analisis manfaat ruang terbuka hijau untuk peningkatan kualitas

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Definisi Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka (open spaces). Betapa luasnya cakupan ruang terbuka ini, maka yang akan dibahas adalah ruang terbuka di kawasan perkotaan. Berbagai referensi menyatakan bahwa ruang terbuka adalah daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan (Gunadi, 1995). Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Perbedaannya adalah bahwa ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plasa (plazza) atau square. Sedangkan ruang terbuka merupakan zona hijau yang bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, lahan pertanian kota dan seterusnya. Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau diantara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon berbuah dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Ruang terbuka harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari

Upload: duongliem

Post on 09-Feb-2017

238 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau

2.1.1 Definisi

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian ruang terbuka (open

spaces). Betapa luasnya cakupan ruang terbuka ini, maka yang akan dibahas

adalah ruang terbuka di kawasan perkotaan. Berbagai referensi menyatakan

bahwa ruang terbuka adalah daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan

(Gunadi, 1995). Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior

space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam

(interior space) di dalam bangunan.

Perbedaannya adalah bahwa ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja

dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif,

seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plasa (plazza) atau square.

Sedangkan ruang terbuka merupakan zona hijau yang bisa berbentuk jalur (path),

seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau, bantaran sungai, bantaran rel

kereta api, saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes),

berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman,

lahan pertanian kota dan seterusnya.

Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau

diantara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula

sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang

sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah.

Tanaman produktif berupa pohon berbuah dan tanaman sayuran pun kini hadir

sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota

yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Ruang

terbuka harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan,

namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun.

Dalam Master Plan RTH Kota Bogor (2007), definisi lain mengatakan

bahwa secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari

Page 2: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

5

ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah

perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun

introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural

yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved)

maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun

areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan (retensi/ retention

basin). Selain itu menurut Purnomohadi (1995) bahwa (1) RTH adalah suatu

lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari

penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang

lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas

geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat

tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan

pepohonan sebagai tumbuhan penciri terutama dan tumbuhan lainnya (perdu,

semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan

pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang

fungsi RTH yang bersangkutan.

RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu

wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik,

introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Secara fisik RTH dapat

dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung

dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti

taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga.

Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan

konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi

ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan lindung,

perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan sebagainya. RTH

dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti

pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH kecamatan,

Page 3: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

6

RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, memilki beberapa definisi terkait RTH yakni:

a. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang Iebih

luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam bentuk area

memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka

yang pada dasarnya tanpa bangunan.

b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat

RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang

diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi,

sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, didefinisikan bahwa ruang

terbuka hijau adalah area memanjang/ jalur atau mengelompok, yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh

secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, tujuan dialokasikannya RTH

Kawasan Perkotaan adalah:

• Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;

• Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan di perkotaan; dan

• Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah,

bersih dan nyaman.

Sedangkan fungsinya antara lain:

• Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;

• Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;

• Tempat perlindungan plasma nutfah dan keaneka-ragaman hayati;

• Pengendali tata air; dan

• Sarana estetika kota.

Serta Manfaat RTH antara lain:

• Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;

Page 4: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

7

• Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;

• Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;

• Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;

• Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;

• Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;

• Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;

• Memperbaiki iklim mikro; dan

• Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Secara umum fungsi yang dimiliki RTH dapat dikelompokan menjadi

empat fungsi besar, yakni fungsi ekologis, fungsi sosial, fungsi estetis/

arsitektural, dan fungsi ekonomi. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan

kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan

suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi

ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur

sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat

memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai

identitas (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-

budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan

sebagainya.

Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan

kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan

jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi

ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong

menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan

sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.

Adapun secara rinci keempat fungsi RTH tersebut dijelaskan seperti berikut ini :

1. Fungsi Ekologis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau yang memberikan

perlindungan terhadap manusia dan lingkungannya dalam Eckbo (1964),

terdiri dari;

• Fungsi orologis. Memberikan manfaat orologis yang penting

untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan

menjaga kestabilan tanah.

Page 5: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

8

• Fungsi hidrologis. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk

menyerap kelebihan air.

• Fungsi klimatologis. Menekankan bahwa fungsi ruang terbuka hijau dapat

mempengaruhi faktor-faktor iklim.

• Fungsi edhapis. Fungsi lebih mengarah pada penyediaan habitat

satwa perkotaan.

• Fungsi hygienis. RTH mampu memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi

manusia.

• Fungsi kesehatan individu. Fungsi kesehatan masih berhubungan erat

dengan manfaat hygienis, dimana manfaat ini merupakan manfaat lanjutan

yang ditimbulkannya.

2. Fungsi Sosial, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai sarana interaksi

sosial masyarakat dengan lingkungan sosial sekitarnya, yang terdiri dari:

• Fungsi edukatif. Komponen RTH dapat memberikan pendidikan

dan pengenalan terhadap mahkluk hidup disekitarnya.

• Fungsi interaksi masyarakat. Komponen RTH dapat menjadi

tempat berinteraksi antara masyarakat sehingga menambah jalinan sosial

diantaranya.

• Fungsi protektif. Komponen RTH dapat memberikan perlindungan kepada

manusia.

• Fungsi spiritual. Fungsi spiritual yang dimaksud lebih ditekankan kepada

fungsi suatu kawasan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan

untuk kegiatan-kegiatan spiritual atau keagamaan atau dapat juga

berupa tempat yang dikeramatkan.

3. Fungsi Estetis, merupakan fungsi ruang terbuka hijau sebagai komponen

keindahan kota atau lingkungan hidup manusia. Fungsi ini terdiri dari;

• Fungsi visual/vista. Fungsi visual lebih menekankan kepada visualitas,

estetis ruang terbuka.

• Fungsi tabir/screening. Fungsi ini terkait dengan kemampuan ruang

terbuka hijau untuk menyaring partikel-partikel yang dapat mengganggu

kehidupan manusia, seperti partikel debu, bau, angin yang terlalu kencang,

dan lainnya.

Page 6: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

9

• Fungsi identitas kota. Suatu taman kota, atau ruang terbuka hijau mampu

menjadi identitas (landmark) suatu kota/ wilayah.

4. Fungsi Ekonomi, keberadaan ruang terbuka hijau tidak selalu memiliki nilai

ekonomi yang selalu rendah, namun keberadaan RTH juga mampu

meningkatkan nilai lahan karena suasana lingkungan yang tercipta akibat

keberadaannya yaitu 1) meningkatkan harga lahan, 2) mengurangi biaya

penanganan bencana, 3) mampu menjadi ruang untuk mata pencaharian kota.

Manfaat dari tumbuhan yang merupakan komponen utama Ruang Terbuka

Hijau dalam Simond (1983) adalah:

• Produsen utama dalam rantai makanan karena tumbuhan melalui proses

fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari bisa merubah CO2 dan air ke

karbohidrat dan O2;

• Melalui proses transpirasi tumbuhan melakukan menyejukkan udara

dengan dikeluarkannya uap air melalui daun-daun;

• Menjaga iklim mikro khususnya suhu dan kelembaban udara kawasan

perkotaan;

• Menjaga peyimpanan air tanah, mengurangi aliran permukaan, dan

mencegah erosi;

• Menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur hara tanah.

Manfaat RTH kota dapat dirasakan secara langsung maupun tidak

langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi

alami ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor.

Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara

seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi.

Selanjutnya dalam Hakim (2006), manfaat RTH tersebut diatas diuraikan

secara rinci, sebagai berikut:

1. Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di

masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.

Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di

masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan

dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. RTH

Page 7: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

10

dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di

seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan RTH dapat dipandang sebagai areal

pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan

flora dan fauna.

2. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan

oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya RTH, partikel

padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh

tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini

jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang

melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada

permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan

yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada

juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting.

Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari

(Helianthus annuus L.) dan kersen (Muntingia calabura L.) mempunyai

kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai

permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya

tajuk RTH ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika

dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari RTH.

3. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal.

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari

udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). Diperkirakan sekitar 60-

70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor

(Krishnayya dan Bedi, 1986).

Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo

dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia

mahagoni), jamuju (Dacrycarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam

landi (Pithecellobium dulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan

yang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa

tanaman berikut ini: glodogan (Polyalthea longifolia), keben (Barringtonia

asiatica), dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya

Page 8: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

11

terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar

udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan

kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat

tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

4. Penyerap dan Penjerap Debu Semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan,

karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen

yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi ketahanan dan

kemampuan dari 11 jenis pohon yaitu: mahoni (Swietenia mahagoni), bisbul

(Diospyros discolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune),

meranti merah (Shorea leprosula), kiara payung (Filicium decipiens), kayu hitam

(Diospyros elebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsca roxburghii)

dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990.

Tanaman tersebut dipergunakan dalam program pengembangan RTH

dikawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap

pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi)

dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari,

meranti merah, kiara payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan

sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan

industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu

semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap

partikel semen (Irawati, 1990).

5. Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara

oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam

suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey

dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai

strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya

dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke

(1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.

6. Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Menurut Smith (1984), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak

Page 9: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

12

negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses dan

translokasi. Proses translokasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya

ialah: Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1984).

Menurut Henderson et al., (1977) bahan anorganik yang diturunkan ke

lantai RTH dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na

baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan

daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka

asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk

garam CaSO4 yang bersitat netral. Dengan demikian adanya proses translokasi

dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH,

sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil

penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah

melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang

tidak melewati tajuk pohon.

7. Penyerap Karbon Monoksida

Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah

(Phascolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.

Mikroorganisme serta tanah pada lantai RTH mempunyai peranan yang baik

dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Smith (1981) mengemukakan,

tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula

konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 µg/m3) menjadi hampir mendekati

nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

8. Penyerap Karbon dioksida dan Penghasil Oksigen

RTH merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-

plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya

kemampuan RTH dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan

RTH akibat peladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun RTH

untuk membantu mengatasi penurunan fungsi RTH tersebut.

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik RTH kota,

RTH alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang

berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.

Page 10: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

13

Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat

menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan

hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini

menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap

gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu

(Bauhinia purpurca), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia

auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina).

9. Penyerap dan Penapis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau

permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk

mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman

akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke,

1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat

mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya

dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain:

cempaka (Michelia campaka) dan tanjung (Mimusops elengi).

10. Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis

tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis

tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah

daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.

Menurut Manan (1976) tanaman penguap air yang tinggi diantaranya

adalah : nangka (Artocarpus integra), sengon (Paraserianthes falcataria), akasia

(Acacia auriculiformis), sonokeling (Dalbergia latifolia), mahoni (Swietenia

mahagoni), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro

(Leucaena glauca).

11. Ameliorasi Iklim.

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan

adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di

perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada

saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung

Page 11: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

14

bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio,

televisi, dan lain-lain, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk

pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke,

1978 dan Robinette, 1983).

Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya

suatu RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur

tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu

udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak

ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan

kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi

dan luasan dari RTH kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman

yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:

• Pada areal bervegetasi (komponen utama RTH), suhu hanya berkisar 25,5-

31,0°C dengan kelembaban 66-92%.

• Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan

aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1°C dengan kelembaban 62-78%.

• Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1°C dengan kelembaban

62-78%.

Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di

sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, daerah

disekitar pohon memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan

dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.

12. Pengelolaan Sampah

RTH dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai

penyerap bau, (2) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari

sampah, (3) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung

dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya

lainnya.

13. Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan

memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan

kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah

Page 12: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

15

RTH akan meningkat.

Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya

ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di

samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah,

sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan

hanya sedikit yang menjadi air limpasan.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke

lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan

demikian RTH yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang

bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang

baik.

Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi

yang rendah antara lain : cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus

elastica), karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur

(Lagerstromia speciosa), trembesi (Fragraea fragrans), dan kelapa (Coccos

nucifera).

14. Penapis Cahaya Silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan

cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang

halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat

menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh

sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi. Keefektifan pohon dalam

meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan

kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan

tajuknya.

15. Meningkatkan Keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan,

minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan

pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata

dengan indah memuat garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan

Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.

Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan

Page 13: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

16

tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai

kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan

mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka

keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang

sangat disukai oleh setiap manusia.Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur

tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan

sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan

jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut

telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah

dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan

yang harmonis (bergradasi lembut).

Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga

pemandangan yang kurang enak dilihat seperti: tempat pembuangan sampah,

pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan

warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi

lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya RTH sebagai tabir

penyekat di sana.

16. Sebagai Habitat Burung

Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature).

Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat

menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.

Menurut Hernowo dan Prasetyo (1989) salah satu satwa liar yang dapat

dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat

mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain:

• Membantu mengendalikan serangga hama,

• Membantu proses penyerbukan bunga,

• Mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,

• Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang

menyenangkan,

• Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,

• Sebagai sumber plasma nutfah,

• Objek untuk pendidikan dan penelitian.

Page 14: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

17

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat

mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra

(Calliandra calothyrsus) di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon

jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis

burung lainnya. Menurut Ballen, beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi

burung antara lain:

• Ficus benjamina, Ficus variegata, dan Ficus glabarima buahnya banyak

dimakan oleh burung seperti punai (Tecron sp.).

• Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa

jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah

berbunga antara lain: betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus

pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.

• Dangdeur (Gossatnpinus taphylla). Bunganya yang berwarna merah

menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.

• Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh

burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.

• Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar

(Plocous sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya

seperti: burung cacing (Cyornis bamtunas), ceguk (Otus bakkamoena),

sikatan (Rhipiditra javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea)

dan perenjak kuning (Abroscopus supereiliaris) bertelur pada pangkal

cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

17. Mengurangi Stress

Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan

persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai

kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor

maupun industri. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan

ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan

berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi kepergiannya

saja di kota.

Program pembangunan dari pengembangan RTH dapat membantu

mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang

Page 15: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

18

diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal,

CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai RTH. Kicauan

dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. RTH juga dapat mengurangi

kekakuan dan monotonitas.

18. Meningkatkan Industri Pariwisata

Bunga bangkai (Amorphophallus titanuni) di Kebun Raya Bogor yang

berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia

Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun

mancanegara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung

atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan RTH yang unik, indah dan

menawan.

19. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang

Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu

diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan

monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja. Keberadaan RTH penting dalam

mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian

pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada

dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan.

Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan

ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan

rancangannya. Tanpa ruang terbuka, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan

menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island)

yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni.

Pemanfaatan RTH pada kawasan perkotaan (Dep. PU, 2008) antara lain:

1. RTH pekarangan terdiri dari:

• Pekarangan rumah besar dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di

atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling

dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan

jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon

pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau

rumput.

• Pekarangan rumah sedang dengan kategori: rumah dengan luasan lahan

Page 16: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

19

antara 200 m2 – 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan

lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah

setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2

(dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta

penutup tanah dan atau rumput.

• Pekarangan rumah kecil dengan kategori: rumah dengan luasan lahan di

bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling

dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat, dan

jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon

pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan

atau rumput.

• Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha dengan kategori:

umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka, beberapa lokasi

dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot,

perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70%,

minimal memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang, ditanam pada lahan

atau pada pot berdiameter diatas 60 cm, dan persyaratan penanaman

pohon pada kawasan ini dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti

persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB

yang telah ditentukan.

• Taman atap bangunan dengan kategori: Kavling dengan KDB di atas 90%

seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan

dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas dibuat taman

atap bangunan.

2. Taman lingkungan dan taman kota yang terdiri dari taman RT, taman RW,

taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota.

3. Hutan kota dengan kategori :

• Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi

terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon

dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.

• Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan

luas minimal 2500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-

Page 17: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

20

pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.

• Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti

bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.

• Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter.

4. RTH pada jalur hijau jalan antara lain: pada jalur tepi jalan, pada median

jalan, pada jalur pejalan kaki, pada jalur dibawah jalan layang.

5. RTH sempadan jalur kereta api dengan kategori: jarak maksimal dari

sumbu rel adalah 50 m dan pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang

akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi

pekerjaan.

6. RTH jaringan listrik tegangan tinggi dengan kategori:

• Jenis tanaman yang ditanam memiliki dahan yang kuat;

• Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang;

• Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah;

• Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%);

• Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai

gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.

7. RTH sempadan sungai dengan kategori:

• Jalur hijau sungai meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan

sungai besar dan sungai kecil (anak sungai);

• Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m

diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari panjang

sungai;

• Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan

acak (random start) pada peta. Sampel jalur hijau sungai berupa jalur

memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai

pohon terjauh;

• Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri

kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman;

• Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang

diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m;

• Jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;

Page 18: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

21

• Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus sesuai

gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan.

8. Sabuk Hijau dengan kategori:

• RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan

tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau

pemisah

• Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya

(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan

keberadaannya

9. RTH Pemakaman

10. RTH sempadan pantai dengan kategori:

• RTH sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas

pertumbuhan pemukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu

kelestarian pantainya.

• Lebar RTH sempadan pantai minimal 100 meter dari batas air pasang

tertinggi ke arah darat.

• Tidak bertentangan dengan Keppres No.32 tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung

• Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai,

termasuk gangguan terhadap kualitas visual.

• Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi,

melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan meredam

angin kencang.

• Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah

setempat.

• Khusus untuk kawasan pantai berhutan bakau harus dipertahankan sesuai

ketentuan dalam Keppres No. 32 Tahun 1990.

11. RTH pengamanan sumber air baku atau mata air terdiri dari:

• RTH danau atau waduk dengan kategori minimal sempadan 50 meter dari

titik muka air tertinggi.

• RTH mata air dengan kategori minimal sempadan 200 meter dari titik

pusat mata air.

Page 19: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

22

2.1.3 Luas dan Jenis Ruang Terbuka Hijau

Besaran luas RTH yang ideal di suatu kota berdasarkan UU No. 26 tahun

2007 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah

kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, pada ayat 3

berbunyi proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20

(dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Dengan rincian tertuang dalam Gambar

01.

Pola untuk pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau terdiri atas ruang terbuka

hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik

merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah

kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk

ajang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman

umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang

terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah atau gedung

milik masyarakat maupun swasta yang ditanami tumbuhan.

(Sumber : Departemen PU)

Gambar 01 Pembagian Ruang Wilayah Kota

Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga

puluh) persen dari luas wilayah kota merupakan ukuran minimal untuk menjamin

RUANG TERBANGUN (60%)

JARINGAN JALAN (20%)

TAMAN-TAMAN KOTA

(12,5%)

RRUUAANNGG WWIILLAAYYAAHH KKOOTTAA

NON HUNIAN (20%)

RUANG HUNIAN (40%)

LAINNYA (NON HIJAU) (7,5%)

RTH di Ruang Hunian: Asumsi KDB maks 80% RTH = 20% x 40% = 8%

RTH di Ruang Non Hunian: Asumsi KDB maks 90% RTH = 10% x 20% = 2%

RTH PRIVAT = 10%

RTH di Jarirngan Jalan: Asumsi jalur hijau 30%

RTH = 30% x 20% = 6%

(Sungai, Jalan KA, SUTET)

Asumsi 20% hijau RTH = 20% x 7,5% =

1,5%

RTH PUBLIK = 20%

RUANG TERBUKA (40%)

Page 20: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

23

keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem

nikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan

ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat

meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi

ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk

menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya. Proporsi ruang terbuka

hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh

pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal

dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya

secara luas oleh masyarakat. Pada kenyataannya, formula rumusan penentuan luas

RTH kota yang memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan ini, masih

bersifat kuantitatif dan tergantung dari banyak faktor penentu, antara lain:

geografis, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan

oksigen, rekreasi, dan banyak faktor lain.

Sehubungan dengan tuntutan waktu dan meningkatnya jumlah penduduk

dengan segala aktivitas dan keperluan, seperti cukup tersedianya ruang rekreasi

gratis, maka sebuah kota dimanapun dan bagaimanapun ukuran dan kondisinya,

pasti semakin memerlukan RTH yang memenuhi persyaratan, terutama kualitas

keseimbangan pendukung keberlangsungan fungsi kehidupan, adanya pengelolaan

dan pengaturan sebaik mungkin, serta konsistensi penegakan hukumnya.

Kota yang mempunyai luas yang tertentu dan terbatas permintaan akan

pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk

pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri

dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan atau bentang

alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang

terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering

dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan

alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari

peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan

pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan

perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan

RTH sebagai biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.

Page 21: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

24

Dalam penyediaan ruang terbuka hijau proporsi yang diamanatkan dalam

Permendagri No. 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan

Perkotaaan disebutkan bahwa luas ideal RTHKP adalah sebesar 20% (dua puluh)

persen. Luas RTHKP tersebut mencakup luas RTH publik dan RTH privat. Luas

RTHKP publik penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten

atau kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-

masing daerah. RTHKP privat penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak

lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin

pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota, kecuali Provinsi DKI

Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.

Ketentuan mengenai jenis-jenis RTHKP dijelaskan pada Permendagri No.

1 Tahun 2007, Pasal 6, meliputi 23 jenis yakni:

a. Taman kota;

b. Taman wisata alam;

c. Taman rekreasi;

d. Taman lingkungan perumahan dan permukiman;

e. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;

f. Taman hutan raya;

g. Hutan kota;

h. Hutan lindung;

i. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;

j. Cagar alam;

k. Kebun raya;

l. Kebun binatang;

m. Pemakaman umum;

n. Lapangan olah raga;

o. Lapangan upacara;

p. Parkir terbuka;

q. Lahan pertanian perkotaan;

r. Jalur dibawah tegangan tinggi (sutt dan sutet);

s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;

t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;

Page 22: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

25

u. Kawasan dan jalur hijau;

v. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan

w. Taman atap (roof garden).

Penyebaran ruang terbuka hijau ditentukan oleh wilayah pengembangan

dalam kota tersebut, kebutuhan ruang terbuka hijau dan fungsi ruang terbuka

hijau di areal perkotaan. Lokasi ruang terbuka hijau di areal perkotaan tidak

hanya terpusat pada satu tempat tetapi juga dapat menyebar atau terpisah seperti

taman kota yang kemudian dihubungkan dengan areal penghijauan penghubung

seperti jalur hijau.

2.2 Ekosistem Kota Bogor

Dalam Irwan (2007) menyatakan di alam terdapat organisme hidup

(makhluk hidup) dengan lingkungannya yang hidup saling berinteraksi dan

berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama

lain yang merupakan suatu sistem. Dalam hal ini makhluk hidup lazim disebut

dengan biotik, dari asal kata bio berarti hidup. Lingkungan yang tidak hidup

disebut abiotik dari asal kata a dan bio berarti tidak hidup. Di dalam sistem

tersebut terdapat dua aspek penting yaitu arus energi (aliran energi) dan daur

materi atau disebut juga daur mineral atau siklus mineral ataupun siklus bahan di

samping adanya sistem informasi. Aliran energi dapat terlihat pada struktur

makanan, keragaman biotik dan siklus bahan (yakni pertukaran bahan-bahan

antara bagian yang hidup dan tidak hidup). Sistem tersebut disebut ekosistem.

Menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH, 1982) ekosistem

adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan

hidup yang saling mempengaruhi. Perlu diketahui bahwa didalam ekosistem

terdapat makhluk hidup dan lingkungannya. Makhluk hidup terdiri dari tumbuh-

tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu yang

berada di luar individu. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua

benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lainnya.

Berbicara mengenai lingkungan hidup itu berarti yang dimaksud adalah

lingkungan hidup manusia, di mana ada kepentingan manusia di situ. Akan tetapi

Page 23: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

26

jika di situ ada kepentingan tumbuhan, maka itu berarti lingkungan hidup

tumbuhan, atau jika di situ ada kepentingan badak atau orang utan, maka itu

adalah lingkungan hidup badak atau orang utan.

Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas,

atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya di mana

terjadi antar hubungan. Di sini tidak hanya mencakup serangkaian spesies

tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga segala macam bentuk materi yang

melakukan siklus dalam sistem itu serta energi yang menjadi sumber kekuatan.

Untuk mendapatkan energi dan materi yang diperlukan untuk hidupnya semua

komunitas bergantung kepada lingkungan abiotik. Organisme produsen

memerlukan energi, cahaya, oksigen, air dan garam-garam yang semuanya

diambil dari lingkungan abiotik. Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama

diteruskan ke konsumen tingkat kedua dan seterusnya ke konsumen-konsumen

lainnya melalui jaring-jaring makanan.

Materi dan energi berasal dari lingkungan abiotik akan kembali lagi ke

lingkungan abiotik. Dalam hal ini komunitas dalam lingkungan abiotiknya

merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem. Jadi konsep ekosistem

menyangkut semua hubungan dalam suatu komunitas dan di samping itu juga

semua hubungan antara komunitas dan lingkungan abiotiknya.

Dengan konsep ekosistem komponen-komponen lingkungan hidup dilihat

secara terpadu sebagai komponen yang berkaitan dan tergantung satu sama lain

dalam suatu sistem. Pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan

holistik. Di dalam suatu tata ruang yang sempit, berbagai individu akan

berdesakan. Di situ diperlukan terbentuknya suatu struktur yang berlapis-lapis

seperti rumput, semak belukar, pohon yang tinggi sekali memayungi semuanya.

Di dalam sistem semuanya ini menempati fungsi masing-masing. Dan di

antara berbagai jenis tumbuhan yang lebih bersama itu ada interaksi kimiawi

antara suatu individu tumbuhan tertentu dengan tumbuhan lain di sekitarnya.

Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan ekologis, setiap

pembangunan harus dapat menjaga berfungsinya komponen-komponen

lingkungan. Oleh karena itu suatu ekosistem harus dipertahankan kelestariannya,

Page 24: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

27

karena memiliki dampak yang menentukan tingkat kehidupan manusiawi maupun

organisme lainnya di dunia ini.

Sedangkan arti kota dalam Irwan (2005) adalah suatu pemukiman

penduduk yang besar dan luas yang terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi,

sosial, budaya, politik, serta sebagai pusat administratif. Aktivitas dan

perkembangan kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan baik udara, tanah,

air dan masyarakat serta flora dan fauna. Komponen-komponen kota adalah

penduduk (manusia, flora dan fauna), pemerintah, pembangunan fisik, sumber

daya (air, energi, tanah, udara) serta fungsi (pemukiman, pekerjaan, rekreasi,

tranportasi dan informasi). Ekosistem Kota Bogor terdiri dari perumahan, industri,

kebun raya, hutan kota, ruang terbuka hijau, kebun, sawah, situ, sungai, dll.

2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor

Proses fisiologis RTH Kota Bogor pada penelitian ini lebih difokuskan

kepada proses fisiologis pohon karena pohon adalah komponen utama dan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakter suatu RTH serta lebih

mudah di identifikasi. Hal ini untuk memudahkan dalam membahas manfaat

RTH yang sebenarnya diukur berdasarkan proses fisiologis RTH tersebut.

Kapasitas penampungan dan daya serap karbon dapat dikaji berdasarkan proses

fisiologis pohon pada bagian fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Sedangkan

untuk peningkatan kualitas udara yang dapat dilakukan oleh RTH bisa dikaji

berdasarkan proses fisiologis pohon pada bagian proses translokasi dan rumah

tangga air serta proses transpirasi. Adapun proses fisiologis pohon (komponen

utama RTH) adalah proses fotosintesis, respirasi, translokasi, rumah tangga air

dan transpirasi dan interaksi lingkungan.

Pada penjelasan dibawah ini dengan sangat detail dijabarkan nilai

ekologis pohon yang mengacu pada proses fisologisnya sangat memberikan

dampak yang signifikan dalam meningkatkan ekosistem Kota Bogor.

2.3.1 Proses Fotosintesis

Dalam Daniel et al. (1987) fotosintesis adalah proses produksi

karbohidrat yang berasal dari bahan anorganik melalui transformasi energi

Page 25: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

28

matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis sering dikatakan sebagai proses

kimia satu-satunya di bumi yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan;

makanan manusia dan seluruh binatang (heterotrof) tergantung langsung atau

tidak langsung pada tumbuhan (autotrof); stabilitas konsentrasi oksigen

dan karbon dioksida atmosfir tergantung pada proses fotosintesis di

lautan dan daratan; selain itu kita mengambil keuntungan dari

simpanan energi fotosintesis pada abad geologis masa lalu bila menggunakan

gas alam, minyak bumi dan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Sebagai

tambahan, kita memakai serat kayu (satu diantara sedikit sumber daya alam

yang dapat diperbarui) untuk berbagai kebutuhan dan kita tentu saja harus

menyadari bahwa fotosintesis merupakan landasan penting untuk kehidupan

manusia di bumi.

Fotosintesis adalah proses sangat kompleks yang terdiri dari

serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik.

Karbon dioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama

dikembalikan. Pada hakekatnya, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai

penyerapan energi cahaya oleh kloroplas, pembelahan (fotolisis) air menjadi

ion hidrogen dan gas oksigen, dan penggunaan ion hidrogen untuk mereduksi

karbon dioksida menjadi gula.

Dasar proses tersebut terdiri dari tiga macam reaksi yaitu:

a. Reaksi fisik: karbon dioksida ditransfer dari atmosfir kedalam daun

untuk dilarutkan dalam air. Resistensi total transfer ini adalah salah satu dari

faktor-faktor pembatas terpenting dalam proses tersebut.

b. Reaksi fotokimia: 2 sampai 4 persen radiasi yang diterima digunakan untuk

fotosintesis, dengan panjang gelombang yang paling aktif adalah bagian merah

dan biru spektrum warna. Energi diserap oleh klorofil a dan b (dan

beberapa pigmen pembantu) dan dipompa oleh unit molekul klorofil besar

menjadi ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekul adenosine triphosphat

(ATP).

c. Reaksi kimia dan enzim: ini adalah urutan banyak tahapan reaksi antara dari

produk stabil pertama, phosphoglyceric acid (PGA), menjadi gula yang

berangka karbon 3, 4, 5 dan 6.

Page 26: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

29

Baru-baru ini tumbuhan dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu

tumbuhan C3 dan tumbuhan C4, tergantung pada apakah tumbuhan tersebut

mengikat karbon menjadi produk berkarbon 3 (seperti dalam siklus Calvin)

atau apakah CO2 diikat menjadi gula melalui asam dikarboksilat berkarbon 4.

Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan pada kecepatan fotosintesis,

atas dasar kriteria anatomis dan fisiologis dan lingkungan tempat tumbuhnya.

Tumbuhan berkemampuan fotosintesis tinggi (tipe C4), seperti jagung,

sorgum, tebu, dan beberapa tumbuhan dikotiledon, bisa mempunyai 2 sampai 3

kali produksi primer lebih besar daripada tumbuhan berkemampuan

fotosintesis rendah (sebagian besar genus meliputi pohon). Tumbuhan C4

mempunyai tingkat fotosintesis tinggi 50 sampai 80 mg CO2 dm2/ jam, titik

kompensasi CO2 rendah 0 sampai 10 ppm, dan tanpa fotorespirasi, kurang

membutuhkan air dan tumbuh pada lingkungan keras seperti daerah tropika,

tempat yang kering, pegunungan, dan muara sungai (Hatch dkk., 1971; Black,

1971). Dickman (1973) menyelidiki 14 konifer, 16 klon Populus, dan 30 jenis

daun lebar dan menemukan bahwa semuanya termasuk tipe tumbuhan C3,

yang dicirikan oleh tingkat fotosintesis yang relatif rendah 10 sampai 35 mg

CO2 dm2/ jam, titik kompensasi CO2 lebih tinggi antara 30 dan 70 ppm, dan

respirasi yang dirangsang oleh cahaya.Titik kompensasi CO2 dimana pada saat

penyerapan CO2 oleh tanaman pada proses fotosintesis sama dengan CO2 yang

dikeluarkan pada saat proses respirasi.

Fotosintesis dalam Pohon

Dalam mempelajari karakteristik fotosintesis pohon dan kemampuan

relatif produksi karbohidratnya, kita perlu mengingat bahwa berlawanan

dengan tanaman pertanian; beberapa hal yang mempengaruhi proses

fotosintesis :

1. Perilaku stomata, stomata adalah pori-pori kecil pada epidermis daun

yang merupakan tempat difusi sejumlah air dan gas. Stomata ini penting

karena membuka dan menutupnya, menentukan resistensi penyerapan karbon

dioksida dan sudah barang tentu produksi karbohidrat, juga jumlah air yang

hilang dalam transpirasi. Karena itu, gerakan stomata mempunyai pengaruh

yang besar terhadap kesuksesan relatif perkembangan tumbuhan. Jumlah

Page 27: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

30

stomata sangat banyak. Pada daun lebar stomata hanya terdapat pada epidermis

bawah, dan meskipun jumlahnya berkisar antara 11.000 sampai 100.000 / cm2,

jumlah stomata tersebut hanya membentuk sekitar 1 persen luas permukaan

daun (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada konifer, stomata tersusun pada

semua sisi daun jarum dan bisa berjumlah sampai 5000 / cm2 (Waggoner dan

Turner, 1971). Daun-daun terbuka yaitu yang tumbuh pada bagian tajuk pohon

yang terkena sinar, mempunyai jumlah stomata beberapa kali lebih banyak per

unit luas daun daripada daun-daun ternaung pada pohon yang sama.

Mekanisme pembukaan stomata masih belum diketahui dengan sempurna,

tetapi konsentrasi CO2, intensitas cahaya, potensi larutan, pengeluaran ion

hidrogen, dan aliran ion kalium tampak semuanya penting (Zelitch, 1969).

Lama pembukaan dan penutupan stomata sebagian bergantung pada toleransi

jenis dan kondisi cahaya yang diterima oleh pohon.

2. Variasi fotosintesis neto dalam pohon. Tajuk pohon adalah

struktur kompleks yang terdiri dari daun-daun dengan berbagai umur

pada berbagai posisi dalam tajuk. Variasi posisi ini mempunyai sifat

lingkungan yang sangat berbeda, maka ekspresi kemampuan fotosintesis harus

memperhitungkan variasi besar yang terjadi dalam pohon. Setiap daun

berfotosintesis pada kecepatan yang mencerminkan kondisi fisiologis tertentu

dan lingkungan mikro. Dalam mempelajari fotosintesis pohon-pohon

komponen utama RTH, kita perlu menentukan perbedaan yang terjadi dalam

pohon, yang disebabkan oleh umur daun dan posisi pada tajuk, perbedaan antar

pohon, yang membedakan daun lebar dan konifer, jenis, dan genotip. Dalam

membahas fotosintesis pohon, kita biasanya berhubungan dengan fotosintesis

neto. Ini didefinisikan sebagai perbedaan antara tingkat fotosintesis bruto dan

tingkat respirasi yang terjadi. Fotosintesis neto terjadi bila pengambilan CO2

dalam fotosintesis melebihi jumlah CO2 yang dikeluarkan dalam proses

respirasi yang bersamaan.

3. Umur daun. Efisiensi fotosintesis berbeda antara daun yang umurnya

berbeda terutama karena adanya pengaruh kecepatan respirasi yang berbeda.

Jumlah asimilat yang digunakan dalam respirasi daun secara normal adalah 5

sampai 10 persen produksi fotosintesis bruto, tetapi daun muda dan daun tua

Page 28: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

31

telah ditemukan mempunyai tingkat respirasi yang banyak melebihi jumlah

tersebut (Huber dan Rusch, 1961).

4. Posisi pohon. Karena perbedaan sifat umur daun dan lingkungan

dalam kanopi hutan, ukuran fotosintesis neto pohon bervariasi, tergantung

pada posisi fotosintesis yang dimonitor pada pohon tersebut. Karena itu pada

kondisi tegakan, berkas tajuk terbawah yang menerima cahaya relatif sedikit

memberikan kontribusi sedikit terhadap produksi fotosintesis neto. Biasanya,

daun paling produktif adalah daun yang sebagian dalam kondisi ternaung di

tajuk bagian atas (Woodman, 1971). Hal ini mungkin benar pula untuk pohon

setengah toleran lain. Penemuan ini sama dengan laporan Hodges (1967) yang

menunjukkan bahwa pohon konifer Pasifik Barat Daya berfotosintesis terbaik

pada bagian yang ternaung sebagian di pinggir pembukaan hutan. Kesamaan

keunggulan ketahanan hidup dan pertumbuhan suatu campuran jenis konifer

yang dipermudah secara alam

5. Perbedaan fotosintesis neto antara kelas tajuk. Perbedaan efisiensi

fotosintesis di antara pohon-pohon yang dominan, kodominan dan tertekan

relatif kecil jika dibandingkan antara daun-daun yang sama-sama terbuka dan

dinyatakan dengan efisiensi per unit luas permukaan daun. Perbedaan besar

antara kelas tajuk diperoleh jika dievaluasi efisiensi relatif daun terbuka dan

daun ternaung dan ketika diamati perbedaan besar lingkungan yang secara

normal mempengaruhi berbagai kelas tajuk. Yang khususnya penting adalah

gradien intensitas cahaya dan konsentrasi karbon dioksida dalam kanopi

pohon, Di dalam dan di bawah kanopi yang rapat, intensitas cahaya sangat

kurang daripada yang diterima oleh pohon dominan kecuali terobosan bercak-

bercak cahaya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kemampuan pohon

dalam melakukan fotosintesis, atau jumlah total karbohidrat yang diproduksi

oleh pohon selama suatu periode, daripada dengan kecepatan relatif atau

efisiensi pada level lingkungan tertentu.

Faktor utama yang menyebabkan perbedaan kemampuan fotosintesis

pohon yang mempunyai perbedaan kelas tajuk dan jenis adalah perbedaan

besar yang biasa ditemukan pada luas daun. Jika kita bermaksud

mempengaruhi produktivitas individu pohon, akan lebih cepat berhasil bila

Page 29: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

32

mempengaruhi luas daun. Jumlah daun tegakan biasanya dinyatakan dengan

istilah indeks luas daun (leaf area index = LAI), yaitu jumlah luas permukaan

daun pada kanopi vegetatif di atas areal tanah di bawahnya, yang dinyatakan

sebagai proporsi permukaan daun terhadap areal tanah di bawahnya. Rasio

tersebut pada hutan secara normal antara 3 dan 6. Hubungan antara

kemampuan fotosintesis dan luas daun sangat penting karena kita dapat

mengontrol luas daun individu pohon melalui penjarangan atau pemangkasan

cabang. Maka dari itu kemampuan pertumbuhan total individu pohon dapat

dinaikkan atau diturunkan melalui pengaturan jarak tanamnya sehingga

menghasilkan tajuk yang lebih besar atau kecil.

Pengaruh Lingkungan terhadap Fotosintesis

Kesempatan fotosintesis dipengaruhi oleh faktor tanaman dan

lingkungan antara lain :

1. Cahaya. Cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon

melalui intensitas, jumlah dan lama penyinaran. Di antara karakteristik ini,

intensitas cahaya barangkali paling penting bagi kita karena paling siap untuk

dimanipulasi. Jika tumbuhan terbuka terhadap intensitas cahaya secara

berangsur dari kegelapan ke cahaya matahari penuh, biasanya ditemukan

bahwa hasil positif fotosintesis neto tidak diperoleh sampai pada nilai ambang

intensitas cahaya minimal tertentu dilampaui. Titik kompensasi cahaya ini

adalah intensitas cahaya bila jumlah CO2 terambil dalam fotosintesis tepat

sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh respirasi pada saat bersamaan.

Dengan bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan

fotosintesis neto. daun yang terbuka. Tercapai titik tertentu yang disebut titik

kejenuhan cahaya, bila kenaikan intensitas cahaya tidak memberikan kenaikan

fotosintesis neto lebih lanjut. Titik kejenuhan cahaya tumbuhan toleran

biasanya lebih rendah daripada tumbuhan intoleran. Jika intensitas cahaya

melebihi titik kejenuhan, fluktuasi intensitas cahaya berpengaruh kecil

terhadap kecepatan fotosintesis. Pada saat intensitas cahaya yang sangat tinggi,

fotosintesis dapat dibatasi oleh foto oksidasi kloroplas. Pengaruh ini telah

diobservasi pada regenerasi Picea engelmannii pada tempat yang tinggi yang

tumbuh kerdil dan klorosis sebagai akibat dari fotooksidasi (Ronco, 1975).

Page 30: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

33

Tajuk pohon yang toleran dan intoleran biasanya tidak mencapai kemampuan

produksi penuh sampai radiasi mencapai cahaya penuh karena adanya saling

penutupan daun. Lama penyinaran cahaya sangat penting bagi kita. Salah satu

aspek lama penyinaran adalah fotoperiode, yang mengontrol ketat

pembentukan kuncup dan proses pertumbuhan pohon.

Transmisi atau pengurangan cahaya melalui kanopi hutan bergantung

pada tipe kanopi, apakah terdiri atas daun lebar atau konifer, cara daun

tersusun, dan homogenitas kanopi. Besarnya cahaya yang tersedia pada level

yang berbeda di dalam hutan sangat berpengaruh terhadap ukuran dominasi

jenis, diferensiasi menjadi kelas-kelas tajuk, rasio hidup tajuk, dan dimensi

tajuk keseluruhan. Karena itu, jika kita mengetahui persyaratan tumbuhan akan

cahaya, kita dapat mengontrol struktur dan produktivitas tegakan, kesuksesan

relatif regenerasi berbagai jenis, dan perkembangan lapisan rumput, penutup,

dan vegetatif. Karena itu kemampuan fotosintesis pohon harus

memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon

dan kanopi hutan, dan perubahan intensitas cahaya dan lama penyinaran harian

dan musiman.

2. Suhu. pengaruh suhu terhadap fotosintesis neto sulit untuk

dievaluasi. Pertama, fotosintesis neto merupakan selisih tingkat fotosintesis

dan respirasi yang bersamaan waktu, dan hubungan suhu terhadap kedua

proses tersebut sangat berbeda. Kedua, di lapangan, kenaikan suhu biasanya

berhubungan dengan kenaikan intensitas cahaya, sehingga pengaruhnya

membingungkan, Karena itu terbukti bahwa generalisasi mengenai pengaruh

suhu terhadap fotosintesis perlu diinterpretasi dengan hati-hati. Kisaran suhu

optimal untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe tetapi

umumnya antara 18 dan 25 °C untuk pohon-pohon daerah sedang, dengan

kisaran ekstrim antara -5 dan 40° C. (Stocker, 1960; Kozlowski dan Keller,

1966). Kisaran aktual suhu optimal untuk setiap spesies tergantung pada

banyak faktor, termasuk umur dan kesehatan daun dan ketersediaan air dan

cahaya.

Dalam istilah yang umum, hubungan antara fotosintesis dan suhu

adalah dengan penambahan suhu, fotosintesis naik secara eksponensial sampai

Page 31: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

34

kecepatan optimal fotosintesis bruto terjadi antara 20 - 40°C. Tetapi

fotosintesis neto optimal, mungkin berada antara 18 - 25°C karena kenaikan

dampak kecepatan respirasi yang lebih tinggi terhadap pertukaran CO2 neto.

Dengan bertambahnya suhu, proses enzimatis semakin banyak, sehingga

kecepatan fotosintesis menurun. Pada suhu tinggi mendekati 40° C, tumbuhan

mulai menderita kerusakan panas langsung yang diakibatkan oleh koagulasi

protein dalam protoplasma. Fotosintesis mati ketika protoplasma mati.

3. Konsentrasi CO2. konsentrasi karbon dioksida atmosfir bumi di atas

tajuk hutan diperkirakan 0,03 persen volume 300 ppm. Di dalam hutan,

konsentrasi CO2 biasanya lebih tinggi. Ketersediaan CO2 biasanya dapat

menjadi faktor pembatas fotosintesis (Kramer dan Kozlowski, 1960). Hal ini

merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat

atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif

mengambil CO2 dari udara dan percampuran atmosfir sangat sedikit karena

stagnasi udara. Dengan menurunnya konsentrasi CO2 sekitar daun, level

minimal dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO2, yang di bawahnya

tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto. Umumnya, untuk tumbuhan

C3, konsentrasi CO2 minimal ini adalah 50 sampai 100 ppm; namun, seperti

yang disebutkan di muka pada proses fotosintesis dalam bab ini, terdapat

kelompok tumbuhan C4 (tidak menunjukkan fotorespirasi) yang mempunyai

kemampuan fotosintesis yang sangat tinggi dan dapat berfungsi pada

konsentrasi CO2 antara 0 - 10 ppm.

4. Ketersediaan air. Porsi sangat kecil dari total air yang

digunakan oleh tumbuhan dikonsumsi langsung pada proses fotosin-

tesis. Karena itu, pengaruh defisit air pada fotosintesis disebabkan

hampir seluruhnya oleh pengaruh tidak langsung terhadap hidrasi

protoplasma dan penutupan stomata. Kondisi optimal fotosintesis terjadi bila

daun turgor jenuh. Ini terjadi bila air tanah berlimpah dan kondisi atmosfir

menghendaki evaporasi rendah. Dengan tanah yang mengering di bawah

kapasitas lapang dan potensi air dalam tanah menurun (menjadi lebih negatif),

terjadi kehilangan turgor dan penutupan stomata, yang selanjutnya membatasi

pemasukan CO2 dan menyebabkan penurunan fotosintesis. Mungkin terdapat

Page 32: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

35

perbedaan kecepatan penurunan yang tergantung pada toleransi kekeringan

suatu jenis. Fenomena penurunan fotosintesis ini disebabkan oleh penurunan

ketersediaan air dalam daun, atau lebih tepatnya, penurunan potensi air daun

yang menyebabkan stres air pada tumbuhan.

5. Nutrisi. nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis dalam dua cara:

langsung dengan jalan mempengaruhi efisiensi proses; dan tidak langsung,

berpengaruh terhadap produksi fotosintesis total pohon. Penelitian dengan

pohon Douglas-fir berumur 24 tahun (Brix, 1971) telah menunjukkan bahwa

kemampuan fotosintesis pucuk yang baru dalam tahun pemupukan naik 78%

sebagai akibat tambahan nitrogen bila daun terkena suhu dan kondisi air yang

baik dan bila intensitas cahaya 5000 fc. Kecepatan fotosintesis bertambah

hanya bila daun yang diperlukan terkena intensitas cahaya yang lebih tinggi

daripada 2000 fc (yaitu seperlima cahaya matahari penuh). Secara tidak

langsung, status nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis melalui pengaruh

terhadap luas individu daun dan ukuran total tajuk. Nutrisi juga mempengaruhi

vigor dan luas sistem perakaran, yang mempengaruhi penyerapan air dan

hidrasi daun.

2.3.2 Proses Respirasi

Respirasi adalah penggunaan karbohidrat dan produk fotosintesis untuk

membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan dan memproduksi

energi untuk digunakan dalam metabolisme dan penyerapan hara. Pada kondisi

aerobik, respirasi memproduksi energi, karbon dioksida, dan air. Seluruh

tumbuhan hidup harus melakukan respirasi, bahkan biji dalam simpanan.

Bagaimanapun, dalam lingkungan yang tidak sesuai melakukan respirasi

terlalu banyak, menyebabkan penurunan vigor dan bahkan kematian tumbuhan.

Proses respirasi sangat dipengaruh oleh lingkungan antara lain :

1. Cahaya. banyak tumbuhan mempunyai dua macam proses

respirasi: satu terjadi dalam kegelapan (dan mungkin juga dalam

kondisi cahaya) dan yang lain terjadi hanya bila ada cahaya, disebut

fotorespirasi yang mempunyai alur metabolisme yang berbeda. Pentingnya

fotorespirasi biasanya telah diabaikan di masa lalu dan baru-baru ini diberi

perhatian yang lebih besar (Decker, 1970; Ludlow dan Jarvis, 1971). Pada

Page 33: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

36

banyak studi masa lalu, respirasi dalam cahaya telah dipersamakan dengan

respirasi gelap, dan praktek ini mungkin telah mengakibatkan pengecilan arti

fotorespirasi dengan sepertiga sampai seperempatnya (Zelitch, 1971).

Beberapa tumbuhan dikotiledon dan banyak macam rumput tropika seperti

tebu, jagung dan sorgum, yang termasuk tumbuhan kelompok C4, tampaknya

tanpa fotorespirasi dan ini mungkin sebagian penyebab produktivitasnya yang

sangat tinggi (Black, 1971).

2. Suhu. Bila suhu naik, kecepatan respirasi biasanya naik secara

eksponensial. Kemudian suatu taraf dicapai ketika koagulasi protein mulai

terjadi. Pada taraf ini kecepatan respirasi mulai menurun dan akhirnya

jatuh dengan cepat dengan matinya materi tumbuhan. Hal yang sama, pada

kisaran suhu yang sama, respirasi naik tetapi pada kecepatan eksponensial,

akhirnya menurun ketika organisasi dan struktur sel rusak.

Titik ekuivalen tercapai dalam kisaran suhu tertentu bila jumlah

produksi karbohidrat dalam fotosintesis sama dengan jumlah yang dikonsumsi

oleh respirasi. Jika kisaran suhu kritis terlampaui dan dijaga sepanjang waktu,

tumbuhan tidak akan hidup, karena respirasi secara konsisten lebih tinggi

daripada fotosintesis. Pada suhu lebih rendah daripada level kritis, terdapat

kisaran optimal dengan hasil neto produksi karbohidrat maksimal. Pada suhu

yang bahkan lebih rendah, meskipun respirasi minimal, kemampuan tumbuhan

untuk memperoleh produksi makanan neto juga banyak berkurang.

3. Atmosfir tanah. kenaikan konsentrasi CO2 dan kekurangan oksigen

biasanya mengurangi kecepatan respirasi. Oksigen di atmosfir tanah dapat

dikonsumsi sampai pada suatu titik yang bersama-sama dengan kenaikan CO2

hasil respirasi, membatasi metabolisme akar dan pertumbuhan. Karena alasan

ini, kita bisa mempertimbangkan perlakuan pada saat penanaman yang

bertujuan memperbaiki aerasi tanah.

4. Air. pengaruh kenaikan stres air terhadap kecepatan respirasi

tergantung pada jenis. Untuk empat jenis Abies, respirasi tidak dipengaruhi

secara nyata sampai level stres mencapai kurang lebih 10 sampai 12 bar.

Dengan bertambahnya stres air, berbagai jenis dipengaruhi secara berbeda,

Page 34: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

37

5. Nutrisi. Seperti ditunjukkan di muka, pemupukan dapat

meningkatkan kecepatan respirasi gelap dipucuk. Dengan ketersediaan air yang

cukup, pemupukan cenderung memproduksi daun yang lebih besar dan lebih

sukulen yang mempunyai metabolisme dan kecepatan respirasi lebih tinggi.

Pola Respirasi Harian dan Musiman. Pola respirasi musiman pada pohon

sangat bergantung pada bagian pohon yang dimaksudkan dan perkembangan

musiman bagian komponen tersebut. Hal demikian karena respirasi bertambah

bersamaan dengan aktivitas metabolisme. Bila akar, kuncup atau daun

berkembang aktif, respirasi cenderung tinggi. Berbagai pengaruh lingkungan

saling tumpang tindih terhadap kecenderungan fenologis ini. Karena

kehilangan total karbohidrat oleh respirasi bisa mencapai 50 persen produksi

total, maka jelas sangat penting apabila kita menggabungkan berbagai desain

perlakuan untuk memini-malkan kehilangan akibat respirasi ini, terutama pada

masa pertumbuhan pohon.

2.3.3 Proses Translokasi Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam sistem tumbuhan

termasuk gas-gas, air, mineral, karbohidrat terlarut, dan hormon. Proses ini

terjadi dalam semua sistem tumbuhan, termasuk perkecambahan biji. Proses ini

terutama berkembang baik pada pohon yang mempunyai sistem pembuluh

khusus yang terdiri dari elemen xilem dan floem yang memungkinkan gerakan

materi antara akar dan daun yang terpisah jauh. Gerakan karbohidrat terlarut

dari titik asal (sumber) ke titik pemanfaatan (tempat tampung). Sumber

tersebut mungkin daun-daun dewasa yang berfotosintesis atau pusat penyim-

panan karbohidrat dalam daun, batang, atau akar. Tempat tampung dapat

merupakan setiap daerah metabolisme aktif, terutama kambium atau kuncup,

daun atau buah yang berkembang. Sebelum daun jatuh, simpanan bahan

makanan dalam daun yang tua dihidrolisis dan ditranslokasi keluar daun.

Beberapa unsur juga dimobilisasi dan diekspor.

Unsur-unsur yang mobil ini termasuk Na, Cl, S, N, P dan K yang

kemudian menjadi tersedia untuk proses fisiologis di tempat lain dalam

tumbuhan, terutama pada daun muda dan daerah metabolisme aktif. Unsur-

unsur mobil ini dapat tercuci keluar daun dalam jumlah besar oleh hujan dan

Page 35: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

38

embun. Unsur-unsur tidak mobil seperti Mg, Ca, B dan Co tetap dalam daun

yang tua dan dikembalikan ke tanah dengan jatuhnya daun. Beberapa unsur

seperti P, tampak bersirkulasi kontinyu dalam tumbuhan. Mobilitas Fe

tergantung pada hara P dan pH. Pentingnya mobilisasi hara dan peranannya

pada pemeliharaan keseimbangan hara dalam hutan. Beberapa hal yang

mempengaruhi proses translokasi :

1. Alur. Sejumlah gerakan kebawah terjadi dalam floem yang terdiri

dari komponen tipis, sel tetangga, perenkhim, dan serat-serat floem.

Translokasi terjadi pada sel hidup, dan kehidupan fungsional floem pada daun

lebar dan konifer sekitar 1 tahun. Terdapat dua kelompok pohon yang

mempunyai perbedaan dalam komponen pembuluh: komponen pembuluh daun

lebar (vessel) yang mempunyai ujung dinding yang sangat khusus, dan konifer

yang mempunyai elemen yang tidak begitu khusus (trakeid), dengan daerah

tapis terletak terutama pada dinding radial.

Translokasi assimilat ke bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah dan

aktifitas respirasi sistem perakaran. Semai pinus dengan perakaran yang jelek

dan tingkat respirasi yang rendah mentranslokasi lebih sedikit assimilat ke akar

daripada semai dengan sistem akar yang aktif dan baik. Meskipun sering sulit

dibedakan antara penyebab dan pengaruh, tetapi terdapat bukti hubungan

antara kecepatan respirasi dan translokasi. Hubungan ini mungkin memberikan

mekanisme yang menerangkan kenyataan ekologis penting asosiasi mikoriza

dengan pohon-pohon hutan (Shiroya dkk., 1962).

2. Kecepatan. Pernyataan umum tentang kecepatan gerakan sulit untuk

dibuat karena adanya laporan yang membingungkan dan bertentangan dalam

literatur. Studi awal melaporkan kecepatan tinggi, tetapi penelitian yang lebih

baru menunjukkan tidak demikian. Barangkali generalisasi terbaik pada saat

ini adalah bahwa kecepatan maksimal dalam floem, berdasarkan pada transfer

masa, adalah 40 sampai 70 cm/jam pada daun lebar dan 18 sampai 20 cm/jam

pada konifer. Tetapi kecepatan rata-rata, biasanya 1 sampai 2 cm/jam pada

kedua kelompok pohon itu (Shiroya dkk., 1962; Canny dkk., 1968; Roberts,

1964; Zimmer-mann dan Brown, 1971).

Page 36: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

39

3. Mekanisme. beberapa mekanisme telah diusulkan untuk

menerangkan gerakan gula dalam tumbuhan. Mekanisme yang paling umum

diterima adalah teori tekanan dan aliran yang diusulkan pertama kali oleh

Munch pada 1930. Teori ini mengusulkan bahwa gerakan terjadi sebagai akibat

gradien tekanan turgor yang berkembang antara sel produsen neto, seperti daun

dewasa, dan sel konsumen neto, yang dapat berupa akar, buah, meristem, atau

setiap sel bermetabolisme.

Gradien tekanan berkembang karena sel produsen menjaga konsentrasi

tinggi larutan (potensial rendah), oleh fotosintesis atau konsentrasi larutan

aktif dan sel konsumen menjaga konsentrasi larutan rendah (potensial tinggi)

oleh respirasi, pertumbuhan dan penyimpanan. Aliran larutan terjadi sebagai

respon terhadap gradien tekanan ini. Kekuatan penggerak yang memungkinkan

translokasi yang berjarak jauh adalah metabolisme tumbuhan, dan proses

tersebut diatur oleh permintaan pada tempat tampung fisiologis dan persediaan

pada sumber (Zimmermann dan Brown, 1971).

Pengaruh Lingkungan terhadap Translokasi

Cahaya, secara umum penambahan intensitas cahaya menaikkan

translokasi ke akar melalui stimulasi pengambilan CO2 oleh daun dan produksi

assimilat. Hal ini tampak didukung oleh observasi bahwa tumbuhan yang

tumbuh pada intensitas cahaya rendah menghentikan translokasi.

Suhu, translokasi biasanya bertambah dengan kenaikan suhu sampai

sekitar 30°C. Dengan kenaikan suhu lebih lanjut, translokasi berkurang

barangkali sebagai akibat kenaikan konsumsi karbohidrat dalam respirasi.

Air, penyerapan air mempengaruhi translokasi melalui perubahan

kondisi fisiologis daun pengekspor. Umumnya, translokasi berkurang dengan

bertambahnya stres air karena penurunan metabolisme akar dan penurunan

pengambilan CO2 oleh daun.

2.3.4 Rumah Tangga Air

Kepentingan air dalam sistem tanah, tumbuhan, atmosfir tidak dapat

diabaikan, karena ketersediaan air pada daerah yang kekeringan di musim

Page 37: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

40

panas merupakah faktor terpenting di antara semua faktor yang mengontrol

ketahanan hidup dan kemudian distribusi vegetasi. Rumah tangga air tumbuhan

konsekuensinya merupakan pertimbangan utama pada perkembangan atau

penerapannya. Semua air hilang dalam proses pasif transpirasi, secara

fisiologis air adalah penting sebagai pembentuk utama protoplasma dan cairan

vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untuk mengangkut mineral, dan

menjaga turgiditas. Turgor penuh, yaitu pemeliharaan turgiditas, adalah

penting untuk pemanjangan dan pertumbuhan sel, memelihara bentuk

tumbuhan, pembukaan stomata, dan gerakan tumbuhan seperti pada daun dan

mahkota bunga. Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh

sistem perakaran. Beberapa bagian dapat terambil langsung dari atmosfir oleh

daun, dan hal ini mungkin penting pada tumbuhan di daerah arid yang terjadi

pengembunan (Monteith, 1963; Stone, 1963). Namun, kepentingan

kelembaban atmosfir tampak terletak lebih pada penurunan stres

evapotranspirasi daripada persediaan air langsung untuk tumbuhan.

Gerakan air dalam pohon terjadi karena perbedaan gradien potensiai air

antar bagian pohon. Air bergerak dalam pohon karena terdapat gradien air

dalam sistem tanah, tumbuhan dan atmosfir dalam status energi bebas.

Berdasarkan konvensi energi bebas, atau potensi kimia air pada air murni

adalah 0. Keberadaan partikel larutan menurunkan potensi air sampai nilai

negatif, dan dalam sel tumbuhan, kenaikan tekanan dinding menambah potensi

energi bebas sehingga kecenderungan molekul air berdifusi bertambah

(Slatyer, 1967; Kramer, 1969). Pertimbangan ini digambarkan dalam

persamaan yang menyatakan potensi air dengan cara berikut:

Penyerapan air terjadi karena zat alir xilem dalam akar biasanya

berpotensi lebih rendah (nilai negatif lebih tinggi) daripada air dalam tanah.

Disebabkan terutama oleh kenaikan konsentrasi larutan dari korteks akar ke sel

mesofil, maka terdapat gradien potensi air dalam sistem, dan air cenderung

bergerak dari akar ke daun. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan air

cenderung cepat bila potensi dalam tanah tinggi (yaitu, mendekati 0, bila tanah

mempunyai air tersedia berlimpah) dan rendah dalam daun (yaitu, sangat

negatif, bila suhu dan angin tinggi dan uap air atmosfir rendah, berakibat

Page 38: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

41

kecepatan evapotranspirasi tinggi). Resistensi gerakan air dalam daun dapat

bervariasi karena kemampuan tumbuhan mengontrol lobang stomata. Pada saat

stres lingkungan, stomata cenderung menutup.

2.3.5 Proses Transpirasi

Transpirasi adalah evaporasi air dari tumbuhan termasuk gerakan air

melalui seluruh kesatuan tanah, tumbuhan dan atmosfir. Dengan hilangnya air

dari daun melalui evaporasi, tambahan air diserap batang dan lewat akar dalam

bentuk kolom yang kontinyu. Batang dan akar kurang lebih pasif dalam proses

ini, dan karenanya, sering disebut penyerapan pasif. Sudah barang tentu akar

tidak bertindak sederhana seperti sumbu lampu, tetapi harus tumbuh terus

untuk menjaga permeabilitas dan mengisap kelembaban tanah.

Beberapa hal yang mempengaruhi proses transpirasi adalah kecepatan

dan kuantitas, kecepatan transportasi air ke atas pada xilem pohon dipengaruhi

oleh kecuraman gradien potensi air dari atmosfir ke larutan tanah. Kecepatan

juga bervariasi dengan jenis, tetapi biasanya nilai masing-masing adalah:

konifer 1 sampai 2 m/jam; daun lebar berpori tersebar, 1 sampai 6 m per jam;

dan daun lebar berpori tersusun melingkar, 20 sampai 40 m per jam. Kuantitas

air yang ditranspirasikan ditaksir kurang lebih 430 sampai 560 mm/tahun (17

sampai 22 in per tahun) untuk daun lebar di South Caroline (Hoover, 1944)

dan sekitar 100 sampai 250 mm per tahun (4 sampai 10 in per tahun) untuk

pinus di Eropa (Ivanov dkk., 1951; Isakov, 1974). Jumlah ini mendekati

sepertiga presipitasi. Kemungkinan kesalahan akibat perbedaan prosedur dan

kondisi sangat besar sehingga kecepatan dan kuantitas, ini harus dipandang

sebagai estimasi yang sangat kasar. Karena jumlah air yang ditranspirasikan, di

antara banyak faktor, sangat dipengaruhi jumlah air tersedia, maka tidak

terdapat generalisasi yang baik tentang jumlah relatif air yang ditranspirasikan

oleh daun lebar dan konifer.

Usaha mengurangi penggunaan air oleh pohon adalah dengan

penerapan antitranspiran. Dorongan penggunaan antitranspiran datang dari

keinginan untuk menaikkan hasil hutan daerah aliran sungai atau memperbesar

keberhasilan hidup pohon ketika ditanam di lapangan. Penelitian yang

Page 39: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

42

dilakukan pada hutan Pinus resinosa (Waggoner dan Turner, 1971)

menunjukkan bahwa evapotranspirasi dapat dikurangi sampai 30 persen segera

sesudah penyemprotan dengan fenil merkuri asetat. Bagaimanapun, sesudah

penyemprotan tiga kali dalam setiap musim pertumbuhan selama tiga tahun

berturut-turut pengurangan keseluruhan menjadi 3 sampai 10 persen.

Perlakuan ini menyebabkan penutupan sebagian stomata, dan karena juga

mengurangi fotosintesis maka beberapa pengurangan pertumbuhan mungkin

terjadi.

Pengaruh Lingkungan terhadap Transpirasi

Cahaya. Transpirasi sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena

pengaruh cahaya langsung pada lobang stomata.

Suhu. Suhu tanah, daun dan atmosfir juga mempengaruhi kecepatan

penyerapan air. Tanah yang dingin mengurangi penyerapan karena tanah

tersebut mengurangi permeabilitas akar, juga gerakan air, dan memperlambat

pertumbuhan akar dan metabolisme. Suhu daun menarik perhatian khusus

karena suhu ini berpengaruh langsung terhadap metabolisme daun, fotosintesis,

respirasi dan transpirasi. Pada siang hari, daun yang terkena radiasi matahari

bisa 1 sampai 10°C lebih tinggi daripada suhu udara sekitarnya, sedangkan

daun ternaung bisa bersuhu kira-kira sama dengan atmosfir. Pada malam

hari, suhu daun bisa 2 sampai 3°C lebih rendah daripada suhu udara

sekitarnya karena radiasi kembali ke atmosfir. Transpirasi berpengaruh

terhadap pendinginan daun. Penurunan ini bisa menyebabkan daun sampai 10°

C lebih rendah daripada suhu udara sekitarnya, terutama bila beban panas

besar pada suhu udara lebih tinggi daripada 30°C (Gates, 1968).

Defisit tekanan uap air. Istilah ini melukiskan perbedaan antara

kandungan uap air udara sekitar daun, dan kandungan uap air rongga stomata.

Semakin besar perbedaan, atau defisit, semakin besar kecenderungan pohon

kehilangan air atau transpirasi. Karena itu defisit tekanan uap air

merupakan faktor utama pengontrolan transpirasi. Ini sangat dipengaruhi

oleh suhu, angin dan kelembaban relatif.

Ketersediaan air. Transpirasi tergantung pada ketersediaan air dalam

tanah, dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan air dalam tanah,

Page 40: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

43

dan kecepatan transpirasi bertambah oleh penyediaan lebih banyak air untuk

tumbuhan. Pengaruh ini dapat dilihat pada transpirasi kecepatan tinggi vegetasi

perairan dan pohon-pohon yang beririgasi. Tetapi, bahkan pada kondisi

ketersediaan air tanah tinggi, bila udara panas, berangin, dan kelembaban

udara relatif rendah, transpirasi dapat melebihi penyerapan air, dan

kelayuan serta penutupan stomata dapat terjadi. Hal ini selanjutnya,

biasanya mengurangi hasil fotosintesis dan pertumbuhan.

Bila pohon terkena kondisi penurunan ketersediaan air, proses pertama

yang terhambat adalah transpirasi, diikuti oleh fotosintesis, dan kemudian

respirasi. Sensitivitas pohon terhadap kenaikan kondisi stres sangat

dipengaruhi oleh toleransi relatif tumbuhan yang dimaksud. Secara umum,

telah ditemukan bahwa dengan potensi air tanah menjadi lebih negatif (yaitu

air tanah kurang tersedia), pohon yang lebih intoleran pertama kali

menunjukkan pengurangan kecepatan transpirasi sebagai akibat kemampuan

penutupan stomata yang lebih awal. Karena itu konservasi air melalui

pengontrolan stomata secara genetis dan adaptif adalah sangat penting dalam

mempengaruhi keseimbangan air internal tumbuhan yang tumbuh pada daerah

dengan musim panas atau kering. Stomata merupakan mekanisme yang

terutama bertanggung jawab menentukan keberhasilan ekologis berbagai

tumbuhan sehingga berkembang memuaskan pada lingkungan relatif kering.

2.3.6 Interaksi Lingkungan dengan Persyaratan Fisiologis

Hal ini menjelaskan bahwa pohon sebagai komponen utama RTH

melakukan interaksi lingkungan melalui proses fisiologis sehingga terbentuk

keseimbangan ekosistem RTH yang pada akhirnya akan meningkatkan

ekositem perkotaan khususnya Kota Bogor. Konsep pemersatu terpenting yang

harus diketahui, yaitu konsep yang memberikan landasan terhadap semua

konsep ekosistem adalah pengenalan bahwa tujuan utama mengetahui proses

fisiologis pohon adalah untuk mengontrol pertumbuhan pohon, dan kemudian

struktur dan komposisi tegakan, dan lingkungan. Tegakan adalah dinamis,

karena itu perlakuan harus membantu perubahan. Satu-satunya cara untuk

menjaga keseimbangan ekosistem RTH adalah dengan memahami cara

Page 41: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

44

interaksi genetis, fisiologis, dan lingkungan dalam mengontrol pertumbuhan

pohon.

Untuk tumbuh dengan sukses, pohon harus:

Menghasilkan lebih banyak makanan dengan fotosintesis daripada

kebutuhannya untuk menopang metabolisme dasar dan kompensasi

terhadap respirasi. Mempunyai kontrol yang memadai terhadap rumah tangga

air internalnya sehingga air dapat dikonservasi, sel dijaga pada turgor penuh,

dan stomata terbuka pada periode cukup selama siang hari untuk produksi

karbohidrat.

Kita harus memilih genotip pohon dan menjaga lingkungan

sehingga kedua persyaratan pertumbuhan ini dapat dipenuhi. Namun, kondisi

yang sesuai untuk suatu proses fisiologis belum tentu sesuai untuk yang lain

dan kita biasanya berhadapan dengan pemilihan kompromi lingkungan yang

pengaruhnya terhadap seluruh bagian menguntungkan untuk tumbuhan secara

keseluruhan. Sebagai contoh, kondisi yang cenderung memaksimalkan

fotosintesis bruto (seperti intensitas cahaya tinggi, stomata terbuka, dan

permukaan daun yang luas dan terletak baik) juga cenderung

menimbulkan kecepatan respirasi dan transpirasi tinggi. Jelas, konflik dapat

terjadi dan hanya dapat dipecahkan jika kita dapat meramalkan proses yang

mungkin menjadi pembatas pada setiap situasi. Pada banyak tempat di

Kalifornia, Utah, dan Idaho, sebagai contoh, bila presipitasi musim panas

jarang, semua kematian pohon disebabkan oleh rumah tangga air yang jelek,

respirasi berlebihan, atau faktor biotis eksternal seperti serangga, penyakit, dan

hewan pemakan daun.

Kemampuan fotosintesis biasanya tidak membatasi ketahanan

hidup, konsekuensinya perlakuan persiapan lokasi mungkin menjadi lebih

berhasil jika lingkungan mikro dimanipulasi untuk mengkonservasi air,

menurunkan radiasi dan beban suhu, dan membatasi jumlah permukaan

daun yang terbuka, meskipun kenyataan bahwa ini cenderung

mengurangi fotosintesis. Kemampuan relatif tumbuhan untuk memproduksi

karbohidrat yang memadai dan menjaga rumah tangga air yang memadai pada

Page 42: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

45

situasi tertentu kadang-kadang dinyatakan dengan istilah rasio fotosintesis

neto/ transpirasi.

Karena itu keseimbangan ekosistem RTH ditentukan oleh pertumbuhan

tumbuhan/ pohon. Konsep pokok yang terlibat di sini adalah bahwa tumbuhan

mungkin dianggap sebagai pemilik respon permukaan dimensi ganda yang

dilukiskan terutama dalam pengertian fotosintesis neto, transpirasi, dan daya

penghantar daun sebagai fungsi interaksi antara faktor-faktor lingkungan

seperti intensitas cahaya, suhu, dan defisit tekanan uap air. Konseptualisasi in-

teraksi ini memungkinkan kita untuk meningkatkan kemampuan tumbuhan

tertentu untuk berkembang dalam lingkungan mikro tertentu. Sebagai contoh,

intensitas cahaya dapat dimodifikasi dengan memanipulasi penutupan tajuk,

ketersediaan air tanah ditambah dengan mengurangi persaingan tumbuhan,

atau level suhu diubah oleh kontrol naungan. Penjarangan, pemupukan,

penyemprotan, pemberian mulsa, atau pengguludan bertujuan pada hakekatnya

untuk memperbaiki lingkungan operasional tumbuhan terpilih. Definisi yang

tepat bagi setiap perlakuan dalam level atau intensitas dapat dibuat yang

terbaik jika seseorang menyadari persyaratan fisiologis umum pohon terseleksi

dan level faktor iklim mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan yang

memuaskan. Jenis analisis yang sama adalah berguna bila mempertimbangkan

pemilihan metode reproduksi yang paling cocok untuk menjamin regenerasi

spesies tertentu.

2.4 Geographic Information System (GIS)

Dalam Prahasta (2004), Geographic Information System (GIS) merupakan

suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan

menganalisis informasi-informasi geografis. Geographic Information System

(GIS) yang dalam bahasa Indonesia lebih sering disingkat SIG (Sistem Informasi

Geografis) dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-

objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi lokasi geografis merupakan

karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG

merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dasar dalam

menangani data yang bereferensi geografis sebagai berikut :

Page 43: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

46

• Data masukan (data spasial dan data atribut)

• Data keluaran (Peta Tematik)

• Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data)

• Analisis data

Perangkat lunak SIG yang biasa digunakan antara lain ArcView, ArcGis,

MapInfo, ERDAS. Pada penelitian ini perangkat lunak SIG yang digunakan

adalah ArcView 3.2 karena kemampuannya menganalisis lebih baik dengan

tersedianya banyak ekstensi yang beredar dipasaran. ArcView 3.2 adalah software

yang biasa digunakan untuk menganalis data spasial maupun non spasial dan

pemetaan. Khusus untuk kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang

menganalisis kualitas udara (berdasarkan daya serap terhadap polutan diudara),

peyimpanan karbon, daya serap karbon.

Kegunaan CITYgreen 5.4 adalah penting untuk menentukan tujuan dari

penelitian ini, dan mempertimbangkan bagaimana hasil analisis akan digunakan.

Mayoritas analisis CITYgreen 5.4 dilakukan bukan untuk latihan teoritis, tetapi

untuk membantu mempengaruhi keputusan kebijakan riil. Mempertimbangkan

mana keuntungan yang paling penting untuk kota dan masyarakat. Tanpa

mempertimbangkan ukuran proyek, semua analisis CITYgreen 5.4 berlandaskan

dari prinsip mendasar bahwa pohon yang menjadi komponen RTH memberikan

pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002).

2.5 Kapasitas Penyimpanan dan Daya Serap Karbon serta Kualitas Udara

Komponen utama RTH adalah pohon, pohon memiliki kemampuan untuk

menyimpan karbon melalui proses fotositesis sebagai berikut:

6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 Cal � 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O

264 gr 216 gr 180 gr 192 gr 108 gr

Dalam Endes (2007) kemampuan pohon dalam menyerap gas CO2

bervariasi, menurut Nobel (1991), penyerapan gas CO2 oleh RTH (komponen

utama RTH) sebesar 2,76 ton/ha/tahun, sedangkan menurut Bernatzky (1987), 1

pohon Beach menyerap gas CO2 sebanyak 2,35 kg/jam dan menghasilkan gas O2

sebanyak 1,71 kg/jam. Menurut Iverson et al. (1993) nilai rosot (daya serap) gas

Page 44: Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Peningkatan Kualitas

47

CO2 untuk RTH58,26 ton/ha, kebun 52,40 ton/ha, serta semak dan rumput 3,30

ton/ha.

Penyimpanan karbon dan daya serap karbon: pepohonan menghilangkan

CO2 dari udara melalui daun mereka dan menyimpan karbon di biomassanya,

kira-kira setengah dari berat kering pohon adalah karbon. Untuk alasan inilah,

proyek penanaman pohon dalam skala besar diketahui sebagai alat yang legitimat

pada program karbon di banyak negara. CITYgreen 5.4 memperkirakan kapasitas

penyimpanan karbon dan tingkat daya serap karbon dari pohon pada area kajian

yang telah ditentukan. Sebagai tambahan selain penyimpanan karbon dan

penyerap karbon, pepohonan menyediakan keuntungan yang lain yaitu sebagai

penghasil gas O2 (American Forest, 2002).

Irwan (2007) menyatakan setiap tahun tumbuh-tumbuhan di atas bola

bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta ton

hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta

menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Jadi setiap jam 1 ha daun-daun

yang menghijau menyerap 8 kg CO2, setara dengan CO2 yang dikeluarkan oleh

sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. Hasan

(2010) sektor kehutanan di Indonesia mampu menyerap karbon sebesar 0.89 giga

ton pada 2020 dengan strategi penanaman pohon 500.000 ha/tahun.

Kualitas udara: dengan menyerap dan menyaring nitrogen oksida (NO2),

sulfur dioksida (SO2), ozone (O3), karbon monoksida (CO), dan benda-benda

partikel kurang dari 10 mikron (PM10) pada daun, pohon kota melakukan

pelayanan pembersihan udara yang vital yang secara langsung mempengaruhi

penghuni kota. CITYgreen 5.4 memperkirakan tingkat pembersihan polusi

tahunan dari pohon dengan menetapkan studi kajian tertentu untuk polutan

tersebut. Untuk menghitung nilai uang dari polutan ini, ekonom menghitung nilai

externality, atau nilai tidak langsung yang dilahirkan oleh masyarakat untuk

meningkatkan pengeluaran pelayanan kesehatan dan mengurangi pemasukan dari

turisme. Nilai biaya externality riil dari berbagai polutan udara ditetapkan oleh

komisi pelayanan umum negara di setiap negara (American Forest, 2002).