analisa potensi soil liquefaction
TRANSCRIPT
Jurnal Tugas Akhir
1
ANALISA POTENSI SOIL LIQUEFACTION DI DAERAH PESISIR KOTA PACITAN BERDASARKAN DATA CPT
Dwi Febi A(1), Wahyudi(2), Kriyo Sambodho(3) 1Mahasiswa teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan
Tugas akhir ini mendiskusikan potensi soil liquefaction akibat gempa bumi di daerah pesisir Pacitan. Pemilihan lokasi studi didasarkan pada kenyataan bahwa Pacitan adalah daerah rawan gempa, karena dilalui oleh lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Berdasarkan hasil boring test yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kondisi tanah di lokasi studi sebagian besar merupakan tanah pasir yang sangat berpotensi terjadi soil liquefaction. Potensi soil liquefaction dievaluasi berdasarkan nilai Safety Factor (SF) yang merupakan perbandingan antara Cyclic Resistance Ratio (CRR) dan Cyclic Stress Ratio (CSR). Nilai CSR dihitung dari parameter gempa sedangkan data hasil Cone Penetration Test (CPT) digunakan untuk menghitung nilai CRR. Hasil analisa menunjukkan bahwa lokasi-lokasi S-1, S-2, S-4 dan S-5 sangat berpotensi terjadi soil liquefaction. Hal ini ditunjukkan oleh nilai SF yang lebih kecil daripada 1.
Kata Kunci: Soil liquefaction, Cone Penetration Test, Cyclic Stress Ratio (CSR), Cyclic Resistance Ratio (CRR)
1. PENDAHULUAN
Kota Pacitan yang berada di pesisir selatan pulau Jawa yang dilalui lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia akan rentan terjadi bahaya gempa bumi dikarenakan oleh pergerakan dua lempeng tersebut. Apabila gelombang gempa bumi ini merambat di tanah berpasir jenuh air pada kondisi undrained maka akan menimbulkan potensi bahaya soil liquefaction. Soil liquefaction ini dapat mengakibatkan keruntuhan atau kehancuran struktur yang bediri di atasnya, yang sangat membahayakan dan menimbulkan kerugian yang besar baik materi maupun jiwa. Peristiwa tersebut secara visual nampak dengan munculnya sand boil, atau rembesan air melalui tanah, tenggelamnya suatu struktur dan munculnya struktur yang ringan keatas permukaan. Di banyak negara soil liquefaction ini telah mendatangkan kerugian yang sangat besar baik materi maupun jiwa. Seperti yang terjadi di Niigata, Jepang maupun di Alaska, USA pada tahun 1964 (The Japanese Geotechnical Society). Karena alasan tersebut maka diperlukan adanya analisa potensi soil liquefaction, agar didapatkan perkiraan awal terjadinya potensi soil liquefaction ini sehingga ada penanganan preventif untuk menanggulanginya.
2. DASAR TEORI
Secara umum fenomena terjadinya soil liquefaction hanya ada pada pasir jenuh air (Sr = 100%) dalam kondisi undrained dan ada pada beban siklik gempa yang bekerja (Gambar 2.1). Dalam kondisi ini maka pasir akan kehilangan kekuatan mekaniknya, yang ditandai dengan hilangnya tegangan efektif tanah (σ’ = 0) dan naiknya tegangan air pori (u) hingga mencapai nilai tegangan total (σ). Dalam keadaan ini, perilaku pasir berubah menjadi “Fluid-Viscous” (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Gambar Lapisan Tanah Sebelum dan Sesudah Terjadi Gempa Bumi (http://wapi.isu.edu/envgeo/EG5_earthqks/eg_mod5.htm)
Gambar 2.2 Struktur Tanah http://www.aegweb.org/i4a/pages/index.cfm?pagei
d=4074 Penelitian mengenai fenomena soil liquefaction dilakukan secara intensif setelah ada dua peristiwa gempa bumi yaitu gmpa yang terjadi di Niigata, Jepang pada tahun 1964 dan gempa yang terjadi di Alaska, Amerika pada tahun 1964. Gempa Niigata berkekuatan 7,3 skala Ritcher dengan pusat gempa sekitar 56 km dari kota Niigata, percepatan gempa maksimum 0,16 kali percepatan gravitasi. Gempa
Jurnal Tugas Akhir
2
tersebut menyebabkan terjadinya sand boil. Air mengalir melalui celah-celah tanah bercampur pasir yang mengakibatkan runtuhnya gedung-gedung yang berdiri di kota tersebut. (Oshaki, 1996; Seed dan Idriss, 1982). Gempa yang terjadi di Alaska berkekuatan 8,3 skala Ritcher. Kerusakan yang terjadi adalah jembatan yang berada sekitar 80 km sampai dengan 120 km dari pusat gempa berupa bergesernya pilar dan pangkal jembatan. Hal tersebut terjadi akibat adanya peristiwa soil liquefaction.
Dalam perhitungan/analisa potensi soil liquefaction metode sederhana yang sering digunakan oleh para engineer adalah metode sederhana berdasarkan data Standard Penetration Test (SPT) dan Cone Penetration Test (CPT). Stark dan Olson (1995) mengusulkan penggunaan data CPT untuk mengevaluasi potensi soil liquefaction. Mereka menyimpulkan bahwa nilai yang dihasilkan oleh CPT nampak lebih baik dibandingkan dengan nilai N-SPT dalam mengevaluasi potensi soil liquefaction hal ini disebabkan karena uji CPT lebih standard, mudah direproduksi dan murah.
2.2 Pengertian Soil Liquefaction
Dalam Dictionary of Soil Mechanics and Foundation Engineering, soil liquefaction didefinisikan sebagai keadaan dimana tanah pasir jenuh kehilangan kekuatan geser dan berkurangnya tekanan efektif akibat dari naiknya tekanan pori air. Penyebab naiknya tekanan pori air adalah akibat dari naiknya permukaan air tanah akibat gerakan gelombang dan juga gerakan berulang dari tegangan geser pada tanah berpasir jenuh selama gempa bumi.
Jefferies dan Been (2006) mengemukakan soil liquefaction adalah fenomena dimana tanah kehilangan banyak kekuatan (strength) dan kekakuannya (stiffness) untuk waktu yang singkat namun meskipun demikian liquefaction menjadi penyebab dari banyaknya kerusakan, kematian dan kerugian ekonomi yang besar. Sebagai contoh gempa Niigata Jepang pada tahun 1964 menyebabkan kerugian lebih dari 1 milyar dollar yang disebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh soil liquefaction.
Soil Liquefaction dihubungankan dengan kegagalan/kerusakan permukaan tanah yang umumnya berkaitan dengan gempa bumi yang besar. Secara umum soil liquefaction berhubungan dengan hilangnya kekuatan tanah pada keadaan jenuh air, atau dengn kata lain, hilangnya sifat kohesi pada partikel tanah yang diakibatkan oleh tekanan-tekanan pori air selama pembebanan dinamik. Definisi yang lebih tepat dari soil
liquefaction diberikan oleh Sladen et al. (1985) adalah fenomena dimana massa dari tanah kehilangan kekuatan gesernya dalam persentase yang sangat besar, ketika dikenai beban monotik, siklik, maupun beban kejut dimana beban tersebut mengalir seperti sebuah cairan hingga tegagan geser partikel tanah tersebut rendah sehingga mengurangi kekuatan geser.
Secara lebih singkat soil liquefaction diartikan sebagai sebuah proses transformasi/perubahan bentuk dari bentuk padat ke bentuk yang sifatnya cair sebagai konsekuensi dari naiknya tekanan pori tanah dan berkurangnya tegangan efektif tanah.
Fenomena soil liquefaction lebih mudah dipahami apabila mengacu pada Gambar 2.2 serta Persamaan (2.1) hingga Persamaan (2.7) berikut:
Gambar 2.3 Ilustrasi Sederhana Penjabaran
Fenomena Soil Liquefaction: a. Gambar Skematis Mengenai Gaya-Gaya Yang Bekerja (The Japanese
Geotechnical Society, 1998); b.Interaksi Gaya-Gaya Yang Bekerja; c. Vektor Gaya-Gaya Yang
Bekerja Dari Gambar 2.2 dapat diketahui hubungan antara gaya normal (N dalam Newton), gaya geser (F dalam Newton) dan sudut geser (θ) sebagai berikut:
tan (2.1)
Dengan memperhitungkan faktor tekanan air (u dalam N/m2), maka Persamaan (2.1) dapat dituliskan sebagai berikut:
tan (2.2) dimana A adalah luasan efektif dalam m2 Apabila kita membagi kedua ruas pada Persamaan (3.2) dengan A, maka didapatkan:
tan (2.3) Dengan:
(2.4a)
Jurnal Tugas Akhir
3
(2.4b)
dimana τ adalah tegangan geser tanah (N/m2) dan σ adalah tegangan total (N/m2). Subsitusi Persamaan (2.4a) dan Persamaan (2.4b) kedalam Persamaan (2.3) menghasilkan
tan (2.5) Diketahui bahwa tegangan total adalah fungsi dari tegangan efektif dan tekanan air pori:
′ (2.6) Maka Persamaan (2.5) dapat dituliskan sebagai berikut
′ tan (2.7) Dari Persamaan (2.5) dan dapat disimpulkan bahwa soil liquefaction bisa terjadi apabila tekanan air pori naik hingga mendekati harga tegangan total. Hal ini akan menyebabkan hilangnya tegangan efektif (σ’ = 0) sehingga tanah cenderung bersifat seperti benda cair. 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Soil Liquefaction
Seperti fenomena alam yang lain, soil liquefaction juga mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena tersebut (Chassagneux et al., 1998), antara lain:
a. Faktor Permanen Yang menjadi faktor permanen dari peristiwa soil liquefaction ini adalah karakteristik serta parameter-parameter tanah itu sendiri. Seperti pada Tanah pulvurent/quicksand rentan mengalami fluidization apabila tanah tersebut terkena tekanan. Dimana tekanan ini disebabkan oleh peningkatan tekanan pori tanah akibat bertambah atau berkurangnya kandungan air yang dimiliki oleh tanah tersebut.
b. Faktor Pemicu Faktor pemicu utama terjadinya peristiwa soil liquefaction adalah terjadinya gempa bumi dan beban siklis yang disebabkan oleh gelombang laut pada suatu daerah tertentu. Dimana energy yang ditimbulkan tersebut dapat menyebabkan tanah kehilangan kohesivitas dan akan membuat tanah mengalami fenomena soil liquefaction
2.4 Dampak dari Soil Liquefaction
Secara umum, fenomena soil liquefaction ini dapat menyebabkan penurunan tanah (settlement). Penurunan tanah ini disebabkan oleh hilangnya daya dukung tanah akibat hilangnya kohesivitas
tanah tersebut, peristiwa penurunan tanah yang disebabkan oleh pembebanan yang terjadi di atas permukaan tanah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
a. Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah.
b. Penurunan Segera (Immediate Settlement
Merupakan akibat dari deformasi elastis tanah, kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitunngan penurunan segera umumnya didasarkan pada penurunan yang diturunkan dari teori elastic.
2.5 Soil Liquefaction akibat Pengaruh Gempa:Evaluasi Potensi Soil Liquefaction
2.5.1 Pengaruh Ukuran Butiran Tanah Terhadap Soil Liquefaction
Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh dari granulometri butiran tanah terhadap liquefaction. Tampak bahwa zone tanah terliquefaksi terletak pada butiran pasir halus. Sedangkan pada butiran kasar (gravels) dan butiran halus (clay), sulit untuk terjadi liquefaction. Ukuran butiran tanah yang seragam dengan: 0,20 mm < D50 ≤ 0,40 mm adalah sensitive terhadap liquefaction. Bentuk butiran yang bulat atau bundar, relative lebih jelek daripada yang berbentuk pipih atau ‘angular’ bila dikaitkan dengan liquefaction.
Gambar 2.4. Potensi Terjadinya Soil Liquefaction
Berdasarkan Diameter Butiran Tanah (Oka, F, 1995)
Jurnal Tugas Akhir
4
2.5.2 Evaluasi Soil Liquefaction Berdasarkan Hasil CPT
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengevaluasi potensi soil liquefaction adalah metode yang disepakati oleh workshop mengenai CRR oleh NCEER pada tahun 1996 dan tahun 1998, yang dimuat dalam Journal of Geotechnical and Geoenviromental Engineering, Vol. 127, No. 10, October, 2001. Page 817- 833. Workshop tersebut pada dasarnya mengembangkan simplified prosedur yang diusulkan oleh Seed and Idriss, 1971, difokuskan pada analisis ketahanan tanah terhadap bahaya liquefaction (CRR).
Pada dasarnya analisa soil liquefaction adalah mencari dua parameter utama yaitu: Cyclic Stress Ratio (CSR) yang merupakan tegangan siklik yang terjadi akibat gempa dibagi dengan tegangan efektif, dan Cyclic Resistance Ratio (CRR) yang merupakan ketahanan tanah untuk menahan liquefaction. Dari perbandingan CRR dan CSR didapatkan angka keamanan, jika angka keamanan lebih kecil dari satu maka terjadi liquefaction, dan jika lebih besar atau sama dengan satu, maka tidak terjadi soil liquefaction.
A. Perhitungan Cyclic Stress Ratio (CSR)
Seed dan Idriss (1971) memformulasikan persamaan untuk penghitungan Cyclic Stress ratio:
′0.65
′ (2.8)
dengan
amax = percepatan horizontal maximum akibatgempa
g = percepatan gravitasi
σvo = tegangan total vertical overburden
σ’vo = tegangan efektif vertical overburden
rd = koefisien tegangan reduksi.
Rasio antara tegangan total dengan tegangan efektif dihitung dengan persamaan-persamaan yang ada di dalam teori Mekanika Tanah.
Dimana tegangan total dirumuskan:
(2.9)
dengan σ = tegangan total γw = berat volume air (9,8 kN/m3) γsat = berat volume tanah jenuh air
H = tinggi muka air diukur dari permukaan tanah
HA = jarak antara titik A dan muka air
Berat volume tanah jenuh air sendiri dihitung dengan persamaan:
γ G γ
(2.10)
dengan
Gs = berat spesifik butiran pada
e = void ratio (angka pori)
γw = berat volume air (9,8 kN/m3)
Tegangan efektif tanah dihitung menggunakan persamaan:
– (2.11)
dengan u adalah tekanan pori air tanah, yang dihitung dengan persamaan:
(2.12)
dengan HA adalah jarak titik yang ditinjau dengan muka air.
Percepatan horizontal maksimum akibat gempa (amax) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
1.02 0.249 log 0.0255 (2.13)
dengan r adalah jarak episentrum (km) dan Mw adalah magnitude gempa.
Koefisien reduksi kedalaman (rd) dihitung berdasarkan persamaan Liao & Whitmann, 1986 sebagai berikut:
1.0 0.00765 (2.14a)
untuk z ≤ 9.15 m
1.174 0.0267
untuk 9.15 < z ≤ 23 m (2.14b)
dengan
rd = faktor reduksi redaman
z = kedalaman (m)
Jurnal Tugas Akhir
5
B. Perhitungan Cyclic Resistance Ratio (CRR)
Normalisasi Ketahanan Cone Penetration
Pada CPT ujung ketahanan konus harus dinormalisasi menggunakan persamaan dibawah ini:
(2.15)
dimana
′
(2.16)
dengan
CQ = faktor normalisasi utuk cone penetration resistance
Pa = 1 atm untuk tekanan yang sama yang digunakan oleh σ’vo
n = eksponen untuk berbagai macam tipe tanah
qc = ketahanan cone penetration dilapangan yang diukur pada ujungnya.
Nilai CRR dihitung dengan persamaan berikut:
0.058 exp 0.02 (2.20)
C. Penghitungan Persamaan Normalisasi Cone Penetration Resistance (qc1N)CS Clean-Sand
Normalisasi ketahanan penetrasi (qc1N) untuk tanah lanau berpasir dikoreksi terhadap persamaan nilai clean sand (qc1N)cs yang hubungannya sebagai berikut:
(2.21)
3. METODOLOGI
Pertama, dilakukan studi literatur dan pengumpulan data yang meliputi mencari serta mempelajari buku, diktat, jurnal ataupun laporan tugas Akhir terdahulu yang membahas pokok permasalahan yang sama atau mirip dengan Tugas Akhir ini. Literatur tersebut digunakan sebagai acuan ataupun referensi Tugas Akhir ini. Literatur tersebut digunakan sebagai acuan ataupun referensi Tugas Akhir ini
Selanjutnya mengumpulkan data lapangan, yaitu data gempa dari tahun 2004 sampai tahun 2006 yang didapatkan dari BMKG Tretes, data tanah yang didapkan dari survey langsung melalui boring test dan sondir test.
Tabel 3.1 Kejadian Gempa tahun 2004-2006
Dari data gempa yang didapatkan yang berupa epicentrum dan magnitude dapat dihitung percepatan gempa. Dari data boring test dapat dihitung tegangan total dan tegangan efektif, semua parameter yang didapatkan digunakan untuk menghitung CSR. Nilai tekanan konus yang didapatkan dari sondir test digunakan untuk menghitung nilai CRR. Perbandingan CRR dan CSR didapatkan nilai Safety Factor, jika safety factor lebih kecil satu maka terjadi soil liquefaction, dan jika lebih besar atau sama dengan satu, maka tidak terjadi soil liquefaction.
4. KONDISI DAERAH STUDI 4.1 Umum Kabupaten Pacitan merupakan salah satu Kabupaten yang berada di pesisir selatan Propinsi Jawa Timur. Letak Geografis Kabupaten Pacitan ini berada antara 110o5’ – 111o25’ Bujur Timur dan 7o55’ – 8o17’ Lintang Selatan. Kabupaten ini merupakan pintu Gerbang jawa Timur bagian salatan di ujung paling barat, dan berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun batas –batas wilayah adalah sebagai berikut:
• Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek • Sebelah Selatan : Samudera Indonesia • Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri • Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo •
Luas wilayah Kabupaten pacitan ± 1.389,87 km2 yang sebagian besar berupa perbukitan dan tanah kapur yang merupakan bagian pegunungan kapur selatan yang membentang dari Gunung Kidul ke Trenggalek menghadap Samudera Indonesia. Secara administrasi, Kabupaten Pacitan terbagi menjadi 4 wilayah pembantu Bupati, 12 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 159 Desa. Tempat penelitian berada di ObyeK Wisat Pantai Teleng Ria, Pantai ini menghadap ke Pantai Laut Selatan dengan hamparan pasir putih ± 3 km. jarak dari Ibu Kota Kabupaten ke lokasi wisata hanya 3.5
Waktu Kejadian Jarak
Epicentrum (Km)
Magnitude
13 Mei 2004 101 4.9 30 Agustus 2006 76 3.912 Agustus 2006 81 4.517 Nopember 2006 31 4.7
6 Nopember 2006 16 5.1
Jurnal Tugas Akhir
6
Km, dan dapat dengan mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan. Menurut hasil boring yang dilakukan sampai kedalaman 10 m tanah merupakan lapisan tanah berpasir yang berwarna cokelat, dengan muka air tanah pada daerah tersebut rata-rata berkisar pada kedalaman 1m. 5. ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Potensi Soil Liquefaction menurut Grain Size
Menurut Grain size analisis tanah pada boring test-1 sampai boring test-5 merupakan tanah pasir yang sangat berpotensi terjadi soil liquefaction. Dari semua Grafik menunjukkan pada semua sempel tanah pada titik boring 1 sampai titik Boring 5 semuanya most liquefiable soil, ini artinya bahwa tanah didaerah tersebut sangat berpotensi untuk terjadi soil Liquefaction
Gambar 5.1 Hasil Grain-Size Analysis Contoh Tanah di Lokasi Studi yang Diplot dalam Grafik
Liquefaction Potential dari Oka, 1995.
5.2 Analisa Potensi Soil Liquefaction Menurut Data Sondir, Percepatan Gempa dan Magnitude.
Dari data gempa yang ada, percepatan gempa paling besar yang terjadi di kabupaten Pacitan adalah 0.36 m/s2 dengan Magnitude 4.7 dan 0.89 m/s2 dengan Magnitude 5.1 yang semuanya terjadi pada Nopember 2006 (Tabel 5.1)
Tabel 5.1 Peak Ground Acceleration
Jarak (km ) Magnitude r
log PHGA
PHGA m/s2
101 4.9 101 -2.06 0.080 76 3.9 76 -2.13 0.070 81 4.5 81 -2.02 0.090 31 4.7 32 -1.43 0.360 16 5.1 18 -1.04 0.890
Dari perhitungan nilai Safety Factor (Gambar 5.2) didapatkan bahwa hanya titik Sondir-1, Sondir-2, Sondir-4 dan Sondir-5 yang berpotensi terjadi Soil liquefaction dengan nilai Safety Factor < 1. Umumnya semua terjadi pada percepatan gempa 0.89 m/s2. Gamb
Sond
Gambar 5.2 Nilai Safety Factor Untuk Tiap-Tiap Titik Sondir yang Berpotensi Terjadi Soil Liquefaction
Jurnal Tugas Akhir
7
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan dari hasil Boring Test, daerah yang ditinjau mempunyai potensi soil liquefaction, karena semua lapisan tanahnya merupakan tanah pasir.
2. Berdasarkan hasil Sondir, terjadi soil liquefaction pada titik Sondir-1, titik Sondir-2, titik Sondir-4 dan titik Sondir-5. Pada titik Sondir-1, titik Sondir-2 dan titik Sondir-4 Soil liquefaction akan terjadi pada amax 0.36 m/s2 dengan Magnitude 4.7 dan pada amax 0.89 m/s2 dengan Magnitude 5.1. Sedangkan pada titik Sondir-5 hanya terjadi pada amax 0.89 m/s2 dengan Magnitude 5.1.
6.2 Saran
Dari hasil yang telah didapatkan bahwa daerah studi terdapat potensi soil liquefaction, maka dapat dilanjutkan dengan perhitungan settlement
DAFTAR PUSTAKA
Jefferies, Mike and Ken Been. 2006. Soil Liquefaction. Taylor & Francis. Abingdon, Oxon.
Juang Hsein,C, Yuang H, K. Chih-Sheng. 2002:
Assesing CPT-based methods for liquefaction
evaluation with emphasis on the cases from the
Chi-Chi, Taiwan, earthquake” Journal of Soil
Dynamics and Earthquake Engiineering, 22: 241-
258.
Lai, Y.S., et al. 2004:”Descriminant Model for
Evaluating Soil Liquefaction Potential Using Cone
Penetration Test Data”. Journal of Geotechnical
and Geoenviromental Engineering, Vol. 130,
No.12, Desember 2004, pp 1271-1282.
Oka, F, 1995, Soil Mechanics Lecture, Morikita
Publishing Company, Tokyo, Japan (in Japanese).
Olsen, R.S., 1997.”Cyclic Liquefaction Based on
the Cone Penetration Test, NCEER Workshop on
Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils;
National Center for Earthquake Engineering
Research, State University of New York, Buffalo,
pp. 1249-1276
Robertson, P. K. (1990). “Soil liquefaction using
CPT.” Can. Geotech. J., Ottawa, 27(1), 151-158.
Robertson, P.K and Wride, C.E. 1998. Evaluating
Cyclic Liquefaction Potential Using the Cone
Penetration Test. Geotechnical Group, University
of Alberta, Edmonton, AB T6G 2G7, Canada.
Seed, H.B, and Idriss, I. M. 1982.”Ground Motions
and soil Liquefaction During Earthquakes.”
Earthquake Engineering Research Institute
Monograph, Oakland, Calif.
The Japanese Geotechnical Society. 1998.
Remedial Measures Against Soil Liquefaction.
A.A. Balkema. Rotterdam. Netherlands
Youd,T.L. et al. 2001.”Liquefaction Resistance
soils: Summary Report from The 1996 NCEER and
1998 NCEER/NSF Workshops on Evaluation of
Liquefaction Resistance of Soils”. Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
Vol. 127, No.8, August 2001, pp.817-833.