analisis kelayakan investasi peternakan ayam broiler...
TRANSCRIPT
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
PETERNAKAN AYAM BROILER PADA KONDISI RISIKO
(Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI
EVIN EKA SAPUTRA
H34096032
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
Evin Eka Saputra. Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler pada
Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibawah bimbingan
TINTIN SARIANTI.
Konsumsi daging ayam broiler Indonesia adalah 545.1 ribu ton per tahun.
Konsumsi daging ayam broiler sebesar 4,5 kilogram per kapita per tahun.
Konsumsi per kapita tersebut terus didorong oleh Pemerintah untuk meningkatkan
asupan gizi masyarakat mengingat kandungan gizi ayam broiler yang baik namun
mudah diakses masyarakat karena harga yang relatif murah dibanding harga
daging jenis lain. Dengan jumlah konsumsi per kapita tersebut, individu
memperoleh asupan gizi harian sebesar 19,73 kalori, 1,19 protein, dan 1,63 lemak.
Jumlah ini termasuk kecil dibanding dengan konsumsi perkapita negara lain.
Masyarakat Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat pada tahun 1987 saja
masing-masing telah mencapai 22,69 gram, 53,50 gram, dan 73 gram per kapita
per hari. Rendahnya konsumsi protein asal ternak masyarakat Indonesia ini
merupakan faktor lain yang ikut mendorong perlunya pengembangan peternakan
di Indonesia, termasuk pengembangan peternakan ayam pedaging.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di propinsi Jawa Barat
yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor peternakan untuk
menjadi sektor unggulan dalam kontribusinya menyumbang pendapatan asli
daerah. Dari Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat yang telah direncanakan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah
yang dipilih untuk pengembangan usaha unggas produksi daging dan telur.
Sampai saat ini, Kabupaten Bogor berkontribusi terhadap total Produk Domestik
Bruto Regional Jawa Barat lebih besar dari 10 persen. Salah satu wilayah daerah
di Kabupaten Bogor yang masyarakatnya banyak bergerak dalam usaha budidaya
ayam broiler dengan sistem kemitraan adalah kecamatan Darmaga. Para peternak
yang dapat tergolong peternak rakyat lebih memilih sistem kemitraan karena
banyak kelebihan-kelebihan yang diberikan dengan sistem ini dibanding budidaya
mandiri dengan sistem konvensional.
Salah satu peternak di Kabupaten Bogor yang mengusahakan peternakan
ayam broiler skala rakyat dengan jumlah 6.000 ekor per periode adalah Bapak
Marhaya yang bertempat diwilayah Nanggung, Kabupaten Bogor. Usaha
peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya diwilayah Nanggung, Kabupaten
Bogor telah berjalan sejak tahun 2008. Sejauh ini usaha peternakan milik Bapak
Marhaya berjalan dengan baik. Namun Bapak Marhaya belum mengetahui secara
pasti seberapa besar manfaat (benefit) yang diperoleh atas investasi kandang yang
telah dikeluarkan. Penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis kelayakan
invetasi dari usaha pembesaran ayam broiler yang dijalankan Bapak Marhaya di
wilayah Nanggung, Kabupaten Bogor dengan memperhatikan kondisi risiko.
Kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek adalah Net
Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (B/C), Payback Period (PP), dan
Internal Rate of Return (IRR). Sedangkan tingkat risiko dinilai dengan standar
deviasi dan koefisien variasi.
ii
Usaha peternakan ayam broiler yang dijalankan Bapak Marhaya
berdasarkan analisis aspek non finansial, yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek
manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan menunjukkan kelayakan.
Pengelolaan pembesaran yang dijalankan berjalan dengan efektif dan efisien.
Analisis aspek kelayakan finansial usaha peternakan yang dijalankan
Bapak Marhaya layak untuk dijalankan. Pada perhitungan tanpa kondisi risiko
peternakan mampu menghasilkan NPV Rp 31.121.886 per tahun. Net B/C 1,77 ,
IRR 27,847 persen dan PP dalam jangka waktu 3 tahun 11 bulan 10 hari. Nilai
dari masing-masing kriteria tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan
sehingga peternakan layak dilanjutkan.
Dengan skenario risiko harga terbaik, normal dan terburuk mengahasilkan
nilai koefisien variasi 0,667 dengan hasil kriteria investasi positif. Pada
perhitungan dengan skenario produksi, hasil perhitungan memperlihatkan kondisi
ini dapat membuat usaha peternakan menjadi tidak layak. Nilai koefisien variasi
dengan risiko produksi bernilai 2,879 persen (lebih besar dari risiko harga). Kedua
nilai koefisien tersebut menunjukkan tingkat risiko produksi lebih tinggi daripada
risiko yang diakibatkan harga.
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI
PETERNAKAN AYAM BROILER PADA KONDISI RISIKO (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
EVIN EKA SAPUTRA
H34096032
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler pada
Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak
Marhaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat)
Nama : Evin Eka Saputra
NIM : H34096032
Menyetujui,
Pembimbing
Tintin Sarianti, SP, MM
NIP. 19750316 200501 2 001
Menyetujui:
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi
NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan
Investasi Peternakan Ayam Broiler pada Kondisi Risiko (Studi Kasus: Peternakan
Rakyat Milik Bapak Marhaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat)” adalah hasil karya penulis sendiri dan belum pernah diajukan sebagai
karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Bogor, Juli 2011
Evin Eka Saputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak
Sabar dan Ibu Sularmi. Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 28
September 1988, Lampung. Penulis bersekolah di TK Aisyah Metro kemudian
melanjutkan ke jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 1 Hadimulyo, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2 Kota Metro, dan Sekolah Menengah
Atas Negeri 3 Kota Metro.
Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
USMI. Di IPB penulis mengambil Program Diploma III dengan jurusan
Manajemen Agribisnis dan selesai pada tahun 2009. Kemudian, pada tahun yang
sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan sarjana pada program sarjana
ekstensi IPB dengan jurusan Agribisnis. Program sarjana agribisnis diselesaikan
pada Juli 2011.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Kelayakan Investasi Peternakan Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
(Studi Kasus: Peternakan Rakyat Milik Bapak Marhaya, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam
broiler skala rakyat berdasarkan aspek non finansial dan aspek finansial baik
tanpa risiko maupun dengan kondisi risiko terhadap usaha peternakan ayam
broiler milik Bapak Marhaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Upaya yang terbaik telah dilakukan guna penyelesaian penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan
bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2011
Evin Eka Saputra
H34096032
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdullillahi Rabbil A`lamin, segala puja dan puji penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT serta salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau. Berkat
rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat
kelulusan dan mendapat gelar Sarjana Ekonomi pada Perguruan Tinggi Negeri
Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini tidak akan berhasil tanpa
dukungan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril dan
pemikiran selama proses pembuatan karya tulis tentang Analisis Kelayakan
Investasi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang mendalam kepada:
1. Tintin Sarianti, SP. M.M. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
segala masukan, bimbingan dalam setiap kesulitan dalam proses penulisan
dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Ir. Burhanuddin, M.M atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam
kolokium proposal penelitian dan proses sidang skripsi ini.
3. Amzul Rifin, PhD atas kesediaanya menjadi evaluator akademik tentang
teknis penulisan skripsi ini.
4. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sabar dan Ibu Sularmi yang selalu
memberikan kasih sayang tulus serta bimbingan dalam segala hal untuk
penulis baik moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini.
5. Adik-adikku tersayang Risty Evilia, Elsa Frestanti, dan M.Reza Shihab berkat
mereka penulis selalu mendapatkan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
6. Seluruh keluarga besar di Lampung yang selalu memberikan nasihat
mendalam untuk penulis agar penulis selalu berusaha untuk jadi seseorang
yang lebih baik.
7. Bapak Rofi, Bapak Asep, Gina Mardika Sari dan seluruh karyawan Dramaga
Unggas Farm yang memberikan kesempatan kepada penulis menimba
pengalaman berharga selama proses penulisan.
ix
8. Bapak Marhaya sekeluarga, Asep dan pemilik peternakan di sekitar lokasi
kandang yang bersedia membagi ilmu dan pengalaman kepada penulis guna
mendukung terselesaikannya karya tulis ini.
9. Seluruh keluarga besar Asrama IPB Sukasari atas kesediaannya berbagi canda
dan tawa yang penuh arti sehingga membuat penulis selalu bahagia dan tetap
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Amelia Novianti, Ganda P Adyanto Siregar, Eva Christy dan Mbak Ana
sebagai rekan seperjuangan selama proses pembimbingan dilakukan.
11. Seluruh rekan-rekan Agribisnis khususnya angkatan 7 yang telah memberi
saran maupun kritik membangun terhadap rencana penulisan skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Evin Eka Saputra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
1.4. Manfaat penelitian ...................................................................... 7
1.5. Ruang Lingkup ........................................................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Ayam Broiler ........................................................ 9
2.2. Sejarah Ayam Broiler di Indonesia ............................................ 9
2.3. Usaha Peternakan Ayam Broiler ................................................ 10
2.4. Faktor-faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler ..................... 11
2.4.1. Day Old Chick (DOC) ...................................................... 12
2.4.2. Lahan dan Perkandangan ................................................. 12
2.4.3. Ransum ............................................................................. 13
2.4.4. Obat dan Vaksinasi .......................................................... 14
2.4.5. Tenaga Kerja .................................................................... 15
2.4.6. Biaya Input ....................................................................... 15
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................... 15
2.5.1. Analisis Kelayakan Finansial ........................................... 16
2.5.2. Penelitian yang akan dilakukan ........................................ 17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................................... 19
3.1.1. Studi Kelayakan bisnis ..................................................... 19
3.1.2. Aspek-aspek Studi Kelayakan Bisnis............................... 20
3.1.3. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) ......... 24
3.1.4. Risiko dalam Investasi ..................................................... 25
3.1.5. Konsep Expected Return .................................................. 28
3.1.6. Penilaian Risiko ............................................................... 29
3.1.7. Perhitungan Bunga ........................................................... 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .............................................. 31
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu ...................................................................... 34
4.2. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ......................................... 34
4.3. Data dan Sumber Data ............................................................... 34
4.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 35
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 35
4.6. Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial .................................. 36
4.6.1. Aspek Pasar ...................................................................... 36
4.6.2. Aspek Teknis .................................................................... 37
4.6.3. Aspek Manajemen ............................................................ 37
xi
4.6.4. Aspek Hukum .................................................................. 37
4.7. Analisis Kelayakan Aspek Finansial .......................................... 37
4.7.1. Net Present Value (NPV) ................................................. 37
4.7.2. Net Benefit Cost Ratio (B/C) ............................................ 38
4.7.3. Internal Rate of Return (IRR) .......................................... 38
4.7.4. Payback Period (PP) ........................................................ 39
4.7.5. Discounting Factor dan Compounding Factor ................ 40
4.7.6. Break Even Point.............................................................. 40
4.7.7. Penilaian Risiko dalam Investasi ..................................... 41
4.8. Asumsi Dasar ............................................................................. 43
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Sejarah Umum Peternakan ......................................................... 46
5.2. Jalinan Kerjasama Peternakan milik Bapak Marhaya ................ 46
5.3. Risiko Usaha Peternakan milik Bapak Marhaya ........................ 47
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial .................................. 51
6.1.1. Aspek Pasar ...................................................................... 51
6.1.2. Aspek Teknis ..................................................................... 53
6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum ........................................ 57
6.1.4. Aspek Sosial dan Lingkungan .......................................... 58
6.2. Analisis Aspek Finansial ............................................................ 59
6.2.1. Arus Manfaat (Inflow) ...................................................... 59
6.2.2. Arus Biaya (Outflow) ....................................................... 61
6.2.3. Kelayakan Investasi Usaha Usaha Peternakan Milik
Bapak Marhaya Tanpa Risiko ......................................... 67
6.2.4. Perhitungan Nilai Break Even Point ................................ 69
6.2.5. Nilai Kelayakan pada Peternakan Ayam Broiler dengan
Pola Mandiri .................................................................... 69
6.3. Perhitungan Risiko Usaha Peternakan Milik Bapak Marhaya ... 71
6.3.1. Risiko Produksi ................................................................ 72
6.3.2. Risiko Harga .................................................................... 75
6.3.3. Perhitungan Tingkat Risiko.............................................. 77
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ................................................................................ 80
7.2. Saran ........................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 82
LAMPIRAN .................................................................................................. 84
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Populasi Ayam Broiler di Indonesia dari Tahun
2001-2008 ............................................................................................... 3
2. Perkembangan Produksi Hewan Ternak di Kabupaten Bogor Tahun
2009-2010 ............................................................................................... 4
3. Ruang Gerak yang Dibutuhkan oleh Ayam Broiler Berdasarkan
Bobot Ternak .......................................................................................... 13
4. Kebutuhan Zat Nutrisi yang diperlukan Ayam Broiler .......................... 14
5. Kebutuhan Zat Nutrisi yang diperlukan Ayam Broiler Berdasarkan
Umur ....................................................................................................... 14
6. Produksi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya pada
Kondisi Berbagai Risiko ......................................................................... 47
7. Harga Jual yang Diterima Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak
Marhaya pada Setiap Kondisi ................................................................. 49
8. Penerimaan Usaha Peternakan Ayam Broiler Kondisi Tanpa Risiko .... 60
9. Biaya Investasi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya ......... 61
10. Biaya Reinvestasi yang Dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya ....................................................................................... 63
11. Penyusutan dari Barang Investasi Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya ....................................................................................... 64
12. Biaya Variabel yang Dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya (4346 ekor) ................................................................... 66
13. Biaya Tetap Yang dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya ....................................................................................... 67
14. Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya ............................................................................. 68
15. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Kemitraan ............................................................................................... 69
16. Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya dengan Asumsi Pola Mandiri ............................. 70
17. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Mandiri ................................................................................................... 71
18. Frekuensi Dan Bobot Panen Ayam Broiler di Peternakan Ayam
Broiler Milik Bapak Marhaya ................................................................ 72
19. Biaya Variabel Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
pada Kondisi Risiko Produksi ................................................................ 73
xiii
20. Kriteria Investasi pada Ketiga Kondisi Risiko Produksi Usaha
Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya ................................... 74
21. Frekuensi Harga Jual Daging Broiler di Peternakan Milik Bapak
Marhaya Pada Setiap Kondisi................................................................. 75
22. Penerimaan Usaha Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
pada Risiko Harga Kondisi Tiga Skenario ............................................. 76
23. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya pada Risiko Harga Kondisi Tiga Skenario ................... 76
24. Probabilitas dari Ketiga Kondisi pada Risiko Produksi ......................... 77
25. Probabilitas dari Ketiga Kondisi pada Risiko Harga .............................. 77
26. Tingkat Risiko yang Terjadi pada Ketiga Skenario dalam Risiko
Produksi dan Harga ................................................................................ 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Alur Pemikiran Operasional................................................... 33
2. Saluran Pemasaran Ayam Broiler pada Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya ............................................................................. 52
3. Saluaran Pemasaran Pupuk Kandang pada Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya ............................................................................. 53
4. Kandang Produksi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya .... 54
5. Bentuk dan Layout Kandang Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya ....... 55
6. Proses Pengosongan Kandang pada Masa Jeda Pemeliharaan Ayam
Broiler untuk Persiapan Pemeliharaan ................................................... 56
7. Ayam Broiler Siap Panen dengan Masa Pemeliharaan 45 hari .............. 57
8. Struktur Organisasi pada Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak
Marhaya .................................................................................................. 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Harga Normal ......... 85
2. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Risiko Harga
Terbaik .................................................................................................... 85
3. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Risiko Harga
Terburuk ................................................................................................. 86
4. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Risiko Produksi
Terburuk ................................................................................................. 86
5. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Risiko Produksi
Terbaik .................................................................................................... 87
6. Total Penerimaan Bapak Marahaya pada Kondisi Risiko Produksi
Normal .................................................................................................... 87
7. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Harga
Tanpa Risiko ........................................................................................... 88
8. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
Harga Normal ......................................................................................... 89
9. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
Harga Terbaik ......................................................................................... 90
10. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
Harga Terburuk....................................................................................... 91
11. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
Produksi Normal ..................................................................................... 92
12. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
ProduksiTerbaik ..................................................................................... 93
13. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Risiko
Produksi Terburuk .................................................................................. 94
14. Tingkat Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Bapak Marhaya
pada Kondisi Risiko Harga ..................................................................... 95
15. Tingkat Risiko Usaha Peternakan Ayam Broiler Bapak Marhaya
pada Kondisi Risiko Produksi ................................................................ 95
16. Arus Kas Usaha Budidaya Ayam Broiler pada Kondisi Pola Mandiri... 96
17. Jadwal Proses Pemeliharaan Ayam Broiler pada Peternakan Milik
Bapak Marhaya ....................................................................................... 97
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dari hasil pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6
triliun pada tahun 2008 dan 296,4 triliun pada tahun 2009 atau mengalami
pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap
PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga
sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap
PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah memberi proporsi
perhatian lebih pada pengembangan pertanian dalam rangka pembangunan
perekonomian nasional sudah tepat, karena memberikan hasil kontribusi positip
pada ekonomi nasional1.
Ketersediaan lahan yang luas di Indonesia belum banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat terutama untuk kegiatan peternakan, sampai saat ini produksi
hasil peternakan dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi
daging masyarakat, terutama untuk daging ayam. Dari aspek tersebut,
pengembangan peternakan di Indonesia berpotensi sangat besar. Potensi lahan
untuk pengembangan peternakan mencapai 88,2 juta hektar yang terdiri dari lahan
perkebunan, lahan tegalan, lahan hutan alang-alang, lahan hutan, dan lahan
persawahan2.
Konsumsi daging ayam broiler Indonesia adalah 545.1 ribu ton per tahun.
Konsumsi daging ayam broiler sebesar 4,5 kilogram per kapita per tahun.
Konsumsi per kapita tersebut terus didorong oleh Pemerintah untuk meningkatkan
asupan gizi masyarakat mengingat kandungan gizi ayam broiler yang baik dan
juga mudah diakses masyarakat karena harga yang relatif murah dibanding harga
daging jenis lain. Dengan jumlah konsumsi per kapita tersebut, individu
memperoleh asupan gizi harian sebesar 19,73 kalori, 1,19 protein dan 1,63 lemak.
Jumlah ini termasuk kecil dibanding dengan konsumsi perkapita negara lain.
Masyarakat Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat pada tahun 1987 masing-
masing telah mencapai 22,69 gram, 53,50 gram dan 73 gram per kapitas per hari.
Rendahnya konsumsi protein asal ternak masyarakat Indonesia ini merupakan
1 http://www.deptan.go.id.Buletin. PDB sektor pertanian. 23 maret 2011.
2 Pemerintah Daerah Jawa Barat. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat.
25 Maret 2011
2
faktor lain yang ikut mendorong perlunya pengembangan peternakan di Indonesia,
termasuk pengembangan peternakan ayam pedaging3.
Pembangunan usaha peternakan ayam pedaging (broiler) untuk
meningkatkan produksi daging sangat dirasakan manfaatnya, terutama untuk
menjadi barang substitusi bagi daging sapi impor yang didatangkan dari Australia
dalam jumlah besar, serta untuk penyediaan daging bagi masyarakat dengan harga
murah, sehingga konsumsi protein hewani masyarakat juga dapat meningkat
(Hartono, 2003).
Keadaan tersebut membuat ayam broiler menjadi salah satu komoditas
ternak yang paling potensial untuk dikembangkan. Ayam broiler merupakan jenis
unggas yang mempunyai siklus produksi cepat dengan pertambahan bobot badan
50-100 gram per hari. Waktu pemeliharaan sampai panen ayam broiler adalah 4-5
minggu. Laju pertumbuhan ayam broiler dapat diatur dengan pencahayaan dan
program jadwal pemberian pakan yang baik.
Peternakan ayam broiler di Indonesia sebagian besar masih didominasi
peternakan rakyat. Perusahaan besar yang terlibat dalam usaha peternakan ayam
broiler ini menangkap potensi bisnis tersebut dengan menawarkan pola inti
plasma kepada peternak. Pola kemitraan ini adalah bentuk kerjasama antara
perusahaan dengan masyarakat. Banyak manfaat yang diperoleh peternak dengan
adanya bentuk kerjasama tersebut, jaminan pasokan sarana produksi, harga jual
produk dan pasar merupakan keuntungan-keuntungan yang diperoleh peternak
yang menjadi plasma perusahaan inti (Setiawan, 2010). Sistem kerjasama ini
diharapkan menjadi salah satu cara dalam mengatasi permasalahan yang sering
dihadapi peternak skala kecil.
“Harga Day Old Chick (DOC) dan harga pakan berpengaruh nyata
terhadap penawaran ayam pedaging. Nilai rerata elastisitas penawaran atas harga
DOC dan rerata elastisitas penawaran atas harga pakan masing-masing sebesar
0,3688 dan 1,7079. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga DOC sebesar 1
persen akan diikuti oleh perubahan penawaran sebesar 0,3688 persen dan
perubahan harga pakan sebesar 1 persen akan diikuti oleh perubahan penawaran
sebesar 1,7079 persen. Angka elastisitas penawaran yang positif menunjukkan
bahwa arah perubahan penawaran ayam pedaging sama dengan arah perubahan
sdsdgfsd3 http://www.BPS.go.id. Statistik Pertanian.
Profil Pangan dan Pertanian.
25 Maret 2011
3
harga DOC dan dengan arah perubahan harga pakan. Peningkatan atau penurunan
harga kedua macam input ini akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan
penawaran ayam pedaging” (Hartono, 2003). Dari pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi pada budidaya ayam broiler selama
ini adalah harga input DOC maupun pakan yang berfluktuasi dan semakin mahal
membuat jumlah penawaran daging ayam broiler di pasaran menjadi semakin
berkurang.
Tidak seimbangnya jumlah penawaran dalam mengimbangi jumlah
permintaan daging yang semakin tinggi menjadikan harga daging unggas ini
menjadi semakin mahal. Jika tidak segera diatasi maka masyarakat akan semakin
jauh dari akses daging murah sebagai salah satu sumber gizi murah. Padahal data
populasi yang ditunjukkan oleh Tabel 1 memperlihatkan jumlah populasi ayam
yang memiliki tren meningkat. Peningkatan populasi tersebut mengindikasikan
bahwa peternak sangat tertarik dengan bisnis ini. Oleh karena itu, pemerintah
perlu memperhatikan permasalahan tersebut agar peternakan ayam broiler dapat
berkembang dengan pesat.
Tabel 1. Perkembangan Populasi Ayam Broiler di Indonesia dari Tahun 2001-
2008
Tahun Populasi
(000 ekor)
Perubahan
(%)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
621.870,43
865.074,79
847.743,89
778.969,84
811.188,68
797.527,45
920.851,12
902.052,42
-
0,391
-0,020
-0,081
0,041
-0,016
0,154
-0,020
Sumber: Departemen Pertanian (2011)
Kabupaten Bogor secara garis besar terdiri atas tiga wilayah dan 40
kecamatan yakni wilayah timur, wilayah tengah dan wilayah barat. Kabupaten
Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi besar untuk
mengembangkan sektor peternakan untuk menjadi sektor unggulan dalam
berkontribusi menyumbang pendapatan asli daerah.
4
Dari Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat yang telah direncanakan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah
yang dipilih untuk pengembangan usaha unggas produksi daging dan telur.
Sampai saat ini, Kabupaten Bogor berkontribusi terhadap total Produk Domestik
Bruto Regional Jawa Barat lebih besar dari 10 persen4.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Hewan Ternak di Kabupaten Bogor Tahun
2009-2010
NO JENIS
TERNAK
2009
(Kg)
2010
(Kg)
Perubahan
(%)
1 Sapi 11.153.409 10.790.992 -3,25
2 Kerbau 238.800 262.268 9,83
3 Kambing 796.475 869.807 9,21
4 Domba 2.700.532 3.183.134 17,87
5 Ayam Ras 71.540.084 78.340.100 9,51
6 Ayam Buras 934.193 1.220.336 30,63
7 Itik 83.721 85.462 2,08
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2011)
Dari sisi geografis wilayah ini ideal karena letaknya berjauhan dari
pemukiman penduduk Bogor yang pada umumnya terkonsentrasi di wikayah Kota
Bogor sehingga tidak membuat polusi bagi masyarakat. Keadaan ini diharapkan
mengurangi kemungkinan timbulnya masalah antara peternak dan masyarakat.
Keadaan ini membuat masyarakat Kabupaten Bogor memiliki pekerjaan dibidang
pertanian. Salah satu bisnis yang berkembang di masyarakat adalah budidaya
ayam broiler. Ayam broiler banyak dipilih karena memiliki kemudahan dibidang
teknis produksi dan permintaan pasar. Peternakan ayam ras mendominasi total
produksi hewan ternak yang mampu dihasilkan Kabupaten Bogor. Pada tahun
2009 Kabupaten Bogor mampu menghasilkan 71.540.084 kilogram daging dan
pada tahun 2010 bertambah menjadi 78.340.100 kilogram. Rata-rata produksi
daging meningkat 9 persen tiap tahunnya.
Salah satu wilayah daerah di Kabupaten Bogor yang masyarakatnya
banyak bergerak dalam usaha budidaya ayam broiler dengan sistem kemitraan
adalah kecamatan Nanggung. Salah satu peternak di Kabupaten Bogor yang
mengusahakan peternakan ayam broiler skala rakyat dengan jumlah 6.000 ekor/
4 www.google.com. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat.
25 Maret 2011.
5
periode adalah Bapak Marhaya yang bertempat diwilayah Nanggung, Kabupaten
Bogor.
Usaha subsektor peternakan yang dikelola Bapak Marhaya adalah
budidaya pembesaran ayam broiler yang merupakan bagian dari proyek pertanian.
Proyek pertanian sangatlah sensitif terhadap perubahan lingkungan, baik
lingkungan ekstenal maupun internal. Hal ini disebabkan berbagai faktor
diantaranya adalah kenaikan biaya bahan baku, adanya gangguan penyakit, dan
sebagainya. Perubahan tersebut diduga akan langsung mempengaruhi komponen
cashflow yang pada akhirnya akan mempengaruhi net benefit dan mengubah
kelayakan investasi yang dilakukan peternak atas kandang yang didirikan.
1.2. Perumusan masalah
Usaha peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya di wilayah
Nanggung, Kabupaten Bogor telah berjalan sejak tahun 2008. Sejauh ini usaha
peternakan milik Bapak Marhaya berjalan dengan baik. Namun Bapak Marhaya
belum mengetahui secara pasti seberapa besar manfaat (benefit) yang diperoleh
atas investasi kandang yang telah dikeluarkan. Hal ini dikarenakan belum pernah
dilakukan perhitungan secara khusus dari pihak pemilik sendiri. Walaupun telah
berjalan cukup lama, apakah berarti usaha yang dijalankan Bapak Marhaya ini
telah layak secara finansial.
Pemilihan lokasi peternakan Bapak Marhaya didasari pada berbagai aspek
pertimbangan. Aspek pertama adalah skala usaha yang dikerjakan peternakan
milik Bapak Marhaya masih dalam lingkup peternakan skala rakyat dengan
kapasitas produksi dibawah 15.000 ekor per siklus. Aspek kedua adalah
pengalaman kerja operasional pemilik peternakan dalam mengelola peternakan
ayam broiler. Sedangkan aspek yang terakhir adalah efisiensi peternakan yang
dinilai efisiensi konversi pakan ke bobot pakan dan tingkat kematian ayam pada
saat proses pemeliharaan. Dari arahan tersebut diharapkan gambaran yang muncul
dari peternakan merupakan jawaban terbaik yang dapat menjawab permasalahan
yang diangkat. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis
kelayakan investasi dari usaha pembesaran ayam broiler yang dijalankan Bapak
Marhaya di wilayah Nanggung, Kabupaten Bogor.
6
Selain melakukan perhitungan secara finansial, penelitian ini akan
mencoba memberikan gambaran terhadap aspek kelayakan non finansial yang
akan dianalisis melalui analisis deskriptif. Analisis aspek non finansial
diperhitungkan karena pelaksanaan kegiatan operasional akan berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan.
Informasi yang juga penting untuk dilihat adalah risiko yang dihadapi
peternak dalam melaksanakan budidaya ayam broiler. Kajian ini digali karena
dalam kegiatannya ada beberapa hal yang dapat membuat jumlah penerimaan
pada akhir periode budidaya berfluktuasi. Perubahan tersebut terjadi akibat
perubahan harga jual daging, jumlah output, dan harga input sarana produksi
pertanian. Perubahan-perubahan akibat pengaruh risiko akan berdampak pada
nilai kriteria kelayakan usaha dan penilaian kelayakan bisnis ayam broiler yang
dijalankan Bapak Marhaya.
Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis tingkat
kelayakan investasi dari usaha pembesaran ayam broiler yang dijalankan Bapak
Marhaya dengan memperhatikan risiko yang dihadapi dalam pelaksanaan
budidaya ayam broiler. Setelah analisis aspek non finansial dan analisis aspek
finansial dilakukan diharapkan akan muncul sebuah rekomendasi terhadap
peternak mengenai kelayakan dari kegiatan bisnis yang telah dilakukan. Hal
tersebut dapat dijadikan sebuah pertimbangan mengenai apa yang harus dilakukan
di masa yang akan datang. Ketika bisnis dikatakan layak secara aspek finansial
dan non finansialmaka bisnis dapat dilanjutkan. Dan sebaliknya, ketika bisnis
dikatakan tidak layak maka perlu dilakukan tinjauan ulang dan dilakukan
perbaikan pada kegiatan yang tidak efisien.
Berdasarkan uraian tersebut, masalah-masalah yang dianggap perlu untuk
dikaji yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum usaha
budidaya ayam broiler Bapak Marhaya di kawasan Nanggung, Kabupaten
Bogor?
2. Bagaimana tingkat kelayakan investasi kandang usaha budidaya ayam broiler
Bapak Marhaya jika dilihat dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, PP)?
7
3. Bagaimana dampak kelayakan investasi usaha budidaya ayam broiler Bapak
Marhaya dengan adanya risiko?
4. Mengetahui perbandingan kelayakan finansial antara peternakan ayam broiler
dengan sistem kemitraan dengan mandiri pada skala peternakan rakyat?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam broiler Bapak Marhaya
berdasarkan aspek non finansial.
2. Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam broiler milik Bapak Marhaya
berdasarkan aspek finansial pada kondisi tanpa risiko.
3. Menganalisis kelayakan usaha budidaya ayam broiler milik Bapak Marhaya
berdasarkan risiko produksi dan risiko harga.
4. Menganalisis tingkat perbandingan kelayakan finansial antara peternakan
ayam broiler dengan sistem kemitraan dengan mandiri pada skala peternakan
rakyat?
1.4. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Menjadi bahan masukan bagi pemilik usaha ternak untuk melakukan
pengembangan bisnis yang dimiliki sehingga dapat berkembang baik dari
skala usaha maupun kualitas usaha.
2. Menjadi bahan pembelajaran untuk menambah pengalaman bagi penulis
dalam mempraktekkan ilmu yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan.
3. Menjadi referensi dan bahan bacaan yang memberikan manfaat ilmu bagi para
pembaca.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas tentang tingkat kelayakan investasi usaha
peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya di kawasan Nanggung, Kabupaten
Bogor. Peternak yang dipilih sebagai kajian adalah peternak pemilik. Peternak
pemilik merupakan peternak yang memiliki lokasi dan kandang bukan peternak
mitra penyewa kandang. Pokok bahasan berupa analisis deskriptif yang akan
menggambarkan keadaan non finansial bisnis. Selain itu juga akan dilakukan
8
analisis secara kuantitatif serta pembahasannya dalam implikasi atau makna
secara kualitatif dari perhitungan kelayakan finansial.
Ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada peternakan ayam broiler
skala rakyat. Hal tersebut dikarenakan wilayah kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor didominasi oleh peternak yang memiliki skala usaha kurang dari 15.000
ekor/periode. Risiko yang akan dibahas dibatasi pada pengukuran risiko produksi
dan harga.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Ayam Broiler
Rasyaf (2008) memberikan definisi ayam broiler adalah ayam jantan dan
betina muda yang dijual pada umur dibawah delapan minggu dengan bobot tubuh
tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar
dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ciri-ciri khas ayam broiler
dibanding daging jenis unggas yang lain diantaranya: rasanya yang khas dan enak,
memiliki tekstur daging yang lembut dan banyak, pengolahan yang singkat karena
daging ini mudah lunak.
Keunggulan-keunggulan sifat yang dimiliki ayam broiler menjadikan
budidaya ayam ini dangat diminati. Dua kriteria yang hanya dimiliki ayam broiler
adalah hasil utama dan pertumbuhannya. Peternak akan mampu menghasilkan
ayam siap potong dalam waktu singkat karena ayam ini memiliki tingkat
pertambahan bobot yang relatif cepat bila dibandingkan dengan jenis ayam
lainnya. Ayam broiler umur satu sampai dengan lima minggu memiliki tingkat
pertumbuhan yang paling baik. Bobot jual antara lima sampai enam minggu bobot
ayam broiler telah mencapai sekitar 1,3-1,6 kilogram per ekornya. Bobot ini
adalah bobot ayam konsumsi atau dengan kata lain ayam broiler hanya
memerlukan siklus waktu maksimum enam minggu dalam setiap satu silkus
budidayanya.
Jenis-jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar adalah: Super 77,
Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver
Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro, Cornish,
Brahma, 2 Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N,
Sussex, Bromo, CP 707.
2.2. Sejarah Ayam Broiler di Indonesia
Ayam broiler mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1960-an. Pada awal
tahun tersebut peternak sudah mulai memelihara ayam broiler namun belum
bersifat komersil. Pada tahun 1980-an ayam ini mulai populer dibudidayakan
untuk kegiatan bisnis karena memiliki berbagai kelebihan yang tidak ada pada
ayam pedaging lain. Pemerintah mencanangkan panggalakan konsumsi daging
ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Pada awal mula ayam
10
broiler mengalami berbagai hambatan karena kalah bersaing dengan ayam
kampung yang sedang berkembang pesat. Terjadi persaingan produk antara ayam
broiler dan ayam kampung. Namun, dalam perkembangannya ayam broiler dan
ayam kampung memiliki segmen pasar yang berbeda sehingga kedua bisnis
tersebut berkembang baik. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan
menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang
bermunculan diberbagai wilayah Indonesia (Rasyaf, 2008).
2.3. Usaha Peternakan Ayam Broiler
Permintaan tinggi membuat kepastian pasar yang menjadi salah satu
penyebab bisnis peternakan ayam broiler berkembang pesat mulai dari skala
rumah tangga, menengah sampai besar yang dijalankan perusahaan secara
intensif. Berdasakan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No.472/Kpts/TN.330/6/96 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Usaha
Peternakan Ayam Ras, ditetapkan bahwa usaha peternakan dibagi menjadi tiga
kategori yaitu, peternakan rakyat, pengusaha kecil peternakan dan pengusaha
peternakan. Peternakan Rakyat adalah usaha peternakan dengan jumlah ternak
yang dimiliki kurang dari 15.000 ekor per siklus. Pengusaha Kecil Peternakan
adalah usaha peternakan dengan jumlah ternak yang dimiliki kurang dari 65.000
ekor per siklus. Sedangkan Perusahaan Peternakan adalah perusahaan budidaya
ayam pedaging yang memiliki skala usaha lebih besar dari 65.000 ekor per siklus.
Pada prinsipnya usaha peternakan ayam broiler dibedakan menjadi tiga hal
yaitu manajemen produksi, manajemen pemasaran dan manajemen keuangan.
Ketiga prinsip tersebut mencakup beberapa fungsi yang lebih kecil. Fungsi pada
prinsip manajemen produksi yakni perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan atau evaluasi (Suharno, 2004).
Perencanaan merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum kegatan
budidaya dilaksanakan. Pada tahapan ini peternak melakukan fungsi pemilihan
terhadap komoditi yang akan diusahakan, lokasi dimana kegiatan budidaya akan
didirikan, waktu pelaksanaan yang tepat untuk memulai aktivitas, sumber daya
manusia yang dipilih, sampai dengan tata cara teknis tentang cara pembudidayaan
yang benar. Fungsi pegorganisasian adalah tahapan kedua setelah kegiatan
perencanaan di awal. Kegiatan ini menindaklanjuti aktivitas perencanaan sehingga
11
peternak dituntut mampu dalam mengorganisir karyawan dan kegiatan
peternakannya. Tahapan terakhir yang merupakan fungsi ketiga yakni evaluasi
pada umumnya dilakukan setelah satu siklus budidaya ayam broiler terselesaikan.
Usaha peternakan dikatakan berhasil apabila peningkatan produksi persatuan luas
dan perolehan pendapatan dapat dicapai secara maksimal dari bisnis budidaya
yang dilakukan (Rasyaf, 2008).
Standar produksi yang bisa dijadikan sebagai indikator adalah
pertambahan berat badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan. Keberhasilan
teknis budidaya yang diterapkan terlihat dengan bobot ideal yang mampu dicapai
dalam waktu yang telah ditentukan. Barang-barang modal yang merupakan input
dalam menjalankan usaha budidaya ayam broiler diantaranya ayam, kandang,
ransum, alat peternakan dan obat-obatan. Biaya invetasi terbesar bagi para
peternak adalah biaya pembuatan kandang. Sedangkan biaya operasional yang
memiliki proporsi terbesar dari seluruh jenis pengeluaran adalah biaya pakan yang
diberikan pada ternak tiap harinya khususnya pada ayam broiler. Makanan ternak,
temperatur lingkungan dan manajemen pemeliharaan merupakan tiga faktor yang
sangat penting pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan budidaya (Rasyaf,
2008).
Pengelolaan pemberian pakan yang baik membuat biaya operasional yang
dikeluarkan peternak efektif dan efisien. Pemborosan pakan berakibat pada
pembengkakan pengeluaran biaya. Keadaan ini akan berakibat pada proporsi
pendapatan yang berkurang. Lingkungan yang mendukung akan membuat tingkat
pertumbuhan ayam broiler akan dapat tercapai secara optimal sehingga
keuntungan dapat tercapai.
2.4. Faktor-faktor Produksi Peternakan Ayam Broiler
Faktor produksi merupakan berbagai input yang diperlukan dalam
menjalankan proses produksi. Input diproses untuk kemudian diproses menjadi
output. Faktor produksi dalam peternakan ayam broiler secara umum terbagi
menjadi dua, pertama faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Faktor
produksi tetap merupakan faktor produksi yang jumlahnya tidak berubah dengan
besaran output yang dihasilkan. Faktor produksi tetap yang diperlukan oleh
peternakan ayam broiler adalah kandang dan peralatan. Faktor produksi variabel
12
adalah faktor produksi yang jumlahnya berubah sejalan dengan jumlah output
yang dihasilkan. Faktor produksi variabel terdiri atas Day Old Chick (DOC), obat,
vaksin, vitamin, sekam, listrik, air, minyak tanah dan tenaga kerja (Murtidjo,
1992).
2.4.1. Day Old Chick (DOC)
DOC adalah anak ayam usia satu hari. Bobot anak ayam pada usia ini
berkisar 35-40 gram. Anak ayam yang sehat memiliki ciri memiliki mata yang
cerah bercahaya, aktif terlihat segar, tidak memperlihatkan cacat fisik, dan tidak
ada tinja yang melekat pada duburnya (Rasyaf, 2008).
Menurut Pramudyati dan Effendy (2009), persyaratan Bibit (DOC) yang
baik dan sehat mempunyai ciri-ciri diantaranya :
1) Bobot tubuh 35-40 gram,
2) Bulu berwarna kuning muda, mengkilap dan mata cerah,
3) Warna paruh dan kulit kaki kuning kecoklatan,
4) Gerakan lincah,
5) Tidak memiliki cacat tubuh,
6) Memiliki nafsu makan yang baik,
7) Tidak terdapat letakan tinja di duburnya, serta
8) Suara nyaring.
2.4.2. Lahan dan Perkandangan
Lokasi merupakan hal yang penting dipertimbangkan dalam memulai
budidaya ayam broiler. Lokasi menjadi pertimbangan penting karena ada tumpang
tindih kepentingan dalam pemanfaatan suatu areal. Tiga poin yang dapat dijadikan
acuan dalam pemilihan lokasi kandang (Rasyaf, 2008):
1) Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang jauh dari keramaian, jauh dari lokasi
perumahan atau dipilih tempat yang sunyi
2) Tidak jauh lokasi pusat pasokan bahan baku dan lokasi pemasaran
3) Lokasi yang dipilih sebaiknya masuk dalam area agribisnis agar terhindar dari
penggusuran.
Hardjosworo dan Rukmiasih (2000), menyatakan unggas pedaging
sebaiknya dipelihara dalam kandang agar memiliki ruang gerak yang terbatas.
Pembatasan ruang gerak dimaksudkan agar pakan yang diberikan pada ternak
13
dapat dikonversi secara optimal menjadi daging. Bila ruang geraknya tidak
terbatas, energi yang diperoleh dari pakan akan digunakan untuk bergerak.
Letak dan arah kandang dimaksudkan untuk mencegah agar sinar matahari
tidak terlalu lama ke dalam kandang. Kandang yang baik dibuat poros panjang
dan membentang kearah Timur-Barat. Ventilasi yang baik mampu memberikan
jaminan terhadap efisiensi penggunaan makanan, sehingga kesehatan dan
pertumbuhan terjamin. Ventilasi juga harus dibuat dengan baik agar udara di
kandang dapat bertukar secara lancar. Ukuran kandang yang tepat tergantung dari
kepadatan jumlah populasi yang dipelihara. Luas kandang yang cukup
memberikan ruang gerak yang cukup bagi ternak agar tidak stres dan saling patuk.
Ruang gerak yang cukup akan membuat pertumbuhan ayam broiler
optimal. Tabel 3 memberikan gambaran yang jelas tentang kebutuhan luas ruang
gerak berdasarkan bobot badan unggas.
Tabel 3. Ruang Gerak yang Dibutuhkan oleh Ayam Broiler Berdasarkan Bobot
Ternak
Bobot Badan (kg) Ruang Gerak (m2/ekor)
1,4
1,8
2,2
2,5
3,0
0,06
0,08
0,1
0,13
0,16
Sumber: Hardjosworo dan Rukmiasih (2000)
2.4.3. Ransum
Ransum merupakan kumpulan bahan makanan pokok yang diberikan
kepada ternak dengan komposisi bahan yang telah disusun dengan mengikuti
aturan tertentu. Aturan tersebut megikuti nilai kebutuhan gizi ayam dan nilai
kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Kebutuhan nilai gizi ayam
broiler berbeda bergantung pada umur ternak. Semakin besar umur ternak maka
kebutuhan gizi ternak tersebut juga semakin tinggi. Kebutuhan gizi ayam broiler
diperliharkan oleh Tabel 4.
14
Tabel 4. Kebutuhan Zat Nutrisi yang diperlukan Ayam Broiler
Jenis
unggas
Umur
(minggu)
Zat Nutrisi
Energi
(kkal/kg)
Protein
(%)
Metionin
(%)
Lisin
(%)
Ca
(%)
P
(%)
Ayam
ras
0-3
3-6
6-8
3.200
3.200
3.200
23,00
20,00
18,00
0,50
0,38
0,32
1,10
1,00
0,85
1,00
0,90
0,80
0,45
0,35
0,30
Sumber: Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000
Standar kebutuhan pakan bervariasi, tergantug dari bibit DOC yang
dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan pembibitan. Susunan ransum yang
diperlukan untuk ayam broiler harus mengandung zat-zat yang diperlukan
berdasarkan umur yang diperlihatkan oleh Tabel 5. Besarnya pakan yang
digunakan mempengaruhi perhitungan konversi pakan. Konversi pakan
merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diperlukan dengan
pertumbuhan berat badan. Bell dan Weaver (2002) memberikan standar FCR
broiler yang dipelihara selama 35-38 hari adalah lebih kecil dari 1,83 kilogram
pakan. Dengan kata lain 1,83 kilogram pakan diberikan kepada ternak untuk
mendapatkan bobot hidup unggas 1 kilogram.
Tabel 5. Kebutuhan Zat Nutrisi yang diperlukan Ayam Broiler Berdasarkan
Umur
Fase Starter (0-4 minggu) Fase Finisher (5-8 mingggu)
ME (kkal/kg)
Protein (%)
Lemak (%)
Lemak Kasar (%)
2.800-3.00
23-24
7
4
3.000-3.200
21-22
7
4
Sumber: Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000
2.4.4. Obat dan Vaksinasi
Vaksin merupakan bahan yang dibuat dari bahan mikroorganisme atau
komponen antigen dari virus atau bakteri tersebut. Vaksin diperlukan untuk
menimbulkan kekebalan dalam tubuh unggas. Obat merupakan bahan kimia yang
mempunyai kemampuan untuk menghambat atau menghentikan
perkembangbiakkan mikroorganisme (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
15
2.4.5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah sumber daya manusia yang diperlukan untuk
mengelola proses produksi. Kualitas sumber daya manusia yang digunakan
mempengaruhi kualitas ternak yang dihasilkan. Tenaga kerja pada peternakan
ayam broiler yang dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk 2.000
ekor ayam broiler mampu dipelihara oleh satu orang pria dewasa. Untuk 6.000
ekor cukup dipakai tenaga kerja satu orang pria dewasa sebagai tenaga kandang
yang biasa disebut anak kandang dan bertugas dalam pemeliharaan keseharian di
kandang. Tenaga kerja tetap, tanaga kerja harian dan tenaga kerja harian lepas
maupun kontrak adalah tenaga kerja yang digunakan dalam satu peternakan
(Rasyaf, 2008).
2.4.6. Biaya Input
Dalam ilmu ekonomi biaya diartikan sebagai semua pengorbanan yang
perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga yang
berlaku di pasar, Gilarso (2003). Biaya merupakan nilai output yang diperlukan
untuk memproduksi output (Lipsey et. al, 1995).
Dari beberapa difinisi tersebut, ada beberapa komponen penting yang
terdapat dalam definisi suatu biaya. Yang pertama, pengorbanan merupakan
pemakaian faktor-faktor produksi atau sumber-sumber ekonomi. Kedua, dinilai
dalam uang artinya semua pengorbanan yang dikeluarkan dalam proses produksi
diperhitungkan dalam bentuk nilai uang, yakni biaya yang benar-benar
dikeluarkan (biaya eksplisit) maupun biaya yang secara ekonomis harus dihitung
tetapi bukan dalam bentuk pengeluaran uang riil (biaya implisit). Terakhir,
penilaian biaya tersebut berdasarkan harga pasar yang berlaku agar nilai yang
dihitung relevan. Biaya merupakan komponen yang dipengaruhi oleh besaran
skala produksi yang dilakukan peternak. Semakin besar skala peternakan maka
biaya yang diperlukan semakin besar. Biaya yang digunakan dalam kegiatan
budidaya ayam broiler adalah seluruh biaya dalam pengadaan input dan tenaga
kerja dalam satu siklus produksi.
2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tinjauan mengenai penelitian yang relevan dilakukan untuk membantu
melihat gambaran awal terhadap kajian penelitian yang akan dilakukan. Penelitian
16
terdahulu yang akan dilihat dipilih berdasarkan hubungan yakni penelitian-
penelitian yang membahas mengenai analisis kelayakan finansial pada bisnis
yang bergerak di bidang pertanian.
2.5.1. Analisis Kelayakan Finansial
Dari penelitian yang dilakukan Setiawan (2000), dalam penelitiannya
analisis kelayakan finansial peternak plasma ayam broiler pola kemitraan inti-
plasma Cikahuripan PS menyimpulkan bahwa mekanisme pola kemitraan yang
dijalankan oleh perusahaan kemitraan Cikahuripan PS dengan peternak plasma
berjalan baik. Kemitraan yang dijalankan berhasil, khususnya bagi peternak
plasma. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa keuntungan peternak yang
berproduksi pada bulan September-Oktober diperoleh dari usaha ternaknya Rp
3.111,92 per ekor atau Rp 1.618,34 per kilogram. Mekanisme pola kemitraan
yang dilakukan perusahaan Cikahuripan PS berdampak baik peternak plasma.
Pola kemitraan yang dijalankan mampu mengatasi permasalahan
substansif dan teknis yang umumnya dihadapi peternak skala kecil, seperti
kepastian harga, pasar, pasokan input dan pembinaan dalam melakukan kegiatan
budidaya. Usaha peternakan ayam broiler ditingkat peternak plasma memberikan
hasil yang baik dan menunjukkan bahwa secara finansial layak untuk
dikembangkan.
Jenis pola usaha yang memiliki sensitivitas terkecil terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi adalah pola usaha III yaitu pola usaha dengan
pengembangan usaha puyuh petelur dan pembibit (Pangestuti, 2010).
Diversifikasi usaha yang dilakukan peternak puyuh membuat tingkat sensitivitas
usaha yang dijalankan lebih naik dibandingkan pola yang lain. Artinya,
diversifikasi adalah cara lain untuk menurunkan tingkat risiko yang dijalankan
dalam bisnis perunggasan selain pola kemitraan.
Kajian kelayakan investasi usaha penggilingan padi pada kondisi risiko
oleh Novianti (2010) menunjukkan risiko berpengaruh pada tingkat kelayaan
investasi mesin penggiling padi. Skenario yang diterapkan pada cashflow yang
ada berupa skenario hasil terbaik, skenario hasil terburuk dan skenario hasil yang
paling mungkin terjadi pada bisnis. Risiko yang dikaji berupa risiko produksi dan
risiko pasar. Kedua jenis risiko ini dipilih karena dampak yang ditimbulkan sangat
17
berpengaruh pada kelancaran kegiatan operasional bisnis penggilingan padi.
Simpulan hasil perhitungan output cashflow dengan hasil skenario adalah risiko
harga merupakan kondisi yang mengandung tingkat risiko paling besar.
Berdasarkan penelitian Novianti (2010), dapat diketahui bahwa tiga
komponen penting yang perlu diketahui untuk mempertimbangkan aspek risiko
dalam bisnis adalah NPV yang diharapkan, standar deviasi dan koefisien variasi.
Standar deviasi dan koefisien variasi menunjukkan ukuran risiko bisnis. Dengan
kedua ukuran tersebut dapat dilakukan perhitungan NPV dengan risiko. Risiko
menjadi pertimbangan yang penting karena setiap tindakan investasi memiliki
unsure risiko, probabilitas dan opportunity cost.
Kriteria kelayakan investasi yang dihasilkan menunjukkan tingkat
kelayakan pada suatu bisnis yang dikaji. Penelitian yang dilakukan Asep (2008),
Sri (2005), Citra (2007), Gustriyani (2007) menghasilkan nilai Net Presen Value
lebih besar dari nol, nilai Internal Rate of Return yang jauh lebih besar dari
tingkat suku bunga yang berlaku, dan Net B/C lebih dari satu. Bidang bisnis yang
dikaji adalah bisnis yang bergerak dalam bidang pertanian. Kesimpulan yang ada
dalam penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan bahwa bisnis pertanian
sangat potensial untuk dikembangkan.
2.5.2. Penelitian yang akan dilakukan
Penelitian-penelitian terdahulu memiliki beberapa persamaan dan
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kesamaan yang diperlihatkan
penelitian terdahulu diantaranya skala usaha budidaya ternak ayam broiler yang
akan dikaji. Alat analisis yang digunakan pada penelitian yang akan dilakukan
pada umumnya tidak jauh berbeda dengan penelitian tentang studi kelayakan
finansial yang lainnya.
Penelitian yang dilakukan akan menekankan pada tingkat kelayakan
investasi, mengacu pada kriteria kelayakan investasi. Penekanan pada aspek
finansial dipilih karena umumnya peternakan ayam broiler skala peternakan
rakyat bermasalah dalam mempertimbangkan aspek ini dengan berbagai pengaruh
akibat perubahan harga jual output dan harga input. Dari perhitungan dengan
menggunakan sensitivity value analisys juga akan dilihat sejauh mana aspek risiko
pasar mempengaruhi perhitungan cashflow analisis kelayakan finansial. Risiko
18
yang akan dibahas adalah pengukuran risiko pasar karena dengan sistem
kemitraan kondisi ini yang membuat penerimaan peternak sangat bervariasi.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Bisnis atau proyek merupakan suatu kegiatan investasi, yang
menggunakan sejumlah sumber daya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat
dalam periode waktu tertentu. Investasi adalah suatu kegiatan pengadaan barang
modal dengan nilai yang besar ataupun memiliki umur pakai ekonomis lebih dari
satu tahun. Perhitungan dalam analisis sebuah kegiatan investasi tidak dapat
menggunakan analisis laba rugi saja, namun perlu dilakukan perhitungan yang
memasukkan komponen nilai uang terhadap waktu yang biasa disebut dengan
studi kelayakan bisnis.
Studi kelayakan bisnis merupakan salah satu langkah awal yang dapat
digunakan untuk menilai tingkat kelayakan bisnis yang akan dikerjakan. Selain
itu, perhitungan ini juga dapat dipakai pada bisnis yang sedang berjalan jika
perhitungan kelayakannya belum pernah dilakukan selama bisnis berjalan. Dari
perhitungan analisis kelayakan finansial akan diperoleh informasi megenai
kelayakan bisnis dari sisi finansial.
3.1.1. Studi Kelayakan bisnis
Proyek merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan
dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan benefit. Gittinger (1986) menyatakan, proyek yang bergerak
dibidang pertanian merupakan sebuah kegiatan investasi yang mengubah sumber-
sumber finansial menjadi menjadi barang-barang modal yang dapat menghasilkan
keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu (Gray et. al, 1985).
Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-
sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit), atau dapat juga dimaknai sebagai
suatu aktivitas dimana dilkeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan
hasil (return) diwaktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai
dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 2001). Proyek yang akan
dilaksanakan diperhitungkan dengan menggunakan studi kelayakan proyek karena
nilai investasi besar yang dikeluarkan pada tahap awal pelaksanaan, nilainya tidak
langsung kembali di awal tahun pertama.
20
Ada tiga acuan yang dapat dijadikan pedoman dalam penentuan panjang
umur bisnis (Kadariah, 1999):
1) Ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kira-kira
sama dengan umur ekonomis dari suatu asset. Umur ekonomis adalah jumlah
tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunan.
2) Untuk bisnis yang mempunyai investasi modal yang sangat besar, umur
bisnis yang digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini, untuk bisnis-bisnis
tertentu, umur teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi
umur ekonomisnya dapat jauh lebih pendek karena ketinggalan zaman akibat
penemuan teknologi baru yang lebih efisien.
3) Untuk bisnis yang umurnya lebih dari 25 tahun, dapat diambil 25 tahun
karena nilai-nilai tersebut jika di-discount dengan discount rate sebesar 10
persen keatas maka present value-nya sudah sangat kecil.
Studi kelayakan proyek merupakan penelitian-penelitian tentang dapat
tidaknya suatu proyek biasanya merupakan proyek investasi, dilaksanakan dengan
berhasil. Indikator keberhasilan dalam menilai sebuah proyek yang berjalan
beragam. Penentuan keberhasilan pelaksanaan proyek berjalan tergantung dari
sudut pandang subyek yang melakukan kegiatan investasi. Investor swasta akan
menganggap suatu proyek berhasil dilaksanakan apabila memberikan manfaat
ekonomis bagi pihak pelaksana, sedangkan menurut pemerintah atau lembaga-
lembaga nonprofit akan cenderung kearah manfaat sosial yang dirasakan
masyarakat secara luas (Husnan dan Muhammad, 2000).
Husnan dan Muhammad (2000) memberikan deskripsi keberhasilan suatu
proyek bila kegiatan investasi tersebut memenuhi kriteria manfaat investasi
menjadi tiga, yaitu; manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri
(manfaat finansial), manfaat proyek bagi Negara tempat proyek itu didirikan
(manfaat ekonomi nasional), manfaat sosial proyek bagi masyarakat di sekitar
proyek.
3.1.2. Aspek-aspek Studi Kelayakan Bisnis
Kegiatan analisa suatu proyek yang dilaksanakan akan efektif bila
mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan satu dengan yang lain.
Aspek-aspek yang berkaitan secara bersama-sama menentukan bagaimana
21
keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi-investasi tersebut dan
mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger, 1986). Aspek tersebut antara lain:
3.1.2.1. Aspek-aspek Non Finansial Studi Kelayakan
1. Aspek Pasar
Pasar merupakan aspek pertama dan terpenting untuk
dipertimbangkan karena besar kecilnya nilai investasi yang ditanamkan
akan selalu mengacu pada aspek pasar.
Pasar diartikan sebagai sebuah proses sosial dan manajerial dimana
individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai
satu sama lain (Kotler, 2002). Kotler cenderung memandang pengertian
pasar sebagai sesuatu yang kompleks, dimana pasar merupakan proses.
Sedangkan Pass (1991) berpendapat pasar adalah sekelompok hasil
produksi yang memungkinkan proses pertukaran satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, pasar merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha
peternakan.
Aspek-aspek pasar yang perlu dipelajari dalam pelaksanaan suatu
bisnis (Husnan dan Muhammad, 2000):
a. Permintaan
Jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut
jumlah yang diminta untuk komoditi tersebut (Lipsey, 1995).
Variabel-variabel penting yang mempengaruhi permintaan tersebut
adalah harga komoditi tersebut, harga komoditas yang berkaitan,
pendapatan, selera dan jumlah populasi.
b. Penawaran
Penawaran merupakan jumlah komoditi yang akan dijual oleh
perusahaan yang berupa kuantitas yang ditawarkan oleh komoditas
tersebut (Lipsey, 1995).
22
c. Program Pemasaran
Program pemasaran merupakan bauran pemasaran yang diterapkan
perusahaan yakni; produk, harga, distribusi dan komponen promosi
(Kotler, 2002).
2. Aspek Teknis
Teknik merupakan penerapan ilmu dan teknologi untuk
menyelesaikan permasalahan melalui pengetahuan, dan pengalaman
praktis yang diterapkan mendesain objek atau proses yang berguna.
Teknik juga dapat berarti metode atau sistem mengerjakan sesuatu (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2003).
Aspek ini dianalisis dengan tujuan memberikan jawaban kelayakan
secara teknis dan pilihan teknologi yang baik untuk diterapkan. Melalui
kajian aspek teknis akan terungkap berbagai kebutuhan yang diperlukan
dalam pelaksanaan bisnis, bagaimana teknis proses produksi dilakukan,
kapasitas produksi, jenis teknologi yang diterapkan, perlengkapan
peralatan dan mesin produksi, lokasi pembudidayaan dan pengawasan
kualitas. Analisis aspek teknis antara lain menentukan jenis teknologi yang
paling sesuai dengan kebutuhan usaha yang dikaji.
3. Aspek Manajemen
Manajemen merupakan sejumlah aktivitas yang terdiri dari
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian
pelaksanaan bisnis. Manajemen dalam pembangunan suatu proyek berupa
proses untuk merencanakan persiapan fisik dan peralatan lainnya agar
proyek dapat beroperasi tepat waktu.
4. Aspek Hukum
Merupakan badan hukum yang akan digunakan, izin usaha, akta,
sertifikat dan perizinan lain yang diperlukan untuk melaksanakan usaha
sesuai dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
23
4.1.2.2. Aspek Kelayakan Finansial
Analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara
biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan
selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000).
1. Teori Biaya dan Manfaat
Biaya merupakan sesuatu yang mengurangi tujuan (Gittinger,
1986). Biaya akan dikeluarkan sebelum bisnis berjalan dan selama
kegiatan operasional bisnis berlangsung. Manfaat merupakan segala
sesuatu yang membantu tujuan. Manfaat dapat terbagi menjadi ; manfaat
langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat yang sulit untuk diukur
dengan uang (Kadariah, 2001).
Biaya atau pengeluaran adalah nilai input yang dikeluarkan untuk
memproduksi output (Lipsey et. al, 1995). Berdasarkan volume kegiatan
biaya dibedakan atas biaya tetap (fix cost) dan biaya variabel (variable
cost). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi
yang jumlah tetap pada volume kegiatan tertentu. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan.
Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi suatu tujuan,
sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu terlaksananya
suatu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya adalah suatu korbanan yang
mengurangi manfaat yang mungkin diterima. Biaya dapat dibedakan
menjadi:
1) Biaya modal, merupakan dana untuk investasi yang penggunannya
bersifat jangka panjang. Contoh biaya modal seperti tanah, bangunan,
pabrik dan mesin.
2) Biaya operasional atau modal kerja, nerupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat kegiatan proyek mulai dilaksanakan. Contoh
biaya operasional seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
3) Biaya lainnya, merupakan biaya selain biaya modal dan operasional
yang dikeluarkan proyek berjalan. Contoh dari biaya lainnya seperti
pajak, bunga pinjaman.
24
Manfaat adalah suatu hasil dari kinerja proyek dalam bentuk
kontribusi. Manfaat yang ditimbulkan proyek dapat dibedakan menjadi:
1) Manfaat langsung, merupakan manfaat yang secara langsung dapat
diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja.
2) Manfaat tidak langsung, manfaat yang secara nyata diperoleh dengan
tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama
proyek.
Biaya tetap dalam usaha budidaya ayam broiler adalah seperti
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sewa tanah (jika status tanah adalah
sewa), sewa kandang (jika status kandang adalah sewa), gaji pegawai,
penyusutan kandang dan peralatan peternakan. Sedangkan biaya variabel
seerti pakan, bibit, buruh harian dan pemeliharaan. Penerimaan hasil
peternakan ayam broiler adalah ayam broiler dan tinja yang dijual. Kedua
komponen tersebut adalah penerimaan, sehingga penerimaan merupakan
hasil perkalian antara total hasil dan harga (Rasyaf, 2008).
2. Cashflow
Cashflow terdiri dari inflow yang menggambarkan arus penerimaan
kas dan outflow sebagai pengeluaran kas selama jangka waktu umur
proyek (Gittinger, 1986).
3. Kriteria Kelayakan Invetasi
Kriteria yang digunakan dalam menilai kelayakan suatu proyek
adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (B/C), Payback
Period (PP), dan Internal Rate of Return (IRR).
3.1.3. Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)
Bisnis dengan investasi jangka panjang akan memberikan manfaat yang
baru dirasakan beberapa periode kedepan. Hal itu disebabkan oleh nilai invetasi
besar yang umumnya dikeluarkan pada periode awal pendirian proyek. Untuk
mengatasi hal itu, perhitungan cashflow memperhatikan konsep time preference.
Konsep time preference memberikan gambaran bahwa ada nilai yang harus
diperhitungkan dalam pengorbanan penggunaan waktu pakai uang. Biaya
25
korbanan itu diperhitungkan karena uang yang diinvetasikan memiliki opportunity
cost yang dapat didapatkan bila uang ditabungkan.
Discounting Factor yaitu menentukan jumlah uang disaat sekarang
(present) bila diketahui sejumlah uang tertentu dimasa yang akan datang (future)
dengan memperhatikan periode waktu tertentu dan Compounding Factor yaitu
menentukan nilai uang dimasa yang akan datang jika telah diketahui sejumlah
uang saat ini dengan memperhatikan periode waktu tertentu.
3.1.4. Risiko dalam Investasi
Risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai (operasional sebagai
deviasi standar) (Keown et. al, 2004). Risiko dipakai sebagai suatu atas
pengembalian yang nilainya berupa perkiraan. Pengukuran perkiraan dalam
penilaian suatu risiko mengunakan standar deviasi ( ). Standar deviasi adalah
akar rata-rata penyimpangan pangkat dua dari setiap kemungkinan pengembalian
terhadap pengembalian yang diharapkan. Semakin besar rentang penyimpangan
yang mungkin terjadi maka semakin besar risiko yang diterima suatu bisnis. Besar
kecilnya suatu risiko dapat dipengaruhi lama usia dari invetasi yang dikeluarkan.
Semakin lama usia investasi semakin besar kemungkinan terjadi penyimpangan
atas return yang diharapkan ( ) dari return rata-rata (E), yang disebabkan
meningkatnya variabelitas. Selain faktor jangka investasi faktor-faktor lain yang
dapat membuat bisnis berisiko tinggi adalah situasi ekonomi, situasi politik,
situasi keamanan, situasi pasar, situasi konsumen dan lainnya.
Risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan (Kountur, 2006).
Dalam pelaksanaan kegiatan, pelaku bisnis dihadapkan pada berbagai
kemungkinan kejadian yang merugikan. Kejadian merugikan yang tergolong
dalam risiko seperti barang yang tidak dapat dijual, harga bahan baku yang tiba-
tiba meningkat dan kemungkinan lain. Tiga unsur yang selalu ada dalam setiap
risiko (Kountur, 2006):
1) Risiko adalah suatu kejadian,
2) Kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang berarti bisa terjadi
atau bisa tidak terjadi,
3) Jika terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian.
26
Risiko dikelompokkan berdasarkan akibat yang ditimbulkan dan
penyebabnya. Jenis Risiko yang dikelompokkan berdasarkan akibat yang
ditimbulkan risiko adalah risiko spekulatif dan risiko murni. Sedangkan jenis
risiko yang dikelompokkan berdasarkan penebabnya adalah risiko keuangan dan
operasional.
Pengurangan risiko dapat dilakukan dengan diversifikasi portofolio, akan
tetapi hanya pada suatu titik tertentu. Risiko yang dapat dihidari terbatas pada
risiko spesifik atau risiko unik perusahaan (risiko yang dapat didiversifikasikan
atau tidak sistematik). Risiko yang sistematik atau risiko pasar (risiko yang tidak
dapat didiversifikasi) tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi portofolio,
(Keown et. al, 2004).
Teori portofolio dan model penentuan harga aktiva berguna dalam
masalah penilaian invetasi dengan memasukkan unsur risiko (yang diukur dengan
menggunakan standar deviasi) bisa dihilangkan dengan menggunakan
diversifikasi. Dengan diversikasi akan terdapat beberapa alternatif investasi yang
dapat dipilih. Dengan berbagai pilihan investasi maka fluktuasi tingkat
keuntungan akan semakin berkurang karena saling menguntungkan dan menutupi
kekurangan antar pilihan investasi. Oleh karena itu, standar sekumpulan investasi
akan lebih kecil penyimpangannya dari investasi tunggal. Investasi yang memiliki
nilai nol, maka tingkat keuntungannya tidak mengandung unsur risiko (tingkat
keuntungan bebas risiko). Tetapi bila risiko diukur dengan standar deviasi maka
teori yang diapai adalah teori portofolio dan model penentuan harga aktiva
(Husnan dan Muhammad, 2000).
Terdapat tiga jenis risiko yang terpisah dan berbeda satu dengan yang lain
(Weston dan Brigham, 1995):
1) Risiko berdikari (stand alone risk), yaitu semua risiko yang didasari pada
asumsi bahwa bisnis tersebut merupakan satu-satunya aktiva perusahaan dan
bahwa perusahaan merupakan satu-satunya perusahaan yang dimiliki
investor.
2) Risiko dalam perusahaan (within firm risk), yaitu risiko yang diukur tanpa
mempertimbangkan diversifikasi portofolio pemegang saham.
27
3) Risiko pasar atau beta (market or beta risk), yaitu bagian dari risiko bisnis
yang tdak dapat dieliminasi melaui diversifikasi, diukur dengan beta
koefisien.
Risiko yang ada dalam bisnis yang dijalankan Bapak Marhaya dalam
usaha budidaya ayam broiler yang dilakukan selama ini termasuk kedalam risiko
berdikari. Risiko tersebut diperhitungkan dengan penentuan ketidakpastian yang
terkandung dalam arus kas bisnis. Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan
dalam memperkirakan risiko berdikari, yaitu:
1. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan analisis dalam menentukan bagaimana
distribusi pengmbalian yang mungkin untuk bisnis dipengaruhi oleh perubahan
salah satu variabel input (Keown et. al, 2004). Analisis sensitivitas dilakukan pada
sebuah proyek dengan memakai tiga kemungkinan perubahan, yaitu (Siahaan,
2009):
Variabel unit penjualan dinaikkan atau diturunkan sebesar presentase tertentu,
sementara lainnya konstan.
Variabel penyusutan diubah, dinaikkan atau diturunkan sebesar presentase
tertentu, sementara variabel input lainnya dianggap konstan.
Cost of kapital (k) diubah, sementara variabel lainnya dianggap konstan.
Analisis sensitivitas banyak digunakan untuk mengukur perubahan-
perubahan pada bisnis yang akan berpengaruh pada kelayakan finansial. Metode
ini cocok digunakan untuk bisnis yang menghadapi risiko, namun kelemahan dari
metode ini adalah kurang cocok jika digunakan pada bisnis yang melakukan
kontrak kerja. Oleh karena itu perlu analisis lanjutan untuk mengatasi
permasalahan tersebut, metode yang dipakai adalah analisis skenario.
2. Analisis Skenario
Analisis Skenario merupakan salah satu variasi dari analisis sensitivitas.
Secara definisi sensitivity analisys adalah a technique which indicates exactly how
much the NPV will change in response to a given change in an variable, other
things held constant (Siahaan, 2009). Analisis skenario mengidentifikasikan hasil
yang mungkin terjadi dalam kategori kasus yang paling jelek, terbaik, dan yang
paling mungkin terjadi (Keown et. al, 2004).
28
Metode ini digunakan dengan merubah variabel-variabel penting yang
berpengaruh pada bisnis dengan skenario yang mengacu pada kondisi aktual.
Informasi variabel yang akan dirubah didapat dari pengalaman-pengalaman
terdahulu. Pada proyek pertanian perubahan tersebut diakibatkan oleh tiga
permasalahan utama yaitu; perubahan harga jual produk, kenaikan biaya dan
volume produksi. Terdapat beberapa hasil NPV dari analisis skenario yaitu dalam
keadaan buruk dan baik. Kedua nilai NPV dalam dua kondisi tersebut kemudian
dibandingkan dengan NPV yang diharapkan atau NPV dasar.
3. Analisis Monte Carlo
Analisis Monte Carlo merupakan analisis digunakan dalam menghasilkan
estimasi tingkat pengembalian dan indeks risiko dengan menggunakan simulasi
komputer. Analisis ini adalah bagian dari analisis skenario, memiliki keunggulan
utama memberikan berbagai hasil yang mungkin dan probabilitas kejadiannya.
3.1.5. Konsep Expected Return
Tingkat pengembalian yang diharapkan (Expected Return) merupakan
tingkat pengembalian minimum yang dapat menarik investor dalam pembelian
atau kepemilikan sekuritas. Ada berbagai alternatif investasi yang dapat dipilih
oleh investor untuk menanamkan uangnya. Artinya , perlu adanya pertimbangan
biaya kesempatan (opportunity cost) dalam membuat keputusan investasi.
Keputusan investasi yang telah dipilih akan melepaskan pengembalian tingkat
pengembalian berbeda dari alternatif bisnis lainnya. Kesempatan pengembalian
yang tidak dapat diperoleh dalam investasi tunggal merupakan biaya kesempatan
dana (opportunity cost of fund) bagi investor. Konsekuensi yang diterima dalam
pemilihan investasi tunggal adalah penerimaan hanya berasal dari investasi yang
dipilih (Keown et. al, 2004).
Dalam pembuatan keputusan investasi ada dua pertimbangan penting
dalam pemilihan alternatif. Dua pertimbangan tersebut yaitu pengembalian yang
diharapkan dan risiko yang harus ditanggung. Tingkat pengembalian yang
diharapkan dinyatakan dalam bentuk presentase dan dikenal dengan istilah
expected rate of return. Nilai ini memberikan gambaran mengenai penerimaan
total yang meungkin diperoleh. Sedangkan risiko merupakan bentuk konsekuensi
yang harus ditanggung investor, risiko bersifat merugikan karena akibatnya akan
29
berdampak pada pengurangan nilai penerimaan tersebut. Risiko timbul karena
tingkat pengembalian di masa yang akan datang adalah sebuah bentuk yang tidak
pasti (incertainly). Terdapat hubungan terkait antara tingkat pengembalian yang
diharapkan dengan risiko usaha. Hubungan tersebut adalah bentuk hubungan
negatif karena risiko yang besar akan mengurangi tingkat pengembalian
(Warsono, 2000).
Pertimbangan pemilihan investasi merupakan keputusan personal para
investor. Tingkat kepentingan, harapan, pengembalian, risiko dan berbagai aspek
pertimbangan lain akan berbeda antara individu yang satu dengan individu
lainnya. Dasar penetapan tersebut adalah preferensi personal investor. Ada tiga
tipe preferensi investor terhadap risiko yang harus ditanggung akibat investasi
yang dipilih. Pertama adalah risk seeker/lover, tipe ini merpakan individu yang
suka terhadap risiko atau pencari risiko sehingga kecenderungan jenis investasi
yang dipilih adalah bisnis berisiko. Kedua risk averter, individu yang memiliki
preferensi ini akan mengindari risiko sehingga memilih bisnis aman dengan
tingkat risiko relatif kecil. Ketiga risk neutral, kecenderungan ini dimiliki pada
investor yang bersikap netral terhadap risiko dan berada di antara dua preferensi
ekstrim sebelumnya (Weston dan Copeland, 1995).
3.1.6. Penilaian Risiko
Penilaian risiko bisnis yang tepat akan membuat nilai pengembalian yang
diberikan dari perhitungan kelayakan investasi akan lebih mendeskripsikan
kondisi aktual bisnis. Terdapat tiga ukuran yang menjadi patokan dalam penilaian
investasi. Tiga nilai tersebut yaitu NPV yang diharapkan, standar deviasi, dan
koefisien variasi. NPV yang diharapkan diperoleh dari perkalian antara
probabilitas pengembalian dengan NPV. Sedangkan koefisien variasi adalah hasil
bagi antara Standar deviasi dengan NPV yang diharapkan. NPV yang diharapkan
besar akan membuat bisnis kajian semakin tinggi tingkat kelayakan. Standar
Deviasi dan koefisien variasi merupakan indikator risiko, semakin besar dua nilai
tersebut maka risiko yang terkandung dalam bisnis juga semakin besar karena
keduanya memiliki hubungan positif (Weston dan Copeland, 1995).
30
3.1.7. Perhitungan Bunga
Bunga memiliki dua peran utama dalam penilaian kelayakan bisnis. Bunga
merupakan biaya modal dan juga biaya kesempatan yang harus dikeluarkan
investor. Bunga sebagai biaya modal merupakan beban tanggungan bagi
peminjam uang (debitor), besar kecilnya nilainya dipengaruhi jangka waktu
pinjaman, jumlah nominal uang yang dipinjam, dan tingkat bunga yang
diberlakukan kreditor. Bunga dijadikan biaya kesempatan karena bunga adalah
kesempatan yang harus dibuang investor dengan pemilihan investasi daripada
tabungan. Biaya merupakan daya tarik pinjaman yang ditawarkan bank atas
simpanan yang dilakukan masyarakat (Ibrahim, 1998).
Ada tiga bentuk sistem perhitungan bunga yang penggunaannya
tergantung pada keperluan berbeda, tiga sistem tersebut adalah (Keown et. al,
2004):
1) Bunga Biasa (Simple interest)
Besar kecilnya jumlah bunga yang diterima kredidor tergantung pada tiga
hal, yaitu besar kecilnya modal, tingkat bunga dan jangka waktu.
Keterangan:
B : Bunga
P : Prinsipal (modal)
i : interest rate (tingkat bunga)
n : jangka waktu
2) Bunga Majemuk (Compound interest)
Bunga majemuk adalah bunga yang perhitungannya dilakukan lebih dari
satu periode. Bunga majemuk merupakan bunga yang terjadi ketika bunga dibayar
terhadap investasi selama periode pertama ditambahkan kepokoknya kemudian,
selama periode kedua bunga ditambahkan pada jumlah yang baru. Bunga
majemuk dapat dihitung dalam suatu interval, satu bulan, empat bulan, enam
bulan dan satu tahun.
31
Keterangan:
S : jumlah penerimaan
n : periode waktu
3) Anuitas (Annuity)
Anuitas adalah serangkaian pembayaran yang sama untuk jumlah tahun
tertentu. Tiga hal yang berpengaruh terhadap besar kecilnya anuitas sama dengan
yang berpengaruh pada bunga biasa. Tiga hal tersebut adalah jumlah pinjaman,
jangka waktu dan tingkat bunga. Semua anuitas melibatkan kerangka yang sama
pada suatu tahun. Ada dua tipe dasar anuitas yaitu anuitas biasa dan anuitas jatuh
tempo. Pada anuitas biasa, pembayaran diasumsikan di akhir tiap periode. Pada
anuitas jatuh tempo pembayaran terjadi pada awal tiap periode.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kegiatan bisnis budidaya ayam broiler memiliki peluang yang baik.
Daging broiler merupakan salah satu pilihan sumber protein hewani dengan harga
terjangkau sehingga diminati masyarakat dibanding dengan jenis daging lain.
Permasalahan pada budidaya ayam broiler yang menjadi faktor penghambat
menjalanan bisnis adalah jaminan harga input ditingkat petani. Petani dengan
skala kecil memiliki daya tawar lemah terhadap harga input yang dibayarkan
sehingga fluktuasi pada harga beli input sangat berpengaruh pada kelangsungan
bisnis. Keberhasilan suatu bisnis bukan hanya dilihat dari jalan tidaknya bisnis
(secara kualitatif) namun dibutuhkan perhitungan mendalam mengenai kelayakan
finansial dan aspek non finansial terhadap bisnis itu sendiri.
Penentuan kelayakan aspek non finansial dilakukan dengan
membandingkan fakta yang terjadi dilapangan dengan teori-teori yang terkait
melalui kegiatan observasi kemudian di analisis dengan analisis deskriptif.
Sedangkan aspek finansial dinilai berdasarkan kriteria kelayakan investasi suatu
bisnis yang meliputi NPV, Net B/C, PP dan IRR. Informasi tersebut diharapkan
dapat memberikan informasi kelayakan aspek finansial dan aspek non finansial
bagi bisnis budidaya ayam broiler peternakan milik Bapak Marhaya.
32
Setelah diketahui tingkat kelayakan bisnis melalui nilai empat kriteria
tersebut, analisis lanjutan untuk mengetahui kepekaan bisnis terhadap risiko
perubahan-perubahan pada berbagai variabel pada cashflow digunakan sensitivity
value analisys. Nilai dari output sensitivity value analisys akan digunakan untuk
menggambarkan keadaan kelayakan setelah perubahan.
33
Gambar 1. Kerangka Alur Pemikiran Operasional
Risiko Investasi pada usaha pembesaran ayam broiler
Meninjau efisiensi dan efektivitas usaha pembesaran
ayam broiler skala peternakan rakyat dan penanganan risiko
Analisis Kelayakan Investasi usaha pembesaran
ayam broiler
Layak
Dapat dilakukan
pengembangan usaha
Tidak layak
tinjauan ulang
Aspek non Finansial: Aspek teknis, aspek
manajemen, aspek
hukum dan aspek pasar
Aspek
Finansial:
NPV
IRR
Net B/C
PP
Tingkat
pengembalian
yang diharapkan
Standar Deviasi
Koefisien Variasi
Risiko Produksi Risiko Harga
Investasi Kandang yang telah dilakukan oleh
Bapak Marhaya
Belum dilakukan perhitungan cashflow
oleh pemilik investasi kandang
Dominasi Peternakan Ayam Broiler
Skala Rakyat di Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu
Lokasi tempat penelitian dilakukan adalah sebuah peternakan milik Bapak
Marhaya yang terletak di desa Pasir Gintung, kecamatan Nanggung, kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berbagai
pertimbangan bahwa peternakan yang dijalankan peternak berjalan dengan baik
namun belum melakukan perhitungan secara kuantitatif mengenai kelayakan
investasi yang telah dijalankan. Oleh karena itu memerlukan informasi tentang
studi kelayakan informasi tersebut. Penelitian dilakukan pada bulan bulan maret
sampai dengan mei 2011.
4.2. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan Judgement
sampling. Pemilihan teknik sampling dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa
peternak merupakan peternak yang tepat untuk dijadikan lokasi penelitian karena
memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan selama proses dan kebutuhan
penelitian.
Peternakan milik Bapak Marhaya dipilih karena memenuhi kriteria yang
diharapkan dalam penelitian. Kriteria yang pertama adalah letak lokasi kandang
yang berada di salah satu sentra penghasil ayam broiler di Kabupaten Bogor.
Selain dari lokasi syarat teknis mengenai sarana dan parasanara yang harus
dimiliki peternakan sebagai standar sudah terpenuhi. Kapasitas optimal sebanyak
6.000 ekor dalam satu siklus telah memenuhi syarat stanrdar ekonomis minimum
untuk menghasilkan keuntungan bagi peternak.
4.3. Data dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, wawancara, dan mengikuti seluruh aktivitas yang
dilakukan peternakan dari kegiatan produksi hingga penjualan yang dilakukan
peternak. Data primer yang dikumpulkan adalah data berbagai biaya input dan
tenaga kerja yang dikeluarkan serta gambaran umum mengenai kegiatan
35
operasional yang digunakan untuk menggambarkan aspek non finansial dari
peternakan milik Bapak Marhaya.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur dari
berbagai buku yang menjelaskan budidaya ayam broiler, penelitian sebelumnya,
bahan perkuliahan, buku-buku pendukung, dokumen maupun catatan dari
peternak serta berbagai informasi yang diperoleh dari instansi-instansi yang
terkait, perpustakaan dan akses internet. Data sekunder yang digunakan adalah
data yang tidak dapat diperoleh dari hasil observasi di lapangan seperti biaya
listrik per ekor, kebutuhan pakan per ekor, kegiatan proses budidaya ayam broiler
yang benar menurut teori dan sebagainya. Data sekunder digunakan sebagai
pembanding kegiatan yang dilakukan oleh peternak dengan teori untuk kemudian
sebaai bahan kajian evaluasi dan koreksi.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli
2011 (tiga bulan). Lokasi pengumpulan adalah peternakan milik Bapak Marhaya,
Perpustakaan, Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian sub bidang peternakan
Kebupaten Bogor. Pengumpulan data primer dilakukan pada peternakan milik
Bapak Marhaya.
Teknik pengumpulan untuk memperoleh data primer adalah wawancara
langsung dan observasi. Sedangkan untuk memperoleh data sekunder, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan mencari pada sumber
internet. Pada wawancara langsung, sumber yang diwawancarai adalah berbagai
pihak yang memiliki peran penting dalam usaha peternakan yang dijalankan
Bapak Marhaya.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kuanlitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara deskriptif
untuk menggambarkan sistem usaha dan aspek non finansial yang terdiri dari
aspek pasar, aspek teknis, manajemen dan hukum dari usaha budidaya ayam
broiler milik peternak skala peternakan rakyat milik Bapak Marhaya Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor.
36
Analisis secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan
invetasi. Metode kuantitatif yang akan digunakan adalah analisis kelayakan
finansial berdasarkan kriteria NPV, Net B/C, PP, dan IRR yang diolah dengan
menggunakan program komputer Microsoft Excel. Karena penggunaan sejumlah
barang investasi yang memerlukan waktu pengembalian yang cukup panjang
maka akan diperhitungkan konsep time value of money, dengan konsep ini
penentuan nilai uang sekarang dan yang akan datang harus dilakukan dengan
metode discounting factor dan compounding factor. Setelah kriteria kelayakan
diperoleh melalui perhitungan cashflow, pengujian tingkat kepekaan akan dilihat
dengan sensitivity value analisys yang perubahannya berdasarkan unsur risiko
bisnis.
4.6. Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial
Analisis yang akan dilakukan terhadap aspek non finansial disesuaikan
dengan skala usaha proyek, semakin besar skala usaha yang dilakukan maka
analisis kelayakan non finansial juga akan semakin kompleks. Pada penelitian ini
aspek yang akan dikaji adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan
aspek hukum.
4.6.1. Aspek Pasar
Analisis aspek pasar yang akan dilakukan pada usaha budidaya ayam
broiler milik Bapak Marhaya , meliputi:
1) Permintaan dan Penawaran
Analisis mengenai permintaan dan penawaran pasar dilakukan
dengan mengidentifikasi jumlah produk yang dapat dijual oleh peternakan
milik Bapak Marhaya dan Permintaan yang dihadapi komoditi produk
ayam broiler di Kabupaten Bogor.
2) Pemasaran Output
Analisis mengenai pemasaran produk jual dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai tempat yang dijadikan pasar untuk dimasuki
oleh Bapak Marhaya. Selain pasar tujuan akan dibahas pula mengenai
saluran dan proses pemasaran dari ayam broiler yang dihasilkan
peternakan.
37
4.6.2. Aspek Teknis
Aspek teknis yang akan dikaji meliputi lokasi peternakan, luasan produksi
dan layout peternakan. Dari informasi yang didapat dari observasi lapang akan
dibandingkan dengan teori-teori yang berhubungan.
4.6.3. Aspek Manajemen
Aspek manajemen dalam pembangunan proyek berupa manajemen proses
untuk merencanakan penyiapan secara barang-barang produksi fisik dan
manajemen dalam operasi. Analisis mengenai aspek manajemen dilakukan
dengan melihat penerapan sistem manajemen yang diterapkan Bapak Marhaya
dalam mengatur kegiatan produksi peternakan ayam broiler untuk kemudian
dibandingkan dengan teori-teori yang berlaku.
4.6.4. Aspek Hukum
Analisis terhadap aspek hukum diakukan melalui pengidentifikasian badan
usaha yang dipakai, izin usaha maupun berbagai aturan pemerintah yang secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh pada bisnis peternakan ayam broiler.
4.7. Analisis Kelayakan Aspek Finansial
4.7.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value dapat diartikan sebagai nilai sekarang penerimaan bersih
kas. Selain itu, juga merupakan ukuran besarnya manfaat bersih tambahan yang
diterima proyek pada akhir periode jangka hidup proyek tersebut (Gittinger,
1986). Rumus perhitungannya sebagai berikut:
Keterangan:
Bt : Penerimaan total pada tahun ke-t (Rp)
Ct : Biaya total pada tahun ke-t (Rp)
n : Umur proyek (tahun)
t : Tahun ke 1, 2. 3,…,n
i : Discount rate (%)
38
Metode Penilaian NPV, ada tiga kriteria penialian kelayakan dari NPV.
Jika nilai NPV suatu bisnis lebih besar dari nol (NPV > 0), maka proyek layak
untuk dilaksanakan. Jika nilai NPV yang dihasilkan suatu bisnis lebih kecil dari
nol (NPV < 0), maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika
perhitungan cashflow menghasilkan nilai NPV sama dengan nol (NPV = 0), maka
proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, tetapi proyek masih layak
untuk dilaksanakan.
4.7.2. Net Benefit Cost Ratio (B/C)
Net B/C merupakan perbandingan antara present value dari net benefit yang
positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Net B/C digunakan
untuk melihat seberapa besar manfaat bersih yang diterima (Gittinger, 1986).
Rumus perhitunganya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Bt : Penerimaan total pada tahun ke-t (Rp)
Ct : Biaya total pada tahun ke-t (Rp)
n : Umur proyek (tahun)
t : Tahun ke 1, 2. 3,…,n
i : Discount rate (%)
Kriteria kelayakan dari Net B/C:
a. Net B/C > 1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan, artinya setiap pengeluaran
akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran tersebut.
b. Net B/C < 1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan, artinya setiap
pengeluaran akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari pengeluaran
tersebut.
4.7.3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahun bagi
perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen
(Gittinger, 1986). IRR merupakan perhitungan tingkat suku bunga yang
39
menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas
bersih di masa mendatang. IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang
dapat dibayar proyek untuk sumber daya yang digunakan.
Suatu rencana investasi dikatakan layak jika memiliki nilai IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga bank yang berlaku. Jika terjadi sebaliknya, maka rencana
investasi tersebut dianggap tidak layak untuk direalisasikan. Rumus
perhitunganya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
i` : discount rate yang menghasilkan NPV positif
i`` : discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV` : NPV bernilai positif
NPV`` : NPV bernilai negatif
Kriteria kelayakan dari IRR:
a. IRR > Opportunity Cost of Capital atau Discount Rate maka bisnis layak untuk
dilaksanakan.
b.IRR < Opportunity Cost of Capital atau Discount Rate maka bisnis tidak layak
untuk dilaksanakan.
4.7.4. Payback Period (PP)
Payback Period merupakan jangka waktu pengembalian investasi yang
dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek (Umar, 2003).
Semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi
yang dikeluarkan maka bisnis semakin layak diusahakan. Rumus perhitunganya
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
PP : Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal (tahun)
I : Jumlah modal investasi (Rp)
Ab : Manfaat hasil bersih rata-rata per tahun periode (Rp)
40
4.7.5. Discounting Factor dan Compounding Factor
Untuk melakukan perhitungan nilai uang sekarang jika diketahui sejumlah
uang dimasa yang akan datang, digunakan rumus discounting factor sebagai
berikut:
Keterangan:
DF : nilai uang sekarang
t : tahun ke 1, 2,3, …, n
i : tingkat suku bunga yang berlaku (%)
Untuk melakukan perhitungan nilai uang yang akan datang jika diketahui
sejumlah uang pada saat sekarang, digunakan rumus compounding factor sebagai
berikut:
Keterangan:
CF : nilai uang yang akan datang
t : tahun ke 1, 2,3, …, n
i : tingkat suku bunga yang berlaku (%)
Compounding factor dipakai untuk melakukan perhitungan nilai yang lalu
untuk dinilai pada saat ini. Hal tersebut dilakukan karena karena kegiatan
investasi telah dilakukan pada tahun 2008 yang artinya nilai tersebut akan lebih
besar jika berada pada saat perhitungan di tahun 2011. Discounting factor
digunakan untuk menarik nilai yang akan datang karena investasi kandang yang
dilakukan peternak memiliki umur teknis pemakaian sampai dengan 10 tahun
pemakaian.
4.7.6. Break Even Point
Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total
penerimaan sama dengan total biaya (Nurmalina, 2010). Nilai BEP menjadi nilai
patokan jumlah minimum hasil produksi suatu usaha dikatakan ekonomis. Nilai
41
titik impas berfungsi sebagai jumlah produk minimum yang harus dihasilkan dan
harga jual terendah produk. Rumus dari BEP adalah sebagai berikut:
4.7.7. Penilaian Risiko dalam Investasi
Dua hal yang akan didapat dari suatu tindakan investasi adalah
pengembalian dan risiko. Semua bisnis mengandung unsur risiko yang berbeda
satu dengan yang lain. Fluktuasi dari hasil adalah salah satu indikasi risiko. Besar
risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan berhubungan positif. Semakin
besar unsur risiko yang terkandung dalam bisnis maka tingkat pengembalian yang
mungkin diberikan juga semakin tinggi.
Teknik yang digunakan untuk mengukur risiko yang dihadapi Bapak
Marhaya dalam menjalankan bisnis pembesaran ayam broiler adalah analisis
skenario. Analisis dan identifikasi dengan teknik ini menggunakan tiga kondisi
berbeda yang mungkin dihadapi bisnis. Tiga skenario berbeda tersebut adalah
kategori kondisi terburuk, terbaik dan kondisi yang paling mungkin.
Skenario terburuk (Worst case scenario) adalah keadaan dimana untuk
semua variabel masukan diberikan nilai terburuk berdasarkan perkiraan yang
wajar. Skenario terbaik (Best case scenario) adalah keadaan dimana untuk semua
variabel masukan diberikan nilai terbaik berdasarkan perkiraan yang wajar.
Skenario dasar (Base scenario) adalah keadaan dimana untuk semua variabel
diberikan nilai yang paling menguntungkan. Ukuran yang dijadikan standar
penilaian risiko adalah:
4.7.7.1. NPV yang Diharapkan
NPV yang diharapkan adalah tingkat pengembalian yang dihasilkan dari
sebuah investasi yang dilakuan investor. Nilai tersebut didapatkan dari mencari
rata-rata tertimbang dari semua kemungkinan pengembalian dengan
mengalikannya dengan probabilitas. Semakin besar nilai NPV yang diharapkan
maka tingkat risiko yang terkandung dalam bisnis juga semakin besar. Secara
matematis perhitungan dalam menentukan nilai NPV yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
42
Keterangan:
E NPV : Expected NPV (NPV yang diharapkan)
Pi : Kemungkinan atau probabilitas hasil pengembalian ke-i akan terjadi
: Nilai tigkat pengembalian ke-i yang diharapkan
4.7.7.2. Standar Deviasi dari Pengembalian yang Diharapkan
Standar deviasai adalah akar dari rata-rata kuadrat deviasi masing-masing
tingkat pengembalian yang diharapkan (Keown et. al, 2004). Deviasi standar
merupakan ukuran absolut dari suatu keputusan yang mengandung risiko. Risiko
yang dihadapi bisnis akan semakin rendah jika nilai yang dihasilkan standar
deviasi juga semakin rendah. Rumus yang dipakai dalam perhitungan standar
deviasi adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: Standar deviasi dari pengembalian yang diharapkan
Pi : Kemungkinan atau probabilitas hasil pengembalian ke-i akan terjadi
: Nilai tigkat pengembalian ke-i yang diharapkan
:Tingkat pengembalian yang diharapkan
n : Jumlah hasil yang mungkin
Peluang dari perhituangan standar deviasi dilakukan berdasarkan
informasi yang didapat pada saat observasi dilapangan. Nilai peluang yang
dipakai adalah frekuensi dari kemungkinan harga dan produksi yang muncul pada
tiga kondisi (terburuk, normal dan terbaik). Nilai ditentukan dari hasil produksi
yang telah dilakukan peternakan. Frekuensi yang ada dibagi dengan sembilan
siklus produksi yang merupakan total siklus yang telah dilakukan peternakan
milik Bapak Marhaya.
43
4.7.7.3. Coefficient Variation (CV)
Coefficient variation memiliki makna yang sama dengan standar deviasi.
Semakin besar nilai Coefficient variation yang dihasilkan maka tingkat risiko
yang dihadapi bisnis juga semakin tinggi, dan sebaliknya. Coefficient variation
merupakan rasio antara standar deviasi dan pengembalian yang diharapkan.
Koefisien variasi adalah ukuran relatif yang digunakan untuk memperkuat ukuran
absolut (standar deviasi). Berikut rumus perhitungan Coefficient variation:
Keterangan:
: Coefficient variation dari tingkat pengembalian yang diharapkan
: Standar deviasi dari pengembalian yang diharapkan
: Tingkat pengembalian yang diharapkan
4.8. Asumsi Dasar
Analisis kelayakan investasi peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor menggunakan beberapa
asumsi dasar, antara lain sebagai berikut:
1. Peternakan ayam broiler yang dianalisis adalah peternakan ayam broiler skala
kecil studi kasus peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya dengan
menggunakan peralatan produksi manual.
2. Peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya berproduksi sebanyak enam
periode dalam satu tahun.
3. Seluruh modal yang digunakan adalah modal milik sendiri.
4. Analisis kelayakan investasi yang dihitung menggunakan dua kondisi yaitu
kondisi I dan kondisi II. Kondisi I merupakan analisis kelayakan tanpa risiko
(kondisi normal) dan kondisi II merupakan analisis kelayakan dengan adanya
risiko produksi dan risiko harga. Pada kondisi II terdapat tiga skenario
perhitungan yaitu skenario I dengan kondisi terbaik, skenario II dengan
kondisi normal dan skenario III dengan kondisi terburuk.
5. Umur proyek analisis kelayakan investasi yang dipakai berdasarkan umur
teknis dari bangunan kandang yang merupakan investasi terpenting dan
memiliki umur teknis paling lama. Umur proyek dari analisis kelayakan
44
investasi peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya adalah sepuluh
tahun. Kandang pembesaran ayam broiler yang dipakai peternakan adalah
kandang bambu.
6. Tingkat suku bunga yang dipakai pada perhitungan cashflow adalah tingkat
suku bunga deposito Bank Rakyat Indonesia sebesar 6,00 persen, berlaku
bulan april 2011 dan diasumsikan konstan.
7. Biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh Bapak Marhaya tidak dikelola.
Sehingga untuk melakukan pembelian barang investasi baru Bapak Marhaya
mengeluarkan biaya sekaligus pada tahun baru setelah tahun terakhir umur
teknis barang berakhir.
8. Harga jual yang digunakan adalah harga jual yang dilakukan peternakan
dengan perusahaan kemitraan Dramaga Unggas Farm pada januari 2011. Dan
berlaku tetap sejak awal pendirian peternakan pada tahun 2008.
9. Nilai sisa yang dperoleh pada akhir umur teknis penggunaan barang investasi
ditetapkan sebesar 5 persen. Nilai sisa yang dipakai berdasarkan estimasi dari
nilai jual barang investasi pada tahun terakhir pemakaian barang-barang
produksi tersebut.
10. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatatn peternakan adalah biaya investasi
dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun ke nol dan
terdapat biaya reinvestasi untuk berbagai peralatan yang telah habis umur
pakai teknisnya. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan pada saat
kegiatan pemeliharaan ayam dilakukan. Biaya operasional terdiri dari biaya
tetap dan variabel.
11. Biaya investasi dan operasional diasumsikan sama pada kondisi risiko harga.
Sedangkan pada perhitungan kondisi risiko produksi harga jual yang diapakai
diasumsikan sama.
12. Pajak pendapatan yang digunakan sebagai perhitungan sesuai dengan tarif
dan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang dikeluarkan oleh Direktorat
Pajak tentang penghasilan Pajak bukan pegawai sesuai dengan undang-
undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 17 ayat 2a yaitu,
pajak pendapatan adalah sebesar 25 persen mulai berlaku tahun 2010.
45
13. Penentuan pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan undang-undang no 11
tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi (PHB) dengan rumus perhitungan:
Rumus umum : PBB terutang = DPP PBB × Tarif PBB
Tarif PBB adalah 0,5 persen.
DPP OBB dihitung sebagai berikut:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan
NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) -
NJOB sebagai dasar pengenaan PBB
20 persen aau 40 persen ×
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebagai dasar perhitungan
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Sejarah Umum Peternakan
Usaha peternakan pembesaran ayam broiler milik Bapak Marhaya mulai
berjalan pada bulan agustus 2008. Usaha peternakan ayam broiler yang dimiliki
Bapak Marhaya tergolong dalam peternakan ayam broiler skala kecil karena
berkapasitas 6.000 ekor (kurang dari 15.000 ekor). Peternakan ayam broiler milik
Bapak Marhaya berada di kampung Pasir Gintung, desa Parakan Muncang, RT 04
RW 08, kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Lokasi kandang didirikan berada sekitar 500 meter dari lokasi jalan raya.
Lokasi ini tergolong strategis dan lokasi tepat karena berada cukup jauh dari
pemukiman dan berada di sekitar lokasi persawahan dengan sumber air cukup.
Disekitar lokasi kandang miik kandang Bapak Marhaya terdapat beberapa
kendang pemeliharaan ayam broiler milik peternak lain. Peternak lain yang
berlokasi di sekitarkandang milik bapak Marhaya adalah kandang milik H. Idris
dan Bapak Mamat.
Maksud dan tujuan dari pendirian peternakan oleh Bapak Marhaya adalah
keinginan untuk menjadi pekerja mandiri dan memperkerjakan orang lain. Selain
itu juga memanfaatkan ketermpilan yang diperoleh selama bergelut di usaha
perunggasan. Fasilitas dari peternakan adalah kandang ternak, gudang
penyimpanan pakan/peralatan dan tempat tidur bagi anak kandang selama proses
pemeliharaan ayam broiler.
Peternakan mulai kegiatan proses pembesaran budidaya ayam broiler pada
agustus 2008. Kepemilikan dari peternakan dimiliki tunggal oleh Bapak Marhaya.
Modal awal yang dipakai adalah modal pribadi pemilik. Sampai saat ini,
pencarian tambahan modal dari pihak kedua belum dilakukan. Selama proses
kegiatan operasional peternakan sumber dana yang dipakai tetap berasal dari
pembiayaan pribadi.
5.2. Jalinan Kerjasama Peternakan milik Bapak Marhaya
Peternakan milik Bapak Marhaya merupakan peternakan mitra bagi
perusahaan kemitraan Dramaga Unggas Farm yang memiliki kantor administrasi
47
cabang di Ruko Perum Dramaga Hijau no. 1 A yang terletak di jalan Raya
Darmaga Km. 8 Kabupaten Bogor.
Bentuk kerjasama antara peternak dan perusahaan kemitraan adalah dalam
hal keterikatan dalam hal pengadaan sarana input produksi peternakan dan
penjualan hasil produksi ayam broiler. Dengan bentuk kerjasama ini peternakan
memperoleh jaminan pasokan input dan harga jual yang telah disepakati pada saat
awal periode pemeliharaan. Selain itu, manfaat lain dari kerjasama dengan
Dramaga Unggas Farm adalah bentuk supervisi rutin yang dilakukan selama
proses pemeliharaan. Degan kondisi tersebut peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya mendapatkan pengarahan dan solusi selama proses budidaya.
Dari segi harga jual peternakan memperoleh kompensasi sebesar 25 persen
dari harga pasar jika harga jual daging ayam dipasar melebihi kontrak awal yang
disepakati. Bapak Marhaya juga akan mendapatkan insentif dari konversi efisiensi
konversi pakan ke bobot badan ayam dengan ketentuan tertentu. Namun, jika
ayam broiler yang dihasilkan dalam kondisi sakit maka ada potongan sebesar Rp
500 per kilogram bobot ayam.
Bapak Marhaya dapat menjadi peternakan mitra dari Dramaga Unggas
Farm karena memiliki kapasitas produksi kansang lebih dari 3.000 ekor. Selain
kapasitas dalam setiap awal kontrak Bapak Marhaya harus memberikan jaminan
senilain Rp 2.000 per ekor DOC. Bentuk jaminan dapat berupa uang riil, emas dan
surat-surat berharga yang legal.
5.3. Risiko Usaha Peternakan milik Bapak Marhaya
Kegiatan usaha peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya dihadapkan
pada berbagai kondisi risiko. Risiko tersebut adalah risiko produksi dan risiko
harga jual ayam broiler di pasaran. Kedua risiko tersebut diperlihatkan oleh
indikasi risiko yakni fluktuasi pada harga jual dan jumlah produksi.
Tabel 6. Produksi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya pada Kondisi
Berbagai Risiko
Kondisi Produksi (kg)
Terbaik 8640,8
Normal (yang mungkin diperoleh) 8272,2
Terburuk 5454,8
48
Risiko produksi pada peternakan ayam broiler terjadi ketika dalam proses
pemeliharaan. Risiko produksi terjadi karena beberapa sebab diantaranya tingkat
mortalitas, efisiensi konversi pakan ke bobot tubuh, cuaca, kegiatan pemeliharaan
yang tidak sesuai dengan standard dan berbagai hal lainnya.
Faktor-faktor yang menimbulkan risiko produksi pada peternakan ayam
broiler tersebut antara lain:
1) Tingkat mortalitas ayam broiler
Pemeliharaan yang baik selama proses budidaya per periode membuat
tingkat mortalitas rendah. Rata-rata tingkat mortalitas yang dapat dipertahan
peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya adalah 3,5 persen dari jumlah
DOC awal yang dipelihara. Sampai dengan saat ini peternakan mampu
menghasilkan output dengan kualitas dan kuantitas baik. Tingkat kematian
dapat ditekan karena pengalaman maupun pengetahuan teknis yang dimiliki
Bapak Marhaya dan anak kandang yang dipekerjakan telah memenuhi standar
kompetensi.
2) Efisiensi konversi pakan ke bobot tubuh ayam broiler
Semakin besar efisiensi penggunaan pakan maka biaya variabel untuk
pembelian pakan dapat ditekan. Penilaian ini juga merupakan salah satu
pertimbangan bagi perusahaan kemitraan untuk pemberian intensif bagi
peternakan. Oleh karena itu, selain biaya pakan yang rendah tingkat efisiensi
konversi pakan yang baik merupakan peluang bagi peternakan untuk
memperoleh tambahan penerimaan. Efisiensi dapat diperoleh dengan adanya
pola pemberian paan yang tepat.
Pada saat suhu lingkungan sangat panas peternakan tidak memberikan
pakan pada ayam broiler yang dipelihara. Hal tersebut dimaksudkan karena
pada kondisi lingkungan tersebut pakan tidak dikonversi optimal ke bobot
badan. Pada sat itu peternakan hanya menambahkan jumlah minum di siang
hari. Proporsi pakan ditambahkan pada pagi dan malam hari. Pola teknis
pemberian pakan ini sangat tepat sehingga tidak terjadi pemborosan biaya.
3) Cuaca dan penyakit
Perubahan cuaca yang tidak menentu membuat pemeliharaan ayam
menjadi sulit dan semakin rentan terhadap serangan penyakit. Ayam yang
49
sakit pada saat panen akan mengakibatkan peternakan ayam broiler milik
Bapak Marhaya mendapatkan potongan harga jual ayam dari kontrak sebesar
Rp 500 per kilogram.
Langkah prefentif dilakukan oleh peternakan dengan peberian vaksin
dan tambahan vitamin untuk mencegah ayam broiler terkena penyakit dan
tahan terhadap perubahan cuaca. Perlakuan khusus pada ayam sakit berupa
isolasi ditempat terpisah atau penguburan ayam mati akibat penyakit agar
tidak menular pada ayam-ayam broiler yang lain. Kegiatan ini dilakukan
karena peternakan menggunakan sistem pemeliharaan satu tempat mulai dari
ayam broiler satu hari sampai ayam siap panen.
Selain risiko pada bidang produksi perubahan penerimaan juga dapat
berasal dari harga jual daging ayam yang berlaku dipasar. Selama Sembilan
periode berjalan peternakan ayam broiler milik bapak Marhaya mendapatkan
beberapa perubahan harga jual daging.
Tabel 7. Harga Jual yang Diterima Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak
Marhaya pada Setiap Kondisi
Kondisi Harga Jual (Rp/Kilogram)
Kondisi Terbaik 14.480
Kondisi Normal 14.450
Kondisi Terburuk 14.400
Harga yang diterima peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya
berubah sesuai kontrak yang disepakati di awal periode paroduksi dengan
Dramaga Unggas Farm. Dalam sembilan periode terakhir peternakan menerima
harga jual dengan perubahan harga yang tidak terlalu bervariasi. Harga yang
diterima oleh peternakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1) Tingkat permintaan
Selain berpengaruh pada jumlah ayam yang dipelihara permintaan yang
tinggi juga berpengaruh pada harga jual daging unggas yang berlaku
dipasaran. Harga jaual panen adalah harga kontrak. Namun apabila pada akhir
periode ayam broiler siap panen harga yang terbentuk dipasar tinggi maka
perusahaan Dramaga Unggas farm memberikan kompensasi Rp 150 per
kilogram.
50
2) Kualitas daging ayam broiler
Ayam panen dengan kondisi sakit tidak menerima harga jual optimal
bahkan tidak dapat dijual dipasaran. Kualitas yang tidak baik membuat hasil
penerimaan penjualan ayam broiler tidak maksimal. Kondisi tersebut tentu
saja merugikan peternakan karena biaya variabel telah dikeluarkan selama
proses pemeliharaan.
Risiko harga tidak berpengaruh signifikan terhadap peternakan karena
sistem kemitraan yang dijalin memberikan kepastian harga dan pasar bagi output
yang dihasilkan. Risiko harga akan dialami jika ayam yang dipanen sakit.
Peternak akan mendapat potongan harga sebesar Rp 500 per kilogram dari harga
kontrak pada ayam yang sakit sebagai bentuk kompensasi mitra terhadap
Perusahaan kemitraan.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial
Belum ada keseragaman yang pasti tentang hal-hal yang perlu dikaji pada
aspek kelayakan non finansial. Analisis yang dilakukan tergantung pada skala
proyek yang sedang dikaji. Pada penelitian ini akan dikaji aspek pasar, teknis,
manajemen, hukum dan sosial lingkungan.
6.1.1. Aspek Pasar
Pasar menjadi aspek yang penting dalam kajian suatu kelayakan karena
aspek ini menentukan keberlangsungan kegiatan bisnis dimasa yang akan datang.
Pada penelitian ini akan dilihat permintaan, penawaran dan strategi pemasaran.
1. Permintaan dan Penawaran
Kerjasama yang terjalin dengan perusahaan Dramga Unggas Farm
membuat peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya menjual hasil
produksi ke perusahaan kemitraan tersebut. Tidak ada ketentuan jumlah DOC
yang harus dipelihara. Jumlah ayam yang dipelihara dibatasi dengan kapasitas
kandang ayam yang dimiliki peterakan. Rata-rata per periode peternakan
milik Bapak Marhaya mampu memelihara DOC sebanyak 5.500 ekor.
Kondisi tersebut menjadikan Dramaga Unggas Farm merupakan konsumen
bagi output ayam broiler yang dihasilkan peternakan.
Untuk produk sampingan pupuk kandang yang dihasilkan ada
pengumpul yang selalu mendatangi kandang pada tiap akhir periode. Pembeli
pupuk kandang menghargai pupuk kandang yang berisi kotoran ayam dan
sekam padi per karung Rp 3.000.
Sistem kemitraan merupakan langkah tepat untuk pencapaian target
produksi daging di Kabupaten Bogor. Pencapaian target pada tahun 2010
terealisasi sebesar 102 persen. Pada tahun 2010 produksi daging tingkat
Kabupaten Bogor adalah 94.752.099 kilogram. Target produksi terus
dinaikan dari tahun ke tahun. Keadaan tersebut merupakan suatu peluang
pasar bagi peternakan daging khususnya ayam broiler skala rakyat untuk
melakukan penambahan kapasitas produksi yang dimiliki. Selain dalam
rangka pemenuhan kebutuhan daging lokal, produksi daging peternakan
52
berlebih dari Kabupaten Bogor dapat diarahkan untuk permintaan daerah
sekitar wilayah seperti Jakarta, Depok dan Bekasi.
2. Pemasaran output
Output yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya adalah pupuk dan produk utama ayam broiler. Pengangkutan hasil
output ayam broiler menggunakan angkutan yang diberikan oleh Dramaga
Unggas Farm.
Saluran penjualan yang dilewati oleh produk yang dihasilkan melalui
dua jalur saluran yang berbeda untuk ayam broiler dan pupuk kandang yang
dihasilkan. Untuk saluran penjualan ayam broiler melalui Dramaga Unggas
Farm kemudian oleh perusahaan kemitraan tersebut disalurkan ke pedagang
besar atau pihak konsumen yang memesan dalam jumlah cukup banyak.
Saluran tersebut adalah saluran penjualan untuk peternakan sistem
kemitraan. Rata-rata harga jual dengan saluran tersebut adalah Rp 14.400 per
kilogram. Harga yang lebih tinggi akan didapat peternak sistem mandiri
dengan selisih harga mencapai Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram.
Dengan sistem peternakan mandiri peternak dapat mendapatkan selisih harga
tersebut dengan melakukan penjualan langsung ke pedadang pengumpul
ataupun pedagang pengecer. Namun, pada sistem mandiri peternakan harus
harus mampu mencari informasi pasar dan pengelolaan keuangan dengan
baik.
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ayam Broiler pada Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya
Perternakan ayam broiler
milik Bapak Marhaya
Dramaga
Unggas Farm Pedagang Besar
Pedagang
Pengecer
Konsumen
53
Untuk produk sampingan peternakan melakukan transaksi dikandang
dengan pembeli yang datang ke kandang untuk melakukan pemeblian pupuk.
Pada umumnya pembeli pupuk kandang adalah petani sekitar atau pemborong
yang merupakan penjual pupuk kandang.
6.1.2. Aspek Teknis
1. Lokasi Peternakan
Berdasarkan prasyarat penting yang harus dipenuhi dalam penentuan
lokasi kandang yang baik maka peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya memiliki lokasi yang cukup strategis. Variabel-variabel utama yang
perlu diperhatikan untuk menentukan lokasi terpenuhi. Lokasi kandang yang
dimiliki didirikan cukup jauh dari pemukiman warga sehingga tidak
menimbulkan polusi.
Variabel utama lainnya adalah kedekatan lokasi dari sarana transportasi.
Kandang berada sekitar 500 meter dari jalan raya dan telah memiliki akses
yang cukup baik menuju kandang. Selain transportasi yang tidak bermasalah
ketersediaan air cukup sepanjang tahun. Kualitas air yang diperoleh dari
sumur galian baik dan memenuhi standar baku. Kandang dibuat menjadi dua
tempat dengan kapasitas masing-masing 3.000 ekor. Hal tersebut
dimaksudkan agar pengelolaan kegiatan produksi dapat dijalankan dengan
baik dan terhindar dari risiko tertular dari penyakit antara kandang yang satu
dengan kandang lainnya.
2. Luasan Produksi
Peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya adalah usaha
pembesaran ayam broiler pedaging dengan hasil output utama ayam broiler
hidup dan pupuk kandang. Daya tamping pemeliharaan maksimal yang
Pertenakan ayam broiler
milik Bapak Marhaya
Pembeli pupuk partai besar
Petani/konsumen akhir
Gambar 3. Saluaran Pemasaran Pupuk Kandang pada Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya
54
mampu dipelihara kandang ternak yang dimulai sebesar 6.000 ekor. Kapasitas
produksi yang diusahakan oleh peternakan milik Bapak Marhaya telah
memenuhi skala ekonomis minimum. Tenaga kerja yang dimiliki tidak terikat
dan pemilik peternakan memperkerjakan dua orang tenaga kerja sebagai anak
kandang. Pemilik memiliki luasan tanah untuk pembangunan kandang seluas
1.200 meter persegi.
Luasan kandang pertama adalah 9 × 41 meter sedangkan kandang yang
kedua memiliki luas 8 × 26 meter. Total luasan kandang yang digunakan
sebagai tempat pembesaran ayam broiler adalah 577 meter persegi.
3. Letak Sumber bahan Baku
Sarana produksi peternakan yang dipakai peternakan milik Bapak
Marhaya adalah pasokan dari sebuah perusahaan kemitraan Dramaga Unggas
Farm yang terletak di jalan Raya Dramaga km. 8, Kabupaten Bogor. Tempat
penampungan sarana produksi yang dimiliki perusahaan Dramaga Unggas
Farm terletak sekitar 20 kilometer dari lokasi kandang berdiri.
Lokasi gudang penampungan tersebut cukup jauh. Namun, sarana
transportasi dan jalan raya yang menghubungkan gudang dengan lokasi
kandang cukup terawat walaupun terdapat kerusakan dibeberapa titik.
Pasokan bahan baku peternakan yang dibutuhkan tersedia dengan kualitas
dan kuantitas standar yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan
pemeliharaan ayam broiler.
4. Sarana dan Prasarana
Lokasi peternakan yang dimiliki Bapak Marhaya memiliki beberapa
sarana penunjang seperti bangunan kandang, gudang pakan, sumur, tendon air
dan berbagai peralatan standar untuk menjalankan kegiatan operasional.
Gambar 4. Kandang Produksi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
55
Keterangan:
A : Gudang kandang dan tempat tidur
anak kandang.
B : Tower air.
C : Kandang Pemeliharaan.
D : Sumur.
Gambar 5. Bentuk dan Layout Kandang Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
Kandang yang didirikan terbuat dari bahan baku bambu dengan atap
daun nipah dan sebagian bonet. Atap sengaja terbuat dari gabungan daun
nipah dan bonet untuk menjaga suhu dalam kandang tetap dalam keadaan
sejuk di siang hari. Disekeliling kandang diberikan terpal untuk menahan
angin di malam hari serta mengatur udara masuk sirkulasi kandang.
Bangunan kandang dibuat panggung dengan lantai dari bambu dengan jarak
Bonet
Daun nipah
Daun nipah
Bonet
Bambu
C
A
B
D
56
antar bambu sekitar satu sampai 1,5 centimeter. Pemeliharaan dilakukan rutin
terutama pada atap yang bocor.
5. Proses pembesaran ayam broiler
Ada dua kegiatan utama dalam pemeliharaan ayam broiler. Pengelolaan
pada masa awal produksi dan pemeliharaan pada akhir produksi. Pengelolaan
masa awal produksi dilakukan sebelum DOC ditempatkan dikandang.
Diperlukan tahap persiapan produksi yang bertujuan untuk menjamin
kebersihan dan fasilitas kandang dari penggunaan periode sebelumnya. Bapak
Marhaya menggunakan sistem seumur hidup di satu tempat sehingga
kebersihan dan sterilisasi kandang menjadi hal yang sangat penting.
Sebelum dimasukkan ke kandang, anak ayam disterilisai dengan air
yang telah dicampur dengan disinfektan pembunuh kuman. Sebelumnya
kandang juga telah dibersihkan dan dibiarkan selama beberapa waktu tertentu
agar bersih dari kuman penyakit. Selain kandang, semua peralatan yang
dipakai pada periode sebelumnya harus disterilisasi dengan bahan pembunuh
kuman/fumingan.
Alas lantai yang dipakai adakah panggung bambu dengan jarak tertentu
sehingga pada dua minggu pertama ala kandang diberikan lapisan karung
dengan taburan sekam padi diatasnya. Pemeliharaan tiga hari pertama setelah
DOC datang merupakan fase terpenting pemeliharaan. Anak kandang dan
Bapak Marhaya berjaga selama 24 jam dalam sehari secara bergantian.
Perawatan tiga hari pertama tersebut adalah menjaga ketersediaan air dan
pakan serta suhu kandang agar tetap hangat terutama dimalam hari. Tungku
penghangat yang terbuat dari drum terus dicek secara berkala untuk
menjamin api tetap menyala.
Gambar 6. Proses Pengosongan Kandang pada Masa Jeda Pemeliharaan Ayam
Broiler untuk Persiapan Pemeliharaan
57
Setelah empat belas hari ayam telah tumbuh cukup besar dan telah
cukup kuat dari cuaca dingin. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemeliharaan
rutin seperti pemberian pakan dan minum berkala. Jarak drum penghangat
sudah mulai disusun agak jarang.
Pemeliharaan masa akhir dimulai ketika ayam berumur sekitar empat
minggu. Masa-masa ini merupakan masa akhir penambahan bobot ayam. Ada
kegiatan pemisahan dengan pemberian sekat untuk anak ayam yang tingkat
pertumbuhan bobot badannya berjalan lambat. Ayam yang beratnya kurang
dengan ayam rata-rata dipisahkan dan diberi perlakuan khusus agar
pertumbuhan berat badan optimal.
Pada umur lima, enam atau tujuh minggu ayam broiler telah siap panen.
Pada waktu ini supervisi dari perusahaan kemitraan dilakukan untuk
menentukan bobot badan ayam yang telah siap panen. Timbangan yang
digunakan dibawa dari perusahaan dan ditimbang secara acak. Dengan
mengambil lima ekor ayam secara acak dengan komposisi tiga ekor ayam
besar dan da ekor ayam kecil. Penimbangan dilakukan sebanyak dua sampai
tiga kali dan kemudian dirata-ratakan. Setelah bobot badan diperoleh maka
keesokan harinya ayam dipanen.
6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen dianalisis untuk meliat apakah kegiatan operasional
peternakan telah direncanakan, diorganisasikan, diimplementasikan dan dievaluasi
dengan baik oleh pemilik peternakan. Pada dasarnya analisis aspek manajemen
dilakukan untuk melihat pengelolaan kegiatan peternakan dan struktur organisasi.
Aspek ini menjadi penting karena terkait dengan pelaksanaan kegiatan
Gambar 7. Ayam Broiler Siap Panen dengan Masa Pemeliharaan 45 hari
58
operasional pemeliharaan ayam broiler. Pelaksanaan kegiatan yang tepat akan
menjadikan peternakan efektif dan efisien.
Peternakan yang dilakukan Bapak Marhaya merupakan peternakan dengan
kepemilikan tunggal. Hubungan kerjasama hanya terkait dengan Dramaga Unggas
Farm dalam hal supervisi, pengadaan input produksi dan penjualan hasil produksi.
Bawahan yang dimiliki Bapak Marhaya adalah seorang anak kandang yang
melakukan seluruh kegiatan operasional peternakan dengan bantuan dan
pengawasan pemilik.
Anak kandang yang dipekerjakan pernah diganti beberapa kali karena
bermasalah atau kurang berpengalaman dalam melaksanakan tugas pemeliharaan.
Anak kandang yang dipekerjakan saat ini merupakan usulan yang diberikan dari
pihak supervisi. Beberapa periode terakhir berjalan dengan baik dengantingkat
mortalitas rendah karena anak kandang yang dipekerjakan sangat berkompeten
dan bersifat jujur.
Sampai saat ini Bapak Marhaya belum terdaftar sebagai peternak ayam
broiler di Dinas Kabupaten Bogor. Ijin yang dilakukan baru berupa ijin lisan dari
masyarakat sekitar melalui Kepala Desa.
6.1.4. Aspek Sosial dan Lingkungan
Pendirian peternakan menimbulkan dampak positis dan negative bagi
lingkungan masyarakat sekitar. Kotoran yang dihasilkan dapat menjadi sumber
bau dan lalat. Dampak positip yang diberikan adalah meningkatnya kesejahteraan
Dramaga Unggas Farm
Bapak Marhaya
(pemilik peternakan)
Anak kandang
Gambar 8. Struktur Organisasi pada Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak
Marhaya
59
pemilik dan mampu memperkerjakan seorang karyawan sebagai anak kandang.
Sedangkan dampak negatip yang ditimbulkan adalah kotoran yang dihasilkan
dapat menjadi sumber bau dan lalat.
Untuk menghindari timbulnya permasalahan dengan warga dan sebagai
bentuk tanggung jawab sosial Bapak Marhaya memberikan ayam broiler saat
panen pada rumah-rumah warga yang berada disekitar lokasi kandang ternak.
Cara ini sangat efektif karena selain terhindar dari masalah dengan warga pemilik
juga menjadi akrab dalam berhubungan sosial di masyarakat.
6.2. Analisis Aspek Finansial
Analisis aspek finansial pada usaha peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha ini, sehingga hasil dari
output penelitian diharapkan dapat menjadi rekomendasi pertimbangan dalam
melaksanakan pengembangan investasi skala usaha. Kelayakan finansial yang
diperhitungkan dilakukan dalam dua skenario. Kondisi pertama dilakukan tanpa
pertimbangan risiko dan pertimbangan kedua dilakukan dengan memperhitungkan
risiko. Kondisi kedua memiliki tiga skenario yang terdiri dari kondisi terbaik,
kondisi terburuk dan kondisi normal (dasar). Komponen dari aspek yang dikaji
pada analisis aspek finansial adalah:
6.2.1. Arus Manfaat (Inflow)
Manfaat yang diterima dari usaha peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya merupakan hasil penerimaan bagi pemilik. Manfaat adalah segala hasil
penerimaan yang didapat dari usaha peternakan ayam broiler tiap periodenya.
Sumber penerimaan yang merupakan manfaat dari kegiatan peternakan ayam
broiler adalah penerimaan hasil penjualan ayam dan kotoran kandang. Selain dari
dua komponen utama penerimaan tersebut, pemilik juga memperoleh penerimaan
nilai sisa dari barang-barang investasi yang telah habis masa pakai umur
ekonomisnnya. Nilai sisa dari barang-barang investasi tersebut diperhitungkan
sebagai hasil tambahan dalam komponen penerimaan perhitunga cashflow.
Manfaat usaha sudah dapat diperoleh pada tahun pertama pelaksanaan proyek
setelah kegiatan investasi yakni pembuatan kandang selesai dikerjakan.
Manfaat dari penjualan ayam broiler dan kotoran ayam diperoleh enam
kali dalam satu tahun karena pemilik melakukan kegiatan pembesaran ayam
60
broiler sebanyak enam periode setiap tahunnya. Kedua komponen tersebut
diperhitungkan berdasarkan data produksi yang telah dilakukan dalam enam
periode terakhir.
Manfaat yang diterima dari hasil penjualan ayam broiler pada tahun
pertama sejumlah Rp 693.455.624. Jumlah ini terdiri dari penerimaan enam
periode pada tahun tersebut. Selain dari penjualan ayam broiler jumlah
penerimaan tersebut juga disumbang dari insentif yang diberikan perusahaan
mitra karena konversi pakan ke bobot ayam (FCR) melebihi standar yang
diberikan perusahaan. Insentif tersebut sejumlah Rp 140 per kilogram bobot
panen ayam. Jumlah insentif pada tahun pertama adalah Rp 6.640.620.
Manfaat selanjunya berasal dari penjualan pupuk kandang yang
merupakan hasil dari kototran ayam dan sekam yang terkumpul dan telah
terdekomposisi selama kurang lebih 35 hari selama proses pemeliharaan ayam
broiler satu periode. Pada tahun pertama pupuk kandang menghasilkan
penerimaan sebesar Rp 3.012.500. Harga jual pupuk kandang dihitung per karung
dan dihargai Rp 3.000 per karung. Harga pupuk tersebut dikurangi dengan biaya
pengumpulan dan angkut dari kandang sejumlah Rp 500 sehingga peternak
mendapatkan harga bersih pupuk kandang per karungnya senilai Rp 2.500.
Manfaat terakhir adalah hasil dari nilai sisa barang-barang investasi.
Manfaat tersebut diperoleh pada tahun kelima dan tahun terakhir umur proyek.
Pada tahun kelima pemilik peternakan memperoleh penerimaan nilai sisa
sejumlah Rp 402.875 dan pada tahun kesepuluh atau umur akhir proyek sebesar
Rp 3.812.000. Komposisi hasil penerimaan hasil peternakan ayam broiler milik
Bapak Marhaya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerimaan Usaha Peternakan Ayam Broiler Kondisi Tanpa Risiko
Komponen
Tahun ke-
1 5 10
Ayam Rp 693.455.624 Rp 693.455.624 Rp 693.455.624
Pupuk Kandang Rp 3.012.500 Rp 3.012.500 Rp 3.012.500
Nilai Sisa Investasi Rp 0 Rp 402.875 Rp 3.812.000
Total Inflow Rp 696.468.124 Rp 696.870.999 Rp 700.280.124
61
6.2.2. Arus Biaya (Outflow)
Komponen biaya yang dikeluarkan dalam usaha peternakan ayam broiler
mencakup biaya investasi dan biaya reinvestasi serta biaya operasional yaitu biaya
variabel dan biaya tetap. Pengeluaran biaya investasi dan pengeluaran biaya
operasional pada kondisi tanpa risiko berdasarkan data hasil pengumpulan.
Sedangkan dua kondisi risiko harga dan kodisi risiko produksi menggunakan
asumsi biaya tetap hasil dari rata-rata produksi. Berikut komponen arus biaya
yang ada dalam usaha peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya:
1) Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi
Biaya invetasi yang ada pada peternakan ayam broiler dikeluarkan pada
saat usaha akan dijalankan. Biaya ini merupakan dana dalam pengadaan barang-
barang investasi.
Tabel 9. Biaya Investasi Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
No Jenis Investasi Jumlah Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
1 Lahan 1200 20.000 24.000.000
2 Bangunan Kandang 2 69.240.000 69.240.000
3 drum/tungku penghangat 6 60.000 360.000
4 Tower / tandon air 2 750.000 1.500.000
5 Dudukan Tower Air 2 500.000 1.000.000
6 Alat Pompa Air 2 3.000.000 6.000.000
7 Sumur 2 600.000 1.200.000
8 Tempat Pakan Ternak 185 17.000 3.145.000
9 Tempat Minum Ternak 185 16.500 3.052.500
10 Alat-alat Rutin:
11 Suntikan 2 400.000 800.000
12 Gunting Operasi 3 25.000 75.000
13 Ember 4 25.000 100.000
14 Sendok (Ciduk Ransum) 4 5.000 20.000
Total 110.492.500
62
Besarnya dana investasi awal yang dieluarkan Bapak Marhaya adalah
Rp110,492,500. Barang-barang modal yang didapat dari dana investasi tersebut
adalah lahan, bangunan kandang, drum penghangat, tendon air, alat pompa air,
dudukan tower air, sumur dan peralatan-peralatan rutin dalam budidaya ayam
broiler. Berikut rincian biaya investasi untuk barang-barang modal dapat dilihat
pada Tabel 9 di atas.
Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha mengalami
penyusutan tiap tahunnya dengan proporsi yang berbeda. Penyusutan barang-
barang investasi dipengaruhi umur teknis yang mampu diperoleh dari masing-
masing barang investasi. Dasar penentuan umur teknis adalah lama tingkat pakai
kemampuan barang untuk masih layak digunakan. Umur teknis dari kandang
adlah sepuluh tahun. Umur dari kandang hanya sepuluh tahun karena kanang
ayam broiler yang didirikan menggunakan bahan baku dari bambu yang rata-rata
hanya mampu dipakai secara layak dalam waktu sepuluh tahun saja. Setelah
sepuluh tahun kandang masih tetap dapat dipakai namun memerlukan biaya
perawatan yang cukup besar.
Peralatan-peralatan lain seperi drum penghangat, tower, tempat pakan
ternak, tempat minum ternak, suntikan dan gunting operasi masih layak digunakan
dalam waktu lima tahun. Sedangkan ember cuci dan ciduk ransum hanya memiliki
umur teknis selama dua tahun. Setelah umur teknis suatu barang investasi telah
habis maka barang tersebut harus diganti dengan barang investasi baru.
Penggantian barang investasi lama menjadi barang investasi baru memerlukan
sejumlah dana yang disebut dengan biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi
dikeluarkan pada tahun baru setelah tahun pemakaian berakhir.
Peternakan mengeluarkan biaya sebesar Rp 120.000 pada tahun ke tiga
untuk pengadaan ember dan ciduk ransum. Pada tahun ke enam peternakan akan
mengeluarkan biaya reinvestasi sebesar Rp 8.432.500 untuk drum penghangat,
tandon air, tempat pakan, tempat minum, suntikan dan gunting operasi.
Sedangkan untuk tahun kesebelas pemilik perlu mengeluarkan dana reinvestasi
sebesar Rp 76.240.000 dalam pengadaan investasi ulang kandang, dudukan tower,
alat pompa air. Tabel 10 menunjukkan nilai biaya reinvetasi yang harus
dikeluarkan pemilik peternakan.
63
Barang-barang investasi tersebut mengalami penyusutan nilai tiap
tahunnya. Nilai barang di akhir tahun teknis pemakaian akan lebih kecil daripada
nilai barang di awal tahun pembelian karena proses pemakaian barang yang terus-
menerus. Nilai penyusutan ditentukan dengan menggunakan metode garis lurus.
Metode garis lurus dihitung dengan cara harga beli aset dikurangi dengan nilai
sisa hasil pengurangan kedua nilai tersebut lalu dibagi dengan umur teknis, nilai
sisa ditentukan dengan proporsi lima persen dari nilai awal pembelian barang.
Setiap nilai aset dari suatu barang akan memiliki nilai yang berbeda karena
ditentukan dari tiga faktor yang masuk kedalam unsur perhitungan nilai
penyusutan tersebut yakni nilai awal, nilai sisa dan umur teknis. Nilai sisa
merupakan salah satu komponen dari perhitungan laba rugi dan nilai sisa
merupakan salah satu komponen penerimaan kegiatan proyek.
Tabel 10. Biaya Reinvestasi yang Dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya
No Jenis Investasi Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Unit)
Umur Teknis
(tahun)
Reinvestasi
(Rp)
1 Kandang 69.240.000 2 10 69.240.000
2 Drum Penghangat 360.000 6 5 360.000
3 Tandon Air 1.500.000 2 5 1.500.000
4 Dudukan Tower 1.000.000 2 10 1.000.000
5 Alat Pompa Air 6.000.000 2 10 6.000.000
6 Peralatan:
1. Tempat pakan 3.145.000 185 5 3.145.000
2. Tempat minum 3.052.500 185 5 3.052.500
3. Alat-alat rutin:
Suntikan 800.000 2 5 800.000
Gunting operasi 75.000 3 5 75.000
Ember 100.000 4 2 100.000
Ciduk Ransum 20.000 4 2 20.000
Total
85.292.500
Total nilai penyusutan dari barang-barang modal dalam usaha peternakan
ayam broiler milik Bapak Marhaya adalah Rp 9.008.725. Nilai penyusutan
64
terbesar disumbang oleh bangunan kandang dengan nilai Rp 6.577.800. Kandang
memiliki nilai penyusutan tertinggi karena dalam usaha peternakan ayam broiler,
pengadaan kandang adalah barang investasi terbesar sehingga juga merupakan
patokan dalam menentukan umur proyek. Rincian perhitungan nilai peyusutan
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Penyusutan dari Barang Investasi Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya
No Jenis Investasi Penyusutan
(Rp)
1 Bangunan Kandang 6.577.800
2 Drum/Tungku Penghangat 68.400
3 Tower / Tandon Air 285.000
4 Instalasi Dudukan Tower Air 95.000
5 Alat Pompa Air 570.000
6 Peralatan-Peralatan Budidaya Ayam Broiler:
1. Tempat Pakan Ternak 597.550
2. Tempat Minum Ternak 579.975
3. Alat-alat Rutin:
Suntikan 160.000
Gunting operasi 15.000
Ember 50.000
Sendok (ciduk ransum) 10.000
Total 9.008.725
2) Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan salah satu komponen biaya operasional dalam
kegiatan bisnis. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternakan ayam broiler
milik Bapak Marhaya terdiri dari tenaga kerja harian, tenaga kerja panen,
konsumsi harian anak kandang, DOC, pakan ternak, obat-obatan, vitamin, vaksin,
kayu bakar dan sekam padi.
Biaya variabel yang dikeluarkan peternakan dimulai pada tahun pertama
umur proyek. Biaya ini keluar hanya pada saat peternakan melakukan kegiatan
pembesaran ayam broiler. Sedangkan pada masa istirahat setelah periode berakhir
65
biaya ini tidak dikeluarkan peternakan. Besaran nilai biaya variabel tergantung
pada jumlah ayam broiler yang dibesarkan pada tiap periodenya. Semakin banyak
ayam yang dipelihara maka biaya variabel yang dibutuhkan akan semakin besar
dan sebaliknya. Biaya variabel yang diperlukan untuk membesarkan ayam DOC
sebanyak 4.519 ekor sebesar Rp 97.826.104 per periode. Dalam satu tahun
Peternakan mampu melakukan kegiatan produksi sebanyak enam periode
sehingga akumulasi biaya variabel per tahun sebesar Rp 586.956.624 di tahun
pertama. Besaran biaya variabel dipengaruhi harga sarana produksi peternakan di
pasar. Rincian biaya variabel yang dikeluarkan peternakan ayam broiler milik
Bapak Marhaya dapat dilihat pada Tabel 12.
Pakan (ransum) merupakan komponen terbesar pada biaya variabel. Untuk
pemeliharaan ayam broiler sebanyak 4519 ekor DOC diperlukan biaya pakan
sebesar Rp 67.901.904. Dengan besaran biaya tersebut maka proporsi biaya pakan
ternak adalah 69,82 persen. Biaya terbesar kedua dengan proporsi 24,63 persen
adalah biaya pembelian DOC. Pengadaan 4519 ekor DOC memerlukan biaya total
Rp 23.950.700. Kondisi tersebut menjadikan perubahan harga pakan dan DOC di
pasar sangat berpengaruh pada perhitungan laba rugi dan kelayakan usaha.
Peternakan menggunakan tenaga kerja harian dan tenaga kerja panen yang
dipekerjakan ketika proses panen berlangsung. Tenaga kerja panen bertugas
mengangkut hasil panen ternak dari kandang menuju mobil angkut panen. Tenaga
kerja harian dibayar Rp 350 per ekor ayam hidup pada masa panen. Untuk
pemeliharaan ayam hidup panen sebanyak 4.346 ekor diperlukan biaya tenaga
kerja harian sebesar Rp 1.521.100.
Tenaga kerja panen diberikan bayaran sebesar Rp 50 per ekor ayam yang
diangkut. Besaran biaya panen untuk mengangkut ayam broiler siap panen 4.346
ekor sebesar Rp 217.300. Selain mendapatkan bayaran dari pemeliharaan ayam
broiler tenaga kerja harian juga dibayar Rp 15.000 per hari untuk konsumsi harian
di kandang.
Pengeluaran biaya obat, vaksin dan vitamin adalah Rp 300 per ekor. Untuk
pemeliharaan ayam broiler sebanyak 4.519 ekor diperlukan biaya variabel sebesar
Rp 1.303.800. Besaran biaya kayu bakar untuk kegiatan pengaturan suhu panas
kandang sama dengan besaran biaya obat, vaksin dan vitamin yakni Rp 1.303.800.
66
Harga satu karung sekam padi sebesar Rp 3.500. Sekam padi diperlukan selama
14 hari pertama proses pemeliharaan. Sekam padi diperlukan untuk menjaga
pijakan ayam tetap kering dari kotoran. Untuk pemeliharaan DOC 4.516 ekor
diperlukan sekam padi sebanyak 165 karung. Sehingga biaya yang diperlukan
untuk sekam padi adalah Rp 577.500.
Tabel 12. Biaya Variabel yang Dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya (4346 ekor)
No Komponen Satuan
Harga
Satuan
(Rp)
Jumlah biaya
per periode
(Rp)
Total biaya
per tahun
(Rp)
1 Tenaga Kerja:
Tenaga Kerja Harian 4346 350 1.521.100 9.126.600
Tenaga Kerja Panen 4346 50 217.300 1.303.800
Konsumsi Harian
1.050.000 6.300.000
2 DOC 4519 5.300 23.950.700 43.704.200
3 Pakan Ternak 10778 6.300 67.901.904 407.411.424
4 Obat,Vaksin dan Vitamin 4346 300 1.303.800 7.822.800
5 Kayu Bakar 4346 300 1.303.800 7.822.800
6 Sekam Padi 165 3500 577.500 3.465.000
Total 97.826.104 586.956.624
3) Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan komponen terakhir dalam biaya operasional setelah
biaya variabel. Tidak seperti biaya variabel besaran biaya tetap yang dikeluarkan
peternakan tidak dipengaruhi jumlah ayam yang dibesarkan per periodenya.
Ada empat komponen utama yang dikeluarkan peternakan dalam setiap
satu kali siklus periode. Keempat biaya tetap tersebut adalah tunjangan kinerja,
pemeliharaan peralatan, pemeliharaan kandang, listrik dan pajak bumi dan
bangunan untuk pembayaran lahan dan kandang.
Biaya tunjangan kinerja diberikan kepada anak kandang apabila kinerja
yang dilakukan selama proses pembesaran berjalan baik. Ukuran kinerja dari anak
kandang adalah tingkat konversi pakan ke bobot badan ternak. Biaya ini tergolong
biaya tetap karena kinerja anak kandang selama ini berjalan dengan baik dan
jumlah tunjangan yang diberikan besarannya adalah sama. Untuk tunjangan
kinerja yang diberikan peternakan pada anak kandang sebesar Rp 200.000 per
periode. Tunjangan lain yang diberikan pada anak kandang dan tergolong dalam
67
komponen biaya tetap adalah tunjangan hari raya. Tunjangan hari raya diberikan
dalam bentuk bingkisan dan uang riil dengan jumlah nominal Rp 250.000 per
tahunnya.
Listrik dan PBB merupakan dua komponen terakhir yang tergolong dalam
biaya tetap. Listrik yang dikeluarkan hanya berupa biaya operasi per periode dan
bukan merupakan biaya pemasangan rekening listrik baru. Rata-rata biaya listrik
per periode sebesar Rp 130.380 sehingga dalam satu tahun peternakan
mengeluarkan biaya listrik sebesar Rp 782.280 karena dalam satu tahun
peternakan melakukan enam kali proses pembesaran ayam broiler. Sedangkan
biaya PBB untuk lahan dan bangunan per tahun adalah Rp 932.400. Rincian biaya
tetap dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Biaya Tetap Yang dikeluarkan Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak
Marhaya
No Komponen Biaya Tetap Total Biaya/Tahun (Rp)
1 Tenaga Kerja:
Tunjangan Kinerja 2.400.000
Tunjangan Hari Raya 500.000
2 Pemeliharaan Peralatan 720.000
3 Pemeliharaan Kandang 1.500.000
4 Listrik 782.280
5 PBB 932.400
Total 6.834.680
6.2.3. Kelayakan Investasi Usaha Usaha Peternakan Milik Bapak Marhaya
Tanpa Risiko
Ada empat kriteria kelayakan investasi yang digunakan sebagai indikator
kelayakan usaha. Empat kriteria tersebut adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback
Periode (PP). Pada kriteria penilaian investasi apabila nilai NPV lebih besar dari
nol, IRR lebih besar dari discount rate (6 persen), Net B/C lebih besar dari nol,
serta PP lebih cepat dari umur ekonomis kandang ternak maka usaha peternakan
ayam broiler yang dilakukan Bapak Marhaya dikatakan layak untuk dilakukan.
Perhitungan kriteria investasu dilakuan selama sepuluh tahun, didapatkan hasil
perhitungan pada Tabel 14.
68
Nilai NPV dengan kondisi tanpa risiko diperoleh hasil perhitungan sebesar
Rp 147.928.117, hasil tersebut menunjukkan bahwa manfaat bersih yang
diperoleh Bapak Marhaya dari peternakan ayam broiler yang diusahakan selama
sepuluh tahun dengan tingkat diskonto 6,00 persen sebesar Rp 147.928.117. Nilai
tersebut juga telah memenuhi persyaratan kelayakan untuk nilai NPV karena nilai
yang dihasilkan telah lebih dari nol rupiah.
Tabel 14. Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya
No Kriteria Investasi Perhitungan
1 NPV (Rp) 147.928.117
2 Net B/C 2,124
3 IRR (Persen) 27,847
4 PP 3 tahun 4 bulan
Nilai kriteria kelayakan kedua adalah IRR dengan nilai 27,847 persen. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa tingkat pengembalian yang dihasilkan dari usaha
peternakan ayam broiler sebesar 27,847 persen dalam satu tahun (enam periode).
Nilai IRR juga telah memenuhi syarat kelayakan suatu proyek karena nilainya
lebih besar dari nilai tingkat diskonto yang dipakai dalam perhitungan (6 persen).
Kriteria selanjutnya adalah Net B/C, berdasarkan perhitungan pembangian
net benefit positip dibagi dengan net benefit negatip (nilai absolut) hasilnya
adalah 2,124. Artinya, satu satuan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
manfaat sebesar 2,124 satuan. Nilai ini juga dikatakan layak karena lebih dari satu
satuan.
Investasi lahan dan kandang akan kembali dalam jangka waktu 3 tahun, 4
bulan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang
dikeluarkan pada tahap persiapan proyek akan dapat dikembalikan pada tahun
ketiga. Nilai itu juga layak karena jangka waktu pengembalian lebih kecil dari
umur ekonomis investasi terlama (bangunan kandang). Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa dengan kondisi tanpa risiko usaha peternakan ayam broiler
milik Bapak Marhaya layak untuk dikerjakan karena keempat kriteria kelayakan
yang dihitung telah lebih dari prasayarat kelayakan proyek.
69
6.2.4. Perhitungan Nilai Break Even Point
Perhitungan nilai Break Even Point (BEP) digunakan untuk mengetahui
apakah peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya telah mencukupi skala
minimum ekonomis pada kondisi lingkungan bisnis pada saat ini. Perhitungan
didasarkan pada nilai-nilai dan harga-harga yang berlaku untuk peternakan
dengan sistem kemitraan. Nilai yang didapat dari perhitungan BEP pada kondisi
peternak mitra adalah 9497,91 kilogram untuk satuan berat ayam. Sedangkan
ayam yang harus dipanen minimal pada akhir periode untuk satuan ekor adalah
sebanyak 5.654 ekor.
Tabel 15. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Kemitraan
No Komponen BEP Jumlah
1 Total Biaya Tetap (Rp) 6.834.680
2 Total Biaya Variabel (Rp) 648.902.500
3 Harga Jual per Unit (Rp) 14.400
4 Jumlah Produksi (Rp) 47.433
5 Biaya Variabel per Unit (Rp) 13.680
6 BEP (kg) 9497,91
7 Skala Ekonomis (ekor) 5.654
Berdasarkan nilai perhitungan BEP yang dihasilkan, menunjukkan bahwa
dengan kepemilikan kapasitas produksi optimal sebesar 6.000 ekor per periode
yang dijalankan Bapak Marhaya telah berada diatas nilai ekonomis. Peternakan
ayam broiler yang lebih besar 346 ekor dibandingkan kapasitas minimum
ekonomis sebesar 5.654 ekor. Namun, selisih kapasitas yang dimiliki Bapak
Marhaya dengan kapasitas ekonomis tersebut sangat kecil. Perubahan-perubahan
biaya pengadaan sarana produksi akibat perubahan tingkat inflasi, konsumsi dan
korbanan biaya yang semakin besar membuat nilai standar minimum juga naik.
Kondisi tersebut membuat bisnis budidaya peternakan ayam broiler milik Bapak
Marhaya rentan dalam memenuhi syarat standar ekonomis minimum.
6.2.5. Nilai Kelayakan pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola Mandiri
Perhitungan tingkat kelayakan investasi dengan pola bisnis mandiri
digunakan sebagai pembanding antara bisnis budidaya ayam broiler yang
diusahakan melalui pola kemitraan dengan bisnis budidaya ayam broiler melalui
70
pola mandiri. Melalui output perhitungan tersebut akan dilihat pola yang
memberikan tingkat kelayakan yang lebih tinggi.
Berdasarkan perhitungan ada beberapa komponen biaya input tambahan
yang harus dikeluarkan peternakan dengan pola mandiri. Biaya-biaya tersebut
adalah biaya transportasi dan biaya tambahan angkut panen dari kandang menuju
mobil pengangkut. Namun, dengan pola mandiri peternakan akan memperoleh
harga jual yang lebih tinggi. Harga jual yang didapat dari pengepul adalah Rp
17.000 per kilogram. Nilai jual tersebut Rp 3.600 per kilogram lebih besar dari
harga jual yang didapatkan rata-rata Bapak Marhaya dengan pola kemitraan
dengan jumlah Rp 14.400 per kilogram pada saat panen.
Biaya tambahan berupa biaya transportasi ayam broiler menuju pasar per
tahun bernilai Rp 24.000.000. Sedangkan biaya angkut total panen untuk enam
periode dalam satu tahun berjumlah Rp 4.800.000. Tambahan biaya tersebut tidak
bermasalah untuk peternakan dengan pola mandiri karena dengan jumlah panen
sebesar 47.433 yang dihasilkan Bapak Marhaya saat ini akan diperoleh
penerimaan total dari ayam dan kotoran ayam broiler per tahun sejumlah Rp
809.373.500 .
Tabel 16. Hasil Perhitungan Kriteria Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya dengan Asumsi Pola Mandiri
No Kriteria Investasi Perhitungan
1 NPV (Rp) 291.514.353
2 Net B/C 3,215
3 IRR (Persen) 57,920
4 PP 1 tahun 9 bulan
Nilai NPV yang dihasilkan adalah Rp 291.514.353 per tahun. Nilai
tersebut jauh lebih tinggi dari nilai yang dihasilkan peternakan Bapak Marhaya
dengan pola kemitraan pada kondisi saat ini yang hanya menghasilkan
Rp147.928.117. Nilai Net B/C pada kondisi mandiri mampu menghasilkan benefit
dari per satu-satuan biaya sebesar 3,215 satuan. Nilai Net B/C pola mandiri
tersebut lebih tinggi 1,091 satuan lebih besar dari pola peternakan kemitraan yang
dijalankan.
71
Pada kriteria kelayakan ketiga yaitu IRR, pola beternak mandiri
menghasilkan 57,92 persen. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan
internal bisnis dengan pola mandiri lebih baik dari pola kemitraan pada saat ini.
Investasi akan kembali dalam jangka waktu satu tahun satu bulan yang
diperlihatkan dari kriteria PP.
Secara keseluruhan pola peternakan mandiri lebih layak dibandingkan
dengan pola kemitraan. Namun, pola peternakan dengan pola mandiri menuntut
pengelola peternakan memperkuat sumber keuangan dan informasi pasar produk
ayam broiler karena permasalahan peternakan skala rakyat yang ada selama ini
adalah sumber pembiayaan untuk pengadaan input dan kepastian harga jual.
Tabel 17. Perhitungan Nilai BEP pada Peternakan Ayam Broiler dengan Pola
Mandiri
No Komponen BEP Jumlah
1 Total Biaya Tetap (Rp) 6.834.680
2 Total Biaya Variabel (Rp) 677.702.500
3 Harga Jual per Unit (Rp) 16.000
4 Jumlah Produksi (Rp) 47.433
5 Biaya Variabel per Unit (Rp) 14.288
6 BEP (kg) 3.991,23
7 Skala Ekonomis (ekor) 2.376
Berdasarkan nilai perhitungan BEP yang dihasilkan dengan asumsi pola
mandiri, menunjukkan bahwa dengan kepemilikan kapasitas produksi optimal
sebesar 6.000 ekor per periode yang dijalankan Bapak Marhaya semakin tinggi
dari skala ekonomis minimum dengan pola peternakan mandiri. Keadaan tersebut
ditimbulkan karena harga jual yang diperoleh dengan sistem ini adalah Rp 16.000
per kilogram. Skala ekonomis yang harus dipenuhi peternakan ayam broiler
dengan sistem mandiri adalah 3.991,23 kilogram atau 2.376 ekor per siklus.
6.3. Perhitungan Risiko Usaha Peternakan Milik Bapak Marhaya
Usaha peternakan yang dilakukan Bapak Marhaya mengalami kondisi
risiko usaha dalam proses pembesaran ayam broiler. Risiko yang terjadi
berpengaruh pada besaran hasil penerimaan yang diperoleh Bapak Marhaya.
Risiko usaha yang paling berpengaruh pada usaha peternakan ayam broiler adalah
risiko produksi dan risiko harga.
72
Jumlah output yang dihasilkan selama berproduksi berubah ubah. Besaran
bobot yang mampu dipanen pada kondisi akhir periode tergantung pada jumlah
ayam hidup dan tingkat konversi pakan ke bobot badan. Penetapan waktu untuk
melakukan prediksi risiko adalah enam periode terakhir proses produksi yang
dilakukan peternakan. Perhitungan hanya berdasarkan enam periode terakhir
karena keterbatasan data yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan.
6.3.1. Risiko Produksi
Risiko produksi diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu produksi terbaik,
normal dan produksi terburuk yang pernah dialami peternakan. Bobot panen ayam
broiler pada kondisi terbaik yang pernah dialami sebesar 8640,8 kilogram. Bobot
panen normal yang mungkin didapat peternakan pada saat panen adalah 8272,2
kilogram. Sedangkan bobot panen terburuk yang pernah diperoleh peternakan
adalah seberat 5454,8 kilogram.
Kondisi terbaik yang diperoleh sebanyak dua periode dalam sembilan
periode produksi. Sedangkan kondisi normal mampu diperoleh sebanyak empat
periode dalam Sembilan periode data produksi. Sedangkan kondisi terburuk
pernah didapatkan sebanyak tiga periode dalam Sembilan periode usaha yang
dilakukan.
Tabel 18. Frekuensi Dan Bobot Panen Ayam Broiler di Peternakan Ayam Broiler
Milik Bapak Marhaya
No Kondisi Frekuensi Produksi (kg)
1 Terbaik 2 8640,8
2 Normal (yang mungkin diperoleh) 4 8272,2
3 Terburuk 3 5454,8
Adanya risiko produksi tersebut membuat jumlah penerimaan yang
mampu diperoleh berbeda pada tiap kondisinya. Harga jual yang dipakai dalam
perhitungan penerimaan pada kondisi risiko disesuaikan dengan harga jual ayam
pada kondisi tanpa risiko. Harga yang dipakai pada perhitungan kelayakan
investasi dengan kondisi risiko produksi adalah Rp 14.400. Perbedaan yang
dipakai pada kondisi tanpa risiko dan dengan kondisi risiko harga terletak pada
besaran output yang diperoleh serta biaya variabel yang dikeluarkan.
73
Pada kondisi terbaik penerimaan tahun pertama sampai tahun kesepuluh
diasumsikan sama. Jumlah penerimaan per tahun yang dapat diperoleh dari hasil
penjulan ayam broiler dan pupuk kandang adalah Rp 758.323.392. Penerimaan
tersebut diperoleh dari penjumlahan penerimaan penjualan ayam sebesar Rp
753.823.392 dan penjualan pupuk kandang di akhir periode sebesar Rp
4.500.000.
Sementara itu, pada kondisi normal jumlah penerimaan yang dihasilkan
dengan kondisi risiko produksi dalam satu tahun adalah Rp 725.416.728. Nilai
tersebut didapat dari penjualan ayam broiler sebesar Rp 721.666.728 dan
penjualan pupuk kandang sebesar Rp 3.750.000. Penerimaan yang didapat pada
saat kondisi risiko produksi normal lebih kecil Rp 32.906.664 daripada kondisi
terbaik.
Pada kondisi risiko produksi terburuk, peternakan milik Bapak Marhaya
hanya mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 478.876.752. Nilai
penerimaan tersebut sangat rendah bila dibandingkan kedua kondisi sebelumnya.
Penerimaan penjualan ayam broiler hanya mampu menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 475.876.752 dan pupuk sebesar Rp 3.000.000.
Perubahan yang terjadi akibat kondisi risiko tidak hanya berpengaruh pada
besaran angka penerimaan akan tetapi juga pada besaran biaya variabel yang
dikeluarkan. Biaya bahan baku yang paling besar perubahan nilainya searah
dengan produksi ayam broiler adalah komponen pakan dan DOC. Semakin besar
ayam broiler yang dihasilkan maka semakin besar pengeluaran komponen input
pakan dan DOC. Pada komponen biaya tetap, ketiga kondisi risiko dianggap tetap
seperti pada kondisi tanpa risiko.
Tabel 19. Biaya Variabel Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya pada
Kondisi Risiko Produksi
No Biaya Variabel Pengeluaran per Tahun (Rp)
1 Kondisi Terbaik 718.188.000
2 Kondisi Normal 680.448.000
3 Kondisi Terburuk 473.985.000
74
Kegiatan pemeliharaan ayam broiler pada kondisi risiko produksi terbaik
memerlukan biaya terbesar karena output yang dihasilkan paling besar daripada
dua kondisi yang lain. Besar biaya variabel untuk memelihara ayam broiler
dengan bobot panen 8640,8 kilogram peternakan memerlukan biaya variabel
sebesar Rp 718.188.000. Pada kondisi normal biaya variabel yang dibutuhkan
sebesar Rp 680.488.000 dan pada kondisi risiko produksi terburuk peternakan
mengeluarkan biaya untuk mengadakan komponen input variabel dengan biaya
Rp 473.985.000.
Adanya perubahan jumlah besaran penerimaan yang mampu dihasilkan
dan biaya variabel yang harus dipenuhi untuk komponen variabel membuat
tingkat kelayakan investasi berubah. Kondisi perhitungan empat kriteria
kelayakan investasi pada kondisi dengan risiko produksi berbeda dengan tingkat
kelayakan yang dihasilkan peternakan tanpa risiko produksi.
Tabel 20. Kriteria Investasi pada Ketiga Kondisi Risiko Produksi Usaha
Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
No Kriteria Investasi Terbaik Normal Terburuk
1 NPV Rp 95.975.321 Rp 129.770.406 Rp (150.451.125)
2 Net B/C 1,729 1,986 0,143
3 IRR 21,125 persen 25,541 persen -18.221 persen
4 PP 4 tahun 3 tahun, 6 bulan 49 tahun, 6 bulan
Berdasarkan perhitungan tingkat kelayakan investasi pada kondisi risiko
produksi perhitungan kelayakan investasi pada kondisi risiko produksi normal
yang mampu memberikan tingkat kelayakan pada peternakan. Dari perhitungan
kondisi risiko produksi normal didapatkan hasil NPV Rp 129.770.406. Nilai Net
B/C 1,986. Nilai IRR 25,541 persen dan PP pada tahun keempat. Keempat
indikator tersebut masih menunjukkan standar tingkat kelayakan yang harus
dipenuhi suatu proyek.
Sedangkan perhitungan tingkat kelayakan investasi pada kondisi terbaik
mampu memberikan hasil positip bagi standar tingkat kelayakan. Walaupun hasil
produksi yang dihasilkan baik namun terjadi pembengkakan pada biaya konsumsi
pakan ternak yang dibutuhkan. Tingginya biaya variabel tersebut membuat nilai
NPV yang dihasilkan per tahun Rp Rp 95.075.321, Net B/C 1,729, IRR 21,125
75
persen dan PP 4 tahun. NPV bernilai positip dan Net B/C lebih dari satu. Artinya
bila berproduksi pada kondisi risiko harga terbaik ini maka peternakan dikatakan
sangat layak untuk dikerjakan.
Perhitungan pada kondisi terburuk memiliki hasil yang sangat rendah.
Semua komponen dari empat kriteria kelayakan investasi tidak memenuhi standar
kelayakan. NPV yang dihasilkan Rp (150.451.125), Net B/C 0,143, IRR -18,221
persen dan nilain PP 49 tahun 6 bulan. Nilai ini dangat rendah sehingga pada
kondisi risiko produksi terburuk peternakan tidak layak dikerjakan.
6.3.2. Risiko Harga
Risiko lain yang dihadapi peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya
adalah risiko harga jual. Risiko harga disebabkan adanya fluktuasi harga yang
diterima peternak. Kondisi ini menyebabkan perubahan kelayakan investasi
seperti halnya pada kondisi risiko produksi. Selama satu tahun peternakan
menerima tiga skenario, yaitu kondisi terbaik, normal dan buruk. Dalam satu
tahun peternakan menerima dua kondisi harga jual normal, terburuk dan terbaik.
Kondisi risiko harga terbaik terjadi pada saat permintaan daging ayam broiler
tinggi. Kondisi harga jual terbaik terjadi pada awal tahun dan hari raya.
Tabel 21. Frekuensi Harga Jual Daging Broiler di Peternakan Milik Bapak
Marhaya Pada Setiap Kondisi
No Kondisi Frekuensi Harga Jual (Rp/Kilogram)
1 Kondisi Terbaik 2 14.480
2 Kondisi Normal 2 14.450
3 Kondisi Terburuk 2 14.400
Perubahan harga jual yang didapat peternakan pada saat panen membuat
besaran penerimaan berubah. Namun perubahan harga jual daging yang diperoleh
tidak menyebabkan perubahan pada biaya-biaya yang dikeluarkan. Total
penerimaan peternakan ayam broiler pada kondisi risiko harga terbaik sebesar Rp
643.929.397,3. Total penerimaan penjualan ayam broiler dan pupuk kandang yang
dihasilkan pada kondisi risiko harga normal sebesar Rp 642.615.451,9. Sedangkan
penerimaan yang diperoleh pada saat kondisi risiko harga jual terburuk sebesar Rp
640.425.542,9. Selisih yang dihasilkan dari perhitungan penerimaan pada tiga
76
skenario harga jual tidak terlalu tinggi karena harga jual yang diperoleh dari
penjualan ayam broiler perbedaannya tidak signifikan.
Tabel 22. Penerimaan Usaha Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Marhaya
pada Risiko Harga Kondisi Tiga Skenario
Penerimaan Penerimaan Penjualan
Ayam Broiler (Rp)
Pupuk Kandang
(Rp)
Total Penerimaan
(Rp)
Terbaik 640.329.397,3 3.600.000 643.929.397,3
Normal 639.015.451,9 3.600.000 642.615.451,9
Terburuk 636.825.542,9 3.600.000 640.425.542,9
Selain penerimaan dari pejualan daging ayam broiler dan pupuk kandang.
Komponen yang juga merupakan tambahan bagi penerimaan adalah nilai sisa
yang didapatkan pada akhir umur pemakaian umur ekonomis barang-barang
investasi habis. Pada tahun kelima peternakan mendapatkan penerimaan dari
komponen nilai sisa sebesar Rp 402.875 dan pada tahun kesepuluh sebesar Rp
3..812.000.
Hasil perhitungan penerimaan ini mempengaruhi perhitungan tingkat
kelayakan investasi yang dihasilkan. Ketiga perhitungan tingkat kelayakan
memberikan hasil bahwa dengan kondisi penerimaan tersebut usaha peternakan
layak dikerjakan.
Tabel 23. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Peternakan Ayam Broiler Milik
Bapak Marhaya pada Risiko Harga Kondisi Tiga Skenario
Penerimaan Kondisi Terbaik Kondisi Normal Kondisi Terburuk
NPV Rp 213.703.683 Rp 204.516.468 Rp 189.204.443
Net B/C 2,624 2,554 2,438
IRR 35,912 persen 34,808 persen 32,953 persen
PP 2 tahun, 8 bulan 2 tahun, 9 bulan 2 tahun, 10 bulan
Perhitungan kelayakan investasi pada kondisi risiko harga skenario terbaik
memberikan tingkat kelayakan. Dengan nilai NPV Rp 213.703.683, nilai Net B/C
2,624, nilai IRR 35,912 persen dan PP 2 tahun, 8 bulan. Sedangkan pada kondisi
normal memberikan hasil perhitungan kelayakan investasi NPV Rp 204.516.468,
nilai Net B/C 2,554, nilai IRR 34,808 persen dan PP 2 tahun, 9 bulan. Pada
kondisi dengan skenario risiko harga terburuk memberikan hasil perhitungan nilai
77
NPV Rp 189.204.443, nilai Net B/C 2,438, nilai IRR 32,953 persen dan PP 2
tahun 10 bulan.
Hasil tersebut memenuhi standar kelayakan pada empat kriteria proyek
layak untuk dijalankan. Informasi harga yang dipakai dalam perhitungan
didasarkan kondisi yang telah diterima peternak selama proses pembesaran ayam
broiler. Harga terbaik, kondisi harga normal dan kondisi harga terburuk terjadi
sebanyak dua kali dalam satu tahun.
6.3.3. Perhitungan Tingkat Risiko
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dari kondisi risiko harga
dan risiko produksi kemudian dapat dilakukan perbandingan risiko manakah yang
memiliki tingkatan risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah.
Perhitungan tingkat risiko didasari pada tingkat probabilitas kejadian risiko
produksi dan risiko harga mungkin terjadi.
Tabel 24. Probabilitas dari Ketiga Kondisi pada Risiko Produksi
Kondisi Peluang NPVi (Rp)
Terbaik 0,222 95.975.321
Normal 0,444 129.770.406
Terburuk 0,333 (150.451.125)
Probabilitas pada kondisi risiko produksi terbaik bernilai 0,22. Pada
kondisi risiko produksi normal peluang terjadinya adalah 0,44 dan pada kondisi
terburuk peluang terjadinya adalah 0,33. Sedangkan probabilitas pada risiko
produksi harga kondisi terbaik, normal dan terburuk nilainya adalah sama besar
yaitu 0,33. Nilai probabilitas tersebut sama karena peluang kejadian tiga kondisi
tersebut adalah dua periode selama enam periode dalam satu tahun pelaksanaan
kegiatan peternakan.
Tabel 25. Probabilitas dari Ketiga Kondisi pada Risiko Harga
Kondisi Peluang NPVi (Rp)
Terbaik 0,333 213.703.683
Normal 0,333 204.516.468
Terburuk 0,333 189.204.443
78
Selain peluang terjadinya kejadian, komponen lain yang perlu
dipertimbangkan untuk menghitung risiko adalah nilai NPV yang diharapkan (E
NPV). Nilai output E NPV menunjukkan harpan dari pelaku usaha terhadap
manfaat bersih yang ingin diterima selama usaha berjalan. Dari kedua komponen
tersebut dapat dihitung nilai standar deviasi dan koefisien variasi untuk kemudian
dapat ditarik suatu kesimpulan tingkat risiko yang dihadapi akibat dari risiko
harga dan risiko produksi peternakan milik Bapak Marhaya.
Tabel 26. Tingkat Risiko yang Terjadi pada Ketiga Skenario dalam Risiko
Produksi dan Harga
Jenis Risiko NPV yang diharapkan
(Rp)
Standar
Deviasi
Koefisien
Variasi
Tingkat
Risiko
Harga 202.474.865 135.151.257 0,667 Rendah
Produksi 28.853.210 83.076.790 2,879 Tinggi
Nilai ENPV pada risiko harga bernilai positip sedangkan pada risiko
produksi bernilai negatip. Nilai NPV yang diharapkan pada risiko harga Rp
202.474.865 dan pada risiko produksi Rp 28.853.210. Semakin besar nilai NPV
yang diharapkan dari perhitungan maka tingkat risiko yang dihasilkan semakin
rendah. Standar desiasi yang menjadi indikator penyimpangan rata-rata. Nilai
standar deviasi yang dihasilkan jenis risiko harga lebih tinggi dari nilai standar
deviasi yang dihasilkan risiko produksi. Koefisien variasi dari jenis risiko harga
adalah 0,667 dan dari jenis risiko produksi adalah 2,879. Nilai koefisien variasi
juga sama dengan makna standar deviasi. Nilai tersebut dijadikan penentu risiko
bahwa risiko produksi lebih berpengaruh negatif pada bisnis peternakan ayam
broiler dibandingkan risiko harga pada peternakan sistem kemitraan.
Dari tiga nilai yang dihasilkan indikator risiko tersebut dapat dikatakan
bahwa jenis risiko produksi lebih tinggi daripada risiko harga jual pada
peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya. Untuk meminimalkan risiko
produksi yang dihadapi manajemen risiko dapat dilakukan dengan pemilihan anak
kandang yang memiliki pengalaman pemeliharaan ayam yang baik dan
melakukan perawatan rutin terhadap fasilitas produksi yang digunakan.
Langkah pencegahan adalah cara terbaik untuk meminimalisir kerugian
akibat adanya risiko produksi. Cara yang dapat ditempuh oleh peternakan adalah
79
dengan melakukan pemberian vaksin dan vitamin dengan jadwal dan dosis yang
tepat. Selain itu, sistem pengelolaan yang bersih emnjadi penentu keberhasilan
kegiatan operasional pembesaran ayam broiler. Tujuannya adalah mengurangi
tingkat kematian dan efisiensi konversi pakan ke bobot badan ayam. Dengan
pengambilan langkah tersebut maka hasil panen berada di pencapaian optimal.
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada usaha
peternakan ayam broiler milik Bapak Marhaya, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Usaha peternakan ayam broiler yang dijalankan Bapak Marhaya berdasarkan
analisis aspek non finansial, yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek
manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan menunjukkan kelayakan. Pada
aspek pasar harga jual yang diperoleh dari kontrak kerja dengan Dramaga
Unggas Farm adalah harga jual yang tergolong baik. Berdasarkan aspek
teknis, Bapak Marhaya telah dapat melakukan kegiatan pengelolaan mulai
dari pemeliharaan masa awal dan pemeliharaan masa akhir ayam broiler
dengan tepat. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan operasional dapat
diperoleh. Pada aspek manajemen, Bapak Marhaya menerapkan struktur
organisasi sederhana namun dapat membuat kegiatan pembesaran ayam
broiler mampu berjalan lancar. Aspek sosial yang dianalisis memperlihatkan
kepedulian dan rasa tanggung jawab sosial peternakan terhadap lingkungan
sekitar lokasi kandang.
2. Berdasarkan analisis aspek kelayakan finansial usaha peternakan yang
dijalankan Bapak Marhaya layak untuk dijalankan. Pada perhitungan tanpa
kondisi risiko peternakan mampu menghasilkan NPV Rp147.928.117 per
tahun. Net B/C 2,124 , IRR 27,847 persen dan PP dalam jangka waktu 3
tahun 3 bulan. Nilai dari masing-masing kriteria tersebut sesuai dengan nilai
indikator yang ditetapkan sehingga peternakan layak dilanjutkan.
3. Perhitungan tingkat risiko pada dua kondisi yakni risiko harga menunjukkan
usaha layak dijalankan. Dengan skenario risiko harga terbaik, normal dan
terburuk mengahasilkan nilai koefisien variasi 0,667 dengan hasil kriteria
investasi positif. Pada perhitungan dengan skenario produksi, hasil
perhitungan memperlihatkan kondisi ini dapat membuat usaha peternakan
menjadi tidak layak. Nilai koefisien variasi dengan risiko produksi bernilai
2,879 (lebih besar dari risiko harga). Kedua nilai koefisien tersebut
81
menunjukkan tingkat risiko produksi lebih tinggi daripada risiko yang
diakibatkan harga. Artinya Bapak Marhaya perlu melakukan tindakan
prefentif untuk mengurangi kerugian akibat pengaruh risiko produksi.
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada usaha peternakan ayam broiler
milik Bapak Marhaya adalah sebagai berikut:
1. Peternakan yang dijalankan oleh Bapak Marhaya dapat dilakukan
pengembangan pada skala usaha karena usaha yang dijalankan berjalan baik.
Penambahan skala produksi juga akan mengingkatkan kelayakan investasi
karena pada kondisi saat ini kapasitas optimal hanya berada sedikit di atas
skala ekonomis dari perhitungan BEP.
2. Tetap menjalankan kegiatan peternakan dengan cara kemitraan dengan
Dramaga Unggas Farm karena dapat menjamin pasar yang menyerap hasil
produksi. Namun jika modal dan informasi mengenai pasar produk diketahui
pemilik maka peternakan dapat memperoleh nilai kelayakan yang lebih tinggi
dengan pola mandiri karena dengan pola peternakan mandiri akan diperoleh
harga jual sebesar Rp 17.000 per kilogram. Tingkat kelayakan investasi pada
pola mandiri menghasilkan NPV Rp 553.347.610, Net B/C 5,205, IRR 94,597
persen dan PP 1 tahun. Empat kriteria tersebut jauh lebih besar dengan pola
kemitraan pada kondisi tanpa risiko yang dijalankan saat ini dengan Dramaga
Unggas Farm.
3. Melakukan pengaturan keuangan dengan lebih baik agar anggaran untuk
melakukan kegiatan pembesaran dapat berjalan dengan optimal tanpa
terganggu masalah modal. Permasalahan yang timbul merupakan akibat dari
tidak ada pengelolaan keuangan yang baik oleh pemilik peternakan. Bapak
Marhaya belum melakukan pemisahan antara pos keuangan rumah tangga
dengan pos pengeluaran bisnis peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bell D D, Weaver W D, North, M O. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production. Jakarta: Springer.
Courant R G, Lipsey R G, Purvis D D, Steiner P O. 1995. Pengantar
Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara.
[DP] Departemen Pertanian. 2011. Perkembangan Populasi Ayam Broiler di
Indonesia dari Tahun 2001-2008. Jakarta: Departemen Pertanian.
Effendy J, Pramudyati Y S. 2009. Petunjuk Teknis Beternak Ayam Ras Pedaging
(Broiler). Sumatera Selatan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp)
Sumatera Selatan.
Gittinger J P. 1986. Analisis Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas
Indonesia.
Hardjosworo P S. dan Rukmiasih, M.S. 2000. Meningkatkan Produksi Daging
Unggas. Yogyakarta: Penebar Swadaya.
Hartono G. 2003. Analisis Penawaran Ayam Pedaging (Broiler) di Tingkat Petani.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Kristen Satya Wacana.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. LPFE. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2003. Jakarta: Prehalindo.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: Prehalindo.
Kountur R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur.
Markus M. 2005. Perpajakan Indonesia sebuah pengantar. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Murtidjo B A. 1990. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
Murtidjo B A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
Murtikasari D A. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Usahaternak Sapi Perah
(Studi Kasus Peternak Anggota KPSBU di TPK Cibedug
KabupatenBandung Barat, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Musarofah S M. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Nugget Ikan (Kasus
pada Pengolahan Nugget Ikan Putera Barokah, Kecamatan Blanakan,
Kabupaten Subang, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
83
Novianti E. 2010. Analisis Investasi Usaha Penggilingan Padi Pada Kondisi
Risiko, Studi Kasus di Penggilingan Padi Skala Kecil Sinar Ginanjar,
Kabupaten Karawang, Jawa barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Pangestuti Y D. 2010. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Puyuh pada
Peternakan Puyuh Bintang Tiga Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.
Putri Y H. 2009. Analisis Kelayakan Finansial Peternakan Kelinci Istana Rabbit
Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf M. 2008. Panduan Beternak Ayam Broiler. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setiawan P. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Peternak Ayam Broiler Pola
Kemitraan Inti Plasma Cikahuruipan Ps Kabupaten Ciamis. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Siahaan H. 2009. Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokarasi. Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Suharno B. 2004. Pembesaran Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Jakarta:
Niaga Swadaya.
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
LAMPIRAN