analisis implementasi program promosi kesehatan …

104
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUALA KABUPATEN BIREUEN TESIS Oleh TEUKU SYAHLIDIN 147032139/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN

TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DIARE

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUALA

KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh

TEUKU SYAHLIDIN

147032139/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN

TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DIARE

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUALA

KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

TEUKU SYAHLIDIN

147032139

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

Telah diuji

Pada tanggal : 20 Juni 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M

Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes

3. dr. Fauzi, S.K.M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

PERNYATAAN

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN

TERHADAP PENANGGULANGAN PENYAKIT DIARE

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUALA

KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesajarnaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2016

(Teuku Syahlidin)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

i

ABSTRAK

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit terutama

natrium dan kalium. Berdasarkan laporan Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

penderita diare pada anak setiap tahun bertambah terus tahun 2014 sebanyak 445

anak sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 505 anak. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui implementasi program promosi kesehatan dalam penanggulangan diare di

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016.

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini

adalah diwilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen. Penelitian ini

dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai dengan Juni 2016. Subjek penelitian

menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama

proses penelitian. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam kepada

informan (indepth interview) dan Observasi lapangan, sedangkan data sekunder

diperoleh dengan studi dokumentasi dan kegiatan observasi di Puskesmas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program promosi

kesehatan di Puskesmas Kuala telah dilaksanakan dengan mengintegrasikan

kegiatannya kedalam program setiap unit-unit kerja pelayanan di Puskesmas Kuala.

Penanggulangan kasus diare diwilayah Puskesmas Kuala dilaksanakan melalui

pendekatan promosi kesehatan. Sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih

sangat minim dan terbatas khususnya media untuk penanggulangan diare. Akibatnya

pemahaman masyarakat tentang diare masih sangat kurang, disebabkan karena

metode penyuluhan yang digunakan petugas tidak efektif.

Saran penelitian, diharapkan Puskesmas Kuala dapat merencanakan program

promosi kesehatan dengan berkoordinasi antar unit program sehingga tidak terjadi

perencanaan ganda, meningkatkan kerjasama lintas program dan sektoral untuk

menanggulangi penyakit diare, petugas kesehatan sebaiknya menggunakan media

promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang diare.

Kata Kunci : Program Promosi Kesehatan, Penanggulangan Diare, Sarana

Promosi Kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

ii

ABSTRACT

Diarrhea can reduce water and electrolyte content, especially sodium and

potassium. Kuala Puskesmas, Bireuen Regency, reported that child patients suffered

from diarrhea increased each year: 445 children in 2014 and 505 children in 2015.

The objective of the research was to find out the implementation of health promotion

program in handling diarrhea at Kuala Puskesmas, Bireuen Regency, in 2016.

The research used qualitative method. It was conducted in the working area

of Kuala Puskesmas, Bireuen Regency, from February until June, 2016. The research

subjects were informants who provided information during the research process.

Primary data were gathered through in-depth interviews with informants and field

observation, while secondary data were obtained from documentary study and

observation at the Puskesmas.

The result of the research showed that the health promotion program at Kuala

Puskesmas had been implemented by integrating it into each working unit at the

Puskesmas. Diarrhea in the working area of Kuala Puskesmas was handled through

health promotion approach. The facility of health promotion, especially in media, at

Kuala Puskesmas was inadequate and limited in handling diarrhea. In consequence,

people lacked of understanding due to ineffective counseling.

It is recommended that Kuala Puskesmas plan health promotion program by

carrying out cross-sectoral program collaboration by using health promotion media

which can increase people’s knowledge and understanding about diarrhea.

Keywords: Health Promotion Program, Diarrhea Handling, Health Promotion

Facility

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah dan kepada Junjungan Rasullulah SAW atas

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul ANALISIS

IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN TERHADAP

PENANGGULANGAN PENYAKIT DIARE DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KUALA KABUPATEN BIREUEN.

Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Runtung, SH.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof.Dr.Dra.Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku ketua Komisi Pembimbing

yang telah banyak membantu mengarahkan penulis untuk penyelesaian tesis ini

5. Bapak dr. Heldy BZ., M.P.H, selaku anggota Komisi Pembimbing yang

memberikan saran perbaikan penulisan tesis ini

6. Bapak Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes dan Bapak dr. Fauzi, S.K.M, selaku Komisi

Penguji yang memberikan kritik dan masukan penulisan tesis ini

7. Bapak/ibu yang telah berpartisipasi dan bersedia menjadi informan penelitian ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

iv

8. Bapak/ibu Dosen Program Studi S2 IKM dan seluruh Staf Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu

9. Rekan-rekan mahasiswa S2 peminatan AKK stambuk 2014 yang memberikan

dukungan kepada penulis

10. Teristimewa buat istriku tercinta Nurlian dan anak-anakku tersayang Cut Kanza

Lindia Sari, Teuku Syauqi Amalul dan Cut Syabilla Ghahitsa yang selalu setia

mendoakan dan mendampingi saya untuk menyelesaian tesis ini.

Semoga Allah memberikan rahmat dan ridhonya bagi kita dan bagi semua

pihak yang telah membantu. Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan

kritik dan saran untuk penyempurnaannya.

Medan, Juni 2016

Penulis,

Teuku Syahlidin

147032139/IKM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

v

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Teuku Syahlidin

Tempat/tanggal lahir : Meureudu, 5 Desember 1977

Agama : Islam

Alamat : Jl.Tgk.Nyak abi, Dusun Aman Desa Pulokiton Kecamatan Kota

Juang Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh

Riwayat pendidikan : 1. Sekolah Dasar Negeri No.05 Meureudu tahun 1989

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Meureudu tahun 1992

3. Akademi Kesehatan Lingkungan Jabal Ghafur Aceh tahun 1999

4. S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekah

Banda Aceh tahun 2014

5. Mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU tahun 2014

Riwayat pekerjaan : 1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Bireuen tahun 2006

sampai dengan sekarang.

2. Koordinator Unit Pencegahan Penyakit Menular (P2M)

Puskesmas Kuala Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

3. Koordinator Unit Kesehatan Lingkungan Puskesmas Kuala

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

4. Staf Puskesmas Kuala Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

sampai dengan saat ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ......................................................................................................... i

ABSTRACT ........................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii

GAMBAR GAMBAR ....................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................. 1

1.2 Pertanyaan Penelitian .................................................................. 8

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10

2.1 Promosi Kesehatan ...................................................................... 10

2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan ................................................ 10

2.1.2 Sumber Daya Manusia Kesehatan ...................................... 17

2.2 Metode dan Media Promosi Kesehatan ....................................... 18

2.2.1 Metode Promosi Kesehatan ................................................ 18

2.2.2 Media Promosi Kesehatan .................................................. 20

2.3 Kegiatan Promosi Kesehatan ....................................................... 21

2.3.1 Kegiatan Promkes dalam gedung Puskesmas..................... 21

2.3.2 Kegiatan Promkes diluar gedung Puskesmas ..................... 22

2.4 Mutu Program Kesehatan ............................................................ 23

2.5 Penyakit Diare ............................................................................. 27

2.5.1 Gejala Diare ........................................................................ 31

2.5.2 Pencegahan Penyakit Diare ................................................ 32

2.6 Landasan Teori ............................................................................ 39

2.7 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................ 40

BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................... 43

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 43

3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................ 43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

vii

3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................ 44

3.3 Sumber informasi (informan) ...................................................... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 45

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 45

3.4.2 Triangulasi Data ................................................................. 46

3.5 Analisa Data ................................................................................ 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 48

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................... 48

4.1.1 Letak dan Batas wilayah ..................................................... 48

4.1.2 Data Demografi .................................................................. 49

4.2 Fasilitas Puskesmas Kuala ........................................................... 50

4.3 Data Penyakit Umum Puskesmas Kuala ..................................... 50

4.4 Karakteristik Informan ................................................................ 51

4.5 Implementsi Program Promosi Kesehatan di PKM Kuala .......... 52

4.6 Pelaksanaan Penanggulangan Diare di PKM Kuala .................... 54

4.7 Sarana Promosi Kesehatan di PKM Kuala .................................. 58

BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 61

5.1 Analisis Implementasi Program Promosi Kesehatan di

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2016 ......................... 61

5.2 Analisis Pelaksanaan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun 2016 ...................................................... 66

5.3 Analisis Sarana Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan Diare

di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2016 ..................... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 78

6.1 Kesimpulan .................................................................................. 78

6.2 Saran ............................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

viii

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Distribusi Penduduk Kecamatan Kuala ....................................................... 49

4.3 Karakteristik Informan................................................................................. 51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

ix

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................ 40

4.3 Data Penyakit Umum di Puskesmas Kuala ................................................. 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat survey pendahuluan .............................................................................. 81

2. Surat izin penelitian ....................................................................................... 82

3. Surat rekomendasi izin penelitian .................................................................. 83

4. Surat Keterangan selesai melaksanakan Penelitian ....................................... 84

5. Foto kegiatan pengumpulan data penelitian................................................... 85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare menyebabkan kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feces.

Kelainan yang mengganggu penyerapan di usus halus cenderung menyebabkan diare,

sedangkan kelainan penyerapan di usus besar lebih jarang menyebabkan diare. Pada

dasarnya semua diare merupakan gangguan transportasi larutan. Gejala klinis sesuai

dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan. Bila dilihat dari banyaknya cairan

yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan.

Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi ada empat kategori, yaitu tidak ada

dehidrasi (bila penurunan berat badan 2,5%), dehidrasi ringan (bila terjadi penurunan

berat badan 2-5%), dehidrasi sedang (bila penurunan berat badan 5-10%), dan

dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 10% (Sodikin, 2011).

Penyakit diare masih menjadi suatu momok yang menakutkan bagi rakyat di

Indonesia. Tingginya kasus diare tidak terlepas dari masih buruknya sanitasi

lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS) yang masih sering

dilupakan. Kementerian Kesehatan RI telah memprioritaskan pembangunan

kesehatan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dengan prioritas

pembangunan kesehtan terpusat kepada pengendalian penyakit menular dan penyakit

tidak menular diikuti penyehatan lingkungan serta promosi kesehatan.

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

2

Besarnya masalah diare untuk negara Indonesia dapat dilihat dari masih

tingginya morbiditas diare yang disertai KLB bahkan sering disertai dengan kematian

di Indonesia. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian

nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan

semua umur merupakan penyebab kematian yang ke-empat (13,2%). Pada tahun 2012

angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan angka

kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kemenkes, 2014).

Menurut data Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum

wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan

insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Untuk period

prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan

gejala sebesar 7% ( Kemenkes, 2014). Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar

di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7

orang atau Case Fatality Rate (CFR 1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6

KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita

2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR 1,13%). Secara nasional angka

kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,13%. Sedangkan target

CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional, CFR KLB

diare tidak mencapai target program ( Kemenkes, 2014).

Setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus diare di provinsi Aceh, hal ini dapat

dilihar dari laporan kasus diare tahun 2013 kasus diare di Provinsi Aceh sebanyak

99.304 kasus dan pada tahun 2014 sebanyak 101.258 dan meningkat pada tahun 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

3

dengan kasus diare sebanyak 182.322 kasus dengan kasus yang ditangani sebanyak

116.058 (63%). Tingginya kasus diare di Provinsi Aceh tidak terlepas dari program

pengendalian dan pencegahan diare yang tidak berjalan dengan efektif dan efesien

sehingga kasus diare terus meningkat pada setiap tahunnya.

Menurut Data Kemenkes tahun 2014 yang menunjukkan bahwa Provinsi

Aceh menjadi salah satu provinsi yang memiliki penemuan kasus diare yang yang

cukup tinggi di Indonesia dengan perkiraan kasus diare di fasilitas kesehatan

sebanyak 101.258 kasus. Hal ini menjadikan Provinsi Aceh menjadi provinsi dengan

urutan ke 12 tertinggi kasus diare di Indonesia dibawah Provinsi Papua, Provinsi

Sulawesi Tengah, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah,

Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Lampung, Provinsi Sumatera

Selatan, Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat.

Program penanggulangan Diare di Provinsi Aceh sangat minim sekali, hal ini

tidak terlepas dari masih minimnya Petugas Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan

Provinsi Aceh dan metode yang digunakan untuk melakukan penyuluhan masih

konvensional sehingga masyarakat masih belum memiliki pengetahuan yang cukup

untuk merubah berbagai kebiasaan yang berkaitan dengan penanggulangan diare.

Petugas kesehatan yang sebenarnya memiliki tugas berkaitan dengan penyakit diare

juga enggan melakukann kegiatan promosi kesehatan karena mereka menganggap

bahwa promosi kesehatan itu hanya dilakukan oleh bidang promosi kesehatan saja

sedangkan mereka hanya terfokus dengan kegiatan dan program yang menurut

mereka menjadi tugas pokok mereka seperti bidang kesehatan lingkungan, petugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

4

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan petugas surveilens. Kepercayaan masyarakat

Aceh tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang masih rendah juga turut

berperan dalam meningkatkan terjadinya penyakit diare di provinsi Aceh seperti

perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, Buang Air Besar (BAB) di

jamban juga masih minim, pemberian ASI Ekslusif juga tidak signifikan, konsumsi

air bersih yang minim serta tidak memasak air minum. Strategi promosi kesehatan

juga telah diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Aceh seperti menjalin kerjasama

dengan LSM lokal dan luar negeri untuk membangun tempat cuci tangan di sekolah,

membangun jamban dan sanitasi air bersih melalui program Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) namun tetap kepercayaan dan kebiasaan masyarakat belum

banyak berubah yang berdampak masih banyaknya kasus kejadian penyakit Diare di

Provinsi Aceh.

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu daerah penyumbang kasus diare

yang tinggi untuk Provinsi Aceh. Berdasarkan Data Profil Provinsi Aceh tahun 2015

menunjukkan bahwa Kabupaten Bireuen menjadi Kabupaten dengan kasus diare

tertinggi kedua di Provinsi Aceh dengan jumlah perkiraan kasus sebanyak 16.844 dan

Kabupaten Pidie sebagai kabupaten dengan kasus diare tinggi di Provinsi Aceh yaitu

sebanyak 12.949 kasus diare (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2015).

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen merupakan salah satu Puskesmas

terbesar di Kabupaten Bireuen dengan jumlah wilayah kerja 20 desa. Puskesmas

Kuala Kabupaten Bireuen merupakan Puskesmas yang memiliki wilayah kerja pesisir

dan menjadi daerah yang rawan banjir serta memiliki banyak rawa, tambak serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

5

persawahan. Penduduk di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen masih sangat banyak

yang Buang Air Besar ( BAB) sembarangan seperti BAB di pinggir laut, aliran sungai

dan tambak padahal penduduk di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen sebahagian

besar masih mengkonsumsi air sungai dan sumur gali sebagai sumber air minum,

ketika akan makan sering tidak mencuci tangan dengan sabun, pemberian ASI

ekslusif juga masih rendah.

Berdasarkan hasil laporan Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen penderita

diare pada anak setiap tahun bertambah terus yaitu: pada tahun 2013 penderita

penyakit diare pada anak 0 – 5 tahun adalah 329 anak, tahun 2014 sebanyak 445 anak

sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 505 anak. Berdasarkan data tersebut

menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, walaupun belum ada laporan sampai

meninggal. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen tahun 2015 yang menunjukkan bahwa Persediaan air bersih (PAB) di

wilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen menggunakan Perusahaan Air

Minum (PAM) dan sumur gali (SGL), dari 34.082 Kepala Keluarga (KK) yang

diperiksa Persediaan air bersih (PAB), sebesar 29,84% (10.171 KK) menggunakan

PAM, sebesar 70,16% (23.911 KK) menggunakan sumur gali (SGL) dan dari 33.175

KK yang diperiksa Jamban Keluarga (JAGA), sebesar 88,75% (29.441 KK)

menggunakan jamban leher angsa, sebesar 11,26% (3.734 KK) menggunakan Water

Closed (WC) cemplung.

Pengendalian penyakit diare dapat dilakukan dengan pemeliharaan sanitasi

lingkungan dan promosi kesehatan. Salah satu usaha untuk mengendalikan penyakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

6

diare adalah dengan melakukan promosi kesehatan yaitu segala usaha yang dilakukan

yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan. Strategi promosi kesehatan

menurut Notoadmodjo (2012) yaitu pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.

Kegiatan promosi kesehatan dapat berupa pendidikan, perubahan lingkungan yang

mendukung peningkatan kesehatan, legislasi, ataupun perubahan pada norma-norma

sosial.

Hasil penelitian Rahmawati (2008) menunjukkan bahwa tingginya kejadian

diare pada bayi berusia dibawah dua tahun di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul

tidak terlepas dari program promosi kesehatan tentang diare tidak berjalan maksimal,

masyarakat belum melihat adanya hubungan antara kejadian diare yang mereka

rasakan dengan perilaku mereka yang sangat buruk berkaitan dengan PHBS dan

sanitasi. Hasil penelitian sejalan diungkapkan Tangka (2014) bahwa kejadian diare

yang terjadi di Puskesmas Bintauna Kabupaten Bolang Mongondow tidak terlepas

dari program promosi kesehatan yang tidak berjalan secara optimal sehingga

pengetahuan masyarakat tentang penggunaan air bersih, pengolahan air yang baik

masih minim sehingga mereka konsumsi air yang kurang baik.

Program promosi kesehatan tentang diare yang direncanakan memiliki tujuan

untuk mengendalikan kejadian diare, hal ini tidak terlepas dari sanitasi lingkungan

kita yang masih buruk dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS) yang tidak

dilaksanakan. Terdapat berbagai macam tanggapan dan penerimaan yang berbeda

dimasyarakat yang berkaitan dengan penyakit diare maupun pencegahan penyakit

diare di masyarakat. Beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

7

sosial budaya, dan ekonomi menyebabkan terjadinya bermacam pengertian, sikap dan

tanggapan dan penerimaan masyarakat terhadap diare, kepadatan penduduk yang

tinggi, higiene dan sanitasi yang buruk mempertinggi kejadian diare. Faktor-faktor

tersebut mempermudah penyebaran atau penularan penyakit diare.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen bahwa untuk mengatasi peningkatan kasus diare di wilayah kerja

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen telah dilakukan kegiatan promosi kesehatan

berupa penyuluhan untuk menanggulangi penyakit diare yang terjadi, namun kejadian

diare masih tetap tinggi di wilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

Petugas kesehatan yang memegang program promosi kesehatan di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen melakukan promosi kesehatan tentang diare kepada ibu balita

khususnya ketika diadakan Posyandu di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen namun

penyuluhan ini hanya dilakukan oleh bidang Promosi Kesehatan Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen karena bidang lainnya yang terkait dengan kejadian diare

cenderung tidak memberikan penyuluhan kepada ibu balita seperti bidang kesehatan

lingkungan, bidang Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA) dan bidang surveilens.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

8

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana implementasi program promosi kesehatan di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen tahun 2016?

2. Bagaimana pelaksanaan promosi kesehatan dalam menanggulangi penyakit diare

di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016?

3. Bagaimana sarana promosi kesehatan dalam mendukung penanggulangan diare

di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui implementasi program promosi kesehatan di Puskesmas

Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016.

2. Untuk mengetahui upaya promosi kesehatan dalama menanggulangi kejadian

diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016.

3. Untuk mengetahui sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen tahun 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

9

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain :

1. Memperoleh masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk dapat

meningkatkan kinerja program promosi kesehatan dalam penanggulangan

penyakit diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

2. Mendapatkan gambaran tentang kebutuhan masyarakat akan program promosi

penanggulangan penyakit diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

3. Menjadi bahan penyusun program promosi kesehatan untuk pencegahan diare

pada anak di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

4. Menjadi tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

Menurut Piagam Ottawa (1986) promosi kesehatan merupakan suatu proses

yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap

kesehatannya. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik,

mental, maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi

dan kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Green dan Ottoson (1998) promosi kesehatan adalah kombinasi

berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan

perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan

kesehatan. Batasan ini menekankan bahwa promosi kesehatan adalah program

masyarakat yang menyeluruh, bukan hanya perubahan perilaku, melainkan juga

perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak

akan efektif dan juga dapat dipastikan tidak akan bertahan lama (Maulana, 2009).

2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan

Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip

oleh McKenzie (2007) menyatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi

terencana apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun

mekanisme organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

11

kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada Kebijakan

Nasional Promosi Kesehatan disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk,

dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya

setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Melakukan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Perilaku tidak

hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan

juga dimensi ekonomi .Sistem nilai dan norma merupakan rambu-rambu bagi

seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai dan norma

“dibuat” oleh masyarakat untuk dianut oleh individu-individu anggota masyarakat

tersebut. Namun demikian sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial, adalah

sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu masyarakat akan

berubah mengikuti perubahan-perubahan lingkungan dari masyarakat yang

bersangkutan (Depkes RI, 2007).

Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang Promosi kesehatan, yang dikutip

oleh Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan dalam abad 21

adalah: (1). Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan; (2).

Meningkatkan modal untuk pengembangan kesehatan; (3). Konsolidasi dan perluasan

kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan memperkuat

individu dan; (5) Melindungi keamanan infrastruktur promosi kesehatan. Hal ini

sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

12

1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/Menkes/SK/II/2005 tentang Pedoman

Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar promosi kesehatan adalah

pemberdayaan, bina suasana, advokasi serta dijiwai semangat, kemitraan.

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat

paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan

Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,

yaitu (1) advokasi, (2) gerakan pemberdayaan masyarakat dan, (3) bina suasana, yang

diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI,

2007).

Menurut Notoadmodjo (2012) yang mengutip pendapat Hopkins, defenisi

advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-

macam bentuk komunikasi persuasif. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau

proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari

pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi

diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam

bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana dan lain-lain sejenis.

Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang

umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana

pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama,

tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan”

(tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh-tokoh dunia usaha,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

13

yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah

(Puspromkes Depkes, 2006). Strategi advokasi dilakukan dengan melalui

pengembangan kebijakan yang mendukung pembangunan kesehatan melalui

konsultasi pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil

keputusan baik kalangan pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat

(Notoatmodjo, 2012).

Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang

diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila

lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang

menjadi panutan/ idolanya, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain dan bahkan

masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh

karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam

upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan

Bina Suasana (Depkes RI, 2006). Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan

dalam Bina Suasana, yaitu (1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan

(3) Pendekatan Masyarakat Umum (Depkes RI, 2007), dengan penjelasan sebagai

berikut:

a. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui

pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif

terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat

menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

14

diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang

sedang diperkenalkan tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin

melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah

munculnya wabah demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan

agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi

guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.

b. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam

masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga

(RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi

wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain-lain.

Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan

pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok

tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan

menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok

tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang

diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan

kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.

c. Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum

dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio,

televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta

pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media-media massa

tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

15

Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai

pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota

masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang

sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui: (1)

Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja

sama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda,

wanita serta kelompok media massa; dan (2) Pengembangan penyelenggaraan

penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan

teknik serta hal-hal lain yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan.

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan

berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran,

agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek

knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu

melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoatmodjo, 2012).

Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta

kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar,

kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa

sesuatu (misalnya diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang

orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu

merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi

apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

16

kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang

bersangkutan (Depkes RI, 2007).

Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-

fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan

bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan

fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan; misalnya

tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang

diare karena perilaku yang dipraktikkannya (Depkes RI, 2007).

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan,

boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang

bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan

adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat

(community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta

menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai Lembaga-

lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli

terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka

maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat

dapat berdayaguna dan berhasilguna (Depkes, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

17

2.1.2. Sumber Daya Promosi Kesehatan

Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelengaraan promosi kesehatan

di Puskesmas adalah tanaga, sarana-prasarana dan dana atau anggaran. Standar tenaga

khusus promosi kesehatan di Puskesmas menurut Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor1114/Menkes/SK/II/2005 tentang Pedoman Promosi Kesehatan

di Daerah adalah sebagai berikut:

Kualifikasi Jumlah Kompetensi Umum SDM Kesehatan minimal D3

kesehatan, minat dan bakat di bidang promosi 1 orang:

1. Membantu tenaga kesehatan lain merancang pemberdayaan kesehatan

2. Melakukan bina suasana dan advokasi Standar sarana-prasarana promosi

kesehatan Puskesmas minimal sebagai berikut: Nomor, Jenis Sarana-Prasarana

Jumlah 1 Flipcharts dan stand 1 set 2 LCD Proyektor 1 buah 3 Amplifier dan

wireless microphone 1 set 4 Kamera foto 1 buah 5 Megaphon/ Public Address

System 1 set 6 Portable Generator 1 buah 7 Tape/ casset recorder/ player 1

buah 8 Papan Informasi 1 buah. Pada unsur pendanaan promosi kesehatan

Puskesmas memang tidak ditentukan standarnya, tetapi Puskesmas/ dinas

kesehatan diharapkan menyediakan anggaran yang cukup untuk melaksanakan

kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

18

2.2. Metode dan Media Promosi Kesehatan

2.2.1. Metode Promosi Kesehatan

Metode penyuluhan kesehatan dapat digolongkan berdasarkan teknik

komunikasi, sasaran yang dicapai dan indera penerima dari sasaran promosi (Depkes,

2007).

a. Berdasarkan Teknik Komunikasi

1. Metode penyuluhan langsung

Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan

sasaran. Metode ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Metode didaktik

Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan

penyuluhan kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak

diberikan kesempatan untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau

mengajukan pertanyaan–pertanyaan apapun. Dan proses penyuluhan yang

terjadi bersifat satu arah (one way method). Contoh metode ini adalah

metode ceramah.

b. Metode sokratik

Metode sokratik adalah metode komunikasi dua arah antara yang

memberikan penyuluhan terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat

pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas

dan mudah dipahami, diantaranya metode curah pendapat, diskusi,

demonstrasi, simulasi, bermain peran dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

19

2. Metode penyuluhan tidak langsung. Dalam hal ini para penyuluh tidak

langsung berhadapan secara tatap muka dengan sasaran, tetapi ia

menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya publikasi

melalui pertunjukan film, media cetak (poster, majalah, buletin, surat kabar)

dan media eletronik (televisi, radio).

3. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai

a. Pendekatan perorangan

Dalam hal ini para penyuluh kesehatan berhubungan secara langsung

maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan, antara lain:

kunjungan rumah, hubungan telepon dan lain-lain.

b. Pendekatan kelompok

Dalam pendekatan ini penyuluh kesehatan berhubungan dengan

sekolompok sasaran. Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam

ketegori ini antara lain: pertemuan, demostrasi, diskusi kelompok,

pertemuan FGD dan lain-lain.

c. Pendekatan massal

Petugas penyuluh kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus

kepada sasaran yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk

dalam golongan ini adalah: pertemuan umum, pertunjukan kesenian,

penyebaran tulisan/ poster/ media cetak lainnya, pemutaran film dan lain-

lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

20

4. Berdasarkan indra penerima

a. Metode melihat/ memperhatikan.

Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti:

penempelan poster, pemasangan gambar/ foto, pemasangan koran dinding,

pemutaran film.

b. Metode pendengaran

Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar,

umpamanya: penyuluhan lewat radio, pidato, ceramah dan lain-lain.

c. Metode kombinasi. Dalam hal ini termasuk: demonstrasi (dilihat,

didengar, dicium, diraba dan dicoba).

2.2.2. Media Promosi Kesehatan

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan kepada sasaran

sehingga mudah dimengerti oleh sasaran/ pihak yang dituju. Media promosi

kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi

yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik

dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang

akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap

kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai

alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses

pendidikan atau pengajaran. Prinsip pembuatan media bahwa pengetahuan yang ada

pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indera.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

21

Semakin banyak panca indera yang digunakan, semakin banyak dan semakin

jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa

keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada

suatu objek sehingga memudahkan pemahaman. Menurut penelitian para ahli, panca

indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang

lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan manusia diperoleh

atau disalurkan melalui indera lainnya.

Alat peraga atau media mempunyai intensitas yang berbeda dalam membantu

permasalahan seseorang. Elgar Dale menggambarkan intensitas setiap alat peraga

dalam suatu kerucut. Berturut-turut intensitas alat peraga mulai dari yang paling

rendah sampai paling tinggi adalah kata- kata, tulisan, rekaman/ radio, film, televisi,

pameran, field trip, demonstrasi, sandiwara, benda tiruan, benda asli (Maulana, 2009).

Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan

informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan

sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan

pesan yang disampaikan.

2.3. Kegiatan Promosi Kesehatan

2.3.1 Kegiatan Promosi Kesehatan di dalam Gedung Puskesmas

Promosi kesehatan di dalam gedung Puskesmas adalah promosi kesehatan

yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung Puskesmas seperti di tempat

pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat, tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

22

pembayaran dan halaman Puskesmas (Depkes, 2007). Promosi kesehatan yang ada di

Puskesmas akan dibagi atas dua yaitu promosi kesehatan dalam gedung dan promosi

kesehatan diluar gedung.

2.3.2 Kegiatan Promosi Kesehatan Di Luar Gedung Puskesmas

Kegiatan promosi kesehatan diluar gedung dilakukan dengan sasaran

masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan sebagai

upaya untuk meningkatkan PHBS dengan pengorganisaian masyarakat. Pelaksanaan

promkes diluar gedung dilaksanakan Puskesmas bekerjasama dengan berbagai pihak

potensial melalui metode advokasi, bina suasana, gerakan pemberdayaan yang dijiwai

semangat kemitraan dengan kegiatan sebagai berikut (Depkes, 2007):

1. Promosi kesehatan melalui pendekatan individu

2. Promosi kesehatan melalui pendekatan kelompok (TP PKK, karang taruna,

posyandu, SBH, majlis taklim dan lain sebagainya)

3. Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi masyarakat (ormas) seperti

kelompok kesenian tradisional dan lain sebagainya

4. Penggerakan dan pengorganisaian masyarakat melalui: 1. Kunjungan rumah 2.

Pemberdayaan berjenjang 3. Pengorganisasian masyarakat melalui Survei Mawas

Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

23

2.4. Mutu Program Kesehatan

Program kesehatan baik Puskesmas, rumah sakit atau instansi pelayanan

kesehatan lainnya merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang

saling terkait, saling tergantung dan mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Mutu

program kesehatan di Puskesmas adalah produk akhir dari interaksi dan

ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek pelayanan. Bustami

(2011), mengemukakan bahwa komponen program pelayanan kesehatan dapat terdiri

dari masukan (input, disebut juga struktur) proses dan hasil (outcome). Ada tiga

Pendekatan evaluasi (penilaian) mutu program kesehatan (Bustami, 2011), yaitu:

1) Input atau Struktur

Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan

manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan. Baik

tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari: jumlah, besarnya input, mutu

struktur atau mutu input, besarnya anggaran atau biaya, kewajaran di Puskesmas.

Beberapa aspek penting dalam hal ini adalah kejujuran, efektivitas, efesiensi dan

kuantitas serta kualitas dari masukan yang ada. Program kesehatan yang bermutu

akan membutuhkan input/ struktur yang bermutu juga yang seharusnya dikelola dan

diarahkan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan juga prosedur

kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh

pelanggan dengan baik (Bustami, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

24

2) Proses

Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh

tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan

pasien atau masyarakat. Proses mencakup berbagai standar operasional prosedur

(SOP) ataupun berbagai teori yang berkaitan dengan pelaksanaan program kesehatan.

Baik tidaknya proses dapat diukur dari: relevan tidaknya proses itu bagi pasien atau

masyarakat, fleksibilitas dan efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar

pelayanan yang semestinya, kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan (Bustami,

2011).

Baik atau tidaknya proses di Puskesmas dapat diukur (Bustami, 2011) dengan:

(1) Relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan

(2) Efektif atau tidaknya proses yang dilakukan

(3) Mutu proses yang dilakukan

Variabel proses merupakan pendekatan langsung terhadap mutu pelayanan

kesehatan. Semakin patuh petugas (profesi) terhadap standar pelayanan maka akan

semakin bermutu pelayanan kesehatan yang diberikan (Bustami, 2011).

3) Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan

profesional terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan

kepuasan baik positif maupun negatif. Outcome jangka pendek adalah hasil dari

segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu (Bustami, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

25

Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional

pasien atau masyarakat. Logika yang digunakan yaitu jika masukan telah tersedia

sesuai dengan rencana dan proses akan bisa terlaksana. Apabila proses dilaksanakan

sesuai dengan direncankan sesuai dengan rencana berdasarkan standar yang ada maka

hasil yang akan tercapai dengan baik (Bustami, 2011). Jadi program kesehatan terkait

(Bustami, 2011) dengan:

(1) Perencanaan, mulai dengan apa yang harus disediakan (masukan), apa yang

harus dilakukan (proses) dan apa yang ingin dicapai (hasil).

(2) Monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan bahwa apa yang direncanakan telah

dilaksanakan, input telah tersedia dan proses telah dilakukan seperti yang

direncakan untuk memberikan hasil yang optimal.

Program kesehatan Puskesmas dan rumah sakit memiliki faktor masukan

seperti tenaga lebih fokus kepada keberadaan tenaga bidan, perawat dan dokter yang

secara kompetensi lebih tepat dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan,

sarana dan prasarana umumnya terkait dengan perlengkapan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan. Untuk pengadaan perlengkapan peralatan petugas

kesehatan dan kebutuhan petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan tentunya

dibutuhkan dana sesuai dengan kondisi rumah sakit masing- masing (Bustami, 2011).

Faktor proses dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan tentunya mengacu

kepada Standar Operasional Prosedur (SOP) asuhan pelayanan kesehatan karena

pelayanan kesehatan mempunyai SOP tersendiri, demikian juga SOP untuk pelayanan

kesehatan lainnya. Sesuai dengan pelayanan kesehatan tahun 2005, bahwa untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

26

memudahkan pengukuran, evaluasi serta mempertanggungjawabkan program

pelayanan kesehatan yang dilakukan (Bustami, 2011). Menurut Depkes (2007) bahwa

indikator keberhasilan program promosi kesehatan di Puskesmas dapat dilihat dari

indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indikator dampak.

Indikator masukan program promosi kesehatan dapat dilihat dari:

a. Adanya komitmen Kepala Puskesmas yang mencerminkan dalam Rencana

Umum Pengembangan promkes Puskesmas.

b. Adanya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam Rencana Operasional

Promkes Puskesmas.

c. Adanya tenaga Puskesmas sesuai dengan acuan dalam standar SDM promkes

Puskesmas.

d. Adanya tenaga Puskesmas dan tenaga kesehatan lain di Puskesmas yang

sudah dilatih.

e. Adanya sarana dan peralatan promkes Puskesmas sesuai acuan dalam standar

sarana promkes Puskesmas.

f. Adanya dana di Puskesmas yang mencukupi untuk penyelenggaraan promkes

Puskesmas.

Untuk indikator proses dalam promosi kesehatan dapat dilihat (Depkes, 2007)

dari:

a. Dilaksanakannya kegiatan promkes didalam gedung (setiap tenaga kesehatan

melakukan promosi atau diselenggarakan klinik khusus, pemasangan poster

dan lain-lain) dan atau frekuensinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

27

b. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, spanduk dan lain-

lain) masih bagus dan relevan.

c. Dilaksanakannya kegiatan promkes di masyarakat (kunjungan rumah &

pengorganisasian masyarakat).

Untuk melihat indikator keluaran dari promosi kesehatan dapat dilihat

(Depkes, 2007) dari:

a. Semua tenaga kesehatan Puskesmas telah melaksanakan promkes.

b. Berapa banyak pasien/ klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan

promkes dalam gedung (konseling, bibliografi dan lain-lain).

c. Berapa banyak keluarga yang telah mendapat kunjungan rumah oleh

Puskesmas.

d. Berapa banyak kelompok masyarakat yang sudah digarap Puskesmas dengan

pengorganisasian masyarakat.

e. Puskesmas sebagai model institusi kesehatan yang ber-PHBS, yaitu dengan

Puskesmas bebas rokok, lingkungan bersih, bebas jentik dan jamban sehat.

2.5. Penyakit Diare

Secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air

besar) lebih dari biasanya/ lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga

macam sindrom diare yaitu diare cair akut, disentri dan diare persisten. Sedangkan

menurut menurut Kemenkes (2011), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

28

adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair

dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam

sehari.

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,

atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif

terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu

minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan

diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002). Beberapa perilaku yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu Kemenkes (2011):

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada

balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita

yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih

besar.

2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran

oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak

bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan di lingkungan yang

panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat

tercemar oleh kuman-kuman/ bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang

menggunakan botol tersebut berisiko terinfeksi diare.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan

berkembang biak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

29

4. Menggunakan air minum yang tercemar.

5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja

tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam

jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada

manusia.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam

besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi

dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi

yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan

vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus,

Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like

agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris,

Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila,

Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat

disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang

dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5)

Imunodefisiensi dan (6) sebab-sebab lain . Kemenkes (2011), mengklasifikasikan

jenis diare menjadi empat kelompok yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

30

1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari

(umumnya kurang dari tujuh hari),

2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari

secara terus menerus,

4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan

persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi

atau penyakit lainnya.

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta

gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan

hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik

sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang

terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto,

2002). Diare mengakibatkan terjadinya:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan

dehidrasi, dan asidosis metabolik.

b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan

sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi

jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat,

kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

31

Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare

dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena

takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan

dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang

sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat

badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat

mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).

2.5.1. Gejala Diare

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,

terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi

dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit.

Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan

hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit

melampaui 15% (Soegijanto, 2002).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali

atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,

tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah

dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-

tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan

atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta

gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

32

kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung

darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula

pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja

mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah

diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai

nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar

menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

2.5.2. Pencegahan Penyakit Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:

pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan

dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang

meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga

(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi

(Kemenkes, 2011).

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,

lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar

mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi

lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi

lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat

dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi (Kemenkes, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

33

1. Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70%

tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi,

dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO

menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari

peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam

penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Notoadmodjo, 2011).

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan

yang merupakan air sungai dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa

disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari

atmosfir seperti hujan dan salju. Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit.

Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar

mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak

mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik dan air

sebagai sarang hospes sementara penyakit (Notoadmodjo, 2011).

Memahami daur/ siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat

diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti

air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga.

Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat

dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa

perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air

hujan dan sumur artesis (Sanropie, 1984).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

34

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber

yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang

ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung

dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan

gayung yang bersih dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang

terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil

bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Andrianto,

1995).

2. Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden

penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto,

1983). Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus

membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara

teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh

dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari

sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap

lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu

jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak

mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau

oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara dan murah.

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

35

risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan

keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat

sanitasi (Notoatmodjo, 2011).

3. Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan

penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi.

Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2)

pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis.

Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk

mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata

makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi di negara yang jarang

terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada

anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel

menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan

nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 2008).

4. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara

optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-

6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan

tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

36

Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI

mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat

lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare,

pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung

empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan

susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya,

risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak

diberi ASI (Kemenkes, 2011).

Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih

rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi

dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan

ASI dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi

yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan

pertama kehidupan (Suharyono, 2008).

5. Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan

penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare

ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air

atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan

melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,

karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman

penyakit masuk ke tubuh manusia (Kemenkes RI, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

37

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan

penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja

serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.

Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya

mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,

setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum

menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung

dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat

keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003). Hubungan kebiasaan

mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al. (2003) di

Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat

anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita

diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan

pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping

dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan

pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan

oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. (Kemenkes,

2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

38

Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare

dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare

seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan

spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.

Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter.

Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal

bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya

diminum sesuai petunjuk dokter (Kemenkes, 2011).

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami

kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare

diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat

ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari

penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi

makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan

terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut

memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain

diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan

kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman

sepermainan (Kemenkes, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

39

2.6. Landasan Teori

Program kesehatan baik Puskesmas, rumah sakit atau instansi pelayanan

kesehatan lainnya merupakan suatu system yang terdiri dari berbagai komponen yang

saling terkait, saling tergantung dan mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Mutu

program kesehatan di Puskesmas adalahan produk akhir dari interaksi dan

ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek pelayanan. Bustami

(2011), mengemukakan bahwa komponen program pelayanan kesehatan dapat terdiri

dari masukan (input, disebut juga struktur) proses dan hasil (outcome).

Program kesehatan Puskesmas dan rumah sakit memiliki faktor masukan

seperti tenaga lebih fokus kepada keberadaan tenaga bidan, perawat dan dokter yang

secara kompetensi lebih tepat dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan,

sarana dan prasarana umumnya terkait dengan perlengkapan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan. Untuk pengadaan perlengkapan peralatan petugas

kesehatan dan kebutuhan petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan tentunya

dibutuhkan dana sesuai dengan kondisi rumah sakit masing- masing (Bustami, 2011).

Faktor proses dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan tentunya mengacu kepada

Standar Operasional Prosedur (SOP) asuhan pelayanan kesehatan karena pelayanan

kesehatan mempunyai SOP tersendiri, demikian juga SOP untuk pelayanan kesehatan

lainnya. Sesuai dengan pelayanan kesehatan tahun 2005, bahwa untuk memudahkan

pengukuran, evaluasi serta mempertanggungjawabkan program pelayanan kesehatan

yang dilakukan (Bustami, 2011). Depkes (2007) juga mengemukakan bahwa

indikator keberhasilan program promosi kesehatan di Puskesmas dapat dilihat dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

40

indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran.

Menurut Notoadmodjo (2012) yang mengemukakan bahwa promosi

kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna

(komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional

Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu (1)

advokasi, (2) gerakan pemberdayaan masyarakat dan, (3) bina suasana, yang

diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Depkes

(2007) juga mengemukakan bahwa strategi promosi kesehatan tidak terlepas dari

advokasi, pemberdayaan masyarakat dan bina suasana.

2.7. Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori tersebut diatas, maka kerangka pikir penelitian ini

adalah:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Proses

Strategi Program

Promosi Kesehatan

Diare

Pemberdayaan

Bina Suasana

Advoasi

Input

Sosial Budaya

Masyarakat

Sarana

Tenaga

kesehatan

Media

Metode

Output

- Kasus diare

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

41

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi kerangka fikir

penelitian ini sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat

melaksanakan program diare dengan baik, meliputi: kebiasaan masyarakat,

sarana, tenaga kesehatan, media dan metode, dengan definisi sebagai berikut:

a. Kebiasaan masyarakat adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat

dalam keseharian yang berkaitan dengan terjadinya penyakit diare di

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

b. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan program

diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

c. Sarana adalah seluruh bahan, peralatan, serta fasilitas yang digunakan dalam

pelaksanaan program diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

d. Media adalah alat bantu yang digunakan untuk untuk melaksanakan kegiatan

promosi kesehatan tentang diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

e. Metode adalah cara yang teratur digunakan untuk melaksanakan kegiatan

promosi kesehatan tentang diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: upaya pencegahan dan upaya pengobatan,

dengan definisi sebagai berikut:

a. Pemberdayaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk

membuat masyarakat mau dan mampu melaksanakan kegiatan pencegahan

diare secara teratur dalam keseharian di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

42

b. Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku

pencegahan diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

c. Advokasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan dukungan yang

berupa kebijakan baik aturan dana dan sarana untuk pencegahan diare di

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

3. Keluaran (output) adalah hasil dari pelaksanaan program diare yaitu menurunnya

jumlah kasus diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen yang dinilai dari

kegiatan yang telah dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

43

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan

kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan lebih mendalam tentang

fenomena atau isu penting yang berkaitan dengan pelaksanaan program implementasi

program promosi kesehatan terhadap kejadian penyakit diare, serta menggali secara

mendalam penanggulangan penyakit diare di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen. Lokasi ini dipilih karena wilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

merupakan Puskesmas dengan penderita diare yang terus mengalami peningkatan

pada setiap tahunnya yaitu: pada tahun 2013 penderita penyakit diare pada anak 0 – 5

tahun adalah 329 anak, tahun 2014 sebanyak 445 sedangkan pada tahun 2015

sebanyak 505 anak.

Kondisi geografis wilayah kerja Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

meliputi wilayah pesisir dan menjadi daerah yang rawan banjir serta memiliki banyak

rawa, tambak serta persawahan. Penduduk di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

masih sangat banyak yang buang air besar (BAB) sembarangan seperti BAB di

pinggir laut, aliran sungai dan tambak padahal penduduk di Puskesmas Kuala

43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

44

Kabupaten Bireuen sebahagian besar masih mengkonsumsi air sungai dan sumur gali

sebagai sumber air minum.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2016 sampai dengan

Juni 2016.

3.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil

penelitiannya. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan dalam penelitian ini

yaitu:

1. Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

a. Kepala Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen : 1 orang

b. Petugas Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA) : 1 orang

c. Petugas Keperawatan MTBS : 1 orang

d. Petugas Kesehatan lingkungan : 1 orang

e. Petugas Surveilens : 1 orang

f. Petugas penyuluhan kesehatan masyarakat : 1 orang

2. Masyarakat : 4 orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

45

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara

mendalam (indepth interview) kepada para informan dengan berpedoman pada

panduan wawancara yang telah dipersiapkan dan data observasi peneliti.

2. Data sekunder diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Profil Dinas

Kesehatan Kabupaten Bireuen, Laporan Tahunan Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen dan instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Peneliti menjadi instrument utama dalam penelitian ini dalam melakukan

wawancara mendalam. Dalam melakukan wawancara mendalam digunakan pedoman

wawancara yang berisi pertanyaan terbuka tidak terstruktur yang dapat mengeksplorasi

lebih dalam tentang kegiatan promosi kesehatan diare di Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen.

2. Observasi

Observasi yang dilakukan peneliti terhadap kegiatan promosi kesehatan masyarakat

oleh di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen dan kesehatan lingkungan serta prilaku

masyarakat mengenai prilaku hidup bersih dan sehat di wllayah kerja di Puskesmas

Kuala Kabupaten Bireuen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

46

3. Dokumentasi

Menganalisa Dokumen yang diambil data laporan Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen, Profil Puskesmas, serta foto-foto kegiatan Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen dan catatan lainnya terkait dengan promosi pencegahan diare pada anak.

Alat bantu yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: (a) buku catatan

lapangan dan alat tulis untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data, (b) tape

recorder yang berfungsi untuk merekam semua percakapan setelah mendapatkan ijin

dari informan bahwa hasil wawancara akan direkam dan (c) kamera untuk memotret/

mendokumentasikan kegiatan peneliti dalam melakukan wawancara.

3.4.2. Triangulasi Data

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu

mendapatkan data dari sumber yang berbeda (Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen,

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dan masyarakat) dengan teknik yang digunakan

yaitu wawancara mendalam dan observasi serta dokumentasi yang berkaitan dengan

program promosi kesehatan diare (Sugiyono, 2011).

3.5. Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan lebih banyak

bersifat uraian dari hasil wawancara dan hasil observasi. Data yang diperoleh akan

dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah

seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2008) sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

47

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

wawancara mendalam dan observasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai prose pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan –

catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data

dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat

gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan

data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Display data adalah pendiskriptian sekumpulan informan tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajika dalam bentuk teks naratif.

Penyajiannnya juga dapat berbentuk matriks.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa

kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

48

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak dan Batas Wilayah

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi

Aceh yang secara administratif terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Mukim serta 609

Gampong/Desa dengan luas wilayah 190.121 Ha. Secara geografis Kabupaten

Bireuen terletak dibagian pantai timur Sumatera yang berada pada koordinat 4°,54°-

5°,21° LU dan 96°,20°-97°,21° BT. Kecamatan terluas di Kabupaten Bireuen adalah

Kecamatan Peudada yaitu seluas 39.133 Ha dan yang terkecil adalah Kecamatan

Kuala yaitu 2.372 Ha (BPS Bireuen, 2013).

Puskesmas Kecamatan Kuala terletak di Desa Weu Jangka Jln. Bireuen-Kuala

Raja Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen. Berjarak ± 5 KM dari pusat kota Bireuen

dan ± 1 KM dari pesisir pantai wisata Ujong Blang, berdiri diatas atas areal tanah

sebesar ± 976 M² dengan luas bangunan ± 777,6 M². Luas wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Kuala adalah 22,5 KM² yang meliputi 20 desa, dengan batasan wilayah

sebagai berikut :

1. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jeumpa

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Peusangan

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Juang

4. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Selat Malaka

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

49

Kejadian diare di wilayah Kecamatan Kuala pada tahun 2015 cukup banyak

terutama pada golongan umur bayi dan balita. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

kebiasaaan masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Selain

itu masih banyak penduduk di Kecamatan Kuala yang tidak menggunakan air bersih

terutama untuk kebutuhan ai minum.

4.1.2.Data Kependudukan Kecamatan Kuala

Kecamatan Kuala terdiri dari 20 desa. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik

(BPS) Kabupaten Bireuen Tahun 2015 jumlah penduduk di Kecamatan Kuala

sebanyak 17.569 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada pada Tabel 4.1. berikut:

Tabel 4.1 Distribusi penduduk Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun 2015

Desa Jumlah

penduduk Jumlah KK Persentase

Cot Batee 2,011 515 11.38

Cot Unoe 765 157 4.35

Kuta baro 954 231 5.43

Cot Glumpang 70 1.61 284

Cot Kuta 161 3.65 642

Glumpang Baroh 143 3.23 568

Krueng Juli Timu 1,034 233 5.88

Krueng Juli Barat 851 291 4.84

Cot Trieng 1,424 345 8.10

Lhok Awe-awe 1,640 400 9.33

Cot Laga sawa 495 116 2.81

Cot U sibak 507 149 2.88

Lancok Pante Ara 402 101 2.28

Lancok-lancok 1,564 412 8.9

Kareung 813 196 4.62

Balee Kuyun 238 60 1.35

Ujung Bl. Aron 878 255 4.99

Ujung Bl. Mesjid 773 227 4.39

Weu Jangka 925 250 5.26

Kuala Raja 801 219 4.55

Jumlah 17,569 4,165 100

Sumber : Puskesmas Kuala,2015.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

50

4.2. Fasilitas Puskesmas Kuala

Fasilitas Puskesmas Kecamatan Kuala terdiri dari ruang poli umum, ruang

poli gigi dan mulut, ruang laboratorium, ruang apotik, ruang kesehatan ibu dan anak,

ruang keluarga berencana, tindakan keperawatan, ruang bersalin, ruang

pertemuan/aula, dan gudang obat. Program wajib yang dilakukan Puskesmas

Kecamatan Kuala yaitu promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, KIA/KB, gizi,

program pencegahan dan penanggulangan penyakit dan pengobatan rawat jalan.

4.3. Data Penyakit Umum di Puskesmas Kuala

Data 10 penyakit terbanyak yang sering ditangani di Puskesmas Kuala pada

tahun 2015 dapat diketahui pada grafik 4.2 di bawah ini.

Grafik 4.2. Data 10 Penyakit terbanyak di Puskesmas Kuala

Tahun 2015

Sumber : Puskesmas Kuala, 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

51

Dari Data grafik di atas menunjukkan bahwa persentase penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan penyakit Diare merupakan jumlah penyakit

terbanyak diwilayah Puskesmas Kuala, sementara penyakit lainnya yang tidak

diketahui merupakan jumlah penyakit yang sedikit ditangani. Dari data yang

diperoleh rata-rata penderita diare yang ditangani Puskesmas Kuala berkisar pada

umur 1-5 tahun (balita).

4.4. Karakteristik Informan

Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat dilihat

pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Karakteristik Informan

No.Informan Nama Pendidikan Jabatan/Profesi

1 Husaini, SKM S1 Kepala Puskesmas

2 Nurbayani D3 Petugas Kesehatan Ibu

dan Anak ( KIA)

3 Cut Hasnah D3 Petugas Keperawatan

MTBS

4 Syarifah Mahania S1 Petugas Kesehatan

lingkungan

5 Asnah Hardianti S1 Petugas penyuluhan

kesehatan masyarakat

6 Cut Alia SMA Kader

7 Meutia Arianti SMA Kader

8 Fajaria SMA Ibu Balita

9 Linda Hayani SMA Ibu Balita

Sumber : Data terolah,2016.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari : Kepala

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen, petugas Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA),

petugas keperawatan MTBS, petugas kesehatan lingkungan, petugas penyuluhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

52

kesehatan masyarakat dan ibu balita yang anaknya menderita diare sebanyak 2 orang

dan kader posyandu sebanyak 2 orang.

4.5. Implementasi Program Promosi Kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen tahun 2016

Implementasi promosi kesehatan di Puskesmas mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan RI No.585/Menkes/SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan

Promosi Kesehatan di Puskesmas.

Untuk menganalisis implementasi program promosi kesehatan dalam

menanggulangi diare di Puskesmas Kuala dapat diketahui dari hasil rangkuman

wawancara dengan informan sebagai berikut :

“Waalaikumsalam pak..kami dari Puskesmas Kuala menjelaskan

bahwa upaya promosi kesehatan diwilayah kecamatan Kuala tetap

dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan rutin dilapangan. Salah satu

kegiatan yang kami lakukan itu seperti penyuluhan kesehatan

diberbagai sekolah dan desa-desa. Demikian juga disetiap

pelaksanaan posyandu kami melakukan penyuluhan dengan topik

penyuluhan yang sudah kami sepakati terlebih dahulu di Puskesmas.

Ada juga kegiatan promosi kesehatan yang kami lakukan itu

berdasarkan dari program Dinas kesehatan. Seperti pelaksanan

program Bantuan Operasional Kesehata atau BOK, dimana

kegiatannya harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Untuk BOK tujuan promosi kesehatan disasarankan pada kesehatan

ibu dan anak serta gizi pak..sementara untuk kegiatan promosi

kesehatan lingkungan merupakan kegiatan tambahan”(informan 1)

Dari wawancara di atas diketahui bahwa upaya promosi kesehatan diwilayah

kecamatan Kuala masih belum maksimal hal ini disebabkan karena program

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

53

kesehatan lingkungan masih tergolong dalam kegiatan tambahan di Puskesmas atau

tidak menjadi prioritas kegiatan untuk mencegah penyakit diare dimasyarakat.

Adapun tanggapan dari petugas Kesehatan Ibu dan Anak tentang program

promosi kesehatan di Puskesmas Kuala sebagai berikut :

“Ia pak..terkait dengan promosi kesehatan sebenarnya kan pak itu bukanlah tanggungjawab utama kami karena itu merupakan

kegiatan bidang promosi kesehatan. Namun kami mencoba

menjawabnya pak sesuai dengan sasaran pelayanan kami yaitu

khusus Ibu dan Anak. Kegiatan promosi yang kami lakukan untuk

ibu-ibu yang punya anak bayi dan balita diwilayah Puskesmas

Kuala ini pak berupa penyuluhan kepada ibu-ibu yang datang ke

Posyandu, seperti penyuluhan tentang KB, imunisasi dan gizi

tentang bagaimana memberikan makanan yang baik kepada bayi

dan balita. Semua kegiatan tersebut pak dilaksanakan oleh staf KIA

di Puskesmas dan dibantu para bidan didesa-desa”(informan 2).

Sementara menurut petugas penyuluh kesehatan masyarakat di Puskesmas

Kuala tentang pelaksanaan program promosi kesehatan dapat diketahui dari hasil

wawancara sebagai berikut :

“Terimakasih pak..nah terkait dengan program promosi kesehatan

di Puskesmas Kuala ini pak sudah berjalan dengan baik, namun

mengalami kendala-kendala dalam pelaksanannya. Kita ketahui pak

bahwa ada 10 penyakit terbanyak di wilayah Puskesmas Kuala ini

dan diantaranya itu terdapat penyakit diare. Nah..dari data tersebut

kami diberikan tugas oleh Kepala Puskesmas untuk merencanakan

kegiatan dilapangan berupa penyuluhan kepada masyarakat. Namun

kami menghadapi kendala pak dimana masyarakat kurang aktif

menghadiri kegiatan penyuluhan yang telah kami sampaikan. Dan

juga pak kami kurang mendapat respon dari aparat desa setempat

sehingga masyarakat malas apabila diundang menghadiri

penyuluhan. Hal lain yang menjadi kendala kami kami pak..adalah

kami tidak mempunyai alat peraga penyuluhan kesehatan untuk itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

54

melalui wawancara ini pak kami sangat mengaharapkan saran atau

masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen untuk

merencanakan pengadaannya pak”(informan 5). Tanggapan masyarakat tentang program promosi kesehatan di Puskesmas

Kuala adalah sebagai berikut :

“Waalaikumsalam pak...wah kami sangat senang pak didatangi oleh

bapak dari Puskesmas untuk menanyakan keluhan kami terutama

tentang penyuluhan kesehatan. Begini pak kami harus berkata jujur

bahwa promosi kesehatan ini belum menyentuh kami sebagai warga

di Puskesmas Kuala. Kami kurang tau ini pak apakah kalau kami

sakit baru dikunjungi oleh staf Puskesmas dan menyampaikan

informasi tentang kesehatan. Setau kami ya pak tapi maaf

sebelumnya pak bukan bermaksud mengajari..bahwa sebaiknya kami

diberikan penyuluhan sebelum kami sakit pak jadi kami bisa

mengetahui hal-hal apa saja yang kami lakukan agar tidak jatuh

sakit”(informan 8).

Dari hasil hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa implementasi

program promosi kesehatan di Puskesmas Kuala telah dilaksanakan namun belum

maksimal. Masih terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Demikian juga

respon masyarakat yang belum merasakan manfaat promosi kesehatan yang diberikan

oleh Puskesmas Kuala.

4.6. Pelaksanaan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen tahun 2016

Kebijakan penanggulangan diare secara nasional mengacu pada peraturan

Menteri Kesehatan RI No.40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit

Menular.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

55

Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan penanggulangan diare di Puskesmas

Kuala dapat diketahui dari rangkuman wawancara dengan informan sebagai berikut :

“Baik pak..jadi tentang kebijakan penanggulangan diare diwilayah Puskesmas Kuala ini sudah kami laksanakan diantaranya

memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta memberikan

larutan oralit yang kami dapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Bireuen. Kami juga menyusun rencana kerja penanggulangan diare

diwilayah Puskesmas Kuala dengan melibatkan pemerintah

kecamatan dan desa. Kegiatan yang kami lakukan biasanya pak

membersihkan lingkungan atau gotong royong bersama begitu juga

kami membuat informasi kesehatan tentang langkah-langkah

penanganan diare di setiap balai pertemuan masyarakat. Namun

belakangan ini pak kegiatan tersebut mulai menurun..kami juga

tidak tahu apa sebabnya pak..Sementara kita taukan pak bahwa

penanggulangan diare ini dibutuhkan kerjasama pemerintah dan

semua masyarakat karena tidak cukup kalau hanya kami dari

Puskesmas yang melakukannya pak”(informan 1).

Sementara tanggapan petugas MTBS di Puskesmas Kuala terhadap kebijakan

penanggulangan diare di Puskesmas Kuala dapat diketahui dari rangkuman

wawancara dengan informan sebagai berikut :

“Waalaikumsalam pak..terimakasih pak sudah berkunjung ke

Puskesmas Kuala. Kami mencoba menjawab pertanyaan bapak

terkait penanggulangan diare diiwilayah Puskesmas Kuala ini. Jadi

pak kita di Puskesmas ini sudah ada program Manajemen Terpadu

Balita Sakit atau disebut MTBS yang sasaran utama pelayanannya

adalah anak balita. Semua masalah penyakit pada anak Balita kami

tangani pak..jadi bukan hanya diare saja. Biasanya kan pak..balita

yang berobat di Puskesmas ini lebih banyak karena diare dan ibu-

ibu balita membawa anaknya ke Puskesmas apabila sudah sakit

diare pak. Ada juga pasien yang dirujuk dari pustu dan bidan desa

untuk selanjutnya kami tangani di Puskesmas. Kami juga melakukan

kunjungan ke Posyandu-posyandu pak untuk memeriksa kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

56

anak-anak balita yang datang keposyandu. Kami biasanya

mengumpulkan ibu-ibu balita untuk memberikan pemahaman

tentang penganggulangan diare seperti bagaimana membuat larutan

gula garam untuk anak balita yang terkena diare. Hanya saja

pak..kami juga mengalami hambatan terutama karena keterbatasan

petugas MTBS di Puskesmas sehingga terkadang tidak semua balita

kami bisa layani. Demikian juga alat pemeriksaan kesehatan anak

balita yang sangat terbatas pak”(informan 3).

Tanggapan masyarakat tentang penanggulang diare yang diberikan oleh

Puskesmas Kuala dapat diketahui dari rangkuman wawancara dengan informan

sebagai berikut :

“Waalaikumsalam..pertama-tama kami mengucapkan terimakasih

telah datang kerumah kami ini pak. Kami sebagai masyarakat yang

memiliki anak balita seringkali menghadapi masalah kesehatan

pada anak-anak kami ini terutama sakit perut yang sering terjadi

pada anak kami pak..nah untuk menanggulanginya biasanya kami

beli obat sakit perut diwarung yang dekat pak..dan kami buatkan teh

hangat sama anak kami ini. Tapi hanya sebentar saja sembuh dan

kemudian kambuh lagi pak..nah inilah yang membuat kami kuatir

pak..biasanya kalau sudah berat kami bawa ke mantri kesehatandi

Puskesmas pak karena mereka punya obat untuk menyembuhkan

penyakit anak kami in. Hanya saja pak dari beberapa pengalaman

kami bahwa Puskesmas Kuala ini masih sedikit memberikan bantuan

kepada anak kami ini pak contohnya kan pak..kami diberikan oralit

itu sangat terbatas,,sementara anak kami masih belum pulih total

pak dan disuruh pulang kerumah. Inilah pak keluhan kami kepada

Puskesmas Kuala agar kami dapat dilayani dengan baik

pak..nah..untuk penyuluhan saya lihat petugas kesehatan masih

jarang datang kerumah-rumah masyarakat sekitar ini pak..hanya

kalau ada posyandu dan rapat didesa mereka datang pak” (informan 9).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

57

Tanggapan berbeda juga disampaikan oleh penanggungjawab KIA

Puskesmas Kuala sebagai berikut :

“Baik pak..untuk penanggulangan diare di wilayah Puskesmas

Kuala khususnya kepada anak balita telah kami upayakan melalui

kerjasama semua bidan didesa. Dimana kami meminta semua bidan

desa untuk akitf melaporkan setiap kasus diare yang ditemukan

diwilayah masing-masing dan juga diposyandu. Setiap laporan yang

kami terima pak..kami langsung mengunjungi balita tersebut

dirumahnya dan segera kami memberikan bantuan terutama

bagaimana balita tersebut tidak kekurangan cairan. Tapi

pak..khusus balita yang sangat berat diarenya kami segera bawa ke

Puskesmas untuk dirawat pak dan selanjutnya dokter akan

memberikan pengobatan. Adapun masalah yang kami hadapi

dilapangan ya pak..dimana kami itu pak kekurangan alat dan obat

dari Puskesmas sehingga kami tidak dapat memberikan pelayanan

yang maksimal kepada masyarakat khususnya anak-anak balita ini

pak. Kami juga mengadakan kegiatan penyuluhan pak namun tidak

sering sih pak..hanya kalau ada program yang direncanakan oleh

Kepala Puskesmas”(informan 2).

Keberhasilan penanggulangan diare di Puskesmas Kuala juga dapat diketahui

dari hasil wawancara dengan para kader posyandu sebagai berikut :

“Tentang penanggulangan diare pak kami memberikan keterangan sesuai dengan pengalaman kami selama bertugas di posyandu. Jadi

pak dilingkungan posyandu kita ini memang benar bahwa setiap

bulan selalu ada balita yang menderita diare kira-kira 12-17 orang

setiap bulannya pak. Hal ini telah diketahui oleh bidan desa disini

pak. Untuk penanggulangannya pak kami diarahkan oleh bidan desa

untuk memberikan larutan oralit kepada balita yang diare. Dan

kami diminta juga untuk selalu memperhatikan balita-balita yang

diare itu pak. Yah..sebenarnya kami juga terbeban loh pak karena

tugas kami dirumah juga banyak pak..sehingga kami hanya sesekali

kerumah balita itu dan kami mohon bapak maklumlah..tentang

keberhasilan penanggulangan diare ini pak kami melihat masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

58

belum maskimal dilakukan..itu karena banyak keterbatasan pak

seperti oralit yang terbatas, obat-obat yang diberikan oleh bidan

juga terbatas, dan kadang juga pak petugas kesehatan dari

Puskesmas jarang kedesa, hanya kalau posyandu aja mereka datang

pak”(informan 6).

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa program

penanggulangan promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih belum berjalan

efektif dan bermanfaat kepada masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa faktor

seperti keterbatasan tenaga, alat kesehatan dan obat di Puskesmas.

4.7. Sarana Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan Diare di Puskesmas

Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016

Sarana promosi kesehatan merupakan dukungan fasilitas kesehatan yang

diberikan dalam upaya meningkatkan keberhasilan program promosi kesehatan baik

ditingkat Puskesmas, pustu maupun poskesdes. Untuk mengetahui sarana promosi

kesehatan di Puskesmas Kuala dapat dijelaskan melalui rangkuman wawancara

dengan informan sebagai berikut :

“Baik pak kami akan menerangkan situasi sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala ini. Secara umum pak sarana

kesehatan di Puskesmas Kuala ini masih belum lengkap namun kami

berupaya untuk memanfaatkan sarana yang sudah ada dengan se-

efektif dan se-efisien. Nah..terkait sarana promosi kesehatan ini pak

kami berkata jujur ini ya pak..bahwa sarananya memang kurang

lengkap. Bapak bisa melihat sendiri diruangan promosi kesehatan

itu tidak ada bahan penyuluhan seperti food model, poster-poster

penyuluhan, alat peraga penyuluhan media seperti tv,tape,LCD dan

lain-lain pak. Demikian pula kami belum mempunyai kendaraan

khusus untuk melakukan promosi kesehatan kedesa-desa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

59

pak..sehingga hal ini menghambat kami untuk melakukan promosi

kesehatan kepada masyarakat”(informan 1).

Pendapat lain juga disampaikan oleh Petugas penyuluh kesehatan masyarakat

tentang sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala melalui hasil wawancara

berikut :

“Terkait sarana promosi kesehatan pak setahu kami masih kurang lengkap. Kami sering mengalami hambatan dalam melaksanakan

penyuluhan kepada masyarakat dimana alat-alat peraga untuk

promosi kesehatan tidak ada pak..kita taukan pak kalau masyarakat

itu lebih cepat mengerti kalau memberikan penyuluhan itu lebih

efektif menggunakan alat peraga atau poster-poster semacam itulah

pak..untuk itu kami sebenarnya mengharapkan sekali pak agar

diberikan saran juga kepada Dinas Kesehatan untuk memperhatikan

hal ini di Puskesmas”(iforman 5).

Sementara menurut petugas kesehatan lingkungan terkait sarana promosi

kesehatan di Puskesmas Kuala dapat dirangkum dari hasil wawancara sebagai

berikut :

“Menurut kami sebagi petugas kesehatan lingkungan pak..bahwa sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala ini tidak memberikan

dukungan berarti bagi tugas-tugas kami terutama bila memantau

tempat-tempat umum yang lingkungannya tidak bersih. Kan bisa

saja sebenarnya pak kami sekaligus memberikan penyuluhan atau

promosi kesehatan kepada masyarakat terutama yang

lingkungannya kurang bersih. Bisa juga kami menempelkan poster-

poster yang mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihan

lingkungan. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan pak karena

sarana promosi kesehatan dari Puskesmas belum diberikan kepada

kami. Alasan dari petugas promosi kesehatan katanya sarana

promosi kesehatan memang tidak tersedia di Puskesmas. Jadi

menurut kami pak sarana promosi kesehatan sangat penting sekali

untuk dilengkapi di Puskesmas agar masyarakat bisa mengerti

manfaat menjaga kebersihan lingkungan dan dampaknya bagi

kesehatan mereka”(informan 4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

60

Tanggapan masyarakat tentang sarana promosi kesehatan di Puksesmas Kuala

dapat diketahui dari hasil wawancara sebagai berikut :

“Ia pak..kami bisa memberikan jawaban berdasarkan pengalaman

kami ya pak..seperti setiap kami diundang untuk mengikuti kegiatan

penyuluhan dari Puskesmas atau bidan desa mereka lebih banyak

berceramah pak dan hanya diskusi saja. Tapi jujur saja ya pak..kami

itu terkadang kurang paham apa yang mereka sampaikan karena

tidak bisa kami melihat seperti apa?? contohnya kan pak bagaimana

membuat larutan gula garam untuk diare..ada lagi memasak bahan

makanan untuk balita yang diare jadi kamipun tidak paham kali pak.

Jadi kami sarankan bagaimana petugas kesehatan itu pak bisa

menggunakan alat peraga apabila melakukan penyuluhan kepada

kami”(informan 7).

Dari keterangan wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa sarana promosi

kesehatan di Puskesmas Kuala masih sangat terbatas. Sehingga hal ini

mempengaruhi tugas-tugas dari petugas penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas

kesehatan lingkungan untuk menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat.

Demikian hasil wawancara dengan masyarakat juga yang menyatakan bahwa

penyuluhan kesehatan tidak bermanfaat apabila petugas tidak menggunakan media

atau alat peraga untuk penyuuhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

61

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Analisis Implementasi Program Promosi Kesehatan di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen tahun 2016

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014 tentang

Puskesmas bahwa terdapat dua fungsi Puskesmas yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat

(UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Upaya kesehatan masyarakat

adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,

kelompok, dan masyarakat melalui upaya-upaya promosi kesehatan.

Program promosi kesehatan termasuk dalam UKM dan sebagai ujung tombak

pelayanan Puskesmas kepada masyarakat. Puskesmas dituntut untuk meningkatkan

kinerja sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

No.1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di

Daerah. Dalam peraturan menteri kesehatan tersebut memberikan pengertian promosi

kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui

pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong

diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai

sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Sementara menurut Syafrudin (2009), yang dimaksud dengan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan adalah suatu kegiatan dan atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

62

pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan

memulihkan kesehatan perseorangan.

Penyakit diare di Puskesmas Kuala merupakan masalah kesehatan yang

sering dihadapi. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2015 menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita diare pada anak balita diwilayah

Puskesmas Kuala sebanyak 445 kasus. Puskesmas Kuala telah melaksanakan upaya-

upaya pencegahan diare melalui kegiatan promosi kesehatan dan pemberian bantuan

kesehatan baik di Puskesmas, pustu dan poskesdes.

Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa Puskesmas Kuala

telah melaksanakan program promosi kesehatan baik di Puskesmas maupun diluar

Puskesmas atau desa-desa. Bentuk kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan juga melakukan kegiatan yang

melibatkan peran serta masyarakat seperti melakukan kebersihan lingkungan dan

perbaikan jamban dirumah penduduk.

Sebagian informan masyarakat yang jarang mengikuti kegiatan dilingkungan

menyatakan bahwa mereka belum pernah menerima penyuluhan dan kegiatan lain

yang berkaitan dengan promosi pencegahan diare. Sebagian besar informan yang

sering mengikuti kegiatan di lingkungan menyatakan bahwa mereka pernah

menerima kegiatan terkait pencegahan diare. Masyarakat sudah menerima kegiatan

terkait promosi diare yaitu penyediaan sarana air bersih dan jamban. Diketahui bahwa

kegiatan ceramah dan konseling dilakukan di Posyandu sesuai permintaan warga dan

bukan merupakan kegiatan yang sudah terprogram.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

63

Promosi kesehatan untuk mengendalikan kejadian diare perlu dilakukan

karena terdapat berbagai macam tanggapan dan penerimaan yang berbeda di

masyarakat. Beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan, sosial

budaya, dan ekonomi menyebabkan terjadinya bermacam pengertian, sikap dan

tanggapan dan penerimaan masyarakat terhadap diare, kepadatan penduduk yang

tinggi, higiene dan yang buruk mempertinggi kejadian diare. Faktor-faktor tersebut

mempermudah penyebaran atau penularan infeksi.

Hasil wawancara dengan petugas KIA dan penyuluh kesehatan masyarakat

menyatakan bahwa masyarakat diwilayah Puskesmas Kuala memiliki kesadaran yang

masih rendah untuk menjaga kebersihan lingkungan guna mencegah terjadinya

penyakit menular seperti diare. Dari observasi lapangan diketahui bahwa sampah-

sampah dan hasil limbah masyarakat masih berada disekitar lingkungan rumah

penduduk sehingga menciptakan lingkungan kotor terutama bagi anak balita dan bayi

yang tinggal disekitarnya.

Menurut Bustami (2011), bahwa program kesehatan akan menjadi bermutu

jika dikelola dan diarahkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur kerja yang berlaku

dengan maksud pelayanan kesehatan akan menjadi lebih mudah untuk diterima oleh

masyarakat dengan baik. pengendalian penyakit diare dapat dilakukan dengan

pemeliharaan sanitasi lingkungan dan promosi kesehatan. Salah satu usaha untuk

mengendalikan penyakit diare adalah dengan melakukan promosi kesehatan yaitu

segala usaha yang dilakukan yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan

kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan dapat berupa pendidikan, perubahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

64

lingkungan yang mendukung peningkatan kesehatan, legislasi, ataupun perubahan

pada norma-norma sosial.

Masalah lain yang timbul diwilayah Puskesmas Kuala adalah kebiasaan ibu

balita yang tidak membiasakan anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan.

Sarana air bersih yang tersedia di rumah penduduk memiliki kualitas yang masih

rendah dan terkontaminasi oleh kotoran dari luar. Demikian pula halnya kebiasaan

ibu-ibu balita yang membiasakan anaknya membuang tinja sembarangan tempat.

Tentunya hal ini akan mendorong penyebaran bakteri yang masuk kedalam tubuh

balita. Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukan oleh

Bozkurt (2003), dimana orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan

sebelum merawat anak, maka anak mempunyai resiko lebih besar terkena diare.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Auli dkk, (1994) di Sumatera Selatan,

kebiasaan ibu membuang tinja anak ditempat terbuka merupakan factor resiko yang

besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja

anak anak dijamban.

Menurut Soekidjo (2007), untuk mencegah atau sekurang-kurangnya

mengurangi kontaminasi kotoran manusia terhadap lingkungan maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran

manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Kesadaran masyarakat

dalam menjaga kebersihan lingkungan dinilai masih rendah, Dari hasil wawancara

dengan kader diketahui bahwa pengelolaan sampah tidak terkelola dengan baik,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

65

masyarakat masih ada yang buang sampah sembarangan ke sungai, ke parit dan di

pekarangan rumah.

Sementara menurut Andrianto (1995), untuk mencegah terjadinya diare maka

air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi.

Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh

meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan

pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih dan untuk

minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat

yang tidak mendapatkan air bersih.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemahaman masyarakat tentang

diare di Puskesmas Kuala masih kurang tepat. Terdapat beberapa persepsi yang tidak

tepat. Pemahaman dan persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan

informasi yang diterima. Selama ini kegiatan penyuluhan lebih ditekankan pada

penanganan diare dari pada usaha pencegahan dan pengertian diare itu sendiri.

Masyarakat kurang dapat menghubungkan antara diare dengan lingkungan

sehinggamasyarakat tidak melakukan tindakan pencegahan.

Untuk itu perlu dilakukan promosi kesehatan yang bertujuan untuk

memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh lingkungan terhadap

pencegahan diare. Dengan informasi yang diberikan diharapkan masyarakat

mengetahui hubungan antara lingkungan dengan diare sehingga diharapkan akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

66

melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan. Pengetahuan merupakan faktor

yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan

5.2. Analisis Pelaksanaan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kuala

Kabupaten Bireuen tahun 2016

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang

terakhir dari proses manajemen penanggulan diare di Puskesmas. Melalui fungsi

pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam

bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil

yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau

penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat

dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi

pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih

diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih

diefektifkan (Muninjaya, 2004).

Diare merupakan salah satu penyakit utama yang banyak terdapat di negara

berkembang, menyerang masyarakat terutama terhadap anak dibawah usia 5 tahun.

Diare dapat terjadi karena berbagai sebab, penularannya melalui makanan dan

minuman yang tercemar oleh kuman penyebab. Salah satu penyebab terjadinya diare

adalah karena peradangan usus, kolera, disentri, bakteri, virus dan sebagainya. Sebab

lain karena kekurangan gizi, seperti kemungkinan kurang dan juga dapat disebabkan

karena keracunan makanan maupun minuman (Depkes RI,1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

67

Mengingat begitu beratnya dampak yang dapat ditimbulkan diare, maka Dinas

Kesehatan Kabupaten Bireuen mempunyai dasar kebijakan dalam penanggulangan

diare yang diatur dalam Manajemen Terpadu Balitas Sakit (MTBS). MTBS adalah

suatu program yang dilakukan dalam rangka menekan kejadian penyakit yang

diderita balita khususnya diare yang dahulu dikenal dengan pojok oralit. Kegiatan

yang dilakukan dalam pelayanan MTBS di Puskesmas Kuala meliputi : pemeriksaan

langsung kepada pasien, penanganan dini atau pengobatan, konseling sekaligus

penyuluhan.

Tidak berjalannya Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

Kuala mengakibatkan Pelaksanaan tatalaksana diare yang standar di sarana kesehatan

melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE) tidak berjalan dengan

maksimal. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengawasan kepala puskesmas dan

Dinas Kesehatan yang belum maksimal. Pengawasan dan pembinaan perlu

ditingkatkan agar pelaksanaan program promosi kesehatan tentang diare dapat

berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Salah satu kegiatan pokok Puskesmas Kuala dalam upaya penanggulangan

diare adalah mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit diare,

melaporkan kasus penyakit diare, menyelidiki dilapangan untuk melihat benar atau

tidaknya laporan yang masuk untuk menemukan kasus-kasus baru baru, dan untuk

mengetahui sumber-sumber penularan tindakan sesegera mungkin untuk mencegah

perkembangan penyakit secara luas, mengobati penderita sehingga tidak lagi menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

68

sumber penularan penyakit, pemberian imunisasi, pemberantasan vektor serta

memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

Dari hasil wawancara dengan informan Kepala Puskesmas Kuala yang

menyatakan bahwa program penanggulangan diare diwilayah kecamatan Kuala

dilakukan dengan pengobatan kepada pasien namun lebih menekankan pada

pendekatan promosi kesehatan melalui pendidikan atau penyuluhan kesehatan yang

disampaikan secara rutin kepada masyarakat. Setiap unit kerja yang ada di Puskesmas

Kuala memiliki program promosi kesehatan. Seperti unit kerja kesehatan ibu dan

anak yang memiliki program pendidikan kesehatan tentang pencegahan diare kepada

ibu-ibu hamil dan yang mempunyai anak balita, demikian juga dengan unit kerja

kesehatan lingkungan yang memiliki program pemeriksaan tempat-tempat umum

sekaligus menyampaikan informasi kesehatan tentang penularan diare melalui

lingkungan yang tidak bersih. Hal serupa juga dilakukan unit kerja lain yang ada di

Puskesmas dan seluruh bidan desa yang masing-masing wajib memiliki program

promosi kesehatan kepada masyarakat. Apabila ditemukan penderita diare dengan

kasus yang berat dan tidak ditangani di Puskesmas Kuala maka akan segera dirujuk

ke Rumah Sakit Umum Daerah.

Penanggulangan diare di Puskesmas Kuala juga melibatkan aparat pemerintah

kecamatan maupun desa, dimana hal ini menjadi bahan diskusi dalam setiap

pertemuan dengan pemerintah kecamatan yang dihadiri oleh masyarakat. Program

yang melibatkan aparat pemerintah dan masyarakat meliputi melakukan gotong

royong bersama, membantu melaporkan jika adanya penderita diare, menyampaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

69

pesan-pesan pencegahan diare dalam setiap pertemuan yang dilaksanakan baik

ditingkat kecamatan maupun ditingkat desa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan

Azwar (2012) bahwa pendekatan bersifat persuasif dapat diperkaya dengan pesan-

pesan yang membangkitkan emosi yang kuat dalam diri seseorang khususnya untuk

merubah opini atau keyakinan masyarakat. Apalagi bila pesan berisi rekomendasi

mengenai bagaimana perubahan sikap dapat mencegah konsekuensi negatif dari

pesan yang berkaitan dengan penyakit diare. Cara ini sangat efektif untuk perilaku

yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat dipahami apabila pesan mengenai

pencegahan dan penanganan diare akan dapat diterima masyarakat.

Menurut Notoadmodjo (2012), yang mengutip pendapat Hopkins, definisi

advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-

macam bentuk komunikasi persuasif. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau

proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari

pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi

diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam

bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain sejenis.

Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang

tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996),

manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

70

pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya,

mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan

untuk menentukan pilihan hidupnya.

Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masayrakat

merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Pemberdayaan kesehatan di

bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat

merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan

(empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan

agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2005), dalam dimensi kesehatan, pemberdayaan

merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat (dengan atau tampa campur

tangan pihak luar) untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya

yang secara langsung maupun tidak lansung berpengaruh dalm kesehatan masyarakat.

Unit pelaksana Pencegahan Penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Kuala

merupakan unit yang diberikan tanggungjawab dalam melaksanakan pembinaan dan

pengendalian penyelenggaraan upaya pemberantasan penyakit dalam rangka

menurunkan kasus diare. Adapun petugas pelaksana P2M yang menanggulangi diare

di Puskesmas Kuala meliputi Kepala Puskesmas selaku penanggungjawab pelayanan

kesehatan, pelaksana P2D Puskesmas selaku penanggungjawab program dan perawat

ataupun bidan/bidan desa selaku petugas yang menangani langsung pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

71

Berdasarkan wawancara dengan informan diketahui bahwa tugas pokok yang

penyuluh kesehatan masyarakat dalam menanggulangi diare di Puskesmas Kuala

antara lain :

1. Melakukan analisis situasi atau masalah dengan cara pengumpulan data penyakit

diare dan pengolahan data penyakit diare, sehingga dapat diketahui data dasar

penyakit diare meliputi jumlah kasus diare, daerah sebaran kasus diare, waktu

terjadinya kasus, sasaran yang terkena penyakit diare.

2. Analisis permasalahan yang ada dengan cara analisis data penyakit diare,

penyajian data penyakit diare dan interpretasi data penyakit diare sehingga dapat

diketahui masalah diare.

Dari hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa penanggulangan

diare di Puskesmas Kuala dianggap masih rendah. Salah satu ibu balita yang

menyatakan bahwa pihak Puskesmas memang pernah memberikan bantuan berupa

larutan oralit kepada anaknya namun jumlahnya dibatasi sementara anaknya masih

membutuhkan larutan oralit atau masih sakit. Setelah hal ini dipertanyakan, pihak

Puskesmas menyampaikan bahwa persediaan larutan oralit di Puskesmas masih

terbatas. Demikian halnya dengan informan lain yang mengeluhkan pelayanan oleh

bidan desa yang tidak berada ditempat sehingga sulit bagi ibu balita meminta

pertolongan apabila anaknya diare.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

72

Menurut informan bahwa hal-hal yang mengurangi keberhasilan promosi

kesehatan di Puskesmas Kuala adalah kegiatan promosi kesehatan untuk

penanggulangan diare selama ini per bagian, yaitu kegiatan dilakukan oleh setiap

penanggung jawab program secara terpisah. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan

sesuai program masing-masing bagian seperti kegiatan peningkatan kualitas air oleh

bagian kesehatan lingkungan, konseling untuk pemberian ASI oleh bagian kesehatan

ibu dan anak serta kegiatan PHBS oleh bagian penyuluhan masyarakat. Kegiatan

yang dilakukan lebih menitikberatkan pada pendidikan kesehatan, sementara

perubahan lingkungan yang mendukung kesehatan, perubahan norma-norma social

maupun usaha legislasi kurang mendapat perhatian.

Selain kegiatan promosi kesehatan yang tidak terpadu, faktor lain yang dapat

mempengaruhi keberhasilan promosi kesehatan di Puskesmas Kuala adalah faktor

perencanaan. Selama ini kegiatan promosi kesehatan sebagian dilaksanakan pada

saat munculnya kasus, bukan kegiatan yang sudah terprogram sebelumnya.

Dari hasi pembahasan penelitian tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa program penanggulangan diare melalui pendekatan promosi kesehatan di

Puskesmas Kuala masih belum berjalan efektif dan manfaat bagi masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

73

5.3. Analisis Sarana Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan Diare di

Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen tahun 2016.

Sarana promosi kesehatan merupakan media yang digunakan untuk

menyampaikan pesan kepada sasaran sehingga mudah dimengerti oleh sasaran atau

pihak yang dituju. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk

menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik

itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat

meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke

arah positif terhadap kesehatannya (Notoatmodjo, 2012). Media pendidikan

kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan

memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Prinsip pembuatan

media bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap

melalui panca indera.

Promosi kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses

pemberdayaan masyarakat, yaitu memperoleh pembelajaran dari, oleh dan bersama

masyarakat sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat, agar masyarakat dapat

menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Promosi kesehatan tidak lepas dari

media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan

dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut dan sasaran dapat

memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang positif. Metode penyampaian

pesan dan informasi dalam promkes diantaranya adalah metode audio visual (lihat-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

74

dengar) dan metode cetak (buku saku) yang masing-masing metode memiliki

kelebihan dan kekurangan.

Hasil wawancara dengan informan Kepala Puskesmas Kuala menyatakan

bahwa sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih sangat terbatas sehingga

upaya penanggulangan diare melalui promosi kesehatan menjadi terhambat. Hal

serupa juga diungkapkan oleh para bidan desa dan kader posyandu, dimana mereka

kesulitan menyampaikan maksud dan tujuan materi penyuluhan terutama untuk

mencegah penyakit diare khususnya kepada balita.

Hal ini juga dikeluhkan oleh ibu-ibu balita yang mendengar penyuluhan

kesehatan yang disampaikan petugas Puskesmas Kuala di Posyandu, dimana mereka

kurang memahami isi penyuluhan yang disampaikan karena tidak bisa dipraktikan

sehingga terkesan jenuh dan membosankan.

Pelaksanaan kegiatan promosi yang diinginkan informan ibu-ibu balita

diwilayah Puskesmas Kuala adalah kegiatan yang dilakukan secara teratur setiap

bulan dan dilakukan bersamaan dengan kegiatan lain. Sumber informasi yang

diinginkan adalah petugas kesehatan. Informan juga menyatakan bahwa siapapun

petugas kesehatan dapat memberikan promosi kesehatan sepanjang petugas kesehatan

tersebutmampu danmenguasai permasalahan. Informan menyatakan bahwa bahasa

pengantar yang disukai adalah bahasa Indonesia dengan gaya bahasa yang digunakan

sehari-hari yaitu bercampur dengan bahasa Aceh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

75

Menurut sebagian besar informan bahasa Indonesia lebih mudah dipahami dan

lebih luas pemakaiannya. Sebagian besar informan menyatakan materi promosi yang

diinginkan adalah mengenai penanganan diare. Namun demikian terdapat juga

sebagian informan yang menginginkan materi mengenai pencegahan dan

pengetahuan tentang diare secara menyeluruh.

Sebagian besar informan ibu-ibu balita menyatakan bahwa mereka

mendapatkan informasi kesehatan dari petugas kesehatan dan kader. Informasi yang

diperoleh dari petugas kesehatan biasanya didapat melalui penyuluhan di posyandu

dan konseling. Sebagian masyarakat yang lain menyatakan bahwa

merekamendapatkan informasi kesehatan dari tokoh masyarakat dan tetangga.

Media informasi yang sering dipergunakan informan untuk mendapatkan

informasi tentang kesehatan adalah dalam bentuk spanduk dan pengumuman yang

ditempelkan ditempat atau balai pertemuan warga. Sebagian juga informan

mempergunakan televisi sebagai sarana untuk memperoleh informasi mengenai

kesehatan secara umum tidak hanya terbatas pada diare saja.

Hasil wawancara dengan penanggungjawab KIA di Puskesmas Kuala

menyatakan bahwa media promosi kesehatan yang digunakan untuk ibu-ibu hamil

dan ibu yang memiliki anak balita sangat terbatas. Hal ini sudah beberapa kali

diusulkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar sarana untuk promosi

kesehatan dilengkapi sehingga tidak menghambat tugas-tugas tenaga kesehatan di

Puskesmas dalam menyampaikan penyuluhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

76

Menurut Notoatmodjo (2005), pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

sesorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu

rangsangan yang diperoleh. Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya

perbedaan dalam interpretasi. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, harus

tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau

keluarganya.

Hasil wawancara dengan petugas penyuluh kesehatan masyarakat di

Puskesmas Kuala menyatakan bahwa kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan

oleh petugas kesehatan hanya sebatas rutinitas saja tanpa memperhatikan pemahaman

masyarakat tentang isi penyuluhan yang disampaikan. Hal ini juga sejalan dengan

pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat yang beranggapan bahwa diare bukan

penyakit menular karena menurut masyarakat penularan penyakit hanya dapat terjadi

melalui udara dan kontak langsung saja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan

bahwa sebagian besar penularan diare adalah melalui penularan oral-fekal.

Pemahaman masyarakat bahwa diare tidak menular ini sesuai dengan

penelitian yang menyatakan bahwa masyarakat menganggap bahwa diare terjadi

karena salah makan dan anak sedang bertumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan

bahwa perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman dan interaksi manusia

yang terwujud dalam bentuk sikap, pengetahuan dan tindakan. Pemahaman

masyarakat tentang penyakit diare sebagai hal biasa dan dapat ditangani sendiri

mempengaruhi tindakan yang diambil apabila terjadi diare. Masyarakat umumnya

menunggu sampai 3 hari sebelum membawa anak berobat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

77

Penanganan sendiri yang dilakukan berupa pemberian cairan rehidrasi oral

dan pemberian obat tradisional. Pengetahuan masyarakat mengenai penanganan

pertama diare sudah cukup baik dibandingkan dengan pengetahuan tentang

pencegahan diare. Namun masyarakat kurang dapat menghubungkan antara diare

dengan lingkungan sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan pencegahan.

Untuk itu Puskesmas Kuala perlu melakukan promosi kesehatan

menggunakan media yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat

tentang pengaruh lingkungan terhadap pencegahan diare. Dengan informasi yang

diberikan diharapkan masyarakat mengetahui hubungan antara lingkungan dengan

diare sehingga diharapkan akan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan.

Hasil observasi yang dilakukan ke Puskesmas Kuala diketahui bahwa sarana

promosi kesehatan yang ada di Puskesmas Kuala masih minim. Media promosi yang

paling banyak jumlahnya dalam bentuk poster-poster yang ditempelkan ke dinding

gedung Puskesmas dimana hal ini dianggap kurang efektif karena tidak dapat dilihat

ataupun dibaca oleh masyarakat. Demikian juga alat peraga promosi kesehatan

khusus untuk penanggulangan diare di Puskesmas Kuala tidak tersedia.

Maka berdasarkan dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa sarana

promosi kesehatan di Puskesmas Kuala masih terbatas dan tidak memberikan

dukungan kepada petugas kesehatan melakukan kegiatan penyuluhan kepada

masyarakat. Demikian pula halnya dengan manfaat penyuluhan yang diterima oleh

masyarakat yang masih belum meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat

tentang penyebab diare dan langkah-langkah pencegahannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

78

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat dibuat

kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :

1. Implementasi program promosi kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten

Bireuen dilaksanakan dengan mengintegrasikan pokok-pokok kegiatannya di

dalam program unit pelayanan di Puskesmas melalui pelayanan pada unit KIA,

unit P2P, unit Kesga gizi, unit Pemberdayaan Serta Masyarakat (PSM).

2. Penanggulangan kasus diare diwilayah Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen

dilaksanakan melalui pendekatan promosi kesehatan dan melibatkan pemerintah

daerah dan peran serta masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

3. Sarana promosi kesehatan di Puskesmas Kuala Kabupaten Bireuen masih sangat

minim dan terbatas khususnya media untuk penanggulan diare. Akibatnya

pemahaman masyarakat tentang diare masih sangat kurang, disebabkan karena

metode penyuluhan yang digunakan petugas tidak efektif.

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

79

6.2.Saran

Dari kesimpulan penelitian di atas maka dapat diberikan saran penelitian

sebagai berikut :

1. Diharapkan agar Puskesmas Bireuen dapat merencanakan program promosi

kesehatan dengan berkoordinasi antar unit program sehingga tidak terjadi

perencanaan ganda.

2. Meningkatkan kerjasama lintas program dan sektoral untuk menanggulangi

penyakit diare diwilayah Pukesmas Kuala serta serta memberdayakan semua

tenaga kesehatan untuk aktif menyampaikan laporan kejadian diare diwilatah

Kecamatan Kuala.

3. Diharapkan petugas kesehatan menggunakan media promosi kesehatan yang bisa

meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga dapat menghilangkan berbagai

anggapan yang kurang tepat mengenai diare. Materi promosi pencegahan diare

sebaiknya mencakup pengaruh lingkungan dan pemberian air susu ibu terhadap

terjadinya diare dengan proses perencanaan kegiatan yang dilakukan secara

terpadu dengan program-program yang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

80

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, P.1995. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut, Edisi II, 21-32,

EGC, Jakarta.

Bozkurt, 2004. Effect of Dietary Concentration Meat and Bone Meal on Broiler

Chickens Performance. International Journal of Poultry Science, 3 (11):

719-723.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif : Jakarta, Prenada Media Group

Bustami. 2011. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dan akseptabilitas. Jakarta:

Erlangga.

BPS, 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bireuen Tahun 2015. Bireuen.

Depkes RI, .2005/ Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004. Jakarta .

__________, 2005. Pedoman Pro. mosi Kesehatan di Daerah. dan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/Menkes/SK/II/2005. Jakarta

__________,2005. Profil Promosi Kesehatan Pusat Promosi Kesehatan, Jakarta.

__________,2006. Buku Saku Promosi Kesehatan. Jakarta .

__________,,2006, Rumah Tangga Sehat dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

__________,2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi

Kesehatan di Puskesmas. Jakarta,

__________, 2007. Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas.

Kepmenkes No 585/ Menkes/ SK/ 2007. Jakarta.

__________,2007. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Dinkes Prov Aceh, 2014. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2014.

__________________, 2015. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2015

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

81

Ewles, L., Simnett, I.1994, Promosi Kesehatan, Edisi Kedua, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Pers.

Gibson, R. 1990. Principle of Nutrition Assesment. New York: Oxford Universitty

Press

Haryoto, K., (1983) Kesehatan Lingkungan, Depkes RI., Jakarta, 10-12.

Howard, G., & Bartram J. 2003, Domestic Water Quantity, Service Level and Health.

Web site; http://www.who.int/water sanitation_health/document.pdf..

Kemenkes RI,2010. Undang-Undang RI no 36 tahun 2010 tentang kesehatan.

____________, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas DIare Lima Langkah

Tuntaskan Diare. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Jakarta.

____________,2013. Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS 2013), Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,

Jakarta.

____________, 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Machfoedz, I., Surayani, E., Sutrisno, Santosa, S. 2005, Pendidikan Kesehatan bagian

dari Promosi Kesehatan, Yogyakarta: Penerbit Fitramaya

Maulana, Heri. 2009. Promosi Kesehatan. EGC Kedokteran. Jakarta.

Mc.Kenzie J.F., Pinger R.R., Kotecki J.E.2007. Kesehatan Masyarakat Suatu

Pengantar, EGC, Jakarta.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta.

Notoatmodjo,S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta, Jakarta.

____________. 2012. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta

Price,S.A,2010.Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.EGC:Jakarta

Rahmawati, Elfi.2008. Analisis Kebutuhan Program Promosi Pencegahan Diare Pada

Anak Berusia Di Bawah Dua Tahun. Berita Kedokteran Masyarakat,

Vol. 24, No. 3, September 2008 Hal 111-118.. UGM Yogyakarta..

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

82

Sanropie, Djasio, dkk. 1984. Buku Pedoman Studi Penyediaan Air Bersih. Akademi

Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi. Pusdiknakes : Jakarta.

Sodikin, 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.

Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi

Pertama. Salemba Medika, Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Bandung: Alfabeta.

Suharyono, 2008. Diare Akut, Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Tangka, Jon W.2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada

Anak Balita di Puskesmas Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow

Utara. JUIPERDO, VOL 3, N0. 2 September 2014 Hal 10-18. Poltekkes

Kemenkes Manado.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidimiologi, Penularan, Pencegahan Dan

Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

86

FOTO KEGIATAN PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

Wawancara dengan Kepala Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

Wawancara dengan KTU Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

87

Wawancara dengan Dokter Poli Anak Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

Wawancara dengan Penanggungjawab Kesling Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

88

Wawancara dengan Petugas MTBS Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

Wawancara dengan Penyuluh Kesehatan Masyarakat Puskesmas Kuala

Kab. Bireuen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN …

89

Wawancara dengan Penaggungjawab KIA Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

Wawancara dengan Kepala Pustu Puskesmas Kuala Kab. Bireuen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA