analisis modus penghindaran pajak wajib pajak orang
TRANSCRIPT
Analisis Modus Penghindaran Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Atas Penghasilan dan Kepemilikan Aset di Negara Tax Haven (Studi Kasus di
Direktorat Jenderal Pajak)
Dita Suryadinata dan Christine, S.E.Ak., M.Int.Tax.
Program Studi Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI
Depok, Depok 16424, Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modus penghindaran pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) atas penghasilan dan kepemilikan aset di negara tax haven dengan melakukan studi kasus di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap para praktisi di DJP yang membidangi sektor Orang Pribadi dan membahas tiga kasus tentang penghasilan capital gain atas transaksi pengalihan saham, deemed dividend, penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dan kepemilikan aset di negara tax haven. Kesimpulan dari penelitian ini adalah DJP telah melakukan tahapan identifikasi data sampai dengan tindak lanjut untuk penggalian potensi pajak atas penghasilan dan kepemilikan aset di negara tax haven secara efektif dengan memanfaatkan berbagai sumber data eksternal yang relevan. Kata kunci: Modus Penghindaran Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi, Tax Haven, Capital Gain, Deemed Dividend, Penghasilan, Gaji, Aset.
Analysis of Individual Tax Evasion for Income and Asset Ownership in Tax Haven Country (Case Study in Directorate General of Taxes)
Abstract
The purpose of this research is to analyze individual tax evasion for income and asset ownership in tax
haven country by conducting case study in Directorate General of Taxes (DGT). This research is conducted by interviewing some individual tax experts in DGT and had discussed three cases like capital gain from stock acquisition, deemed dividend, remuneration and asset ownership in tax haven country. It is concluded that DGT analysis has efficiently conducted from data identification to follow up prrocess by utilizing and maximizing some relevant external data sources. Keywords: Tax Evasion, Individual, Tax Haven, Capital Gain, Deemed Dividend, Income, Salary, Asset Pendahuluan
Selama beberapa dekade terakhir, penerimaan perpajakan merupakan penyumbang
terbesar terhadap pendapatan negara. Sekitar 70% dari pendapatan negara berasal dari pajak.
Berdasarkan data postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2016, target
pendapatan negara adalah sebesar Rp1.822,5 Triliun dan meningkat sebesar 3,5% atau senilai
Rp60,9 Triliun dibandingkan target pendapatan negara berdasarkan APBN Perubahan 2015
dengan kontribusi pajak terhadap target pendapatan negara di APBN tahun 2016 adalah
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
sebesar 75% atau senilai Rp1.360,2 Triliun. Target tersebut meningkat signifikan
dibandingkan target penerimaan pajak tahun 2015 sebesar Rp1.274,9 Triliun. Adapun,
realisasi penerimaan pajak tahun 2015 hanya mencapai 82,05% atau kembali tidak mencapai
target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sejak tahun 2009. Tingkat penerimaan pajak
yang rendah secara langsung juga berdampak pada angka tax ratio Indonesia. Berdasarkan
data World Bank (2012) dalam Setiawan (2015), tax ratio Indonesia di tahun 2012 sebesar
11,9% atau masih berada di bawah beberapa negara Asia Tenggara lain seperti Filipina
(12,4%), Laos (13,7%), Singapura (13,8%), Malaysia (15,3%) dan Thailand (17,6%).
Tabel 1 Rasio Penerimaan PPh Orang Pribadi terhadap Penerimaan Pajak Tahun 2012-2015
(dalam miliar rupiah) NO URAIAN 2012 2013 2014 2015
1 PPh Ps 21 79.599 90.064 105.366 113.857
2 PPh Ps 25/29 OP 3.759 4.369 4.641 8.246
3 Total 21,25 &29
OP
83.358 94.433 110.007 122.103
4 Total Pajak 836.234 921.207 981.827 1.061.239
% Thd Total Pajak 9,97% 10,25% 11,20% 11,51% Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan tabel di atas, kontribusi pajak dari orang pribadi terhadap keseluruhan
penerimaan pajak belum menunjukkan hasil yang optimal selama beberapa tahun terakhir. Di
tahun 2015, penerimaan pajak dari orang pribadi di Indonesia yang terdiri dari Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25/29 OP dan PPh Final 1% atas Usaha Mikro Kecil dan
Menengah memiliki kontribusi sekitar 14% terhadap penerimaan pajak nasional. Jika
dibandingkan dengan negara Australia, kontribusi penerimaan pajak individual tahun 2014-
2015 sekitar 52%. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontribusi penerimaan
pajak individual di Australia adalah adanya perbedaan struktur penggajian antara Indonesia
dan Australia dimana Negara Australia memiliki tingkat upah minimum lebih tinggi
dibandingkan di Indonesia (Asmoro, 2016). Brodjonegoro (2016) berpendapat bahwa potensi
penerimaan pajak dari Orang Pribadi masih dapat digali dan penggalian potensi ini sangat
penting untuk mengurangi ketergantungan penerimaan pajak dari Wajib Pajak Badan untuk
meminimalkan volatilitas penerimaan pajak. Apabila penerimaan pajak terlalu bergantung
pada Pajak Penghasilan (PPh) Badan maka penerimaan pajak itu akan menjadi volatile
karena dipengaruhi faktor pertumbuhan ekonomi.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Di Indonesia, Wajib Pajak Orang Pribadi (selanjutnya disebut WP OP) dikenakan pajak
atas penghasilan yang diperoleh atau diterima baik di Indonesia maupun luar Indonesia atau
lebih dikenal dengan penggunaan asas World Wide Income. Untuk dasar prinsip pemajakan
adalah pajak dikenakan untuk setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh baik di Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi
dan menambah nilai kekayaan. Namun demikian, sebagian besar orang pribadi di Indonesia
diindikasikan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tidak melaporkan SPT Tahunan,
atau belum melaporkan seluruh penghasilan dan kepemilikan asetnya sesuai dengan keadaan
sebenarnya dalam SPT Tahunan PPh OP yang dilaporkan. Hal ini mendorong DJP untuk
mengidentifikasi berbagai modus penghindaran pajak WP OP yang dapat menggerus
penerimaan pajak. Salah satu modus dari berbagai modus penghindaran pajak yang diawasi
oleh DJP saat ini adalah kepemilikan aset dan penghasilan yang diperoleh WP OP di luar
negeri terutama di negara surga pajak atau tax haven country. Aset sebagaimana dimaksud
dapat berupa kepemilikan saham, tabungan, properti dan lainnya. Untuk penghasilan dapat
berupa gaji, bonus, dividen, keuntungan capital gain atas proses akuisisi lintas negara (cross
border acquisition) dan penghasilan lainnya.
Warga Negara Indonesia (WNI) disebut merupakan salah satu yang kerap menyimpan
uang mereka ke negara tax haven dalam jumlah ribuan triliun rupiah. Prastowo (2016)
merujuk pada penelitian Tax Justice Network di tahun 2010 bahwa harta keuangan WNI yang
berada di negara tax haven mencapai USD 331 miliar. Berdasarkan data Global Financial
Integrity (2015), setidaknya terdapat US$ 18.071.000.000 atau sekitar Rp 220 Triliun aliran
dana ilegal keluar Indonesia setiap tahun selama periode tahun 2004 sampai dengan 2013.
Selain itu, dokumen Panama Papers yang mengungkapkan informasi bahwa terdapat 1.038
wajib pajak asal Indonesia yang memiliki harta di tax haven (Prastowo, 2016).
Secara umum tax haven didefinisikan sebagai suatu negara atau wilayah yang mengenakan
pajak rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang aman
bagi simpanan untuk menarik modal. Gravelle (2015) menyebutkan bahwa terdapat 50
negara yang dikategorikan sebagai tax haven. Disebutkan pula oleh Committee of Experts on
International Cooperation in Tax Matters (2011) bahwa modus penghindaran pajak oleh
individual adalah tidak melaporkan seluruh penghasilan yang diperoleh di luar negeri yang
seharusnya menjadi objek pajak. Adapun penghasilan yang dimaksud antara lain :
a. Gaji, tunjangan dan penghasilan non-komersial;
b. Bunga dan dividen;
c. Penghasilan dari kegiatan usaha;
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
d. Penghasilan dari kepemilikan properti;
e. Keuntungan atas pelepasan properti dan royalti.
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana Direktorat Jenderal Pajak
mengidentifikasi data, menganalisis, dan menindaklanjuti data dan informasi mengenai
kepemilikan aset dan penghasilan WP OP di negara tax haven. Oleh karena itu, perbedaan
penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya dengan topik tax haven adalah
penelitian ini lebih berfokus pada aspek praktis dari penghindaran pajak WP OP melalui
pendekatan studi kasus. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya membahas aspek teoritis
penghindaran pajak di negara tax haven.
Tinjauan Pustaka
Orang Pribadi
Orang pribadi menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008
didefinisikan sebagai subjek pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun
di luar Indonesia. Subjek pajak dibagi menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak jika
telah memperoleh atau menerima penghasilan yang besarnya melebihi batasan Penghasilan
Tidak Kena Pajak dalam suatu tahun pajak. Subjek pajak orang pribadi luar negeri menjadi
Wajib Pajak (WP) apabila telah memperoleh dan atau menerima penghasilan yang bersumber
dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap. Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) sendiri
memiliki karakteristik yang unik karena memiliki berbagai jenis klasifikasi usaha seperti
perdagangan, industri, jasa, pegawai dan lainnya. Oleh karena itu, WP OP dapat
dikategorikan menjadi tiga berdasarkan jenis usahanya yaitu WP OP Karyawan, WP OP
Pengusaha dan WP OP Profesi atau Pekerjaan Bebas Laporan Kegiatan CTA Tahun 2015,
56).
Harta
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Pengampunan Pajak Nomor 11 tahun 2016, harta
merupakan akumulasi tambahan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun
tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha
maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Penghasilan
Menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, yang
dimaksud penghasilan adalah :
“Setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
Penghasilan dapat dikelompokkan dengan memperhatikan aliran tambahan kemampuan
ekonomisnya, seperti :
a. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan seperti gaji, tunjangan, honorarium, dan
penghasilan lain dari aktivitas sesuai profesi seseorang;
b. Penghasilan dari kegiatan usaha;
c. Penghasilan dari modal seperti bunga, dividen, sewa, royalti, dan keuntungan
penjualan harta;
d. Penghasilan lain seperti hadiah dan pembebasan utang.
Tax Haven
Dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan tahun
2014 menjelaskan kriteria lengkap tentang negara tax haven, dimana kriteria negara tax
haven antara lain :
a. Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau Negara yang tidak mengenakan
PPh; atau
b. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan
pertukaran informasi;
• Negara yang mengenakan tarif rendah adalah Negara yang mengenakan tarif pajak
atas penghasilan lebih rendah 50% dari tairf badan di Indonesia. (untuk tahun 2009
lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%); dan
• Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan
pertukaran informasi adalah Negara atau yurisdiksi yang berdasarkan perundang-
undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Tax Avoidance dan Tax Evasion
Pandangan mengenai skema atau modus apa saja yang dapat dikategorikan sebagai
acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance dapat saling berbeda antara satu
negara dengan negara lain. Dengan demikian, suatu modus penghindaran pajak di suatu
negara X dapat diperkenankan akan tetapi negara lain tidak memperkenankan modus
penghindaran tersebut. Rolf Eicke (2009) menjelaskan lebih rinci tentang upaya
meminimalkan pembayaran pajak dengan melakukan berbagai skema (Darussalam, John
Hutagaol, Danny Septriadi, 2010, p.199). Skema sebagaimana dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Secara legal :
• Tax Planning
Dengan cara memilih antara mengurangi pajak dan insentif pajak sehingga
transaksi yang memiliki substansi bisnis dapat memperoleh manfaat pajak.
• Tax Avoidance
Skema ini tidak memiliki subtansi bisnis dan dilakukan dengan cara
pemanfaatan celah dan peluang dari peraturan perpajakan dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat pajak. Oleh karena itu, hal ini tidak diperkenankan oleh
otoritas pajak.
b. Secara ilegal :
• Tax Evasion
Skema ini dilakukan dengan tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
melaporkan SPT dengan tidak benar, tidak membayar pajak yang terutang, tidak
menyetorkan pajak yang dipungut, pelanggaran terhadap peraturan perpajakan,
pencucian uang atas pajak yang digelapkan.
• Tax Fraud
Tax Fraud dilakukan dengan penyelundupan pajak dan penipuan yang disengaja
untuk mendapatkan keuntungan pajak.
Ketentuan Perpajakan Terkait
Dalam penggalian potensi pajak Orang Pribadi berbasis kepemilikan aset yang kurang
atau tidak dilaporkan di Surat Pemberitahun (SPT) didasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat 1
huruf p Undang-Undang PPh nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008 yaitu “tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak”. Hal ini berarti bahwa apabila kekayaan neto
seseorang bertambah melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang
bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut dianggap sebagai penghasilan.
Dalam hal jenis-jenis penghasilan yang menjadi objek pajak telah diatur dalam Pasal 4
Undang-Undang PPh. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia menganut
prinsip pemajakan world wide income yang berarti bahwa pajak dapat dikenakan terhadap
penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri. Penghasilan-penghasilan
dari luar negeri yang sering tidak dilaporkan oleh WP OP antara lain gaji, tunjangan, bonus,
dividen dan keuntungan atas pengalihan saham. Ketentuan pencegahan pemanfaatan negara
tax haven untuk menghindari pajak atas penghasilan dividen telah diatur secara khusus dalam
Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang PPh atau lebih dikenal dengan Controlled Foreign
Corporation (CFC) rules dimana “Kementerian Keuangan berwenang menetapkan saat
diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha
di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek”. Ketentuan ini
mengatur apabila orang pribadi atau badan mengendalikan entitas di luar negeri dengan
jumlah kepemilikan saham sedikitnya 50% dari modal saham yang disetor. Dalam
menentukan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri Keuangan nomor 256/PMK.03/2008 yang menetapkan saat diperolehnya dividen
untuk wajib adalah:
a. Pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk
tahun pajak yang bersangkutan; atau
b. Pada bulan ke tujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri
tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat
pemberitahuan tahunan atas pajak penghasilan.
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskripti dengan membahas tiga kasus
tentang modus penghindaran pajak WP OP atas Kepemilikan Aset dan Penghasilan di negara
tax haven yang telah dianalisis di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Adapun ketiga kasus
dimaksud yang menjadi purposive sampling dalam penelitian antara lain :
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
a. WP OP yang tidak melaporkan penghasilan capital gain atas transaksi pengalihan
saham;
b. WP OP yang tidak melaporkan penghasilan deemed dividend; dan
c. WP OP yang tidak melaporkan kepemilikan aset dan penghasilan sehubungan
dengan pekerjaannya di negara tax haven.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara secara terarah (direct interview) dan terstruktur (structured
interview) terhadap para pegawai di DJP yang membidangi sektor Orang Pribadi. Para
pegawai sebagaimana dimaksud adalah para analis sektor Orang Pribadi (OP) di Tim Pusat
Analisis Perpajakan atau Center for Tax Analysis (CTA) yang telah melakukan analisis
terhadap kasus-kasus yang menjadi objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dan bahan-
bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Perpajakan terkait beserta peraturan-peraturan
penunjangnya dan aturan perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan
negara mitra juga menjadi sumber data dalam penelitian ini.
Pembahasan
Identifikasi Data Penghasilan dan Kepemilikan Aset Wajib Pajak Orang Pribadi di
Negara Tax Haven
Proses identifikasi data merupakan tahapan untuk menentukan apakah terdapat indikasi
Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) belum melaporkan seluruh penghasilan dan kepemilikan
asetnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
dengan lengkap dan benar. Kegiatan ini dalam dilakukan melalui beberapa tahapan dari
pengumpulan data, identity data matching, menentukan jenis transaksi atau kasus serta
penyandingan data.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan awal dalam proses identifikasi data potensi
pajak. Data yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari data internal
Direktorat Jenderal Pajakmaupun data eksternal. Berkenaan dengan penggalian
potensi pajak atas penghasilan dan kepemilikan aset di negara tax haven yang
menjadi objek dalam penelitian ini, data eksternal yang berkaitan dengan kasus yang
dibahas bersumber dari Bursa Efek Singapura atau SGX dan Bursa Efek Hongkong
atau HKEX.
b. Identity Data Matching
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Proses data matching identitas ini dilakukan untuk menyesuaikan daftar-daftar nama
orang Indonesia yang telah dikumpulkan dari sumber data eksternal dengan data
identitas berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Hal ini harus dilakukan untuk memberi kepastian bahwa orang-orang
Indonesia sebagaimana dimaksud masih menjadi Warga Negara Indonesia dan
terdaftar sebagai Wajib Pajak.
c. Menentukan Jenis Transaksi atau Kasus
Setelah diperoleh data identitas WP OP, tahapan berikutnya adalah mengidentifikasi
jenis transaksi atau kasus dari sumber data eksternal. Berdasarkan hasil wawancara,
jenis-jenis penghasilan WP OP yang diperoleh di negara tax haven dan sering tidak
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP seperti penghasilan berupa :
• Gaji, tunjangan, dan bonus sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan.
• Penghasilan dari keuntungan pengalihan harta seperti saham, properti, dan emas.
• Penghasilan dari keuntungan tukar-menukar harta.
• Penghasilan dividen.
Tidak hanya penghasilan saja yang sering tidak dilaporkan oleh WP OP dengan
benar dan lengkap di SPT Tahunan PPh OP, namun mereka juga sering tidak
melaporkan kepemilikan hartanya di negara tax haven dengan tujuan untuk
menyembunyikan penghasilan yang sebenarnya diperoleh baik dalam negeri
maupun di luar negeri. Harta-harta sebagaimana dimaksud antara lain saham,
piutang, rumah, tanah, apartemen, perhiasan, kendaraan bermotor, tabungan, valas,
dan emas. Dari berbagai jenis penghasilan dan harta di negara tax haven yang sering
tidak dilaporkan oleh WP OP maka dapat ditentukan jenis-jenis kasus atau transaksi
berkaitan penghindaran pengenaan pajak di negara domisili, seperti :
• Tidak melaporkan penghasilan gaji, tunjangan, dan bonus sehubungan dengan
pekejaan dan jabatan.
• Tidak melaporkan penghasilan capital gain dari transaksi pengalihan harta.
• Tidak melaporkan penghasilan direct dividend dan deemed dividend yang
diterima, dan
• Tidak melaporkan kepemilikan harta dengan benar dalam SPT Tahunan PPh OP.
d. Penyandingan Data
Proses penyandingan data dilakukan untuk membandingkan data pelaporan SPT WP
dengan data internal dan eksternal untuk mengetahui apakah terdapat selisih potensi
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
penghasilan dan atau harta yang belum atau kurang dilaporkan oleh WP dengan
benar di SPT Tahunan PPh dalam satu tahun pajak.
Dari proses identifikasi data penghasilan dan kepemilikan aset WP OP di negara tax
haven, dapat diketahui bahwa DJP telah melakukan kegiatan penggalian potensi pajak secara
efisien dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, efisien
berarti bahwa biaya pemungutan pajak diusahakan dengan biaya seminimal mungkin atau
bahkan tanpa biaya untuk menghindari biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak. Dengan memanfaatkan berbagai sumber data eksternal seperti laporan
keuangan perusahaan terbuka di bursa efek luar negeri atau data kepemilikan properti dari
instansi negara lain, DJP dapat memperoleh data dan informasi yang valid, relevan dan
berbiaya rendah mengenai penghasilan dan kepemilikan aset WP OP di negara tax haven.
Adapun, sebagian besar data penghasilan dan aset WP OP di negara tax haven memiliki
potensi pajak yang besar karena nilai aset dan jumlah penghasilan yang dimiliki atau
diperoleh WP OP di negara tax haven bernilai cukup atau bahkan sangat materiil. Untuk
kemudian data dan informasi tersebut dapat digunakan sebagai trigger bagi DJP untuk
melakukan penggalian potensi pajak baik di level Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor
Pelayanan Pajak. Selain dilakukan secara efisien, kegiatan identifikasi data ini juga
dilaksanakan sesuai dengan asas kepastian hukum dalam pemungutan pajak. Hal ini dapat
dilihat bahwa dalam menentukan suspect list, DJP terlebih dahulu melakukan identity data
matching untuk mengetahui apakah orang-orang yang teridentifikasi memiliki kewajiban
perpajakan di Indonesia. Untuk selanjutnya, dilakukan penyandingan data dengan data
kewajiban perpajakan seperti NPWP dan SPT Tahunan PPh OP untuk mengetahui adanya
potensi penghasilan yang belum dilaporkan. Untuk berikutnya, potensi pajak dihitung sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Analisis Kasus
Analisis Kasus Penghasilan Capital Gain Atas Pengalihan Saham
Sumber data untuk penggalian potensi pajak diperoleh dari laporan rencana akuisisi dan
laporan penyelesaian akuisisi ABC Limited di tahun 2014. ABC Limited merupakan
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange dan
bergerak di bidang usaha holding investasi dan properti. Dalam laporan rencana akusisi
perusahaan yang diumumkan ABC Limited, diketahui bahwa Perusahaan melakukan
perjanjian jual beli saham pada 19 Mei 2014 yang menyatakan bahwa ABC Limited akan
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
melakukan akuisisi atas 80% (delapan puluh persen) saham DEF Pte Limited dengan nilai
transaksi S$104.041.110.
Dengan proses akuisisi ini maka ABC Limited akan memiliki 100% (seratus persen)
saham di DEF Pte Limited karena sebelum proses akusisi ABC Limited telah memiliki 20%
(dua puluh persen) kepemilikan saham pada DEF Pte Limited. DEF Pte Limited dimiliki oleh
Tuan Y dan ABC Limited dengan total nilai saham sebesar S$50.000.000 sebelum proses
akuisisi. Selain menjadi pemegang saham mayoritas pada DEF Pte Limited, Tuan Y juga
menjabat sebagai Direktur di perusahaan. Tuan Y juga diketahui menjabat sebagai Direktur
Eksekutif dan pemegang saham langsung pada ABC Limited dengan proporsi kepemilikan
saham langsung sebesar 16.54% dan saham tidak langsung sebesar 11.72%.
Sesuai kesepakatan jual beli dalam proses pengalihan saham, DEF Pte Limited
memiliki kewajiban menyerahkan 80% (delapan puluh persen) saham yang dimiliki oleh
Tuan Y dengan nilai nominal saham sebesar S$ 40.000.000 termasuk seluruh hak, manfaat,
dan status kepemilikan yang melekat pada saham tersebut. Adapun ABC Limited
berkewajiban untuk melakukan pembayaran sesuai dengan harga jual pengalihan saham
berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan yaitu sebesar S$104.041.110 atau
sekitar Rp 980.171.297.310. (Kurs dihitung menggunakan kurs Menteri Keuangan nomor
59/KM.11/2014 dengan nilai 1S$ = Rp 9.400,35)
Gambar 1 Skema Pengalihan Saham DEF Pte Limited sumber : diolah kembali dari Laporan Tahunan DEF Pte Limited tahun 201
Tabel 2 Penghitungan Potensi Capital Gain Tuan Y
Pemegang SahamTuan "Y" (80%)ABC Limited (20%)
DEF Pte Limited
ABC Limited
80% saham dialihkan
menyerahkan kas sebesar S$ 104.041.110
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
sumber : diolah kembali dari Laporan Tahunan DEF Pte Limited tahun 2014
Sesuai dengan transasi akuisisi saham oleh ABC Limited maka Tuan Y diindikasikan
memperoleh penghasilan atas selisih keuntungan dari pengalihan harta tersebut. Setelah
dilakukan proses identity data matching dimana Tuan Y diidentifikasi sebagai WP OP aktif
karena telah melaporkan SPT Tahunan PPh OP selama periode tahun 2011 sampai dengan
2015, tahapan analisis dilanjutkan dengan penyandingan data penghasilan dari data eksternal
dengan SPT Tahunan PPh Tuan Y. Dalam hal transaksi dilakukan di tahun 2014, maka
penyandingan data dilakukan dengan data penghasilan Tuan Y yang dilaporkan di SPT
Tahunan tahun 2014. Setelah dilakukan analisis terhadap SPT Tahunan PPh OP pada tahun
2014,
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat 1 UU PPh nomor 36 tahun 2008, capital
gain merupakan objek pajak sebagai keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
Untuk PPh terutang dihitung berdasarkan tarif PPh OP sesuai dengan Pasal 17 ayat 1(a) UU
PPh nomor 36 tahun 2008. Sesuai dengan ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
antara Indonesia dan Singapura dalam Pasal 6 tentang Penghasilan dari Harta Tak Gerak
disebutkan bahwa penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu negara pada pihak
persetujuan dari harta tak gerak yang berada di negara pihak lainnya pada persetujuan dapat
dikenakan pajak di negara lain tersebut. Dengan demikian, atas penghasilan berupa
keuntungan dari pengalihan saham yang diperoleh Tuan Y dapat dikenakan di negara
Indonesia.
Dalam penggalian potensi pajak atas capital gain ini, DJP memanfaatkan laporan
tahunan perusahaan terbuka di bursa efek Singapura untuk memperoleh data dan informasi
yang valid mengenai potensi capital gain WP OP dari transaksi pengalihan saham di negara
Singapura. Dalam laporan tahunan tersebut, DJP tidak hanya memperoleh informasi
pengalihan saham namun juga data nilai transaksi saham, nilai perolehan saham, waktu
transaksi, tahun perolehan, pihak pengakuisisi, dan pihak yang diakuisisi. Selain itu, DJP juga
dapat memperoleh data laporan keuangan perusahaan tersebut untuk mengetahui arus kas
keluar dan penambahan aset perusahaan setelah proses akuisisi saham tersebut dilakukan.
Tuan Y 80% 104,041,110 40,000,000 64,041,110 603,341,864,093
Pemegang SahamPersentase saham
dialihkanNilai Transaksi
(Dolar Singapura)
Nilai awal saham proporsional
(Dolar Singapura)
Potensi Capital Gain (Dolar Singapura)
Potensi Capital Gain (Rupiah)
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Dengan demikian, potensi pajak dapat dihitung secara relevan karena data dan informasi
diperoleh secara lengkap dan memiliki tingkat validitas yang tinggi.
Analisis Kasus Penghasilan Deemed Dividend
Kasus deemed dividend yang dibahas dalam penelitian adalah penghasilan dividen yang
dibagikan oleh Perusahaan di Hongkong kepada pemegang sahamnya yaitu perusahaan-
perusahaan yang berkedudukan di negara British Virgin Island (BVI), dimana pemegang
saham perusahaan-perusahaan tersebut diidentifikasi dimiliki oleh WP OP dalam negeri.
Kasus tersebut teridentifikasi dari laporan prospektus dan laporan tahunan MNO Holdings
Company Limited tahun 2012 sampai dengan 2014 yang dipublikasikan melalui Bursa Efek
Hongkong atau Hong Kong Stock Exchange (HKEX). MNO Holdings Company Limited
merupakan perusahaan terbuka yang terdaftar di HKEX dan menjadi induk perusahaan
properti besar di China. Menurut prospektus perusahaan di awal tahun 2012 (sebelum
melakukan Initial Public Offering) diperoleh informasi bahwa saham perusahaan tersebut
dimiliki oleh keluarga X dan beberapa orang Indonesia lainnya. Skema kepemilikan yang
digambarkan pada prospektus perusahaan adalah MNO Holding Limited dimiliki perusahaan-
perusahaan yang berkedudukan di British Virgin Island dan dikendalikan oleh keluarga X
dan beberapa orang Indonesia lainnya.
Gambar 2 Skema Kepemilikan Saham MNO Holdings Company Limited
sumber : diolah kembali dari Laporan Tahunan MNO Holdings Limited tahun 2012
MNO Holdings Company Limited diindikasikan berfungsi sebagai penyalur
penghasilan dari anak-anak usahanya Dari tabel kepemilikan perusahaan di atas, diketahui
bahwa pemegang saham MNO Holdings Company Limited selain masyarakat adalah
perusahaan-perusahaan terkendali yang didirikan di negara tax haven yaitu British Virgin
32,87% 4,45% 4,45% 4,44% 3,78% 3,56% 24,42%
M Co Ltd O Co Ltd Q Ltd S Ltd U Ltd W Ltd Publik4,45% 2,68% 4,44% 4,45% 3,55% 2,44%
N Ltd P Co Ltd R Ltd T Ltd V Ltd X Ltd100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Tn. A Ny. C Ny. E Tn. G Tn. I Tn. K
Tn. B Ny. D Tn. F Tn. H Tn. J
MNO Holdings Company LtdHong Kong
British Virgin Island
Indonesia
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Island. Adapun perusahaan-perusahaan yang berkedudukan di negara tax haven tersebut,
dikendalikan seluruhnya oleh Warga Negara Indonesia yang masih terdaftar sebagai WP OP
dalam negeri. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan mengenai Controlled Foreign Company (CFC). CFC adalah perusahaan terkendali
yang dimilik dimiliki oleh WP dalam negeri yang berkedudukan di negara-negara yang
mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali (tax haven country) yang
dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk menunda penghasilan dalam rangka penghindaran
pajak. Penghindaran pajak oleh WP dalam negeri ini dilakukan dengan mengalihkan
penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC yang sengaja dibentuk di negara tax haven
agar tidak dikenakan pajak di negara domisili.
Selain data kepemilikan saham, laporan tahunan MNO Holdings Limited tahun 2012,
2013 dan 2014 menyebutkan bahwa perusahaan membayarkan dividen ke pemegang
sahamnya dengan perincian nilai dividen yang dibagikan adalah sebagai berikut
(Penghitungan nilai kurs RMB terhadap Rupiah menggunakan kurs Menteri Keuangan pada
tanggal 31 Desember di tahun 2011, 2013, dan 2014) :
• Dividen dibayarkan tahun 2014 = RMB 64.034.000 atau Rp 130.188.165.740
• Dividen dibayarkan tahun 2013 = RMB 99.953.000 atau Rp 199.828.036.660
• Dividen dibayarkan tahun 2011 = RMB 54.108.000 atau Rp 77.870.069.280
Sebelum mengidentifikasi potensi pajak atas pembayaran dividen tersebut, ketentuan
perpajakan yang menjadi dasar hukum untuk menganalisis kasus penghindaran pajak
sehubungan dengan pengalihan penghasilan dari luar negeri ke perusahaan CFC di negara tax
haven adalah sebagai berikut :
1. Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) nomor 7 tahun 1983
sebagaimana telah diubah keempat kalinya dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang
mengatur bahwa Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen
oleh WP dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain
badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan sebagai berikut :
a. besarnya penyertaan modal WP dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima
puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
b. secara bersama-sama dengan WP dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal
paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 256/PMK.03/2008 tentang Penetapan Saat
Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Badan
Usaha di Luar Negeri selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-59/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaporan
Penerimaan Dividen, Penghitungan Besarnya Pajak yang Masih Harus Dibayar dan
Pengkreditan Pajak sehubungan dengan Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri
Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
Dalam hal pemegang saham MNO Holdings Company Limited terdiri dari perusahaan
terkendali yang berada di negara tax haven dan masyarakat, maka dividen yang dibagikan
kepada perusahaan terkendali diindikasikan sebagai dividen bagi pengendalinya. Apabila
pengendali sebagaimana dimaksud adalah WP dalam negeri maka sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku di Indonesia, penghasilan dividen tersebut dapat ditetapkan saat
diterimanya oleh pihak pengendalinya setidaknya pada bulan ketujuh setelah akhir tahun
pajak. Oleh karena itu, penetapan saat diterimanya dividen dalam kasus ini adalah tujuh bulan
sejak tahun dividen tersebut dibayarkan.
Tabel 3 Jumlah Dividen yang Diindikasikan Diterima Pihak Pemegang Saham Perusahaan Terkendali
sumber : diolah kembali dari Laporan Tahunan MNO Holdings Limited tahun 2011, 2012, 2014
Untuk penghitungan potensi pajak terutang dihitung berdasarkan tarif PPh OP sesuai
Pasal 17 ayat 1 a UU PPh nomor 36 tahun 2008 karena atas dividen tersebut diperoleh dari
negara tax haven yaitu British Virgin Island yang tidak memiliki Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia. Dalam penggalian potensi pajak atas deemed
dividend untuk kasus MNO Holdings Limited, DJP mengenakan pajak dividen atas
% Dividen (Rp) % Dividen (Rp) % Dividen (Rp)
Tn. A 18,164,412,268 4.45% 5,797,682,366 4.45% 8,892,347,631 4.45% 3,465,218,082 Tn. B 18,164,412,268 4.45% 5,797,682,366 4.45% 8,892,347,631 4.45% 3,465,218,082 Ny. C 10,899,375,425 2.68% 3,486,488,072 2.68% 5,355,391,382 2.68% 2,086,917,856 Ny. D 18,169,170,994 4.45% 5,797,682,366 4.45% 8,892,347,631 4.45% 3,465,218,082 Ny. E 18,120,487,714 4.44% 5,780,354,559 4.44% 8,872,364,828 4.44% 3,457,431,075 Tn. F 18,120,487,714 4.44% 5,780,354,559 4.44% 8,872,364,828 4.44% 3,457,431,075 Tn. G 18,169,170,994 4.45% 5,797,682,366 4.45% 8,892,347,631 4.45% 3,465,218,082 Tn. H 15,426,227,676 3.78% 4,921,112,665 3.78% 7,553,499,786 3.78% 2,943,488,618 Tn. I 14,505,599,043 3.55% 4,621,679,844 3.55% 7,093,895,301 3.55% 2,764,387,459 Tn J 14,535,764,604 3.56% 4,638,282,404 3.56% 7,113,878,105 3.56% 2,772,174,466 Tn. K 9,962,215,027 2.44% 3,176,591,244 2.44% 4,875,804,095 2.44% 1,900,029,690
2015 2014 2012Total Dividen (Rp)Nama
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
kepemilikan tidak langsung para pemegang saham MNO Holdings Limited di British Virgin
Island. Dengan asumsi bahwa perusahaan-perusahaan yang berada di British Virgin Island
merupakan paper company yang dibuat sebagai penyalur penghasilan dari MNO Holdings
Limited kepada para beneficial ownernya. Dalam ketentuan PPh Pasal 18 ayat 2 UU PPh
Nomor 36 tahun 2008 dan PMK 256/PMK.03/2009 sendiri belum menyatakan secara jelas
pengenaan pajak atas dividen tidak langsung. Namun demikian, DJP tetap menggunakan
aturan tersebut untuk menentukan saat diterimanya dividen yang diterima WP di luar negeri
atas kepemilikan sahamnya di perusahaan non bursa.
Analisis Kasus Kepemilikan Aset Dan Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan
Dalam kasus ini dibahas tentang penghindaran pajak yang dilakukan oleh WP OP
bernama Tuan “X” yang belum melaporkan kepemilikan asetnya berupa saham dan
penghasilan sehubungan dengan pekerjaannya sebagai Direktur Eksekutif di ZXY Limited.
Sumber data untuk analisis potensi pajak diperoleh dari laporan prospektus dan laporan
tahunan ZXY Limited yang dipublikasikan di Bursa Efek Hongkong di tahun 2013, 2014 dan
2015. ZXY Limited, bergerak di bidang pencitraan fotografi serta percetakan kertas film
berwarna, terdaftar di bursa efek setelah melaksanakan IPO pada 11 Oktober 2013. ZXY
Limited. Berdasarkan data yang diperoleh, Tuan X memiliki saham pada ZXY Limited di
tahun 2013 sebesar 66.352.500 lembar saham dengan nilai harga saham per lembar pada saat
IPO sebesar HK$1,61 atau sekitar Rp156.571.726.016 (kurs Dolar Hongkong dihitung
menggunakan kurs Menteri Keuangan tanggal 11 Oktober 2013, 1HK$ = Rp1.466). Selain
itu, Tuan X juga diidentifikasi memiliki saham pada anak perusahaan ZXY Limited yang
berkedudukan di British Virgin Island yaitu ZXY BVI Limited di tahun 2012. Nilai saham
yang dimiliki oleh Tuan X pada ZXY BVI Limited adalah sebesar US$ 218 atas 2.000 lembar
saham atau sekitar Rp1.955.136 (kurs Dolar Amerika Serikat dihitung menggunakan kurs
Menteri Keuangan tanggal 1 Februari 2012 senilai 1US$ = Rp8.952).
Dalam laporan prospektus tahun 2011 dan 2012 serta Laporan Tahunan ZXY Limited
tahun 2013,2014 dan 2015, Tuan X juga diidentifikasi memperoleh remunerasi berupa gaji,
tunjangan dan natura sehubungan dengan jabatannya sebagai Direktur Eksekutif perusahaan.
Perincian remunerasi Direktur yang diperoleh Tuan X adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10. Remunerasi Tuan X di ZXY Limited (Kurs Renmimbi Tiongkok terhadap Rupiah dihitung berdasarkan
kurs KMK per tanggal 31 Desember di setiap tahunnya)
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
sumber : diolah kembali dari Laporan Tahunan ZXY Limited tahun 2011 s.d. 2015
Menurut Pasal 16 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara negara Indonesia
dan Hongkong berkenaan dengan imbalan direktur disebutkan bahwa imbalan para direktur
dan pembayaran-pembayaran serupa yang diperoleh penduduk pihak pada persetujuan dalam
kapasitasnya sebagai direktur anggota dewan direktur suatu perseroan atau badan lain yang
serupa dari perseroan yang berkedudukan di pihak lainnya pada persetujuan dapat dikenakan
pajak di pihak lainnya tersebut. Dengan demikian, remunerasi yang diperoleh Tuan X dapat
dikenakan pajak di Indonesia.
Setelah dilakukan penyandingan data dengan pelaporan SPT Tahunan PPh OP periode
tahun 2011 sampai dengan 2015, Tuan X diidentifikasi belum melaporkan seluruh
remunerasi yang diperoleh dari negara Hong Kong dan kepemilikan asetnya berupa saham di
ZXY Limited dan ZXY BVI Limited. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 huruf p UU PPh nomor 36
tahun 2008, disebutkan bahwa tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak adalah objek pajak. Pada hakekatnya, tambahan kekayaan neto
merupakan akumulasi dari penghasilan yang telah dikenakan pajak, penghasilan bukan objek
pajak dan penghasilan yang belum dikenakan pajak. Dalam hal diketahui terdapat tambahan
kekayaan neto berupa harta yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak
dan bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut dianggap sebagai
penghasilan.
Dengan demikian, Tuan X diindikasikan belum melaporkan seluruh penghasilan dan
kepemilikan asetnya dalam upaya untuk menyembunyikan penghasilan yang diperoleh
sesungguhnya. Potensi pajak dihitung berdasarkan selisih penghasilan dan kepemilikan aset
yang belum dilaporkan oleh Tuan X dan dikenakan tarif pajak Orang Pribadi sesuai dengan
ketentuan Pasal 17 ayat 1 UU PPh nomor 36 tahun 2008. Dalam memperhitungkan potensi
pajak belum termasuk analisa atas penghasilan dalam negeri, analisa biaya hidup, analisa
hibah atau hutang dan perhitungan kredit pajak penghasilan pasal 24 sehingga masih
dimungkinkan terdapat koreksi potensi menjadi lebih besar atau menjadi lebih kecil dalam
proses klarifikasi kepada WP.
Tahun Kurs 1 RMB thd Rupiah
2011 1.430 2012 1.558 2013 2.008 2014 2.001 2015 2.106
Gaji, Tunjangan, Natura dan Bonus (dalam RMB)
2.990.000 3.243.000 3.037.000
Nilai Gaji, Tunjangan dan Natura (dalam Rupiah)
6.005.116.000 6.490.540.200 6.395.466.450
1.305.000 1.765.000
1.866.554.550 2.749.181.650
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Dalam penghitungan potensi pajak atas kepemilikan aset yang belum dilaporkan oleh
WP OP, DJP berpedoman pada Pasal 4 ayat 1 huruf p UU PPh Nomor 36 tahun 2008 yang
menyebutkan bahwa tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak adalah objek pajak. Adapun nilai kepemilikan atau perolehan harta WP
dalam satu atau lebih masa pajak sebenarnya merefleksikan tingkat kemampuan atau
penghasilan dari seorang WP di masa tersebut. Jadi, apabila seorang WP melaporkan jumlah
penghasilannya lebih kecil dibandingkan nilai harta bersih (setelah dikurangi hutang) maka
WP tersebut diindikasikan belum melaporkan seluruh pengahsilannya dalam SPT Tahunan
PPh OP. Potensi penghasilan yang belum dilaporkan dihitung atas selisih antara kepemilikan
aset yang belum dilaporkan oleh WP dengan penghasilan yang telah dilaporkan di SPT
Tahunan PPh OP. Atas selisih tersebut, dapat menjadi trigger bagi DJP untuk melakukan
penggalian potensi pajak atas kepemilikan aset namun demikian data tersebut harus
diklarifikasi terlebih dahulu kepada WP agar dapat diketahui jumlah penghasilan WP yang
sebenarnya belum dilaporkan untuk perolehan aset.
Hasil Tindak Lanjut Kasus
Setelah analisis potensi pajak telah diselesaikan, hasil analisis kemudian dikirimkan
oleh Tim Analis CTA kepada para Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
terkait agar data analisis dapat ditindaklanjuti sebagai bahan penggalian potensi pajak dan
pengawasan di KPP. Tahapan tindak lanjut di KPP yang dilakukan oleh Account
Representative yaitu :
a. Pengiriman surat himbauan kepada WP untuk melakukan klarifikasi sehubungan
dengan ketidaksesuaian antara data pelaporan SPT dengan data internal dan
eksternal yang diperoleh DJP.
b. Melakukan kunjungan kerja ke lokasi alamat WP untuk mengetahui kondisi WP
sebenarnya.
c. Melakukan konseling dengan WP di KPP untuk meminta penjelasan atas data atau
keterangan dari WP secara langsung.
Hasil dari tahapan tindak lanjut di KPP tersebut antara lain :
a. WP mengakui seluruh potensi pajak berdasarkan data surat himbauan.
b. WP mengakui sebagian potensi pajak berdasarkan data surat himbauan.
c. WP tidak mengakui potensi pajak dengan atau tanpa bukti dan penjelasan yang
relevan.
d. WP tidak melakukan respon atas data surat himbauan.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Dalam hal WP tidak melakukan respon atas data surat himbauan atau tidak mengakui potensi
pajak dengan atau tanpa bukti dan penjelasan yang relevan, maka tindak lanjut akan
diteruskan ke tahapan pemeriksaan.
Kesimpulan
a. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan proses identifikasi data penghasilan dan
kepemilikan aset WP OP di negara tax haven yang belum dilaporkan di SPT Tahunan PPh
OP melalui beberapa tahap dari pengumpulan data, identity data matching, penentuan
jenis transaksi dan kasus, dan penyandingan data dengan SPT Tahunan.
b. Jenis-jenis penghasilan WP OP yang diperoleh di negara tax haven dan sering tidak
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP, antara lain :
• Gaji, tunjangan, dan bonus sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan.
• Penghasilan dari keuntungan pengalihan harta seperti saham, properti, dan emas.
• Penghasilan dari keuntungan tukar-menukar harta.
• Penghasilan dividen.
c. Jenis-jenis harta di negara tax haven yang sering tidak dilaporkan oleh WP OP dengan
benar dan lengkap di SPT Tahunan PPh OP antara lain saham, piutang, rumah, tanah,
apartemen, perhiasan, kendaraan bermotor, tabungan, valas, dan emas.
d. DJP melakukan proses analisis penghasilan dan kepemlikan aset WP OP di negara tax
haven dengan tahapan melakukan identifikasi data kemudian melakukan penghitungan
potensi pajak, dengan tiga kasus yang dibahas dalam penelitian ini antara lain :
• WP OP yang tidak melaporkan penghasilan capital gain atas transaksi pengalihan
saham.
• WP OP yang tidak melaporkan penghasilan deemed dividend, dan
• WP OP yang tidak melaporkan kepemilikan aset dan penghasilan sehubungan dengan
pekerjaannya di negara tax haven.
e. Hasil tindak lanjut atas ketiga kasus tersebut adalah setiap WP OP yang diindikasikan
melakukan penghindaran pajak atas penghasilan dan kepemilikan aset di negara tax haven
mengakui potensi penghasilan dari DJP dan bersedia melakukan pembayaran kekurangan
pajak setelah proses himbauan dan konseling.
Keterbatasan Penelitian
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
Penelitian ini hanya membahas tiga kasus modus penghindaran pajak WP OP di negara
tax haven, antara lain :
• WP OP yang tidak melaporkan penghasilan capital gain atas transaksi pengalihan
saham.
• WP OP yang tidak melaporkan penghasilan deemed dividend, dan
• WP OP yang tidak melaporkan kepemilikan aset dan penghasilan sehubungan
dengan pekerjaannya di negara tax haven.
Saran
Agar penelitian selanjutnya membahas tentang studi kasus modus penghindaran pajak
WP OP lainnya karena masih terdapat berbagai jenis modus penghindaran pajak WP
OP selain kasus-kasus yang dibahas dalam penelitian ini.
DAFTAR REFERENSI Center For Tax Analysis (2015). Laporan Kegiatan Center for Tax Analysis tahun 2015. Jakarta; CTA. Committee of Experts on International Cooperation in Tax Matters (2011). International Tax Evasion and Tax
Avoidance. October 19, 2011. http://www.un.org/esa/ffd/tax/seventhsession/CRP11_Add1_Tax%20Evasion.pdf
Danny Septriadi, Darussalam, John Hutagaol (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta. Salemba Empat.
Gravelle, Jane G (2015). Tax Havens : International Tax Avoidance and Evasion. July 11, 2016. Congression Research Service. <https://fas.org/sgp/crs/misc/R40623.pdf>
Kurniawan, Nurfadlilah (2016, November 25). Wawancara Pribadi Pemerintah Fokus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Capai Target Penerimaan 2016. Berita. 2016.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 12 Jan. 2016. http://kemenkeu.go.id/Berita/pemerintah-fokus-pada-wajib-pajak-orang-pribadi-untuk-capai-target-penerimaan-2016
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-59/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaporan Penerimaan Dividen, Penghitungan Besarnya Pajak yang Masih Harus Dibayar dan Pengkreditan Pajak sehubungan dengan Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-59/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaporan Penerimaan Dividen, Penghitungan Besarnya Pajak yang Masih Harus Dibayar dan Pengkreditan Pajak sehubungan dengan Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya.
. Peraturan Menteri Keuangan nomor 256/PMK/30/2009 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
. Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Hong Kong Untuk Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan, 2010.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017
. Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Singapura Untuk Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan, 1990.
Prayogo, One Sunandar Agus (2016, November 25). Wawancara Pribadi Republik Indonesia. Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun
2016. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Sekaran, Uma. (2006). Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat Setiawan, Listo (2015). Perbandingan Komponen dan Struktur Pajak OECD dan Government Finance Statistic
Manual dan Pengaruhnya atas Pendefinisian Tax Ratio di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Anggaran. http://www,anggatan.depkeu.go.id/content/Publikasi/Kajian%20dan%20artikel/perbandingan%20struktur%20pajak.pdf
Sumarsan, Thomas (2013). Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak. Jakarta : Penerbit PT Indeks. Suryowati, Estu. Mengenal Tax Haven atau Suaka Pajak, dan Fakta Mencengangkan di Baliknya. Kompas 11
April 2016. 11 April 2016. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/11/060300926/Mengenal.Tax.Haven.atau.Suaka.Pajak.dan.Fakta.Mencengangkan.di.Baliknya
Widiasmoro, Hugo Widi (2016, November 25). Wawancara Pribadi
.
Analisis Modus ..., Dita Suryadinata, FEB UI, 2017