analisis faktor yang mempengaruhi kondisi ekonomi propinsi di indonesia
Upload: pusat-informasi-virtual-air-minum-dan-penyehatan-lingkungan-piv-ampl
Post on 27-Jun-2015
658 views
DESCRIPTION
merupakan tugas mata kuliah statistik yang disusun oleh Oswar Mungkasa (2002)TRANSCRIPT
Tugas Statistik Lanjutan – om 1
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI EKONOMI PROPINSI di INDONESIA
Oleh Oswar Mungkasa
1. Pendahuluan
Bergulirnya kebijakan otonomi daerah membawa banyak konsekuensi
pada daerah maupun pemerintah pusat. Berbagai hal diperbincangkan tetapi
yang menjadi fokus perhatian adalah kesiapan daerah, Pengetahuan yang benar
tentang kesiapan daerah akan membantu baik daerah maupun pemerintah pusat
dalam menelurkan kebijakan terutama berkaitan dengan pencegahan terjadinya
ketimpangan antardaerah. Jika tidak dilakukan intervensi kebijakan maka daerah
yang lebih siap akan jauh meninggalkan daerah yang relatif belum siap.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam melihat kesiapan
daerah adalah kondisi ekonomi daerah. Kondisi ekonomi daerah menjadi
mengemuka karena berkaitan dengan kemampuan darah membiayai
kebutuhannya. Daerah akan berusaha untuk memicu pertumbuhan ekonominya
dalam upaya memenuhi kebutuhan dananya sendiri. Kebutuhan dana tersebut
hanya dapat terpenuhi jika pemerintah daerah dapat memenuhi tingkat
pertumbuhan ekonomi tertentu.
Diketahui bahwa kondisi ekonomi dipengaruhi oleh beragam faktor baik
ekonomi, sosial, dan geografis. Diantara berbagai faktor tersebut tentunya tidak
seluruhnya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kondisi ekonomi
suatu daerah. Beberapa yang signifikan misalnya jumlah penduduk, tingkat
investasi, faktor lokasi yang dapat memberi keuntungan komparatif, tingkat
pengangguran, jumlah penduduk miskin, ketersediaan infrastruktur, dan adanya
pusat-pusat pertumbuhan.
Keterbatasan data dan waktu yang tersedia serta menghindari
kompleksitas masalah maka dalam makalah ini kondisi ekonomi daerah
Tugas Statistik Lanjutan – om 2
ditentukan berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto1. Sementara
variabel yang akan dibahas pengaruhnya adalah proporsi penduduk miskin,
keberadaan pusat pertumbuhan, dan lokasi daerah. Dalam mencari hubungan
antara kondisi daerah dengan variabel berpengaruh di atas, maka dipergunakan
alat analisis Metode Regresi Logistik Multinomial. Untuk mempermudah proses
analisis maka dipergunakan bantuan program SPSS versi 10.0.1
Makalah ini secara singkat akan membahas beberapa hal yaitu (i) model
regresi logistik multinomial dari data yang ada; (ii) uji signifikansi model secara
keseluruhan; (iii) uji signifikansi setiap variabel bebas; (iv) ‘adjusted probability’
untuk setiap kategori variabel bebas; (v) tabel analisis klasifikasi ganda; (vi)
interpretasi hasil analisis logistik multinomial. Untuk kemudian diakhir makalah
akan dijelaskan kesimpulan tentang signifikansi pengaruh variabel bebas
terhadap kondisi ekonomi daerah. Beberapa rekomendasi juga akan menyertai
kesimpulan tersebut.
2. Model Regresi Logistik Multinomial (MRLM)
2.1 Definisi dan Kegunaan
Model Regresi Logistik Multinomial merupakan suatu perluasan dari model
regresi logistik biner. Model digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
suatu variabel respon yang bersifat multi kategorik dengan suatu himpunan
variabel bebas.
2.2 Model Statistik
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa model ini merupakan
perluasan dari model regresi logistik biner, maka untuk memudahkan pada tabel
berikut disajikan perbedaan diantara kedua model.
1 Produk Domestik Regional Bruto adalah keseluruhan nilai produksi dari suatu daerah pada kurun waktu
tertentu.
Tugas Statistik Lanjutan – om 3
Tabel 1 Perbedaan Model Regresi Logistik Biner dan Model Regresi Logistik Multinomial
Model Regresi Logistik Model Regresi Logistik Multinomial
a. Variabel respon terdiri dari maksimal dua kategori
b. Misal Y suatu variabel respon yang
mempunyai kategori yang saling exclusive dan exhaustive: 0, 1, 2, …..J. Maka Y=1 versus Y=0
c. Hanya terdapat satu model regresi
Logistik yaitu: Ln p/(1-p) = a + b1X1 + b2X2 + ….
a. Variabel respon terdiri dari minimal tiga kategori
b. Misal Y suatu variabel respon yang
mempunyai kategori yang saling exclusive dan exhaustive: 0, 1, 2, …..J. Maka Y=j versus Y=0; j= 1,2,…J. Y=0 merupakan acuan
c. Dengan variabel respon J kategori,
maka terdapat J-1 model yaitu: Ln p1/p3 = a1 + b11X1 + b12X2 + … Ln p2/p3 = a2 + b21X1 + b22X2 + … p1 + p2 + p3 = 1
Sumber: Diktat Kuliah Statistik Lanjutan Semester Ganjil Tahun 2000/01, Fakultas Pasca Sarjana Bidang Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.
Beberapa hal penting yang perlu dicermati adalah (a) pada model RLM, salah
satu kategori harus menjadi referensi bagi kedua kategori lainnya. Pada tabel diatas
maka yang menjadi referensi adalah p3; (b) kategori yang menjadi referensi harus
merupakan kategori yang lebih banyak observasinya dibanding kategori lainnya.
Hasilnya tidak akan berubah dengan beragamnya pilihan kategori referensi; (c)
persamaan yang terbentuk selalu kurang satu dari jumlah variabel bebas.
Tujuan dari analisis adalah untuk mengukur nilai dari a1, a2, b11, b12, b21, b22
dan seterusnya.
2.3 Interpretasi Model
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam penyelesaian
analisis RLM adalah (a) Penentuan variabel respon (tidak bebas) dan variabel bebas.
Variabel bebas dapat terdiri dari variabel kategorik dan/atau numerik; (b) Penjabaran
definisi operasional, yang merupakan penjelasan tentang masing-masing variabel
sedetail mungkin; (c) Penentuan Model Umum; (d) Penetapan hipotesis, yang
merupakan pernyataan yang akan diuji melalui model; (e) Analisis, baik menggunakan
Tugas Statistik Lanjutan – om 4
bantuan program komputer maupun manual. Pada intinya ingin mendapatkan model
yang sebenarnya, yang kemudian diuji signifikansinya, serta dilakukan interpretasi
terhadap hasil analisis; (f) kesimpulan.
2.4 Konsep Penting
2.4.1 Tabel Silang
Tabel silang digunakan untuk memudahkan melihat keterkaitan antara variabel
respon dan variabel bebas. Contoh tabel silang sebagai berikut.
Tabel 2 Contoh Perhitungan Tabel Silang (2x3)
Variabel Respon
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Total
Variabel Kategori 1
Bebas Observasi A B C G (=A+B+C)
Proporsi terhadap var. bebas (A)/(G)*100 (B)/(G)*100 (C)/(G)*100 100%
Proporsi terhadap var. respon (A)/(I)*100 (B)/(J)*100 (C)/(K)*100 (G)/(L)*100
Kategori 2
Observasi D E F H (=D+E+F)
Proporsi terhadap var. bebas (D)/(H)*100 (E)/(H)*100 (F)/(H)*100 100%
Proporsi terhadap var. respon (D)/(I)*100 (E)/(J)*100 (F)/(K)*100 (H)/(L)*100
Total Observasi I (=A+D) J (=B+E) K (=C+F) L (=G+H) atau
Proporsi terhadap var. bebas (I)/(L)*100 (J)/(L)*100 (K)/(L)*100 100%
Proporsi terhadap var. respon 100% 100% 100% 100%
Keterangan: variabel respon 3 kategori dan variabel bebas 2 kategori
2.4.2 Probabilitas yang disesuaikan (Adjusted Probability)
Probabilitas yang disesuaikan (Adjusted Probability) adalah probabilitas setelah
memperhitungkan faktor-faktor lain. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut:
E1 E2
P1 = ---------------------; P2 = ---------------------; P3 = 1 – (P1 + P2)
1 + E1 + E2 1 + E1 + E2
Tugas Statistik Lanjutan – om 5
dengan Pn : probabilitas dari variabel respon kategori ke n
E1 = Exp (a1 + b11 X1 + b12 X2 + b13 X3)
E2 = Exp (a2 + b21 X1 + b22 X2 + b23 X3)
2.4.2 Analisis Klasifikasi Ganda (Multiple Classification Analysis)
Tabel Klasifikasi Ganda (Multiple Classification Analysis/MCA) adalah tabel yang
dipergunakan untuk memudahkan mengambil kesimpulan terhadap hasil analisis. Tabel
MCA berisi data estimasi parameter (B), rasio kecenderungan (odd rato), dan nilai
kesalahan baku (signifikansi) dari hubungan antara variabel respon dan variabel bebas.
Contoh tabel MCA sebagai berikut.
Tabel 3. Contoh Tabel MCA
Variabel
Respon (P)
P1 vs P3 P2 vs P3 P1 vs P2
B exp (B) Sig. B exp (B) Sig. B exp (B) Sig.
Var. Bebas X
X1 - 1 - - 1 - 1
X2 b11 exp (b11) b21 exp (b21) b11-b21 exp (b21)
X3 b12 exp (b12) b22 exp (b22) b12-b22 exp (b22)
Var. Bebas Y b13 exp (b13) b23 exp (b23) b13-b23 exp (b23)
var. Bebas Z b14 exp (b14) b24 exp (b24) b14-b24 exp (b24)
Intercept a1 - a2 - a1-a2 -
Catatan: Variabel kategorik adalah X dan Variabel numerik adalah Y dan Z
exp (B) = odd ratio sig.= signifikansi
Rumus tabel diatas adalah :
Ln (P1/P3) = a1 + b11 X2 + b12 X3 + b13 Y + b14 Z
Ln (P2/P3) = a2 + b21 X2 + b22 X3 + b23 Y + b24 Z
Tugas Statistik Lanjutan – om 6
3. Analisis Pengaruh Variabel Bebas terhadap Kondisi Ekonomi Propinsi
3.1 Penetapan Variabel
Dalam menentukan kondisi ekonomi suatu daerah maka sebagaimana
dijelaskan terdahulu bahwa PDRB merupakan salah satu variabel yang sering
dijadikan faktor penentu kondisi ekonomi daerah. Data PDRB yang dipergunakan
adalah PDRB non-migas per kapita dengan pertimbangan bahwa PDRB migas
hanya mencakup beberapa propinsi penghasil minyak saja. Secara umum kondisi
daerah dikategorikan berdasar dua hal:
a. Pendapatan per kapita
Secara sederhana pendapatan per kapita didekati dengan menggunakan
data PDRB non migas per kapita.
b. Pertumbuhan ekonomi daerah
Studi yang dilakukan oleh Elia Radianto (1997), menyatakan bahwa
tingkat pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai pengaruh yang cukup
kuat terhadap kemampuan keuangan daerah. Pertumbuhan ekonomi
propinsi didapatkan dari laju pertumbuhan PDRB non-migas.
Kedua faktor di atas disilangkan dalam sebuah matriks 2x2 (lihat Tabel 4).
Dengan melakukan modifikasi terhadap Metode Klassen2 (Lihat lampiran A)
maka kondisi ekonomi propinsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu (i) maju,
(ii) berkembang, yang merupakan gabungan dari klasifikasi (b) dan (c) Klassen;
dan (iii) tertinggal. Selengkapnya lihat Tabel 4.
2 Sjafrizal. Pertumbuhan ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma No. 3
Tahun XXVI (Maret 1997).
Tugas Statistik Lanjutan – om 7
Tabel 4 Klasifikasi Kondisi Ekonomi Propinsi (Variabel Respon)
(Modifikasi Tipologi Klassen)
PDRB per kapita (y) Laju Pertumbuhan ( r)
yI > y
yi < y
ri > r Daerah maju Daerah berkembang
ri < r Daerah berkembang Daerah tertinggal
dengan: ri = laju pertumbuhan PDRB di daerah i; r = laju pertumbuhan PDRB total yi = pendapatan per kapita daerah i; y = pendapatan per kapita rata-rata
Disadari bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
suatu daerah akan sangat beragam, dan akan menjadi bahan perbincangan yang
berkepanjangan. Mengingat keterbatasan data dan maksud penyusunan makalah
ini sendiri, maka variabel bebas yang dipilih adalah yang datanya tersedia dan
mudah diakses. Dari beberapa variabel yang ditengarai mempunyai pengaruh
maka dipilih variabel proporsi penduduk miskin, lokasi daerah, keberadaan pusat
pertumbuhan sebagai variabel bebas.
Intuisi yang mendasari pemilihan ketiga variabel tersebut selain
pertimbangan praktis adalah:
a. Proporsi penduduk miskin
Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi suatu daerah
dipengaruhi oleh tingkat produktifitas daerah tersebut. Proporsi jumlah
penduduk miskin tentunya berpengaruh terhadap produktifitas daerah
tersebut berdasar asumsi produktifitas penduduk miskin yang rendah.
b. Lokasi daerah
Disepakati bahwa lokasi menjadi salah satu faktor yang berperan pada
keunggulan komparatif suatu daerah. Hal ini terjadi karena secara alamiah
Tugas Statistik Lanjutan – om 8
beberapa daerah berada pada lokasi yang tidak menguntungkan secara
ekonomis seperti terpencil, daerah bencana, kurang subur dan lainnya.
Kondisi ini kemudian menghasilkan tumbuhnya pengelompokan kegiatan
pada daerah tertentu saja. Pada makalah ini, variabel lokasi
diklasifikasikan kedalam dikotomi Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali.
c. Pusat pertumbuhan
Walaupun masih menjadi perdebatan panjang dikalangan ahli ekonomi
wilayah, tetapi dipercayai oleh sebagian besar para ahli bahwa
pertumbuhan suatu daerah banyak tergantung pada adanya suatu pusat
pertumbuhan di daerah tersebut. Pusat pertumbuhan dapat berupa
kawasan industri, metropolitan, pusat bisnis dan lainnya. Pada intinya
pusat pertumbuhan adalah daerah yang mempunyai intensitas kegiatan
yang sangat tinggi dan diharapkan akan memberi efek penjalaran
pertumbuhan ke daerah sekitarnya. Kesulitan mendapatkan data
pengelompokan kegiatan yang menjadi pusat pertumbuhan, menjadikan
keberadaan metropolitan di suatu propinsi dijadikan representasi pusat
pertumbuhan di daerah tersebut.
3.2 Definisi Operasional
Variabel respon yaitu kondisi daerah diklasifikasikan dalam tiga kategori
yaitu daerah maju, daerah berkembang, dan daerah tertinggal. Sementara
variabel bebas terdiri dari dua variabel kategorik yaitu (a) variabel lokasi daerah,
yang diklasifikasikan sesuai dengan dikotomi daerah yaitu Jawa-Bali dan Luar
Jawa-Bali; (b) variabel keberadaan pusat pertumbuhan yang dikategorikan dalam
dua klasifikasi yaitu propinsi yang mempunyai kota metropolitan, dan yang tidak
mempunyai kota metropolitan; dan satu variabel bebas numerik yaitu proporsi
penduduk miskin yang dikategorikan dalam tiga klasifikasi yaitu daerah dengan
banyak penduduk miskin (Banyak), daerah relatif sedikit penduduk miskin
(moderat), daerah dengan sedikit sekali penduduk miskin (sedikit).
Tugas Statistik Lanjutan – om 9
3.2.1 Kondisi Perekonomian Propinsi
Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa kondisi perekonomian propinsi
diklasifikasikan berdasarkan pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan
perekonomian pada setiap propinsi.
Klasifikasi propinsi terdiri dari tiga yaitu (I) daerah maju, yaitu daerah
dengan tingkat pendapatan per kapita di atas rata-rata pendapatan per kapita
nasional dan laju pertumbuhan perekonomian di atas laju pertumbuhan rata-rata
nasional; (ii) daerah berkembang, yaitu daerah dengan tingkat pendapatan per
kapita di atas rata-rata pendapatan per kapita nasional dan laju pertumbuhan
perekonomian di bawah laju pertumbuhan rata-rata nasional atau daerah dengan
tingkat pendapatan per kapita di bawah rata-rata pendapatan per kapita nasional
dan laju pertumbuhan perekonomian di atas laju pertumbuhan rata-rata
nasional; (iii) daerah tertinggal, yaitu daerah dengan tingkat pendapatan per
kapita di bawah rata-rata pendapatan per kapita nasional dan laju pertumbuhan
perekonomian di bawah laju pertumbuhan rata-rata nasional (lihat Tabel 5)
Tabel 5 Klasifikasi Kondisi Ekonomi Propinsi (Variabel Respon)
PDRB per kapita (y) ( r) Laju Pertumbuhan
yI > y yi =pendapatan per kapita
daerah i
yi < y y = pendapatan per
kapita rata-rata
ri > r ri =laju pertumbuhan
PDRB daerah i
Daerah maju Sumut; Riau; DKI Jakarta;
Bali; Kalteng; Kaltim; Kalsel; Irja
Daerah berkembang Sumbar; Jabar; DIY;
Kalbar
ri < r r = laju pertumbuhan
PDRB total
Daerah berkembang Daerah tertinggal Aceh;Jambi; Bengkulu;
Sumsel; Lampung; Jateng; Jatim; Sulut;
Sulteng; Sultra; Sulsel; NTB; NTT; Maluku
Tugas Statistik Lanjutan – om 10
Data-data selengkapnya tentang kondisi perekonomian propinsi dapat
dilihat pada Lampiran A.1.
3.2.2 Proporsi Penduduk Miskin
Proporsi penduduk miskin adalah proporsi jumlah penduduk miskin suatu
propinsi terhadap jumlah total penduduk propinsi tersebut. Berdasar pada hasil
perhitungan, diketahui bahwa jumlah propinsi dengan banyak penduduk miskin
dan jumlah propinsi dengan jumlah penduduk miskin yang relatif sedikit adalah
relatif berimbang. Lihat Tabel 6 dan Tabel 7
Tabel 6
Klasifikasi Propinsi berdasar Proporsi Penduduk Miskin
Klasifikasi Propinsi Penduduk Miskin
Banyak Jateng; Jatim; Kalbar; Kalteng; Kalsel
(9) Kalteng; Kalsel; NTB; NTT; Maluku; Irja
Moderat Aceh; Sumut; Sumsel; Bengkulu; Lampung;
(9) Jabar; DIY; Kaltim; Sulut
Sedikit Sumbar; Riau; Jambi; DKI ; Bali;
(8) Sulteng; Sulsel; Sultra; Sumber: Lampiran A-2
3.2.3 Lokasi
Lokasi diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu (I) Jawa-Bali; dan (ii) Luar
Jawa-Bali. Kategori Jawa-Bali adalah propinsi yang berlokasi di pulau Jawa dan
Bali, dan terdiri dari 6 propinsi yaitu DKI; Jawa Barat; Jawa Tengah; DI
Yogyakarta; Jawa Timur dan Bali. Kategori Luar Jawa-Bali adalah propinsi yang
berlokasi bukan di pulau Jawa dan Bali, yang terdiri dari 20 propinsi.
Selengkapnya lihat Lampiran A-1.
Tugas Statistik Lanjutan – om 11
Tabel 7
Tabel Silang Proporsi Penduduk Miskin dan Peringkat Propinsi
Peringkat propinsi
Total
maju berkembang tertinggal
Proporsi banyak Jumlah 5 1 3 9
Penduduk Miskin
% proporsi penduduk
miskin
55.6% 11.1% 33.3% 100.0%
% within Peringkat propinsi
35.7% 25.0% 37.5% 34.6%
Mod. Jumlah 5 2 2 9
% proporsi penduduk
miskin
55.6% 22.2% 22.2% 100.0%
% Peringkat propinsi
35.7% 50.0% 25.0% 34.6%
sedikit Jumlah 4 1 3 8
% proporsi penduduk
miskin
50.0% 12.5% 37.5% 100.0%
% Peringkat propinsi
28.6% 25.0% 37.5% 30.8%
Total Jumlah 14 4 8 26
% proporsi penduduk
miskin
53.8% 15.4% 30.8% 100.0%
% Peringkat propinsi
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber: Lampiran B
3.2.4 Pusat Pertumbuhan
Sebagaimana dijelaskan terdahulu maka variabel pusat pertumbuhan
diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu (I) propinsi yang mempunyai
metropolitan; dan (ii) propinsi yang tidak mempunyai metropolitan.
Metropolitan adalah kota yang berpenduduk minimal 1 juta orang.
Berdasar kriteria ini maka terdapat 7 propinsi yang mempunyai metropolitan
Tugas Statistik Lanjutan – om 12
adalah Sumatera Utara (Medan); Sumatera Selatan (Palembang); DKI Jakarta
(Jakarta); Jawa Barat (Bandung); Jawa tengah (Semarang); Jawa Timur
(Surabaya); Sulawesi Selatan (Makasar).
Tabel 8
Tabel Silang Lokasi Propinsi * Peringkat Propinsi
Peringkat propinsi
Total
Maju Berkembang Tertinggal
Lokasi Propinsi
Luar Jawa-Bali
Jumlah 12 2 6 20
% Lokasi Propinsi
60.0% 10.0% 30.0% 100.0%
% Peringkat propinsi
85.7% 50.0% 75.0% 76.9%
Jawa-Bali Jumlah 2 2 2 6
% Lokasi Propinsi
33.3% 33.3% 33.3% 100.0%
% Peringkat propinsi
14.3% 50.0% 25.0% 23.1%
Total Jumlah 14 4 8 26
% Lokasi Propinsi
53.8% 15.4% 30.8% 100.0%
% Peringkat propinsi
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber : Lampiran B
Tugas Statistik Lanjutan – om 13
Tabel 9
Tabel Silang Keberadaan Kota Metropolitan dan Peringkat Propinsi
Peringkat Propinsi
Total
Maju Berkembang Tertinggal
Keberadaan Kota
Metropolitan
tidak ada kota
metropolitan
Jumlah 10 3 6 19
% Keberadaan Kota
Metropolitan
52.6% 15.8% 31.6% 100.0%
% Peringkat propinsi
71.4% 75.0% 75.0% 73.1%
ada kota metropolitan
Jumlah 4 1 2 7
% Keberadaan Kota
Metropolitan
57.1% 14.3% 28.6% 100.0%
% Peringkat propinsi
28.6% 25.0% 25.0% 26.9%
Total Jumlah 14 4 8 26
% Keberadaan Kota
Metropolitan
53.8% 15.4% 30.8% 100.0%
% Peringkat propinsi
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber : Lampiran B
3.2.5 Hipotesa
Hipotesa yang ditetapkan adalah bahwa proporsi penduduk miskin,
faktorlokasi dan keberadaan metropolitan dalam suatu propinsi mempunyai
pengaruh terhadap kondisi perekonomian propinsi.
3.2.6 Model Regresi Logistik Multinomial dan Uji Signifikansi
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS/PC
maka didapatkan model regresi multinomial sebagai berikut:
Tugas Statistik Lanjutan – om 14
Model Umum:
Ln (P3/P1) = a3 + b31*JMLMSK + b32*ADAMETRO1 + b33 *LOKASI1
Ln (P2/P1) = a2 + b21*JMLMSK + b22*ADAMETRO1 + b23 *LOKASI1
P3 = daerah maju; P2 = daerah berkembang; P1 = daerah tertinggal JMLMSK = proporsi penduduk miskin
ADAMETRO = keberadaan metropolitan (1 jika tidak ada; dan 2 jika ada) LOKASI = lokasi propinsi (1 jika luar Jawa dan Bali dan 2 jika Jawa dan Bali)
Model Keseluruhan:
Model 1: Ln (P3/P1) = -3.855 + 1.71 E.06*JMLMSK + 0.75*ADAMETRO1 + 3.169*LOKASI1
Model 2
Ln (P2/P1) = -20.124 + 5.558 E.06*JMLMSK + 18.994*ADAMETRO1 - 2.279*LOKASI1
Uji Signifikansi Model Keseluruhan
Model umum mempunyai nilai Sig. 0.118. Dengan menetapkan = 0.25, maka model ini dianggap baik (nilai 0.118 < 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C
Model Proporsi Penduduk Miskin:
Model Umum 1: Ln (P3/P1) = a3 + b31*JMLMSK
Model 1: Ln (P3/P1) = -3.130 E.02 + 1.054 E.06*JMLMSK
(0.376)
Model Umum 2: Ln (P2/P1) = a2 + b21*JMLMSK
Model 2: Ln (P2/P1) = -1.51 + 1.25 E.06*JMLMSK (0.306)
Tugas Statistik Lanjutan – om 15
Uji Signifikansi Proporsi Penduduk Miskin
Model 1:
Model mempunyai nilai Sig. 0.376. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap kurang baik (nilai 0.376 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 1
Walaupun tidak signifikan, tetapi dengan nilai Exp (B) = 1 maka dapat diartikan bahwa proporsi penduduk miskin mempunyai risiko yang sama terhadap kondisi ekonomi baik dan kondisi ekonomi tertinggal.
Model 2: Model mempunyai nilai Sig. 0.306. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap kurang baik (nilai 0.306 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 1
Walaupun tidak signifikan, tetapi dengan nilai Exp (B) = 1 maka dapat diartikan bahwa proporsi penduduk miskin mempunyai risiko yang sama terhadap kondisi ekonomi berkembang dan kondisi ekonomi tertinggal.
Pengaruh proporsi penduduk miskin terhadap kondisi perekonomian tidak
signifikan.
Model Pusat Pertumbuhan:
Model Umum 1: Ln (P3/P1) = a3 + b31*ADAMETRO1
Model 1: Ln (P3/P1) = 0.693 - 0.182*ADAMETRO1
(0.857)
Model Umum 2: Ln (P2/P1) = a2 + b21*ADAMETRO1
Model 2: Ln (P2/P1) = -0.693 + 4.306 E.16*ADAMETRO1 (1.0)
Tugas Statistik Lanjutan – om 16
Uji Signifikansi Pusat Pertumbuhan
Model 1: Model mempunyai nilai Sig. 0.857. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap kurang baik (nilai 0.857 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 0.833
Walaupun tidak signifikan, tetapi dapat dikatakan bahwa dengan tidak adanya metropolitan maka risiko kondisi ekonomi propinsi baik menjadi mengecil dibandingkan kondisi ekonomi propinsi menjadi tertinggal.
Model 2:
Model mempunyai nilai Sig. 1.00. Dengan menetapkan = 0.25, maka model ini dianggap kurang baik (nilai 1.00 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 1 Walaupun tidak signifikan, tetapi dengan nilai Exp (B) = 1 maka dapat
diartikan tidak adanya metropolitan bahwa mempunyai risiko yang sama terhadap kondisi ekonomi berkembang dan kondisi ekonomi tertinggal.
Pengaruh Keberadaan metropolitan terhadap kondisi perekonomian tidak signifikan.
Model Lokasi:
Model Umum 1: Ln (P3/P1) = a3 + b31*LOKASI1
Model 1: Ln (P3/P1) = 5,003 E.16 + 0,693*LOKASI1
(0.535)
Model Umum 2: Ln (P2/P1) = a2 + b21*LOKASI1
Model 2: Ln (P2/P1) = 7.465 E.16 - 1.099*LOKASI1 (0.395)
Tugas Statistik Lanjutan – om 17
Uji Signifikansi Lokasi
Model 1:
Model mempunyai nilai Sig. 0.535. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap kurang baik (nilai 0.857 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 2
Walaupun tidak signifikan, tetapi dapat dikatakan bahwa daerah berlokasi luar Jawa dan Bali kecenderungan mempunyai kondisi ekonomi propinsi baik dibanding kondisi ekonomi tertinggal sebanyak dua kali.
Model 2: Model mempunyai nilai Sig. 1.00. Dengan menetapkan = 0.25, maka model ini
dianggap kurang baik (nilai 1.00 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Exp(B) = 0,33
Walaupun tidak signifikan, tetapi dapat dikatakan bahwa daerah berlokasi luar Jawa dan Bali cenderung mempunyai kondisi ekonomi berkembang 0,33 kali lebih rendah dari kondisi ekonomi tertinggal.
Pengaruh Keberadaan metropolitan terhadap kondisi perekonomian tidak
signifikan.
Goodness of Fit
Model Proporsi Penduduk Miskin:
Model mempunyai nilai Sig. 0.25. Dengan menetapkan = 0.25, maka model ini dianggap baik (nilai 0.25 = 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C. Model Pusat Pertumbuhan:
Model mempunyai nilai Sig. 0,979. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap kurang baik (nilai 0,979 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C.
Tugas Statistik Lanjutan – om 18
Goodness of Fit
Model Lokasi: Model mempunyai nilai Sig. 0.356. Dengan menetapkan = 0.25, maka model
ini dianggap tidak baik (nilai 0.356 > 0.250). Hasil Analisis selengkapnya pada Lampiran C.
3.2.7 Probabilitas yang disesuaikan (Adjusted Probability)
Formula probabilitas yang disesuaikan adalah sebagai berikut
E1 E2
P1 = ---------------------; P2 = ---------------------; P3 = 1 – (P1 + P2)
1 + E1 + E2 1 + E1 + E2
dengan Pn : probabilitas dari variabel respon kategori ke n
E1 = Exp (a1 + b11 X1 + b12 X2 + b13 X3)
E2 = Exp (a2 + b21 X1 + b22 X2 + b23 X3)
A. Proporsi Penduduk Miskin P3 (JMLMSK) = probabilitas daerah yang mempunyai penduduk miskin merupakan daerah maju E3 P3 (JMLMSK = 853192) = ------------------ 1+ E3 + E2 E3 = exp (-3,855 + 1,710 E.06*853192 + 0,75*0,731 + 3,169*0,769) = 48,048 E2 = exp (-20,124 + 5,558 E.06*853192+ 18,994*0,731 – 2,279*0,769) = 0,039
Tugas Statistik Lanjutan – om 19
P3 = 48,048/(1+48,048+0,039) = 0,979 P2 (JMLMSK) = probabilitas daerah yang mempunyai penduduk miskin merupakan daerah berkembang E2 P2 (JMLMSK = 853192) = ------------------ 1+ E3 + E2 P2 (JMLMSK = 853192) = 0,039/(1+48,048+0,039) = 0,00079 P1 (JMLMSK= 853192) = probabilitas daerah yang mempunyai penduduk miskin yang merupakan daerah tertinggal P1 = 1 – (P2 + P3) = 0,02021
B. Pusat Pertumbuhan P3 (ADAMETRO1) = probabilitas daerah yang tidak mempunyai metropolitan yang merupakan daerah maju E3 P3 (ADAMETRO1) = ------------------ 1+ E3 + E2 E3 (ADAMETRO1) = exp (-3,855 + 1,710 E.06*853192 + 0,75*1 + 3,169*0,769) = 2,206 E2 (ADAMETRO1) = exp (-20,124 + 5,558 E.06*853192+ 18,994*1 – 2,279*0,769) = 6,418 P3 (ADAMETRO1) = 2,206/(1+2,206+6,418) = 0,229 P2 (ADAMETRO1) = probabilitas daerah yang tidak mempunyai metropolitan yang merupakan daerah berkembang E2 P2 (ADAMETRO1) = ------------------ 1+ E3 + E2 P2 (ADAMETRO1) = 6,418/(1+2,206+6,418) = 0,667
Tugas Statistik Lanjutan – om 20
P1 (ADAMETRO1) = probabilitas daerah yang tidak mempunyai metropolitan yang merupakan daerah tertinggal P1 = 1 – (P2 + P3) = 0,104
C. Lokasi P3 (LOKASI1) = probabilitas daerah luar Jawa-Bali yang merupakan daerah maju E3 P3 (LOKASI1) = ------------------ 1+ E3 + E2 E3 (LOKASI1) = exp (-3,855 + 1,710 E.06*853192 + 0,75*0,731 + 3,169*1) = 3,748 E2 (LOKASI1) = exp (-20,124 + 5,558 E.06*853192+ 18,994*0,731 – 2,279*1) = 0,2236 P3 (LOKASI1) = 3,748/(1+3,748+0,2236) = 0,754 P2 (LOKASI1) = probabilitas daerah luar Jawa-Bali yang merupakan daerah berkembang E2 P2 (LOKASI1) = ------------------ 1+ E3 + E2 P2 (LOKASI1) = 0,2236/(1+0,2236+3,748) = 0,045 P1 (LOKASI1) = probabilitas daerah luar Jawa-Bali yang merupakan daerah tertinggal
P1 (LOKASI1) = 1 – (P2 + P3) = 0,201
Tugas Statistik Lanjutan – om 21
3.2.8 Analisis Klasifikasi Ganda (Multiple Classification Analysis) Berdasar hasil analisis (selengkapnya lihat Lampiran C), maka dapat disiusun Tabel MCA sebagai berikut:
Tabel 10
Estimasi Parameter (B), Kesalahan Baku (sign) dan Rasio Kecenderungan Model Regresi Logistik Multinomial Faktor yang Mempengaruhi
Kondisi Ekonomi Propinsi Tahun 1997
Daerah Maju vs Daerah Daerah Berkembang vs Daerah Tertinggal Kovariat Daerah Tertinggal
B Exp (B) Sign. B Exp (B) Sign.
Proporsi Penduduk 1,71 E.-0,6 1 0,161 5,558 E 06 1 0,12 Miskin
Pusat Pertumbuhan
- Tidak ada metropolitan
0,75 2,118 0,629 18,994 1,77 E. 08 0,165
- Ada Metropolitan - - - - - -
Lokasi
- Luar Jawa-Bali 3,169 23,773 0,361 -2,279 0,102 -2,67
- Jawa-Bali - - - - - -
Sumber : Lampiran C
4. Kesimpulan
Berdasar hasil analisis di atas maka diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
a. Model keseluruhan menunjukkan angka signifikansi yang dapat diterima
pada = 0.25. Tetapi berdasar pada uji signifikansi untuk masing-masing
variabel bebas, terlihat bahwa proporsi penduduk miskin, keberadaan
metropolitan, dan lokasi propinsi tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kondisi perekonomian propinsi. Hipotesa ditolak.
b. Secara teoritis, ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap
kondisi perekonomian suatu daerah, dan hal ini bertentangan dengan
Tugas Statistik Lanjutan – om 22
hasil analisis di atas. Kemungkinan bahwa lingkup kajian yang merupakan
propinsi relatif terlalu besar sehingga pengaruh faktor tersebut menjadi
tidak terlihat. Sebagai ilustrasi, walaupun terdapat metropolitan di suatu
propinsi tetapi kemungkinan pengaruhnya tidak signifikan terhadap
perekonomian propinsi tersebut. Hal ini dapat terjadi karena luas dan
besarnya cakupan propinsi, sementara metropolitan yang ada hanya satu
pada setiap propinsi. Kasus Jakarta hasilnya akan signifikan karena
Jakarta mencakup keseluruhan daerah DKI Jakarta. Hasilnya kemungkinan
berbeda jika lingkup kajian adalah kabupaten/kota
Tugas Statistik Lanjutan – om 23
DAFTAR PUSTAKA 1. Agung, I Gusti Ngurah. Metode Penelitian Sosial. Pengertian dan
Pemakaian Praktis Jilid 2. Jakarta, Gramedia, 1998. 2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pembangunan Daerah dalam
Angka 1999. 3. Sjafrizal. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat. Prisma No. 3 Tahun XXVI Maret 1997.