analisis keputusan lease vs buy part 2

29
www.futurumcorfinan.com Page 1 Analisis Keputusan : Leasing vs Membeli Bagian 2 : Leasing Operasi (Operating Lease) dari Sudut Pandang Lessee Pendahuluan Perusahaan pada waktu memerlukan aset, mempunyai banyak pilihan bagaimana mendanai pembelian aset tersebut. Pada umumnya, perolehan aset, misalnya, mesin-mesin industri, kendaraan, dan peralatan, dapat didanai menggunakan antara lain: Dana kas internal perusahaan. Fasilitas pinjaman dari bank, lembaga keuangan, atau pihak ketiga lainnya. Perolehan dana yang berasal penerbitan obligasi atau bentuk surat hutang lainnya. Skema leasing dari perusahaan pembiayaan atau perusahaan leasing. Dalam tulisan ini, fokus akan lebih diberikan pada membeli aset menggunakan fasilitas pinjaman pihak ketiga, misalnya bank, dibandingkan dengan leasing. Mengingat leasing adalah salah satu bentuk pendanaan atau pembiayaan, maka untuk analisa keputusan, supaya bisa dibandingkan satu sama lain (istilahnya perbandingan apple-to-apple), maka bentuk pendanaan melalui leasing perlu dibandingkan dengan perolehan fasilitas pinjaman pihak ketiga untuk membeli aset yang bersangkutan. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 20-Jan-2017

119 views

Category:

Economy & Finance


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Analisis Keputusan : Leasing vs Membeli

Bagian 2 : Leasing Operasi (Operating Lease) dari Sudut Pandang

Lessee

Pendahuluan

Perusahaan pada waktu memerlukan aset, mempunyai banyak pilihan bagaimana

mendanai pembelian aset tersebut. Pada umumnya, perolehan aset, misalnya, mesin-mesin

industri, kendaraan, dan peralatan, dapat didanai menggunakan antara lain:

Dana kas internal perusahaan.

Fasilitas pinjaman dari bank, lembaga keuangan, atau pihak ketiga lainnya.

Perolehan dana yang berasal penerbitan obligasi atau bentuk surat hutang lainnya.

Skema leasing dari perusahaan pembiayaan atau perusahaan leasing.

Dalam tulisan ini, fokus akan lebih diberikan pada membeli aset menggunakan fasilitas

pinjaman pihak ketiga, misalnya bank, dibandingkan dengan leasing. Mengingat leasing

adalah salah satu bentuk pendanaan atau pembiayaan, maka untuk analisa keputusan,

supaya bisa dibandingkan satu sama lain (istilahnya perbandingan apple-to-apple), maka

bentuk pendanaan melalui leasing perlu dibandingkan dengan perolehan fasilitas pinjaman

pihak ketiga untuk membeli aset yang bersangkutan.

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 2

Menyambung Bagian 1 tulisan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam pasar kapital

yang sempurna,

(i) apakah perusahaan memutuskan memperoleh fasilitas pinjaman pihak ketiga dan

kemudian menggunakan dana fasilitas pinjaman tersebut untuk membeli aset yang

diperlukan tersebut, dibandingkan dengan

(ii) memperoleh pendanaan leasing untuk membiayai penggunaan aset yang

bersangkutan,

kedua pilihan tersebut akan sama saja konsekuensinya dari sisi biaya.

Mengingat bahwa dalam praktik bisnis sehari-hari, pasar kapital yang sempurna tidak hadir

sepenuhnya, maka analisis keputusan “Leasing vs Membeli”, akan dipengaruhi oleh faktor-

faktor ketidaksempurnaan pasar (market frictions). Faktor yang paling menyolok adalah

hadirnya pengenaan pajak penghasilan badan.

Analisa selanjutnya akan dilihat dari sudut pandang pihak Lessee.

Skema leasing dapat berupa sewa pembiayaan (finance lease atau capital lease) atau sewa

operasi (operating lease).

Dari sudut akuntansi (mengacu ke Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan/PSAK 30

(revisi 2011) tentang “Sewa”, atau International Accounting Standards 17 “Leases”),

mengatur beberapa hal terkait sewa pembiayaan dan sewa operasi sebagai berikut1.

[Pasal 04] Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh

risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya

dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.

Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.

[Pasal 10] Klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada

substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya (lihat ISAK 24: Evaluasi Substansi

1 Exposure Draft mengenai Leases dari IFRS (International Financial Reporting Standards) yang

diterbitkan pada bulan Mei 2013, dicatat oleh penulis akan ada perubahan signifikan terhadap akuntansi leasing atau sewa dari sudut pandang pihak lessee terkait dengan sewa operasi. Dengan beberapa pengecualiaan, semua lease wajib dikapitalisasi atau dimunculkan di neraca atau laporan posisi keuangan pihak lessee. Diunduh dari http://www.ifrs.org/Current-Projects/IASB-Projects/Leases/Exposure-Draft-May-2013/Documents/Snapshot-Leases-May-2013.pdf pada tanggal 20 November 2013.

Page 3: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa). Contoh dari situasi yang

secara individual atau gabungan pada umumnya mengarah pada sewa diklasifikasikan

sebagai sewa pembiayaan adalah:

(a) sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;

(b) lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan

nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa

dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan;

(c) masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik

tidak dialihkan;

(d) pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial

mendekati nilai wajar aset sewaan; dan

(e) aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa

perlu modifikasi secara material.

[Pasal 11] Indikator dari situasi yang secara individual ataupun gabungan dapat juga

menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah:

(a) jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan

pembatalan ditanggung oleh lessee;

(b) untung atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya,

dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara dengan sebagian besar hasil

penjualan residu pada akhir sewa); dan

(c) lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan

nilai rental yang secara substansial lebih rendah dari nilai pasar rental.

Dari bacaan PSAK 30 (revisi 2011) di atas, leasing dapat diklasifikasikan sebagai sewa

pembiayaan atau sewa operasi.

Sewa Pembiayaan

[Pasal 08] Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut

mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan

aset.

Page 4: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 4

Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara

substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Sewa pembiayaan dalam perolehan aset atau barang modal diperhitungkan secara

substansi sebagai suatu “pembelian” (in-substance purchases), sehingga pihak lessee

diwajibkan mengakui aset (yang pada awalnya merupakan “hak untuk menggunakan aset

yang bersangkutan”) yang “diperoleh” dan menampilkannya di laporan posisi keuangan atau

neraca, misalnya sebagai aset tetap diperoleh secara leasing, dan pada saat yang

bersamaan mengakui kewajiban untuk melakukan komitmen pembayaran leasing, yang

dicatat dan disajikan sebagai liabilitas di laporan posisi keuangan atau neraca pihak lessee.

Pengakuan awal untuk sewa pembiayaan pada pembukuan pihak lessee, sebagaimana

diatur dalam PSAK 30 (revisi 2011) adalah sebagai berikut.

[Pasal 19] Pada awal masa sewa, pihak Lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset

dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan:

sebesar nilai wajar aset sewaan atau

sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari

nilai wajar.

Penilaian ditentukan pada awal kontrak sewa.

Pengukuran setelah Pengakuan Awal:

[Pasal 24] Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara:

bagian yang merupakan beban keuangan, dimana dialokasikan ke setiap periode

selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu tingkat suku

bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas; dan

bagian yang merupakan pelunasan liabilitas.

Jadi di sini, suatu sewa pembiayaan dalam pembukuan pihak lessee menimbulkan beban

penyusutan untuk aset yang dapat disusutkan dan beban keuangan dalam setiap periode

akuntansi [pasal 26].

Lebih lanjut, pasal 26 menegaskan bahwa:

kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki sendiri,

dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011): Aset

Tetap dan PSAK 19 (revisi 2010): Aset Tak berwujud; dan

Page 5: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 5

jika tidak ada kepastian yang memadai bahwa pihak lessee akan mendapatkan hak

kepemilikan pada akhir masa sewa, aset sewaan disusutkan secara penuh selama

jangka waktu yang lebih pendek antara periode masa sewa dan umur manfaatnya.

Sewa Operasi

Sewa operasi diperhitungkan sebagai kontrak eksekutori (executory contract) sehingga

pada umumnya tidak ada pengakuan dan penyajian aset atau liabilitas pada laporan posisi

keuangan atau neraca pihak lessee.

PSAK 57 (revisi 2009) tentang Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi

mendefinisikan kontrak eksekutori adalah kontrak yang kedua belah pihak terkaitnya belum

melaksanakan kewajiban kontrak atau telah melaksanakan sebagian kewajiban mereka

dengan proporsi yang sama [pasal 04]. PSAK 57 (revisi 2009) sendiri tidak diterapkan pada

kontrak eksekutori kecuali jika kontrak tersebut bersifat memberatkan, dimana kontrak

memberatkan adalah kontrak yang menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindarkan dalam

memenuhi kewajiban kontraknya dan biaya tersebut melebihi manfaat ekonomi yang

diperkirakan akan diterima dari kontrak tersebut [pasal 10 dan 68]. Biaya yang tidak dapat

dihindarkan dalam kontrak mencerminkan biaya neto terendah untuk terbebas dari ikatan

kontrak, yaitu mana yang lebih rendah antara biaya memenuhi kontrak dengan denda atau

kompensasi yang dibayar jika entitas tidak memenuhi kontrak [pasal 68].

Dalam banyak kejadian, tidak ada aset atau liabilitas yang dibukukan terkait dengan kontrak

eksekutori, kecuali2:

kontrak eksekutori tersebut bersifat memberatkan, maka liabilitas akan dicatat sesuai

dengan PSAK 57 (revisi 2009);

kontrak termasuk dalam ruang lingkup PSAK 50/55 dalam hal kontrak tersebut siap

untuk dikonversi menjadi kas (readily convertible into cash) atau bukan merupakan

kontrak “penggunaan sendiri” (not for own use).

PSAK 30 (revisi 2011) mengatur bahwa [pasal 32] untuk sewa operasi, pembayaran sewa

diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat dasar

2 GrantThorton. IFRS hot topic 2008-15: …contracts requiring payments linked to future sales.

Halaman 1. Diunduh pada tanggal 18 November 2013 dari http://www.gtturkey.com/UD_OBJS/PDF/IFRS/2008-15%20contracts%20requiring%20payments%20linked%20to%20future%20sales.pdf.

Page 6: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 6

sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati

pengguna.

Kalau dapat diringkaskan sewa pembiayaan dan sewa operasi adalah sebagai berikut.

Sewa Pembiayaan Sewa Operasi

Siapa yang memiliki aset secara

legal selama jangka waktu sewa

Perusahaan leasing Perusahaan leasing

Siapa yang menanggung resiko

nilai sisa aset

Tidak relevan Perusahaan leasing

Siapa yang biasanya

menanggung biaya pemeliharaan

dan perbaikan selama jangka

waktu sewa

Pihak lessee Perusahaan leasing jika

kontrak pemeliharaan ada

pada pihak lessor, atau

sebaliknya ditanggung pihak

lessee

Lama jangka waktu sewa Mencakup sebagian

besar usia ekonomis

aset

Hanya sebagian [catatan:

bukan bagian besar] dari

usia ekonomis aset3

Perlakuan pencatatan dan

penyajian di laporan posisi

keuangan atau neraca

Aset dan liabilitas

disajikan pada neraca

(on balance sheet)

Tidak disajikan di neraca (off

balance sheet)

Analisa Beli vs Leasing : Leasing dibukukan sebagai Sewa Operasi

Dalam analisa ini kita membandingkan dari sudut pandang pihak lessee, apakah lebih baik

membeli atau menyewa/me-leasing aset yang diperlukan.

3 Standar Akuntansi Amerika Serikat yang umum dikenal sebagai US GAAP, yaitu Statement of

Financial Accounting Standards No. 13: Accounting for Leases memperkenalkan pengujian masa manfaat 75% atau Economic Life Test 75%, yaitu jika periode sewa atau leasing sama atau di atas 75% dari masa manfaat ekonomis asset, pihak lessor mengalihkan sebagian besar resiko dan manfaat dari kepemilikan aset tersebut kepada pihak lessee. Kieso, Donald E.; Jerry J. Weygand dan Terry D. Warfield. Intermediate Accounting. Edisi ke-14. MA: John Wiley & Sons, Inc. Bab 21: Accounting for Leases. Halaman 1296.

Page 7: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 7

Pertama-tama perlu kita bandingkan dari sudut penyajian di neraca dan laporan laba rugi

pihak lessee alternatif melakukan pembelian aset versus melakukan sewa operasi atas aset

bersangkutan.

Membeli Aset Sewa Operasi

Neraca Pembelian yang merupakan belanja

modal (capital expenditure – disingkat

capex) dibukukan sebagai aset tetap,

yang akan disusutkan selama masa

manfaat aset yang bersangkutan.

Dana fasilitas pinjaman yang diperoleh

dari bank dibukukan sebagai Liabilitas

Jangka Panjang dan bagian cicilan

pinjaman bank yang jatuh tempo dalam

1 tahun dibukukan sebagai bagian dari

Liabilitas Lancar.

Aset sewaan tidak dicatat.

Laporan

Laba Rugi

Muncul biaya penyusutan aset, dan biaya

ini mengurangi pendapatan bruto, dengan

demikian, dalam kondisi penghasilan kena

pajak positif4, beban pajak penghasilan

perusahaan akan berkurang. Ini dinamakan

depreciation tax shield.

Pembayaran sewa dibukukan

sebagai biaya sewa dan

dapat disajikan sebagai

bagian dari Beban Pokok

Pendapatan atau Biaya

Umum dan Administrasi,

dimana ini tergantung dari

nature perusahaan yang

bersangkutan.

4 Perusahaan kemungkinan bisa dalam posisi penghasilan kena pajak negatif. Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur antara lain:

kerugian fiskal timbul apabila penghasilan bruto yang dikurangi oleh pengurangan yang diperbolehkan mengalami kerugian (dalam hal ini penghasilan kena pajak mengalami negatif), dan

kerugian fiskal tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto fiskal atau laba neto fiskal dimulai tahun pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Hal ini berarti bahwa manfaat pajak tetap dapat dinikmati oleh perusahaan melalui mekanisme kompensasi rugi fiskal terhadap penghasilan kena pajak di tahun-tahun mendatang maksimum 5 (lima) tahun ke depan.

Page 8: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Analisa keputusan alternatif “Leasing vs Membeli” akan melihat pada arus kas bebas (free

cash flow) baik yang timbul dari Leasing dibandingkan dengan alternatif Membeli.

Sebagai contoh:

Perusahaan manufaktur PT ABC memerlukan suatu mesin pengepakan baru, dengan

harga pasar tunai saat ini sebesar Rp 100 juta.

Masa manfaat mesin tersebut adalah 5 (lima) tahun dan akan disusutkan selama 5

(lima) tahun menggunakan metode garis lurus. Dengan demikian, biaya penyusutan

setiap tahun akan sebesar Rp 100 juta dibagi 5 tahun = Rp 20 juta. Diasumsikan di sini

bahwa tidak terdapat nilai residu atas mesin tersebut pada akhir tahun ke-5.

Penghematan pajak penghasilan badan dari biaya penyusutan (depreciation tax shield)

dengan asumsi tarif pajak penghasilan badan sebesar 25% akan menghasilkan

penghematan pajak sebesar biaya penyusutan x 25% = Rp 20 juta x 25% = Rp 5 juta

per tahun.

Sebagai alternatif, perusahaan PT ABC bisa menyewa dalam bentuk sewa operasi

(operating lease) atas mesin pengepakan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut.

Jangka waktu kontrak sewa adalah 5 (lima) tahun.

Pembayaran uang sewa setiap tahun adalah sebesar Rp 25 juta.

Pembayaran uang sewa pertama kali dilakukan pada tanggal kontrak sewa

ditandatangani kedua belah pihak (payment in advance).

Pembayaran uang sewa setiap tahun sebesar Rp 25 juta akan dibukukan sebagai biaya

sewa dalam laporan laba rugi PT ABC, dimana akan

mengurangi penghasilan atau pendapatan bruto PT ABC pada tahun yang

bersangkutan, sehingga

penghasilan kena pajak akan lebih kecil, sehingga

beban pajak penghasilan badan lebih kecil. Dengan demikian, akan ada

penghematan pajak penghasilan badan.

Karena adanya penghematan pajak penghasilan badan, maka biaya sewa sebesar Rp 25

juta dari sudut pandang PT ABC tidak benar-benar biayanya Rp 25 juta setiap tahun, akan

tetapi akan lebih kecil, karena adanya faktor penghematan pajak penghasilan bada. Dengan

demikian, biaya sewa sesudah pajak akan menjadi Rp 25 juta x (1 - 25%) = Rp 18,75 juta.

Page 9: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 9

Beberapa hal yang perlu disebutkan dalam analisa ini yaitu yang dibandingkan hanya arus

kas yang berbeda akibat keputusan membeli atau menyewa (leasing), sebagai berikut.

Diasumsikan di sini bahwa dalam kontrak sewa dengan pihak lessor, pihak lessee

perlu menanggung biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin yang bersangkutan,

sehingga dari sudut pandang PT ABC, apakah membeli atau melakukan leasing akan

sama saja, kedua-duanya akan mewajibkan PT ABC untuk mengeluarkan dana terkait

biaya pemeliharaan dan perbaikan. Karena sama dampaknya, maka biaya ini tidak

relevan untuk dipertimbangkan dalam analisa perbandingan “Leasing vs Membeli”.

Mengingat angka penjualan atau pendapatan produk yang diperoleh dari penggunaan

mesin pengepakan akan sama antara memilih “Leasing vs Membeli”, maka angka

pendapatan atau penjualan tidak perlu lagi diperbandingkan. Angka penjualan atau

pendapatan kemungkinan besar akan sama, mengingat mesin yang diperbandingkan

adalah mesin yang sama jenisnya dan tahun produksinya.

Karena tidak ada nilai residu mesin pada akhir tahun ke-5 untuk alternatif “Membeli”,

maka nilai residu menjadi tidak relevan untuk dimasukkan dalam analisa perbandingan

ini. Kalau ada nilai residu, maka nilai residu ini perlu dimasukkan untuk alternatif

“Membeli”, karena angka biaya penyusutan akan terpengaruh, yang akan pula

berimplikasi ke besarnya penghematan pajak penghasilan badan (depreciation tax

shield).

Dalam analisa perbandingan ini akan digunakan arus kas bebas (Free Cash Flow,

selanjutnya disingkat FCF), maka di sini perlu dijelaskan dulu apa itu Free Cash Flow.

Ehrhardt dan Brigham5 menjelaskan bahwa langkah pertama dalam penganggaran modal

adalah mengidentifikasi arus kas relevan, yaitu yang merupakan arus kas inkremental atau

kenaikan atau tambahan arus kas akibat atau yang terpengaruh keputusan penganggaran

modal. FCF adalah arus kas yang tersedia untuk dibagikan atau didistribusikan kepada para

investor. Arus kas yang relevan untuk suatu proyek adalah FCF tambahan yang diharapkan

oleh perusahaan jika ia menjalankan proyek tersebut.

5 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Corporate Finance: A Focused Approach. USA:

South-Western Cengage Learning. 2003. Halaman 297.

Page 10: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 10

Lebih lanjut, Ehrhardt dan Brigham 6 menyebutkan bahwa meskipun penekanan dalam

laporan laba rugi adalah laba akuntansi, namun nilai intrinsik dari operasional perusahaan

ditentukan oleh arus kas yang akan dihasilkan oleh operasional pada saat ini maupun di

masa mendatang. Ringkasnya, nilai operasional perusahaan akan tergantung pada semua

FCF yang diharapkan di masa mendatang, yang didefinisikan sebagai laba usaha sesudah

pajak dikurangi jumlah investasi yang diperlukan untuk modal kerja dan aset tetap guna

mendukung keberlangsungan usaha bisnis. Kedua penulis menekankan perlunya berfokus

pada FCF, dan bukan pada laba akuntansi, yang merupakan ukuran yang relevan. Dalam

konteks inilah, kita menggunakan konsep yang sama dalam melakukan analisa atas memilih

“Leasing vs Membeli”.

Secara spesifik, Free Cash Flow dapat dihitung menggunakan rumus7:

Persamaan di atas dapat diuraikan dan dirangkai kembali sebagai berikut:

1) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] – [Depreciation x (1 – Tax

Rate)] + Depreciation - Capital Expenditures – Change in NWC (catatan: NWC = Net

Working Capital, atau modal kerja bersih)

2) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] – Depreciation +

(Depreciation x Tax Rate) + Depreciation - Capital Expenditures – Change in NWC

3) Free Cash Flow = [(Revenue – Costs) x (1 - Tax Rate)] + (Depreciation x Tax Rate) –

Capital Expenditures – Change in NWC – Depreciation + Depreciation [catatan

penulis: Dua item terakhir dapat dihilangkan karena akan sama dengan nihil]

Dari rumus di atas “Depreciation” (atau biaya penyusutan) mula-mula dikurangi dari

pendapatan, baik sebagai bagian dari biaya pokok produksi dan/atau biaya umum dan

6 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Corporate Finance: A Focused Approach. Edisi

keempat. USA: South-Western Cengage Learning. 2011. Halaman 59 dan 425. 7 Berk, Jonathan; Peter DeMarzo and Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi ke-2.

Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Halaman 258-259.

Page 11: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 11

administrasi, tetapi kemudian ditambahkan kembali untuk menghitung FCF, mengingat

bahwa biaya penyusutan adalah biaya bukan kas. Dari analisa ini dapat disimpulkan bahwa

pengaruh biaya penyusutan dalam rumus penentuan FCF adalah untuk mengurangi

penghasilan kena pajak perusahaan. Dengan demikian, rumus di atas dapat ditulis kembali

untuk menggambarkan pengaruh dari biaya penyusutan, yaitu sebesar “Biaya

Penyusutan x Tarif Pajak Penghasilan”, dimana merupakan, yaitu penghematan

pembayaran pajak penghasilan yang berasal dari biaya penyusutan8 yang dapat digunakan

untuk mengurangi penghasilan bruto, atau umum di buku-buku manajemen keuangan

(corporate finance) disebut sebagai Depreciation Tax Shield.

Di sini ditulis kembali rumusan FCF.

8 Biaya penyusutan dalam sistem akuntansi perusahaan dan pelaporan ke pajak bisa berbeda,

mengingat bahwa Undang-Undang Perpajakan di Indonesia memiliki aturan tersendiri untuk pembagian aset atau harta berwujud berdasarkan kelompoknya, yang kemudian digolongkan kembali berdasarkan jenisnya (catatan: Jenis-jenis Harta Berwujud dirinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009). Tarif penyusutan dan golongan harta berwujud menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal 11, adalah sebagai berikut.

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam

Garis Lurus Saldo Menurun Ganda

I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

4 tahun 8 tahun

16 tahun 20 tahun

25%

12,5% 6,25%

5%

50% 25%

12,5% 10%

II. Bangunan Permanen Tidak Permanen

20 tahun 10 tahun

5%

10%

Untuk perhitungan penghasilan kena pajak dan beban pajak yang terhutang, biaya penyusutan komersial pada umumnya akan dikoreksi atau disesuaikan menjadi angka biaya penyusutan menurut versi perpajakan atau fiskal. Dengan demikian, biaya penyusutan fiskal menjadi lebih relevan dalam perhitungan FCF.

Page 12: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 12

Kalau diperhatikan “Tarif Pajak Penghasilan x Biaya Penyusutan” ditambahkan dalam

perhitungan FCF. Dapat dikatakan bahwa biaya penyusutan mempunyai dampak positif

atas FCF, terlihat dari “ditambahkan” dalam rumusan FCF.

Dari rumus di atas, dapat ditentukan bahwa perhitungan FCF menjadi:

EBITDA (Earnings Before Interest, Tax, Depreciation and Amortization), di rumus

atas = Revenues (=pendapatan atau penjualan) dikurangi Costs (=biaya, baik biaya

pokok penjualan dan biaya usaha);

dikurangi Pajak Penghasilan; lalu

dikurangi pengeluaran atau belanja barang modal, yaitu Capital Expenditures; lalu

dikurangi kenaikan dalam kebutuhan Modal Kerja Bersih (Net Working Capital); lalu

ditambah Penghematan Pajak Penghasilan berasal dari Biaya Penyusutan

(Depreciation Tax Shield).

Menggunakan rumusan FCF di atas, dapat diketahui bahwa:

Untuk alternatif “Membeli”, perubahan atas FCF hanya berasal dari belanja barang

modal (Capital Expenditures) dan penghematan pajak penghasilan berasal dari

biaya penyusutan (depreciation tax shield).

Untuk alternatif “Leasing”, pembayaran sewa periodik yang dibukukan oleh PT ABC

sebagai biaya sewa, akan merupakan pengurangan EBITDA, yang jelas akan

mengurangi beban pajak penghasilan juga, sehingga muncul penghematan pajak

penghasilan (income tax savings).

Dalam Tabel 1 di bawah ini, kita membandingkan FCF (dapat dibaca juga sebagai arus

pengeluaran kas bersih, karena merupakan biaya dari sudut pandang pihak lessee) antara

alternatif “Membeli” dengan “Leasing” dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-5, sebagai

berikut.

Tabel1 PerbandinganArusKasRelevanMembelivsLeasing

0 1 2 3 4 5TarifPajak 25%

Membeli

1 Capex (100,000,000)2 DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

PeriodePenyusutan 53 ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

Leasing4 PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)

5 PenghematanPajakPenghasilan 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,0006 ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

Tahun

Page 13: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 13

Apabila kita bandingkan FCF dari kedua alternatif di atas, tampak bahwa:

Alternatif “Membeli”: Pola FCF akan besar pada tahun awal karena terjadi

pengeluaran kas untuk pembelian barang modal, yang kemudian diikuti oleh jumlah

kredit pajak penyusutan (depreciation tax credit) yang positif, yang artinya terjadi

penghematan pajak penghasilan yang berasal dari biaya penyusutan sebagai

pengurang penghasilan bruto perusahaan.

Alternatif “Leasing”: Pola FCF cenderung menunjukkan pengeluaran kas yang stabil

dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-4, dimana pembayaran uang sewa pertama

dilakukan pada tanggal kontrak sewa, atau umum dikenal sebagai sistem “payment

in advance”, suatu sistem pembayaran uang sewa yang umum ditemukan pada

kontrak sewa atau leasing.

Untuk analisa membandingkan alternatif “Membeli vs Leasing”, berarti kita perlu menghitung

nilai kini (Present Value) dari FCF masing-masing alternatif dan kemudian membandingkan

total PV tersebut.

Tingkat Diskonto

Perhitungan Present Value akan selalu memerlukan tingkat diskonto, yaitu I (I untuk Interest,

atau tingkat bunga yang umum diasosiasikan dengan tingkat diskonto) sebagaimana

digambarkan di bawah ini9, yang pada prinsipnya merupakan biaya modal (cost of capital).

Ilustrasi perhitungan PV sebagai berikut10:

9 Ehrhardt, Michael C., dan Eugene F. Brigham. Financial Management: Theory and Practice. Edisi

ke-13. Mason: South-Western Cengage Learning. 2011. Halaman 134. 10

Corporate Finance: Compendium. 2008. Ventus Publishing ApS. Halaman 13 tentang “Present Value and Opportunity Cost of Capital”. Dapat diunduh dari www.BookBooN.com.

Page 14: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 14

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menentukan tingkat diskonto ini?

Tingkat diskonto yang digunakan untuk mendiskonto FCF adalah tingkat diskonto yang

sesuai dengan tingkat resiko arus kas itu sendiri11.

Terkait tingkat resiko arus kas itu sendiri, untuk arus kas berupa pembayaran sewa secara

periodik. Perjanjian atau kontrak leasing pada umumnya akan mensyaratkan adanya

pembayaran sewa secara periodik, yang bisa dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan

ataupun setiap 6 bulan sekali atas penggunaan barang selama masa perjanjian atau kontrak

leasing.

Perjanjian leasing pada dasarnya merupakan komitmen sewa sehingga tidak terlalu

mengherankan bahwa dalam PSAK 30 (revisi 2011) tentang Sewa mensyaratkan adanya

pengungkapan terkait:

[Pasal 34] Total pembayaran sewa minimum di masa depan dalam sewa operasi yang tidak

dapat dibatalkan untuk setiap periode berikut:

(i) Sampai dengan satu tahun;

11

Pembaca yang tertarik hal ini, bisa membaca:

Bab 1 “Defining Cost of Capital” dari buku Shannon P. Pratt dan Roger J. Grabowski berjudul Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi ke-3. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008.

International Valuation Standards Council. Exposure Draft: Technical Information Paper 1, The Discounted Cash Flow (DCF) Method – Real Property and Business Valuations. 2011.

Page 15: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 15

(ii) Lebih dari satu tahun sampai lima tahun;

(iii) Lebih dari lima tahun.

Karena merupakan suatu komitmen sewa selama masa perjanjian sewa untuk melakukan

pembayaran uang sewa periodik, ini membawa konsekuensi tersendiri bagi pihak lessee.

Biasanya kontrak sewa umumnya didampingi dengan Surat Kuasa Yang Tidak Dapat

Dicabut Kembali, dari pihak lessee ke pihak lessor yang memberi kuasa dengan hak

substitusi kepada pihak lessor untuk dan atas nama pihak lessee antara lain:

untuk mengambil-alih penguasaan atas barang yang dibiayai dengan skema leasing;

dan

untuk menjual di muka umum atau secara di bawah tangan, dan dengan cara lain

mengalihkan barang yang di dibiayai dengan skema leasing pada setiap waktu dan

dengan harga apapun sebagaimana yang dianggap baik oleh penerima kuasa

(dalam hal ini pihak lessor), dan untuk menerima hasil dari penjualan tersebut, serta

untuk menandatangani dan mengeluarkan tanda penerimaan yang diperlukan atas

nama pemberi kuasa.

Hal-hal di atas diperjanjikan untuk mengantisipasi kemungkinan pihak lessee tidak

menjalankan kewajibannya sesuai dengan isi perjanjian leasing, terutama yang terkait

dengan pembayaran uang sewa periodik secara tepat waktu. Apabila pihak lessee tidak

melakukan pembayaran uang sewa, maka ini dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, dan

untuk mengamankan uang yang sudah terlanjur dipakai untuk membeli barang modal

tersebut, pihak lessor akan berusaha untuk mengambil-alih barang modal yang

bersangkutan, menjualnya dan uang hasil penjualan tersebut akan dipakai untuk melunasi

seluruh kewajiban pihak lessee, termasuk uang pokok sewa, bunga, denda keterlambatan

pembayaran, kerugian dan lain-lain.

Karena adanya kemungkinan pihak lessor mengambil-alih barang modal yang bersangkutan,

dari pihak lessee, perjanjian leasing atas barang modal akan sama saja dengan perolehan

fasilitas pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya dimana barang yang

bersangkutan (yang dibeli menggunakan dana fasilitas pinjaman) digunakan sebagai

jaminan12.

12

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga memberikan catatan khusus terkait dengan perlindungan hukum bagi kreditur dengan hak jaminan, dalam hal ini pihak lessor.

Page 16: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 16

Dapat dikatakan bahwa resiko pembayaran uang sewa dalam kontrak sewa atau leasing

akan tidak lebih besar dari resiko dari pembayaran pinjaman yang dijamin dengan

aset atau barang modal yang bersangkutan. Ini membawa implikasi bahwa kita dapat

menggunakan tingkat bunga pinjaman dengan jaminan aset yang bersangkutan sebagai

tingkat diskonto atas pembayaran sewa.

Dalam PSAK 30 (revisi 2011) disebutkan bahwa tingkat diskonto yang digunakan dalam

perhitungan PV dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam

sewa 13 , jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga

pinjaman inkremental lessee [pasal 19].

Pasal 4 menjelaskan bahwa tingkat bunga pinjaman inkremental lessee adalah tingkat

bunga yang harus dibayar lessee dalam sewa yang serupa atau, jika tingkat bunga tersebut

tidak dapat ditentukan, tingkat bunga yang pada awal sewa yang harus ditanggung oleh

lessee ketika meminjam dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut yang

mana pinjaman ini mencakup periode dan jaminan yang serupa. [Catatan: bagian

kalimat yang diberi penebalan adalah untuk tujuan penekanan]

Dari bacaan di atas, tingkat biaya pinjaman dimana aset atau barang modal yang didanai

oleh fasilitas pinjaman tersebut dimungkinkan digunakan sebagai tingkat diskonto untuk

memperoleh PV dari FCF alternatif “Leasing”.

Kalau kita perhatikan dalam arus kas di Tabel 1 di atas:

Dalam alternatif “Leasing”: terdapat arus kas berupa penghematan pajak

penghasilan yang berasal dari pembayaran uang sewa yang dibukukan seluruhnya

sebagai Biaya Sewa, dimana pada umumnya bisa masuk sebagai biaya pokok

pendapatan/penjualan atau biaya usaha, keduanya sebagai pengurang penghasilan

atau pendapatan bruto, sehingga penghasilan kena pajak lebih rendah.

13

Pasal 4 PSAK 30 (revisi 2011) tentang Sewa menjelaskan bahwa tingkat bunga implisit sewa adalah tingkat diskonto yang pada awal sewa, menghasilkan penjumlahan agregat nilai kini dari:

(a) pembayaran sewa minimum; dan (b) nilai residu tidak dijamin,

sama dengan penjumlahan dari: (i) nilai wajar aset sewaan; dan (ii) biaya awal langsung lessor.

Page 17: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 17

Dalam alternatif “Membeli”: terdapat arus kas berupa penghematan pajak

penghasilan yang berasal dari pembebanan biaya penyusutan (depreciation tax

shield).

Kedua penghematan pajak penghasilan tersebut di atas pada dasarnya dapat dihitung dan

ditentukan dan akan dapat terealisasi sepanjang perusahaan memiliki penghasilan kena

pajak positif, atau kalau tidak, rugi fiskal ini dapat dikompensasi dengan penghasilan kena

pajak perusahaan untuk 5 tahun ke depan.

Di sini kita menggunakan tingkat bunga inkremental dari pinjaman perusahaan sebagai

tingkat diskonto untuk men-diskonto arus kas berupa penghematan pajak penghasilan yang

berasal apakah dari pembayaran uang sewa maupun biaya penyusutan.

Dengan menggunakan asumsi tingkat pinjaman bank swasta adalah sebesar 15% setahun,

kita akan membandingkan PV FCF/arus pengeluaran kas bersih dari kedua alternatif :

Membeli vs Leasing.

Dari Tabel 2 di atas:

Baris “Depreciation Tax Shield” merupakan hasil perkalian tarif pajak penghasilan

badan (25%) dengan biaya penyusutan setiap tahun (dalam hal ini, harga perolehan

aset Rp 100 juta dibagi 5 tahun, atau Rp 20 juta setiap tahun).

Baris “Penghematan Pajak Penghasilan” merupakan hasil perkalian tarif pajak

penghasilan badan (25%) dengan biaya sewa setiap tahun, mengingat bahwa biaya

Tabel2

0 1 2 3 4 5

TarifPajakPenghasilanBadan 25%Membeli/Buy

BelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)

DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

Tingkatdiskonto 15.00%

- 1 2 3 4 5

NilaiKini(PresentValue) (100,000,000) 4,347,826 3,780,718 3,287,581 2,858,766 2,485,884TotalNilaiKini(Membeli) (A) (83,239,225)

Leasing

PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)

PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

NilaiKini(PresentValue) (18,750,000) (16,304,348) (14,177,694) (12,328,429) (10,720,373) -TotalNilaiKini(Leasing) (B) (72,280,844)

SelisihTotalNlaiKini (A)-(B) (10,958,380)

Tahun/Year

Page 18: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 18

sewa dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan atau pendapatan bruto

perusahaan, sehingga penghasilan kena pajaknya lebih rendah.

Dari analisa PV, tampak bahwa total PV FCF atau arus pengeluaran kas bersih alternatif

“Leasing” adalah sekitar Rp 72 juta, lebih murah sekitar Rp 11 juta, dibandingkan alternatif

“Membeli” sekitar Rp 83 juta. Dengan demikian, alternatif “Leasing” lebih menarik

dibandingkan dengan alternatif “Membeli”.

Apakah analisa di atas sudah benar dilakukan sehingga dapat disimpulkan bahwa

alternatif “Leasing” lebih baik dipilih oleh perusahaan?

Dalam analisa di atas, kita membandingkan total PV FCF antara alternatif “Membeli” versus

“Leasing”. Dari perbandingan saja, kita tahu bahwa mereka tidak merupakan perbandingan

antara 2 (dua) “bentuk” atau “barang” yang sama (atau umum disebut tidak apple-to-apple).

Mengapa demikian?

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, “Leasing” adalah bentuk pendanaan (financing)

perolehan barang modal, sedangkan alternatif “Membeli” termasuk kegiatan investasi

(investing). Apakah tepat membandingkan suatu kegiatan pendanaan dengan investasi?

Baiknya kita klarifikasi hal di atas terlebih dahulu.

Sebagaimana diketahui, leasing adalah suatu bentuk pendanaan. Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan tanggal 29

September 2006 menyebutkan bahwa:

Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan

barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun

sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna

Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.

Dari aturan di atas, tampak bahwa:

Pertama, leasing adalah bentuk pendanaan perolehan barang modal yang dibarengi

dengan komitmen dari pihak lessee untuk melakukan pembayaran sewa secara

periodik dimana jumlah tersebut telah dapat ditentukan di awal kontrak sewa,

sehingga merupakan komitmen pembayaran yang bersifat tetap di masa mendatang

Page 19: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 19

untuk pihak lessee. Karena sifatnya yang tetap dan mengikat (pada umumnya

perjanjian leasing selalu didampingi daftar angsuran sewa periodik selama kontrak

leasing), dengan demikian, pihak perusahaan lessee terikat pada kontrak leasing ini

terkait pelunasan angsuran sewa tersebut. Apabila pihak lessee lalai atau wanprestasi

dalam melakukan pembayaran uang sewa tersebut, maka pihak lessor pada

umumnya berhak untuk mengambil-alih barang modal yang didanai tersebut dan

melelangnya guna memastikan pelunasan kewajiban pihak lessee yang ada.

Kedua, karena leasing merupakan komitmen pembayaran sewa di masa depan pihak

lessee, terlepas apakah komitmen tersebut dicatat di neraca pihak lessee atau tidak

untuk tujuan akuntansi, pada dasarnya, pihak lessee telah secara efektif menambah

“leverage” terhadap struktur kapital perusahaan pihak lessee14.

Karena leasing menaikkan rasio hutang perusahaan secara efektif, maka analisa yang

tepat supaya dapat membandingkan 2 “barang” yang sama (apple-to-apple), alternatif

“Leasing” perlu dibandingkan dengan bentuk pendanaan atau pembiayaan lainnya

yang dapat dimiliki oleh pihak perusahaan [lessee] terkait perolehan atau penggunaan

barang modal tersebut.

Alternatif perolehan barang modal bisa menggunakan beberapa pilihan.

Pihak perusahaan dapat meminjam dari bank atau lembaga keuangan lainnya, dan

menggunakan dana pinjaman tersebut untuk membeli barang modal yang

bersangkutan.

Pihak perusahaan menggunakan ekses kas (excess cash) [internal] untuk

membiayai perolehan barang modal, yang berarti hutang bersih efektifnya

meningkat15.

Perusahaan memperoleh dana dari para pemegang saham perusahaan melalui

kenaikan modal disetor (dalam hal ini ekuitas perusahaan di neraca akan meningkat).

14

Perusahaan-perusahaan pemeringkat kualitas kredit, misalnya Standard & Poor, Moody dan Fitch, pada umumnya akan melakukan kapitalisasi atas hutang sewa operasi (operating lease obligations), membawanya dari off-balance sheet menjadi on-balance sheet, dengan keyakinan kuat bahwa leasing hanya merupakan bentuk pembiayaan yang memiliki klaim atas arus kas masa depan suatu perusahaan. Tulisan Mindy Berman, Direktur Pelaksana Corporate Finance di Jones Lang LaSalle, berjudul “Capitalization of Operating Leases by Credit Rating Agencies: Different Agencies Use Different Methods”, sebagaimana dimuat dalam ELT Februari 2007. 15

Jonathan Berk dan Peter DeMarzo dalam bukunya “Corporate Finance” edisi ke-2, tahun 2011, terbitan Pearson Education Limited, halaman 27 menjelaskan bahwa enterprise value, yaitu nilai suatu perusahaan, yang merupakan nilai dari aset bisnis perusahaan, tanpa dibebani dengan hutang dan terpisah dari kas dan surat berharga, dimana dapat dirumuskan sebagai: nilai pasar ekuitas + hutang – kas. Lebih lanjut dalam halaman 393, kedua item terakhir, yaitu hutang dikurangi kas dapat disebut sebagai hutang bersih (net debt). Dengan demikian, kas (dalam hal ini ekses kas dan investasi jangka pendek) akan mempengaruhi “leverage” perusahaan.

Page 20: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 20

Jadi di sini, baik menggunakan dana fasilitas pinjaman atau kas internal, akan berimplikasi

pada kenaikan “leverage” yang berarti dapat dibandingkan dengan alternatif “Leasing”.

Argumentasi lainnya, mengingat bahwa leasing dari aspek corporate finance “mirip” dengan

membeli suatu aset dengan menggunakan pinjaman, maka cara analisa di atas dimana

membandingkan alternatif leasing (yang secara implisit merupakan suatu pembelian

menggunakan pendanaan pinjaman) dengan pembelian langsung tanpa menggunakan

pendanaan pinjaman, jelas, bahwa analisa ini tidak tepat, apalagi kalau diperhatikan resiko

keuangan kedua alternatif tersebut berbeda.

Mestinya suatu perusahaan yang bersedia mengambil alternatif leasing atas suatu aset,

juga bersedia memperoleh pinjaman untuk membeli aset yang bersangkutan.

Damodaran16 mengingatkan bahwa dalam “To Lease or Borrow: The Financial Comparison”:

The alternative to leasing the asset is buying it. However, buying the asset entirely, or even

substantially, with equity would expose the firm to far less risk than leasing the asset, since

lease payments represent a contractual commitment while cash flows on equity do not. In

general, therefore, the leasing alternative should be compared to borrowing all of the value

of the asset and buying it.

Penjelasan Damodaran di atas menurut penulis sangat penting diperhatikan. Fakta bahwa

pembiayaan pembelian suatu aset atau barang modal (dalam hal ini untuk alternatif

“Membeli”) jarang sekali didanai seluruhnya atau 100% oleh fasilitas pinjaman bank. Bank

dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent bank) pada umumnya hanya akan

bersedia mendanai dengan jumlah persentase maksimum tertentu, misalnya 70% dari harga

beli aset yang bersangkutan, dan sisanya akan dibiayai sendiri oleh pihak perusahaan,

apakah menggunakan dana kas atau pinjaman lainnya. Karakteristik resiko jelas akan

berbeda, dimana fasilitas pinjaman bank merupakan komitmen kontraktual yang resikonya

akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan dana kas internal. Namun demikian,

Damodaran mengakui bahwa untuk tujuan analisa perbandingan, supaya apple-to-apple,

maka alternatif “Leasing” wajib dibandingkan dengan alternatif “Membeli” dimana didanai

seluruhnya dengan fasilitas pinjaman. Bagi pembaca, hal ini perlu menjadi catatan yang

perlu diperhatikan pada saat melakukan analisa perbandingan dengan memasukkan unsur

16

Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 16: An Overview of Financing Choices. Halaman 495.

Page 21: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 21

penggunaan dana kas internal. Artinya, analisa dalam tulisan ini hanya tepat dilakukan kalau

alternatif “Membeli” didanai 100% melalui fasilitas pinjaman.

Sebagaimana dijelaskan di atas, bentuk pinjaman jelas akan mempengaruhi pola arus kas

dan adanya beban bunga yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam

perhitungan pajak penghasilan perusahaan, akan membawa pengurangan beban pajak

penghasilan, yang merupakan penghematan pajak. Hal – hal ini apabila dipertimbangkan

akan dapat merubah analisa untuk mengambil keputusan alternatif “Leasing” atau tidak.

Analisis “Leasing” vs “Meminjam + Membeli” (BUKAN Leasing vs Membeli)

Walaupun secara sepintas dari judul di atas, tampak mudah saja membandingkan Leasing

Vs Meminjam + Membeli karena sama-sama “meminjam” namun apakah demikian secara

teoritis?

Myers, Dill dan Bautista (1976)17 mengembangkan metode analisa untuk membandingkan

alternatif “Leasing vs Meminjam + Membeli”. Mereka memperkenalkan metode “lease-

equivalent loan”, yaitu jumlah pinjaman yang diperlukan atas pembelian barang modal yang

membuat pihak pembeli barang modal memiliki kewajiban yang sama oleh pihak lessee.

Metode ini adalah mencari suatu jumlah pinjaman “hipotetis” yang ekivalen dengan jumlah

leasing dalam konteks implikasi “leverage”-nya. Karena apple-to-apple maka dari analisa

tersebut baru kita dapat memutuskan mana yang lebih baik, memilih alternatif “Leasing”

atau “Meminjam + Membeli Aset (sejumlah lease-equivalent loan)”.

Penulis dalam komunikasi dengan Jonathan Berk, penulis buku Corporate Finance18 tanggal

16 November 2013 menjelaskan ke penulis sebagai berikut.

As the chapter [25 on Leasing] explains, the key insight is to compare leasing to buying

KEEPING LEVERAGE CONSTANT. We implicitly assume that the cost of debt capital is

8% assuming the lease is undertaken. If you purchase instead, to keep leverage constant

17

Myers, Stewart C.; David A. Dill dan Alberto J. Bautista. Valuation of Financial Lease Contracts. Journal of Finance 31 (3). 1976. Halaman 799-816. Pembaca yang tertarik bisa juga membaca tulisan Levy, H. dan M. Sarnat berjudul “On Leasing, Borrowing and Financial Risk”, yang dibuat pada majalah Financial Management 8 (Winter). 1979. Halaman 47-54.

18

Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. Edisi Global. England: Pearson Education Limited. 2011.

Page 22: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 22

you need to take on more debt (because leverage is a form on debt)19. We do that using

the lease equivalent loan and lines 2-7 show the net cash flow of the entire transaction. The

fact that the lease payments match the result of the entire transaction follows from the

assumption that leverage is held constant.

Bagaimana menentukan lease-equivalent loan ini?

Fokus awal adalah pada leasing karena kita berusaha mencari jumlah pinjaman yang

ekivalen dengan kewajiban yang akan dimiliki oleh pihak lessee.

Pertama-tama kita perlu mencari selisih antara FCF dari “Leasing vs Meminjam + Membeli”

– yang kita sebut sebagai FCF inkremental atau selisih FCF dari leasing.

Sebagaimana Tabel 3 diatas tunjukkan:

Pada tahun ke-0, alternatif “Leasing” dibandingkan “Meminjam + Membeli” dari sudut

pandang uang kas yang dikeluarkan, akan terjadi penghematan pengeluaran uang kas

sebesar Rp 81.250.000.

19

Penulis ingin menambahkan bahwa perusahaan perlu mengetahui bahwa meskipun suatu leasing (misalnya sewa operasi) secara standar akuntansi tidak ditampilkan di neraca atau posisi keuangan perusahaan, baik untuk aset dan liabilitas yang terkait, leasing menaikkan tingkat leverage efektif perusahaan sejumlah lease-equivalent loan. Tentunya bagi perusahaan, memilih alternatif leasing, dimana ini akan menaikkan tingkat leverage efektif perusahaan lebih tinggi yang dapat berimplikasi pada adanya kemungkinan kesulitan keuangan (financial distress), perusahaan apabila berkeinginan untuk mempertahankan tingkat leverage yang sama sebelum dan sesudah mengambil alternatif “Leasing”, dapat saja mengurangi jumlah hutang lainnya yang dimiliki oleh perusahaan, sejumlah lease-equivalent loan.

Tabel3

0 1 2 3 4 5TarifPajakPenghasilanBadan 25%

Membeli/BuyBelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

Tahun/Year

LeasingPembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

LeasingvsMeminjam1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)

Page 23: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 23

Namun untuk tahun ke-1 sampai ke-5, alternatif “Leasing” memiliki pengeluaran uang

yang lebih besar dibandingkan alternatif “Meminjam + Membeli”, yaitu sebesar Rp

23.750.000 untuk tahun ke-1 s/d ke -4 dan kemudian menjadi Rp 5.000.000,.

Pengeluaran uang atau FCF inkremental yang negatif ini sesuai dengan biaya

marginal leasing vs membeli sesudah pajak (marginal after-tax cost of lease versus

the buy) selama tahun ke-1 sampai dengan ke-5, dimana biaya marginal ini memiliki 2

(dua) komponen:

o adanya pembayaran leasing sesudah pajak sebesar Rp 18.750.000, dan

o tidak diperolehnya penghematan pajak penghasilan badan dari pembebanan

biaya penyusutan aset sebesar Rp 5.000.000 setiap tahun, akibat memilih

alternatif “Leasing”.

FCF inkremental yang negative pada tahun ke-1 s/d ke-5 juga menunjukkan “leverage”

efektif yang lebih tinggi akibat dari perusahaan melakukan leasing. Kalau perusahaan

memutuskan tidak mengambil alternatif “Leasing”, maka pilihannya supaya

perbandingannya apple-to-apple adalah perusahaan memperoleh fasilitas pinjaman

dari bank, membeli aset atau barang modal yang diperlukan, dan lalu membayar

pinjaman tersebut, baik pinjaman pokok maupun bunganya (akan ada interest tax

shield – penghematan pajak penghasilan badan dari beban bunga yang dibiayakan

dalam laporan laba rugi perusahaan).

Jadi memilih alternatif “Leasing” dan bukannya membeli aset tersebut sama seperti

memperoleh pinjaman sejumlah Rp 81.250.000 pada tahun ke-0 yang dibarengi dengan

komitmen kewajiban pembayaran atau pelunasan pinjaman sesudah pajak sebesar Rp

23.750.000 pada tahun ke-1 sampai dengan ke-4, dan sebesar Rp 5.000.000 pada tahun

ke-5. Dengan demikian, alternatif “Leasing” dapat dilihat sebagai suatu alternatif

pembiayaan perolehan suatu aset. Supaya dapat diperbandingkan alternatif “Leasing” ini,

maka perlu dibandingkan “biaya pembiayaan” alternatif leasing ini (the cost of this lease

financing) dengan “biaya pembiayaan alternatif lainnya” (yaitu Meminjam + Membeli) 20

sejumlah lease-equivalent loan.

20

Benninga, Simon. Financial Modelling: Uses Excel. Edisi ke-2. England: The MIT Press. 2001. Bab 5: The Financial Analysis of Leasing. Halaman 104.

Page 24: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 24

Damodaran 21 menyebutkan salah satu alternatif dalam melakukan analisa “Leasing vs

Meminjam + Membeli” yaitu:

Alternatively, we can compute the difference in cash flow between buying and leasing, and

compute the internal rate of return of these differential cash flows. This internal rate of return

should be compared to the after-tax cost of debt to determine which alternative is more

attractive.

Dalam perluasan analisa Tabel 3 di bawah ini, kita masukkan perhitungan Internal Rate of

Return (IRR) sebagaimana disarankan oleh Damodaran di atas.

Perhitungan IRR menunjukkan 8,43% dimana angka ini lebih kecil dari biaya kapital

pinjaman sesudah pajak sebesar 11,25%, yang berarti biaya pembiayaan dengan alternatif

“Leasing” lebih rendah daripada biaya pinjaman sesudah pajak, sehingga alternatif “Leasing”

lebih menguntungkan daripada alternatif “Meminjam + Membeli”.

Pertanyaan berikutnya adalah berapa jumlah pinjaman yang mesti diambil oleh perusahaan

supaya ekivalen dengan tingkat “leverage” leasing (atau dikenal sebagai lease-equivalent

loan).

21

Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice. Edisi ke-2. New York: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Bab 16: An Overview of Financing Choices. Halaman 496.

Tabel3

0 1 2 3 4 5

TarifPajakPenghasilanBadan 25%

Membeli/Buy

BelanjaModal(CapitalExpenditure) (100,000,000)DepreciationTaxShield 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

PeriodePenyusutan 5ArusKasBebas/FreeCashFlow(Membeli) (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

Tahun/Year

Leasing

PembayaranSewa (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000) (25,000,000)

PenghematanPajakPenghasilan(incometaxsavings) 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000 6,250,000ArusKasBebas/FreeCashFlow(Leasing) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

LeasingvsMeminjam

1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)

IRRdariFCFLeasingInkremental 8.43%Keputusan Leasing

3 Biayapinjaman 15%

4 Biayapinjamansesudahpajak 11.25%

Page 25: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 25

Karena arus kas inkremental masa depan adalah pembayaran sesudah pajak yang

perusahaan lakukan untuk pinjaman, saldo awal dari lease-equivalent loan ini adalah

Nilai kini dari arus kas menggunakan biaya pinjaman sesudah pajak sebagai tingkat

diskonto. Biaya pinjaman sesudah pajak ini juga tepat digunakan karena kita

membandingkan dua alternatif “pembiayaan” dan arus kas yang digunakan dalam analisa

adalah sesudah pajak penghasilan.

Saldo pinjaman = PV [FCF Leasing Inkremental atau Differensial] di-diskonto pada tingkat

rD(1-tax), dimana rD (1 – tax) = biaya pinjaman sesudah pajak penghasilan22

Dengan demikian, biaya pinjaman sesudah pajak dapat dihitung sebagai berikut.

rD = 15%

tarif pajak penghasilan = 25% (catatan: tarif pajak efektif bisa lebih tinggi dari 25%,

mengingat terdapat koreksi fiskal permanen, untuk item-item yang pendapatannya

sudah dikenakan pajak final, bukan merupakan objek pajak, atau biaya-biaya yang

tidak diakui secara ketentuan perpajakan. Dengan demikian, beban pajak

penghasilan di laporan laba rugi dibandingkan dengan laba komersial sebelum pajak,

cenderung lebih tinggi daripada 25%)

rD (1- tax) = 15% (1-25%) = 11,25%.

Perluasan dari Tabel 4 dengan memasukkan FCF leasing inkremental di-diskonto pada

biaya pinjaman sesudah pajak ditunjukkan di bawah ini.

22

Hal ini karena bunga pinjaman memiliki interest tax shield sehingga beban pinjaman efektif, perlu dikurangi dengan penghematan pajak akibat beban bunga, sebagai pengurang penghasilan bruto.

Page 26: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 26

Kita perhatikan bahwa dari tahun ke-1 ke ke-5, arus kas keluar dari alternatif “Leasing” lebih

tinggi, dimana tingkat “leverage” yang lebih tinggi ini ekivalen dengan Rp 76.225.568, artinya

sama dengan alternatif perusahaan memperoleh pinjaman sebesar Rp 76.225.568.

Apa artinya angka ini? Artinya kalau perusahaan memutuskan untuk memilih alternatif

“Leasing”, ini berarti perusahaan memperoleh pendanaan sebesar Rp 81.250.000, suatu

jumlah yang lebih besar dibandingkan kalau perusahaan memang dapat meminjam dari

bank, dengan tingkat bunga sebesar 15%, maka dengan jumlah arus kas pada tahun ke-1

sampai ke-5, perusahaan cuma dimungkinkan memperoleh pinjaman sebesar Rp

76.225.568 (alternatif “Meminjam + Membeli”), suatu jumlah yang lebih kecil dari Rp

81.250.000 (alternatif “Leasing”).

Penggunaan pembandingan di atas antara “Leasing” atau “Meminjam + Membeli” mungkin

agak membingungkan. Di sini kita akan tuangkan dalam analisa keseluruhan dan bukan

hanya melihat pada arus kas INKREMENTALnya saja, sebagaimana diperlihatkan dalam

Tabel 5 di bawah ini.

Tabel4

0 1 2 3 4 5

Tahun/Year

LeasingvsMeminjam

1 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

2 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000

FCFLeasingInkremental 81,250,000 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)

IRRdariFCFLeasingInkremental 8.43%

Keputusan Leasing

3 Biayapinjaman 15%

4 Biayapinjamansesudahpajak 11.25%

Total

5 PVLease-EquivalentLoansetiaptahunpadatahunke-0 21,348,315 19,189,496 17,248,985 15,504,706 2,934,066 76,225,568

6 SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-0 76,225,568

SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-1 21,348,315 19,189,496 17,248,985 3,264,149 61,050,945

SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-2 21,348,315 19,189,496 3,631,365 44,169,176SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-3 21,348,315 4,039,894 25,388,209SaldoLease-EquivalentLoanpadatahunke-4 4,494,382 4,494,382

7 AruskasdaripinjamanvsLeasingtahunke-0 81,250,000

8 PenghematandariLeasing 5,024,432

Page 27: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 27

Mari kita lihat isi Tabel 5 di atas.

Baris ke-1 adalah diambil dari baris ke-6 Tabel 4 yang merupakan saldo pinjaman.

Saldo pinjaman ini menunjukkan pilihan alternatif “Meminjam + Membeli” sejumlah Rp

76.225.568 (lease-equivalent loan). Dicermati bahwa hal ini berbeda dengan Membeli

dengan Meminjam Rp 100 juta harga mesin produksi yang bersangkutan. Karena kita

ingin mencari jumlah yang ekivalen dengan leasing, maka supaya apple-to-apple,

maka pinjaman tidak sebesar Rp 100 juta.

Baris ke-2 merupakan perubahan dari baris ke-1 dari satu tahun tahun berikutnya,

dimana di baris ke-1 tampak bahwa saldo pinjaman dari tahun ke-0 ke tahun ke-4

mengalami penurunan, yang berarti terjadi pelunasan pinjaman. Misalnya pada tahun

ke-1, jumlah sebesar Rp 15.174.624 adalah merupakan pelunasan pinjaman tahun ke-

0 ke tahun-1, yaitu dari Rp 76.225.568 ke Rp 61.050.945.

Pinjaman akan dilunasi seluruhnya pada akhir tahun ke-5 yaitu sebesar Rp 4.494.382.

Baris ke-3 adalah beban bunga diperoleh dari hasil perkalian tingkat bunga pinjaman

sebesar 15% dengan saldo pinjaman (baris ke-1)

Baris ke-4 berasal dari penghematan pajak karena beban bunga dapat sebagai

pengurang penghasilan bruto sehingga pajak penghasilannya menjadi lebih kecil.

Dalam hal ini, angka baris ke-4 merupakan hasil perkalian baris ke-3 dengan tarif

pajak penghasilan.

Baris ke-5 merupakan penjumlahan baris ke-2 sampai dengan baris ke-4, yang adalah

total arus kas “Meminjam” sesudah pajak.

Baris ke-7 merupakan penggabungan arus kas “Meminjam” sesudah pajak dengan

FCF membeli aset (sisi investasinya). Pinjaman sebesar Rp 76.225.568 akan dilunasi

dengan arus kas sesudah pajak yang implisit di dalam alternatif “Leasing”.

Tabel5

0 1 2 3 4 5

Lease-EquivalentLoan(Rp)1 SaldoPinjaman(PVpadatingkatdiskonto11,25%) 76,225,568 61,050,945 44,169,176 25,388,209 4,494,382

MembelidenganLease-EquivalentLoan(Rp)/BuywithLease-EquivalentLoan(Rp)2 PinjamanBersih(pelunasan) 76,225,568 (15,174,624) (16,881,769) (18,780,968) (20,893,827) (4,494,382)3 BebanBunga(padatingkatbunga15%) 15.00% (11,433,835) (9,157,642) (6,625,376) (3,808,231) (674,157)

4 PenghematanPajakdariBunga(tarifpajak25%) 25% 2,858,459 2,289,410 1,656,344 952,058 168,5395 ArusKasPinjaman(SesudahPajak) 76,225,568 (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (23,750,000) (5,000,000)6 FCFMembeli (100,000,000) 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,000 5,000,0007 ArusKasMeminjamdanMembeli (23,774,432) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -

8 FCFLeasing (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) (18,750,000) -9 SelisihPilihanMeminjamdanMembelivsLeasing (5,024,432) - - - - -

Tahun

Page 28: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 28

Alternatif “Meminjam dan Membeli” aset akan mengakibatkan pengeluaran uang yang lebih

besar sebesar Rp 23.774.432, dimana komitmen pengeluaran kas ini lebih tinggi

dibandingkan dengan alternatif “Leasing”, yang sebesar Rp 18.750.000.

Berk dan DeMarzo23 menyarankan pendekatan berikut ini pada waktu melakukan analisa

atas sewa operasi, dimana sewa operasi perlu dibandingkan dengan pembelian yang

didanai dengan leverage yang ekivalen:

1. Hitung arus kas inkremental atau selisih antara alternatif “Leasing” dengan “Membeli”,

seperti yang kita tunjukkan dalam Tabel 3. Di sini perlu dimasukkan penghematan

pajak penghasilan yang berasal dari beban penyusutan untuk alternatif “Membeli”

dan penghematan pajak penghasilan dari pembebanan uang sewa untuk alternatif

“Leasing”.

2. Hitung Net Present Value dari alternatif “Leasing” vs “Membeli dengan menggunakan

leverage yang ekivalen, dimana sebagai tingkat diskonto atas arus kas inkremental

menggunakan suku bunga pinjaman sesudah pajak.

Hasil perhitungan NPV pada langkah ke-2 di atas dapat menghasilkan:

a) Negatif, dimana ini berarti bahwa alternatif “Leasing” kurang menguntungkan

dibandingkan dengan alternatif “Membeli” menggunakan fasilitas pinjaman.

b) Positif, dimana ini berarti bahwa alternatif “Leasing” kurang menguntungkan

dibandingkan dengan alternatif “Membeli” menggunakan fasilitas pinjaman.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

23

Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi ke-2. Edisi Global. England: Pearson Education Limited. 2011. Bab 25: Leasing. Halaman 837.

Page 29: Analisis keputusan lease vs buy part 2

www.futurumcorfinan.com

Page 29

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have

been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising

from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is

not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your

advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved