analisis flypaper effect dana alokasi umum …eprints.undip.ac.id/27626/1/pdf_jurnal_1.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU),
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN KINERJA SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH (SKPD)
(STUDI PADA KOTA DAN KABUPATEN SEMARANG)
Indhi Hastuti
Program Studi Akuntansi, FE Universitas Diponegoro
Dosen Pembimbing:
Dr. H. Abdul Rohman, Msi., Akt
ABSTRACT
The aims for this study is to examine the influences of Flypaper Effect that contained
in the Performance of Regional Work Units (SKPD). This research refers to the previous
research by Haryo Kuncoro (2007). The object of this research is the Performance of
Regional Work Units (SKPD) of Semarang City and Country.
This research was using a purposive sampling method. The data used are secondary
data, obtained from the Financial Report of the Performance of Regional Work Units (SKPD)
of Semarang City and Country from 2007 until 2009.
The results of this study indicated that the General Allocation Fund (DAU) has a
relation on the Efficiency of Performance of Regional Work Units (SKPD), while the Real
Income (PAD) has no relation effect on the Efficiency of Performance of Regional Work
Units (SKPD), and the compare about Real income (PAD) with General Allocation Fund
(DAU)has a relation on the Efficiency of Performance of Regional Work Units (SKPD). If
seen further enhances the performance dependence of regional work units (SKPD) is more
dominant on the DAU than PAD.
Keywords : General Allocation Fund (DAU), Regional Income (PAD), Performance of
Regional Woork Units (SKPD), The Efficiency of Performance of Regional
Woork Units (SKPD).
2
PENDAHULUAN
Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia, khususnya di Kota Semarang
semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Salah satu Ketetapan MPR yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998
tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” (Mardiasmo, 2002) merupakan
landasan hukum bagi dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999
yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya
kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33
Tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Kebijakan ini merupakan
tantangan dan peluang bagi Pemerintah daerah (Pemda) dikarenakan Pemerintah daerah
memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien
dan efektif.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan
pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana
Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana
perimbangan tersebut, pemerintah daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa
Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan
penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Seharusnya dana
transfer dari pemerintah pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan
penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel
(Maimunah, 2006).
Dominannya peran transfer relatif terhadap PAD dalam membiayai belanja
pemerintah daerah sebenarnya tidak memberikan panduan yang baik bagi governansi
(governance) terhadap aliran transfer itu sendiri. Bukti-bukti empiris secara internasional
menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan pada transfer ternyata berhubungan negatif
3
dengan hasil governansinya (Mello dan Barenstrein, 2001). Hal ini berarti pemerintah daerah
akan lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri
daripada uang “hadiah” yang diterima dari pemerintah pusat. Pada praktiknya, transfer dari
Pempus merupakan sumber dana utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-
hari, yang oleh Pemda “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah
untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah
dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak
dalam Sidik et al, 2002).
Pembiayaan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi di lakukan
atas beban APBD. Dalam rangka penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk
memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya alam. Sumber dana bagi daerah terdiri
dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman
Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh
pemerintah daerah melalui APBD, sedangkan yang lain dikelola oleh pemerintah pusat
melalui kerja sama dengan pemerintah daerah (Halim, 2009).
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk
daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan
ketimpangan antar daerah. Peranan Dana Alokasi Umum terletak pada kemampuannya untuk
menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan kebutuhan nyata
dari masing-masing daerah (UU No.33 Tahun 2004).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
hendaknya didukung upaya pemerintah daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik
(Mardiasmo, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang
memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung
memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu
terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya
karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki
PAD yang rendah.
4
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang diajukan adalah:
(1) Apakah terjadi fenomena Flypaper Effect pada Kota dan Kabupaten Semarang dalam
Laporan Keuangan Kota dan Kabupaten Semarang? (2) Apakah Dana Alokasi Umum (DAU)
mempunyai hubungan dengan efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten Semarang? (3) Apakah
terdapat hubungan antara perbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi
Umum (DAU) dengan efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten Semarang? (4) Apakah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai hubungan dengan efisiensi kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam
menyusun keuangan daerah setelah adanya otonomi daerah. (2) Menganalisis kinerja
pemerintah daerah dalam menyikapi terjadinya Flypaper Effect. (3) Menganalisis sikap
pemerintah daerah dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap transparansi
keuangan pemerintah daerah.
Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah (1) Penelitian ini
berguna karena peneliti dapat mengetahui bahwa baik dalam anggaran dan realisasi anggaran
terdapat sebuah perbedaan yang terjadi dalam penyusunan keuangan pemerintah daerah. (2)
Penelitian ini berguna bagi dunia pendidikan khususnya Mahasisiwa Akuntansi untuk
memberi kontribusi teori sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti
lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. (3) Penelitian ini diharapkan untuk dapat
memberikan masukan baik bagi Pemerintah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang
akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN dan
APBD, serta UU dan PP yang menyertainya.
5
TELAAH TEORI
Anggaran Daerah dalam kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah maka
pemerintah daerah membutuhkan anggaran yang selalu kita kenal dengan nama Aggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sedangkan yang Keuangan Daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut (warsito dkk, 2008).
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memuka
peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai
dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Dengan berlakunya kedua UU tersebut di
atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas
pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara efektif dan efisien, khususnya dalam upaya
peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Hal tersebut dapat
dipenuhi dengan menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-
SKPD) seperti yang diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) yaitu SKPD selaku pengguna anggaran menyususn rencana
kerja dan anggaran berdasarkan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai
(warsito dkk, 2008).
Hubungan DAU dalam Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja
daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang
hubungan diuji secara empiris (Chang & Ho, 2002, dalam Kesit Bambang Prakosa, 2004).
Tetapi, dalam sebagian studi yang telah dilakukan menyatakan bahwa pendapatan
mempengaruhi belanja. Sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanja tidak
mempengaruhi pendapatan. Gamkhar dan Oates (1996) menyatakan bahwa pengurangan
jumlah transfer (cut in the federal grants) menyebabkan penurunan dalam pengeluaran
6
daerah. DAU ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin
banyak DAU yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap
Pemerintah pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belum
mandiri, dan begitu juga sebaliknya.
Secara teoritis respon tersebut akan mempunyai efek distributif alokatif yang tidak
berbeda dengan sumber pendanaan lain, misalnya pendapatan pajak daerah ( Bradford &
Oates, 1971, dalam Kesit Bambang Prakosa, 2004). Namun dalam studi empiris hal tersebut
tidak selalu terjadi. Artinya stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh
transfer atau grants tersebut sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan
(pajak) daerah sendiri (Flypaper Effect). Holtz-Eakin, et al (1985, dalam Kesit Bambang
Prakosa, 2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari
pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah.
Hubungan PAD dalam Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
PAD dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam
memenuhi belanjanya. Dan PAD ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu
daerah. Semakin banyak PAD yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk
memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat, yang
berarti ini menunjukan bahwa pemerintah daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan
begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan
dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi
sebelum perubahan pengeluaran. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah
kabupaten dan kota di Semarang perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak
positif terhadap peningkatan perekonomian regional.
Flypaper Effect dalam Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Pengaruh transfer pada kinerja fiskal pemerintah daerah dapat dijelaskan dari teori perilaku
konsumen. Wilde (1968) mempelopori analisis transfer ke dalam format kendala anggaran
dan kurva indiferensiasi. Transfer bersyarat (conditional grants) berpengaruh pada konsumsi
barang privat melalui efek harga. Bantuan bersyarat, misalnya transfer penyeimbang tidak
terbatas (open-ended matching grants), akan menurunkan harga barang publik. Dalam
konteks ini, pemerintah memberikan subsidi untuk setiap unit barang publik. Pengaruh
7
transfer bersyarat pada konsumsi barang privat tergantung pada sensitivitas silangnya. Jika,
harga barang publik yang lebih rendah akan meningkatkan konsumsi barang privat apabila
pemerintah daerah telah menurunkan tarif pajak. Dengan adanya hal tersebut, maka kenaikan
transfer sebagian berakibat pada kenaikan konsumsi barang publik dan sebagian lagi pada
konsumsi barang privat secara tidak langsung melalui penurunan tarif pajak.
Dalam hal bantuan tak bersyarat (unconditional grants), oleh Borcherding dan
Deacon (1972), dan Bergstrom dan Goodman (1973) mengatakan bahwa barang publik
diasumsikan sebagai barang normal. Dengan sifatnya yang tak bersyarat, tekanan fiskal pada
basis pajak lokal akan menurun yang kemudian menyebabkan penerimaan pajak juga
mengalami penurunan, sementara pengeluaran konsumsi barang publik tetap meningkat. Ini
berarti transfer akan mengurangi beban pajak masyarakat sehingga pemerintah daerah tidak
perlu menaikkan pajak guna membiayai penyediaan barang publik. Dalam hal ini, banyak
ekonom yang mengamati pemunculan anomali (Gramlich, 1977; Courant, Gramlich, dan
Rubinfeld, 1979). Para peneliti tersebut menemukan keseimbangan masyarakat setelah
menerima transfer yang menunjukkan kenaikan penerimaan pajak daerah dan juga kenaikan
konsumsi barang publik. Ini berarti transfer meningkatkan pengeluaran konsumsi barang
publik, tetapi tidak menjadi substitut bagi pajak daerah. Fenomena ini dalam banyak literatur
disebut sebagai Flypaper Effect (Kuncoro, 2007).
Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan
meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu
sendiri (Turnbull, 1998). Fenomena flypaper effect ini dapat terjadi dalam dua versi
(Gorodnichenko, 2001). Pertama, merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran
belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua, mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap
transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.
Anomali tersebut memicu diskusi yang intensif di antara ahli ekonomi. Perdebatan
tersebut menghasilkan beberapa penjelasan yang ditawarkan. Dalam bidang ekonomi,
penelitian tentang flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) aliran pemikiran,
yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model
birokratik meneliti flypaper effect dari sudut pandang birokrat, sedangkan model ilusi fiskal
mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan
informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya.
8
Secara implisit, model birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari
perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak.
McGuire (1973) mengistilahkan hal ini sebagai ketamakan politisi (a greedy politicians
model). Grossman (1990) melukiskannya sebagai perilaku politisi dengan cakrawala pandang
yang menyempit (myopic behavior). Dengan demikian, flypaper effect terjadi karena
superioritas pengetahuan birokrat mengenai transfer. Informasi lebih yang dimiliki birokrat
memungkinkannya memberikan pengeluaran yang berlebih.
Flypaper effect merupakan fenomena dalam penelitian ini. Maimunah (2006)
menyatakan bahwa Flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat
pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana
transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri,
diproksikan dengan PAD. Ia juga meneliti bahwa Flypaper Effect berpengaruh untuk
memprediksi belanja daerah periode kedepan dan juga tidak terdapat perbedaan terjadinya
Flypaper Effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya
tinggi di kabupaten/kota di Pulau Sumatra.
Penelitian ini juga dilakukan oleh Gramlich (1977) menyatakan dalam kasus
keuangan daerah ada respon yang tidak simetri terhadap perubahan besaran transfer. Ia
menjelaskan bahwa transfer diberikan untuk jangka waktu tertentu. Selama periode tersebut,
pihak-pihak tertentu yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer mulai
meningkat. Setelah transfer dikurangi, mereka melakukan lobi untuk mempertahankan
keuntungannya melalui kenaikan pajak. Oates (1994) mengemukakan karena alasan politis
belanja pemerintah daerah bisa jadi tidak sensitif terhadap penurunan transfer yang
menunjukkan flypaper effect terjadi dalam satu arah.
9
Kerangka Pemikiran Analisis Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (DAU)
DanPendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) (Studi Pada Kota dan Kabupaten Semarang).
Dari skema kerangka pemikiran di atas dapat dijelaskan bahwa PAD adalah
Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan
dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain Pendapatan Yang Sah. Dana Alokasi Umum
adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi besar-kecilnya transfer yang dilakukan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), yang termasuk
dalam bagian Dana Perimbangan mempengaruhi kinerja SKPD. Sedangkan, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang diperoleh dari sumber-sember daya yang terdapat di daerah tersebut juga
akan mempengaruhi kinerja SKPD tersebut.
Sedangkan besar-kecilnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima dari
pemerintah pusat dan PAD yang berasal dari daerah tersebut sangat mempengaruhi kinerja
dari SKPD. Apabila dana yang dialokasikan kepada pemerintah daerah digunakan lebih besar
daripada penerimaan dari daerah tersebut maka akan terjadi fenomena Flypaper Effect.
Fenomena ini mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi
daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.
Dana Alokasi Umum
(DAU)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)
10
Terjadinya flypaper effect dalam beberapa kajian dikelompokkan dalam 2 (dua) aliran
pemikiran yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model).
Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan
model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami
keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya. Dalam birokrat pemerintah
daerah dan masyarakat memandang bahwa kemudahan transfer yang diterima pada saat yang
sedang berjalan tetap memiliki nilai sekarang (present value) yang lebih tinggi daripada
jumlah transfer yang diterima pada waktu-waktu yang akan datang meskipun dengan nilai
sekarang yang lebih tinggi
HIPOTESIS
Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources revenue) terhadap
pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah
dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004), Syukriy & Halim (2003) menyatakan pendapatan
(terutama pajak) akan mempegaruhi anggaran belanja pemerintah daerah dikenal dengan
nama tax spend hyphotesis. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan
dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi
sebelum perubahan pengeluaran.
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah,
Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU 32/2004).
Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat
tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk
kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah
yang berkelanjutan.
Colombatto (2001) dalam Syukriy dan Halim (2003) menemukan adanya perbedaan
preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja
sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk
pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan. menduga power legislatif yang
sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak sesuai dengan
preferensi publik. Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa
11
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah
dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan
tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat
semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa
harus tergantung pada Pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah
daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya.
Setiap Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah khususnya Kota dan Kabupaten
Semarang mempunyai Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing – masing yang didapat
melalui sumber – sumber yang terdapat di daerah tersebut. Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) juga mempunyai PAD sendiri yang didapat dari retribusi daerah. Tingkat
kemandirian dari suatu SKPD dapat dilihat dari PAD masing – masing SKPD yang telah
diterima. Apabila suatu SKPD memperoleh PAD yang lebih besar dari dana transfer, maka
SKPD tersebut dapat dikatakan memiliki tingkat kemandirian karena dapat membiayai semua
pengeluaran yang dilakukan oleh SKPD tersebut, begitu juga sebaliknya.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berhubungan dalam kinerja SKPD. PAD memiliki
peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan
aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah (Puspita Sari, 2009).
H0 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berhubungan dalam kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).
12
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan variabel dan definisi operasional sebagai berikut:
Organisasi sektor publik dalam hal ini adalah SKPD harus memperhatikan value for money
dalam menjalankan aktivitasnya. Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi
sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas. Sedangkan, dalam pengukuran kinerja SKPD menggunakan ukuran efisiensi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang bersifat umum dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk mengatasi ketimpangan horisontal dengan tujuan utama pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah (Halim, 2009). Daerah yang mempunyai kemampuan
fiskal rendah akan mendapatkan DAU dalam jumlah yang relatif besar, sebaliknya daerah
yang mempunyai kemampuan fiskal tinggi akan mendapat DAU dalam jumlah yang kecil
(Hari Adi, 2008). Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pendapatan Asli Daerah yang
terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah
dan lain-lain Pendapatan Yang Sah (Bastian, 2002). PAD dijadikan tolok ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi
otonomi daerah.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota dan
Kabupaten Semarang. Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu:
a. Kota dan Kabupaten menyampaikan Laporan Keuangan SKPD yang terdiri dari:
Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Catatan Atas Laporan Keuangan
(CALK) Tahun 2008 hingga 2009.
b. Kota dan Kabupaten mencantumkan data-data mengenai PAD Tahun 2007 hingga
2009 pada Laporan Keuangan SKPD yang digunakan dalam penelitian ini.
Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data Laporan Keuangan SKPD Kota dan Kabupaten
Semarang Tahun 2007 hingga 2009. Semua data ini merupakan data sekunder yang diperoleh
13
dari Laporan Keuangan SKPD dari tiap Badan, Kantor dan Dinas yang terdapat di
Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah Kabupaten Semarang.
Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Deskriptif dan Uji Asumsi Klasik.
Dimana dalam Metode Analisis Deskriptif membandingkan antara Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Efisiensi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD). Sedangkan pada Uji Asumsi Klasik yang menjadi variabel terikat adalah kinerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan varibel bebas adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda
bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel independen terhadap
variabel dependen (Sekaran, 1992). Persamaan regresi adalah :
Y = α + bX + e1
Dimana:
Y = Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
α = Intercept persamaan Regresi
X = PAD
b = koefisien regresi untuk masing-masing variabel X
e = koefisien eror
14
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Dari hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Alokasi Umum (DAU), dan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota dan
Kabupaten Semarang tahun 2007 sampai tahun 2009, maka dapat dilakukan perbandingan
sebagai berikut:
Tabel 1
Perbandingan PAD dan DAU Kota Semarang
Tahun PAD DAU %
2007 Rp 237.774.143.418 Rp 586.736.000.000 40,52 %
2008 Rp 267.296.075.313 Rp 634.864.459.000 42,10 %
2009 Rp 296.480.000.068 Rp 707.635.157.000 41,90 %
Dari hasil perhitungan tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase perbandingan PAD dan
DAU Kota Semarang mengalami mengalami kenaikan pada tahun 2007-2008 sebesar 1,58 %
tetapi pada tahun 2008-2009 mengalami penurunan sebesar 0,21 % ini dapat diartikan bahwa
Dana Alokasi Umum (DAU) yang dialokasikan untuk setiap SKPD belumlah merata,
sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak dikelola semaksimal mungkin.
Tabel 2
Perbandingan PAD dan Efisiensi SKPD Kota Semarang
Tahun PAD Efisiensi SKPD
2007 Rp 237.774.143.418 304,11 %
2008 Rp 267.296.075.313 193,72 %
2009 Rp 296.480.000.068 336,05 %
Dari tabel 2 dapat dilihat dalam perbandingan PAD dan Efisiensi SKPD Kota
Semarang pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan secara signifikan sebesar 110,39%,
sedangkan pada tahun 2008-2009 mengalami kenaikan secara signifikan sebesar 142,33%.
Dapat dikatakan bahwa pada tahun 2008 kinerja pemerintah Kota Semarang dalam
merealisasikan program-programnya tidaklah sepenuhnya direalisasikan, sehingga pada tahun
2008 pendapatan yang berupa PAD juga meningkat.
15
Tabel 3
Perbandingan PAD dan DAU dengan Efisiensi SKPD Kota Semarang
Tahun PAD/DAU Efisiensi SKPD
2007 40,52 % 304,11
2008 42,10 % 193,72
2009 41,90 % 336,05
Dari perbandingan tabel 3 antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi
Umum (DAU) dengan Efisiensi SKPD Kota Semarang. Pada tahun 2007-2008 mengalami
penurunan efisiensi secara signifikan sebesar 110,39 sedangkan pada tahun mengalami
peningkatan efisiensi secara signifikan sebesar 142,33. Hal ini berarti pada tahun 2008 setiap
SKPD tidak sepenuhnya merealisasikan program-program yang telah direncanakan. Sehingga
pendapatan yang berupa PAD dan juga DAUjuga mengalami penigkatan.
Tabel 4
Perbandingan DAU dan Efisiensi SKPD Kota Semarang
Tahun DAU Efisiensi SKPD
2007 Rp 586.736.000.000 304,11
2008 Rp 634.864.459.000 193,72
2009 Rp 707.635.157.000 336,05
Dari tabel 4 dapat dilihat pada tahun 2007-2008 tingkat efisiensi dari SKPD
mengalami penurunan secara signifikan sebesar 110,39, sedangkan pada tahun 2008-2009
mengalami kenaikan secara signifikan sebesar 142,33, hal ini dapat dikatakan bahwa pada
tahun 2009 semua pembiayaan yang dikeluarkan oleh SKPD Kota Semarang untuk
menghasilkan output yg maksimal sebagian besar menggunakan dana yang berasal dari
pemerintah pusat yaitu DAU.
Tabel 5
Perbandingan PAD dan DAU Kabupaten Semarang
Tahun PAD DAU %
2007 Rp 656.803.371.281 Rp 455.990.000.000 144,04%
2008 Rp 748.083.488.074 Rp 491.166.076.000 152,31%
2009 Rp 780.034.259.041 Rp 508.704.917.000 153,34%
Dari tabel 5 perbandingan antara PAD dan DAU Kabupaten Semarang setiap
tahunnya mengalami peningkatan pada tahun 2007-2008 mengalami peningkatan sebesar
8,27% sedangkan tahun 2008-2009 mengalami peningkatan sebesar 1,03% hal ini dapat
dikatakan bahwa pada penggalian sumber-sumber daya yang terdapat di daerahny dilakukan
secara maksimal, dapat dilihat dimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap tahunnya lebih
besar daripada Dana Alokasi Umum (DAU) yang setiap tahunnya juga terjadi peningkatan.
16
Semua pembiayaan atau pengeluaran yang dilakukan oleh Kabupaten Semarang sebagian
besar diambil dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Dengan adanya peningkatan PAD yang lebih besar dari DAU, maka kinerja pemerintah
Kabupaten Semarang mengalami peningkatan dalam menggali sumber-sumber pendapatan
dari daerahnya.
Tabel 6
Perbandingan PAD dengan Efisiensi SKPD Kabupaten Semarang
Tahun PAD Efisien SKPD
2007 Rp 656.803.371.281 382,78
2008 Rp 748.083.488.074 300,81
2009 Rp 780.034.259.041 1564,38
Dari tabel 6 dapat dilihat dari perbandingan PAD dengan Efisiensi setiap SKPD pada
Kabupaten Semarang pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan efisiensi dari SKPD
sebesar 110,39 sedangkan pada tahun 2008-2009 mengalami peningkatan secara signifikan
sebesar 142,33 hal ini dapat dikatakan bahwa pada tahun 2009 semua output yang dihasilkan
oleh setiap SKPD lebih besar dari input yang diterima oleh setiap SKPD.
Tabel 7
Perbandingan PAD dan DAU dengan Efisiensi SKPD Kabupaten Semarang
Tahun PAD/DAU Efisiensi SKPD
2007 144,04% 382,78
2008 152,31% 300,81
2009 153,34% 1564,38
Dari tabel 7 perbandingan PAD dan DAU dengan Efisiensi SKPD Kabupaten
Semarang, pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan sebesar 81,97 sedangkan pada tahun
2008-2009 mengalami peningkatan signifikan sebesar 1263,57, hal ini dapat dikatakan bahwa
pada tahun 2009 output yang dihasilkan oleh setiap SKPD lebih besar daripada input yang
diterima oleh SKPD, sehingga pembiayaan untuk menghasilkan output menggunakan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) hampir sepenuhnya.
17
Tabel 8
Perbandingan DAU dengan Efisiensi SKPD Kabupaten Semarang
Tahun DAU Efisien SKPD
2007 Rp 455.990.000.000 382,78
2008 Rp 491.166.076.000 300,81
2009 Rp 508.704.917.000 1564,38
Dari tabel 8 perbandingan DAU dengan Efisiensi SKPD Kabupaten Semarang pada
tahun 2007-2008 mengalami penurunan efisiensi dari SKPD sebesar 81,97 sedangkan pada
tahun 2008-2009 mengalami peningkatan secara signifikan sebesar 1263,57 hal ini dapat
dikatakan bahwa pada tahun 2009 semua output yang dihasilkan oleh setiap SKPD hampir
seluruh pembiayaannya menggunakan dana transfer dari pemerintah pusat, yaitu DAU.
Tabel 9
Statistik Deskriptif Kota Semarang
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PAD 45 13071000 201557069722 16139994405,91 42589617756,069
Kinerja SKPD 45 ,0353 215,8983 17,040572 35,4963806
Valid N (listwise) 45
Sumber : Output SPSS
Pendapatan Asli Daerah
a. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai minimum sebesar Rp. 13.071.000. Hasil
penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah terendah di Semarang diperoleh dari
Dinas Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009. Oleh karena itu dari Dinas Kelautan
dan Perikanan masih sangat tergantung dengan Pemerintah Kota untuk membiayai
pembiayaan - pembiayaan daerahnya, sehingga dari Dinas Kelautan dan Perikanan
harus meningkatkan PAD dengan menggali terus sumber – sumber Pendapatan Asli
Daerah yang terdapat di Kota Semarang baik secara intensifikasi dan ekstensifikasi.
b. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai maksimum sebesar Rp 201.557.069.722.
Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah tertinggi diperoleh dari Dinas
Pendapatan dan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Semarang
pada tahun 2009. Oleh karena itu dengan tingginya PAD Dinas Pendapatan dan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dapat membiayai baik belanja langsung
maupun belanja tidak langsung yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah
18
c. Pendapatan Asli Daerah setiap SKPD pada Kota Semarang memiliki nilai rata-rata
(mean) selama tiga tahun sebesar Rp 16.139.994.405,91.
d. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai standar deviasi sebesar Rp 42.589.617.756,069
lebih besar dari mean Rp 16.139.994.405,91 menunjukkan bahwa distribusi PAD
pada 45 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Semarang tidak merata.
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
a. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai efisiensi minimum
sebesar 0,0353. Hasil penelitian menunjukkan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
terendah di Kota Semarang diperoleh dari Dinas Kebersihan pada tahun 2008. Ini
membuktikan bahwa Dinas Kebersihan di Kota Semarang yang mempunyai PAD
sebesar Rp 5.822.427.925, dapat mengalokasikan sebagian pendaptannya untuk
program – program yang menghasilkan output Dinas Kebersihan.
b. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai efisiensi maksimum
sebesar 215,8983. Hasil penelitian menunjukkan Kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) tertinggi di Kota Semarang diperoleh dari Dinas Perikanan dan
Kelautan pada tahun 2009. Ini membuktikan bahwa Dinas Perikanan dan Kelautan di
Kota Semarang yang mempunyai PAD sebesar Rp Rp. 13.071.000, dapat
mengalokasikan sebagian biayanya untuk program – program yang menghasilkan
output Dinas Perikanan dan Kelautan.
c. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai rata-rata (mean)
selama tiga tahun sebesar 17,040572 .
d. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai standar deviasi sebesar
35,4963806 lebih besar dari mean sebesar 17,040572 menunjukkan bahwa distribusi
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merata.
Tabel 10
Sumber : Output SPSS
Statistik Deskriptif Kabupaten Semarang
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PAD 36 3550000 717357630706 57704874889,11 190387823323,322
Kinerja SKPD 36 ,0058 587,3899 62,277420 135,2226472
Valid N (listwise) 36
19
Pendapatan Asli Daerah
a. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai minimum sebesar Rp. 3.550.000. Hasil
penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah terendah di Semarang diperoleh dari
Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat pada tahun 2007. Oleh karena
itu dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat masih sangat
tergantung dengan Pemerintah Kota untuk membiayai pembiayaan - pembiayaan
daerahnya, sehingga dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
harus meningkatkan PAD dengan menggali terus sumber – sumber Pendapatan Asli
Daerah yang terdapat di Kota Semarang baik secara intensifikasi dan ekstensifikasi.
b. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai maksimum sebesar Rp 717.357.630.706.
Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah tertinggi diperoleh dari Dinas
Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah (DPPKD) Kabupaten Semarang pada
tahun 2009. Oleh karena itu dengan tingginya PAD Dinas Pendapatan dan Pengelola
Keuangan Daerah dapat membiayai baik belanja langsung maupun belanja tidak
langsung yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah
c. Pendapatan Asli Daerah setiap SKPD pada Kabupaten Semarang memiliki nilai rata-
rata (mean) selama tiga tahun sebesar Rp 57.704.874.889,11.
d. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai standar deviasi sebesar Rp
190.387.823.323,322 lebih besar dari mean Rp 57.704.874.889,11 menunjukkan
bahwa distribusi PAD pada 77 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota
Semarang tidak merata.
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
a. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai efisiensi minimum
sebesar 0,0058. Hasil penelitian menunjukkan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
terendah di Kabupaten Semarang diperoleh dari Dinas Pengelola dan Keuangan
Daerah pada tahun 2007-2009. Ini membuktikan bahwa Dinas Pengelola dan
Keuangan Daerah di Kabupaten Semarang yang mempunyai total PAD sebesar Rp
2.036.681.882.439, dapat mengalokasikan sebagian pendaptannya untuk program –
program yang menghasilkan output Dinas Kebersihan.
b. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai efisiensi maksimum
sebesar 587,3899. Hasil penelitian menunjukkan Kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) tertinggi di Kabupaten Semarang diperoleh dari Kantor Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyarakat pada tahun 2009. Ini membuktikan bahwa
20
Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Semarang yang
mempunyai PAD sebesar Rp Rp. 6.050.000, dapat mengalokasikan sebagian biayanya
untuk program – program yang menghasilkan output Kantor Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat.
c. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai rata-rata (mean)
selama tiga tahun sebesar 62,277420.
d. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki nilai standar deviasi sebesar
135,2226472 lebih besar dari mean sebesar 62,277420 menunjukkan bahwa
distribusi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merata.
Regresi Berganda
Tabel 10
Uji F
Tabel 10 menunjukkan hasil perhitungan statistik uji F sebesar 2,466 dengan
probabilitas 0,120. Karena probabilitas jauh lebih besar dari 0,05 yang berarti secara simultan
variabel independen PAD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Kinerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dengan demikian model regresi ini dapat
menjelaskan PAD tidak berpengaruh terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9223372036854776,000 1 9223372036854776,000 2,466 ,120a
Residual 9223372036854776,000 80 9223372036854776,000
Total 9223372036854776,000 81
a. Predictors: (Constant), PAD
c. Dependent Variable: Laporan Kinerja SKPD
21
Tabel 11
Uji T
Hasil perhitungan statistik tersebut menunjukkan bahwa variabel yang dimasukkan
dalam model tidak secara signifikan mempengaruhui Laporan Kinerja Satuan Perangkat
Daerah (SKPD). Variabel tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Variabel tersebut
menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,120 yang jauh di atas dari tingkat signifikan 0,05.
Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:
Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) = 4,316 + 0,173 PAD
Persamaan tersebut dapat di artikan:
Konstanta sebesar 4,316 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap
konstan, maka rata – rata Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tiap SKPD
sebesar 4,316.
Koefisien regresi PAD bertambah positif sebesar 0,173, artinya apabila
terjadi perubahan PAD sebesar 1% akan menaikkan Kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) 1,73 %
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Consta
nt)
3496903867,906 810169704,760
4,316 ,000
PAD ,010 ,006 ,173 1,570 ,120 ,010 ,006
a. Dependent Variable: Laporan Kinerja SKPD
22
Pengujian Hipotesis
Tabel 12
Uji T
Berdasar Tabel 12 diatas dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial
dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, sebagai berikut:
H0 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berhubungan dalam Kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) .
Pada output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variabel Pada
output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variabel Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebesar 0,120. Nilai ini jauh di atas dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berhubungan secara
signifikan terhadap terhadap Laporan Kinerja Satuan Perangkat Daerah (SKPD), dan dapat
disimpulkan hipotesis 2 (dua) “Ditolak”.
Pembahasan Hipotesis
Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Satuan Perangkat Daerah
(SKPD)
Hipotesis kedua menyatakan bahwa “Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tidak
berhubungan dalam Kinerja Satuan Perangkat Daerah (SKPD)”. Hasil pengujian hipotesis
menyatakan bahwa hipotesis 2 (dua) “Ditolak”, karena pada hasil output regresi
menunjukkan angka signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 0,120 yang lebih
besar dari tingkat signifikan 0,05 (ρ > 0,05) sehingga menunjukkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) tidak berhubungan secara signifikan terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD). Hal ini berarti semakin kecil PAD yang diterima oleh suatu Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), maka tingkat kebebasan dalam mengelola keuangan daerah
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3496903867,906 810169704,760 4,316 ,000
PAD ,010 ,006 ,173 1,570 ,120
a. Dependent Variable: Laporan Kinerja SKPD
23
sangat lemah karena sebagian besar pengeluaran baik rutin maupun pembiayaan akan
dibiayai oleh dana perimbangan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penjelasan mengenai Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain Pendapatan Yang Sah
(Bastian, 2002). Kecilnya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sebagaimana
yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kurang mampunya daerah dalam mengelola
sumber daya perekonomian terutama sumber – sumber pendapatannya.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan Undang – Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan yang mengisyaratkan bahwa setiap pemerintah kabupaten /
kota untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah masing – masing agar dapat meningkatkan
belanja modal dan belanja pemeliharaan daerah masing – masing agar terciptanya layanan
publik yang prima dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat masing – masing kabupaten /
kota.
Secara garis besar pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah
yang bersumber dari pungutan daerah berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. UU no 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah
bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah serta hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kusumayon (2004) yang
menyatakan bahwa “Kemampuan keuangan daerah yang diproksikan dalam pendapatan asli
daerah, pajak daerah dan retribusi daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap pengeluaran daerah.” Tetapi penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Syukriy
Abdullah (2008) yang menyatakan bahwa “Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja
Pemeliharaan, Bantuan Pemerintah berpengaruh terhadap Belanja Modal, sementara PAD
tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal”, dan sejalan dengan penelitian Noni Puspita Sari
(2009) yang menunjukkan bahwa “DAU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
belanja langsung. Sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap
Belanja Langsung, bahwa PAD secara individual tidak mempengaruhi belanja langsung.”
24
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bukti bahwa dalam laporan keuangan Kota
Semarang terjadi Flypaper Effect. Setiap tahun, dalam penelitian ini tahun 2007 sampai 2009
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) selalu mengalami
peningkatan, tetapi pada laporan keuangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Semarang
lebih rendah dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh Pemerintah Kota
Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bukti bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai
hubungan dalam efisiensi Kinerja Kota dan Kabupaten Semarang. Kota dan Kabupaten yang
memperoleh alokasi DAU tinggi maka pengeluaran untuk kinerja Kota dan Kabupaten
Semarang juga semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh bukti bahwa perbandingan antara
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan efisiensi kinerja
Kota dan Kabupaten mempunyai hubungan, karena apabila efisiensi itu tinggi maka
pembiayaan yang dilakukan oleh kota dan Kabupaten akan menggunakan hampir keseluruhan
dari dana transfer dari Pemerintah pusat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Asli Daerah mempunyai
hubungan yang tidak signifikan dalam efisien Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah. Setiap
SKPD yang memiliki PAD rendah maka pengeluaran untuk kinerja SKPD daerahnya tetap
tinggi, karena untuk pembiayaan output dari SKPD tersebut menggunakan dana transfer dari
pemerintah pusat .
Terdapat beberapa keterbatasan yang kemungkinan dapat berpengaruh pada hasil
penelitian. Keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :
Data dalam penelitian ini terbatas hanya pada 81 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
di Kota dan Kabupaten Semarang dengan periode pengamatan tahun 2007 sampai tahun
2009. Karena periode pengamatan tergolong lama dan peneliti menggunakan metode
purposive sampling dalam menetukan sampel penelitian, maka hanya 81 SKPD Kota dan
Kabupaten Semarang yang sesuai dengan kriteria penelitian ini.
Penelitian menggunakan data sekunder Laporan Keuangan Kota dan Kabupaten
Semarang dari tahun 2007 hingga tahun 2010, peneliti mengalami kesulitan dalam
25
mendapatkan Laporan Keuangan Kota Kabupaten tahun 2010 karena baru akan diterbitkan
pada Oktober 2011 yang sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011.
Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah Untuk meningkatkan efisiensi
kinerja pada kota dan kabupaten maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus menggali
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikasi maupun extensifikasi untuk
meningkatkan pendapatan daerah, demikian juga Pemerintah Daerah agar terus
mengupayakan untuk bisa menarik Dana Alokasi Umum semaksimal mungkin.
Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperbanyak sensus yang digunakan agar
hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih. Dan mengambil sample selain
kabupaten dan kota yang ada di Semarang.
Variabel yang digunakan dalam penelitian yang akan datang diharapkan lebih lengkap
dan bervariasi dengan menambah variabel independen lain baik ukuran-ukuran atau jenis-
jenis penerimaan setiap kota dan kabupaten lainnya, maupun variabel non-keuangan seperti
kebijakan pemerintah, kondisi makro-ekonomi.
26
REFERENSI
Buku dan Jurnal
Adhim, Mohammad. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah dan Kaitannya dengan
Perekonomian Daerah di Kabupaten Sarolongan. Tesis (dipublikasikan). Jambi :
Universitas Negeri Jambi
Aziz, Mariam Abdul, Muzafar Shah Habubullah, W.N.W. Azman-Saini, & M. Azali. 2000.
The causal relationship between tax revenues and Government spending in Malaysia.
University Putra Malaysia, working Paper.
Bastian, Indra. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Penerbit. Salemba 4:
Jakarta.
Bergstrom, T.C. dan R.P. Goodman, (1973), “Private Demands for Public Goods”, American
Economic Review, 63(3), Juni: 280-96.
Courant, P.N., Gramlich, E.M., dan D.L. Rubinfield, (1979), “The Stimulative Effects of
Intergovernmental Grants: Or Why Money Sticks Where It Hits”, dalam P.M.
Mieszkowski dan W.H. Oakland, (Ed.), Fiscal Federalism and Grants-in-Aid, The
Urban Institute, Washington, DC: 5-21.
Gamkhar, S. dan W.E. Oates, (1996), “Asymmetries in the Response to Increases and
Decreases in Intergovernmental Grants: Some Empirical Findings”, National Tax
Journal, 49(4), Desember: 501-12
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi 4.
Semarang : Badan Penerbitan Universitas Diponegoro
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3.
Salemba 4 : Jakarta.
Halachmi, Arie. 2005. Performance measurement is only one way of managing performance.
International Journal of Productivity and Performance Management. Vol. 54: 502-
516.
Kawedar, Warsito. Abdul Rohman. Sri Handayani. 2007. Akuntansi Sektor Publik:
Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Khusaini, Mohammad. 2006. Ekonomi Publik Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan
Daerah. Malang : Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Kuncoro, Haryo. 2007. Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kota dan Kabupaten di Indonesia . Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar
27
Maimunah, Mutiara. (2006). Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di
Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakata : ANDI
Marizka, Addina. 2009. Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Pemerintah Kota Medan. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Medan : Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Noviana, Endah. 2009. Analisis Pencatatan dan Pelaporan Keuangan Pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Medan (Studi Kasus pada Dinas Tata Kota
Tata Bangunan). Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Sumatera Utara : Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Panggabean, Henri Edison H. 2009. Pengaruh Pendapatan asli Daerah terhadap Belanja
Daerah di Kabupaten Toba Samosir. Tesis (dipublikasikan). Medan : Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
Prakosa, Kesit Bambang. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan
Asli Darah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah
Propinsi Jawa Tengah dan DIY), JAAI, Vol. 8 No. 2, 2004.
Pratiwi, Novi. 2007. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Indonesia.
Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Yogyakarta : Fakultas Ekonomi UII.
Puspita, Intan. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi
Otonomi Daerah Di Surakarta (Studi Empiris Di Surakarta Tahun Anggaran 2006-
2007). Skripsi Sarjana (Dipublikasikan). Surakarta : FE Universitas Muhammadiyah.
Rohman, Abdul. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Telaah dari Dimensi: Pengelolaan
Keuangan Daerah, Good Governance, Pengendalian, Pengawasan, dan Pengukuran
Kinerja Pemerintah Daerah. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Sadjiarto, Adjie. 2000. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Vol. 2, November 2000 : 138 – 150.
Shah, A. 1994. “The Reform of Intergovernmental Fiscal Relations in Developing and
Emerging Market Economies”, Policy and Paper Series, No. 23, The World Bank,
Washington, DC.
Sembiring, Sri Hayati BR. 2009. Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Belanja Pemeliharaan dalam Realisasi Anggaran Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tesis (dipublikasikan). Medan :
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
28
Sumarjo, Hendro. 2010. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di
Indonesia). Skripsi Sarjana (Dipublikasikan). Surakarta : FE Universitas Sebelas
Maret.
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangungan Daerah.
Yogyakarta: ANDI.
Warisno. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi. Tesis. Sumatera Utara : Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Widodo, Tri Pambudi. 2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di
Bali (Studi Pada Kabupaten/Kota di Bali). Skripsi Sarjana (dipublikasikan).
Yogyakarta : Fakultas Ekonomi UII
Undang-Undang
Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah
Pusat dan Daerah
Undang – Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang – Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2010
Peraturan-Peraturan Lainnya
Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
29
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota Tahun 2010
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Prosedur
Akuntansi Penerimaan Kas, Pengeluaran Kas, Akuntansi Aset, Akuntansi Selain Kas.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011