analisis daya saing dan faktor-faktor yang … · 2.2.2 teori keunggulan kompetitif..... 11 2.3....
TRANSCRIPT
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR
MUTIARA INDONESIA
OLEH
FITRI KARLINDA
H14080064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
FITRI KARLINDA. H14080064. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia (dibimbing oleh MANUNTUN
PARULIAN HUTAGAOL)
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dikarenakan luas wilayah
perairannya adalah dua pertiga dari total wilayah secara keseluruhan. Dengan
kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi kekayaan komoditi laut
bila dimanfaatkan dengan baik. Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor
kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di
masa datang. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan
mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan. Saat ini Indonesia baru
memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan angka ini masih
dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Apabila hal tersebut dimanfaatkan dengan baik,
mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan yang besar
dikarenakan nilai ekspornya yang tinggi. Untuk itu diperlukan suatu analisis agar
dapat diketahui daya saing komoditi mutiara di pasar internasional.
Metode analisis yang digunakan untuk mengukur daya saing adalah analisis
Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif
suatu komoditi dalam suatu negara dan analisis Export Product Dynamics (EPD)
yang digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya serta mengetahui
suatu komoditi dengan peforma dinamis atau tidak. Lalu dilakukan analisis gravity
model dengan pendekatan data panel untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini dilakukan karena melihat beragamnya
karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada
perdagangan internasional. Variabel yang dimasukkan pada gravity model adalah
GDP per kapita negara tujuan, nilai tukar negara tujuan, nilai ekspor mutiara
Indonesia tahun sebelumnya, populasi negara tujuan, dan jarak ekonomi. Jenis data
yang digunakan terdiri dari data time series selama periode 1999-2011 dan cross
section tiga negara importir mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan
Jepang. Adapun jenis HS yang digunakan adalah gabungan dari HS710110 dengan
produk natural pearls dan HS710121 dengan produk cultured pearls, unworked.
Hasil yang didapat dari analisis RCA dan EPD, bahwa komoditi mutiara
Indonesia memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat ke Negara
Australia, Hongkong dan Jepang. Namun hanya ke Australia dan Jepang saja yang
mengalami peningkatan permintaan ekspor mutiara. Hasil analisis dengan gravity
model diperoleh bahwa GDP per kapita riil negara importir, nilai tukar, dan nilai
ekspor tahun sebelumnya signifikan dan berpengaruh positif terhadap permintaan
ekspor mutiara Indonesia; populasi negara importir signifikan dan berpengaruh
negatif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia; dan jarak ekonomi tidak
signifikan.
Posisi pasar “Rising Star” dengan daya saing yang kuat di Australia dan
Jepang, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan atau industri mutiara dalam
negeri untuk menjaga pada posisi pasar yang sudah ideal dengan daya saing yang
kuat tersebut. Pada posisi pasar “Lost Opportunity” di Hongkong, sebaiknya
pemerintah mendorong perusahaan mutiara untuk lebih produktif dalam
memproduksi komoditi mutiara dengan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat agar Indonesia
memperoleh informasi yang baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut dan
mengenai strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh negara importir lainnya
sebagai bahan pembanding agar dapat menerapkan kebijakan yang lebih baik.
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia Nama Mahasiswa : Fitri Karlinda
NRP : H14080064
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr.Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S
NIP. 19570904 198303 1 005
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir.Dedi Budiman Hakin, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Lulus:
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR
MUTIARA INDONESIA
Oleh
FITRI KARLINDA
H14080064
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2012
Fitri Karlinda
H14080064
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Fitri Karlinda lahir di Bogor pada tanggal 23 April 1990.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang terlahir dari pasangan
Choirul Anwar dan Cucu Indah. Pada tahun 1996 terdaftar sebagai siswa di SD
Tunas Jakasampurna Bekasi, lalu pada tahun 2001 pindah sekolah dan
menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di SDN Sukadamai 3 Bogor pada tahun
2002. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMPN 5 Bogor dan lulus pada
tahun 2005. Pada tahun yang sama meneruskan pendidikannya di SMAN 5 Bogor
dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi major Ilmu Ekonomi dengan minor
Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjadi
mahasiswi, aktif menjadi staf divisi Distro Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada tahun 2010-2011. Selain itu
juga aktif dalam kepanitian antara lain dalam acara HIPOTEX-R 2009, Economic
Contest 2009, komisi disiplin MPF dan MPD FEM IPB 2010, HSR 2010. Penulis
juga berkesempatan untuk memperoleh Beasiswa PPA tahun 2010-2012.
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia” yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana
Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen di
Institut Pertanian Bogor. Analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia merupakan topik yang sangat menarik
karena diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan ekspor produk kelautan.
Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini.
Penulis menyadari membutuhkan bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati dan
rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Mama Cucu Indah, Papa Choirul Anwar, adik Ethaliani Karlinda, dan
Rheyhan Fahry atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang yang terhingga,
serta dukungan baik moril maupun materiil. Semoga ini menjadi
persembahan yang membanggakan untuk kalian.
2) Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan kesediaan
meluangkan waktu selama proses pembuatan skripsi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3) Dr. Sri Mulatsih selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan
saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
4) Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah
memberikan masukan dan saran terkait dengan tata bahasa dan penulisan
skripsi ini.
5) Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi serta para dosen atas segala
bantuan dan kerjasamanya dalam melancarkan proses kelulusan penulis.
6) Seluruh pihak dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah
memberikan data mengenai Ekspor Mutiara Indonesia.
7) Raden Bagus Dimas Putra yang senantiasa memberikan doa, bantuan,
dukungan, dan motivasi.
8) Teman-teman satu bimbingan Aries Romario Sitinjak, Puspa Ratih
Anggraeni, dan Soulma Arum atas motivasi, kritik, saran, dan diskusi yang
membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.
9) Seluruh keluarga besar IE 45, khususnya Oktya Setya Pratidina, dan teman-
teman atas kebersamaan, bantuan, dan dorongan semangat untuk
menyelesaikan skripsi hingga selesai.
10) Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang
ada. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama bagi penelitian-
penelitian selanjutnya mengenai ekspor komoditi mutiara.
Bogor, November 2012
Fitri Karlinda
H14080064
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... v
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup ................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8
2.1 Teori Perdagangan Internasional ...................................................... 8
2.2 Konsep Daya Saing.......................................................................... 9
2.2.1 Teori Keunggulan Komparatif ............................................ 10
2.2.2 Teori Keunggulan Kompetitif ............................................. 11
2.3 Teori Revealed Comparative Advantage (RCA) ............................. 11
2.4 Teori Export Product Dynamics (EPD) .......................................... 12
2.5 Konsep Gravity Model ................................................................... 12
2.6 Teori Model Data Panel ................................................................. 15
2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................... 18
2.7.1 Penelitian Terdahulu .......................................................... 18
2.7.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ............................. 19
2.8 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 19
2.10 Hipotesis........................................................................................ 21
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 22
3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 22
3.2 Metode Analisis Data..................................................................... 22
3.2.1 Analisis Daya Saing ........................................................... 22
3.2.2 Pemilihan Model ................................................................ 26
3.3 Uji Kesesuaian Model .................................................................... 28
IV. GAMBARAN UMUM .......................................................................... 33
4.1 Profil Mutiara ................................................................................ 33
ii
4.1.1 Karakteristik Mutiara ......................................................... 33
4.1.2 Jenis Mutiara ...................................................................... 35
4.2 Standar Mutu Mutiara .................................................................... 35
4.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 .................... 36
4.3.1 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Australia ............................................................................ 37
4.3.2 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Hongkong .......................................................................... 37
4.3.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Jepang ................................................................................ 38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39
5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 .................... 39
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekpsor
Mutiara Indonesia di Negara Tujuan Periode 1999-2011 ................ 40
5.2.1 Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode
1999-2011 .......................................................................... 40
5.2.2 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode
1999-2011 .......................................................................... 43
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 47
6.1 Kesimpulan ................................................................................... 47
6.2 Saran ............................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 49
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Nilai Perdagangan Mutiara Dunia Tahun 2009-2011 ............................ 3
1.2 Distribusi Perdagangan Mutiara Indonesia (Ekspor) Tahun 2011.......... 5
3.1 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian................... 22
3.2 Matriks Posisi Daya Saing.................................................................. 24
3.3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi .................................................... 29
5.1 Hasil Estimasi EPD dan RCA Komoditi Mutiara Indonesia ................ 40
5.2 Hasil Estimasi Gravity Model Komoditi Mutiara ................................ 43
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional ...................................... 8
2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 20
3.1 Kekuatan Bisnis dan Daya Tarik Pasar dalam Metode EPD ............... 25
4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Australia, 1999-2011 ...................................................................... 37
4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Hongkong 1999-2011 ........................................................................ 38
4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Jepang,
1999-2011 ......................................................................................... 38
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Hasil Olahan Metode RCA Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011 ..................................... 52
2 Hasil Olahan Metode EPD Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011...................................... 54
3 Variabel-Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi
Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang
Periode 1999-2011 .............................................................................. 56
4 Hasil Output Model Permintaan Komoditi Mutiara Indonesia di
Negara Autralia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 ............... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan
suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas
saat ini, daya saing sebuah produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi
agar produk tersebut dapat bertahan di pasar internasional. Secara teoritik,
masalah mengenai daya saing dijelaskan oleh berbagai teori, salah satunya ialah
oleh Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan suatu
komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di
dalam pasar tersebut. Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu
negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap
kemampuan negara lain.
Dalam perdagangan internasional, daya saing suatu komoditi dapat
dilihat dari keunggulan komparatifnya. Keunggulan komparatif suatu produk
dapat dilihat dari nilai RCA (Revealed Comparative Advantage). Konsep RCA
pertama kali diperkenalkan oleh Bela Balassa pada tahun 1965. Sejak itu banyak
laporan penelitian dan studi empiris menggunakan RCA sebagai indikator
keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan spesialisasi
perdagangan internasional. Konsep RCA yang dipelopori oleh Balassa memang
ditujukan untuk mengukur keunggulan relatif suatu produk (Balassa, 1965).
Namun, Gonarsyah (1995) menyatakan bahwa daya saing berarti
mengenai keunggulan kompetitif (competitive advantage). Suatu produk yang
mempunyai keunggulan komparatif, belum tentu memiliki keunggulan kompetitif.
Keunggulan kompetitif selain ditentukan oleh keunggulan komparatif, juga
ditentukan oleh biaya pemasaran dan biaya-biaya lainnya. Suatu produk yang
memiliki keunggulan kompetitif tapi terjadi kegagalan pasar, baik karena
kebijakan regulasi pemerintah maupun struktur pasar, maka produk tersebut bisa
saja tidak memiliki keunggulan komparatif.
Sehingga keunggulan daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan
2
kompetitif (competitive advantage). Di mana David Ricardo dalam Salvatore
(1997) mengatakan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih
murah daripada negara lainnya. Dengan kata lain negara tersebut melakukan
spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi
yang tinggi. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif, konsep keunggulan
kompetitif adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah
perlu untuk dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat
diperjuangkan dan dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha.
Keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di
dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat
bersaing di pasar (Porter, 1990).
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan dengan jumlah
pulau mencapai 17.504 buah dan panjang pantai yang mencapai 81.000 km.
Dengan kondisinya tersebut, Indonesia memiliki peluang dan potensi budidaya
komoditi laut yang sangat besar untuk dikembangkan, mengingat luas wilayah
perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah Indonesia. Kekayaan produk
hasil laut Indonesia menyimpan potensi devisa yang sangat besar bila
dikembangkan dengan baik. Tidak hanya ikan, rumput laut dan mutiara pun
memiliki nilai jual yang tinggi.
Mutiara merupakan salah satu komoditi dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal
ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya
yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jenis mutiara yang paling
mahal dan terkenal dari Indonesia adalah South Sea Pearl (mutiara laut selatan),
yang berasal dari kerang "Pinctada maxima" dengan sentra pengembangan di
berbagai daerah. Mutiara ini sudah cukup lama dikenal oleh pasaran dunia. Saat
ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan di pasar dunia, dan
angka ini masih dapat ditingkatkan sampai 50 persen. Sumber daya kelautan
Indonesia masih memungkinkan untuk dikembangkan, baik dilihat dari
ketersediaan areal budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun kebutuhan
3
akan peralatan pendukung budidaya mutiara (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2011)
Tabel 1.1 Nilai Perdagangan Mutiara Dunia Tahun 2009-2011
No 2009 2010 2011
Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$) Negara Nilai (US$)
1 Hongkong 389.996.346 Hongkong 413.488.897 Hongkong 442.444.600
2 Australia 257.590.635 China 257.602.251 China 293.352.530
3 China 219.931.911 Australia 208.552.046 Australia 242.712.987
4 Jepang 191.196.790 Japan 187.292.550 Jepang 211.106.850
5 Tahiti 90.957.110 Tahiti 83.084.375 Tahiti 76.237.254
6 Swiss 4.574.756 USA 44.645.199 USA 53.740.113
7 USA 39.292.130 Swiss 43.867.309 Swiss 45.329.402
8 Indonesia 22.331.646 Jerman 31.438.669 Indonesia 31.790.403
9 Jerman 20.697.000 Indonesia 31.421.090 Inggris 27.198.372
10 Inggris 20.047.661 Inggris 26.062.036 Italia 20.833.172
Lain-lain 82.192.017 Lain-lain 76.997.240 Lain-Lain 77.137.216
TOTAL 1.375.808.002 TOTAL 1.404.451.743 TOTAL 1.521.882.899
Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai ekspor mutiara Indonesia
mengalami peningkatan dari periode 2009 sampai 2011, meskipun nilai ekspor
mutiara Indonesia belum dapat menempati peringkat pertama. Empat posisi
teratas secara berturut-turut ditempati oleh negara Hongkong, China, Australia,
dan Jepang. Meski demikian, negara-negara tersebut selain merupakan eksportir
mutiara dunia, juga merupakan importir utama mutiara Indonesia. Hal ini
dikarenakan, mutiara Indonesia yang diekspor ke pasar internasional masih berupa
bahan mentah, sehingga belum memiliki nilai tambah bila dibandingkan dengan
negara eksportir mutiara lainnya. Saat ini harga mutiara Indonesia masih jauh
lebih rendah dari mutiara sejenis negara lain. Harga mutiara South Sea Pearl
Australia saat ini dikisaran US$ 25 per gram. Australia merupakan salah satu
negara kompetitor terkuat penghasil mutiara, selain sebagai negara importir
mutiara Indonesia. Namun, belakangan ini Australia mulai mengurangi produksi
mutiara hingga 20 persen. Dengan demikian, mutiara dari Indonesia diharapkan
akan semakin mendominasi pasar ekspor. Kurangnya pasokan mutiara dari
Australia ini akan menjadi peluang emas bagi pembudidaya mutiara Indonesia.
Seiring dengan peningkatan permintaan dunia yang semakin besar
tersebut, sebelumnya pada tahun 2011 pemerintah menargetkan produksi mutiara
sebesar 7 ton. Kemudian pemerintah menargetkan pencapaian 10 ton ekspor
mutiara pada tahun 2012 yang akan ditempuh dengan pola pengembangan
4
sejumlah kawasan produsen mutiara seperti Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi
Utara, NTB, dan NTT. Target ini didasarkan pada potensi produksi mutiara
Indonesia yang mencapai 20 ton per tahun dengan sasaran sentra penghasil
mutiara di kawasan timur Indonesia.
Perdagangan internasional mengharuskan setiap negara memiliki
spesialisasi dan juga kemampuan untuk dapat bersaing memperebutkan pasar
yang ada. Penguasaan pasar oleh suatu negara dapat menjadi ukuran kemampuan
bersaing suatu negara untuk komoditi tertentu. Berdasarkan data-data dan
informasi yang telah dipaparkan, sangatlah diperlukan sebuah penelitian
mengenai besar penguasaan pasar yang dimiliki oleh Indonesia di negara tujuan
ekspor. Penguasaan pasar akan menentukan posisi daya saing ekspor mutiara
Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu, suatu negara akan sangat
memerlukan suatu informasi yang dapat menunjukkan posisi daya saing suatu
komoditi ekspor tertentu, dan juga dapat mengetahui faktor-faktor apa yang
mungkin memengaruhinya. Untuk itulah penelitian ini disusun agar dapat
memberikan informasi dalam membuat kebijakan mengenai mutiara Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut. Untuk
dapat bersaing dengan mutiara asal negara lain, tentunya Indonesia harus
mempunyai kualitas mutiara yang baik dan terjaga kualitasnya. Dengan demikian,
permintaan ekspor mutiara Indonesia akan meningkat.
Indonesia menargetkan untuk meningkatkan ekspor mutiara setiap
tahunnya. Hal ini didukung dengan penerbitan SNI 4989:2011. Penerbitan SNI ini
menunjukkan bahwa pemerintah mulai memberi perhatian terhadap komoditi
mutiara Indonesia. SNI ini diterapkan secara sukarela kepada perusahaan mutiara
di Indonesia. Adapun SNI ini bertujuan agar kualitas mutiara Indonesia yang
dihasilkan memenuhi persyaratan untuk dapat diekspor. Selain itu, KKP dibawah
Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tengah mengatur zonasi mutiara
laut. Zonasi khusus ini penting karena budidaya mutiara butuh kondisi alam
tertentu yang tidak bisa digabungkan dengan kegiatan laut lainnya.
5
Hal ini merupakan sebuah tujuan yang logis mengingat Indonesia memiliki
keunggulan wilayah dengan dua pertiga dari wilayahnya adalah laut. Apabila
dimanfaatkan dengan baik, dan dengan dukungan pemerintah yang semakin
membangun, mutiara dapat menjadi salah satu alternatif pemasukan pendapatan
yang sangat besar bagi negara dikarenakan memiliki nilai ekspor yang tinggi.
Akan tetapi, upaya tersebut masih terkendala daya saing yang rendah
dibandingkan negara produsen lain, mengingat mutiara yang diekspor oleh
Indonesia masih berupa bahan mentah atau dikatakan belum memiliki nilai
tambah. Mutiara yang diekspor oleh Indonesia sebagian besar berupa loose
(butiran). Berdasarkan data dari KKP, Indonesia berada pada posisi kedelapan
pada tahun 2011 sebagai eksportir mutiara dunia apabila diurutkan berdasarkan
nilai ekspornya, meskipun posisi ini meningkat dari tahun sebelumnya dengan
menempati posisi kesembilan. Ini merupakan indikasi bahwa daya saing ekspor
mutiara Indonesia dalam perdagangan internasional masih lemah.
Tabel 1.2 Distribusi Perdagangan Mutiara Indonesia (Ekspor) Tahun 2011
No Negara Nilai (US$)
1 Hongkong 13.668.049
2 Jepang 12.847.193
3 Australia 4.941.953
4 Korea Selatan 271.226
5 India 61.102
6 Jerman 880
TOTAL 31.790.403
Sumber: UN Comtrade, 2011 (diolah)
Data pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa rata-rata 98,95 persen ekspor
mutiara Indonesia ditujukan ke negara Hongkong, Jepang, dan Australia. Artinya
negara-negara tersebut menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri dan
ekspor mutiara Indonesia. Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki prioritas negara tujuan ekspor mutiara ke negara-negara eksportir
mutiara dunia. Hal ini menjadi sebuah indikator bahwa pangsa pasar mutiara
Indonesia di pasar internasional masih relatif rendah yang berdampak pada daya
saing yang lemah. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih jauh mengenai pangsa pasar
mutiara Indonesia di pasar internasional, khususnya di negara tujuan ekspor
6
mutiara Indonesia. Namun, penerimaan Indonesia melalui nilai ekspor mutiara ke
negara tujuan menunjukkan trend yang positif. Hal ini sekaligus menjadi indikator
yang menunjukkan peluang peningkatan penerimaan yang semakin besar.
Pemahaman pertama yang perlu ditelaah yaitu bagaimana daya saing
komoditi mutiara Indonesia di negara importir apakah semakin rendah atau tinggi.
Apabila daya saingnya masih rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan
untuk meningkatkanya. Sehingga langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
mengidentifikasi negara-negara tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Hongkong,
Jepang, dan Australia apakah komoditi mutiara Indonesia di negara tersebut
memiliki daya saing, baik dari keunggulan komparatif maupun keunggulan
kompetitif. Setelah diketahui bagaimana daya saingnya, dilakukakan analisis
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar
Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat beragamnya karakteristik dari
masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh pada perdagangan
internasional.
Beragam permasalahan masih meliputi kemampuan Indonesia dalam
mengekspor dan bersaing dalam perebutan pangsa pasar dunia untuk pemenuhan
komoditi mutiara, baik dari segi kualitas dan faktor lainnya. Untuk mengetahui
posisi pangsa pasar mutiara Indonesia, maka perlu dilakukan suatu analisis serta
daya saing dari mutiara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan
masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia,
Hongkong, dan Jepang?
2. Apa saja faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor
mutiara Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menganalisis daya saing komoditi mutiara Indonesia di Australia,
Hongkong, dan Jepang.
2. Mengestimasi faktor-faktor signifikan yang memengaruhi permintaan
ekspor mutiara Indonesia.
7
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pelaku bisnis, eksportir mutiara Indonesia, ataupun pemerintah
diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan
menentukan kebijakan guna mendukung kegiatan ekspor mutiara.
2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan mutiara
Indonesia.
3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan
berdasarkan fakta dan data yang ada dengan mengimplementasikan ilmu-
ilmu yang diperoleh selama kuliah.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas mengenai analisis daya saing dan faktor-faktor
yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Dalam penelitian ini,
data cross section yang digunakan hanya dibatasi ke tiga negara yang menjadi
tujuan ekspor mutiara Indonesia yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang. Negara-
negara tersebut merupakan negara importir utama mutiara Indonesia sekaligus
negara eksportir mutiara dunia. Periode (time series) yang dianalisis dalam
penelitian ini dari tahun 1999 sampai dengan 2011, hal ini dikarenakan
keterbatasan data yang tersedia pada sumber yang digunakan penulis. HS
(Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini sampai level 6 digit
yaitu gabungan antara HS 710110 dengan produk natural pearls dan HS 710121
dengan produk cultured pearls, unworked.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perdagangan Internasional
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian
halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan
perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain
motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama
terjadinya perdagangan internasional:
1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale).
Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya
kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih.
Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran
serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut. Secara grafis
kegiatan perdagangan internasional dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
Sumber: Dominick Salvatore, 1997
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
Keterangan:
Kiri : Negara A, berperan sebagai negara pengekspor
Kanan : Negara B, berperan sebagai negara pengimpor
Tengah : Pasar Internasional
9
Pa : Harga domestik barang di negara A tanpa perdagangan internasional
O – Qa : Jumlah produksi barang di negara B tanpa perdagangan internasional
Pb : Harga domestik barang di negara B tanpa perdagangan internasional
O – Qb : Jumlah produksi domestik barang di negara B tanpa perdagangan
internasional
EA : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara A
tanpa perdagangan internasional
EB : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara B
tanpa perdagangan internasional
P1 : Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah kedua negara
sepakat untuk melakukan kegiatan ekspor impor
Q1 : Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia di
pasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan
kegiatan ekspor impor
Berdasarkan Gambar 2.1, diumpamakan bahwa komoditi yang akan
digunakan untuk perdagangan internasional adalah komoditi mutiara. Grafik
diatas menjelaskan bahwa sebelum terjadi proses perdagangan internasional,
harga di negara A (negara pengekspor) adalah sebesar Pa, sedangkan harga di
negara B (negara pengimpor) adalah sebesar Pb. Sebelum terjadi proses
perdagangan internasional jumlah produksi mutiara di negara A adalah sebesar O-
Qa, sedangkan jumlah produksi mutiara di negara B adalah sebesar O – Qb.
Apabila harga di negara B adalah sebesar Pa maka hal ini akan menyebabkan
terjadinya kondisi kelebihan permintaan (excess demand), sedangkan apabila
harga di negara A adalah sebesar Pb maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
kondisi kelebihan penawaran (excess supply). Pertemuan antara kondisi excess
demand dan excess supply inilah yang nantinya akan membentuk harga di pasar
internasional yang disepakati oleh kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara A
akan mengekspor ke negara B, sedangkan negara B akan mengimpor dari negara
A. Sehingga dengan demikian terjadilah proses perdagangan internasional.
2.2 Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam
10
artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang
banyak diminati konsumen (Tambunan, 2001). Pendekatan yang sering digunakan
sebagai indikator untuk mengukur daya saing suatu komoditi, yaitu keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif.
2.2.1 Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage)
merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo
menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika
suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya
yang lebih murah daripada negara lainnya.
Hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage)
menyatakan bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki
keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan
spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki
keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity).
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Sementara itu, pada production
comparative advantage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi
lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi
relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative
menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja
dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan
production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai
11
jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu
barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga
kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh
jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative
advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang
keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan
komparatifnya rendah (Firdaus, 2011). Dengan kata lain, dalam teori keunggulan
komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan
pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang dan
jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.
2.2.2 Teori Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara
untuk dapat bersaing di pasar internasional. Berbeda dengan konsep keunggulan
komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu
produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan
lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah
sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk
dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan
dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara
bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut
untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar
(Porter, 1990).
2.3 Teori Revealed Comparative Advantage (RCA)
Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis
keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara. RCA merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengukur kinerja ekspor suatu komoditi dari
suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditi tertentu dalam ekspor
total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam
perdagangan dunia. Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa
pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. Pada saat itu, konsep RCA banyak
digunakan dalam laporan penelitian dan studi empiris yang dijadikan sebagai
12
indikator keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan
spesialisasi perdagangan internasional.
Dari nilai RCA dapat diketahui bagaimana daya saing suatu produk apakah
daya saingnya rendah atau tinggi. Jika semakin tinggi nilai RCA, berarti daya
saingnya semakin tinggi, dan sebaliknya. Batasan nilai daya saing, yaitu:
RCA > 1 = daya saing tinggi
RCA< 1 = daya saing rendah
2.4 Teori Export Product Dynamics (EPD)
Untuk mengetahui posisi pangsa pasar dapat dilakukan menggunakan alat
analisis Export Product Dynamics (EPD) berdasarkan dua indikator utama, yaitu
peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan peningkatan pangsa pasar produk.
Melalui analisis ini diperoleh empat posisi pangsa pasar yang berbeda, yaitu:
- Rising Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar
produk tertentu di perdagangan dunia.
- Lost Opportunity: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi
peningkatan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia.
- Falling Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi
penurunan pangsa produk tertentu di perdagangan dunia.
- Retreat: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar
produk tertentu di perdagangan dunia.
2.5 Konsep Gravity Model
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor ekonomi yang memengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang
dibentuk berdasarkan hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk
menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam
aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti
transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah
sukses secara empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar
negara, tetapi alasan yang diterima secara teoritis masih diperdebatkan. Menurut
model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran
ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak
antar negara (Bergstrand, 1985 dalam Setyo, 2009).
13
Gravity Model pertama kali digunakan oleh Tinberger pada tahun 1962
dan Ponyohen pada tahun 1963 untuk menganalisis aliran perdagangan antara
negara-negara Eropa. Kemudian model ini dikembangkan oleh Bergstrand pada
tahun 1985 yang menerapkan bahwa model gravitasi ini tidak hanya digunakan
untuk menganalisis perdagangan secara agregat, tetapi dapat diterapkan terhadap
aliran perdagangan suatu komoditas.
Perumusan gravity model ini diadopsi dari persamaan umum Gravitasi
Newton dalam bidang ilmu fisika yang menyatakan bahwa “Interaksi antara dua
objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak
masing-masing”. Pernyataan tersebut teraplikasi dalam rumus sebagai berikut:
Fij = G x Mi x Mj
Dij
Di mana:
F = Volume interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral)
M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara
D = Jarak ekonomi kedua negara
G = Konstanta
Kemudian dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan tersebut
diubah kedalam bentuk linear untuk analisis ekonometrik yang selanjutnya
menjadi bentuk umum dari gravity model. Dalam hal ini, konstanta G diubah
menjadi bagian dari β0 dan digunakan GDP sebagai ukuran ekonomi untuk kedua
negara.
Log (Aliran perdagangan bilateral) = β0 + β1 log (GDP negara 1) + β2 log (GDP
negara 2) + β3 log (Jarak) + ε
Dengan demikian, rumus umum dari gravity model menurut Bergstrand
(1985), Koo, et al (1994) dalam Oktaviani (2000) sebagai berikut:
Tij = f (Yi, Yj, Fij)
Keterangan:
Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j
Yi = Gross Domestic Product negara i
Yj = Gross Domestic Product negara j
14
Fij = Faktor-faktor lain yang mempengarhi perdagangan antara negara i
dengan negara j
Pada dasarnya, model gravitasi ini menjelaskan perdagangan berdasarkan
jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian (GDP dan
populasi) antar negara. Aliran perdagangan antar negara ditentukan oleh:
1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensi negara
pengimpor.
2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.
3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara
negara pengimpor dan negara pengekspor.
Pada penerapan konsep gravity model ini, variabel yang mewakili total
permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan GDP negara
importir sedangkan variabel indikator total penawaran potensial negara
pengekspor dapat digambarkan dengan GDP negara pengekspor. Akan tetapi,
dapat pula digunakan GDP per kapita sebagai pengganti variabel GDP. Sementara
itu, variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara
pengimpor dan negara pengekspor adalah adanya variabel jarak, harga ekspor
komoditi dan nilai tukar (exchange rate) antar dua negara.
1. GDP Per Kapita
GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan
setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli
negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per
kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari
harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak
memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi
atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari
pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara
dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar
potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu.
2. Nilai Tukar
Nilai tukar (exchange rate) atau kurs diantara dua negara adalah harga di
mana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang
15
digunakan pada pemodelan gravity model ini adalah nilai tukar riil yang
merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu
harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x IHK AS
IHK negara tujuan ekspor
Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara
tujuan ekspor terhadap Dollar Amerika membuat harga suatu produk relatif lebih
murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan nilai impor dari negara tujuan
karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor.
3. Populasi
Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penentu dalam permintaan
ekspor. Semakin banyaknya jumlah penduduk suatu negara, maka semakin
banyak juga permintaan negara tersebut terhadap suatu barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya (cateris paribus). Kenaikan jumlah penduduk akan
menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan
naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat
harga akan lebih banyak (Lipsey, 1995).
4. Jarak Ekonomi
Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity
model untuk analisis aliran perdagangan bilateral. Variabel jarak ini merupakan
indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan
ekspor. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi dan semakin rendah
nilai ekspornya. Jika biaya transportasi terlalu mahal maka nilai perdagangan akan
menurun bersamaan dengan penurunan keuntungan. Adapun jarak yang
digunakan adalah jarak ekonomi dengan perhitungan sebagai berikut:
Jarak Ekonomi = Jarak geografis antar negara X GDP negara jn
1
GDP negara j
2.6 Teori Model Data Panel
Metode data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan
informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Penggunaan
data panel ini memiliki dua keuntungan (Firdaus, 2011), diantaranya:
16
1. Jumlah observasi menjadi lebih besar. Marginal effect dari peubah penjelas
dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang
diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis
menurut Hsiao (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif,
mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan
yang artinya meningkatkan efisiensi.
2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah
mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam
mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi
dalam data cross section saja atau time series saja. Data panel mampu
mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang
dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini
berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang,
sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari
pendekatan kuadrat terkecil (pooled least squre), model efek tetap (fixed effects
model), dan model efek acak (random effects model). Pada pendekatan Fixed
Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) dibedakan berdasarkan
ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas
(regresor).
Misalkan: yit = αi + Xitβ + εit
Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi + uit
Untuk two way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi +µt + uit
Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error
yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way, dimasukkan efek dari
waktu (µt) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM
terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi dan µt dengan Xit.
17
1. Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data
(pooled), sehingga terdapat N x T observasi, di mana N menunjukkan jumlah unit
cross section dan T menunjukkan jumlah time series yang digunakan.
Model yang digunakan yaitu :
yit = αi + Xitβ + uit
Dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series, dapat
meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang
lebih efisien. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan
parameter β akan bias. Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan PLS yang tidak
sejajar dengan garis regresi dari masing-masing individu. Parameter yang bias ini
disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada
periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada
periode yang berbeda.
2. Fixed Effects Model (FEM)
FEM muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki
korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini
membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari
intersep, yaitu:
Untuk one way komponen error : yit = αi + λi + Xitβ + uit
Untuk two way komponen error : yit = αi + λi + µt + Xitβ + uit
Penduga pada FEM dapat dihitung dengan teknik : Pooled Least Square
(PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two Way
Error Components Fixed Effect Model.
3. Random Effects Model (REM)
REM muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi.
Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan
ke dalam error.
Untuk one way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi
Untuk two way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi + μt
Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung
estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS).
18
2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.7.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai mutiara Indonesia sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Pada penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia (Sukmawati, 2011) menggunakan dua
analisis yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk
menggambarkan kondisi perkembangan permintaan ekspor mutiara Indonesia dan
metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
ekspor mutiara Indonesia. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan model regresi berganda dengan metode estimasi Pooled
Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata
sepuluh persen GDP per kapita negara importir, nilai tukar negara importir, harga
ekspor mutiara ke negara tujuan secara signifikan berpengaruh terhadap
permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan populasi negara importir tidak
berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap permintaan
ekspor mutiara Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Saptanto (2011) mengenai Daya Saing
Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Lingkup ASEAN dan ASEAN-China
menggunakan metode analisis Revealed Comparatif Advantage (RCA). Data yang
digunakan adalah data dari tahun 2000 hingga 2008. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat ASEAN maupun ASEAN-China, produk Indonesia
yang memiliki daya saing adalah produk dengan kode HS 03 (ikan, udang-
udangan, hewan lunak, invertebrata perairan), HS 710110 (mutiara dari alam yang
belum diolah), HS 710121 (mutiara budidaya yang belum diolah), dan HS 121220
(rumput laut dan alga lainnya). Dari hasil dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa Indonesia masih lemah dalam hal ekspor produk yang memiliki nilai
tambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafni (2011) mengenai Analisis Daya
Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia
menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA), Export Product
Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk menganalisis daya saing
komoditi selama periode 2005-2009 dan pendekatan gravity model untuk
19
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor pisang Indonesia ke
negara tujuan dengan data panel berupa time series tahun 2001-2009 dan cross
section enam negara tujuan ekspor: Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia,
Arab Saudi, dan Amerika Serikat serta menggunakan analisis fixed effect.
2.7.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan mengenai Analisis Daya Saing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ini mempunyai
beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. HS yang digunakan
sama sampai dengan level enam digit, perbedaannya dalam penelitian ini HS yang
digunakan tidak dibedakan, yaitu gabungan antara HS710110 (natural pearls) dan
HS710121 (cultured pearls, unworked) dari tahun 1999 hingga 2011. Negara yang
diteliti adalah negara Australia, Hongkong, dan Jepang di mana ketiga negara
tersebut merupakan negara utama tujuan ekspor mutiara Indonesia. Untuk
menganalisis faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor
mutiara Indonesia digunakan analisis gravity model, yaitu dengan memasukkan
jarak ekonomi ke dalam model. Selain itu, untuk menganalisis daya saingnya
digunakan analisis RCA untuk mengukur keunggulan komparatif, sedangkan
analisis EPD digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya.
2.8 Kerangka Pemikiran
Daya saing ekspor mutiara mengalami tren yang berfluktuatif setiap
tahunnya. Selain itu, kualitas ekspor mutiara Indonesia yang diekspor masih bisa
dikatakan rendah. Dibalik kelemahan ini, ternyata mutiara Indonesia sudah
dikenal dan diminati oleh masyarakat luar negeri yang dikenal dengan nama
South Sea Pearl (mutiara laut selatan) dan mutiara ini dijuluki The Queen of
Pearls.
Besarnya tingkat daya saing komoditi mutiara Indonesia diukur
menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengukur
keunggulan komparatifnya. Dapat dilihat apakah daya saing komoditi mutiara
Indonesia memiliki daya saing yang rendah atau tinggi. Apabila daya saingnya
rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan agar meningkatkan daya
saingnya. Tidak hanya itu, selain melihat bagaimana keunggulan komparatif
dengan menggunakan analisis RCA, juga dilakukan analisis untuk melihat
20
keunggulan kompetitif dengan analisis Export Product Dynamis (EPD). Lalu
Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor mutiara Indonesia di pasar Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat
beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh
pada perdagangan internasional.
Dari hasil analisis ini diharapkan diperoleh implikasi kebijakan yang
cocok dan bermanfaat bagi pengembangan ekspor komoditi mutiara Indonesia di
pasar internasional. Untuk memperjelas rangkaian analisis yang dilakukan, maka
disajikan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan dengan
luas wilayah perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah
Indonesia
Mutiara sebagai salah satu komoditi potensial sektor
kelautan dan Perikanan
Daya saing mutiara Indonesia Faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia
1. GDP riil negara tujuan ekspor
2. Nilai tukar rii negara tujuan ekspor
3. Nilai ekspor mutiara tahun
sebelumnya
4. Jumlah penduduk pengimpor
5. Jarak Ekonomi
Rekomendasi kebijakan
- Export Product Dynamic
( EPD)
- Revealed Comparative
Advantage (RCA)
21
2.10 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. GDP per kapita riil negara importir memiliki pengaruh yang positif
terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini mengindikasikan
bahwa apabila GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat maka akan
semakin meningkatkan daya beli masyarakat.
2. Nilai tukar riil negara importir memiliki pengaruh positif terhadap
permintaan ekspor mutiara Indonesia. Apabila nilai tukar riil negara
importir terapresiasi (nilai tukar riil tinggi) akan menyebabkan volume
permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat.
3. Nilai ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.
4. Populasi negara importir memilki pengaruh positif terhadap volume
ekpsor mutiara Indonesia. Semakin besar jumlah populasi negara importir
tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor
mutiara Indonesia.
5. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk
mutiara Indonesia.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
(KKP RI), serta studi kepustakaan melalui pengumpulan data yang bersumber dari
buku-buku dan literatur.
Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dan antar
individu (cross section). Data deret waktu atau (time series) meliputi data tahunan
dari periode 1999 sampai dengan tahun 2011 sesuai ketersediaan data. Sedangkan
untuk data cross section, penelitian ini menggunakan negara-negara tujuan ekspor
Indonesia, yaitu Australia, Hongkong, dan Jepang sebagai negara importir mutiara
Indonesia.
Tabel 3.1 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
No. Data yang Digunakan Sumber
1 Nilai Ekspor Mutiara Indonesia ke
negara tujuan ekspor 2004-2009
Kementrian Kelautan dan
Perikanan, WITS
2 Nilai Tukar UNCTAD
3 GDP per kapita negara importir www.worldbank.org
4 Populasi negara importir mutiara www.worldbank.org
5 Jarak geografis antara Indonesia dengan
negara importir
www.timeanddate.com
3.2 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode
analisis kuantitatif yang digunakan adalah metode Revealed Comparative
Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan gravity model. Data yang
diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan
Eviews 6.
3.2.1 Analisis Daya Saing
Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi
melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis Revealed
Comparative Advantage (RCA) merupakan suatu metode untuk menganalisis
23
keunggulan komparatif tersebut. Sedangkan untuk mengidentifikasi produk atau
komoditi yang memiliki keunggulan kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya
cepat) dalam suatu negara digunakan analisis Export Product Dynamics (EPD).
1. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Metode RCA merupakan metode analisis untuk menentukan keunggulan
komparatif atau daya saing. Kinerja ekspor mutiara Indonesia ke negara importir
mutiara Indonesia merupakan variabel yang diukur dengan menghitung pangsa
nilai ekspor mutiara Indonesia terhadap total ekspor ke negara importir mutiara
Indonesia yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor dunia ke
negara importir mutiara Indonesia. Sehingga dapat diketahui secara kuantitatif
kemampuan ataupun ketidakmampuan mutiara Indonesia bersaing di negara
importir mutiara Indonesia. Adapun metode perhitungan RCA adalah sebagai
berikut:
RCA = (Xij / Xj)
(Xiw / Xw)
Di mana :
Xij : Nilai ekspor komoditi mutiara Indonesia ke negara importir mutiara
Indonesia
Xj : Nilai total ekspor Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia
Xiw : Nilai ekspor komoditi mutiara dunia ke negara importir mutiara
Indonesia
Xw : Nilai total ekspor dunia ke negara importir mutiara Indonesia
Jika nilai RCA>1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut memiliki
keunggulan komparatif atau berdaya saing kuat.
Jika nilai RCA<1, menyatakan bahwa produk-produk tersebut tidak memiliki
keunggulan komparatif atau berdaya saing lemah.
2. Analisis Export Product Dynamics (EPD)
Pendekatan Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk
mengidentifikasi keunggulan kompetitif atau daya saing suatu komoditi dan juga
untuk mengetahui suatu komoditi dengan performa yang dinamis atau tidak.
Indikator ini mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar
tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja
24
ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Sebuah matriks EPD terdiri dari
daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung
berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar
tertentu, di mana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari
perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu.
Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter
posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat
kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity”, dan
“Retreat” (Bappenas, 2009).
Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi
pada ekspornya sebagai “Rising Star” atau “bintang terang”, yang menunjukkan
bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka
yang bertumbuh cepat (fast-growing products). “Lost Opportunity” atau
“kesempatan yang hilang”, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-
produk yang dinamis, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. “Falling Star”
atau “bintang jatuh” juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika
dibandingkan dengan “Lost Opportunity” atau “kesempatan yang hilang”, karena
pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, “Retreat” atau “kemunduran”
biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu 'mungkin' diinginkan jika
pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk
yang dinamik (Bappenas, 2009).
Tabel 3.2 Matriks Posisi Daya Saing
Share of Country’s Export in World
Trade (x)
Share of Product in World Trade (y)
Rising (Dynamic) Falling
(Stagnant)
Rising (Competitive) Rising Star Falling Star
Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat
Sumber : Esterhuizen, 2006 dalam Bappenas, 2009
Untuk lebih memahami matriks posisi daya saing dapat dilihat melalui
tampilan Gambar 3.1 yang menggambarkan posisi pasar pada masing-masing
kuadran dengan sumbu x sebagai pangsa pasar ekspor dan sumbu y sebagai
pangsa pasar produk.
25
Gambar 3.1 Kekuatan Bisnis dan Daya Tarik Pasar dalam Metode EPD
Keterangan :
- Sumbu x menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tertentu di
perdagangan dunia.
- Sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tertentu di
perdagangan dunia.
Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan EPD ini, diantaranya:
Sumbu x:
Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i:
Sumbu y:
Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk:
Keterangan :
Xij : Nilai ekspor produk i Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia
Wij : Nilai ekspor produk i Dunia negara importir mutiara Indonesia
Xt : Nilai total ekspor Indonesia ke negara importir mutiara Indonesia
Wt : Nilai total ekspor Dunia ke negara importir mutiara Indonesia
T : Jumlah tahun analisis
Setelah dilakukan analisis daya saing, dapat diidentifikasi ke negara tujuan ekspor
mana saja komoditi mutiara yang memiliki daya saing.
Lost Opportunity
Rising Star
Retreat Falling Star
x
y
+ -
+
-
0
T
W
X
W
X t
t tij
ij
t
t
t ij
ij%100%100
1 11
T
Wt
X
Wt
X t
t t
t
t
t
t
t %100%1001 11
26
3.2.2 Pemilihan Model
Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara
berbagai pilihan model maka kita perlu menganalis dugaan model yang kita
gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik
yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling
baik untuk kita pilih.
1. Chow test
Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian
statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square.
Hipotesis dari uji ini yaitu:
H0 : Model pooled least square
H1 : Model fixed effect
Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman Eviews sebagai
berikut: Jika hasil dari Chow test signifikan (probability dari Chow < α) maka H0
ditolak, artinya Fixed Effect digunakan.
2. Hausman Test
Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan
menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini
yaitu:
H0: Model random effect
H1: Model fixed effect
Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan
menggunakan pertimbangan statistik chi-square. Hausman test dapat dilakukan
dengan bahasa pemograman Eviews sebagai berikut: Jika hasil dari Hauman test
signifikan (probability dari Hausman < α) maka H0 ditolak, artinya Fixed Effect
digunakan.
Perumusan Model
Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu persamaan umum. Model
ini digunakan untuk melihat hubungan permintaan ekspor dengan variabel-
variabel penyusunnya. Model tersebut adalah:
NXit = α + β1 GDPit + β2 NTit + β3 NX1Eit + β4 POPit + β5 JEit + eit
27
di mana:
NX = Nilai ekspor mutiara Indonesia (US$)
GDP = GDP per kapita riil negara importir (US$)
NT = Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$)
NX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya (US$)
POP = Jumlah populasi penduduk di negara importir (jiwa)
JE = Jarak Ekonomi (km)
ei = Random error
α = Konstanta
βn = Parameter yang diduga (n= 1, 2, ..., 6)
i = negara
t = periode waktu
Kemudian model tersebut ditransformasi ke dalam bentuk ln agar dapat
mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi
yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai
dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2004). Dugaan persamaan
permintaan ekspor mutiara Indonesia yang terlah ditransformasi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
lnNXit = α + β1 lnGDPit + β2 NTit + β3 lnNX1Eit + β4 lnPOPit + β5 JEit + eit
di mana:
lnNX = Nilai ekspor mutiara Indonesia (persen)
lnGDP = GDP per kapita riil negara importir (persen)
NT = Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$)
lnNX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia tahun sebelumnya (persen)
lnPOP = Jumlah populasi penduduk di negara importir (persen)
lnJE = Jarak Ekonomi (persen)
ei = Random error
α = Konstanta
βn = Parameter yang diduga (n= 1, 2, ..., 6)
i = negara
t = periode waktu
28
Keterangan:
1. GDP adalah ukuran daya beli masyarakat suatu negara terhadap suatu
produk. GDP riil negara pengimpor adalah GDP nominal negara
pengimpor dibagi dengan IHK Indonesia dan dinyatakan dalam satuan
US$.
2. Nilai tukar adalah laju nilai tukar valuta asing yang biasa digunakan dalam
pembayaran transaksi internasional. Nilai tukar yang dimaksud dalam
model ini adalah nilai tukar negara pengimpor terhadap US$.
3. Nilai ekspor merupakan total nilai ekspor mutiara yang diekspor ke pasar
internasional setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan US$.
4. Nilai ekspor tahun sebelumnya merupakan total nilai ekspor mutiara yang
diekspor ke pasar internasional pada tahun sebelumnya dan dinyatakan
dalam satuan US$.
5. Jumlah populasi merupakan total angka penduduk yang bertempat tinggal
dan sudah menjadi warga negara di dalam suatu negara. Jumlah populasi
dinyatakan dalam satuan jiwa.
6. Jarak ekonomi merupakan indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi
oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Semakin jauh jarak, semakin
besar biaya transportasi dan semakin rendah nilai ekspornya. Karena
menurunkan biaya per unit transportasi, komoditas kecil berharga dapat
diangkut menguntungkan lebih jauh dari komoditas besar dengan nilai
yang sama. Jarak ekonomi dinyatakan dalam satuan km.
3.3 Uji Kesesuaian Model
1. Kriteria Ekonomi
Dalam kriteria ekonomi akan diuji tanda dan besaran dari tiap koefisien
dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran
yang terdapat pada tiap koefisien dugaan sesuai dengan kriteria ekonomi.
2. Kriteria Ekonometrika
a. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu dan ruang (Gujarati, 2004). Autokorelasi terdeteksi
ketika terjadi hubungan serius antara galat estimasi satu observasi dengan galat
29
estimasi observasi lainnya. Masalah autokorelasi umumnya tejadi pada data time
series. Dampak dari adanya autokorelasi adalah tidak efisiennya pendugaan atau
peramalan meskipun estimatornya tidak bias dan masih konsisten. Dampak
lainnya adalah standar error menjadi bias dan tidak konsisten sehingga uji pada
hipotesis menjadi tidak valid. Panduan mengenai angka DW (Durbin-Watson)
untuk mendeteksi bisa dilihat pada Tabel DW.
Tabel 3.3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai DW Hasil
4-dl < DW < 4 Tolak H0, autokorelasi negative
4-dl < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan
2 < DW < 4-du Terima H0, tidak ada autokorelasi
du < DW < 2 Terima H0, tidak ada autokorelasi
dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan
0 < DW < dl Autokorelasi positif
Sumber: Gujarati, 2004
b. Heteroskedastisitas
Terjadi karena ragam dari error tidak konsisten sehingga tidak memenuhi
teorema Gauss Markov, umumnya terjadi pada data cross-section. Dampak yang
timbul dari permasalahan ini antara lain (Nachrowi, 2006)
1. Ragam yang tidak konstan menyebabkan nilai varians menjadi
lebih besar dari taksiran.
2. Ragam yang besar menyebabkan uji hipotesis (uji F dan uji t)
menjadi kurang tepat.
3. Interval kepercayaan menjadi lebih besar akibat standar error yang
besar.
4. Kesimpulan yang dihasilkan dari regresi yang dilakukan tidak tepat
(dapat menyesatkan).
Untuk menghilangkan permasalahan ini dapat dilakukan dengan cross-
section weighted regression, metode yang digunakan Generalized Least Square
(GLS).
c. Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel
independen dalam persamaan regresi berganda. Menurut Gujarati (2004), tanda-
tanda adanya multikolinieritas adalah sebagai berikut:
30
1. Tanda koefisien tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Nilai R2 tinggi, tetapi dalam uji individu banyak yang tidak nyata
atau bahkan tidak nyata semua.
3. Matrix korelasi antar variabel tinggi (rij > 0,8).
4. R2 < rij menunjukkan bahwa terjadi multikoliniearitas.
Dampak dari adanya multikolinieritas pada suatu persamaan adalah
koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan serta varians dan kovarians dari
koefisien menjadi tidak terhingga. Hubungan multikolinieritas yang hampir
sempurna juga menyebabkan persamaan yang dibentuk secara statistik
mempunyai standar error yang besar dan menyebabkan interval kepercayaan
menjadi lebih besar. Hal ini berakibat pada nilai estimasi koefisiennya menjadi
tidak tepat.
d. Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term
mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan
dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : α = 0, error term terdistribusi normal
H1 : α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal
Wilayah penerimaan (Jarque Bera < X2df-2 atau probabilitas (p-value) > α
sedangkan wilayah penolakannya yaitu (Jarque Bera > X2df-2 atau probabiity (p-
value) < α. Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini
disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik.
Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai
Penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal.
3. Kriteria Statistika
Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
model regresi yang didapat secara statistik.
a. Uji – F
Uji–F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan langkah
pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.
31
H0 : β1 = β2 =... = βt= 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependennya)
H1 : minimal ada satu βt ≠0 (paling tidak ada satu variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya).
1. Probability F-stasistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat
disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang
memengaruhi variabel dependennya.
2. Probability F-stasistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan
disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang
memengaruhi variabel dependennya
b. Uji – t
Uji–t adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengukur signifikan
parameter secara individual dan disebut juga sebagai uji signifikansi secara parsial
karena melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model.
Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
faktor bebas (explanatory factor) terhadap penawaran ekspor televisi Indonesia.
Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk
melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.
H0 : βt = 0 dengan t = 1,2,3,….,n
H1 : βt ≠ 0
Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada
ttabel ( t satistik > t tabel), maka tolak H0. Kesimpulannya koefisien dugaan β ≠ 0
artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Sebaliknya jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada
taraf nyata sebesar α, maka terima H0. Kesimpulannya koefisien dengan β = 0
artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah. Model yang diduga
akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
c. Uji R2 ataupun adj-R
2
Uji R2 ataupun adj-R
2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel-
variabel yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada
32
variabel tak bebasnya. Nilai R2 ataupun adj-R
2 yang besar menunjukkan bahwa
model yang didapat semakin baik. Dalam praktek ekonometrika, penggunaan nilai
adj-R2 lebih disarankan daripada penggunaan R
2 karena R
2 cenderung untuk
memberikan gambaran yang terlalu baik terhadap hasil regresi. Hal ini terutama
terjadi saat jumlah variabel bebas model cukup besar atau mendekati jumlah
pengamatan (Gujarati, 2004).
33
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Profil Mutiara
Mutiara adalah sejenis batu permata dalam berbagai bentuk, hasil
biomineralisasi kerang anggota moluska (filum Mollusca). Mutiara alami
terbentuk karena iritasi yang disebabkan oleh sesuatu yang asing yang masuk ke
dalam kerang. Mekanisme pertahanan diri kerang akibat gangguan iritasi ini
menghasilkan nacre yang terkomposisi sebagian besar dari kalsium karbonat.
Dengan nacre tersebut, mutiara membungkus kotoran itu sehingga kotoran itu
terbentuk menjadi mutiara. Komposisi mutiara alami kebanyakan didominasi
nacre sedangkan mutiara hasil budidaya didominasi bagian intinya. Bagian inti
yang digunakan untuk membuat mutiara buatan biasanya berbentuk bulat dan
diambil dari kerang lain yang memiliki cangkang tebal.
4.1.1 Karakteristik Mutiara
1. Warna mutiara
Kisaran warna mutiara cukup luas, dari hitam sampai perak. Namun
demikian warna alami mutiara bukan semata ditentukan oleh warna dasar nacre
mutiara itu sendiri yang dibentuk oleh pigmen warna di bagian matriks organik
yang mengikat ubin nacre namun juga berkombinasi dengan warna overtone dan
irredescence. Bahkan, dalam penelitian yang dilakukan terhadap nacre dari
Pinctada maxima membuktikan bahwa warna nacre juga ditentukan oleh adanya
“kekacauan” cahaya dalam daerah ikatan antar ubin aragonite yang membentuk
nacre. Irridescence atau juga disebut “orient” muncul bagaikan pelangi,
sebetulnya merupakan fenomena optik akibat dari lapisan nacre yang membuat
difraksi cahaya yang berbeda beda, fenomena ini lebih jelas pada bagian dalam
dari cangkang daripada mutiara itu sendiri, terjadi akibat terbentuknya garis-garis
pertumbuhan. Sementara overtone adalah sinar cahaya warna yang muncul di
permukaan mutiara sehingga terlihat berkilau.
2. Lustre mutiara
Lustre diukur dari daya pantul nacre itu sendiri terhadap obyek di
dekatnya. Bila daya pantulnya sempurna maka nacre itu akan menyerupai cermin
34
dalam memantulkan cahaya dan image. Sementara nilai luster rendah bila nacre
terlihat berwarna kusam, kabur dengan daya pantul rendah. Luster juga ditentukan
oleh komposisi ubin nacre sehingga menciptakan difraksi cahaya tertentu dan
membuat nacre kelihatan buram.
3. Bentuk mutiara
Secara umum, bentuk mutiara terdiri atas: spherical (bulat bola), simetris
dan baroque. Bentuk spherical adalah bentuk umum yang dihasilkan oleh mutiara
hasil budidaya. Bentuk ini juga yang paling banyak diminati konsumen. Namun,
bentuk yang benar-benar bulat jarang ditemukan apalagi berasal dari mutiara
alami. Mengingat model terbentuknya mutiara karena mengikuti kontur inti,
sehingga dibuatlah inti bundar dengan maksud menghasilkan mutiara yang bundar
pula. Bentuk simetris adalah bentuk mutiara apabila dibelah dua maka setengah
bagiannya akan sama dengan bagian yang lainnya. Bentuk mutiara simetris yang
umum adalah bentuk buah pir atau air mata. Sedangkan bentuk baroque adalah
bentuk bangunan mutiara abstrak, memiliki tonjolan di sana-sini, tak simetris.
Bentuk ini banyak ditemukan di mutiara alami.
4. Ukuran mutiara
Besar kecil mutiara lebih banyak ditentukan oleh jenis kerang yang
menghasilkannya. Di samping jenis kerang mutiara, faktor lain yang menentukan
ukuran mutiara adalah lamanya budidaya. Makin lama mutiara dibudidaya, makin
tebal nacre yang dihasilkan. Ukuran yang umum diterapkan untuk mengukur
diameter mutiara adalam millimeter (mm). Mutiara hasil budidaya dengan ukuran
di atas 20 mm, jarang ditemukan sehingga harganyapun mahal.
5. Kontur permukaan
Mendapatkan mutiara dengan permukaan yang sangat licin pun tidak
gampang. Mutiara yang memiliki goresan atau tonjolan-tonjolan kecil di
permukaan disamping kurang indah secara estetik juga beresiko mengelupas bila
bergesek. Keberadaan permukaan juga akan memengaruhi warna dan lustre dari
mutiara.
6. Berat mutiara
Umumnya berat mutiara diekspresikan dengan carat, grain dan momme.
Menakar mutiara dengan berat biasanya dilakukan untuk pembelian jumlah besar,
35
kebanyakan mutiara budidaya ditakar dengan ukuran diameter (milimeter)
disamping faktor-faktor penentu kualitas mutiara lainnya.
Satu carat = 4 grain = 200 milligram = 1/5 gram
Satu grain = 1/4 carat = 50 milligram = 1/20 gram
Satu momme = 18.75 carat = 3750 milligram = 3.75 gram
4.1.2 Jenis Mutiara
Berdasarkan cara pembuatannya, mutiara dapat dibagi menjadi 2 jenis
yaitu Mutiara alam dan Mutiara budidaya atau buatan.
1. Mutiara Alam
Mutiara alam hampir 100 persen tersusun atas kalsium karbonat dan
conchiolin. Diperkirakan terbentuknya mutiara alam akibat sekumpulan kejadian-
kejadian tak disengaja ketika kotoran-kotoran kecil atau parasit masuk ke dalam
kerang saat kerang tersebut membuka cangkangnya untuk bernapas ataupun
makan. Kemudian kotoran-kotoran tersebut tersimpan di dalam kerang. Moluska
tersebut merasa terganggu oleh benda asing yang masuk, sehingga membentuk
kantung mutiara dari sel eksternal jaringan mantel dan mengeluarkan nacre atau
lendir yang mengandung kalsium karbonat dan conchiolin untuk membungkus
dan menutupi benda asing tersebut. Proses sekresi diulang berkali-kali, sehingga
menghasilkan mutiara. Mutiara alam datang dalam berbagai bentuk, dengan
sempurna yang bulat yang relatif langka.
2. Mutiara Budidaya
Pembentukan mutiara ini tidak terjadi secara alami, melainkan dengan
kerja manusia. Perbedaannya dengan mutiara alam adalah proses masuknya iritan
atau benda asing dalam tubuh kerang. Sepotong jaringan mantel dari kerang
pendonor dimasukkan ke dalam kerang. Selanjutnya jaringan tersebut menjadi
iritan dalam tubuh kerang da terjadi proses pembetukan mutiara seperti pada
mutiara alam. Kadang proses pemasukan jaringan mantel ke tubuh kerang disertai
pemasukkan sejenis bahan padat sebagai bahan dasar pembentukan mutiara.
4.2 Standar Mutu Mutiara
Mutiara memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi sebagai perhiasan.
Bahkan sejak 260 SM pada Dinasti Han di Cina, orang-orang telah berburu
36
mutiara. Karena banyak variasi mutiara dan kualitasnya di dunia, orang membuat
klasifikasi mutiara.
1. Klasifikasi Sistem AAA-A
- AAA : Mutiara kualitas terbaik, tanpa bercak. Sangat berkilau dan
setidaknya 95 persen permukaan tak cacat.
- AA : Sangat berkilau dan 75 persen permukaan tak cacat.
- A : Mutiara perhiasan kelas terendah, kilau kurang dan >25
persen permukaan mutiara bercacat.
2. Klasifikasi Sistem A-D
- A : Mutiara kualitas terbaik, sangat berkilau, sedikit cacat <10
persen>.
- B : Sangat berkilau atau kilau sedang. Terlihat sedikit cacat namun
tak lebih 30 persen dari luas permukaan.
- C : Kilau sedang, cacat permukaan tak lebih 60 persen.
- D : Memiliki cacat sedikit namun tak dalam dan tak lebih 60 persen
dari luas permukaan
Penentuan kualitas mutiara didasarkan pada standar kelas mutiara, namun
secara umum mutiara ditentukan oleh: 1) ukuran mutiara, di mana makin besar
ukurannya makin mahal. Perbedaan harganya bahkan sangat besar apabila ukuran
diameter mutiara sudah berada di atas 7 milimeter, 2) bundar tidaknya mutiara,
mutiara bundar cenderung disukai dengan demikian harganya cenderung lebih
mahal, namun ada juga bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk air mata yang juga
diminati konsumen mutiara, 3) lustre mutiara, istilah untuk menggambarkan daya
pantul mutiara terhadap obyek atau cahaya, 4) permukaannya tidak cacad, goresan
atau bercak di permukaan menurunkan kualitas mutiara, dan 5) warna mutiara,
warna pink banyak disukai orang Amerika, orang Eropa cenderung menyukai
warna krem dan perak, orang Timur Tengah lebih banyak memilih warna krem
dan emas sebagaimana juga orang Amerika Latin.
4.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011
Ekspor komoditi mutiara Indonesia di negara Australia, Hongkong, dan
Jepang selama periode tahun 1999-2011 mengalami fluktuasi. Adapun berbagai
37
perkembangan nilai ekspor komoditi mutiara Indonesia di ketiga negara tersebut
ditunjukkan oleh tampilan gambar grafik yang merupakan gabungan dari
HS710110 dengan komoditi natural pearls dan HS710121 dengan komoditi
cultured pearls, unworked.
4.3.1 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Australia
Selama periode 1999 hingga 2011 ekspor komoditi mutiara Indonesia di
Australia berfluktuasi setiap tahunnya. Nilai ekspor terendah terjadi pada tahun
2002 sebesar US$ 831,49 ribu. Dan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2006
dengan nilai sebesar US$ 7,31 juta.
Sumber: UN Comtrade, 2012
Gambar 4.1 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Australia, 1999-2011
4.3.2 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Hongkong
Perkembangan nilai ekspor komoditi mutiara Indonesia di Hongkong
selama periode tahun 1999 hingga 2011 juga menunjukkan nilai yang
berfluktuasi. Nilai ekspor terendah sebesar US$ 4,72 ribu pada tahun 2006.
Periode dari tahun 2009 hingga 2011, nilai ekspor mutiara Indonesia mengalami
peningkatan. Dan pada tahun 2011, nilai ekspor mutiara Indonesia mencapai nilai
tertinggi sebesar US$ 13,64 juta.
0
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai Ekspor (US$)
38
Sumber: UN Comtrade, 2012
Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Hongkong 1999-2011
4.3.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Jepang
Ekspor komoditi mutiara Indonesia di Jepang dari tahun 1999 hingga 2011
juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai ekspor mutiara Indonesia ke
Jepang mengalami nilai terendah pada tahun 2004 yaitu sebesar US$ 2,71 juta.
Sedangkan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2000 dengan nilai sebesar US$
17,02 juta.
Sumber: UN Comtrade, 2012
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di
Jepang, 1999-2011
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai Ekspor (ribu US$)
0
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai Ekspor (ribu US$)
39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia,
Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011
Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi
mutiara di negara tujuan ekspor digunakan metode Revealed Comparative
Advantage (RCA). Nilai RCA yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa
produk-produk yang dianalisis memiliki keunggulan komparatif atau berdaya
saing kuat sehingga dapat dipertahankan untuk tetap berorientasi ekspor ke negara
tujuan. Sedangkan, nilai RCA yang kurang dari satu menunjukkan bahwa produk-
produk yang dianalisis tidak memiliki keunggulan komparatif atau produk
tersebut berdaya saing lemah sehingga sebaiknya tidak dipacu untuk berorientasi
ekspor ke negara tujuan.
Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan kompetitif komoditi
mutiara di negara tujuan, dapat dilihat dari posisi pasar yang diperoleh dengan
menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD). Posisi pasar “Rising Star”
merupakan posisi pasar yang ideal sehingga pada posisi tersebut diperoleh negara-
negara yang berpotensi dijadikan tujuan ekspor komoditi mutiara Indonesia.
Posisi pasar “Lost Opportunity” juga masih dapat dijadikan tujuan ekspor
komoditi mutiara Indonesia. Hal ini terkait pada posisi tersebut terjadi
peningkatan permintaan ekspor komoditi mutiara, akan tetapi Indonesia tidak
menyediakan jumlah ekspor yang sesuai dengan peningkatan permintaan dari
negara tujuan. Sedangkan posisi pasar “Falling Star” dan “Retreat” tidak
mencerminkan potensi pasar sebagai tujuan ekspor komoditi mutiara Indonesia.
Hal tersebut terkait dengan terjadinya penurunan permintaan ekspor dari negara-
negara sebagai tujuan ekspor.
Berdasarkan hasil estimasi EPD diperoleh posisi pasar tujuan. Ekspor
komoditi mutiara Indonesia di negara Australia dan Jepang, selain memiliki daya
saing yang kuat, posisi pasar di kedua negara inipun menempati posisi “Rising
Star”, sehingga dapat terus dipertahakan pemasarannya. Sedangkan, di Hongkong
komoditi ini berdaya saing kuat namun tidak berpotensi ekspor karena terkait
40
terjadinya penurunan permintaan ekspor di Hongkong sebesar 5,608 persen
walaupun pangsa ekspor di negara tersebut meningkat.
Tabel 5.1 Hasil Estimasi EPD dan RCA Komoditi Mutiara Indonesia
Negara RCA EPD
Nilai
RCA
Daya
Saing
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Ekspor (%)
Pertumbuhan
Pangsa Pasar
Produk (%)
Posisi Pasar
Australia 16.031 Kuat 145.642 1.094 Rising Star
Hongkong 5.718 Kuat 2130.49 -5.608 Falling Star
Jepang 2.990 Kuat 15.877 2.021 Rising Star
Sumber: UN Comtrade, 2012 (diolah)
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekpsor
Mutiara Indonesia di Negara Tujuan Periode 1999-2011
Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan mutiara
Indonesia di negara tujuan dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Model
ini digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi dan non
ekonomi lainnya terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia di pasar
internasional. Variabel independen yang digunakan dalam analisis permintaan
ekspor mutiara Indonesia adalah GDP per kapita negara importir (GDP), nilai
tukar negara importir (NT), nilai ekspor negara tujuan tahun sebelumnya (NX1),
populasi negara importir (POP), dan jarak ekonomi Indonesia dengan negara
tujuan (JE). Sedangkan variabel dependennya adalah nilai ekspor mutiara
Indonesia ke negara tujuan (NX). Data yang dianalisis adalah data panel yang
merupakan gabungan dari time series dan cross section.
5.2.1 Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan
Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011
Hasil uji Chow menunjukkan model terbaik yang digunakan dalam
estimasi komoditi mutiara Indonesia adalah model fixed effect dengan nilai
probabilitas (0,0000) yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Berdasarkan
hasil evaluasi model dengan menggunakan kriteria ekonometrika dan kriteria
statistika diperoeh bahwa model tersebut terbebas dari pelanggaran asumsi klasik.
Setelah dilakukan regresi panel data, diperoleh estimasi persamaan yaitu:
lnNXit = 225.16 + 3.22 lnGDPit + 0.02 NTit + 0.20 lnNX1it - 14.67 lnPOPit +
0.32 ln JEit + eit
di mana:
41
lnNX = Nilai ekpor mutiara Indonesia (persen)
lnGDP = GDP per kapita riil negara importir persen
NT = Nilai tukar riil negara importir (mata uang negara tujuan/US$)
lnNX1 = Nilai ekspor mutiara Indonesia (persen)
lnPOP = Jumlah populasi penduduk di negara importir (persen)
JE = Jarak Ekonomi (persen)
ei = Random error
i = Negara
t = Periode waktu
Dalam analisis regresi, terdapat empat asumsi yang dipenuhi, masing-
masing diantaranya yaitu:
1. Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada
hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika
hubungan tersebut ada, maka dikatakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut
berkolinearitas ganda sempurna (Juanda, 2007). Adanya multikolinearitas dapat
disebabkan oleh nilai R2
yang tinggi, tetapi variabel independennya banyak yang
tidak signifikan. Namun dari hasil pengolahan data yang terlihat pada Tabel 5.2
dapat diketahui bahwa nilai R2
yang diperoleh yaitu 0.727701. Nilai R2
ini
menunjukkan bahwa sebesar 72.77 persen keragaman yang terdapat pada model
ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor dapat dijelaskan oleh variabel-
variabel yang terdapat pada model tersebut sedangkan sisanya sebesar 27.23
persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Selain itu, hanya terdapat satu
dari lima variabel yang tidak signifikan. Secara umum, variabel yang digunakan
dalam model regresi sudah memenuhi asumsi multikolinearitas, karena masalah
multikolinearitas telah diatasi dengan memberikan perlakuan GLS sehingga
parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.
2. Uji Heteroskedastisitas
Dari hasil estimasi pada Tabel 5.2 terlihat bahwa Residual Sum Squared
pada Weighted Statistic (35.97) lebih kecil dari Residual Sum Squared pada
Unweighted Statistic (59.07) yang menyebabkan terjadinya heteroskedastisitas.
42
Namun masalah ini telah dapat diatasi dengan menggunakan cross-section SUR
pada model untuk mengantisipasi masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi.
3. Uji Autokorelasi
Pada hasil pengolahan data, masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai
Durbin Watson Statistic (DW). Pada tabel nilai DW sebesar 2.38. Autokorelasi
tidak terjadi jika nilai DW berkisar antara 1,03-2,97. Oleh karena itu, disimpulkan
bahwa tidak ada masalah autokorelasi dari hasil pengolahan data tersebut. Di lain
pihak, karena model tersebut menggunakan cross-section SUR, maka masalah
heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat diatasi.
4. Uji Kenormalan
Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai
probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai probability
Jarque Bera > α, maka error terms menyebar normal. Hasil ini dapat dilihat pada
Tabel 5.2. Pada tabel tersebut didapatkan hasil bahwa probability Jarque Bera
(0.91) lebih besar daripada α (0.05). Dengan demikian, model dalam penelitian ini
sudah memiliki error terms yang menyebar normal.
Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh bahwa nilai probabilitas F-statistic
(0,000000) lebih kecil dari taraf nyata lima persen dan sepuluh persen. Hal ini
berarti bahwa secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh
nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata lima persen dan sepuluh
persen. Nilai koefisien determinasi (R-square) yang diperoleh sebesar 0.727701.
Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 72.77 persen peubah dependen dapat
dijelaskan secara baik oleh variabel-variabel independennya, sedangkan sisanya
sebesar 27.23 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak terdapat
dalam model.
Sementara itu, hasil dari Fixed Effect (Cross) yang menunjukkan
perbedaan nilai intersep yang berbeda antar unit cross section menunjukkan
bahwa negara Jepang memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar
21.99. Sedangkan, Hongkong merupakan negara yang memiliki efek paling kecil,
yaitu -19.35. Dengan demikian, kesimpulan yang diperoleh dari hasil Fixed Effect
(Cross) adalah Jepang merupakan salah satu negara importir utama sebagai tujuan
ekspor mutiara Indonesia, sedangkan Australia dan Hongkong masih dapat
43
dijadikan tujuan ekspor mutiara karena masih memiliki daya saing seperti
perolehan hasil dari estimasi RCA. Meskipun dengan analisis EPD, negara
Hongkong berada pada posisi pasar “Lost Opportunity”.
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Gravity Model Komoditi Mutiara
Variabel Coefisien Prob.
C 225.1637 0.0168**
GDP 3.219599 0.0194**
NT 0.023571 0.0775*
NX1 0.199716 0.0857*
POP -14.67132 0.0217**
JE 0.315636 0.7254
Fixed Effect (Cross)
Australia -2.645074
Hongkong -19.34752
Jepang 21.99259
Weighted Statistics
R-Square 0.727701 Sum square residual 35.97017
Prob. (F-Stat) 0.000000 Durbin-Watson stat 2.380561
Unweighted Statistics
R-Square 0.435966 Sum square residual 59.06686
Durbin-Watson stat 1.952017
Sumber: Lampiran 3
Catatan: **) signifikan pada taraf nyata 5%
*) signifikan pada taraf nyata 10%
5.2.2 Interpretasi Model Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan
Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Periode 1999-2011
Berdasarkan uji-t pada komoditi mutiara, terdapat satu dari lima variabel
yang tidak signifikan, yaitu variabel jarak ekonomi. Variabel GDP per kapita riil
negara importir mutiara Indonesia dan populasi signifikan pada taraf nyata lima
persen. Serta variabel nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan
pada taraf nyata sepuluh persen.
1. GDP per kapita riil negara importir
GDP per kapita mempresentasikan ukuran daya beli masyarakat terhadap
barang dan jasa suatu negara. Dari hasil estimasi diketahui bahwa variabel GDP
per kapita riil negara importir mutiara signifikan pada taraf nyata lima persen.
Tanda koefisien pada variabel tersebut sesuai dengan hipotesis, yaitu 3.22. Nilai
tersebut memberikan arti bahwa jika GDP per kapita negara importir mutiara
Indonesia meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi
44
mutiara meningkat sebesar 3.22 persen (cateris paribus). Fenomena inipun terkait
dengan tanda koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis pada GDP per kapita
yang memengaruhi permintaan ekspor komoditi tersebut.
Dari hasil estimasi dapat diketahui juga bahwa variabel GDP per kapita
berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
variabel GDP per kapita negara Austalia, Hongkong, dan Jepang memiliki
pengaruh yang signifikan dalam memengaruhi permintaan ekspor mutiara
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli yang tinggi di
negara Australia, Hongkong, dan Jepang terhadap komoditi mutiara Indonesia
dengan membeli mutiara sebagai barang investasi dan sebagai simbol status
sosial.
2. Nilai tukar riil negara importir
Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil negara importir
memiliki hubungan positif, artinya jika nilai tukar riil tinggi akan menyebabkan
permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat. Nilai tukar riil yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai tukar negara importir terhadap dollar Amerika
Serikat, karena sebagian besar negara menggunakan dan menerima dollar AS
sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional. Hal ini terjadi
karena nilai mata uang Amerika Serikat yang relatif stabil dibandingkan mata
uang negara lainnya.
Tanda koefisien positif pada nilai tukar riil sesuai dengan hipotesis, yaitu
0.02 memberikan arti bahwa jika nilai tukar negara importir mutiara Indonesia
terapresiasi sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi mutiara
meningkat sebesar 0,02 satuan (cateris paribus). Tanda positif pada variabel nilai
tukar domestik terhadap dollar AS sesuai dengan parameter dugaan yang
diharapkan. Jika nilai tukar riil di negara Australia, Hongkong, dan Jepang tinggi,
barang-barang domestik relatif lebih mahal, sedangkan barang-barang luar negeri
(Indonesia) relatif lebih murah, sehingga penduduk domestik berkeinginan
membeli sedikit barang hasil produksi negara sendiri. Sehingga permintaan ekspor
mutiara Indonesia di negara Australia, Hongkong, dan Jepang akan meningkat.
Variabel nilai tukar ini juga signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor
mutiara Indonesia pada taraf sepuluh persen.
45
3. Nilai ekspor tahun sebelumnya
Nilai koefisien sebesar 0.20 pada nilai ekspor tahun sebelumnya
memberikan arti bahwa jika nilai ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya
meningkat sebesar satu persen, maka permintaan ekspor komoditi tersebut akan
meningkat sebesar 0.20 persen (cateris paribus). Variabel ini juga signifian
berpengaruh terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia pada taraf sepuluh
persen.
4. Populasi negara importir
Pertambahan populasi negara importir dari sisi permintaan akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.
Pertambahan populasi ini akan menyebabkan permintaan domestik bertambah
besar dan jika negara tersebut tidak mampu memenuhi seluruh permintaan
domestik maka negara tersebut harus mengimpor dari negara lain. Dalam
hipotesis, telah dikemukakan bahwa populasi negara Australia, Hongkong, dan
Jepang memiliki hubungan positif, artinya semakin besar jumlah populasi ketiga
negara importir tersebut akan menyebabkan semakin besar pula permintaan
ekspor mutiara Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, diperoleh nilai koefisiennya
sebesar -14.67. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitan, namun variabel
populasi berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal
ini dikarenakan Indonesia belum dapat memenuhi seluruh permintaan domestik,
sehingga negara tersebut harus mengimpor dari negara eksportir mutiara lain.
Sehingga jika populasi negara importir meningkat sebesar satu persen, maka
permintaan ekspor komoditi tersebut akan menurun sebesar 14.67 persen (cateris
paribus). Variabel ini signifikan pada taraf nyata lima persen.
5. Jarak ekonomi
Sementara itu, tanda koefisien positif pada jarak ekonomi tidak sesuai
dengan hipotesis, yaitu 0.32 memberikan arti bahwa jika terjadi penurunan jarak
ekonomi antara Indonesia dengan negara importir mutiara Indonesia sebesar satu
persen, maka permintaan ekspor komoditi mutiara menurun sebesar 0.32 persen
(cateris paribus). Seharusnya, jarak ekonomi yang semakin kecil akan
mengurangi biaya-biaya yang ada seperti biaya distribusi dan lain sebagainya,
46
sehingga permintaan ekspor akan semakin meningkat. Namun hasil yang didapat
dari penelitian ini adalah sebaliknya. Hal ini dikarenakan komoditi mutiara
merupakan komoditi yang tidak membutuhkan tempat dalam kegiatan
distribusinya karena menurunkan biaya per unit transportasi, komoditi kecil
berharga dapat diangkut jauh lebih menguntungkan dari komoditi besar dengan
nilai yang sama. Selain itu, variabel jarak ekonomi ini tidak berpengaruh nyata
terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Nilai P value variabel jarak
ekonomi bernilai 0.72 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan
ekspor mutiara Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Dari hasil regresi
tersebut maka jarak ekonomi bukan faktor penentu yang memengaruhi besar
kecilnya permintaan ekspor mutiara Indonesia di Australia, Hongkong, dan
Jepang.
47
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan, maka kesimpulan
yang diambil adalah berikut ini:
1. Berdasarkan analisis daya saing, melalui analisis Revealed Comparative
Advantage (RCA) didapatkan hasil bahwa mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang memiliki keunggulan komparatif atau
daya saing yang kuat. Sedangkan melalui analisis Export Product
Dynamics (EPD), didapatkan hasil bahwa posisi daya saing komoditas
mutiara Indonesia di Negara Australia dan Jepang berada pada posisi
Rising Star. Sedangkan posisi daya saing di negara Hongkong berada
posisi Falling Star. Dari kedua analisis daya saing tersebut menunjukkan
bahwa komoditi mutiara Indonesia memiliki daya saing yang kuat dan
mengalami peningkatan permintaan ekspor ke negara Australia dan
Jepang.
2. Dengan pendekatan gravity model diketahui bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia ke negara Australia,
Hongkong, dan Jepang adalah GDP per kapita negara importir, nilai
tukar, dan nilai ekspor tahun sebelumnya berpengaruh positif dan
signifikan, populasi berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan jarak
ekonomi tidak signifikan.
6.2 Saran
Atas kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka saran yang dapat
diberikan adalah:
1. Posisi pasar “Rising Star” dengan daya saing produk yang kuat pada
komoditi mutiara di Australia dan Jepang, sebaiknya pemerintah
mendorong komoditas mutiara dalam negeri untuk bertahan pada posisi
pasar yang sudah ideal dengan daya saing yang kuat tersebut.
2. Pada posisi pasar “Lost Opportunity” di Hongkong, sebaiknya pemerintah
mendorong perusahaan mutiara untuk lebih produktif dalam memproduksi
48
komoditi mutiara dengan cara meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat agar
Indonesia memperoleh informasi yang baik mengenai kebutuhan impor
negara tersebut dan mengenai strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan
oleh negara importir lainnya sebagai bahan pembanding agar dapat
menerapkan kebijakan yang lebih baik.
3. Secara umum komoditi mutiara Indonesia yang diekspor ke pasar
internasional masih berupa bahan mentah, sehingga nilai ekspor yang
didapat tidak cukup besar. Sehingga diharapkan, dapat menambah added
value komoditi mutiara Indonesia agar memiliki nilai jual yang lebih
tinggi.
4. Perusahaan mutiara Indonesia diharapkan dapat meningkatkan teknologi
dan memberikan pelatihan kepada para petani mutiara agar mutu dan
kualitas mutiara dapat ditingkatkan.
5. Pemerintah diharapkan dapat mengembangkan infrastruktur zonasi dari
komoditi mutiara Indonesia dengan memperbaiki sarana transportasi dan
menambah luas area lahan untuk produksi mutiara.
6. Untuk penelitian selanjutnya mengenai ekspor komoditas mutiara
Indonesia, sebaiknya dilakukan juga penelitian terhadap produk dengan
kode Harmonized System (HS) enam digit HS710122 dengan produk
cultured pearls, worked.
49
DAFTAR PUSTAKA
Conference on Trade and Development. Berbagai Terbitan. www.unctad.org
[Agustus 2012]
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta: Bumi
Aksara.
Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
Hafni, N. 2011. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Aliran Ekspor Pisang Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB PRESS.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Berbagai Terbitan.
www.kkp.go.id [Juli 2012]
Lipsey, R. G., P. N. Courant, dan C. T. S. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi
Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mankiw, G. 2006. Macroeconomics Edisi Kelima. Worth Publishers: New York.
Oktaviani, R dan Tanti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya
di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press: New
York.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima Jilid 1. Haris Munandar
[penerjemah]. Erlangga: Jakarta.
Saptanto, S. 2011. Daya Saing Ekspor Produk Perikanan Indonesia Di Lingkup
ASEAN dan ASEAN-China. Jurnal Bijak dan Riset Sosek, 6:51-60.
Sukmawati, A. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan
Ekspor Mutiara Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Time and Date. Berbagai Terbitan. www.timeanddate.com [Agustus 2012]
50
United Nations Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan.
www.un.comtrade.org [Agustus 2012]
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisia
Fakultas Ekonomi UII: Yogyakarta.
World Bank. 2010. World Bank Economic Database. www.worldbank.org
[Agustus 2012]
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Hasil Olahan Metode RCA Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011
Tabel 1. Hasil Olahan Metode RCA Komoditi Mutiara Indonesia
Negara Tahun (Xij) (Xj) (Wij) (Wj) RCA
Australia 1999 2,096,021 1,484,781,103 7,173,798 53,577,021,503 10.543
2000 2,339,411 1,519,365,939 18,424,222 57,806,485,846 4.831
2001 3,628,112 1,842,293,640 13,188,404 53,634,341,027 8.009
2002 831,468 1,924,361,106 18,310,546 62,044,028,548 1.464
2003 1,655,700 1,791,602,712 2,595,221 74,503,567,215 26.530
2004 2,083,920 1,887,359,209 12,712,609 90,845,712,212 7.890
2005 4,834,138 2,227,607,920 9,587,280 102,258,257,395 23.146
2006 7,315,218 2,771,276,781 9,542,476 115,066,358,978 31.830
2007 2,854,818 3,394,555,752 10,702,986 132,307,028,909 10.396
2008 6,356,447 4,110,969,601 11,314,066 159,438,533,605 21.789
2009 3,264,383 3,264,223,973 6,949,305 132,516,124,280 19.070
2010 3,869,836 4,244,396,928 6,654,153 160,527,798,946 21.996
2011 4,833,576 5,582,530,032 7,491,244 180,867,795,376 20.905
Rataan 16.031
Hongkong 1999 1,017,896 1,330,000,495 75,877,846 122,296,851,983 1.234
2000 2,063,716 1,554,141,503 99,276,556 148,155,721,234 1.982
2001 4,530,598 1,290,327,580 83,719,637 143,752,065,516 6.029
2002 1,018,345 1,242,263,243 75,995,886 160,131,171,364 1.727
2003 40,364 1,183,277,935 47,486,078 197,195,012,752 0.142
2004 381,966 1,387,484,163 61,098,487 241,967,914,593 1.090
2005 256,078 1,492,335,989 92,803,212 273,872,686,951 0.506
2006 4,722 1,703,228,963 94,610,625 320,819,583,214 0.009
2007 1,268,638 1,687,454,024 103,691,825 365,753,928,605 2.652
2008 310,332 1,808,777,142 120,487,739 387,202,038,181 0.551
2009 8,083,896 2,111,839,005 107,814,366 343,192,746,228 12.185
2010 10,960,345 2,501,411,436 89,569,490 449,699,331,456 21.999
2011 13,644,697 3,215,405,187 91,760,232 523,808,956,502 24.224
Rataan 5.718
Jepang 1999 12,502,975 10,397,181,547 113,956,135 225,390,667,170 2.378
2000 17,021,164 14,415,189,665 114,945,944 292,960,981,300 3.009
2001 10,507,483 13,010,175,403 64,475,525 270,490,303,945 3.388
2002 6,658,972 12,045,115,461 60,899,962 269,050,850,837 2.442
2003 13,343,962 13,603,494,172 62,443,465 311,183,105,146 4.888
2004 2,710,072 15,962,109,263 65,866,581 351,978,225,278 0.907
2005 4,852,753 18,049,139,737 85,328,773 434,455,200,322 1.369
2006 5,146,229 21,732,122,929 63,674,673 489,810,394,177 1.822
2007 7,038,035 23,632,789,875 64,493,174 539,646,601,900 2.492
53
2008 5,972,622 27,743,856,152 40,775,487 535,671,800,352 2.828
2009 9,901,110 18,574,730,417 45,219,593 384,303,883,675 4.530
2010 15,583,430 25,781,813,648 51,118,267 469,888,739,182 5.556
2011 9,742,865 33,714,696,141 50,111,831 565,884,240,446 3.263
Rataan 2.990
54
Lampiran 2 Hasil Olahan Metode EPD Komoditi Mutiara Indonesia di Negara
Australia, Hongkong, dan Jepang, 1999-2011
Tabel 2. Hasil Olahan Metode EPD Komoditi Mutiara Indonesia
Negara Tahun Share Share Average Average Market
Xij/Wij Xj/Wj Growth Growth Positioning
X Y
Australia 1998 0.063 0.030 na na
1999 0.292 0.028 362.653 -7.572
2000 0.127 0.026 -56.542 -5.158
2001 0.275 0.034 116.656 30.686
2002 0.045 0.031 -83.493 -9.704
2003 0.638 0.024 1304.957 -22.469
2004 0.164 0.021 -74.306 -13.606
2205 0.504 0.022 207.594 4.855
2006 0.767 0.024 52.035 10.558
2007 0.267 0.026 -65.206 6.529
2008 0.562 0.026 110.631 0.497
2009 0.470 0.025 -16.389 -4.465
2010 0.582 0.026 23.806 7.338
2011 0.645 0.031 10.947 16.736
145.642 1.094 Rising Star
Hongkong 1998 0.035 0.015 na na
1999 0.013 0.011 -61.907 -27.302
2000 0.021 0.010 54.958 -3.543
2001 0.054 0.009 160.330 -14.432
2002 0.013 0.008 -75.239 -13.573
2003 0.001 0.006 -93.657 -22.651
2004 0.006 0.006 635.472 -4.439
2205 0.003 0.005 -55.862 -4.973
2006 0.000 0.005 -98.191 -2.570
2007 0.012 0.005 24413.602 -13.098
2008 0.003 0.005 -78.948 1.252
2009 0.075 0.006 2811.122 31.727
2010 0.122 0.006 63.200 -9.606
2011 0.149 0.006 21.519 10.357
2130.492 -5.604 Falling Star
Jepang 1998 0.142 0.048 na na
1999 0.110 0.046 -22.476 -3.421
2000 0.148 0.049 34.965 6.667
2001 0.163 0.048 10.055 -2.249
2002 0.109 0.045 -32.906 -6.922
55
2003 0.214 0.044 95.437 -2.353
2004 0.041 0.045 -80.746 3.739
2205 0.057 0.042 38.222 -8.391
2006 0.081 0.044 42.112 6.798
2007 0.109 0.044 35.025 -1.297
2008 0.146 0.052 34.223 18.267
2009 0.219 0.048 49.483 -6.679
2010 0.305 0.055 39.229 13.520
2011 0.194 0.060 -36.224 8.586
15.877 2.020 Rising Star
Lampiran 3. Variabel-Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011
Tabel 3. Variabel yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Komoditi Mutiara Indonesia Negara Tahun Nilai Ekspor GDP per
kapita Nilai Tukar Nilai Ekspor (t-1) Populasi Jarak Ekonomi
Australia 1999 2,096,021 20,623 1.550 359,362 18,926,000 21,020.407 2000 2,339,411 21,766 1.725 2,096,021 19,153,000 20,931.502 2001 3,628,112 19,597 1.933 2,339,411 19,413,000 21,236.235 2002 831,468 20,210 1.841 3,628,112 19,651,400 20,219.915 2003 1,655,700 23,544 1.542 831,468 19,895,400 18,517.007
2004 2,083,920 30,580 1.360 1,655,700 20,127,400 16,141.416 2005 4,834,138 34,149 1.309 2,083,920 20,394,800 15,172.764 2006 7,315,218 36,226 1.328 4,834,138 20,697,900 14,601.493 2007 2,854,818 40,672 1.195 7,315,218 21,072,500 13,886.289 2008 6,356,447 49,379 1.192 2,854,818 21,498,500 12,918.316 2009 3,264,383 42,101 1.282 6,356,447 21,951,700 14,285.090 2010 3,869,836 50,746 1.090 3,264,383 22,299,800 13,351.979 2011 4,833,576 60,642 0.969 3,869,836 22,620,600 12,546.532Hongkong 1999 1,017,896 24,716 7.758 1,706,630 6,606,500 10,557.446 2000 2,063,716 25,374 7.791 1,017,896 6,665,000 10,807.722 2001 4,530,598 24,812 7.799 2,063,716 6,714,300 10,096.002 2002 1,018,345 24,285 7.799 4,530,598 6,744,100 10,128.651 2003 40,364 23,559 7.787 1,018,345 6,730,800 11,138.797 2004 381,966 24,454 7.788 40,364 6,783,500 12,149.916 2005 256,078 26,092 7.777 381,966 6,813,200 11,953.068 56
2006 4,722 27,699 7.768 256,078 6,857,100 11,494.700 2007 1,268,638 29,900 7.801 4,722 6,925,900 11,369.847 2008 310,332 30,865 7.787 1,268,638 6,977,700 12,440.161 2009 8,083,896 29,882 7.752 310,332 7,003,700 12,114.620 2010 10,960,345 31,758 7.769 8,083,896 7,067,800 12,842.169 2011 13,644,697 34,457 7.784 10,960,345 7,071,600 13,291.189Jepang 1999 12,502,975 34,999 113.907 16,121,456 126,650,000 13,237.785 2000 17,021,164 37,292 107.765 12,502,975 126,870,000 13,056.938 2001 10,507,483 32,716 121.529 17,021,164 127,149,000 13,595.179 2002 6,658,972 31,236 125.388 10,507,483 127,445,000 13,981.966 2003 13,343,962 33,691 115.933 6,658,972 127,718,000 13,829.776 2004 2,710,072 36,442 108.193 13,343,962 127,761,000 14,476.211 2005 4,852,753 35,781 110.218 2,710,072 127,773,000 15,476.339 2006 5,146,229 34,102 116.299 4,852,753 127,756,000 16,577.377 2007 7,038,035 34,095 117.754 5,146,229 127,770,750 17,703.903 2008 5,972,622 37,972 103.359 7,038,035 127,704,040 17,954.063 2009 9,901,110 39,473 93.570 5,972,622 127,557,958 16,283.707 2010 15,583,430 43,063 87.780 9,901,110 127,450,459 16,815.942 2011 9,742,865 45,903 79.807 15,583,430 127,817,277 17,714.714
57
58
Lampiran 4 Hasil Output Model Permintaan Komoditi Mutiara Indonesia di
Negara Autralia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011
a. Hasil Output
Dependent Variable: NX
Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)
Date: 09/17/12 Time: 21:14
Sample: 1999 2011
Periods included: 13
Cross-sections included: 3
Total panel (balanced) observations: 39
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (no d.f.
correction)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 225.1637 89.08307 2.527570 0.0168
GDP 3.219599 1.305542 2.466102 0.0194
NT 0.023571 0.012909 1.825945 0.0775
NX1 0.199716 0.112517 1.774984 0.0857
POP -14.67132 6.068933 -2.417447 0.0217
JE 0.315636 0.890374 0.354498 0.7254
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.727701 Mean dependent var 22.77535
Adjusted R-squared 0.666214 S.D. dependent var 9.263566
S.E. of regression 1.077185 Sum squared resid 35.97017
F-statistic 11.83506 Durbin-Watson stat 2.380561
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.435966 Mean dependent var 14.82893
Sum squared resid 59.06686 Durbin-Watson stat 1.952017
59
b. Uji Normalitas
c. Uji Multikolinearitas
GDP NT NX1 POP JE
GDP 1.704440 0.015182 -0.009467 -7.381396 0.597292
NT 0.015182 0.000167 0.000034 -0.065805 0.006807
NX1 -0.009467 0.000034 0.012660 -0.058342 0.020485
POP -7.381396 -0.065805 -0.058342 36.831951 -1.431208
JE 0.597292 0.006807 0.020485 -1.431208 0.792765
0
1
2
3
4
5
6
7
-2 -1 0 1 2
Series: Standardized Residuals
Sample 1999 2011
Observations 39
Mean 1.35e-16
Median 0.067829
Maximum 1.990928
Minimum -2.256907
Std. Dev. 0.972925
Skewness -0.133215
Kurtosis 2.805698
Jarque-Bera 0.176699
Probability 0.915441