digital_135678 t 27936 analisis hukum analisis

Upload: yudianto-sri-wicaksono

Post on 16-Jul-2015

363 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

14

BAB II Tinjauan Yuridis Tentang Letter of Credit, Tinjauan Yuridis Tentang Money Laundering, dan Analisis Hukum Penyalahgunaan Letter of Credit untuk melakukan Pencucian Uang (Money Laundering)

(Studi Kasus : Putusan Nomor : 1982/PID.B/2004/PN.Jak.Sel)

2.1 Tinjauan Yuridis Tentang Letter of Credit 2.1.1 Pengertian Letter of Credit Mengenai Letter of Credit terdapat beberapa istilah yang digunakan antara lain adalah crediet brief (bahasa Belanda), letter de credit (bahasa Perancis), accreditief (bahasa Jerman), dan letter of credit (bahasa Inggris). Dalam Praktik istilah yang lazim digunakan adalah L/C atau Letter of Credit.16 Mengenai apa yang dimaksud dengan Letter of Credit dapat dikemukakan bahwa Letter of Credit adalah :17

Suatu kontrak, dengan mana suatu bank (issuing bank) bertindak atas permintaan dan perintah dari seorang nasabah (Pemohon L/C) yang berkedudukan sebagai importir untuk melakukan pembayaran kepada pihak pengekspor (eksportir) atau pihak ketiga (beneficiary) atau mengaksep weselwesel yang ditarik oleh pihak ketiga, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran atau untuk mengaksep wesel-wesel tersebut, atas dasar penyerahan dokumen tertentu yang sebelumnya telah ditentukan, asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan

16

Chatamarrasjid, Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet., 4 (Jakarta: Prenada

Media Group, 2008), hal. 93.17

Ibid., hal. 94.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

15

Sejalan dengan pendapat di atas, Amir M.S. dalam bukunya Letter of Credit dalam Bisnis Ekspor-Impor, mengatakan bahwa :18 Letter of Credit adalah suatu instrumen pembayaran perbankan yang sangat penting (terutama dalam perdagangan ekspor-impor) yang digunakan sebagai sarana untuk memudahkan penyelesaian utang piutang, dalam hal ini Letter of Credit adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa tersebut dan ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi dari surat tersebut menyatakan bahwa eksportir penerima Letter of Credit diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk menarik utang) atau bank pembuka untuk sejumlah uang yang disebutkan surat tersebut. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dalam surat tersebut.

Dalam dunia Internasional, Letter of Credit (L/C) lebih dikenal dengan istilah Documentary Credit, khususnya di negara-negara yang berbahasa dengan menggunakan bahasa Inggris.19 Hal ini dikarenakan pembayaran jenis kredit ini dilakukan berdasarkan dokumen-dokumen yaitu dokumen pengiriman barang.20 Istilah L/C lebih sering digunakan karena jenis kredit ini dilakukan dalam bentuk surat dari bank pembeli (letter from the buyers bank).21 Documentary credit adalah janji tertulis dari bank yang bertindak atas nama importir untuk membayar sejumlah uang yang telah ditentukan dalam kredit kepada eksportir dengan syarat penjual menyerahkan dokumen-dokumen sehingga importir dapat membayar eksportir sesuai dengan ketentuan penyerahan dokumen dan ketentuan pembayaran yang ditentukan dalam kredit tersebut.22 Dengan kata lain, bank bertindak sebagai penengah (intermediary) untuk merealisasikan pembayaran yang dilakukan importir dengan

18 19 20 21 22

Ibid. Michael Rowe, Letter of Credit, (London: Euro money Publications, 1985), hal. 5. Andhibroto, Op. Cit., 3. Hinkleman, Op. Cit., hal. 50. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

16

cara memastikan bahwa eksportir telah menyerahkan dokumen-dokumen pengiriman barang agar barang tersebut dapat diambil importir. 2.1.2 Dasar Hukum Letter of Credit Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tentang L/C sampai akhirnya ICC yang merupakan suatu organisasi di bidang perdagangan membentuk UCP dengan tujuan untuk menciptakan

keseragaman praktek L/C secara Internasional (kodifikasi atau kompilasi). Namun, ICC ini bukan suatu lembaga legislatif yang dapat menciptakan suatu produk hukum sehingga UCP tidak bersifat mengikat dan memaksa bagi masyarakat di seluruh dunia.23 UCP menganut 2 prinsip dasar L/C yaitu prinsip independensi L/C terhadap kontrak dasar dan kontrak lainnya dan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen tidak dengan barang atau jasa.24 Prinsip independensi yaitu prinsip memisahkan kontrak dasarnya yaitu kontrak penjualan dengan permintaan penerbitan L/C.25 Sedangkan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen membuktikan bahwa realisasi pembayaran L/C hanya berkaitan dengan dokumendokumen yang dipersyaratkan dalam L/C tidak dengan barang atau jasa.26 UCP telah mengalami perubahan beberapa kali yaitu UCP 151 (1951), UCP 222 (1962), UCP 290 (1974), UCP 400 (1983), UCP 500 (1994), dan yang terakhir UCP 600 (2007). 27 Ketentuan nasional sangat berperan karena ketentuan UCP tidak bersifat mengikat dan memaksa bagi masyarakat secara internasional. Selain itu, tidak semua hal yang berkaitan dengan L/C diatur dalam UCP misalnya mengenai penipuan dan pemalsuan

23

Rolf A. Schutze dan Gabriele Fontane, Documentary Credit Law throughout the World,

(Paris: ICC Publishing, S.A., 2001), hal. 14.24

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit Publication No. 600 (UCP), (Paris:

Internasional Chamber of Commerce, 2007, article 4.25

Ramlan Ginting, Letter of Credit: Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, cet., 2 (Jakarta:

Salemba Empat, 2002), hal. 63.26 27

Ibid. Schutze and Fontane, Op. Cit., hal. 11.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

17

dalam transaksi L/C.28 Di Indonesia, beberapa pertimbangan yang mendasari pemikiran kebutuhan hukum nasioanal mengenai L/C yaitu untuk memberikan kepastian hukum yang jelas atas teransaksi L/C dan utuk melengkapi ketentuan UCP.29 Dalam hal ini, para pihak dalam transaski L/C dapat menyepakati bahwa ketentuan dalam UCP bersifat melengkapi ketentuan nasional tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Rancangan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang L/C. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, penerbitan L/C di Indonesia dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan sebagai berikut:30 a. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa yang mengatur bahwa L/C sebagai salah satu cara pembayaran dengan kredit dapat digunakan untuk melakukan transaksi ekspor impor tetapi sampai saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur L/C sehingga masih menggunakan ketentuan UCP. b. Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) karena hampir seluruh hukum perbankan tunduk pada ketentuan UCP. c. Peraturan BI No.5/11/P/2003 tanggal 23 Juni 2003 tentang pembayaran Transaksi Impor yang mengatur bahwa pembayaran transaksi ekspor impor dilakukan dengan menggunakan L/C atau tidak. d. Surat Edaran BI No.26/34.ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 1993 Revision Internasional Chamber of Commerce (ICC) Publication No. 500 yang mengatur bahwa L/C yang diterbitkan bank devisa dapat tunduk atau tidak pada UCP.

28 29

Ginting, Op. Cit., hal. 25. Bank Indonesia, Kajian Pengaturan Letter of Credit di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Luar

Negeri, 2003), hal. 9.30

Ibid, hal. 7.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

18

e. Surat Keputusan Direksi BI No.23/88/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1992 dan Surat Edaran BI No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991 masing-masing tentang pemberian Garansi oleh Bank yang mengatur mengenai pemberian garansi bank khususnya mengenai standby L/C. 2.1.3 Para Pihak dalam Letter of Credit Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penerbitan L/C didasarkan pada perjanjian jual beli (ekspor-impor) kemudian disusul dengan perjanjian penerbitan L/C antara pemohon (applicant) dan penerima (beneficiary). Dalam perjanjian ini mereka menentukan bahwa pembayaran akan dilakukan melalui penerbitan L/C yang dikeluarkan oleh bank. Oleh sebeb itu para pihak dalam penerbitan L/C , yaitu : 1. Pemohon (applicant) 2. Penerima (beneficiary) 3. Bank a. Bank penerbit (issuing bank) b. Bank koresponden 1) Bank penerus (advising bank) 2) Bank Pengkonfirmasi (confirming bank) c. Bank tertunjuk (nominated bank)

1. Pemohon (Applicant) Dalam proses penerbitan L/C, applicant mengajukan permohonan dengan mengisi, melengkapi dan menandatangani suatu formulir yang telah disediakan oleh bank untuk menerbitkan suatu L/C guna kepentingan beneficiary. Applicant

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

19

berjanji untuk membayar kembali kepada bank bilamana bank melakukan pembayaran terlebih dahulu atas dokumen-dokumen yang diserahkan yang sekaligus dapat dipergunakan sebagai jaminannya.

2. Penerima (Beneficiary) Pada penerbitan L/C, beneficiary berkewajiban untuk mengapalkan barangbarang apabila ia telah menerima L/C dan sebaliknya berhak melakukan tagihan kepada bank atas dasar penyerahan dokumen-dokumen yang diminta dalam L/C. Dalam melengkapi dokumen yang disyaratkan L/C, beneficiary tunduk juga pada ketentuan pengiriman barang yang telah dikodifikasi dan digunakan dalam perdagangan internasional, yaitu INCOTERMS 200 (International Commercial Terms).31 3. Bank Bank berperan sebagai penengah (intermediary) antara beneficiary dengan applicant dalam merealisasikan cara pembayaran sebagaimana diatur dalam perjanjian ekspor impor di mana bank yang hanya terlibat dengan dokumendokumen yang harus diserahkan beneficiary sesuai dengan ketentuan dalam L/C.32 Jadi bank tidak terlibat dalam hal pengiriman barang. Bank yang terlibat dalam penerbitan L/C antara lain : a. Bank Penerbit (Issuing Bank) Issuing bank adalah bank yang menerbitkan L/C atas permintaan applicant atau atas nama applicant.33Kewajiban issuing bank adalah memeriksa kesesuaian dokumen-dokumen yang diserahkan beneficiary dengan ketentuan L/C kemudian

31 32 33

Purwosutjipto, Op. Cit., hal 18. Hinkleman, Op. Cit., hal 51. UCP 600, Op. Cit., article 2.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

20

membayar (honour) dengan syarat atas tunjuk (sight payment), atas jangka waktu (deferred payment), atau atas akseptasi (acceptance).34 b. Bank Koresponden:

1) Bank Penerus (Advising Bank )

Advising Bank adalah bank koresponden dari issuing bank yang berada di Negara beneficiary dan bertugas meneruskan L/C atau perubahan L/C kepada beneficiary tanpa berkewajiban untuk membayar.35 Dalam hal ini advising bank hanya berfungsi meneruskan instruksi atas L/C dalam memeriksa bukti keasliannya jadi tidak terikat terhadap kredit.36 Sehingga, keterlibatannya dalam mekanisme ini tidak menciptakan suatu hubungan kewajiban atau tanggung jawab.

2) Bank Pengkonfirmasi (Confirming Bank)

Confirming bank adalah bank yang diminta oleh issuing bank untuk menjamin beneficiary atas pelayanan wesel-wesel yang ditarik sesuai dengan ketentuan L/C.37 Maksudnya, confirming bank telah menambahkan pengikatan dirinya (add its engangement) pada L/C tersebut.38 Konfirmasi itu merupakan suatu ikatan pasti bagi pihak confirming bank untuk melaksanakan pembayaran kepada pihak beneficiary, selain itu confirming bank dapat melakukan pembayaran dengan cara mengambil alih atau membeli atau negosiasi wesel yang diajukan oleh

34 35 36 37 38

Ibid., article 7. Ibid., article 9 (a). Ibid., article 9 (b) Ibid., article 2. Ibid., article 8 (a) i.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

21

beneficiary dalam mekanisme L/C ini, tetapi tidak mempunyai hak regress39 kepada issuing bank atau beneficiary.40

c. Bank Tertunjuk (Nominated Bank)

Nominated Bank adalah bank yang ditunjuk dalam L/C atau bank lain yang ditunjuk jika L/C berlaku untuk bank lain. Nominated Bank dapat melakukan pembayaran dengan, sight payment, deferred payment, acceptance, dan negotiation. Bank ini memiliki hak untuk mendapatkan kembali pembayaran kepada issuing bank atau confirming bank atas penyerahan dokumen-dokumen L/C kepada issuing bank atau confirming bank. Dalam prakteknya, bank yang melakukan pembayaran dengan sight payment dan deferred payment dinamakan paying bank, sedangkan bank yang melakukan akseptasi disebut accepting bank dan bank yang mengambil alih (negosiasi) L/C disebut negotiating bank. 2.1.4 Jenis-jenis Letter of Credit a. Umum atau Standard

1) Irrecovable L/C Irrecovable L/C adalah L/C yang perubahan atau pembatalannya harus dengan persetujuan applicant.41 Berdasarkan ketentuan UCP 500, L/C dapat berupa recovable atau irrecovable. Recovable L/C adalah L/C yang dapat diubah

39

Hak Regress adalah hak menarik kembali pembayaran dari confirming bank kepada issuing

bank atau beneficiary karena issuing bank atau beneficiary tidak dapat membayar confirming bank atas dasar alasan tertentu. Lihat H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Hukum jual Beli Perusahaan, hal. 86.40 41

Ibid., article 8 (a) ii. Ginting, Op. Cit., hal 35.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

22

oleh issuing bank setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada beneficiary. Namun setelah ketentuan UCP 600 berlaku, suatu L/C hanya berupa irrecovable.42 2) Confirmed L/C Confirmed L/C adalah L/C yang telah dikonfirmasi dan dijamin oleh suatu bank dengan tujuan menjamin kewajiban issuing bank dengan menyatakan komitmennya sendiri untuk melakukan pembayaran atas penyerahan dokumen.43 Dalam hal ini, confirming bank tidak memiliki hak regress (without recourse) terhadap beneficiary, atas pembayaran L/C. 44 b. Khusus atau Spesial

1) Standby L/C Standby L/C adalah L/C yang menjamin pembayaran kembali kepada beneficiary jika applicant gagal melaksanakan prestasi (wanprestasi) yang diperjanjikan dalam kontrak.45 Misalnya applicant tidak memenuhi kewajiban untuk mengirim barang dengan kualitas tertentu, pelaksanaan kontrak yang tidak tepat waktu, atau pengiriman barang dilakukan ke tempat tujuan yang keliru sehingga beneficiary dapat mencairkan L/C.46

2) Transferable L/C Transferable L/C adalah L/C yang dapat dialihkan sebagian atau seluruhnya oleh beneficiary (first beneficiary) kepada beneficiary lain (second beneficiary) melalui perantaraan bank jika issuing bank menyatakan demikian dalam L/C.42 43 44 45 46 47

47

UCP 600, Op. Cit., article 3. Ibid., article 2. Ibid., article 8 (a) ii. Ginting, Op. Cit., hal. 48. Ibid., hal. 49. UCP 600, Op. Cit., article 38 (b).

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

23

Pada transferable L/C first beneficiary akan menerima pembayaran L/C dari issuing bank lebih besar dari pembayaran yang akan dibayarkan first beneficiary kepada second beneficiary melalui transferring bank karena nilai L/C yang dialihkan lebih rendah dari nilai L/C yang diterima dari issuing bank.48

3) Assignment L/C Assignment L/C adalah L/C yang membolehkan pengalihan hasil pembayaran atas L/C kepada pihak lain atas permintaan beneficiary sesuai dengan hukum yang berlaku terlepas dari L/C merupakan transferable L/C atau bukan.49

4) Back to Back L/C Back to Back L/C adalah L/C yang mendasarkan sendiri atas kredit lain sehingga transaksinya melibatkan 2 buah L/C yang terpisah.50 Kredit jenis ini digunakan jika applicant tidak bisa melengkapi barang-barang atau jasa-jasa dari beneficiary yang ditetapkan dalam suatu kontrak dan ingin menggantikannya dengan barang atau jasa dari beneficiary lain. Oleh karena itu, beneficiary pertama meminta kepada banknya untuk membuka lagi suatu L/C kedua kepada supplier yang memiliki 4 ketentuan yaitu : 51 a) Beneficiary yang baru ialah supplier asli dari barang yang bersangkutan; b) Applicant pada L/C kedua merupakan beneficiary pada L/C pertama; c) Jumah nilai L/C kedua lebih rendah daripada master L/C; d) Jangka waktu L/C kedua lebih pendek daripada master L/C.

48 49 50 51

Ginting, Op. Cit., hal. 44. Ibid., article 39. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 113. Andhibroto, Op. Cit., hal 80.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

24

5) Red Clause L/C Red Clause L/C adalah L/C yang memungkinkan beneficiary menarik pembayaran L/C di muka terhadap seluruh atau sebagian nilai L/C sebelum dilakukan pengiriman barang.52 Dalam L/C ini, klausul tersebut dicetak dengan warna merah untuk membedakan dengan jenis L/C lain. Dilihat dari segi syaratsyarat pembayaran atau penarikan uang muka, red clause L/C dibedakan menjadi 2 bentuk:53 a) Red Clause Credit for Advances L/C ini mengizinkan bank membayarkan uang muka kepada beneficiary sebesar jumlah tertentu.

b) Red Clause Credit for Anticipatory Drawings L/C ini memungkinkan beneficiary menerima uang sebelum pengapalan barang dengan menggunakan sight drafts yang ditarik atas issuing bank sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam klausula tersebut dan memotong uang muka dari hasil draft yang dibayar ketika beneficiary menyerahkan dokumen-dokumen atas L/C tersebut.

6) Green Ink Clause L/C Green Ink Clause L/C hampir serupa dengan red clause L/C yaitu memberikan uang muka kepada beneficiary sebelum pengapalan barang-barang. Perbedaan yang sangat penting yaitu beneficiary harus menyerahkan kepada bank tanda terima penyimpanan barang-barang sampai beneficiary telah siap

mengapalkannya. Selain itu, nominated bank yang melakukan negosiasi dikuasakan untuk mengembalikan tanda terima penyimpanan barang-barang kepada beneficiary, yang ditukar dengan surat pernyataan tertulis dari beneficiary yang menyatakan

52 53

Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 111. Andhibroto, Op. Cit., hal. 84.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

25

bahwa mereka akan menyerahkan dokumen-dokumen pengapalan yang diperlukan dalam keadaan baik dan dalam jangka waktu L/C kepada bank.54

7) Revolving L/C Revolving L/C adalah L/C yang dipakai berulang-ulang oleh beneficiary dalam jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam L/C tanpa perlu menerbitkan L/C yang baru atau merubah L/C tersebut. memiliki 2 bentuk:55

Revolving L/C

a) Cumulative Revolving L/C Cumulative Revolving L/C mengatur bahwa jumlah kredit yang tidak dapat ditarik dalam 1 bulan dapat ditambahkan pada pengapalan barang bulan berikutnya.

b) Non Cumulative Revolving L/C Non Cumulative Revolving L/C mengatur bahwa jumlah kredit yang tidak dapat ditarik dalam jumlah 1 bulan tidak dapat ditambahkan pada pengapalan barang bulan berikutnya. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (Lokal L/C) merupakan L/C yang berlaku nasional. Bank Indonesia melakukan pengaturan SKBDN adalah dalam rangka upaya mendorong ekspor non migas.56 Ketentuan-ketentuan SKBDN sebagaimana merupakan materi aturan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/150/KEP/DIR dan PBI No.5/6/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri, pada dasarnya diambil alih dari ketentuan-ketentuan UCP 500 yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia tetapi bersifat wajib diikuti oleh Perbankan dalam rangka melaksanakan SKBDN karena surat keputusan tersebut54 55 56

Ibid., hal. 86. Lazar Sarna, Letter of Credit: The Law and Current Practice (Vancouver, 1986), hal. 14. Ginting, Op. Cit., hal. 31.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

26

merupakan produk hukum.57 SKBDN digunakan untuk transaksi dalam negeri sehingga semua pihak dan perpindahan barang harus dilakukan di dalam negeri. Namun demikian jika SKBDN diterbitkan atas dasar jaminan L/C yang diterima dari luar negeri (back to back L/C) atau atas dasar L/C dari luar negeri, maka dalam hal ini perpindahan barang dapat dilakukan dari dalam negeri ke luar negeri.58 Artinya, SKBDN tidak boleh digunakan untuk mengimpor barang dari luar negeri ke dalam negeri karena bertentangan dengan tujuan utama.

2.1.5 Mekanisme Letter of Credit 1. Perjanjian Jual Beli (Ekspor Impor) Penggunaan L/C dilakukan jika sebelumnya beneficiary dan applicant mengadakan kontrak penjualan dengan menyebutkan bahwa pembayaran atas jual beli tersebut dilakukan dengan menggunakan L/C. 2. Perjanjian Letter of Credit a. Penerbitan L/C ( Issuance) Langkah pertama dalam proses pembukaan L/C adalah applicant harus mengisi, melengkapi dan menandatangani beberapa formulir yang disediakan oleh bank, yang antara lain berisi suatu permohonan dari applicant kepada Bank untuk membuka suatu L/C untuk kepentingan beneficiary.59

57 58 59

Ibid. Ibid. Hinklemen, Op. Cit., hal. 54.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

27

Dalam formulir tersebut berisi syarat-syarat yang umum untuk pembukaan L/C, antara lain : 1) Adanya janji untuk membayar kembali kepada Bank bilamana Bank melakukan pembayaran terlebih dahulu atas dokumen-dokumen yang diserahkan; 2) Persyaratan bahwa beneficiary akan memberikan dokumen-dokumen dengan dasar hak atas barang-barang kepada bank sebagai jaminan.

Langkah selanjutnya setelah formulir permohonan pembukaan L/C beserta formulir-formulir lainnya diisi dan ditandatangani oleh applicant dan disetujui oleh bank, kemudian bank berkewajiban menerbitkan L/C dan mengirimkanya kepada beneficiary bahwa telah diterbitkan suatu L/C. Sebagai advising bank berkewajiban meneruskan L/C tersebut kepada beneficiary.

b. Perubahan L/C (Amendment)

Hal ini terjadi apabila beneficiary tidak setuju dengan ketentuan L/C dari applicant yang telah dikirim issuing bank melalui advising bank sehingga masih perlu diubah lagi dengan persetujuan applicant.60 Perubahan L/C harus mendapat persetujuan dari issuing bank, confirming bank, dan beneficiary.61 Dalam perubahan L/C, confirming bank dapat tidak mengkonfirmasi perubahannya tetapi bank tersebut harus segera memberitahu issuing bank dan meneruskan perubahan L/C tersebut kepada beneficiary.62 Selama perubahan L/C, beneficiary harus memberi jawaban berupa penerimaan atau penolakan atas perubahan L/C dan jika beneficiary tidak melaksanakannya, penyerahan atas dokumen saat itu tidak dapat diterima.6360 61 62

Ibid., hal. 56. UCP 600, Op. Cit., article 10 (a). Ibid., article 10 (b)

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

28

c. Pengiriman barang, penyerahan dan pemeriksaan dokumen (Utilization)

1) Pengiriman barang Setelah beneficiary menerima L/C dan sekiranya dapat memenuhi syaratsyarat dokumen yang tercantum di dalamnya kemudian melaksanakan pengapalan atau pengiriman barang kepada applicant.64 Ketentuan-ketentuan penyerahan barang itu biasanya dirumuskan dengan singkatan-singkatan ketentuan yang paling sering digunakan, antara lain: a) F. A. S (Free Alongside Ship) Ketentuan ini mensyaratkan beneficiary menyerahkan barangnya disamping kapal, yang disediakan applicant di pelabuhan muatan. Oleh karena itu, applicant menanggung biaya pemuatan ke dalam kapal, premi asuransi, uang angkutan, biaya pembongkaran dan ongkos-ongkos lain sampai di gudang applicant. 65 b) F.O.B (Free on Board) Ketentuan ini mensyaratkan penjual menyerahkan barang di atas kapal yang disediakan applicant di pelabuhan pemuatan. Oleh karena itu, biaya pengangkutan dan ongkos-ongkos lain sampai di atas kapal menjadi tanggungan beneficiary. 66 c) C.I.F (Custom, Insurance & Freight) Ketentuan ini mensyaratkan beneficiary menanggung semua biaya-biaya dan ongkos-ongkos pengangkutan barang yang terdiri dari uang angkutan, premi asuransi, dan ongkos-ongkos lainnya sampai di pelabuhan. 67

63 64 65 66 67

Ibid., article 10 (c). Hinklemen, Op. Cit., hal. 58. Purwosutjipto, Op. Cit, hal. 19. Ibid. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

29

d) C&F (Cost and Freight) Ketentuan ini hampir sama dengan ketentuan C.I.F, perbedaannya terletak pada premi asuransi di mana pada ketentuan C&F, premi asuransi menjadi tanggungan applicant. 68

2) Penyerahan dan Pemeriksaan Dokumen Beneficiary menyerahkan dokumen pengapalan atau pengangkutan beserta dokumen-dokumen lain yang diminta kepada bank yang disebutkan dalam L/C.69

Sedangkan dokumen duplikatnya dikirim langsung kepada applicant untuk mengambil barang yang sudah datang, jika dokumen asli belum diterima. Bank (advising atau confirming bank dan issuing bank) memeriksa dokumen tersebut. Dokumen-dokumen yang harus diserahkan beneficiary sesuai persyaratan dalam L/C, antara lain:

a) Wesel (Draft) Wesel merupakan suatu dokumen yang vital dalam pembayaran luar negeri disamping L/C itu sendiri karena applicant menyerahkan wesel tersebut bersamasama dengan dokumen-dokumen yang lain dalam L/C kepada bank koresponden untuk melakukan pembayaran. Wesel atau disebut juga Bill of Exchange atau Draft adalah suatu perintah tertulis tanpa syarat yang ditujukan kepada orang lain dari orang yang mengeluarkan perintah itu untuk melakukan pembayaran kepada order atau pembawa surat itu pada waktu surat itu ditujukan kepadanya atau pada tanggal surat perintah itu dikeluarkan. Berdasarkan penjelasan di atas, pihak-pihak yang disebut dalam surat wesel, yaitu; (1) Penarik (drawer) adalah orang yang memberikan perintah atau orang yang menulis wesel;68 69

Ibid. Hinkleman, Op. Cit., hal. 58.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

30

(2) tertarik (drawee) adalah orang yang harus melakukan pembayaran atau disebut juga sebagai akseptan (acceptant) jika ia berjanji membayar pada tanggal jatuh tempo wesel. (3) Pihak ketiga yang dapat berupa: a) Penerima adalah orang yang pertama-tama memperoleh wesel b) Endosan adalah penerima yang kemudian meneruskan haknya atas wesel itu kepada orang lain. c) Pemegang (bearer) adalah orang yang memiliki atau membawa wesel. (4) Penanggung wesel (avalis) adalah orang yang menanggung pembayaran.

b) Faktur Penjualan (Commercial Invoice) Merupakan suatu draft mengenai barang-barang yang menunjukkan harga, jumlah, biaya pengangkutannya dan nilai yang sesuai dengan ketentuan dalam L/C.70 Apabila nominated bank, confirming bank atau issuing bank menerima commercial invoice melebihi nilai yang ditentukan dalam L/C, maka bank tersebut tidak dapat membayar L/C.71

c) Dokumen Pengangkutan (Transport Document)

(1) Bill of Lading (B/L) B/L adalah dokumen pengapalan barang dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.72 B/L dikenal juga dengan konosemen (conossement), yaitu dokumen pengangkutan yang berisi daftar semua barang yang dikirimkan beneficiary kepada applicant, sesuai dengan perjanjian jual beli.73 Dokumen ini

70 71 72 73

UCP 600, Op. Cit., article 18. Ibid., article 18 (b) Ginting, Op. Cit., hal 100. Purwosutjipto, Op. Cit., hal 21.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

31

merupakan dokumen induk yang harus dilampiri dokumen-dokumen yang akan dijelaskan selanjutnya. (2) Non-negotiable Sea Waybill Non-Negotiable Sea Waybill memiliki karakteristik Bill of Lading

maksudnya Sea waybill merupakan tanda terima barang dan kontrak pengangkutan namun bukan document of title dan tidak bersifat dapat dialihkan.74 Non-Negotiable Sea Waybill merupakan pengganti dari B/L karena pada dasarnya ketentuan Non-Negotiable Sea Waybill memuat ketentuan B/L.75 (3) Charter Party Bill of lading Charter Party Bill of Lading adalah B/L yang diterbitkan berdasarkan persyaratan kontrak penyewaan kapal atau bagian dari kapal untuk pengiriman barang sesuai dengan kehendak applicant dan beneficiary berdasarkan permohonan penerbitan L/C.76 Bank tidak berkewajiban memeriksa charter party untuk menyesuaikan persyaratannya L/C yang diterbitkannya.77

(4) Transport Document Covering at Least Two Different Modes of Transport Multimodal Transport Document adalah dokumen transportasi yang mencakup minimal 2 sarana transportasi yang berbeda, misalnya jalan raya dan laut.78 (5) Air Transport Document Air Transport Document adalah dokumen pengangkutan barang lewat udara yang memerlukan alih pesawat dari satu bandar udara ke bandar udara74 75 76 77 78

Ibid., hal.104. UCP 600, Op. Cit., article 20. Ginting, Op. Cit., hal. 105. UCP 600, Op. Cit., article 22. Ibid., article 19 (a).

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

32

lainnya.79 Air Transport Document merupakan dokumen yang dibuat oleh beneficiary dalam 3 rangkap asli.80 Satu rangkap adalah untuk keperluan pengangkut dan ditandatanganinya oleh beneficiary. Rangkap berikutnya adalah untuk keperluan applicant atau consignee dan ditandangani oleh beneficiary dan pengangkut yang mewakili barang yang diangkut. Rangkap terakhir adalah untuk keperluan beneficiary dan ditandatangani oleh pengangkut beserta diserahkan kepada beneficiary setelah penerimaan barang oleh applicant. (6) Road, Rail or Inland Waterway Transport Documents. Road, Rail or Inland Waterway Transport Documents adalah dokumen pengangkutan barang melalui jalan yang memerlukan alih transportasi darat misalnya truk atau kereta, mulai dari tempat pengiriman, penyerahan dan pengangkutan barang sampai ke tempat tujuan yang telah ditentukan dalam L/C.81 (7) Courier Receipt, Post Receipt atau Certificate of Posting Courier adalah dokumen penerimaan barang yang menunjukkan nama perusahaan kurir atau jasa, diberi cap, dan ditandatangani olehnya serta menunjukkan tanda penerimaan barang.82 Sedangkan Post Receipt atau Certificate of Posting adalah dokumen pengangkutan yang telah disahkan dan diberi tanggal pengangkutan barang tersebut.83

79 80 81 82 83

Ibid., article 23. Raymond Jack, Documentary Credits, (London, 1993) , hal. 185. UCP 600, Op. Cit., article 24. Ibid., article 25. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

33

(8) On Deck, Shippers Load and Count, Said by Shipper to Contain and Charges Additional to Freight On Deck adalah klausul yang menyatakan bahwa barang dimuat atau akan dimuat di atas dek kapal kemudian istilah Shippers Load and Count dan Said by Shipper to Contin merupakan sama dengan istilah On Deck.84 (9) Clean Transport Document Clean Transport Document adalah dokumen pengangkutan barang yang tidak mendeskripsikan kondisi barang.85 a) Dokumen Asuransi (Insurance Document) Merupakan tanda bukti bahwa barang-barang yang dikirimkan itu sudah diasuransikan oleh perusahaan asuransi.86 Jika pengangkutan barang bersyarat F.A.S, F.O.B, atau C&F, maka applicant menanggung polis asuransi sedangkan jika bersyarat C.I.F, beneficiary yang menanggung polis asuransi.87 Asuransi harus menanggung barang sejak tanggal pemuatan atau tanggal pengiriman barang sampai dengan tiba di tempat tujuan.88 b) Dokumen-dokumen lain (1) Consular Invoice Consular Invoice hampir sama dengan commercial invoice perbedaannya invoice ini disahkan (counter sign) oleh Pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia yng berada di Negara penjual.89

84 85 86 87 88 89

Ibid., article 26. Ibid., article 27. Ibid., article 28. Purwosutjipto, Op. Cit., hal 21. Ginting, Op. Cit., hal 111. Andhibroto, Op. Cit., hal 192

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

34

(2) Packing List Packing List dibuat dan ditandangani oleh beneficiary yang menerbitkan perincian isi barang setiap peti atau karung.90

(3) Weightlist/Certificate of Weight Weightlist dibuat dan ditandatangani oleh beneficiary yang menyebutkan perincian berat bruto dan neto, merek, dan nomor.91

(4) Certificate of Analysis Certificate of Analysis diperlukan bagi barang ekspor yang memerlukan pemeriksaan laboratorium yang menerangkan tentang banyaknya kadar suatu barang.92 (5) Certificate of Origin Certificate of Origin merupakan surat keterangan asal barang yang dibuat oleh Kantor Dagang di Negara beneficiary dengan tujuan untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan.93 (6) Cetificate of Inspection Cetificate of Inspection disebut juga surveyor report yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh independent surveyor mengenai jumlah, kualitas, ukuran, berat, dan keadaan barang dari barang muatan yang dikirim.94

90 91 92 93 94

Puwosutjipto, Op. Cit., hal 22. Ibid. Andhibroto, Op. Cit., hal. 193. Purwositjipto,Op. Cit., hal 22. Andhobroto, Op. Cit., hal 60.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

35

c. Pembayaran (Settlement) Cara pembayaran L/C dapat dilakukan dengan sight payment, deferred payment, acceptance or negotiation.95 Cara pembayaran ini dapat dilakukan setelah bank (advising bank/confirming bank) memeriksa kelengkapan dokumen apakah telah memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan.96 Lalu bank koresponen (advising atau confirming bank) mengirimkan dokumen kepada issuing bank. Issuing bank memeriksa dokumen jika ternyata seluruhnya telah sesuai dan memenuhi persyaratan dalam L/C kemudian dilakukan reimbursement menurut cara yang telah disetujui sebelumnya kepada confirming bank atau bank lain (nominated bank) yang telah melakukan pembayaran atas L/C tersebut. Apabila dokumen telah diperiksa oleh issuing bank dan sesuai dengan yang diminta dalam L/C kemudian diserahkan kepada applicant untuk menerima pembayaran atas penggunaan L/C untuk kepentingan beneficiary. Adapun cara pembayaran yang dilakukan yaitu: 1) Pembayaran Tunai (Sight Payment) Pembayaran tunai dapat dilakukan jika beneficiary menyerahkan dokumendokumen yang memenuhi semua syarat serta kondisi L/C kepada bank pembayar (nominated bank).97 Pembayaran dengan sight payment ini pelaksanaannya ada yang menggunakan draft dan ada yang tidak. Dalam parktik pembayaran dengan sight payment kebanyakan dilaksanakan tanpa mengunakan draft (payment credit) jadi seakan-akan bank pembayar dikuasakan untuk membeli dokumen-dokumen. 98

95 96 97 98

UCP 600, Op. Cit., article 6 (b). Hinklemen, Op. Cit., hal. 60. Ibid, article 2. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 105.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

36

2) Pembayaran bertangguh (Deferred Payment) Pembayaran bertangguh dapat dilakukan pada tanggal jatuh tempo, beneficiary harus menunggu sampai tanggal tersebut.99 Namun, jika ia membutuhkan dana sebelum tanggal pembayaran tiba, hal ini dimungkinkan dilakukan pembayaran dengan cara yang hampir sama dengan discounting pada bankers acceptance. Jenis pembayaran ini tidak menggunakan draft.100 Dalam Prakteknya, jenis L/C yang mensyaratkan pembayaran dengan jangka waktu disebut deferred payment L/C.

3) Akseptasi (Acceptance) Pembayaran dengan akseptasi dapat dilakukan jika beneficiary menyerahkan dokumen-dokumen yang disyaratkan dan memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam L/C, bank (atau yang dikuasakannya) mengaksep wesel itu dan mengembalikannya kepada beneficiary. Pembayaran dengan akseptasi dilaksanakan dengan menggunakan wesel berjangka (usance/time draft).101

4) Pengambilalihan (Negotiation) Pembayaran dengan pengambilalihan dapat dilakukan jika beneficiary menyerahkan suatu bukti pengapalan barang dan dokumen-dokumen disertai dengan sight draft yang ditarik dan disebutkan dalam L/C kepada bank di mana L/C itu berlaku (nominated bank). Setelah bank melakukan pemeriksaan dokumen dan ternyata memenuhi syarat serta kondisi yang ditetapkan dalam L/C, maka bank tersebut dapat mengambil alih atau membeli draft itu atas dasar kuasa dari issuing bank.102

99

UCP 600, Op. Cit., article 2. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 105. UCP 600, Op. Cit., article 2 Ibid., article 2.

100 101 102

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

37

2.1.6 Penyimpangan (Discrepancy)

Dalam pelaksanaan L/C, para pihak hanya berurusan dengan dokumendokumen, terutama bank.103 Dokumen yang diajukan harus sesuai dengan persyaratan L/C (comply with) agar issuing bank atau kuasanya dapat membayar L/C tersebut. Hal ini dinamakan doktrin kesesuaian mutlak.104 Sesuai dengan doktrin kesesuaian mutlak, pada prinsipnya dokumen yang diajukan tidak boleh mengandung penyimpangan secara substansial. Hal ini dikarenakan dokumen pada dasarnya mempresentasikan fisik barang sehingga jika uraian barang dalam dokumen berbeda dengan uraian barang dalam L/C maka dapat disimpulkan fisik barang yang dikirim tidak sesuai dengan persyaratan dan kondisi di dalam L/C. Selain itu, kontrak L/C pada dasarnya memberikan jaminan kepada applicant bahwa applicant akan menerima dokumen sesuai dengan persyaratan dan kondisi L/C yang menjadi pembayaran bagi beneficiary.

Bentuk penyimpangan yang mungkin ditemukan sebagai hasil pemeriksaan dokumen data berupa: 1. Penyimpangan yang bersumber dari dokumen yang belum sempurna, antara lain :105 a. Belum lengkapnya lembar dokumen yang diperoleh; b. Belum sempurnanya dokumen karena belum dicantumkan tanggal, stempel atau tanda tangan pada dokumen yang bersangkutan; c. Kesalahan ketik; d. Tidak adanya kesesuaian isi dokumen dengan syarat L/C.

103 104 105

Ibid., article 5. Ginting, Op. Cit., hal. 73. Andhibroto, Op. Cit., hal. 220.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

38

2. Penyimpangan terhadap syarat L/C, antara lain :106 a. Penarikan melampaui nilai L/C (overdrawn); b. Pengapalan barang melampaui tanggal pengapalan terakhir yang ditetapkan; c. Salah satu dokumen yang disyaratkan dalam L/C tidak terpenuhi. Berdasarkan UCP 600, jika terdapat pengajuan dokumen yang menyimpang (not comply with) maka issuing bank, confirming bank, nominated bank berhak menyatakan bahwa ia menolak pembayaran diikuti penjelasan setiap penyimpangan dokumen tersebut dan meminta persetujuan applicant (waiver) sehubungan dengan dokumen yang menyimpang tersebut.107Sebaliknya, bank berkewajiban dan memberikan pemberitahuan kepada beneficiary melalui alat telekomunikasi sehubungan dengan pengajuan dokumen yang menyimpang tersebut dalam jangka waktu selambat-lambatanya 5 hari kerja.108 Bank memiliki beberapa pilihan atau alternatif jika berhadapan dengan dokumen yang menyimpang, yaitu bank dapat memegang dokumen sampai menunggu instruksi dari beneficiary atau persetujuan dari applicant, mengembalikan dokumen, atau bank bertindak sesuai instruksi yang diterima sebelumnya dari beneficiary. Bank dapat menolak dokumen L/C yang menyimpang dan mengembalikannya kepada beneficiary (the bank is returning the documents) untuk diperbaiki.109 Setiap koreksi pada dokumen harus dibubuhi stempel koreksi dan tanda tangan atau paraf dari pihak yang berwenang. Jika bank menolak dokumen yang menyimpang sebelum jangka waktu kredit berakhir (prior to the credits expiry date), beneficiary dapat memperbaiki dan melengkapi dokumen tersebut.110 Apabila applicant menyetujui penyimpangan tersebut, confirming bank atau nominated bank segera membayar dokumen kepada beneficiary sedangkan106 107 108 109 110

Ibid. UCP 600, Op. Cit., article 16 (a), (b). Ibid., article 16 (c), (d). Hinkleman, Op. Cit., hal. 103. Schutze and Fontane, Op. Cit., hal. 32.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

39

syarat hanya jaminan untuk mendapatkan kembali pembayaran (shall be entitled to claim a refund, with interest, of any rimbursement made) jika issuing bank menolak untuk membayar atas dokumen yang diserahkan.111 2.1.7 Penipuan dan Pemalsuan pada Letter of Credit Issuing bank yang beritikad baik berhak bahkan berkewajban menolak pembayaran L/C jika mengetahui adanya penipuan dalam transaksi L/C walaupun semua dokumen yang diajukan beneficiary sesuai dengan persyaratan L/C.112 Agar penipuan, tanpa dasar atau bukti hukum yang jelas, tidak digunakan sewenang-wenang oleh applicant untuk menghindari dari kewajiban membayar transaksi L/C serta agar dapat melindungi bank yang telah membayar atas dasar itikad baik dan tidak mengetahui adanya penipuan dan pemalsuan maka dalam ketentuan L/C harus diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Kriteria yang dikategorikan sebagai penipuan dalam L/C yakni harus berasal dari pelaksanaan L/C dan bukan dari kontrak penjualan;

2. Bank yang telah membayar atas dasar itikad baik dan tidak mengetahui adanya penipuan berhak memperolah pembayaran kembali dari issuing bank.

111 112

UCP 600, Op. Cit., article 16 (g). Ginting, Op. Cit., hal. 66.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

40

2.2 Tinjauan Yuridis Tentang Money Laundering 2.2.1 Sejarah Money Laundering Istilah Money Laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat. Pada saat itu organisasi kejahatan mafia telah membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) sebagai tempat pencucian uang yang dihasilkan dari bisnis ilegalnya (perjudian, pelacuran, dan minuman keras).113Pada waktu itu, pencucian uang dikenal sebagai perbuatan para mafia di Amerika Serikat yang mengolah uang hasil dari kejahatannya (Ilegal) dengan bisnis sah (legal) milik mafia tesebut. Tujuan pencucian uang adalah agar uang hasil kejahatan yang diperoleh secara Ilegal atau melawan hukum seolah-olah menjadi hasil dari perbuatan yang legal atau sah dengan cara mendepositokan uang tersebut pada bank yang ada di luar negeri. Kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang telah dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1930. Pada saat itu, Al Capone yang menguasai bisnis haram perdagangan obat bius, perdagangan gelap minuman keras, prostitusi dan perjudian merupakan penjahat terbesar yang tidak saja dikenal di Amerika Serikat, tetapi juga di dunia karena memiliki banyak jaringan di banyak Negara. Pada saat itu, masyarakat internasional belum memiliki perangkat hukum internasional yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk memerangi kejahatan pencucian uang. Lahirnya rezim Hukum Internasional untuk memerangi kejahatan Pencucian Uang, antara lain dengan dikeluarkannya United Nation Conventions Against Illicit Traffic in Narcotic, Drugs and Psycotrophic Substances 1988 (Vienna Convention 1988).

Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, cet. 1, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007), hal. 4.

113

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

41

Dengan lahirnya konvensi tersebut, dipandang sebagai tonggak sejarah dan titik puncak dari perhatian masyarakat internasional untuk menetapkan Rezim Hukum Internasional Anti Pencucian Uang. Praktik-praktik Money Laundering memang mula-mula dilakukan hanya terhadap uang yang diperoleh dari lalu lintas perdagangan narkotika dan obat-obat sejenis itu atau yang dikenal sebagai illegal drug trafficking. Namun kemudian Money Laundering diperlukan pula untuk dilakukan terhadap uang-uang yang diperoleh dari sumber-sumber kejahatan lain seperti yang dikemukakan di atas.114 Berkenaan dengan sejarah istilah Money Laundering, Jeffrey Robinson mengemukakan sebagai berikut:115 Money Laundering is called what it is because that perfectly describes what takes place illegal, or dirty, money is put through a cycle of transactions, or washed, so that it come out the other end as legal, or clean money. In other words, the source of illegally obtained funds is obscured through a succession of transfers and deals in order that those same funds can eventually be made to reappear as legitimate income Money Laundering sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Penggunaan pertama kali di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan penggunaan sebutan tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.255.625,39 (1982) 551 F Supp. 314. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.116

114

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan

Terorisme, cet. 2, (Jakarta: Kreatama, 2007), hal. 8.115 116

Ibid., hal. 6. Billy Steel, Money Laundering A Brief History, http://www.laundryman.u-net.com.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

42

Indonesia termasuk salah satu Negara yang sangat menarik bagi pelaku pencucian uang. Beberapa faktor yang membuka peluang terhadap kegiatan pencucian uang antara lain, masih berkembangnya sistem keuangan di Indonesia dan diberlakukannya ketentuan rahasia bank bagi nasabah penyimpan dan simpanannya di bank. Disamping itu, sistem pembayaran di Indonesia yang masih menitikberatkan pada transaksi yang bersifat tunai yang memungkinkan seseorang untuk membawa uang kertas asing dalam jumlah besar ke Indonesia dan menukarkannya dengan uang rupiah serta menanamkan uang tersebut dalam bentuk asset (kekayaan) yang sah tanpa adanya kekhawatiran untuk diusut asal usul uang tersebut, membuka peluang terjadinya kegiatan pencucian uang. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi adalah dianutnya sistem devisa bebas. Dengan adanya sistem devisa bebas, setiap orang atau badan hukum dengan bebas untuk memasukkan atau membawa keluar valuta asing dari wilayah Indonesia. Dalam sistem ini, penduduk yang memperoleh dan memiliki devisa tidak wajib menjualnya kepada negara. Dianutnya kebijakan ini mengingat keterbatasan dana yang diperlukan bagi pembiayaan pembangunan, sehingga pemerintah menerapkan kebijakan yang bertujuan mengundang investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia. Adanya sistem devisa bebas selain membawa pengaruh positif seperti derasnya dana dari luar untuk ditanamkan di Indonesia, juga membawa implikasi negatif yaitu tidak diusutnya asal-usul uang yang ditanamkan bank sebagai sarana menyimpan atau untuk melakukan transaksi atas dana hasil kejahatan.117 Dengan demikian tidak akan diketahui apakah uang tersebut berasal dari kegiatan illegal atau tidak. Di sisi lain terdapat ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang dianggap belum memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan masyarakat yang menghendaki kasus kejahatan yang merugikan Negara ditindak secara transparan, bahkan sebaliknya dapat digunakan sebagai alat berlindung bagi pelaku kejahatan yang memanfaatkan bank sebagai saraa menyimpan atau untuk melakukan transaksi atas dana hasil kejahatan.117

Yunus Husein, Op. Cit., hal. 6

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

43

Di beberapa negara tindakan pencucian uang telah dikategorikan sebagai tindak pidana yang diancam dengan hukuman yang cukup berat dan disertai dengan upaya pemberantasannya secara efektif, sedangkan di Indonesia belum ada pengaturan yang tegas yang menyatakan bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana. 118 Pendekatan anti money laundering diperkenalkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak dengan disahkannya Konvensi Wina tentang perdagangan gelap, narkotika dan psikotropika pada tahu 1998. United Nation Convention Againts Illicit Trafic in Narcotic, Drugs and Psycotropic Substances of 1988 tersebut sudah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997. Negara-negara penandatangan konvensi tersebut diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu kejahatan dan mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib dapat mengidentifkasi, melacak, dan membekukan atau menyita hasil perdagangan obat bius.119 Pembangunan rezim anti pencucian uang di Idonesia dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 17 April 2002, yang dalam perkembangannya UndangUndang ini diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang. Keseriusan upaya Pemerintah dan DPR dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang ini merupakan langkah nyata dari dimasukkannya Indonesia dalam daftar Negara atau teritori yang dinilai tidak kooperatif di dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Non-Cooperative Countries and Territories-NCCTs) pada bulan Juni 2001 oleh The Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering. Indonesia dimasukkan ke dalam daftar NCCTs tersebut karena memiiki 4 (empat) discrepencies terhadap 40 recommendation FATF on Money Laundering.120118

Ibid., hal. 27 Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, cet. 1, (Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima,

119

2008), hal. 88.120

Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

44

Keempat discrepencies tersebut adalah : (i) tidak adanya ketentuan yang menempatkan money laundering sebagai tindak pidana (ii) tidak adanya ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer KYC) untuk lembaga keuangan non bank (iii) rendahnya kapasitas dalam penanganan kejahatan pencucian uang, dan (iv) kurangnya kerjasama internasional dalam penanganan kejahatan pencucian uang.121 Dalam rangka menyikapi kelemahan-kelemahan tersebut berbagai upaya telah dilakukan antara lain mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) dan focal point penanganan money laundering di Indonesia, regulator dan pengawas Penyedia Jasa Keuangan (PJK) mengeluarkan ketentuan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle KYC), PPATK melakukan kerjasama dengan FIU Negara lain, membentuk Komite Koordinasi Nasional Pemberantasan TPPU (National Coordination CommitteeNCC), mengikutsertakan aparat terkait untuk mengikuti pelatihan, workshop, seminar dalam rangka meningkatkan capacity building baik di dalam maupun luar negeri, mewajibkan kepada setiap PJK untuk menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Reports (STRs) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang nilainya lima ratus juta rupiah atau lebih atau dikenal dengan Cash Transaction Reports (CTRs) kepada PPATK.122 Canggihnya transaksi bisnis telah memfasilitasi berbagai bentuk money laundering yang akhirnya mengaburkan semua uang-uang haram itu. Sebagian besar uang haram, misalnya hasil korupsi di Indonesia, disembunyikan atau disamarkan ke berbagai Negara penadah hasil kejahatan melalui berbagai transaksi keuangan dan transaksi bisnis yang kompleks dengan cara penempatan, pentransferan, pelapisan dan pengintegrasian maupun bentuk lainnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kerjasama antar lembaga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sampai saat ini PPATK telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) mengenai121 122

Ibid., hal 89. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

45

pertukaran informasi dengan 18 instansi di dalam negeri dan 24 FIU Negara lain. Selain itu, sejak Juni 2004 PPATK diterima sebagai anggota The Egmont Group yang merupakan paguyuban financial intelligence unit sedunia dengan anggota 106 FIU akan sangat mendukung pencapaian misi ini, karena memungkinkan PPATK mengakses segala informasi yang ada di dalam jejaring intelijen keuangan dunia yang difasilitasi The Egmont Group itu. Upaya-upaya yang telah dilakukan akhirnya membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar NCCTs pada tanggal 11 Februari 2005. Walaupun telah dikeluarkan dari blacklist, namun FATF tetap meminta Indonesia untuk melanjutkan pembangunan rezim anti pencucian uang dan akan dilakukan monitoring selama 1 (satu) tahun terhadap upaya-upaya yang dilakukan dalam memenuhi 40+9 recommendtions.123 Dalam hal ini, pemanfaatan bank dalam pencucian uang dapat berupa: -menyimpan uang hasil kejahatan dengan nama palsu atau dalam safe deposit box; -menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito atau tabungan rekening giro dengan berlindung dibalik ketentuan rahasia bank dan karena tidak adanya ketentuan yang mewajibkan bank untuk meneliti asal usul dana yang oleh penyimpannya diletakkan pada bank dalam suatu transaksi; -menukar pecahan uang haram (illicit money) dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau kecil; -bank yang bersangkutan dapat diminta untuk memberikan kredit kepada nasabah pemilik simpanan dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan; -menggunakan transaksi ekspor-impor fiktif dengan menggunakan sarana L/C dengan memalsukan dokumen-dokumen yang dilakukan bekerja sama dengan oknum pejabat terkait dan pendirian atau pemanfaatan bank gelap.

123

Ibid., hal 91

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

46

Partisipasi pemerintah Indonesia dalam upaya pemberantasan kegiatan pencucian uang adalah sebagaimana diamanatkan dalam United Nation Convention against Illicit traffic in Narcotics drugs and Psychotropic Substances of 1988, dimana negara-negara penandatangan konvensi tersebut diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu kejahatan dan mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan membekukan atau menyita hasil perdagangan obat bius. Tindak Pidana Pencucian Uang pertama kali diatur dalam perundangundangan di Indonesia melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003. Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud dengan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah: Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya, atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.124 Undang-Undang juga mengatur perbuatan pencucian uang secara pasif, yaitu : Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan tindak pidana.125 Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur di dalam pasal 3 ayat (1) menjerat orang yang melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang secara aktif yaitu mereka yang124 125

Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang., Op. Cit., Pasal 3 ayat (1). Ibid., Pasal 6 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

47

memberikan hasil pencucian uang dengan perbuatan limitatif yang dijabarkan dalam pasal 3 ayat (1), sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) menjerat orang yang menguasai atau menerima uang dari pencucian uang tersebut. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undangundang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dibentuk atas dasar kesadaran bahwa organisasi kejahatan (organized crime) memerlukan dana atau harta kekayaan yang tidak sedikit dalam menjalankan operasinya. Harta Kekayaan hasil dari kejahatan tidak serta-merta dibelanjakan oleh organisasi kejahatan, namun masuk kedalam sistem keuangan (financial system) terutama ke dalam sistem perbankan (banking system). Sehingga dalam UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), maka pencucian uang dikenal sebagai upaya untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperolah dari tindak pidana yang disebut sebagai predicate crime. Predicate crime merupakan Tindak Pidana yang menjadi asal usul harta kekayaan tidak sah dan diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) seperti :126 -Korupsi, -Penyuapan, -Penyelundupan Barang, -Penyelundupan Tenaga Kerja, -Penyelundupan Imigran, -Tindak Pidana di bidang Perbankan, -Tindak Pidana di bidang Pasar Modal,126

Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang., Op. Cit., Pasal 2.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

48

-Tindak Pidana di bidang Asuransi, -Narkotika, -Psikotropika, -Perdagangan Manusia, -Perdagangan Senjata Gelap, -Penculikan, -Terorisme, -Pencurian, -Penggelapan, -Penipuan, -Pemalsuan Uang, -Perjudian, -Prostitusi, -Tindak Pidana di bidang Perpajakan, -Tindak Pidana di bidang Kehutanan, -Tindak Pidana di bidang lingkungan hidup,atau Tindak Pidana lain yang diancam pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih yang dilakukan di Wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan Tindak Pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.127

127

Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

49

2.2.2 Pengertian Trade Based Money Laundering

1. Internasional Menurut Blacks Law Dictionary : Money Laundering is term used describe investment or other transfer of money flowing from racketteering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that original sources can not be traced. 128 Adapun terjemahan bebasnya yaitu : Pencucian Uang dipergunakan sebagai istilah untuk menggambarkan investasi uang atau transaksi uang secara lain, yang berasal dari kegiatan kejahatan terorganisir, transaksi tidak sah, dan sumbersumber tidak sah lainnya, dengan tujuan investasi atau transaksi agar uang tersebut melalui saluran-saluran sah, sehingga sumber asli (asal) tidak dapat dilacak kembali (penghapusan jejak untuk menelusuri sumber asa uang tidak sah).129 Istilah Trade based Money Laundering sebenarnya sama dengan istilah Money Laundering (Pencucian Uang) yaitu sebagai proses menyamarkan nilai (dana) hasil kejahatan dengan tujuan untuk mensahkan dana hasil kejahatan tersebut.130 Namun dalam Trade based Money Laundering dana hasil kejahatan tersebut disamarkan128

dengan

cara

memindahkannya

melalui

penggunaan

transaksi

Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, sixth edition, (West Group, St. Paul,

1993), hal. 1086.129

Marulak Pardede, Masalah Money Laundering di Indonesia, cet. 1, (Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 1995), hal. 7.130

Commonwealth Secretariat, A Model of Best Practice for Combating Money Laundering in

the Financial Sector, (London: Commonwealth Secretariat, 2000), hal. 2.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

50

perdagangan sehingga melibatkan pertukaran barang-barang secara internasional. Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) yang dibentuk oleh G-7 Summit di Paris tahun 1982 memberikan uraian mengenai Money Laundering sebagai berikut :131

The goal of large number of criminal acts is to generate a profit for the individual or group that carries out the act. Money Laundering is the processing of these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process is of critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardizing their course.

Dalam Statement on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundeing yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988, Basel Committee menjelaskan mengenai apa yang dimaksudkan dengan Money Laundering itu dengan memberikan beberapa contoh kegiatan yang tergolong kegiatan-kegiatan yang disebut Money Laundering. Dikemukakan dalam Statement tersebut antara lain sebagai berikut:132

Criminal and their associates use the financial system to make payment and transfers of funds from one account to another; to hide the source and beneficial ownership of money; and to provide storage for bank notes through a safe deposit facility. This activities are commonly referred to as money laundering

131 132

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 3. Ibid., hal. 4.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

51

Berdasarkan definisi pencucian uang, maka pencucian uang melibatkan asset (pendapatan atau kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang illegal. Melalui Money Laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi asset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal.133 2. Nasional Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan : 134 Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-oleh menjadi Harta Kekayaan yang sah. Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan Money Laundering, dapat disimpulkan bahwa:135 Pencucian uang atau Money Laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam133 134

Yunus Husein, Op. Cit., hal. 3. Indonesia, Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Nomor 25, LN

No. 108 tahun 2003, Pasal 1 ayat (1).135

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 5.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

52

sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. Pencucian Uang adalah perbuatan terhadap harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyamarkan atau menyembuyikan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.136 Jadi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang terdapat 2 unsur, yaitu perbuatan memperoleh harta kekayaan melalui kejahatan atau Tindak Pidana (predicate offences) dan perbuatan untuk menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan atau Tindak Pidana (Money Laudering). Secara umum, terdapat tiga metode utama yang dilakukan oleh organisasi kejahatan dalam memindahkan uang dengan tujuan untuk menyamarkan asal uang tersebut kemudian mengintegrasikan kembali uang itu ke dalam kegiatan ekonomi, yaitu:137 a. Melibatkan perpindahan dana melalui sistem keuangan menggunakan metode seperti cek dan transfer elektronik;

b. Melibatkan perpindahan bank notes menggunakan metode seperti pengiriman uang dan penggelapan uang; c. Melibatkan perpindahan dana menggunakan metode seperti

pendeskripsian yang salah terhadap perdagangan barang dan jasa.138

136

Indonesia (a), Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 15 tahun

2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, No. 25 Tahun 2003, LN No. 108 Tahun 2003, TLN No. 4324, ps. 1 angka 1.137 138

Ibid. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

53

Kejahatan Pencucian Uang atau Money Laundering bertujuan untuk melindungi atau menutupi suatu aktifitas kriminal yang menjadi sumber dari dana atau uang yang akan dibersihkan. Aktifitas kriminal dimaksud misalnya perdagangan gelap narkotika (drug trafficking), perdagangan gelap senjata dan pemalsuan uang. Dengan demikian pemicu dari kejahatan pencucian uang sebenarnya adalah suatu tindak pidana atau aktifitas kriminal. Kegiatan ini memungkinkan para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan asal usul sebenarnya dari suatu dana atau uang hasil kejahatan yang dilakukan. Melalui kegiatan ini pula para pelaku akhirnya dapat menikmati dan menggunakan hasil kejahatannya secara bebas seolah-olah tampak sebagai hasil kegiatan yang sah atau legal. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang dikarenakan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya gobalisasi perbankan, maka melalui sistem perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi Negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh industri perbankan. Melalui mekanisme ini, dana hasil kejahatan bergerak dari satu Negara ke Negara lain yang belum mempunyai sistem hukum yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan bergerak ke Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat. Berdasarkan statistik IMF, hasi kejahatan yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai nilai USD 1.500 Miliar pertahun.139

139

Yunus Husein, Op. Cit., hal. 27

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

54

2.2.3 Dasar Hukum Money Laundering 1. Internasional

a. Vienna Convention (1988) Vienna Convention ini dikenal juga dengan United Nations Conventions Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances merupakan konvensi yang dibuat dengan tujuan mengatur transaksi obat-obatan di seluruh dunia, termasuk pencucian uang.140 Secara garis besar konvensi ini berisi:141 1) Penetapan atas perampasan hasil kejahatan peredaran obat-obatan terlarang;

2) Pengenalan yang lebih serius terhadap obat-obatan terlarang yang terkait dengan kejahatan jika dilakukan oleh organisasi kejahatan;

3) Penetapan kerja sama Internasional dalam mendeteksi dan mencegah peredaran obat-obatan terlarang termasuk pelatihannya;

4) Prinsip rahasia bank tidak boleh menghambat penyidikan terhadap kejahatan untuk memberantas peredaran obat-obatan terlarang;

140

Bank Indonesia, Money Laundering: Issues for Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia

Payment System141

Ibid., hal. 22.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

55

b. Basel Settlement (1988) Statement ini dikenal juga dengan nama Statement on Prevention of Criminal use of the Banking system for the Purpose of Money Laundering yang dibentuk oleh Committee on Banking Regulations and Supervisory Practices yang berisi etika yang harus dianut oleh pimpinan-pimpinan bank.142 Tujuan yang ingin dicapai dengan dikeluarkannya statement tersebut adalah:

1) Persyaratan bank dalam rangka mengidentifikasikan nasabahnya;

2) Pelaksanaan bisnis yang harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan transaksi keuangan;

3) Penolakan untuk membantu transaksi yang melibatkan pencucian uang;

4) Kerja sama dengan penegak hukum untuk memperluas pengaturan nasional yang berkaitan dengan kerahasiaan nasabah.

c. Forty Recommendation (1989) Forty Recommendation adalah ketentuan yang dikeluarkan oleh The Financial Action task Force on Money Laundering (FATF) tahun 1989, yaitu suatu badan internasional antar pemerintah dengan tujuan utamanya memerangi Money Laundering.143 Ketentuan ini wajib dilaksanakan oleh para anggotanya dalam rangka memerangi Money Laundering. Forty Recommendation ini telah mengalami beberapa revisi dan kini telah menjadi standar internasional.142 143

Ibid., hal. 23. James R. Richard, Transnational Criminal Organizations, Cybercrime, and Money

Laundering, (Florida : CRC Press, 2000), hal. 226.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

56

Secara umum Forty Recommendation dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

1) Section A (General Framework) Bagian ini menyatakan bahwa semua Negara sebaiknya meratifikasi dan mengimplementasi Vienna Convention, ketentuan rahasia bank tidak boleh menghambat implementasi dari 40 Recommendation, Negara-negara sebaiknya meningkatkan kerjasama multilateral dan kerja sama timbal balik di bidang hukum (Mutual Legal Assistance). 2) Section B (Improvement of National Legal Systems) Bagian ini menyatakan bahwa dana hasil kejahatan dalam Money Laundering tidak hanya dihasilkan dari kejahatan narkotika.

3) Section C (The Role of Financial System) Bagian ini menyatakan bahwa institusi keuangan (Financial System) wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principle), memiliki catatan transaksi nasabah (record keeping), memperhatikan transaksi keuangan mencurigakan (suspicious financial transaction), menerapkan kerahasiaan informasi terhadap suspicious financial transaction. 4) Section D (International Cooperation) Bagian ini menyatakan bahwa kerjasama internasional sangat diperlukan dalam mencegah dan memberantas Money Laundering.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

57

2.Nasional a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) :

Pembentukan Undang-undang ini atas dasar pertimbangan bahwa pencucian uang harus dicegah dan diberantas agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamaanan Negara dapat terjaga.

b. Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undangundang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang :

Perubahan yang terdapat dalam undang-undang ini antara lain :

1) Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan;

2) Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; 3) Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus;

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

58

4) Cakupan

tindak

pidana

asal

diperluas

untuk

mencegah

berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan di mana pelaku tindak pidana berupaya melakukan pencucian uang; 5) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan

mencurigakan (Suspicious Financial Transaction) dipersingkat, yang semula 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari kerja setelah PJK mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan; 6) Penambahan penyusunan ketentuan dan baru yang menjamin transaksi kerahasiaan keuangan

penyampaian

laporan

mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off); 7) Ketentuan kerjasama bantuan timbal balik di bidang hukum (Mutual Legal Assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan hukum terhadap pencucian uang.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

59

c. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) : Berdasarkan PBI tersebut Bank Umum wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah144 yaitu:145 1) Menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah; 2) Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah; 3) Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; 4) Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Selain itu, BI telah mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 6/37/DPNP dalam rangka memastikan kepatuhan Bank Umum terhadap kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan Undangundang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta mengenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Bank Umum. Sanksi tersebut berupa denda dan sanksi administratif seperti teguran, penurunan kesehatan bank umum, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan pemberhentian pengurus bank umum.146

144

Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui

identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan: Lihat PBI No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.145

Indonesia (b), peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

(Know Your Customer Principles), Nomor 3/10/PBI/2001, LN No. 78 Tahun 2001, TLN No. 4107.146

Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia tentang penilaian dan Pengenaan Sanksi

atas Penerapan prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian uang, SEBI No. 6/37/DPNP.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

60

Dalam dunia internasional, penerapan Know Your Customer (KYC) merupakan persyaratan yang fundamental dalam ketentuan FATF.147 KYC sangat berperan dalam memberantas Money Laundering yaitu untuk mencegah pemalsuan dan kejahatan keuangan, menjaga nilai-nilai nasabah, dan menjaga kemungkinan korupsi.148 Selain itu, dalam pemberian kredit, salah satunya dalam pembiayaan transaksi ekspor impor berupa Letter of Credit, bank harus mendapatkan keyakinan dari seorang debitur bahwa debiturnya akan dapat melunasi pinjaman dengan cara meneliti dan menganalisis debitur tersebut.149 Adapun acuan dalam rangka analisis dan penelitian tersebut yaitu : 1) Character (karakter) Character ini menunjukkan sifat calon debitur seperti kejujuran, perilaku, dan ketaatannya. Character bertujuan untuk mendapatkan data-data mengenai karakter debitur tersebut maka bank dapat melakukannya dengan cara mengumpulkan infomasi dari referensi bank lainnya.150

2) Capital (Permodalan) Capital menunjukkan besar dan struktur modal termasuk kinerja hasil dari modal itu sendiri dari perusahaan (jika debitur merupakan perusahaan) dan segi pendapatannya (jika debitur merupakan perorangan).151

147

Ernesto U. Savona dan Michael A. De Feo, International Money Laundering Trends and

Preventation/ Cotrol Policies dalam Responding to Money Laundering: International Perspective, Edited by Ernesto U. Savona, (Amsterdam: Harwood Academic Publisher, 2000), pasal 63.148 149

Andrew P. Clark, Anti Money Laundering Services, Windsor. Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bhakti, 2003), hal. 394.150 151

Ibid. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

61

3) Capacity (Kemampuan) Capacity menunjukkan kemampuan debitur terkait dengan kepemimpinan dan kinerjanya dalam perusahaan.152 4) Collateral (Agunan) Collateral menunjukkan kemampuan debitur dalam memberikan agunan atau jaminan yang baik serta memiliki nilai baik secara hukum maupun secara ekonomi.153 5) Condition of Economy (Kondisi Perekonomian) Condition of Economy menunjukkan kondisi yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan sangat cepat berubah misalnya kebijakan pemerintah, politik, sosial budaya dan segi lainnya.154

d. PP No. 57 Tahun 2003 tentang Perlindungan Saksi Sesuai dengan pasal 40 ayat (2) dan pasal 42 ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang bahwa ketentuan mengenai tata cara perlindungan khusus bagi pelapor dan saksi sewaktu pemeriksaan perkara pencucian uang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP).

152 153 154

Ibid. Ibid. Ibid.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

62

2.2.4 Kerjasama Anti Money Laundering 1. Internasional

a. United Nations United Nations155 (Perserikatan Bangsa-bagsa) merupakan organisasi internasional yang pertama kali mengatur peredaran obatobatan terlarang dan hubungannya dengan pencucian uang dengan membentuk peraturan konvensi bernama United Nations Conventions Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances.156

b. The Basel Committee

Committee on Banking Regulations and Supervisory Practices atau dikenal dengan nama Basel Committee didirikan oleh Group of Ten Central Bank Governors pada akhir tahun 1974 dan berkedudukan di Basel dan bekerja di bidang perbankan internasional dan transfer uang.157

c. The Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)

FATF adalah suatu badan internasional antara pemerintah yang didirikan oleh G-7 Summit di Paris pada bulan Juli 1999 dengan tujuan utamanya memerangi Money Laundering.158 Hingga saat ini FATF telah155

United Nations (Perserikatan Bangsa-bangsa) merupakan badan yang terdiri dari 185

negara untuk mendiskusikan dan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat Internasional. Lihat James R. Richard, Transnational Criminal Organiztion Cybercrime, and Money laundering, hal. 223.156 157 158

Commonwealth Secretariat, Op. Cit., hal. 9. Richard, Op. Cit., hal. 241. Ibid., hal. 226.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

63

memperluas misinya menjadi memerangi pembiayaan terorisme (Terorism Financing).

d. The Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) APG didirikan pada bulan Februari 1997 dalam The Fourth Asia Pasific Money Laundering Symposium yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand sebagai badan regional anti pencucian uang yang otonom dan bertujuan untuk mengimplementasikan prinsip Forty Recommendations yang dibentuk oleh FATF. 159 Upaya yang dilakukan oleh APG antara lain membantu Negaranegara dan wilayah-wilayah di kawasan Asia Pasific dalam: 160 1) Undang-undang yang berkaitan dengan hasil tindak kejahatan (Proceed of Crimes);

2) Memberikan bantuan hukum secara timbal balik (Mutual Legal Assistant), perampasan (Extradition); 3) Memberikan arahan dalam membentuk sistem pelaporan dan investigasi mengenai transaksi-transaksi yang mencurigakan; 4) Membantu pendirian Financial Intelligence Unit. (Confiscation), penyitaan (Forfeiture), dan ekstradisi

159 160

Ibid., hal. 239. Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 83.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

64

2. Nasional Dalam memberantas pencucian uang, sangat penting melibatkan 3 sektor (Three Way Relationship) yaitu Badan Pengatur Keuangan (Financial Regulators), Badan Penegak Hukum ( Law Enforcement Agencies), Institusi Keuangan (Financial Institutions).161 Selain itu, sekarang ini juga melibatkan badan intel di bidang keuangan (Financial Intelligence).162 a. Financial Regulators Financial Regulators bertanggung jawab membentuk peraturan di bidang keuangan dan perbankan yang akan digunakan oleh Financial Institutions dalam menjalankan kegiatannya di bidang keuangan dan perbankan.163 Salah satu Financial Regulator di Indonesia adalah Bank Indonesia yang melakukan pengawasan pada bank-bank pemerintah maupun swasta. Salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10 PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle). b. Law Enforcement Agencies Law Enforcemnt Agencies bertanggung jawab menyelidiki adanya tindakan pencucian uang dan berhak mendapatkan informasi atau laporan dari Financial Regulators dan Financial Institutions yang berkaitan dengan penyelidikannya. Di Indonesia, badan ini berupa Penyidik Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

161 162

Bank Indonesia Payment System Working Group, Op. Cit., hal. 19 Guy Stessens, Money Laundering: A New International Law Enforcement Model,

Cambridge: Cambridge University Press, 2002), hal. 183.163

Bank Indonesia Payment System Working Group, Op. Cit., hal. 3.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

65

c. Financial Institutions Financial Institutions bertanggung jawab dalam menerapkan kerahasiaan bank, prinsip mengenal nasabah dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan untuk mencegah pencucian uang.164 Di Indonesia , lembaga keuangan ini disebut Penyedia Jasa Keuangan yang berkewajiban menyampaikan laporan kepada PPATK tentang transaksi keuangan yang mencurigakan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,00 atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaki dalam satu hari kerja. d. Financial Intelligence Financial Intelligence bertanggung jawab dalam menyelidiki transaksi keuangan yang terlibat dalam pencucian uang dan berkewajiban menjaga kerahasiaan hasil penyelidikannya.165 Di Indonesia, badan ini bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yaitu lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dan bertanggung jawab kepada Presiden.166 PPATK dapat mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk Komite Koordinasi Nasional dalam rangka mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.167 Dalam menjalankan tugasnya PPATK bekerja sama dengan BI, Lembaga Penegak Hukum, dan Lembaga Keuangan. PPATK juga dapat bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai jika terdapat orang yang membawa tunai Rp. 100.000.000,00 atau lebih, atau mata uang asing yang setara dengan itu ke dalam atau ke luar wilayah NKRI. Maka orang tersebut harus melapor kepada Dirjen Bea dan Cukai kemudian memberitahu kepada PPATK paling lambat 5 hari kerja setelah164 165 166 167

Bank Indonesia Payment System Working Group, Op. Cit., hal. 20. Stessens, Op. Cit., hal. 190. Indonesia (a), Op. Cit., Pasal 18. Ibid, pasal 29 b.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

66

adanya pelanggaran terhadap ketentuan tersebut. Selain itu dalam melakukan audit terhadap PJK, PPATK terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Lembaga yang melakukan pengawasan terhadap PJK di bidang Pasar Modal atau Bursa Efek, yaitu Bapepam.168

2.2.5 Mekanisme Money Laundering Pelaku pencucian uang sering menggunakan perusahaan ekspor-impor perusahaan terkemuka (front companies) menempatkan atau menyamarkan hasil kejahatan.169 Biasanya, perusahaan tersebut melakukan tiga skema untuk melakukan pencucian uang yaitu penurunan dan penambahan nilai barang (under and over valuation of goods), double invoicing, dan pembiayaan kegiatan ekspor (financing export).170 Selain itu, pelaku pencucian uang sering mempergunakan industri perbankan untuk menyamarkan dana yang tidak sah dengan cara memindahkan uang dalam jumlah besar ke seluruh dunia melalui wire transfer yaitu transfer antar bank dengan cara elektronik.171 Berdasarkan hal di atas, perusahaan ekspor-impor dan industri perbankan sangat rentan terhadap tindakan pencucian uang.

168 169 170 171

Ibid., pasal 27. Richard, Op. Cit., hal. 53. Ibid, hal. 55. Ibid., hal. 80.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

67

Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang terdapat 2 unsur yaitu : a. Predicate Offences Predicate Offences adalah perbuatan memperoleh harta kekayaan melalui kejahatan atau tindak pidana. b. Money Laundering Money Laundering adalah perbuatan untuk menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan atau tindak pidana.

Proses pencucian uang dilakukan dengan menempuh beberapa tahap. Para pakar telah membagi proses pencucian uang ke dalam tiga tahap, yaitu: Placement, Layering, dan Integration. Masing-masing tahap tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:172

1) Placement

Tahap pertama dari pencucian uang adalah menempatkan (mendepositokan) uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system). Jeffrey Robinson menggunakan istilah immersion bagi tahap pertama ini, yaitu yang berarti consolidation and placement. Pada tahap placement, bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asal usul yang tidak sah dari uang itu. Misalnya hasil yang diperoleh dari perdagangan narkoba yang pada umumnya terdiri atas uang-uang yang berdenominasi kecil dalam tumpukan-tumpukan yang besar dan lebih berat daripada narkobanya sendiri, dikonversi ke dalam denominasi uang yang lebih besar. Kemudian uang itu didepositokan langsung ke dalam suatu rekening di bank, atau digunakan untuk membeli sejumlah instrument-instrumen moneter (monetary instruments) seperti cheques, money orders, dan lain-lain kemudian172

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 33.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

68

menagih uang tersebut serta mendepositokannya ke dalam rekening-rekening di lokasi lain. Sekali uang tunai itu telah dapat ditempatkan pada satu bank, maka uang itu telah masuk ke dalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan di satu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan lagi ke bank lain, baik di Negara tersebut maupun di Negara lain, maka uang tersebut bukan saja telah masuk kedalam sistem keuangan Negara yang bersangkutan, tetapi telah pula masuk ke dalam sistem keuangan global atau internasional.

2) Layering

Pekerjaan dari pihak pencuci uang (launderer) belum berakhir dengan ditempatkannya atau didepositokannya uang tunai tersebut ke dalam sistem keuangan seperti diterangkan di atas. Jumlah uang haram yang sangat besar, yang ditempatkan di suatu bank tetapi tidak dapat dijelaskan asal-usulnya itu, akan sangat menarik perhatian otoritas moneter Negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan menarik pula perhatian para penegak hukum. Setelah pencuci uang berhasil melakukan tahap placement, tahap berikutnya ialah melakukan layering atau disebut pula heavy soaping. Dalam tahap ini pencuci uang berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya. Hal itu dilakukan dengan cara memindahkan uang tersebut dari satu bank ke bank yang lain dan dari Negara yang satu ke Negara yang lain sampai beberapa kali, yang sering kali pelaksanaannya dilakukan dengan cara memecah-mecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali itu asal usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat dilacak oleh otoritas moneter atau oleh para penegak hukum. Para pencuci uang melakukannya dengan mengupayakan konversi atau memindahkan dana tersebut menjauh dari sumbernya. Dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan investment instruments, atau cukup dilakukan pemindahan dengan cara funds wire melalui sejumlah rekening pada berbagai bank di seluruh dunia.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

69

Penggunaan rekening-rekening yang secara luas tersebar itu untuk maksud melakukan pencucian terutama di Negara-negara yang tidak melakukan kerja sama dalam melaksanakan investigasi terhadap kegiatan Money Laundering. Dalam beberapa hal para pencuci uang menyamarkan pemindahan dana tersebut (transfer) seakan-akan sebagai pembayaran untuk barang-barang dan jasa-jasa agar terlihat sebagai transaksi yang sah.173

3) Integration

Tahap yang ketiga ialah integration, atau adakalanya disebut juga repatriation and integration, atau disebut pula spin dry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan yang bersih, bahkan merupakan objek pajak (tax-able). Begitu uang tersebut telah berhasil diupayakan sebagai uang halal melalui cara layering, tahap selanjutnya adalah menggunakan uang uang yang telah menjadi uang halal (clean money) itu untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang

mengendalikan uang tersebut. Para pencuci uang dapat memilih penggunaannya dengan meginvestasikan dana tersebut ke dalam real estate, barang-barang mewah (luxury assets), atau perusahaan-perusahaan (business ventures).174

173 174

Ibid., hal. 35. Ibid., hal. 37.

Universitas Indonesia

Analisis hukum..., Dita Okta Sesia, FH UI, 2010.

70

2.2.6 Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam Perspektif Hukum Internasional Istilah money laundering berasal dari Amerika Serikat. Istilah ini mempunyai sejarah yang panjang sejak tahun 1930 yang pada waktu itu para pelaku kejahatan terorganisir menyembunyikan dan menyamarkan harta hasil tindak pidana dengan cara melakukan investasi pada perusahaan binatu (laundery). Money laundering ini merupakan transnational organized crime, sehingga dalam pemberantasannya seringkali berkaitan dengan yurisdiksi Negara lain, dan memerlukan kerjasama internasional. Dalam kaitan dengan kerjasama memberantas money laundering inilah, sejak bulan Juni 2001 Indonesia bersama sejumlah Negara lain dinilai kurang kooperatif dan dimasukkan ke dalam