analisis keadilan ekonomi dalam perspektif … · pernyataan mengenai tesis dan sumber informasi...

139
ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PADA AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK MUHAMMAD NURJIHADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: trinhdiep

Post on 09-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF

PEMBANGUNAN WILAYAH PADA AGRIBISNIS

TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK

MUHAMMAD NURJIHADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis
Page 3: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keadilan

Ekonomi dalam Perspektif Pembangunan Wilayah pada Agribisnis Tembakau

Virginia di Pulau Lombok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Muhammad Nurjihadi

NIM. H152110021

Page 4: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

RINGKASAN

MUHAMMAD NURJIHADI. Analisis Keadilan Ekonomi dalam Perspektif

Pembangunan Wilayah pada Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok.

Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN dan DEDDY S.

BRATAKUSUMAH.

Sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang dominan

digunakan sebagai strategi pembangunan ekonomi negara maupun wilayah.

Rasionalitas pasar dengan pilar kebebasan, individualisme dan persaingan

sempurna menjadi acuan utama para perencana kebijakan pembangunan ekonomi

yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu strategi yang

dikembangkan adalah penetapan sektor atau komoditas unggulan yang

disesuaikan dengan daya dukung dan kondisi wilayah setempat. Komoditas

tembakau virginia merupakan salah satu komoditas unggulan yang dianggap

penting untuk membangun perekonomian di wilayah Pulau Lombok.

Tembakau adalah komoditas yang kontroversial. Sebagai bahan baku

pembuatan rokok yang berbahaya bagi kesehatan manusia, produksi dan konsumsi

tembakau seharusnya dibatasi. Namun besarnya manfaat ekonomi yang diberikan

oleh industri pertembakauan membuat komoditas ini tetap dikembangkan sebagai

salah satu komoditas unggulan dalam pembangunan ekonomi wilayah, khususnya

di Pulau Lombok. Teori Cumulative Causation (CC Theory) menjelaskan bahwa

mekanisme pasar yang digerakkan oleh motif laba dapat mendorong

berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapan

laba tinggi, sementara wilayah-wilayah lain hanya dijadikan sebagai pemasok

sumberdaya untuk meraih laba yang tinggi di wilayah pusat itu. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya ketidakadilan ekonomi di mana wilayah maju menjadi

semakin maju, sedangkan wilayah terbelakang tetap terbelakang. Pasar juga

merupakan pelayan yang rajin bagi orang kaya namun tidak ramah kepada orang

miskin. Hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan dalam distribusi kesejahteraan.

Penelitian ini bermaksud untuk membuktikan apakah proses sebab-akibat

kumulatif (cumulative causation) itu terjadi pada sektor ekonomi pertembakauan.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keadilan

ekonomi secara mikro dengan menghitung margin nilai tambah (value added)

antara petani dan perusahaan industri tembakau dalam setiap satu hektar

pertanaman tembakau. Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis tingkat keadilan ekonomi secara makro (dalam perspektif

pembangunan wilayah) dengan menghitung besaran efek sebar (spread effect) dan

potensi efek pencucian balik atau penyedotan sumberdaya (backwash effect) pada

agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan

teknik survey dan disajikan secara deskriptif. Wilayah penelitian ditetapkan

secara purposive yang terdiri dari 10 desa yang tersebar di 8 kecamatan dan 2

kabupaten. Responden berjumlah 100 orang yang ditetapkan dengan teknik simple

random sampling di mana setiap desa sampel diwakili oleh 10 orang responden.

Data dianalisis dengan menggunakan rumus fungsi keuntungan (π = TR – TC)

yang dimodifikasi berdasarkan kondisi riil di lapangan. Analisis kewilayahan

(spread effect dan backwash effect) dilakukan dengan menghitung total nilai

Page 5: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

tambah wilayah dari agribisnis tembakau virginia Lombok untuk kemudian

dibandingkan dengan total nilai ekonomi tembakau tersebut setelah diproduksi

menjadi rokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakadilan ekonomi

secara mikro dalam agribisnis tembakau virginia Lombok dalam kaitannya dengan

distribusi nilai tambah (value added). Petani dalam penelitian ini dibagi ke dalam

lima kategori di mana kategori yang mendapat nilai tambah terbesar dari

usahataninya adalah kategori petani pengomprong bermitra. Petani yang

memperoleh nilai tambah terbesar itu hanya mampu mendapatkan nilai tambah

sebesar Rp 3.975.379,- per hektar per musim tanam dengan nilai R/C ratio sebesar

1,08. Pelaku ekonomi lainnya dalam agribisnis tembakau virginia ini, yakni

perusahaan industri rokok bisa mendapatkan keuntungan atau nilai tambah sebesar

Rp 212.520.000,- per satu hektar pertanaman tembakau setiap musim tanam.

Margin nilai tambah antara petani dan perusahaan itu mencapai Rp 208.544.621,-.

Hal ini berarti, petani dengan kategori yang berhasil mendapat keuntungan

terbesar itu hanya mampu mendapatkan 1,87% dari total pendapatan perusahaan

untuk setiap satu hektar pertanaman tembakau virginia Lombok per musim tanam.

Secara makro hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi

ketidakadilan ekonomi dalam konteks interaksi ekonomi antar wilayah.

Ketidakadilan itu terjadi karena tidak adanya pabrik rokok di wilayah Pulau

Lombok meskipun wilayah ini menjadi penghasil tembakau virginia terbesar di

Indonesia. Akibatnya aglomerasi ekonomi dan akumulasi nilai tambah terjadi di

wilayah lain tempat dilakukannya pengolahan tembakau, yakni wilayah Pulau

Jawa. Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok setelah diolah menjadi produk

rokok adalah , dari jumlah itu, yang mengendap dan

menjadi pendapatan wilayah Pulau Lombok, baik pendapatan masyarakat ataupun

pemerintah daerah adalah . Hal ini berarti bahwa total

potensi nilai tambah wilayah yang hilang atau dinikmati oleh wilayah lain

mencapai Rp 5.211.010.159.829,-. Artinya total nilai tambah wilayah yang bisa

diciptakan oleh adanya agribisnis tembakau virginia Lombok itu hanya sebesar

14,5% dari total nilai ekonominya. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa telah

terjadi efek pencucian balik atau efek penyedotan (backwash effect) yang kuat

dalam agribisnis tembakau virginia Lombok, sementara efek sebar (spread effect)

yang ditimbulkannya lemah, yakni hanya mencapai Rp 511.745.080.000,-.

Hasil penelitian ini memperkuat kembali hipotesis Gunnar Myrdal tentang

faktor sebab-akibat kumulatif (circular cumulative causation) yang menyebabkan

semakin kuatnya ketimpangan antar wilayah. Pasar jika dibiarkan bekerja secara

bebas dapat menyebabkan terjadinya pemusatan aktifitas ekonomi pada wilayah

tertentu yang memiliki potensi menghasilkan laba tinggi. Akibatnya daerah lain

sebagai penghasil bahan baku industri di daerah pusat itu dapat mengalami efek

pencucian balik (backwash effect) yang dapat menyebabkan wilayah itu tetap

tertinggal atau mengalami kemajuan pembangunan yang lamban.

Kata kunci: ekonomi pasar, keadilan ekonomi, nilai tambah, pembangunan

wilayah, tembakau virginia

Page 6: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

SUMMARY

MUHAMMAD NURJIHADI. Analysis of Economic Equity in Regional

Development Perspective on Virginia Tobacco Agribusiness in Lombok Island.

Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN and DEDDY S.

BRATAKUSUMAH.

Market economic system is a dominant economic system which was

chosen as national or regional economic development strategy. Market rationality

with freedom, individualism and perfect competition as its pillar had been a main

reference for development policy makers who make economic growth as the main

orientation. One of the strategies is establishment special commodities as leading

sector. Tobacco is one of a commodity which was chosen as important

commodity to develop regional economic in Lombok Island.

Tobacco is a controversial commodity. As raw material for cigarette

industries which have negative effect for human health, its production and

consumption should be restricted. Because of its favorability in economic

development, tobacco was become one of the important commodities, especially

for Lombok island. Circular cumulative causation theory explained that market

mechanism which was driven by profit motive could encourage economic

development centralized in certain regions which have high profit expectation,

meanwhile other regions are only as supplier of resources to achieve high profits

in the central region. This causes economic inequity in which developed regions

become more advanced regions, whereas the backward region remains

underdeveloped. Moreover, market is also a good waiter for the rich people but

unfriendly for the poor. This causes economic inequity in income distribution.

This study intends to prove whether the process of cumulative causation occurred

in the tobacco economic sector. In particular, this study aims to analyze the level

of economic equity (micro) by calculating margin of value added between the

farmers and the tobacco industry companies in every hectare of tobacco field.

Moreover, the purpose of this study is to analyze the level of economic equity (in

the perspective of regional development/macro level) by calculating the amount of

spread effect and backwash effect on virginia tobacco agribusiness in Lombok

Island.

This research is using quantitative and qualitative method in survey

technique. Report of the study is present in the form of descriptive. Research areas

were determined purposively. The selected research areas consist of 10 villages

which are spread in 8 districts. There were 100 respondents which were chosen by

simple random sampling technique. Each village is represented by 10 respondents.

Data was analyzed by profit function formula (π = TR – TC) with some

modification based on real condition in the field. While regional economic

analysis (spread effect and backwash effect) analyzed by calculating regional

income (value added) from virginia tobacco agribusiness and compare it with total

economic value of virginia tobacco.

Research result showed that there was economic inequity in micro level on

Lombok virginia tobacco agribusiness. Farmers with the biggest profit category in

virginia tobacco agribusiness were only able to get value added of Rp 3,975,379, -

Page 7: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

per hectare per cropping season with the R / C ratio of 1.08. While the tobacco

industry companies could benefit (value added) of Rp 212,520,000, - for each

hectare of tobacco field in one cropping season. Thus the margin of value added

between the farmers and the companies is Rp 208,544,621, -. It means that

farmers in the biggest benefit category were only able to get 1.87% of the

company total income for every one hectare of virginia tobacco field in Lombok

Island.

At the macro level, research result showed that there is economic inequity

in Lombok virginia tobacco agribusiness in the context of economic interaction

between two regions. In this case, Lombok Island as producer of virginia tobacco

and Java Island as industrial center to produce a cigarette. The economic value of

Lombok virginia tobacco after being processed into tobacco products (cigarette) is

Rp 6,098,400,000,000, -. Of that amount, which settles and becomes regional

income for Lombok Island region, either the community value added or the local

government income is Rp 887,389,840,171, -. Thus, the total of potential regional

lost value or enjoying by other regions is Rp 5,211,010,159,829, -. It means that

the total of regional value added which can be created by the presence of virginia

tobacco agribusiness is only 14.5% from the total economic value of Lombok

virginia tobacco. This means that there has been strong backwash effect, while the

spread effect resulting is weak, which only reached Rp 511,745,080,000, -.

Results of this study reinforce the hypothesis of Gunnar Myrdal on

circular cumulative causation theory that free market causes the growing

inequality across the regions. If the market is allowed to work freely, it can lead

the concentration of economic activity in certain regions that have a high potential

for generating profits. While other regions as a producer of industries raw material

in the central region can experience backwash effect. This causes the region

stagnant to growth or slow progress in development.

Keywords: economic equity, market economy, regional development, tobacco of

virginia, value added

Page 8: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 9: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF

PEMBANGUNAN WILAYAH PADA AGRIBISNIS

TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

MUHAMMAD NURJIHADI

Page 10: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

2

Penguji pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, MS, DEA

Page 11: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

Judul Tesis : Analisis Keadilan Ekonomi Dalam Perspektif Pembangunan Wilayah Pada Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok

Nama : Muhammad Nurjihadi

NTM : H1521 10021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

M.Sc. PhD

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

I

~. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Tanggal Ujian: 1 Juli 2013 Tanggal Lulus: 2 3 AU G20 13

Page 12: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

3

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan karunia dan

rahmatNya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2013 ini adalah

keadilan ekonomi dengan judul Analisis Keadilan Ekonomi dalam Perspektif

Pembangunan Wilayah pada Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok.

Pengembangan agribisnis tembakau di Indonesia selalu dihadapkan pada

dilema tentang dampak negatif rokok sebagai produk olahan tembakau terhadap

kesehatan pada satu sisi dan manfaat ekonomi yang diciptakannya pada sisi lain.

Kemampuan menyerap tenaga kerja, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB) serta sumbangannya terhadap pendapatan nasional melalui cukai selalu

menjadi alasan dipertahankannya sektor ekonomi tembakau di tengah kuatnya

kampanye anti tembakau global. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui

seberapa besar manfaat ekonomi yang diterima masyarakat pelaku ekonomi

tembakau serta untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah wilayah yang dapat

diciptakan di wilayah penghasilnya, yakni Pulau Lombok. Penelitian ini khusus

mengkaji fenomena keadilan ekonomi pada agribisnis tembakau itu untuk

tembakau jenis virginia yang dominan diusahakan di Pulau Lombok.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Arya Hadi

Dharmawan, M.Sc.Agr dan Bapak Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE., MURP.,

M.Sc., PhD selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada

bapak Prof. Dr. Didin S Damanhuri, MS, DEA selaku penguji yang telah banyak

memberikan masukan dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Penghargaan yang

tinggi juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah turut berkontribusi

dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) yang telah mensponsori penulis dalam

menjalankan studi S2 melalui program Beasiswa Unggulan (BU).

Karya ini saya persembahkan untuk orang-orang tercinta. Untuk ayah dan

ibu, meski tidak akan bisa membacanya, do‟a dan harap yang mereka pelihara

hingga akhir hayat telah mengantar saya sampai titik ini. Buat kak Agus, kak Heri,

kak Dina dan semua adik-adikku, terimakasih untuk segenap korbanan dan cinta

kalian. Persembahan ini juga saya tujukan untuk sahabat saya di Squad; Lisma,

Edwin, Nadhirah, Efa, Evan, Saiful dan Retno. Juga untuk orang yang bayangnya

menemani imajinasiku menyelesaikan karya ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri, keluarga,

masyarakat, agama, bangsa dan negara. Penulis terbuka untuk kritik dan saran

yang membangun.

Bogor, Juli 2013

Muhammad Nurjihadi

Page 13: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

4

Page 14: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

5

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

xi

xii

xiii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

1

6

10

10

TINJAUAN PUSTAKA

Mazhab-Mazhab Pembangunan Ekonomi

Sistem Ekonomi Pasar (Market Economic)

Sistem Ekonomi Terpusat (State Based Economy)

Sistem Ekonomi Heterodoks

Ekonomi Wilayah

Keterkaitan Ekonomi dan Wilayah

Kebocoran Ekonomi Wilayah

Keterkaitan Desa – Kota

Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) dan Faktor Sebab-Akibat -

Kumulatif (Circular Cumulative Causation) Gunnar Myrdal

Konsep Agribisnis

11

11

16

20

25

25

26

30

31

35

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Operasional

Hipotesis Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Rancangan Penelitian

Unit Analisis

36

43

43

43

43

Page 15: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

6

Data

Kualifikasi Data

Teknik Pengumpulan Data

Metode Penentuan Wilayah Sampel dan Responden

Variabel yang Diamati

Metode Analisis Data

Analisis Keadilan Ekonomi Berdasarkan Jumlah Nilai -

Tambah dan Margin Nilai Tambah Petani-Perusahaan

Analisis Keadilan Ekonomi Berdasarkan Efek Sebar (Spread -

Effect) dan Efek Pencucian Balik (Backwash Effect)

Definisi Operasional

44

44

44

45

47

48

48

49

57

GAMBARAN UMUM PULAU LOMBOK

Wilayah Administrasi dan Kondisi Alam Pulau Lombok

Penduduk dan Ketenagakerjaan

Struktur Perekonomian Wilayah

Agribisnis Tembakau di Pulau Lombok

Potensi Pengembangan Wilayah Pulau Lombok

58

59

61

62

67

KEADILAN EKONOMI DALAM AGRIBISNIS TEMBAKAU

VIRGINIA LOMBOK: MARGIN NILAI TAMBAH PETANI -

PERUSAHAAN

Tingkat Keuntungan Usahatani

Tingkat Keuntungan Perusahaan

Margin Nilai Tambah Petani-Perusahaan

Ekonomi Politik Tembakau Dalam Agribisnis Tembakau Virginia

di Pulau Lombok

Bisnis Gelap Oknum Perusahaan

Ketergantungan Ekonomi Petani

Fenomena Self Exploitation

68

84

87

89

94

96

98

Page 16: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

7

KEADILAN EKONOMI DALAM AGRIBISNIS TEMBAKAU

VIRGINIA LOMBOK: EFEK SEBAR (Spread Effect) DAN EFEK

PENCUCIAN BALIK (Backwash Effect)

Nilai Ekonomi Tembakau Virginia Lombok

Efek Sebar (Spread Effect)

Efek Pencucian Balik (Backwash Effect)

100

102

106

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Saran

114

115

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

Page 17: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

8

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1. Wilayah sampel yang dipilih beserta alasannya

Tabel 4.1. Komposisi penduduk Nusa Tenggara Barat berdasarkan

kelompok umur

Tabel 4.2. Jumlah pekerja menurut sektor di Pulau Lombok tahun

2011

Tabel 4.3. Distribusi nilai tambah dan laju pertumbuhan PDRB

pada tiga kabupaten Pulau Lombok menurut sektor atas

dasar harga konstan tahun 2000

Tabel 4.4. Perkembangan luas areal dan produksi tembakau di

Pulau Lombok

Tabel 4.5. Distribusi dana bagi hasil cukai tembakau di Provinsi

NTB

Tabel 4.6. Jumlah dan prosentase penduduk miskin di Provinsi

NTB tahun 2002-2011

Tabel 5.1. Rekapitulasi analisis usahatani tembakau virginia

Lombok selama empat tahun terakhir di PT.Djarum

station Lombok

Tabel 5.2. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk

petani pengomprong bermitra

Tabel 5.3. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk

petani pengomprong swadaya

Tabel 5.4. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk

petani swadaya tidak mengomprong

Tabel 5.5. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk

pengomprong bermitra

Tabel 5.6. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk

pengomprong swadaya

Tabel 5.7. Rekapitulasi analisis usahatani dalam agribisnis

tembakau virginia Lombok

Tabel 5.8. Bobot, harga dan biaya cukai rokok yang diamati

Tabel 5.9. Distribusi dana bagi hasil cukai tembakau di Provinsi

NTB

Tabel 6.1. Analisis usahatani petani pengomprong bermitra

Tabel 6.2. DBHCT yang diterima pemerintah daerah se Provinsi

NTB

46

59

60

61

63

64

67

70

72

75

77

80

82

82

85

90

103

111

Page 18: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

9

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1.1. Umur mulai merokok Indonesia tahun 1995, 2001, 2004,

2007, 2010

Gambar 2.1. Konsep Agribisnis Suharjo

Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian

Gambar 4.1. Luas areal dan produksi tembakau virginia Lombok

tahun 1995-2012

Gambar 4.2. Sebaran kesesuaian lahan untuk pertanaman tembakau di

Pulau Lombok

Gambar 4.3. Peta kesesuaian ekonomi tembakau di Pulau Lombok

7

35

42

63

65

66

Page 19: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis
Page 20: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara produsen daun

tembakau terbesar di dunia. Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat

bahwa pada tahun 2007 total produksi tembakau dunia mencapai 6.311.103 ton.

Indonesia menyumbang 164.851 ton (2,6%) dari total produksi tembakau dunia

tersebut. Jika diranking, Indonesia berada pada urutan ke 5 sebagai produsen daun

tembakau terbesar dunia. Adapun produsen terbesar adalah China dengan

2.397.200 ton (38%), disusul Brasil dengan 919.393 ton (14,6%), India dengan

produksi 555.000 ton (8,8%), dan Amerika Serikat yang memproduksi 353.177

ton (5,6%). Sisanya tersebar di beberapa negara seperti Pakistan, Italia, Turki,

Zimbabwe, Yunani, dan negara-negara lainnya (FAO, 2007).

Tembakau merupakan komoditas yang kontroversial. Bagi sebagian

masyarakat, terutama di tiga provinsi penghasil utama tembakau, yaitu Jawa

Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah tembakau merupakan primadona,

jalan hidup (way of life), sumber pendapatan utama, dan bahkan sudah menjelma

menjadi tradisi ekonomi yang sulit dihentikan. Fakta sosio-ekonomi seperti ini

dihadapkan pada fakta lain di mana tembakau merupakan bahan baku utama

produk rokok yang berbahaya bagi kesehatan. Perdebatan tentang bahaya

kesehatan rokok dan manfaat ekonomi yang ditimbulkan industri itu sudah

berlangsung sejak dekade 1990-an dan tidak pernah menemukan titik temu. Hal

itu menyebabkan pemerintah kesulitan untuk mengambil sikap yang tegas dan

jelas terhadap industri pertembakauan ini. Akibatnya pertumbuhan dan

perkembangan industri ini digerakkan oleh mekanisme pasar yang bertumpu pada

tiga pilar, yaitu kebebasan, menjunjung tinggi hak-hak individu, dan persaingan.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan penyumbang produksi daun

tembakau terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI), pada tahun

2009, produksi tembakau nasional mencapai 235.987 ton yang terdiri dari

172.450 ton tembakau rakyat dan 63.537 ton tembakau virginia. Provinsi NTB

menyumbang 57.707,2 ton atau 24,5% dari total produksi nasional tersebut yang

terdiri dari 51.353 ton tembakau virginia (80,8% total produksi tembakau virginia

nasional) dan 6.354,2 ton tembakau rakyat (3,7% total produksi tembakau rakyat

nasional). Berdasarkan data diatas didapat pula informasi bahwa 89% dari total

produksi tembakau di NTB merupakan jenis tembakau virginia dan sisanya

merupakan jenis tembakau rakyat (Kementan RI, 2011). Daerah sebaran utama

penanaman tembakau di Provinsi NTB adalah Kabupaten Lombok Timur. Basuki,

et al. (2003) menjelaskan bahwa pada tahun 2003 kabupaten Lombok Timur

memproduksi 21.972 ton tembakau atau 76,81% dari total produksi tembakau di

NTB saat itu.

Dinas Perkebunan Provinsi NTB (Disbun NTB) menjelaskan bahwa

agribisnis tembakau virginia mulai diusahakan di Pulau Lombok sejak tahun

1969 bersamaan dengan masuknya PT. Faroka Tbk. Langkah PT. Faroka ini

kemudian diikuti oleh PT. British American Tobacco (BAT) Indonesia pada tahun

Page 21: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

2

1971 serta PTP.XXVII dan NV GIEB pada tahun 1974. Memperhatikan

keberhasilan rintisan usahatani tembakau virginia di Pulau Lombok, maka secara

bertahap hadir perusahaan-perusahaan lain untuk turut mengembangkan tembakau

virginia. Perusahaan – perusahaan yang dimaksud adalah PT. Djarum pada tahun

1980, PT. Anugrah Alam Abadi, PT. Mangli Jaya Raya, PT. Cakrawala pada

tahun 1987 serta PT. Tresno Bentoel pada tahun 1989. Langkah ini disusul oleh

PT. Trisno Adi, PT. HM. Sampoerna, PT. Sadhana Arifnusa dan PT. Gelora Djaja

dan UD. Nyoto Permadi tahun 1999. (Disbun NTB, 2002).

Susrusa dan Zulkifli (2009) menjelaskan bahwa agribisnis tembakau

virginia di Pulau Lombok dikembangkan dengan sistem kemitraan melalui pola

Perusahaan Inti Rakyat (PIR) di mana perusahaan-perusahaan industri rokok

menjadi inti dan petani sebagai plasma. Perusahaan berkewajiban memberikan

bantuan kepada petani baik bantuan teknis maupun non teknis dalam proses

usahatani. Praktek di lapangan yang dilakukan perusahaan umumnya adalah

memberikan bantuan kredit kepada petani dalam bentuk penyediaan sarana

produksi seperti pupuk, pestisida, benih, dan lain-lain. Selain itu, perusahaan juga

memberikan bantuan penyuluhan dan pembimbingan teknis kepada petani dalam

menjalankan usahatani tembakau, baik pada saat ditanam (on farm) maupun pada

proses pengolahan atau pengomprongan tembakau (off farm). Sebagai imbalan

atas bantuan itu, perusahaan mewajibkan petani menjual hasil panennya hanya

kepada perusahaan yang memberikan bantuan itu. Selanjutnya kredit yang

diberikan perusahaan itu dihitung sebagai hutang yang harus dilunasi ke

perusahaan. Hutang sarana produksi yang sudah diberikan kepada petani itu

secara otomatis akan dibayar saat petani menjual produk tembakaunya ke

perusahaan dengan cara memotong atau mengurangi nilai pembayaran tembakau

petani oleh perusahaan. Pada satu sisi, pola kemitraan ini memberikan keuntungan

kepada kedua belah pihak, di mana petani mendapatkan keuntungan karena

mendapat bantuan, bimbingan dan sekaligus memiliki tujuan pasar yang jelas

sehingga petani tidak perlu khawatir soal pemasaran, perusahaan juga

diuntungkan karena dengan pola ini perusahaan dapat menghimpun hasil produksi

tembakau petani yang sesuai dengan kebutuhannya. Tapi pada sisi lain, pola ini

justeru merugikan petani karena dalam prakteknya, harga ditentukan secara

sepihak oleh perusahaan, sementara petani kian tergantung pada perusahaan.

Berkembangnya agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok secara

signifikan telah meningkatkan pendapatan petani. Studi yang dilakukan Nurjihadi

(2011) membuktikan bahwa agribisnis tembakau telah berhasil meningkatkan

taraf hidup masyarakat. Peningkatan taraf hidup itu terlihat pada peningkatan daya

beli, perbaikan kondisi perumahan, peningkatan tingkat pendidikan dan perubahan

gaya hidup. Beberapa tahun terakhir ini petani tidak lagi merasakan peningkatan

pendapatan yang signifikan dalam agribisnis tembakau virginia yang dilakukan.

Hal ini disebabkan karena harga ditentukan secara sepihak oleh perusahaan

sebagai konsekuensi dari pola kemitraan yang diterapkan.

Tembakau merupakan komoditas komersial bernilai tinggi (high value

commodity), oleh karenanya tembakau merupakan salah satu komoditas yang

tidak luput dari perhatian para pemilik modal. Artinya industri tembakau

merupakan salah satu tujuan investasi penting bagi para pemilik modal, baik

pemodal asing maupun domestik untuk mengakumulasi modal dan menumpuk

Page 22: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

3

kekayaan. Badan Pusat Statistik Provinsi NTB (BPS NTB) dalam tabel Input-

Output tahun 2004 mencatat bahwa share tembakau terhadap PDRB NTB adalah

Rp 466,020 miliar atau setara dengan 1, 57%. Ironisnya, dari total share terhadap

PDRB itu, Rp 348, 604 miliar diantaranya (74,80%) masuk ke kantong para

pemilik modal dalam bentuk surplus usaha sedangkan sisanya yang hanya

115,621 miliar (24, 81%) terdistribusi kepada 57. 287 orang petani dan para

pekerja perusahaan serta buruh tani (BPS NTB, 2004).

Ketimpangan ekonomi dalam agribisnis tembakau itu juga terlihat jelas

dari data yang disampaikan Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli

Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) yang mengambil data dari

statistik upah BPS tahun 2005. Data itu menunjukkan bahwa upah rata-rata petani

tembakau adalah Rp 15.900 per hari atau Rp 413.374 per bulan dengan rata-rata

lama bekerja 7 jam per hari. Jumlah itu jauh lebih kecil dari pada rata-rata upah

nasional yang mencapai Rp 883.693 (hanya 47%). Jika dibanding dengan Upah

Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Lombok Timur maka rata-rata upah

petani tembakau itu hanya 50% dari UMK Lombok Timur. Sementara pada saat

yang bersamaan, perusahaan rokok mencatat nilai keuntungan yang fantastis. Pada

triwulan ke tiga tahun 2008, HMS mencatat keuntungan bersih sebesar Rp 3,1

Triliun, sementara GG sampai pertengahan tahun 2008 mendapat keuntungan

sebesar Rp 891,3 Miliar. Belum lagi keuntungan yang didapat oleh perusahaan

rokok lainnya seperti Bentoel, BAT, PMI, dan perusahaan lainnya (TCSC IAKMI,

2008).

Ketika upah rata-rata petani tembakau jauh dibawah rata-rata upah

nasional dan perusahaan rokok meraup keuntungan dengan nilai yang fantastis,

pertanyaannya kenapa petani tembakau (khususnya di Pulau Lombok) masih

bertahan dan tetap bergantung pada agribisnis tembakau virginia. Nurjihadi

(2011) dalam laporan penelitiannya menyampaikan sebuah fakta yang tegas

tentang hal itu. Menurutnya ketergantungan petani terhadap agribisnis tembakau

virginia di Pulau Lombok terjadi karena adanya anggapan petani bahwa tembakau

merupakan usaha yang dapat menghasilkan keuntungan besar. Anggapan itu

membuat petani enggan meninggalkan usahatani ini meskipun pada faktanya

terjadi penurunan hasil atau keuntungan petani dalam beberapa musim tanam

terakhir. Sebab lain dari ketergantungan ini adalah terwariskannya usahatani ini

secara turun temurun sehingga membuat petani merasa tidak memiliki keahlian

lain selain mengusahakan agribisnis tembakau. Disamping itu, kondisi iklim yang

sangat sesuai dengan tembakau juga menjadi sebab lain ketergantungan petani

terhadap agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok.

Kesimpulan yang disampaikan Ahsan (2008) dalam penelitiannya

memperkuat argumen ketimpangan pendapatan pada agribisnis tembakau itu

dengan menyatakan bahwa petani tembakau selama beberapa tahun terakhir

mengalami kerugian massal. Untuk kasus petani tembakau virginia Lombok,

Ahsan menyebut selama kurun waktu 2002-2008 hanya sekitar 10% petani yang

memperoleh keuntungan sementara sisanya mengalami kerugian, kecuali pada

tahun 2006. Selain karena pengaruh iklim (curah hujan yang terlalu tinggi atau

justeru kekeringan yang panjang), kerugian itu juga terjadi karena petani memiliki

posisi tawar yang lemah dalam proses penetapan harga jual tembakaunya.

Sebagaimana dikatakan Susrusa dan Zulkifli (2009), dalam agribisnis tembakau di

Page 23: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

4

Pulau Lombok yang dikembangkan dengan model kemitraan menempatkan

perusahaan mitra sebagai pihak yang memiliki pengaruh dan posisi tawar lebih

besar dalam menentukan harga daripada petani. Kondisi ini membuat terciptanya

hubungan yang cenderung bersifat eksploitatif dan parasitik yang dilakukan oleh

perusahaan terhadap petani dalam proses kemitraan yang terjalin diantara

keduanya. Penetapan harga sepenuhnya berada di tangan perusahaan yang

menggunakan sistem grading. Grader yang ditunjuk perusahaan memiliki

kewenangan subjektif untuk menentukan grade tembakau petani yang kemudian

mempengaruhi harga jual tembakau petani tersebut. Ironisnya, petani tidak pernah

diinformasikan secara jelas tentang standar grade. Akibatnya petani sering kali

merasa bahwa tembakau yang seharusnya masuk dalam grade yang tinggi, dibeli

perusahaan dengan harga tembakau untuk grade yang lebih rendah.

Secara umum perekonomian wilayah di NTB digerakkan oleh sektor

pertanian. Sebanyak 74% masyarakat NTB menggantungkan hidupnya pada

sektor pertanian (BPS, 2004). Basuki, et al. (2003) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa kinerja pertanian di NTB masuk dalam kategori „baik‟

berdasarkan indikator-indikator pembangunan pertanian. NTB dalam laporan itu

dinilai berhasil dalam memenuhi kriteria indikator pembangunan pertanian seperti

(1) nilai investasi PMA sektor pertanian; (2) peningkatan produksi pangan dan

hortikultura; (3) peningkatan produksi tanaman perkebunan; (4) peningkatan

produksi peternakan dan perikanan; (5) nilai PDRB sektor pertanian, 6) serapan

tenaga kerja sektor pertanian; (7) ketahanan pangan; (8) tingkat keuntungan

usahatani; (9) pendapatan rumah tangga petani dan tingkat kemiskinan. Semenatra

itu indikator yang kinerjanya buruk adalah: (1) ekspor hasil pertanian; (2) nilai

tukar petani; (3) produksi beberapa komoditas perkebunan, pertanian dan

perikanan yang turun.

Sektor pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, peternakan, dan perikanan) merupakan salah satu sektor unggulan

dalam rencana pembangunan wilayah Provinsi NTB, khususnya Pulau Lombok.

Pada triwulan III tahun 2012 total PDRB provinsi NTB adalah Rp.13,086 Trilliun

dengan memasukkan sektor pertambangan non migas dan Rp.11,043 Trilliun

tanpa sektor pertambangan non migas. Kontribusi (share) sektor pertanian

terhadap PDRB Provinsi NTB pada triwulan III tahun 2012 mencapai Rp.3,7

Trilliun atau 28% dari total PDRB dengan memasukkan sektor pertambangan non

migas dan 34% tanpa pertambangan non migas. Secara umum struktur pembentuk

PDRB NTB ini lebih didominasi oleh sektor primer (sektor pertanian) yang

dicirikan dengan rendahnya share sektor industri pengolahan terhadap PDRB.

Adapun nilai kontribusi sektor industri pengolahan dalam PDRB NTB pada

triwulan III tahun 2012 adalah Rp.507 Milliar atau 3,87% dari total PDRB dengan

sektor pertambangan non migas dan 5% dari total PDRB tanpa sektor

pertambangan non migas (BPS NTB, 2012).

Pengaruh agribisnis tembakau dalam perekonomian wilayah NTB belum

terlihat signifikan. Efek pengganda (Multiplier effect) yang ditimbulkannya

berupa backward linkage (keterkaitan ke belakang) atau disebut juga derajat

kepekaannya sebesar 1,75 sedangkan forward linkage (keterkaitan ke depan) atau

disebut juga daya penyebarannya sebesar 1,18 (BPS NTB, 2004). Nilai derajat

kepekaan (backward linkage) sebesar 1,75 berarti bahwa setiap Rp 1 permintaan

Page 24: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

5

akhir akan menyebabkan peningkatan output perekonomian sebesar Rp 1,75. Hal

ini terjadi karena bergeraknya sektor lain untuk mendukung pelaksanaan

agribisnis tembakau itu. Sedangkan forward linkage yang hanya sebesar 1,18

menunjukkan bahwa agribisnis tembakau hanya mampu menggerakkan sedikit

sektor di hilir, dalam kasus ini agribisnis tembakau hanya menggerakkan tumbuh

dan berkembangnya industri rokok.

Pusat pengolahan daun tembakau menjadi produk rokok tersebar di Pulau

Jawa dan umumnya membuka kantor pusat di Jakarta. Daerah-daerah yang

menjadi tempat produksi rokok adalah Kediri, Surabaya, Semarang, Kudus, dan

sebagainya. Sebagian perusahaan rokok yang skalanya cukup kecil memang ada

yang menjalankan usahanya di luar Pulau Jawa, namun jumlahnya sangat sedikit.

Sementara itu Pulau Lombok sebagai salah satu penghasil daun tembakau terbesar

di Indonesia serta penghasil tembakau jenis virginia terbesar pertama di Indonesia

tidak memiliki pabrik rokok sama sekali. Hal ini dapat dipahami, sebagaimana

dijelaskan Myrdal dalam Jhingan (1999:211-212) bahwa pemberlakuan pasar

bebas membuat hampir semua aktifitas ekonomi menumpuk di suatu wilayah

yang sudah lebih dulu maju, dalam hal ini wilayah Pulau Jawa adalah wilayah

yang lebih dulu maju dan wilayah Pulau Lombok adalah wilayah yang tertinggal.

Pulau Lombok sebagai wilayah tertinggal berperan sebagai pemasok bahan

mentah (raw material) berupa tembakau untuk kemudian diolah di Pulau Jawa.

Tidak adanya industri pengolahan daun tembakau di Pulau Lombok

membuat Pulau Lombok menjadi daerah Pheripery atau hinterland dalam

mendukung pembangunan ekonomi (tembakau) di Pulau Jawa sebagai pusat

pertumbuhan secara nasional. Sebagaimana hipotesis Myrdal yang dikutip

Jhingan (1999:212) bahwa wilayah maju sebagai pusat pertumbuhan cenderung

menyebabkan efek pencucian balik (backwash effect) yang lebih besar daripada

efek sebar (spread effect). Kondisi seperti itu membuat wilayah maju menjadi

semakin maju sementara wilayah tertinggal mengalami stagnasi pembangunan

dan bahkan menjadi semakin tertinggal karena semakin berkurangnya kapasitas

daya dukung lingkungan akibat penyedotan (backwash) oleh wilayah maju itu.

Indikasi adanya efek pencucian balik (backwash effect) yang lebih besar

daripada efek sebar (spread effect) dalam hubungan ekonomi pada industri

pertembakauan dapat dilihat dari struktur PDRB daerah yang menunjukkan

tingginya kontribusi sektor primer (pertanian, termasuk perkebunan tembakau)

dan rendahnya kontribusi sektor sekunder (industri pengolahan). Selain itu

indikasi backwash itu juga dapat dilihat dari data input-output provinsi NTB tahun

2004 sebagaimana dijelaskan sebelumnya di mana tingkat keterkaitan ke belakang

(backward linkage) sektor tembakau dalam perekonomian wilayah NTB hanya

1,7 sementara keterkaitan ke depan (forward linkage) hanya sebesar 1,1. Analisis

secara lebih spesifik terhadap proses terjadinya efek penyedotan atau efek

pencucian balik (backwash effect) pada industri tembakau virginia di Pulau

Lombok itu dapat didekati dengan pendekatan analisis keadilan ekonomi yang

menggunakan data sebaran nilai tambah. Cara ini dilakukan untuk melihat besaran

pendapatan petani tembakau virginia dalam usahataninya (mikroekonomi)

sekaligus menganalisis proses pembangunan wilayah berbasis tembakau

(makroekonomi). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keadilan

ekonomi pada agribisnis tembakau virginia Lombok secara mikro, yakni antara

Page 25: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

6

perusahaan dan petani dan secara makro dalam konteks hubungan antar wilayah

(regional relation). Sampai saat ini belum ada penelitian yang mencoba

menganalisis keadilan ekonomi dalam agribisnis tembakau virginia Lombok,

terutama yang menggunakan perspektif kewilayahan. Hal itulah yang membuat

perlunya melakukan penelitian ini.

Perumusan Masalah

Sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang dominan

digunakan sebagai strategi pembangunan ekonomi negara maupun wilayah.

Rasionalitas pasar dengan pilar kebebasan, individualisme dan persaingan

sempurna menjadi acuan utama para perencana kebijakan pembangunan ekonomi

dengan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu strategi yang

dikembangkan adalah penetapan sektor atau komoditas unggulan yang

disesuaikan dengan daya dukung dan kondisi wilayah setempat. Komoditas

tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan yang dianggap penting untuk

membangun perekonomian di wilayah Pulau Lombok, utamanya tembakau jenis

virginia.

Tembakau merupakan komoditas yang kontroversial. Bagi sebagian

masyarakat, terutama di tiga provinsi penghasil utama tembakau, yaitu Jawa

Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah tembakau merupakan primadona,

jalan hidup (way of life), sumber pendapatan utama, dan bahkan sudah menjelma

menjadi tradisi ekonomi yang sulit dihentikan. Fakta sosio-ekonomi seperti ini

dihadapkan pada fakta lain di mana tembakau merupakan bahan baku utama

produk rokok yang berbahaya bagi kesehatan. Perdebatan tentang bahaya

kesehatan rokok dan manfaat ekonomi yang ditimbulkan industri itu sudah

berlangsung sejak dekade 1990an. Menguatnya kampanye anti rokok global

dilawan dengan argumen kemiskinan dan tidak adanya alternatif pekerjaan untuk

masyarakat pedesaan. Kondisi itu membuat Indonesia tidak mampu mengambil

sikap tegas untuk melarang atau membatasi produksi dan konsumsi produk

tembakau.

Besarnya kontribusi industri pertembakauan terhadap perekonomian

nasional juga turut mempersulit pemerintah dalam mengambil keputusan yang

tegas untuk melarang atau membatasi produksi dan konsumsi tembakau. Setiap

regulasi perlindungan kesehatan dari bahaya merokok selalu dihadapkan dengan

argumen akan hilangnya sumber pendapatan masyarakat pertembakauan di

pedesaan. Selain itu pengetatan regulasi anti rokok juga dikhawatirkan akan

mengganggu kinerja ekonomi pada sektor yang lain seperti periklanan,

transportasi, perdagangan, dan sebagainya. Pihak mana yang sebenarnya paling

dirugikan jika regulasi anti rokok itu diberlakukan dengan ketat? Para pengusaha

besar atau para petani tembakau yang ada didesa?. Pertanyaan ini bisa dijawab

dengan mengetahui pihak mana yang menerima manfaat paling besar dari industri

pertembakauan itu.

Bisnis tembakau merupakan bisnis besar yang melibatkan banyak aktor

baik secara domestik maupun global. Fakta itu membuat bisnis ini tidak lepas dari

cengkraman para pemilik modal besar berskala internasional. Pangsa pasar rokok

dunia pada tahun 2011 bernilai US$ 378 miliar dan diproyeksikan meningkat

Page 26: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

7

menjadi US$ 464,4 pada tahun 2012. Jika diibaratkan sebagai sebuah negara

dengan berdasar pada data bank dunia tahun 2011, maka negera tembakau itu

akan menjadi negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar ke-23 di

dunia, jauh melampuai Norwegia dan Arab Saudi (Kinasih et al. 2012:1-2). Hal

ini menyebabkan persoalan tembakau tidak sesederhana persoalan menyediakan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa, tapi juga persoalan akumulasi kekayaan

oleh para pemilik modal.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 25 Mei 2009

didapatkan informasi bahwa pangsa pasar rokok Indonesia dikuasai oleh tiga

perusahaan besar, yaitu HMS yang menguasai 24,3% pangsa pasar rokok nasional,

GG menguasai 21,1% dan Dj menguasai 19,4%. Sisanya dikuasai oleh Njr (6,7%),

Btl (6%), PMI (4,7%), BAT (2%), dan lain-lain (15,8%) [Kinasih et al. 2012:76].

Adapun sasaran utama pasar industri rokok itu adalah kaum muda. Hal ini

disebabkan karena kebanyakan perokok aktif merupakan kelompok muda dan

memulai merokok di usia muda. Berikut adalah data prosentase umur mulai

merokok di Indonesia:

Gambar 1.1 Umur mulai merokok Indonesia tahun 1995, 2001, 2004, 2007,

2010 (Chamim et al. 2011)

Pada sisi lain, berdasarkan data tahun 2006 diketahui bahwa HMS

memperoleh laba bersih Rp 3,53 Triliun, GG mendapat untung Rp 1 triliun.

Sedangkan Kontribusi (share) industri pertembakauan terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB) berdasarkan data input-output tahun 2005 adalah Rp 47, 7 Triliun

(1,66%) dari total PDB tahun 2005 yang mencapai Rp 2.876,9 Triliun. Selain itu

penerimaan negara dari cukai tembakau tercatat terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2005 kontribusi cukai tembakau terhadap pendapatan

nasional adalah Rp 33, 25 Triliun, jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat

pada tahun 2011 yang mencapai Rp 60,7 Triliun (Kinasih et al., 2012:75-79).

Page 27: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

8

Melihat data tersebut, seharusnya dapat disimpulkan dengan mudah bahwa semua

pihak yang terlibat dalam bisnis ini mendapatkan keuntungan yang besar, tidak

terkecuali petani. Faktanya petani tembakau justeru mendapatkan upah rata-rata

yang jauh dibawah upah rata-rata nasional sebagaimana yang dilaporkan oleh

TCSC-IAKMI (2008).

Ironis diatas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bersifat eksploitatif

dan parasitik dalam industri tembakau di mana petani tembakau terposisikan

sebagai korban. Argumen ini diperkuat oleh Susrusa dan Zulkifli (2009) yang

menyebut bahwa petani dan pengomprong tembakau di Kabupaten Lombok

Timur memiliki posisi tawar yang lemah dalam proses interaksi ekonomi dengan

perusahaan mitra. Akibatnya petani hanya mampu memperoleh nilai tambah

(value added) yang relatif rendah dari aktifitas usahanya. Padahal jika

dibandingkan dengan besarnya risiko yang harus ditanggung petani dalam

usahataninya, nilai tambah yang diperoleh itu bisa jadi negatif (petani mengalami

kerugian). Sementara itu, perusahaan yang operasinya mendapatkan jaminan

kemanan dari pemerintah melalui serangkaian regulasi dan kebijakan, juga

mendapatkan jaminan melalui asuransi dari pihak swasta lainnya dengan tingkat

risiko yang relatif tidak begitu besar sebagaimana petani justeru memperoleh

manfaat ekonomi (value added) yang lebih besar. Karena itulah Swasono (2011)

menyebut pasar sebagai pelayan yang rajin untuk orang kaya tapi tidak ramah

kepada orang miskin. Orang kaya dibuat menjadi semakin kaya, sementara orang

miskin dibuat terjebak pada lingkaran setan kemiskinannya. Tingkat keadilan

ekonomi dalam agribisnis tembakau virginia lombok dapat dianalisis dengan

melihat distribusi nilai tambah atau margin nilai tambah yang diterima petani

dengan perusahaan mitra. Hal ini berarti bahwa perlu untuk mencari tau seberapa

besar nilai tambah (value added) yang diterima oleh petani dan perusahaan mitra

per satuan unit produk tembakau lalu menghitung margin diantara keduanya.

Petani tembakau merupakan aktor utama dalam industri tembakau. Tanpa

petani tembakau tidak akan ada industri olahan berupa rokok, oleh karenanya para

pelaku industri tembakau seharusnya memberikan perhatian khusus kepada petani

dan menjamin agar para petani tembakau itu hidup dengan layak. Faktanya,

sebagaimana yang dilaporkan Guazon (2008) dalam cycle of poverty in tobacco

farming bahwa pekerja tembakau (petani) mendapatkan nilai tambah (value

added) yang rendah dari usahataninya meskipun pasar dan output sektor ini terus

mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku industri rokok

sebagai pihak yang paling bergantung pada agribisnis tembakau tidak memiliki

kepekaan dan kepedulian kepada petani tembakau. Atau mungkin kondisi ini

memang disengaja sebagai bagian dari upaya untuk meraup keuntungan yang

sebesar-besarnya meski harus mengorbankan pihak lain yang seharusnya menjadi

partener bisnis. Akumulasi modal merupakan doktrin utama dalam sistem

ekonomi pasar. Semakin banyak modal yang terakumulasi, semakin besar peluang

untuk melakukan investasi dan menumpuk kekayaan.

Selama dua dekade terakhir, agribisnis tembakau virginia menjadi

penopang kehidupan sebagian masyarakat di Pulau Lombok, terutama di

Kabupaten Lombok Timur dan sebagian Kabupaten Lombok Tengah. Secara

signifikan agribisnis tembakau mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat

meskipun dalam beberapa tahun terakhir terjadi fenomena kerugian masal petani

Page 28: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

9

(Nurjihadi, 2011; Ahsan 2008). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa

kontribusi (share) industri tembakau terhadap PDRB NTB adalah 1,57% dan

mampu menyebabkan efek pengganda (multiplier effect) berupa keterkaitan ke

belakang (backward linkage) sebesar 1,75 dan keterkaitan ke depan (forward

linkage) sebesar 1,18 (BPS NTB, 2004). Mengingat sifat komoditasnya yang

merupakan komoditas komersil bernilai tinggi (hight value commodity), industri

tembakau seharusnya mampu memberikan kontribusi lebih terhadap

perekonomian wilayah.

Gunnar Myrdal dalam Jhingan (2011:211-213) menjelaskan tentang faktor

sebab akibat kumulatif (cumulative causation) yang dapat terjadi pada sistem

ekonomi pasar yang digerakkan oleh motif laba. Jika pasar dibiarkan bekerja

secara bebas, maka pasar itu akan mendorong berpusatnya aktifitas perekonomian

di suatu wilayah tertentu yang memiliki harapan laba tinggi. Akibatnya

sumberdaya-sumberdaya wilayah lain akan ditransfer ke wilayah pusat itu untuk

diolah menjadi produk lain. Hal itu menyebabkan terakumulasinya nilai tambah

ekonomi di wilayah pusat yang umumnya merupakan wilayah maju sehingga

wilayah maju itu menjadi semakin maju, sementara wilayah terbelakang sebagai

penghasil sumberdaya justeru tetap tertinggal. Kondisi seperti itu juga terjadi pada

agribisnis tembakau virginia Lombok. Pulau Lombok sebagai wilayah penghasil

tembakau akan mengirimkan produk tembakau itu untuk diolah menjadi produk

rokok ke pabrik-pabrik rokok yang tersebar di Pulau Jawa. Terjadi transfer

sumberdaya dalam bentuk daun tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok

dari Pulau Lombok yang relatif masih tertinggal ke Pulau Jawa yang sudah lebih

dulu maju. Dengan mengacu pada konsep pusat pertumbuhan (growth pole), maka

Pulau Lombok dalam konteks interaksi ekonomi pada agribisnis tembakau

virginia ini termasuk dalam kategori wilayah penyangga (hinterland) yang

memiliki peran untuk mendukung proses industrialisasi di wilayah utama yang

menjadi pusat pertumbuhan (center of growth), yakni Pulau Jawa. Secara teoritis,

Pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan, dalam hal ini pusat pengolahan daun

tembakau, seharusnya mampu menciptakan efek menetes ke bawah (trickle down

effect) dengan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis komoditas tembakau

dan menyerap tenaga kerja yang besar di Pulau Lombok. Fakta bahwa efek

pengganda (multiplier effect) berupa backward linkage sebesar 1,75 dan forward

linkage yang hanya sebesar 1,18 sebagaimana disebutkan sebelumnya

menunjukkan bahwa pengembangan tembakau virginia di Pulau Lombok belum

mampu memberikan daya sebar (spread effect) yang baik. Sebaliknya, hal itu

menunjukkan adanya kebocoran ekonomi (economic leakages) dalam agribisnis

tembakau virginia itu. Hal itu menunjukkan kuatnya indikasi bahwa wilayah

Pulau Jawa sebagai pusat pengolahan produk hasil tembakau menyebabkan

terjadinya efek pencucian balik (backwash effect) terhadap wilayah Pulau Lombok

sebagai penghasil daun tembakau. Untuk membuktikan indikasi itu, perlu untuk

mencari tahu dan menganalisis efek sebar (spread effect) dan efek pencucian balik

(backwash effect) yang terjadi dalam agribisnis tembakau virginia Lombok

dengan menghitung total nilai tambah wilayah Pulau Lombok dari agribisnis

tembakau virginia itu, termasuk dengan menghitung potensi nilai tambah wilayah

yang mengalir ke luar wilayah Pulau Lombok akibat adanya cumulative causation

dalam sistem ekonomi pasar. Hal ini akan menjadi acuan untuk melihat atau

Page 29: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

10

menganalisis tingkat keadilan ekonomi dalam perspektif pembangunan wilayah

pada agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka secara spesifik dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi nilai tambah (value added) dan seberapa besar

margin nilai tambah yang diterima petani dengan perusahaan dalam

agribisnis tembakau virginia Lombok ?, jawaban atas pertanyaan ini

dijawab pada Bab V (lima).

2. Bagaimana dampak agribisnis tembakau virginia Lombok itu terhadap

perekonomian wilayah kaitannya dengan efek sebar (spread effect),

dan efek sedot atau efek pencucian balik (backwash effect) dalam

konteks keterkaitan ekonomi antar wilayah ? Jawaban atas pertanyaan

ini akan dijawab pada Bab VI (enam).

Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjelasan dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat keadilan ekonomi secara mikro dengan mengetahui

bagaimana distribusi nilai tambah (value added) dan seberapa besar

margin nilai tambah yang diterima petani dengan perusahaan dalam

agribisnis tembakau virginia Lombok. Tujuan penelitian ini dijawab dalam

Bab V (lima) laporan penelitian ini.

2. Menganalisis keadilan ekonomi dalam perspektif pembangunan wilayah

dengan mengetahui bagaimana dampak agribisnis tembakau virginia itu

terhadap perekonomian wilayah kaitannya dengan efek sebar (spread

effect), dan efek sedot (backwash effect) dengan mengacu pada teori

keterbelakangan dan pembangunan ekonomi Gunnar Myrdal tentang

faktor sebab-akibat kumulatif (circular cumulative causation) pada sistem

ekonomi pasar yang menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah

(regional inequality) yang dalam laporan penelitian ini dijelaskan pada

Bab VI (enam).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diniatkan untuk mengungkap, mengeksplorasi dan

menganalisis tingkat keadilan ekonomi dalam agribisnis tembakau, khususnya

dalam kasus tembakau virginia di Pulau Lombok, baik secara mikro dengan

melihat margin nilai tambah (value added) antara petani dan perusahaan maupun

secara makro dalam konteks keterkaitan ekonomi antar wilayah. Secara spesifik,

penelitian ini dirancang untuk dapat bermanfaat:

1. Sebagai masukan kepada para pengambil kebijakan baik di tingkat lokal

maupun nasional. Informasi ilmiah dan akurat dalam penelitian ini

diharapkan dapat membantu pemerintah untuk mengambil kebijakan yang

Page 30: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

11

tepat dan terarah dalam mengelola agribisnis tembakau, terutama

tembakau virginia di Pulau Lombok.

2. Sebagai masukan kepada pihak-pihak yang bergelut dalam agribisnis

tembakau, terutama kepada para petani dan perusahaan industri rokok agar

lebih bijak dalam menjalankan agribisnis tembakaunya.

3. Sebagai upaya untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Penelitian

ini juga diharapkan dapat memperkaya referensi ilmiah tentang realitas

sosial ekonomi dalam agribisnis tembakau virginia Lombok dan

dampaknya terhadap perekonomian wilayah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Mazhab – Mazhab Pembangunan Ekonomi

Sistem Ekonomi Pasar (Market Economy)

Adam Smith adalah peletak dasar sistem ekonomi pasar yang menjunjung

tinggi nilai-nilai kebebasan, individualisme dan persaingan. Sebagai seorang

ekonom, pilsuf dan sosiolog ia memiliki keyakinan bahwa “hukum alam‟ juga

terjadi dalam persoalan ekonomi. Ia menganggap setiap orang adalah hakim yang

paling tahu akan kepentingannya sendiri, oleh karenanya setiap orang harus

diberikan kebebasan untuk mengejar kepentingannya itu demi keuntungannya

sendiri. Proses mengejar kepentingan pribadi itu akan membuat setiap orang

membutuhkan serangkaian barang dan jasa yang kompleks yang akan membuat

setiap orang berinteraksi satu sama lain untuk saling melengkapi kebutuhannya di

mana setiap orang akan dibimbing oleh suatu “kekuatan tidak terlihat” yang ia

sebut sebagai „tangan tuhan‟. Setiap orang jika dibiarkan bebas akan berusaha

memaksimalkan kesejahteraannya sendiri, sehingga ketika semua orang dibiarkan

bebas, maka akan tercipta kesejahteraan agregat (Jhingan, 1999:81-82).

Skousen (2006:25-26) merekam bagaimana Adam Smith mampu

mengidentifikasi tiga unsur pembentuk kemakmuran dan kesejahteraan melalui

mekanisme pasar bebas, yakni: (1) kebebasan (freedom), hak untuk memproduksi

dan memasarkan produk tanpa campur tangan pemerintah; (2) kepentingan diri

(self interest), pengakuan atas hak individualis seseorang untuk melakukan usaha

atau apapun, termasuk dalam menguasai sumber daya; (3) persaingan

(competition), hak untuk bersaing dalam produksi dan perdagangan barang dan

jasa. Smith meyakini bahwa ketiga unsur diatas akan menghasilkan „harmoni

alamiah‟ dari kepentingan kapitalis, tuan tanah dan juga buruh yang akhirnya akan

menciptakan kesejahteraan agregat.

Mekanisme pasar yang dicetuskan Adam Smith memberikan dasar yang

penting untuk perkembangan kapitalisme di masa setelahnya. Gagasannya tentang

kebebasan dan adanya kekuatan „tangan tuhan‟ menjadi logika dasar yang

melatarbelakangi gagasan kapitalisme. David Ricardo adalah salah satu

pendukung penting pemikiran Smith. Melalui teori the comparative advantage-

nya, Ricardo menegaskan pentingnya perdagangan bebas tanpa campur tangan

Page 31: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

12

pemerintah (Laissez faire). Bahkan Ricardo memberikan penekanan khusus pada

perdagangan bebas antar negara untuk mencapai efisiensi ekonomi dan

kesejahteraan maksimum. Ricardo adalah tokoh penting yang membawa ilmu

ekonomi pada titik kemapanannya. Ia adalah ekonom pertama yang

memperkenalkan ekonomi dengan analisis matematis yang akurat namun syarat

dengan asumsi-asumsi yang tidak realistis. Hal itu membuat banyak ekonom

menyebut Ricardo sebagai „pengkhayal sia-sia yang membawa ilmu ekonomi ke

jalur yang keliru dan membingungkan‟ (Skousen, 2006:114-115).

Meski memberikan dukungan kepada gagasan perdagangan bebas Smith,

Ricardo memiliki pandangan yang berbeda secara substansial dengan Smith. Jika

Smith berupaya membangun gagasan harmoni alamiah lewat perdagangan bebas,

Ricardo justeru berpandangan bahwa konflik kelas adalah cara efektif untuk

mencapai kesejahteraan. Konflik kelas yang dimaksud Ricardo adalah persaingan

antar kelas yakni kaum kapitalis, tuan tanah dan buruh, di mana kue ekonomi

didistribusikan atau dibagi-bagi kedalam kelompok-kelompok atau kelas itu

dalam bentuk sewa, keuntungan dan upah. Dengan model ini, akan terjadi

persaingan antara kapitalis dan buruh, di mana jika upah buruh naik maka

keuntungan kapitalis akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Sementara

tuan tanah dalam model ini menjadi pihak yang paling diuntungkan sebab nilai

sewa tanah tetap tanpa bergantung pada tingkat keuntungan maupun upah

(Skousen, 2006:130-132).

Pemikiran-pemikiran ekonomi mengalami polarisasi pada masa-masa

berikutnya. John Stuart Mill adalah salah seorang pendukung utama gagasan

David Ricardo. Ia mendukung sepenuhnya azas laissez faire yang dipromosikan

Smith dan Ricardo, namun pada saat bersamaan ia juga menyebut diri sebagai

seorang sosialis. Karl Marx kemudian hadir dengan kritik tajam terhadap

kapitalisme. Kritiknya terhadap kapitalisme justeru dibangun dari kekagumannya

pada teori distribusi pendapatan Ricardo yang sebenarnya ikut memapankan

kapitalisme Smith. Selanjutnya hadir pemikir-pemikir ekonomi seperti Menger,

Bohm-Bawek, Jeavon, Marshall dan sebagainya yang menghidupkan kembali

teori ekonomi klasik pasar bebas Smith dan menyempurnakannya dengan teori-

teori baru. Lalu ketika dunia dilanda great depretion pada tahun 1930, dunia

akademis pun mengalami great debate tentang efektifitas teori pasar Smith yang

diasosiasikan dengan kapitalisme. Gagasan Marxisme kembali hidup dan

mewabah di kampus-kampus. Tepat disaat kapitalisme nyaris runtuh seperti itu,

seorang ekonom datang sebagai penyelamat kapitalisme dan memaksa Marxisme

untuk kembali dilupakan di mimbar intelektual. Dialah John Maynard Keynes.

Dialah orang pertama yang mengingatkan pentingnya integrasi kapitalisme

dengan pemerintah. Teori yang dikembangkannya mengharuskan pemerintah

untuk ikut campur tangan dalam urusan perekonomian sampai pada batas tertentu

guna menjamin berlangsungnya prinsip-prinsip kapitalisme. Keynes adalah

penyelamat kapitalisme sekaligus menjadikan dirinya pemimpin aliran ekonomi

baru (Jhingan, 1999; Skousen, 2006).

Bagi para pembela ekonomi pasar, kekuasaan tidak ada dan tidak boleh

ada dalam aktifitas perekonomian. Kemunculan kekuasaan dianggap sebagai

musuh yang harus dihambat dan dilawan karena dinilai akan menghambat

tercapainya kesejahteraan maksimum. Para kapitalis itu berlindung dibalik

Page 32: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

13

argumen tersebut untuk mempertahankan status quonya. Pendukung ekonomi

pasar itu seolah lupa bahwa didalam pasar sesungguhnya ada kekuasaan, bahkan

pasar itu sendiri memiliki kekuasaan, namun kekuasaan itu bersifat samar, tembus

pandang dan seolah tidak terlihat (Caporaso dan Levine, 2008). Galbraith (1983)

dalam Caporaso dan Levine (2008) bahkan juga menyimpulkan bahwa pasar

adalah sarana yang memperlancar fungsi dari kekuasaan kapitalisme industrial

dan sekaligus menyembunyikan kekuasaan itu. Tidak terlihatnya kekuasaan dalam

struktur pasar sesungguhnya bukanlah suatu yang kebetulan, melainkan

merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan kondisi yang menguntungkan dan

menjadi landasan idiologis dari kapitalisme.

Proses terbentuknya keseimbangan harga dalam mekanisme pasar dapat

dijelaskan sebagai berikut. Setiap manusia diyakini memiliki kecenderungan

untuk mementingkan diri pribadi. Sehingga segala aktifitas ekonomi setiap orang

adalah untuk mendapatkan manfaat maksimum bagi dirinya. Seorang produsen

misalnya memiliki kepentingan untuk mendapatkan laba (profit) maksimum,

sementara konsumen memiliki kepentingan untuk mendapatkan kepuasan (utility)

maksimum. Interaksi antara dua kepentingan untuk mendapatkan laba maksimum

dan kepuasan maksimum inilah yang akan membentuk harga. Setiap orang dalam

interaksi ini (baik produsen ataupun konsumen) bebas melakukan apa saja untuk

memaksimumkan manfaat yang ia terima (Damanhuri, 2010:16). Karena setiap

orang dalam interaksi ekonomi bebas melakukan apa saja untuk mendapatkan

manfaat maksimum bagi dirinya, maka itu dapat mendorong setiap orang dalam

interaksi ekonomi itu untuk memiliki (mendominasi) pengaruh dalam interaksi itu.

Siapa yang berhasil mendominasi pengaruh dalam interaksi ekonomi itu, dialah

yang menjadi penguasa dalam pasar itu. Memang kekuasaannya bersifat samar

sebagaimana dikatakan Caporaso dan Levine, namun kesamaran kekuasaan itulah

yang memungkinkan para penguasa tidak tampak itu untuk mendzalimi pihak lain

yang lebih lemah. Jadi teori the invisible hand (tangan tuhan_tangan tak terlihat)

juga berarti pembentukan kekuasaan tak terlihat, dalam konteks ini, dominasi atau

penguasaan pasar itu bisa dilakukan oleh pedagang (suplyer) ataupun pembeli

(demander).

Kekuasaan dalam sistem ekonomi pasar tidak hanya di monopoli oleh

pemerintah di suatu negara, tapi juga oleh struktur pasar yang terbentuk melalui

interaksi ekonomi dalam mekanisme pasar. Todaro dan Smith (2006:147-148)

menjelaskan bahwa setelah sempat mendapat kritik-kritik tajam secara teoritis,

fundamentalisme pasar (market fundamentalism) kembali menguat pada tahun

1980-an dengan lahirnya sebuah paham baru yang merupakan reinkarnasi dari

aliran neoklasik yang disebut sebagai kontrarevolusi neoklasik (neoclassical

counterrevolution). Aliran ini menghendaki negara-negara berkembang untuk

mengembangkan pasar bebas, menanggalkan campur tangan pemerintah dalam

perekonomian nasional dan melakukan swastanisasi (privatisasi) perusahaan-

perusahaan negara. Menurut aliran ini, hanya dengan cara itu negara berkembang

bisa mencapai efisiensi serta pertumbuhan ekonomi optimal. Lebih jauh, para

penganut paham ini berpendapat bahwa ketertinggalan negara-negara berkembang

selama ini bukanlah disebabkan karena sikap predatoris negara-negara maju

sebagaimana dikatakan dalam teori ketergantungan. Ketertinggalan negara

berkembang menurut paham ini lebih disebabkan karena inefisiensi alokasi

Page 33: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

14

sumber daya, korupsi serta pengaturan yang berlebihan dalam bidang ekonomi.

Jadi menurut pemikiran ini, satu-satunya solusi untuk mendorong kemajuan suatu

negara adalah dengan memastikan bahwa pasar bebas bekerja secara sempurna

tanpa ada campur tangan pemerintah di negara tersebut, dalam bahasa yang lebih

lugas, dapat dikatakan bahwa paham neoclassical counterrevolution ini

menginginkan agar kekuasaan para penguasa pasar lebih besar daripada

kekuasaan negara itu sendiri.

Sistem ekonomi pasar yang tegak diatas pilar kebebasan, individualisme

dan persaingan pada dasarnya dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak

setiap orang untuk hidup sejahtera. Hanya dengan kebebasan seseorang bisa

leluasa dalam memperjuangkan kepentingannya guna meraih sejahtera itu.

Sementara itu persaingan merupakan suatu penjamin yang dapat membentuk

keseimbangan pasar dalam bentuk harga. Tanpa persaingan, mekanisme

pembentukan harga akan menjadi tidak adil karena di monopoli oleh pihak-pihak

tertentu. Lebih jauh Stiglitz (2000:77-78) menjelaskan bahwa daya saing

(competitiveness) dapat meningkatkan efisiensi produksi dan berperan penting

dalam mendorong inovasi. Perlu diingat bahwa persaingan sempurna hanya akan

menghadirkan kesejahteraan jika seluruh pelaku ekonomi berada pada level

(pendidikan, struktur sosial dan ekonomi) yang sama. Sebab persaingan yang

terjadi ketika seluruh pelaku ekonomi berada pada posisi atau level yang sama

akan dipandu oleh sebuah kekuatan tak terlihat yang membentuk keseimbangan

melalui harga. Faktanya, pelaku ekonomi selalu terbagi kedalam tiga kelompok

atau kelas yang berbeda tingkat pengaruhnya yakni para pemilik modal (kapitalis),

tuan tanah dan buruh. Jika persaingan terjadi antara kaum kapitalis yang memiliki

posisi tawar lebih baik dengan kaum buruh yang lemah, maka tentu saja

persaingan itu akan dimenangkan oleh kaum kapitalis. Kondisi semacam ini akan

membuat distribusi pendapatan mejadi tidak adil di mana kaum kapitalis yang

kaya menjadi semakin kaya dan kaum buruh yang lemah menjadi bertambah

lemah.

Sistem ekonomi pasar dalam prakteknya lebih banyak memihak kepada

para pemilik modal. Atas nama investasi, para pemilik modal mengeksploitasi

sumber daya untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan sekaligus

mengakumulasi modal. Akibatnya jurang ketimpangan ekonomi antara orang kaya

dan orang miskin kian tinggi. Modal yang terus terakumulasi membuat para

pemilik modal mampu menciptakan teknologi baru untuk mengefisienkan proses

produksi yang memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar

lagi dan mengakumulasi modal lagi tanpa batas. Sementara disisi lain, penemuan

teknologi baru itu berimplikasi pada berkurangnya peran manusia dalam proses

produksi yang membuat banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaannya. Hal itu

membuat peran modal menjadi kian dominan dalam aktifitas ekonomi. Tanpa

memiliki modal yang cukup, seseorang atau suatu kelompok atau bahkan suatu

negara tidak akan mampu mengembangkan perekonomiannya sehingga tidak

mampu menghasilkan keuntungan. Akibatnya orang-orang yang tidak memiliki

modal itu tetap terjebak pada kemiskinan di saat para pemilik modal menikmati

hasil dari kekayaan alam yang ada disekitar orang miskin tersebut. Kondisi seperti

itu membuat Fukuyama (1992:xi) memprediksi bahwa akhir dari sejarah dunia ini

adalah kapitalisme global dengan mengatakan bahwa demokrasi liberal dengan

Page 34: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

15

segenap perangkatnya, termasuk kapitalisme atau sistem ekonomi pasar akan

menjadi titik akhir dari evolusi idiologi berfikir manusia dan akan menjadi bentuk

akhir dari pemerintahan. Seperti itulah akhir dari perjalanan sejarah ummat

manusia menurut Fukuyama.

Modal yang terus terakumulasi membuat para pemilik modal terus

meningkatkan kapasitas dirinya yang memungkinkannya memiliki kemampuan

lebih untuk mengakumulasi modal dan mendapatkan keuntungan yang lebih

besar lagi. Kaum papa miskin yang lemah disisi lain terus terpinggirkan dan

semakin tidak berdaya serta kian terjebak dalam kemiskinannya. Pasar dalam

banyak kasus ternyata tidak mampu untuk mengatur dirinya sendiri (failed to self

regulating market), pasar selalu diatur dan didominasi oleh kelompok-kelompok

yang lebih kuat, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli. Disinilah

ekonomi politik mengambil perannya, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha

menguasai pasar untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Thurow (1983)

dalam Swasono (2011:4) menyebut mekanisme pasar semacam ini sebagai arus

berbahaya (the dangerous current) bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu

Heilbroner (1994) dalam Swasono (2011:4) juga menyatakan bahwa pasar

mendorong perbuatan yang tidak bermoral, sehingga mekanisme pasar tidak

hanya merupakan suatu kegagalan ekonomi, tapi juga merupakan suatu kegagalan

moral.

Ekonomi pasar mengalami perkembangan baru setelah munculnya John

Maynard Keynes ketika terjadinya great depretion pada tahun 1930an. Keynes

menganggap kapitalisme memiliki daya adaptasi yang baik dalam membentuk

dirinya sendiri menurut keadaan. Tetapi Keynes menyadari bahwa masa depan

kapitalisme mungkin mengalami kehancuran sehingga ia melahirkan teori

kebangkrutan kapitalis (stagnasi jangka panjang) berdasarkan kondisi over

produksi umum, konsumsi rendah yang kronis, dan merosotnya efisiensi marginal

modal di masa depan. Sebagai solusinya, Keynes mengusulkan perlunya tindakan

pemerintah yang terencana dalam sistem ekonomi pasar (Jhingan, 1999:134).

Keynes merupakan ekonom pertama yang menyadarkan pentingnya integrasi

pemerintah dengan sistem pasar, bukan sebagai pelaku ekonomi, tapi justeru

sebagai pengarah dan pengatur terlaksananya ekonomi pasar. Pemerintah

mempunyai tanggungjawab untuk membuat kebijakan-kebijakan publik di bidang

ekonomi yang dapat menjamin ekonomi pasar bekerja dengan baik berdasarkan

prinsip utamanya yakni pasar persaingan sempurna.

Amerika Serikat menjadi contoh penting bekerjanya ekonomi pasar ala

Keynes yang menekankan perlunya tindakan pemerintah yang terencana dalam

konteks ekonomi tembakau. Gencarnya isu anti rokok justeru dimanfaatkan oleh

Amerika Serikat untuk memproteksi produksi tembakau dalam negeri agar tidak

kalah saing dengan tembakau luar. AS dengan ketat melarang impor tembakau,

namun pada saat yang bersamaan AS justeru mensubsidi petani tembakau untuk

bisa berproduksi secara maksimal. Kondisi ini membuat Amerika Serikat

mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari sektor industri pertembakauan.

Sementara di Indonesia, pengusahaan tembakau diserahkan ke mekanisme pasar,

tidak ada proteksi khusus terhadap produk tembakau lokal. Penguasaan

perusahaan-perusahaan internasional (MNCs) terhadap industri tembakau nasional

Page 35: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

16

membuat Indonesia seolah kehilangan wibawa dan legitimasi untuk mengatur

perdagangan tembakau (Kinasih et al. 2011:25-33).

Penguasa dalam interaksi ekonomi pada pelaksanaan agribisnis tembakau

virginia Lombok yang dilaksanakan dengan pola kemitraan dapat diidentifikasi

dengan melihat posisi tawar masing-masing pelaku usaha. Susrusa dan Zulkifli

(2009) menyatakan bahwa kemitraan yang terjalin antara petani tembakau dan

perusahaan mitra selama ini terkesan menempatkan petani dalam posisi yang

sangat lemah di mana petani diharuskan mengusahakan usahataninya berdasarkan

analisa dan kepentingan perusahaan, dalam hal ini petani terlihat bukan sebagai

petani mitra, tapi sebagai buruh tani perusahaan. Buruh tani yang bekerja diatas

sawah miliknya sendiri dengan upah rendah. Kondisi ini menggambarkan betapa

dalam interaksi ekonomi politik itu, kekuasaan utama berada di tangan perusahaan.

Pemerintah yang secara syah memegang kekuasaaan politik bahkan tidak pernah

mampu melakukan intervensi agar petani menanam tanaman yang diinginkan

pemerintah, tetapi kekuasaan yang terbentuk melalui mekanisme pasar

sebagaimana yang terjadi dalam pelaksanaan agribisnis tembakau virginia di

Pulau Lombok mampu melakukan itu.

Sistem Ekonomi Terpusat (State Based Economic)

Sistem ekonomi terpusat pada dasarnya merupakan kritik terhadap teori

ekonomi pasar yang dianggap gagal dalam menciptakan keadilan. Teori ini

pertama kali diperkenalkan oleh Karl Marx pada tahun 1867 sebagai alternatif

untuk ekonomi klasik Adam Smith. Melalui teori ini, Marx menunjukkan bahwa

sistem kapitalisme mengandung cacat fatal, yakni hanya menguntungkan kapitalis

dan bisnis besar dengan mengeksploitasi buruh. Marx meyakini bahwa

kapitalisme akan mengalami krisis yang pada akhirnya akan menghancurkan

dirinya sendiri dan digantikan dengan komunisme (Skousen, 2006:184).

Marx menggunakan teori nilai lebih (surplus values) untuk menjelaskan

cara kerja dan kelemahan kapitalisme dan dengan teori nilai lebih inilah ia

membangun suprastruktur analisa pembangunan ekonominya. Perjuangan kelas

semata-mata merupakan hasil dari penumpukan nilai lebih ditangan segelintir

kapitalis. Kapitalisme bagi Marx terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu kaum

buruh dan para kapitalis pemilik alat-alat produksi. Tenaga buruh diasumsikan

sama dengan jenis komoditas lainnya yang dapat diperdagangkan. Buruh menjual

tenaganya menurut harga yang berlaku dalam pasar tenaga kerja (labor market),

yaitu nilainya. Nilai dari tenaga buruh tidak lain adalah nilai dari sarana

kehidupan yang diperlukan oleh buruh untuk menghasilkan tenaga buruh tersebut.

Hal ini berarti bahwa nilai buruh itu sesuai dengan nilai kebutuhan dasar buruh

untuk mempertahankan hidupnya. Marx berkeyakinan bahwa nilai komoditas

yang diperlukan oleh buruh itu tidak akan pernah sama dengan nilai produk yang

dihasilkan oleh buruh tersebut. Jika buruh bisa memproduksi komoditas yang

diperlukan untuk kehidupannya hanya dalam enam jam per hari, namun pemilik

alat produksi tempatnya bekerja mengharuskannya bekerja selama sepuluh jam,

maka perbedaan nilai sebesar empat jam merupakan nilai lebih (surplus values)

yang dinikmati para kapitalis pemilik modal. Nilai lebih (surplus values) tersebut

Page 36: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

17

pada akhirnya akan membawa akumulasi modal bagi kaum kapitalis. Kaum

kapitalis akan terus meningkatkan nilai lebih itu untuk memperbesar

keuntungannya dengan cara menambah jam kerja dan pengurangan upah buruh.

Upaya memperbesar nilai lebih dengan cara inilah yang disebut Marx sebagai

eksploitasi atau penghisapan kaum kapitalis terhadap buruh (Jhingan, 1999:115).

Skousen (2006:186-187) menjelaskan bagaimana Marx menggambarkan

proses kehancuran kapitalisme karena kerapuhannya sendiri. Akumulasi nilai

lebih (penumpukan keuntungan dan modal) oleh kaum kapitalis akan mendorong

kapitalis itu untuk menambah investasinya dengan menerapkan teknologi baru

yang memungkinkan peningkatan produktifitas. Penggunaan teknologi baru

berarti peningkatan biaya produksi (cost) sehingga mengurangi keuntungan

(profit). Selain itu penggunaan teknologi juga menyebabkan berkurangnya

kebutuhan tenaga kerja sehingga banyak buruh yang menjadi pengangguran dan

mengalami kehilangan sumber pendapatan. Minimnya sumber pendapatan

masyarakat membuat pasar dari komoditas yang dihasilkan para kapitalis menjadi

terbatas. Pasar yang terbatas menyebabkan terjadinya penurunan harga-harga

komoditas sehingga para kapitalis mengalami kerugian, dalam keadaan seperti

inilah kapitalisme mengalami krisis dan akhirnya hancur dari dalam.

Marx memiliki keyakinan bahwa kapitalisme akan mengalami kehancuran

dari dalam (self destruction), namun ia juga menekankan pentingnya perjuangan

kelas yang bersifat revolusioner untuk mempercepat kehancuran kapitalisme itu.

Untuk menjelaskan tetang pentingnya perjuangan kelas ini, Marx menafsirkan

sejarah secara materialistik dengan menganggap bahwa semua perjuangan sejarah

adalah hasil perjuangan ekonomi yang terus menerus di antara berbagai kelas dan

kelompok dalam masyarakat. Semua perjuangan itu disebabkan oleh adanya

pertentangan antara „cara produksi‟ yang merujuk pada perjanjian produksi dalam

masyarakat yang menentukan keseluruhan cara hidup sosial, politik dan

keagamaan dengan „hubungan produksi‟ yang merujuk pada struktur kelas

masyarakat. Setiap struktur kelas menurut Marx terdiri dari „pemilik tanah‟ dan

„bukan pemilik tanah‟ yang kemudian mengarah pada perjuangan kelas antara

orang kaya dan orang miskin sehingga akhirnya menghancurkan seluruh sistem

sosial tersebut. Tetapi menurut Marx “tidak pernah ada tatanan masyarakat yang

menghilang sebelum keseluruhan kekuatan produksi tuntas berkembang, dan

hubungan produksi yang baru dan lebih tinggi tidak pernah akan muncul sebelum

kondisi material kehadirannya matang di dalam kandungan masyarakat yang lama”

(Jhingan, 1999:114-115).

Damanhuri (2010:41-42) menggolongkan teori Marx ini kedalam teori

radikal. Bagi pendukung teori-teori radikal (terutama marxis-komunis),

pembangunan kapitalis dianggap bukan pembangunan sebenarnya, tapi hanya

merupakan suatu tahap perkembangan sosial yang akan berakhir lewat suatu

proses revolusi sosial untuk menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri (self

destruction). Pembangunan yang sesungguhnya menurut teori ini adalah usaha

total yang digerakkan oleh suatu pemerintahan diktator proletariat untuk

menciptakan kekayaan material di mana alat-alat produksi menjadi milik bersama

dan barang-barang di distribusikan kepada para pekerja sesuai dengan jasa dan

perannya dalam proses produksi.

Page 37: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

18

Teori Marxisme-Komunisme yang menekankan pentingnya penguasaan

alat produksi sebagai milik bersama memiliki beberapa ciri sebagai berikut

(Damanhuri, 2010:43):

1. Mengutamakan rasa kebersamaan atau kolektivisme. Harta dan alat-alat

produksi adalah milik bersama yang bisa didistribusikan untuk

kepentingan bersama, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Masyarakat dianggap sebagi satu-satunya kenyataan sosial, sehingga hak

milik perorangan tidak diakui, yang ada hanya kekayaan sosial atau

kekayaan bersama. Hal ini merupakan pembeda utama Marxisme-

Komunisme dengan ekonomi pasar yang lebih menonjolkan hak-hak

pribadi (individualism).

2. Mengutamakan unsur koopratif daripada motif laba atau kepentingan

pribadi, dalam konteks ini, negara membatasi kebebasan individu untuk

bekerja sesuai keinginannya. Negara yang menentukan pekerjaan apa yang

harus dikerjakan oleh seseorang disesuaikan dengan kapasitas dan

kemampuannya.

3. Campur tangan (peran) pemerintah dalam proses perencanaan,

pelaksanaan hingga pengawasan aktifitas ekonomi sangat kuat dan

dominan. Berbeda dengan sistem ekonomi pasar yang menekankan pada

minimisasi peran negara.

Selain oleh Marx, kritik terhadap sistem ekonomi pasar juga lahir dari

ekonom-ekonom modern pendukung Marx. Secara garis besar ada tiga teori yang

lahir sebagai kritik atas sistem ekonomi pasar yang berangkat dari teori “tangan

tuhan” Adam Smith ini, yaitu pertama teori ketergantungan yang lahir di Amerika

Latin. Teori ini menganggap bahwa pembangunan model kapitalisme adalah

“strategi licik” barat atau negara maju untuk membuat negara-negara berkembang

bergantung secara ekonomi kepada barat. Teori ini lahir dari pengalaman

massifnya investasi asing yang masuk di Amerika Latin. Pada awalnya investasi

ini disambut baik karena dianggap dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat, tapi ternyata kehadirannya justeru menyebabkan seluruh moda

produksi asli lokal terpinggirkan sementara para kapitalis pemilik modal itu

meraup keuntungan yang besar. Kedua adalah teori sistem dunia. Teori ini

merupakan kelanjutan dari teori ketergantungan. Secara ekstrem teori ini

menyebut agresifitas ekspansi kapital Trans Nasional Corporation (TNCs)

sebagai sebuah imperialisme berkedok investasi. Kapitalisme global

menginginkan struktur ekonomi global yang seragam dan mendunia.

Penyeragaman struktur ekonomi dunia ini kemudian membentuk hegemoni

kapital. Struktur hegemonik terhadap perekonomian lokal ini dianggap sebagai

sistem yang tidak adil dan tidak demokratis karena menggerus dan meminggirkan

perekonomian lokal. Ketiga, teori pemberdayaan yang meyakini bahwa

keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan dan ketergantungan hanya bisa

diputus melalui proses pemberdayaan masyarakat. Hanya dengan pemberdayaan

masyarakat akan menjadi mandiri dan tidak terus terpinggirkan (Dharmawan,

2006:3-5).

Page 38: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

19

Para penganjur teori ketergantungan lebih menekankan pada fakta

ketidakseimbangan kekuasaan internasional dan perlunya dilakukan suatu

reformasi ekonomi, politik, dan kelembagaan secara mendasar, baik di negara-

negara berkembang itu sendiri maupun terhadap sistem internasional secara

keseluruhan. Secara ekstrem penganjur teori ini menyerukan pengambilalihan

kepemilikan aset-aset oleh negara dengan harapan bahwa kepemilikan dan

penguasaan aset oleh publik akan lebih efektif dalam membasmi kemiskinan

absolut, memperluas kesempatan kerja, mengurangi kesenjangan distribusi

pendapatan, serta meningkatkan taraf hidup seluruh anggota masyarakat di semua

negara di dunia ini. Kelompok neo-Marxisme yang lebih radikal menyatakan lebih

jauh lagi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi dan perubahan-perubahan struktural

tidak akan menjadi masalah jika hak kepemilikan pribadi dihapuskan (Todaro dan

Smith, 2006:146).

Pandangan Marx dan pendukungnya tentang perlunya penguasaan aset dan

alat produksi oleh negara dianggap banyak ekonom sebagai kegagalan Marx

dalam memahami persoalan ekonomi. Michael Harrington (1976) dalam Skousen

(2006:196) bahkan mengatakan bahwa Marx pada dasarnya merupakan seorang

anti-ekonom. Skousen menyebutnya sebagai „idealis naif‟ yang gagal memahami

peran capital (modal), pasar, harga dan uang dalam meningkatkan kemakmuran

material manusia. Marx keliru besar ketika dia berpendapat bahwa sosialisme

utopianya dapat mencapai peningkatan pesat dalam standar hidup buruh.

Sosialisme yang digagas Marx dengan strategi penguasaan aset produksi oleh

negara tidak akan mampu menciptakan kelimpahan dan keragaman barang dan

jasa, terobosan teknologi, kesempatan kerja baru dan waktu senggang.

Todaro dan Smith (1999:146-147) menjelaskan bahwa jika teori

ketergantungan yang digagas pihak neo-marxisme diterapkan secara mentah-

mentah, maka menurut teori tersebut strategi terbaik yang harus diambil oleh

negara terbelakang adalah meminimalisasi keterkaitan dengan negara maju, serta

menerapkan kebijaka pembangunan yang berorientasi kedalam (autarky), dalam

kadar yang paling maksimal adalah hanya berhubungan dengan sesama negara

terbelakang dengan negara (pemerintah) sebagai pelaku ekonomi utama. Todaro

dan Smith mencontohkan negara besar yang pernah menggunakan strategi

pembangunan ekonomi seperti ini, yakni China dan India yang ternyata

mengalami pertumbuhan ekonomi stagnan sehingga akhirnya negara-negara

tersebut memutuskan untuk membuka perekonomiannya. Contoh kasus diatas

merupakan bukti bahwa sistem ekonomi terpusat (state based economic) gagal

dalam menciptakan kemakmuran masyarakat.

Jhingan (1999:121) bahkan menyebut Marx sebagai „peramal palsu‟ untuk

menggambarkan kegagalan teori Marx dalam memahami dan meramalkan masa

depan ekonomi. Teori Marx memang berhasil melahirkan masyarakat sosialis,

tetapi evolusinya tidak sesuai dengan yang digariskan Marx. Negara-negara yang

menganut pemikiran Marx justeru menjadi negara yang tertinggal dalam

pembangunan ekonominya. Semua negara komunis sampai sekarang masih

miskin jika dibandingkan dengan negara kapitalis. Disamping itu, buruh di negara

kapitalis yang sudah maju tidak semakin miskin sebagaimana yang diramalkan

Marx, tapi justeru mengalami peningkatan upah riil karena semakin meluasnya

pilihan ekonomi. Bahkan negara-negara kapitalis tidak menunjukkan adanya

Page 39: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

20

tanda-tanda melemah dan hancur sebagaimana dikatakan Marx. Selain itu Peet

dan Hartwick (2009:181) juga mencatat beberapa fakta empiris yang

menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang tergantung (dependence)

pada negara maju memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi

yang lebih tinggi dan lebih baik dibanding negara-negara yang tidak tergantung

(non dependence) pada negara maju.

Sebagai komoditas komersil bernilai tinggi, tembakau memiliki peran

penting dalam memajukan perekonomian suatu negara. Setiap negara menerapkan

pendekatan yang berbeda terhadap pengembangan industri tembakau. Salah satu

strateginya adalah dengan menerapkan sistem ekonomi terpusat (state based

economic) khusus untuk komoditas tembakau. Cina adalah negara yang

menerapkan strategi itu, di mana pengelolaan tembakau di Cina dilakukan oleh

negara tanpa keterlibatan sektor swasta. Cina merupakan penghasil tembakau

terbesar di dunia, untuk mengembangkan industri tembakaunya Cina menerapkan

regulasi mengisolasi diri dari perdagangan internasional. Rokok di Cina

diproduksi dengan bahan baku hampir 100% dari dalam negeri dan dipasarkan

hampir 100% di dalam negeri juga. Pengusahaan tembakau di Cina di monopoli

oleh negara. Karenanya, industri tembakau Cina mampu memberikan keuntungan

besar kepada negara. (Kinasih et al. 2011:45-52).

Pengelolaan komoditas pertembakauan dalam sejarah nasional Indonesia

pernah dikelola dengan pendekatan sistem ekonomi terpusat ini di mana saat itu

pemerintah Hindia Belanda (pada masa pra kemerdekaan Indonesia) menjadikan

komoditas tembakau sebagai salah satu komoditas yang wajib ditanam ketika

sistem tanam paksa diberlakukan (Suroyo, 2000:188-191). Kebijakan tanam paksa

tembakau ini menunjukkan bahwa tembakau di masa Hindia Belanda merupakan

salah satu komoditas unggulan pemerintah kolonial untuk keperluan ekspor.

Adanya paksaaan dari pemerintah kolonial kepada penduduk pribumi untuk

menanam tembakau merupakan salah satu bentuk keterlibatan langsung

pemerintah dalam aktifitas ekonomi. Tetapi hal itu dilakukan oleh pemerintah

kolonial sebenarnya untuk memenuhi tuntutan pasar global. Kebijakan tanam

paksa tembakau itu merupakan cara pemerintah kolonial untuk mengamankan

kepentingan kapitalis dalam menumpuk modal dan menambah surplus values-nya.

Negara dalam hal ini berperasn sebagai kapitalis juga (state capitalism). Kondisi

seperti ini umum terjadi pada masa kolonial karena berkembangnya merkantilisme.

Sistem Ekonomi Heterodoks

Lahirnya sebuah teori pembangunan sangat ditentukan oleh kondisi

lingkungan di mana penggagas teori tersebut menulis teorinya. Teori yang dibuat

oleh seseorang sesungguhnya merupakan perwujudan dari apa yang disaksikan

sepanjang hidupnya. Artinya teori yang dibuat tersebut belum tentu cocok untuk

menggambarkan kondisi di tempat lain, apalagi untuk diterapkan di tempat lain.

Setiap negara memiliki karakter sosial, geografis dan pengalaman sejarah yang

berbeda-beda. Hal itu menyebabkan fenomena ekonomi di setiap negara memiliki

ciri khas masing-masing. Fenomena yang terjadi di suatu negara tidak dapat

diklaim terjadi juga di tempat atau negara lain sehingga penanganan atau

Page 40: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

21

pendekatan pembangunan ekonomi tidak bisa dilakukan dengan meniru begitu

saja strategi pembangunan ekonomi di negara lain.

Sebuah teori bisa jadi berhasil menjawab permasalahan ekonomi di suatu

negara, namun bisa jadi teori tersebut justeru menambah masalah jika diterapkan

di negara lain yang karakter fisik, sosial dan budayanya berbeda. Hal inilah yang

selama ini menjadi faktor kunci kegagalan negara berkembang dalam

pembangunan ekonominya. Kebanyakan negara berkembang meniru

(menduplikat) teori dan strategi pembangunan yang diterapkan di negara maju

tanpa ada penyesuaian dengan kondisi nyata di negara berkembang tersebut.

Negara-negara berkembang itu tidak memahami sepenuhnya kebutuhan

masyarakat di negaranya lalu kemudian memaksa masyarakatnya untuk menerima

strategi pembangunan yang ditiru dari negara-negara maju itu. Fakta inilah yang

kemudian memunculkan teori yang disebut dengan teori heterodoks (menyempal)

karena karakter teorinya yang menyempal dari teori yang dikenal umum, yaitu

teori liberal (ekonomi pasar) dan teori radikal (ekonomi terpusat). Teori ini

bukanlah teori besar (grand theory) melainkan hanya merupakan teori-teori kecil

tapi berhasil menjelaskan dan memberikan solusi bagi beberapa negara di luar

negara-negara barat (Damanhuri, 2010:61-62).

Nugroho (2006:179-180) menjelaskan bahwa aliran heterodoks merupakan

aliran non mainstream yang tidak lain adalah lawan dari teori-teori ortodoks yang

dikenal luas dalam teori pembangunan. Ada beberapa aliran yang digolongkan

kedalam teori heterodoks menurut Nugroho, yaitu:

1. Aliran kelembagaan (institusionalis) yang menyatakan bahwa

perkembangan ekonomi suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh

kelembagaan negara tersebut, baik kelembagaan yang sifatnya legal formal

maupun kelembagaan non formal. Kelembagaan legal formal yang

dimaksud adalah kelembagaan seperangkat aturan hukum dan Undang-

Undang yang berlaku di suatu negara, sementara kelembagaan non formal

yang dimaksud adalah seperangkat kebiasaan, adat-isitadat, tradisi, budaya,

dan sebagainya.

2. Aliran sejarah (historis) yang menekankan bahwa fenomena dan kinerja

perekonomian sebuah negara merupakan hasil dari perjalanan sejarah

negara tersebut. Para pendukung aliran sejarah ini menyatakan bahwa

analisis ekonomi tidak bisa dilakukan dengan metode deduktif

sebagaimana lazim digunakan oleh kaum neo-klasik. Metode deduktif

berangkat dari keyakinan, hipotesis, dan teori yang diyakini kebenarannya

sejak sebelum penelitian dilakukan sehingga cenderung merekayasa

penelitian tersebut agar sesuai dengan hipotesis dan keyakinan awalnya itu.

Analisis ekoomi menurut aliran harus dilakukan dengan cara induktif di

mana peneliti bergerak dari fenomena yang ada di masyarakat tanpa

dibekali teori apapun. Teori disusun berdasarkan fenomena yang ada di

tempat penelitian, bukan sebaliknya.

Sistem ekonomi heterodoks dalam kalimat yang sederhana merupakan

sistem ekonomi yang disusun dan diterapkan berdasarkan kondisi-kondisi spesifik

Page 41: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

22

sebuah negara. Damanhuri (2010:62) menyebutkan ciri-ciri dari teori

pembangunan ekonomi heterodoks ini sebagai beriku:

1. Teori ini selalu menyesuaikan dengan realitas yang ada di negara

berkembang, dengan demikian kondisi keberhasilan pembangunan

ekonomi di negara maju tidak bisa menjadi referensi untuk melaksanakan

pembangunan di negara berkembang.

2. Adanya pengakuan yang luas terhadap nilai-nilai kearifan lokal suatu

negara, baik agama, kebudayaan, adat istiadat maupun nilai-nilai lokal

lainnya. Lebih dari itu nilai-nilai kearifan lokal itu justeru dijadikan

sebagai salah satu kekuatan penting dalam pembangunan ekonomi.

3. Adanya sinkronisasi antara nilai-nilai lokal dengan nilai-nilai modern.

Upaya penyerapan perkembangan modern di satu sisi diikuti dengan upaya

melestarikan nilai-nilai lokal yang sudah ada di sisi lain.

4. Adanya keterlibatan langsung yang cukup penting dari UKM dan LSM

lokal yang dianggap sebagai penggerak dalam keberhasilan pembangunan

ekonomi.

Teori dualisme ekonomi dari Boeke adalah salah satu contoh teori

heterodoks. Boeke membuat bangunan teori dualisme itu dari kondisi dualistik

yang dilihatnya di masyarakat Indonesia pra merdeka. Menurut Boeke, ada tiga

ciri ekonomi masyarakat yaitu semangat sosial, bentuk organisasi dan teknik yang

mendominasinya. Saling ketergantungan antara ketiganya merupakan siste sosial.

Jika suatu masyarakat hanya memiliki satu sistem sosial, maka masyarakat

tersebut disebut masyarakat homogen, tetapi jika masyarakat itu memiliki lebih

dari satu sistem sosial, maka masyarakat tersebut disebut sebagai masyarakat

dualistik atau majemuk. Pada masyarakat Indonesia pra merdeka, masyarakat

pribumi mengalami dualistik di mana sistem sosial masyarakat pribumi

bercampur dengan sistem sosial masyarakat barat yang datang dari masyarakat

barat (Belanda). Sebagian masyarakat terpengaruh oleh sistem sosial barat

sementara sebagian besar yang lain tetap dalam sistem sosialnya yang sudah ada.

Hal itu membuat terjadinya benturan antara sistem sosial yang diimpor dari barat

dengan sistem sosial pribumi. Hal itulah yang menyebabkan masyarakat pribumi

sulit mengalami perkembangan ekonomi pada masa itu (Damanhuri, 2010:63-64)

Rahardjo (2011:3) menjelaskan tentang teori dualisme ekonomi Boeke ini

dengan lebih jelas. Menurut Boeke, ekonomi lokal masyarakat Indonesia lebih

digerakkan oleh upaya pemenuhan kebutuhan sosial yang berorientasi pada

terciptanya kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama. Hal itu membuat

praktek ekonomi sosial Indonesia sering kali berwujud kerja bersama (gotong

royong) untuk membantu aktifitas ekonomi anggota masyarakat tanpa

mengharapkan upah. Pemerintah kolonial Belanda pada sisi lain justeru

mengembangkan sistem ekonomi yang sangat kapitalistik yang menuntut

masyarakat lokal untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhan pasar. Hal inilah

yang disebut Boeke sebagai „dualisme ekonomi‟. Lebih jauh Boeke juga

menyatakan bahwa fenomena dualisme ekonomi inilah yang selama ini

menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat pribumi.

Page 42: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

23

Atas dasar analisis itulah Boeke mendukung gagasan pengembangan

koperasi di kalangan pribumi. Boeke adalah salah satu orang pertama yang

mengatakan bahwa koperasi merupakan sistem ekonomi yang paling cocok

dengan budaya kaum pribumi Hindia-Belanda. Koperasi menekankan pentingnya

kesejajaran antara prinsip cooperative dengan nilai gotong royong atau tolong

menolong. Bersama ekonom pribumi, Muhammad Hatta, Boeke menjadi pelopor

peraturan pemerintah dan Undang-Undang Perkoperasian yang dianggap sesuai

dengan kondisi perekonomian kaum pribumi. Pandangan Boeke itulah yang

kemudian menjadi ruh atau semangat munculnya Pasal 33 dalam Undang Undang

Dasar 1945 (Rahardjo, 2011:3).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia

sesungguhnya secara legal formal menghendaki teori ekonomi heterodoks sebagai

strategi pembangunan ekonominya. Para pendiri bangsa ini sesungguhnya berharap

bahwa perekonomian nasional dijalankan atas dasar kerja sama dan kasih sayang,

bukan atas dasar persaingan dan keserakahan individualisme yang menjadi ciri khas

sistem ekonomi kapitalisme, namun dalam prakteknya pelaksanaan perekonomian

berdasarkan atas azas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD

1945 itu belum terlihat dominan dalam realitas pembangunan ekonomi Indonesia.

Jepang adalah salah satu contoh penting negara yang menerapkan dengan

baik teori ekonomi heterodoks. Jepang adalah negara paling maju di Asia yang

dapat dikatakan berhasil membangun perekonomiannya hampir di semua aspek

ekonomi. Berbeda dengan kemajuan yang dialami oleh negara industri barat yang

kemajuan ekonominya terjadi karena bekerjanya sistem ekonomi pasar secara

ekstrem, Jepang membangun perekonomiannya dengan tanpa menghilangkan

budaya dan nilai-nilai lokal yang telah ada didalamnya. Nilai-nilai lokal, budaya

serta agama yang dianut masyarakat Jepang itu justeru menjadi variabel penting

yang memperkuat Jepang dalam upaya pembangunan ekonominya. Micho

Morishima dalam analisisnya menyatakan bahwa keberhasilan jepang dalam

pembangunan ekonominya itu tidak terlepas dari adanya nilai tradisional

konfusianisme yang mampu mengeliminasi problem kelas sosial (Damanhuri,

2010:73).

Lebih jauh, Damanhuri (2010:74) merangkum setidaknya ada empat ciri

menonjol dalam model ekonomi Jepang, yaitu: (1) negara menjadi sentral dalam

penentuan keputusan jangka panjang, pertumbuhan ekonomi, consensus antar

lembaga, pengembangan teknologi, dan sebagainya. Tetapi negara berperan

sangat sedikit dalam tingkat realisasinya. Negara mempercayakan pelaksanaan

hasil perencanaan itu kepada pihak swasta sepenuhnya; (2) negara dan swasta

menjalin hubungan kemitraan yang sangat erat dalam rangka merebut pasar dunia

dengan membentuk Japan Incorporated sebagai wadah resmi kerjasama itu; (3)

sistem subsidi untuk kebutuhan pokok yang menjamin secara selektif proses

redistribusi kepada para petani serta kelas-kelas sosial yang rendah lainnya dari

hasil-hasil pertumbuhan ekonomi; dan (4) peran buruh tidak signifikan dalam

proses pengambilan keputusan ekonomi politik, namun sebagai kompensasinya,

perusahaan berkewajiban untuk mengadakan konsultasi regular, baik harian,

mingguan, bulanan maupun tahunan untuk menampung segala aspirasi buruh.

Jepang kembali menjadi contoh penting dalam menggambarkan berjalannya

teori heterodoks pada sektor ekonomi pertembakauan. Sejak awal abad 20 hingga

Page 43: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

24

dekade 1980an, industri tembakau Jepang dijalankan oleh negara secara terpusat

(sebagaimana teori state based economy) di mana negara memonopoli

perdagangan tembakau di Jepang. Pemerintah Jepang pada masa itu mengambil

alih proses budi daya, produksi dan penjualan produk-produk tembakau.

Monopoli negara terhadap perekonomian tembakau ini berlaku untuk semua aspek

budi daya tembakau, pengolahan, penjualan hingga konsumsi. Baru pada era

1980an, Jepang melakukan transformasi besar-besaran dengan menggandeng

sektor swasta dalam menjalankan bisnis tembakau namun tetap dalam konsep

monopoli dengan membentuk Japan Tobacco Incorporated. Tujuan dari upaya

privatisasi ini adalah untuk memperbesar jangkauan pasar, terutama pasar

internasional dan memperluas kapasitas usaha perusahaan. Pada tahun 1999,

Japan Tobacco memperluas skala usahanya dengan membeli RJ Reynolds

International. Lebih jauh, Japan Tobacco juga mengakuisisi Gallaher Group Plc

pada april 2007 untuk memperkuat posisinya sebagai perusahaan internasional

(Kinasih et al., 2012:53-55). Tepat jika Damanhuri (2010:73) menyebut model

pembangunan ala Jepang ini sebagai state capitalism atau capitalist development

state karena sikap progresif pemerintah Jepang yang memerankan diri sebagai

swasta yang terus berusaha mengakumulasi modal demi membangun

perekonomiannya.

Ekonomi Wilayah

Keterkaitan Ekonomi dan Wilayah

Ekonomi tidak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang kewilayahan.

Capello (2007:1-2) menyebut aktifitas ekonomi itu muncul, tumbuh dan

berkembang didalam ruang atau wilayah. Sumber daya produksi tersedia dan

terdistribusi didalam ruang atau wilayah. Perbedaan ketersediaan sumber daya

sebagai akibat dari perbedaan kondisi geografis dan iklim antar wilayah

menyebabkan aktifitas ekonomi pada setiap wilayah mengalami perbedaan

karakteristik, hasil dan tingkat kesejahteraan. Wilayah berperan besar dalam

mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi. Wilayah merupakan sumber

keunggulan dalam aktifitas ekonomi (the advantage source of economic) karena

wilayah menyediakan faktor produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan

aktifitas ekonomi. Karena kesadaran akan pentingnya wilayah dalam aktifitas

ekonomi itulah yang kemudian melahirkan cabang ilmu ekonomi yang bernama

ekonomi wilayah (regional economic). Secara definitif, Shrivastava (2000:44)

memberikan penjelasan tentang ruang lingkup ekonomi wilayah. Menurutnya

ekonomi wilayah menekankan pada bagaimana aktifitas sektoral (sub sektor atau

fungsional) bisa meningkatkan pendapatan regional dan menyediakan lapangan

kerja didalam wilayah. Lebih spesifik lagi ia menyebut ekonomi wilayah sebagai

penyelesaian permasalahan ekonomi di dalam wilayah (problem-solving

economics for a region).

Keterkaitan yang kuat antara aktifitas ekonomi dan wilayah membuat

banyak ekonom berpendapat bahwa pembangunan ekonomi harus dilakukan

dengan menjadikan wilayah sebagai basis dan orientasi pembangunan

(pembangunan berbasis wilayah). Sebab pembangunan ekonomi sejauh ini

Page 44: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

25

umumnya berorientasi pada kinerja ekonomi makro suatu negara. Malecki‟s

(1991) dalam Stimson et al. (2006) menyatakan bahwa standar teori pembangunan

ekonomi selama ini hanya berfokus pada perubahan kuantitatif secara agregat.

Meskipun ada kesadaran tentang pentingnya pembangunan berbasis wilayah,

namun umumnya wilayah hanya dijadikan sebagai alat pembanding (comparison

tools) untuk melihat kinerja ekonomi agregat secara kuantitatif. Pembangunan

ekokomi wilayah menurut Stimson (2006) seharusnya memiliki dua dimensi,

yaitu dimensi kuantitatif dan dimensi kualitatif. Dimensi kuantitatif berguna untuk

mengukur peningkatan atau pertumbuhan kesejahteraan seperti tingkat pendapatan,

ketersediaan barang dan jasa, tingkat keamanan finansisal, dan sebagainya. Tapi

yang tidak kalah penting dari itu adalah dimensi kualitatif seperti kesamaan

(equity), berdampak luas pada penyediaan lapangan kerja (spread effect of

economic), pencapaian pembangunan berkelanjutan, dan peningkatan kualitas

hidup di dalam wilayah.

Multiplikasi pendapatan dalam pembangunan ekonomi wilayah

merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Semakin besar kebocoran

ekonomi yang terjadi berarti semakin besar multiplikasi nilai tambah yang hilang

(Bendavid, 1991). Tarigan (2002:180-184) menjelaskan proses terbentuknya nilai

tambah wilayah yang dimulai dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

hingga ke pendapatan real yang diterima dan dibelanjakan masyarakat dalam

suatu wilayah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah total nilai

tambah dari aktifitas ekonomi yang ada di suatu wilayah. Nilai bruto mencakup

komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan

keuntungan perusahaan), penyusutan, serta pajak tidak langsung netto. PDRB ini

sering menjadi bahan acuan untuk mengukur kondisi ekonomi masyarakat di

suatu wilayah. Padahal nilai PDRB itu tidak sepenuhnya masuk menjadi

pendapatan real masyarakat (disposable income).

Setelah nilai PDRB diketahui, selanjutnya dihitung “Produk Domestik

regional Netto (PDRN)” dengan cara mengurangi nilai PDRB tadi dengan

penyusutan. Penyusutan adalah nilai aus (nilai susut) barang-barang modal atau

nilai pengurangan dari barang-barang modal (mesin, peralatan, kendaraan, dan

sebagainya) yang digunakan dalam proses produksi baik karena usia maupun

kapasitas kerja. Total nilai susut barang-barang modal itulah yang disebut dengan

„penyusutan‟.

Setelah pengurangan dengan penyusutan, selanjutnya lakukan

pengurangan dengan jumlah total pajak langsung netto yang dikeluarkan. Pajak

tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai dan lain-lain. Hasil

pengurangan PDRN dengan pajak tidak langsung ini disebut dengan “PDRN atas

dasar biaya faktor”. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa sering kali terjadi

capital outflow dalam perekonomian wilayah. Jadi „pendapatan regional bruto‟

merupakan pengurangan dari PDRN atas dasar biaya faktor dengan capital

outflow dan ditambah dengan capital inflow.

Selanjutnya pendapatan regional bruto itu dikurang dengan pajak

pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak

dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan sosial (social security

Page 45: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

26

contribution), ditambah transfer yang diterima rumah tangga dari pemerintah dan

bunga netto atas hutang pemerintah, maka akan dihasilkan „pendapatan

perorangan (personal income)‟. Personal income setelah dikurangi lagi dengan

pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/PBB, dan transfer yang

dibayarkan rumah tangga akan menghasilkan „pendapatan real yang dibelanjakan

masyarakat (disposable income)‟.

Kebocoran Ekonomi Wilayah

Ada dua kata kunci ketika berbicara soal kebocoran ekonomi wilayah, yaitu

kebocoran itu sendiri dan wilayah. Kebocoran dalam konteks ini selalu berkaitan

dengan makna ekonomi, oleh karenanya ketika menyebut kebocoran wilayah,

yang dimaksudkan adalah kebocoran ekonomi wilayah. Kebocoran menurut

Doeksen dan Charles (1969) adalah jumlah perubahan total output sebagai hasil

perubahan satu dolar pada permintaan akhir yang tidak terhitung pada suatu

wilayah karena berkaitan dengan impor, atau jumlah pendapatan baru yang tidak

dihasilkan didalam suatu wilayah sebagai akibat kenaikan satu dolar pada

pendapatan karena adanya impor. Sementara itu Bendavid (1991) menyebut

kebocoran sebagai tipe pengeluaran yang tidak meningkatkan tambahan

pendapatan domestik seperti pada pengeluaran pembelian barang-barang impor,

pembelian di luar wilayah, pengeluaran pajak, tabungan, dan sejenisnya yang

tidak meningkatkan arus pendapatan bagi masyarakat dan wilayah tersebut.

Wilayah menurut Isard (1975) dalam Rustiadi et al. (2011:25) pada

dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu. Lebih dari itu, wilayah

merupakan suatu area yang memiliki arti atau bermakna (meaningful) karena

adanya masalah-masalah unik yang ada didalamnya, dengan demikian para ahli

regional memiliki ketertarikan untuk menangani masalah tersebut, khususnya

yang menyangkut masalah sosial ekonomi. Sementara secara yuridis, menurut UU

no 26 tahun 2007 tentang tata ruang dijelaskan bahwa wilayah adalah ruang yang

merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan

sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau fungsional.

Sedangkan Murty (2000:3) menjelaskan bahwa wilayah secara umum

merupakan wilayah geografis, teritorial atau suatu tempat tertentu. Wilayah bisa

bermakna suatu negara, provinsi, kabupaten, kecamatan dan termasuk juga desa,

namun wilayah tidak selalu merujuk pada bagian dari tempat atau areal tertentu.

Wilayah juga dapat dilihat dari kesatuan ekonomi, politik, sosial, administratif,

kesamaan kondisi iklim dan geografis dan sebagainya. Pengertian wilayah sangat

bergantung dari perspektif studi yang dibangun dan dikembangkan.

Berdasarkan berbagai definisi dan konsep diatas, maka dapat dipahami

bahwa kebocoran wilayah adalah potensi kehilangan pendapatan atau nilai tambah

suatu wilayah/daerah administratif tertentu sebagai akibat dari tidak adanya

aktifitas processing sumber daya unggulan wilayah/daerah didalam wilayah

/daerah itu. Makna lain dari kebocoran wilayah adalah kondisi terjadinya aliran

nilai tambah ke luar wilayah karena adanya potensi nilai tambah yang tidak dapat

dioptimalkan pemanfaatannya sehingga multiplier yang terjadi dalam

perekonomian wilayah menjadi kecil.

Page 46: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

27

Kebocoran wilayah sering kali menjadi penyebab tertinggalnya suatu

wilayah dari wilayah lainnya. Rustiadi et al. (2011) menjelaskan bahwa

kebocoran wilayah dapat mendorong semakin terjebaknya suatu wilayah dalam

kemiskinan dan juga dapat memperlebar ketimpangan antar wilayah. Kiranya

inilah yang menjelaskan kenapa banyak wilayah/daerah yang kaya sumber daya

alam namun kondisinya relatif masih tertinggal dibanding daerah lainnya.

Indonesia misalnya, daerah-daerah kaya sumber daya alam seperti Indonesia

Timur, Kalimantan dan Sumatra, kondisinya tidak lebih baik dari daerah-daerah

yang ada di Pulau Jawa. Hal ini terjadi karena selama ini Pulau Jawa menjadi

pusat pertumbuhan dan pengolahan sumber daya yang bahan bakunya didapat dari

daerah-daerah diluar Pulau Jawa.

Berkembangnya Pulau Jawa sebagai pusat pertumbuhan dan pengolahan

hasil sumber daya di Indonesia terjadi tidak hanya karena dorongan pemerintah,

tapi juga karena bekerjanya mekanisme pasar kapitalisme. Kapitalisme tegak

diatas empat pilar yakni kebebasan (freedom) dengan meminimalkan campur

tangan pemerintah, mementingkan diri sendiri (selfish), pasar persaingan

sempurna, serta berorientasi pada laba (profit) dalam rangka mengakumulasi

modal (capital) [Yustika,2011:24-25].

Laba sebagai tujuan utama para kapitalis bisa dimaksimalkan dengan

melakukan efisiensi penggunaan input serta efektifitas atau memudahkan akses

terhadap pasar. Pulau Jawa dengan populasi yang tinggi menyediakan tenaga kerja

yang melimpah yang dapat dipekerjakan oleh para kapitalis dengan upah yang

murah. Selain itu, kondisi pendidikan yang lebih baik di Pulau Jawa juga

menyediakan tenaga kerja yang relatif lebih baik dibanding daerah lainnya. Lebih

dari itu, populasi yang tinggi di Pulau Jawa juga berarti permintaan (tujuan pasar

utama) yang tinggi tersedia di Pulau Jawa. Terlebih lagi, dengan memusatkan

aktifitas bisnis di Pulau Jawa para kapitalis dapat melakukan lobi-lobi dengan

pihak pemerintah secara lebih mudah. Untuk menjalankan proses produksi itu,

para kapitalis membutuhkan sumber daya yang diambil dari wilayah lain di luar

Pulau Jawa. Akibatnya, infrastruktur di Pulau Jawa berkembang pesat, bahkan

melebihi kapasitas lingkungan (carrying capacity-nya) sementara wilayah lain

kian tertinggal.

Pendapat diatas diperkuat dengan pendapat Anwar (2004) yang

menjelaskan bahwa kebocoran wilayah yang besar sering terjadi karena: (1) sifat

komoditas yang bersifat eksploitatif yang dalam sistem produksi atau processing-

nya komoditas itu memerlukan syarat-syarat khusus baik kualitas sumber daya

manusia, teknologi, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lain yang

membuat aktifitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah

diolah di wilayah lain; (2) sifat kelembagaan, yaitu menyangkut kepemilikan

(owner).

Proses intraksi regional yang seperti itulah yang membuat ketimpangan

wilayah antara Jawa dan luar Jawa semakin memburuk di Indonesia. Secara

teoritis, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah.

Murty (2000:5-8) mengidentifikasi penyebab dari ketimpangan wilayah dengan

mengkombinasikan variabel ekonomi dengan variabel lainnya seperti variabel

fisik dan sosial yang diyakini menjadi penyebab ketimpangan wilayah. Atas dasar

Page 47: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

28

itu ia menyimpulkan bahwa ada beberapa penyebab utama terjadinya ketimpangan

wilayah yaitu kondisi geografis, latar belakang sejarah, politik, kebijakan negara,

administratif, sosial, dan ekonomi.

Secara geografis, wilayah yang terlalu luas menyebabkan distribusi

sumber daya nasional (national resources), sumber daya kekuatan (power

resources), sumber daya pertanian (agricultural resources), topografi, iklim dan

curah hujan secara keseluruhan tidak sama. Secara historis, pembangunan

masyarakat akan sangat bergantung pada apa yang sudah dilakukan di masa lalu

sebagai acuan untuk bertindak di masa depan. Secara politik, stabilitas politik,

kekuatan pemerintah (government power), korupsi dan partisipasi publik sangat

berpengaruh dalam pembangunan. Jika politik tidak stabil, atau jika pemerintah

stabil tapi lemah, korup dan resisten terhadap kritik publik, maka itu akan

menyebabkan kegagalan pembangunan dan juga ketimpangan pembangunan.

Kebijakan negara (state policy), keberpihakan kebijakan akan sangat menentukan

hasil pembangunan. Di banyak negara miskin, keberpihakan itu lebih banyak

diberikan kepada orang-orang kaya (pemilik modal) untuk mengeksploitasi orang

miskin. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya efek penyedotan (backwash effect)

yang memperparah ketimpangan wilayah. Secara administratif, lemahnya

birokrasi, ketidakjelasan fungsi administratif merupakan bentuk inefisiensi

administratif yang sering kali menyebabkan ketimpangan wilayah. Kondisi sosial,

berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kegiatan ekonomi. Masyarakat di

beberapa wilayah terkadang menciptakan suasana tidak kondusif bagi

perekonomian sehingga menyebabkan wilayahnya tidak berkembang. Secara

ekonomi, ketimpangan sering disebabkan karena perbedaan ketersediaan faktor

produksi, linngkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty), free market

yang menyebabkan backwash effect serta ketidak sempurnaan pasar.

Sementara itu, Williamson (1975) menyebut ada beberapa hal yang

menjadi penyebab dari regional inequality, di mana kebocoran yang dimaksudkan

Williamson ini tidak sekadar kebocoran ekonomi secara langsung tapi juga

kebocoran sumber daya manusia (human resources) yang juga berpotensi

menimbulkan kebocoran ekonomi. Secara detail penyebab ketimpangan menurut

Williamson adalah:

1. Migrasi tenaga kerja antar wilayah (interregional labor migration) :

lengkapnya fasilitas di wilayah perkotaan membuat banyak penduduk

pedesaan bermigrasi ke wilayah perkotaan. Sayangnya, karena proses

migrasi itu membutuhkan biaya serta kesiapan untuk berkompetisi (skill),

maka yang bisa melakukan migrasi adalah orang-orang yang terpilih

secara ekstrem. Orang-orang yang bermigrasi itu biasanya adalah orang-

orang terdidik, memiliki kemampuan cukup baik dan dalam usia produktif.

Akibatnya, wilayah pedesaan yang ia tinggal kehilangan orang-orang

terbaik (terdidik dan terampil) dan wilayah perkotaan justeru

mendapatkan orang-orang terbaik yang datang dari pedesaan. Akibatnya

wilayah perkotaan menjadi semakin maju dan wilayah pedesaan semakin

tertinggal.

2. Migrasi modal antar wilayah (interregional capital migration): para

pemilik modal umumnya berasal dari wilayah yang sudah maju. Para

Pemilik modal itu berinvestasi di wilayah yang memiliki ketersediaan

Page 48: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

29

sumber daya alam namun belum maju. Ketika investasinya itu

mendapatkan keuntungan, keuntungannya itu dibawa ke wilayah asalnya.

Akibatnya uang yang beredar di wilayah asal semakin banyak sementara

di wilayah tempatnya investasi hanya kebagian sebagian kecil saja. Itupun

dengan merelakan sumber dayanya dikeruk oleh investor itu. Kondisi ini

membuat ketimpangan antar wilayah menjadi semakin besar.

3. Kebijakan pemerintah pusat (central government policy) : pemerintah

pusat memiliki kecenderungan untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi

yang tinggi secara nasional (agregat). Untuk mencapai tujuan itu,

pemerintah pusat umumnya mengintensifkan investasi publik di wilayah-

wilayah yang memiliki potensi pasar besar (demand side strategy

development). Akibatnya wilayah yang tertinggal menjadi semakin

tertinggal.

4. Hubungan atau keterkaitan antar wilayah (interregional linkage) : proses

pembangunan suatu wilayah selalu diharapkan dapat memberikan efek

sebar (spread effect) ke wilayah lain. Spread effect itu dapat diharapkan

dapat membawa perubahan teknologi, perubahan sosial dan

melipatgandakan penghasilan masyarakat di wilayah lainnya. Atas asumsi

inilah dalam ekonomi wilayah dikenal istilah pusat pertumbuhan (center

of growth). Namu faktanya efek sebar ke wilayah lain itu berlangsung

sangat lambat. Bahkan yang terjadi justeru bukan efek sebar melainkan

efek sedot (backwash effect). Artinya wilayah maju menyedot sumber

daya wilayah tertinggal, misalnya dalam proses produksi, bahan baku

diperoleh dari wilayah tertinggal untuk diolah di wilayah maju. Wilayah

tertinggal hanya mendapat sedikit nilai tambah (value added) sedangkan

wilayah maju tempat diolahnya bahan baku itu mendapatkan nilai tambah

yang besar, dengan kata lain wilayah maju menghambat proses kemajuan

wilayah tertinggal. Inilah yang menyebabkan ketimpangan semakin parah.

Apa yang dijelaskan oleh Williamson diatas juga menjelaskan tentang

adanya efek sedot (backwash effect) dalam proses interaksi ekonomi antar wilayah.

Sejalan dengan pendapat diatas, Das dan Mishra (2000:75) yang melakukan studi

tentang ketimpangan wilayah di India menyimpulkan bahwa ketimpangan wilayah

di negara tersebut disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam membuat

kebijakan wilayah yang dapat mengcounter tarikan ekonomi dari luar wilayah. Ia

juga mengusulkan bahwa untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah di India

tidak cukup dengan mendorong pertumbuhan melalui peningkatan arus uang

(financial flow), tapi juga dengan pendekatan sosial, ekonomi, politik,

administratif dan bahkan lingkungan. Tujuannya adalah untuk mengurangi

dampak sedot (backwash effect) dalam perekonomian antar wilayah.

Pada umumnya, kebocoran wilayah diukur dengan menggunakan analisis

Input-Output untuk mengetahui seberapa besar potensi kehilangan pendapatan

suatu wilayah sebagai akibat absennya industri pengolahan (processing) dan atau

kurangnya industri penghasil input antara dalam suatu wilayah. Pengukuran

kebocoran ekonomi wilayah dengan analisis Input-Output dapat menggambarkan

seberapa besar potensi kehilangan pendapatan wilayah jika suatu sektor

mengalami peningkatan permintaan akhir sejumlah tertentu. Kebocoran wilayah

dalam penelitian ini tidak dilihat dalam perspektif seberapa besar potensi

Page 49: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

30

kehilangan pendapatan wilayah jika permintaan akhir produk tembakau (dan

olahannya) mengalami peningkatan sejumlah tertentu. Penelitian ini mencoba

untuk mengungkap besaran nilai potensi kehilangan pendapatan wilayah sebagai

akibat dari tidak adanya industri pengolahan (processing) produk tembakau di

wilayah Pulau Lombok. Alat analisis yang digunakan didasarkan pada data nilai

tambah wilayah yang dikembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Keterkaitan Desa – Kota

Pola keterkaitan desa – kota sangat dipengaruhi oleh teori Lewis yang

menyatakan pentingnya “transfer surplus” dari kawasan pertanian (perdesaan) ke

kawasan industri (perkotaan). Transfer surplus dapat terjadi melalui pengambilan

dan penarikan sumberdaya-manusia (labor), modal dan sumberdaya lainnya oleh

perkotaan dari perdesaan atas nama kepentingan pembangunan (Fei dan Ranis,

1964 dalam Rustiadi, 2011:314-315). Menurut teori Lewis, upaya mempercepat

pertumbuhan ekonomi dengan konsep kota sebagai pusat pertumbuhan harus

didukung oleh kawasan desa dengan melakukan transfer surplus.

Desa dalam konsep pusat pertumbuhan diposisikan sebagai kawasan

penunjang pertumbuhan itu. Desa diharapkan dapat mensuplai kebutuhan

sumberdaya untuk mendukung proses pertumbuhan. Kota di sisi lain dijadikan

sebagai pusat akumulasi nilai tambah untuk menciptakan pertumbuhan yang besar.

Pertumbuhan yang besar di kawasan perkotaan selanjutnya diharapkan dapat

menciptakan efek menetes kebawah (trickle down effect) sehingga kawasan

perdesaan pun akan ikut merasakan manfaat dari pertumbuhan yang besar itu.

Konsep ini sesungguhnya menciptakan situasi di mana perkotaan mengendalikan

perdesaan dalam kacamata kepentingan perkotaan, sehingga menyebabkan

berkurangnya potensi desa untuk berkembang. Buruknya keterkaitan desa–kota ini

menunjukkan adanya kecenderungan hubungan eksploitatif antara perdesaan dan

perkotaan. Keterkaitan desa–kota itu hanya memperbesar peluang masyarakat

perkotaan untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi sumberdaya perdesaan.

Lipton (1977) dalam Rustiadi (2011:317) memperkenalkan istilah “urban

bias” untuk menjelaskan situasi backwash yang dialami perdesaan. Menurutnya,

perencanaan pembangunan yang pro growth selalu berfokus pada upaya

pembangunan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan. Para perencana

pembangunan cenderung mengabaikan atau tidak memahami persoalan perdesaan

secara konprehensif dalam proses perencanaan yang dilakukannya sehingga hasil

pembangunan selalu memposisikan desa sebagai „pelayan‟ kota. Pembangunan

yang berkonsentrasi pada pertumbuhan itu menyebabkan desa mengalami

kebocoran (leakages) yang manfaatnya terakumulasi di perkotaan.

Penyedotan (backwash) yang dilakukan perkotaan terhadap perdesaan

sebenarnya merupakan respon atas mekanisme pasar yang melatari teori

pembangunan mainstream. Konsep „transfer surplus‟ Lewis pada dasarnya juga

dikembangkan dari logika harmoni alamiah Smith. Ketika setiap orang, baik di

perdesaan maupun di perkotaan dibiarkan bebas, mengedepankan kepentingan

sendiri (individualis) dan bersaing secara sempurna, maka masyarakat perdesaan

akan cenderung bermigrasi ke perkotaan dengan harapan dapat memperbaiki

Page 50: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

31

kualitas hidup di perkotaan mengingat perkotaan merupakan pusat aglomerasi

ekonomi. Masyarakat perdesaan yang bermigrasi itu pada umumnya merupakan

orang-orang terbaik desa yang merasa siap untuk berkompetisi di kota. Akibatnya

desa kehilangan orang-orang terbaiknya dan kota harus menampung orang-orang

terbaik itu dengan kapasitas penyediaan sumberdaya yang terbatas. Pada

gilirannya kondisi ini akan menyebabkan desa menjadi kian tertinggal dan kota

akan menjadi padat dan kumuh.

Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) dan Faktor Sebab Akibat Kumulatif

(Circular Cummulative Causation) Gunnar Myrdal

Pusat pertumbuhan (Growth Pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu

secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional pusat pertumbuhan

merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena

sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu

menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (ke daerah

belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang

banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole

of attraction) sehingga para pelaku usaha tertarik untuk menjalankan usahanya di

lokasi itu dan masyarakat umum merasa senang untuk datang dan memanfaatkan

fasilitas yang ada di lokasi tersebut (Tarigan, 2002:138).

Teori pusat pertumbuhan (growth pole) ini mendominasi pilihan kebijakan

pemerintah dalam strategi pengembangan wilayah. Sebagaimana dikatakan oleh

Rustiadi et al. (2011:225) bahwa sebagai suatu sistem yang tersusun atas

komponen-komponen yang memiliki lembaga-lembaga fungsional, program-

program pengembangan wilayah pada umumya dilaksanakan dalam kaidah fungsi

suatu unit kawasan berdasarkan karakteristik sumber daya alam (natural

resources), sumber daya manusia (human resources), sumber daya buatan (man

made capital) dan modal sosialnya (social capital). Praktek di lapangan

menunjukkan bahwa program-program pengembangan kawasan itu secara umum

masih didominasi oleh pemikiran teori pusat pertumbuhan (growth pole) yang

lebih menekankan pada pentingnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru

untuk membangun suatu wilayah.

Tarigan (2002:138-140) menjabarkan empat karakteristik khusus suatu

lokasi yang dapat menjadi pusat pertumbuhan, yaitu:

1. Ada keterkaitan atau hubungan internal dar berbagai macam kegiatan

Keterkaitan antar sektor dalam suatu wilayah sangat penting untuk

menumbuhkan perekonomian wilayah tersebut. Adanya keterkaitan yang kuat

menyebabkan tumbuhnya suatu sektor tertentu dalam wilayah itu akan mendorong

tumbuhnya sektor lain yang berkaitan dengan sektor yang bertumbuh itu. Jadi

kehidupan kota sebagai pusat pertumbuhan itu menjadi suatu irama dari berbagai

komponen kehidupan kota dan menciptakan sinergi untuk saling mendukung

terciptanya pertumbuhan. Jika keterkaitan antar sektor dalam suatu wilayah lemah,

pertumbuhan ekonomi akan menjadi pincang di mana ada sektor yang bertumbuh

cepat tapi sektor lainnya tidak terkena imbasnya sama sekali.

Page 51: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

32

2. Mampu menciptakan efek pengganda (multiplier effect)

Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan

menciptakan efek pengganda. Jika ada suatu sektor yang mengalami peningkatan

permintaan yang kemudian berdampak pada peningkatan produksi sektor tersebut

akan mendorong peningkatan produksi pada sektor yang lain juga. Hal inilah yang

dimaksud dengan efek pengganda (multiplier effect). Unsur efek pengganda ini

sangat berperan dalam membuat kota (pusat pertumbuhan) itu mampu memacu

pertumbuhan wilayah belakang atau pendukungnya (hinterland). Ketika terjadi

peningkatan produksi berbagai sektor di kota, maka kebutuhan kota akan bahan

baku dan tenaga kerja akan meningkat yang dipasok dari wilayah hinterland itu.

kondisi itu kemudian membuat wilayah hinterland mengalami pengingkatan

pertumbuhan ekonomi.

3. Memiliki konsentrasi geografis

Adanya konsentrasi geografis akan menciptakan efisiensi diantara sektor-

sektor yang saling membutuhkan. Selain itu konsentrasi geografis itu juga akan

menjadi daya tarik (attractiveness) dari kota tersebut. Konsentrasi geografis ini

akan membuat orang-orang yang datang ke kota dapat mendapatkan berbagai

kebutuhannya pada lokasi yang berdekatan sehingga lebih menghemat waktu,

tenaga dan biaya.

4. Memiliki sifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya, memiliki efek

menetes ke bawah (tricle down effect)

Jika ketiga ciri sebelumnya dimiliki oleh suatu wilayah, maka wilayah

tersebut otomatis dapat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (hinterland).

Hubungan yang harmonis antara pusat pertumbuhan dengan wilayah belakang

sangat diperlukan agar sifat mendorong pertumbuhan daerah belakang itu dapat

terjadi dengan baik.

Harapan akan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect)

dalam konsep pusat pertumbuhan (growth pole) ini tidak sepenuhnya terjadi. Hal

inilah yang membuat teori growth pole tidak begitu populer di kalangan ahli-ahli

pengembangan wilayah, namun pada saat ini teori inilah yang paling

mendominasi aktifitas perencanaan pembangunan di tingkat birokrasi karena

pelaksanaannya yang lebih mudah dan hasilnya cepat terlihat. Wilayah-wilayah

yang ditunjuk sebagai pusat pertumbuhan akan berkembang dengan cepat dan

signifikan meskipun sebenarnya kondisi ini seringkali tidak menjamin

sustainability karena akan timbul disparitas baru dan interaksi yang terbentuk

antara pusat dan hinterland akhirnya akan bersifat asimetris atau saling

memperlemah (Rustiadi et al. 2011:226).

Gunnar Myrdal (1957) dalam Rustiadi et al. (2011:143) memformulasikan

sebab-sebab bertambah buruknya ketimpangan perkembangan ekonomi antar

wilayah. Sebelumnya, teori klasik (ekonomi pasar) berkeyakinan bahwa

mekanisme pasar dalam jangka panjang dapat menciptakan struktur

perkembangan wilayah yang seimbang. Sedangkan Myrdal berpendapat bahwa

adanya faktor sebab akibat secara kumulatif (circular cumulative causation)

Page 52: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

33

dalam proses pembangunan jangka panjang justeru dapat memperlebar

ketimpangan-ketimpangan antar wilayah tersebut. Ketimpangan itu menurut

Myrdal dalam Jhingan (1999:212) dapat terjadi karena bekerjanya sistem ekonomi

pasar (kapitalisme liberal) yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah

yang kemudian mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-

wilayah yang memiliki harapan laba tinggi, sementara wilayah-wilayah lain hanya

dijadikan sebagai pemasok sumber daya untuk meraih laba yang tinggi di wilayah

pusat itu. Hal ini menyebabkan wilayah terbelakang menjadi terlantar dan

mengalami penyedotan atau pencucian balik (backwash).

Dampak pencucian balik (backwash effect) menurut Myrdal adalah segala

perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi suatu tempat karena

sebab-sebab diluar tempat itu, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi.

Sementara itu dampak sebar (spread effect) didefinisikan Myrdal sebagai dampak

momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat

pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab utama ketimpangan

wilayah menurut Myrdal adalah kuatnya dampak pencucian balik (backwash

effect) dan lemahnya dampak sebar (spread effect) di negara berkembang (Jhingan,

1999:212).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya backwash effect adalah

(Rustiadi et al., 2011:143-144):

1. Corak perpindahan penduduk dari wilayah yang masih terbelakang ke

wilayah maju. Penduduk-penduduk wilayah terbelakang yang

berpendidikan dan lebih berkualitas selalu mencari alternatif yang

memungkinkan untuk dapat hidup lebih baik. Kelengkapan fasilitas

serta massifnya aglomerasi ekonomi di wilayah yang lebih maju

mendorong orang-orang terdidik dari wilayah terbelakang itu

bermigrasi ke wilayah maju. Kondisi itu mengakibatkan orang-orang

yang tinggal di wilayah terbelakang itu adalah orang-orang yang

umumnya lebih konservatif dan berpendidikan rendah. Akibatnya

wilayah maju semakin maju karena dihuni oleh orang-orang

berkualitas semetara wilayah tertinggal menjadi semakin tertinggal.

2. Arus investasi yang tidak seimbang. Karena dihuni oleh orang-orang

yang konservatif, permintaan modal di wilayah terbelakang sangat

minimal. Selain itu, rendahnya tingkat produktifitas masyarakat di

wilayah terbelakang itu tidak merangsang investor untuk menanamkan

modalnya disana. Bahkan modal yang bersumber dari dalam wilayah

itu justeru mengalir ke luar (wilayah yang lebih maju) karena lebih

menjanjikan keuntungan.

3. Pola dan aktifitas perdagangan yang lebih didominasi oleh industri-

industri di wilayah maju sehingga wilayah-wilayah terbelakang sulit

unuk mengembangkan pasar bagi hasil-hasil industrinya.

4. Adanya jaringan-jaringan pengangkutan dan infrastruktur yang jauh

lebih baik di wilayah yang lebih maju sehingga kegiatan produksi dan

perdagangan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien.

Bersamaan dengan terjadinya backwash effect itu, perkembangan wilayah

maju juga mendorong peningkatan permintaan akan barang-barang hasil pertanian

Page 53: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

34

dan industri rumah tangga yang dipasok oleh wilayah-wilayah terbelakang. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi efek sebar (spread effect) dalam perkembangan

wilayah maju terhadap wilayah terbelakang, namun karena kekuatan spread effect

itu jauh lebih lemah daripada backwash effect, maka mekanisme pasar semakin

memperlebar ketimpangan-ketimpangan antar wilayah (Rustiadi et al. 2011:144).

Pasar bebas dan kebijakan liberal dalam pembangunan ekonomi

merupakan dua kekuatan penting yang dapat memperparah ketimpangan regional.

Myrdal menyatakan jika segala sesuatu diserahkan pada kekuatan pasar bebas

tanpa dirintangi oleh intervensi kebijaksanaan pemerintah, maka produksi,

industri, perdagangan, perbankan, asuransi, perkapalan dan hampir semua

kegiatan ekonomi yang mungkin mendatangkan keuntungan akan berkumpul atau

mengelompok di wilayah-wilayah yang sudah maju. Bahkan juga ilmu, seni,

sastra, pendidikan dan budaya akan mengelompok di wilayah-wilayah maju itu,

sementara wilayah tertinggal tetap terbelakang (Jhingan, 1999:212-214).

Selanjutnya Rustiadi et al. (2011:145-146) menjelaskan tahapan terjadinya

backwash effect di wilayah-wilayah terbelakang, yakni: (1) aliran bahan mentah /

bahan baku (sumberdaya alam); (2) aliran sumberdaya manusia berkualitas dan

produktif (brain drain); (3) aliran sumberdaya finansial (capital outflow); (4)

aliran sumberdaya informasi dan (5) aliran kekuasaan (power). Pada tahap awal,

perkembangan industri di wilayah maju akan membutuhkan bahan baku (raw

material) untuk mendukung industrinya itu. Bahan baku itu kemudian di supply

oleh wilayah terbelakang sebagai penghasil utama produk pertanian. Selanjutnya

proses backwash itu terjadi dengan adanya migrasi penduduk terdidik dan

produktif wilayah terbelakang ke wilayah maju sebagai akibat dari menurunnya

daya dukung wilayah pedesaan karena massifnya aliran sumberdaya alam dari

wilayah terbelakang itu ke wilayah maju. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya

produktifitas wilayah tertinggal atau pedesaan di mana pada saat bersamaan ia

meningkatkan produktifitas di wilayah perkotaan. Hal ini berarti terjadi proses

brain-drain dalam arti mengalirnya intelektual pedesaan ke perkotaan atau

disedotnya intelektual-intelektual desa ke perkotaan.

Proses pengolahan (processing) yang hanya dilakukan di wilayah maju,

menyebabkan wilayah maju itu menjadi pen-supply produk olahan yang

dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk masyarakat di wilayah yang tertinggal.

Wilayah tertinggal yang tidak melakukan aktifitas pengolahan akhirnya harus

melakukan impor untuk memenuhi kebutuhannya. Impor ini menyebabkan

terjadinya capital outflow dari wilayah pedesaan yang tertinggal ke wilayah

perkotaan yang maju. Aglomerasi ekonomi yang terjadi di wilayah maju

selanjutnya menyebabkan berpusatnya arus informasi di wilayah maju tersebut.

Wilayah tertinggal dan wilayah maju mengalami asymmetric information di mana

masyarakat perkotaan (wilayah maju) selalu diuntungkan karena kemudahan

akses terhadap informasi. Masyarakat di wilayah maju bisa mengakses informasi

tentang pedesaan dengan mudah, sementara masyarakat di wilayah tertinggal agak

sulit untuk mendapatkan informasi dari wilayah maju tersebut. Sebagai

konsekuensinya, orang kota atau orang-orang di wilayah maju mampu memilih

akses yang lebih tinggi dalam proses-proses politik pengambilan keputusan.

Sementara masyarakat pedesaan atau wilayah tertinggal terjebak sebagai objek

keputusan.

Page 54: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

35

Pusat pengolahan daun tembakau menjadi produk rokok tersebar di Pulau

Jawa dan umumnya membuka kantor pusat di Jakarta. Daerah-daerah yang

menjadi tempat produksi rokok adalah Kediri, Surabaya, Semarang, Kudus, dan

sebagainya. Sebagian perusahaan rokok yang skalanya cukup kecil memang ada

yang menjalankan usahanya di luar Pulau Jawa, namun jumlahnya sangat sedikit.

Sementara itu Pulau Lombok sebagai penghasil daun tembakau terbesar ke dua di

Indonesia serta penghasil tembakau jenis virginia terbesar pertama di Indonesia

tidak memiliki pabrik rokok sama sekali. Hal ini dapat dipahami, sebagaimana

dijelaskan Myrdal dalam Jhingan (1999:211-212) bahwa pemberlakuan pasar

bebas membuat hampir semua aktifitas ekonomi menumpuk di suatu wilayah

yang sudah lebih dulu maju, dalam hal ini wilayah Pulau Jawa adalah wilayah

yang lebih dulu maju dan wilayah Pulau Lombok adalah wilayah yang tertinggal.

Pulau Lombok sebagai wilayah tertinggal berperan sebagai pemasok bahan

mentah (raw material) berupa tembakau untuk kemudian diolah di Pulau Jawa.

Artinya, terjadi aliran sumberdaya alam berupa daun tembakau dari Pulau

Lombok ke Pulau Jawa.

Konsep Agribisnis

Arsyad (1985) dalam Firdaus (2008) mendefinisikan agribisnis sebagai

suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan mata

rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk pertanian dalam arti luas.

Adapun pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan

pertanian dan kegiatan pertanian yang menunjang kegiatan usaha. Agribisnis

mencakup semua kegaiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian (farm

supplies), proses produksi atau budidaya pertanian hingga tata niaga produk

pertanian tersebut.

Mengutip Suharjo dalam Gumbira et al. (2001), Asriani (2003)

menggambarkan konsep agribisnis lewat gambar berikut:

Gambar 2.1 Konsep agribisnis Suharjo

SS I

(Pengadaan

dan penyaluran

sarana

produksi)

SS II

(Produksi

Primer)

SS III

(Pengolahan)

SS IV

(Pemasaran)

Lembaga Penunjang Agribisnis

(Pertanian, Keuangan, Penelitian, dll)

Page 55: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

36

Berdasarkan definisi dan konsep diatas, Firdaus (2008) menggambarkan

agribisnis sebagai sebuah sistem yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu: (1)

subsistem pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian (farm

supplies) seperti bibit, benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, bahan

bakar, dan kredit; (2) subsistem kegiatan produksi pertanian baik tanaman pangan,

perkebunan, peternakan, perikanan, dan sebagainya; (3) subsistem pengumpulan,

pengolahan dan penyaluran produk hasil pertanian ke konsumen. Hubungan antar

satu subsistem dengan subsistem lainnya dalam sistem agribisnis ini sangat kuat

sebagaimana tergambar dalam gambar diatas.

Bekerjanya sistem agribisnis yang baik dalam suatu negara akan

mendorong terciptanya kesejahteraan dan kemajuan bagi negara tersebut.

Beierlein et al. (2008) mencontohkan bagaimana Amerika Serikat menjadi negara

dengan tingkat keamanan suplai pangan terbaik, variasi pangan terbanyak serta

biaya transaksi termurah di dunia. Semua itu dapat dicapai karena sistem

agribisnis bekerja dengan sangat baik. Penerapan teknologi dan manajemen yang

efektif dalam proses produksi, processing, pengolahan, dan distribusi membuat

terciptanya efisiensi yang menyebabkan biaya transaksi menjadi rendah sehingga

bisa diakses oleh konsumen dengan harga yang relatif murah. Inti dari kesuksesan

ini adalah terbangunnya interaksi yang baik antar subsistem agribisnis di negara

tersebut.

Agribisnis tembakau virginia Lombok juga dijalankan dengan interaksi

ketiga subsistem diatas. Farm supplier diperankan oleh perusahaan-perusahaan

penyedia sarana produksi. Sementara petani dan pengomprong berperan sebagai

produsen produk tembakau dan industri rokok berperan sebagai pengumpul,

pengolah dan sekaligus distributor produk olahan tembakau. Karena agribisnis

tembakau virginia Lombok dijalankan dengan pola kemitraan, maka perusahaan

mitra juga sering bertindak sebagai farm supplier bagi petani tembakau yang

dibinanya, dalam hal ini perusahaan mitra memfasilitasi penyediaan benih, pupuk

ataupun pestisida yang sesuai dengan kehendak dan kebutuhan perusahaan

tersebut.

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Operasional

Sistem ekonomi pasar (teori-teori liberal) sejauh ini masih mendominasi

pengaruh dalam pembangunan ekonomi di dunia, termasuk di Indonesia.

Pembangunan ekonomi wilayah sebagai salah satu bagian dari pembangunan

ekonomi negara bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduk di

wilayahnya. Teori-teori ekonomi pasar (liberal) menjelaskan bahwa pertumbuhan

ekonomi merupakan aspek terpenting dalam pembangunan ekonomi. Upaya

percepatan pembangunan ekonomi yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi itu

Page 56: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

37

mendorong setiap wilayah untuk memiliki sektor andalan masing-masing

berdasarkan kapasitas sumberdaya wilayah, baik sumberdaya alam, sumberdaya

manusia maupun sumberdaya sosial dan kelembagaan.

Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya wilayah Pulau Lombok

menjadikan komoditas tembakau virginia sebagai salah satu komoditas andalan

dalam pembangunan ekonominya. Kemampuan agribisnis tembakau dalam

menyerap tenaga kerja serta meng-create nilai tambah (value added) wilayah

menjadi alasan penting kenapa komoditas tembakau menjadi salah satu sektor

andalan. Disbun NTB (2012) mencatat bahwa agribisnis tembakau virginia

Lombok mampu menyerap 140.000 tenaga kerja dan 15.000 petani setiap tahun

(selama lima bulan). Sementara itu pada tahun 2004, kontribusi (share) komoditas

tembakau terhadap PDRB adalah 1,57% (BPS NTB, 2004).

Agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok dikembangkan dengan

pola kemitraan. Konsep kemitraan dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau

Lombok ini sudah berjalan sejak tahun 1970. Pada tahun 2012, jumlah perusahaan

yang bermitra dengan petani tembakau virginia di Pulau Lombok sudah mencapai

23 perusahaan (Disbun NTB, 2012). Perusahaan-perusahaan yang bermitra

dengan petani tersebut umumnya merupakan perpanjangan tangan dari industri

rokok yang berpusat di Pulau Jawa.

Agribisnis tembakau virginia berbeda dengan tembakau jenis lainnya.

Perbedaannya terletak pada cara pengeringannya. Tembakau virginia dikeringkan

dengan cara di oven selama beberapa hari, sementara tembakau jenis lainnya

umumnya dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari setelah

sebelumnya dilakukan perajaman. Kondisi itu membuat agribisnis tembakau

virginia membutuhkan lebih banyak input dalam proses produksinya. Input

produksi yang dibutuhkan tidak hanya input produksi pertanian on farm seperti

benih, bibit, pengolaan lahan, buruh tani dan sebagainya, tapi juga input produksi

pasca panen (off farm), terutama dalam melakukan pengeringan tembakau. Untuk

mengeringkan tembakau virginia dibutuhkan input produksi seperti oven1, bahan

bakar, gelantang2, pemeres

3, biaya grading

4, dan sebagainya. Tembakau yang

sudah dikeringkan dengan oven itu disebut sebagai tembakau omprongan. Oleh

sebab itu, orang yang mengomprong tembakau itu dikenal dengan pengomprong.

Pengomprong dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok ada yang

sekaligus merangkap sebagai petani on farm juga (petani pengomprong), ada juga

yang hanya menjadi pengomprong. Jadi, setidaknya ada beberapa pihak yang

berperan langsung dalam pelaksanaan agribisnis tembakau virginia di Pulau

Lombok, yaitu petani dan pengomprong, serta perusahaan mitra.

Sebagai komoditas komersil bernilai tinggi (High Value Commodity),

tembakau virginia di Pulau Lombok dikembangkan dengan mengikuti mekanisme

1 Dibuat seperti sebuah rumah yang dimodifikasi untuk keperluan pengeringan tembakau

Virginia. 2 Sebatang kayu atau bambu dengan panjang dan diameter tertentu tempat diikatkannya daun

tembakau guna mempermudah proses pengeringan didalam oven 3 Alat pengemasan tembakau Virginia setelah dikeringkan dan di grade.

4 Setelah tembakau kering dan diturunkan dari oven, tembakau dibuka ikatannya dari gelantang

dan kemudian di grade dengan cara dikelompokkan berdasarkan kualitas.

Page 57: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

38

pasar. Harga jual tembakau di tingkat petani bergantung pada tinggi rendahnya

permintaan produk tembakau tersebut. Produk tembakau sejauh ini hanya

dimanfaatkan untuk keperluan industri rokok sehingga penentuan harga jual

produk tembakau petani sangat bergantung pada industri rokok. Proses

terbentuknya harga dalam transaksi jual beli omprongan tembakau di Pulau

Lombok didominasi oleh perusahaan industri rokok. Hal ini mengingat jumlah

petani sebagai penjual atau pensuplai yang besar sementara jumlah perusahaan

sebagai pembeli tidak begitu banyak. Kondisi ini sering disebut sebagai

oligopsoni yang menggambarkan peran dominan pembeli dalam menentukan

harga. Terlebih dengan dikembangkannya agribisnis tembakau ini dengan konsep

kemitraan yang memaksa petani untuk menjual produk tembakau yang

dihasilkannya hanya kepada perusahaan tempatnya bernaung sebagai petani mitra.

Gencarnya kampanye anti tembakau membuat pemerintah mengeluarkan

beberapa regulasi untuk mengurangi konsumsi rokok yang berarti juga

mengurangi konsumsi tembakau. Regulasi tersebut misalnya pemberlakuan tarif

cukai yang tinggi. Kinasih et al. (2012) mencatat tarif cukai hasil tembakau di

Indonesia berkisar antara 57%, 80%, 275%, hingga 1.150% dari harga dasar. jika

di rupiahkan, dalam setiap batang rokok, tarif cukai yang diberlakukan berkisar

antara Rp 17 hingga Rp 325. Bahkan untuk tembakau jenis cerutu tarif cukainya

mencapai Rp 100.000. selain pemberlakuan tarif cukai yang tinggi, pemerintah

juga menetapkan harga jual terendah produk rokok.

Kebijakan penerapan cukai yang tinggi serta penetapan harga dasar

terhadap produk rokok sebenarnya cenderung menguntungkan industri rokok.

Ketika produk tembakau berlimpah, umumnya perusahaan (industri rokok)

membeli bahan baku tembakau dari petani dengan harga yang murah, sedangkan

harga jual produk rokoknya mengikuti harga dasar yang diberlakukan. Artinya

keuntungan perusahaan tersebut akan menjadi berlipat ganda, sementara ketika

supply tembakau terbatas yang berarti harga beli tembakau menjadi tinggi,

industri rokok dibolehkan menaikkan harga jual rokok. Hal itu menunjukkan

bahwa penyerahan harga pada mekanisme pasar yang merupakan idiologi dasar

kapitalisme hanya dilakukan untuk produk tembakau mentah (unmanufactured

tobacco), sedangkan produk olahan tembakau berupa rokok, penentuan harga

ditetapkan oleh pemerintah dengan alasan mengontrol konsumsi rokok.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa petani tembakau di

Indonesia, khususnya di Pulau Lombok sangat bergantung pada „kebaikan industri

rokok‟. Harga pembelian tembakau petani biasanya ditetapkan secara sepihak oleh

perusahaan (industri rokok). meskipun dalam konsep kemitraan, berdasarkan

Perda NTB No. 4 Tahun 2006 tentang usaha budidaya dan kemitraan perkebunan

tembakau virginia di Nusa Tenggara Barat, perusahaan diharuskan melakukan

penetapan harga dengan kesepakatan bersama perwakilan petani dengan mediasi

Pemda. Pertemuan penyepakatan harga itu pada prakteknya tetap saja

menempatkan petani pada posisi yang lebih lemah. Petani tidak punya pilihan lain

selain menjual produk tembakaunya, sebab jika tidak dijual tembakaunya akan

rusak, sedangkan produk tersebut tidak bisa di konsumsi langsung. Meski

agribisnis tembakau virginia Lombok dikembangkan dengan konsep kemitraan,

petani tetap memiliki posisi tawar yang lemah dalam proses transaksi (Susrusa

dan Zulkifli, 2007). Kemitraan yang dibangun dalam agribisnis tembakau virginia

Page 58: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

39

di Pulau Lombok harusnya bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme)

sebagaimana ditegaskan dalam Perda NTB nomor 4 tahun 2006 tentang usaha

budidaya dan kemitraan dalam agribisnis tembakau virginia. Faktanya menurut

Ahsan (2008) selama kurun waktu 2002-2008 kecuali pada tahun 2006, hanya ada

10% petani tembakau yang bermitra dengan perusahaan di Pulau Lombok yang

mampu memperoleh untung, sementara sisanya mengalami kerugian.

Dinamika agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok itu menunjukkan

adanya ironi, di satu sisi pengembangannya diserahkan ke mekanisme pasar, tapi

di sisi lain kebijakan-kebijakan pemerintah justeru lebih memihak industri rokok

besar dan cenderung mengabaikan petani. Pemerintah seharusnya berperan

sebagai pengatur pasar agar tidak merugikan kelompok yang lemah. Kondisi ini

membuat petani yang lemah itu harus berhadapan dengan dua kekuatan sekaligus,

yaitu kekuatan pemerintah yang tidak memihak dan kekuatan pasar (kapitalisme).

Pemerintah membuat kebijakan yang mengatur industri rokok tapi tidak membuat

kebijakan yang mengatur produksi tembakau untuk menjamin keuntungan petani.

Akibatnya, produksi tembakau petani diatur sepenuhnya oleh pasar yang sudah di

modifikasi sedemikian rupa oleh industri rokok untuk mendapatkan keuntungan

yang besar. Hal inilah yang dimaksud oleh Caporaso dan Levine (2008) bahwa

pasar itu bisa membentuk struktur kekuasaan sendiri. Kekuasaan yang samar,

tidak terlihat tapi memiliki pengaruh yang besar. Pasar dalam agribisnis tembakau

di Pulau Lombok dikuasai oleh industri rokok dengan menempatkan cabang-

cabang perusahaannya di Pulau Lombok.

Petani dan pengomprong adalah pihak yang paling dirugikan dalam hal itu.

TCSC IAKMI (2008) yang mengambil data dari statistik upah BPS tahun 2005

berupaya untuk menggambarkan betapa dirugikannya petani karena kondisi-

kondisi seperti itu. Data itu menunjukkan bahwa upah rata-rata petani tembakau

secara nasional adalah Rp 15.900 per hari atau Rp 413.374 per bulan dengan rata-

rata lama bekerja 7 jam per hari. Jumlah itu jauh lebih kecil dari pada rata-rata

upah nasional yang mencapai Rp 883.693 per bulan (hanya 47%). Jika dibanding

dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Lombok Timur maka

rata-rata upah petani tembakau itu hanya 50% dari UMK Lombok Timur.

Sementara pada saat yang bersamaan, perusahaan rokok mencatat nilai

keuntungan yang fantastis. Pada triwulan ke tiga tahun 2008, HMS mencatat

keuntungan bersih sebesar Rp 3,1 Triliun, sementara GG sampai pertengahan

tahun 2008 mendapat keuntungan sebesar Rp 891,3 Miliar. Belum lagi

keuntungan yang didapat oleh perusahaan rokok lainnya seperti Btl, BAT, PMI,

dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi nilai tambah (value added)

dalam agribisnis tembakau virginia Lombok itu dalam kondisi timpang. Hal ini

perlu dibuktikan dengan mencari tahu seberapa besar tingkat keuntungan petani

dan membandingkannya dengan tingkat pendapatan atau keuntungan perusahaan.

Tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi NTB,

khususnya di Pulau Lombok. hal itu membuat Pulau Lombok dijadikan sebagai

salah satu pusat pengembangan agribisnis tembakau virginia. Agribisnis tembakau

memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang cukup tinggi dalam

perekonomian wilayah di Provinsi NTB pada umumnya dan Pulau Lombok pada

khususnya. Multiplier effect yang ditimbulkan dapat dilihat dari besarnya

keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward

Page 59: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

40

linkage). Backward linkage yang tercatat pada tahun 2004 adalah sebesar 1,75

sedangkan forward linkage adalah sebesar 1,18 (BPS NTB, 2004). Nilai derajat

kepekaan (backward linkage) yang sebesar 1,75 berarti bahwa peningkatan setiap

Rp 1 permintaan akhir pada sektor tersebut akan menyebabkan terjadinya

peningkatan output perekonomian wilayah sebesar Rp 1,75. Hal ini terjadi karena

bergeraknya sektor lain untuk mendukung pelaksanaan agribisnis tembakau itu.

Forward linkage yang hanya sebesar 1,18 menunjukkan bahwa agribisnis

tembakau hanya mampu menggerakkan sedikit sektor di hilir, dalam kasus ini,

agribisnis tembakau hanya menggerakkan berkembangnya industri rokok.

Rendahnya forward linkage sebagaimana dijelaskan diatas disebabkan

karena industri rokok sebagai tujuan pasar tunggal komoditas tembakau virginia

Lombok tidak membuka pabriknya di wilayah Pulau Lombok. Pabrik-pabrik

rokok dari berbagai perusahaan itu umumnya berada di Pulau Jawa (Kediri,

Kudus, Surabaya, Semarang, dan lainnya). Pulau Lombok dalam hal ini hanya

menjadi pemasok bahan mentah untuk diolah di Pulau Jawa. Akibatnya nilai

tambah yang tercipta di Pulau Lombok dari komoditas tembakau virginia ini

menjadi rendah sebab kegiatan pengolahan berlangsung di luar wilayah.

Konsep pembangunan ekonomi yang menggunakan model pusat

pertumbuhan (growth pole) dalam konteks ekonomi tembakau menempatkan

Pulau Lombok menjadi wilayah hinterland yang secara fungsional mendukung

pertumbuhan ekonomi di wilayah pusat yang dalam hal ini adalah Pulau Jawa.

Harapannya pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa akan menciptakan efek menetes

kebawah (trickle down effect) terhadap Pulau Lombok. Gunnar Myrdal dalam

Jhingan (2011:211) melalui teori circular cumulative causation meragukan

terciptanya trickle down effect itu. Ia menjelaskan argumennya dengan istilah efek

pencucian balik (backwash effect) dan efek sebar (spread effect). Menurutnya

wilayah maju yang menjadi pusat pertumbuhan, dengan segala kelebihan yang

dimilikinya lebih cenderung melakukan eksploitasi, penyedotan dan pencucian

balik (backwash) terhadap wilayah hinterland-nya. Hal ini terjadi jika pasar

dibiarkan bekerja secara bebas tanpa arahan dari pemerintah. Investor tidak akan

menanamkan modalnya pada wilayah yang masih lemah secara infrastruktur,

jangkauan pasar dan akses permodalan. Akibatnya investasi itu dipusatkan di

wilayah-wilayah yang sudah maju sementara wilayah yang masih terbelakang

(hinterland) hanya dijadikan sebagai penghasil bahan mentah untuk keperluan

industrinya. Penyedotan atau backwash itu terjadi karena rendahnya penciptaan

nilai tambah (value added) di wilayah terbelakang. Value added banyak tercipta di

wilayah maju dengan sokongan sumberdaya yang dimiliki wilayah berkembang.

Wilayah maju mampu menciptakan nilai tambah dari sumberdaya yang

dieksploitasi di wilayah terbelakang. Sementara wilayah terbelakang justeru

mengalami penurunan kapasitas lingkungan (carrying capacity) karena

sumberdayanya telah di transfer ke wilayah maju.

Pulau Lombok dalam konteks agribisnis tembakau virginia merupakan

wilayah terbelakang sebagai hinterland sementara Pulau Jawa adalah wilayah

maju sebagai pusat pertumbuhan (center of growth). Backwash effect yang

dimaksud Myrdal dalam hal ini dilakukan oleh wilayah Pulau Jawa terhadap

wilayah Pulau Lombok dalam bentuk transfer daun tembakau dari Pulau Lombok

ke Pulau Jawa. Interaksi ekonomi antar wilayah itu tentu memiliki dampak positif

Page 60: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

41

disamping dampak negatif sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Efek sebar

(spread effect) adalah bentuk dampak positif itu. Efek sebar berarti terciptanya

nilai tambah atau output perekonomian di wilayah hinterland sebagai akibat dari

berkembangnya industrialisasi di wilayah maju. Sumberdaya yang dimiliki

wilayah terbelakang (hinterland) tidak akan memberikan manfaat ekonomi berupa

nilai tambah wilayah jika tidak ada proses industrialisasi di wilayah maju. Pola

hubungan yang eksploitatif dalam interaksi ekonomi antar wilayah dalam sistem

ekonomi pasar (liberal) terjadi karena efek sebar (spread effect) yang ditimbulkan

selalu lebih kecil daripada efek sedot (backwash effect). Kondisi itu diduga terjadi

dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok, di mana nilai backwash

effect lebih besar daripada nilai spread effect. Hal ini perlu dibuktikan dengan

melihat seberapa besar nilai tambah yang diterima wilayah Pulau Lombok dalam

bentuk pendapatan petani, buruh tani dan pemerintah dari total nilai ekonomi

tembakau virginia Lombok setelah dipasarkan dalam bentuk produk jadi (rokok).

Keadilan ekonomi dalam konteks pembangunan wilayah pada agribisnis

tembakau virginia Lombok dapat dilihat dari distribusi nilai tambah wilayah. Hal

ini dapat dilakukan dengan menghitung total nilai ekonomi tembakau virginia

Lombok setelah diolah menjadi rokok. Total nilai ekonomi tersebut kemudian

dijadikan sebagai acuan untuk mengukur tingkat keadilan ekonomi wilayah.

Besarnya nilai tambah wilayah yang dapat diciptakan oleh adanya agribisnis

tembakau virginia di Pulau Lombok dibandingkan dengan total nilai ekonomi

tembakau virginia tersebut. Semakin jauh selisih antara total nilai tambah wilayah

dari agribisnis tembakau dengan total nilai ekonominya berarti semakin besar

ketimpangan antara wilayah Pulau Lombok sebagai wilayah hinterland dan

wilayah lain (Pulau Jawa) sebagai wilayah maju tempat berlangsungnya proses

pengolahan atau produksi rokok. Ketimpangan yang besar berarti tingkat keadilan

ekonominya rendah, dengan kata lain terjadi ketidakadilan ekonomi.

Berdasarkan penjelasan diatas, keadilan ekonomi dalam penelitian ini

dianalisis dalam dua kategori, yakni secara mikro dan secara makro. Analisis

keadilan ekonomi secara mikro dilakukan dengan membandingkan nilai tambah

atau keuntungan usaha tani yang didapat oleh petani maupun pengomprong dan

kemudian membandingkannya dengan nilai tambah atau keuntungan yang

diterima perusahaan pertembakauan yang beroperasi di Pulau Lombok. Agribisnis

tembakau virginia Lombok ini dikatakan adil apabila masing-masing pelaku

ekonomi (petani dan perusahaan) mendapatkan nilai tambah yang proporsional.

Proporsional yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa keuntungan atau nilai

tambah yang diperoleh sesuai dengan besaran korbanan yang dikeluarkan untuk

menghasilkan nilai tambah itu. Selain itu, keadilan ekonomi secara mikro juga

dilihat dari besaran margin atau selisih nilai tambah antara petani dan perusahaan.

Semakin besar margin pendapatan antara kedua pelaku ekonomi dalam agribisnis

tembakau virginia Lombok itu, maka semakin rendah pula tingkat keadilan

ekonominya atau mengalami ketidakadilan ekonomi. Analisis kedua yaitu analisis

secara makro, artinya analisis itu dilakukan dalam perspektif makroekonomi,

dalam hal ini adalah ekonomi wilayah. Aktifitas ekonomi dalam agribisnis

tembakau virginia Lombok itu dikatakan memenuhi prinsip keadilan ekonomi jika

mampu memberikan manfaat yang besar terhadap perekonomian wilayah.

Manfaat terhadap ekonomi wilayah itu dapat dilihat dari besarnya nilai tambah

Page 61: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

42

wilayah (regional income) yang dapat diciptakan dari agribisnis tembakau virginia

Lombok. Selain itu, keadilan ekonomi secara makro ini juga dapat dianalisis

dengan melihat besaran efek sebar (spread effect) dan efek pencucian balik

(backwash effect) dalam interaksi ekonomi antar wilayah pada pelaksanaan usaha

agribisnis tembakau virginia Lombok itu.

Secara diagram, kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka pemikiran penelitian

Backwash Effect

Wilayah Maju (Pusat

Perumbuhan)

Pulau Jawa

Wilayah Terbelakang

(Hinterland)

Pulau Lombok

Spread Effect

Distribusi Nilai Tambah

Antar Wilayah

Sistem Ekonomi

Pasar (Liberal)

Pembangunan

Ekonomi Wilayah

Teori Pembangunan Ekonomi

Gunnar Myrdal

(Circular Cumulative Causation)

Interaksi Ekonomi Antar

Wilayah

Keadilan

Ekonomi ?

Agribisnis Tembakau

Virginia Lombok

Petani dan

Pengomprong

Industri

Rokok

(Perusahaan)

Margin Nilai Tambah

(Keuntungan per hektar)

Nilai Tambah

(Keuntungan

per Ha) Nilai Tambah

(Keuntungan

per Ha)

Page 62: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

43

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga bahwa ada ketidakadilan ekonomi dalam agribisnis tembakau

virginia Lombok, di mana pendapatan dan nilai tambah (keuntungan) yang

diterima petani dan pengomprong tembakau virginia Lombok jauh lebih

kecil dibanding pendapatan atau nilai tambah yang diterima perusahaan

industri rokok dari aktifitas usahanya pada agribisnis tembakau virginia

Lombok.

2. Diduga telah terjadi ketidakadilan ekonomi dalam distribusi nilai tambah

wilayah yang ditandai dengan besarnya efek pencucian balik (backwash

effect) oleh Pulau Jawa sebagai pusat pengolahan industri rokok terhadap

Pulau Lombok sebagai penghasil daun tembakau, sementara efek sebar

(spread effect) sangat rendah dalam interaksi ekonomi antar wilayah itu.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Lombok Provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB). Sebaran agribisnis tembakau di Pulau Lombok berpusat di

Kabupaten Lombok Timur dan sebagian kecil di Kabupaten Lombok Tengah, oleh

karenanya penelitian ini difokuskan di Kabupaten Lombok Timur namun tetap

mengambil sebagian responden dari Kabupaten Lombok tengah. Selain itu,

informasi-informasi penunjang juga di akses dari luar kabupaten tersebut seperti

misalnya data-data perusahaan dan dokumen pemerintah provinsi yang relevan

dengan tema penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yang dilakukan pada bulan

Februari sampai dengan bulan Maret tahun 2013.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode campuran (mix method) yaitu campuran

antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif dalam bentuk deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah sebuah studi untuk membuat gambaran mengenai

situasi atau kejadian. Studi deskriptif juga merupakan studi untuk melukiskan

secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena, kelompok atau individu (Nazir,

2003).

Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani tembakau

virginia yang berdomisili di wilayah sampel yang ditetapkan. Setiap rumah tangga

yang terpilih sebagai responden diwakili oleh kepala keluarga masing-masing.

Selain itu unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bermitra

dengan petani tembakau virginia di Pulau Lombok serta pihak-pihak lain yang

terkait dengan pelaksanaan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok.

Page 63: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

44

Data

Kualifikasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data

kuantitatif. Juanda (2009:76) menyatakan bahwa data kualitatif merupakan data

yang tidak berbentuk angka, sedangkan data kuantitatif adalah data yang berupa

angka hasil pengukuran atau penghitungan (counting). Data kuantitatif ini dapat

diklasifikasikan lagi menjadi data diskrit (hasil hitungan) dan data kontinu (hasil

pengukuran).

Berdasarkan sumber datanya, data dalam penelitian ini menggunakan data

sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk

data sudah jadi atau tersedia dalam bentuk sudah terpublikasi. Adapun data

sekunder yang dikutip dari penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik

(BPS), Dinas Perkebunan Provinsi NTB, Dinas Perkebunan Kabupaten Lombok

Timur, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi NTB, Dinas Pendapatan, Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Lombok Timur, Kementan RI dan

perusahaan-perusahaan pertembakauan yang beroperasi di Pulau Lombok.

Sebagian data sekunder itu juga didapat dari laporan-laporan penelitian yang

sudah dipublikasi. Sementara itu data primer merupakan data yang dikumpulkan

langsung dilapangan ketika melakukan penelitian. Jadi data primer ini belum

tersedia dalam bentuk publikasi tapi tersedia di lapangan (tempat penelitian)

dalam kondisi belum diolah dan berserakan (Juanda, 2009:75).

Teknik Pengumpulan Data

a. Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan tiga pendekatan:

Kuisioner: daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya

diberikan kepada responden untuk diisi sendiri. Daftar pertanyaan itu

dibuat dalam bentuk terbuka, semi terbuka dan tertutup.

Wawancara: dipandu dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang sudah

dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan responden

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Wawancara mendalam: wawancara dilakukan dengan responden

khusus (pakar) dengan dipandu oleh daftar pertanyaan terbuka (guide)

yang berisi kajian khusus mengenai permasalahan yang diteliti.

Bungin (2007) menyatakan bahwa wawancara mendalam harus

dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama

informan di lokasi penelitian.

b. Observasi yaitu proses pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun

data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dengan melakukan

kunjungan dan penilaian langsung ke lokasi penelitian (Bungin, 2007).

Observasi ini dilakukan dengan melihat kondisi real petani – pengomprong,

dan perusahaan mitra.

c. Focus Group Discussion (FGD) yaitu proses pengumpulan data dengan

melakukan diskusi terarah bersama responden (Bungin, 2007). Metode ini

penting untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas dari berbagai sumber

Page 64: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

45

dengan saling bertukar pikiran tentang tema penelitian. FGD dalam penelitian

ini dilakukan dalam berbagai level, mulai dari FGD di tingkat petani, FGD

bersama pemerintah, pimpinan-pimpinan perusahaan dan stakeholder terkait

lainnya.

Metode Penentuan Wilayah Sampel dan Responden

Secara umum, responden dalam penelitian ini ditetapkan dengan cara

simple random sampling pada wilayah sampel yang ditentukan secara purposive.

Juanda (2009) menjelaskan simple random sampling merupakan strategi

pengambilan contoh secara sederhana di mana sampel itu diambil dengan cara

diacak sederhana, calon responden yang diacak adalah yang memenuhi syarat

sebagaimana dijelaskan dalam unit analisis.

Penentuan Wilayah Sampel

Wilayah sampel dalam penelitian ini ditetapkan secara purposive

berdasarkan tujuan penelitian. Wilayah sampel yang dipilih adalah wilayah yang

menjadi pusat pengembangan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok. Hal

ini dapat dilihat dari jumlah keluarga petani tembakau virginia dan luas areal

tanam serta produksi tembakau virginia di wilayah tersebut. Selain itu bahan

pertimbangan lain untuk menetapkan wilayah sampel itu adalah tingkat kemajuan

masyarakat, terutama masyarakat pertembakauan pada wilayah tersebut.

Berdasarkan metode itu maka ditetapkanlah lima wilayah sampel yaitu

wilayah utara tengah, tengah, utara, selatan dan perwakilan Lombok tengah.

Wilayah sampel itu terdiri dari sepuluh desa yang tersebar di delapan kecamatan

dalam dua kabupaten. Desa-desa yang terpilih sebagai wilayah sampel tersebut

dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Page 65: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

46

Tabel 3.1. Wilayah sampel yang dipilih beserta alasannya

No Desa Kecamatan Kabupaten Wilayah Alasan Pemilihan

1 Kabar Sakra Lombok

Timur

Utara

Tengah

Jumlah petani banyak,

masyarakat desa relatif maju,

produksi tinggi.

2 Moyot Sakra Lombok

Timur

Utara

Tengah

Jumlah petani banyak,

masyarakat desa relatif maju,

produksi tinggi.

3 Gelanggang Sakra Timur Lombok

Timur

Tengah Luas areal tanam luas, jumlah

petani banyak, produksi

cukup tinggi, kondisi

masyarakat yang setengah

maju.

4 Lepak Sakra Timur Lombok

Timur

Tengah Luas areal tanam luas, jumlah

petani banyak, produksi

cukup tinggi, kondisi

masyarakat yang setengah

maju.

5 Jerowaru Jerowaru Lombok

Timur

Selatan Luas areal tanam luas, jumlah

petani banyak, masyarakat

yang kurang berkembang.

6 Keruak Keruak Lombok

Timur

Selatan Luas areal tanam luas, jumlah

petani banyak, masyarakat

yang kurang berkembang.

7 Sukadana Terara Lombok

Timur

Utara Jumlah petani banyak, luas

areal dan produksi tinggi,

masyarakat relatif sudah lebih

maju.

8 Sikur Sikur Lombok

Timur

Utara Jumlah petani banyak, luas

areal dan produksi tinggi,

masyarakat relatif sudah lebih

maju.

9 Kopang Kopang Lombok

Tengah

Loteng

Utara

Keterwakilan wilayah

administratif Lombok tengah,

areal yang cukup tinggi,

jumlah petani banyak.

10 Gonjak Praya Lombok

Tengah

Loteng

Tengah

Keterwakilan wilayah

administratif Lombok tengah,

areal yang cukup tinggi,

jumlah petani banyak.

Sumber: Data primer diolah (2013)

Page 66: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

47

Penentuan Responden dan Pakar

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang tersebar di

sepuluh desa. Setiap desa diwakili oleh sepuluh orang responden. Jumlah itu

dirasa cukup untuk mewakili populasi dan memberikan gambaran umum tentang

tema penelitian. Adapun penentuan responden itu dilakukan dengan cara simple

random sampling. Sedangkan pakar untuk wawancara mendalam dalam penelitian

ini ditetapkan secara purposive. Informan dipilih berdasarkan kebutuhan

penelitian. Informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang. Dua orang dari

asosiasi petani tembakau yang berbeda, dua orang dari unsur perusahaan

pertembakauan dan dua orang lagi dari pihak pemerintah daerah. Adapun orang-

orang yang dimaksud sebagai informan itu adalah sebagai berikut: (1) Pimpinan

Himpunan Petani Tembakau Lombok (Hipetal); (2) Pimpinan Asosiasi Petani

Tembakau Indonesia (APTI) wilayah Lombok; (3) Pimpinan PT. AOI station

Lombok; (4) Pimpinan PT. Djarum station Lombok; (4) Pimpinan di Dinas

Perkebunan Kabupaten Lombok Timur; dan (5) Bidang khusus terkait di Dinas

Perkebunan Provinsi NTB.

Variabel yang Diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Keuntungan usaha yang diterima oleh petani maupun pengomprong

tembakau virginia di Pulau Lombok. Keuntungan usaha petani

pengomprong dalam penelitian ini juga disebut sebagai nilai tambah (value

added)

2. Keuntungan atau value added yang diterima oleh perusahaan industri

rokok dari aktifitas usaha pada agribisnis tembakau virginia di Pulau

Lombok.

3. Margin atau selisih value added antara petani dengan perusahaan dalam

satu satuan unit tertentu, dalam hal ini adalah dalam satuan unit hektar.

4. Nilai ekonomi yang dapat dihasilkan oleh produk olahan tembakau

virginia, yakni produk rokok.

5. Nilai tambah wilayah yang dapat diciptakan dengan adanya agribisnis

tembakau virginia di Pulau Lombok.

6. Potensi nilai tambah wilayah yang hilang atau mengalir dan dinikmati oleh

wilayah lain tempat berlangsungnya proses pengolahan daun tembakau

menjadi rokok.

7. Efek sebar (spread effect) yang ditimbulkan dari terpusatnya aktifitas

ekonomi pertembakauan di Pulau Jawa terhadap wilayah Pulau Lombok

sebagai penghasil tembakau virginia.

8. Proses terjadinya efek pencucian balik (backwash effect) dalam agribisnis

tembakau virginia di Pulau Lombok yang ditandai dengan rendahnya

pendapatan wilayah dari agribisnis tembakau virginia sedangkan nilai

ekonominya sangat besar.

Page 67: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

48

Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda

untuk setiap masalah penelitian.

Analisis Keadilan Ekonomi Berdasarkan Jumlah Nilai Tambah

(Keuntungan) dan Margin Nilai Tambah Petani-Perusahaan

Margin usahatani dalam agribisnis tembakau virginia Lombok dianalisis

secara deskriptif dengan cara mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dengan

mengacu pada data kuantitatif dan kualtatif. Distribusi nilai tambah (value added)

diukur dengan melihat besaran nilai tambah atau keuntungan usaha yang diterima

oleh masing-masing pihak dalam rantai tata niaga pada agribisnis tembakau

virginia Lombok, dalam hal ini dibatasi hanya pada tingkat petani, pengomprong

dan perusahaan mitra dengan wilayah operasi Pulau Lombok. Besaran nilai

tambah itu diukur dengan menghitung nilai keuntungan usaha dalam satuan rupiah

per hektar pertanaman tembakau. Selanjutnya dihitung margin atau selisih nilai

tambah yang diterima petani, pengomprong serta perusahaan mitra tersebut.

Keuntungan petani dan pengomprong dianalisis dengan menggunakan rumus

berikut.

π = TR – TC

TR = TP x P

TC = FC + VC + L + o + i

FC = LR + O + Pr + o

VC = Ai1 + Ai2 + Ai3 + o

Keterangan:

π = Total keuntungan atau nilai tambah (value added) petani tembakau

TR = Total Revenue atau total penerimaan

TC = Total Cost atau total biaya produksi

TP = Total Production

P = Price atau harga per unit tembakau virginia

FC = Fix Cost, atau biaya tetap

VC = Variable Cost, atau biaya variable

L = Labor, tenaga kerja

o = Biaya lain tak terduga dan penyusutan

i = Interest rate, tingkat bunga

LR = Land Rent, sewa lahan

O = Oven tembakau

Pr = Alat press bale

Ai1 = Biaya Agroinput pembibitan

Ai2 = Biaya Agroinput penanaman

Ai3 = Biaya Agroinput processing pasca panen (pengomprongan)

Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan perusahaan digunakan

pendekatan harga eceran rokok mengingat perusahaan tidak berkenan

Page 68: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

49

memberikan data laporan transaksi usahanya. Adapun rumus yang digunakan

untuk menghitung tingkat keuntungan perusahaan dengan pendekatan harga jual

eceran adalah sebagai berikut:

Π = ( P – C – KF – Pc – πp - o) (V%) (R)

V% = (0,5 gr / BR) 100%

R = TP (gr) / 0,5 gr

Keterangan:

Π = Total keuntungan perusahaan

P = Price, harga eceran per batang rokok

C = Biaya cukai hasil tembakau

KF = Kertas dan Filter rokok serta kemasannya

Pc = Production cost, perkiraan biaya produksi per batang rokok selain

untuk keperluan kertas, filter dan kemasan rokok.

πp = Keuntungan pedagang pengecer

o = other, biaya lai-lain seperti transportasi, dan sebagainya

V% = Perkiraan prosentase penggunaan tembakau virginia dalam satu

batang rokok

R = Jumlah total batang rokok yang mengandung tembakau virginia

Lombok

TP = Total Production, total produksi tembakau

0,5 gr = Merupakan rata-rata kandungan atau komposisi

tembakau virginia dalam satu batang rokok menurut keterangan

informan kunci (pimpinan perusahaan).

Selanjutnya dihitung margin pendapatan antara petani dan perusahaan

dengan rumus:

Margin = Π perusahaan – Π petani

Prosentase = (Π petani / Π perusahaan) X 100%

Keterangan:

Margin = Margin pendapatan petani dan perusahaan dalam satu hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok.

Π perusahaan = Tingkat keuntungan perusahaan

Π petani = Tingkat keuntungan petani

Prosentase = Prosentase pendapatan petani terhadap pendapatn perusahaan

Analisis Keadilan Ekonomi berdasarkan Efek Sebar (Spread Effect) dan Efek

Pencucian Balik (Backwash Effect)

Secara umum spread effect maupun backwash effect dalam penelitian ini

dianalisis dengan menggunakan data nilai tambah agregat dari agribisnis

tembakau. Total nilai tambah agregat itu dihitung dengan menggunakan

Page 69: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

50

pendekatan harga eceran rokok sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Langkah

pertama adalah menghitung nilai ekonomi tembakau virginia Lombok dengan

rumus:

TEV = ( P – C – KF – [Pc-T] – πp - o) (V%) (R)

V% = (0,5 gr / BR) 100%

R = TPa (gr) / 0,5 gr

Keterangan:

TEV = Tobacco economic value, nilai ekonomi tembakau virginia Lombok

P = Price, harga eceran per batang rokok

C = Biaya cukai hasil tembakau

KF = Kertas dan Filter rokok serta kemasannya

[Pc-T] = Production cost minus tobacco, perkiraan biaya produksi per batang

rokok untuk keperluan selain tembakau dan penyedap rasa lainnya

seperti cengkeh dan saus.

πp = Keuntungan pedagang pengecer

o = other, biaya lai-lain seperti transportasi, dan sebagainya

V% = Perkiraan prosentase penggunaan tembakau virginia dalam satu

batang rokok

R = Jumlah total batang rokok yang mengandung tembakau virginia

Lombok

TPa = Agregat total Production, total produksi tembakau agregat

0,5 gr = Merupakan rata-rata kandungan atau komposisi

tembakau virginia dalam satu batang rokok menurut keterangan

informan kunci (pimpinan perusahaan).

Rumus diatas pada dasarnya didasarkan atas ide yang sama dengan rumus

penghitungan tingkat keuntungan perusahaan sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Ada beberapa perbedaan mendasar diantara keduanya, yakni total produksi yang

dihitung adalah total produksi agregat yang dalam rumus diatas disimbolkan

dengan TPa. Jika pada perhitungan keuntungan perusahaan, total produksi yang

digunakan adalah total produksi untuk setiap satu hektar pertanaman tembakau,

maka perhitungan nilai ekonomi ini menghitung keseluruhan hasil produksi

tembakau virginia di Pulau Lombok dalam satu tahun. Selain itu perbedaan

mendasar lainnya adalah dikuranginya biaya pembelian tembakau dan penyedap

rasa rokok (cengkeh dan saus) dari perhitungan biaya produksi ([Pc-T]). Hal ini

dimaksudkan karena perhitungan ini sedang berusaha mencari nilai murni dari

tembakau virginia Lombok jika ia dijual dalam bentuk sudah diolah (menjadi

rokok).

Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok secara sederhana dapat

diartikan sebagai nilai jual tembakau virginia Lombok setelah diolah dan berubah

bentuk menjadi produk rokok, dengan kata lain seberapa besar kemampuan

agribisnis tembakau Lombok itu dalam menciptakan (creating) nilai tambah. Nilai

ekonomi dari tembakau virginia Lombok perlu diketahui untuk melihat seberapa

besar nilai uang yang beredar dan berkontribusi terhadap perkonomian di wilayah

Pulau Lombok dengan menghitung total pendapatan wilayah Pulau Lombok dari

agribisnis tembakau virginia, baik dalam bentuk pendapatan masyarakat maupun

Page 70: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

51

penerimaan pemerintah daerah. Selisih nilai ekonomi dengan total nilai tambah

wilayah Pulau Lombok dari agribisnis tembakau virginia merupakan pendapatan

wilayah lain tempat dilakukannya pabrikasi atau pengolahan tembakau menjadi

produk rokok.

Efek Sebar (Spread Effect)

Efek sebar (spread effect) dari agribisnis tembakau virginia ini dapat

dilihat dari kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan

sektor terkait di dalam wilayah. Data tenaga kerja yang mampu diserap agribisnis

tembakau virginia ini dapat diperoleh dengan mudah dari publikasi resmi

pemerintah melalui dinas perkebunan maupun BPS. Efek sebar tenaga kerja yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah total nilai (harga) dari tenaga kerja yang

digunakan dalam memproduksi tembakau virginia Lombok. Perhitungan nilai

(harga) tenaga kerja dalam penelitian ini didasarkan pada data hasil analisis

usahatani yang digunakan dalam menghitung tingkat keuntungan petani yang

kemudian di “agregatkan” dengan menggunakan rumus:

LP = LC x TF

Keterangan:

LP = Labor price, nilai atau harga tenaga kerja secara agregat dalam rupiah

LC = Labor cost, biaya tenaga kerja dalam setiap hektar pertanaman tembakau

virginia Lombok.

TF = Total field, total luas areal pertanaman tembakau virginia di Pulau Lombok

Labor price adalah total jumlah uang yang diterima oleh seluruh tenaga

kerja (buruh) selama pelaksanaan agribisnis tembakau virginia Lombok dalam

satu musim tanam (selama lima bulan).

Selain pendapatan buruh, penyerapan tenaga kerja dalam agribisnis

tembakau virginia Lombok ini juga adalah pendapatan atau laba petani. Efek

sebar terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja juga memperhitungkan total laba

petani secara agregat dengan rumus:

FP = Tπ x TF

Keterangan:

FP = Farmer price, nilai atau harga dari tenaga kerja petani (total laba seluruh

petani tembakau virginia Lombok)

Tπ = Total keuntungan petani dalam setiap hektar pertanaman tembakau

TF = Total field, total luas areal pertanaman tembakau di Pulau Lombok

Page 71: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

52

Adapun nilai total dari penyerapan tenaga kerja adalah:

NP = LP + FP

Keterangan:

NP = Employment price

LP = Labor price

FP = Farmer price

Kemampuan agribisnis tembakau virginia Lombok dalam menggerakkan

sektor lain yang terkait dalam penelitian ini dianalisis dengan menghitung total

nilai keseluruhan biaya agroinput yang digunakan dalam menjalankan usaha

agribisnis tembakau itu (dalam satuan rupiah). Selain itu sektor lain yang

merupakan efek sebar dari industi pertembakauan adalah sektor jasa keuangan

(bunga pinjaman). Rumus yang digunakan untuk mengetahui total nilai agroinput

adalah:

TAi = nAi x TF

Keterangan:

TAi = Total of Agroinput, total nilai atau harga dari faktor-faktor produksi

(agroinput) dalam agribisnis tembakau virginia Lombok secara

keseluruhan.

nAi = Total nilai atau harga faktor-faktor produksi (agroinput) per hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok.

TF = Total field, jumlah total pertanaman tembakau virginia di Pulau

Lombok.

Selain sektor agorinput, sektor lain yang dimaksud disini adalah

berkembangnya sektor jasa keuangan dalam bentuk bunga pinjaman. Efek sebar

terhadap sektor jasa keuangan ini dihitung dengan rumus:

i = (iLR + iLP + iIr + iSs + iRo) (TF)

Keterangan:

i = Total bunga pinjaman dalam agribisnis tembakau virginia Lombok secara

keseluruhan (agregat)

iLR = Interest of land rent, bunga sewa lahan

iLP = Interest of labor price, bunga biaya tenaga kerja (buruh)

iIr = Interst of irrigation, bunga biaya pengairan

iSs = Nilai penyusutan dan bunganya

iRo = Bunga biaya renovasi oven

Biaya sewa lahan tidak dihitung sebagai efek sebar karena dengan atau

tanpa adanya agribisnis tembakau lahan-lahan itu diasumsikan tetap berproduksi

Page 72: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

53

(memproduksi komoditas lain). Efek sebar (spread effect) dalam hal ini

merupakan fungsi dari nilai total atau nilai agregat penyerapan tenaga kerja dan

nilai agregat dari sektor lain yang terkait, dalam hal ini sektor lain itu adalah

penyedia sarana agroinput seperti pupuk, pestisida, bahan bakar, dan sebagainya.

Tarigan (2002:175) menyebutnya sebagai biaya antara (intermediate cost). Biaya

antara itu akan dihitung sebagai efek sebar jika faktor-faktor produksi biaya antara

itu dimiliki oleh masyarakat setempat. Jika faktor-faktor produksi itu di ekspor

dari luar wilayah, maka biaya antara itu tidak terhitung sebagai spread effect di

dalam wilayah. Selain itu, sektor lain yang dimaksud disini adalah sektor jasa

keuangan dalam bentuk bunga pinjaman. Secara matematis dapat ditulis:

SE = NP + TAi + i

Jika biaya antara (intermediate cost), yakni biaya agroinput bukan

merupakan milik masyarakat Pulau Lombok, maka komponen TAi dihilangkan

dari rumus diatas sehingga menjadi:

SE = NP + i

Keterangan:

SE = Spread effect

LP = Total of employment price

TAi = Total of Agroinput price

i = Total of interest, total bunga pinjaman

Efek Pencucian Balik (Backwash Effect)

Backwash effect mengacu pada kondisi ketimpangan ekonomi antar

wilayah yang memiliki keterkaitan ekonomi langsung di mana ketimpangan itu

disebabkan oleh adanya ketidakadilan ekonomi dalam interaksi ekonomi antar

wilayah tersebut. Backwash itu terjadi dalam berbagai bentuk seperti migrasi

penduduk, perpindahan modal, dan perdagangan yang timpang (Jhingan,

1999:212-213). Backwash effect dalam penelitian ini dianalisis dengan melihat

arus perpindahan modal (keuntungan) dalam aktifitas perdagangan produk hasil

tembakau virginia lombok dari wilayah Pulau Lombok ke wilayah lainnya.

Analisis itu dilakukan dengan menghitung besaran nilai tambah (value added)

yang diterima wilayah Pulau Lombok dari keseluruhan (total) nilai ekonomi

tembakau virginia Lombok.

Menurut Tarigan (2002:175-178) pendapatan wilayah dari suatu aktifitas

perekonomian terdiri dari upah dan gaji, laba, sewa tanah, bunga uang,

penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Sementara itu biaya antara

(intermediate cost) seperti pupuk, pestisida dan input produksi lainnya tidak

dihitung sebagai pendapatan wilayah dari sektor tersebut karena sudah

diperhitungkan di sektor yang lain. Artinya input-input produksi itu sudah

dihitung sebagai sektor tersendiri. Sebagai contoh, pupuk sudah diperhitungkan

nilai tambahnya dalam sektor ekonomi pupuk itu sendiri sehingga jika dilakukan

Page 73: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

54

perhitungan lagi akan menyebabkan terjadinya perhitungan ganda (double

accounting). Jadi, dalam penelitian ini pendapatan wilayah merupakan nilai total

dari upah tenaga kerja (labor price), biaya sewa lahan, bunga pinjaman,

penyusutan dan pendapatan pemerintah daerah dalam bentuk retribusi. Sementara

nilai tambah diluar itu dihitung sebagai pendapatan wilayah lain, dalam hal ini

wilayah Pulau Jawa tempat berlangsungnya proses pengolahan bahan baku daun

tembakau menjadi produk rokok, dalam rumus matematis dapat dinyatakan:

RIt = RIπ + RIL + RILR + RIi + RIIr + RIRo + GI

Keterangan:

RIt = Regional income in tobacco agribusiness, atau pendapatan wilayah dari

agribisnis tembakau virginia Lombok

RIπ = Regional income from farmer profit, pendapatan wilayah dari laba

usahatani petani tembakau

RIL = Regional income from Labor wage, pendapatan wilayah dari upah

buruh

RILR = Regional income from Land rent, pendapatan wilayah dari biaya sewa

lahan yang diterima tuan tanah

RIi = Regional income from interest, pendapatan wilayah dari total bunga

pinjaman dan penyusutan

RIRo = Regional income from oven renovation, pendapatan wilayah dari biaya

renovasi oven

GI = Government income, pendapatan pemerintah daerah dari agribisnis

tembakau

Sebelum menghitung total pendapatan wilayah dari agribisnis tembakau

virginia Lombok itu, terlebih dahulu perlu dicari nilai dari variabel bebas dengan

rumus-rumus berikut:

RIπ = π x TF

Keterangan:

RIπ = Regional income from farmer profit, pendapatan wilayah dari laba

usahatani

π = farmer profit, keuntungan (laba) usahatani petani

TF = Total field, luas areal pertanaman

RIL = LC x TF

Keterangan:

RIL = Regional income from labor wage, pendapatan wilayah dari upah buruh

LC = Labor cost, total kebutuhan biaya tenaga kerja dalam setiap satu hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok

TF = Total field, luas areal pertanaman

Page 74: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

55

RILR = LR x TF

Keterangan:

RIiLR = Regional income from land rent, pendapatan wilayah dari biaya sewa

lahan yang diterima tuan tanah

LR = Land rent, biaya sewa lahan per hektar per musim tanam

TF = Total field, total luas areal pertanaman

RIi = (iLR + iLP + iIr + iSs + iRo) (TF)

Keterangan:

RIi = Regional income from interest, pendapatan wilayah dari bunga

pinjaman dan nilai penyusutan.

iLR = Bunga biaya sewa lahan

iLP = Bunga biaya upah tenaga kerja (buruh)

iIr = Bunga biaya irigasi

iSs = Bunga nilai penyusutan

iRo = Bunga biaya renovasi oven

TF = Total field, total jumlah areal tanam

RIIr = Ir x TF

Keterangan:

RIIr = Regional income from irrigation, pedapatan wilayah dari biaya yang

dikeluarkan untuk keperluan pengairan.

Ir = Irrigation, total biaya irigasi per hekatar pertanman tembakau

TF = Total field, total jumlah areal lahan di Pulau Lombok

RIRo = Ro x TF

Keterangan:

RIRo = Regional income from oven renovation, pendapatan wilayah dari

biaya renovasi oven

Ro = Biaya renovasi oven untuk kebutuhan pengovenan tembakau hasil

produksi dalam satu hektar pertanaman

TF = Total field, total luas areal tanam

Page 75: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

56

GIt = RIGS + RIGC

Keterangan:

GIt = Government income from tobacco agribusiness, besarnya

pendapatan pemerintah daerah karena adanya usaha agribisnis

tembakau virginia Lombok

RIGS = Pendapatan wilayah dari penerimaan pemerintah dalam bentuk

sumbangan sukarela (retribusi)

RIGC = Pendapatan wilayah dari penerimaan pemerintah daerah dalam

bentuk Dana Bagi Hasil Cukat tembakau (DBHCT).

Selanjutnya dihitung potensi nilai tambah yang hilang atau mengalir ke

luar wilayah Pulau Lombok dengan menghitung selisih antara pendapatan wilayah

Pulau Lombok dalam usaha agribisnis tembakau itu dengan total nilai ekonomi

tembakau. Semakin besar potensi nilai tambah yang hilang itu, semakin kuat pula

efek pencucian balik (backwash effect) yang terjadi. Kemudian dihitung

prosentase pendapatan wilayah terhadap total nilai ekonomi tembakau virginia

Lombok itu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa persen nilai tambah

yang menjadi manfaat di wilayah Pulau Lombok dari total nilai tambah yang bisa

diciptakan oleh industri pertembakauan. Semakin kecil prosentase pendapatan

wilayah terhadap nilai ekonomi tembakau virginia itu menunjukkan semakin kuat

backwash effect yang terjadi. Rumus yang digunakan adalah:

LAV = TEV – RIt

Keterangan:

LAV = Loss Value added, potensi kehilangan nilai tambah wilayah

TEV = Tobacco economic value, total nilai ekonomi tembakau virginia

Lombok

RIt = Regional income in tobacco agribusiness, pendapatan wilayah dalam

agribisnis tembakau virginia Lombok

LAV% = Prosentase pendapatan wilayah dalam agribisnis tembakau virginia

Lombok terhadap total nilai ekonomi tembakau virginia Lombok.

Penarikan kesimpulan tentang tingkat kekuatan backwash effect yang

terjadi dilakukan dengan membuat pengkategorian di mana jika prosentase

pendapatan wilayah terhadap total nilai ekonomi tembakau itu kurang dari 10%

maka backwash yang terjadi sangat kuat, antara 10% - 30% berarti kuat, antara

30% - 50% berarti sedang, dan dibawah 50% berarti lemah, dalam bahasa

matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Page 76: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

57

LAV% < 10% backwash effect sangat kuat

10% < LAV% < 30% backwash effect kuat

30% < LAV% < 50% backwash effect sedang

LAV% > 50% backwash effect lemah

Definisi Operasional

1. Agribisnis tembakau virginia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

aktifitas ekonomi yang menjadikan tembakau jenis virginia sebagai

komoditas usaha, baik di tingkat petani berupa penanaman di sawah (on farm),

pengelolaan pasca panen (off farm) maupun di tingkat perusahaan industri

pengolah hasil tembakau, terutama industri rokok.

2. Petani dalam penelitian ini adalah orang yang menanam (produsen) tembakau

virginia baik di sawah miliknya sendiri maupun di sawah milik orang lain

yang ia sewa atau garap.

3. Pengomprong dalam penelitian ini adalah orang yang melakukan aktifitas

pengolahan pasca panen daun tembakau mulai dari proses pengikatan di

gelantang, pengovenan, grading hingga pengemasan (pengebalan) sehingga

didapatkan produk tembakau kering yang siap dijual ke perusahaan mitra.

4. Perusahaan mitra dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bermitra

dengan petani tembakau virginia Lombok dalam menjalankan agribisnis

tembakaunya.

5. Pemerintah dalam penelitian ini adalah orang atau lembaga yang memiliki

otoritas dan kekuatan hukum dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan

dengan pelaksanaan agribisnis tembakau Virginia Lombok.

6. Nilai tambah (value added) dalam penelitian ini dimaknai dalam dua cara,

yaitu secara mikro dan makro. Secara mikro nilai tambah dalam penelitian ini

adalah pendapatan usahatani petani tembakau virginia dan nilai manfaat

berupa uang yang diterima oleh pengomprong maupun perusahaan dalam

agribisnis tembakau virginia Lombok. Sedangkan secara makro value added

dimaknai sebagai tingkat kemampuan aktifitas ekonomi tembakau virginia

lombok dalam menghasilkan pendapatan wilayah secara agregat.

7. Margin nilai tambah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah selisih nilai

keuntungan yang diterima oleh petani dan pengomprong tembakau virginia

Lombok dengan tingkat keuntungan petani.

8. Nilai ekonomi tembakau yang dimaksud dalam penelitian ini adalah total nilai

(dalam rupiah) tembakau virginia Lombok setelah dijual dalam bentuk produk

rokok. Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok itu adalah harga penjualan

tembakau virginia Lombok setelah diolah menjadi rokok.

9. Wilayah terbelakang (hinterland) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

wilayah Pulau Lombok karena wilayah ini hanya mampu berperan sebagai

penghasil produk primer berupa daun tembakau untuk diolah di wilayah lain.

Page 77: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

58

10. Wilayah maju (pusat pertumbuhan/center of growth) dalam penelitian ini

adalah wilayah tempat berlangsungnya proses pengolahan daun tembakau

menjadi rokok sehingga mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi di

wilayah tersebut, dalam hal ini adalah wilayah Pulau Jawa.

11. Efek sebar (spread effect) dalam penelitian ini adalah dampak positif langsung

berupa pendapatan (nilai tambah) wilayah yang ditimbulkan oleh agribisnis

tembakau virginia Lombok terhadap perekonomian wilayah di Pulau Lombok.

Dampak sebar dalam penelitian ini diukur dengan nilai uang berdasarkan data

sebaran nilai tambah.

12. Efek sedot atau efek pencucian balik (backwash effect) dalam penelitian ini

adalah dampak negatif atau proses eksploitatif dan parasitik dalam interaksi

ekonomi pada agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok dengan data

sebaran nilai tambah sebagai indikator utama. Backwash ini diukur dengan

menghitung prosentase pendapatan (nilai tambah) yang diterima oleh wilayah

Pulau Lombok pada aktifitas ekonomi tembakau virginia terhadap total nilai

ekonomi tembakau virginia Lombok itu.

13. Keadilan ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi

kesamaan atau ketidaksamaan, kondisi kemerataan atau ketidakmerataan, serta

kondisi ketimpangan atau ketidaktimpangan distribusi nilai tambah, baik nilai

tambah antara petani dan perusahaan maupun antara wilayah Pulau Lombok

sebagai wilayah terbelakang pemasok bahan baku industri rokok dengan

wilayah Pulau Jawa sebagai wilayah maju tempat berlangsungnya proses

pengolahan daun tembakau menjadi produk rokok.

4 KONDISI UMUM PULAU LOMBOK

Wilayah Administrasi dan Kondisi Alam Pulau Lombok

Secara administratif Pulau Lombok berada dalam wilayah provinsi NTB

bersama Pulau Sumbawa dan ratusan pulau kecil lainnya. Secara keseluruhan,

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki luas wilayah 20.153,15 km² di

mana Pulau Lombok memiliki luas wilayah 4.738,65 km² atau 23,5% dari total

luas wilayah provinsi NTB. Wilayah Pulau Lombok sendiri, secara administrasi

terbagi menjadi lima wilayah administrasi kabupaten/kota, yaitu Kota Mataram,

Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur. Luas Kota

Mataram adalah 61,30 km² (1,29%), Lombok Barat 1.053,92 km² (22.24%),

Lombok Utara 809,53 km² (17,08%), Lombok Tengah 1,208,40 km² (25.50%),

serta Lombok Timur seluas 1.605,55 km² atau 33,88% (BPS NTB, 2012).

Secara geografis, Pulau Lombok berada di wilayah gugusan Pulau Nusa

Tenggara yang dulu dikenal dengan nama sunda kecil. Pada bagian utara, Pulau

Lombok berbatasan dengan Laut Jawa dan Laut Flores, di bagian barat berbatasan

dengan Selat Lombok / Pulau Bali, sementara di sebelah timur berbatasan dengan

Page 78: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

59

Selat Alas / Pulau Sumbawa, serta di bagian selatan berbatasan langsung dengan

Samudra Indonesia. Selat Lombok merupakan batas sebaran flora dan fauna Asia.

Menurut Alfred Russel Wallace, seorang ilmuwan Inggris di abad ke 19, flora dan

fauna yang ditemui di wilayah Pulau Lombok ke arah timur lebih menunjukkan

kemiripan dengan flora dan fauna yang dijumpai di Australia daripada Asia.

Penduduk dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data hasil Susenas 2011, jumlah penduduk Nusa Tenggara

Barat mencapai 4.545.650 jiwa di mana 3.200.686 jiwa (70,41%) tinggal di Pulau

Lombok. Adapun di Pulau Lombok, kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar

adalah Kabupaten Lombok Timur dengan 1.116.745 jiwa (34,89%) disusul oleh

Kabupaten Lombok Tengah dengan 868.895 jiwa (27,14%), Kabupaten Lombok

Barat sebanyak 606.044 jiwa (18,93%), Kota Madya Mataram sebanyak 406.910

jiwa (12,71%), dan yang terkecil adalah Kabupaten Lombok Utara dengan

202.092 jiwa (6,31%). Sedangkan jumlah total rumah tangga yang ada di Pulau

Lombok adalah 925.152 rumah tangga dengan pola sebaran relatif sama dengan

pola sebaran jumlah penduduk sebagaimana dijelaskan diatas (BPS NTB, 2012).

Bila dilihat dari kelompok umur, komposisi penduduk masyarakat NTB,

khususnya masyarakat Pulau Lombok berbentuk priramida yang mana kelompok

umur terbanyak adalah anak-anak, kemudian remaja, pemuda dan orang tua.

Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Table 4.1. Komposisi penduduk Provinsi NTB berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur

Age Group

Laki-Laki

Male

Perempuan

Female

Jumlah

Total

0-4

5-9

10-14

15-19

20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

50-54

55-59

60-64

65+

246.670

238.412

235.172

217.014

178.993

181.295

166.655

159.961

136.689

114.940

100.829

73.089

58.972

98.325

234.071

226.238

223.487

214.350

209.404

219.474

196.177

180.546

152.014

125.025

108.529

73.554

61.996

113.769

480.741

464.650

458.659

431.364

388.397

400.769

362.832

340.507

288.703

239.965

209.358

146.643

120.968

212.094

Jumlah/Total

2.207.016

2.338.634

4.545.650

Sumber: BPS NTB (2012)

Page 79: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

60

Tabel diatas merupakan tabel komposisi penduduk berdasarkan kelompok

umur untuk provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Mengingat 70% penduduk

NTB berada di wilayah Pulau Lombok, maka komposisi penduduk berdasarkan

kelompok umur di Pulau Lombok diyakini juga memiliki pola komposisi yang

sama di mana ia berbentuk piramida.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa provinsi NTB pada

umumnya dan Pulau Lombok pada khususnya memiliki komposisi penduduk

yang cukup ideal, di mana jumlah populasi terbanyak ada pada kelompok umur 0-

4 tahun, lalu disusul oleh kelompok umur 5-9 tahun dan begitu seterusnya.

Sementara kelompok umur dengan populasi terendah adalah kelompok umur

diatas 60 tahun. Sementara itu kelompok umur produktif atau kelompok umur

bekerja (15-59 tahun) juga berjumlah cukup besar. Ini adalah sinyal positif untuk

memperbaiki kinerja ekonomi wilayah.

Jumlah penduduk NTB yang berusia 15 tahun keatas berdasarkan hasil

survei sosial ekonomi nasional tahun 2011 mencapai 3.134.958 orang. Adapun

jumlah penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja mencapai 2.072.782 orang

(66,11%), sekolah 275.339 orang (8,78%), mengurus rumah tangga 627.340 orang

(20%), dan sisanya merupakan pencari kerja (job seeker).sementara itu, jumlah

pekerja menurut sektor dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Jumlah pekerja menurut sektor di Pulau Lombok tahun 2011

No Kabupaten/Kota Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Jumlah

1. Lombok Barat 111.547 17.954 53.072 19.896 61.101 263.570

2. Lombok

Tengah

225.229 49.010 42.267 31.232 33.199 380.937

3. Lombok Timur 199.746 46.563 94.261 82.841 44.626 468.037

4. Kota Mataram 10.093 15.390 75.529 43.965 32.753 177.730

5. Lombok utara 54.780 5.471 11.260 8.080 9.437 89.028

TOTAL 601.395 134.388 276.389 186.014 181.116 1.379.372

Sumber: BPS NTB (2012)

Mengacu pada data diatas, dapat dipahami bahwa sektor yang paling

banyak menyerap tenaga kerja di wilayah Pulau Lombok adalah sektor pertanian,

disusul dengan sektor perdagangan, jasa dan industri. Sektor pertanian yang

dimaksud disini adalah pertanian dalam arti luas yang mencakup sektor

perkebunan, peternakan, perikanan, dan sebagainya.

Page 80: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

61

Struktur Perekonomian Wilayah

Kinerja perekonomian suatu wilayah dapat diukur dari laju pertumbuhan

PDRB atas dasar harga konstan dan atas dasar harga berlaku. PDRB atas harga

konstan lebih menjunjukkan kondisi yang sebenarnya karena pertumbuhan

ekonomi dengan alat ukur ini hanya disebabkan oleh pertumbuhan riil produksi

barang dan jasa. Adapun distribusi persentase dan pertumbuhan PDRB disajikan

pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3. Distribusi nilai tambah dan laju pertumbuhan PDRB pada tiga

kabupaten Pulau Lombok menurut sektor atas dasar harga konstan

tahun 2000 (dalam 000.000)

No Lapangan

Usaha

Nilai PDRB per Kabupaten

(Rp)

Laju

Pertumbuhan (%)

Lombok

Barat

Lombok

Tengah

Lombok

Timur Lo-

bar

Lo-

teng

Lo-

tim

1 Pertanian 403.331,58 583.230 914.428,60 3,99 4,04 3,07

2 Pertambangan

dan Penggalian

57.404,21 53.416 108.954,60 3,18 5,25 6,74

3 Industri

Pengolahan

78.551,55 128.888 180.134,60 3,08 7,62 6,69

4 Listrik, gas dan

air bersih

7.702,01 4.253 6.050,60 0,61 4,93 3,35

5 Bangunan 173.103,78 178.186 204.786,10 10 5,70 6,12

6 Perdagangan,

Hotel, dan

Restoran

359.698,98 335.612 435.668,20 20,59 7,14 8,47

7 Pengangkutan

dan Konsumsi

162.916,37 104.063 148.971,10 11,18 7,05 7,45

8 Keuangan,

Persewaan dan

Jasa, perusahaan

64.772,71 91.698 114.403 4,30 6,44 6,66

9 Jasa-Jasa 196.240,89 271.895 299.496,90 13,07 2,17 2,38

Total PDRB 1.503.682,06 1.751.241 2.412.893,70 5,14 5,09 5,09 Sumber: BPS NTB, Lotim, Loteng dan Lobar dalam angka tahun 2009 diolah oleh Dipokusuma

(2011)

Data diatas merupakan data tahun 2009 sebelum terjadinya pemekaran

wilayah Kabupaten Lombok Utara dari Kabupaten Lombok Barat. Tabel 4.3

diatas memperlihatkan dengan jelas bahwa kabupaten yang memiliki nilai PDRB

terbesar adalah Kabupaten Lombok Timur, yakni sebesar Rp 2.412.893,700.000,-.

Sementara Kabupaten Lombok barat merupakan Kabupaten dengan PDRB

terendah yakni Rp 1.503.682,060.000,-. Angka itu merupakan angka PDRB

Kabupaten Lombok Barat bersama Lombok Utara sebelum terjadi pemekaran.

Saat ini nilai PDRB Kabupaten Lombok Barat dapat dipastikan lebih kecil dari

nilai tersebut mengingat Kabupaten Lombok Utara sudah menjadi wilayah

otonom tersendiri. Meski memiliki nilai PDRB terendah pada tahun 2009, namun

Page 81: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

62

tingkat pertumbuhan PDRB Kabupaten Lombok Barat pada tahun yang sama

merupakan yang tertinggi dibanding kabupaten lain di Pulau Lombok yakni

sebesar 5,14%. Sedangkan dua kabupaten lainnya, Lombok Tengah dan Lombok

Timur hanya tumbuh 5,09%.

Berdasarkan lapangan usaha dapat dilihat bahwa lapangan usaha pertanian

menyumbang kontribusi terbesar terhadap struktur PDRB Pulau Lombok. Nilai

PDRB lapangan usaha pertanian yang tertinggi adalah Kabupaten Lombok Timur

sebesar Rp 914.428.600.000,- disusul dengan Kabupaten Lombok Tengah dengan

Rp 583.230.000.000,- dan terendah adalah Kabupaten Lombok Barat sebesar

Rp.403.331.580.000,-. Komposisi seperti itu dapat dipahami mengingat

Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten dengan luas lahan pertanian

terbesar di Pulau Lombok. Selain itu Kabupaten Lombok Timur merupakan

kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Selain lapangan usaha pertanian, lapangan usaha yang juga memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap struktur PDRB wilayah Pulau Lombok

adalah lapanan usaha perdagangan, hotel, dan restoran. Selain itu lapangan usaha

yang juga berkontribusi cukup signifikan dalam PDRB wilayah Pulau Lombok

adalah lapangan usaha jasa, bangunan dan lapangan usaha pengangkutan dan

komunikasi. Hal ini dapat dipahami mengingat Pulau Lombok merupakan salah

satu tujuan wisata nasional setelah Bali dan Jogjakarta.

Agribisnis Tembakau di Pulau Lombok

Tembakau Lombok telah dikenal luas oleh masyarakat tembakau

Indonesia maupun dunia. Menurut beberapa informan kunci (direktur perusahaan

tembakau di Pulau Lombok), Kualitas tembakau Lombok bahkan disejajarkan

dengan kualitas tembakau terbaik dunia yang diproduksi di Brazil dan Amerika.

Bagi pelaku industri rokok nasional, tembakau Lombok banyak digunakan

sebagai penyedap rasa (flavor) sehingga komposisi penggunaannya sangat kecil

pada tiap batang rokok. Hal itu membuat tembakau Lombok dipakai oleh hampir

semua merk rokok nasional sebagai penyedap rasa. Artinya, tembakau Lombok

bukanlah bahan baku utama dalam pembuatan rokok, ia hanya bahan tambahan

sebagai penyedap rasa. Fungsi penyedap rasa inilah yang membuat harga

tembakau Lombok menjadi mahal dalam pasar domestik maupun pasar

internasional. Karakter khusus itu pulalah yang membuat permintaan terhadap

tembakau Lombok ini relatif stabil setiap tahun meski dihadapkan pada fakta

peningkatan harga secara relatif.

Tembakau yang dikembangkan di Pulau Lombok adalah tembakau jenis

virginia yang dalam sejarahnya didatangkan dari Brazil. Kecocokan jenis tanah

dan agroklimat Lombok membuat tembakau Lombok berkembang dengan pesat

dari waktu ke waktu. Tembakau Lombok menjadi semakin berkembang setelah

para pelaku industri tembakau mengetahui kualitas tembakau Lombok yang

kemudian berpengaruh pada peningkatan permintaan dan peningkatan harga.

Kondisi itu yang membuat banyak petani pangan beralih menjadi petani tembakau.

Perkembangan selanjutnyanya membuat agribisnis tembakau menjadi semacam

tradisi yang diusahakan dari tahun ke tahun dan diwariskan dari generasi ke

Page 82: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

63

generasi. Tembakau di Pulau Lombok diusahakan secara musiman dengan lama

usaha sekitar 6 bulan. Sebagai gambaran perkembangan tembakau Lombok,

perhatikan Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Perkembangan luas areal dan produksi tembakau di Pulau Lombok

No U R A I A N TAHUN

2007 2008 2009 2010 2011

1 TEMBAKAU

VIRGINIA

Luas Areal Pertanaman

(Ha) 22,058.70 24,564.67 29,758.95 29,527.00 22,890.33

Produksi (Ton) 39,576.69 42,922.45 51,353.32 35,890.00 36,476.51

Produktivitas (Kg/Ha) 1,794.15 1,747.32 1,725.64 1,310.00 1,595.19

Potensi Areal (Ha) - 66,892.20 66,892.20 66,892.20 66,892.20

Jumlah Petani 26,046.00 24,165.00 27,172.00 22,336.00 15,662.00

2 TEMBAKAU

RAKYAT

Luas Areal Pertanaman

(Ha) 6,598.75 6,820.66 5,629.49 5,268.81 6,543.05

Produksi (Ton) 3,369.21 8,081.26 6,353.88 3,134.62 4,494.67

Produktivitas (Kg/Ha) 510.78 1,185.47 1,129.43 604.88 810.94

Potensi Areal (Ha) - 43,708.91 43,708.91 43,708.91 43,708.91

Jumlah Petani 8,125.00 9,522.00 8,142.00 12,056.00 12,202.00

Sumber: Disbun NTB (2013)

Data diatas merupakan data luas areal dan produksi tembakau sejak tahun

2007 hingga 2011. Data diatas memperlihatkan terjadinya peningkatan luas areal

maupun produksi tembakau virginia setiap tahun sejak tahun 2007, kecuali pada

tahun 2011 terjadi penurunan luas areal karena terjadinya rugi masal pada tahun

2010. Pada tahun 2010, terjadi penurunan tingkat produksi yang cukup signifikan

disebabkan karena cuaca ekstrem yang merusak tanaman yang juga menjadi

pemicu terjadinya kerugian massal. Data yang lebih lama tercatat di PT. Djarum

station Lombok sebagaimana digambarkan dalam grafik pada Gambar 4.1. berikut.

5330 7324 11917 11465 13296

26978

19616 17846 19400 22204 21746 19753 18210

22399 25221

21574 21015 24000

7315 11993

17756 17789 21401

36805

26271 22070

28265

34495 38646

35040 33269

45022

54580

32057

40655 41964

1,372 1,637 1,490 1,552 1,610 1,364 1,339 1,237 1,457 1,554 1,777 1,774 1,827 2,010 2,164 1,486 1,935 1,749 0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

LU

AS

DA

N P

RO

DU

KS

I

TAHUN

HA

TON

PRODUKTIVITAS

Gambar 4.1. Luas areal dan produksi tembakau virginia Lombok tahun 1995-

2012 (PT. Djarum Station Lombok, 2013)

Page 83: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

64

Grafik diatas menunjukkan peningkatan luas areal maupun produksi

tembakau virginia Lombok secara konsisten dari tahun ke tahun. Total produksi

jatuh pada tahun 2010 karena pengaruh iklim yang ekstrem yang kemudian

berpengaruh pada penurunan luas areal pada musim tanam tahun 2011.

Peningkatan luas areal dan produksi itu juga dipengaruhi oleh semakin

meningkatnya permintaan yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah

perusahaan pembeli hasil tembakau petani. Pada tahun 2000 jumlah perusahaan

hanya 8 perusahaan, sementara pada tahun 2011 jumlah perusahaan tembakau

yang beroperasi di Pulau Lombok adalah 23 perusahaan.

Setiap tahun, agribisnis tembakau di Pulau Lombok mampu menyerap

tenaga kerja rata-rata hingga 140.000 orang (selama 5 bulan pelaksanaan

agribisnis tembakau setiap tahun). Sejumlah 15.410 orang dari jumlah itu (pada

tahun 2011) merupakan petani dan sisanya merupakan buruh tani, pedagang, dan

pekerja perusahaan. Selama 5 bulan musim tanam tembakau itu pula

perekonomian wilayah di Pulau Lombok bergerak massif. Tercatat 800 Miliar

hingga 1,5 Trilliun uang beredar pada musim tanam tembakau. Nilai itu hampir

sama dengan total APBD Provinsi NTB setiap tahun (Disbun NTB, 2012).

Selain mampu menggerakkan perekonomian wilayah, agribisnis tembakau

Lombok juga merupakan salah satu penyumbang penting bagi Pendapatan Asli

Daerah (PAD), baik provinsi maupun kabupaten. Sumbangan pertama didapat

daerah dalam bentuk sumbangan sukarela yang dulu dikenal dengan istilah

retribusi. Setiap satu kilogram tembakau kering yang dibeli, perusahaan harus

membayar 100 rupiah kepada daerah. Uang Rp.100 itu kemudian dibagi dua, Rp

50 untuk pemerintah provinsi dan Rp 50 untuk pemerintah kabupaten. Jika rata-

rata produksi atau pembelian kering perusahaan setiap tahun adalah 40.000 ton,

maka setiap tahun pemerintah mendapatkan Rp 4 Milliar. Selain itu, daerah juga

mendapatkan PAD dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang mulai

dialokasikan ke daerah sejak tahun 2010. Tabel 4.5 berikut menunjukkan besaran

DBHCT yang diterima Provinsi NTB.

Tabel 4.5. Distribusi dana bagi hasil cukai tembakau di NTB

No Pemerintah Daerah DBH CHT (Rp)

2010 2011 2012

1 Provinsi NTB 32.814.826.770 39.477.171.477 56.169.155.012

2 Kabupaten Bima 5.628.627.678 6.643.139.560 8.219.328.575

3 Kabupaten Dompu 2.849.995.581 3.438.170.588 5.025.182.672

4 Kabupaten Lombok Barat 8.071.728.593 10.170.555.325 13.299.825.306

5 Kabupaten Lombok Tengah 10.892.430.992 18.084.954.823 24.769.415.506

6 Kabupaten Lombok Timur 32.860.671.369 35.551.273.813 50.122.791.177

7 Kabupaten Sumbawa 5.551.997.214 6.651.723.959 8.730.898.839

8 Kota Mataram 4.859.553.095 1.436.452.186 6.091.786.585

9 Kota Bima 1.738.007.857 2.591.431.648 4.213.107.862

10 Kabupaten Sumbawa

Barat 1.323.744.877 3.098.136.954 4.597.238.585

11 Kabupaten Lombok Utara 2.791.171.875 4.447.561.257 5991786585

Jumlah 109.382.755.901 131.590.571.590 187.230.516.704

Sumber: APBN Republik Indonesia dalam Sosialisasi Kementan RI (2013)

Page 84: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

65

Semua kabupaten/kota di Provinsi NTB mendapatkan alokasi dana

DBHCHT meskipun kabupaten/kota tersebut tidak menghasilkan tembakau sama

sekali. Asumsi pengalokasian itu adalah bahwa kabupaten/kota di sekitar

kabupaten penghasil tembakau juga mendapatkan dampak negatif dari adanya

aktifitas usahatani tembakau sehingga perlu di kompensasi dengan instrumen

DBHCHT. Kabupaten penerima DBHCHT terbesar di Provinsi NTB adalah

Kabupaten Lombok Timur karena kabupaten ini merupakan sentral penghasil

produk tembakau. Jumlah DBHCHT yang diterima daerah dari tahun ke tahun

selalu bertambah dan akan tetap bertambah mengingat pemerintah menerapkan

kebijakan penaikan nilai cukai tembakau dari tahun ke tahun.

Sebaran areal tanam tembakau di Pulau Lombok disesuaikan dengan

kessesuaian lahan daerah. Kabupaten Lombok Timur merupakan daerah yang

paling sesuai untuk pertanaman tembakau bersama Kabupaten Lombok Tengah.

Selain itu kesesuaian lahan untuk pertanaman tembakau juga ada di beberapa

daerah di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara. Hanya saja,

dua kabupaten ini belum mengembangkan potensi tembakaunya dengan baik.

Sebaran kesesuaian lahan daerah untuk pertanaman tembakau disajikan dalam

Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2. Sebaran kesesuaian lahan unttuk pertanaman tembakau di Pulau

Lombok (Disbun NTB, 2013)

Peta diatas menggambarkan kesesuaian lahan di Pulau Lombok untuk

penanaman tembakau. Peta diatas menunjukkan bahwa lahan yang paling sesuai

untuk penanaman tembakau adalah lahan yang berada di wilayah selatan, baik

Page 85: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

66

Lombok Timur bagian selatan maupun Lombok Tengah bagian selatan.

Sedangkan daerah yang berwarna merah merupakan daerah yang dianggap sesuai

marginal, artinya lahan itu sesuai untuk pertanaman tembakau namun

membutuhkan perlakukan lebih khusus untuk mendapatkan hasil yang baik.

Sebagai bahan perbandingan, perlu kiranya disajikan peta kesesuaian ekonomi

tembakau pada Gambar 4.3 berikut:

Gambar 4.3. Peta kesesuaian ekonomi tembakau di Pulau Lombok (Disbun NTB,

2013)

Peta diatas menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Pulau Lombok

merupakan wilayah yang sesuai secara ekonomi untuk mengembangkan agribisnis

tembakau. Adapun wilayah yang paling sesuai adalah wilayah Kabupaten

Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Tengah. Sejauh ini wilayah Kabupaten

Lombok Timur adalah wilayah pengembang agribisnis tembakau yang paling

dominan di Pulau Lombok.

Page 86: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

67

Potensi Pengembangan Wilayah Pulau Lombok

Sejauh ini, Lombok lebih banyak dikenal orang sebagai salah satu tujuan

wisata nasional yang indah. Selain itu Lombok juga dikenal sebagai salah satu

daerah surplus hasil padi sehingga menjadikannya sebagai salah satu lumbung

padi nasional. Tanah yang subur dan keindahan alam yang memukau adalah

potensi wilayah yang sangat menjanjikan kesejahteraan. Disamping itu, posisi

geografis Pulau Lombok yang memiliki wilayah perairan yang berpotensi menjadi

jalur perdagangan internasional juga merupakan berkah tersendiri. Potensi ini

perlu dikembangkan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat di Provinsi NTB.

Segala potensi kekayaan alam yang berlimpah itu seharusnya Pulau

Lombok memiliki alasan yang cukup untuk menjadi maju dan sejahtera. Faktanya,

hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2012 mencatat jumlah

penduduk miskin di Provinsi NTB adalah 18,02% (BPS NTB, 2012). Data

tersebut memang merupakan data agregat kemiskinan di Provinsi NTB, namun

jika melihat sebaran penduduk yang mana 70% penduduk NTB hidup di Pulau

Lombok, maka dapat dipastikan Pulau Lombok menyumbang kurang lebih 70%

pada angka kemiskinan itu. Indikator garis kemiskinan yang digunakan BPS

mendefinisikan kemiskinan sebagai orang yang pengeluaran bulanannya kurang

dari Rp 274.879 untuk perkotaan dan Rp 230.054 untuk pedesaan telah mencatat

angka kemiskinan setinggi itu, apalagi jika indikator kemiskinan yang digunakan

mengikuti standar internasional. Meski angka kemiskinan sebesar 18% termasuk

tinggi, angka itu sesungguhnya telah mengalami penurunan secara berkala dari

tahun ke tahun. Lebih detail dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6. Jumlah dan presentase penduduk miskin di Provinsi NTB 2002-2011

Tahun Jumlah Presentase

2002 1.145.081 28

2003 1.054.740 26

2004 1.031.605 25

2005 1.136.524 26

2006 1.156.144 27

2007 1.118.452 25

2008 1.080.613 24

2009 1.050.948 23

2010 1.009.352 22

2011 - - Sumber: BPS NTB (2012)

Keberadaan agribisnis tembakau nampaknya cukup efektif dalam

mengurangi angka kemiskinan itu. Jika Susenas itu dilakukan pada musim

tembakau, dapat dipastikan banyak masyarakat yang tidak masuk dalam kategori

miskin mengingat tingginya tingkat pengeluaran masyarakat tembakau pada

musim tembakau. Masyarakat tembakau yang dimaksud disini adalah petani,

buruh tani, pekerja di perusahaan tembakau, serta pedagang-pedagang kecil

penunjang aktifitas usahatani tembakau. Konsumsi dan tingkat pengeluaran

masyarakat tembakau pada musim tembakau meningkat tajam dibanding pada saat

Page 87: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

68

bukan musim tembakau. Hal itu disebabkan karena terjadinya peningkatan

pendapatan secara signifikan pada musim tembakau (hal ini akan dijelaskan pada

bab selanjutnya). Kondisi itu membuat indikator garis kemiskinan yang digunakan

untuk mengukur tingkat kemiskinan akan membuat angka kemiskinan itu menjadi

bias, sebab ketika musim tembakau berhenti, tingkat pengeluaran masyarakat akan

kembali berkurang dan bisa jadi membuatnya digolongkan kedalam kategori

dibawah garis kemiskinan.

Meski dikenal sebagai salah satu ikon pariwisata nasional, perkembangan

sektor pariwisata di Pulau Lombok belum mampu menandingi Pulau Bali maupun

Jogjakarta. Hal ini disebabkan karena program pariwisata yang dijalankan

pemerintah belum mampu mengintegrasi program pariwisata yang kebanyakan

berbasis pantai dengan destinasi wisata lainnya, seperti wisata budaya, agrowisata,

dan sebagainya. Bahkan kerajinan tangan sebagai salah satu daya tarik pariwisata

juga tidak berkembang dengan massif di Pulau Lombok. kondisi itu membuat

daya serap tenaga kerja sektor pariwisata di Pulau Lombok belum begitu besar.

Bahkan kebanyakan masyarakat di Pulau Lombok tidak menyadari dan tidak

merasakan bahwa daerah Pulau Lombok merupakan salah satu tujuan wisata

terbaik di Indonesia. Kondisi itu membuat masyarakat tidak mengandalkan

hidupnya dari sektor pariwisata tapi tetap bertahan pada sektor pertanian.

Selain potensi pariwisata yang belum terkelola secara optimal, Lombok juga

memiliki potensi yang cukup besar pada sektor pertanian pangan. Pulau Lombok

adalah salah satu daerah surplus produksi padi. Artinya jumlah total produksi padi

di Pulau Lombok melebihi total kebutuhan untuk wilayah itu. Kondisi itu

membuat Lombok ditetapkan sebagai salah satu lumbung padi nasional. Sampai

saat ini belum ada sistem pengelolaan padi terpadu untuk meningkatkan nilai

tambah padi di Pulau Lombok, yang ada hanyalah pabrik-pabrik penggilingan

kecil tempat petani menggiling gabahnya untuk keperluan sendiri maupun untuk

keperluan dijual. Kondisi inilah yang dapat menjelaskan kenapa banyak kasus gizi

buruk terjadi di daerah ini meski telah ditetapkan sebagai salah satu daerah

lumbung padi nasional. Kondisi ini pula yang menjelaskan kenapa menanam

tembakau lebih diprioritaskan oleh petani daripada menanam padi sebab nilai

ekonomi kedua komoditas tersebut berbeda jauh.

5. KEADILAN EKONOMI DALAM AGRIBISNIS

TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK:

MARGIN NILAI TAMBAH PETANI – PERUSAHAAN

Tingkat Keuntungan Usahatani

Keuntungan atau profit adalah salah satu pilar penting pembentuk idiologi

kapitalisme. Setiap aktifitas ekonomi diasumsikan secara rasional bertujuan untuk

meraih keuntungan yang setinggi-tingginya dengan biaya atau korbanan yang

Page 88: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

69

serendah-rendahnya. Setiap pelaku ekonomi dituntut untuk memiliki daya saing

tinggi baik secara finansial, keterampilan maupun pengetahuan agar dapat

mencapai tujuan itu,. Kebebasan sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan

kapasitas dan daya saing diri agar bisa bersaing dalam memperebutkan kue

ekonomi (sumber daya) yang terbatas dengan mengikuti mekanisme pasar.

Begitulah logika pembentuk kapitalisme: keuntungan, persaingan, berserah pada

mekanisme pasar dan kebebasan.

Keuntungan yang tinggi juga menjadi pemicu utama berkembang pesatnya

komoditas tembakau di Pulau Lombok. Fakta yang tidak bisa dibantah adalah

fenomena menjamurnya rumah permanen yang menggantikan rumah-rumah

bedeg yang sebelum berkembangnya agribisnis tembakau mendominasi kondisi

perumahan masyarakat pedesaan (Nurjihadi, 2011). Besarnya nilai ekonomi serta

cepatnya perputaran uang dalam bisnis ini menjadi daya tarik tersendiri bagi

petani. Kondisi itu membentuk persepsi publik bahwa agribisnis tembakau

merupakan bisnis dengan nilai keuntungan yang besar. Terbentuknya persepsi

publik yang seperti itu membuat masyarakat, baik petani maupun masyarakat

umum memiliki ekspektasi yang besar terhadap komoditas ini. Hal ini dapat

dilihat dari meningkatnya rent tanah jika tanah itu digunakan untuk menanam

tembakau. Lebih dari itu, ekspektasi itu juga membuat status sosial para pelaku

bisnis ini (petani) meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa versi tingkat keuntungan petani

tembakau virginia di Pulau Lombok. Jika mengacu pada data PT.Djarum station

Lombok, rata-rata keuntungan petani mitra Djarum pada tahun 2012 adalah

sekitar Rp 10.549.212,- per hektar per musim tanam (satu musim tanam 4-6 bulan,

dirata-ratakan menjadi 5 bulan) untuk petani-pengomprong. Artinya dalam setiap

bulan, petani mendapat penghasilan sebesar lebih kurang Rp 2.109.842,-,

sedangkan rata-rata luas lahan petani (responden) dalam penelitian ini mencapai

1,76 Ha. Hal itu berarti bahwa rata-rata keuntungan atau nilai tambah petani per

musim tanam adalah Rp 28.160.000,- atau dikonversi menjadi Rp 3.713.322,-

setiap bulan. Nilai keuntungan diatas merupakan penyederhanaan dari data biaya

dan benefit produksi secara umum tanpa memperhitungkan nilai bunga riil,

pengeluaran tidak langsung, serta biaya transaksi tak terduga lainnya.

Analisis usahatani yang dibuat PT.Djarum relatif lebih realistis jika

dibanding dengan analisis usahatani yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan lain.

Itulah sebabnya data dari PT.Djarum station Lombok ini dijadikan sebagai salah

satu data rujukan dalam penelitian ini. Sebagai permakluman, data dari

PT.Djarum ini merupakan hasil perhitungan rata-rata untuk petani yang bermitra

dengan PT.Djarum station Lombok. Kondisi itu membuat data ini tidak dapat

mewakili kondisi keseluruhan petani di pulau Lombok. analisis usahatani petani

mitra Djarum tersebut secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:

Page 89: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

70

Tabel 5.1. Rekapitulasi analisis usahatani tembakau virginia Lombok selama

empat tahun terakhir di PT.Djarum Station Lombok

NO KOMPONEN Tahun

2009 2010 2011 2012

1

Sewa Lahan

10,150,000 10,200,000 8,120,000 8,160,000

2 Agro Input

-Pembibitan 654,350 497,650 485,750 525,330

-Pertanaman 8,781,250 6,776,000 5,651,000 6,891,000

-prosesing 7,714,000 9,108,625 9,611,250 9,434,500

Sub Jumlah

17,149,600 16,382,275 15,748,000 16,850,830

3 Tenaga Kerja

-Pembibitan 220,000 350,000 350,000 350,000

-Pertanaman 8,943,500 9,350,000 10,985,000 11,375,000

-prosesing 3,230,000 3,014,613 3,392,500 3,380,000

Sub Jumlah

12,393,500 12,714,613 14,727,500 15,105,000

4 Pengairan 750,000 600,000 600,000 600,000

5 Penyusutan 1,035,833 1,374,167 1,335,000 699,167

6 Bunga (5%) 2,831,017 1,994,844 1,959,775 2,035,792

JUMLAH 44,309,950 43,265,899 42,490,275 43,450,788

Penerimaan 55,000,000 53,487,000 57,750,000 54,000,000

Keuntungan 10,640,50 10,086,101 15,209,725 10,549,212

Sumber: PT. Djarum Station Lombok (2013)

Meski data dari PT.Djarum ini merupakan data yang paling mendekati

realistis, namun data ini pun sesungguhnya belum menggambarkan kondisi riil

petaninya. Sebagai contoh, penggunaan nilai bunga 5%. Angka itu datang dari

kebijakan perusahaan yang memberikan bantuan kredit agroinput kepada petani

mitranya dengan bunga 5% yang harus dilunasi setelah penjualan produk

tembakaunya ke perusahaan. Faktanya, berdasarkan hasil penelitian kredit yang

diberikan kepada petani mitra Djarum hanya kredit agroinput, itu pun tidak 100%.

Masing-masing petani mendapatkan kredit dengan nilai yang berbeda-beda,

tergantung dari hasil evaluasi perusahaan terhadap petani mitranya. Petani yang

dianggap taat dan mengikuti himbauan-himbauan perusahaan diberikan alokasi

kredit agroinput yang lebih besar. Jumlah kredit agroinput yang diberikan berkisar

antara 20%-80%. Sementara biaya untuk membayar tenaga kerja, sewa lahan,

pemeliharaan oven, dan sebagainya ditanggung sendiri oleh petani.

Petani umumnya meminjam uang kepada pihak lain untuk memenuhi

kebutuhan pembiayaan non agroinput maupun kebutuhan agroinput yang tidak

dibiayai oleh perusahaan,. Pinjaman dari pihak lain inilah yang sering menjerat

petani ke dalam jebakan hutang yang tidak disadari. Kebanyakan petani

meminjam uang untuk membiayai usahataninya kepada orang-orang terdekat, baik

keluarga, tetangga, maupun sahabat. Modal yang dipinjam secara kekeluargaan

cenderung tidak memperhatikan tingkat bunga, padahal jika dihitung nilai

bunganya bisa mencapai 50% atau lebih. Bunga yang dibayarkan dianggap

sebagai pemberian sukarela atau ucapan terimakasih. Sebagian petani bahkan

meminjam uang kepada penyandang dana khusus dengan bunga yang tinggi, baik

lembaga finansial maupun individu. Petani bahkan memberikan julukan “Bank 46”

Page 90: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

71

kepada orang-orang yang memberikan pinjaman uang untuk pembiayaan usaha

tembakaunya. Bank 46 artinya, minjam empat kembali enam. Sederhananya,

peminjaman itu dikenakan bunga 50%. Bahkan sebagian petani yang menjadi

responden dalam penelitian ini menyebut ada juga Bank 12, minjam satu kembali

dua. Artinya bunga pinjamannya mencapai 100%, meski demikian, ada juga

petani yang membayar hutangnya dengan tanpa membayar bunga atau dengan

bunga rendah yang tidak dianggap bunga.

Berdasarkan kondisi rill diatas, maka dapat dipastikan nilai keuntungan

nyata petani sesungguhnya lebih rendah dari data yang disampaikan diatas. Untuk

menganalisis seberapa besar tingkat keuntungan petani sesungguhnya, penulis

mengelompokkan petani kedalam lima kategori, yaitu (1) kategori petani

pengomprong bermitra; (2) petani pengomprong swadaya; (3) petani swadaya

tidak mengomperong; (4) pengomprong bermitra; dan (5) pengomprong swadaya.

1. Petani Pengomprong Bermitra

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa petani

pengomprong yang bermitra dengan perusahaan mendapatkan beberapa

keistimewaan dari perusahaan, diantaranya adalah mendapatkan bantuan kredit

agroinput, mendapat bimbingan teknis (transfer teknologi dari perusahaan),

jaminan pasar, dan harga jual yang relatif lebih terjamin. Setiap perusahaan

memiliki pola dan sistem kemitraan yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya

memiliki kesamaan umum yaitu bahwa perusahaan memberikan bantuan kredit

kepada petani. Bantuan kredit yang dimaksud umumnya adalah kredit agroinput

dengan nilai yang bervariasi. Sebagian perusahaan memberikan kredit agroinput

berdasarkan evaluasi terhadap petaninya, namun sebagian lagi memberikan

agroinput sebanyak 100% tanpa melihat kinerja petani.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa untuk memenuhi kebutuhan

pembiayaan pada pos pembiayaan yang lain, petani umumnya meminjam uang

sebagai modal kepada pihak lain dengan bunga 0% - 100%. Sebagian besar petani

mengaku meminjam uang dengan bunga 50%. Sebagian petani juga membiayai

usahatani tembakaunya dengan menggunakan modal sendiri tanpa meminjam.

Sebagian petani yang lain juga mengaku membiayai usahataninya dengan

kombinasi modal sendiri dan modal pinjaman dengan bunga bervariasi.

Keistimewaan lain yang diterima petani yang bermitra adalah adanya

jaminan pasar dan harga yang relatif lebih stabil. Beberapa perusahaan bahkan

memberlakukan harga minimal untuk petani mitranya. Berdasarkan penjelasan-

penjelasan diatas, maka untuk mengetahui tingkat keuntungan petani

pengomprong bermitra, penulis menggunakan asumsi-asumsi berikut:

a. Semua modal yang digunakan petani berasal dari modal pinjaman.

b. Semua perusahaan mitra memberikan kredit agroinput 100% dan tidak

memberikan kredit pada pos pembiayaan yang lain. Kredit agroinput

tersebut diberikan dengan bunga yang sama pula yaitu 5%.

c. Bunga pinjaman untuk pinjaman petani yang berasal dari pihak lain, baik

keluarga, tetangga maupun penyandang dana khusus diasumsikan

memiliki tingkat bunga yang sama yaitu 25%.

Page 91: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

72

d. Bahan bakar yang digunakan petani adalah sama yaitu batu bara

e. Semua perusahaan membeli tembakau kering (krosok) petani mitra dengan

harga yang sama yaitu Rp 27.000 per Kg. Angka ini merupakan angka

rata-rata penjualan oleh petani mitra kepada perusahaan mitra masing-

masing selama satu periode musim tanam.

f. Setiap hektar pertanaman tembakau rata-rata menghasilkan 2 ton

tembakau kering (krosok).

g. Pasar dalam kondisi stabil, tidak terjadi over supply maupun over demand.

h. Aspek – aspek lain diasumsikan tetap (cateris paribus)

Berdasarkan data dasar yang bersumber dari PT.Djarum yang dikombinasi

dengan data primer diolah, struktur biaya dan analisis usahatani tembakau untuk

petani pengomprong bermitra dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2 Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk petani

pengomprong bermitra

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Lahan

- Sewa lahan untuk pembibitan

- Sewa lahan untuk penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

160.000,-

8.000.000,-

2.040.000,-

10.200.000,-

2. Biaya Agroinput

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 5%

Sub Jumlah

525.330,-

6.891.000,-

9.434.500,-

842.541,-

17.693.372,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 25%

Sub Jumlah

350.000,-

11.375.000,-

3.380.000,-

3.776.250,-

18.881.250,-

4. Biaya Pengairan

- Pengairan

- Bunga 25%

Sub Jumlah

600.000,-

150.000,-

750.000,-

5. Biaya Penyusutan dengan bunga 25% 40.625,-

6. Biaya Renovasi Oven

- Renovasi oven

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.000.000,-

500.000,-

2.500.000,-

Total Biaya Produksi 50.024.622,-

Total penerimaan = 2.000 X 27.000,- 54.000.000,-

Total Keuntungan per musim tanam 3.975.379,-

R/C Ratio 1, 08 Sumber: Data Primer diolah (2013)

Page 92: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

73

Biaya renovasi oven dimasukkan dalam struktur biaya usahatani diatas

didasarkan atas data primer di mana 100% responden mengaku harus mengganti

tungku oven hampir setiap tahun. Pasca dicabutnya subsidi Bahan Bakar Minyak

(BBM) khusus untuk omperongan tembakau, pemerintah, perusahaan dan

akademisi terus berupaya mencari alternatif bahan bakar yang lain. Hampir setiap

tahun dilakukan ujicoba terhadap satu jenis bahan bakar yang konsekuensinya

adalah oven harus dimodifikasi agar sesuai dengan bahan bakar yang digunakan.

Pada tahun 2009, pemerintah daerah pernah menganggarkan untuk membantu

biaya modifikasi oven pengomprong, namun karena terus terjadi perubahan dalam

penggunaan bahan bakar setiap tahun, maka pemerintah menghentikan bantuan

biaya modifikasi oven tersebut. Akibatnya pengomprong harus mengupayakan

sendiri biaya modifikasi ovennya. Menurut pengakuan responden, setiap tahun

pengomprong harus mengeluarkan biaya sekitar 1 juta – 8 juta rupiah untuk

keperluan modifikasi oven. Sebagian responden juga mengaku tidak harus

memodifikasi ovennya setiap tahun, terkadang satu jenis modifikasi bisa dipakai

untuk dua atau tiga kali musim tanam tembakau. Penulis mengambil nilai rataan

terkecil dalam laporan penelitian ini, yaitu Rp 2.000.000,-, meskipun pada

faktanya angka rataan untuk keperluan modifikasi oven sebenarnya sangat

mungkin lebih besar dari itu.

Berdasarkan data diatas, didapatkan informasi bahwa nilai keuntungan

petani pengomprong yang bermitra dengan perusahaan rata-rata hanya sebesar Rp

3.975.379,- per hektar per musim tanam. Artinya nilai keuntungan petani

pengomprong bermitra hanya Rp 795.075,- per bulan per hektar. Berdasarkan data

hasil penelitian, luas areal tanam rata-rata responden adalah 1,76 hektar. Hal itu

berarti nilai keuntungan riil petani pengomprong yang bermitra dengan

perusahaan adalah Rp 1.399.333,-. Angka ini sedikit lebih banyak jika

dibandingkan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTB tahun 2013 yang

sebesar Rp 1,1 juta.

Angka-angka diatas sesungguhnya belum memperhitungkan besarnya

pengeluaran petani untuk keperluan makanan pekerja. Petani sering kali

mengeluhkan soal besarnya anggaran tak terduga yang dikeluarkan untuk

konsumsi pekerja ketika sedang bekerja. Para petani itu menolak untuk

memasukkan pengeluaran konsumsi itu sebagai salah satu pos biaya dalam

analisis usahatani tembakaunya. Penulis sengaja tidak memasukkan angka itu

dalam laporan penelitian ini mengingat tidak ada data pasti dan valid tentang

seberapa besar pengeluaran petani untuk keperluan konsumsi pekerja itu. Besaran

biaya konsumsi itu sangat bergantung dari karakter dan kebiasaan masing-masing

petani. Selain itu besaran biaya konsumsi itu juga sering dipengaruhi oleh kondisi-

kondisi tidak terduga, misalnya secara tiba-tiba pedagang keliling datang ke

tempat bekerja untuk berjualan, pada saat itu para pekerja akan meminta untuk

dibelikan makanan tersebut, maka dengan terpaksa petani membelikan makanan

itu agar tidak dianggap pelit dan agar pekerja bisa lebih semangat dalam bekerja.

Sekali lagi, tidak ada angka yang pasti untuk keperluan pembiayaan konsumsi

pekerja ini. Jika pengeluaran ini diperhitungkan, maka dapat dipastikan tingkat

keuntungan petani akan berkurang cukup signifikan.

Page 93: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

74

2. Petani Pengomprong Swadaya

Sebagian responden dalam penelitian ini terambil secara acak sebagai

petani pengomprong swadaya. Sesungguhnya sangat jarang petani yang

mengambil peran ini mengingat tingginya tingkat risiko, terutama risiko pasar dan

harga, juga karena banyaknya biaya yang diperlukan dalam proses usahataninya.

Menjadi petani swadaya berarti tidak mendapatkan bantuan kredit apapun dari

perusahaan ataupun dari pemerintah. Semua biaya usahatani ditanggung sendiri

oleh petani. Selain tidak mendapatkan bantuan kredit, petani swadaya juga tidak

memiliki akses terhadap jaminan pasar maupun harga dari perusahaan. Artinya

petani swadaya itu harus siap untuk menjual barangnya tanpa harga dasar. Meski

demikian, keuntungan yang dapat diperoleh petani swadaya adalah “tidak terikat

oleh satu perusahaan”. Artinya jika petani swadaya itu merasa tidak cocok dengan

harga yang ditawarkan satu perusahaan, maka dia bisa menjual tembakaunya ke

perusahaan lain. Tidak seperti petani mitra yang diharuskan untuk menjual

barangnya ke perusahaan mitra. Meskipun pada faktanya petani mitra juga sering

menjual barangnya ke perusahaan lain secara sembunyi-sembunyi.

Meski posisi sebagai petani pengomprong swadaya berisiko, namun

banyak juga yang dengan sengaja memilih untuk menjadi petani pengomprong

swadaya. Ada beberapa alasan yang dapat penulis himpun dari responden tentang

kenapa petani itu memilih menjadi petani pengomprong swadaya, alasan yang

dimaksud adalah:

a. Tidak terikat pada satu perusahaan dalam hal pemasaran produk

b. Tidak mau terjebak hutang pada perusahaan, artinya muncul kesadaran

yang kuat bahwa perusahaan mempermainkan petani mitranya. Bermitra

dianggap dapat mengekang diri sendiri.

c. Petani bebas untuk menerapkan teknologi tanpa pengawasan ketat dari

perusahaan dalam proses usahatani maupun processing pasca panen.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa banyak orang mengambil posisi

sebagai petani pengomprong swadaya secara sadar karena alasan yang rasional.

Meskipun tidak sedikit juga petani pengomprong swadaya yang terpaksa menjadi

swadaya karena tidak diterima oleh perusahaan sebagai petani mitra. Untuk dapat

menjual barangnya (tembakau krosok) ke perusahaan, petani swadaya harus

mengeluarkan uang tambahan dengan nilai yang bervariasi, mulai dari 50.000 s/d

200.000 per bale (1 bale berisi 60-80 kg tembakau kering). Uang itu dibayarkan

ke petani lain yang bermitra dengan perusahaan sebagai kompensasi karena jatah

jualnya telah dipakai oleh petani swadaya tersebut. Sebagai catatan, setiap petani

mitra dibatasi kuota penjualannya ke perusahaan. Jumlah kuota dipengaruhi oleh

banyak hal, mulai dari kapasitas usaha, loyalitas petani dan sebagainya. Selain ke

petani mitra, alternatif lain yang dapat dilakukan oleh petani swadaya untuk dapat

menjual tembakaunya ke perusahaan adalah menyogok petugas (oknum)

perusahaan dengan nilai yang kurang lebih sama dengan nilai yang dibayarkan ke

petani mitra. Jadi jika tidak ada petani mitra yang mau menjualkan barang petani

swadaya, petani swadaya biasanya akan menyogok oknum petugas perusahaan

untuk dapat menjual tembakaunya ke perusahaan. Hal ini berarti bahwa petani

harus membayar untuk dapat menjual barangnya. Penjelasan lengkap tentang

fenomena ini akan dijelaskan dalam bagian lain pada bab ini.

Page 94: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

75

Asumsi yang digunakan untuk kategori ini relatif sama dengan asumsi

yang digunakan pada kategori pertama (petani pengomprong bermitra) dengan

beberapa penyesuaian. Analisis usahataninya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Penyesuaian asumsi yang dimaksud adalah:

a. Tidak ada kredit apapun dari perusahaan ataupun pemerintah untuk

menjalankan usahatani, jadi semua pembiayaan ditanggung sendiri di

mana dalam hal ini diasumsikan petani tersebut meminjam modal kepada

pihak lain dengan bunga 25%.

b. Adanya biaya tambahan dalam menjual produk tembakau krosoknya,

maka nilai pembelian perusahaan terhadap tembakau krosok petani

dikurangi dari Rp 27.000,- menjadi Rp 25.000,-.

c. Selain dari dua hal diatas, asumsi yang lain sama dengan asumsi pada

kategori pertama.

Tabel 5.3. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk petani

pengomprong swadaya

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Lahan

- Sewa lahan untuk pembibitan

- Sewa lahan untuk penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

160.000,-

8.000.000,-

2.040.000,-

10.200.000,-

2. Biaya Agroinput

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 25%

Sub Jumlah

525.330,-

6.891.000,-

9.434.500,-

4.212.707,-

21.063.537,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 25%

Sub Jumlah

350.000,-

11.375.000,-

3.380.000,-

3.776.250,-

18.881.250,-

4. Biaya Pengairan

- Pengairan

- Bunga 25%

Sub Jumlah

600.000,-

150.000,-

750.000,-

5. Biaya Penyusutan dengan bunga 25% 40.625,-

6. Biaya Renovasi Oven

- Renovasi oven

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.000.000,-

500.000,-

2.500.000,-

Total Biaya Produksi 54.052.288,-

Total penerimaan = 2.000 X 25.000,- 50.000.000,-

Total Keuntungan per musim tanam (minus) - 4.052.288,-

R/C Ratio 0,93 Sumber: Data primer diolah (2013)

Page 95: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

76

Analisis diatas menunjukkan bahwa petani pengomprong yang tidak

memiliki hubungan kemitraan dengan perusahaan manapun (swadaya) mengalami

kerugian cukup besar dalam menjalankan usahataninya. Nilai kerugiannya bahkan

melebihi nilai keuntungan petani pengomprong yang bermitra dengan perusahaan.

Nilai R/C Ratio yang kurang dari nol sudah secara tegas menggambarkan bahwa

usahatani ini tidak layak untuk diusahakan jika tidak bermitra dengan perusahaan.

Perlu diketahui bahwa kebanyakan petani pengomprong swadaya

merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan permodalan sendiri sehingga

petani itu bisa membiayai usahataninya tanpa harus bergantung pada pinjaman

dari pihak lain. Kondisi itu memungkinkan petani pengomprong swadaya tersebut

dapat mengurangi pengeluaran pada pos biaya bunga. Jika pos biaya bunga yang

25% dihilangkan dari struktur pembiayaan usahatani, maka total biaya produksi

akan menjadi Rp 40.539.215,-. Hal itu berarti bahwa usahatani ini sesungguhnya

menguntungkan dengan menghasilkan keuntungan hingga mencapai Rp

9.460.784,- per hektar per musim tanam atau Rp 1.892.157,- per hektar per bulan.

Catatan penting yang perlu diingat dalam hal ini adalah bahwa kepemilikan modal

sendiri adalah kuncinya. Jika modal yang digunakan bersumber dari pinjaman,

terlebih pinjaman berbunga tinggi, maka petani akan mengalami kerugian, bukan

keuntungan.

Selain itu, petani pengomprong swadaya juga dapat memotong pos

pembiayaan pada pos biaya agroinput. Dengan menjadi petani swadaya, petani itu

tidak perlu mengikuti anjuran perusahaan untuk menggunakan paket teknologi

dari perusahaan yang kecenderungannya berbiaya tinggi. Petani swadaya itu dapat

berimprovisasi dan tidak mengikuti anjuran perusahaan sehingga petani itu bisa

leluasa dalam melakukan pemupukan, pemeliharaan, dan sebagainya.

Konsekuensi yang harus ditanggung oleh petani swadaya tersebut adalah hasil

panen yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Sebagai catatan perlu

diketahui bahwa paket teknologi yang di transfer perusahaan ke petani sebetulnya

telah disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Artinya paket teknologi tersebut

sudah melalui serangkaian penelitian untuk menghasilkan tembakau dengan cita

rasa yang menjadi brand perusahaan. Kondisi itu menunjukkan bahwa setiap

perusahaan memiliki paket teknologi yang berbeda untuk ditransfer ke petani

binaannya masing-masing.

3. Petani Swadaya Bukan Pengomprong

Petani tembakau virginia yang hanya melakukan aktifitas penanaman di

lapangan (on farm) dan tidak melakukan pekerjaan pengomprongan (processing

pasca panen) umumnya tidak memiliki hubungan kemitraan dengan perusahaan.

Kebanyakan petani yang masuk dalam kategori ini adalah petani-petani

berpendidikan rendah yang berasal dari wilayah pedesaan yang cenderung kurang

berkembang. Petani swadaya itu hanya memproduksi tembakau basah untuk dijual

ke pengomprong yang tidak melakukan aktifitas penanaman di lapang atau kepada

petani pengomprong yang membutuhkan tambahan tembakau mentah dalam

proses pengomprongannya.

Sama halnya dengan petani pengomprong swadaya, petani swadaya yang

tidak mengomprong ini juga tidak mendapatkan bantuan kredit apapun dari

Page 96: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

77

perusahaan maupun pemerintah. Petani swadaya itu menanam tembakau dengan

modal sendiri dan dengan keterampilan seadanya.

Analisis usahatani untuk kategori ini, menggunakan asumsi berikut:

a. Semua petani swadaya mengikuti anjuran teknis dalam paket teknologi

yang ditransfer perusahaan ke petani mitra dalam hal penanaman di lapang.

b. Petani menjual tembakau basahnya dengan harga yang sama yaitu Rp

130.000,- per kwintal atau Rp 1.300,- per kilogram. Angka ini diambil dari

pengakuan responden petani swadaya yang kebanyakan mengaku rata-rata

menjual tembakau basahnya seharga Rp 130.000,- per kwintal.

c. Berdasarkan data sekunder dari dinas perkebunan dan perusahaan, rata-

rata produksi tembakau kering untuk tahun 2012 adalah 2 ton. Selain itu

data sekunder juga menunjukkan bahwa rata-rata rendemen tembakau

basah terhadap tembakau kering adalah 14%, dengan demikian maka

jumlah rata-rata produksi tembakau basah per hektar per musim tanam

adalah 2 ton dibagi 14% yang hasilnya menjadi 14,29 ton atau 14.290

kwintal.

d. Semua biaya produksi diperoleh melalui pinjaman dengan bunga 25%.

e. Pasar dalam kondisi stabil, tidak terjadi over supply maupun over demand.

f. Aspek – aspek lain diasumsikan tetap (cateris paribus).

Tabel 5.4 Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk petani swadaya

tidak mengomperong

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Lahan

- Sewa lahan untuk pembibitan

- Sewa lahan untuk penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

160.000,-

8.000.000,-

2.040.000,-

10.200.000,-

2. Biaya Agroinput

- Pembibitan

- Penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

525.330,-

6.891.000,-

1.854.083,-

9.270.413,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Pembibitan

- Penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

350.000,-

11.375.000,-

2.931.250,-

14.656.250,-

4. Biaya Pengairan

- Pengairan

- Bunga 25%

Sub Jumlah

600.000,-

150.000,-

750.000,-

Total Biaya Produksi 34.876.663,-

Total penerimaan = 14.290 X 1.300,- 18.577.000,-

Total Keuntungan per musim tanam (minus) - 16.299.663,-

R/C Ratio 0,53 Sumber: data primer diolah (2013)

Page 97: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

78

Sebagian dari petani swadaya merupakan petani plasma yang dibina oleh

petani lain yang bermitra dengan perusahaan (pengepul). Petani swadaya yang

menjadi plasma ini mendapatkan akses bantuan kredit usahatani dari pengepul

tersebut di mana pengepul yang membinanya itu juga mendapatkan akses kredit

agroinput dari perusahaan mitra. Laporan penelitian ini mengasumsikan bahwa

semua petani swadaya menjalankan usahataninya tanpa terikat kontrak kerjasama

dengan pihak manapun, termasuk dengan pihak petani mitra sebagaimana

dijelaskan diatas. Hal ini berarti bahwa petani swadaya itu menggantungkan akses

permodalannya melalui pinjaman dari pihak lain.

Secara sekilas dapat dilihat pada Tabel 5.4 bahwa petani swadaya bukan

pengomprong itu mengalami kerugian yang besar dalam usahatani tembakau

virginia di Pulau Lombok. Minus lebih dari Rp 16.000.000,- bukanlah angka yang

sedikit. Petani swadaya yang kebanyakan adalah petani berpendidikan rendah dan

berasal dari daerah pedesaan terbelakang ini sesungguhnya tidak menyadari

kerugian besar yang dialaminya dalam usaha agribisnis tembakaunya. Petani-

petani itu hanya mengetahui dengan pasti bahwa menanam tembakau

mendatangkan uang dalam jumlah sebanyak yang tidak pernah didapatkan pada

usahatani lain, meskipun sebenarnya jumlah sebanyak itu tidak cukup untuk

menutupi kerugian yang diterima.

Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa sebagian besar petani

swadaya bukan pengomprong itu menggunakan lahan milik sendiri untuk

menanam tembakau. Fakta itu membuat petani-petani swadaya itu tidak pernah

memperhitungkan biaya sewa lahan sebagai biaya produksi, padahal dalam

melakukan analisis usahatani, apapun status lahan yang digunakan itu harus tetap

dihitung sebagai lahan sewa. Contoh kasus diatas misal, dengan menggunakan

lahan sendiri berarti petani-petani itu mengabaikan pos pembiayaan tanah sebesar

Rp 10.200.000,-. Selain itu petani swadaya juga tidak perlu mengikuti anjuran

perusahaan untuk menggunakan paket teknologi yang ditransfer perusahaan agar

hasil panen sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kondisi tersebut memungkinkan

petani swadaya untuk mengurangi pos pembiayaannya pada aspek agroinput

usaha tani meskipun itu berarti kualitas hasil panen menjadi kurang bagus.

Fakta penting lainnya dari para petani swadaya bukan pengomprong ini

adalah bahwa usahatani tembakau yang dilakukannya diusahakan pada lahan

sendiri dengan luas lahan yang sempit berkisar antara 0,2 – 1 hektar. Hal ini

berarti bahwa petani swadaya itu tidak membutuhkan banyak biaya untuk

keperluan membayar tenaga kerja pada usahatani tembakaunya. Kebanyakan

petani swadaya dengan luas lahan sempit itu menggunakan tenaga kerja keluarga.

Petani swadaya tidak pernah mempertimbangkan tenaga yang keluar dalam

menjalankan usahataninya, padahal dalam analisis usahatani setiap tenaga yang

dikeluarkan juga termasuk dalam pos pembiayaan usahatani.

Selain itu, karena para petani swadaya non pengomprong ini berorientasi

pada penjualan tembakau basah, maka proses usahatani difokuskan pada upaya

untuk memperberat massa tembakau. Cara yang dilakukan adalah dengan

memperbanyak pupuk urea atau ZA yang dapat mempertebal daun sekaligus

memperkaya kandungan air pada daun tembakau. Hal itu dapat membuat daun

tembakau yang dipanen menjadi berat. Cara penananaman yang seperti ini

Page 98: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

79

sesungguhnya akan menghasilkan tembakau krosok yang buruk. Kandungan air

yang tinggi akan membuat masa pengovenan menjadi lebih lama dan akan

menghasilkan daun kering krosok yang cenderung kecoklatan atau bahkan hitam.

Tembakau krosok yang seperti itu termasuk tembakau krosok kualitas buruk dan

dibeli perusahaan dengan harga rendah.

4. Pengomprong Bermitra

Sebagian petani binaan (yang bermitra dengan perusahaan) enggan untuk

melakukan aktifitas penanaman tembakau di lapang (on farm) tapi tetap

memproduksi tembakau kering (krosok) untuk dijual ke perusahaan.

Pengomprong seperti inilah yang umumnya menjadi pembeli tembakau basah

yang diproduksi oleh petani swadaya yang tidak mengomperong (kategori

sebelumnya). Meski tidak melakukan aktifitas penanaman di lapang,

pengomprong yang bermitra ini tetap mendapatkan akses kredit agroinput dari

perusahaan mitranya baik agroinput untuk penanaman di lapangan maupun

agroinput processing pasca panen. Pengomprong yang bermitra ini umumnya

memberikan agroinput pertanaman yang didapat dari perusahaan kepada petani

swadaya yang merupakan petani plasma binaan karena pengomprong itu sendiri

tidak melakukan aktifitas penanaman langsung di lapangan,. Artinya, petani

pengomprong yang bermitra dengan perusahaan ini juga membangun hubungan

kemitraan dengan petani swadaya. Tidak semua pengomprong bermitra itu

memberikan agroinput pertanaman yang dimiliki kepada petani plasma, sebagian

diantaranya justeru menjual agroinput itu untuk keperluan pembiayaan usahatani

pada pos pembiayaan yang lain.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa petani swadaya bukan

pengomprong memproduksi tembakau basah dengan orientasi memaksimalkan

berat basah tembakau tanpa peduli kualitas krosok yang dihasilkan. Akibatnya

tembakau dipelihara di lapangan tanpa mengikuti anjuran teknis perusahaan. Bagi

pengomprong bermitra, sikap petani swadaya yang seperti itu sangat mungkin

membuatnya rugi. Pasalnya, bobot tembakau basah yang tinggi tidak menjamin

bobot kering yang tinggi pula. Kadar air yang tinggi pada tembakau basah itu

justru dapat merusak kualitas tembakau krosok hingga menyebabkan harganya

menjadi jatuh. Berdasarkan informasi-informasi tersebut, maka untuk

menganalisis tingkat keuntungan pengomprong bermitra digunakan asumsi-

asumsi berikut:

a. Pengomprong bermitra tetap mendapatkan kredit agroinput pertanaman

yang kemudian diasumsikan diberikan kepada petani plasma untuk

digunakan dalam usahatani, dengan demikian tingkat bunga pinjaman

untuk keperluan pembelian tembakau basah oleh pengomprong

diasumsikan 20%, Sedangkan bunga pinjaman untuk pos pembiayaan lain

tetap 25%, kecuali pada pos pembiayaan agroinput processing pasca panen.

b. Jumlah tembakau basah yang dibeli diasumsikan sama dengan produksi

tembakau basah petani swadaya yang tidak bermitra yaitu 14.290 Kg atau

14,29 ton.

c. Bahan bakar yang digunakan untuk mengomprong tembakau adalah batu

bara.

Page 99: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

80

d. Produksi tembakau kering diasumsikan sama dengan produksi tembakau

kering pada kategori yang lain yakni 2.000 Kilogram.

e. Karena ada risiko rusaknya kualitas krosok yang dihasilkan oleh tembakau

basah yang diproduksi petani swadaya, maka diasumsikan harga krosok per

kilogram turun menjadi Rp 23.000,- per Kilogram.

f. Pasar dalam kondisi stabil, tidak terjadi over supply maupun over demand.

Tabel 5.5. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk pengomprong

bermitra

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Pengadaan Tembakau

- Beli tembakau basah

- Transportasi

- Bunga 20%

Sub Jumlah

18.577.000,-

3.572.500,-

4.429.900,-

26.579.400,-

2. Biaya Agroinput

- Processing

- Bunga 5%

Sub Jumlah

9.434.500,-

471.725,-

9.906.225,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Processing

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.780.000,-

695.000,-

3.475.000,-

4. Biaya Penyusutan plus bunga 25% 32.813

5. Biaya Oven

- Renovasi oven (Flue set, kompor, dsb)

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.000.000,-

500.000,-

2.500.000,-

Total Biaya Produksi 42.493.438,-

Total penerimaan = 2.000 Kg X 23.000,- 46.000.000,-

Total Keuntungan per musim tanam 3.506.563,-

R/C Ratio 1,08 Sumber: Data primer diolah (2013)

Perhitungan diatas menunjukkan bahwa pengomprong yang bermitra

dengan perusahaan dapat memperoleh untung dari usahanya. Meski nilai

keuntungannya lebih rendah dari pada kategori pertama, yaitu kategori petani

pengomprong bermitra, namun itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan

kategori lainnya yang justeru menunjukkan kondisi rugi, bukan kondisi untung.

Tingkat keuntungan Rp 3.506.563,- per hektar per musim tanam berarti

menghasilkan rata-rata Rp 6.171.550,- untuk luas lahan rata-rata 1,76 hektar. Itu

artinya penghasilan rata-rata pengomprong mitra tiap bulannya adalah Rp

1.234.310,-. Angka ini sedikit lebih rendah jika dibanding penghasilan rata-rata

tiap bulan untuk petani pengomprong mitra yang sebesar Rp 1.339.333,-.

Nampaknya hal ini pulalah yang mendorong sebagian masyarakat untuk menjadi

pengomprong bermitra tanpa harus menjadi petani lapang. Menjadi pengomprong

saja bisa memungkinkan petani itu untuk mendapat penghasilan yang relatif sama

dengan petani pengomprong bermitra yang aktifitasnya lebih padat dan

melelahkan.

Page 100: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

81

5. Pengomprong Swadaya

Masyarakat yang mengambil peran sebagai pengomprong swadaya dalam

agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok berjumlah relatif sedikit. Menjadi

pengomprong swadaya berarti tidak mendapatkan akses kredit dari perusahaan

ataupun pemerintah. Selain itu, sama seperti kategori swadaya lainnya,

pengomprong swadaya tidak memiliki jaminan pasar dan harga yang jelas. Pada

umumnya para pengomprong swadaya ini menjual tembakau krosoknya kepada

para pengepul yang memiliki hubungan kemitraan yang cukup baik dengan

perusahaan. Terkadang pengomprong swadaya juga memasarkan tembakau kering

yang diomperongnya langsung ke perusahaan dengan catatan harus membayar

sejumlah uang, misal dengan membayar kuota beli petani mitra atau dengan

menyogok petugas perusahaan. Artinya, ada biaya transaksi tambahan yang dapat

mengurangi keuntungan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka untuk menghitung tingkat

keuntungan pengomprong swadaya digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Semua biaya dalam usaha pengomprongan tembakau ini ditanggung

sendiri dengan modal pinjaman berbunga 25%.

b. Harga pembelian tembakau basah di petani swadaya sama dengan harga

pembelian tembakau basah pengomprong bermitra.

c. Karena pengomprong swadaya menjual tembakau krosoknya ke pengepul,

bukan ke perusahaan, maka harga jual tembakau krosoknya menjadi

berkurang. Kalaupun dijual ke perusahaan, pengomprong tersebut harus

membayar sejumlah uang tertentu untuk dapat menjual tembakau

krosoknya ke perusahaan, dalam hal ini diasumsikan harga jual tembakau

krosoknya menjadi Rp 21.000,- per Kg tembakau krosok.

d. Bahan bakar yang digunakan untuk mengomperong adalah batu bara.

e. Pasar dalam kondisi stabil, tidak terjadi over supply maupun over demand.

f. Faktor lain cateris paribus

Bunga pinjaman yang tinggi adalah penyebab utama kerugian bagi petani

atau pengomprong swadaya. Selain itu, tidak adanya jaminan pasar serta harga

juga membuat harga jual tembakau menjadi rendah dan tentu saja mempengaruhi

penghasilan petani atau pengomprong tersebut. Itulah sebabnya, menjadi petani

binaan perusahaan adalah pilihan terbaik bagi petani maupun pengomprong sebab

dengan menjadi petani binaan atau petani mitra, para petani itu akan mendapatkan

bantuan kredit agroinput, jaminan pasar dan stabilitas harga. Hal itu dapat

mengurangi risiko kerugian bagi petani atau pengomprong swadaya tersebut.

Kelebihan yang dimiliki oleh petani ataupun pengomprong swadaya yang

tidak dimiliki oleh petani dan pengomprong mitra adalah bahwa petani maupun

pengomprong swadaya itu memiliki keleluasaan lebih dalam menjalankan

usahanya tanpa harus mengikuti anjuran teknis dari perusahaan. Kondisi itu

membuat petani swadaya menjadi lebih leluasa untuk mengatur pos pembiayaan

dalam usaha tembakaunya. Terlepas dari semua hal tersebut, analisis dalam

bagian ini menggunakan asumsi-asumsi sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Adapun analisis usahatani untuk pengomprong swadaya itu dapat dilihat pada

Tabel 5.6.

Page 101: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

82

Tabel 5.6. Analisis usahatani tembakau virginia Lombok untuk pengomprong

swadaya

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Pengadaan Tembakau

- Beli tembakau basah

- Transportasi

- Bunga 25%

Sub Jumlah

18.577.000,-

3.572.500,-

5.537.375,-

27.686.875,-

2. Biaya Agroinput

- Processing

- Bunga 25%

Sub Jumlah

9.434.500,-

2.358.625,-

11.793.125,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Processing

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.780.000,-

695.000,-

3.475.000,-

4. Biaya Penyusutan plus bunga 25% 32.813

5. Biaya Oven

- Renovasi oven (Flue set, kompor, dsb)

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.000.000,-

500.000,-

2.500.000,-

Total Biaya Produksi 45.487.813,-

Total penerimaan = 2.000 Kg X 21.000,- 42.000.000,-

Total Keuntungan per musim tanam (Minus) - 3.487.813,-

R/C Ratio 0,92 Sumber: Data primer diolah (2013)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok, bermitra dengan perusahaan

adalah pilihan paling menguntungkan baik sebagai petani maupun sebagai

pengomprong. Berikut disajikan rekapitulasi biaya usahatani dan tingkat

keuntungan petani dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok dengan

lima kategori.

Tabel 5.7. Rekapitulasi analisis usahatani dalam agribisnis tembakau virginia

Lombok

No Kategori Total Biaya Total

Penerimaan

Keuntungan R/C

Ratio

1. Petani pengomprong

bermitra

Rp 50.024.622 Rp 54.000.000 RP 3.975.379 1,08

2. Petani pengomprong

swadaya

Rp 54.052.288 Rp 50.000.000 -Rp 4.052.288 0,93

3. Petani swadaya bukan

pengomprong

Rp 34.876.663 Rp 18.577.000 -Rp 16.299.663 0,53

4. Pengomprong

bermitra

Rp 42.493.438 Rp 46.000.000 Rp 3.506.563 1,08

5. Pengomprong

swadaya

Rp 45.487.813 Rp 42.000.000 -Rp 3.487.813 0,92

Sumber: Data primer diolah (2013)

Page 102: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

83

Lama usaha dalam agribisnis tembakau virginia adalah 4–6 bulan dalam

satu tahun. Nilai keuntungan yang diterima petani sebagaimana tertulis diatas

sesungguhnya sangatlah kecil jika dihitung sebagai pendapatan bulanan petani.

Hal itu membuat tidak banyak petani yang mampu melakukan saving untuk

keperluan modal pada musim tanam berikutnya. Akibatnya untuk melaksanakan

usahatani tembakau pada tahun berikutnya petani kembali mengandalkan hutang

dari pihak lain yang berbunga tinggi. Itulah yang menyebabkan tingkat

kesejahteraan petani tembakau tidak kunjung membaik secara substansial dari

tahun ke tahun. Padahal jika melihat performance ekonomi tembakau secara

makro, di mana petani dilaporkan menikmati keuntungan yang besar, seharusnya

tingkat kesejahteraan petani bisa meningkat secara signifikan seiring semakin

berkembangnya agribisnis tembakau ini dari tahun ke tahun.

Hal ironis lainnya adalah tingkat keuntungan sebagaimana disebutkan

dalam tabel diatas belum memperhitungkan biaya konsumsi tenaga kerja dalam

proses pelaksanaan usaha. Menurut sebagian besar responden, petani

mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk keperluan yang tidak

diperhitungkan itu. Lebih ironis lagi, biaya konsumsi yang dimaksud sebagiannya

juga dibelanjakan untuk keperluan rokok, minuman bertenaga, kopi, mie instan

dan sebagainya. Bahan makanan tersebut banyak menjadi perbincangan karena

dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap kesehatan. Lalu dengan tingkat

keuntungan sekecil itu, berapa banyak biaya yang dikeluarkan petani untuk

keperluan pemeliharaan kesehatan diri dan keluarganya?. Penelitian ini membatasi

diri untuk menganalisis tingkat keuntungan petani saja, tidak untuk mengetahui

tingkat pengeluaran petani, diperlukan studi lebih lanjut untuk menjawab

pertanyaan itu.

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang membuat tingkat

keuntungan petani menjadi sangat rendah bahkan mengalami kerugian, yaitu:

1. Minimnya akses petani untuk memperoleh bantuan pembiayaan dari

lembaga-lembaga finansial sehingga petani mengandalkan rentenir untuk

memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam usahatani tembakaunya.

2. Biaya sewa lahan yang terlalu tinggi. Ekspektasi masyarakat yang tinggi

terhadap agribisnis tembakau membuat para pemilik tanah

melipatgandakan biaya sewa tanah untuk keperluan penanaman tembakau.

Jika untuk menanam padi para pemilik tanah menyawakan tanahnya

dengan harga Rp 4.000.000,- per hektar, maka untuk menanam tembakau

para pemilik tanah menaikkan harga sewa menjadi Rp 8.000.000,-. Bahkan

di beberapa tempat harga sewa tanah bisa mencapai lebih dari Rp

10.000.000,-. Beberapa responden bahkan mengaku mengeluarkan

anggaran sewa tanah seharga Rp 20.000.000,- per hektar.

3. Inefisiensi dalam penggunaan tenaga kerja. Banyak petani yang tidak

menghitung secara proporsional kebutuhan tenaga kerjanya sehingga

mempekerjakan tenaga kerja secara berlebihan. Selain itu tingkat

produktifitas tenaga kerja juga terlalu variatif, terkadang tenaga kerja itu

datang terlambat dan pulang paling cepat. Tingginya permintaan tenaga

kerja pada usaha tembakau membuat petani sebagai pengguna tenaga kerja

tidak berani menegur tenaga kerja atau buruhnya secara berlebihan karena

takut buruh tersebut tidak mau lagi bekerja untuknya.

Page 103: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

84

4. Lemahnya peran petani dalam penentuan grade dan harga ketika menjual

tembakaunya ke perusahaan. Petani dan perusahaan sebenarnya sudah

membuat kesepakatan harga melalui musyawarah harga pada awal musim

tanam. Harga itu diberlakukan secara berhirarki sesuai dengan kualitas

atau grade tembakau. Persoalannya penentuan grade tembakau itu

menjadi wewenang penuh petugas perusahaan (grader). Tidak ada

negosiasi dengan petani pada saat penentuan grade itu, hanya saja jika

petani merasa keberatan dengan grade yang diputuskan grader terhadap

tembakau yang dibawanya, petani berhak untuk memilih tidak menjual

tembakaunya.

5. Adanya “permainan” oknum-oknum perusahaan pada saat penjualan

tembakau oleh petani ke perusahaan. Tema ini akan dibahas secara lebih

detail pada bagian lain dalam bab ini.

Tingkat Keuntungan Perusahaan

Perusahaan-perusahaan tembakau yang bermitra dengan petani tembakau

di Pulau Lombok umumnya merupakan perusahaan cabang dari induk perusahaan

pertembakauan baik yang berlevel nasional maupun transnasional. Tidak semua

perusahaan tersebut memiliki pabrik rokok sendiri, sebagian diantaranya

merupakan supplier tembakau bagi industri-industri rokok besar, baik di level

nasional maupun internasional. Sebagian perusahaan yang lain juga memfokuskan

diri sebagai eksportir tembakau Lombok. Kebanyakan dari perusahaan-

perusahaan itu merupakan perusahaan yang membeli tembakau petani untuk

keperluan produksi rokok pada perusahaannya sendiri.

Selama dilaksanakannya penelitian, tidak ada satupun perusahaan yang

berkenan untuk memberikan data transaksi usaha. Bagi perusahaan-perusahaan itu,

data transaksi adalah rahasia yang tidak boleh diberikan kepada siapapun. Bahkan

sebagian informan yang tidak lain adalah direktur perusahaan menyatakan bahwa

dia sendiri tidak tau dengan persis berapa tingkat keuntungan perusahaan, sebab

pencatatan transaksi usaha dilakukan di kantor pusat. Perusahaan-perusahaan

tersebut bahkan tidak bersedia memberikan data harga rata-rata penjualan

tembakau itu sehingga laporan penelitian ini tidak dapat menjelaskan secara pasti

seberapa besar pendapatan yang diterima perusahaan dari usaha tembakau tersebut.

Perhitungan nilai tambah (value added) perusahaan dari agribisnis tembakau

virginia Lombok dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

harga eceran produk hasil tembakau (rokok). Menurut keterangan informan

(direktur perusahaan), setiap batang rokok mengandung rata-rata 0,3 gram s/d 0,8

gram tembakau virginia Lombok. Berdasarkan keterangan itu, perhitungan ini

menggunakan angka rata – rata 0,5 gr. Artinya komposisi tembakau virginia

dalam satu batang rokok diasumsikan 0,5 gr sedangkan sisanya merupakan

tembakau jenis lain ataupun bahan pembuat rokok lainnya.

Bobot rata – rata tembakau dalam satu batang rokok diketahui dengan

melakukan pengamatan dengan menggunakan 8 sampel merk rokok dari 5

Page 104: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

85

perusahaan yang berbeda. Setelah dilakukan penimbangan dan pengamatan,

didapatkan informasi bobot dan harga masing-masing merk adalah sebagai berikut.

Tabel 5.8. Bobot, harga eceran dan biaya cukai rokok yang diamati

No Merk

Rokok

Jenis

Rokok Perusahaan

Bobot Tembakau (gr) Harga

(RP)

Cukai

1 2 3 Rataan (RP)

1. Merk 1 Kretek

Non

Filter

PT. HMS 1,65 2,17 - 1,91 1.000 275

2. Merk 2 Kretek

Non

Filter

PT. Njr 1,74 1,76 1,75 1,75 500 130

3. Merk 3 Kretek

Filter

PT. GG 1,10 1,10 1,10 1,10 500 375

4. Merk 4 Kretek

non

Filter

PT. GG 1,91 1,86 - 1,89 1.000 205

5. Merk 5 Kretek

filter

PT. Dj 1,27 1,24 1,26 1,25 1.000 375

6. Merk 6 Kretek

filter

PT. Dj 0,72 0,80 0,73 0,75 800 375

7. Merk 7 Kretek

filter

PT. HMS 0,75 0,75 0,79 0,76 850 375

8. Merk 8 Kretek

filter

PT. PMI 0,68 0,72 0,73 0,71 775 380

Rata - rata 1,3 803,13 311,25

Sumber: Data primer diolah (2013)

Data diatas dapat menjadi dasar yang kuat untuk membuat asumsi guna

menghitung tingkat pendapatan perusahaan. Nilai cukai yang dibebankan ke

konsumen terus mengalami perubahan setiap tahun. Perubahan itu dilakukan

untuk menyesuaikan dengan perubahan perekonomian negara mengikuti inflasi

dan kenaikan harga yang terjadi. Nilai cukai hasil tembakau yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata cukai dari 8 merk yang dijadikan sampel

yaitu Rp 311,25 atau dibulatkan menjadi Rp 312,-. Setiap kemasan rokok

memberikan informasi tentang berapa banyak beban cukai untuk setiap batang

rokok yang ada dalam kemasan itu. Sementara itu, harga eceran yang digunakan

dalam analisis ini adalah harga eceran rata-rata dari 8 merk sampel sebagaimana

tertera dalam Tabel 5.8 diatas, yakni Rp 803,- yang dibulatkan menjadi Rp 800,-.

Setiap batang rokok mengandung berbagai jenis tembakau dan campuran

lainnya dengan komposisi yang berbeda-beda. Berdasarkan keterangan informan,

setiap batang rokok dalam perhitungan ini diasumsikan mengandung 0,5 gr

tembakau virginia Lombok. Sementara itu komposisi jenis tembakau lain beserta

campuran lainnya dalam analisis ini dikelompokkan kedalam satu kategori yaitu

kategori biaya produksi (production cost) bersamaan dengan tembakau virginia itu.

Berdasarkan keterangan informan didapatkan informasi bahwa tembakau virginia

Page 105: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

86

Lombok merupakan jenis tembakau termahal di Indonesia. Jika dalam satu

kilogram tembakau virginia Lombok dihargakan Rp 27.000,-, maka artinya harga

tembakau itu hanya Rp 27,- per gram. Karena setiap batang rokok diasumsikan

mengandung 0,5 gr tembakau virginia, maka biaya yang dikeluarkan untuk

membeli tembakau virginia dalam satu batang rokok adalah Rp 13,5. Hal ini

berarti nilai yang dikeluarkan sebagai biaya untuk jenis tembakau lainnya lebih

rendah dari Rp 13,5, dalam analisis ini, diasumsikan bahwa harga semua jenis

tembakau itu adalah sama sehingga biaya produksi per batang rokok itu

diasumsikan Rp 100,- di mana didalamnya sudah termasuk biaya tenaga kerja,

penyusutan biaya tetap dan biaya iklan. Biaya produksi itu diperhitungkan diluar

biaya pembelian kertas dan filter rokok. Khusus untuk biaya kertas dan filter

rokok ini diasumsikan bernilai Rp 100,-. Angka itu sudah termasuk biaya

pengemasan rokok. Sementara itu, keuntungan penjual rokok eceran dalam

penelitian ini diasumsikan sebesar Rp 100,- per batang, sedangkan biaya lain-lain

seperti transportasi dan sebagainya diasumsikan Rp 50,-. Berdasarkan keterangan

– keterangan itu, maka asumsi – asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini

dapat diringkas sebagai berikut:

1. Semua tembakau virginia yang dihasilkan di Pulau Lombok digunakan

untuk keperluan pembuatan rokok dalam negeri.

2. Harga semua jenis tembakau yang digunakan untuk memproduksi setiap

batang rokok diasumsikan sama.

3. Semua rokok yang dihasilkan dari tembakau virginia Lombok itu habis

terjual.

4. Harga eceran rokok rata – rata adalah Rp 800,- per batang untuk semua

merk.

5. Nilai cukai tembakau berdasarkan perhitungan rata – rata dalam tabel 5.8

diatas adalah Rp 312,- per batang.

6. Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan kertas dan filter rokok,

serta untuk pengemasan rokok diasumsikan Rp 100,- per batang.

7. Biaya produksi per batang rokok untuk keperluan pembelian bahan baku

(selain kertas dan filter), biaya tenaga kerja, biaya periklanan, dan lainnya

diasumsikan Rp 100,- per batang.

8. Keuntungan pengecer diasumsikan Rp 100,- per batang.

9. Biaya lain-lain seperti transportasi atau pengangkutan dan sebagainya

diasumsikan Rp 50 per batang

10. Setiap batang rokok mengandung 0,5 gr tembakau virginia

11. Bobot tembakau (diluar kertas dan filter) rata – rata berdasarkan hasil

pengamatan terhadap 8 merk sebagaimana dijelaskan diatas adalah 1,3 gr.

12. Setiap satu hektar pertanaman tembakau virginia Lombok menghasilkan

dua ton tembakau virginia kering.

13. Hal-hal lainnya dianggap tetap atau cateris paribus.

Berdasarkan asumsi – asumsi diatas, didapatkan perhitungan sebagai

berikut:

V% = (0,5 gr / BR) 100%

= (0,5 gr / 1,3 gr) 100%

= 38,5 %

Page 106: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

87

R = TP (gr) / 0,5 gr

= 2.000.000 gr / 0,5 gr

= 4.000.000 batang rokok

Π = ( P – C – KF – Pc – πp - o) (V%) (R)

= (800 – 312 – 100 – 100 – 100 - 50) (38,5%) (4.000.000)

= Rp 212.520.000,-

Artinya, nilai tambah yang dapat di create perusahaan dari 1 hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok adalah Rp 212.520.000,-. Jika total

produksi tembakau di Pulau Lombok adalah 40.000 ton per tahun, dengan teknik

perhitungan yang sama, perusahaan akan menghasilkan Rp 4.250.400.000.000,-

(empat trilliun dua ratus lima puluh miliar empat ratus juta rupiah)

Perhitungan diatas bukanlah perhitungan pasti karena angka-angka yang

digunakan merupakan asumsi berdasarkan informasi penelitian. Tingkat

keuntungan perusahaan itu masih mungkin lebih tinggi atau mungkin juga lebih

rendah dari itu, namun kemungkinan keuntungan lebih tinggi dari itu karena

beberapa alasan berikut:

1. Sebagai industri dengan skala usaha besar, perusahaan bisa melakukan

langkah-langkah efisiensi dalam menjalankan usahanya.

2. Harga tembakau virginia Lombok merupakan yang tertinggi di

Indonesia, namun dalam analisis ini harganya disamakan dengan

tembakau jenis lainnya, dengan demikian jumlah biaya produksi

sangat mungkin lebih rendah dari asumsi yang dipakai diatas.

3. Fakta lainnya, perusahaan pertembakauan di Pulau Lombok tidak

hanya membeli tembakau petani tapi juga menyalurkan kebutuhan

agroinput petani sebagai bantuan kredit. Agroinput tersebut (pupuk,

pestisida dan benih) merupakan ciptaan perusahaan sendiri untuk

menghasilkan produk tembakau yang sesuai dengan kehendak

perusahaan. Hal itu membuat perusahaan juga mendapatkan untung

dari penjualan kebutuhan agroinput itu. Penjelasan tentang hal ini akan

diuraikan dalam bagian lain bab ini.

Margin Nilai Tambah Petani – Perusahaan

Margin nilai tambah antara petani dan perusahaan dihitung untuk

melakukan pembandingan atau menganalisis keadilan ekonomi secara mikro.

Petani dalam analisis ini diwakili oleh kategori pertama, yakni kategori petani

pengomprong bermitra yang dalam penjelasan sebelumnya merupakan kategori

dengan nilai keuntungan atau nilai tambah tertinggi dari lima kategori yang ada.

Artinya nilai margin untuk petani kategori lainnya dipastikan lebih tinggi dari

hasil perhitungan yang dibuat dalam bagian ini.

Page 107: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

88

Margin = Π perusahaan – Π petani

= (Rp 212.520.000,-) – (RP 3.975.379,-)

= Rp 208.544.621,-

Prosentase = (Π petani / Π perusahaan) X 100%

= (RP 3.975.379,- / Rp 212.520.000,-) X 100 %

= 1,87 %

Artinya, dalam setiap satu hektar pertanaman tembakau, selisih

pendapatan petani dan perusahaan mencapai Rp 208.544.621,-. Petani dengan

kategori yang mendapatkan keuntungan terbesar hanya mampu mendapatkan

1,87% dari total pendapatan perusahaan.

Kelemahan dari model perhitungan ini adalah tidak dapat menghitung

tingkat pendapatan suatu perusahaan tertentu. Hasil perhitungan diatas

menggambarkan penghasilan perusahaan secara keseluruhan. Meski demikian,

perhitungan ini dapat menggambarkan besarnya ketimpangan dalam distribusi

pendapatan pada agribisnis tembakau virginia Lombok.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa perusahaan

pertembakauan yang beroperasi di Pulau Lombok tidak hanya berbisnis tembakau,

tapi juga berbisnis agroinput pertembakauan seperti pupuk, pestisida, benih, bahan

bakar, tikar kemas dan bahkan tali benang. Melalui model kemitraan yang

dikembangkan, perusahaan memberikan bantuan kredit agroinput kepada petani

binaannya. Kredit itu disalurkan kepada petani pada proses usahatani di lapang

maupun pada saat proses pengomprongan tembakau. Pembayaran agroinput itu

akan dilakukan dengan memotong penghasilan petani ketika petani tersebut

menjual tembakau krosoknya ke perusahaan. Nilai yang dibayarkan petani tidak

hanya sejumlah hutang kredit agroinput yang diterimanya, tapi juga membayar

bunga kredit yang rata-rata sebesar 5%.

Setiap perusahaan industri rokok membutuhkan tembakau dengan karakter

khusus sebagai penambah cita rasa produk rokoknya, oleh karenanya setiap

perusahaan umumnya memproduksi pupuk maupun pestisida sendiri yang kadar

dan komposisinya telah diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan cita rasa khas

perusahaan yang dimaksud. Pupuk dan pestisida buatan perusahaan itulah yang

kemudian disalurkan kepada petani sebagai bantuan kredit agroinput. Pupuk dan

pestisida khusus itu hanya disediakan oleh perusahaan yang bersangkutan dan

tidak tersedia sama sekali di pasar. Jadi, tujuan pemberian kredit agroinput itu

sebenarnya tidak untuk membantu petani dalam hal pembiayaan usahataninya,

tapi lebih kepada upaya perusahaan untuk menghasilkan produk tembakau yang

sesuai dengan krakter cita rasa rokok yang diproduksinya. Lebih dari itu, kredit

agroinput itu sesungguhnya juga merupakan bagian dari bisnis perusahaan untuk

memaksimumkan keuntungan langsung. Hasil produksi pupuk sendiri yang

kemudian dijual ke pasar yang pasti (petani binaan) dengan harga yang relatif

tinggi tentu memberikan keuntungan langsung yang cukup besar kepada

Page 108: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

89

perusahaan. Keuntungan itu menjadi semakin besar dengan pemberlakuan bunga

kredit sebesar 5%. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diterima perusahaan

dari program bantuan kredit agroinput ini ada dua yakni keuntungan tidak

langsung berupa menghasilkan tembakau yang sesuai dengan kebutuhan

perusahaan dan keuntungan langsung berupa kentungan dari penjualan agroinput

tersebut dengan bunga 5%.

Pembiayaan kredit agroinput didapatkan perusahaan dengan bekerjasama

dengan pihak perbankan di mana bank diminta untuk membiayai pemberian

bantuan agroinput itu kepada petani melalui perusahaan. Adapun agroinput yang

disalurkan perusahaan merupakan hasil buatan perusahaan itu sendiri. Hal ini

berarti perusahaan sesungguhnya telah menjual produk agroinputnya kepada bank

yang kemudian disalurkan ke petani dengan perantaraan perusahaan. Perusahaan

mendapatkan keuntungan tambahan dari bank sebagai pembeli produk agroinput

tanpa kehilangan pengaruh terhadap petani. Perusahaan sesungguhnya tidak

memberikan bantuan kredit agroinput sama sekali kepada petani. Kredit itu

bersumber dari bank dengan perantaraan perusahaan.

Margin nilai tambah sebesar Rp 208.544.621,- berarti bahwa petani hanya

mendapat 1,87% dari total pendapatan perusahaan untuk setiap satu hektar

pertanaman tembakau. Artinya, pelaksanaan usaha agribisnis tembakau itu secara

mikro termasuk dalam kategori tidak adil. Petani yang memproduksi daun

tembakau dengan tingkat pekerjaan yang begitu padat mendapatkan nilai tambah

yang sangat kecil, sementara perusahaan mendapatkan nilai tambah yang sangat

besar. Kondisi itu diperparah oleh fakta-fakta ketidakberpihakan ekonomi politik

pemerintah serta adanya bisnis gelap oknum perusahaan yang beroperasi di Pulau

Lombok sebagaimana dijelaskan dalam bagian berikutnya pada bab ini.

Ekonomi Politik Tembakau dalam Agribisnis

Tembakau Virginia di Pulau Lombok

Sebagaimana dikatakan oleh Caporaso dan Levine (2008) bahwa

kapitalisme itu dapat membentuk struktur kekuasaannya sendiri yang bersifat

samar dan tidak tampak. Hal seperti itu dapat dilihat pada agribisnis tembakau

virginia di Pulau Lombok. Sadar atau tidak, perjalanan agribisnis tembakau di

Pulau Lombok berada dibawah kendali pasar yang dikendalikan oleh perusahaan-

perusahaan pertembakauan. Kendali itu bahkan sampai menyentuh aspek opini.

Perusahaan-perusahaan pertembakauan itu berhasil membangun opini bahwa

tembakau memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi daerah. Pengembangan

opini-opini semacam itu bertujuan untuk menegaskan bahwa daerah, baik

pemerintah maupun masyarakatnya bergantung pada perusahaan itu sebagai

pembeli produk tembakau yang dihasilkan petani.

Opini yang paling sering dibesar-besarkan adalah nilai transaksi usaha

dalam agribisnis tembakau virginia itu. Jika rata-rata produksi tembakau virginia

Lombok setiap musim tanam adalah 40.000 ton dengan harga pembelian rata-rata

Rp 27.000,- per kilogram, maka dalam setiap musim tanam perusahaan

Page 109: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

90

membayarkan uang senilai Rp 1, 08 Trilliun kepada petani, angka itu hampir sama

dengan nilai APBD NTB dalam satu tahun. Selain itu, sejak tahun 2010 provinsi

NTB dan kabupaten/kota se-NTB juga menerima Dana Bagi Hasil Cukai

Tembakau (DBHCT) yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berikut data DBHCT yang disalurkan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah di

wilayah provinsi NTB.

Tabel 5.9. Distribusi dana bagi hasil cukai tembakau di Provinsi NTB

No

Kabupaten

DBHCT (Rp)

2010 2011 2012

Prov. Nusa

Tenggara Barat 32,814,826,770 39,477,171,477 56,169,155,012

1 Kab. Bima 5,628,627,678 6,643,139,560 8,219,328,575

2 Kab. Dompu 2,849,995,581 3,438,170,588 5,025,182,672

3 Kab. Lombok Barat 8,071,728,593 10,170,555,325 13,299,825,306

4 Kab. Lombok

Tengah 10,892,430,992 18,084,954,823 24,769,415,506

5 Kab. Lombok Timur 32,860,671,369 35,551,273,813 50,122,791,177

6 Kab. Sumbawa 5,551,997,214 6,651,723,959 8,730,898,839

7 Kota Mataram 4,859,553,095 1,436,452,186 6,091,786,585

8 Kota Bima 1,738,007,857 2,591,431,648 4,213,107,862

9 Kab. Sumbawa

Barat 1,323,744,877 3,098,136,954 4,597,238,585

10 Kab. Lombok Utara 2,791,171,875 4,447,561,257 5,991,786,585

Total

109,382,755,901 131,590,571,590 187,230,516,704

Sumber: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam Kementan RI (2013)

Besarnya kontribusi cukai tembakau terhadap APBD di Provinsi NTB

adalah salah satu poin penting pembangun opini bahwa daerah ini cukup

bergantung pada komoditas tembakau. Perasaan ketergantungan inilah yang

kemudian membuat perusahaan-perusahaan pertembakauan itu menjadi lebih

leluasa dalam mengelola bisnisnya. Perusahaa-perusahaan tersebut terus

meyakinkan pemerintah daerah dan masyarakat bahwa perekonomian daerah akan

terganggu jika aktifitas agribisnis tembakau dihentikan.

Setiap tahun, perusahaan-perusahaan pembeli tembakau menetapkan kuota

atau target pembelian sebagai acuan dalam membeli tembakau. Berdasarkan kuota

yang ditetapkan itu, perusahaan kemudian membagikan kuota itu secara

proporsional kepada setiap petani binaan. Jadi, setiap petani binaan hanya boleh

menjual tembakau kepada perusahaan sebanyak kuota jual yang diberikan

Page 110: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

91

perusahaan kepadanya. Ketika kuota pembeliah telah terpenuhi, maka perusahaan

kemudian menutup gudangnya dan tidak lagi mau membeli tembakau petani.

Kondisi seperti inilah yang membuat harga tembakau petani menjadi jatuh, sebab

setelah perusahaan menutup gudangnya, banyak pembeli-pembeli gelap

bermunculan dan membeli tembakau petani dengan harga dibawah harga dasar

yang pernah disepakati dalam musyawarah harga pada setiap awal musim tanam.

Menurut sebagian responden, para pembeli gelap itu sebenarnya tidak lain

adalah para pekerja di perusahaan-perusahaan resmi yang telah menutup

gudangnya itu. Sulit untuk melakukan pembuktian terhadap tuduhan sebagian

responden ini. Fakta yang tidak bisa dibantah adalah seberapapun banyaknya

produksi tembakau (pemerintah dan perusahaan sering menyebutnya dengan

istilah over produksi) namun tetap saja tembakau itu habis terjual meski dengan

harga yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pembatasan kuota beli hanya

merupakan strategi untuk bisa mendapatkan tembakau petani dengan harga murah.

Sebab ketika perusahaan merasa sudah membeli sebanyak kuota yang telah

ditetapkan, maka perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti harga

dasar yang pernah disepakati pada saat musyawarah harga di awal musim tanam.

Sementara di sisi lain, komoditas tembakau bukanlah komoditas konsumsi yang

dapat di konsumsi langsung jika tidak laku dijual. Akibatnya jika petani tidak

menjualnya maka petani tersebut akan mengalami kerugian yang lebih besar. Sulit

untuk mengatakan kondisi ini terjadi secara natural, pasalnya kondisi seperti ini

terjadi nyaris setiap tahun.

Sebagai upaya perlawanan, petani sering kali melakukan aksi unjuk rasa,

baik ke pemerintah maupun ke perusahaan. Sering kali respon yang didapat

petani justeru memojokkan petani itu sendiri yang dianggap tidak bijak, tidak

efisien dan tidak mampu membaca potensi pasar dalam menjalankan usahatani

sehingga menyebabkan terjadinya over supply atau over produksi yang memicu

turunnya harga. Istilah over produksi sebenarnya kuranglah tepat dijadikan alasan

mengingat terus meningkatnya jumlah tembakau impor untuk memenuhi

kebutuhan tembakau virginia nasional. Pada tahun 2011 industri rokok nasional

membutuhkan 105.955 ton tembakau virginia, sementara produksi tembakau

virginia dalam negeri pada saat itu hanya 59.385 ton, sedangkan sisanya dipenuhi

dengan melakukan impor. Jika produksi dalam negeri dianggap tidak mampu

memenuhi kebutuhan industri rokok nasional, seharusnya tidak ada istilah over

produksi dalam agribisnis tembakau virginia Lombok. Over produksi adalah

istilah yang dibuat untuk menggambarkan kondisi jumlah penawaran lebih banyak

dari pada jumlah permintaan. Hukum ekonomi konvensional menjelaskan bahwa

ketika jumlah penawaran (supply) suatu barang lebih tinggi daripada permintaan

(demand) maka akan berakibat pada penurunan harga barang tersebut.

Istilah over produksi umumnya didasarkan pada kuota pembelian yang

sudah direncanakan sejak awal musim tanam oleh perusahaan. Ketika target atau

kuota pembelian itu terpenuhi, maka perusahaan tidak lagi mau membeli

tembakau petani. Peraturan Daerah (Perda) No.4 Tahun 2004 mengatur dan

memerintahkan perusahaan untuk mengadakan musyawarah harga dengan

perwakilan petani mitra pada setiap awal musim tanam setiap tahun. Musyawarah

harga ini akan menjadi acuan perusahaan dalam membeli tembakau petani.

Artinya, perusahaan harus membeli tembakau petani berdasarkan target atau kuota

Page 111: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

92

pembelian yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dengan harga yang sesuai

dengan hasil musyawarah harga tersebut. Perusahaan tidak punya kewajiban

untuk membeli tembakau petani dengan harga yang sesuai kesepakatan

musyawarah harga setelah seluruh target atau kuota pembelian terpenuhi.

Penetapan kuota pembelian adalah murni kewenangan perusahaan.

Pemerintah maupun petani tidak dapat memaksa perusahaan dalam hal penentuan

target atau kuota pembelian. Bagi perusahaan, kuota pembelian itu ditetapkan

berdasarkan kebutuhan, kemampuan dan ketersediaan anggaran. Selanjutnya

perusahaan melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap petani mitra

sekaligus mengarahkan petani mitra itu untuk berproduksi sesuai dengan target

pembelian perusahaan. Perusahaan membatasi kuota jual petani untuk mengontrol

volume usaha agar tetap sesuai dengan target perusahaan. Setiap petani tidak

boleh menjual tembakau diatas jumlah maksimal yang ditetapkan perusahaan

terhadap petani yang bersangkutan. Setiap petani diberikan kuota jual yang

berbeda-beda desesuaikan dengan kemampuan, loyalitas dan kedekatan petani

dengan perusahaan.

Ketika produksi tembakau berlimpah, di mana jumlah total tembakau yang

diproduksi petani melebihi target pembelian perusahaan, maka perusahaan berhak

memilih untuk tidak membeli tembakau petani, baik petani mitra maupun non

mitra. Kondisi seperti ini membuat petani menjadi pihak yang paling dirugikan.

Petani sudah terlanjur memproduksi tembakau karena anjuran pemerintah dan

perusahaan, namun setelah tembakau diproduksi dan siap jual, perusahaan tidak

mau membelinya karena alasan kuota sudah penuh, kalaupun ada perusahaan yang

mau membeli, perusahaan itu menawarkan harga yang sangat rendah. Petani di

sisi lain tidak dapat menyimpan produk tembakaunya karena tembakau

merupakan komoditas yang tidak bisa di konsumsi langsung dan tidak bisa diolah

secara sederhana oleh industri rumahan. Jika pun bisa disimpan, petani harus

menunggu hingga musim tanam berikutnya untuk dapat menjual tembakau itu

karena perusahaan-perusahaan pembeli tembakau itu hanya berkenan membeli

tembakau petani pada saat musim tembakau.

Kelonggaran impor adalah salah satu sebab utama semakin rendahnya

ketertarikan perusahaan untuk membeli tembakau virginia Lombok yang terlihat

dari semakin berkurangnya target atau kuota pembelian beberapa perusahaan.

Meski tembakau Lombok dianggap memiliki cita rasa yang khas, namun terus

meningkatnya biaya produksi tembakau virginia Lombok yang berpengaruh pada

peningkatan harga tembakau Lombok itu membuat sebagian perusahaan beralih

menggunakan tembakau virginia impor. Hal itu membuat beberapa perusahaan

menghentikan operasi perusahaannya di Pulau Lombok dan lebih memilih

menggunakan tembakau impor yang berasal dari Cina karena alasan efisiensi.

Tembakau Cina memang lebih murah jika dibandingkan dengan tembakau

Lombok karena beberapa sebab seperti biaya tenaga kerja yang lebih murah dan

pengusahaan tembakau yang berada dibawah kendali perusahaan milik

pemerintah Cina. Kondisi itu didukung oleh kurangnya proteksi pemerintah

Indonesia terhadap petani dalam negeri. Jika pemerintah memberlakukan tarif

impor yang tinggi terhadap tembakau-tembakau Cina itu, maka tembakau lokal

akan mampu bersaing dengan tembakau impor itu. Meski sebenarnya secara

kualitas tembakau virginia Lombok jauh lebih baik daripada tembakau impor itu,

Page 112: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

93

namun harga tembakau impor jauh lebih murah dan menguntungkan bagi

perusahaan rokok, terutama untuk merk-merk rokok yang tidak membutuhkan cita

rasa tinggi.

Pemberlakuan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) memungkinkan

barang-barang impor dari Cina masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif maupun

non tarif. Demikian juga halnya dengan komoditas tembakau virginia asal Cina

yang masuk ke Indonesia. Kondisi itu membuat tembakau virginia lokal kalah

saing dalam hal harga dan efisiensi. Sementara di sisi lain pemerintah tidak

memberikan perlindungan dan bantuan apapun terhadap petani. Petani dibiarkan

berhadapan langsung dengan pasar yang dikendalikan oleh perusahaan-

perusahaan rokok raksasa level nasional bahkan transnasional. Sedangkan Cina

memberlakukan peraturan yang ketat dalam industri pertembakauan. Tidak ada

seorang pun individu, swasta, ataupun perusahaan negara di Cina yang diizinkan

terlibat dalam perdagangan daun tembakau dan rokok kecuali satu perusahaan

negara yaitu the State Tobacco Monopoly Administration (STMA). STMA

menjadi pembeli tunggal yang diizinkan dalam perdagangan tembakau. Sementara

untuk urusan expor-impor tembakau, STMA menunjuk agen khusus yaitu the

CNT Import-Export (group) Company (Kinasih et al., 2012).

Pemerintah Indonesia selalu menuntut agar petani meningkatkan daya

saing produknya agar mampu bersaing dengan tembakau Cina. Bahkan dalam

beberapa kesempatan pemerintah berkali-kali mendesak agar daerah utama

pensuplai tembakau virginia (Lombok) dapat meningkatkan jumlah produksinya

untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri. Ironisnya, ketika

produksi tembakau petani melimpah, pemerintah menyebutnya over produksi dan

dijadikan alasan oleh perusahaan untuk membeli tembakau petani dengan harga

murah. Belum lagi jika melihat tingginya biaya produksi petani karena biaya sewa

lahan yang tinggi, tenaga kerja yang mahal, dan minimnya akses petani terhadap

lembaga-lembaga pembiayaan. Bandingkan dengan proses produksi tembakau di

Cina yang semuanya dikendalikan oleh perusahaan tunggal bernama STMA.

STMA mengendalikan biaya sewa lahan, tenaga kerja yang relatif lebih murah

dan pembiayaan usaha yang ditanggung oleh STMA. Semua itu membuat

produksi tembakau Cina menjadi lebih efisien dan menguntungkan. Tidak masuk

akal jika membiarkan petani-petani kecil dari desa-desa pedalaman di Pulau

Lombok itu untuk bersaing dengan perusahaan monopoli negara yang kuat dan

bermodal besar seperti STMA.

Menurut pengakuan beberapa informan kunci yang tidak lain adalah

direktur perusahaan pertembakauan, satu-satunya yang membuat perusahaan itu

masih bertahan untuk menjalankan usaha pertembakauan di Pulau Lombok adalah

karena Lombok bisa menghasilkan tembakau dengan cita rasa yang khas yang

tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia, bahkan di dunia. Setiap tahun biaya

produksi tembakau di Lombok terus meningkat, terutama karena biaya sewa lahan

yang tinggi. Bahkan sebagian informan mengatakan bahwa biaya produksi

tembakau di Lombok merupakan yang tertinggi di Indonesia.

Pemilik lahan yang menyewakan lahan dengan harga tinggi tidak dapat

disalahkan. Nilai sewa lahan itu bergerak mengikuti kehendak pasar yang menjadi

salah satu karakter inti kapitalisme. Permintaan yang tinggi serta nilai ekspektasi

Page 113: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

94

yang besar terhadap usahatani tembakau membuat biaya sewa lahan untuk

keperluan usahatani tembakau menjadi tinggi. Para petani dijebak oleh

mekanisme pasar untuk bersaing secara “tidak logis” sesama petani. Sebagian

petani dengan mudah menaikkan harga sewa lahan agar pemilik lahan

memberinya izin untuk menyewa lahan itu. Seperti sistem lelang, petani lain

kemudian datang dan menawarkan harga yang lebih tinggi dan begitu seterusnya

sehingga membuat harga sewa lahan menjadi sangat tinggi. Padahal para petani

itu mengetahui dengan pasti bahwa usaha yang akan digeluti adalah usaha yang

sangat berisiko. Tapi jika itu tidak dilakukan bisa jadi para petani itu akan menjadi

pengangguran dan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki kondisi

perekonomiannya. Meski sekali lagi, usahatani tembakau itu merupakan usaha

yang sangat berisiko dan tidak menjamin perbaikan ekonomi petani.

Bisnis Gelap Oknum Perusahaan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu penyebab kerugian

petani dalam agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok adalah karena adanya

“permainan” dari oknum petugas perusahaan. Permainan yang dimaksud adalah

praktek-praktek ilegal yang dilakukan beberapa oknum perusahaan, bahkan secara

praktek ilegal itu ada yang dilakukan secara “legal” oleh perusahaan tanpa ada

kontrol dari pemerintah. Praktek ilegal yang paling banyak dikeluhkan petani

(responden) adalah praktek jual-beli kuota penjualan petani. Seperti disebutkan

pada bagian sebelumnya bahwa perusahaan membatasi jumlah penjualan petani ke

perusahaan tersebut dengan menetapkan kuota jual per petani mitra berdasarkan

target atau kuota pembelian perusahaan. Dengan cara itu, perusahaan tidak

berkenan membeli tembakau petani diatas kuota yang telah diberikan perusahaan

untuknya. Setiap petani mitra mendapatkan kartu dari perusahaan yang harus

ditunjukkan ketika menjual tembakau ke perusahaan. Komputer akan mencatat

secara otomatis sisa kuota penjualan petani setiap kali petani menjual

tembakaunya ke perusahaan. Sistem ini membuat petani swadaya tidak bisa

menjual tembakaunya secara langsung ke perusahaan.

Menurut pengakuan banyak responden yang bermitra dengan perusahaan,

kuota jual petani sering kali hilang atau tiba-tiba habis padahal petani itu merasa

baru mengambil sedikit saja jatah jual miliknya. Menurut responden, jatah jual itu

“dijual” oleh oknum petugas perusahaan, terutama oleh Penyuluh Lapang (PL)

perusahaan kepada petani lain, baik petani swadaya maupun petani mitra yang

sudah kehabisan jatah jual. Dugaan responden ini didasarkan atas fakta bahwa PL

memegang data petani secara lengkap, termasuk data kuota jual petani. Ketika

petani menjual tembakaunya ke perusahaan, petani diharuskan untuk memberikan

kartu mitranya kepada petugas, pada saat seperti inilah kartu petani itu sering

digunakan oleh oknum petugas “nakal” untuk menjualkan tembakau petani yang

lain dengan imbalan uang. Akibatnya petani pemilik kartu itu kehilangan

kesempatan untuk menjual produk tembakaunya kepada perusahaan. Padahal

petani itu sudah memproduksi tembakau sebanyak kuota yang telah diberikan

perusahaan kepadanya. Hal ini membuat petani tidak dapat menjual sebagian

Page 114: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

95

tembakaunya dengan harga yang telah disepakati pada musyawarah harga di awal

musim tanam.

Keterangan responden petani mitra itu dikuatkan dengan pengakuan petani

swadaya yang mengaku harus membayar “uang terimakasih” sebesar Rp 50.000,-

s/d Rp 200.000,- per bale (satu bale tembakau krosok berisi 60-80 Kg) tembakau

yang dijual jika petani swadaya itu mau menjual tembakaunya langsung ke

perusahaan. Petani swadaya seharusnya tidak bisa menjual tembakaunya langsung

ke perusahaan karena perusahaan telah membagi kuota pembeliannya kepada

petani-petani binaan perusahaan, namun dengan bantuan oknum petugas tadi,

tembakau dari petani swadaya itu bisa masuk ke perusahaan dan mendapatkan

harga sesuai dengan harga dasar yang disepakati pada saat musyawarah harga.

Bagi petani mitra yang kuota jualnya dicuri, tentu hal ini membuat rugi karena

sebagian tembakau miliknya akan masuk dalam kategori over produksi dan harus

dijual dengan harga murah yang tidak mengikuti harga dasar hasil kesepakatan

musyawarah harga. Sementara bagi petani swadaya yang berhasil menjual

tembakaunya ke perusahaan tadi, hal ini bisa jadi menguntungkan, namun

sebenarnya petani swadaya itu juga mengalami kerugian karena meningkatnya

biaya transaksi.

Beberapa informan kunci, baik dari asosiasi petani maupun dari pihak

perusahaan mengakui bahwa praktek seperti itu terjadi namun sulit dibuktikan.

Pimpinan-pimpinan perusahaan itu hanya bisa mengambil sikap tegas jika ada

yang terbukti melakukan “bisnis gelap” itu. Membuktikan hal itu bukanlah

sesuatu yang mudah. PL adalah pihak yang paling dicurigai petani menjadi

pemain dalam bisnis gelap ini. Analisa petani-petani itu sederhana, jika PL itu

hanya hidup dari gaji yang hanya sekitar Rp 3 juta per bulan, tidak mungkin PL-

PL itu bisa membangun rumah mewah pribadi, membeli kendaraan-kendaraan

yang juga mewah, dan sebagainya. Kecurigaan petani ini cukup beralasan

mengingat hampir semua rumah PL perusahaan yang pernah penulis kunjungi

masuk dalam kategori “high class” untuk ukuran rumah – rumah di desa.

Jika bisnis gelap penjualan kuota diatas dilakukan oleh individu-individu

oknum perusahaan secara sembunyi-sembunyi, ada bisnis gelap lain yang

dilakukan secara terang-terangan dan dilakukan bukan oleh individu, melainkan

oleh perusahaan itu sendiri. Berdasarkan keterangan responden, ada salah satu

perusahaan yang bersikap “curang” dalam membeli tembakau petani. Ketika

melakukan proses grading, perusahaan yang bersangkutan selalu mengambil satu

hingga tiga bundel tembakau petani sebagai sampel, namun sampel yang diambil

itu tidak ikut ditimbang sehingga mengurangi berat timbangan tembakau petani.

Hal ini tentu menyebabkan berkurangnya pendapatan petani. Lebih dari itu,

perusahaan tersebut juga merugikan petani dengan cara menahan sebagian uang

pembayaran tembakau petani dan diganti dengan pakaian-pakaian bekas, sarung

bekas, dan nasi bungkus. Petani diwajibkan mengambil barang-barang pemberian

perusahaan itu dengan status beli. Perusahaan akan memotong uang pembayaran

tembakau petani sebagai bayarnya dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga

normal. Tidak ada petani yang berani melawan, sebab risikonya adalah petani

yang melawan tersebut akan di black list oleh perusahaan dan tidak dibolehkan

untuk menjual tembakaunya lagi kepada perusahaan yang bersangkutan. Tindakan

Page 115: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

96

ini sebenarnya lebih dari sekedar kecurangan ekonomi, tapi merupakan tindakan

kriminalisasi.

Jika pada bagian awal bab ini dijelaskan tentang rendahnya pendapatan petani

tembakau virginia Lombok, melalui bagian ini penulis ingin menegaskan bahwa

perhitungan keuntungan dan kerugian pada bagian awal bab ini belum

mempertimbangkan kecurangan-kecurangan yang disebutkan diatas. Perhitungan-

perhitungan diatas dilakukan dengan asumsi pasar dalam keadaan stabil dan aman.

Jika kecurangan-kecurangan sebagaimana dijelaskan diatas dimasukkan dalam

perhitungan itu, maka nilai kerugian petani akan menjadi semakin besar.

Ketergantungan Ekonomi Petani

Bagian awal bab ini menjelaskan tentang rendahnya pendapatan petani

tembakau virginia Lombok. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, jika petani

terus menerus dirugikan dalam usahataninya, lalu kenapa petani masih terus

bertahan mengusahakan komoditas ini. Jawaban sederhananya adalah karena

petani sudah mengalami sindrom ketergantungan terhadap agribisnis ini.

Mengusahakan tembakau bagi sebagian masyarakat pulau Lombok bukan sekedar

merupakan pilihan ekonomi, tapi juga telah menjadi tradisi yang mendarah daging

dan terwariskan dari generasi ke generasi. Ketika sesuatu sudah menjadi bagian

dari tradisi suatu masyarakat, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap akar

sejarah kenapa sesuatu itu bisa menjadi bagian dari tradisi masyarakat.

Tidak ada catatan resmi dan tegas yang bercerita tentang awal sejarah

masuknya tembakau di Pulau Lombok, yang pasti tembakau telah dikenal dan

diusahakan di Lombok sejak 40 tahun terakhir. Tembakau virginia Lombok

mengalami perkembangan pesat setelah diberlakukannya kebijakan Intensifikasi

Tembakau Virginia (ITV) Lombok pada akhir dekade 1980-an. Memasuki dekade

1990an, perusahaan-perusahaan pertembakauan semakin menjamur di Pulau

Lombok. Kondisi ini membuat terjadinya peningkatan permintaan tembakau

virginia sementara supply dari petani belum mampu mengimbangi tingginya

permintaan dari perusahaan. Hal itu membuat harga tembakau menjadi tinggi

sehingga para petani tembakau virginia Lombok pada masa itu mendapatkan

untung yang besar dan secara signifikan merubah wajah sebagian masyarakat desa

Pulau Lombok dari masyarakat miskin pedesaan menjadi masyarakat kelas

menengah. Perubahan itu dapat dilihat secara fisik dari perubahan bentuk rumah

dari rumah semi permanen (bedeg) ke rumah permanen dengan berbagai tipe dan

ukuran. Keberhasilan petani-petani generasi awal ini kemudian merangsang petani

lain untuk ikut beradu nasib pada usahatani tembakau. Sejak saat itu jumlah petani

tembakau terus meningkat dari tahun ke tahun.

Perlahan tapi pasti, berkembangnya tembakau telah merubah pola tanam

petani dalam bertani. Jika sebelumnya petani berfokus pada usahatani pangan

dengan tiga kali tanam dalam setahun, setelah berkembangnya tembakau petani

lebih berfokus pada usahatani tembakau, sedangkan usahatani pangan hanya

menjadi selingan. Pola bertani seperti itu kemudian terwariskan ke generasi

Page 116: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

97

berikutnya dan kemudian membentuk tradisi menanam tembakau dalam

masyarakat. Tradisi yang terwariskan itu membuat skill menanam dan

mengusahakan tembakau umumnya tumbuh sejak usia anak-anak. Tanpa harus

diajarkan secara khusus, setiap anak sebenarnya belajar sendiri bagaimana

mengusahakan tembakau mengingat lingkungan sekitarnya dipenuhi dengan para

petani tembakau. Setelah dewasa, anak-anak itu kemudian menjadi generasi

penerus usaha tembakau. Sebagian petani, terutama petani-petani maju umumnya

berusaha untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin agar bisa meraih masa

depan yang lebih baik.

Memasuki dekade 2000an, agribisnis tembakau terus tumbuh sebagai

penggerak ekonomi pedesaan di masyarakat Pulau Lombok. Studi yang dilakukan

Ahsan (2008) menemukan fakta ironis di mana sejak tahun 2002 - 2008, hanya

10% petani tembakau yang mendapat keuntungan, sementara sisanya mengalami

kerugian. Kondisi ini bisa dipahami mengingat pada dekade 2000an terjadi

peningkatan jumlah petani, luas areal tanam serta produksi secara signifikan. Hal

itu membuat jumlah penawaran tembakau berlimpah sementara jumlah

permintaan cenderung stagnan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan

harga tembakau dan tentu membuat petani mengalami kerugian. Meski demikian,

animo petani untuk mengusahakan tembakau bukannya menurun, tapi malah

semakin meningkat yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah petani dan

semakin tingginya jumlah produksi.

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa hal yang membuat petani

mengalami ketergantungan terhadap usahatani tembakau virginia, yaitu:

1. Faktor agroklimat

Menurut informan kunci, kondisi iklim Pulau Lombok secara umum

merupakan kondisi terbaik untuk pertumbuhan tembakau jenis virginia. Selain itu

jenis dan keadaan tanah di Pulau Lombok juga menjadikan tembakau virginia

memiliki cita rasa yang khas dan berkualitas. Musim panas yang relatif lebih lama

namun kelembaban tanah tetap terjaga merupakan keunggulan agroklimat pulau

Lombok. Kondisi seperti itu sangat sesuai untuk tanaman tembakau.

2. Faktor teknis

Meski usahatani tembakau disebut sebagai usaha yang ribet, banyak

pekerjaan dan melelahkan, namun menurut sebagian besar responden tembakau

merupakan usaha yang paling memungkinkan untuk dilakukan karena sudah

dikuasai secara teknis. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya proses

pembentukan tradisi sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Suatu aktifitas yang

disaksikan dan dilakukan secara berulang-ulang akan membuat seseorang menjadi

terampil dalam aktifitas tersebut. Petani-petani tembakau Lombok sudah cukup

menguasai urusan teknis usahatani tembakau. Jika para petani tembakau itu

dipaksa untuk mengusahakan yang lain, meski yang pekerjaannya lebih sederhana

daripada tembakau, petani itu merasa tidak mampu melakukannya.

Page 117: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

98

3. Faktor ekonomis

Tidak adanya alternatif usaha lain adalah faktor utama yang membuat

petani kian tergantung terhadap usahatani tembakau. Terlebih dengan tingginya

nilai transaksi usaha pada usahatani tembakau telah memotivasi petani untuk terus

mengusahakan tembakau. Bahkan meski terjerat hutang karena usahatani

tembakaunya mengalami kerugian, petani tetap mengusahakan tembakau karena

tergiur dengan nilai transaksi yang besar itu.

Daya tarik agribisnis tembakau secara ekonomi terletak pada besarnya

nilai transaksi ketika petani menjual tembakaunya ke perusahaan. Petani tergiur

karena dalam sekali penjualan produk tembakau krosok, petani itu akan membawa

pulang uang tunai senilai jutaan, puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Petani itu

lupa bahwa masih ada hutang yang belum dilunasi untuk membiayai usaha

agribisnis tembakaunya agar bisa mendapat uang sebanyak itu. Ketika menerima

uang dalam jumlah besar seperti itu, petani biasanya langsung membelanjakannya

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya di akhir musim tanam, petani

baru menyadari bahwa untung yang didapat sangat kecil atau bahkan rugi.

Penjelasan tentang hal ini akan dijelaskan dalam bab lain pada laporan penelitian

ini.

4. Faktor sosio-kultural

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa usahatani tembakau memiliki nilai

ekspektasi yang besar bagi masyarakat. Hal itu membuat petani yang

mengusahakan tembakau mengalami peningkatan status sosial. Itulah yang

menyebabkan petani tembakau yang sudah terbiasa mengusahakan tembakau

merasa malu jika tidak mengusahakan tembakau pada musim tanam tertentu. Jika

pada tahun tertentu petani tembakau itu tidak mengusahakan tembakau, maka

masyarakat sekitar akan membicarakannya dan akan membuat status sosialnya

menurun. Realitas sosial seperti itu membuat petani tembakau itu selalu berusaha

untuk bertahan agar tetap bisa mengusahakan tembakau virginia dari tahun ke

tahun.

Fenomena Self Exploitation

Rendahnya tingkat keuntungan yang diterima petani, bahkan petani dan

pengomprong swadaya justeru mengalami kerugian dalam usaha agribisnis

tembakaunya yang ditandai dengan nilai R/C ratio kurang dari satu tidak membuat

petani berhenti mengusahakan agribisnis tembakau. Hal ini menunjukkan adanya

ketergantungan petani terhadap usahatani tembakau. Tidak adanya alternatif usaha

lain yang lebih menjanjikan dan mampu mendatangkan uang dalam jumlah besar

dalam waktu yang relatif singkat membuat petani kian terjebak pada

ketergantungannya terhadap usaha agribisnis tembakau virginia. Padahal setiap

tahun para petani tembakau itu harus menghitung total hutang di akhir musim

tanam, bukan menghitung total keuntungan.

Page 118: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

99

Ketergantungan petani terhadap usaha agribisnis tembakau virginia di

Pulau Lombok sesungguhnya merupakan pilihan terpaksa yang diambil petani

untuk bisa memperbaiki kualitas hidup. Artinya seandainya pemerintah mampu

memberikan alternatif-alternatif pilihan ekonomi yang lain, maka petani itu tidak

akan terjebak pada ketergantungan terhadap usahatani tembakau yang cenderung

merugikan. Ketergantungan pada satu sisi dan fakta kerugian serta akumulasi

hutang petani dalam agribisnis tembakau pada sisi lain merupakan sebuah

pertanda bahwa petani tembakau di Pulau Lombok telah melakukan eksploitasi

atas dirinya sendiri (self exploitation). Usaha yang seharusnya mendatangkan

manfaat ekonomi berupa keuntungan justru mendatangkan masalah baru bagi

petani, yakni hutang.

Tidak banyak petani yang menyadari tentang ekspolitasi terhadap diri

sendiri dalam agribisnis tembakau itu. Petani-petani itu hanya memahami bahwa

usaha agribisnis tembakau yang dilakukannya merupakan sebentuk ikhtiar untuk

memperbaiki kualitas hidup diri dan keluarganya. Aktifitas usaha yang padat dan

melelahkan dalam agribisnis tembakau virginia tidak dihiraukan untuk mengejar

harapan mendapatkan keuntungan yang layak dari usaha tembakau itu. Meskipun

menghitung nilai keuntungan pada akhir musim usaha adalah sesuatu yang langka

untuk dilakukan.

Jika setiap tahun petani lebih sering menghitung hutang dari pada

menghitung keuntungan di akhir musim usaha tembakau, seharusnya petani

menjadi kapok dan berhenti mengusahakan tembakau itu. Faktanya musim

tembakau justru menjadi saat-saat yang dinantikan kedatangannya oleh petani.

Para petani itu memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa usaha agribisnis tembakau

akan mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidup petani dan

keluarganya, meski petani itu juga menyadari bahwa peluang menyisakan hutang

lebih besar daripada peluang mendapat untung dalam usaha agribisnis tembakau

virginia itu. Selain karena alasan tidak adanya alternatif pilihan ekonomi yang lain,

hal itu juga disebabkan karena petani dan keluarganya menikmati perbaikan pola

konsumsi pada musim tembakau. petani sering memegang uang dalam jumlah

besar pada musim tembakau yang membuatnya menjadi lebih konsumtif daripada

diluar musim tembakau. Petani-petani itu mampu mengakses kebutuhan-

kebutuhan dasar yang tidak mampu diakses di luar musim tembakau. Pada

akhirnya petani itu tidak sadar bahwa keuntungan usaha yang kecil dari agribisnis

tembakau yang dilakukannya telah habis dibelanjakan untuk keperluan

pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada musim tembakau itu. Akibatnya petani itu

tidak mampu membayar hutang yang dipinjam untuk keperluan pembiayaan usaha

tembakaunya.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini mengaku memiliki hutang

yang belum mampu dibayar. Hutang-hutang itu didapat petani untuk membiayai

usaha agribisnis tembakaunya. Karena tidak ada sumber penghasilan lain yang

mampu menutupi hutang-hutang itu, maka petani kemudian kembali

mengandalkan usaha agribisnis tembakau sebagai satu-satunya jalan untuk

melunasi hutang-hutang itu. Upaya membayar hutang dengan mengusahakan

tembakau itupun dilakukan dengan kembali meminjam uang (berhutang) untuk

keperluan pembiayaan usaha tembakau itu. Akibatnya jumlah hutang petani terus

bertambah dan menumpuk yang justeru membuatnya menjadi semakin terjepit.

Page 119: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

100

Fenomena ini merupakan indikasi yang kuat bahwa petani itu melakukan

eksploitasi terhadap diri dan keluarganya sendiri (self exploitation). Meskipun

petani itu sempat menikmati hasil dari usaha tembakaunya dengan meningkatnya

daya beli pada musim tembakau, namun usaha ini juga menjerat petani pada

hutang yang semakin mempersulit kehidupannya. Petani itu terjebak pada hutang

berkelanjutan yang terus bertambah setiap tahun.

6 KEADILAN EKONOMI DALAM AGRIBISNIS

TEMBAKAU VIRGINIA LOMBOK:

EFEK SEBAR (Spread Effect) DAN EFEK

PENCUCIAN BALIK (Backwash Effect)

Nilai Ekonomi Tembakau Virginia Lombok

Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok secara sederhana dapat

diartikan sebagai nilai jual tembakau virginia Lombok setelah diolah dan berubah

bentuk menjadi produk rokok, dengan kata lain seberapa besar kemampuan

agribisnis tembakau Lombok itu dalam menciptakan (creating) nilai ekonomi.

Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok perlu diketahui untuk dapat melihat

berapa banyak nilai uang yang beredar dan berkontribusi terhadap perkonomian di

wilayah Pulau Lombok dengan menghitung total nilai tambah wilayah yang dapat

diciptakan oleh agribisnis tembakau virginia Lombok. Selisih nilai ekonomi

dengan total nilai tambah wilayah yang diciptakan oleh agribisnis tembakau

virginia itu merupakan pendapatan wilayah lain tempat dilakukannya pabrikasi

atau pengolahan tembakau menjadi rokok.

Mengacu pada data perhitungan tingkat keuntungan perusahaan pada bab

sebelumnya, nilai ekonomi rokok secara umum dapat dihitung dengan rumus

berikut:

CEV = P x TP

= (800) (200.000.000.000)

= Rp 160.000.000.000.000,-

CEV (cigarret economic value) adalah nilai ekonomi rokok. P (price)

dalam rumus diatas adalah harga eceran per batang rokok di pasar, sementara TP

(total production) adalah total produksi rokok rata-rata dalam satu tahun.

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa nilai ekonomi rokok itu dalam

satu tahun mencapai Rp 160.000.000.000.000,- (seratus enam puluh trilliun

rupiah). Untuk menghasilkan nilai ekonomi sebesar itu dibutuhkan serangkaian

Page 120: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

101

input produksi yang kompleks dan saling terkait. Kebutuhan terhadap serangkaian

input produksi itulah yang kemudian menggerakkan sektor ekonomi yang lain

dalam negeri seperti tenaga kerja, input variabel (tembakau, cengkeh, saus ,dll),

iklan, transportasi, laba pengecer, dan sebagainya yang pada gilirannya

membentuk nilai tambah nasional. Selain itu dari total nilai ekonomi yang sebesar

itu terdapat pendapatan langsung pemerintah dalam bentuk cukai.

Perhitungan diatas adalah nilai ekonomi rokok secara umum, yang ingin

dicari dalam pembahasan ini adalah nilai ekonomi dari tembakau virginia Lombok.

Jadi, rumus yang digunakan dalam perhitungan ini mengeluarkan seluruh input

produksi untuk menghasilkan produk rokok, kecuali input produksi tembakau

virginia Lombok. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan nilai ekonomi murni

dari tembakau virginia Lombok.

TEV = ( P – C – KF – [Pc-T] – πp - o) (V%) (R)

= (800 – 312 – 100 – 40 – 100 – 50) (38,5%) (80.000.000.000)

= (198) (38,5%) (80.000.000.000)

= Rp 6.098.400.000.000,-

Berdasarkan perhitungan diatas, maka nilai ekonomi murni tembakau

virginia Lombok jika ia sudah diolah menjadi produk rokok adalah

Rp.6.098.400.000.000,- (enam trilliun sembilan puluh delapan milliar empat ratus

juta rupiah). Nilai ekonomi sebesar itu dihasilkan melalui proses yang

membutuhkan serangkaian input produksi yang kompleks sebagaimana dijelaskan

sebelumnya. Perhitungan ini merupakan perhitungan murni nilai ekonomi

tembakau virginia Lombok. Adapun nilai ekonomi input produksi lainnya dapat

dihitung secara terpisah. Perhitungan diatas dapat dengan mudah dipahami

dengan memperhatikan asumsi-asumsi berikut:

1. Semua data dalam rumus diatas mengikuti data yang telah dijelaskan

pada bab lima di mana harga eceran per batang rokok adalah Rp.800,-,

nilai cukai per batang rokok adalah Rp.312,-, biaya kertas, filter dan

kemasan rokok diasumsikan Rp.100,-, keuntungan pengecer adalah

Rp.100,- dan biaya lainnya adalah Rp.50,-.

2. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa production cost (Pc) pada rumus

diatas adalah fungsi himpunan dari input produksi bahan tembakau

dari berbagai jenis, yakni cengkeh, saus, biaya tenaga kerja dan iklan,

namun karena dalam perhitungan ini yang dicari adalah nilai ekonomi

murni dari tembakau virginia Lombok, maka elemen production cost

dibatasi hanya sebagai fungsi himpunan dari tembakau virginia

Lombok. Jadi, biaya produksi dalam perhitungan nilai ekonomi ini

dikurangi dengan nilai kandungan tembakau dalam rokok tersebut

( [Pc-T] ).

3. Berdasarkan asumsi yang dikembangkan pada bab 5 di mana nilai

biaya produksi (Pc) diasumsikan sebesar Rp 100,-, maka dalam

perhitungan ini nilai [Pc-T] diasumsikan sebesar Rp 40,-. [Pc-T] ini

sesungguhnya merupakan asumsi nilai biaya tenaga kerja untuk

membuat satu batang rokok dan biaya iklan.

4. Nilai tembakau dalam perhitungan itu diasumsikan sebesar Rp 60,-.

Hanya saja perlu diketahui bahwa nilai Rp 60,- bukanlah nilai murni

Page 121: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

102

tembakau virginia Lombok. nilai itu masih bercampur dengan nilai

jenis tembakau lainnya beserta cengkeh dan saus.

5. Setiap batang rokok rata-rata mengandung 38,5% tembakau virginia

Lombok dari total kandungan tembakau, cengkeh dan saus. Jadi, untuk

mendapatkan nilai ekonomi murni tembakau virginia Lombok, hasil

perhitungan nilai ekonomi tembakau secara umum harus dikalikan

dengan 38,5%.

6. Angka 80.000.000.000 (delapan puluh milliar) dalam perhitungan

diatas adalah jumlah batang rokok yang dihasilkan oleh tembakau

virginia Lombok dari total produksi 40.000 ton tembakau virginia

setiap tahun di mana setiap batang rokok mengandung 0,5 gr tembakau

virginia Lombok.

Efek Sebar (Spread Effect)

Teori keterbelakangan dan pembangunan ekonomi Gunnar Myrdal tentang

faktor sebab akibat kumulatif (circular cumulative causation) sebagaimana

dijelaskan oleh Jhingan (1999:212) menjelaskan bahwa efek sebar (spread effect)

dipandang sebagai kemampuan wilayah maju yang menjadi pusat aktifitas

ekonomi dalam menggerakkan perekonomian wilayah terbelakang (hinterland)

yang menjadi penunjang perekonomian wilayah maju itu. Dalam penelitian ini,

efek sebar dari agribisnis tembakau virginia Lombok dianalisis dengan

menggunakan data analisis usahatani sebagai data dasar. Jika dalam Bab 5

dijelaskan bahwa petani dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori, maka

untuk memudahkan analisis efek sebar ini, petani diasumsikan hanya satu kategori

saja, yakni kategori petani-pengomprong bermitra. Jadi, untuk menganalisis efek

sebar (spread effect) dari agribisnis tembakau virginia ini terhadap perekonomian

di wilayah Pulau Lombok, digunakan data analisis usahatani petani dengan

kategori petani-pengomprong bermitra.

Efek sebar dalam konteks penelitian ini dilihat dari bagaimana

kemampuan wilayah maju tempat dilakukannya pengolahan daun tembakau itu

menjadi rokok (Pulau Jawa) dalam menyebarkan dampak ekonominya di wilayah

penghasil tembakau itu (Pulau Lombok) kaitannya dengan aktifitas ekonomi

pertembakauan. Adapun yang termasuk dalam efek sebar itu adalah; (1)

kemampuan menyerap tenaga kerja, (2) kemampuan menumbuhkan atau

menggerakkan sektor lain yang terkait. Berikut disampaikan analisis usahatani

dalam agribisnis tembakau virginia Lombok untuk kategori petani-pengomprong

bermitra sebagai basis analisis.

Page 122: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

103

Tabel 6.1. Analisis usahatani petani pengomprong bermitra

No Komponen Pembiayaan Jumlah (Rp)

1. Biaya Lahan

- Sewa lahan untuk pembibitan

- Sewa lahan untuk penanaman

- Bunga 25%

Sub Jumlah

160.000,-

8.000.000,-

2.040.000,-

10.200.000,-

2. Biaya Agroinput

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 5%

Sub Jumlah

525.330,-

6.891.000,-

9.434.500,-

842.541,-

17.693.372,-

3 Biaya Tenaga Kerja

- Pembibitan

- Penanaman

- Processing pasca panen

- Bunga 25%

Sub Jumlah

350.000,-

11.375.000,-

3.380.000,-

3.776.250,-

18.881.250,-

4. Biaya Pengairan

- Pengairan

- Bunga 25%

Sub Jumlah

600.000,-

150.000,-

750.000,-

5. Biaya Penyusutan dengan bunga 25%

40.625,-

6. Biaya Renovasi Oven

- Renovasi oven

- Bunga 25%

Sub Jumlah

2.000.000,-

500.000,-

2.500.000,-

Total Biaya Produksi 50.024.622,-

Total penerimaan = 2.000 X 27.000,- 54.000.000,-

Total Keuntungan per musim tanam 3.975.379,-

R/C Ratio 1, 08 Sumber: data primer diolah (2013)

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 3 bahwa efek sebar dalam

penelitian ini terdiri dari komponen biaya atau harga tenaga kerja yang

diagregatkan, penggunaan input produksi lokal, bunga serta penyusutan. Biaya

sewa lahan tidak dihitung sebagai efek sebar karena diasumsikan dengan atau

tanpa adanya agribisnis tembakau, tanah tetap akan berproduksi dengan biaya

sewa yang sama. Efek sebar (spread effect) dari industri pertembakauan yang ada

di Pulau Jawa terhadap perekonomian wilayah di Pulau Lombok sebagai

penghasil daun tembakau adalah sebagai berikut:

Page 123: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

104

Spread Effect Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi NTB (2012:20), pada tahun

2011 industri pertembakauan telah berhasil menyerap 140.000 tenaga kerja

selama lima bulan musim tanam di Pulau Lombok. Angka itu diluar jumlah petani

tembakau yang menjadi aktor terpenting dalam terselenggaranya aktifitas

ekonomi pertembakauan ini. Berdasarkan data analisis usahatani diatas, maka

nilai atau harga dari tenaga kerja (labor price) dalam pelaksanaan agribisnis

tembakau virginia di Pulau Lombok adalah:

LP = LC x TF

= Rp 15.105.000 x 20.000 ha

= Rp 302.100.000.000

Adapun total field (TF) sebesar 20.000 ha didapatkan dari pembagian

antara total produksi rata-rata tembakau virginia Lombok secara agregat dengan

produktifitas rata-rata per hektar. Bagian-bagian sebelumnya dalam laporan

penelitian ini telah disampaikan bahwa rata-rata produksi kering tembakau

virginia Lombok setiap tahun adalah 40.000 ton, sementara produksi rata-rata per

hektar tanaman tembakau adalah 2 ton, dengan demikian maka:

TF = TPa / TP

= 40.000 ton / 2 ton

= 20.000 ha

Selain itu, laba petani juga dapat dihitung sebagai efek sebar dari industri

tembakau yang berpusat di Pulau Jawa terhadap perekonomian wilayah di Pulau

Lombok. Artinya pendapatan petani itu tidak akan ada tanpa adanya industri

tembakau yang ada di Pulau Jawa. Maka total efek sebar dari industri tembakau

itu terhadap perekonomian wilayah Pulau Lombok juga dapat dilihat dari

besarnya laba yang bisa diterima petani:

FP = Tπ x TF

= Rp 3.975.379 x 20.000 ha

= Rp 79.507.580.000,-

Berdasarkan perhitungan diatas maka efek sebar industri pertebakauan itu

terhadap penyerapan tenaga kerja di Pulau Lombok adalah:

NP = LP + FP

= Rp 302.100.000.000,- + 79.507.580.000,-

= Rp 381.607.580.000,-

Page 124: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

105

Spread Effect Terhadap Tumbuhnya Sektor Pendukung (Agroinput)

Tarigan (2002:178) menjelaskan bahwa sektor pendukung (agroinput) baru

dapat dihitung sebagai efek sebar jika faktor-faktor produksi agroinput itu dimiliki

oleh masyarakat setempat dalam suatu wilayah. Pada agribisnis tembakau virginia

Lombok, untuk petani yang bermitra dengan perusahaan, perusahaan

memfasilitasi penyediaan sarana agroinput itu sebagai kredit kepada petani.

Artinya, faktor-faktor produksi itu dimiliki dan dijual sendiri oleh perusahaan

pertembakauan yang bermitra dengan petani. Hal itu juga berarti bahwa tidak ada

warga setempat yang memiliki dan menjual faktor produksi itu, terlebih dengan

adanya kepentingan perusahaan untuk memastikan bahwa petani mitra harus

menggunakan agroinput buatan perusahaan demi menjamin kualitas produksi

tembakau yang sesuai dengan selera dan ciri khas perusahaan.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk memudahkan analisa pada

bagian ini, maka petani tembakau virginia di Pulau Lombok diasumsikan hanya

satu kategori, yakni kategori petani-pengomprong bermitra. Mengacu pada asumsi

yang telah dibuat sebelumnya (pada Bab 5) bahwa untuk petani yang bermitra

dengan perusahaan diasumsikan seluruh komponen agroinputnya disediakan oleh

perusahaan sebagai kredit. Karena faktor-faktor produksi itu tidak dimiliki oleh

masyarakat setempat Pulau Lombok, maka ia tidak dapat dihitung sebagai efek

sebar industri pertembakauan. Bahkan hal itu berarti kembalinya nilai tambah

(value added) sektor agroinput itu ke perusahaan yang bersangkutan sehingga

keuntungan perusahaan tidak hanya didapat dari produk daun tembakau itu sendiri,

melainkan juga dari penyediaan sarana produksi (agroinput) tersebut.

Spread Effect Terhadap Tumbuhnya Sektor Jasa Keuangan (Bunga

Pinjaman)

Kebanyakan jasa keuangan yang berkembang dalam menunjang agribisnis

tembakau virginia Lombok bersifat perseorangan, bukan lembaga profesional. Hal

itu tidak membuat sektor jasa keuangan itu dikeluarkan dari perhitungan efek

sebar. Bunga pinjaman pada donor perseorangan itu tetap dihitung sebagai efek

sebar dari industri pertembakauan terhadap perkonomian di wilayah Pulau

Lombok. Hal itu karena individu-individu pemberi pinjaman itu merupakan

masyarakat lokal Pulau Lombok yang mendapatkan manfaat dengan adanya

agribisnis tembakau virginia Lombok. Sebagaimana asumsi yang telah

dikembangkan pada bab 5, bahwa seluruh modal dalam agribisnis tembakau

virginia yang dijalankan petani bersumber dari pinjaman dengan bunga 25%

untuk pos pembiayaan non agroinput dan 5% untuk pos pembiayaan agroinput,

namun karena bunga pembiayaan agroinput sebesar 5% itu dimiliki oleh

perusahaan, bukan masyarakat setempat, maka bunga agroinput itu tidak dapat

dihitung sebagai efek sebar.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka efek sebar industri pertembakauan itu

terhadap tumbuhnya sektor jasa keuangan dihitung dengan menjumlahkan seluruh

bunga pinjaman dalam struktur analisis usahatani di atas, kecuali bunga untuk pos

pembiayaan agroinput.

Page 125: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

106

i = (iLR + iLP + iIr + iSs + iRo) (TF)

= (Rp 2.040.000,- + Rp 3.776.250 + Rp 150.000,- + Rp 40.625,- +

Rp.500.000,-) (20.000 ha)

= Rp 130.137.500.000,-

Total Spread Effect

Berdasarkan perhitungan-perhitungan diatas, maka total efek sebar (spread

effect) industri pertembakauan terhadap perekonomian di wilayah Pulau Lombok

adalah:

SE = NP + i

= Rp 381.607.580.000,- + Rp 130.137.500.000,-

= Rp 511.745.080.000,-

Berdasarkan perhitungan diatas, maka total efek sebar (berdasarkan

pendekatan nilai tambah atau pendapatan) dari industri pertembakauan yang

berpusat di Pulau Jawa itu terhadap perkonomian di wilayah Pulau Lombok

adalah sebesar Rp.511.745.080.000,- (lima ratus sebelas milliar tujuh ratus empat

puluh lima juta delapan puluh ribu rupiah).

Efek Pencucian Balik (Backwash Effect)

Efek pencucian balik (backwash effect) dalam analisis Gunnar Myrdal

sebagaimana dijelaskan Jhingan (1999:211-213) dianggap sebagai penyebab

utama ketertinggalan yang dialami oleh wilayah terbelakang dari wilayah maju.

Hal itu disebabkan karena wilayah maju yang menjadi pusat pertumbuhan (center

of growth) melakukan eksploitasi terhadap wilayah terbelakang untuk mendukung

industrialisasi di wilayah maju tersebut dengan kemampuan daya sebar (spread

effect) yang lemah terhadap perekonomian di wilayah terbelakang.

Industri pertembakauan yang juga berpusat di wilayah maju, dalam hal ini

adalah wilayah Pulau Jawa membutuhkan serangkaian bahan baku, terutama

bahan baku daun tembakau yang didatangkan dari berbagai daerah. Pulau Lombok

adalah salah satu daerah penghasil tembakau utama yang menyuplai kebutuhan

tembakau industri rokok nasional. Sejauh ini Pulau Lombok hanya menjadi

daerah penghasil daun tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok di wilayah

lainnya (terutama Pulau Jawa). Hal ini berarti Pulau Lombok telah memerankan

diri sebagai daerah penunjang (hinterland) dari upaya pembangunan ekonomi

melalui industri pertembakauan di wilayah Pulau Jawa. Berdasarkan teori

ekonomi pembangunan klasik, terutama yang menggunakan konsep pusat

pertumbuhan (growth pole), wilayah Pulau Lombok sebagai wilayah hinterland

seharusnya mendapatkan manfaat ekonomi yang besar dari adanya efek menetes

Page 126: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

107

ke bawah (trickle down effect) dari berkembangnya industri pertembakauan di

wilayah Pulau Jawa yang menjadi pusat pertumbuhan (center of growth) industri

pertembakauan. Efek menetes ke bawah tersebut dapat dilihat dari kemampuan

industri rokok itu dalam menciptakan pendapatan wilayah di Pulau Lombok.

Menurut Tarigan (2002:175-178) pendapatan wilayah dari suatu aktifitas

perekonomian terdiri dari upah dan gaji, laba, sewa tanah, bunga uang,

penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Sementara itu biaya antara

(intermediate cost) seperti pupuk, pestisida dan input produksi lainnya tidak

dihitung sebagai pendapatan wilayah dari sektor tersebut karena sudah

diperhitungkan di sektor yang lain. Artinya input-input produksi itu sudah

dihitung sebagai sektor tersendiri. Sebagai contoh, pupuk sudah diperhitungkan

nilai tambahnya dalam sektor ekonomi pupuk itu sendiri sehingga jika dilakukan

perhitungan lagi akan menyebabkan terjadinya perhitungan ganda (double

accounting). Jadi, pendapatan wilayah dalam penelitian ini merupakan nilai total

dari upah tenaga kerja (labor price), biaya sewa lahan, bunga pinjaman,

penyusutan dan pendapatan pemerintah daerah dalam bentuk retribusi. Sementara

nilai tambah diluar itu dihitung sebagai pendapatan wilayah lain, dalam hal ini

wilayah Pulau Jawa tempat berlangsungnya proses pengolahan bahan baku daun

tembakau menjadi produk rokok.

Suatu wilayah dikatakan mengalami backwash apabila pendapatan wilayah

yang mampu diciptakan dari suatu aktifitas ekonomi sangat rendah, padahal nilai

ekonomi dari produk yang dihasilkan sebenarnya jauh lebih besar dari itu, oleh

karenanya dalam analisis backwash effect pada agribisnis tembakau virginia

Lombok ini perlu dihitung seberapa besar pendapatan wilayah yang mampu

diciptakan oleh agribisnis tersebut. Menggunakan data analisis usahatani sebagai

data dasar dan penjelasan Tarigan (2002:175-178) tentang komponen-komponen

pendapatan wilayah sebagai acuan, maka pendapatan wilayah Pulau Lombok

adalah sebagai berikut:

Pendapatan Wilayah dari Laba Usahatani

Petani tembakau mendapatkan penghasilan atau pendapatan dari laba

usaha. Data jumlah petani tembakau virginia Lombok selalu berbeda dari tahun ke

tahun. Hal itu disebabkan karena tembakau merupakan komoditas musiman yang

diusahakan sekali dalam setahun dengan lama usaha selama lima bulan. Setiap

tahun, seorang petani belum tentu akan kembali menjadi petani tembakau karena

beberapa alasan seperti keterbatasan ketersediaan lahan, keterbatasan modal,

adanya aktifitas ekonomi yang lain, dan sebagainya. Kondisi itu membuat

perhitungan total pendapatan wilayah Pulau Lombok dari laba usahatani tembakau

virginia ini tidak menggunakan data jumlah petani, melainkan menggunakan data

luas areal rata-rata (total field). Adapun pendapatan wilayah Pulau Lombok dari

laba usahatani adalah:

RIπ = π x TF

= Rp 3.975.379,- x 20.000 ha

= Rp 79.507.580.000,-

Page 127: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

108

Total pendapatan wilayah dari laba usahatani tembakau virginia Lombok

adalah Rp 79.507.580.000,- (tujuh puluh sembilan milliar lima ratus tujuh juta

lima ratus delapan puluh ribu rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Upah Buruh Tani (Biaya Tenaga Kerja)

Upah buruh (tenaga kerja) juga merupakan pendapatan wilayah yang

manfaatnya diterima langsung oleh buruh tani. Metode perhitungan pendapatan

wilayah dari upah buruh dalam analisis ini dihitung dengan mengalikan total biaya

tenaga kerja dalam setiap hektar pertanaman tembakau dengan total luas areal

tanam di seluruh Pulau Lombok.

RIL = LC x TF

= Rp 15.105.000,- x 20.000 ha

= Rp 302.100.000.000,-

Jadi total pendapatan wilayah dari upah buruh tani dalam agribisnis

tembakau virginia Lombok adalah Rp 302.100.000.000,- (tiga ratus dua milliar

seratus juta rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Sewa Lahan

Pendapatan yang diterima oleh tuan tanah (pemilik lahan) dalam bentuk

sewa lahan juga merupakan pendapatan wilayah. Jika lahan itu adalah lahan milik

petani sehingga petani tidak perlu menyewanya maka petani tersebut akan

mendapatkan nilai laba yang lebih besar sehingga penggunaan lahan oleh dirinya

sendiri tetap terhitung sebagai sewa lahan dan menjadi pendapatan wilayah. Total

pendapatan wilayah dari sewa lahan adalah:

RILR = LR x TF

= Rp 8.160.000,- x 20.000 ha

= Rp 163.200.000.000,-

Total pendapatan wilayah yang diterima oleh seluruh tuan tanah dalam

agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok adalah Rp 163.200.000.000,-

(seratus enam puluh tiga milliar dua ratus juta rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Bunga Pinjaman dan Penyusutan

Menurut pengakuan sebagian besar responden selama proses penelitian,

modal pinjaman yang di gunakan untuk membiayai usaha agribisnis tembakaunya

didapatkan dari perseorangan yang memberikan jasa khusus peminjaman uang

untuk petani tembakau dengan bunga yang tinggi. Pinjaman juga didapatkan oleh

petani dari kerabat atau keluarga dengan jumlah bunga yang tidak disepakati di

awal. Asumsi bunga pinjaman yang digunakan dalam Bab 5 adalah sebesar 25%.

Perhitungan ini juga memasukkan nilai penyusutan sekaligus dengan bunganya.

Page 128: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

109

Hal ini dilakukan karena nilai penyusutan dalam agribisnis ini tidaklah besar

mengingat sebagian biaya penyusutan yang seharusnya dihitung sebagai nilai

susut dihitung sebagai biaya pada pos pembiayaan lain. Maka nilai pendapatan

wilayah dari bunga pinjaman dan penyusutan adalah:

i = (iLR + iLP + iIr + iSs + iRo) (TF)

= (Rp 2.040.000,- + Rp 3.776.250 + Rp 150.000,- + Rp 40.625,- +

Rp.500.000,-) (20.000 ha)

= Rp 130.137.500.000,-

Bunga pinjaman untuk keperluan agroinput dalam perhitungan di atas

tidak dimasukkan mengingat kebutuhan agroinput itu disediakan oleh perusahaan

dalam bentuk kredit yang bunganya harus dibayarkan petani ke perusahaan juga.

Kondisi itu membuat bunga pinjaman agroinput tidak terhitung sebagai

pendapatan wilayah Pulau Lombok. Total pendapatan wilayah Pulau Lombok dari

bunga pinjaman dan penyusutan pada agribisnis tembakau virginia Lombok

adalah Rp.130.137.500.000,- (seratus tiga puluh milliar seratus tiga puluh tujuh

juta lima ratus ribu rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Biaya Pengairan

Pada saat pertanaman di lapang, dibutuhkan pengairan dengan kontrol

yang intensif. Bagi petani-petani di daerah-daerah tertentu, pengairan dilakukan

dengan menggunakan alat (pompa air) agar kondisi air di ladang tetap terkontrol,

tidak kekurangan dan tidak juga berlebihan. Hal itu membuat biaya pengairan

pada usahatani tembakau menjadi lebih besar jika dibanding dengan biaya

pengairan pada usahatani untuk komoditas lain, oleh karenanya pos pembiayaan

untuk keperluan pengairan dalam analisis usahatani tembakau virginia Lombok

memperhitungkan biaya pengairan sebagai pos pembiayaan tersendiri.

RIIr = Ir x TF

= Rp 600.000,- x 20.000 ha

= Rp 12.000.000.000,-

Total pendapatan wilayah dari biaya pengairan untuk keseluruhan areal

tanam tembakau virginia di Pulau Lombok adalah RP 12.000.000.000,- (dua belas

milliar rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Biaya Renovasi Oven

Biaya renovasi oven menjadi pos pembiayaan yang cukup memberatkan

bagi petani (pengomprong). Hal itu karena renovasi itu dilakukan hampir setiap

tahun untuk menyesuaikan oven dengan teknologi bahan bakar yang baru. Hal ini

terjadi setelah dicabutnya subsidi BBM untuk keperluan omprongan tembakau.

Sebagai alat produksi yang merupakan biaya tetap, biaya oven seharusnya

dihitung nilai penyusutannya, namun hal itu tidak dilakukan karena adanya fakta

bahwa petani (pengomprong) melakukan renovasi oven hampir setiap tahun

Page 129: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

110

dengan biaya yang bervariasi. Analisis pada penelitian ini, sebagaimana dijelaskan

pada Bab 5 bahwa biaya renovasi itu dirata-ratakan menjadi Rp 2.000.000,- per

oven tembakau untuk mengeringkan daun tembakau yang diperoleh dari satu

hektar pertanaman tembakau. Renovasi yang dilakukan membutuhkan

serangkaian input yang diperoleh dari komponen masyarakat lainnya (pengusaha

dan pengrajin) sehingga hal itu dihitung sebagai pendapatan wilayah. Pendapatan

wilayah Pulau Lombok dari biaya renovasi oven adalah:

RIRo = Ro x TF

= Rp 2.000.000,- x 20.000 ha

= Rp 40.000.000.000,-

Jadi, total pendapatan wilayah Pulau Lombok dari biaya renovasi oven

pada agribisnis tembakau virginia Lombok adalah Rp 40.000.000.000,- (empat

puluh milliar rupiah).

Pendapatan Wilayah dari Penerimaan Pemerintah Daerah

Selain pendapatan yang diterima oleh masyarakat setempat, baik dalam

bentuk laba usahatani, upah, bunga, sewa lahan, dan sebagainya, penerimaan

pemerintah daerah juga termasuk sebagai penerimaan wilayah. Pemerintah daerah

dalam agribisnis tembakau virginia Lombok mendapatkan penerimaan setidaknya

dari dua sumber, yakni sumbangan suka relah (retribusi daerah) yang dibayarkan

langsung ke pemerintah daerah oleh perusahaan pertembakauan yang beroperasi

di Pulau Lombok dan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang di

transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa nilai

sumbangan dari perusahaa pertembakaua yang ada di Pulau Lombok terhadap

pemerintah daerah adalah Rp 100,- untuk setiap kilogram tembakau kering yang

dibeli perusahaan dari petani. Mengacu pada asumsi-asumsi yang digunakan

sebelumnya dalam laporan penelitian ini di mana total produksi tembakau rata-

rata setiap tahun adalah 40.000 ton. Total penerimaan pemerintah daerah dari

sumbangan suka rela (retribusi) itu adalah:

RIGS = SR x TP

= Rp 100,- x 40.000.000 Kg

= Rp 4.000.000.000,-

Total penerimaan pemerintah daerah dari retribusi sebesar

Rp.4.000.000.000,- (empat milliar rupiah) itu dibagi dua oleh pemerintah provinsi

dan pemerintah kabupaten tempat dilakukannya penanaman tembakau oleh petani.

Pemerintah provinsi mendapatkan Rp 2.000.000.000,-, sementara pemerintah

kabupaten menerima sesuai dengan jumlah produksi tembakau di daerahnya.

Selain dari sumbangan sukarela perusahaan (retribusi) kepada pemerintah

daerah, penerimaan pemerintah daerah dari berkembangnya agribisnis tembakau

Page 130: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

111

ini juga didapatkan dari dana DBHCT yang mulai diberikan pemerintah pusat

sejak tahun 2010. Berikut adalah tabel perkembangan penerimaan pemerintah

daerah dari cukai tembakau:

Tabel 6.2. DBHCT yang diterima pemerintah daerah se Provinsi NTB

No Pemerintah

Daerah

DBH CHT (Rp)

2010 2011 2012

1 Provinsi NTB 32.814.826.770 39.477.171.477 56.169.155.012

2 Kabupaten Bima 5.628.627.678 6.643.139.560 8.219.328.575

3 Kabupaten Dompu 2.849.995.581 3.438.170.588 5.025.182.672

4 Kabupaten

Lombok Barat 8.071.728.593 10.170.555.325 13.299.825.306

5 Kabupaten

Lombok Tengah 10.892.430.992 18.084.954.823 24.769.415.506

6 Kabupaten

Lombok Timur 32.860.671.369 35.551.273.813 50.122.791.177

7 Kabupaten

Sumbawa 5.551.997.214 6.651.723.959 8.730.898.839

8 Kota Mataram 4.859.553.095 1.436.452.186 6.091.786.585

9 Kota Bima 1.738.007.857 2.591.431.648 4.213.107.862

10 Kabupaten

Sumbawa Barat 1.323.744.877 3.098.136.954 4.597.238.585

11 Kabupaten

Lombok Utara 2.791.171.875 4.447.561.257 5991786585

Jumlah 109.382.755.901 131.590.571.590 187.230.516.704

Sumber: APBN Republik Indonesia dalam Sosialisasi Kementan RI (2013)

Data diatas merupakan data time series selama tiga tahun terakhir. Analisis

dalam penelitian ini menggunakan data terbaru yakni data tahun 2012 di mana

pada tahun tersebut seluruh pemerintah daerah yang ada di Provinsi NTB

menerima total Rp.187.230.516.7,-, dari jumlah itu yang menjadi pendapatan di

wilayah Pulau Lombok adalah:

RIGC = CProv + CLotim + CLoteng + CLobar + CKLU + CMtr

= Rp.56.169.155.012,- + Rp.50.122.791.177,- +

Rp.24.769.415.506,- + Rp.13.299.825.306,- +

Rp.5.991.786.585,- + Rp.6.091.786.585,-

= Rp 156.444.760.171,-

Kabupaten/kota yang berada di luar Pulau Lombok, tidak dihitung dalam

perhitungan di atas karena memang yang dicari adalah pendapatan wilayah Pulau

Lombok. Pendapatan pemerintah provinsi tetap dihitung sebagai pendapatan

wilayah Pulau Lombok karena ibu kota pemerintah daerah provinsi ada di Pulau

Lombok. Artinya, pendapatan pemerintah provinsi itu juga menjadi pendapatan

wilayah Pulau Lombok. Adapun total pendapatan wilayah Pulau Lombok adalah

Rp 156.444.760.171,- (seratus lima puluh enam milliar empat ratus empat puluh

empat juta tujuh ratus enam puluh ribu seratus tujuh puluh satu rupiah).

Page 131: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

112

Berdasarkan perhitungan pendapatan pemerintah dari retribusi dan cukai

diatas, maka didapatkan total pendapatan pemerintah dari adanya agribisnis

tembakau ini adalah:

GIt = RIGS + RIGC

= Rp 4.000.000.000,- + Rp 156.444.760.171,-

= Rp 160.444.760.171,-

Pendapatan wilayah Pulau Lombok dari penerimaan pemeriintah dalam

agribisnis tembakau virginia adalah Rp 160.444.760.171,- (seratus enam puluh

milliar empat ratus empat puluh empat juta tujuh ratus enam puluh ribu seratus

tujuh puluh satu rupiah).

Total Pendapatan Wilayah dari Agribisnis Tembakau Virginia Lombok

Berdasarkan perhitungan-perhitungan diatas, maka total pendapatan

wilayah Pulau Lombok dari agribisnis tembakau virginia adalah:

RIt = RIπ + RIL + RILR + RIi + RIIr + RIRo + GIt

= Rp.79.507.580.000,- + Rp.302.100.000.000,- +

Rp.163.200.000.000,- + Rp.130.137.500.000,- +

Rp.12.000.000.000,- + Rp.40.000.000.000,- +

Rp.160.444.760.171,-

= Rp 887.389.840.171,-

Berdasarkan perhitungan-perhitungan diatas, maka didapatkan total

pendapatan wilayah Pulau Lombok dari adanya agribisnis tembakau virginia

adalah Rp 887.389.840.171,- (delapan ratus delapan puluh tujuh milliar tiga ratus

delapan puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh ribu seratus tujuh puluh

satu rupiah).

Potensi Nilai Tambah yang Hilang

Potensi nilai tambah yang hilang dapat diketahui dengan menghitung

selisih antara nilai ekonomi tembakau virginia Lombok dengan total pendapatan

wilayah yang dapat diciptakan oleh agribisnis tembakau virginia Lombok tersebut.

Potensi nilai tambah yang hilang berarti besarnya nilai tambah yang tidak

dinikmati oleh masyarakat Pulau Lombok atau dinikmati oleh masyarakat luar

Pulau Lombok. Hal ini umumnya terjadi karena tidak adanya aktifitas pengolahan

hasil di dalam suatu wilayah, dalam hal ini adalah wilayah Pulau Lombok.

Page 132: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

113

LAV = TEV – RIt

= (Rp 6.098.400.000.000,-) – (Rp 887.389.840.171,-)

= Rp 5.211.010.159.829,-

Perhitungan diatas menunjukkan bahwa potensi nilai tambah yang hilang

dalam agribisnis tembakau itu mencapai Rp 5.211.010.159.829,- (lima trilliun dua

ratus sebelas milliar sepuluh juta seratus lima puluh sembilan ribu delapan ratus

dua puluh sembilan rupiah). Nilai ini termasuk sangat besar jika dibanding dengan

total pendapatan wilayah yang diterima oleh masyarakat Pulau Lombok. Artinya

masyarakat di wilayah Pulau Lombok itu lebih banyak kehilangan nilai tambah

daripada menerima pendapatan wilayah dalam agribisnis tembakau virginia

Lombok.

Tingkat Kekuatan Backwash Effect

Tingkat kekuatan backwash effect yang terjadi dalam agribisnis tembakau

virginia Lombok dapat dilihat dari prosentase pendapatan wilayah dari agribisnis

tembakau virginia Lombok terhadap total nilai ekonomi tembakau virginia

Lombok itu. Backwash effect dikatan sangat kuat jika prosentase pendapatan

wilayah terhadap nilai ekonomi itu kurang dari 10%. Jika antara 10% - 30%, maka

backwash effect masuk dalam kategori kuat, 30-50% kategori sedang dan diatas

50% berarti backwash effect lemah. Secara sederhana dapat digambarkan secara

matematis sebagai berikut:

LAV% < 10% backwash effect sangat kuat

10% < LAV% < 30% backwash effect kuat

30% < LAV% < 50% backwash effect sedang

LAV% > 50% backwash effect lemah

Adapun prosentasenya adalah:

= 14,5 %

Perhitungan diatas menunjukkan bahwa prosentase pendapatan wilayah

Pulau Lombok dari agribisnis tembakau virginia terhadap total nilai ekonomi

tembakau virginia Lombok adalah 14,5 % yang berarti tingkatan backwash-nya

masuk dalam kategori kuat.

Page 133: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

114

Hasil penelitian ini memperkuat tesis Gunnar Myrdal tentang faktor sebab

akibat kumulatif (circular cumulative causation) pada sistem ekonomi pasar yang

menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah. Berpusatnya industri rokok di

Pulau Jawa merupakan respon pasar karena Pulau Jawa memiliki daya tarik pasar

yang memungkinkan menghasilkan laba tinggi. Akibatnya wilayah lain sebagai

penghasil daun tembakau, dalam hal ini adalah Pulau Lombok hanya mampu

mendapat nilai tambah yang kecil. Pulau Lombok sebagai wilayah hinterland

seolah hanya diperankan sebagai penghasil bahan baku untuk diproduksi di

wilayah Pulau Jawa. Kondisi seperti ini menyebabkan wilayah Pulau Jawa yang

sudah cukup maju menjadi semakin maju, sedangkan wilayah Pulau Lombok

yang relatif terbelakang tetap dalam kondisi keterbelakangannya atau mengalami

proses pertuumbuhan yang lambat.

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Agribisnis tembakau virginia Lombok yang dikembangkan dengan sistem

ekonomi pasar telah menyebabkan terjadinya ketidakadilan ekonomi yang

ditandai dengan timpangnya distribusi nilai tambah (value added) antar pelaku

ekonomi utama dalam agribisnis tembakau virginia tersebut, yakni antara petani

dan perusahaan. Petani dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori.

Kategori yang mendapatkan nilai tambah terbesar adalah petani pengomprong

bermitra. Petani dengan nilai tambah terbesar itu hanya mampu mendapatkan nilai

tambah rata-rata sebesar Rp 3.975.379,- (tiga juta sembilan ratus tujuh puluh lima

ribu tiga ratus tujuh puluh sembilan rupiah) per hektar per musim tanam dengan

nilai R/C ratio sebesar 1,08. Pelaku ekonomi lainnya, yakni perusahaan industri

rokok bisa mendapatkan keuntungan atau nilai tambah sebesar Rp 212.520.000,-

(dua ratus dua belas juta lima ratus dua puluh ribu rupiah) dari setiap satu hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok setiap musim tanam. Margin nilai tambah

antara petani dan perusahaan itu mencapai Rp 208.544.621,- (dua ratus delapan

juta lima ratus empat puluh empat ribu enam ratus dua puluh satu rupiah). Hal ini

berarti, petani dengan kategori yang berhasil mendapat keuntungan atau nilai

tambah (value added) terbesar itu hanya mampu mendapatkan 1,87% dari total

keuntungan atau nilai tambah perusahaan industri rokok untuk setiap satu hektar

pertanaman tembakau virginia Lombok per musim tanam.

Telah terjadi ketidakadilan ekonomi dalam konteks interaksi ekonomi

antar wilayah pada agribisnis tembakau virginia Lombok yang dikembangkan

dalam sistem ekonomi pasar. Nilai ekonomi tembakau virginia Lombok setelah

diolah menjadi produk rokok adalah . (enam trilliun

sembilan puluh milliar empat ratus juta rupiah), dari jumlah itu, yang mengendap

dan menjadi nilai tambah wilayah (regional income) Pulau Lombok adalah

(delapan ratus depalan puluh tujuh milliar tiga ratus

delapan puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh ribu seratus tujuh puluh

satu rupiah). Total potensi nilai tambah wilayah yang hilang atau dinikmati oleh

Page 134: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

115

wilayah lain mencapai Rp.5.211.010.159.829,- (lima trilliun dua ratus sebelas

milliar sepuluh juta seratus lima puluh sembilan ribu delapan ratus dua puluh

sembilan rupiah). Artinya total nilai tambah wilayah yang bisa di create oleh

adanya agribisnis tembakau virginia Lombok itu hanya sebesar 14,5% dari total

nilai ekonomi tembakau virginia Lombok itu yang berarti telah terjadi efek

pencucian balik (backwash effect) yang kuat, sementara efek sebar (spread effect)

yang ditimbulkannya lemah, yakni hanya mencapai Rp.511.745.080.000,- (lima

ratus sebelas milliar tujuh ratus empat puluh lima juta delapan puluh ribu rupiah).

Saran

1. Pemerintah perlu hadir dan terlibat secara aktif dan nyata dalam mengatur

usaha agribisnis tembakau virginia Lombok agar pasar tidak bekerja dengan

terlampau bebas yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakadilan ekonomi.

Keterlibatan pemerintah dalam hal ini dapat diarahkan pada upaya penetapan

harga dasar pembelian tembakau petani. Sebagai informasi, pemerintah telah

menetapkan harga eceran terendah untuk produk rokok dengan alasan untuk

menekan tingkat konsumsi rokok oleh masyarakat. Seharusnya

pemberlakuan harga dasar juga diberlakukan untuk produk daun tembakau

petani sehingga perusahaan bisa membelinya dengan harga yang lebih layak

agar petani tidak dirugikan. Kebijakan penetapan harga dasar tembakau itu

berarti pemerintah telah membantu petani tembakau sekaligus menekan

konsumsi rokok.

2. Keberpihakan ekonomi politik pemerintah sangat dibutuhkan, terutama

dengan mengurangi dan memperketat kebijakan impor tembakau untuk

menjaga daya saing tembakau lokal.

3. Sebagai komitmen kemitraan, perusahaan perlu mengalokasikan dana

(sebagian keuntungannya) sebagai pinjaman kepada petani untuk membantu

biaya produksi petani.

4. Karena sifat komoditasnya yang kontoversial, pemerintah perlu berupaya

mengurangi ketergantungan petani terhadap agribisnis tembakau. Komoditas

tembakau ini dalam jangka panjang akan menjadi komoditas terlarang. Saat

hal itu terjadi, masyarakat pertembakauan, khususnya petani harus dapat

dipastikan telah memiliki alternatif usahatani lain. Hal inilah yang dimaksud

dengan perlunya mengurangi ketergantungan petani terhadap agribisnis

tembakau.

5. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan ekonomi agribisnis

tembakau virginia Lombok dengan sektor lainnya dengan menggunakan

analisis input-output atau Social Accounting Matrix (SAM).

6. Perlu penelitian lebih detail tentang dampak agribisnis termbakau virginia

Lombok terhadap kondisi lingkungan (sustainability perspective).

Page 135: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

116

DAFTAR PUSTAKA

[BPS NTB] Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. 2004. Tabel Input-Output

Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2004. Mataram (ID): BPS NTB

[BPS NTB] Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. 2012. NTB dalam Angka Tahun

2011. Mataram (ID): BPS NTB

[BPS NTB] Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. 2012. Pertumbuhan Ekonomi

Nusa Tenggara Barat Pada Triwulan III 2012. Mataram (ID): BPS NTB

[Disbun NTB] Dinas Perkebunan Provinsi NTB. 2002. Makalah Kebijakan

Pengembangan TembakauVirginia Lombok Melalui Program Intensifikasi

Tembaku Virginia Lombok. Mataram (ID): Disbun NTB

[Disbun NTB] Dinas Perkebunan Provinsi NTB. 2012. Tembakau Lombok, Potret

Sosial Ekonomi. Mataram (ID). Disbun NTB

[Disbun NTB] Dinas Perkebunan Provinsi NTB. 2013. Data Perkembangan Areal

Dan Produksi Tanaman Perkebunan Komoditi Tembakau Selama 5 Tahun

(2007 - 2011) di Nusa Tenggara Barat. Mataram (ID): Disbun NTB

[Disbun NTB] Dinas Perkebunan Provinsi NTB. 2013. Peta Sebaran Kesesuaian

Lahan dan Kesesuaian Ekonomi Tembakau Virginia di Nusa Tenggara

Barat. Mataram (ID): Disbun NTB

[FAO] Food and Agriculture Organization. FAOSTAT. 2007. Agriculture Data

Base [internet]. http://apps.fao.org/page/collections?subset=agriculture

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal

Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2007 – 2009 dan 2009-

2011. Jakarta (ID): Deptan RI.

[Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Kebijakan

Pengembangan Tembakau Nasional. Mataram (ID): Sosialisasi Program

Intensifikasi Tembakau Virginia Lombok

[TCSC-IAKMI] Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan

Masyarakat Indonesia. 2008. Petani Tembakau Indonesia. Jakarta(ID).

TCSC-IAKMI

Ahsan A. 2008. Kondisi Petani Tembakau Indonesia, Studi di tiga Wilayah

Penghasil Utama Tembakau. Depok (ID). LD FEUI

Anwar, A. 2004. Organisasi Ekonomi, Konsep Pilihan Aktifitas Ekonomi Melalui

Kelembagaan Pasar dan Organisasi. Bogor (ID). Bahan Kuliah Program

Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Page 136: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

117

Asriani, P.S. 2003. Konsep Agribisnis dan Pembangunan Pertanian

Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Agrisep. 1(1)

Basuki I, Hastuti S, dan Wahyu K. 2003. Makalah Kinerja Pembangunan

Pertanian NTB Tahun 2003. Mataram (ID). BPTP NTB

Beirlein JG, Kenneth C, Schneeberger, dan Donald O. 2008. Principles of

Agribusiness Management Forth Edition. Illionis (US). Waveland Press Inc

Bendavid-val, A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practicioners

Fourth Edition. London (GB). Praeger

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID). Kencana Prenada Media Group

Capello, R. 2007. Regional Economics. New York (US). Routledege

Caporaso J.A, dan Levine D.P. 2008. Teori-Teori Ekonomi Politik. Pustaka

Yogyakarta (ID). Pelajar

Chamim M, Dhyatmika W, Lamuri S.F, Gaban F, dan Hamzah A. 2011. A Giant

Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan: Menyorot Kedigdayaan

Industri Rokok Indonesia. Jakarta (ID). KOJI communication

Damanhuri, D.S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik dan

Solusi Bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor (ID). IPB

Press

Dash L.N, dan Mishra B. 2000. “Political Economy of Regional Imbalances”.

dalam: Shukla, Amitabh. 2000. Regional Planning and Sustainable

Development. New Delhi (IN). Kanishka Publisher

Dharmawan, A.H. 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan Pedesaan:

Perspektif Klasik dan Kontemporer. Makalah Seminar

Dipokusuma, B. 2011. Model Partisipatif Perhutanan Sosial Menuju Pengelolaan

Hutan Berkelanjutan, Kasus Pembangunan Hutan Kemasyarakatan Pada

Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok [Disertasi]. Bogor (ID): Institu

Pertanian Bogor

Djarum Station Lombok. 2013. Sosialisasi dan Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan

Tahun 2012 dan Program PT Djarum Tahun 2013. Lombok (ID). Djarum

Lombok

Djarum Station Lombok. 2013. Struktur Pembiayaan Pengusahaan Tembakau

Virginia FC Lombok Musim Tanam Tahun 2012. Lombok (ID). Djarum

Lombok

Page 137: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

118

Doeksen GA, Charles HL. 1969. An Analysis of Oklahoma’s Economy By District

Using Input Output Techniques. Southern Journal of Agricultural Economic

Department of Agricultural Economic Oklahoma State University

Stillwater. Oklahoma

Firdaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID). Bumi Aksara

Fukuyama, F. 1992. The End of History and the Last Man. New York (US). Free

Press

Guazon, T.M. 2008. Cycle of Poverty in Tobacco Farming. Bangkok (TH).

Shoutheast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA)

Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta (ID). Raja

Grafindo Persada

Juanda, B. 2009. Ekonometrika, Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID). IPB

Press

Juanda, B. 2009. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID). IPB Press

Kinasih H.N, Febriani R, dan Sulistyoningsih. 2012. Tembakau, Negara, dan

Keserakahan Modal Asing. Jakarta (ID). Indonesia Berdikari

Murty, S. 2000. “Regional Disparities: Need and Measures For Balanced

Development”. dalam: Shukla, A. 2000. Regional Planning and

Sustainable Development. New Delhi (IN). Kanishka Publisher

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID). Ghalia Indonesia

Nugroho, S.B.M. 2006. Modernisme, Pos Modernisme Serta Kritik Terhadap Pos

Modernisme dalam Ilmu Ekonomi. Jurnal Dinamika Pembangunan. 3(2)

Nurjihadi, M. 2011. Dampak Usahatani Tembakau Virginia Terhadap

Perubahan Sosial Masyarakat, Studi Kasus di Desa Kabar Kecamatan

Sakra Kabupaten Lombok Timur [skripsi]. Mataram (ID): Universitas

Mataram

Peet R, dan Hartwick E. 2009. Theories of Development, Contention, Argument,

Alternatives. London (GB). The Guilford Press

Rahardjo, D. 2011. Nalar Ekonomi Politik Indonesia. Bogor (ID). IPB Press

Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju D.R. 2011. Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Bogor (ID). Cresspen Press

Page 138: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

119

Shrivastava, O.S. 2000. Leading “Theoretical Issues of Regional Economics”.

dalam: Shukla, Amitabh. 2000. Regional Planning and Sustainable

Development. New Delhi (IN). Kanishka Publisher

Skousen, M. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi, Sang Maestro Teori-Teori

Ekonomi Modern. Jakarta (ID). Prenada Media

Stiglitz, J. 2000. Economics of the Public Sector, Third Edition. Norton and New

York (US). Company Inc

Stimson R, Stough R, dan Robert B.H. 2006. Regional Economic Development,

Analysis and Planning Strategy, Second Edition. Berlin (DE). Springer

Suroyo, A.M. 2000. Eksploitasi Kolonial Abad XIX: Kerja Wajib di Keresidenan

Kedu 1800-1890. Yogyakarta (ID). Yayasan Untuk Indonesia

Susrusa K.B, Zulkifli. 2009. Efektifitas Kemitraan Pada usahatani Tembakau

Virginia di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal SOCA. 9(1)

Swasono, E.S. 2011. Timbangan Terhadap Buku Membangun Ekonomi

Komparatif, Strategi Meningkatkan Kemakmuran Nusa dan Resiliensi

Bangsa. Bogor (ID). Makalah Seminar

Tarigan, R. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta (ID). Depdiknas

Todaro M.P, dan Smith S.C. 2006. Economic Development, 09 Edition. London

(GB). Pearson Education Limited

Williamson, J.G. 1975. “Regional Inequality and the Process of National

Development: A Description of the Patterns”. dalam: Friedman dan Alonso.

1975. Regional Policy, Readings in Theory and Applications. Nebraska

(US). The Colonial Press

Yustika, A.E. 2011. Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan Analisis Empiris.

Yogyakarta (ID). Pustaka Pelajar

Page 139: ANALISIS KEADILAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF … · PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis

120

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kabar Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok

Timur, NTB pada tanggal 10 April 1990 dari ayah Juliadi (alm) dan ibu Mahnim

(alm). Penulis adalah putra ke empat dari sembilan bersaudara. Pendidikan sarjana

ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Mataram, lulus pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis mendapat

kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang S-2 di Program Studi Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana

IPB dengan sponsor dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan melalui program Beasiswa Unggulan (BU).

Selama mengikuti program S-2, penulis senantiasa berusaha untuk

mengikuti konferensi internasional. Pada tahun 2012 artikel penulis yang berjudul

Community Forest Management (CFM) in Lombok Island: Keep Sustainability

and Create Prosperity diterima sebagai salah satu artikel yang layak

dipresentasikan di Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting

(HISAS 10) di Hokkaido, Jepang. Selanjutnya pada bulan Maret 2013 artikel

penulis yang berjudul Future Taiwan-ASEAN Relationship, Blessing or Disaster:

Theoretical Analysis juga diterima untuk dipresentasikan dalam The 10th

Annual

Conference of European Association for Taiwan Studies yang diselenggarakan

oleh European Association of Taiwan Studies (EATS) di Ecole Normale

Superieure de Lyon, Lyon, Prancis.

Selain disibukkan oleh urusan formal akademik, penulis juga aktif

menyibukkan diri sebagai aktifis, baik yang menunjang prestasi akademik penulis

maupun sebagai tempat pengabdian sosial dan pengembangan diri. Penulis adalah

deklarator sekaligus president director pertama dari Bogor Science Club (BSC)

Sekolah Pascasarjana IPB yang dideklarasikan pada tanggal 6 April 2013. Penulis

juga aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan

Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB, organisasi paguyuban

kedaerahan, dan sebagainya.