analisis faktor dan upaya penyelesaian kesulitan
TRANSCRIPT
i
PENELITIAN PEMBINAAN/PENINGKATAN KAPASITAS (PPK)
ANALISIS FAKTOR DAN UPAYA PENYELESAIAN KESULITAN
PELAKSANAAN TUGAS KEPALA LABORATORIUM IPA
MADRASAH ALIYAH KOTA MAKASSAR BERORENTASI PADA
PENILAIAN KINERJA KEPALA LABORATORIUM
Santih Anggereni, S.Si., M.Pd.
ID Peneliti: 201111840208000
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu ’Alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillahi Robbil ’Aalamiin, segala puji syukur tiada hentinya
penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang Maha pemberi petunjuk, anugerah,
dan nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
penelitian ini yang berjudul “Analisis Faktor dan Upaya Penyelesaian Kesulitan
Pelaksanaan Tugas Kepala Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar
Berorientasi pada Penilaian Kinerja Kepala Laboratorium ”.
Salawat serta Salam penulis curahkan kehadirat junjungan umat,
pemberi syafa’at, penuntun jalan kebajikan, penerang di muka bumi ini, seorang
manusia pilihan dan teladan kita, Rasullulah SAW, beserta keluarga, para
sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman, Aamiin.
Penulis merasa sangat berhutang budi pada semua pihak atas
kesuksesan dalam penyusunan laporan penelitian ini, sehingga sewajarnya bila
pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-
pihak yang memberikan semangat dan bantuan, baik secara material maupun
spiritual. Laporan penelitian ini terwujud berkat uluran tangan dari insan-insan
yang telah digerakkan hatinya oleh Sang Khaliq untuk memberikan dukungan,
bantuan, dan bimbingan bagi penulis.
Samata, November 2018
Penulis
Santih Anggereni
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Defini Operasional Variabel ................................................................ 5
D. Fokus Penelitian ................................................................................... 5
E. Deskripsi Fokus Penelitian .................................................................. 5
F. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
G. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................... 8
A. Laboratorium Sekolah .......................................................................... 8
B. Ketenagaan Laboratorium .................................................................... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 20
A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 20
B. Subjek Penelitian ................................................................................. 25
C. Prosedur Penelitian .............................................................................. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 29
A. Hasil Penelitian Kuantitatif .................................................................. 29
B. Hasil Penelitian Kualitatif .................................................................... 39
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 48
A. Kesimpulan .......................................................................................... 48
B. Implikasi .............................................................................................. 48
DAFTAR PUSATAKA ................................................................................... 49
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laboratorium adalah suatu tempat dimana terjadi berbagai aktivitas
yang melibatkan bahan, peralatan dan instrumentasi khusus yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan dengan cara yang tidak
tepat. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan
kerja, ini dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi orang
disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan kewajiban bagi
setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan
kenyamanan kerja (Refirman: 1993; 23).
Laboratorium hendaknya memiliki standar operasional prosedur yang
baik, standar operasional prosedur sebuah laboratorium hendaknya memiliki
standar-standar yang ditetapkan, standar-standar inilah yang sering menjadi
wacana yang tidak diketahui oleh tenaga kependidikan laboratorium, Menurut
Permendiknas No. 26 TH. 2008, standar ketenagaan laboratorium terdiri dari
Kepala laboratorium, teknisi dan laboran dengan kualifikasi dan kompotensi
yang telah di standarkan sehingga diaktualisasi dalam pelaksanaan proses
pembelajaran khusus dalam proses praktikum di laboratorium.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, kepala laboratorium/bengkel
Sekolah berfungsi sebagai manager yang mengelola laboratorium/bengkel
Sekolah. Sasaran pengelolaan laboratorium/bengkel Sekolah adalah membantu
serta mengkoordinir kegiatan praktikum bersama guru pengguna
laboratorium/bengkel agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
siswa. Sedangkan secara managerial, membantu pimpinan sekolah mengelola
sumber daya fasilitas praktikum secara administrasi yang menjadi
wewenangnya agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan
pada sekolahnya.
Berkaitan dengan tugas kepala laboratorium kemudian diatur dalam
pedoman penilaian kinerja (PK) kepala laboratorium tahun 2011, pelaksanakan
tugas pokoknya, kepala laboratorium/bengkel Sekolah berfungsi sebagai
manager yang mengelola laboratorium/bengkel Sekolah. Sasaran pengelolaan
laboratorium/bengkel Sekolah adalah membantu serta mengkoordinir kegiatan
praktikum bersama guru pengguna laboratorium/bengkel agar dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Sedangkan secara
managerial, membantu pimpinan sekolah mengelola sumber daya fasilitas
praktikum secara administrasi yang menjadi wewenangnya agar dapat
meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolahnya.
1
2
Pelaksanaan tugas kepala laboratorium terkait dengan kinerja kepala
laboratorium itu sendiri.
Menurut Rivai dan Basri (2005:50) kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu telah disepakati bersama. Kinerja merupakan hasil kerja dari
tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara
hasil kerja dengan tingkah laku. Sebagai tingkah laku, kinerja merupakan
aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang
dibebankan kepadanya. Pelaksanaan tugas kepala laboratorium terkait dengan
kinerjanya tentu selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat menjadi pendukung dan dapat menjadi tantangan bagi kepala
laboratorium dalam pelaksaanaan tugasnya. Menurut Prawirosentono (1999:27)
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mencakup efektifitas dan
efisiensi, otoritas (wewenang), disiplin, dan inisiatif.
Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (1999:57) untuk mencapai
kinerja yang baik ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku
kerja dan kinerja yaitu: Pertama, variabel individu, yang meliputi:
kemampuan dan keterampilan; Latar belakang keluarga. Tingkat social,
pengalaman, umur, etnis, jenis kelamin; Kedua, variabel organisasi, yang
mencakup antara lain : sumber daya; kepemimpinan; imbalan; struktur;
desain pekerjaan; dan Ketiga variabel psikologis, yang meliputi: Presepsi;
Sikap; Kepribadian; Belajar; Motivasi. Berdasarkan pendapat ahli tersebut
maka dapat ditunjukkan bahwa kinerja seseorang, dalam hal ini kepala
laboratorium, menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaan tugasnya
sebagai kepala laboratorium.
Hasil survey yang dilakukan oleh Ditendid (2006) mengungkapkan
bahwa tidak semua laboratorium sekolah memiliki tenaga laboratorium. Hasil
temuan lapangan oleh kelompok kerja tenaga laboratorium menunjukkan
bahwa ada kesulitan dalam rekrutmen tenaga laboratorium sekolah yang
disebabkan oleh tidak adanya formasi dan ketidakjelasan dalam kualifikasi.
Selanjutanya Penelitian Suhardiman (2015) menggambarakan bahwa kinerja
kepala laboratorium di wilayah kota Makassar yang meliputi 7 komponen
penilaian kinerja yakni kepribadian, sosial, Pengorganisasian guru, laboran dan
teknisi, pengelolaan program dan administrasi, Pengelolaan dan pemantauan,
pengembangan dan inovasi, serta lingkungan dan K3, sehingga melalui
penelitian ini akan dilakukan penilaian kinerja kepala laboratorium kota
Makassar berdasarkan Pedoman Kinerja 2011 diperoleh skor hasil penilaian
kinerja yang berada pada kategori kurang. Akan tetapi tidak secara pasti
3
mengungkap secara pasti faktor apasajakah yang menjadi penyebab kesulitan
pelaksanaan kerja kepala laboratorium. Sehingga penelitian ini akan di arahkan
untuk mempelajari fenomena kurangnya kinerja kepala laboratorium dan akan
lebih di fokuskan pada pencarian informasi berkaitan dengan faktor-faktor
penyebab dari masalah tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor dan Upaya Penyelesaian Kesulitan
Pelaksanaan Tugas Kepala Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota
Makassar Berorientasi pada Penilaian Kinerja Kepala Laboratorium”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai pokok penelitian yaitu:
1. Bagaimanakah gambaran kinerja kepala Laboratorium Madrasah Aliyah
Kota Makassar?
2. Faktor-Faktor apa saja penyebab kesulitan pelaksanaan tugas kepala
laboratorium IPA dengan analisis penilaian kinerja kepala laboratorium
Madrasah Aliyah kota Makassar?
3. Upaya apakah yang akan dilakukan dalam penyelesaian kesulitan
pelaksanaan tugas kepala laboratorium IPA dengan analisis penilaian kinerja
kepala laboratorium Madrasah Aliyah kota Makassar?
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang diukur pada penelitian adalah kinerja kepala laboratorium
IPA khususnya fisika yang berorientasi pada Penilaian Kinerja (PK) kepala
laboratorium berdasarkan Permendikas No 26 Tahun 2011 tentang Standar
Tenaga Laboratorium Sekolah. Secara operasional, kinerja kepala laboratorium
yang berorientasi pada PK Kepala yang dimaksud adalah kinerja kepala
laboratorium sekolah yang berkaitan dengan Kompetensi Kepribadian,
Kompetensi Sosial, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Profesional.
Kinerja kepala laboratorium pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
instrument angket kinerja kepala laboratorium dan pedomana wawancara.
D. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengamatan tentang:
1. Kinerja kepala laboratorium sekolah
2. Faktor-faktor kesulitan pelaksanaan tugas kepala laboratorium IPA
Sekolah/Madrasah
4
E. Deskripsi Fokus Penelitian
Deskripsi fokus penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari
penelitian, dalam penelitian ini peneliti hanya akan berfokus pada kinerja
kepala laboratorium dan faktor kesulitan pelaksanaan tugas kepala laboratorium
IPA Sekolah/Madrasah.
Kinerja kepala laboratorium dalam penelitian ini adalah tugas-tugas
kepala laboratorium IPA Sekolah/Madrasah yang berkaitan dengan pengelolaan
laboratorium dan berorientasi pada Permendikas No. 26 Tahun 2008 tentang
Standar Tenaga Laboratorium. Kinerja kepala laboratorium memuat tentang
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial, dan
kompetensi profesional.
Faktor kesulitan pelaksanaan tugas kepala laboratorium yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan hal-hal yang menjadi hambatan
dan kesulitan kepala laboratorium IPA sekolah/madrasah dalam melaksanakan
tugasnya sebagai kepala laboratorium, yang harus disesuaikan dengan
Permendikas No. 26 Tahun 2008.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran kinerja kepala Laboratorium Madrasah Aliyah Kota
Makassar.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan pelaksanaan tugas kepala
laboratorium IPA dengan analisis penilaian kinerja kepala laboratorium
Madrasah Aliyah kota Makassar.
2. Mengetahui upaya yang akan dilakukan dalam penyelesaian kesulitan
pelaksanaan tugas kepala laboratorium IPA dengan analisis penilaian kinerja
kepala laboratorium Madrasah Aliyah kota Makassar.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat kesulitan pelaksanaan tugas
kepala laboratorium IPA terhadap kinerja kepala laboratorium kota
Makassar.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari pelaksanaan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Instansi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi dan literatur terkait pengelolaan Laboratorium.
2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini menjadi informasi untuk perbaikan
sarana dan prasarana laboratorium IPA sekolah/madrasah pada masa
yang akan datang
5
3. Bagi kepala laboratorium, sebagai acuan untuk memperbaiki kualitas
diri dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala laboratorium di tahun
yang akan datang.
4. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai informasi seberapa besar pengaruh
model pembelajaran kooperatif word square terhadap hasil belajar fisika
sehingga menambah pengalaman peneliti.
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Laboratorium Sekolah
Terdapat sejumlah definisi tentang laboratorium, antara lain dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa laboratorium merupakan
tempat atau lainnya yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan
percobaan dan sebagainya (Tim Penyusun Kamus, 1994). Laboratorium adalah
merupakan suatu tempat dimana percobaan dan penyelidikan dilakukan.
Tempat yang dimaksudkan dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau
ruangan terbuka, kebun misalnya. Secara terbatas, laboratorium dapat
dipandang sebagai suatu ruangan yang tertutup dimana suatu percobaan dan
penyelidikan dilakukan (Depdikbud, 1997). Umumnya ruangan dalam hal ini
adalah tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran secara praktek yang
memerlukan peralatan khusus yang tidak mudah dihadirkan di ruang kelas.
Menurut Supriyono (Hendro, 2009: 3) laboratorium adalah sebuah
tempat untuk melakukan kegiatan Ilmu Pengetahuan Alam yang bertujuan
untuk: (1) membengkitkan dan memelihara daya tarik, sikap, kepuasan,
keterbukaan dan rasa ingin tahu terhadap Ilmu Pengetahuan Alam, (2)
mengembangkan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, (3)
meningkatkan metode ilmiah dengan berpikir ilmiah, (4) mengembangkan
pemahaman konsep dan intelektual, serta (5) mengembangkan kemampuan
berprakikum.
Laboratorium adalah tempat yang digunakan orang untuk menyiapkan
sesuatu atau melakukan kegiatan ilmiah” (Subiyanto, 1988). Menurut Ismatuti
(2016), di laboratorium, siswa dan guru melakukan pembelajaran berupa
praktikum dan penelitian. Guru dapat menggunakan fasilitas laboratorium
untuk kegiatan praktikum, dimana kegiatan praktikum merupakan kegiatan
integral dari kegiatan belajar mengajar. Laboratorium menjadi ruang lingkup
dalam Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk teknologi dan
komunikasi.
Dalam pembelajaran sains, laboratorium merupakan bagian integral dari
kegiatan belajar mengajar. Hal ini dikarenakan siswa tidak hanya sekedar
mendengarkan keterangan guru dari pelajaran yang telah diberikan, tetapi harus
melakukan kegiatan sendiri untuk mencari keterangan lebih lanjut tentang ilmu
yang dipelajarinya. Dengan adanya laboratorium, maka diharapkan proses
pengajaran sains dapat dilaksanakan seoptimal mungkin, meskipun bukan
berarti sains tidak dapat diajarkan tanpa laboratorium. Dari sisi ini tampak
8
7
betapa penting peranan kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan
pendidikan sains. Menurut Darsana (2014), keberadaan laboratorium IPA di
Sekolah Tingkat Pertama dan Menengah Umum berperan untuk menunjang
proses belajar mengajar di bidang IPA melalui pemahaman gejala-gejala alam
sebagai hasil pengamatan yang menghasilkan siswa-siswi yang mampu berpikir
analisis, kritis, dan kreatif. Pengadaan alat-alat IPA di sekolah berperan untuk
meningkatkan daya guna laboratorium tersebut sesuai dengan kemajuan IPTEK.
Fungsi dasar laboratorium adalah memfasilitasi dukungan proses
pembelajaran agar sekolah dapat memenuhi misi dan tujuannya. Laboratorium
sekolah dapat digunakan sebagai wahana untuk pengembangan penalaran, sikap
dan keterampilan peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Keberhasilan kegiatan laboratorium didukung oleh tiga faktor, yaitu peralatan,
bahan dan fasilitas lainnya, tenaga laboratorium, serta bimbingan pendidik
yang diperoleh peserta didik dalam melakukan tugas-tugas praktik (Kartisa,
2013: 42)
Setidaknya ada 4 alasan yang menguatkan peran laboratorium dalam
pembelajaran di sekolah antara lain (Rustaman, 1995; 54):
1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Dalam belajar, siswa
dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan
bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan
laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin
tahu dan ingin bisa. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum di mana
siswa menemukan pengetahuan melalui eksplorasi.
2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen.
Kegiatan eksperimen merupakan aktivitas yang banyak dilakukan oleh
ilmuwan. Untuk melakukan eksperimen diperlukan beberapa keterampilan
dasar seperti mengamati, mengestimasi, mengukur, membandingkan,
memanipulasi peralatan laboratorium, dan keterampilan sains lainnya.
Dengan adanya kegiatan praktikum di laboratorium akan melatih siswa
untuk mengembangkan kemampuan bereksperimen dengan melatih
kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara
akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan
dan menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan
menginterpretasikan eksperimen.
3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Para ahli meyakini
bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan
menjadikan siswa sebagai ilmuwan. Pembelajaran sains sebaiknya
dilaksanakan melalui pendekatan inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
8
karena itu pembelajaran sains baik di SMA/MA maupun di SMP/MTs
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
4. Praktikum menunjang materi pelajaran. Praktikum memberikan kesempatan
bagi siswa untuk menemukan teori, dan membuktikan teori. Selain itu
praktikum dalam pembelajaran sains dapat membentuk ilustrasi bagi konsep
dan prinsip sains. Dari kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa praktikum
dapat menunjang pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Selanjutnya secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa, laboratorium
sains berperan penting dalam kegiatan pembelajaran yakni dengan
menumbuhkan dan mengembangkan aspek-aspek antara lain: (1) keterampilan
dalam pengamatan, pengukuran, dan pengumpulan data, (2) kemampuan
menyusun data dan menganalisis serta menafsirkan hasil pengamatan, (3)
kemampuan menarik kesimpulan secara logis berdasarkan hasil eksperimen,
mengembangkan model dan menyusun teori, (4) kemampuan
mengkomunikasikan secara jelas dan lengkap hasil-hasil percobaan, (5)
keterampilan merancang percobaan, urutan kerja, dan pelaksanaannya, (6)
keterampilan dalam memilih dan mempersiapkan peralatan dan bahan untuk
percobaan, (7) keterampilan dalam menggunakan peralatan dan bahan, (8)
kedisiplinan dalam mematuhi aturan dan tata tertib demi keselamatan kerja.
Menurut Mohammad Amien (1988: 2), jenis-jenis laboratorium ditinjau
dari tujuan dan fungsinya dapat dibagi menjadi:
1. Laboratorium dasar. Laboratorium dasar merupakan tempat yang dapat
digunakan siswa untuk memperkenalkan dan memahami konsep dasar yang
menjadi tuntutan untuk mengembangkan pengetahuan lanjut.
2. Laboratorium pengembangan. Laboratorium pengembangan mengemban
tugas khusus, sesuai dengan spesialisasi bidang ilmu yang digeluti oleh
personil-personil yang ada di laboratorium tersebut.
3. Laboratorium metodologi pengajaran. Laboratorium metodologi pengajaran
di sekolah mempunyai kedudukan yang sangat khusus, karena mewarnai
penampilan (performance) guru dalam tugasnya. Jadi, laboratorium
metodologi pengajaran merupakan wahana dan tempat pengembangan
kompetensi pedagogis (keguruan) bagi guru-guru di sekolah, sehingga
laboratorium metodologi pengajaran sangat diperlukan di suatu sekolah dan
atau madrasah.
4. Laboratorium penelitian. Laboratorium penelitian diharapkan dapat
digunakan sebagai wahana atau tempat melakukan penelitian bidang ilmu
yang ditekuni oleh guru dan murid. Dengan demikian, laboratorium
penelitian dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ilmiah
yang endingnya adalah penemuan konsep, prinsip, teori, azas, aturan, atau
9
hukum-hukum dalam bidang ilmu yang digelutinya atau disebut sebagai
produk ilmiah. Akibatnya apa ? Akibatnya ialah di sekolah akan terbentuk
masyarakat yang gemar meneliti atau menemukan atau disebut pula sebagai
masyarakat ilmiah.
B. Ketenagaan Laboratorium Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menegaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh Indonesia. Salah satu Standar
Nasional Pendidikan tersebut adalah Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Khusus yang berkaitan dengan standar tenaga laboratorium
Sekolah/Madrasah, pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan telah
mengembangkan standar yang memuat kualifikasi dan kompetensi yang harus
dipenuhi oleh seorang tenaga laboratorium Sekolah/madrasah.
Standar tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008, tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah. Berlandaskan pada Permen Nomor 26 Tahun
2008 tersebut maka seorang tenaga laboratorium sekolah/madrasah harus
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang spesifik sesuai dengan tugas dan
fungsinya dalam menunjang peningakatan kualitas pendidikan pada umumnya.
Agar seorang tenaga laboratorium memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap sesuai dengan tugas yang diembannya (Ditjen PMPTK 2010).
Tenaga laboratorium sekolah adalah tenaga kependidikan yang
mengabdikan diri dan dituntut menunjang kegiatan proses pendidikan di
laboratorium sekolah, meliputi laboran dan teknisi. Laboran adalah tenaga
laboratorium dengan keterampilan tertentu yang bertugas membantu pendidik
dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium sekolah. Teknisi
adalah tenaga laboratorium dengan jenjang keterampilan dan keahlian tertentu
yang lebih tinggi dari laboran, yang bertugas membantu pendidik dan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium sekolah.
Menurut Sutrisno (2013), organisasi laboratorium yang dimaksud adalah
pemberdayaan segala sumber daya yang dimiliki sekolah dalam
penyelenggaraan laboratorium fisika di sekolah. Dengan adanya
pengorganisasian sumber daya manusia yang dimiliki, fungsi labolatorium
fisika di sekolah dapat berjalan sesuai dengan perencanaan pengadaan
labolatorium dan berjalan sesuai dengan kedudukan labolatorium dalam
sekolah, personalia labolatorium dan sesuai dengan harapan manajemen
labolatorium.
Menurut Wirjosoemarto et al., sebagaimana dikutip oleh Indriastuti
(2012), agar kesinambungan daya guna laboratorium dapat dipertahankan,
10
laboratoratorium perlu dikelola secara baik. Salah satu bagian dari pengelola
laboratorium ini adalah staff atau personal laboratorium. Staff atau personal
laboratorium mempunyai tanggung jawab terhadap efektifitas dan efisiensi
laboratorium termasuk fasilitas, alat-alat dan bahan-bahan praktikum. Pada
sekolah menengah, biasanya laboratorium dikelola oleh seorang penanggung
jawab laboratorium yang diangkat dari salah seorang guru IPA (fisika, kimia
atau biologi). Di sekolah menengah, pengelola laboratorium bertanggung jawab
kepada Kepala Sekolah.
Tenaga laboratorium sekolah merupakan salah satu tenaga kependidikan
yang sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan kualitas proses
pembelajaran di sekolah melalui kegiatan laboratorium. Sebagaimana tenaga
kependidikan lainnya, tenaga laboratorium sekolah juga merupakan tenaga
fungsional. Setiap laboratorium memiliki tenaga laboratorium, dapat terdiri dari
laboran dan atau teknisi sesuai dengan kebutuhannya.Menurut Permendiknas
No. 26 TH. 2008, tenaga laboratorium terdiri dari
1. Kepala Laboratorium Sekolah (Kompetensi: kepribadian, sosial,
managerial, profesional)
2. Teknisi Laboratorium Sekolah (Kompetensi: kepribadian, sosial,
administratif, profesional)
3. Laboran Laboratorium Sekolah (Kompetensi: kepribadian, sosial,
administratif, profesional).
Seorang kepala laboratorium harus menguasai bidang ilmu yang sesuai
dengan laboratorium IPA. Arifin & Barnawi (2012:186) menjelaskan, ada dua
jalur yang dapat ditempuh untuk menjadi kepala laboratorium yaitu: (a) jalur
guru: Melalui jalur guru, persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain:1)
pendidikan minimal sarjana (S1), 2) berpengalaman minimal 3 tahun sebagai
pengelola praktikum, 3) memiliki sertifikat kepala laboratorium
sekolah/madrasah dari perguruan tinggi atau lembaga lain yang ditetapkan oleh
pemerintah; dan (b) jalur laboran atau teknisi: Melalui jalur laboran atau teknisi,
persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1) pendidikan minimal diploma 3
(D3), 2) berpengalaman minimal 5 tahun sebagai laboran atau teknisi, 3)
memiliki sertifikat kepala laboratorium sekolah/madrasah dari perguruan tinggi
atau lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
Teknisi laboratorium merupakan tenaga laboratorium yang membantu
kepala laboratorium terutama dalam mempersiapkan alat dan bahan praktikum,
serta pemeliharaan alat dan bahan. Kualifikasi teknisi laboratorium
sekolah/madrasah telah ditetapkan dalam peraturan menteri pendidikan sebagai
berikut: (1) Minimal lulusan diploma dua (D2) yang relevan dengan peralatan
laboratorium, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
pemerintah. (2) Memiliki sertifikat teknisi laboratorium sekolah/madrasah dari
11
perguruan tinggi atau lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah (Arifin &
Barnawi, 2012: 189).
Laboran adalah tenaga laboratorium yang membantu kepala
laboratorium terutama dalam mengelola bahan- bahan dan peralatan, dan
melayani kegiatan praktikum. Kualifikasi laboran juga telah ditetapkan pada
peraturan menteri pendidikan Nasional nomor 26 tahun 2008 sebagai berikut:
(1) Minimal lulusan program diploma satu (D1) yang relevan dengan jenis
laboratorium, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
pemerintah. (2) Memiliki sertifikat laboran sekolah/madrasah dari perguruan
tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah (Arifin & Barnawi, 2012: 192)
Aturan berkaian dengan fungsi kepala laboratorium di sekolah juga
diatur kedalam kompotensi yang di atur oleh Permenpan Nomor 21 Tahun 2010
menyatakan bahwa Kepala laboratorium/bengkel Sekolah merupakan salah satu
tenaga kependidikan yang memegang peran strategis dalam meningkatkan
profesionalisme guru, kepala sekolah dan mutu pendidikan di Sekolah. Tugas
pokok Kepala laboratorium/bengkel Sekolah adalah melaksanakan tugas yang
bersifat akademik dan managerial pada satuan pendidikan yang meliputi
penyusunan program kerja laboratorium/bengkel Sekolah, pelaksanaan
program, pembinaan terhadap teknisi dan laboran, penilaian kinerja teknisi dan
laboran, evaluasi hasil pelaksanaan program laboratorium/bengkel Sekolah.
Aspek yang dinilai pada penilaian kinerja kepala laboratorium/bengkel
Sekolah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 21 tahun 2010 yang meliputi:
1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian yang dinilai meliputi: berperilaku arif,
berperilaku jujur, menunjukkan kemandirian, menunjukkan rasa percaya diri,
berupaya meningkatkan kemampuan diri, bertindak secara konsisten sesuai
dengan norma agama, hukum, sosial, dan budaya nasional Indonesia,
berperilaku disiplin, beretos kerja yang tinggi, bertanggung jawab terhadap
tugas, tekun, teliti, dan hati-hati dalam melaksanakan tugas, kreatif dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan tugas profesinya, berorientasi
pada kualitas.
2. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial yang dinilai meliputi: menyadari kekuatan dan
kelemahan baik diri maupun stafnya, memiliki wawasan tentang pihak lain
yang dapat diajak kerja sama, bekerjasama dengan berbagai pihak secara
efektif, berkomunikasi dengan berbagai pihak secara santun, empatik, dan
efektif, memanfaatkan berbagai peralatan TIK untuk berkomunikasi
12
3. Kompetensi Managerial
Kompetensi managerial yang dinilai meliputi: merencanakan
pengelolaan laboratorium/bengkel Sekolah, menyusun rencana pengembangan
laboratorium/bengkel Sekolah, menyusun prosedur operasi standar (pos) kerja
laboratorium/bengkel Sekolah, mengembangkan sistem administrasi
laboratorium/bengkel Sekolah, mengkoordinasikan kegiatan praktikum dengan
guru, menyusun jadwal kegiatan \laboratorium/bengkel Sekolah, memantau
pelaksanaan kegiatan laboratorium/bengkel Sekolah, menyusun laporan
kegiatan laboratorium/bengkel Sekolah, merumuskan rincian tugas teknisi dan
laboran, menentukan jadwal kerja teknisi dan laboran, mengevaluasi kegiatan
laboratorium/bengkel Sekolah, mensupervisi teknisi dan laboran, membuat
laporan secara periodik memantau kondisi dan keamanan bahan serta alat
laboratorium/bengkel Sekolah, memantau kondisi dan keamanan bangunan
laboratorium/bengkel Sekolah membuat laporan bulanan dan tahunan tentang
kondisi dan pemanfaatan laboratorium/bengkel Sekolah, menilai kinerja teknisi
dan laboran laboratorium/bengkel Sekolah, menilai hasil kerja teknisi dan
laboran, menilai kegiatan laboratorium/bengkel Sekolah, mengevaluasi
program laboratorium/bengkel Sekolah untuk perbaikan selanjutnya
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional yang dinilai meliputi: mengikuti
perkembangan pemikiran tentang pemanfaatan kegiatan laboratorium/bengkel
Sekolah sebagai wahana pendidikan, menerapkan hasil inovasi atau kajian
laboratorium/bengkel Sekolah, menyusun panduan/penuntun (manual)
praktikum, merancang kegiatan laboratorium/bengkel Sekolah untuk
pendidikan dan penelitian, melaksanakan kegiatan laboratorium/bengkel
Sekolah untuk kepentingan pendidikan dan penelitian, mempublikasikan karya
tulis ilmiah hasil kajian/inovasi, menetapkan ketentuan mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja, menerapkan ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja, menerapkan prosedur penanganan bahan berbahaya dan beracun,
memantau bahan berbahaya dan beracun, serta peralatan keselamatan kerja.
Sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan penilaian terhadap kinerja
dari tenaga kependidikan laboratorium yang dilakukan dengan merujuk pada
instrumen pedoman penilaian kinerja kepala laboratorium dari BPSDMP pusat
pengembangan tenaga kependidikan yang dilakukan dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang terdiri atas 7 komponen (1) Kompotensi
kepribadian, (2) Sosial, (3) pengorganisasian guru, teknisi, dan laboran, (4)
Pengelolaan Program dan Administrasi, (5) Pengelolaan dan Pemantauan (6)
Pengembangan Inovasi, (7) lingkungan dan K3
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Mixed Methods. Penelitian ini merupakan
penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah ada
sebelumnya yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Mixed Methods
disebut juga dengan penelitian campuran. Menurut Tashakkori dan Creswell
dalam Donna M. Mertens (2010) yang dimuat dalam buku Sugiyono (2011:18),
penelitian campuran adalah merupakan penelitian dimana peneliti
mengumpulkan dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan dan menarik
kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau
metode penelitian, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kualitatif dalam satu
studi.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Sequential Explanatory
Design, yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama penelitian dilakukan
dengan metode kuantitatif dan pada tahap selanjutnya dilakukan dengan metode
kualitatif. Berikut langkah-langkah penelitian dengan desain Sequential
Explanatory Design menurut Sugiyono (2011: 416) :
Masalah ,
Rumusan
Masalah
Landasan
Teori dan
Hipotesis
Pengumpulan
dan analisis data
kuantitatif
Hasil
Pengujian
Hipotesis
Metode kualitatif untuk membuktikan,
memperdalam dan memperluas data
kuantitatif
Penentuan
sumber
data
penelitian
Pengumpulan
dan analisis
data kualitatif
Analisis data
kuantitatif
dan kualitatif
Kesimpulan
dan saran
14
Gambar 1: Langkah-langkah Penelitian dalam Desain Sequential Explanatory
Pendekatan Penelitian Kuantitatif
Pendekatan yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif pada
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Subana (2009: 26),
penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengangkat
fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang
dan menyajikannya secara apa adanya.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif
penelitian yaitu angket kinerja kepala laboratorium yang disesuaikan dengan
Permendiknas no. 26 tahun 2008.
Untuk mengolah data kuantitatif dalam penelitian ini, maka digunakan
teknik analisis statistik deskriptif yang terdiri dari:
a. Rata-rata (Mean)
∑
Keterangan :
x Skor rata-rata
xi = Nilai ujian
n = Jumlah sampel (Kadir, 2016 : 53)
b. Standar Deviasi
√∑
Keterangan :
s = Nilai standar deviasi
xi = Nilai ujian
x = Nilai rata-rata
n = Jumlah sampel (Sudjana, 1992 :
93)
c. Proporsi Persentase
%100Nf
P
Keterangan:
P = persentase
f = frekuensi
N = Jumlah sampel
d. Kategorisasi Kinerja Kepala Laboratorium
Tabel 3.1: Kriteria Pengkategorian Keefektifan Intrumen penilaian kinerja
Kepala Laboratorium Kota Makassar Tahun 2018
15
Interval Skor Kategori keefektifan
X > 4,65 Sangat tinggi
3.45 < X 4, 64 Tinggi
1.15 < X 3.45 Sedang
0.35 < X 1.15 Kurang
X 0.35 Rendah
Pendekatan Penelitian Kuantitatif Setelah diperoleh gambaran kinerja kepala laboratorium secara
kuantitatif, selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan mengumpulkan data
secara kualitatif. Hal ini bertujuan untuk memberikan ulasan dan informasi
yang lebih mendalam tentang kinerja kepala laboratorium serta kesulitan-
kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala
laboratorium.
Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan adalah pendekatan
fenomenologi. Pendekatan ini berupaya mengungkapkan tentang makna dari
pengalaman seseorang. Makna tentang sesuatu yang dialami seseorang akan
sangat bergantung pada bagaimana orang berhubungan dengan sesuatu itu.
(Edgar dan Sedwick, 1999:273)
Fenomonologi menjelaskan fenomena dan maknanya bagi individu
dengan melakukan wawancara pada sejumlah individu. Temuan ini kemudian
dihubungkan dengan prinsip-prinsip filosofis fenomonologi. Studi ini kemudian
diakhiri dengan esendi dari makna (Creswell, 1998:40).
Pengumpulan data kualitatif dilakukan beberapa teknik pengumpulan
data, yang pertama adalah dengan melakukan wawancara secara mendalam.
Karena dalam pendekaan fenomenologi wawancara secara mendalam
merupakan keharusan agar dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan
dengan personal orang tersebut. Wawancara dilakukan antara peneliti dengan
subjek penelitian serta dengan beberapa orang yang peneliti anggap dapat
memberikan data sesuai dengan yang dibutuhkan peneliti. Selain wawancara,
juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) antara peneliti dan subjek
penelitian untuk memperkuat data penelitian kualitatif yang dikumpulkan.
Dalam penelitian kualitatif biasanya difokuskan pada kata-kata, tindakan
orang yang terjadi pada konteks tertentu. Analisis data harus seiring dengan
pengumpulan fakta-fakta di lapangan, dengan demikian analisis data dapat
dilakukan sepanjang proses penelitian. Sebaiknya pada saat menganalisis data
16
peneliti juga harus kembali lagi ke lapangan untuk memperoleh data yang
dianggap perlu dan mengolahnya kembali. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman yang dijelaskan
dalam buku Sugiyono (2011: 334) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data yang dimaksudkan di sini ialah proses pemilihan,
pemusatan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakkan dan
trasnformasi data “kasar” yang bersumber dari observasi, catatan, rekaman
video maupun dokumentasi dari lapangan. Reduksi ini diharapkan untuk
menyederhanakan data yang telah diperoleh agar memberikan kemudahan
dalam menyimpulkan hasil penelitian. Dalam mereduksi data, peneliti hanya
akan mengambil data yang dianggap penting serta membuat beberapa
kategorisasi untuk memudahkan menyimpulkan data.
2. Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah kedua dari kegiatan analisis data
adalah mendisplaykan data. Peneliti akan membuat display data dalam bentuk
teks naratif. Penyajian data yang telah diperoleh dari lapangan terkait dengan
seluruh permasalahan penelitian dipilih yang dibutuhkan dengan yang tidak.
Dari penyajian data tersebut, maka diharapkan dapat memberikan kejelasan
mana data yang sifatnya substansif dan mana datayang bersifat data pendukung.
3. Penarikan Kesimpulan/ verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan kesesuaian
pernyataan dari subjek penelitian dengan makna yang terkandung dengan
konsep dasar penelitian. Verifikasi dimaksudkan agar penilaian tentang
kesesuain data dengan maksud yang terkandung dalam konsep-konsep dasar
dalam pelitian tersebut lebih tepat dan obyektif.
4. Uji Keabsahan Data Kualitatif
Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan hanya
menggunakan uji kredibilitas data atau uji terhadap kepercayaan data. Uji
kredibilitas hasil penelitian dapat dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi
yang digunakan penelitian yaitu, triangulasi sumber yang diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber. Adapun yang menjadi sumber data
dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran fisika, wali kelas dan teman
dari subjek penelitian.
17
B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah seluruh Kepala Laboratorium Madrasah
Aliyah di wilayah kementerian Agama kota Makassar tahun 2015. Dimana
diketahui total subjek penelitian Madrasah Aliyah dalam lingkup kementrian
Agama kota Makassar dimana diketahui sebanyak 27 Madrasah Aliyah. Dalam
penelitian ini memiliki lingkup penelitian yang terbatas pada subjek penelitian
Madrasah Aliyah yang memiliki kepala laboratirium. Sajian data daftar nama
Madrasah yang ada diwilayah kota Makassar dapat dilihat data dibawah ini :
Tabel 3.1: Nama Madrasah Aliyah Di Wilayah kota Makassar kota Makassar
Tahun 2018
NO NAMA MADRASAH LOKASI T. KALAB
1 MAN 1 Makassar Jl. Talasalapang No.46 1
2 MAN 2 Model Makassar Jl. Slt. Alauddin 105 1
3 MAS Al-Hidayah Jl. Abd. Kadir No.29 0
4 MAS Darul Istiqamah Jl. Mamoa Raya No.23 A 0
5 MAS Darul Ihsan Jl. Slt. Alauddin III No. 8 0
6 MAN 3 Biringkanaya Jl. P. Kemerdekaan KM 15 1
7 MAS Darul Arqam Gombara Jl. Prof. DR.Ir. Sutami 1
8 MAS Ulul Albab Jl. Dg. Ramang No. 102 1
9 MAS DDI Galesong Baru Jl. Yos Sudarso Lr.154A/17 1
10 MAS DDI Gusung Jl. Barukang Raya No.102 0
11 MAS YPIQ Al Muzahwirah Jl. Teuku Umar 12 lr.7 0
12 MAS Bhayangkara Jl. Sultan Abdullah No.49 0
13 MAS MDIA Taqwa Jl. Dr. WS Husodo 1
14 MAS Aisyiyah Jl. Muhammadiyah No.68B 1
15 MAS Muallimin Muh. Cab.
MKS Jl. Muhammadiyah 51B 1
16 MAS MDIA T. Pend. Islam Jl. Mentimun No.31 1
17 MAS As’Adiyah 170 Layang Jl. Tinumbu lr.149 No.23 1
18 MAS MDIA Bontoala Jl. Lamuru 65 1
19 MAS PP An Nahdlah Layang Jl. Tinumbu dalam Lr.1 No.9 1
18
1 = Terdapat Kepala Laboratorium (Data kementrian agama kota Makassar
2018)
0 = tidak Terdapat Kepala Laboratorium
C. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, hal-hal yang dilakukan adalah:
a. Membuat instrumen penelitian, yaitu berupa angket penilaian kinerja
kepala laboratotium yang disesuaikan dengan Permendiknas No. 26
Tahun 2008
b. Melakukan validitas instrumen yang telah dibuat pada ahli atau pakar
c. Mengurus surat izin penelitian
d. Melakukan pengambilan data jumlah sampel yang akan diteliti yang
sesuai dengan kriteria peneliti.
e. Melakukan konsultasi dengan pihak sekolah mengenai rencana teknis
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mulai melakukan penelitian di sekolah yang
dituju dengan urutan:
a. Menentukan subjek penelitian
b. Melakukan pengambilan data kuantitatif dengan cara membagikan
angket kepada subjek penelitian untuk memperoleh data secara
kuantitatif
20 MAS PP An Nahdlah
Sudiang Jl. Tinumbu No.272 0
21 MAS Muh. Mamajang Jl. Dr. Ratulangi No.101 1
22 MAS Tajmil Akhlak Jl. AP. Pettarani III 0
23 MAS Ps. Madinah Jl. Arung teko No.100
Sudiang 0
24 MAS Immim Putra Jl. P. Kemerdekaan KM.10 0
25 MAS ats. Tsabat Tamalanrea Mas, BTP 0
26 MAS Al-Fakhriyah Jl. Prof.Ir.Sutami No.20
Buluroke 1
27 MAS Radhiyatul BTN Mangga Tiga Blok C2
No.11 0
Jumlah 16
19
c. Melakukan pengambilan data kualitatif dengan cara melakukan
wawancara dengan subjek penelitian, catatan lapangan, dokumentasi
serta melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan subjek
penelitian
3. Tahap Akhir
Tahap ini merupakan suatu tahap mengumpulkan data hasil penelitian
untuk kemudian diolah dan dianalisis. Analisis data dilakukan secara kuantitatif
terlebih dahulu kemudian data kuantitatif dijadikan dasar untuk menganalisis
data secara kualitatif.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Penelitian secara kuantitatif
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data penelitian kinerja
kepala laboratorium Madrasah Aliyah Tahun 2018 dengan menggunakan
intrumen Angket penilaian kinerja pada komponen (1) kinerja kepribadian dan
(2) komponen kinerja sosial. Sementara komponen kinerja kepala laboratorium
yang di ukur dengan menggunakan studi dokumentasi adalah 3)
pengorganisasian guru, teknisi, dan laboran, (4) Pengelolaan Program dan
Administrasi, (5) Pengelolaan dan Pemantauan (6) Pengembangan Inovasi, (7)
lingkungan dan K3. selanjutnya Data yang di peroleh dalam penelitian ini akan
dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Analisis Deskriptif untuk
menggambarkan Kinerja Ketenagaan Laboratorium Madrasah Kota Makassar.
Adapun gambaran 7 komponen penilaian kinerja akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Deskripsi komponen penilaian kinerja kepribadian kepala laboratorium
Madrasah aliyah kota Makassar Tahun 2018
Tabel 4.1 : Hasil Penilaian Kinerja Komponen Kepribadian Kepala
Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar
NO Rentang Frekwensi Persentase (%) Klasifikasi Kinerja
Kepribadian
1 91 – 100 0 0 Amat Baik
2 76 – 90 5 31,25 Baik
3 61 – 75 10 62,5 Cukup
4 51 – 60 1 6,25 Sedang
5 0 – 50 0 0 Kurang
Jumlah 16 100
Dari hasil tabel penilaian kinerja kepala laboratorium Madrasah Aliyah kota
Makassar tentang kinerja kepribadian yang di ukur dengan menggunakan
instrumen angket dengan skala penilaian (SS = Sangat Sering, S = Sangat, K =
Kurang, TP = Tidak Pernah) terhadap kriteria kinerja kepribadian yang terdiri
dari 11 kriteria kinerja kepribadian yang disebar kedalam 37 indikator penilaian
kinerja kepribadian disajikan dalam diagram berikut ini;
29
21
Gambar 4.1: Diagram penilaian Kinerja Komponen Kepribadian Kepala
Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar
Analisis penilaian kinerja Kepribadian kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah kota Makassar Tahun 2015. Kriteria Amat Baik = 0 orang dengan
persentase 0%, Baik = 5 orang dengan persentase 31,25 %, Cukup = 10 orang
denga persentase 62,50%, Sedang 1 orang dengan persentase 6,25% dan tidak
ada satupun berkriteria dengan persentase 0%. Sehinnga di peroleh skor rerata
komponen adalah 67,86 dengan kategori komponen kepribadian adalah Cukup.
b. Deskripsi komponen penilaian kinerja sosial kepala laboratorium IPA
Madrasah aliyah kota Makassar.
Tabel 4.2 : Hasil penilaian kinerja komponen sosial kepala Laboratorium IPA
Madarasah Aliyah Kota Makassar Tahun 2018
NO Rentang Frekwensi Persentase (%) Klasifikasi Kinerja
sosial
1 91 – 100 0 0 Amat Baik
2 76 – 90 2 12,5 Baik
3 61 – 75 6 37,5 Cukup
4 51 – 60 5 31,25 Sedang
5 0 – 50 3 18,75 Kurang
Jumlah 16 100
Dari hasil tabel penilaian kinerja sosial kepala laboratorium yang di
ukur dengan menggunakan instrumen angket dengan skala penilaian (SS =
Amat Baik(91 -100)
Baik(76- 90)
Cukup(61- 75)
Sedang(51 - 60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 0 5 10 1 0
0123456789
1011
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51 -60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 0 2 6 5 3
0
1
2
3
4
5
6
7
22
Sangat Sering, S = Sangat, K = Kurang, TP = Tidak Pernah) terhadap 5 kriteria
kinerja sosial dalam 16 indikator penilaian kinerja sosial yang disajikan
kedalam diagram batang sebagai berikut:
Gambar 4.2: Diagram penilaian kinerja komponen sosial kepala Laboratorium IPA
Madarasah Aliyah Kota Makassar Tahun 2018
Perhitungan penilaian kinerja sosial kepala laboratorium Madrasah Aliyah
diperoleh Kriteria Amat Baik = 0 orang dengan persentase 0%, Baik = 2 orang
dengan persentase 12,50%, Cukup = 6 orang dengan persentase 31,25%,
Sedang= 5 orang dengan persentase 25% dan kriteria Kurang = 3 orang dengan
persentase 18,75%. Sehinnga di peroleh skor rerata komponen adalah 59,08
dengan kategori komponen penilaian kinerja sosial adalah Sedang.
c. Deskripsi komponen penilaian kinerja pengorganisasian guru, teknisi,
dan laboran, kepala laboratorium IPA Madrasah aliyah kota Makassar.
Tabel 4. 3: Hasil Penilaian Kinerja Komponen pengorganisasian guru, teknisi dan
laboran Kepala Laboratorium IPA Madarasah Aliyah Kota Makassar
NO Rentang Frekwensi Persentase (%)
Klasifikasi Kinerja
guru, teknisi dan
laboran
1 91 – 100 0 0 Amat Baik
2 76 – 90 1 6,25 Baik
3 61 – 75 0 0 Cukup
4 51 – 60 3 18,75 Sedang
5 0 – 50 12 75 Kurang
Jumlah 16 100
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51 -60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 0 2 6 5 3
0
1
2
3
4
5
6
7
23
Dari hasil tabel penilaian kinerja kepala laboratorium Madrasah Aliyah
kota Makassar tentang kinerja Komponen Pengorganisasian Guru, Teknisi dan
Laboran yang di ukur dengan menggunakan instrumen studi dokumentasi
dengan skala penilaian (AD=Ada dan dilaksanakan/digunakan, AT=Ada dan
Tidak dilaksanakan/digunakan, TA = Tidak Ada) terhadap kriteria kinerja
Komponen Pengorganisasian Guru, Teknisi dan Laboran yang terdiri dari 6
kriteria kinerja Komponen Pengorganisasian guru, teknisi dan laboran yang
disebar kedalam 10 indikator. Dapat disajikan kedalam tabel berikut ini:
Gambar 4.3: Diagram Penilaian Kinerja Komponen Pengorganisasian Guru, Laboran
dan Teknisi Kepala Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar
Dari observasi diperoleh penilaian kinerja Pengorganisasian Guru,
Teknisi dan Laboran kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah kota Makassar
Tahun 2015. Kriteria Amat Baik = 0 orang dengan persentase 0%, Baik = 1
orang dengan persentase 6,25%, Cukup = 0 orang dengan persentase 0%,
Sedang= 3 orang dengan persentase 18,75% dan kriteria Kurang = 12 orang
dengan persentase 75%. Sehingga di peroleh skor komponen adalah 7,39
dengan kategori Komponen Pengorganisasian Guru, Teknisi dan Laboran
adalah Kurang.
d. Deskripsi komponen penilaian kinerja Pengelolaan Program dan
Administrasi kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah kota
Makassar.
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51 -60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 0 1 0 3 12
0
2
4
6
8
10
12
14
24
Tabel 4. 4: Hasil Penilaian Kinerja Komponen Pengelolaan Program dan
Administrasi Kepala Laboratorium IPA Madarasah Aliyah
NO Rentang Frekwensi Persentase (%)
Klasifikasi Kinerja
Program dan
Administrasi
1 91 – 100 1 6,25 Amat Baik
2 76 – 90 1 6,25 Baik
3 61 – 75 2 12,50 Cukup
4 51 – 60 1 6,25 Sedang
5 0 – 50 11 68,75 Kurang
Jumlah 16 100
Penilaian kinerja kepala laboratorium Komponen Pengelolaan Program
dan Administrasi yang di ukur dengan menggunakan instrumen studi
dokumentasi dengan skala penilaian terhadap kriteria kinerja Komponen
Pengorganisasian Guru, Teknisi dan Laboran diperoleh penilaian komponen
kinerja disajikan dalam diagram berikut ini:
Gambar 4.4: Penilaian Kinerja Komponen Pengelolaan Program dan Administrasi
Kepala Laboratorium Madrasah Aliyah Kota Makassar
Data diperoleh penilaian kinerja Pengelolaan Program dan Administrasi
kepala laboratorium IPA Madrsah Aliyah kota Makassar Tahun 2015. Kriteria
Amat Baik = 1 orang dengan persentase 6,25%, Baik = 1 orang dengan
persentase 6,25%, Cukup = 2 orang dengan persentase 12,50%, Sedang= 1
orang dengan persentase 6,25% dan kriteria kurang = 11 orang dengan
persentase 68,75%. Sehinnga di peroleh skor rerata komponen adalah 7,39
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51 -60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 1 1 2 1 11
0123456789
101112
25
dengan kategori komponen Pengelolaan Program dan Administrasi adalah
Kurang.
e. Deskripsi komponen penilaian kinerja Pengelolaan Pemantauan dan
Evaluasi kepala laboratorium IPA Madrasah aliyah kota Makassar.
Tabel 4.5: Hasil Penilaian Kinerja Komponen Pengelolaan Pemantauan dan
Evaluasi Kepala Laboratorium IPA Madarasah Aliyah
NO Rentang Frekwensi Persentase (%)
Klasifikasi Kinerja
Pemantauan dan
Evaluasi
1 91 – 100 1 6,25 Amat Baik
2 76 – 90 0 0 Baik
3 61 – 75 1 6,25 Cukup
4 51 – 60 0 0 Sedang
5 0 – 50 14 87,50 Kurang
Jumlah 16 100
Penilaian kinerja kepala laboratorium Madrasah Aliyah kota Makassar
tentang kinerja Komponen Pengelolaan Pemantauan dan Evaluasi yang di ukur
7 kriteria kinerja Komponen Pengelolaan Pemantauan dan Evaluasi yang
disebar kedalam 17 indikator penilaian kinerja Komponen Pengelolaan
Pemantauan dan Evaluasi diperoleh rerata adalah 7,52. Penilaian kinerja
Komponen Pengelolaan Pemantauan dan Evaluasi kepala laboratorium
Madrasah Aliyah kota Makassar Tahun 2015 diperoleh Kriteria Amat Baik = 1
orang dengan persentase 6,25%, Baik = 0 orang dengan persentase 0%, Cukup
= 1 orang denga persentase 6,25%, Sedang= 0 orang dengan persentase 0% dan
kriteria kurang = 14 orang dengan persentase 87,50%. dengan rerata kategori
komponen Komponen Pengelolaan Pemantauan dan Evaluasi adalah Kurang.
Adapun diagram hasil penilaian kinerja komponen pengelolaan program dan
administrasi Madrasah aliyah kota Makassar Tahun 2015 di sajikan dalam
diagram berikut:
26
Gambar 4.5: Diagram Penilaian Kinerja Komponen Pengelolan Program dan
administrasi Kepala Laboratorium Madrasah Aliyah Kota Makassar
f. Deskripsi komponen penilaian kinerja Pengembangan Inovasi kepala
Laboratorium IPA Madrasah aliyah kota Makassar.
Tabel 4.6: Penilaian Kinerja Komponen Pengembangan dan Inovasi Kepala
Laboratorium IPA Madarasah Aliyah Kota
NO Rentang Frekwensi Persentase (%)
Klasifikasi Kinerja
Pengembangan dan
Inovasi
1 91 – 100 1 6,25 Amat Baik
2 76 – 90 0 0 Baik
3 61 – 75 1 6,25 Cukup
4 51 – 60 1 6,25 Sedang
5 0 – 50 13 81,25 Kurang
Jumlah 16 100
Penilaian kinerja kepala laboratorium tentang kinerja Komponen
Pengembangan dan Inovasi yang di ukur dengan menggunakan instrumen
dokumentasi dengan skala penilaian. Sajian Data Hasil penelitian dapat dilihat
dalam diagram berikut ini:
Amat Baik(91 -100)
Baik(76- 90)
Cukup(61- 75)
Sedang(51 - 60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 1 0 1 0 14
0123456789
101112131415
27
Gambar 4.6: Diagram Penilaian Kinerja Komponen Pengembangan dan Inovasi
Madrasah Aliyah Kota Makassar
Dari data diperoleh penilaian kinerja Komponen Pengembangan dan
Inovasi kepala terhadap 5 kriteria penilaian komponen inovasi dan
pengembagan diperoleh Kriteria Amat Baik = 1 orang dengan persentase
6,25%, Baik = 0 orang dengan persentase 0%, Cukup = 1 orang dengan
persentase 6,25%, Sedang= 1 orang dengan persentase 6,25% dan kriteria
Cukup = 13 orang dengan persentase 81,25%. Sehinnga di peroleh skor rerata
komponen adalah 8,36. dengan kategori komponen Komponen Pengembangan
dan Inovasi adalah Kurang.
g. Deskripsi komponen penilaian kinerja pengelolaan lingkungan dan K3
kepala laboratorium IPA Madrasah aliyah kota Makassar.
Tabel 4. 15 : Hasil Penilaian Kinerja Komponen lingkungan dan K3 Kepala
Laboratorium IPA Madarasah Aliyah Kota Makassar
NO Rentang Frekwensi Persentase (%) Klasifikasi Kinerja
lingkungan dan K3
1 91 – 100 0 0 Amat Baik
2 76 – 90 0 0 Baik
3 61 – 75 1 6,25 Cukup
4 51 – 60 0 0 Sedang
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51- 60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 1 0 1 1 13
0123456789
1011121314
28
5 0 – 50 15 93,75 Kurang
Jumlah 16 100
Dari hasil tabel penilaian kinerja kepala laboratorium Madrasah Aliyah
kota Makassar tentang kinerja Komponen Pengelolaan Lingkungan dan K3
yang di ukur dengan menggunakan instrumen studi dokumentasi diperoleh
penilaian Komponen Pengelolaan Lingkungan dan K3 yang disebar kedalam 11
indikator di sajikan dalam tabel diagram batang ini:
Gambar 4.7: Diagram Penilaian Kinerja Komponen Lingkungan dan K3 Kepala
Laboratorium Madrasah Aliyah Kota Makassar
Dari data diperoleh penilaian kinerja komponen Pengelolaan
Lingkungan dan K3 kepala laboratorium adalah Kriteria Amat Baik = 0 orang
dengan persentase 0,00%, Baik = 0 orang dengan persentase 0%, Cukup = 1
orang dengan persentase 6,25%, Sedang= 0 orang dengan persentase 0,00% dan
kriteria Cukup = 15 orang dengan persentase 93,75%. Sehinnga di peroleh skor
komponen adalah 5,53 dengan kategori komponen Pengelolaan Lingkungan
dan K3 adalah Kurang.
Sehingga deskripsi data penilaian kinerja kepala Laboratorium
Madrasah Aliyah kota Makassar Tahun 2015. Yang di ukur seluruh komponen
ini terdiri atas 46 kriteria kinerja dan 133 indikator yang sesuai dengan tugas
pokok kepala laboratorium/bengkel Sekolah melalui instrumen penelitian yaitu
Angket dan Studi dokumentasi dapatdi sajikan dalam tabel berikut :
Amat Baik(91 -100)
Baik (76-90)
Cukup (61-75)
Sedang (51 -60)
Kurang (≤ 50)
Frekuensi 0 0 1 0 15
0
2
4
6
8
10
12
14
16
29
Tabel 4.8: Rekapitulasi penilaian Kinerja Kepala Laboratorium kota Makassar
berdasarkan Pedoman Penilaian kinerja (PK) kepala Laboratorium
Dari keselurahan data yang diperoleh terhadap 16 kepala laboratorium
madrasah aliyah kota makassar yang merupakan sujek penelitian deskriptif ini
terlihat hanya satu komponen yang mendapatkan katagori cukup yaitu
komponen kepribadian dengan skor komponen sebesar 67,86. Sementara 6
komponen penilaian kinerja kepala laboratorium yakni (2)komponen kinerja
sosial = 59,08, (3)pengorganisasian guru, teknisi, dan laboran =7,39,
(4)Pengelolaan Program dan Administrasi= 10,98, (5)Pengelolaan dan
Pemantauan= 8,36 (6)Pengembangan Inovasi =8,36 dan (7) komponen
lingkungan dan K3= 5,53 hanya memperoleh katagori kurang.
2. Hasil Penelitian Secara Kualitatif
Hasil penelitian secara kuantitatif memberikan gambaran bahwa kinerja
kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah se-Kota Makassar rata-rata berada
pada kategori kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepala laboratorium
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan pedoman kinerja memiliki berbagai faktor kesulitan dan penghambat, sehingga untuk mengetahui secara
mendalam tentang faktor-faktor kesulitan tersebut maka penelitian dilanjutkan
pada tahapan pengumpulan data secara kualitatif.
Pengumpulan data secara kualitatif dilaksanakan dengan melakukan
wawancara mendalam pada subjek penelitian serta mengadakan focus group
discussion (FGD). Wawancara dilakukan dengan memberikan beberapa
pertanyaan kepada subjek penelitian terkait kompetensi-kompetensi yang
tertuang dalam penilaian kinerja kepala laboratorium berdasarkan standar
permendiknas no. 26 tahun 2008. Sementara itu, focus group discussion (FGD)
dilakukan dengan cara mengundang para subjek penelitian dalam suatu forum
untuk mendiskusikan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja
No Komponen Rerata Kriteria Kinerja
1 Kepribadian 67,86 Cukup
2 Sosial 59,08 Sedang
3 Pengorganisasian Guru 7,39 Kurang
4 Pengelolaan Program Administrasi 10,98 Kurang
5 Pengelolaan Pemantauan dan evaluasi 8,36 Kurang
6 Pengembangan dan Inovasi 8,36 Kurang
7 Lingkungan dan K3 5,53 Kurang
30
kepala laboratorium yang sesuai dengan standar serta upaya yang akan
dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut.
a. Gambaran Umum Subjek Penelitian Seperti yang telah diuraikan pada BAB III, bahwa subjek dalam
penelitian ini hanya diambil pada madrasah Aliyah yang memiliki tenaga
laboratorium, dalam hal ini adalah kepala laboratorium. Berdasarkan observasi,
terdapat 16 orang kepala laboratorium yang diambil sebagai subjek. Kepala
laboratorium tersebut pada umumnya memiliki kualifikasi pendidikan yang
relevan dengan bidang laboratorium masing-masing. Hanya saja, ada beberapa
yang masih berstatus honorer dan sebagiannya sudah berstatus PNS. Sementara
itu, tidak semua tenaga yang diangkat menjadi kepala laboratorium memiliki
sertifikat pelatihan laboratorium. Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu
faktor yang menghambat kinerja kepala laboratorium.
b. Faktor-faktor kesulitan kinerja kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar untuk kompetensi kepribadian.
Kompetensi kepribadian berdasarkan permendiknas no. 26 tahun 2008,
memuat tentang kemampuan tenaga laboraootium untuk menjadi pribadi yang
dewasa, mantap, berakhlak mulia, dan menunjukkan komitmen terhadap tugas.
Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk kompetensi ini,
para kepala laboratorium menyatakan tidak mengalami kendala atau hambatan.
Alasannya bahwa memang sudah sepatutnya seorang guru atau kepala
laboratorium menunjukkan pribadi sebagaimana yang tercantum pada penilaian
kinerja. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
kompetensi kepribadian, kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah kota
Makassar tidak mengalami kendala atau kesulitan.
c. Faktor-faktor kesulitan kinerja kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar untuk kompetensi sosial.
Kompetensi sosial yang tercantum dalam permendiknas no. 26 tahun
2008 terdiri dari kemampuan bekerja sama dalam melaksanakan tugas dan
kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Umumnya,
menurut kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah kota Makassar, menyatakan
bahwa telah memiliki kemampuan kerja sama dan komunikasi yang cukup.
Sesuai dengan hasil wawancara, rata-rata kepala laboratorium memberikan
jawaban yang sama yaitu senantiasa berkomunikasi dengan kepala sekolah
tentang kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk laboratorium. Sementara
31
itu, pada kepala laboratorium juga sudah mengupayakan untuk bekerja sama
dengan pihak-pihak pengguna laboratorium dalam pelaksanaan tugasnya
sebagai kepala laboratorium. Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimulkan
bahwa tidak ada kendala dan hambatan yang dihadapi oleh kepala laboratorium
IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar didalam melaksanakan tugasnya terkait
kompetensi sosial.
d. Faktor-faktor kesulitan kinerja kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar untuk kompetensi manajerial
Menurut permendiknas no. 26 tahun 2008, kompetensi manajerial
memuat kompetensi; (1) merencanakan kegiatan dan pengembangan
laboratorium, (2) pengelolaan kegiatan laboratorium, (3) membagi tugas
teknisi/laboran, (4) memantau sarana dan prasarana laboratorium, dan (5)
mengevaluasi kinerja teknisi dan laboran serta kegiatan laboratorium.
Berdasarkan hasil yang digambarkan dari data kuantitatif, diperoleh bahwa
pada kompetensi ini menunjukkan kinerja kepala laboratorium pada kategori
kurang. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam pelaksanaan tugasnya yang
berkaitan dengan kompetensi ini, para kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar mengalami kendala atau kesulitan.
d.1. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk kompetensi perencanaan
kegiatan laboratorium.
Umumnya, rencana kegiatan laboratorium telah disusun dalam
kurikulum sekolah/madrasah sebagai bagian dalam kegiatan pembelajaran.
Namun, pada pelaksanaannya senantiasa dihadapkan dengan berbagai faktor
penghambat dan umumnya faktor tersebut terkait masalah waktu dan
banyaknya perangkat pembelajaran yang harus disusun. Hasil ini berdasarkan
wawancara yang telah dilakukan dengan kepala laboratorium MAN 2 kota
Makassar, yang mengatakan bahwa:
“Sulit untuk menyusun rencana-rencana kegiatan laboratorium atau
menyusun prosedur operasi standar kerja laboratorium ditengah padatnya
kegiatan sekolah, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk menyusun
itu. Lain lagi, dengan RPP dan perangkat penilaian yang menjadi tuntutan
kurikulum yang berlaku sekarang ” (26 Oktober 2018).
Hal ini kemudian diperkuat oleh kepala laboratorium MAN 1 Makassar
yang mengatakan bahwa:
32
“Untuk menyusun prosedur operasi standar kerja laboratorium harus
memiliki waktu yang cukup. Sementara kita para kepala laboratorium
yang juga adalah guru, tidak memiliki waktu untuk menyelesaikan hal
itu. Hal ini karena kami selaku guru harus mengutamakan perangkat
pembelajaran dan terlebih lagi harus memburu materi yang harus segera
diselesaikan” (24 Oktober 2018).
Jawaban yang diberikan oleh kedua kepala laboratorium tersebut sejalan
dengan jawaban yang diberikan oleh kepala laboratorium IPA madsarah yang
lain. Bersarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat
pelaksanaan tugas kepala laboratorium untuk kompetensi perencanaan kegiatan
laboratorium adalah faktor waktu dan tuntutan kurikulum terkait perangkat
pembelajaran.
d.2. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk kompetensi pengelolaan
kegiatan laboratorium.
Pengelolaan kegiatan laboratorium merupakan salah satu penilaian
dalam kinerja kepala laboratorium sekolah/madrasah, sesuai dengan
permendiknas no. 26 tahun 2008. Gambaran yang diperoleh dari data kuantitatif
menunjukkan bahwa pengelolaan laboratorium IPA madrasah masih
dikategorikan kurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala
laboratorium, rata-rata memberikan informasi bahwa sulitnya mengelolah
kegiatan laboratorium disebabkan karena kurangnya waktu dan banyaknya
tuntutan tugas perangkat yang harus segera diselesaikan. Selain itu, rata-rata
madrasah tidak mengangkat tenaga pembantu yaitu teknisi dan laboran untuk
membantu kinerja kepala laboratorium. Meskipun ada yang ditunjuk namun
biasanya riwayat pendidikannya tidak seusai dengan bidang yang diamanhkan.
Informan dari MAN 2 Kota Makassar saat diwawancara, mengatakan
bahwa:
“Saya sulit untuk mengelolah kegiatan laboratorium karena banyaknya
tugas yang harus diselesaikan. Terlebih lagi, kinerja kepala laboratorium
yang termuat dalam permendiknas juga sangat banyak dan itu tidak bisa
dilaksanakan secara bersamaan dengan tugas saya selaku guru mata
pelajaran, Meskipun saya sudah menyusun jadwal kegiatan di
laboratotium, namun biasa saja terbentur dengan jadwal mata pelajaran,
demikian pula dengan guru yang lain” (26 Oktober 2008).
Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan oleh kepala laboratorium
MAN 1 Makassar:
33
“Saya sudah menyusun jadwal penggunaan laboratorium, tetapi
pelaksanaannya selalu terkendala dengan waktu dan jadwal. Sementara
itu, sulit juga untuk memantau langsung kegiatan laboratorium karena
kami kekurangan tenaga laboratorium. Padahal jika ada tenaga laboran,
maka kami akan sangat terbantu” (24 Oktober 2008).
Kedua jawaban yang diberikan oleh kepala laboratorium tersebut sejalan
dengan jawaban kepala laboratorium yang lain. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor yang menghambat pengelolaan kegiatan laboratorium adalah
faktor waktu dan tuntutan kerja yang padat.
d.3. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk kompetensi pembagian tugas
kepada teknisi dan laboran.
Teknisi dan laboran adalah tenaga laboratorium yang diangkat untuk
membantu kinerja kepala laboratorium. Tugas utama dari teknisi dan laboran
adalah senantiasa berkoordinasi dengan kepala laboratorium untuk mengelolah
laboratorium. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diperoleh bahwa
rata-rata laboratorium IPA madrasah Aliyah Kota Makassar tidak memiliki
laboran ataupun teknisi. Hal ini menjadi informasi bahwa kepala laboratorium
tidak menyusun standar kerja untuk teknisi dan laboran. Sementara itu,
madrasah yang memiliki tenaga laboran justru diperbantukan pada bidang lain
yaitu di perpustakaan karena tidak seusai dengan bidangnya.
d.4. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk kompetensi terkait
pemantauan sarana dan prasaran laboratorium.
Untuk menunjang kegiatan laboratorium, maka setiap laboratorium
harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Tanpa itu, maka
kegiatan di dalam laboratorium, khususnya kegiatan praktikum, tidak dapat
berlangsung secara efektif.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, rata-rata laboratorium
madrasah Aliyah kota Makassar kurang dalam pengelolaan tata letak alat serta
bahan praktikum yang sesuai dengan standar operasional. Meskipun para kepala
laboratorium telah mengupayakan untuk memantau keadaan alat serta bahan
laboratorium, namun para kepala laboratorium mengatakan bahwa pemantaun
tersebut tidak dilakukan secara efisien dan terjadwal. Pemantauan hanya
dilakukan jika ada guru yang ingin melakukan kegiatan praktikum di
laboratorium. Informasi yang diberikan oleh para kepala laboratorium merujuk
pada kurangnya waktu dan padatnya jadwal mengajar di sekolah. Selain itu,
34
tidak adanya tenaga laboratorium yang dapat membantu untuk mematau
keadaan alat serta bahan di laboratorium.
d.4. Faktor kesulitan yang dihadapi untuk kompetensi terkait
pemantauan evaluasi kinerja teknisi dan laboran.
Terkait kinerja untuk kompetensi ini, informasi yang diperoleh dari
kepala laboratorium rata-rata memberikan jawaban tidak dilakukan karena tidak
memilik tenaga laboran dan teknisi. Adapun madrasah yang memiliki tenaga
laboran atau teknisi laboratorium, memberikan jawaban bahwa laboran
diperbantukan di bidang lain, yaitu perpustakaan, sehingga tidak dilakukan
evaluasi terhadap kinerjanya terkait tugas di laboratorium.
e. Faktor-faktor kesulitan kinerja kepala laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar untuk kompetensi profesional.
Kompetensi profesional kepala laboratorium berdasarkan permendikan
no. 26 tahun 2008 memuat tentang pemanfaatan laboratorium untuk kegiatan
penelitian sekolah, kajian tentang laboratorium atau pelatihan-pelatihan tentang
laboratorium serta keselamatan kerja (K3). Pada umumnya, kompetensi ini
telah dilaksanakan oleh kepala laboratorium IPA madrasah Aliyah kota
Makassar, khususnya pada komponen pemanfaatan laboratorium sebagai
tempat penelitian atau praktikum. Namun, kendala yang dihadapi oleh beberapa
kepala laboratorium adalah karena ruang laboratorium juga difungsikan sebagai
ruang kelas karena kurangnya ruangan yang ada di madrasah Aliyah kota
Makassar. Rata-rata kepala laboratorium IPA madrasah Aliyah kota Makassar
memberikan jawaban yang sama, bahwa ruang laboratorium dijadikan juga
sebagai ruang kelas.
Terkait perkembangan pemikiran tentang pemanfaatan kegiatan
laboratorium sebagai wahana pendidikan, para kepala laboratorium rata-rata
memberikan jawaban memiliki hambatan. Salah satu hambatannya adalah
karena kurangnya perhatian terhadap kepala laboratorium dalam kegiatan
workshop pengelolaan laboratorium yang diadakan oleh kementerian terkait.
f. Upaya yang dilakukan untuk penyelesaian kesulitan pelaksanaan tugas
kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar
Untuk mengetahui upaya yang dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam
penyelesaian tugas kepala laboratorium IPA Madrasah Aliyah Kota Makassar,
35
maka kepala laboratorium diajak berdiskusi dalam kegiatan focus group
discussion (FGD). Melalui kegiatan tersebut, maka diperoleh informasi yang
lebih mendalam terkait kinerja kepala laboratorium, kesulitannya, serta upaya
yang dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan, para kepala laboratorium IPA
Madrasah Aliyah Kota Makassar menginginkan adanya tambahan tenaga
laboran atau teknisi untuk membantu kinerja kepala laboratorium. Laboran atau
teknisi laboratorium seyogianya memiliki kompetensi yang sesuai dengan
bidangnnya. Selain itu, kepala laboratorium berharap mendapatkan perhatian
dari pihak terkait untuk keikutsertaan dalam kegiatan pengembangna ilmu
seperti workshop pelatihan pengelolaan laboratorium.
36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun kesimpulan yang
dipaparkan sebagai berikut:
1. Deskripsi penilaian kinerja kepala Laboratorium Madrasah Aliyah kota
Makassar Tahun 2018 diperoleh Penilaian kinerja Kepala Laboratorium
Madsarah Aliyah dengan kategori Kurang.
2. Faktor-faktor kesulitan yang dihadapi kepala laboratorium dalam
melaksanakan kinerja adalah faktor waktu, beban kerja di sekolah yang
padat, tidak adanya tenaga pembantu yaitu laboran dan teknisi
laboratorium, serta sarana dan prasaran yang tidak memumpuni.
3. Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan perhatian kepada
kepala laboratorium untuk ikut dalam kegiatan workshop pengelolaan
laboratorium dari instansi yang terkait, menambahkan tenaga
laboratrium yaitu laboran atau teknisi laboratorium.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini menjadi informasi bagi pihak-pihak yang terkait
untuk dapat meningkatkan perhatian pada pengelolaan laboratorium yang
merupakan bagian dari proses pembelajaran di Madrasah/Sekolah. Selain itu,
hasil penelitian ini menjadi dasar bagi peneliti yang ingin melanjutkan
penelitian terkait pengelolaan laboratorium.
37
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. & Barnawi. 2012. Manajemen Sarana & Prasarana Sekolah.
Yogyakarta : ArRuzz Media.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.2010.
Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Crswell, John. 2015. Riset Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ditjen PMPTK. 2010; Modul 2 pelatihan kepala laboratorium; Bandung
Francel, Wallen. 2008. Desain and evaluate Research in education. San
Fransico: Mc Gew hill
Indriastuti. 2012. Kesiapan Laboratorium Biologi dalam Menunjang Kegiatan
Praktikum SMA Negeri di Kabupaten Brebes. Skripsi. Semarang:
FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
Kemendiknas. 2011. Pedoman Penilaian Kinerja Kepala Laboratorium.
Jakarta.
Permendiknas No. 26 Tahun 2008 tentang standar Tenaga Pengelola Laboratorium
Sekolah/Madrasah.
Refirman dan Rosminar Suna. 1993. Desain, Perlengkapan, Tata Ruang dan
Pengelolaan Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Universitas
Terbuka, Depdikbud.
Siregar, Syofian. 2015. Statistika Terapan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana.
Suhardiman. 2015. Analisis Kinerja Kepala Laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Kota Makassar Tahun 2015. Tesis. Universitas Negeri Makassar.
Sutrisno. 2013. Modul Labolatorium Fisika Sekolah I. Bandung: UPI
Tim Instruktur Diklat Kepala Laboratorium IPA. 2012. Modul Diklat Laboratorium
IPA.
38
Amien, Muhammad. 1988. Buku Pedoman Laboratorium dan Petunjuk
Praktikum Pendidikan IPA Umum (General Science) untuk Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan
LPTK Dirjen Dikti Depdikbud RI.
39