analisis kasus perilaku menyimpang sosial

Upload: salmia-hajar-iskriani

Post on 13-Oct-2015

371 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis

TRANSCRIPT

ANALISIS KASUS PERILAKU MENYIMPANG SOSIAL

1. DEFINISI PERILAKU MENYIMPANGPerilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Menurut kajian sosiologi, penyimpangan bukan sesuatu yang melekat pada bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri penyimpangan melalui definisi sosial. Penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu budaya menyimpang. Perilaku menyimpang juga bisa terjadi ketika dalam proses sosialisasi, seseorang mengambil peran yang salah dari generalized others atau meniru perilaku yang salah. Perilaku menyimpang juga terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma budaya yang dominan.Secara umum, terdapat dua sifat penyimpangan, yaitu penyimpangan yang bersifat positif dan penyimpangan yang bersifat negatif. Penyimpangan yang bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif. Dalam penyimpangan yang bersifat negatif, perilaku bertindak kearah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial.Perilaku menyimpang dapat digolongkan atas tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang, serta penyimpangan dalam gaya hidup. Tindakan kriminal atau kejahatan umumnya dilihat bertentangan dengan norma hukum, norma sosial dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyimpangan dalam bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang merupakan bentuk penyimpangan dari nilai dan norma sosial maupun agama. Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari biasanya antara lain sikap arogansi dan eksentrik. Sikap arogansi, antara lain kesombongan terhadap suatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Sikap eksentrik ialah perbuatan yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh.2. FAKTOR-FAKTOR PENYIMPANGANMaterialisme dan Ateisme memiliki sejarah yang panjang dalam kehidupan manusia. Meskipun keimanan kepada Allah swt. senantiasa ada di tengah bangsa-bangsa terdahulu, sebagaimana ditunjukkan oleh bukti-bukti sejarah dan arkeologi, namun masih saja ditemukan individu dan kelompok yang mengingkari Allah, dimana kecenderungan anti agama sejak abad 18 mulai tersebar di Eropa kemudian perlahan-lahan menyebar ke seluruh dunia. Walaupun fenomena ini pada awalnya sebagai reaksi dari tekanan gereja Kristen, akan tetapi anginnya menghembus ke seluruh agama dan aliran. Barat telah mengekspor pandangan ateisme tersebut ke seluruh belahan dunia berbarengan dengan ekspor industri, seni dan teknologi, kemudian me-nyebar pada kurun terakhir bersamaan dengan tersebarnya dasar-dasar sosiologi dan ekonomi Marxisme di kebanyakan bangsa dan negara sehingga membentuk rintangan, bahaya besar dan sindrom yang menakutkan bagi umat manusia. Sebenarnya faktor-faktor yang menyebabkan muncul dan tersebarnya penyimpangan ini banyak sekali. Pembahasan tentang semua faktor ini memerlukan buku tersendiri. Akan tetapi dalam buku yang terbatas ini, secara umum kami akan menyederhanakan faktor-faktor itu pada tiga kategori:A. Faktor Kejiwaan Yaitu faktor-faktor yang mendorong seseorang kepada pandangan ateistik, sekalipun ia tidak menyadari adanya pengaruh tersebut. Faktor terpenting adalah rasa ingin senang, santai, malas, dan tidak memiliki rasa tanggung jawab. Yakni dari satu sisi, bahwa kesulitan mengkajikhususnya dalam hal-hal yang tidak memiliki kenikmatan indrawimenjadi penghalang bagi orang yang malas, santai dan tidak memiliki minat untuk meneliti. Dari sisi lain, kecenderungan untuk bebas sesuka hati dan tidak adanya rasa tanggung jawab menjadi kendala bagi mereka menuju pandangan dunia Ilahi.Menerima pandangan dunia Ilahi dan meyakini adanya Pencipta Yang Mahabijak merupakan titik tolak untuk menerima seperangkat keyakinan lainnya yang menuntut seseorang agar memiliki rasa tanggung jawab dalam seluruh pilihan dan tindakannya. Rasa tanggung jawab ini mengharuskannya agar konsisten pada kewajiban Ilahi dan berpaling dari desakan hawa nafsu. Tentunya, konsistensi tersebut tidak selalunya sejalan dengan rasa ingin bebas. Oleh karena itu, keinginan hewani initanpa disadarimenjadi sebab untuk menghindar dari tanggung jawab dan dari berbagai aturan, serta menjadi sebab untuk mengingkari wujud Allah SWT. Ada pula faktor-faktor kejiwaan lain yang mempunyai peran penting dalam mengarahkan seseorang menjadi ateisme dan akan nampak terlihat di antara semua faktor.B. Faktor SosialYakni situasi dan kondisi sosial yang buruk yang tampak pada sebagian masyarakat ketika para pemimpin agama turut andil dalam mewujudkan dan memperluas kondisi buruk tersebut. Maka situasi dan kondisi buruk semacam ini akan mengikis pandangan dan akidah yang benar dari pikiran sebagian orang yang dangkal pandangannya, lemah pemikirannya, serta tidak dapat mengkaji secara jeli faktor-faktor yang sebenarnya terjadi di balik kondisi tersebut. Karena itu, ketika mereka melihat bahwa orang-orang yang beragama turut berperan dalam menciptakan kondisi buruk tersebut, mereka mengkaitkannya dengan agama. Mereka menuduh bahwa keyakinan-keyakinan agama merupakan faktor utama bagi munculnya situasi dan kondisi buruk tersebut sehingga hal itu membuat mereka jauh dari agama. Kondisi masyarakat Eropa di era Renaisains merupakan pengalaman yang jelas bagi faktor tersebut. Ketika itu, sikap dan citra Gereja tampak buruk di berbagai bidang agama, sistem hukum dan politiknya merupakan faktor terpenting yang membuat masyarakat kristian menjauhi Kristen, bahkan menjauhi agama secara umum. Termasuk hal penting yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah agama, hendaknya mereka memahami faktor-faktor dominan tersebut. Pemuka agama harus memahami pentingnya keberadaan mereka di tengah masyarakat, dan betul-betul mengerti bahwa kesalahan mereka dapat mengakibatkan masyarakat menjadi sesat dan celaka.C. Faktor Pemikiran Maksud dari faktor pemikiran di sini adalah berbagai dugaan dan keraguan yang terbetik di benak seseorang atau yang ia dengar dari orang lain. Akan tetapi ia tidak mampu menghadapinya lantaran kemampuannya yang minim untuk berfikir dan berargumentasi. Oleh karena itu, sedikit banyaknya ia tunduk di bawah keraguan-keraguan tersebut. Paling tidak, hal itu menjadi sebab munculnya keraguan dan kegoncangan dalam pikirannya sehingga ketenangan dan keyakinan dalam hatinya terganggu. Pada gilirannya, faktor pikiran ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sekunder, seperti keraguan-keraguan yang berdasarkan kecondongan kepada persoalan-persoalan indrawi, keraguan-keraguan yang timbul dari keyakinan-keyakinan khurofat, keraguan-keraguan yang timbul dari penafsiran-penafsiran yang keliru, argumen-argumen yang lemah, keraguan-keraguan yang berhubungan dengan peristiwa dan tragedi yang menyakitkan hati sehingga hal itu diyakini berlawanan dengan hikmah, kebijaksanaan dan keadilan Ilahi, keraguan-keraguan yang timbul dari asumsi-asumsi ilmiah yang dipahami oleh sebagian orang bahwa hal itu bertentangan dengan keyakinan agama, dan keraguan-keraguan yang berhubungan dengan hukum-hukum dan ajaran agama, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum dan politik. Barangkali masih ada dua atau beberapa faktor lainnya yang semuanya itu turut andil dalam membentuk kondisi kebimbangan atau penolakan. Kadangkala kita temukan bahwa berbagai kesusahan jiwa dapat menjadi faktor penyiap bagi timbulnya berbagai keraguan. Karena sebab itu seseorang dapat ditimpa penyakit jiwa yang berupa waswas pemikiran. Akibatnya, penderita ini mengalami kondisi serbaragu, sehingga tidak pernah merasa puas dengan dalil dan argumen apapun, sebagaimana hal ini kita saksikan pada seseorang yang tertimpa waswas dalam pekerjaannya dan tidak merasa yakin akan kebenaran setiap amal yang ia lakukan. Misalnya, kita saksikan bagaimana ia mencelupkan tangannya ke dalam air berpuluh-puluh kali. Meskipun demikian, tetap saja ia tidak merasa yakin dengan kesucian tangannya. Padahal sangat mungkin tangannya itu telah suci pada celupan yang pertama.3. Cara PenanggulanganDengan mengkaji berbagai macam faktor penyimpangan, menjadi jelas bahwa untuk mengatasi masing-masing faktor tersebut membutuhkan metode tertentu, sikap dan solusi secara khusus. Misalnya untuk mengatasi faktor-faktor kejiwaan dan moral, diperlukan pendidikan yang benar dan mengetahui berbagai efek buruknya, sebagaimana hal ini telah kami jelaskan pada pelajaran 2 dan 3, yaitu dalam pembahasan pentingnya mencari agama dan efek-efek buruk dari sikap tidak peduli dan apriori terhadap agama. Demikian pula halnya dalam menanggulangi efek-efek buruk dari faktor-faktor sosial. Maka itu, di samping berusaha untuk mencegah terjadinya situasi dan kondisi serta faktor-faktor seperti ini, kitapun harus menjelaskan perbedaan yang besar antara kebatilan agama itu sendiri dan tidak adanya konsistensi orang-orang yang beragama atau buruknya tingkah laku mereka. Sesungguhnya menyadari dan mengetahui adanya pengaruh faktor-faktor kejiwaan dan sosialpaling tidakakan menuai ketidaktundukan seseorang secara tidak sadar terhadap faktor-faktor semacam ini. Demikian pula kita harus menggunakan metode-metode yang benar dan sikap yang baik dari berlipatgandanya berbagai pengaruh faktor-faktor pemikiran, seperti membedakan antara keyakinan-keyakinan khurofat dengan keyakinan-keyakinan yang benar, atau menghindari penggunaan argumen-argumen yang lemah dan tidak logis dalam membuktikan keyakinan-keyakinan agama. Begitu pula kita harus menjelaskan kepada mereka akan hakikat berikut ini, bahwa kelemahan argumen tidak menunjukkan atas ketidakbenaran klaim. Jelas bahwa membahas seluruh faktor penyimpangan ini dan menjelaskan metode-metode yang semestinya dalam menanggulangi masing-masing faktor tersebut, tidaklah sesuai dengan kapasitas buku ini. Oleh karena itu, kami cukupkan hanya dengan menyebutkan sebagian faktor pemikiran ateistik dan menjawab sebagian keraguan yang bersangkutan.

4. CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN ANALISA PENYIMPANGAN SOSIAL :

Contoh Kasus :

37 Mahasiswa Baru Unila Pengguna Narkoba

Sebanyak 37 mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) yang diterima tahun ini, terbukti secara positif sebagai pengguna narkotika dan obat berbahaya (narkoba). Dari 37 orang itu, Sembilan mahasiswa baru lulus lewat UMPTN untuk Strata 1 (S1) dan 28 orang lainnya untuk program Diploma 3. Rektor Unila, Prof. Dr. Ir Muhajir Utomo, Jumat (29/9) membenarkan adanya 37 mahasiswa pengguna narkoba. Namun demikian, pimpinan Unila hingga kini masih tetap memperkenankan untuk kuliah layaknya mahasiswa baru yang lain.Dijelaskan, sesuai kebijakan Unila setiap calon mahasiswa baru yang lolos seleksi harus melewati tes tambahan termasuk tes urine dan tes darah. Ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah di antara mereka ada yang terlibat secara aktif sebagai pengguna narkoba. Setelah dilakukan tes urine secara kolektif terhadap seluruh mahasiswa baru oleh Unila bekerja sama dengan RSU Abdul Moeloek Bandarlampung beberapa waktu lalu, ternyata 37 orang di antaranya positif sebagai pengguna narkoba.Kenyataan ini memang cukup memprihatinkan. Sebab, dengan fakta itu semakin jelas bahwa penggunaan narkoba di kalangan generasi muda sudah demikian parah. Buktinya, ada di antara lulusan SMU di daerah ini yang terlibat aktif mengkonsumsi narkoba sejak lama, tegasnya. Rektor bersama pimpinan Unila kini masih membahas kasus tersebut. Selain memanggil orangtua mereka, masing-masing mahasiswa yang positif pengguna narkoba ini dipanggil satu persatu untuk diklarifikasi ulang. Bagi yang mengaku secara jujur, tidak dilanjutkan untuk tes darah. Tetapi, di antara mereka ada yang berkilah dan membantah sebagai pengguna narkoba. Untuk itu mereka diharuskan mengikuti tes lanjutan yakni tes darah. Setelah dilakukan tes kedua ini, ternyata hasilnya tetap positif. Jadi, 37 orang mahasiswa baru Unila yang terbukti positif pengguna narkoba tersebut betul-betul ditemukan dari hasil tes yang tingkat kebenarannya tak perlu diragukan lagi, ujarnya.Menurut Muhajir, sebetulnya Unila sudah mempertimbangkan untuk membatalkan kelulusan 37 mahasiswa baru pengguna narkoba tersebut. Hanya saja demi pertimbangan kemanusiaan dan juga atas jaminan orangtua masing-masing, mereka masih tetap diperkenankan untuk kuliah di Unila. Dijelaskan, memberi peluang tetap kuliah di Unila bagi mereka bukan berarti diberikan begitu saja. Para mahasiswa dan orangtua mereka harus membuat pernyataan tertulis untuk tidak mengkonsumsi narkoba lagi.

Sumber : www.kompas.com dengan perubahan

Pembahasan Analisa Kasus :

Berdasarkan kasus di atas, kami beranggapan bahwa ada terjadinya suatu pnyimpangan sosial. Karena adanya beberapa jumlah mahasiswa baru yang terbukti sebagai pengguna narkotika dan obat berbahaya (narkoba). Dengan adanya hal ini, jelas dapat membawa dampak yang negatif terhadap diri sang mahasiswa, kampus, maupun masyarakat di sekitarnya. Dampak negatif yang dapat terjadi misalnya, seandainya mahasiswa tersebut masih belum bisa berhenti untuk menggunakan narkoba, akan ditakutkan dapat mempengaruhi mahasiswa-mahasiswa lainnya. Bagaimana jika mahasiswa tersebut tidak hanya sebagai pemakai saja, tetapi juga sebagai pengedar. Tentu ini sangat meresahkan mahasiwa lain dan masyarakat di sekitarnya. Dan nama baik kampus juga bisa tercemar akibat dari kasus tersebut.

Saran :Menurut kami, sebaiknya rektor dan pimpinan di universitas tersebut bisa lebih tegas lagi terhadap mahasiswa-mahasiswa yang ada di universitas tersebut sesuai dengan peraturan dan sanksi yang berlaku. Dengan adanya kejadian tersebut, sebaiknya kampus tersebut mengadakan razia rutin guna mencegah adanya kembali kasus mahasiswa yang memakai narkoba. Hal itu dapat dilakukan bukan hanya kepada mahasiswa baru saja, tetapi juga kepada mahasiswa lama (senior). Agar, hal tersebut tidak dapat merugikan mahasiswa lain, nama baik kampus, dan masyarakat di sekitarnya.

sumber :www.kompas.comhttp://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpanghttp://ciwinwinna.blogspot.com/2010/10/analisis-kasus-perilaku-menyimpang.html