analisis finansial pemanfaatan ampas tebu …digilib.unila.ac.id/55054/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FINANSIAL PEMANFAATAN AMPAS TEBU (BAGASSE)
SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK DI PT GUNUNG
MADU PLANTATIONS
(Skripsi)
Oleh
Silva Anggun Larasati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ii
ABSTRACT
FINANCIAL ANALYSIS OF BAGASSE PROCESSING TO BE
ELECTRICITY AT GUNUNG MADU PLANTATION COMPANY
By
Silva Anggun Larasati
This research aimed to analyse the financially of feasibility and break even point
of power plant. This is a case study at PT Gunung Madu Plantations, Lampung.
Data collecting was conducted in May 2017. Data were analyzed using
financially analysis and break even point analysis. The investment of power plant
at PT Gunung Madu Plantations financially is feasible, with NPV velue of
Rp1.437.425.146.844, Net B/C of 7,00 , Gross B/C of 1,81 , IRR of 34,84 percent,
and payback periode of 1,75. Amount of revenue and electricity produced by PT
Gunung Madu Plantations has reached break even point. The result of this
analysis shows that the average of BEP revenue is Rp32.548.133.618 and BEP
electricity production is 49.994.808 KWh.
Key words : Bagasse, Break Even Point, Financially analysis.
iii
ABSTRAK
ANALISIS FINANSIAL PEMANFAATAN AMPAS TEBU (BAGASSE)
SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK DI PT GUNUNG
MADU PLANTATIONS
Oleh
Silva AnggunLarasati
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial dan titik impas
pembangkit listrik. Penelitian ini merupakan studi kasus pada PT Gunung Madu
Plantations, Lampung. Penelitian dilakukan pada Mei 2017. Data dianalisis
menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian ini menggunakan analisis finansial
dan analisis Break Even Point (BEP). Investasi pembangkit listrik di PT Gunung
Madu Plantations secara finansial layak dilaksanakan, dengan NPV sebesar
Rp1.437.425.146.844, Net B/C sebesar 7,00, Gross B/C sebesar 1,81, IRR 34,84
persen, payback periode 1,75. Jumlah pendapatan dan listrik yang dihasilkan PT
Gunung Madu Plantations telah mencapai titik impas. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan BEP adalah Rp32.548.133.618 dan
produksi listrik BEP adalah 49.994.808 KWh.
Kata kunci: Ampas tebu, Break Even Point, Analisis finansial.
iv
ANALISIS FINANSIAL PEMANFAATAN AMPAS TEBU (BAGASSE)
SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK DI PT GUNUNG
MADU PLANTATIONS
Oleh
Silva Anggun Larasati
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Madu pada tanggal 9 Juni
1995, penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara pasangan Bapak Hasan Bakri dan Ibu Maya Eni
Setyawati. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-Kanak (TK) di TK Satya Dharma Sudjana pada
tahun 2001, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 1
Gunung Madu pada tahun 2007, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
SMP Satya Dharma Sudjana lulus pada tahun 2010, kemudian melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung
lulus pada tahun 2013. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).
Semasa kuliah di Universitas Lampung, penulis pernah aktif sebagai anggota
bidang 2 (Pengkaderan dan Pengabdian Masyarakat) pada organisasi
HIMASEPERTA tahun 2013/2017. Pada tahun 2013 penulis meraih Juara 1 pada
Kejuaraan Internasional 7th
Jakarta Taekwondo Festival (JTF), tahun 2014 meraih
Juara 3 pada Kejuaraan Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Lampung, tahun
2014 meraih Juara 1 pada Kejuaraan Internasional 10th
Jakarta Taekwondo
viii
Festival (JTF), dan di tahun 2015 mendapatkan Juara 2 pada Kejuaraan
Taekwondo Lampung Tengah.
Pada tahun 2014, penulis mengikuti kegiatan homestay (Praktik Pengenalan
Pertanian) di Desa Pancasila Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pada tahun
2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 60 hari di Desa
Pampangan Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat. Pada tahun 2016,
penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di KGM (Koprasi Gunung Madu)
KM. 90 Gunung Batin Lampung Tengah.
ix
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil‘alamin, rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Finansial Pemanfaatan Ampas Tebu (Bagasse) Sebagai
Bahan Bakar Pembangkit Listrik Di PT Gunung Madu Plantations” ini
dengan baik. Banyaknya pihak yang memberikan sumbangsih dukungan,
bimbingan, nasihat serta doa ,sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab
itu dengan segala hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. selaku Ketua Jurusan Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
3. Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S. sebagai pembimbing pertama, yang
memberikan bimbingan, saran, pengarahan, motivasi, kritik dan nasihat
kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. sebagai pembimbing kedua dan
Pembimbing Akademik, yang memberikan bimbingan, saran, pengarahan,
motivasi, kritik dan nasihat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
x
5. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc. selaku Penguji Bukan Pembimbing, yang
telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan untuk perbaikan skripsi.
6. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si. selaku Pembimbing Akademik, atas
bimbingan, petunjuk, saran dan arahan, selama penulis menjadi mahasiswa.
7. Seluruh dosen di Jurusan Agribisnis yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, dan pengalaman selama penulis menjadi mahasiswa Universitas
Lampung.
8. Seluruh karyawan di Jurusan Agribisnis yang telah membantu memperlancar
proses administrasi serta pengertiannya.
9. Keluargaku tercinta ayah Hasan dan IbuMaya, ketiga adikku Rika Qonita
Saniyawati, Trisya Fatimah Azzahra dan Azizah Putri Hasanah yang telah
memberikan dukungan, doa dan bantuan hingga tercapainya gelar Sarjana
Pertanian bagi penulis.
10. Bapak Iwan Kurniawan dan Bapak R. Agung Wibowo yang telah
memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi serta pengalaman
selama penulis melakukan penelitian.
11. Terimakasih untuk sahabat “Long Trip” yang terdiri dari Irma Indriani,
Muhammad Izzuddin, Ahmad Andis, Pangat, Prama Dwi, Cholil Issudi yang
telah memberikan waktubersama disaat penulis mengalami gejolak suka
maupun duka dalam penyusunan skripsi.
12. Sodik Azzar Anas, Fren Oktabeni, Sufridi, Syukron Hakan S, Imam Khanfi
yang telah membantu dan mendukung dalam kelancaran penulisan skripsi.
13. Terima Kasih untuk saudara “Vita kost” yang terdiri dari Rendi, Rama,
Arman, Santo, Jepri, tante Nanda, om Jun yang sering menemani begadang
pada saat penulisan skripsi.
xi
14. Terima Kasih untuk sahabat SMA: Hanggita, Rizky, , Eka, Meita, Melisa,
Rahmi, Raya, Rian, Sri Suryani, Terry, Viryanda atas persahabatannya, telah
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
15. Terimakasih untuk pahlawan Zilong, Nana, Lyla, Miya, dan Belerick, yang
telah mengisi waktu luang penulis disaat penulis mengalami stagnasi dalam
menyusun skripsi.
16. Terimakasih untuk PUBG Mobile yang telah meluangkan waktu untuk
menemani penulis jalan-jalan ke Erangel, Miramar dan Sanhok dalam
mengembalikan mood booster penulis pada saat menyusun skripsi.
17. Sahabat dan rekan seperjuangan semasa kuliah, Rika Agustina, Rani Satiti,
Shima Uturza Basiroh, Stella Ayu Anggraeni, Selvy Friana Sary, Bella
Aldila, Rahma Lalita, Gita Marinda dan seluruh rekan seperjuangan
Agribisnis 2013 yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan.
18. Kakak-kakak dan abang-abang Agribisnis 2012, serta adik-adik Agribisnis
2014 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas segala dukungan,
bimbingan, nasihat serta doa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas
dari kesalahan, oleh karena itu penulis meminta maaf. Semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat. Aamiin yaa Rabbalalaamiin.
Bandar Lampung, September 2018
Penulis
Silva Anggun Larasati
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
1. Ampas Tebu Bernilai Ekonomi .................................................. 7
2. Proses Pabrikasi Gula dari Tebu ................................................. 9
3. Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula .............................................. 13
4. Proses Konversi Energi dari Ampas Tebu Menjadi
Energi Listrik .............................................................................. 14
5. Teori Biaya ................................................................................. 16
6. Perhitungan Biaya Pembangkitan Total ..................................... 16
7. Penerimaan .................................................................................. 18
8. Pendapatan .................................................................................. 19
9. Analisis Kelayakan Finansial ...................................................... 19
10. Analisis Sensitivitas .................................................................... 24
11. Analisis Break Even Point (BEP) .............................................. 25
B. Kajian Penelitian Terdahulu .............................................................. 28
C. Kerangka Pemikiran........................................................................... 31
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian .............................................................................. 34
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ............................................ 34
C. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ........................ 38
D. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ................................................ 39
E. Metode Analisis Data ......................................................................... 40
ii
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat PT Gunung Madu Plantations .................................... 50
B. Lokasi Perusahaan ................................................................................ 52
C. Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................... 53
D. Visi dan Misi Perusahaan ..................................................................... 57
E. Ketenagakerjaan ................................................................................... 57
F. Fasilitas Kesejahteraan ......................................................................... 58
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Poduksi Tebu di PT GMP .................................................................... 60
B. Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula di PT GMP ............................ 61
C. Penanganan Limbah Pada PT GMP ..................................................... 69
D. Analisis Kelayakan Finansial PLTU Berbahan Bakar Bagasse .......... 74
1. Perhitungan Biaya Pembangkit Total .............................................. 74
2. Produksi dan Penerimaan ................................................................ 79
3. Analisis Kriteria Investasi ............................................................... 80
4. Analisis Sensitivitas ......................................................................... 84
5. Analisis Break Even Point ............................................................... 87
VI. KESIMPULAN A. Kesimpulan ......................................................................................... 92
B. Saran ................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional................................................................................... 36
2. Jumlah karyawan PT GMP (PT GMP, 2017). ........................................... 58
3. Fasilitas penunjang untuk karyawan PT GMP, (PT GMP,2017). .............. 59
4. Gambaran jumlah tebu giling, produksi gula, kapasitas giling dan
rendemen gula di PT GMP ......................................................................... 61
5. Spesifikasi boiler ....................................................................................... 72
6. Biaya investasi PLTU bagasse di PT GMP ............................................... 75
7. Hasil analisis finansial PLTU berbahan bakar bagasse di PT GMP .......... 81
8. Analisis sensitivitas PLTU berbahan bakar bagasse di PT GMP .............. 86
9. Nilai BEP penerimaan PLTU berbahan bakar bagasse ............................. 88
10. Nilai BEP KWh listrik PLTU berbahan bakar bagasse ............................. 90
11. Biaya investasi PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ............. 100
12. Biaya penyusutan per tahun PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations .................................................................................................. 101
13. Biaya penyusutan dan pajak PLTU Bagasse pada PT Gunung Madu
Plantation ................................................................................................... 102
14. Perhitungan peramalan jumlah tebu giling ................................................ 103
15. Perhitungan peramalan produksi bagasse real .......................................... 104
16. Perhitungan peramalan konsumsi bagasse real ......................................... 105
iv
17. Perhitungan jumlah listrik yang dihasilkan ................................................ 106
18. Perhitungan peramalan biaya valve ............................................................ 107
19. Perhitungan peramalan biaya rell bagasse carrier .................................... 108
20. Perhitungan peramalan biaya rante bagasse carrier .................................. 109
21. Perhitungan peramalan biaya spare part ................................................... 110
22. Perhitungan peramalan biaya super heater ................................................ 111
23. Perhitungan peramalan biaya side header.................................................. 112
24. Perhitungan peramalan biaya rear header ................................................. 113
25. Perhitungan peramalan biaya front header ................................................ 114
26. Perhitungan peramalan harga oli Mesin ..................................................... 115
27. Perhitungan peramalan harga bagasse ....................................................... 116
28. Perhitungan peramalan harga listrik industry ............................................ 117
29. Perhitungan peramalan harga listrik rumah tangga .................................... 118
30. Perhitungan peramalan suku bunga korporasi ........................................... 119
31. Biaya servis per tahun mesin PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations .................................................................................................. 120
32. Konsumsi bagasse ...................................................................................... 121
33. Konsumsi bagassereal ............................................................................... 122
34. Biaya bahan bakar per tahun PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations .................................................................................................. 123
35. Biaya bahan bakar per tahun PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations (Setelah Kenaikan 11%) .......................................................... 124
36. Biaya bahan bakar per tahun PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations (Setelah Kenaikan 22%) .......................................................... 125
v
37. Biaya bahan bakar per tahun PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations (Setelah Kenaikan 33%) .......................................................... 126
38. Biaya pelumas Turbin PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations .................................................................................................. 127
39. Biaya tenaga kerja mesin PLTU Bagasse di PT Gunung Madu
Plantations .................................................................................................. 128
40. Penerimaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ................... 129
41. Penerimaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (harga
listrik rumah tangga) .................................................................................. 130
42. Penerimaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (setelah
penurunan harga listrik 9%) ....................................................................... 131
43. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ...................... 132
44. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(penurunan harga listrik 9%) ...................................................................... 135
45. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (setelah
kenaikan harga Bagasse 11%) ................................................................... 138
46. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (setelah
kenaikan harga Bagasse 22%) ................................................................... 141
47. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (setelah
kenaikan harga Bagasse 33%) ................................................................... 144
48. Cashflow PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations (harga
listrik rumah tangga) .................................................................................. 147
49. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations .......... 150
50. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(harga listrik rumah tangga) ....................................................................... 152
51. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(penurunan harga listrik 9%) ...................................................................... 154
52. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan harga bagasse 11%) .................................................................. 156
vi
53. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan harga bagasse 22%) .................................................................. 158
54. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan harga bagasse 33%) .................................................................. 160
55. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan tingkat suku bunga sebesar 5%) ................................................ 162
56. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan tingkat suku bunga sebesar 10%) .............................................. 164
57. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
(kenaikan tingkat suku bunga sebesar 15%) .............................................. 166
58. Laju Kepekaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ............. 168
59. Laju Kepekaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ............. 169
60. Laju Kepekaan PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ............. 170
61. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ...... 171
62. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ...... 172
63. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations ...... 173
64. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations .......... 174
65. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah menggunakan tarif listrik rumah tangga ........................................ 174
66. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah penurunan harga listrik 9% ............................................................ 175
67. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan bagasse 11% ................................................................... 175
68. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan bagasse 22% ................................................................... 176
69. Analisis sensitivitas PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan bagasse 33% ................................................................... 176
70. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan suku bunga 5% ............................................................... 177
vii
71. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan suku bunga 10% ............................................................. 177
72. Analisis finansial PLTU Bagasse di PT Gunung Madu Plantations
setelah kenaikan suku bunga 15% ............................................................. 178
73. Break event point (unit) PLTU di PT GMP ............................................... 179
74. Break event point (rupiah) PLTU di PT GMP ........................................... 180
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir proses pabrik gula dengan sistem kogenerasi lama
(Rifai, 2015) .............................................................................................. 10
2. Diagram alir proses di pabrik gula dengan sistem kogenerasi terbaru
(Rifai, 2015) .............................................................................................. 12
3. Gambaran umum proses dan sistem pembangkit yang digunakan
di pabrik gula (Rifai, 2015) ....................................................................... 13
4. Sistem kogenerasi di pabrik gula yang saat ini umum digunakan
(Rifai, 2015) .............................................................................................. 14
5. Proses konversi energi dari ampas tebu menjadi energi listrik
(Saputra, 2010.) ......................................................................................... 16
6. Kerangka pemikiran analisis manfaat ekonomi pengolahan ampas
tebu/bagasse(Studi kasus pada PT Gunung Madu Plantations) ............... 33
7. Areal perkebunan PT.GMP (PT GMP, 2017) ........................................... 53
8. Struktur organisasi PT GMP (PT GMP, 2017) ......................................... 54
9. Peralatan penanganan tebu di pabrik gula PT GMP (PT GMP, 2017) ..... 62
10. Pengisian dan preparasi tebu di PT GMP (PT GMP, 2017) ..................... 63
11. Stasiun gilingan PT GMP (Data diolah, 2017) ......................................... 64
12. Boiler dan pembangkit tenaga listrik di PT GMP (Data diolah, 2017) ... 65
13. Clarifier danvacuum filter PT GMP (Data diolah, 2017) ........................ 65
14. Evaporator PT GMP (Data diolah, 2017) ................................................ 66
15. Vacuum pans PT GMP (data diolah, 2017) ............................................. 67
16. Batch centrifugal dan continuous centrifugal PT GMP(data diolah, 2017) 68
ix
17. Pengemasan produk PT GMP (Data diolah, 2017) ................................... 69
18. Instalasi pengolahan air limbah PT GMP (Data diolah, 2017) ................. 70
19. Surplus bagasse di PT GMP (Data diolah, 2017) ..................................... 71
20. Proses pembuatan pupuk organik di PT GMP (Data di olah, 2017) ......... 73
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat dan industri yang
saat ini masih terus menjadi masalah karena kekurangan produksi dalam negeri,
sementara kebutuhan terus meningkat.Direktorat Jenderal Perkebunan (2016)
menyatakan bahwa produksi gula di Indoesia pada tahun 2015 mencapai 2,3 juta
ton, produksi tersebut masih dianggap jauh dari target. Hasil pengamatan yang
didapat dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2016)menyatakan bahwa terdapat
tiga status pengusahaan yang berbeda yaitu Perkebunan Besar Swasta (PBS),
Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Rakyat (PR).PBS lebih unggul
dalam memproduksi tebu dibandingkan dengan PBN dan PR.
Provinsi Lampung menduduki peringkat pertama dalam memproduksi gula
dengan rincian yaitu luas areal tanam seluas 96.876 ha dengan luas panen 96.766
ha yang menghasilkan produksi gula hablur sebanyak 616.080 ton dengan
produktivitas 6.367 kg/ha.Industri swasta di Provinsi Lampung berpotensi dalam
memproduksi gula, ditunjukkan dengan banyaknya luas areal yang dimiliki dan
produktivitas yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi
lainnya.Proses produksi yang dilakukan di pabrik gula tidak hanya menghasilkan
gula saja, tetapi terdapat produk sampingan berupa limbah.
2
Limbah merupakan produk buangan yang terbuang percuma dan jarang di
manfaatkan, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang secara tidak
langsung akan menambah pengeluaran pabrik gula. Proses pembuatan gula dari
tebu menghasilkan beberapa jenis limbah atau produk samping. Menurut Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI, 2008) komposisi rata-rata hasil dari
pengolahan tebu industri di Indonesia terdiri dari limbah cair sebesar 52,9 persen,
ampas tebu (Bagasse) sebesar 32 persen, gula sebesar 7,05 persen, tetes sebesar
4,5persen, blotong sebesar 3,5 persen, dan abu sebesar 0,1 persen.Satu ton tebu
dapat menghasilkan sekitar 300 kg bagasse dan satu ton bagassebisa untuk
membangkitkan listrik dengan cogeneration sebesar 220-240 KWh(Agrofarm,
2014).Industri gula yang berada di luar Pulau Jawa khususnya, di pandang
memiliki hasil Bagasse yang cukup melimpah.
Bagasse merupakan limbah selulosik yang banyak sekali potensi
pemanfaatannya.Bagasse dapatdimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak
berserat.Dalam prosesnya,bagasse harus mengalami perlakuan fisik dan biologis
terlebih dahulu karena tekstur ampas tebu yang keras, nilai gizi yang rendah dan
rendahnya kecernaan membuat penggunaan pakan dari bagasse kurang
baik.Bagasse memiliki kadar pentosan cukup tinggi, yaitu sebesar 18,86 persen
dengan kadar air sebesar 6,76 persen, sehingga memungkinkan ampas tebu untuk
diolah menjadi furfural. Pembuatan fulfural belum ada di Indonesia, selama ini
Indonesia masih mengimpor fulfural dari Cina(Andaka, 2011).Berdasarkan riset
yang dilakukan selama tiga tahun (1999-2002), PT PG Rajawali II menemukan
bahwa bagasse merupakan bahan yang lebih baik dibandingkan jerami atau
jagung, untuk menggantikan asbesdalam pembuatan kanvas rem (Pratama, 2011).
Bagasse juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, pulp,
dan particle board namun dalam pembuatannya, pabrik gula memerlukan
3
penambahan peralatan, tenaga kerja dan bahan tambahan lainnya sehingga sangat
jarang perusahaan yang memanfaatkan bagasse dengan mengolahnyasendiri.
Perusahaan gula cenderung menjual bagasse secara langsung dengan harga
Rp50/kg.Etanol, CMC (carboxymethyl cellulose), dan bahan penyerap (adsorbent)
zat warna juga merupakan hasil pengolahan bagasse yang masih dalam taraf
penelitian (Misran, 2005).
Beberapa pabrik gula hanya memanfaatkan bagasse sebagai bahan
bakupembuatan kompos dan bahan bakar pada katel uap (boiler),pemanfaatan
bagasse tersebut masih dalam skala kecil sehingga hanya menghabiskanbagasse
sedikit.Penggunaan bagasse yang sedikit sebagai bahan bakar pada boiler
menyebabkan jumlah limbah bagasse yang menumpuk dan dapat menimbulkan
masalah dalam penyimpanannya. Salah satu cara perusahaan dalam menangani
limbah bagasse adalah dengan caradibakar. Pembakaran bagasse oleh pabrik
dapat menyebabkan pencemaran udara dan menyebabkan kebakaran pada pabrik.
Kasus kebakaranyang pernah terjadi pada beberapa pabrik gula diantaranya PG
Cukir (11 November 2013), PTPN X (2 Februari 2015), PG Candi (31 Juli 2015),
PG Rajawali (10 September 2015) dan PT LPI (5 Januari 2017). Kebakaran
tersebut disebabkan oleh kurangnya kepedulian perusahaan terhadap penanganan
bagasse (Dinata, 2017).Salah satu kontribusi perusahaan industri gula terhadap
penekanan dampak pencemaran lingkungan adalah dengan memanfaatkan limbah
bagasse sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Saat ini bagassedigunakan sebagaisalah satu sumber energi alternatif pengganti
fosil dalam pembuatan energi listrik.Kementerian Energi dan Sumber Daya
4
Mineral (2015) menunjukkan rasio elektrifikasi kelistrikan nasional hingga akhir
tahun 2014 yang tercatat hanya sebesar 84,35 persen. Kondisi tersebut dinilai
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.Menurut pasal 11 ayat
(1) UU 30 Tahun 2009, tidak hanya BUMN saja yang berhak untuk melakukan
usaha penyediaan tenaga listrik, namun sekarang BUMD, badan usaha swasta,
koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga
listrik juga punya hak yang sama dalam hal melakukan usaha penyediaan tenaga
listrik.Jumlah bagasse yang melimpah dan sukar disimpan memberikan peluang
perusahaan industri gula untuk terus dapat memanfaatkan ketersediaan bahan
bakar tersebut untuk diolah menjadi listrik.
Pemanfaatan limbah di PT GMP dianggap cukup optimal dibuktikan dengan
pengolahanbagasse sehingga terpenuhinya kebutuhan akan listrik secara mandiri
dan menghasilkan surplus listrik, oleh sebab itu pada tahun 2015 PT GMP
menerima penghargaan energi. Menurut Direktorat Jenderal Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE, 2015) penghargaan tersebut
merupakan apresiasi pemerintah untuk menghargai jasa perusahaan yang berjasa
dan berdampak besar dalam kegiatan usaha pengembangan, penyediaan dan
pemanfaatan energi dengan prinsip diversifikasi atau konservasi energi dengan
menghasilkan produk nyata sebagai hasil inovasi dan pengembangan teknologi
baru.Tidak hanya itu, PT GMP juga bersertifikat PROPER (Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan Lingkungan Hidup) hijau, Itu
artinya perusahaan telah berupaya dalam pengendalian pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup dan mencapai hasil lebih baik dari persyaratan yang
ditentukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang
berlaku.
5
PT Gunung Madu Plantations merupakan pionir industri gula di Lampung yang
menerapkan teknologi maju di kebun dan di pabrik termasuk pemanfaatan produk
sampingan yang berupa limbah. PT GMP memanfaatkan limbah padatnya yang
berupa bagasse sebagai bahan bakar boiler sumber utama bahan pembangkit
listrik. Bagasse di manfaatkan sebagai bahan bakar 4 unit boiler dengan kapasitas
terpasang masing-masing No.1 = 120 ton/jam; No.2 = 120 ton/jam; No.3 = 80
ton/jam; No.4 = 120 ton/jam. Energi potensial uap yang dibangkitkan digunakan
untuk menggerakkan 4 buah back pressure turbo-alternator yang masing-masing
mampu membangkitkan tenaga listrik sebesar 5MW, menggerakkan turbin uap
penggerak unit preparasi (cane cutter dan shredder) dan unit ekstraksi (gilingan).
Pada masa tidak giling (off-season) boiler4 tetap beroperasi dan memanfaatkan
bahan bakar bagasse kelebihan dari masa giling untuk melayani kebutuhan uap
penggerak turbine generator dalam memenuhi kebutuhan listrik perumahan divisi
I s/d divisi VII,perkantoran, maintenance peralatan di pabrik dan pompa irigasi
pertanian.
Upaya pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dengan cara
memanfaatkan limbah bagasse menjadi energi listrik merupakan tindakan
alternatif yang menguntungkan bagi perusahaan.Hal tersebut yang melatar
belakangi untuk dilaksanakannya penelitian yang lebih mendalam tentang
investasi pembangkit listrik berbahan bakar bagasse. Oleh karna itu diperlukan
penelitian mengenai analisis finansial, analisis sensitivitas dan analisis break even
point (BEP) pada pengolahan bagasse di PT Gunung Madu Plantations.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kelayakan finansial investasi pembangkit listrik berbahan bakar
bagasse pada PT GMP.
2. Apakah besarnya penerimaan dan produksi listrik yang dihasilkan PT GMP
dapat mencapai break even point apabila energi listrik yang dihasilkan PT
GMP dikonsumsi golongan rumah tangga.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun, maka tujuan penelitian adalah
1. Menganalisis kelayakan finansial investasi pembangkit listrik berbahan bakar
bagasse pada PT GMP.
2. Menganalisis besarnya penerimaan dan produksi listrik PT GMP dalam
keadaan mencapai break even pointapabila energi listrik yang dihasilkan PT
GMP dikonsumsi golongan rumah tangga.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Perusahaan yang diteliti, sebagai bahan evaluasi kinerja perusahaan dalam
upaya memanfaatkan potensi energi listrik.
2. Perusahaan lain, sebagai pertimbangan dalam menekan dampak pencemaran
lingkungan dan pemanfaatan potensi listrik.
3. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dan informasi mengenai dampak
yang ditimbulkan oleh pemanfaatan limbah bagasse.
4. Peneliti lain, sebagai bahan referensi penelitian yang sejenis.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Ampas Tebu Bernilai Ekonomi
Kemampuan alam untuk mengelola limbah semakin berkurang karena
terlalubanyaknya limbah yang harus ditampung melebihi daya tampung
lingkungan, dan kemampuan alam menyediakan kesenangan juga semakin
berkurang karena banyak sumber daya alam dan lingkungan yang telah diubah
fungsinya atau karena meningkatnya pencemaran.Limbah adalah bahan sisa pada
suatu kegiatan atau proses produksi. Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai
ekonomisnya dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu (1) Limbah yang
memiliki nilai ekonomis, limbah yang dengan proses lebih lanjut/diolah dapat
memberikan nilai tambah. (2) Limbah non ekonomis, limbah yang tidak akan
memberikan nilai tambah walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya
untuk mempermudah sistem pembuangan(Suparmoko dan Suparmoko, 2000).
Bagassemerupakan limbah selulosik yang banyak sekali potensi
pemanfaatannya.Bagasse dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak
berserat.Dalam prosesnya, bagasse harus mengalami perlakuan fisik dan biologis
terlebih dahulu karena tekstur ampas tebu yang keras, nilai gizi yang rendah dan
rendahnya kecernaan membuat penggunaan pakan dari bagasse kurang baik.
8
Upaya mengatasinya dengan melakukan pemecahan ikatan lignin selulosa dan
hemiselulosa pada ampas tebu. Pemasakan ampas tebu dengan kadar air 30%
pada tekanan 1,5 kg/cm2 menggunakan autoclave dan fermentasi menggunakan
starter berupa kapang Trichodermaviride mampu menurunkan kadar serat dinding
sel (NDF/Neutral Detergent Fiber) dan kadar selulosa pada ampas tebu sehingga
sesuai digunakan sebagai pakan ternak berserat (Christiyanto, 2005).
Bagasse memiliki kadar pentosan cukup tinggi, yaitu sebesar 18,86% dengan
kadar air sebesar 6,76% (Andaka, 2011), sehingga memungkinkan ampas tebu
untuk diolah menjadi furfural. Hasil studi menunjukkan yield furfural mencapai
titik maksimum pada suhu 100 oC sebesar 5,07% dan yield furfural mencapai titik
optimum pada waktu reaksi hidrolisis selama 120 menit sebesar 5,67%. Furfural
memiliki aplikasi cukup luas dalam berbagai industri, seperti pengolahan minyak
bumi, pembuatan nilon, pelapisan, farmasi, dan serat sintetik. Pembuatan furfural
belum ada di Indonesia, selama ini Indonesia masih mengimpor
furfural dari Cina(Wijanarko, 2006).
Berdasarkan riset yang dilakukan selama tiga tahun (1999-2002), PT PG Rajawali
II menemukan bahwa bagasse merupakan bahan yang lebih baik dibandingkan
jerami atau jagung, untuk menggantikan asbes dalam pembuatan kanvas rem
(brake pad). Kanvas rem jenis ini belum banyak diminati karena kotoran dari
pengikisan kampas berwarna hitam dapat mengotori pelek, harganya pun lebih
mahal dan tidak pakem pada panas tinggi (Pratama, 2011).Bagasse juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp, dan particle board. Etanol , CMC
(carboxymethyl cellulose), dan bahan penyerap (adsorbent) namun masih dalam
taraf penelitian (Misran, 2005).
9
Menurut hasil penelitian Saputra (2010), memanfaatkan limbah industri gula
berupa ampas tebu (bagasse)sebagai bahan bakarPLTU bernilai ekonomis bila
dibandingkan dengan PLTU batu bara dalam hal biaya modal dan biaya bahan
bakar. Selain itu, dengan harga jual Rp 795,00/ KWh, dengan suku bunga 6%,
biaya modal untuk pembangunan PLTU Ampas tebu ini dapat kembali setelah 17
tahun.Jenis konversi energi pembangkit listrik dengan menggunakan biomassa,
mempunyai biaya pembangkitan yang sedikit relative lebih murah dibanding
dengan PLTU batubara karena PLTU biomassa menggunakan bahan bakar limbah
ampas tebu, sehingga biayanya sangat murah. Selain memiliki harga
pembangkitan yang relative murah, biaya bahan bakar dari biomassa merupakan
energy renewable, sehingga tidak dapat habis.
2. Proses Pabrikasi Gula dari Tebu
Menurut Rifai (2015), proses pabrikasi gula dari tebu setelah tebu dipanen dan
sudah berada di halaman pabrik (cane yard) untuk diproses pada dasarnya
dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu ekstraksi, pemurnian, penguapan,
kristalisasi, sentrifugasi dan penyelesaian.Diagram alir proses pabrik gula dengan
sistem kogenerasinya (lama)akan disajikan pada Gambar 1.
Diagram alir di bawah merupakan porses dan energi di pabrik gula dengan sistem
kogenerasi model lama yang sebagian masih ada di pabrik gula di Indonesia.
Ampas tebu dari proses ekstraksi digunakan sebagai bahan bakar di stasiun
pembangkit untuk menghasilkan energi uap dan energi listrik yang diperlukan
untuk menjalankan semua peralatan proses pabrikasi gula, hal ini diistilahkan
sebagai sistem kogenerasi. Definisi dari kogenerasi (co- generation) yaitu
10
memproduksi energi listrik dan energi termal secara bersamaan dari suatu proses
pembakaran bahan bakar. Pada proses di bawah, ampas tebu dari stasiun ekstrasi
digunakan sebagai bahan bakar boiler di stasiun pembangkit, uap dari boiler
sebagian digunakan untuk menggerakkan turbin alternator untuk menghasilkan
listrik dan sebagian digunakan oleh turbin penggerak gilingan di stasiun
ekstraksi.Uap tereduksi yang keluar dari turbin penggerak turbin alternator
maupun turbin penggerak gilingan digunakan sebagai pemanas baik di stasiun
pemurnian, penguapan dan kristalisasi.
Gambar 1.Diagram alir proses pabrik gula dengan sistem kogenerasi lama (Rifai,
2015).
TEBU
GULA PRODUK
Nira Mentah
Nira Jernih
Nira Kental
AMPAS TEBU
Listrik
untuk proses
Blotong
(Filter Cake) Lahan/ Kebun
PABRIK
ETANOL
EKSTRAKSI Cutting, shredding &
Extraction with Milling or
Diffuser
PEMURNIAN
Juice treament &
Clarification
PENGUAPAN
Multiple Effect
Evaporotion
KRISTALISASI
Boiling & Collung
Crystallization
SENTRIFUGASI
Sugar Crystal Separation
by Centrifugal
Masakan
Kristal Gula
PENYELESAIAN
Sugar Crystal Drying,
Weighing & Pockoging
AIR IMBIBIS
Ca(OH)2,SO2
TETES
(FINAL MOLASSES)
3
PEMBANGKIT
Cogeneration System
(Boiler + Steam
Turbine)
1
2
2
Keterangan :
Uap tekanan menengah untuk mesin turbin
penggerak gilingan (+20
kg/cm2)
Uap tekanan rendah untuk proses (Uap Jenuh
1,4 – 2 kg/cm2)
Strop (molasses) & Gula
Low Grade
2
1
3
11
Potensi surplus listrik dari proses pabrikasi gula dari tebu dapat dicapai bila
pembangkitan, distribusi dan penggunaan energi baik energi uap maupun energi
listrik dilakukan lebih efisien. Pemilihan skema dan peralatan proses yang
digunakan sangat menentukan pencapaian efisiensi yang ingin dicapai. Terdapat
beberapa pilihan skema proses yang dapat diterapkan di pabrik gula untuk
meningkatkan efisiensi energi, yaitu:
a. Stasiun penguapan menggunakan sistem quintiple, yaitu sistem penguapan
multi efek dengan jumlah efek sebanyak 5. Semakin banyak jumlah efek maka
semakin ekonomis penggunaan uap, hal ini telah diteliti oleh Norbert Rillieux
di Lousiana (US) dan dipatenkan pada tahun 1840 dimana pada prinsip
pertama Rillieux pada penguapan multi efek menyatakan bahwa dalam
penguapan sistem multi efek dengan jumlah N efek maka 1 kg uap akan dapat
menguapkan sejumlah N kg air.
b. Mengoptimalkan penggunaan uap bleeding, yaitu penggunaan uap hasil
penguapan nira di stasiun evaporator untuk digunakan sebagai media pemanas
di pemanas nira (juice heater) dan media pemanas di stasiun kristalisasi
(masakan). Hal ini sesuai dengan prinsip Rillieux yang kedua yaitu bila
sejumlah uap diambil dari efek ke i dari penguapan multi efek sebanyak N
efek dan digunakan sebagai pemanas ditempat lain maka akan mendapatkan
penghematan uap sebanyak i/N dikalikan dengan jumlah uap yang digunakan.
c. Mengganti mesin-mesin penggerak turbin uap (steam turbine drive) terutama
untuk penggerak gilingan dengan mesin penggerak yang lebih efisien seperti
penggerakelektromotor (electrical drive) atau penggerak hidraulik (hydraulic
drive). Peter Rein(2007), mengungkapkan bahwa efisiensi energi penggerak
turbin-turbin uap dapat mencapai 70 – 75 persen, sedangkan penggerak elektro
motor dapat mencapai 80 – 90 persen dan penggerak hidraulik berkisar 80 –
85 persen.
12
Dengan menerapkan skema dan pemilihan peralatan yang tepat maka dapat
diperkirakan jumlah penghematan energi yang akan diperoleh. Diagram alir
proses di pabrik gula dengan sistem kogenerasi terbaruakan disajikan pada
Gambar 2. Diagram alir tersebut menunjukkan bahwa semua ampas tebu
dioptimalkan untuk menghasilkan listrik di stasiun pembangkit dimana uap boiler
difokuskan untuk menggerakkan turbin alternator, semua mesin penggerak diganti
dengan sistem elekromotor kemudian kebutuhan uap pemanas dalam proses
dicukupi dengan uap tereduksi yang keluar dari turbin uap penggerak turbin
alternator sebagai penghasil listrik.
Gambar 2.Diagram alir proses di pabrik gula dengan sistem kogenerasi terbaru
(Rifai, 2015).
TEBU
EKSTRAKSI
PEMURNIAN
PENGUAPAN
KRISTALISASI
SENTRIFUGASI
PENYELESAIAN
Cutting, Shredding &
Extraction with milling
or Diffuser
Juice treoment &
Clarification
Multiple Effect
Evaporotion
Boiling & Cooling
Crystalization
Sugar Crystal Seporotion
By Centrifugal
Sugar Crystal Drying
Weighing &
Pockoging
GULA PRODUK TETES
(FINAL MOLASSES)
AIR IMBIBISI
Ca(OH)2,SO2
Uap
Bleeding
Nira Mentah
Nira Jernih
Nira Kental
Masakan
Kristal Gula
Listrik
untuk proses
Surplus
Listrik
Ke PLN PEMBANGKIT
Cogeneration System
(Boiler + Stream Turbine)
2
Blotong
(Filter Cake)
PABRIK
ETANOL
Lahan/
Kebun
Keterangan:
Uap tekanan rendah
untuk proses
(Uap Jenuh 1,4-2 kg/cm2)
Strop (molasses) &
Gula Low Grade
2
1
1
AMPAS TEBU
13
Gambaran umum proses dan sistem pembangkit yang digunakan di pabrik gula
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3.Gambaran umum proses dan sistem pembangkit yang digunakan di
pabrik gula (Rifai, 2015).
Tebu sebagai bahan baku produksi diproses pertama kali di stasiun gilingan untuk
diambil cairan gula (nira) dengan dibantu penambahan air imbibisi. Nira tebu dari
stasiun gilingan yang diperoleh selanjutnya diproses untuk menghasilkan produk
gula, hasil samping stasiun gilingan berupa bagasse digunakan sebagai bahan
bakar boileruntuk menghasilkan uap baru yang digunakan sebagai energi
penggerak turbin-turbin baik turbin generator maupun turbin penggerak
gilingan.Uap sisa yang keluar dari turbin-turbin tersebut yang disebut dengan uap
bekas kemudian digunakan sebagai pemanas di dalam produksi (Rifai, 2015).
3. Sistem Kogenerasi di Pabrik Gula
Kogenerasi adalah memproduksi energi listrik dan energi termal secara bersamaan
dari suatu proses pembakaran bahan bakar. Proses kogenerasi ini merupakan
sebuah sub sistem tersendiri dari pabrik gula, oleh karena itu dalam sub sistem ini
juga terdapat peluang untuk peningkatan efisiensi.Efisiensi penggerak gilingan
Ampas
Tebu Bahan Baku
Tebu Gilingan
Uap baru untuk
penggerak Turbin
Penggerak Gilingan
Boller (Kabel)
Bahan Bakar Ampas
Uap baru untuk
penggerak Turbin
Generator
Proses
Produksi Gula
Air Imbibisi
Nira
Tebu
Uap Bekas
untuk Proses
Uap Baru
Air Ketel
(BFW)
Stasiun Pembangkit Stasiun Gilingan
Listrik untuk
Kebutuhan
Pabrik
14
dengan motor dapat lebih tinggi dari efisiensi penggerak gilingan dengan mesin
uap, kemudian dari sisi distribusi energi listrik juga lebih efisien dibandingkan
distribusi energi dalam bentuk uap. Oleh karena itu efisiensi sistem kogenerasi di
pabrik gula dapat ditingkatkan dengan merubah sebagian besar energi uap dari
boiler untuk diutamakan menghasilkan listrik dan mengganti turbin penggerak
gilingan dengan elektromotor.Sistem kogenerasi di pabrik gula saat ini umumnya
terdiri dari boiler sebagai penghasil uap dengan bahan bakar ampas kemudian uap
dari boiler tersebut sebagian digunakan untuk menggerakkan turbin alternator
(generator) untuk menghasilkan listrik dan sebagian digunakan untuk
menggerakkan turbin penggerak gilingan (Rifai, 2005).Sistem kogenerasi di
pabrik gula yang saat ini umum digunakan akan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 4.Sistem kogenerasi di pabrik gula yang saat ini umum digunakan (Rifai,
2015).
4. Proses Konversi Energi dari Ampas Tebu Menjadi Energi Listrik
Energi listrik dapat diperoleh dengan melalui proses yang bertahap dari sumbar
bahan bakar menjadi energi listrik. Proses konversi energi dari ampas tebu
menjadi energi listrikakan disajikan pada Gambar 5. Ampas tebu dimasukkan ke
dalam furnace chamber melalui bagian atas lalu ampas tebu tersebut dimasukkan
BOILER
BOILER
Gilingan
Uap bekas 1-2 Bar
T/A
(bp)
Listrik
Untuk
proses
Uap baru + 20 bar
15
ke dalam furbace chamber dengan menggunakan grate sehingga ampas tebu
benar-benar terbakar sempurna. Ampas tebu yang terbakar sempurna itu jatuh ke
bagian bawah furnace chamber.
Boiler terdiri dari dua drum yang berada di bagian atas dan berada di bagian
bawah. Dua drum tersebut dihubungkan dengan pipa yang melewati bagian dalam
furnace chamber, sehingga air dari drum bawah yang dialirkan ke drum bagian
atas akan langsung menjadi uap saat pipa melewati bagian dalam furnace
chamber. Uap yang dihasilkan tersebut lalu dialirkan ke drum bagian atas. Uap
yang dihasilkan bersuhu 325°C dengan tekanan sedang, yaitu 18 kg/cm2 lalu, uap
yang dihasilkan ditimbun terlebih dahulu di Steam Header, supaya terkumpul
banyak, lalu setelah itu digunakan untuk memutar turbin.
Turbin yang berputar dengan kecepatan yang cukup tinggi direduksi kecepatan
putarnya oleh reduction gear yang dipasang antara turbin dan generator sehinggga
diperoleh sinkronisasi kecepatan antara turbin dan generator. Generator yang
berputarakan menimbulkan medan listrik sehingga akan membangkitkan tenaga
listrik. Siklus yang tepat digunakan untuk system pembangkit biomassa ampas
tebu adalah siklus topping dengan uap exhaust yang dihasilkan bertekanan rendah.
Uap bertekanan rendah tersebut digunakan untuk menggerakkan mesin uap pada
penggilingan satu, dua dan tiga serta digunakan untuk proses pembuatan gula.
16
Gambar 5. Proses konversi energi dari ampas tebu menjadi energi listrik (Saputra,
2010).
5. Teori Biaya
Biaya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: biaya total (Total Cost), biaya
tetap total (Total Fixed Cost) dan biaya variabel total (Total Variabel Cost).
Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang digunakan untuk menghasilkan
output tertentu, biaya tetap merupakan biaya yang tidak akan berubah meskipun
tingkat output berubah, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang akan berubah
apabila tingkat output berubah (Sukirno, 2008).Secara matematis hubungan biaya
total, biaya tetap, dan biaya variabel dapat dituliskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC .............................................................. (1)
Keterangan :
TC = biaya total (Total Cost)
TFC = biaya tetap total (Total Fix Cost)
TVC = biaya variabel total (Total Variable Cost)
6. Perhitungan Biaya Pembangkitan Total
Menurut perhitungan biaya untuk mesin dan bidang industri dikenal dua
komponen biaya, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap disebut juga
dengan fixed cost atau owning cost, dan biaya tidak tetap di sebut juga variable
17
cost atau operating cost. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya pembangkitan
energi listrik, biaya bahan bakar dan biaya opresi (Maksum, 2015).
Biaya modal (Cost Capital) adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperoleh dana baik yg berasal dari hutang, saham preferen,
saham biasa, dan laba ditahan untuk mendanai suatu investasi atau operasi
perusahaan.Penentuan besarnya biaya modal ini dimaksudkan untuk mengetahui
berapa besarnya biaya riil yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh
dana yang diperlukan (Saputra, 2010).
Biaya modal / Capital Cost (CC) menurut Saputra (2010), dapat diperoleh dengan
rumus :
CC=
..................... (2)
Perhitungan biaya pembangunan (Rp/KWh) merupakan biaya yang dikeluarkan
dalam memperoleh modal investasi berdasarkan Daya terpasang.
Perhitungan biaya pembangunan (Rp/KWh) menurut Aziz (2010), dapat diperoleh
menggunakan rumus :
Biaya Pembangunan =
........................ (3)
Keterangan:
Capital Investmen Cost = Biaya modal investasi
Installed capacity = Daya terpasang
Capital Recovery Factor (CRF)adalah faktor pengali (pengembalian modal) untuk
menghitung jumlah dari setiap pembayaran (A) yang terjadi pada akhir dari
periode ke n pada tingkat bunga i.
18
Capital Recovery Factor (CRF) menurut Giatman (2006) dapat diperoleh dengan
rumus :
CRF =
.................................................................. (4)
Keterangan :
I = Suku bunga
n = Umur Pembangkit
Sementara untuk mendapatkanperhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik
(KWh/Tahun)menurut Luhur (2013), di perlukan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah Pembangkit
Tenaga Listrik = Daya Terpasang X Faktor Kapasitas X Hari Giling (Jam)
(KWh/Tahun)
Menurut Nasrullah (2013), berdasarkan beberapa biayamaka persamaan biaya
pembangkitan total dalam pembangkitan tahunan dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut :
TC = CC + FC + OM ......................................................... (5)
Keterangan :
TC = Biaya Total
CC = Biaya Modal
FC = Biaya Bahan Bakar
O&MC = Biaya Operasi dan Perawatan
7. Penerimaan
Penerimaan adalah perkalian antara output yang dihasilkan dengan harga jual.
Secara sistematis menurut Sukartawi (2006):dapat ditulis sebagai berikut:
TR = Q x P......................................................................... (6)
Dimana :
TR = Penerimaan total (total revenue)
Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)
P = Harga (price)
19
Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin tinggi harga per unit
produk bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen
akansemakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya
rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil.
Penerimaan total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang
merupakan keuntungan yang diperoleh produsen.
8. Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan semua biaya
produksi.Pendapatan meliputi pendapatan kotor (penerimaan total) dan
pendapatan bersih.Pendapatan kotor adalah nilai produksi komoditas pertanian
secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim, 2007).
Pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :
π= TR – TC ........................................................................ (7)
π= Y . Py – {(ƩXi . Pxi) – BTT
Keterangan :
Π = keuntungan / pendapatan (Rp)
TR = total penerimaan (Rp)
TC = total biaya (Rp)
Y = jumlah produksi (satuan)
Py = harga satuan produksi (Rp)
X = faktor produksi (satuan)
Px = harga faktor produksi (Rp/satuan)
N = banyaknya input yang dipakai
BTT = biaya tetap total (Rp)
9. Analisis Kelayakan Finansial.
Pasaribu (2012), menjelaskan tentang menilai suatu proyek dalam rangka
memperoleh suatu tolak ukur yang mendasar dalam kelayakan investasi, telah
dikembangkan suatu metode analisis, yaitu dengan kriteria investasi maka dapat
20
ditarik beberapa kesimpulan apakah manfaat bersih atau kesempatan dalam
berinvestasi.
Suatu kriteria investasi adalah suatu alat apakah proyek yang akan dilaksanakan
go atau no go. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
a. Net Present Value (NPV)
Menurut Pasaribu (2012), nilai bersih sekarang atau Net Present Value dari
suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih antara benefit dengan cost
pada discountrate tertentu. Net Present Value menunjukkan kelebihan benefit
dibandingan cost.
Perhitungan NPV menurut Pasaribu (2012) adalah
∑
........................................................... (8)
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
n = umur proyek(tahun)
t = tahun ke 1,2,3 dst
i = discount rate (%)
Indikator kelayakan NPV antara lain yaitu:
1) Jika NPV lebih dari 0 maka investasi layak dilaksanakan
2) NPV kurang dari 0 maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan.
b. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)
Perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi
untuk memperoleh suatu manfaat.
Perhitungan Net B/C rasio menurut Kadariah (2001):
21
∑
∑
..................................................... (9)
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
n = umur proyek(tahun)
t = tahun ke 1,2,3 dst
i = discount rate (persen)
Indikator kelayakan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) yaitu:
1) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) lebih dari 1 maka proyek layak
dilaksanakan
2) Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) kurang dari 1 maka proyek tersebut tidak
layak untuk dilaksanakan.
c. Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)
Analisis benefit cost yaitu rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bersifat negatif. Penerapan analisis B/C rasio
diperlukan untuk melihat sejauhmana perbandingan antara nilai manfaat
terhadap biaya.
Persamaan B/C Rasiomenurut Pasaribu (2012) yaitu
∑
∑ ........................................................ (10)
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) pada tahun ke-i
Ct = biaya (cost) pada tahun ke-i
i = suku bunga (persen)
t = tahun ke 1,2,3 dst
22
Indikator kelayakan Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) yaitu:
1) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) lebih dari 1 maka proyek layak
dilaksanakan.
2) Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) kurang dari 1 maka proyek tersebut
tidak layak untuk dilaksanakan.
d. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk mengetahui dan sebagai alat
ukur kemampuan proyek dalam pengembalian bunga pinjaman dari lembaga
internal keuangan yang membiayai proyek tersebut.Internal Rate of Return
(IRR) menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa
datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Umar,
2005).
Pada dasarnya Internal Rate of Return (IRR) memperlihatkan bahwa present
value benefitsama dengan present value cost. Dengan kata lain IRR
menunjukkan NPV sama dengan nol.
Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) menurut Kadariah (2001) yaitu:
)(21
1121 ii
NPVNPV
NPViIRR
........................... (11)
Keterangan:
NPV 1 = net present value percobaan pertma
NPV 2 = net present value percobaan kedua
i1 = discount factor percobaan pertama
i2 = discount factor percobaan kedua
Indikator kelayakan Internal Rate of Return (IRR) yaitu:
1) Jika Internal Rate of Return (IRR) lebih dari tingkat suku bunga yang
berlaku maka proyek akan memberikan keuntungan jika dilaksanakan.
23
2) Internal Rate of Return (IRR) kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku
maka proyek tersebut tidak memberikan keuntungan tapi menyebabkan
kerugian untuk dilaksanakan.
e. Profitabiity Ratio (PR)
Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan Profitabiity Ratio (PR)
adalah untuk menghitung perbandingan nilai uang sekarang dari manfaat bersih
di luar investasi.
Cara penghitung Profitabiity Ratio (PR) menurut Pasaribu (2012) yaitu:
....................................................... (12)
f. Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) menurut Umar (2005) merupakan jangka waktu
pengembalian modal investasi yang akan dibayarkan melalui keuntungan yang
diperoleh proyek tersebut. Semakin cepat waktu pengembalian semakin baik
untuk diusahakan.
Perhitungan Payback Periode (PP)menurut Umar (2005) yaitu:
............................................... (13)
Indikator kelayakan Payback Periode (PP) yaitu:
1) Jika Payback period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan
2) Jika Payback period lebih lama dari umur ekonomis usaha,maka proyek
tersebut tidak layak untuk dijalankan
24
10. Analisis Sensitivitas
Seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor atau parameter yang
mempengaruhinya maka setiap pengambilan keputusan seharusnya disertai
dengan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas akan memberikan gambaran
sejauhmana suatu keputusan akan konsisten meskipun terjadi perubahan pada
faktor-faktor atau parameter yang mempengaruhinya. Analisis sensitivitas
dilakukan dengan mengubah nilai suatu parameter pada suatu saat untuk
selanjutnya dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif
investasi. Parameter yang biasanya berubah dan perubahannya dapat
mempengaruhi keputusan adalah biaya investasi, aliran kas, nilai sisa, tingkat
bunga, tingkat pajak, kondisi ekonomi dan sebagainya (Umar, 2005).
Menurut Gittinger (2008), pada bidang pertanian perubahan kriteria investasi
dapat terjadi akibat adanya perubahan harga output, keterlambatan pelaksanaan,
kenaikan biaya, dan jumlah produksi.
a. Harga output, apabila penetapan harganya berbeda dengan kenyataan yang
terjadi.
b. Keterlambatan pelaksanaan, hal ini dapat terjadi akibat keterlambatan inovasi,
pemesanan dan penerimaan teknologi.
c. Kenaikan biaya input, pada umumnya suatu proyek sangat sensitif terhadap
perubahan biaya terutama biaya input produksi.
d. Hasil produksi, penurunan hasil produksi dapat terjadi akibat gangguan hama
dan musim atau terjadi kesalahan pada penaksiran hasil produksi
25
Secara matematis Menurut Gittinger (2008), laju kepekaan dapat dirumus sebagai
berikut:
|
|
|
|
....................................... (14)
Keterangan :
Xi = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP setelah perubahan
Xo = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP sebelum perubahan
X = rata-rata perubahan Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP
Yi = biaya produksi/harga jual setelah perubahan
Yo = biaya produksi/harga jual sebelum perubahan
Y = rata-rata perubahan biaya produksi/harga jual.
Kriteria laju kepekaan:
a. Jika laju kepekaan lebih dari satu, maka usaha sensitif terhadap perubahan.
b. Jika laju kepekaan kurang dari satu, maka usaha tidak sensitif terhadap
perubahan.
11. Analisis Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) atau titik impas, dimana perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita kerugian. Titik impas atau BEP sangat penting bagi
manajemen untuk mengambil keputusan untuk menarik produk atau
pengembangan produk, atau untuk menutup anak perusahaan yang profit center
atau mengembangkannya. Seyogyanya semua produk harus dihitung titik
impasnya, terutama divisi untuk meraih pasar yang profitable. Titik impas juga
sangat penting untuk mengukur manajemen dalam efisiensi biaya dan efektivitas
dalam memperoleh pangsa pasar yang menguntungkan. Untuk menghitung titik
impas atau BEP, biaya harus diklasifikasikan kedalam biaya tetap dan biaya
variable (Purwanti, 2013).
26
Rumus BEP dapat disajikan sebagai berikut (Purwanti, 2013):
........................................................ (15)
................................... (16)
....................................... (17)
Metode Penghitungan Analisa Break Even Point Dalam menghitung Titik Impas
(Break Even) dapat dipergunakan tiga pendekatan,yaitu :
1. Pendekatan Persamaan
Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan
biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini diturunkan dari
laporan laba/rugi keuangan perusahaan, menurut Garrison, (2006:334) disajikan
dengan persamaan berikut yaitu :
................ (18)
Atau dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
– – ................................................ (19)
Dimana :
Y = Laba
c = Harga jual per satuan
x = Jumlah produk yang di jual
b = Biaya variabel per satuan
a = Biaya tetap
– ................ (20)
Hubungan tersebut dapat dirumuskan dalam persaman secara matematis
dalam bentuk persamaan linear, sebagai berikut :
27
– .............................. (21)
– .............................. (22)
– ........................ (23)
.................................................. (24)
– ...................................................... (25)
Dalam keadaan Break Even, apabila laba sama dengan nol, dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
⁄ ..................................... (26)
Atau
.................................... (27)
Dimana :
P = Total Penjualan
BT = Total Biaya Tetap
Vc = Biaya Variabel
L = Laba
Ps = Penjualan Satuan
Vs = Biaya Variabel satuan
2. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan marjin Kontribusi adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan
menghitung Marjin Kontribusi terlebih dahulu. Marjin Kontribusi diperoleh
dengan pengurangan total penjualan dengan total biaya variabel, sehingga
diperoleh marjn kontribusi per unit dan marjin kontribusi rasio menurut (Abdul
Halim dan Bambang S, 2005) disajikan dengan persamaan sebagai
berikut :
– ............................................. (28)
.................................. (29)
28
maka :
......................... (30)
................................ (31)
Dimana :
MK = Marjin Kontribusi
P = Total Penjualan
BEP (unit) = Titik Impas dlm unit
BT = Biaya Tetap
BEP (Rp) = Titik Impas dlm rupiah
VC = Biaya variable
3. Pendekatan Grafik
Pendekatan Grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan
menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas ( Break Even )
digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya
total. Dengan grafik break even point manajemen akan dapat mengetahui
hubungan antara biaya, penjualan ( volume penjualan ) dan laba selain dari itu
dengan grafik break even point manajemen juga akan mengetahui besarnya biaya
yang tergolong biaya tetap dan biaya variabel, serta mengetahui tingkat volume
penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat penjualan yang
menimbulkan laba.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Saputra (2010) menganalisistentang studi pemanfaatan biomassa ampas
tebu dan perbandingan dengan batu barasebagai bahan bakar pembangkit listrik
tenaga uap 1x3MW di Asembagus, Kabupaten Situbondo. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian studi kasus.Hasil penelitian ini yaituPLTU
Ampas tebu ini lebih ekonomis bila dibandingkan dengan PLTU Batu Bara dalam
29
hal biaya modal dan biaya bahan bakar. Namun, lebih mahal bila dibandingkan
dengan biaya operasional dan maintenance PLTU Batu Bara. Sehingga
didapatkan, biaya pembangkitan total PLTU Ampas tebu ini adalah US$ 0,03253/
KWh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan PLTU Batu bara, yaitu US$
0,0425/ KWh. Selain itu, dengan harga jual Rp 795,00/ KWh, dengan suku
bunga enam persen, biaya modal untuk pembangunan PLTU Ampas tebu ini
dapat kembali setelah 17 tahun..
Kurniawan dan Santoso (2009), menganalisis tentang listrik sebagai ko-produk
potensial pabrik gula.Hasil penelitian mengungkapkan di beberapa negara,
industri gula menghasilkan surplus listrik sehingga dapat dijual ke perusahaan
listrik setempat. Dengan menggunakan teknologi condensing/extraction turbines
(TCE), pabrik gula berpotensi menghasilkan listrik 150 KWh/t tebu, bahkan
dengan teknologi biomass integrated gasification to gas turbines (BIG-GT)
mampu memproduksi 300 KWh/t tebu. Produksi listrik dengan teknologi TCE
berpotensi untuk diterapkan pada sebagian PG di Indonesia. Potensi produksi
listrik yang bisa digali dalam jangka pendek atau menengah diperkirakan sebesar
379.310 MWH dari surplus ampas tebu dan 1.029.630 MWH dari daun tebu
kering, sehingga total potensi produksi listrik dari tebu sebesar 1.408.940 MWH.
Misran (2005) menganalisis industri tebu menuju zero waste industry. Merubah
paradigma industri gula menjadi industri tebu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan setiap buangan atau hasil samping dari tebu maupun proses
pengolahannya. Hasil peneliti ini perusahaan gula mampu memanfaatkan setiap
buangan atau hasil samping secara optimal Harga Pokok Produksi (HPP) dapat
30
ditekan.Penurunan HPP akan memungkinkan produk gula bias bersaing dengan
pasar internasional.
Pramithasari (2011), menganalisis tentang analisis ekonomi pengolahan limbah
pohon jati.Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemanfaatan limbah pohon jati
menghasilkan beberapa produk.Pendapatan rata-rata bagi usaha yang dihasilkan
adalah sebesar Rp 35,40 juta sehingga pendapatan usaha secara agregat adalah
sebesar Rp 9,77 milyar. Pendapatan bagi tenaga kerja dalam bentuk biaya upah
tenaga kerja yang harus dikeluarkan bagi setiap pelaku usaha adalah sebesar Rp
16,11 juta, sehingga pendapatan bagi tenaga kerja secara agregat adalah sebesar
Rp 4,44 milyar. Manfaat ekonomi lainnya dari kegiatan pengolahan limbah
tunggak pohon jati adalah terciptanya penyerapan tenaga kerja sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran di wilayah setempat.
Prasetyo (2010), menganalisis tentang Break Even Point (BEP) pada industri
pengolahan tebu di Pabrik Gula (PG) Mojo Kabupaten Sragen. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa secara keseluruhan penerimaan dan produksi gula PG
Mojo pada tahun 2004 – 2008 telah mencapai BEP, hal tersebut dapat diketahui
dari rata-rata penerimaan dan produksi gula yang lebih besar dari rata-rata BEP.
Luas lahan PG Mojo pada tahun 2004 – 2008 telah mencapai BEP dan hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun mengalami perubahan variabel
yaitu peningkatan maupun penurunan harga gula sebesar 1,5 persen, jumlah
produksi 13,2 persen dan biaya produksi 4,7 persen luas lahan yang dimilki PG
Mojo masih melampaui BEP luas lahan.
31
Rizky (2016), menganalisis tentang analisisi usaha dan strategi pengembangan
Ternak Kalkun Mitra Alam Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian usaha ternak kalkunMitra Alam yang melakukan
kegiatan pembibitandan pembesaran kalkun lokal layak untuk dikembangkan.
Keuntungan usaha ternak kalkunMitra Alam dalam satu periode produksi
mencapaiRp24.674.614 dengan nilai R/C rasio yaitu 1.29.
C. Kerangka Pemikiran
Permintaan gula di Indonesia tidak hanya berasal dari kalangan rumah tangga
melainkan digunakan sebagai bahan bakudalam proses industri pangan.
Permintaan gula meningkat seiring pesatnya pertumbuhan industri makanan dan
minuman.Kebutuhan konsumsi gula nasional yang terus meningkat menyebabkan
permintaan akan gula tinggi.Guna memenuhi kebutuhan akan permintaan gula
dibutuhkan produksi tebu yang tinggi. Setiap kegiatan produksi, akan
menghasilkan berbagai macam hasil produk, baik produk utama maupun produk
sampingan.
Produksi gula yang tinggi akan menghasilkan hasil produksi yang tinggi pula. PT
Gunung Madu Plantations menghasilkan gula sebagai produk utama dan limbah
sebagai produk sampingan.Proses pemerahan nira akan dihasilkan ampas
tebu/bagasse. Pengkristalan nira menjadi gula menghasilkan beberapa limbah
yaitu berupa air yang akan dimurnikan dan dialirkan ke sungai, berupa blotong
yang digunakan sebagai pupuk pengganti kompos dan berupa molasses yang di
jual sebagai bahan baku industri lain dan campuran pakan ternak.
32
PT Gunung Madu Plantations memanfaatkan bagasse sebagai bahan bakar dalam
menghasilkan listrik baik di masa on season maupun pada masa off
season.Pengolahanbagasse tersebut, memiliki manfaat-manfaat ekonomi yang
dapat menambah keuntungan bagi perusahaan. Penelitian ini menganalisis
manfaat-manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan pengolahan limbah tebu
berupa bagasse menjadi listrik.Berdasarkan penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan dapat menjadi dasar dalam menganalisis kelayakan dan analisis break
even point (BEP) pada pengolahanbagasse. Analisis BEP dan kelayakan dilihat
berdasarkan nilaititik impas yang dihasilkan serta aspek NPV, Net B/C rasio,
Gross B/C rasio, IRR, PR, PP dan analisis sensitivitas. Apabila hasil analisis
BEP dan analisis finansial dari pengolahanbagasse menjadi listrik layak maka
dapat dilakukakan pengembangan pada pengolahanbagasse menjadi listrik
sebagai alternatif dalam potensi penghasil surplus listrik.Namun, jika hasil analisis
BEP dan analisis finansial menunjukkan hasil yang tidak layak maka dapat
dilakukan evaluasi terhadap kegiatan pengolahanbagasse menjadi listrik dalam
kegiatan pengolahanbaik dari segi biaya maupun produktivitas mesin pembangkit
listrik.
33
Keterangan: Tidak diteliti
Gambar 6.Kerangka pemikiran analisis finansial pengolahan ampas
tebu/bagassedi PT Gunung Madu Plantations.
Listrik Bahan
Baku
Pulp
CMC Kompos Kanvas
Rem Etanol Furfural Pakan
Particle
Board
Tidak
Layak Layak
Analisis Finansial
1. NPV
2. Net B/C rasio
3. Gross B/C rasio
4. IRR
5. PR
6. PP
7. Analisis Sensitivitas
Manfaat
Ekonom
i Pengembangan Evaluasi
Analisis Break
Even Point (BEP)
Nira
Gula Molasses Limbah Cair
Bagasse /
Ampas Tebu
Permintaan Gula Tinggi Produksi Tebu Tinggi PT Gunung Madu Plantations
34
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi
kasus.Menurut Singaribun (2009), metode penelitian studi kasus merupakan
penelitian yang dilakukan secara mendalam dan menyeluruh terhadap seseorang
atau suatu unit selama kurun waktu tertentu. Metode penelitian studi kasus ini
dipilih karena objek yang akan diteliti memiliki ruang lingkup yang terbatas yaitu
pada suatu perusahaan. Selain itu, studi kasus memiliki keunggulan yaitu mampu
mengungkap hal-hal secara spesifik dan lebih detail.
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu aspek dalam penelitian yang berguna
memberikan informasi tentang cara dalam melakukan pengukuran suatu variable.
Singarimbun (2009) mengatakan bahwa dengan membaca definisi operasional
dalam suatu penelitian seseorang dapat mengetahui pengukuran suatu
variable.Konsep dasar dan definisi opersional bersifat spesifik, rinci, tegas dan
pasti yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal-hal
yang dianggap penting.
Pemanfaatan bagasse sebagai bahan bakar pembuatan listrik merupakan upaya
pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan
35
oleh industri gula.Respeonden dalam penelitian ini merupakan staf ahli bidang
kelistrikan pada PT Gunung Madu Plantations.
Bagassedi manfaatkan sebagai bahan bakar 4 unit boiler dengan kapasitas
terpasang masing-masing No.1 = 120 ton/jam; No.2 = 120 ton/jam; No.3 = 80
ton/jam; No.4 = 120 ton/jam.Penelitian ini dilakukan hanya pada satu pembangkit
saja yaitu pembangkit no 4 dikarenakan keterbatasan pada ketersediaan data.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis finansial, analisis sensitivitas
dan analisis BEP. Analisis finansial digunakan dalam menilai keberhasilan dan
kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan manfaat. Umur ekonomis yang
digunakan adalah 25 tahun dengan mempertimbangkan tingkat suku bunga
sebesar 9,95 persen (Bank Mandiri, 2017). Analisis sensitivitas digunakan untuk
mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan parameter yang
mempengaruhinya. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terjadi
penurunan harga listrik sebesar sembilan persen, terjadi kenaikan biaya bahan
bakar sebesar 11 persen, 22 persen, 33 persen dan terjadi kenaikan discounting
factor sebesar 5 persen, 10 persen 15 persen.Analisis BEP digunakan untuk
melihat titik keseimbangan apabila tenaga listrik yang dihasilkan PLTU berbahan
bakar bagasse pada PT GMP di perjual belikan untuk konsumsi rumah tangga.
Pengolahanbagassesebagai bahan bakar pembuatan listrik adalah kegiatan
memproduksi listrik dengan memanfaatkan limbah tebu berupa ampas
tebu/bagasse sebagai bahan bakar boiler yang uapnya akan menggerakkan turbin
sehingga dapat menghasilkan listrik.Definisi operasional mengenai analisis
finansial PLTU berbahan bakar bagasse disajikan pad Tabel 1.
36
Tabel 1. Definisi Operasional.
NO Variabel Devinisi Operasional Satuan Rumus
1 Biaya
Biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam
pengolahan bagasse.Biaya
ini diperoleh dari jumlah
pengeluaran perusahaan
selama proses operasional
berlangsung.
(Rp/th) TC = CC + FC + OM
2 Biaya modal
(Cost Capital)
Biaya modal (Cost Capital)
adalah biaya riil yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan
untuk memperoleh dana baik
yg berasal dari hutang,
saham preferen, saham
biasa, dan laba ditahan untuk
mendanai suatu investasi
atau operasi perusahaan.
(Rp/th)
Biaya pembangunan X
kapasitas pembangkit X
CRF
Jumlah Pembangkit Tenaga
Listrik
3 Biaya
pembangunan
Perhitungan biaya
pembangunan merupakan
biaya yang dikeluarkan
dalam memperoleh modal
investasi berdasarkan Daya
terpasang.
(Rp/KWh) (Capital Investmen Cost)
(Installed Capacity)
4
Capital
Recovery
Factor (CRF)
Capital Recovery Factor
(CRF) adalah faktor pengali
(pengembalian modal) untuk
menghitung jumlah dari
setiap pembayaran (A) yang
terjadi pada akhir dari
periode ke n pada tingkat
bunga .
CRF =
5
Jumlah
Pembangkit
Tenaga Listrik
Jumlah alat yang digunakan
perusahaan dari bagian
industri yang digunakan
untuk menghasilkan tenaga
listrik
(KWh/th)
Daya Terpasang X Faktor
Kapasitas X Hari Giling
(Jam)
6 Fuel Cost
(FC)
Fuel Cost (FC) merupakan
biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk
penggunaan bahan bakar.
Pembangkit ini
menggunakan bahan bakar
tampas tebu / bagasse
(Rp/th) Konsumsi bahan bakar per
tahun X Harga (Rp/Kg)
7
Biaya
operasional
dan
maintenance
(OM)
Biaya operasional dan
maintenance (OM) adalah
biaya yang dikeluarkan
perusahaan dalam
melakukan pengoprasian
dan perawatan berkala pada
pembangkit listrik
(Rp/th)
37
Tabel 1. Lanjutan
8 Penerimaan
Penerimaan adalah sejumlah
uang yang diterima dari
perkalian antara jumlah
produksi yang dihasilkan
dengan harga jual.
(Rp/th)
TR = Q x P
9 Pendapatan
Seluruh pendapatan
perusahaan yang berasal dari
pengolahan bagasse setelah
dikurangi dengan
pengeluaran tunai yang
diukur dalam satuan rupiah
per tahun
(Rp/th) π= TR – TC
10 Net Present
Value (NPV)
Net Present Value (NPV)
merupakan selisih nilai
sekarang dari besarnya
penerimaan dengan biaya
yang dikeluarkan dari suatu
proyek yang dihitung pada
tingkat suku bunga tertentu.
(RP)
n
tt
i
CtBtNPV
1 1
11 Net B/C Ratio
Net B/C Rasio merupakan
perbandingan antara NPV
positif dan NPV negatif yang
dapat menunjukkan besarnya
manfaat yang diperoleh dari
penggunaan biaya dan
investasi.
n
t
t
n
t
t
iBtCt
iCtBt
CNetB
0
0
1
1
/
12 Gross B/C
Ratio
Gross B/C Rasio merupakan
perbandingan antara besarnya
manfaat yang diterima dalam
suatu proyek berdasarkan
besar biaya yang telah
dikeluarkan
n
t
t
n
t
t
iCt
iBt
CGrossB
0
0
1
1
/
13
Internal Rate
of Return
(IRR)
Internal Rate of Return (IRR)
sebagai alat ukur kemampuan
proyek dalam pengembalian
bunga pinjaman dari lembaga
internal proyek. Internal Rate
of Return (IRR)
memperlihatkan bahwa
present value benefit sama
dengan present value cost
atau NPV sama dengan nol.
)(
21
1121 ii
NPVNPV
NPVi
14 Profitability
ratio
Profitability rasio
menghitung perbandingan
nilai uang sekarang dengan
manfaat bersih yang akan
diperoleh di luar investasi
proyek.
15 Payback
periode
Payback periode
menunjukkan kemampuan
proyek dalam pengembalian
atas modal investasi dari
keuntungan proyek.
Tahun
38
Tabel 1. Lanjutan.
16 Sensitivitas
Sensitivitas adalah analisis
yang dilakukan untuk
mengetahui akibat dari
perubahan parameter-
parameter produksi terhadap
perubahan kinerja system
produksi dalam
menghasilkan keuntungan.
|
|
|
|
17 Break Even
Point (BEP)
Break Even Point (BEP)
merupakan keadaan dimana
suatu operasi perusahaan
tidak mendapat untung
maupun rugi melainkan
impas.
(Penghasilan = Total Biaya)
18 BEP Rupiah
BEP Rupiah adalah titik
impas pokok yg dinyatakan
oleh jumlah penjualan atau
harga penjualan tertentu.
19 BEP Unit
BEP unit adalah titik impas
pokok yang dinyatakan oleh
jumlah produk yang dijual.
20
Contribution
Margin Ratio
(CMR),
CMR adalah Persentase
Kontribusi atas Pendapatan
Total (Total Revenue), yang
mana dapat dihitung dari
kontribusi satuan terhadap
harga satuan atau jumlah
kontribusi terhadap jumlah
Pendapatan:
C. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di PT Gunung Madu Plantations (PT GMP),Desa
Gunung Batin KM 90, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah,
Lampung.Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive).Metode purposivesampling yaitu pemilihan sampel melalui pilihan-
pilihan, berdasarkan kesesuaian karakteristik yang dimiliki sampel dengan kriteria
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, sesuai dengan tujuan penelitiannya
(Mardikanto dan Irianto, 2011).
39
Pemilihan lokasi penelitian pada PT Gunung Madu Plantations (PT GMP) dengan
pertimbangan bahwa PT Gunung Madu Plantations memanfaatkan ampas
tebu/bagassesebagai bahan bakar pembangkit listrik.Pengolahan bagasse di
lakukan PT Gunung Madu Plantations pada dua musim yaitu pada saat on season
dan off season. PT Gunung Madu Plantations di anggap cukup optimal dalam
memanfaatkan limbahnya dibuktikan dengan terpenuhinya kebutuhan akan listrik
secara mandiri dan menghasilkan surplus listrik
Responden yang dipilih dalam penelitian ini ialah para ahli yang bekerja di PT
Gunung Madu Plantations yang paham tentang bagaimana proses
pengolahanamapas tebu/bagassemenjadi listrik yang ada di perusahaan gula
tersebut. Responden tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka
memahami tentang mekanisme pembangkit tenaga listrik berbahan bakar bagasse
yang ada di perusahaan sehingga dapat memberikan data dan informasi yang
relevan.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017.
D. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dari responden yang di
dapatkan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari lembaga pengumpul data yang telah
dipublikasikan kepada masyarakat yang dapat diperoleh melalui lembag-lembaga
penelitian, sumber literature yang berisihasil penelitian terdahulu atau publikasi
yang relevan dengan tujuan penelitian.
40
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara dengan
teknik wawancara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu, percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Wawancara dipergunakan untuk
mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian sehingga diperoleh data-data
yang diperlukan.Teknik wawancara mendalam ini diperoleh langsung dari subyek
penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait
langsung dengan pokok permasalahan(Moloeng, 2007). Wawancara dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin.Wawancara bebas
terpimpin yaitu cara mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas, artinya
pertanyaan tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah
pokok dalam penelitian kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi di
lapangan ( Hadi, 1994).Responden pada penelitian ini yaitu seorang kadiv BAS &
GA, kadiv Technical Enginering, kadiv Processing, dan kadiv Mill Boiler.
Responden dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mereka memahami secara
mendalam mengenai pengolahan bagasse menjadi listrik.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua cara
yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif.Analisis deskriptif kualitatif digunakan
untuk menjelaskan secara rinci hasil yang diperoleh dalam penelitian.Analisis
deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahuihasil analisis kelayakan
financial, analisis sensitivitas dan analaisis BEP pada pengolahan bagasse di
PTGMP.
41
1. Analisis Kelayakan Finansial
Untuk menjawab tujuan pertama yaitu analisis kelayakan finansial investasi
pembangkit listrik berbahan bakar bagasse pada PT GMP digunakan metode
analisis deskriptif kuantitatif. Penilaian kriteria investasi finansial terdiri dari
analisis Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C ratio), Net Benefit-Cost Ratio
(Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan
Payback Period (PP).Perhitungan biaya untukpengolahanbagassebesar
biayanya terdiri dari biaya pembangkitan energi listrik, biaya bahan bakar serta
biaya operasional dan perawatan (Pasaribu, 2012).
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih
antara benefit dengan cost pada discount rate tertentu. Net Present Value
menunjukkan kelebihan benefit dibandingan cost.
Secara matematis menurut Pasaribu (2012),NPV dapat dirumuskan
sebagaiberikut :
n
tt
i
CtBtNPV
1 1
Keterangan :
Bt = benefit tahun ke t
Ct = cost tahun ke t
i = discount factor (9,95 persen)
n = waktu umur proyek (25 tahun)
Indikator kelayakan NPV antara lain yaitu:
1) Jika NPV lebih dari 0 maka investasi layak dilaksanakan
2) NPV kurang dari 0 maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan.
42
b. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C)
Perbandingan antara jumlah NPV positif dengan jumlah NPV negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan
investasi untuk memperoleh suatu manfaat.
Secara matematis menurut Kadariah (2001),Net B/C dapat dirumuskan
sebagai berikut :
n
t
t
n
t
t
iBtCt
iCtBt
CNetB
0
0
1
1
/
Keterangan :
Bt = benefit tahun ke t
Ct = cost tahun ke t
I = discount factor (9,95 persen)
N = waktu umur proyek (258 tahun)
Indikator kelayakan Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) yaitu:
1) Jika Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) lebih dari 1 maka proyek layak
dilaksanakan,
2) JikaNet Benefit Cost Rasio (Net B/C) kurang dari 1 maka proyek
tersebut tidak layak untuk dlaksanakan.
c. Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C)
Analisis benefit cost yaitu rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bersifat negatif. Secara matematis menurut
Pasaribu (2010), Net B/C dapat dirumuskan sebagai:
n
t
t
n
t
t
iCt
iBt
CGrossB
0
0
1
1
/
43
Keterangan :
Bt = benefit tahun ke t
Ct = cost tahun ke t
I = discount factor (9,95 persen
N = waktu umur proyek (25 tahun)
Indikator kelayakan Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) yaitu:
1) Jika Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) lebih dari satu maka proyek
layak dilaksanakan
2) JikaGross Benefit Cost Rasio (Gross B/C) kurang dari satu maka proyek
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
d. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) menyamakan nilai sekarang dari arus kas
yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan
mengeluarkan investasi awal (Umar, 2005)
Secara matematis menurut Umar (2005),Net B/C dapat dirumuskan sebagai:
)(21
1121 ii
NPVNPV
NPViIRR
Keterangan:
NPV’ = net present value percobaan pertma
NPV” = net present value percobaan kedua
i’ = discount factor percobaan pertama
i” = discount factor percobaan kedua
Indikator kelayakan Internal Rate of Return (IRR) yaitu:
1) JikaInternal Rate of Return (IRR) lebih dari tingkat suku bunga yang
berlaku maka proyek akan memberikan keuntungan jika dilaksanakan.
2) JikaInternal Rate of Return (IRR) kurang dari tingkat suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut tidak memberikan keuntungan tapi
menyebabkan kerugian untuk dilaksanakan.
44
e. Profitabiity Ratio (PR)
Analisis kelayakan investasi dengan menggunakan Profitabiity Ratio (PR)
adalah untuk menghitung perbandingan nilai uang sekarang dari manfaat
bersih di luar investasi.Menurut Pasaribu (2012) secara matematis
Profitabiity Ratio (PR) dapat dirumuskan sebagai:
f. Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) merupakan jangka waktu yang diperlukan umtuk
pengembalian modal investasi yang akan dibayarkan melalui keuntungan
yang diperoleh proyek tersebut.
Secara matematis menurut Umar (2005), Payback Periode (PP) dapat
dirumuskan sebagai
Indikator kelayakan Payback Periode (PP) yaitu:
1) Jika Payback period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan.
2) Jika Payback period lebih lama dari umur ekonomis usaha,maka proyek
tersebut tidak layak untuk dijalankan
2. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan ntuk melihat kepekaan dari analisisGross B/C
ratio, Net B/C Ratio, NPV, IRRdanPPterhadap perubahan-perubahan pada
dasar perhitungan penerimaan dan biaya pengolahanbagassemenjadi
listrik.Adapun perubahan-perubahan yang akan dikaji pada analisis sensitivitas
adalah
45
a. Terjadi penurunan harga listrik sebesar sembilan persen , perubahan
penurunan harga listrik tersebut berdasarkan perubahan penurunan harga
listrik maksimal yang pernah terjadi selama investasi PLTU berbahan bakar
bagasse dilaksanakan.
b. Terjadi kenaikan biaya bahan bakar sebesar 11 persen, perubahan kenaikan
biaya bahan bakar tersebut berdasarkan inflasi tertinggi yang pernah terjadi
selama investasi PLTU berbahan bakar bagasse dilaksanakan, perubahan
sebesar 22 persen berdasarkan asumsi apabila terjadi kenaikan dua kali dari
nilai inflasi tertinggi, serta perubahan dengan asumsi apabila terjadi
kenaikan biaya bahan bakar hingga 33 persen.
c. Terjadi kenaikan discounting factor sebesar lima persen, perubahan
kenaikan discounting factor tersebut berdasarkan perubahan kenaikan
discounting factor maksimal yang pernah terjadi selama investasi PLTU
berbahan bakar bagasse dilaksanakan, perubahan sebesar 10 persen
berdasarkan asumsi apabila terjadi kenaikan dua kali dari kenaikan
discounting factor maksimal yang pernah terjadi selama investasi, serta
perubahan dengan asumsi apabila terjadi kenaikan discounting factor
hingga 15 persen.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan memperhitungkan kemungkinan
terjadinya perubahan-perubahan tersebut Gittinger (2008).
Secara matematis menurut Gittinger (2008), laju kepekaan dapat dirumus
sebagai berikut:
|
|
|
|
46
Keterangan :
Xi = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP setelah perubahan
Xo = Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP sebelum perubahan
X = rata-rata perubahan Gross B/C/ Net B/C/ NPV IRR/PP
Yi = biaya produksi/harga jual setelah perubahan
Yo = biaya produksi/harga jual sebelum perubahan
Y = rata-rata perubahan biaya produksi/harga jual.
Kriteria laju kepekaan:
a. Jika laju kepekaan lebih darisatu, maka usaha sensitif terhadap perubahan.
b. Jika laju kepekaan kurang dari satu, maka usaha tidak sensitif terhadap
perubahan
3. Analisis Break Even Point (BEP)
Titik impas adalah suatu kondisi dimana pelaku bisnis tidak memperoleh laba
dan tidak menderita kerugian. Secara akuntansi, titik impas adalah margin
kontribusi sama dengan biaya tetap, atau total pendapatan sama dengan total
biaya operasi. Apabila perusahaan memiliki beban bunga, maka harus
dimasukkan kedalam biaya tetap operasi (Purwanti, 2013). Untuk menghitung
besarnya penerimaan dan produksi PLTU berbahan bakar bagasse di PT GMP
dalam keadaan mencapai break even pointdigunakan rumus sebagai berikut :
Rumus BEP dapat disajikan sebagai berikut (Purwanti, 2013):
Metode Penghitungan Analisa Break Even Point Dalam menghitung Titik Impas
(Break Even) dapat dipergunakan tiga pendekatan,yaitu :
47
a. Pendekatan Persamaan
Pendekatan persamaan adalah laba sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan
biaya, atau dapat dinyatakan dengan persamaan. Persamaan ini diturunkan dari
laporan laba/rugi keuangan perusahaan, menurut Garrison, (2006:334) disajikan
dengan persamaan berikut yaitu :
Atau dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
– –
Dimana :
Y = Laba
c = Harga jual per satuan
x = Jumlah produk yang di jual
b = Biaya variabel per satuan
a = Biaya tetap
–
Hubungan tersebut dapat dirumuskan dalam persaman secara matematis
dalam bentuk persamaan linear, sebagai berikut :
–
–
–
–
Dalam keadaan Break Even, apabila laba sama dengan nol, dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
48
⁄
Atau
Dimana :
P = Total Penjualan
BT = Total Biaya Tetap
Vc = Biaya Variabel
L = Laba
Ps = Penjualan Satuan
Vs = Biaya Variabel satuan
b. Pendekatan Marjin Kontribusi
Pendekatan marjin Kontribusi adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan
menghitung Marjin Kontribusi terlebih dahulu. Marjin Kontribusi diperoleh
dengan pengurangan total penjualan dengan total biaya variabel, sehingga
diperoleh marjn kontribusi per unit dan marjin kontribusi rasio menurut (Abdul
Halim dan Bambang S, 2005) disajikan dengan persamaan sebagai
berikut :
–
maka :
Dimana :
MK = Marjin Kontribusi
P = Total Penjualan
BEP (unit) = Titik Impas dlm unit
BT = Biaya Tetap
BEP (Rp) = Titik Impas dlm rupiah
49
VC = Biaya variable
c. Pendekatan Grafik
Pendekatan Grafik adalah perhitungan biaya, volume dan laba dengan
menggunakan grafik. Pada pendekatan ini, titik impas ( Break Even )
digambarkan sebagai titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya
total. Dengan grafik break even point manajemen akan dapat mengetahui
hubungan antara biaya, penjualan ( volume penjualan ) dan laba selain dari itu
dengan grafik break even point manajemen juga akan mengetahui besarnya biaya
yang tergolong biaya tetap dan biaya variabel, serta mengetahui tingkat volume
penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat penjualan yang
menimbulkan laba.
50
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Singkat PT Gunung Madu Plantations
Indonesia (Jawa) merupakan salah satu penghasil dan pengekspor gula terbesar di
dunia setelah Kuba, sebelum Perang Dunia II (1930-1940). Pada tahun 1931
tercapailah puncak produksi dengan hasil produksi sebesar 3juta ton, sekitar 2 juta
ton diantaranya diekspor. Kemajuan tersebut tercapai berkat pengaruh teknologi
yang efektif dan adanya peraturan kolonial yang sangat mengeksploitas petani
tebu.
Indonesia mengalami penurunan produktifitas dan produksi gula menjadi sekitar
80-90 ton tebu perhektar pada tahun 1967. Sejak saat itu Indonesia menjadi
negara pengimpor dikarnakan produksi gula di dalam negeri tidak mencukupi
kebutuhan konsumsi gula didalam negeri. Industri gula yang masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa dan tanaman tebu masih diusahakan di atas tanah-tanah sawah
petani yang disewa oleh pabrik gula juga menjadi alasan terjadinya penurunan
produktifitas dan produksi gula. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan impor gula yang semakin
meningkat. Pemerintah mulai mencari solusi untuk meningkatkan kembali
51
produktifitas dan produksi gula nasional yaitu dengan mencanangkan
pengembangan industri gula dipulau jawa.
Menjawab pencanangan tersebut, pemerintah mengundang pihak swasta untuk
ikut dalam pengembangan industri gula ini. PT Gunung Madu Plantations (PT
GMP) didirikan pada 20 Oktober 1975. PT GMP merupakan perusahaan
patungan antara perusahaan swasta asing dan swasta nasional berstatus PMA,
yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Kuok Investment (Mauritius) Co.,Ltd.
Investasi didanai dengan dana pinjaman luar negeri yang diperoleh melalui
perusahaan Kuok. Mitra asing ini menguasai saham terbanyak. Selain itu,
perusahaan Kuok juga telah sangat berpengalaman di bidang pergulaan
internasional serta mempunyai perkebunan tebu dan pabrik gula yang cukup
sukses di Malaysia.
PT Gunung Madu Plantations merupakan pabrik gula sederhana yang mulanya
berkapasitas giling 4000 TCD (Ton Cane per Day). Secara bertahap PT GMP
mengalami peningkatan kini PT GMP menjadi pabrik yang modern dengan
kapasitas giling 18.000 TCD. PT Gunung Madu Plantations telah diakui sebagai
pelopor industri gula di luar Pulau Jawa karena berhasil membuktikan bahwa
industri gula yang efisien dan menguntungkan dapat dikembangkan di luar Pulau
Jawa. PT GMP menjadi rujukan bagi berbagai pihak di lingkungan industri gula
nasional khususnya yang berada di luar Pulau Jawa. PT GMP juga bersikap
terbuka terhadap pihak luar yang ingin mempelajari teknik atau sistem yang
dipakai dalam aktivitas produksi sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan
terutama terkait tentang proses produksi gula.
52
B. Lokasi Perusahaan
PT Gunung Madu Plantations memiliki kantor pusat di Jl. Kebon Sirih No. 39
Jakarta, dengan kantor cabang di Jl. Gatot Subroto 108 Bandar Lampung serta
area pabrik dan perkebunan di KM. 90 Gunung Batin Lampung Tengah. Pada
tahun 1975 PT Gunung Madu Plantations (GMP) didirikan, PT GMP merupakan
pelopor usaha perkebunan dan pabrik gula di luar Jawa, khususnya Lampung.
Perusahaan ini berstatus PMA. Lokasi perkebunan tebu dan pabrik gula terletak
pada 105012’9” sampai 105
021’29” Bujur Timur dan 4
039’37” sampai 4
048’17”
Lintang Selatan. Areal perkebunan tebu dan pabrik gula PT GMP terletak di Desa
Gunung Batin, Lampung Tengah sekitar 90 km arah utara kota Bandar Lampung.
Secara garis besar sebelah utara PT GMP berbatasan dengan PT Gula Putih
Mataram dan areal bekas PT Multi Agro Crops. Sebelah Barat berbatasan dengan
PT Great Giant Pineapple dan Desa Bandar Agung. Sebelah Timur berbatasan
dengan PT Gula Putih Mataram dan areal kehutanan (PT UNHUTANI). Sebelah
selatan berbatasan dengan Way Pangubuan dan Way Seputih Banyak.
Areal PT GMP dilalui oleh dua jalan lintas Sumatera, yaitu jalan Lintas Timur
Pantai Sumatera melewati areal divisi III dan jalan Lintas Timur Sumatera
melewati areal divisi I, V, dan R&D.
Luas areal perkebunan PT GMP sebesar 34.371 hektar, dengan luas areal tanam
sebesar 23.700 hektar sisanya berupa areal pabrik, kantor , jalan, perumahan, dan
irigasi. Areal perkebunan PT GMP dikelola oleh Departemen Plantation yang
terdiri dari tujuh divisi, masing-masing divisi mengelola seluas 3.500-4.000
hektar. Areal perkebunan PT.GMP akan disajikan pada Gambar 7.
53
Gambar 7. Areal perkebunan PT.GMP (PT GMP, 2017)..
C. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi digunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan, yang
terdiri dari susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada
suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan oprasional untuk
mencapai tujuan. Komisaris merupakan posisi kepemimpinan tertinggi pada
struktur organisasi PT GMP. Dewan Komisaris PT GMP terdiri dari tiga orang
yang berasal dari masing-masing perusahaan penyokong saham yaitu Kuok
Investmen Co. Ltd, PT Rejo Sari Bumi, dan PT Pipit Indah. Dewan Direksi
dipimpin oleh Presiden Direktur yang diangkat oleh Dewan Komisaris. Prsiden
Direktur berperan sebagai pemberi arahan dan mengawasi investasi secara
keseluruhan, investasi perijinan dan menjalani kerjasama dengan pihak luar.
Dewan direksi mengangkat seorang General Manager yang mengatur dan
memimpin langsung PT GMP. General Manager dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh beberapa Manager Department.
54
Ada 4 (empat) departemen di PT GMP, yaitu Department Plantations,
Department Factory, Department ServiceBussines and Finance, dan Department
Research and Development. Struktur organisasi PT GMP akan disajikan pada
Gambar 8.
Gambar 8. Struktur organisasi PT GMP (PT GMP, 2017).
Berikut perincian tugas yang dikerjakan oleh masing-masing departemen
1. Factory Departmen
Bertugas dan bertanggung jawab dalam seluruh proses pembuatan gula. Factory
Departmen di bagi atas tiga devisi yaitu:
a. Divisi processing
Bertugas dalam kelancaran aktivitas produksi gula dari bahan baku hingga
pengemasan produk.
b. Divisi Engineering Services
Bertugas melakukan perawatan dan perbaikan alat-alat Produksi di pabrik.
c. DivisiElektrik dan Instrumen
Bertugas Melakukan pengawasan dan pemeliharaan sistem kelistrikan dan
mengontrol instrumen di pabrik.
KOMISARIS
DIREKSI
GENERAL MANAGER
R&D DEPT PLANTATIONS DEPT FACTORY DEPT SBF DEPT
55
2. Plantation Department
Departemen ini bertanggung jawab sepenuhnya atas penyediaan bahan baku bagi
pabrik. Berjalan atau tidaknya pabrik bergantung pada keberadaan tebu yang siap
untuk digiling. Terdiri atas tiga divisi yaitu:
a. Divisi Pertanian (1-7)
Mengelola serta melakukan berbagai teknis operasional di perkebunan.
Mencakup penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan lahan tebu pra-panen
sampai siap panen.
b. Divisi Workshop
Mempersiapkan, memperbaiki, dan merawat alat-alat kebutuhan pertanian.
c. Divisi Harvesting
Melayani kebutuhan tenaga kerja dan melaksanakan pemanenan tebu di divisi
produksi serta bertanggung jawab mensuplai tebu ke pabrik.
3. Research and Development( R&D) Department
Melakukan penelitian dan pengembangan untuk memperoleh varietas tebu unggul,
mencari teknik pengolahan tanah yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanah dan
memberikan dosis pemupukan pada setiap divisi produksi serta mencegah dan
meminimalisir kehilangan hasil akibat hama dan penyakit. Disamping itu,
departemen ini juga memberikan dukungan dengan melakukan analisa
laboratorium sebagai bentuk pengawasan kualitas dari proses produksi dan
menyajikan informasi berupa data-data pelaporan dari proses produksi. Pada
departemen ini juga terdapat divisi khusus yang menangani limbah produksi,
dalam hal ini pemantauan pengelolaan berada di bawah kendali laboratorium
Sugar Technology.
56
4. Services Bussines and Finance (SBF) Department
Departemen ini mengelola berbagai aspek, terdiri dari 8 divisi yaitu :
a. Divisi Pemasaran (Sales)
Melakukan kegiatan pemasaran hasil produksi dari perusahaan ke konsumen.
b. Divisi Accounting & Treasure
Melakukan pencatatan seluruh pengeluaran perusahaan (biaya operasional),
penyusunan laporan, dan tugas lain dalam hal kebendaharaan.
c. Divisi Budget dan Material Control
Menyusun anggaran belanja perusahaan, mengatur neraca keuangan,
mengawasi pembelian bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
perusahaan berdasarkan besar dana anggaran.
d. Divisi Sistem dan Audit
Melakukan pemeriksaan keuangan perusahaan dan pertanggung jawaban
keuangan perusahaan.
e. Divisi Central Personil
Melakukan seleksi tenaga kerja, mengatur kebutuhan dan penempatan kerja
karyawan.
f. Divisi Klinik Pelayanan Kesehatan (Medical Clinic)
Melakukan berbagai aktivitas pelayanan kesehatan bagi karyawan dan keluarga
karyawan.
g. Divisi Community & General Services
Bertugas di bidang kemasyarakatan, berhubungan dengan pemerintah
kecamatan dan memberikan pelayanan umum termasuk di dalamnya seksi
keamanan (security) yang bertugas menjaga keamanan perusahaan dan segala
aktivitasnya.
57
h. Divisi Community School
Melakukan berbagai pelayanan pendidikan yang dibutuhkan karyawan dan
masyarakat sekitar.
D. Visi dan Misi Perusahaan
Adapun visi pabrik gula PT GMP sebagai berikut:
Menjadi produsen gula yang paling efisien dan kompetitif di ASEAN dengan
menerapkan sistem pertanian berkelanjutan dan menciptakan peluang usaha
berbasis pertanian serta pengembangan produk (diversifikasi).Misi pabrik gula PT
GMP sebagai berikut:
1. Mendukung program pemerintah dalam usaha mencapai swasembada gula
nasional.
2. Membantu pengembangan daerah sekitar
3. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
4. Meningkatkan keuntungan pemegang saham
E. Ketenagakerjaan
Penyerapan tenagakerja yang dilakukan PT GMP cukup besar sehingga dapat
mengurangi tingkat pengangguran daerah. Tenaga kerja yang bekerja di PT GMP
tidak hanya berasal dari daerah lokal banyak diantaranya berasal dari luar daerah
dan luar pulau. Karyawan tetap yang diserap oleh PT GMP sekitar 1800 orang,
sedangkan untuk tenaga kerja harian dan musiman sebanyak 8500 orang.
Penambahan tenaga kerja biasa dilakukan pada waktu musim giling , yaitu sekitar
58
bulan April hingga Oktober setiap tahunnya. Pembagian tenagakerja pada PT
GMP di bagi menjadi dua yaitu:
1. Shift, terbagi menjadi tigashift (Pagi, Siang, Malam) dengan masing-masing
jumlah jam kerja delapan jam kerja
2. Non-shift, dengan jumlah jam kerja sebanyak tujuh jam dan satu jam 30menit
istirahat.
Jumlah karyawan PT GMP dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah karyawan PT GMP (PT GMP, 2017).
Tahun Staff & IV III II I
Total Harian Manager Supervisor Skilled Semi Skilled Non Skilled
2000 153 269 606 631 20 1679 8500
2001 152 272 615 646 16 1701 8500
2002 151 279 608 640 15 1693 8500
2003 149 283 632 602 14 1680 8500
2004 148 286 620 582 12 1648 8500
2005 167 287 611 689 8 1762 8500
2006 160 281 803 625 20 1889 8500
2007 159 270 689 728 21 1867 8500
2008 163 290 701 729 21 1904 8500
2009 166 304 712 738 20 1940 8500
2010 162 295 724 740 22 1943 8500
2011 160 288 735 741 26 1950 8500
2012 150 299 658 735 23 1865 8500
2013 147 302 640 737 19 1845 8500
2014 150 293 613 665 20 1741 8500
2015 168 307 785 650 20 1930 8500
2016 171 309 798 631 20 1929 8500
2017 146 286 622 583 11 1648 8500
Sumber : Data diolah, 2018.
F. Fasilitas Kesejahteraan
Mengingat lokasi perkebunan dan pabrik jauh dari pusat kota, PT Gunung Madu
Plantations memberikan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan karyawannya.
59
Fasilitas yang diberikan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan para karyawan.
Fasilitas penunjang untuk karyawan PT GMP dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Fasilitas penunjang untuk karyawan PT GMP, (PT GMP,2017).
Fasilitas Site A Perum
I
Perum
II
Perum
III
Perum
IV
Perum
VI
Total
Perumahan
Type B (185 m2) - - 4 - - - 4
Type C(145m2) 5 6 30 4 4 4 53
Mess Lajang (52m2) - - 8 - - - 8
Type D (104m2) 10 12 44 8 12 6 92
Type E+ (80m2) 12 32 144 20 24 26 258
Type E (59m2) 12 120 342 54 54 112 694
Type F (52m2) 12 144 336 144 48 - 684
Total 51 314 908 230 142 148 1793
Bedeng (10lk/blok) 4 99 58 73 49 42 325
Fasilitas Sosial
TK (Yayasan) - 1 1 1 1 1 5
SD (Negeri) - 1 1 1 1 - 4
SMP (Yayasan) - - 1 - - - 1
Masjid 1 1 1 1 1 1 6
Mushalla (di bedeng) 1 2 1 1 1 2 8
Gereja - 1 1 1 1 - 4
Rumah Sakit - - 1 - - - 1
Klinik 1 1 - 1 1 1 5
Kantin - 1 1 1 1 1 5
Toko Koperasi 1 1 1 1 1 1 6
Gedung Serba Guna - 1 1 1 1 1 5
Lapangan Sepak Bola 1 1 3 1 1 1 8
Lapangan Tenis 1 1 2 1 1 1 7
Lapangan Volley 1 1 4 1 1 1 9
Lapangan Bulu Tangkis - 1 3 1 1 1 7
Lapangan Basket - 1 1 - - - 2
Kolam Renang - - 1 - - - 1
Sumber : Data diolah, 2018.
92
VI. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagi
berikut :
1. Investasi pembangkit listrik berbahan bakar bagassepada PT Gunung Madu
Plantations secara finansial layak untuk dilaksanakan. Dibuktikan dengan
hasil analisis finansial yang menunjukkan nilai NPV bernilai positif sebesar
Rp1.437.425.146.844,25, Net B/C lebih dari satu sebesar 7,00Gross B/C lebih
dari satu sebesar 1,81, IRR lebih dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu
34,84 persen, Payback periode kurang dari umur ekonomis pembangkit listrik
yaitu 1,75.
2. Besarnya penerimaan dan produksi listrik yang dihasilkan PT Gunung Madu
Plantations telah mencapai BEP (break even point) , hal tersebut dapat
diketahui dari rata-rata penerimaan dan produksi listrik yang lebih besar dari
rata-rata Rp362.466.867.046 dan 242.193.858 KWh lebih besar dari
Rp32.548.133.618 dan 49.994.808 KWh.
93
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, investasi PLTU berbahan bakar bagasse sangat
menguntungkan bagi pabrik gula, hendaknya PT GMP menularkan
kesuksesannya kepada pabrik gula lainnya dengan cara memberikan seminar
terbuka atau dengan mengadakan pelatihan sehingga pabrik gula lainnya
khususnya di Provinsi Lampung dapat meningkatkan produksi listrik dan
secara umum dapat membantu dalam pengadaan listrik Provinsi.
2. Bagi pemerintah, sebaiknya pemerintah daerah memberikan dorongan bagi
pabrik gula lain untuk mengolah limbah bagasse menjadi bahan bakar listrik,
dengan cara memberikan kebijakan berupa penghargaan agar pabrik gula
lainnya tertarik untuk mengolah Bagasse menjadi listrik sehinga hasil listrik
dari pabrik gula yang berada di Provinsi Lampung dapat menjadi potensi
listrik daerah.
3. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis
manfaat lingkungan pengolahan bagasse menjadi energi listrik di PT GMP.
94
DAFTAR PUSTAKA
Agrofarm. 2014. Agar Pabrik Gula Efisien, PTPN X Optimalkan Ampas Tebu.
http://www.agrofarm.co.id/read/perkebunan/753/agar-pabrik-gula-efisien-
ptpn-x-optimalkan-ampas-tebu/#.VD-_0WeSyn0. Diakses pada tanggal 5
Januari 2017.
Andaka, G. 2011. Hidrolisis ampas tebu menjadi furfural dengan katalisator
asam sulfat. Jurnal Teknologi. Vol 4(2): 180-188.
http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/180-188_andaka.pdf. Diakses
pada tanggal 16 Januari 2017.
Aziz, Asruldin. 2010. Studi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Arus Laut Di
Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB. Jurnal Teknik Elektro-
FTI.digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10413-Paper.pdf. Diakses
pada tanggal 13Maret 2017.
Bank Mandiri. 2017. Suku Bunga Dasa
Keredit.https://www.bankmandiri.co.id/documents/20143/32587/RLHR44
277881_SBDK+per+30+November+2017+Bahasa.pdf/d629df38-e226-
34e7-8bc2-29d9cf6f42a6. Diakses pada tanggal 14 Desember 2017.
Christiyanto, M. dan A. Subrata.2005. Perlakuan Fisik dan Biologis pada
Limbah Industri Pertanian terhadap Komposisi Serat. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Deitiana, Tita. 2011. Manajemen Operasional Strategi dan Analisa Services dan
Manufaktur. (Edisi Pertama). Mitra Wacana Media. Jakarta.
Departemen Perindustrian. 2004. Pohon Industri Tebu.
http://www.dprin.go.id.Diakses pada tanggal 25 Januari 2017.
Dinata, Dadang. 2017. http://koran-sindo.com/news.php?r=5&n=47&date=2017-
01-05.Diakses pada tanggal 25 Januari 2017.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.2015.
Menteri ESDM Serahkan Penghargaan
Energi2015.http://ebtke.esdm.go.id/post/2015/10/23/983/menteri.esdm.ser
ahkan.penghargaan.energi.2015. Diakses pada tanggal 5 januari 2017.
95
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Kebutuhan Gula Nasional Mencapai
5700 Juta Ton Tahun
2014.http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjenbun/berita-172-dirjenbun--
kebutuhan-gula-nasional-mencapai-5700-juta-ton-tahun-2014.html.
Diakses pada tanggal 11 September 2016.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia
Komoditas Tebu 2014-
2016.http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2016/
TEB U%202014-2016.pdf.Diakses pada tanggal 11 September 2016.
Febriyanti, AffandiM I, Kalsum U. 2017. Analisis Finansial dan Nilai Tambah
Aghroindustri Keripik Pisang Skala UMK di Kota Metro. JIIA, 5 (1):49-
56. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/download/1674/1500.
Diakses pada 27 maret 2018.
Garrison, Ray. H dan Eric W. Noreen. 2006.Akuntansi ManajerialEdisi
KesebelasBuku Satu. Salemba Empat. Jakarta.
Gaspersz, Vincent. 2000. Manajemen Produktivitas Total. Cetakan Kedua.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Giatman, M. 2006.Ekonomi Teknik.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Gittinger, J.P.2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian.Terjemahan. Edisi
Kedua. UI-Press dan John Hopkins.Jakarta.
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research 2. Andi Offset. Yogyakarta
Hamawi, Mahmudah.. 2005. Blotong Limbah Busuk Berenergi. PradyaParamita.
Jakarta.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Lembaga Penerbit
FakultasEkonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kurniawan Y dan H. Santoso. 2009. Listrik Sebagai Ko-Produk Potensial Pabrik
Gula. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia.Jurnal Litbang
Pertania, Vol 28 (1): 23-
28.pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3281094.pdf. Diakses pada
tanggal 13 September 2016.
Kuswandi. 2007. Teknologi Pakan Untuk Limbah Tebu (Fraksi Serat) Sebagai
Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa,17(2): 82-
92.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=277904&val=7169
&title=Feed%20Technology%20of%20Fibrous%20Sugarcane%20Residue
s %20for%20Ruminants.Diakses pada tanggal 25 Januari 2017.
96
Luhur ES, Rizky Muhartono dan Siti Hajar Suryawati. 2013. Analisis Finansial
Pengembangan Energi Laut di Indonesia. Jurnal Sosek 8(1): 25-
37.bbpse.litbang.kkp.go.id/publikasi/jsosek/jurnal_2013_v8_no1_(3)_full.
pdf. Diakses pada tanggal 13Maret 2017.
Maksum, Hasan dan Abdul Rivai. 2015. Komponen Penentu Harga Jual Tenaga
Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Skala Kecil (PLTU
B-SK). Jurnal Mineral dan Energi, 13(2): 76-
84.www.litbang.esdm.go.id/images/stories/majalah_juni_2015/4.pdf.
Diakses pada tanggal 7Maret 2017.
Mardikanto Totok, Heru Irianto. 2010. Metoda Penelitian Dan Evaluasi
Agribisnis. Agribisnis UNS. Solo.
Misran, E.2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry.Jurnal Teknologi
Proses, 4(2): 6-10.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15389/tkp-jul2005-
%20%282%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y.Diakses pada tanggal 11
Januari 2017.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya Offset. Bandung.
Murti H, Zakaria WA, Lestari DAH 2017. Analisis Kelayakan Finansial Unit
Usaha Mesin Pemanen Padi (Combine Harvester) Di Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah. JIIA, 5(3): 220-
227.http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/download/1633/1459.
Diakses pada tanggal 21 desember 2017.
Nasrullah, Mochamad dan Nuryati. 2013. Studi Perbandingan Biaya
Pembangkitan Listrik Teraras Pada Pembangkit Energi Terbarukan Dan
PLTN. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Nuklir.https://energinuklirblog.files.wordpress.com/2016/01/sem-senten-
2013.pdf. Diakses pada tanggal 7Maret 2017.
Pasaribu, Ali Musa. 2012. Perencanaan dan Evaluasi proyek. Lily PublicSher
Jakarta
Peter Rein. 2007. Cane Sugar Engineering. Verlag Dr. Albert Bartens
KG.Berlin.
Pramithasari, Citra Anggun. 2011. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan
Limbah Pohon Jati.
Skripsi.repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52046/1/H11cap.pd
f. Diakses pada tanggal 11 September 2016.
97
Prasetyo, Wahyudi. 2010. Analisis Break Even Point (BEP) Pada Industri
Pengolahan Tebu di Pabrik Gula (Pg) Mojo Kabupaten Sragen. Skripsi.
https://eprints.uns.ac.id/9779/1/126950308201008511.pdf. Diakses pada
tanggal 30 januari 2018.
Pratama. 2011. Analisa Sifat Mekanik Komposit Bahan Kampas Rem Dengan
Penguat Fly Ash Batubara. Tugas Akhir.
https://core.ac.uk/download/pdf/25484889.pdf. Diakses pada tanggal 18
Januari 2017.
Purwanti, Ari dan Darsono Prawironegoro. 2013. Akuntansi Manajemen Edisi 3
Revisi. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).2008. Konsep Peningkatan
Rendemen untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula
Nasional.Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).Pasuruan,
Jawa Timur. PT Perkebunan Nusantara X. 2015. Awal Mula Perkebunan Tebu di Nusantara.
http://ptpn10.co.id/blog/awal-mula-perkebunan-tebu-di-nusantara. Diakses pada tanggal 11 September 2016.
Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian, Pengantar
Teori dan Kasus. Penebar Swadaya. Jakarta. Rifai, F R. 2015. Studi Potensi Energi Terbarukan Dari Sistem Kogenerasi di
Pabrik Gula.Tesis.etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88341/potongan/S2-2015-342477-abstract.pdf. Diakses pada tanggal 11 Januari 2017.
Rizky, Adelia. 2016. Analisis Usaha dan Strategi Pengembangan Ternak Kalkun
Mitra Alam Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. JIIA, 4 (3) : 235-242. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/download/1497/1351.Diakses pada tanggal 28 Januari 2018.
Saputra, Pressa Perdana Putra. 2010. Studi Pemanfaatan Biomassa Ampas Tebu
(dan Perbandingan dengan Batu Bara) Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap 1x3mw Di Asembagus, Kabupaten Situbondo. Prosiding Seminar Tugas Akhir.digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16514-2206100068-Paper.pdf. Diakses pada tanggal 25 Januari 2017.
Singarimbun, Masri dan Effendi Sofian. 2009. Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Jakarta Susila, Wayan R & Darma Setiawan. 2007. PeranIndustri Berbasis Perkebunan
DalamPertumbuhan Ekonomi.Jurnal Agro Ekonomi, 25(2) : 125-
147.http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jae/article/download/4
717/3983. Diakses pada tanggal 22 April 2018.
98
Sukartawi.2006.Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Suparmoko, dan Maria R. Suparmoko, 2000. Pokok-Pokok Ekonomika. Penerbit
BPFE. Yogyakarta.
Tarwaka. 2010. Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi Di
TempatKerja. Harapan Press Solo. Solo.
Umar, Husein. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3 Revisi.Gramedia
PustakaUtama. Jakarta
Undang-undang Kelistrikan Nomer 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan.Arsip DPR
RI. Jakarta
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomer 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.Arsip DPR RI. Jakarta.
Waluyo,2011.Perpajakan Indonesia.Edisi 10 Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Wijanarko A., WitonoJA, dan WigunaMS . 2006. Tinjauan Komprehensif
Perancangan Awal Pabrik Furfural Berbasis Ampas Tebu Di
Indonesia.Journal of the Indonesian Oil and Gas Community,.
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/anondho.wijanarko/publication/01pa
brikfurfural-wijanarkoantonmade.pdf. Diakses pada tanggal 16 Januari
2017.