absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

20
i Makalah Absorpsi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Serat Alami Oleh : Yoga Firmansyah 2420130040 Program Studi SI Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Assyafi’iyah 2014

Upload: pt-tosanda-dwi-sapurwa

Post on 21-Jun-2015

1.565 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Absorpsi, Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi Absorpsi minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak minyak Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Jelantah Serat Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu Ampas tebu

TRANSCRIPT

Page 1: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

i

Makalah

Absorpsi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Serat Alami

Oleh :

Yoga Firmansyah

2420130040

Program Studi SI Teknik Industri

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Assyafi’iyah

2014

Page 2: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

ii

ABSTRAK

Minyak goreng memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Minyak goreng pada umumnya

digunakan untuk memasak. Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin melambung tinggi,

membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas

pakai. Melalui penelitian, diketahui bahwa ampas tebu memiliki daya adsorpsi yang kuat terhadap

kadar air, kandungan asam lemak bebas, serta angka penyabunan yang terdapat pada minyak

bekas pakai. Variabel penelitian berupa intensitas pemakaian minyak, lama perendaman serta

ukuran partikel ampas tebu yang digunakan. Kondisi optimum yang diperoleh berada pada

intensitas penggorengan selama 4 jam dengan penurunan kadar air mencapai 0,0050%; perendaman

ampas tebu selama 2x24 jam dengan adsorpsi kadar asam lemak bebas hingga mencapai 0,0999%;

serta ukuran partikel ampas tebu sebesar 150 µm yang menurunkan angka penyabunan dengan titik

terendah mencapai 161,5042.

Page 3: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah robbil’alamin puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah penelitian dengan judul “Absorpsi Minyak Jelantah Menggunakan Serat Alami ” dapat

di selesaikan.

Makalah penelitian ini disusun sebagai salah satu tugas untuk menambah pengetahuan

khususnya Kimia Dasar 1. Penyusun laporan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan motivasi, dukungan dan bantuan dalam menyusun laporan ini.

Saya selaku penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini jauh dari sempurna,

oleh karena itu dengan berbesar hati untuk menerima semua kritik dan saran dari semua pihak yang

sifatnya membangun, sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi saya di masa yang akan

datang.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membacanya .

Bekasi, 4 Juli 2014

Penyusun

Page 4: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

2.2 Tujuan ............................................................................................................... 1

2.3 Perumusan Masalah .......................................................................................... 2

2.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 2

2.5 Ruang Lingkup ................................................................................................. 2

BAB II TUJUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Minyak ....................................................................................... 3

2.2 Minyak Jelantah ............................................................................................... 3

2.3 Proses Refinery Minyak Jelantah ..................................................................... 3

2.4 Analisa Minyak ................................................................................................ 4

2.5 Penentuan Kualitas Minyak ............................................................................. 4

2.6 Penentuan Angka Penyabunan ......................................................................... 5

2.7 Tebu (Sugar Cane) ........................................................................................... 5

2.8 Absorpsi ........................................................................................................... 5

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 6

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 6

3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 6

3.4 Prosedur Analisa ............................................................................................. 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Kadar Air Dan Minyak ............................................................. 9

4.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................... 11

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 15

5.2 Saran ............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16

Page 5: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai

alat pengolah bahan – bahan makanan. Minyak goreng sebagai media penggoreng

sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Kini krisis minyak goreng

nyaris merata di hampir seluruh kota di negara yang menjadi salah satu penghasil

minyak kelapa sawit terbesar di dunia ini. Dengan kondisi harga minyak goreng

yang semakin melambung tinggi, membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk

berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas pakai atau yang biasa disebut

dengan minyak jelantah.

Minyak goreng bekas merupakan limbah yang berasal dari jenis-jenis

minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, dan minyak samin.

Pada umumnya merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga.

Minyak bekas dapat di gunakan kembali untuk keperluan kuliner akan tetapi bila

ditinjau dari komposisi kimianya, minyak goreng bekas mengandung senyawa-

senyawa yang bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan.

Pemakaian minyak goreng bekas yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan

manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi

kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar

limbah minyak goreng bekas ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan

kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan (Anonim, 2011).

Dewasa ini telah ditemukan suatu teknologi daur ulang mengolah minyak

jelantah menjadi minyak layak pakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran,

dengan menggunakan s e r a t ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan

penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung digunakan dengan

mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak jelantah menjadi

minyak layak pakai. Penggunaan ampas tebu juga merupakan satu solusi

mengurangi limbah padat perkotaan.

Oleh karena itu, saya berusaha untuk meneliti proses pemurnian

minyak jelantah sehingga dapat digunakan kembali menjadi minyak

goreng layak pakai sesuai kadar analisis minyak goreng yang bagus (baru). Selain

itu kami membandingkan pula kadar analisis akhir setelah diproses menggunakan

absorben ampas tebu.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Kimia dasar 1 yang

berjudu “ Absorpsi Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Serat Alami”.

Page 6: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

2

1.3 Perumusan Masalah

Sehubungan dengan judul tugas akhir ini maka perumusan masalah yang

diperoleh adalah sebagai berikut : Sejauh manakah serat tebu mampu dapat

digunakan sebagai absorben untuk pemurnian minyak jelantah. Sehinnga dapat

digunkan kembali untuk kehidupan sehari-hari.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan

informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai kegunaan serat ampas tebu

sebagai salah satu alternatif daur ulang minyak goreng bekas dan

meningkatkan nilai ekonomi limbah.

1.5 Ruang Lingkup

Agar dalam pembahasan lebih terarah dan berjalan dengan baik maka perlu

adanya ruang lingkup penelitian, yaitu:

a. Peneltian ini meliputi penjelasan pengertian minyak jelantah

b. Penelitian ini meliputi pngertian absospsi

c. Penelitian ini meliputi pngertian Ampas Tebu

d. Penelitian ini menjalaskan standar minyak goreng

e. Penelitian ini mejelaskan proses pemurnian minyak jelantah dengan serat

ampas tebu

Page 7: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

3

BAB II

TUJUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Minyak

Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok

lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak)

adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform)

atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.

Dalam teknologi makanan, minyak dan lemak memegang peranan

penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar

2000C) maka biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan

yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi

kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik minyak yang

lain dari gurihnya protein. Juga minyak memberi aroma yang spesifik.

2.2 Minyak Jelantah

Minyak yang telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah.

Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak.

Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki nilai

tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam

Lemak Jenuh)- nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga.

Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh.

Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyeBABkan ikatan rangkap

teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik.

2.3 Proses Refinery Minyak Jelantah

Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan

zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Warna minyak mentah dapat

berasal dari warna alamiah, yaitu warna yang dihasilkan oleh aktivitas

biologis tanaman penghasil minyak, maupun warna yang didapat pada saat

diproses untuk mendapatkan minyak dari bahan bakunya.

Selain dari proses pemucatan, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam

keadaan bersih tanpa kotoran, dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan

penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung

digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak

jelantah menjadi minyak layak pakai. Ampas tebu dalam analisa itu berfungsi

sebagai bahan penyerap yang bagus, selain itu penggunaan ampas tebu merupakan

satu solusi mengurangi limbah padat perkotaan.

Page 8: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

4

2.4 Analisis Minyak

Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan

makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok tujuan ini :

1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan makanan.

2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan

dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan

misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan

warna (bleaching), dan sebagainya. Penentuan tingkat kemurnian minyak ini

sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya,

baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas ini termasuk angka asam lemak

bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan

kadar air.

3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat

minyak tertentu

2.5 Penentuan Kualitas Minyak

2.5.1 Kadar Air

Air bila terdapat dalam minyak dapat mempercepat terjadinya

hidrolisa minyak menjadi gliserol atau asam lemak (FFA). Bila minyak

terhidrolisa, maka minyak akan menjadi tengik sehingga dapat

menurunkan kualitas minyak. Reaksi hidrolisa minyak dapat terjadi

selama penyimpanan.

2.5.2 Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA)

Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak

yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Demikian asam lemak

bebas sebagai berikut ini dipakai

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Asam Lemak Bebas

Sumber Minyak Asam Lemak Terbanyak Bobot Molekul

Kelapa Sawit Palmitat ( C16H32O2 ) 256

Kelapa, Inti sawit Laurat ( C12H34O2 ) 200

Susu Oleat ( C18H34O2 ) 282

Jagung Kedelai Linoleat ( C18H32O2 ) 278

Sumber : Suhardi, Bambang dan Slamet, 1997

Hubungan kadar asam lemak (%FFA) dengan angka asam dapat

dituliskan sebagai berikut:

𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝑨𝒔𝒂𝒎 =

𝑩𝑴.𝑲𝑶𝑯

𝑩𝑴 𝑨𝒔𝒂𝒎 𝑳𝒆𝒎𝒂𝒌 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒔 /𝟏𝟎× %𝑭𝑭𝑨

Page 9: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

5

Angka asam

Faktor konversi untuk Oleat

Faktor konversi untuk Palmitat

Faktor konversi untuk Laurat

Faktor konversi untuk Linoleat

= Faktor konversi x % FFA

=1,99

=2,19

= 2,80

=2,01

2.6 Penentuan Angka Penyabunan

Angka penyabunan (Saponification Value) menunjukkan secara relatif

besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida.

Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang

dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram

minyak tersebut.

2.7 Tebu (Sugar Cane)

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu

Komposisi Kimia % Kandungan

Abu

Lignin

Pentosa

Sari (Alkohol, Benzena)

Selulosa

Kelarutan dalam panas air

0,79

12,70

27,90

2,00

44,70

3,70

Sumber: Balai Besar Penelitian & PengembanganIndustri Selulosa, 1986

Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane bagasse) yang dihasilkan

masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle

board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Di samping terbatas, nilai

ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya

pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah

pertanian yang ada.

2.8 Absorpsi

Absorpsi atau penyerapan, dalam kimia, adalah suatu fenomena fisik atau

kimiawi atau suatu proses sewaktu atom, molekul, atau ion memasuki suatu fase

limbak (bulk) lain yang bisa berupa gas, cairan, ataupun padatan. Proses ini

berbeda dengan adsorpsi karena pengikatan molekul dilakukan melalui volume

dan bukan permukaan. Salah satu contoh penyerapan lainnya adalah penukaran

ion di mana terjadi proses pertukaran ion antara duaelektrolit atau antara larutan

elektrolit dan senyawa kompleks.

Page 10: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

6

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Intensitas / lama penggorengan minyak : 2 jam, 4 jam, dan 6 jam

2. Lama perendaman : 1x24 jam, 2x24 jam, dan 3x24 jam

3. Ukuran partikel ampas tebu : 150 µm, 180 µm, dan 225 µm

3.2 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Erlenmeyer

2. Alat titrasi

3. Beaker Gelas

4. Hot Plate

5. Pipet Tetes

6. Termometer

7. Pengaduk

8. Ayakan

9. Kertas Saring

10. Neraca Analitis

11. Blender

3.1.2 Bahan

1. Minyak jelantah

2. Minyak goreng baru

3. NaOH/KOH

4. Indikator PP

5. Ampas tebu

6. Aquadest

7. Akohol

8.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengolahan ampas tebu

1. Siapkan ampas tebu yang diperoleh dari sisa- sisa penggilingan sari

tebu.

2. Kemudian cuci bersih ampas tebu tersebut dari kotoran-kotoran yang

melekat.

3. Setelah dicuci, keringkan ampas tebu tersebut di bawah terik matahari.

4. Selanjutnya giling ampas tebu yang telah kering hingga menjadi

bubuk tebu.

Page 11: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

7

5. Bubuk tebu tersebut di ayak dengan berbagai variasi ukuran diameter

partikel.

3.3.2 Proses penjernihan minyak

1. Siapkan minyak goreng yang telah dipakai beberapa kali (jelantah)

dan juga minyak goreng yang bagus (baru).

2. Analisis terlebih dahulu kandungan pada minyak jelantah dan

minyak yang baru.

3. Siapkan sebanyak 100 ml minyak jelantah dalam erlenmeyer.

4. Kemudian masukkan bubuk ampas tebu ke dalam masing-masing

minyak tersebut.

5. Rendam minyak dan ampas tebu tersebut hingga kondisi optimum,

lalu disaring.

6. Langkah selanjutnya analisis minyak yang sebelumnya telah

direndam dengan ampas tebu.

3.4 Prosedur Analisa

3.4.1 Penentuan Kadar Air dalam Minyak

Penentuan kadar air minyak dapat dilakukan dengan cara

Thermogravimetri sebagai berikut :

Ditimbang ± 10 gram minyak dalam botol timbang bermulut lebar,

kemudian dioven pada suhu 1050C sampai berat konstan, selanjutnya

ditimbang. Pengurangan berat minyak dinyatakan sebagai berat air yang

menguap dari minyak.

A = berat minyak sebelum dioven

B = berat minyak setelah dioven

3.4.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

1. Bahan harus diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu

diambil contohnya.

2. Timbang sebanyak 28,2 ± 0,2 g contoh dalam Erlenmeyer.

3. Tambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator

phenolphthalein (PP).

4. Titrasilah dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah di standarisasi sampai

warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik.

5. Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan

minyak dan lemak.

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = 𝐴 − 𝐵

𝐴𝑥 100%

Page 12: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

8

6. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai

laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat.

7. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka

asam.

Penentuan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid) pada minyak :

3.4.3 Penentuan Angka Penyabunan

1. Timbang minyak dengan teliti antara 1,5 – 5,0 gram dalam

Erlenmeyer 200 ml. Tambah 50 ml larutan KOH yang dibuat dari 40

gram KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu ditutup dengan

pendingin balik, didihkan dengan hati-hati selama 30 menit.

2. Selanjutnya dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indikator

phenolphthalein (PP) dan titrasilah kelebihan larutan KOH dengan

standar 0,5 N HCL. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH

ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama

kecuali tanpa bahan minyak.

3. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang

dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram

minyak tersebut.

%𝐹𝐹𝐴 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑘𝑚𝑎𝑘

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 100𝑥100

𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 = 28,05 𝑥 (𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ)

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

Page 13: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini terlebih dahulu diamati keadaan fisik dan

kandungan minyak goreng yang bagus sebagai tolok ukur keberhasilan

penelitian ini. Minyak yang bagus tidak berbau serta berwarna kuning bening

dan jernih. Kadar airnya 0,1819 %, kadar FFA 0,0998 %, dan angka

penyabunannya 133,7048. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian sampel minyak

hasil pengorengan yang diambil dari penjual gorengan. Minyak yang

diperoleh berbau tengik bekas gorengan dan berwarna kuning keruh.

Setelah dilakukan perendaman dengan ampas tebu, minyak dengan

lama perendaman 1x24 jam masih memiliki bau dari gorengan. Untuk lama

perendaman 2x24 jam, minyak masih sedikit berbau sedangkan untuk lama

perendaman 3x24 jam minyak sedikit sekali berbau tengik. Minyak jelantah yang

telah direndam dengan ampas tebu rata-rata berwana kuning bening mendekati

warna minyak bagus.

4.1 Hasil Analisa Kadar Air dalam Minyak

Pada grafik di atas diperlihatkan bahwa rata- rata pada waktu

perendaman yang semakin lama dapat menurunkan kadar air hingga di bawah, 02

%, angka ini lebih rendah dari pada kadar air yang terdapat pada minyak bagus,

yaitu 0,1819 %. Bahkan pada kadar air minyak 4 jam penggorengan selama

perendaman 1x24 jam sebesar 0,0050 %. Kadar air inilah yang paling rendah pada

minyak selama penelitian ini. Kadar air untuk waktu penggorengan minyak selama 2

jam menunjukkan rata-rata kenaikan yang lebih tinggi. Hal ini diseBABkan karena

kandungan air yang terdapat dalam minyak jelantah yang digunakan sebagai

sampel lebih tinggi dibandingkan dua sampel yang lainnya.

Page 14: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

10

Grafik ini menunjukkan rata-rata minyak yang telah diolah memiliki

kadar air yang sedikit sekali, masih di bawah kadar air minyak bagus. Hanya saja

pada minyak 2 jam penggorengan dengan lama perendaman 2x24 jam memiliki

kadar air yang lebih tinggi bahkan di atas kadar air minyak 2 jam penggorengan

pada analisa awal. Untuk perendaman ampas tebu dengan ukuran partikel 180 µm

ini kadar air yang diperoleh sedikit lebih tinggi. Jika diperhatikan secara teliti,

maka terjadi penyimpangan yang begitu signifikan dari grafik tersebut. Kenaikan

kadar air begitu tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini kemungkinan

besar terjadi akibat kesalahan prosedural analisa pada saat mengukur kandungan air.

Grafik ini menunjukkan perubahan kadar air yang lebih stabil untuk

minyak dengan lama penggorengan 4 jam dan 6 jam. Kestabilan dicapai karena

didukung oleh ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil, sehingga daya

absorpsi akan semakin baik. Pada minyak dengan waktu penggorengan selama 2

jam, perendaman ampas tebu selama 1x24 jam memiliki kadar air yang lebih

tinggi dibandingkan ampas tebu dengan lama perendaman 2x24 jam dan 3x24

jam. Hal ini diseBABkan karena waktu perendaman yang singkat mengurangi

Page 15: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

11

kemampuan absorpsi maksimal ampas tebu untuk menyerap kandungan air pada

minyak jelantah.

4.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA-Free Fatty Acid)

Kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada percobaan dengan ukuran

partikel ampas tebu 225 µm hanya sedikit sekali turunnya dari analisa awal. Pada

minyak 6 jam penggorengan grafik yang diperlihatkan semakin lama perendaman

semakin kecil pula kadar asam lemak bebasnya. Namun untuk minyak 2 dan 4 jam

penggorengan justru naik secara perlahan. Dugaan sementara, kandungan FFA pada

sampel awal untuk minyak dengan waktu penggorengan selama 2 jam dan 4 jam

telah memiliki kadar yang tinggi dibandingkan dengan minyak yang digoreng

selama 6 jam. Hal ini dapat dibuktikan dengan meihat tipe perubahan yang

terjadi pada grafik- grafik selanjutnya.

Pada grafik di atas, untuk minyak dengan 4 jam penggorengan, kadar asam

lemak bebas yang diperlihatkan selama 1x24 jam hingga 3x24 jam perendaman

semakin meningkat bukan sebaliknya. Namun terjadi penurunan kadar asam lemak

Page 16: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

12

bebas dari analisa awal. Kenaikan kadar FFA, khususnya untuk minyak dengan

penggorengan selama 2 jam dan 4 jam membuktikan bahwa dugaan kita pada grafik

sebelumnya adalah benar. Disebutkan bahwa sejak awal kandungan asam

lemak bebas pada minyak yang digoreng selama 2 jam dan 4 jam memiliki kadar

yang lebih tinggi bila dibandingkan minyak deengan penggorengan selama 6

jam. Akibatnya, ampas tebu tidak bekerja secara maksimal untuk menyerap

kandungan FFA dalam minyak tersebut.

Absorpsi kandungan asam lemak bebas oleh ampas tebu terhadap

minyak jelantah dengan lama penggorengan selama 6 jam bekerja dengan lebih

baik, menurunkan kandungan asam lemak bebas minyak jelantah secara perlahan.

Semakin lama waktu perendaman, maka daya absorpsi ampas tebu akan bekerja

dengan lebih maksimal.

Ampas tebu dengan ukuran partikel paling kecil ini mampu menurunkan

kadar asam lemak bebas yang terkecil hingga 0,0999% pada minyak selama 4 jam

penggorengan. Dari ketiga grafik yang menunjukkan kadar FFA di atas dapat

disimpulkan bahwa semakin lama perendaman maka akan berpengaruh pada kadar

FFA yang dihasilkan. Sehingga diperoleh waktu perendaman yang optimum.

Plot grafik memberikan perubahan yang lebih baik terhadap penurunan

kadar asam lemak bebas dibandingkan dengan grafik-grafik sebelumnya. Diperoleh

kondisi perendaman optimum dalam analisa kadar FFA minyak jelantah.

Perubahan terjadi, khususnya untuk minyak yang mengalaami penggorengan

selama 4 jam dengan lama waktu perendaman ampas tebu 2x24 jam.

Hal ini juga membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu juga

turut mempengaruhi daya absorpsinya untuk menyerap sejumlah asam lemak

bebas yang terikat pada minyak jelantah. Artinya, semakin kecil ukuran

partikel ampas tebu, maka kemampuan absorpsi akan semakin baik. Tentunya

hal ini juga didukung oleh lamanya waktu perendaman optimum ampas tebu

dalam minyak jelantah untuk melakukan proses absorpsi.

Page 17: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

13

Semakin lama perendaman, angka penyabunan yang diperlihatkan semakin

menurun atau makin kecil. Namun angka penyabunan ini cukup besar mengingat

minyak selama 2, 4, dan 6 jam memiliki angka penyabunan hanya

171,6535;172,0644; dan 164,8890. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan angka

penyabunan pada minyak setelah diolah justru semakin meningkat.

Secara sekilas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu perendaman, maka

angka penyabunan pada minyak akan semakin kecil, akibat adanya daya absorpsi

yang bekerja secara maksimal.

Sama halnya dengan Grafik 4.7, grafik di atas juga memperlihatkan

angka penyabunan yang semakin lama perendaman semakin kecil pula angka

penyabunan. Namun sama pula seperti grafik sebelumnya, bahwa penelitian

menunjukkan kenaikan angka penyabunan setelah minyak itu diolah. Untuk laju

penurunan angka penyabunan pada grafik ini, perubahan tidak terjadi secara

Page 18: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

14

drastis. Pada waktu perendaman selama 1x24 jam dan 2x24 jam, terjadi perubahan

yang begitu kecil.

Tetapi lain halnya dengan perendaman selama 3x24 jam. Perubahan

yang tidak begitu besar ini diseBABkan karena daya absorpsi dalam rentang waktu

perendaman ampas tebu tidak begitu jauh berbeda. Ukuran partikel ampas tebu

yang semakin kecil juga sangat mempengaruhi kemampuan ampas tebu dalam

mengabsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, maka proses absorpsi

akan berjalan semakin baik. Dapat dibandingkan dengan Grafik 4.7, bahwa

penurunan angka penyabunan jauh lebih baik, yang didukung dengan waktu

perendaman ampas tebu yang semakin lama yaitu 3x24 jam. Kondisi optimum

untuk angka penyabunan terkecil belum ditemui pada hasil analisa Grafik 4.8 ini.

Berbeda dengan kedua grafik sebelumnya, hasil penelitian yang tergambar

pada grafik di atas menunjukkan angka penyabunan yang semakin kecil. Angka

penyabunan yang paling kecil adalah 161,5042, yaitu pada minyak 6 jam

penggorengan yang direndam dengan ampas tebu selama 1x24 jam. Hal ini

membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil dapat

membantu menurunkan angka penyabunan pada minyak.

Terjadi satu kali kenaikan besarnya angka penyabunan, terutama untuk

minyak jelantah dengan lama penggorengan 6 jam dengan waktu perendaman

2x24 jam. Kemudian pada perendaman 3x24 jam, minyak jelantah ini mengalami

kenaikan yang sangat kecil sekali. Hal ini diseBABkan karena minyak sudah begitu

jenuh, sehingga ukuran partikel dan lama perendaman ampas tebu sangat sedikit

mempengaruhi kerja absorpsi serta perubahan angka penyabunan.

Dalam analisa Grafik 4.9 ini ditemukan kondisi optimum, dimana nilai

angka penyabunan terkecil dapat diperoleh, dan dapat disimpulkan bahwa diameter

serta lama waktu perendaman cukup besar mempengaruhi perubahan besarnya

angka penyabunan pada minyak jelantah ini.

Page 19: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

15

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa

hal, antara lain :

1. Absorben yang umum digunakan dalam proses pemucatan minyak terdiri

dari tanah pemucat (bleaching earth), arang pemucat (bleaching carbon), dan

serat. Ampas tebu merupakan serat yang dapat digunakan sebagai absorben

untuk mengikat pengotor pada minyak.

2. Kadar air dalam minyak dapat diturunkan hingga 0,0050 %, kadar FFA

minyak bekas pakai dapat diturunkan hingga 0,0999%, dan angka

penyabunan dapat mencapai angka masih dapat digunakan kembali

untuk berbagai keperluan. penjernihan minyak yang diharapkan. Dari hasil

penelitian membuktikan bahwa waktu yang optimal adalah 2x24 jam.

3. Semakin kecil diameter partikel absorben (ampas tebu), pada penelitian

ini yaitu 150 µm, maka penyerapan zat pengotor berlangsung

semakin optimal.

5.2 Saran

Dengan metode ini diharapakan masyarakat menjadi tahu pengolahan minyah

jelantah dengan menggunakan metode serat ampas tebu ini. Selain bahan yang

mudah, pelaksanaan-nya pun dapat dilakukan dengan mudah

Page 20: absorspi minyak jelantah dengan serat ampas tebu

16

DAFTAR PUSTAKA

Antonia, Yulian Taurista, dkk. “Komposit Lamina Bambu Serat Woven Sebagai

Bahan Alternatif Pengganti Fiberglass Pada Kulit Kapal”. Teknik

Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ASTM, 2006, Standards and Literature References for Composite Materials, “American

Society for Testing and Materials”, Philadelphia, PA

Biro Klasifikasi Indonesia, 2006.”Rules and Regulation for The Classification and

Construction of Ships”, Jakarta E. P Popov, 1996. ”Mekanika Teknik”. Edisi ke- 2,

Erlangga, Bandung

Gibson, F Ronald, 1994.“Principles of Composite Material Mechanics”. Internasional

Edition, MC.Graw – Hill Inc, New York.

Joko Sisworo, Sarjito, 2005. “Catatan Kuliah Mata Kuliah Kapal Non-ferro”. Teknik

Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jones, R. M, 1975. ”Mechanics of Composite Materials”. Scripta Book Company, Washington

DC

Kristanto, 2007. “Analisa Teknis dan Ekonomis Penggunaan Serat Ijuk Sebagai

Alternatif Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal Ditinjau Dari Kekuatan

Tarik”. Tugas Akhir Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Ratnanto Fitriadi, 2005.”Upaya Penurunan Biaya Produksi Dengan Memanfaatkan

Ampas Tebu Sebagai Pengganti Bahan Penguat Dalam Proses Produksi Asbes Semen”. Jurusan Teknik Industri, fakultas Teknik, UMS

Van Vlack, L. H, 1992. “Ilmu dan Teknologi

Bahan”. Edisi ke-5, Erlangga, Bandung

Widayanto, R. Dimas, 2004. ”Kekuatan Tarik Material Komposit Serat Bambu Pada

Matriks Polyester Resin Yang Mengalami Proses Two Step Curing”. Tugas Akhir

Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Web Site

2008. http://www.en.wikipedia.org/ 2008. http://www.chemistry.org/

2008. http://www.indonesiacomposite.org/.col. htm 2008. http://www.bmtpc.org/