analisis esty

15
Analisis Masalah 1. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Cendoxytrol? Jawab: Komposisi: Tiap 1 ml obat tetes mata Cendoxytrol mengandung 0,1 % Dexamethason, Neomisin 3,5 mg dan Polimiksin 6000 IU. Indikasi: - Blefaritis tidak bernanah - Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisin dan polimiksin - Konjungtivitis tidak bernanah - Skleritis - Tukak kornea - Keratitis Kontraindikasi: - Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap salah satu komponen obat. - Penderita tuberkulosis mata, infeksi mata yang disebabkan jamur dan virus, cacar air, konjungtivitis akut yang berananah, atau blefaritis akut yang bernanah. Dosis: Dosis yang lazim diberikan adalah 4 – 6 kali sehari 1 – 2 tetes. Efek samping: - Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang. - Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata. - Katarak subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang dan terus menerus.

Upload: risaahmad

Post on 13-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Esty

Analisis Masalah

1. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Cendoxytrol?Jawab: Komposisi: Tiap 1 ml obat tetes mata Cendoxytrol mengandung 0,1 % Dexamethason, Neomisin 3,5 mg dan Polimiksin 6000 IU.

Indikasi:  - Blefaritis tidak bernanah

- Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisin dan polimiksin

- Konjungtivitis tidak bernanah

- Skleritis

- Tukak kornea

- Keratitis

Kontraindikasi:

- Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap salah satu komponen obat.- Penderita tuberkulosis mata, infeksi mata yang disebabkan jamur dan virus, cacar

air, konjungtivitis akut yang berananah, atau blefaritis akut yang bernanah.

Dosis: Dosis yang lazim diberikan adalah 4 – 6 kali sehari 1 – 2 tetes.

Efek samping:

- Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang.- Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata.- Katarak subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang

dan terus menerus.

Kemasan: Obat tetes mata dalam botol 5 ml dan 15 ml.

2. Apa penyebab dan mekanisme keluhan tidak berkurang, mata kanan makin kabur?

Jawab: Keluhan tidak berkurang setelah diberikan obat karena sebenarnya obat cendoxytrol bukanlah obat yang tepat untuk mengobati trauma tumpul pada mata. Selain itu, efek steroid yang dimiliki oleh obat tersebut dapat meningkatkan tekanan intraokuler sehingga menyebabkan mata kanannya makin kabur.

Page 2: Analisis Esty

3. Apa perbedaan antara perdarahan yang berasal dari konjungtiva dan limbus?Jawab: Periconjunctival vascular injection berwarna merah terang, terlihat jelas pembuluh darah yang berdilatasi meliputi konjungtiva dan semakin ke arah limbus hipereminya semakin berkurang

Pericorneal vascular injection pembuluh darah superfisial, melingkari atau terbatas sekitar limbus

Periconjunctival vascular injection

4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal: TIOD 35,50 mmHg?Jawab: Terjadi peningkatan TIOD (Normal: 10-21 mmHg). Pada kasus ini, pasien mengalami trauma tumpul pada mata kanan dimana gaya-gaya kontusif dapat menyebabkan robeknya pembuluh darah di iris atau badan siliar dan merusak sudut bilik mata depan (BMD) sehingga terbentuklah hifema. Darah bebas dan fibrin menyumbat anyaman trabekular (trabecular meshwork) yang juga mengalami edema karena cedera. Aliran cairan aqueous humor ke trabekula menjadi terhambat dan terjadilah peningkatan TIO.

5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal: Iris, pupil, lensa, dan segmen posterior tidak dapat dinilai?

Jawab: Penilaian iris, pupil, lensa, dan segmen posterior tidak dapat dilakukan karena adanya hifema yang membentuk black ball eye sehingga struktur tersebut sulit untuk dilihat.Trauma tumpul pada mata dapat mengakibatkan iridoplegia (kelumpuhan sfingter pupil sehingga pupil berdilatasi) dan iridodialisis (terlepasnya iris dari pangkalnya sehingga bentuk pupil tidak bulat). Lensa mata dapat mengalami subluksasi (berpindahnya lensa karena Zonula Zinni yang terputus) dan luksasi lensa (putusnya Zonula Zinni dari ekuator sehingga lensa masuk ke BMD). Dilatasi pupil menyebabkan pemeriksaan harus ditunda terlebih dahulu sampai hifema reda dengan penyerapan spontan karena berisiko mengakibatkan perdarahan kembali.

Page 3: Analisis Esty

Subconjunctival Bleeding

Anatomi konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola

mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan

di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di

permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki

suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan

sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata.

Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari

nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan

bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan

posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior

tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan

bulbi

Page 4: Analisis Esty

Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel

kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt.

Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan

menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan

melipat berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,

mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan

membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil

semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika

semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan

membran mukosa.

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5

Pasokan darah, limfe dan persarafan

Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang

umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang

banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus

dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus

yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V.

Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.

Page 5: Analisis Esty

Histologi konjungtiva :

Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5

sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel

tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel

goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks,

dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal. Lapisan epitel konjungtiva

terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan

basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat

persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel

skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel

superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan

pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid

(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung

jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam

folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai

setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa

konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan

mengapa kemudian menjadi folikuler.

Perdarahan Subkonjungtiva

A. Definisi

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah

konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan

mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.

B. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva

Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan

subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada

permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman,

terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.

Page 6: Analisis Esty

Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal).

Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.

Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan

berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.

C. Patofisiologi

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata

(sklera) dan bagian dalam kelopak mata.  Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar

dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah

yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali

bila mata mengalami peradangan.  Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh

dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.

Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di

jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki

intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah

lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya

menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada

kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni

secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,

berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun

infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang

bermuara ke ruang subkonjungtiva.

.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba

(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel

sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat

menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,

Page 7: Analisis Esty

arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan

batuk rejan.

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun

pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus

seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan

terlebih dahulu.

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata

langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan

yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

D. Etiologi

1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali

mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya

perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun

heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan

subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko

perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.

Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan

resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.

2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)

3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola

mata)

4. Hipertensi

5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya

riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE,

parasit dan defisisensi vitamin C.

6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah

mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan

warfarin.

7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.

8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,

termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,

malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).

Page 8: Analisis Esty

9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan

tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.

10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang

diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula.

11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan

penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

E. Diagnosis dan pemeriksaan

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu

penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari

bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi

untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.

Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.

Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal

anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika

nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.

Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik

dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez

Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan

subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <

6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan

ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya

didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya.

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu,

lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan

subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan

subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu

prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.

Page 9: Analisis Esty

F. Diagnosis banding

1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata

merah.

2. Konjungtivitis hemoragik akut

3. Sarcoma kaposi

G. Penatalaksanaan

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini

pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva

akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan

sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga

dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari

penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk

mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon

(vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor

risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan

kondisi berikut ini :

1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk

melihat)

3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

4. Riwayat hipertensi

5. Riwayat trauma pada mata.

H. Komplikasi

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2

minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan

subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti

yang telah disebutkan diatas.

Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan)

harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai

Page 10: Analisis Esty

perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan

kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari

limfoma adneksa okuler.

I. Prognosis

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya

yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering

mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk

dievaluasi lebih lanjut lagi.