analisis keputusan lease vs buy part 2
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Analisis Keputusan : Leasing vs Membeli
Bagian 2 : Leasing Operasi (Operating Lease) dari Sudut Pandang
Lessee
Pendahuluan
Perusahaan pada waktu memerlukan aset, mempunyai banyak pilihan bagaimana
mendanai pembelian aset tersebut. Pada umumnya, perolehan aset, misalnya, mesin-mesin
industri, kendaraan, dan peralatan, dapat didanai menggunakan antara lain:
Dana kas internal perusahaan.
Fasilitas pinjaman dari bank, lembaga keuangan, atau pihak ketiga lainnya.
Perolehan dana yang berasal penerbitan obligasi atau bentuk surat hutang lainnya.
Skema leasing dari perusahaan pembiayaan atau perusahaan leasing.
Dalam tulisan ini, fokus akan lebih diberikan pada membeli aset menggunakan fasilitas
pinjaman pihak ketiga, misalnya bank, dibandingkan dengan leasing. Mengingat leasing
adalah salah satu bentuk pendanaan atau pembiayaan, maka untuk analisa keputusan,
supaya bisa dibandingkan satu sama lain (istilahnya perbandingan apple-to-apple), maka
bentuk pendanaan melalui leasing perlu dibandingkan dengan perolehan fasilitas pinjaman
pihak ketiga untuk membeli aset yang bersangkutan.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Menyambung Bagian 1 tulisan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam pasar kapital
yang sempurna,
(i) apakah perusahaan memutuskan memperoleh fasilitas pinjaman pihak ketiga dan
kemudian menggunakan dana fasilitas pinjaman tersebut untuk membeli aset yang
diperlukan tersebut, dibandingkan dengan
(ii) memperoleh pendanaan leasing untuk membiayai penggunaan aset yang
bersangkutan,
kedua pilihan tersebut akan sama saja konsekuensinya dari sisi biaya.
Mengingat bahwa dalam praktik bisnis sehari-hari, pasar kapital yang sempurna tidak hadir
sepenuhnya, maka analisis keputusan “Leasing vs Membeli”, akan dipengaruhi oleh faktor-
faktor ketidaksempurnaan pasar (market frictions). Faktor yang paling menyolok adalah
hadirnya pengenaan pajak penghasilan badan.
Analisa selanjutnya akan dilihat dari sudut pandang pihak Lessee.
Skema leasing dapat berupa sewa pembiayaan (finance lease atau capital lease) atau sewa
operasi (operating lease).
Dari sudut akuntansi (mengacu ke Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan/PSAK 30
(revisi 2011) tentang “Sewa”, atau International Accounting Standards 17 “Leases”),
mengatur beberapa hal terkait sewa pembiayaan dan sewa operasi sebagai berikut1.
[Pasal 04] Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh
risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya
dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.
[Pasal 10] Klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada
substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya (lihat ISAK 24: Evaluasi Substansi
1 Exposure Draft mengenai Leases dari IFRS (International Financial Reporting Standards) yang
diterbitkan pada bulan Mei 2013, dicatat oleh penulis akan ada perubahan signifikan terhadap akuntansi leasing atau sewa dari sudut pandang pihak lessee terkait dengan sewa operasi. Dengan beberapa pengecualiaan, semua lease wajib dikapitalisasi atau dimunculkan di neraca atau laporan posisi keuangan pihak lessee. Diunduh dari http://www.ifrs.org/Current-Projects/IASB-Projects/Leases/Exposure-Draft-May-2013/Documents/Snapshot-Leases-May-2013.pdf pada tanggal 20 November 2013.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa). Contoh dari situasi yang
secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan adalah:
(a) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
(b) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan
nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa
dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan;
(c) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik
tidak dialihkan;
(d) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial
mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
(e) aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa
perlu modifikasi secara material.
[Pasal 11] Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga
menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah:
(a) jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan
pembatalan ditanggung oleh lessee;
(b) untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya,
dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara dengan sebagian besar hasil
penjualan residu pada akhir sewa); dan
(c) lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan
nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental.
Dari bacaan PSAK 30 (revisi 2011) di atas, leasing dapat diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan atau sewa operasi.
Sewa Pembiayaan
[Pasal 08] Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut
mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan
aset.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara
substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Sewa pembiayaan dalam perolehan aset atau barang modal diperhitungkan secara
substansi sebagai suatu “pembelian” (in-substance purchases), sehingga pihak lessee
diwajibkan mengakui aset (yang pada awalnya merupakan “hak untuk menggunakan aset
yang bersangkutan”) yang “diperoleh” dan menampilkannya di laporan posisi keuangan atau
neraca, misalnya sebagai aset tetap diperoleh secara leasing, dan pada saat yang
bersamaan mengakui kewajiban untuk melakukan komitmen pembayaran leasing, yang
dicatat dan disajikan sebagai liabilitas di laporan posisi keuangan atau neraca pihak lessee.
Pengakuan awal untuk sewa pembiayaan pada pembukuan pihak lessee, sebagaimana
diatur dalam PSAK 30 (revisi 2011) adalah sebagai berikut.
[Pasal 19] Pada awal masa sewa, pihak Lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset
dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan:
sebesar nilai wajar aset sewaan atau
sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari
nilai wajar.
Penilaian ditentukan pada awal kontrak sewa.
Pengukuran setelah Pengakuan Awal:
[Pasal 24] Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara:
bagian yang merupakan beban keuangan, dimana dialokasikan ke setiap periode
selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku
bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas; dan
bagian yang merupakan pelunasan liabilitas.
Jadi di sini, suatu sewa pembiayaan dalam pembukuan pihak lessee menimbulkan beban
penyusutan untuk aset yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode
akuntansi [pasal 26].
Lebih lanjut, pasal 26 menegaskan bahwa:
kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri,
dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011): Aset
Tetap dan PSAK 19 (revisi 2010): Aset Tak berwujud; dan
www.futurumcorfinan.com
Page 5
jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa pihak lessee akan mendapatkan hak
kepemilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan disusutkan secara penuh selama
jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya.
Sewa Operasi
Sewa operasi diperhitungkan sebagai kontrak eksekutori (executory contract) sehingga
pada umumnya tidak ada pengakuan dan penyajian aset atau liabilitas pada laporan posisi
keuangan atau neraca pihak lessee.
PSAK 57 (revisi 2009) tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi
mendefinisikan kontrak eksekutori adalah kontrak yang kedua belah pihak terkaitnya belum
melaksanakan kewajiban kontrak atau telah melaksanakan sebagian kewajiban mereka
dengan proporsi yang sama [pasal 04]. PSAK 57 (revisi 2009) sendiri tidak diterapkan pada
kontrak eksekutori kecuali jika kontrak tersebut bersifat memberatkan, dimana kontrak
memberatkan adalah kontrak yang menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindarkan dalam
memenuhi kewajiban kontraknya dan biaya tersebut melebihi manfaat ekonomi yang
diperkirakan akan diterima dari kontrak tersebut [pasal 10 dan 68]. Biaya yang tidak dapat
dihindarkan dalam kontrak mencerminkan biaya neto terendah untuk terbebas dari ikatan
kontrak, yaitu mana yang lebih rendah antara biaya memenuhi kontrak dengan denda atau
kompensasi yang dibayar jika entitas tidak memenuhi kontrak [pasal 68].
Dalam banyak kejadian, tidak ada aset atau liabilitas yang dibukukan terkait dengan kontrak
eksekutori, kecuali2:
kontrak eksekutori tersebut bersifat memberatkan, maka liabilitas akan dicatat sesuai
dengan PSAK 57 (revisi 2009);
kontrak termasuk dalam ruang lingkup PSAK 50/55 dalam hal kontrak tersebut siap
untuk dikonversi menjadi kas (readily convertible into cash) atau bukan merupakan
kontrak “penggunaan sendiri” (not for own use).
PSAK 30 (revisi 2011) mengatur bahwa [pasal 32] untuk sewa operasi, pembayaran sewa
diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat dasar
2 GrantThorton. IFRS hot topic 2008-15: …contracts requiring payments linked to future sales.
Halaman 1. Diunduh pada tanggal 18 November 2013 dari http://www.gtturkey.com/UD_OBJS/PDF/IFRS/2008-15%20contracts%20requiring%20payments%20linked%20to%20future%20sales.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati
pengguna.
Kalau dapat diringkaskan sewa pembiayaan dan sewa operasi adalah sebagai berikut.
Sewa Pembiayaan Sewa Operasi
Siapa yang memiliki aset secara
legal selama jangka waktu sewa
Perusahaan leasing Perusahaan leasing
Siapa yang menanggung resiko
nilai sisa aset
Tidak relevan Perusahaan leasing
Siapa yang biasanya
menanggung biaya pemeliharaan
dan perbaikan selama jangka
waktu sewa
Pihak lessee Perusahaan leasing jika
kontrak pemeliharaan ada
pada pihak lessor, atau
sebaliknya ditanggung pihak
lessee
Lama jangka waktu sewa Mencakup sebagian
besar usia ekonomis
aset
Hanya sebagian [catatan:
bukan bagian besar] dari
usia ekonomis aset3
Perlakuan pencatatan dan
penyajian di laporan posisi
keuangan atau neraca
Aset dan liabilitas
disajikan pada neraca
(on balance sheet)
Tidak disajikan di neraca (off
balance sheet)
Analisa Beli vs Leasing : Leasing dibukukan sebagai Sewa Operasi
Dalam analisa ini kita membandingkan dari sudut pandang pihak lessee, apakah lebih baik
membeli atau menyewa/me-leasing aset yang diperlukan.
3 Standar Akuntansi Amerika Serikat yang umum dikenal sebagai US GAAP, yaitu Statement of
Financial Accounting Standards No. 13: Accounting for Leases memperkenalkan pengujian masa manfaat 75% atau Economic Life Test 75%, yaitu jika periode sewa atau leasing sama atau di atas 75% dari masa manfaat ekonomis asset, pihak lessor mengalihkan sebagian besar resiko dan manfaat dari kepemilikan aset tersebut kepada pihak lessee. Kieso, Donald E.; Jerry J. Weygand dan Terry D. Warfield. Intermediate Accounting. Edisi ke-14. MA: John Wiley & Sons, Inc. Bab 21: Accounting for Leases. Halaman 1296.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Pertama-tama perlu kita bandingkan dari sudut penyajian di neraca dan laporan laba rugi
pihak lessee alternatif melakukan pembelian aset versus melakukan sewa operasi atas aset
bersangkutan.
Membeli Aset Sewa Operasi
Neraca Pembelian yang merupakan belanja
modal (capital expenditure – disingkat
capex) dibukukan sebagai aset tetap,
yang akan disusutkan selama masa
manfaat aset yang bersangkutan.
Dana fasilitas pinjaman yang diperoleh
dari bank dibukukan sebagai Liabilitas
Jangka Panjang dan bagian cicilan
pinjaman bank yang jatuh tempo dalam
1 tahun dibukukan sebagai bagian dari
Liabilitas Lancar.
Aset sewaan tidak dicatat.
Laporan
Laba Rugi
Muncul biaya penyusutan aset, dan biaya
ini mengurangi pendapatan bruto, dengan
demikian, dalam kondisi penghasilan kena
pajak positif4, beban pajak penghasilan
perusahaan akan berkurang. Ini dinamakan
depreciation tax shield.
Pembayaran sewa dibukukan
sebagai biaya sewa dan
dapat disajikan sebagai
bagian dari Beban Pokok
Pendapatan atau Biaya
Umum dan Administrasi,
dimana ini tergantung dari
nature perusahaan yang
bersangkutan.
4 Perusahaan kemungkinan bisa dalam posisi penghasilan kena pajak negatif. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur antara lain:
kerugian fiskal timbul apabila penghasilan bruto yang dikurangi oleh pengurangan yang diperbolehkan mengalami kerugian (dalam hal ini penghasilan kena pajak mengalami negatif), dan
kerugian fiskal tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto fiskal atau laba neto fiskal dimulai tahun pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Hal ini berarti bahwa manfaat pajak tetap dapat dinikmati oleh perusahaan melalui mekanisme kompensasi rugi fiskal terhadap penghasilan kena pajak di tahun-tahun mendatang maksimum 5 (lima) tahun ke depan.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Analisa keputusan alternatif “Leasing vs Membeli” akan melihat pada arus kas bebas (free
cash flow) baik yang timbul dari Leasing dibandingkan dengan alternatif Membeli.
Sebagai contoh:
Perusahaan manufaktur PT ABC memerlukan suatu mesin pengepakan baru, dengan
harga pasar tunai saat ini sebesar Rp 100 juta.
Masa manfaat mesin tersebut adalah 5 (lima) tahun dan akan disusutkan selama 5
(lima) tahun menggunakan metode garis lurus. Dengan demikian, biaya penyusutan
setiap tahun akan sebesar Rp 100 juta dibagi 5 tahun = Rp 20 juta. Diasumsikan di sini
bahwa tidak terdapat nilai residu atas mesin tersebut pada akhir tahun ke-5.
Penghematan pajak penghasilan badan dari biaya penyusutan (depreciation tax shield)
dengan asumsi tarif pajak penghasilan badan sebesar 25% akan menghasilkan
penghematan pajak sebesar biaya penyusutan x 25% = Rp 20 juta x 25% = Rp 5 juta
per tahun.
Sebagai alternatif, perusahaan PT ABC bisa menyewa dalam bentuk sewa operasi
(operating lease) atas mesin pengepakan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut.
Jangka waktu kontrak sewa adalah 5 (lima) tahun.
Pembayaran uang sewa setiap tahun adalah sebesar Rp 25 juta.
Pembayaran uang sewa pertama kali dilakukan pada tanggal kontrak sewa
ditandatangani kedua belah pihak (payment in advance).
Pembayaran uang sewa setiap tahun sebesar Rp 25 juta akan dibukukan sebagai biaya
sewa dalam laporan laba rugi PT ABC, dimana akan
mengurangi penghasilan atau pendapatan bruto PT ABC pada tahun yang
bersangkutan, sehingga
penghasilan kena pajak akan lebih kecil, sehingga
beban pajak penghasilan badan lebih kecil. Dengan demikian, akan ada
penghematan pajak penghasilan badan.
Karena adanya penghematan pajak penghasilan badan, maka biaya sewa sebesar Rp 25
juta dari sudut pandang PT ABC tidak benar-benar biayanya Rp 25 juta setiap tahun, akan
tetapi akan lebih kecil, karena adanya faktor penghematan pajak penghasilan bada. Dengan
demikian, biaya sewa sesudah pajak akan menjadi Rp 25 juta x (1 - 25%) = Rp 18,75 juta.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Beberapa hal yang perlu disebutkan dalam analisa ini yaitu yang dibandingkan hanya arus
kas yang berbeda akibat keputusan membeli atau menyewa (leasing), sebagai berikut.
Diasumsikan di sini bahwa dalam kontrak sewa dengan pihak lessor, pihak lessee
perlu menanggung biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin yang bersangkutan,
sehingga dari sudut pandang PT ABC, apakah membeli atau melakukan leasing akan
sama saja, kedua-duanya akan mewajibkan PT ABC untuk mengeluarkan dana terkait
biaya pemeliharaan dan perbaikan. Karena sama dampaknya, maka biaya ini tidak
relevan untuk dipertimbangkan dalam analisa perbandingan “Leasing vs Membeli”.
Mengingat angka penjualan atau pendapatan produk yang diperoleh dari penggunaan
mesin pengepakan akan sama antara memilih “Leasing vs Membeli”, maka angka
pendapatan atau penjualan tidak perlu lagi diperbandingkan. Angka penjualan atau
pendapatan kemungkinan besar akan sama, mengingat mesin yang diperbandingkan
adalah mesin yang sama jenisnya dan tahun produksinya.
Karena tidak ada nilai residu mesin pada akhir tahun ke-5 untuk alternatif “Membeli”,
maka nilai residu menjadi tidak relevan untuk dimasukkan dalam analisa perbandingan
ini. Kalau ada nilai residu, maka nilai residu ini perlu dimasukkan untuk alternatif
“Membeli”, karena angka biaya penyusutan akan terpengaruh, yang akan pula
berimplikasi ke besarnya penghematan pajak penghasilan badan (depreciation tax
shield).
Dalam analisa perbandingan ini akan digunakan arus kas bebas (Free Cash Flow,
selanjutnya disingkat FCF), maka di sini perlu dijelaskan dulu apa itu Free Cash Flow.
Ehrhardt dan Brigham5 menjelaskan bahwa langkah pertama dalam penganggaran modal
adalah mengidentifikasi arus kas relevan, yaitu yang merupakan arus kas inkremental atau
kenaikan atau tambahan arus kas akibat atau yang terpengaruh keputusan penganggaran
modal. FCF adalah arus kas yang tersedia untuk dibagikan atau didistribusikan kepada para
investor. Arus kas yang relevan untuk suatu proyek adalah FCF tambahan yang diharapkan
oleh perusahaan jika ia menjalankan proyek tersebut.
5 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Corporate Finance: A Focused Approach. USA:
South-Western Cengage Learning. 2003. Halaman 297.
www.futurumcorfinan.com
Page 10
Lebih lanjut, Ehrhardt dan Brigham 6 menyebutkan bahwa meskipun penekanan dalam
laporan laba rugi adalah laba akuntansi, namun nilai intrinsik dari operasional perusahaan
ditentukan oleh arus kas yang akan dihasilkan oleh operasional pada saat ini maupun di
masa mendatang. Ringkasnya, nilai operasional perusahaan akan tergantung pada semua
FCF yang diharapkan di masa mendatang, yang didefinisikan sebagai laba usaha sesudah
pajak dikurangi jumlah investasi yang diperlukan untuk modal kerja dan aset tetap guna
mendukung keberlangsungan usaha bisnis. Kedua penulis menekankan perlunya berfokus
pada FCF, dan bukan pada laba akuntansi, yang merupakan ukuran yang relevan. Dalam
konteks inilah, kita menggunakan konsep yang sama dalam melakukan analisa atas memilih
“Leasing vs Membeli”.
Secara spesifik, Free Cash Flow dapat dihitung menggunakan rumus7:
Persamaan di atas dapat diuraikan dan dirangkai kembali sebagai berikut:
1) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] – [Depreciation x (1 – Tax
Rate)] + Depreciation - Capital Expenditures – Change in NWC (catatan: NWC = Net
Working Capital, atau modal kerja bersih)
2) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] – Depreciation +
(Depreciation x Tax Rate) + Depreciation - Capital Expenditures – Change in NWC
3) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] + (Depreciation x Tax Rate) –
Capital Expenditures – Change in NWC – Depreciation + Depreciation [catatan
penulis: Dua item terakhir dapat dihilangkan karena akan sama dengan nihil]
Dari rumus di atas “Depreciation” (atau biaya penyusutan) mula-mula dikurangi dari
pendapatan, baik sebagai bagian dari biaya pokok produksi dan/atau biaya umum dan
6 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Corporate Finance: A Focused Approach. Edisi
keempat. USA: South-Western Cengage Learning. 2011. Halaman 59 dan 425. 7 Berk, Jonathan; Peter DeMarzo and Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi ke-2.
Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Halaman 258-259.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
administrasi, tetapi kemudian ditambahkan kembali untuk menghitung FCF, mengingat
bahwa biaya penyusutan adalah biaya bukan kas. Dari analisa ini dapat disimpulkan bahwa
pengaruh biaya penyusutan dalam rumus penentuan FCF adalah untuk mengurangi
penghasilan kena pajak perusahaan. Dengan demikian, rumus di atas dapat ditulis kembali
untuk menggambarkan pengaruh dari biaya penyusutan, yaitu sebesar “Biaya
Penyusutan x Tarif Pajak Penghasilan”, dimana merupakan, yaitu penghematan
pembayaran pajak penghasilan yang berasal dari biaya penyusutan8 yang dapat digunakan
untuk mengurangi penghasilan bruto, atau umum di buku-buku manajemen keuangan
(corporate finance) disebut sebagai Depreciation Tax Shield.
Di sini ditulis kembali rumusan FCF.
8 Biaya penyusutan dalam sistem akuntansi perusahaan dan pelaporan ke pajak bisa berbeda,
mengingat bahwa Undang-Undang Perpajakan di Indonesia memiliki aturan tersendiri untuk pembagian aset atau harta berwujud berdasarkan kelompoknya, yang kemudian digolongkan kembali berdasarkan jenisnya (catatan: Jenis-jenis Harta Berwujud dirinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009). Tarif penyusutan dan golongan harta berwujud menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal 11, adalah sebagai berikut.
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam
Garis Lurus Saldo Menurun Ganda
I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
4 tahun 8 tahun
16 tahun 20 tahun
25%
12,5% 6,25%
5%
50% 25%
12,5% 10%
II. Bangunan Permanen Tidak Permanen
20 tahun 10 tahun
5%
10%
Untuk perhitungan penghasilan kena pajak dan beban pajak yang terhutang, biaya penyusutan komersial pada umumnya akan dikoreksi atau disesuaikan menjadi angka biaya penyusutan menurut versi perpajakan atau fiskal. Dengan demikian, biaya penyusutan fiskal menjadi lebih relevan dalam perhitungan FCF.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Kalau diperhatikan “Tarif Pajak Penghasilan x Biaya Penyusutan” ditambahkan dalam
perhitungan FCF. Dapat dikatakan bahwa biaya penyusutan mempunyai dampak positif
atas FCF, terlihat dari “ditambahkan” dalam rumusan FCF.
Dari rumus di atas, dapat ditentukan bahwa perhitungan FCF menjadi:
EBITDA (Earnings Before Interest, Tax, Depreciation and Amortization), di rumus
atas = Revenues (=pendapatan atau penjualan) dikurangi Costs (=biaya, baik biaya
pokok penjualan dan biaya usaha);
dikurangi Pajak Penghasilan; lalu
dikurangi pengeluaran atau belanja barang modal, yaitu Capital Expenditures; lalu
dikurangi kenaikan dalam kebutuhan Modal Kerja Bersih (Net Working Capital); lalu
ditambah Penghematan Pajak Penghasilan berasal dari Biaya Penyusutan
(Depreciation Tax Shield).
Menggunakan rumusan FCF di atas, dapat diketahui bahwa:
Untuk alternatif “Membeli”, perubahan atas FCF hanya berasal dari belanja barang
modal (Capital Expenditures) dan penghematan pajak penghasilan berasal dari
biaya penyusutan (depreciation tax shield).
Untuk alternatif “Leasing”, pembayaran sewa periodik yang dibukukan oleh PT ABC
sebagai biaya sewa, akan merupakan pengurangan EBITDA, yang jelas akan
mengurangi beban pajak penghasilan juga, sehingga muncul penghematan pajak
penghasilan (income tax savings).
Dalam Tabel 1 di bawah ini, kita membandingkan FCF (dapat dibaca juga sebagai arus
pengeluaran kas bersih, karena merupakan biaya dari sudut pandang pihak lessee) antara
alternatif “Membeli” dengan “Leasing” dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-5, sebagai
berikut.
Tabel1 PerbandinganArusKasRelevanMembelivsLeasing
0 1 2 3 4 5TarifPajak 25%
Membeli
1 Capex (100,000,000)2 DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
PeriodePenyusutan 53 ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
Leasing4 PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)
5 PenghematanPajakPenghasilan 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,0006 ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
Tahun
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Apabila kita bandingkan FCF dari kedua alternatif di atas, tampak bahwa:
Alternatif “Membeli”: Pola FCF akan besar pada tahun awal karena terjadi
pengeluaran kas untuk pembelian barang modal, yang kemudian diikuti oleh jumlah
kredit pajak penyusutan (depreciation tax credit) yang positif, yang artinya terjadi
penghematan pajak penghasilan yang berasal dari biaya penyusutan sebagai
pengurang penghasilan bruto perusahaan.
Alternatif “Leasing”: Pola FCF cenderung menunjukkan pengeluaran kas yang stabil
dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-4, dimana pembayaran uang sewa pertama
dilakukan pada tanggal kontrak sewa, atau umum dikenal sebagai sistem “payment
in advance”, suatu sistem pembayaran uang sewa yang umum ditemukan pada
kontrak sewa atau leasing.
Untuk analisa membandingkan alternatif “Membeli vs Leasing”, berarti kita perlu menghitung
nilai kini (Present Value) dari FCF masing-masing alternatif dan kemudian membandingkan
total PV tersebut.
Tingkat Diskonto
Perhitungan Present Value akan selalu memerlukan tingkat diskonto, yaitu I (I untuk Interest,
atau tingkat bunga yang umum diasosiasikan dengan tingkat diskonto) sebagaimana
digambarkan di bawah ini9, yang pada prinsipnya merupakan biaya modal (cost of capital).
Ilustrasi perhitungan PV sebagai berikut10:
9 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Financial Management: Theory and Practice. Edisi
ke-13. Mason: South-Western Cengage Learning. 2011. Halaman 134. 10
Corporate Finance: Compendium. 2008. Ventus Publishing ApS. Halaman 13 tentang “Present Value and Opportunity Cost of Capital”. Dapat diunduh dari www.BookBooN.com.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan tingkat diskonto ini?
Tingkat diskonto yang digunakan untuk mendiskonto FCF adalah tingkat diskonto yang
sesuai dengan tingkat resiko arus kas itu sendiri11.
Terkait tingkat resiko arus kas itu sendiri, untuk arus kas berupa pembayaran sewa secara
periodik. Perjanjian atau kontrak leasing pada umumnya akan mensyaratkan adanya
pembayaran sewa secara periodik, yang bisa dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan
ataupun setiap 6 bulan sekali atas penggunaan barang selama masa perjanjian atau kontrak
leasing.
Perjanjian leasing pada dasarnya merupakan komitmen sewa sehingga tidak terlalu
mengherankan bahwa dalam PSAK 30 (revisi 2011) tentang Sewa mensyaratkan adanya
pengungkapan terkait:
[Pasal 34] Total pembayaran sewa minimum di masa depan dalam sewa operasi yang tidak
dapat dibatalkan untuk setiap periode berikut:
(i) Sampai dengan satu tahun;
11
Pembaca yang tertarik hal ini, bisa membaca:
Bab 1 “Defining Cost of Capital” dari buku Shannon P. Pratt dan Roger J. Grabowski berjudul Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi ke-3. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008.
International Valuation Standards Council. Exposure Draft: Technical Information Paper 1, The Discounted Cash Flow (DCF) Method – Real Property and Business Valuations. 2011.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
(ii) Lebih dari satu tahun sampai lima tahun;
(iii) Lebih dari lima tahun.
Karena merupakan suatu komitmen sewa selama masa perjanjian sewa untuk melakukan
pembayaran uang sewa periodik, ini membawa konsekuensi tersendiri bagi pihak lessee.
Biasanya kontrak sewa umumnya didampingi dengan Surat Kuasa Yang Tidak Dapat
Dicabut Kembali, dari pihak lessee ke pihak lessor yang memberi kuasa dengan hak
substitusi kepada pihak lessor untuk dan atas nama pihak lessee antara lain:
untuk mengambil-alih penguasaan atas barang yang dibiayai dengan skema leasing;
dan
untuk menjual di muka umum atau secara di bawah tangan, dan dengan cara lain
mengalihkan barang yang di dibiayai dengan skema leasing pada setiap waktu dan
dengan harga apapun sebagaimana yang dianggap baik oleh penerima kuasa
(dalam hal ini pihak lessor), dan untuk menerima hasil dari penjualan tersebut, serta
untuk menandatangani dan mengeluarkan tanda penerimaan yang diperlukan atas
nama pemberi kuasa.
Hal-hal di atas diperjanjikan untuk mengantisipasi kemungkinan pihak lessee tidak
menjalankan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian leasing, terutama yang terkait
dengan pembayaran uang sewa periodik secara tepat waktu. Apabila pihak lessee tidak
melakukan pembayaran uang sewa, maka ini dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, dan
untuk mengamankan uang yang sudah terlanjur dipakai untuk membeli barang modal
tersebut, pihak lessor akan berusaha untuk mengambil-alih barang modal yang
bersangkutan, menjualnya dan uang hasil penjualan tersebut akan dipakai untuk melunasi
seluruh kewajiban pihak lessee, termasuk uang pokok sewa, bunga, denda keterlambatan
pembayaran, kerugian dan lain-lain.
Karena adanya kemungkinan pihak lessor mengambil-alih barang modal yang bersangkutan,
dari pihak lessee, perjanjian leasing atas barang modal akan sama saja dengan perolehan
fasilitas pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya dimana barang yang
bersangkutan (yang dibeli menggunakan dana fasilitas pinjaman) digunakan sebagai
jaminan12.
12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga memberikan catatan khusus terkait dengan perlindungan hukum bagi kreditur dengan hak jaminan, dalam hal ini pihak lessor.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Dapat dikatakan bahwa resiko pembayaran uang sewa dalam kontrak sewa atau leasing
akan tidak lebih besar dari resiko dari pembayaran pinjaman yang dijamin dengan
aset atau barang modal yang bersangkutan. Ini membawa implikasi bahwa kita dapat
menggunakan tingkat bunga pinjaman dengan jaminan aset yang bersangkutan sebagai
tingkat diskonto atas pembayaran sewa.
Dalam PSAK 30 (revisi 2011) disebutkan bahwa tingkat diskonto yang digunakan dalam
perhitungan PV dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam
sewa 13 , jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga
pinjaman inkremental lessee [pasal 19].
Pasal 4 menjelaskan bahwa tingkat bunga pinjaman inkremental lessee adalah tingkat
bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa atau, jika tingkat bunga tersebut
tidak dapat ditentukan, tingkat bunga yang pada awal sewa yang harus ditanggung oleh
lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut yang
mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa. [Catatan: bagian
kalimat yang diberi penebalan adalah untuk tujuan penekanan]
Dari bacaan di atas, tingkat biaya pinjaman dimana aset atau barang modal yang didanai
oleh fasilitas pinjaman tersebut dimungkinkan digunakan sebagai tingkat diskonto untuk
memperoleh PV dari FCF alternatif “Leasing”.
Kalau kita perhatikan dalam arus kas di Tabel 1 di atas:
Dalam alternatif “Leasing”: terdapat arus kas berupa penghematan pajak
penghasilan yang berasal dari pembayaran uang sewa yang dibukukan seluruhnya
sebagai Biaya Sewa, dimana pada umumnya bisa masuk sebagai biaya pokok
pendapatan/penjualan atau biaya usaha, keduanya sebagai pengurang penghasilan
atau pendapatan bruto, sehingga penghasilan kena pajak lebih rendah.
13
Pasal 4 PSAK 30 (revisi 2011) tentang Sewa menjelaskan bahwa tingkat bunga implisit sewa adalah tingkat diskonto yang pada awal sewa, menghasilkan penjumlahan agregat nilai kini dari:
(a) pembayaran sewa minimum; dan (b) nilai residu tidak dijamin,
sama dengan penjumlahan dari: (i) nilai wajar aset sewaan; dan (ii) biaya awal langsung lessor.
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Dalam alternatif “Membeli”: terdapat arus kas berupa penghematan pajak
penghasilan yang berasal dari pembebanan biaya penyusutan (depreciation tax
shield).
Kedua penghematan pajak penghasilan tersebut di atas pada dasarnya dapat dihitung dan
ditentukan dan akan dapat terealisasi sepanjang perusahaan memiliki penghasilan kena
pajak positif, atau kalau tidak, rugi fiskal ini dapat dikompensasi dengan penghasilan kena
pajak perusahaan untuk 5 tahun ke depan.
Di sini kita menggunakan tingkat bunga inkremental dari pinjaman perusahaan sebagai
tingkat diskonto untuk men-diskonto arus kas berupa penghematan pajak penghasilan yang
berasal apakah dari pembayaran uang sewa maupun biaya penyusutan.
Dengan menggunakan asumsi tingkat pinjaman bank swasta adalah sebesar 15% setahun,
kita akan membandingkan PV FCF/arus pengeluaran kas bersih dari kedua alternatif :
Membeli vs Leasing.
Dari Tabel 2 di atas:
Baris “Depreciation Tax Shield” merupakan hasil perkalian tarif pajak penghasilan
badan (25%) dengan biaya penyusutan setiap tahun (dalam hal ini, harga perolehan
aset Rp 100 juta dibagi 5 tahun, atau Rp 20 juta setiap tahun).
Baris “Penghematan Pajak Penghasilan” merupakan hasil perkalian tarif pajak
penghasilan badan (25%) dengan biaya sewa setiap tahun, mengingat bahwa biaya
Tabel2
0 1 2 3 4 5
TarifPajakPenghasilanBadan 25%Membeli/Buy
BelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)
DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
Tingkatdiskonto 15.00%
- 1 2 3 4 5
NilaiKini(PresentValue) (100,000,000) 4,347,826 3,780,718 3,287,581 2,858,766 2,485,884TotalNilaiKini(Membeli) (A) (83,239,225)
Leasing
PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)
PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
NilaiKini(PresentValue) (18,750,000) (16,304,348) (14,177,694) (12,328,429) (10,720,373) -TotalNilaiKini(Leasing) (B) (72,280,844)
SelisihTotalNlaiKini (A)-(B) (10,958,380)
Tahun/Year
www.futurumcorfinan.com
Page 18
sewa dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan atau pendapatan bruto
perusahaan, sehingga penghasilan kena pajaknya lebih rendah.
Dari analisa PV, tampak bahwa total PV FCF atau arus pengeluaran kas bersih alternatif
“Leasing” adalah sekitar Rp 72 juta, lebih murah sekitar Rp 11 juta, dibandingkan alternatif
“Membeli” sekitar Rp 83 juta. Dengan demikian, alternatif “Leasing” lebih menarik
dibandingkan dengan alternatif “Membeli”.
Apakah analisa di atas sudah benar dilakukan sehingga dapat disimpulkan bahwa
alternatif “Leasing” lebih baik dipilih oleh perusahaan?
Dalam analisa di atas, kita membandingkan total PV FCF antara alternatif “Membeli” versus
“Leasing”. Dari perbandingan saja, kita tahu bahwa mereka tidak merupakan perbandingan
antara 2 (dua) “bentuk” atau “barang” yang sama (atau umum disebut tidak apple-to-apple).
Mengapa demikian?
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, “Leasing” adalah bentuk pendanaan (financing)
perolehan barang modal, sedangkan alternatif “Membeli” termasuk kegiatan investasi
(investing). Apakah tepat membandingkan suatu kegiatan pendanaan dengan investasi?
Baiknya kita klarifikasi hal di atas terlebih dahulu.
Sebagaimana diketahui, leasing adalah suatu bentuk pendanaan. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan tanggal 29
September 2006 menyebutkan bahwa:
Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun
sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna
Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Dari aturan di atas, tampak bahwa:
Pertama, leasing adalah bentuk pendanaan perolehan barang modal yang dibarengi
dengan komitmen dari pihak lessee untuk melakukan pembayaran sewa secara
periodik dimana jumlah tersebut telah dapat ditentukan di awal kontrak sewa,
sehingga merupakan komitmen pembayaran yang bersifat tetap di masa mendatang
www.futurumcorfinan.com
Page 19
untuk pihak lessee. Karena sifatnya yang tetap dan mengikat (pada umumnya
perjanjian leasing selalu didampingi daftar angsuran sewa periodik selama kontrak
leasing), dengan demikian, pihak perusahaan lessee terikat pada kontrak leasing ini
terkait pelunasan angsuran sewa tersebut. Apabila pihak lessee lalai atau wanprestasi
dalam melakukan pembayaran uang sewa tersebut, maka pihak lessor pada
umumnya berhak untuk mengambil-alih barang modal yang didanai tersebut dan
melelangnya guna memastikan pelunasan kewajiban pihak lessee yang ada.
Kedua, karena leasing merupakan komitmen pembayaran sewa di masa depan pihak
lessee, terlepas apakah komitmen tersebut dicatat di neraca pihak lessee atau tidak
untuk tujuan akuntansi, pada dasarnya, pihak lessee telah secara efektif menambah
“leverage” terhadap struktur kapital perusahaan pihak lessee14.
Karena leasing menaikkan rasio hutang perusahaan secara efektif, maka analisa yang
tepat supaya dapat membandingkan 2 “barang” yang sama (apple-to-apple), alternatif
“Leasing” perlu dibandingkan dengan bentuk pendanaan atau pembiayaan lainnya
yang dapat dimiliki oleh pihak perusahaan [lessee] terkait perolehan atau penggunaan
barang modal tersebut.
Alternatif perolehan barang modal bisa menggunakan beberapa pilihan.
Pihak perusahaan dapat meminjam dari bank atau lembaga keuangan lainnya, dan
menggunakan dana pinjaman tersebut untuk membeli barang modal yang
bersangkutan.
Pihak perusahaan menggunakan ekses kas (excess cash) [internal] untuk
membiayai perolehan barang modal, yang berarti hutang bersih efektifnya
meningkat15.
Perusahaan memperoleh dana dari para pemegang saham perusahaan melalui
kenaikan modal disetor (dalam hal ini ekuitas perusahaan di neraca akan meningkat).
14
Perusahaan-perusahaan pemeringkat kualitas kredit, misalnya Standard & Poor, Moody dan Fitch, pada umumnya akan melakukan kapitalisasi atas hutang sewa operasi (operating lease obligations), membawanya dari off-balance sheet menjadi on-balance sheet, dengan keyakinan kuat bahwa leasing hanya merupakan bentuk pembiayaan yang memiliki klaim atas arus kas masa depan suatu perusahaan. Tulisan Mindy Berman, Direktur Pelaksana Corporate Finance di Jones Lang LaSalle, berjudul “Capitalization of Operating Leases by Credit Rating Agencies: Different Agencies Use Different Methods”, sebagaimana dimuat dalam ELT Februari 2007. 15
Jonathan Berk dan Peter DeMarzo dalam bukunya “Corporate Finance” edisi ke-2, tahun 2011, terbitan Pearson Education Limited, halaman 27 menjelaskan bahwa enterprise value, yaitu nilai suatu perusahaan, yang merupakan nilai dari aset bisnis perusahaan, tanpa dibebani dengan hutang dan terpisah dari kas dan surat berharga, dimana dapat dirumuskan sebagai: nilai pasar ekuitas + hutang – kas. Lebih lanjut dalam halaman 393, kedua item terakhir, yaitu hutang dikurangi kas dapat disebut sebagai hutang bersih (net debt). Dengan demikian, kas (dalam hal ini ekses kas dan investasi jangka pendek) akan mempengaruhi “leverage” perusahaan.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Jadi di sini, baik menggunakan dana fasilitas pinjaman atau kas internal, akan berimplikasi
pada kenaikan “leverage” yang berarti dapat dibandingkan dengan alternatif “Leasing”.
Argumentasi lainnya, mengingat bahwa leasing dari aspek corporate finance “mirip” dengan
membeli suatu aset dengan menggunakan pinjaman, maka cara analisa di atas dimana
membandingkan alternatif leasing (yang secara implisit merupakan suatu pembelian
menggunakan pendanaan pinjaman) dengan pembelian langsung tanpa menggunakan
pendanaan pinjaman, jelas, bahwa analisa ini tidak tepat, apalagi kalau diperhatikan resiko
keuangan kedua alternatif tersebut berbeda.
Mestinya suatu perusahaan yang bersedia mengambil alternatif leasing atas suatu aset,
juga bersedia memperoleh pinjaman untuk membeli aset yang bersangkutan.
Damodaran16 mengingatkan bahwa dalam “To Lease or Borrow: The Financial Comparison”:
The alternative to leasing the asset is buying it. However, buying the asset entirely, or even
substantially, with equity would expose the firm to far less risk than leasing the asset, since
lease payments represent a contractual commitment while cash flows on equity do not. In
general, therefore, the leasing alternative should be compared to borrowing all of the value
of the asset and buying it.
Penjelasan Damodaran di atas menurut penulis sangat penting diperhatikan. Fakta bahwa
pembiayaan pembelian suatu aset atau barang modal (dalam hal ini untuk alternatif
“Membeli”) jarang sekali didanai seluruhnya atau 100% oleh fasilitas pinjaman bank. Bank
dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent bank) pada umumnya hanya akan
bersedia mendanai dengan jumlah persentase maksimum tertentu, misalnya 70% dari harga
beli aset yang bersangkutan, dan sisanya akan dibiayai sendiri oleh pihak perusahaan,
apakah menggunakan dana kas atau pinjaman lainnya. Karakteristik resiko jelas akan
berbeda, dimana fasilitas pinjaman bank merupakan komitmen kontraktual yang resikonya
akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan dana kas internal. Namun demikian,
Damodaran mengakui bahwa untuk tujuan analisa perbandingan, supaya apple-to-apple,
maka alternatif “Leasing” wajib dibandingkan dengan alternatif “Membeli” dimana didanai
seluruhnya dengan fasilitas pinjaman. Bagi pembaca, hal ini perlu menjadi catatan yang
perlu diperhatikan pada saat melakukan analisa perbandingan dengan memasukkan unsur
16
Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 16: An Overview of Financing Choices. Halaman 495.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
penggunaan dana kas internal. Artinya, analisa dalam tulisan ini hanya tepat dilakukan kalau
alternatif “Membeli” didanai 100% melalui fasilitas pinjaman.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bentuk pinjaman jelas akan mempengaruhi pola arus kas
dan adanya beban bunga yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
perhitungan pajak penghasilan perusahaan, akan membawa pengurangan beban pajak
penghasilan, yang merupakan penghematan pajak. Hal – hal ini apabila dipertimbangkan
akan dapat merubah analisa untuk mengambil keputusan alternatif “Leasing” atau tidak.
Analisis “Leasing” vs “Meminjam + Membeli” (BUKAN Leasing vs Membeli)
Walaupun secara sepintas dari judul di atas, tampak mudah saja membandingkan Leasing
Vs Meminjam + Membeli karena sama-sama “meminjam” namun apakah demikian secara
teoritis?
Myers, Dill dan Bautista (1976)17 mengembangkan metode analisa untuk membandingkan
alternatif “Leasing vs Meminjam + Membeli”. Mereka memperkenalkan metode “lease-
equivalent loan”, yaitu jumlah pinjaman yang diperlukan atas pembelian barang modal yang
membuat pihak pembeli barang modal memiliki kewajiban yang sama oleh pihak lessee.
Metode ini adalah mencari suatu jumlah pinjaman “hipotetis” yang ekivalen dengan jumlah
leasing dalam konteks implikasi “leverage”-nya. Karena apple-to-apple maka dari analisa
tersebut baru kita dapat memutuskan mana yang lebih baik, memilih alternatif “Leasing”
atau “Meminjam + Membeli Aset (sejumlah lease-equivalent loan)”.
Penulis dalam komunikasi dengan Jonathan Berk, penulis buku Corporate Finance18 tanggal
16 November 2013 menjelaskan ke penulis sebagai berikut.
As the chapter [25 on Leasing] explains, the key insight is to compare leasing to buying
KEEPING LEVERAGE CONSTANT. We implicitly assume that the cost of debt capital is
8% assuming the lease is undertaken. If you purchase instead, to keep leverage constant
17
Myers, Stewart C.; David A. Dill dan Alberto J. Bautista. Valuation of Financial Lease Contracts. Journal of Finance 31 (3). 1976. Halaman 799-816. Pembaca yang tertarik bisa juga membaca tulisan Levy, H. dan M. Sarnat berjudul “On Leasing, Borrowing and Financial Risk”, yang dibuat pada majalah Financial Management 8 (Winter). 1979. Halaman 47-54.
18
Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. Edisi Global. England: Pearson Education Limited. 2011.
www.futurumcorfinan.com
Page 22
you need to take on more debt (because leverage is a form on debt)19. We do that using
the lease equivalent loan and lines 2-7 show the net cash flow of the entire transaction. The
fact that the lease payments match the result of the entire transaction follows from the
assumption that leverage is held constant.
Bagaimana menentukan lease-equivalent loan ini?
Fokus awal adalah pada leasing karena kita berusaha mencari jumlah pinjaman yang
ekivalen dengan kewajiban yang akan dimiliki oleh pihak lessee.
Pertama-tama kita perlu mencari selisih antara FCF dari “Leasing vs Meminjam + Membeli”
– yang kita sebut sebagai FCF inkremental atau selisih FCF dari leasing.
Sebagaimana Tabel 3 diatas tunjukkan:
Pada tahun ke-0, alternatif “Leasing” dibandingkan “Meminjam + Membeli” dari sudut
pandang uang kas yang dikeluarkan, akan terjadi penghematan pengeluaran uang kas
sebesar Rp 81.250.000.
19
Penulis ingin menambahkan bahwa perusahaan perlu mengetahui bahwa meskipun suatu leasing (misalnya sewa operasi) secara standar akuntansi tidak ditampilkan di neraca atau posisi keuangan perusahaan, baik untuk aset dan liabilitas yang terkait, leasing menaikkan tingkat leverage efektif perusahaan sejumlah lease-equivalent loan. Tentunya bagi perusahaan, memilih alternatif leasing, dimana ini akan menaikkan tingkat leverage efektif perusahaan lebih tinggi yang dapat berimplikasi pada adanya kemungkinan kesulitan keuangan (financial distress), perusahaan apabila berkeinginan untuk mempertahankan tingkat leverage yang sama sebelum dan sesudah mengambil alternatif “Leasing”, dapat saja mengurangi jumlah hutang lainnya yang dimiliki oleh perusahaan, sejumlah lease-equivalent loan.
Tabel3
0 1 2 3 4 5TarifPajakPenghasilanBadan 25%
Membeli/BuyBelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
Tahun/Year
LeasingPembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
LeasingvsMeminjam1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Namun untuk tahun ke-1 sampai ke-5, alternatif “Leasing” memiliki pengeluaran uang
yang lebih besar dibandingkan alternatif “Meminjam + Membeli”, yaitu sebesar Rp
23.750.000 untuk tahun ke-1 s/d ke -4 dan kemudian menjadi Rp 5.000.000,.
Pengeluaran uang atau FCF inkremental yang negatif ini sesuai dengan biaya
marginal leasing vs membeli sesudah pajak (marginal after-tax cost of lease versus
the buy) selama tahun ke-1 sampai dengan ke-5, dimana biaya marginal ini memiliki 2
(dua) komponen:
o adanya pembayaran leasing sesudah pajak sebesar Rp 18.750.000, dan
o tidak diperolehnya penghematan pajak penghasilan badan dari pembebanan
biaya penyusutan aset sebesar Rp 5.000.000 setiap tahun, akibat memilih
alternatif “Leasing”.
FCF inkremental yang negative pada tahun ke-1 s/d ke-5 juga menunjukkan “leverage”
efektif yang lebih tinggi akibat dari perusahaan melakukan leasing. Kalau perusahaan
memutuskan tidak mengambil alternatif “Leasing”, maka pilihannya supaya
perbandingannya apple-to-apple adalah perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman
dari bank, membeli aset atau barang modal yang diperlukan, dan lalu membayar
pinjaman tersebut, baik pinjaman pokok maupun bunganya (akan ada interest tax
shield – penghematan pajak penghasilan badan dari beban bunga yang dibiayakan
dalam laporan laba rugi perusahaan).
Jadi memilih alternatif “Leasing” dan bukannya membeli aset tersebut sama seperti
memperoleh pinjaman sejumlah Rp 81.250.000 pada tahun ke-0 yang dibarengi dengan
komitmen kewajiban pembayaran atau pelunasan pinjaman sesudah pajak sebesar Rp
23.750.000 pada tahun ke-1 sampai dengan ke-4, dan sebesar Rp 5.000.000 pada tahun
ke-5. Dengan demikian, alternatif “Leasing” dapat dilihat sebagai suatu alternatif
pembiayaan perolehan suatu aset. Supaya dapat diperbandingkan alternatif “Leasing” ini,
maka perlu dibandingkan “biaya pembiayaan” alternatif leasing ini (the cost of this lease
financing) dengan “biaya pembiayaan alternatif lainnya” (yaitu Meminjam + Membeli) 20
sejumlah lease-equivalent loan.
20
Benninga, Simon. Financial Modelling: Uses Excel. Edisi ke-2. England: The MIT Press. 2001. Bab 5: The Financial Analysis of Leasing. Halaman 104.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Damodaran 21 menyebutkan salah satu alternatif dalam melakukan analisa “Leasing vs
Meminjam + Membeli” yaitu:
Alternatively, we can compute the difference in cash flow between buying and leasing, and
compute the internal rate of return of these differential cash flows. This internal rate of return
should be compared to the after-tax cost of debt to determine which alternative is more
attractive.
Dalam perluasan analisa Tabel 3 di bawah ini, kita masukkan perhitungan Internal Rate of
Return (IRR) sebagaimana disarankan oleh Damodaran di atas.
Perhitungan IRR menunjukkan 8,43% dimana angka ini lebih kecil dari biaya kapital
pinjaman sesudah pajak sebesar 11,25%, yang berarti biaya pembiayaan dengan alternatif
“Leasing” lebih rendah daripada biaya pinjaman sesudah pajak, sehingga alternatif “Leasing”
lebih menguntungkan daripada alternatif “Meminjam + Membeli”.
Pertanyaan berikutnya adalah berapa jumlah pinjaman yang mesti diambil oleh perusahaan
supaya ekivalen dengan tingkat “leverage” leasing (atau dikenal sebagai lease-equivalent
loan).
21
Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 16: An Overview of Financing Choices. Halaman 496.
Tabel3
0 1 2 3 4 5
TarifPajakPenghasilanBadan 25%
Membeli/Buy
BelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
Tahun/Year
Leasing
PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)
PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
LeasingvsMeminjam
1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)
IRRdariFCFLeasingInkremental 8.43%Keputusan Leasing
3 Biayapinjaman 15%
4 Biayapinjamansesudahpajak 11.25%
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Karena arus kas inkremental masa depan adalah pembayaran sesudah pajak yang
perusahaan lakukan untuk pinjaman, saldo awal dari lease-equivalent loan ini adalah
Nilai kini dari arus kas menggunakan biaya pinjaman sesudah pajak sebagai tingkat
diskonto. Biaya pinjaman sesudah pajak ini juga tepat digunakan karena kita
membandingkan dua alternatif “pembiayaan” dan arus kas yang digunakan dalam analisa
adalah sesudah pajak penghasilan.
Saldo pinjaman = PV [FCF Leasing Inkremental atau Differensial] di-diskonto pada tingkat
rD(1-tax), dimana rD (1 – tax) = biaya pinjaman sesudah pajak penghasilan22
Dengan demikian, biaya pinjaman sesudah pajak dapat dihitung sebagai berikut.
rD = 15%
tarif pajak penghasilan = 25% (catatan: tarif pajak efektif bisa lebih tinggi dari 25%,
mengingat terdapat koreksi fiskal permanen, untuk item-item yang pendapatannya
sudah dikenakan pajak final, bukan merupakan objek pajak, atau biaya-biaya yang
tidak diakui secara ketentuan perpajakan. Dengan demikian, beban pajak
penghasilan di laporan laba rugi dibandingkan dengan laba komersial sebelum pajak,
cenderung lebih tinggi daripada 25%)
rD (1- tax) = 15% (1-25%) = 11,25%.
Perluasan dari Tabel 4 dengan memasukkan FCF leasing inkremental di-diskonto pada
biaya pinjaman sesudah pajak ditunjukkan di bawah ini.
22
Hal ini karena bunga pinjaman memiliki interest tax shield sehingga beban pinjaman efektif, perlu dikurangi dengan penghematan pajak akibat beban bunga, sebagai pengurang penghasilan bruto.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
Kita perhatikan bahwa dari tahun ke-1 ke ke-5, arus kas keluar dari alternatif “Leasing” lebih
tinggi, dimana tingkat “leverage” yang lebih tinggi ini ekivalen dengan Rp 76.225.568, artinya
sama dengan alternatif perusahaan memperoleh pinjaman sebesar Rp 76.225.568.
Apa artinya angka ini? Artinya kalau perusahaan memutuskan untuk memilih alternatif
“Leasing”, ini berarti perusahaan memperoleh pendanaan sebesar Rp 81.250.000, suatu
jumlah yang lebih besar dibandingkan kalau perusahaan memang dapat meminjam dari
bank, dengan tingkat bunga sebesar 15%, maka dengan jumlah arus kas pada tahun ke-1
sampai ke-5, perusahaan cuma dimungkinkan memperoleh pinjaman sebesar Rp
76.225.568 (alternatif “Meminjam + Membeli”), suatu jumlah yang lebih kecil dari Rp
81.250.000 (alternatif “Leasing”).
Penggunaan pembandingan di atas antara “Leasing” atau “Meminjam + Membeli” mungkin
agak membingungkan. Di sini kita akan tuangkan dalam analisa keseluruhan dan bukan
hanya melihat pada arus kas INKREMENTALnya saja, sebagaimana diperlihatkan dalam
Tabel 5 di bawah ini.
Tabel4
0 1 2 3 4 5
Tahun/Year
LeasingvsMeminjam
1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000
FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)
IRRdariFCFLeasingInkremental 8.43%
Keputusan Leasing
3 Biayapinjaman 15%
4 Biayapinjamansesudahpajak 11.25%
Total
5 PVLease-EquivalentLoansetiaptahunpadatahunke-0 21,348,315 19,189,496 17,248,985 15,504,706 2,934,066 76,225,568
6 SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-0 76,225,568
SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-1 21,348,315 19,189,496 17,248,985 3,264,149 61,050,945
SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-2 21,348,315 19,189,496 3,631,365 44,169,176SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-3 21,348,315 4,039,894 25,388,209SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-4 4,494,382 4,494,382
7 AruskasdaripinjamanvsLeasingtahunke-0 81,250,000
8 PenghematandariLeasing 5,024,432
www.futurumcorfinan.com
Page 27
Mari kita lihat isi Tabel 5 di atas.
Baris ke-1 adalah diambil dari baris ke-6 Tabel 4 yang merupakan saldo pinjaman.
Saldo pinjaman ini menunjukkan pilihan alternatif “Meminjam + Membeli” sejumlah Rp
76.225.568 (lease-equivalent loan). Dicermati bahwa hal ini berbeda dengan Membeli
dengan Meminjam Rp 100 juta harga mesin produksi yang bersangkutan. Karena kita
ingin mencari jumlah yang ekivalen dengan leasing, maka supaya apple-to-apple,
maka pinjaman tidak sebesar Rp 100 juta.
Baris ke-2 merupakan perubahan dari baris ke-1 dari satu tahun tahun berikutnya,
dimana di baris ke-1 tampak bahwa saldo pinjaman dari tahun ke-0 ke tahun ke-4
mengalami penurunan, yang berarti terjadi pelunasan pinjaman. Misalnya pada tahun
ke-1, jumlah sebesar Rp 15.174.624 adalah merupakan pelunasan pinjaman tahun ke-
0 ke tahun-1, yaitu dari Rp 76.225.568 ke Rp 61.050.945.
Pinjaman akan dilunasi seluruhnya pada akhir tahun ke-5 yaitu sebesar Rp 4.494.382.
Baris ke-3 adalah beban bunga diperoleh dari hasil perkalian tingkat bunga pinjaman
sebesar 15% dengan saldo pinjaman (baris ke-1)
Baris ke-4 berasal dari penghematan pajak karena beban bunga dapat sebagai
pengurang penghasilan bruto sehingga pajak penghasilannya menjadi lebih kecil.
Dalam hal ini, angka baris ke-4 merupakan hasil perkalian baris ke-3 dengan tarif
pajak penghasilan.
Baris ke-5 merupakan penjumlahan baris ke-2 sampai dengan baris ke-4, yang adalah
total arus kas “Meminjam” sesudah pajak.
Baris ke-7 merupakan penggabungan arus kas “Meminjam” sesudah pajak dengan
FCF membeli aset (sisi investasinya). Pinjaman sebesar Rp 76.225.568 akan dilunasi
dengan arus kas sesudah pajak yang implisit di dalam alternatif “Leasing”.
Tabel5
0 1 2 3 4 5
Lease-EquivalentLoan(Rp)1 SaldoPinjaman(PVpadatingkatdiskonto11,25%) 76,225,568 61,050,945 44,169,176 25,388,209 4,494,382
MembelidenganLease-EquivalentLoan(Rp)/BuywithLease-EquivalentLoan(Rp)2 PinjamanBersih(pelunasan) 76,225,568 (15,174,624) (16,881,769) (18,780,968) (20,893,827) (4,494,382)3 BebanBunga(padatingkatbunga15%) 15.00% (11,433,835) (9,157,642) (6,625,376) (3,808,231) (674,157)
4 PenghematanPajakdariBunga(tarifpajak25%) 25% 2,858,459 2,289,410 1,656,344 952,058 168,5395 ArusKasPinjaman(SesudahPajak) 76,225,568 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)6 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,0007 ArusKasMeminjamdanMembeli (23,774,432) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -
8 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -9 SelisihPilihanMeminjamdanMembelivsLeasing (5,024,432) - - - - -
Tahun
www.futurumcorfinan.com
Page 28
Alternatif “Meminjam dan Membeli” aset akan mengakibatkan pengeluaran uang yang lebih
besar sebesar Rp 23.774.432, dimana komitmen pengeluaran kas ini lebih tinggi
dibandingkan dengan alternatif “Leasing”, yang sebesar Rp 18.750.000.
Berk dan DeMarzo23 menyarankan pendekatan berikut ini pada waktu melakukan analisa
atas sewa operasi, dimana sewa operasi perlu dibandingkan dengan pembelian yang
didanai dengan leverage yang ekivalen:
1. Hitung arus kas inkremental atau selisih antara alternatif “Leasing” dengan “Membeli”,
seperti yang kita tunjukkan dalam Tabel 3. Di sini perlu dimasukkan penghematan
pajak penghasilan yang berasal dari beban penyusutan untuk alternatif “Membeli”
dan penghematan pajak penghasilan dari pembebanan uang sewa untuk alternatif
“Leasing”.
2. Hitung Net Present Value dari alternatif “Leasing” vs “Membeli dengan menggunakan
leverage yang ekivalen, dimana sebagai tingkat diskonto atas arus kas inkremental
menggunakan suku bunga pinjaman sesudah pajak.
Hasil perhitungan NPV pada langkah ke-2 di atas dapat menghasilkan:
a) Negatif, dimana ini berarti bahwa alternatif “Leasing” kurang menguntungkan
dibandingkan dengan alternatif “Membeli” menggunakan fasilitas pinjaman.
b) Positif, dimana ini berarti bahwa alternatif “Leasing” kurang menguntungkan
dibandingkan dengan alternatif “Membeli” menggunakan fasilitas pinjaman.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
23
Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. Edisi Global. England: Pearson Education Limited. 2011. Bab 25: Leasing. Halaman 837.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved