analisis laporan keuangan jogja
TRANSCRIPT
Laporan ini disusun sebagai pengganti ujian akhir semester
mata kuliah Praktik Akuntansi Sektor Publik
Dian Widya KusumaningtyasF3408030
DIII Perpajakan Fakultas EkonomiUniversitas Sebelas Maret Surakarta
MEI 2010BAB I Pendahuluan
Latar belakang pemkab Yogyakarta
Sejarah Kota
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan
dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara
sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak
strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima
piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur
Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5
September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan
bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan
Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia
menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober
1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan
bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa
Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX
dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja
Komite Nasional
Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari
Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah
dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan
Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan
Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja
atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi
berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
2
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan
Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I
menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi
wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari
Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede
dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah
tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang
dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah
tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa
Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata
dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai
Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman
Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan
Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif
yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25
orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei
1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD
dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan
3
Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya
Yogyakarta.
Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY
merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin
oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa
jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan
Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang
dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana
terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara
pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk
menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom
semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara
luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan
untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota
Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan
Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta
sebagai Kepala Daerahnya.
KONDISI GEOGRAFIS KOTA YOGYAKARTA
4
-BATAS WILAYAH
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY
dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus
Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus
Kabupaten
Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY,
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
Sebelah utara : Kabupaten Sleman
Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II
sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II
Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas
permukaan laut
- KEADAAN ALAM
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran
rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke
selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga)
sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
Bagian tengah adalah Sungai Code
Sebelah barat adalah Sungai Winongo
- LUAS WILAYAH
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit
dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km²
yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14
Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni
oleh 489.000 jiwa (data per Desember 1999) dengan kepadatan
5
rata-rata 15.000 jiwa/Km²
- DEMOGRAFI
Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup
tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433
jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota
Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan
rata-rata 15.197/km². Angka harapan hidup penduduk Kota
Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan
perempuan usia 76,31 tahun.
B. Tinjauan Teoritis
Analisis laporan keuangan pada dasarnya merupakan analisis
yang dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang tersaji
dalam laporan keuangan
TEKNIK ANALISIS :
Analisis Perbandingan
1. Vertikal
2. Horizontal
Analisis Proporsi
Analisis Pertumbuhan
Analisis Rasio
Analisis Ketaatan terhadap Peraturan
Analisis Sumber dan Penggunaan Dana
PENGERTIAN NERACA
Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan
suatu entitas (perusahaan, pemerintah pusat, pemerintah
daerah) yang meliputi aset, kewajiban dan ekuitas dana pada
suatu saat tertentu.
6
ARTI PENTING NERACA DAERAH:
Memberikan informasi kepada manajemen Pemerintahan
daerah mengenai likuiditas keuangan daerah.
Memberikan informasi kepada manajemen Pemerintah Daerah
tentang fleksibilitas keuangan (financial flexibility)
Mendorong terciptanya tata pemerintahan yang baik (good
governance)
Analisis Aset :
Membandingkan nilai tiap-tiap pos aset dalam neraca tahun
sekarang dengan tahun sebelumnya (dua perioda pelaporan)
Menghitung proporsi dan persentase masing-masing kelompok
aset dengan total aset
Menghitung modal kerja (working capital) yang dimiliki
pemerintah daerah
Menghitung rasio keuangan terkait dengan aset
Mengevaluasi hasil penghitungan, interpretasi dan prediksi
BENTUK ANALISIS ASET
ANALISIS PERTUMBUHAN
ANALISIS PROPORSI
ANALISIS MODAL KERJA
ANALISIS RASIO
a) Rasio Likuiditas
b) Rasio Solvabilitas
c) Rasio Leverage
BENTUK ANALISIS KEWAJIBAN
a. Analisis Pertumbuhan Utang
7
b. Analisis Rasio Utang Per Kapita
c. Analisis Rasio Utang terhadap Ekuitas
d. Analisis Rasio Utang terhadap Aset Modal
e. Analisis Rasio Bunga Utang terhadap Pendapatan Asli
Daerah
f. Analisis Rasio Utang terhadap PDRB
g. Analisis Rasio Utang terhadap Pendapatan Pajak Daerah
h. Analisis Rasio Utang terhadap Pendapatan Asli Daerah
i. Analisis Rasio Utang terhadap Total Pendapatan Daerah
ANALISIS EKUITAS DANA
a. Analisis Pertumbuhan Ekuitas Dana
b. Analisis rasio Utang terhadap Ekuitas Dana
c. Analisis struktur ekuitas dana
C. Tujuan
Analisis Laporan keuangan daerah ini bertujuan untuk
mengetahui dan memantau segala perkembangan keuangan dan
pertumbuhan ekonomi Yogyakarta.
D. Perumusan Masalah
8
BAB II Pembahasan
Metedology Pembahasan
Analisis Pertumbuhan
Tujuan: melakukan perbandingan nilai tiap-tiap pos aset dalam
neraca adalah untuk mengetahui persentase perubahan posisi
aset pemerintah daerah selama dua perioda berurutan
Pertumbuhan Aset =
Analisis Proporsi
Analisis proporsi bermanfaat untuk melihat potret aset
pemerintah daerah secara lebih komprehensif, yaitu apakah
kelompok aset tertentu nilainya terlalu besar atau terlalu kecil
dari nilai yang wajar
Analisis Modal Kerja
9
Analisis modal kerja bermanfaat untuk menilai kecukupan keuangan
pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan operasi rutin
harian tanpa harus mencairkan investasi jangka pendek dan jangka panjang,
menggunakan dana cadangan atau penggunaan pos pembiayaan lainnya
Rasio Modal kerja terhadap total asset= aktiva Lancar – Kewajiban Lancar
Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini menunjukkan apakah pemerintah daerah memiliki
aset yang cukup untuk melunasi utang yang jatuh tempo
Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas bermanfaat untuk mengetahui kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar utang yang harus
dipenuhi dengan kas dan efek yang dimiliki pemerintah daerah
Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio lancar yang memperhitungkan persediaan sebagai
pengurang
Rasio Modal Kerja terhadap Total Aset
Rasio keuangan untuk mengukur likuiditas dari total aktiva
dengan posisi modal kerja neto
Rasio Solvabilitas
10
Rasio solvabilitas digunakan untuk melihat kemampuan
pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya,
baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang
Rasio Utang terhadap Ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengetahui bagian dari setiap
rupiah ekuitas dana yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan
utang
Rasio Utang terhadap Aset Modal
Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari aset
modal yang dapat digunakan untuk menjamin utang
Rasio Bunga Utang terhadap Pendapatan
Rasio ini digunakan untuk mengetahui besarnya jaminan
keuntungan untuk membayar bunga utang jangka panjang
Analisis Pertumbuhan Utang
Analisis pertumbuhan utang bermanfaat untuk mengetahui
perkembangan utang pemerintah daerah dari tahun ke tahun
Analisis Rasio Utang Per Kapita
Analisis rasio utang per kapita memberikan informasi
mengenai beban utang setiap masyarakat yang menjadi
penduduk pemerintah daerah setempat
11
Analisis Rasio Utang terhadap Ekuitas
Bermanfaat untuk memberikan indikasi berapa bagian dari
ekuitas dana yang diperlukan untuk mendanai utang
Rasio Utang terhadap Aset Modal
Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari aset
modal yang dapat digunakan untuk menjamin utang
Analisis Rasio Bunga Utang terhadap Pendapatan Asli
Daerah
Rasio bunga pinjaman terhadap pendapatan digunakan untuk
mengetahui besarnya kemampuan pemerintah daerah untuk
membayar bunga utang jangka panjang dengan Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Analisis Rasio Utang terhadap PDRB
Manfaat rasio ini adalah untuk mengetahui kemampuan
daerah dalam menanggung beban utang dan memenuhi
kewajibannya berdasarkan kemampuan produktivitas yang
dimiliki daerah
Analisis Rasio Utang terhadap Pendapatan Pajak Daerah
12
Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kapasitas
pemerintah daerah untuk membayar kembali utangnya
dengan pendapatan pajak yang diterima.
Analisis Rasio Utang terhadap Pendapatan Asli Daerah
Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kapasitas
pemerintah daerah untuk membayar kembali utangnya
dengan PAD.
Analisis Rasio Utang terhadap Total Pendapatan Daerah
Analisis Rasio Utang terhadap Total Pendapatan Daerah
merupakan perbandingan antara total utang dengan total
pendapatan daerah
Analisis Pertumbuhan Ekuitas Dana
Semakin tinggi nilai analisis pertumbuhan ini, semakin tinggi
nilai bersih kekayaan pemerintah daerah.
Rasio Utang terhadap Ekuitas Dana
Bermanfaat untuk memberikan indikasi berapa bagian dari
ekuitas dana yang diperlukan untuk mendanai utang
Analisis Struktur Ekuitas Dana
Analisis struktur ekuitas dana bermanfaat untuk mengetahui
proporsi dari utang terhadap ekuitas dana.
13
Pembahasan Masalah
Jogja
Analisis 2008 2007
1. analisis
Pertumbuhan aset
1,44 %
14
2. analisis proporsi
a. Kas di kas di
daerah
b. Kas di piutang
pajak
c. Piutang Retribusi
d. bagian lancar
tagihan penjualan
angsuran
e. bagian lancar
tagihan pemberi
pinjaman
f. bagian lancar
tagihan sewa
g. bagian lancar
tagihan bagi hasil
kemitraan
h. bagian lancar
TPTGR
i. Piutang lainnya
j. persediaan
K. investasi non
4,8 %
0,0488 %
0,0703 %
0 %
0,007131 %
0,104 %
0,023 %
0,0020 %
0,0096 %
0,255 %
0,093 %
4,56 %
0,037 %
0,030 %
0,128 %
0 %
0 %
0 %
6,361 %
0 008 %
0,2562 %
0 %
15
permanent lainya
L. penyertaan modal
pemerintah
M. investasi
permanent lainya
n. tanah
o. Peralatan mesin
p. Bangunan
gedung
Q. Jalan, irigasi dan
jaringan
R. Aset tetap lainya
s. Konstruksi dlm
pengerjaaan
t. Dana cadangan
u. Tagihan
penjualan angsuran
v. Tagihan tuntutan
ganti kerugi daerah
2,16 %
0 %
16,16 %
8,16 %
9,18 %
56,078 %
1,07 %
0,03 %
0 %
0 %
0,0027 %
0,025 %
1.71 %
0,187 %
16,19 %
7,702 %
8,373 %
56,88 %
1,07 %
1,08 %
0 %
0,426 %
0.0030 %
0 %
16
W. Tagihan pemberi
pinjaman
X. Tagihan sewa
Y. Tagihan bagi hasil
kemitraan
Z. Kemitraan dgn
pihak ke tiga
Aset lain lain
0,0034 %
0,355 %
1,21 %
0,022 %
0 %
0 %
1,23 %
0,0166 %
3. analisis Modal
kerja
157.601.707.056,77 147.040.302.500,48
4. analisis Rasio
a. Rasio Lancar
b. Rasio Kas
c. Rasio Cepat
d. Rasio modal kerja
terhadap aset
e. Rasio Solvabilitas
f. Rasio utang
terhadap ekuitas
44,4828
40,149
42,35
0,0522
438,535
0,0022
63,5
57,65
60,264
0,049
435,539
0,0023
5. analisis
pertumbuhan utang
0,747 %
6. analisis rasio 0,0022 0,0023
17
utang terhadap
ekuitas
7. analisis rasio
utang terhadap aset
modal
8. analisis rasio
utang terhadap
PDRB
0, 01316 0,01553
9. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan pajak
derah
0,11 0,124
10. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan asli
daerah
0,0519 0,0598
11. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan daerah
0,009540,0110
12. analisis
pertumbuhan
ekuitas dana
1,44 %
13. analisis rasio
utang terhadap
ekuitas dana
0,0022 0,0023
18
Jambi
Analisis 2008 2007
1. analisis
Pertumbuhan aset
13,24 %
2. analisis proporsi
a. Kas di kas di
daerah
b. investasi jangka
pendek
c. Piutang
d. Piutang lain lain
e. persediaan
f. investasi non
permanent lainya
g. investasi
6,51%
4,83 %
0,0098 %
0,0891 %
0.131 %
0,5771 %
1,65 %
9,19 %
3,15 %
0,025 %
0,752 %
0,099 %
0,6055 %
1,16%
19
permanent
h. Aset tetap
t. Dana cadangan
Aset lain nya
87,74 %
0 %
0,67%
84,76 %
0 %
0,2321 %
3. analisis Modal
kerja
355.176.774.996,41 345.365.495.641,73
4. analisis Rasio
a. Rasio Lancar
b. Rasio Kas
c. Rasio Cepat
d. Rasio modal kerja
terhadap aset
e. Rasio Solvabilitas
f. Rasio utang
terhadap ekuitas
g. Rasio utang
terhadap modal
kerja
8,71
4,91
8,6454
0,102
75,510
0,0131
0 %
9,21
6,40
9,21
0,1179
69,624
0,0145
0 %
5. analisis
petumbuhan utang
0,090
6. analisis rasio
utang terhadap
0, 0131 0,014
20
ekuitas
7. analisis rasio
utang terhadap aset
modal
8. analisis rasio
utang terhadap
PDRB
0,0321 0
9. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan pajak
derah
0,08700
10. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan asli
daerah
0,074 % 0
11. analisis rasio
utang terhadap
pendapatan daerah
0,032 0
12. analisis
pertumbuhan
ekuitas dana
0,210
13. analisis rasio
utang terhadap
ekuitas dana
0,01310,0145
21
BAB III Kesimpulan
22
1. Setelah saya hitung dan analisa, hasil perhitungan
analisis laporan keuangan kabupaten jogjakarta
tahun 2008 dan tahun 2007 secara spesifik memang
ada perubahan (tidak sama), namun jika dirata-rata
tidak ada perubahan yang signifikan.
2. Hasil perhitungan analisis laporan keuangan
kabupaten Jambi tahun 2008 dan tahun 2007 secar
spesifik memang ada perubahan (tidak sama),
namun jika dirata-rata tidak ada perubahan yang
signifikan.
3. Jika diperbandingkan antara kabupaten jogjakarta
dan kabupaten jambi maka hasil analisis laporan
keuangannya memiliki persamaan yaitu kenaikan
pada jumlah kas, atau surplus.
23
24
BAB IV Penutup
25