analisa pp 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan

42
DAFTAR ISI ANALISA TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN TERKAIT PAI KATA PENGANTAR ………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………..….. ii BAB I : Pendahuluan …………………………………………… 1 A. Latar Belakang ……………………………………… 1 B. Maksud dan Tujuan ……………………………… 2 C. Rumusan Masalah ……………………………… 3 D. Metode Penulisan …………………………………… 3 BAB II : Pembahasan …………………………………………… 4 A. Pengertian-Pengertian…………..…………………. 4 B. Ruang Lingkup PAI (Pendidikan Agama Islam…… 6 C. Selayang Pandang PP No. 55 Tahun 2007.. ………. 9 D. Analisa PP No. 55 Tahun 2007 Tahun 2007.. ……… 12 BAB III : Penutup ……………………………………………….. 27 A. Kesimpulan ……………………………………….. 27 B. Saran ……………………………………………… 26 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 29

Upload: bus-glish

Post on 01-Dec-2015

540 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Apa saja yang dianalisa ?

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

DAFTAR ISI

ANALISA TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN

KEAGAMAAN TERKAIT PAI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………..….. ii

BAB I : Pendahuluan …………………………………………… 1

A. Latar Belakang ……………………………………… 1

B. Maksud dan Tujuan ……………………………… 2

C. Rumusan Masalah ……………………………… 3

D. Metode Penulisan …………………………………… 3

BAB II : Pembahasan …………………………………………… 4

A. Pengertian-Pengertian…………..…………………. 4

B. Ruang Lingkup PAI (Pendidikan Agama Islam…… 6

C. Selayang Pandang PP No. 55 Tahun 2007.. ………. 9

D. Analisa PP No. 55 Tahun 2007 Tahun 2007.. ……… 12

BAB III : Penutup ……………………………………………….. 27

A. Kesimpulan ……………………………………….. 27

B. Saran ……………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 29

BUDI SETYADIFAKULTAS TARBIYYAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QURAN ( IPTIQ ) JAKARTA 2013

BAB I

Page 2: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia bukanlah negara sekular dan pula bukan negara

agama walaupun mayoritasnya penduduknya beragama dan

mayoritas memeluk agama Islam. Sejumlah orang banyak yang

bangga dengan statement (pernyataan) tadi, namun disisi lain

sebagai konsekuensi statement itu adalah amat teramat sulit

untuk mengeluarkan peraturan-peraturan yang mendukung

keberadaan umat Islam di Indonesia, termasuk didalamnya yang

menyangkut pendidikan agama Islam. Mungkin berbeda jika

negara Indonesia sebagai negara agama Islam, mungkin kita

tidak bersusah payah untuk membuat peraturan-peraturan yang

bernuansa Islam.

Namun demikian, kita bersyukur, dengan telah

dikeluarkannya “Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007

Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan” yang

didalamnya mengatur pendidikan agama Islam. Memang pada PP

ini, tidaklah murni semata-mata khusus untuk mengatur

pendidikan agama Islam saja, tetapi juga agama non-Islam.

Memang sangat disayangkan tidak dikeluarkan khusus untuk

pendidikan agama Islam. Hal ini, mungkin dalam menjiwai dan

menyelaraskan dengan semangat tinggi Bhinneka Tunggal Ika

dalam koridor Pancasila.

Dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, terdapat salah satu

tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan ini,

pendidikan agama perlu diberikan pada semua jenis dan jenjang

pendidikan serta dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari

tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi.

Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat

1

Page 3: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai,

yaitu nilai akhlak dan keagamaan. Oleh karena agama sebagai

dasar tata nilai merupakan penentu dalam perkembangan dan

pembinaan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, maka

pemahaman dan pengamalannya dengan tepat dan benar

diperlukan untuk menciptakan kesatuan bangsa.

Pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem pendidikan

nasional, oleh karena itu menjadi tanggung jawab bersama

keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk menjamin tujuan

pendidikan nasional, dalam pendidikan agama diperlukan paket-

paket minimal bahan pendidikan agama dari masing-masing

agama yang dianut dengan mempertimbangkan perkembangan

jiwa anak didik, guru agama yang cukup memenuhi persyaratan,

sarana dan prasarana pendidikan agama yang cukup dan

memenuhi syarat, lingkungan yang mendorong tercapainya

tujuan pendidikan agama yaitu situasi sekolah, masyarakat dan

peraturan perundang-undangan.

Pendidikan agama dan pendidikan penghayatan dan

pengamalan Pancasila saling menunjang karena sama-sama

membahas bidang sikap dan nilai dalam rangka pembangunan

bangsa. Maka dari itulah kita mengenal adanya peraturan

pemerintah nomer 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama

dan keagamaan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh

Kementerian Agama.

B.Maksud dan Tujuan

Pada makalah ini pemakalah mencoba menganalisis PP No

55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan

terkait dengan PAI (Pendidikan Agama Islam), dari pengertian-

pengertian, ruang lingkup PAI, selayang pandang PP NO. 55

Tahun 2007 hingga analisa PP NO. 55 Tahun 2007.

2

Page 4: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

C.Rumusan Masalah

Untuk memudahkan sistematika penulisan, penulis

membuat rumusan masalah sebagai berikut;

1. Apa saja pengertian-pengertian minimal yang harus

didapat terlebih dahulu?

2. Apa saja ruang lingkup PAI (Pendidikan Agama Islam) ?

3. Bagaimana selayang pandang PP NO. 55 Tahun 2007 ?

4. Apa saja analisa terhadap PP NO. 55 Tahun 2007 ?

D.Metode Penulisan

Metode yang diambil adalah Metode Pembelajaran dan

Literatur. Pada metode pembelajaran, Penulis berusaha

mendapatkan data yang lebih lengkap dari pembelajaran

langsung di Institut PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran),

sedangkan metode literatur, Penulis, mengambil dari beberapa

buku referensi dan browsing melalui internet.

3

Page 5: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian-Pengertian

Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini

disebabkan karena perbedaan falsafah hidup yang dianut dan

sudut pandang yang memberikan rumusan tentang pendidikan

itu.

Menurut Sahertian1 bahwa pendidikan adalah "usaha sadar

yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan."

Pengertian pendidikan secara umum adalah “(education’s)

major focus is (or ought to be) on act artifact called “practice”...

it is marriage of theoritical knowledge with practical action which

characterizes education (along with medicine, law, and other

“profesional fields”) and requires a philosophical perspective or

its own.”2

Terjemahannya, "(Pendidikan) yang fokus utama adalah (atau

seharusnya) pada tindakan artefak3 yang disebut" praktek "... itu

adalah pernikahan pengetahuan teoritis dengan tindakan praktis

yang mencirikan pendidikan (bersama dengan kedokteran,

hukum, dan "bidang profesional" lain) dan memerlukan

perspektif filosofis atau sendiri. "

1 Sahertian, Piet A. Drs.Prof., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan SDM, CV. Rineka Cipta, 2000, hlm.12 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), hlm. 253 artifek = kecakapan kerja manusia

4

Page 6: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan Agama adalah pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan

keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran

agamanya, yang dilaksanakan sekuang-kurangnya melalui mata

pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan4.

Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk

mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah

dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut

dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata

beribadah kepada Allah (Bawani, 1993 : 65)5.

Pendidikan Keagamaan adalah Pendidikan yang

mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan

yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama

dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran

agamanya.

Pendidikan Islam adalah nama dari sebuah sistem, yaitu

sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-

komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya

Muslim yang diidealkan, sehingga Pendidikan Islam ialah

pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an

dan Hadist6, dan pendidikan Islam adalah suatu bimbingan

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam

menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran

Islam (menurut Ahmad D. Marimba dalam buku karangan Moh.

Roqib) 7.

Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan

yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus

mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang

utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan

4 PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan 5 http://www.sarjanaku.com/2011/09/pendidikan-agama-islam-pengertian.html6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, hlm 26.7 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogyakarta, LKiS, 2009, hlm. 18

5

Page 7: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt

(HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya

sendiri dan alam sekitarnya8.

Pendidikan Agama Islam menurut Prof.Dr.Zakiah Darajat9 adalah,

1. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan

asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai

pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran

agama islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup

(way of life)

2. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan

berdasarkan ajaran islam

3. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-

ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan

terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari

pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara

menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai

suatu pandangan hidupnya demi keselamatan hidup didunia

maupun diakhirat kelak.

Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan adalah

kaidah-kaidah hukum yang didalam membahas atau mengatur

dari pengertian, fungsi, jenis dan jenjang pendidikan agama dan

keagamaan, pengelolaan dan penyelenggaraan, kurikulum dan

sistem penilaian sebagai norma-norma yang harus ditaati

dalam proses pelaksanaan pendidikan agama dan

penyelenggaraan pendidikan keagamaan.

B.Ruang Lingkup PAI (Pendidikan Agama)

8 http://www.sarjanaku.com/2011/09/pendidikan-agama-islam-pengertian.html9 Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara,1995),hlm.172

6

Page 8: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan,

keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan

Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan

alam sekitar. Hubungan-hubungan itu terangkum dalam ruang

lingkup pendidikan agama Islam yang mengajarkan pendidikan;

1. Al-Qur’an dan Hadist

Al-Qur’an dan Hadist adalah sumber pokok ajaran-ajaran

dalam agama Islam. Tujuan manusia adalah mencari

kebahagiaan baik di dunia dan akherat, dan di dalam al-Qur’an

dan Hadist itu terdapat petunjuk untuk mencapai kebahagiaan

tersebut. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah

ayat 2,

FنH KقFي HمMت Fل HهF هMدRى ل HبW فFي ي WرW WابM ال Fت Hك FكW ال ذWلArtinya: “Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;

petunjuk bagi mereka yang bertaqwa".

Surat Al-Isra' ayat 9,

ن*ي)ن& م* ؤ) ر. ال)م//. ي.ب&ش//4 و&م. و& د*ى ل*لAت*ى ه*ي& أ)ق//& ء&ان& ي&ه//) ر) ذ&ا ال)ق//. إ*نA ه//&

ا Kر ا ك&ب*ي/////) Kر م) أ&ج/////) ات& أ&نA ل&ه. ال*ح& A/////و)ن& الص ل/////. ذ*ي)ن& ي&ع)م& A/////ل& اArtinya: "Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk

kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira

kepada oang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh

bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.

Seringkali manusia menemui kesulitan dalam memahami

Al-Qur'an dan hal ini juga dialami oleh para sahabat Rasulullah

SAW sebagai generasi pertama penerima Al-Qur'an. Oleh karena

itu, mereka meminta penjelasan kepada Rasulullah SAW, yang

memang diberi otoritas oleh Allah SWT, otoritas ini dinyatakan

dalam firman Allah SWT, dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 44:

7

Page 9: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

HمFهH Wي Fل لW إ gزM ان Wjjم Fاس KjjلنF gنW ل Wي Wب Fت HرW ل كW الjjذgك HjjيW Fل آ إ WjjنH ل WزH Wن رF وWأ Mjjب vالزWو Fات Wjjنg Wي Hب Fال ب

WنHو Mر Kjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjك WفW Wت KهMمH ي WعWل وWلArtinya: "Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan

kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan

pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka

dan supaya mereka memikirkan”.

Dengan demikian, as-Sunnah berfungsi sebagai penjelas

terhadap al-Qur'an dan sekaligus dijadikan sebagai sumber

pokok ajaran Islam serta dijadikan pijakan atau landasan dalam

lapangan pembahasan Pendidikan Agama Islam.

2. Aqidah

Istilah aqidah di dalam istilah umum dipakai untuk

menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah.

Keputusan yang benar disebut aqidah yang benar, sedangkan

keputusan yang salah disebut aqidah yang batil10. Aqidah dalam

Aqidah Islam adalah kepercayaan yang mantap kepada Allah,

para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari

akhir, qadar yang baik dan buruk, serta seluruh muatan al-Qur’an

al-Karim dan al-Sunnah.

3. Akhlaq

Akhlaq mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah.

Adanya hubungan ini dikarenakan aqidah adalah gudang akhlaq

yang kokoh. Akhlaq mampu menciptakan kesadaran diri bagi

manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai

akhlaq yang luhur11. Akhlaq mendapatkan perhatian istimewa

dalam Islam. Rasulullah SAW. bersabda:

انما بعت التمم مكارم الخالق

10 Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 13.11 Ibid,. hlm. 201.

8

Page 10: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Artinya: “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk

menyempurnakan akhlaq yang mulia.”

Makna dari akhlaq itu sendiri menurut ulama akhlaq,

sebagai berikut;

Pertama, ilmu akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara

baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau

perbuatan manusia, lahir dan batin.

Kedua, ilmu akhlaq adalah pengetahuan yang memberikan

pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur pergaulan

manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari

seluruh usaha dan pekerjaan mereka12.

4. Fiqih

Fiqih adalah ilmu tentang hukum Allah, yang dibicarakan

adalah hal-hal yang bersifat ’amaliyyah-furu’iyyah’, pengetahuan

tentang hukum Allah itu didasarkan pada dalil tafsili, digali dan

ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau

faqih. Secara ringkas dapat dikatakan fiqih adalah dugaan kuat

yang dicapai seorang mujtahid dalam usahanya menemukan

hukum Allah13.

5. Tarikh dan Kebudayaan Islam.

Tarikh dan kebudayaan Islam14, meliputi sejarah arab pra-

Islam; kebangkitan nabi yang di dalamnya menjelaskan

keberadaan nabi sebagai pembawa risalah; pengaruh Islam

dikalangan bangsa Arab; Khulafaur Rasyidin; berdirinya Daulah

Amawiyah; pergerakan politik dan agama serta berbagai

motifnya yang sangat berpengaruh terhadap politik, agama,

12 Ibid,. hlm. 20613 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 214 http:/os2kangkung.blogspot.com/2010/10/standar-isi-pelajaran-agama-islam-smama.html

9

Page 11: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

kesusastraan, kemasyarkatan, dan lain-lain; kebudayaan dan

seni15.

C. Selayang Pandang PP NO. 55 Tahun 2007

Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim,

sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW., bersabda :

Zل*م ة_ ع&ل&ىك.ل4م.س) ر*ي)ض& ط&ل&ب. ال)ع*ل)م* ف&

“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam”

(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi,

dari Anas bin Malik).

Selanjutnya, Rasulullah SAW juga bersabda:

د* د* ا*لى& اللAه) ه) أ.ط)ل.ب.وا ال)ع*ل)م& م*ن& ال)م&“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”

Hadits tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life

education” atau pendidikan seumur hidup. Kehidupan didunia ini

rupanya tidak sepi dari kegiatan belajar, sejak mulai lahir sampai

hidup ini berakhir. Benar hadist Rasulullah Muhammad s.a.w

“Udlubul ilma mahdi illal lahdi”, menuntut ilmu sejak buaian

sampai liang lahad.

Sehubungan kedua hadist diatas, wajarlah jika salah satu

usaha pemerintah yang sangat penting dan mendasar dalam

upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan

UUD 1945, adalah mengupayakan terlaksananya secara

sungguh-sungguh satu sistem pendidikan nasional. Pasal 31,

ayat 3 menegaskan “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang

15 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 5

10

Page 12: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur

dengan undang-undang”. Untuk melaksanakan amanat tersebut

di atas, melalui proses yang panjang akhirnya diterbitkan

Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (UUSPN). Undang-undang ini kemudian disempurnakan

lagi pada tahun 2003, menjadi UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

Dengan undang-undang tersebut, Sistem Pendidikan Nasional

dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu.

Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di

seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan terpadu dalam arti

adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan

seluruh usaha pembangunan nasional. Dengan sifatnya yang

menyeluruh, seperti dikemukakan di atas, maka semua bentuk

kegiatan pendidikan di Indonesia tercakup dalam Sistem

Pendidikan Nasional, termasuk pendidikan di madrasah dan

pondok pesantren yang diselenggarakan atau dibina oleh

Kementerian Agama dan selama ini lebih dikenal sebagai

lembaga pendidikan agama dan keagamaan. Dengan masuknya

madarasah dan pesantren ke dalam kesatuan Sistem Pendidikan

Nasional, mengharuskan dilakukannya penyesuaian-penyesuaian

dalam penyelenggaraan dan pembinaan madrasah dan pondok

pesantren dengan ketentuan dan pokok pikiran yang terdapat

dalam UU Sisdiknas. Di antara ketentuan tersebut adalah pasal

11 UU Sisdiknas yang menetapkan bahwa Ayat 1 Pemerintah dan

Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,

serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi

setia warga negara tanpa diskriminasi. Ayat 2 Pemerintah dan

Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna

terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia

tujuh sampai dengan lima belas tahun.

11

Page 13: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan. PP ini mengatur Pendidikan Agama di sekolah

umum dan Pendidikan Keagamaan yaitu Islam, Protestan,

Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Adapun MI, MTs, dan MA

bukan lagi kategori Pendidikan Keagamaan, tetapi pendidikan

umum dibawah Mentri Agama. Dalam PP tersebut disebutkan

bahwasanya Pendidikan Agama adalah pendidikan yang

memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,

dan ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran

agamanya yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata

pelajaran atau kuliah pada semua jalur, jenis, dan jenjang

pendidikan. Sedangkan Pendidikan Keagamaan ialah pendidikan

yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan

peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan agama dan

atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran

agamanya. Adapun fungsi dan tujuan dari Pendidikan Agama dan

keagamaan sebagaimana dipaparkan dalam PP tersebut adalah

sebagai berikut: fungsi Pendidikan Agama adalah membentuk

manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga

kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat

beragama, berkembangnya peserta didik dalam memahami,

menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang

menyerasikan penguasaanya dalam iptek, sedangkan tujuan

pendidikan agama adalah agar berkembangnya kemampuan

peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan

nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu

pengetahuan, tekhnologi dan seni. Adapun Pendidikan

Keagamaan mempunyai fungsi mempersiapkan peserta didik

menjadi anggota masyarakat yang memahami dan

mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu

agama, dan bertujuan agar terbentuknya peserta didik yang

12

Page 14: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan

menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif,

inovatif, dan dinamis.

D.Analisa PP No. 55 Tahun 2007

1. PAI dalam Sistem Pendidikan Nasional

Aspek al Qur’an menjadi aspek prioritas karena itu

pembelajaran aspek ini meliputi membaca, menulis dan

menghafal al Qur’an dipandang perlu dipertajam dalam

pembelajaran PAI di sekolah. Pelaksanaan bimbingan al Qur’an

juga sejalan dengan PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan

Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 24 dan 25 yang

menjelaskan bahwa, pendidikan al Qur’an bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hal membaca,

menulis, menghafal, memahami dan mengamalkan kandungan al

Qur’an.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang System

Pendidikan Nasional (Sisdiknas), memuat aturan tentang

pendidikan yang cukup komperihensip. Salah satu

penjabarannya tertuang dalam PP No. 55 Tahun 2007 Tentang

Pendidikan Agama dan Keagamaan Bab I Ketentuan Umum Pasal

1 menyebutkan bahwa, Pendidikan Agama adalah ”Pendidikan

yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,

kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-

kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan”.

Selanjutnya, dalam Bab II Pendidikan Agama Pasal 2

berkaitan dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Agama dijelaskan

bahwa, Pendidikan Agama berfungsi membentuk manusia

13

Page 15: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan

kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama. Pendidikan

agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta

didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai

agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni.

Dalam pasal 5 PP RI No. 55 Tahun 2007, pada ayat 5

sampai 7 berturut-turut di sebutkan lebih rinci mengenai tujuan

kognitif, afektif dan psikomotorik pendidikan agama serta

pendekatan yang perlu dikembangkan yaitu; Pendidikan agama

membangun sikap mental peserta didik untuk berperilaku jujur,

amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, kompetitif, kooperatif,

dan bertanggung jawab. Pendidikan agama menumbuhkan sikap

kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta

didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. Pendidikan

agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan,menantang, mendorong kreativitas dan

kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses.

Sangat nampak terlihat dalam kandungan PP Nomor 55

tahun 2007 terkait semangat untuk menyelenggarakan

pendidikan agama yang lebih bermakna. Terutama yang

mengedepankan pendekatan yang berbasis siswa (student

centered learning process) dengan mendorong mereka

semaksimal mungkin melakukan kajian agama yang lebih

dinamis tanpa mengurangi substansi ajarannya serta tujuan-

tujuan substansial dari pendidikan agama. Ini menjadi tantangan

berat bagi para pendidik agama Islam terutama mereka yang

terlanjur nyaman mempergunakan pendekatan normatif-

doktriner yang tidak mengakar kepada problem keagamaan yang

dihadapi peserta didik secara nyata di kehidupan sosialnya.

14

Page 16: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pembelajaran agama Islam yang menekankan pemahaman

relasional tidak cukup dengan penguasaan guru terhadap

substansi ajaran agama yang bersifat normatif. Tetapi, hal ini

memerlukan kepekaan guru terhadap realitas dunia pelajar

dalam aspek sosial budaya, perkembangan IPTEK, psikologis dan

perkembangan moral. Hal ini memerlukan pengembangan model

instruksional yang dapat memenuhi unsur-unsur dinamis dalam

kurikulum dan materi pembelajaran, pendekatan penyajian,

metode dan strategi, penggunaan media dan sistem evaluasi.

2. Penghapusan Diskriminasi Penggolongan Sekolah dan Hak Sama Untuk Mendapatkan Anggaran

Salah satu upaya untuk menyokong kelancaran PAI adalah

mendapatkan anggaran dari Pemerintah. Diterbitkannya PP 55

tahun 2007, tidak lepas dari perjalanan panjang pasang

surut keberpihakkan kebijakan pemerintah dari masa ke

masa. Melihat jauh ke belakang secara runut, undang-undang

sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) nomor 2 tahun 1989,

memposisikan pendidikan keagamaan sebagai pendidikan

luar sekolah (PLS) sama dengan pendidikan umum,

pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan dan

pendidikan kejuruan. Lebih rinci penjabaran tentang

pendidikan luar sekolah diatas tertuang dalam peraturan

pemerintah (PP) nomor 73 tahun 1991. Konsekwensi logis dari

kebijakan itu, jelas menjadikan lembaga keagamaan tidak

dapat perlakuan sejajar dari pemerintah, terutama dalam hal hak

untuk mendapatkan anggaran.

Kondisi itu berubah seiring disahkannya undang-

undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) nomor

20 tahun 2003. Amanat mendasar yang menjadi inti

perubahan adalah isi pasal 15 UU Sisdiknas yang menyebutkan

15

Page 17: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,

akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Lebih lanjut

isi Pasal 12 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 37 ayat (3), UU

Sisdiknas 20 2003, mengamanatkan perlunya menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan. Karena mengingat pentingnya

penjabaran lebih rinci, untuk mempermudah pelaksanaan

secara tekhnis sebagai panduan di lapangan, maka tepatnya

pada tanggal 5 Oktober 2007, Produk Hukum yang

berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007,

ditetapkan oleh pemerintah yang dalam pengelolaannya

sesuai dengan PP 55 2007, Pasal 9 ayat 3, dilakukan

oleh Menteri Agama.

UU 1945 menjamin setiap penduduk mendapatkan

pendidikan. Negara berkewajiban memberikan pelayanan

pendidikan, termasuk pendidikan keagamaan. Pendidikan

keagamaan sebagaimana diatur dalam UU No 20 tahun 2003

merupakan salah satu jenis pendidikan. Sebagai jenis

pendidikan, pendidikan keagamaan diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dalam PP

tersebut pasal (1) menyebutkan: pendidikan keagamaan

adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik

untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut

penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau

menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Pendidikan Keagamaan adalah bagian integral sistem

pendidikan nasional. Undang-undang ini menjadi tonggak

penting politik pendidikan yang menghapus diskriminasi

antara sekolah negeri dan swasta serta antara

sekolah umum dan sekolah keagamaan. Alokasi

anggarannya, menurut Pasal 12 PP 55 tahun 2007, harus adil

16

Page 18: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

antara sekolah negeri dan swasta. Disini, pemerintah harus

memperlakukan sama antara berbagai model pendidikan yang

ada. Terlebih penerimaan hak dan kewajiban yang perlu

didapat dari pemerintah, baik yang bersifat material dan non

material. Karena fakta selama ini menunjukkan bahwa

pendidikan keagamaan berada dalam posisi yang tidak

menguntungkan. Diakui atau tidak, secara filosofis

sebenarnya pendidikan keagamaan yaitu diniyah dan pesantren

sama saja dengan pendidikan umum lain, dalam perannya untuk

mencerdaskan anak bangsa. Pesantren mengajarkan dan

mendidik generasi anak bangsa menjadi insan paripurna

atau menjadi warga Negara yang baik, sama seperti

lembaga pendidikan umum lainnya. Sikap ini boleh jadi

merupakan langkah pemerintah untuk menebus dosa atas

marginalisasi yang dilakukan terhadap pendidikan keagamaan

selama ini yang sudah lama menyimpan memori panjang

diskriminasi anggaran.

Kesempatan pendidikan agama (pesantren dan diniyah)

untuk dapat bantuan sama seperti lembaga pendidikan lain

mengacu kepada PP No 55 tahun 2007 pasal 12 ayat 1, isinya

adalah “Pemerintah dana atau pemerintah daerah memberi

bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan

keagamaan”. Penjelasan dari pasal ini adalah, “Pemberian

bantuan sumber daya pendidikan meliputi pendidik, tenaga

kependidikan, dana, serta sarana dan prasarana pendidikan

lainnya. Pemberian bantuan disalurkan secara adil kepada

seluruh pendidikan keagamaan pada semua jalur, jenjang dan

jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,

pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Bantuan dana

pendidikan menggunakan satuan dan mata anggaran yang

berlaku pada jenis pendidikan lain sesuai peraturan perundang-

undangan” Pada pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang

17

Page 19: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

diatur dalam PP No. 55 tahun 2007, dengan memberikan

penambahan-penambahan kompetensi serta lulus dari ujian

nasional, maka lulusan lembaga-lembaga pendidikan memliki

hak yang sama dengan lulusan sekolah formal. Adapun efek

samping dari PP tersebut bagi pendidikan keagamaan adalah

ketimpangan antara pemenuhan kewajiban dan eksekusi

kewenangan pemerintah serta birokratisasi dan intervensi

kurikulum pesantren/madrasah diniyah.

3. Pengakuan Kelembagaan dalam PP NO. 55 Tahun 2007 sebagai Pendukung PAI

Dengan terbitnya PP NO. 55 Tahun 2007 ini, pemerintah

telah mengakui kelembagaan diniyah dan pesantren. Pengakuan

ini merupakan bagian penerimaan hak dan kewajiban yang

perlu didapat dari pemerintah, baik yang bersifat material dan

non material. Karena fakta selama ini menunjukkan bahwa

pendidikan keagamaan berada dalam posisi yang tidak

menguntungkan.

Diakui atau tidak, secara filosofis sebenarnya

pendidikan keagamaan yaitu diniyah dan pesantren sama saja

dengan pendidikan umum lain, dalam perannya untuk

mencerdaskan anak bangsa. Pesantren mengajarkan dan

mendidik generasi anak bangsa menjadi insan paripurna

atau menjadi warga Negara yang baik, sama seperti

lembaga pendidikan umum lainnya. Sikap ini boleh jadi

merupakan langkah pemerintah untuk menebus dosa atas

marginalisasi yang dilakukan terhadap pendidikan keagamaan

selama ini yang sudah lama menyimpan memori panjang

diskriminasi anggaran.

Sekali lagi, Pendidikan Diniyah dan Pesantren adalah model

atau sistem pembelajaran yang tumbuh dan berkembang

berbasis nilai, karakter, dan budaya. Diantara keutamaannya

18

Page 20: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

adalah transformasi ilmu pengetahuan yang bersifat substansif

dan egalitarian. Sistem pendidikan di pondok pesantren terbukti

telah melahirkan format keilmuan yang multi dimensi yaitu ilmu

pengetahuan agama, membangun kesadaran sosial dan karakter

manusia sebagai hamba Allah. Atas dasar itu, maka dalam

pengaturan PP No. 55 Tahun 2007 hendaknya memuat

penegasan yang lebih kongkrit bukan saja terhadap masa depan

pondok pesantren akan tetapi imbalan jasa yang patut di terima

oleh pondok pesantren atas perannya dalam membina karakter

bangsa.

4. Menjaminan Peserta Didik Muslim Pada Sekolah Non Muslim

Kebijakan pimpinan sekolah non-muslim untuk

memberikan pendidikan agama Islam bagi siswa muslim

melewati proses panjang serta diiringi persoalan yang

berbeda antara sekolah satu dengan sekolah lain. Tarik

menarik antar kelompok berkepentingan pun terjadi selama

proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan

kebijakan. Dari penelitian menunjukkan, terjadi tarik menarik

pada dua ranah, yaitu antara misi ideologi dengan misi sosiologi

lembaga pendidikan non muslim. Secara historis, salah

satu latar belakang pendirian sekolah berciri khas agama

adalah untuk media dakwah. Keberadaan sekolah menjadi salah

satu media untuk mempertahankan eksistensi ideologi kelompok

kepentingan melalui tindakan sosial, dalam hal ini persoalan

ideologi dalam pelaksanaan PAI di sekolah non muslim menjadi

temuan menarik dalam penelitian ini. Ada sekolah non

muslim yang tetap mempertahankan eksistensi ideologi

dalam pengelolaan pendidikan, ada juga sekolah non

muslim yang memposisikan ideologi di tengah kebijakan

19

Page 21: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

pemerintah dan tuntutan pasar sekolah. Jenis sekolah pada

kategori pertama cenderung menganut konsep ideologi

tertutup, dengan tidak menerima masuknya ideologi baru dari

luar kepentingannya. Pengelolaan sekolah didasarkan pada

tatanan ideologi yang telah diyakini kebenarannya dan

dijadikan rujukan dalam setiap tindakan. Sekolah tipe ini secara

praktis, tidak memberikan pendidikan agama Islam secara

terbuka dalam bentuk mata pelajaran serta tidak memberi

ruang dan waktu yang proporsional bagi siswa muslim untuk

menjalankan ajaran agama di lingkungan sekolah, sesuai

perundang-undangan yang berlaku. Bahkan pada sekolah

yang menganut ideologi khusus sebagaimana pendapat

Mannhein16 yang membagi ideologi menjadi dua, yaitu khusus

dan total, masih ada siswa muslim untuk mengikuti pendidikan

agama non muslim pendidikan. Sementara itu, sekolah tipe

kedua memposisikan ideologi sekolah berada di tengah

kepentingan bersama. Dalam istilah Mannhein, sekolah ini

menerapkan ideologi total, yang menempatkan seluruh

perangkat konseptual orang lain dalam sistem ideologi

yang dianut. Dalam tataran praktis, sekolah tipe ini telah

melaksanakan pendidikan agama Islam sesuai kebijakan

pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan

Peraturan Pemerintah Nomor 55Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Keagaman. Pendidikan agama Islam juga

telah dijadikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan

oleh guru yang beragama Islam. Siswa muslim tidak

diwajibkan mengikuti pendidikan agama lain, yang menjadi ciri

khas keagaman sekolah.

16 Maghfiroh Puji Hastuti, Analisis Kebijakan Pendidikan Islam, PENDIDIKAN AGAMA DI MIM KLASEMAN GATAK SUKOHARJO, Surakarta, 2011, hlm. 28

20

Page 22: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Operasionalisasi teori ideologi menjadi bagian penting

dalam proses kajian ilmiah tentang pendidikan agama Islam di

sekolah non muslim. Kebijakan pendidikan agama Islam,

ternyata, direspon secara variatif oleh pengelola sekolah

berciri khas agama, bahkan tidak dilaksanakan karena

problem ideologi yang terjadi di lembaga pendidikan.

Dari studi Kasus (Case Study), Walikota Blitar Menutup

6 Sekolah Kristen17. Enam sekolah swasta di kota Blitar,

semula mendapat peringatan keras dari pemerintah kota Blitar

karena tidak menerapkan pendidikan agama bagi siswanya yang

beragama lain. Keenam Sekolah tersebut adalah SMA Katolik

Diponegoro, STM Katolik, TK Santa Maria, SD Katolik Santa Maria

serta SD Katolik dan SMP Yos Sudarso.

Keenam sekolah tersebut tidak bersedia memberikan

pelajaran agama bagi siswanya yang beragama Islam. Pihak

sekolah beralasan, penerapan kurikulum yang diberlakukan

sekolahnya bisa diterima siswa ataupun wali murid ketika

memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Namun, menurut

pemerintah Blitar penerapan kurikulum di keenam sekolah

tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No.55 tahun 2007

tentang pendidikan agama dan SK No.8 tahun 2012 yang

mewajibkan setiap anak didik beragama Islam harus bisa

membaca Al Quran.

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 pada pasal 3 ayat

1 berbunyi ” Setiap satuan pendidikan pada semua jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan

pendidikan agama. ” Peraturan Pemerintah ini jelas mengatur

baik jalur negri maupun swasta disegala jenjang wajib

hukumnnya menyelenggarakan Pendidikan Agama.

Kemudian pada pasal 4 ayat 1 dan 2 lebih dipertegas lagi

bahwa : “(1) Pendidikan agama pada pendidikan formal

17 http://regional.kompasiana.com/2013/01/17/dukung-walikota-blitar-tutup-6-sekolah-kristen-520643.html

21

Page 23: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

dan program pendidikan kesetaraan sekurang-kurangnya

diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran atau mata

kuliah agama. (2)   Setiap peserta didik pada satuan

pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

berhak mendapat pendidikan agama sesuai agama yang

dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.” Kedua

ayat ini jelas bahwa mata pelajaran agama yang disesuaikan

dengan penganutnya diwajibkan ada disetiap jalur dan jenjang

pendidikan.

Oleh karenanya alasan keenam sekolah tersebut jelas

melanggar peraturan pemerintah, sehingga akhirnya ditutup.

Sekolah tidak dapat membuat peraturan sendiri yang

bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi di atasnya.

Oleh karenanya penutupan oleh Pemerintah Blitar kepada enam

sekolah ini harus di dukung kalau masih bersikeras tidak mau

memberikan mata pelajaran agama Islam pada siswa-siswanya

yang beragama islam. Dan jikapun nanti mereka akhirnya mau

memberikan mata pelajaran Islam harus dipantau agar mata

pelajaran tersebut benar diberikan oleh guru yang beragama

Islam, sesuai pasal 4 ayat 2 diatas.

5. Pengelolaan Pendidikan Agama Islam dan Keagamaan Islam

Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan

dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh

pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,

penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan

satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Yang dimaksud

penyelenggaraan pendidikan dalam pasal ini adalah kegiatan

pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau

22

Page 24: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan

agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional.

Pengelolaan pendidikan agama dan keagamaan sebagaimana

termaktub dalam PP 55 tahun 2007 pasal 3 ayat 2 yaitu

pengelolaan dilaksanakan oleh Menteri Agama. Sedangkan

dalam penyelenggaraannya pendidikan keagamaan dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

Pengelolaan pendidikan ini harus dilakukan untuk

menjamin akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang

mencukupi, merata, dan terjangkau, mutu dan daya saing

pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau

kondisi masyarakat dan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas

pengelolaan pendidikan.

Adapun standar pengelolaan pendidikan sebagaimana

diatur permendiknas nomor 19 tahun 2007 memuat enam hal

pokok yaitu:

a). Perencanaan Program

Perencanaan program mencakup visi, misi, tujuan sekolah

dan rencana kerja sekolah atau madrasah. Visi sekolah adalah

cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang

berkepentingan, yang menggambarkan dan memberikan

inspirasi, motivasi dan kekuatan untuk kepentingan masa

mendatang. Misi sekolah atau madrsah adalah arah untuk

mewujudkan visi yang telah ditetapkan, menjadi dasar program

pokok sekolah atau madrasah dengan menekankan pada kualitas

layanan pada peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan.

Sedangkan tujuan sekolah atau madrsah menggambarkan

tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah

(empat tahunan) yang mengacu pada visi, misi dan tujuan

pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan

masyarakat.

23

Page 25: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

b). Pelaksanaan Rencana Kerja

Pelaksanaan rencana kerja mengatur berbagai aspek

pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak

yang terkait. Dalam merumuskan rencana kerja harus

mempertimbangkan visi, misi, dan tujuan sekolah atau

madrasah; selalu ditinjau dan dirumuskan kembali secara

berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c). Pengawasan Dan Evaluasi

Penyusunan program pengawasan di sekolah atau madrasah di

dasarkan pada Standar Nasional Pendidikan dan Program

Pengawasan disosialisasikan keseluruh pendidik dan tenaga

kependidikan. Setiap pihak yang menerima laporan hasil

pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut

dalam rangka meningkatkan mutu, termasuk memberikan sangsi

atas penyimpangan yang ditemukan, mendokumentasikan dan

menggunakan hasil pemantauan, suvervisi, evaluasi dan laporan

serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja, dalam

pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.

d). Kepemimpinan Sekolah Atau Madrasah

Setiap sekolah atau madrasah dipimpin oleh seorang kepala

sekolah atau kepala madrasah. Kepala sekolah atau madrasah

dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin. Ia mempunyai

dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan peroses

pendidikan. Pertama, kepala sekolah atau madrasah adalah

pengelola pendidikan di sekolah. Kedua, kepala sekolah adalah

pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.

e). Sistem Informasi Dan Manajemen

Sistem informasi dan menejemen secara sederhana dapat

diartikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang

menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dalam

24

Page 26: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

rangkamempermudah dan memperlancar kegiatan organisasi.

Standar pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan

(sekolah atau madrasah) harus:

1). Mengelola sistem informasi menejemen yang memadai

untuk mendukung administrasi pendidikan yang afektif,

efisien dan akuntabel.

2). Menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif dan

mudah diakses.

3). Menugaskan seorang pendidik untuk melayani permintaan

informasi dan pemberiasn informasi atau pengaduan dari

masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah atau

madrasah, baik secara lisan ataupun tertulis yang

semuanya direkam dan di dokumentasikan.

4). Melaporkan data informasi sekolah atau madrasah yang

telah terdokumentasikan kepada dinas pendidikan

kabupaten atau kota.

5). Komunikasi antar warga sekolah atau madrasah di

lingkungan sekolah atau madrasah.

6). Dilaksanakan secara efisien dan efiktif.

f). Penilaian Khusus

Keberadaan sekolah atau madrasah yang pengelolaannya

tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat

memperoleh pengakuan pemerintah atas dasar rekomendasi

BSNP.

6. Pengelolaan Kurikulum

Pengelolaan kurikulum pendidikan agama dalam PP

No.55/2007 ini diperuntukan untuk sekolah umum sebagaimana

dan dilaksanakan oleh menteri agama termaktub dalam PP No 55

tahun 2007 pada bab II pasal 3 ayat 2 “pengelolaan pendidikan

agama dilaksanakan oleh Menteri Agama”. Kemudian pada pasal

25

Page 27: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

5 ayat 6 menyebutkan “satuan pendidikan dapat menambah

muatan pendidikan agama sesuai dengan kebutuhan”.

Dalam tataran praktisnya, pengelolaan dan penambahan

waktu satuan pendidikan dengan muatan pendidikan agama ini

adalah sangat susah untuk kita temukan, karena jam muatan

lokal biasanya tidak diisi dengan pendidikan agama, melainkan

diisi dengan bahasa daerah atau ilmu umum lainnya. Dan apabila

iya itu dilaksanakan pada muatan lokal maka itupun hanya 2 jam

pelajaran saja. Apakah ini cukup untuk menjadi peserta didik

sesuai dengan PP tersebut. Jawabannya tentu tidak. Sedangkan

porsi pendidikan umum di madrasah atau pesantren juga tidak

kalah sedikitnya dengan porsi pendidikan agama di sekolah

umum, ini juga sebagai indikasi bahwa semangat untuk

mengembangkan pendidikan umum di sekolah berbasis agama

tidak berkembang dengan baik. Akhirnya lulusan madrasah atau

pesantren cenderung pengisi satu sektor bidang dalam

kehidupan bermasyarakat. Hasil yang didapat tidak maksimal.

Untuk itu dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan

agama tidak boleh lagi terjadi dalam praktik pengelolaan

pendidikan di Indonesia jika kita ingin merealisasikan tujuan

pendidikan nasional. Siswa bukan hanya dituntut secara kognitif

tetapi juga moral, responsibility terhadap masyarakat serta

kedisiplinan dalam hidupnya.

7. Perlu Peraturan Menteri Agama Memperjelas PP No.55/2007

Kehadiran PP 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama

dan pendidikan keagamaan diarahkan untuk memperkuat

pelaksanaan pendidikan agama dan keagamaan. Regulasi ini

menegaskan perlunya pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan pembentukan sikap, kepribadian, keterampilan

peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya dan

26

Page 28: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

pentingnya pendidikan keagamaan dalam mempersiapkan

peserta didik memiliki pengetahuan agama dan menjadi ahli ilmu

agama dan mengamalkan agamanya. Oleh karena itu regulasi ini

memerlukan berupa Peraturan Menteri Agama yang dapat

memperjelas maksud PP ini. Regulasi yang akan dikeluarkan

akan lebih baik apabila tetap memelihara karakter pesantren itu

sendiri antara lain kemandirian pesantren sehingga regulasi yang

akan dibuat tetap menjamin otonomi kelembagaan, pengelolaan

akademik yang terkait dengan sistem pembelajarannya.

8. Pemakaian Istilah Formal

Pengertian yang disebut pendidikan keagamaan formal,

disebabkan kata “formal” menimbulkan masalah karena akan

berhadapan dengan realitas pesantren yang secara historis

memiliki otonomi kelembagaan, dan manajemen. Pasal 14 – 20:

Pendidikan diniyah diselenggarakan pada jalur formal, non

formal dan informal. Diperlukan penjelasan tentang ketiga jalur

tersebut, apakah ketiga jalur tersebut harus ada atau hanya

sekedar tawaran atau pilihan. Permbagian tersebut perlu

penjelasan karena dipahami bahwa pendidikan diniyah adalah

pendidikan nonformal. Penggunaan kata”formal” seperti

“pendidikan diniyah formal” dalam PP tersebut memungkinkan

terjadinya formalisasi pendidikan keagamaan yang dikhawatirkan

pendidikan keagamaan yang sudah mapan di lapangan

mengalami reduksi atau intervensi. Perlu adanya penegasan

bahwa pencantuman “formal” itu hanyalah sebutan alternative

atau opsi, dan dalam rangka proses memperoleh recognisi

(pengakuan).

9. Pondok Pesantren Telah Memiliki Pendidikan Diniyah

Pondok pesantren telah memiliki pendidikan diniyah. Hal

ini menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah masih perlu

27

Page 29: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

mendirikan pendidikan diniyah formal atau jalan keluarnya

dengan adanya program pemerintah mendirikan pendidikan

diniyah formal yang bersifat program percontohan akan tetapi

tidak menyaingi lembaga pendidikan sejenis yang sudah ada.

dan pada pasal 17,18,19 apakah diperlukan pengaturan yang

ketat tentang peserta didik, kurikulum dan ujian kalau terjadi

pengaturan dikhawatirkan akan terganggu kemandirian dan

keberlangsungan Pendidikan Diniyah.

10. Pendidikan Keagamaan Islam

Kehadiran PP No.55 tahun 2007 telah banyak mengakui

adanya lembaga-lembaga pendidikan keagamaan Islam.

Kelembagaan itu adalah;

a. Diniyah (pasal 14)

1) Formal (pasal 15)

a) Madrasah Ibtidaiyah/MI/SD (pasal 16 ayat 1)

b)MTS (SMP) (pasal 16 ayat 1)

c) Madrasah Aliyah/MA/SMA dan Madrasah Aliyah

Kejuruan/MAK/ SMK (pasal 16 ayat 2)

2) NonFormal

a) Majelis Taklim (pasal 21 ayat 1)

b)Pendidikan Al Qur’an (pasal 21 ayat 1)

c) Diniyah Takmiliyah (pasal 21 ayat 1)

d)Bentuk lain yang sejenis (pasal 21 ayat 1)

3) Informal (pasal 14 ayat 1)

b. Pondok Pesantren (pasal 26)

Konsekuensi atas pengakuan lembaga-lembaga pendidikan

itu, berarti pemerintah harus menyediakan anggaran dan

bantuan lainnya. Masalahnya apakah pemerintah sudah siap atas

tuntutan masyarakat atas itu semua.

28

Page 30: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

BAB III

PENUTUP

A.Simpulan

PP No.55 tahun 2007 telah membawa perubahan besar

pada pengakuan lebih rinci pemerintah atas pendidikan

keagamaan Islam seperti pondok pesantren, pendidikan diniyah

baik formal, nonformal maupun informal. Perubahan itu,

menghapus pelabelan sekolah negeri dan swasta, juga sekolah

agama dan non-agama. Perubahan itu, juga, memberi

konsekuensi atas pemberian bantuan pemerintah kepada

lembaga-lembaga tadi, baik berupa material maupun non

material.

Tidak kalah penting, adalah terjaminnya peserta didik

seorang muslim akan mendapat pengajaran agama Islam baik di

sekolah Islam maupun non-Islam, sehingga pemaksaan atas

agama lain tidak akan terjadi, sebab dapat terjamin dengan

peraturan negara.

Jalur pendidikan agama ini, kurikulum dikelola oleh

kementerian agama, namun muatan agama dalam kurikulum

mengalami dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan

29

Page 31: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

agama. Porsi muatan agama cenderung lebih sedikit daripada

pendidikan umum.

B.Saran

PP No.55 tahun 2007 ini tidak saja mengatur pendidikan

bernuansa Islam saja, tetapi juga non-Islam, maka hendaknya

dibuat peraturan masing-masing agama, dengan tujuan agar

peraturan itu lebih fleksibel dan mencapai sasaran tertentu.

PP No.55 tahun 2007 ini hendaknya lebih diperjelas lagi

mengenai istilah terentu seperti kata “formal”, pengertian

“diniyah”, sehingga sifatnya tidak ambigiu.

Dengan dikeluarkannya PP No.55 tahun 2007 ini,

diharapkan pemerintah baik pusat dan daerah sudah siap atas

tuntutan masyarakat, dan tidak memberatkan dengan birokrasi

dan administrasi serta persyaratan-persyaratan diluar jangkauan

masyarakat.

30

Page 32: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran

Hadist

PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu,

1997.

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, 1987.

Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002.

Maghfiroh Puji Hastuti, Analisis Kebijakan Pendidikan Islam, PENDIDIKAN AGAMA DI MIM KLASEMAN GATAK SUKOHARJO, Surakarta, 2011.

Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogyakarta, LKiS, 2009.

31

Page 33: Analisa PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, Bandung, Pustaka Setia, 2008.

Sahertian, Piet A. Drs.Prof., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan SDM, CV. Rineka Cipta, 2000.

Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara,1995.

http:/os2kangkung.blogspot.com/2010/10/standar-isi-pelajaran-agama-islam-smama.htm

http://www.sarjanaku.com/2011/09/pendidikan-agama-islam-pengertian.html

http://regional.kompasiana.com/2013/01/17/dukung-walikota-blitar-tutup-6-sekolah-kristen-520643.html

32