analisis materi fiqih di smp dan sma
TRANSCRIPT
ANALISIS MATERI FIQIH DI SMP DAN SMA
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara
khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia
dengan Tuhannya. Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah
mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan
haknya sebagai hamba Allah.
Fikih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip
Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1
mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang
sudah menguasai ilmu fikih disebut Fakih.
Etimologi
Dalam bahasa Arab, secara harfiah fikih berarti pemahaman yang mendalam
terhadap suatu hal. Beberapa ulama memberikan penguraian bahwa arti fikih
secara terminologi yaitu fikih merupakan suatu ilmu yang mendalami hukum
Islam yang diperoleh melalui dalil di Al-Qur'an dan Sunnah.[3] Selain itu fikih
merupakan ilmu yang juga membahas hukum syar'iyyah dan hubungannya dengan
kehidupan manusia sehari-hari, baik itu dalam ibadah maupun dalam muamalah.[1]
Dalam ungkapan lain, sebagaimana dijelaskan dalam sekian banyak literatur,
bahwa fiqh adalah "al-ilmu bil-ahkam asy-syar'iyyah al-amaliyyah al-muktasab
min adillatiha at-tafshiliyyah", ilmu tentang hukum-hukum syari'ah praktis yang
digali dari dalil-dalilnya secara terperinci". Terdapat sejumlah pengecualian
terkait pendefinisian ini. Dari "asy-syar'iyyah" (bersifat syari'at), dikecualikan
ilmu tentang hukum-hukum selain syariat, seperti ilmu tentang hukum alam,
seperti gaya gravitasi bumi. Dari "al-amaliyyah" (bersifat praktis, diamalkan),
1
ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang bersifat keyakinan atau akidah, ilmu
tentang ini dikenal dengan ilmu kalam atau ilmu tauhid. Dari "at-tafshiliyyah"
(bersifat terperinci), ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang didapat dari dalil-
dalilnya yang "ijmali" (global), misalkan tentang bahwasanya kalimat perintah
mengandung muatan kewajiban, ilmu tentang ini dikenal dengan ilmu ushul fiqh.
Sejarah Fikih
Masa Nabi Muhammad saw
Masa Nabi Muhammad saw ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada
masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan
fikih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad saw. Sumber hukum Islam
saat itu adalah al-Qur'an dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih
tertuju pada permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali
disebarkan. Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan
dan keimanan.
Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan
puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika
muncul sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara
sepihak oleh suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah.
Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai diterapkan [5], walaupun pada akhirnya
akan kembali pada wahyu Allah kepada Nabi Muhammad saw.
Masa Khulafaur Rasyidin
Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada masa
berdirinya Dinasti Umayyah ditangan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Sumber fikih
pada periode ini didasari pada Al-Qur'an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat
Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad dilakukan pada saat sebuah masalah
tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis. Permasalahan
2
yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya ragam budaya dan etnis yang
masuk ke dalam agama Islam.
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi
yang terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah
masalah, para faqih berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-
Qur'an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua .
Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini
melakukan ijtihad
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari pria dan
wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.
Masa Awal Pertumbuhan Fikih
Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi Sufyan sampai
sekitar abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih
tetap sama yaitu dengan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses
musyawarah para faqih yang menghasilkan ijtihad ini seringkali terkendala
disebabkan oleh tersebar luasnya para ulama di wilayah-wilayah yang direbut oleh
Kekhalifahan Islam.
Mulailah muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan yaitu
Sunni, Syiah, dan Khawarij. Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih,
karena akan muncul banyak sekali pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap
faqih dari golongan tersebut. Masa ini juga diwarnai dengan munculnya hadis-
hadis palsu yang menyuburkan perbedaan pendapat antara faqih.
Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai menggunakan nalar dalam
berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu berada di daerah Iraq yang kebudayaannya
berbeda dengan daerah Hijaz tempat Islam awalnya bermula. Umar bin Khattab
pernah menggunakan pola yang dimana mementingkan kemaslahatan umat
dibandingkan dengan keterikatan akan makna harfiah dari kitab suci, dan dipakai
3
oleh para faqih termasuk Ibnu Mas'ud untuk memberi ijtihad di daerah di mana
mereka berada.
1. ANALISIS MATERI FIQIH DI SMP
Dunia pendidikan merupakan dunia yang tak terpisahkan dalam proses
kehidupan. Ia sebagai sarana dalam pengembangan daya cipta, karsa, dan
karya manusia. Lembaga pendidikan tercipta berdasar atas upaya
pengembangan masyarakat yang terdidik. Berbagaii problem pendidikan
muncul dalam jagat pendidikan, baik masalah yang bersangkuatan dengan
bangunan fisik atau pun bangunan rohani. Bangunan fisik meliputi
keadaan gedung dan sarana prasarana, sedangkan bangunan rohani
meliputi keadaan guru dan peserta didik. Guru yang merupakan ujung
tombak dalam dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam
kesuksesan pembelajaran. Maka, seorang guru setidaknya harus mampu
menguasai bahan ajar serta metode-metode yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran.
Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan
kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk
memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan
teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum
yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh
kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah
mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan
mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.
Pemahaman tentang fikih merupakan suatu pemahaman yang sangat
penting ditanamkan bagi setiap peserta didik, karena tanpa adanya
pemahaman tentang fikih maka dikhawatirkan akan tidak diterimanya
amal ibadahnya sebab kuranggnya penguasaan hokum yang di jelaskan
dalam kajian fikih, sehinga diperlkan suatu metode pengajarannya yang
benar-benar dapat memberi pemahaman secara total terhadap peserta
didik.
4
Fikih merupakan salah satu mata pelajaran yang berbasis keagamaan.
Yang merupakan salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
menghayati serta mengamalkan hokum Islam dalam praktek
kesehariannya. melaui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
keteladanan, penggunaan pengalaman, dan pembiasaan. Namun, di dalam
praktek lapangan pendidikan fikih ini menghadapi beberapa kendala,
yaitu waktu yang disediakan terbatas dengan muatan materi yang begitu
padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pemahaman
hingga terbentuk watak dan kepribadian. Di samping itu pula, materi fikih
lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam
pembentukan sikap (afektif) serta pembiasaan (psikomotorik). Kendala
lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam
memberi motivasii kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai
fikih dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian lemahnya sumber daya guru
dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif,
minimnya berbagai sarana pelatihan dan pengembangan, serta rendahnya
peran serta orang tua peserta didik.
Materi fiqih yang diajarkan pada murid SMP antara lain
1. Sujud di luar shalat
a. Sujud syukur
Syukur secara bahasa artinya adalah terimakasih. Bersyukur bisa
dilakukan dengan banyak cara, bisa dengan ucapan atau perbuatan.
Seseorang yang diberikan nikmat berupa kesehatan bisa
menyukurinya dengan cara menggunakan kesehatan tersebut untuk
melakukan amal kebaikan. Seseorang yang ingin bersyukur karena
sudah dianugrahi sepasang mata maka ia sudah semestinya
mensyukurinya dengan menggunakan mata itu melihat yang baik-
baik. Kita juga bisa mewujudkan syukur atas semua nikmat yang
diberikan Allah Swt serta terhindarnya kita dari suatu musibah
dengan sujud syukur.
5
Jadi, sujud syukur ialah sujud yang dikerjakan seseorang manakala
memperoleh kenikmatan atau terhindar dari suatu bahaya yang
mengancam dirinya. Sujud syukur ini merupakan tanda terima kasih
seorang hamba kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah
diterimanya.
b. Sujud Tilawah
Menurut bahasa tilawah berarti bacaan. Sedangkan menurut istilah
sujud tilawah ialah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau
mendengar ayat-ayat "sajdah" dalam AI-Qur'an. Berbeda dengan
sujud syukur, sujud tilawah boleh dikerjakan di dalam maupun di
luar shalat. Hukum melakukannya adalah sunnah.Dasarnya adalah
adalah hadist berikut, yang artinya:
“Rasulullah membacakan al-Qur’an untuk kami, jika melalui ayat
sajdah beliau bertakbir lalu sujud dan kami pun ikut semua.” (H.R
Abu Dawud, Baihaqi, Hakim)
2. Puasa
Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Seseorang belum sempurna
keislamanannya manakala dia belum mengerjakan puasa. Puasa
merupakan ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang cara pelaksanaannya
harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Oleh
karena itu, kita tidak boleh asal-asalan dalam mengerjakan puasa.
Selain harus mengetahui dalil-dalil diwajibkannya puasa, kita juga
mesti mengerti syarat wajib dan syarat sah puasa, hal-hal yang
membatalkan puasa, makruh puasa, juga amalan-amalan yang
disunnahkan selagi dalam puasa. Puasa merupakan terjemah dari
shoum (bahasa Arab) yang berarti menahan diri dari sesuatu.
Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala
sesuatu yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar (subuh)
sampai terbenam matahari (maghrib).
6
Niat puasa yaitu adanya suatu keinginan di dalam hati untk
menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha Allah swt, karena
menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka tidak
bisa dikatakan sebagai puasa.
Kapankah kita berniat berpuasa?
Untuk puasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar,
sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Barang siapa tidak
berniat puasa sejak makam, maka ia tidak mempunya puasa (H.R. an-
Nasa’i)
Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat
setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-
perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan, minum,
berhubungan suami istri, dan lain-lain. Hal ini didasarkan pada Hadist
dari Aisyah r.a: “Pada suatu hari, Rasulullah sa masuk ke rumah,
kemudian bersabda, ‘apakah enkau mempunyai makanan?’ Aku
enjawab, ‘Tidak’. Rasulullah saw, bersabda ‘Kalau begitu, aku puasa.”
(H.R. An-Nasa’i)
3. Pengeluaran Harta Di Luar Zakat
a. Shadaqah
Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang
membutuhkan, semata-mata hanya mengharap ridha Allah. Hukum
shadaqah adalah sunnah muakad (sunnah yang sangat dianjurkan).
Namun begitu pada kondisi tertentu shadaqah bisa menjadi wajib.
Misal ada seorang yang sangat membutuhkan bantuan makanan
datang kepada kita memohon shadaqah. Keadaan orang tersebut
sangat kritis, jika tidak diberi maka nyawanya menjadi terancam.
Sementara pada waktu itu kita memiliki makanan yang dibutuhkan
orang tersebut, sehingga kalau kita tidak memberinya kita menjadi
berdosa.
7
Pada dasarnya semua orang, baik kaya maupun miskin, punya
uang atau tidak, bisa memberikan shadaqah sesuai dengan apa yang
dimiliknya. Karena apa dalam shadaqah dalam arti yang luas tidak
sebatas hanya berupa materi. Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa di antara kamu tidak sanggup memelihara diri
dari api neraka, maka bersedahlah meskipun hanya dengan sebiji
kurma, maka barangsiapa tidak sanggup maka bersedekahlah
dengan perkataan yang baik.” (HR. Ahmad dan Muslim)
b. Hibah
Menurut bahasa hibah artinya pemberian. Sedangkan menurut
istilah hibah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang secara
cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa. Hukum asal hibah
adalah mubah (boleh). Tetapi berdasarkan kondisi dan peran si
pemberi dan si penerima hibah bisa menjadi wajib, haram dan
makruh.
c. Hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan
maksud untuk mmnuliakan atau memberikan penghargaan.
Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling
memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat
menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama.
Rasulullah saw. bersabda :
"Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya
kalian akan saling menyayangi" ( HR. Abu Ya'la )
4. HAJI
Kata "haji" berasal dari "hajja-yahijju-hijjun" (kata benda) dan "hajja-
yahujju-hajju" (kata sifat). Haji secara bahasa (etimologi) artinya
adalah berziarah, menyengaja atau mengunjungi. Dalam istilah
(terminologi) syar'i, haji berarti "melakukan perjalanan dengan
disengaja ke tempat-tempat suci dengan amalan-amalan tertentu
8
dengan niat beribadah kepada Allah SWT". Sedangkan defenisi lain,
sesuai makna kedua dari haji, adalah "melaksanakan rukun Islam yang
kelima sebagai alamat penyempurnaan keislaman seorang Muslim".
Dari ayat dan hadist di atas dapat diketahui bahwa haji hukumnya
wajib atau fardhu ‘ain bagi semua Muslim, pria maupun wanita yang
telah memenuhi syarat wajib haji, sekali dalam seumur hidup. Haji
yang ke dua, ketiga, dan seterusnya dihitung sebagai haji sunnah.
Kemudian, jika seorang belum baligh kemudian melakukan haji, maka
hajinya tetap sah, tetapi ia kewajibannya untuk berhaji masih tetap ada
sehingga ia melakukannya setelah baligh.
5. Umrah
Umrah disebut juga al-hajju al-ashghar (haji kecil), menurut bahasa
berarti “berkunjung”, dan menurut istilah syar’i ialah “berkunjung ke
Baitullah, untuk melakukan thawaf, sa’i dan bercukur demi mengharap
ridho Allah”.
Umrah dapat dilaksanakan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu yang
dimakruhkan (hari Arafah, Nahar dan Tasyriq). Inilah yang
membedakan antara umrah dengan haji. Miqat zamani (batas waktu)
ikhram umrah adalah sepanjang waktu.
6. Makanan dan Minuman yang Halal
a. Makanan yang Halal
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk
dimakan menurut ketentuan syari’at Islam. segala sesuatu baik
berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya
adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-
Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu
menjadi haram karena memberi mengandung mudharat atau bahaya
bagi kehidupan manusia.
9
Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah:
1. Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
2. Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-
Nya.
3. semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak
membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal,
moral, dan aqidah.
b. Minuman yang halal
Minuman yang halal ialah minuman yang boleh diminum menuerut
syari’at Islam. Adapun minuman yang halal pada haris besarnya
dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi
kehidupan manusia baik membahayakan dari segi jasmani,
akal, jiwa maupun aqidah.
2. Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun
sebelumnya telah memabukkan seperti arak yang telah
berubah menjadi cuka.
3. Air atau ciran itu bukan berupa benda najis atau benda suci
yang terkena najis (mutanajis).
4. Air atau cairan yang suci itu didaatkan dengan cara-cara
yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran Agama
Islam.
7. Binatang yang Halal dan yang haram
a. Binatang yang Halal
10
Binatang yang halal artinya binatang yang boleh dimakan menurut
hukum syariat Islam. Secara garis besar binatang yang halal dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Binatang yang Hidup di Laut/Air
Semua binatang yang hidup di laut atau di air adalah alal
untuk dimakan baik yang ditangkap maupun yang
ditemukan dalam keadaan mati (bangkai), kecuali binatang
itu mengandung racun atau membahayakan kehidupan
manusia.
2. Binatang yang Hidup di Darat
Tidak semua binatang darat itu halal, tetapi ada sebagian binatang
yang haram menurut hukum Islam. Artinya binatang itu tidak boleh
diakan karena adanya larangan dari syariat. Binatang darat yang
halal dimakan ialah:
a) Binatang ternak, seperti: kerbau, sapi, unta, kambing, domba
dan lain-lain.
b) Kuda, kijang, menjangan, himar liar, kelinci, burung-burung
kecil, dan lain-lain.
b. Binatang yang haram
Binatang yang diharamkan ialah binatang yang tidak boleh
dimakan berdasarkan hukum syariat Islam. Binatang yang haram
ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an maupun al-hadits. Oleh
kerena itu, kita tidak boleh menghalalkan yang telah diharamkan
atau sebaliknya mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan.
2. ANALISIS MATERI FIQIH DI SMA
Materi fiqih SMA antara lain:
1. Zakat
Zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang
yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak
11
menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari
Rukun Islam.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur
pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan
puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah.
Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan
yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia
dimana pun.
2. Qurban
Kurban (Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban), atau disebut juga
Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan.
Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk
agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk
dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan
Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari
nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya
Idul Adha.
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan
fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunnah
muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan
wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak
ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa kurban itu
wajib. Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai
berikut :
Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan
sembelihan dengan cara halal tanpa berutang.
12
Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau
biri-biri.
Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta,
tidak pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.
Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau
lebih, sapi atau kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau
kambing berumur lebih dari 1 tahun.
Orang yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan
budak), baligh, dan berakal.
Daging hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang
berkurban, 1/3 disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada
orang lain.
3. Aqiqah
Akikah (bahasa Arab: ,عقيقة transliterasi: Aqiqah) yang berarti
memutus dan melubangi, dan ada yang mengatakan bahwa akikah
adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian
karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa akikah
merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir.[rujukan?] Adapun
maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk
menebus bayi yang dilahirkan.
Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah
muakkadah, dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan
anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktik langsung
beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam. “Bersama anak laki-laki ada
akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan
bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR:
Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataannya "Shallallaahu alaihi wa Sallam", yang artinya: “maka
tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan),” adalah perintah,
13
namun bukan bersifat wajib, karena ada sabdanya yang memalingkan
dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin
menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad,
Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “ingin
menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah
yang pada dasarnya wajib menjadi sunah.
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab
Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs
memiliki beberapa hikmah di antaranya
1. Menghidupkan sunah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa
sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam
tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail alaihissalam.
2. Dalam akikah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan
yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai
dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai
dengan akikahnya.” [3]. Sehingga Anak yang telah ditunaikan
akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan
yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud
oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah "bahwa lepasnya dia
dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
3. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan
syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari
memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan
akikahnya)".
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas
14
karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan
lahirnya sang anak.
5. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam
melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin
yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari
kiamat.
6. Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara
masyarakat.
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari
kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam,
yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya,
disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi
nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan
oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa
dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada
hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah
dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata
yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh,
keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al
Baihaqiy)
Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja
pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-
hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya
sunah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga
melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.
15
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga
untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang
keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam
kandungan ibunya.
Akikah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila
seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang
tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari
dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak
diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri
maka hal itu tidak apa-apa.
4. Riba
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman
pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa
bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan
menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa
riba pinzaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah
Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong
maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi
penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti
16
pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk
Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba.
bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok
dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah
ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan
tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya
dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya
memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan
sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan
di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka
yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah
para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi,
kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi
hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka
yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi
sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh
nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total
keuntungan yang didapat oleh pihak ban.
17
KESIMPULAN
Fikih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang
prinsip Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang
terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari
Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih.
Seseorang yang sudah menguasai ilmu fikih disebut Fakih.
Fiqh merupakan salah satu khazanah intelektual Islam yang diperkirakan
paling banyak mempengaruhi pola pikir dan prilaku masyarakat Islam. Substansi
pengetahuan ini dibangun di atas landasan metodologis Ushul Fiqh dan Qawaid
Fiqhiyyah dan di bawah pengaruh sosiokultural fuqaha yang bersangkutan.
Penguasan terhadap pengetahuan fiqh ditujukan pada: Pertama, aspek the state of
the art dari disiplin tersebut, yakni penguasaan pengetahuan tentang pembentukan
dan keseluruhan perkembangan fiqh sampai sekarang. Kedua, analisis filosofisnya
yang ditekankan pada cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan
tersebut dengan pembahasan secara eksplisit mengenai postulat, asumsi dan
prinsip yang mendasari fiqh. Ketiga, penguasaan mengidentifikasi masalah-
masalah yang timbul di sekitar disiplin keilmuan fiqh tersebut. Bagian pertama
meliputi legal exposition, dan legal history dari fiqh. Eksposisi hukum fiqh terdiri:
al-ibadah, al-ahwal al-syakhshiyyah, al-mu’amalah al-madaniyyah, al-ahkam al-
maliyyah wa al-iqtishadiyyah, al-’uqubah, al-murafa’ah, al-ahkam al-dusturiyyah,
al-ahkam al-dawliyyah. Sejarah hukum fiqh atau -tepatnya- sejarah sosial hukum
Islam tidak saja memaparkan secara kronologis mulai terbentuknya dan
perkembangannya sampai sekarang, tetapi juga menganalisis pengaruh
sosiokultural terhadap fiqh.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://ardie-akhiry.blogspot.com/2012/01/aplikasi-metode-pembelajaran-
dalam.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Fiqih
http://semuaguru.blogspot.com/p/ruang-kelas-8-mts-negeri-wonosobo.html
http://saadpwmjatim.blogspot.com/
19