analisis

16
ANALISIS DANAU RANAU adalah sebuah danau indah yang menjadi salah satu daya tarik wisata Propinsi Lampung atau pun Propinsi Sumatera Selatan. Danau Ranau ini merupakan danau terbesar kedua di pulau Sumatera setelah Danau Toba yang eksotis itu. Namun keindahan Danau Ranau ini tak kalah dengan Danau Toba di Sumatera Utara itu. Danau Ranau nan indah ini berada di perbatasan Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera Selatan, sekitar 31 kilometer Kota Liwa atau 342 kilometer dari Kota Palembang, Ibukota Propinsi Sumatera Selatan. Danau yang terbentuk dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi ini memiliki luas sekitar 126 kilometer persegi. Sungai yang pada mulanya mengalir di kaki gunung berapi itu menjadi sumber air yang mengisi cekungan tersebut, sehingga lambat laut cekungan tersebut menjadi besar dan berubah menjadi danau seperti sekarang ini. Pada waktu itu di sekeliling danau ditumbuhi tanaman liar dan tumbuhan semak yang oleh penduduk setempat

Upload: deviriani-putri-hariyanto

Post on 09-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS

ANALISIS

DANAU RANAU adalah sebuah danau indah yang menjadi salah satu daya

tarik wisata Propinsi Lampung atau pun Propinsi Sumatera Selatan. Danau

Ranau ini merupakan danau terbesar kedua di pulau Sumatera setelah

Danau Toba yang eksotis itu. Namun keindahan Danau Ranau ini tak kalah

dengan Danau Toba di Sumatera Utara itu.

Danau Ranau nan indah ini berada di perbatasan Kabupaten Lampung

Barat Propinsi Lampung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

Propinsi Sumatera Selatan, sekitar 31 kilometer Kota Liwa atau 342

kilometer dari Kota Palembang, Ibukota Propinsi Sumatera Selatan.

Danau yang terbentuk dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung

berapi ini memiliki luas sekitar 126 kilometer persegi. Sungai yang pada

mulanya mengalir di kaki gunung berapi itu menjadi sumber air yang

mengisi cekungan tersebut, sehingga lambat laut cekungan tersebut menjadi

besar dan berubah menjadi danau seperti sekarang ini. Pada waktu itu di

sekeliling danau ditumbuhi tanaman liar dan tumbuhan semak yang oleh

penduduk setempat disebut ranau, sehingga danau itupun diberi nama

Danau Ranau.

Pemandangan di danau ini begitu indah. Air danau yang jernih , udara yang

sejuk dengan latar belakang Gunung Seminung - sisa dari gunung api yang

meletus tersebut - membuat tempat ini cocok sekali sebagai tujuan untuk

berlibur. Danau Ranau ini juga merupakan tempat para nelayan untuk

mencari ikan. Jenis-jenis ikan di danau ini antara lain, ikan mujair, ikan

kepot, ikan kepiat, ikan harongan.

Satu lagi yang unik di danau ini yaitu ditengah danau terdapat sebuah pulau

yang bernama Pulau Marisa. Selain itu terdapat sumber air panas di sekitar

danau yang sering digunakan oleh para wisatawan yang datang. Ada juga air

terjun yang bisa sobat kunjungi bila berada di danau Ranau ini.

Page 2: ANALISIS

Lokasi Danau Ranau ini bisa ditempuh selama kurang lebih 7 jam dari Kota

Palembang, atau bila dari Bandar Lampung bisa melewati Bukit Kemuning

dan Kota Liwa. Semua jalan sudah beraspal jadi perjalanan  sobat akan

terasa nyaman.

Analisis Rencana Pengembangan Sektor

Pariwisata Danau Ranau dalam rangka Meningkatkan Potensi Daerah

Pariwisata

dan Menunjang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten

oKU

SelatarlAkuntansi.

Perumusan masalahnya adalah bagaimana rencana pengembangan sektor

pariwisata Danau Ranau dalam rangka meningkatkan potensi daerah

pariwisata

dan menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD ) Kabupaten

OKU

Selatan. Tujuannya untuk mengetahui rencana pengembangan sektor

pariwisata

Danau Ranau dalarn rangka meningkatkan potensi daeratr pariwisata dan

menunjangp eningkatanP endapatanA sli Daerah( PAD) Kabupaten OKU

Selatan.Manfaatnya yaitu bagi penulis dapat menambah wawasan dan

pengetahuanpenulis mengenai rencana pengembangan pariwisata dan bagi

almamaterdiharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti pada

bidnag yang sama.Penelitian ini menggunakan pendekatan asosiatif. Tempat

penelitian dilakukan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dinas

Pendapatan Daerah Kabupaten OKU Selatan. Variabel yang digunakan

adalatr rencana pengembangan selctor pariwisata. Potensi daerah pariwisata.

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data primer yang diperlukan adalah data

yarr,g diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata serta Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten oKU Selatan. Teknik

pengumpulan data yang dipergunakan adalah dokumentasi. Analisis data

yang digunakan kualitatif dengan teknik analisis SWOT.

Page 3: ANALISIS

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa rencana pengembangan

sector pariwisah adalah dengan membangun berbagai fasilitas pariwisata

maupun memperbaiki fasilitas yang sudah adq melakukan promosi lewat

berbagai medi4 meningkatkan kualitas SDM. Kekuatan pengembangan

obyek wisata Danau Ranau adalah adanya beberapa tempat obyek wisata

yang ada di Danau Ranau, yang didukung oleh potensi sumber daya alam,

sumber daya buatan serta keragaman budayanya. sedangkan kelemahannya

yaitu sarana dan prasara penunjang pariwisata belum mernadai, kualitas

sumber daya manusianya masih

kurang, serta kegiatan promosi yang kurang gencar dilahkan meqiadi faktor

penghambapt engembangano byek wisata Danau Ranau.

Kata kunci: Rencana Pengembangan Potensi,Daerah Pariwisata dan

Pendapatan Asli daerah

“MALIN KUNDANG”:ANALISIS E-135 SAWIRMAN

Page 4: ANALISIS

Oleh Non Martis

(Peneliti Balai Bahasa Padang)

I. Pengantar

Cerita Malin Kundang adalah sebuah legenda yang hidup di Minangkabau,

yaitu mengenai seorang anak manusia yang bernama Malin Kundang, yang

setelah berhasil di rantau, pulang dengan kapalnya bersama istrinya. Pada

waktu kepulangannya itu, ibunya menjemput Malin Kundang ke pelabuhan.

Keadaan ibunya yang sudah tua dan melarat menyebabkan Malin Kundang

tidak mau mengakui orang tua itu sebagai ibunya. Karena sangat kecewa,

ibunya berdoa agar Allah menurunkan kutukan kepada anaknya itu jika

benar dia adalah anaknya. Doa si ibu terkabul dan kapal Malin Kundang dan

seisinya menjadi batu.

Oleh masyarakat Minangkabau, legenda ini dianggap benar-benar terjadi di

suatu waktu dan di suatu tempat. Manakala seorang anak ‘melawan’ kepada

orang tuanya, ia akan diingatkan kepada kisah si Malin Kundang yang telah

menjadi batu karang karena durhaka kepada orang tua. Sebagai legenda,

cerita Malin Kundang terdiri atas ‘subjek’, yaitu teks dan benda yang diacu

oleh teks tersebut, yaitu berupa batu yang terletak di Pantai Air Manis, Kota

Padang. Antara benda yang diacu dengan teks cerita mempunyai hubungan

yang sangat erat. Karena keeratan hubungan itu, batu Malin Kundang tidak

akan bermakna tanpa adanya teks cerita Malin Kundang. Sebaliknya, teks

cerita akan tetap bermakna tanpa adanya benda yang diacu, yakni batu yang

diberi nama Batu Malin Kundang.

Dalam banyak hal, legenda Malin Kundang yang pada mulanya dalam

bentuk sastra lisan telah banyak diresepsi orang dalam bentuk satra tulis, di

antaranya Wisran Hadi dan Maryelliwati telah meresepsi legenda ini dalam

bentuk drama, A.A. Navis dan Irman Syah telah pula meresepsinya dalam

bentuk cerpen, dan dalam berbagai bentuk tulisan lainnya di koran-koran.

Banyaknya resepsi atas legenda Malin Kundang itu dapat disimpulkan

bahwa Malin Kundang telah menjadi sebuah fenomenal budaya, tidak hanya

dalam lingkup budaya Minangkabau melainkan juga dalam lingkup budaya

Page 5: ANALISIS

Indonesia. Faktor inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk

menganalisis legenda Malin Kundang dengan E-135. Selain hal di atas,

kiranya E-135 dapat digunakan sebagai sebuah ‘pisau bedah baru’ dalam

bidang wacana Malin Kundang ini.

II. Teori

Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa teori yang

digunakan untuk menganalisis legenda Malin Kundang ini adalah E-135

yang digagas oleh Dr. Sawirman. Dalam draf yang disampaikan kepada

kami (mahasiswa S2 Unand) jelas-jelas dikatakan bahwa E-135 bertitik

tolak pada hermeneutik. Dalam aplikasinya, E-135 mempunyai lima tahapan

analisis, yaitu 1) elaborasi, 2) representasi, 3) signifikasi, 4) eksplorasi, dan

5) transfigurasi. Kelima tahapan analisis E-135 itu disajikan sebagai berikut.

Tahap Elaborasi disebut juga dengan tahapan kajian linguistik. Pada tahapan

ini sebuah teks atau wacana dimaknai sebagai sebuah produk dalam

wujudnya sebagai sebuah fisik. Dengan demikian, objek materail yang

digunakan adalah teks dalam artian wacana. Tahapan elaborasi juga sebagai

sistem langue, determinsme sistem teori, kategori benar salah, linear, bahasa

sebagai cermin monolitik, abstraksi bentuk, dan logika operasi yang

memposisikan teks sebagai sebuah instrumen (Sawirman, dalam Draf E-

135: 18).

Tahap Representasi merupakan tahapan pengkonkretan antara bahasa

sebagai tanda dan konsep mental yang dipresentasikannya dengan realitas

yang ada tentang fakta, manusia, keadaan, peristiwa, benda nyata atau objek

(fiktif). Hall (1997: 17) membedakan antara representasi mental dan (mental

representation) dengan bahasa. Menurutnya, representasi mental bersifat

subjektif. Oleh karena itu masing-masing pengarang memiliki perbedaan

dalam mengorganisasikan dan menetapkan hubungan antarkonsep yang

disebabkan oleh perbedaan pendidikan, preferensi, ideologi, pengalaman,

pengetahuan, lingkungan sosial, prespektif, serta nilai-nilai politis lainnya

yang beroperasi di balik subjek pembuat wacana. Sementara itu, bahasa

dianggap menjadi bagian dari sistem representasi. Pertukaran makna terjadi

Page 6: ANALISIS

ketika ada akses terdapat bahasa bersama sebagai sitem langue. Bahasa

sebagai siste tanda (sign) akan membawa makna setelah diwujudkan dalam

bentuk kata, ungkapan, gaya, diksi, suara, mimik, gestures, serta wilayah

bahasa lainnya. Jika dikaitkan dengan pendapat Halliday (1978; 1991)

representasi ini dapat disejajarjan dengan bahasa sebagai wahana (1)

ideasioal, yaitu wahana untuk mengekspresikan sesuatu, (2) interpersonal,

yaitu menilai, menyikapi, dan berinteraksi, dan (3) tekstual s, yaitu wahana

pembentuk teks. Bahasa sebagai representasi ‘logika kesadaran’, sistem

parol, emosi, pikiran, ide dn tingkah laku, bukan hanya serangkaian kata

petunjuk benda juga refleksi tahapan ini. Objek material pada tahapan

representasi ini adalah data interteks. Semua teks yang terkait perlu

dipahami secara totalitas sebagai penghargaan pada totalitas pengarang.

Sejumlah teori fungsi kewacanaan /kebahasaan, seperti yang diungkapkan

Leech, Searle, dan Levinspn digunakan untuk memaknai tahapan ini.

Tahap Signifikasi, yaitu tahapan yang disediakan seluas-luasnya bagi

pembaca untuk melacak makna terhadap representasi mental pemproduksi

teks. Pada tahap ini diharapkan seorang analis teks agar dapat memposisikan

diri sebagai seorang pembaca teks yang kritis untuk meng-code atau

menginterpretasikan makna teks.

Tahap Eksplorasi, yaitu tahapan yang fokus pada jawaban bagaimana pihak-

pihak yang berkepentingan saling memperebutkan, saling

mempertentangkan, saling menegasikan, dan saling melakukan tesis,

antitesis, sintesis terhadap sebuah tanda/simbol. Interpretasi yang berbeda-

beda berdasarkan norma, nilai universal, latar historis, kultural, ideeologis,

serta konteks ruang dan waktu yang memproduksi teks di telaah pada

tahapan ini.

Tahap Transfigurasi, yaitu tahapan kebebasan bagi analis teks untuk

memaknai wacana secara berbeda, tergantung pada pemahaman secara

subjektif, berdasarkan hoeizon ekspektasinya (Draf E-135, 2005: 18—21).

III. Pembahasan

Page 7: ANALISIS

Sebagaimana yang telah dinyatakan di awal, legenda “Malin Kundang” akan

dianalisis dengan ‘pisau bedah baru’ E-135 dengan menerapkan kelima

tahapan analisisnya. Selanjutnya diterapkan pula strategi penganyangan

makna (dekonstruksi makna) sebgaimana yang diisyaratkan dalam E-135

itu.

A. Penerapan Lima Tahapan Analisis E-135

1. Analisis simbol “Malin Kundang” sebagai Tinanda Pendurhakaan pada

Tahapan Elaborasi

Malin Kundang adalah nama seorang anak dalam sastra lisan Minangkabau.

Kata malin berasal dari bahasa Arab mualim dan diserap ke dalam bahasa

Indonesia menjadi malim dengan makna ‘1.orang alim; ulama; guru agama

Islam; 2.pemimpin; penunjuk jalan; 3. pawang. Dalam bahasa Minangkabau

kata itu dikenal dengan malin—fonem m dan n pada kata-kata tertentu

dalam dialek tertentu pada posisi akhir sering berkorespondensi—malin

dalam bahasa Minangkabau berarti ‘1 orang alim; orang berilmu, ‘2 bagian

dari gelar adat; termasuk dalam jenis yang IV Nan IV Jinih; hakikat’., ‘3

tokoh dalam cerita rakyat Minangkabau, misalnya Malin Deman, Malin

Duano> menjadi media pendidikan masa lalu. Sementara itu, kundang

dalam bahasa Minangkabau berarti ‘1.bawa atau selalu dibawa’, ‘2. sayang

atau (anak) kesayangan’. Malin Kundang dibentuk dengan vokal dasar a, i,

dan u dan kosonan m, l, n, k, d, dan g; durhaka adalah kata sifat/adjektiva

yang berarti ‘1. ingkar terhadap perintah Tuhan; 2. tidak setia kepada

kekuasaan yang sah (negara), yang dibentuk dengan vokal dasar u dan a dan

konsonen d, r, h, dan k. Jika dikaitkan dengan legendanya, tidak ada

keterkaitan sama sekali antara malin kundang dan durhaka. Proses

pemaknaan pada tahap elaborasi ditunda dulu dan memasukkankanya pada

kotak makna elaborasi berikut ini.

Kotak Makna Elaborasi (Kotak Makna Tertunda I

1. /malin kundang/ = /pendurhakaan/

Page 8: ANALISIS

1. dua kata nama alim, kesayangan, pemimpin

2. Analisis simbol “Malin Kundang” sebagai Tinanda Pendurhakaan pada

Tahap Representasi

Pada teks yang lebih awal Malin Kundang direpresentasikan sebagai

seorang anak laki-laki yang hidup di kampung dengan seorang ibu. Di usia

remaja pergi merantau. Berhasil di rantau, beristri, Ia kembali ke kampung,

bertemu dengan ibunya. Setelah itu mendapat kutukan. Proses representasi

ini sementara ditempatkan pada ‘kotak makna tertunda dua’.

Kotak Makna Representasi (Kotak Makna Tertunda II)

/malin kundang/ = /pendurhakaan/=/menjadi batu/

1. dua kata nama alim, kesayangan, pemimpin

2. di kampung merantau di kampung dikutuk menjadi batu

3. Analisis simbol Malin Kundang sebagai Tinanda Pendurhakaan pada

Tahapan Signifikasi

Pada tahapan ini penganalisis diberi otoritas yang seluas-luasnya untuk

merepresentasikan tanda. Tahapan ini dalam e-135 disebut juga dengan

tahapan sistem tanda semiotika. Dalam legenda ‘Malin Kundang’, tanda

Malin Kundang tidak hanya mengacu kepada seorang anak yang durhaka

kepada ibunya, tetapi dapat juga dimaknai lebih luas, misalnya, seorang

kepala negara/presiden mendurhakai negaranya dengan menggunakan

kekuasaannya untuk melakukan apa saja demi kepentingan dirinya atau

kelompok tertentu. Di samping itu, tanda durhaka tidak hanya ditafsirkan

sebagai ‘melawan atau menentang’, tetapi juga bisa ditafsirkan sebagai

‘tidak mengacuhkan atau tidak peduli’ kepada yang seharusnya menjadi

tanggung jawabnya. Proses pemaknaa untuk tahap ditunda dulu dan

Page 9: ANALISIS

memasukkannya pada kotak makna tertunda III berikut ini.

Kotak Makna Signifikasi (Kotak Makna Tertunda III)

/malin kundang/ = /pendurhakaan/=/menjadi batu/=/pengabdian/

1. dua kata nama alim, kesayangan, pemimpin

2. di kampung merantau di kampung dikutuk menjadi batu

3. pejabat/kepala negara rakyat pengabdian

4. Analisis simbol Malin Kundang sebagai Tinanda Pendurhakaan pada

Tahapan Eksplorasi

Cerita Malin Kundang hidup dalam konteks matrilineal Minangkabau.

Seorang anak akan masuk garis keturunan ibunya. Meskipun demikian,

sekarang ia telah menjadi sebuah fenomena kebudayaan. Oleh karena itu

Malin Kundang telah banyak diresepsi orang dari bentuk sastra lisan ke

bentuk sastra tulis, sebagaimana yang dilakukan Wisran Hadi dalam

dramanya yang berjudul ‘Malin Kundang’. Terdapat banyak

perbedaan/perubahan bentuk antara teks cerita Malin Kundang (awal)

dengan teks drama Malin Kundang versi Wisran Hadi. Perubahan bentuk itu

dapat dilihat dari sebuah cerita rakyat (legenda) menjadi sebuah naskah

drama modern. Dalam drama Wisran Hadi tidak menggambarkan

pendurhakaan seorang anak kepada orang tuanya, tetapi pendurhakaan

diartikan Wisran sebagai sebuah simbol, yakni pendurhakaan terhadap

sistem matrilineal Minangkabau.

Resepsi yang berbeda terdapat pada cerpen A.A.Navis berjudul ‘Malin

Kundang ibunya durhaka’. Dalam hal ini Navis masih taat pada alur lama,

yaitu semasa kecil Malin Kundang hidup di kampung bersama ibu, tanpa

ayah. Mulai menginjak dewasa pergi merantau dan setelah berhasil kembali

ke kampung bersama istrinya. Pada akhir cerita terjadi perubahan, yaitu

Malin Kundang mengutuk dirinya sendiri menjadi batu karena ia telah

terlahir dari rahim yang keliru. Perubahan ini terjadi, menurut Navis

Page 10: ANALISIS

(1990:117—118) bahwa soerang anak tidak selalu berada pada posisi yang

salah, sedangkan orang tua juga tidak selalu berada pada posisi yang benar.

Pandangan ini berdasarkan realitas sosiokultural yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Dalamcerpen ini Navis telah memparodikan cerita

Malin Kundang (awal). Proses pemaknaan tahap eksplorasi ditunda dulu ke

dalam kotak makna tertunda IV berikut.

Kotak Makna Eksplorasi (Kotak Makna Tertunda IV)

/malin kundang/ = /pendurhakaan/=/menjadi batu/=/pengabdian/=/parodi/

1. dua kata nama alim, kesayangan, pemimpin

2. di kampung merantau dikutuk menjadi batu

3. pejabat/kepala negara rakyat pengabdian

4. matrilineal parodi sosiokultural

5. Analisis simbol Malin Kundang sebagai Tinanda Pendurhakaan pada

Tahapan Transfigurasi

Tahapan transfigurasi adalah tahapan untuk ‘melepaskan’ makna-makna

yang selama ini tertunda. Hal ini dilakukan melalui dua strategi, yaitu

strategi ‘rekonstruksi makna’ dan ‘dekonstruksi makna’. Perlu penulis

nyatakan di sini bahwa penulis belum mampu melakukan ‘dekonstruksi

makna’ sebagaimana yang Bapak lakukan dalam Draf E-135. Namun,

penulis berusaha melakukan ‘strategi rekonstruksi makna’ menurut

pemahaman penulis sendiri.