analisis keberlanjutan utang luar negeri pemerintah dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS KEBERLANJUTAN UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR
PADA EMPAT NEGARA ASEAN
PENNY SEPTINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar pada
Empat Negara ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Penny Septina
NIM H14100042
ABSTRAK
PENNY SEPTINA. Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan
Kebijakan Nilai Tukar pada Empat Negara ASEAN. Dibimbing oleh IMAN
SUGEMA
Perilaku utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di ASEAN
baru-baru ini menjadi suatu variabel penting dalam menentukan masa depan
perekonomian dan untuk menghindarkan negara dari krisis utang. Seperti yang
telah kita ketahui di ASEAN, terdapat pergerakan yang cukup besar dalam jumlah
utang luar negeri pemerintah sebagai dampak dari fluktuasi transaksi berjalan.
Penelitian ini menyajikan analisis empiris yang menyeluruh dari keberlanjutan
utang luar negeri pemerintah, bersama dengan nilai tukar dan variabel
makroekonomi lainnya menggunakan model time series ekonometrika yang
didasarkan pada teori government inter-temporal budget constraint. Hasil
penelitian menunjukkan hasil yang sama dalam kasus pada empat negara ASEAN,
yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa utang luar negeri pemerintah adalah tidak berkelanjutan dan kebijakan nilai
tukar adalah berkelanjutan. Keempat negara ASEAN tersebut sebelumnya telah
berhasil merubah kebijakan nilai tukarnya menjadi managed floating exchange
rate. Kebijakan ini selanjutnya akan membuat potensi spillover negatif dari
ketidakberkelanjutan utang luar negeri pemerintah cenderung tidak signifikan.
Kata Kunci: analisis keberlanjutan, ASEAN, kebijakan nilai tukar, utang luar
negeri pemerintah
ABSTRACT
PENNY SEPTINA. Sustainability of Government External Debt and Exchange
Rate Policies in Four ASEAN Countries. Supervised by IMAN SUGEMA
The behavior of government external debt and exchange rate policies in
ASEAN countries has recently became critical in determining future economy and
avoiding debt crisis. As we know recently in ASEAN, there is sizeable motion of
government external debt as an impact of the current account fluctuation. This
study presents thorough empirical analysis of the sustainability of government
external debt, together with exchange rate and other macroeconomic variables
using time series econometric models based on government inter-temporal budget
constraint. The empirical results point to the same outcome, in case for four
ASEAN countries, those are Indonesia, Malaysia, Philippines and Thailand. The
results show that government external debt is not sustainable and the exchange
rate policies is sustainable. Furthermore, whole four countries has successfully
transformed into managed floating exchange rate policies. This policies will make
the potential negative spillover effects on the unsustainability of government
external debt appears be insignificant.
Keywords: ASEAN, exchange rate policies, government external debt,
sustainability
ANALISIS KEBERLANJUTAN UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR
PADA EMPAT NEGARA ASEAN
PENNY SEPTINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan
Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN
Nama : Penny Septina
NIM : H14100042
Disetujui oleh
Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah tentang analisis utang luar
negeri pemerintah dengan judul “Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri
Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema,
M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan
masukan serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian penelitian ini,
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen penguji utama
dan Bapak Deni Lubis S.Ag, M.A selaku komisi pendidikan, atas kritik dan saran
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini,
serta kepada kakak Farhana Zahrotunnisa S.E. selaku asisten dosen yang
senantiasa memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah Teddy Lukmantara, Ibu
Lestari Widawati dan keluarga besar atas segala doa, dukungan dan motivasi yang
diberikan. Penulis menyampaikan terima kasih pada Alan Duta Dinasty atas
motivasi dan dukungannya dalam menemani penulis menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan pada sahabat Nadiah H, Sari K, Sarah FF,
Angga FP, Nurul H, Nindya U, Afanina M, Ayu F, Irgandhini, Rengganis A,
Erlangga R, Diah P, Hayuningtyas T, Salimah F, Engga S, Deddy H, Hardiyani S,
Nabilah, Dwi L, Selly E, Elis M, Amalia P, Tazkiya A, Pangrio N dan Alm.
Aditya M, serta teman satu bimbingan M Yunus, Meliana, M Rifky, Yohanes P,
Erma F dan Galishia. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih pada seluruh
civitas ilmu ekonomi, khususnya ESP Ang. 47, HIPOTESA 2012 dan 2013, TPB
B.27 dan TPB S.02.1, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Penny Septina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Kerangka Terori 4
Penelitian Terdahulu 9
Kerangka Pemikiran 10
METODE PENELITIAN 12
Jenis dan Sumber Data 12
Metode Pengolahan dan Analisis Data 12
Perumusan Model Penelitian 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Indonesia 17
Malaysia 21
Filipina 25
Thailand 28
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 51
DAFTAR TABEL
1 Variabel dan Sumber Data 12
2 Hasil Uji Akar Unit Data Indonesia 19
3 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Indonesia 19
4 Hasil Uji Akar Unit Data Malaysia 23
5 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Malaysia 23
6 Hasil Uji Akar Unit Data Filipina 27
7 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Filipina 27
8 Hasil Uji Akar Unit Data Thailand 31
9 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Thailand 31
DAFTAR GAMBAR
1 Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD) 2
2 Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD) 2
3 Kerangka Pemikiran 11
4 Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4 18
5 Perkembangan Variabel Makroekonomi Malaysia 2003:1-2012:4 22
6 Perkembangan Variabel Makroekonomi Filipina 2003:1-2012:4 26
7 Perkembangan Variabel Makroekonomi Thailand 2003:1-2012:4 30
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Akar Unit Data 36
2 Uji Lag Optimum 41
3 Uji Kointegrasi: Johansen Cointegration Test 43
4 Grafik X dan M untuk Uji Kointegrasi 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah dunia mencatat bahwa suatu fenomena krisis utang merupakan suatu
fenomena siklus bisnis yang selalu memiliki peluang untuk terulang kembali di
kemudian hari. Fenomena krisis utang pertama kali tercatat pada tahun 1980an di
Amerika Latin. Krisis utang kala itu disebabkan oleh tingginya penarikan utang
luar negeri pemerintah yang tidak didasari pada perhitungan yang tepat akan
kemampuan membayar kembali utang tersebut (Chowdhury dan Hossain 2000).
Tercatat jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh negara Amerika Latin
mencapai lebih dari 600 miliar USD.
Krisis utang kedua yang terjadi di dunia adalah krisis utang negara-negara
berkembang Asia pada tahun 1997/1998. Krisis tersebut diawali dari hilangnya
kepercayaan investor pada negara Asia khususnya Asia Tenggara dikarenakan
kegagalannya dalam memenuhi kewajiban utang yang jatuh tempo. Kejadian
tersebut memicu capital outflow besar-besaran keluar Asia Tenggara. Capital
outflow ditambah dengan masalah distorsi kebijakan publik serta masalah
struktural membuat negara-negara Asia Tenggara terjebak dalam krisis yang lebih
dalam hingga krisis sosial ekonomi. (Corsetti et al. 1999).
Krisis utang kembali terulang pada tahun 2008 di negara-negara Uni Eropa
akibat efek bola salju krisis utang Yunani dan juga di Amerika Serikat akibat
subprime mortage crisis. Krisis tersebut mengukuhkan anggapan bahwa krisis
ekonomi dapat melanda siapa saja, baik negara maju maupun negara berkembang.
Meskipun krisis-krisis utang tersebut pada akhirnya dapat ditangani, namun tidak
ada yang dapat menjamin bahwa krisis tersebut tidak akan terulang kembali.
Krisis utang merupakan masalah pada setiap negara di dunia.
Pengalaman Uni Eropa sebagai suatu kondisi optimum bersama dalam
menghadapi krisis menjadi begitu penting untuk dipelajari, begitupun dengan
bagaimana kondisi variabel utang luar negeri yang dimilikinya. Lebih lanjut,
ASEAN sebagai suatu kawasan regional terintegrasi yang saat ini juga sedang
menuju kondisi optimum bersama, tidak lepas dari bayang-bayang akan krisis
ekonomi di masa yang akan datang.
Pada beberapa negara ASEAN, krisis pada tahun 1997-1998 ternyata masih
menyisakan lembaran hitam. Faktanya hanya satu dari sepuluh negara ASEAN
yang telah berhasil bertransformasi menjadi negara maju, yaitu Singapura.
Sedangkan sisanya masih bergulat pada perbaikan fundamental sosial ekonomi
dan masih diklasifikasikan sebagai negara berkembang oleh Bank Dunia.
Negara berkembang di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan
Thailand merupakan negara berkembang yang saat ini masih dalam proses
recovery krisis, serta seringkali menjadi perhatian dunia karena memiliki peranan
yang cukup baik dalam percaturan ekonomi dunia. Selain itu keempat negara
tersebut merupakan negara yang terkena dampak krisis cukup besar pada tahun
1997/1998. Thailand mengawali krisis dengan mendeklarkan ketidakmampuan
pemerintahnya untuk membayar utang luar negerinya pada 2 Juli 1997, kemudian
disusul dengan terdepresiasinya nilai tukar negara-negara ASEAN, bahkan yang
terparah adalah Indonesia dimana nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
2
Serikat terdepresiasi sebesar 244%. Sedangkan Malaysia dan Filipina menjadi
negara-negara yang paling pertama terserang spekulasi nilai tukar di tahun 1997.
Lebih lanjut mengenai utang luar negeri (ULN) pada keempat negara
ASEAN tersebut, Gambar 1 menunjukan perkembangan ULN keempat negara
ASEAN periode 1981 sampai 2012. Secara garis besar, trend yang ditunjukan
adalah positif untuk Malaysia dan Filipina. Sedangkan untuk Indonesia dan
Thailand, ULN cenderung berfluktiatif pada periode tersebut. Jumlah terbesar
pada tahun 2012 terdapat pada Indonesia dimana total ULN yang dimiliki adalah
sebesar 254 miliar USD.
Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013
Gambar 1. Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)
Pemahaman mengenai sekilas ULN suatu negara tidak dapat dilihat pada
jumlahnya saja, melainkan pula pada rasio nya terhadap pendapatan negara.
Gambar 2 menunjukan perkembangan debt to GNI (Gross National Income) pada
keempat negara ASEAN dari tahun 1981 sampai 2012. Secara keseluruhan
keempat negara ASEAN memperlihatkan trend yang tidak jauh berbeda satu sama
lain. Thailand adalah negara dengan debt to GNI terbesar pada tahun 2012
dibandingkan empat negara lainnya, yaitu sebesar 38.2% GNI.
Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013
Gambar 1. Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)
0
5E+10
1E+11
1.5E+11
2E+11
2.5E+11
3E+11
Indonesia Malaysia Filipina Thailand
0
50
100
150
200
Indonesia Malaysia Philippines Thailand
3
Selanjutnya dalam mengatasi pembayaran cicilan dan bunga utang luar,
akan dibutuhkan pemasukan atau cadangan devisa yang memadai. Selain itu,
dibutuhkan pula nilai tukar yang stabil untuk memastikan ketersediaan dana. Oleh
sebab itu, peran otoritas moneter atau bank sentral di setiap negara ASEAN
diperlukan untuk mengatur kebijakan nilai tukar yang tepat. Kebijakan yang tepat
tersebut diperlukan agar ULN khususnya yang dimiliki oleh pemerintah, tidak
menjadi beban bagi masyarakat dimasa yang akan datang dan untuk
menghindarkan negara dari kemungkinan krisis utang dimasa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Deteksi dini dalam kemungkinan terjadinya krisis utang perlu untuk
dilakukan di setiap negara yang memiliki utang khususnya utang luar negeri
(Riyadi 2012). Namun apabila krisis tersebut sudah tidak dapat dihindari, salah
satu jalan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan refinancing atau
restrukturisasi utang. Restrukturisasi utang menurut salvatore (1996) benar-benar
harus dilakukan agar negara yang bersangkutan terhindarkan dari kebangkrutan.
Lebih lanjut, utang luar negeri khususnya milik pemerintah pada dasarnya
adalah kewajiban tertunda yang akan dipenuhi oleh generasi yang akan datang.
Meskipun penarikan ULN juga berkaitan dengan besarnya pendapatan, yaitu
diproksikan pada penerimaan ekspor dan gross domestic product (GDP), namun
dampak pada masyarakat terasa secara langsung. Contohnya adalah terkait beban
penarikan pajak dan anggaran pembangunan. Lindert dan Kindleberger (1986)
menyebutkan pertumbuhan ekonomi yang lamban pada dekade 1980-an di negara
peminjam sebagian disebabkan oleh pemerintah negara peminjam yang
membiarkan pengangguran dan pengurangan upah dalam perekonomian mereka
untuk menutupi pembayaran ULN.
Disisi lain, peran negara dalam hal mengatur pembayaran cicilan pokok dan
bunga ULN akan bergantung pada rezim nilai tukar yang digunakan. Nilai tukar
yang dipatok tetap pada dasarnya baik untuk menjaga pembayaran ULN dalam
kendali, namun disisi lain akan membuat bank sentral atau otoritas moneter di
negara bersangkutan kehilangan kendali untuk melakukan penyesuaian pada nilai
tukar. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan kebijakan moneter menjadi tidak
efektif dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berasal dari eksternal negara.
Negara cenderung menjadi vulnarable terhadap serangan eksternal.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan variabel makroekonomi yang terkait dengan utang
luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN?
2. Bagaimanan keberlanjutan (sustainability) utang luar negeri pemerintah di
empat negara ASEAN?
3. Bagaimana hubungan antara keberlanjutan utang luar negeri dengan
kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
4
1. Mengidentifikasi perkembangan dari karakteristik makroekonomi yang
terkait dengan utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di
empat negara ASEAN.
2. Menganalisis keberlanjutan dari utang luar negeri pemerintah di empat negara
ASEAN.
3. Mengkaji hubungan antara utang luar negeri pemerintah dengan kebijakan
nilai tukar di empat negara ASEAN.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi yang
lebih mendalam mengenai keberlanjutan utang luar negeri yang dilakukan
pemerintah, serta keterkaitannya dengan kestabilan nilai tukar di empat negara
ASEAN. Lebih lanjut, penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi
pemerintahan dari negara terkait untuk menentukan kebijakan yang tepat
mengenai penarikan utang luar negeri pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya krisis utang dan nilai tukar.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis keberlanjutan utang luar
negeri milik pemerintah, keterkaitanya dengan rezim nilai tukar dan
perkembangan variabel makroekonomi yang berhubungan dengan keduanya.
Analisis ini dibatasi pada empat negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia,
Filipina dan Thailand. Data yang digunakan berupa data kuartalan periode 2003
kuartal 1 sampai 2012 kuartal 4. Variabel yang dianalisis antara lain rasio utang
luar negeri pemerintah (ULN pemerintah) terhadap ekspor, rasio transaksi
berjalan terhadap ekspor, rasio ULN pemerintah terhadap pendapatan nasional
(GDP), rasio ULN pemerintah terhadap net ekspor, ekspor, impor, total ULN
pemerintah, transaksi berjalan, cadangan devisa, nilai tukar terhadap dolar dan
suku bunga kebijakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Teori Utang Luar Negeri Pemerintah
Utang Luar Negeri (ULN) atau Pinjaman Luar Negeri merupakan sejumlah
bantuan (baik berupa dana maupun bukan dana) yang masuk sebagai variabel
modal suatu negara (Capital Inflows) dan diperuntukan secara khusus untuk
membiayai pembangunan. Bank Indonesia (2013) mengklasifikasikan utang luar
negeri menjadi tiga jenis. Klasifikasi pertama adalah utang luar negeri pemerintah
pusat yang dapat berbentuk utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor,
komersial, leasing, dan Surat Berharga Negara. Klasifikasi kedua adalah utang
luar negeri milik Bank Sentral, yaitu utang yang ditarik untuk mendukung neraca
5
pembayaran dan cadangan devisa. Klasifikiasi ketiga adalah utang luar negeri
swasta, yaitu utang yang dimiliki penduduk kepada bukan penduduk berbentuk
valuta asing atau rupiah, bergantung pada perjanjian yang dilakukan. Utang luar
negeri swasta terdiri dari utang bank dan utang bukan bank.
Pembahasan mengenai utang pemerintah seringkali bias antara utang
pemerintah domestik dengan luar negeri. Neaime (2009) menjelaskan utang luar
negeri pemerintah memiliki ancaman yang lebih serius bagi perekonomian
dibandingkan utang domestik pemerintah, mengingat adanya transfer aliran modal
kepada pihak asing dan pembayaran cicilan serta bunga utang yang dibatasi oleh
nilai tukar dan ketersediaan cadangan devisa. Lebih lanjut Mankiw (2006)
menjelaskan utang pemerintah berpotensi menyebabkan ekspansi moneter yang
besar dan menyebabkan inflasi tinggi. Selain itu, utang pemerintah secara
langsung membebankan generasi masa depan terkait suku bunga, pengeluaran
pemerintah dan pajak.
Pembahasan mengenai utang luar negeri khususnya ULN Pemerintah, tidak
pernah lepas dari pembahasan mengenai penyebabnya. Penyebab ULN yang
paling sering terjadi adalah akibat terjadinya defisit anggaran pemerintah pada
tahun bersangkutan. Defisit anggaran tersebut terjadi apabila terdapat selisih
antara pengeluaran dan penenerimaan pemerintah (Lipsey et al. 1997).
Lebih lanjut, Tambunan (2008) menyebutkan, tingginya utang luar negeri
dari banyak negara berkembang disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit.
Defisit yang pertama adalah defisit transaksi berjalan atau trade gap, yakni suatu
kondisi dimana penerimaan ekspor lebih kecil dari pembayaran impor. Defisit
yang kedua adalah defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan
untuk membiayai investasi didalam negeri lebih besar dari tabungan nasional atau
domestik. Defisit yang terakhir adalah defisit fiskal, yakni defisit yang lebih
dikaitkan pada perhitungan saldo akhir (penerimaan dikurangi pengeluaran) dari
neraca keseluruhan keuangan pemerintah.
Government Inter-Temporal Budget Constraint
Pemahaman mengenai analisis keberlanjutan utang pemerintah didasarkan
pada suatu studi tentang government inter-temporal budget constraint, atau
kendala anggaran pemerintah antar waktu. Pemahaman diawali dari persamaan
akumulasi utang luar negeri pada periode t+1 (Neaime 2009)
( )
Dimana adalah ekspor neto pada periode t, r adalah suku bunga nominal dan
rBt adalah pembayaran utang pada periode t. Dengan menambah periode t, maka
akan didapat persamaan government’s external inter-temporal constraint:
∑
( )
( )
Dimana adalah utang luar negeri pada periode t, adalah ekspor neto pada
periode t , r adalah suku bunga nominal dan rBt adalah pembayaran utang pada
6
periode t. Persamaan diatas disebut juga sebagai persamaan government’s external
inter-temporal budget constraint. Apabila saat terdapat peningkatan periode
bagian kedua pada persamaan diatas mendekati 0, maka terdapat suatu kondidi
yang disebut sebagai kondisi No Ponzi-Game Constraint (NPG), yang akan
terpenuhi pada saat
( )
NPG Constraint atau disebut juga sebagai transversality condition adalah suatu
kondisi dimana present value dari ULN akan terus bergerak mendekati 0 selama
waktu berjalan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ULN harus lebih
rendah dari pertumbuhan suku bunga yang dikenakan pada ULN tersebut (Azizi et
al. 2012). Pemerintah tidak perlu membiayai pembayaran ULN dengan terus-
menerus melakukan utang baru atau debt re-financing.
Ketidakberlanjutan ULN pemerintah, yaitu saat real interest rate lebih
besar dari growth rate akan menyebabkan debt ratio meningkat secara terus
menerus tanpa batasan. Keadaan ini akan sampai pada satu titik dimana
pemerintah tidak dapat membayar kembali utangnya (Fischer 1990). Hal tersebut
kemudian akan membuat pemerintah tidak dapat menjaga keberlanjutan dari
pembangunan. ULN akan menjadi hambatan bagi pemerintah untuk mewujudkan
kebijakan ekonomi yang pro pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan. Selain
itu fleksibilitas pengambilan keputusan akan berkurang karena adanya
disfungsional sistem akibat external flow (ketidakseimbangan tabungan dan
produksi). Pada akhirnya akan terdapat ketidakstabilan makroekonomi dan
pemerintah kehilangan otonomi dalam mengatur perekonomian nasional (Feve
dan Henin 1998).
Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri
Dalam melakukan analisis keberlanjutan ULN pemerintah, kondisi
solvabilitas yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut:
∑
( )
Pelanggaran asumsi ini menyebabkan ULN pemerintah menjadi tidak
berkelanjutan, yaitu pemerintah tidak dapat membayar kembali tagihan ULN-nya.
Dalam konteks actuarial sustainability approach, apabila g adalah
pertumbuhan ULN dan r adalah suku bunga nominal, maka kondisi keberlanjutan
ULN akan tercapai saat g ≤ r. Fischer (1990) selanjutnya menyatakan ULN dapat
dikatakan berkelanjutan saat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari real interest
rate. Namun Neaime (2004) menambahkan apabila n adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi, maka selama n < g < r, maka ULN tetap berkelanjutan dengan
konsekuensi kondisi tersebut menyebabkan pembayaran utang akan melebihi dari
total ketersediaan dana yang ada. Secara empiris, dalam actuarial approach ULN
7
pemerintah dikatakan berkelanjutan saat pergerakannya terkontrol berada dalam
suatu takaran tertentu, atau bergerak secara stasioner.
konsep The Effective Sustainability Approach menyebutkan bahwa
pembayaran utang dalam jangka panjang bergantung pada pendapatan ekspor
negara tersebut. Agar ULN pemerintah berada dalam keadaan berkelanjutan,
maka rasio ULN pemerintah terhadap ekspor dan ekspor neto haruslah stasioner.
Ekspor neto menunjukan transfer bersih antara pendapatan ekspor dan impor yang
memperlihatkan kemampuan suatu negara dalam pembayaran ULN. Lebih lanjut
Feve dan Henin (1998) menyebutkan bahwa pengecekan non-stasioneritas untuk
rasio transaksi berjalan dan ekspor juga diperlukan. Hal tersebut karena kondisi
keberlanjutan pada transaksi berjalan equivalen dengan kondisi 0 < g < r.
Leachman dan Francis (2000) lebih lanjut menyebutkan bahwa uji akar unit
untuk melihat non-stasioneritas variabel saja tidak cukup dalam menganalisis
kebelanjutan ULN suatu negara. Diperlukan uji kointegrasi antar variabel untuk
melihat hubungan jangka panjang antar variabel, sehingga analisis keberlanjutan
menjadi lebih valid. Variabel tersebut antara lain ekspor dan impor. Kedua
variabel tersebut equivalen dengan persamaan government’s external inter-
temporal budget constraint.
Nilai Tukar dan Hubungannya dengan Utang Luar Negeri Pemerintah
Basdevant dan Wet (2000) menyebutkan salah satu masalah di negera
berkembang adalah kemungkinan adanya hubungan tidak stabil antara rezim nilai
tukar dengan ULN. Rezim nilai tukar yang buruk dapat mengancam keberlanjutan
dari ULN dan selanjutnya memberikan efek yang semakin buruk pula pada nilai
tukar negara tersebut. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan negara
yang bersangkutan bangkrut. Meskipun pertumbuhan ekonomi dan suku bunga
merupakan komponen penting dalam actuarial austainability approach, namun
perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi keberlanjutan ULN dalam waktu
singkat.
Salah satu jalur hubungan antara rezim nilai tukar dengan ULN, khususnya
ULN pemerintah, adalah terkait kemampuan bank sentral dalam mengatur
kebijkan moneter dalam menghadapi tekanan eksternal. Nilai tukar tetap, pada
dasarnya dibutuhkan untuk menjaga pembayaran utang dan bunganya tetap dalam
kendali pemerintah. Namun di sisi lain rezim ini menyebabkan bank sentral
kehilangan kendalinya untuk melakukan penyesuaian nilai tukar, misalnya dengan
Operasi Paar Terbuka. Konsekuensi dari hal tersebut adalah sistem moneter
negara bersangkutan kehilangan kendali melakukan kebijakan stablisasi dalam
mengatasi ketidakseimbangan ekonomi (Neaime 2009).
Lebih lanjut, keterkaitan antara nilai tukar suatu negara dengan
keberlanjutan ULN pemerintahnya dapat pula diterangkan melalui jalur suku
bunga. Nilai tukar dapat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga domestik suatu
negara. Semakin tinggi suku bunga menandakan return yang lebih tinggi sehingga
terjadi capital inflow. Selanjutnya capital infow tersebut akan membuat nilai tukar
menjadi terapresiasi (Moosa 2004). Disisi lain peningkatan suku bunga domestik
memberi crowding effect terhadap private investment dan utang domestik
pemerintah. Lebih lanjut suku bunga yang dikenakan pada ULN memiliki
kecenderungan sebagai suku bunga yang bebas resiko, sehingga pada akhirnya
8
yang dikorbankan adalah suku bunga domestik. Turner dan Spinneli (2013) juga
menyebutkan bahwa suku bunga memiliki pengaruh yang non linear terhadap
peningkatan marginal ULN pemerintah.
Stasioneritas Data
Gujarati (2004) menyebutkan salah satu asumsi dasar yang harus dipenuhi
Dalam pengggunaan data time series adalah stasioneritas, yaitu keadaan dimana
nilai rata-rata dan varian dari data adalah konstan sepanjang waktu. Secara teoritis
dapat dituliskan sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
Dimana adalah deret waktu ke-t dan k adalah lag. Pelanggaran asumsi
stasioneritas pada estimasi dapat menyebabkan keadaan spurious regression atau
regresi semu. Keberadaan regresi semu dalam pemodelan menyebabkan
pendugaan yang dilakukan tidak valid dan tidak dapat menjelaskan hubungan
sebenarnya dari parameter.
Dalam melakukan uji non-stasioneritas, salah satu konsep yang populer
digunakan adalah mengenai pengujian ada atau tidaknya akar unit pada koefisien
estimasi. Pertama-tama perhatikan persamaan berikut:
Persamaan diatas dibentuk dari persamaan autoregresive, dimana adalah white
noise error term. Apabila koefisien , maka dapat disimpulkan bahwa deret
waktu memiliki akar unit atau tidak stasioner atau bergerak dalam random walk
(Gujarati 2004). Apabila | | , atau secara absolut nilai kurang dari 1, maka
dapat disimpulkan bahwa deret waktu adalah stasioner.
Metode yang paling sering digunakan dalam meneliti ada tidaknya akar unit
dalam suatu data deret waktu adalah uji Dickey Fuller Test (DF). Sjo (2008)
menjelaskan bahwa dengan memahami DF Test dan batasannya, maka peneliti
akan lebih mudah memahami uji-uji akar unit lainnya. Selain itu terdapat uji lain
untuk melihat ada tidaknya akar unit pada data, misalnya melalui Augmented
Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Perron Test (PP), dsb.
Kointegrasi Data
Salah satu cara mengatasi data dengan akar unit adalah dengan melakukan
kointegrasi data. Enders (1995) menyebutkan kointegrasi adalah kombinasi linear
yang terbentuk dari data yang tidak stasioner, dimana semua variabel tersebut
terintegrasi pada orde yang sama. Analisis dimulai pada persamaan ekonomi
dalam jangka panjang:
9
Dimana dan adalah vektor ( ) dan ( ) . Persamaan
akan berada dalam keadaan ekuilibrium jangka panjang saat dan
equilibrium error atau . Apabila kondisi tersebut terpenuhi, maka
equilibrium error akan stasioner dan variabel yang bersangkutan memiliki
kointegrasi.
Terdapat beberapa jenis Uji dalam melihat kointegrasi data. Uji tersebut
diantaranya uji kointegrasi Engle-Granger (Engle-Granger Cointegration Test),
uji kointegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test), uji kointegrasi Durbin-
Watson (Cointegrating Regression Durbin-Watson Test), dsb.
Penelitian Terdahulu
Cherif dan Hasanov (2012) melakukan penelitian terkait dinamika utang
pemerintah sebagai efek dari adanya penghematan, inflasi dan macroeconomic
shocks di Amerika Serikat menggunakan analisis vector autoregresive dengan
debt feedback. Data yang digunakan adalah variabel makroekonomi, seperti
cadangan devisa, suku bunga, pendapatan nasional, debt to GDP, dsb. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa melalui impulse response, penghematan ekonomi
menyebabkan penurunan pada debt ratio dalam jangka menengah. Perubahan
pada Inflasi, misalnya pada periode kenaikan harga minyak dunia, menyebabkan
peningkatan debt ratio sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan debt
ratio. Utang pemerintah AS saat ini berada pada keseimbangan jangka
panjangnya, sehingga menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan menurukan
defisit anggaran pemerintah dapat menjadi pemicu menurunnya debt ratio.
Alam dan Taib (2013) meneliti tentang keberadaan hubungan antara ULN
Pemerintah dengan defsisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai
tukar pada negara DTC (Debt Trap Countries) dan NDTC (Non Debt Trap
Countries). Penelitian ini menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian ini
menunjukan secara signifikan terdapat hubungan positif antara ULN pemerintah,
dengan defisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai tukar.
Namun hasil tersebut bervariasi pada DTC dan NDTC. Hubungan yang lebih kuat
antar keempat variabel tersebut terdapat pada negara DTC.
Destaings et al. (2013) meneliti tentang keberlanjutan dari defisit transaksi
berjalan pada tahun 1970 sampai 2012 di negara Kenya. Pemilihan variabel dalam
penelitian tersebut didasarkan pada long run inter-tempral budget constraint.
Hasil penelitian menunjukan variabel transaksi berjalan stasioner pada level atau
terdapat kemungkinan adanya keberlanjutan pada defisit transaksi berjalan.
Namun disisi lain, tingkat koefisien kointegrasi antara ekspor dan impor yang jauh
dari angka satu mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi keberlanjutan secara
penuh. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat ketidakberlanjutan
variabel defisit transaksi berjalan pada negara Kenya.
Neaime (2009) melakukan penelitian tentang analisis keberlanjutan utang
luar negeri dan nilai tukar dalam konteks Mena Region (Middle East and North
Africa). Berdasarkan teori Government Inter-Temporal Budget Constraint, terlihat
bahwa stasioneritas variabel-variabel makroekonomi dan utang luar negeri
merupakan konten yang penting untuk menghindarkan negara dari kemungkinan
krisis ekonomi di masa yang akan datang. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ULN dan nilai tukar yang berkelanjutan di Tunisia dan Maroko, ULN yang tidak
10
berkelanjutan namun nilai tukar yang berkelanjutan di Mesir dan Turki, serta
ULN dan nilai tukar yang tidak berkelanjutan di Jordan.
Hal yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian
terdahulu adalah terkait pada variabel dan data yang digunakan penulis dalam
melakukan analisis keberlanjutan. Penelitian ini menggunakan variabel utang luar
negeri milik pemerintah, mengingat dampak yang diberikan terhadap ekonomi
dan masyarakat yang lebih besar dibandingkan dengan utang pemerintah atau
utang luar negeri saja. Selain itu penelitian ini juga menggunakan data runtun
waktu kuartalan.
Kerangka Pemikiran
Pemahaman mengenai keberlanjutan utang luar negeri milik pemerintah
menjadi penting untuk dianalisis mengingat kondisi eksternal yang saat ini
menyebabkan negara menjadi vulnarable dari kondisi krisis. Selain itu kebijakan
nilai tukar juga turut memberikan andil dalam pembayaran cicilan pokok dan
bunga ULN pemerintah. Kesalahan pada penerapan kebijakan nilai tukar dapat
menyebabkan negara yang bersangkutan terjebak dalam lingkaran setan
pembayaran utang dan bunganya.
Bagan berikut merupakan alur pemikiran yang digunakan untuk melihat
analisis keberlanjutan dari utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar.
Bagan diawali dari kewenangan otoritas keuangan disuatu negara dalam hal
mengatur anggaran pembangunan dan diakhiri dengan kondisi keberlanjutan ULN
dan kebijakan nilai tukar yang dibutuhkan negara peminjam untuk menghindarkan
diri dari kemungkinan krisis dimasa depan.
11
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Otoritas Fiskal Bank Sentral /
Otoritas Moneter
Current Account &
Anggaran Pemerintah
Defisit Berimbang Surplus
Utang Luar Negeri
Pemerintah
Utang Dalam Negeri
Pemerintah
Ekspor Impor Cadangan
Devisa
Suku
Bunga
Kebijakan Nilai Tukar
Analisis
Keberlanjutan
Implikasi Kebijakan
12
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk deret waktu empat bulanan (quarterly time series) periode 2003:1 sampai
2012:4 dari Negara Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Pemilihan
keempat negara tersebut didasarkan pada kesamaan karakteristik negara dan
ketersediaan data. Data tersebut diperoleh dari CEIC Macroeconomic Industry and
Financial Time Series Database for Global Emerging and Developed Market,
International Monetary Fund (IMF), International Financial Statistics (IFS),
Worldbank’s Development Indicators dan beberapa Bank Sentral negara ASEAN,
yaitu Bank Indonesia (BI) dan Bank Negara Malaysia (BNM). Penelitian ini
dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0. Secara
rinci, sumber dan jenis data adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Variabel dan Sumber Data
No Jenis Variabel Proksi yang Digunakan Sumber Data
1 Utang Luar Negeri
Pemerintah
External/Foreign Government
Debt CEIC
2 Ekspor Exports, Goods & Services,
Nominal
IFS, IMF
3 Impor Imports, Goods & Services,
Nominal
IFS, IMF
4 Transaksi Berjalan Current Account, Goods &
Services, Net
IFS, IMF
5 Cadangan Devisa Total Reserve Excluding Gold IFS, IMF
6 Nilai Tukar LCU per USD, end of period IFS, IMF
7 Suku Bunga Discount Rate, end of period IFS, IMF, BI, BNM
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari analisis deskriptif dan analisis kuantitatf.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk analisis sederhana yang
dilakukan dengan cara memberikan pemaparan argumentatif, plot, grafik maupun
tabel terhadap suatu obersvasi. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan
untuk melihat perkembangan variabel makroekonomi di empat negara ASEAN
yang terkait dengan ULN Pemerintah dan kebijakan nilai tukar. Selain itu analisis
deskriptif juga dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara keberlanjutan ULN
pemerintah dengan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN.
13
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ULN
pemerintah di empat negara ASEAN. Analisis yang digunakan antara lain uji akar
unit menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Pheron Test
(PP), serta uji kointegrasi data menggunakan Johansen Cointegration Test.
Augmented Dickey Fuller Test
Uji ADF merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat ada
atau tidaknya akar unit pada data yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner.
pemahaman mengenai uji ADF dimulai melalui formulasi berikut
∑
∑
∑
Perbedaan mendasar dari ketiga persamaan diatas terletak pada ada tidaknya
elemen konstanta dan trend waktu. Persamaan pertama adalah pure random walk
model, persamaan kedua menambahkan elemen intercept atau konstanta pada
model, dan persamaan ketiga menambahakan kedua elemen, baik konstanta
maupun trend waktu (Enders 1995).
Dari persamaan diatas, hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yaitu
data mengandung akar unit atau data tidak stasioner dan hipotesis alternatif yaitu
data tidak mengandung akar unit atau stasioner. kriteria penolakan didasarkan
pada nilai kritis Mackinnon atau statistik τ (tau), dimana apabila nilai ADF lebih
kecil dari nilai kritis Mackinnon, maka terjadi penolakan hipotesis nol.
Selanjutnya, dalam penelitian akan timbul pertanyaan mengenai
persamaan mana diantara tiga persamaan diatas yang paling baik digunakan untuk
menguji non-stasioneritas data. Destaings et al. (2013) menyatakan, selama
peneliti memahami data secara keseluruhan, maka persamaan yang paling baik
digunakan adalah persamaan yang paling general yaitu persamaan ketiga.
Phillips Perron Test
Simulasi Monte Carlo secara jelas menggambarkan kekurangan uji ADF
dalam mengestimasi kestasioneran data yang memiliki masalah autokorelasi yang
besar dan bahwa uji ADF kurang mencakup pada adanya structural breaks.
Phillips dan Perron kemudian mengembangkan analisis akar unit semi-parametrik
yang dapat lebih tepat mengestimasi runtun data dengan memodifikasi Dickey
Fuller Test. Perhatikan persamaan berikut (Enders 1995):
dan
14
( ) ⁄
Dimana T adalah jumlah observasi dan adalah white noise error yang
homogenitas-nya tidak dipermasalahkan. Phillip Perron Test memungkinkan
untuk melakukan tes pada data runtun waktu yang memiliki eror yang berkorelasi
dan mengandung heteroskedastisitas. Selain itu, salah satu kelebihan lain dalam
uji PP adalah tidak diperlukan lagi penentuan lag secara spesifik. Parameter
Newey-West Heteroskedasticity and Corelation digunakan sebagai estimator
kovarian matriks yang konsisten.
Lebih lanjut dalam penelitian ini, apabila dalam uji akar unit didapatkan
hasil yang berbeda antara uji ADF dan uji PP, maka hasil yang digunakan adalah
bergantung pada yang tertera dalam uji PP (Neaime 2009). Hal tersebut
dikarenakan kelebihan dalam uji PP, yaitu dapat mengatasi permasalahan eror
yang berkorelasi satu sama lain dan lebih mampu mengatasi structural breaks
dibandingkan uji ADF.
Pemilihan Panjang Lag
Dalam analisis runtun waktu, pemilihan panjang lag yang sesuai diperlukan
agar estimasi yang dilakukan dapat menjadi valid. Lag menujukkan adanya
indikasi serial yang terkorelasi dalam error. Lag yang terlalu pendek tidak dapat
mengatasi serial korelasi yang terdapat dalam eror, sedangkan lag yang terlalu
panjang menurunkan derajat bebas sehingga penolakan hipotesis menjadi lebih
sulit untuk dilakukan (Enders 1995). Dalam penelitian ini, Akaike Information
Criteria (AIC) digunakan dalam menentukan panjang lag terbaik dalam uji non-
stasioneritas data secara automatic lag selection dalam ADF dan untuk
menentukan lag terbaik dalam tes kointegrasi.
Penggunaan kriteria AIC dikarenakan AIC dapat mencakup seluruh variabel
sehingga terhindar dari adanya ommited variables. Ommited variables adalah
peubah yang seharusnya dimasukan ke dalam model, namun dikeluarkan karena
alasan tertentu (Juanda 2009). Selain itu AIC merupakan metode yang didasarkan
pada Principle of Information. Adapun formulasi AIC adalah sebagai berikut:
(
) (
)
Dimana k adalah jumlah parameter dalam model termasuk konstanta, n adalah
jumlah observasi dan RSS adalah residual sum square. Dalam membandingkan
dua atau lebih model, maka kriteria terbaik yang dipilih adalah kriteria dengan
nilai AIC terkecil (Gujarati 2004).
Pemilihan maximum lag to include dalam uji ADF didasarkan pada
metode trial and error. Enders (1995) menyatakan jumlah maksimum lag
didasarkan pada ketersediaan data dan teori. Metode trial and error dapat dimulai
dengan menggunakan maksimum lag 12 untuk data kuartalan kemudian
diturunkan ke 8 dan 4. Kemudian berdasarkan automatic selection, akan
ditentukan panjang lag yang telah menghilangkan korelasi eror dalam data dan
yang membuat model menjadi yang paling parsimony (sederhana). Lebih lanjut
dalam Johansen Cointegration Test, jumlah maksimum lag yang diikutsertakan
15
dalam uji lag optimum adalah 4. Enders (1995) menyebutkan bahwa apabila tidak
terdapat teori dalam penelitian mengenai jumlah lag, maka maximum lag
toinclude yang digunakan adalah 4. Selain itu, lag 4 memperlihatkan prinsip
parsimony yang terdapat dalam setiap penelitian.
Johansen Cointegration Test
Johansen Cointegration Test adalah tes yang digunakan untuk melihat
apakah terdapat hubungan jangka panjang antar variabel, atau ada tidaknya
kointegrasi antar variabel. Uji ini diawali dengan persamaan vector autoregession
(VAR) dengan orde p, sebagai berikut (Hjalmarsson dan Osterholm 2007):
Dimana adalah nx1 vector variables yang terintegrasi pada orde pertama dan adalah nx1 vector of innovations. Persamaan VAR ini bisa ditulis kembali:
∑
Dimana ∑ dan ∑
Apabila matriks koefisien memiliki rank r<n, maka akan ada nxr matriks dan
dengan rank r, dimana dan adalah stasioner. r adalah rank
kointegrasi, adalah faktor penyesuaian dan adalah vektor kointegrasi.
Johansen Cointegrastion Test memiliki dua likelihood ratio test of
significance untuk melihat hubungan kointegrasi, yaitu the trace test dan
maximum eigenvalue test. Hipotesis nol dari uji ini adalah variabel tidak
terkointegrasi, sedangkan hipotesis alternatifnya adalah variabel terkointegrasi.
Perumusan Model Penelitian
Untuk menganalisis keberlanjutan ULN pemerintah, dilakukan uji akar unit
menggunakan uji ADF dan uji PP pada enam variabel, yaitu: rasio ULN
pemerintah terhadap ekspor (DEBT_X) (%), rasio transaksi berjalan terhadap
ekspor (CA_X) (%), rasio ULN pemerintah terhadap GDP (DEBT_GDP) (%),
rasio ULN pemerintah terhadap ekspor neto (DEBT_NX) (%), ekspor (X) (Ln,
%), impor (M) (Ln, %) dan ULN pemerintah (DEBT) (Ln, %). Selanjutnya
dilakukan juga pengujian jangka panjangnya atau uji kointegrasi menggunakan
johansen cointegration test pada variabel ekspor (X) dan impor (I) serta ULN
pemerintah (DEBT) dan ekspor (X). Seluruh variabel yang awalnya tidak dalam
satuan persen atau rasio berada dalam Logaritma Natural atau Ln untuk mengatasi
data yang tidak stasioner pada ragamnya (Yuda 2013).
Model yang digunakan yaitu sebagai berikut:
16
Uji ADF
∑
∑
∑
∑
∑
∑
Uji PP
( ) ⁄ ( ) ⁄
( ) ⁄ ( ) ⁄ ( ) ⁄
( ) ⁄
Johansen Cointegration Test
Untuk ekspor (X) dan Impor (M):
[ ] [
] [
] [
] [ ]
Untuk ekspor (X) dan ULN pemerintah (DEBT):
[
] [
] [
] [
] [
]
*Keterangan
ADF : , , , ∑ ,
PP : , , , ( )⁄ , JCT : b koefisien parameter, e error
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
sebanyak 13.466 buah yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Saat ini
Indonesia menduduki peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia yaitu
sebesar 246.9 juta jiwa pada 2012. Saat ini Indonesia diklasifikasikan sebagai
negara berpendapatan menengah kebawah dangan GDP perkapita pada tahun
2012 sebesar 3.557 USD (World Bank 2013).
Gambar 4a menunjukkan ekspor dan impor Indonesia yang mengalami
fluktuasi selama periode 2003:1 sampai 2012:4. Secara keseluruhan kecuali pada
kuartal 2 sampai kuartal 4 tahun 2012, ekspor Indonesia selalu melebihi
impornya. Selama tahun 2008, terlihat penurunan pada ekspor maupun impor
akibat dari terdepresiasinya nilai tukar pada tahun tersebut yang menurunkan
impor, namun disisi lain tidak juga membantu ekspor (akibat nilai tukar negara
kompetitior juga terdepresiasi). Pada tahun 2012, impor melebihi ekspor
diakibatkan oleh konsumsi BBM impor yang berlebihan, pertumbuhan ekonomi
yang merangsang impor bahan baku industri dan menurunnya ekspor Indonesia
akibat melemahnya perekonomian dunia.
Kondisi impor yang melebihi ekspor pada kuartal 2 sampai kuartal 4 tahun
2012 menyebabkan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, transaksi berjalan
Indonesia menjadi defisit (Gambar 4b). Namun disisi lain, terjadi peningkatan
capital inflow pada masa tersebut sehingga cadangan devisa justru meningkat
sampai pada 173 miliar USD pada 2012:4 (Gambar 4d).
Lebih lanjut, terjadi peningkatan ULN pemerintah selama periode tersebut.
ULN tersebut digunakan untuk menanggulangi defisitnya transaksi berjalan,
defisit anggaran pemerintah dan untuk re-financing utang lama (Gambar 4c).
Peningkatan ULN pemerintah tersebut selanjutnya mempengaruhi fluktuasi suku
bunga di Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi kecenderungan penurunan suku
bunga setelah Indonesia melunasi semua utangnya pada IMF.
Berdasarkan uji ADF dan uji PP pada Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan
bahwa DEBT_X, dan DEBT_GDP, merupakan variabel yang tidak stasioner atau
I(1). Berdasarkan Feve dan Henin (1998), apabila kedua variabel tersebut tidak
stasioner maka ULN pemerintah juga tidak berkelanjutan, meskipun CA_X dan
DEBT_NX memperlihatkan hasil yang stasioner. Lebih lanjut variabel X, M dan
DEBT juga merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan
actuarial austainability approach, apabila DEBT tidak stasioner, maka dapat
disimpulkan bahwa ULN pemerintah tidak berkelanjutan. Hal tersebut
mengindikasikan terdapat pelanggaran pada asumsi No Ponzi-Game Constraint.
18
a. Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)
c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)
e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)
Gambar 4. Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4
a
Sumber: IFS IMF, CEIC Data, BI a: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount
rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X
adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve,
EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
X M
-4E+09
-2E+09
0
2E+09
4E+09
6E+09
8E+09
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
CA
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
DEBT
0
2E+10
4E+10
6E+10
8E+10
1E+11
1.2E+11
1.4E+11
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
FR
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
EXRATE
0
2
4
6
8
10
12
14
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
IR
19
Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Indonesia
berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 8. Hal tersebut
mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka
variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap
kebijakan setelah paling lama 2 tahun. Tabel 2 memperlihatkan bahwa variabel
DEBT, M dan DEBT_GDP baru bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1),
sedangkan sisanya adalah lebih dari 3 bulan. Variabel yang paling lama
memberikan respon adalah variabel DEBT_NX yaitu selama 12 bulan. Selain itu
terdapat perbedaan antara hasil dalam uji ADF dan uji PP. Hal tersebut
mengindikasikan adanya indikasi Indonesia lebih peka terhadap adanya perubahan
struktural akibat external shock.
Tabel 2 Hasil Uji Akar Unit Data Indonesiaa
Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil
DEBT_X 2 -5.333 I(1) -11.128 I(1)
CA_X 3 -4.289 I(1) -12.329** I(0)
DEBT_GDP 1 -5.974 I(1) -7.897 I(1)
DEBT_NX 4 -6.350 I(1) -4.664** I(0)
X 2 -4.922 I(1) -7.382 I(1)
M 1 -4.033* I(0) -8.810 I(1)
DEBT 1 -5.656 I(1) -7.016 I(1) a. Semua variabel dalam Ln kecuali variabel yang sudah dalam persen. (*) dan (**) menunjukan
penolakan hipotesis pada taraf nyata 1% dan 5%. ADF adalah Augmented Dickey Fuller Test dan
PP adalah Phillips Perron Test dengan hipotesis nol adalah variabel tidak stasioner. Pemilihan lag
didasarkan pada kriteria Akaike Information Criteria (AIC). Karena adanya trend dalam semua
data, maka ADF dan PP secara spesifik memasukan konstanta dan trend dalam pengujian. Dalam
hal kasus hasil yang berbeda antara ADF dan PP, hasil yang dipilih dalam penelitian ini adalah
berdasarkan PP.
Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji
kointegrasi antara ekspor dan impor untuk membuat analisis keberlanjutan
menjadi lebih valid. Jumlah lag optimum yang digunakan untuk melihat ada
tidaknya kointegrasi pada X dan M berdasarkan AIC adalah sebesar 1. Tabel 3
memperlihatkan tidak terdapat kointegrasi antara X dan M pada data Indonesia.
Hal tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor
dan impor. Kemudian terlihat pula pada Gambar 4a bahwa X dan M bergerak
pada arah yang cenderung hampir berlainan. Maka berdasarkan hasil uji akar unit
dan kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah Indonesia pada
periode yang digunakan adalah tidak berkelanjutan.
Tabel 3 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Indonesia
a
Hypothesis Trace
Statistics
Critical
Value
5%
Prob.
Max-
Eigen
Statistics
Critical
Value
5%
Prob. Null
None 23.78829 25.87211 0.088882 16.02112 19.38704 0.144314
At Most 1 7.767167 12.51798 0.271283 7.767167 12.51798 0.271283 a: 1- (*) menunjukan penolakan hipotesis pada taraf nyata 5%. 2- tes menggunakan asumsi
restricted linear deterministic trend in the data, and a constant.
20
Tidak adanya kointegrasi antara X dan M pada data Indonesia menunjukan
pula masih terdapatnya masalah struktural pada ULN pemerintah. Gambar 4c
menunjukan ULN pemerintah Indonesia yang mengalami peningkatan selama
periode penelitian. Peningkatan tersebut dikarenakan beberapa alasan. Alasan
pertama adalah untuk menanggulangi defisit transaksi berjalan akibat impor yang
tinggi, terutama impor BBM. Alasan kedua adalah untuk menanggulangi defisit
anggaran pemerintah, dimana dari tahun 2004 sampai 2012 defisit tersebut terus
mengalami peningkatan, mencapai angka minus Rp 190,150 Triliun pada tahun
2011. Alasan terakhir adalah untuk melakukan refinancing utang lama, yaitu
membayar cicilan pokok dan bunga ULN dengan cara menciptakan ULN baru.
Pada kasus negara Indonesia, ULN pemerintah merupakan suatu fenomena
yang didorong dari segi permintaan atau demand driven (Sugema dan Chowdury
2007). Hal tersebut menunjukan terjadinya ULN pemerintah diakibatkan oleh
defisit pendapatan yang direncanakan oleh pemerintah. Utang masih merupakan
sumber pemasukan utama dalam mengatasi kurangnya anggaran dalam
menjalankan pemerintahan.
Implikasi dari keadaan ini antara lain adalah pemerintah perlu untuk
menghilangkan sumber penyebab adanya utang pemerintah, yaitu dengan
memaksimumkan anggaran dan meminimumkan defisit yang terjadi. Selanjutnya
pemerintah dapat lebih memanfaatkan ketersediaan dana yang ada di domestik.
Total pinjaman dalam negeri Indonesia pada tahun 2011 hanya sebesar 2% dari
total seluruh pinjaman yang dilakukan pemerintah (DJPU 2011). Selain itu
pemerintah juga perlu untuk melakukan diversifikasi pendapatan pemerintah.
Cara yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan menstimulus ekspor dengan
fasilitas perdagangan, memperbaiki penerimaan pajak dengan menambah jumlah
wajib pajak, karena meskipun realisasi pajak tahun 2011 sudah sebesar 99,3%,
namun jumlah wajib pajak hanya sebesar 19.410.174 jiwa. Lebih lanjut,
pemerintah perlu menstabilkan sosial politik internal, seperti memperbaiki Indeks
Persepsi Korupsi Indonesia, dimana pada tahun 2011 Indonesia berada pada
urutan 100 dari 182 negara.
Terkait dengan kestabilan nilai tukar, Indonesia telah menganut kebijakan
nilai tukar mengambang terkendali atau managed floating exchange rate sejak
April 1999. Sebelumnya Indonesia pernah menganut nilai tukar peg terhadap
USD dari tahun 1978 sampai Juli 1997 dan mengambang bebas atau free floating
antara Agustus 1997 – Maret 1999. Hal yang menjadi pembeda selama kurun
waktu penelitian adalah besarnya batasan campur tangan bank sentral dalam
melakukan apresiasi dan depresiasi dalam managed floating exrate. Pada periode
2003:1 sampai 2012:2, batasan atau band dari pergerakan nilai tukar adalah ± 5%.
Sedangkan pada periode 2012: 3&4 adalah sebesar ± 2%. Perbedaan tersebut
terjadi untuk menstabilkan nilai tukar, yaitu akibat adanya pergeseran trend
dimana selama kurun waktu tahun 2012, nilai tukar cenderung terus terdepresiasi
akibat efek krisis global.
Lebih lanjut, dikarenakan Indonesia telah menganut kebijakan nilai tukar
mengambang terkendali, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia dapat terhindar
dari potensi spillover negatif dari tingginya jumlah ULN pemerintah Indonesia,
meskipun ULN pemerintah tersebut berkelanjutan. Nilai tukar mengambang
terkendali tersebut membuat bank sentral dapat melakukan kebijakan stabilisasi
moneter untuk mengatasi external shock. Disisi lain, bank sentral tetap dapat
21
menjaga capital inflow untuk menjaga ketersediaan cadangan devisa dan menjaga
pembayaran bunga dan cicilan ULN pemerintah atau debt service. Hal tersebut
dapat dilakukan karena kebijakan nilai tukar mengambang terkendali
memungkinkan bank sentral untuk tetap menjual dan membeli valas sampai pada
batasan pergerakan ±2% atau ±5%
Malaysia
Malaysia adalah sebuah negara federasi di wilayah Asia Tenggara yang
terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Malaysia
merupakan salah satu negara ASEAN yang saat ini menarik perhatian karena telah
berhasil bertransformasi menjadi negara berpendapatan menengah keatas dengan
GDP perkapita sebesar 10.432 USD pada tahun 2012. Lebih lanjut Malaysia
diramalkan menjadi negara maju pada tahun 2020 (World Bank 2013).
Selama periode 2003:1 sampai 2012:4 terdapat gap antara ekspor dan impor
di Malaysia, dimana ekspor selalu lebih besar dari impor (Gambar 5a). Hal
tersebut dikarenakan komoditas unggulan Malaysia seperti karet, kayu dan gas
alam cair yang membantu kinerja ekspor. Namun pada tahun 2008:4 ekspor dan
impor mengalami penurunan sampai pada 38 miliyar USD (X) dan 28 miliyar
USD (M) pada 2009:1. Hal tersebut dikarenakan imbas jangka pendek penurunan
permintaan ekspor akibat krisis di AS dan Eropa.
Lebih lanjut ekspor yang selalu melebihi impor pada periode tersebut
menyebabkan transaksi berjalan selalu dalam keadaan positif (Gambar 5b).
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut adalah cadangan devisa yang cenderung
mengalami peningkatan. Selain itu ULN pemerintah Malaysia juga mengalami
fluktuasi namun cenderung menurun (Gambar 5c). Hal tersebut dikarenakan
Malaysia yang lebih cenderung memilih melakukan pinjaman dalam negeri
dengan alasan tingkat likuiditas yang lebih tinggi namun bunga yang lebih rendah
dan untuk menekan pertukaran mata uang asing.
Terkait pertukaran mata uang, selama periode 2003:1 sampai 2005:4, mata
uang ringgit dipatok 3.8 per USD, sedangkan periode setelahnya berfluktuasi
dengan rata-rata sebesar 3.3567 RM/USD. Lebih lanjut suku bunga di Malaysia
sejak tahun 2004 menggunakan proksi Overnight Policy Rate sehingga dapat lebih
menjaga stasbilitas suku bunga. Pada tahun 2008 terjadi penurunan Suku bunga
sebagai strategi pemerintah dalam menjaga pertumbuhan permintaan domestik
dan pertumbuhan ekonomi tetap positif.
Tabel 4 memperlihatkan hasil uji akar unit menggunakan uji ADF dan uji
PP. Kesimpulan yang dapat diambil adalah DEBT_X, CA_X, DEBT_GDP dan
DEBT_NX merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Berdasarkan Feve
dan Henin (1998) apabila variabel tersebut tidak stasioner maka ULN pemerintah
juga tidak berkelanjutan. Begitupun berdasarkan actuarial sustainability
approach. Selanjutnya variabel X, M dan DEBT juga merupakan variabel yang
tidak stasioner atau I(1). Maka dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah tidak
berkelanjutan karena asumsi No Ponzi-Game Constraint tidak dapat terpenuhi.
22
a. Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)
c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)
e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)
Gambar 5. Perkembangan Variabel Makroekonomi Malaysia 2003:1-2012:4
a
Sumber: IFS IMF, CEIC Data, BNM a: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount
rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X
adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve,
EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
8E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
X M
02E+094E+096E+098E+091E+10
1.2E+101.4E+101.6E+101.8E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
CA
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
DEBT
0
2E+10
4E+10
6E+10
8E+10
1E+11
1.2E+11
1.4E+11
1.6E+11
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
FR
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
EXRATE
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
IR
23
Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Malaysia
berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 4. Hal tersebut
mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka
variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap
kebijakan setelah paling lama 1 tahun. Tabel 4 memperlihatkan bahwa variabel
DEBT_X, CA_X, X, baru bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1),
Variabel M baru merespon setelah 12 bulan, variabel DEBT_NX setelah 15 bulan,
sedangkan DEBT ternyata menunjukan respon sesaat setelah kebijakan baru
diimplementasikan (lag 0). Selain itu hasil yang sama dalam uji ADF dan uji PP
mengindikasikan perekonomian Malaysia lebih stabil terhadap adanya perubahan
struktural akibat external shock.
Tabel 4 Hasil Uji Akar Unit Data Malaysiaa
Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil
DEBT_X 1 -5.702 I(1) -11.128 I(1)
CA_X 1 -7.113 I(1) -12.329 I(1)
DEBT_GDP 3 -5.023 I(1) -7.897 I(1)
DEBT_NX 5 -4,317 I(1) -15.854 I(1)
X 1 -5.440 I(1) -7.382 I(1)
M 4 -3.640 I(1) -8.810 I(1)
DEBT 0 -5.701 I(1) -7.016 I(1) a. Merujuk pada tabel 2
Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji
kointegrasi antara ekspor dan impor untuk membuat analisis keberlanjutan
menjadi lebih valid. Uji lag optimum menunjukan jumlah lag yang diikutsertakan
dalam tes kointegrasi adalah sebesar 1. Tabel 5 memperlihatkan tidak ada
kointegrasi antara X dan M pada data Malaysia. Hal tersebut mengindikasikan
tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor dan impor, terlihat pula pada
Gambar 5a bahwa X dan M memiliki gap yang cukup lebar diantara keduanya.
Maka berdasarkan hasil uji non-stasioneritas dan kointegrasi, dapat disimpulkan
bahwa ULN pemerintah Malaysia pada periode yang digunakan adalah tidak
berkelanjutan. Meskipun secara visual jumlahnya menurun (Gambar 5c)
Tabel 5 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Malaysiaa
Hypothesis Trace
Statistics
Critical
Value
5%
Prob.
Max-
Eigen
Statistics
Critical
Value
5%
Prob. Null
None 22.31447 25.87211 0.130212 15.19545 19.38704 0.183244
At Most 1 7.119022 12.51798 0.332287 7.119022 12.51798 0.332287 a: merujuk pada tabel 3
ULN pemerintah Malaysia menunjukan trend yang menurun pada periode
penelitian. Hal tersebut dikarenakan Malaysia lebih cenderung memilih
melakukan pinjaman dalam negeri dibandingkan luar negeri. Alasan yang
mendasari adalah utang dalam negeri memiliki tingkat likuiditas yang lebih tinggi
namun bunga yang lebih rendah dan untuk menekan pertukaran mata uang asing.
24
Malaysia menolak bantuan IMF pada masa krisis, sehingga terhindar dari masalah
refinancing utang milik IMF. Selain itu apresiasi MYR/USD membantu
mengurangi jumlah ULN secara relatif. Disisi lain, uji ADF dan uji PP
menunjukan ULN pemerintah yang tidak berkelanjutan. Hal tersebut diakibatkan
dari penurunan jumlah ULN pemerintah yang tidak terkontrol dalam batasan
tertentu. Selama periode 2003:1 sampai 2010:1 ULN terus mengalami penurunan,
namun kemudian cenderung meningkat. Hal ini dapat membahayakan kestabilan
makroekonomi secara kesuluruhan apabila ULN pemerintah tersebut turun tanpa
batasan tertentu. Berdasarkan lag dalam uji ADF terlihat bahwa perekonomian
dapat merespon perubahan kebijakan secara cepat. Variabel-variabel yang terkait
dengan jumlah ULN seperti suku bunga dan nilai tukar dapat menjadi sasaran
empuk bagi perilaku spekulasi ekonomi.
Implikasi dari penemuan ini adalah bahwa pemerintah Malaysia sebaiknya
melakukan penurunan ULN pemerintah secara perlahan. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari serangan spekulatif di pasar mata uang yang merugikan
negara. Hal tersebut juga dilakukan untuk menghindari berulangnya keadaan
krisis pada 1997/1998 dimana Malaysia terkena serangan spekulatif yang cukup
besar. Serangan spekulatif itu sendiri dapat diartikan sebagai penjualan aset mata
uang negara secara besar-besaran. Lebih lanjut perlu diversifikasi sumber
pendapatan pemerintah karena Government Debt to GDP Malaysia secara
keseluruhan mencapai angka 53,1% pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan
peningkatan utang pemerintah secara keseluruhan, meskipun utang pemerintah
dari luar negeri mengalami penurunan.
Pada masa menjadi Empat Ekonomi Macan Asia di tahun 1980an, Malaysia
menganut nilai tukar peg terhadap USD dengan batasan sebesar ±2% (Ilzetski et
al. 2011). Namun setelah terserang krisis akibat spekulan ditahun 1997/1998, nilai
tukar Malaysia beberapa kali mengalami perubahan kebijakan. Pada Agustus 1997
sampai September 1998, Malaysia menganut sistem nilai tukar mengambang
bebas. Hal tersebut menyebabkan adanya aliran modal keluar yang besar di
Malaysia. Akhirnya nilai tukar Malaysia dipatok sebesar 3.8 MYR/USD pada
Oktober 1998.
Selama periode penelitian terdapat dua kebijakan nilai tukar yang dianut
oleh Malaysia. Kebijakan yang pertama adalah fixed exchange rate pada 2003:1
sampai 2005:2. Sedangkan kebijakan yang kedua adalah managed floating
exchange rate dengan batasan atau band campur tangan terhadap nilai tukar
sebesar ±2% selama periode 2005:3 sampai sekarang. Keputusan pemerintah
Malaysia untuk mengubah kebijakan nilai tukar menjadi managed floating exrate
pada Juli 2005 merupakan kebijakan yang tepat untuk menghindarkan Malaysia
dari kemungkinan krisis ekonomi, mengingat ULN pemerintah Malaysia yang
tidak berkelanjutan. Selanjutnya nilai tukar yang dibuka mengambang terkendali
tersebut menyebabkan Ringgit Malaysia berfluktuatif namun cenderung pada
posisi terapresasi. Hal ini membantu mengurangi jumlah dari ULN pemerintah
secara relatif, dimana nilainya berada pada mata uang USD. Selain itu, hal ini
membuat dapat pula menjadikan kebijakan moneter efektif untuk mengatasi
gejolak eksternal.
25
Filipina
Filipina adalah sebuah negara kepulauan di Lingkar Pasifik Barat yang
terdiri dari 7.017 pulau. Filipina dikalsifikasikan sebagai negara berpendapatan
menengah kebawah dengan GDP perkapita pada tahun 2012 sebesar 2.587 USD
(World Bank 2013). Filipina merupakan negara yang mengalami kemajuan paling
pesat pasca perang dunia kedua, namun kemudian tertinggal akibat pertumbuhan
ekonomi yang lemah, penyitaan kekayaan yang dilakukan pemerintah, korupsi
yang luas, dan pengaruh-pengaruh neo-kolonial. Filipina merupakan satu-satunya
negara di benua Asia dimana pengaruh budaya barat terasa sangat kuat. Gambar
6a memperlihatkan ekspor dan impor Filipina selama periode 2003:1 sampai
2012:4, dimana impor Filipina selalu lebih besar dari ekspornya. Hal ini pada
akhirnya menyebabkan transaksi berjalan Filipina menjadi selalu negatif. Impor
Filipina cenderung lebih tinggi dibandingkan ekspor dikarenakan masalah internal
di Filipina. Ketidakstabilan sosial masyarakat akibat politik dan gerakan separatis
menjadi salah satu penyebab tidak stabilnya pasar di Filipina. Selain itu, pasar
Filipina masih merupakan pasar kecil yang terbatas sehingga belum mampu
menanggulangi kejutan eksternal. Hal tersebut menyebabkan harga kebutuhan
masyarakat terus meningkat di Filipina. Sebagai tindakan penyelesaian,
pemerintah melakukan kegiatan Impor untuk menstabilkan pasar dalam negeri.
Lebih lanjut, Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) memberikan perhatian pada
peningkatan modal masuk atau capital inflow di Filipina. Salah satu sumber
terbesarnya adalah melalui ULN pemerintah dan kiriman dari warga negara
Filipina yang bekerja diluar negeri. ULN pemerintah cenderung mengalami
peningkatan sampai pada posisi 56852.1 USD pada 2012:4. Capital inflow
tersebut menyebabkan cadangan devisa Filipina justru cenderung meningkat
(Gambar 6d).
Selanjutnya, suku bunga di Filipina mengalami fluktuasi selama periode
penelitian (Gambar 6f). Namun kemudian dijaga pada rata-rata 3.91% setelah
tahun 2008. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga aliran dana masuk dan keluar
dari Filipina. Di sisi lain nilai tukar Filipina cenderung tidak berfluktuatif terlalu
besar. Nilai tukar berada pada rata-rata 48.52 PHP/USD selama periode tersebut.
Namun dapat dilihat pada Gambar 6e bahwa terjadi kecenderungan apresiasi nilai
tukar sejak 2009:1 yang justru lebih menstimulus impor di Filipina.
Berdasarkan tabel 6, terdapat perbedaan hasil antara uji ADF dan uji PP.
Dalam teori ekonomi, beberapa data yang stasioner pada I(2) dapat dikatakan
irrasional, karena adanya kesulitan dalam mengintepretasinya. Selanjutnya
berdasarkan uji PP, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun CA_X dan
DEBT_NX stasioner pada level, ULN pemerintah Filipina adalah tidak
berkelanjutan. Hal tersebut berdasarkan Feve dan Henin (1998) yang
menyebutkan bahwa DEBT_X dan DEBT_GDP haruslah stasioner, sedangkan
pada data Filipina kedua variabel tersebut adalah tidak stasioner atau I(1).
Selanjutnya variabel X, M dan DEBT juga merupakan variabel yang tidak
stasioner atau I(1). Maka dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah tidak
berkelanjutan karena asumsi No Ponzi-Game Constraint tidak dapat terpenuhi.
26
a. Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)
c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)
e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)
Gambar 6. Perkembangan Variabel Makroekonomi Filipina 2003:1-2012:4
a
Sumber: IFS IMF, CEIC Data a: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount
rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X
adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve,
EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.
0
5E+09
1E+10
1.5E+10
2E+10
2.5E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
X M
-4.5E+09-4E+09
-3.5E+09-3E+09
-2.5E+09-2E+09
-1.5E+09-1E+09-5E+08
0
20
03
Q1
20
04
Q2
20
05
Q3
20
06
Q4
20
08
Q1
20
09
Q2
20
10
Q3
20
11
Q4
CA
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
DEBT
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
8E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
FR
0
10
20
30
40
50
60
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
EXRATE
0123456789
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
IR
27
Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Filipina
berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 8. Hal tersebut
mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka
variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap
kebijakan setelah paling lama 2 tahun. Tabel 7 memperlihatkan bahwa variabel
CA_X bisa merespon kebijakan setelah 3 bulan (lag 1), variabel DEBT,
DEBT_NX dan M merespon sesaat setelah implementasi kebijakan (Lag 0) dan
variabel DEBT_X, DEBT_GDP dan X setelah 18 bulan. Selain itu perbedaan
antara hasil dalam uji ADF dan uji PP mengindikasikan bahwa Filipina lebih peka
terhadap adanya perubahan struktural akibat external shock. Hal tersebut juga
terlihat dari perbedaan lag yang mencolok antar variabel dalam uji ADF.
Tabel 6 Uji Akar Unit pada Data Filipinaa
Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil
DEBT_X 6 -4.521 I(2) -7.499 I(1)
CA_X 2 -6.359** I(0) -4.141** I(0)
DEBT_GDP 6 -4.196 I(2) -13.072 I(1)
DEBT_NX 0 -7.564** I(0) -7.564** I(0)
X 6 -4.354 I(2) -7.740 I(1)
M 0 -5.808 I(1) -5.807 I(1)
DEBT 0 -6.048 I(1) -6.045 I(1) a: Merujuk pada tabel 2
Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji
kointegrasi antara ekspor dan impor serta ekspor pada lag optimum berdasarkan
AIC sejumlah 1. Tabel 7 memperlihatkan tidak ada kointegrasi antara X dan M
pada data Filipina. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka
panjang antara ekspor dan impor pada Filipina, terlihat pula pada Gambar 6a
bahwa X dan M bergerak pada arah yang berlainan. Maka berdasarkan hasil uji
non-stasioneritas dan kointegrasi, dapat disimpulkan bahwa ULN pemerintah
Filipina tidak berkelanjutan.
Tabel 7 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Filipinaa
Hypothesis Trace
Statistics
Critical
Value
5%
Prob.
Max-
Eigen
Statistics
Critical
Value
5%
Prob. Null
None 20.74395 25.87211 0.190552 13.72294 19.38704 0.273237
At Most 1 7.02101 12.51798 0.342351 7.02101 12.51798 0.342351 a: merujuk pada tabel 3
Ketidakberlanjutan ULN pemerintah Filipina dapat dijelaskan pada Gambar
6c, dimana ULN pemerintah mengalami peningkatan selama periode penelitian.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh defisit transaksi berjalan Filipina. Impor
dilakukan pemerintah untuk mencukupi permintaan dalam negeri akan kebutuhan
pokok, seperti beras. Filipina pernah tercatat sebagai negara pengimpor beras
terbesar pada tahun 2010. Selain itu Filipina juga mengimpor bahan elektronik,
bahan bakar mineral, pelumas, peralatan transportasi, dsb. Lebih lanjut, kondisi
28
sosial politik di Filipina dapat dikatakan belum stabil, dimana masih terjadi
gerakan pemberontakan dan separatisme. Hal tersebut menyebabkan belanja
pemerintah terkuras untuk menanganinya dan anggaran pemerintah secara
keseluruhan mengalami defisit. Selain itu terdapat isu-isu lain seperti peningkatan
tindak kejahatan, kerusakan lingkungan dan korupsi yang turut membuat pasar
Filipina menjadi tidak stabil.
Implikasi dari penemuan ini adalah pemerintah Filipina perlu untuk
melakukan stabilisasi sosial, politik, dan ekonomi. Sentimen positif dari keadaan
negara akan mempengaruhi kinerja ekonomi negara Filipina, seperti yang terjadi
tiga tahun terakhir setelah terpilihnya presiden baru Benigno Aquino. Selain itu
Filipina perlu untuk mulai melakukan diversifikasi penerimaan pemerintah,
misalnya dengan menstimulus ekspor melalui fasilitas perdagangan, penerimaan
pajak, dsb.
Filipina telah menganut kebijakan nilai tukar mengambang terkendali atau
managed floating exchange rate sejak Desember 1997. Namun baru menetapkan
batasan atau band terhadap nilai tukar sejak Desember 1999. Pada periode
Desember 1999 sampai Desember 2007, band yang digunakan adalah sebesar
±2%. Kemudian pada Januari 2008 sampai saat ini band yang digunakan adalah
sebesar ±5%. Perubahan jumlah batasan tersebut dilakukan untuk memberikan
keleluasaan bagi nilai tukar untuk bergerak. Hal tersebut mengingat pada periode
2007 terjadi gejolak perekonomian yang cukup besar, dimana pertumbuhan
ekonomi di Filipina mencapai angka 7.3%, terbesar selama 31 tahun terakhir.
Kebijakan nilai tukar yang dianut Filipina memungkinkan negara ini untuk
mengatasi ketidakberlanjutan ULN pemerintahnya. Lebih lanjut hal tersebut dapat
diatasi dengan memberlakukan kebijakan moneter dan fiskal secara bersama-sama
atau stabilization policy mixed. Nilai tukar mengambang terkendali tersebut dapat
mengatasi tekanan suku bunga dalam negeri yang diakibatkan oleh suku bunga
pembayaran ULN pemerintah yang juga dipengaruhi oleh suku bunga negara
pihak pemberi pinjaman. Selain itu nilai tukar yang mengambang tersebut juga
memungkinan Filipina untuk mengatur aliran dana masuk ke negara tersebut.
Thailand
Thailand adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang terkenal dengan
tujuan wisatanya. Tercatat pada pada tahun 2012 terdapat 21 juta wisatawan yang
berkunjung ke negara ini. Lebih lanjut Thailand diklasifikasikan sebagai negara
berpendapatan menengah keatas dengan GDP perkapita pada tahun 2012 sebesar
5,480 USD (World Bank 2013). Thailand merupakan negara yang mengawali
krisis finansial Asia pada 1997/1998 yaitu dengan mendeklarasikan
ketidakmampuan membayar utang luar negeri pada Juli 1997.
Gambar 7a menunjukan ekspor dan impor Thailand selama periode 2003:1
sampai 2012:4 dimana kedua variabel tersebut menunjukan kecenderungan
berfluktuatif satu sama lain. Ekspor Thailand selalu melebihi impornya kecuali
pada 2005:1 dan 2, 2008:4, 2011:4 dan 2012:2. Lebih lanjut transaksi berjalan
Thailand juga mengalami surplus selama periode tersebut, kecuali pada kuartal
dan tahun yang sama saat impor lebih besar dari pada ekspornya. Hal tersebut
terjadi karena beberapa alasan yaitu, pada 2005:1&2 terjadi defisit CA karena
penurunan pendapatan jasa pariwisata akibat peristiwa tsunami pada Desember
29
2004, pada 2008:4 terjadi CA defisit akibat penurunan permintaan ekspor dari AS
dan Eropa sedangkan pada 2011:4 dan 2012:2 terjadi defisit akibat melemahnya
ekspor dan akibat peningkatan impor untuk mendukung program pemerintah
terkait pembangunan infrastruktur.
Terkait dengan ULN pemerintah, pemerintah Thailand berhasil menekan
laju ULN pemerintah, seperti diperlihatkan oleh Gambar 7c. Utang sisa krisis
1997/1998 kepada IMF telah dilunasi sejak tahun 2002, sehingga Thailand tidak
terbebani bunga utang sebesai 2.9% pertahun. Selain itu jumlah ULN pemerintah
juga dipengaruhi oleh terus terapresiasinya mata uang Thailand (THB) terhadap
USD, sehingga secara keseluruhan jumlahnya ULN pemerintah mengalami
penurunan. Lebih lanjut cadangan devisa Thailand terus mengalami peningkatan,
disokong oleh sektor jasa pariwisata dan ekspor khususnya perangkat elektronik
dan sektor pertanian (Gambar 7d). Lebih lanjut suku bunga Thailand mengalami
fluktuasi, tertinggi pada tahun 2006:3 dan 4 yaitu sebesar 6.5%. Hal tersebut
dilakukan oleh Bank of Thailand untuk menstabilikan gejolak harga sebagai
dampak dari dihapuskannya subsidi BBM impor pada tahun 2005 oleh
pemerintah.
Berdasarkan uji ADF dan uji PP pada Tabel 8, dapat ditarik kesimpulan
bahwa DEBT_X dan DEBT_GDP merupakan variabel yang tidak stasioner atau
I(1). Berdasarkan Feve dan Henin (1998) apabila kedua variabel tersebut tidak
stasioner maka ULN pemerintah juga tidak berkelanjutan. meskipun CA_X dan
DEBT_NX memperlihatkan hasil yang stasioner. Selanjutnya variabel X, M dan
DEBT juga merupakan variabel yang tidak stasioner atau I(1). Hal tersebut
mengindikasikan terdapat pelanggaran pada asumsi No Ponzi-Game Constraint.
Jumlah maksimum lag yang digunakan dalam uji ADF data Thailand
berdasarkan metode trial and error adalah sejumlah 4. Hal tersebut
mengindikasikan apabila terdapat kebijakan baru atau perubahan kebijakan, maka
variabel-variabel makroekonomi tersebut baru dapat memberikan respon terhadap
kebijakan setelah paling lama 1 tahun. Tabel 8 memperlihatkan bahwa variabel
DEBT_X memiliki lag 1 atau merespon kebijakan setelah 3 bulan, variabel
DEBT_NX merespon setelah 6 bulan, sedangkan sisanya ternyata menunjukan
respon sesaat setelah kebijakan baru diimplementasikan (lag 0). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa perekonomian Thailand cenderung cepat dalam
merespon kebijakan secara keseluruhan. Namun disisi lain, hasil yang sama dalam
uji ADF dan uji PP mengindikasikan pula Thailand lebih stabil terhadap adanya
perubahan struktural akibat external shock.
Lebih lanjut berdasarkan Leachman and Francis (2000), dilakukan uji
kointegrasi antara ekspor dan impor serta ekspor untuk membuat analisis
keberlanjutan menjadi lebih sesuai dengan government external inter-temporal
budget constraint. Tabel 9 memperlihatkan tidak ada kointegrasi antara X dan M
pada data Thailand dengan lag optimum berdasarkan AIC sejumlah 1. Hal
tersebut mengindikasikan tidak ada hubungan jangka panjang antara ekspor dan
impor. Maka berdasarkan hasil uji non-stasioneritas dan kointegrasi, dapat
disimpulkan bahwa ULN pemerintah Thailand tidak berkelanjutan.
30
a. Ekspor (X) / Impor (M) b. Transaksi Berjalan (CA)
c. ULN Pemerintah (DEBT) d. Cadangan Devisa (FR)
e. Nilai Tukar (EXRATE) f. Suku Bunga (IR)
Gambar 7. Perkembangan Variabel Makroekonomi Thailand 2003:1-2012:4
a
Sumber: IFS IMF, CEIC Data a: 1-Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang domestik per USD. 2-Suku bunga adalah discount
rate (end of period, %). 3-Semua variabel dalam USD kecuali nilai tukar dan suku bunga. 4- X
adalah exports, M adalah imports, CA adalah current account, FR adalah foreign reserve,
EXRATE adalah exchange rate, IR adalah interset rate.
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
8E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
X M
-6E+09-4E+09-2E+09
02E+094E+096E+098E+091E+10
1.2E+10
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
CA
0
2000
4000
6000
8000
10000
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
DEBT
0
5E+10
1E+11
1.5E+11
2E+11
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
FR
05
1015202530354045
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
EXRATE
0
1
2
3
4
5
6
7
20
03
Q1
20
04
Q1
20
05
Q1
20
06
Q1
20
07
Q1
20
08
Q1
20
09
Q1
20
10
Q1
20
11
Q1
20
12
Q1
IR
31
Tabel 8 Uji Akar Unit pada Data Thailanda
Variabel Lag ADF Stat Hasil PP Stat Hasil
DEBT_X 1 -6.330 I(1) -8.589 I(1)
CA_X 0 -4.183* I(0) -4.143* I(0)
DEBT_GDP 0 -7.084 I(1) -7.027 I(1)
DEBT_NX 2 -4.256** I(0) -6.177** I(0)
X 0 -7.259 I(1) -10.444 I(1)
M 0 -5.736 I(1) -6.532 I(1)
DEBT 0 -4.997 I(1) -4.919 I(1) a: Merujuk pada tabel 2
Tabel 9 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Thailanda
Hypothesis Trace
Statistics
Critical
Value
5%
Prob.
Max-
Eigen
Statistics
Critical
Value
5%
Prob. Null
None 19.202 25.87211 0.268988 12.64301 19.38704 0.357654
At Most 1 6.558993 12.51798 0.392785 6.558993 12.51798 0.392785 a: merujuk pada tabel 3
Ketidakberlanjutan ULN pemerintah dapat dijelaskan dalam Gambar 7c,
dimana terjadi penurunan ULN pemerintah yang tidak dibatasi oleh takaran
tertentu. ULN pemerintah mengalami penurunan cukup drastis pada 2003:1
sampai 2008:3, kemudian melambat. Hal tersebut dapat berbahaya karena
penurunan yang tidak terkontrol tersebut dapat mempengaruhi perekonomian
Thailand. Penurunan ULN tersebut disebabkan dari dilunasi utang IMF pada 2002
sehingga pemerintah Thailand tidak perlu banyak melakukan refinancing utang.
Selain itu pemerintah memberlakukan kebijakan utang pemerintah maksimum
sebesar 50% dari GDP dan mendapat kontrol ketat dari masyarakatnya. Penguatan
pada mata uang THB juga membantu mengurangi jumlah ULN secara relatif.
Ketidakstabilan politik di Thailand pada 2006 dan 2012 turut mempengaruhi
perekonomian Thailand.
Implikasi dari kebijakan ini adalah pemerintah Thailand perlu untuk
melakukan stabilisasi sosial politik di negaranya. Hal tersebut karena kondisi
politik yang tidak stabil dengan adanya demonstrasi di beberapa wilayah
Thailand, menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, menguras belanja pemerintah
dan bahkan mengurangi jumlah wisatawan. Selain itu, penurunan ULN
pemerintah sebaiknya dilakukan secara perlahan untuk menghindari spekulasi
ekonomi.
Terkait dengan kebijakan nilai tukar, pada masa sebelum krisis pada
1997/1998, Thailand menganut sistem nilai tukar tetap atau peg terhadap USD.
Setelah deklarasi ketidakmampuan membayar ULN pada Juli 1997, secara
langsung nilai tukar Thailand dibiarkan mengambang bebas atau free floating
exchange rate sampai pada January 1998. Perubahan nilai tukar ini adalah salah
satu dari syarat penerimaan bantuan talangan dana dari IMF. Selanjutnya pada
Februari 1998 sampai saat ini, Thailand menganut nilai tukar mengambang
terkendali atau managed floating exchange rate. Namun, batasan atau band
32
terhadap nilai tukar baru ditetapkan pemerintah Thailand pada Oktober 1999,
yaitu sebesar ±2%.
Kebijakan pemerintah Thailand untuk membiarkan nilai tukar mengambang
selama periode penelitian merupakan keputusan yang tetap mengingat ULN
pemerintah Thailand yang tidak berkelanjutan. Lebih lanjut nilai tukar
mengambang terkendali dengan batas ±2% dapat menyokong industri pariwisata
di Thailand, sehingga pada akhirnya meningkatkan cadangan devisa dan aliran
modal masuk ke dalam negara tersebut. Hal tersebut membuat perekonomian
Thailand menjadi lebih stabil dan terhindarkan dari kemungkinan terjadinya krisis
seperti pada tahun 1997/1998.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis
keberlanjutan utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar pada empat
negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand periode 2013
kuartal 1 sampai dengan 2012 kuartal 4 yang didasarkan pada teori government
inter-temporal budget constraint, diperoleh beberapa simpulan berikut:
1. Variabel-variabel makroekonomi yaitu ekspor, impor, transaksi berjalan,
ULN pemerintah, cadangan devisa, nilai tukar dan suku bunga serta kondisi
sosial politik, secara empiris saling mempengaruhi satu sama lain pada
keempat negara tersebut.
2. Melalui uji akar unit menggunakan uji ADF dan uji PP pada variabel
DEBT_X, CA_X, DEBT_GDP, DEBT_NX, X, M dan DEBT serta uji
kointegrasi menggunakan Johansen Cointegration Test pada X & M, dapat
disimpulkan bahwa ULN pemerintah selama periode tersebut tidak
berkelanjutan untuk keempat negara tersebut.
3. Keempat negara tersebut telah mengimplementasikan kebijakan nilai tukar
mengambang terkendali atau managed floating exchange rate dengan
batasan atau band sebesar ±2% dan ±5%. Hal tersebut membuat keempat
negara tersebut dapat terhindar dari kemungkinan spillover negatif akibat
ketidak-berkelanjutannya ULN pemerintah yang mereka miliki.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yaitu:
1. Bagi pelaku ekonomi khususnya pemerintah dan bank sentral pada keempat
negara yang diteliti, temuan empiris ini memiliki implikasi penting terkait
kebijakan penarikan utang luar negeri dan kebijakan nilai tukar.
Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya pemerintah keempat negara
ASEAN dapat mencari sumber pendapatan lain selain utang luar negeri,
terutama untuk Indonesia dan Filipina. Misalnya dengan lebih
mengembangkan ekspor, penarikan pajak dan dengan memberantas korupsi
untuk menghemat anggaran. Sedangkan untuk Malaysia dan Thailand,
33
penurunan jumlah utang luar negeri sebaiknya dilakukan secara perlahan
dan dalam takaran batasan nilai tertentu. Hal tersebut untuk menghindarkan
negara dari spekulasi ekonomi. Selanjutnya, pemerintah pada keempat
negara ASEAN perlu untuk menjaga kestabilan sosial dan politik untuk
menjaga kestabilan ekonomi. Terkait dengan ASEAN menuju kondisi
optimum bersama, sebaiknya pemerintah pada negara-negara ASEAN mulai
melakukan penyelarasan kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan pertama
yang dapat diambil adalah dengan menyelaraskan kebijakan nilai tukar,
misalnya dengan melakukan penyamaan batasan atau band nilai tukar yang
digunakan.
2. Penelitian ini menggunakan uji ADF dan uji PP untuk menguji akar unit
pada data dan Johansen Cointegration Test untuk menguji kointegrasi data.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan jenis tes yang
lebih banyak agar dapat dibandingkan antar satu tes dengan yang lainnya
dan agar hasil penelitian menjadi lebih valid.
DAFTAR PUSTAKA
[BI] Bank Indonesia. 2013 Bank Indonesia. 2013. Statistika Ekonomi Keuangan
Indonesia VOL. XV NO.01. Jakarta (ID): BI
[DJPU] Direktorat Jendera Pengelolaan Utang Kemenkeu Indonesia. 2011.
Perkembangan Utang negara. Jakarta (ID): DJPU
[IMF] International Monetary Fund. 2012. Anual Report on Exchange Rate
Arrangements and Exchange Rate Restrictions. Washington DC (US) : IMF
Alam N, Taib F. 2012. An Investing of The Relationship of External Public Debt
With Budget Defisit, Current Account Deficit and Exchange Rate
Depreciation in Debt Trap and Non Debt Trap Countries. Europian Scintific
Journal. 9(22): 144-158
Azizi K, Canry N, Chatelain JB, Tinel B. 2012. Are No-Ponzi Game and
Transversality Conditions Relevant for Public Debt? A Keynesian
Appraisal. PERI University of Massachusetts Amherst Working Paper No.
296
Basdevant O, Wet T. 2000. Debt Sustainability and Exchange Rate Stabilisation:
Towards a New Theory. South African Journal of Economic and
Management Sciences. 3(3): 436-445
Cherif R, Hasanov F. 2012. Public Debt Dynamics: The Effect of Austerity,
Inflation and Growth Shocks. IMF Working Paper WP/12/230
Chowdhury A, Hossain A. 2000. Open Economy Macro Economics For
Developing Countries. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Inc
Corsetti G, Pesenti P, Roubini, N. 1999. What Caused The Asian Currency and
Financial Crisis. The National Bereau of Economic Research Working
Paper.
Destaings NN, Mohamed MS, Gideon M. 2013. Is Kenya’s Current Account
Sustainable? A Stationarity and Cointegration Approach. European
Scientific Journal. 9(25): 171-190
34
Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. Canada: John Willey and
Sons, Inc.
Feve P, Henin P. 1998. Une Evaluation Econométrique de la Soutenabilite de
laDette Extérieure des Pays en Development. Revue Economique. 49:075-
086.
Fischer S, Easterly W. 1990. The Economics of The Government Budget
Constraint. The World Bank Researcher Observer. 5(2): 127-142
Gujarati DD. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. Boston: The McGraw-
Hill Companies.
Hjalmarsson E, Osterholm P. 2007. Testing for Cointegration Using the Johansen
Methodology when variables are Near-Integrated. IMF Working Paper
WP/07/141
Ilzetski E, Reinhart CM, Rogoff KS. 2011. The Country Chronologies and
Background Material to Exchange Rate Arrangements into the 21st Century:
Will the Anchor Currency Hold? London (UK): London School of
Economics and Political Science.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press.
Leachman LL, Francis, BB. 2000. Multicointegration Analysis of the
Sustainability of Foreign Debt. Journal of Macroeconomics. 22(2): 207-227
Lindert PH, Kindleberger CP. 1986. Ekonomi Internasional. Burhanuddin
Abdullah, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
International Economics.
Lipsey R, Courant P, Purvis D, Steiner P. 1997. Pengantar Makroekonomi Jilid II.
Agus Maulana, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Economics 10th
Edition.
Mankiw, NG. 2006. Makroekonomi. Fitria Liza, penerjemah. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics 6th.
Moosa, Imad. 2004. International Finance: An Analytical Approach. Australia:
McGraw-Hill.
Neaime, S. 2004. Government Spending, Growth And Sustainability of Deficits
and External Public Debt: The Case of Lebanon. The Femise Program
(forum Euromeditereen Des Instituts De Sciences Economiques)
Neaime, S. 2009. Sustainability of Exchange Rate Policies and External Public
Debt in the Mena Region. Journal of Economics and International Finance.
2(1): 059-071
Riyadi, IA. 2012. Early Warning System Krisi Utang di Indonesia : Pendekatan
Business Cycle Theory [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salvatore, D. 1996. Ekonomi Internasional. Haris Munandar, penerjemah. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: International Economics.
Sjo, Bo. 2008. Testing for Unit Roots and Cointegration. Linkoping (SE):
Linkoping University
Sugema I, Chowdhury A. 2007. Has Aid Made the Government of Indonesia
Lazy?. Asia-Pacific Development Journal. 14(1): 105-120.
Tambunan, T. 2008. Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Turner D, Spinelli F. 2013. The Effect of Government Debt, Exernal Debt and
Their Interaction on OECD Interest Rate. OECD Working Paper
ECO/WKP(2013)95.
35
World Bank Catalog. 2013. International Debt Statistics 2013. Washington DC
(US) : WB
World Bank Catalog. 2013. World Development Indicators 2013. Washington DC
(US) : WB
Yuda, FM. 2013. Dampak Perkembangan keuangan dan Keterbukaan
Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1980-
2012 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Akar Unit Data
Indonesia
test Augmented Dickey-Fuller Test (ADF) Phillips Perron Test (PP)
Hipotesis (Ho) Hipotesis (Ho)
Variable Trend and Intercept Trend and Intercept
ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Lag PP t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Newey-West
DEBT_X -2.468168042 -4.219126404 -3.533083 0.341120041 1 -2.112344076 -4.211867775 -3.53 0.523076176 8
D(DEBT_X) -5.333400671** -4.234972308 -3.540328055 0.000568748 2 -11.127708468** -4.219126404 -3.533 1.34736E-19 37
CA_X -2.075008075 -4.234972308 -3.540328055 0.541712989 3 -4.045998392* -4.211867775 -3.53 0.015101057496355 2
D(CA_X) -4.289221047** -4.243643528 -3.54428386 0.008941077 3 -12.32884951 -4.219126404 -3.533 1.98441E-30 8
DEBT_GDP -0.776620152 -4.226814756 -3.536601078 0.958805536 2 -1.857562633 -4.211867775 -3.53 0.657030223 0
D(DEBT_GDP) -5.974458958** -4.226814756 -3.536601078 9.04639E-05 1 -7.897170593** -4.219126404 -3.533 1.16914E-07 6
DEBT_NX 1.9449802075 -4.262734896 -3.552972848 0.999993908 6 -4.664822920** -4.211867774 -3.529 0.0030775725 17
D(DEBT_NX) -6.35059577** -4.252878692 -3.548490483 4.001180E-05 4 -17.45600780 -4.219126404 -3.533 6.3887544e-58 33
X -3.491949916 -4.219126404 -3.533083456 0.05464398 1 -2.451772606 -4.211867775 -3.53 0.348923724 6
D(X) -4.921922360** -4.234972308 -3.540328055 0.001712029 2 -7.381745038** -4.219126404 -3.533 9.04587E-07 27
M -4.032673219* -4.219126404 -3.533083456 0.015833436 1 -2.415431167 -4.211867775 -3.53 0.366345298 9
D(M) -5.378861259 -4.226814756 -3.536601078 0.000477187 1 -8.810002545** -4.219126404 -3.533 1.21168E-09 37
DEBT -2.100648197 -4.211867775 -3.529757876 0.529337213 0 -2.100648197 -4.211867775 -3.53 0.529337213 0
D(DEBT) -5.656421434** -4.226814756 -3.536601078 0.000221741 1 -7.016172540** -4.219126404 -3.533 3.29855E-06 4
Keterangan :
a. (**) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 1%- b. (*) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 5%
37
Malaysia
test Augmented Dickey-Fuller Test (ADF) Phillips Perron Test (PP)
Hipotesis (Ho) Hipotesis (Ho)
Variable Trend and Intercept Trend and Intercept
ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Lag PP t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Newey-West
DEBT_X -1.893249532 -4.211867775 -3.529757876 0.638892209 0 -2.128078815 -4.211867775 -3.53 0.514652599 18
D(DEBT_X) -5.701688081** -4.226814756 -3.536601078 0.000195417 1 -7.090103711** -4.219126404 -3.533 2.56124E-06 10
CA_X -3.128194509 -4.211867775 -3.529757876 0.11418263 0 -3.10901418 -4.211867775 -3.53 0.118437264 3
D(CA_X) -7.113452558** -4.226814756 -3.536601078 2.64236E-06 1 -8.647314804** -4.219126404 -3.533 3.06216E-09 4
DEBT_GDP -0.914977902 -4.243643528 -3.54428386 0.942871905 4 -0.897206492 -4.211867775 -3.53 0.946180095 11
D(DEBT_GDP) -5.023395754** -4.243643528 -3.54428386 0.001365067 3 -7.397813596** -4.219126404 -3.533 8.52317E-07 11
DEBT_NX -0.671216451 -4.262734896 -3.55297284 0.967104280 6 -1.119260452 -4.211867774 -3.52 0.9126450074 8
D(DEBT_NX) -4.316671833** -4.262734896 -3.55297284 0.008779176 5 -19.85378634** -4.219126404 -3.53 6.388754E-58 32
X -3.512964849 -4.219126404 -3.533083456 0.05222448 1 -2.258490623 -4.211867775 -3.53 0.44557515 7
D(X) -5.440005567** -4.226814756 -3.536601078 0.000403249 1 -6.837620378** -4.219126404 -3.533 5.98202E-06 37
M -3.420666638 -4.243643528 -3.54428386 0.064848677 4 -2.732057629 -4.211867775 -3.53 0.230110185 4
D(M) -3.639725303* -4.252878693 -3.548490483 0.041097727 4 -6.103743931** -4.219126404 -3.533 5.77168E-05 16
DEBT -1.245516345 -4.211867775 -3.529757876 0.88648726 0 -1.344708733 -4.211867775 -3.53 0.861326343 1
D(DEBT) -5.701044484** -4.219126404 -3.533083456 0.00018413 0 -5.699491267** -4.219126404 -3.533 0.000184942 1
Keterangan :
a. (**) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 1%- b. (*) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 5%
38
Filipina
Test Augmented Dickey-Fuller Test (ADF) Phillips Perron Test (PP)
Hipotesis (Ho) Hipotesis (Ho)
Variable Trend and Intercept Trend and Intercept
ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Lag PP t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Newey-West
DEBT_X -2.76837369 -4.284580097 -3.562882356 0.218642793 8 -2.244074414 -4.211867775 -3.53 0.453108747 0
D(DEBT_X) -1.756407434 -4.284580097 -3.562882356 0.701166051 7 -7.499997233** -4.219126404 -3.533 5.80334E-07 3
CA_X -6.359449517** -4.234972308 -3.540328055 3.2145E-05 2 -4.141311155* -4.211867775 -3.53 0.011933822 5
D(CA_X) -4.263631938 -4.211867775 -3.529757876 0.008771928 0 -12.16622022 -4.219126404 -3.533 1.32805E-28 18
DEBT_GDP -2.283756868 -4.284580097 -3.562882356 0.429861032 8 -3.078364322 -4.211867775 -3.53 0.125524832 1
D(DEBT_GDP) -1.582806842 -4.284580097 -3.562882356 0.776678309 7 -13.07173041** -4.219126404 -3.533 1.19654E-40 3
DEBT_NX -7.563734064** -4.211867774 -3.529757876 4.073550E-07 0 -7.563734064** -4.211867774 -3.529 4.07355E-07 0
D(DEBT_NX) -8.224897749 -4.226814756 -3.53660107 2.992453E-08 1 -15.02300950 -4.219126404 -3.533 6.38875E-58 2
X -2.451138691 -4.284580097 -3.562882356 0.348199595 8 -2.562718106 -4.211867775 -3.53 0.298429777 0
D(X) -3.097204214 -4.252878693 -3.548490483 0.123084492 4 -7.740319819** -4.219126404 -3.533 2.2505E-07 2
M -2.395802294 -4.211867775 -3.529757876 0.375919184 0 -2.521939231 -4.211867775 -3.53 0.316490706 1
D(M) -5.808492291** -4.219126404 -3.533083456 0.0001 0 -5.806744990** -4.219126404 -3.533 0.0001 1
DEBT -2.595045361 -4.211867775 -3.529757876 0.284544507 0 -2.65258726 -4.211867775 -3.53 0.260793036 1
D(DEBT) -6.047730878** -4.219126404 -3.533083456 6.80114E-05 0 -6.045827957** -4.219126404 -3.533 6.83906E-05 4
Keterangan :
a. (**) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 1%- b. (*) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 5%
39
Filipina Khusus Variabel Stasioner pada I(2)
test Augmented Dickey-Fuller Test (ADF)
Hipotesis (Ho)
Variable Trend and Intercept
ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Lag
D(DEBT_X,2) -4.521258467** -3.661660534 -2.960411074 0.001116516 6
D(DEBT_GDP,2) -4.196465367* -4.284580097 -3.562882356 0.012294117 6
D(X,2) -4.354019943** -4.284580097 -3.562882356 0.008484117 6
Keterangan :
a. (**) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 1%
b. (*) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 5%
40
Thailand
test Augmented Dickey-Fuller Test (ADF) Phillips Perron Test (PP)
Hipotesis (Ho) Hipotesis (Ho)
Variable Trend and Intercept Trend and Intercept
ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Lag ADF t-stat Mackinnon 1% Mackinnon 5% Prob Newey-West
DEBT_X -1.460506887 -4.226814756 -3.536601078 0.825155222 2 -1.281371377 -4.211867775 -3.53 0.877897474 8
D(DEBT_X) -6.329853268** -4.226814756 -3.536601078 3.20712E-05 1 -8.589105326** -4.219126404 -3.533 4.20967E-09 3
CA_X -4.183039288* -4.211867775 -3.529757876 0.010751831 0 -4.143014875* -4.211867775 -3.53 0.01188328 1
D(CA_X) -9.149900241 -4.219126404 -3.533083456 1.43263E-10 0 -16.5663954 -4.219126404 -3.533 6.38875E-58 0
DEBT_GDP -0.674678902 -4.234972308 -3.540328055 0.967489799 3 -0.266433862 -4.211867775 -3.53 0.988935195 2
D(DEBT_GDP) -7.083677795** -4.219126404 -3.533083456 2.6186E-06 0 -7.027085884** -4.219126404 -3.533 3.17844E-06 1
DEBT_NX -4.256001760** -4.226814756 -3.536601078 0.00929841 2 -6.177477187** -4.211867774 -3.529 4.30023E-05 9
D(DEBT_NX) -6.388294044 -4.243643528 28386007207 3.24908E-05 3 -25.66350981 -4.219126404 -3.533 6.38875E-58 17
X -2.930797484 -4.211867775 -3.529757876 0.164418224 0 -2.887232268 -4.211867775 -3.53 0.177463448 4
D(X) -7.259277535** -4.219126404 -3.533083456 1.41282E-06 0 -10.443850286** -4.219126404 -3.533 1.425E-15 11
M -3.44470714 -4.219126404 -3.533083456 0.060439521 1 -2.802486763 -4.211867775 -3.53 0.205012173 4
D(M) -5.735873369** -4.219126404 -3.533083456 0.000166813 0 -6.531696830** -4.219126404 -3.533 1.58645E-05 10
DEBT -0.577453764 -4.211867775 -3.529757876 0.974862471 0 -0.577453764 -4.211867775 -3.53 0.974862471 0
D(DEBT) -4.996695411** -4.219126404 -3.533083456 0.001298323 0 -4.918855569** -4.219126404 -3.533 0.001602872 4
Keterangan :
a. (**) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 1%- b. (*) menunjukkan signifikansi pada taraf nyara 5%
41
Lampiran 2 Uji Lag Optimum
Indonesia
X&M
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 38.44331078 NA 0.000453 -2.024628 -1.936655 -1.993923
1 94.99514836 103.6784* 2.44e-05* -4.944175* -4.680255* -4.852060*
2 95.52156947 0.906614 2.97E-05 -4.751198 -4.311332 -4.597673
3 98.20412085 4.321888 3.22E-05 -4.678007 -4.062194 -4.463072
4 100.7380325 3.800867 3.53E-05 -4.596557 -3.804798 -4.320212
Malaysia
X&M
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 72.33094541 NA 6.89E-05 -3.907275 -3.819301 -3.87657
1 118.5592236 84.75184* 6.60e-06* -6.253290* -3.819301 -6.161175*
2 120.1323471 2.709268 7.58E-06 -6.118464 -5.678597 -5.964939
3 125.632024 8.860591 7.01E-06 -6.201779 -5.585966 -5.986844
4 126.9747492 2.014088 8.23E-06 -6.054153 -5.262393 -5.777807
Keterangan a. (*) menunjukkan nilai lag terkecil
42
Filipina
X&M
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 63.32159555 NA 1.14E-04 -3.406755 -3.318782 -3.37605
1 103.792447 74.19656 1.50e-05* -5.432914* -5.168994* -5.340799*
2 105.1038911 2.258598 1.75E-05 -5.28355 -4.843683 -5.130024
3 105.7898211 1.105109 2.11E-05 -5.099435 -4.483622 -4.884499
4 113.3811387 11.38698* 1.75E-05 -5.298952 -4.507193 -5.022607
Thailand
X&M
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 37.97581371 NA 4.65E-04 -1.998656 -1.910683 -1.967951
1 87.3771332 90.56909* 3.73e-05* -4.520952* -4.257032* -4.428837*
2 90.74316976 5.797063 3.88E-05 -4.485732 -4.045865 -4.332207
3 91.16369767 0.677517 4.76E-05 -4.286872 -3.671059 -4.071937
4 95.05644001 5.839114 4.84E-05 -4.280913 -3.489154 -4.004568
Keterangan :
a. (*) menunjukkan nilai lag terkecil
43
Lampiran 3 Uji Kointegrasi: Johansen Cointegration Test
Indonesia
X&M
Trace
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue Trace statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.344009147 23.78828703 25.87210793 0.08888166
At Most 1 0.184863031 7.767166564 12.5179829 0.271282681
Maximum Eigenvalue
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue
Max-Eigen
statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.344009147 16.02112047 19.38704006 0.144314136
At Most 1 0.184863031 7.767166564 12.5179829 0.271282681
Keterangan :
a. (*) menunjukkan penolakan Hipotesis nol pada 5%
44
Malaysia
X&M
Trace
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue Trace statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.329599668 22.31447135 25.87210793 0.130212351
At Most 1 0.170840462 7.119022428 12.5179829 0.332287482
Maximum Eigenvalue
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue
Max-Eigen
statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.329599668 15.19544892 19.38704006 0.183244292
At Most 1 0.170840462 7.119022428 12.5179829 0.332287482
Keterangan :
a. (*) menunjukkan penolakan Hipotesis nol pada 5%
45
Filipina
X&M
Trace
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue Trace statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.303111682 20.74395437 25.87210793 0.190552275
At Most 1 0.168699072 7.021010052 12.5179829 0.342350987
Maximum Eigenvalue
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue
Max-Eigen
statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.303111682 13.72294432 19.38704006 0.273236618
At Most 1 0.168699072 7.021010052 12.5179829 0.342350987
Keterangan :
a. (*) menunjukkan penolakan Hipotesis nol pada 5%
46
Thailand
X&M
Trace
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue Trace statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.283022436 19.20200121 25.87210793 0.268987607
At Most 1 0.158530146 6.558993444 12.5179829 0.392784782
Maximum Eigenvalue
Hypothesized No. of
CE Eigenvalue
Max-Eigen
statistic
0.05 Critical
Value Prob
None 0.283022436 12.64300777 19.38704006 0.35765371
At Most 1 0.158530146 6.558993444 12.5179829 0.392784782
Keterangan :
a. (*) menunjukkan penolakan Hipotesis nol pada 5%
47
Lampiran 4 Grafik X dan M untuk Uji Kointegrasi
Indonesia
0
5E+09
1E+10
1.5E+10
2E+10
2.5E+10
20
03
Q1
20
03
Q2
20
03
Q3
20
03
Q4
20
04
Q1
20
04
Q2
20
04
Q3
20
04
Q4
20
05
Q1
20
05
Q2
20
05
Q3
20
05
Q4
20
06
Q1
20
06
Q2
20
06
Q3
20
06
Q4
20
07
Q1
20
07
Q2
20
07
Q3
20
07
Q4
20
08
Q1
20
08
Q2
20
08
Q3
20
08
Q4
20
09
Q1
20
09
Q2
20
09
Q3
20
09
Q4
20
10
Q1
20
10
Q2
20
10
Q3
20
10
Q4
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
X M
48
Malaysia
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
8E+10
20
03
Q1
20
03
Q2
20
03
Q3
20
03
Q4
20
04
Q1
20
04
Q2
20
04
Q3
20
04
Q4
20
05
Q1
20
05
Q2
20
05
Q3
20
05
Q4
20
06
Q1
20
06
Q2
20
06
Q3
20
06
Q4
20
07
Q1
20
07
Q2
20
07
Q3
20
07
Q4
20
08
Q1
20
08
Q2
20
08
Q3
20
08
Q4
20
09
Q1
20
09
Q2
20
09
Q3
20
09
Q4
20
10
Q1
20
10
Q2
20
10
Q3
20
10
Q4
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
X M
49
Filipina
0
5E+09
1E+10
1.5E+10
2E+10
2.5E+102
00
3 Q
1
20
03
Q2
20
03
Q3
20
03
Q4
20
04
Q1
20
04
Q2
20
04
Q3
20
04
Q4
20
05
Q1
20
05
Q2
20
05
Q3
20
05
Q4
20
06
Q1
20
06
Q2
20
06
Q3
20
06
Q4
20
07
Q1
20
07
Q2
20
07
Q3
20
07
Q4
20
08
Q1
20
08
Q2
20
08
Q3
20
08
Q4
20
09
Q1
20
09
Q2
20
09
Q3
20
09
Q4
20
10
Q1
20
10
Q2
20
10
Q3
20
10
Q4
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
X M
50
Thailand
0
1E+10
2E+10
3E+10
4E+10
5E+10
6E+10
7E+10
8E+102
00
3 Q
1
20
03
Q2
20
03
Q3
20
03
Q4
20
04
Q1
20
04
Q2
20
04
Q3
20
04
Q4
20
05
Q1
20
05
Q2
20
05
Q3
20
05
Q4
20
06
Q1
20
06
Q2
20
06
Q3
20
06
Q4
20
07
Q1
20
07
Q2
20
07
Q3
20
07
Q4
20
08
Q1
20
08
Q2
20
08
Q3
20
08
Q4
20
09
Q1
20
09
Q2
20
09
Q3
20
09
Q4
20
10
Q1
20
10
Q2
20
10
Q3
20
10
Q4
20
11
Q1
20
11
Q2
20
11
Q3
20
11
Q4
20
12
Q1
20
12
Q2
20
12
Q3
20
12
Q4
X M
51
RIWAYAT HIDUP
Penulis memiliki nama lengkap Penny Septina, lahir di Jakarta pada tanggal
24 September 1993. Penulis merupakan anak satu-satunya dari pasangan Teddy
Lukmantara dan Lestari Widawati. Penulis memulai pendidikan di TK Islam
Rahmatull Umah dan melanjutkan pendidikan di SDN Cipinang Melayu 04
Jakarta tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 252
Jakarta pada tahun 2005 dan duduk dikelas percepatan atau akselerasi. Pada tahun
2007, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 71 Jakarta dan lulus tahun 2010.
Selanjutnya, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Manajemen melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan,
penulis aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum TPB pada tahun 2013
dan meraih penghargaan sebagai Asisten Terbaik peringkat 3 periode UAS tahun
pelajaran 2013/2014. Penulis juga pernah menjalankan program magang dan
bekerja lepas di Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia pada Juli &
Agustus 2013. Selain itu penulis pernah terlibat sebagai surveyor dalam penelitian
“Improving the Performance of Commuter Train in Jakarta” dari The Luskin
School of Public Affairs, University of California Los Angeles pada tahun 2014.
Penulis juga aktif menjadi anggota Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan sebagai staf Cooperation and External Relationship
(2012/2013) dan sebagai BPH Sekretaris Umum (2013/2014). Penulis juga pernah
menjadi Ketua Divisi Hubungan Masyarakat pada Acara Hipotex-R 2012.
Penulis juga aktif mengikuti kompetisi akademik tingkat mahasiswa. Pada
tahun 2013, penulis menjadi semifinalis Kompetisi Statistika Dasar, Statistikaria
2013 Departemen Statistika FMIPA IPB dan juga meraih Juara 2 dalam lomba
karya tulis ilimah nasional Hipotex-R 2013 Departemen IE FEM IPB. Selain itu
penulis berhasil lolos dalam Pekan Karya Ilmiah Penelitian yang dibiayai Dikti
pada tahun 2012.