analisis kemampuan keuangan daerah kota … · membuka era baru bagi pelaksanaan pemerintahan...

18
12 Ahmad Syarief Iskandar ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA PALOPO DALAM MELAKUKAN PINJAMAN Abstrak: Salah satu sumber penerimaan daerah sebagaimana diatur dalam UU RI No. 32 dan 33 Tahun 2004 adalah melalui pinjaman daerah. Penggunaan dana pinjaman daerah ini sebagai salah satu sumber pilihan pembiayaan pembangunan di masa yang akan datang akan memegang peranan penting dan membuka peluang bagi daerah untuk melakukan pinjaman dari pihak luar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo dalam melakukan pinjaman yang telah dilakukan dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2013-2017. Data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time series) tahunan dari tahun 2008-2012 yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian bagi hasil pajak/bukan pajak, sumbangan/bantuan, belanja rutin dan belanja pembangunan Pemerintah Kota Palopo. Data kemudian dianalisis dengan menghitung Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dan melakukan prediksi kemampuan meminjam dengan metode Kuadrat Terkecil (The Least Square’s Method). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008-2012 mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman daerah, ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Ratio (DSCR) yang melebihi standar minimal atau melebihi 2,5. Berdasarkan hasil proyeksi, besarnya pinjaman yang dapat diperoleh Pemerintah Daerah Kota Palopo sesuai dengan analisis Batas Maksimum Pinjaman (BMP) dari tahun 2013 adalah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Sedang pada tahun 2017 diproyeksikan Pemerintah Kota Palopo dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800. Kata Kunci: Pinjaman, daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membuka era baru bagi pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia. Hal ini berimplikasi pada peningkatan tugas dan tanggung jawab yang harus

Upload: donhan

Post on 23-May-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

Ahmad Syarief Iskandar

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA PALOPO

DALAM MELAKUKAN PINJAMAN

Abstrak: Salah satu sumber penerimaan daerah sebagaimana diatur dalam UU RI No. 32 dan 33

Tahun 2004 adalah melalui pinjaman daerah. Penggunaan dana pinjaman daerah ini

sebagai salah satu sumber pilihan pembiayaan pembangunan di masa yang akan

datang akan memegang peranan penting dan membuka peluang bagi daerah untuk

melakukan pinjaman dari pihak luar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Kota

Palopo dalam melakukan pinjaman yang telah dilakukan dan menentukan besarnya

pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Palopo pada tahun

2013-2017. Data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time series)

tahunan dari tahun 2008-2012 yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian bagi hasil

pajak/bukan pajak, sumbangan/bantuan, belanja rutin dan belanja pembangunan

Pemerintah Kota Palopo. Data kemudian dianalisis dengan menghitung Debt Service

Coverage Ratio (DSCR) dan melakukan prediksi kemampuan meminjam dengan

metode Kuadrat Terkecil (The Least Square’s Method).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palopo dari

tahun 2008-2012 mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman daerah,

ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Ratio (DSCR) yang melebihi standar

minimal atau melebihi 2,5. Berdasarkan hasil proyeksi, besarnya pinjaman yang dapat

diperoleh Pemerintah Daerah Kota Palopo sesuai dengan analisis Batas Maksimum

Pinjaman (BMP) dari tahun 2013 adalah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran

maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Sedang pada tahun 2017 diproyeksikan

Pemerintah Kota Palopo dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001

dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800.

Kata Kunci: Pinjaman, daerah.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah

membuka era baru bagi pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia. Hal ini

berimplikasi pada peningkatan tugas dan tanggung jawab yang harus

13

dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Seperti yang dikemukakan oleh Darumurti

dan Rauta1, implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang

begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah, dapat

merupakan berkah bagi daerah namun pada sisi lain bertambahnya

kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan beban yang menuntut

kesiapan daerah untuk melaksanakannya, karena semakin bertambahnya urusan

pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu ada

beberapa aspek yang harus dipersiapkan yaitu, sumber daya manusia, sumber

daya keuangan, sarana dan prasarana.

Pamudji menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat

melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup

untuk memberikan pelayanan dan pembangunan2. Keuangan inilah yang

merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan

daerah dalam mengurus rumahtangganya sendiri. Dengan demikian masalah

keuangan merupakan masalah penting dalam setiap kegiatan pemerintah di

dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah karena tidak ada kegiatan

pemerintah yang tidak membutuhkan biaya, selain itu faktor keuangan ini

merupakan faktor penting di dalam mengukur tingkat kemampuan daerah

dalam melaksanakan otonominya. Kemampuan daerah yang dimaksud dalam

pengertian tersebut adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali

sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus

selalu menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi Pemerintah Pusat. Atau

dengan kata lain pemerintah daerah harusnya tidak hanya tahu menggunakan

dana tetapi juga haruslah mampu mencari sumber-sumber dana pembangunan.

Richard A. Musgrave dan Peggy Musgrave mengemukakan bahwa

pesatnya pembangunan daerah menuntut tersedianya dana bagi pembiayaan

pembangunan yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yaitu alokasi,

distribusi dan stabilisasi sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar.

Tatanan pemerintah yang mengarah pada diperluasnya otonomi daerah,

menuntut kemandirian daerah di dalam mengatur dan menetapkan kebijakan

pemerintahan di daerah menurut prakasa dan aspirasi masyarakat. Untuk

mempersiapkan kemandirian daerah tersebut, yang harus dilakukan daerah

adalah dengan memperkuat struktur perekonomiannya sehingga pemerintah

daerah harus dapat memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Untuk

itu pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola dan menggali

1 K.D. Darumurti, dan Umbu Rauta, 2000, Otonomi Daerah, Kemarin, Hari ini, dan

Esok, Kritis, Vol. XII, No. 3, h. 49. 2 Yosef Riwu Kaho, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,

PT. Bina Aksara, Kota Palopo, h. 124.

14

sumber-sumber keuangannya agar dapat membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat

dengan sebaik-baiknya3.

Kemandirian keuangan daerah ini tidak diartikan bahwa setiap

pemerintah daerah harus dapat membiayai seluruh kemampuannya dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena di samping dari PAD masih ada

penerimaan lain sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah4 dan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Daerah5 disebutkan bahwa sumber penerimaan daerah berasal dari pendapatan

asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang

sah. Sejalan dengan undang-undang tersebut maka pemerintah daerah dituntut

untuk dapat meningkatkan pendapatannya di dalam pelaksanaan pembangunan

daerah, sementara itu sumber pendapatan asli daerah untuk membiayai belanja

daerah masih sangat rendah sehingga kemampuan pemerintah daerah untuk

menyediakan dana pembangunan sangat terbatas, untuk menutupi kekurangan

dana tersebut maka pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

menggunakan dana pinjaman. Penggunaan dana pinjaman daerah ini sebagai

salah satu sumber pilihan pembiayaan pembangunan di masa yang akan datang

akan memegang peranan penting dan membuka peluang bagi daerah untuk

melakukan pinjaman dari pihak luar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Peran Pemerintah Daerah Kota Palopo untuk dapat memikul tanggung

jawab di dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sehingga pemerintah daerah

harus dapat menyediakan anggaran/dana investasi yang besar, maka salah satu

sumber pendapatan daerah yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatan

pembangunan adalah dengan menggunakan dana pinjaman daerah, walaupun

Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap menjadi tulang punggung tetapi paling

tidak pinjaman daerah ini dapat mempercepat proses pembangunan yang

dilaksanakan oleh daerah. Karena pinjaman daerah ini dapat digunakan untuk

membiayai proyek yang bersifat cost recovery khususnya untuk kepentingan

pelayanan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pembangunan dan

perekonomian daerah.

Untuk menentukan apakah suatu daerah tersebut layak atau tidak untuk

melakukan pinjaman dan besaran pinjaman, diperlukan adanya analisis untuk

3 Richard A. Musgrave dan Peggy Musgrave, 1993, Public Finance in The Theory and

Practice ( Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait), MC-Graw Hill Kogakusha, (Ltd Tokyo), h. 6-13. 4 Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. 5 Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

15

menghitung kemampuan keuangan daerah dan menentukan besarnya pinjaman,

serta batas maksimum pinjaman yang diperbolehkan. Karena dengan adanya

pinjaman daerah berarti terdapat kewajiban dari pemerintah daerah untuk

mengembalikan berupa angsuran pokok pinjaman yang disertai dengan bunga,

biaya administrasi dan denda, sehingga pemerintah daerah harus hati-hati

apabila akan melakukan pinjaman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo dalam

melakukan pinjaman?

2. Berapa besar pinjaman yang layak yang bagi Pemerintah Kota Palopo

pada tahun 2013-2017?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo

dalam melakukan pinjaman yang telah dilakukan;

2. untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat

dilakukan oleh Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2013-2017.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah :

1. diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil keputusan di

lingkungan Pemerintah Kota Palopo dalam memperkaya kajian

tentang keuangan daerah khususnya mengenai kemampuan

keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu

sumber investasi untuk membiayai pelaksanaan pembangunan;

2. sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Kota

Palopo dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang

berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah.

II. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan sumber data

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Kota Palopo, dalam

penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time

series) tahunan dari tahun 2008-2012 yang meliputi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian

bagi hasil pajak/bukan pajak, sumbangan/bantuan, belanja rutin dan belanja

16

pembangunan Pemerintah Kota Palopo. Data tersebut diperoleh dari Dinas

Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Palopo, serta penelitian kepustakaan

dilakukan untuk memperoleh landasan teori bersumber dari berbagai literatur

yang berhubungan dengan penelitian ini.

B. Definisi Operasional Variabel

1. Kemampuan Keuangan Daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk

menyediakan sumber-sumber keuangan asli daerah untuk memenuhi

kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya.

2. Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai

dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun

barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum

dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-

pihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.

3. Penerimaan daerah merupakan penerimaan dari daerah dan penerimaan

pembangunan. Penerimaan daerah meliputi : pendapatan asli daerah, bagian

hasil pajak/bukan pajak, bagian sumbangan dan bantuan. Penerimaan

pembangunan adalah penerimaan daerah yang berasal dari pinjaman dan

digunakan untuk belanja pembangunan.

4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan realisasi

seluruh penerimaan daerah dan belanja daerah pada setiap tahun anggaran

yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.

5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah yang bersumber

dari pajak daerah, retibusi daerah, bagian laba perusda, penerimaan dari

dinas-dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

6. Bagian daerah adalah salah satu sumber penerimaan daerah, dalam

penelitian masih berupa bagian dari bagi hasil pajak/bukan pajak.

7. Belanja wajib adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan

dalam tahun anggaran yang bersangkutan oleh pemerintah daerah seperti

belanja pegawai. Diasumsikan dalam penelitian ini belanja wajib terdiri

dari belanja rutin berupa belanja pegawai, belanja barang, belanja

pemeliharaan, biaya perjalanan dinas, belanja lain-lain, dan belanja

pembangunan atas beban penerimaan daerah sendiri yang telah dijadwalkan

dan proyek yang berkelanjutan, terutama sektor-sektor dalam hubungannya

dengan fungsi pemerintah sebagai public service yang meliputi

transportasi, pembangunan daerah/pemukiman, kesehatan, pendidikan dan

lingkungan hidup/tata ruang.

7. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah

menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang

17

sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali,

tidak termasuk kredit janka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

8. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah salah satu dari dana perimbangan yang

berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan

kemampuan daerah di dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

C. Alat analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam melakukan

pinjaman, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor: 54 Tahun 2005

tentang Pinjaman Daerah ada 2 (dua) ketentuan yang harus dipenuhi.

a. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah perbandingan antara

penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi

dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,

penerimaan sumber daya alam dan bagian daerah lainnya seperti Pajak

Penghasilan Perseorangan, serta Dana Alokasi Umum, setelah

dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga

dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo, dengan rumus

5,2)(

BLBP

BWDAUBDPADDSCR

Di mana ; PAD adalah Pendapatan Asli Daerah; BD adalah Bagian

Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan, dan penerimaan sumber daya alam, serta bagian daerah

lainnya seperti Pajak Penghasilan Perseorangan; DAU adalah Dana

Alokasi Umum; BW adalah Belanja Wajib yaitu belanja yang harus

dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang

bersangkutan oleh Pemerintah Daerah seperti belanja pegawai; P adalah

Angsuran pokok pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran yang

bersangkutan; B adalah Bunga pinjaman yang jatuh tempo pada tahun

anggaran yang bersangkutan; dan BL adalah biaya lainnya (biaya

komitmen, biaya bank, dll) yang jatuh tempo.

b. Batas Maksimal Pinjaman (BMP) adalah jumlah kumulatif pokok

pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh

lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

Batas Maksimal pinjaman ini merupakan batas paling tinggi jumlah

pinjaman daerah yang dianggap layak menjadi beban APBD, dapat

ditulis dengan rumus sebagai berikut :

18

Kumulatif Pokok Pinjaman Daerah

BMP= ≤ 75 %

Penerimaan Umum APBDt-1

2. Untuk mengetahui besarnya pinjaman yang dapat dilakukan daerah pada

tahun 2013 - 2017 dengan menghitung rencana pendapatan daerah dan rencana

belanja daerah, yang dilakukan dengan Metode Kuadrat Terkecil (The Least

Square’s Method) menggunakan persamaan kuadrater sebagai berikut :

Y = a +bX

di mana ; Y = nilai yang diproyeksi, x = tahun a,b = Konstanta

untuk mencari konstanta dengan cara :

Y = n.a + bX

XY = aX + bX2

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerimaan Daerah Tahun 2008 - 2012

Sumber penerimaan Pemerintah Daerah Kota Palopo secara garis besar

dapat dilihat pada lampiran 1, namun untuk melihat penerimaan yang meliputi

pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan bantuan/sumbangan

dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Kota Palopo Dari PAD,

Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Sumbangan/Bantuan, 2008 – 2012

(dalam Rupiah)

Tahun

Jenis Pendapatan

Total

Pendapatan Pendapatan

Asli Daerah

Dana

Perimbangan

Lain-lain

Pendapatan

Daerah yang

sah

2008 24.905.910.967 288.847.628.981 46.470.650.313 360.224.190.261

2009 21.473.395.222 310.076.854.585 63.364.278.402 394.914.528.209

2010 28.219.019.906 323.691.890.222 61.784.211.688 413.695.121.816

2011 35.703.421.516 347.878.995.204 123.163.602.825 506.746.019.545

2012 36.214.002.331 421.381.856.521 67.926.027.106 525.521.885.958

Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)

19

Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan

Pemerintah Daerah Kota Palopo dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/

bukan pajak, dan bantuan/sumbangan pemerintah dari tahun anggaran 2008

sampai dengan tahun anggaran 2012 mengalami kenaikan yaitu dari

Rp.360.224.190.261 menjadi Rp.525.521.885.958 dengan penerimaan terbesar

adalah dana perimbangan diikuti oleh lain-lain pendapatan daerah yang sah dan

yang paling kecil kontribusinya terhadap penerimaan daerah adalah pendapatan

asli daerah.

Dilihat dari pertumbuhannya dari ketiga sumber penerimaan tersebut di

atas, pertumbuhan tertinggi penerimaan Pemerintah Daerah Kota Palopo

adalah bagi lain-lain pendapatan daerah yang sah dengan pertumbuhan rata-

rata pertahun sebesar 22,1%. Kemudian pendapatan asli daerah menunjukkan

angka yang berfluktuasi dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar

11,4%, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 31,4%

seperti yang terlihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pertumbuhan dan Kontribusi Penerimaan terhadap APBD

Pemerintah Daerah Kota Palopo, Tahun 2008 s/d 2012

Tahun PAD Dana Perimbangan

Lain-lain

Pendapatan Daerah

yang sah

K P K P K P

2008 6,91% - 80,2% - 12,9% -

2009 5,44% -13,8% 78,5% 7,35% 16,0% 36,4%

2010 6,82% 31,4% 78,2% 4,39% 14,9% -2,5%

2011 7,05% 26,5% 68,6% 7,47% 24,3% 99,3%

2012 6,89% 1,4% 80,2% 21,13% 12,9% -44,8%

Rata-rata 6,62% 11,4% 77,16% 10,1% 16,22% 22,1% Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)

Sementara itu dalam tabel 4.2 terlihat bahwa kontribusi rata-rata

terbesar terhadap total penerimaan diberikan oleh dana perimbangan yang

mencapai 77,16%. Dana perimbangan meliputi dana bagi hasil pajak/bukan

pajak, dana alokasi khusus, dan dana alokasi umum. Pendapatan daerah lain-

lain yang sah memberikan kontribusi rata-rata pada periode 2008-2012 sebesar

16,22%. Pendapatan daerah ini meiputi hibah, dana darurat, dana bagi hasil

dari provinsi , dana penyesuaian dan otonomi khusus, dan bantuan keuangan

dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya. Di antara ketiga jenis

penerimaan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi rata-

20

rata terkecil yaitu sebesar 6,62%. Pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah

dan retribusi daerah.

B. Belanja Daerah Tahun 2008-2012

Dana yang di peroleh pemerintah daerah adalah dana yang didapat

untuk membiayai pengeluaran yang disebabkan karena berbagai kegiatan

pemerintah daerah, secara garis besar belanja daerah terdiri dari belanja

langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung meliputi belanja

pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan,

dan bantuan tidak terduga. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai,

barang dan jasa, belanja modal.

Belanja wajib yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran

atau belanja daerah yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun

anggaran yang bersangkutan yang berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)

Republik Indonesia No. 54 tahun 2008 dijelaskan bahwa belanja wajib adalah

belanja pegawai dan belanja anggota DPRD.

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Daerah Kota Palopo, 2008 –

2012 (dalam rupiah)

Tahun Jenis Belanja

Total Belanja Tidak Langsung Langsung

2008 173.493.316.978 185.761.604.944 359.254.921.922

2009 189.037.273.538 197.018.767.939 386.056.041.477

2010 221.894.100.476 161.769.485.639 383.663.586.115

2011 267.656.811.446 230.746.646.591 498.403.458.037

2012 302.918.650.833 222.853.409.165 525.772.059.998 Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)

Pada tahun 2008 dan tahun 2009 sebagaimana dapat dilihat pada tabel

4.2. belanja langsung pemerintah lebih besar dibandingkan dengan belanja

tidak langsung, sedang pada tahun 2010 hingga tahun 2012 terlihat bahwa

belanja tidak langsung lebih besar dibandingkan dengan dengan belanja

langsung. Pertumbuhan dan kontribusi belanja terhadap Anggaran Pendapatan

Belanja Pemerintah Daerah Kota Palopo yang meliputi total belanja tidak

langsung dan langsung dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

21

Tabel 4.4. Pertumbuhan dan Kontribusi Belanja Terhadap APBD Pemerintah

Daerah Kota Palopo, Tahun 2008-2012 (Dalam persentase)

Tahun

Belanja Tidak

Langsung Belanja Langsung

K P K P

2008 48,29% 51,7%

2009 48,97% 9,0% 51,0% 6,06%

2010 57,84% 17,4% 42,2% -17,89%

2011 53,70% 20,6% 46,3% 42,64%

2012 57,61% 13,2% 42,4% -3,42%

Rata-rata 53,28% 15,0% 46,72% 6,8% Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)

Belanja langsung pada tahun 2010 mengalami penurunan pertumbuhan

sebesar -17,89%. Begitu pula pada tahun 2012 belanja langsung Pemerintah

Kota Palopo juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -3,2%. Bila

dilihat dari sisi kontribusi, belanja langsung pada periode 2008-2012

mengalami penurunan. Peningkatan kontribusinya hanya terjadi pada tahun

2011.

Pada belanja tidak langsung dalam periode ini setiap tahun terjadi

pertumbuhan, dimana peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu

sebesar 20,6%. Dari sisi kontribusi terhadap total belanja Pemerintah Daerah

Kota Palopo hampir setiap tahun terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya.

Penurunan kontribusi hanya terjadi pada tahun 2011, dimana pada tahun 2010

kontribusinya sebesar 57,84% menjadi 53,7% di tahun 2011. Pada tahun 2012

kembali meningkat menjadi 53,28% dari total pengeluaran pemerintah.

C. Analisis Kemampuan Keuangan Dalam Melakukan Pinjaman

Daerah

1. Analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah berapapun besarnya

tidak menjadi masalah, asalkan pemerintah daerah mempunyai kemampuan

untuk membayar kembali berupa angsuran pokok, bunga dan biaya lain-lain.

Dengan adanya kemampuan tersebut, maka di dalam pelaksanaannya

pemerintah daerah tidak mendapat kesulitan untuk mengembalikan dana

pinjaman. Oleh karena itu dalam penelitian ini dianalisis kemampuan keuangan

Pemerintah Daerah Kota Palopo di dalam melakukan pinjaman dari tahun 2008

22

sampai dengan tahun 2012, dengan cara menghitung dana netto yang

merupakan selisih antara penerimaan daerah dari pendapatan asli daerah, bagi

hasil pajak/bukan pajak dan sumbangan/bantuan dengan belanja wajib.

Tabel 4.5. Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palopo dalam

Melakukan Pinjaman, Tahun 2008-2009

KETERANGAN Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

PAD 24.905.910.967 21.473.395.222 28.219.019.906 35.703.421.516 36.214.002..331

Bagi Hasil 33.650.335.822 30.981.986.036 37.136.571.672 38.738.999.460 41.401.422..038

DAU 226.220.617.000 244.343.643.000 278.587.486.600 297.920.487.000 361.383.685.000

Belanja Pegawai 176.893.296..284 187.880.847..342 229.167.362..996 279.736.567..587 304.924.404..945

Bunga 67.100.048 839.800.540 61.875.000 1.038.058.299 3.000.000.000

Dana Netto 107.883.567.505 108.918.176.916 114.775.715.182 92.626.340.389 134.074.704.424

DSCR 1.608 130 1.855 89 45

Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)

Perolehan dana netto tersebut menunjukan bahwa keuangan Pemerintah

Daerah Kota Palopo mampu untuk melakukan pinjaman, dan dapat digunakan

pula di dalam menentukan kemampuan pinjaman daerah yang didasarkan pada

analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR).

Hasil perhitungan DSCR menunjukkan bahwa nilai DSCR untuk tahun

2008 hingga 2013 melebihi 2,5 (DSCR minimal menurut PP No. 54 Tahun

2008), bahkan pada tahun 2008 dan 2010 nilainya mencapai 1.608 dan 1.855.

Nilai DSCR yang melebihi standar minimal pemerintah ini menunjukkan

bahwa Pemerintah Kota Palopo dapat saja untuk mengambil pinjaman bila

dirasakan perlu untuk meningkatkan pembangunan di Palopo.

Pada tahun 2008 Pemerintah Kota Palopo telah melakukan pinjaman

senilai Rp. 43.974.696.222 kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia

dengan masa pinjaman selama 25 tahun. Pembayaran angsuran pokok senilai

Rp 1.470.666.564,62 dilakukan mulai bulan September 2013 hingga Maret

2028 dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 5,77%.

Karena adanya kewajiban pembayaran pokok hutang ini menyebabkan

penurunan DSCR di tahun 2013 atau dengan kata lain akan menurunkan

jumlah pinjaman yang dapat diambil oleh pemerintah Kota Palopo.

2. Batas Maksimum Pinjaman (BMP)

BMP merupakan batas paling tinggi jumlah pinjaman daerah yang

dianggap layak menjadi beban APBD. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, jumlah kumulatif pokok

23

pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 0,75 dari jumlah

penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD yang

dimaksud dalam peraturan tersebut adalah seluruh penerimaan APBD tidak

termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan

penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran

tertentu.

Besarnya penerimaan umum Pemerintah Daerah Kota Palopo yang

meliputi penerimaan dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak

dan sumbangan/bantuan, dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yang

terus menerus yaitu dari Rp.316.956.190.261 menjadi Rp.487.521.555.959.

Dengan adanya penerimaan umum tersebut, maka dapat dihitung besarnya

Batas Maksimum Pinjaman (BMP) yang diperoleh Pemerintah Daerah Kota

Palopo dari tahun 2008-2012, seperti yang terlihat dalam tabel 4.

Tabel 4.6. Batas Maksimum Pinjaman Pemerintah Daerah Kota Palopo, Tahun

2008-2012

Tahun Penerimaan

Umum Batas Maksimal

Pinjaman

2008 316.956.190.261 237.717.142.696

2009 349.779.528.209 262.334.646.157

2010 391.814.621.816 293.860.966.362

2011 478.578.319.546 358.933.739.660

2012 487.521.555.959 365.641.166.969

Dalam tabel di atas terlihat bahwa batas maksimum pinjaman

Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008 sampai dengan 2012 adalah

sebesar Rp.237.717.142.696 dan Rp.365.641.166.969. Apabila kita bandingkan

hasil perhitungan tersebut dengan jumlah pinjaman yang telah dilakukan

selama ini, yaitu pada tahun anggaran 2008 Pemerintah Daerah Kota Palopo

telah melakukan pinjaman sebesar Rp. 43.974.696.222 kepada Pemerintah

Pusat Republik Indonesia. Dari hasil perbandingan tersebut menunjukan bahwa

jumlah pinjaman yang telah dilakukan masih di bawah batas maksimum

pinjaman yang dapat diperoleh.

3. Analisis Batas Maksimum Pinjaman Tahun 2013 s.d 2018

Dalam menentukan kemampuan keuangan daerah di dalam melakukan

pinjaman pada tahun anggaran 2013 - 2018 dilakukan dengan menghitung

penerimaan daerah hasil proyeksi yang menggunakan metode kuadrat terkecil

(The least Square’ Method) yaitu untuk memproyeksikan pendapatan asli

24

daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), penerimaan

umum dan belanja pegawai.

Perhitungan hasil proyeksi dari pendapatan asli daerah, bagi hasil

pajak/bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), penerimaan umum dan

belanja pegawai dapat di lihat pada Lampiran, dari hasil proyeksi tersebut

diperoleh persamaan sebagai berikut :

Tabel 4.7. Estimasi Kuadrat Terkecil

No. Uraian Persamaan

A. Pendapatan Daerah :

1.Pendapatan asli Daerah

2.Bagi Hasil

3.Dana Alokasi Umum (DAU)

4. Penerimaan Umum

Y = 18.249.287.281,8 + 3.684.620.902,2 X

Y = 29.404.107.248,8 + 2.325.918.585,6 X

Y = 184.520.289.720 + 32.390.298.000 X

Y = 131.345.114.560,7 + 34.791.793.756,7 X

B. Belanja Pegawai

Y = 384.644.389,29 + 31.365.098,20 X

Sumber : lihat tabel 1 (diolah)

Dari hasil proyeksi pada tahun 2013 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

mengalami peningkatan menjadi Rp.40.357.012.695, dimana pada tahun

ssebelumnya PAD Kota Palopo adalah sebesar Rp.36.214.002..331. Pada tahun

2017 PAD Kota Palopo diproyeksikan akan menjadi Rp.55.095.496.304.

Proyeksi dari bagi hasil untuk tahun 2013 sebesar Rp.43.359.618.762.

atau meningkat dari bagi hasil tahun 2012 yang hanya sebesar

Rp.41.401.422..038. Pada tahun 2017 diproyeksikan dana bagi hasil

Pemerintah Kota Palopo akan mencapai Rp. 52.663.293.105.

Proyeksi belanja pegawai untuk tahun 2013 sebesar Rp.

378.862.077.720 dan pada tahun 2017 adalah sebesar Rp. 444.471.258.371.

Proyeksi belanja pegawai yang terus meningkat berdasarkan data historis

(2008-2012) dapat dipahami mengingat bahwa setiap tahun akan terus terjadi

peningkatan gaji dan jumlah pegawai. Begitu pula belanja pegawai yang

meliputi perjalanan dan dan belanja lainnya akan terus meningkat seiring

dengan inflasi dan peningkatan beban kerja. Secara detail hasil dari

perhitungan proyeksi anggaran pendapatan dan belanja tersebut dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

25

Tabel 4.8. Proyeksi PAD, Bagi Hasil, DAU, dan Belanja Pegawai Pemerintah

Daerah Kota Palopo, 2013 – 2017

Tahun PAD BAGI HASIL DAU BELANJA PEGAWAI

2013 40.357.012.695 43.359.618.762 378.862.077.720 340.095.877.101

2014 44.041.633.597 45.685.537.348 411.252.375.720 374.887.670.858

2015 47.726.254.499 48.011.455.934 443.642.673.720 409.679.464.614

2016 51.410.875.402 50.337.374.519 476.032.971.720 444.471.258.371

2017 55.095.496.304 52.663.293.105 508.423.269.720 479.263.052.128

Selanjutnya dari hasil proyeksi anggaran pendapatan yang meliputi

pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan bag hasil lainnya,

dana alokasi umum dan proyeksi anggaran pengeluaran dari belanja pegawai,

dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan keuangan Pemerintah

Daerah Kota Palopo dan menentukan berapa batas maksimum pinjaman yang

dapat dilakukan daerah pada masa yang akan datang, seperti yang terlihat

dalam tabel

Tabel 4.9. Proyeksi Penerimaan Umum, Batas Maksimal Pinjaman (BMP),

Dana Netto, dan Angsuran Maksimal Pemerintah Daerah Kota Palopo, 2013 –

2017

TAHUN 2013 2014 2015 2016 2017

PAD 40.357.012.695 44.041.633.597 47.726.254.499 51.410.875.402 55.095.496.304

BAGI HASIL 43.359.618.762 45.685.537.348 48.011.455.934 50.337.374.519 52.663.293.105

DAU 378.862.077.720 411.252.375.720 443.642.673.720 476.032.971.720 508.423.269.720

BELANJA

PEGAWAI 340.095.877.101 374.887.670.858 409.679.464.614 444.471.258.371 479.263.052.128

PENERIMAAN

UMUM 545.908.899.978 592.901.852.251 639.894.804.525 686.887.756.798 733.880.709.071

BMP 409.431.674..984 444.676.389.189 479.921.103.394 515.165.817.599 550.410.531.803

DANA NETTO 122.482.832.077 126.091.875.808 129.700.919.539 133.309.963.270 136.919.007.001

ANGSURAN

MAKSIMAL 48.993.132.831 50.436.750.323 51.880.367.815 53.323.985.308 54.767.602.800

Untuk memperkirakan berapa jumlah pinjaman yang bisa dilakukan

dengan konsep DSCR yaitu membagi angka minimal 2.5, sehingga diperoleh

jumlah angsuran pinjaman yang bisa dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah

Kota Palopo. Penetapan Batas Maksimum Pinjaman (BMP) yang merupakan

jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi

0,75 dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

26

Dana netto diperoleh dari hasil proyeksi pendapatan asli daerah, bagi

hasil, dan Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi dengan belanja pegawai.

Dengan diperolehnya dana netto tersebut menunjukan bahwa Pemerintah

Daerah Kota Palopo pada tahun anggaran 2013 sampai dengan 2017

mempunyai kemampuan untuk meminjam. Pada tahun 2013 Pemerintah Kota

Palopo dapat meminjam sejumlah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran

maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Pada tahun 2017 diproyeksikan

Pemerintah dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001 dengan

angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada perhitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman daerah, Pemerintah Daerah Kota

Palopo dari tahun 2008-2012 mempunyai kemampuan untuk mengembalikan

pinjaman daerah, ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Ratio

(DSCR) yang melebihi standar minimal atau melebihi 2,5. Dari hasil analisis

Batas Maksimum Pinjaman (BMP) menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah

Kota Palopo pada tahun 2008-2012, dimungkinkan untuk menambah jumlah

pinjaman daerah bila dibutuhkan dibanding dengan pinjaman yang sudah

dilakukan.

Berdasarkan hasil proyeksi, besarnya pinjaman yang dapat diperoleh

Pemerintah Daerah Kota Palopo sesuai dengan analisis Batas Maksimum

Pinjaman (BMP) dari tahun 2013 adalah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran

maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Sedang pada tahun 2017 diproyeksikan

Pemerintah Kota Palopo dapat mengambil pinjaman sebesar

Rp.136.919.007.001 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800.

Meskipun berdasarkan persyaratan seperti disebutkan di atas

memungkinkan Pemerintah Kota Palopo untuk dapat menambah jumlah

pinjamannya, namun pemerintah perlu hati-hati untuk mengambil kebijakan

ini. Salah satu pertimbangan yang perlu dilihat adalah menilai sejauhmana

manfaat yang dieroleh oleh masyarakat dari pemanfaatan dana pinjaman

tersebut dan juga sejauhmana investasi pemerintah tersebut mampu

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan penerimaan

umum APBD khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga daerah

makin mampu untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pembangunan

daerahnya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Ambardi, Urbanus M. dan Socia P. (eds). 2002. Pengembangan Wilayah dan

Otonomi Daerah. Jakarta: P2KTPW-BPPT.

Aribawa, B.D., 2005. Kapasitas Pengembalian Pinjaman Daerah dalam

Pembiayaan Pembangunan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang).

Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Asian Development Bank (ADB). 2000. Indonesian Urban Sector Study.

Manila: ADB.

Darumurti, K.D dan Rauta, Umbu, 2000, “Otonomi Daerah, Kemarin, Hari ini,

dan Esok”, Kritis, Vol. XII, No. 3, 1 - 53.

Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Terjemahan Amanullah

dkk. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Devas Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly. 1999,

Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri

Maris) UI – Press, Kota Palopo.

Devas, Nick. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Terjemahan

Masri Maris. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Halim, Abdul (eds). 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.

Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Hill, Hall. 1999. Ekonomi Indonesia. Terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso

dan Hadi Susilo. Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hirawan, Susiati B, 1990, “Keleluasaan daerah atau kontrol pusat?”, dalam

Arsyad Anwar dan Iwan Jaya Azis (Editor), Bunga Rampai Ekonomi,

FE UI, Kota Palopo.

Ingram, Robert W., Patersen, Russely J., and Martin, Susan. 1991. Accounting

and Financial Reporting for Governmental and Non Profit

Organization. New York: Mc Graw Hill Inc.

Joestamadji, 2000, Pengaruh Pinjaman Daerah terhadap PDRB dam PDRB

terhadap PAD di Kota Surabaya, Tesis S2 Program Pasca Sarjana

UGM, Yogyakarta.

28

Juli Lutfiati, 2001, Kemampuan Keuangan Daerah Untuk Melakukan Pinjaman

Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kediri), Tesis S2 Program Pasca

Sarjana UGM, Yogyakarta (Tidak dipublikasikan).

Kaho, Yosef Riwu, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia, PT. Bina Aksara, Kota Palopo.

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan

Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Kunarjo. 1996. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Edisi III.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Mamesah, D. J., 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PT. Gramedia

Pustaka Utama, Kota Palopo.

Musgrave, Richard A, dan Peggy Musgrave, 1993, Public Finance in The

Theory and Practice ( Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait), MC-Graw

Hill Kogakusha, (Ltd Tokyo).

Nataluddin, 2001, Kemampuan Keuangan Daerah dalam Melakukan Pinjaman

Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 di Propinsi Jambi.

Tesis Magister Ekonomi Pembangunan UGM, Jogjakarta.

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

________________. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002

tentang Pedoman pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan

Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan

Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.

________________. Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2005 tentang

Pinjaman Daerah.

________________. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Riphat Singgih dan Parluhutan Hutahaean (1997), “Strategi Pemantapan

Keuangan Daerah dan Kebijakan Desentralisasi : Suatu Analisis

tentan Pinjaman Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan

Pembangunan”, Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol. 4 No. 2, 7- 41.

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan

Daerah. Edisi I. Yogyakarta : Andi.

29

Syamsi, Ibnu., 1986, Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan,

Pemograman, dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional,

CV. Rajawali, Kota Palopo.

Todaro, M.P. 1997. Economics Development. Six Edition. New York: Logman

Group Ltd.

Usman, Moneyzar, 1998, “Peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”, Wacana Vol.1:

63-70.

Widodo, Hg. S. T., 1993, Indikator Ekonomi, Edisi Kesembilan Kanisius,

Yogyakarta.

Widodo, Suseno T. 1990. Indikator Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Yulinawati, N., 1999, Dampak Pinjaman Daerah Pada Penerimaan Daerah

Sendiri dan PDRB di Kabupaten Dati II Lampung Tengah, Tesis S2

Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.