bab iii hasil penelitian dan analisis -...
TRANSCRIPT
41
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Dalam Bab ini Penulis menggambarkan suatu hasil penelitian yang
diperoleh dari putusan pengadilan No. 1887. Uraian tentang hasil penelitian atas
putusan tersebut akan dibagi menjadi beberapa sub Bab dan terutama sebagai
sisipan analisis akan dikemukakan bagian dari putusan tersebut yang menurut
pendapat Penulis memiliki tanda-tanda bahwa Trust Receipt ada di dalam Putusan
1887 seperti dalam BAB II sudah digambarkan prinsip-prinsip dan kaedah yang
berlaku.
Bab ini juga berisi penggambaran analisis Trust Receipt dengan cara
membandingkan uraian kepustakaan mengenai prinsip – prinsip hukum dalam
Trust Receipt pada BAB II dengan unsur-unsur / indikator-indikator Trust Receipt
yang dianggap ada dalam putusan 1887.
3.1. Pihak-Pihak dalam Putusan 1887
Hasil penelitian berupa Putusan 1887 itu menyangkut perkara perdata
dalam tingkat kasasi, antara pihak – pihak. Yaitu PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia”, berkedudukan di Jakarta, Jalan Kalibesar Barat
No.43, yang diwakili oleh dan memilih domilisi di kantor kuasanya LOEKMAN
WIRIADINATA, SH., dan kawan-kawan, Advokat dan Pengacara, Jalan Veteran
42
III/7A Jakarta berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 28 Februari 1986 selaku
Pemohon Kasasi.
Pemohon Kasasi dahulu adalah pihak Tergugat I-Pembanding; Sedangkan
pada pihak Termohon Kasasi adalah PT. Sejahtera Bank Umum, berkedudukan di
Jakarta, Jalan Tiang Bendera No.15 Jakarta Barat, dalam hal ini diwakili oleh
kuasanya : HERMAN WIDJAJA, SH., dan kawan, berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 10 Maret 1986. Termohon kasasi, dahulu adalah pihak Penggugat-
Terbanding. Pihak Termohon Kasasi berikutnya adalah PT. GESPAMINDO,
berkedudukan di Jakarta, Jalan Mangun Sarkoro No.8 Jakarta Pusat, Pihak Turut
Termohon kasasi dahulu adalah pihak tergugat II-Turut Terbanding.
3.2. Dalil-Dalil Putusan 1887
Dari surat-surat yang telah dibaca oleh Mahkamah Agung, ternyata bahwa
Termohon kasasi sebagai Penggugat asli telah menggugat pihak Pemohon Kasasi
dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pada pokoknya dalil-dalil
pihak – pihak tersebut Penulis kemukakan sebagai berikut di bawah ini.
Pada akhir tahun 1982, permulaan tahun 1983 Tergugat asli II dalam hal
ini PT. Gespamindo telah melakukan import pupuk dari Phosphate Mining
Company of Christmas Island Ltd. Canberra, Australia. Adapun jumlah pupuk
yang diimport oleh PT Gespamindo adalah sebanyak 3000 metric ton seharga
seluruhnya US.$ 195.000,- . Import pupuk yang dilakukan oleh PT Gespamindo
43
tersebut dilakukan atas pesanan PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT.
Sinar Mulia Buana, masing-masing sebanyak1000 metric ton.
Untuk melaksanakan impor tersebut, atas permintaan Tergugat asli II,
Penggugat asli dalam hal ini PT. Bank Sejahtera Umum melalui The Chartered
Bank di Jakarta telah membuka 3 buah L/C untuk dibayar kepada pihak eksportir
di Canberra Australia, yang keseluruhannya berjumlah US.$ 195.000,-.
Pupuk import tersebut telah dikirim dan diangkut oleh Tergugat asli I,
dalam hal ini PT. Perusahaan Pelayaran Samudra “Samuda Indonesia” sesuai Bill
of Lading / Konosemen dari Melbourne tertanggal 23 Maret 1983.
Setelah ditebus oleh Penggugat asli1, dari The Chartered Bank Jakarta.
Semua lembar dari Bill of Lading / Konosemen tersebut yang masing-masing
dibuat rangkap 2, kini ada pada Penggugat Asli.
Meskipun demikian, sesuai jawaban dari Tergugat Asli I, ternyata seluruh
impor tersebut oleh Tergugat Asli I telah diserahkan kepada pemesannya dengan
melalui Tergugat Asli II, tanpa penyerahan Bill of Lading / Konosemen asli.
Pada titik ini atau point / dalil di Mahkamah Agung ini, Penulis melihat
bahwa sebetulnya terdapat indikator Trust Receipt. Mungkin saja sudah sempat
dibuat oleh para pihak dalam hal ini antara PT. Bank Sejahtera Umum dengan the
Chartered Bank Jakarta. Namun belakangan ternyata,si Pihak PT. Gespamindolah
malahan yang menjual barang impor itu kepada tiga PT. Pemesan tanpa
1 menurut Penulis yang dimaksud dengan kata ditebus adalah dibeli oleh PT. Bank Sejahtera
Umum.
44
persetujuan PT. Bank Sejahtera Umum, yang menurut Penulis telah memberi
Trust Receipt kepada the Chartered Bank Jakarta.
3.3. Kewajiban Pembayaran Tersisa
Sesuai dengan ketentuan, maka Tergugat Asli II untuk kepentingan
pembukaan L/C tersebut di atas masih mempunyai kewajiban pembayaran kepada
Penggugat Asli uang sejumlah sebagai berikut : Untuk L/C tanggal 31 Januari
1983 No. 901/0475/83 dan tanggal 31 Januari 1983 No. 901/076/83 sebesar : 2 X
US.$ 65.000 = US.$ 130.000,-, Baru dibayar 10% = US.$ 13.000,-, Sisa = US.$
117.000,-. Untuk L/C tanggal 14 Februari 1983 No. 901/0691/83, sejumlah :1 x
US.$ 65.000,- = US.$ 65.000,-, Baru dibayar 20% = US.$ 13.000,-, Sisa
seluruhnya : US.$ 117.000,- + US.$ 52.000,- = US.$ 169.000,-.
Penulis berpendapat bahwa sebetulnya yang dimaksud pembukaan L/C itu
adalah tidak mempunyai makna yuridis. Mengingat secara yuridis yang
menerbitkan L/C dalam kasus ini adalah The Chartered Bank di Jakarta. Atau ada
kemungkinan L/C tersebut, bersama-sama dengan documentary credit telah
“ditukarkan” dengan Trust Receipt yang diserahkan kepada the Chartered Bank.
3.4. Perbuatan Melawan Hukum
PT. Gespamindo tidak melakukan pembayaran atas sisa kewajibannya.
Sehingga menurut hukum, Tergugat Asli II telah melakukan perbuatan melawan
45
hukum. Derry Firmansyah dalam skripsinya berpendapat 2 bahwa yang terjadi
sesungguhnya adalah suatu wanprestasi dus bukan Perbuatan Melawan Hukum
(PMH) sebagaimana dikemukakan oleh para hakim yang mengadili dan memutus
kasus itu. Demikian juga dengan Tergugat Asli I yaitu PT. Pelayaran Samudra
“Samudra Indonesia” atas tindakannya yang secara tanpa hak menurut para
hakim, menyerahkan pupuk yang diangkutnya kepada pihak yang tidak dapat
menunjukkan Bill of Lading / Konosemen dari pupuk tersebut, adalah merupakan
perbuatan yang melawan hokum. PMH tersebut adalah pelanggaran Pasal 507,
508, 509 dan atau 510. Namun ada yang berpendapat3 bahwa sebetulnya PT.
Pelayaran Samudera Indonesia tidak ada sangkut paut dalam perhubungan hukum
itu.
3.5. Ganti Rugi yang Dituntut
Dengan adanya perbuatan melawan hukum dari Tergugat-Tergugat Asli
tersebut, Penggugat Asli berhak menurut pembayaran dari Tergugat-Tergugat Asli
secara tanggung renteng sejumlah US.$ 169.000,- ditambah ganti rugi, bunga 13%
per tahun terhitung mulai tanggal 24 Maret 1983 sampai dengan 15 November
1984 = US.$ 36.378,72, sehingga jumlah seluruhnya US.% 205.738,72
2 Menurut Firmansyah, SH, bahwa dalam kasus 1887 yang ada seharusnya wanprestasi dan bukan
perbuatan melawan hukum adalah suatu penemuan hukum.
3 Skripsi Derry Firmansyah, SH.
46
3.6. Sita Jaminan yang Dituntut
Untuk menjamin pelaksanaan putusan dalam perkara, Penggugat asli
sempat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus
kasus atau perkara tersebut agar terhadap barang-barang bergerak milik Tergugat-
tergugat asli, diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag).
Penggugat asli menuntut kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk
memutus didalam Provinsi supaya para hakim dimaksud meletakkan sita jaminan
atas barang-barang bergerak berupa alat perlengkapan kantor. Sita jaminan yang
juga dimintakan kepada para hakim untuk dilakukan atas tanah berikut bangunan
Milik Tergugat I yang terletak di Jalan Let. Jen. S. Parman No.35 Jakarta Barat.
Penggugat asli juga memohon agar para majelis hakim tersebut
menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan sebelumnya.
Selanjutnya Penggugat Asli kemudian meminta supaya para hakim menyatakan
bahwa Tergugat I : PT. Samudera Indonesia telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Adapun Perbuawan Melawan Hukum dimaksud adalah dalam
kedudukannya sebagai pengangkut dan / atau sebagai agen pelayaran telah
menyerahkan barang berupa 300 metric ton kepada pihak ketiga tanpa penyerahan
Bill of Lading / Konosemen asli, sehingga merugikan kepentingan Penggugat
sejumlah US.$ 205.738.72.
Penggugat Asli, dalam hal ini PT. Bank Sejahtera Umum juga menuntut
kepada Pengadilan untuk menyatakan bahwa Tergugat II telah melakukan aspek
perbuatan melawan hukum. Lainnya yaitu telah tidak memenuhi kewajibannya
47
kepada Penggugat sehubungan dengan pembukuan 3 (tiga) L/C : L/C
No.901/0475/83 sebesar US.$ 65.000,- , L/C No. 901/0476/83 sebesar US.$
65.000,- + US.$ 130.000,- sudah dibayar 10% US.S 13.000,- US.$ 117.000,- , L/C
No. 901/0691/83 sebesar US.$ 65.000,- , dibayar 20% US.$ 13.000,- US.$
52.000,- US.$ 169.000,- , bunga (24 Maret 1983 sampai dengan 15 November
1984); 602 hari x 13% p.a US.$ 36.738,72. Jumlah berikut bunga sebesar US.$
205.738,72.
Penggugat Asli juga meminta Pengadilan supaya menghukum oleh karena
itu Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar kepada
Penggugat secara tunai dan sekaligus uang sejumlah US.$ 205.738,72 atau dengan
nilai lawan dengan kurs US.$ 1 = Rp 1.072,- yakni berjumlah 205.738,72 X Rp
1.072 = Rp 220.551.908,- (dua ratus dua puluh juta lima ratus lima puluh satu ribu
sembilan ratus delapan rupiah), ditambah dengan bunga yang berlaku bagi suatu
pemberian kredit dan jumlah tersebut.
Adapun bunga yang dituntut adalah sebesar 2,5% per bulan, sejak mulai
didaftarkannya gugatan itu sampai dibayar lunas jumlah tersebut di atas.
Penggugat Asli memohon Pengadilan menyatakan putusan dalam kasus itu
dapat dijalankan lebih dahulu, meskipun andaikata Tergugat I dan II naik banding
atau kasasi atau mengadakan verzet.
Penggugat Asli juga memohon kepada Pengadilan supaya para Tergugat
membayar biaya-biaya menurut hukum atau setidak-tidaknya Pengadilan memberi
putusan yang seadil-adilnya sebagaimana layaknya suatu pengadilan yang baik.
48
3.7. Delik-Delik Eksepsi Tergugat Asli II
Terhadap gugatan Penggugat Asli tersebut, oleh Tergugat Asli II diajukan
eksepsi yang pada pokoknya dengan dalil-dalil sebagai berikut di bawah ini.
Gugatan Penggugat asli campur aduk antara wanprestasi dengan perbuatan
melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365 BW.
Karena itu, gugatan Penggugat Asli yang kabur itu harus ditolak dan / atau
dinyatakan bahwa gugatan itu adalah mengenai wansprestasi saja atau mengenai
perbuatan melawan hukum saja.
3.8. Putusan Pengadilan Negeri
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah
mengambil putusan. Adapun Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu dibuat
pada tanggal 18 September 1985 No. 009/Pdt/G/1985/PN.Jkt. Bar.
Amar Putusan dimaksud adalah mengabulkan gugatan Penggugat untuk
sebagian. Para hakim juga menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang
diletakkan dalam perkara itu.
Selanjutnya para hakim juga menyatakan bahwa Tergugat I, PT. Samudera
Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni dalam
kedudukannya sebagai pengangkut dan / atau sebagai agen pelayaran telah
menyerahkan barang berupa 3000 metric ton pupuk Phosphate kepada pihak
ketiga tanpa penyerahan Bill of Lading / Konosemen asli, sehingga merugikan
Penggugat sebesar US.$ 169.000,- (seratus enam puluh sembilan ribu US dollar).
49
Amar putusan hakim juga menyatakan bahwa Tergugat I membayar dengan tunai
dan sekaligus dengan penerimaan surat tanda pembayaran yang sah, kepada
Penggugat yang sebesar US.$ 169.000,- (seratus enam puluh sembilan ribu U$
dollar), atau dengan nilai lawan dengan kurs US.$ 1 = Rp 1.072,- atau kurs yang
sedang berlaku pada saat pembayaran dilakukan. Putusan tersebut dapat
dijalankan lebih dahulu, tanpa mengindahkan Tergugat I mengajukan perlawanan,
banding, atau kasasi (uitvoerbaar bij voorraad).
Para hakim juga menyatakan bahwa mereka menolak gugatan Penggugat
untuk selebihnya dan menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara,
yang hingga sekarang ditentukan sebesar Rp 90.750- (sembilan puluh ribu tujuh
ratus lima puluh rupiah).
3.9. Putusan Pengadilan Banding
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat sebagaimana telah dikemukakan
di atas dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I telah diperbaiki oleh
Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusannya tanggal 8 Januari 1986
No.544/Pdt/1985/PT.DKI. Adapun amar Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta
tersebut berbunyi sebagai berikut di bawah ini :
Majelis hakim dalam perkara itu menerima permohonan banding dari
Pembanding semula Tergugat I. Mereka juga menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat tanggal 11 September 1985
No.009/Pdt/G/1985PN.JKT.BAR., yang dimohonkan banding namun demikian
50
para hakim tersebut melakukan perbaikan atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Barat itu sehingga berbunyi: mengabulkan gugatan penggugat untuk sebahagian.
Selanjutnya amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Barat itu juga
menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan dalam perkara
tersebut, menyatakan bahwa Tergugat I, PT. Samudra Indonesia dalam
kedudukannya sebagai pengakut dan sebagai agen pelayaran dengan menyerahkan
barang berupa 3000 metric ton pupuk Phospate kepada pihak ketiga tanpa
penyerahan Bill of Lading/Konosemen asli dan Tergugat II, PT. Gespamindo yang
telah meminta agar 3000 metric ton pupuk itu diserahan tanpa Bill of Lading /
Konosemen asli, telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Para hakim dalam Amar Putusan itu juga menghukum oleh karena itu
Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar kepada
Penggugat secara tunai dan sekaligus, uang sejumalh US.$ 169.000,- (seratus
enam puluh sembila ribu US dollar) dengan nilai tukar rupiah pada saat
pembayaran dilakukan, ditambah dengan ganti rugi sebesar 6% setahun dari
jumlah tersebut, mulai dari gugatan didaftarkan sampai dibayar lunas.
Para hakim dalam perkata itu juga menyatakan bahwa perkara itu dapat
dijalankan lebih dahulu, meskipun Tergugat I dan Tergugat II mengajukan upaya-
upaya hukum seperti perlawanan, banding, atau kasasi.
Akhirnya para hakim tersebut juga dalam Amar Putusannya menolak
gugatan Penggugat selebihnya; Menghukum Tergugat I sekarang Pembanding
51
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding sebesar Rp 17.750,- (tujuh
belas ribu rujuh ratus lima puluh rupiah).
3.10. Perkara Kasasi di Mahkamah Agung
Menyusul putusan Pengadilan Tinggi di atas telah diberitahukan kepada
Tergugat I Pembanding pada tanggal 19 Februari 1986, kemudian terhadapnya
oleh Tergugat I Pembanding (dengan perantaraan kuasanya khusus berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal 28 Februari 1986) diajukan permohonan kasasi secara
lisan pada tanggal 3 Maret 1986 sebagaimana ternyata dari akta permohonan
kasasi No. 014/Srt. Perdata/1986 yang dibuat oleh Panitera Kepala Pengadilan
Negeri Jakarta Barat. Permohonan Kasasi tersebut kemudian disusul oleh memori
kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kapaniteraan Pengadilan
Negeri tersebut pada tanggal 14 Maret 1986.
Setelah itu oleh Penggugat-Terbanding yang pada tanggal 15 Maret 1986
telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat I-Pembanding, diajukan
jawaban memori kasasi, diterima Kapaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
tanggal 5 April 1986.
Baik pemberitahuan isi putusan maupun permohonan kasasi dilakukan
sesudah Undang-Undang No.14 tahun 1985 berlaku, maka terhadap perkara kasasi
tersebut diberlakukan tenggang-tenggang waktu kasasi menurut Undang-Undang
No.14 tahun 1985.
52
Permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasan yang telah diberitahukan
kepada pihak lawan dengan seksama diajukan dalam tenggang waktu dan dengan
cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan
kasasi tersebut secara legal dapat diterima.
3.11. Memori Kasasi yang Digunakan
Keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon kasasi dalam memori
kasasi tersebut pada pokoknya diuraikan oleh Penulis di bawah ini.
Putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
tentang putusan dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) adalah
melanggar Pasal 189 (1) HIR jo. Instruksi Mahkamah Agung tanggal 13 Februari
1958 No.348/K/5216/M dan surat Mahkamah Agung terganggal 30 Mei 1975 No.
158/0254/i/um/1975 serta surat-surat edaran Mahmakah Agung No. 06/1975
tanggal 1 Desember 1975, No.3/1971 tanggal 17 Mei 1971, No.02/1975 tanggal
28 Agustus 1975.
Menurut Pemdion Kasasi, dalam perkara tersebut tidak ada hal-hal yang
bersifat eksepsional, lagipula terhadap barang-barang milik Tergugat Asal 1 Ayat
(15) Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank Umum untuk
mewakili kepentingan pemegang Surat Berharga berdasarkan perjanjian antara
Bank Umum dengan emiten Surat Berharga yang bersangkutan telah diletakkan
sita jaminan yang nilainya melebihi nilai gugatan.
53
Terlihat menurut dalil Pemohon Kasasi bahwa dalam gugatan, yang
menjadi pokok perkara bukan karena telah diserahkannya barang yang diangkut
oleh Tergugat Asal I yang in casu atas permintaan Tergugat Asli kepada pemesan
sebagaimana terlihat dalam B/L nya. Melainkan karena masih adanya kewajiban
pembayaran oleh Tergugat Asal II kepada Penggugat asal, uang sejumlah US.$
169.000,- sebagai akibat dibukanya L/C untuk mengimpor pupuk dari Australia.
Dengan adanya kenyataan tersebut, maka menurut pemohon kasasi Judex
Facti seharusnya mempertimbangkan, siapa yang dibebani tanggung jawab.
Pengadilan Tinggi menganggap telah terbukti bahwa Tergugat Asal II
melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi
Penggugat asal, maka sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata,
yang wajib mengganti kerugian adalah Tergugat Asal II.
Di samping itu, menurut pemohon kasasi Judex Facti 4 juga tidak
mempertimbangkan akan hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak terhadap
perjanjian yang dibuatnya, yang dalam perkara a quo adalah adanya L/C yang
dibuat oleh dan di antara Penggugat asal dengan Tergugat Asal II dan adanya B/L
yang dibuat oleh dan di antara Tergugat Asal II dengan Tergugat Asal I.
Kedua perjanjian itu menurut Pemohon Kasasi berbeda, yaitu L/C diatur
dalam Undang-Undang Pokok Perbankan Kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan
4 Yang dimaksud dengan judex factie adalah pengadilan dimana majelis hakim di Pengadilan
Tinggi memutus dengan pemeriksaan fakta. Berbeda dengan judex juris, hakim memutus hanya
mempertimbangkan hukumnya saja.
54
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
Sedangkan Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank
Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan
perjanjian antara Bank Umum dengan emiten surat berharga yang bersangkutan .5
Sedangkan B/L diatur dalam KUHD yang menyamakan dengan
konosemen atau Surat Berhaga dalam mana pengangkut menerangkan bahwa ia
telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang
ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (Penerima)
disertai dengan janji – janji apa penyerahan akan terjadi6 dan dalam perkara a quo
kedua perjanjian itu merupakan perjanjian yang masing-masing berdiri sendiri-
sendiri.
Sehingga menurut Pasal 1338 (1) dan Pasal 1340 KUHPerdata, hak-hak
dan kewajiban-kewajibannya juga terpisah satu sama lain, karena perjanjian hanya
mengikat bagi para pihak yang membuatnya 7 dan tidak dapat membawa rugi
kepada pihak ketiga.
Mengenai hal ini dapat dilihat tentang asas kepribadian dalam
KUHPerdata asas Kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang
5 UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 11 dan 15.
6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
7 Asas Kepribdian, dalam KUHPerdata Pasal 1340.
55
yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan Pasal 1315
dan 1340 BW.8
Atas dari itu, menurut Pemohon Kasasi maka kerugian yang ditimbulkan
oleh belum dibayarnya lunas L/C oleh Tergugat asal II tidak dapat dibebankan
kepada Tergugat Asal I dengan alasan barang-barang yang diangkutnya telah
diserahkan tanpa B/L asli, yang notebene penyerahan tersebut telah mendapat
jaminan dari Tergugat Asal II dan sebelumnya telah mendapat pula persetujuan
dari prinsipnya.
3.12. Putusan yang Kontradiktif
Selain hal-hal yang diuraikan di atas, Putusan Pengadilan Negeri mengenai
perkara a quo mengandung kontradiksi. Di mana dalam pertimbangan hukum
menyatakan telah terbukti bahwa Tergugat Asal II masih mempunyai kekurangan
pembayaran kepada Penggugat asal sebesar US.$ 169.000,- tetapi dalam amarnya
menghukum pembayaran L/C sebesar US.$ 169.000,- Tergugat Asal I secara
tanggung renteng membayar kerugian itu. Putusan Pengadilan Tinggi yang
menghukum Tergugat Asal I dan II secara tanggung renteng membayar ganti rugi
kepada Penggugat Asal sebesar US.$ 169.000,- adalah melanggar Pasal 1282
KUHPerdata yang berbunyi;
“tiada perikatan dianggap tanggung-menanggung, melainkan
jika hal itu dinyatakan secara tegas”.
8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1315 dan 1340 BW.
56
Selama persidangan, menurut pendapat Pemohon Kasasi Penggugat Asal
tidak dapat membuktikan adanya perjanjian / hubungan hukum antara Penggugat
asal dengan Tergugat Asal I, dan juga tidak dapat membuktikan adanya suatu
perjanjian tanggung renteng antara Tergugat Asal I dengan Tergugat Asal II, dan
pula tidak ada undang-undang yang menetapan demikian.
Pula, Penggugat Asal tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang
diderita Penggugat Asal adalah sebagai akibat perbuatan Tergugat Asal I. Oleh
karena Penggugat asal tidak dapat membuktikan secara terinci kerugian yang
dideritanya, maka gugatan tentang ganti rugi harus ditolak.
Tambahkan pula, menurut Pemohon Kasasi suatu putusan Pengadilan
tidak boleh mengandung kontradiksi antara pertimbangan hukum dengan amar
dalam pelaksanaannya (Putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Desember 1971
No. 598 K/Sip/1971 dan Putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Maret 1972 No.51
K/Sip/1972).
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, maka menurut pendapat
Pemohon Kasasi tidak ada alasan bagi Judex Facti untuk menghukum Tergugat
Asal I secara tanggung renteng dengan Tergugat Asal II untuk membayar ganti
kerugian kepada Penggugat asal.
57
3.13. Hukum Tentang Bunga Bank
Putusan Pengadilan Tinggi yang mengabulkan bunga ganti rugi sebesar
6% setahun juga menurut pendapat Pemohon Kasasi adalah melanggar hukum
yang berlaku tentang bunga pinjaman di bank.
Penggugat Asal tidak dapat membuktikan bahwa antara Tergugat Asal I
dengan Penggugat Asal ada suatu hubungan hukum. Sehingga, dengan demikian
telah tidak terbukti pula bahwa antara Tergugat asal I dengan Penggugat asal ada
perjanjian mengenai bunga. Dari Putusan Mahkamah Agung tanggal 7 Agustus
1975 No. 1114 K/Sip/1972 dapat diketahui dengan jelas bahwa tuntutan bunga
harus diperjanjikan dalam perjanjian, tanpa ada diperjanjikan, tuntutan bunga
harus ditolak.
Dalam perkara a quo, bunga yang dituntut sebagai ganti rugi tersebut tidak
diperjanjikan dalam perjanjian L/C dan tuntutan bunga ganti rugi sebesar 13% per
tahun bukan merupakan bunga bank sebagaimana lazimnya.
3.14. L/C Bukan Hutang-Piutang Biasa
Selain itu perjanjian L/C bukan merupakan perjanjian hutang-piutang biasa
antara satu orang dengan orang lain yang mungkin berdasarkan rasa keadilan
dapat ditetapkan oleh Pengadilan besarnya bunga sebagai ganti rugi, melainkan
merupakan suatu perjanjian pinjam meminjam antar bank di satu pihak dengan
peminjam di lain pihak.
58
Menurut Pendapat Penulis dalam L/C "peminjam", bukan suatu hubungan
hukum hutang-piutang, tetapi surat tanda bukti Pembiayaan Internasional oleh
suatu Bank (the issuing Bank) berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu. Sehingga, seharusnya tentang bunga secara tegas dicantumkan
dalam perjanjian dan apabila tidak adalah merupakan resiko bank sendiri.
3.15. Ketertiban Beracara
Putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan dengan perbaikan Putusan
Pengadilan Negeri menurut Pemohon Kasasi terdapat ketidaktertiban dalam
beracara dan mengandung kontradiksi dan kabur, serta melanggar Pasal 181 (1)
HIR dan Pasal 184 (1) HIR.
Dalam pertimbangan hukumnya, Pengadilan Negeri menyatakan bahwa
telah terbukti berdasarkan hukum bahwa Tergugat asal II mempunyai kekurangan
pembayaran kepada Penggugat Asal sejumlah US.$ 169.000,- hingga dengan
demikian tuntutan Penggugat asal sepanjang Tergugat Asal II tidak memenuhi
kewajibannya kepada Penggugat asal sejumlah US.$ 169.000,- harus dikabulkan.
Akan tetapi dalam amarnya, apa yang telah dipertimbangkan itu sama sekali tidak
tercantum.
Sewaktu dalam tingkat Banding, terhadap hal tersebut telah diajukan
keberatan oleh Tergugat Asal I dalam memori bandingnya, sehingga Pengadilan
Tinggi hendak memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri tentunya hal tersebut
59
dipertimbangkan. Akan tetapi, kenyataannya hal tersebut tidak dipertimbangkan
oleh Pengadilan Tinggi.
Andaikata Pengadilan Tinggi hendak mengadili sendiri, menurut Pemohon
Kasasi seharusnya Pengadilan Tinggi membatalkan Putusan Pengadilan Negeri
lebih dahulu dan kemudian dengan pertimbangannya sendiri memberikan
putusannya. Putusan Pengadilan Negeri mengenai ganti rugi dan tanggung renteng
adalah tepat. Sehingga, Tergugat Asal I tidak memperoleh lagi dalam memori
bandingnya, akan tetapi kenyataannya Pengadilan Tinggi telah meninjau Putusan
Pengadilan Negeri yang tidak dibanding itu dan mengubahnya dengan
mengabulkan tuntutan Penggugat Asal akan bunga ganti rugi dan tanggung
renteng.
Sehingga menurut Pemohon Kasasi dalam hal ini Pengadilan Tinggi telah
menyimpang dari Putusan Mahkamah Agung tanggal 2 Desember 1975 No.261
K/Sip/1973.
Kecuali itu, menurut Pemohon Kasasi Putusan Pengadilan Tinggi juga
mengandung kontradiksi dan kabur, karena di satu pihak menyatakan bahwa
kerugian yang diderita Penggugat asal adalah sebanyak sisa pelunasan L/C yang
masih harus dibayar oleh Tergugat Asal I telah melakukan perbuatan melanggar
hukum dan dihukum untuk membayar kerugian yang diderita Penggugat Asal
sebesar US.$ 169.000,- secara tanggung renteng, meskipun Penggugat asal tidak
dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya itu adalah akibat perbuatan
Tergugat Asal I.
60
Kemudian ternyata pula bahwa Putusan Pengadilan Tinggi telah
melanggar Pasal 181 (1) HIR jo. Pasal 184 (1) HIR tentang biaya perkara, yaitu
dalam putusannya, Pengadilan Tinggi telah memutuskan bahwa Tergugat Asal I
dan II telah melakukan perbuatan melawan hukum dan karenanya menghukum
Tergugat Asal I dan II secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat asal
uang sejumlah US.$ 169.000,- sehingga ini berarti bahwa Tergugat Asal I dan II
dinyatakan sebagai pihak yang kalau dan berdasarkan Pasal 181 (1) HIR jo 184
(1) HIR harus dihukum untuk membayar biaya perkara.
Akan tetapi kenyataannya dalam amar, yang dihukum untuk membayar
biaya perkara hanya Tergugat Asal I. Judex Facti baik dalam proses pemeriksaan
dan dalam putusannya terdapat keanehan-keanehan dan ketidaktertiban dalam
beracara.
Pertimbangan pengadilan Negeri menyatakan Tergugat asal II terbukti
melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu tidak melunasi kekurangan
pembayaran L/C kepada Penggugat asal, akan tetapi anehnya amar putusannya
tidak mencantumkan hukuman terhadap Tergugat Asal II. Malah, yang
dicantumkan adalah hukuman terhadap Tergugat Asal I, meskipun Penggugat
Asal tidak dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya adalah akibat
perbuatan Tergugat Asal I.
Pada waktu putusan diucapkan jelas dinyatakan oleh Majelis Pengadilan
Negeri bahwa biaya perkara dibebankan kepada Tergugat Asal II, demikian pula
sebagaimana tercantum dalam akta banding, tetapi dalam amar putusan, yang
dihukum membayar biaya perkara adalah Tergugat Asal I.
61
Putusan Pengadilan Tinggi terdapat kontradiksi dan kabur, karena di satu
pihak menyatakan bahwa kerugian yang diderita Penggugat Asal adalah karena
belum dilunasinya sisa pembayaran L/C oleh Tergugat Asal II dan karena itu
tuntutan tersebut dapat dikabulkan, akan tetapi anehnya, Tergugat Asal I juga
turut dihukum secara tanggung renteng, meskipun Penggusal asal tidak dapat
membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya adalah akibat perbuatan Tergugat
Asal I.
Lebih aneh lagi, menurut Pemohon Kasasi bahwa berkas perkara dikirim
oleh Pengadilan Negeri tanggal 21 November 1985, tetapi telah diterima oleh
Pengadilan Tinggi pada tanggal 19 November 1985.
3.16. Pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Agung
Para hakim dalam majelis peradilan Kasasi yang terdiri dari R. Poerwoto
Soehadi Gandasoebrata, S.H., Wakil ketua sebagai ketua, Ny. Djoewarini, S.H.,
dan Yahya, S.H, sebagai Hakim-Hakim Anggota mempertimbangkan jika
keberatan yang diajukan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, karena hal
tersebut tidak perlu dipertimbangkan, sebab amar dalam putusan kasasi tidak perlu
menyebutkan tentang serta merta.
Pengadilan Tinggi Jakarta tidak salah menerapkan hukum demikian
menurut para majelis hakim, lagi pula keberatan tersebut mengenai penilaian hasil
pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak
dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi karena pemeriksaan dalam tingkat
62
kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam
perlaksanaan hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-
Undang No.14 Tahun 1985.
Tidak ada perjanjian antara Tergugat Asal I dan Tergugat Asal II yang
menyatakan dengan tegas adanya tanggung jawab renteng sesuai dengan
ketentuan Pasal 1282 KUHPerdata.
Oleh karena telah terbukti bahwa Penggugat Asal menderita kerugian
sebesar US.$ 169.000,- sebagai akibat dari kesalahan/perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Tergugat-tergugat Asal, di mana Tergugat Asal I sebagai
pengangkut dan/atau agen pelayaran atas permintaan Tergugat Asal II telah
menyerahkan barang-barang yang diangkutnya kepada pihak ketiga tanpa
penyerahan B/L, maka adalah adil apabila risiko atas kesalahan bersama itu
dipikul oleh Tergugat-Tergugat asal secara bersama-sama pula yakni masing-
masing setengah bagian dari US.$ 169.000,- atau Tergugat Asal I dan II masing-
masing dihukum untuk membayar kepada Penggugat asal, uang sejumlah US.$
84.500,-.
Mengenai penilaian hasil pembuktian, seperti telah dipertimbangkan di
atas, keberatan serupa itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat
kasasi, demikian pertimbangan para MH yang memutus perkara itu.
Pengadilan Tinggi Jakarta tidak salah menerapkan hukum. Pengadilan
Tinggi Jakarta seharusnya membatalkan lebih dahulu Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, sepanjang mengenai gugatan terhadap Tergugat Asal II dan bunga,
63
dan mengadilinya sendiri tentang hal-hal tersebut. Pengadilan Tinggi Jakarta tidak
salah menerapkan hukum, sebab dalam tingkat banding, perkara diperiksa lagi
secara keseluruhan.
Tergugat Asal I dan II telah dinyatakan kalah dalam perkara ini, maka
Tergugat Asal I dan II harus dihukum untuk membayar ongkos perkara.
Pengadilan Tinggi Jakarta tidak salah menerapkan hukum, kecuali mengenai
tanggung renteng.
Menurut pendapat Mahmakah Agung, cukup alasan untuk mengabulkan
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon kasasi. PT. Perusahaan
Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia” tersebut di atas, dan untuk
membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 8 Januari 1986. No.
554/PDT/1985/PT.DKI, yang menguatkan dan memperbaiki Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat tanggal 11 September 1985 No. 009/Pdt/G/1985/Jkt.
Sehingga Mahkamah Agung mengadili sendiri dengan amar sepanjang
mengenai tanggung renteng dan ongkos perkara bahwa dalam perkara tersebut
Pemohon kasasi / Tergugat Asal I dan Turut Termohon Kasasi / Tergugat Asal II
sebagai pihak yang dikalahkan harus membayar semua biaya perkara, baik yang
jatuh dalam tingkat pertama dan tingkat banding, maupun yang jatuh dalam
tingkat kasasi, masing-masing separo-separo.
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No.14 Tahun 1970 dan
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 yang bersangkutan Mahkamah Agung
mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia” tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan
64
Tinggi Jakarta tanggal 8 Januari 1986 No.544/Pdt/1985/PT.DKI yang menguatkan
dan memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 11 September
1985 No. 009/Pdt/G/1985/PN.Jkt.Bar, sepanjang mengenai tanggung renteng dan
ongkos perkara.
3.17. Putusan Kasasi Mahkamah Agung
Mahkamah Agung RI yang mengadili sendiri perkara di tingkat Kasasi itu
memutuskan bahwa Menolak Eksepsi Tergugat II. Selanjutnya Mahkamah Agung
juga menyatakan sah dan berharga conservatoir beslag yang dilaksanakan oleh
Penitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 29 Januari 1986 No.
009/Pdt/1985/PN.Jkt.Bar atas sebidang tanah beserta dua buah bangunan yang
berdiri diatasnya yang terletak di Jalan Let. Jen.S. Parman No.35 (Slipi) Jakarta
Barat.
Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar kepada Penggugat secara tunai
dan sekaligus, masing-masing setengah bagian dari US.$ 169.000,- atau masing-
masing sejumlah US.$ 84.500,- ditambah dengan bunga sebear 6% setahun dari
jumlah tersebut mulai dari gugatan didaftarkan sampai dibayar lunas serta
menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
Mahkamah Agung dalam putusan atas perkara tersebut menghukum
Pemohon Kasasi dan Turut Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara, baik
yang jatuh dalam tingkat pertama dan tingkat banding maupun yang jatuh dalam
65
tingkat kasasi masing-masing separo-separo dan biaya dalam tingkat kasasi ini
ditetapkan sebanyak Rp 20.000,-.
3.18. Analisis
Memang, perlu dinyatakan di sini bahwa gambaran hasil penelitian yang
telah Penulis kemukakan di atas, analisis (break down) Putusan 1887, sama sekali
tampak tidak terdapat apa yang disebut sebagai Trust Receipt. Terkecuali apa
yang telah Penulis kemukakan dalam Sub Judul 3.2 di atas.
Namun demikian Penulis berpendapat bahwa apabila putusan tersebut
diselami, atau dikaji secara mendalam, sebetulnya menurut pendapat Penulis,
terdapat indikator (tanda-tanda) bahwa sesungguhnya, apa yang disebut dengan
Trust Receipt ada di dalam Putusan 1887 tersebut.
Berikut di bawah ini Penulis akan mengemukakan suatu analisis (break
down) unsur-unsur (indikator) Trust Receipt, yang menurut pendapat Penulis
terkandung di dalam Putusan 1887, hasil penelitian dimaksud.
3.19. Pihak dalam Trust Receipt Versi Putusan 1887
Menurut pendapat Penulis, pihak (the party to contract), mengingat Trust
Receipt adalah suatu kontrak (a contract) adalah antara The Standard Chartered
Bank di Jakarta dengan PT. Sejahtera Bank Umum yang di dalam Putusan 1887
adalah berkedudukan sebagai pihak Termohon Kasasi I.
66
Adapun indikator unsur Trust Receipt dimaksud dapat dilihat dalam
ungkapan :
"...untuk melaksanakan impor tersebut, atas permintaan
tergugat Asli II, Penggugat Asli melalui The Chartered Bank di
Jakarta telah membuka tiga buah L/C untuk dibayarkan kepada
penjual pupuk (eksportir)...".
Ungkapan di atas terutama dalam kata-kata "...melalui The Chartered
Bank..." memerlihatkan dengan jelas bahwa pihak yang melakukan pembayaran
pupuk atau (barang impor) dari Australia itu bukan Gespamindo.
Pihak tersebut sesungguhnya adalah the Chartered Bank.
Penulis mengatakan demikian sebab, bukankah sudah merupakan rahasia
umum, bahwa biasanya hanya L/C Bank dengan reputasi Internasional seperti The
Standard Chartered Bank sajalah yang dapat meyakinkan penjual luar negeri
(eksportir) seperti Phospate Mining Company of Christmas Island Ltd., Canberra,
Australia ?
Hal ini selanjutnya membuktikan bahwa "kredit" sebetulnya diberikan
oleh The Chartered Bank kepada PT. Bank Sejahtera Umum.
Selanjutnya, "jaminan"/ secutity atas "kredit" yang diberikan oleh The
Standard Chartered Bank kepada PT. Sejahtera Bank Umum itu adalah dokumen
ekspor yang "dibeli” oleh The Standard Chartered Bank dari Bank-nya si
Eksportir yang ada di Australia. Dimaksud dengan dokumen ekspor adalah
documentary credit.
67
The Standard Chartered Bank kemudian "mendeliver" atau menyerahkan
dokumen eksport kepada PT. Bank Sejahtera Umum. Dengan catatan, PT. Bank
Sejahtera Umum akan "membayar" harga dokumen eksport, yang dalam hal ini
mewakili barang eksport yang telah dibeli atau di impor dari Australia oleh The
Standard Chartered Bank di Jakarta tersebut.
Hanya saja, dalam hukum jaminan (security) berlaku prinsip yang umum,
bahwa barang "jaminan" dikuasai oleh kreditur dalam gadai / plegde antara
debitur dengan si pihak kreditur.
Atas dasar itu, maka dalam rangka “menerobos” "jalan buntu" tidak dapat
dikuasainya dokumen eksport, maka Trust Receipt dikeluarkan oleh pihak The
Srtandard Chartered Bank kepada PT. Bank Sejahtera Umum. Inilah yang Penulis
maksudkan dalam Judul Penelitian dan Karya Tulis kesarjanaan ini dengan “Trust
Receipt” dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya Bill of Lading oleh
Importir dalam Perdagangan Internasional.
PT. Bank Sejahtera Umum kemudian mencari pembeli barang-barang
eksport yang telah dibayar oleh The Standard Chartered Bank tersebut. Pembeli
yang membeli barang-barang eksport itu, Penulis duga adalah PT. Gespamindo.
Dalam Trust Receipt antara The Stadard Chartered Bank dan PT.
Sejahtera Bank Umum tersebut, kemungkinan diisyaratkan bahwa pembayaran
oleh PT. Gespamindo dibayarkan kepada rekening PT. Sejahtera Bank Umum
yang ada di The Standard Chartered Bank.
68
Namun demikian, sampai dengan jatuh tempo pelunasan "kredit import"
yang diberikan oleh The Standard Chartered Bank kepada PT. Bank Sejahtera
Umum tersebut, tidak ada uang yang dibayarkan oleh Gespamindo ke rekening
PT. Sejahtera Bank Umum. Akhirnya PT. Bank Sejahtera Umum "menalangi"
mambayar harga dokumen eksport tersebut dan mengajukan tuntutan perdata
kepada Gespamindo, seperti yang tertera dalam Putusan 1887.
Memerhatikan uraian /analisis tersebut di atas. Penulis berpendapat bahwa
Trust Receipt telah dicoba dipergunakan, antara The Standard Chartered Bank
dan PT. Sejahtera Bnak Umum dalam mengatasi kebuntuan, tidak dapat
dikeluarkan dokumen-dokumen eksport termasuk di dalamnya B/L.
Namun demikian, jalan yang disediakan oleh hukum (a contract) tersebut
dalam tahap-tahap selanjutnya, yaitu dalam hubungan antara PT. Bank Sejahtera
Umum dan PT. Gespamindo, terjadi kendala yang disebabkan oleh PT.
Gespamindo yang tidak dapat menggunakan fasilitas yang diberikan oleh PT.
Sejahtera Bank Umum kepada PT. Gespamindo dan berakhir dalam kasus No
1887 itu.
Tetapi, di atas semuanya, menurut pendapat Penulis, Trust Receipt telah
dipergunakan dan berhasil mengatasi kebutuan antara The Standard Chartered
Bank dan pihak PT. Bank Sejahtera Umum dalam pembiayaan Perdagangan
Internasional.