analisis miskonsepsi siswa kelas vii smp negeri 16 .../analisis...eka wahyu nurlaili. analisis...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI POKOK SEGITIGA
SKRIPSI
Oleh :
EKA WAHYU NURLAILI
K1308006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini
Nama : Eka Wahyu Nurlaili
NIM : K1308006
Jurusan / Program Studi : PMIPA / Pendidikan Matematika
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ ANALISIS MISKONSEPSI
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN
2011/2012 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK
SEGITIGA” ini benar-benar hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber
informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat Pernyataan
Eka Wahyu Nurlaili
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI POKOK SEGITIGA
Oleh :
EKA WAHYU NURLAILI
K1308006
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Oktober 2012
Pembimbing I,
Triyanto, S.Si, M.Si
NIP. 19720508 199802 1 001
Pembimbing II,
Dwi Maryono, S.Si, M.Kom
NIP. 19800808 200501 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Eka Wahyu Nurlaili. ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA. Skripsi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Oktober 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi dan penyebab
miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012
pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga.
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, dengan strategi penelitian yaitu deskripstif kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah 1) metode observasi di kelas VII E
SMP Negeri 16 Surakarta, 2) metode tes yang dilakukan kepada siswa kelas VII E
SMP Negeri 16 Surakarta, 3) metode wawancara dilakukan kepada siswa yang
mengalami miskonsepsi. Pemeriksaan keabsahan data dengan teknik triangulasi
metode, yaitu dengan membandingkan data hasil tes, wawancara, dan observasi.
Hasil penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Terjadi miskonsepsi
siswa yaitu pada a) Definisi segitiga dan daerah segitiga. Miskonsepsi ini
termasuk dalam miskonsepsi teoritikal. b) Jenis-jenis, dasar pengklasifikasian, dan
sifat-sifat segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi teoritikal,
klasifikasional, dan korelasional. c) Alas dan tinggi segitiga. Miskonsepsi ini
terdiri atas miskonsepsi klasifikasional dan korelasional. d) Sisi dan keliling
segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi klasifikasional dan teoritikal. e)
Sudut dalam dan sudut luar segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi
korelasional dan teoritikal. 2) Penyebab miskonsepsi adalah a) Berasal dari guru.
b) Berasal dari siswa, yaitu kesalahan intrepretasi gambar, belum memahami
konsep prasyarat, simplifikasi konsep, ketidakmampuan mengaitkan konsep, dan
aspek praktis. c) Konteks.
Kata kunci: miskonsepsi, segitiga, teoritikal, klasifikasional, korelasional, SMP
Negeri 16 Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Eka Wahyu Nurlaili. ANALYSIS OF STUDENT’S MISCONCEPTION ON
SEVENTH GRADE SMP NEGERI 16 SURAKARTA IN ACADEMIC
YEAR OF 2011/2012 AT THE MATHEMATICS LEARNING IN THE
TRIANGLE MATERIAL. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education
Sebelas Maret University. Oktober 2012.
The purpose of this research is for describing and understanding causal
factor of student’s misconception on seventh grade SMP Negeri 16 Surakarta in
academic year of 2011/2012 in triangle material .
The qualitative research is used as form of this research, with qualitative
descriptive as a research strategy. The data collection technique which is used are
1) observation method in class of VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 2) test method
which is done to students in VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 3) interview method
which is done to students work out misconception. The technique of data
validation uses method triangulation, by comparing data which is got from the
test, interview, and observation.
The result of this research can be explained as 1) There are student’s
misconception on a) Definition of triangle and triangle’s area. This misconception
include to teoritical misconception. b) Classification, basic of classification, and
characteristic of triangle. This misconception concist of teoritical, classificational,
and corelational misconception. c) Base and altitude of triangle. This
misconception concist of classificational and corelational misconception. d) Side
and perimeter of triangle. This misconception concist of classificational and
teoritical misconception. e) Internal and external angle of triangle. This
misconception consist of corelational and teoritical misconception. 2) Causal
factors of misconception are a) From teacher. b) From student, consist of wrong
interpretation, not understanding praconditional concept, simplification, inability
making a relation of the concept and practical aspect. c) Context.
Key words: misconception, triangle, teoritical, classificational, corelational, SMP
Negeri 16 Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan
(QS. Al-Insyirah 5-6)
Who knows what miracles you can archieve. When you believe, somehow you
will. You will when you believe
(Petikan Lagu)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku kepada Allah, karya ini kupersembahkan kepada:
Ayahanda, Ibunda, Adik tersayang
Terima kasih atas semua doa, cinta, kasih sayang, semangat, dukungan,
pengorbanan, dan harapan yang selalu tercurah untukku.
Mas Dapow
People change, memories don’t. Terima kasih telah menjadi penyemangat
dan partner yang baik bagi penulis selama ini.
Teman-teman Kost Tisanda 2
(terutama Dede, Atna, Nurul, Yunita, Momon, Sandy, Dian, Ami, Lulu)
Terima kasih atas canda, tawa, kebersamaan, semangat, dan semua
bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Mahasiswa Pendidikan Matematika 2008
Terimakasih atas semangat, perjuangan, dan kebersamaan selama ini.
Alamamater UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA UNS.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak.
Untuk itu dalam kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin
menyusun skripsi.
2. Bapak Sukarmin, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun
skripsi.
3. Bapak Triyanto, S.Si., M.Si., Ketua Program Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah
memberikan ijin menyusun skripsi.
4. Ibu Henny Ekana Chrisnawati, S.Si, M.Pd., Koordinator Skripsi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang
telah memberikan kemudahan dalam pengajuan ijin menyusun skripsi.
5. Bapak Triyanto, S.Si., M.Si., Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam skripsi.
6. Bapak Dwi Maryono, S.Si., M.Kom., Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam skripsi.
7. Bapak Abdul Haris Alamsyah, S.Pd., M.Pd., Kepala SMP Negeri 16
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
8. Bapak Wiyono, S.Pd., guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 16
Surakarta yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, bimbingan, dan
ilmu selama melakukan penelitian.
9. Seluruh siswa kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta yang telah memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
memberikan sedikit kontribusi serta masukan bagi dunia pendidikan guna
mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Batasan Masalah .................................................................... 4
C. Rumusan Masalah .................................................................. 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7
A. Kajian Teori ........................................................................... 7
1. Pengertian Belajar .......................................................... 7
2. Pengertian Matematika .................................................. 8
3. Belajar Matematika ....................................................... 9
4. Konsep ........................................................................... 9
5. Belajar Konsep ............................................................... 10
6. Macam-macam Konsep .................................................. 12
7. Miskonsepsi ................................................................... 13
a. Konsepsi ................................................................... 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
b. Prakonsepsi .............................................................. 13
c. Miskonsepsi ............................................................. 14
d. Identifikasi Miskonsepsi ........................................... 17
e. Penyebab Miskonsepsi ............................................. 18
8. Materi Pokok Bangun Datar Segitiga .............................. 20
B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 23
C. Kerangka Berpikir .................................................................. 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 27
A. Deskripsi Latar ....................................................................... 27
1. Tempat Penelitian ........................................................... 27
2. Waktu Penelitian ............................................................. 27
3. Subjek Penelitian ............................................................ 28
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................... 28
C. Sumber Data ........................................................................... 29
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 29
1. Metode Observasi ........................................................... 30
2. Metode Tes..................................................................... . 30
3. Metode Wawancara ........................................................ 31
E. Validasi Data .......................................................................... 32
F. Teknik Analisis data .............................................................. 32
G. Prosedur Penelitian ................................................................ 33
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 36
A. Deskripsi Lokasi/ Objek Penelitian ....................................... 36
B. Deskripsi Temuan Penelitian ................................................ 37
1. Deskripsi Data Observasi ................................................ 37
a. Observasi Guru Mengajar ......................................... 37
b. Observasi Siswa saat Proses Belajar Mengajar......... 39
2. Deskripsi Data Tes .......................................................... 40
3. Subjek Penelitian ........................................................... 46
C. Pembahasan ........................................................................... 47
1. Analisis Data Hasil Tes ................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
2. Analisis Data Hasil Wawancara ..................................... 72
3. Hasil Validasi dan Analisis Data .................................... 122
a. Hasil Validasi Data .................................................. 124
b. Hasil Analisis Data ................................................... 129
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 134
A. Simpulan ................................................................................. 134
B. Implikasi ................................................................................. 136
Implikasi Teoritis ......................................... .......................... 136
Implikasi Praktis .................................................................... 136
C. Saran ....................................................................................... 136
Bagi Guru........................................................................ ....... 136
Bagi Siswa............................................................ ................. 137
Bagi Peneliti Lain................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 138
LAMPIRAN.................................................................................................... 141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prosedur Penelitian di SMP Negeri 16 Surakarta………………. 26
Gambar 4.1 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 1…..…….……………….. 47
Gambar 4.2 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2a…….…………………… 47
Gambar 4.3 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2b…….…………………… 48
Gambar 4.4 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2c…….…………………… 48
Gambar 4.5 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2d…….…………………… 48
Gambar 4.6 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2e…….…………………… 49
Gambar 4.7 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3a…….…………………… 49
Gambar 4.8 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3b…….…………………… 49
Gambar 4.9 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3c…….…………………… 50
Gambar 4.10 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3d…….…………………… 50
Gambar 4.11 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 4…..…….……………….. 51
Gambar 4.12 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 1…….…………………… 51
Gambar 4.13 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2a…….…………………… 51
Gambar 4.14 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2b…….…………………… 52
Gambar 4.15 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2c…….…………………… 52
Gambar 4.16 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2d…….…………………… 52
Gambar 4.17 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2e…….…………………… 52
Gambar 4.18 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3a…….…………………… 53
Gambar 4.19 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3b…….…………………… 53
Gambar 4.20 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3c…….…………………… 53
Gambar 4.21 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3d…….…………………… 54
Gambar 4.22 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 1…….…………………… 54
Gambar 4.23 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2a…….…………………… 54
Gambar 4.24 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2b…….…………………… 55
Gambar 4.25 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2c…….…………………… 55
Gambar 4.26 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2d…….…………………… 55
Gambar 4.27 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2e…….…………………… 56
Gambar 4.28 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3a…….…………………… 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Gambar 4.29 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3b…….…………………… 56
Gambar 4.30 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3c…….…………………… 57
Gambar 4.31 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3d…….…………………… 57
Gambar 4.32 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 4…….…………………… 58
Gambar 4.33 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 1…….…………………… 58
Gambar 4.34 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2a…….…………………… 59
Gambar 4.35 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2b…….…………………… 59
Gambar 4.36 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2c…….…………………… 59
Gambar 4.37 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2d…….…………………… 60
Gambar 4.38 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2e…….…………………… 60
Gambar 4.39 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3a…….…………………… 60
Gambar 4.40 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3b…….…………………… 61
Gambar 4.41 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3c…….…………………… 61
Gambar 4.42 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3d…….…………………… 62
Gambar 4.43 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 4…….…………………… 63
Gambar 4.44 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 1…….…………………… 63
Gambar 4.45 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2a…….…………………… 64
Gambar 4.46 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2b…….…………………… 64
Gambar 4.47 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2c…….…………………… 64
Gambar 4.48 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2d…….…………………… 65
Gambar 4.49 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2e…….…………………… 65
Gambar 4.50 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3a…….…………………… 65
Gambar 4.51 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3b…….…………………… 66
Gambar 4.52 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3c…….…………………… 66
Gambar 4.53 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3d…….…………………… 67
Gambar 4.54 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 4…….…………………… 67
Gambar 4.55 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 1…….…………………… 68
Gambar 4.56 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2a…….…………………… 68
Gambar 4.57 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2b…….…………………… 68
Gambar 4.58 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2c…….…………………… 69
Gambar 4.59 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2d…….…………………… 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 4.60 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3a…….…………………… 70
Gambar 4.61 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3b…….…………………… 70
Gambar 4.62 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3c…….…………………… 71
Gambar 4.63 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3d…….…………………… 71
Gambar 4.64 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 4…….…………………… 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional Tahun 2010/2011 SMP
Negeri 16 Surakarta……………………………….......................... 3
Tabel 2.1 Derajat Pemahaman Konsep………………………………............ 17
Tabel 4.1 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 1………… 40
Tabel 4.2 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2a………… 41
Tabel 4.3 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2b………… 42
Tabel 4.4 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2c………… 42
Tabel 4.5 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2d………… 43
Tabel 4.6 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2e………… 44
Tabel 4.7 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3a………… 44
Tabel 4.8 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3b………… 44
Tabel 4.9 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3c…………. 45
Tabel 4.10 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3d………….. 46
Tabel 4.11 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 4……………. 46
Tabel 4.12 Hasil Validasi Data Siswa…………………………………………… 124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Observasi Guru Mengajar……………………………..……….. 142
2. Pedoman Observasi Siswa pada Proses Pembelajaran…………………… 145
3. Catatan Lapangan………………………………………………………… 147
4. Kisi-kisi Tes Diagnostik Materi Segitiga………………………………… 162
5. Tes Diagnostik……………………………………………………………. 163
6. Kunci Jawaban Tes Diagnostik Materi Segitiga…………………………. 166
7. Hasil Tes dan Pemilihan Subjek…………………………………………. 172
8. Lembar Jawab Subjek Penelitian…………………………………………. 177
9. Lembar Validasi…………………………………………………………… 188
10. Pedoman Wawancara……………………………………………………… 194
11. Transkrip Wawancara……………………………………………………… 196
12. Triangulasi Data…………………………………………………………… 233
13. Surat-surat…………………………………………………………………. 288
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan. Oleh
karena itu, pendidikan harus dilakukan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil
yang optimal. Selain itu, pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas, karena
pendidikan merupakan sarana untuk membentuk seseorang menjadi individu yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan.
Matematika merupakan ilmu yang mempunyai karakteristik tertentu
bila dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Salah satu karakteristik
matematika adalah memiliki objek kajian abstrak ( Soedjadi, 2000: 13-19). Objek
dasar matematika terdiri dari fakta, konsep, definisi, operasi, dan prinsip. Dari
objek dasar tersebut selanjutnya berkembang menjadi objek lain. Oleh
karena itu, belajar matematika harus dilakukan secara bertahap, berurutan dan
sistematis serta didasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Matematika
diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan siswa agar
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
Berdasarkan hal tersebut, matematika dianggap sebagai ilmu yang sangat
penting dan diajarkan hampir di semua jenjang pendidikan, mulai dari
sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Kemampuan
matematika siswa dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan.
Selain itu, matematika dapat mendorong perkembangan ilmu lainnya. Peran
penting matematika diakui Cockcroft yang menulis “It would be very difficult –
perhaps impossible – to live a normal life in very many parts of the world in the
twentieth century without making use of mathematics of some kind.” Yang berarti
akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika (
Shadiq, 2007).
Melihat begitu pentingnya matematika, terdapat fakta ironis. Sampai saat
ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian siswa
menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan hanya berisi
kumpulan rumus. Akibatnya, prestasi belajar mengajar matematika yang dicapai
masih tergolong rendah. Berdasarkan survey internasional TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study), rata-rata skor prestasi matematika
siswa sekolah lanjutan tingkat pertama Indonesia masih berada di bawah rata-rata
Internasional. Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat 34 dari 38 negara,
tahun 2003 berada di peringkat 35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada di
peringkat 36 dari 49 negara (http://litbangkemdiknas.net/detail.php?id=214).
Berdasarkan data dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dari
512.534 siswa SMP dan sederajat di Jawa Tengah yang mengikuti Ujian Nasional
tahun 2010 terdapat 5162 (1,007%) siswa yang tidak lulus. Meskipun jumlah
tersebut tidak terlalu banyak, tetapi ternyata nilai rata-rata untuk beberapa mata
pelajaran, termasuk matematika, masih di bawah nilai rata-rata nasional. Nilai
rata-rata nasional untuk mata pelajaran matematika adalah 7,53 sedangkan nilai
rata-rata Jawa Tengah hanya mencapai 7,06. Untuk Kota Surakarta, dari 11.790
siswa SMP dan sederajat yang mengikuti Ujian Nasional tahun 2010, terdapat 850
(7,210%) siswa yang tidak lulus. Lebih lanjut dilihat bahwa nilai rata-rata
matematika siswa SMP dan sederajat di Surakarta ini juga masih di bawah rata-
rata nasional yaitu sebesar 7,03.
Salah satu guru di SMP Negeri 16 Surakarta menyatakan bahwa bagi
siswa di sekolah tersebut, matematika juga masih dianggap sebagai mata pelajaran
yang sulit dan menjadi batu sandungan keberhasilan mereka di ujian nasional.
Distribusi nilai Ujian Nasional matematika tahun 2010 SMP Negeri 16 Surakarta
seperti Tabel 1.1 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1.1 Distribusi Nilai Ujian Nasional Matematika Tahun 2010
SMP Negeri 16 Surakarta
Distribusi Nilai Jumlah
Real Persen (%)
10,00 - -
9,00-9,99 6 3,03
8,00-8,99 40 20,20
7,00-7,99 50 25,25
6,00-6,99 54 27,27
5,50-5,99 19 9,60
4,25-5,49 26 13,13
3,00-4,24 3 1,52
Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa masih banyak siswa SMP Negeri 16
Surakarta dengan nilai Ujian Nasional matematika rendah. Terdapat 48 ( 24,25%)
siswa dengan nilai di bawah 6,00. Berdasarkan analisis awal, penyebab dari
rendahnya prestasi matematika siswa dimungkinkan adalah adanya permasalahan
dalam pemahaman konsep matematika. Hal ini senada dengan informasi dari guru
matematika SMP Negeri 16 Surakarta yang mengatakan bahwa pada beberapa
materi sebagian siswa sering kesulitan dalam memahami konsep dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Permasalahan tersebut mungkin saja
terjadi karena siswa lebih suka menghafal suatu konsep, adanya prakonsepsi yang
salah pada siswa, atau pembelajaran yang kurang memberikan penanaman
konsep. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep
yang saling berkaitan. Bila salah satu konsep tidak dipahami dengan baik, maka
hal ini akan berpengaruh pada pemahaman konsep selanjutnya yang berkaitan.
Kadang pembelajaran di sekolah juga kurang memperhatikan prakonsepsi yang
dimiliki siswa. Padahal prakonsepsi yang dimiliki siswa berbeda-beda dan belum
tentu benar. Kondisi demikian sangat memungkinkan timbulnya salah konsep
(miskonsepsi) pada siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Karimah juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab kegagalan
dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak paham konsep matematika
atau siswa salah memahami konsep matematika (miskonsepsi). Kebanyakan
kesalahan konsep yang dialami siswa dibawa dari jenjang pendidikan sebelumnya,
sehingga mengakibatkan kesalahan konsep yang berkesinambungan pada jenjang
yang lebih lanjut (Republika, 2008).
Menurut Howe dalam Wilantara (2003: 3), miskonsepsi pada siswa yang
muncul secara terus menerus dapat berakibat buruk. Kegiatan belajar mengajar
yang tidak memperhatikan adanya miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar
dan akhirnya berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan
informasi dari guru matematika kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta, salah satu
materi yang kadang membingungkan bagi siswa adalah materi segitiga, Materi
segitiga merupakan materi yang pernah didapat siswa pada saat Sekolah Dasar.
Namun prestasi belajar siswa pada materi pokok segitiga ini masih kurang
memuaskan. Hal ini sungguh sangat tidak diharapkan. Beberapa soal pada ujian
nasional matematika SMP juga kadang berasal dari materi segitiga ini. Menurut
data dari BSNP, daya serap pada materi segitiga Ujian Nasional tahun 2010 siswa
SMP 16 Surakarta adalah 74,52%. Itu artinya masih terdapat 25,48% siswa yang
salah dalam menyelesaikan soal pada materi segitiga.
Berawal dari hal yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut tentang miskonsepsi yang dialami siswa kelas
VII SMP Negeri 16 Surakarta pada pembelajaran matematika materi pokok
segitiga.
B. Batasan Masalah
Agar dalam penelitian ini lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam
diperlukan adanya pembatasan-pembatasan sebagai berikut.
1. Dasar penggolongan karakteristik miskonsepsi siswa yang dilakukan adalah
berdasarkan bentuk konsepnya, yaitu konsep klasifikasional, konsep
korelasional, dan konsep teoritikal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran adalah observasi guru
mengajar,observasi siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar, dan
observasi lingkungan belajar (sarana dan alat belajar) pada materi pokok
segitiga.
3. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana deskripsi dan karakteristik miskonsepsi siswa kelas VII SMP
Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika
materi pokok segitiga?
2. Apa penyebab miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tahun
ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui deskripsi dan karakteristik miskonsepsi siswa kelas VII
SMP Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran
matematika materi pokok segitiga.
2. Untuk mengetahui penyebab miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16
Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi
pokok segitiga.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan informasi kepada guru matematika SMP tentang miskonsepsi
siswa dan penyebabnya pada materi pokok segitiga sebagai bahan masukan
bagi guru matematika SMP untuk mewaspadai adanya miskonsepsi tersebut
dan melakukan upaya perbaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Memberikan informasi kepada siswa tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa
pada materi pokok segitiga sehingga siswa dapat mengetahui konsep yang
benar.
3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lain
yang sejenis atau berkaitan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang
penting dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti
bahwa berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses
belajar yang dialami siswa. Terdapat banyak sekali definisi belajar yang kita
jumpai. Antara pendapat ahli yang satu dengan yang lain kadang terdapat
perbedaan. Perbedaan pendapat ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan latar
belakang pandangan atau teori yang dipegang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian, ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan
yang disebabkan oleh pengalaman” (2007: 17).
Syah mengemukakan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (2005: 68).
Slameto berpendapat, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (2003: 2)”
Sedangkan menurut Purwoto, “Belajar adalah suatu proses yang
berlangsung dari keadaan tahu menjadi tidak tahu, dari tidak trampil menjadi
trampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap
baik, dari pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi teliti, dan seterusnya”
(2003: 14).
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang secara sadar dilakukan seseorang sehingga
mengakibatkan perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Pengertian Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, “Matematika
adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”
(2007: 723).
Menurut Ruseffendi dalam Heruman, ”Matematika adalah bahasa simbol,
ilmu yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma dan postulat dan akhirnya
ke dalil” (2010:1).
Selanjutnya Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman menyatakan
pendapatnya bahwa ”Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir” (2009: 252). Lebih lanjut
Paling dalam Abdurrahman berpendapat bahwa ide manusia tentang matematika
berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing
(2009: 252).
Kemudian menurut Higgens (1983), ”Matematika adalah ilmu yang
mempelajari konsep, simbol, serta hubungan antara konsep dan simbol tersebut”
(Darmiyati , 2007:512).
Terdapat banyak definisi matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soejadi (2000) yang menyatakan:
Ada beberapa definisi dari matematika, yaitu: a. matematika adalah
cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; b.
matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; c.
matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan; d. matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; e. matematika adalah
pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; f. matematika adalah
pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Tidak terdapat pengertian
tunggal tentang matematika yang telah disepakati. Akan tetapi, dapat
dilihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum
pengertian matematika secara umum, yaitu: a. memiliki objek kajian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
abstrak, meliputi fakta, konsep, operasi maupun relasi, dan prinsip; b.
bertumpu pada kesepakatan; c. berpola pikir deduktif; d. memiliki simbol
yang kosong dari arti; e. memperhatikan semesta pembicaraan; f.
konsisten dalam sistemnya (hlm. 11).
3. Belajar Matematika
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari
SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang
perlunya siswa belajar matematika. Cornelius dalam Abdurrahman (2009)
mengungkapkan:
Alasan pentingnya belajar matematika adalah: a. matematika merupakan
sarana berpikir yang jelas dan logis; b. sarana untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari; c. sarana mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman; d. sarana mengembangkan kreativitas; e. sarana
meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan budaya ( hlm. 253).
Selanjutnya, Cockroft dalam Abdurrahman (2009) mengemukakan:
Matematika perlu diajarkan kepada setiap individu karena beberapa hal,
yaitu: a. selalu digunakan dalam kehidupan; b. semua bidang studi
memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; c. merupakan sarana
komunikasi yang kuat, singkat, jelas; d. dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai cara; e. meningkatkan kemampuan
berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; f. memberikan
kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang (hlm.
253).
4. Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkrit; gambaran mental dari obyek,
proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain (2007: 588).
Menurut Berg, “konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan memungkinkan manusia untuk
berpikir” (1991: 8).
Sedangkan menurut Haberlandt, “Concepts are fundamental units of
through” (1997:134). Kembali menurut Haberlandt (1997:134), konsep membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kita mengorganisasi banyak obyek, peristiwa, dan hubungan dalam dunia fisik dan
mental. Konsep juga mewujudkan pengetahuan tentang obyek yang tidak
digambarkan secara nyata (abstrak). Winkel berpendapat, “Konsep adalah satuan
arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama” (1996: 82).
Rosser dalam Dahar mengemukakan “Konsep adalah suatu abstraksi yang
mewakili suatu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian kegiatan atau hubungan-
hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama” (1989: 80). Lebih lanjut
dikemukakan bahwa selain itu konsep menggambarkan keteraturan dan hubungan
dengan sekelompok faktor-faktor yang ditandai oleh beberapa simbol atau tanda.
Abdurrahman menyatakan bahwa konsep menunjuk pada pemahaman
dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu
mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat
mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Misalnya antara
konsep segitiga dan nonsegitiga (2009: 254).
Berdasarkan beberapa pengertian konsep di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak yang merupakan generalisasi
dari peristiwa konkret dan digunakan untuk memahami hal-hal lain dengan
mengelompokkan benda-benda atau suatu nama ke dalam contoh dan noncontoh.
Ciri-ciri konsep yang dikemukakan oleh Dahar (1989) antara lain adalah:
a. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia lebih dari satu benda,
peristiwa atau fakta, konsep merupakan generalisasi dari fakta tersebut; b.
hasil berpikir abstrak manusia dari fakta-fakta tersebut; c. suatu konsep
dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta baru,
sehingga konsep dapat mengalami suatu perubahan.
5. Belajar Konsep
Gagne menyatakan bahwa belajar konsep adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi stimulus sebagai anggota suatu golongan (class) yang memiliki
beberapa persamaan karakterisitik. Konsep ini disebut konkret kalau memiliki
sifat obyek seperti warna, bentuk, terstruktur dan sebagainya. Contoh lain adalah
konsep segitiga, segiempat, biru, enam, datar, lengkung. Juga pinggir, tengah,
depan, yang menggambarkan kedudukan dalam konteks tempat (Suparno, 2001:
13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Nasution (2005:138) menyatakan, belajar konsep terjadi mungkin karena
kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia
sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang dapat melakukan
demikian akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas
berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menggunakan konsep
manusia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya
menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan
manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan
sebagainya. Menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini kelakuan
manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk
yang abstrak. Misalnya anak dapat kita suruh melakukan perintah, “ambil botol
yang di tengah”.
Menurut Ausubel dalam Dahar (1989: 84), konsep-konsep diperoleh
dengan dua cara yaitu formasi konsep dan asimilasi konsep. Formasi konsep
terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak masuk
sekolah. Sedangkan asimilasi konsep merupakan cara utama memperoleh konsep.
Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dengan
stimulus tertentu. Dalam hal itu ia harus dapat mengadakan diskriminasi untuk
membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar
konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur. Hasil dari
proses belajar konsep ini akan menghasilkan konsepsi-konsepsi tentang obyek-
obyek tertentu dalam pikiran anak.
Selanjutnya Dahar menyatakan bahwa perkembangan intelektual
didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Fungsi organisasi akan
memberikan kemampuan mensistematika atau mengorganisasikan proses-proses
fisik atau psikologis menjadi system yang teratur dan berhubungan. Adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Pada proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang
sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
Sedangkan dalam proses akomodasi, seseorang memerlukan modifikasi struktur
mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pernyataan tersebut berarti bahwa untuk menyesuaikan stimulus yang belum
diketahui sebelumnya, otak akan membentuk konsep baru atau memodifikasi
konsep yang telah ada sehingga dapat mengasimilasikan dalam otak dan akan
digeneralisasikan (1989: 150-151).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
belajar definisi konsep, melainkan memperhatikan hubungan konsep dengan
konsep-konsep lainnya, dan kemudian menghubungkan konsep baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka, sedangkan belajar konsep matematika adalah
belajar memahami hubungan antarkonsep dalam matematika yang tersusun secara
hierarkis.
6. Macam-macam Konsep
Menurut Moh. Amien dalam Salirawati (2010: 13) konsep dapat
dibedakan berdasarkan bentuknya menjadi tiga, yaitu:
a. Konsep Klasifikasional
Bentuk konsep ini didasarkan pada klasifikasi fakta-fakta ke dalam
bagan-bagan yang terorganisir. Dengan kata lain, fakta tertentu diorganisir
untuk menerangkan suatu objek atau gejala.
Contoh: Garis tinggi segitiga (t) adalah garis yang ditarik dari satu titik sudut
dan tegak lurus sisi seberangnya. Segitiga selalu memiliki tiga garis tinggi.
b. Konsep Korelasional
Konsep ini dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling
berhubungan atau observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari
suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel yang
dirumuskan dengan “jika…maka….”
Contoh: Jika suatu bangun datar mempunyai satu simetri lipat maka terdapat
tepat satu garis yang membagi bangun tersebut menjadi dua bagian sama besar
dan luasannya saling menutupi.
c. Konsep Teoritik
Bentuk konsep ini mempermudah penjelasan terhadap fakta atau
kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Konsep ini menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
proses pengembangan mulai dari yang diketahui sampai yang belum
diketahui.
Contoh: Rumus luas daerah segitiga adalah 1
2a t , dengan a adalah alas dan
t adalah tinggi segitiga.
7. Miskonsepsi
a. Konsepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 390) konsepsi diartikan
sebagai pendapat, paham, pandangan, pengertian; cita-cita yang terlintas (ada)
dalam pikiran.
Konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu
konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap
konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah
dimiliki (Berg, 1991: 10). Pengertian lain dari konsepsi adalah konsep yang
dimiliki seseorang melalui penalaran, intuisi, budaya, pengalaman hidup atau
yang lain.
Jadi dari beberapa pengertian di atas konsepsi dapat disimpulkan
sebagai pemahaman atau tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu yang telah
ada di dalam pikiran.
b. Prakonsepsi
Menurut Berg (1991: 10) prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki
siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan
pelajaran formal. Lebih lanjut, Berg menyatakan bahwa pengetahuan dan
pengalaman sudah menghasilkan struktur pengetahuan di dalam otak, tetapi
belum tentu benar dan sesuai untuk menerima konsep baru. Seringkali ada
prakonsep yang perlu diubah atau dibongkar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Piaget, “Dalam mengajar harus diperhatikan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian mengajar bukan dianggap
sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru dipindahkan pada siswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada
dan mungkin salah” (Dahar , 1989: 167),.
c. Miskonsepsi
Miskonsepsi (misconception) adalah terjadinya perbedaan konsepsi
seseorang dengan konsepsi para ahli. Biasanya perbedaan tersebut sulit untuk
diubah menjadi benar (Berg, 1991). Munculnya miskonsepsi ini
dilatarbelakangi bahwa seseorang sebelum mengenal konsep yang benar
mereka sudah mempunyai konsep sendiri yang terbentuk dari penalaran,
intuisi, budaya atau yang lain. Konsep yang dimiliki itu dipertahankan dan
digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala yang ada di sekitarnya namun
konsep tersebut berbeda dengan konsep yang benar.
Menurut Novak dalam Wilantara (2003: 49), “Miskonsepsi adalah
suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat
diterima”.
Menurut Soedjadi (2000:157), miskonsepsi timbul karena adanya
prakonsepsi. Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki seseorang
tentang suatu obyek. Konsep awal ini diperoleh seseorang dari pendidikan
formal jenjang tertentu. Konsep awal tentang suatu obyek yang dimiliki oleh
seorang anak tidak mustahil berbeda dengan konsep yang diajarkan sekolah
tentang obyek yang sama. Bukan hal yang mengherankan jika konsep yang
diterima di kelas satu tidak tepat sama dengan yang diajarkan di kelas dua
(tentang obyek yang sama). Dalam keadaan itulah, prakonsepsi menjadi suatu
miskonsepsi.
Batasan lain tentang miskonsepsi adalah apabila pemahaman siswa
terhadap suatu konsep berbeda dengan apa yang dipahami atau dimaksudkan
oleh masyarakat ilmiah ataupun kurikulum termasuk di dalamnya buku-buku
acuan yang dipakai (Suhadi, 1989: 21).
Dari pengertian-pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan
sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi didefinisikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan,
hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk
kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi.
Penelitian menunjukkan bahwa kadang guru kurang mampu
mengembangkan konten atau isi pengetahuan. Jika guru memiliki
pemahaman konsep yang tipis, maka dapat mengarah pada penciptaan
konsepsi siswa berkembang cacat. Penelitian telah menunjukkan rendahnya
pemahaman konsep menjadi sangat bermasalah dalam matematika (Masters,
2012). Guru mempunyai peran penting dalam belajar konsep. Hill dan Ball
menyatakan bahwa, “High levels of conceptual understanding of fundamental
mathematics are important to teach mathematics to others with profound
understanding” (Carlos Zerpa dkk, 2009 : 70), artinya bahwa penguasaan
konsep tingkat tinggi pada pokok matematika sangat penting untuk
mengajarkan matematika kepada orang lain dengan pengertian yang lebih
dalam. Hill dan Ball juga berpendapat bahwa, “teachers need to have deep
conceptual understanding of mathematics they are teaching to their students
and be able to illustrate to their students why mathematical algorithms work
and how these algorithms may be used to solve problems in real life
situations” (Carlos Zerpa dkk, 2009 : 59). Maksudnya adalah bahwa guru
perlu untuk mempunyai penguasaan konsep secara mendalam tentang
matematika yang mereka ajarkan kepada murid-murid mereka, dapat
diartikan bahwa guru dapat mengilustrasikan pada muridnya bagaimana
langkah-langkah tersebut memungkinkan untuk menyelesaikan masalah
dalam kehidupan nyata.
Menurut Berg (1991: 15), ciri-ciri miskonsepsi adalah:
1) miskonsepsi sulit sekali diperbaiki; 2) seringkali sisa miskonsepsi
terus menerus mengganggu walaupun dalam soal-soal yang
sederhana; 3) seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah
mengatasi miskonsepsi bebrapa waktu akan salah lagi; 4) miskonsepsi
tidak dapat dihilangkan dengan metode ceramah; 5) siswa,
mahasiswa, guru, dosen, peneliti dapat mengalami miskonsepsi; 6)
siswa yang pandai dan yang lemah dapat mengalami miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Menurut Berg (1991: 11), dalam pembelajaran konsep peserta didik
diharapkan dapat:
1) mendefinisikan konsep yang bersangkutan; 2) menjelaskan
perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep
yang lain; 3) menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang
lain; 4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta
didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta
didik telah memahami suatu konsep, maka ia seharusnya memenuhi keempat
kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki
pemahaman yang sama tentang suatu konsep. Ada beberapa derajat
pemahaman konsep yang dimiliki seseorang. Derajat pemahaman konsep
ialah tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Derajat pemahaman
siswa yang dikemukakan oleh Edmund A. Mark (dalam Michael R.
Abraham, 1992:112) dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman
seperti yang tertera dalam Tabel 2.1 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tabel 2.1 Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak Memahami a. Tidak ada respon
b. Tidak memahami
Tidak ada jawaban / kosong
Menjawab “saya tidak tahu”
Mengulang pertanyaaan
2. Miskonsepsi a. Miskonsepsi
b. Memahami sebagian
dengan miskonsepsi
Menjawab dengan
penjelasan yang tidak logis
Jawaban menunjukkan
adanya konsep yang
dikuasai tetapi ada
pertanyaan dalam jawaban
yang menunjukkan
miskonsepsi.
3. Memahami a. Memahami sebagian
b. Memahami konsep
Jawaban menunjukkan
hanya sebagian konsep
dikuasai tanpa adanya
miskonsepsi
Jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penjelasan benar
d. Identifikasi Miskonsepsi
Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa kiranya perlu
diketahui lebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dipunyai
siswa dan darimana mereka mendapatkannya. Dengan demikian, kita dapat
memikirkan bagaimana mengatasinya. Miskonsepsi yang terjadi pada diri
siswa bila tidak segera diketahui dan diidentifikasi serta diatasi maka akan
mengganggu dalam penguasaan konsep selanjutnya, apalagi konsep
selanjutnya terkait dengan konsep yang dipelajari sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan
untuk mendeteksi belajar siswa yang diperkirakan mengalami kesalahan
pemahaman konsep, dalam hal ini konsepsi siswa berbeda dengan para ahli.
Tes diagnostik dapat digunakan sebagai instrumen untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi miskonsepsi. Arikunto (1955)
mengemukakan:
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-
kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
Tes diagnostik menjaring informasi tentang mengapa siswa
menjawab salah pada soal. Perhatian lebih dipusatkan pada jawaban
yang salah terutama pada konsepsi siswa dan usaha menemukan
sebab-sebab siswa sampai memberikan jawaban yang salah itu (hlm.
31).
Ada beberapa cara tes diagnostik antara lain dengan tes obyektif
beralasan atau tes uraian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes
uraian karena dari hasil tes uraian akan tampak kesalahan-kesalahan konsep
yang menyebabkan jawaban siswa tidak benar sehingga dari jawaban-
jawaban siswa tersebut dapat dianalisis berbagai miskonsepsi dalam hal ini
mengenai materi segitiga.
e. Penyebab Miskonsepsi
Menurut Suhadi (1989), hal-hal yang menyebabkan terjadinya
miskonsepsi yaitu :
1) Sulitnya untuk ditinggalkan pemahaman siswa yang telah ada
sebelumnya atau prakonsepsi (terutama yang salah) yang mungkin
diperoleh dari proses belajar terlebih dahulu.
2) Kurang tepatnya aplikasi konsep-konsep yang telah dipelajari
3) Penggunaan alat peraga yang tidak mewakili secara tepat konsep-konsep
yang digambarkan.
4) Ketidakstabilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari
konsep yang bersangkutan.
5) Ketidakajegan guru dalam pemakaian istilah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
6) Ketidakstabilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep
yang lain pada saat situasi yang tepat.
Selanjutnya Soejadi (1995) menyatakan bahwa terdapat empat hal
penyebab miskonsepsi yaitu:
1) Makna Kata
Makna kata dapat merupakan sumber miskonsepsi. Contoh dalam salah
makna kata adalah pada kata “tinggi”, misalnya dalam pembelajaran
seorang guru bertanya “mengapa tinggi segitiga dapat dibuat dari
sebarang titik sudutnya, bukankah tinggi itu harus tegak?”
2) Aspek Praktis
Miskonsepsi dapat terjadi karena tekanan aspek praktis. Seringkali hanya
memperhatikan aspek praktis tanpa memperhatikan konsepnya.
Misalnya: karena hanya mengutamakan nilai maka konsep 2 x 4
dipandang sama dengan 4 x 2.
3) Simplifikasi
Miskonsepsi dapat disebabkan oleh adanya simplifikasi atau
penyederhanaan dalam pembelajaran. Misalnya: pengertian garis tinggi
yang dimengerti siswa hanya sisi yang tegak lurus alas. Padahal
seharusnya, garis tinggi adalah garis yang ditarik dari puncak tegak lurus
alas dan perpanjangannya. Di sini konsep yang dimengerti siswa lebih
sederhana dari konsep yang seharusnya.
4) Gambar
Miskonsepsi dapat muncul dari ilustrasi gambar. Misalnya pada gambar
berikut.
Dengan memperhatikan gambar tersebut siswa mengatakan bahwa luas
daerah segitiga A tidak sama dengan luas daerah segitiga B. Padahal
A B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
luas daerah segitiga A sama dengan luas daerah segitiga B karena
panjang alas dan panjang tingginya sama.
Ada pun penyebab atau alasan yang dapat mengakibatkan siswa
mengalami miskonsepsi menurut Suparno dan Rosita (2005) yaitu:
1) Bahasa sehari-hari siswa yang mempunyai arti lain dengan
bahasa matematika; 2) Beberapa intuisi siswa yang salah dan
perasaan siswa mengakibatkan salah pengertian dan seringkali
membuat pemikiran siswa tidak kritis; 3) Siswa mengalami
miskonsepsi jarang mengungkapkannya kepada guru karena takut;
4) Beberapa guru jarang mendiskusikan dan bertanya kepada siswa
untuk mengatakan pengertian matematika mereka dengan kata-kata
mereka sendiri; 5) Beberapa siswa yang tidak tertarik pada
pembelajaran matematika, mereka kurang memberi perhatian
kepada penjelasan guru yang sedang menjelaskan pengertian baru;
6) Tidak semua pelajaran matematika dapat menyajikan konsep-
konsep sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
dari siswa. Sehingga konsepnya berkembang sendiri. Kadangkala
walaupun ada materi atau konsep yang berhubungan tidak
diberikan oleh guru atau gurunya pun tidak tahu; 7) Bahasa daerah
yang kadang tidak sesuai dengan terjemahan aslinya; 8) Faktor
budaya.
Miskonsepsi sebagai kesalahan pemahaman konsep yang
disebabkan oleh kesalahan konstruksi kognitif peserta didik itu sendiri
merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya prestasi belajar
matematika. Namun jika ditelusuri lebih lanjut, miskonsepsi dapat
disebabkan oleh banyak hal. Suparno (2005: 29) menyatakan secara garis
besar ada lima kelompok penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta
didik, yaitu 1) peserta didik, 2) guru, 3) buku teks pelajaran, 4) konteks,
dan 5) metode mengajar.
2) Materi Pokok Bangun Datar Segitiga
a. Definisi egitiga
Pada geometri, bangun yang terletak pada bidang datar dinamakan
sebagai bangun datar. Segitiga adalah bangun datar yang terbentuk dari tiga
buah titik tak segaris A, B, C. Titik A dihubungkan dengan titik B, titik B
dihubungkan dengan titik C, dan titik C dihubungkan dengan titik A. Jadi,
segitiga terbentuk oleh tiga ruas garis yang setiap ujungnya bersekutu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dengan sebuah ujung ruas garis lainnya. Ruas garis tersebut membentuk
sisi-sisi segitiga, sedangkan persekutuan ruas garis tersebut membentuk
titik sudut segitiga. Segitiga melingkupi sebuah daerah segitiga.
Segitiga biasanya dilambangkan dengan simbol “”. Jadi segitiga
ABC biasanya ditulis ABC. ABC mempunyai tiga buah sisi yaitu sisi AB,
sisi BC, dan sisi AC serta tiga buah sudut yaitu BAC, ABC, dan
ACB. Segitiga sering disebut sebagai poligon tiga sisi.
b. Jenis-jenis segitiga
1) Jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi-sisinya
Segitiga sebarang
Segitiga sebarang adalah segitiga yang ketiga sisnya tidak sama
panjang.
Segitiga sama kaki
Segitiga sama kaki adalah segitiga yang mempunyai dua buah sisi
yang sama panjang.
Segitiga sama sisi
Segitiga sama sisi adalah segitiga yang memiliki tiga buah sisi yang
sama panjang.
2) Jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudut-sudutnya
Segitiga lancip
Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan sudut
lancip.
Segitiga siku-siku
Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya
merupakan sudut siku-siku.
Segitiga tumpul
Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan
sudut tumpul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c. Sifat-sifat Segitiga Istimewa
1) Segitiga siku-siku
Misalkan bangun ABCD merupakan persegi panjang. Jika persegi
panjang tersebut dipotong menurut diagonal AC akan terbentuk dua
buah bangun segitiga, yaitu ADC dan ABC. Karena D=90˚, maka
ADC merupakan segitiga siku-siku. Demikian juga dengan ABC,
karena B=90◦ maka ABC merupakan segitiga siku-siku. Jadi, besar
salah satu sudut pada segitiga siku-siku adalah 90◦.
2) Segitiga sama kaki
Jika ADC dan ABC dihimpitkan pada salah satu sisi siku-siku yang
sama panjang maka akan terbentuk segitiga sama kaki sebagai berikut.
Sisi siku-siku yang sama panjang tersebut yang menjadi sumbu simetri
dari segitiga sama kaki. Jadi segitiga sama kaki mempunyai dua buah
sisi yang sama panjang, dua buah sudut yang sama besar, dan sebuah
sumbu simetri.
3) Segitiga sama sisi
Segitiga sama sisi mempunyai tiga buah sisi yang sama panjang, tiga
buah sudut yang sama besar, dan tiga buah sumbu simetri.
d. Besar Sudut-sudut Segitiga
Jumlah besar sudut dalam sebuah segitiga adalah 180◦.
e. Hubungan Sudut Dalam dan Sudut Luar Segitiga
Besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah besar dua sudut dalam
yang tidak berpelurus dengan sudut luar tersebut.
f. Keliling dan Luas Daerah Segitiga
1) Keliling segitiga
Suatu segitiga dengan panjang sisi , ,dana b c . Maka kelilingnya adalah
K a b c
2) Luas daerah segitiga
Luas segitiga dengan panjang alas a dan tinggi t adalah 1
2L a t .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Tinggi segitiga merupakan ruas garis yang ditarik dari suatu titik sudut
tegak lurus sisi di hadapan atau perpanjangannya. Sedangkan alas
merupakan sembarang sisi pada segitiga.
B. Penelitian yang Relevan
1. Wulandari Retno Astuti dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi
Kesalahan Memahami Konsep Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat pada
Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2005 / 2006 ”.
Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka mendapatkan beberapa
hasil yaitu dari hasil observasi kelas ditemukan bahwa interaksi siswa dengan
guru masih belum maksimal, yaitu siswa tidak berusaha bertanya pada guru
ketika belum mengerti mengenai konsep, tetapi memilih bertanya pada
temannya. Demikian pula guru yang tidak berusaha memancing siswa untuk
bertanya. Kemudian ditemukan ada 7 kesalahan pemahaman konsep yang
dialami siswa, yaitu kesalahan memahami konsep himpunan penyelesaian
pertidaksamaan kuadrat berdasarkan sketsa grafik fungsi, hubungan antara dua
fungsi, rumus jumlah dan hasil kali akar-akar, diskriminan, faktor, rumus
menyusun persamaan kuadrat, dan sketsa grafik fungsi kuadrat.
2. Tuti Alpeni dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Miskonsepsi Siswa
Kelas V SDN 1 Sidogede pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan
Luas dan Keliling Bangun Datar”.
Hasil penelitian ini adalah:
a. Terjadi miskonsepsi siswa kelas V SDN 1 Sidogede pada pembelajaran
matematika pokok bahasan luas dan keliling bangun datar sebagai berikut.
1) Konsep klasifikasional
Siswa salah dalam mengklasifikasikan objek atau fakta ke dalam
kelompok tertentu.
2) Konsep korelasional
Siswa salah dalam memahami hubungan antara kejadian-kejadian
khusus yang ada pada pembelajarn matematika pokok bahasan luas
dan keliling bangun datar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) Konsep teoritik
Siswa salah dalam memberikan rumus yang mewakili penjelasan atau
konsep.
b. Miskonsepsi yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor.
1) Konsep klasifikasional
a) Guru tidak menggunakan alat peraga dalam menyampaikan materi
sehingga esensi dari suatu konsep tidak muncul
b) Contoh soal atau latihan yang diberikan guru lebih sering
berbentuk bahasa verbal daripada gambar
c) Adanya penyederhanaan makna oleh siswa
d) Kesalahan memaknai kata
2) Konsep korelasional
a) Siswa beranggapan bahwa seolah-olah materi dalam matematika
berdiri sendiri-sendiri
b) Siswa salah dalam memahami hubungan antarkonsep yang
dipelajari
3) Konsep teoritik
a) Guru lebih memperhatikan hasil daripada proses
b) Guru kurang memperhatikan prakonsepsi siswa apakah sudah
benar atau belum
c) Siswa lebih suka menghafal
C. Kerangka Berpikir
Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian siswa
baik sekolah dasar maupun menengah. Akibatnya, matematika menjadi kurang
diminati. Hal tersebut dapat dilihat dari prestasi matematika siswa yang kurang
memuaskan. Penyebab rendahnya prestasi belajar matematika dimungkinkan
adalah adanya permasalahan dalam pemahaman konsep.
Pembelajaran mengenai materi pokok segitiga bukanlah yang pertama kali
bagi siswa. Materi ini pernah diterima siswa saat berada di Sekolah Dasar. Materi
segitiga sangat berkaitan dengan materi sebelumnya, yaitu garis dan sudut. Jadi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
siswa tentu sudah tidak asing dengan hal ini. Siswa memberikan pengertian atau
tafsiran di dalam kerangka berpikirnya. Konsepsi ini terbentuk melalui penalaran
dan intuisinya setelah proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga memproses
konsep baru yang mereka dapatkan dengan konsep-konsep yang telah dimiliki
sebelumnya. Konsepsi terdahulu siswa dan konsepsi baru tersebut belum tentu
benar. Dalam pemahaman konsep ada tiga derajat, yaitu siswa benar-benar
memahami konsep, siswa mengalami miskonsepsi, dan siswa sama sekali tidak
paham konsep. Adanya penambahan konsep baru dengan konsep awal siswa,
keterbatasan intelektual, bahkan penyampaian konsep dari guru yang belum sesuai
akan menyebabkan miskonsepsi pada diri siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat adanya miskonsepsi siswa pada
materi pokok segitiga dan mengidentifikasi penyebab terjadinya miskonsepsi
tersebut. Siswa yang telah memperoleh materi segitiga diberi tes diagnostik. Dari
hasil tes diagnostik tersebut dapat diperoleh dugaan tentang adanya miskonsepsi
pada siswa. Pada siswa yang terpilih akan dilakukan pula wawancara untuk
mengetahui miskonsepsi yang terjadi dan mengetahui penyebabnya. Dari hasil tes
diagnostik, wawancara, dan observasi selama proses pembelajaran materi pokok
segitiga dicocokkan dan dianalisis untuk mendapatkan deskripsi dan penyebab
miskonsepsi yang valid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Bagan prosedur penelitian yang akan dilakukan seperti Gambar 2.1
berikut.
Jawaban benar
Wawancara
Jawaban salah
Tes diagnostik (siswa)
Observasi (guru dan siswa)
KBM Materi segitiga
Miskonsepsi+Penyebab Tidak Paham
Teoritikal
Klasifikasional
Korelasional
STOP
STOP
Gambar 2.1 Prosedur Penelitian di SMP Negeri 16 Surakarta
Diskusi dengan guru mata pelajaran matematika
sebagai tindak lanjut berdasarkan hasil
penelitian
Keterangan: “ ” berarti urutan prosedur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Latar
1. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SMP Negeri 16 Surakarta
yang beralamatkan di Jalan Kolonel Sutarto 188, Surakarta. Alasan pemilihan
tempat penelitian tersebut adalah karena berdasarkan data hasil Ujian Nasional
2009/2010, rata-rata nilai matematika SMP Negeri 16 Surakarta masih tergolong
rendah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan bertahap. Adapun tahap-tahap waktu penelitian
dilaksanakan adalah:
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan-kegiatan berupa survey, pengajuan
proposal penelitian, pembuatan permohonan ijin penelitian, dan persiapan
perlengkapan penelitian. Tahap ini dilakukan mulai pertengahan Januari
sampai akhir maret 2012.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengambilan data. Tahap ini
dilakukan pada awal bulan April sampai Mei 2012, dengan rincian sebagai
berikut.
1) Observasi kelas : 2 April 2012-16 April 2012
2) Pelaksanaan tes : 17 April 2012
3) Wawancara : 2 Mei 2012-9 Mei 2012
c. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan analisis data hasil penelitian,
penarikan kesimpulan, penyusunan laporan penelitian, dan konsultasi dengan
pembimbing. Tahap ini dilakukan selama bulan Juni sampai September 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3. Subjek Penelitian
Sampling yang dimaksud dalam penelitian kualitatif adalah untuk
menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan
bangunannya. Hal tersebut bertujuan untuk merinci kekhususan yang ada dalam
konteks yang unik serta menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan
dan teori yang muncul. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel
acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample). Menurut Moleong (2007: 165),
sampel bertujuan ditandai dengan sampel yang tidak dapat ditentukan terlebih
dahulu dan jumlah sampel ditentukan oleh jumlah informasi-informasi yang
diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas, penentuan subyek penelitian ini
menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling). Pengambilan sampel tidak
ditekankan pada jumlah, melainkan ditekankan pada kekayaan informasi anggota
sampel sebagai sumber data. Cara pengambilan sampel didasarkan pada
karakteristik tertentu yang dimiliki sampel sesuai dengan tujuan penelitian karena
sampel tidak dimaksudkan untuk generalisasi. Subjek dipilih berdasarkan hasil tes
diagnostik siswa, yaitu siswa yang dicurigai memiliki miskonsepsi pada materi
pokok segitiga. Penelitian ini dilakukan pada kelas VII E SMP Negeri 16
Surakarta. Alasan dipilihnya kelas VII E adalah berdasarkan masukan guru mata
pelajaran matematika dan observasi awal, dimana prestasi belajar matematika
kelas VII E kurang bagus. Dipilih enam subjek penelitian sebagai sampel kelas
VII E SMP Negeri 16 Surakarta tersebut. Pemilihan subjek ini didasrakan pada
variasi dan kekayaan akan miskonsepsi siswa.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam
Moleong (2007: 3) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong (2007: 5-8)
juga mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki
ciri-ciri yaitu mempunyai latar alamiah (konteks dari suatu keutuhan), manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode penelitian kualitatif, analisis
data secara induktif, penyusunan teori substantif berasal dari data, bersifat
deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, adanya kriteria khusus
untuk keabsahan data, desain bersifat sementara dan hasil penelitian merupakan
kesepakatan bersama.
Dalam penelitian ini, tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah
data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan. Pengambilan data
menggunakan metode observasi, tes, wawancara. Data yang diperoleh akan
dideskripsikan atau diuraikan kembali kemudian akan dianalisis.
Pada penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan dan menganalisis
miskonsepsi yang dimiliki siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 16
Surakarta terkait dengan materi pokok segitiga. Selain itu, peneliti juga
mengkarakterkan miskonsepsi yang dimiliki siswa dan mencari penyebabnya.
C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007: 112), sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan yang
diperoleh dari hasil kegiatan observasi selama proses belajar mengajar materi
segitiga, hasil tes siswa berupa dugaan miskonsepsi pada materi pokok segitiga,
dan hasil wawancara dengan beberapa siswa terpilih terkait dengan miskonsepsi
dan penyebab miskonsepsi pada materi pokok segitiga.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sumber dalam penelitian kualitatif terdiri dari beragam jenis, bisa berupa
orang, peristiwa dan lokasi atau tempat, benda serta dokumen atau arsip. Beragam
sumber data tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang
sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian. Umumnya penelitian kualitatif menggunakan strategi multi
teknik dalam mengumpulkan data. Data yang diperoleh dari suatu metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diperkuat dan dilengkapi dengan metode yang lain. Data dalam penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode observasi, metode
tes, dan metode wawancara.
1. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah cara pengumpulan data di mana
peneliti (orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian
sehingga subyek tidak tahu dia sedang diamati (Budiyono, 2003: 53). Pengamatan
atau metode observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya.
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi guru
mengajar dan observasi siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar materi
pokok segitiga. Selain itu, metode observasi digunakan sebagai salah satu sumber
informasi penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga. Observasi
dilakukan berdasarkan pedoman observasi. Pedoman observasi tidak diuji
validitas dan reliabilitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Danim ( 1997: 194)
yang mengemukakan:
Apabila alat pengumpul data berupa pedoman wawancara, pedoman
observasi, format penjaring data dan sejenisnya tidak perlu diuji ( dan
memang tidak dapat diuji) validitas dan reliabilitasnya. Dalam hal ini,
peneliti hanya dituntut berpikir logis dan cermat agar alat semacam ini
memenuhi syarat untuk menjawab permasalahan penelitian.
Peran peneliti dalam penelitian ini adalah pemeran serta sebagai pengamat
karena peneliti memasuki latar penelitian dan tidak menjadi anggota penuh dari
komunitas latar penelitian tersebut. Saat melakukan observasi, peneliti membuat
catatan-catatan pada lembar observasi yang selanjutnya dikembangkan menjadi
catatn lapangan.
2. Metode Tes
Budiyono (2003: 54) mengungkapkan bahwa ”Metode tes adalah
cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian”.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik
berbentuk uraian. Tes diagnostik merupakan tes yang diberikan sesudah materi
pembelajaran disajikan. Tujuan tes ini adalah mengetahui kelemahan dan
kekuatan peserta didik pada materi tersebut (Zainul dan Nasution, 1995: 31).
Pada penelitian ini disusun sebuah tes diagnostik yang terdiri dari
empat buah soal uraian. Soal ini diteskan dan diikuti oleh 26 siswa di kelas VII
E SMP Negeri 16 Surakarta.
3. Metode Wawancara
Moleong ( 2007: 135) mengungkapkan bahwa “Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu”. Metode wawancara merupakan cara
pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti dengan
subjek penelitian. Dalam hal ini pewawancara mengadakan percakapan
sedemikian hingga pihak yang diwawancarai bersedia terbuka mengeluarkan
pendapatnya ( Budiyono, 2003: 52).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan setelah data hasil tes didapat.
Tujuan diadakannya wawancara ini adalah untuk memastikan miskonsepsi yang
dimiliki siswa pada materi pokok segitiga. Wawancara tidak dilakukan pada
semua siswa yang mengikuti tes tertulis, melainkan hanya beberapa subjek yang
dipilih berdasarkan banyak dan variasi miskonsepsi. Subjek wawancara dipilih
karena dianggap dapat memberikan lebih banyak informasi yang dibutuhkan
peneliti bila dibandingkan siswa yang tidak dipilih sebagai subjek. Pada penelitian
ini dipilih enam subjek wawancara dari 26 siswa yang telah mengikuti tes tertulis.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
terbuka dimana subjek mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan
mengerti pula maksud dari wawancara tersebut. Wawancara dalam penelitian ini
juga terstruktur. Peneliti sudah menetapkan garis besar pertanyaan yang akan
diberikan, namun tidak menutup kemungkinan bisa berkembang sesuai dengan
jawaban subjek wawancara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
E. Validasi Data
Validitas data dilakukan untuk menguji keabsahan data. Validitas data
daalm penelitian ini dilakukan denagn triangulasi. “Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu” (
Moleong, 2007: 178).
Triangulasi yang dilakukan dalam peneltian ini adalah triangulasi metode
yaitu dengan membandingkan data tes, wawancara, dan observasi. Jika data-data
dari teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut dikorelasikan diperoleh
pandangan yang sama, maka data dianggap valid sehingga dapat ditarik
kesimpulan mengenai data tersebut. Data yang tidak valid tidak harus dibuang,
namun bisa dijadikan sebagai temuan lain dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif sehingga data
dianalisis secara nonstatistik. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong ( 2007: 103),
“Analisis data kualitatif adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”.
Selanjutnya Bogdan dan Taylor dalam Moleong ( 2007: 103) mendefinisikan
analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan
tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan
sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Analisis
data merupakan suatu proses yang berarti pelaksanaannya harus dilakukan sejak
mengumpulkan data hingga meninggalkan lapangan. Analisis data dan
penafsirannya harus dilakukan secepatnya oleh peneliti, jangan sampai data itu
menjadi digin atau kadaluwarsa. Pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha
pemusatan perhatian, pengarahan tenaga fisik dan pikiran peneliti. Selain
menganalisis data, peneliti juga perlu mendalami kepustakaan guna
mengonfirmasi teori atau untuk menjastifikasikan adanya teori baru yang
ditemukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Langkah analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan
Huberman ( 1992: 16) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data didefinisikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis data yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverivikasi. Proses reduksi
data bertujuan untuk menghindari penumpukan data atau informasi yang
diperoleh. Setelah direduksi, data akan member gambaran yang lebih tajam
tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali
data yang diperoleh bila diperlukan.
2. Penyajian data
Penyajian data dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menyusun
sekumpulan informasi yang telah diperoleh di lapangan dengan menyajikan
data tersebut secara jelas dan sistematis sehingga akan mempermudah peneliti
dalam mengambil kesimpulan. Penyajian data dapat berupa kalimat yang
sistematis, matriks, grafik, tabel atau bagan. Dengan melihat penyajian-
penyajian akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan harus dilakukan.
Penyajian data dalam penelitian ini adalah penyajian data hasil tes, hasil
observasi, hasil wawancara, dan hasil triangulasi data.
3. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan atas sajian data dengan tujuan untuk
memperoleh kesimpulan tentang miskonsepsi, karakter miskonsepsi, dan
penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah sekumpulan langkah secara urut dari awal
hingga akhir yang digunakan dalam penelitian agar penelitian berjalan lancar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
sistematis. Adapun prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan proposal penelitian
Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti menyusun proposal
penelitian dan diajukan kepada pembimbing kemudian merevisinya.
2. Permohonan izin ke lembaga terkait
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin ke SMP Negeri 16
Surakarta.
3. Penyusunan instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal tes uraian,
pedoman observasi, dan pedoman wawancara. Langkah-langkah yang
dilakukan pada penyususnan instrumen penelitian adalah sebagai berikut.
a. Menyusun soal tes uraian yang terkait dengan materi pokok segitiga.
b. Menyusun pedoman observasi dan pedoman wawancara.
c. Melakukan uji validitas isi soal tes uraian yang telah dibuat dengan
bantuan validator.
4. Pelaksanan Penelitian
a. Observasi
Observasi yang dilakukan adalah observasi pada saat kegiatan belajar
mengajar di kelas yang terdiri dari observasi guru mengajar dan observasi
siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b. Tes tertulis
Tes tertulis diberikan setelah materi pokok segitiga diajarkan. Soal tes
yang diberikan merupakan tes diagnostik yang berbentuk tes uraian.
Setelah tes dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah memeriksa hasil tes
untuk mengetahui dugaan miskonsepsi siswa.
c. Wawancara
Wawancara terdiri atas dua tahap, yaitu:
1) Penentuan subjek wawancara
Subjek wawancara ditentukan berdasarkan miskonsepsi yang
dilakukan siswa. Wawancara tidak dilakukan kepada semua siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang mengikuti tes tertulis tetapi beberapa subjek dipilih berdasarkan
variasi miskonsepsi. Subjek wawancara tersebut dipilih karena
dianggap dapat memberikan lebih banyak informasi yang dibutuhkan
peneliti bila dibandingkan siswa yang tidak dipilih sebagai subjek.
2) Pelaksanaan wawancara
Wawancara dilaksanakan untuk memastikan miskonsepsi yang
dilakukan siswa dan mengetahui penyebab miskonsepsi tersebut. Lama
waktu pelaksanaan wawancara tidak dibatasi. Wawancara berhenti bila
informasi yang dibutuhkan telah diperoleh.
5. Validasi data
Validasi data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi metode, yaitu
dengan membandingkan data hasil observasi, tes, dan wawancara.
6. Analisis data
Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Reduksi data
b. Penyajian data
c. Penarikan kesimpulan
7. Penyusunan laporan penelitian
Penyusunan laporan yaitu, penyusunan laporan awal, mengkonsultasikan
dengan dosen pembimbing, perbaikan / revisi laporan awal, penyusunan
laporan akhir dan penggandaan laporan.
8. Menindaklanjuti hasil penelitian dengan berdiskusi dan memberikan laporan
kepada guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 16 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi/ Obyek Penelitian
Sekolah Menengah pertama (SMP) 16 Surakarta berlokasi di Jalan
Kolonel Sutarto 108 Surakarta, tepatnya di :
Perempatan lampu merah panggung dari arah timur sebelah kanan jalan
Sebelah barat wisma Tri Sakti Surakarta
Sebelah timur dari SMK Kristen 1 Surakarta
Kegiatan belajar mengajar siswa juga dapat berjalan dengan lancar karena
didukung oleh fasilitas belajar mengajar yang cukup memadai antara lain:
1. Ruang komputer
2. Ruang tata boga
3. Aula tari
4. Mushola
5. Lapangan volly
6. Perpustakaan
7. Laboratorium
Di SMP 16 Surakarta dibuka enam kelas VII, enam kelas VIII dan enam
kelas IX. Setiap kelas rata-rata berjumlah 25 sampai 30 anak. Fasilitas yang
tersedia di setiap kelas sama, yaitu satu buah papan tulis besar, meja dan kursi
siswa, meja dan kursi guru, serta kipas angin. Suasana kelas cukup nyaman untuk
belajar dengan pencahayaan yang cukup dan ruangan yang bersih. Namun untuk
kelas tertentu sering terganggu oleh bisingnya laju kendaraan yang melewati jalan
raya.
Seperti sekolah pada umumnya, setiap kelas diampu oleh satu guru wali
kelas. Hubungan antara guru dengan siswa di sekolah ini dapat dikatakan baik
karena hubungan antara keduanya terjalin dengan akrab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Deskripsi Temuan Penelitian
1. Deskripsi Data Observasi
Observasi dilakukan di kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta selama lima
kali dengan jumlah siswa 26 orang yang terdiri dari 12 siswa putri dan 14 siswa
putra. Observasi yang dilakukan adalah observasi guru mengajar, observasi siswa
saat proses belajar mengajar, dan observasi lingkungan belajar (sarana dan alat
belajar) pada materi pokok segitiga.
a. Observasi Guru Mengajar
1) Kegiatan Pendahuluan
Di setiap pertemuan, guru mengawali pelajaran dengan
mengucapkan salam. Setelah itu guru menginformasikan materi pokok apa
yang akan dipelajari serta kegiatan apa yang akan dilakukan. Apersepsi
diberikan guru saat akan menjelaskan materi keliling dan luas daerah
segitiga yaitu dengan mengingatkan kembali tentang sisi dan daerah
segitiga. Pada pertemuan lainnya guru hanya menanyakan sampai mana
materi sebelumnya, membahas PR, atau bahkan langsung memulai materi.
Guru tidak pernah memberikan pretest untuk mengecek pengetahuan atau
konsep awal siswa. Guru juga tidak pernah menjelaskan manfaat
mempelajari materi segitiga atau mengaitkan materi segitiga dengan
kehidupan sehari-hari untuk memotivasi siswa.
2) Kegiatan Inti
Selama mengajar pokok bahasan segitiga, guru hanya
menggunakan metode ceramah (ekspositori). Guru tidak pernah
membentuk kelompok diskusi ataupun menggunakan metode
pembelajaran lain. Dalam menyampaikan materi, guru tidak pernah
menggunakan media pembelajaran apapun. Di kelas ini juga tidak tersedia
LCD sehingga guru hanya memanfaatkan papan tulis baik untuk
menjelaskan materi maupun membahas soal.
Dalam menyampaikan materi pokok segitiga, guru memberikan
judul dan subbab mengenai topik yang akan diajarkan, tetapi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
memberikan konsep apa saja yang terkandung dalam topik yang diajarkan
tersebut. Guru juga tidak pernah menghubungkan konsep satu dengan
konsep lainnya. Penyampaian materi pokok segitiga dimulai dengan
definisi segitiga. Guru menuliskannya di papan tulis, tetapi konsep ini
tidak banyak dibahas karena guru berpikir siswa sudah mengerti. Begitu
juga saat menjelaskan daerah segitiga hanya sambil lalu saja. Untuk
materi-materi selanjutnya, guru selalu menuliskan di papan tulis. Guru
selalu memulai penjelasan dengan gambar. Setelah selesai menjelaskan
materi, guru biasanya memberikan contoh soal. Contoh soal dibuat sendiri
oleh guru dan dituliskan di papan tulis. Biasanya guru memberi waktu
siswa untuk mengerjakan contoh soal selama beberapa menit. Setelah itu
guru mengajak siswa membahas contoh soal bersama-sama. Contoh soal
yang diberikan guru kurang bervariasi. Guru juga kurang memberi
kesempatan siswa untuk mengeksplor kemampuannya. Kadang guru
mencoba berinteraksi dengan siswa. Namun karena respon siswa kurang
baik, guru menjadi lebih dominan saat membahas soal dan sering
menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Guru juga jarang
meminta siswa mengerjakan contoh soal di papan tulis untuk dikoreksi
bersama-sama. Sebagian besar siswa hanya mencocokkan atau sekedar
mencatat saja.
3) Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup, guru tidak pernah memberikan posttest
atau kuis untuk dikumpulkan sebagai evaluasi setelah pelajaran. Akan
tetapi, guru sering memberikan PR untuk dibahas pada pertemuan
berikutnya. PR biasanya diambil dari LKS atau buku paket. Sama halnya
dengan contoh soal, PR yang diberikan guru juga kurang bervariasi. Guru
tidak pernah mengambil soal dari sumber lain.
Guru juga tidak pernah mengajak siswa menyimpulkan materi
yang sudah dipelajari baik secara klasikal maupun secara personal di akhir
pelajaran. Guru sesekali hanya menawarkan siswa untuk bertanya hal-hal
apa yang belum dimengerti. Guru menutup pelajaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
menginformasikan materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya dan meminta siswa untuk belajar di rumah. Setelah itu guru
mengucapkan salam dan meninggalkan ruang kelas.
b. Observasi Siswa saat Proses Belajar Mengajar
Secara umum, sebagian besar siswa kelas VII E mengikuti proses
belajar mengajar dengan cukup baik. Saat guru menjelaskan sebagian besar
siswa memperhatikan dengan baik. Ada siswa yang mendengarkan penjelasan
sambil mencatatnya di buku catatan, dan ada yang mencatat materi setelah
guru selesai menjelaskan. Hal itu sesuai dengan instruksi guru untuk selalu
mencatat materi yang dijelaskan. Namun, tetap saja ada beberapa siswa yang
sibuk dengan urusannya sendiri yang tidak berhubungan dengan pelajaran,
seperti mengobrol dengan teman, menggambar, atau justru malah mengantuk.
Ketika guru sesekali bertanya saat menerangkan, siswa banyak yang
diam. Hanya beberapa anak saja yang mau menjawab, itu pun dengan suara
pelan. Saat guru memberikan kesempatan bertanya, tidak ada siswa yang
bertanya walaupun ada materi atau konsep yang belum dipahami. Siswa lebih
suka bertanya pada temannya karena malu atau takut bertanya pada guru. Oleh
karena itu, guru beranggapan siswa sudah paham dan langsung memberikan
latihan soal.
Pada saat mengerjakan contoh soal atau latihan soal, kebanyakan siswa
berdiskusi dengan teman sebangku, depan atau belakangnya. Ada beberapa
siswa yang mengerjakan soal sendiri. Akan tetapi, guru sangat jarang
menunjuk siswa untuk mengerjakan soal di depan sehingga tidak dapat terlihat
kesalahan-kesalahan yang terjadi, seperti kesalahan konsep dan kesalahan
hitung.
Siswa hanya memiliki buku pegangan berupa BSE (Buku Sekolah
Elektronik) dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Kedua buku tersebut hanya
digunakan untuk latihan soal atau PR. Setiap siswa memiliki buku catatan
karena guru selalu menghimbau siswa untuk mencatat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Deskripsi Data Tes
Tes konsepsi mengenai materi pokok segitiga dikerjakan oleh 26 siswa
kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta. Data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah jawaban siswa yang mengandung miskonsepsi. Berikut disajikan tabel
deskripsi dugaan miskonsepsi yang dilakukan siswa pada jawaban tes konsepsi
segitiga.
Tabel 4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Mengatakan bahwa model segitiga adalah
gambar A tapi tidak menjelaskan alasannya,
sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut.
2. Mengatakan bahwa model segitiga adalah
gambar A karena sisi-sisinya jelas.
3. Mengatakan bahwa gambar A dan B adalah
model segitiga karena ketiga sisinya bukan sisi
lengkung.
4. Mengatakan bahwa gambar A dan B adalah
model segitiga tapi tidak menjelaskan alasannya
sehingga belum bisa diidentifikasi lebih lanjut.
5. Mengatakan bahwa gambar B merupakan model
segitiga karena sisi-sisinya lurus dan gambarnya
tebal (memiliki luasan). Siswa menganggap
segitiga termasuk daerah di dalamnya.
6. Mengatakan bahwa gambar B merupakan model
segitiga tapi tidak menjelaskan alasannya
sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut
7. Mengatakan bahwa gambar C merupakan model
segitiga karena salah satu sisinya melengkung
atau tidak sama panjang.
10
22
1, 2, 17, 19, 20, 21,
23, 24.
3, 5, 9
4, 6, 8, 11, 12, 14,
15, 16, 18
7, 13, 26
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa mengalami salah dalam memahami
pengertian segitiga lancip. Siswa mengatakan
bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah
segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚.
2. Siswa mengalami kesalahan konsep pengertian
segitiga lancip. Siswa mengatakan bahwa yang
merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang
bentuknya lancip. Jadi, siswa memahami
segitiga lancip bukan berdasarkan ciri-ciri atau
besar sudutnya tapi berdasarkan bentuk yang
sesuai dengan pemahamannya.
3. Siswa salah dalam memahami pengertian
segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa
yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga
yang sudutnya kurang dari 90˚. Siswa tidak
memperhatikan bahwa segitiga lancip semua
sudutnya harus kurang dari 90˚. Di sini jawaban
siswa kurang lengkap.
4. Siswa mengatakan bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang sudutnya lancip. Dari jawaban
tersebut diduga siswa salah dalam memahami
segitiga lancip. Siswa tidak memperhatikan
bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus
merupakan sudut lancip. Belum diketahui juga
apakah siswa memahami sudut lancip atau
tidak.
5. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga lancip adalah segitiga yang memiliki
sudut lancip. Dari jawaban tersebut, siswa
2
11,16
10
18, 22
20, 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
diduga salah dalam memahami pengertian
segitiga lancip. Siswa tidak memperhatikan
bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus
merupakan sudut lancip. Belum diketahui juga
apakah siswa benar-benar memahami sudut
lancip atau tidak.
Tabel 4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga siku-siku adalah segitiga B tapi tidak
menjelaskan alasannya. Jadi belum bisa
diidentifikasi lebih lanjut.
2. Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah
segitiga siku-siku karena ada tanda yang
menyatakan siku-siku. Belum bisa diidentifikasi
apakah terjadi miskonsepsi atau tidak, karena
siswa hanya melihat dari tanda siku-siku pada
gambar.
3. Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah
segitiga siku-siku karena sudutnya 90˚. Di sini
jawaban siswa kurang lengkap. Belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
5, 14, 17, 21, 24, 25
18
2, 8, 10, 15, 16, 22
Tabel 4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga tumpul adalah yang sudutnya kurang
dari 90˚. Di sini siswa mengalami kesalahan
dalam memahami konsep segitiga tumpul.
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Siswa mengalami kesalahan dalam memahami
konsep segitiga tumpul. Siswa mengatakan
bahwa yang merupakan segitiga tumpul adalah
segitiga yang bentuknya tumpul. Jadi, siswa
memahami segitiga tumpul bukan berdasarkan
ciri-ciri atau besar sudutnya tapi berdasarkan
bentuk yang sesuai dengan pemahamannya.
3. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya
lebih dari 90˚. Di sini jawaban siswa kurang
lengkap. Jadi, belum dapat diidentifikasi lebih
lanjut.
4. Siswa mengatakan bahwa segitiga tumpul
adalah segitiga yang sudutnya tumpul. Di sini
jawaban siswa kurang lengkap. Belum diketahui
juga apakah siswa memahami sudut tumpul atau
tidak.
5. Siswa menyebutkan segitiga tumpul tanpa
menjelaskan alasannya sehingga belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
11
10, 15, 22,
18
5, 6, 14, 17, 21, 24,
25
Tabel 4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2d
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga sama kaki adalah segitiga yang dua sisi
yang berhadapan sama panjang atau sejajar. Di
sini siswa mengalami kesalahan dalam
memahami arti sejajar.
2. Siswa mengklasifikasikan segitiga sama kaki
tanpa menjelaskan alasannya sehingga belum
4
5, 6, 14, 17, 21, 24,
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dapat diidentifikasi lebih lanjut
Tabel 4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2e
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa mengklasifikasikan segitiga sama sisi
tanpa menjelaskan alasannya sehingga belum
dapat diidentifikasi lebih lanjut.
5, 14, 17, 21, 24, 25
Tabel 4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3a
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Konsepsi siswa benar dalam panjang sisi pada
segitiga sama sisi dan sama kaki namun diduga
tidak mengerti konsep kesimetrian.
2. Siswa menggunakan rumus phytagoras namun
tidak dapat mengaplikasikannya dengan benar.
3. Siswa mengerti CD adalah sumbu simetri,
namun tidak dapat mengaitkannya dengan
konsep panjang sisi.
4. Siswa langsung menjawab atau hanya
menghitung sehingga belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
18
19, 21
22
1, 2, 3, 4, 5, 7, 11,
12, 13, 15, 26
Tabel 4.8 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3b
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa menggunakan persamaan jumlah sudut
dalam segitiga namun tidak tepat dalam
mengaplikasikannya.
2. Siswa mengerti CD adalah sumbu simetri,
namun tidak dapat mengaitkannya dengan
konsep besar sudut.
8, 11, 19, 21, 25
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Konsepsi siswa benar dalam besar sudut pada
segitiga sama sisi namun tidak mengerti konsep
kesimetrian.
4. Siswa langsung menjawab atau hanya
menghitung sehingga belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
18
1, 2, 4, 7, 9, 10, 12,
13, 14, 20, 23, 24,
26
Tabel 4.9 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3c
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa menyatakan tinggi segitiga sebagai sisi
yang tegak, sedangkan alas sebagai sisi lain
yang letaknya di bawah. Di sini terjadi
kesalahan konsep siswa tentang alas dan tinggi.
2. Siswa menyatakan tinggi segitiga sebagai sisi
tegak atau sisi yang letaknya di atas dan alas
sebagai sisi yang mendatar atau sisi yang
letaknya di bawah. Di sini terjadi kesalahan
konsep siswa tentang alas dan tinggi.
3. Siswa menyatakan alas dan tinggi sebagai
sembarang sisi pada segitiga. Di sini terjadi
kesalahan konsep siswa tentang alas dan tinggi.
4. Siswa menyatakan alas dan tinggi harus tegak
lurus tetapi tidak tepat dalam
mengaplikasikannya.
5. Siswa langsung menjawab atau hanya
menghitung sehingga belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
10
11, 22
2, 15, 20, 23
18
9, 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 4.10 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3d
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa memiliki konsepsi benar tentang
keliling segitiga, namun salah dalam
menentukan sisinya.
2. Siswa salah dalam menetukan sisi segitiga.
3. Siswa langsung menjawab atau hanya
menghitung sehingga belum dapat
diidentifikasi kesalahan konsep yang terjadi
18, 22
10
2, 9, 11, 14, 15, 16,
19
Tabel 4.11 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 4
Jenis kesalahan konsep siswa No.subyek
1. Siswa salah menyatakan sudut luar segitiga
sebagai sudut dalam. Terjadi kesalahan konsep
segitiga dalam dan segitiga luar.
2. Siswa menganggap sudut luar segitiga sebagai
sudut dalam dan tidak memperhatikan sudut
lain yang belum diketahui besarnya.
3. Siswa langsung menjawab atau hanya
menghitung sehingga belum dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
3, 9, 10, 16, 18, 23,
24,
6, 8, 19, 21, 25.
2, 11, 15, 20
3. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih
secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Pemilihan
subjek bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya
dengan kasus untuk studi yang bersifat mendalam. Tujuan dari pemilihan sampel
bertujuan adalah untuk memperoleh kedalaman studi dalam konteksnya. Selain
itu, juga untuk menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori
yang muncul. Pemilihan subjek dilakukan secara manual berdasarkan kekayaan
dan variasi miskonsepsi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dipilih enam subjek penelitian yaitu:
a. Nomor absen 2, selanjutnya disebut subjek 1.
b. Nomor absen 14, selanjutnya disebut subjek 2.
c. Nomor absen 11, selanjutnya disebut subjek 3.
d. Nomor absen 18, selanjutnya disebut subjek 4.
e. Nomor absen 10, selanjutnya disebut subjek 5.
f. Nomor absen 22, selanjutnya disebut subjek 6.
C. PEMBAHASAN
1. Analisis Data Hasil Tes
a. Subjek 1
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.1 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 1
Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab bahwa gambar A dan
gambar B adalah model segitiga. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
tentang pengertian segitiga. Siswa tidak membedakan antara segitiga dan
daerah segitiga. Kemungkinan penyebab miskonsepsi ini adalah kurangnya
penekanan guru mengenai konsep segitiga dan konsep daerah segitiga.
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.2 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2a
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga
lancip sebagai segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Diduga siswa mengalami
miskonsepsi tentang pengertian segitiga lancip. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi tersebut adalah siswa belum sepenuhnya memahami materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
prasyarat yaitu sudut lancip dan kurangnya penekanan guru pada konsep
segitiga lancip.
Soal 2b:
Gambar 4.3 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2b
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga siku-
siku sebagai segitiga yang sudutnya 90˚. Jawaban siswa tersebut kurang
lengkap. Diduga siswa mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga
siku-siku. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah adanya
simplifikasi dari siswa dan kurangnya penekanan guru pada konsep segitiga
lancip.
Soal 2c:
Gambar 4.4 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2c
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga
tumpul sebagai segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Diduga siswa
mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga tumpul. Kemungkinan
penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa belum sepenuhnya memahami
materi prasyarat yaitu sudut tumpul dan kurangnya penekanan guru pada
konsep segitiga tumpul.
Soal 2d:
Gambar 4.5 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2d
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga sama
kaki sebagai segitiga yang kakinya sama panjang. Hal ini sudah cukup sesuai
dengan konsep yang ada. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh
segitiga sama kaki yang ada pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya.
Soal 2e:
Gambar 4.6 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2e
Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga sama
sisi sebagai segitiga yang sisinya sama panjang. Hal ini sudah cukup sesuai
dengan konsep yang ada.
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a
:
Gambar 4.7 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3a
Jawaban siswa di atas sudah benar. Akan tetapi siswa langsung
menjawab. Jadi, belum bisa diidentifikasi apakah siswa benar-benar sudah
memahami sifat-sifat segitiga sama sisi serta sifat kesimetrian atau belum.
Soal 3b:
Gambar 4.8 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, belum dapat
diidentifikasi miskonsepsi apa yang terjadi karena siswa langsung menjawab
saja tanpa diserati alasan atau proses diperolehnya besar sudut-sudut tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Soal 3c:
Gambar 4.9 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3c
Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami rumus
luas daerah segitiga. Akan tetapi diduga siswa mengalami miskonsepsi dalam
mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa juga salah dalam
menuliskan satuan. Kemungkinan miskonsepsi tersebut disebabkan oleh
kurangnya penekanan guru tentang konsep alas dan tinggi segitiga. Sehingga
siswa menggunakan pemahamannya sendiri berdasarkan contoh soal atau
buku.
Soal 3d:
Gambar 4.10 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa tersebut, tidak dapat
diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep.
Siswa sekedar menuliskan angka-angka di atas yang tidak diketahui asalnya.
Siswa juga tidak menuliskan rumus yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
4) Soal Nomor 4
Penggalan jawaban siswa:
Soal 4:
Gambar 4.11 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 4
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak
memahami konsep sudut luar segitiga. Angka-angka yang dituliskan siswa
tidak diketahui berasal dari mana.
b. Subjek 2
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.12 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 1
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa
mengalami miskonsepsi terkait konsep segitiga. Kemungkinan hal ini
disebabkan oleh kurangnya penekanan guru terhadap konsep segitiga dan
daerah segitiga.
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.13 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga
mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip. Akan tetapi, siswa tidak
menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah benar-
benar terjadi miskonsepsi atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Soal 2b:
Gambar 4.14 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami
konsep segitiga siku-siku.Namun siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga
belum dapat diketahui apakah siswa benar-benar memahami atau tidak,
Soal 2c:
Gambar 4.15 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2c
Penggalan jawaban siswa di atas diduga mengandung miskonsepsi
pada segitiga tumpul. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya
sehingga belum dapat diidentifikasi apakah benar-benar terjadi miskonsepsi
atau tidak.
Soal 2d:
Gambar 4.16 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga
mengalami miskonsepsi pada segitiga sama kaki. Siswa juga tidak
menyebutkan semua segitiga sama kaki yang ada pada soal. Akan tetapi, siswa
tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah
benar-benar terjadi miskonsepsi atau tidak.
Soal 2e:
Gambar 4.17 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2e
Berdasarkan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami
miskonsepsi pada segitiga sama sisi. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan
alasannya sehingga belum diketahui apakah benar-benar terdapat miskonsepsi
atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a:
Gambar 4.18 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, belum dapat
diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa
langsung menjawab tanpa menjelaskan alasan atau prosesnya.
Soal 3b:
Gambar 4.19 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak
memahami sifat-sifat segitiga dan besar sudut dalam segitiga. Namun belum
dapat diidentifikasi apakah siswa benar-benar tidak paham atau terjadi
miskonsepsi.
Soal 3c:
Gambar 4.20 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3c
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak
memahami konsep luas segitiga. siswa juga tidak dapat menuliskan rumus
luas daerah segitiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Soal 3d:
Gambar 4.21 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa sudah
memahami konsep keliling segitiga. Namun siswa hanya menghitung,
sehingga belum dapat dipastikan apakah siswa benar-benar paham atau ada
miskonsepsi di dalamnya.
4) Soal Nomor 4
Siswa tidak menjawab soal nomor 4. Belum dapat diidentifikasi
apakah siswa benar-benar tidak paham atau ada hal lain yang terjadi.
c. Subjek 3
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.22 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 1
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa
mengalami miskonsepsi terkait konsep segitiga. Kemungkinan hal ini
disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru.
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.23 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa
mengalami miskonsepsi terkait konsep segitiga lancip. Siswa
mengklasifikasikan segitiga lancip bukan karena besar sudutnya tetapi karena
bentuk yang sesuai dengan pemahaman siswa. Miskonsepsi ini mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
terjadi karena siswa kurang memahami konsep prasyarat yaitu tentang sudut
lancip, simplifikasi, dan kurangnya penekanan guru terhadap materi ini.
Soal 2b:
Gambar 4.24 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2b
Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami
segitiga siku-siku. Akan tetapi siswa menuliskan “sisi yang besarnya 90˚”.
Belum dapat diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi dalam hal ini.
Soal 2c:
Gambar 4.25 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2c
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga
mengalami miskonsepsi pada segitiga tumpul. Siswa mengatakan bahwa yang
merupakan segitiga tumpul adalah segitiga yang bentuknya tumpul. Jadi, siswa
memahami segitiga tumpul bukan berdasarkan ciri-ciri atau besar sudutnya tapi
berdasarkan bentuk yang sesuai dengan pemahamannya. Hal ini kemungkinan
terjadi karena kurangnya pemahaman siswa pada konsep prasyarat, terjadi
simplifikasi, dan kurangnya penekanan konsep oleh guru.
Soal 2d:
Gambar 4.26 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2d
Jawaban siswa di atas sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada.
Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada
pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa menganggap
segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan penyebab
miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan
konsep lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Soal 2e:
Gambar 4.27 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2e
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami
konsep segitiga sama sisi.
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a:
Gambar 4.28 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3a
Siswa menjawab benar, namun siswa langsung menjawab tanpa
disertai alasannya. Sehingga belum dapat diketahui apakah siswa benar-benar
paham atau terjadi miskonsepsi.
Soal 3b:
Gambar 4.29 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga
mengalami miskonsepsi dalam konsep sudut dalam segitiga. Siswa
menggunakan persamaan sudut dalam segitiga tetapi mengaplikasikannya
dengan tidak tepat. Miskonsepsi ini kemungkinan karena guru kurang
memberi penekanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Soal 3c:
Gambar 4.30 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3c
Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami rumus
luas daerah segitiga. Akan tetapi diduga siswa mengalami miskonsepsi dalam
mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa juga tidak menuliskan
satuan luas daerah segitiga. Kemungkinan miskonsepsi tersebut disebabkan
oleh kurangnya penekanan guru tentang konsep alas dan tinggi segitiga.
Sehingga siswa menggunakan pemahamannya sendiri berdasarkan contoh soal
atau buku yang kurang variatif.
Soal 3d:
Gambar 4.31 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa sudah
memahami konsep keliling segitiga. Namun siswa hanya menghitung,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sehingga belum dapat dipastikan apakah siswa benar-benar paham atau ada
miskonsepsi di dalamnya.
4) Soal Nomor 4
Penggalan jawaban siswa:
Soal 4:
Gambar 4.32 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 4
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa
mengalami miskonsepsi terkait konsep sudut luar segitiga. Siswa menganggap
sudut luar segitiga sebagai sudut dalam dan tidak memperhatikan sudut lain
yang belum diketahui besarnya. Miskonsepsi ini kemungkinan disebabkan
oleh adanya simplifikasi dan ketidakmampuan siswa menghubungkan
antarkonsep.
d. Subjek 4
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.33 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 1
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa
mengalami miskonsepsi terkait dengan konsep segitiga. Ada kemungkinan
konsep segitiga tercampur dengan konsep daerah segitiga. Miskonsepsi ini
mungkin terjadi karena kesalahan intrepretasi siswa dan kurangnya penekanan
guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.34 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2a
Berdasarkan penggalan wawancara di atas, siswa sudah dapat
menyebutkan seluruh segitiga lancip yang ada pada soal. Akan tetapi, alasan
yang diberikan siswa kurang spesifik. Siswa hanya menyebutkan bahwa
alasannya adalah karena sudutnya lancip. Tidak dijelaskan apakah cukup satu
sudut atau harus seluruh sudutnya lancip. Ada kemungkinan siswa mengalami
miskonsepsi terkait segitiga lancip. Penyebabnya adalah kurangnya penekanan
guru dan terjadi simplifikasi konsep oleh siswa.
Soal 2b:
Gambar 4.35 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat
mengklasikasikan segitiga siku-siku dengan benar. Namun siswa mengatakan
bahwa segitiga B adalah segitiga siku-siku karena ada tanda yang menyatakan
siku-siku. Belum bisa diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi atau tidak,
karena siswa hanya melihat dari tanda siku-siku pada gambar.
Soal 2c:
Gambar 4.36 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2c
Berdasarkan penggalan wawancara di atas, siswa sudah dapat
menyebutkan seluruh segitiga tumpul yang ada pada soal. Akan tetapi, alasan
yang diberikan siswa kurang spesifik. Siswa hanya menyebutkan bahwa
alasannya adalah karena sudutnya tumpul. Ada kemungkinan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
mengalami miskonsepsi terkait segitiga tumpul. Penyebabnya adalah adanya
simplifikasi konsep dan kurangnya penekanan guru.
Soal 2d:
Gambar 4.37 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah
memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga
sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama
kaki yang ada pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa
menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan
penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu
konsep dengan konsep lainnya.
Soal 2e:
Gambar 4.38 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2e
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami konsep tentang segitiga sama sisi. Alasan yang diberikan juga
sesuai dengan konsep yang ada.
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a:
Gambar 4.39 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami sifat-sifat segitiga terkait dengan panjang sisi pada segitiga sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sisi dan sama kaki. Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa tidak dapat
menghubungkan konsep kesimetrian dengan konsep panjang sisi. Siswa
menganggap bahwa panjang AD tidak sama dengan panjang BD. Hal ini
mungkin dikarenakan siswa tidak memahami konsep prasyarat kesimetrian
atau siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan panjang
sisi.
Soal 3b:
Gambar 4.40 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami bahwa besar sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun
siswa tidak menggunakan konsep kesimetrian untuk mencari besar sudut
ACD. Diduga siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan
konsep besar sudut. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena siswa tidak
memahami konsep prasyarat atau siswa tidak dapat menghubungkan konsep
kesimetrian dengan besar sudut.
Soal 3c:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Gambar 4.41 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3c
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami konsep luas segitiga dimana 1
2L xaxt . Namun siswa salah
dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa tahu bahwa alas dan
tinggi harus tegak lurus tetapi salah dalam memaknai sisi yang tegak lurus
tersebut. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan
konsep oleh guru dan soal latihan yang kurang variatif.
Soal 3d:
Gambar 4.42 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami
konsep bahwa keliling segitiga merupakan jumlah panjang seluruh sisinya.
Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa salah mengklasifikasikan ruas garis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
yang disebut sisi. Selain itu siswa juga salah menuliskan satuan keliling. Hal
ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal
latihan yang kurang variatif.
4) Soal Nomor 4
Penggalan jawaban siswa:
Soal 4:
Gambar 4.43 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 4
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam
memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan
sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan
konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan
konsep yang lain.
e. Subjek 5
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.44 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 1
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat
menetukan model segitiga yang tepat. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan
alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah siswa benar-benar
memahami atau mengalami miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.45 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa, siswa menyebutkan segitiga D
dan E adalah segitiga lancip. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang
ada. Namun alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Diduga siswa
mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa
yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya kurang dari
90˚. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus
kurang dari 90˚. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh simplifikasi dari siswa
dan kurangnya penekanan konsep dari guru.
Soal 2b:
Gambar 4.46 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2b
Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi,
alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
pada segitiga siku-siku dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga siku-siku adalah segitiga yang sudutnya 90˚. Siswa tidak menjelaskan
apakah satu sudut saja atau ada kemungkinan lebih dari satu sudut. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan kurangnya
perhatian siswa terhadap konsep yang ada.
Soal 2c:
Gambar 4.47 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2c
Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi,
alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
pada segitiga tumpul dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Siswa tidak
menjelaskan apakah satu sudut saja atau ada kemungkinan lebih dari satu
sudut. Hal ini disebabkan oleh simplifikasi, kurangnya penekanan konsep oleh
guru, dan kurangnya perhatian siswa terhadap konsep yang ada.
Soal 2d:
Gambar 4.48 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah
memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga
sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama
kaki yang ada pada soal. Ada kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi
dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya.
Soal 2e:
Gambar 4.49 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2e
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami konsep tentang segitiga sama sisi. Alasan yang diberikan juga
sesuai dengan konsep yang ada.
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a:
Gambar 4.50 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa, diduga siswa sudah
memahami sifat-sifat segitiga sama sisi dan sama kaki terkait dengan panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sisi dan dapat menghubungkan konsep kesimetrian untuk menentukan panjang
sisi. Akan tetapi, siswa langsung menghitung sehingga belum diketahui
apakah siswa benar-benar paham atau terjadi miskonsepsi di dalamnya.
Soal 3b:
Gambar 4.51 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3b
Siswa langsung menjawab tanpa disertai alasan dan prosesnya.
Sehingga belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi
atau tidak.
Soal 3c:
Gambar 4.52 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3c
Berdasarkan jawaban siswa di atas, siswa secara tersirat menuliskan
bahwa luas daerah segitiga sebagai 1
2xaxt . Hal ini sesuai dengan konsep yang
ada. Akan tetapi, siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi
segitiga. dari jawaban di atas, siswa selalu memilih alas sebagai sisi yang di
bawah sedangkan tinggi sebagai sisi yang di atas. Siswa juga membagi-bagi
luasan segitiga menjadi dua bagian. Hal ini mungkin dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
memudahkannya menentukan alas dan tinggi. Selain itu, siswa salah
menuliskan satuan luas daerah segitiga. Miskonsepsi ini kemungkinan terjadi
karena soal-soal yang kurang variatif dan kurangnya penekanan guru.
Soal 3d:
Gambar 4.53 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami
konsep keliling segitiga tapi mengaplikasikannya dengan kurang tepat.
Jawaban siswa terpengaruh pada jawaban sebelumnya dimana siswa membagi
segitiga menjadi dua bagian.
4) Soal Nomor 4
Penggalan jawaban siswa:
Soal 4:
Gambar 4.54 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 4
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam
memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan
sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan
konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan
konsep yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
f. Subjek 6
1) Soal Nomor 1
Penggalan jawaban siswa:
Soal 1:
Gambar 4.55 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 1
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat
menetukan model segitiga yang tepat. Akan tetapi, berdasarkan alasan yang
diberikan siswa belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami
miskonsepsi atau tidak.
2) Soal Nomor 2
Penggalan jawaban siswa:
Soal 2a:
Gambar 4.56 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa, siswa menyebutkan segitiga E
adalah segitiga lancip. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada.
Namun alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Diduga siswa mengalami
miskonsepsi pada segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa yang
merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚.
Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus
kurang dari 90˚. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh simplifikasi dari siswa
dan kurangnya penekanan konsep dari guru.
Soal 2b:
Gambar 4.57 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2b
Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi,
alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
pada segitiga siku-siku dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga siku-siku adalah segitiga yang sudutnya 90˚. Jawaban siswa kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
lengkap. Hal ini mungkin disebabkan oleh simplifikasi dan kurangnya
penekanan konsep oleh guru.
Soal 2c:
Gambar 4.58 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2c
Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi,
alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi
pada segitiga tumpul dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan
segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Jawaban siswa
kurang lengkap. Hal ini mungkin disebabkan oleh simplifikasi dan kurangnya
penekanan konsep oleh guru.
Soal 2d:
Gambar 4.59 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah
memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga
sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama
kaki yang ada pada soal. Ada kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi
dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki.
Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya.
Soal 2e:
Siswa tidak menjawab soal nomor 2e. Belum dapat diidentifikasi
apakah siswa tidak paham atau ada hal lain yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
3) Soal Nomor 3
Penggalan jawaban siswa:
Soal 3a:
Gambar 4.60 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3a
Berdasarkan penggalan jawaban siswa, diduga siswa sudah
memahami sifat-sifat segitiga sama sisi dan sama kaki terkait dengan panjang
sisi. Namun siswa tidak dapat menggunakan konsep kesimetrian untuk
menentukan panjang sisi. Diduga miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak
dapat menghubungkan konsep-konsep yang ada.
Soal 3b:
Gambar 4.61 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3b
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah
memahami bahwa besar sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun
siswa tidak menggunakan konsep kesimetrian untuk mencari besar sudut
ACD. Siswa menggunakan konsep jumlah sudut dalam segitiga tetapi
mengaplikasikannya dengan kurang tepat. Miskonsepsi ini mungkin terjadi
karena kurangnya penekanan konsep oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Soal 3c:
Gambar 4.62 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3c
Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa memahami rumus
luas daerah segitiga. namun siswa salah dalam mengklaisfikasikan alas dan
tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh
guru dan soal latihan yang kurang variatif.
Soal 3d:
Gambar 4.63 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3d
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami
konsep bahwa keliling segitiga merupakan jumlah panjang seluruh sisinya.
Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa salah mengklaisifikasikan ruas garis
yang disebut sisi. Selain itu siswa juga salah menuliskan satuan keliling. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal
latihan yang kurang variatif.
4) Soal Nomor 4
Penggalan jawaban siswa:
Soal 4:
Gambar 4.64 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 4
Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam
memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan
sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan
konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan
konsep yang lain.
2. Analisis Data Hasil Wawancara
Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada 6 subjek penelitian.
Metode wawancara merupakan metode pokok dalam pengumpulan data. Melalui
metode wawancara ini dapat diketahui apakah siswa yang diduga dalam tes
mengalami miskonsepsi benar-benar mengalami miskonsepsi atau tidak. Melalui
wawancara ini pula dapat dicari penyebab miskonsepsi siswa tersebut.
Berikut ini disajikan petikan wawancara dengan keenam subjek penelitian
dan hasil analisisnya. Adapun S untuk subjek dan P untuk peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
a. Subjek 1
1) Soal Nomor 1
Petikan 1.
S : “Model segitiga yang A sama yang B mbak.”
P : “ Kok bisa yang A dan yang B itu bagaimana, coba dijelaskan!”
S : “ Karena suatu model segitiga itu harus lurus dan tegak mbak”
P : “ Lurus dan tegak gimana maksudnya?”
S : “ Ya kayak gambar A dan B ini kan lurus dan tegak. Kalau yang C kan
gak lurus mbak.”
Dari petikan 1, diketahui bahwa siswa salah dalam memahami
konsep segitiga. Siswa beranggapan gambar A dan gambar B adalah
model segitiga karena keduanya memiliki sisi yang lurus dan memiliki
tiga buah sisi. Sedangkan gambar C bukan merupakan model segitiga
karena satu buah sisinya merupakan sisi lengkung. Siswa menjawab
hanya berdasarkan bentuk gambar.
Petikan 2
P : “ Berarti yang A dan yang B gitu? Kalau ini model dari segitiga
bukan?” (memberikan gambar segitiga yang daerahnya tidak diarsir)
S : “ Ini model segitiga mbak.”
P : “ Lha kalau yang ini juga model segitiga?” (memberikan gambar
segitiga yang daerahnya diarsir)
S : “ Ada dalamnya? Ini model segitiga mbak.”
Siswa mempertahankan konsepsinya bahwa baik gambar A dan
gambar B keduanya merupakan model segitiga. Siswa sama sekali tidak
menyinggung konsep daerah segitiga.
Petikan 3
P : “Nah kalau misal yang ini tadi (menunjuk gambar segitiga yang
daerahnya diarsir) aku gunting gitu dek, trus yang dalamnya tadi tak
ambil. Itu model segitiga bukan?”
S : “ Ya iya model segitiga mbak.”
P : “ Lha kalau yang dalamnya yang tak ambil tadi dek?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
S : “ Ya sama aja mbak. Bentuknya kan segitiga nih. Jadi dua-duanya
model segitiga
Berdasarkan petikan 3, siswa mengalami miskonsepsi tentang
konsep segitiga. Konsep siswa tentang segitiga sana daerah segitiga
tercampur sehingga siswa menganggap keduanya adalah hal yang sama.
Petikan 4
S : “Ya sama aja mbak. Bentuknya kan segitiga nih. Jadi dua-duanya
model segitiga”
P: “Dulu dijelasin gak dek sama Pak Wi?”
S: “Iya mbak, di awal materi. Tapi dikit thok.”
P: “Dulu diajarinnya gimana?”
S: “Ya biasa, nyatet gitu”
Berdasarkan petikan 4, miskonsepsi disebabkan oleh kurangnya
penekanan guru dan aspek praktis siswa.
2) Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 5
S : “ Yang C dan F mbak.”
P : “ Oh yang C dan F. Selain itu ada lagi gak? Coba dilihat lagi!”
S : “ Gak”
P : “Oh gak ada. Kamu kok bisa bilang segitiga C dan F memangnya
segitiga lancip itu segitiga yang bagaimana to?”
S : “ Lancip ki yang lebih dari 90◦ mbak”
P : “ Yang lebih dari 90◦?”
S : (mengangguk-angguk dengan yakin).
P : “Oh, satu sudutnya, dua sudutnya, atau gimana?”
S : “ Satu sudute.”
Dalam petikan 5 di atas, siswa salah dalam memahami konsep
segitiga lancip. Menurut siswa, segitiga lancip adalah segitiga yang
salah satu sudutnya lebih dari 90◦.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Petikan 6
P: “Kalau misalnya sebuah segitiga besar sudutnya 40˚, 120˚, dan 20˚
berarti termasuk segitiga apa dek?”
S: “Emm, 40˚, 120˚, dan 20˚ berarti lancip mbak”
P: “Lancip?”
S: “Iya mbak, kan salah satu sudutnya 120˚.”
P: “O gitu dek. Emangnya kalau salah satu sudutnya 120˚ trus
kenapa?”
S: “Kan lebih dari 90˚ mbak, berarti lancip tadi”
Dalam petikan 6 di atas, siswa tetap salah memahami konsep
segitiga lancip. Siswa mempertahankan konsepsinya bahwa segitiga
lancip adalah segitiga yang salah satu sudutnya lebih dari 90˚.
Petikan 7
P: “Menurutmu sudut lancip tuh apa dek pengertiannya?”
S: “Sudut yang besarnya lebih dari 90˚.”
P: “Kamu bisa yakin banget gitu dek, emang tau kayak gini dari
mana?”
S: “Yakin nhu mbak, ini kan pelajaran sebelumnya dulu”
P: “Pas pelajaran sering disuruh menentukan jenis segitiga gitu gak?”
S: “Enggak sih mbak, cuma sekali”
Dalam petikan 7 diketahui penyebab miskonsepsi yang terjadi
karena konsepsi siswa tentang segitiga lancip yang salah. Menurut
siswa, materi tentang macam-macam segitiga ini juga tidak terlalu
banyak dibahas.
b) Nomor 2b
Petikan 8
S : “ Ini mbak, yang B mbak.”
P : “ Kok bisa siku-siku gimana?”
S : “ Lha ini mbak.” (sambil menunjuk sudut siku-siku pada gambar
segitiga B)
P: “Emang apa ini dek?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
S: “Siku-sikunya mbak”
P: “Besar sudut siku-siku berapa dek, tau gak?”
S: “Tau mbak, 90˚ kan?”
Dalam petikan 8 diketahui bahwa siswa mengerti bahwa
segitiga siku-siku memiliki sudut siku-siku. Siswa melihat
berdasarkan tanda siku-siku pada gambar. Tapi siswa juga tahu bahwa
besar sudut siku-siku adalah 90˚.
Petikan 9
P: “Ya. Kalau segitiga siku-siku memiliki berapa buah sudut yang
besarnya 90˚?”
S: “Satu mbak”
P: “Kalau misal sudut siku-sikunya dua buah, berarti termasuk
segitiga siku-siku gak?”
S: “Emm, gimana ya mbak aku bingung.”
P: “Lha gimana dek, coba digambar atau dibayangin aja”
S: (diam sejenak) “Bentuk segitiganya seperti apa ya mbak kalau
sudut siku-sikunya dua buah?”
P: “Seperti apa ya? Hehe. Lha bisa terbentuk segitiga gak dek?”
S: “Menurutku bisa mbak, cuma aku belum kebayang bentuknya.”
Dalam petikan 9 siswa paham definisi segitiga siku-siku.
Namun siswa mengalami miskonsepsi terkait besar sudut dalam
sebuah segitiga. Menurut siswa ada kemungkinan sebuah segitiga
memiliki dua buah sudut siku-siku. Di sini siswa kurang
memperhatikan konsep lain yang berkaitan.
c) Nomor 2c
Petikan 10
S : “ Yang E mbak.”
P : “ Selain itu ada lagi?”
S: “ Bentar mbak.”
P : “ Dilihat dulu coba!”
S : (diam)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
P : “ Memangnya segitiga tumpul itu yang apa to, menurutmu aja
coba dek.”
S : “ Yang kurang dari 90◦ mbak.”
Dari petikan 10 terlihat bahwa ada kesalahan konsepsi siswa
tentang definisi segitiga tumpul. Siswa beranggapan bahwa segitiga
tumpul adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚.
Petikan 11
P : “ Bener cuma ini tok dek?” (menunjuk gambar segitiga E) “ Kalau
yang ini dek?” (menunjuk gambar segitiga A)
S : “ Itu sama kaki kok mbak. Eh sama sisi.”
P : “ Kamu lihat dari besar sudutnya, jangan panjang sisinya.”
S: “ Emmm.”
P : “ Sudutnya kan ada tiga ini to dek? Katamu tadi yang lancip yang
mana?”
S : “ Yang E. Eh yang lancip? C dan F.”
P : “ Yang tumpul ding dek.”
S : “ Yang tumpul yang E.”
Dari petikan 11, siswa mempertahankan jawabannya bahwa
segitiga C dan F adalah segitiga lancip, sedangkan segitiga E adalah
segitiga tumpul. Tetapi siswa sudah bisa membedakan jenis-jenis
segitiga berdasarkan besar sudut atau panjang sisinya.
Petikan 12
P : “ Nah coba yang gambar segitiga A dilihat. Katamu tadi yang
tumpul tu yang gimana?”
S : “ Yang kurang dari 90◦.”
P: “Berapa buah sudutnya?”
S: “Ya semuanya”
P : “ Berarti yang gambar A ini gimana?”
S : “ Tumpul mbak.”
Dari petikan 12 siswa mempertahankan konsepsinya bahwa
segitiga tumpul adalah segitiga besar ketiga sudutnya kurang dari 90˚.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Petikan 13
P: “Pengertian sudut tumpul menurutmu apa dek?”
S: “Sudut yang besarnya kurang dari 90˚ mbak”
P : “ Kamu tau gitu dari mana dek tentang yang aku tanyain tadi?”
S : “Setauku ya gitu mbak.”
P: “Setaumu dari buku, dari Pak Wi, atau darimana?”
S: “Ya dari pelajaran, trus dari materi sebelumnya juga”
Dari petikan 13 diketahui bahwa terdapat prakonsepsi yang
salah yaitu tentang sudut tumpul. Hal ini mengakibatkan terjadi
miskonsepsi siswa pada definisi segitiga tumpul. Prakonsepsi yang
salah didapatkan siswa berdasarkan pemahaman yang dia peroleh dari
berbagai sumber belajar.
d) Nomor 2d
Petikan 14
S : “ Yang D mbak.”
P : “ Selain itu ada lagi gak?”
S : “ Gak.”
P : “ Yakin gak ada to?”
S : “ Iya.”
P : “ Kalo yang ini dek?”(menunjuk gambar segitiga C). “ Sama kaki
bukan?”
S : “ Bukan.”
P : “ Kenapa bukan?”
S : “ Ya bukan wae.”
Dari petikan 14 siswa sudah dapat menyebutkan salah satu
segitiga sama kaki dengan benar. Tetapi siswa mengatakan bahwa
segitiga C bukan merupakan segitiga sama kaki. Siswa tidak dapat
menjelaskan alasannya.
Petikan 15
P : “ Memang sama kaki itu yang gimana to?”
S : “ Sama kaki tu yang sisinya sama.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
P : “ Yang gambar D tadi sisi yang sama yang mana?”
S : “ Yang ini mbak.” (menunjuk dua sisi segitiga D yang panjangnya
6)
P : “ Kalau yang C tadi?”
S : “ Ya sama kaki ding mbak.”
P : “ Nah kalo yang A ini?”
S : “ Ya sama juga” (sambil tertawa)
P : “ Lha terus jadinya yang sama kaki yang mana?”
S: “ Yang A, D, C.”
Dari petikan 15 siswa dapat menyebutkan ketiga segitiga sama
kaki. Siswa juga memahami bahwa segitiga sama sisi juga merupakan
segitiga sama kaki. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah
memahami definisi segitiga sama kaki.
Petikan 6
P: “Tadi di awal kan menurutmu segitiga C merupakan segitiga lancip
dek. Trus baru saja menurutmu segitiga C sama kaki. Bisa ya dek
sebuah segitiga punya dua nama gitu?”
S: “Eh kok iya ya mbak?”
P: “Hehe, lha gimana?”
S: “O aku tau mbak. Kan yang awal tadi berdasarkan besar sudut.
Kalau yang terakhir barusan berdasarkan panjang sisi.”
Dari petikan 16 siswa memahami dasar pengelompokan
segitiga, yaitu berdasarkan besar sudut dan panjang sisinya.
e) Nomor 2e
Petikan 17
S : “ Yang A mbak.”
P : “ Yang A aja? Segitiga sama sisi pengertiannya apa?”
S : “ Pengertiane sama panjang.”
P : “ Apanya?”
S : “ Sisinya.”
P : “ Berapa sisinya? Dua sisi atau berapa?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
S : “ Dua.”
P : “ Oh dua ya dek?”
S : “ Tiga ding mbak, tiga.”
P: “Dua atau tiga hayo?”
S: “Hehe, tiga maksudku mbak”
Dari petikan 17 siswa memahami definisi segitiga sama sisi,
yaitu segitiga yang panjnag ketiga sisinya sama.
Petikan 18
P: “Tadi menurutmu segitiga A sama kaki ya dek. Kok sama sisi
juga?”
S: “Iya tuh mbak”
P: “Kok bisa gitu dek?”
S: “Kan berdasarkan panjang sisinya mbak”
P: “Dua-duanya juga berdasarkan panjang sisi kan?”
S: “Eh iya mbak. Oh gini mbak, kan segitiga sama sisi juga punya dua
sisi sama panjang. Jadi termasuk sama kaki juga to mbak”
Dari petikan 18, siswa memahami bahwa segitiga sama sisi
juga merupakan segitiga sama kaki. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa benar-benar memahami definisi segitiga sama kaki dan segitiga
sama sisi. Siswa juga memahami bahwa dasar pengelompokan
segitiga sama kaki dan sama sisi ini adalah berdasarkan panjang
sisinya.
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 19
S : “ AB nya 6 cm mbak.”
P : “ Kok bisa kenapa?”
S : “ AB?”(diam dan terlihat berpikir)
P : “ Kamu kok bisa menjawab AB 6 cm itu dari mana dan alasannya
apa gitu.”
S : “ Oh, sama kayak ini mbak.” (menunjuk sisi AC).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
P : “ Kok sama?”
S : “ Kan segitiganya sama sisi.”
Dari petikan 19, siswa memahami bahwa panjang ketiga sisi
segitiga sama sisi sama. Siswa memahami bahwa panjang AB adalah
6 cm dan dapat mengungkapkan alasannya dengan benar.
Petikan 20
P : “ Selanjutnya kalau panjang AD?”
S : “ 3 mbak.”
P : “ Kok bisa gitu kenapa?”
S : “ Itu dikurangi 3 mbak.” (menunjuk DB)
P : “ Dikurangi 3 yang mana?”
S : “ Dibagi separone mbak.”
P : “ Kok bisa dibagi separone?”
S : “ Ya kalau segini 6, berarti segini 3.”
P : “ Iya, alasannya kok bisa separone itu kenapa sih? Bisa dijelaskan
gak dek biar aku tau.”
S : “ Lha itu tadi lho mbak, A ke B kan 6 to mbak. Lha A ke D nya
3.”
P : “ Emm, pasti kayak gitu to dek? Di semua segitiga gitu? Kalau aku
punya segitiga ini dek.” (menyodorkan gambar segitiga sembarang)
“ Kan tadi ada garis gini kan, apa panjang ini juga setengahnya
kayak tadi?”
S : “ Bukan.”
P : “ Alasannya?”
S : “ Lha …” (diam dan tidak melanjutkan ucapannya)
Siswa bisa menghitung bahwa panjang AD adalah setengah
AB. Tapi siswa tidak memiliki alasan yang jelas.
Petikan 21
P : “ Bedanya sama yang tadi apa?”
S : “ Apa ya? Udahlah mbak jawabanku bener kan? Gambarnya kan
gitu.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Berdasarkan petikan 21, diketahui bahwa siswa menjawab soal
berdasarkan gambar saja. Siswa tidak memiliki alasan yang jelas dan
tepat.
Petikan 22
P : “ O ya udah oke berarti kamu cuma lihat dari gambar ya. Kamu
tau gak dek garis CD ini sebagai apa dari segitiga sama sisi?
Diajarin sifat-sifat segitiga kan?”
S : “ Ya diajarin mbak. Sisi itu mbak.” (terlihat ragu)
P : “ Sebagai apa?”
S : (tersenyum)
Berdasarkan petikan 22 siswa memiliki konsepsi bahwa CD
adalah sisi. Namun siswa terlihat masih ragu.
Petikan 23
P : “ Tak kasih tau ya dek, dari sifat-sifat segitiga sama sisi CD ini
sumbu simetri. Tau gak sumbu simetri itu apa? Garis yang apa
dek?.”
S : “ O iya mbak aku inget. Garis yang membagi segitiga menjadi
dua bagian yang sama kan.”
P : “ Ya. Kalau pada segitiga ini, sumbu simetri juga bukan?”
(menunjuk gambar segitiga sembarang yang sudah digambarkan
sebelumnya)
S : “ Bukan. Gak ada garis potong-potongnya kok mbak.”
P : “ Oh tidak ada garis putus-putus ini maksudnya?”
S : “ Heem.”
P: “ Kalau garisnya gak putus-putus, berarti apa dong namanya?”
S: “ Sisi mbak”
P: “Kok sisi?”
S: “Iya, kan sama-sama garis”
P: “Kata siapa kalau sama-sama garis berarti pasti sisi?”
S: “Ya iya kan mbak, sisi kan biasanya kayak gitu.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Siswa diberi tahu bahwa CD adalah sumbu simetri, bukan
merupakan sisi. Tapi ketika diberikan gambar yang hampir sama
dengan CD bukan berupa garis putus-putus, siswa yakin bahwa CD
adalah sisi. Siswa salah dalam memaknai sisi. Hal ini terjadi karena
pemikiran humanistik siswa.
b) Nomor 3b
Petikan 24
P: “Segitiga ABC ini segitiga apa to?”
S: “Sama sisi mbak”
P: “Kalau segitiga sama sisi tuh panjang sisinya gimana?”
S: “Panjang ketiga sisinya sama mbak”
P: “Nah kalau besar sudutnya gimana? Ada hubungannya gak?”
S: “Ya gak tau, gak ada satupun sudutnya yang diketahui. Kalau
panjang sisi tadi kan diketahui mbak”
P: “Kok di pekerjaanmu kemarin bisa 90˚ gimana?”
S: “Ngawur mbak, hehe”
Berdasarkan petikan 24, siswa tidak memahami konsep besar
sudut pada segitiga sama sisi. Siswa hanya asal mengerjakan saja.
Menurut siswa, besar sudut tersebut tidak dapat dicari karena tidak
ada satupun sudut yang diketahui besarnya.
c) Nomor 3c
Petikan 25
P: “Kalau luas daerah segitiga ABC berapa dek? Rumusnya apa?”
S: “1
x alas x tinggi2
”
P: “Alasnya yang mana?”
S: “Yang 6 cm mbak”
P: “Tingginya?”
S: “Yang 6 cm juga mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
P: “Segitiga ABC ini kan sama sisi, panjang sisi-sisinya 6 cm. yang
kamu anggap alas sisi 6 cm yang mana? Tingginya juga yang
mana?”
S: “Alasnya yang AB, tingginya yang BC”
Siswa sudah memahami rumus luas daerah segitiga. namun
siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan tingginya.
Petikan 26
P: “Kalau segitiga ini dek?” (menyodorkan sebuah gambar segitiga)
S: “Tingginya yang ini” (menunjuk sisi mendatar) “Alasnya yang ini”
(menunjuk sisi tegak)
P: “Sekarang yang segitiga BCE. Luas daerahnya berapa?”
S: “18 cm2 mbak”
P: “Dapet dari mana?”
S: “1
x alas x tinggi2
mbak. Alasnya yang BC”
P: “Tingginya?”
S: “CE”
P: “O ya oke dek. Kalau segitiga ABE dek, berapa luas daerahnya?”
S: “Mmm, 31,2 cm2 mbak. Alasnya AB, tingginya BE”
P: “Segitiga yang lain juga kamu kerjakan seperti itu ya. Selalu kayak
gitu ya dek?”
S: “Iya mbak”
Lagi-lagi siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan
tinggi segitiga. Kesalahan siswa memiliki pola yang sama, dimana
alas adalah sisi yang letaknya di sebelah kiri, sedangkan tinggi
merupakan sisi yang letaknya di sebelah kanan.
Petikan 27
P: “Emang kamu menetukan alas dan tingginya tadi berdasarkan
apa?”
S: “Ya memang selalu begitu mbak”
P: “Apa iya selalu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
S: “Iya mbak, lihat aja di buku catatanku”
P: “Trus satuan luas daerah segitiga apa?”
S: “cm2 mbak”
P: “Kok di pekerjaanmu satuannya cm?”
S: “Kurang teliti mbak”
Terjadi miskonsepsi siswa dalam hal mengklasifikasikan alas
dan tinggi. Hal ini terjadi karena contoh dan latihan soal yang
diberikan kurang variatif meskipun sebenarnya konsep alas dan tinggi
sudah diberikan. Siswa memahami satuan luas daerah segitiga.
d) Nomor 3d
Petikan 28
P: “Nomor 3d ini kan soal tentang keliling dek. Kok bisa 18+18+30
itu gimana? Keliling itu apa to dek?”
S: “Apa ya mbak? Seingatku, keliling itu nanti penjumlahan”
P: “Trus kok bisa 18+18+30 itu gimana?”
S: “Haha, aku ngawur mbak.”
P: “Wah kamu tu. Kamu belajar gak sebelumnya dek?”
S: “Belajar mbak, dari catetan”
P: “Lha kamu ngerti gak apa yang kamu catet?”
S: “Ya pokoknya aku nyatet dulu mbak, daripada dimarahi Pak Wi”
Siswa tidak memahami konsep keliling segitiga. Siswa tahu
bahwa keliling merupakan suatu penjumlahan, namun siswa tidak
paham sehingga tidak tahu apa yang harus dijumlahkan.
4) Nomor 4
Petikan 29
P: “Yaah. Eh dek sudut luar segitiga itu yang gimana sih?”
S: “Sudut yang di luar segitiga yae mbak”
P: “Di gambar ini yang mana sudut luarnya?”
S: “Aduh, mana ya?”
P: “Trus ini di pekerjaanmu kok bisa gini?”
S: “Bingung kok mbak. Hasilnya 10˚ ini lho. Caranya gak usah dilihat.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
P: “”Emang sebenarnya caranya gimana?
S: “Ya jumlah sudutnya ini 180˚, trus dikurangi sudut-sudut yang
diketahui ini”
Dari petikan 29 terlihat bahwa sebenarnya siswa sama sekali tidak
paham tentang sudut luar segitiga. Siswa menghitung besar sudut ACB
dengan menganggap sudut CAD adalah sudut dalam segitiga.
b. Subjek 2
1) Soal Nomor 1
Petikan 30
P: “O gitu. Gambar B tadi kan kita anggap dibuat dari kertas karton. Misal
kertas kartonnya tak gunting tengahnya gini dek (memperlihatkan
gambar), trus tengahnya ini tak ambil. Kertas karton yang tak ambil ini
merupakan model segitiga bukan?”
S: “Model segitiga mbak”
P: “Kalau yang sisanya ini?” (menunjuk gambar)
S: “Bukan model segitiga mbak”
P: “Trus namanya apa dek?”
S: “Itu berarti sisinya mbak”
P: “O gt ya, kok bisa bilang itu sisi darimana?”
S: “Ya iya, kan itu luarnya mbak. Berarti itu bukan model segitiga, tapi
cuma sisi”
Menurut siswa model segitiga adalah gambar B yang diilustrasikan
terbuat dari kertas karton. Siswa memiliki konsepsi bahwa gambar A
adalah sisi, bukan merupakan model segitiga.
2) Soal Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 31
S: “Yang C, D, dan E”
P: “Oke, emang menurutmu segitiga lancip itu segitiga yang gimana
dek, kok bisa bilang kalau segitiga C, D, E itu lancip?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
S: “Saya lihat dari ciri-cirinya mbak”
P: “Em, misal yang segitiga C. Kok merupakan segitiga lancip
kenapa?”
S: “Karena bentuknya”
Berdasarkan petikan 31 siswa menyebutkan bahwa segitiga C,
D, dan E merupakan segituga lancip. Hal ini didasarkan pada bentuk
segitiga pada gambar. Belum teridentifikasi apakah terjadi
miskonsepsi atau tidak dalam hal ini.
Petikan 32
P: “Macam-macam sudut itu ada tiga kan dek, coba sebutkan apa
aja?”
S: “Lancip, siku-siku, tumpul”
P: “Lihat yang gambar segitiga C. Sudut-sudutnya termasuk sudut
apa?”
S: “Lancip, tumpul, lancip”
P: “Kalau yang segitiga D?”
S: “Lancip, lancip, lancip”
P: “Yang E?”
S: “Sama mbak”
P: “Jadi, segitiga lancip itu apa?”
S: “Ya yang bentuknya lancip mbak”
Berdasarkan petikan 32, siswa sebenarnya memahami macam-
macam sudut. Akan tetapi, terjadi miskonsepsi tentang definisi
segitiga lancip.
Petikan 33
P: “Kalau misalnya 110, 20˚, dan 50˚ lancip juga gak?”
S: “Ya sama”
Petikan 33 memperkuat bukti bahwa terjadi miskonsepsi
siswa pada pengertian segitiga lancip. Siswa mendefinisikan segitiga
lancip sebagai segitiga yang salah satu sudutnya lancip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
b) Nomor 2b
Petikan 34
S: “Yang B mbak”
P: “Kenapa kok yang B?”
S: “Karena punya sudut siku-siku”
P: “Besarnya?”
S: “90˚ mbak”
P: “Kalau jenis sudut-sudut pada segitiga B ini apa aja?”
S: “Lancip, siku-siku, lancip”
P: “Berarti segitiga B merupakan segitiga lancip juga bukan?”
S: “Iya mbak. Tadinya mau tak tulis juga tapi gak jadi”
Menurut siswa, segitiga B merupakan segitiga siku-siku. Tapi
karena salah satu sudut pada segitiga B merupakan sudut lancip, maka
segitiga B juga bisa dikatakan sebagai segitiga lancip.
c) Nomor 2c
Petikan 35
S: “Yang C”
P: “Kok bisa kenapa dek? Eh bentar, yang C tadi bukannya lancip?”
S: “Iya mbak. Tapi juga tumpul.”
P: “O bisa ya dek kayak gitu?”
S: “Iya mbak, kan sudut ada tiga macam. Jadi ya bisa.”
Berdasarkan petikan 35, terjadi miskonsepsi bahwa segitiga
tumpul bisa juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu
sudutnya merupakan sudut lancip. Hal ini terjadi karena pemahaman
siswa tentang segitiga lancip salah. Selain itu juga terdapat penerapan
konsep sudut yang salah.
d) Nomor 2d
Petikan 36
S: “Yang C”
P: “Segitiga C sama kaki karena apa dek?”
S: “Karena garisnya berbeda”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
P: “Garis yang berbeda tu gimana maksudnya? Kalau yang gambar D
ini sama kaki bukan?”
S: “Bukan mbak, yang D kan garisnya sama”
P: “Yang merupakan segitiga sama kaki yang garisnya sama atau
berbeda?”
S: “Berbeda mbak”
Siswa menyebutkan bahwa segitiga C adalah segitiga sama
kaki. Hal ini sudah benar, tetapi alasan yang diberikan siswa tidak
logis dan belum bisa dimengerti. Jadi, terdapat miskonsepsi siswa
tentang pengertian segitiga sama kaki, dimana segitiga sama kaki
adalah segitiga yang garisnya berbeda. Pengertian garis berbeda dan
garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa
tentang bentuk segitiga yang ada.
e) Nomor 2e
Petikan 37
S: “Yang D”
P: “Karena?”
S: “Karena garisnya sama”
P: “O ya oke dek. Aku tau maksudmu. Diajarin Pak Wi kayak gitu
dek?”
S: “Jarang bahas yang kayak gini sih mbak, tapi aku niteni gitu kok
mbak”
Berdasarkan petikan 37, terdapat kesalahan konsep pengertian
segitiga sama sisi sehingga salah mengklasifikasikan segitiga mana
yang merupakan segitiga sama sisi. Menurut siswa segitiga D
merupakan segitiga sama sisi karena garisnya sama. Pengertian garis
sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa yang
didasarkan pada bentuk segitiga. Miskonsepsi ini terjadi karena guru
kurang memberi penekanan konsep segitiga sama sisi sehingga siswa
cenderung menggeneralisasi contoh-contoh soal yang pernah ditemui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Petikan 38
P: “Misalnya sebuah segitiga panjang sisinya 5 cm, 7 cm, 14 cm
berarti termasuk segitiga apa dek?”
S: “Kalau digambarkan kayak apa dulu mbak?”
P: “Berarti kalau mau menentukan jenis segitiga yang berdasarkan
panjang sisinya harus digambar dulu?”
S: “Iya mbak, biar tahu garisnya sama atau gak”
Terjadinya miskonsepsi tentang jenis segitiga berdasarkan
panjang sisinya karena kurangnya penekanan konsep. Selain itu
terdapat kebiasaan guru untuk mewujudkan soal dalam bentuk
gambar. Akibatnya, siswa tidak memperhatikan konsep yang
sebenarnya sudah disampaikan dan menganggap bahwa untuk
mengetahui jenis segitiga yang dimaksud haruslah dibuat gambarnya
terlebih dahulu.
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 39
S: (diam agak lama) “6 mbak”
P: “Kok bisa dek?”
S: (diam agak lama lagi) “Lha itu ada tandanya yang menyatakan
kalau panjangnya sama mbak”
Siswa menjawab dengan benar. Tetapi siswa sebenarnya tidak
mengerti konsep kesamaan panjang sisi pada segitiga sama sisi. Siswa
menjawab benar karena pada gambar terdapat tanda sama panjang.
Petikan 40
P: “Oke. Nah panjang BE kan 10,4. Panjang BF berapa?”
S: “Em, BF sama kayak AC mbak. 6 cm.”
P: “Kok bisa dek?”
S: “Karena ini lurus mbak” (menunjuk ruas garis BC dan BF)
P: “Lurus gimana?”
S: “Lurus dari BC”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
P: “O kalau gitu berarti panjangnya sama to?”
S: “Iya mbak”
Berdasarkan petikan 40, terlihat bahwa terjadi kesalahan
konsepsi siswa yaitu panjang BF sama dengan panjang BC yang
merupakan sisi miring dari segitiga BCF. Hal ini terjadi karena aspek
praktis siswa sehingga siswa berfikir jika sisi miring BC diluruskan
akan sama dengan BF.
b) Nomor 3b
Petikan 41
S: “Nomer b aku gak bisa mbak”
P: “Lha itu ada jawabannya. 216-180 itu didapat darimana?”
S: “Ngawur kok mbak”
Berdasarkan petikan 41 siswa tidak paham konsep sifat-sifat
segitiga terkait dengan besar sudut.
c) Nomor 3c
Petikan 42
S: “Eh alas kali tinggi”
P: “Beneran rumusnya itu?”
S: “Iya mbak”
P: “Asalnya darimana?”
S: “Lha gak tau mbak, dulu langsung dikasih rumus gitu sama Pak
Wi”
P: “Kalau diminta mencari luas daerah segitiga ABC. Berarti alasnya
yang mana, tingginya yang mana?”
S: “Alasnya yang ini” (menunjuk BC) “Tingginya yang ini”
(menunjuk AB)
Siswa salah menyebutkan rumus daerah luas segitiga. Selain
itu, siswa juga salah dalam menetukan alas dan tinggi segitiga. Siswa
tidak memahami konsep ini karena kurangnya penekanan konsep.
Guru tidak menggunakan alat peraga atau membimbing siswa untuk
menemukan sendiri rumus segitiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Petikan 43
S: “Ya pokoknya alas itu sisi yang di bawah mbak. Mendatar boleh,
miring boleh. Kalau tinggi tuh yang tegak. Tapi kadang miring juga
gak papa”
P: “Alas dan tinggi harus sama-sama sisi?”
S: “Iya mbak”
P: “Trus tinggi selalu yang sisi tegak? Kalau saya balik boleh gak,
tinggi yang mendatar?”
S: “Gak boleh. Namanya aja tinggi, ya berarti yang tegak”
P: “Satuan luas daerah segitiga tadi apa?”
S: “cm2 mbak”
Terjadi miskonsepsi tentang alas dan tinggi. Siswa memiliki
konsepsi bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan sisi dari
segitiga. Tinggi segitiga merupakan sisi yang tegak. Hal ini terjadi
karena salah makna kata yang dipengaruhi bahasa sehari-hari. Di sini
siswa sudah memahami satuan luas daerah segitiga.
d) Nomor 3d
Petikan 44
S: “Keliling ya panjang semua sisinya”
P: “Kalau keliling segitiga rumusnya apa?”
S: “Sisi+sisi+sisi mbak”
Berdasarkan petikan 44 siswa paham konsep keliling. Siswa
juga bisa menyebutkan rumus keliling dengan tepat.
Petikan 45
P: “Keliling segitiga ABE gimana nyarinya?”
S: “Ya tinggal panjang ketiga sisinya dijumlah. 12+6+10,4. Hasilnya
28,4.”
P: “Pada segitiga ABE, BC merupakan sisi bukan?”
S: “Bukan mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Siswa bisa mengaplikasikan rumus keliling segitiga dengan
tepat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa benar-benar memahami
konsep keliling segitiga
4) Soal Nomor 4
Petikan 46
S: “Gak bisa mbak. Aku kalau masalah sudut-sudut gak tau”
P: “Sebabnya kenapa dek, kok tiap ada soal tentang sudut kamu gak
bisa?”
S: “Aku sering bingung mbak. Soalnya di bab sebelumnya aku juga
bingung”
P: “Ooo, lha kamu kok gak tanya Pak Wi kalau bingung?”
S: “Gak mbak, aku takut”
Berdasarkan petikan 46, siswa sama sekali tidak paham konsep
sudut luar segitiga. Selain itu siswa juga tidak paham konsep segitiga
dalam. Hal ini terjadi karena siswa kurang paham konsep di bab
sebelumnya, yaitu garis dan sudut. Siswa tidak berani bertanya kepada
guru karena takut.
c. Subjek 3
1) Soal Nomor 1
Petikan 47
P: “Jadi ketiga gambar ini merupakan model segitiga dek?”
S: “Iya mbak”
P: “Pengertian segitiga itu apa sih dek menurutmu?”
S: “Pokoknya tiga sisi itu lho mbak”
P: “Bangun yang gimana dek?”
S: “Bangun yang dibentuk oleh tiga sisi mbak”
P: “Jadi meskipun ada yang lengkung itu juga model segitiga dek?”
S: “Iya mbak, yang penting tiga sisinya disambungkan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Berdasarkan petikan 47 terjadi kesalahan konsep segitiga pada
siswa. Menurut siswa segitiga adalah bangun yang dibentuk oleh tiga sisi,
tidak peduli apakah sisi pembentuknya lurus atau lengkung.
Petikan 48
P: “Emm sekarang misal saya punya kertas karton berbentuk seperti
gambar B ini. Kan bentuknya kayak gitu. Kalau misal saya gunting
seperti ini (menunjukkan gambar) trus saya ambil dalamnya, yang tersisa
model apa dek?”
S: “Masih model segitiga mbak”
P: “Kalau dalamnya tadi yang saya ambil?”
S: “Itu juga, kan sisinya juga tiga”
P: “Kalau misalnya kertas karton yang saya gunting bentuknya seperti
gambar C gimana dek?”
S: “Ya asalkan sisinya tetap tiga, berarti model segitiga”
Siswa mempertahankan konsepsinya yang salah tentang segitiga.
Siswa sama sekali tidak memperhatikan konsep daerah segitiga yang
terkandung dalam gambar B.
Petikan 49
P: “Okelah. Nah kalau daerah segitiga kamu tau gak dek?”
S: “Apa ya mbak? Daerahnya segitiga to?”
P: “Ya bisa dikatakan seperti itu. Tau gak?”
S: “Enggak mbak”
P: “Di kelas dijelaskan gak dek tentang segitiga dan daerah segitiga?”
S: “Saya pernah dengar dari Pak Wi sih mbak, tapi gak begitu mudeng
soalnya hanya sekilas. Di buku juga gak ada.”
Siswa tidak paham konsep daerah segitiga. Konsep ini hanya
dibahas sekilas saat pelajaran. Tidak ada penekanan konsep dari guru.
2) Soal Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 50
S: “Yang segitiga F mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
P: “Kenapa dek kok yang F merupakan segitiga lancip?”
S: “Karena berbentuk lancip mbak”
P: “Cuma segitiga F ya? Kalau yang C gimana?”
S: “Emm, lancip juga mbak”
Berdasarkan petikan 50, siswa menyebutkan bahwa segitiga C
dan F merupakan segitiga lancip. Hal ini berdasarkan bentuk dari
segitiga.
Petikan 51
P: “Kalau yang D dek?”
S: “Itu sama kaki nhu mbak”
P: “Berarti bukan segitiga lancip dek?”
S: “Bukan mbak, itu segitiga sama kaki”
P: “Kalau yang C tadi gimana?”
S: “Sebentar mbak. Yang C segitiga sama kaki ding mbak.”
P: “Lho kok berubah, bukan segitiga lancip?”
S: “Bukan mbak”
P: “Kenapa?”
S: “Kan panjang sisinya ada yang sama”
P: “Em, gak bisa ya dek segitiga D tadi disebut segitiga lancip dan
segitiga sama kaki gitu?”
S: “Ya gak bisa mbak, masak punya dua nama”
Berdasarkan petikan 51 siswa mengatakan bahwa segitiga C
bukan merupakan segitiga lancip, tapi merupakan segitiga sama kaki.
Begitu juga dengan segitiga D. Siswa juga mengatakan bahwa sebuah
segitiga tidak bisa dikatakan sebagai segitiga lancip dan segitiga sama
kaki sekaligus. Terjadi miskonsepsi dalam hal ini.
Petikan 52
P: “O jadi kalau sama kaki ya sama kaki aja, kalau lancip ya lancip aja
gitu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
S: “Iya mbak. Dulu dijelasinnya pertama kali segitiga lancip. Trus
dilanjutin segitiga sama kaki. Gak ada segitiga sama kaki sekaligus
lancip”
Miskonsepsi terjadi karena guru tidak mengaitkan satu konsep
dengan konsep lainnya. Sehingga siswa memandang konsep-konsep
tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
Petikan 53
S: “Segitiga yang bentuknya lancip mbak”
P: “Besar sudutnya?”
S: “45˚ mbak”
P: “Itu pasti?”
S: “Enggak”
Siswa kembali mengemukakan bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang bentuknya lancip. Tetapi siswa tidak memiliki konsepsi
tentang besar sudut-sudut pada segitiga lancip.
b) Nomor 2b
Petikan 54
P: “Kalau gitu yang segitiga B gimana dek?”
S: “Itu segitiga siku-siku mbak, kan ada sudut yang besarnya 90˚”
P: “Di lembar jawab kok kamu bilang sisi?”
S: “Maksudnya sudut mbak”
P: “Bentuknya lancip juga gak?”
S: “Lancip sih, tapi ada yang 90˚nya”
P: “Tidak termasuk segitiga lancip?”
S: “Tidak mbak”
Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah segitiga siku-siku
karena memiliki sudut yang besarnya 90˚. Hal ini sudah sesuai dengan
konsep yang ada. Akan tetapi ternyata terjadi miskonsepsi karena
gambar. Siswa menganggap segitiga B juga segitiga lancip. Tetapi
karena salah satu sudutnya 90˚ maka dikatakan segitiga B adalah
segitiga siku-siku. Hal ini berhubungan juga dengan konsepsi siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
yang mengatakan bahwa sebuah segitiga tidak mungkin punya dua
nama.
c) Nomor 2c
Petikan 56
S: “Yang segitiga E”
P: “Kenapa dek?”
S: “Gak tau i mbak”
P: “Segitiga tumpul itu yang gimana emangnya dek kalau dilihat ciri-
cirinya?”
S: “Yang sisinya berbeda semua”
Menurut siswa segitiga E adalah segitiga tumpul karena
panjang semua sisinya berbeda. Masih belum bisa dipastikan apakah
terjadi miskonsepsi atau tidak dalam hal ini.
Petikan 57
P: “Kalau sudut tumpul kamu tau gak?”
S: “Gak tau mbak”
P: “Kalau sudut siku-siku?”
S: “90˚”
P: “Kalau sudut lancip?”
S: “Sudut lancip kalau gak 45˚ ya 60˚ mbak”
P: “Oh itu pasti ya?”
S: “Enggak mbak”
P: “Lha terus dek?”
S: “Gak tau mbak, hehe”
Berdasarkan petikan 57 ternyata siswa tidak memahami konsep
prasyarat. Siswa hanya tahu bahwa sudut siku-siku adalah sudut yang
besarnya 90˚. Sedangkan untuk besar sudut lancip dan tumpul siswa
tidak tahu. Hal inilah yang menjadi penyebab miskonsepsi siswa pada
segitiga lancip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
d) Nomor 2d
Petikan 58
S: “Yang D dan C”
P: “Alasannya?”
S: “Karena dua kakinya punya panjang yang sama”
Berdasarkan petikan 58, siswa sudah memiliki konsepsi yang
benar tentang segitiga sama kaki. Siswa tahu bahwa segitiga sama kaki
adalah segitiga yang kedua kakinya sama panjang.
e) Nomor 2e
Petikan 59
S: “Yang A mbak”
P: “Kalau saya ngomong segitiga A sama kaki bener atau salah?”
S: “Segitiga A sama sisi kok mbak”
P: “Berarti saya tadi salah?”
S: “Salah”
Konsepsi siswa tentang segitiga sama sisi sudah benar. Tapi
terjadi miskonsepsi sebagian yang menyatakan bahwa segitiga sama
sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Hal ini disebabkan oleh
konsepsi siswa bahwa sebuah segitiga tidak mungkin mempunyai lebih
dari satu nama.
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 60
P: “Yang a dulu. Panjang AB berapa cm?”
S: “6 cm”
P: “Dapat dari mana?”
S: “Segitiganya kan sama sisi”
P: “Kalau panjang AD berapa?”
S: “3 cm”
P: “Di sini kamu tulis 6/2 ya. Kok bisa gitu?”
S: “AD kan setengahnya AB mbak.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
P: “Taunya?”
S: “Kalau segitiga sama sisi kan gitu mbak”
P: “Trus yang panjang BF kok bisa dapat 5cm?”
S: “Aku salah mbak, harusnya 5,2 cm”
P: “Dapat darimana?”
S: “10,4 dibagi 2”
P: “Kok bisa?”
S: “Segitiga sama kaki mbak”
Siswa bisa menghitung panjang sisi dan ruas garis yang
ditanyakan dengan benar. Siswa juga dapat mengungkapkan
alasannya. Jadi, siswa memahami konsep sifat-sifat segitiga sama kaki
dan sama sisi terkait panjang sisi.
Petikan 61
P: “Emangnya segitiga sama sisi dan sama kaki kenapa kok bisa
separonya2 gitu?”
S: “Itu lho mbak, kan ada garis yang membagi dua sama besar”
P: “Yang mana?”
S: “Yang garis putus-putus”
P: “Kalau misal garisnya gak putus-putus?’
S: “Ya sama aja tetap membagi dua sama besar”
P: “Itu pasti ya?”
S: “Pasti mbak”
P: “Kalau panjang CE kok bisa dapat 6cm dari mana?”
S: “Sama kayak BC mbak, kan sama kaki”
Berdasarkan petikan 61, siswa memiliki konsepsi yang benar
tentang sumbu simetri. Selain itu, siswa juga bisa mengaitkan
hubungan kesimetrisan dengan panjang ruas garis yang ditanyakan.
b) Nomor 3b
Petikan 62
S: “Besar sudut segitiga kan 180˚. Itu dikurangi sisi-sisinya”
P: “Caranya emang gitu ya?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
S: “Emm, iya mbak. Apa aku salah?”
P: “Ya gak tau, makanya aku tanya karena penasaran dengan
jawabanmu. Hehe. Kalau yang sudut BEC?”
S: “Ya sama aja mbak caranya”
P: “Dapet cara kayak gitu darimana?”
S: “Tak inget-inget aja mbak”
Siswa memiliki konsepsi yang benar bahwa jumlah sudut
dalam segitiga adalah 180˚. Namun siswa tidak paham sifat-sifat
segitiga sama kaki dan sama sisi terkait dengan besar sudut. Siswa
menghitung besar sudut yang ditanyakan dengan mengurangkan 180˚
dengan panjang sisi-sisinya.
c) Nomor 3c
Petikan 62
S: “1
2xaxt ”
P: “Yang luas daerah ABC kamu tuliskan 1
6 62
x x . Itu 6 yang mana
sama yang mana?”
S: “Yang BC sama yang AB mbak”
P: “Alasnya yang mana, tingginya yang mana?”
S: “Alasnya yang BC tingginya yang AB”
P: “Kok bisa gitu? Kalau saya balik boleh gak?”
S: “Gak boleh mbak. Pokoknya tingginya yang AB. Tinggi kan tegak
mbak. Masak tinggi mendatar.”
Siswa memiliki konsep teoritik yang benar untuk luas segitiga.
Siswa menyebutkan bahwa rumus luas segitiga adalah 1
2xaxt . Akan
tetapi, terjadi miskonsepsi dalam penentuan alas dan tinggi segitiga.
Siswa memiliki konsepsi bahwa tinggi segitiga haruslah tegak. Hal ini
terjadi karena pengaruh bahasa sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Petikan 63
P: “Emm, yang luas daerah segitiga CEG ini kok gak kamu
lanjutkan?”
S: “Oh itu saya tau rumusnya, tapi saya gak tau mana alas dan
tingginya”
P: “Oh gitu. Kok bisa gak tau?”
S: “Lha gak ada sisi tegaknya.”
Siswa mempertahankan konsepsinya yang salah tentang tinggi
segitiga. saat mencari luas daerah segitiga CEG siswa tidak
melanjutkan jawabannya karena siswa tidak menemukan sisi tegak.
Akibatnya, siswa tidak dapat menentukan tinggi segitiga.
d) Nomor 3d
Petikan 64
S: “Sisi+sisi+sisi mbak”
P: “Emm, sekarang kalau ada segitiga seperti ini. (Menyodorkan
sebuah segitiga sama kaki). kalau misalnya ada yang mengerjakan
K=10+13+13+12 gitu bener gak?”
S: “Emm salah”
P: “Harusnya gimana?”
S: “Harusnya 10+13+13”
P: “Lha yang panjangnya 12 ini sisi bukan?”
S: “Bukan mbak”
Siswa dapat menyebutkan rumus keliling segitiga dengan tepat.
Selain itu, siswa juga bisa menetukan bagian mana yang merupakan
sisi segitiga. tidak terdapat miskonsepsi dalam hal ini.
4) Soal Nomor 4
Petikan 65
S: “180˚-65˚”
P: “Itu udah ketemu besar sudut ACB?”
S: “Iya mbak’
P: “Emang rumusnya gimana to dek?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
S: “Gak ada rumusnya. Jumlah sudut dalam segitiga kan 180˚”
P: “Trus gimana? Ini yang diketahui baru satu sudutnya to dek”
S: “Iya, trus dicari sudut yang lain”
P: “Caranya?”
S: “Ya 180˚-65 tadi mbak”
P: “Lha sudut satunya lagi?”
S: “Udah diketahui mbak, 105˚ tadi”
P: “ Trus kok gak ikut dikurangkan tadi?”
S: “Gak mbak, lha ini sudutnya di luar kok”
Siswa sebenarnya mengerti bahwa sudut CAD adalah sudut luar
segitiga. Namun siswa tidak memahami konsep teoritik sudut luar segitiga,
sehingga siswa tidak dapat menentukan besar sudut ACB dengan benar.
Siswa berusaha mencari besar sudut ACB dengan mengurangi 180˚ oleh
besar sudut dalam lain yang diketahui pada soal.
d. Subjek 4
1) Soal Nomor 1
Petikan 67
S: “Gambar B mbak”
P: “Alasannya apa?’
S: “Kan dibuat dari kertas karton to mbak misalnya”
P: “Iya. Emangnya kenapa kalau dari kertas karton?”
S: “Berarti kan pinggir-pinggirnya lurus. Selain itu kan gak bolong”
Berdasarkan petikan 67, siswa memperhatikan ilustrasi yang
diberikan pada soal. Menurut siswa, gambar B adalah model segitiga.
Di sini belum terlihat apakah terjadi miskonsepsi atau tidak.
Petikan 68
S: “Saya pikir sendiri mbak. Menurut saya model segitiga harus ada
isinya, biar bisa dicari luas segitiganya”
P: “Yang punya luas tuh segitiga atau daerah segitiga dek?”
S: “Maksudnya mbak?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
P: “Ya itu tadi, yang bisa dihitung luasnya tuh segitiganya atau daerah
segitiganya?”
S: “Segitiga mbak, kan luas segitiga”
Berdasarkan petikan 68, terjadi miskonsepsi pada konsep
segitiga. Konsepsi tentang segitiga siswa tercampur dengan
konsepsinya tentang daerah segitiga. Hal ini terjadi karena banyaknya
penggunaan istilah “luas segitiga”.
2) Soal Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 69
S: “D, A, E”
P: “Alasannya?”
S: “Karena sudutnya lancip mbak”
P: “Maksudnya?”
S: “Hehe, ya ada sudutnya yang lancip”
P: “Minimal berapa buah sudutnya yang lancip?”
S: “Satu mbak”
Jawaban siswa sudah tepat, yaitu segitiga A, D, E
merupakan segitiga lancip. Tetapi alasan yang diberikan siswa
menunjukkan adanya miskonsepsi yaitu segitiga lancip adalah
segitiga yang paling tidak satu sudutnya lancip. Terjadi
simplifikasi yang mengakibatkan miskonsepsi.
b) Nomor 2b
Petikan 70
S: “Yang segitiga B mbak. Alasannya karena ada tanda yang
menyatakan siku-siku.”
P: “Kalau tandanya tak hilangin gimana?”
S: “Ya gak tau mbak”
Menurut siswa, segitiga B adalah segitiga siku-siku.
Alasannya adalah karena ada tanda siku-siku. Terlihat bahwa siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
menjawab berdasarkan gambar yang diberikan. Diduga hal ini
menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
Petikan 71
P: “Misalnya ada segitiga dengan besar sudutnya 60˚, 90˚, dan 30˚.
Itu segitiga apa dek?”
S: “Lancip mbak”
P: “Beneran?”
S: “Iya mbak. Eh coba digambar dulu mbak”
Petikan 71 menguatkan dugaan adanya miskonsepsi siswa
pada konsep segitiga siku-siku. Siswa bisa menyatakan suatu
segitiga merupakan segitiga siku-siku atau tidak jika segitiga
tersebut digambarkan lengkap dengan tanda siku-sikunya.
c) Nomor 2c
Petikan 72
S: “F dan C”
P: “Alasannya?”
S: “Karena sudutnya tumpul”
P: “Berapa sudut?”
S: “Satu aja cukup”
Berdasarkan petikan 72 siswa sudah paham konsep segitiga
tumpul. Siswa mengetahui pengertian segitiga tumpul dan dapat
menentukan segitiga mana saja yang merupakan segitiga tumpul.
d) Nomor 2d
Petikan 73
S: “Yang C dan D mbak”
P: “Segitiga sama kaki tuh segitiga yang gimana dek?”
S: “Yang kedua kakinya sama panjang”
P: “Kalau yang A ini?”
S: “Sama sisi mbak”
P: “Sama kaki juga bukan?”
S: “Bukan, kan sama sisi”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
P: “Coba dilihat panjang sisinya. Kedua kakinya sama panjang
gak?”
S: “Iya mbak. Trus sama kaki atau sama sisi?”
P: “Hehe, kok malah balik tanya. Boleh gak segitiga A masuk
kedua-duanya?”
S: “Ya gak boleh”
Berdasarakan petikan 73, siswa sebenarnya sudah mengerti
bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga yang kedua kakinya sama
panjang. Tetapi siswa mengatakan bahwa segitiga sama sisi
bukanlah segitiga sama kaki meskipun kedua kakinya juga sama
panjang. Miskonsepsi ini terjadi karena guru tidak memberikan
adanya kaitan antarkonsep.
e) Nomor 2e
Petikan 74
P: “Berarti segitiga A segitiga apa?”
S: “Sama sisi mbak”
P: “Kenapa dek?”
S: “Tuh panjang sisinya 5 cm semua”
Konsepsi siswa tentang segitiga sama sisi sudah benar.
Alasan yang diberikan pun juga tepat.
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 75
P: “Sekarang nomor 3a. Panjang AB berapa dek?”
S: “6 cm mbak”
P: “Kok bisa dek?”
S: “Karena segitiga sama sisi mbak”
Berdasarkan petikan 75, siswa dapat menentukan panjang
AB dengan tepat dan alasan yang benar. Terlihat bahwa siswa
memahami konsep sifat-sifat segitiga sama sisi terkait dengan
panjang sisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Petikan 76
P: “Sekarang kalau panjang AD berapa?”
S: “Gak tau mbak, tergantung panjang BD nya”
Berdasarkan petikan 76, siswa tidak paham konsep
kesimetrian pada segitiga sama sisi. Menurut siswa, untuk mencari
panjang AD harus diketahui pula panjang BD.
Petikan 77
P: “Panjang CE bisa dapat 6 cm dari mana?”
S: “Sama kayak BC mbak, kan sama kaki”
Berdasarkan petikan77, siswa dapat menetukan panjang CE
dengan tepat dan alasan yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa
siswa memahami konsep segitiga sama kaki terkait dengan panjang
sisi-sisinya.
Petikan 78
P: “Kalau BF nya dek?”
S: “Emm, gak tau mbak. Tergantung panjang EF berapa to. Nanti
10,4 dikurangi EF”
Berdasarkan petikan 78, siswa berpendapat bahwa untuk
mencari panjnag BF harus diketahui panjang EF terlebih dahulu.
Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep
kesimetrisan pada segitiga sama kaki.
b) Nomor 3b
Petikan 79
P: “Yang 3b sekarang. Besar sudut ABC berapa dek?”
S: “60˚ mbak”
P: “Alasannya dek?”
S: “Karena segitiganya sama sisi”
Berdasarkan petikan 79 siswa menjawab benar dengan
alasan yang logis. Akan tetapi belum diketahui apakah siswa
benar-benar memahami sifat segitiga sama sisi terkait dengan besar
masing-masing sudutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Petikan 80
P: “Dapatnya dari mana?”
S: “Nyarinya gitu? Emm aku gak tau mbak. Tapi kalau
60˚+60˚+60˚ bener jumlahnya 180˚ kan”
Berdasarkan petikan 80, siswa memahami bahwa besar
masing-masing sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Meskipun
siswa tidak tahu bagaimana proses mendapatkannya, tapi siswa
mampu menghubungkan konsep ini dengan konsep jumlah sudut
dalam segitiga.
Petikan 81
P: “Kalau besar sudut BEC dek?”
S: “Sama dengan besar sudut ACD mbak”
P: “Kok bisa sama?”
S: “Kan sehadap mbak”
P: “Kalau sudut ACD besarnya berapa dek?”
S: “Gak tau mbak. Emang besar sudut BCD berapa?”
Siswa menggunakan konsep sudut sehadap untuk mencari
besar sudut BEC. Sudut BEC sehadap dengan sudut ACD. Namun,
siswa tidak dapat mencari besar sudut ACD karena besar sudut
BCD tidak diketahui. Siswa tidak memahami konsep kesimetrian
pada segitiga sama sisi.
c) Nomor 3c
Petikan 82
S: “1
2xaxt ”
P: “a apa, t apa?”
S: “alas dan tinggi”
Berdasarkan petikan 82, siswa sudah memiliki konsepsi
yang benar tentang luas segitiga.
Petikan 83
P: “Alas dan tingginya yang mana?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
S: “DC dan AD mbak. Tapi gak aku lanjutin, soalnya aku gak tau
panjangnya”
P: “Kenapa kok alas dan tingginya itu dek?”
S: “Kan harus saling tegak lurus to mbak”
Siswa memiliki konsepsi yang benar bahwa alas dan tinggi
segitiga harus tegak lurus. Namun terjadi miskonsepsi dalam
penentuan alas dan tinggi segitiga tersebut. Terjadi simplifikasi
makna sehingga siswa memandang bahwa DC tegak lurus AD saja,
bukan AB. Oleh karena itu ditentukanlah DC sebagai alas dan AD
sebagai tinggi. Namun siswa tidak melanjutkan pekerjaanya karena
siswa tidak bisa mencari panjang DC dan AD.
Petikan 84
P: “Oke. Sekarang misalnya kita punya segitiga ABC seperti
gambar. Diketahui Luas daerah ACD nya 20cm2. Kita bisa
mencari luas daerah BCD gak?”
S: “Bisa mbak”
P: “Berapa?”
S: “Ya harus diketahui dulu Luas daerah ABC nya berapa”
P: “Misal Luas daerah ABC tidak diketahui?”
S: “alas dan tingginya yang harus diketahui”
P: “Jadi kalau tanpa diketahui itu semua kita tidak bisa tau luas
daerah segitiga BCD ya?”
S: “Iya mbak”
Berdasarkan petikan 84, siswa tidak dapat menghubungkan
konsep kesimetrisan dengan konsep luas daerah. Siswa
berpendapat bahwa untuk mencari luas daerah segitiga BCD, harus
diketahui alas dan tinggi atau luas daerah segitiga ABC terlebih
dahulu.
d) Nomor 3d
Petikan 85
S: “Jumlah panjang sisi segitiga mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
P: “Keliling segitiga ABC berapa?”
S: “18 mbak”
P: “Caranya?”
S: “A+B+C”
P: “A, B, C apaan?”
S: “Panjang sisinya maksudku”
P: “Oke. CD sisi bukan dek?”
S: “Bukan”
P: “Pada segitiga ABE, BC sisi bukan?”
S: “Sisi mbak”
Siswa memiliki konsepsi yang benar tentang keliling
segitiga. Siswa menuliskan A, B, dan C sebagai simbol dari sisi-
sisi segitiga. Siswa salah dalam mengklasifikasikan sisi. Siswa
menganggap pada segitiga ABE, BC merupakan sisi.
4) Soal Nomor 4
Petikan 86
P: “Besar sudut ACB berapa?”
S: “10˚ mbak”
P: “Caranya gimana?”
S: “ 180ABC ACB CAD d. Trus dimasukkan angkanya,
ketemu 10˚”
Siswa menyampurkan konsep sudut dalam dengan konsep
sudut luar segitiga. Untuk mencari besar sudut ACB, siswa
menggunakan persamaan jumlah sudut dalam segitiga.
e. Subjek 5
1) Soal Nomor 1
Petikan 87
S: “Gambar A mbak”
P: “Alasannya kenapa dek?”
S: “Gak tak kasih alasan mbak”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
P: “Tapi tentunya kamu jawab segitiga A itu ada alasannya kan dek”
S: “Aku pilih yang A karena biasanya misal di soal-soal gitu juga gak
diarsir kok mbak”
P: “O dari itu. Tapi sebenarnya tau gak bedanya gambar A dan B?”
S: “Gak tau mbak”
Menurut siswa, model segitiga yang sesuai adalah gambar A.
Namun alasan yang diberikan siswa hanya didasarkan pada
pengamatannya terhadap contoh-contoh soal. Siswa sebenarnya tidak
memahami konsep segitiga dan konsep daerah segitiga.
2) Soal Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 88
S: “Segitiga E”
P: “Segitiga lancip itu segitiga yang bagaimana dek?”
S: “Segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚”
P: “Satu sudut, dua sudut, atau semua sudutnya?”
S: “Semua sudutnya mbak”
P: “Selain itu ada lagi?”
S: “Yang D mbak”
P: “Udah?”
S: “Ya”
Berdasarkan petikan 88, siswa memiliki konsepsi yang
benar tentang segitiga lancip, yaitu segitiga yang semua sudutnya
kurang dari 90˚.
b) Nomor 2b
Petikan 89
S: “Segitiga B mbak. Karena sudutnya 90˚.”
P: “Berapa sudut sih?”
S: “Satu aja mbak”
P: “Kalau sudut siku-sikunya dua?”
S: “Segitiga siku-siku juga”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
P: “Kok gitu?”
S: “Kan minimal satu sudutnya siku-siku”
Berdasarkan petikan 89, diketahui bahwa siswa memahami
konsep segitiga siku-siku dengan baik.
c) Nomor 2c
Petikan 90
S: “Yang C dan F mbak”
P: “Pengertian segitiga tumpul itu apa?”
S: “Segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚”
P: “Satu sudut, dua sudut, atau tiga sudutnya?”
S: “Satu sudut mbak yang tumpul”
Berdasarkan petikan 90, siswa memiliki konsepsi yang
benar tentang segitiga tumpul, yaitu segitiga yang salah satu
sudutnya lebih dari 90˚.
Petikan 91
P: “Kalau dua sudut yang tumpul bisa?”
S: “Ya mungkin aja mbak”
P: “Segitiga tumpul juga bukan?”
S: “Ya iya. Satu sudut aja udah termasuk segitiga tumpul. Apalagi
dua mbak.”
Berdasarkan petikan 91, siswa tidak dapat menghubungkan
konsep segitiga tumpul dengan konsep besar sudut dalam segitiga.
Siswa berpikir bahwa suatu segitiga mungkin saja memiliki dua
buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah siswa memandang
konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
d) Nomor 2d
Petikan 92
S: “Yang D”
P: “Ada lagi gak dek?”
S: “Gak ada kayaknya mbak”
P: “Dilihat lagi coba. Segitiga E sama kaki bukan?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
S: “Bukan mbak”
P: “Kenapa?”
S: “Panjang sisinya gak ada yang sama”
Berdasarkan petikan 92, siswa memahami konsep segitiga
sama kaki. Siswa dapat membedakan segitiga sama kaki dan
segitiga sembarang dengan melihat panjang sisi-sisinya.
Petikan 93
P: “Oke. Trus yang sama kaki ada lagi gak?”
S: “Yang C mbak”
P: “C tadi kan menurutmu tumpul. Sekarang menurutmu sama
kaki. Bisa gak dek kayak gitu?”
S: “Eh iya ya. Kok double ya mbak. Bisa gak to?”
P: “Haha, aku gak tau. Bisa gak ya dek?”
S: “Gak tau mbak”
Berdasarkan petikan 88 dan petikan 92, siswa memahami
konsep segitiga lancip dan segitiga sama kaki. Akan tetapi, siswa
tidak memahami dasar penggolongan segitiga-segitiga tersebut.
Petikan 94
P: “O ya udah gak papa. Kalau segitiga A sama kaki juga gak?”
S: “Gak mbak”
P: “Trus apa?”
S: “Sama sisi mbak”
Berdasarkan petikan 94, siswa menganggap bahwa segitiga
sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Miskonsepsi ini terjadi
karena siswa tidak dapat mengaitkan antarkonsep.
e) Nomor 2e
Berdasarkan petikan 94, siswa memahami bahwa segitiga
sama sisi adalah segitiga yang panjang sisi-sisinya sama. Namun
terjadi miskonsepsi yang menyatakan bahwa segitiga sama sisi
bukanlah segitiga sama kaki. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa
tidak dapat mengaitkan antarkonsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 95
P: “Panjang AB berapa dek?”
S: “6 cm mbak”
P: “Kalau AD?”
S: “3 cm mbak”
P: “Kok bisa?”
S: “6cm dibagi 2 mbak”
Berdasarkan petikan 96, siswa memahami sifat-sifat terkait
dengan panjang sisi pada segitiga sama sisi. Siswa juga memahami
bahwa panjang AD adalah setengah panjang AB.
Petikan 97
P: “Garis CD ini sebagai apa dek?”
S: “Garis tengah mbak”
P: “Pengaruhnya ke panjang sisi tadi apa dek?”
S: “Ya tadi itu, makanya dibagi dua tadi”
Siswa memahami bahwa CD adalah sumbu simetri. Siswa
juga dapat menghubungkan konsep kesimetrian tersebut dengan
panjang sisi.
b) Nomor 3b
Petikan 98
S: “ABC berarti 45˚”
P: “Yakin? Dapetnya dari mana?”
S: “Yakin mbak, kelihatan nih. Segini 90˚, jadi kalau sudut ABC
setengahnya. Didapet 45˚”
Berdasarkan petikan 98, siswa memperoleh besar sudut
ABC berdasarkan gambar.
Petikan 99
P: “Kalau besar sudut BEC?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
S: “Itu sama kayak sudut CBF berarti mbak. CBF kan 45˚ juga.
Jadi besar sudut BEC juga 45˚”
P: “Kok bisa sama dengan sudut CBF?”
S: “Emm, kan sama kaki mbak”
Berdasarkan petikan 99, siswa sebenarnya memahami sifat-
sifat segitiga terkait besar sudut pada segitiga sama kaki. Namun
jawaban siswa salah karena salah menetukan besar sudut ABC.
Petikan 100
P: “Ooo, kalau besar sudut ACD kok 45˚ juga darimana?”
S: “Oh itu kan sama kayak BEC. Sehadap kalau gak salah
namanya”
Berdasarkan petikan 100, siswa dapat menghubungkan
konsep kesehadapan dengan besar sudut segitiga.
c) Nomor 3c
Petikan 101
S: “1
2xaxt ”
P: “a nya apa, t nya apa?”
S: “a ya alas mbak. Kalau t ya tinggi”
P: “a sama t boleh dibolak balik g?”
S: “Ya gak boleh. Alas kan yang di bawah, masak alas berdiri
mbak”
P: “Jadi alas harus mendatar sedangkan tinggi harus tegak?”
S: “Ya gak harus. Miring juga gak papa, yang penting bawah sama
atas”
P: “Satuan luas apa?”
S: “cm2”
P: “Kok di sini cm?”
S: “Salah mbak”
Berdasarkan petikan 101, siswa memahami konsep luas
daerah segitiga. Namun siswa salah mengklasifikasikan alas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang
di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas.
Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang
dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. Di sini siswa memahami
satuan luas daerah segitiga.
Petikan 102
P: “Yang luas daerah CEG kok gak dikerjain?”
S: “Iya mbak, habisnya bingung alas dan tingginya. Di gambar
miring semua, gak ada yang tegak atau mendatar sama sekali”
Petikan 102 memperkuat pernyataan siswa sebelumnya
bahwa menurut siswa alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang
di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas.
Ketika kedua sisinya miring, siswa tidak dapat menetukan alas dan
tinggi segitiga.
d) Nomor 3d
Petikan 103
P: “Keliling itu apa?”
S: “Ya jumlah dari alas tinggi sama sisinya gitu”
P: “Kok untuk nyari keliling kamu bagi jadi dua daerah gini?”
S: “Lho, apa gak boleh mbak?”
P: “Ya cuma tanya sih, hehe. Keliling ABC kok bisa kamu kerjain
kayak gini. Emangnya CD ini juga sisi?”
S: “Itu tadi alasnya mbak”
P: “Ikut dijumlahkan juga?”
S: “Iya, kan alasnya tingginya sama sisinya dijumlahkan”
P: “Yakin kayak gini bener?”
S: “Iya lah”
Berdasarkan petikan 103, siswa sebenarnya memahami
bahwa keliling merupakan jumlah semua sisi segitiga. Namun
konsepsi siswa terpengaruhi oleh konsepsinya tentang luas daerah
segitiga sehingga siswa menyebutkan dua sisi segitiga sebagai alas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
dan tinggi. Hal ini berpengaruh ke cara siswa mengrjakan.
Miskonsepsi ini kemungkinan disebabkan oleh ketidaktepatan
siswa mengaplikasikan konsep.
4) Soal Nomor 4
Petikan 105
S: “Oh itu mbak. Jumlah sudut dalam segitiga kan 180˚. Lha yang
satunya yang dicari. Jadi 180˚ dikurangi dua sudut yang diketahui”
P: “Sudut CAD-nya gimana?”
S: “Ya ikut dikurangkan mbak”
P: “Kok bisa?”
S: “Kan termasuk salah satu sudut di segitiga”
P: “O gitu. Ya udah. Kamu tau darimana dek kalau caranya kayak
gitu? Ada rumusnya?”
S: “Aku cari cara sendiri mbak. Lha gak ada rumusnya juga”
P: “Sama pak guru dijelaskan gak?”
S: “Dijelaskan, tapi sedikit.”
Siswa menyampurkan konsep sudut dalam dengan konsep
sudut luar segitiga. Untuk mencari besar sudut ACB, siswa
menggunakan persamaan jumlah sudut dalam segitiga. Miskonsepsi ini
mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan siswa menghubungkan
konsep-konsep sehingga siswa memperoleh pemahamannya sendiri.
Selain itu, guru kurang member penekanan konsep.
f. Subjek 6
1) Soal Nomor 1
Petikan 106
S: “Yang A”
P: “Kok bisa gimana?”
S: “Sisi-sisinya jelas mbak.”
P: “Lha yang B sama yang C jelas juga gak?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
S: “Yang B arsiran semua mbak, mana sisinya coba? Yang C gak jelas,
ada yang melengkung”
P: “Yang B model segitiga bukan?”
S: “Bukan mbak”
P: “Trus apa dong?”
S: “Itu kayak isinya gitu kali mbak”
P: “Kalau yang C?”
S: “Jelas bukan. Melengkung kok”
Berdasarkan petikan 106, siswa memahami konsep segitiga.
Siswa dapat membedakan segitiga dengan daerah segitiga.
2) Soal Nomor 2
a) Nomor 2a
Petikan 107
S: “Segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚”
P: “Berapa sudutnya?”
S: “Sik sik. Semua sudutnya mbak.”
P: “Yang mana aja dong yang segitiga lancip?”
S: “Yang E mbak”
Berdasarkan petikan 107, siswa memahami segitiga lancip.
Namun siswa tidak menyebutkan semua segitiga lancip yang ada
pada soal.
Petikan 108
P: “Itu aja?”
S: “Iya”
P: “Lha di lembar jawabmu kok yang segitiga D kamu coret.
Emang kenapa?”
S: “D kan sama kaki mbak”
P: “Lancip juga bukan?”
S: “Emm, sama kaki kok mbak”
P: “Sudutnya lancip semua gak?”
S: “Hehehe, iya sih”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
P: “Trus segitiga lancip bukan?”
S: “Sama kaki mbak, nih kan panjang kakinya sama”
Berdasarkan petikan 108, siswa mengalami miskonsepsi
tentang dasar pengklasifikasian segitiga.
b) Nomor 2b
Petikan 109
S: “Yang B mbak.”
P: “Kenapa yak ok yang B?”
S: “Sudutnya ini mbak, pas 90˚”
P: “Berapa sudutnya?”
S: “Cukup satu mbak”
Berdasarkan petikan 89, diketahui bahwa siswa memahami
konsep segitiga siku-siku dengan baik. Alasan yang diberikan siswa
juga sudah tepat.
c) Nomor 2c
Petikan 110
S: “Yang C sama F”
P: “Kenapa?”
S: “ karena sudutnya lebih dari 90˚”
P: “Berapa sudut?”
S: “Cukup satu juga mbak”
Berdasarkan petikan 110, siswa memahami konsep segitiga
tumpul dengan baik yaitu segitiga yang besar salah satu sudutnya
lebih dari 90˚.
d) Nomor 2d
Petikan 111
S: “Yang D mbak”
P: “Kalau yang A segitiga apa?”
S: “Sama sisi mbak”
P: “Sama kaki juga bukan?”
S: “Bukan deh. Kan panjang sisinya sama semua”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Berdasarkan petikan 111 siswa menganggap segitiga sama
sisi bukanlah segitiga sama kaki. Siswa tidak dapat
menghubungkan konsep-konsep yang ada.
e) Nomor 2e
Petikan 112
P: “Kok kemarin 2e gak dikerjain dek, kenapa?”
S: “Wah kelewatan mbak, nyesel aku”
Siswa tidak mengerjakan soal nomor 2e karena terlewatkan.
Berdasarkan petikan 111 siswa memahami bahwa segitiga A
adalah segitiga sama sisi karena panjang semua sisinya sama.
3) Soal Nomor 3
a) Nomor 3a
Petikan 113
P: Kamu tau sifat segitiga sama sisi? Diajarin gak ya?”
S: “Tau sedikit mbak. Iya diajarin kok, pas awal-awal.”
P: “Oke. Panjang AB berapa dek? Trus alasannya apa gitu?”
S: “Emm, 6 cm mbak. Alasannya karena ABC segitiga sama sisi”
P: “Emang kalau sama sisi kenapa?”
S: “Kan panjang sisinya sama semua”
Berdasarkan petikan 113, siswa memahami sifat segitiga
sama sisi terkait panjang sisi-sisinya.
Petikan 114
P: “O iya ya. Trus dijawabanmu kemarin kamu tulis DC adalah
sumbu simetri. Maksudnya apa?”
S: “Di sifat-sifat itu lho mbak kan ada. Sumbu simetri berarti kayak
garis tengah gitu”
P: “Trus panjang AD berapa?”
S: “Gak bisa dicari mbak.”
P: “Lha kenapa?”
S: “Panjang DB-nya berapa dulu nhu”
P: “Oo, kalau DB tidak diketahui berarti gak bisa?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
S: “Gak mbak”
P: “Yang panjang BF dek?”
S: “Ya sama aja gak bisa dicari”
P: “Kamu tau sumbu simetri itu apa kan? Ada hubungannya gak
sih sama panjang yang ditanyakan tadi?”
S: “Gak mbak”
Siswa memahami bahwa CD adalah sumbu simetri. Siswa
tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian tersebut dengan
panjang sisi.
b) Nomor 3b
Petikan 115
S: “60˚ mbak”
P: “Dapatnya darimana?”
S: “Kan segitiga sama sisi sudutnya sama semua to. Jadi 180˚
dibagi 3 mbak”
P: “Sip. Trus besar sudut F yang kamu tuliskan sama dengan 90˚
ini sudut yang mana?”
S: “Yang siku-siku ini mbak”
P: “Sudut C kok bisa 45˚?”
S: “Oh itu karena ada segitiga sama kaki dan ada sudut siku-siku.
Jadi sudut lainnya 45˚”
P: “O gitu. Trus kamu mencari besar sudut BEC pakai apa?”
S: “Pakai besar sudut dalam segitiga mbak.”
Berdasarkan petikan 115, siswa memahami bahwa besar
sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun siswa menentukan
besar sudut BEC menggunakan konsep jumlah sudut dalam
segitiga. Siswa menggunakan persamaan tersebut, tetapi salah
dalam mengaplikasikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
c) Nomor 3c
Petikan 116
S: “1
2xaxt ”
P: “Menentukan alas dan tingginya gimana?”
S: “Alas kan yang di bawah, tinggi yang tegak mbak”
P: “Jadi alas harus mendatar sedangkan tinggi harus tegak?”
S: “Ya gak harus juga sih. Miring juga gak papa, yang penting di
bawah dan di atas”
P: “Selau kayak gitu?”
S: “Iya mbak”
P: “Dulu diulang-ulang gak konsep segitiga sama Pak Wi?”
S: “Enggak mbak, langsung latihan soal dulu kayaknya”
Berdasarkan petikan 116, siswa memahami konsep luas
daerah segitiga. Namun siswa salah mengklasifikasikan alas dan
tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang
di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas.
Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang
dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari.
d) Nomor 3d
Petikan 117
P: “Oke. Oiya kamu tau keliling segitiga gak?”
S: “Tau mbak. Jumlah sisi-sisinya itu to”
P: “Iya bener banget. Emm, untuk segitiga ABE kok yang
dijumlahkan ada empat dek?”
S: “O itu mbak. Kan ada sisi BC juga”
Siswa memiliki konsepsi yang benar tentang keliling
segitiga. Siswa menuliskan a, b, dan c sebagai simbol dari sisi-sisi
segitiga. Siswa salah dalam mengklasifikasikan sisi. Siswa
menganggap pada segitiga ABE, BC merupakan sisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
4) Soal Nomor 4
Petikan 118
P: “Oalah, gitu to. Langsung nomor terakhir deh. Jawabanmu ini kan
bener dek. Tapi kamu mengerjakan menggunakan konsep sudut
berpelurus, lalu menggunakan jumlah sudut dalam segitiga. Ada cara
lain gak?”
S: “Ada sih mbak, tapi aku lupa”
Siswa mengerjakan soal nomor 4 menggunakan konsep sudut
berpelurus dan jumlah sudut dalam segitiga.
3. Hasil Validasi dan Analisis Data
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap guru beserta siswa
dan wawancara yang dilakukan kepada siswa, dapat diketahui bagaimana metode
guru dalam menyampaikan materi pokok segitiga. Dari kedua hal ini juga
diketahui bagaimana siswa mengikuti proses pembelajaran dan mempelajari
materi pokok ini.
Kegiatan pendahuluan terdiri dari 3 bagian yaitu penyampaian tujuan dan
kompetensi yang ingin dicapai, apersepsi, serta motivasi. Dalam hal ini guru
jarang memberikan ketiganya. Namun guru selalu menginformasikan materi
pokok apa yang akan dipelajari serta kegiatan apa yang akan dilakukan. Apersepsi
diberikan guru saat akan menjelaskan materi keliling dan luas daerah segitiga
yaitu dengan mengingatkan kembali tentang sisi dan daerah segitiga. Pada
pertemuan lainnya guru hanya menanyakan sampai mana materi sebelumnya,
membahas PR, atau bahkan langsung memulai materi. Guru tidak pernah
memberikan pretest untuk mengecek pengetahuan atau konsep awal siswa.
Pada kegiatan inti, guru cenderung memakai metode ceramah
(ekspositori). Guru tidak pernah membentuk kelompok diskusi atau meminta
siswa presentasi. Dalam mengajar, guru menggunakan buku pegangan berupa
BSE (Buku Sekolah Elektronik) karangan Dewi Nuharini dan LKS (Lembar Kerja
Siswa). Soal latihan dan PR banyak diambil dari kedua buku ini. Guru dalam
penjelasan materi lebih banyak langsung mengaplikasikan suatu konsep ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
soal yang ada dalam kedua buku ini. Sedangkan untuk contoh soal, guru biasanya
membuat soal sendiri. Baik contoh soal maupun latihan soal kurang bervariasi
kerena guru tidak pernah menggunakan sumber lain.
Guru tidak banyak menanamkan konsep secara jelas kepada siswa. Selain
itu, di dalam penjelasan guru sangat mendominasi kelas. Guru selalu memberi
contoh kepada siswa dengan mengerjakan suatu soal untuk dicatat dan tidak
banyak memberi kesempatan untuk siswa belajar mandiri. Begitu juga saat
membahas PR atau latihan soal. Guru lebih banyak mendominasi kegiatan belajar
siswa. Guru juga hanya sesekali berkeliling untuk mengecek pemahaman siswa
secara personal.
Pada kegiatan penutup, guru tidak pernah mengajak siswa untuk
menyimpulkan materi. Kegiatan penutup yang dilakukan biasanya adalah dengan
memberikan arahan atau PR. Guru juga tidak memberi posttest untuk mengetahui
bagaimana siswa dalam memahami konsep segitiga ini secara individu. Hal ini
seharusnya dilakukan agar guru dapat mengetahui apakah siswa mengalami
kesalahan dalam memahami konsep.
Di dalam pembelajaran, siswa tergolong pasif dalam mengikuti proses
tersebut. Saat guru mulai menjelaskan materi, perhatian sebagian besar siswa
terpusat kepada guru. Siswa juga selalu mencatat materi atau contoh soal yang
diberiakn guru. Hal ini dilakukan karena siswa sangat takut kepada guru.
Mengenai pemahaman siswa terhadap materi prasyarat tidak banyak diketahui
karena guru tidak pernah menanyakannya. Selain itu siswa juga tidak pernah mau
bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami.
Dalam belajar, siswa tidak terlalu banyak mempedulikan konsep. Siswa
tidak memperdalam konsep mengenai segitiga. Dalam belajar konsep, siswa
mengalami kekacauan pemikiran asosiatif (pertautan konsep). Siswa juga belum
dapat menyatakan ulang sebuah konsep. Beberapa siswa juga masih salah dalam
mengklasifikasikan obyek-obyek menurut konsepnya Konsep awal yang dimiliki
siswa, pemikiran humanistik, serta informasi yang baru diterima menyebabkan
konsep yang dimiliki siswa menjadi kacau. Kekacauan ini mengakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru dan buku ajar juga bisa menjadi faktor
penyebab miskonsepsi siswa.
a. Hasil Validasi Data
Dalam penelitian, dibutuhkan suatu data yang valid. Untuk mendapat data
yang valid ini dilakukan triangulasi data menurut metode yaitu metode tes ,
wawancara, dan observasi.
Berikut disajikan hasil validasi dari subjek penelitian.
Tabel 4.12 Hasil Validasi Data Siswa
No.
Subyek
Hasil Validasi Data
1 1. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep segitiga dan
daerah segitiga. Penyebabnya kekacauan pemikiran siswa
terhadap konsep tersebut karena guru kurang menekankan
konsep segitiga dan daerah segitiga. Selain itu, miskonsepsi
ini juga disebabkan oleh aspek praktis siswa.
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Penyebab miskonsepsi
adalah siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya
penekanan guru.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa ada kemungkinan
sebuah segitiga terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku. Jadi
terdapat miskonsepsi terkait jumlah sudut dalam segitiga.
Penyebabnya adalah siswa tidak dapat mengaitkan konsep
segitiga siku-siku dengan konsep jumlah sudut dalam
segitiga.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul adalah
segitiga yang seluruh sudutnya kurang dari 90˚. Penyebab
miskonsepsi adalah siswa belum paham materi prasyarat dan
kurangnya penekanan guru.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa siswa salah
mengklasifikasikan apa yang dinamakan sisi. Penyebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
miskonsepsi adalah kacaunya pemikiran humanistik siswa
dan ketidakpedulian terhadap konsep.
6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi segitiga
selalu merupakan sisi segitiga tersebut. Penyebab dari
miskonsepsi ini adalah kurangnya penekanan konsep dan
kurang variatifnya soal yang diberikan guru.
2 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa pengertian segitiga
termasuk luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah guru
kurang menekankan konsep segitiga dan daerah segitiga.
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang salah satu sudutnya lancip. Penyebab
miskonsepsi adalah adanya simplifikasi konsep oleh siswa dan
kurangnya penekanan guru.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat
juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu
sudutnya lancip. Penyebabnya adalah siswa mengalami
miskonsepsi pada konsep lain, yaitu segitiga lancip.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul bisa
juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu
sudutnya merupakan sudut lancip. Penyebab miskonsepsi
adalah karena siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga
lancip.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama kaki
adalah segitiga yang garisnya berbeda. Pengertian garis
berbeda dan garis sama merupakan ungkapan verbal dari
pemahaman siswa tentang bentuk segitiga yang ada. Penyebab
miskonsepsi ini adalah kesalahan intrepretasi siswa dan
kurangnya penekanan dari guru.
6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga D merupakan
segitiga sama sisi karena garisnya sama. Pengertian garis sama
merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
didasarkan pada bentuk segitiga. Penyebab miskonsepsi ini
adalah guru tidak memberikan penekanan konsep segitiga
sama sisi sehingga siswa cenderung menggeneralisasi contoh-
contoh soal yang pernah ditemui. Selain itu siswa lebih senang
berpedoman pada gambar.
7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa panjang sisi miring jika
diluruskan akan sama dengan panjang salah satu sisinya.
Penyebabnya adalah siswa sering berpedoman pada gambar
dan adanya aspek praktis siswa serta imajinasi yang salah.
8. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi
keduanya harus merupakan sisi dari segitiga. Tinggi segitiga
merupakan sisi yang tegak. Miskonsepsi terjadi karena salah
makna kata “tinggi” yang dipengaruhi bahasa sehari-hari.
3 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang bentuknya lancip. Penyebab miskonsepsi adalah
adanya simplifikasi konsep oleh siswa, kurangnya penekanan
guru, dan tidak paham konsep prasyarat.
2. Siswa mengalami miskonsepsi dalam hal dasar
pengklasifikasian segitiga dengan menyatakan bahwa sebuah
segitiga tidak bisa dikatakan sebagai segitiga lancip dan
segitiga sama kaki sekaligus. Penyebab miskonsepsi adalah
karena guru tidak mengaitkan satu konsep dengan konsep
lainnya. Sehingga siswa memandang konsep-konsep tersebut
sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat
juga dikatakan sebagai segitiga lancip. Akan tetapi karena
salah satu sudutnya 90˚ maka tetap dikatakan sebagai segitiga
siku-siku. Penyebabnya adalah siswa mengalami miskonsepsi
pada konsep lain, yaitu segitiga lancip.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan
merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
adalah adanya konsepsi siswa bahwa sebuah segitiga tidak
mungkin mempunyai lebih dari satu nama. Siswa mengalami
miskonsepsi tentang dasar pengklasifikasian segitiga.
5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa tinggi harus tegak. Alas
harus merupakan sisi segitiga. Miskonsepsi terjadi karena
salah memaknai kata “tinggi” yang dipengaruhi bahasa sehari-
hari.
4 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga termasuk
luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah penggunaan istilah
“luas segitiga”.
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah
segitiga yang paling tidak satu sudutnya lancip. Penyebab
miskonsepsi adalah terjadi simplifikasi sehingga mengurangi
makna konsep sebenarnya.
3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa suatu segitiga
merupakan segitiga siku-siku jika salah satu sudutnya siku-
siku. Siswa menyatakan suatu segitiga siku-siu berdasarkan
gambar Jika sebuah segitiga siku-siku digambarkan tanpa
tanda siku-siku, maka siswa menganggap segitiga tersebut
bukan merupakan segitiga siku-siku. Penyebabnya adalah
kurangnya penekanan konsep.
4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan
merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni
adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep.
5. Siswa memahami sifat-sifat segitiga sama kaki dan sama sisi
terkait panjang sisinya. Namun terjadi miskonsepsi yang
menyatakan bahwa panjang AD tidak sama dengan BD pada
segitiga sama sisi ABC dan panjang BF tidak sama dengan EF
pada segitiga sama kaki BCE. Miskonsepsi terjadi karena
siswa tidak memahami konsep prasyarat.
6. Terjadi miskonsepsi dimana siswa salah memahami hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
sudut ACD dan sudut BCD. Miskonsepsi terjadi karena siswa
tidak memahami konsep prasyarat yaitu kesimetrian.
7. Siswa memahami bahwa alas harus tegak lurus tinggi. Namun
siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas
yang tegak lurus dengan tinggi tersebut. Miskonsepsi terjadi
karena salah dalam memahami makna kata tegak lurus.
8. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami
miskonsepsi dalam mengklasifikasikan sisi. Miskonsepsi
terjadi karena salah memaknai kata “sisi”. Siswa menganggap
setiap ruas garis merupakan sisi.
9. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar
sama dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang
menekankan konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu
konsep dengan konsep yang lain
5 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa suatu segitiga mungkin
saja memiliki dua buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah
siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri
2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan
merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni
adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep.
3. Siswa mengalami miskonsepsi terkait besar sudut segitiga
karena hanya melihat berdasarkan gambar
4. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut
siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah
sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas.
Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang
dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari.
5. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami
ketidaktepatan pengaplikasian konsep.
6. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
sama dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang
menekankan konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu
konsep dengan konsep yang lain.
6 1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan
merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni
adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep.
2. Siswa memiliki konsep prasyarat tentang kesimetrian namun
tidak dapat menggunakannya untuk menentukan panjang AD
dan BF. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa AD dan BD
serta BF dan FE tidak sama panjang.
3. Siswa menggunakan konsep jumlah besar sudut dalam segitiga
namun salah mengaplikasikannya.
4. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut
siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah
sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas.
Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang
dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari.
5. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami
miskonsepsi dalam mengklasifikasikan sisi.
b. Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil validasi data, siswa mengalami berbagai miskonsepsi
dalam materi pokok segitiga. Dari berbagai miskonsepsi yang ada, dapat diketahui
karakter miskonsepsi siswa.
1. Miskonsepsi mengenai segitiga dan daerah segitiga
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa
yang adalah sebagai berikut.
a. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep segitiga dan daerah segitiga
dengan menganggap keduanya sama. Penyebab kekacauan pemikiran siswa
terhadap konsep tersebut karena guru kurang menekankan konsep segitiga
dan daerah segitiga. Selain itu, miskonsepsi ini juga disebabkan oleh aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
praktis siswa yang hanya melihat dari bentuk saja. Miskonsepsi ini masuk
dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa pengertian segitiga termasuk luasan di
dalamnya. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep segitiga dan
daerah segitiga. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi
teoritikal.
c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga termasuk luasan di dalamnya.
Penyebabnya adalah penggunaan istilah “luas segitiga” sehingga pemikiran
siswa menjadi kacau. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi
teoritikal.
2. Miskonsepsi mengenai jenis-jenis segitiga, dasar pengklasifikasian
segitiga, dan sifat-sifatnya
Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa
yang adalah sebagai berikut:
a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang
sudutnya lebih dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah siswa belum
paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru. Miskonsepsi ini
masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul adalah segitiga
yang seluruh sudutnya kurang dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah
siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru.
Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. Siswa
mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang salah
satu sudutnya lancip. Penyebab miskonsepsi adalah adanya simplifikasi
konsep oleh siswa dan kurangnya penekanan guru. Miskonsepsi ini
masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat juga
dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya lancip.
Penyebabnya adalah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep lain,
yaitu segitiga lancip. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter
miskonsepsi klasifikasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
d. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul bisa juga dikatakan
sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya merupakan sudut
lancip. Penyebab miskonsepsi adalah karena siswa mengalami
miskonsepsi pada segitiga lancip. Miskonsepsi ini masuk ke dalam
karakter miskonsepsi klasifikasional.
e. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga
yang garisnya berbeda. Pengertian garis berbeda dan garis sama
merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa tentang bentuk
segitiga yang ada. Penyebab miskonsepsi ini adalah kesalahan intrepretasi
siswa dan kurangnya penekanan dari guru. Miskonsepsi ini masuk ke
karakter dalam miskonsepsi teoritikal.
f. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi adalah segitiga
yang garisnya sama. Pengertian garis sama merupakan ungkapan verbal
dari pemahaman siswa yang didasarkan pada bentuk segitiga. Penyebab
miskonsepsi ini adalah guru tidak memberikan penekanan konsep segitiga
sama sisi sehingga siswa cenderung menggeneralisasi contoh-contoh soal
yang pernah ditemui. Selain itu siswa lebih senang berpedoman pada
gambar. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
g. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan
merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ini adalah
ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep. Miskonsepsi ini
masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional.
h. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa panjang sisi miring jika diluruskan
akan sama dengan panjang salah satu sisinya. Penyebabnya adalah siswa
sering berpedoman pada gambar dan adanya aspek praktis siswa serta
imajinasi yang salah. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter
miskonsepsi klasifikasional
i. Siswa memiliki konsep prasyarat tentang kesimetrian namun tidak dapat
menggunakannya untuk menentukan ruas garis atau besar sudut tertentu.
Siswa mengalami miskonsepsi dengan menggunakan gambar sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
acuan. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
korelasional.
3. Miskonsepsi mengenai alas dan tinggi segitiga
a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi segitiga selalu
merupakan sisi segitiga tersebut. Penyebab dari miskonsepsi ini adalah
kurangnya penekanan konsep dan kurang variatifnya soal yang diberikan
guru. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
klasifikasional
b. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut siswa, alas
merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah
sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah
makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. Miskonsepsi ini
masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional
c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi keduanya harus
merupakan sisi dari segitiga. Tinggi segitiga merupakan sisi yang tegak.
Miskonsepsi terjadi karena salah makna kata “tinggi” yang dipengaruhi
bahasa sehari-hari. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
klasifikasional.
d. Siswa memahami bahwa alas harus tegak lurus tinggi. Namun siswa
mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas yang tegak lurus
dengan tinggi tersebut. Miskonsepsi terjadi karena salah dalam
memahami makna kata tegak lurus. Miskonsepsi ini masuk ke dalam
karakter miskonsepsi korelasional.
4. Miskonsepsi mengenai sisi dan keliling segitiga
a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa siswa salah mengklasifikasikan
apa yang dinamakan sisi. Penyebab miskonsepsi adalah kacaunya
pemikiran humanistik siswa dan ketidakpedulian terhadap konsep.
Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional.
b. Siswa mengalami miskonsepsi dalam hal pengaplikasian konsep keliling
segitiga. Siswa menyatakan keliling segitiga sebagai alas+tinggi+sisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Penyebabnya adalah kurangnya penekanan guru akan konsep keliling
segitiga. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
teoritikal.
5. Miskonsepsi mengenai sudut dalam dan sudut luar segitiga
a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa ada kemungkinan sebuah segitiga
terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku. Jadi terdapat miskonsepsi terkait
jumlah sudut dalam segitiga. Penyebabnya adalah siswa tidak dapat
mengaitkan konsep segitiga siku-siku dengan konsep jumlah sudut dalam
segitiga. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
korelasional.
b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa suatu segitiga mungkin saja
memiliki dua buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah siswa memandang
konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Miskonsepsi
ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional.
c. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar sama
dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan
konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep
yang lain. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi
teoritikal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Dari data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan sehingga dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta mengalami miskonsepsi pada
materi pokok segitiga dalam beberapa hal yaitu:
a. Miskonsepsi mengenai segitiga dan daerah segitiga
Dalam hal ini beberapa siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga dan
daerah segitiga adalah hal yang sama. Adapula yang menganggap bahwa
segitiga termasuk luasan yang ada di dalamnya. Miskonsepsi yang terjadi
termasuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
b. Miskonsepsi mengenai segitiga lancip, siku-siku, tumpul, sama kaki, sama
sisi, dasar pengklasifikasian segitiga, dan sifat-sifat segitiga istimewa.
Dalam hal ini siswa sering mengalami miskonsepsi dalam
mengklasifikasikan jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar
sudutnya. Selain itu beberapa siswa juga mengalami miskonsepsi dalam
sifat-sifat segitiga istimewa, terutama terkait panjang sisi dan besar
sudutnya. Terdapat ketiga karakter miskonsepsi dalam hal ini, yaitu
miskonsepsi teoritikal, klasifikasional, dan korelasional.
c. Miskonsepsi mengenai alas dan tinggi segitiga
Kebanyakan siswa sudah mengerti rumus luas daerah segitiga. akan tetapi,
siswa mengalami miskonsepsi dalam menetukan alas dan tinggi segitiga.
Ada yang beranggapan bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan
sisi segitiga, meskipun kadang siswa juga salah mengklasifikasikan sisi itu
sendiri. Alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan
tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Adapula siswa yang
beranggapan bahwa tinggi haruslah sisi yang tegak. Miskonsepsi yang
dialami siswa dalam hal ini adalah miskonsepsi klasifikasional dan
korelasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
d. Miskonsepsi mengenai sisi dan keliling segitiga
Dalam hal ini terjadi miskonsepsi siswa dalam menentukan sisi. Siswa
memiliki konsepsi bahwa sisi merupakan sembarang ruas garis pada
segitiga. Selain itu, ada siswa yang salah dalam mengaplikasikan konsep
keliling segitiga. Miskonsepsi yang terjadi cenderung masuk ke dalam
karakter miskonsepsi klasifikasional dan teoritikal.
e. Miskonsepsi mengenai sudut dalam dan sudut luar segitiga
Dalam hal ini terjadi miskonsepsi siswa yang menganggap bahwa ada
kemungkinan sebuah segitiga terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku atau
dua buah segitiga tumpul. Siswa tidak dapat mengaitkan konsep besar
sudut dengan konsep sudut dalam segitiga. Ada pula siswa yang
menganggap bahwa sudut luar sama dengan sudut dalam segitiga.
Miskonsepsi yang terjadi masuk ke dalam karakter miskonsepsi
korelasional dan teoritikal.
2. Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 16
Surakarta pada materi pokok segitiga adalah sebagai berikut.
a. Penyebab berasal dari guru. Guru menjadi penyebab miskonsepsi karena
guru kurang memberikan penekanan pada setiap konsep yang ada, guru
tidak pernah mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan guru
kurang memperhatikan prakonsepsi siswa. Hal ini dapat dilihat dari
kegiatan yang dilakukan guru saat mengajar.
b. Kesalahan intrepretasi siswa terhadap gambar, kacaunya pemikiran
humanistik siswa dan ketidakpedulian terhadap konsep yang ada.
c. Siswa kurang memahami konsep prasyarat, misalnya konsep garis dan
sudut.
d. Simplifikasi konsep sehingga konsep yang dipahami siswa lebih sederhana
daripada konsep sebenarnya, misalnya dalam memahami pengertian
segitiga lancip sebagai segitiga yang salah satu sudutnya lancip.
e. Ketidakmampuan siswa mengaitkan konsep.
f. Aspek praktis siswa yang lebih senang menjadikan gambar sebagai acuan.
g. Konteks bahasa sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
B. Implikasi
Dengan diperolehnya kesimpulan tersebut, maka implikasi dari penelitian
ini adalah:
Secara Teoritis
Secara teori, penelitian ini perlu dievaluasi lebih lanjut, tetapi paling tidak
ada sebuah gambaran secara teoritis mengenai miskonsepsi siswa pada materi
pokok segitiga yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian
selanjutnya.
Secara Praktis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi siswa pada materi
pokok segitiga beserta penyebabnya. Secara praktis, guru dapat memberikan
penekanan konsep-konsep tersebut dan memberikan soal latihan yang melatih
siswa untuk belajar mengaitkan konsep-konsep yang ada. Selain itu guru dapat
mewaspadai terjadinya hal-hal yang menjadi penyebab miskonsepsi.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
Bagi Guru
1. Guru terus memperkaya pengetahuan dan membekali diri dengan cara banyak
belajar konsep. Selain dengan terus belajar seorang guru dapat
mengungkapkan miskonsepsi yang mungkin juga guru sendiri alami, agar
miskonsepsi tidak sampai kepada siswa.
2. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan materi
baru kepada siswa, misalnya dengan memberikan pretest. Hal ini sangat
penting agar konsepsi siswa yang salah tidak akan menjadi penghambat siswa
dalam memahami materi selanjutnya.
3. Guru hendaknya menekankan konsep yang ada dalam materi dan menjelaskan
konsep-konsep yang ada sebagai sesuatu yang berkaitan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
4. Guru harus mengetahui letak miskonsepsi yang dialami siswa dan mengetahui
penyebabnya untuk menentukan langkah lanjut yang harus dilakukan. Hal ini
bisa dilakukan dengan banyak berinteraksi dengan siswa dan member
kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
Bagi Siswa
1. Siswa harus lebih peduli dan memperhatikan suatu konsep pada materi dalam
pembelajaran matematika serta tidak hanya mementingkan ketrampilan
menghitung saja.
2. Siswa lebih banyak belajar mengaitkan konsep-konsep yang ada pada suatu
materi.
3. Siswa harus lebih aktif menggali informasi misalnya dengan bertanya atau
berdiskusi. Selain itu, siswa hendaknya mengemukakan konsep-konsep apa
yang belum dipahami.
Bagi Peneliti Lain
Dari hasil penelitian ini, ternyata siswa tidak terlepas dari miskonsepsi.
Maka dari itu, penelitian tentang miskonsepsi penting untuk dikembangkan untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang dilakukan. Peneliti lain
mungkin dapat menngali lebih lanjut dari penelitian ini atau dapat melakukannya
pada tingkat dan materi yang berbeda dengan suatu sudut peninjauan. Hasil
penelitian ini juga dapat digunakan untuk melakukan penelitian pengembangan
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user