analisis c
DESCRIPTION
.TRANSCRIPT
Nama : Sarayati Khairunisah
NIM : 04011181320024
1. Bagaimana mekanisme dan etiologi kelopak mata sulit dibuka?
Pada kasus, nn Sinta menderita Myasthenia Gravis. Myasthenia gravis merupakan
penyakit autoimun. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Penyakit iniditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Kelemahan otot biasanya
dirasakan terlebih dahulu pada organ yang memiliki sedikit otot dan sering
digerakkan (otot otot mata)
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin
Dalam Kondisi normal, Semua otot yang ada ditubuh kita diaktifkan oleh rangsangan
syaraf yang berjalan sepanjang batang syaraf dari otak dan urat syaraf tulang belakang
Bila rangsangan saraf mencapai persimpangan neuromuscular , titik dari sambungan
serabut saraf berakhir pada serabut otot , zat yang dihasilkan disebut Acetylcholine
(AcH) , dimana reseptor pada membrane otot yang diserang serta menghasilkan
kontraksi otot. Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan
akan menyerang reseptor acetylcholine (AChr). Jika reseptor mengalami gangguan
maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot
terganggu dan menyebabkan kelemahan otot. Myasthenia gravis merupakan penyakit
yang terkait sel B, karena antibodi yang dihasilkan sel B justru menyerang reseptor
acetilcholin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara,antara
lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan
mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscularjunction dengan cara
menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi
area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang
baru disintesis. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya kelainan dari
thymus terkait dengan penyakit ini.
Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, sering
menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis
otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih
bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi
akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi,
diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala
2. Apa makna dari pernyataan penyakit ini diderita untuk pertama kalinya dan tidak ada
keluarga yang menderita penyakit sejenis?
Makna dari pernyataan tersebut adalah penyakit yang diderita nn Sinta bukan
merupakan penyakit kambuhan dan bukan merupakan penyakit keturunan (genetik)
3. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik khusus?
Dalam Kondisi normal, Semua otot yang ada ditubuh kita diaktifkan oleh rangsangan
syaraf yang berjalan sepanjang batang syaraf dari otak dan urat syaraf tulang belakang
Bila rangsangan saraf mencapai persimpangan neuromuscular , titik dari sambungan
serabut saraf berakhir pada serabut otot , zat yang dihasilkan disebut Acetylcholine
(AcH) , dimana reseptor pada membrane otot yang diserang serta menghasilkan
kontraksi otot. Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan
akan menyerang reseptor acetylcholine (AChr). Jika reseptor mengalami gangguan
maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot
terganggu dan menyebabkan kelemahan otot. Myasthenia gravis merupakan penyakit
yang terkait sel B, karena antibodi yang dihasilkan sel B justru menyerang reseptor
acetilcholin. Ikatanan tibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara
lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodianti-reseptor asetilkolin dan
mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscularjunction dengan cara
menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi
area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang
baru disintesis. Hal ini mengakibatkan gangguan komunikasi antara sel saraf dan
otot sehingga menyebabkan kelemahan otot. Kelemahan otot dapat terlihan
pada organ yang memiliki sedikit otot tapi sering digerakkan seperti otot ekstra
okular (kelopak mata) sehingga menyebabkan kondisi ptosis.
4. Bagaimana patofisiologi diagnosis kerja pada kasus ini?
Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun
yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun
tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain. Sehingga
mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis.
Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan
miatenia gravis. Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi
pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.
Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi
terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien
yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata
Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi
yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin.Peranan selT
pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Walaupun mekanisme
pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada
penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Timus merupakan
organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan selT, dimana abnormalitas pada
timus seperti hiperplasiatimus atau timoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien
dengan gejala miastenik
Subunit alfa juga merupakan bindingsite dari asetilkolin. Sehingga pada pasien
miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda,
dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit
alfa. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain: ikatan
silang reseptor asetilkolin terhadap antibodianti-reseptor asetilkolin dan mengurangi
jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscularjunction dengan cara menghancurkan
sambungan ikatan pada membran postsinaptik, sehingga mengurangi area permukaan
yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis
5. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosis kerja pada kasus ini?
Pemberian penghambat kolinesterase umumnya dilakukan sebagai langkah
penanganan awal untuk menangani myasthenia gravis dengan gejala-gejala yang
ringan hingga menengah. Sedangkan kortikosteroid dan imunosupresan digunakan
ketika gejala-gejala tetap bertambah parah.
Pada kasus ini, myasthenia gravis menunjukkan gejala gejala mild, sehingga
pengobatan menggunakan penghambat kolinesterase
Neostigmin bromide (prostigmin) 15 mg per tab. Diberikan 3x1 tab
Neostigmin methylsulfat (prostigmin) 0,5 mg/amp (im/iv)
Pyrisdostigmin bromide (mestinon) 60 mg/tab
Myasthenia Gravis
Penyebab
Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor
acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar
thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani
operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit
autoimun ini akan sembuh.
Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi.
Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang
seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus
tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada
kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan
belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot
(myocytes) dengan reseptor acetylcholine.
Patofisiologi Myasthenia Gravis
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di
dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan
merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies
ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu
penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita
Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit
tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting
dalam etiology penyakit ini.
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan
toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini,
Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel
B lah yang memproduksi anti-AChR bodies.Namun, penemuan baru menunjukkan
bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada
patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
Tanda Dan Gejala
Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan
dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut : Kelemahan
otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada
lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis,
walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot
okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu
kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian besar mengalami
kelemahan. Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir
tidak pernah ditemukan.
Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara lain
Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)
Penglihatan ganda
Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak disertai
gejala stroke lainnya)
Gangguan menelan
Gangguan bicara
Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang
biasanya menyerang bayi yang baru lahir
Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi bisa muncul kembali
bila otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung
kerusakan sistem saraf yang dialami.
Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada lengan dan
tungkai.
Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.
Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami kesulitan dalam
menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan.
Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk pernafasan
(krisis miastenik).
Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB)
of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :
Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih normal
Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat
kelemahannya
Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga
mempengaruhi ekstrimitas
Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan pada
otot okuler
Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga
mempengaruhi ekstrimitas
Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada otot okuler
Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal
Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal, Juga
mempengruhi otot-otot ekstrimitas
Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami
kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan
yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang
terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian
guna memperkuat diagnosis.
Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini
disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot
pada penderita miastenia gravis.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan
elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin
merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.
CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami
kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan
yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang
terkena diistirahatkan.
Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf dengan
elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
asetilkolin.
Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin
merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.
CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.
Pengobatan
Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang
menyerang acetylcholine
Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif
lagi
Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus dioperasi
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian
guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah
edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan
memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.