analisis kesesuaian perairan untuk budidaya...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus
fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) BERBASIS EKOLOGI DI MADONG,
KELURAHAN KAMPUNG BUGIS, KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA
Amdani Afrizal Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Tengku Said Raza’i
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Amdani Afrizal. 2016. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) di Keramba Jaring Apung (KJA) Berbasis Ekologi di Madong Kelurahan
Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Skripsi. Tanjungpinang: Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I: Ir. Linda Waty Zen, M. Sc. Pembimbing II : Tengku
Said Raza’i, S. Pi, MP.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesesuaian perairan untuk
pengembangan budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di keramba jaring apung
(KJA) di perairan madong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan,
yaitu melakukan pengamatan langsung ke lapangan terhadap kondisi perairan di Madong. Pengamatan
kualitas perairan menggunakan dua parameter yaitu parameter fisika dan parameter kimia, adapun
parameter fisika terdiri dari suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman dan kecepatan arus, sedangkan
parameter kimia terdiri dari oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH). Prosedur penelitian
menggunakan teknik pembobotan dan skoring, untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan pendekatan
dengan teknik analisis perhitungan kriteria ekologi. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor
kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di
Madong memiliki skoring 76%. Kesesuaian perairan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20
di Madong yang mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke dalam kelas cukup sesuai
(S2). Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu
macan titik 2, 3, dan 18 di Madong memiliki skor 68 %. Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau
skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan titik 17 di Madong memiliki skor 70,66 %.
Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu macan
titik 10, 11, dan 19 di Madong memiliki skor 73 %. yang mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka
(2014) masuk ke dalam kelas sesuai marjinal (S3). Penilaian secara keseluruhan Madong memiliki
tingkat kesesuaian lahan 65 % cukup sesuai (S2).
Kata Kunci : Metode survei lapangan, parameter fisika dan parameter kimia, kesesuaian
perairan, pembobotan dan skoring.
ABSTRACT
Amdani Afrizal. 2016. Water Suitability Analysis for Cultivation Tiger Grouper (Epinephelus
fuscoguttatus) in Floating Net Cage (KJA) Based Ecology in Madong, Kampung Bugis,
District of Tanjungpinang City, Thesis. Tanjungpinang : Water Resource Management
Department, Faculty of Marine Sciences and Fisheries, University of Maritime Raja Ali Haji.
Advisor I: Ir . Linda Waty Zen, M. Sc. Co-advisor II: Tengku Said Raza'i , S. Pi , MP.
The purpose of this research is to determine the condition of the suitability of water for the
cultivation of tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) in floating net cages (KJA) in the waters
Madong. The method used in this research is a field survey methods, namely direct observation to the
field of the condition of waters in Madong. Observation of water quality parameters using two
parameters: physical and chemical parameters, while the physical parameters consisting of temperature,
salinity, brightness, depth and current speed, while chemical parameters consist of dissolved oxygen
(DO) and potential of hydrogen (pH). Research procedures using weighting and scoring techniques, to
achieve the purpose of the research used technical analysis approach in the calculation of the ecological
criteria. Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters
to point 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, and 20 in Madong had scoring 76%. Suitability waters of
point 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, and 20 in Madong which refers to Cornelia (2005) in Saka
(2014) into the classroom quite appropriate ( S2). Weighting and assessment (scoring) value or
suitability score tiger grouper aquaculture waters to point 2, 3, and 18 in Madong has a score of 68%.
Weighting and assessment (scoring) value or suitability score tiger grouper aquaculture waters for 17
points in Madong has a score of 70.66%. Weighting and assessment (scoring) value or suitability score
tiger grouper aquaculture waters to point 10, 11, and 19 in Madong has a score of 73%. which refers to
Cornelia (2005) in Saka (2014) into the appropriate class of marginal (S3). An overall assessment of
land suitability Madong have a level of 65% is quite suitable (S2).
Keywords : Field survey methods, parameters of physical and chemical parameters, land
suitability, weighting and scoring.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki luas laut yang
lebih besar dari pada daratan, salah satu
contohnya Kepulauan Riau. Kepulauan Riau
merupakan salah satu kepulauan yang terdapat
di Indonesia. Kepulauan Riau terkenal dengan
sumberdaya laut dan pesisirnya yang beraneka
ragam jenis dan spesies. Dengan luas laut yang
begitu luas sehingga banyak dari kalangan
masyarakat melakukan pembudidayaan ikan,
terutama komoditas ikan air laut.
Seiring dengan perkembangan zaman
permintaan terhadap pasokan jumlah ikan
mengalami peningkatan, meningkatnya jumlah
permintaan terhadap pasokan ikan ini
disebabkan jumlah penduduk yang terus
menerus mengalami peningkatan, sehingga
tidak cukup hanya dengan memanfaatkan dari
segi penangkapan saja. Oleh karena itu
Direktorat Jendral Perikanan menerapkan
sistem pembudidayaan ikan yang bertujuan
agar dapat memenuhi pasokan ikan baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya pada tahun 2006 (Sudradjat, 2008),
potensi budidaya laut sebesar 24,5 juta ha.
Namun, tingkat pemanfaatannya masih rendah
karena baru dimanfaatkan seluas 74.500 ha.
Kampung Madong merupakan salah
satu wilayah yang terdapat di Kelurahan
Kampung Bugis. Kelurahan Kampung Bugis
memiliki luas wilayah ± 24,0 Km2 (Kantor
Kelurahan Kampung Bugis, 2013). Di
kampung Madong usaha pumbudidayaan
ikannya sudah tergolong maju dan lebih
berhasil dibandingkan dengan wilayah lain di
kelurahan Kampung Bugis.
Kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) memiliki kelebihan
dibandingkan kerapu jenis lain. Selain rasa
dagingnya yang enak, ikan ini juga memiliki
protein yang tinggi. Permintaan pasar domestik
maupun ekspor akan kerapu macan makin
meningkat dan belum dapat diimbangi dengan
hasil tangkapan, maka untuk mengantisipasi
peningkatan permintaan tersebut perlu
dilakukan usaha budidaya (BBPBL, 2001
dalam Saka dkk. 2014).
Dampak positif dari melakukan
budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi
lingkungan yang strategis dan mendukung,
dapat ditinjau dari kondisi ekologis sehingga
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
melakukan kegiatan budidaya, dengan
melakukan analisis kesesuaian lokasi dengan
parameter-parameter yang dijadikan acuan
penelitian.
Terkait dengan permasalahan
tersebut, maka perlu dilakukan sebuah kajian
atau penelitian terhadap analisis kesesuaian
perairan untuk pengembangan budidaya ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
berbasis ekologi di Madong Kelurahan
Kampung Bugis tersebut.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui kondisi kesesuaian perairan
untuk pengembangan budidaya ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) di keramba
jaring apung (KJA) di perairan madong.
C. Rumusan Masalah
Keberhasilan usaha budidaya
perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi
ekologis, sehingga untuk pengembangan usaha
budidaya perairan diperlukan data apakah
kondisi ekologi di sekitar perairan Madong
sudah sesuai sebagai lahan untuk
pengembangan budidaya ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) di keramba jaring
apung (KJA).
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah supaya dapat menjadi bahan
pertimbangan kepada pihak pengembang
ataupun pengelola untuk menjadikan lahan di
sekitar Madong menjadi lahan untuk budidaya
ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus).
BAB III METODE
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlokasi di Madong
Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan
Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau
yang dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan bulan Juli 2016. Peta titik stasiun
penelitian disajikan pada Gambar 3, koordinat
titik stasiun disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 3. Peta Titik Statiun Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1:
Tabel 1. Alat dan bahan yang
digunakan
No. Alat yang digunakan Kegunaan
1. Kamera Untuk dokumentasi
2. Botol sampel &
kertas label
Sebagai wadah sampel
3. GPS Untuk menentukan titik
koordinat
4. Thermometer Untuk mengukur suhu
5. Multitester Untuk mengukur pH
Untuk mengukur oksigen
terlarut
6. Handrefraktometer Untuk mengukur salinitas
7. Current Meter Untuk mengukur kecepatan
arus
8. Secchi Disk Untuk mengukur kecerahan
C. Metode
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei lapangan,
yaitu melakukan pengamatan langsung ke
lapangan terhadap kondisi perairan di Madong
Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan
Tanjungpinang Kota.
Tahap yang dilakukan dalam
menentukan lokasi kesesuaian perairan
budidaya pada titik yang ingin diteliti
dengan pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang
diperoleh secara langsung oleh peneliti
dilapangan, seperti pengukuran kualitas
perairan. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari studi literatur, yaitu buku-
buku, jurnal, dan tesis.
D. Prosedur Kerja
1. Penentuan Titik Stasiun
Penentuan stasiun pengamatan adalah
secara purposive sampling yaitu dari luasan
perairan sekitar Madong didapat 20 titik
penelitian, yang akan dijadikan perbandingan
kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus).
2. Pengamatan Kualitas Air
Pengamatan untuk kualitas perairan
dalam penelitian ini melalui dua parameter
yaitu parameter fisika dan kimia.
a. Parameter Fisika
Adapun pengamatan yang dilakukan
untuk parameter fisika ialah suhu, salinitas,
kecerahan, kedalaman, dan kecepatan arus.
Suhu
Adapun Prosedur pengukuran Suhu
menggunakan Thermometer adalah sebagai
berikut:
a. Buka penutup Thermometer,
b. Letakkan ujung Thermometer yang
berwarna silver ke dalam air,
c. Setelah ± 3 menit angkat thermometer ke
arah cahaya dan lihat berapa angka yang
ditunjukkan oleh air raksa di
Thermometer.
d. Catat hasilnya.
Salinitas
Adapun Prosedur pengukuran
Salinitas menggunakan Handrefraktometer
adalah sebagai berikut:
a. Ambil air sampel menggunakan pipet
tetes,
b. Teteskan air sampel ke prisma,
c. Tutup prisma, pastikan air sampel
menyebar secara merata dan tidak terdapat
gelembung udara pada permukaan prisma.
d. Lihat skala salinitas pada eyeplace dengan
cara diputar agar skala pembacaan terlihat
dengan jelas, dan dilihat pada tempat yang
terang (ada cahaya).
e. Catat hasil pembacaan skala,
f. Bilas prisma dengan aquades lalu
keringkan dengan tisu.
Kecerahan
Adapun prosedur pengukuran
kecerahan menggunakan secchi disk
adalah seagai berikut:
a. Secchi disk dicelupkan ke dalam perairan
sampai batas pertama kali tidak tampak,
ukur panjang tali dan dicatat sebagai hasil
D1 (jarak tampak)
b. Kemudian tarik tali pelan-pelan sampai
batas pertama kali tampak dan catat
sebagai hasil D2 (jarak tidak tampak)
c. Kemudian masukkan hasil tadi kedalam
rumus , catat hasilnya.
Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan
dengan meggunakan tali penduga kedalaman
berskala, yaitu tali panajang yang berskala tiap
0,5 m dan di ujung tali diberikan pemberat.
Korelasi kedalaman dengan pasang surut
dengan menggunakan rumus (Ongkoson dan
Suryano, 1989 dalam Susetya, 2014):
d = dt = (ht – MSL) Ket :
∆d = Kedalaman suatu titik pada dasar perairan
(m)
dt = Kedalaman suatu titik pada dasar laut pada
waktu t (m)
ht = Ketinggian permukaan air laut pada
pukul t (m)
MSL = Means Sea Level (duduk
tengah muka air) (m)
Kecepatan Arus
Kecepatan arus diukur dengan
menggunakan current meter, caranya sebagai
berikut:
a. Pasangkan kipas pada batang besi yang
telah disediakan,
b. Sambungkan kabel jeck dengan kotak
pencatat (monitor),
c. Kemudian celupkan kipas ke dalam air,
d. Catat kecepatan arus yang tertera pada
layar dalam m/s.
b. Parameter Kimia
Adapun pengamatan yang dilakukan
untuk parameter kimia ialah oksigen terlarut
(DO) dan derajat keasaman (pH).
Oksigen Terlarut (DO)
Ada dua metode yang digunakan
untuk menentukan oksigen terlarut yang dapat
diandalkan, yaitu metode Winkler atau metode
titrasi atau disebut juga metode indiometri dan
metode elektrometris (DO Meter). Metode
Winkler berdasarkan sifat oksidasi oleh
oksigen yang terlarut dan metode elektrometris
berdasarkan jumlah oksigen yang berdifusi
melewati membran (Ghufran dkk 2007).
Adapun prosedur pengukuran
oksigen terlarut menggunakan Multitester
adalah seagai berikut:
a. Buka penutup ujung probe,
b. Hidupkan dengan menekan tombol on/off,
c. Dicelupkan probe kedalam air sampel,
d. Putar ujung probe di dalam air sampel
secara perlahan dan tunggu hingga muncul
tanda panah ke arah OK,
e. Ditekan tombol HOLD,
f. Di catat nilai DO (mg/l),
g. Matikan dengan menekan tombol on/off,
h. Bilas ujung probe dengan aquades lalu
keringkan dengan tisu,
i. Tutup kembali penutup ujung probe.
Derajat Keasaman (pH)
Untuk penggunaan aquamate test atau
pH meter, maka prosedurnya seperti pada
pengukuran oksigen. Sedangkan untuk
pengkalibrasian dimulai dengan membuka
tutup pH elektroda (karet ban hitam) pada
ujung elektroda dan geserlah karet ban putih
(transparan) yang menutupi lubang pada
bagian badan elektroda hingga lubang kecil
tersebut terlihat. Isilah cangkir polyhylene
dengan larutan buffer pH 6,86 sebanyak sekitar
1 cm (cangkir tersebut dicuci terlebih dahulu
dengan air aquadest, lalu hidupkan switch
knop pH). Kemudian masukkan sensor ke
dalam cangkir yang telah berisi larutan buffer
serta atur knop kalibrasi pH hingga angka 6,9.
Goyanglah sensor tersebut pelan-pelan, bila
selesai angkatlah sensor tersebut dari cangkir
lalu bilas dengan aquadest. Setelah itu
pasangkan pelindung elektroda (Electroda
Protector). Kemudian lubang kecil yang
dibuka tadi ditutup kembali. Bila segera
dioperasikan maka masukkan sensor secara
perlahan-lahan ke dalam air yang akan diukur,
alat dapat dioperasikan lagsung dengan
memutar pH.
Adapun prosedur pengukuran
pH menggunakan Multitester adalah
seagai berikut:
a. Buka penutup ujung probe,
b. Hidupkan dengan menekan tombol
on/off,
c. Dicelupkan probe kedalam air
sampel,
d. Ditekan tombol HOLD,
e. Dicatat nilai pH mencapai angka yang
stabil,
f. Matikan dengan menekan tombol on/off,
g. Bilas ujung probe dengan aquades lalu
keringkan dengan tisu,
h. Tutup kembali penutup ujung probe.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dengan
menggunakan teknik pembobotan dan skoring,
maka untuk mencapai tujuan penelitian dalam
analisis ini dilakukan pendekatan dengan
teknik analisis dalam perhitungan kriteria
ekologi.
1. Kriteria Ekologi
Untuk penelitian kriteria ekologi
perairan menggunakan parameter fisika dan
kimia dengan rumusan yang dimodifikasi dari
jurnal Saka dkk. 2014 dengan mengurangi
beberapa parameter seperti posfat, nitrat,
kelimpahan plankton, dan klorofil-a.
Tabel 2. Parameter-parameter Kesesuaian Kawasan Budidaya KJA
No. Parameter Kelas Angka
Penilaian
Sumber Baku Mutu *
1. Oksigen
Terlarut
(mg/L)
≥ 5,0
≥ 4,0 – 4,9
≤ 3,9
5
3
1
Evalawati dkk
(2001)
> 5
2. Kedalaman
(m)
15,0 – 24,9
5,0 – 14,9 dan 25,34,9
≤ 4,9 dan ≥35
5
3
1
BBPBL
(2001)
-
3 Kecepatan
Arus (cm/dt)
20,0 – 49,9
10 – 19,9 dan 50
≥75
5
3
1
BBPBL
(2001)
20-25
4. Kecerahan (m) ≥ 5,0
≥3 – 4,9
≤ 2,9
5
3
1
Hargreaves
(1999)
> 3
5. Suhu Perairan
(oC)
27,0 – 30,9
25,0 – 28,9 dan 31 –
31,9
< 24,9 dan ≥ 32
5
3
1
Romimohtarto
dan Juwana
(1999)
26 – 32
6. Salinitas (ppt) 30,0 – 32,9
20,0 – 29,0
≤ 19,9 dan ≥33
5
3
1
Evalawati
dkk. (2001)
31 – 34
7. Derajat
Keasaman
(pH)
8,0 – 8,20
4,0 – 7,9 dan 8,20 – 8,9
≤3,90 dan ≥9.0
5
3
1
Effendi
(2003)
7 – 8,5
Sumber: Modifikasi Jurnal Saka dkk. (2014)
*(SNI 01-6488.4-2000)
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode matching dan skoring.
Menurut Hartoko (2000) dalam Saka dkk.
(2014), tahapan analisis kesesuaian perairan
dengan pembuatan matrik kesesuaian diawali
dengan mengumpulkan berbagai referensi
mengenai kondisi wilayah perairan yang harus
dipenuhi untuk pembudidayaan kerapu macan
yang menggunakan keramba jaring apung
(KJA). Kemudian menentukan batas-batas
nilai (klasifikasi kelas kesesuaian) untuk setiap
parameter fisika, kimia perairan yang
memenuhi persyaratan budidaya kerapu
macan. Kelayakan perairan untuk budidaya
ikan diukur berdasarkan kualitas air laut (pH,
suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman,
kecepatan arus, oksigen terlarut, pH).
Parameter tersebut akan digunakan sebagai
dasar skala penilaian dan bobot pada kelayakan
perairan budidaya laut. Pembobotan pada
setiap parameter ditentukan berdasarkan pada
dominannya parameter tersebut terhadap
suatuperuntukan kelayakan perairan budidaya
laut (Gerking, 1978 dalam Saka dkk. 2014).
Parameter yang dapat memberikan pengaruh
lebih kuat sebagai faktor pembatas bagi
organisme budidaya diberi bobot lebih tinggi.
Tingkat kesesuaian menurut (Cornelia, 2005
dalam Saka dkk. 2014) dibagi atas empat kelas
antara lain: sangat sesuai (highly suitable),
cukup sesuai (moderately suitable), sesuai
marginal (marginally suitable), tidak sesuai
(not suitable).
Matriks kesesuaian perairan disusun melalui
kajian pustaka dan pertimbangan teknis
budidaya, sehingga diketahui variabel syarat
yang dijadikan acuan dalam pemberian bobot
(Tabel 3).
Total skor matrik kesesuaian
selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas
kesesuaian perairan budidaya ikan kerapu
macan berdasarkan karakteristik kualitas
perairan dan dapat dihitung dengan
perhitungan (DKP, 2005 dalam Saka dkk.
2014):
Total Skoring = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑥 x 100%
Tabel 3. Parameter Penilaian Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus
Fuscoguttatus)
No. Parameter Kelas Angka
Penilaian
Bobot
(B)
Karakteristik
1. Oksigen Terlarut
(mg/L)
≥ 5,0
≥ 4,0 – 4,9
≤ 3,9
5
3
1
4
Sangat Berpengaruh
untuk Kerapu Macan
dapat hidup
2. Kedalaman (m) 15,0 – 24,9
5,0–14,9 dan 25,34,9
≤ 4,9 dan ≥35
5
3
1
3
Cukup Berpengaruh
untuk pemilihan lokasi
budidaya kerapu
macan
3 Kecepatan Arus
(cm/dt)
20,0 – 49,9
10 – 19,9 dan 50
≥75
5
3
1
2
Berpengaruh terhadap
pemilihan lokasi
budidaya kerapu
macan
4. Kecerahan (m) ≥ 5,0
≥3 – 4,9
≤ 2,9
5
3
1
2
Berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan kerapu
macan
5. Suhu Perairan
(oC)
27,0 – 30,9
25,0–28,9 dan 31–31,9
<24,9 dan ≥32
5
3
1
2
Berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan kerapu
macan
6. Salinitas (ppt) 30,0 – 32,9
20,0 – 29,0
≤ 19,9 dan ≥33
5
3
1
1
Berpengaruh
pertumbuhan dan
perkembangan kerapu
macan
7. Derajat
Keasaman (pH)
8,0 – 8,20
4,0 – 7,9 dan 8,20 – 8,9
≤3,90 dan ≥9.0
5
3
1
1
Berpengaruh
pertumbuhan dan
perkembangan kerapu
macan
Sumber : Evalawati dkk. (2001); BBPBL, (2001); Hargreaves, (1999); Romimohtarto dkk. (1999);
Effendi, (2003) dalam Saka dkk. 2014.
Berdasarkan rumus dan perhitungan di atas
diperoleh nilai (skor) kesesuaian perairan
menurut (Cornelia, 2005 dalam Saka dkk.,
2014), yaitu sebagai berikut:
85,00 % - 100 % = Sangat Sesuai (S1)
75,00 % - 84,99 % = Cukup Sesuai
(S2)
65,00 % - 74,99 % = Sesuai Marginal
(S3)
0 % - 64,99 % = Tidak Sesuai (N)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Madong
Wilayah Kampung Madong
merupakan wilayah yang terletak di Kelurahan
Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang
Kota, Provinsi Kepulauan Riau. Luas wilayah
yang dimiliki kelurahan Kampung Bugis yaitu
24,0 Km2. Adapun batas wilayah Kampung
Madong adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Tembeling
Sebelah Selatan: Kelurahan Tanjungpinang
Kota
Sebelah Barat : Kelurahan Air Raja
Sebelah Timur : Kelurahan Senggarang
Vegetasi yang tumbuh di wilayah
perairan Kampung Madong berupa hutan
mangrove, dan di perairan Kampung Madong
memiliki substrat dasar yaitu kerikil, pasir, dan
lumpur. Kampung Madong terdapat keramba
jaring apung yang digunakan nelayan sebagai
tempat memelihara atau membudidayakan
ikan. Terdapat 5 kelompok nelayan yang
melakukan pembudidayaan ikan di sekitar
perairan kampung madong, masing-masing
kelompok nelayan memiliki 10 anggota yang
bekerja secara bergantian untuk merawat dan
menjaga ikan yang terdapat di dalam keramba.
Selain keramba jaring apung, juga terdapat
aktivitas penangkapan ikan (pancing, jaring,
dan bubu), pemukiman penduduk, alur
pelayaran, serta restoran seafood yang
merupakan tempat masyarakat Kampung
Madong menjual sebagian hasil tangkapannya
sehabis melaut.
Madong termasuk daerah yang
mendapatkan bantuan KJA HDPE ( High
Density Polyethylene) dari pemerintah,
keramba ikan ini terbuat dari bahan plastik
berkualitas tinggi, mempunyai daya tahan
lebih lama dan lebih kuat. Bantuan sarana
produksi berupa KJA HDPE yang telah
diberikan oleh pemerintah Provinsi Kepri
kepada masyarakat sampai dengan tahun
2014 adalah berjumlah 1.250 Kantong yang
tersebar di 7 kab/Kota dengan rincian Kota
Batam sebanyak 250, Tanjungpinang 40
Kantong, Kabupaten Bintan 280 kantong,
Kab. Karimun 150 kantong, Kab.Lingga 80
kantong, Kab. Natuna sebanyak 260 kantong
dan Kab.Kep. Anambas sebanyak 100
kantong. Bantuan-bantuan tersebut tidak lain
adalah bentuk kepedulian pemerintah daerah
Provinsi Kepulauan Riau kepada masyarakat
khususnya dalam hal pengembangan usaha
budidaya perikanan dalam rangka
peningkatan perekonomian masyarakat dan
perluasan lapangan kerja
(www.dkpkepri.info).
Sabagai bentuk apresiasi atas
keberhasilan masyarakat pembudidaya dalam
memanfaatkan fasilitas bantuan sarana
budidaya dari pemerintah maka Bapak
Gubernur Kepulauan Riau pada tanggal 12
Februari 2015 berkesempatan melakukan
panen raya ikan Bawal Bintang, Kerapu dan
Kakap pada Kelompok Pembudidaya Ikan di
Kampung Madong Kecamatan Tanjungpinang
Kota, Tanjungpinang. Kampung Madong
Kecamatan Tanjungpinang Kota berhasil
memanen ikan Bawal Bintang hasil bantuan
bibit dari BBI Pengujan dan Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Kepri sebanyak 2 ton,
dari bantuan Balai Perikanan Budidaya Laut
Batam juga sebanyak 2 ton. Disamping itu juga
dipanen ikan Kerapu ukuran panen hasil
bantuan dari Dinas KPPE dan PUMP-PB
sebanyak 2 ton dan panen ikan Kakap Putih
hasil bantuan BBI Pengujan sebesar 1 ton
sehingga total jumlah panen pada kesempatan
tersebut adalah sebanyak 7 ton yang berasal
dari 6 kelompok pembudidaya
(www.dkpkepri.info). Secara umum kawasan
perairan Kampung Madong dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai sumber pendapatan dari
hasil budidaya hewan laut yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, salah satunya adalah kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus).
B. Hasil Pengukuran Kondisi Ekologi
Mengacu pada prosedur penelitian,
pengukuran ekologi berdasarkan analisis
kesesuaian perairan untuk budidaya ikan
kerapu macan (Epinephalus fuscoguttatus)
menggunakan parameter fisika dan kimia
dengan menggunakan teknik pembobotan dan
skoring.
1. Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor
untuk menentukan kelayakan lokasi untuk
budidaya ikan kerapu macan di KJA. Secara
tidak langsung, suhu perairan dapat
mempengaruhi laju tingkat pertumbuhan biota
yang dibudidayakan.
Hasil pengukuran suhu di perairan
Madong berkisar antara 29,9oC – 30,5oC, dari
hasil pengukuran yang dilakukan di 20 titik
didapati bahwa titik yang memiliki suhu
terendah terdapat pada titik 3 dan 4 sedangkan
yang memiliki suhu tertinggi terletak pada
titik 18.
Menurut Effendi (2003), suhu
perairan berhubungan dengan kemampuan
matahari menyampaikan panasnya ke dalam
air, meskipun lambat menyerap panas tetapi
air akan menyimpan panas lebih lama
dibandingkan dengan daratan.
Menurut Sudradjat (2008), ikan
kerapu macan dapat hidup dan tumbuh pada
air bersuhu antara 26 – 31oC. Berdasarkan dari
hasil penelitian, maka 20 titik yang di pilih
sudah sesuai dengan kriteria tersebut. Data
hasil pengukuran suhu disajikan pada Gambar
4.
Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Suhu
b. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas di perairan
Madong berkisar 18 – 23 ppt, dari hasil
pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati
bahwa titik yang memiliki salinitas terendah
29.6
29.8
30
30.2
30.4
30.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
adalah titik 11 dan 18 sedangkan titik ang
memiliki salinitas tertinggi ialah titik 7.
Menurut Sudradjat (2008), ikan
kerapu macan dapat hidup dan tumbuh pada air
berkadar garam antara 22 – 32 ppt.
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka 20 titik
yang di pilih masih banyak titik yang belum
sesuai dengan kriteria tersebut. Data hasil
pengukuran salinitas disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran
Salinitas
c. Kecerahan
Kecerahan merupakan parameter
yang berhubungan erat dengan besarnya
penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hasil rata-
rata pengukuran kecerahan di perairan Madong
berkisar 1,07 m – 1,60 m, dari hasil
pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati
bahwa titik yang memiliki kecerahan terendah
adalah titik 3 sedangkan titik yang memiliki
salinitas tertinggi ialah titik 13.
Intensitas sinar cahaya matahari yang
menembus ke dalam perairan sangat
bergantung dari kecerahan air. Semakin cerah
perairan tersebut akan semakin dalam cahaya
yang tembus ke dalamnya. Ketika kandungan
partikel tersuspensi di periran meningkat maka
penetrasi cahaya yang masuk akan berkurang
(Hutabarat dan Evans, 2008 dalam Susetya
2014).
Menurut Setianto (2015), pemilihan
lokasi untuk budidaya kerapu macan harus
memiliki kecerahan perairan > 3 m.
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka 20 titik
yang di pilih masih belum sesuai dengan
kriteria tersebut. Data hasil pengukuran
kecerahan disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran
Kecerahan
d. Kedalaman
Kedalaman perairan merupakan
aspek yang cukup penting untuk
diperhitungkan dalam penentuan lokasi
budidaya Keramba Jaring Apung, hal ini
dikarenakan apabila kedalaman kurang dari
atau lebih dari standar untuk melakukan
budidaya KJA dikhawatirkan akan berdampak
pada produktivitas hasil yang dibudidayakan
(Susetya, 2014).
Hasil pengukuran kedalaman di
perairan Madong berkisar 4,44 m – 8,00 m,
dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20
titik didapati bahwa titik yang memiliki
kedalaman terendah adalah titik 3 sedangkan
titik yang memiliki kedalaman tertinggi ialah
titik 18.
Kedalaman perairan sangat
berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi
tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih
mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari
pengaruh gelombang yang pada akhirnya
menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar
patokan pada saat surut terendah sebaiknya
kedalaman perairan lebih dari 3 m dari dasar
waring/jaring (Setianto, 2015). Data hasil
pengukuran kedalaman disajikan pada Gambar
7.
Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran
Kedalaman
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
e. Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor utama dalam
pemilihan lokasi budidaya KJA, karena arus
akan menghantarkan sedimen dalam perairan
yang pada akhirnya mempengaruhi cahaya dan
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan dalam
keramba jarring apung.
Arus adalah penggerak massa air
secara vertikal dan horizontal sehingga menuju
keseimbangannya. Gerakan yang terjadi
merupakan hasil resultan dari berbagai macam
gaya yang bekerja pada permukaan, kolom,
dan dasar perairan (Susetya, 2014).
Hasil pengukuran kecepatan arus di
perairan madong berkisar 0,1 m/s – 0,3 m/s,
dari hasil pengukuran yang dilakukan di 20
titik didapati bahwa titik yang memiliki
kecepatan arus terendah adalah titik 17 – 20
sedangkan titik yang memiliki kecepatan arus
tertinggi ialah titik 1 – 3.
Arus air pada lokasi yang dipilih
diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada
arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan
baik dan kandungan oksigen terlarut dalam
wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu
dengan adanya arus maka dapat
menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran
ikan yang terjatuh di dasar perairan (Setianto,
2015). Data hasil pengukuran kecepatan arus
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Kecepatan
Arus
2. Parameter Kimia
a. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah kandungan
oksigen yang terlarut dalam perairan yang
merupakan suatu komponen utama bagi
metabolism perairan yang digunakan untuk
pertumbuhan biota perairan. Oksigen terlarut
dianggap sebagai parameter yang primer
karena berhubgungan langsung dengan KJA
(Susetya, 2014).
Hasil pengukuran oksigen terlarut di
perairan Madong berkisar 5,3 mg/L – 7,7
mg/L, dari hasil pengukuran yang dilakukan di
20 titik didapati bahwa titik yang memiliki
oksigen terlarut terendah adalah titik 4
sedangkan titik yang memiliki kecepatan arus
tertinggi ialah titik 1. Data hasil pengukuran
oksigen terlarut disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Hasil Pengukuran
Oksigen Terlarut (DO)
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah satu
parameter lingkungan yang sangat
mempengaruhi organisme dalam perairan.
Hasil pengukuran derajat keasaman di perairan
Madong berkisar 5,17 – 6,25, dari hasil
pengukuran yang dilakukan di 20 titik didapati
bahwa titik yang memiliki derajat keasaman
(pH) terendah adalah titik 15 sedangkan titik
yang memiliki derajat keasaman (pH) tertinggi
ialah titik 10. Data hasil pengukuran derajat
keasaman (pH) disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hasil Pengukuran
Derajat Keasaman (pH)
C. Kesesuaian Lingkungan untuk
Budidaya Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus)
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
jika dibandingkan dengan baku mutu (SNI 01-
6488.4-2000) madong memiliki prospek yang
cukup baik untuk lokasi budidaya, khususnya
kerapu macan. Analisis tentang kesesuaian
perairan pada penelitian ini menunjukkan
beberapa parameter yang dianggap penting
seperti oksigen terlarut, kecepatan arus, suhu,
dan pH memiliki angka penilaian yang sangat
baik untuk budidaya kerapu macan. Adapun
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
parameter kecerahan, salinitas, dan kedalaman
memiliki penilaian yang baik.
Untuk penelitian kriteria ekologi
perairan hanya menggunakan parameter fisika
dan kimia dengan rumusan yang mengacu pada
jurnal saka dkk. (2014) adalah sebagai berikut
:
Tabel 4. Total Skor Kelayakan di 20 titik
penelitian
Titik Total
Skor
Tingkat Kesesuaian
1 57 Cukup Sesuai (S2)
2 51 Sesuai Marjinal (S3)
3 51 Sesuai Marjinal (S3)
4 57 Cukup Sesuai (S2)
5 57 Cukup Sesuai (S2)
6 57 Cukup Sesuai (S2)
7 57 Cukup Sesuai (S2)
8 57 Cukup Sesuai (S2)
9 57 Cukup Sesuai (S2)
10 55 Sesuai Marjinal (S3)
11 55 Sesuai Marjinal (S3)
12 57 Cukup Sesuai (S2)
13 57 Cukup Sesuai (S2)
14 57 Cukup Sesuai (S2)
15 57 Cukup Sesuai (S2)
16 57 Cukup Sesuai (S2)
17 53 Cukup Marjinal (S3)
18 51 Sesuai Marjinal (S3)
19 55 Sesuai Marjinal (S3)
20 57 Cukup Sesuai (S2)
Hasil perhitungan kesesuaian
perairan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau
skor kesesuaian perairan untuk budidaya
kerapu macan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14,
15, 16, dan 20 di Madong memiliki skoring
76%. Kesesuaian perairan titik 1, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 12, 13, 14, 15, 16, dan 20 di Madong yang
mengacu pada Cornelia (2005) dalam Saka
(2014) masuk ke dalam kelas cukup sesuai
(S2).
Pembobotan dan penilaian (skoring)
nilai atau skor kesesuaian perairan untuk
budidaya kerapu macan titik 2, 3, dan 18 di
Madong memiliki skor 68 %. Pembobotan dan
penilaian (skoring) nilai atau skor kesesuaian
perairan untuk budidaya kerapu macan titik 17
di Madong memiliki skor 70,66 %.
Pembobotan dan penilaian (skoring) nilai atau
skor kesesuaian perairan untuk budidaya
kerapu macan titik 10, 11, dan 19 di Madong
memiliki skor 73 %. yang mengacu pada
Cornelia (2005) dalam Saka (2014) masuk ke
dalam kelas sesuai marjinal (S3).
Artinya lokasi penelitian yang
titiknya belum memenuhi standar untuk
kesesuaian perairan kerapu macan, diperlukan
penanganan lebih lanjut dikarenakan terdapat
parameter yang belum memenuhi syarat untuk
budidaya kerapu macan seperti kedalaman dan
kecerahan yang hanya memiliki angka
penilaian 1. Kedalaman yang rendah dapat
berdampak pada rendahnya kecerahan.
Adapun penanganan untuk kedalaman adalah
dengan cara menggali tanah dasar perairan
agar dapat menambah kedalamannya,
sedangkan kecerahannya sangat rendah ini
dapat berakibat pada kotornya jaring/waring
sehingga sirkulasi air dapat terganggu dan akan
berakibat menurunya kesehatan ikan yang
akan dipelihara nantinya. Adapun penanganan
yang harus dilakukan adalah dengan sering
mengganti jaring/waring keramba, ini
bertujuan agar jarring/waring tidak kotor
tertutupi oleh lumpur sehingga sirkulasi air
bisa lancar. Salinitas sangat berpengaruh
dalam proses osmoregulasi organisme
perairan, salinitas yang terlalu tinggi dan
terlalu rendah dapat mengakibatkan
terganggunya tekanan osmotik kultivan
(Bocek dkk. 1991 dalam Erlina, 2006).
Penanganan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi rendahnya salinitas adalah dengan
melakukan penggalian tanah dasar perairan
agar dapat menambah kedalamannya, karena
semakin dalam suatu perairan dapat
meningkatkan salinitas di kawasan tersebut.
Berikut adalah gambar titik lokasi
yang mendapatkan nilai skor sesuai (S2) dan
sesuai marjinal (S3):
Keterangan :
- Titik yang berwarna merah adalah titik
yang mendapatkan nilai sesuai (S2).
- Titik yang berwarna biru adalah titik yang
mendapatkan nilai sesuai marjinal (S3).
Gambar 11. Peta Titik Lokasi Sesuai (S2)
dan Sesuai Marjinal (S3)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian yang
telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan,
Madong memliliki prospek yang cukup baik
untuk di jadikan lokasi budidaya kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus), seperti terdapat
pada titik 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16,
20 mendapatkan total skor 57 dan skoring 76
% masuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2).
Penilaian secara keseluruhan Madong
memiliki tingkat kesesuaian perairan 65 %
cukup sesuai (S2).
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini
adalah:
a. Masyarakat harus bisa menjaga dan
melindungi ekosistem yang ada disekitar
Kampung madong, agar kualitas perairan
di Kampung Madong dapat terjaga dengan
baik, serta harus jeli melihat komoditas
yang akan dibudidayakan, utamakan
komoditas yang memiliki nilai jual tinggi.
b. Bagi para pembudidaya hendaknya dapat
melihat hasil penelitian ini untuk dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sebelum
melakukan budidaya di sekitar perairan
Kampung Madong.
DAFTAR PUSTAKA
Arya., Wisnu., W. 2004. Dampak Pencemaran
Lingkungan (Edisi Revisi). Andi. Yogyakarta.
Cahyono., Bambang. 2011. Budidaya Ikan di
Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta.
Effendi., H. 2003. Telaah Kualitas Air.
Kanisius. Yogyakarta.
Effendi., Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Erlina., A. 2006. Kualitas Perairan Di Sekitar
BBPBAP Jepara Ditinjau Dari Aspek
Produktivitas Primer Sebagai Landasan
Operasional Pengembangan Budidaya Udang
Dan Ikan. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Evy., Ratna., K., Mujiutami., E., Sujono., K.
1997. Usaha Perikanan di Indonesia. PT.
Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Fatuchri., M., Sukadi. 2002. Peningkatan
Teknologi Budidaya Perikanan. Jurnal
lktiologi Indonesia. Vol. 2 (2).
Ghufran., H., Kordi, M. 2011. Marikultur
Prinsip dan Praktik Budi Daya Laut. Lily
Publisher. Yogyakarta.
Ghufran, H., Kordi, M., Andi, B.T. 2007.
Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Peraiaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Handajani., Hanny, Dwi Sri H., 2002.
Budidaya Perairan. Bayu Media dan UMM
Press. Malang.
Novriadi., R. 2013. Studi Komparasi Dan
Dampak Hasil Keputusan Gugatan Perdata
Pencemaran Lingkungan Budidaya Ikan Laut
Di Pulau Bintan. Riset Sosek Kelautan dan
Perikanan Vol. 8 (2). Pengendali Hama dan
Penyakit Ikan Ahli. Balai Budidaya Laut
Batam.
Rochdianto., A. 2002. Budidaya Ikan di Jaring
Terapung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Saka., Dwi., R. Hasani, Q., Yulianto., H. 2014.
Analisis Ekologi Teluk Cikunyinyi Untuk
Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus
Fuscoguttatus). E-Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. Vol. 3(1).
Setianto., D. 2015. Usaha Budidaya Ikan
Kerapu. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Sudradjat., A. 2008. Budidaya 23 Komoditas
Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Susetya., A. 2014. Analisis Perbandingan
Daya Dukung Kawasan Usaha Budidaya
Keramba Jaring Apung di Kabupaten Bintan.
Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008.
Agribisnis Perikanan (Edisis Revisi). Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wijayanti., Henni., M. 2007. Kajian Kualitas
Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan
Makrobenthos. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Yani, A. 1999. Analisis Ekonomi
Kelembagaan Usaha Budidaya Ikan dalam
Keramba Jaring Apung (Floating Cage Net) Di
Wilayah Kepulauan Riau. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
www.dkpkepri.info. 2015. Diakses tanggal 05
agustus 2016
www.google.co.id/search?q=Gambar+Kerapu
+Macan&rlz. Diakses tanggal 04 agustus 2016