analisis konfigurasi dan jalur alternatif
TRANSCRIPT
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF
JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT
OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –
KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
AZARYA N J SIAHAAN
062.05.074
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2009
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF
JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT
OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –
KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
TUGAS AKHIR
Disusun Oleh :
AZARYA N J SIAHAAN
062.05.074
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2009
ANALYSIS CONFIGURATION AND ALTERNATIVE
R O U T E O P T I C A L A C C E S S N E T W O R K
COMMUNICATION SYSTEM AT SUDIRMAN –
KUNINGAN – GATOT SUBROTO AREA
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
FINAL ASSIGNMENT
Written By :
AZARYA N J SIAHAAN
062.05.074
ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTEMENT
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
TRISAKTI UNIVERSITY
JAKARTA
2009
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF
JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT
OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –
KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
TUGAS AKHIR
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata-1
Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
Universitas Trisakti
Disusun Oleh :
AZARYA N J SIAHAAN
062.05.074
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2009
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF
JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT
OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –
KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
TUGAS AKHIR
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata-1
Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri
Universitas Trisakti
Disusun Oleh :
AZARYA N J SIAHAAN
062.05.074
Jakarta, Juli 2011
MENYETUJUI,
Prof. Dr. Ir. Indra Surjati, MT.
Dosen Pembimbing Tugas Akhir
MENGETAHUI,
Dr. Ir. Suhartati Agoes, MT.
Ketua Jurusan Teknik Elektro
SURAT KETERANGAN Nomor : 142 /PS520/HRC-13010000/2009
Sehubungan dengan pelaksanaan Kerja Praktek / Penelitian Siswa Sekolah Perguruan Tinggi Universitas “TRISAKTI” Jakarta, Kami yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
No Nama / NIM Jurusan Tempat Praktek
1 Azarya N J Siahaan / 06205074
Teknik Telekomunikasi
DIVA
Telah melaksanakan Kerja Praktek / Penelitian di PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. HR Area-08 Jakarta, selama 01 (satu) bulan yaitu mulai tanggal 15 Maret sd 15 April 2009, dengan hasil baik. Demikian Surat Keterangan ini kami buat dengan sebenarnya, dengan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama ini. Jakarta, 13 Mei 2009 AFRIZAL OSM HR AREA VII JAKARTA
Nota Dinas
Nomor : C. Tel. 209/PD 000/HRC-12000000/2009
Kepada : Sdr. SM ACCESS PERFORMANCE DAN DATA MANAGEMENT
Dari : OSM HR AREA VIII JAKARTA NON DIVRE
Lampiran : -
Perihal : Permohonan Kerja Praktek/Penelitian Mahasiswa Trisakti Jakarta (1
orang)
1. Menunjuk Surat Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas
Trisakti Jakarta Nomor: 009/AK.1.02/FTI-Kajur.E/II/2009 tanggal 21
Februari 2009 perihal Permohonan Kerja Praktek / Penelitian, diberitahukan
bahwa 1 (satu) orang mahasiswa Universitas Trisakti dimaksud akan
melaksanakan Kerja Praktek/Penelitian di Unit Kerja Saudara pada tanggal 15
Maret sampai dengan 15 April 2009. atas nama :
No Nama NIM Jurusan Pelaks
1 Azarya N J Siahaan 06025074 Teknik Telekomunikasi 15 Maret sd 15 April 2009
2. Mohon bantuan Saudara untuk memberikan kesempatan mahasiswa
melaksanakan kerja praktek/penelitian sesuai hubungan kerjasama industri dan
untuk menjaga kerahasiaan dokumen perusahaan, kepada mahasiswa yang
bersangkutan diwajibkan menandatangani Surat Pernyataan Bermaterai Cukup
(Rp.6.000,-) yang telah kami sediakan dan selama melaksanakan PKL /
Penelitian tidak diberikan uang lelah atau uang transport.
3. Demikian, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Jakarta, 14 Maret 2009
Afrizal
NIK: 600238
Tembusan
1. Sdr. OM HR REPRESENTATIVE 8.2 (UNIT SERVICE)
2. Sdr. MGR GENERAL SUPPORT REGIONAL II
3. Sdr. Kajur FTI Usakti printed by: Farida/601817 /Telkom Dokumen ini dan informasi yang terkandung di dalamnya hanya dipergunakan untuk kepentingan internal TELKOM.
Setiap perbuatan atau tindakan, apapun cara dan bentuknya. yang mengakibatkan kandungan informasi tersebut diketahui
oleh pihak-pihak yang tidak berhak dapat dikenai sanksi indisipliner dan/atau sanksi hukum ID : C3F7CO50BDD32EE44725785300189A38
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TUGAS AKHIR
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Azarya N J Siahaan
NIM : 062.05.074
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul :
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF JARINGAN
AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA
AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
yang saya buat ini adalah hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan
duplikasi, serta tidak mengutip sebagian atau seluruhnya karya orang lain, kecuali
yang telah disebutkan sumbernya dan sesuai dengan batasan serta tata cara
pengutipan. Apabila didapati pelanggaran atas pernyataan saya ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Universitas Trisakti.
Jakarta, Juli 2009
Azarya N J Siahaan
ABSTRAK
Perkembangan pesat dan persaingan penyedia jenis layanan di dunia
Telekomunikasi saat ini semakin ketat. Sehingga setiap penyedia jasa layanan
telekomunikasi dituntut untuk memberikan kinerja jasa dan pelayanan terbaik
kepada para pelanggannya. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penyedia
jasa layanan jaringan akses komunikasi terbesar di Indonesia dituntut untuk
memberikan jasa dan kinerja pelayanan yang terbaik kepada para pelanggannya
khususnya pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto yang merupakan
sentra bisnis dan pusat perekonomian di Indonesia. Maka untuk memberikan
pelayanan yang terbaik terhadap para pelanggannya pada area tersebut, PT
Telekomunikasi Indonesia menerapkan konsep jaringan lokal akses fiber
(JARLOKAF) yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan pada area tersebut.
Pada tugas akhir ini akan dibahas tentang analisis konfigurasi jaringan
akses fiber (JARLOKAF) yang diimplementasikan oleh PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto. Penerapan
JARLOKAF pada area tersebut adalah untuk memberikan pelayanan yang
maksimal kepada para pelanggannya serta memiliki sistem keamanan dan
kehandalan yang tinggi. Selain itu, juga akan dibahas tentang jalur utama dan jalur
alternatif pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, perhitungan link
power budget pada jalur utama maupun jalur alternatif, dan pembuatan jalur
alternatif cadangan (tambahan) apabila terjadi gangguan (kerusakan total) pada
area tersebut.
Hasil analisis yang didapat dari konfigurasi jaringan menunjukkan bahwa
JARLOKAF yang diterapkan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
sangat cocok dan ideal serta sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Demikian juga
dengan perhitungan link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif
menunjukkan bahwa nilai -10 dBm -1 dBm pada daya perangkat power
transmitter (PT) sangat sesuai dengan nilai daya yang diterima pada perangkat
receiver (PR) yaitu sebesar -25 dBm -16 dBm untuk jalur utama dan -24,6 dBm
-15,6 dBm untuk jalur alternatif. Sistem proteksi 1+1 maupun sistem proteksi
1:1 sangat cocok dan ideal ditempatkan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto.
ABSTRACT
Rapid development and type of service provider competition in the
world today increasingly stringent Telecommunications. So thatevery provider of
telecommunications services required to deliver the performance and the best
service to its customers. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk as the provider of the
largest communications access network services in Indonesia are required
to provide service and performance the best service to its customers especially in
the area of Sudirman - Kuningan – Gatot Subroto, who is the center
of business and economic center in Indonesia. So to provide the best service to its
customers in the area, PT Telekomunikasi Indonesia applies the concept of local
access fiber networks (JARLOKAF) that is able to provide the best service and in
accordance with the wishes and needs of customersin these areas.
In this final assignment configuration will be discussed on the analysis
of fiber access networks (JARLOKAF) which is implemented by PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk in Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto area.
Application JARLOKAF in these areas is to provide maximum service to its
customers and has a security system and high reliability. In addition, it will
also be discussed on the main route and alternative routes in the area of
Sudirman - Kuningan – Gatot Subroto, the link power budget calculations on the
main and alternative pathways, and making a backup alternate path (extra) in case
of disruption (damage total) in the area.
The results obtained from the analysis showed that the network
configuration is applied to the JARLOKAF Sudirman - Kuningan -
Gatot Subroto area is perfect and ideal and in accordance with customer
needs. Likewise, the link power budget calculations on the main and
alternative pathways indicates that the value of -1 dBm -10 dBm on the
power device transmitter power (PT) is in accordance with the received
power at the receiver (PR) that is equal to -25 dBm -16 dBm for the main
line and -24.6 dBm -15.6 dBm for alternative pathways. 1+1 protection
system and protection system is perfect 1:1 and ideally placed on the area of
Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas
berkat, rahmat, kasih karunia, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku Tugas Akhir ini dengan judul :
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF JARINGAN
AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA
AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO
PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
Tugas akhir ini dibuat untuk melengkapi salah satu persyaratan akhir
dalam menyelesaikan pendidikan strata satu pada jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknologi Industri Universitas Trisakti.
Dalam proses penyusunan dan pembuatan Tugas Akhir ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan, dukungan, masukan dan saran dari berbagai pihak terkait.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. DR. Ir. Indra Surjati, MT selaku Pembimbing Tugas Akhir dan juga
selaku Walik Dekan I Bidang Akademis yang telah memberikan bimbingan
dan motivasi kepada Penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
2. Ibu DR. Ir. Suhartati Agoes, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro,
Universitas Trisakti.
3. Ibu Ir. Rosalia Subrata, selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik
Elektro Universitas Trisakti.
4. Bapak Shelter Tobing, Bapak Riwayanto, Bapak Gatot, Bang Dikko yang
telah banyak memberikan bimbingan di PT Telekomunikasi Indonesia
sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Ir. Cecilia Susilawati, MT selaku Penasehat Akademis yang telah
memberikan bimbingan dan saran yang sangat berharga kepada penulis untuk
menjalani kuliah dengan baik.
6. Papa dan Mama tercinta maupun kedua adikku tersayang yang selalu
memberikan dukungan doa dan semangat, serta motivasi kepada penulis
supaya dapat menyelesaikan Kerja Praktek maupun kuliah dengan baik.
7. Saudara-saudara dan keluarga besar khususnya Om Slamet, Om Gideon, Om
Carol, maupun Om Benny yang telah memberikan dukungan doa, dana, moril,
serta motivasi dan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman Elektro Trisakti khususnya Angkatan 2005 yang telah banyak
membantu penulis dalam penyusunan buku Tugas Akhir.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan buku Tugas Akhir ini yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan
wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan menghargai
berbagai masukan, kritik, dan saran yang membangun dari para pembaca.
Penulis juga berharap semoga buku Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya kepada para dosen dan teman-teman mahasiswa Jurusan
Teknik Elektro, Universitas Trisakti, Jakarta.
Akhir kata, semoga Tuhan YME senantiasa memberkati kita semua.Amin.
Jakarta, Juli 2009
Penulis
(062.05.074)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL (BERBAHASA INDONESIA) ..................................... i
HALAMAN JUDUL (BERBAHASA INGGRIS) .......................................... ii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ........................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................... 4
1.4 Batasan Masalah................................................................. 4
1.5 Metode Penelitian............................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan ........................................................ 5
BAB II TEORI DASAR SISTEM KOMUNIKASI
SERAT OPTIK ..................................................................... 7
2.1 Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik ........... 7
2.2 Konsep Perambatan Cahaya .............................................. 8
2.3 Karakteristik Serat Optik .......................................... 10
2.4 Struktur Serat Optik ........................................................... 13
2.5 Prinsip Dasar Perambatan Cahaya Pada Serat Optik ......... 14
2.6 Jenis Serat Optik ................................................................ 16
2.7 Karakteristik Transmisi Serat Optik .................................. 20
2.8 Pembengkokan Serat Optik (Fiber Bending) ..................... 22
2.9 Komponen Utama Sistem Transmisi Serat Optik .............. 22
2.10 Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik ....................... 26
2.11 Konstruksi Kabel Optik ................................................... 27
2.11.1 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis
Loose Tube ............................................................ 28
2.11.2 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik
Jenis Slot ............................................................... 29
2.11.3 Spesifikasi Kabel Serat Optik ............................... 33
2.12 Metode Penyambungan Serat Optik ................................ 33
2.13 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik ............................ 37
2.14 Sumber Cahaya ................................................................ 38
2.15 Detektor Cahaya ............................................................... 41
2.16 Sistem Komunikasi Menggunakan Serat Optik ............... 43
2.17 Sistem Komunikasi Optik Koheren ................................. 49
2.18 Optical Multiplexing ........................................................ 49
2.19 Repeater............................................................................ 50
2.20 Pengukuran Perlengkapan Serat Optik............................. 52
2.21 Link Power Budget .......................................................... 55
2.21.1 Rumus Perhitungan Link Power Budget ............... 56
BAB III KONFIGURASI JARINGAN AKSES SISTEM
KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA AREA
SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK ................... 57
3.1 Konfigurasi Jaringan .......................................................... 57
3.2 Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF)
PT. Telekomunikasi Indonesia ........................................... 58
3.2.1 Struktur JARLOKAF .............................................. 60
3.2.2 Standar Teknologi JARLOKAF
PT. Telekomunikasi Indonesia ................................. 62
3.2.3 Digital Loop Carrier (DLC) ...................................... 62
3.2.3.1 Konfigurasi DLC .......................................... 63
3.2.4 Synchronous Digital Hierarchy (SDH) .................... 64
3.2.4.1. Struktur Frame SDH ................................... 66
3.2.5 Passive Optical Network (PON) .............................. 67
3.2.5.1. OLT (Optical Line Terminal)...................... 70
3.2.5.2. Optical Distribution Network (ODN) ......... 71
3.2.5.3. Optical Network Unit (ONU)...................... 73
3.2.6 Active Optical Network (AON) ................................ 74
3.3 Sistem Transmisi JARLOKAF pada
PT. Telekomunikasi Indonesia ........................................... 75
3.4 Aplikasi JARLOKAF Pada PT. Telekomunikasi
Indonesia ............................................................................ 80
3.5 Konfigurasi Sistem JARLOKAF STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto pada area Sudirman – Gatot
Subroto – Kuningan ........................................................... 84
3.5.1 Kombinasi dengan Ring ........................................... 86
3.6 User (Pengguna) ................................................................. 88
3.7 Prinsip Kerja JARLOKAF ................................................. 92
3.7.1. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.1 ...................... 93
3.7.2. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.2 ...................... 93
3.8 Kapasitas dan Kualitas JARLOKAF .................................. 95
3.9 Sistem Proteksi Pada JARLOKAF .................................... 96
3.9.1 Sub Network Connection Protection (SNCP) ........... 97
3.9.2 Multiplex Section Protection (MSP) ......................... 97
3.9.3 Sistem Proteksi JARLOKAF Pada Topologi Ring ... 99
BAB IV ANALISIS KONFIGURASI DAN
JALUR ALTERNATIF ........................................................ 101
4.1 Analisis Konfigurasi Jaringan dan Topologi Ring
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto Pada Area
Sudirman –Kuningan – Gatot Subroto ............................... 101
4.1.1 Analisis Konfigurasi Jaringan .................................. 101
4.1.1.1 Analisis Konfigurasi JARLOKAF
dengan Teknologi Akses DLC dan
Sistem Transmisi SDH ................................. 102
4.1.1.2 Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan
Teknologi Akses PON dan Sistem
Transmisi SDH ............................................. 104
4.1.2 Analisis Topologi Ring ............................................ 108
4.1.2.1 Analisis Topologi Ring Logic ...................... 108
4.1.2.2 Analisis Topologi Ring Fisik ....................... 110
4.2 Analisis dan Perhitungan Link Power Budget Jalur
Utama dan Jalur Alternatif Pada Area Sudirman –
Gatot Subroto – Kuningan ................................................. 111
4.2.1 Analisis Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto ......................................................................... 111
4.2.2 Analisis Jalur Alternatif Pada Area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto ....................................... 112
4.2.3 Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Utama
Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........... 114
4.2.4 Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur
Alternatif Area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto ........................................................... 119
4.2.5 Analisis Dari Perhitungan Link Power Budget
pada Jalur Utama dan Jalur Alternatif pada Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto .................... 124
4.3 Analisis Sistem Proteksi Perangkat Pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto ..................................... 125
4.3.1 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................. 126
4.3.2 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1 : 1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................. 127
4.4 Pembuatan dan Analisis Jalur Alternatif Cadangan
(Tambahan) Dengan Topologi Ring .................................. 129
4.5 Implementasi JARLOKAF ................................................ 134
4.5.1 Penentuan Teknologi ................................................ 135
4.5.2 Konfigurasi Jaringan JARLOKAF ........................... 136
4.5.3 Penentuan Batas Daerah Pelayanan ......................... 137
4.5.4 Penyusunan Rancangan Dasar dan
Rancangan Rinci ...................................................... 138
4.5.5 Manajemen Proyek................................................... 140
4.5.6 Menyusun Jaringan Kerja Proyek ............................ 141
4.5.7 Perubahan Jadwal Network Planning....................... 142
4.5.8 Pekerjaan Sipil ......................................................... 142
4.5.9 Penentuan Kapasitas Kabel Serat Optik ................... 146
4.5.10 Jadwal Perencanaan/Time Frame ............................ 147
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 148
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 148
5.2 Saran .................................................................................. 149
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data-data Single Mode Step Index Fiber ........................................ 17
Tabel 2.2 Data-data Multi Mode Step Index Fiber ......................................... 18
Tabel 2.3 Data-data Multi Mode Graded Index Fiber .................................... 20
Tabel 2.4 Spesifikasi Serat Optik .................................................................... 33
Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan LED dan LASER ............................... 40
Tabel 3.1 Standar Frame dan Kecepatan SDH .............................................. 66
Tabel 3.2 Redaman Passive Splitter ................................................................ 73
Tabel 3.3 Perbandingan Teknis SDM, WDM, DDM, TCM, CDM, SCM ..... 80
Tabel 3.4 User (Pengguna) ............................................................................. 89
Tabel 3.5 Perbandingan Antarmuka V 5.1 dan V 5.2 ..................................... 94
Tabel 3.6 Sistem Proteksi Topologi Ring ....................................................... 100
Tabel 4.1 Parameter Link Power Budget Pada Jalur Utama ........................... 117
Tabel 4.2 Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama Pada Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........................................... 118
Tabel 4.3 Parameter Link Power Budget Pada Jalur Alternatif ...................... 122
Tabel 4.4 Perhitungan Link Power Budget Jalur Alternatif Pada Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........................................... 123
Tabel 4.5 Jadwal Perencanaan / Time Frame ................................................. 147
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik .................. 8
Gambar 2.2. Hukum Snellius ........................................................................ 9
Gambar 2.3. Numerical Aperture .................................................................. 10
Gambar 2.4. Struktur Serat Optik ................................................................. 14
Gambar 2.5. Lintasan Cahaya Dalam Serat Optik ........................................ 15
Gambar 2.6. Single Mode Step-Index Fiber ................................................. 16
Gambar 2.7. Perambatan Cahaya dalam Single Mode Step-Index Fiber...... 16
Gambar 2.8. Multimode Step-Index Fiber .................................................... 17
Gambar 2.9. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multimode
Step-Index Fiber ....................................................................... 18
Gambar 2.10. Multimode Graded Index ......................................................... 19
Gambar 2.11. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multimode
Graded Index ............................................................................ 20
Gambar 2.12. Karakteristik Transmisi Serat Optik......................................... 21
Gambar 2.13. Pembengkokan Serat Optik ...................................................... 22
Gambar 2.14. Elemen Utama Transmisi Serat Optik...................................... 23
Gambar 2.15. Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik ............................... 27
Gambar 2.16. Penampang Kabel Optik Jenis Loose Tube ............................. 29
Gambar 2.17. Penampang Kabel Optik Jenis Slot .......................................... 30
Gambar 2.18. Kabel Duct ............................................................................... 30
Gambar 2.19. Kabel Tanah ............................................................................. 31
Gambar 2.20. Kabel Atas Tanah (Udara) ....................................................... 31
Gambar 2.21. Kabel Indoor kapasitas 2-6 Fiber Optic ................................... 32
Gambar 2.22. Kabel Indoor Kapasitas 8-12 Fiber Optic ............................... 32
Gambar 2.23. Konektor .................................................................................... 34
Gambar 2.24. Metode Peleburan (Penyambungan) Serat Optik
(Fussion Splicing) .................................................................... 35
Gambar 2.25. Metode Mekanis (Penyambungan) Serat Optik
(V-groove Splicing) .................................................................. 36
Gambar 2.26. Gambar LED ............................................................................ 39
Gambar 2.27. Gambar LASER ....................................................................... 40
Gambar 2.28. Detektor Cahaya ....................................................................... 42
Gambar 2.29. Blok Diagram Sistem Komunikasi Serat Optik ....................... 43
Gambar 2.30. Sistem Komunikasi Serat Optik ............................................... 48
Gambar 2.31. Wave Division Multiplexing .................................................... 50
Gambar 2.32. Frequency Division Multiplexing ............................................ 50
Gambar 2.33. Regenerative Repeater ............................................................. 51
Gambar 2.34. Optical Repeater ....................................................................... 51
Gambar 2.35. OTDR ....................................................................................... 52
Gambar 3.1. Struktur Konfigurasi JARLOKAF ........................................... 61
Gambar 3.2. Konfigurasi DLC ...................................................................... 63
Gambar 3.3. Multiplexing SDH..................................................................... 65
Gambar 3.4. Konfigurasi PON ...................................................................... 68
Gambar 3.5. Arsitektur PON ........................................................................ 69
Gambar 3.6. Optical Line Terminal (OLT)................................................... 70
Gambar 3.7. ONU (Optical Network Unit)................................................... 73
Gambar 3.8. Konfigurasi AON ..................................................................... 75
Gambar 3.9. Space Division Multiplexing ................................................... 76
Gambar 3.10. Direct Division Multiplexing (DDM) ...................................... 76
Gambar 3.11. Wavelength Division Multiplexing (WDM) ............................ 77
Gambar 3.12. Time Compression Multiplexing (TCM) ................................. 78
Gambar 3.13. Code Division Multiplexing (CDM) ........................................ 78
Gambar 3.14. Subcarrier Multiplexing (SCM) ............................................... 79
Gambar 3.15. Konfigurasi Fiber To The Building.......................................... 82
Gambar 3.16. Konfigurasi Fiber To The Zone ............................................... 82
Gambar 3.17. Konfigurasi Fiber To The Curb................................................ 83
Gambar 3.18. Konfigurasi Fiber To The Home .............................................. 84
Gambar 3.19. Konfigurasi JARLOKAF STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto .......................................................................... 85
Gambar 3.20. Konfigurasi Single Star ............................................................ 86
Gambar 3.21. Konfigurasi Multiple Star ........................................................ 86
Gambar 3.22. Konfigurasi Ring Kabel ........................................................... 87
Gambar 3.23. Konfigurasi Ring SDH ............................................................. 88
Gambar 3.24. Kombinasi Ring SDH dengan JARLOKAF ............................ 88
Gambar 3.25. Antarmuka V 5.1 ...................................................................... 93
Gambar 3.26. Antarmuka V 5.2 ...................................................................... 94
Gambar 3.27. Kapasitas Sistem Jarlokaf ........................................................ 96
Gambar 3.28. Sub Network Connection Protection (SNCP) Pada SDH ........ 97
Gambar 3.29. Multiplex Section Protection (MSP) ........................................ 99
Gambar 4.1 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC
dan Sistem Transmisi SDH ...................................................... 103
Gambar 4.2 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON
dan Sistem Transmisi SDH ...................................................... 107
Gambar 4.3 Topologi Ring Logic ................................................................ 109
Gambar 4.4 Topologi Ring Fisik ................................................................. 110
Gambar 4.5 Jalur Utama Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto .................. 111
Gambar 4.6 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 112
Gambar 4.7 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 113
Gambar 4.8 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 113
Gambar 4.9 Proteksi perangkat 1+1 dan 1:1 pada saat aktif dan pasif ........ 125
Gambar 4.10 Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................................. 127
Gambar 4.11 Sistem Proteksi Perangkat 1:1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................................. 129
Gambar 4.12 Konfigurasi Jalur Alternatif Cadangan dengan Topologi
Ring yang Menghubungkan STO Slipi – STO Gambir –
STO Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO
Gatot Subroto – STO Semanggi ............................................... 132
Gambar 4.13 Prosedur Perencanaan Implementasi JARLOKAF .................. 134
Gambar 4.14 Contoh Konfigurasi JARLOKAF ............................................ 137
Gambar 4.15 Penjilidan Gambar Perencanaan JARLOKAF ......................... 139
Gambar 4.16 Parameter Ukuran Perancangan Gambar JARLOKAF ............ 140
Gambar 4.17 Diagram Panah ......................................................................... 141
Gambar 4.18 Diagram Panah Network Waktu dan Biaya ............................. 142
Gambar 4.19 Pipa Subduct ............................................................................ 144
Gambar 4.20 Primary Network dan Secondary Network .............................. 145
DAFTAR SINGKATAN
ADC Analog to Digital Converter
ADM Add Drop Multiplex
ADSL Asymetric Digital Subscriber Line
AON Active Optical Network
APD Avalanche Photo Diode
APS Automatic Protection System
AS Active Splitter
ASE Active Splitting Equipment
ATM Asynchronous Transfer Mode
BER Bit Error Rate
BRA Basic Rate Access
CATV Cable TV
CCD Video cameras
CDM Code Division Multiplexing
CO Central Office
CRT Cathode Ray Tube
CT Central Terminal
CT Central Terminal
DAC Digital to Analog Converter
DAF Daerah Akses Fiber
dB deci-Bell
DDM Direction Division Multiplexing
DLC Digital Loop Carrier
DXC Digital Cross-Connect
EMS Elemen Management System
FTTA Fiber To The Apartment
FTTB Fiber To The Building
FTTC Fiber To The Curb
FTTD Fiber To The Desk
FTTH Fiber To The Home
FTTO Fiber To The Office
FTTZ Fiber To The Zone
HDPES High Density Polyethylene Sheath
HFC Hybrid Fiber Coax
HH Handhole
HOM High Orde Mux
IPTV Internet Protocol Television
ISDN Integrated Service Digital Network
JARLOKAF Jaringan Lokal Akses Fiber
KP Kotak Pembagi
LASER Light Amplification by Simulated Emission of Radiation
LCD Liquid Crystal Display
LD Laser Diode
LED Light Emitting Diode
MH Manhole
MRP Minimum Required Power
MSP Multipleks Section Protection
NA Numerical Aperture
NGN next generation network
ODN Optical Distribution Network
OLED Optical Light Emitting Diode
OLT Optical Line Termination
OLTE Optical Line Termination Equipment
ONU Optical Network Unit
OTDR Optical Time Domain Reflectometer
PBTP Polybutylene Terepthalete
PCM Pulse Code Modulation
PE Polyethylene
PIN Positive Intrinsic Negative
PON Passive Optical Network.
POTS Plain Old Telephone Service
POTS Plain Old Telephone Switch
PR Power received
PRA Primary Rate Access
PS Passive Splitter
PT Power transmitted
RK Rumah Kabel
RT Remote Terminal
SCM Subcarrier Multiplexing
SDH Synchronous Digital Hierarchy
SDM Space Division Multiplexing
SKSO Sistem Komunikasi Serat Optik
SNCP Sub Network Connection Protection
SNR Signal Noise Ratio
SST Satuan Sambungan Telepon
STM Synchronous Transport Module
STO Sentral Telepon Otomat
TCM Time Compression Multiplexing
TDM Time Division Multiplex
TKO Titik Konversi Optik
VDSL Very High Digital Subscriber Line
VOD Video On Demand
WDM Wavelength Division Multiplexing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini, komunikasi menjadi suatu hal yang sangat
penting bagi kehidupan manusia dalam masyarakat. Dunia sudah banyak
berhubungan dengan berbagai jenis jaringan, baik itu jaringan tembaga, jaringan
radio, maupun jaringan serat optik.
Perkembangan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang
sedemikian cepat pada masyarakat modern, sudah pasti membutuhkan sarana
komunikasi yang mampu memenuhi semua kebutuhan akan layanan informasi dan
komunikasi tersebut. untuk memenuhi kebutuhan akan layanan informasi dan
komunikasi tersebut, maka diperlukan suatu jaringan komunikasi yang mampu
diandalkan, memiliki bandwidth yang besar, kebal terhadap interferensi dan
crosstalk, tidak mudah disadap, memiliki rugi transmisi daya yang kecil, memiliki
fleksibilitas yang baik, serta mempunyai sistem keamanan dan kehandalan yang
tinggi. Hingga saat ini, dunia telekomunikasi menganggap bahwa jaringan
komunikasi berbasis serat optik merupakan jaringan yang dipercaya mampu
menangani masalah tersebut.
Perusahaan yang tergabung di dalam bidang penyedia layanan
telekomunikasi yang bersaing dalam memberikan fasilitas dan pelayanan guna
memudahkan dalam melakukan komunikasi, demi terwujudnya kepuasan bagi
pelanggan. Untuk mengimplementasikan itu semua, maka kualitas performansi
sarana telekomunikasi harus dijaga dan dipelihara dengan baik, begitu juga
dengan sistem transmisi dari sarana telekomunikasi tersebut juga harus dipelihara
dengan baik. Oleh karena itu, untuk menjaga agar pertukaran informasi berjalan
dengan baik melalui jaringan serat optik, performansi jaringan harus dijaga
dengan baik sehingga dapat mencapai kondisi ideal dalam proses komunikasi
yang sedang berlangsung.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penyedia utama layanan
jaringan komunikasi serat optik tentu saja berusaha untuk memberikan pelayanan
yang terbaik kepada para pelanggannya. Khususnya untuk area bisnis seperti
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, yang merupakan sentra bisnis di indonesia
PT Telekomunikasi Indonesia menerapkan konsep jaringan akses serat optik yang
mampu menangani semua kebutuhan para pelanggan yang berupa sentra bisnis,
gedung perkantoran maupun area perumahan residential.
Pada area Sudriman – Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi
Indonesia menerapkan konsep jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) yang
mampu menyediakan layanan dengan maksimal dan ideal kepada para
pelanggannya yang berupa sentra bisnis, gedung bertingkat, dan area perumahan
yang di catu oleh dua sentral telepon otomat (STO) milik PT Telekomunikasi
Indonesia yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto. Selain itu pada area
tersebut terdapat dua jalur operasional yaitu jalur utama dan jalur alternatif yang
mana fungsinya jalur alternatif pada area tersebut berfungsi menggantikan jalur
utama apabila terjadi gangguan ataupun kerusakan operasional. Selain itu
penggunan topologi ring pada area tersebut untuk meningkatkan kapasitas
kehandalan dan sistem proteksi pada JARLOKAF tersebut.
Pada tugas akhir ini akan dijelaskan tentang konsep JARLOKAF, struktur
JARLOKAF, standard teknologi yang digunakan pada JARLOKAF, sistem
transmisi JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF, dan konfigurasi JARLOKAF pada
area sudarman – kuningan – Gatot Subroto yang juga mencakup prinsip kerja
kapasitas dan proteksi JARLOKAF pada area tersebut. juga akan di lakukan
analisis tentang konfigurasi JARLOKAF dan topologi ring, analisis jalur utama
dan jalur alternatif, analisis sistem proteksi, maupun pembuatan jalur alternatif
cadangan yang mampu memback-up jalur utama dan jalur alternatif pada area
tersebut, sehingga para pelanggannya tetap dapat bekerja seperti biasa dan tidak
merasakan terjadinya gangguan dan kerusakan pada jaringan akses serat optik.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah menganalisis
konfigurasi jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan teknologi
transmisi SDH, DLC, dan PON, analisis topologi ring pada STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto pada area tersebut, analisis jalur utama dan jalur alternatif,
perhitungan link power budget, analisis sistem proteksi perangkat, dan
implementasi jaringan yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia.
1.3. Tujuan Penulisan
Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih
mendalam tentang konfigurasi jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, topologi ring pada area tersebut, jalur
utama dan jalur alternatif pada area tersebut.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan tugas akhir ini
mencakup hal-hal sebagai berikut :
A. Menjelaskan tentang sistem komunikasi serat optik, struktur serat optik,
perambatan cahaya dalam serat optik, karakteristik serat optik, prinsip kerja
stransmisi serat optik, konstruksi kabel serat optik, metode penyambungan
serat optik, sumber cahaya, dan detektor cahaya.
B. Menjelaskan tentang konsep dasar JARLOKAF, struktur JARLOKAF, standar
teknologi JARLOKAF, sistem transmisi JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF,
konfigurasi JARLOKAF pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
serta sistem proteksi JARLOKAF pada area tersebut.
C. Melakukan analisis konfigurasi jaringan atau akses fiber (JARLOKAF),
analisis jalur utama dan jalur alternatif, analisis sistem proteksi perangkat,
analisis dan pembuatan jalur alternatif cadangan (tambahan), dan
implementasi jaringan yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia.
1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dengan cara mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan konfigurasi jaringan dan analisis jaringan pada PT
Telekomunikasi Indonesia khususnya pada area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto sebagai berikut :
A. Mempelajari buku-buku literatur dan buku-buku referensi yang berhubungan
dengan topik pembahasan.
B. Melakukan diskusi dan bimbingan kepada dosen pembimbing tugas akhir dan
juga melaksanakan bimbingan langsung kepada pembimbing lapangan untuk
lebih memahami dan mengetahui konfigurasi jaringan serta melakukan
analisis.
C. Mengambil data-data baik dari buku, internet, dan pengambilan langsung data
lapangan pada PT Telekomunikasi Indonesia.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada tugas akhir mencakup Bab I – Bab V yaitu :
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini berisi mengenai latar belakang perumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta
sistematika penulisan.
Bab II Teori Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik
Pada bab ini berisikan seluruh teori dasar tentang sistem komunikasi
serat optik (SKSO).
Bab III Konfigurasi Jaringan Akses Sistem Komunikasi Serat Optik
(SKSO) pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
PT Telekomunikasi Indonesia
Pada bab ini berisikan tentang konfigurasi jaringan, struktur
JARLOKAF, standar teknologi JARLOKAF, sistem transmisi
JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF, prinsip kerja JARLOKAF,
kapasitas JARLOKAF, dan sistem proteksi JARLOKAF.
Bab IV Analisis Konfigurasi Dan Jalur Alternatif
Pada bab ini berisi tentang analisis konfigurasi jaringan, analisis jalur
utama dan jalur alternatif, perhitungan dan analisis link power budget
pada jalur utama dan jalur alternatif, analisis pembuatan jalur
alternatif cadangan (tambahan) dengan topologi ring, serta
implementasi jaringan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil analisis
tugas akhir yang telah dibuat.
BAB II
TEORI DASAR SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
2.1. Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik
Sistem komunikasi pada prinsipnya terdiri dari pengirim, media
transmisi, dan penerima. Pada pengirim (Transmitter), pesan diubah ke
dalam bentuk yang sesuai untuk media transmisi yang digunakan, kemudian
pesan diterima oleh penerima (receiver).
Sistem komunikasi serat optik adalah suatu sistem komunikasi yang
menggunakan cahaya yang merambat di dalam serat optik sebagai pembawa
informasi yang akan dikirimkan kepada penerima. Sinyal informasi yang
akan dikirim terlebih dahulu dimodulasi dengan sinyal pembawa (carrier),
yang berupa sinyal optik untuk kemudian dikirimkan kepada penerima.
Sinyal informasi yang berupa sinyal listrik yang dimodulasi dengan output
dari LASER (Light Amplification by Simulated Emission of Radiation) atau
LED (Light Emitting Diode) sehingga menjadi sinyal optik dan kemudian
siap untuk ditransmisikan.
Sinyal transmisi yang masuk kedalam serat optik akan merambat
didalam core berdasarkan prinsip pemantulan total. Dalam perambatannya,
sinyal informasi yang melalui serat optik akan mengalami redaman, sehingga
semakin jauh jarak transmisinya maka sinyal tersebut akan semakin lemah.
Untuk mengatasi hal itu diperlukan repeater (penguat ulang) yang dipasang
pada jalur transmisi serat optik. Repeater berfungsi untuk menguatkan
kembali sinyal informasi yang ditransmisikan tersebut.
Sinyal informasi yang diterima oleh receiver kemudian akan dideteksi
oleh detector cahaya, untuk kemudian diubah lagi menjadi sinyal listrik oleh
PIN (Positive Intrinsic Negative) atau APD (Avalanche Photo Diode)
Gambar 2.1 Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik
2.2 Konsep Perambatan Cahaya
Konsep perambatan cahaya dalam serat optik dapat dibagi menjadi 2
bagian yaitu :
- Optika Geometris dilandaskan pada hukum Snellius yang menyatakan
bahwa sinar datang dari medium udara ke dalam medium air akan
mengalami pembiasan mendekati garis normal, demikian sebaliknya
apabila garis sinar datang dari medium air menuju medium udara akan
dibiaskan menjadi garis normal seperti pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2. Hukum Snellius
Perumusan matematis hukum Snellius adalah :
1
2
2
1
2
1
n
n
V
V
Sin
Sin
………….. ……………(2.1)
atau
n1 sin 1 = n2 sin 2
atau
v1 sin 2 = v2 sin 1
Dimana :
n1 = Indeks bias medium 1 atau udara
n2 = Indeks bias medium 2 atau air
v1 = Kecepatan rambat medium 1 atau udara
v2 = Kecepatan rambat medium 2 atau air
1 = Sudut datang
2 = Sudut pantul
- Optika Fisis adalah cahaya didefinisikan sebagai gelombang
elektromagnetik yang merambat dalam medium udara dan hampa udara
dengan kecepatan 3 x 108 m/s yang dipengaruhi oleh frekuensi tetapi
tidak dipengaruhi oleh medan gravitasi.
Dimana perumusan Optika Fisis adalah :
c = . f ……………………… (2.2)
Dimana :
c = Cepat rambat cahaya dalam ruang hampa udara (3 x 108 m/s)
= Panjang gelombang (m)
f = Frekuensi (Hertz)
2.3 Karakteristik Serat Optik
Karakteristik serat optik dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
a) Numerical Aperture
Numerical Aperture merupakan parameter yang mempresentasikan
sudut penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan
merambat didalam inti serat. Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam
tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.
Gambar 2.3. Numerical Aperture
Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dan NA atau sudut kritis
maka berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan
menembus cladding dan akan keluar dan serat. Semakin besar NA maka
semakin banyak jumlah cahaya yang diterima oleh serat. Akan tetapi
sebanding dengan kenaikan NA menyebabkan lebar pita berkurang, dan mgi
penyebaran serta penyerapan akan bertambah. Oleh karena itu, nilai NA besar
hanya baik untuk aplikasi jarak-pendek dengan kecepatan rendah. Besarnya
Numerical Aperture (NA) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
2ΔnnnsinθNA 1
2
2
2
1maks ………….…… (2.3)
Dimana :
n1 = Indeks bias inti
n2 = Indeks bias cladding
= beda indeks bias relatif
b) Redaman (Attenuation)
Redaman (attenuasi) serat optik merupakan karakteristik penting yang
hams diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang
(repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang hams digunakan.
Besarnya redaman (attenuasi) atau rugi-rugi daya dinyatakan oleh persamaan
berikut:
dB/kmP
Plog
L
10α
out
in
………………….. (2.4)
Dimana :
L = Panjang serat optik (km)
Pin = Daya yang masuk kedalam serat
Pout = Daya yang keluar dari serat
Redaman serat biasanya disebabkan oleh penyerapan (absorpsi) energi
sinyal oleh bahan serat optik, efek scattering (penghamburan) dan pengaruh
radiasi (pembengkakan). Semakin besar redaman, berarti semakin sedikit
cahaya yang dapat mencapai detektor. Dengan demikian semakin pendek
kemungkinan jarak sepanjang antar pengulangan.
c) Dispersi
Dispersi dalam komunikasi serat optik adalah proses penyebaran pulsa
optik ketika mereka berjalan melewati serat optik. Penyebaran ini terjadi
karena kecepatan pulsa optik tidak sama. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh
indeks bias yang berbeda.
- Dispersi Modal
Dispersi Modal terjadi karena tiap mode dalam fiber optik memiliki jarak
dan jalur perambatan yang berbeda, sehingga ketika sampai di
photodetector, mereka tidak berbarengan. Modal dispersion hanya terjadi
pada multi mode fiber. Dengan single mode fiber, hal ini dapat diatasi.
Karena single mode hanya memiliki satu jalur perambatan.
- Dispersi Intermodal
Dispersi intermodal berasal dari fakta bahwa indeks bias fiber optik
berubah sesuai dengan panjang gelombangnya. Ketika indeks refraksi
berbeda, kecepatan perambatan juga berbeda. Karena sebuah transmitter
tidak mungkin menghasilkan satu panjang gelombang saja (pasti memiliki
lebar spektrum), maka sinyal optik pasti akan terdispersi ketika melewati
fiber optik.
- Dispersi Gelombang
Prinsipnya sama seperti material dispersion. Ada sinyal optik yang masuk
ke cladding. Karena indeks bias cladding berbeda dengan indeks bias
core, maka kecepatannya akan berbeda. Sehingga tidak sampai ke
photodetector secara berbarengan. Dispersi ini hanya signifikan pada
single mode fiber.
d) Polarisasi
Polarisasi terjadi karena sinyal optik yang memiliki polarisasi berbeda
akan memiliki kecepatan perambatan yang sedikit berbeda. Namun
polarization mode dispersion biasanya kecil. Dispersi ini hanya signifikan
apabila dispersi yang lain sangat kecil.
2.4 Struktur Serat Optik
Serat optik terbuat dan bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass).
Di dalam serat inilah energi cahaya yang dibangkitkan oleh sumber cahaya
disalurkan (ditransmisikan) sehingga dapat diterima di ujung unit penerima
(receiver).
Struktur Serat Optik pada umumnya terdiri dan 3 bagian yaitu:
1. Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana
gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai
indeks bias lebih besar dan lapisan kedua. Terbuat dan kaca (glass) yang
berdiameter antara 2 ~ 125 m, dalam hal ini tergantung dan jenis serat
optiknya.
2. Bagian yang kedua dinamakan lapisan selimut (Cladding), dimana bagian
ini mengelilingi bagian inti dan mempunyai indeks bias lebih kecil
dibandingkan dengan bagian inti. Terbuat dan kaca yang berdiameter
antara 5 ~ 250 m, juga tergantung dan jenis serat optiknya.
3. Bagian yang ketiga dinamakan lapisan jaket (Coating), dimana bagian ini
merupakan pelindung lapisan inti dan selimut yang terbuat dan bahan
plastik yang elastis.
Gambar 2.4. Struktur Serat Optik
2.5 Prinsip Dasar Perambatan Cahaya Pada Serat Optik
Cahaya yang merambat di dalam serat optik akan bergerak sesuai
dengan alur dari serat optik berdasarkan besarnya sudut datang. Cahaya akan
tetap berada di dalam core karena cahaya tersebut akan dipantulkan
berdasarkan prinsip pemantulan total terhadap dinding cladding. Persyaratan
agar cahaya tetap merambat di dalam fiber optik adalah indeks bias inti harus
lebih besar dari indeks bias cladding (n1>n2) dan sudut datang sinar harus
lebih besar daripada sudut kritis, gambar 2.5 merupakan lintasan-lintasan yang
ada pada serat optik :
Gambar 2.5. Lintasan Cahaya Dalam Serat Optik
Dari gambar di atas dapat diuraikan bahwa lintasan cahaya yang merambat
di dalam serat adalah sebagai berikut :
a. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami pemantulan.
b. Sinar mengalami refleksi, karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari
sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan-pantulan.
c. Sinar akan mengalami refleksi keluar dan tidak akan dirambatkan sepanjang
serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.
2.6 Jenis Serat Optik
Menurut jenisnya, kabel serat optik dibedakan menjadi 3 macam:
a. Single Mode Fiber
Gambar 2.6. Single Mode Step-Index Fiber
Dalam single mode fiber seperti terlihat pada gambar 2.5 di atas
hanya terjadi satu jenis mode perambatan berkas cahaya saja, sehingga
tidak akan terjadi pelebaran pulsa di tingkat outputnya. Karena
diameternya terlalu kecil (9 m) maka akan sedikit menyulitkan dalam
proses penyambungan. Di samping itu diperlukan sumber optik yang
mempunyai spectrum yang sangat sempit untuk mengusahakan efisiensi
kopling yang tinggi dari sumber optik ke inti fiber optik tersebut. Karena
tidak terjadi disperse (pelebaran) pulsa maka fiber optik jenis ini akan
mampu mentransmisikan informasi dengan bandwidth yang besar. Profil
indeks bias fiber optik jenis ini terlihat seperti gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2.7. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Single
Mode Step Index Fiber
Data-data dari single mode step index fiber dapat dilihat pada tabel
2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1
Data-data Single Mode Step Index Fiber
Diameter core 5 – 10 m
Diameter cladding 125 m
Diameter coating 250 – 1000 m
Numerical aperture 0,08 – 0,15
Attenuasi 2 – 5 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m
0,35 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m
0,21 dB / km pada panjang gelombang 1,55 m
Bandwidth 10 GHz / km
b. Multimode Step Index Fiber
Fiber ini disebut step index karena indeks bias berubah secara
drastis dari kulit ke inti fiber. Pada selubung fiber mempunyai indeks
bias yang lebih rendah daripada indeks bias inti fiber, akibatnya semua
sinar yang memiliki sudut datang lebih besar dari sudut krisis akan
dipantulkan oleh lapisan kulit fiber. Pada fiber optik jenis ini dapat
memuat beberapa sinar dengan panjang gelombang () yang berbeda
sehingga dapat memuat lebih banyak sinyal informasi seperti pada
gambar 2.8 di bawah ini :
Gambar 2.8. Multimode Step Index Fiber
Cahaya yang merambat pada step index fiber tergantung pada
sudut relatif dari sumbu, karena itu mode dengan pulsa yang berbeda
akan datang pada ujung fiber pada waktu yang berbeda dari peleburan
pulsa dimana sinyal digital dengan bit rate terbatas akan
ditransmisikan. Fiber optik jenis ini mempunyai diameter inti sebesar
50 m dan diameter selubung sebesar 125 m. Indeks bias inti
besarnya tetap / sama pada seluruh inti sebesar n1 sehingga perbedaan
indeks bias antara inti dan selubungnya selalu tetap. Profil perambatan
cahaya dan indeks bias fiber optik jenis ini terlihat seperti gambar 2.9
di bawah ini :
Gambar 2.9. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multi
Mode Step Index Fiber
Data-data dari multi mode step indeks fiber dapat dilihat pada tabel
2.2 di bawah ini :
Tabel 2.2
Data-data Multi Mode Step Index Fiber
Diameter core 50 – 400 m
Diameter cladding 125 – 500 m
Diameter coating 250 – 1000 m
Numerical aperture 0,16 – 0,5
Attenuasi 2,6 – 50 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m
0,4 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m
0,25 dB / km pada panjang gelombang 1,550 m
Bandwidth 6 – 50 MHz / km
c. Multimode Graded Index
Fiber ini disebut Graded index karena terdapat perubahan dalam indeks
bias, dimana besarnya indeks bias inti mengecil ke arah perbatasan inti
dengan selubungnya. Dengan menurunnya indeks bias inti ke arah batas
inti dengan selubung menyebabkan terjadinya pembiasan pada inti
sehingga perambatan berkas cahayanya akan melengkung sedangkan
kecepatan propagasi antara berkas cahaya yang datang dengan sudut
datang yang lebih besar akan lebih cepat dibandingkan dengan berkas
cahaya yang datang dengan sudut datang yang lebih kecil.
Gambar 2.10. Multimode Graded Index
Jadi walaupun lintasan yang ditempuh mempunyai jarak yang
berlainan maka berkas-berkas cahaya yang merambat pada jenis serat optik
ini akan mencapai output dalam waktu yang relatif sama sehingga pulsa di
output hanya mengalami peleburan pulsa (disperse) yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan pelebaran pulsa output yang terjadi pada serat optik
jenis multi mode step index. Profil dan perambatan cahaya pada multi mode
graded index fiber seperti terlihat pada gambar 2.11 di bawah ini :
Gambar 2.11. Perambatan Gelombang Cahaya Pada
Multi Mode Graded Index
Data-data dari multi mode graded indeks fiber dapat dilihat pada
tabel 2.3 di bawah ini :
Tabel 2.3
Data-data Multi Mode Graded Index Fiber
Diameter core 30 – 100 m
Diameter cladding 100 – 150 m
Diameter coating 250 – 1000 m
Numerical aperture 0,2 – 0,3
Attenuasi 2 – 10 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m
0,4 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m
0,25 dB / km pada panjang gelombang 1,55 m
Bandwidth 300 MHz / km – 3 GHz / km
2.7 Karakteristik Transmisi Serat Optik
Pada Transmisi Serat Optik gelombang cahayalah yang bertugas
membawa sinyal informasi. Pertama-tama microphone merubah sinyal suara
menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang
pembawa cahaya melalui serat optik dan pengirim (transmitter) menuju alat
penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dan serat. Modulasi
gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik
termodulasi menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian
merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal
listrik dapat dirubah kembali menjadi gelombang suara.
Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau
kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan
nama komponen optoelectronic pada setiap ujung serat optik.
Dalam perjalanannya dan transmitter menuju ke receiver akan terjadi
redaman cahaya di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya
(sambungan). Karena itu bila jarak ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah
atau beberapa repeater yang bertugas untuk memperkuat gelombang cahaya
yang telah mengalami redaman
.
Gambar 2.12. Karakteristik Transmisi Serat Optik
2.8 Pembengkokan Serat Optik (Fiber Bending)
Pembengkokan serat optik dapat menyebabkan munculnya radiation
loss. Pembengkokan yang terjadi pada serat optik dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu pembengkokan makroskopis (macrobending) dan
pembengkokan mikroskopis (microbending). Timbulnya redaman akibat
pembengkokan dapat menyebabkan kecepatan gelombang cahaya berkurang
pada dinding cladding, sehingga energi yang ditransmisikan mengalami
radiasi pada serat optik, yang akhirnya akan mempengaruhi keandalan dan
serat optik tersebut.
Gambar 2.13. Pembengkokan Serat Optik
2.9 Komponen Utama Sistem Transmisi Serat Optik
Sistem komunikasi serat optik adalah suatu sistem komunikasi yang
menggunakan kabel serat optik sebagai saluran transmisinya yang dapat
menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dan tingkat keandalan yang tinggi.
Komponen utama dari sistem pentransmisian dengan media fiber optik
dapat dilihat pada blok diagram berikut:
Gambar 2.14. Elemen Utama Transmisi Serat Optik
Gambar 2.14 adalah komponen dalam sistem transmisi serat optik.
Dalam pentransmisian melalui serat optik ada beberapa hal yang menjadi
karakteristik atau komponennya,yaitu sambungan (Connection), Coupler,
MRP Spesification (Minimum Required Power).
Terdapat dua tipe sambungan yaitu menggunakan Connector dan
menggunakan Splice. Connector diperlukan apabila fiber dalam
pentransmisiannya harus disambung/diputus. Sedangkan Splice diperlukan
pada sistem fiber optik bila ada dua fiber yang akan dihubungkan secara
permanen.
Coupler diperlukan bila daya optik harus dihubungkan ke banyak
saluran. Sedangkan MRP Specification (Minimum Required Power) digunakan
sebagai analisis link power budget dalam mendesain photonic layer. MRP
merupakan pengukur sensitivitas receiver untuk SNR atau BER yang spesifik
dan bandwidth atau bit rate pada output receiver.
Serat optic
Sinyal output elektrik
Untuk aplikasi jarak dekat dan lebar pita yang ditangani relatif kecil,
transmisi elektrik lebih dipilih daripada transmisi serat optik. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan kabel elektrik lebih dipilih dbandingkan serat optik
yaitu:
1. Ketika tidak dibutuhkan sistem pengkabelan yang kompleks.
2. Bahan material yang murah.
3. Biaya alat untuk mengirim dan menerima sinyalnya murah.
4. Kemudahan untuk menyambungkan hubungan kabel (splicing).
5. Kemampuannya untuk membawa daya listrik maupun sinyal.
Komponen transmisi diatas terdiri dari :
1. Komponen Pasif
a. Kabel Fiber optik
- Loss kabel
Sistem 1300 nm; loss kabel = 0,5 dB / km
Sistem 1550 nm; loss kabel = 0,25 dB / km
- Dispersi
Modal dispertion (multi mode) 0,25 ns / km
Material dispersion (single mode)
~ 0 (sistem 1300 nm)
~ 0,14 pslkm.Gbz (sistem 1550 nm)
b. Konektor Loss ~ 0,5 – 1,0 dB
c. Splice Loss ~ 0,1 – 0,2dB
d. Kopler / Splitter Loss ~ 1,0 – 5,0 dB
2. Komponen Aktif
a. Transmitter
- LED (Light Emiting Diode)
B < 200 Mb / s
Umumnya untuk sistem multimode
- LD (Laser Diode)
B > 200 Mb / s
Umumnya untuk sistem singlemode
b. Receiver
- p-n Photodiode
- p-i-n Photodiode
- Avalance Photodiode (APD)
c. Karakteristik
- Responsitivitas (R = n . / 1,24 A W)
- Sensitifitas (minimum detectable power)
d. Optical switch / modulator
- Crosstalk < -20 dB
- Switching Voltage < 10 Volt
- Loss ~ 1 – 5 dB
- Bandwidth > 1 GHz
e. Optical Amplifier
- Gain – 20 – 30 dB
2.10 Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik
Berlainan dengan sistem komunikasi yang mempergunakan gelombang
elektromagnetik, maka pada serat optik, gelombang cahayalah yang bertugas
membawa sinyal informasi. Pertama-tama microphone merubah sinyal suara
menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang
pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim (transmitter) menuju alat
penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat. Modulasi
gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik
termodulasi menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian
merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal
listrik dapat dirubah kembali menjadi gelombang suara.
Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau
kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan
nama komponen optoelectronic pada setiap ujung serat optik.
Dalam perjalanannya dari transmitter menuju ke receiver akan terjadi
redaman cahaya di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya
(sambungan). Karena itu bila jarak ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah
atau beberapa repeater yang bertugas untuk memperkuat gelombang cahaya
yang telah mengalami redaman
Gambar 2.15. Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik
2.11 Konstruksi Kabel Optik
Ada beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh serat optik untuk dapat
digunakan. Pertama, tidak putus saat gaya rentang (tensile force) bekerja
pada serat optik. Tidak mengalami perubahan kualitas perambatan cahaya
akibat tekanan dan samping seperti misalnya microbending. Serat optik
ditempatkan secara khusus didalam kabel optik dan pada sambungan serat
optik harus diberi penguat. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, kabel
optik mempunyai beberapa konstruksi yang berbeda sesuai dengan kondisi
kabel diletakkan.
Ada dua jenis kabel optik yaitu jenis loose tube (pipa longgar) dan
slot (alur). Pada jenis loose tube, serat optik ditempatkan di dalam pipa
longgar yang terbuat dan bahan PBTP (Polybutylene Terepthalete) dan berisi
jelly. Pada jenis slot, serat optik ditempatkan pada alur (slot) di dalam
silinder yang terbuat dan bahan PE (Polyethylene).
2.11.1 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis Loose Tube
a) Loose tube berbentuk pipa longgar yang terbuat dan bahan PBTP
(Polybutylene Terepthalete) yang berisi thixotropic gel dan serat optik
ditempatkan di dalamnya. Konstruksi loose tube yang berbentuk longgar
tersebut mempunyai tujuan agar serat optik bebas begerak, tidak
langsung mengalami tekanan atau gesekan yang dapat merusak serat
pada saat instalasi kabel optik. Thixotropic gel adalah semacam jelly
yang berfungsi melindungi serat dan pengaruh mekanis dan juga untuk
menahan air.
b) HDPE Sheath atau High Density Polyethylene Sheath yaitu bahan sejenis
polyethylene keras yang digunakan sebagai kulit kabel optik berfungsi
sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dan pengaruh mekanis
pada saat instalasi.
c) Alumunium tape atau lapisan alumunium ditempatkan diantara kulit kabel
dan water blocking berfungsi sebagai konduktivitas elektris dan
melindungi kabel dan pengaruh mekanis.
d) Flooding gel adalah bahan campuran petroleum, synthetic dan silicon
yang mempunyai sifat anti air. Flooding gel merupakan bahan pengisi
yang digunakan pada kabel optik agar kabel menjadi padat.
e) PE Sheath adalah bahan polyethylene yang menutupi bagian central
strength member.
f) Central strength member adalah bagian penguat yang terletak di tengah-
tengah kabel optik. Central Strength Member dapat berupa pilinan baja, atau
Solid Steel Core atau Glass Reinforced Plastic. Central Strength Member
mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan saat instalasi.
g) Peripeal Strain Elements terbuat dan bahan polyramid yang merupakan
elemen pelengkap optik yang diperlukan untuk menambah kekuatan
kabel optik. Polyramid mempunyai kekuatan tank tinggi.
Gambar 2.16. Penampang Kabel Optik Jenis Loose Tube
2.11.2 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis Slot
a) Kulit kabel, terbuat dari bahan sejenis polyethylene keras, berfungsi
sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dan pengaruh mekanis saat
instalasi.
b) Aluran (slot) terbuat dan bahan polyethylene berfungsi untuk
menempatkan sejumlah serat. Untuk kabel optik jenis slot dengan
kapasitas 1000 serat, diperlukan 13 aluran (slot) dan satu slot berisi 10
fiber ribbons. Satu fiber ribbons berisi 8 serat.
c) Central Strength Member adalah bagian penguat yang terletak di tengah-
tengah kabel optik. Central strength member terbuat dari pilihan kawat
baja yang mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan saat
instalasi.
Gambar 2.17. Penampang Kabel Optik Jenis Slot
Sesuai dengan konstruksinya kabel optik terdiri dari:
1. Kabel Duct
Gambar 2.18. Kabel Duct
2. Kabel Tanah
Gambar 2.19. Kabel Tanah
3. Kabel Atas Tanah (Udara)
Gambar 2.20. Kabel Atas Tanah (Udara)
4. Kabel Indoor (Kabel dalam gedung/rumah) kapasitas 2-6 Fiber
Optic
Gambar 2.21. Kabel Indoor kapasitas 2-6 Fiber Optic
5. Kabel Indoor (Kabel dalam gedung/rumah) kapasitas 8-12
Fiber Optic
Gambar 2.22. Kabel Indoor Kapasitas 8-12 Fiber Optic
2.11.3 Spesifikasi Kabel Serat Optik
Karakteristik Mekanis :
Fibre Bending (tekukan Serat) Tekukan serat yang berlebihan (terlalu
kecil) dapat mengakibatkan bertambahnya optical loss.
Cable Bending (tekukan Kabel) Tekukan kabel pada saat instalasi harus
di jaga agar tidak terlalu kecil, karena hal ini dapat memerusak serat
sehingga menambah optical loss.
Tensile strength yang berlebihan dapat merusakan kabel atau serat.
Crush atau tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan serat retak /
patah, sehingga dapat menaikkan optical loss.
Impact adalah beban dengan berat tertentu yang dijatuhkan dan mengenai
kabel optik. Berat beban yang berlebihan dapat mengakibatkan serat
retak / patah, sehingga dapat menaikkan optical loss.
Cable Torsion Torsi yang diberikan kepada kabel dapat merusak
selubung kabel dan serat.
Tabel 2.4. Spesifikasi Serat Optik
Tabel 2.5 Jumlah Fiber Pada 6 Loose Tube
Tabel 2.6 Jumlah Fiber Pada 8 Loose Tube
Tabel 2.7 Copper Conductor Pada Fiber Optik
Kode Warna Serat Pada Fiber Optik
Kode Warna Tabung Pada Serat Optik.
2.12 Tanda Pengenal Pada Serat Optik
Kabel optic harus diber tanda pengenal yang tidak mudah hilang yang
tertera pada kulit kabel disepanjang kabel. Adapun tanda pengenal tersebut
meliputi nama pabrik pembuat serta tahun pembuatan.
Tipe serat optik :
SM : Single Mode
GI : Graded Index Mode
SI : Step Index Mode.
Pemakaian Kabel Optik :
D = Duct/Kabel Atas Tanah
A = Aerial/Kabel Udara.
B = Buried/Kabel Bawah Tanah
S = Submarine/Kabel Laut
I = Indoor/Kabel Dalam Ruangan.
Jenis Kabel Optik :
LT = Loose Tube.
SC = Slotted Core.
TB = Tight Buffered.
Struktur Penguat :
SS = Solid Steel Core.
WS = Stranded Wire Steel.
GRP = Glass Reinforced Plastic.
2.13 Metode Penyambungan Serat Optik
Penyambungan serat optik atau fiber splicing adalah sebuah
sambungan permanen yang dibentuk antara dua serat optik. Penyambungan
serat optik ini berfungsi untuk menyambung rangkaian serat optik agar dapat
mencapai jarak yang jauh. Dalam proses penyambungan ini tidak diharuskan
untuk menambahkan penguat ulang (repeater) diantara dua serat optik
tersebut. Penyambungan serat optik harus memenuhi dua kriteria, yaitu:
1. Sambungan harus dapat dibuat dengan mudah.
2. Sambungan harus memberikan rugi yang seminimum mungkin, karena
ketika serat optik disambungkan, pasti akan menimbulkan penambahan
redaman transmisi.
Berdasarkan teknik penyambungan serat optik ini dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan konektor.
Penyambungan dengan menggunakan konektor tidak bersifat
permanen sehingga dapat dilepas sewaktu-waktu. Beberapa syarat untuk
mendapatkan konektor yang baik adalah sebagai berikut :
- Memiliki coupling loss yang rendah
- Tidak sensitif terhadap lingkungan
- Mudah dipasang dan dilepas
- Mudah dalam pengoperasiannya
Gambar 2.21 di bawah memperlihatkan bentuk dari konektor.
Gambar 2.23. Konektor
b. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode
peleburan (fusion splicing).
Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode
ini dilakukan dengan memanaskan kedua ujung serat optik yang akan
disambungkan. Sebelum dilakukan penyambungan, kedua ujung serat
optik ini terlebih dahulu diposisikan dengan menggunakan inspection
microscope untuk memastikan kedua ujung core berhadapan dengan
tepat. Kemudian setelah itu, serat optik ini dipanaskan dengan
menggunakan micro plasma lorches (argon dan hidrogen) dan oxhydric
microburnes (oksigen, hidrogen dan alkohol). Teknik penyambungan
serat optic dengan menggunakan metode peleburan ini dapat
diilustrasikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.24. Metode Peleburan (Penyambungan) Serat Optik
(Fussion Splicing)
c. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode mekanis
(V-groove splicing).
Teknik penyambungan serat optik ini dilakukan dengan cara
mempertemukan dan menjepit kedua ujung serat yang akan
disambungkan dalam satu lekukan bentuk V. kemudian kedua ujung serat
optik ini disambungkan dengan menggunakan sejenis bahan Perekat yang
transparan (lem epoxy). Teknik penyambungan serat optik permanen
dengan menggunakan metode peleburan mengakibatkan penambahan
redaman transmisi sebesar 0,09 dB. Sedangkan teknik penyambungan
dengan menggunakan metode mekanis mengakibatkan penambahan
redaman transmisi sebesar 0,1 dB (jika menggunakan serat optik tipe
multi mode graded index dan single mode step index). Teknik
penyambungan serat optik dengan menggunakan metode mekanis ini
dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.25. Metode Mekanis (Penyambungan) Serat Optik
(V-groove Splicing)
2.13 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik
a) Keuntungan Serat Optik
1. Mempunyai lebar pita frekuensi (bandwith yang lebar).
Frekuensi pembawa optik bekerja pada daerah frekuensi yang tinggi
yaitu sekitar 1013 Hz sampai dengan 1016 Hz, sehingga informasi
yang dibawa akan menjadi banyak.
2. Redaman sangat rendah dibandingkan dengan kabel yang terbuat dan
tembaga, terutama pada frekuensi yang mempunyai panjang
gelombang sekitar 1300 nm yaitu 0,2 dB/km.
3. Kebal terhadap gangguan gelombang elektromagnet. Fiber optik
terbuat dan kaca atau plastik yang merupakan isolator, berarti bebas
dan interferensi medan magnet, frekuensi radio dan gangguan listrik.
4. Dapat menyalurkan informasi digital dengan kecepatan tinggi.
Kemampuan fiber optik dalam menyalurkan sinyal frekuensi tinggi,
sangat cocok untuk pengiriman sinyal digital pada sistem multipleks
digital dengan kecepatan beberapa Mbit/s hingga Gbit/s.
5. Ukuran dan berat fiber optik kecil dan ringan.
Diameter inti fiber optik berukuruan micro sehingga pemakaian
ruangan lebih ekonomis.
6. Tidak mengalirkan arus listrik
Terbuat dari kaca atau plastik sehingga tidak dapat dialiri arus listrik
(terhindar dan terjadinya hubungan pendek)
7. Sistem dapat diandalkan (20-30 tahun) dan mudah pemeliharaannya.
b) Kerugian Serat Optik
1. Konstruksi fiber optik lemah sehingga dalam pemakaiannya
diperlukan lapisan penguat sebagai proteksi.
2. Karakteristik transmisi dapat berubah bila terjadi tekanan dari luar
yang berlebihan.
3. Tidak dapat dialiri arus listrik, sehingga tidak dapat memberikan
catuan pada pemasangan repeater.
4. Biaya yang cenderung mahal.
5. Sulit untuk membuat terminal pada kabel serat optik.
6. Penyambungan pada serat optik cukup rumit dan harus menggunakan
teknik splicing yang memerlukan ketelitian yang tinggi.
2.14 Sumber Cahaya
Sumber cahaya pada serat optik dapat diartikan sebagai sebuah
komponen yang dapat memancarkan cahaya untuk mentransmisikan sinyal
informasi. Sumber cahaya bekerja dengan cara mengubah sinyal informasi
yang berupa besaran listrik menjadi besaran cahaya, dimana terdapat dua
pilihan sumber optik yaitu LED atau diode LASER. Pemilihan dari sumber
cahaya yang akan digunakan bergantung pada bit rate yang akan
ditransmisikan dan pertimbangan ekonomi (harga dari sumber cahaya).
Karakteristik umum dari cahaya adalah sebagai berikut :
a. Emisi cahaya terjadi pada daerah 850 nm – 1.550 nm
b. Kopling daya radiasi ke serat optik maksimal
c. Dapat dimodulasi langsung pada frekuensi sempit
d. Mempunyai lebar spektrum yang sempit
e. Ukuran atau dimensi kecil
f. Mempunyai umur kerja dengan jangka waktu relatif lama
Secara umum syarat suatu sumber cahaya yang baik untuk
diaplikasikan ke dalam sistem komunikasi serat optik dapat dinyatakan
sebagai berikut :
a. Cahaya bersifat monochromatis (berfrekuensi tunggal)
b. Mempunyai output cahaya dengan intensitas tinggi
c. Dapat dimodulasi dengan mudah
d. Dapat menghasilkan power yang stabil, tidak tergantung pada temperatur
dan kondisi lingkungan lainnya
Terdapat dua jenis sumber cahaya pada Sistem Komunikasi Serat Optik yaitu
sebagai berikut :
a) LED
LED adalah suatu alat semikonduktor yang memancarkan cahaya
monokromatis yang tidak Koheren ketika diberi tegangan maju. Warna
yang dihasilkan bergantung kepada semikonduktor yang digunakan dan
bisa juga ultraviolet dekat atau infra merah dekat. LED mengubah
besaran arus menjadi besaran intensitas cahaya dan karakteristik arus /
daya pancaran optik memiliki fungsi yang linier.
Gambar 2.26. Gambar LED
b) LASER
LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) suatu
alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik dalam bentuk cahaya
yang dapat dilihat maupun tidak dilihat dengan mata normal, melalui
proses pancaran terstimulasi, pancaran LASER biasanya tunggal dan
memancarkan foton dalam bentuk pancaran Koheren. LASER diterapkan
untuk transmisi data dengan bit rate tinggi. Daya keluaran optik dari
LASER adalah -12 +3 dBm.
Gambar 2.27. Gambar LASER
Tabel 2.5
Kelebihan dan Kekurangan LED dan LASER
Optical Source Kelebihan Kekurangan
LASER
Intensitas besar Konstruksi rumit
Line Width kecil Sensitif terhadap
temperatur
Bersifat koheren Karakteristik tidak linier
Divergensi kecil Keandalan rendah
LED
Konstruksi sederhana Intensitas kecil
Tidak sensitif terhadap
temperatur
Line Width besar
Karakteristik Linier Tidak koheren
Keandalan tinggi Divergensi besar
2.15 Detektor Cahaya
Detektor cahaya adalah suatu alat yang digunakan untuk mengubah
besaran cahaya menjadi besaran listrik, yang kemudian akan diperkuat
terlebih dahulu sebelum dilakukan proses selanjutnya. Prinsip kerja alat ini
adalah mengubah energi foton menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat
membangkitkan satu elektron.
Detektor cahaya memiliki keunggulan karakteristik seperti:
Sensitifitas tinggi, lebar pita yang memadai dan derau tambahan minimum
dan stabil terhadap temperatur. Persyaratan kinerja yang harus dipenuhi oleh
detektor cahaya meliputi :
a. Sensitivitas tinggi pada panjang gelombang
b. High fidelity
c. Mempunyai kepekaan yang tinggi dalam menangkap sinyal optik
d. Kepekaan yang tinggi dalam mencegah bandwidth yang cocok
e. Mempunyai noise yang kecil
f. Mempunyai performansi yang stabil
g. Ukurannya kecil
h. Low bias voltage
i. Kehandalan tinggi
j. Murah (relatif)
Pada sistem transmisi komunikasi serat optik dikenal dua jenis photodetector
yang biasa digunakan, yaitu :
a. APD (Avalanche Photo-Diode)
b. PIN (Positive Intrinsic Negative)
Dari dua jenis tipe detector optik ini, APD maupun PIN memiliki
karakteristiknya masing-masing, memiliki keunggulan dan kekurangan, hal
ini menjadi alasan para engineer untuk memilih jenis detector cahaya ini
pada saat dan kondisi yang tepat. Berikut adalah penggunaan antara APD dan
PIN.
Gambar 2.28. Detektor Cahaya
1. Diode PIN (Positive Intrinsic Negative), merupakan diode semikonduktor
yang sensitif terhadap cahaya. Sinyal yang dihasilkan masih sangat lemah
sehingga harus dikuatkan dengan FET. Kombinasi PIN-FET ini
menghasilkan sensitifitas - 25 sampai - 35 dBm. PIN biasanya digunakan
untuk komunikasi jarak pendek karena PIN memiliki bit rate yang rendah
seperti LED sehingga sangat cocok digunakan untuk komunikasi jarak
pendek. PIN sangat sederhana dan lebih stabil terhadap perubahan
temperatur, harganya lebih ekonomis dan akan lebih baik jika digunakan
pada sistem komunikasi serat optik jarak pendek.
2. Avalanche Photo Diode (APD) : Bersifat sensitifitas tinggi dan tidak
memerlukan FET karena adanya penguatan dalam. APD membutuhkan
akses yang besar dan cocok digunakan pada sistem komunikasi serat
optik jarak jauh. APD mempunyai kelebihan dibandingkan dengan PIN
yaitu dapat mendeteksi cahaya yang sangat kecil, akan tetapi APD
memiliki struktur yang lebih kompleks sehingga sulit dalam
pembuatannya dan menyebabkan harga menjadi mahal.
2.16 Sistem Komunikasi Menggunakan Serat Optik
Sistem komunikasi ini terdiri dan sebuah transmitter, sebuah
receiver, dan sebuah information channel. Pada transmitter informasi
dihasilkan dan mengolahnya menjadi bentuk yang sesuai untuk di kirimkan
sepanjang Jalur Informasi, informasi ini berjalan dan transmitter ke receiver
melalui information channel ini. Information channels dapat dibagi menjadi
dua kategori: Unguided channel dan Guided channel. Atmosphere adalah
sebuah contoh Unguided channel, sistem yang menggunakan atmospheric
channel adalah radio, televisi dan microwave relay links. Guided channels
mencakup berbagai variasi struktur transmisi konduksi, seperti two-wire line,
coaxial cable, twisted-pair.
Gambar 2.29. Blok Diagram Sistem Komunikasi Serat Optik
Gambar diatas merupakan blok diagram sistem komunikasi serat optik secara
umum, dimana fungsi-fungsi dan setiap bagian adalah sebagai berikut:
Message Origin
- Message origin bisa berupa besaran fisik non-listrik (suara atau
gambar), sehingga diperlukan transducer (sensor) yang merubah
message dan bentuk non-listrik ke bentuk listrik.
- Contoh yang umum adalah microphone merubah gelombang suara
menjadi arus listrik dan Video cameras merubah gambar menjadi arus
listrik.
Modulator dan Carrier Source
- Memiliki 2 fungsi utama, pertama merubah message elektrik ke
dalam bentuk yang sesuai, kedua menumpangkan sinyal ini pada
gelombang yang dibangkitkan oleh carrier source.
- Format modulasi dapat dibedakan menjadi modulasi analog dan
digital.
- Pada modulasi digital untuk menumpangkan sinyal data digital pada
gelombang carrier, modulator cukup hanya meng-on kan atau meng-
off kan carrier source sesuai dengan sinyal data-nya.
- Carrier source membangkitkan gelombang cahaya dimana padanya
informasi ditransmisikan, yang umum digunakan Laser Diode (LD)
atau Light Emitting Diode (LED).
Channel Coupler
- Untuk menyalurkan power gelombang cahaya yang telah
termodulasi dan carrier source ke information channel (serat optik).
- Merupakan bagian penting dan desain sistem komunikasi serat optic
sebab kemungkinan loss yang tinggi.
Information Channel (Serat Optik)
- Karakteristik yang diinginkan dan serat optik adalah atenuasi yang
rendah dan sudut light-acceptance-cone yang besar.
- Amplifier dibutuhkan pada sambungan yang sangat panjang (ratusan atau
ribuan kilometer) agar didapatkan power yang cukup pada receiver.
- Repeater hanya dapat digunakan untuk sistem digital, dimana
berfungsi merubah sinyal optik yang lemah ke bentuk listrik
kemudian dikuatkan dan dikembalikan ke bentuk sinyal optik untuk
transmisi berikutnya.
- Waktu perambatan cahaya di dalam serat optik bergantung pada
frekuensi cahaya dan path lintasan yang dilalui, sinyal cahaya yang
merambat di dalam serat optik memiliki frekuensi berbeda-beda
dalam rentang tertentu (lebar spektrum frekuensi) dan powernya
terbagi-bagi sepanjang lintasan yang berbeda-berbeda, hal ini
menyebabkan distorsi pada sinyal.
- Pada sistem digital distorsi ini berupa pelebaran (dispersi) pulsa
digital yang merambat di dalam serat optik, pelebaran ini makin
bertambah dengan bertambahnya jarak yang ditempuh dan
pelebaran ini akan tumpang tindih dengan pulsa-pulsa yang lainnya,
hal ini akan menyebabkan kesalahan pada deteksi sinyal. Adanya
dispersi membatasi kecepatan informasi (pada sistem digital
kecepatan informasi disebut data rate diukur dalam satuan bit per
second (bps) yang dapat dikirimkan.
- Pada fenomena optical soliton, efek dispersi ini diimbangi dengan
efek non-linier dan serat optik sehingga pulsa sinyal dapat
merambat tanpa mengalami perubahan bentuk (tidak melebar).
Detector dan Amplifier
- Digunakan foto-detektor (photo-diode, photo transistor dan
sebagainya) yang berfungsi merubah sinyal optik yang diterima
menjadi sinyal listrik.
Signal Processor
- Untuk transmisi analog, sinyal prosesor terdiri dari penguatan dan
filtering sinyal. Filtering bertujuan untuk memaksimalkan rasio dan
daya sinyal terhadap power sinyal yang tidak diinginkan. Fluktuasi
acak yang ada pada sinyal yang diterima disebut sebagai noise.
Bagaimana pengaruh noise ini terhadap sistem komunikasi
ditentukan oleh besaran SNR (Signal to Noise Ratio), yaitu
perbandingan daya sinyal dengan daya noise, biasanya dinyatakan
dalam deci-Bell (dB), makin besar SNR maka makin baik kualitas
sistem komunikasi tersebut terhadap gangguan noise.
- Untuk sistem digital, sinyal prosesor terdiri dan penguatan dan
filtering sinyal serta rangkaian pengambil keputusan.
- Rangkaian pengambil keputusan ini memutuskan apakah sebuah
bilangan biner 0 atau 1 yang diterima selama slot waktu dan setiap
individual bit. Karena adanya noise yang tak dapat dihilangkan
maka selalu ada kemungkinan kesalahan dan proses pengambilan
keputusan ini, dinyatakan dalam besaran Bit Error Rate (BER) yang
nilai-nya harus kecil pada komunikasi.
- Jika data yang dikirim adalah analog (misalnya suara), namun
ditransmisikan melalui serat optik secara digital (pada transmitter
dibutuhkan Analog to Digital Converter (ADC) sebelum sinyal
masuk modulator, maka dibutuhkan juga Digital to Analog
Converter (DAC) pada sinyal prosesor, untuk merubah data digital
menjadi analog, sebelum dikeluarkan ke output (misalnya speaker).
Message Output
- Jika output yang dihasilkan di presentasikan langsung ke manusia,
yang mendengar atau melihat informasi tersebut, maka output yang
masih dalam bentuk sinyal listrik harus dirubah menjadi gelombang
suara atau visual image. Transduser (actuator) untuk hal ini adalah
speaker untuk audio message dan tabung sinar katoda (CRT) (atau
yang lainnya seperti LCD, OLED dan sebagainya) untuk visual
image.
- Pada beberapa situasi misalnya pada sistem dimana komputer-
komputer atau mesin-mesin lainnya dihubungkan bersama-sama
melalui sebuah sistem serat optik, maka output dalam bentuk sinyal
listrik langsung dapat digunakan. Hal ini juga jika sistem serat optik
hanya bagian dan jaringan yang lebih besar, seperti pada sebuah
fiber link antara telephone exchange atau sebuah fiber trunk line
membawa sejumlah program televisi, pada kasus ini processing
mencakup distribusi dan sinyal listrik ke tujuan-tujuan tertentu yang
diinginkan.
Peralatan pada message output secara sederhana hanya berupa sebuah
konektor elektrik dan processor sinyal ke sistem berikutnya. Penjelasan
sistem komunikasi diatas dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.30. Sistem Komunikasi Serat Optik
2.17 Sistem Komunikasi Optik Koheren
Sistem Komunikasi Optik Koheren adalah suatu sistem komunikasi
yang menggunakan cahaya yang merambat di dalam serat optik sebagai
pembawa informasi yang akan dikirimkan kepada penerima, tetapi dengan
tingkat intensitas tinggi serta menggunakan detektor cahaya dan sumber
optik sebagai sumber penguatan sinyal informasi yang sedang merambat
melalui serat optik yang terhubung dengan sistem jaringannya.
2.18 Optical Multiplexing
Optical Multiplexing adalah penggabungan beberapa kanal sinyal
informasi serat optik ke dalam satu kanal serat optik dengan tujuan agar
sinyal-sinyal informasi tersebut dapat dikirimkan secara simultan dalam satu
kanal. Beberapa jenis metoda optical multiplexing, sebagai berikut:
a) Wave Division Multiplexing
Wave Division Multiplexing adalah salah satu teknologi multiplexing
dalam komunikasi serat optik yang bekerja dengan membawa sinyal
informasi yang berbeda pada satu serat optik dengan menggunakan
panjang gelombang cahaya laser yang berbeda. Hal ini dapat
meningkatkan kapasitas dan memungkinkan komunikasi dua arah pada
satu serat optik.
Gambar 2.31. Wave Division Multiplexing
b) Frequency Division Multiplexing
Frequency Division Multiplexing adalah teknik menggabungkan banyak
saluran input komunikasi serat optik menjadi sebuah saluran output
berdasarkan frekuensi serat optik.
Gambar 2.32. Frequency Division Multiplexing
2.19 Repeater
Repeater pada jaringan komunikasi serat optik berfungsi sebagai
penguat gelombang cahaya yang melemah di tengah jalan dalam mencapai
tujuannya.
a) Regenerative Repeater
Regenerative repeater pada serat optik berfungsi untuk menguatkan,
membersihkan, memperbaiki, serta mentransmisikan ulang sinyal
informasi kepada tujuannya.
Gambar 2.33. Regenerative Repeater
b) Optical Repeater
Optical Repeater adalah suatu perangkat yang digunakan dalam sistem
komunikasi serat optik untuk mempertinggi kekuatan sinyal optik dengan
cara merubahnya menjadi sinyal listrik dan memproses sinyal listrik
tersebut, kemudian mentrasmisikannya kembali kedalam bentuk sinyal
optik.
Gambar 2.34. Optical Repeater
2.20 Pengukuran Perlengkapan Serat Optik
Pengukuran perlengkapan serat optik sangat dibutuhkan untuk
mengukur dan mengetahui parameter seperti pelemahan (attenuation),
panjang, kehilangan pencerai dan penyambung, dalam sistem telekomunikasi
serat optik. Pada dasarnya pengukuran perlengkapan serat optik dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
a) Pengukuran Redaman Kabel
OTDR (Optical Time Domain Reflectometer) merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi suatu serat optik pada domain waktu.
OTDR dapat menganalisis setiap dan jarak akan insertion loss, reflection,
dan loss yang muncul pada setiap titik, serta dapat menampilkan
informasi pada layer tampilan.
Gambar 2.35. OTDR
Mekanisme Kerja OTDR
Umumnya mekanisme kerja OTDR adalah sebagai berikut:
1. Sinyal-sinyal cahaya dimasukkan ke dalam serat optik.
2. Sebagian sinyal dipantulkan kembali dan diterima oleh penerima.
3. Sinyal balik yang diterima akan dinyatakan sebagai loss.
4. Waktu tempuh sinyal digunakan untuk menghitung jarak.
Berdasarkan mekanisme kerja di atas dapat ditentukan beberapa
parameter yang dapat diukur pada OTDR salah satunya yaitu:
1. Jarak Dalam hal mi titik lokasi dalam suatu link, ujung link atau
patahan.
2. Loss-loss untuk masing splice atau total loss dan ujung ke ujung
dalam suatu link.
3. Atenuasi-atenuasi dan serat dalam suatu link.
4. Refleksi Besar refleksi (return loss) dan suatu event.
Fungsi OTDR
Beberapa fungsi yang dapat dilakukan oleh OTDR yaitu:
1. Mengukur Loss per satuan panjang. Loss pada saat instalasi serat
optik mengasumsikan redaman serat optik tertentu dalam loss per
satuan panjang. OTDR dapat mengukur redaman sebelum dan setelah
instalasi sehingga dapat memeriksa adanya ketidaknormalan seperti
bengkokan (bend) atau beban yang tidak diinginkan. Hal mi dapat
dilakukan dengan cara:
X [dBW] = A [dB] - . L [dB]
X = Besarnya daya untuk jarak
L A = Daya awal yang diberikan OTDR ke serat optik untuk OTDR
mini,
Amax adalah 31
dBW = Redaman (dB/km)
L = Panjang Sehingga dengan membaca grafik X dan L, akan didapat
(redaman), dan dengan membandingkannya dengan loss budget
akan dapat disimpulkan apakah telah terjadi ketidak normalan.
2. Mengevaluasi sambungan dan konektor Pada saat instalasi OTDR
dapat memastikan apakah redaman sambungan dan konektor masih
berada dalam batas yang diperbolehkan.
3. Fault Location Fault seperti letaknya serat optik atau sambungan
dapat terjadi pada saat atau instalasi atau setelah instalasi, OTDR
dapat menunjukkan lokasi faultnya atau ketidak normalan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan melihat jarak terjadinya end of fiber
pada OTDR, jika kurang dan jarak sebenarnya maka pada jarak
tersebut terjadi kebocoran/kerekatan (asumsi set OTDR benar). End
of fiber pada OTDR ditandai dengan adanya daya < 3 dB (dapat
disesuaikan dengan menset) yang berfluktuasi. OTDR, pulse width,
disperse, rise time merupakan domain waktu, sedangkan bandwidth,
merupakan domain frekuensi.
b) Pengukuran Garis Terminal (Terminal Line)
Pengukuran garis terminal pada prinsipnya hampir sama dengan
pengukuran pada redaman kabel tetapi dengan memperhatikan indikasi
daya keluaran optik, daya yang diterima oleh serat optik, gelombang
cahaya serat optik, BER (Bit Error Rate), gelombang keluaran cahaya,
indikasi alarm dan sistem keamanan perangkat (jaringan).
2.21 Link Power Budget
Pengertian Link Power Budget adalah estimasi kebutuhan daya yang
dibutuhkan untuk memastikan level daya penerima lebih besar atau sama
dengan level daya threshold (daya minimum). Perhitungan power budget
merupakan aspek penting dalam melakukan analisis sistem komunikasi serat
optik. Tujuan utama perhitungan link power adalah menentukan jarak
maksimum yang dapat dicapai oleh sistem transmisi, perbandingan antara
daya keluaran sumber optik dan kepekaan daya minimum detektor optik,
redaman serat optik, redaman penyambungan (splice) dan konektor yang
digunakan.
Margin sistem ditambahkan untuk memberikan tambahan toleransi
cadangan redaman terhadap penurunan kemampuan kerja komponen yang
dipergunakan akibat pengaruh radiasi yang ditimbulkan karena
pembengkakan serat optik serta pengaruh rugi-rugi yang terjadi pada saat
penyambungan serat optik.
Daya yang ada dipenerima harus selalu lebih besar atau sama dengan
tingkat daya ambang yang telah dipersyaratkan. Perhitungan Link Power
Budget berkaitan dengan tingkat dan perangkat sistem yang digunakan. Jika
perhitungan link power budget tidak diperhatikan maka akan menyebabkan
perangkat tidak bekerja secara optimal.
2.21.1 Rumus Perhitungan Link Power Budget
Link Power Budget untuk sistem komunikasi serat optik identik dengan
Link Power Budget pada sistem komunikasi lainnya. Jika karakteristik
transmitter, losses, kabel serat optik dan sensitivitas receiver diketahui, maka
dengan proses power budgeting yang sederhana dapat ditentukan besarnya
daya yang disampaikan ke receiver.
Total redaman pada sistem serat optik harus tidak boleh lebih besar
dan kemampuan transmitter ke receiver. Rumus Link Power Budget adalah:
PR PT – (f x L) – (Lc x m) – (Lsp x n) – m ………………. (2.5)
Dimana:
PT : Power yang dipancarkan dan Tx ke serat optik
f : Redaman persatuan panjang (db/Km)
L : Panjang saluran serat optik (Km)
Lc : Redaman tiap konektor (buah)
M : Jumlah konektor (buah)
Lsp : Redaman Splice (Splice)
M : Sistem margin (cadangan)
PR : Power yang diterima pada ujung serat optik (dbm)
BAB III
KONFIGURASI JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT
OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT
SUBROTO PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK
3.1. Konfigurasi Jaringan
Konfigurasi jaringan akses yang diterapkan oleh PT. Telekomunikasi
Indonesia dalam sistem komunikasi serat optik (SKSO) pada area Sudirman
– Gatot Subroto – Kuningan adalah jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF).
Hal ini dapat dilihat dari wilayah operasionalnya yang berupa gedung
perkantoran dan gedung-gedung bertingkat (High Rise Building), sentra
bisnis dan area perumahan (residential) yang memerlukan penggelaran
konsep jaringan akses yang mampu menyediakan layanan terhadap user
tersebut dengan baik serta memiliki kualitas sistem keamanan dan
kehandalan yang tinggi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan PT.
Telekomunikasi Indonesia menerapkan JARLOKAF pada area Sudirman –
Gatot Subroto – Kuningan adalah sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kemampuan dan performansi jaringan akses yang
meliputi jenis jasa, kapasitas, kualitas pelayanan, fleksibilitas, dan
keandalan.
2. Mengurangi biaya investasi dan pengoperasian pada sistem jaringan
akses.
3. Menanggulangi keterbatasan infrastruktur bawah tanah yaitu dengan
lebih mengutamakan penerapan jaringan kabel duct.
4. Mengefektifkan sistem operasi dan pemeliharaan jaringan akses.
5. Mempersiapkan infrastruktur telekomunikasi untuk era multimedia dan
next generation network (NGN).
Selain itu dalam penerapannya JARLOKAF yang ada pada jalur
Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan dioperasikan oleh dua Sentral
Telepon Otomat (STO) milik PT. Telekomunikasi Indonesia yang ada pada
daerah tersebut yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto.
Gambar 3.1 Topologi JARLOKAF Telkom Semanggi Gatot Subroto
3.2. Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF) PT. Telekomunikasi
Indonesia
JARLOKAF adalah sistem jaringan transmisi yang menghubungkan
sentral lokal ke arah terminal pelanggan dengan menggunakan media
transmisi serat optik.
Sistem JARLOKAF setidaknya memiliki 2 (dua) buah perangkat
opto-elektronik yaitu 1 (satu) perangkat opto-elektronik di sisi sentral dan 1
(satu) perangkat opto-elektronik di sisi pelanggan dan lokasi perangkat opto-
elektronik di sisi pelanggan disebut juga Titik Konversi Optik (TKO). Secara
praktis TKO berarti batas terakhir kabel optic ke arah pelanggan yang
berfungsi sebagai lokasi konversi sinyal optic ke sinyal elektronik. Terminal
pelanggan biasanya dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga.
Daerah dimana para pelanggan terhubung ke suatu TKO disebut
Daerah Akses Fiber (DAF). Sebagai perbandingannya, pada jaringan lokal
kabel tembaga dikenal 3 (tiga) buah daerah cakupan sentral, daerah Rumah
Kabel (RK) dan daerah cakupan Kotak Pembagi (KP). DAF dapat sebanding
dengan daerah cakupan RK atau daerah cakupan KP pada lokasi yang sudah
ada jaringan kabel tembaganya. Berikut ini kelebihan dan kekurangan
JARLOKAF.
Kelebihan dan kekurangan JARLOKAF :
1. Kelebihan JARLOKAF :
a. Tidak dapat disadap
b. Bebas interferensi
c. Kapasitas besar sehingga sangat cocok untuk digunakan di kota-kota
besar (daerah bisnis) dan yang membutuhkan jenis layanan yang
beragam
d. Ukuran kecil
2. Kelemahan JARLOKAF :
a. Mudah putus
b. Penyambungan sulit
c. Rentan terhadap gangguan fisik
Pemilihan teknologi JARLOKAF harus memperhatikan beberapa kriteria
antara lain :
Jenis jasa dan kapasitas.
Kemudahan Operational & Maintenance.
Konfigurasi dan kehandalan sistem (reliability).
Kompatibilitas antarmuka dan sesuai standard (compatibility).
Tidak mudah usang dan dijamin produksinya.
Biaya efektif.
Tahapan pembangunan dan pengembangan dari teknologi JARLOKAF.
Selain itu JARLOKAF pada PT. Telekomunikasi Indonesia dapat
melayani beragam jenis layanan kepada para penggunanya. Berikut dibawah
ini jenis layanan yang dapat dilayani oleh JARLOKAF :
1. POTS (Plain Old Telephone Service)
2. ISDN Basic Rate Access (BRA)
3. ISDN Primary Rate Access (PRA)
4. 2.048 Mbps Digital Leased Line
5. 64 Kbps Digital Leased Line
6. n x 64 Kbps Digital Leased Line
7. 2 w / 4 w Analog Leased Line
8. CATV (Cable TV)
9. VOD (Video On Demand)
10. IPTV (Internet Protocol Television)
11. Dll
3.2.1. Struktur JARLOKAF
JARLOKAF terdiri dari 3 bagian :
1. Perangkat di sisi sentral
Perangkat di sisi sentral pada JARLOKAF berfungsi sebagai :
a. Interface (titik penghubung) dengan sentral lokal
b. Multiplexing dan Demultiplexing
c. Merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik atau sebaliknya
merubah sinyal optik menjadi sinyal listrik
d. Pusat operasi dan pemeliharaan
2. Jaringan kabel optik
Jaringan kabel optik pada JARLOKAF berfungsi sebagai
pemandu gelombang cahaya (saluran transmisi)
3. Perangkat di sisi pelanggan
Perangkat di sisi pelanggan pada JARLOKAF berfungsi sebagai :
a. Interface (titik penghubung) dengan perangkat terminal pelanggan
b. Multiplexing dan demultiplexing
c. Merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik atau sebaliknya
merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik
Gambar 3.1. Struktur Konfigurasi JARLOKAF
3.2.2. Standar Teknologi JARLOKAF PT. Telekomunikasi Indonesia
Standar JARLOKAF dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu standar sistem JARLOKAF dan standar pendukung
JARLOKAF. Standar sistem JARLOKAF meliputi :
a. Digital Loop Carrier (DLC).
b. Dense Wavelength Digital Multiplexing (DWDM).
c. Optical Transport Network (OTN).
d. Synchronous Digital Hierarchy (SDH).
e. Passive Optical Network (PON).
f. Active Optical Network (AON).
Standar pendukung JARLOKAF meliputi :
a. Single Mode Jelly Filled Loose Tube Optical Fibre Cable for
Duct, Aerial, Direct Buried Application.
b. Single Mode Tight buffered Optical Fibre for Indoor Application.
Sebagian dari standar tersebut sudah mempunyai Rekomendasi
ITU-T.
3.2.3. Digital Loop Carrier (DLC)
Teknologi ini merupakan hasil penerapan dari teknologi
PCM-30 pada sistem jaringan pelanggan. Teknologi ini memiliki dua
perangkat utama yaitu di sisi sentral (Central Terminal - CT) dan di
sisi pelanggan (Remote Terminal - RT). Keseluruhan fungsi
perangkat dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
a. Channel Bank yaitu perangkat yang melakasanakan pengkodean
sinyal suara (analog) menjadi sinyal digital 64 kpbs serta me-
multiplex menjadi 2 MBps dan sebaliknya.
b. HOM (High Orde Mux) yaitu hasil me-multiplex beberapa
Multiplex tingkat tinggi dengan sebuah OLTE yang bersesuaian.
Pada umumnya teknologi ini menggunakan dua serat optik. Bila
dibandingkan dengan sistem PCM, secara keseluruhan sistem DLC
memiliki jumlah perangkat yang semakin sedikit serta ukurannya dan
daya yang diperlukan pun menjadi lebih kecil.
3.2.3.1. Konfigurasi DLC
Seperti halnya PCM-30, DLC memiliki hubungan kabel serat
optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai hubungan titik ke titik
(poin to point). Namun DLC juga dapat memiliki konfigurasi ring
baik single node ring maupun multi node ring.
Bila hubungan ke sentral dapat menggunakan antar muka 2
Mbit/s maka sistem ini akan semakin efisien dan sederhana. Bila
digunakan antarmuka tersebut (2 Mbit/s) maka sistem Channel Bank
pada sentral tidak digunakan (kecuali untuk 64 kbit/s Leased Line).
Gambar 3.2 di bawah ini memperlihatkan konfigurasi DLC.
Gambar 3.2. Konfigurasi DLC
3.2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
merupakan teknik multiplexing dimana sejumlah sinyal optik
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda ditransmisikan
secara simultan melalui sebuah serat optik tunggal. Tiap
panjang gelombang merepresentasikan sebuah kanal informasi.
Pada dasarnya, konfigurasi sistem DWDM terdiri dari
sekumpulan transmitter sebagai sumber optik yang
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-
beda.
Sinyal cahaya tersebut kemudian mengalami proses
multiplexing dan ditransmisikan secara simultan melalui
medium serat optik yang sama. Di sisi receiver, sinyal tersebut
kemudian didemultiplikasi kembali dan dipisahkan berdasarkan
panjang gelombangnya masing-masing. Gambar 3.3
menunjukkan DWDM.
Gambar 3.3 DWDM
3.2.4.1 DWDM Laser
Sistem DWDM menggunakan resolusi tinggi, atau narrowband,
laser transmisi di 1550nm panjang gelombang Band. Operasi di
kisaran 1550nm memberikan dua manfaat: Ini meminimalkan
kerugian daya optik sebagai sinyal merambat sepanjang serat
memungkinkan jarak transmisi yang jauh lebih besar dengan
sinyal yang lebih baik
integritas Ini memungkinkan penggunaan amplifier optik untuk
meningkatkan kekuatan sinyal untuk jarak diperpanjang.
Amplifier optik jauh lebih murah daripada amplifier listrik
karena mereka tidak memiliki untuk menumbuhkan sinyal optik
individu.
Narrowband mengirimkan laser yang penting untuk
memungkinkan dekat saluran jarak dan untuk meminimalkan
efek dari gangguan sinyal lain (misalnya berwarna dispersi)
yang jika tidak akan membatasi jarak yang diijinkan sebelum
sinyal harus regenerasi secara elektronik.
ITU telah ditentukan rencana spasi kanal standar untuk
memastikan interoperabilitas antara peralatan dari vendor yang
berbeda. Selain interoperabilitas, ini standarisasi memungkinkan
produsen untuk mewujudkan pengurangan biaya berbasis
volume dengan memproduksi standar, bukan komponen kustom.
3.2.4.2 DWDM Terminal Multiplexer
DWDM Terminal Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan
sinyal-sinyal transmit yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda
menjadi satu, untuk kemudian diteruskan ke satu kabel optic. DWDM
Terminal Multiplexer sendiri terdiri dari banyak transponder pengubah
panjang gelombang bagi setiap sinyal data yang ingin keluar masuk
perangkat DWDM. Setiap panjang gelombang yang akan dirubah
menerima sinyal data optic dari sisi client layer seperti SDH maupun
berbagai macam perangkat tipe transmisi data lainnya, yang kemudian
melakukan perubahan sinyal transmisi tersebut menjadi sinyal elektrik
untuk selanjutnya ditransmisikan ulang pada panjang gelombang 1550nm
band laser.
Sinyal data tersebut selanjutnya digabungkan bersama-sama
kedalam (menjadi) bentuk multi panjang gelombang sinyal optic yang
menggunakan optical multiplexer yang dirambatkan kedalam 1 kabel
optic. Saat ini DWDM terminal multiplexer mampu menggabungkan
sampai 128 jenis panjang gelombang yang berbeda antara satu sama lain
dan menjadikannya satu kesatuan panjang gelombang untuk selanjutnya
dikirimkan menuju DWDM Terminal De-multiplexer.
Gambar 3.4 DWDM Multiplexer
Terminal multiplexer sebenarnya mengandung satu panjang
gelombang mengkonversi transponder untuk setiap sinyal panjang
gelombang itu akan membawa. Panjang gelombang mengkonversi
transponder menerima masukan sinyal optik (yaitu, dari klien-layer atau
sinyal lain), mengubah sinyal bahwa ke dalam domain listrik dan
kemudian memancarkan kembali sinyal menggunakan 1550 nm laser yang
Band. (Sistem DWDM Awal terkandung 4 atau 8 panjang gelombang
mengkonversi transponder pada pertengahan 1990-an.
Pada tahun 2000 atau lebih, sistem komersial yang mampu
membawa 128 sinyal yang tersedia.) Terminal multiplexer juga berisi
multiplexer optik yang mengambil berbagai 1550 sinyal nm band dan
tempat mereka ke serat tunggal. Terminal multiplexer mungkin atau
mungkin tidak juga mendukung EDFA lokal untuk amplifikasi kekuatan
sinyal optik multi-panjang gelombang.
3.2.4.2 DWDM De-Multiplexer
DWDM De-Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan
sinyal-sinyal transmit yang mempunyai panjang gelombang
berbeda-beda menjadi satu, untuk kemudian diteruskan ke satu satu
optical fiber. Untuk keperluan multiplexing ini beberapa teknologi
digunakan, termasuk filter-filter dielektrik thin-film dan beberapa
tipe optical grating.
Beberapa multiplex dibuat dari completely passive devices
artinya tidak memerlukan catuan listrik. Multiplex optical pasif
bekerja sebagaimana prisma dengan presisi yang sangat tinggi
untuk menggabungkan beberapa sinyal individual.
Multiplex ada yang mempunyai kemampuan untuk transmit
dan receive pada satu single fiber, yang dikenal dengan be-
directional transmission. Terminal de-multiplexer istirahat sinyal
multi-panjang gelombang kembali menjadi sinyal individual dan
mengirim output pada serat terpisah untuk sistem klien-lapisan
untuk mendeteksi.
Awalnya, ini de-multiplexing dilakukan sepenuhnya pasif,
kecuali untuk beberapa telemetri karena kebanyakan sistem
SONET dapat menerima sinyal 1550-nm. Namun, dalam rangka
untuk memungkinkan transmisi ke sistem client-lapisan jarak jauh
(dan untuk memungkinkan sinyal domain penentuan integritas
digital) sinyal de-multiplexing seperti biasanya dikirim ke
transponder keluaran sebelum yang disampaikan kepada sistem
klien-lapisan mereka.
Seringkali, fungsi output transponder telah diintegrasikan
ke dalam input transponder sehingga sebagian besar sistem
komersial memiliki transponder yang mendukung antarmuka bi-
directional di kedua 1550-nm (yaitu internal) sisi dan eksternal
(yaitu klien menghadap) sisi.
Gambar 3.5 DWDM De-Multiplexer
3.2.4.3. DWDM Add Drop Multiplexer
Ini adalah situs amplifikasi remote yang menguatkan sinyal
multi-panjang gelombang yang mungkin telah dilalui hingga
140 km atau lebih sebelum mencapai ke situs remote.
Diagnostik optik dan telemetri sering diekstrak atau disisipkan
pada situs tersebut untuk memungkinkan lokalisasi setiap
istirahat serat atau gangguan sinyal.
Dalam sistem yang lebih canggih (yang tidak lagi titik-to-
point), beberapa sinyal dari sinyal multi-panjang gelombang
dapat dihapus dan menjatuhkan lokal.
Gambar 3.6 DWDM Add Drop Multiplexer
3.2.4.3 Keuntungan Menggunakan DWDM
Berikut ini adalah keuntungan yang didapatkan dari penggunaan
perangkat DWDM :
1. Menghasilakan sumber cahaya seperti Laser Solid State,
yang dapat memberikan cahaya yang relatif lebih stabil
yang dapat membawa data digital serta modulasi
menggunakan sinyal analog.
2. Menggabungkan sumber cahaya Laser Solid State yang
dapat memberikan cahaya yang stabil yang dapat
membawa data digital dan modulasi sebagai sistem sinyal
modern dimana multiplexer berfungsi untuk
menggabungkan sinyal dan demultiplexer berfungsi untuk
memecah sinyal.
3. Memecah sinyal yang diterima dimana pada sisi penerima
yang diterima oleh photo detector, sinyal multiplexing
harus dipisahkan.
4. Meminimalkan penggunaan kabel optik dengan
mengkonversi setiap serat optik menjadi beberapa serat
maya.
5. Memperpanjang batas jarak non-regenerasi dibandingkan
dengan kapasitas yang sama sebagai laser tunggal.
6. Menyediakan skalabilitas yang lebih besar dengan cara
upgrade tambahan terhadap layanan kapasitas pada
perangkat.
3.2.5 Optical Transport Network (OTN)
Frame OTN dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian seperti
yang ditunjukkan ada Gambar 3.7 dengan dua bagian utama
menjadi Domain Optical dan Domain digital. Dimana domain
optical berfungsi sebagai representatif dari fisik OTN sedangkan
domain digital berfungsi sebagai representatif dari logic OTN
3.2.5.1 Frame OTN
Bagian utama dari frame OTN adalah OTU (Optical Transport
Unit), ODU (Optical Data Unit), OPU (Optical Payload Unit), FEC
(Forward Error Koreksi) seperti diperlihatkan pada gambar 3.8
berikut ini :
Gambar 3.8 Frame OTN
Sebuah jaringan OTN yang sederhana diperlihatkan pada gambar
3.9 dapat dibagi kedalam beberapa bagian dengan OTS (Optical
Transport System) sebagai bagian terdalam. Pindah kebagian OMS yang
meliputi amplifier optik, optical channel, OTU, ODU, dan OPU seperti
diperlihatkan pada gambar 3.9 berikut ini
Gambar 3.9 Jaringan OTN
3.2.5.2 OTN ODU (Optical Domain Unit)
Seperti ditunjukkan dalam gambar 4.0, bagian OTU terdiri
dari dua bagian utama: bagian Bingkai Alignment, dan bagian
Section Monitoring (SM).
The OTU OH (Overhead) memberikan koreksi kesalahan
deteksi serta koneksi bagian-lapisan dan pemantauan fungsi pada
rentang bagian. The OTU OH juga termasuk byte framing,
memungkinkan penerima untuk mengidentifikasi batas frame.
Gambar 3.10 OTN ODU
Selain dari ODU diatas juga terdapat fungsi FAS (Frame
Allignment Signal) yang berfungsi untuk mensinkronkan dan
menandai awal dari sinyal bit digital melalui pengulangan 1111
0110 sebanyak tiga kali pada kolom 1 sampai kolom 3 dan 0010
1000 sebanyak tiga kali pada kolom 4 sampai kolom 6 kemudian
dimulai sebagai frame dengan indikasi F6 F6 F6 F28 28 28 dalam
bilangan hexadesimal.
MFAS (Multi FAS) berfungsi untuk menghitung nomor
dari frame yang memungkinkan titik referensi untuk kebutuhan
multi frame untuk referensi bagian lain. MFAS dapat menghitung
loop setelah 256 frame.
SM (Section Monitoring) dibagi kedalam beberapa area
seperti TTI (Trail Trace Identifier) yang terdiri dari beberapa
subsection dimana sati byte terkait dengan OUT Frame yang
memiliki panjang pesan hingga mencapai panjang 64 byte
SAPI (Source Access Point Identifier) dan DAPI
(Destination Access Point identifier) memiliki ukuran 16 byte dan
keduanya menyimpan informasi tiga karakter untuk international
dan duabelas karakter untuk nasional serta identifikasi pendukung
untuk lokasi titik akhir dimana juga terdapat 32 byte section yang
dialokasikan untuk informasi operator yang lebih spesifik.
Gambar 3.11 dibawah ini memperlihatkan fungsi dari SM
Gambar 3.11 SM (Section Monitoring)
3.2.5.3 Optical Distribution Unit (ODU)
ODU adalah elemen intrnal yang memungkinkan mapping
maupun switching atar rate yang berbeda dimana hal ini sangat
penting yang memungkinkan para operator memiliki kemampuan
untuk memahami bagaimana pipa transmisi end user dikirmkan
melalui rate jaringan yang lebih tinggi.
ODU overhead terdiri dari jejal byte overhead yang
memungkinkan kemampuan untuk memonitor performansi, tipe
kesalahan, serta lokasi dan komunikasi generik dan enam level
proteksi channel bebasiskan TCM (Tandem Connection
Monitoring) seperti diperlihatkan pada gambar 3.12 berikut ini
Gambar 3.12 ODU Overhead Section
3.2.5.4 ODU Frame Rate
Tabel 3.1 menunjukkan tingkat yang paling umum dari
beberapa antarmuka sering digunakan untuk angka ini serta
daerah yang hanya menjadi bagian dari standar G.709 dirilis yang
lebih baru dari 2009 ke 2012.
Baru update memungkinkan standar OTN untuk
menawarkan lebih banyak sistem yang fleksibel untuk membawa
jenis trafik yang berbeda dan multipleks antara tingkat. Misalnya,
lalu lintas pelanggan memasuki jaringan dalam pipa 1 GigE akan
memerlukan muxing hingga ODU1 melalui ODU0 sebelum dapat
menjadi dilakukan melalui jaringan OTN, karena yang terendah
Tingkat OTN tersedia adalah dua kali pipa 1 GigE.
Tabel 3.1 ODU Frame Rate
3.2.5.5 Optical Payload Unit (OPU)
OPU yang terdiri dari dua bagian utama - overhead dan
payload seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 overhead
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengontrol jenis dan
justifikasi dari payload.
Sebuah konstan dalam overhead adalah PSI (Payload
Structure Identifier) byte yang berisi PT (Payload Type) bagian
yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 daerah lain dari biaya
overhead bervariasi tergantung pada PT. Bidang-bidang lain dari
OPU OH mengandung struktur rangka dan informasi pembenaran
frekuensi (untuk mengadaptasi sinyal klien untuk payload daerah)
Gambar 3.13 OPU Payload
Bagian PSI juga termasuk CSF (Client Signal Failed) status
CBR (Constant BitRate) untuk Ethernet sinyal klien memasuki
jaringan yang kemudian dipetakan ke OPUk (Saluran Optical
Payload Unit-k), yang diatur baik 1 untuk menunjukkan status
gagal, atau 0 untuk semua kondisi lain.
Bagian payload hanya berisi muatan yang dibawa oleh
frame OTN, yang bisa SDH / SONET, Fibre Channel, Ethernet,
atau jenis lain. Seperti diperlihatkan pada gambar 3.14 dibawah ini
Gambar 3.14 OPU PSI Section
3.2.5.6 Forward Error Connection (FEC)
FEC hanya mengoreksi kesalahan pada akhir penerima
dengan menempatkan informasi dalam bingkai pada ujung
pengirim. Bagian FEC dari frame yang ditunjukkan pada Gambar
10 sering dianggap sebagai paling penting perbaikan atas SDH /
SONET karena mendukung koreksi sedikit kesalahan terjadi
karena gangguan pada media transmisi.
Ruang lingkup FEC yang ditawarkan oleh jaringan OTN
jauh lebih besar dari SDH / SONET. Persis bagaimana FEC
selesai bisa sangat kompleks, tergantung pada metode FEC bekas.
FEC dapat ditunjukkan pada gambar 3.15 dibawah ini
Gambar 3.15 FEC (Forward Error Connection)
3.2.5.7 OTN Mapping
Keuntungan utama dari OTN lebih banyak dibandingkan
dengan teknologi transport lain yang tersedia saat ini. Yaitu
adalah kemampuan untuk membawa hampir semua jenis payload
atau data secara efisien. OTN dirancang untuk membawa banyak
muatan tapi ini ditingkatkan secara dramatis selama update besar
dengan standar dari 2009 hingga 2012.
Peningkatan ini termasuk menambahkan 100 GigE (OTU4 /
ODU4 / OPU4), GMP (Pemetaan Generik Prosedur), sinyal client
Baru, ODUflex untuk CBR dan GFP (Generic Framing Prosedur),
1,25 Gbps slot dan multistage multiplexing. Dengan banyak
daerah diatas memungkinkan pemanfaatan yang lebih baik dari
sebelum ODU0 dirilis, banyak operator yang sekarang
mempertimbangkan bagaimana membuat lebih baik
menggunakan ODU0 dan manfaatnya di jaringan mereka.
Gambar 3.16 menunjukkan pemetaan ODU penuh tersedia
saat ini memungkinkan kemampuan sinyal client apapun untuk
secara efisien multiplexing hingga tingkat OTU yang diperlukan.
Gambar 3.16 OTN Mapping
3.2.6 Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
SDH adalah sistem transmisi digital yang menggunakan
sistem multiplex sinkron. Sistem SDH juga dipersiapkan untuk
menghadapi perubahan dari jaringan pita sempit (narrow band)
menuju sistem jaringan pita lebar (broad band) dimasa mendatang
sehingga dapat mendukung teknologi Asynchronous Transfer Mode
(ATM).
Disamping meningkatkan kualitas, keandalan dan kapasitas
jaringan, sistem SDH juga dimaksudkan untuk memperbaiki sistem
manajemen jaringan.
Sistem SDH terdiri dari perangkat Terminal Multiplexer,
Add/Drop Multiplexer dan Cross-connect. Sisten SDH memiliki 3
level yaitu level STM-1. STM-4 dan STM-16. kecepatan transmisi
untuk masing-masing level tersebut diatas adalah 155 Mbit/s, 622
Mbit/s, dan 2,5 Gbit/s.
Penggunaan teknologi SDH di jaringan lokal dimaksudkan
untuk meningkatkan kehandalan jaringan dan mengurangi kebutuhan
kabel serat optik. SDH biasanya hanya diterapkan bagi kelompok-
kelompok pelanggan dengan demand yang tinggi (area bisnis) serta
membutuhkan layanan dengan laju bit yang tinggi. Pada saat ini
pengguna SDH di jaringan lokal hanya direkomendasikan hingga
level STM 4 (622 Mbit/s).
SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada
transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh ITU-T. Dalam dunia
telekomunikasi, sejumlah multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi
menimbulkan masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan
(add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan untuk memonitor dan
mengendalikan jaringan transmisinya. Gambar 3.3 di bawah ini
menunjukkan Hirarki multiplexing SDH.
Gambar 3.17 Multiplexing SDH
SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang
demikian tinggi dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul
jaringan dan meningkatkan kemampuan manajemen jaringan baik
untuk payload traffic-nya maupun elemen-elemen jaringan. Secara
bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk
dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH
ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan
mengatur informasi. Selain dua keuntungan tersebut, SDH juga
memiliki beberapa keuntungan lainnya, diantaranya adalah:
a. Self-healing, yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas
komunikasi secara otomatis tanpa interupsi layanan.
b. Provisi yang cepat.
c. Akses yang fleksibel, manajemen yang fleksibel dari berbagai
lebar pita tetap ke tempat-tempat pelanggan.
d. Kemampuan memberikan informasi (detail alarm) dalam
menganalisis masalah yang terjadi pada sistem.
e. Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang
terbuka, sangat dibutuhkan dalam lingkup yang kompetitif
sekarang ini bagi perusahaan-perusahaan penyedia layanan
telekomunikasi.
3.2.4.1. Struktur Frame SDH
Struktur frame terendah yang didefinisikan dalam standar
SDH adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan
laju bit 155,520 Mbit/s (155 Mbps). Ini berarti STM-1 terdiri dari
2430 byte dengan durasi frame 125μs. Bit rate atau kecepatan
transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi juga telah
distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x
155,520 Mbps, seperti yang terdapat pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.2 Standar Frame dan Kecepatan SDH
3.2.4. Passive Optical Network (PON)
Sistem PON menggunakan secara bersama sebagaian jaringan
kabel serat optic kemudian dengan pembagian sinyal optik jaringan
tersebut dihubungkan ke beberapa pelanggan.
Sistem PON memiliki 2 (dua) buah perangkat opto-elektronik
yaitu Optical Line Termination (OLT) yang biasanya terletak di sisi
sentral dan perangkat Optical Network Unit (ONU), yang tersebar di
dekat lokasi pelanggan. Hubungan antara OLT dengan ONU
menggunakan teknik transmisi TDM/TDMA.
Hubungan kabel serat optic pada PON adalah titik ke banyak
titik (poin to multipoint). Hal ini berarti satu perangkat OLT dapat
melayani beberapa pelanggan pada lokasi yang berbeda melalui
beberapa perangkat ONU. Sistem Jarlokaf dapat menggunakan 2
serat optik maupun 1 serat optik dengan sistem transmisi simplex.
Sistem PON dapat dikombinasikan dengan SDH untuk meningkatkan
kehandalan dan fleksibilitas sistem (terutama di daerah bisnis).
Sistem PON dirancang memiliki antarmuka 2 Mbits/s kearah
sentral yaitu antarmuka V5.x. Apabila sentral belum memiliki
antarmuka V5.x di sisi sentral diperlukan sebuah perangkat CB akan
menjadi alternatif yang praktis.
Sistem PON ini akan semakin ekonomis bila digunakan juga
untuk menyalurkan TV Cable (CATV) dan Broadband Service secara
co-located yaitu menggunakan kabel serat optik yang sama namun
perangkat OLT dan ONU yang berbeda. Gambar dibawah ini
menunjukkan topologi dari PON
Sistem PON mengenal tiga batasan kapasitas yaitu kapasitas
ONU, Optical Distribution Network (ODN) dan OLT. Kapasitas
ONU dan OLT menunjukkan jumlah kanal yang dapat ditangani oleh
perangkat yang bersangkutan. Sedangkan kapasitas ODN/PON
menunjukkan jumlah kanal yang dapat disalurkan pada suatu cabang
serat optic dengan sistem transmisi tertentu. Kapasitas ONU
umumnya adalah 4, 16, 32, 64 dan 128 kanal. Kapasitas ODN
bervariasi di sekitar 200 kanal dan versi selanjutnya sekitar 480
kanal. Jumlah ODN yang mungkin digunakan minimal 4 buah.
Sedangkan kapasitas OLT setidak-tidaknya 800 kanal. Gambar 3.4 di
bawah ini menunjukkan konfigurasi PON.
Gambar 3.18 Konfigurasi PON
Passive Optical Network (PON) merupakan salah satu
alternatif yang bisa menggantikan teknologi tembaga untuk
narrowband atau broadband, dan jaringan PON dapat terintegrasi
dengan jaringan tembaga (copper). Dengan Passive Optical Network
(PON) kinerja dapat ditingkatkan dan biaya operasi dapat ditekan.
Dengan teknologi fiber optik beberapa layanan seperti telepon, data,
dan video bias melalui satu saluran. Layanan ini menggunakan PON
yang menggunakan system multiplexer sehingga beberapa layanan
dapat hanya dengan satu saluran. Multiplexer saluran transmisi
dihubungkan ke saluran pelanggan. Gambar 3.5 berikut menunjukkan
arsitektur PON secara lengkap.
Gambar 3.19 Arsitektur PON
Arsitektur jaringan PON memiliki tiga entitas penting yaitu
OLT (Optical Line Terminal) yang diletakkan di CO (Central Office),
ODN (Optical Distribution Network) yang merupakan komponen
dalam media transmisinya, ONU (Optical Network Unit) yang
diletakkan dekat dengan pelanggan.
3.2.5.1. OLT (Optical Line Terminal)
OLT seperti terlihat pada gambar 3.6 menyediakan interface
antara sistem PON dengan penyedia layanan (service provider) data,
video, dan jaringan telepon. Bagian ini akan membuat link ke system
operasi penyedia layanan melalui Elemen Management System
(EMS). Perangkat interface pada OLT meliputi :
DXC (Digital Cross-connect), yang melayani nonswitched dan
non-locally switched TDM trafik ke jaringan telepon.
Voice gateways, yang melayani locally switched TDM/Voice
trafik ke PSTN.
IP routers atau ATM edge switch, yang melayani trafik data.
Video Network Device, yang akan melayani trafik video.
Gambar 3.20 Optical Line Terminal (OLT)
3.2.5.2. Optical Distribution Network (ODN)
ODN menyediakan peralatan transmisi optik antara OLT dan
ONU. Perangkat Interior pada ODN terdiri dari :
7. Optical Fiber / Kabel Fiber Optik
8. Splices
9. Konektor
10. Splitter
Splices merupakan peralatan yang digunakan untuk
menyambungkan satu kabel serat optik dengan yang lainnya secara
permanen. Ada dua prinsip sambungan yaitu sambungan fusi dan
sambungan mekanik
a. Sambungan fusi
Menggunakan pancaran listrik untuk mematri dua kabel serat
optik secara bersama-sama. Teknik ini memerlukan orang yang ahli
dan berpengalaman karena penjajaran kabel serat optik membutuhkan
computer terkontrol untuk mencapai kerugian sesedikit 0.05 dB.
b. Sambungan mekanik
Semuanya menggunakan elemen biasa.teknik ini lebih mudah
diterapkan dilapangan dengan kerugian sekitar 0.2 dB. Konektor optik
merupakan salah satu perlengkapan kabel serat optik yang berfungsi
sebagai penghubung serat. Dalam operasinya konektor mengelilingi
serat kecil sehingga cahayanya terbawa secara bersama-sama tepat
pada inti dan segaris dengan sumber cahaya (serat lain). Splitter
merupakan komponen pasif yang dapat memisahkan daya optik dari
satu input serat ke dua atau beberapa output serat. Splitter pada PON
dikatakan pasif sebab optimasi tidak dilakukan terhadap daya yang
digunakan terhadap pelanggan yang jaraknya berbeda dari node
splitter, sehingga sifatnya idle dan cara kerjanya membagi daya optic
sama rata.
Jenis-jenis splitter antara lain :
1 : 2 (tanpa back up)
1 : 4 (tanpa back up)
1 : 8 (tanpa back up)
1 : 16 (tanpa back up)
1 : 32 (tanpa back up)
2 : 2 (dengan back up)
2 : 4 (dengan back up)
2 : 8 (dengan back up)
2 : 16 (dengan back up)
2 : 32 (dengan back up)
Passive Splitter memiliki redaman sesuai dengan jenisnya, yaitu
seperti diperlihatkan pada tabel 3.3 dibawah ini
Tabel 3.3 Redaman Passive Splitter
3.2.5.3. Optical Network Unit (ONU)
ONU seperti pada gambar 3.7 menyediakan interface antara
jaringan pelanggan untuk layanan data, suara dan video dengan PON.
Fungsi utama ONU adalah menerima trafik dalam format optik dan
mengkonversinya ke bentuk yang diinginkan oleh pelanggan
(Ethernet, Internet, IPTV, CATV, Video Live, ISDN, IP multicast,
POTS, dll).
Gambar 3.20 ONU (Optical Network Unit)
3.2.5. Active Optical Network (AON)
Teknologi AON mirip dengan teknologi PON, hanya saja
perbedaan keduanya terletak pada splitter yang digunakan. PON
menggunakan splitter pasif, sedangkan AON menggunakan splitter
aktif yaitu Active Splitting Equipment (ASE) atau lebih singkat
Active Splitter (AS). Pada titik percabangan, ASE mempunyai 2
ODN, yaitu primary ODN dan secondary ODN. ASE pada AON
berfungsi untuk mendistribusikan informasi dari dan ke OLT, dari
satu atau lebih ONU, dengan Kapasitas sebagai multiplexer/de
multiplexer serta sebagai intermediate regenerator, inilah mengapa
splitter pada AON bersifat aktif. Gambar 3.8 memperlihatkan
konfigurasi AON.
Keuntungan yang didapatkan dengan sistem AON adalah :
Biaya infrastruktur yang relatif murah untuk jangka panjang
Cakupan daerah pelayanan yang relative lebih luas dibandingkan
dengan sistem copper/tembaga.
Daerah cakupan yang luas, bisa dilayani dengan distribusi yang
merata. Bagi pelanggan yang terletak jauh dari node (rumah
gardu), ASE memberikan daya optik yang lebih besar, sehingga
layanan yang diberikan untuk semua pelanggan relative sama.
Dapat menempuh jarak yang jauh, lebih jauh daripada PON
Gambar 3.21 Konfigurasi AON
3.2.6 Gigabit Passive Optical Network (G-PON)
GPON merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan
oleh ITU-T via G.984 dan hingga kini bersaing dengan GEPON
(Gigabit Ethernet PON), yaitu PON versi IEEE yang berbasiskan
teknologi Ethernet. GPON mempunyai dominansi pasar yang
lebih tinggi dan roll out lebih cepat dibanding penetrasi GEPON.
Standar G.984 mendukung bit rate yang lebih tinggi, perbaikan
keamanan, dan pilihan protokol layer 2 (ATM, GEM, atau
Ethernet).
Baik GPON ataupun GEPON, menggunakan serat optik
sebagai medium transmisi. Satu perangkat akan diletakkan pada
sentral, kemudian akan mendistribusikan trafik Triple Play
(Suara/VoIP, Multi Media/Digital Pay TV dan Data/Internet)
hanya melalui media 1 core kabel optik disisi subscriber atau
pelanggan.
Yang menjadi ciri khas dari teknologi ini dibanding
teknologi optik lainnya semacam SDH adalah teknik distribusi
trafik dilakukan secara pasif. Dari sentral hingga ke arah
subscriber akan didistribusikan menggunakan splitter pasif (1:2,
1:4, 1:8, 1:16, 1:32, 1:64).
GPON menggunakan TDMA sebagai teknik multiple
access upstream dengan data rate sebesar 1.2 Gbps dan
menggunakan broadcast kearah downstream dengan data rate
sebesar 2.5 Gbps.
Model paketisasi data menggunakan GEM (GPON
Encapsulation Methode) atau ATM cell untuk membawa layanan
TDM dan packet based. GPON jadi memiliki efisiensi bandwidth
yang lebih baik dari BPON (70 %), yaitu 93 %.
Gambar 3.22 G-PON
3.2.6.1 Prinsip Kerja G-PON
GPON merupakan teknologi FTTx yang dapat
mengirimkan informasi sampai ke pelanggan menggunakan kabel
optik. Prinsip kerja dari GPON, ketika data atau sinyal dikirimkan
dari OLT, maka ada bagian yang bernama splitter yang berfungsi
untuk memungkinkan serat optik tunggal dapat mengirim ke
berbagai ONU, untuk ONU sendiri akan memberikan data-data
dan sinyal yang diinginkan pelanggan.
Pada prinsipnya, PON adalah sistem point to multipoint,
yang menggunakan splitter sebagai pembagi jaringannya.
Arsitektur sistem GPON berdasarkan pada TDM (Time Division
Multiplexing) sehingga mendukung layanan T1, E1 dan DS3.
3.2.6.2 Komponen G-PON
Berikut ini akan dijelaskan secara satu-persatu masing masing
komponen penyusun GPON :
1. Network Management System (NMS)
NMS merupakan perangkat lunak yang berfungsi untuk
mengontrol dan mengkonfigurasi perangkat GPON. Letak
NMS ini bersamaan di dekat OLT namun berbeda
ruangan. Konfigurasi yang dapat dilakukan oleh NMS
adalah OLT dan ONT. Selain itu NMS dapat mengatur
layanan GPON seperti POTS , VoIP , dan IPTV. NMS ini
menggunakan platform Windows dan bersifat GUI
(Graffic Unit Interface)maupun command line. NMS
memiliki jalur langsung ke OLT , sehingga NMS dapat
memonitoring ONT dari jarak jauh.
2. Optical Line Termination (OLT)
OLT menyediakan interface antara sistem PON dengan
penyedia layanan (service provider) data, video, dan
jaringan telepon. Bagian ini akan membuat link ke sistem
operasi penyedia layanan melalui Network Management
System (NMS).
Gambar 3.22 Perangkat OLT
3. Optical Distribution Cabinet (ODC)
ODC (Optical Distribution Cabinet) adalah jaringan
optik antara perangkat OLT sampai perangkat ODC. Letak
dari ODC ini adalah terletak di rumah kabel.ODC
menyediakan sarana transmisi optik dari OLT terhadap
pengguna dan sebaliknya. Transmisi ini menggunakan
komponen optik pasif. ODC menyediakan peralatan
transmisi optik antara OLT dan ONT. Perangkat interior
pada ODC diperlihatkan pada gambar 3.23 dibawah ini
Gambar 3.23 Optical Distribution Cabinet (ODC)
4. Fiber Konektor
Konektor optik merupakan salah satu perlengkapan
kabel serat optik yang berfungsi sebagai penghubung serat.
Dalam operasinya konektor mengelilingi serat kecil sehingga
cahayanya terbawa secara bersama-sama tepat pada inti dan
segaris dengan sumber cahaya (serat lain).
Konektor yang digunakan pada Optical Access
Network (OAN) dapat dipasang di luar dan di lokasi
pelanggan.
5. Fiber Splitter
Splitter merupakan komponen pasif yang dapat
memisahkan daya optik dari satu input serat ke dua atau
beberapa output serat. Splitter pada PON dikatakan pasif
sebab tidak memerlukan sumber energi eksternal dan
optimasi tidak dilakukan terhadap daya yang digunakan
terhadap pelanggan yang jaraknya berbeda dari node splitter,
sehingga cara kerjanya membagi daya optik sama rata.
Gambar 3.24 dibawah ini menunjukkan Fiber Splitter
Gambar 3.24 Fiber Splitter
Passive splitter atau splitter merupakan optical fiber
couplersederhana yang membagi sinyal optik menjadi
beberapa path (multiple path) atau sinyal-sinyal kombinasi
dalam sutu jalur.
Selain itu splitter juga dapat berfungsi untuk
merutekan dan mengkombinasikan berbagai sinyal optik. Alat
ini sedikitnya terdiri dari 2 port dan bisa lebih hingga
mencapai 32 port.
Berdasarkan ITU G.983.1 BPON Standard
direkomendasikan agar sinyal dapat dibagi untuk 32
pelanggan, namun rasio meningkat menjadi 64 pelanggan
berdasarkan ITU-T G.984 GPON Standard. Hal ini
berpengaruh terhadap redaman sistem.
6. Optical Distribution Point (ODP)
Instalasi atau terminasi yang bagus dari serat adalah
persyaratan utama untuk menjamin kemampuan transmisi
pada kabel serat optik. Syarat utama DP adalah :
1. DP dapat diubah tanpa mengganggu kabel yang sudah
terpasang dengan cara melebihkan kabel serat optik beberapa
meter.
2. Setiap DP harus punya ruangan untuk memuat splitter.
3. DP harus memiliki akses dari sisi depan.
4. Setiap DP harus memiliki penutup depan untuk melindungi
orang dari cahaya laser yang langsung keluar dari ujung
serat.
5. DP harus mempunyai ruang untuk memuat dan memandu
kabel serat optik.
Gambar 3.25 Optical Distribution Point
7. Optical Network Termination (ONT)
ONU menyediakan interface antara jaringan optik
dengan pelanggan. Sinyal optik yang ditransmisikan melalui
ODN diubah oleh ONU menjadi sinyal elektrik yang
diperlukan untuk service pelanggan.
Pada arsitektur FTTH, ONU diletakkan di sisi
pelanggan. Perangkat ONU yang digunakan PT.Telkom
salah satunya adalah ZXA10 FN62X yang merupakan
pabrikan merek ZTE. Gambar 3.26 menunjukkan ONT
Gambar 3.26 ONT
3.2.6.3 Keunggulan Dan Kekurangan G-PON
Adapun beberapa keunggulan yang dimiliki oleh teknologi GPON
adalah:
1. Mendukung aplikasi triple play (suara,data, dan video) pada layanan
FTTx yang dilakukan melalui satu core fiber optik.
2. Dapat membagi bandwidth sampai 32 ONT.
3. GPON mengurangi penggunaan banyak kabel dan peralatan pada
kantor pusat bila dibandingkan dengan arsitektur point to point.
Hanya satu port optik di central office (menggantikan multiple port).
4. Alokasi bandwidth dapat diatur.
5. Biaya maintenance yang murah karena menggunakan komponen
pasif.
6. Transparan terhadap laju bit dan format data.
7. GPON dapat secara fleksibel mentransferkan informasi dengan laju
bit dan format yang berbeda karena setiap laju bit dan format data
ditransmisikan melalui panjang gelombang yang berbeda. Laju bit
1.244 Gbit/s untuk upstream dan 2.44 Gbit/s untuk downstream.
8. Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih effisien.
Hal ini dikarenakan arsitektur jaringan GPON lebih sederhana dari
pada arsitektur jaringan serat optik konvensional.
Sedangkan Kekurangan yang dimiliki G-PON
1. Model Layering yang kompleks
2. Lebih mahal dibandingkan GE-PON
3. Transceiver pada laju 2,4 Gbps saat ini masih mahal
4. Bandwidth upstream masih terbatas hanya pada 622 Mbps
3.2.7 GE-PON (Gigabit Ethernet Passive Optical Network)
GE-PON (Gigabit Ethernet Passive Optical Network)
merupakan teknik akses optik kecepatan tinggi yang telah
distandarisasi menurut IEEE 802.3ah EFM (Ethernet in the First
Mile) sehingga dapat digunakan pada konfigurasi point to
multipoint. Ketika ITU-T membangun standar BPON dan GPON,
sebuah working group IEEE yang bernama Ethernet-in-the-first-mile
mengembangkan PON yang berbasis Ethernet.
GPON merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan
oleh ITU-T via G.984. Lapis physical media dependent pada
EPON/GEPON dapat mendukung maksimum 1.25 Gbps (laju data
efektif 1.0 Gbps) untuk trafik downstream dan upstream. GPON
menggunakan TDMA sebagai teknik multiple access upstream
dengan data rate sebesar 1.2 Gbps dan menggunakan broadcast
kearah downstream dengan data rate sebesar 2.5 Gbps.
GEPON mengenkapsulasi dan men-transport data pengguna
dalam frame Ethernet. GE-PON dikeluarkan sebagai jenis dari
sistem high speed optical access. Hal tersebut dikarenakan sistem
PON ini menggunakan teknologi Ethernet, yang biasanya disebut
"EPON", tetapi karena pengaruh layanan yang diberikan maka lebih
dikenal sebagai "gigabit".
Jadi, GEPON merupakan perluasan alami dari LAN pada
premis pengguna, dan menghubungkan LAN-LAN menuju
infrastruktur MAN/WAN berbasis Ethernet. Karena tidak ada
fragmentasi atau penyusunan data pada GEPON dan kebutuhannya
pada lapis physical-media dependent lebih longgar, peralatan
GEPON lebih murah dibanding GPON.
Seiring dengan luasnya penggunaan Ethernet pada LAN,
GEPON menjadi teknologi akses yang sangat atraktif. Saat ini
GEPON sudah tersebar dalam skala besar di Jepang, melayani jutaan
pengguna.
3.2.7.1 Prinsip Kerja GE-PON
Standar Ethernet didefinisikan untuk shared medium dan link
point-to-point (P2P) full-duplex. Hal ini menyebabkan GEPON
mempunyai ciri yang merupakan kombinasi dari dua sifat standar
Ethernet tersebut. GEPON menggunakan struktur enkapsulasi paket
Ethernet untuk komunikasi pada layer 2.
Saat ini terhitung hampir 95 % komunikasi LAN
menggunakan aplikasi ethernet, karena strukturnya yang ekonomis
dan efektif. Sehingga GE-PON menjadi sangat efektif dalam mode
komunikasi access network.
Data dikirimkan dengan panjang variabel paket data
maksimum sebesar 1.518 Bytes sesuai dengan Ethernet standar IEEE
802.3ah Struktur Point to Multipoint, dimana satu OLT bisa
dihubungkan sampai 32 ONU. Semua ONU saling berbagi
bandwidth 1 G melalui TDM (Time Division Multiplex).
Karena itu masing-masing ONU bisa menyediakan bandwidth
max 1 Gbps untuk arah uplink atau downlink. Transceiver optik
menggunakan sistem WDM (Wavelength DivisionMultiplexer)
dengan panjang gelombang yang digunakan berbeda antara pengirim
dan penerima. Upstream : 1260 . 1360 nm (1310 ± 50) ,
Downstream : 1480 . 1500 nm (1490 ± 10) GEPON tidak
membutuhkan beberapa protokol yang rumit untuk mentransmisikan
sinyal optik secara tepat sampai ke pelanggan, karena sinyal dari
pelanggan bisa ditransmisikan ke OLT secara terpusat. Pada NMS
(Network Management System), menggunakan SNMP (Simple
Network Management Protocol) untuk managemen elemen jaringan
ONU sebagai fitur dari OAM (Operations, Administration and
Maintenance). Gambar 3.27 menunjukkan arsitektur GE-PON
Gambar 3.27 Arsitektur GE-PON
Pada arah downstream, GEPON bertindak sebagai shared
medium, dengan frame-frame yang dikirim oleh OLT mencapai setiap
ONU. Pada arah upstream, karena sifat direksional dari coupler pasif,
frame-frame data hanya akan mencapai OLT, tidak menuju ONU
lainnya. Artinya, pada arah upstream perilaku GEPON dapat
dibandingkan dengan jaringan P2P. Tetapi, tidak seperti jaringan P2P
sebenarnya, dalam GEPON frame-frame yang dikirimkan dari ONU
yang berbeda bisa bertabrakan.
Sehingga pada arah upstream terdapat syarat untuk berbagi
serat trunk dan mengatur time slot transmisi ONU untuk mencegah
tabrakan. Untuk mengurus syarat koordinasi trafik yang unik pada sisi
upstream GEPON menggunakan MPCP, yang merupakan protokol
berbasis frame, berdasarkan pesan-pesan kontrol MAC 64-byte, yang
mengkoordinasikan trafik upstream. Hal ini menyebabkan mekanisme
pengiriman data antara upstream dan downstream berbeda. Berikut
prosedur masing-masing arah.
Gambar 3.28 Mekanisme GE-PON
3.2.7.2 Trafik GE-PON
Trafik GE-PON dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu
trafik GE-PON Downstream dan trafik GE-PON Upstream. Berikut
ini akan dijelaskan trafik down stream dan upstream
Trafik GEPON Downstream
Pada arah ini, frame-frame Ethernet yang dikirim oleh OLT
melewati splitter pasif 1:N dan disebar secara broadcast menuju
setiap ONU. Frame Ethernet diekstrak oleh ONU tujuan mereka
berdasarkan alamat Medium Access Control (MAC), sehingga ini
tidak berbeda dengan LAN Ethernet pada umumnya. Gambar 3.29
berikut menunjukkan proses pengiriman data pada downstream.
Gambar 3.29 Trafik GE-PON Downstream
Trafik GE-PON Upstream
Pada arah ini, frame-frame Ethernet dikirim oleh masing-masing
ONU dalam mode burst dengan pemotongan waktu seperti TDM.
OLT menugaskan tiap ONU slot waktu transmisi tertentu. Slot
waktu transmisi ini mencegah fragmentasi dan tabrakan sinyal. Slot
waktu dilengkapi dengan ukuran tetap tetapi pemberiannya lebih
fleksibel. Gambar 3.30 menunjukkan trafik GE-PON Upstream
Gambar 3.30 Trafik GE-PON Upstream
3.2.7.3 Komponen GE-PON
GE-PON terdiri dari beberapa komponen yaitu :
1. Optical Line Terminal (OLT)
2. Optical Network Unit (ONU)
3. Optical Splitter (OS)
4. Kabel Optik
Berikut ini akan dipaparkan masing-masing perangkat pada GEPON
1. Optical Line Terminal (OLT)
OLT adalah elemen jaringan Fiber To The Home (FTTH)
yang menyediakan antarmuka PON menuju core IP/Ethernet dan
jaringan operasi. OLT dtempatkan pada CO (Central Office),
dihubungkan ke ONU melalui PON dengan kabel fiber, splitter
dan komponen pasif lain. OLT diatur oleh EMS.
Tanggung jawab fungsionalnya meliputi konversi sinyal
optik-ke-elektrik dan elektrik-ke-optik, control transmisi
bidireksional, multpleksing/demultipleksing sinyal dan layanan,
perutean/switching paket, fungsi operasi, administrasi, dan
pemeliharaan (OAM), konvesi PON dan jaringan, dan fungsi
antarmuka. Gambar 3.31 menunjukkan OLT
Gambar 3.31 Optical Line Terminal (OLT)
2. Optical Network Unit (ONU)
ONU merupakan elemen pada sisi pelanggan FTTH yang
menyediakan antarmuka pelanggan menuju PON. Dalam
perangkat ONU menyediakan pengubah opto-electrical
(melewatkan informasi yang diubah dari framework serat optik
menjadi framework logam listrik.
ONU merupakan suatu titik pembatasan, dimana merupakan
akhir dari aliran optik jaringan pembawanya dan merupakan
awal dari jaringan akses pelanggan. Perbedaan ONT dan ONU
yaitu ONU masih membutuhkan perangkat NT (Network
Terminal) di bagian pelanggan, sedangkan ONT bisa langsung
dihubungkan dengan user equipment.
Maksimal jumlah ONU/ONT dalam GE-PON yang bisa
digunakan yaitu 32 ONU. Tanggung jawab fungsionalnya
meliputi konversi sinyal E/O dan O/E,
multipleksing/demultipleksing sinyal dan layanan, dan konversi
sinyal layanan pelanggan dan PON beriringan dengan proses
menyediakan berbagai antarmuka customer premise equipment
(CPE). Gambar 3.32 menunjukkan ONU
Gambar 3.32 Optical Network Unit
3. Optical Splitter
Splitter merupakan perangkat yang membagi daya optik
menjadi N jalur terpisah menuju pelanggan. Sebagai penghubung
antara OLT dengan ONU. Berfungsi untuk mentransmisikan
sinyal input optik arah downlink menuju port multi output, dan
bisa membagi satu serat optik kedalam multi user dimana
bandwidth dari serat tersebut dibagi-bagi.
Untuk arah uplink, me-multiplexing kanalkanal sinyal optik
ONU menuju satu serat optik. Optical splitter diklasifikasikan
komponen pasif karena didalamnya tidak ada komponen aktif
elektrik, hal ini berarti tidak sensitif terhadap temperatur ataupun
elemen lain yang bisa menjadi masalah dalam komponen
elektrik. Jika splitter dirancang untuk membagi daya optikdan
jika P adalah daya optik yang masuk ke splitter, level daya yang
masuk ke tiap pelanggan adalah P/N.
Desain pembagi daya dengan rasio pembagi juga mungkin dan
terdapat lebih dari satu splitter dalam jalur tertentu, tergantung
penerapannya. Jumlah jalur yang terbagi bisa beragam dari 2
hingga 64, tetapi biasanya mereka berjumlah 8, 16, dan 32.
Gambar 3.33 menunjukkan optical splitter
Gambar 3.33 Optical Splitter
3.2.7.3 Kelebihan dan Kekurangan GE-PON
GEPON sebagai teknologi tetap mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan yang dimiliki GEPON, antara lain :
1. Biaya lebih murah dibanding GPON
Ada beberapa alasan GEPON menjadi teknologi yang
murah dibanding GPON. Salah satunya adalah karena
perbedaan line coding yang digunakan. GPON
menggunakan teknik Non-Return to Zero (NRZ) untuk
pengkodean yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
bandwidth hingga 100%. Karena syarat yang cukup
ketat inilah, desain perangkat transceiver menjadi
lebih susah dan mahal. Berbeda dengan GEPON, ia
menggunakan line coding 8B/10B yang dimaksudkan
agar adanya transisi yang cukup antar bit. Dengan
keadaan ini, desain perangkat receiver menjadi lebih
mudah dan murah. Selain line coding, GEPON lebih
murah karena waktu laser on/off lebih longgar, yaitu
512 ns. Berbeda dengan GPON, ia memiliki waktu
laser on/off yang cukup cepat, yaitu 44 ns. Hal ini
menyebabkan GPON memiliki komponen yang
mahal.
2. Implementasi bersifat terbuka
Standar IEEE 802.3ah sengaja meninggalkan banyak
detail di luar spesifikasi kecuali untuk layer fisik dan
data link saja. Ini dilakukan untuk menjaga
fleksibilitas implementasi dan mendorong inovasi dari
vendor. Tujuan pembuat standar adalah untuk
mempertahankan perangkat yang murah dan waktu
yang cepat untuk pemasaran. Contoh, masalah alokasi
bandwidth dinamis dan penyediaan tingkat layanan
yang terjamin menjadi dua masalah yang menarik
untuk diteliti.
3. Penggunaan frame Ethernet yang menguntungkan
Untuk GPON ketika membawa trafik IP, paket-paket
harus dipecah menjadi segmen-segmen 48 byte
dengan 5 byte header masing-masing. Proses ini
memakan waktu dan rumit serta menambah biaya
pada OLT dan ONU. Berbeda dengan Ethernet,
dengan menggunakan paket yang panjangnya variabel,
Ethernet dibuat untuk membawa trafik IP dan bisa
mengurangi overhead secara signifikan. Sebagai
tambahan, Ethernet juga mendukung protokol IGMP
yang mendukung layanan multicast sehingga GEPON
sangat cocok untuk layanan triple-play, seperti IPTV.
4. Manajemen lebih mudah
GEPON hanya membutuhkan satu sistem pengaturan.
Sedangkan GPON membutuhkan tiga sistem
pengaturan untuk protokol layer 2. Hal ini berarti
GEPON menghasilkan total biaya yang lebih rendah.
GEPON juga tidak membutuhkan konversi
multiprotokol dan hasilnya adalah biaya silikon yang
lebih murah.
5. Adanya fungsi Rapid Spanning Tree Protocol
Fungsi RSTP di sini bertujuan untuk menyediakan
redundansi jalur antara OLT dan jaringan backbone
dan mencegah loop jaringan yang tidak diinginkan.
RSTP menyediakan mekanisme kepada perangkat
jaringan untuk mempelajari topologi jaringan,
memilih bridgeroot, menghitung jalur dengan biaya
terendah dari tiap bridge dan port menuju bridge root
dan secara selektif memblok port, sehingga menjamin
jaringan bebas looping.
Kekurangan yang dimiliki GE-PON adalah sebagai berikut :
1. Bandwidth lebih rendah dibandingkan G-PON
GPON pada arah downstream dapat membawa kecepatan
hingga 2.448 Gbps. Sedangkan GEPON hanya bisa
membawa 1.25 Gbps.
2. Masalah Interoperabiltas
Karena banyak detail dalam standar IEEE 802.3ah yang
belum dijelaskan, maka ini mendorong vendor untuk
berinovasi. Namun di satu sisi ini membuat bingung pasar
dan kurangnya interoperabilitas. Misalnya, EPON Jepang
tidak bisa bekerja dengan EPON Cina.
3.2.8 MSAN (Multi Service Access Node)
MSAN (Multi Services Access Node) merupakan perangkat
access network yang melayani multi services, seperti ADSL,
SHDSL, E1, POTS, Ethernet. Topologi MSAN sendiri merupakan
biasanya stacking (bertingkat) atau master slave architecture yang
berarti node slave digunakan sebagai perpanjangan tangan dari
master. Jika node master tidak cukup maka akan digunakan slave
untuk menambah kapasitas master. Chassis dan module biasanya
sama antara master dan slave.
Untuk melakukan stacking, uplink card yang diutilisasi
sebagai module stack. Services yang ditawarkan MSAN bersifat
modular dan menempel pada chassis MSAN. Misal satu card
ADSL (atau IP-ADSL) memiliki 48 port sehingga ada 48
pelanggan ADSL yang bisa berlangganan dengan kecepatan
sampai 24 Mbps downstream dan upstream 3.5 Mbps.
Dari tipe keluarga FTTx, MSAN sendiri lebih tepat
dinamakan FTTC (Fiber to the Curb) karena services akan
didistribusikan ke pelanggan dari node cabinet yang berada di
pinggir jalan ke residential user via copper. Jadi Fiber diterminasi
di node MSAN.
3.2.8.1 Definisi MSAN
Multi Service Access Node adalah suatu platform
jaringan akses yang menyediakan layanan umum untuk
memberikan layanan broadband dan narrowband dalam
jaringan PSTN dan NGN. Multi Service Access Node
memiliki tiga fungsi penting yaitu :
1. Sebagai sistem akses broadband.
2. Sebagai akses gateway dalam NGN (Next
Generation Network).
3. Sebagai jaringan akses tradisional PSTN.
Namun secara umum, Multi Service Access Node
adalah layanan multiservice yang sejalan dengan NGN
yang menyediakan fungsi broadband akses multiplexer
sebagai IP DSLAM yang berdasarkan pada teknologi IP,
ATM atau TDM melalui jaringan kabel tembaga atau fiber
optik. Target platform aksesnya adalah MSAN dengan
kemampuan triple play dan 100% broadband deliver.
Multi Service Access Node (MSAN) di
implementasikan untuk menyediakan suatu solusi layanan
berbasis jaringan lokal akses fiber atau tembaga dengan
cost-effective pada suatu layer jaringan yang konvergen
dimana layanan PSTN, NGN dan jaringan broadband
berada pada daerah yang sama.
3.2.8.2 Gambaran Umum MSAN
Perangkat ini menghubungkan pelanggan telepon ke
core network sehingga pelanggan dimungkinkan untuk
memperoleh telepon biasa, ISDN atau fasilitas broadband
seperti DSL dengan hanya menggunakan single platform.
MSAN merupakan gabungan dari beberapa teknologi yaitu
telepon TDM yang di dalamnya terdapat ISDN, STM -1,
Next Generation – DLC, PON (Passive Optical Network),
Fiber To The x (FTTx). Dengan demikian MSAN dapat
melayani triple play.
Multi Service Access Node adalah suatu akses
gateway akses multimedia yang fleksibel yang
memungkinkan operator untuk menyediakan layanan
xDSL, narrowband/broadband berbasis TDM dan layanan
Next Generation Network dalam suatu area layanan dari
sebuah single node. End user dilayani dari akses node yang
terdistribusi di sekitar pelanggan untuk dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Multi Service Access Node (MSAN) merupakan
platform akses tunggal yang memiliki kemampuan untuk
menggabungkan semua layanan yang didukung oleh
backbone operator menuju ke resedensial, tele-working,
SOHO, dan skenario aplikasi bisnis adalah sesuatu yang
sangat diharapkan oleh sebagian operator untuk solusi
akses. Solusi ini harus berkemampuan multiservice,
multivendor,multi skenario dan aman untuk yang akan
datang.
3.2.8.3 Atribut Utama MSAN
Perpaduan fleksibel dari layanan broadband dan
narrowband dapat diintegrasikan dari sebuah single
platform seperti :
1. Layanan
Layanan yang mencakup Voice : POTS, VoIP, ISDN
layanan yang mencakup Data / broadband : TDM leased
line (Leased line : 2 Mbit/s, nx64 Kbit/s, subrate), DSL
(ADSL, VDSL, ADSL2/2+, G.SHDSL).
2. Transmisi
Transmisi yang dapat digunakan oleh Multi Service
Access Node (MSAN) meliputi : SDH (STM- 1 s/d
STM 6), Ethernet (FE dan GE).
3. Topologi
MSAN dapat mensupport topologi yang berbeda-beda
untuk konfigurasi jaringan yang berbeda-beda yaitu :
Star, Tree, Ring, dan Bus dimana MSAN
memungkinkan beragam aplikasi penggelaran fiber
optik FTTx yang mungkin seperti : FTTO (Fiber to The
Office), FTTC (Fiber To The Curb), FTTB (Fiber To
The Building) juga tersedia perangkat transmisi optik
SDH atau PDH.
4. Fleksibel akses service
MSAN memiliki fleksibilitas untuk akses service dalam
hal penyediaan akses pelanggan berupa akses tembaga
untuk voice dan DSL service menggunakan combo card
serta optik untuk service Ethernet (FTTx).
3.2.8.4 Fungsi MSAN Pada NGN (Next Generation Network)
Pengembangan infrastruktur akses broadband yang
dapat mendukung Next Generation Network dan transisi
dari PSTN, dibutuhkan suatu konsep jaringan akses
multiservice yang dapat mengakomodasi perubahan layer
service node secara fleksibel dan ekonomis.
Tanpa konsep ini, setiap transisi service node
(misalnya dari jaringan TDM menuju jaringan paket) akan
memunculkan jenis akses node baru. Tidak heran di
lapangan dijumpai perangkat akses node yang
diperuntukkan hanya bagi layanan POTS, akses gateway
untuk layanan voice paket, akses node untuk layanan akses
broadband (DSLAM) yang tidak jarang
diimplementasikan secara kolektif.
Akibatnya tidak sedikit kendala dan masalah yang
terjadi dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan perangkat
tersebut termasuk penyediaaan SDM yang berkompeten.
Konsep Multi Service Access Node (MSAN)
merupakan suatu konsep jaringan akses yang terintegrasi
yang dapat menyediakan varian layanan data, suara dan
video dalam satu platform perangkat. Solusi yang
diberikan Multi Service Access Node akan menjadi solusi
yang efisien pada era Next Generation Network.
Solusi teknologi MSAN pada dasarnya dapat
dibedakan ke dalam dua urutan besar roadmap yang
berasal dari dua teknologi multiservice akses yang
berkembang pada saat yang bersamaan yaitu :
1. Teknologi MSAN dengan roadmap dari teknologi
MSOAN/NG- DLC.
Teknologi MSOAN/NG-DLC merupakan
teknologi OAN generasi II yang memungkinkan
layanan teleponi berbasis TDM dan data paket
menggunakan xDSL dilewatkan pada satu
platform perangkat.
Dalam perkembangannya solusi MSOAN/
NG- DLC terkendala pada penyediaan layanan
denagn volume besar dikarenakan keterbatasan
pada sisi kapasitas backplane platform yang
digunakan yang masih berbasis bus TDM.
Roadmap teknologi MSAN berbasis
teknologi MSOAN/NG-DLC masih menyisakan
kemampuan berintegrasi dengan platform eksisting
yaitu TDM switch dan kemampuan integrasi
layanan dengan platform NGN sebagai akses
gateway dan broadband sistem untuk layanan
internet sebagai DSLAM. Teknologi MSAN
dengan roadmap dari teknologi IP DSLAM.
2. Teknologi IP DSLAM merupakan teknologi
broadband akses yang sangat well proven dalam
memberikan layanan broadband.
Kapabilitas backplane platform yang sangat
besar menyebabkan sistem ini menjadi salah satu
pilihan teknologi akses di era NGN. Namun
kendala dalam penyediaan layanan voice paket
secara terintegrasi menyebabkan sistem ini tidak
full multiservice. Untuk layanan suara, secara
alami IP DSLAM masih menggunakan koneksi
fisik split dari layanan broadband ke TDM switch.
Berakhirnya era legacy sistem menyebabkan
kemungkinan hilangnya TDM switch dan
berakibat pada perlunya solusi layanan paket suara
pada sistem ini. Solusi yang bias ditawarkan
adalah menambahkan perangkat IAD diujung CPE
untuk layanan voice paket. Solusi ini tidak menjadi
efisien mengingat IAD juga sebagai perangkat
aktif yang harus diatur secara end-to-end.
Teknologi MSAN yang berbasis IP DSLAM
dilakukan dengan menempatkan fungsi akses
gateway di IP DSLAM sebagai mediasi ke
softswitch selain fungsi broadband akses
multiplexer ke layanan data. Solusi ini secara
ekstrim meniadakan koneksi ke sistem legacy
sehingga dapat dilihat sebagai solusi revolusi akses
di era NGN.
CPE diinterfacekan dengan perangkat
MSAN (Multi Service Access Node). Dari MSAN,
trafik mengalir sebagai data terintegrasi, dalam
protokol MPLS, dimana koneksi disusun dalam
semacam VC berbasis IP. Dari MSAN, trafik
dilarikan ke Metro Node, yang merupakan NGN
media gateway berkapasitas besar. Metro Node
saling dihubungkan dengan IP core network.
3.2.8.5 Kentungan MSAN
Multi Service Access Node (MSAN) dapat memberikan
keuntungan dan nilai tambah non-teknis sebagai berikut :
1. Kemampuan Multi Service
MSAN menyediakan layanan narrowband untuk
data dan suara (menggunakan POTS, ISDN,
PRA/BRA, digital leased line) dan layanan broadband
untuk kemampuan internet, data dan multimedia
(melalui ADSL atau G.SHDSL) yang memungkinkan
kemampuan download file dan penjelajahan internet
yang lebih cepat bagi end-users.
Dengan fleksibilitas kemampuan multiservice ini
pada gilirannya akan mampu menyediakan operator
telekomunikasi suatu kapasitas penghasilan yang lebih
besar.
2. Kecepatan Penggelaran
Kabinet outdoor yang dikirimkan dalam bentuk
complete-built yang telah mengalami proses pengujian
di pabrik. Hal ini berarti bahwa node telah langsung
siap untuk dioperasikan begitu dihubungkan dengan
catuan listrik serta tersambung ke jaringan transport
dan koneksi ke end-user telah dibuat.
Dari NMS atau melalui suatu terminal lokal,
provisioning sistem dapat dilakukan sehingga
memungkinkan MSAN untuk dapat langsung
operasional dalam waktu yang cukup pendek yang
secara signifikan berarti memangkas waktu yang
diperlukan untuk mengatur pendapatan.
3. Modularitas Perangkat FTTx
Node akses MSAN telah didesain untuk dapat
mengcover pelanggan sampai dengan 2000 end-user.
Modularitas ini menyiratkan bahwa lokasi penempatan
node sebaiknya diletakkan di dalam gedung atau
ditanam (curb).
Selain itu, dalam hal aplikasi greenfield yang
membutuhkan pekerjaan sipil, MSAN dimungkinkan
digelar denagn memakai infrastruktur serat optik
sehingga memungkinkan penggunaan kabel tembaga
yang lebih pendek karena jaraknya menjadi lebih dekat
ke pelanggan (pada umumnya < 1 km).
Hal ini akan mengurangi biaya penggelaran jaringan
last-mile dan memungkinkan operator untuk
menawarkan layanan xDSL dengan jangkauan yang
lebih luas serta memberikan berbagai kemungkinan
layanan level agreement yang lebih besar.
4. Penggunaan Interface Standard
MSAN dirancang untuk solusi multi vendor.
Penggunaan interface standar diintegrasikan di layer
transport, layer signalling dan level manajemen
jaringan.
Hal ini memungkinkan MSAN untuk secara penuh
interoperable dengan peralatan vendor lain, sehingga
dengan begitu memungkinkan operator untuk memilih
solusi jaringan sesuai dengan pemeliharaan yang baik
secara layer demi layer.
Skenario pemilihan kompetitif seperti itu
memberikan kesempatan kepada para operator untuk
dapat menetapkan harga yang lebih kompetitif sesuai
dengan harga pabrikan perangkat sesuai dengan
merknya sehingga akan dapat mengoptimalkan biaya
investasi.
5. Cakupan Topologi, Kapasitas, Dan Penempatan Yang
Luas
MSAN memastikan bahwa pilihan terbaik dari sisi
ekonomis/teknis selalu ada sehingga akan
meminimalisasi biaya investasi untuk mendapatkan
suatu keuntungan/pengembaliaan modal yang
maksimum.
MSAN mendukung beberapa hal sebagi berikut
yaitu cakupan topologi yang luas (ring, star, tree),
teknologi yang berbeda (PDH dan SDH) dengan
penggunaan tembaga atau serat optik dalam berbagai
kombinasi (misalnya dengan FTTx dan xDSL), dan
Rekonfigurasi dari jaringan PDH eksisting menjadi
suatu jaringan SDH yang baru.
Melayani area demografios dengan kapasitas per
node nya berkisar antara 30 sampai dengan 2000 line
ekivalen dan dapat diimplementasikan di lokasi
indooor atau outdoor.
6. Manajemen Jaringan Yang Terintegrasi
MSAN dirancang untuk siap menuju NGN.
Sistemnya disiapkan untuk dapat bertransformasi
secara smooth dari suatu platform access multiservice
yang mendukung layanan TDM eksisting menuju ke
suatu solusi NGN yang berbasis IP/ATM.
Melalui suatu pensinyalan modul VoIP gateway
yang sederhana node MSAN dapat diubah menjadi
access gateway NGN sehingga dapat mendukung
layanan VoIP dengan investasi yang minim sambil
tetap mengakomodasi pelangan yang masih
menggunakan backbone TDM yang lama dan juga
pelanggan yang ingin menggunakan backbone NGN
yang baru.
3.3. Sistem Transmisi JARLOKAF pada PT. Telekomunikasi Indonesia
Teknologi transmisi pada sistem komunikasi JARLOKAF terdiri dari 6
macam yaitu :
1. Space Division Multiplexing (SDM)
Space Division Multiplexing (SDM) merupakan sistem transmisi
dengan menggunakan dua fiber merupakan sistem yang paling sederhana
dan selama ini sudah dan paling banyak dipakai. Sistem transmisi ini
dikenal dengan istilah Space Division Multiplexing (SDM). Sistem ini
mempergunakan sepasang (dua) serat optik, satu untuk keperluan
transmisi upstream dan satu untuk keperluan transmisi downstream.
Sistem transmisi ini juga dikenal sebagai sistem transmisi simplex seperti
diperlihatkan pada gambar 3.9 di bawah ini.
Gambar 3.9. Space Division Multiplexing
2. Direction Division Multiplexing (DDM)
Sistem ini mempergunakan hanya sebuah serat optik untuk
keperluan transmisi dua arah baik upstream maupun downstream dengan
menggunakan bantuan "optical directional coupler". Namun karena dalam
sistem ini digunakan panjang gelombang yang sama untuk sinyal upstream
dan downstream, maka diperlukan konektor dan coupler yang khusus
untuk mengatasi back reflection yang dapat menimbulkan crosstalk.
Dalam hal ini dibutuhkan konektor dengan return loss ≥ 50 dB serta
coupler dengan directivity yang sangat baik (> 60 dB).
Sistem transmisi bidirectional dengan panjang gelombang yang
sama ini dikenal sebagai sistem Full Duplex seperti diperlihatkan pada
gambar 3.10 berikut ini.
Gambar 3.10. Direct Division Multiplexing (DDM)
3. Wavelength Division Multiplexing (WDM)
Sistem ini mempergunakan dua panjang gelombang yang berbeda
pada sebuah serat optik untuk setiap arah transmisi, sinyal-sinyal dengan
panjang gelombang yang berbeda tersebut digabung dalam satu fiber
dengan menggunakan WDM coupler. Panjang gelombang yang umumnya
digunakan dalam sistem WDM adalah 1310 dan 1550 nm. Penggunaan
WDM dalam transmisi bidirectional dengan satu fiber ini dikenal sebagai
sistem Diplex seperti diperlihatkan pada gambar 3.11 di bawah ini.
Gambar 3.11. Wavelength Division Multiplexing (WDM)
4. Time Compression Multiplexing (TCM)
Sistem ini disebut juga "optical ping-pong transmission" yaitu
pengiriman sinyal optik secara bergantian. Pertama-tama informasi
dikompres pada sebuah memori buffer transmitter, selanjutnya informasi
tersebut ditransmisikan melalui sebuah media serat optik pada waktu yang
berturut-turut. Pada sisi penerima informasi yang dikompres tersebut
dikembalikan ke asalnya pada memori buffer receiver. Panjang gelombang
yang dipergunakan pada setiap arah transmisi adalah sama dan hal ini
diperkenankan sehubungan hanya ada satu arah sinyal.
Pada selang waktu tertentu. Oleh sebab itu sistem TCM ini tidak
memerlukan persyaratan khusus bagi komponen di jaringan optiknya.
Namun dengan membagi frame dalam section upstream dan downstream
secara bergantian akan berakibat pada keterbatasan efisiensi frame sebesar
50 % seperti diperlihatkan pada gambar 3.12 di bawah ini.
Gambar 3.12. Time Compression Multiplexing (TCM)
5. Code Division Multiplexing (CDM)
Dalam sistem CDM, sinyal dengan arah upstream dan downstream
dimodulasi dengan kode yang berbeda. Sinyal input elektrik dimultiplikasi
dengan kode yang unik untuk masing masing arah dan kemudian diubah
menjadi sinyal optik. Di sisi penerima, sinyal informasi dapat diperoleh
kembali dengan cara korelasi. Akibat proses modulasi CDM ini akan
dihasilkan sinyal transmisi dengan bit rate yang lebih tinggi dari sinyal
inputnya seperti diperlihatkan pada gambar 3.13 di bawah ini.
Gambar 3.13. Code Division Multiplexing (CDM)
Subcarrier Multiplexing (SCM)
Dalam sistem SCM, sinyal upstream dan downstream
dimodulasikan dengan frekuensi subcarrier yang berbeda dan dilewatkan
suatu band-pass filter (BPF). Sinyal upstream dan downstream diletakkan
pada domain frekuensi subcarrier yang ditentukan supaya tidak terjadi
overlap. Efek refleksi yang timbul dapat diatasi dengan menggunakan
filter elektrik. Karena sistem ini merupakan transmisi analog, maka untuk
beberapa aplikasi linearitas dari sinyal sangat diperlukan seperti
diperlihatkan pada gambar 3.14 di bawah ini.
Gambar 3.14. Subcarrier Multiplexing (SCM)
Perbandingan teknis antara SDM, DDM, WDM, TCM, CDM, dan
SCM diperlihatkan pada Tabel 3.3. Pada sistem DDM, perangkat optik
untuk menanggulangi efek refleksi akan menjadi sangat kompleks. Pada
sistem TCM diperlukan perangkat elektronik yang kompleks juga untuk
menangani sinkronisasi sinyal yang bersifat burst. Pada sistem CDM dan
SCM, perangkat elektronik yang kompleks juga diperlukan untuk me-
modulasi/demodulasi kode maupun subcarrier. Salah satu kesulitan dari
sistem transmisi full duplex dengan menggunakan 1 fiber adalah refleksi
pada konektor pertama (setelah titik TX dan RX dari jaringan) akan
menimbulkan crosstalk antara transmitter pada sisi yang satu dengan
receiver pada sisi yang sama pada jaringan. Untuk mengatasi hal itu
diperlukan komponen-komponen yang khusus untuk mengurangi efek
yang timbul baik akibat refleksi maupun crosstalk.
Tabel 3.3. Perbandingan Teknis SDM, WDM, DDM,
TCM, CDM, SCM
3.4. Aplikasi JARLOKAF Pada PT. Telekomunikasi Indonesia
Perbedaan letak TKO menimbulkan modus aplikasi JARLOKAF yang
berbeda-beda, bisa berupa Fiber To The Building (FTTB), Fiber To The Zone
(FTTZ), Fiber To The Curb (FTTC), atau Fiber To The Home (FTTH).
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan PT. Telekomunikasi
Indonesia dalam menentukan modus aplikasi ini adalah :
Densitas pelanggan untuk saat ini dan di masa mendatang.
Jenis layanan yang diperlukan untuk saat ini dan kemungkinan
perkembangannya dimasa mendatang.
Teknologi yang bakal dipilih untuk layanan Broadband di masa depan
apakah menggunakan ADSL, VDSL, atau HFC.
Hal ini akan sangat berpengaruh pada Boundary Area dari TKO.
a. Fiber To The Building (FTTB)
Istilah FTTB dipakai bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan
berada di dalam suatu gedung (umumnya di basement atau ruangan
perangkat telekomunikasi). Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan
berakhir di suatu gedung (umumnya berupa gedung-gedung
bertingkat/perkantoran). Terminal pelanggan yang ada di dalam gedung
tersebut akan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan
menggunakan kabel tembaga sesuai dengan jenis layanannya seperti
diperlihatkan pada gambar 3.15 di bawah ini.
Gambar 3.15. Konfigurasi Fiber To The Building
b. Fiber To The Zone (FTTZ)
Istilah FTTZ digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan
diletakkan di suatu tempat (umumnya di dalam kabinet) di luar
gedung/bangunan. Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan berakhir di
kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah cakupan layanan tertentu (zone).
Terminal pelanggan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan
menggunakan kabel tembaga hingga jarak beberapa kilometer (maksimum 3
kilometer). Bila dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak
kabinet pada modus aplikasi FTTZ adalah kira-kira sama dengan lokasi
rumah kabel (RK) seperti diperlihatkan pada gambar 3.16 di bawah ini.
Gambar 3.16. Konfigurasi Fiber To The Zone
c. Fiber To The Curb (FTTC)
Istilah FTTC digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan
diletakkan di suatu tempat di luar gedung/bangunan (umumnya di dalam
kabinet di atas tanah maupun di tiang). Jadi fiber optik digelar mulai dari
sentral dan berakhir di kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah
cakupan layanan tertentu yang lebih kecil dari FTTZ. Terminal pelanggan
dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan menggunakan kabel
tembaga hingga jarak beberapa ratus meter (maksimum 500 meter). Bila
dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak kabinet pada
modus aplikasi FTTC adalah kira-kira sama dengan lokasi distribution
point (DP) seperti diperlihatkan pada gambar 3.17 di bawah ini.
Gambar 3.17. Konfigurasi Fiber To The Curb
d. Fiber To The Home (FTTH)
Istilah FTTH dipakai bila perangkat opto elektronik (umumnya berupa
ONU) diletakkan di dalam rumah pelanggan (residensial). Terminal
pelanggan dihubungkan ke ONU dengan menggunakan kabel tembaga
indoor atau IKR dengan jarak yang cukup pendek (belasan atau puluhan
meter saja). Letak perangkat ONU pada FTTH dapat dianalogikan dengan
terminal batas atau bahkan roset pada jaringan kabel tembaga. Beberapa
istilah lain mungkin dipakai seperti misalnya Fiber To The Office (FTTO),
Fiber To The Apartment (FTTA), Fiber To The Desk (FTTD), dan lain-
lain, namun pada prinsipnya dapat dimasukkan dalam kategori salah satu
dari modus aplikasi di atas seperti diperlihatkan pada gambar 3.18 di
bawah ini.
Gambar 3.18. Konfigurasi Fiber To The Home
3.5. Konfigurasi Sistem JARLOKAF STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
pada area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan
Konfigurasi jaringan akses yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi
Indonesia pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dan area
operasionalnya yang meliputi area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan
adalah jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF).
Jaringan akses ini menggunakan serat optik sebagai media
transmisinya dengan menggunakan perangkat SDH / ADM / DLC dalam
pengaturan hierarki bit rate-nya.
Dalam sistem SDH terdapat Synchronous Transfer Module (STM)
yang memiliki kecepatan data rate 155.52 Mbps (STM-1), dan STM-4 yang
mempunyai kecepatan 4 x 155.52 Mbps yaitu 622.08 Mbps.
Pada sistem ini terdapat Add Drop Multiplex (ADM) yang merupakan
sebuah terminal dengan fungsi untuk meningkatkan dan menurunkan
kecepatan sinyal dalam sistem yang kemudian disalurkan ke DLC. Berfungsi
sebagai akses menuju POTS, ISDN PRA / BRA, CATV, VOD melalui kabel
serat optik pelanggan PT Telekomunikasi Indonesia. Antara STM pengirim
dan STM penerima, media transmisi yang digunakan berupa kabel serat optik
dengan tipe single mode.
Konfigurasi sistem JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto secara umum dapat digambarkan seperti pada gambar 3. 19 dibawah ini.
SMG
GTS
Gambar 3.19. Konfigurasi JARLOKAF STO Semanggi
dan STO Gatot Subroto
Beberapa konfigurasi sistem JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto dapat digunakan untuk menghubungkan perangkat opto-elektronik
di sisi sentral STO dengan perangkat opto-elektronik di sisi pelanggan (TKO).
Sudut pandang dalam menentukan konfigurasi adalah berdasarkan topologi
jaringan yang menghubungkan sentral local STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto dengan lokasi pelanggan (customer premises).
Konfigurasi sistem tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :
Konfigurasi single star (Point to Point / P to P)
ST
O
GT
S
ST
O
SM
G
DLC
DLC
ADM
STM-1/STM-4
ADM
STM-1/STM-4
DLC
DLC Kabel FO
POTS
ISDN
POTS
ISDN
Konfigurasi single star (P to P) pada Jarlokaf yang diperlihatkan pada
gambar 3.20 memiliki satu buah titik star kabel yaitu pada perangkat
Jarlokaf di sisi sentral.
Gambar 3.20. Konfigurasi Single Star
Konfigurasi Multiple Star (Point to Point dan Point to Multipoint)
Konfigurasi multiple star pada Jarlokaf seperti yang diperlihatkan pada
gambar 3.21 adalah konfigurasi yang memiliki lebih dari satu buah titik
star kabel serat optik (P to P dan P to M)
Gambar 3.21. Konfigurasi Multiple Star
3.5.1. Kombinasi dengan Ring
Konfigurasi ring digunakan untuk meningkatkan keandalan
jaringan. Konfigurasi ring kabel pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto digunakan sebagai proteksi point-to-point link (single node
ring). Sedangkan konfigurasi ring SDH (multi node ring) pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan perangkat ADM digunakan
sebagai proteksi beberapa point sekaligus. Keunggulan konfigurasi
ring SDH disamping peningkatan keandalan sistem dapat juga
menghemat jumlah serat optik yang aktif. Konfigurasi ring pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu :
1. Konfigurasi Ring Kabel
a. Membentuk jaringan melingkar.
b. Untuk meningkatkan keandalan jaringan.
c. Untuk proteksi terhadap point-to-point link.
Gambar 3.22. Konfigurasi Ring Kabel
2. Konfigurasi Ring SDH
a. Membentuk jaringan melingkar.
b. Untuk meningkatkan keandalan jaringan.
c. Untuk proteksi terhadap point-to-point link.
d. Dengan ring SDH (ADM) menghemat kabel serat optik.
Gambar 3.23. Konfigurasi Ring SDH
Jenis konfigurasi ini dimungkinkan dengan cara
menggabungkan baik teknologi DLC, maupun PON dengan suatu
Ring SDH. Alternatif pembentukan ring kabel berturut-turut dari
yang terbaik adalah; rute kabel yang berbeda, kabel yang berbeda
pada rute yang sama, atau fiber yang berbeda pada kabel yang sama
seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.24 di bawah ini.
Gambar 3.24. Kombinasi Ring SDH dengan JARLOKAF
3.6. User (Pengguna)
Pada area operasional STO Semanggi dan STO Gatot Subroto yang
meliputi wilayah Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto memiliki banyak sekali
pelanggan yang berupa gedung-gedung bertingkat dan gedung perkantoran yang
tentu saja membutuhkan jaringan akses serat optik. JARLOKAF pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto mencakup seluruh gedung pelanggan pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.4
di bawah ini
Tabel 3.4. User (Pengguna)
NO STO LOKASI ASAL LOKASI TUJUAN PANJANG FO (mtr) PRIMER
Primer Sekunder FIBER
1 SEMANGGI SMG BULOG 200 PF02(1-16)
BULOG WISMA BAJA 194.5 PF02(1-16)
WISMA BAJA ADI GRAHA 200 PF02(1-16)
ADI GRAHA SMG 150 PF02(1-16)
10114 PF 02
SMG CENTRAL PLZ 465 PF03(1-16)
CENTRAL PLZ GRAHA PARAMITA 481 PF03(1-16)
GRAHA PARAMITA SMG 481 PF03(1-16)
7893.1 PF 03
SMG SUBENTRA 150 PF05(1-16)
SUBENTRA MENARA MULIA 232 PF05(1-16)
MENARA MULIA SMG 150 PF05(1-16)
6332 PF 05
SEMANGGI SMG ASPAC KUNINGAN 115 PF01(1-16)
10114 PF 01
ASPAC KUNINGAN BALAI SIDANG 147 PF05(41-48)
BALAI SIDANG SMG 147 PF05(41-48)
6332 PF 05
SMG HOTEL SHANGRILA 935 PF07(1-12)
HOTEL SHANGRILA MENARA BNI LAMA 492 PF07(1-12)
MENARA BNI LAMA TAMAN A-9 492 PF07(1-12)
4742 PF 07
TAMAN A-9 SMG PF01(17-32)
10114 PF 01
SMG ENTERPRISE 199 PF01(33-48)
ENTERPRISE BINA MULIA I&II 770 PF01(33-48)
BINA MULIA I & II SMG 770 PF01(33-48)
10114 PF 01
SEMANGGI SMG PAPAN SEJAHTERA 379 PF01(49-64)
SENTRAL MUTIARA SMG 188 PF01(49-64)
10114 PF 01
SMG ARIO BIMO SNTRAL 112 PF01(65-80)
ARIO BIMO
SENTRAL SMG 112 PF01(65-80)
10114 PF 01
SMG GRAHA INTERNUSA 78 PF01(93-96)
GRAHA INTERNUSA SMG 78 PF01(93-96)
10114 PF 01
SEMANGGI SMG WISMA METRO 2 129 PF03(17-32)
WISMA METRO 2 BUMI PUTERA 179 PF03(17-32)
BUMI PUTERA SMG 179 PF03(17-32)
7893.1 PF 03
SMG WISMA INDOCEMENT 195 PF03(33-48)
WISMA
INDOCEMENT APT.ST BUDI 293 PF03(33-48)
APT. SETIA BUDI SMG 293 PF03(33-48)
7893.1 PF 03
SMG APT.REGENT 147 PF03(49-64)
APT.REGENT SMG 147 PF03(49-64)
7893.1 PF 03
SEMANGGI SMG GRAHA IRAMA 112 PF02(65-80)
GRAHA IRAMA MENARA 2000 277 PF02(65-80)
MENARA 2000 SMG 277 PF02(65-80)
10114 PF 02
SEMANGGI SMG WISMA METRO 1 621 PF03(65-80)
WISMA METRO 1 OFFICE KUNINGAN 355 PF03(65-80)
OFFICE KUNINGAN BATAVIA CITY OFFICE 499 PF03(65-80)
BATAVIA CITY OFFICE MID PLAZA 268 PF03(65-80)
7893.1 PF 03
SEMANGGI SMG WISMA DHARMALA 354 PF04(01-16)
WISMA DHARMALA APT. AMBASADOR 332 PF04(01-16)
APT.AMBASADOR SMG 332 PF04(01-16)
SMG LANDMARK 267 PF04(17-32)
LANDMARK WISMA KODELL 213 PF04(17-32)
WISMA KODELL SMG 213 PF04(17-32)
7893.1 PF 04
SEMANGGI SMG APT.KUNINGAN 212 PF04(33-48)
APT.KUNINGAN PLASA CENTRIS 93 PF04(33-48)
PLASA CENTRIS BANK EKONOMI 621 PF04(33-48)
BANK EKONOMI SMG 621 PF04(33-48)
7893.1 PF 04
SMG HOTEL REGENT 194 PF04(49-64)
HOTEL REGENT SMG 194 PF04(49-64)
7893.1 PF 04
SEMANGGI SMG M.BATAVIA 331 PF07(37-48)
M.BATAVIA W.46 KOTA BNI 750 PF07(37-48)
4742 PF 07
W.46 KOTA BNI W.GKBI 331 PF08(25-36)
W.GKBI SMG 269 PF08(25-36)
7538 PF 08
SEMANGGI SMG MANGGALA W.B 2042 PF05(33-40)
MANGGALA W.B BRI II 138 PF05(33-40)
6332 PF 05
MANGGALA W.B TVRI 860 SF01(01-08)
TVRI MPR/DPR 578 SF01(01-08)
MPR/DPR MANGGALA W.B 2042 SF01(01-08)
10114 PF 01
BRI II BRI I 245 SF01(01-08)
BRI I BRI II 138 SF01(01-08)
10114 PF 01
GATSU GTS M.RAJAWALI 328 PF05(49-64)
6332 PF 05
M.RAJAWALI B.PASIFIK 136 PF07(49-60)
B.PASIFIK GTS 136 PF07(49-60)
4742 PF 07
GATSU GTS DANAMON DT. CTR 254 PF05(65-80)
6332 PF 05
DANAMON DT CTR
STD. CHARTER
(ATRIA.S) 162 PF07(25-36)
4742 PF 07
STD. CHARTER
(ATRIA.S) SENTRAL SENAYAN 1210 PF08(13-24)
SENTRAL SENAYAN GTS 1210 PF08(61-76)
7538 PF 08
GATSU GTS GRAHA UNILEVER 140 PF06(33-48)
GRAHA UNILEVER HOLLIDAY INN 97 PF06(33-48)
HOLIDAY INN GTS 97 PF06(33-48)
6332 PF 06
GATSU GTS MENARA DEA 473 PF06(01-16)
MENARA DEA WISMA UIC 144 PF06(01-16)
WISMA UIC GTS 144 PF06(01-16)
6332 PF 06
GTS MENARA GLOBAL 154 PF06(17-32)
6332 PF 06
GATSU GTS PRICE WATER HOUSE 417 PF02(17-32)
10114 PF 02
PRICE WATER
HOUSE H.HILTON 456 PF08(01-12)
7538 PF 08
GATSU GTS GRAHA ACTIVA 222 PF02(33-48)
10114 PF 02
GTS MENARA PERDANA 199 PF02(49-64)
MENARAPERDANA
GELANGGANG
REMAJA 197 PF02(49-64)
GELANGGANG REMAJA GREAT RIVER PLAZA 296 PF02(49-64)
10114 PF 02
GATSU GTS RK-RK PF08(36-48)
GTS RK-RB PF08(36-48)
GTS RK-RD PF08(36-48)
GTS RK-RE PF08(36-48)
GTS RK-RL PF08(36-48)
7538 PF 08
GTS APART SENAYAN PF05(11-14)
GTS RK-RV PF05(11-14)
6332 PF 05
GATSU GTS LIPPO PLAZA 230 PF03(93-96)
GTS BCA 290 PF03(85-88)
GTS CHASE PLAZA 230 PF03(89-92)
GTS WISMA TAMARA 354 PF03(81-84)
7893.1 PF 03
GTS WTC 230 PF04(71-74)
7893.1 PF 04
GATSU GTS WISMA TUGU 379 PF01(81-92)
WISMA TUGU BINA MULIA 3 260 PF01(81-92)
BINA MULIA 3 SMG-1 260 PF01(81-92)
10114 PF 01
GATSU GTS ARMO 501
GTS SENTRAL SENAYAN 1210 PF08(63-64)
STC STC 7538 PF 08
GTS ITC 256 PF04(87-90)
7893.1 PF 04
GATSU GTS GED ASIATIC 355 PF04(65-70)
7893.1 PF 04
GATSU GTS GEDUNG TIRA 213 PF04(75-78)
7893.1 PF 04
GATSU GTS THE EAST 314 PF06(87-92)
6332 PF 05
GATSU GTS OAKWOOD 500 PF05(17-22)
6332 PF 05
GATSU GTS
SETIABUDI
RESIDENCE 500 PF03(27-32)
7893.1 PF 03
GATSU GTS MENARA KARYA 300 PF02(91-96)
10114 PF 02
GATSU GTS MENARA PRIMA 500 PF05(91-96)
6332 PF 05
3.7. Prinsip Kerja JARLOKAF
Prinsip kerja JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto menggunakan antarmuka (interface) V5.1 dan V5.2 yang kemudian
dihubungkan dengan perangkat terminal SDH dan DLC yang ada di sisi
sentral local STO kemudian ditransmisikan ke dalam bentuk sinyal bit rate
sebesar 2 Mbps melalui jaringan akses ke arah sentral terminal pelanggan
melalui media transmisi serat optik dan kemudian diterima dan diproses oleh
perangkat SDH dan DLC pada sisi sentral pelanggan secara multiplex /
demultiplex.
3.7.1. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.1
Interface V5.1 mengeluarkan bit rate sebesar 2 Mbps dari sentral lokal
menuju perangkat akses network SDH dan DLC yang kemudian
ditransmisikan melalui media fiber optik kepada perangkat SDH dan DLC di
sisi pelanggan kemudian diproses melalui perangkat akses tersebut secara
demultiplex.sebanyak 30 SST per link. Antarmuka V5.1 menggunakan
arsitektur lapisan 1 G.703 seperti diperlihatkan pada gambar 3.25.
Antarmuka V 5.1 dirancang untuk mendukung jasa :
- PSTN
- BRA-ISDN
- Leased Channel Permanent (sirkuit sewa permanent) maupun semi
permanen.
Gambar 3.25. Antarmuka V 5.1
3.7.2. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.2
Interface pada V5.2 terjadi konsentrasi di kanal traffic dari sentral
lokal mengeluarkan bit rate sebesar 2 Mbps sebanyak 16 link tergantung dari
konsentrasi jumlah traffic pelanggan. Di sisi V5.2 terjadi efisiensi link yang
akan ditransmisikan oleh sentral lokal. V5.2 adalah pengembangan lebih lanjut
dari V5.1 seperti diperlihatkan pada gambar 3.26.
Antarmuka V5.2 sebagai pengembangan dari antarmuka V 5.1
menggunakan multilink.
Antarmuka V5.2 dapat mendukung aplikasi POTS, ISDN-BRA, ISDN-
PRA dan Leased Line.
Gambar 3.26. Antarmuka V 5.2
Tabel 3.5. Perbandingan Antarmuka V 5.1 dan V 5.2
3.8. Kapasitas dan Kualitas JARLOKAF
Sistem PON mengenal tiga batasan kapasitas yaitu kapasitas ONU,
kapasitas ODN, dan kapasitas OLT. Kapasitas ONU dan OLT menunjukkan
jumlah kanal yang dapat ditangani oleh perangkat yang bersangkutan.
Sedangkan kapasitas Optical Distribution Network (ODN) menunjukkan
jumlah kanal yang dapat disalurkan pada suatu cabang serat optik dengan
sistem transmisi tertentu.
Kapasitas ONU yang umum adalah 4, 16, 30, 60, dan 120 kanal.
Kapasitas ODN bervariasi disekitar 200 kanal. Sedangkan kapasitas OLT
dipersyaratkan minimal 800 kanal dan dapat didistribusikan maksimum ke 4
ODN. Splitting ratio yang dapat dipakai pada sistem PON adalah hingga
1:16 untuk mencapai jarak jangkauan hingga 20 km, dan 1:32 untuk
mencapai jarak jangkauan hingga 10 km.
Layanan yang dapat ditangani dengan menggunakan teknologi PON
meliputi POTS, payphone, analog leased line, 64kbit/s digital leased line,
ISDN BRA, ISDN PRA, 2Mbit/s digital leased line.
Sistem DLC bisa digunakan untuk konfigurasi star karena memiliki
hubungan kabel fiber optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai
hubungan ke setiap titik. Namun DLC dapat digunakan juga dengan
konfigurasi ring, dengan menggunakan transmisi SDH.
DLC pada umumnya digunakan untuk pelanggan yang
terkonsentrasi atau untuk gedung bertingkat (high rise building) seperti
diperlihatkan pada gambar 3.27 di bawah ini.
Gambar 3.27. Kapasitas Sistem Jarlokaf
3.9. Sistem Proteksi Pada JARLOKAF
Konfigurasi ring pada sistem JARLOKAF diperlukan untuk
memberikan sistem proteksi yang memadai. Proteksi 1+1 pada sistem
berbasis SDH dan DLC dikenal dengan istilah Automatic Protection System
(APS). Pada APS tiap link komunikasi optik mempergunakan 4 (empat) core
serat optik. Dua core serat optik untuk pengiriman sinyal informasi (main)
dan 2 core serat optik untuk cadangan (standby). Untuk sistem berbasis SDH
dan DLC, proteksi 1+1 merupakan salah satu fasilitas dari ring yang
dilengkapi dengan redundansi bandwidth dan atau perangkat jaringan
sehingga layanan dapat secara otomatis dipulihkan pada saat terjadi
gangguan atau degradasi pada salah satu rute dari ring. Fasilitas ini dikenal
dengan istilah “self healing ring” yang dapat direalisasikan baik dengan
menggunakan 2 atau 4 fiber optik.
Sistem Proteksi pada JARLOKAF merupakan salah satu dari
beberapa alternatif proteksi yang bisa dijalankan dalam sistem transmisi
NGN (SDH/DLC/PON/AON). Dalam hal ini yang menjadi pokok
pengolahan proteksi ada pada link fisik yang digunakan. Ada dua macam
proteksi pada JARLOKAF yaitu Sub Network Connection Protection
(SNCP) dan Multipleks Section Protection (MSP).
3.9.1. Sub Network Connection Protection (SNCP)
Dalam JARLOKAF dengan proteksi SNCP seperti pada
gambar 3.28, tidak begitu diperlukan pengetahuan akan komposisi
node jaringan, beberapa node secara prinsip bisa direkonfigurasi
tanpa mengubah node lainnya (ketika jalur saluran ke node tersebut
tidak diubah). Ini berarti bahwa satu node terkecil dapat bebas
dikelola jaringan. Untuk metode proteksi SNCP tidak ada pembatasan
terhadap topologi jaringan (setidaknya tersedia dua macam rute).
Tipikal switching time pada proteksi SNCP berkisar 50-200 ms
seperti diperlihatkan pada gambar 3.28 di bawah ini.
Gambar 3.28. Sub Network Connection Protection (SNCP)
Pada SDH
3.9.2. Multiplex Section Protection (MSP)
Berbeda dengan metode proteksi SNCP yang tidak ada
batasan dalam topologi jaringannya, dalam metode proteksi MSP
masalah topologi JARLOKAF merupakan masalah yang utama dan
merupakan batasan yang penting. Topologi JARLOKAF ini hanya
dapat digunakan dalam satu ring murni, dan semua struktur jaringan
harus dikonversikan ke dalam ring-ring terlebih dahulu, atau ke
beberapa ring-ring interkoneksi, tergantung pada kebutuhan trafik.
Batasan yang lebih jauh adalah bahwa setiap ring hanya terdiri dari
16 node, tapi dalam prakteknya hal ini tidak begitu penting, selama
suatu desain jaringan cenderung ke batasan jumlah node tiap ring
hanya untuk menjaga ketersediaannya yang tinggi (untuk
menghindari kegagalan ganda dalam tiap ring) dan batasan panjang
jalur proteksinya.
Keuntungan utama metode proteksi MSP adalah adanya
penggunaan kapasitas yang efisien dalam tipe ring. Terutama jika
matrik trafik untuk tiap ringnya sudah tersusun point to point demand
antara node adjacent. MSP mempunyai banyak kelebihan diantaranya
kemampuan kapasitas trafiknya dapat ditingkatkan N kali ring
terproteksi (N adalah jumlah node dalam ring), dan juga dalam kasus
yang lebih praktis, dengan distribusi trafik yang seragam
kelebihannya masih 50-60%. Untuk matrik trafik tipe hub dalam
JARLOKAF tidak ada kelebihan kapasitas melalui ring–ring yang
terproteksi seperti diperlihatkan pada gambar 3.29 di bawah ini.
Gambar 3.29. Multiplex Section Protection (MSP)
3.9.3. Sistem Proteksi JARLOKAF Pada Topologi Ring
Topologi ring menghubungkan beberapa node ADM
(Add/Drop Multiplexer) dalam sebuah loop tertutup. Konfigurasi ini
memiliki kehandalan dalam hal proteksi yaitu dengan mekanisme self
healing yang dapat beroperasi dengan cepat ( < 50 ms ) apabila terjadi
gangguan pada jaringan. Adapun tipe proteksi ring yang umum
digunakan adalah seperti diperlihatkan pada tabel 3.6 berikut ini.
Tabel 3.6. Sistem Proteksi Topologi Ring
BAB IV
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF
4.1. Analisis Konfigurasi Jaringan dan Topologi Ring STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto Pada Area Sudirman –Kuningan – Gatot Subroto
4.1.1. Analisis Konfigurasi Jaringan
JARLOKAF yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto serta pada area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto berupa penggelaran kabel serat optik ke gedung-
gedung yang ada pada area tersebut langsung dari STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto dengan menggunakan jalur bawah tanah (manhole) ditambah
dengan menggunakan teknologi akses DLC dan teknologi akses PON serta
sistem transmisi SDH.
Dalam implementasi di lapangan sistem transmisi SDH dengan
teknologi akses DLC dan teknologi akses PON saling terintegrasi (terhubung)
antara satu sama lain dimana sistem transmisi SDH bertugas menghubungkan
perangkat dan kabel jaringan serat optik yang ada pada STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto kepada perangkat sistem transmisi SDH, perangkat akses
DLC, dan perangkat akses PON yang terletak di dalam gedung-gedung
pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dimana dalam
masing-masing gedung tersebut perangkat transmisi SDH maupun perangkat
akses DLC dan perangkat akses PON ditempatkan secara terpisah walaupun
terletak dalam satu gedung.
Dalam aplikasi operasionalnya perangkat sistem transmisi SDH,
perangkat akses DLC dan perangkat akses PON yang terdiri dari OLT, ODN,
ONU/ONT akan membentuk sistem ring dengan menggunakan kabel serat
optik untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas serta sistem kehandalan
JARLOKAF yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto sekaligus juga dapat
menghemat jumlah kabel serat optik yang dibutuhkan
4.1.1.1. Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC
dan Sistem Transmisi SDH
Penerapan konfigurasi JARLOKAF dengan menggunakan teknologi
akses DLC serta dengan menggunakan sistem transmisi ring SDH pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto pada dasarnya cukup sederhana. Pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto ditempatkan perangkat SDH dengan
menggunakan interface V5.1 dan V5.2 kemudian pada masing-masing
gedung pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto juga
ditempatkan perangkat SDH dan perangkat DLC.
Perangkat SDH pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
dihubungkan dengan menggunakan kabel serat optik menuju perangkat SDH
dan DLC yang ada pada masing-masin gedung pelanggan area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto. Selain itu perangkat SDH yang terletak pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dan perangkat SDH dan DLC yang ada
pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto membentuk
topologi ring dengan menggunakan kabel serat optik guna meningkatkan
fleksibilitas, efisiensi, serta kehandalan jaringan dan sistem proteksi jaringan.
Tujuan dari pembentukan topologi ring SDH dan DLC pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto adalah untuk memberikan akses cakupan wilayah yang
maksimal pada JARLOKAF serta untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
serta keamanan dan proteksi pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan
– Gatot Subroto. Selain itu penggunaan teknologi akses DLC sangat cocok
diterapkan pada JARLOKAF area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto,
karena para pelanggannya berupa gedung-gedung bertingkat (high rise
building) yang terkonsentrasi. Sehingga sangat memudahkan dalam
penempatan perangkat maupun dalam pengoperasiannya karena perangkat
SDH dan DLC yang ditempatkan dalam gedung tersebut hanya dapat dipakai
dan digunakan untuk melayani kebutuhan gedung tersebut. Perangkat SDH
dan DLC juga ditempatkan pada semua gedung-gedung pelanggan area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.
Jadi dengan kata lain, perangkat SDH yang ada pada STO Semanggi
dan STO Gatot Subroto saling terkoneksi (terhubung) dengan semua
perangkat SDH dan DLC yang ada pada semua gedung-gedung pelanggan
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan menggunakan kabel serat
optik serta membentuk sistem topologi ring seperti diperlihatkan pada gambar
4.1 di bawah ini.
STO SMG
STM-1 STM-1STM-1
E020401
Aspac Kuningan
E020402
Balai Sidang
E020501
Hotel Sangrila
E020503
Taman A9
E020601
Enterprise
E020602
Bina Mulia I
V5.2if: NA
V5.2if: NA
V5.2 IF
DDF
O&M
TCP/IP
ADM
620-2 #2
V5.2if : NA
V5.2if : NA
V5.2if : NA
V5.2if : 6011
E020502
Menara BNI
V5.2if : NA
LL 2 Mb/sISDN PRA
LE
LW
Gambar 4.1 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC
dan Sistem Transmisi SDH
4.1.1.2. Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON
dan Sistem Transmisi SDH
Penerapan konfigurasi JARLOKAF dengan menggunakan teknologi
akses PON serta menggunakan sistem transmisi ring SDH pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto serta mencakup area operasional Sudirman
– Kuningan – Gatot Subroto pada dasarnya sangat unik karena penempatan
perangkat OLT pada PON tidak ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi
dan STO Gatot Subroto melainkan ditempatkan di dalam gedung-gedung
strategis yang ada pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.
Selain itu JARLOKAF dan perangkat sistem transmisi SDH yang
ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
dihubungkan dengan kabel serat optik langsung kepada perangkat OLT yang
ada di dalam gedung-gedung strategis tersebut. Kemudian perangkat sistem
transmisi SDH dan perangkat OLT yang ada pada gedung-gedung strategis
tersebut membentuk sistem topologi ring guna meningkatkan kehandalan dan
proteksi pada sistem jaringan tersebut.
Perangkat OLT tersebut sengaja ditempatkan di dalam gedung-gedung
strategis supaya perangkat ODN yang terdiri dari kabel serat optik, splice,
konektor, dan passive splitter dapat menjangkau semua gedung yang ada
dalam radius area gedung-gedung strategis tersebut. Sedangkan perangkat
ONU/ONT akan ditempatkan di dalam gedung-gedung yang berada pada
radius area gedung-gedung strategis tersebut.
Jadi dengan kata lain, perangkat OLT yang ditempatkan di dalam
gedung-gedung strategis tersebut akan langsung terhubung dengan perangkat
ONU/ONT yang ada pada gedung-gedung yang ada dalam radius area
gedung-gedung strategis tersebut melalui perangkat ODN yang terdiri dari
kabel serat optik, splice, konektor, dan passive splitter.
Perangkat ODN yang menghubungkan antara perangkat OLT yang
ada dalam gedung-gedung strategis dengan perangkat ONU/ONT yang ada
pada gedung-gedung sekitarnya ditempatkan di luar gedung (bangunan) dan
biasanya diletakkan (digelar) di dalam tanah (manhole).
Alasan yang menyebabkan kenapa penempatan perangkat OLT tidak
ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto selain
dapat menghemat investasi dan biaya juga dapat menghemat jumlah
perangkat dan kabel serat optik yang dibutuhkan dalam penggelaran
JARLOKAF dan perangkat dari STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada
gedung-gedung sekitarnya.
Selain itu, Perangkat OLT yang ditempatkan di dalam gedung STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto sudah pasti membutuhkan penggelaran
kabel serat optik dari gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto menuju
gedung-gedung yang ada pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.
Padahal, kalau saja seandainya perangkat OLT pada teknologi akses PON
ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto sudah
pasti akan mempermudah petugas teknisi pada PT Telekomunikasi Indonesia
yang bekerja di kedua STO tersebut dalam melakukan pendeteksian dan
penanggulangan gangguan (trouble shooting) baik dalam putus jaringan dan
kabel serat optik pada sistem teknologi akses PON tersebut.
Pada dasarnya, dalam sistem JARLOKAF yang diterapkan
(diaplikasikan) oleh STO semanggi dan STO Gatot Subroto pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut, ada pada jumlah perbandingan
passive splitter yang digunakan pada perangkat ODN untuk menghubungkan
perangkat OLT dan mencatu perangkat ONU/ONT yang ditempatkan pada
gedung-gedung strategis area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut
adalah 1 : 4. Hal ini sangat tidak efisien karena jenis layanan dan jumlah
gedung yang dapat dicatu (dihubungkan) oleh passive spliiter dengan
perbandingan 1 : 4 tersebut sangat terbatas dan tidak maksimal.
Selain itu jarak jauh radius areanya juga sangat terbatas (pendek). Hal
ini akan sangat berbeda jika seandainya yang digunakan pada perangkat ODN
tersebut adalah passive splitter dengan perbandingan 1 : 8, 1 : 16, dan 1 : 32.
Maka otomatis jumlah titik sambung, jumlah perangkat, jumlah jalur kabel
serat optik dan jumlah gedung yang dapat dilayani, dijangkau, dihubungkan,
ataupun dicatu oleh perangkat OLT, ODN, maupun ONU/ONT dapat lebih
banyak, lebih luas, lebih besar, dan juga lebih efektif dan efisien. Karena
passive splitternya dapat menjangkau sekaligus memberikan layanan dan
cakupan yang lebih banyak dan lebih luas terhadap gedung-gedung yang ada
pada area operasional STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada
area operasional Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.
Sedangkan penggunaan sistem transmisi SDH dengan topologi ring
dimana perangkat SDH pada JARLOKAF ditempatkan di dalam gedung STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ditempatkan di dalam
gedung-gedung strategis pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
dimana perangkat SDH dan perangkat OLT tersebut diletakkan pada tempat
yang terpisah tetapi masih dalam satu gedung yang bertujuan untuk
mengintegrasikan (menggabungkan) sistem kerja perangkat SDH dan OLT
dengan tujuan untuk meningkatkan jenis jasa dan layanan serta meningkatkan
kapasitas dan kualitas dan juga efektif dan efisiensi dari JARLOKAF yang
digelar oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto yang ada pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dalam melayani pelanggan yang
berupa gedung-gedung bertingkat (high rise building), sentra bisnis, maupun
pelanggan perumahan (residensial). Dimana diantara perangkat SDH yang
ada di STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun dengan perangkat
SDH dan OLT yang ada pada gedung-gedung strategis tersebut dihubungkan
dengan kabel serat optik.
Dimana perangkat SDH dan perangkat OLT tersebut saling
membentuk topologi ring yang dapat meningkatkan sistem keandalan dan
proteksi baik pada sistem JARLOKAF maupun pada sistem perangkat SDH
dan PON serta dapat memberikan beragam layanan dengan intensitas dan
kapasitas yang tinggi secara terus menerus tanpa batas pada STO Semanggi
dan STO Gatot Subroto dan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
seperti diperlihatkan pada gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON
dan Sistem Transmisi SDH
4.1.2. Analisis Topologi Ring
Topologi ring pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dibagi menjadi dua bagian yaitu
topologi ring logic dan topologi ring fisik. Hal ini dikarenakan sistem
JARLOKAF yang diterapkan (diaplikasikan) oleh STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto banyak
mencakup gedung bertingkat (High Rise Building), sentra bisnis, dan area
perumahan (residential).
Penerapan topologi ring pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
dan pada area operasionalnya dikarenakan untuk meningkatkan sistem
keandalan jaringan, dan sekaligus juga untuk proteksi point to point dan juga
dapat menghemat jumlah kabel serat optik yang dibutuhkan. Berikut di bawah
ini analisis tentang topologi ring logic dan topologi ring fisik.
4.1.2.1. Analisis Topologi Ring Logic
Dalam sistem topologi ring logic seperti yang terlihat pada gambar 4.3
yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seluruh jalur kabel jaringan akses serat
optik baik yang merupakan jalur kabel utama maupun kabel jalur alternatif
yang melalui gedung-gedung yang ada pada area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto disatukan (digabungkan) dalam satu jalur kabel jaringan akses
serat optik. Sehingga apabila terjadi gangguan yang menyebabkan putusnya
jalur kabel jaringan akses tersebut maka dapat dipastikan seluruh jaringan
akses serat optik yang dicatu oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
pada area operasional Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto akan mengalami
kelumpuhan (mati total) karena tidak adanya jalur alternatif kabel jaringan
akses serat optik yang membackup-nya dikarenakan jalur utama dan jalur
alternatifnya digabungkan menjadi satu kesatuan sehingga apabila terjadi
gangguan (putus kabel / putus jaringan) akan langsung menyebabkan jalur
kabel utama dan jalur kabel alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto serta pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto akan langsung
putus tanpa ada yang memback-up.
Sambungan LT
di Sumitmas1
GCC PAJAK MANDIRI
BAPINDO
WIDJOJO NIAGA T SUDIRMAN T
SUMITMAS2 SUMITMAS1
LT: 4 LT: 4 LT: 4
LT: 3
LT: 2
LT: 1
LT: 5
LT: 6
LT: 7
LT: 8
LT: 3 LT: 3 LT: 3
LT: 2
LT: 1 LT: 1 LT: 1
49-52
85-88
STO GTS
1-4
13-16
25-28
37-40
61-64
73-76
Gambar 4.3
Topologi Ring Logic
4.1.2.2. Analisis Topologi Ring Fisik
Dalam topologi ring fisik yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti
yang terlihat pada gambar 4.4 dimana jalur kabel utama jaringan akses serat
optik dan jalur kabel alternatif jaringan akses serat optik memang sengaja
dibuat terpisah dan tidak digabungkan menjadi satu jalur dan membentuk
jaringan topologi ring (melingkar), supaya seandainya apabila terjadi
gangguan pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto yang menyebabkan putusnya jalur
kabel utama jaringan akses serat optik, maka pada saat itu juga akan langsung
dialihkan (diback-up) kepada jalur kabel alternatif jaringan akses serat optik
tersebut. Dimana sistem ini dikenal juga dengan nama sistem Dual Homing
(Diversity Route).
Gd. TIRA
WismaBudi
MenaraDuta
WismaBakrie
Ap. FourSeasons
Chase Plaza
BankPermata
SMG PatraJasa
GTS
256 Core
24 Core
SambunganOptic
Panjang Optic 256 Core = 11400 mPanjang Optic 96 Core = 5270 mPanjang Optic 24 Core = 2412 m
Jumlah Sambungan Branch Joint = 4 BhJumlah Sambungan Straigh Joint = 10 Bh
MnrGracia
96 Core
GB15/23
S2C33/01
S2C28
S2CO4A
GB15/27A
Gambar 4.4 Topologi Ring Fisik
4.2. Analisis dan Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama dan Jalur
Alternatif Pada Area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan
4.2.1. Analisis Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Secara keseluruhan Jalur utama jaringan akses serat optik pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dioperasikan oleh dua STO milik
PT Telekomunikasi Indonesia yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto.
STO Semanggi mengoperasikan seluruh jaringan akses dan jalur serat optik
pada area Sudirman dan sebagian dari jaringan akses dan jalur serat optik
pada area Kuningan yang mencakup gedung-gedung tinggi (high rise
building), sentra bisnis dan area perumahan (residential) pada area Kuningan
dan Sudirman. Sedangkan STO Gatot Subroto mengoperasikan sebagian dari
jaringan akses dan jalur serat optik pada area Kuningan dan seluruh jaringan
akses dan jalur serat optik pada area Gatot Subroto yang mencakup gedung-
gedung tinggi (high rise bulding), sentra bisnis, dan area perumahan
(residential) pada area Kuningan dan Gatot Subroto seperti diperlihatkan pada
gambar 4.5 di bawah ini.
Gatot Subroto
Kunin
ganS
udirm
an
STO
SMG
STO
GTS
Gambar 4.5
Jalur Utama Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
4.2.2. Analisis Jalur Alternatif Pada Area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto
Jalur alternatif pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dapat
dijabarkan sebagai berikut apabila jaringan dan jalur serat optik pada Area
Sudirman mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat optik) seperti
terlihat pada gambar 4.6, maka secara otomatis pada saat itu juga jaringan dan
kabel serat optik area Sudirman akan langsung dialihkan (diback-up) oleh
perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui
jaringan dan jalur serat optik yang ada pada area Kuningan dan Gatot Subroto.
Gatot Subroto
Kunin
ganS
udirm
an
STO
SMG
STO
GTS
Gambar 4.6
Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Demikian juga apabila jaringan dan jalur serat optik pada Area
Kuningan mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat optik) seperti
terlihat pada gambar 4.7, maka secara otomatis pada saat itu juga jaringan dan
kabel serat optik Area Kuningan akan langsung dialihkan (diback-up) oleh
perangkat alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
melalui jalur kabel serat optik pada Area Sudirman dan Gatot Subroto.
Gatot Subroto
Kunin
ganS
udirm
an
STO
SMG
STO
GTS
Gambar 4.7
Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Demikian pula sebaliknya apabila jaringan dan jalur serat optik pada
area Gatot Subroto mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat
optik) seperti terlihat pada gambar 4.8, maka secara otomatis pada saat itu
juga jaringan dan kabel serat optik area Gatot Subroto akan langsung
dialihkan (diback-up) oleh perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto melalui jalur serat optik pada area Sudirman dan Kuningan.
Gatot Subroto
Kunin
ganS
udirm
an
STO
SMG
STO
GTS
Gambar 4.8
Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
4.2.3. Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Utama Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Perhitungan link power budget digunakan untuk menentukan
kemampuan sistem komunikasi serat optik (SKSO) JARLOKAF pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam melayani jalur utama
pengiriman data atau informasi pada area Sudirman – Kuningan –
Gatot Subroto. Beberapa parameter yang terkait dalam perhitungan ini
adalah :
A. Power Transmitted / Daya Kirim (PT)
Power transmitted adalah daya yang dipancarkan dari perangkat
transmitter yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
ke dalam kabel serat optik yang kemudian disampaikan kepada
perangkat receiver yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto. Rentang nilai power transmitted yang
digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat
transmitternya adalah -15 dBm -1 dBm.
B. Power Received / Daya Terima (PR)
Power received adalah daya yang diterima oleh perangkat receiver
yang ada pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto setelah dipancarkan dari perangkat transmitter yang ada
pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui kabel serat
optik. Rentang nilai power receive yang digunakan oleh
PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat receivernya adalah
-25 dBm -15 dBm.
C. Kabel Serat Optik
Kabel serat optik yang digunakan pada jalur utama area Sudirman
– Kuningan – Gatot Subroto oleh PT Telekomunikasi Indonesia
adalah kabel serat optik jenis single mode. Panjang gelombang
jenis kabel serat optik single mode pada jalur utama adalah 1310
nm dan redaman kabel serat optiknya sebesar 0,2 dB/km. Selain
itu panjang kabel serat optik pada jalur utama yang dicatu oleh
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto adalah 11,4 km.
D. Connector
Connector adalah alat yang menghubungkan kabel serat optik dari
sumber kepada titik tujuan. Pada jalur utama area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi Indonesia
menggunakan connector dengan redaman sebesar 0,5 dB/
connector dan jumlah connectornya sebanyak 12 buah.
E. Splice
Splice dibutuhkan pada saat kabel serat optik membutuhkan
penyambungan yang bersifat permanen. Splice sangat tergantung
pada teknik penyambungan serat optik. Standar redaman splicing
yang direkomendasikan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah sebesar 0,2
dB/splice dan jumlah splicenya sebanyak 4 buah.
F. System Margin
Sistem margin adalah toleransi loss jaringan (dalam satuan dB)
yang ditambahkan dalam perhitungan link power budget agar
sistem masih dapat bekerja dengan baik dalam menghantarkan
sinyal optik pada saat timbul redaman tambahan. Nilai sistem
margin yang digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 6 – 8 dB. Nilai
ini dianggap cukup untuk menentukan agar sistem masih bekerja
dengan baik.
Tabel 4.1 menunjukkan parameter perhitungan link power budget
pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto pada
PT Telekomunikasi Indonesia.
Tabel 4.1
Parameter Link Power Budget Pada Jalur Utama
PARAMETER LINK POWER BUDGET PADA JALUR UTAMA AREA
SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA
PT (Power Transmitted) -15 dBm ~ -1 dBm
PR (Power Receive) -25 dBm ~ -15 dBm
L (Panjang Kabel Serat Optik) 11,4 km
f (Redaman Kabel Serat Optik) 0,2 dB / km
lc (Loss Connector) 0,5 dB/buah
lsp (Loss Splice) 0,2 dB/Splice
m (Jumlah Connector) 12 buah
n (Jumlah Splice) 4 buah
M (Sistem Margin) (6-8 dB)
Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan secara keseluruhan nilai link
power budget pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
pada PT Telekomunikasi Indonesia yang terdapat pada parameter tabel 4.1.
Tabel 4.2 Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
No. PT
dBm PR
dBm
αf
dB/km
L
km
Lc
dB/buah
n
buah m
buah
Lsp
dB/splice
M
dB PT – (αf x L) – (Lc x m) – (Lsp x n) – M PR Nilai
Rentang Nilai
-25 ~ -15
1 -15 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -15 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -30 Tdk Memenuhi
2 -14 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -14 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -29 Tdk Memenuhi
3 -13 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -13 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -28 Tdk Memenuhi
4 -12 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -12 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -27 Tdk Memenuhi
5 -11 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -11 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -26 Tdk Memenuhi
6 -10 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -10 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -25 Memenuhi
7 -9 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -9 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -24 Memenuhi
8 -8 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -8 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -23 Memenuhi
9 -7 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -7 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -22 Memenuhi
10 -6 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -6 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -21 Memenuhi
11 -5 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -5 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -20 Memenuhi
12 -4 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -4 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -19 Memenuhi
13 -3 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -3 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -18 Memenuhi
14 -2 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -2 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -17 Memenuhi
15 -1 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -1 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -16 Memenuhi
4.2.4. Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Alternatif Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Perhitungan link power budget juga digunakan pada jalur
alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto untuk
menentukan kemampuan sistem komunikasi serat optik (SKSO)
JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam
melayani jalur alternatif apabila sedang terjadi gangguan (kerusakan)
pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.
Beberapa parameter yang terkait dalam perhitungan ini adalah :
A. Power Transmitted / Daya Kirim (PT)
Power transmitted adalah daya yang dipancarkan dari perangkat
transmitter yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
ke dalam kabel serat optik yang kemudian disampaikan kepada
perangkat receiver yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto. Rentang nilai power transmitted yang
digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat
transmitternya adalah -15 dBm -1 dBm.
B. Power Received / Daya Terima (PR)
Power receive adalah daya yang diterima oleh perangkat receiver
yang ada pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto setelah dipancarkan dari perangkat transmitter yang ada
pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui kabel serat
optik. Rentang nilai power receive yang digunakan oleh
PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat receivernya adalah
-25 dBm -15 dBm.
C. Kabel Serat Optik
Kabel serat optik yang digunakan pada jalur alternatif sama
dengan kabel serat optik yang digunakan pada jalur utama area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto oleh PT Telekomunikasi
Indonesia yaitu kabel serat optik jenis single mode. Panjang
gelombang jenis kabel serat optik single mode pada jalur alternatif
adalah 1310 nm dan redaman kabel serat optiknya sebesar 0,2
dB/km. panjang kabel serat optik pada jalur alternatif yang dicatu
oleh STO Semanggi pada area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto adalah 4,6 km, sedangkan panjang kabel serat optik pada
jalur alternatif yang dicatu oleh STO Gatot Subroto pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 4,4 km. Maka
dengan demikian, panjang kabel serat optik pada jalur alternatif
yang dicatu oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 9 km.
D. Connector
Connector adalah alat yang menghubungkan kabel serat optik dari
sumber kepada titik tujuan. Pada jalur utama area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi Indonesia
menggunakan connector dengan redaman sebesar 0,5
dB/connector dan jumlah connectornya sebanyak 12 buah.
E. Splice
Splice dibutuhkan pada saat kabel serat optik membutuhkan
penyambungan yang bersifat permanen. Splice sangat tergantung
pada teknik penyambungan serat optik. Standar redaman splicing
yang direkomendasikan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah sebesar 0,2
dB/splice dan jumlah splicenya sebanyak 4 buah.
F. System Margin
Sistem margin adalah toleransi loss jaringan (dalam satuan dB)
yang ditambahkan dalam perhitungan link power budget agar
sistem masih dapat bekerja dengan baik dalam menghantarkan
sinyal optik pada saat timbul redaman tambahan. Nilai sistem
margin yang digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 6 – 8 dB. Nilai
ini dianggap cukup untuk menentukan agar sistem masih bekerja
dengan baik
Tabel 4.3 menunjukkan parameter perhitungan link power budget
pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
pada PT Telekomunikasi Indonesia.
Tabel 4.3
Parameter Link Power Budget Pada Jalur Alternatif
PARAMETER LINK POWER BUDGET PADA JALUR ALTERNATIF
AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO
PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA
PT (Power Transmitted) -15 dBm ~ -1 dBm
PR (Power Receive) -25 dBm ~ -15 dBm
L (Panjang Kabel Serat Optik) 9 km
f (Redaman Kabel Serat Optik) 0,2 dB / km
lc (Loss Connector) 0,5 dB/buah
lsp (Loss Splice) 0,2 dB/Splice
m (Jumlah Connector) 12 buah
n (Jumlah Splice) 4 buah
M (Sistem Margin) (6-8 dB)
Tabel 4.4 merupakan hasil perhitungan secara keseluruhan nilai link
power budget pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
pada PT Telekomunikasi Indonesia yang terdapat pada parameter tabel 4.3.
Tabel 4.4 Perhitungan Link Power Budget Jalur Alternatif Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
No. PT
dBm PR
dBm
αf
dB/km
L
km
Lc
dB/buah
n
buah m
buah
Lsp
dB/splice
M
dB PT - (αf x L) - (Lc x m) - (Lsp x n) - M PR Nilai
Rentang Nilai
-25 ~ -15
1 -15 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -15 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -29,6 Tdk Memenuhi
2 -14 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -14 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -28,6 Tdk Memenuhi
3 -13 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -13 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -27,6 Tdk Memenuhi
4 -12 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -12 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -26,6 Tdk Memenuhi
5 -11 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -11 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -25,6 Tdk Memenuhi
6 -10 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -10 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -24,6 Memenuhi
7 -9 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -9 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -23,6 Memenuhi
8 -8 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -8 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -22,6 Memenuhi
9 -7 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -7 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -21,6 Memenuhi
10 -6 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -6 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -20,6 Memenuhi
11 -5 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -5 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -19,6 Memenuhi
12 -4 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -4 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -18,6 Memenuhi
13 -3 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -3 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -17,6 Memenuhi
14 -2 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -2 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -16,6 Memenuhi
15 -1 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -1 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -15,6 Memenuhi
4.2.5. Analisis Dari Perhitungan Link Power Budget pada Jalur Utama
dan Jalur Alternatif pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto
Dari hasil perhitungan link power budget pada tabel 4.3 dan tabel 4.4,
dapat diambil kesimpulan bahwa nilai ideal yang diterapkan oleh PT
Telekomunikasi Indonesia yang dipancarkan oleh perangkat transmisi (PT) pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto adalah -10 dBm -1 dBm. Hal ini dapat
dilihat dari nilai power transmitted (PT) dan power received (PR) pada jalur
utama dan jalur alternatif yaitu -15 dBm -1 dBm dan -25 dBm -15 dBm.
Sedangkan rentang nilai -15 dBm -11 dBm pada jalur utama maupun
pada jalur alternatif tidak memenuhi, karena terletak di luar daya terima pada
perangkat receiver yaitu -30 dBm -26 dBm. Hal yang sama juga terjadi
pada jalur alternatif dimana daya terima pada perangkat receiver sebesar
-29,6 dBm -25,6 dBm.
Pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, nilai link
power budget yang dipancarkan oleh daya pada perangkat transmisi (PT)
sangat sesuai dengan nilai yang diterima oleh daya pada perangkat receiver
(PR) yaitu sebesar -25 dBm -16 dBm. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kondisi sistem komunikasi serat optik (SKSO) pada jalur utama area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto berada pada kondisi ideal.
Sedangkan pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto, nilai link power budget yang diterima oleh perangkat receiver (PR)
adalah sebesar -24,6 dBm -15,6 dBm. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kondisi jalur alternatif lebih baik dibandingkan jalur utama karena memiliki
panjang serat optik 9 km, sedangkan panjang kabel serat optik pada jalur
utama adalah sebesar 11,4 Km. Sedangkan dari selisih nilai link power budget
antara jalur utama dan jalur alternatif adalah sebesar 0,4 dBm.
4.3. Analisis Sistem Proteksi Perangkat Pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto
Proteksi perangkat pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu
proteksi 1+1 dan proteksi 1:1. Namun di lapangan dapat diimplementasikan
alternatif teknik proteksi yang lain yaitu proteksi 1+N dan proteksi 1:N. Salah
satu contoh proteksi perangkat adalah sistem 1+1, dimana ujung pengiriman
dihubungkan secara tetap ke kanal kerja dan kanal proteksi. Jika sinyal yang
diterima dari jalur kerja sudah benar maka sinyal dari jalur proteksi dibuang.
Karena hubungan kanal kerja tetap maka arsitektur 1+1 tidak menyediakan
kanal ekstra trafik dimana keputusan untuk switch dibuat oleh penerima.
Sedangkan proteksi 1:1 ujung pengiriman dihubungkan secara terpisah ke
kanal kerja dan kanal proteksi. Jika sinyal yang diterima dari jalur kerja sudah
benar, akan tetapi sinyal yang diterima dari jalur proteksi tidak dibuang.
Selama operasi normal aktif, sistem mentransmisikan sinyal secara terus-
menerus pada kedua kanal working dan proteksi. Hal ini bisa diperlihatkan
dalam gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.9
Proteksi perangkat 1+1 dan 1:1 pada saat aktif dan pasif
4.3.1. Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto
Di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
ditempatkan satu perangkat utama dan satu perangkat alternatif yang
saling dihubungkan dengan kabel serat optik. Kemudian di sisi
gedung-gedung pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot
Subroto juga ditempatkan satu perangkat utama dan satu perangkat
alternatif yang juga saling dihubungkan dengan menggunakan kabel
serat optik. Perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ada pada
gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
ditempatkan dalam satu rak paket perangkat.
Kemudian perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada di
dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dihubungkan
dengan perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada pada
gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan
menggunakan kabel serat optik.
Apabila perangkat utama baik yang ada pada STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto maupun yang ada pada gedung-gedung area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto mengalami kerusakan
(gangguan) dapat langsung diproteksi (di backup) oleh perangkat
alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
maupun perangkat alternatif yang ada pada gedung-gedung area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto. Seperti diperlihatkan pada
gambar 4.10 di bawah ini.
P
era
ng
ka
t U
tam
a
Pe
ran
gka
t A
lte
rna
tif
Pe
ran
gka
t U
tam
a
Pe
ran
gka
t A
lte
rna
tif
STO SMG & STO GTSPelanggan Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Kabel Serat Optik
Kabel Serat Optik
Kabel Serat Optik
Kabel Serat Optik
Kabel Serat Optik
Gambar 4.10 Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
4.3.2 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1 : 1 pada STO Semanggi dan
STO Gatot Subroto
Pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto ditempatkan satu
perangkat utama dan satu perangkat alternatif. Perangkat utama dan
perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
ditempatkan dalam rak paket perangkat yang terpisah antara satu
sama lain. Perangkat utama dan perangkat alternatif pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto saling dihubungkan dengan
menggunakan kabel serat optik.
Demikian juga halnya dengan gedung-gedung pelanggan pada
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, ditempatkan satu
perangkat utama dan satu perangkat alternatif pada gedung-gedung
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut. Perangkat utama
dan perangkat alternatif pada gedung-gedung area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto tersebut juga ditempatkan dalam rak paket
perangkat yang terpisah antara satu dengan yang lain.
Perangkat utama dan perangkat alternatif pada gedung-gedung
area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto saling dihubungkan
dengan menggunakan kabel serat optik. Perangkat utama yang ada
pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dihubungkan dengan
perangkat utama yang ada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan
– Gatot Subroto dengan menggunakan kabel serat optik.
Demikian juga dengan perangkat alternatif yang ada pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto juga dihubungkan dengan
perangkat alternatif yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto dengan kabel serat optik. Apabila terjadi
gangguan atau kerusakan pada perangkat utama yang ada pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada perangkat utama
yang ada pada gedung-gedung pelanggan area Sudirman – Kuningan
– Gatot Subroto, maka dapat langsung di backup (diproteksi) oleh
perangkat alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot
Subroto maupun pada perangkat alternatif yang ada pada gedung-
gedung pelanggan area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti
diperlihatkan pada gambar 4.11 di bawah ini.
Pe
ran
gka
t U
tam
a
STO SMG & STO GTS Pelanggan Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Kabel Serat Optik
Pe
ran
gka
t U
tam
a
Pe
ran
gka
t A
ltern
atif
STO SMG & STO GTS Pelanggan Area
Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto
Kabel Serat Optik
Pe
ran
gka
t A
ltern
atif
Ka
be
l Se
rat O
ptik
Ka
be
l Se
rat O
ptik
Gambar 4.11 Sistem Proteksi Perangkat 1:1 pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
4.4. Pembuatan dan Analisis Jalur Alternatif Cadangan (Tambahan) Dengan
Topologi Ring
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto mempunyai area operasional
yang sangat strategis yaitu area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan yang
mempunyai tingkat gangguan jaringan maupun gangguan kabel serat optik
yang beraneka ragam serta memiliki intensitas yang sangat tinggi dikarenakan
area operasionalnya yang merupakan sentral bisnis dengan banyak gedung-
gedung bertingkat yang memiliki beraneka ragam jenis pelayanan dan jasa
Hal ini tentu saja membutuhkan jalur alternative yang handal dan
memadai serta mampu memberikan proteksi dan pelayanan dengan baik dan
maksimal sekalipun kondisi jalur utama jaringan serat optik dan jalur
alternative jaringan serat optik pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
serta pada area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan mengalami putus total
(gangguan total) baik pada jaringan utama dan jaringan alternatif maupun
pada perangkat utama dan perangkat alternatif.
Apabila hal tersebut terjadi maka sudah dapat dipastikan area
operasional maupun kedua STO akan mengalami kerugian yang sangat besar
baik dari segi finansial maupun operasional.
Maka untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu sistem jalur
alternative yang dilengkapi dengan topologi ring yang mampu mengcover
semua jenis jasa kapasitas serta pelayanan dan kehandalan jaringan yang ada
pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang pada area
Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan.
Pembuatan jalur alternative cadangan dengan topologi ring yang
bertujuan untuk mengcover jaringan utama dan kabel serat optik utama pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto serta area Sudirman – Gatot Subroto
– Kuningan sebenarnya cukup sederhana yaitu dengan cara menempatkan
satu perangkat alternatif pada STO Semanggi dan satu perangkat alternatif
pada STO Gatot Subroto ditambah dengan penempatan dua perangkat
alternatif pada STO Slipi (Kandatel Barat), dua perangkat alternatif pada STO
Gambir (Kandatel Pusat), dua perangkat alternatif pada STO Jatinegara
(Kandatel Timur), dan dua perangkat alternatif pada STO Kebayoran Baru
(Kandatel Selatan).
Ditambah dengan penggelaran kabel serat optik baru (kabel serat optik
alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alternatif pada STO
Slipi, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik
alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alternatif STO
Gambir, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik
alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alterantif STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alterantif STO
Jatinegara, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik
alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan perangkat alternatif STO
Kebayoran Baru.
Ditambah dengan penerapan konfigurasi topologi ring yang
menghubungkan langsung antara STO Semanggi – STO Slipi – STO Gambir
– STO Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO Gatot Subroto – STO
Semanggi, yang bertujuan untuk meningkatkan kehandalan jaringan dan
sistem jalur alternatif tambahan serta dapat menghemat jumlah kabel serat
optik yang dibutuhkan dalam jalur alternatif tambahan seperti diperlihatkan
pada gambar 4.12 berikut ini.
STO Gambir
Kandatel Pusat
STO Jatinegara
Kandatel Timur
STO Slipi
Kandatel Barat
STO Kebayoran Baru
Kandatel Selatan
Perangkat Alternatif
Perangkat Alternatif
Perangkat Alternatif
Kabel FO
Kabel FO
Kabel F
OK
ab
el F
O
Kabel FO
Kabel FO
Kabel F
OK
abel F
O
Gatot Subroto
Kunin
ganS
udirm
an
Topologi Ring FO Topologi Ring FO
Topologi Ring FOTopologi Ring FO
STO
SMG
STO
GTS
Perangkat Alternatif
Gambar 4.12
Konfigurasi Jalur Alternatif Cadangan dengan Topologi Ring yang Menghubungkan STO Slipi – STO Gambir – STO
Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO Gatot Subroto – STO Semanggi
Jadi dengan kata lain apabila STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
mengalami gangguan total (kematian total operasional) baik pada jaringan
utama dan jaringan alternatif maupun pada perangkat utama dan perangkat
alternatif ditambah dengan putusnya jaringan kabel serat optik pada area
operasional Semanggi – Gatot Subroto – Kuningan, maka para pelanggan
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ada pada area
Semanggi – Gatot Subroto – Kuningan dapat langsung di back up dan
dilayani langsung oleh STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO
Kebayoran Baru dengan menggunakan perangkat alternatif tambahan dan
kabel serat optik cadangan yang digelar pada masing-masing STO tersebut
yang menghubungkan langsung antara jaringan akses dan perangkat serta
kabel serat optik pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan STO
Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru ditambah
dengan penggunaan topologi ring SDH dan DLC yang dilengkapi dengan
sistem proteksi Automatic Protection System (APS) yang dapat langsung
diaktifkan secara otomatis apabila terjadi gangguan pada jaringan akses
maupun pada kabel serat optik sehingga para pelanggan yang ada pada daerah
operasi STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman
– Gatot Subroto – Kuningan tidak merasakan terjadinya gangguan sehingga
dapat bekerja seperti biasa dan maksimal.
Sistem ini (perangkat dan kabel alternatif pada STO Slipi, STO Gambir,
STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru, dan topologi ring antara STO
Semanggi, STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, STO Kebayoran Baru, dan
STO Gatot Subroto) akan terus bekerja membackup (menggantikan fungsi) STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam memberikan pelayanan operasional
kepada para pelanggannya sampai kondisi operasional STO Semanggi dan STO
Gatot Subroto maupun kondisi kabel optik area Sudirman – Gatot Subroto –
Kuningan dapat diperbaiki dan dipulihkan kembali seperti semula.
4.5. Implementasi JARLOKAF
Implementasi jaringan akses serat optik (JARLOKAF) pada
PT. Telekomunikasi Indonesia adalah suaru proses perencanaan untuk
mengembangkan dan mempertahankan kesesuaian yang layak antara sasaran,
keahlian dan sumber daya milik PT Telekomunikasi Indonesia.
Prosedur perencanaan JARLOKAF pada PT Telekomunikasi
Indonesia dapat diperlihatkan pada flowchart gambar 4.13 berikut ini.
Gambar 4.13
Prosedur Perencanaan Implementasi JARLOKAF
Tahapan Kegiatan Perencanaan Jaringan Lokal Access Fiber Survei Demand
dan Olah data meliputi :
a. Peramalan Jenis Layanan
b. Peramalan Jumlah Satuan Sambungan
4.5.1 Penentuan Teknologi
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan teknologi :
Klasifikasi pelanggan, pelanggan dikelompokkan sebagai pelanggan
perumahan, bisnis, industri dan fasilitas umum.
Letak geografis, yaitu apakah terkonsentrasi atau tersebar.
Kebutuhan jumlah satuan sambungan.
Kebutuhan ini akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas perangkat
yang akan digunakan.
Kebutuhan jenis service dan Kemampuan teknologi. Hal ini akan
mempengaruhi pemilihan jenis teknologi. Kebutuhan jenis service harus
disesuaikan dengan waktu perencanaan.
Teknologi yang dapat diterapkan dalam Jarlokaf sampai saat ini adalah
sebagai berikut :
Digital Loop Carrier (DLC)
Passive Optical Network (PON)
Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
4.5.2 Konfigurasi Jaringan Jarlokaf
Konfigurasi dasar jaringan yang dapat dipergunakan pada Jarlokaf adalah :
• Konfigurasi Single Star
Konfigurasi Single Star hanya memiliki satu titik star pada sisi sentral
Teknologi Jarlokaf yang dapat menggunakan konfigurasi ini adalah DLC.
• Konfigurasi Double Star
Konfigurasi Double Star memiliki dua titik star. Contoh teknologi yang
digunakan adalah DLC.
• Konfigurasi Multiple Star
Konfigurasi Multiple Star memiliki lebih dari satu titik star pada kabel
serat optik. Teknologi yang dapat digunakan adalah DLC dan PON.
• Kombinasi dengan Ring
Kombinasi dengan Ring digunakan untuk meningkatkan kehandalan
sistem. Kombinasi dengan Ring dapat berupa penerapan ring kabel atau
ring SDH dan teknologi yang dapat digunakan adalah DLC
ataupun PON.
Gambar 4.14
Contoh Konfigurasi JARLOKAF
4.5.3. Penentuan Batas Daerah Pelayanan
Batas daerah pelayanan Remote Terminal ditentukan oleh faktor-faktor :
Jarak maksimum pelanggan yang akan dilayani disesuaikan dengan jenis
layanan yang dapat diberikan.
Daerah pelayanan dapat berupa kawasan yang terkonsentrasi ataupun tersebar.
Pemilihan dan Penempatan Perangkat Utama
Lokasi Central Terminal
Ditempatkan sedekat mungkin dengan sistem catu daya.
Temperatur ruangan dimana perangkat diletakkan harus diatur
Tersedianya perlengkapan operasi dan pemeliharaan yang baik.
Lokasi Remote Terminal
Persyaratan penempatan RT :
Panjang kabel penanggal untuk menjangkau pelanggan dalam daerah
pelayanan RT relatif pendek.
Penempatan RT sebisa mungkin berada di tengah-tengah daerah pelayanan
untuk mendapatkan jangkauan optimum.
Pada gedung yang bertingkat, perangkat RT dapat ditempatkan di
basement atau di setiap lantai dengan mempertimbangkan kemudahan
dalam menyediakan supplai daya, instalasi, operasi dan pemeliharaan.
Posisi RT harus aman dari gangguan.
4.5.4 Penyusunan Rancangan Dasar dan Rancangan Rinci
Penyusunan rancangan dasar adalah gambaran umum jaringan yang akan
dibangun pada daerah layanan STO.
Penyusunan rancangan rinci adalah gambar rute jaringan berdasarkan
penentuan tempat yang sesuai untuk menempatkan :
Perangkat/sentral
Jarak antara sentral dengan pelanggan.
Total panjang kabel optik.
Kebutuhan core yang digunakan dalam perencanaan jaringan fiber optic.
Gambar 4.15
Penjilidan Gambar Perencanaan JARLOKAF
Gambar 4.16
Parameter Ukuran Perancangan Gambar JARLOKAF
4.5.5 Manajemen Proyek
Jaringan kerja adalah suatu alat bagi manajemen untuk :
Merencanakan proyek sehingga sasaran dalam ukuran waktu dan sumber
daya dapat dievaluasi.
Mengendalikan proyek yang sedang dilaksanakan dan segera mengambil
tindakan apabila ada penyimpangan.
Memperlancar komunikasi antara berbagai departemen atau bagian dan
perusahaanperusahaan yang ada kaitannya dengan proyek.
Memelihara disiplin organisasi dengan menetapkan cara-cara kerja secara tegas.
Meningkatkan kualitas rencana proyek dan pelaksanaannya
4.5.6 Menyusun Jaringan Kerja Proyek
Menetapkan sasaran proyek yang akan dilaksanakan.
Uraikan proyek tersebut dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan atau aktivitas
aktivitas.
Buat diagram panah.
Gambar 4.17 Diagram Panah
A. Aktifitas (1-2) ; B & C Aktifitas Paralel (2-3); (2-4) ; Aktifitas paralel D-
E (3-5); (4-5)
Jenis Proyek yang Menggunakan Jaringan Kerja
Proyek kontruksi
Riset dan pengembangan
Proyek-proyek pemerintah
Perawatan atau pekerjaan overhaul dalam pabrik.
Memperkenalkan produk baru.
Bidang bisnis yang lainnya.
4.5.7 Perubahan Jadwal Network Planning
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk perubahan jadwal proyek :
• Perhatikan Biaya Normal dan waktu keseluruhan proyek.
• Tentukan lintasan kritisnya.
• Tentukan kegiatan yang dapat dipersingkatan dan yang dapat memberikan
biaya perubahan minimal.
Perubahan untuk Crash dapat dilakukan pada aktivitas 2-3 dimana terjadi
pengurangan waktu selama maksimum 2 minggu dan terjadi penambahan biaya.
Gambar 4.18
Diagram Panah Network Waktu dan Biaya
4.5.8 Pekerjaan Sipil
Pekerjaan sipil yang dilakukan berdasarkan No. CL3004 dan MH-2001.
Sistem Duct Sistem duct untuk kabel utama Concrete Duct terdiri dari
pipa PVC dimana diameter dalam pipa 100 mm dengan ketebalan 2 mm dan
Semi duct (compact sand) terdiri dari pipa PVC dengan diameter dalam pipa
PVC adalah 100 mm serta ketebalan 5,5 mm.
Ditanam langsung ke tanah dan ditekan dengan pasir. Apabila
kedalaman duct dilokasi tidak cukup (dangkal) maka pipa plastik dilapisan
atas duct dapat diganti dengan pipa besi. Jarak antara Manhole untuk rute
lurus maximum 400 m dan rute berbelok maximum 100 m. Rute duct dipilih
berdasarkan hasil survei lapangan, data perencanaan kota, dan data lain yang
relevan.
Jumlah pipa duct
dimana : N = Jumlah kabel utama yang dibutuhkan untuk 20 tahun 1.5 =
Faktor pengamanan untuk pertambahan pelanggan
Pipa cadangan
Jumlah pipa 1 – 15 dengan 1 pipa cadangan
Jumlah pipa 16 – 30 dengan 2 pipa cadangan
Jumlah pipa 31 – 45 dengan 3 pipa cadangan
Jumlah pipa > 46 dengan 4 pipa cadangan
Duct harus diletakkan di sisi jalan. Apabila duct akan diletakkan di jalan
maka harus ditanam lebih dalam dengan kedalaman :
• Di DKI Jakarta
Disisi jalan kedalamannya 1,1 m dari permukaan tanah sampai atas
duct dan kedalaman untuk di jalan 1,3 m dari permukaan tanah
sampai atas duct
• Diluar Jakarta
Disisi jalan kedalamannya 0,8 m dari permukaan tanah sampai atas
duct dan kedalaman untuk di jalan 1 m dari permukaan tanah sampai
atas duct Number of pipes = (1.5 x N) + reserve.
Gambar 4.19
Pipa Subduct
Manhole (MH)
MH dibuat untuk meletakkan :
• Cable jointing closure
• Cable branching closure
MH harus memiliki ruang yang cukup untuk meletakkan :
Duct
• Pekerja (1 atau 2 orang)
• Jointing and branching closure
• Handhole (HH)
– HH akan diletakkan dekat cabinet, rute antara MH dan cabinet, dan
disisi jalan.
– HH akan digunakan untuk meletakkan jointing closure antara cable
stub dari cabinet dengan kabel utama dan secondary cable.
– HH dapat dibangun di tempat atau sebelum fabrikasi dan membuat
concrete, ini hanya satu jenis dengan ukuran sebagai berikut :
• Panjang bagian terluar : 1,80 m ; Bagian dalam : 1,50 m
• Lebar bagian terluar : 1,20 m ; Bagian dalam : 0,90 m
• Tinggi bagian terluar : 1,51 m ; Bagian dalam : 1,31 m.
Konfigurasi Jaringan Access Fiber
• Pertimbangan ketika Membuat Konfigurasi
Konfigurasi jaringan dibuat berdasarkan pertimbangan berikut :
– Pertimbangan Teknik
• Transmision and signal requirement’s limit
• Compact and well managed unit group
• Sequencial cable pair alocation to avoid crossing
– Pertimbangan Ekonomi
• Save the used of connector, jointing closure, cable, etc.
• Save unnescessary additional work cost.
– Pertimbangan Administrasi agar mudah mencatat jaringan kabel.
• Pembagian Konfigurasi Jarlokaf
Konfigurasi Jarlokaf dapat dibagi atas 2 jaringan :
a. Primary network / jaringan utama, jaringan antara OLT dan PS.
b. Secondary network / jaringan sekunder, jaringan antara PS and ONT.
Gambar 4.20 Primary Network dan Secondary Network
4.5.9 Penentuan Kapasitas Kabel Serat Optik
Berdasarkan spesifikasi PT Telekomunikasi Indonesia, terdapat
beberapa kapasitas kabel serat optik yaitu 4,6,12,16,18,24,36,48,60,72,84,96
core serat optik. Pada perencanaan JARLOKAF, jumlah serat yang akan
digunakan harus mengikuti ketentuan berikut :
Antara CT-RT
4 core serat optik menyediakan : 2 core untuk transmit dan receive dan 2
core untuk spare
Antara OLT-PS
Sejumlah serat optik harus menyediakan :
(2 core per ONU (IS) + 1 core per ONU (DS)) + x core
Note : x = 1 core spare (FTTC)
= 3 core spare (FTTB)
Antara PS-ONU
- 4 core serat optik untuk aplikasi FTTC : 2 core per ONU (IS)
1 core per ONU (DS)
1 core spare
- Aplikasi FTTB (business area) : 2 core per ONU (IS) + x core
Note: x = 2 (sekurang-kurangnya) untuk bisnis biasa atau tergantung
dari layanan 2 Mbit/s untuk level bisnis yang membutuhkan layanan
pita lebar
- Aplikasi FTTB (apartement) :
2 core per ONU (IS) + 1 core per ONU (DS) + x core
Note : x = 2 core (sekurang-kurangnya) spare
4.5.10 Jadwal Perencanaan/Time Frame
Berdasarkan pertimbangan Teknik dan Ekonomi (biaya awal,
konstruksi, life time perangkat, dll), jadwal perencanaan/time frame untuk
setiap bagian jaringan Jarlokaf yang diuraikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.5
Jadwal Perencanaan / Time Frame
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penempatan perangkat OLT pada teknologi akses PON di JARLOKAF
sebaiknya ditempatkan di dalam STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
sehingga apabila terjadi gangguan dapat memudahkan para pegawai dan
teknisi yang ditempatkan (bekerja) dalam kedua STO tersebut dalam
menganalisis dan melakukan penanggulangan gangguan yang terjadi.
Akan tetapi, PT Telekomunikasi Indonesia ternyata mempunyai kebijakan
dalam menempatkan perangkat OLT pada teknologi akses PON tersebut
berada di dalam gedung-gedung pelanggan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan jangkauan JARLOKAF dengan teknologi akses PON
tersebut sekaligus untuk menghemat jumlah kabel serat optik yang
digunakan dan efisiensi biaya.
2. Dari perhitungan link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif
dapat kita ambil kesimpulan bahwa tentang nilai Power Transmitted (PT)
yang ideal yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto serta pada area operasional Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto adalah -10 dBm -1 dBm dimana rentang nilai
ideal Power Received (PR) yang diterima adalah -25 dBm -16 dBm. Hal
ini sangat baik karena dapat menyebabkan kualitas pengiriman dan
penerimaan data pada JARLOKAF jalur utama dengan teknologi akses
DLC, SDH, dan PON tersebut berada pada kondisi ideal. Demikian juga
dengan nilai link power budget pada jalur alternatif dimana rentang nilai
Power Transmittednya (PT) sama dengan nilai Power Transmitted (PT)
jalur utama yaitu -15 dBm -1 dBm tetapi nilai Power Received nya (PR)
sedikit lebih baik dari jalur utama yaitu -24,6 dBm -15,6 dBm. Hal
tersebut dikarenakan panjang kabel serat optik jalur alternatif yang lebih
pendek dari jalur utama yaitu 9 km. Sedangkan panjang kabel serat optik
pada jalur utama adalah 11,4 km. Hal tersebut tidak menjadi masalah
karena selisih nilai link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif
pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto hanyalah 0,4 dBm.
5.2 Saran
Pembuatan jalur alternatif cadangan dengan topologi ring yang
mengintegrasikan (menggabungkan) STO Semanggi dan STO Gatot Subroto
dengan STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru
sangatlah penting karena untuk mengantisipasi dan mengatasi apabila terjadi
gangguan total yang menyebabkan putusnya jaringan kabel serat optik pada
STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman –
Kuningan – Gatot Subroto sehingga para user (pelanggan) yang ada pada area
tersebut tidak merasakan terjadinya gangguan dan dapat terus bekerja seperti
biasanya. Selain itu pembuatan jalur alternatif cadangan dengan topologi ring
tersebut juga sangat perlu untuk mengintegrasikan (menggabungkan) STO
Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan STO Slipi, STO Gambir, STO
Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru dikarenakan selama ini para STO-STO
Telkom tersebut hanya dapat melayani area operasionalnya saja dan tidak
dapat melayani area operasional STO lain apabila sedang terjadi
gangguan total.
DAFTAR PUSTAKA
Keiser, Gerd. Optical Fiber Communications, second edition. New York:
McGraw – Hill International Edition. 1991.
Palais, Joseph C. Fiber Optical Communications, Third edition. Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc. 1992.
Senior, John M. Optical Fiber Communications, Principles and practice, second
edition. University Press, Cambridge: Prentice Hall International. 1992.
Winch, Robert G. Telecommunication Transmission systems, First edition. New
York: McGraw – Hill international edition. 1993.
http://mandorkawat2009.wordpress.com. Konsep Dasar Jaringan Akses Fiber
Optik. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada tanggal 7
Juli 2011 jam 16.05.
http://mandorkawat2009.wordpress.com. Planning and Design Optical Access
Network. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada
tanggal 7 Juli 2011 jam 16.10.
http://mandorkawat2009.wordpress.com. Teknologi Akses Fiber pada Media
Telekomunikasi. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada
tanggal 7 Juli 2011 jam 16.15.
http://mandorkawat2009.wordpress.com. Blog Diagram Akses Network. Telkom
Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada tanggal 7 Juli 2011
jam 16.20