analisis konsentrasi spasial dan faktor yang … · manufaktur adalah indeks persaingan industri,...

65
ix ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG MEMENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI KAWASAN BARAT INDONESIA MEILANI PUTRI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: vancong

Post on 09-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG

MEMENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR

DI KAWASAN BARAT INDONESIA

MEILANI PUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ii

Page 3: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konsentrasi

Spasial dan Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur di

Kawasan Barat Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Meilani Putri

NIM H14090029

Page 4: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ii

ABSTRAK

MEILANI PUTRI. Analisis Konsentrasi Spasial dan Faktor yang Memengaruhi

Aglomerasi Industri Manufaktur di Kawasan Barat Indonesia. Dibimbing oleh

WIWIEK RINDAYANTI

Ketimpangan regional terjadi akibat perbedaan sumberdaya dan kegiatan ekonomi

yang dihasilkan oleh tiap daerah. Pengembangan potensi daerah yang dilakukan

harus mendorong sektor-sektor perekonomian sesuai dengan keunggulan yang

dimiliki oleh daerahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis

perkembangan ketimpangan regional, konsentrasi spasial dan aglomerasi industri

manufaktur di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI). Penelitian ini

menggunakan alat analisis, yaitu Indeks Williamson, Sistem Informasi Geografi

(SIG), Indeks Hoover Balassa dan data panel. Hasil penelitian mengindikasikan

bahwa terdapat ketimpangan regional yang relatif sedang antar wilayah dan

terdapat beberapa provinsi dengan titik konsentrasi spasial industri manufaktur.

Variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi aglomerasi sektor industri

manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman

Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah perusahaan Industri

Besar dan Sedang (IBS). Peta distribusi lokasi industri manufaktur yang lebih

merata dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat daerah.

Kata kunci: Indeks Williamson, Indeks Hoover Balassa, SIG, aglomerasi, data

panel

ABSTRACT

MEILANI PUTRI. Analysis of Spatial Consentration and Agglomeration Factor

of Manufacturing Industry in Western Region of Indonesia. Supervised by

WIWIEK RINDAYATI

Regional inequalities can be occured because of differences in resources

and the economic activity generated by each region. Manufacturing industry is

important sector that can encourage growth and development of other sectors.

The purposes of this research is to analyze the development of regional

imbalances, spatial concentration and agglomeration factor of manufacturing

industry in the western region of Indonesia. This research uses the analysis tool

Williamson Index, Geography Information System (GIS), Hoover Balassa Index

and panel data. Results of the study indicate that there is a relatively medium

regional imbalances in the distribution income and there are regions have point

of consentration spatial of manufacturing industries. Variables that constantly

affect the agglomeration of manufacturing industry is Competition Industry Index,

size of company, foreign investment, road, value added and number of large and

medium manufacturing industries. Map of the distribution of the location of the

manufacturing industry which is more evenly distributed can increase the income

and welfare of society.

Keywords: Williamson Index, Hoover Balassa Index, GIS, agglomeration, panel

data

Page 5: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG

MEMENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR

DI KAWASAN BARAT INDONESIA

MEILANI PUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

iv

Page 7: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

Judul Skripsi : Analisis Konsentrasi Spasial dan Faktor yang Memengaruhi

Aglomerasi Industri Manufaktur di Kawasan Barat Indonesia

Nama : Meilani Putri

NIM : H14090029

Disetujui oleh

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

vi

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah industri

manufaktur di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI), dengan judul Analisis

Konsentrasi Spasial dan Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri

Manufaktur di KBI. Masalah industri manufaktur dipilih menjadi topik penelitian

karena dianggap penting terutama dalam kontribusinya dalam Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) wilayah KBI yang semakin meningkat. Pembangunan

industri manufaktur yang tidak merata di setiap daerah mengindikasikan adanya

ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Selanjutnya,

masalah ini akan menimbulkan titik-titik konsentrasi di wilayah tertentu karena

perbedaan sumberdaya dan kemampuan yang dihasilkan tiap daerah. Titik-titik

konsentrasi ini mengumpul dan membentuk aglomerasi dengan tujuan agar

mendapatkan manfaat skala, lokasi dan urbanisasi.

Terima kasih juga diucapkan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni

Bapak Hermawan SH MM dan Ibu Erwina SH serta kakak dari penulis, Ripal

Agusta atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu ucapan

terima kasih juga ditujukan kepada:

1. Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Sahara Ph.D selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily Dwi Arsyianti,

M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang

telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi

FEM IPN yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan.

4. Teman-teman satu bimbingan Astrid, Alfi dan Rahmat yang telah banyak

memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

5. Sahabat penulis Ilmu Ekonomi 46 Sonya, Manda, Gina, Srikandhi, Raisha,

Anisaul, Irene, Nella, Merlyn yang telah membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini.

6. Sahabat penulis “Kost Sinabung” Echi, Wewe, Bagas, Tesa, Anin, Vera, Vini,

Vici, Yusi dan Rahma yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat penulis Ady Mentayadiputra yang telah banyak memberikan bantuan,

motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Meilani Putri

Page 9: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

Latar Belakang .................................................................................................... 1

Perumusan Masalah ............................................................................................. 4

Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5

Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6

Ketimpangan Pembangunan Wilayah ................................................................. 6

Konsentrasi Spasial ............................................................................................. 8

Aglomerasi Sektor Industri Manufaktur .............................................................. 9

Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 11

Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 13

METODE .............................................................................................................. 14

Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 14

Metode Analisis Data ........................................................................................ 14

Indeks Williamson ......................................................................................... 15

Analisis Sistem Informasi Geografi ............................................................... 15

Indeks Hoover Balassa................................................................................... 16

Analisis Regresi Data Panel ........................................................................... 17

Pemilihan Model Terbaik .............................................................................. 18

Pengujian Asumsi .......................................................................................... 19

Spesifikasi Model .......................................................................................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 21

Gambaran Umum .............................................................................................. 21

Ketimpangan Pembangunan Wilayah ............................................................... 31

Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur .......................................................... 33

Page 10: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

viii

Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur ............................ 38

SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 41

Simpulan ............................................................................................................ 41

Saran .................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43

LAMPIRAN .......................................................................................................... 45

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 53

DAFTAR TABEL

1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kawasan dan Lapangan

Usaha Tahun 2011 2 2 Luas wilayah KBI dan Persentase Terhadap Luas Indonesia Tahun

2011 3 3 Perkembangan Jumlah Perusahaan IBS Wilayah KBI Tahun 2007-2010 22 4 Jumlah Perusahaan IBS Menurut Subsektor dan Provinsi Wilayah KBI

Tahun 2011 23 5 Peringkat (rank) Menurut Tenaga Kerja IBS Wilayah KBI Tahun 2011 34

6 Peringkat (rank) menurut Rata-Rata Nilai Tambah IBS Menurut

Provinsi Tahun 2011 35

7 Indeks Hoover Ballasa menurut Provinsi Tahun 2009-2011 37 8 Hasil Estimasi Persamaan Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi 39

DAFTAR GAMBAR

1 PDB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2007-2012 1 2 PDRB Per Kapita Menurut Provinsi Tahun 2011 4

3 Hipotesis Teori Neo-klasik 7 4 Perkembangan Konsep dan Paradigma Mengenai Aglomerasi 10 5 Kerangka Pemikiran Penelitian 13 6 Indeks Persaingan Industri Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 24 7 Ukuran Perusahaan Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 25

8 PMA Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 26

9 PMDN Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 27

10 Panjang Jalan Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 28

11 UMP Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 29

12 Nilai Tambah Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 30

13 Jumlah IBS Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 30

14 Indeks Williamson Antar Provinsi di Wilayah KBI Tahun 2002-2011 31

Page 11: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

ix

15 Indeks Williamson Intra Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011 32

16 Perkembangan SIG menurut Jumlah Tenaga Kerja IBS Wilayah KBI

Tahun 2011 34

17 Perkembangan SIG Rata-Rata Nilai Tambah IBS Wilayah KBI Tahun

2011 36

DAFTAR LAMPIRAN

18 Indeks Williamson Antar Provinsi Wilayah KBI tahun 2002-2011 45

19 Indeks Williamson Intra Provinsi Wilayah KBI Tahun 2002-2011 45 20 Indeks Hoover Balassa (LQ TK) Provinsi Wilayah KBI Tahun 2009-

2011 46 21 Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur 47

Page 12: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah
Page 13: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

1

sumber: BPS, 2012 (diolah)

Gambar 1 PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2011

Sumber : Badan Pusat Statistik , 2013 (diolah)

Gambar 1 PDB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2007-2012

0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

PD

RB

(m

ilia

r ru

pia

h)

tahun

Pertanian, Peternakan,Kehutanan dan Perikanan

Industri Manufaktur

Perdagangan, Hotel &Restoran

Keuangan, Real Estate &Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki rencana pembangunan secara terarah dan intensif

melalui program Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional

tahun 2010 sampai tahun 2014. Program ini bertujuan sebagai bahan

pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun atau menyesuaikan

rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian

sasaran pembangunan nasional. Rencana pembangunan sangat diperlukan oleh

pemerintah daerah sebagai arahan dalam rangka mempercepat pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi daerah. Arah pembangunan Indonesia sejak tahun 1990

telah bertransformasi dari negara berbasis pertanian menjadi negara berbasis

industri, dimana kontribusi sektor industri manufaktur dalam PDB (Produk

Domestik Bruto) telah melampaui kontribusi sektor pertanian (Shofiyana 2012).

Hal ini sesuai dengan target Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bahwa

pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%, tingkat pengangguran turun menjadi kisaran

5 sampai 6%, serta tingkat kemiskinan turun menjadi kisaran 8 sampai 10%.

Tujuan tersebut dapat diwujudkan dengan kontribusi sektor industri manufaktur

yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Berikut

merupakan gambar yang menunjukkan kontribusi lima sektor tertinggi dalam

PDB nasional.

Gambar 1 menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur merupakan

sektor yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB nasional dari tahun

2007 sampai 2012. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

merupakan sektor tertinggi ketiga dalam kontribusinya terhadap PDB nasional.

Selanjutnya, sektor-sektor lainnya mengalami perkembangan yang berfluktuasi,

namun belum ada yang mampu melampaui kontribusi sektor industri manufaktur.

Menurut Shofiyana (2012), industri manufaktur mempunyai peranan sebagai

leader sector, artinya dengan pembangunan sektor industri maka akan memacu

Page 14: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

2

dan mengangkat pembangunan di sektor lainnya, seperti sektor pertanian,

perdagangan dan jasa. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 28

tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yaitu untuk mewujudkan

Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi

tantangan dan kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional.

Pengembangan sektor industri manufaktur yang merata merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan pendapatan dan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Pembangunan sektor industri manufaktur merupakan titik awal pengembangan

perekonomian daerah dalam rangka untuk meningkatkan PDRB (Produk

Domestik Regional Bruto) dan pertumbuhan ekonomi daerah. Dimulainya era

otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mendorong masing-masing daerah untuk

meningkatkan daya saing dan keunggulan komparatif daerahnya.

Pemerataan hasil-hasil pembangunan adalah salah satu upaya untuk

mewujudkan pembangunan melalui konsentrasi spasial melalui kontribusi sektor

industri terhadap PDRB (Chollidah 2012). Pembangunan industri manufaktur

yang tidak merata menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan, karena

perbedaan sumberdaya dan kegiatan ekonomi yang dihasilkan. Ketidakmerataan

sumberdaya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi di daerah tertentu

saja. Oleh karena itu, masalah lokasi dari setiap kegiatan pembangunan industri

baik secara nasional maupun regional harus dipertimbangkan secara mendalam

dan tepat.

Wilayah Indonesia diklasifikasikan menjadi dua kawasan, yaitu Kawasan

Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Setiap kawasan

memiliki keunggulan komparatif yang terspesialisasi pada sektor tertentu sesuai

dengan kemampuan daerahnya. Tabel 1 menunjukkan PDRB Atas Dasar Harga

Konstan 2000 pada wilayah KBI dan KTI.

Tabel 1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kawasan dan Lapangan Usaha

Tahun 2011 (miliar rupiah)

No Lapangan Usaha Wilayah

KBI Wilayah

KTI

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 283 471 52 332

2 Pertambangan dan Penggalian 150 295 20 011

3 Industri Manufaktur 543 914 17 366

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 26 100 85 347

5 Konstruksi 130 833 15 259

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 468 654 30 530

7 Pengangkutan dan Komunikasi 175 319 17 144

8 Kuangan, Real Estat dan Jasa 198 245 11 198

9 Jasa-jasa 195 770 25 350

Total 2 172 601 274 537 Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan sektor industri manufaktur merupakan sektor yang

memberikan kontribusi terbesar bagi pembentukan PDRB di wilayah KBI. Sektor

listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar

Page 15: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

3

bagi pembentukan PDRB di wilayah KTI. Namun, sektor listrik, gas dan air

bersih merupakan perusahaan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh

pemerintah setempat, sehingga tidak digolongkan sebagai usaha pribadi

masyarakat. Sektor kedua terbesar dalam pembentukan PDRB wilayah KTI

adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang merupakan

sektor yang dikelola dan diolah oleh masyarakat. Sektor industri manufaktur dan

pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua sektor ini juga memiliki lokasi dan

karakteristik tertentu dalam pembangunan dan perkembangannya. Sektor industri

manufaktur umumnya berlokasi di daerah maju dan berkembang pesat (perkotaan),

sedangkan sektor pertanian umumnya berlokasi di daerah perdesaan dimana masih

terdapat lahan bagi aktivitas pertanian (Kurniawan dan Sugiyanto 2013).

Penelitian ini akan menganalisis sektor industri manufaktur sehingga objek

lokasi yang akan diteliti adalah wilayah KBI. Wilayah KBI dipilih berdasarkan

kontribusi sektor industri manufaktur yang lebih besar dibandingkan dengan

sektor lainnya. Wilayah KBI memiliki potensi yang dibutuhkan untuk

pembangunan industri manufaktur, didukung dengan letak geografisnya yang

dekat dengan pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi. Potensi lainnya yang

dimiliki oleh wilayah KBI dapat ditunjukkan dari luas wilayah total yang

mencapai 995 778.58 km2.

Tabel 2 Luas Wilayah KBI dan Persentase Terhadap Luas Indonesia Tahun 2011

Provinsi Luas (km2) Perbandingan terhadap Luas Indonesia (%)

Sumatera Utara 72 981.2 3.82

Sumatera Barat 42 012.8 2.2

Riau 8 023.6 4.55

Jambi 50 058.1 2.62

Sumatera Selatan 91 592.4 4.79

Lampung 34 623.8 1.81

DKI Jakarta 664.01 0.03

Jawa Barat 353 77.7 1.85

Jawa Tengah 9 662.9 1.72

DI. Yogyakarta 3 133.1 0.16

Jawa Timur 47 799.7 2.5

Banten 9 662.9 0.51

Bali 5 780.0 0.3

Kalimantan Barat 1 47307.0 7.71

Kalimantan Tengah 153 564.5 8.04

Kalimantan Timur 204 534.3 10.7 Sumber : BPS, 2010 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan bahwa provinsi terluas di wilayah KBI adalah

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dengan luas area

yaitu sebesar 204 ribu km2, 153 ribu km

2 , dan 147 ribu km

2 .Provinsi dengan luas

area terkecil adalah DKI Jakarta dengan luas wilayah sebesar 664.01 km2. Hal ini

menunjukkan bahwa masih terdapat potensi pengembangan industri manufaktur

Page 16: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

4

yang dimiliki oleh wilayah KBI yang dapat ditingkatkan, sesuai dengan

keunggulan komparatif masing-masing provinsi. Setiap provinsi memiliki sumber

daya yang berbeda-beda, sehingga setiap kebijakan industri yang dibuat oleh

pemerintah akan menimbulkan hasil yang tidak sama. Salah satu cara untuk

mengatasinya adalah menciptakan spesialisasi sesuai dengan kemampuan dan

keunggulan sektor yang dimiliki tiap provinsi. Sektor industri manufaktur

diharapkan dapat mempercepat pemerataan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Perumusan Masalah

Pembangunan yang merata di setiap daerah merupakan target dan sasaran

yang ingin dicapai oleh pemerintah pusat. Perbedaan sumber daya, faktor

produksi dan kebijakan daerah menyebabkan pembangunan yang tidak merata dan

terpusat hanya di beberapa titik tertentu. Provinsi yang memiliki banyak faktor

produksi akan memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan

provinsi lain. Kondisi ini menyebabkan munculnya ketimpangan terutama

pembangunan sektor industri manufaktur yang tidak merata. Hal ini terjadi karena

wilayah maju memiliki daya tarik yang tidak dimiliki oleh wilayah pinggiran atau

terbelakang. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

ketimpangan wilayah adalah PDRB per kapita. Berikut merupakan PDRB per

kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut provinsi wilayah KBI.

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 2 PDRB Per Kapita Menurut Provinsi Tahun 2011

Gambar 2 menunjukkan bahwa PDRB per kapita tertinggi dimiliki oleh

provinsi DKI Jakarta dan PDRB per kapita terendah adalah provinsi Lampung.

PDRB per kapita menunjukkan perbandingan pendapatan suatu daerah yang

terhadap jumlah penduduk. Tingginya tingkat pendapatan per kapita

mencerminkan tingginya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dan tingkat

kemakmuran masyarakat pun relatif baik. Gambar 2 menunjukkan hanya ada dua

provinsi yang memiliki PDRB per kapita yang tinggi, yaitu DKI Jakarta dan

Kalimantan Timur, hal ini dikarenakan DKI Jakarta merupakan pusat kegiatan

05000

100001500020000250003000035000400004500050000

PD

RB

per

kap

ita

(00

0)

Provinsi

Page 17: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

5

ekonomi dan pemerintahan serta Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan alam

yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya.

Sektor industri manufaktur akan lebih mudah ditingkatkan bila industri

mengelompok dan berkumpul sehingga tercapai suatu peghematan, kegiatan ini

disebut juga sebagai aglomerasi. Pengelompokkan ini akan meningkatkan kinerja

sektor industri melalui beberapa keunggulan, seperti penghematan skala, lokasi

dan urbanisasi. Menurut Purwaningsih (2011) bahwa semakin teraglomerasi

secara spasial suatu perekonomian, maka akan semakin meningkat

pertumbuhannya. Pembangunan sektor industri manufaktur dengan kebijakan

yang berorientasi spasial dan regional merupakan salah satu faktor kunci yang

dapat mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan dan

mengimplementasikan kebijakan pembangunan. Penelitian ini akan menganalisis

konsentrasi daerah industri yang mengakibatkan terbentuknya aglomerasi sektor

industri maufaktur pada lokasi tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan

menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terbentuknya aglomerasi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan utama yang ingin dibahas

dalam penelitian ini adalah:

1 Bagaimana kondisi ketimpangan wilayah antar dan intra provinsi di wilayah

KBI?

2 Dimanakah titik-titik konsentrasi spasial industri manufaktur di wilayah KBI?

3 Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi aglomerasi industri manufaktur di

wilayah KBI?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka

penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:

1 Menganalisis kondisi ketimpangan wilayah antar dan intra provinsi di

wilayah KBI.

2 Menganalisis letak titik-titik konsentrasi spasial industri manufaktur di

wilayah KB.

3 Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi industri manufaktur

di wilayah KBI.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

kepada pembaca mengenai ketimpangan wilayah, konsentrasi spasial dan

aglomerasi sektor industri manufaktur di wilayah KBI. Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan saran dan masukan bagi pemerintah terutama

pemerintah daerah terkait dengan ketimpangan pembangunan wilayah dan

aglomerasi sektor industri manufaktur. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan

dapat menjadi sumber referensi, literatur dan informasi tambahan bagi penelitian-

penelitian terkait selanjutnya.

Page 18: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

6

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup periode 10 tahun, yaitu dari tahun 2002 sampai

dengan tahun 2011. Penelitian ini akan menganalisis wilayah KBI dengan yang

dibatasi menjadi 16 provinsi, dimana provinsi Aceh, Kepulauan Bangka Belitung,

Kepulauan Riau, dan Kalimantan Selatatan tidak diikutsertakan. Alasannya,

karena terdapat beberapa provinsi baru sehingga dikembalikan pada daerah

asalnya serta keterbatasan data yang dimiliki oleh penulis. Data yang terkaitan

dengan industri manufaktur dibatasi hanya untuk perusahaan yang tergolong

Industri Besar dan Sedang (IBS) tanpa mengikutsertakan industri kecil karena

keterbatasan data. Kategori industri besar sedang mengikuti klasifikasi BPS, yaitu

suatu perusahaan industri dikatakan berskala sedang jika mempunyai tenaga kerja

20 orang sampai dengan 99 orang dan berskala besar jika mempunyai tenaga kerja

100 orang atau lebih.

TINJAUAN PUSTAKA

Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses kerja antara pemerintah

daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumber daya dan membentuk suatu

pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan

suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Kuncoro 2004). Perbedaan

tingkat pembangunan akan menyebabkan tingkat kesejahteraan yang berbeda

antar daerah, dan akan menimbulkan ketimpangan regional. Ketimpangan wilayah

adalah ketidakmerataan dalam hal penguasaan sumberdaya alam atau sumber

penerimaan daerah satu dengan daerah lainnya, dan juga perkembangan sektor-

sektor ekonomi setempat (Adisasmita 2006).

Teori pertumbuhan neo-klasik memprediksi hubungan antara tingkat

pembangunan ekonomi nasional dengan ketimpangan regional antar wilayah.

Hipotesis neo-klasik ketimpangan wilayah pada permulaan proses cenderung

meningkat, proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik

puncak. Kemudian, bila proses pembangunan terus berlanjut maka secara

berangsur-angsur ketimpangan wilayah akan menurun (Sjafrizal 2008). Hal ini

menunjukkan bahwa ketimpangan pada negara berkembang cenderung lebih

tinggi dibandingkan ketimpangan pada negara maju. Kurva ketimpangan wilayah

berbentuk U terbalik pada Gambar 3.

Page 19: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

7

Ketimpangan pada negara sedang berkembang relatif lebih tinggi karena

pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan dan peluang

pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi

pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah yang masih terbelakang

tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan saran

serta rendahnya kualitas sumberdaya manusai. Oleh sebab itu, pertumbuhan

ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi yang lebih baik,

sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan. Pada

negara yang telah maju di mana kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan

sarana serta kualitas sumber daya manusia, setiap kesempatan peluang

pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Sehingga,

proses pembangunan pada negara maju cenderung mengurangi ketimpangan

pembangunan antar wilayah.

Ukuran ketimpangan pembangunan antar daerah dapat digunakan dengan

menggunakan alat analisis yang disebut Indeks Williamson. Indeks ini ditemukan

oleh Williamson (1965) yang meneliti hubungan antara ketimpangan wilayah

regional dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan data ekonomi

negara yang sudah maju dan negara yang sedang berkembang. Secara statistik,

indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan untuk

mengukur suatu perbedaan. Tahap awal pembangunan, ketimpangan wilayah

menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu.

Pada tahap pertumbuhan ekonomi yang lebih maju, terdapat keseimbangan

antardaerah dan ketimpangan akan berkurang secara signifikan.

Indikator yang juga dapat digunakan untuk menganalisis ketimpangan

pembangunan antar wilayah antara lain PDRB, Konsumsi Rumah Tangga

Perkapita, Kontribusi sektoral terhadap PDRB, Tingkat kemiskinan dan Struktur

Fiskal. Alat analisis lain yang juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan

pembangunan (pendapatan) adalah Indeks Williamson, Gini Ratio, Kurva Lorentz,

Kriteria Bank Dunia, dan Indeks Entrophy Theil.

Sumber: Sjafrizal, 2008

Gambar 3 Hipotesis Teori Neo-klasik

Tingkat pembangunan nasional

Tingkat

ketimpangan

Kurva

ketimpangan

Page 20: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

8

Konsentrasi Spasial

Konsensus umum dalam paradigma geografi ekonomi baru adalah bahwa

liberalisasi perdagangan mendorong penyebaran kegiatan manufaktur. Studi

empiris mengenai distribusi geografi kegiatan manufaktur yang tidak merata dan

terus-menerus berlangsung dalam jangka panjang telah banyak dilakukan di

negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.

Wilayah Amerika Serikat faktanya lebih terkonsentrasi secara geografis

dibandingkan negara Uni Eropa. Negara Uni Eropa cenderung merupakan industri

yang padat modal dan berlokasi pada daerah inti, sedangkan industri-industri

padat karya relatif lebih tersebar secara geografis.

Derajat pengelompokkan industri secara geografis memainkan peranan

penting dalam menentukan sektor manakah yang memiliki keunggulan kompetitif

pada skala internasional. Dewasa ini, hipotesis bahwa kluster industri yang

ditandai dengan konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan dan institusi-

institusi yang saling berkaitan satu sama lain pada suatu bidang tertentu.

Konsentrasi spasial memperlihatkan kontribusi suatu wilayah dan distribusi lokasi

dari suatu industri. Apabila ada distribusi spasial yang tidak merata dan terdapat

wilayah yang mendominasi kawasan industri, maka hal ini menunjukkan adanya

industri yang terkonsentrasi secara spasial di wilayah tersebut (Kuncoro 2004).

Konsentrasi spasial merupakan pengelompokkan setiap industri dan

aktivitas ekonomi secara spasial, dimana industri tersebut berlokasi pada suatu

wilayah tertentu. Hal ini sejalan dengan Teori Kutub Pertumbuhan oleh Perroux

yang menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai tempat dan waktu

yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat

(kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Perusahaan yang menguasai

dominasi ekonomi pada umumnya adalah industri besar dan industri pendorong

yang dianggap sebagai titik awal proses pembangunan dan merupakan elemen

penting untuk tahapan pembangunan selanjutnya. Sehingga, industri dominan dan

pendorong akan menimbulkan aglomerasi yang hanya terjadi pada kutub-kutub

pertumbuhan tertentu (Adisasmita 2005).

Konsentrasi spasial tidak hanya disebabkan oleh perbedaan dari struktur

industri dan eksternalitas, akan tetapi juga diperluas pada transaksi yang tidak

melalui pasar. Ada tiga hal yang saling terkait dalam konsentrasi spasial, yaitu

skala ekonomi, biaya transportasi dan permintaan. Untuk mendapatkan dan

meningkatkan kekuatan skala ekonomis, perusahaan-perusahaan cenderung

berkonsentrasi secara spasial dan melayani seluruh pasar dari suatu lokasi.

Sedangkan untuk meminimalisasi biaya transportasi, perusahaan-perusahaan

cenderung pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar, akan tetapi

permintaan lokal yang besar cenderung berlokasi di sekitar terkonsentrasinya

aktivitas ekonomi, seperti kawasan industri maupun perkotaan. Konsentrasi

spasial akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokalisasi dan

penghematan urbanisasi yang merupakan faktor pendorong terjadinya aglomerasi.

Ukuran konsentrasi spasial yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

adanya pengelompokan industri manufaktur adalah Sistem Informasi Geografi

(SIG) dan Indeks Hoover Balassa. SIG merupakan alat analisis yang bermanfaat

untuk mengidentifikasi lokasi industri dan di daerah mana industri cenderung

Page 21: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

9

mengelompok secara spasial. Prosedur standar dalam merancang dan

menggunakan SIG, yaitu pengumpulan data awal, konstruksi basis data, analisis

dan kajian spasial dan penyajian grafis (Kuncoro 2002).

Konsentrasi spasial juga dapat diukur dengan menggunakan Indeks Hoover

Balassa yang merupakan indikator dalam menentukan seberapa jauh suatu industri

terkonsentrasi pada suatu daerah dibandingkan industri di seluruh wilayah.

Metode penentuan konsentrasi spasial dilakukan dengan cara menghitung antara

tenaga kerja sektor industri manufaktur pada terhadap tenaga kerja total semua

sektor di daerah bawah dengan tenaga kerja sektor industri manufaktur pada

daerah atas terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah atas (Priyarsono et

al 2007). Peningkatan nilai LQ untuk suatu daerah industri menunjukkan adanya

peningkatan spesialisasi industri dalam daerah tersebut. Sebaliknya penurunan

nilai LQ untuk suatu daerah industri menunjukkan penurunan spasialisasi industri

dalam daerah tersebut. Spesialisasi yang tinggi pada suatu daerah industri di

daerah tertentu dapat mempercepat pertumbuhan industri di wilayah tersebut. Hal

ini dikarenakan bahwa pengetahuan yang diperoleh sebuah perusahaan dapat

menguntungkan perusahaan lainnya, khususnya perusahaan yang masih dalam

suatu industri yang sama. Alat ukur untuk menganalisis konsentrasi spasial juga

dapat menggunakan KSPEC, Gini lokasional, Indeks Entrophy Theil, Herfindahl

Indeks, Indeks Ellison- Glaeser dan lain sebagainya.

Aglomerasi Sektor Industri Manufaktur

Istilah aglomerasi pertama kali diperkenalkan oleh Weber dan

disempurnakan oleh Alfred Marshall (1920) mengenai penghematan aglomerasi

(agglomeration economies) atau disebut juga sebagai industri yang terlokalisir

(localized industries). Menurut Marshall, sebuah industri akan memilih lokasi

yang memungkinkan untuk berlangsungnya kegiatan ekonomi dalam jangka

panjang sehingga keuntungan akan meningkat apabila mendirikan usaha di sekitar

lokasi tersebut. Perusahaan akan cenderung selalu mengelompok di lokasi

tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa skala pengembalian yang meningkat

dapat dicapai oleh perusahaan-perusahaan dalam kelompok tersebut, jika hal

tersebut tidak tercapai maka pengelompokkan yang hanya bersifat sementara.

Menurut McCann (2001) bahwa terdapat tiga sumber mengapa skala

pengembalian meningkat selalu tercapai, yaitu:

1 Kelimpahan Informasi (Information Spillovers)

Jika banyak perusahaan pada industri yang tergolong sejenis, maka dengan

beraglomerasi pada lokasi yang sama maka tenaga kerja pada perusahaan

tertentu akan secara relatif mudah berhubungan dengan tenaga kerja dari

perusahaan lokal lain. Dengan demikian, pertukaran informasi baik antar

tenaga kerja maupun antar perusahaan akan lebih mudah dan berlangsung

setiap saat.

2 Input Lokal yang Tidak Diperdagangkan (Non-traded local inputs)

Keadaan dimana perusahaan-perusahaan dalam industri yang sejenis

mengelompok di suatu tempat maka ada beberapa input produksi tertentu

yang menjadi lebih efisien jika digunakan secara bersama-sama oleh pekerja

Page 22: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

10

di perusahaan-perusahaan tersebut dibandingkan jika input tersebut dibeli

secara individu oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

3 Ketersediaan Tenaga Kerja Terampil Lokal (Local skilled-labour pool)

Ketersediaan tenaga kerja terampil di wilayah tersebut akan menyebabkan

turunnya biaya tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di lokasi tersebut.

Tujuan dari adanya aglomerasi adalah agar mampu menciptakan manfaat-

manfaat yang tidak diperoleh bila letak industri tersebut menyebar, antara lain:

1 Penghematan Skala (scala economies), yaitu adanya penghematan dalam

produksi secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Sehingga dapat

memberikan manfaat pada konsentrasi penduduk dalam jumlah besar

daripada jumlah penduduk yang lebih sedikit, industri dan kegiatan lainnya.

2 Penghematan lokasi (lokalization economies), yaitu kekuatan yang

diasosiasikan dengan penghematan yang dinikmati oleh semua perusahaan

dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi tertentu.

3 Penghematan urbanisasi (urbanization economies), yaitu jenis penghematan

yang diasosiasikan dengan pertambahan jumlah total (penduduk, hasil

industri, pendapatan dan kemakmuran) di suatu lokasi untuk semua kegiatan

yang dilakukan bersama-sama.

Perkembangan konsep dan paradigma mengenai aglomerasi dapat

dirangkum dalam Gambar 4. Gambar ini memperlihatkan bahwa studi atau teori

mengenai aglomerasi dapat digolongkan dalam perspektif klasik dan modern.

sumber: Kuncoro, 2002

Gambar 4 Perkembangan Konsep dan Paradigma Mengenai Aglomerasi

AGLOMERASI

KLASIK MODERN

Penghematan

eksternal (External

economies)

Formasi

Perkota

an

Eksternalitas

Dinamis Pertumbuhan

Kota

Biaya

Transaksi

Lokalisasi vs

Urbanisasi Marshall-

Arrow-

Romer

Jacob

s

Central

Place vs

Network

System

Increasing

returns akibat

skala ekonomis

Knowledge spillover

akibat

keanekaragaman

Ketergantungan

skala vs

netralitas

Meminimalkan

biaya transaksi

Page 23: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

11

Perspektif atau teori klasik berpendapat bahwa aglomerasi muncul karena

para pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi

(agglomeration economies), baik karena penghematan lokalisasi maupun

penghematan urbanisasi, dengan mengambil lokasi yang saling berdekatan satu

sama lain. Para ekonom biasanya membedakan antara dua pendekatan, yaitu

penghematan internal dan eksternal serta penghematan akibat skala ekonomis dan

cakupannya. Penghematan internal merupakan suatu pengurangan biaya secara

internal di dalam suatu perusahaan atau pabrik. Beberapa faktor yang berperan

dalam pengurangan biaya secara internal meliputi pembagian kerja (spesialisasi)

dan penggantian tenaga manusia dengan mesin, melakukan subkontrak beberapa

aktivitas proses produksi kepada perusahaan lain dan menjaga titik optimal

operasi yang dapat meminimalkan biaya. Penghematan eksternal merupakan

pengurangan biaya yang terjadi akibat aktivitas di luar lingkup perusahaan atau

pabrik. Penghematan biaya terjadi karena terdapat perusahaan dalam industri yang

sama bersaing satu sama lain dalam memperoleh pasar atau konsumen.

Penghematan ini juga terjadi karena adanya tenaga terampil dan bahan baku

dalam daerah tersebut yang menopang jalannya usaha perusahaan (Kuncoro 2002).

Perspektif modern menunjukkan ada tiga jalur pemikiran yang dapat

diidentifikasi, yaitu teori-teori baru mengenai eksternalitas dinamis (dynamic

externalities), mazhab pertumbuhan perkotaan dan paradigma berbasis biaya

transaksi. Eksternalitas dinamis menyatakan bahwa akumulasi informasi pada

suatu lokasi tertentu akan meningkatkan produkstivitas dan kesempatan kerja.

Eksternalitas dinamis versi Marshall-Arrow-Romer (MAR) menekankan pada

pentingnya transfer pengetahuan (knowledge spillovers) antarperusahaan lokal

dalam industri yang sama. Pertumbuhan yang didorong oleh transfer pengetahuan

pada industri yang berspesialisasi pada produk tertentu dan terkonklustersi secara

spasial. Analisis biaya transaksi menyatakan bahwa dengan adanya biaya

transaksi akan mendorong munculnya perusahaan baru.

Aglomerasi merupakan proses yang lebih kompleks jika dibandingkan

dengan kluster industri. Salah satu ukuran yang menentukan dalam pembentukan

aglomerasi sektor industri manufaktur adalah Indeks Spesialisasi. Indeks ini

adalah ukuran konsentrasi suatu industri dalam suatu kluster, dimana banyak studi

sebelumnya percaya mampu mendorong kemajuan teknologi dan pembentukan

aglomerasi. Indeks Spesialisasi juga menunjukkan seberapa jauh spesialisasi

industri dalam suatu kluster dibandingkan apabila industri tersebut tersebar secara

random diseluruh wilayah.

Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian dari Arifin (2006) yang berjudul “Konsentrasi Spasial

Industri Manufaktur Berbasis Perikanan di Jawa Timur (Studi Kasus Industri

Besar Sedang)”. Penelitian ini menggunakan metode Sistem Informasi Geografi

(SIG) dimana peneliti menggunakan indikator nilai output yang dihasilkan

perusahaan Industri Besar dan Sedang (IBS). Dari analisis ini akan diperoleh

hasil daerah industri dan non industri. SIG yang digunakan digunakan untuk

mengidentifikasi dimana industri manufaktur cenderung berkumpul atau

membentuk kluster. Sehingga penelitian ini akan menunjukkan konsentrasi spasial

Page 24: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

12

yang terjadi di Jawa Timur yang dapat menimbulkan ketimpangan distribusi

lokasi industri manufaktur antar pulau yang cukup besar. Pada penelitiaannya

yang lain Zainal Arifin juga meneliti dengan menggunakan alat analisis SIG untuk

mengukur dinamika spasial industri manufaktur. Indikator yang digunakan adalah

jumlah tenaga kerja yang akan menunjukkan daerah industri dan non industri.

Hasil penelitian dari Shofiyana (2012) yang berjudul “Analisis Konsentrasi

Spasial Industri Manufaktur Besar dan Sedang di Provinsi Jawa Tengah Tahun

2002-2008” menunjukkan bahwa letak konsentrasi spasial industri manufaktur di

Jawa Tengah tertinggi berada di Kabupaten Kudus, Kota Semarang dan Kota

Pekalongan. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengembangan industri di Jawa

Timur mengindikasikan adanya spesialisasi industri di beberapa wilayah tertentu.

Sehingga memberikan keuntungan pada nilai tambah produksi dan penyerapan

tenaga kerja. Metodologi yang digunakan adalah dengan Loqation Quotient (LQ)

untuk menunjukkan daya saing dan keunggulan komparatif subsektor industri.

Analisis konsentrasi kegiatan industri juga digunakan untuk menunjukkan

konsentrasi kegiatan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai tambah

yang dihasilkan oleh IBS.

Penelitian yang dilakukan oleh Mudrajat Kuncoro dan Sari Wahyuni (2009)

yang berjudul “FDI Impact On Industrial Agglomeration: The Case of Java,

Indonesia” menganalisis tentang teori mana yang paling tepat untuk menjelaskan

konsentrasi geografi pada sektor industri manufaktur di Pulau Jawa. Metode data

panel digunakan untuk mengukur konsentrasi spasial subsektor industri di Pulau

Jawa pada periode tahun 1991 sampai 2002. Variabel terikat yang digunakan

adalah Indeks Spesialisasi dengan variabel bebasnya, yaitu skala ekonomi,

intensitas sumber daya, kandungan impor, pendapatan per kapita, persaingan,

biaya tenaga kerja, path dependency,orientasi ekspor, investasi asing serta

dilengkapi oleh dummy industri, dummy regional dan dummy waktu. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa intensitas sumber daya dan investasi asing tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Spesialisasi. Variabel-variabel

yang berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% adalah kandungan impor, skala

ekonomi, orientasi ekspor, Indeks Persaingan, path dependency dan pendapatan

per kapita. Variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf 10%

ditunjukkan oleh biaya tenaga kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011) yang berjudul “Tren

Konsentrasi dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri

Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat” menunjukkan bahwa ketimpangan

ekonomi di Jawa Barat yang diukur dengan menggunakan Indeks Williamson

mempunyai tren yang menurun dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

antar kabupaten di Jawa Barat masih terjadi ketimpangan pendapatan.

Perkembangan ketimpangan distribusi geografis aktivitas industri manufaktur

dapat dihitung dan dianalisis dengan Indeks Entrophy Theil yang menunjukkan

bahwa ada indikasi yang sangat tinggi pada periode 2001-2008. Namun, tren

konsentrasi spasial terbukti cenderung menurun dari tahun ke tahunnya.

Selanjutnya faktor-faktor yang secara positif memengaruhi aglomerasi industri

manufaktur di Jawa Barat adalah ukuran perusahaan, keanekaragaman industri,

kepemilikan modal asing, besarnya pangsa pasar dan infrastruktur jalan.

Sedangkan faktor-faktor yang secara negatif mempengaruhi aglomerasi industri

manufaktur di Jawa Barat adalah tingkat upah dan kenaikan BBM. Terdapat tiga

Page 25: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

13

variabel bebas yang tidak signifikan memengaruhi aglomerasi industri, yaitu

Indeks Persaingan Industri, Orientasi Ekspor dan Impor dan Infrastruktut Listrik.

Kerangka Pemikiran

Ketimpangan yang terjadi antar daerah di wilayah KBI disebabkan oleh

perbedaan sumberdaya dan kegiatan ekonomi, terutama pembangunan sektor

industri manufaktur. Pengembangan sektor industri manufaktur berpengaruh

penting terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah KBI, karena

merupakan salah satu indikator pendorong nilai tambah dan lapangan kerja.

Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada yang di

tunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 5 menunjukkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk meninjau

lokasi industri manufaktur yang cenderung terkonsentrasi dan faktor-faktor apa

saja yang dapat memengaruhi pembentukan aglomerasi tersebut. Hal ini

menyebabkan perlunya perencanaan yang mendalam terhadap lokasi industri agar

Gambar 5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kawasan Barat Indonesia

Kesenjangan regional antar daerah :

Indeks Williamson

Perbedaan sumber daya dan

kegiatan ekonomi

Konsentrasi spasial sektor industri

manufaktur

Faktor-faktor yang memengaruhi

aglomerasi

Sistem Informasi

Geografi

Pembangunan industri manufaktur di titik-titik tertentu

saja

Indeks Persaingan Industri, Ukuran

Perusahaan, Penanaman Modal

Asing, Penanaman Modal Dalam

Negeri, Panjang Jalan, Upah

Minimum Provinsi, Nilai Tambah,

dan Jumlah IBS Implikasi Kebijakan

Indeks Hoover

Balassa

Page 26: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

14

tidak terjadi konsentrasi dan menciptakan aglomerasi hanya pada titik-titik

tertentu saja. Sehingga diperlukan analisis untuk melihat titik-titik lokasi industri

manufaktur yang telah berkembang serta faktor-faktor apa yang menciptakan

aglomerasi agar pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di

wilayah KBI.

METODE

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder 16 provinsi di wilayah Kawasan

Barat Indonesia (KBI) dengan periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2011,

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM). Dalam penelitian ini data dianalisis secara kuantitatif

dan kualitatif. Berikut merupakan data-data yang diperlukan pada penelitian ini.

1 Data PDRB per kapita Provinsi Atas Dasar Harga Konstan 2000 KBI.

2 Data jumlah penduduk dan tenaga kerja tingkat provinsi di wilayah KBI.

3 Data tenaga kerja yang diserap Industri Besar dan Sedang (IBS) menurut

provinsi wilayah KBI.

4 Data nilai tambah dan ouput yang dihasilkan IBS menurut provinsi di

wilayah KBI.

5 Data realisasi nilai Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) menurut provinsi di wilayah KBI.

6 Data Upah Minimum Provinsi (UMP), yaitu upah minimal yang

seharusnya diterima oleh tenaga kerja industri besar dan sedang menurut

provinsi Kawasan Barat Indonesia.

7 Data panjang jalan menurut kondisi baik di masing-masing provinsi di

Kawasan Barat Indonesia.

8 Data jumlah perusahaan, yaitu banyaknya jumlah perusahaan Industri

Besar dan Sedang (IBS) menurut provinsi wilayah KBI

Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis metode

kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara

umum mengenai kondisi sektor industri manufaktur di wilayah KBI dan

karakteristik variabel-variabel yang terkait dengan penelitian. Variabel-variabel

tersebut adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, PMA, PMDN,

panjang jalan, UMP, nilai tambah, dan jumlah perusahaan IBS. Penelitian ini akan

diolah dengan menggunakan program Eviews 6.1, Quantum Geographic

Information System (GIS) 1.7.4 dan Microsoft Excel 2007. Penggunaan metode

kuantitatif bertujuan untuk melakukan perhitungan dalam rangka menjawab

permasalahan dalam penelitian. Alat analisis pertama yang digunakan adalah

dengan Indeks Williamson, yaitu untuk mengukur seberapa besar ketimpangan

wilayah di wilayah KBI. Kedua, dengan Indeks Hoover Balassa dan Sistem

Informasi Geografi (SIG) untuk melihat titik-titik konsentrasi spasial pada

Page 27: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

15

wilayah KBI. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan menggunakan data panel

untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur

di tiap provinsi wilayah KBI. Berikut merupakan penjelasan lebih mendalam

mengenai metode kuantitatif yang digunakan.

Indeks Williamson

Tujuan pertama akan dijawab dengan menggunakan Indeks Williamson,

yaitu untuk mengukur ketimpangan ekonomi wilayah antar dan intra provinsi di

wilayah KBI. Indeks Williamson yang diperoleh terletak antar 0 sampai dengan 1,

semakin mendekati 0 maka ketimpangan wilayah semakin rendah, tetapi jika

mendekati 1 maka ketimpangan wilayah akan semakin tinggi serta

mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.

Formulasi Indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan antar provinsi

wilayah KBI adalah sebagai berikut:

IW = √∑

Keterangan:

IW = Indeks Williamson

yi = PDRB per kapita di provinsi i

ӯ = PDRB per kapita rata-rata wilayah KBI

fi = Jumlah penduduk di provinsi i

n = Jumlah penduduk wilayah KBI

Formulasi Indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan intra provinsi

wilayah KBI adalah sebagai berikut:

IW = √∑

Keterangan:

IW = Indeks Williamson

yj = PDRB per kapita kabupaten j

ӯ = PDRB per kapita rata-rata provinsi

fj = Jumlah penduduk di kabupaten j

n = Jumlah penduduk total provinsi

Kusumantoro (2009) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk

menentukan apakah ketimpangan ada pada ketimpangan rendah, sedang atau

tinggi. Berikut ini adalah kriterianya:

Bila mendekati 0 - 0.34 Artinya ketimpangan ekonomi wilayah rendah

Bila antara 0.35 - 0.80 Artinya ketimpangan ekonomi wilayah sedang

Bila di atas 0.80 Artinya ketimpangan ekonomi wilayah tinggi

Analisis Sistem Informasi Geografi

Tujuan kedua adalah untuk menentukan letak titik konsentrasi spasial

industri manufaktur wilayah KBI dengan menggunakan Sistem Informasi

Geografi (SIG). SIG mentransformasikan data menjadi informasi dengan

mengintegrasikan sejumlah data yang berbeda, menerapkan analisis fokus dan

menyajikan output dalam rangka mendukung pengambilan keputusan. Menurut

Page 28: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

16

Kuncoro (2002) bahwa kemampuan SIG dalam penyimpanan, analisis, pemetaan

dan membuat model mendorong aplikasi yang luas dalam berbagai disiplin ilmu,

dari teknologi informasi hingga sosial-ekonomi maupun analisis yang berkaitan

dengan populasi. Pola konsentrasi spasial dapat diidentifikasi dengan menerapkan

langkah-langkah sebagai berikut:

1 Memberikan peringkat (rank) untuk seluruh provinsi di wilayah KBI

berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh

perusahaan Industri Besar dan Sedang (IBS);

2 Menyajikan data jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh

perusahaan IBS dalam bentuk peta untuk menunjukkan dimana lokasi daerah

industri dan daerah non-industri.

3 Membedakan antara daerah industri dan daerah non-industri dengan membuat

suatu kriteria tertentu, yaitu sangat tinggi, tinggi, serta menengah sampai

rendah berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan

masing-masing industri. Ciri utama daerah industri adalah daerah yang

memiliki tingkat kepadatan industri yang “tinggi” atau “sangat tinggi” baik

dalam jumlah pekerja maupun nilai tambah.

4 Menurut Kuncoro (2013) kriteria wilayah yang memiliki daerah kepadatan

industri dengan menggunakan klasifikasi sangat tinggi, tinggi dan menengah

sampai rendah, yaitu:

“Sangat Tinggi”, apabila jumlah pekerja lebih dari 125 ribu orang, “Tinggi”,

apabila memiliki jumlah tenaga kerja antara 25 ribu hingga 125 ribu orang

dan “Menengah sampai rendah”, apabila memiliki jumlah tenaga kerja

kurang dari 25 ribu orang.

“Sangat Tinggi”, apabila menghasilkan nilai tambah lebih dari Rp2 triliun,

“Tinggi”, apabila menghasilkan nilai tambah antara Rp450 juta hingga Rp2

triliun dan “Menengah sampai rendah”, apabila menghasilkan nilai tambah

kurang dari Rp450 juta

Indeks Hoover Balassa

Indeks Hoover Balassa juga digunakan untuk menjawab tujuan kedua,

untuk menganalisis titik konsentrasi spasial industri manufaktur yang terjadi di

wilayah KBI. Menurut Kuncoro (2004), Indeks Hoover Balassa atau Location

Quotient (LQ) tenaga kerja juga digunakan untuk melihat rasio dari peranan

sektor lokal tertentu terhadap sektor yang sama di tingkat ekonomi acuan yang

lebih luas. Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi relatif (industri) pada

suatu wilayah terjadi, apabila spesialisasi industri pada suatu wilayah lebih besar

daripada spesialisasi pada wilayah agregat. Selanjutnya, dalam bentuk aljabar

hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan:

LQ = (Eij/∑ )/(∑ ∑∑

Keterangan:

LQ : Koefisien Spesialisasi Regional.

Eij

: Tenaga Kerja sektor i di daerah j

∑ : Total tenaga kerja sektor i di daerah j

: Tenaga kerja di daerah j

∑∑ : Total tenaga kerja di daerah j

Page 29: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

17

Nilai LQ lebih dari satu (>1), menunjukkan bahwa sektor i terspesialisasi

secara relatif di wilayah j dan sektor i merupakan sektor unggulan yang layak

dikembangkan di wilayah j. Nilai LQ kurang dari satu (<1) menunjukkan sektor i

tidak terspesialisasi secara relatif di wilayah j dan sektor i bukan merupakan

sektor unggulan yang layak dikembangkan di wilayah j. Hal ini sejalan dengan

Suharto (2002) yang menyatakan jika nilai LQ lebih dari satu (>1), berarti sektor i

memiliki daya saing dibanding sektor lain pada wilayah yang dijadikan

pembanding misalnya provinsi terhadap negara dan sebagainya.

Analisis Regresi Data Panel

Tujuan ketiga akan dijawab dengan menggunakan analisi data panel, yaitu

data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu (Gujarati 2004). Secara

umum, data panel dicirikan oleh t periode waktu (t=1,2,3,....,t) yang kecil dan n

jumlah individu (i=1,2,3,...,n) yang besar. Namun, tidak menutup kemungkinan

terjadi sebaliknya, yaitu data panel terdiri atas periode waktu yang besar dengan

jumlah individu yang kecil. Menurut Baltagi (2005) ada beberapa keuntungan

tentang penggunaan data panel, diantaranya sebagai berikut:

1 Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan menerapkan metode ini,

estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur

heterogenitas individu.

2 Dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar

peubah (variabel), serta meningkatkan derajat bebas (deegre of freedom) dan

lebih efisien.

3 Lebih baik untuk studi dynamic of adjustment. Karena berkaitan dengan

observasi cross section yang berulang, maka data panel baik dalam

mempelajari perubahan dinamis.

4 Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana

tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.

Data panel merupakan satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu

pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel

terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t

menunjukkan waktu dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam

sebuah persamaan berikut:

Yit = α + βxijt + εit

Terdapat dua pendekatan dalam data panel, yaitu Fixed Effect Model (FEM)

dan Random Effect Model (REM). Keduanya dibedakan berdasarkan pada asumsi

ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (Firdaus

2011).

a. Fixed Effect Model (FEM)

Pada model FEM, terdapat pola yang tidak acak atau korelasi antara efek

individu dan peubah penjelas dengan xit sehingga komponen error dari efek

individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep. Pada pendekatan one

way error component, komponen error hanya terdiri dari efek individu

sedangkan pada two way error component, selain efek individu juga terdapat

efek waktu. Penduga pada FEM dapat diestimasi melalui beberapa teknik

sebagai berikut:

Page 30: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

18

1. Pooled Least Square (PLS), pendekatan ini menggunakan gabungan

seluruh data (pooled) atau menggabungkan data cross section dan time

series murni. Unit observasi yang terbentuk adalah N x T observasi,

dimana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan

jumlah series yang digunakan. Ketika data digabungkan menjadi pool data,

regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi dengan

menggunakan data cross section saja atau time series saja. Pendekatan ini

juga memiliki kelemahan, yaitu penduga parameter cenderung akan bias

karena variasi atau perbedaan antara individu dan waktu tidak dapat

terlihat.

2. Within Group (WG) merupakan pendekatan yang digunakan untuk

mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan

menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Kelebihan dari WG

adalah dapat menghasilkan parameter yang tidak bias, namun

kelemahannya adalah nilai varian parameternya relatif lebih besar dari

parameter PLS sehingga penduga WG relatif lebih tidak efisien.

Kelemahan lainnya adalah pendekatan WG tidak memiliki intersep

sehingga tidak mengakomodir karakteristik time-invariant pada FEM.

3. Least Square Dummy Variable (LSDV), pendekatan ini menggunakan

dummy variable untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep.

yit = αi+βxit+µit ; i= 1,2,...,N ; t=1,2,...,T

Dimana µit=µi+vit untuk one way error component dan ui=µi +

λt+vt untuk two way error component dimana µi adalah efek individu λt

adalah efek waktu dan vit adalah error. Kelebihan dari pendekatan LSDV

adalah dapat menghasilkan dugaan parameter yang tidak bias dan efisien

namun kelemahannya adalah jika jumlah unit observasinya besar maka

terlihat cumbersome.

b. Random Effect Model (REM)

Pada REM, intersep α diintegrasikan dalam komponen error (εit) sehingga

menjadi cross section error (αi), time series error (αt) dan combination error

(αit). REM akan lebih tepat digunakan jika memang benar tidak ada hubungan

antara εit dan xit, karena jika εit dan xit berkorelasi maka estimasi

menggunakan REM akan bias. REM digunakan ketika efek individu dan efek

waktu tidak berkorelasi dengan xit. Asumsi ini membuat komponen error dari

efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error. Model umum yang

digunakan untuk one way error component adalah yit = αi+βxit+uit+λi+μt.

Pemilihan Model Terbaik

Berdasarkan asumsi model yang telah dijelakan sebelumnya akan dilakukan

pemilihan model terbaik dengan menggunakan uji Hausman untuk menentukan

apakah Random Effect Model (REM) atau Fixed Effect Model (FEM) adalah

model yang paling tepat untuk digunakan.

a. Uji Hausman

Dalam memilih apakah fixed atau random effect yang lebih baik, dilakukan

pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regresor dan efek

individu. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model FEM

mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan

memasukkan variabel dummy. Penggunaan metode REM juga harus

Page 31: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

19

memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan uji hausman. Hipotesis yang diuji

adalah sebagai berikut:

H0 : E(τ│xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat

H1 : E(τ│xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Kemudian, nilai statistik uji Hausman dibandingkan dengan nilai statistik

Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = (βREM – βFEM)’(MFEM-MREM)-1

(βREM – βemFEM)~χ2(k)

Dimana M adalah matriks kovarian untuk parameter β dan k adalah derajat

bebas. Jika nilai H lebih besar dari χ2

tabel, maka cukup bukti untuk melakukan

penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed

effect begitu juga sebaliknya.

b. Uji Chow

Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F-Statistics adalah

pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square

atau Fixed Effect. Seperti yang kita ketahui, terkadang asumsi bahwa setiap

unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini

dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F-

Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow.

CHOW = (RRSS-URSS)/(N-1)

URSS/ (NT-N-K)

Keterangan:

RRSS : Restricted Residual Sum Square

URSS : Unrestricted Residual Sum Square

N : Jumlah data cross section

T : Jumlah data time series

K : Jumlah variabel penjelas

Chow ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1,NT-N-K. Jika nilai Chow

statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan

adalah fixed effect, begitu juga sebaliknya.

Pengujian Asumsi

a. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar dugaan parameter dalam model

regresi bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimated) adalah varian dari

semua komponen error (uit) bernilai sama atau konstan. Kondisi demikian

disebut sebagai homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau

berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas

menyebabkan uji hipotesis baik uji-t atau uji-F akan memberikan kesimpulan

yang tidak akurat. Untuk mendeteksi heteroskedastis dapat dilakukan dengan

metode generalized least square (GLS), yaitu dengan membandingkan sum

square residual pada weighted statistics dengan sum square residual pada

Page 32: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

20

unweighted statistics. Jika sum square residual pada weighted statistics lebih

kecil dari sum square residual pada unweighted statistics, maka terjadi

heteroskedastisitas.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi terjadi jika terdapat korelasi antar observasi dalam satu peubah

atau terdapat korelasi antar error masa lalu dengan error masa yang akan

datang. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan variabel yang tidak

berhubungan menjadi berhubungan. Bila metode OLS digunakan, maka akan

terlihat koefisien signifikansi atau R2 yang besar. Pengujian ada tidaknya

autokorelasi dalam model dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson.

Statistik Durbin-Watson (DW) didefinisikan sebagai berikut:

DW = ∑

/ ∑

Nilai statistik DW dibandingkan dengan nilai DW tabel. Adapun kerangka

identifikasi autokorelasi terangkum sebagai berikut.

4-dl < DW < 4 : Terdapat korelasi serial negatif

4-du < DW <4 : Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4-du : Tidak terdapat korelasi serial

du < DW < 2 : Tidak terdapat korelasi serial

dl < DW < du : Hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < dl : Terdapat korelasi serial positif

Spesifikasi Model

Rancangan model yang akan diajukan adalah model data panel dengan

delapan variabel bebas. Variabel independennya adalah Indeks Spesialiasi. Data

yang diperoleh memiliki satuan yang berbeda. Oleh karena itu, untuk

memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, kedelapan

variabel ini akan diubah bentuknya sehingga menjadi bantuk satuan yang sama,

yaitu dalam persentase. Beberapa variabel akan diubah menjadi bentuk logaritma

natural sehingga koefisien hasil regresi diinterpretasikan sebagai elastisitas.

Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih

efisien dan mudah diinterpretasikan,

Sesuai dengan keterangan di atas, maka model tersebut secara ekonometrika

akan menjadi:

Isit = αit + β1 IPIit + β2 Ln UKit + β3 Ln PMAit + β4 Ln PMDNit + β5

Ln JALit + β6 Ln UMPit + β7 Ln NTit + β8 Ln JMLHit + εit

Definisi Operasional dari masing-masing variabel diatas adalah sebagai berikut:

1. Variabel IS merupakan Indeks Spesialisasi, yaitu menggambarkan adanya

konsentrasi spasial yang membentuk aglomerasi industri di provinsi i pada

tahun t. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro dan

Wahyuni (2009) dan Purwaningsih (2011), dimana Indeks spesialisasi

digunakan untuk menggambarkan aglomerasi industri manufaktur. Indeks ini

dihitung dengan menggunakan data tenaga kerja Industri Besar dan Sedang

(IBS). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 33: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

21

IS = (Eij/∑ )/(∑ ∑∑

Dimana:

Eij

: Tenga Kerja sektor i di daerah j

∑ : Total tenaga kerja sektor i di daerah j

: Tenaga kerja di daerah j

∑∑ : Total tenaga kerja di daerah j

2. Variabel IPI merupakan Indeks Persaingan Industri yang digunakan untuk

melihat struktur pasar di provinsi i dan tahun t, rumus yang digunakan adalah:

IPIit =

Dimana jumlah perusahaan menunjukkan jumlah IBS dan output

menunjukkan total produksi yang dihasilkan oleh provinsi i pada tahun t.

3. Variabel UK adalah ukuran perusahaan berdasarkan rata-rata jumlah pekerja

di provinsi i dan tahun t. Variabel ini digunakan untuk mendekati skala

ekonomi perusahaan di daerah tersebut, rumus yang digunakan adalah:

Ukit =

Dimana : Eit adalah tenaga kerja IBS dalam suatu provinsi i,

IBSit adalah perusahaan IBS pada provinsi i dan tahun t.

4. Variabel PMA ($) merupakan realisasi nilai Penanaman Modal Asing yang

berada di Indonesia berdasarkan provinsi i pada tahun t.

5. Variabel PMDN (Rp) merupakan realisasi nilai Penanaman Modal Dalam

Negeri berdasarkan provinsi i pada tahun t.

6. Variabel JAL (km) merupakan panjang infrastruktur jalan yang terdapat di

kabupaten, provinsi i dan tahun t dengan kondisi baik dan sedang.

7. Variabel UMP (Rp) merupakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah

daerah yang menunjukkan pengeluaran perusahaan untuk tenaga kerja di suatu

provinsi i dan tahun t.

8. Variabel NT (Rp) merupakan nilai tambah yang dihasilkan perusahaan IBS

provinsi i pada tahun t. Nilai tambah merupakan selisih yang dihasilkan dari

besaran nilai output dan nilai input (antara).

Variabel JMLH (unit) merupakan jumlah perusahaan IBS yang dimiliki oleh

perusahaan i pada tahun t. Klasifikasi IBS menggunakan definisi BPS (2012),

yaitu industri yang memiliki jumlah pekerja 20 sampai dengan 99 orang pekerja

dan 100 orang pekerja atau lebih.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Peta lokasi industri manufaktur sangat penting sebagai pertimbangan dalam

penentuan lokasi dan pengembangan wilayah. Sesuai dengan Peraturan Presiden

tentang Kebijakan Industri Nasional, pasal 3 yang menyatakan bahwa Pemerintah

Page 34: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

22

Provinsi harus menyusun peta panduan mengenai pengembangan industri

unggulan di wilayahnya. Pembangunan industri manufaktur bergantung pada

faktor produksi yang dimiliki oleh tiap daerah, sehingga menimbulkan

keunggulan komparatif yang berbeda-beda. Sektor industri manufaktur

merupakan sektor yang terbukti sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB

nasional, sehingga diharapkan industri manufaktur dapat meningkatkan

pendapatan negara. Industri manufaktur diharapkan dapat mendorong

pertumbuhan sektor-sektor lain dan mempercepat pengembangan wilayah. Hasil

akhir yang diharapkan adalah ketimpangan wilayah berkurang dan pembangunan

dapat dinikmati oleh semua wilayah.

Industri manufaktur merupakan salah satu langkah yang ditempuh oleh

negara berkembang yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun,

hal ini seharusnya juga diikuti dengan pembangunan yang merata di setiap

wilayah. Perkembangan sektor industri manufaktur di wilayah KBI ditunjukkan

dari jumlah perusahaan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang belokasi pada

wilayah tertentu. Hal ini dapat menggambarkan kecenderungan para pelaku

ekonomi industri manufaktur menentukan lokasi industrinya. Berikut merupakan

gambar dari jumlah perusahaan IBS menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

Tabel 3 Perkembangan Jumlah Perusahaan IBS Wilayah KBI Tahun 2007-2010

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011

1 Jawa Barat 6 776 6 195 6 204 6 199 6 201

2 Jawa Timur 6 260 6 248 6 254 6 251 6 252

3 Jawa Tengah 5 168 4 678 4 213 3 887 4 050

4 DKI Jakarta 2 566 1 866 1 699 1 588 1 643

5 Banten 1 846 1 804 1 695 1 620 1 675

6 Sumatera Utara 1 184 1 109 1 002 987 987

7 DI. Yogyakarta 451 416 403 409.5 406

8 Bali 474 409 366 326 346

9 Riau 199 196 191 183 187

10 Sumatera Selatan 152 152 226 220 187

11 Lampung 314 279 167 242 204

12 Sumatera Barat 178 182 158 139 148

13 Kalimantan Timur 148 122 111 116 113

14 Kalimantan Barat 181 120 103 95 99

15 Jambi 93 84 90 88 88

16 Kalimantan Tengah 51 37 57 47 52 Sumber : BPS, 2013 (diolah)

Tabel 3 menunjukkan peta lokasi IBS di wilayah KBI yang tidak merata dan

terkonsentrasi hanya di beberapa wilayah saja. Provinsi dengan jumlah IBS

terbanyak terletak di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan

Banten. Kelima provinsi itu merupakan provinsi di pulau Jawa yang menunjukkan

adanya pemusatan kegiatan industri di wilayah tersebut. Provinsi dengan

pengembangan jumlah IBS terrendah adalah provinsi Kalimantan Tengah, Jambi,

Page 35: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

23

Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi-

provinsi tersebut cenderung memiliki keunggulan pada sektor lain selain sektor

industri manufaktur, seperti Jambi dan Kalimantan Tengah dengan sektor

perkebunannya dan Kalimantan Timur dengan sektor pertambangannya. Hal

inilah yang menyebabkan terjadinya terpusatnya lokasi sektor industri manufaktur

dan membentuk suatu aglomerasi.

Sektor industri manufaktur memiliki dua karakteristik, yaitu industri padat

modal dan padat karya. Namun, pada dasarnya maupun industri padat modal atau

karya akan terkonsentrasi pada titik yang memiliki keuntungan untuk berlokasi

pada daerah yang mampu meminimumkan biaya produksi. Titik konsentrasi

industri manufaktur tidak hanya terpusat berdasarkan pada lokasi tetapi juga

berdasarkan subsektor yang berada di lokasi tersebut. Berikut merupakan

gambaran subsektor terbanyak yang dimiliki oleh suatu provinsi wilayah KBI

tahun 2011.

Tabel 4 Jumlah Perusahaan IBS Menurut Subsektor dan Provinsi Wilayah KBI

Tahun 2011

No Provinsi Subsektor Jumlah

1 Jawa Barat Makanan dan minuman 1 143

2 Jawa Timur Makanan dan minuman 1 761

3 Jawa Tengah Makanan dan minuman 869

4 DKI Jakarta Pakaian jadi 382

5 Banten Karet dan barang dari karet dan barang dari plastik 223

6 Sumatera Utara Makanan dan minuman 469

7 DI. Yogyakarta Furnitur dan industri pengolahan lainnya 90

8 Bali Pakaian jadi 90

9 Riau Makanan dan minuman 136

10 Sumatera Selatan Makanan dan minuman 75

11 Lampung Makanan dan minuman 181

12 Sumatera Barat Makanan dan minuman 73

13 Kalimantan Timur Mesin lainnya dan perlengkapannya 35

14 Kalimantan Barat Makanan dan minuman 51

15 Jambi Makanan dan minuman 36

16 Kalimantan Tengah Makanan dan minuman 27 Sumber: BPS, 2013

Tabel 4 menunjukkan bahwa subsektor makanan dan minuman merupakan

subsektor terbanyak yang dihasilkan oleh wilayah KBI, lebih dari 10 provinsi

terspesialisasi pada sektor industri manufaktur, seperti Jawa Barat, Jawa Timur,

Jawa Tengah dan lain sebagainya. Selanjutnya Provinsi DKI Jakarta dan Bali

yang terspesialisasi pada subsektor pakaian jadi, Banten yang terspesialisasi pada

subsektor karet dan barang dari karet dan barang dari plastik, D.I Yogyakarta

yang terspesialisasi pada subsektor dan furnitur dan industri pengolahan lainnya

dan Kalimantan Timur yang terspesialisasi pada Mesin lainnya dan

perlengkapannya. Jumlah IBS yang besar tidak menunjukkan nilai tambah yang

Page 36: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

24

dihasilkan juga tinggi, hal ini bergantung efisiensi dan skala ekonomi yang

dihasilkan oleh masing-masing IBS.

Subsektor yang besar pada suatu wilayah akan menarik perusahaan IBS

sejenis untuk berlokasi dan berproduksi di wilayah yang sama. Hal ini

dikarenakan perusahaan sejenis cenderung membutuhkan faktor produksi yang

sama, seperti tenaga kerja. Hal ini akan menguntungkan karena perusahaan akan

memperoleh tenaga kerja terampil serta upah yang rendah. Hal ini berbeda, jika

perusahaan sejenis pada lokasi yang sama berkompetisi dalam memperoleh faktor

input, seperti bahan baku, maka keuntungan dari lokasi yang berdekatan tidak

akan tercapai. Perusahaan baru sejenis akan cenderung mencari lokasi yang

berjauhan untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Titik konsentrasi baru perlu dikembangkan dengan menganalisis faktor-

faktor yang memengaruhi pembentukan aglomeras. Sehingga, daerah-daerah yang

memiliki potensi juga dapat menikmati keuntungan dari aglomerasi yang pada

akhirnya mampu mendistribusikan pendapatan secara lebih merata. Variabel-

variabel yang dipilih berdasarkan pertimbangan analisis dan upaya untuk menguji

model lokasi. Berikut merupakan beberapa variabel yang menentukan

pembentukan aglomerasi dari aktivitas industri manufaktur.

Hubungan Indeks Persaingan Industri terhadap Aglomerasi

Persaingan merupakan suatu konsep yang sering digunakan dalam ilmu

ekonomi tentang pembentukan harga pasar dan penetapan harga oleh suatu

perusahaan atau produsen. IPI dihitung dari rata-rata jumlah perusahaan dan

output yang dihasilkan suatu daerah dan dibandingkan secara agregat. Semakin

tinggi persaingan maka setiap produsen akan menggunakan strategi aglomerasi

dan membentuk kluster guna meningkatkan tingkat produksi. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin besar struktur pasar di suatu daerah maka akan

tercipta suatu konsentrasi yang akan membentuk kluster-kluster untuk terus

mengembangkan daya saing dan pangsa pasarnya. Berikut merupakan gambaran

IPI menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 6 Indeks Persaingan Industri Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Ind

eks

Per

sain

gan

Ind

ust

ri

Provinsi

Page 37: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

25

Gambar 6 menunjukkan bahwa daerah yang memiliki IPI terbesar adalah

Jawa Tengah dengan indeks sebesar 2.46, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur, Bali,

Jawa Barat dan Sumatera Barat. Provinsi dengan IPI terrendah adalah Riau

dengan nilai indeks 0.16. Hipotesi yang digunakan adalah semakin besar IPI maka

menunjukkan bahwa pasar mendekati persaingan sempurna, sehingga dapat

mempercepat pembentukkan aglomerasi di wilayah tersebut. DKI Jakarta dan

Banten memiliki nilai indeks sebesar 0.66 dan 0.48, artinya wilayah tersebut

masih cenderung menuju monopolistik yang dapat menghambat terbentuknya

aglomerasi. Variabel ini akan dianalisis untuk melihat keterkaitannya secara

signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur.

Hubungan Ukuran Perusahaan terhadap Aglomerasi

Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan rata-rata ukuran pabrik

yang dilihat dari jumlah pekerja produksi. Ukuran perusahaan dapat menyediakan

informasi mengenai penggunaan faktor produksi dan lokasi pada industri tertentu,

yaitu fleksibilitas dan menyesuaikan skala operasi dapat beroperasi bahkan pada

wilayah yang terisolasi di mana infrastruktur masih terbelakang. Perusahaan-

perusahaan IBS cenderung akan mengelompok di sekitar wilayah kota

metropolitan. Berdasarkan ukuran ini, kita menguji apakah skala ekonomi dapat

menjelaskan konsentrasi industri di wilayah KBI. Kecenderungan bahwa skala

perusahaan yang lebih besar akan berlokasi di sentra-sentra industri, dan

perusahaan yang lebih kecil cenderung akan berlokasi jauh dari sentra industri.

Berikut merupakan gambaran ukuran perusahaan menurut provinsi di wilayah

KBI tahun 2011.

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 7 Ukuran Perusahaan Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 7 menunjukkan bahwa ukuran atau skala yang terbesar adalah

Provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai 2 345.48, diikuti oleh Provinsi

Lampung, Kalimantan Timur, dan Banten. Provinsi Bali memiliki ukuran atau

0

50

100

150

200

250

300

350

Uku

ran

Per

usa

haa

n

Provinsi

Page 38: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

26

skala perusahaan yang terkecil, yaitu sebesar 79.69. Ukuran perusahaan ini

dihitung berdasarkan tenaga kerja yang diserap dan jumlah perusahaan IBS yang

berada di wilayah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah-daerah dengan

jumlah perusahaan IBS yang besar memiliki daya serap tenaga kerja IBS yang

juga besar sehingga ukuran atau skala perusahaannya tidak terlalu besar. Hipotesis

yang digunakan adalah semakin besar ukuran atau skala perusahaan maka akan

semakin mendorong terbentuknya aglomerasi. Variabel ini akan dianalisis untuk

melihat keterkaitannya secara signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor

industri manufaktur.

Hubungan Penanaman Modal Asing terhadap Aglomerasi

Penanaman Modal Asing (PMA) dianggap juga sebagai sumber pembiayaan

yang paling berkualitas karena bersifat berkelanjutan dan dapat menyerap ilmu

dan teknologi. Pendapatan nasional Indonesia yang cenderung hasil dari

penjumlahan konsumsi yang tinggi bersifat tidak tahan lama dan tidak mengatasi

masalah pengangguran. PMA di wilayah KBI terkonsentrasi wilayah tertentu

terutama pada wilayah pusat kegiatan ekonomi. Berikut merupakan gambaran

PMA menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2013 (diolah)

Gambar 8 PMA Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 8 menunjukkan bahwa provinsi dengan nilai PMA tertinggi adalah

DKI Jakarta sebesar 4.8 miliar dollar. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta merupakan

ibu kota negara sebagai pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan dan politik

sehingga PMA cenderung lebih terpusat pada daerah tersebut. Provinsi Jawa Barat,

Banten dan Sumatera Utara merupakan provinsi selanjutnya dengan nilai PMA

yang tertinggi. Hal ini menunjukkan adanya iklim positif dimana pengembangan

PMA seiring dengan peningkatan nilai PMA di beberapa provinsi dekat pusat kota

pemerintahan. Nilai PMA terendah adalah provinsi DI Yogyakarta sebesar 19 juta

dollar. Pemerintah perlu melakukan perencanaan dan target yang sesuai agar dapat

mempercepat pengembangan wilayah lainnya melalui spesialisasi dan aglomerasi.

Hipotesis yang digunakan adalah nilai realisasi PMA yang semakin tinggi pada

suatu wilayah akan mempercepat pembentukan aglomerasi sektor industri

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

PM

A (

$0

00

)

Provinsi

Page 39: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

27

manufaktur. Variabel ini akan dianalisis untuk melihat keterkaitannya secara

signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur.

Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Aglomerasi

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dianggap juga sebagai sumber

pembiayaan yang berkualitas karena bersifat berkelanjutan dan mampu

meningkatkan pendapatan nasional. Jika nilai keuntungan dari investasi PMA

yang ditanamkan sebagian akan kembali ke negara asal, maka nilai keuntungan

dari investasi PMDN akan dinikmati oleh warga negara indonesia. Sehingga,

investasi yang ditanamkan akan lebih berkualitas karena aliran modal lancar

dalam negeri. Berikut merupakan realisasi nilai PMDN menurut provinsi wilayah

KBI.

Sumber: BKPM, 2013 (diolah)

Gambar 9 PMDN Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 9 menunjukkan bahwa realisasi PMDN tertinggi dimiliki oleh

Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 37 triliun rupiah. Selanjutnya adalah provinsi

Jawa Timur, Jawa Barat dan Riau masing-masing dengan realisasi PMDN sebesar

9.6 triliun rupiah, 9.2 triliun rupiah, dan 7.4 triliun rupiah. Provinsi lainnya terlihat

bahwa investasi dalam negeri masih belum begitu berkembang. Provinsi dengan

PMDN terrendah dimiliki oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 0.32 triliun rupiah.

Hipotesis yang digunakan adalah nilai realisasi PMDN yang semakin tinggi pada

suatu wilayah akan mempercepat pembentukan aglomerasi sektor industri

manufaktur. Variabel ini akan dianalisis untuk melihat keterkaitannya secara

signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur.

Panjang Jalan terhadap Aglomerasi

Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang utama sebagai penghubungan

antara satu wilayah ke wilayah lainnya. Penelitian ini menggunakan panjang jalan

provinsi dan kabupaten dengan kondisi baik dan sedang. Hal ini akan

menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam penyediaan sarana infrastruktur

dalam rangka pelayanan untuk masyarakatnya. Berikut merupakan gambaran

panjang jalan menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

PM

DN

(m

ilia

r ru

pia

h)

provinsi

Page 40: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

28

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 10 Panjang Jalan Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 10 menunjukkan bahwa jalan terpanjang dimiliki oleh provinsi

Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah dengan panjang 33 490 km, 21

269 km dan 20 266 km. Provinsi DI Yogyakarta merupakan daerah dengan jalan

kondisi baik dan sedang terendah. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa

luas area terbesar dimiliki oleh provinsi Kalimantan Barat dengan panjang jalan

kondisi baik dan sedang sebesar 7 392 km, hal ini berbeda dengan Jawa Timur

yang memiliki luas yang lebih kecil namun memiliki jalan yang lebih panjang.

Hipotesis yang digunakan adalah peningkatan panjang jalan dengan kondisi baik

dan sedang pada suatu wilayah akan mempercepat pembentukan aglomerasi

sektor industri manufaktur. Variabel ini akan dianalisis untuk melihat

keterkaitannya secara signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor industri

manufaktur.

Hubungan Upah Minimum Provinsi terhadap Aglomerasi

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi penting dalam struktur

biaya usaha, karena perusahaan membayar upah sebagai balas jasa terhadap

perusahaan. Upah yang merupakan biaya input yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan memiliki kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah untuk

mendukung dan melindungi kedua belah pihak. Penetapan UMP yang terlalu

tinggi disuatu daerah akan menyebabkan peningkatan biaya produksi yang harus

dikeluarkan oleh suatu perusahaan. Sehingga salah satu daya tarik keputusan

berlokasi di suatu tempat adalah dengan tingkat upah yang rendah. Berikut

merupakan gambaran UMP wilayah KBI tahun 2011.

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000P

anja

ng J

alan

(km

)

Provinsi

Page 41: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

29

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 11 UMP Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 11 menunjukkan bahwa UMP tertinggi dimiliki oleh provinsi DKI

Jakarta sebesar 1.2 juta rupiah Selanjutnya diikuti oleh provinsi Kalimantan

Tengah, Riau, dan Kalimantan Timur sebesar 1.13 juta rupiah, 1.12 juta rupiah

dan 1.08 juta rupiah. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan UMP

paling rendah, yaitu sebesar 675 ribu rupiah. Provinsi DKI Jakarta yang tinggi

menunjukkan bahwa kebutuhan dan tuntutan hidup di kota metropolitan yang

tinggi, sehingga perlunya upah yang juga tinggi untuk memenuhinya. Penetapan

nilai UMP yang harus dibayar oleh perusahaan adalah sesuai dengan kebijakan

pemerintah masing-masing daerah. Hal ini berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) yang berbeda-beda di setiap provinsi. Hipotesis yang digunakan adalah

UMP yang semakin kecil pada suatu wilayah akan mempercepat pembentukan

aglomerasi sektor industri manufaktur. Variabel ini akan dianalisis untuk melihat

keterkaitannya secara signifikan terhadap pembentukan aglomerasi sektor industri

manufaktur.

Hubungan Nilai Tambah terhadap Aglomerasi

Nilai Tambah merupakan hasil keuntungan bersih yang diperoleh dari

perusahaan IBS dengan selisih antara nilai output dan nilai input (antara).

Semakin tinggi nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan IBS maka akan

semakin besar efisiensi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Berikut

merupakan gambar yang menunjukkan nilai tambah menurut provinsi wilayah

KBI.

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

UM

P (

Rp

)

Provinsi

Page 42: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

30

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 12 Nilai Tambah Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 12 menunjukkan bahwa provinsi dengan nilai tambah tertinggi

adalah DKI Jakarta sebesar 176.6 miliar rupiah. Selanjutnya diikuti dengan

Provinsi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Provinsi dengan nilai tambah

terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 421 miliar rupiah. Hipotesis yang

digunakan adalah nilai tambah yang semakin tinggi pada suatu wilayah akan

mempercepat pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur. Variabel ini

akan dianalisis untuk melihat keterkaitannya secara signifikan terhadap

pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur.

Hubungan Jumlah Perusahaan IBS terhadap Aglomerasi

Jumlah IBS merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan

aglomerasi. Hipotesis awal mengenai jumlah IBS adalah semakin banyak jumlah

perusahaan maka aglomerasi yang dihasilkan akan semakin menguntungkan dan

skala ekonomi akan dapat tercapai. Namun, hal ini harus dibuktikan secara

statistik apakah hal itu berpengaruh secara positif ataupun negatif. Berikut

merupakan jumlah IBS menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 13 Jumlah IBS Menurut Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

02000400060008000

100001200014000160001800020000

Nila

i Tam

bah

(M

iliar

Ru

pia

h)

Provinsi

01000200030004000500060007000

Jum

lah I

BS

(unit

)

Provinsi

Page 43: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

31

Gambar 13 menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki jumlah perusahaan

IBS terbesar adalah Jawa Timur, yaitu sebesar 6252 unit. Selanjutnya adalah Jawa

Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta yang menunjukkan adanya titik-titik

konsentrasi industri manufaktur di daerah tertentu. Terutama pada daerah-daerah

yang merupakan titik pertumbuhan dan pembangunan yang setara dengan kota

metropolitan. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah dengan jumlah IBS

terendah, yaitu hanya sebesar 52 unit. Hipotesis yang digunakan adalah jumlah

perusahaan IBS yang semakin tinggi pada suatu wilayah akan mempercepat

pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur. Variabel ini akan dianalisis

untuk melihat keterkaitannya secara signifikan terhadap pembentukan aglomerasi

sektor industri manufaktur.

Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Perbedaan potensi sumber daya alam, kebijakan pemerintah, serta struktural

dan kultural yang dimiliki tiap daerah, mendorong timbulnya ketimpangan

pembangunan wilayah. Pengelolaan dan kebijakan yang berbeda di tiap daerah,

khususnya sejak diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal

semakin mendorong ketimpangan wilayah. Hal ini disebabkan karena wilayah

akan terus berkembang sesuai dengan kemampuan daerahnya, sehingga daerah

yang telah maju akan semakin maju sebaliknya daerah yang terbelakang semakin

sulit untuk mengejar ketertinggalan. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal

merupakan langkah menuju kemandirian daerah, dimana tiap pemerintah daerah

diberi kewenangan untuk mengatur kebijakan dan keuangannya sesuai dengan

kebutuhan daerahnya. Pemerintah daerah memiliki hak untuk menentukan sumber

dan proporsi pendapatan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan

serta kesejahteraan rakyat daerah. Perbedaan kemampuan fiskal di tiap daerah,

berimplikasi terhadap PDRB dalam perekonomian tiap daerah termasuk

kabupaten/kota. Tujuan pertama dari penelitian adalah untuk mengukur

ketimpangan antar dan intra provinsi di wilayah KBI dengan menggunakan Indeks

Williamson. Indeks ini mengukur ketimpangan wilayah dengan menggunakan

indikator PDRB per kapita dan jumlah penduduk. Indeks Williamson

menunjukkan bahwa terdapat sejumlah provinsi yang memiliki PDRB per kapita

yang sangat tinggi dan sebaliknya.

Sumber : BPS, 2012 (diolah)

Gambar 14 Indeks Williamson Antar Provinsi di Wilayah KBI Tahun 2002-2011

0.66

0.67

0.68

0.69

0.7

0.71

0.72

0.73

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Ind

eks

Wil

liam

son

Tahun

Page 44: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

32

Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai Indeks Williamson antar provinsi di

wilayah KBI dari tahun 2002 sampai 2011 tergolong sedang, yaitu berada pada

kisaran 0.713 sampai 0.721. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa Indeks

Williamson berada pada kisaran 0.35 sampai 0.80 dapat dikategorikan sebagai

wilayah dengan ketimpangan yang sedang. Indeks Williamson dari tahun ke tahun

mengalami perubahan yang fluktuatif, namun indeks tertinggi berada pada tahun

2011. Indeks Williamson yang relatif sedang di wilayah KBI disebabkan karena

perbedaan pada PDRB per kapita yang tinggi di wilayah tertentu, terutama

perbandingan wilayah-wilayah di Pulau Jawa dan wilayah Luar Jawa.

Gambar 14 juga menunjukkan bahwa Indeks Willimason di wilayah KBI

cenderung meningkat dan mencapai angka tertinggi pada tahun 2011. Hal ini

sesuai dengan prediksi pada teori neo-klasik bahwa peningkatan ketimpangan

wilayah mengindikasikan adanya proses pembangunan yang terus dilakukan pada

wilayah tersebut. Proses pembangunan yang terus berlanjut seiring waktu akan

menyebar dan mendistribusikan pendapatan yang merata di daerah lainnya.

Namun, teori ini tidak menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik

puncak dari proses pembangunan untuk dapat menurunkan ketimpangan secara

signifikan.

Ketimpangan wilayah yang terjadi antar provinsi juga disebabkan oleh

perbedaan kegiatan ekonomi dan produktifitas yang dihasilkan oleh suatu daerah.

Hal ini sesuai dengan penjelasan pada bab pertama yang menunjukkan bahwa

penyumbang terbesar terhadap PDB negara adalah sektor industri manufaktur. Hal

ini membuktikan bahwa sektor industri manufaktur memberikan banyak

keuntungan pada daerah yang terspesialisasi pada sektor tersebut. Ketimpangan

wilayah tidak hanya terjadi antar provinsi di wilayah KBI, tetapi juga antar

kabupaten di provinsi tersebut. Berikut merupakan gambaran ketimpangan intra

provinsi pada tingkat kabupaten/kota menurut provinsi wilayah KBI tahun 2011.

sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 15 Indeks Williamson Intra Provinsi Wilayah KBI Tahun 2011

Gambar 15 menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah antar kabupaten/kota

yang tertinggi dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur yang mencapai 1.03. Hal ini

menunjukkan tingginya ketidakmerataan pendapatan di Jawa Timur. Nilai Indeks

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Ind

eks

Wil

liam

son (

%)

Provinsi

Page 45: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

33

Williamson yang melebihi angka maksimal, dapat disebabkan karena adanya

beberapa kabupaten/kota yang memiliki hyper-PDRB per kapita di suatu provinsi.

Selanjutnya provinsi-provinsi lain dengan nilai Indeks Williamson tinggi adalah

Kalimantan Timur, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten. Provinsi

yang memiliki nilai Indeks Williamson terrendah adalah Kalimantan Tengah

sebesar 0.19. Artinya proses pemerataan telah terjadi di daerah ini, namun dapat

diartikan pula bahwa tidak ada daerah dengan PDRB per kapita sangat tinggi di

provinsi itu. Indeks Williamson hanya menunjukkan tingkat ketimpangan antar

dan inter regional tanpa melihat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

ketimpangan tersebut.

Pada gambar 15 dan gambar 16 menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah

tingkat provinsi di wilayah KBI lebih tinggi dibandingkan ketimpangan tingkat

kabupaten/kota di provinsi. Rata-rata Indeks Williamson wilayah KBI 2011

adalah 0.72, sedangkan rata-rata Indeks Williamson pada kabupaten/kota pada

tahun 2011 adalah 0.55. Artinya perbedaan PDRB per kapita yang dominan antar

provinsi lebih tinggi daripada tingkat kabupaten/kota. Hal ini perlu menjadi

perhatian khusus bagi pemerintah bahwa ketimpangan tingkat kabupaten/kota

harus terus dikurangi agar dapat mendukung pemerataan antar provinsinya.

Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur

Industri manufaktur di wilayah KBI berperan penting dalam perekonomian

Indonesia, sehingga sangat menarik untuk menganalisis dari segi dimensi spasial

dan regionalnya. Tujuan kedua akan menganalisis mengenai konsentrasi spasial

sektor industri manufaktur di wilayah KBI yang diukur dengan menggunakan

Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Indeks Hoover Balassa. Penggunaan dua

alat analisis ini bertujuan untuk mempertegas argumen dengan menggunakan

gambaran realitas dan perhitungan sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat.

Penelitian ini menggunakan analisis spasial digunakan untuk mengidentifikasi

lokasi oleh Industri Besar dan Sedang (IBS) berdasarkan provinsi di wilayah KBI.

Pertama, analisis SIG digunakan untuk menyajikan data yang akan

menunjukkan dimana industri manufaktur cenderung mengumpul atau

membentuk kluster, sehingga dapat memfokuskan pada penyajian dan analisis

realitas geografis. Hal ini akan ditunjukkan melalui beberapa indikator, seperti

tenaga kerja IBS dan nilai tambah. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan

distribusi spasial menurut tenaga kerja IBS.

Page 46: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

34

Tabel 5 Peringkat (rank) Menurut Tenaga Kerja IBS Wilayah KBI Tahun 2011

Kelas Rank Provinsi

Kepadatan Tenaga

Kerja

Sangat tinggi >125.000 1 Jawa Barat 30.49 1 079 008

2 Jawa Timur 19.57 935 896

3 Jawa Tengah 76.05 734 898

4 Banten 49.37 477 102

5 DKI Jakarta 470.73 312 571

6 Sumatera Utara 1.99 145 349

Tinggi 25.000 - 125.000 7 Lampung 1.73 60 128

8 DI. Yogyakarta 16.7 52 335

9 Riau 0.58 51 015

10 Sumatera Selatan 0.47 43 872

11 Kalimantan Timur 0.17 34 878

12 Bali 4.83 27 938

Menengah-Rendah< 5.000 13 Jambi 0.48 24 129

14 Kalimantan Barat 0.15 22 448

15

Kalimantan

Tengah 0.11 17 417

16 Sumatera Barat 0.36 15 380 Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 16 Perkembangan SIG menurut Jumlah Tenaga Kerja IBS Wilayah KBI

Tahun 2011

Tabel 5 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa tenaga kerja IBS

terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,

Banten dan DKI Jakarta). Pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja IBS yang diserap

di pulau Jawa mencapai 3.5 juta orang atau sekitar 80% dari total tenaga kerja IBS

wilayah KBI. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan daerah yang

memberikan sumbangan terbesar dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Hampir

50% tenaga kerja IBS di wilayah KBI disumbangkan oleh kedua daerah ini. Tabel

Page 47: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

35

5 menunjukkan bahwa tingkat kepadatan tenaga kerja sektor industri terhadap luas

area provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi dengan tenaga kerja sangat

tinggi memiliki tingkat kepadatan yang tinggi pula. Provinsi dengan tingkat

kepadatan tertinggi, yaitu DKI Jakarta sebesar 470.73, Jawa Tengah sebesar 76.05

dan Banten sebesar 49.37. Hal ini menunjukkan bahwa luas wilayah berbanding

terbalik dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, artinya luas area yang tidak

berubah harus menampung jumlah tenaga kerja yang semakin tinggi.

Indikator selanjutnya yang digunakan untuk melihat apakah terdapat

kecenderungan spasial lokasi IBS wilayah KBI adalah dengan nilai tambah. Data

nilai tambah yang dihasilkan IBS akan digunakan untuk mengklasifikasikan

daerah industri dan daerah non industri melalui peringkat nilai tambah. Klasifikasi

industri manufaktur di wilayah KBI berdasarkan nilai tambah (miliar rupiah) yang

dibedakan menjadi sangat tinggi, tinggi, menengah sampai rendah.

Tabel 6 Peringkat (rank) menurut Rata-Rata Nilai Tambah IBS Menurut Provinsi

Tahun 2011

Kelas Rank Provinsi Nilai

Tambah

Sangat Tinggi > Rp2 triliun 1 DKI Jakarta 17 666

2 Banten 10 831

3 Jawa Barat 8 759

4 Jawa Tengah 8 208

5 Jawa Timur 3 368

6 Riau 2 897

Tinggi Rp450 milyar-2 triliun 7 Sumatera Utara 1 065

8 Sumatera Selatan 924

9 Jambi 715

10 Kalimantan Timur 641

Menengah-Rendah < Rp450 milyar 11 Kalimantan Barat 421

12 Lampung 409

13 DI. Yogyakarta 388

14 Bali 299

15 Sumatera Barat 130

16 Kalimantan Tengah 116 Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Page 48: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

36

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Gambar 17 Perkembangan SIG Rata-Rata Nilai Tambah IBS Wilayah KBI Tahun

2011

Tabel 6 dan Gambar 17 menunjukkan bahwa berdasarkan nilai tambah yang

dihasilkan diketahui bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki

peringkat atau rank yang tertinggi dengan klasifikasi nilai tambah sangat tinggi.

DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Riau termasuk

termasuk wilayah industri yang memiliki nilai tambah sangat tinggi. Sedangkan

provinsi dengan nilai tambah terrendah terdapat pada provinsi Kalimantan Tengah.

Nilai tambah merupakan salah satu alat ukur untuk melihat kontribusi sektor

industri manufaktur terhadap PDRB. Sehingga nilai tambah yang sangat tinggi

menunjukkan adanya suatu spesialisasi dan efisiensi produk industri manufaktur

yang dapat terus ditingkatkan.

Analisis SIG dengan menggunakan indikator tenaga kerja dan nilai tambah

menunjukkan bahwa konsentrasi spasial sektor industri manufaktur berada di

Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan Jawa

Tengah. Hal ini sesuai dengan konsep dari konsentrasi spasial bahwa hal terkait

seperti skala ekonomi, biaya transportasi dan permintaan yang terpusat di suatu

kawasan akan menarik daerah terdekat untuk juga berkembang. Teori Kutub

Pertumbuhan juga menjelaskan bahwa pertumbuhan yang tinggi dan cepat hanya

akan terjadi pada pusat-pusat pertumbuhan, sehingga tidak akan tumbuh di setiap

daerah.,

Kedua, analisis dengan menggunakan Indeks Hoover Balassa atau yang

sering disebut sebagai Location Quotient (LQ) Tenaga Kerja. Pola spesialisasi

regional menunjukkan perbandingan distribusi kesempatan kerja sektor industri

manufaktur suatu provinsi dengan seluruh tenaga kerja di Indonesia. Perbedaan

yang mendasar dari analisis SIG dan Indeks Hoover Balassa adalah mampu

menjelaskan kemampuan dari sektor industri dalam hal penyerapan tenaga kerja,

serta bagaimana daya saing yang dimiliki oleh industri manufaktur tiap daerah.

Berikut merupakan Indeks Hoover Balassa yang menunjukkan tingkat spesialisasi

dan daya saing di setiap provinsi.

Page 49: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

37

Tabel 7 Indeks Hoover Ballasa menurut Provinsi Tahun 2009-2011

No Provinsi 2009 2010 2011

1 Sumatera Utara 0.540 0.518 0.530

2 Sumatera Barat 0.171 0.164 0.169

3 Riau 0.513 0.513 0.511

4 Jambi 0.387 0.360 0.177

5 Sumatera Selatan 0.274 0.280 0.172

6 Lampung 0.426 0.351 0.376

7 DKI Jakarta 1.699 1.455 1.502

8 Jawa Barat 1.320 1.390 1.380

9 Jawa Tengah 0.938 1.015 0.996

10 DI. Yogyakarta 0.597 0.643 0.653

11 Jawa Timur 1.068 1.093 1.119

12 Banten 2.818 2.273 2.319

13 Bali 0.291 0.296 0.299

14 Kalimantan Barat 0.256 0.233 0.248

15 Kalimantan Tengah 0.351 0.372 0.364

16 Kalimantan Timur 0.525 0.514 0.497 Sumber : BPS, 2013

Tabel 7 menunjukkan bahwa hanya terdapat empat provinsi yang memiliki

nilai Indeks Hoover Balassa konsisten diatas satu (>1). Empat provinsi tersebut

berada di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.

Sedangkan provinsi Jawa Tengah memiliki indeks lebih dari satu pada tahun 2010,

dan mendekati satu pada tahun berikutnya. Provinsi dengan Indeks Hoover

Balassa tertinggi dimiliki oleh provinsi Banten sebesar 2.32 pada tahun 2011.

Selanjutnya adalah DKI Jakarta dengan nilai indeks 1.5, Jawa Barat dengan nilai

indeks 1.38 dan Jawa Timur dengan nilai indeks 1.12. Provinsi yang memiliki

Indeks Hoover Balassa terkecil adalah Sumatera Barat sebesar 0.16.

Perkembangan nilai indeks masing-masing provinsi dari tahun 2009 sampai 2011

menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan.

Peningkatan nilai Indeks Hoover Balassa untuk suatu daerah-industri

menunjukkan peningkatan spesialisasi industri dalam daerah tersebut. Sebaliknya,

penurunan nilai indeks untuk suatu daerah industri menunjukkan penurunan

spesialisasi industri pada daerah tersebut. Spesialisasi yang tinggi pada suatu

industri di daerah tertentu dapat mempercepat pertumbuhan industri di wilayah

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Timur, dan Jawa Tengah memiliki daya saing saing pada sektor industri

manufaktur di wilayah KBI. Hal ini sejalan dengan analisis SIG yang telah

dilakukan bahwa konsentrasi industri manufaktur cenderung terjadi di Pulau Jawa,

khususnya Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Meskipun,

rank pada pengukuran Indeks Hoover Balassa dan SIG berbeda namun

kecenderungan terjadi konsentrasi spasial di Pulau Jawa telah mampu dibuktikan.

Pulau Jawa menunjukkan pertumbuhan sektor manufaktur yang signifikan,

letak geografisnya yang mendukung serta pusat pemerintah yang berada di Pulau

Jawa, menyebabkan provinsi di Pulau Jawa berkembang lebih cepat daripada

Page 50: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

38

provinsi lainnya. Sumberdaya utama yang dimiliki oleh provinsi di Pulau Jawa

dengan mendukung pembangunan industri manufaktur dalam bentuk kluster

ataupun terpisah. Sehingga spesialisasi sektor industri manufaktur di wilayah KBI

harus terus dikembangkan agar dapat mendorong pertumbuhan sektor lain, dan

meningkatkan pendapatan negara.

Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur

Konsentrasi industri manufaktur yang terjadi pada wilayah KBI membentuk

suatu kluster yang terbentuk pada pola titik-titik wilayah. Hal ini pada akhirnya

akan membentuk suatu aglomerasi industri manufaktur di wilayah-wilayah

tertentu. Model yang digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang

memengaruhi aglomerasi industri manufaktur menggunakan data 16 provinsi di

wilayah KBI dengan periode tahun 2002 sampai 2011. Penyusunan model data

panel dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama, membandingkan Fixed Effects

Model (FEM) dengan Random Effects Model (REM) menggunakan Uji Hausman.

Kedua, membandingkan Pooled Least Square (PLS) dengan Least Square Dummy

Variable (LSDV) menggunakan Uji Chow. Dan ketiga, membuat estimasi model

atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahap pertama, maka secara signifikan

tolak H0, artinya belum cukup bukti untuk menerima model PLS. Sehingga,

model yang dipilih adalah model LSDV. Jika dalam model terdapat heterogenitas

individu maka model LSDV lebih baik dibandingkan model PLS.

Tahapan kedua adalah membandingkan antara FEM dengan REM dengan

Uji Hausman. Statistik Uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi Square

dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel bebas. Hasil Uji Hausman

menunjukkan probabilitas lebih kecil dari taraf nyata (10%). Artinya persamaan

untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi industri

memiliki heterogenitas individu tetapi tidak secara random. Sehingga model FEM

lebih sesuai untuk digunakan.

Untuk menguji kelayakan suatu model dalam menentukan suatu hipotesis,

maka perlu dilakukan beberapa uji agar model regresi bersifat BLUE (Best Linier

Unbiased Estimate). Uji tersebut terdiri atas normalitas, multikolinearitas,

autokorelasi dan heteroskedatisitas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa data

bebas dari masalah normalitas dan multikolinearitas, namun masih terdeteksi

masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil pengamatan,

ditemukan adanya masalah autokorelasi dengan membandingkan nilai DW

(Durbin Watson) dengan DW tabel. Untuk mengatasi adanya autokoresi dapat

dilakukan dengan metode GLS (Generalized Least Square), yaitu memberikan

pembobotan cross section weights. dibandingkan fixed effects OLS.

Pendeteksian adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan membandingkan

sum of squared residuals (SSR) pada metode OLS dengan SSR pada GLS. Jika

nilai SSR GLS lebih kecil daripada SSR OLS, maka terdapat heteroskedastisitas.

Hal ini dapat menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan

konsisten. Masalah heteroskedastisitas dapat dihilangkan dengan memberikan,

white’s standard errors. Regresi yang didapatkan dengan melakukan langkah ini

memberikan hasil estimasi yang efisien dan konsisten.

Page 51: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

39

Hasil Estimasi Regresi Data Panel

Metode yang paling sesuai untuk mengestimasi persamaan faktor-faktor

yang memengaruhi pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur adalah

Fixed Effects Cross Section Weight. Hasil estimasi dapat ditunjukkan dengan nilai

t-hitung dan probabilitas masing-masing variabel bebas.

Tabel 8 Hasil Estimasi Persamaan Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi

Variabel Bebas Koefisien Nilai t-

hitung Probabilitas

Konstanta (C) -4.447116 -11.20159 0.0000

Indeks Persaingan Industri (IPI) 0.001373 2.620020 0.0098

Ukuran Perusahaan (UK) 0.538745 18.91685 0.0000

Penanaman Modal Asing (PMA) -0.002925 -5.331183 0.0000

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 0.000665 0.213729 0.8311

Panjang Jalan (JAL) -0.029376 -1.692958 0.0928

Upah Minimum Provinsi (UMP) -0.032835 -1.623805 0.1068

Nilai Tambah (NT) 0.013672 2.061813 0.0412

Jumlah IBS (JMLH) 0.441274 12.37916 0.0000

Adjusted R-squared 0.982144

Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: BPS dan BKPM (diolah)

Hasil estimasi juga menunjukkan nilai F-statistik yanglebih tinggi daripada

F-tabel, artinya parameter variabel bebas pada model mampu menjelaskan

variabel konsentrasi industri pada taraf nyata 10%. Nilai Adjusted R-squared

(koefisien determinan) diperoleh sebesar 0.982 yang menunjukkan bahwa variabel

bebas di dalam model mampu menjelaskan 98.2% variasi variabel endogen secara

baik.

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 8 diketahui bahwa variabel yang

secara signifikan memengaruhi aglomerasi industri pada taraf nyata 5%, yaitu

Indeks Persaingan Industri (IPI), Ukuran perusahaan (UK), Penanaman Modal

Asing (PMA), Nilai Tambah (NT) dan Jumlah IBS (JMLH). Variabel yang secara

signifikan mempengaruhi aglomerasi industri pada taraf nyata 10% adalah

Panjang Jalan (JAL). Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan

Upah Minimum Provinsi (UMP) secara signifikan tidak memengaruhi

pembentukan aglomerasi pada taraf nyata 5 maupun 10%. Untuk masing-masing

variabel bebas yang memengaruhi pembentukan aglomerasi dapat

diinterpretasikan sebagai berikut:

Indeks Persaingan Industri (IPI) mempunyai hubungan yang positif terhadap

pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur. Nilai elastisitasnya adalah

0.001373, artinya peningkatan IPI maka akan meningkatkan Indeks Spesialisasi

aglomerasi industri manufaktur sebesar 0.001373 dan cateris paribus. Hal ini

menunjukkan bahwa kompetisi yang semakin tinggi akan memiliki dampak yang

mempercepat pembentukan aglomerasi sektor industri manufaktur. Jika hal

tersebut benar maka struktur pasar di wilayah KBI cenderung kepada industri

Page 52: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

40

pasar persaingan sempurna, dimana banyak perusahaan yang bersaing dan

membentuk suatu aglomerasi. Hal ini sesuai dengan teori klasik yang menyatakan

bahwa konsep aglomerasi menimbulkan penghematan eksternal, yaitu

pengurangan biaya yang terjadi akibat aktivitas di luar lingkup perusahaan.

Penghematan dapat terjadi berkat adanya perusahaan-perusahaan dalam industri

yang sama bersaing satu sama lain dalam memperoleh pasar atau konsumen.

Ukuran perusahaan (UK) mempunyai hubungan yang positif terhadap

pembentukan aglomerasi. Nilai elastisitasnya adalah 0.538745, artinya

peningkatan skala ekonomi sebesar 1% akan meningkatkan Indeks Spesialisasi

aglomerasi sektor industri manufaktur sebesar 0.58745 dan cateris paribus. Hal

ini sesuai dengan sumber dari aglomerasi bahwa industri akan terkonsentrasi

secara geografis akibat skala ekonomi yang meningkat, sehingga ukuran dari

masing-masing perusahaan IBS juga akan meningkat. Ukuran perusahaan atau

disebut juga skala ekonomi cenderung akan menjadi lebih besar pada sentra-sentra

industri, namun perusahaan-perusahaan yang lebih kecil cenderung untuk

beroperasi jauh dari sentra-sentra industri. Ukuran perusahaan dapat menyediakan

informasi mengenai intensitas penggunaan faktor produksi dan perilaku lokasi

pada industri tertentu, misalnya perusahaan kecil akan menyesuaikan skala

operasi bahkan pada wilayah yang infrastrukturnya masih rendah, sementara IBS

cenderung akan mengelompok pada wilayah-wilayah perkotaan.

Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai hubungan yang negatif

terhadap pembentukan aglomerasi. Nilai elastisitasnya adalah 0.002925, artinya

peningkatan PMA sebesar 1% akan menurunkan Indeks Spesialisasi aglomerasi

industri manufaktur sebesar 0.002925 dan cateris paribus. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar tingkat investasi pada suatu wilayah, maka akan

memperbesar aglomerasi industri manufaktur di wilayah tersebut. Sesuai dengan

manfaat aglomerasi bahwa akan terjadi penghematan skala, sehingga investasi

yang digunakan akan berasal dari keuntungan perusahaan tersebut, bukan berasal

dari investasi luar. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kuncoro

dan Wahyuni (2009) bahwa investor asing secara umum lebih memilih untuk

menanam investasi pada daerah-daerah inti (core region) dan daerah sekitarnya

yang berdekatan. Hal ini menunjukkan bahwa akses pasar yang semakin lancar

menuju daerah lain menyebabkan PMA yang menyebar pada daerah-daerah lain.

Hal ini sesuai dengan data PMA pada Gambar 8 bahwa selain DKI Jakarta yang

merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi, aktivitas PMA yang tinggi

juga ditunjukkan oleh Jawa Barat dan Banten. Penanaman investasi pada masa

yang akan datang diharapkan juga akan menyebar, sehingga mempercepat

pembentukan aglomerasi di daerah lain.

Panjang Jalan (JAL) mempunyai hubungan yang negatif terhadap

pembentukan aglomerasi industri manufaktur. Nilai elastisnya adalah 0.029376,

artinya peningkatan panjang jalan sebesar 1% akan menurunkan Indeks

Spesialisasi aglomerasi industri manufaktur sebesar 0.029376 dan cateris paribus.

Hal ini dikarenakan bahwa panjang jalan yang digunakan adalah panjang jalan

provinsi dan kabupaten dengan kondisi baik dan sedang, sehingga memperlancar

jalur transportasi dan memperkecil biaya transportasi. Hal ini sesuai dengan teori

klasik aglomerasi bahwa para pelaku ekonomi akan membentuk aglomerasi agar

terjadi penghematan secara eksternal, yaitu pengurangan biaya karena biaya

transportasi yang murah akibat dari peningkatan jalan berkondisi baik dan sedang.

Page 53: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

41

Sehingga hal ini akan menciptakan titik-titik aglomerasi baru akibat dari akses

transportasi yang semakin lancar dan murah.

Nilai Tambah (NT) mempunyai hubungan yang positif terhadap

pembentukan aglomerasi industri manufaktur. Nilai elastisnya adalah 0.013672,

artinya peningkatan nilai tambah sebesar 1% akan meningkatkan Indeks

Spesialisasi aglomerasi industri manufaktur sebesar 0.013672 dan cateris paribus.

Nilai tambah merupakan selisih bersih dari nilai output yang dihasilkan dan input

(antara) yang dibutuhkan suatu perusahaan IBS. Nilai tambah menunjukkan

efisiensi dari perusahaan IBS untuk berkembang dan berkelanjutan. Peningkatan

nilai tambah dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi yang berkembang di

wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan perspektif modern bahwa untuk

meningkatkan produktivitas pekerja transfer teknologi antar perusahaan sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan.

Jumlah IBS (JMLH) mempunyai hubungan yang positif terhadap

pembentukan aglomerasi industri manufaktur. Nilai elastisnya adalah 0.441274,

artinya peningkatan jumlah perusahaan IBS sebesar 1% akan meningkatkan

Indeks Spesialisasi aglomerasi industri manufaktur sebesar 0.441274 dan cateris

paribus. Hal ini sesuai dengan konsep konsentrasi spasial bahwa suatu daerah

memiliki sektor dengan keunggulan komparatif pada masing-masing daerah.

Jumlah industri besar dan sedang yang terdapat di suatu daerah menunjukkan

apakah suatu daerah memiliki potensi pada industri manufaktur atau cenderung

pada sektor lainnya. Hal ini juga dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa daerah

industri yang terkonsentrasi spasial adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,

DKI Jakarta dan Banten. Provinsi-provinsi tersebut merupakan 5 provinsi dengan

jumlah IBS terbanyak (Gambar 13) di wilayah KBI. Sehingga, semakin banyak

jumlah industri besar dan sedang pada suatu daerah menunjukkan adanya

konsentrasi spasial industri manufaktur, sehingga dari lokasi yang dekat akan

menciptakan aglomerasi. Berkumpulnya perusahaan atau IBS yang saling atau

tidak terkait akan meningkatkan efisiensi dan skala ekonomi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai dampak konsentrasi spasial dan

aglomerasi industri manfaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah

Kawasan Barat Indonesia (KBI) pada periode tahun 2002 sampai dengan 2011

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1 Sektor industri manufaktur merupakan sektor yang memberikan distribusi

paling tinggi terhadap PDB Indonesia, namun ketimpangan wilayah antar

KBI masih relatif sedang. Hal ini terlihat pada hasil penghitungan dengan

menggunakan Indeks Williamson menunjukkan bahwa ketimpangan industri

pada wilayah KBI periode 2002 sampai 2011 masih tergolong sedang, yaitu

berkisar 0.68 sampai 0.72 dengan tren yang berfluktuasi.

2 Berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan menggunakan

indikator jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh industri

Page 54: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

42

manufaktur. Hasil analisis dengan menggunakan jumlah tenaga kerja

menunjukkan bahwa adanya suatu konsentrasi industri manufaktur pada

provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta dan

Sumatera Utara. Sedangkan dengan menggunakan indikator nilai tambah

provinsi yang tergolong sangat tinggi adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Riau. Hasil analisis dengan

menggunakan Indeks Hoover Balassa (LQ Tenaga Kerja) menurut provinsi

menunjukkan bahwa DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten yang

berdaya saing tinggi dan terspesialisasi pada sektor industri manufaktur

dengan nilai indeks yang lebih dari satu.

3 Faktor-faktor yang secara positif mempengaruhi aglomerasi industri

manufaktur di wilayah KBI, yaitu Indeks Persaingan Industri, ukuran

perusahaan, nilai tambah dan jumlah perusahaan IBS. Dan faktor yang

secara negatif mempengaruhi pembentukan aglomerasi industri manufaktur

adalah Penanaman Modal Asing (PMA) dan panjang jalan. Variabel

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Upah Minimum Provinsi

(UMP) terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembentukan

aglomerasi industri manufaktur.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang dirumuskan sebelumnya

maka diberikan beberapa saran yang menyangkut penelitian ini, yaitu sebagai

berikut:

1 Perkembangan Industri manufaktur yang hanya berfokus di Pulau Jawa,

hendaknya juga dapat didistribusikan ke daerah-daerah lainnya. Sehingga

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak hanya dimiliki

oleh daerah di Pulau Jawa, melainkan di semua daerah. Peta distribusi lokasi

industri manufaktur yang lebih merata dapat meningkatkan pendapatan serta

kesejahteraan masyarakat daerah. Hasil penelitian berupa peta daerah industri

dan non industri menunjukkan bahwa beberapa wilayah yang berpotensi

dapat dikembangkan untuk menjadi daerah industri baru, seperti Kalimantan

Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan lain sebagainya.

2 Pengembangan industri manufaktur di beberapa daerah yang berpotensi

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan pemerintah untuk terus

meningkatkan daya saing industri. Potensi yang dimiliki daerah lain,

khususnya luar Jawa dengan menumbuhkan titik-titik konsentrasi baru. Pada

masa yang akan datang daerah industri baru dapat berkembang dan

terspesialisasi secara sendirinya, sehingga tercipta aglomerasi yang dapat

meningkatkan pendapatan daerah yang bersangkutan.

Page 55: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

43

3 Penelitian berikutnya diharapkan tidak hanya memiliti mengenai kluster

Industri Besar dan Sedang namun mampu mengembangkan konsep

aglomerasi pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan

demikian, tidak hanya IBS yang dapat menikmati keuntungan dengan adanya

aglomerasi.

DAFTAR PUSTAKA

[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. Berbagai Provinsi dalam

Publikasi. Berbagai Edisi. BKPM

[BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai Provinsi dalam Angka. Berbagai Edisi.

BPS

Adisasmita, Rahardjo. 2005.Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah.Yogyakarta (ID):

Graha Ilmu

Arifin, Zainal. 2006. Dinamika Spasial Industri Manufaktur di Jawa Barat, Tahun

1990-1999. Jurnal Ekonomi Pembangunan.8(2): 111-121

Arifin, Zainal. 2006. Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur Berbasis Perikanan

di Jawa Timur. HUMANITY.1(2): 142-151

Baltagi, BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. London (UK): Jhon

Wiley and Sons LTD

Chollidah, Nur. 2012. Analisis Konsentrasi Spasial dan Kekuatan Aglomerasi

Industri Kecil Makanan Olahan di Kabupaten Semarang. Economics

Development Analysis Journal. 1(2): 1-7

Gujarati, DN. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. Singapore (SIG):

MacGrow-Hill International Editions

Kuncoro, Mudrajat. 2002. Ekonomika Aglomerasi: Dinamika dan Dimensi

Spasial Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN

Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,

Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga

Kuncoro M, Wahyuni S. 2009. FDI Impact On Industrial Agglomeration: The

Case of Java, Indonesia. Journal of Asia Business Studies. 65-77

Kuncoro, Mudarajat. 2013. Economic Geography of Small and Cottage Industrial

Clusters in Java Island Indonesia. Global Advanced Research Journal of

Geography ang Regional Planning. 2(1): 6-18

Kurniawan BR, Sugiyanto FX. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Share

Sektor Industri dan Pertanian serta Tingkat Jumlah Orang yang Bekerja

terhadap Ketimpangan Wilayah antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun

2002-2010. Diponegoro Journal of Economics. 2(1): 1-14

Kusumantoro. 2009. Disparitas dan Spesialisasi Industri Manufaktur Kabupaten/

Kota di Jawa Tengah. JEJAK. 2(2): 104-113

McCann, Philip. 2001. Urban and Regional Economics. New York (US): Oxford

University Press

Priyarsono DS, Sahara dan Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Bogor (ID):

Penerbit Universitas Terbuka

Page 56: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

44

Purwaningsih. 2011. Tren Konsentrasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat [Tesis]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor

Shofiyana, Afni. 2012. Analisis Konsentrasi Spasial Industri Manfaktur Besar dan

Sedang di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2008. Economics Development

Analysis Journal. 1(1): 1-9

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang (ID): Baduose

Media

Suharto. 2002. Disparitas dan Pola Spesialisasi Tenaga Kerja Industri Regional

1993-1996 dan Prospek Pelaksanaan Otonomi. Jurnal Ekonomi

Pembangunan.7(1): 33-44

Page 57: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

45

LAMPIRAN

Lampiran 1 Indeks Williamson Antar Provinsi Wilayah KBI tahun 2002-2011

Tahun Indeks Williamson

2002 0.713578

2003 0.698359

2004 0.693237

2005 0.714704

2006 0.712354

2007 0.698435

2008 0.684065

2009 0.713542

2010 0.710429

2011 0.721428

Lampiran 2 Indeks Williamson Intra Provinsi Wilayah KBI Tahun 2002-2011

No Provinsi Indeks Williamson

1 Sumatera Utara 0.68441573

2 Sumatera Barat 0.40791673

3 Riau 0.79070360

4 Jambi 0.40083763

5 Sumatera Selatan 0.63211135

6 Lampung 0.23731269

7 DKI Jakarta 0.37014294

8 Jawa Barat 0.63276487

9 Jawa Tengah 0.69023752

10 DI. Yogyakarta 0.45146524

11 Jawa Timur 1.03388077

12 Banten 0.66470863

13 Bali 0.44942091

14 Kalimantan Barat 0.43297161

15 Kalimantan Tengah 0.19454488

16 Kalimantan Timur 0.84978239

Page 58: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

46

Lampiran 3 Indeks Hoover Balassa (LQ TK) Provinsi Wilayah KBI Tahun 2009-

2011

No Provinsi Tahun TK IBS TK TK IBS

KBI TK KBI LQ TK

1 Sumatera Utara 2009 141348 5765643 3895867 85877335 0.540401

2010 145349 6125571 4034366 88113242 0.518241

2011 145416 6125571 3940225 88113242 0.530867

2 Sumatera Barat 2009 15587 1998922 3895867 85877335 0.171886

2010 15380 2041454 4034366 88113242 0.164544

2011 15483 2041454 3940225 88113242 0.169604

3 Riau 2009 15483 2067357 3895867 85877335 0.165087

2010 51015 2170247 4034366 88113242 0.513399

2011 49608 2170247 3940225 88113242 0.511167

4 Jambi 2009 22148 1260592 3895867 85877335 0.387288

2010 24129 1462405 4034366 88113242 0.360361

2011 11579 1462405 3940225 88113242 0.177061

5 Sumatera

Selatan 2009 39766 3196894 3895867 85877335 0.274194

2010 43872 3421193 4034366 88113242 0.280076

2011 26420 3421193 3940225 88113242 0.172693

6 Lampung 2009 65594 3387175 3895867 85877335 0.426875

2010 60128 3737078 4034366 88113242 0.351407

2011 62861 3737078 3940225 88113242 0.376157

7 DKI Jakarta 2009 317450 4118390 3895867 85877335 1.699113

2010 312571 4689761 4034366 88113242 1.455673

2011 315010 4689761 3940225 88113242 1.502083

8 Jawa Barat 2009 1012386 16901430 3895867 85877335 1.320374

2010 1079008 16942444 4034366 88113242 1.39096

2011 1045697 16942444 3940225 88113242 1.380225

9 Jawa Tengah 2009 674072 15835382 3895867 85877335 0.938323

2010 734898 15809447 4034366 88113242 1.015258

2011 704485 15809447 3940225 88113242 0.996495

10 DI Yogyakarta 2009 51374 1895648 3895867 85877335 0.597393

2010 377929 1775148 4034366 88113242 4.649878

2011 214651 1775148 3940225 88113242 2.704074

11 Jawa Timur 2009 935882 19305056 3895867 85877335 1.068623

2010 575266 18698108 4034366 88113242 0.67195

2011 755574 18698108 3940225 88113242 0.903648

12 Banten 2009 473705 3704778 3895867 85877335 2.818514

2010 477102 4583085 4034366 88113242 2.273627

2011 475403 4583085 3940225 88113242 2.319659

13 Bali 2009 27214 2057118 3895867 85877335 0.291613

2010 27938 2057118 4034366 88113242 0.296621

2011 27576 2057118 3940225 88113242 0.299773

Page 59: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

47

14 Kalimantan

Barat 2009 24179 2081211 3895867 85877335 0.256092

2010 22448 2095705 4034366 88113242 0.233945

2011 23323 2095705 3940225 88113242 0.248871

15 Kalimantan

Tengah 2009 15929 998967 3895867 85877335 0.351489

2010 17417 1022580 4034366 88113242 0.371999

2011 16673 1022580 3940225 88113242 0.364617

16 Kalimantan

Timur 2009 31031 1302772 3895867 85877335 0.525051

2010 34878 1481898 4034366 88113242 0.514043

2011 32954 1481898 3940225 88113242 0.49729

Lampiran 4 Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri

Langkah-langkah Pemilihan Model:

Model Pooled Least Square (PLS)

Dependent Variable: IS

Method: Panel Least Squares

Date: 06/28/13 Time: 23:47

Sample: 2002 2011

Periods included: 10

Cross-sections included: 16

Total panel (unbalanced) observations: 156 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IPI -0.002015 0.003284 -0.613609 0.5404

LNUK 0.564011 0.068152 8.275763 0.0000

LNPMA 0.025849 0.012785 2.021869 0.0450

LNPMDN 0.009071 0.018822 0.481923 0.6306

LNJAL -0.264674 0.022019 -12.02049 0.0000

LNUMP 0.310052 0.072956 4.249856 0.0000

LNNT -0.006037 0.014457 -0.417613 0.6768

LNJMLH 0.366612 0.023452 15.63268 0.0000

C -6.757921 1.109280 -6.092169 0.0000 R-squared 0.808618 Mean dependent var 0.810432

Adjusted R-squared 0.798203 S.D. dependent var 0.697097

S.E. of regression 0.313149 Akaike info criterion 0.571683

Sum squared resid 14.41511 Schwarz criterion 0.747636

Log likelihood -35.59127 Hannan-Quinn criter. 0.643148

F-statistic 77.63734 Durbin-Watson stat 0.535059

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 60: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

48

Model Least Square Dummy Variable (LSDV)

Dependent Variable: IS

Method: Panel Least Squares

Date: 06/28/13 Time: 23:49

Sample: 2002 2011

Periods included: 10

Cross-sections included: 16

Total panel (unbalanced) observations: 156 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IPI 0.002302 0.001165 1.977053 0.0501

LNUK 0.563548 0.052526 10.72890 0.0000

LNPMA -0.001083 0.004710 -0.229931 0.8185

LNPMDN -0.001793 0.006770 -0.264855 0.7915

LNJAL -0.030945 0.010263 -3.015088 0.0031

LNUMP -0.080152 0.029642 -2.703961 0.0078

LNNT 0.025155 0.007064 3.561075 0.0005

LNJMLH 0.547385 0.051213 10.68850 0.0000

C -4.905315 0.726111 -6.755602 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.981833 Mean dependent var 0.810432

Adjusted R-squared 0.978668 S.D. dependent var 0.697097

S.E. of regression 0.101814 Akaike info criterion -1.590698

Sum squared resid 1.368327 Schwarz criterion -1.121489

Log likelihood 148.0744 Hannan-Quinn criter. -1.400125

F-statistic 310.1786 Durbin-Watson stat 1.060356

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 61: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

49

Model Random Effect Model

Dependent Variable: IS

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Date: 06/28/13 Time: 23:50

Sample: 2002 2011

Periods included: 10

Cross-sections included: 16

Total panel (unbalanced) observations: 156

Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IPI 0.001444 0.001151 1.254330 0.2117

LNUK 0.554302 0.040907 13.55021 0.0000

LNPMA 0.002633 0.004624 0.569487 0.5699

LNPMDN 0.001260 0.006639 0.189825 0.8497

LNJAL -0.072763 0.009800 -7.424762 0.0000

LNUMP -0.002329 0.028183 -0.082654 0.9342

LNNT 0.021235 0.006684 3.176800 0.0018

LNJMLH 0.362715 0.019169 18.92228 0.0000

C -4.415417 0.530947 -8.316123 0.0000 Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 0.108151 0.5302

Idiosyncratic random 0.101814 0.4698 Weighted Statistics R-squared 0.624199 Mean dependent var 0.232317

Adjusted R-squared 0.603747 S.D. dependent var 0.250725

S.E. of regression 0.158710 Sum squared resid 3.702745

F-statistic 30.52054 Durbin-Watson stat 0.521640

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.659917 Mean dependent var 0.810432

Sum squared resid 25.61552 Durbin-Watson stat 0.075403

Pemilihan Model Terbaik:

1. Uji Hausman

H0 : Model yang pilih adalah REM

H1 : Model yang dipilih adalah FEM Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: COBAOLAH

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 218.157250 8 0.0000

Page 62: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

50

2. Uji Chow

H0 : Model yang pilih adalah PLS

H1 : Model yang dipilih adalah LSDV Redundant Fixed Effects Tests

Equation: COBAOLAH

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 83.906633 (15,132) 0.0000

Cross-section Chi-square 367.331375 15 0.0000

Uji Asumsi:

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas pada Eviews 6.0 sebagai berikut

2. Uji Multikolinearitas

Hasil uji normalitas pada Eviews 6.0 sebagai berikut

IS IPI LNUK LNPMA LNPMDN LNJAL LNUMP LNNT LNJMLH

IS 1 -0.1446689 0.23402 0.5085369 0.4023085 -0.3530024 0.0354514 0.2903883 0.6075594

IPI -0.1446689 1 -0.2512764 -0.0264874 -0.1425692 -0.0155485 0.000746 -0.3694912 -0.0363748

LNUK 0.23402 -0.2512764 1 0.0876424 0.1998592 -0.2029398 0.0140625 0.3484728 -0.3308937

LNPMA 0.5085369 -0.0264874 0.0876424 1 0.5108814 0.0703208 0.1649736 0.2150387 0.462198

LNPMDN 0.4023085 -0.1425692 0.1998592 0.5108814 1 0.1422068 0.0019732 0.3065272 0.3932295

LNJAL -0.3530024 -0.0155485 -0.2029398 0.0703208 0.1422068 1 0.0313902 0.0988383 0.2100746

LNUMP 0.0354514 0.000746 0.0140625 0.1649736 0.0019732 0.0313902 1 0.021216 -0.1668919

LNNT 0.2903883 -0.3694912 0.3484728 0.2150387 0.3065272 0.0988383 0.021216 1 0.2173133

LNJMLH 0.6075594 -0.0363748 -0.3308937 0.462198 0.3932295 0.2100746 -0.1668919 0.2173133 1

0

4

8

12

16

20

24

28

-0.375 -0.250 -0.125 0.000 0.125 0.250 0.375

Series: Standardized Residuals

Sample 2002 2011

Observations 156

Mean 4.27e-18

Median -0.004073

Maximum 0.386860

Minimum -0.383236

Std. Dev. 0.093957

Skewness -0.085580

Kurtosis 6.315601

Jarque-Bera 71.64628

Probability 0.000000

Page 63: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

51

3. Uji Autokorelasi

Hasil estimasi dalam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai DW

sebesar 1.06. Nilai DW tersebut tidak berada pada interval 0<DW<du, yang

artinya terdapat korelasi positif. Untuk mengatasinya maka digunakan metode

GLS dengan memberikan cross-section weights. Sehingga, hasil estimasi yang

diperoleh pada metode ini adalah sebagai berikut.

Dependent Variable: IS

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Date: 06/28/13 Time: 23:57

Sample: 2002 2011

Periods included: 10

Cross-sections included: 16

Total panel (unbalanced) observations: 156

Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IPI 0.001373 0.001046 1.312550 0.1916

LNUK 0.538745 0.039205 13.74173 0.0000

LNPMA -0.002925 0.001508 -1.939664 0.0546

LNPMDN 0.000665 0.003104 0.214239 0.8307

LNJAL -0.029376 0.016351 -1.796551 0.0747

LNUMP -0.032835 0.015320 -2.143283 0.0339

LNNT 0.013672 0.006460 2.116188 0.0362

LNJMLH 0.441274 0.034523 12.78212 0.0000

C -4.447116 0.462373 -9.618025 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.984794 Mean dependent var 1.054880

Adjusted R-squared 0.982144 S.D. dependent var 0.756990

S.E. of regression 0.094008 Sum squared resid 1.166543

F-statistic 371.6856 Durbin-Watson stat 1.056727

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.980378 Mean dependent var 0.810432

Sum squared resid 1.477941 Durbin-Watson stat 0.943771

Page 64: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

52

4. Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dengan menggunakan metode

GLS, yaitu dengan membandingkan sum square residual pada weighted statistics

dengan sum square residual pada unweighted statistics. Jika sum square residual

pada weighted statistics lebih kecil daripada sum square residual pada unweighted

statistics, maka terdeteksi ada heteroskedatisitas. Hasil berikut mengindikasikan

adanya masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi pelanggaran ini dapat

dilakukan dengan mengestimasi dengan white-cross section. Sehingga

menghasilkan output seperti berikut.

Dependent Variable: IS

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Date: 06/28/13 Time: 23:57

Sample: 2002 2011

Periods included: 10

Cross-sections included: 16

Total panel (unbalanced) observations: 156

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IPI 0.001373 0.000524 2.620020 0.0098

LNUK 0.538745 0.028480 18.91685 0.0000

LNPMA -0.002925 0.000549 -5.331183 0.0000

LNPMDN 0.000665 0.003112 0.213729 0.8311

LNJAL -0.029376 0.017352 -1.692958 0.0928

LNUMP -0.032835 0.020221 -1.623805 0.1068

LNNT 0.013672 0.006631 2.061813 0.0412

LNJMLH 0.441274 0.035646 12.37916 0.0000

C -4.447116 0.397007 -11.20159 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.984794 Mean dependent var 1.054880

Adjusted R-squared 0.982144 S.D. dependent var 0.756990

S.E. of regression 0.094008 Sum squared resid 1.166543

F-statistic 371.6856 Durbin-Watson stat 1.056727

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.980378 Mean dependent var 0.810432

Sum squared resid 1.477941 Durbin-Watson stat 0.943771

Page 65: ANALISIS KONSENTRASI SPASIAL DAN FAKTOR YANG … · manufaktur adalah Indeks Persaingan Industri, ukuran perusahaan, Penanaman Modal Asing (PMA), panjang jalan, nilai tambah dan jumlah

53

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 25 Mei 1991 dari pasangan

Hermawan SH, MM dan Erwina SH. Penulis adalah putri kedua dari dua

bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus SMA Negeri 2 Lahat dan pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi

kemahasiswaan, yaitu sebagai anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi

Sriwijaya (IKAMUSI), staf Komunikasi dan Informasi IPB Debating Club

periode 2009/2010, staf Departemen Hubungan Eksternal BEM FEM periode

2010/2011, dan staf Divisi DISTRO Himpunan Profesi Ilmu Ekonomi (Hipotesa)

periode 2011/2012.

Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yaitu sebagai PJAK dalam

MPKMB 47, Anggota Orasi Muda BEM FEM 2010, Staf Divisi Dana Usaha dan

Sponsorship (Danus) dalam FEM AMBASSADOR 2010, staf divisi Sponsorship

dalam IKAMUSI in TO 2010, Ketua Divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi

(PDD) dalam Gerakan Mahasiswa Sehat 2011, staf Divisi Hubungan Masyarakat

(Humas) dalam the first JUST! 2011, staf divisi Liaison Officer (LO) dalam

Extravaganza 2011, staf divisi LO dalam Politik Ceria 2011, dan staf PDD dalam

MPD IE 47.

Penulis juga mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Prestasi

yang diraih oleh penulis antara lain ialah Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah

Economics Championship Hipotesa 2012 dan lolos PKM Penelitian yang didanai

oleh Dikti.