analisis daya saing sektor ekonomi kabupaten luwu banggai provinsi sulawesi tengah.docx

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan wilayah di berbagai Negara telah meperlihatkan kemajuan dan perkembangan yang positif bagi masyarakat. Penyusunan rencana dan kebijaksanaan pembangunan wilayah yang aplikatif harus senantiasa mempertimbangkan kemampuan dan potensi masing-masing wilayah serta masalah- masalah mendesak yang dihadapi, sehingga upaya-upaya pembangunan yang berlangsung dalam tiap-tiap wilayah benar- benar sesuai dengan keadaan masing-masing wilayah. Hal ini berarti bahwa peningkatan pembangunan sektoral yang akan tersebar di seluruh wilayah, sejauh mungkin akan dikaitkan dengan pembangunan wilayah, baik untuk mengatasi permasalahan yang mendesak maupun untuk mengembangkan sumber-sumber potensial yang terdapat dalam lingkungan masing-masing wilayah. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan meperhatikan prinsip-prinsip

Upload: andikapramukti

Post on 21-Jan-2016

251 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Try

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan wilayah di berbagai Negara telah meperlihatkan kemajuan dan

perkembangan yang positif bagi masyarakat. Penyusunan rencana dan kebijaksanaan

pembangunan wilayah yang aplikatif harus senantiasa mempertimbangkan kemampuan dan

potensi masing-masing wilayah serta masalah-masalah mendesak yang dihadapi, sehingga

upaya-upaya pembangunan yang berlangsung dalam tiap-tiap wilayah benar-benar sesuai

dengan keadaan masing-masing wilayah. Hal ini berarti bahwa peningkatan pembangunan

sektoral yang akan tersebar di seluruh wilayah, sejauh mungkin akan dikaitkan dengan

pembangunan wilayah, baik untuk mengatasi permasalahan yang mendesak maupun untuk

mengembangkan sumber-sumber potensial yang terdapat dalam lingkungan masing-masing

wilayah.

Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

dan Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pusat dan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi perkembangan otonomi

daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi

daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan meperhatikan prinsip-prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pemerintah dan keadilan, serta memperhatikan potensi

dan keanekaragaman daerah.

Otonomi daerah memberikan kebebasan dan peluang sekaligus tantangan bagi

pemerintah daerah dalam mengembangkan daerahnya masing-masing. Pemerintah Daerah

diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk menggali dan mengusahakan semua

potensi sector ekonomi yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan daerah dan

masyarakatnya.

Page 2: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Secara teoritis, hal di atas akan memudahkan pengendalian dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan kabupaten dan kota karena berbagai manfaat yang

dimilikinya: (1) menumbuhkembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang

demokratis, antara lain tampak pada partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan dan

melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan dan pembangunan, (2) mendorong upaya

pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, serta memperkuat kedudukan dan

kemampuan pemerintah daerah, dan (3) meningkatkan pelayanan umum, sehingga

aparatur pemerintah daerah itu benar-benar mampu memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat luas (Baiquni, 2005).

Hal ini, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Syafrie (2008), bahwa implementasi

otonomi daerah di Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang memiliki tujuan

ganda. Pertama, diberlakukannya otonomi daerah merupakan strategi dalam merespon

tuntutan masyarakat di daerah terdapat tiga permasalahan utama, yaitu sharing of powers

distribution incomes, dan kemandirian sistem manajemen daerah. Kedua, otonomi daerah

dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekenomian daerah dalam

memperkokoh perekonomian nasional menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan harapan otonomi daerah, maka suatu daerah kabupaten dan kota

memiliki kewenangan yang cukup luas untuk membuat perencanaan pembangunan di

wilayahnya masing-masing. Kewenangan ini mencakup perencanaan tata ruang wilayah,

akan tetapi pelimpahan wewenang ini berisikan tanggung jawab yang lebih besar, yaitu

daerah menjadi penanggung jawab utama dalam maju mundurnya suatu daerah. Hal ini

berarti daerah harus lebih mampu menetapkan skala prioritas yang tepat untuk

memanfaatkan potensi daerahnya masing-masing dengan tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan hidup, agar pertumbuhan bias berkesinambungan, ini berarti pemerintah daerah

harus jeli dalam menetapkan visi misi, strategi, dan prioritas dalam perencanaan

pemabangunan wilayah maupun secara sektoral (Taringan, 2005).

Dalam rangka membangun daerah, pemerintah daerah perlu membuat prioritas

kebijakan. Pertemuan prioritas kebijkan diperlukan agar pembangunan daerah dapat lebih

Page 3: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

terarah serta berjalan secara efektif dan efisien, di bawah kendala keterbatasan anggaran

dan sumber daya yang dapat digunakan. Untuk menentukan prioritas kebijakan ini,

khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan analisis ekonomi (struktur

ekonomi) daerah secara menyeluruh.

Dengan demikian, pembangunan daerah harus disesuaikan dengan prioritas dan

potensi masing-masing daerah. Selain itu, juga harus diperhatikan adanya keseimbangan

pembangunan antar daerah. Adanya kenyataan bahwa masing-masing daerah memiliki

potensi baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun kondisi geografis yang

berbeda-beda menyebabkan daerah memiliki potensi untuk berkembang. Adanya

perbedaan potensi daerah tersebut menyebabkan ada daerah berkembang secara

cepat,begitu pula sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena berbagai

keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antar daerah ini menyebabkan

peran pemerintah pusat sebagai pengatur kebijaksanaan pembangunan nasional tetap

diperlukan agar timbul keselarasan, keseimbangan, dan keserasian perkembangan suatu

daerah, baik yang memiliki potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi

(Tjiptoherijanto, 1995).

Salah satu indicator keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat

dilihat pada pertumbuhan ekonomi daerah dan semakin kecilnya ketimpangan distribusi

pendapatan masyarakat. Arsyad (1999), mendefinisikan bahwa pembangunan ekonomi

daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

pemerintah dan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru yang akan

merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah

tersebut. Suatu perekonomian daerah dikatakan mengalami pertumbuhan atau

perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonomi suatu masyarakat tersebut lebih tinggi dari

kegiatan ekonomi yang dicapainya pada masa sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan

kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi ekonomi yang dimiliki daerah

Page 4: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

tersebut. Potensi ekonomi di suatu daerah tidaklah berarti jika tidak ada upaya

memanfaatkan dan mengembangkan potensi ekonomi secara optimal. Oleh karena itu,

pengembangan seluruh potensi ekonomi yang potensial harus menjadi prioritas utama

untuk digali dan dikembangkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah

secara utuh.

Untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam dan potensi yang dimiliki

tersebut, maka perhatian utama ditujukan untuk melihat komposisi ekonomi dengan

mengetahui sumbangan atau peranan masing-masing kegiatan ekonomi atau sector dalam

perekonomiannya. Di samping itu, proses perubahan komposisi ekonomi tersebut tidak

terpisahkan dengan pertumbuhan ekonomi yakni dengan penekanan pada output perkapita

dalam jangka panjang melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang

terus berlangsung secara dinamis.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki peranan yang berarti dalam

mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, struktur ekonomi, dan

berbagai indicator tingkat kemakmuran masyarakat pada suatu daerah. Besar kecilnya PDRB

sangat bergantung pada potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya

bantuan, dan kelembagaan yang dimiliki oleh suatu daerah. Menyadari akan hal tersebut,

maka pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan PDRB daerahnya,

termasuk di Kabupaten Luwu Banggai.

Secara topografi, wilayah kabupaten Luwu Banggai yang terdiri atas pegunungan,

daratan, dan perairan menjadikan wilayah ini memiliki potensi sumber daya alam yang

besar untuk dikelola dalam rangka pengembangan ekonomi (dalam hal ini diwakili dengan

angka PDRB) suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber-sumber ekonomi yang

dimiliki oleh wilayah tersebut. Sedangkan struktur ekonomi dan pertumbugan ekonomi

merupakan dua hal yang banyak dikaji jika ingin melihat perkembangan perekonomian di

suatu daerah atau wilayah.

Page 5: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Sejalan dengan itu, pembangunan ekonomi di Kabupaten Luwu Banggai yang dilihat

dari pertumbuhan PDRB beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan yang berarti.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1.1 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten

Luwu Banggai Tahun 2003-2007

TahunProduk Domestik Regional Bruto(Dalam Juta Rupiah

Pertumbuhan

(Persen)Harga Berlaku Harga Konstan

2003

2004

2005

2006

2007

1.041.321

1.167.923

1.382.612

1.731.322

2.146.810

884. 329

948.546

1.058.412

1.197.029

1.388.603

7,40

7,26

11,58

13,84

15,24

Sumber: BPS Kabupaten Luwu Banggai, 2010

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa selama tahun 2005 sampai tahun 2007,

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Luwu Banggai memperlihatkan perkembangan yang

semakin membaik yaitu masing-masing sebesar 11,58, 13,84, 15,24 persen, kecuali pada

tahun 2003 sebesar 7,40, tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2004 yaitu 7,26

persen.

Sedangkan struktur perekonomian memberikan gambaran masing-masing sector

dalam pembentukan total PDRB suatu daerah. Semakin besar persentase suatu daerah atau

disebut sebagai sector dominan (leading sector). Secara sektoral, posisi perkonomian

kabupatan Luwu Banggai pada tahun 2007 menempati urutan kelima dari dalam hal

kontribusi PRDB Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah.

Dilihat dari wilayah adnimistrasi yang lebih kecil, kontribusi sector pada tahun 2007,

sector pertanian merupakan sector yang memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Luwu Banggai, disusul oleh sector

pertambangan dan perdagangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut:

Page 6: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Didalam agenda pembangunan daerah Kabupaten Luwu Banggai yang tertuang

dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), memuat rancangan kerangka ekonomi

daerah, kebijakan keuangan, prioritas pembangunan daerah, serta rencana kerja dan

pendanaan. Dimana salah satu prioritas, sasaran dan arah kebijakan ekonomi daerah tahun

2011 adalah program prioritas penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan Usaha

Mikro dan Koperasi. Dari sini dapat dilihat bahwa sector pertanian dan pertambangan,

perdagangan tetap menjadi perhatian pemerintah daerah. Data menunjukkan bahwa

adanya peningkatan jumlah Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). Sementara, sector

lain belum menjadi prioritas dari pemerintah daerah yang dituangkan dalam rancangan

prioritas dan sasaran pembangunan daerah tahun 2011.

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa Kabupaten Luwu Banggai masih

mengandalkan sector pertanian dan pertambangan sebagai sector dominan (leading sector)

dalam menopang perkembangan ekonominya. Oleh karena itu, dibutuhkan identifikasi

sector potensial lain yang diharapkan mampu menjadi sector unggulan untuk menunjang

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Luwu Banggai.

Selanjutnya, pembangunan ekonomi yang dilaksanakan diarahkan untuk

menciptakan perubahan komposisi ekonomi yang lebih komeratif dan bernilai tambah yang

tinggi serta cenderung dapat menyebabkan kesempatan kerja bagi masyarakat yang diikuti

meningkatnya pertumbuhan ekonomi, penciptaan pemerataan dan stabilitas serta

penciptaan kesempatan kerja sehingga mendorong peningkatan pendapatan bagi

masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan transformasi structural sebagai suatu rangkaian

perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnnya dalam komposisi penggunaan

factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang diperlukan guna mendukung

proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable

development).

Kesempatan untuk mengembangkan sector-sektor ekonomi di daerah sangat

dipengaruhi oleh kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia, serta factor-faktor

lainnya yang berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi seperti sarana dan prasarana. Hal

Page 7: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

tersebut sejalan dengan misi pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Banggai, yang termuat

dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)/Renstra SKPD 2011, yaitu,

(1) mengelola potensi sumber daya alam yang terdapat di darat dan di laut untuk

mewujudkan Luwu Banggai yang unggul, maju, dan (2) membangun struktur perekonomian

Luwu Banggai yang maju, mandiri, merata dan didukung oleh infrastruktur yang memadai.

Dalam pelaksanaannya tentunya diperlukan perencanaan yang matang yang didukung oleh

data-data statistic yang akurat,up to date, dan spesifik, sebagai ukuran dan landasan yang

tepat untuk mencapai sasaran.

Dengan demikian, dibutuhkan adanya kebijakan ekonomi kontemporer berfokus

pada pengembangan sector-sektor ekonomi unggulan dan sector-sektor ekonomi potensial.

Sektor-sektor demikian umumnya sarat dengan kepentingan masyrakat luas, terkait dengan

potensi masyarakat serta sekaligus sesuai dengan sumber daya eknomi local (Darmawansah,

2003).

Berkenaan dengan itu pemerintah Kabupaten Luwu Banggai dituntut untuk mampu

mengelola potensi sector ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan

memacu pertumbuhan ekonomi daerah dalam skala pembangunan kabupaten maupun

propinsi. Dari sini akan dapat diketahui bagaimana potensi sector ekonomi dalam

menunjang pertumbuhan ekonomi daerah.

Fenomena yang telah diuraikan tersebut, menunjukkan bahwa penelitian tentang

analisis potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Luwu Banggai menjadai sangat penting

untuk dilakukan dalam rangka perencanaan dan pengembangan ekonomi Kabupaten Luwu

Banggai pada masa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka permasalahan yang hendak

dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah klasifikasi pertumbuhan sector perekonomian wilayah Kabupaten

Luwu Banggai?

Page 8: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

2. Bagaimana posisii daya saing sector eknonomi di Kabupaten Luwu Banggai?

3. Sektor-sektor apakah yang menjadi sector unggulan perekonomian wilayah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, maka tujuan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui klasifikasi pertumbuhan sector perekonomian wilayah dengan

pendekatan Tipologi Klassen.

2. Mengetahui posisi daya saing sector ekonomi di Kabupaten Luwu Banggai.

3. Mengetahui sector-sektor ekonomi yang menjadi sector unggulan perekonomian

wilayah di Kabupaten Luwu Banggai.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis dapat memberikan wawasan beripikir bagi penulis dan peminat

pada topic yang sama, menumbuhkembangkan kreativitas, serta menambah

pengalaman penulis dalam hal penelitian.

2. Menjadi acuan dan pembanding bagi penelitian berikutnya serta sebagai upaya

pendorong mahasiswa peka dan kritis terhadap permasalahan yang terjadi dan juga

menumbuhkan rasa peduli bagi masyarakat adanya masalah yang disampaikan dari

penelitian ini.

3. Dapat dijadikan sebagai masukan dan informasi bagi instansi terkait dalam

mengambil kebijakan yang tepat terutama menyangkut kebijakan pembangunan

daerah/sektoral.

Page 9: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsure penting dalam proses pembangunan

wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan disamping

pembangunan social. Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjasdi kenaikan

produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan

tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan

ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan ouput

perkapita.Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup di ukur dengan

output riil per orang.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika

tingkat kegiatan ekonominya meingkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa

secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun

berikutnnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan

oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan

masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value

added) yang tercipta di suatu wilayah.

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan

sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita riil penduduk

suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari

definisi tersebut, pembangunan ekonomi memiliki beberapa komponen, yakni: a) suatu

proses berarti perubahan yang terjadi terus menerus, b) usaha untuk menaikkan

pendapatan perkapita, c) kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung

dalam jangka panjang; dan d) perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang, misalnya

ekonomi, politik, hokum, dan social. Kelembagaan ini biasa ditinjau dari aspek, yaitu aspek

Page 10: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

perbaikan dibidang organisasi (institusi) dan bidang regulasi (baik formal maupun

nonformal).

Lebih lanjut, Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah

suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya

yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sector swasta

untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

ekonomi (pertumbuhan ekonomi). Sedangkan Jhingan (1999) menyatakan bahwa tujuan

pembangunan ekonomi adalah untuk membangun peralatan modal investasi dalam skala

yang cukup untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, pertambangan,

perkebunan, dan industry. Tetapi modal juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah

sakit, jalan raya dan sebagainya. Singkatnya hakekat pembangunan ekonomi adalah

penciptaan modal overhead social dan ekonomi.

Dalam konteks pembangunan daerah dalam sistem pemerintahan daerah di

Indonesia, telah muncul tuntutan terciptanya suatu masyarakat madani, terciptanya good

govermance serta pengembangan model pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Untuk

memenuhi tuntutan era ini, dalam undang-undang Otonomi Daerah (Undang-undang No. 32

Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang

perimbangan keuangan antara pusat dan daerah) telah mengatur perubahan pengelolaan

keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai konsekuensi logis dan pemberlakuan

undang-undang otonomi daerah, tentunya daerah telah menerima perlimpahan wewenang

dan tanggung jawab dalam penggunaan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat

maupun dana yang berasal dari daerah itu sendiri.

B. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan bahwa suatu

perekonomian telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf kemakmuran

yang lebih tinggi. Di lain sisi, istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan tentang

masalah ekonomi yang dihadapi dalam jangka panjang. Seperti diketahui ada empat factor

Page 11: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih pesat melalui kebijakan-

kebijakan berikut: mengurangi kelajuan pertambahan penduduk, mengembangkan

teknologi, meningkatkan tabungan, dan meningkatkan efesiensi penanaman modal investasi

yang dijalankan (Sukirno, 2000), pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan yang

harus dicapai dalam pelaksanaan kebijakan makro, dimana pertumbuhan ekonomi dapat

diartikan sebagai tingkat perkembangan suatu Negara, yang diukur melalui pertambahan

atau presentase pertambahan dari pendapatan nasional riil.

Sukirno (2000) lebih lanjut mengatakan bahwa perkembangan ekonomi baru dapat

tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut

menjadi bertambah pada tahun berikutnya. Djojohadikusumo (1994) memberikan batasan

tentang pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan cirri pokok yaitu laju pertumbuhan

pendapatan perkapita dalam arti nyata (riil), persebaran (distribusi) angkatan kerja menurut

sector kegiatan yang menjadi sumber nafkahnya serta pola persebaran penduduk dalam

masyarakat.

Dalam setiap kebijakan ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi merupakan salah

satu tujuan penting yang harus dicapai dalam suatu perekonomian. Pertumbuhan suatu

perekonomian yang baik yaitu perekonomian yang mampu memberikan kesejahteraan bagi

seluruh penduduk di Negara atau di daerah yang bersangkutan. Todaro (1999) menyatakan

bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan structural

yang tinggi. Berapa pun perubahan komponen utama structural ini mencakup pergeseran

secara perlahan-lahan aktivitas pertanian kearah sector non pertanian dan sector industry

ke sector jasa. Suatu wilayah yang sedang berkembang maka proses pertumbuhan ekonomi

akan tercermin dari pergeseran sector ekonomi tradisional yaitu sector pertanian akan

mengalami penurunan di satu sisi dan peningkatan peran sector non pertanian di sisi

lainnya. Konsep pertumbuhan yang dikemukakan oleh Widodo (1990) bahwa kajian tentang

laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat, jika

pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi.

Page 12: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang

apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau

apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Suatu perekonomian baru dapat

dinyatakan dalam keadaan berkembang jika pendapatan perkapita menunjukkan

kecenderungan jangka panjang yang meningkat (Arsyad, 1999).

Kuznets (dalam Jhingan, 1999) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai

“kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin

banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai

dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang

diperlukannya. Definisi ini memiliki 3 (tiga) komponen, yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi

suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; (2)

Teknologi maju merupakan factor dalam penyediaan aneka macam barang kepada

penduduk; dan (3) penggunaan teknologi secara luas dan efisien yang memerlukan adanya

penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideology sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu

pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara cepat.

C. Pendekatan Pembangunan

Pendekatan adalah suatu cara yang digunakan untuk melakukan analisis berbagai

kecenderungan dan karakteristik objek bahasan. Penggunaan pendekatan yang kurang

tepat, maka hasil analisisnya akan jauh dari tujuan. Penggunaan pendekatan dalam

pembangunan mengalami perkembangan mulai dari pendekatan sektoral, pendekatan

makro, pendekatan regional sampai kepada pendekatan tata ruang wilayah (special)

(Adisamita, 2007).

1. Pendekatan Sektoral

Pendekatan sektoral menganggap perlu untuk mendekati pembangunan nasional

melalui kegiatan usaha demi kegiatan usaha yang dikelompokkan menurut jenisnya ke

dalam sub-sub sector atau sector-sektor. Adapun besar berpijaknya “mekanisme

pengolahan” satuan maupun kelompok kegiatan usaha sehingga dapat membawa dampak

Page 13: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

pengembangan yang langsung dirasakan oleh satuan-satuan kegiatan usaha. Tujuan

ataupun sasaran pembangunan yang hendak dicapai dan hasilnya juga terungkapkan secara

sektoral, yaitu baik yang menyangkut hasil produksi, pendapatan, lapangan kerja maupun

investasi dan kredit yang digunakan, kesemuanya diungkapkan menurut sector-sektor.

2. Pendekatan Makro

Pendekatan makro pada dasarnya memperhitungkan adanya tiga jenis kekuatan

yang bekerja dalam kehidupan manusia, yaitu: kekuatan ekonomi, kekuatan social, kekuatan

politik. Ketiga jenis kekuatan tersebut menampilkan kehidupan ekonomi, kehidupan social

dan kehidupan politik sebagai bagian-bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan

nasional. Pendekatan ini juga digunakan untuk merencanakan dan mengukur hasil

pembangunan nasional secara makro. Perkembangan kehidupan ekonomi diukur

diantaranya melalui tingkat pertumbuhan ekonomi, jumlah uang yang beredar, tingkat

inflasi, dan tingkat harga barang-barang. Perkembangan kehidupan social diukur misalnya

melalui tingkat pemerataan dalam penyediaan kesempatan kerja maupun dalam hal tingkat

kesejahteraan hidup dan perkembangan seni budaya pada umumnya. Dan kehidupan

politik diukur diantaranya dari pelaksanaan hidup berkonstitusi, eksistensi serta peranan

kekuatan social politik dan pelaksanaan kewajiban maupun hak warga negaranya pada

umumnya.

3. Pendekatan Pembangunan Regional (Wilayah) dan Spesial (Tata Ruang)

Sekarang ini pengertian pendekatan regional masih belum menyatu. Tidak jarang

pula pembangunan nasional yang diuraikan ke dalam pembangunan daerah-daerah,

meskipun hanya menampilkan program sektoral yang diklasifikasikan keadaan pendekatan

regional, yang ditekankan dalam hal ini perencanaan dengan sebanyak mungkin partisipasi

dari bawah (daerah). Selangkah lebih maju dari pengerian tersebut adalah pemberian

eksistensi keterpaduan antar sector. Langkah sedemikian itu lazimnya dilakukan pada

wilayah dengan luas tertentu yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan

keterpaduan, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan dengan efektif yang

dikenal dengan sebutan pengembangan kawasan.

Page 14: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Lebih lanjut Adisasmita (2007) pendekatan dari skop (lingkup) besar mengarah

kepada pendekatan pembangunan yang mempunyai skop yang lebih kecil, ternyata masih

menginginkan penyempurnaan, yang menganalisis kegiatan pembangunan pada ruang yang

merupakan kesatuan geografis yang mempunyai fungsi tertentu. Kesatuan geografis yang

mempunyai fungsi tertentu tersebut adalah “kawasan”. Fungsi mencakup pengembangan

industry (kawasan industry), pengembangan pariwisata (kawasan pariwisata), pengembagan

pemukiman (kawasan pemukiman), pengembangan pedesaan (kawasan pedesaan), dan

sebagainya.

Dalam hal ini, pembangunan regional/daerah dapat melalui enam tahapan,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Hoover dan Fisher (Hill, dalam Prayitno 1996) sebagai

berikut:

Pertama, subtitusi ekonomi. Dalam tahap ini masyarakat hanya dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri pada tingkat cukup untuk hidup sehari-hari. Kehidupan penduduk

sebagian besar tergantung dari sector pertanian dan pengumpulan hasil-hasil alam lainnya.

Kedua, pengembangan tranportasi dan spesialisasi local, pada tahap ini telah

terdapat peningkatan baik dalam sarana maupun prasarana transportasi yang menyebabkan

terjadinya beberapa spesialisasi baru diluar pertanian dimana hasil produksi, bahan baku,

dan pemasarannya masih terbatas dan tergantung pada daerah pertaniann yang

bersangkutan.

Ketiga, perdagangan antar daerah. Pada tahap ketiga ini telah terjadi

perkembangan perdagangan antar daerah. Hal ini mungkin saja terjadi karena telah

terdapat perbaikan di bidang transportasi, dan telah terjadi perubahan-perubahan di sector

kegiatan dari arah peningkatan produksi jenis ekstensifikasi menjadi pertanian yang lebih

dititiberatkan ke intensifikasi. Hasil sampingannya jug adapt dipakai sebagai bahan

mentah/baku untuk kegiatan industry pedesaan.

Keempat, industrialisasi. Dengan makin bertambahnya penduduk dan menurunnya

potensi peningkatan dari produksi pertanian dan kegiatan ekstraktif lainnya daerah dipaksa

untuk mengembangkan sumber pendapatan dan lapangan kerja, yaitu melalui industrialisasi

Page 15: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

dengan menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut industry manufaktur dan

serta pertambangan dan penggalian.

Kelima, spesialiasasi daerah. Dalam tahap ini telah sampai pada tingkat spesialisasi

kegiatan. Baik barang maupun jasa untuk keperluan penjualan ke daerah lain termasuk

tenaga ahli dan jasa-jasa khusus lainnya.

Keenam, aliran factor produksi antardaerah , peningkatan infrastruktur dan arus

informasi pada akhirnya menaikkan tingkat mobilisasi faktro produksi antardaerah.

D. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ada beberapa factor pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah yang akan

disajikan, khusunya teori-teori yang sangat terkait dengan penelitian ini, diantaranya: (1)

Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (2) Teori Basis Ekspor; (3) Model Interegional; dan (4) Teori

Pusat Pertumbuhan.

1. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun

1955. Pada intinya, teori ini menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sector

ataupun komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,

baik karena potensi alam maupun karena sector itu memiliki competitive advantage untuk

dikembangkan. Aritnya, dengan kebutuhan modal yang sama sector tersebut dapat

memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relative singkat

dan sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk

tersebut harus bias diekspor (keluar daerah atau keluar negeri). Perkembangan sector akan

mendorong sector lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan

tumbuh. Mensinergikan sector-sektor adalah membuat sector-sektor saling terkait dan

saling mendukung. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan

sector lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

2. Teori Basis Eksport Richardson

Page 16: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Teori ini membagi sector produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam

suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan) atau lebih

sering disebut sector nonbasis. Pada intinya, kegiatan yang hasilnya dijual ke luar daerah

(atau mendatangkan dari luar daerah) disebut kegiatan basis. Sedangkan kegiatan non basis

adalah kegiatan yang melayani kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli

maupun asal uangnya dari daerah itu sendiri. Teori basis ekspor menggunakan dua sumsi,

yaitu: (1) asumsi pokok atau yang utama bahwa ekspor adalah salah satunya unsure oksigen

(independen) dalam pengeluaran. Artinya semua unsur pengeluaran terikat (dependen)

terhadap pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti di luar pertambahan alamiah,

hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah

karena sector-sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah.

Sektor lain hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi

satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor, (2) asumsi kedua adalah

fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan.

Model teori basis ini adalah sederhana, sehingga memiliki kelemahan-kelamahan

antara lain sebagai berikut:

a. Menurut Richardson besarnya basis ekspor adalah fungsi terbaik dari besarnya

suatu daerah. Artinya, makin besar suatu daerah maka ekspornya akan semakin

kecil apabila dibandingkan dengan total pendapatan.

b. Ekspor jelas bukan satu-satunya factor yang bisa meningkatkan pendapatan daerah.

Ada banyak unsure lain yang dapat meningkatkan pendapatan daerah seperti:

pengeluaran atau bantuan pemerintah pusat, investasi, dan peningkatan

produktifitas tenaga kerja.

c. Dalam melakukan studi atas satu wilayah, multiplier basis yang diperoleh adalah

rata-ratanya dan bukan pebuhannya. Menggunakan multiplier basis rata-rata dan

buka perubahannya. Menggunakan multiplier basis untuk rata-rata proyeksi

seringkali memberikan hasil yang keliru apalagi ada tendensi perubahan nilai

multiplier dari tahun ke tahun.

Page 17: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

d. Beberapa pakar berpendapat bahwa apabila pengganda basis digunakan sebagai

alat proyeksi maka masalah time log (masa tenggang) harus diperhatikan.

e. Ada kasus dimana suatu daerah yang tetap berkembang pesat meski ekspornya

relative kecil. Pada umumnya hal ini dapat terjadi pada daerah yang terdapat

banyak ragam kegiatan dan suatu kegiatan saling membutuhkan dari produk

kegiatan lainnya. Pada daerah ini tetap tercipta dasar yang tertutup tetapi dinamis

dan ini bisa terjadi apabila syarat-syarat keseimbangan yang dituntut dalam teori

harrod-domar dapat dipenuhi.

3. Model Pertumbuhan Interregional

Model ini adalah perluasan dari basis teori basis ekspor, yaitu dengan menambah

factor-faktor yang bersifat eksogen. Berbeda dengan model basis ekspor yang hanya

membahas pertumbuhan daerahnya sendiri tanpa melihat dampaknya pada daerah yang

ada disekitarnya. Model pertumbuhan interregional ini memasukkan dampak dari daerah

tetangga, itulah sebabnya model ini dinamakan model interregional.

Dalam model pertumbuhan interregional ini, sumber-sumber perubahan

pendapatan regional dapat berasal dari: (1) Perubahan pengeluaran otonomi regional,

seperti: investasi dan pengeluaran pemerintah, (2) perubahan pendapatan suatu daerah

atau beberapa daerah lain yang berada dalam suatu sistem yang akan terlihat dari

perubahan ekspor, dan (3) perubahan salah satu di antara parameter-parameter model

(hasrat konsumsi marginal, koefisien perdagangan interregional, atau tingkat pajak

marginal).

4. Teori Pusat Pertumbuhan

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi pada suatu

tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota, pusat perdagangan, pusat

industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat pemukiman, atau daerah modal.

Sebaliknya daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan: daerah pedalaman, wilayah

terbelakang (hinterland), daerah pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan, 2005).

Page 18: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Keuntungan bertempat di daerah terkonsentrasi adalah terciptanya skala ekonomis

(economics of scale) dan economics of agglomeration (economics of localization). Dikatakan

economics of scale, karena dalam berproduksi sudah berdasarkan spesialisasi, sehingga

produksi menjadi lebih besar dan biaya per unitnya menjadi lebih efisien. Economics of

agglomeration adalah keuntungan karena di tempat tersebut terdapat berbagai keperluan

dan fasilitas yang dapat digunakann untuk memperlancar kegiatan perusahaan, seperti: jasa

perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih, tempat-

tempat pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan produk, dan lain sebagainya.

Tarigan, 2004, menjelaskan pula hubungan yang terjadi antara daerah yang lebih

maju (sebut saja dengan istilah kota) dengan daerah lain yang lebih terbelakang, sebagai

berikut: (1) Generatif: yaitu hubungan yang saling menguntungkan atau saling

mengembangkan antara daerah yang lebih maju dengan daerah yang ada dibelakangnya, (2)

Parasitif: yaitu hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak

banyak membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan

berbagai usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya, (3) Enclave (tertutup): dimana

daerah kota (daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah

sekitarnya yang lebih terbelakang.

Selanjutnya, suatu daerah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus memilii

empat ciri (Tarigan, 2005), yaitu: (1) adanya hubungan internal dari berbagai macam

kegiatan yang memiliki nilai ekonomi; (2) ada efek pengganda (multiplier effect); (3) adanya

konsentrasi geografis; dan (4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya.

E. Sektor-sektor Ekonomi

Badan pusat statistic, mengemukakan bahwa untuk kepentingan perhitungan

pendapatan nasional maupun regional, perekonomian Indonesia dibagi ke dalam Sembilan

sector menurut lapangan usaha, yaitu:

Page 19: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

1. Sektor pertanian, yang meliputi semua kegiatan perusahaan dan pemanfaatan benda-

benda biologis (benda hidup) yang diperoleh dari alat dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup atau usaha lainnya.

Kegiatan ini meliputi:

a. Tanaman Bahan Makanan, subsector tanaman pangan sering juga disebut subsector

pertanian rakyat. Disebut demikian karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh

rakyat dan bukan oleh perusahaan atau pemerintah. Subsektor ini mencakup

komoditas-komoditas bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela

rambat, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

b. Perkebunan, dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Perkebunan

rakyat adalah perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat,

biasanya dalam skala kecil dan dengan teknologi budidaya yang sederhana. Hasil-hasil

tanaman perkebunan rakyat terdiri antara lain atas karet, kopra, teh, kopi, tembakau,

cengkeh, kapuk, kapas, coklat, dan berbagai rempah-rempah. Adapun yang dimaksud

dengan perkebunan besar adalah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh

perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum. Tanaman perkebunan besar

meliputi karet, teh, kopi, kelapa sawit, coklat, kina, tebu, dan beberapa lagi yang

lainnya.

c. Peternakan dan hasil-hasilnya, adalah kegiatan/lapangan usaha pemeliharaan hewan

ternak besar, ternak kecil, unggas, lebih, ulat sutra, termasuk juga usaha pemibibitan.

d. Kehutanan, terdiri atas tiga macam kegiatan, yaitu penebangan kayu, pengambil hasil

hutan lainnya, dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu-kayu

gelondongan, kayu bakar, arang, dan bambu. Hasil hutan lain seperti dammar, rotan,

getah kayu, kulit kayu serta berbagai macam akar-akaran dan umbi kayu. Sedangkan

kegiatan perburuan menghasilkan binatang-binatang liar seperti rusa, penyu, ular,

buaya dan termasuk juga madu.

e. Perikanan, meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, kolam,

tambak, sawah, dan keramba serta pengolahan sederhana atas produk-produk

Page 20: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

perikanan (pengeringan dan pengasingan). Dari segi teknis kegiatannya, subsector ini

dibedakan atas tiga macam sector, yaitu perikanan laut, perikanan darat, dan

penggaraman. Komoditas yang tergolong subsector ini tidak terbatas hanya pada

ikan, tetapi juga udang, kepiting, ubur-ubur, dan semacamnya.

f. Jasa Pertanian, adalah kegiatan/lapangan usaha yang meliputi pengolahan tanah,

pemupukan, penyebaran bibit atau benih, persemaian tanaman dan pembasmian

hama, pemanenan/pemetikan, penyemprotan, pemangkasan, sortasi, dan grotasi dari

hasil pertanian, pengipasan, penumpukan, penyelenggaraan irigasi, penyewaan alat,

dan pelayanan terhadap kesehatan ternak.

2. Sektor pertambangan dan penggalian, sector ini mencakup kegiatan penggalian,

pengeboran, penyaringan, pencucian, pemeliharaan, dan pengambilan/pemanfaatan

segala benda non biologis, seperti barang tambang, barang mineral, dan baran galian

yang tersedia di alam, baik yang berupa benda padat, benda cair maupun benda gas.

Produk yang dihasilkan kegiatan ini meliputi:

a. Pertambangan: batu bara, minyak bumi, gas bumi, biji logam, biji besi, timah, bauksit,

alumunium, tembaga, nikel, mangan, emas, perak, dan logam lain yang tidak

mengandung biji besi.

b. Penggalian: batu-batuan, tanah liat, keramik kaolin, pasir, kerikil, dan sebagainya.

c. Penambangan dan penggilingan garam (penggaraman).

3. Sektor industry pengolahan, mencakup kegiatan untuk merubah atau mengolah suatu

barang organic dan anorganik menjadi barang baru yang mempunyai nilai lebih tinggi,

dan pengolahannya dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin.

Kegiatan industry ini beraneka ragam jenisnya bila dilihat dari produk yang

dihasilkan dan cara pengolahannya sehingga pengelompokan kegiatan industry antar

daerah tidak selalu sama, tergantung pada kebutuhan di masing-masing daerah.

Pengelompokan kegiatan industry yang telah dilakukan oleh BPS adalah membagi

kegiatan yang disesuaikan dengan proses pembuatan dan banyaknya tenaga kerja yang

terlibat di dalam proses tersebut. Pengelompokan meliputi industry besar, industry sedang,

Page 21: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

industry kecil dan industry rumah tangga. Industri besar adalah perusahaan industry yang

menggunakan tenaga kera lebih atau sama dengan seratus orang, industry sedang

menggunakan tenaga kerja antara 20-99, industry kecil menggunakan tenanga kerja antara

5 sampai 19 orang dan industry rumah tangga menggunakan tenaga kerja dengan jumlah

lebih kecil atau sama dengan 4 orang.

Pengelompokan lain dari kegiatan industry tersebut dibuat berdasarkan jenis

komoditi utama yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan. Secara garis besar

kelompok industry tersebut dibedakan dari:

1. Industri makanan, minuman, dan tembakau.

2. Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit.

3. Industri kayu dan barang dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga dari kayu

4. Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan.

5. Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet,

dan plastic

6. Industri logam dasar.

7. Industri barang dari logam mesin dan peralatannya.

8. Industri pengolahan lainnya.

4. Sektor listrik, Gas, dan Air

a. Listrik, mencakup kegiatan pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik dengan

menggunakan tenaga air, diesel, uap, dan gas, baik yang diselenggarakan oleh PLN

maupun pemerintah daerah, swasta dan koperasi (nonPLN).

b. Gas, mencakup kegiatan dan pendistribusian gas kota oleh perusahaan gas untuk di

jual kepada rumah tangga, industri, dan penggunaan komersial lainnya. Kegiatan ini

hanya terdapat di beberapa kota, seperti medan, bogor, bandung, cirebon, semarang,

surabaya, dan Makassar. Gas yang mencakup dalam hal ini adalah produk yang

dihasilkan dari proses pemabakaran batubara, gas minyak, dan crack, dan produknya

berupa gas batubara, gas minyak dan gas cracking; produk ikutan yang dihasilkan

adalah ter kasar, teer bersih, dan minyak teer.

Page 22: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

c. Air, mencakup penampungan, penjernihan, dan pendistribusian air bersih kepada

rumah tangga, industri, rumah sakit, dan penggunaan komersial lainnya termasuk

juga disini adalah kegiatan penyediaan air bersih dengan menggunakan kincir air, atau

alat lainnya, baik yang diusahakan oleh PAM milik pemerintah daerah ataupun

swasta/peroranngan.

5. Sektor bangunan kontruksi, mencakup kegiatan pembuatan dan perbaikan bangunan

(kontruksi), baik yang dilakukan oleh kontraktor umum, yaitu unit usaha yang melakukan

pekerjaan kontruksi untuk pihak lain, maupun oleh kontraktor khusus, yaitu unit usaha

atau individu yang melakukan kegiatan kontruksi untuk dipakai sendiri.

Yang digolongkan sebagai kegiatan kontruksi disini adalah pembuatan,

pembangunan, pemasangan, dan perbaikan (berta maupun ringan) semua jenis kontruksi

seperti: bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat tinggal, jalan, jembatan,

pelabuhan (laut, udara, sungai), terminal dan sebagainya.

6. Sektor perdagangan, Restoran, dan Hotel

Perdagangan mencakup pedagang dalam pengumpulan dan pendistribusian barang

maupun bekas afrikan, dari pihak produsen atau importer kepada konsumen tanpa

mengubah bentuk dan sifat dari barang-barang tersebut.

Kegiatan pendistribusian/penyaluran tersebut dapat dilakukan pedagang besar

maupun eceran. Pedagang besar adalah pedagang yang umumnya melayani pedagang

eceran dan konsumen selain rumah tangga. Sedangkan pedagang eceran adalah

pedagang yang umumnya melayani konsumen rumah tangga.

Barang yang diperdagangkan meliputi produksi sektor pertanian, pertambangan dan

penggalian, dan sektor industri, baik yang berasal dari produksi dalam daerah maupun

dari daerah lain dan luar negri (impor), yang disebut supply (penyediaan).

Rumah makan/Restoran mencakup kegiatan penyediaan makanan dan minuman

jadi yang langsung dikonsumsi/dihidangkan di tempat penjualan, baik di tempat

penjualan yang tetap maupun yang tidak tetap (berpindah-pindah) atau disajikan secara

berkeliling. Kegiatan tersebut antara lain meliputi usaha catering, warung, restoran,

Page 23: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

kedai, kantin, bakso keliling dan sebagainya. Kegiatan yang sejenis yang dilakukan oleh

satuan usaha di sektor lain, karen data yang tersedia untuk dipisahkan, maka

digolongkan kedalam sektor yang mengusahakannya misalnya restoran sebagai kegiatan

untuk pelayanan tamu hotel, tetap digolongkan sebagai bagian dari usaha perhotelan.

Hotel dan penginapan mencakup kegiatan penyediaan akomodasi dengan

menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan, beserta

fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang kegiatan tersebut, seperti binatu, restoran,

diskotik, tempat olahraga, penyewaan rumah, dan sebagainya, baik yang berbintang

maupun yang tidak berbintang.

7. Sektor angkutan dan komunikasi.

Pengangkutan meliputi kegiatan angkutan darat, laut, sungai, danau,

penyeberangan dan udara. Jasa penunjang mencakup kegiatan pemberian jasa maupun

penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan memperlancar kegiatan

pengangkutan, seperti parker, terminal/pelabuhan, bongkar muat, keagenan, ekspedisi,

angkutan, bandara, pergudangan dan jalan tol. Sedangkan kegiatan komunikasi

mencakup pos dan giro serta telekomunikasi.

8. Sektor lembaga keungan, sewa rumah, dan jasa perusahaan.

Lembaga keuangan mencakup kegiatan pelayanan jasa bank, asuransi, dan jasa

keuangan lainnya. Jasa bank meliputi usaha jasa perbankan yang dilakukan oleh bank

sentral (Bank Indonesia), bank devisa, bank tabungan, dan bank pembangunan.

Usahanya meliputi simpan pinjam mengeluarkan kertas berharga, memberikan jaminan

bank, meneriam dan membayar rekening koran, pemindahan cadangan uang dan jasa-

jasa perbankan lainnya.

Kegiatan asuransi meliputi usaha segala jenis perasuransian, seperti: asuransi jiwa,

asuransi sosial, asuransi kecelakaan, jasa penanggung perasuransian (reasuransi),

konsultan/agen perasuransian dan dana pensiun.

Page 24: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

Sedangkan kegiatan jasa keungan lainnya meliputii usaha bank pasar, bank desa,

lumbung desa, koperasi simpan pinjam, perdagangan valuta asing, pasar modal, bursa

valuta asing dan sebagainya

Sewa rumah mencakup kegiatan sewa menyewa rumah atas penggunaan sebagian

atau seluruh rumah atau bangunan tempat tinggal, tanpa memperhatikan status

kepemilikannya, artinya rumah yang ditempati itu dapat merupakan milik sendiri, milik

instansi pemerintah maupun milik swasta.

Dengan kata lain, bahwa disini dilakukan perkiraan output sewa rumah yang

ditempati oleh pemilik sendiri (tidak berdasarkan sewa dari pihak lain) dengan cara

imputasi, yaitu, memperkirakan output berdasarkan penggunaanya di kegiatan lain,

meskipun pada kenyataannya tidak selalu terjadi transaksi sewa menyewa, sehingga

output sewa rumah merupakan penjumlahan antara output dari usaha persewaan

bangunan tempat tinggal dan imputasi sewa rumah.

Jasa perusahaan mencakup kegiatan jasa yang umumnya lebih banyak melayani

kebutuhan perusahaan yang bersifat komersial. Jenis kegiatan ini yang tercakup di sini

adalah meliputi notaris, lembaga bantuan hukum, akuntansi dan pembukuan,

pengolahan, periklanan, konsultan teknik, penyewaan mesin dan peralatan penerjemah,

perancang dan sebagainya.

9. Jasa-jasa terdiri dari sektor pemerintahan dan pertanahan, jasa kemasyarakatan, sosial

dan perdagangan.

Sektor pemerintahan dan pertahanan mencakup kegiatan tentang penyelenggaraan

sistem adnimistrasi negara, berupa pelayanan umum kepada masyarakat dan

produksinya tidak dapat diukur secara kuantitatif dan tidak dapat dinilai secara ekonomi,

seperti pengaturan kebijaksanaan sosial, politik, dan ekonomi, peningkatan kecerdesan

dan kesehatan masyarakat. Kegiatan yang tercakup di dalamnya meliputi:

a. Pemerintah Pusat: Departemen, lembaga non departemen, lembaga tinggi negara

dan lembaga pemerintahan lainnya, baik yang berada di pusat maupun unit-unit

vertikalnya di daerah.

Page 25: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

b. Pemerintah daerah: Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah kabupaten/kota,

pemerintah kecamatan serta pemerintah desa.

Tidak termasuk di sini unit-unit pemerintah yang berbentuk perusahaan (Badan

Usaha Milik Negara/BUMN), karena kegiatan tersebut sudah dicakup di dalam sektor-

sektor ekonomi yang sesusai dengan penggolongan kegiatannya.

Jasa sosial dan kemasyarakatan yang diusahakan oleh pihak swasta seperti jasa

pendidikan, lembaga kesejahteraan sosial, perhimpunan, dan organisasi usaha profesi

buruh, lembaga penelitian, dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan yang tercakup di dalamnya mencakup usaha:

a. Jasa pendidikan: penyelenggaraan pendidikan formal seperti taman kanak-kanak,

sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjutan atas, dan perguruan tinggi.

Serta pendidikan non-formal seperti: penyelenggaraan kursus pengetikan, tata buku,

bahasa, pengemudi, dan sebagainya.

b. Jasa kesehatan: pelayanan kesehatan manusia, seperti rumah sakit, balai pengobatan

umum, klinik bersalin, praktek dokter, laboratorium,dan sebagainya.

c. Lembaga kesejahteraan sosial: palang merah, rumah yatim piatu/panti asuhan, rumah

jompo, penyantunan orang-orang cacat, dan sebagainya.

d. Perhimpunan dan organisasi usaha profesi dan buruh: Kamar dagang dan industri

(KADIN), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan sebagainya.

e. Lembaga penelitian: meliputi berbagai kegiatan lembaga swasta untuk mengadakan

penelitian guna meningkatkan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan baru

dengan memperhatikan tujuan praktis.

f. Lainnya: organisasi keagamaan, jasa bantuan hukum dan peradilan,

kepanduan/pramuka, dan sebagainya.

Jasa hiburan dan kebudayaan mencakup kegiatan penyelenggaraan hiburan dan

rekreasi untuk masyarakat, baik secara langsung maupun media tertentu yang

diusahakan oleh pihak swasta, seperti: pembuatan film, pemancar radio, pergelaran seni,

Page 26: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

juru kamera, seniman, penulis skenasrio, pengarang/pengubah lagu, perpustakaan, dan

tempat-tempat rekreasi.

Jasa perorangan dan rumah tangga , mencakup kegiatan jasa yang pada umumnya

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan perorangan, yang meliputi

reparasi/perbaikan segala macam alat-alat (termasuk kendaraan): jasa binatu dan

pencelupan, jasa rumah tangga seperti juru masak, tukang cuci, tukang kebun, pengurus

rumah tangga, pengasuh anak, dan sebagainya.

E. Tipologi Klassen

Analisis tipologi klassen awalnya diperkenalkan oleh Leo Klassen (1965) dari

Netherlands economic Institute. Klassen menganggap bahwa daerah (regions) sebagai

mikrokosmos yang diskrit (discrete microcosms), yang daerah ekonomi yang dapat dipahami

melalui besar-besaran ekonominya. Dengan menggunakan pendapatan, Klassen

mengajukan suatu teknik sederhana yaitu dengan membandingkan dengan tingkat dan

tingkat laju pertumbuhan pendapatan suatu daerah tertentu laju pertumbuhan pendapatan

nasional.

Dengan demikian, tipologi Klassen berkembang sebagai salah satu alat analisis

ekonomi regional, yaitu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang

pola dan struktur pertuumbuhan ekonomi daerah. Pada pengertian ini tipologi klassen

dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan

ekonomi yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pertumbuhan PDRB

perkapita daerah yang menjadi acuan atau PDB perkapita (secara nasional).

Analisis Tipologi Klassen dapat digunakan untuk tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan memperhatikan

perekonomian daerah yang diacunya.

2. Mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha atau komoditi unggulan suatu daerah.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, pengguna analisis Tipologi Klassen akan

mendapat manfaat sebagai berikut:

Page 27: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

a. Dapat membuat prioritas kebijakan daerah berdasarkan keunggulan sektor,

subsektor usaha, atau komoditi daerah yang merupakan hasil analisis tipologi

Klassen;

b. Dapat menentukan prioritas kebijkan suatu daerah berdasarkan posisi

perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian nasional maupun daerah yang

diacunya;

c. Dapat menilai suatu daerah baik dari segi daerah maupun sektoral.

Tipologi Klassen dapat digunakan melalui pendekatan, yaitu sektoral maupun

daerah. Data yang biasa digunakan dalam analisis ini adalah data Pendapatan Domestik

Regional Bruto (PDRB).

Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral klasifikasi sektor dengan karakteristik

yang berbeda sebab menghasilkan empat sebagai berikut:

1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan

sektor dengan laju pertumbuhan PDPvB (gi) yang lebih besar dibandingkan

pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), dan memiliki

kontribusi terhadap PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor

tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s).

Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan. Sektor dalam kuadran I dapat pula

diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan

ekonomi dan pangsa yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan atau

secara nasional.

2. Sektor maju tapi tertekan (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini

memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki kontribusi

nilai sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara

nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan gi<g dan si>s. Sektor dalam kategori

ini juga dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.

Page 28: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

3. Sektor potensional atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III).

Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan

PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau

secara nasional (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil

dibandingkan nilai kontribusi sektor terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan

atau secara nasional (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si<s.

Sektor dalam kuadrann III dapat diartikan sebagai sektor yang booming. Meskipun

pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.

4. Sektor relatif tertinggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang

memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus memiliki

kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi

sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (s)

(Sjafrizal, 1997). Berdasarkan keempat klasifikasi tersebut di atas dapat membentuk

empat kuadran, sebagai berikut:

Kuadran I

Sektor maju dan tumbuh dengan pesat

Gi>g, si>s

Kuadran II

Sektor maju tapi tertekan

Gi<g, si<s

Kuadran III

Sektor potensial/masih dapat berkembang

Dengan pesat

Gi>g, si<s

Kuadran IV

Gi<g, si<s

Pendekatan kedua yang dilakukan dalam analisis tipologi Klassen adalah pendekatan

daerah seperti yang diutarakan oleh Sjafrizal (1997). Pendekatan ini mempunyai konsep

yang serupa dengan pendekatan sektoral dan data yang digunakan juga berupa data PDRB

dan pertumbuhan perkapita. Yang membedakan adalah empat daerah kuadran dibagi

menurut klasifikasi daerah sebagai berikut:

Page 29: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakan

kuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan

pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan memiliki

pertumbuhan PDRB perkapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk).

Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan gki>gk.

2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini

memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g), tetapi memiliki

pertumbuhanPDRB perkapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan

PDRB perkapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini

biasa dilambangkan gi<g, gki>gk.

3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini

merupakan kaudran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang

lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara

nasional (g), tetapi pertumbuhan PDRB perkapita daerah tersebut (gki) lebih kecil

dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB perkapita daerah yang menjadi acuan

atau secara nasional (gk). Klasifikasi ini biasa dilambangka dengan gi>g dan gki<gk.

Daerah relatif tertinggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang

memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB

daerah yang menjadi acuan atau secara nasional (g) dan sekaligus pertumbuhan PDRB

perkapita (gki) yang relatif kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB perkapita daerah yang

menjadi acuan atau secara nasional (gk). Berdasarkan keempat klasifikasi tersebut di atas

dapat membentuk empat kuadran, sebagai berikut:

Kuadran I

Daerah maju dan tumbuh dengan pesat

Gi>g, gki>gk

Kuadran II

Daerah maju tapi tertekan

Gi<g, gki>gk

Kuadran III

Daerah yang masih dapat berkembang

Kuadran IV

Sektor relatif tertinggal

Page 30: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

dengan pesat

Gi>g, gki<gk Gi<g, gki<gk

G. Analisis Overlay

Teknik overlay merupakan pendekatan tata guna lahan (landscape). Analisis overlay

ini juga dimaksudkan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial berdasarkan

kriteria pertumbuhan dan kriteria kontribusi. Teknik overlay ini dibentuk melalui

penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang masing-masing mewakili faktor

penting lingkungan/lahan.

Overlay ini merupakan suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk

dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi database yang spesifik).

Agregat dari kumpulan peta individu ini, atau yang biasa disebut peta komposisi, mampu

memberikan informasi yang lebih luas dan bervariasi. Masing-masing peta dan transparansi

memberikan informasi tentang komponen lingkungan dan sosial. Peta komposit yang

dibentuk akan memberikan gambaran tentang konflik antara proyek dan faktor lingkungan.

Metode ini tidak menjamin akan mengakomodir semua dampak potensial, tetapi dapat

memberikan dampak potensial pada spesial tertentu (Annisa, 2008).

Analisis overlay dimaksudkan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang

potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan (yang didapat dari perhitungan Model Rasio

Pertumbuhan), dan kriteria kontribusi (didapat dari Analisis Model Rasia

Pertumbuhan/MPR) dilakukan untuk melihat ekonomi suatu wilayah yang menekankan

pada kriteria secara eksternal (wilayah referensi) maupun internal (Location Quotient)

deskripsi struktur pertumbuhan baik (wilayah studi). Sedangkan LG digunakan untuk

menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai (Kabupaten/Kota) tambah sebuah

sektor/subsektor di suatu daerah terhadap sumbangan nilai tambah sektor/subsektor yang

bersangkutan dalam skala Propinsi. Fungsi utama dari LQ adalah untuk mengukur kontribusi

suatu sektor/subsektor yang selanjutnya dapat dinyatakan sebagai tingkat keunggulan

Page 31: Analisis Daya Saing Sektor Ekonomi Kabupaten Luwu Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.docx

relatif suatu sektor/subsektor di daerah terhadap sektor/subsektor yang sama di daerah lain

(Setyorini, 2005).

Proses analisis yang digunakan dalam analisa overlay ini dapat memperhitungkan

Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) dan LQ yang merupakan variabel dalam menentukan analisis

overlay. Dilihat dari hasil perhitungan data dapat disimpulkan, terdapatnya data rasio pada

RPs dan LQ yang mempunyai nilai sama-sama lebih dari 1 (satu), maka