analisis dampak interaksi spasial (kelompok 4a)
TRANSCRIPT
ANALISIS DAMPAK INTERAKSI SPASIALKAWASAN JABODETABEKJUR
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak-Cianjur)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341)
Dikerjakan Oleh :Kelompok IV A
21040112120005 Ariani Suwandi21040112120007 Ambar Sulistyo Ayu21040112140031 M. Raditya Rizal21040112130071 Dwitantri Rezkiandini21040112130093 Yusuf Fadni Utama21040112140115 Prima Dea Arijani
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2013
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia bersifat mobile atau bergerak. Sifat manusia yang bergerak
tersebut memunculkan pertanyaan penyebab pergerakan dan perbedaan pergerakan antar
tempat. Adanya perbedaan pergerakan ditimbulkan karena perbedaan karakteristik suatu
wilayah, permintaan dan penawaran serta faktor lokasi.
Pusat kota mempunyai fungsi melayani daerah yang mempunyai hirarki di bawahnya.
Hubungan antara hirarki tertinggi dengan hirarki di bawahnya akan memperlihatkan adanya
interaksi keruangan. Interaksi keruangan dapat berupa akses dari daerah dengan hirarki di
bawahnya dalam hal mengakses sarana dan prasarana dari pusat kota. Interaksi keruangan
bisa pula terjadi dalam aspek ekonomi dimana masyarakat pada daerah pedesaan dapat
menjual hasil buminya di kota dan hasil produksi barang dan jasa dari pusat kota dapat
ditawarkan pada masyarakat desa. Atau mungkin dalam aspek sosial dimana tenaga kerja
industri kota biasanya berasal dari masayarakat desa yang berniat mencari penghidupan
yang layak di pusat kota.
Interaksi keruangan dapat memberikan dampak positif dalam mendukung
perkembangan wilayah. Hal ini dikarenakan wilayah tidak dapat berdiri sendiri, saling
berinteraksi dan memberikan timbal balik yang positif atau bahkan dengan adanya interkasi
keruangan antar Kota A dan Kota B, juga mengakibatkan adanya permasalahan di Kota A
maupun Kota B. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi adalah interaksi negatif.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 1
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
BAB 2
KAJIAN LITERATUR
2.1 Pengertian Interaksi
Interaksi dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang saling berpengaruh
antar dua wilayah atau lebih yang dapat menimbulkan gejala, ketampakan, ataupun
permasalahan baru. Misalnya, ada dua daerah, yaitu X dan Y. Wilayah X merupakan daerah
pedesaan sebagai penghasil sumber bahan pangan, seperti padi, sayur-mayur, dan buah-
buahan. Adapun wilayah Y merupakan daerah perkotaan yang menjadi sentra industri
pertanian. Beberapa jenis produk industri yang dihasilkann sebgai pendukung kegiatan
pertanian antara lain pupuk dan alat-alat pertanian. Perbedaan produk antara kedua wilayah
tersebut mengakibatkan terjadinya interaksi. Untuk memasarkan hasil pertanian, penduduk
desa X menjual ke kota Y yang sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor industri.
Sebaliknya, produk-produk industri dari kota Y didistribusikan ke desa X yang sangat
memerlukan teknologi pertanian berupa pupuk dan perkakas sehingga dapat memperlancar
kegiatan bertaninya. Akibatnya, terjalinlah hubungan timbale balik antara kedua wilayah
tersebut.
Ilustrasi tersebut memberikan gambaran bahwa pada prinsipnya interaksi keruangan
merupakan hubungan timbal balik antara dua wilayah atau lebih, dimana di dalamnya terjadi
pergerakan atau mobilitas manusia (penduduk), barang dan jasa, gagasan, serta informasi.
Akibat hubungan tersebut menimbulkan gejala atau ketampakan baru,, baik yang sifatnya
positif maupun negatif.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi
Pola dan kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih sangat dipengaruhi oleh
keadaan alam dan sosial daerah tersebut, serta kemudahan yang mempercepat proses
hubungan kedua wilayah itu. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor utama yang mendasari
atau mempengaruhi timbulnya interkasi antar wilayah, yaitu sebagai berikut :
1) Adanya Wilayah-Wilayah yang Saling Melengkapi (Regional Complementary)
Ragional complementary adalah terdapatnya wilayah-wilayah yang berbeda
dalam ketersediaan atau kemampuan sumber daya. Di satu pihak ada wilayah
yang kelebihan (surplus) sumber daya, seperti produksi pertanian dan bahan
galian, di lain pihak ada daerah yang kekurangan (minus) jenis sumber daya
alam tersebut. Adanya dua wilayah yang surplus dan minus sumber daya
tersebut sangat memperkuat terjadinya interaksi, dalam arti saling melengkapi
Analisis Dampak Interaksi Spasial 2
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
kebutuhan, dimana masing-masing wilayah berperan sebagai produsen dan
konsumen.
Gambar Adanya Wilayah-Wilayah yang Saling Melengakapi (Regional
Complementary)
2) Adanya Kesempatan untuk Berintervensi (Intervening Opportunity)
Kesempatan berintervensi dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan
perantara yang dapat mengahambat timbulnya interaksi antar wilayah.
Gambar Melemahnya Interksi Akibat Intervening Opportunity
Berdasarkan bagan diatas, sebenarnya secara potensial antara wilayah A dan B
sangat memungkinkan terjalin interkasi karena masing-masing wilayah memiliki
kelebihan dan kekurangan sumber daya sehingga dapat berperan sebagai
produsen dan konsumen. Namun karena ada wilayah lain, yaitu C yang
menyuplai kebutuhan A dan B maka kekuatan interkasi antara A dan B menjadi
lemah. Dalam hal ini, wilayah C berperan sebagai intervening area atau wilayah
perantara.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 3
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
Intervening opportunity dapat pula diartikan sebgai sesuatu hal atau
keadaan yang dapat melemahkan jalinan interkasi antar wilayah karena adanya
sumber alternative pengganti kebutuhan.
Gambar Melemhanya interaksi Akibat Sumber Daya Alternatif
3) Adanya Kemudahan Transfer atau Pemndahan Ruang (Spatial Transfer Ability)
Faktor yang juga mempengaruhi kekuatan interkasi adalah kemudahan
pemindahan manusia, barang, jasa, gagasan dan informasi antara satu wilayah
dan wilayah lainnya. Kemudahan pergerakan antar wilayah sangat berkaitan
dengan :
a) Jarak antarwilayah, baik jarak mautlak maupun relatif;
b) Biaya transportasi
c) Kemudahan dan kelancaran prasarana dan sarana transportasi
antarwilayah.
2.3 Pengaruh Interaksi
Wujud interaksi kota-desa yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
antara lain sebagai berikut :
a. Pergerakan barang dari desa ke kota, atau sebaliknya.
b. Pergerakan gagasan dan informasi, terutama dari kota ke desa.
c. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah.
d. Pergerakan manusia, baik dalam bentuk bekerja, rekreasi, menuntut ilmu,
ataupun keperluan-keperluan lainnya.
Potensi interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan intensitas yang
relative tinggi tentunya dapat menimbulkan pengaruh, baik bagi wilayah perdesaan maupun
perkotaan. Pengaruh tersebut dapat bersifat negatif maupun positif. Beberapa contoh media
yang mengakibatkan adanya perubahan bagi kawasan perdesaan karena proses interaksi
antara lain melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
yang dilakukan mahasiswa, kegiatan ABRI Masuk Desa (AMD), tenaga sukarela untuk
Analisis Dampak Interaksi Spasial 4
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
pembangunan desa-desa terpencil baik yang dikirim pemerintah maupun Lembaga
Swadaya Masyarkat (LSM), program pembangunan desa, dan media-media lainnya.
Pengaruh positif yang dapat timbul akibat adanya interkasi kota-desa antara lain
sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan penduduk meningkat,
b. Adanya lembaga pendidikan di perdesaan dapat memberikan sumbangan yang
sangat berarti dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan penduduk untuk
turut serta dalam proses pembangunan.
c. Tingkat ketergantungan desa terhadap kota sedikit demi sedikit dapat dikurangi
karena wilayah desa terus mengalami perkembangan kea rah kemandirian.
d. Melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan
kota dengan desa, wilayah perdesaan akan semakin terbuka. Terbukanya
keisolasian wilayah desa tentuanya dapat meningkatkan kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya masyarakat.
e. Masuknya unsur-unsur teknologi ke wilayah perdesaan dapat lebih
mengefektifkan proses produksi dan pengelolaan sumber daya alam sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
f. Bagi masyarakat kota, proses interkasi dengan wilayah perdesan juga memiliki
pengaruh yang positif, seperti terdistribusinya barang-barang hasil pertanian,
perkebunan, dan barang-barang yang lain untuk memenuhi konsumsi penduduk
kota.
Gejala dan permasalahan sosial yang sering timbul di masyarakat perdesan khusunya yang
dekat denga kota sebgai akibat dari interaksi kota dan desa, antara lain sebagai berikut.
1. Kompetisi.
2. Kotroversi.
3. Konflik.
4. Hubungan penguasa dengan rakyat.
5. Masyarakat mulai terbuka.
6. Keseragaman dan keragaman (Sumber : Geografi Kota dan Desa, 1987).
Adapun pengaruh negatif dari interaksi kota-desa adalah sebagai berikut :
a. Gerakan penduduk desa ke kota dapat mengurangi jumlah penduduk desa usia
produktif yang diharapkan dapat membangun desanya.
b. Banyak lahan pertanian di desa yang terlantar karena penduduknya
berurbanisasi.
c. Timbulnya gejala urbanisme.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 5
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
BAB 3
ANALISIS
Pembentukan Kawasan Metropolitan Jakarta atau yang dikenal dengan Jabodetabek
(sekarang Jabodetabekjur), disebabkan oleh adanya keterkaitan antar wilayah yang
membuat adanya suatu hubungan sehingga setiap kabupaten/kota yang terkait terus
berkembang, belum lagi adanya aliran investasi asing dan dalam negeri serta
kebijakankebijakan pemerintah yang mendukung pembentukan wilayah metropolitan. Pada
tahun 1970-an, wilayah ini dikenal dengan sebutan Jabotabek, yaitu singkatan dari Jakarta-
Bogor-Tangerang-Bekasi. Akan tetapi seiring dengan bertumbuhnya jumlah penduduk dan
meluasnya kegiatan perekonomian perkotaan, pada tahun 1990-an, kawasan ini dikenal
dengan Jabodetabek (ditambah dengan Kota Depok) dan kini Jabodetabekjur (ditambah
dengan beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur). Melihat perkembangan yang terus
berlangsung maka tidak menutup kemungkinan bertambahnya kawasan metropolitan baru di
dalam Kawasan Metropolitan Jakarta ini.
Adapun struktur Kawasan Metropolitan Jabodetabekjur, menunjukkan suatu pola
struktur yang polisentrik (banyak pusat), yaitu DKI Jakarta sebagai pusat utamanya, dan
memiliki Bogor (kabupaten dan kota), Kota Depok, Tangerang (kabupaten dan kota), Bekasi
(kabupaten dan kota) sebagai sub pusat yang melayani kota dan daerah otonomnya, serta
ditambah dengan kawasan Puncak-Cianjur yang juga diperhatikan pengaruhnya terhadap
wilayah metropolitan. Selain itu dapat dengan jelas kita lihat bagaimana pengaruh DKI
Jakarta sebagai pusat terhadap wilayah sekitarnya yang menghasilkan suatu daerah
perkotaan yang meluas, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1
Sumber: Metropolitan di Indonesia, Tanpa Angka Tahun.GAMBAR 3.1 Struktur Wilayah Metropolitan Jabodetabekjur
Analisis Dampak Interaksi Spasial 6
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
Sumber: Kebijakan Penataan Ruang kawasan JabodetabekpunjurGambar 3.2 Keterkaitan Fungsi Jalan dengan Fungsi Kota yang Dihubungkan
Berdasarkan Fungsi
Struktur dari wilayah metropolitan Jabodetabekjur, dapat dilihat dengan adanya jumlah
migrasi yang keluar dan masuk DKI Jakarta dan Kota Sekitarnya. Jumlah ini menunjukkan
suatu keterkaitan karena adanya pergerakan yang dapat disebabkan oleh kegiatan ekonomi
(tempat bekerja), perumahan (tempat tinggal), pariwisata dan lainnya. Keterkaitan ini juga
didukung oleh adanya infrastruktur terutama transportasi dan komunikasi yang mendorong
aliran informasi antar daerah.
Sumber: Kebijakan Penataan Ruang kawasan JabodetabekpunjurGambar 3.3 Keterkaitan Antar Kota PKN Metropolitan Jabodetabek-Punjur (Eksisting)
Analisis Dampak Interaksi Spasial 7
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
Dampak-dampak yang ditimbulkan:
a. Pencemaran Udara
Pencemaran udara akan menimbulkan kerugian kurang lebih senilai Rp 4,3 triliun pada
tahun 2015 apabila masalah tersebut tidak segera ditangani. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, cukup banyak warga Jakarta yang menderita infeksi saluran
pernapasan jika dibandingkan dengan daerah lain. Penyebab utama dari polusi udara
sekitar 70 persen dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor. Pada tahun 1998, kerugian
akibat pencemaran udara sudah mencapai Rp1,8 triliun.
b. Pengelolaan Sampah
Jumlah sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh DKI Jakarta adalah 25.650 meter
kubik atau setara dengan 6.000 ton. Padahal, sampah yang dapat diolah di TPA yang
dimiliki oleh Pemda Jakarta baru 88 persennya atau setara dengan 22.500 meter kubik.
Permasalahan ini kemudian terus meningkat dan diantaranya ditunjukkan oleh
longsornya TPA Bantar Gebang akibat volume sampah yang terlalu besar.
c. Permasalahan Banjir
Permasalahan banjir terkait dengan aktivitas dan jumlah penduduk yang terus
meningkat di wilayah metropolitan ini. Setidaknya ada 78 titik rawan genangan di DKI
Jakarta yang menyebabkan pada tahun 1996 dan 2002 terjadi banjir cukup besar.
Selain itu, permasalahan banjir juga disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terdapatnya
penyempitan sungai akibat sedimentasi partikel-partikel yang terbawa, yang berdampak
pada meningkatnya aliran air permukaan (run-off), perubahan lahan alami menjadi
lahan terbangun yang menimbulkan bahaya erosi dan menurunkan infiltrasi air tanah,
terjadinya genangan di kawasan pantai lama yang mengalami amblesan (land
subsidance), dan hingga tahun 2002, situ-situ mengalami penyusutan yang cukup
signifikan (sebesar 65,8 persen).
d. Terjadinya Krisis Air
Isu lainnya yang terdapat dalam kawasan Jabodetabekjur adalah adanya krisis air. Hal
ini terlihat dari fakta bahwa warga ibukota mengkonsumsi air tanah yang tidak sehat
karena sudah tercemar oleh berbagai bahan polutan padahal sekitar 55 persen warga
Jakarta menggunakan air tanah dan hanya 45 persen saja yang menggunakan air dari
PDAM.
Permasalahan lain yang terkait adalah tidak memadainya fasilitas MCK (mandi, cuci,
kakus), truk tinja, saluran air limbah (sewerage system), dan Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT) yang sudah banyak yang tidak memadai. Kasus ini juga terdapat di
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
e. Masalah Transportasi
Selain jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan panjang jalan yang ada,
Analisis Dampak Interaksi Spasial 8
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
komposisi kendaraan yang lalu lalang di Jakarta juga tidak seimbang (kemacetan). Dari
jumlah itu, kendaraan pribadi mencapai lebih dari 90 persen, mulai dari sepeda motor,
mobil berumur tua, hingga mobil-mobil mewah. Pada tahun 2002, kendaraan angkutan
penumpang umum hanya sekitar 96.750 buah atau 2,5 persen, dan kendaraan
pengangkut barang sekitar 239.940 buah atau sekitar 6,2 persen. Hal ini diperburuk
dengan kondisi bahwa dari 96.750 buah kendaraan angkutan penumpang umum
tersebut, 2.670 buah di antaranya merupakan bus umum yang kondisinya rusak dan
sebenarnya tak laik jalan.
Selain itu, fasilitas kereta api juga belum dapat menampung 25 juta pergerakan
yang ada di Jabodetabek, karena yang dapat ditampung oleh KA hanya 2,5 persen
saja. Jika masalah-masalah kereta api tidak bisa dicarikan solusinya maka pada tahun
2014, masyarakat akan menderita karena luas jalan dibanding dengan luas kendaraan
yang ada tidak sebanding lagi. Ini berarti akan terjadi kemacetan total di seluruh jalan di
Jakarta.
Sementara itu, dampak positif yang ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a. Mempercepat laju perekonomian
Adanya interaksi spasial di Jabodetabekjur dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
di wilayah-wilayah tersebut. Hal ini dapat terlihat dari adanya banyak sektor yang
berkembang terus menerus di wilayah sekitar DKI Jakarta.
b. Tingkat ketergantungan desa terhadap kota sedikit demi sedikit dapat dikurangi karena
wilayah desa terus mengalami perkembangan kea rah kemandirian.
c. Melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan kota
dengan desa, wilayah perdesaan akan semakin terbuka. Terbukanya keisolasian
wilayah desa tentuanya dapat meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat.
d. Masuknya unsur-unsur teknologi ke wilayah perdesaan dapat lebih mengefektifkan
proses produksi dan pengelolaan sumber daya alam sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
e. Bagi masyarakat kota, proses interkasi dengan wilayah perdesan juga memiliki
pengaruh yang positif, seperti terdistribusinya barang-barang hasil pertanian,
perkebunan, dan barang-barang yang lain untuk memenuhi konsumsi penduduk kota.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 9
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
BAB 4
KESIMPULAN
Interaksi keruangan terjadi karena wilayah tidak dapat berdiri sendiri. Wilayah-wilayah
tersebut saling berinteraksi dan melaksanakan hubungan timbal balik. Interaksi tersebut
dapat memberikan dampak positif dalam mendukung perkembangan wilayah-wilayah
tersebut. Selain itu, interaksi antarwilayah juga dapat memberikan dampak negatif. Dampak
negative yang ditimbulkan dari adanya interaksi antarwilayah di Jabodetabekjur adalah
pencemaran udara, banjir, krisis air, penumpukan samapah, dan sarana transportasi yang
tidak memadai. Namun interaksi tersebut juga memberikan dampak positif seperti
mempercepat laju perekonomian, meningkatkan pengetahuan penduduk dan sebagainya.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 10
Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) 2013
DAFTAR PUSTAKA
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/01/kondisi-spasial-pola-keruangan-
dampak-interaksi-desa-dan-kota.html. 2013. “ Kondisi Spasial, Pola
Keruangan dan Dampak Interaksi Desa dan Kota” dalam Perpustakan Cyber.
Diunduh Minggu, 24 November 2013.
Utoyo, B. 2009. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, p. 202.
Analisis Dampak Interaksi Spasial 11