analisis keselamatan dan kesehatan kerja (k3) … · surat pernyataan : saya menyatakan dengan...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
(STUDI KASUS PADA BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR INESCO,
TASIKMALAYA)
Oleh:
YENI ROHAENI
F34050071
2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
(STUDI KASUS PADA BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR INESCO,
TASIKMALAYA)
Oleh :
YENI ROHAENI
F34050071
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Yeni Rohaeni F34050071. Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Di bawah bimbingan Tajuddin Bantacut dan Andes Ismayana. 2009
RINGKASAN
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang tercatat di PT. Jamsostek menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat 83,714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6,506 cacat dan 1,883 meninggal. Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. PT. Sinar Inesco sebagai salah satu industri pertanian tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi bahaya di lingkungan kerja, mengetahui tingkatan resiko pada setiap bahaya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penilaian resiko akan dilakukan menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan 2D model, dimana tingkat resiko didapatkan dari perkalian Kemungkinan dan Konsekuensi yang dicocokkan dengan tabel matriks analisis resiko 2D model. Matriks tersebut akan menunjukkan tingkat resiko sehingga dapat ditentukan cara pengendalian berdasarkan literatur dan kondisi di lokasi.
Identifikasi bahaya pada kegiatan produksi pengolahan teh diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu prapelayuan dan pelayuan, penggilingan dan fermentasi, pengeringan, serta sortasi dan pengepakan. Bahaya dengan tingkat resiko rendah adalah terperosok, terkena panas dari fan, terbentur kursi monorail, kebisingan (pada prapelayuan dan pelayua), tergelincir (pada unit penggilingan dan fermentasi), terjepit pintu pengering (pada unit pengeringan), terhirup pernapasan (dust), kebisingan dan terbentur (pada unit sortasi dan pengepakan). Bahaya dengan tingkat resiko sedang meliputi tergores (pada unit prapelayuan dan pelayuan), terjatuh, tersetrum, kebisingan (pada unit penggilingan dan fermentasi), terpapar panas, tergelincir (pada unit pengeringan), terjepit rantai, mata terkena debu dan tersetrum (pada unit sortasi dan pengepakan). Tingkat resiko yang terakhir yaitu resiko yang bersifat tinggi. Resiko ini harus direduksi sebelum pekerjaan dilanjutkan. Bahaya dengan resiko tinggi terdiri dari tertarik baling-baling dan tersetrum (pada unit prapelayuan dan pelayuan), terjepit dan terpotong (pada unit penggilingan dan fermentasi), terjatuh, terbakar, kebisingan (pada unit pengeringan) dan tertarik baling-baling (pada unit sortasi dan pengepakan).
Pengamatan menunjukkan bahwa penyebab terjadinya bahaya secara garis besar dapat kelompokkan menjadi dua yaitu tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman. Tindakan tidak aman dilakukan karena minimnya pengetahuan pekerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan kerja.
Kondisi tidak aman banyak yang disebabkan karena rusaknya peralatan seperti mesin-mesin produksi dan peralatan keselamatan kerja
Masing-masing bahaya mempunyai tingkat resiko yang berbeda, oleh karena itu penentuan pengendalian pun berbeda. Pengendalian yang dapat dilakukan secara umum adalah pembuatan Standard Operation Procedure, penggunaan Alat Pelindung Diri, display, serta perbaikan terhadap mesin dan peralatan yang rusak. Pengendalian tersebut dapat digunakan oleh semua bahaya baik yang beresiko rendah, sedang, ataupun tinggi, sedangkan untuk resiko ekstrim harus dihilangkan.
Yeni Rohaeni F34050071. Analysis of Occupational Safety and Health at Tea Processing Industry (Case Study of Production Division PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Under Guidance of Tajuddin Bantacut And Andes Ismayana. 2009.
SUMMARY The problems in Occupational Safety and Health frequently still are
ignored. This matter is shown with the number of work accident remain high. Based on data recorded in PT. Jamsostek, there were 83,714 work accident cases in Indonesia within year 2007. This number includes 6,506 handicaps, and 1.883 deaths. Agriculture is one of the most hazardous occupations in worldwide. In several countries the fatal accident rate in agriculture is two times higher than the average for all other industries. PT. Sinar Inesco as one of agro industry has quite intense activity involving labors, appliance, method, expense, and the material and also full time daily work. That condition owns the possibility of the happening of risk or hazard even accident in activity execution.
This research was aimed to study potential hazard in working environment, to know the risk level in each hazard, and to identify the factors dealing with Occupational Safety and Health. Risk assessment used qualitative analysis which generally known as 2D model, where risk level was calculated from multiplication of Likelihood with Consequence which was reconciled with matrix table of risk analysis 2D model. Risk level showed by the matrix was then used define control techniques in accordance with literature and condition of location.
Identification resulted that hazards at production activity of tea processing were classified into 4 units e.g. pre-withering and withering, hulling and fermentation, drying, sorting and packing. Hazards with low risk levels are slumped, incurred by heat from fan, collided by chair monorail, the noise (at pre withering and withering unit), slipped (at hulling and fermentation unit), clamped in drying door (at drying unit), dust breathed by respiration, noise and collided (at sorting and packing unit). Hazard with medium risk level was included scratches (at pre withering and withering unit), fallen down, electricity shocked, noise (at hulling and fermentation unit), hot exposure and slipped (at drying unit), clamped in enchain, eye incurred by dust and electricity shocked (at sorting and packing unit). The last level is high risk. This kind of risk has to be reduced before continuing work. Hazard with high risk level consist of pulled by propeller, and electricity shocked (at pre withering and withering unit), clamped, cut (at hulling and fermentation unit), fallen down, burned, noise (at drying unit) and pulled by propeller (at sorting and packing unit).
Observations indicate that the cause of hazard can be grouped into two, that is, unsafe action done by worker and unsafe condition. Unsafe action done because the workers have less knowledge about Occupational Safety and Health. Unsafe condition commonly caused by destroying equipments such as production machines and the working safety equipments
Each hazard has different risk levels; therefore, different control techniques are suggested. Control which can be done in general is to frame Standard Operation Procedure (SOP), to use personal protection, display, as well as to repair damaged equipments and machine. Control can be used by all hazards for low, medium and high risk while the extreme risk has to be eliminated.
Judul Skripsi : Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)
Nama : Yeni Rohaeni
NIM : F34050071
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I,
Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc.
(NIP : 19590503 198703 1 001)
Dosen Pembimbing II,
Ir. Andes Ismayana, M.T.
(NIP : 19701219 199802 1 001)
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
(NIP : 19621009 198903 2 001)
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan
Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)”
hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Yeni Rohaeni
F34050071
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 10 Juli 1987, merupakan anak pertama
dari pasangan Bapak Sahroji dan Ibu Rohimah. Penulis memulai studinya di SD
Negeri Bojong Malang 2 pada tahun 1993. Pada tahun 1999 penulis dinyatakan
lulus dari sekolah tersebut. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SLTP
Negeri 1 Cimaragas dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis
mendaftarkan diri di SMA Negeri 1 Ciamis. Setelah itu, pada tahun 2005 penulis
diterima menjadi salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 diterima di
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama
kuliah penulis pernah menjadi Kepala Departmen Keputrian DKM Al-Fath dari
tahun 2007-2009.
Pada bulan Juni-Agustus tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapang di PT.
Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya dengan judul “Penanganan dan Pengolahan
Limbah Industri di PT. Raya Sugarindo Inti, Tasikmalaya”. Tahun 2009
penulis melaksanakan penelitian di PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya dengan judul
“Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan
Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)”.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian
Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya). Skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan tugas akhir di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini tidak luput dari
bantuan berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc., sebagai dosen pembimbing I yang
senantiasa memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
2. Ir. Andes Ismayana, M.T., sebagai dosen pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
3. Bapak Dede Cahlidar selaku manajer administratur PT. Sinar Inesco yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
di PT. Sinar Inesco.
4. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T., selaku dosen dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam memperbaiki skripsi ini.
5. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan semangat dan mendukung
setiap langkah penulis.
6. Bapak Dana, Bapak Ma’mun dan seluruh karyawan PT. Sinar Inesco yang
telah membantu penulis dalam penelitian ini.
7. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
kuliah di IPB.
8. Staf administrasi Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
banyak membantu penulis selama proses administrasi penyusunan skripsi.
9. Bapak/Ibu serta rekan-rekan yang ada di milist K3_LH khususnya pak
Subagja dan Mr. Jack Matatula. Terima kasih atas materi-materi K3 yang
telah diberikan.
10. Teman-teman TIN 42 yang telah bersama-sama selama ± 3 tahun
khususnya Ai, Novi PY, Dewi dan Alin.
11. Teman-teman seperjuangan di dakwah kampus khusunya di DKM Al-Fath,
Fateta.
12. Teman-teman di wisma Al-kautsar Mba Lesi, Rina, Teh Pera, Mba Maria,
Mba Nazly, Mba Aris dan Kittun yang telah memberikan semangat dan
bantuannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari skripsi ini,
sehingga kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dalam
pengembangan pengetahuan di masa depan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..…………………………................................. viii
DAFTAR ISI ……………………......................................................... x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. xiv
I. PENDAHULUAN....................................................……………... 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………….... 1
1.2. Tujuan Penelitian …………………………………………… 2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian …………………………............... 3
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 4
2.1. Keselamatan dan Kesehatan kerja …………………………... 4
2.2. Kecelakaan kerja …………………………............................. 5
2.3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............ 8
2.4. Jenis – Jenis Bahaya …………………………........................ 9
2.5. Pengendalian Bahaya …………………………...................... 11
2.6. Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko ................. 15
2.7. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) …………………………...........................................
16
III. METODOLOGI …………………………..................................... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………....... 19
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………..................................... 21
3.3. Tahapan Penelitian ………………………….......................... 21
3.4. Analisis Data ........................................................................... 23
3.4.1. Uji Validitas …………………………......................... 23
3.4.2. Uji Reliabilitas …………………………...................... 23
3.4.3. Analisis Penilaian Resiko …………………………..... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………….................. 27
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………... 27
4.1.1. Sejarah Perusahaan ........................................................ 27
4.1.2. Lokasi, Letak Geografi, dan Iklim …………………… 27
x
. 4.13. Ketenagakerjaan ………………………….................... 28
. 4.1.4. Jenis Produk ………………………….......................... 29
. 4.1.5. Proses Produksi ………………………….................... 29
4.2. Karakteristik Responden …………………………................. 33
4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ..................... 34
4.3.1. Uji Validitas …………………………........................... 34
4.3.2. Uji Reliabilitas …………………………....................... 35
4.4. Identifikasi Bahaya ................................................................. 35
4.4.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ........................................... 35
4.4.2. Penggilingan dan Fermentasi ………………………… 37
4.4.3. Pengeringan ………………………….......................... 39
4.4.4. Sortasi dan Pengepakan …………………………......... 41
4.5. Penilaian Resiko dan Pengendalian Bahaya ………………... 43
4.5.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ........................................... 45
4.5.2. Penggilingan dan Fermentasi ………………………… 46
4.5.3. Pengeringan ………………………….......................... 48
4.5.4. Sortasi dan Pengepakan …………………………......... 49
4.6. Faktor – Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Psychology)…………………………......................................
51
4.6.1. Pendidikan dan Pelatihan K3 ......................................... 51
4.6.2. Publikasi K3 .................................................................. 53
4.6.3. Kontrol Lingkungan kerja ............................................. 56
4.6.4. Pengawasan dan Disiplin ............................................... 59
4.6.5. Peningkatan Kesadaran K3 ............................................ 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….............. 64
5.1. Kesimpulan …………………………..................................... 64
5.2. Saran …………………………...…………………………..... 65
DAFTAR PUSTAKA …………………………............................ 67
LAMPIRAN …………………………........................................... 70
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Bobot nilai jawaban responden …………………………... 22
Tabel 2. Pengukuran kualitatitif kemungkinan/frekuensi …………. 24
Tabel 3. Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi ………….. 25
Tabel 4. Matriks analisis resioko-tingkatan resiko dengan 2D model....................................................…………………….
25
Tabel 5. Ketentuan tindak lanjut ………………………………….... 26 Tabel 6. Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei
2009 ……………………………………………………….. 28
Tabel 7. Karakteristik Responden ………………………………….. 33 Tabel 8. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan
tingkat resiko serta pengendaliannya………………………
46 Tabel 9. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi
dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………...
47 Tabel 10. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko
serta pengendaliannya……………………………………...
48 Tabel 11. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan
tingkat resiko serta pengendaliannya………………………
50 Tabel 12. Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan
pendidikan K3 .....................................................................
52 Tabel 13. Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 .............. 54
Tabel 14. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja ......................................................................................
56
Tabel 15. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan disiplin ..................................................................................
59
Tabel 16. Hasil jawaban responden mengenai peningkatan kesadaran K3 .........................................................................................
62
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Safety psychology dan industrial clinical psychology…. 12
Gambar 2. Diagram pengendalian bahaya ………………………... 14
Gambar 3. Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan pengendalian resiko ………………………....................
14
Gambar 4.
Prinsip penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan Permenaker No. Per 05/Men/1996 pasal 4 …………………………………..
17 Gambar 5 Diagram kerangka pemikiran penilitian ......................... 20
Gambar 6. Diagram alir proses produksi teh hitam ………………. 30
Gambar 7. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas ...........................................................................
32
Gambar 8. Suasana di unit prapelayuan dan pelayuan …………... 36 Gambar 9. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas.. 37 Gambar 10. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan
fermentasi ……………………………………………...
38 Gambar 11. Mesin pengering ………………………………………. 39
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin pengering ………………………………………………
40
Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan pengepakan (vibro mesh) ……………………………...
41
Gambar 14. Blower ………………………………………………… 42
Gambar 15. Publikasi K3 yang Ada di ruang pelayuan ……………. 55
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang prapelayuan dan pelayuan ……………………………..
58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ………………………………... 70
Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Sinar Inesco ....................................... 77
Lampiran 3. Lay Out Ruangan ……………………………………. 78
Lampiran 4. Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology .............. 81
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya ..........................................................................
82
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya ………………………………………………..
84
Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology……… 86 Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya
Bahaya ..........................................................................
89 Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya
Bahaya ………………………………………………..
92 Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur ……………………. 93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh ……………………... 94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran ………… 95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum ……………………. 96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan Unit …………………………………………………..
97
Lampiran 15. Kotak (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)P3K Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008 ……………………………………
98 Lampiran 16. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3) …………………..............................................
99
xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam
suatu perusahaan. Salah satu yang berkaitan erat dengan K3 adalah kecelakaan
kerja. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban
jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar, karena manusia adalah satu-satu nya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apa pun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah
biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang
tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen
keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnya waktu
kerja.
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sering terabaikan. Hal ini
ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data
yang tercatat di PT. Jamsostek menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat
83.714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6.506 cacat dan
1.883 meninggal (Ansori, 2008).
Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh
resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam
pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. Menurut
perkiraan ILO, para pekerja yang menderita kecelakaan kerja sebanyak 250 juta
setiap tahun. Berasal dari total 335.000 tempat kerja kecelakaan fatal di seluruh
dunia, kira-kira ada 170.000 kematian di tengah para pekerja di bidang pertanian.
Markkanen (2004) menjelaskan juga bahwa sektor pertanian merupakan sektor
yang dapat menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan resiko bahaya
kesehatan. Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang serius.
Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian merupakan
sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja yang
berakibat fatal. Selain itu, hampir 44% dari total angkatan kerja bekerja di sektor
pertanian. Dengan demikian, pemikiran mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja bagi para pekerja yang bekerja di sektor pertanian menjadi relevan.
PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh tidak terlepas dari aktivitas
pertanian mulai dari perkebunan sampai pada pengolahannya. Selain itu, PT. Sinar
Inesco tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode,
biaya, dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian
memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam
pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya. Karena adanya potensi masalah yang
cukup signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
kegiatan produksi di industri pengolahan teh, maka perlu dilakukan analisis
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengkaji potensi bahaya di lingkungan kerja pada industri pengolahan teh.
2) Mengetahui tingkatan resiko pada setiap bahaya yang terdapat pada industri
pengolahan teh.
3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada industri pengolahan teh.
2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini mencakup masalah :
1) Penelitian dilakukan di PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya yang difokuskan pada
kegiatan produksi (pabrikasi).
2) Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dianalisis meliputi potensi bahaya
dan tingkatan resiko dengan menggunakan 2D model (Analisis Kualitatif).
3) Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencatat data yang ada pada
arsip perusahaan dari tahun 2007-2009.
4) Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner dan wawancara yang
dilakukan kepada pekerja di setiap bagian produksi (pabrikasi).
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tingkat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada industri pengolahan teh khususnya di PT. Sinar Inesco,
mengevaluasi tingkat kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan serta
memberikan rekomendasi cara pengendalian.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan pendapat Megginson (1981) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2001), istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko
kesehatan. Keselamtan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan
merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang,
kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan
dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas
kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan, sedangkan kesehatan kerja
menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa
sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor-
faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang
aman dan sehat dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan
keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja serta kondisi lingkungannya (Sabdoadi, 1979).
Sementara itu, keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers
(ASSE) yang dikutip oleh Sugeng (2005) diartikan sebagai bidang kegiatan yang
ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi-kondisi fisiologis, fisikal
dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan. Kondidi fisiologis - fisikal meliputi penyakit-
penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa atau anggota
badan. Kondisi-kondisi psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan
kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri,
4
kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan
untuk mudah putus asa terhadap hal-hal yang remeh (Rivai, 2006).
Tujuan keselamatan kerja menurut Sabdoadi (1979) adalah :
1) Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatan dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi.
2) Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
3) Sumber-sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.
Lebih lanjut Sabdoadi (1999) menyatakan tujuan utama kesehatan kerja ada dua
yaitu :
1) Sebagai alat untuk mencapai derjat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk
kesejahteraan tenaga kerja.
2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.
Menurut Rivai (2006), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi :
1) Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang
hilang.
2) Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.
3) Menurunkan biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4) Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5) Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
6) Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan.
2.2. Kecelakaan Kerja
Menurut International Labor Organization (ILO), kecelakaan kerja adalah suatu
kejadian yang timbul akibat atau selama pekerjaan yang mengakibatkan
5
kecelakaan kerja yang fatal atau kecelakaan kerja yang tidak fatal. Kecelakaan
kerja menurut Sulaksmono yang dikutip oleh Santoso (2004) adalah sutau
kejadian tak terduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu
aktivitas yang telah teratur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam
sekejap mata dan mungkin terjadi dalam setiap aktivitas.
Menurut Suma’mur (1994), kecelakaan kerja adalah bagian yang tak terduga dan
tidak diharapkan, yang dapat menghentikan aktivitas seseorang atau proses
produksi. Tidak terduga karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesengajaan apalagi bentuk perencanaan, tidak diharapkan karena peristiwa
kecelakaan itu biasanya disertai dengan kerugian material maupun fisik.
Suatu kecelakaan termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat
dilihat dari apakah ada perintah dari perusahaan/majikan dan apakah berkaitan
dengan kepentingan perusahaan majikan (Ansori, 2008). Kecelakaan kerja
menurut Henrich (1980) yang dikutip oleh Hamzah (2005), merupakan suatu
kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang mengakibatkan luka
dan cedera, sedangkan insiden diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak
dikehendaki yang mengakibatkan turunnya efisiensi dari suatu kegiatan atau
aktivitas.
Ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan ganguan
kesehatan pegawai (Mangkunegara, 2001) diantaranya yaitu : (1) Keadaan tempat
lingkungan kerja, (2) Pengaturan udara, (3) Pengaturan penerangan, (4)
Pemakaian peralatan kerja, dan (4) Kondisi fisik dan mental pegawai. Dari uraian
beberapa pakar kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan
4 faktor yakni faktor: (1) Lingkungan, (2) Manusia, (3) Peralatan dan(4) Bahaya
(hal-hal yang membahayakan).
Menurut Notoatmodjo (2003), kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama
yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga
merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang
tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja. Suma’mur (1989) membuat
batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan
6
hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti kecelakaan
terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu,
kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni a) kecelakaan
adalah akibat langsung pekerjaan b) kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang
dilakukan. Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini
diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang
terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata
lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan
dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk
kecelakaan kerja.
Penyebab munculnya kecelakaan kerja menurut Cascio (1998) yang dikutip oleh
Ilham (2002) dapat berasal dari dua hal, yaitu kondisi kerja yang tidak sehat (fisik
dan lingkungan kerja) serta perilaku kerja yang tidak sehat. Kurangnya peralatan
pengaman, adanya suara yang bising, radiasi, debu, dan bahan-bahan berbahaya
dan beracun (B3) merupakan contoh dari kondisi kerja yang tidak sehat.
Walaupun begitu, banyak kecelakaan kerja merupakan interaksi dari kondisi kerja
yang tidak sehat.
Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja menurut Henrich (1980) yang dikutip
oleh Hamzah (2005), penyebab dasar dari terjadinya kecelakaan kerja yaitu
tindakan tidak aman (unsafe action), kondisi tidak aman (unsafe condition) dan
faktor nasib atau kejadian yang tidak bisa diramalkan (unsafe of god). Tindakan
tidak aman (unsafe action) meliputi : (1) Tidak mengindahkan peraturan, (2)
Bekerja tanpa kewenangan, (3) Tidak memakai peralatan pengaman, dan (4)
Tidak aman dalam mengangkat, menarik atau mendorong. Kondisi tidak aman
(unsafe condition) terdiri atas : (1) Layout pekerjaan, (2) Penggunaan peralatan,
(3) Kebisingan dan (4) Kondisi atmosfir kerja.
7
Menurut Side (1998) penyebab kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3
faktor, yaitu :
a) Faktor manusia yang terdiri dari pelatihan/kemampuan yang tidak memadai,
tidak mengikuti prosedur, bekas latihan yang tidak aman, penyimpangan dari
peraturan keselamatan, dan bahaya yang tidak terdeteksi.
b) Faktor keadaan seperti pengaruh rancangan perlengkapan, konstruksi yang
tidak memenuhi syarat, penyimpanan bahan atau peralatan bahaya yang
tidak layak, serta tata letak fasilitas yang tidak cukup.
c) Faktor lingkungan yang terdiri dari faktor fisik, paparan kimia, faktor
biologis dan faktor ergonomi. Faktor fisika seperti kebisingan, penerangan,
atau getaran. Paparan kimia yang berbentuk debu, gas, uap, asap atau kabut.
Faktor biologis seperti sensitivitas, usia, jenis kelamin, kekuatan atau
kondisi. Faktor ergonomi seperti gerakan berulang, pengangkatan dan
rancangan stasiun kerja.
2.3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Landasan hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia telah banyak
diterbitkan, baik dalam bentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri dan surat edaran (Sugeng, 2005).
Landasan hukum yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003
2) UUD 1945 pasal 27 ayat 1
3) Undang-undang Keselamatan Kerja No.1/1970
4) Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992
5) Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
No. 14/1993
6) Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul karena Hubungan Kerja
No. 22/1993
7) Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta
Penerangan dalam tempat Kerja No.7/1964
8
8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980
9) Peraturan Menteri Tenega Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit
Akibat Kerja No. 1/1981
10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
No.3/1982
11) Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di Tempat Kerja
No.51/1999
12) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB Faktor Kimia di Udara
Lingkungan Kerja No.1/1997.
2.4. Jenis-Jenis Bahaya
Hazard didefinisikan sebagai suatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian
berlangsung (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan.
Hazard merupakan satu kesatuan kombinasi dari tiga variabel yang terdiri dari
frekuensi (kekerapan), duration (lama waktu) dan severity (keparahan dampak)
yang ditimbulkan akibat paparan terhadap suatu subtansi/energi (Nasri,2002).
Hazard (bahaya) adalah kondisi biologis, kimia, atau fisik yang berpotensi
menyebabkan kerusakan terhadap manusia, harta benda atau lingkungan. Hazard
bisa terdapat pada peralatan dan bahan berbahya (Stricoff dan Walters, 1995).
Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang berpotensi membahayakan hidup,
kesehatan atau harta benda. Adanya hazard menunjukkan adanya ancaman,
dimana hazard bisa terjadi dalam keadaan tidak mungkin, dengan resiko minimal.
Bahaya kimia berhubungan dengan sifat bahan kimia dan ada hubungannya antara
bahaya dan resiko ketika pemaparan berlangsung (Anonim, 2007).
9
Hazard atau bahaya dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu :
1) Bahaya fisika. Yang termasuk kedalam bahaya ini adalah kebisingan, getaran,
panas dan tekanan. Kebisingan merupakan masalah yang sering timbul dalam
dunia industri. Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Menurut Soemanegara
(1975) yang dikutip Herdiyanto (2003) menyatakan bahwa pengaruh-
pengaruh bising dalam industri terhadap jasmani para pekerja terbagi atas dua
bagian, yaitu pengaruh-pengaruh non-auditor atau pengaruh bukan terhadap
indera pendengaran dan pengaruh auditor atau pengaruh terhadap indera
pendengaran.
2) Bahaya kimia dapat menyebabkan kerusakan barang dan mengganggu
kesehatan. Bahan kimia tersebut mempunyai sifat eksplosif, mudah terbakar,
korosif, mudah teroksidasi, toksik, beracun serta karsinogenik. Bahan kimia
dapat masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara diantaranya pernapasan
(inhalation), kulit (skin absorption ) dan tertelan ( ingestion ).
3) Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein
dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Contoh bahaya biologi adalah AIDS atau hepatitis B,
tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, clamidhya dan psittaci.
4) Bahaya ergonomi berasal dari rancangan kerja, tata letak tempat serta
aktivitas yang buruk. Contoh dari bahaya ergonomi diantaranya masalah
penanganan secara manual, tata letak dan rancangan tempat kerja.
5) Bahaya psychology diantaranya stres dan jam kerja yang lama. Stres
merupakan tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stres. Gangguan emosional yang ditimbulkan seperti
cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan
alkohol dan psikotropika.
10
2.5. Pengendalian Bahaya
Miner (1992) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengemukakan dua aspek yang
disebut dengan Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology, yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Safety
Psychology memfokuskan pada usaha untuk mencegah kecelakaan terjadi, dengan
meneliti mengapa dan bagaimana kecelakaan itu muncul, sedangkan Industrial
Clinical Psychology memfokuskan pada karyawan-karyawan yang tingkat
kerjanya menurun, hal-hal yang menyebabkan serta apa yang bisa dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Persamaan dari Safety Psychology dan Industrial
Clinical Psychology adalah sama-sama meneliti untuk pencegahan dan mengatasi
masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan motivasi
kerja karyawan. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu laporan dan
statistik kecelakaan, pelatihan keselamatan, publikasi dan kontes keselamatan
kerja, kontrol terhadap lingkungan kerja, inspeksi dan disiplin, dan peningkatan
kesadaran K3. Industrial Clinical Psychology terdiri dari atas dua faktor, yaitu
konseling dan employee assistance programe. Faktor-faktor yang terdapat dalam
kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Silalahi ( 1991) yang dikutip oleh Silaban (2003) menyatakan bahwa ada beberapa
perbuatan yang mengusahakan keselamatan, antara lain:
a. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang
diberikan.
b. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan
kepada atasan.
c. Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi
secermat mungkin.
d. Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan
perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.
e. Peralatan dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja dipakai
(digunakan) bila perlu.
11
Gambar 1. Safety psychology dan industrial clinical psychology
Menurut Suma’mur (1994), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah
dengan 12 hal berikut:
1. Peraturan Perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi kerja pada umumnya. Perencanaan, konstruksi, perawatan dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri,
tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K (Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan) dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi
mengenai masalah syarat-syarat keselamatan sesuai intruksi peralatan
industri dan Alat Pelindung Diri (APD).
3. Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi.
4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya,
pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5. Riset medis, terutama meliputi tentang pola-pola kewajiban yang
mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban yang
mengakibatkan kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi.
8. Pendidikan.
9. Latihan-latihan.
12
10. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat.
11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.
Upaya-upaya pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara : (1) Subtitusi
bahan-bahan kimia yang bahaya, (2) Proses isolasi, (3) Pemasangan local
exhauster, (4) Vertilasi umum, (5) Pemakaian alat pelindung diri, (6)
Ketatarumahtanggaan perusahaan, (7) Pengadaan fasilitas saniter, (8) Pemeriksaan
kesehatan sebelum kerja dan berkala, (9) Penyelenggaraan latihan/penyuluhan
keapada semua karyawan dan pengusaha, serta (10) Kontrol administrasi.
Hirarki pengendalian menurut Suardi (2005) adalah sebagai berikut :
1) Eliminasi atau menghilangkan bahaya merupakan langkah ideal yang dapat
dilakukan dan harus menjadi pilihan pertama dalam melakukan pengendalian
resiko.
2) Substitusi atau mengganti mempunyai prinsip menggantikan sumber resiko
dengan sarana/peralatan lain yang tingkat resikonya lebih rendah/tidak ada.
3) Engineering atau rekayasa merupakan langkah dengan mengubah desain
tempat kerja, peralatan atau proses kerja dalam mengurangi tingkat resiko.
Ciri khas dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam
bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan
pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi
kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan
kegiatan berbahaya.
4) Pengendalian administratif adalah tahap pengendalian dengan menggunakan
prosedur standar operasi kerja (SOP) atau panduan sebagai langkah untuk
mengurangi resiko. Akan tetapi, pengendalian administratif tetap
membutuhkan sarana pengendali resiko lainnya.
5) Alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk
mencegah bahaya dengan pekerja. Penggunaan APD bukanlah pengendali
dari sumber bahaya itu. Sebaiknya alat pelindung diri tidak digunakan
sebagai pengganti dari sarana pengendali resiko lainnya.
13
Gambar 2. Diagram pengendalian bahaya (Santoso, 2004)
Identifikasi bahaya (hazard), pengukuran dan pengendalian resiko pada suatu
organisasi atau industri dapat menggunakan lima langkah sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan pengendalian resiko
(Suardi, 2005).
14
2.6. Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Analisis resiko merupakan suatu analisis yang mengerjakan berbagai tingkat dari
kemurnian dalam mempercayai informasi resiko dari data yang didapatkan.
Analisis resiko bisa jadi menggunakan kualitatif, semi kuantitatif, kuantitatif atau
kombinasi dari ketiganya. Tingkat kerumitan dan biaya dari ketiga analisis
tersebut meningkat yaitu analisis kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Dalam
prakteknya, analisis kualitatif sering pertama digunakan untuk mendapatkan
petunjuk umum dari level resiko. Analisis kualitatif bisa jadi digunakan untuk
keperluan untuk mengerjakan analisis kuantitatif yang lebih spesifik. Secara
terperinci analisis tersebut sebagai berikut :
a) Analisis kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk
menggambarkan besarnya potensi konsekuensi dan peluang konsekuensi yang
akan terjadi. Skala ini dapat diadaptasi atau disesuaikan dengan kondisi
lingkungan sekitarnya, dan mungkin deskripsi yang berbeda digunakan untuk
resiko yang berbeda. Analisis kualitatif digunakan untuk (1) Sebagai aktivitas
penyaringan pertama untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang
membutuhkan analisis lebih rinci; (2) Ketika tingkat resiko tidak
membenarkan waktu dan upaya yang diperlukan untuk sebuah analisis penuh;
(3) Ketika data numerik tidak mencukupi untuk analisis kuantitatif.
b) Analisis semi kuantitatif
Dalam analisis semi kuantitatif, skala kualitatif seperti yang digambarkan di
atas diberi nilai. Nomor yang ditentukan untuk setiap deskripsi tidak harus
memperlihatkan sebuah hubungan yang teliti untuk besarnya akibat atau
kemungkinan yang sesungguhnya. Nomor bisa dikombinasikan oleh siapa
saja dari sebuah rentang formula dengan ketentuan bahwa sistem yang
digunakan untuk memprioritaskan memenuhi sistem yang dipilih untuk
menugaskan kombinasi dan angka-angka tersebut. Tujuannya adalah untuk
menunjukkan sebuah prioritas yang lebih rinci daripada hasil dari analisis
15
kualitatif, tidak menyarankan nilai praktis apa saja untuk resiko-resiko seperti
dalam analisis kuantitatif.
Harus hati-hati dalam mengambil analisis semi kuantitatif, sebab nomor yang
dipilih mungkin tidak sepantasnya menunjukkan relativitas kedudukan yang
hasilnya tidak konsisten. Analisis semi kuantitatif mungkin tidak sepantasnya
berbeda antara resiko-resiko, terutama ketika salah satu akibat atau
kemungkianan bersifat ekstrim.
c) Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif menggunakan nilai numerik (lebih baik daripada skala
deskriptif yang digunakan dalam analisis kualitatif dan semi kuantitatif) untuk
konsekuensi dan peluang menggunakan data dari sebuah keberagaman
sumber. Kualitas dari analisis tergantung pada ketepatan dan kesempurnaan
pada nilai numerik yang digunakan.
Konsekuensi diestimasikan dengan pemodelan hasil dari kejadian atau
rangkaian kejadian atau perhitungan berdasarkan studi terhadap percobaan
atau data yang lalu. Konsekuensi mungkin ditunjukkan dalam bentuk uang,
teknik atau kriteria kemanusiaan atau kriteria yang lainnya. Dalam beberapa
kasus, lebih dari satu nilai numerik untuk menetapkan konsekuensi pada
beberapa waktu yang berbeda, kelompok, tempat atau situasi. Kemungkinan
biasanya diungkapkan sebagai salah satu peluang, frekuensi atau kombinasi
dari paparan dan peluang.
2.7. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Menurut Markkanen (2004), diantara negara-negara Asia, Indonesia termasuk
negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif
(lengkap) tentang sistem manajemen K3, khususnya bagi perusahaan-perusahaan
yang beresiko tinggi. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “setiap perusahaan
yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan
produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja
16
berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan
menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3”.
Secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian resiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif (Mangkuprawira dan Vitalaya, 2007).
Tujuan sistem manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang
melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif. Prinsip dasar dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prinsip penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) berdasarkan Permenaker No. Per 05/Men/1996 pasal 4
17
Sasaran penerapan SMK3 :
1) Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia.
2) Meningkatkan komitmen pimpinan dalam melindungi tenaga kerja.
3) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi globalisasi.
4) Proteksi terhadap industri dalam negeri.
5) Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional.
6) Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional.
7) Meningkatkan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem.
8) Pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi terkait dengan penerapan
K3.
Audit merupakan alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di
tempat kerja. Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan
untuk mengukur praktek sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat
sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi
sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria. Dewasa
ini PT Sucofindo merupakan badan yang telah diberi wewenang oleh
DEPNAKERTRANS untuk melakukan audit dan sertifikasi sistem manajemen K3
terhadap perusahaan-perusahaa (Topobroto, 2002).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Suardi (2005) mengutip laporan ILO tahun 2003, kecelakaan dan sakit di tempat
kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan
perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan,
setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15
detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita, karena kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan
350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan
seperti membongkar zat kimia beracun.
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat kerja merupakan upaya
utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta
melindungi dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan
berkinerja tinggi. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya serta
resiko dalam proses produksi melalui aktivitas :
1) Identifikasi potensi bahaya.
2) Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya.
3) Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian.
4) Penerapan teknologi pengendalian.
5) Pemantauan dan pengkajian selanjutnya.
Dalam melakukan identifikasi bahaya, pertama-tama harus dapat mengenali
sumber yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja. Sumber-sumber tersebut
dapat berasal dari : (1) Tindakan tidak aman, (2) Bahan / material, (3) Proses kerja
/ cara kerja, (4) Alat kerja, (5) Lingkungan kerja, (6) Metode kerja, dan (7)
Produk.
Setelah dapat mengenali sumber-sumber bahaya, beberapa cara untuk
mengidentifikasi bahaya dengan melakukan : (a) Inspeksi, (b) Pemantuan /
survey, (c) Audit, (d) Melakukan interview dengan pekerja, serta (e) Melihat data
19
statistik kecelakaan. Setelah dapat mengenali sumber bahaya, maka langkah
selanjutnya dengan menentukan resiko/evaluasi resiko. Evaluasi resiko dapat
ditentukan dengan rumus :
R = Peluang x Konsekuensi
Setelah itu, dilakukan analisis tingkatan resiko. Diagram kerangka pemikiran
penilitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram kerangka pemikiran penilitian
20
3.2. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di pabrik pengolahan teh hitam, PT. Sinar Inesco
Tasikmalaya dengan pertimbangan bahwa PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya
merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2009.
3.3. Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1) Pengambilan data sekunder yang meliputi gambaran umum perusahaan.
2) Identifikasi bahaya yang ada di lingkungan kerja dengan metode observasi.
3) Pembuatan kuesioner dengan merujuk pada hasil observasi di lapang.
4) Uji coba kuesioner oleh beberapa pekerja dan penyebaran kuesioner kepada
para pekerja di bagian produksi.
Data dikumpulkan melalui pengamatan terhadap masing-masing kegiatan yang
berlangsung, serta wawancara jika diperlukan. Seluruh kegiatan akan dicatat dan
dikelompokkan per lini. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder.
Data primer didapat dengan cara penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi,
sedangkan data sekunder berupa data jumlah karyawan serta data-data lain yang
menunjang.
Tahap pertama dari penelitian ini adalah pengambilan data sekunder. Data
sekunder yang diambil meliputi gambaran umum perusahaan serta data
kecelakaan kerja. Tahap yang kedua adalah pengambilan data primer yang
meliputi identifikasi bahaya dan persepsi pekerja mengenai faktor-faktor
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang
ada. Jenis-jenis bahaya yang ada didapatkan dengan cara observasi langsung di
setiap bagian produksi. Selain itu, observasi juga dilakukan unutk melihat
pelaksanaan K3 di lingkungan kerja.
Tahap selanjutnya adalah menyusun kuesioner berdasarkan hasil observasi di
lingkungan kerja. Kemudian untuk mendapatkan data mengenai faktor-faktor
21
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang ada
didapat dengan cara menyebarkan kuesioner yang disebarkan pada karyawan PT.
Sinar Inesco Tasikmalaya khususnya bagian produksi. Menurut Gay (1976) yang
dikutip Sevilla et al. (1993), menyatakan bahwa untuk penelitian deskriptif ukuran
sampel yang ditawarkan dengan populasi yang kecil diperlukan minmum 20%.
Pada penelitian ini, jumlah responden yang digunakan sebesar 30% dari jumlah
karyawan bagian produksi yaitu sekitar 24 orang.
Menurut Mardalis (1989), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data melalui
formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis
pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau
tanggapan informasi yang diperlukan oleh peneliti. Begitu pun dengan wawancara
digunakan untuk melihat pelaksanaan dan penerapan K3. Kuesioner penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Skala pengukuran yang digunakan pada setiap jawaban responden menggunakan
skala likert. Pernyataan pendapat disajikan kepada responden yang memberikan
indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Responden memberi tanda pada skala
1 sampai 5, apakah obyek sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, atau
sangat tidak setuju (Sevilla et al., 1993). Cara penilaian terhadap hasil jawaban
kuesioner dengan skala Likert dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bobot nilai jawaban responden
Jawaban Responden Bobot nilai
Sangat setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
22
3.4. Analisis Data
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang
ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Selain itu, uji validitas digunakan
untuk mengetahui tingkat valid suatu butir pertanyaan dalam kuesioner.
Perhitungan korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan menggunakan
Product Moment (Hasan, 2002). Rumus korelasi product moment yaitu :
Dimana :
X : skor masing-masing pertanyaan
Y : skor total
n : jumlah total
r : angka korelasi
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui reliabilitas suatu butir pertanyaaan
dalam kuesioner. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi
suatu alat mengukur gejala yang sama. Pengujian reliabilitas menggunakan
analisis Cronbach’s Alpha (Umar, 2002).
Rumus Cronbach’s Alpha adalah :
Dimana :
r11 : keandalan instrumen
k : jumlah butir pertanyaan
: jumlah ragam butir
: ragam total
23
Rumus ragam yang digunakan :
Dimana :
n: jumlah responden
X: nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan)
3.4.2. Analisis Penilaian Resiko
Variabel yang akan dievaluasi, diukur menggunakan metode identifikasi dan
pengendalian resiko kecelakaan atau Hazard Identification and Risk Assessment
(HIRA). Metode analisis penilaian resiko yang digunakan adalah metode kualitatif
atau biasa disebut dengan 2D model.
Menurut Suardi (2005), level atau tingkatan resiko ditentukan oleh hubungan
antara nilai kemungkinan terjadinya bahaya dan konsekuensi. Pengukuran
kualitatif kemungkinan terjadinya bahaya (frekuensi) dapat dilihat pada Tabel 2,
sedangkan untuk pengukuran kualitatif keseriusan/konsekuensi dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 2. Pengukuran kualitatitif kemungkinan/frekuensi
Level Kategori kemungkinan/frekuensi Keterangan
A Hampir pasti Kejadian akan terjadi, atau sangat mungkin terjadi dalam semua aktivitas.
B Mungkin terjadi Kejadian diperkirakan akan dapat terjadi. C Mungkin Kejadian akan terjadi dalam beberapa
keadaan tertentu (kadang-kadang). D Kecil kemungkinan Kejadian dapat kecil kemungkinan
terjadi, namun dapat terjadi dalam kondisi tertentu.
E Jarang terjadi Kejadian yang jarang terjadi dan terjadi dalam kondisi luar biasa.
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999
24
Tabel 3. Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi
Level Kategori Keseriusan/Konsekuensi Keterangan
1 Tidak Signifikan Tidak ada cedera dan kehilangan material kecil.
2 Minor Memerlukan bantuan pertolongan pertama, pada tempat kejadian dengan segera, dan kerugian material sedang.
3 Sedang Memerlukan perawatan medis, pada tempat kejadian memerlukan bantuan dari luar dan kerugian material tinggi.
4 Mayor/Bencana Cidera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh secara total, off-site release tanpa efek merusak dan kerugian material besar (utama).
5 Katastropik/Bencana Besar
Menyebabkan kematian, off-site release bahan toksik dan efeknya merusak dan kerugian material sangat besar.
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999
Hubungan antara konsekuensi dan peluang kemungkinan terjadinya resiko dapat
digambarkan dalam matriks berikut :
Tabel 4. Matriks analisis resiko kualitatif atau metode 2D model
Konsekuensi
Peluang Tidak signifikan
1
Minor 2
Sedang 3
Bencana 4
Bencana Besar
5 A (Sangat Sering) H H E E E
B (Sering) M H H E E
C (Sedang) L M H E E
D (Jarang) L L M H E
E (Sangat Jarang) L L M H H
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999 Keterangan :
L : Low risk (resiko rendah)
M : Moderate risk (resiko sedang)
H : High risk (resiko tinggi)
E : Extreme risk (resiko ekstrim)
25
Tingkatan resiko akan menunjukkan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Ketentuan tindak lanjut terhadap tingkat resiko dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Ketentuan tindak lanjut
Tingkat Resiko Tindak Lanjut
Resiko Rendah
Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar.
Resiko Sedang
Perlu tindakan untuk mengurangi resiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu diterapkan dengan baik dan benar.
Resiko Tinggi
Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan.
Resiko Ekstrim
Pekerjaan tidak dilaksanakan atau dilanjutkan sampai resiko telah direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi resiko dengan sumber daya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan
Sumber : Suardi (2005)
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Perusahaan
PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan teh
dengan bahan baku sebagian besar berasal dari perkebunan sendiri yaitu
perkebunan Sambawa. Pada mulanya perkebunan Sambawa mulai dibuka dan
diusahakan oleh N.V. Cultur My Sambawa yaitu pada tahun 1909-1940. Setelah
itu, sampai tahun 1949 digarap oleh rakyat setempat dan ditanami palawija.
Kemudian pada tahun 1950-1951 diusahakan kembali oleh N.V. Cultur My
Sambawa dengan juru kuasa Rorrisondan Crossfield. Pada tahun 1951-1954
perkebunan Sambawa diusahakan oleh pemerintah c.q. Bank Industri Negara.
Setelah Bank Industri Negara, yaitu tahun 1954-1968 diusahakan oleh
B.P.U.P.P.N Aneka Tanaman sampai tahun 1973. PT. Sinar Inesco memegang
usaha secara penuh sejak tahun 1973 sampai sekarang.
Pada awal berdiri, PT. Sinar Inesco hanya memproduksi teh hijau. Kemudian
memproduksi teh hitam untuk memenuhi permintaan pasar dan bahan baku yang
melebihi kapasitas teh hijau. PT. Sinar Inesco mempunyai dua fasilitas pabrik
pengolahan yaitu pabrik 1 untuk pengolahan teh hijau dengan kapasitas terpasang
2.000.000 Kg Kering/Tahun dan pabrik 2 untuk pengolahan teh hitam dengan
kapasitas terpasang 2.400.000 Kg Kering/Tahun. Pabrik 2 dibangun pada tahun
1986 dan mulai berproduksi pada tahun 1988. Namun, untuk saat ini PT. Sinar
Inesco hanya memproduksi teh hitam karena berkurangnya jumlah bahan baku.
4.1.2. Lokasi, Letak Geografi, dan Iklim
PT. Sinar Inesco terletak di Kabupaten Tasikmalaya tepatnya di Kecamatan
Taraju. Selain itu, terdapat juga kantor perwakilan yaitu di Jalan Batununggal
Permai V Bandung, sedangkan untuk lokasi perkebunannya terletak di tiga
kecamatan yaitu Taraju, Sodong Hilir dan Bojong Gambir dengan elevasi kebun
rata-rata 952 m.d.p.l dan emplasement 872 m.d.p.l. Luas perkebunan yang
dimiliki oleh PT. Sinar Inesco mencapai 728.4307 Ha. Perkebunan Sambawa
27
berjarak 22 Km ke jalan provinsi dan 45 Km ke kota Daerah Tingkat II
Tasikmalaya serta 54 Km ke kota Daerah Tingkat II Garut. Secara lengkap peta
lokasi PT. Sinar Inesco dan Perkebunan Sambawa dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perkebunan Sambawa ini mempunyai iklim tipe B, dimana hujan turun sekitar
bulan Oktober sampai Mei, musim kemarau sekitar bulan Juni sampai September,
berangin sedang dan hawa dingin di malam hari. Temperatur rata-rata pada siang
hari berkisar antara 22-26 ºC, sedangkan pada malam hari berkisar antara 18-20
ºC. Curah hujan rata-ratanya 3.797 mm/tahun dan termasuk daerah tipe curah
hujan basah. Kelembaban udara pada siang hari berkisar antara 60-70%,
sedangkan pada malam hari berkisar antara 80-90%.
4.1.3. Ketenagakerjaan
Secara umum karyawan PT. Sinar Inesco dibagi menjadi lima bagian yaitu kantor,
garapan, pemetikan, pabrik dan kendaraan, serta kantor dan umum. Karyawan
dibagi ke dalam karyawan bulanan, karyawan harian tetap, dan karyawan harian
lepas. Rata-rata jam kerja karyawan sekitar 8 jam. Jumlah karyawan PT. Sinar
Inesco dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei 2009
Karyawan No Bagian Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Kantor 15 2 17 2 Garapan 131 0 131 3 Pemetikan 31 448 479 4 Pabrik dan Kendaraan 74 32 106 5 Kantor dan Umum 28 2 30
Sub Total 279 484 763 Sumber : Data Kantor Induk PT. Sinar Inesco
Karyawan PT. Sinar Inesco mendapatkan beberapa fasilitas diantaranya
perumahan bagi karyawan yang membutuhkan dan berada di lokasi perkebunan,
sarana ibadah dan pendidikan ruhani seperti mesjid dan madrasah, sarana olah
raga seperti bola voli, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan serta sarana kesenian
seperti degung, pencak silat dan karoke. Selain itu, perusahaan juga menyediakan
28
balai pengobatan dan dokter. Apabila ada yang dirujuk ke rumah sakit, seluruh
biaya ditanggung oleh perusahaan.
Guna meningkatkan kesejahteraan karyawan, didirikan koperasi karyawan dengan
nama PRAKARSA pada tanggal 9 Oktober 1980 dengan badan hukum No.
7249/BH/DK-10/23. Selain itu dibentuk pula organisasi pekerja yaitu SBPP-SPSI
Basis Sambawa.
4.1.4. Jenis Produk
PT. Sinar Inesco memproduksi teh hitam secara orthodox rotorvane yang
diklasifikasikan dalam dua tingkat mutu yaitu grade I dan Grade II. Grade I terdiri
dari BOP (Broken Orange Peko), BOPF (Broken Orange Peko Funning), PF
(Peko Funning), Dust, BT (Broken Tea) dan BP (Broken Peko). Grade II terdiri
dari PF 2, Dust 2, Dust 3, BT 2, PF 3, Dust 4, BM (Broken Mix) dan BMF
(Broken Mix Funning). Produk yang dihasilkan berupa teh hitam kering yang
dipasarkan untuk wilayah lokal dan diekspor ke luar negeri.
4.1.5. Proses Produksi
Kegiatan produksi di PT. Sinar Inesco dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
penerimaan bahan baku, pembeberan, pelayuan, penggilingan, fermentasi,
pengeringan, sortasi dan pengepakan. Diagram alir proses produksi dapat dilihat
pada Gambar 6, sedangkan lay out ruangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tahap
pertama dari kegiatan produksi adalah penerimaan pucuk dari afdeling di pabrik
sekitar pukul 10.00 WIB. Bahan baku yang berupa pucuk basah setelah ditimbang
di kebun ditimbang kembali di pabrik. Penimbangan tersebut bertujuan untuk
menentukan rendemen produk dan untuk memantau kebun.
Setelah ditimbang, pucuk dipindahkan ke withering trough dengan menggunakan
carier yang digerakkan oleh monorail. Withering trough tersebut mempunyai
kapasitas sekitar 1,5 ton. Setelah pucuk ada di dalam withering trough dilakukan
pembeberan. Pembeberan tersebut bertujuan agar pucuk teh tidak berdempetan
sehingga udara dapat menembus secara merata ke seluruh pucuk dan
mempercepat proses penguapan air pada pucuk.
29
Gambar 6. Diagram alir proses produksi
Proses berikutnya pelayuan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
mengkondisikan pucuk teh agar siap untuk digiling. Pelayuan merupakan proses
pengeringan lambat sekali untuk mengurangi kadar air dengan menggunakan
udara segar dan udara panas. Penggunaan udara tersebut dapat mempermudah
proses pelemasan pucuk sehingga memudahkan dalam proses penggilingan. Suhu
udara yang digunakan berkisar antara 26-27 ºC. Jika suhu yang digunakan lebih
dari itu, akan mengakibatkan daun kering. Pucuk dikatakan layu apabila diremas
tidak pecah atau pucuk akan kembali seperti semula.
Setelah proses pelayuan, pucuk yang sudah lemas dipindahkan ke ruang
penggilingan. Tujuan dari proses penggilingan adalah untuk membentuk mutu
secara fisik maupun kimia. Pembentukan mutu secara fisik berlangsung dengan
adanya pengulungan pucuk layu dan juga pemotongan, sedangkan pembentukan
mutu secara kimia berlangsung ketika terjadi pemerasan cairan sel daun, sehingga
ketika cairan sel daun keluar akan menempel pada gulungan pucuk tersebut.
Dalam proses penggilingan cairan sel daun yang terperas akan terurai dan bereaksi
dengan oksigen dari udara sekitar yang lembab. Pada tahap ini sudah dimulai
proses fermentasi atau oksidasi enzimatis. Proses penggilingan akan berjalan
30
dengan baik jika kondisi ruangan lembab yaitu sekitar 91-95% dan suhu yang
digunakan adalah 24 °C. Untuk mengkondisikan ruangan tersebut agar sesuai
dengan kelembaban dan suhu yang diinginkan, di ruang penggilingan dipasang
humidifier.
Pada proses penggilingan ini terdiri dari tiga tahapan yaitu penggulungan,
penggilingan, dan sortasi basah. Proses penggulungan menggunakan mesin open
top roller selama ± 45 menit. Proses ini terjadi karena adanya gerakan lumbung
open top roller yang berlawanan dengan arah beatten-nya sehingga pucuk akan
tergulung. Pucuk yang sudah tergulung kemudian ditampung dalam tong untuk
diproses kembali. Jika ada pucuk teh yang masih besar, maka pucuk tersebut
digiling kembali oleh mesin press cup roller. Penggunaan mesin tersebut
bertujuan agar pucuk teh yang masih kasar menjadi lebih halus. Setelah digiling
dengan menggunakan open top roller dan press cup roller, pucuk teh tersebut
dipotong kembali dengan menggunakan rotorvane. Kemudian bubuk tersebut
diayak menggunakan rotary roll breaker sampai didapat teh yang sesuai dengan
mutunya.
Setelah digiling, bubuk teh difermentasikan selama 3,5 jam. Proses fermentasi
bisa disebut juga sebagai proses oksidasi enzimatis. Proses ini merupakan reaksi
oksidasi antara enzim dengan senyawa polifenol (katekin) yang terdapat dalam
daun teh dengan bantuan oksigen yang ada di udara bebas. Tujuan dari proses ini
adalah untuk mengendalikan reaksi enzimatis dalam bubuk teh sehingga diperoleh
cita rasa yang khas. Fermentasi dilakukan dengan cara mendiamkan bubuk teh
basah di dalam ruangan lembab yaitu dengan Relative Humidity (RH) 91-95% dan
suhu 23 °C.
Tahap selanjutnya adalah pengeringan. Tujuan dari pengeringan adalah untuk
menghentikan proses oksidasi enzimatis senyawa polifenol dalam teh dan untuk
menurunkan kadar air bubuk teh menjadi 3-4% supaya bubuk teh menjadi lebih
tahan lama saat dilakukan penyimpanan. Proses pengeringan bubuk teh di PT.
Sinar Inesco menggunakan alat pengering yang berjenis trays drier yang dengan
tipe ECP (Endless Chain Pressure). Suhu yang digunakan untuk proses ini adalah
31
100-110 °C. Suhu ini disebut dengan suhu masuk (inlet), sedangkan suhu keluar
(outlet) dari mesin pengering sekitar 45 °C. Panas yang digunakan oleh alat
pengering tersebut berasal dari tungku yang berbahan bakar kayu bakar.
Bubuk teh yang telah dikeringkan kemudian masuk ke bagian sortasi untuk
dilakukan pemisahan jenis mutu. Selain itu juga akan dipisahkan dari benda-benda
asing. Tujuan dari sortasi kering adalah untuk memisahkan teh kering menjadi
beberapa grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh. Prinsip utama dari
sortasi kering adalah memisahkan butiran teh berdasarkan ukuran, bentuk, dan
berat jenis teh. Pada proses ini ada beberapa mesin yang digunakan antara lain,
middleton, vibro blank, vibro mesh, vibro shifter, crusher dan winower.
Tahap akhir dari kegiatan produksi adalah proses pengepakan. Pengepakan
bertujuan untuk mencegah kerusakan selama proses penyimpanan dan
pengangkutan sampai ke tangan konsumen. Selain itu, pengepakan juga berfungsi
untuk menjaga mutu teh yang telah dihasilkan agar tetap baik. Pengemasan yang
dilakukan di PT. Sinar Inesco biasanya menggunakan karung plastik. Teh yang
sudah disortasi, dikemas langsung ke dalam karung plastik yang sebelumnya
dilapisi dengan kantong plastik. Teh yang dikemas dipisahkan sesuai dengan jenis
dan kualitasnya. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas dapat
dilihat pada Gambar 7.
a. Kemasan yang digunakan untuk
mengemas teh
b. Teh yang sudah dikemas
Gambar 7. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas
32
4.2. Karakteristik Responden
Kelompok usia yang mengisi kuesioner merupakan kelompok usia yang ada di
bagian produksi PT. Sinar Inesco. Jumlah karyawan yang bekerja di bagian
produksi berada pada rentang usia lebih dari 20 tahun. Pada penelitian ini rentang
usia yang paling banyak berada pada rentang 20-30 tahun, 31-40 tahun dan 41-50
tahun. Pada rentang usia 31-40 tahun, karyawan berada pada rentang produktif
serta karyawan telah mempunyai pengalaman bekerja. Rekapitulasi karakteristik
Responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik responden
Karakteristik Jumlah (Orang) Persentase (%) A. Usia 7 29,17
20-30 Tahun 7 29,17 31-40 Tahun 7 29,17 41-50 Tahun 7 29,17 > 50 Tahun 3 12,50
B. Jenis Kelamin Laki-laki 15 62,50 Perempuan 9 37,50
C. Pendidikan Terakhir SD/Sederjat 16 66,67 SMP/Sederajat 7 29,17 SMA/Sederajat 1 4,17
D. Massa kerja 1-5 Tahun 2 8,33 6 -10 Tahun 3 12,50 11-15 Tahun 6 25,00
Karyawan berjenis kelamin laki-laki sangat mendominasi pada bagian produksi.
Karyawan perempuan hanya ada pada bagian sortasi dan prapelayuan. Banyaknya
karyawan laki-laki di bagian produksi karena laki-laki dinilai lebih waspada
dibandingkan dengan perempuan. Selain itu, pekerjaan yang ada di bagian
produksi merupakan pekerjaan berat dan berbahaya seperti di bagian
penggilingan, pengeringan dan pelayuan.
Pendidikan terakhir untuk karyawan PT. Sinar Inesco khususnya bagian produksi
sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan sederajat. Hal ini
dikarenakan PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang pertama berdiri di
33
daerah setempat sehingga membutuhkan karyawan banyak, sedangkan penduduk
yang ada di sekitanya taraf pendidikannya masih rendah.
Masa kerja karyawan PT. Sinar Inesco sebagian besar lebih dari 15 tahun.
Karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun mendominasi bagian
produksi. Lamanya masa kerja karyawan menyebabkan para pekerja
berpengalaman dibidang tersebut. Bagian produksi merupakan bagian yang
membutuhkan karyawan yang berpengalaman.
4.3. Analisis Data Uji Validitas Dan Reliabilitas
4.3.1. Hasil Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk melihat apakah pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dapat memberikan jawaban yang sesuai dan dapat mengukur aspek-
aspek yang ingin diukur. Uji valiliditas dilakukan dengan menggunanakan rumus
korelasi Pearson Product Moment dan hasilnya akan dibandingkan dengan angka
kritik tabel korelasi nilai r.
Kuesioner yang disebar menggunakan pertanyaan tertutup. Pertanyaan pada
bagian pertama digunakan untuk analisis identitas responden. Bagian kedua
merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan safety psychology yang terdiri
dari 5 sub bagian yaitu pendidikan dan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, publikasi K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin, serta
peningkatan kesadaran K3. Bagian selanjutnya merupakan pertanyaan yang
berhubungan dengan identifikasi bahaya yang meliputi peluang terjadinya bahaya
dan konsekuensi terjadinya bahaya.
Setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan software Microsoft Excel
2007, pada beberapa bagian pernyataan semua responden memberikan jawaban
yang sama sehingga secara statistik pernyataan tersebut menunjukkan
keseragaman. Data tersebut akan tetap digunakan dalam analisis data sebagai data
informatif. Data mengenai uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6.
34
4.3.2. Hasil Uji Reliablitas Kuesioner
Uji reliablitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur atau
kuesioner dapat dipercaya atau diandalkan apabila kuesioner digunakan dua kali
untuk mengukur gejala yang sama. Dengan kata lain reliabilitas merupakan
tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen. Pengujian
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik cronbach’s alpha.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSS for Windows 16.0,
didapatkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk setiap bagian kuesioner pada
safety psychology lebih dari 0,6. Menurut Nugroho (2005), reliabilitas suatu
susunan variabel dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’s alpha lebih dari
0,6. Dalam penelitian ini reliabilitas yang diukur merupakan reliabilitas internal
dimana ukuran atau kriterianya berada dalam instrumen. Reliabilitas internal
dimaksudkan bahwa pengujian dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-
butir instrumen yang ada (Hasan, 2002). Untuk bagian peluang bahaya dan
konsekuensi bahaya ada beberapa butir pertanyaan yang tidak konsisten, namun
data tersebut akan tetap digunakan dalam analisis dan digunakan sebagai data
informatif. Tidak konsisten yang dimaksud di sini adalah tidak konsisten secara
internal (berhubungan dengan butir-butir pertanyaan) bukan tidak konsisten dari
segi jawabannya. Perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan
9.
4.4. Identifikasi Bahaya
4.4.1. Prapelayuan dan Pelayuan
Identifikasi potensi bahaya pada proses prapelayuan dan pelayuan terdapat bahaya
tergores, terperosok, terkena panas, terbentur, tertarik baling-baling, tersetrum
listrik dan kebisingan. Suasana di tempat prapelayuan dan pelayuan dapat dilihat
pada Gambar 8. Bahaya tergores bisa terjadi ketika pekerja melakukan
pembeberan daun teh di withering trough. Hal tersebut dikarenakan alas withering
trough menggunakan kawat sebelum dilapisi oleh nilon. Kondisi withering trough
yang ada di PT. Sinar Inesco ada beberapa yang sudah rusak karena sudah tua.
35
Withering trough tersebut ada yang kawatnya terputus sehingga potongannya
timbul ke atas.
Bahaya terperosok dapat terjadi karena ruangan prapelayuan dan pelayuan berada
di lantai dua dan lantai tersebut terbuat dari lapisan kayu. Ada beberapa bagian
yang kondisi lapisan kayunya sudah lapuk. Selain itu, terperosok dapat juga
terjadi di withering trough. Penyebab terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh
terperosok berasal dari tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti
naik ke withering trough serta kondisi lantai yang sudah tua.
Bahaya lain pada proses prapelayuan dan pelayuan adalah terkena panas. Suhu
panas berasal dari exhaust fan yang digunakan untuk proses pelayuan daun teh.
Suhu yang berasal dari exhaust fan berkisar antara 26-27 ºC. Rentang suhu
tersebut masih normal sehingga tidak terlalu mempengaruhi aktivitas pekerja.
Gambar 8. Suasana di unit prapelayuan dan pelayuan
Bahaya selanjutnya adalah terbentur kursi monorail. Terbentur dapat terjadi ketika
monorail sedang berjalan dan para pekerja sibuk memeberkan atau membalikkan
daun teh. Bahaya yang lain adalah tertarik baling-baling exhaust fan. Kecelakaan
yang disebabkan oleh bahaya ini dapat terjadi karena di ruang prapelayuan dan
pelayuan terdapat exhaust fan untuk mengalirkan udara panas dan udara segar ke
withering trough. Kondisi dari exhaust fan tersebut ada beberapa yang tidak
memiliki pengaman sehingga ketika pekerja menyalakan exhaust fan atau berjalan
disekitar exhaust fan ada kemungkinan tertarik baling-baling tersebut.
36
Bahaya berikutnya adalah bahaya tersetrum listrik. Bahaya tersebut terjadi karena
exhaust fan dioperasikan dengan menggunakan listrik. Bahaya tersetrum dapat
terjadi jika kabel atau instalasi listrik yang ada di sekitar ruangan tersebut ada
yang bocor. Bahaya yang terakhir adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari
kipas yang digunakan untuk mendorong udara segar dan udara panas ke dalam
withering trough. Kipas tersebut digunakan sekitar 10-12 jam perhari. Kipas
untuk mengalirkan udara segar dan udara panas dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas
4.4.2. Penggilingan dan Fermentasi
Identifikasi bahaya pada proses penggilingan dan fermentasi meliputi terjepit,
tergelincir, tersetrum, kebisingan, terpotong dan terjatuh. Bahaya terjepit dapat
terjadi karena pada bagian ini menggunakan mesin seperti press cup roller dan
open top roller. Terjepit dapat terjadi ketika pekerja merapikan bahan baku (daun
teh layu) yang dimasukkan ke dalam mesin penggilingan.
Bahaya lain yang ada di bagian penggilingan adalah terjatuh. Pekerja dapat
terjatuh karena terdapat dua tangga yang menghubungkan antara ruang
penggilingan dan ruang pelayuan serta tangga yang menghubungkan antara ruang
penggilingan dan ruang kantor. Bahaya terjatuh dapat terjadi jika tangga tersebut
licin atau faktor dari kecerobohan pekerja seperti sikap ketidakhati-hatian. Selain
itu, terjatuh juga dapat terjadi karena ruangan yang gelap sehingga pekerja tidak
bisa melihat secara jelas.
37
Bahaya selanjutnya yang ada di bagian penggilingan adalah tersetrum listrik,
karena hampir semua mesin yang ada dioperasikan menggunakan listrik.
Tersetrum dapat terjadi jika instalasi listrik yang ada di ruangan tersebut bocor.
Bahaya berikutnya adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari mesin penggilingan
dan mesin rotorvane. Dalam satu hari, mesin penggilingan beroperasi selama 7-8
jam. Pada bagian penggilingan ini ada beberapa macam mesin yaitu press cup
roller, open top roller dan rotorvane. Press cup roller dan open top roller yang
digunakan sebanyak 3 unit, sedangkan rotorvane yang digunakan sebanyak 2 unit.
Para pekerja yang ada di bagian ini tidak terganggu dengan kebisingan yang ada
karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Mesin yang digunakan
pada unit penggilingan dan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 10.
a. Mesin press cup roller b. Mesin open top roller
Gambar 10. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan fermentasi
Selain kebisingan, bahaya lain yang ditimbulkan dari penggunaan mesin tersebut
salah satunya adalah terpotong. Pada umumnya terpotong dapat terjadi pada mesin
press cup roller dan open top roller ketika memasukkan bahan baku,
mengeluarkannya atau merapikan bahan baku yang ada pada mesin. Bahaya
terpotong terjadi ketika pekerja sedang lengah atau lalai. Lengahnya atau lalainya
pekerja tersebut dapat disebabkan karena pekerja kewalahan dalam menangani
mesin atau kondisi fisiknya sedang tidak sehat.
Bahaya tergelincir dapat terjadi karena lantai di bagian penggilingan licin. Hal itu
dikarenakan di sekitar mesin press cup roller terdapat pipa air untuk mengatur RH
38
agar sesuai dengan kondisi proses. Kondisi dari pipa tersebut ada beberapa yang
bocor sehingga lantai di sekitarnya menjadi basah atau licin.
4.4.3. Pengeringan
Identifikasi bahaya pada proses pengeringan meliputi terjepit pintu mesin
pengering, tergelincir, terbakar, kebisingan, terpapar panas dan terjatuh. Bahaya
terjepit pintu mesin pengering dapat terjadi ketika pekerja membuka pintu tungku
untuk memasukkan kayu bakar atau membalikkan bara api. Biasanya untuk
melakukan hal itu pekerja menggunakan alat bantu berupa tongkat yang terbuat
dari kayu dengan bagian ujungnya terbuat dari lempeng besi.
Bahaya selanjutnya dari proses pengeringan adalah bahaya terjatuh. Adanya
bahaya ini dikarenakan ketika memasukkan bubuk teh basah ke pengering,
pekerja menggunakan tangga. Pekerja dapat terjatuh ketika beban yang diangkat
terlalu berat. Mesin pengering dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Mesin pengering
Pada proses ini menggunakan suhu yang tinggi yang berasal dari tungku yang
berbahan bakar kayu. Selain itu, teh kering yang dihasilkan memiliki karakteristik
mudah terbakar sehingga jika ada percikan api dapat menimbulkan kebakaran.
Bahaya terbakar selain dapat membakar produk dan barang, dapat juga membakar
organ tubuh manusia. Organ tubuh manusia dapat terbakar ketika sedang
memasukkan kayu bakar ke dalam tungku.
39
Bahaya lain pada unit pengeringan adalah kebisingan. Kebisingan ini berasal dari
alat pengering, mesin penggilingan serta mesin-mesin yang ada di bagian sortasi.
Letak ruangan pengeringan berada diantara ruang sortasi dan penggilingan. Hal
tersebut menyebabkan tingkat kebisingan di ruang pengeringan cukup tinggi
dibandingkan dengan ruangan lainnya. Kebisingan harus diperhatikan karena
dampak yang ditimbulkan cukup berbahaya yaitu dapat menyebabkan gangguan
pendengaran, baik sementara maupun permanen.
Proses pengeringan termasuk tahapan proses yang menggunakan suhu yang cukup
tinggi. Suhu yang digunakan cukup tinggi yaitu sekitar 95-110 °C dan suhu outlet
sekitar 45 °C sehingga ada kemungkinan suhu lingkungan mengalami kenaikan.
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada kulit bahkan
kerusakan permanen pada kulit. Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan tidak optimalnya pekerjaan yang dilakukan. Dari kondisi tersebut
dapat muncul bahaya terpapar panas. Tungku untuk menghasilkan udara panas
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin pengering
Pada proses pengeringan produk yang dihasilkan berupa teh bubuk kering
walaupun masih dalam keadaan tercampur. Teh tersebut setelah dikeringkan
dalam alat pengering dikumpulkan di lantai sehingga di lantai tersebut banyak
debunya, hal tersebut dapat menyebabkan lantai menjadi licin dan jika tidak
berhati-hati dapat tergelincir.
40
Bahaya yang terakhir dari proses pengeringan adalah mata terkena debu. Pada
proses pengeringan bahan yang dikeringkan berupa teh bubuk yang terdiri dari
berbagai macam ukuran salah satunya yang berukuran sangat kecil yang pada
akhirnya akan menjadi debu karena mudah diterbangkan oleh angin. Jika tidak
dilindungi, mata dapat terkena debu dan dapat menimbulkan iritasi. Selain itu, ada
beberapa tindakan pekerja yang tidak aman seperti pekerja masuk ke dalam alat
pengering untuk membersihkan teh kering yang tersisa. Teh yang tersisa di dalam
alat pengering jumlahnya cukup banyak, hal itu dikarenakan trays-nya banyak
yang sudah rusak.
4.4.4. Sortasi dan Pengepakan
Unit yang terakhir yaitu sortasi dan pengepakan. Pada unit ini terdapat delapan
bahaya yang meliputi terjepit, terhirup (debu), kebisingan, tertarik baling-baling,
terbentur, mata terkena debu, tertusuk dan tersetrum listrik. Unit ini merupakan
unit yang banyak menggunakan mesin dan jumlah pekerja yang paling banyak
dengan sebagian besar pekerjanya perempuan. Bahaya yang pertama adalah
terjepit. Terjepit ada beberapa macam diantaranya terjepit rantai, van belt, atau
terjepit oleh alat penghalus. Kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh bahaya ini
biasanya terjadi ketika pekerja membetulkan konveyor atau rantai yang macet.
Salah satu mesin yang digunakan pada unit sortasi dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan pengepakan (vibro mesh)
41
Bahaya lain yang ada di unit sortasi dan pengepakan adalah mata terkena debu.
Pekerja yang ada pada unit ini, matanya dapat terkena debu, karena pada bagian
ini banyak debu yang berupa partikel teh yang berasal dari teh jenis dust.
Banyaknya debu yang beterbangan diakibatkan oleh sistem sirkulasi udara yang
ada di ruangan tersebut tidak baik. Salah satu penyebab sirkulasi udara kurang
baik adalah tidak beroperasinya beberapa blower yang ada di ruangan tersebut.
Blower tesebut dapat membantu mengeluarkan debu yang beterbangan di ruangan.
Selain mengenai mata, debu juga dapat terhirup. Pekerja yang ada di unit ini
merasa bahaya debu terhirup tidak signifikan karena dampaknya tidak terlihat.
Padahal dalam jangka panjang, jika debu tersebut terhirup secara terus-menerus
dapat menimbulkan gangguang pernafasan seperti gangguan paru-paru.
Adanya blower juga dapat menimbulkan bahaya. Bahaya yang dapat terjadi
tertarik baling-baling. Ada dua hal yang dapat menyebabkan kecelakaan terjadi
dengan bahaya ini. Pertama tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja
seperti membersihkan pakaian yang terkena debu di depan blower. Penyebab yang
kedua adalah alat yang rusak atau tidak diberi pengaman. Blower yang ada di unit
sortasi dan pengepakan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Blower
Bahaya selanjutnya adalah terbentur; dan penyebab terjadinya kecelakaan akibat
terbentur adalah tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti
melewati bawah konveyor ketika akan memindahkan teh ke mesin lain yang
42
letaknya cukup jauh. Tindakan tidak aman tersebut dipicu karena tata letak mesin
yang kurang rapi sehingga menyulitkan mobilitas pekerja.
Pada unit sortasi hampir semua aktivitasnya menggunakan mesin. Mesin tersebut
dalam sehari beroperasi sekitar 8 jam. Adanya mesin yang dijalankan secara
bersama-sama menimbulkan kebisingan. Pekerja tidak merasa terganggu dengan
kebisingan yang ditimbulkan karena sudah merasa terbiasa. Kebisingan yang ada
pada unit sortasi maupun unit yang lainnya perlu diukur intensitasnya agar dapat
diketahui seberapa besar tingkat bahayanya. Berdasarkan Kepetusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP. 51/MEN/1999 nilai ambang batas kebisingan untuk
waktu pemajanan 8 jam per hari intensitas kebisingannya 85 dBA.
Bahaya selanjutnya adalah tertusuk. Jenis tertusuk yang dapat terjadi di unit ini
adalah tertusuk lidi atau tertusuk jarum ketika menjahit karung atau kemasan teh
kering. Bahaya ini dapat terjadi pada unit sortasi dan pengepakan karena pada unit
banyak menggunakan sapu lidi untuk membersihkan lantai dan konveyor serta
jarum untuk menjahit karung teh. Bahaya yang terakhir adalah tersetrum. Bahaya
tersebut dapat muncul karena semua mesin yang digunakan pada proses sortasi
menggunakan listrik. Tersetrum biasanya terjadi jika ada kabel yang bocor.
4.5. Penilaian Resiko dan Pengendalian Bahaya
Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap
tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tujuan dari langkah ini
adalah untuk menentukan prioritas untuk tindak lanjut, karena tidak semua aspek
bahaya potensial dapat ditindaklanjuti. Tingkatan resiko didapatkan dengan cara
mengalikan antara kemungkinan terjadinya bahaya dengan konsekuensi terjadinya
bahaya. Selanjutnya disesuaikan dengan matriks analisis kualitatif.
Bahaya pada proses produksi teh hitam mempunyai tingkatan resiko yang
beragam yaitu rendah, sedang dan tinggi. Jumlah tingkat resiko tersebut hampir
merata. Tingkat resiko rendah tidak memerlukan pengendalian tambahan, namun
hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau
peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan
43
diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan
dengan baik dan benar. Tingkat resiko sedang memerlukan tindakan untuk
mengurangi resiko tersebut, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu
diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu
diterapkan dengan baik dan benar, sedangkan tingkat resiko tinggi pekerjaan tidak
dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya
yang akan dialokasikan untuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam
pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan (Suardi, 2005).
Dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan adalah memulai dari
tindakan yang terbesar. Jika tidak dapat dilakukan, maka kita menurunkan tingkat
pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau mudah. Tahapan-tahapan yang
disajikan pada bagian ini didasarkan pada pertimbangan biaya. Semakin tinggi
tingkat kendali yang dipilih, semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan, tetapi
tingkat resiko yang besar semakin besar pula.
Lebih lanjut Suardi (2005) menyatakan bahwa tahap pertama dalam melakukan
pengendalian adalah dengan menghilangkan penyebab bahaya. Jika tidak
memungkinkan dilakukan tindakan pencegahan atau mengurangi peluang terkena
resiko dapat dilakukan salah satu atau kombinasi dari tahap berikut:
a) Mengganti peralatan tersebut (substitusi).
b) Melakukan desain ulang perangkat kerja (engineering).
c) Melakukan isolasi sumber bahaya.
Jika ketiga alternatif tersebut tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan dua
alternatif berikut ini:
a) Pengendalian secara administratif seperti prosedur, instruksi kerja, supervisi
pekerjaan.
b) Penggunaan Alat Pelindung Diri atau perlengkapan K3.
PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh yang sudah cukup lama dengan
peralatan dan mesin yang sudah lama digunakan mempunyai peluang untuk
bertambahnya tingkat resiko bahaya, tetapi untuk saat ini perusahaan memiliki
44
sumber daya yang terbatas sehingga penghilangan penyebab bahaya sangat sulit
dilakukan karena membutuhkan investasi yang tinggi. Oleh karena itu,
pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi resiko bersifat sementara. Di
bawah ini merupakan pengendalian bahaya pada PT. Sinar Inseco sesuai dengan
urutan tingkat bahaya.
4.5.1. Prapelayuan dan Pelayuan
Berdasarkan hasil penilaian resiko, unit prapelayuan dan pelayuan terdiri dari 4
bahaya dengan tingkat resiko rendah, 1 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya
beresiko tinggi. Penyebab terjadinya bahaya tersebut sebagian besar diakibatkan
oleh rusaknya peralatan seperti withering trough, tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja serta kondisi lingkungan kerja, seperti panas dan
kebisingan. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat
resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Dari sumber bahaya tersebut dirumuskan beberapa pengendalian yaitu
pengendalian yang bersifat engineering/rekayasa dan pengendalian yang bersifat
administratif. Pengendalian yang bersifat engineering/rekayasa meliputi perbaikan
dan penggantian peralatan seperti withering trough, lantai, dan kawat penghalang
untuk baling-baling kipas. Pengendalian yang bersifat administratif meliputi
penggunaan Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan, safety shoes dan ear plug
serta pemasangan display yang berisi pesan keselamatan kerja dan pemberlakuan
sistem sanksi. Display untuk bahaya terbentur dapat dilihat pada Lampiran 10.
45
Tabel 8. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat resiko
Pengendalian
Tergores S TS Sedang Penggunaan sarung tangan Terperosok J M Rendah Perbaikan lantai yang ada di
ruang pelayuan, perbaikan kawat withering trough, safety shoes, pemberlakuan sistem sanksi bagi yang melanggar peraturan
Terkena panas dari exhaust fan
SJ TS Rendah Penggunaan indikator suhu (termometer) pada ruangan
Terbentur kursi monorel
J TS Rendah Pemasangan display
Tertarik baling-baling kipas
SJ B Tinggi Pemasangan dan perbaikan kawat penghalang pada sisi baling-baling
Tersetrum listrik SJ B Tinggi Sumber listrik diletakkan pada tempat tertutup, pemasangan tanda bahaya disekitar area (display)
Kebisingan J TS Rendah Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan
Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya; SJ : Sangat jarang; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; M : Minor; B : Bencana.
4.5.2. Penggilingan dan fermentasi
Unit penggilingan dan fermentasi terdiri dari 6 bahaya dengan 1 bahaya beresiko
rendah, 3 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya beresiko tinggi. Pada unit bahaya
yang paling banyak adalah bahaya yang beresiko sedang dan beresiko tinggi.
Banyaknya resiko yang sedang dan tinggi disebabkan karena pada unit ini banyak
menggunakan mesin yang cukup berbahaya serta kondisi lingkungan kerja yang
kurang baik. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat
resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 9.
Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini meliputi pengendalian yang
bersifat adminstraif. Pengendalian tersebut diantaranya berupa pembuatan
standard operation procedure, penggunaan APD, serta pemasangan display.
46
Display untuk bahaya terjatuh dapat dilihat pada Lampiran 11. Salah satu
penyebab terjadinya bahaya terjatuh adalah kurang baiknya penerangan sehingga
perlu diperbaiki. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar
pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai
berikut :
a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan
kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya.
b) Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.
c) Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk
tidak menggunakan lampu neon.
d) Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan
bola lampu sering dibersihkan dan bola lampu yang mulai tidak berfungsi
dengan baik segera diganti.
Tabel 9. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat resiko serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat resiko
Pengendalian
Terjepit J B Tinggi Pembuatan SOP
Terjatuh J Sd Sedang Penggunaan safety shoes, display, perbaikan penerangan dan tangga
Tersetrum J Sd Sedang Sumber listrik diletakkan pada tempat tertutup, display tanda peringatan berbahaya
Kebisingan J Sd Sedang
Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok, membuat bukit buatan
Terpotong J B Tinggi Pembuatan SOP Tergelincir J TS Rendah Penggunaan Safety shoes
Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana
47
4.5.3. Pengeringan
Unit pengeringan terdiri dari 7 bahaya dengan 1 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya
beresiko sedang dan 3 bahaya beresiko tinggi. Tidak jauh berbeda dengan unit
penggilingan dan fermentasi, bahaya yang banyak terjadi di unit pengeringan
merupakan bahaya yang beresiko sedang dan tinggi. Banyaknya resiko sedang dan
tinggi pada unit ini dikarenakan peralatan yang ada di ruangan pengeringan
banyak yang sudah rusak sehingga dari kondisi tidak aman tersebut pekerja
banyak melakukan tindakan tidak aman. Daftar bahaya pada unit pengeringan
dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat resiko
Pengendalian
Terjepit pintu pengering J TS Rendah Pembuatan SOP
Terjatuh J B Tinggi Penggunaan sepatu boot (safety shoes), display
Terbakar J B Tinggi
Pemasangan APAR, display, penggunaan indikator suhu (termometer) pada ruangan dan pembuatan SOP
Kebisingan J B Tinggi
Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan
Terpapar panas J Sd Sedang
Penggunaan indikator suhu (termometer) pada ruangan, penggunaan sarung tangan anti panas dan pembuatan SOP
Tergelincir J Sd Sedang Penggunaan safety shoes Mata terkena debu J Sd Sedang pemakaian eye protection,
Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana; APAR : Alat Pemadam Api Ringan
Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini pengendalian yang berupa
engineering control, pengendalian administratif seperti penggunaan APD, SOP
serta display. Display untuk bahaya terbakar dapat dilihat pada Lampiran 12.
Idealnya pada unit ini dilakukan pengendalian yang berupa substitusi yaitu
48
mengganti peralatan yang menjadi sumber bahaya, namun untuk saat ini
perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut karena pengendalian tersebut
membutuhkan biaya yang besar.
Salah satu bahaya yang beresiko tinggi adalah kebisingan. Kebisingan di unit ini
beresiko tinggi hal itu dikarenakan ruangan pengeringan berada diantara ruang
sortasi dan penggilingan. Sehingga ketika semua mesin berjalan ruangan
pengeringan lebih bising dibandinkan dengan ruangan lainnya. Berdasarkan
Keputusan Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai
berikut :
a) Pengaturan tataletak ruang harus sedemikian rupa agar terhindar dari
kebisingan.
b) Sumber bising dapat dikendalikan dengan beberapa cara antara lain:
meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon,
peninggian tembok, membuat bukit buatan dan lain-lain.
c) Rekayasa peralatan (engineering control).
4.5.4. Sortasi dan Pengepakan
Sortasi dan pengepakan merupakan bagian produksi yang banyak menggunakan
mesin. Pada unit terdapat 8 bahaya dengan 4 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya
beresiko sedang serta 1 bahaya beresiko tinggi. Pada unit bahaya yang paling
banyak mempunyai tingkat resiko rendah. Bahaya tersebut berasal dari kebiasaan
pekerja seperti melewati bagian bawah konveyor dan bahaya yang ditimbulkan
oleh mesin seperti kebisingan. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan
dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Pengendalian yang dapat dilakukan pada bagian sortasi dan pengepakan secara
garis besar hampir sama dengan bagian yang lainnya. Pengendalian tersebut
dengan menggunakan subtitusi dengan mengganti peralatan yang rusak seperti
kawat penghalang rantai atau van belt dan pengendalian secara administratif
49
seperti SOP, penggunaan APD dan display. Display untuk bahaya tersetrum dapat
dilihat pada Lampiran 13, sedangkan SOP secara keseluruhan dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Tabel 11. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan tingkat resiko serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat resiko
Pengendalian
Terjepit rantai J Sd Sedang Pembuatan SOP dan pemasangan kawat penghalang pada sisi rantai dan van belt
Terhirup/pernapasan (dust) J TS Rendah
Perbaikan sistem blower (kipas) untuk membuang debu dan penggunaan masker
Mata terkena debu S TS Sedang Perbaikan dan penambahan sistem blower danpemakaian eye protection
Tertarik baling-baling blower SJ B Tinggi
Pemasangan dan perbaikan kawat penghalang pada sisi baling-baling
Terbentur J TS Rendah Pemasangan display
Kebisingan Sd TS Rendah
Penggunaan ear plug, meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok dan membuat bukit buatan
Tertusuk J TS Rendah Penggunaan sarung tangan
Teresetrum J Sd Sedang
Sumber listrik diletakkan pada tempat tertutup dan pemasangan display tanda bahaya disekitar area
Keterangan : P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya; SJ : Sangat jarang; J : Jarang; Sd : Sedang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B Bencana;
Salah satu penyebab bahaya adalah timbulnya debu. Berdasarkan Keputusan
Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar kandungan debu di dalam udara
ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan maka perlu dilakukan
upaya-upaya sebagai berikut :
50
a) Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust enclosure).
b) Untuk menangkap debu yang timbul akibat proses produksi, perlu dipasang
ventilasi lokal (local exhauster) yang dihubungkan dengan cerobong dan
dilengkapi dengan penyaring debu (filter).
c) Ruang proses produksi dipasang dilusi ventilasi (memasukkan udara segar).
4.6. Faktor-Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Psychology)
4.6.1. Pelatihan dan Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu
faktor yang diperlukan oleh para pekerja untuk melakukan tugasnya dengan baik
dan aman. Adanya pelatihan dan pendidikan K3 yang diberikan oleh pihak
perusahaan akan membuat para pekerja bekerja lebih berhati-hati serta mereka
dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya yang ada sehingga kecelakaan kerja
dapat dihindari.
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk
mengembangkan sumberdaya manusia terutama untuk mengembangkan
kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan pada umumnya
berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga profesional yang diperlukan oleh
suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan
peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki
suatu pekerjaan atau tugas tertentu.
Pelatihan dan pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan
dan pelatihan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi pelatihan K3 untuk pekerjaan-
pekerjaan yang berbahaya, pelatihan penggunaan alat keselamatan kerja dan
pelatihan mengenai Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Hasil jawaban
responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 dapat dilihat pada Tabel 12.
Pernyataan No. 1, 2, 3 dan 5 merupakan macam-macam pelatihan dan pendidikan
yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan pernyataan No. 4 merupakan
pernyataan tentang manfaat dari adanya pelatihan dan pendidikan. Dari Tabel 12.
51
Dapat dilihat bahwa sebagian responden yaitu sekitar kurang dari 55% menyetujui
bahwa perusahaan telah melakukan pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Sementara itu, sekitar 42% dari responden menyatakan
bahwa perusahaan tidak pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan K3.
PT. Sinar Inesco pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan mengenai K3.
Hanya saja waktunya tidak kontinyu dan jarang dilakukan sehingga tidak semua
pekerja mengetahui pernah diadakan pelatihan dan pendidikan tentang
keselamatan kerja. Karena jarangnya dilakukan, ada kemungkinan para pekerja
yang baru tidak mengetahui program tersebut.
Tabel 12. Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan
STS TS N S SS
1 Perusahaan mengadakan pendidikan dasar bagi para pegawai
20,83 12,50 12,50 33,33 20,83
2 Perusahaan mengadakan pelatihan K3 untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya
16,67 25,00 12,50 29,17 16,67
3 Perusahaan mengadakan pelatihan khusus untuk para mandor 16,67 16,67 25,00 29,17 12,50
4 Anda merasakan manfaat dari pendidikan dan pelatihan K3 0,00 4,17 20,83 54,17 20,83
5 Perusahaan mengadakan pelatihan mengenai pertolongan pertama saat kecelakaan (P3K)
16,67 25,00 4,17 27,50 16,67
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju.
Berdasarkan hasil tabulasi jawaban responden, dapat diketahui sebanyak 75%
responden menyatakan menyetujui bahwa mereka merasakan manfaat dari
pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manfaat yang
didapatkan oleh para pekerja adalah timbulnya rasa ketenangan dalam bekerja
karena mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sehingga tahu apa yang harus dilakukan ketika ada bahaya yang
menimpa para pekerja.
52
Cascio (1998) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengatakan bahwa kecelakaan
kerja sering terjadi karena para pekerja tidak memiliki alat vital untuk melindungi
diri mereka yaitu informasi dan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan
pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diadakan oleh perusahaan,
diharapakan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pekerja
sehingga mereka dapat melindungi diri mereka dari setiap bahaya serta
kecelakaan kerja dapat dihindari.
4.6.2. Publikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PT. Sinar Inesco merupakan industri pengolahan teh yang mempunyai tingkat
bahaya dan resiko kecelakaan yang bervariasi pada kegiatan produksinya. Tingkat
resiko yang dimiliki oleh PT. Sinar Inesco meliputi resiko rendah, sedang, dan
tinggi. Publikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang
berkenaan dengan pemberian informasi mengenai keselamatan kerja. Adanya
tanda-tanda atau display mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
lingkungan kerja bertujuan untuk melindungi para pekerja agar terhindar dari
bahaya dan kecelakaan kerja. Publikasi K3 yang terdapat di PT. Sinar Inesco
berupa larangan-larangan, seperti larangan merokok, membuang sampah
sembarangan, naik ke atas trough, serta peringatan bahaya tegangan tinggi pada
instalasi listrik. Hasil dari jawaban responden mengenai Publikasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 sekitar 66,67%
responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar karyawan mengetahui bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi
program K3 nya. Responden yang menyatakan ragu-ragu serta yang menyatakan
perusahaan tidak melakukan sosialisasi program K3, kemungkinan besar
responden tersebut merupakan karyawan baru. Selain itu, PT. Sinar Inesco
melakukan sosialisasi program K3 tidak secara berkala sehingga ada
kemungkinan para pekerja lupa.
53
Tabel 13. Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3
Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan STS TS N S SS
1 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang program K3 0,00 16,67 16,67 54,17 12,50
2 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan Alat perlindungan Diri
4,17 8,33 12,50 45,83 29,17
3 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan alat pemadam kebakaran (APAR)
0,00 12,50 12,50 37,50 37,50
4
Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang prosedur keselamatan kerja untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya
4,17 8,33 8,33 54,17 25,00
5 Pemasangan tanda peringatan di tempat yang berpotensi bahaya 4,17 0,00 4,17 66,67 25,00
6 Di lingkungan perusahaan terdapat pesan-pesan tentang keselamatan kerja
4,17 4,17 4,17 66,67 20,83
7 Perusahaan memberikan informasi tentang tingkat bahaya pekerjaan 4,17 20,83 12,50 29,17 33,33
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju
Sebanyak 75% responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan
sosialisasi tentang penggunaan Alat pelindung Diri. Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa sebagian besar karyawan mengetahui adanya sosialisasi
tentang penggunaan APD. Perusahaan melakukan sosialisasi penggunaan Alat
Pelindung Diri pada waktu karyawan masuk kerja pertama kali. Alat Pelindung
Diri yang banyak digunakan oleh karyawan adalah masker dan sarung tangan.
Hampir sebagian besar responden yaitu sekitar 75% menyatkan bahwa perusahaan
telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR. PT. Sinar Inesco
melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR karena dalam kegiatan
produksinya ada resiko kebakaran. Alat Pemadam Api Ringan ditempatkan di
beberapa tempat yang mempunyai resiko terjadi kebakaran seperti di ruang
generator, ruang pelayuan, ruang pengeringan, penggilingan dan sortasi. Hanya
54
saja untuk ruang pengeringan, penggilingan, serta sortasi APAR-nya belum
dipasang kembali karena telah digunakan.
Berdasarkan tabulasi hasil jawaban responden juga dapat dilihat bahwa 79,17%
responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang
prosedur keselamatan kerja untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya.
Pekerjaan yang berpotensi bahaya tinggi pada umumnya pekerjaan yang
menggunakan mesin. Pekerja yang mengoperasikan mesin merupakan pekerja
yang sudah berpengalaman karena massa kerjanya sudah lama. Kecelakaan terjadi
biasanya diakibatkan oleh kelalaian pekerja ketika mengoperasikan mesin.
Lebih dari 90% responden menyatakan bahwa di lingkungan kerja ada
pemasangan tanda-tanda peringatan di tempat yang berpotensi bahaya, sedangkan
untuk pesan-pesan tentang keselamatan kerja 87,5% responden menyatakan ada.
Tanda-tanda peringatan dan pesan keselamatan kerja tersebut dipasang di
beberapa tempat seperti ruang pelayuan, sortasi, penggilingan, dan pengeringan.
Pada awalnya PT. Sinar Inesco banyak memasang tanda-tanda peringatan, namun
saat ini tanda-tanda tersebut sudah banyak yang tidak terpasang karena ada
beberapa pekerja yang mencopot tanda tersebut. Salah satu tanda peringatan yang
digunakan di ruang pelayuan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Publikasi K3 yang Ada di ruang pelayuan
Sekitar 62,50% responden menyatakan bahwa perusahaan memberikan informasi
tentang tingkat bahaya pekerjaan. Perusahaan telah memberikan informasi
mengenai tingkat bahaya pekerjaan untuk setiap bagian produksi. Hal tersebut
dapat dilihat dengan adanya beberapa publikasi K3 yang menyatakan tentang
55
tingkat bahaya. Adanya responden yang ragu-ragu dan tidak tahu kemungkinan
besar tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh perusahaan dan tidak
memperhatikan publikasi K3 yang ada.
4.6.3. Kontrol Lingkungan Kerja
Adanya kontrol lingkungan kerja bertujuan agar lingkungan kerja tersebut aman
dan nyaman sehingga tingkat kecemasan dari karyawan akan menurun serta
karyawan dapat bekerja secara optimal. Kontrol lingkungan kerja yang dibahas di
sini meliputi suhu ruangan, kondisi ventilasi, pendingin, penerangan dan
ketersediaan alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Selain itu,
pemeriksaan APD, perbaikan instalasi/peralatan kerja serta pemeriksaan
kesehatan. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan
STS TS N S SS 1 Suhu ruangan cukup baik 0,00 4,17 16,67 54,17 25,00
2 Kondisi ventilasi, pendingin, penerangan cukup baik 0,00 0,00 12,50 58,33 29,17
3 Pemeriksaan kesehatan secara berkala 8,33 16,67 12,50 41,67 20,83
4 Pemeriksaan kondisi APD, APAR, sistem hidrant secara berkala 4,17 4,17 20,83 41,67 29,17
5 Perusahaan menyediakan P3K 0,00 8,33 12,50 50,00 29,17
6 Kontrol sumber resiko di tempat kerja dan lingkungan 0,00 4,17 16,67 58,33 20,83
7
Perbaikan/mengganti instalasi, ruang kerja, dan peralatan kerja yang menimbulkan bahaya jika teridentifikasi memiliki potensi bahaya
0,00 0,00 12,50 58,33 29,17
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju.
Berdasarkan Tabel 14, didapat bahwa 79,17% responden menyatakan suhu
ruangan yang ada di lingkungan kerja cukup baik. Suhu ruangan yang ada di
lingkungan kerja PT. Sinar Inesco dapat dikategorikan cukup baik. Hal tersebut
56
dikarenakan ada beberapa bagian ruangan yang terbuka sehingga udara dari luar
dapat masuk. Selain itu, letak pabrik yang berada di pegunungan membuat suhu
ruangan di sekitar lingkungan kerja berkisar antara 24-25 °C. Suhu tersebut masih
dalam kategori normal berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261
Tahun 1998 yang mensyaratkan lingkungan kerja harus mempunyai rentang suhu
18-30 °C. Tetapi ada juga ruangan yang bersuhu lebih dari 25 °C yaitu ruangan
pengeringan.
Sekitar 87,50% responden menyatakan bahwa ventilasi, pendingin, serta
penerangan yang ada di lingkungan kerja cukup. Adanya ventilasi, pendingin dan
penerangan yang baik dapat memberikan perasaan yang aman dalam melakukan
pekerjaan serta dapat menghindari timbulnya kecelakaan kerja. Ventilasi,
pendingin, dan penerangan yang ada di lingkungan kerja masih berfungsi dengan
baik sehingga para karyawan tidak mengeluh tentang kondisi tersebut.
Sebanyak 62,50% responden berpendapat bahwa perusahaan melakukan
pemeriksaan secara berkala. Bervariasinya jawaban responden tersebut
dikarenakan para pekerja tidak dapat membedakan pemerikasaan kesehatan yang
merupakan program perusahaan dan pemeriksaan kesehatan yang merupakan
fasilitas yang disediakan oleh perusahaan bagi karyawan yang sakit atau
mengalami kecelakaan kerja.
Berdasarkan hasil jawaban responden mengenai pemeriksaan kondisi APD,
APAR serta sistem hidrant diketahui bahwa 70,84 % menyatakan perusahaan
melakukan pemeriksaan terhadap alat tersebut. PT. Sinar Inesco melakukan
pengecekan terhadap alat-alat keselamatan kerja khususnya alat keselamatan kerja
yang vital seperti APAR. Perusahaan juga melakukan pemeriksaan terhadap Alat
Perlindungan Diri yang dipakai oleh karyawan, namun jika ada APD yang rusak
terkadang karyawan sendiri yang membelinya. APAR yang digunakan di PT.
Sinar Inesco dapat dilihat pada Gambar 16.
Sebagian besar responden yaitu sekitar 79,10 % menyatakan bahwa perusahaan
menyediakan perlengkan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Perlengkapan
P3K sangat diperlukan sebagai alat bantuan pertama atau pertolongan minimalis
57
ketika terjadi kecelakan kerja di tempat kerja. Idealnya perlengkapan P3K ada di
setiap ruangan, namun PT. Sinar Inesco hanya menyediakan perlengkapan P3K di
kantor yaitu di atas ruang produksi. Perlengkapan P3K yang disediakan meliputi
kapas, kain kasa, betadine, obat gosok, serta obat-obatan ringan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No: Per-15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan di tempat kerja, jenis kotak P3K yang harus disediakan untuk tenaga
kerja 100 orang atau lebih adalah 1 kotak jenis C atau 2 kotak B, atau 4 kotak A,
atau 1 kotak B dan 2 kotak A. Setiap jenis kotak P3K dapat dilihat pada Lampiran
15.
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang pelayuan
Mayoritas responden yaitu sekitar 79,16% menyatakan bahwa ada kontrol sumber
resiko di lingkungan kerja. Alat kontrol sumber resiko yang ada di lingkungan
kerja meliputi termometer dan higrometer. Termometer merupakan alat untuk
mengukur suhu, sedangkan higrometer digunakan untuk mengukur kelembaban
ruangan atau Relative Humidity. Selain sebagai alat kontrol lingkungan kerja,
termometer dan higrometer juga berfungsi sebagai pengontrol proses khususnya
untuk bagian penggilingan dan pelayuan.
Sekitar 87,50 % responden menyatakan bahwa perusahaan melakukan perbaikan
atau mengganti instalasi ruang kerja, dan peralatan kerja yang menimbulkan
bahaya jika teridentifikasi memiliki potensi bahaya. Perusahaan senantiasa
mengecek peralatan-peralatan kerja khususnya mesin agar tidak menimbulkan
bahaya bagi para pekerja. Bahkan untuk mengecek dan perbaikan peralatan ada
58
bagian khusus yang ditunjuk yaitu bagian teknik. Adanya responden yang
menjawab ragu-ragu dikarenakan responden tersebut kurang memperhatikan atau
responden tersebut tidak puas dengan perbaikan yang telah dilakukan oleh
perusahaan.
4.6.4. Pengawasan dan Disiplin
Pengawasan keselamatan kerja (safety inspection) sangat penting dilakukan secara
teratur untuk mengetahui sedini mungkin sumber-sumber bahaya potensial yang
mungkin dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan menggangu kesehatan kerja.
Selain pengawasan, disiplin juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan
oleh perusahaan. Adanya pengawasan terhadap lingkungan kerja serta perilaku
kerja dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pengawasan dan disiplin yang
dibahas disini meliputi pengecekan terhadap alat-alat yang digunakan seperti
APD, alat-alat K3, pemberlakuan peraturan dan sistem sanksi, serta mengenai
kelembagaan K3 dan audit internal maupun eksternal untuk penerapan K3 yang
ada di PT. Sinar Inesco. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan
disiplin dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan disiplin Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan
STS TS N S SS
1 Pengecekan terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan 4,17 4,17 0,00 66,67 20,83
2 Kewajiban penggunaan APD 4,17 4,17 25,00 41,67 25,00
3 Pengecekan alat-alat K3 secara berkala 4,17 8,33 8,33 58,33 20,83
4 Pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi 16,67 12,50 16,67 41,67 8,33
5 Memberikan pengawasan terhadap bahan-bahan berbahaya 4,17 4,17 16,67 54,17 20,83
6 Perusahaan mempunyai peraturan 4,17 4,17 12,50 54,17 25,00
7 Ada departemen khusus yang menangani K3 4.17 16,67 8,33 45,83 25,00
8 Ada audit internal dan eksternal terhadap pelaksanaan K3 0,00 25,00 20,83 41,67 12,50
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju.
59
Sebagian besar responden yaitu sekitar 87,50% menyatakan bahwa perusahaan
senantiasa mengecek terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan. Pengecekan
alat-alat sangat diperlukan agar ketika alat tersebut beroperasi tidak ada masalah
sehingga proses produksi berjalan dengan lancar dan potensi kecelakaan kerja
dapat dikurangi. Pengecekan tersebut biasanya dilakukan oleh pekerja di
bagiannya masing-masing.
Sebanyak 66,67% responden menyatakan bahwa di lingkungan kerjanya terdapat
kewajiban menggunakan APD. Alat Pelindung Diri berfungsi untuk melindungi
para pekerja dari berbagai macam bahaya dan polusi sehingga dapat mengurangi
penyakit akibat kerja. Untuk mendukung program tersebut perusahaan
menyediakan APD bagi para pekerja, namun jika ada APD yang rusak tidak
semuanya diganti oleh perusahaan. Hal itu tergantung dari usaha pekerja untuk
melobi pihak manajemen perusahaan. APD yang disediakan oleh perusahaan
sebagian besar berupa masker dan sarung tangan.
Sebagai bentuk dari tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan, perusahaan melakukan pengecekan tehadap alat-alat
K3 seperti Alat Pemadam Api Ringan dan Alat Perlindungan Diri. Dari Tabel 15.
dapat dilihat sekitar 79,16% dari responden menyatakan bahwa perusahaan
melakukan pengecekan terhadap alat-alat K3. PT. Sinar Inesco melalui bagian
teknik telah melakukan pengecekan terhadap alat-alat K3, namun pengecekan
tersebut belum terjadwal sehingga ada beberapa alat K3 yang belum diperbaiki
sampai sekarang.
Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa 50% responden menyatakan bahwa ada
pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi. Demikian juga dengan pernyataan
No. 6 yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai peraturan, hampir
sebagian responden yaitu sekitar 79,17% menyatakan perusahaan mempunyai
peraturan. PT. Sinar Inesco mempunyai peraturan mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja karyawan, namun peraturan tersebut tidak banyak diketahui oleh
para pekerja dan belum tersosialisasi dengan baik. Separuh dari para pekerja tidak
mengetahui adanya peraturan tersebut, hal itu dikarenakan sebagian besar dari
peraturan tersebut tidak secara tertulis. Pemberian sanksi terhadap para pekerja
60
yang melanggar peraturan juga tidak tegas sehingga banyak pekerja yang
melakukan pelanggaran peraturan dan mengulanginya kembali.
PT. Sinar Inesco belum mempunyai departemen khusus yang menangani
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu, dari segi manajemennya pun belum
ada kelembagaannya. Berdasarkan jawaban responden, 70,83% menyatakan
bahwa perusahaan mempunyai departemen khusus yang menangani K3. Sebagian
responden menganggap bahwa balai kesehatan karyawan merupakan departemen
khusus yang menangani K3.
Pernyataan yang terakhir, mengenai adanya audit internal dan eksternal terhadap
pelaksanaan K3 sebagian responden yaitu sekitar 54,17% menyatakan ada. Audit
eksternal pelaksanaan K3 pada PT. Sinar Inesco dilakukan oleh Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi pemerintah setempat. Hanya saja audit tersebut
terkadang hanya sebatas pemberian laporan dari pihak perusahaan dan tidak
sampai ke tahap evaluasi program, sedangkan untuk audit internalnya belum
terjadwal secara berkala. Sehingga sampai saat ini PT. Sinar Inesco belum
mempunyai sertifikat K3.
4.6.5. Peningkatan Kesadaran K3
Program-program Keselamatan dan Kesehatan Kerja akan bekerja sangat baik jika
didukung dengan iklim yang positif. Adanya iklim yang mendukung ini akan
sangat membantu pelaksanaan program K3 di perusahaan. Salah satu iklim yang
mendukung adalah terbentuknya kesadaran di setiap komponen perusahaan untuk
melaksanakan K3. Hasil jawaban responden mengenai faktor peningkatan
kesadaran K3 dapat dilihat pada Tabel 16.
Sebagian besar responden yaitu 91,67% berpendapat bahwa perusahaan
memberikan perhatian yang besar terhadap masalah K3. Salah satu bentuk
perhatian perusahaan terhadap masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
dengan disediakannya berbagai macam alat keselamatan kerja seperti APD dan
APAR. Selain itu, perusahaan juga menyediakan fasilitas kesehatan berupa Balai
Kesehatan beserta dokter yang siap melayani pekerja jika ada yang mengalami
61
kecelakaan kerja atau sakit. Bentuk perhatian lain yang diberikan oleh perusahaan
adalah dengan menawarkan Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) bagi pekerja yang
berminat.
Tabel 16. Hasil jawaban responden mengenai peningkatan kesadaran K3 Persentase Skor Nilai (%) No Pernyataan
STS TS N S SS
1 Perusahaan memberikan perhatian yang besar terhadap masalah K3 0,00 0,00 8,33 66,67 25,00
2 Perusahaan menempatkan K3 sebagai prioritas utama 0,00 0,00 16,67 58,33 25,00
3 Perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja anda
0,00 0,00 8,33 62,50 29,17
4 Memiliki motivasi yang baik untuk melaksanakan K3 0,00 4,17 0,00 66,67 29,17
5 Perusahaan menginginkan masukan-masukan dari anda terkait dengan masalah K3
4,17 12,50 8,33 54,17 20,83
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat setuju.
Berdasarkan Tabel 16. diketahui bahwa 83,33% responden berpendapat bahwa
perusahaan menempatkan K3 sebagai prioritas utama. Begitupun dengan
pernyataan perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja,
91,69% responden menyatakan setuju. Salah satu alasan sebagian responden
menyatakan setuju adalah dengan melihat fasilitas kesehatan yang disediakan oleh
perusahaan. Responden berpendapat bahwa fasilitas tersebut merupakan bukti
perusahaan memprioritaskan dan memberikan perhatian terhadap K3 para
pekerjanya.
Hampir seluruh responden yaitu sekitar 95,84% menyatakan bahwa mereka
memiliki motivasi yang baik untuk melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Pekerja memahami bahwa dengan melaksanakan K3 akan mencegah
terjadinya kecelakaan kerja sehingga motivasi yang baik perlu ditumbuhkan.
Adanya responden yang tidak memiliki motivasi dalam melaksanakan K3
kemungkinan dalam bekerjanya ceroboh sehingga peluang terjadinya kecelakaan
kerja tinggi. Tidak adanya motivasi untuk melaksanakan K3 bisa disebabkan
62
karena pekerja tersebut tidak memahami pentingnya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Untuk menumbuhkan motivasi
tersebut, perusahaan dapat memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai K3
bagi para pekerja.
Sebanyak 75% responden berpendapat bahwa perusahaan menginginkan adanya
masukan-masukan dari pekerja terkait masalah K3. Masukan-masukan mengenai
K3 sangat diharapkan oleh perusahaan agar program K3 yang dibuat sejalan
dengan kebutuhan pekerja. Perusahaan menerima masukan dari pekerja baik
secara tertulis maupun secara lisan. Selain itu, untuk menyalurkan aspirasi pekerja
baik dalam masalah K3 ataupun yang lainnya dapat menggunakan serikat pekerja
yang ada di perusahaan.
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Proses produksi teh kering skala industri terdiri dari beberapa tahap yaitu
prapelayuan, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan serta sortasi dan
pengepakan. Proses pengolahan teh memungkinkan adanya resiko kecelakaan
yang terjadi kepada para pekerja. Pada proses prapelayuan dan pelayuan terdiri
dari 7 macam bahaya. Bahaya tersebut meliputi bahaya terperosok, terkena panas,
terbentur dan kebisingan dengan resiko rendah. Tergores dengan resiko sedang
serta tertarik baling-baling dan tersetrum listrik dengan resiko tinggi.
Pada proses penggilingan dan fermentasi bahaya yang muncul terdiri dari
tergelincir dengan resiko rendah, sedangkan bahaya terjatuh, tersetrum dan
kebisingan beresiko sedang. Bahaya terpotong dan terjepit mempunyai resiko
tinggi. Proses selanjutnya yaitu pengeringan mempunyai bahaya terjepit pintu
pengering dengan resiko rendah dan bahaya terpapar panas serta tergelincir
dengan resiko sedang. Bahaya lainnya yaitu terjatuh, terbakar serta kebisingan
yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi.
Proses yang terakhir adalah sortasi dan pengepakan yang terdiri dari debu
terhirup, terbentur, tertusuk serta kebisingan yang beresiko rendah. Bahaya yang
beresiko sedang terdiri dari bahaya terjepit, mata terkena debu dan tersetrum,
sedangkan bahaya tertarik baling-baling blower merupakan bahaya yang beresiko
tinggi.
Penyebab terjadinya bahaya secara garis besar dapat kelompokkan menjadi dua
yaitu tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman.
Tindakan tidak aman dilakukan karena minimnya pengetahuan pekerja mengenai
Keselamatan dan Kesehatan kerja. Kondisi tidak aman banyak yang disebabkan
karena rusaknya peralatan seperti mesin-mesin produksi dan peralatan
keselamatan kerja.
Secara umum pengendalian yang dapat dilakukan untuk mereduksi bahaya-bahaya
tersebut adalah dengan engineering atau rekayasa yaitu penggantian mesin dan
64
peralatan yang rusak serta perubahan tata letak mesin. Pengendalian yang bersifat
administratif seperti penggunaan standard operation procedure. Pengendalian
yang terakhir adalah penggunaan Alat Pelindung Diri. Pengendalian tersebut
masih bersifat sementara.
Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diamati merupakan bagian dari
safety psychology yang terdiri dari pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan
kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin serta peningkatan
kesadaran K3. Bagian-bagian tersebut terdiri dari beberapa pernyataan yang
berhubungan dengan manajemen dan lingkungan kerja. Hampir seluruh
pernyataan tersebut diketahui oleh responden dengan tingkat pengetahuan diatas
50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja serta manajemen perusahaan
sudah cukup baik dalam upaya melaksanakan K3. Hanya saja diantara bagian
safety psychology yang diamati, bagian pendidikan dan pelatihan mempunyai
persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian yang lain. Ini berarti
bagian tersebut penerapannya masih kurang sehingga perlu diperbaiki.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan antara
lain :
1. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik
berdasarkan OHSAS 18001:2008 maupun Permenaker No. 05/1996. Selain
itu, perlu ada evaluasi terhadap pengendalian bahaya yang telah dilakukan
agar memberikan hasil terbaik untuk pengendalian bahaya yang sesuai pada
setiap unit. Salah satu langkah awal penerapan SMK3 adalah dengan
membentuk organisasi K3 atau membentuk P2K3 (Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Rekomendasi struktur P2K3 dapat dilihat
pada Lampiran 16.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif agar
penilaian resiko yang dilakukan lebih spesifik sehingga cara pengendaliannya
tepat.
65
3. Untuk meningkatkan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
diperlukan pendidikan dan pelatihan mengenai K3. Adanya pendidikan dan
pelatihan K3 tersebut diharapkan dapat mengubah pola sikap pekerja
sehingga pelaksanaan K3 dapat berjalan secara sempurna.
66
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Modul Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja. www.safesci.unsw.edu.au/gens8003/module5/hazardnrisk.htm. Diakses pada tanggal 8 Juni 2007.
Ansori, A. 2008. Trend Kecelakaan Kerja dan Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja . www.apindonesia.com. Diakses pada tanggal 30 Desember 2009
Hamzah, S. 2005. Evaluasi Jenis dan Area Potensi Kecelakaan Kerja Pada Industri Pabrik ”X” [skripsi]. Makassar: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Hasanudin.
Hasan, M.I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Herdiyanto, A. 2003. Tingkat kebisingan Mesin pada Industri Penggergajian (di PT. Perhutani Unit II Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Ilham, R.N. 2002. Analsis Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan Motivasi kerja Karyawan di PT. Goodyear Indonesia [kripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor.
International Labour Organization. 2000. Safety and Health in Agriculture. Geneva: International Labour Organization.
Departemen Kesehatan. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Jakarta: Kerja. Departemen Kesehatan.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1992. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang Tata Cara Penunjukkan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2008. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008. tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Malau, H. 2007. Mempelajari Pola Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Toba Pulp Lestari Tbk [skripsi]. Bogor:
67
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Mangkunegara, A.A. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Reamaja Rosda Karya.
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Markkanen, P.K. 2004. Keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Manila: International Labor Organization Sub regional Officer for South East Asia and the Pacific.
Nasri, S.M. 2002. Resiko Tinggi di Tempat Kerja Rumah sakit Kumpulan Makalah Seminar K3 Rumah Sakit Persahabatn Tahun 2000 dan 2001. Hastuti, Tjandra.Y.A, editor. Jakarta: UI Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, B.A. 2005. Strategi jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi.
Prihardany, D. 2004. Hubungan Antara Motivasi, Pengetahuan dan Keterampilan Karyawan Tentang Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) dengan Persepsi Terhadap Risiko di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk, Citeureup, Bogor [tesis]. Jakarta: Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Rivai, V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafondo Persada.
Sabdoadi. 1979. Pencegahan Kecelakaan Kerja di Industri. Surabaya: Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sevilla, C.G, Ochave, J.A, Punsalan, T.G, Regala, B.P dan Gabriel G.U. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu, Alimuddin (Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Side, G.W. 1998. Environmental, Health, and Safety. Mc. Graw Hill, New York.
Silaban, G. 2003. Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Karyawan PT. Industri Sandang II Unit Patal Secang [skripsi]. Medan: Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
68
Standards of Australia. 1999. No. AS/NZS 4360:1999 Mengenai Risk Management. Standards Association of Australia, Strathfield NSW.
Stricoff, R. dan Walters, D.B. 1995. Hand Book of Laboratory Health and Safety Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Suardi, R. 2005. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PPM.
Sugeng, A.M et al. 2005. Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Suma’mur. 1994. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji Masagung.
Topobroto, H.S. 2002. Kebijakan dan Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia (Policy and Condition of Occupational Safety and Health in Indonesia); Jakarta: International Labor Organization.
Umar, H. 2002. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
69
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
(Studi Kasus Bagian produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)
Oleh: Yeni Rohaeni (F34050071)
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc
dan Ir. Andes Ismayana, MT.
Pengantar
Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui penerapan K3 serta bahaya
yang terjadi dalam kegiatan produksi. Kuesioner semata-mata ditujukan untuk
keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas skripsi, oleh karena itu jawaban yang
bapak/ibu/saudara berikan tidak akan berkaitan dengan penilaian kinerja anda.
Untuk itu saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap, jujur, sesuai dengan keadaan sebenarnya agar informasi ilmiah
yang disajikan nantinya dapat dipertanggungjawbakan.
Terima kasih
Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban sesuai dengan pilihan anda!
BAGIAN 1. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :…………..............................
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :……….Tahun
Pendidikan Terakhir :………………………………
Masa Kerja :………..Tahun
Bagian/Departemen :……………………………...
70
BAGIAN II. SAFETY PSYCHOLOGY
A. Pendidikan dan Pelatihan
No Pernyataan STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
1 Perusahaan mengadakan pendidikan dasar bagi para pegawai
2 Perusahaan mengadakan pelatihan K3 untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahya
3 Perusahaan mengadakan pelatihan khusus untuk para mandor
4 Anda merasakan manfaat dari pendidikan dan pelatihan K3
5 Perusahaan mengadakan pelatihan mengenai pertolongan pertama saat kecelakaan (P3K)
B. Publikasi K3
No Pernyataan STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS
(5)
1 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang program K3
2 Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan Alat perlindungan Diri
3 perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang Penggunaan alat pemadam kebakaran (APAR)
4
Perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang prosedur keselamtan kerja untuk pelaksana pekerjaan yang berpotensi bahaya
5 Pemasangan tanda peringatan di tempat yang berpotensi bahaya
6 Di lingkungan perusahaan terdapat pesan-pesan tentang keselamatan kerja
7 Perusahaan memberikan informasi tentang tingkat bahaya pekerjaan
71
C. Kontrol Lingkungan Kerja
No Pernyataan STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
1 Suhu ruangan cukup baik
2 Kondisi ventilasi, pendingin, penerangan cukup baik
3 Pemeriksaan kesehatan secara berkala
4 Pemeriksaan kondisi APD, APAR, sistem hidrant secara berkala
5 Perusahaan menyediakan P3K
6 Kontrol sumber resiko di tempat kerja dan lingkungan
7
Perbaikan/mengganti instalasi, ruang kerja, dan peralatan kerja yang menimbulkan bahaya jika teridentifikasi memiliki potensi bahaya
D. Pengawasan dan Disiplin
No Pernyataan STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
1 Pengecekan terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan
2 Kewajiban penggunaan APD 3 Pengecekan alat-alat K3 secara berkala
4 Pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi
5 Memberikan pengawasan terhadap bahan-bahan berbahaya
6 Perusahaan mempunyai peraturan
7 Ada departemen khusus yang menangani K3
8 Ada audit internal dan eksternal terhadap pelaksanaan K3
72
E. Peningkatan Kesadaran K3
No Pernyataan STS (1)
TS (2)
Netral (3)
S (4)
SS (5)
1 Perusahaan memberikan perhatian yang besar terhadap masalah K3
2 Perusahaan menempatkan K3 sebagai prioritas utama
3 Perusahaan sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja anda
4 Memiliki motivasi yang baik untuk melaksanakan K3
5 Perusahaan menginginkan masukan-masukan dari anda terkait dengan masalah K3
Keterangan STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju Netral : Netral S : Setuju SS : Sangat Setuju
BAGIAN III. Peluang Terjadinya Bahaya
1. Unit Pra Pelayuan dan Pelayuan
No Bahaya potensial SJ (1)
J (2)
Sd (3)
S (4)
SS (5)
1 Tergores 2 Terperosok
3 Terkena panas (lingkungan pada suhu tinggi)
4 Terbentur kursi monorel 5 Tertarik baling-baling exhaust fan 6 Tersetrum listrik 7 Kebisingan
73
2. Unit Penggilingan dan Fermentasi
No Bahaya Potensial SJ (1)
J (2)
Sd (3)
S (4)
SS (5)
1 Terjepit 2 Tergelincir 3 Tersetrum 4 Kebisingan 5 Terpotong 6 Terjatuh
3. Pengeringan
No Bahaya Potensial SJ (1)
J (2)
Sd (3)
S (4)
SS (5)
1 Terjepit pintu pengering 2 Tergelincir 3 Terbakar 4 Kebisingan 5 Terpapar panas 6 Terjatuh 7 Mata terkena debu
4. Sortasi dan Pengepakan
No Bahaya Potensial SJ
(1)J
(2)Sd (3)
S (4)
SS (5)
1 Terjepit 2 Terhirup/pernapasan (dust) 3 Kebisingan 4 Tertarik baling-baling blower 5 Terbentur 6 Mata terkena debu 7 Tertusuk 8 Tersetrum
74
Keterangan :
SJ : Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi
J : Jarang, dapat terjadi tetapi jarang
Sd : Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu
S : Sering, dapat terjadi secara berkala
SS : Sangat sering, dapat terjadi kapan saja
BAGIAN IV. KONSEKWENSI TERJADINYA BAHAYA
1. Unit Pra Pelayuan dan Pelayuan
No Bahaya potensial TS (1)
M (2)
Sd (3)
B (4)
BB (5)
1 Tergores kawat rak pelayuan/trough 2 Terperosok 3 Terkena panas dari exhaust fan 4 Terbentur kursi monorel 5 Tertarik baling-baling exhaust fan 6 Tersetrum listrik 7 Kebisingan
2. Penggilingan dan Fermentasi
No Bahaya Potensial TS (1)
M (2)
Sd (3)
B (4)
BB (5)
1 Terjepit 2 Tergelincir 3 Tersetrum 4 Kebisingan 5 Terpotong 6 Terjatuh
75
3. Unit Pengeringan
No Bahaya Potensial TS (1)
M (2)
Sd (3)
B (4)
BB (5)
1 Terjepit pintu pengering 2 Tergelincir 3 Terbakar 4 Kebisingan 5 Terpapar panas 6 Terjatuh 7 Mata terkena debu
4. Unit Sortasi dan Pengepakan
No Bahaya Potensial TS (1)
M (2)
Sd (3)
B (4)
BB (5)
1 Terjepit rantai 2 Terhirup/pernapasan (dust) 3 Kebisingan 4 Tertarik baling-baling blower 5 Terbentur 6 Mata terkena debu 7 Tertusuk 8 Tersetrum
Keterangan :
TS : Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang terjadi
M : Minor, mengakibatkan luka kecil dan tidak permanen
Sd : Sedang, mengakibatkan luka atau cacat minor
B : Bencana, mengakibatkan kematian atau cacat permanen
BB : Bencana Besar, mengakibatkan kematian dan atau kerugian finansial dalam jumlah yang tinggi
76
77
Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Sinar Inesco
Sumber : www.bpkp.go.id
Sumber : www.geocities.com Keterangan : : PT. Sinar Inesco
Keterangan : Nama Kecamatan 1. Pagerageung 2. Ciawi 3. Rajapolah 4. Cisayong 5. Cigalontang 6. Leuwisari 7. Indihiang 8. Cipedes 9. Salawu 10. Singaparna 11. Cihideung 12. Tawang 13. Kawalu 14. Cibeureum 15. Manonjaya 16. Cineam 17. Taraju 18. Sodonghilir 19. Sukaraja 20. Salopa 21. Bojonggambir 22. Bantarkalong 23. Cibalong 24. Cipatujah 25. Karangnunggal 26. Cikatomas 27. Pancatengah 28. Cikalong
Lampiran 3. Lay Out Ruangan
70
71
Lay out ruangan bagian bawah
Keterangan : Ruang Bagian Atas (Pra Pelayuan dan Pelayuan)
Arah Monorail dan arah pergerakan pucuk teh Withering Trough
Tempat menjatuhkan pucuk teh yang sudah layu Ruangan Bagian Bawah No 1, 2, 3, 4, 5, : Mesin Penggilingan (Open Top Roller) No 6, 7,8, 9, 10 : Mesin Press Cup Roller No 11 : Ayakan RRB No 12, 13 : Rotorvane No 14 : Ayakan No 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22 : Rak Fermentasi No 23, 24, 25, 26 : Alat Pengering (Drier) No 27, 28, 29, 30 : Tungku (Pemasok panas untuk drier) No 31, 32 : Middleton No 33 : Crusher No 34 : Vibro Mesh No 35 : Vibro Blank No 36 : Mesin Chota Shifter No 37 : Crusher No 38 : Vibro Mesh No 39 : Vibro Blank No 40 : Mesin Chota Shifter No 41 : Winower No 42 : Tea Bulker
80
Lampiran 4. Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology
Faktor Item Pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
1 0,841 0,344 Valid 2 0,648 0,344 Valid 3 0,533 0,344 Valid 4 0,663 0,344 Valid
Pendidikan dan Pelatihan K
3
5 0,534 0,344 Valid 1 0,345 0,344 Valid 2 0,853 0,344 Valid 3 0,702 0,344 Valid 4 0,796 0,344 Valid 5 0,681 0,344 Valid 6 0,354 0,344 Valid
Publikasi K3
7 0,739 0,344 Valid 1 0,580 0,344 Valid 2 0,490 0,344 Valid 3 0,814 0,344 Valid 4 0,725 0,344 Valid 5 0,779 0,344 Valid 6 0,872 0,344 Valid
Kontrol lingkungan
kerja
7 0,554 0,344 Valid 1 0,630 0,344 Valid 2 0,535 0,344 Valid 3 0,784 0,344 Valid 4 0,456 0,344 Valid 5 0,710 0,344 Valid 6 0,787 0,344 Valid 7 0,274 0,344 Tidak Valid
Pengawasan dan
Disiplin
8 0,246 0,344 Tidak Valid 1 0,656 0,344 Valid 2 0,740 0,344 Valid 3 0,816 0,344 Valid 4 0,679 0,344 Valid
Peningkatan K
esadaran K3 5 0,781 0,344 Valid
81
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan
Item Pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10%
Tingkat Validitas
Tergores 0,458 0,729 Tidak valid Terperosok 0,054 0,729 Tidak valid Terkena panas dari exhaust fan 0,772 0,729 Valid Terbentur kursi monorel 0,946 0,729 Valid Tertarik baling-baling exhaust fan -0,170 0,729 Tidak Valid Tersetrum listrik Tak
hingga 0,729
Tidak Valid Kebisingan 0,188 0,729 Tidak valid
2. Penggilingan dan Fermentasi
Item pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
Terjepit 0,802 0,805 Tidak valid Tergelincir Tak
hingga 0,805
Tidak valid Tersetrum 0,345 0,805 Tidak valid Kebisingan 0,175 0,805 Tidak valid Terpotong 0,873 0,805 Valid Terjatuh 0,873 0,805 Valid
3. Pengeringan
Item Pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
Terjepit pintu pengering Tak hingga
0,988 Tidak valid
Terjatuh Tak hingga
0,988 Tidak valid
Terbakar Tak hingga
0,988 Tidak valid
Kebisingan 1 0,988 Valid Terpapar panas 1 0,988 Valid Tergelincir 1 0,988 Valid Mata terkena debu 1 0,988 Valid
82
Lanjutan 4. Sortasi dan Pengepakan
Item pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10%
Tingkat validitas
Terjepit rantai 0,053 0,549 Tidak Valid Terhirup/pernapasan (dust) 0,265 0,549 Tidak Valid Kebisingan 0,613 0,549 Valid Tertarik baling-baling blower Tak
hingga 0,549
Tidak Valid Terbentur 0,634 0,549 Valid Mata terkena debu 0,389 0,549 Tidak Valid Tertusuk 0,454 0,549 Tidak Valid Teresetrum Tak
hingga 0,549
Tidak Valid
83
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya
1. Pelayuan dan Pra Pelayuan
Item Pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat Validitas
Tergores -0,333 0,729 Tidak valid Terperosok 0,190 0,729 Tidak valid Terkena panas dari exhaust fan 0,331 0,729 Tidak valid Terbentur kursi monorel 0,331 0,729 Tidak valid Tertarik baling-baling fan (kipas) 0,746 0,729 Valid Tersetrum listrik 0,683 0,729 Tidak valid Kebisingan 0,692 0,729 Tidak valid
2. Penggilingan dan Fermentasi
Item pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
Terjepit -0,129 0,805 Valid Tergelincir 0,902 0,805 Valid Tersetrum 0,766 0,805 Tidak Valid Kebisingan 0,902 0,805 Valid Terpotong 0,705 0,805 Tidak Valid Terjatuh 0,935 0,805 Valid
3. Pengeringan
Item Pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
Terjepit pintu pengering 0,885 0,988 Tidak valid Terjatuh 0,846 0,988 Tidak valid Terbakar 0,846 0,988 Tidak valid Kebisingan 0,846 0,988 Tidak valid Terpapar panas 0,363 0,988 Tidak valid Tergelincir 0,885 0,988 Tidak valid Mata terkena debu 0,885 0,988 Tidak valid
84
Lanjutan 4. Sortasi dan Pengepakan
Item pertanyaan Nilai Korelasi
R tabel α = 10% Tingkat validitas
Terjepit rantai 0.610 0,549 Valid Terhirup/pernapasan (dust) 0.670 0,549 Valid Kebisingan -0.039 0,549 Tidak Valid Tertarik baling-baling blower 0.224 0,549 Tidak Valid Terbentur Tak hingga 0,549 Tidak Valid Mata terkena debu 0.167 0,549 Tidak Valid Tertusuk 0.636 0,549 Valid Teresetrum 0.566 0,549 Valid
85
Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology
1. Pendidikan dan Pelatihan K3
Case Processing Summary N %
Valid 24 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 24 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.626 5
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
2. Publikasi K3
Case Processing Summary N %
Valid 24 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 24 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.767 7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
86
Lanjutan
3. Kontrol Lingkungan Kerja
Case Processing Summary N %
Valid 24 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 24 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.814 7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
4. Pengawasan dan Disiplin
Case Processing Summary N %
Valid 24 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 24 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.650 8
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
87
5. Peningkatan Kesadaran K3
Case Processing Summary N %
Valid 24 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 24 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .762 5
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
88
Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan
Case Processing Summary
N % Valid 6 100.0
Excludeda 0 .0Cases
Total 6 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.148 7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable.
2. Penggilingan dan Fermentasi
Case Processing Summary
N % Valid 5 100.0
Excludeda 0 .0Cases
Total 5 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.400 6
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
89
Lanjutan
3. Pengeringan
Case Processing Summary N %
Valid 3 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 3 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.843 7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable.
4. Sortasi dan Pengepakan
Case Processing Summary N %
Valid 10 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 10 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alphaa N of Items
-.032 8a. The value is negative due to a negative average
covariance among items. This violates reliability model
assumptions. You may want to check item codings.
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
90
Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya 1. Pelayuan dan Pra Pelayuan
Case Processing Summary N %
Valid 6 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 6 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .359 7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable 2. Penggilingan dan Fermentasi
Case Processing Summary N %
Valid 5 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 5 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .830 6
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable
91
Lanjutan 3. Pengeringan
Case Processing Summary N %
Valid 3 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 3 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .856 7
Nilai cronbach’s alpha > 0,6 sehingga kuesioner tersebut reliable 4. Sortasi dan Pengepakan
Case Processing Summary N %
Valid 10 100.0Excludeda 0 .0
Cases
Total 10 100.0a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items .260 8
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
92
Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh
94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran
Sumber : http://www.indonetwork.co.id/
95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum
Sumber: Milist K3(K3_LH@yahoogroups. Com)
96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan Unit
No Unit Bahaya SOP
1. Pengeringan Terjepit pintu drier
Gunakan tongkat kayu untuk
membalikkan kayu bakar,
ketika membuka pintu drier
menggunakan tongkat dan
ditahan oleh penyangga.
Selain itu, potongan kayu
bakarnya juga diusahakan
panjang agar tidak terlalu
dekat dengan pintu.
2. Pengeringan Terpapar panas
Menggunakan sarung tangan
anti panas ketika
memasukkan kayu bakar dan
ketika memasukkan atau
mengambil teh bubuk.
3. Sortasi Terjepit rantai Menggunakan sarung tangan
ketika rantai/van belt macet.
4. Penggilingan dan
fermentasi Terjepit
Satu mesin minimal 2 orang,
menggunakan sapu lidi ketika
merapikan pucuk teh yang
keluar dari mesin.
5. Penggilingan dan
fermentasi Terpotong
Satu mesin minimal 2 orang,
menggunakan sapu lidi ketika
merapikan pucuk teh yang
keluar dari mesin.
6. Pengeringan Terbakar
Kontrol suhu menggunakan
indikator suhu (termometer)
dan sediakan APAR yang siap
untuk digunakan.
97
Lampiran 15. Kotak (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)P3K
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008
98
Lampiran 16. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja )
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang tata
cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja
menyatakan bahwa suatu tempat kerja dimana pengurus memperkerjakan tenga
kerja lebih dari 100 maka harus ditunjuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja
serta dibentuk P2K3.
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan
yang dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani
usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari
unsur pengusaha dan tenaga kerja. Struktur dari P2K3 sangat sederhana hanya
terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua P2K3 diusahakan pimpinan
tertitingi di Human Resources Development (HRD). Sekretaris P2K3 harus
seorang ahli K3 umum/spesialis, sedangkan untuk anggota dapat dipilih orang-
orang dari perwakilan setiap divisi yang bisa menghadiri rapat P2K3 setiap
bulannya. Diusahakan orang yang menjadi anggota mempunyai jabatan yang
tinggi seperti mandor untuk kasus PT. Sinar Inesco. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang tata
cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
99