analisis natrium benzoat, kalium sorbat, dan natrium
TRANSCRIPT
Analisis Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan Natrium Sakarin
dalam Manisan Cianjur dengan Metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
Oleh:
Hari Nugraha
D1A130641
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : ANALISIS NATRIUM BENZOAT, KALIUM SORBAT,
DAN NATRIUM SAKARIN DALAM MANISAN CIANJUR
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI (KCKT)
PENYUSUN : HARI NUGRAHA
NIM : D1A130641
Setelah membaca skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi
persyaratan ilmiah sebagai suatu skripsi
Bandung, September 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Ginayanti Hadisoebroto M.Si., Apt. Iltizam Nasrullah, M.Si.,Apt.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, atas petunjuk dan hidayat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan judul “Analisis
Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan Natrium Sakarin dalam Manisan
Cianjur dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” tepat
pada waktu yang telah ditentukan walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan
yang dihadapi oleh penulis.
Adapun penyusunan Laporan Tugas Akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi
salah satu syarat kelulusan Program Studi Strata Satu Universitas Al-Ghifari
Bandung.
Menyadari adanya keterbatasan ilmu yang penulis miliki, maka Laporan Tugas
Akhir ini jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian, penulis berusaha sesuai
dengan kemampuan yang penulis miliki dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir
ini.
Selanjutnya harapan dari penulis, semoga Laporan Tugas Akhir ini ada
manfaatnya baik bagi yang berkepentingan maupun bagi masyarakat umum dan
juga Civitas Akademika Universitas Al-Ghifari Bandung.
Penulis menyadari atas segala kekurangan dan kelemahan dalam penulisan dan
penyusunan Laporan Tugas Akhir, baik dari segi materi dan mungkin juga segi
ii
bahasa serta penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis terima dengan lapang dada demi perbaikan dan
penyempurnaan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang farmasi.
Bandung, September 2017
Penulis
iii
PERSEMBAHAN
Selesainya penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari masukan, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan untuk
kelancaran penulis menyelesaikan penelitian
2. Teristimewa buat Bapak Tatang Rohimat, Ibu Eti Rohaeti dan Kaka
Brigadir Iwan Setiawan sebagai orang tua dan kaka tercinta yang telah
memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materi.
3. Bapak H. Adi yang telah memberikan dukungan baik dalam bentuk moril
maupun materi.
4. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin,S.I.P.,M.Si., selaku rektor Universitas Al-
Ghifari
5. Ibu Ginayanti Hadisubroto, M.Si.,Apt., sebagai pembimbing dan kepala
jurusan farmasi yang selama ini memberi arahan dan bimbingan untuk
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Iltizam Nasrullah, M.Si.,Apt. sebagai pembimbing yang selama ini
memberi arahan dan bimbingan untuk penulisan skripsi ini.
7. Bapak Ardian Baitariza, M.Si.,Apt, selaku Dekan Fakultas MIPA
Universitas Al-Ghifari.
8. Ibu Lita Kurniati sebagai staf Fungsional Umum laboratorium Pangan dan
Bahan Berbahaya BBPOM di Bandung
iv
9. Ibu Dra. Hendraningrum.,Apt. staf Pengawas Farmasi dan Makanan
Madya laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya BBPOM di Bandung
10. Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Pemdik Balai Besar POM di Bandung
11. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Al-Ghifari yang telah
memberi dorongan untuk selesainya skripsi ini.
v
ABSTRAK
Manisan Cianjur merupakan makanan pencuci mulut yang dalam pengolahannya
biasanya ditambahkan suatu bahan tambahan pangan antara lain natrium benzoat
dan kalium sorbat sebagai pengawet dan natrium sakarin untuk pemanis.
Konsumsi natrium benzoat, kalium sorbat dan natrium sakarin dalam jumlah
berlebihan dapat mengakibatkan kanker sehingga pemakaiannya harus dibatasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar natrium benzoat, kalium
sorbat, dan natrium sakarin dalam Manisan Cianjur dengan menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT ) dengan fase gerak campuran
metanol-dapar fosfat pH 6,8 (8:92). Dari hasil penelitian, lima sampel
mengandung natrium benzoat, satu sampel mengandung kalium sorbat dan empat
sampel mengandung natrium sakarin. Sampel yang memenuhi syarat yaitu sampel
A, D, dan E. Sedangkan sampel B dan C tidak memenuhi syarat dimana kadar
Natrium Benzoat melebihi batas maksimal sesuai Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kategori Pangan yaitu batas maksimal natrium
benzoat 200 mg/kg, kalium sorbat 1000 mg/kg dan natrium sakarin 100 mg/kg.
Kata kunci : Manisan Cianjur, natrium benzoat, kalium sorbat, natrium sakarin,
Pengawet, Pemanis
vi
ABSTRACT
Manisan Cianjur is indonesian desserts from Cianjur City, ussualy use additional
amount with a sodium benzoate and potassium sorbate as a preservative and
sodium saccharin for sweetener . Consume sodium benzoate, potassium sorbate
and sodium saccharine in excess amounts can lead to cancer so its use should be
limited. The purpose of this study was to know value of sodium benzoate,
potassium sorbate and sodium saccharine in Manisan Cianjur using High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) with a mobile phase mixture of
methanol-phosphate buffer pH 6.8 (8:92). The result are five sampels is contains
sodium benzoate, one sample containing potassium sorbate and four samples
containing sodium saccharin. Sample within regulation are limit sample A, D, and
E. While the sample B and C are exceed the maximum limit of NADFC Republic
of Indonesian Regulation No. 21 Year 2016 about food category are sodium
benzoate 200 mg/kg, potassium sorbate 1000 mg/kg and sodium saccharin 100
mg/kg.
Keywords: Manisan Cianjur, Sodium Benzoate, Potassium Sorbat, Sodium
Saccharin, Preservative, Sweetener
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
PERSEMBAHAN .............................................................................................. iii
ABSTRAK .......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5
2.1 Manisan Cianjur .............................................................................. 5
2.2 Bahan Pengawet .............................................................................. 5
2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan pengawet .................................... 8
2.2.2 Persyaratan Bahan Pangan Kimia .......................................... 9
2.2.3 Jenis Bahan Tambahan pangan ............................................ 10
2.3 Bahan Pemanis .............................................................................. 13
2.3.1 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintetis .................................. 15
2.3.2 Persyaratan Bahan Pemanis Sintetis yang Diizinkan .......... 15
2.3.3 Natrium Sakarin ................................................................... 17
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .................................. 21
2.4.1 Sejarah KCKT ...................................................................... 21
2.4.2 Kelebihan KCKT ................................................................. 22
2.4.3 Komponen-komponen Penting dari KCKT ......................... 23
2.4.4 Penggunaan KCKT dalam Bidang Farmasi ......................... 29
viii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 31
3.1 Bahan Penelitian............................................................................ 31
3.2 Alat Penelitian ............................................................................... 31
3.3 Metode Penelitian.......................................................................... 31
3.3.1 Penentuan Sampel ................................................................ 31
3.3.2 Sampling .............................................................................. 31
3.3.3 Analisis Sampel .................................................................... 32
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ................................................... 32
3.3.5 Uji Kesesuaian Sitem ........................................................... 32
3.3.6 Cara Penetapan Larutan Baku & Larutan Uji ...................... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 34
4.1 Hasil Uji Kesesuaian Sitem ......................................................... 34
4.1.1 Presisi dan Repeatibility ...................................................... 34
4.1.2 Kurva Baku dan Linearitas .................................................. 37
4.1.3 Recovery .............................................................................. 39
4.2 Hasil Pengujian Sampel ............................................................... 40
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 44
5.1 Simpulan ...................................................................................... 44
5.2 Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45
LAMPIRAN ...................................................................................................... 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Alat KCKT ............................................................................... 47
Lampiran II. Timbangan Analitik ................................................................. 48
Lampiran III. Penyaring ................................................................................. 49
Lampiran IV Hasil Penyuntikan Baku Tunggal............................................. 50
Lampiran V Hasil Kurva Kalibrasi ............................................................... 52
Lampiran VI Hasil Penyuntikan Sampel ....................................................... 54
Lampiran VII Hasil Uji Kesesuaian sistem ..................................................... 57
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Natrium Benzoat .............................................................. 10
Gambar 2.2 Struktur Kalium Sorbat .................................................................. 12
Gambar 2.3 Struktur Natrium Sakarin ............................................................... 19
Gambar 2.4 Komponen dalam KCKT ............................................................... 23
Gambar 4.1 Spectrum Na Benzoat, Ka Sorbat, Na Sakarin .............................. 36
Gambar 4.2 Kurva Baku/Linearitas Na Benzoat................................................ 38
Gambar 4.3 Kurva Baku/Linearitas Ka Sorbat .................................................. 38
Gambar 4.4 Kurva Baku/Linearitas Na Sakarin ................................................ 38
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persyaratan bahan pemanis yang diizinkan pemerintah .................. 15
Tabel 4.1 Uji Presisi dan Repeatibility Na Benzoat ......................................... 34
Tabel 4.2 Uji Presisi dan Repeatibility Ka Sorbat ........................................... 35
Tabel 4.3 Uji Presisi dan Repeatibility Na Sakarin ......................................... 35
Tabel 4.4 Data Linearitas Na Benzoat ............................................................. 37
Tabel 4.5 Data Linearitas Ka Sorbat ................................................................ 37
Tabel 4.6 Data Linearitas Na Sakarin .............................................................. 37
Tabel 4.7 Data Recovery Na Benzoat .............................................................. 39
Tabel 4.8 Data Recovery Ka Sorbat ................................................................. 39
Tabel 4.9 Data Recovery Na Sakarin ............................................................... 40
Tabel 4.10 Data Hasil Perhitungan Kadar Na Benzoat, Ka Sorbat, Na Sakarin
Pada Sampel .................................................................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari Bahan Tambahan Pangan (BTP) sudah
digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan
makanan jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen menggunakan
bahan tambahan pangan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang
sebenarnya tidak boleh digunakan dalam pangan. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan produsen pangan, baik dari sifat-sifat dan keamanan BTP.
Pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan
atau dilihat, oleh karena itu produsen seringkali tidak menyadari bahaya
penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan. Pemakaian bahan
tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah
bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan harus
merupakan kebutuhan minimum dari pengaruh yang dikehendaki. Oleh karena
itu, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menetapkan
batasan-batasan penggunaan bahan tambahan pangan (Baliwati, dkk., 2004).
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena
dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan
mikroba. Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang
merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi.
2
2
Bahan pengawet secara sengaja ditambahkan agar bahan pangan yang
dihasilkan dapat mempertahankan kualitasnya dan memiliki umur simpan
lebih lama sehingga memperluas jangkauan distribusinya. (Wisnu, 2006).
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan adalah Natrium Benzoat
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma
(Eriawan R. dan Imam P., 2002). Industri pangan dan minuman lebih
menyukai menggunaan pemanis sintetis karena harganya relatif murah,
tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami.
(Wisnu, 2006).
Dalam peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Kategori Pangan, Manisan Cianjur Termasuk Kategori Nomor. 04.1.2.9 yaitu
Makanan Pencuci Mulut (Dessert) Berbasis Buah Termasuk Makanan Pencuci
Mulut Berbasis Air Berflavor Buah, contohnya produk siap makan dan
produk instan, gelatin berflavor buah, nata de coco, agar jelly berperisa buah,
agar jelly dengan irisan buah. Yang di dalamnya disebutkan bahwa manisan
buah adalah produk buah yang diperoleh dari potongan buah atau buah utuh
segar yang sehat dengan penambahan gula. Manisan buah dapat dikeringkan
ataupun tidak, kadar air tidak lebih dari 44% dan kadar gula (sebagai
sakarosa) tidak kurang dari 25%.
Peraturan ini mengacu kepada Peraturan kepala Badan POM No. 36
Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
3
3
Pengawet dan Peraturan Kepala Badan POM No. 4 Tahun 2014 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis, yang disebutkan
bahwa batas maksimum yang diperbolehkan untuk penggunaan Manisan
Cianjur yaitu Natrium Benzoat 200 mg/kg, Kalium Sorbat 1000 mg/kg dan
Natrium Sakarin 100 mg/kg.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah manisan Cianjur mengandung Natrium Benzoat, Kalium Sorbat,
dan Natrium Sakarin
2. Apakah kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan Natrium Sakarin
yang terkandung di dalam manisan Cianjur tersebut sudah memenuhi
persyaratan sesuai peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 Tahun 2016
tentang Kategori Pangan
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah terdapat Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan
Natrium Sakarin pada manisan Cianjur .
2. Untuk mengetahui apakah kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan
iiNatrium Sakarin dalam manisan Cianjur sudah memenuhi persyaratan
iisesuai peraturan atau Undang-undang yang berlaku
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat,
dan Natrium Sakarin dalam manisan Cianjur dan memberikan informasi
apakah kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan Natrium Sakarin
4
4
dalam manisan Cianjur sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan
oleh peraturan Kepala Badan POM Nomor 21 Tahun 2016 Tentang
Kategori Pangan.
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2017 di Laboratorium
Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM di Bandung
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manisan Cianjur
Setiap kota atau daerah umumnya mempunyai produk khas yang dapat
dijadikan ciri dan kebanggaan masyarakatnya. Produk khas ini dapat menjadi daya
tarik dan oleh-oleh bagi pengunjung yang datang ke daerah tersebut. Di samping
itu produk khas ini juga diharapkan memberikan keuntungan ekonomi yang besar
bagi pemerintah dan masyarakat daerah setempat. Salah satu unit usaha kecil yang
menjadi andalan masyarakat Cianjur adalah usaha manisan. Manisan Cianjur
terbuat dari buah-buahan mentah misalnya buah mangga, buah salak, buah
ceremai atau sayuran yang diawetkan dengan bahan pemanis gula pasir yang
diberi pewarna untuk menguatkan selera makan, mudah didapat di sepanjang
Jalan Raya Bandung atau di sepanjang Jalan Cipanas. Usaha manisan merupakan
usaha utama yang menjadi khas, karena ketersediaan bahan baku yang sangat
banyak di wilayah Cianjur, juga warisan resep kuliner dari leluhur sehingga usaha
ini sampai sekarang terus dilestarikan (Meifa 2012).
2.2 Bahan Pengawet
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba. Baik
yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan
kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang menyebabkan
6
6
kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun di sisi lain, bahan
pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang
masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila macam pemakaian bahan
pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar menimbulkan
kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan
ataupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif misalnya apabila bahan
pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik. Dalam kehidupan modern seperti
sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan pengawet secara luas. Sebagai
contoh, bahan pangan keluaran pabrik pada umumnya menggunakan bahan
tambahan pangan (food additives) termasuk di dalamnya bahan pengawet secara
sengaja ditambahkan agar bahan pangan yang dihasilkan dapat mempertahankan
kualitasnya dan memiliki umur simpan lebih lama sehingga memperluas
jangkauan distribusinya (Wisnu, 2006).
Menurut Undang-undang RI No.7 Tahun 1996 tentang pangan, pada bab II
mengenai keamanan pangan, Pasal 10 tentang Bahan Tambahan Makanan
dicantumkan:
(1) “Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan
terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang telah ditetapkan.
(2) “Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat
digunakan sebagai bahan tambahan pangan dan kegaiatan atau proses produksi
pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang
7
membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Bahan pengawet adalah
senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi,
pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Menurut peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan
tambahan pangan pengawet adalah senyawa yang mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan
oleh mikroorganisme (Wisnu, 2006).
Adapun bahan makanan yang diizinkan sesuai dengan peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 tentang bahan makanan :
1. Bahan tambahan makanan yang di izinkan digunakan pada makanan
terdiri dari golongan
a. Antioksidan (Antioxidant)
b. Antikempal (Anticaking Agent)
c. Pengatur keasaman (Acidity regulator)
d. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)Pemutih dan pematang tepung (flour
treatment Agent)
e. Pengemulsi, pemantap, pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
f. Pengawet (Preservative)
g. Pengeras (Firming Agent)
h. Pewarna (Colour)
i. Penyedap rasa dan Aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
j. Sekuestran (Sequestrant)
8
2. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam
antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum
penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.
3. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam
pengawet, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum
penggunaannya, jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu
4. Batas penggunaan ”secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai dengan
cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah wajar yang diperlukan
sesuai dengan tujuan penggunaan tambahan bahan makanan tersebut.
5. Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum
penggunaan garam benzoat dihitung sebagi asam benzoat, garam sorbat
sebagai asam sorbat dan senyawa sulfit sebagi SO2.
6. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebakan
rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir mempunyai nilai gizi.
7. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau perguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum menurut adalah
(Wisnu, 2006) :
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak patogen
9
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kulaitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang
diawetkan
4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi persyaratan
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
2.2.2 Persyaratan Bahan Pengawet Kimia
Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimia, selain
persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan antara lain
sebagai berikut,
(Wisnu, 2006) :
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
atau tidak tersedia
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan
5. Mudah dilarutkan
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH pangan yang diawetkan
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia
9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan
10
10. Tidak dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa
kompleks yang bersifat lebih toksik
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan
12. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
2.2.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan
a. Natrium Benzoat
Natrium Benzoat memiliki struktur kimia :
Gambar 2.1 : Struktur Natrium Benzoat
Adapun sifat dari Natrium Benzoat yaitu, (Wisnu, 2006) :
1. Berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih
2. Tidak berbau dan stabil di udara
3. Mudah larut di dalam air
4. Sukar larut di dalam etanol dan lebih larut dalam etanol 90%
5. Kelarutan dalam air pada suhu 25oC sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang
aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8
11
Adapun dampak dari penggunaan Natrium Benzoat bagi tubuh adalah
1. Dapat menyebabkan kanker karena Natrium Benzoat berperan sebagai agent
karsinogenik.
2. Untuk asam benzoat dan Natrium Benzoat bisa menimbulkan reaksi alergi
dan penyakit saraf.
3. Asosiasi Konsumen Penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa
berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang
berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala
hiperaktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat badan.
4. Benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik menyebabkan cacat
bawaan, jika dikonsumsi melalui mulut, dan juga tidak mempunyai efek
karsinogenik (Wisnu, 2006).
Natrium Benzoat dibuat dari proses netralisasi asam benzoat dengan
natrium hidroksida atau NaOH. Asam benzoat dan garamnya, yaitu Natrium
Benzoat seringkali dimanfaatkan sebagai bahan pengawet pada bahan makanan
maupun minuman karena sifatnya yang efektif sebagai agen antimikroba. Namun
penggunaan Natrium Benzoat lebih sering digunakan dibandingkan asam benzoat
karena Natrium Benzoat lebih mudah larut dalam air sekitar 200 kali lebih besar
dibandingkan asam benzoat. Selain itu, biasanya penambahan sekitar 0.1%
Natrium Benzoat ke dalam bahan makanan ataupun minuman sudah dapat
mengawetkan produk- produk tersebut yang berada pada derajat keasamaan
sekitar 4.5 atau dibawahnya (WHO, 2000). Pada suasana asam, Natrium Benzoat
12
dapat berubah menjadi bentuk asamnya yaitu asam benzoat. Mikroba- mikroba
dapat tumbuh dengan kehadiran sejumlah konsentrasi asam yang digunakan
dalam bahan pengawet pada beberapa nilai pH yang lebih kecil dari nilai pKa
bahan pengawet. Pada nilai pH yang rendah (pKa asam benzoat = 4.19), asam
benzoat ini berada dalam bentuk tidak terdisosiasi, yaitu bentuk dimana bahan
tersebut memiliki potensi menjadi inhibitor bagi pertumbuhan mikroba
(Glevitzky M.,et al, 2009).
b. Kalium Sorbat
Kalium Sorbat atau Potassium Sorbat memiliki rumus kimia C6H7O2K dan
memiliki berat molekul sebesar 150.22 gram/ mol serta memiliki titik leleh sekitar
270˚C. Kalium Sorbat berbentuk kristal putih atau berbentuk tepung yang berbau
khas. Sama halnya seperti Natrium Benzoat, Kalium Sorbat juga memiliki
kelarutan yang besar di dalam air yaitu sekitar 58.2% pada suhu 20 °C dan juga
larut dalam pelarut organik seperti etanol dan propilen glikol, namun sukar larut
dalam aseton, kloroform, eter dan tidak larut dalam pelarut benzen (WHO, 2000).
Gambar 2.2 Struktur Kalium Sorbat
Kalium Sorbat merupakan garam dari asam sorbat yang merupakan asam lemak
monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk
yang umum digunakan adalah Na-, Ca- dan K- Sorbat. Tujuan penambahannya
adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang (Rimbawan,
13
2001). Rumus struktur dari Kalium Sorbat dapat dilihat pada gambar 2.2. Kalium
Sorbat merupakan suatu asam lemak tak jenuh yang memiliki dua ikatan ganda
yang terkonjugasi. Kalium Sorbat merupakan suatu garam asam sorbat dan dapat
dibuat dari proses netralisasi kalium hidroksida dengan asam sorbat yang
merupakan suatu asam karboksilat tak jenuh. Asam sorbat beserta garamnya,
seperti Kalium Sorbat secara luas digunakan pada produk-produk makanan dan
minuman sama seperti produk- produk dalam kemasan oleh karena sifat dari asam
sorbat dan garamnya yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri, mikroba dan
jamur dalam bahan makanan. Namun, penggunaan Kalium Sorbat lebih umum
digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan minuman dari pada bentuk
asamnya yaitu asam sorbat. Hal ini dikarenakan garam sorbat (Kalium Sorbat)
lebih mudah larut dalam pelarut air dari pada bentuk asamnya. Selain itu, alasan
lain yang menyebabkan penggunaan garam sorbat lebih sering digunakan adalah
karena garam sorbat efektif bekerja sebagai pengawet makanan dan minuman
diatas pH 6.5 tetapi keefektifan ini akan semakin meningkat seiring dengan
menurunnya pH. Semakin rendah pH suatu produk makanan atau minuman, maka
akan semakin sedikit Kalium Sorbat yang dibutuhkan untuk proses pengawetan
(WHO, 2000).
2.3 Bahan Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia
14
sekaligus merupakan sumber kalori yang penting bagi tubuh, mengembangkan
jenis minuman dan makanan dengan jumlah yang terkontrol, mengontrol program
pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai
bahan substitusi pemanis utama. Perkembangan industri pangan dan minuman
akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan
dan minuman lebih menyukai penggunaan pemanis sintetis karena harganya
relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis
alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis
sintetis terutama sakarin dan siklamat (Wisnu, 2006).
Tambahan bahan makanan lain yang secara khusus menarik perhatian
adalah pemanis berkalori rendah atau tanpa energi sama sekali. Zat pemanis
sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang
dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1997).
Diterimanya pangan oleh suatu individu dipengaruhi oleh sifat estetika
seperti rasa, warna, bau, dan tekstur. Rasa bergantung pada selera dan bau. Tanpa
adanya rasa, pangan terasa hambar karena membedakan kemanisan, rasa asin,
keasaman, rasa pahit, atau kombinasi keempat rasa, Rasa manis dapat dirasakan
pada ujung sebelah lidah. Rasa manis dihasilkan pada ujung lidah sebelah luar.
Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik, termaksud alkohol, glikol,
gula dan turunannya. Sukrosa adalah turunan bahan pemanis pertama yang
digunakan secara komersial karena pengusahaannya ekonomis (Wisnu, 2006).
15
2.3.1 Tujuan Penggunaan Pemanis Sintetis
Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan
di antaranya sebagai berikut. (Wisnu, 2006) :
1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes mellitus karena tidak
menimbulkan kelebihan gula darah
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan
3. Sebagai penyalur obat
4. Menghindari kerusakan gigi
5. Pada industri pangan, minuman, termaksud industri rokok, pemanis
sintetis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi
karena pemanis sintetis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang
lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang
di produksi di alam.
2.3.2 Persyaratan bahan Pemanis Sintetis yang Diizinkan oleh Pemerintah
Persyaratan pemanis sintetis menurut peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makan Nomor 4 Tahun 2014.
Tabel 2.1. Persyaratan bahan pemanis sintetis yang diizinkan pemerintah :
No.
Kategori Pangan
Kategori Pangan
Batas maksimu
m
(Mg/Kg)
01.1.2
Minuman berbasis susu yang berperisa
dan atau difermentasi (contohnya susu cokelat, eggnog, minuman yoghurt,
minuman berbasis whey)
80
01.7
Makanan pencuci mulut berbahan dasar
susu (misalnya puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah)
200 dihitung
terhadap
16
produk siap
konsumsi (as
consumed)
04.1.2.4 Buah dalam kemasan (pasteurisasi / sterilisasi)
200
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 200
04.1.2.9
Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis buah termasuk makanan
pencuci mulut berbasis air berflavor buah
100 dihitung terhadap
produk siap
konsumsi (as
consumed)
04.2.2.8 Sayur dan rumput laut yang dimasak 160
05.1.4 Produk kakao dan cokelat 100
06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk rolled oats
100
06.5
Makanan pencuci mulut berbasis
serealia dan pati (misalnya puding nasi, puding tapioka)
100 dihitung
terhadap
produk siap
konsumsi (as
consumed)
07.2.1 Keik, kukis dan pai (isi buah atau custard,vla)
170
07.2.3 Premiks untuk produk bakeri istimewa (misalnya keik, panekuk)
170
10.4 Makanan pencuci mulut berbahan dasar
telur (misalnya custard) 100
11.4
Gula dan sirup lainnya (misal xilosa, sirup maple, gula hias). Termasuk semua jenis sirup meja (misal sirup maple),
sirup untuk hiasan produk bakeri dan es (sirup karamel, sirup beraroma) dan gula
untuk hiasan kue (contohnya kristal gula berwarna untuk kukis)
300
17
2.3.3 Natrium Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada
tahun 1897, digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, namun sejak tahun 1900
digunakan sebagai pemanis. Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam
bentuk garam berupa kalsium, kalium, dan Natrium Sakarin. Secara umum, garam
sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, dan
mudah larut dalam air, serta berasa manis. Kombinasi penggunaannya dengan
pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis. Sakarin tidak
dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan
melalui urin tanpa perubahan. Pada suatu penelitian diperoleh penggunaan sakarin
dalam tikus dapat merangsang terjadinya tumor di kandung kemih, penelitian
yang lebih ektensif dilakukan pada populasi manusia tidak menunjukkan
terjadinya tumor. Sejak bulan Desember 2000, FDA (Food and Drug
Administration) telah menghilangkan kewajiban pelabelan pada produk pangan
yang mengandung sakarin, dan 100 negara telah mengijinkan penggunaannya.
CAC (Codex Alimentarius Commission) mengatur maksimum penggunaan sakarin
pada berbagai produk pangan berkisar antara 80 – 5.000 mg/kg produk. Saat ini,
meskipun sakarin telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi, namun di USA
sendiri penggunaannya dalam produk pangan masih sangat dibatasi (Indrie A, &
Qanytah.2011) .
Intensitas Natrium Sakarin cukup tinggi yaitu 200-700 kali sukrosa 10%.
Disamping rasa manis sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh
kemurnian yang rendah dari proses sintetik. Pemerintah Indonesia mengeluarkan
18
peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No.208/Menkes/Per/IV/1985 untuk
pemanis buatan dan No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah
dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang
diperbolehkan adalah 300 mg/kg.
Adapun sifat dari Natrium Sakarin yaitu Mengandung tidak kurang dari
98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C7H8HNaO3S, dihitung terhadap zat anhidrat
dengan berat molekul 205,16 gram/mol (Depkes RI, 1995).
1. Pemerian hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak
aromatik, rasa sangat manis walau dalam larutan encer. Larutan encernya
tidak lebih kurang 300 kali semanis sukrosa.
2. Bentuk serbuk biasanya mengandung sepertiga jumlah teoritis air hidrat
akibat perekahan.
3. Kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut di dalam etanol
4. Baku pebanding o-Toluenasulfonamida BPFL, tidak boleh dikeringkan
sebelum digunakan, simpan dalam wadah tertutup.
Manfaat Natrium Sakarin:
Sakarin secara luas digunakan pengganti gula dengan bahan pemanis lain
seperti siklamat dan aspartam. Hal yang dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak
enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Sebagai contoh kombinasi sakarin
dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran paling baik sebagai
pemanis yang menyerupai gula dan minuman. Produk pangan yang menggunakan
sakarin diantaranya adalah minuman ringan (soft drink), permen, selai, bumbu
19
salad, gelatin rendah kalori, dan hasil olahan lain tanpa gula. Selain itu sakarin
digunakan sebagai bahan tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta
gigi, dan obat pencuci atau penyegar mulut (Wisnu, 2006).
Dampak dari penggunaan Natrium Sakarin :
Natrium Sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga
diekresikan melalui urin tanpa perubahan kimia. Beberapa penilitian mengenai
dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil
konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968
menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebayak 1 gram atau
lebih menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Pada penelitian lain
menyebutkan sakarin pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan kanker pada
hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch
melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya kanker kandung kemih.
Sejak saat itu dilarang penggunaan sakarin di Canada (Wisnu, 2006).
Sakarin memiliki struktur, (Depkes RI, 1995) :
Gambar 2.3 : Struktur Natrium Sakarin
Adapun sifat dari sakarin yaitu, (Depkes RI, 1995) :
1. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
20
C7H5NO3S dihitung dengan jumlah zat yang dikeringkan
2. Pemerian serbuk atau hablur putih, tidak berbau aromatik lemah. Larutan
bereaksi asam terhadap lakmus
3. Kelarutan agak sukar larut dalam air, dalam koroform, dan dalam eter. Larut
dalam air mendidih dan larut dalam etanol. Mudah larut dalam larutan yang
encer, dalam larutan alkali hidroksida dan larutan alkali karbonat dengan
pembentukan kanbon dioksida.
4. Baku pembanding o-Toluenasulfonamida BPFL, boleh dikeringkan
sebelum digunakan, dalam wadah tertutup.
5 Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C7H8HNaO3S, dihitung terhadap zat anhidrat dengan berat molekul 205,16
gram/mol.
6. Pemerian Hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak
aromatik, rasa sangat manis walau dalam larutan encer. Larutan encernya
lebih kurang 300 kali sukrosa.
7. Bentuk serbuk biasanya mengandung sepertiga jumlah teoritis air hidrat
akibat perekahan.
8. Kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
9. Baku pebanding o-Toluenasulfonamida BPFL, tidak boleh dikeringkan
sebelum digunakan, simpan dalam wadah tertutup.
21
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT )
2.4.1 Sejarah KCKT
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam
teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak
yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan
ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun
1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan
suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh
Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna bergerak ke bawah kolom.
Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi
untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama
diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi
(Johnson,1991).
Penyelidikan tentang kromatografi menurun untuk beberapa tahun sampai
digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian
pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940 an, kromatografi mulai
berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938
oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun
1958. Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Srynge pada tahun 1941
(untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat
kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan
kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James
mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun
22
1952 dan akhir tahun 1960 an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu
teknik analisis yang canggih.
Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas
berdiameter besar, pada dasamya di bawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama
dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960 an,
semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai
suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi atau High
Preformance = Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed = Kecepatan Tinggi
dan Modern = moderen) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan
dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepatnya
sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian membuat
instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini
dengan teknik yang sudah matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu
keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.
2.4.2 Kelebihan KCKT
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.
KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan
fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini
jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland,
1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978).
23
Kelebihan itu antara lain, (Effendy, 2004) :
• mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
• mudah melaksanakannya
• kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
• dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang
dianalisis
• Resolusi yang baik
• dapat digunakan bermacam-macam detektor
• Kolom dapat digunakan kembali
• Mudah melakukan sample recovery.ukan " sample recovery ".
2.4.3 Komponen-komponen penting dari KCKT
Gambar 2.4 : Komponen dalam KCKT
a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada
dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan
pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: reciprocating pump dan syringe pump. reciprocating pump
24
menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu
membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis
dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadap aliran.
Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. syringe pump
memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas (Johnson,
1991).
b. Injektor (injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi
yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum :
a. Stopped Flow
b. Solvent Flowing
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
a. Stop-Flow : Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir,
sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan
karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
b. Septum : Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang
digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada
kinerja sampai 60 - 70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan
semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel kecil dari septum yang
terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi
volume lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan
menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat
25
diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam
loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan
masuk ke dalam kolom.
Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT yaitu :
a. Injektor dengan memakai diafragma (septam)
b. Injektor tanpa septum
c. Injektor dengan pipa dosis
Sebab ketetapan jumlah volume sampel yang diinjeksikan akan sangat
penting untuk analisis kuantitatif dan keadaan ini hanya dapat diantisipasi dengan
injektor sistem pipa dosis (sample load). Prinsip kerja pipa dosis adalah “load-
inject” ini berarti pada keadaan pertama sampel akan masuk loop dan akhirnya
dengan volume yang tidak berkurang sedikit pun segera masuk menuju kolom
pemisahan. Salah satu contoh injektor “load inject” adalah memakai nama
dagang “Rheodyne” dengan bermacam-macam model (Mulja, 1995).
c. Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom
dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a. Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm, panjang kolom tergantung pada
jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang
digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30
cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan
26
panjang kolom 25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan
pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,
terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan
kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid
Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange
Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC) (Effendy, 2004).
d. Detektor
Detektor dihubungkan dengan pipa baja tahan karat atau pipa jenis lainnya dengan
ujung keluaran kolom. Detektor memantau aliran pelarut yang keluar dari kolom
dalam waktu retensi yang sebenarnya. Jenis detektor yang dipakai untuk deteksi
adalah detektor indeks bias, ultra violet-sinar tampak, fluoresensi, elektrokimia
dan spektrometri massa. Pada umumnya respon yang keluar dari detektor
diperkuat dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatis. Dapat pula
respon ini dikirimkan ke suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas
puncak kromatogram otomatis (Ibrahim S dkk., 1998).
Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm.
Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa
dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas,
terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika
dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara
lain,(Mulja,1995) :
27
a. Detektor Fluorometer -Detektor Spektrofotometer Massa
b. Detektor lonisasi nyala -Detektor Refraksi lndeks
c. Detektor Elektrokimia -Detektor Reaksi Kimia
Detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat digolongkan atas 2 macam
yaitu :
Detektor tipe G (General) : mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat
spesifik, tidak bersifat selektif
Detektor tipe S (Selektif) : mendeteksi komponen dengan spesifik dan
selektif.
e. Elusi Gradien
Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama
analisis kromatografi berlangsung. Efek dari elusi gradien adalah mempersingkat
waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar
elusi gradien dijelaskan oleh Snyder (Effendy, 2004).
Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
a. Total waktu analisis dapat direduksi
b. Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah
c. Ketajaman peak bertambah (menghilangkan tailing)
d. Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak
f. Fase gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fasa gerak adalah salah
satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat
luas pada solven yang digunakan untuk KCKT, tetapi ada beberapa sifat umum
28
yang sangat disukai, yaitu rasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tidak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan detektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan sample recovery
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable
price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang karena
prosedur pemurniannya kembali sangat membosankan dan mahal biayanya. Dari
semua persyaratan di atas, persyaratan 1 s/d 4 merupakan yang sangat penting.
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk KCKT yang
menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump) sangat diperlukan
terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100 psi. Udara yang terlarut
yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan gangguan yang besar di dalam detektor
sehingga data yang diperoleh tidak dapat digunakan (the data may be useless).
Menghilangkan gas (degassing) juga sangat baik bila menggunakan kolom yang
sangat sensitif terhadap udara (contoh : kolom berikatan dengan NH2) (Johnson,
1991). Dilihat dari jenis fase diam dan fase gerak maka kromatografi cair kinerja
tinggi (kolomnya) dibedakan atas :
a. Kromatografi Fase Normal
Kromatografi dengan kolom konvensial dimana fase diamnya “normal”
29
bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan ase geraknya bersifat non polar
(Mulja, 1995).
b. Kolom Fase Terbalik.
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan
fase geraknya bersifat polar kebalikan dari fase normal. Kromatgrafi fase terbalik
sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh Boscott (1947), tetapi baru sekitar tahun
1948 Bonldingh berhasil memisahkan asam-asam lemak dengan rantai panjang
melalui suatu kolom yang berisi bahan karet (non polar) dan dielusi dengan
larutan pengembang campur yang polar yaitu campuran air-metanol-aseton
untuk mendapatkan fase yang non polar silica gel direaksikan dengan klorosilan
Cl-Si-(R)n. fase diam yang nonpolar yang banyak dipakai adalah jenis C18 , C8,
dan C2.
Keuntungan kromatografi fase terbalik, (Mulja,1995) yaitu :
a. Senyawa yang polar akan lebih pemisahannya pada kromatografi fase
terbalik
b. Senyawa yang mudah terionkan (ionik) yang tidak terpisahkan pada
kromatografi cair kinerja tinggi “normal” akan dapat dipisahkan pada
kromatografi fase terbalik.
c. Dengan kromatografi fase terbalik air dapat digunakan sebagai salah
satu komponen pada pelarut pengembang campur.
2.4.4 Penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda
pemisahan canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji
30
identitas, uji kemurnian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis
senyawa senyawa. Banyak senyawa yang dapat dianalisis dengan KCKT mulai
dari senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk
analisis dan pemisahan obat/bahan obat campuran rasemis optis aktif
dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (chirale Trennphasen) yang mampu
menentukan rasemis dan isomer aktif. Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun
1979 KCKT belum digunakan sebagai suatu metoda analisis baik kualitatif
maupun kuantitatif. Padahal di Farmakope negara-negara maju sudah lama
digunakan, seperti Farmakope Amerika Edisi 21 (United State of Pharmacopoeia
XXI), Farmakope Jerman Edisi 10 (Deutches Arzneibuch 10) (Effendy, 2004).
Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT
dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua
ratus tujuh puluh tujuh) obat/ bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari
Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam
bidang analisis obat. Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis
dengan KCKT sangat mahal, namun metoda ini tetap dipilih untuk digunakan
menganalisis 277 jenis obat bahan obat karena hasil analisis yang memiliki
akurasi dan presisi yang tinggi, waktu analisis cepat (Effendy, 2004).
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Aquadest, Metanol 10%, Dapar Fosfat pH 6,8, Na-Benzoat, K-Sorbat, Na-
sakarin, Sampel Manisan Cianjur
3.2 Alat
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain HPLC
Tipe LC 10ADVP simadzu, Branson Ultrasonic, Milipore 0,45 µm, Batang
Pengaduk, Beaker glass 50 mL, Labu Terukur 50 mL, Pipet volume 0,5; 1,0; 2,0;
3,0; 4,0 dan 5,0 mL
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penentuan Sampel
Pada tahap ini dilakukan penentuan produk yang menjadi fokus penelitian
yaitu manisan Cianjur bercurah yang beredar di sekitar jalan bypass Cianjur dan
berdasarkan informasi kandungan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
sampel tersebut..
3.3.2 Sampling
Setelah penentuan produk, maka selanjutnya proses sampling dilakukan
berdasarkan tingkat penjualan paling tinggi yang beredar di pasaran yaitu manisan
buah mangga
32
3.3.3 Analisis Sampel
Sampel selanjutnya dianalisa kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, dan
Natrium Sakarin dengan menggunakan metoda KCKT
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel
Sampel manisan Cianjur jenis mangga diambil dari pasaran yang beredar
(sentra manisan di wilayah jalan bypass Cianjur), dari beberapa merek manisan
yang beredar dipilih menurut peningkatan penjualan yang paling tinggi. Diambil
satu sampel dari lima penjual dan distributor yang berbeda.
3.3.5 Uji Kesesuaian Sistem
Uji Kesesuaian Sistem dengan menggunakan parameter Uji Kesesuaian
Sistem KCKT yang dilakukan antara lain : presisi dan repeatibility, linearitas, dan
recovery. Untuk presisi dan repeatibility dilakukan penyuntikan sebanyak 6 kali
terhadap baku Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dengan
konsentrasi yang sama. Linearitas dilakukan dengan cara penetapan kadar
terhadap 5 larutan baku pembanding yang berbeda konsentrasinya kemudian
dihitung koefisien korelasi (r). Dan recovery dilakukan dengan cara penyuntikan
baku 60 ppm + sampel 5gr dilarutkan dalam air 50mL, disuntikan dengan
keterulangan sebanyak 6 kali dilakukan secara duplo.
3.3.6 Cara Pembuatan Larutan Baku dan Larutan Uji
A. Pembuatan Larutan Baku
Larutan baku Induk 1 mg/mL (1000 ppm)
Ditimbang seksama masing-masing Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium
Sakarin BPFI sejumlah masing-masing 50 mg, masukkan ke dalam labu terukur
33
50 mL, larutkan dalam metanol : air (5:45) dan encerkan sampai tanda batas,
Dipipet larutan baku induk 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL dengan konsentrasi
masing masing 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm. secara seri masukkan
ke dalam labu ukur 50 mL, encerkan dengan air sampai tanda batas saring dan
awaudarakan (B)
B. Pembuatan Larutan Uji
Ditimbang seksama lebih kurang 5 gr cuplikan, dimasukkan ke dalam labu
terukur 50 mL, larutkan dengan larutan methanol : air (5:45), Kocok beberapa
menit dan encerkan sampai tanda batas, lalu awaudarakan, saring beningan
menggunakan filter berdiameter 0,45 µm (A)
C. Cara Penetapan
Disuntikkan masing-masing larutan A dan B Sebanyak 20µL ke dalam
kromatografi cair kinerja tinggi dengan kondisi sebagai berikut :
Kolom : Oktadesil silika (C-18)
Fase gerak : Campuran methanol-dapar fosfat pH 6,8 (8:92), Saring dan
iiiawaudarakan
Laju aliran : 1,0 mL per menit
Detektor : Cahaya UV pada panjang gelombang 225 nm
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Kesesuaian sistem
Uji Kesesuaian Sistem dilakuan untuk mengetahui apakah sistem
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang digunakan untuk analisis
memenuhi syarat yang telah ditentukan dan berada dalam kondisi baik serta dapat
dipercaya, sehingga data analisis yang dihasilkan cukup baik dan dapat
dipertanggung jawabkan untuk menyimpulkan suatu hasil analisis. (FI Edisi
IV1995) Hasil Uji Kesesuaian Sistem dengan menggunakan parameter Uji
Kesesuaian Sistem KCKT yang dilakukan antara lain : presisi dan repeatibility,
linearitas, dan recovery
4.1.1 Presisi dan Repeatibility
Presisi dan Repeatibility sendiri yaitu derajat kesesuaian hasil uji dari penyuntikan
sebanyak 6 kali terhadap baku Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium
Sakarin dengan konsentrasi yang sama.
Berikut adalah hasil Presisi dan Repeatibility :
Tabel 4.1. Uji presisi & repeatibility Natrium Benzoat
KONSENTRASI (ppm) RT LUAS AREA
58,866 5,213 4811,281
58,866 5,210 4805,739
58,866 5,207 4810,218
58,866 5,204 4810,482
58,866 5,194 4801,734
35
58,866 6,785 4805,671
Rata-rata 5,469 4807,521
SD 0,645 3,749
%RSD 11,791 0,078
Tabel 4.2. . Uji presisi & repeatability Kalium Sorbat
KONSENTRASI (ppm) RT LUAS AREA
59,71 6,815 3906,543
59,71 6,813 3903,728
59,71 6,810 3904,477
59,71 6,806 3911,997
59,71 6,792 3908,518
59,71 6,785 3913,208
Rata-rata 6,804 3908,079
SD 0,012 3,902
%RSD 0,179 0,100
Tabel 4.3 . Uji presisi & repeatibility Natrium Sakarin
KONSENTRASI (ppm) RT LUAS AREA
59,71 9,352 3658,249
59,71 9,341 3654,800
59,71 9,320 3656,170
59,71 9,306 3657,904
59,71 9,269 3653,323
59,71 9,261 3654,854
Rata-rata 9,308 3655,883
SD 0,037 1,926
%RSD 0,399 0,053
36
Selanjutnya dihitung simpangan baku relatif [Relative Standart Deviation
(RSD)] atau [Coeficient of Variation (CV)], dari hasil perhitungan diperoleh
untuk Natrium Benzoat RSD 0,078% , Kalium Sorbat RSD 0,100%, dan Natrium
Sakarim RSD 0.053%, syarat yang ditetapkan adalah ≤ 2%. Jadi keberulangan
sistem KCKT cukup baik dan memenuhi syarat.
Presisi waktu retensi dan presisi luas area, dari hasil yang diperoleh
Natrium Benzoat mempunyai RT (Retention Time) rata-rata menit ke 5,469
dengan luas area rata-rata 4807,521 dengan data terlampir, Kalium Sorbat
mempunyai RT rata-rata di menit ke 6,804 dengan luas area rata-rata 3908,079,
sedangkan Natrium Sakarin keluar terakhir di RT menit ke 9,308 dengan luas area
rata-rata 3705,883 dengan gambar sesuai hasil sebagai berikut:
Gambar 4.1. Spektrum Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Natrium Sakarin
Uji Kesesuaian Sistem dari hasil menunjukkan bahwa alat KCKT yang
akan digunakan dalam kondisi yang baik dan siap digunakan untuk analisa.
37
4.1.2 Kurva Baku/Linieritas
Kurva Baku Natrium Benzoat, Kalium Sorbat, Natrium Sakarin / Linieritas. Hasil
Linearitas dapat dilihat pada tabel dan gambar sebagai berikut:
Tabel 4.4 Data Linieritas Natrium Benzoat
KONSENTRASI (ppm) LUAS AREA RATA-RATA
19,62 1565,009
39,24 3208,511
58,87 4803,785
78,50 6387,200
98,12 8097,910
r = 0,9999
Tabel 4.5 Data Linieritas Kalium Sorbat
KONSENTRASI (ppm) LUAS AREA RATA-RATA
19,90 1280,996
39,81 2613,679
59,71 3902,034
79,62 5238,574
99,52 6630,062
r = 0,9999
Tabel 4.6 Data Linieritas Natrium Sakarin
KONSENTRASI (ppm) LUAS AREA RATA-RATA
17,15 1259,705
34,29 2406,603
51,43 3656,014
68,58 4888,282
85,73 6143,609
r = 0,9999
38
Gambar 4.2 Kurva Baku / Lineraitas
Gambar 4.3. Kurva Baku Natrium Benzoat
Gambar 4.4. Kurva Baku Kalium Sorbat
Gambar 4.5. Kurva Baku Natrium Sakarin
Lineritas atau Kurva baku Na Benzoat, Ka Sorbat, Na Sakarin dilakukan
dengan cara penetapan kadar terhadap 5 larutan baku pembanding kemudian
dihitung koefisien korelasi (r), linieritas dinyatakan dengan koefisien korelasi.
39
Pada kurva baku Natrium Benzoat dapat dilihat bahwa linieritasnya (r) adalah :
0,9999 sedangkan persamaan garis yang terbentuk adalah Y = 82,775 x – 60,647.
Untuk Kalium Sorbat didapat nilai (r) adalah : 0,9999 dan didapat nilai Y =
66,933 x – 63,637. Sedangkan Kalium Sorbat didapat nilai (r) adalah : 0,9999 dan
didapat nilai Y= 71,443 x – 3,989 sehingga ketiga kurva yang terbentuk linier atau
mendekati sempurna
4.1.3 Recovery
Tabel 4.7. Data Recovery Natrium Benzoat
NO. BAKU BAKU + SAMPEL (BAKU+SAMPEL) – SAMPEL
RECOVERY (%) AUC KADAR AUC KADAR AUC KADAR
1 4811,281 58,86 4269,973 52,32 4269,97 52,32 88,89
2 4805,739 58,79 4370,660 53,53 4370,66 53,53 91,06
3 4810,218 58,84 4320,433 52,93 4320,43 52,93 89,94
4 4810,482 58,85 4345,850 53,23 4345,85 53,23 90,46
5 4801,734 58,74 4323,409 52,96 4323,41 52,96 90,16
6 4805,671 58,79 4322,745 52,95 4322,74 52,95 90,08
rata2 4807,521 58,81 4325,51 52,99 4325,51 52,99 90,10
Tabel 4.8. Data Recovery Kalium Sorbat
NO. BAKU BAKU + SAMPEL (BAKU+SAMPEL) - SAMPEL
RECOVERY (%) AUC KADAR AUC KADAR AUC KADAR
1 1280,996 18,19 1262,21 17,91 1262,21 17,91 98,46
2 1280,996 18,19 1294,49 18,39 1294,49 18,39 101,11
3 1280,996 18,19 1276,33 18,12 1276,33 18,12 99,62
4 1280,996 18,19 1275,49 18,11 1275,49 18,11 99,55
5 1280,996 18,19 1269,59 18,02 1269,59 18,02 99,06
6 1280,996 18,19 1257,07 17,83 1257,07 17,83 98,03
rata2 1281,00 18,19 1272,53 18,06 1272,53 18,06 99,30
40
Tabel 4.9. Data Recovery Natrium Sakarin
NO. BAKU BAKU + SAMPEL (BAKU+SAMPEL) - SAMPEL
RECOVERY (%) AUC KADAR AUC KADAR AUC KADAR
1 1259,705 17,69 1275,47 17,91 1275,47 17,91 101,25
2 1259,705 17,69 1293,17 18,16 1293,17 18,16 102,65
3 1259,705 17,69 1286,56 18,06 1286,56 18,06 102,12
4 1259,705 17,69 1286,93 18,07 1286,93 18,07 102,15
5 1259,705 17,69 1282,07 18,00 1282,07 18,00 101,77
6 1259,705 17,69 1280,11 17,97 1280,11 17,97 101,61
rata2 1259,705 17,69 1284,05 18,03 1284,05 18,03 101,93
Untuk data recovery diperoleh hasil Natrium bezoat dengan RSD 90,10%,
Kalium Sorbat dengan RSD 99.30% dan Natrium Sakarin 101.93%. Menurut
Literatur syarat recovery bila analit dalam sampel adalah 90 – 107%, (Wood,
R.A.N., & H. Wallin, 1998), maka Penggunaan KCKT dapat dilakukakan. Baku
pembanding yang digunakan adalah Baku Na Benzoat, Ka Sorbat, Na Sakarin
BPFI dengan sertifikat.
4.2 Hasil Pengujian Sampel
Pengujian dilakukan terhadap 5 sampel yang berbeda dengan masing-
masing dua kali ulangan (duplo), untuk mengurangi kekeliruan dalam penelitian.
Masing-masing sampel diberi kode huruf (A, B, C, D,E) dan ulangan diberi kode
angka (1,2). Serta ulangan dengan zat yang sama di beri angka setelah huruf dan
angka (1,2)
41
Tabel 4.10. Data hasil perhitungan kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan
Natrium Sakarin pada sampel
Kode
sample Bahan Baku AUC
Kadar
(ppm)
Hasil
rata-rata Hasil mg/kg
A.1.1 Na Benzoat 114,56 2,11
A.1.2 Na Benzoat 114,78 2,11 2,26 22,60
A.2.1 Na Benzoat 139,25 2,41
A.2.2 Na Benzoat 139,03 2,41
A.1.1 Ka. Sorbat 445,46 7,60
A.1.2 Ka. Sorbat 445,00 7,59 7,55 75,50
A.2.1 Ka. Sorbat 439,09 7,51
A.2.2 Ka. Sorbat 437,91 7,49
B.1.1 Na Benzoat 2867,94 35,37
B.1.2 Na Benzoat 2865,88 35,35 35,17 351,79
B.2.1 Na Benzoat 2836,68 35,00
B.2.2 Na Benzoat 2835,74 34,98
B.1.1 Na. Sakarin 90,23 1,31
B.1.2 Na. Sakarin 91,52 1,33 1,32 13,26
B.2.1 Na. Sakarin 90,91 1,32
B.2.2 Na. Sakarin 90,56 1,32
C.1.1 Na Benzoat 3081,81 37,96
C.1.2 Na Benzoat 3080,94 37,95 37,64 376,41
C.2.1 Na Benzoat 3028,40 37,31
C.2.2 Na Benzoat 3030,27 37,33
C.1.1 Na. Sakarin 112,22 1,62
C.1.2 Na. Sakarin 108,01 1,56 1,81 18,13
C.2.1 Na. Sakarin 99,93 1,45
C.2.2 Na. Sakarin 182,25 2,60
D.1.1 Na Benzoat 1371,26 17,29
42
D.1.2 Na Benzoat 1370,63 17,28 16,98 169,89
D.2.1 Na Benzoat 1321,07 16,69
D.2.2 Na Benzoat 1320,44 16,68
D.1.1 Na. Sakarin 63,46 0,94
D.1.2 Na. Sakarin 64,08 0,95 0,94 9,43
D.2.1 Na. Sakarin 62,63 0,93
D.2.2 Na. Sakarin 63,48 0,94
E.1.1 Na Benzoat 1580,74 19,82
E.1.2 Na Benzoat 1579,29 19,80 19,55 195,50
E.2.1 Na Benzoat 1537,03 19,29
E.2.2 Na Benzoat 1537,04 19,29
E.1.1 Na. Sakarin 140,13 2,01
E.1.2 Na. Sakarin 140,38 2,02 2,00 20,01
E.2.1 Na. Sakarin 137,90 1,98
E.2.2 Na. Sakarin 137,62 1,98
Perhitungan kadar sampel yaitu luas area larutan sampel dihitung dengan
persamaan Y = ax + b dari kurva baku Na Benzoat, Ka Sorbat, Na Sakarin,
hasilnya dikonversikan dengan jumlah pengenceran larutan uji sehingga
didapatkan kadar dalam mg.
Manisan Cianjur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang
dijual di sentra penjualan manisan wilayah bypass Cianjur dengan parameter
paling banyak dibeli konsumen .
Analisa secara kuantitatif dihitung dengan cara membandingkan luas area
baku Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dengan luar area
sampel, sedangkan analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara
43
menbandingkan waktu retensi baku pembanding dengan waktu retensi sampel
(FI edisi IV 1995b).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kadar Natrium Benzoat, Kalium
Sorbat dan Natrium Sakarin yang dilakukan terhadap manisan Cianjur yang dijual
di sentra oleh-oleh daerah Cianjur dengan metoda Kromatografi Cair Kerja Tinggi
(KCKT) dapat disimpulkan : rata-rata kandungan Na Benzoat dalam sampel A
adalah 22,60 mg/kg, sampel B 351,79 mg/kg, sampel C 376,41 mg/kg , sampel D
169,89 mg/kg, dan sampel E 195,50 mg/kg. Untuk kandungan Kalium Sorbat
terdapat pada sampel A yaitu 75,50 mg/kg, sedangakan Natrium Sakarin terdapat
pada sampel B yaitu 13,26 mg/kg, C 18,13 mg/kg, D 9,43 mg/kg dan E 20,01
mg/kg
Dari hasil terlihat bahwa kandungan Na benzoat dalam sampel B dan C
yang diuji kandungan Na Benzoat lebih besar dari kadar Na benzoat yang telah
ditetapkan pemerintah yaitu 200 mg/kg. Untuk Kalium Sorbat hanya terdapat pada
sampel A, sedangkan kandungan Natrium Sakarin terdapat pada sampel 4 sampel
B, C, D dan E dengan kadar dibawah standar yang dipersyaratkan/ditetapkan
pemerintah. Sampel B dan C yang memekai pengawet Natrium Benzoat melebihi
ambang batas yang ditetapkan yaitu 200 mg/kg, sehingga harus dilakukan tindak
lanjut untuk sampel B dan C, dari kelima sampel terdapat satu sampel yang
penggunaan pengawetnya 2 zat yaitu sampel A, terdapat Na Benzoat dan Kalium
Sorbat yang kadarnya 22,60 mg/kg dan 75,50 mg/kg, Sedangkan sampel yang
lainnya masih aman untuk dikonsumsi
44
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari kelima sampel Manisan Cianjur yang diambil dari beberapa sentra
manisan di Cianjur, hasil analisis untuk pengawet menunjukkan 5 sampel
menggunakan Natrium Benzoat, 1 sampel menggunakan Kalium Sorbat dan 4
sampel menggunakan pemanis Natrium Sakarin. Kadar Natrium Benzoat sampel
berkisar antara 22,60 mg/kg sampai dengan 376,41 mg/kg. Sedangkan Kalium
Sorbat kadarnya 75,50 mg/kg dan Natrium Sakarin yaitu antara 9,43 mg/kg
sampai dengan 20,01 mg/kg
5.2 Saran
1 Perlu dilakukan analisa terhadap kandungan Bahan Tambahan Pangan lain
yang ada di manisan Cianjur, lebih baiknya produsen pembuat manisan
cianjur ini harus melakukan izin BPOM dan izin Dinas kesehatan setempat
terkait pemasaran Manisan Cianjur untuk keamanan bagi masyarakat.
2 Perlu dilakukan analisa terhadap manisan Cianjur jenis lainnya dan bentuk
sediaan lain yang beredar sehingga dapat memantau kandungan BSS yang
ditambahkan apakah sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014 . Intsruksi Kerja Penetapan kadar Natrium Benzoate, Kalium
Sorbat, Natrium Sakarin, Balai Besar POM di Bandung.
Anonim, 2004, SNI 01-6993-2004 Tentang Bahan Tambahan Pangan
Pemanis, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat. Departemen Kesehatan
R.I, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Anonim, 2016, Kategori Pangan (No. 21 Th, 2016), Badan POM RI, Jakarta
Anonim, 2013, Batas Maksimum penggunaan Bahan Tam-bahan Pangan
Pengawet (No. 36 Th, 2013), Badan POM RI, Jakarta
Anonim, 2014, Batas Maksimum penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pemanis (No. 4 Th, 2014), Badan POM RI, Jakarta
Baliwati, Y. F., 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I, Swadaya Hal.
89, Jakarta.
Ditjen POM, 1993. Metode Analisa Pusat Obat dan Makanan Nasional
No.43/MA/1993 tentang penetapan kadar benzoat, sorbat, dan
sakarin, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.
Effendy. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.
Farmasi. Universitas Sumatera Utara.
Glevitzky M., et al. 2009. Studies Regarding The Use of Preservatives on Soft
Drinks Stability. Chem.Bull. “POLITEHNICA” Univ.(Timisoara). Vol.
54 (68),I.
Hughes, C.C., 1987, The Additives Guides: Food Additives, Marcel Dekker, Inc.
Hal. 107, New York.
Indrie A, & Qanytah. 2011. Penerapan Standar Penggunaan Pemanis Buatan
Pada Produk Pangan . Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Johnson, E.L. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Institute Teknologi Bandung.
Bandung.
Meifa F. 2012. Pengaruh Persaingan dan Harga Jual Terhadap Pendapatan
Pedagang Manisan Cianjur di Kabupaten Cianjur. Universitas
Pendidikan Indonesia. Jakarta
46
Mulja,M. 1995. Analisis Istrumental, Penerbit Institute Teknoogi Bandung.
Bandung.
Rismana, E., Paryanto I. 2002. Beberapa bahan pemanis Alternatif yang aman,
Kompas cyber media, Jakarta
Riyanto, Ph.D. 2014. Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan
ISO/IEC 17025 Deepublish. Yogyakarta.
Slamet Ibrahim S, 1998. Pengembangan Metode Analisis Obat Menggunakan
KCKT. Farmasi. Institut Tekhnologi Bandung.
Subani, 2008, Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan
Natrium Sakarin dalam Sirup dengan Metode KCKT di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
WHO. 2000. Concise International Chemical Assessment Document 26. Version
Geneva: World Health Organization
Winarno,F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wisnu,C. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,
Bumi Aksara, Jakarta.
Wood, R.A.N., & H. Wallin, 1998, Quality in the Food Analysis Laboratory the
Royal Society of Chemistry, Cambridge, London
47
Lampiran I
Foto Alat KCKT
48
Lampiran II
Timbangan Analitik
49
Lampiran I II
Alat Penyaring
50
Lampiran IV
Hasil Penyuntikan Baku tunggal
51
52
Lampiran V
Hasil Kurva Kalibrasi
53
54
Lampiran VI
Hasil Penyuntikan Sampel
55
56
57
Lampiran VII
Hasil Uji Kesesuaian Sistem
58