terhadap

sumberdaya tanah semakin besar dengan harapan meperoleh keuntungan yang

lebih banyak lagi. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang teknologi

pertanian yang baru, sehingga diasumsikan lembaga pendidikan memfasilitasi

pembelajaran, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung semakin

mudah menerima praktek-praktek baru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Bandara dan Thiruchelvam (2008). Pengalaman bertani berpengaruh positif

terhadap keputusan petani untuk mengadopsi konservasi. Petani yang

Page 47: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

34

berpengalaman mempunyai kapabilitas manajerial yang lebih baik karena mereka

belajar dari pengelolaan usahataninya tahun-tahun sebelumnya (Nahraeni, 2012)

Status lahan milik bagi petani, akan mempercepat adopsi konservasi,

artinya status lahan milik berpengaruh positif terhadap adopsi konservasi.

Menurut Lapar dan Pandey (1999) rendahnya status property right di dataran

tinggi Filipina diangggap sebagai faktor utama yang menyebabkan erosi tanah di

dataran tinggi. Hwang et al. (1994) dalam Katharina (2007b) menyatakan bahwa

status lahan sewa akan mempercepat terjadinya erosi karena pengelolaannya

bersifat jangka pendek. Keputusan bentuk penggunaan lahan juga dipengaruhi

oleh status kepemilikan lahan. Bila lahan berstatus milik maka lahan akan lebih

memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan fisik lahan (Feder dan Onchan,

1987 dalam Katharina, 2007b) dibandingkan dengan status sewa. Selain itu, bila

petani tidak yakin dengan hak-hak mereka untuk memanfaatkan lahan yang

dibudidayakan, perangsang-perangsang untuk menginvestasikan dalam praktek-

praktek konservasi sumberdaya seperti pengendalian erosi, akan menjadi lemah

(Reijntjes, et al. 1992).

Luas lahan berpengaruh secara positif terhadap keputusan adopsi

konservasi. Semakin luas lahan yang digarap, maka adopsi lebih cepat dilakukan

karena petani memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik (Lionberger (1968)

dalam Indraningsih (2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers (1983)

bahwa luas lahan memberikan pengaruh positif terhaadap adopsi teknologi, serta

hasil penelitian Bandara dan Thiruchelvam (2008).

Petani dengan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah mengadopsi

konservasi, karena memiliki modal yang cukup untuk mengadopsi suatu teknik

Page 48: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

35

konservasi. Selain itu, petani dengan pendapatan rendah cenderung akan

menghindari resiko dalam mencoba suatu inovasi karena jika ternyata keputusan

inovasi tidak memberikan keuntungan yang lebih baik, maka modal untuk usatani

berikutnya akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lionberger (1968),

yang menyatakan semakin tinggi pendapatan usahatani, maka petani cenderung

lebih cepat mengadopsi inovasi.

Adopsi terhadap konservasi bertujuan untuk mengurangi terjadinya erosi.

Menurut Arsyad (2000) erosi bergantung pada iklim, topografi, tumbuh-

tumbuhan, tanah, dan manusia. Di daerah beriklim basah faktor iklim yang

mempengaruhi erosi adalah hujan. Unsur topografi yang paling berpengaruh

terhadap aliran permukaan dan erosi adalah panjang lereng dan kemiringan

lereng. Semakin tinggi kecuraman lerang, maka semakin meningkatkan potensi

terjadinya erosi. Sehingga kecuraman lereng diharapkan dapat berpengaruh positif

terhadap keputusan adopsi konservasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Lapar dan Pandey (1999) serta Katharina (2007a) yang menyatakan bahwa

kebutuhan untuk mengadopsi konservasi tanah, dalam bentuk teras baku maupun

membuat guludan searah kontur, semakin meningkat apabila kemiringan lahan

semakin besar.

Pengaruh tumbuh-tumbuhan (vegetasi) terhadap aliran permukaan dan

erosi yaitu intersepsi hujan oleh tanjuk tanaman, mengurangi kecepatan aliran

permukaan dan kekuatan perusak air, stabilitasi struktur dan proporsi tanah, dan

transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Berbagai tipe

tanah mempunyai kepekaan berbeda terhadap erosi. Faktor manusia menentukan

perlakuan dalam penguasaan tanah, faktor tersebut antara lain, luas lahan

Page 49: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

36

pertanian yang diusahakan, sistem pengusahaan tanah, status pengusahaan tanah,

tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, harga hasil pertanian, akses kredit,

dan akses pasar Arsyad (2000). Keputusan petani untuk menerapkan teknologi

baru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor sosial yang berasal dari dalam diri

petani dan faktor ekonomi yang berasal dari luar usahataninya (Rogers dan

Schoemaker, 1986 dalam Nahraeni, 2000).

3.1.3. Nilai Ekonomi Konservasi

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan

pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah nilai yang diterima

dari penjualan produk usahatani dikurangi jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani

adalah penerimaan dari produk usahatani baik yang dijual maupun yang tidak

dijual dikurangi nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan

produksi termasuk biaya yang diperhitungkan (Soekartawi et al.,1985).

Biaya atau cost juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total.

Biaya tunai di dalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya total adalah seluruh

nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun yang diperhitungkan.

Rumus penerimaan, biaya dan pendapatan adalah :

……………………………………………...……………... (7)

………...…………………………………………………... (8)

....................................................................................... (9)

............................................................................ (10)

............................................................................ (11)

Page 50: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

37

............................................................................. (12)

Dimana :

TRtunai = Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah)

TRtotal = Total penerimaan semua produksi usahatani (Rupiah)

TCtunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah)

TCtotal = Total biaya usahatani (Rupiah)

π = Pendapatan (Rupiah)

Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rupiah)

Py = Harga output (Rupiah)

Y = Jumlah produksi (Kg)

TVC = Total biaya variabel (Rupiah)

TFC = Total biaya tetap (Rupiah)

Nilai ekonomi konservasi merupakan tambahan pendapatan (incremental

net benefit) yang diperoleh oleh petani jika melakukan konservasi. Sehingga nilai

ekonomi konservasi merupakan perbedaan total pendapatan usahatani kentang

konservasi dan non-konservasi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki luas lahan

kering terbesar di Provinsi Jawa Barat, namun belum digunakan secara optimal.

Kentang merupakan salah satu komoditas andalan yang dapat ditanam di dataran

tinggi. Namun, usahatani kentang dilakukan di dataran tinggi dengan tingkat

kemiringan lereng lebih dari 15 persen sehingga pengusahaannya masih dianggap

menimbulkan masalah karena dapat menyebabkan erosi tanah. Masalah yang

diakibatkan erosi, dapat dilihat dari penurunan produktivitas kentang di

Page 51: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

38

Kabupaten Garut dari tahun ke tahun dan akhirnya menurunkan pendapatan

petani. Untuk itu, perlu diadakan suatu upaya konservasi untuk dapat

meminimalisir terjadinya erosi yang lebih besar.

Pola konservasi untuk mencegah laju erosi pada usahatani kentang sudah

banyak disosialisasikan oleh para pakar dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri

Pertanian Nomor: 47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum

Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Namun, kenyataannya tidak semua

petani melakukan pola konservasi yang dianjurkan. Sehingga, perlu diteliti faktor-

faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi pola konservasi

atau tidak mengadopsi. Pendekatan dilakukan melalui wawancara kepada petani

secara langung dan dianalisis dengan model logit.

Faktor ekonomi sangat mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan

usahatani. Jika sistem usahatani tertentu dianggap lebih menguntukan dari sisi

pendapatan, maka petani lebih mudah untuk mengadopsi sistem usahatani

tersebut. Salah satu cara melihat manfaat dari sistem usahatani konservasi adalah

adanya nilai ekonomi yang dihasilkan. Penghitungan nilai ekonomi konservasi

dianggap perlu dilakukan agar dapat terlihat secara riil manfaat dari sistem

konservasi. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari wawancara

langsung terhadap petani.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu merumuskan

upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatan adopsi konservasi.

Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaiatan

antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari petani

Page 52: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

39

sebagai unit sampel dan data sekunder yang berasal dari instansi terkait. Alur

proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani

Kentang

Permasalahan:

Penggunaan lahan dengan

kemiringan lebih dari 15

persen menyebabkan erosi

Produktivitas kentang menurun

sehingga pendapatan petani

menurun

Faktor-faktor adopsi

pola konservasi

Rekomendasi Kebijakan untuk

Meningkatkan Adopsi Pola

Konservasi dan Pendapatan Usahatani

Peluang :

Permintaan Kentang lebih besar

dari Penawaran

Kentang merupakan komoditas

yang bernilai ekonomi tinggi

Garut merupakan salah satu

sentra penghasil kentang

terbesar di Jawa Barat

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR : 47/Permentan/OT.140/10/2006

Tentang Pedoman Umum Budidaya

Pertanian pada Lahan Pegunungan

Nilai Ekonomi

Konservasi

Usahatani

konservasi

Usahatani non-

konservasi

Pendapatan

usahatani

Pendapatan

usahatani

Page 53: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

40

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka

pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa

hipotesis.

1. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam

mengadopsi pola konservasi adalah pendidikan, luas lahan yang digarap,

pendapatan tunai petani, status kepemilikan lahan, tingkat kecuraman lahan

usahatani, dan pengalaman bertani. Selain itu, jumlah tanggungan keluarga

dan umur petani berpengaruh negatif terhadap keputusan adopsi konservasi.

2. Sistem konservasi usahatani kentang di Kecamatan Pasirwangi memiliki

nilai ekonomi.

Page 54: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

41

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut

Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang terbesar

kedua di Jawa Barat. Kecamatan terpilih yang dijadikan lokasi penelitian adalah

Kecamatan Pasirwangi, karena merupakan salah satu kecamatan yang memiliki

luas panen kentang terbesar di Kabupaten Garut namun memiliki produktivitas

yang lebih rendah dibanding sentra produksi lainnya. Selain itu Kecamatan

Pasirwangi memiliki karakteristik kemiringan lahan yang bervariasi (Tabel 4).

Tabel 4. Kemiringan Lahan, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang

Beberapa Sentra Produksi di Kabupaten Garut, 2009

Kecamatan

Kemiringan Lahan (%) Kentang

0-2 2-5 15-40 > 40

Luas

Panen

(Ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Cikajang 437 985 6.458 4.615 1.407 30.710 21,83

Pasirwangi 702 1.502 1.526 940 1.042 20.976 20,13

Cisurupan 1.596 2.001 1.843 2.648 551 11.768 21,36

Samarang 1.029 812 2.842 1.288 338 9.403 27,82

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut, 2012

Selanjutnya dari 12 desa yang ada, dipilih dua desa sebagai lokasi

penelitian yang dapat mewakili karakteristik yang diinginkan, yaitu desa Barusari

dan desa Padaawas. Kedua desa tersebut dipilih karena hampir di setiap dusun

para petani mengembangkan komoditas kentang (Badan Ketahan Pangan

Kabupaten Garut, 2010). Pengambilan data primer dilakukan selama bulan Juni

2011 – Juli 2011.

Page 55: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

42

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data cross section.

Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

dari hasil wawancara langsung kepada petani melalui kuesioner dan pengamatan

lapang. Data primer yang diambil adalah data yang diperlukan dalam analisis

pendapatan dan biaya erosi dalam usahatani kentang, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi petani untuk mengadopsi pola konservasi. Data tersebut meliputi

data mengenai karakteristik petani (umur, pendidikan, pengalaman, jumlah

tanggungan keluarga), luas lahan, kecuraman lereng, tingkat produksi,

penerimaan, penggunaan input, dan lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan

Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa

Barat, dan literatur-literatur yang relevan dalam penelitian, seperti jumlah

produksi kentang dari tahun ke tahun, luas panen usahatani kentang, produktivitas

kentang, penggunaan pupuk ideal untuk pertanaman kentang, dan sebagainya.

4.3 Kerangka Sampling dan Penentuan Responden

Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah simple random

sampling. Pada penelitian ini, responden adalah petani kentang dataran tinggi

yang menanam kentang pada periode antara September 2010 sampai Juni 2011.

Data dikumpulkan dari PPL (Petugas Penyuluh Lapang) Desa Barusari dan

Padaawas. Berdasarkan data dari PPL didapatkan 120 nama petani kentang yang

dijadikan kerangka sampling. Nama-nama tersebut diberi nomor urut 1-120 dan

kemudian dilakukan pengundian agar nama-nama tersebut memiliki peluang yang

sama untuk menjadi responden. Sehingga terpilih 50 petani kentang yang

dijadikan responden. Jumlah ini dianggap sudah memenuhi batas minimum

Page 56: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

43

sampel (30 sampel) yang dapat digunakan untuk menduga karakteristik dari

populasi. Karakteristik Desa Padaawas dan Desa Barusari tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Desa Terpilih di Kecamatan Pasirwangi, 2011

Kriteria

Desa

Kemiringan

(%)

Ketinggian

(dpl)

Infrastruktur

Jarak ke

Pusat

kecamatan

(Km)

Tanaman

Utama*)

Jumlah

Responden

(orang)

Padaawas 0 - >40 500 - >1000 baik 2 Kentang-

kubis-tomat 27

Barusari 2 - >40 500 - >1000 Kurang baik 3,5 Kentang-

kubis-tomat 23

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut (2012)

Keterangan : * urutan pertama menunjukkan tanaman utama

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui survey dan wawancara langsung kepada petani

kentang dataran tinggi, dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ditabulasi menggunakan Excell.

Analisis yang dilakukan yaitu analisis nilai ekonomi konservasi dan untuk melihat

faktor yang mempengaruhi adopsi digunakan model Logit. Pengolahan data

menggunakan SPSS 16.0. Berikut ini tabel keterkaitan antara tujuan penelitian,

sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 6. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Mengidentifikasi

faktor-faktor yang

mempengaruhi

keputusan petani untuk

mengadopsi konservasi

Data sekunder

dan data primer

melalui

wawancara dan

peninjauan lapang

Analisis menggunakan model

regresi logistik dengan

menggunakan maximum

likelihood estimator (MLE)

2 Menghitung nilai

ekonomi konservasi

usahatani kentang

Data sekunder

dan data primer

melalui

wawancara dan

peninjauan lapang

Analisis nilai ekonomi

konservasi usahatani kentang

(perbedaan pendapatan

usahatani konservasi dan

non-konservasi)

Page 57: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

44

4.5.1 Model Regresi Logistik

Untuk melihat peluang petani dalam mengadopsi pola konservasi,

dilakukan model regresi logit. Berdasarkan teori ekonomi dan analisis empiris,

faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah umur, pendidikan formal petani,

status kepemilikan lahan, pendapatan petani, jumlah tanggungan keluarga, luas

lahan garapan, tingkat kecuraman lahan, dan pengalaman bertani. Berdasarkan

faktor-faktor tersebut, maka model logit dapat dijabarkan sebagai berikut:

Keterangan:

Pi = peluang kesediaan petani mengadopsi pola konservasi (Pi = 1 jika

petani mengadopsi konservasi, dan Pi = 0 jika petani tidak

mengadopsi konservasi

1 – Pi = peluang ketidaksediaan petani mengadopsi pola konservasi

Zi = keputusan petani

β0 = intersep

βi = parameter peubah (i = 1, 2, 3, …, 10)

UMR = umur (tahun)

PDKN = lamanya petani menempuh pendidikan formal (tahun)

LLHN = luas lahan garapan (Ha)

SLHN = status kepemilikan lahan

D = 1, lahan milik sendiri;

D = 0, lainnya

PDPT = pendapatan tunai petani (Rp/Ha)

Page 58: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

45

JTK = jumlah tanggungan keluarga (jiwa)

CURM = tingkat kecuraman lahan usahatani (persen)

PLMN = pengalaman bertani (tahun)

Pendugaan parameter koefisien model logit menggunakan metode

pendugaan kemungkinan maksimum atau maximum likelihood estimator (MLE).

Pendugaan MLE memfokuskan fakta bahwa populasi-populasi (yang dicirikan

dengan parameternya) berbeda membangkitkan contoh-contoh berbeda; suatu

conoth apapun yang sedang dikaji kemungkinan (peluang)nya lebih besar berasal

dari beberapa populasi daripada populasi lainnya (Juanda, 2009).

4.5.2 Analisis Nilai Ekonomi

Persamaan berdasarkan teori ekonomi dan hasil analisis empiris yang telah

dilakukan sebelumnya, diperoleh rumusan yang ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perhitungan Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Kentang

Deskripsi Perhitungan

A. Jumlah Produksi Kentang (Kg)

B. Jumlah Kentang yang Dijual (Kg)

C. Harga Kentang (Rp)

D. Penerimaan Total A * C

E. Penerimaan Tunai B * C

F. Biaya Tunai :

Benih (Rp)

Pupuk Organik (Rp)

Pupuk An-organik (Rp)

Pestisida (Rp)

Tenaga Kerja Luar Keluarga (Rp)

Ajir dan Mulsa (Rp)

Bahan Bakar (Rp)

Pajak (Rp)

G. Biaya Diperhitungkan :

Sewa Lahan (RP)

Penyusutan Alat (Rp)

Tenaga Kerja Dalam Keluarga (Rp)

H. Biaya Total F + G

I. Pendapatan Tunai E – F

J. Pendapatan Total D – H

Page 59: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

46

Selanjutnya, diperoleh rumusan untuk menghitung nilai ekonomi

konservasi (Incremental Net Benefit) yang ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perhitungan Nilai Ekonomi Adopsi Konservasi

Deskripsi

Sistem Penanaman

Konservasi Non Konservasi

A Penerimaan 1 3

B Biaya 2 4

C Net Benefit dengan Konservasi (Rp) 1-2

D Net Benefit Tanpa Konservasi (Rp) 3-4

E Incremental Net Benefit (Nilai Ekonomi) (Rp) C-D

4.5.3. Pengujian Hipotesis

1. Uji Multikolinearitas

Uji asumsi klasik yang sering dipergunakan dalam regresi linear

berganda adalah uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan

uji multikolinearitas. Dari keempat uji tersebut, uji normalitas, uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi berkaitan dengan nilai residualnya,

sedangkan uji multikolinearitas berkaitan dengan variabel bebasnya. Uji

multikolinearitas digunakan untuk menguji bahwa tidak ada hubungan

linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut (Juanda, 2009).

Regresi logistik adalah regresi di mana variabel terikatnya adalah dummy,

yaitu 1 dan 0. Dengan demikian, residualnya yang merupakan selisih

antara nilai prediksi dengan nilai sebenarnya tidak perlu diuji. Sehingga

pada regresi logistik, uji asumsi klasik yang perlu dilakukan adalah uji

multikolinearitas. Pada pengujian multikolinearitas, indikasi adanya

korelasi yang kuat antara variabel independen, ditunjukkan dengan angka

korelasi yang melebihi 0,8 (Gujarati, 2004).

Page 60: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

47

2. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Uji ini digunakan untuk menguji kelayakan model regresi. Jika nilai

signifikasi Hosmer and Lemeshow’s Test lebih besar dari 0,05 maka

hipotesis nol maka terima hipotesis nol, artinya model regresi layak

digunakan untuk analisis selanjutnya dan model yang dihasilkan dapat

dikatakan model yang baik, karena tidak ada perbedaan nyata antara

klasifikasi yang diprediksi dengan yang diamati.

3. Uji Likelihood Ratio

Untuk menguji apakah model logit secara keseluruhan dapat

menjelaskan keputusan kualitatif (Y), statistik uji yang digunakan adalah

dengan likelihood ratio. Uji Likelihood ratio adalah uji secara keseluruhan

model logit dimana rasio fungsi kemungkinan modelUR (lengkap) terhadap

fungsi kemungkinan modelR (H0 benar) (Juanda, 2009). Hipotesis yang

digunakan adalah:

H0 : β2 = β3 = … = βn

H1 : minimal ada βj ≠ 0, untuk j= 2,3, … n

Statistik uji-G dibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan

derajat bebas (k-1)

Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis Ho ditolak (model signifikan)

jika statistik G > X2

α,k-1

Page 61: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

48

4. Omnibus Test of Model Coefficient

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel-variabel

yang diuji secara simultan berpengaruh terhadap variabel independent.

Hipotesis nol yang menyatakan bahwa semua slope pada model sama

dengan nol harus ditolak jika nilai signifikasi pada nilai Chi-square lebih

kecil dari 0,05.

5. Uji Wald

Untuk menguji faktor mana (βj ≠ 0) yang berpengaruh nyata

terhadap pilihannya, dapat menggunakan statistik uji Wald yang serupa

dengan statistik uji-t atau uji-Z dalam regresi linear biasa (Juanda, 2009).

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : βj = 0, untuk j= 2,3, …, n

H1 : βj ≠ 0

Statistik uji yang digunakan adalah:

Dimana βj = koefisien regresi

Se (βj) = standard error of β (galat kesalahan dari β)

6. Odds Ratio

Kajian hubungan antara variabel kategorik dikenal adanya ukuran

asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar variabel kategorik. Salah

satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik

adalah odds ratio. Odds ratio sering diistilahkan dengan resiko atau

kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan-1 terhadap peluang

terjadinya pilihan-0 alternatifnya (Juanda, 2009). Secara matematis dapat

ditulis:

Page 62: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

49

Dimana : P = peluang kejadian yang terjadi

P – 1 = peluang kejadian yang tidak terjadi

4.5.4. Definisi Operasional

1. Konservasi adalah sistem penanaman yang dilakukan oleh petani yaitu

dengan membuat guludan melintang searah kontur. Sedangkan apabila petani

membuat guludan searang lereng, petani dikatakan tidak melakukan

konservasi.

2. Jumlah produksi kentang adalah jumlah produk kentang yang dihasilkan

dalam produksi, baik yang dijual, dikonsumsi, diberikan, dan dijadikan bibit

diukur dalam kilogram (Kg).

3. Jumlah produksi kentang yang dijual adalah jumlah produk kentang yang

dijual, diukur dalam kilogram (Kg)

4. Harga kentang adalah harga kentang di tingkat petani, diukur dalam

Rupiah/Kg.

5. Penerimaan total adalah jumlah produksi yang diukur dalam kilogram

dikalikan dengan harga kentang di tingkat petani yang diukur dalam rupiah

6. Biaya total adalah jumlah biaya tunai usahatani dan biaya-biaya yang

diperhitungkan dan diukur dalam rupiah

7. Pendapatan total adalah selisih antara total penerimaan usahatani dengan

biaya total dan diukur dalam rupiah

8. Penerimaan tunai adalah jumlah kentang yang dijual dikalikan dengan harga

kentang, dan diukur dalam rupiah

Page 63: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

50

9. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan selama usahatani dan diukur

dalam rupiah

10. Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai yang

dikeluarkan petanidan diukur dalam rupiah.

11. Benih adalah jumlah benih yang digunakan petani dalam proses produksi

dikalikan dengan harga benih diukur dalam rupiah (Rp).

12. Pupuk Organik adalah jumlah pupuk kandang (kotoran ayam) dikalikan harga

pupuk kandang. Harga pupuk kandang adalah harga yang diterima petani

ditambah dengan biaya transport dan biaya angkut, diukur dalam rupiah.

13. Pupuk An-Organik adalah jumlah pupuk Urea, ZA, TSP/SP36, KCL, dan

NPK, dikalikan harga masing-masing jenis pupuk. Harga pupuk an-organik

adalah harga yang diterima petani ditambah dengan biaya transport dan biaya

angkut, diukur dalam rupiah.

14. Pestisida adalah jumlah penggunaan pestisida, baik cair maupun padat

dikalikan dengan harga pestisida. Dalam penelitian ini jumlah pestisida

dihitung dengan penggunaan pestisida terbanyak oleh petani, yaitu Daconil.

Harga pestisida adalah harga Daconil yang berlaku di daerah penelitian

diatambah dengan transport, diukur dalam rupiah.

15. Tenaga Kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pengelolaan

kentang, meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga diukur

dalam hari kerja setara pria (HKP). Harga tenaga kerja adalah upah yang

berlaku di daerah penelitian diukur dalam rupiah.

16. Pajak adalah jumlah pajak yang dibayarkan petani per hektar, diukur dalam

rupiah.

Page 64: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

51

17. Sewa Lahan adalah besarnya uang sewa yang berlaku di daerah penelitian,

diukur dalam rupiah.

18. Umur, merupakan umur petani sampai wawancara dilakukan, diukur dalam

tahun

19. Pendidikan Formal Petani, merupakan lamanya pendidikan formal yang

diselesaikan oleh petani, diukur dalam tahun

20. Luas Lahan, Luas lahan merupakan input tetap adalah luas lahan garapan

yang digunakan untuk menanam kentang, diukur dalam hektar.

21. Status Kepemilikan Lahan yang dimaksud adalah status kepemilikan lahan

yang digarap petani untuk menanam kentang. Dibedakan antara petani

pemilik dan petani penyewa. Petani pemilik dalah petani yang akses untuk

dapat menggarap lahan tersebut tanpa hambatan dari orang lain, meskipun

tidak ada status hukum atas lahan tersebut. Petani penyewa adalah petani

yang mengusahakan lahan orang lain dengan memberi imbalan berupa hasil

panen sesuai dengan perjanjian sewa.

22. Pendapatan Petani, pendapatan yang dihitung adalah pendapatan tunai yang

dihasilkan dari usahatani kentang pada musim tanam tahun terakhir.

23. Jumlah Tanggungan Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang secara

ekonomi masih dalam tanggungan petani.

24. Tingkat Kecuraman Lahan Usahatani, Kecuraman lahan yang digunakan

untuk usahatani kentang petani yang diukur dalam persentase.

25. Pengalaman adalah waktu yang dihabiskan petani sejak memulai usahatani,

diukur dalam tahun.

Page 65: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

52

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Kecamatan Pasirwangi merupakan pemekaran dari Kecamatan Samarang

yang diresmikan pada 20 Januari 2001, terletak 27 km sebelah barat dari Ibu Kota

Kabupaten Garut dan 80 km sebelah selatan dari Bandung, ibu kota Provinsi Jawa

Barat. Secara geografis, kecamatan ini terletak pada 7010’-7

015’ Lintang Selatan

dan 107041’ – 107

050’ Bujur Timur. Luas wilayah Kecamatan Pasirwangi adalah

5.002,888 Ha yang terdiri dari perumahan dan pekarangan seluas 347,359 Ha

(6,94 persen), sawah 1.211,42 Ha (24,21 persen), tanah ladang 1.720,651 Ha

(34,39 persen), empang/kolam 38 Ha (0,76 persen), sarana pemerintahan dan

sosial 16,920 Ha (0,34 persen), Hutan 1.167 Ha (33,32 persen), sarana

perdagangan dan jasa 1,25 (0,03 persen), dan lainnya 0,288 Ha (0,01 persen).

Kecamatan Pasirwangi berada pada ketinggian antara 900 – 1400 m diatas

permukaan laut dengan bentuk wilayah, 23 persen datar sampai berombak, 57

persen berombak sampai berbukit, dan 20 persen berbukit sampai bergunung).

Jenis tanah didominasi oleh jenis asosiasi andosol (60 persen), dan podsolik (40

persen) dengan derajat keasaman (PH) tanah umumnya berkisar 4,5 – 6,5. Suhu

udara berkisar antara 200C- 34

0C dengan Curah hujan rata-rata adalah 1.592,7 mm

per tahun (132,7 mm per bulan). Bulan basah terjadi selama 6,3 bulan, yaitu

periode Oktober sampai dengan April, bulan kering 4,3 bulan, yaitu periode Mei

sampai dengan September. Kondisi ini membuat Kecamatan Pasirwangi

merupakan salah satu wilayah potensial penghasil sayur-mayur.

Secara administratif Kecamatan Pasirwangi terdiri dari 12 desa, yaitu Desa

Pasirwangi, Karyamekar, Padaasih, Padamulya, Padaawas, Padasuka, Pasirkiamis,

Page 66: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

53

Sarimukti, Talaga, Barusari, Padamukti, dan Sirnajaya. Batas wilayah

administratif sebagi berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samarang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung

- Sebelah Timur berbatasn dengan Kecamatan Samarang dan Kecamatan

Bayongbong

5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk di Kecamatan Pasirwangi pada tahun 2011 adalah

66.561 jiwa terdiri dari 33.640 jiwa penduduk laki-laki (50,54 persen) dan 32.921

jiwa penduduk perempuan (49,46 persen). Jumlah kepala keluarga yang berada di

Kecamatan Pasirwangi sebanyak 16.161 jiwa. Mata pencarian yang dominan

terdapat di kawasan ini adalah agribisnis dan perdagangan. Jumlah penduduk yang

bekerja sebagai petani sebanyak 10.027 jiwa (15,06 persen), sebagai buruh tani

sebanyak 1.152 jiwa (1,37 persen), dan pedagang sebanyak 914 jiwa (1,373

persen) dari total penduduk.

5.2.1. Petani

Petani di Kecamatan Pasirwangi dapat digolongkan berdasarkan status

kepemilikan lahan, luas lahan garapan, dan bentang lahan. Berdasarkan status

kepemilikan lahan, petani di Kecamatan Pasirwangi digolongan menjadi pemilik

penggarap sebanyak 1.100 orang, pemilik penggarap sebanyak 4.161 orang,

penggarap sebanyak 2.194 orang, dan penyewa sebanyak 1.001 orang. Petani

memiliki luas lahan garapan yang berbeda-beda. Berdasarkan luas lahan garapan,

jumlah petani dengan luas lahan garapan 0,5 ha sebanyak 1.913 orang, 0,5 – 0,7

Page 67: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

54

ha sebanyak 6.378 orang, 0,8 – 1,0 ha sebanyak 3.189 orang, 1,0 – 1,5 ha

sebanyak 1.430 orang, dan lebih dari 1,5 ha sebanyak 1.427 orang.

Berdasarkan karakteristik tanah dan iklim yang dimiliki, Kecamatan

Pasirwangi sangat cocok untuk pengembangan hampir semua komoditi pertanian,

terutama kembang kol, labu siam, kubis, dan kentang. Selain itu, berdasarkan

bentang lahan, lahan yang berada pada kemiringan 0 – 10 persen sebanyak 287,62

ha, 11 –20 persen sebanyak 579,645 ha, 21 – 30 persen sebanyak 928,405 ha, 31 –

45 persen sebanyak 1.216,125 ha, dan lebih dari 45 persen sebanyak 1.437,015 ha.

5.2.2. Tanaman Kentang

Luas penanaman kentang di Kecamatan Pasirwangi tahun 2009 adalah

2.250 ha dengan luas panen 2.200 ha. Produktivitas yang dicapai oleh petani 175

kw/ha. Masalah teknis yang terjadi pada usahatani kentang di Kecamatan

Pasirwangi adalah penggunaan bibit unggul sesuai anjuran yang dilaksanakan

rata-rata 73 persen akibat harga benih unggul yang relative mahal, dan hanya 34

persen petani yang melaksanakan OPT sesuai anjuran. Sebagian petani

mengendalikan hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dengan dosis

yang berlebihan dengan frekuensi aplikasi yang terlalu sering, bahkan sebelum

hama/penyakit menyerang. Hal ini berpengaruh pada pemborosan biaya produksi

yang ditanggung petani (Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut, 2010).

5.3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden diperoleh berdasarkan survey yang dilakukan

terhadap 50 petani kentang di Desa Barusari dan Desa Padaawas Kecamatan

Pasirwangi. Karakteristik dibedakan atas petani yang mengadopsi pola konservasi

yaitu sebanyak 36 petani dan yang tidak mengadopsi pola konservasi sebanyak 14

Page 68: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

55

petani. Karakteristik umum responden dilihat dari beberapa variabel meliputi jenis

kelamin dan usia, pendidikan formal, luas lahan, status kepemilikan lahan, serta

lama bertani. Selain itu, digambarkan bagaimana kondisi penyuluhan di daerah

penelitian.

5.3.1. Jenis Kelamin dan Usia

Petani yang menjadi sample sebanyak 50 orang yang keseluruhannya

adalah pria dengan tingkat usia yang bervariasi, mulai dari 25 tahun hingga 67

tahun. Petani yang memiliki usia pada kisaran 30-50 tahun sebanyak 64 persen,

diatas 50 tahun sebanyak 28 persen, dan berusia dibawah 30 tahun sebanyak 8

persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang di Kecamatan Pasirwangi

kurang diminati oleh pria berusia muda. Persentase petani berdasarkan usia dapat

dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Data Primer (2012)

Gambar 2. Karakteristik Petani berdasarkan Usia

Selanjutnya, berdasarkan keputusan untuk melakukan konservasi,

mayoritas petani yang melakukan konservasi dan tidak melakukan konservasi

berusia 30-50 tahun yaitu sebanyak 63,89 persen dan 64,29 persen. Selain itu,

yang menarik dari umur petani adalah tidak adanya petani berusia kurang dari 30

yang tidak melakukan konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa petani muda

< 30 th8%

31 - 50 th64%

>51 th28%

Page 69: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

56

cenderung lebih mudah menerima penggunaan konservasi untuk usahatani mereka

(Tabel 9).

Tabel 9. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Usia di

Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Interval (Tahun)

Konservasi Non-konservasi

Jumlah Petani

(orang) (%)

Jumlah Petani

(orang) (%)

< 30 4,00 11,11 - -

30-50 23,00 63,89 9,00 64,29

>50 9,00 25,00 5,00 35,71

Total 36,00 100,00 14,00 100,00

Usia Rata-rata (Tahun) 42,94 47,14

Usia Maksimum (Tahun) 67,00 60,00

Usia Minimum (Tahun) 25,00 32,00

Sumber: Data Primer (2012)

5.3.2. Lama Bertani

Pengalaman petani yang ditunjukkan dengan lamanya bertani cukup

variatif, yaitu antara 2 tahun hingga 49 tahun. Responden yang telah bertani dalam

waktu kurang dari 10 tahun sebanyak 26 persen, antara 10 tahun – 20 tahun

sebanyak 36 persen, antara 20 tahun – 30 tahun sebanyak 20 persen, dan yang

lebih dari 30 tahun sebanyak 18 persen. Persentase lama bertani petani dapat

dilihat pada Gambar 3. Selanjutnya, karakteristik petani berdasarkan lama bertani

disajikan padaTabel 10.

Sumber: Data Primer (2012)

Gambar 3. Karakteristik Petani berdasarkan Lama Bertani

< 10 th26%

11 - 20 th36%

21 - 30 th20%

> 30 th18%

Page 70: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

57

Petani yang berpengalaman lebih dari 20 tahun lebih banyak tidak

melakukan konservasi, yaitu sebanyak 57,14 persen dibandingkan petani yang

melakukan konservasi yang hanya sebanyak 30,55 persen (Tabel 10). Artinya, di

Kecamatan Pasirwangi adopsi pola konservasi kurang diterima oleh petani yang

lebih berpengalaman. Hal ini terjadi karena petani merasa usahatani yang mereka

telah jalankan selama bertahun-tahun lebih mudah untuk dilakukan, dan hasil

yang didapat pun tidak jauh berbeda dengan usahatani yang dilakukan dengan

pola konservasi.

Tabel 10. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Lama Bertani

di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Interval

Konservasi Non-konservasi

Jumlah Petani

(orang) (%)

Jumlah Petani

(orang) (%)

< 10 12,00 33,33 1,00 7,14

11-20 13,00 36,11 5,00 35,71

21-30 7,00 19,44 3,00 21,43

>30 4,00 11,11 5,00 35,71

Total 36,00 100,00 14,00 100,00

Lama Bertani Rata-rata (Tahun) 16,81 25,29

Lama Bertani Maksimum (Tahun) 36,00 49,00

Lama Bertani Minimum (Tahun) 2,00 3,00

Sumber: Data Primer (2012)

5.3.3. Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan responden cukup variatif. Namun mayoritas responden

berpendidikan SD yaitu sebanyak 64 persen. Responden yang berpendidikan

tamat SMP dan tamat SMA masing-masing sebanyak 30 persen dan 4 persen.

Selain itu, sebanyak 4 persen responden tidak tamatan SD. Persentase tingkat

pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 71: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

58

Sumber : Data Primer (2012)

Gambar 4. Karakteristik Petani berdasarkan Pendidikan Formal

Berdasarkan adopsi konservasi, petani yang melakukan konservasi

maupun tidak melakukan konservasi mayoritas menempuh pendidikan sampai

dengan tamat SD yaitu 61,11 persen petani melakukan konservasi dan 64,29

persen petani tidak melakukan konservasi. Namun, yang menarik adalah tidak ada

petani non-konservasi yang menyelesaikan pendidikan sampai dengan SMA

(Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

kesadaran pentingnya konservasi semakin mudah diterima.

Tabel 11. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Pendidikan

Formal di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Interval

Konservasi Non-konservasi

Jumlah Petani

(orang) (%)

Jumlah Petani

(orang) (%)

Tidak Tamat SD 1,00 2,78 1,00 7,14

Tamat SD 22,00 61,11 9,00 64,29

Tamat SMP 11,00 30,56 4,00 28,57

Tamat SMA 2,00 5,56 - -

Total 36,00 100,00 14,00 100,00

Sumber: Data Primer (2012)

5.3.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Persentase terbesar penguasaan lahan dari responden yaitu sebesar 46

persen menggarap lahan kurang dari 0,25 ha. Petani dengan lahan garapan antara

Tidak Tamat SD

4%

Tamat SD62%

Tamat SMP30%

Tamat SMA4%

Page 72: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

59

0,26 -0,50 ha dan antara 0,51-0,75 ha masing-masing sebanyak 38 persen dan 6

persen. Sebanyak 10 persen responden mengarap lahan lebih dari 0,75 ha.

Persentase lusas lahan garapan dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Data Primer (2012)

Gambar 5. Karakteristik Petani berdasarkan Luas Lahan

Selanjutnya, luas lahan petani yang melakukan konservasi maupun tidak

melakukan konservasi pun bervariasi. Mayoritas petani menggarap lahan kurang

dari 0,5 ha, yaitu 88,88 persen untuk petani yang melakukan konservasi, dan

71,43 persen untuk petani yang tidak melakukan konservasi (Tabel 12). Hal ini

menunjukkan bahwa petani menggarap lahan sempit.

Tabel 12. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Luas Lahan di

Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Interval

Konservasi Non-konservasi

Jumlah Petani

(orang) (%)

Jumlah Petani

(orang) (%)

≤ 0.25 ha 16,00 44,44 7,00 50,00

0.26 - 0.50 ha 16,00 44,44 3,00 21,43

0.51 - 0.75 ha 1,00 2,78 2,00 14,29

≥ 0.76 ha 3,00 8,33 2,00 14,29

Total 36,00 100,00 14,00 100,00

Luas Lahan Rata-rata (ha) 0,32 0,34

Luas Lahan Maksimum (ha) 1,00 0,80

Luas Lahan Minimum (ha) 0,04 0,04

Sumber: Data Primer (2012)

Berdasarkan status kepemilikan lahan, di lokasi penelitian lebih banyak

petani berstatus pemilik, yaitu sebanyak 29 petani (58 persen), sedangkan 21

≤ 0.25 Ha46%0.26 - 0.50

Ha38%

0.51 -0.75 Ha

6%

≥ 0.76 Ha10%

Page 73: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

60

petani (42 persen) sisanya berstatus penyewa. Namun, dari 29 petani yang

mengakui lahan tersebut adalah lahan milik mereka, hanya 18 petani yang benar-

benar milik sendiri, sedangkan 11 petani sisanya sebenarnya adalah penggarap

lahan kehutanan. Hal ini terjadi karena tidak ditentukannya biaya sewa lahan oleh

kehutanan karena lahan tersebut sebenarnya memang tidak diperuntukan untuk

lahan pertanian, terutama untuk tanaman semusim. Selain itu, petani merasa telah

mengeluarkan biaya yang tinggi untuk membuka lahan, sehingga mereka

menggap bahwa lahan tersebut secara otomatis telah menjadi lahan milik mereka.

Namun, jumlah petani pemilik yang digunakan dalam analisis adalah

sebanyak 58 persen petani. Hal ini dikarenakan pembagian status lahan didasarkan

pada upaya pengelolaan, bukan status hukum. Selain itu, petani yang merasa

sebagai pemilik lebih mudah dalam melakukan adopsi konservasi, hal ini

ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Status

Kepemilikan Lahan di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Interval

Konservasi Non-konservasi

Jumlah Petani

(orang) persentase

Jumlah Petani

(orang) persentase

Sewa 13,00 36,11 8,00 57,14

Milik 23,00 63,89 6,00 42,86

Total 36,00 100,00 14,00 100,00

Sumber: Data Primer (2012)

Berdasarkan Tabel 13 petani yang melakukan konservasi yang menggarap

lahan milik lebih banyak daripada yang menggarap lahan sewa, masing-masing

yaitu 63,89 persen dan 36,11 persen. Sedangkan untuk petani yang tidak

melakukan konservasi, petani penggarap lahan sewa lebih banyak daripada petani

penggarap lahan milik, masing-masing sebanyak 57,14 persen dan 42,86 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa petani pemilik lebih banyak melakukan adopsi

Page 74: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

61

konservasi, karena mereka telah sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lahan

garapan mereka untuk menunjang keberanjuran usahatani mereka.

5.3.5. Penyuluhan

Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator Petugas Penyuluh

Lapang (PPL), diakui bahwa bahwa dalam melaksanakan tugasnya hampir 75

persen waktunya habis untuk rapat, membuat laporan dan kegiatan administrasi

lainnya sehingga waktu untuk memberikan penyuluhan berkurang. Pada

umumnya kelembagaan penyuluhan yang ada di daerah penelitian sudah terbentuk

dengan baik. Namun kelemahan yang ada, selain pada materi penyuluhan, juga

jumlah penyuluh di lapangan yang relatif kurang. Para penyuluh yang ada

sekarang sebagian besar mendekati umur pensiun, dan para penyuluh Tenaga

Harian Lepas (THL) yang pada umumnya relatif masih muda.

Digabungkannya para penyuluh dalam satu badan yaitu Badan

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ( BP3K) membuat para penyuluh

menghadapi kendala dalam memberikan penyuluhan, karena tidak jarang

penyuluh kehutanan atau perikanan harus memberikan penyuluhan tentang

komoditas hortikultura. Akibatnya ada rasa kurang percaya diri dari penyuluh.

Namun, tidak sebaliknya, penyuluh pertanian ataupun perikanan jarang

memberikan materi mengenai kehutanan karena materi penyuluhan lebih

mengarah pada budidaya pertanian, yaitu tindakan pemupukan, pengendalian

hama, pemanenan, dan lain-lain. Padahal sekitar 1.393,433 ha luas areal hutan di

Kecamatan Pasirwangi tahun 2009 merupakan hutan lindung yang dikelola pleh

Perum Perhutani, namun sebagian besar lahannya dirambah oleh masyarakat tani

untuk dijadikan lahan pertanian, hal ini menunjukkan bahwa saat ini petani perlu

Page 75: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

62

pembinaan sebagai penyadaran untuk mengurangi bahkan menghentikan

perambahan hutan yang dalam jangka panjang akan berdampak negatif. Sehingga

seharusnya lebih sering diberikan materi mengenai konservasi jika memang sulit

untuk menghentikan perambahan hutan lindung. Selain itu, mayoritas petani

menyatakan tidak pernah bertemu penyuluh dalam satu tahun terakhir ini.

Page 76: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

63

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak

ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani

kentang di daerah ini banyak memanfaatkan lahan dengan tingkat kecuraman

lereng tinggi yang kurang cocok untuk usahatani tanaman semusim. Hal ini sesuai

dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 47/Permentan/OT.140/10/2006

Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan, pada

lereng dengan kemiringan 15 – 25 persen, maksimal proporsi tanaman semusim

yang dianjurkan adalah 50 persen, dan sisanya ditanami tanaman tahunan.

Sedangkan pada kemiringan 25 – 40 persen, hanya 25 persen lahan yang

direkomendasikan tanaman semusim. Bahkan pada kemiringan >40 persen,

tanaman semusim tidak direkomendasikan untuk ditanam.

Berdasarkan wawancara, dari 50 petani contoh, sebagian besar petani (56

persen) menggarap lahan untuk usahatani kentang pada kemiringan 15 - 45 persen

(Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa peraturan Menteri Pertanian belum

sepenuhnya dilaksanakan di tingkat lapangan.

Tabel 14. Kemiringan Lahan Petani Sayuran Kentang Dataran Tinggi di

Kecamatan Pasirwangi, 2011

Kecuraman Lereng

(%)

Jumlah Petani

(orang) Persentase

< 14 22,00 44,00

15 – 24 14,00 28,00

25 – 40 11,00 22,00

> 41 3,00 6,00

Total 50,00 100,00

Kecuraman Lereng Rata-rata (%) 16,66

Kecuraman Lereng Maksimum (%) 45,00

Kecuraman Lereng Minimum (%) 0,00

Sumber : Data Primer (2012)

Page 77: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

64

Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani mengusahakan

lahan yang kurang sesuai untuk usahatani tanaman kentang. Oleh karena itu,

tindakan konservasi sangat dibutuhkan untuk meminimalisasi dampak negatif

akibat pengusahaan lahan-lahan di kelerengan tinggi. Salah satu teknik konservasi

yang cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 40 persen adalah teras

gulud, yaitu membuat barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di

bagian belakang gulud (Permentan, 2006). Fungsi dari teras gulud untuk menahan

laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah.

Petani yang melakukan konservasi adalah petani yang melakukan sistem

penanaman dengan membentuk jalur-jalur tumpukan tanah yang memanjang

menurut kontur atau melintang lereng (guludan searah kontur) (Gambar 6).

Sebaliknya apabila jalur tersebut dibuat kearah bawah lereng atau searah lereng

(Gambar 7) maka petani dikatakan tidak melakukan konservasi, karena pada alur-

alur diantara tumpukan tanah akan terkumpul air yang akan mengalir dengan

cepat ke bawah (Arsyad, 2000) sehingga mempercepat degradasi lahan yang

menyebabkan lahan kritis dan usahatani tidak berkelanjutan (Henny, 2012).

Gambar 6. Lahan dengan Penanaman

Searah Kontur (Konservasi)

di Kecamatan Pasirwangi,

2011

Gambar 7. Lahan dengan Penanaman

Searah Lereng (Non-

Konservasi) di Kecamatan

PasirWangi, 2011

Page 78: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

65

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara, petani yang melakukan pola

konservasi sebanyak 36 petani (72 persen), dan yang tidak melakukan pola

konservasi sebanyak 14 petani (28 persen). Dari 14 petani yang tidak melakukan

pola konservasi, diperoleh informasi bahwa salah satu alasan mereka melakukan

sistem penanaman guludan searah lereng adalah lebih mudah dibuat, jalur-jalur

yang dibuat mempermudah pemeliharaan tanaman, dan dapat menghemat tenaga

kerja.

6.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Adopsi

Konservasi

Analisis regresi logit digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi adopsi konservasi pada usahatani kentang di Kecamatan

Pasirwangi. Beberapa literatur (Solis et all, 2009; Katharina, 2007a). menyatakan

bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adopsi konservasi yaitu umur

petani, pendidikan petani, pengalaman, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan,

status penguasaan lahan, pendapatan, informasi teknologi yang didapat dari

penyuluhan dan keanggotaan dalam kelompok, dan akses terhadap kredit. Selain

itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi adopsi konservasi meliputi faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi erosi yaitu jenis tanah, tingkat kecuraman lereng, iklim

(curah hujan), dan panjang lereng.

Berdasarkan literatur yang diperoleh, sumber informasi mengenai

konservasi dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan dan keikutsertaan dalam

kegiatan kelompok tani. Namun, di daerah penelitian, meskipun penyuluhan

cukup sering dilaksanakan, materi penyuluhan yang disampaikan lebih sering

mengarah pada praktik budidaya, yaitu pembibitan, pemupukan, serta perawatan

tanaman, penyemprotan tanaman, tanpa membahas mengenai praktik konservasi.

Page 79: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

66

Selain itu, kelompok tani yang ada jarang melakukan kegiatan, bahkan jika ada

kegiatan, petani enggan ikut serta meskipun terdaftar sebagai anggota. Hal ini

disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan lebih banyak berbentuk penyuluhan atau

bahkan promosi pupuk dan obat yang banyak dilakukan oleh dealer pupuk/obat.

Petani lebih banyak mendapat informasi mengenai tindakan konservasi dari petani

lain. Oleh karena itu, penyuluhan dan keanggotaan dalam kelompok tani tidak

dimasukkan ke dalam model.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi adopsi konservasi adalah akses

terhadap kredit. Akses terhadap kredit penting karena berhubungan dengan modal

yang dimiliki petani. Tindakan konservasi yang harus dilakukan petani

membutuhkan lebih banyak tenaga kerja sehingga modal yang diperlukan lebih

banyak. Namun pada praktiknya petani di Kecamatan Pasriwangi sulit mengakses

lembaga-lembaga keuangan formal karena keterbatasan syarat-syarat yang harus

dipenuhi, seperti agunan serta pola angsuran yang wajib dibayar per bulan,

padahal petani melakukan panen minimal tiga bulan untuk satu musim. Oleh

karena itu petani lebih memilih mengakses kredit informal, yaitu dengan

meminjam dalam bentuk saprodi, seperti pupuk dan pestisida. Sistem ini telah

menjadi kebiasaan bagi petani, karena untuk menanam kentang, modal yang

diperlukan cukup besar. Karena seluruh petani yang menjadi sampel dalam

penelitian ini mengakses kredit dengan cara yang sama, maka variabel ini tidak

dimasukkan kedalam model karena dianggap tidak ada variasi data,.

Faktor penyebab erosi dapat mempengaruhi petani dalam keputusan

adopsi konservasi karena tujuan dari konservasi adalah mencegah atau

mengurangi erosi yang terjadi (Kataharina, 2007). Pada penelitian ini jenis tanah

Page 80: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

67

dan iklim (curah hujan) dianggap sama untuk setiap petani karena berada pada

lokasi yang sama. Sehingga variabel ini tidak dimasukan kedalam model. Selain

itu, informasi mengenai panjang lereng cukup sulit didapat karena mayoritas

petani tidak yakin akan panjang lereng dari lahan mereka. Pada saat dilakukan

wawancara para petani hanya dapat mennjawab panjang lereng hanya dengan

perkiraan saja. Selain itu, kurangnya informasi mengenai panjang lereng karena

adanya keterbatasan peneliti dalam mengakses lahan garapan petani. Oleh karena

itu panjang lereng tidak dimasukkan kedalam model. Satu-satunya variabel

lingkungan yang masuk kedalam model adalah tingkat kecuraman lereng, faktor

ini didapat secara sederhana dengan bertanya langsung kepada petani dengan

menggunakan ilustrasi gambar.

Dengan demikian dalam penelitian ini variabel-variabel penjelas yang

digunakan dalam model logit yaitu umur (UMR), pendidikan petani (PDKN), luas

lahan (LLHN), pendapatan (PDPT), jumlah tanggungan keluarga (JTK), tingkat

kecuraman lereng (CURM), pengalaman bertani (PLMN), dan satu variabel

dummy, yaitu status kepemilikan lahan (SLHN). Untuk variabel pendapatan,

pendapatan yang dihitung adalah pendapatan tunai yang diperoleh petani, yaitu

selisih produksi kentang yang dijual dan biaya tunai yang dikeluarkan. Pemilihan

penggunaan perhitungan pendapatan tunai karena pada tingkat petani, keputusan

petani untuk melanjutkan atau melakukan alternatif lain dari usahatani mereka

dipengaruhi oleh pendapatan tunai yang secara riil diterima. Variabel respon yang

digunakan dalam analisis ini adalah peluang petani melakukan pola konservasi.

Jika petani melakukan pola konservasi, maka diberi nilai satu dan jika petani tidak

dilakukan pola konservasi, maka diberi nilai nol.

Page 81: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

68

Berdasarkan hasil pengolahan regresi logit diperoleh bahwa 57,1 persen

pengamatan aktual (Y = 0) diprediksi dengan benar dan 91,7 persen pengamatan

aktual (Y = 1) diprediksi dengan benar. Secara keseluruhan, 82,0 persen

pengamatan aktual (Y = 0 atau Y = 1) diprediksi dengan benar (Lampiran 4).

Tabel 15 menyajikan data hasil analisis regresi logit.

Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Logit untuk Mengadopsi Konservasi pada

Usahatani Kentang Dataran Tinggi di Kecamatan Pasirwangi, 2011

Variabel Koefisien Sig. Odds Ratio

Constant 0,981 0,766 2,666

UMR 0,026 0,669 1,027

PNDKN -0,178 0,509 0,837

LLHN c -4,727 0,184 0,009

SLHN a 2,583 0,046 13,233

PDPT c 0,000 0,171 1,000

JTK -0,375 0,259 0,687

CURM a 0,125 0,021 1,133

PNGLMN b

-0,079 0,138 0,924

-2 Log likelihood 41,293

Chi-Square 18,002

Hosmer and Lemeshow test

(signifikansi) 0,541

Sumber : Data primer,dioleh (2012)

Keterangan : a = Signifikan pada α = 5 persen

b = Signifikan pada α = 15 persen

c = Signifikan pada α = 20 persen

Berdasarkan Tabel 15, hasil pengujian Hosmer and Lemeshow test,

menunjukkan nilai signifikasi 0,541, lebih besar dari α = 5 persen maka terima H0.

Artinya model regresi layak dipakai untuk analisis selanjutnya dan model yang

dihasilkan dapat dikatakan model yang baik, karena tidak ada perbedaan nyata

antara klasifikasi yang diprediksi dengan yang diamati. Selanjutnya, didapatkan

nilai -2 Log likelihood sebesar 41,293 dan nilai Chi-square sebesar 18,002 dengan

Page 82: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

69

signifikasi 0,021. Angka ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan

bahwa semua slope dalam model sama dengan nol harus ditolak pada taraf nyata α

= 5 persen. Artinya, terdapat minimal satu slope model yang tidak sama dengan

nol atau variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap

peluang mengadopsi atau tidak mengadopsi konservasi. Berdasarkan hubungan

antar variabel (korelasi) masalah multikolinearitas tidak ditemukan pada model

regresi logit, karena hubungan antar variabel independen tidak ada yang bernilai

lebih dari 0,8 (Lampiran 4).

Hasil analisis regresi logit digunakan untuk membangun model yang

menjelsakan pengaruh masing-masing variabel penjelas terhadap variabel respon.

Nilai koefisien (β) menunjukkan pengaruh variabel penjelas terhadap peluang

melakukan adopsi konservasi, yaitu dapat meningkatkan peluang adopsi atau

mengurangi peluang adopsi. Nilai Odds ratio adalah perbandingan antara

besarnya peluang melakukan adopsi konservasi dengan peluang tidak melakukan

adopsi konservasi. Jika nilai Odds ratio sama dengan satu, maka peluang untuk

mengadopsi dan tidak mengadopsi konservasi adalah sama. Nilai Odds ratio lebih

dari satu, maka peluang untuk mengadopsi konservasi lebih besar dari peluang

tidak mengadopsi konservasi. Sebaliknya, jika nilai Odds ratio kurang dari satu,

maka peluang melakukan adopsi konservasi lebih kecil daripada peluang tidak

melakukan adopsi konservasi. Berdasarkan hasil analisis model regresi pada Tabel

15, persamaan model yang dihasilkan adalah:

Page 83: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

70

6.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Adopsi

Konservasi

Dilihat dari kriteria ekonomi, berdasarkan hasil regresi logit pada Tabel 15

dari delapan variabel yang dimasukan ke dalam model, empat variabel bertanda

positif (umur, status kepemilikan lahan, pendapatan, dan tingkat kecuraman

lereng), dan empat variabel bertanda negatif (pendidikan petani, luas lahan,

jumlah tanggungan keluarga, dan pengalam bertani). Dilihat dari kriteria statistik,

luas lahan, status kepemilikan lahan, pendapatan, tingkat kecuraman lereng, dan

pengalaman bertani secara signifikan mempengaruhi keputusan petani dalam

mengadopsi pola konservasi. Selain itu, faktor lain yang tidak berpengaruh secara

signifikan pada keputusan petani adalah umur, pendidikan, dan jumlah

tanggungan keluarga.

Variabel tingkat kecuraman lereng memiliki P-value 0,021 berpengaruh

nyata secara signifikan pada taraf nyata α = 0,05. Koefisien tingkat kecuraman

lereng memiliki tanda positif, artinya semakin tinggi kecuraman lereng, peluang

untuk melakukan konservasi semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hipotesis

awal yaitu semakin tinggi tingkat kecuraman lereng, maka diharapkan semakin

tinggi kesediaan petani untuk melakukan konservasi, karena semakin tinggi

kecuraman lereng, maka potensi erosi pun semakin besar yang akhirnya akan

menurunkan produktivitas. Nilai odds ratio pada variabel tingkat kecuraman

lereng sebesar 1,133, artinya semakin tinggi tingkat kecuraman lereng, peluang

untuk mengadopsi konservasi lebih tinggi daripada peluang tidak melakukan

adopsi konservasi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Katharina (2007a) yang

menyatakan peluang petani Pangalengan untuk melakukan konservasi meningkat

seiring dengan meningkatnya kecuraman lereng.

Page 84: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

71

Variabel pendapatan berpengaruh secara signifikan karena memiliki nilai

P-value yang lebih kecil dari α = 0,20, yaitu 0,171. Nilai odds ratio pada variabel

pendapatan adalah 1,00, artinya pengaruh pendapatan terhadap peluang petani

untuk melakukan konservasi sama dengan peluang petani tidak melakukan

konservasi. Hal ini disebabkan oleh pendapatan yang dihitung adalah pendapatan

tunai yang tidak merangkum penerimaan petani dari keseluruhan hasil produksi.

Variabel status kepemilikan lahan memiliki P-value 0,046 berpengaruh

nyata secara signifikan pada taraf nyata α = 0,05. Variabel ini mempunyai tanda

positif, artinya status lahan milik dapat meningkatkan peluang petani untuk

mengadopsi pola konservasi. Selain itu, hasil analisis menunjukkan nilai odds

ratio untuk status kepemilikan lahan sebesar 13,233. artinya, peluang petani

pemilik untuk melakukan konservasi lebih besar dibandingkan dengan petani

penyewa.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Katharina (2007a) mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem pertanian konservasi di

Pangalengan. Status sewa lahan yang berdurasi pendek menyebabkan kurangnya

insentif untk melakukan konservasi di lahan yang diusahakannya. Manfaat dari

menerapkan konservasi tanah biasanya akan nyata dalam jangka menengah atau

panjang. Sebaliknya, kerugian dari tidak menerapkan konservasi pun tidak akan

terasa dalam jangka pendek. Selain itu, menurut Reijntjes (1992) bila petani tidak

yakin dengan hak-hak mereka untuk memanfaatkan lahan yang dibudidayakan,

perangsang-perangsang untuk menginvestasikan dalam praktek-praktek

konservasi sumberdaya seperti pengendalian erosi, akan menjadi lemah.

Page 85: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

72

Variabel luas lahan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

petani dalam mengadopsi pola konservasi. Hal ini ditunjukkan dengan P-value

0,184 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata α = 0,20. Variabel ini memiliki

koefisien yang bertanda negatif, artinya peningkatan luas lahan dapat mengurangi

peluang petani untuk mengadopsi pola konservasi. Hal ini tidak sesuai dengan

hipotesis awal, yaitu luas lahan diharapkan berpengaruh secara positif terhadap

adopsi pola konservasi. Nilai odds ratio pada variabel luas lahan adalah sebesar

0,009, artinya apabila luas lahan semakin meningkat, maka peluang petani untuk

tidak mengadopsi konservasi lebih besar dari peluang untuk mengadopsi

konservasi.

Berdasarkan pengamatan lapang seperti ditunjukkan pada bab gambaran

umum, rata-rata luas lahan garapan petani konservasi lebih luas dibandingkan

petani non-konservasi (Tabel 12). Selain itu, luas lahan yang ada di Kecamatan

Pasirwangi untuk lahan pertanian terbatas, sehingga jika petani ingin memperluas

lahan garapan ushatani kentang, petani banyak memanfaatkan lahan di lereng

pegunungan dengan tingkat kecuraman lereng tinggi yang sebenarnya tidak cocok

untuk usahatani kentang. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa rata-rata luas

lahan garapan petani yang terbesar berada pada tingkat kecuraman lereng lebih

dari 30 persen.

Tabel 16. Rata-rata Luas Garapan Petani Kentang Dataran Tinggi pada Berbagai

Tingkan Kecuraman Lereng di Kecamatan Pasirwangi, 2011

Tingkat Kecuraman Lereng

(%)

Jumlah Petani

(persen)

Rata-rata Luas Lahan Garapan

(ha)

< 14 44 0,292

15-30 42 0,294

>31 14 0,551

Sumber : Data primer,diolah (2012)

Page 86: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

73

Salah satu alasan mengapa luas lahan bertanda negatif atau tidak sesuai

dengan harapan karena di daerah penelitian dengan semakin meningkatnya luas

lahan garapan, maka petani kentang membutuhkan modal yang lebih banyak

terutama untuk biaya tenaga kerja. Peningkatan biaya ini disebabkan oleh

semakin tinggi kecuraman lereng pengelolaan usahatani semakin sulit sehingga

lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Disamping itu pada lahan berlereng

untuk mempertahankan produktivitas yang sama petani harus menambahkan

pupuk yang tidak sedikit sehingga memerlukan tambahan biaya yang besar.

Variabel pengalaman berpengaruh secara signifikan karena memiliki nilai

p-value yang lebih kecil dari α = 0,15, yaitu 0,138. Koefisien ini bertanda negatif,

yang berbeda dengan hipotesis awal bahwa pengalaman akan berpengaruh positif

terhadap adopsi konservasi. Pengalaman memiliki nilai odds ratio sebesar 0,924.

ini artinya bahwa peluang petani untuk mengadopsi konservasi lebih kecil dari

peluang petani tidak mengadopsi.

Pengalaman berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi

karena pengalaman yang dimasukkan dalam model adalah lama bertani petani

melakukan usahatani kentang, bukan melakukan usahatani dengan konservasi.

Rata-rata lama bertani petani yang melakukan konservasi lebih tinggi daripada

petani yang tidak melakukan konservasi, yaitu 25,29 tahun dan 16,81 tahun (Tabel

9). Terhambatnya penerimaan praktik adopsi konservasi karena banyak petani

yang enggan mencoba inovasi baru akibat kurangnya informasi yang mereka

dapat sehingga masih berfikir bahwa apa yang mereka lakukan selama bertahun-

tahun adalah usaha terbaik untuk melakukan usahatani kentang. Semakin banyak

pengalaman, petani semakin mengetahui risiko produksi dan biaya yang harus

Page 87: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

74

ditanggung. Berdasarkan pengalaman petani, untuk melakukan konservasi, yaitu

membuat guludan searah kontur sulit dalam pengerjaan sehingga membutuhkan

tenaga kerja yang lebih banyak. Selain itu dalam pengelolaan tanaman, seperti

penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan juga saat panen pun memerlukan

tenaga kerja yang lebih banyak, dan menurut petani penanaman searah kontur

akan menimbulkann penyakit, karena adanya genangan air yang terhambat oleh

guludan.

Variabel umur, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga yang

termasuk faktor internal dalam mempengaruhi keputusan petani tidak berpengaruh

nyata terhadap kesediaan petani mengadopsi konservasi. Variabel-variabel

tersebut tidak berpengaruh nyata karena memiliki nilai p value yang lebih besar

dari α = 0,20, yaitu masing-masing sebesar 0,669, 0,509, dan 0,259.

Jumlah Tanggungan Keluarga memiliki nilai odds ratio sebesar 0,687

dengan koefisien yang beratnda negatif. Artinya peluang petani untuk melakukan

adopsi lebih kecil daripada peluang tidak melakukan adopsi, atau semakin banyak

jumlah tanggungan petani, maka peluang adopsi semakin kecil. Hal ini sesuai

dengan hipotesis awal, bahwa jumlah tanggungan keluarga dapat menurunkan

peluang adopsi konservasi. Tidak berpengaruh nyatanya jumlah tanggungan

keluarga terhadap keputusan adopsi konservasi karena rata-rata jumlah

tanggungan keluarga petani di Kecamatan Pasirwangi hampir sama antar petani

yaitu sebanyak 3 orang (Lampiran 3), sehingga jumlah tanggungan keluarga

bukan penentu keputusan adopsi.

Variabel umur memiliki nilai odds rasio sebesar 1,027. Artinya dengan

meningkatnya umur petani, peluang untuk mengadopsi konservasi lebih tinggi

Page 88: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

75

daripada tidak mengadopsi konservasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Siregar (2006) dan Lapar dan Pandey (1999). Namun, secara statistik umur tidak

berpengaruh nyata terhadap keputusan adopsi konservasi. Pendidikan memiliki

nilai odds rasio sebesar 0,837. Artinya semakin tinggi pendidikan petani peluang

mengadopsi konservasi cenderung lebih kecil daripada tidak mengadopsi

konservasi.

Variabel umur, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga tidak

berpengaruh karena mayoritas petani di Kecamatan Pasirwangi adalah petani

pengikut (Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut, 2010). Status ini

mengakibatkan petani hanya mengikuti usaha-usaha yang telah secara nyata

memberikan hasil yang lebih baik bagi petani lain yang telah menjalankan inovasi

baru, karena menghindari risiko yang mungkin didapat. Selain itu, tidak

signifikannya variabel-variabel tersebut kemungkinan terkait dengan sifat dan

karakteristik teknik konservasi tersebut yang merupakan program pemerintah,

sehingga kesadaran pentingnya konservasi sangat kurang.

6.2. Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang

Analisis nilai ekonomi konservasi usahatani kentang didasarkan pada

perbedaan pendapatan total (net benefit) antara usahatani kentang yang

menggunakan sistem konservasi dan tanpa konservasi. Analisis pendapatan total

merangkum seluruh biaya yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan biaya-biaya

yang diperhitungkan, serta penerimaan dari seluruh hasil produksi usahatani, baik

yang dijual, maupun yang tidak dijual.

Analisis pendapatan untuk usahatani kentang di Kecamatan Pasirwangi

didasarkan pada harga dan upah tenaga kerja yang berlaku di lokasi penelitian

Page 89: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

76

pada tahun 2010-2011, dan dilakukan untuk usahatani kentang per satu musim

tanam. Jumlah pestisida dihitung dengan penggunaan pestisida setara Daconil.

Perhitungan biaya pestisida setara Daconil didasarkan pada jumlah petani yang

paling banyak menggunakan jenis pestisida tertentu. Di daerah penelitian

sebanyak 62 persen petani menggunakan merek pestisida Daconil. Jumlah

pestisida yang digunakan dihitung berdasarkan biaya total pestisida per sampel

dibagi dengan harga pestisida Daconil.

Tabel 17 menyajikan data struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan

usahatani kentang per Hektar per musim tanam di Kecamatan Pasirwangi tahun

2011. Berdasarkan hasil analisis, usahatani dengan konservasi memiliki

produktivitas yang lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi, yaitu masing-

masing sebesar 18,74 ton/ha dan 16,23 ton/ha. Hasil ini dapat membuktikan

bahwa dengan melakukan konservasi, petani dapat mempertahankan unsur hara

tanah yang baik untuk tanaman, sehingga dapat mempertahankan produktivitas

lahan. Namun, untuk melakukan usahatani dengan konservasi, petani

membutuhkan modal yang lebih banyak dibandingkan usahatani konservasi.

Penggunaan modal yang tinggi dapat terlihat dari biaya yang dikeluarkan

untuk usahatani dengan konservasi lebih tinggi daripada usahatani tanpa

konservasi. Hal ini disebabkan oleh adanya biaya lebih yang dikeluarkan untuk

konservasi, yaitu biaya tenaga kerja, terutama tenaga kerja saat membuat guludan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, pengerjaan guludan yang dibuat searah

kontur lebih sulit dibandingkan dengan pengerjaan guludan searah lereng,

sehingga dibutuhkan waktu pengerjaannya yang lebih lama. Pengeluaran petani

yang melakukan konservasi untuk tenaga kerja luar keluarga lebih tinggi daripada

Page 90: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

77

petani yang tidak melakukan konservasi dengan perbedaan Rp 2.209.040,01.

Petani yang tidak melakukan konservasi mengeluarkan biaya tenaga kerja dalam

keluarga yang lebih tinggi daripada petani yang melakukan konservasi dengan

perbedaan Rp 1.655.334,81. Secara total, petani yang melakukan konservasi

mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi dengan total perbedaan sebesar

Rp 553.705,2. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani konservasi menyerap tenaga

kerja yang lebih banyak dibandingkan usahatani non-konservasi (Tabel 17).

Tabel 17. Struktur Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Kentang per

Hektar Per Musim Tanam di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011

Deskripsi

Sistem Penanaman

Perbedaan Konservasi

(Searah Kontur)

Non Konservasi

(Searah Lereng)

Total Produksi (Kg) 18.740,87 16.230,04 2.510,83

Total Jual (Kg) 16.147,21 14.632,31 1.514,90

Harga (Rp) 4.896,60 4.896,60 0,00

Biaya Tunai (Rp)

a. Benih 16.232.891,38 16.311.738,97 -78.847,60

b. Pupuk Organik 7.744.785,71 6.501.938,73 1.242.846,97

c. Pupuk An-Organik 1.359.037,17 1.642.814,33 -283.777,16

d. Pestisida 5.495.524,42 5.218.810,30 276.714,13

e. TK 8.088.993,54 5.879.953,53 2.209.040,01

f.Ajir,Mulsa 2.065.402,52 1.584.723,53 480.678,99

g.Bahan Bakar pompa 338.704,01 421.715,65 -83.011,64

h.Pajak 64.946,11 69.363,91 -4.417,80

Biaya Diperhitungkan (Rp)

a. Sewa Lahan 1.000.000,00 1.000.000,00 0,00

b. Penyusutan 205.078,78 177.871,03 27.207,75

c.TK 1.618.405,77 3.273.740,58 -1.655.334,81

TR tunai (Rp) 79.066.424,34 71.648.556,18 7.417.868,16

TR total (Rp) 91.766.536,09 79.472.008,65 12.294.527,44

TC tunai (Rp) 41.390.284,86 37.631.058,96 3.759.225,90

TC total (Rp) 44.213.769,41 42.082.670,58 2.131.098,84

Pendapatan Tunai (Rp) 37.676.139,48 34.017.497,22 3.658.642,26

Pendapatan Total (Rp) 47.552.766,68 37.389.338,07 10.163.428,60

R-C rasio tunai 1,91 1,90 0,01

R-C rasio total 2,08 1,89 0,19

Sumber: Data Primer (diolah)

Page 91: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

78

Berdasarkan Tabel 17, pendapatan tunai yang diterima dalam usahatani

kentang menunjukkan pendapatan per hektar usahatani yang melakukan sistem

konservasi lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi, sengan perbedaan

sebesar Rp 3.658.642,26/ha. Pendapatan tunai rata-rata usahatani dengan

konservasi sebesar Rp 37.676.139,48/ha, sedangkan pendapatan tunai rata-rata

usahatani tanpa konservasi sebesar Rp 34.017.497,22/ha. Selanjutnya,

berdasarkan pendapatan total yang diperoleh, usahatani kentang dengan

konservasi memberikan pendapatan total yang lebih tinggi daripada usahatani

tanpa konservasi, dengan perbedaan sebesar Rp 10.163.428,60/ha. Usahatani

kentang dengan konservasi memberikan pendapatan total sebesar

Rp 47.552.766,68/ha, lebih besar daripada usahatani tanpa konservasi yang

memberikan pendapatan total sebesar Rp 37.389.338,07/ha.

Hasil analisis pendapatan tunai dapat dapat melihat hasil usahatani secara

riil sehingga dapat mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan usahatani

yang telah dilakukan atau tidak. Sedangkan analisis pendapatan total dapat

digunakan untuk melihat penampilan usahatani secara keseluruhan, sehingga

dapat dijadikan acuan dalam bisnis (ekonomi), karena telah memperhitungkan

produksi yang dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk benih, dan untuk

diberikan kepada orang lain (Soekartawi, 1985), serta dapat melihat keberlanjutan

pendapatan dari usahatani tersebut. Pada usahatani kentang di Pasirwangi, kedua

sistem penanaman dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan usahatani kubis di dataran tinggi Provinsi Jawa Barat yang memberikan

pendapatan sebesar Rp 7.039.940/ha (Nahraeni, 2012).

Page 92: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

79

Nilai R-C rasio atas biaya tunai usahatani dengan konservasi adalah 1,91,

artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan, memberikan penerimaan

sebanyak 1,91 kali. Sedangkan nilai R-C rasio atas biaya tunai usahatani tanpa

konservasi sebesar 1,90, artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan

memberikan penerimaan sebersar 1,90 kali. Sehingga dapat disimpulkan nilai R-C

rasio atas biaya tunai menunjukkan bahwa setiap satuan biaya tunai yang

dikeluarkan dalam usahatani kentang dengan konservasi memberikan penerimaan

yang lebih besar daripada usahatani kentang tanpa konservasi.

Berdasarkan perhitungan R-C rasio atas biaya total, usahatani kentang

dengan konservasi memberikan nilai R-C rasio yang lebih tinggi dari R-C rasio

usahatani kentang tanpa konsevasi. Nilai R-C rasio atas biaya total untuk

usahatani kentang dengan konservasi adalah 2,08 yang artinya setiap satu satuan

biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani, akan memberikan penerimaan

sebanyak 2,08 kali. Sedangkan usahatani tanpa konservasi memberikan nilai R-C

rasio atas biaya total sebesar 1,89, artinya setiap satu satuan biaya total yang

dikeluarkan memberikan penerimaan sebanyak 1,89 kali.

Sistem penanaman yang sama memperlihatkan adanya perbedaan R-C

rasio antara R-C rasio tunai dan R-C rasio total. Pada usahatani kentang dengan

konservasi, terlihat R-C rasio atas biaya total yang lebih besar daripada R-C rasio

atas biaya tunai dengan perbedaan sebesar sebesar 0,17. Artinya dari sisi bisnis,

usahatani kentang dengan konservasi memberikan penerimaan yang lebih baik

dibandingkan perhitungan dari sisi akuntansi. Atau penerimaan yang diperoleh

pada usahatani kentang dengan konservasi dapat didapat secara berkelanjutan. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Katharina (2007b) yang menyatakan manfaat

Page 93: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

80

dari menerapkan konservasi akan terlihat dalam beberapa musim dan sifatnya

jangka panjang, selain itu tindakan konservasi tanah merupakan investasi untuk

meningkatkan produktivitas lahan dimasa mendatang (Lapar dan Pandey, 1999).

Sebaliknya, pada sistem usahatani kentang tanpa konservasi, terlihat

bahwa R-C rasio atas biaya tunai lebih besar daripada R-C rasio atas biaya total.

Hal ini menunjukkan bahwa secara riil petani mendapatkan penerimaan yang

lebih besar, namun penerimaan yang didapatkan tidak akan berkelanjutan karena

secara keseluruhan masih banyak biaya yang cukup besar yang dapat mengurangi

penerimaan, terutama jika petani menghitung opportunity cost dari tenaga kerja

dalam keluarga.

Berdasarkan analisis ekonomi, nilai R-C rasio untuk usahatani kentang

dengan konservasi lebih besar daripada usahatani kentang tanpa konservasi,

Artinya setiap satuan biaya yang dikeluarkan pada usahatani dengan konservasi

memberikan penerimaan yang lebih besar dibandingan dengan usahatani tanpa

konservasi. Nilai R-C rasio untuk kedua sistem tanam tersebut lebih besar

daripada nilai R-C rasio hasil analisis Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura

Kabupaten Garut (2009), yaitu 1,73.

Perbedaan antara usahatani konservasi dan non-konservasi dapat dilihat

dari aspek lingkungan, yang ditunjukkan dengan nilai ekonomi konservasi. Nilai

ekonomi konservasi merupakan keuntungan yang diperoleh petani jika melakukan

konservasi atau kerugian yang diderita petani jika tidak melakukan konservasi.

Oleh karena itu, nilai ekonomi konservasi usahatani kentang adalah selisih

pendapatan total antara petani yang melakukan konservasi dan tidak melakukan

konservasi. Dengan tidak dilakukannya konservasi, maka lahan petani akan

Page 94: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

81

mengalami erosi yang lebih tinggi sehingga menghasilkan produksi kentang yang

lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang melakukan konservasi, karena

hilangnya unsur hara tanah akibat terbawa erosi. Selain itu petani pun harus

mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk melakukan konservasi.

Analisis pendapatan total merangkum seluruh biaya yang secara riil

dikeluarkan oleh petani dan biaya-biaya yang diperhitungkan, serta penerimaan

dari seluruh hasil produksi usahatani, baik yang dijual, maupun yang tidak dijual.

Oleh karena itu, pebedaan pendapatan total dapat merangkum kerugian petani

yang tidak melakukan konservasi akibat produktivitas yang lebih rendah, serta

tambahan biaya yang dikeluarkan petani untuk konservasi. Berdasarkan hasil

analisis dapat dilihat bahwa perbedaan pendapatan total antara petani yang

melakukan konservasi dan tidak melakukan konservasi sebesar Rp 10.163.428,60

atau nilai ekonomi dari konservasi usahatani kentang sebesar Rp 10.163.428,60

(Tabel 18).

Tabel 18. Perhitungan Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang di

Kecamatan Pasirwangi, 2011

Deskripsi

Sistem Penanaman

Perbedaan Konservasi

(Searah Kontur)

Non Konservasi

(Searah Lereng)

A Penerimaan

Nilai Produksi (Rp) 91.766.536,09 79.472.008,65 12.294.527,44

B Biaya

Biaya Tunai (Rp) 41.390.284,86 37.631.058,96 3.759.225,90

Biaya Diperhitungkan (Rp) 2.823.484,55 4.451.611,61 -1.628.127,06

Biaya Total (Rp) 44.213.769,41 42.082.670,58 2.131.098,84

C Net Benefit dengan

Konservasi (Rp) 47.552.766,68

D Net Benefit Tanpa

Konservasi (Rp) 37.389.338,07

E Incremental Net Benefit

(Nilai Ekonomi) (Rp) 10.163.428,60

Sumber: Data Primer (diolah)

Page 95: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

82

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dengan menggunakan analisis regresi logit, umur, status kepemilikan lahan,

pendapatanan dan tingkat kecuraman lereng berpengaruh positif terhadap

keputusan petani dalam mengadopsi konservasi. Sedangkan pendidikan, luas

lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berpengaruh secara

negatif. Selanjutnya variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf

nyata α = 20 persen, yaitu luas lahan, status kepemilikan lahan, pendapatan,

tingkat kecuraman lereng, dan pengalaman bertani.

2. Usahatani kentang memberikan keuntungan baik bagi responden yang

mengadopsi konservasi maupun yang tidak mengadopsi konservasi. Namun,

berdasarkan hasil analisis adopsi sistem konservasi yang dilakukan petani

memberikan nilai ekonomi sebesar Rp. 10.163.428,60/Ha.

7.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumusakan saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penyuluhan yang membahas mengenai konservasi secara

lebih mendalam tidak hanya fokus pada budidaya tanaman, terutama sasaran

penyuluhan pada petani penyewa-penggarap. Hal ini perlu dilakukan agar

petani lebih paham mengenai manfaat dan biaya yang harus ditanggung

secara lebih jelas sehingga dapat meningkatkan adopsi konservasi,

Page 96: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

83

2. Penyuluhan lebih baik diarahkan pada petani yang menggarap lahan di

kecuraman lahan tinggi karena memiliki peluang adopsi konservasi yang

lebih tinggi.

3. Dengan semakin langkanya lahan, petani beralih menggarap lahan kehutanan

pada tingkat kecuraman lahan lebih dari 30 persen yang tidak

direkomendasikan untuk tanaman semusim karena akan memperbesar tingkat

erosi. Dengan demikian pemerintah perlu mempertegas aturan batas

kecuraman lahan yang diperbolehkan ditanam tanaman semusim, khususnya

kentang.

Page 97: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

84

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Aryadi H. 2006. Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat

Kerusakan Akibat Gempa Melalui Penggunaan Sistem Informasi Geografi

(SIG) (Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan

Sesudah Gempa). [Skripsi]. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas

Pertanian. Institut PErtanian Bogor, Bogor.

Abdurachman A. dan Sutono S. 2002. Teknologi pengendalian Erosi Lahan

Berlereng. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian

Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanah dan Agroklimat Bogor. dalam Katharina, R. 2007. Adopsi

Konservasi Sebagai Bentuk Investasi Usaha Jangka Panjang (Studi Kasus

Usahatani Kentang Lahan Kering Dataran Tinggi Pangalengan). Jurnal

Manajemen dan Agribisnis. Vol. 4 No. 1 Maret 2007.

Badan Kebijakan Fiskal. 2011. Pertumbuhan PDB Menurut Sektor Ekonomi

2005-2010. Kementrian Keuangan RI, Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten Garut. 2010. Programa Penyuluh

Pertanian BPP Kecamatan Pasirwangi Tahun 2010. Garut

Badan Pusat Statistik. 2003. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

. 2004. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

. 2005. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

. 2006. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

. 2007. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

. 2008. Luas Lahan Menurut Penggunaanya. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2012. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Berita Resmi

Statistik No. 13/02/Th. XV, 6 Februari 2012. Jakarta Indonesia.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2012. Profil Garut per Kecamatan 2012.

Garut

Page 98: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

85

Bandara DGVL, Thiruchelvam S. 2008. Factor Affecting the Choice of Soil

Conservation Practices Adopted by Potato Farmers in Nuwara Eliya

District, Sri Lanka. Tropical Agricultural Research & Extension 11, 2008.

Barbier EB. 1996. The Economic of Soil Erosion: Theory, Methodology, and

Examples. Spesial paper. Paper based on a Presentation to the Fifth

Biannual Workshop on Economy and Environment in Southeast Asia.

Singapore, November 28-30, 1995.

D’Souza G, Cyphers D, and Phipps T. 1993. Factor Affecting the Adoption of

Sustainable Agricultural Practices. Agricultural dan Resource Economics

Review. October 1993.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Usahatani. Departemen

Pendidikan.

Departemen Pertanian. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian. Nomor :

47/Permentan/Ot.140/10/2006 Tanggal : 9 Oktober 2006 Tentang

Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan.

Departemen Pertanian. http://perundangan.deptan.go.id/admin/p_mentan/

Permentan-47-06.pdf diakses pada 5 Januari 2012

Dewi YA, Hendayana R. 2002. Usaha Konservasi Tanah dan Air Sebagai

Alternatif Peningkatan Pendapatan Petani di Lahan Kering (Kasus

Konservasi Tanah dan Air di Desa Rejosari, Kecamatan Semin, Kabupaten

Gunungkidul, Propinsi DIY). ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2005/SP/

usahakonservasi.doc diakses pada tanggal 5 Februari 2011.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2003. Buku Informasi

Sayuran. Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Bandung.

. 2010. Laporan Tahunan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

. 2011. Laporan Tahunan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut. 2009. Profil Tanaman

Kentang di Kabupaten Garut. http://www.garut.kab.go.id diakses pada 3

Maret 2012.

Feder, G. and T. Ochan. 1987. Land Ownership Security and Farm Investment in

Thailand. American Journal of Agriculture Economics. 69:311-320. dalam

Katharina R. 2007. Adopsi Sitem Pertanian Konservasi Usahatani Kentang

di Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung

[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-

HillCompanies.

Page 99: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

86

Hardjanto, A. 2010. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Petani dalam Adopsi Teknologi Konservasi Lahan (Studi Kasus di: Daerah

Tangkapan Air (DTA) Saguling, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten

Bandung) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Harijaya, O. 1995. Konservasi Tanah dan Air Lanjutan Bahan Kuliah Program

Pascasarjana IPB. (Tidak Diterbitkan). dalam Ladamay I. 2010.

Pengelolaan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan [Disertasi]. Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Haryati U, dan Erfandi D. 2011. Laporan Akhir Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Pengelolaan Lahan untuk Meningkatkan Produktivitas

Hortikultura > 20% Mendukung Pengembangan Kawasan Hortikultura.

Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.

Henny H. 2012. Perencanaan Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang

di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi. [Disertasi]. Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hidayat A, Mulyani A. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian dalam Buku

Teknologi Pengelolaan Lahan Kering, Menuju Pertanian Produktif dan

Ramah Lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah

dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

Departemen Pertanian.

Hwang S W, J Alwang, and GW Norton. 1994. Soil Coservation Practices and

Farm Income in the Dominican Republic. Agricultural System 46: 59-77.

Elseiver Science Limited. dalam Katharina R. 2007. Adopsi Sitem

Pertanian Konservasi Usahatani Kentang di Lahan Kering Dataran Tinggi

Kecamatan Pangalengan, Bandung [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indraningsih K.S. 2010. Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal kasus Adopsi

Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan

Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana IPB.

Joseph PM, Chimvuramahwe J, Borerwe R. 2012. Adoption and Efficiency of

Selected Conservation Farming Technologies in Madziva Communal

Area, Zimbabwe: A Transcendental Production Function Approach.

Bulletin of Environment, Pharmacology & Life Sciences. Volume 1, Issue

4, March 2012: 27 – 38.

Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.

Kadekoh I. 2007. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan dengan

Sistem Polikultur Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi

Lahan Marginal.

Page 100: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

87

Katharina R. 2007a. Adopsi Sistem Pertanian Konservasi Usahatani Kentang di

Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung

[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

. 2007b. Adopsi Konservasi Sebagai Bentuk Investasi Usaha Jangka

Panjang (Studi Kasus Usahatani Kentang Lahan Kering Dataran Tinggi

Pangalengan). Jurnal Manajemen dan Agribisnis. Vol. 4 No. 1 Maret

2007.

Ladamay I. 2010. Pengelolaan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan [Disertasi].

Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lapar Ma. Lucila A, and Pandey S. 1999. Adoption of Soil Conservation: The

Case of The Philippine Uplands. Agricultural Economics 21 (1999) 241-

256.

Lionberger HF. 1968. Adoption of New Ideas and Practices. Iowa: The Iowa State

University Pr. dalam Indraningsih K.S. 2010. Penyuluhan pada Petani

Lahan Marjinal kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Sekolah

Pascasarjana IPB.

Minardi S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan

Pertanian Tanaman Pangan dalam Makalah Seminar Optilmalisasi

Sumberdaya Pertanian pada Agroekosistem Lahan Kering. Pusat Analisis

Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementrian Pertanian.

Nahraeni W. 2000. Keputusan Petani dalam Penerapan Teknologi Tanam Benih

Langsung (Tabela) Program Pengkajian SUTPA [Tesis]. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

. 2012. Efisiensi dan Nilai Keberlanjutan Usahatani Sayuran Dataran

Tinggi di Provinsi Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Pattanayak SK, Mercer DE, Sills E, and Yang JC. Taking Stock of Agroforestry

Adoption Studies. Jurnal Agroforestry System. 57:173-186.

Pindyck RS, Rubinfeld DL. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts

Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies. New York.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2005. Teknologi

Pengelolaan Lahan Kering, Menuju Pertanian Produktif dan Ramah

Lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian.

Rahim SE. 2003. Pengendalian erosi tanah: dalam rangka pelestarian lingkungan

hidup. Jakarta: Bumi Aksara

Page 101: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

88

Reijntjes C, Haverkort B, Waterrs-Bayer A. 1992. Pertanian Masa Depan.

Pengantar untuk PErtanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah

(Farming For The Future, An introduction to Low-External-Input and

Sustainable Agriculture. Sukoco Y. Kanisius. Yogyakarta.

Rogers EM. 1983. Diffusion of Innovation Third Edition. The Free Press. New

York.

, dan Schoemaker FF. 1986. Communication of Inovators A Cross-

Cultural Approach. The Mc Milland. New York. dalam Nahraeni W.

2000. Keputusan Petani dalam Penerapan Teknologi Tanam Benih

Langsung (Tabela) Program Pengkajian SUTPA [Tesis]. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sabarman D. 2006. Pengembangan Usaha Pertanian Konservasi Tanaman Akar

Wangi (Studi Kasus Das Cimanuk Hulu, Kabupaten Garut) [Disertasi].

Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Selian ARK. 2008. Analisa kadar Unsur Hara Kalium (K) dari Tanah Perkebunan

Kelapa Sawit Bengkalis Riau Secara Spektrofootometri Serapan Aton

(SSA) [Tugas Akhir]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Sumatera Utara, Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/13969/1/09E00416.pdf. diakses pada 4 Juni 2012.

Siregar H. 2006. Social-Economic Reasons to Soil Conservation: An Econometric

Analysis on Cross-Sectional Lore Lindu Data. Jurnal Agro Ekonomi,

Volume 24 No. 1, Mei 2006.

Soeharjo dan Patong, 1973. Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press.

, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1985. Ilmu Usahatani dan

Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB,

Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management

Research for Small Development.

Solis D, Bravo-Ureta BE, dan Quiroga RE. 2009. Technical Efficiency among

Peasant Farmers Participating in Natural Resource Management

Programmes in Central America. Journal of Agricultural Economics, Vol.

60, No. 1, 2009, 202-219.

Suratiyah K. 2011. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Yana B. 2010. Nilai Ekonomi Pengendalian Erosi Hutan Alam Produksi: Kasus di

IUPHHK-HA PT. Autral Byna, Kabupaten Barito Utara, Provinsi

Kalimantan Tengah [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 102: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

89

LAMPIRAN

Page 103: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

90

Lampiran 1. Luas lahan Menurut Penggunaannya di Indonesia Tahun 2003-2007

Tahun Lahan Sawah Lahan Kering*)

Luas (ha) Perkembangan Luas (ha) Perkembangan

2003 Jawa 3.257.048 3.178.554

Luar Jawa 4.824.433 33.504.166

Indonesia 8.081.481 36.682.720

2004 Jawa 3.211.605 -1,40 3.134.613 -1,38

Luar Jawa 4.687.611 -2,84 7.234.074 11,13

Indonesia 7.899.216 -2,26 10.368.687 10,05

2005 Jawa 3.232.998 0,67 3.162.780 0,90

Luar Jawa 4.580.318 -2,29 6.290.392 -2,53

Indonesia 7.813.316 -1,09 9.453.172 -2,27

2006 Jawa 3.235.455 0,08 3.160.182 -0,08

Luar Jawa 4.627.763 1,04 3.639.763 -7,30

Indonesia 7.863.218 0,64 6.799.945 -6,73

2007 Jawa 3.231.882 -0,11 3.224.888 2,05

Luar Jawa 4.650.678 0,50 3.500.539 -0,41

Indonesia 7.882.560 0,25 6.725.427 -0,20

Rata-

rata

Jawa -6.292 -0,19 11.584 0,37

Luar Jawa -43.439 -0,90 -907 0,22

Indonesia -49.730 -0,61 10.677 0,21

Sumber : Luas Lahan Menurut Penggunaannya, BPS (2003 – 2007), diolah.

Keterangan : Lahan kering meliputi lahan tegal/kebun, Ladang/huma, Lahan

Sementara tidak Diusahakan, Rawa yang tidak ditanami

Page 104: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

91

91

Lampiran 2. Analisis Usahatani Kentang Konservasi dan Non-Konservasi per Hektar per Musim Tanam di Dua Desa Kecamatan

Pasirwangi Kabupaten Garut, Tahun 2011

Uraian

Konservasi (Searah Kontur) Non-Konservasi (Searah Lereng)

Jumlah Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp) Jumlah

Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp)

Output

Produksi (kg)

1 Jual 16.147,21 4.896,60 79.066.424,34 14.632,31 4.896,60 71.648.556,18

2 Konsumsi 92,77 4.896,60 454.258,39 50,68 4.896,60 248.139,68

3 Diberikan 130,48 4.896,60 638.900,06 66,49 4.896,60 325.573,98

4 Benih 2.370,41 4.896,60 11.606.953,31 1.480,57 4.896,60 7.249.738,81

Penerimaan Tunai

79.066.424,34

71.648.556,18

Penerimaan Total

91.766.536,09

79.472.008,65

Input

Biaya Tunai

1 Pajak Lahan

64.946,11

69.363,91

2 Benih (kg) 1.418,02 11.447,57 16.232.891,38 1.424,91 11.447,57 16.311.738,97

3 Pupuk (kg)

ZA 323,02 1.458,84 471.238,80 303,89 1.458,84 443.334,85

TSP 183,19 2.190,55 401.289,95 268,86 2.190,55 588.942,53

KCL 36,86 3.293,09 121.384,94 34,13 3.293,09 112.379,76

Kandang 19.638,04 394,38 7.744.785,71 16.486,62 394,38 6.501.938,73

Cair 18,83 19.393,00 365.123,48 25,69 19.393,00 498.157,19

4 Pestisida (liter) 38,29 143.507,83 5.495.524,42 36,37 143.507,83 5.218.810,30

5 Ajir (buah) 5.080,21 221,45 1.125.019,22 1.189,81 221,45 263.485,00

Page 105: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

92

92

Lampiran 2. Lanjutan

Uraian

Konservasi (Searah Kontur) Non-Konservasi (Searah Lereng)

Jumlah Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp) Jumlah

Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp)

6 Mulsa (buah) 2,00 470.191,65 940.383,30 2,81 470.191,65 1.321.238,53

7 Bahan Bakar Pompa (liter) 64,68 5.236,75 338.704,01 80,53 5.236,75 421.715,65

8 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HKP) 402,24 20.110,00 8.088.993,54 292,39 20.110,00 5.879.953,53

Biaya Diperhitungkan

1 Sewa Lahan

1.000.000,00

1.000.000,00

2 Penyusutan Alat

205.078,78

177.871,03

3 Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP) 80,48 20.110,00 1.618.405,77 162,79 20.110,00 3.273.740,58

Biaya Tunai Total 41.390.284,86 37.631.058,96

Biaya Diperhitungkan Total 2.823.484,55 4.451.611,61

Biaya Total 44.213.769,41 42.082.670,58

Pendapatan atas Biaya Tunai 37.676.139,48 34.017.497,22

Pendapatan atas Biaya Total 47.552.766,68 37.389.338,07

Page 106: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

93

93

Lampiran 3. Karakteristik Responden di Dua Desa Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut, Tahun 2011

NO NAMA RESPONDEN KONSERVASI UMR PDKN LLHN SLHN PDPT JTK CURM PLMN

1 Juju 0 55,00 9,00 0,44 MILIK 9.396.000,00 1,00 4,00 36,00

2 Asum Syaiful R. 1 36,00 9,00 0,42 MILIK 14.932.500,00 3,00 8,00 2,00

3 Danu 1 37,00 6,00 0,49 SEWA 16.963.400,00 3,00 7,00 10,00

4 Ucup Kurnia 1 42,00 6,00 0,18 MILIK 6.566.000,00 6,00 15,00 34,00

5 Alit 1 47,00 6,00 0,70 MILIK 7.993.500,00 4,00 45,00 21,00

6 Ruhiyat 1 65,00 6,00 0,28 SEWA 3.032.200,00 1,00 8,00 15,00

7 Ade Juanda 1 56,00 9,00 0,80 MILIK 32.092.500,00 2,00 15,00 20,00

8 Piyat Supriatna 1 31,00 9,00 0,10 MILIK 2.447.500,00 4,00 8,00 5,00

9 Ayyub 0 60,00 6,00 0,80 SEWA 18.113.090,91 3,00 13,00 49,00

10 Amin 1 52,00 6,00 0,20 MILIK 3.740.000,00 5,00 4,00 36,00

11 Amang Ristandi 1 40,00 6,00 0,10 SEWA 4.525.333,33 3,00 20,00 20,00

12 Dani Hamdani 1 53,00 6,00 0,50 SEWA 16.659.000,00 3,00 15,00 20,00

13 Aat Sapaat 1 34,00 6,00 0,18 SEWA 312.000,00 3,00 20,00 5,00

14 Ujang Husnul H. 1 32,00 9,00 0,08 MILIK 1.350.200,00 3,00 15,00 8,00

15 Yaya 0 41,00 6,00 0,32 SEWA 2.022.000,00 6,00 45,00 3,00

16 Ade Hidayat 0 48,00 6,00 0,32 SEWA 13.638.883,33 4,00 25,00 28,00

17 Alit Lesmana 1 35,00 9,00 0,16 MILIK 1.202.701,56 3,00 15,00 10,00

18 Barnas 0 36,00 6,00 0,04 SEWA 3.005.000,00 3,00 10,00 17,00

19 Idan 1 37,00 12,00 0,32 MILIK 5.769.500,00 5,00 30,00 17,00

20 Endang 0 60,00 6,00 0,80 SEWA 35.441.260,91 3,00 10,00 49,00

21 Saepurohman 1 37,00 12,00 0,16 SEWA 8.541.875,00 5,00 35,00 17,00

22 Dadan Hamdani 1 31,00 9,00 0,07 MILIK 2.856.041,67 2,00 7,00 7,00

23 Acung Sucipto 0 47,00 6,00 0,10 MILIK 2.119.000,00 4,00 3,00 31,00

Page 107: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

94

94

Lampiran 3. Lanjutan

NO NAMA RESPONDEN KONSERVASI UMR PDKN LLHN SLHN PDPT JTK CURM PLMN

24 Tarna Sutarna 1 67,00 6,00 0,12 MILIK 9.924.137,50 1,00 15,00 27,00

25 Muchsin 0 47,00 9,00 0,14 MILIK 2.500.750,00 4,00 5,00 21,00

26 Sukon 1 52,00 6,00 0,40 MILIK 23.477.750,00 2,00 6,00 8,00

27 Holil 1 50,00 6,00 0,35 SEWA 2.942.000,00 3,00 15,00 31,00

28 Dirman 1 38,00 6,00 0,28 MILIK 16.293.950,00 3,00 30,00 3,00

29 H. Toad 1 60,00 6,00 1,00 MILIK 13.863.729,50 1,00 35,00 30,00

30 Mimin 1 50,00 6,00 0,35 SEWA 19.190.750,00 3,00 15,00 31,00

31 Asep Suharto 0 39,00 6,00 0,16 SEWA 4.539.000,00 3,00 20,00 19,00

32 Dadi 1 60,00 6,00 1,00 MILIK 34.569.567,00 1,00 35,00 30,00

33 Syamsudin 0 59,00 2,00 0,20 MILIK 1.353.000,00 6,00 0,00 39,00

34 Ucep Rohmat 0 32,00 6,00 0,56 MILIK 8.616.250,00 3,00 0,00 11,00

35 Udin 1 46,00 6,00 0,12 MILIK 5.794.044,50 5,00 6,00 21,00

36 Idho 1 40,00 6,00 0,42 MILIK 3.491.850,00 3,00 25,00 21,00

37 Adun 1 25,00 6,00 0,14 MILIK 5.163.000,00 2,00 30,00 7,00

38 Nandang 0 46,00 9,00 0,56 MILIK 15.594.600,00 6,00 0,00 15,00

39 Icang Suparman 1 45,00 6,00 0,04 MILIK 1.036.140,00 4,00 5,00 18,00

40 Caca Amir 1 44,00 9,00 0,40 SEWA 21.005.700,00 5,00 15,00 2,00

41 Eno 1 36,00 9,00 0,40 SEWA 15.300.400,00 1,00 30,00 8,00

42 Sodin 1 55,00 6,00 0,44 MILIK 37.820.500,00 1,00 15,00 20,00

43 Iman Setiawan 1 48,00 3,00 0,28 MILIK 23.442.344,18 4,00 15,00 20,00

44 Ujang Deni 1 29,00 6,00 0,32 SEWA 2.983.500,00 2,00 35,00 16,00

45 Uus Bunai 1 30,00 9,00 0,16 MILIK 11.373.000,00 4,00 9,00 11,00

46 Iwan Supriatna 1 40,00 6,00 0,20 SEWA 4.292.333,33 4,00 25,00 23,00

Page 108: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

95

95

Lampiran 3. Lanjutan

NO NAMA RESPONDEN KONSERVASI UMR PDKN LLHN SLHN PDPT JTK CURM PLMN

47 Eep 1 30,00 9,00 0,16 MILIK 6.175.000,00 4,00 8,00 11,00

48 Enjang 1 36,00 9,00 0,36 SEWA 17.804.750,00 3,00 45,00 20,00

49 Tatang Hidayat 0 52,00 9,00 0,24 SEWA 14.028.000,00 1,00 5,00 21,00

50 Ade Handa 0 38,00 6,00 0,10 SEWA 4.584.000,00 2,00 10,00 15,00

Rata-rata 44,12 7,00 0,33 10797590,65 3,20 16,62

KETERANGAN :

UMR = Umur (Tahun)

PDKN = Lama Pendidikan (Tahun)

LLHN = Luas Lahan (Hektar)

SLHN = Status Kepemilikan Lahan

PDPT = Pendapatan (Rupiah)

JTK = Jumlah Tanggungan Keluarga (Jiwa)

CURM = Tingkat Kecuraman Lereng (Persen)

PLMN = Pengalaman Bertani (Tahun)

Page 109: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

96

Lampiran 4. Hasil Output Regresi Logit dengan SPSS 16.0

Classification Table

a,b

Observed

Predicted

KONSERV Percentage

Correct 0 1

Step 0 KONSERV 0 0 14 .0

1 0 36 100.0

Overall Percentage 72.0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 18.002 8 .021

Block 18.002 8 .021

Model 18.002 8 .021

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R

Square Nagelkerke R

Square

1 41.293a .302 .435

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 6.964 8 .541

Classification Table

a

Observed

Predicted

KONSERV Percentage

Correct 0 1

Step 1 KONSERV 0 8 6 57.1

1 3 33 91.7

Overall Percentage 82.0

a. The cut value is .500

Page 110: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

97

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a UMR .026 .062 .182 1 .669 1.027

PNDKN -.178 .270 .436 1 .509 .837

LLHN -4.727 3.557 1.766 1 .184 .009

SLHN 2.583 1.296 3.972 1 .046 13.233

PDPT .000 .000 1.875 1 .171 1.000

JTK -.375 .332 1.276 1 .259 .687

CURM .125 .054 5.322 1 .021 1.133

PNGLMN -.079 .053 2.198 1 .138 .924

Constant .981 3.296 .089 1 .766 2.666

a. Variable(s) entered on step 1: UMR, PNDKN, LLHN, SLHN, PDPT, JTK, CURM, PNGLMN.

Correlation Matrix

Constant UMR PNDKN LLHN SLHN PDPT JTK CURM PNGLMN

Step 1

Constant 1.000 -.671 -.546 -.113 .071 .188 -.428 -.163 .096

UMR -.671 1.000 -.066 -.239 .228 .101 .093 .320 -.622

PNDKN -.546 -.066 1.000 .339 -.509 -.471 .262 -.375 .382

LLHN -.113 -.239 .339 1.000 -.491 -.799 .320 -.379 .223

SLHN .071 .228 -.509 -.491 1.000 .597 -.494 .654 -.352

PDPT .188 .101 -.471 -.799 .597 1.000 -.325 .407 -.292

JTK -.428 .093 .262 .320 -.494 -.325 1.000 -.309 -.015

CURM -.163 .320 -.375 -.379 .654 .407 -.309 1.000 -.279

PNGLMN .096 -.622 .382 .223 -.352 -.292 -.015 -.279 1.000

Page 111: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

98

Lampiran 5. Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Aryadi (2006)

Page 112: ANALISIS NILAI EKONOMI KONSERVASI DAN FAKTOR … · Berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, di Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan

99

RIWAYAT HIDUP

Dinda Asyifa Devi dilahirkan di Garut pada tanggal 5 September 1990

putri dari pasangan Bapak Entang Sutarsa, S. Pd, M. Pd dan Ibu Dr. Ir. Wini

Nahraeni, M. Si. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Pada

tahun 1996 penulis memulai studinya di SDN Brawijaya Kota Sukabumi dan lulus

pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Kota Sukabumi dan

lulus pada tahun 2004, melalui program akselerasi. Setelah itu penulis

melanjutkan sekolah di SMAN 3 Kota Sukabumi, dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan studi dengan

menjadi mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas

Ekonomi dan Manajemen.

Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi dalam kampus, yaitu Shariah

Economic Student Club (SES-C) FEM IPB sebagai bendahara divisi Riset pada

periode 2008-2009, dan bendahara divisi Sharia Research and Education (Shar-e)

pada periode 2009-2010. Selain itu, penulis aktif di Ikatan Keluarga Mahasiswa

Sukabumi (IKAMASI).