analisis faktor-faktor yang mempengaruhi …repository.utu.ac.id/403/1/i-v.pdf · dalam...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS
DI KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH :
AFRIZAL ANNIZAMI
NIM : 09C20101072
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi yang sarat informasi saat ini, secara tidak disadari dunia
terus mengalami perubahan kepada hal-hal yang sebelumnya sulit untuk dipercaya
oleh sebagian besar manusia baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Bermacam-macam pola dan beragam perilaku manusia didalam bermasyarakat
dalam mengkonsumsi barang atau benda kebutuhan sehari-hari terhadap barang-
barang yang dapat memberikan kepuasan baik jasmani maupun rohani.
Makanan (pangan) merupakan kebutuhan pokok manusia, agar
kelangsungan hidupnya dapat terjamin. Salah satu makanan pokok yang
dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk indonesia adalah beras.
Beras merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia. Namun
produksi beras dalam negeri sampai sekarang belum memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Pemerintah harus masih mengimpor beras dari luar negeri.
Tanaman pangan ini memiliki nilai yang sangat penting, peran ini tidak
dapat digantikan oleh subsektor pertanian lainnya, ketahanan pangan merupakan
ketahanan politik dan ketahanan ekonomi, apalagi dihubungkan dengan
perekonomian global maupun nasional yang tidak stabil. Ketahanan pangan yang
paling efisien dapat dicapai melalui pencapaian swasembada pangan dimana
langkah yang paling tepat adalah dengan meningkatkan produksi nasional.
Dengan adanya perkembangan subsektor tanaman pangan maka
diharapkan mampu meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani yang dicapai
melalui peningkatan pendapatan, produksi dan produktivitas usaha tani. Namun di
2
Indonesia usaha tani masih memiliki kelemahan di bidang pengelolaan
(manajemen), dalam usaha tani aspek pengelolaan sering diabaikan, jarang
ditemukan usaha tani berskala kecil menggunakan pembukuan yang baik,
berorientasi pasar dan mengatur pola tanam yang tepat sehingga mampu
memenuhi kebutuhan pasar dengan tepat.
Indonesia setiap tahunnya terjadi pertambahan penduduk. Bedasarkan hasil
proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk selama 25 tahun mendatang terus
terjadi peningkatan yaitu dari 205,1 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta
jiwa pada tahun 2025. Dalam Dekade 2000-2025 kecepatan pertumbuhan
penduduk berkisar antara 0,92-1,39 persen (www.datastatistik-
indonesia.com.akses 21 maret 2014).
Akibat terjadinya peningkatan jumlah penduduk maka permintaan
terhadap barang dan jasa semakin meningkat termasuk jumlah permintaan
makanan pokok yang harus terpenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan
jumlah penduduk yang harus diimbangi dengan jumlah produksi agar konsumsi
terpenuhi membuat permintaan akan jumlah konsumsi meningkat termasuk beras.
Kabupaten Aceh Barat sendiri mempunyai sektor pertanian yang cukup
luas, dan hampir sebagian penduduk Aceh Barat berprofesi sebagai petani, akan
tetapi Aceh Barat sampai saat ini masih memasok beras dari daerah-daerah sekitar
seperti Nagan Raya dan Pidie.
Pemerintah Kabupaten Nagan Raya mensuplai beras sebanyak 11.000 ton
setiap tahunnya ke kabupaten tetangga, diantaranya Aceh Barat, Aceh Barat
Daya, dan Aceh Jaya, Nagan Raya memiliki sektor pertanian yang bagus,
sehingga sangat membantu suplai beras ke daerah lain
3
(http://diliputnews.com/read/12256/pemkab-nagan-raya-suplai-beras-ke-beberapa-
daerah.html.Akses 15 mei 2014).
Gambaran di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Beras di Kabupaten Aceh Barat”.
.
1.2. Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoris
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan meningkatkan
ilmu pengetahuan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar.
2. Lingkungan Akademik
Hasil peneilitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah bahan
bacaan bagi mahasiswa Universitas Teuku Umar khususnya bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi, serta sebagai gambaran tentang keadaan sosial ekonomi
4
masyarakat yang sebenarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan juga
dapat menambah pengetahuan tentang tingkah laku konsumen.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi, wawasan dan pengetahuan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam
pengambilan kebijakan pangan terutama yang berkaitan dengan permintaan beras
di Kabupaten Aceh Barat.
2. Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman
bagaimana kondisi permintaan beras sampai saat ini di Kabupaten Aceh Barat.
1.5. Sitematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan yang terdiri dari :
Bagian I terdiri dari pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah penyebab, rumusan masalah, tujuan dari penelitian, manfaat penelitian
dan sekaligus sistematika pembahasan.
Bagian II tinjauan pustaka yang berisi pengertian antar variabel dalam
judul tersebut, perumusan hipotesis, pengertian permintaan, fungsi permintaan,
kurva permintaan, elastisitas permintaan, pengertian beras dan perumusan
hipotesis.
5
Bagian III metode penelitian berisi tentang ruang lingkup penelitian, data
penelitian yang didalamnya berisi tentang jenis dan sumber data serta
pengumpulan data, model analisis data, definisi operasional variabel dan
pengujian hipotesis.
Bagian IV hasil dan pembahasan yang berisi tentang produksi beras, harga
beras, jumlah penduduk, permintaan beras hasil pengujian hipotesis, uji t, uji F
dan pembahasan hasil.
Bagian V simpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan-kesimpulan
dari hasil penelitian dan saran-saran.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Permintaan (Demand)
Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang tersebut atau
juga disebut hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau naik
maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila harga
turun jumlah barang yang diminta akan meningkat.
Hukum permintaan (law of demand) jika semua hal dibiarkan sama, ketika
suatu barang meningkat, maka jumlah permintaan akan menurun, dan ketika harga
turun maka permintaan akan naik (Mankiw 2006, h. 80). Permintaan timbul dari
keinginan, hal itu menunjukkan bahwa keinginan dan permintaan itu merupakan
dua hal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Permintaan bukanlah keinginan,
sebagaimana keinginan bukan permintaan. Sekalipun berbeda, tidak dapat
diingkari bahwa keduanya itu berhubungan erat (Rosyidi 2009, h. 291).
Uraian tersebut maka disimpulkan bahwa keinginan dan permintaan
mempunyai kaitan hubungan yang erat, dimana lahirnya keinginan disebabkan
oleh permintaan dan lahirnya permintaan disebabkan oleh keinginan itu sendiri.
Pada saat harga barang meningkat keinginan membeli barang tersebut berkurang
sehingga permintaan terhadap barang tersebut menurun dan sebaliknya.
2.1.1. Pengertian Permintaan
Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta
kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi 2009, h. 239).
7
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai
tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardja 2004, h. 22).
Asumsi di atas dapat disimpulkan bahwa keinginan konsumen untuk
membeli suatu produk barang dalam berbagai tingkat harga dan dengan harga
yang mampu dijangkau oleh masyarakat selama periode atau dalam jangka waktu
tertentu.
Keinginan konsumen yang disertai dengan daya beli atau kemampuan beli
sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat, karena dengan tingginya
pendapatan masyarakat maka akan meningkat permintaan masyarakat. Selain
pendapatan kemampuan masyarakat untuk membeli suatu produk juga
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya harga produk atau barang tersebut.
Dalam hukum permintaan dihipotesiskan semakin rendah harga suatu
komoditas semakin banyak jumlah komoditas tersebut yang diminta, sebaliknya
semakin tinggi harga suatu komoditas semakin sedikit komoditas tersebut yang
diminta (ceteris paribus) (sugiarto et.al, 2002, h. 38).
Jika suatu barang terjadi penurunan harga maka permintaan masyarakat
terhadap barang tersebut akan meningkat. Masyarakat yang dulunya membeli
barang lain akan beralih kepada barang atau produk yang terjadi penurunan harga,
dan masyarakat yang dulunya membeli barang yang terjadi penurunan harga akan
menambah daya belinya sehingga permintaan akan barang tersebut terjadi
peningkatan. Sebaliknya, jika harga barang atau suatu produk terjadi kenaikan
harga maka permintaan barang tersebut akan terjadi penurunan, itu disebabkan
kemampuan beli masyarakat yang rendah sehingga harga barang tersebut tidak
mampu dijangkau oleh masyarakat, selain itu masyarakat lebih memilih kepada
8
penghematan pengeluaran sehingga masyarakat akan mencari produk lain atau
barang pengganti (subsitusi) yang harganya lebih rendah.
Setiap orang boleh saja menginginkan pada apa yang diinginkanya, tetapi
jika keinginan itu tidak ditunjang dengan kesediaan membeli serta kemampuan
atau pendapatan yang cukup untuk membeli maka keinginan itupun hanya akan
tinggal keinginan saja, kemampuan atau daya beli tidak ada.
Menurut Carla et.al (2002, h. 99) dalam kehidupan sehari-hari kita dapat
menyaksikan bahwa kuantitas suatu barang yang dibeli pada suatu waktu tertentu
tergantung pada harganya, makin tinggi harga barang, makin sedikit jumlah
barang yang dibeli makin rendah harganya makin besar jumlah barang yang
diminta. Singkatnya permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta
pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan
tertentu dan dalam periode waktu tertentu.
2.1.2. Fungsi Permintaan
Fungsi permintaan adalah permintaan yang dinyatakan dalam hubungan
matematis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan fungsi
permintaan maka kita dapat mengetahui hubungan antara variabel tidak bebas
(dependent variable) dan variabel-variabel bebas (independent variable)
(Rahardja 2004, h. 23).
Dari asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi permintaan adalah
fungsi yang menunjukkan atau menggambarkan hubungan antara variabel bebas
dan variabel tidak bebas. Dengan adanya fungsi permintaan maka kita dapat
mengetahui atau melihat berapa besar hubungan variabel bebas dengan variabel
tidak bebas.
9
Penjelasan dimuka dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis
yang menjelaskan hubungan antara tingkat permintaan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan (Rahardja 2004, h. 24).
- +/- + + + + + +
Dx = f (Px, Py, Y/cap, sel, pen, Pp, Ydist, prom)
Dimana: Dx = Permintaan akan barang X
Px = Harga X
Py = Harga Y (barang substitusi atau komplementer)
Y/cap = Pendapatan perkapita
Sel = Selera atau kebiasaan
Pen = Jumlah penduduk
Pp = Perkiraan harga barang X periode mendatang
Ydist = Distribusi pendapatan
Prom = Upaya produsen meningkatkan penjualan (promosi)
2.1.3. Kurva Permintaan
Menurut Sugiarto et.al (2002, h. 39) data yang diperoleh dari daftar
permintaan tersebut dapat digunakan pula untuk menggambarkan sifat hubungan
antara harga suatu komoditas dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta
dalam suatu kurva permintaan.
Kurva permintaan adalah gambaran dari sebuah data yang diinput dari
daftar permintaan masyarakat terhadap suatu produk dalam periode waktu tertentu
dan dihubungkan antara jumlah permintaan suatu produk dengan harga produk
tersebut. Kurva permintaan juga membandingkan tinggi rendahnya permintaan
suatu produk dalam waktu tertentu dan pada harga tertentu.
10
Kurva permintaan erat hubungannya antara harga dengan permintaan pada
gilirannya akan menunjukkan hubungan yang erat antara harga dengan jumlah
barang yang diminta (Rosyidi 2002, h. 239).
Kurva permintaan sangat erat hubungannya antara harga suatu produk
dengan permintaan barang tersebut yang menunjukkan atau mengkaitkan
hubungan antara harga produk yang diminta dengan jumlah produk yang diminta
sehingga terbentuklah kurva permintaan.
Berikut adalah contoh kurva permintaan akan padi menurut Rosyidi (2002,
h. 240)
Tabel 1
Permintaan akan padi di pasar X
Harga Perunit Jumlah yang Diminta
A 10 1
B 9 2
C 8 3
D 7 4
E 6 5
F 5 6
G 4 7
Sumber: Rosyidi 2002, h. 240.
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat perbedaan jumlah permintaan
pada berbagai tingkatan harga. Pada saat harga barang 10 jumlah permintaan 1,
dan pada saat harga barang 4 jumlah permintaan meningkat menjadi 7. Dari tabel
tersebut maka dapat digambarkan kurva permintaan sebagai berikut :
11
Kurva 1
Gambar 1 kurva permintaan
Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara jumlah barang (output)
yang diminta dengan harga barang perunit (atau harga barang per satuan). Kecuali
dalam kasus khusus, kurva permintaan selalu berbentuk garis yang condong ke
kanan bawah (Rosyidi 2002, h. 240).
Kurva permintaan tersebut dapat dilihat garis permintaan terus bergerak
dari kiri atas ke kanan bawah, maka oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa
pada saat harga barang naik atau harga barang 10 pemintaan 1, pada saat harga
barang 9 permintaan 2, pada saat harga barang 8 permintaan 3, pada saat harga
barang 7 permintaan 4, pada saat harga barang 6 permintaan 5, pada saat harga
barang 5 permintaan 6, dan pada saat harga barang 4 permintaan 7. Pada saat
harga barang tinggi jumlah barang yang diminta sedikit dan pada saat harga
barang mengalami penurunan maka jumlah permintaan terus meningkat. Setiap
barang mengalami penurunan harga permintaan terus mengalami peningkatan,
sebaliknya jika harga barang naik maka permintaan akan mengalami penurunan
sehingga terbentuklah garis permintaan yang berbentuk miring, yang bergerak
dari kiri atas ke kanan bawah.
12
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Dalam suatu permintaan ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
permintaan, berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut
Rahardja (2004, h. 22)
a. Harga barang itu sendiri
b. Harga barang lain yang terkait
c. Tingkat pendapatan perkapita
d. Selera atau kebiasaan
e. Jumlah penduduk
f. Perkiraan harga dimasa mendatang
g. Distribusi pendapatan
h. Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan
A. Harga barang itu sendiri
Dalam teori ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu komoditas
terutama dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri dengan asumsi faktor-
faktor lain tidak terjadi perubahan atau ceteris paribus (Sugiarto et.al, 2002, h.
38). Menurut Rahardja (2004, h. 22) jika harga suatu barang semakin murah,
maka permintaan terhadap barang itu bertambah, begitu juga sebaliknya.
Seperti halnya hukum permintaan, jika harga barang tinggi maka
permintaan menurun dan sebaliknya, artinya salah satu faktor yang menentukan
besar kecilnya jumlah permintaan akan barang tersebut adalah harga barang itu
sendiri, jika harga barang itu sendiri harganya tinggi atau jauh dari titik
keseimbangan (equilibrium) maka permintaan akan menurun. Sebaliknya jika
13
harga barang tersebut turun maka permintaan akan meningkat. Hal itu disebabkan
karena kemampuan dan keinginan masyarakat sesuai seperti yang diharapkan.
B. Harga barang lain yang terkait
Menurut Rahardja (2004, h. 22) harga barang lain juga dapat
mempengaruhi permintaan suatu barang, tetapi kedua jenis barang tersebut
mempunyai keterkaitan. Keterkaitan barang dapat berupa subsitusi (pengganti)
dan bersifat komplemen (pelengkap).
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permintaan akan barang tidak
hanya tergantung pada harganya saja, tetapi juga pada harga barang lain, artinya
suatu barang berpengaruh apabila terdapat dua barang yang saling terkait,
keterkaitannya dapat bersifat subtitusi (pengganti) dan bersifat komplemen
(pelengkap). Pada kedua barang tersebut terjadi perbedaan harga, produk A harga
barang lebih rendah dari pada barang produk B maka jumlah permintaan terhadap
barang A lebih banyak dibandingkan dengan permintaan produk B. Masyarakat
yang biasanya membeli barang B kemungkinan besar akan beralih membeli
barang A. Dengan adanya barang lain atau barang penganti maka konsumen tidak
hanya bertumpu atau tergantung pada satu barang saja, jika sewaktu-waktu barang
terjadi pengurangan produksi atau meningkatnya harga maka konsumen dapat
beralih ke barang substitusi tersebut. Oleh sebab itu permintaan suatu barang juga
dipengaruhi oleh barang lain.
Harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut,
hubungan antara suatu jenis barang dengan jenis lainya dapat dibedakan dalam
tiga golongan yaitu: barang penganti (subsitusi), barang penggenap atau
14
pelengkap (komplementer), dan barang yang tidak mempunyai kaitan sama sekali
(netral).
1. Barang Pengganti (subsitusi)
Suatu barang yang dinamakan barang pengganti apabila menggantikan fungsi
dari barang lain secara sempurna. Contohnya minuman kopi dapat digantikan
dengan minuman teh. Apabila harga barang pengganti murah maka
permintaan terhadap barang yang digantikannya akan turun.
2. Barang pelengkap (komplementer)
Suatu barang dikatakan barang pelengkap apabila barang tersebut selalu
digunakan bersama-sama dengan barang-barang yang lain. Contohnya gula
sebagai pelengkap dari minuman kopi atau teh. Apabila harga barang
pelengkap tinggi maka permintaan terhadap suatu komoditas akan turun.
3. Barang netral
Suatu barang dikatakan barang netral apabila barang tersebut tidak
mempunyai kaitan yang erat dengan barang lain. Contohnya permintaan akan
beras tidak berkaitan dengan permintaan akan buku.
C. Tingkat pendapatan perkapita
Tingkat pendapatan perkapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi
pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang
meningkat (Rahardja 2004, h. 23). Dapat disimpulkan bahwa, tingkat pendapatan
perkapita sangat menentukan besar kecilnya daya beli seseorang. Apabila
pendapatan meningkat maka daya beli juga meningkat, sebaliknya, apabila
pendapatan menurun maka daya beli juga menurun. Oleh sebab itulah tingkat
15
pendapatan perkapita juga sangat menentukan besar kecilnya permintaan terhadap
suatu barang.
D. Selera atau kebiasaan
Tinggi rendahnya suatu permintaan ditentukan oleh selera atau kebiasaan
konsumen dari pola hidup suatu masyarakat. Menurut Rahardja (2004, h. 23)
selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang. Beras
misalnya, walaupun harganya sama, permintaan beras pertahun di Provinsi
Maluku lebih rendah di bandingkan dengan Sumatera Utara.
Selain kedua faktor permintaan di atas selera konsumen juga
mempengaruhi permintaan, setiap orang mempunyai selera yang sangat berbeda-
beda tergantung pada kualitas dan cita rasa suatu barang, sedangkan kebiasaan
adalah suatu barang yang dikonsumsi setiap hari seperti makanan pokok.
E. Jumlah penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk yang mempunyai selera atau
kebiasaan akan kebutuhan barang tertentu, maka semakin besar pula permintaan
terhadap barang tersebut. Menurut Rahardja (2004, h. 23) sebagai makanan pokok
rakyat Indonesia, maka permitaan beras berhubungan positif dengan jumlah
penduduk. Makin banyak jumlah penduduk, permintaan beras makin banyak.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, permintaan suatu barang di
Indonesia sangat berhubungan dengan jumlah penduduk, semakin tinggi jumlah
penduduk maka jumlah konsumsi akan semakin meningkat sehingga
mempengaruhi permintaan suatu barang tersebut. Jumlah penduduk sangat
menentukan tinggi rendahnya permintaan suatu barang, karena semakin tinggi
16
jumlah penduduk semakin tinggi konsumen untuk mengkonsumsi suatu barang
dan produksi barang tersebut akan meningkat dikarenakan permintaan yang
tinggi.
Jumlah penduduk sangatlah berpengaruh terhadap permintaan, karena
penduduklah yang menjadi konsumen dan yang mengkonsumsi barang tersebut.
Semakin banyak konsumen maka semakin banyak barang tersebut yang
dikonsumsi dan makin banyak permintaan barang tersebut untuk diproduksikan.
Sebaliknya semakin sedikit konsumen maka semakin sedikit pula jumlah
konsumsi sehingga permintaan hanya setara dengan jumlah penduduk atau
permintaan rendah.
F. Perkiraan harga dimasa mendatang
Menurut Rahardja (2004, h. 23) bila kita memperkirakan bahwa harga
suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang itu sekarang, sehingga
mendorong orang membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa
yang akan datang.
Bila kita memperkirakan tentang harga suatu barang akan naik, maka akan
lebih baik membeli barang tersebut sekarang, sehingga mendorong orang untuk
membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa depan.
Sebelum barang mengalami kenaikan harga dan adanya isu kenaikan harga
suatu barang maka permintaan terhadap barang yang akan mengalami kenaikan
terjadi peningkatan sebelum kenaikan harga terjadi karena masyarakat akan
membelinya dan menyimpan sebagai stok cadangan barang tersebut untuk
konsumsi kedepannya guna lebih menghemat atau mengurangi pengeluaran. Oleh
17
sebab itu perkiraan harga dimasa yang akan datang juga dapat mempengaruhi
permintaan akan suatu barang.
G. Distribusi pendapatan
Tingkat pendapatan perkapita bisa memberikan kesimpulan yang salah
bila distribusi pendapatan buruk. Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya
beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun.
Menurut Rahardja (2004, h. 23) jika distribusi pendapatan buruk, berarti
daya beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang
menurun. Distribisi pendapatan masyarakat juga sangat menentukan tinggi
rendahnya suatu barang, pendapatan masyarakat yang tinggi mampu mendorong
masyarakat memenuhi keinginanya, dengan pendapatan yang tinggi maka mampu
memenuhi keinginan masyarakat untuk membeli barang tersebut sehingga
permintaan terhadap barang tersebut meningkat karena daya beli dan pendapatan
masyarakat meningkat. Sebaliknya, jika pendapatan masyarakat buruk atau rendah
maka permintaan terhadap barang tersebut ikut rendah dikarenakan daya beli atau
kemampuan untuk membeli barang tersebut tidak ada.
Keinginan tanpa diiringi dengan pendapatan yang cukup maka hanya
tinggal keinginan saja, keinginan yang diiringi dengan pendapatan yang cukup
maka keinginan tersebut akan terpenuhi. Keinginan yang diiringi dengan
pendapatan yang cukup mampu mendorong seseorang untuk membeli suatu
barang, semakin tinggi pendapatan penduduk maka semakin tinggi kemungkinan
penduduk membeli barang tersebut. Dengan banyaknya penduduk membeli
barang tersebut otomatis permintaan terhadap barang tersebut terjadi peningkatan.
18
H. Usaha-usaha produsen untuk meningkatkan penjualan
Menurut Rahardja (2004, h. 23) dalam perekonomian yang modern,
bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam
mempengaruhi masyarakat. Usaha-usaha promosi kepada pembeli sering
mendorong orang untuk membeli banyak dari pada biasanya. Peranannya dalam
mempengaruhi masyarakat untuk membeli barang tersebut. Dengan meningkatnya
usaha-usaha lain maka akan terjadi persaingan, persaingan inilah yang membuat
permintaan antara salah satu barang tersebut akan meningkat penjualannya karena
permintaan dari masyarakat bertambah.
Usaha-usaha lain yang memproduksi barang yang fungsinya sama adalah
sebuah ancaman bagi barang tersebut dimana akan terjadi persaingan antara
produsen untuk menarik konsumen membeli barang tersebut yang nantinya
berpengaruh terhadap permintaan.
Hal ini menjadi ancaman serius dikarenakan konsumen akan beralih
membeli barang yang dijual oleh usaha-usaha yang sedang meningkat
penjualannya.
2.1.5. Elastisitas Permintaan
Konsumen biasanya membeli barang lebih dari satu pada saat harga
barang turun, pendapatan meningkat, harga barang subsitusi naik, atau ketika
barang komplemen turun. Untuk mengukur perubahan-perubahan atau berapa
besar konsumen merespon perubahan dalam variabel-variabel tersebut, para
ekonom menggunakan konsep elastisitas (elasticity).
Menurut Mankiw (2003, h. 108) elastisitas harga permintaan (price
elasticity of demand) mengukur berapa besar jumlah permintaan berubah seiring
19
perubahan harga. Permintaan suatu barang dikatakan elastis apabila jumlah
permintaan berubah banyak karena harga berubah, sedangkan permintaan
dikatakan inelastis apabila jumlah permintaan mengalami sedikit perubahan
ketika harga berubah.
Menurut Sugiarto et.al (2002, h. 102) secara umum elastisitas permintaan
dapat dibagi menjadi:
a. Elastisitas permintaan terhadap harga
b. Elastisitas permintaan silang
c. Elastisitas permintaan terhadap pendapatan
A. Elastisitas permintaan terhadap harga
Elastisitas permintaan terhadap harga (ηp, catatan huruf η dibaca eta),
mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila
harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan adalah ukuran kepekaan terhadap
perubahan jumlah komoditas tersebut dengan yang diminta terhadap perubahan-
perubahan komoditas tersebut dengan asumsi citeris paribus. (Sugiarto et.al,
2000, h. 103).
Elastisitas permintaan terhadap harga (Ep) mengukur berapa persen
perubahan permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah
sebesar satu persen (Rahardja, 2004, h. 49).
Atau
20
Angka elastisitas permintaan terhadap harga bernilai negatif. Ep = -2
mempunyai arti bila harga barang naik 1 persen, permintaan terhadap barang itu
turun 2 persen. Begitu juga sebaliknya. Semakin besar nilai negatifnya, semakin
elastis permintaannya, sebab perubahan permintaan jauh lebih besar dibanding
perubahan harga. Angka Ep dapat disebut dalam nilai absolut. Ep = 2, artinya
sama dengan Ep = -2.
B. Elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of demand = (Ec))
Koefesien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu
komoditas apabila terjadi perubahan harga komoditas lain dinamakan elastisitas
permintaan silang. Koefesien elastisitas permintaan silang sering digunakan untuk
mengukur kekuatan hubungan komplemen atau subsitusi diantara berbagai
komoditas (Sugiarto et.al 2000, h. 124)
Rumus permintaan silang antara komoditas X dengan Komoditas Y
adalah:
(QDX1 - QDX0)
ηC =
PY0
21
Tanda dari elastisitas permintaan silang akan tergantung kepada apakah
komoditas yang terkait merupakan komoditas pelengkap atau komoditas
pengganti dari suatu komoditas yang sedang menjadi topik pembicaraan. Untuk
komoditas pelengkap (complement), elastisitas silang bernilai negatif (contoh
mobil dengan bahan bakarnya). Dalam hal ini, jumlah komoditas X yang diminta
berubah kearah yang bertentangan dengan perubahan harga komoditas Y.
Sedangkan untuk komoditas pengganti (subsitusi), elastisitas silangnya adalah
positif, dalam hal ini permintaan atas suatu komoditas berubah kearah yang sama
dengan perubahan harga komoditas penggantinya (contohnya mobil BMW dan
Mercedes).
C. Elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand
= η1)
Elastisitas permintaan terhadap pendapatan merupakan suatu besaran yang
berguna untuk menunjukkan responsivitas konsumsi suatu komoditas terhadap
perubahan pendapatan (income). Nilai yang diperoleh dapat digunakan untuk
membedakan komoditas apakah termasuk dalam kategori komoditas mewah,
normal, atau inferior (Sugiarto et.al, 2000, h. 129).
Rumus elastisitas terhadap pendapatan adalah sebagai berikut:
(QDX1 – QDX0)
ηI =
I0
22
Acuan umum pengelompokan kategori suatu komoditas adalah sebagai
berikut:
ηI : - komoditas inferior (komoditas bermutu rendah)
ηI : + komoditas normal
ηI : > komoditas mewah
ηI : < komoditas kebutuhan pokok
Komoditas normal dan komoditas mewah memiliki elastisitas permintaan
pendapatan positif, karena antara perubahan pendapatan dan perubahan
permintaan bergerak searah. Sedangkan komoditas inferior memiliki elastisitas
permintaan terhadap pendapatan negatif karena perubahan pendapatan dan
perubahan jumlah komoditas yang dibeli bergerak ke arah yang berbalikan.
2.2. Beras
Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan
sosial ekonomi di Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar
penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir sebagian besar
penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai makanan utamanya di samping
merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga aspek
penyediaan menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk
Indonesia yang sangat besar. Pengenalan komoditi beras kepada masyarakat
bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan permintaan beras mengalami
peningkatan sepanjang tahun.
23
2.2.1. Pengertian Beras
Beras merupakan butiran buah padi yang berwarna putih yang telah
dipisahkan dari kulitnya (sekam). Beras merupakan salah satu makanan pokok
yang wajib terpenuhi dalam kebutuhan sehari-hari.
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk
dengan lesung atau digiling sehingga bagian luar (kulit gabah) terlepas dari isinya.
Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang
disebut beras (id.m.wikipedia.org/wiki/beras.akses 5 maret 2014).
Selain untuk dimasak menjadi nasi, beras juga dapat diolah menjadi
berbagai makanan lainnya, contohnya seperti tepung yang banyak digunakan
dalam pembuatan kue dan sebagainya. Beras adalah makanan pokok yang berpati
yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Hampir 50 persen jumlah
kalori dan hampir 50 persen jumlah kosumsi protein berasal dari beras.
Beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia. Dari beras kemudian akan
diolah menjadi nasi yang merupakan makanan utama hampir sebagian besar
penduduk. Selain karbohidrat, beras juga mengandung protein, vitamin dan
mineral. Vitamin yang dikandung oleh beras yaitu vitamin b-1 ( tiamin ) banyak
terdapat pada bagian kulit arinya (http://dombabunting.blogspot.com/2009/07/
manfaat-beras.html.akses. 5 maret 2014).
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beras adalah bahan makanan yang
memenuhi nutrisi dalam tubuh. Beras banyak mengandung vitamin, mineral dan
protein yang diperlukan oleh tubuh.
Secara umum beras dibagi menjadi dua jenis yaitu:
24
1. Beras putih
Beras putih merupakan jenis beras yang ditanak menjadi nasi untuk
dikonsumsi secara rutin.
2. Beras ketan
Ketan adalah jenis beras yang tidak dikonsumsi secara rutin, beras ketan biasa
dijadikan sebagai bahan pembuatan kue.
Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam penganan
dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai
(http://safrilhanafi.blogspot.com.pengertian padi.akses 21 maret 2014).
Dari uraian tersebut jelas bahwa beras ketan dan beras putih sama-sama
memiliki banyak manfaat bagi tubuh, selain mengenyangkan kandungan
kabohidrat dan protein yang tinggi yang terkandung dalam beras mampu
memenuhi karbohidrat dan protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Maka tidak heran
hampir seluruh penduduk Indonesia bahkan dunia menjadikan beras sebagai
makanan sehari-hari atau makanan pokoknya. Adapun sebagian kecil yang tidak
mengkonsumsi beras mungkin mempunyai faktor-faktor lain seperti kelangkaan
beras, daerah-daerah yang tidak ditumbuhi tanaman padi dan sebagainya.
Dibawah ini dapat dilihat perbandingan kandungan karbohidrat, lemak,
dan protein dari setiap 100 gram bahan makanan:
25
Tabel 2
Kandungan karbohidrat, lemak dan protein
Nama Bahan
Makanan
Karbohidrat
(kalori)
Lemak
(kalori)
Protein
(kalori)
1 Beras Tumbuk 76 1,9 7,5
2 Beras Giling 79 0,7 7
3 Jagung Putih 74 4 9
4 Jagung Kuning 74 4 9
5 Ketela Pohon 32 0,3 0,8
6 Kentang 19 0,1 2
7 Sagu 85 0,2 0,7
Sumber: Derekorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dalam Sugeng HR 2001, h. 2.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa beras tumbuk karbohidratnya 76
lemak 1,9 dan protein 7,5. Beras giling karbohidratnya 79, lemak 1,7 dan protein
7. Itu artinya beras kaya akan kandungan karbohidrat dan proteinnya. Dari ketujuh
bahan makan tersebut sagu yang paling tinggi mengandung karbohidrat, akan
tetapi protein yang dikandung sagu rendah. Sedangkan beras protein yang
dikandungnya hampir setara tinggi dengan karbohidrat.
2.3. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan Latar Belakang dan Tinjauan Teoritis yang telah dipaparkan,
maka dapat dikemukakan hipotesis berikut: “Diduga faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat adalah Jumlah
Produksi Beras, Harga Beras, dan Jumlah Penduduk”.
26
III. METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitis
deskriptif. Salah satu bentuk analisis adalah kegiatan menyimpulkan data mentah
dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan. Mengelompokkan,
atau memisahkan komponen atau bagian yang relevan dari keseluruhan data, juga
merupakan salah satu bentuk analisis untuk menjadikan data mudah dikelola
(Kuncuro 2009, h. 192).
Data yang digunakan adalah data time series selama 10 tahun dari tahun
2004 sampai tahun 2013 meliputi data permintaan beras, jumlah produksi beras,
dan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat.
Lokasi penelitian secara sengaja atau purposive. Lokasi yang dipilih
adalah Kabupaten Aceh Barat bahwa peneliti dekat dengan sumber penelitian
karena peneliti bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Barat. Selain itu peneliti
memilih Kabupaten Aceh Barat sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan
bahwa penduduk Kabupaten Aceh Barat bertambah setiap tahunnya.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat maka
dengan otomatis permintaan akan beras juga akan bertambah setiap tahunnya
untuk memenuhi kebutuhan pokok, dikarenakan seluruh penduduk Kabupaten
Aceh Barat mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya.
27
3.2. Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, diperoleh dari instansi atau lembaga yang
berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, data diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (BULOG) Kabupaten Aceh
Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Barat. Data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini dari tahun 2004 sampai tahun 2013 meliputi data permintaan
beras, harga beras, dan jumlah penduduk serta data pendukung lainnya.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Secara singkat dapat dikatakan bahwa data sekunder adalah data yang
telah dikumpulkan oleh pihak lain. Peneliti dapat mencari data ini melalui data
sekunder (Kuncoro, 2009, h.148).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kuantitatif dengan
mendatangani instansi-instansi yang relevan yaitu BPS, Dinas Pertanian, BULOG,
Perpustakaan Daerah Kabupaten Aceh Barat untuk memperoleh data dalam
penelitian ini.
3.3. Model Analisis Data
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Hubungan permintaan beras dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya
dianalisis dengan model regresi linier beganda (Sugiono, 2012, h.276).
Secara matematis model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
28
Dimana: Y ` = permintaan beras (Kg)
a = konstanta
b = koefesien regresi
X1 = produksi beras tahun t (Kg)
X2 = harga beras tahun t (Rp/Kg)
X3 = jumlah penduduk (jiwa)
Untuk menguji hasil perhitungan agar tidak menghasilkan persamaan yang
bias, maka dilakukan uji statistik yaitu uji t dan uji F.
3.4. Definisi Operasional Variabel
Jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari 4
variabel independen yakni X1 produksi beras, X2 harga beras, X3 jumlah
penduduk.
Masing-masing variabel tersebut didefinisikan dan dioperasionalkan
sebagai berikut:
1. Permintaan beras (Y) adalah mencakup keseluruhan permintaan beras dari
tahun 2004 sampai tahun 2013, yang dihitung dalam satuan kilogram (Kg).
2. Produksi beras, pernyataan tentang jumlah produksi beras diperoleh dari
Badan Pusat Statistik dan BULOG Kabupaten Aceh Barat, yang dihitung
dalam satuan kilogram (Kg).
3. Harga beras, yaitu pernyataan tentang harga beras dari Badan Urusan Logistik
(BULOG) Kabupaten Aceh Barat, yang dihitung dalam satuan rupiah
perkilogram (Rp/Kg).
4. Jumlah penduduk, yaitu jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat yang
diperoleh dari BPS Kabupaten Aceh Barat yang dihitung dalam satuan jiwa.
29
3.5. Pengujian Hipotesis
a. Uji Signifikansi Individual (uji Statistik t)
Uji signifikan parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat
signifikasi dari pengaruh variabel bebas (Produksi Beras, Harga Beras, dan
Jumlah Penduduk) terhadap variabel terikat (Permintaan Beras) secara individual
(Hasan 2002, h. 241).
b. Uji F
Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefesien
regresi yang didapat signifikan atau tidak. Uji F ini diperuntukkan guna
melakukan uji hipotesis koefesien regresi secara bersamaan yaitu antara X1, X2,
dan X3 terhadap Y (Nachrowi dan Usman, 2006, h.16-17)
Hipotesa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. H₀ ; β = 0, produksi beras, harga beras, dan jumlah penduduk yang diteliti
secara bersama-sama tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan
beras di Kabupaten Aceh Barat.
b. Hı ; β ≠ 0, produksi beras, harga beras, dan jumlah penduduk yang diteliti
secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat.
Kriteria hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Apabila thitung > ttabel, maka H₀ ditolak dan Hı diterima, artinya terdapat
pengaruh yang nyata antara produksi beras, harga beras, dan jumlah
penduduk terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
30
b. Apabila thitung < ttabel, maka H₀ diterima dan Hı ditolak artinya tidak
terdapat pengaruh yang nyata antara produksi beras, harga beras, dan jumlah
penduduk terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
Kriteria uji F, hipotesa yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Apabila Fhitung > Ftabel maka H₀ ditolak dan Hı diterima, artinya secara
bersamaan terdapat pengaruh yang nyata antara produksi beras, harga beras,
dan jumlah penduduk terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
b. Apabila Fhitung < Ftabel maka H₀ diterima dan Hı ditolak, artinya secara
bersamaan tidak terdapat pengaruh yang nyata antara produksi beras, harga
beras, dan jumlah penduduk terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh
Barat.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Produksi Beras
Produksi padi di Kabupaten Aceh Barat terus terjadi penurunan dari tahun
ke tahun hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi yang
mengakibatkan produksi padi terus menurun dapat dilihat dalam tabel 3 berikut
ini:
Tabel 3
Produksi Padi di Kabupaten Aceh Barat tahun 2003-2012
No Tahun Jumlah produksi padi (Kg)
1 2003 116.042
2 2004 116.169
3 2005 58.358
4 2006 25.253
5 2007 71.370
6 2008 44.199
7 2009 42.217
8 2010 63.909
9 2011 56.569
10 2012 49.847
Sumber: Dinas Pertanian dan Perternakan Kabupaten Aceh Barat (Data diolah
2014)
Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat kita lihat bahwa produksi padi di
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2003 sebasar 116.042 kilo gram. Pada tahun
selanjutnya yaitu tahun 2004 produksi meningkat sebesar 116.169 kilo gram dan
pada tahun 2005 jumlah produksi padi di Kabupaten Aceh Barat menurun menjadi
58.358 kilo gram yang disebabkan oleh becana gempa dan tsunami yang melanda
Aceh. Selanjutnya tahun 2006 jumlah produksi padi terus menurun yaitu sebesar
32
25.253 kilo gram. Tahun 2007 jumlah produksi padi meningkata sebesar 71.370
kilo gram. Penurunan produksi padi pada tahun 2008 kembali terjaadi yaitu
sebesar 44.199 kilo gram. Pada tahun 2009 jumlah produksi padi di Kabupaten
Aceh Barat juga menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 42.217 kilo gram
dan pada tahun 2010 jumlah produksi padi di Kabupaten Aceh Barat meningkat
dari tahun sebelumnya yaitu 63.909 kilo gram. Tahun 2011 kembali menurun
menjadi 56.569 kilo gram dan pada tahun 2012 jumlah produksi padi terus
menurun yaitu sebesar 49.847 kilo gram.
Hasil wawancara dengan Kepala Badan Urusan Logistik (BULOG)
Meulaboh untuk mengetahui jumlah produksi beras di Kabupaten Aceh Barat
dihitung dengan cara jumlah produksi gabah atau padi pertahun dikalikan dengan
63 persen, karena rata-rata perkilo gram padi mengahasilkan 63 persen beras.
Berikut ini merupakan tabel produksi beras di Kabupaten Aceh Barat:
Tabel 4
Produksi beras di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2003-2012
No Tahun Produksi beras (Kg)
1 2003 73.106
2 2004 73.186
3 2005 36.766
4 2006 15.909
5 2007 44.963
6 2008 27.845
7 2009 26.597
8 2010 40.263
9 2011 35.638
10 2012 31.404
Sumber: BULOG Meulaboh (Data diolah 2014)
33
Berdasarkan tabel 4 tersebut dapat kita lihat jumlah produksi beras pada
tahun 2003 adalah 73.106 kilo gram dan pada tahun 2004 jumlah produksi beras
di Kabupaten Aceh Barat adalah sebesar 73.186 kilo gram. Pada tahun 2005
produksi beras di Kabupaten Aceh Barat menurun menjadi 36.772 kilo gram yang
disebabkan oleh bencana gempa dan tsunami melanda Aceh pada akhir tahun
2004 sehingga menghambat transportasi pengangkutan barang-barang dan lain-
lain yang dibutuhkan oleh petani. Tahun 2006 jumlah produksi beras semakin
menurun dari tahun sebelumnya menjadi 15.909 kilo gram, hal tersebut karena
banyak beras bantuan jatah hidup (jadup) yang dibagikan kepada korban gempa
dan tsunami di Kabupaten Aceh Barat sehingga petani hanya menunggu beras
bantuan tersebut. Pada tahun 2007 jumlah produksi beras mengalami sedikit
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 44.196 kilo gram, dan pada
tahun 2008 jumlah produksi beras di Kabupaten Aceh Barat kembali mengalami
penurunan produksi menjadi 27.844 kilo gram. Pada tahun 2009 produksi beras di
Kabupaten Aceh Barat juga mengalami penurunan menjadi 26.597 kilo gram.
Pada tahun 2010 produksi beras mengalami peningkatan produksi dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 40.263 kilo gram, tetapi tahun 2011 produksi beras
kembali menurun dari tahun sebelumnya yang hanya berproduksi sebanyak
35.638 kilo gram, dan pada tahun 2012 produksi beras di Kabupaten Aceh Barat
juga mengalami penurunan yaitu menjadi 31.404 kilo gram.
Erosi banjir sepanjang tebing sungai krueng (sungai) meureubo dan krueng
woyla yang merusak perkebunan warga mengakibatkan produksi beras di
Kabupaten Aceh Barat menurun, daerah-daerah yang rawan banjir di kabupaten
Aceh Barat adalah Kecamatan Pante Ceureumen, Panton Reue, Woyla Barat,
34
Woyla Timur, Arongan Lambalek, Johan Pahlawan, Meureubo dan Kaway XVI.
Selain itu jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ketahun
mengakibatkan beberapa lahan pertanian dirubah fungsi mendirikan bangunan
atau rumah sehingga lahan pertanian semakin menyempit atau berkurang.
4.1.2. Harga Beras
Harga beras di Kabupaten Aceh Barat terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, hal tersebut dapat dilihat dalam tebel 5 berikut ini :
Tabel 5
Harga beras di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2003-2012
No Tahun Harga beras (Rp/Kg)
1 2003 4.400
2 2004 4.400
3 2005 4.600
4 2006 5.200
5 2007 6.500
6 2008 7.500
7 2009 8.500
8 2010 10.000
9 2011 11.500
10 2012 12.500
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat (data diolah 20014)
Bedasarkan tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa harga beras pada tahun
2003 senilai Rp 4.400 per kilo gram, pada tahun 2004 harga beras di Kabupaten
Aceh Barat tidak mengalami peningkatan yaitu masih senilai Rp 4.400 per kilo
gram. Pada tahun 2005 harga beras di Kabupaten Aceh Barat mengalami
peningkatan yaitu senilai Rp 4.600 perkilo gram dan pada tahun 2006 harga beras
di Kabupaten Aceh Barat terus meningkat yaitu senilai Rp 5.200 perkilo gram.
Pada tahun 2007 harga beras di Kabupaten Aceh Barat juga mengalami
peningkatan yaitu senilai Rp 6.500 perkilo gram dan pada tahun 2008 harga beras
35
juga mengalami peningkatan menjadi Rp 6.500 perkilo gram. Pada tahun 2009
harga beras di Kabupaten Aceh Barat terus mengalami peningkatan yaitu sebesar
Rp 8.500 perkilo gram dan pada tahun 2010 harga beras menjadi Rp.10.000
perkilo gram. Pada tahun 2011 harga beras di Kabupaten Aceh Barat meningkat
lagi menjadi Rp 11.500 perkilo gram dan pada tahun 2012 harga beras di
Kabupaten Aceh Barat adalah sebesar Rp 12.500 perkilo gram.
Harga beras di Kabupaten Aceh Barat terus terjadi peningkatan dari tahun
ke tahun hal tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor. Hasil wawancara dengan
kepala BULOG Meulaboh faktor pertama yang mempengaruhi kenaikan harga
yaitu pengaruh piskologis kenaikan harga pembelian pemerintah tahun 2010
sebesar 10 persen sesuai dengan inpres No.7 Tahun 2009 tentang kebijakan
perberasan. Kedua mundurnya masa tanam karena Aceh barat sendiri menanam
padi masih bergantung pada alam (curah hujan) yang mengakibatkan mundurnya
panen, sehingga masa penceklik menjadi lebih panjang. Ketiga beras bersubsidi
yang belum berjalan optimal. Keempat isu pedagang dengan gencarnya tentang
keinaikan harga beras dunia. Kelima spekulasi keniakan harga pupuk yang
diberlakukan mulai april 2010. Keenam stok petani, pengilingan dan pedagang
relative menipis.
4.1.3. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat memiliki tingkat pertumbuhan
yang pesat dari tahun ketahun, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
36
Tabel 6
Jumlah Penduduk di Kabupaten Aceh BaratTahun 2003 – 2012
No Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
1 2003 176.586
2 2004 160.545
3 2005 150.450
4 2006 151.552
5 2007 152.557
6 2008 153.398
7 2009 169.111
8 2010 173.558
9 2011 177.532
10 2012 182.364
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Barat (Data diolah 2014)
Berdasarkan tabel 6 tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Aceh Barat tahun 2003 jumlah penduduk sebanyak 176.586 jiwa, pada
tahun 2004 jumlah penduduk menurun yaitu menjadi 160.545 jiwa dan pada tahun
2005 jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat juga menurun yatu menjadi
150.450 jiwa. Penurunan jumlah penduduk ini disebabkan banyaknya jumlah
kematian akibat gempa dan tsunami yang melanda Kabupaten Aceh Barat dan
daerah sekitar pada tanggal 26 Desember 2004. Selanjutnya pada tahun 2006
jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
151.552 jiwa. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat juga
meningkat yaitu menjadi 152.557 jiwa. Pada tahun 2008 jumlah penduduk di
Kabupaten Aceh Barat juga terus meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 153.398
jiwa dan pada tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat berjumlah
sebanyak 169.111 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat
173.558 jiwa. Pada tahun 2011 menjadi 177.532 jiwa dan pada tahun 2012 jumlah
penduduk Kabupaten Aceh Barat adalah sebanyak 182.364 jiwa.
37
4.1.4. Permintaan Beras
Hasil wawancara dengan kepala Badan Urusan Logistik (BULOG)
Meulaboh jumlah konsumsi beras rata-rata penduduk di Kabupaten Aceh Barat
perhari 0,4 Kilo gram perorang. Untuk mengetahui jumlah permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat maka 0,4 kilo gram dikalikan dengan jumlah penduduk
dikali 365 hari (pertahun). Berikut merupakan tabel permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat:
Tabel 7
Jumlah Permintaan Beras di Kabupaten Aceh Barat tahun 2003-2012
No Tahun Permintaan beras (kg)
1 2003 24.782
2 2004 23.440
3 2005 21.966
4 2006 22.127
5 2007 22.273
6 2008 22.396
7 2009 24.690
8 2010 25.339
9 2011 25.920
10 2012 26.625
Sumber: BULOG Meulaboh (Data diolah 2014)
Dari tebel 7 dapat dijelaskan bahwa permintaan beras di Kabupaten Aceh
Barat tahun 2003 adalah sebesar 24.872 kilo gram, tahun 2004 jumlah permintaan
beras di Kabupaten Aceh Barat meningkat menjadi 23.440 kilo gram. Pada tahun
2005 jumlah permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat menurun 21.966 kilo
gram dikarenakan banyak orang meninggal dunia yang diakibatkan oleh gempa
dan tsunami pada akhir tahun 2004. Pada tahun 2006 permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat mengalami peningkatan yaitu sebesar 22.127 kilo gram
dan tahun 2007 juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 22.273 kilo gram. Pada
38
tahun 2008 permintaan beras terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 22.396.
Tahun 2009 menjadi 24.690 kilo gram dan tahun 2010 sebaesar 25.339 kilo gram.
Pada tahun 2011 permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat terus meningkat
menjadi 25.920 kilo gram, dan pada tahun 2012 sebesar 26.625 kilo gram.
4.1.5. Selisih Produksi Beras Dengan Permintaan Beras
Permintaan dan produksi beras di kabupaten aceh barat di kabupaten aceh
barat mempunyai selisih. Berikut merupakan tabel selisih permintaan beras
dengan produksi beras:
Tabel 8
Jumlah Selisih Produksi Beras dengan Permintaan Beras
No Tahun Produksi Beras
(Kg)
Permintaan Beras
(Kg)
Selisih (Kg)
1 2003 73.106 24.782 48.324
2 2004 73.186 23.440 49.746
3 2005 36.766 21.966 14.8
4 2006 15.909 22.127 -6.218
5 2007 44.963 22.273 22.69
6 2008 27.845 22.396 3.155
7 2009 26.597 24.690 1.907
8 2010 40.263 25.339 14.927
9 2011 35.638 25.920 9.718
10 2012 31.404 26.625 4.779
Sumer: Dinas Pertanian dan Perternakan, BULOG Meulaboh (Data di olah 2014)
Berdasarkan tabel 8 tersebut dapat kita lihat bahwa pada tahun 2003 selisih
produksi beras dengan permintaan beras di Kabupaten aceh barat adalah sebesar
48.324 kilo gram maka produksi beras lebih besar dari pada permintaan beras,
selisih tersebut merupakan selisih terbesar dalam kurun waktu 2003-20012. Tahun
selanjutnya yaitu tahun 2004 selisih produksi beras dengan permintaan menurun
adalah sebesar 49.746 kilo gram artinya produksi juga lebih besar dari pada
39
permintaan beras. Tahun 2005 selisih permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat
juga menurun sebesar 14.8 kilo gram menunjukkan masih besar produksi dari
pada permintaan beras . Selisih permintaan beras pada tahun selanjutnya yaitu
tahun 2006 adalah -6.218 kilo gram hal itu terjadi karena produksi padi menurun
akibat benjana gempa dan tsunami pada akhir 2014 melanda aceh, artinya
produksi beras lebih kecil dari pada permintaan. Tahun 2007 selisihnya meningkat
dari tahun sebelumnya adalah sebesar 22.69 kilo gram hal tersebut menunjukan
bahwa produksi lebih besar dari pada permintaan beras. Tahun 2008 juga
meningkat 3.155 kilo gram juga lebih besar produksi di banding permintaan.
Tahun 2009 selisih produksi dan permintaan beras kembali menurun dari tahun
sebelumnya yaitu 1.907 kilo gram namun masih besar jumlah produksi di
bandingkan dengan permintaan beras. Pada tahun 2010 selisih produksi beras
dengan permintaan beras adalah sebesar 14.927 koli gram juga besar masih besar
jumlah produksi beras. Tahun 2011 selisihnya sebesar 9.718 kilo gram besar
produksi di banding permintaan dan pada tahun 2012 selisih produksi beras
dengan permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat menurun yaitu 4.779 kilo
gram juga besar produksi di bandingkan permintaan beras.
4.2. Hasil Pengujian Hipotesis
Bagian ini penulis akan membahas tentang analisis faktor-faktor yang
pengaruh permintaaan beras di Kabupaten Aceh Barat yang akan dianalisis
menggunakan model analisis regresi linier berganda yang diolah dengan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS). Dari hasil penelitian diperoleh
hasil akhir sebagai berikut:
40
Tabel 9
Standar Deviasi Rata-rata dan Observasi
Variabel Mean Std. Deviation N
Permintaan Beras 23955.80 1730.519 10
Produksi Beras 40567.70 18944.167 10
Harga Beras 7460.00 2932.651 10
Jumlah penduduk 164765.30 12401.687 10
Sumber: Hasil Regresi (Data diolah 2014)
Berdasarkan Tabel 8 di atas peneliti dapat menjelaskan bahwa rata-rata
Permintaan Beras (Y) di Aceh Barat selama kurun waktu 2003-2012 adalah
23.955,80 kilo gram dengan standar deviasi 11.730,519. Sedangkan rata-rata
produksi beras (Xı) sebesar 40.567,70 kilo gram dengan standar deviasi
18.944,167. Variabel harga beras (X2) sebesar Rp 7.460,00 dengan standar
deviasi 29.32,651 dan untuk rata- rata variabel jumlah penduduk (X3) sebesar
16.4765 jiwa dengan standar deviasi 12.401,687.
4.2.1. Uji Rgresi Linier Berganda
Hasil perhitungan analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
41
Tebel 10
Hasil Regresi Linier Berganda
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3709.694 1264.771 2.933 .026
Produksi Beras .002 .006 .027 .440 .675
Harga Beras .129 .047 .219 2.749 .033
Jumlah penduduk
.116 .010 .834 11.350 .000
Sumber: Hasil Regresi ( Data Diolah 2014)
Regresi linear berganda di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Konstanta
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai konstanta (a) sebesar
3.709,694. Nilai konstanta ini menyatakan apabila produksi beras, harga
beras, dan jumlah penduduk sama dengan nol maka permintaan beras adalah
sebesar 3.709,694 kilo gram.
b. Koefesien regresi Variabel Produksi Beras (X1)
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai produksi beras (X1)
sebesar 0,002. Hal ini menyatakan bahwa setiap terjadi kenaikan jumlah
produksi beras sebesar 1 kilo gram, maka permintaan beras mengalami
peningkatan sebesar 0,002 kilo gram.
c. Koefisien Regresi Variabel Harga Beras ( X2 )
Bedasarkan persamaan tersebut dapat dilihat bahwa nilai harga beras (X2)
sebesar 0,129. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan harga beras sebesar
42
1 rupiah mengakibatkan permintaan beras akan bertambah sebesar 0,129 kilo
gram.
d. Koefisien Regresi Variabel Jumlah Penduduk( X3 )
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat bahwa nilai jumlah penduduk
(X3) sebesar 0,116. Hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah
penduduk sebesar 1 jiwa, maka permintaan beras mengalami peningkatan
sebesar 0,116 kilo gram.
4.2.2. Uji t (Uji persial/individual)
Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar
variabel bebas produksi beras (X1), harga beras (X2), dan jumlah penduduk (X3)
terhadap variabel terikat permintaan beras (Y) secara individual dengan tingkat
kepercayaan (level of confidence 95 persen) pada taraf nyata alfa = 0,05 yaitu:
Tabel 11
Hasil Perhitungan Nilai t-hitung
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95.0% Confidence
Interval for B Correlations
B Std. Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
Zero-
order Partial Part
1 (Constant) 3709.694 1264.771 2.933 .026 614.911 6804.478
Produksi
Beras
.002 .006 .027 .440 .675 -.011 .016 .103 .177 .017
Harga Beras .129 .047 .219 2.749 .033 .014 .244 .761 .747 .105
Jumlah
penduduk
.116 .010 .834 11.350 .000 .091 .142 .985 .977 .432
Sumber: Hasil regresi (Data diolah 2014)
Berdasarkan tabel 10 nilai thitung dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Produksi Beras (X1)
43
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk variabel produksi beras
nilai thitung sebesar 0,440 lebih kecil dari ttabel sebesar 2,447 dengan nilai
probalitasnya (0,675 > 0,05) maka secara individual produksi beras tidak
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten
Aceh Barat sehingga H0 diterima H1 ditolak.
b. Harga Beras (X2)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk variabel harga beras
dengan t-hitung sebesar 2,749 lebih besar dari ttabel sebesar 2,447 dengan nilai
probalitasnya (0,033 < 0,05) maka secara individual harga beras berpengaruh
nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat sehingga H0
ditolak H1 diterima.
c. Jumlah Penduduk (X3)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk variabel jumlah
penduduk nilai thitung sebesar 11,350 lebih besar dari ttabel sebesar 2,447
dengan nilai probabilitas (0,000 < 0,05) maka secara individual variabel
jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan
beras di Kabupaten Aceh Barat sehingga H0 ditolak H1 diterima.
4.2.3. Uji F (Uji Silmutan)
Uji F digunakan untuk menguji semua variabel bebas yaitu produksi beras
(X1), harga beras (X2), dan jumlah penduduk (X3) secara bersama-sama terhadap
variabel terikat yaitu permintaan beras (Y). Hasil perhitungan uji F dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
44
Tabel 12
Hasil Regresi Uji F
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.672E7 3 8905959.347 227.982 .000a
Residual 234385.559 6 39064.260
Total 2.695E7 9
Sumber: Hasil Regresi (Data diolah 2014)
Berdasarkan tabel 11 di atas terlihat nilai Fhitung sebesar 227,982 lebih
besar dari Ftabel sebesar 3,28876 dengan nilai probabilitasnya (0,000 < 0,05) maka
variabel produksi beras, harga beras dan jumlah penduduk secara bersama-sama
(simultan) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat sehingga H0 ditolak H1 diterima.
e isien relasi an e isien iter inasi A ste ²)
Analisis koefisien korelasi dan koefisien determinasi adjusted digunakan
untuk mengukur keeratan antar variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 13
Koefisien Korelasi (R) dan
Koefisien Diterminasi Ad usted ( ²)
Model
R
R Square
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Chage Statistics
Durbin-
Wastson R Square
Change
F Chage
df1
df2
Sig. F Change
1 .996a .991 .987 197.647 .991 227.982 3 6 .000 2.198
Sumber: Hasil regresi (Data diolah 2014)
Berdasarkan tabel 11 di atas terlihat bahwa koefisien korelasi variabel
bebas (produksi beras, harga beras dan jumlah penduduk) diperoleh R = 0,996
secara positif menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara produksi
45
beras (X1), harga beras (X2) dan jumlah penduduk (X3) terhadap permintaan beras
(Y) dengan keeratan hubungan 99,6 persen.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai
koefisien determinasi adjusted ( ²) sebesar 0,987. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel bebas produksi beras, harga beras dan jumlah penduduk memberi
pengaruh sebesar 98,7 persen terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh
Barat. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang terdapat diluar model
regresi penelitian ini.
4.3. Pembahasan Hasil
Berdasarkan hasil penelitian ternyata produksi beras tidak berpengaruh
nyata terhadap permintaan beras di kabupaten Aceh Barat, sedangkan harga beras,
dan jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten
Aceh Barat. Artinya, harga beras dan jumlah penduduk mengalami peningkatan
dari tahun ketahun, hal ini menunjukkan bahwa harga beras dan jumlah penduduk
memberikan kontribusi yang nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh
Barat. Namun untuk uji t hanya variabel harga beras dan jumlah penduduk yang
mempunyai pengaruh nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat,
sedangkan variabel produksi beras tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan
beras di Kabupaten Aceh Barat.
Produksi beras berpengaruh positif terhadap permintaan beras di
Kabupaten Aceh Barat sehingga apabila produksi beras meningkat maka
permintaan juga akan meningkat, meskipun tidak signifikan, karena produksi
beras untuk di konsumsi oleh penduduk di Kabupaten Aceh Barat tidak hanya
46
tergantung pada produksi beras lokal saja tetapi bisa didatangkan dari daerah-
daerah sekitar Kabupaten Aceh Barat.
Selanjutya untuk uji F ketiga variabel produksi beras (X1), harga beras
(X2), dan jumlah penduduk (X3) secara bersama-sama mempengaruhi variabel
permintaan beras (Y) pada alfa (0,05).
47
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Penelitian yang telah dilakukan tentang Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Beras di Kabupaten Aceh Barat dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu:
a. Jumlah rata-rata permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat dalam kurun
waktu 2003-2012 sebesar 23.955,80 kilo gram, untuk rata- rata produksi beras
dalan kurun waktu 10 (sepuluh) tahun adalah sebesar 40.567,70 kilo gram,
harga beras dalam kurun waktu yang sama adalah sebesar Rp 7.460,00, dan
rata-rata jumlah penduduk adalah sebesar 164.765 jiwa.
b. Hasil yang diperoleh untuk variabel produksi beras (X1) nilai thitung sebesar
0,440 lebih kecil dari ttabel sebesar 2,447 dengan nilai probalitasnya
(0,675 > 0,05) maka secara individual produksi beras tidak mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
Harga beras (X2) dengan t-hitung sebesar 2,749 lebih besar dari ttabel sebesar 2,447
dengan nilai probalitasnya (0,033 < 0,05) maka secara individual harga beras
berpengaruh nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
Jumlah penduduk (X3) nilai thitung sebesar 11,350 lebih besar dari ttabel sebesar
2,447 dengan nilai probabilitas (0,000 < 0,05) maka secara individual variabel
jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan beras
di Kabupaten Aceh Barat.
c. Dari hasil penelitian hipotesis ini maka diperoleh nilai Fhitung sebesar 227,982
lebih besar dari Ftabel sebesar 3,28876 dengan nilai probabilitasnya
(0,000 < 0,05) maka H0 ditolak H1 diterima, sehingga variabel produksi beras,
48
harga beras, dan jumlah penduduk secara bersama-sama (simultan) mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat.
5.2. Saran-Saran
Berdasarkan hasil analisis data, adapun beberapa saran untuk pihak-pihak
terkait yaitu:
a. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat agar dapat mengupayakan pemenuhan
permintaan beras salah satunya produksi beras lebih mengutamakan
pengembangan infrastruktur sektor pertanian dengan tidak mengabaikan sektor
dan sub sektor lain demi dapat memenuhi permintaan beras dengan produksi
beras lokal tanpa harus mengimpor beras dari daerah-daerah sekitar.
b. Pemerintah dalam hal ini BULOG Meulaboh harus memperlengkap dan
melakukan validasi data-data yang dimiliki, khususnya data-data tentang
produksi beras.
c. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan melihat analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan beras di Kabupaten Aceh Barat, kepada peneliti
lainnya disarankan untuk dapat melanjutkan penelitian ini tentang tiga sektor
yaitu produksi beras (X1), harga beras (X2), dan jumlah penduduk (X3).
50
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat, Aceh Dalam Angka 2003
Aceh Dalam Angka 2005
Aceh Dalam Angka 2006
Aceh Dalam Angka 2009
Aceh Dalam Angka 2012
Aceh Dalam Angka 2013
Badan Urusan Logistik (BULOG) Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat
Carla,Poli,et.al, 2002, Pengantar Ilmu Ekonomi, PT Prenhallindo, Jakarta.
Dinas Pertanian dan Perternakan Kabupaten Aceh Barat
Hasan, Iqbal. 2002, Pokok-pokok Materi Statistic 2 (Statistic Inferensif). Edisi-2.,
PTBumiAksara, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajat, 2009, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Edisi 3
Erlangga, Jakarta.
Mankiw, N Gregori, 2003, Pengantar Ekonomi, Edisi ke 2. Erlangga, Jakarta.
2006, principles of Economics pengantar ekonomi mikro,
Selamba Empat, Jakarta.
Nochrowi dan Usman, 2006 Pendekatan Popular dan Praktis Ekonomi Trika.
Fakultas Ekonomi Universitas, Jakarta.
Rahardja, Prathama, dan Manurung, Mandala, 2004, pengantar Ilmu Ekonomi
Mikrokonami & makroekonomi, Edisi Revisi, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Rosyidi, Suherman, 2009, Pengantar Teori ekonomi: Pendekatan Teori Ekonomi
Mikro dan Makro.Ed.Revisi, Rajawali Pers, Jakarta.
Sugeng. HR, 2001, Bercocok Tanam Padi, Cv. Aneka Ilmu, Semarang.
Sugiarto, et.al, 2002, Ekonomi Mikro sebuah kajian komprensif, PT Gramedia
Pustaka Utama, Alfa Beta, Bandung.
Sugiyono, 2012, Statistika untuk Penelitian, Cv Alvabeta, Bandung.
50
http://diliputnews.com/read/12256/pemkab-nagan-raya-suplai-beras-ke-beberapa
daerah.html.Akses 15 mei 2014
http://dombabunting.blogspot.com/200/07/manfaat-beras.html.Akses
5 maret 2014.
http://safrilhanafi.blogspot.com/2012/02/pengertian-padi.html.Akses 21 maret 2014.
id.m.wikipedia.org/wiki/beras.akses 5 maret 2014.
www.datastatistik-indonesia.com.akses 21 maret 2014)